Anda di halaman 1dari 12

5/29/2020

MODERN MONETARY THEORY: HOW FAR CAN YOU GO?


Menakar Efektivitas Kebijakan Penanganan Covid-19

Dr. Solikin M. Juhro


Direktur Eksekutif
Kepala Bank Indonesia Institute
solikin@.bi.go.id

The 28th BINS Open Lecture Series


Jakarta, 29 Mei 2020

Cakupan
1. Covid-19: Dampak & Implikasi Strategi Kebijakan
2. MMT: Salient Features and Critiques
3. MMT dan Strategi Kebijakan di Masa Pandemi
4. Penutup: What’s Next?
The show must go on ….

1
5/29/2020

Covid-19 and the Destruction of Economic Surplus 3

Shocks besar pd ekonomi riil yang berpotensi mendistruksi surplus ekonomi …


Awalnya merupakan “Suppy
shocks”: Feedback loop on demand
- Disrupsi “supply chains” global Pekerja yang kehilangan
- Karantina dan social distancing di “The race between S-D shocks” pekerjaan tdk memiliki
menurunkan suplai TK penghasilan yang cukup,
menurunkan konsumsi &
selanjutnya menekan
permintaan agregat.

Materialisasi “demand effects”:


- Ketidakpastian perkembangan
penyakit & kebijakan ekonomi utk Feedback loop on supply
meringankan dampak. Perusahaan (terutama yang
- Pekerja kehilangan penghasilan, bergantung cash flow)
khususnya di industri terdampak kekurangan likuiditas untuk
- Tabungan RT utk jaga-jaga naik memenuhi komitmen, krn
- Perusahaan berhati-hati dalam menghadapi permintaan yang
berinvestasi hingga situasi aman lebih rendah. Ancaman
(juga karrna isu likuiditas) kebangkrutan.

Sources: Surico & Galeotti (2020)

Supply Induced Crisis and Its Aftermath…. 4

Covid-19 crisis dimulai dari disrupsi penawaran dan (secara hoipotesis) berisiko mengganggu sistem keuangan…

DISRUPSI
‘SUPPLY CHAIN’

Sources: DKEM-Bank Indonesia (2020), author’s enrichment.

2
5/29/2020

Salient Policy Strategy: Flattening the Recession Curve 5

Short-run trade-off between flattening the epidemic curve and the size of the recession.

Dari sudut kesehatan, isolasi memiliki


eksternalitas positif. Dari susut ekonomi,
isolasi memiliki eksternalitas negatif

Solusi kebijakan simetris: meratakan kurva


epi untuk menghindari kematian yang tidak
perlu; melindungi ekonomi untuk
menghindari resesi yang tidak perlu (sambil
menunggu vaksin).

Rekomendasi 'paket stimulus' = 'paket


pengaman' untuk melindungi pekerjaan,
perusahaan, bank, dan jaringan ekonomi +
terus menjaga kepercayaan bahwa ekonomi
akan kembali normal + melindungi warga
yang rentan secara ekonomi.

Richard Baldwin 26 March 2020

“Economic policymakers need to act fast and do whatever it takes”. Governments should deploy policies that ‘flatten the recession curve’ while avoiding long-
lasting damage to our economies. But it’s not that simple. (Baldwin, 2020).

Cakupan
1. Covid-19: Dampak & Implikasi Strategi Kebijakan
2. MMT: Salient Features and Critiques
3. MMT dan Strategi ‘Cetak Uang’ di Masa Pandemi
4. Penutup: What’s Next?

3
5/29/2020

Modern Monetary Theory’s Lineage


7

Why Modern Monetary Theory (MMT)? 8

On the unconventional moneraty policy


Setelah GFC 2008/09, para pendukung MMT berpendapat bahwa pelonggaran kebijakan moneter (QE) oleh
bank sentral global telah berhasil mengurangi dampak krisis, tetapi gagal mengembalikan permintaan dan
ekspektasi inflasi jangka panjang.

On the conventional monetary policy


• Akomodasi moneter (penurunan policy rate) tidak mendorong permintaan sektor swasta, ketika prospek
perusahaan (profitabilitas) dan pendapatan rumah tangga lemah.
• Penurunan suku bunga dapat memperlambat belanja, karena suku bunga yang lebih rendah dapat
menurunkan pendapatan dan daya beli.
• Peningkatan simpanan tidak mendorong peningkatan pinjaman bank. Pinjaman lebih didorong oleh
permintaan. Permintaan yg tinggi mendorong pinjaman yg tinggi, pada gilirannya mendorong simpanan.

Missing links?
• Lessons learned from the GFC: “macro-financial linkages”, no macro-stability without financial stability
• A (new) post-GFC central bank policy paradigm: “Policy Mix”

4
5/29/2020

What Modern Monetary Theory (MMT)? – Warren Mosler (1993) 9

1. Kelembagaan. MMT menekankan pada penggunaan praktis uang fiat sebagai monopoli publik dari otoritas
penerbit, yaitu pemerintah. Kas negara (kementerian keuangan) dan bank sentral sebagai komponen dari
unit tunggal (negara). Bank sentral tidak independen (secara implisit), terutama ketika menyangkut
operasi fiskal dan quasi-fiskal.
2. Penciptaan uang. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mencapai kapasitas penuh (full
employment), menciptakan uang baru untuk mendanai pengeluarannya. Utang selalu dapat didanai
melalui pencetakan uang.
3. Defisit fiskal. Pengeluaran pemerintah dapat menumbuhkan perekonomian hingga kapasitas penuh,
mendukung sektor swasta, mengatasi pengangguran, dan membiayai program-program strategis. Defisit
fiskal bukan masalah, karena per-definisi defisit tersebut menrupakan surplus sektor swasta.
4. Inflasi. Peningkatan pengeluaran pemerintah tidak akan menghasilkan inflasi selama kapasitas ekonomi
belum termanfaatkan penuh (below full employment). Ketika ekonomi mencapai constaints fisik atau alami
pada produktivitasnya (pada saat full employment), inflasi terjadi karena pada saat itu sisi penawaran gagal
memenuhi permintaan.
5. Pajak & inflasi. Pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan mengurangi pengeluaran atau menaikkan
pajak dan menerbitkan obligasi untuk mengurangi uang/perputaran uang dalam sistem.
6. Financial system stability ….??

Kritiks terhadap MMT


10

MMT adalah campuran dari teori moneter lama dan baru. Teori "over-simplistic analysis" and
yang lama benar dan dapat dipahami dengan baik, sedangkan understating the risks of its policy
teori yang baru secara substansial salah. (Palley, 2014) implications

Di antara banyak kegagalan, MMT gagal menjelaskan isu dasar


assuming away the problem
bagaimana pencapaian full employment dengan stabilitas
of fiscal–monetary conflict
harga; tidak memiliki teori inflasi yang kredibel; dan gagal
menjustifikasi klaim bahwa natural interest rate adalah nol.
overstating the importance of
MMT bergerak terlalu jauh dalam mendukung defisit fiskal government created money
pemerintah serta mengabaikan dampak inflatoir pada saat
ekonomi sedang tumbuh (Krugman, 2011) lacks a plausible theory of inflation,
particularly in the context of full
“Modern Monetary Nonsense” (Rogoff, 2019) employment in the employer of last
resort (ELR) policy

macroeconomically unproven has no model, blind to the lack of acknowledgement on the


and politically questionable targets and instrument financial instability that could be caused
problem, and is policy naive by permanently zero interest rates

5
5/29/2020

Lack of Formal Modeling to Inflation… 11

An “on-off” model in which the economy is initially Elasticity represents the responsiveness of an industry or a producer to
below full employment and then hits the full changes in demand for its product. The availability of critical resources,
technology innovation, and the number of competitors producing a
employment barrier. It’s not the way how economy
product or service also are factors
works.. (Palley, 2014).

Risko Penerapan MMT: “Not Just about Inflation”


12

1. Bias politik: Jika bank sentral ‘mengikuti’ arahan pemerintah, terdapat anggapan adanya bias politik, yang dapat
mengikis kepercayaan orang pada regulator keuangan. Mencetak uang untuk menyenangkan para politisi dalam
beberapa tahun terakhir mengakibatkan hiperinflasi dan keruntuhan ekonomi (Zimbawe, Venezuela, Argentina).
2. Tidak praktis secara politis: Mengandalkan perpajakan untuk menarik JUB dari perekonomian secara politis sulit
dilakukan di negara-negara di mana kenaikan pajak sangat tidak populer. Jika rumah tangga merasakan tekanan
kenaikan harga, politisi mungkin lebih cenderung memotong pajak mereka daripada menaikkannya.
3. Mengabaikan peran penting kebijakan pajak: Pajak memiliki peran distributif yg strategis. Membebaninya untuk
mengurangi JUB dapat mengabaikan (mengurangi efektivitas) perannya dalam pemerataan pendapatan masyarakat.
4. Memperburuk dampak shocks sisi penawaran: Guncangan sisi penawaran (seperti lonjakan harga minyak) dapat
menekan pertumbuhan ekonomi, tetapi memicu kenaikan harga. Menaikkan pajak dalam kasus ini dapat memperburuk
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran.
5. Kurangnya disiplin (time inconsitency): Pemerintah mungkin tidak mengantisipasi ketika ekonomi telah mencapai
kapasitas penuh, atau kurang disiplin untuk menghentikan pengeluaran, yang mengarah ke inflasi.
6. Memperburuk utang luar negeri: Jika utang pemerintah cukup besar, mencetak uang (dan mendepresiasi mata uang)
dapat membuat utang lebih sulit untuk dilunasi dan bahkan memaksanya default.
7. Memperburuk sentimen pasar uang: Mencetak uang “secara sembrono” bisa membuat investor jittery terhadap
volatilitas mata uang dan inflasi, mendorong “flight to quality”

6
5/29/2020

13

Cakupan
1. Covid-19: Dampak & Implikasi Strategi Kebijakan
2. MMT: Salient Features and Critiques
3. MMT dan Strategi Kebijakan di Masa Pandemi
4. Penutup: What’s Next?

Perlunya Mitigasi Pandemi dan Stimulus Ekonomi yang Besar


14

Perlunya koordinasi kebijakan yang “optimal”, dengan fokus mitigasi penyebaran wabah (pertimbangan
kemanusiaan) serta mengurangi tekanan ekonomi di sektor-sektor terdampak dan upaya menjaga tingkat
keyakinan pelaku pasar (pertimbangan ekonomi) …..

Sources: Tayangan SESPI GBI (2020)

7
5/29/2020

Pembiayaan Quasi-Fiscal ‘Cetak Uang’ Bank Sentral di Masa Pandemi 15

Best practice ‘cetak uang’ dilakukan melalui pembelian surat-surat berharga pemerintah dan swasta ….

Sources: Tayangan SESPI – RYS (2020)

Koordinasi Kebijakan KSSK utk Mitigasi Covid-19 16

Koordinasi pelonggaran likuiditas oleh Bank Indonesia, stimulus fiskal oleh Pemerintah, dan
restrukturisasi kredit oleh OJK untuk pemulihan ekonomi, khususnya UMKM

BankIndonesia
• • Bank Indonesiatelah
telahmelakukan
melakukaninjeksi
injeksilikuiditas
likuiditaskekeperbankan
perbankandalam
dalamjumlah
jumlahbesar
besarsejak
sejakawal
awal2020.
2020.Melalui
Melaluipembelian
pembelianSBN
SBNdaridaripasar
pasarsekunder,
sekunder,
penyediaanlikuiditas
penyediaan likuiditaskekeperbankan
perbankanmelalui
melaluimekanisme
mekanismeterm-repurchase
term-repurchaseagreement
agreement(repo),
(repo),serta
sertapenurunan
penurunanGWM.
GWM.Kondisi
Kondisilikuiditas
likuiditasperbankan
perbankan
lebihdari
lebih daricukup.
cukup.
Stimulusfiskal
• • Stimulus fiskalPemerintah
Pemerintahdalam
dalambentuk
bentukprogram-program
program-programsosial,
sosial,insentif
insentifindustri
industridan
danpemulihan
pemulihanekonomi
ekonomiakan
akanmendorong
mendorongkonsumsi
konsumsi
masyarakat,produksi
masyarakat, produksidan
daninvestasi
investasidunia
duniausaha
usahabaik
baikUMKM
UMKMdan
dankorporasi.
korporasi.
Relaksasipengaturan
• • Relaksasi pengaturanmikroprudensial
mikroprudensialoleh
olehOJK
OJKakan
akanmempermudah
mempermudahperbankan
perbankanuntuk
untukpembiayan
pembiayankepada
kepadaUMKM
UMKMdan
dandunia
duniausaha
usahadalam
dalamrangka
rangka
pemulihanekonomi.
pemulihan ekonomi.

Bank
BankIndonesia
Indonesiamenambah
menambahlagi
lagiQuantitative
QuantitativeEasing
Easing(QE)
(QE)dengan
denganinjeksi
injeksilikuiditas
likuiditaskekeperbankan
perbankandalam
dalam
jumlah
jumlahbesar,
besar,sehingga
sehinggasecara
secaratotal
totalmencapai
mencapaisekitar
sekitarRp
Rp503,8
503,8triliun.
triliun.

QE
QEJanuari-April
Januari-April2020
2020Rp
Rp386
386Triliun
Triliun Tambahan QE-Mei
Tambahan QE-Mei 2020
2020 Rp
Rp 117,8
117,8 Triliun
Triliun

• Pembelian SBN dari pasar sekunder Rp 166,2 Triliun • Penurunan GWM Rupiah (Mei 2020) sekitar Rp 102 triliun
• Term-repo perbankan Rp 137,1 triliun • Tidak mewajibkan tambahan Giro bagi yang tidak
• FX Swap Rp 29,7 Triliun memenuhi PLM, Rp 15,8 Triliun
• Penurunan GWM Rupiah (Januari dan April) Rp 53 triliun

Sources: Bank Indonesia (2020)

8
5/29/2020

Koordinasi Kebijakan KSSK utk Mitigasi Covid-19


17

Pembelian SUN/SBSN di pasar perdana oleh Bank Indonesia dalam penanganan Covid-19

• Sebagai langkah dalam ”kondisi kegentingan yang memaksa”. • Bank Indonesia sebagai “last resort”. Pemerintah akan memaksimalkan
Tetap terukur dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap sumber dana yang ada (SILPA, BLU, dll), pinjaman Bank Dunia dan ADB,
inflasi. Apabila kondisi kembali normal, Bank Indonesia tidak serta penerbitan SUN/SBSN di pasar baik pasar domestik maupun
akan melakukan pembiayaan defisit fiskal dengan pembelian global. Dalam hal kapasitas pasar tidak mencukupi dan/atau
SUN/SBSN dari pasar perdana sebagaimana diatur dalam UU menyebabkan kenaikan yield yang terlalu tinggi, Bank Indonesia dapat
Bank Indonesia. ikut membeli sebagian di pasar perdana tersebut.

3 (Tiga) jenis SBN yang diterbitkan Pemerintah yang pembeliannya dapat


dilakukan Bank Indonesia di pasar perdana

1. SBN untuk Pembiayaan Umum APBN (”above the line”)


2. SBN untuk Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi dalam APBN
(”below the line”)
3. SBN untuk Pembiayaan Program Restrukturisasi Perbankan
(“below the line”).

Sources: Bank Indonesia (2020)

Gagasan ‘Cetak Uang’ di Indonesia 18

Gagasan teori MMT dalam penanganan covid-19: tidak ada batasan untuk pembiayaan (“defisit anggaran dapat diatasi oleh
bank sentral”). Negara harus mampu mengompensasi hilangnya pendapatan yang disebabkan oleh wabah covid-19 kepada
sektor perusahaan, pekerja, wiraswasta, dan seluruh masyarakat yang terkena dampak tanpa batasan keuangan.
Usulan DPR: BI dapat mencetak uang Rp 600 T untuk membiayai langkah pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Risiko: …. ”Not just about inflation”


Harga
Where Are We? ??
 Lonjakan Uang Primer (high powered money). Potensi tinggi AS
untuk peningkatan JUB (ke depan) & susah ditarik pada saat (P)
kondisi mulai normal. Potensi tekanan inflasi akan tinggi. p2 C
 Fakta empiris: (i) nature of S-schedule, and (ii) lack of
supply response (supply side rigidity) / mobilitas SD p2
terkendala (walau under-employment), mendorong inflasi
secara signifikan (B & C). p1
 Pasca covid JUB susah ditarik: kenaikan pajak untuk p0
menyerap JUB sulit diterapkan dlm kondisi gangguan daya B
beli. Keenganan masyarakat & godaan otoritas u langkah
lanjutan (time inconsistency problem). AD1
 Menurunkan kredibilitas kebijakan makro, memperburuk A AD0
sentimen pasar. Tekanan NT naik. y0 y1 Y * Output (Y)
 Tekanan inflasi dan NT memperburuk fundamental
ekonomi (feedback loop: AD-AS) & guncangan SSK.

9
5/29/2020

19

Cakupan
1. Covid-19: Dampak & Implikasi Strategi Kebijakan
2. MMT: Salient Features and Critiques
3. MMT dan Strategi Kebijakan di Masa Pandemi
4. Penutup: What’s Next?

20

What’s Next? ……
1. Retaining prudent macro policy, credibility is not taken for granted. Is the central bank
the only ‘game in town’? Countercyclical fiscal role?
Stronger coordination: to continue the right national policy mix (integrated policy
framework) with an appropriate implementation strategy in the field.
2. Focus on generating and habituating new sources of growth (‘endowment-based’):
- Economic empowerment (SMEs, sharia-based economy),
- Innovative & creative economy (frugal innovation),
The show must go on ….
3. Navigating “the 2nd new normal”:
- Higher “expectation” vs. new forms of leadership
and governance; communication in time of crisis
- CB’s Dilemma: independence, submission, and
coordination (co-dependence with the government)
- “Knowledge is King”

10
5/29/2020

TERIMA KASIH

Dr. Solikin M. Juhro


Direktur Eksekutif
Kepala Bank Indonesia Institute
solikin@.bi.go.id

Where Are We? 22

Salient empirical studies:


?? 1. Flattening of the Phillips Curve, especially during
Harga AS the post-GFC period (Juhro, 2015), inflation
(P)
characteristics: demand-supply side dynamics
p2 (Juhro, 2007), price and wage rigidity (Juhro et al.,
C
2004)
p2 2. Growth diagnostic: most binding (structural)
constraints of Indonesian economy – infrastructures
p1 and institutional constraints, micro-regulations, HRD
p0 (Bank Indonesia, 2015)
B 3. Monetary and fiscal policy rule interactions):
monetary and fiscal policies are not synchronized
over the full sample period, suggesting presence of
AD1 structural and institutional rigidities, particularly in
A AD0 the past. Restricting the sample to a recent time
period, we find the policies to be harmonized to
y0 y1 Y * Output (Y) some extent owing to recent joint policy
coordination initiatives by the monetary and fiscal
authorities (Juhro et al., 2019).

11
5/29/2020

Mengapa Perlu Koordinasi Kebijakan?


23

Berbagai sumber shocks dari sisi permintaan dan penawaran perlu direspons secara koordinatif untuk
mendukung efektivitas pencapaian tujuan kebijakan serta meminimalkan biaya ekonomi ….

AS0
Harga AS1 Kebijakan Ekonomi Makro
(P) Pengelolaan Sisi Penawaran
(Supply Side Management)
- Kebijakan Ekonomi Sektoral
- Kebijakan Struktural (TK, Iptek)
p2
- Pengendalian Inflasi
p1 KOORDINASI (VF, AP)
KEBIJAKAN - Reformasi Struktural
p0 - SSK

Kebijakan Ekonomi Makro


AD2 Pengelolan Sisi Permintaan
AD1 (Demand Side Management)
AD0 - Kebijakan Moneter (suku bunga,
pengendalian JUB/Likuiditas, NT)
- Kebijakan Makroprudensial
y0 y 1 y2 Output (Y) - Kebijakan Fiskal

Koordinasi Kebijakan Moneter &Fiskal di Berbagai Negara 24

Sumber: Demid, 2018

12

Anda mungkin juga menyukai