Simbolisme Bahasa Sufi (Kajian Hermeneutika Terhadap Puisi Hamzah Fansuri)
Simbolisme Bahasa Sufi (Kajian Hermeneutika Terhadap Puisi Hamzah Fansuri)
2, Oktober 2016
Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Religia
Abstrak: Hamzah Fansuri adalah salah seorang sufi Nusantara yang menggunakan puisi
sebagai media untuk mengungkapkan ajarannya. Untuk memahami simbol yang dipakai
dalam puisinya digunakan pendekatan hermeneutika khususnya teori metafora dan simbol
yang merupakan bagian darita’wil atau hermeneutika Islam. Puisinya berasal dari gagasan
dan pengalaman keruhanian serta persatuan mistik.Baginya, puisi tidak hanya berfungsi
sebagai ungkapan perasaan emosional. Tapi juga sebagai tangga menuju Tuhan, media
transendensi dan transformasi diri.Puisi Hamzah Fansuri bisa disebut sebagai puisi
hermeneutik atau syair ta’wil yang merupakan tafsir esoterik ayat al-Qur’an dengan
menggunakan simbol bahasa yang bersifat kontekstual seperti perahu, burung, dagang,
anak dagang dan sebagainya.
Hamzah Fansuri is a Nusantara (Indonesian) sufi who used poems as a medium to convey
his messages. In order to understand the symbols used in his poems, a hermeneutics
approach is required, especially by using theories of metaphor and symbol which are
inseparable parts of ta’wil or Islamic hermeneutics. His poems were mostly inspired by
his thoughts and spiritual as well as mystical experiences. For him the poems served not
only as emotional revelation, but also as stairways to God, transcendental medium, and
self transformation. His poems were widely recognized as hermeneutics poetry or ta’wil
verses which are often the esoteric tafsir (meaning) of Quran. He used language symbols
which have contextual characteristics, such as boat, bird, trading, sub trading, etc.
Nusantara masih belum mendapat Tahun lahir dan wafat Syekh tak diketahui
perhatian yang menggembirakan. Ratusan dengan pasti. Riwayat hidup Syekhpun
manuskrip Melayu dan Jawa masih sedikit sekali diketahui. Sekalipun
disimpan sebagai khazanah mati di demikian, dipercaya bahwa Hamzah
museum-museum, dibiarkan tidak diteliti Fansuri hidup antara pertengahan abad ke-
dan ditansliterasi, apalagi dikaji. Padahal 16 hingga awal abad ke-17. Kajian terbaru
pemikiran dan karya para cendekiawan sufi dari Bargansky menginformasikan bahwa
Nusantara itu sesungguhnya sangat orisinil Syekh hidup hingga akhir masa
dan menarik. Selain itu karya-karya pemerintahan Sultan Iskandar Muda
tersebut ternyata telah memberikan (1607-1636) dan mungkin wafat beberapa
sumbangan besar bagi perkembangan tahun sebelum kedatangan Nuruddin ar-
kebudayaan dan peradaban Islam. Salah Raniry yang kedua kalinya di Aceh pada
satu di antaranya ialah karya-karya Syaikh tahun 1637. Sebelumnya, Syekh
Hamzah Fansuri, seorang intelektual dan Muhammad Naguib al-Attas berpendapat
ahli tasawuf terkemuka di Asia Tenggara bahwa Syekh hidup sampai masa awal
dan perintis dalam pelbagai bidang pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang
kelimuwan dan kreativitas. Karya- masyhuritu.
karyanya merupakan cerminan fase Akan tetapi, berlawanan dari
penting dalam perkembangan tasawuf dan peranan yang dimainkannya, kajian yang
sastra Nusantara. mendalam terhadap karya-karyanya masih
Kalau para sejarawan menyatakan sedikit dilakukan. Kajian yang ada selama
bahwa tasawuf memegang peranan penting ini lebih bertumpu pada ajaran dan
dalam proses Islamisasi di Nusantara, pemikiran tasawufnya dan lebih banyak
maka tentulah Hamzah Fansuri -sebagai dilakukan oleh sarjana asing dan
sufi terkemuka Nusantara- memainkan menggunakan bahasa asing juga. Para
peranan penting dalam sejarah pemikiran penyair sendiri belum banyak yang
dan keagamaan. Oleh karena itu, telah mengkaji secara mendalam, terutama
dilakukan kajian-kajian mengenai Hamzah wawasan estetik yang melandasi
Fansuri oleh para sarjana seperti Kraemer penciptaan karya-karyanya. Kalaupun ada,
(1912), Doorenbos (1933), Neuwenhuijze kajian lebih bersifat teori umum tanpa
(1945), Syed M. Naquib al-Attas, merujuk kepada pendekatan hermeunetika
Mysticisme of Hamzah Fansuri (1968), J. keruhanian yang mendasar. Kajian ini
Drewes, Poems of Hamzah Fansuri (1986) berusaha memahami simbol-simbol yang
Ali Hasymi, Ruba’i Hamzah Fansuri dipakai Hamzah Fansuri dalam puisi-
(1991), Braginsky, The System of classical puisinya dengan pendekatan hermeneutika
Malaya literature (1992), Teeuw (1994) khususnya teori metafora dan simbol.
dan lain-lain yang memang mengakui
peranan sang Syaikh ini. PEMBAHASAN
Syekh Hamzah Fansuri adalah A. Takwil sebagai Hermeneutika Islam
seorang cendekiawan, ulama tasawuf, Takwil sebagai bentuk her-
sastrawan dan budayawan terkemuka yang meneutika Islam memang bermacam-
diperkirakan hidup antara abad ke-16 macam. Walaupun ia sering disamakan
sampai awal ke-17 (Hadi WM, 1995: 9). dengan tafsir biasa atas teks, khususnya
kitab suci al-Quran, yaitu cara menjelaskan kan mengenai keberhasilan penerapannya
makna tersurat daripada teks, tetapi kaidah al-Kasyani mengatakan bahwa dalam
yang digunakan dan cara penerapan kaidah takwil seseorang tidak cukup hanya
tersebut ternyata berbeda dari tafsir biasa, menggunakan logika dan pikiran. Seorang
yaitu tafsir formal. Perkataan takwil penakwil harus juga menggunakan intuisi
berasal dari akar kata awal, pertama atau dan imaginasi kreatifnya, melibatkan diri
yang pertama, sebutan yang juga diberikan ke dalam keseluruhan pergerakan teks,
kepada Sang Pencipta. Sebagai Yang menyatu dengan teks dan membayangkan
Pertama (al-awwal) Tuhan merupakan dirinyalah yang menerima ilham untuk
tempat kembalinya segala ciptaan. menyampaikan kandungan teks yang
Berdasarkan hal itu, lantas perkataan sedang dia baca.
takwil diberi arti ‘kembali atau Sebagaimana ahli hermeneutika
menyebabkan kita kembali (kepada yang secara umum, ahli takwil meyakini bahwa
pertama atau yang asal) serta menemukan bahasa sebagai sarana komunikasi dan
sesuatu yang tidak dapat dikurangkan lagi, ekpresi manusia merupakan wadah makna
yaitu sang makna atau hakekat yang (the locus of meaning) sekaligus sistem
terakhir’(Hadi WM, 2014: 156). Sachiko penandaan (dilal) dan pelambangan atau
Murata dengan tepatnya menghubungkan simbolisasi (mitsal). Berdasarkan pene-
pengertian ‘tak dapat dikurangkan lagi’ kanannya pada simbol atau unsur-unsur
dengan ‘mencapai makna terdalam teks, simbolik dari rasa ‘il atau wacana, takwil
arti yang tersirat dan tersembunyi’ sering diartikan sebagai tafsir atau
(Murata, 1992: 226-227). Mengenai makna pemahaman simbolik. Jika dilihat dari arti
isyarat dapat diberikan contoh bagaimana khususnya, takwil dapat diartikan sebagai
beberapa sufi ayat mutasyabihat al-Qur`an perjalanan jiwa dalam memahami teks
(2:115), “Ayna-matuwallu fa tsamma (karya sastra) melalui cara-cara seperti
wajhullahi”, yang maksudnya “Kemana mengubahsuaikan atau mentransformasi-
pun kau memandang akan tampak wajah kan ungkapan zahir tertentu dalam teks
Allah” . Yang menjadi persoalan bukan menjadi kias, tamsil atau mitsal. Dengan
‘memandang’, tetapi terlebih-lebih makna cara demikian, dunia makna yang
perkataan ‘wajah Allah’. Sudah tentu yang dikandung teks menjadi lebih luas dan
dimaksudkan bukan rupa-Nya yang zahir kaya.
yang dapat dilihat dengan mata, tetapi rupa Takwil dapat bekerja apabila kita
batinnya yang hanya dapat dirasakan oleh mampu membedakan antara tamsil dan
mata hati, yaitu rasa keimanan yang dalam alegori (ibarat) dan memahami bagaimana
(Hadi WM, 1995: 24-26). sebuah simbol terjadi. Penggunaan logika
Abdul Razaq al-Kasyani, seorang saja tidak cukup bagi seorang penakwil.
sufi abad ke-13 M, menghubungkan tradisi Agar efektif dalam menelaah teks, seorang
takwil dengan sabda Nabi yang populer penakwil mesti mampu menggunakan
dan bermaksud, “Tidak ada ayat Alquran penglihatan batin serta mendayagunakan
yang tidak mempunyai makna zahir dan sepenuhnya akal kontemplatif dan
sekaligus makna batin, batasan (hadd) dan imajinasi kreatifnya. Apabila seorang
sekaligus tempat ke mana kita melakukan penakwil telah menggunakan ketiga fakulti
pendakian” (Murata, 1992: 301), sedang- kerohaniannya ini, ia tidak akan lagi
melihat karya yang dikaji sebagai wacana yang kita peroleh bersifat terbatas atau
yang ditulis berdasarkan gagasan logis, sempit; sedangkan makna batin teks
tetapi sebagai bentuk pengiasan atau menyajikan cakrawala yang tak terbatas.
simbolisasi (Corbin, 1981: 13-14). Ada Memang takwil pada mulanya
beberapa hal yang perlu dicatat. Pertama, muncul disebabkan keperluan menafsir
karya sastra adalah sebuah simbolisasi, ayat-ayat mutasyabihat (simbolik) Alquran
yang berarti bukan sekadar mimesis dan Hadis tertentu, serta ucapan-ucapan
(tiruan) atas kenyataan inderawi, shatahiyyat (teofani) para sufi. Bahkan,
melainkan pengiasan (mitsal) atau salinan Seyyed Hosein Nasr (Nasr, 1981: 18)
menggunakan kias atau simbol terhadap mengartikan takwil sebagai falsafah
gagasan yang lahir dari pengalaman batin perennial (abadi) dalam arti sebagai ilmu
penulis. Jadi, ia merupakan salinan dari berkenaan cara memahami makna ke-
sesuatu yang terdapat dalam alam rohani. rohanian teks suci atau keagamaan, yang
Kedua, fakulti yang dapat memahami sudah pasti berkenaan persoalan atau tema-
gagasan yang terdapat dalam alam rohani tema falsafah perenial. Meskipun teks-teks
dan transformasinya ke dalam ungkapan yang lahir dari tradisi intelektual Islam
estetik yang simbolik ialah akal tidak sepenuhnya merupakan karya-karya
kontemplatif dan imajinasi kreatif. kerohanian atau sufistik, tetap memiliki
Dalam proses pemahaman karya, pesan kerohanian dan moral yang ada
tahap awal yang biasanya dilakukan adalah kaitannya dengan tema falsafah perenial.
menandai apa yang mesti ditandai atau Misalnya, karya bercorak adab, sejarah,
menentukan dilalah (tanda) yang epik dan roman percintaan. Karya-karya
signifikan, termasuk bagian-bagian teks itu jika diteliti secara mendalam mengan-
yang simbolik atau metaforikal. Dalam dung hal-hal tersirat atau pesan kerohanian
pandangan ahli takwil, peranan simbol bercorak sufistik atau berkenaan dengan
dalam karya sastra adalah tangga naik metafisika, etika, sosiologi, estetika dan
menuju kesadaran yang lebih tinggi. psikologi keaga-maan. Unsur-unsur ini
Pandangan ini sesuai dengan tujuan karya dapat disingkap, khususnya apabila
sastra, yaitu membawa pembaca ke arah seseorang menggu-nakan kaidah takwil
kesadaran yang lebih tinggi dari kesadaran yang pada asasnya memang memiliki
biasa. Sahl al-Tustari, seorang ahli takwil kaitan dengan meta-fisika (kosmologi dan
pertama yang hidup pada abad ke-10 M, ontologi), estetika, etika, dan psikologi
mengatakan bahwa ungkapan-ungkapan keagamaan dalam Islam.
simbolik dalam wacana keagamaan, Peranan penting simbol dan
khususnya kitab suci Alquran, memiliki metafora dalam karya sastra, juga dalam
dua segi penting, yaitu segi hadd atau batas teks yang bukan sastra, juga dikemukakan
dan segi matla’, tempat mendaki menuju oleh ahli hermeneutika modern seperti
makna yang tinggi dan tak terhadap Hans-Georg Gadamer dan Paul Ricoeur.
cakrawalanya. Yang pertama, yang hadd, Hal ini tidak mengherankan karena karya
maknanya bersifat zahir; sedangkan yang sastra bukan hanya mengandung unsur
kedua, yang matla‘, maknanya bersifat simbolik dan metaforik yang sering
batin. Oleh karena itu, apabila kita hanya menguasai keberadaan sebuah karya
terpaku pada makna zahirnya, pemahaman sebagai objek estetik, tetapi juga dan
bahkan sering karya sastra dapat dianggap yang kedua cenderung asimilatif dan
sebagai metafora atau simbol terhadap berakar dalam pengalaman kita yang
sesuatu hal yang tidak diungkapkan secara terbuka terhadap berbagai metode yang
tersurat oleh penulis. Menurut Ricoeur, berbeda bagi penyingkapan makna. Simbol
simbol adalah ungkapan yang mengan- dapat dikaji melalui berbagai disiplin
dung makna ganda. Di dalamnya terdapat seperti psikoanalisis, arkeologi, eskatologi,
makna lapis pertama, disebut makna sejarah perbandingan agama dan
referensial atau denotatif. Makna lapis mistisisme (Hadi WM, 2014: 62-63).
pertama ini mesti dirujuk pada makna lapis Adapun langkah kerja analisisnya
kedua, yaitu makna konotatif dan sugestif mencakup: Pertama, langkah objektif
yang tersembunyi di balik makna lapis (penjelasan), yaitu menganalisis dan
pertama (Hadi WM, 2014: 159). mendiskripsikan aspek semantik pada
Sementara Metafora, sebagai- metafora dan simbol berdasarkan pada
mana kata Ricoeur-adalah “puisi dalam tataran lingistiknya. Kedua, langkah-
miniature”. Metafora menghubungkan langkah refleksi (pemahaman) yaitu
makna harfiah dengan makan figuratif menghubungkan dunia objektif teks
dalam karya sastra. Dalam hal ini, karya dengan dunia yang diacu (reference), yang
sastra merupakan karya wacana yang pada aspek simbolnya bersifat non
menyatukan makna eksplisit dan implisit. linguistik. langkah ini mendekati tingkat
Dalam tradisi positivisme logis, perbedaan antologis. Ketiga, langkah filosofis, yaitu
antara makna eksplisit dan implisit di berpikir dengan mengunakan metafora dan
berlakukan dalam perbedaan antara bahasa simbol sebagai titik tolaknya. Langkah ini
kognitif dan emotif, yang kemudian disebut juga dengan langkah eksistensial
dialihkan menjadi perbedaan menjadi atau antologi, keberadaan makna itu
makna denotasi dan konotasi. Denotasi sendiri (Kurniawan, 2009: 31).
dianggap sebagai makna kognitif yang
merupakan tatanan semantik, sedangkan B. Prolog Syair
konotasi adalah ekstra-semantik. Konotasi Sebagai seorang intelektual Islam,
terdiri atas seruan-seruan emotif yang Hamzah Fansuri tentu saja memahami
terjadi serentak yang nilai kognitifnya khazanah intelektual Islam Timur Tengah,
dangkal (Ricoeur, 2012: 101-102).Ricoeur termasuk sastra Arab, khususnya puisi. Hal
mengemukakan pentingnya meletakkan ini bisa dilihat dari gaya syair nya yang
peranan metafora dan simbol di tempat diawali oleh prolog sebagaimana sastra
sentral dalam penafsiran sastra karena Arab sebelum masuk ke dalam tema-tema
pemahaman tentang dua konsep kunci inti dalam syairnya. Adapun yang dimak-
penuturan puitis itu berkaitan dengan sud dengan prolog di sini adalah semacam
perluasan teori penafsiran dan konsep kata-kata pengantar yang diberikan oleh
pemahaman itu sendiri. Hanya saja simbol penyair sebelum memasuki tema yang
lebih kompleks karena mengandung dua ingin dibicarakan. Tentunya prolog ini
dimensi uaitu dimensi yang terikat pada bertujuan untuk memberikan arah kepada
aturan linguistik dan dimensi yang tidak pembaca agar mengetahui sejak awal
terikat pada kebahasaan. Dimensi pertama kemana sesungguhnya penyair ingin
dapat dikaji melalui semantik, sedangkan mengajak pembacanya. Oleh karena itu,
menggunakan simbol Perahu sebagai salah sementara saja dan semua manusia suatu
satu simbol utama dalam karya sastra saat akan menuju ke alam yang bersifat
sufinya. Bedanya kalau di Timur Tengah, kekal. Seorang manusia yang hidup di
penggunaan simbol Perahu sangat terbatas dunia ini bagaikan sebuah perahu yang
- sebagaimana yang diungkapkan oleh sedang berlayar di tengah lautan yang
Vladimir I Braginsky - sementara kalau di maha luas. Pelayaran ini tentunya akan
Nusantara Melayu penggunaan simbol ini menuju ke sebuah tempat yaitu alam
sangat banyak ditemukan. Bahkan oleh akhirat. Manakala seorang manusia telah
murid Hamzah Fansuripun yang bernama menemui ajalnya, maka lautan yang ia
Syamsuddin As-sumatrani juga turut harungi selama ini telah selesai dan ia
menggunakan simbol ini dalam karya- sudah berada ke tempat tujuan, yaitu alam
karya sufinya. yang bersifat abadi.
Sedangkan dalam tradisi Selama mengarungi luasnya
penulisan karya sastra sufi, maka makna lautan, seorang pelayar mesti memiliki
simbolik dari perahu yang terdapat di kompas sebagai pedoman ataupun
dalam Syair Perahu karya Hamzah Fansuri petunjuk arah supaya ia tidak tersesat
misalkan, merupakan sebagai seorang diombang ambing oleh kerasnya ombak di
hamba yang sedang hidup di permukaan lautan yang luas. Kalau ia mengabaikan
bumi ini dengan jangka waktu yang telah kompas ini, maka ia dapat dipastikan
ditentukan. Dan setelah waktu itu berakhir tersesat dan tidak akan sampai ke tujuan
ia akan pindah beralih ke kehidupan di utamanya. Ini merupakan nasehat dan
alam lain yang bersifat abadi, yaitu hari pengajaran bagi seorang muslim sejati agar
akhirat. Mengingat tema utama yang berpedoman kepada Alquran dan al-hadist
terdapat dalam syair ini adalah tentang dalam kehidupannya sehari-hari. Seorang
simbolisme perahu, maka jumlah bait yang muslim yang meninggalakan alquran dan
membicarakan tentang perahu mencapai 26 al-Hadist, ibarat seorang pelayar di tengah
bait. Ini merupakan jumlah bait yang lautan luas meninggalkan kompas.
sangat banyak bila dibandingkan dengan Pengajaran ini terdapat di dalam bait syair
tema sampingan lainnya, seperti tema selanjutnya yang berbunyi :
ekskatologi alam kubur dan iman, tauhid Hai muda arif budiman
serta makrifat. Hasilkan kemudi dengan pedoman
Untuk mengetahui lebih jelas Alat perahumu jua kerjakan
bagaimana Hamzah Fansuri mendes- Itulah jalan membetuli insan (Hadi WM
kripsikan simbol perahu, berikut kutipan dan Ara, 1984: 31).
bait syairnya :
Wahai muda, kenali dirimu Jadi dari sini nampak bahwa
Ialah perahu tamsil tubuhmu tuduhan zindiq atau sesat oleh sebagian
Tiadalah berapa lama hidupmu pihak terhadap Hamzah Fansuri adalah
Ke akhirat jua kekal dirimu (Hadi WM, sesuatu yang tidak berdasar. Buktinya
2001: 178 Hadi WM danAra, 1984: 31). Hamzah Fansuri masih menyakini ajaran-
ajaran agama sebagaimana yang terdapat
Dari petikan bait syair ini jelas dalam al-Quran dan al-Hadist. Dengan
bahwa kehidupan ini hanya bersifat bahasa lainnya, beliau memperkuat makna
dari sebuah hadist yang artinya: Aku rintangan yang datang silih berganti.
tinggalkan pada kalian semua dua perkara, Adanya halangan dan rintangan yang
jika kalian berpegang teguh terhadap datang silih berganti untuk mengukur
keduanya, niscaya kalian tidak akan sejauh mana kualitas iman seseorang.
tersesat, yaitu al-Quran dan Sunnahku. (al- Kalau iman seseorang masih rendah, ia
Hadist). akan terperdaya atau tertipu oleh
Setelah memiliki pedoman dalam kenikmatan sesaat di dunia ini. Tapi
hidup di dunia ini, secara lebih lanjut lagi, sebaliknya, seseorang yang memiliki iman
Hamzah Fansuri memberikan deskripsi yang kuat, ia tidak terperdaya dengan
yang sangat mendetail tentang perbekalan halangan dan rintangan dalam kehidupan
yang harus dimiliki oleh seorang pelayar. di dunia bahkan ia tetap fokus pada tujuan
Deskripsi ni terlihat dalam petikan bait-bait utama untuk mengumpulkan bekal
syair lainnya sebagai berikut: sebanyak-banyaknya demi kesuksesan
Perteguh jua alat perahumu hidup di alam akhirat.
Hasilkan bekal air dan kayu Oleh karena itu, Hamzah Fansuri
Dayung pengayuh taruh di situ mengingatkan para pembaca (ummat
Supaya laju perahumu itu Islam) supaya mereka tidak terpengaruh
Sudahlah hasil kayu dan ayar oleh berbagai rintangan atau cobaan dalam
Angkatlah pula sauh dan layar menjalani kehidupan di dunia yang bersifat
Pada beras bekal jantanlah taksir sementara ini. Rintangan atau cobaan bisa
Niscaya sempurna jalan yang kabir (Hadi dalam bentuk kenikmatan dalam hidup
WM danAra, 1984: 31-32). atau justru sebaliknya yaitu kesengsaraan
hidup. Beliau melihat fenomena dalam
Berdasarkan bait syair tersebut realitas kehidupan ummat muslim yang
dapat difahami bahwa betapa pentingnya kaya raya pada masa itu, seakan-akan
perbekalan selama dalam pelayaran di mereka terpesona dengan kenikmatan dan
lautan yang luas. Ini bermakna bahwa keindahan di dunia ini yang bersifat semu,
manusia wajib membekali dirinya dengan sehingga mereka lupa mempersiapkan
berbagai keperluan atau kebutuhan bekal di hari akhirat sebanyak-banyaknya.
nantinya di tempat yang akan dituju. Dan demikian juga dari masyarakat kelas
Adapun perbekalan yang dimaksudkan di bawah yang kadang sering merasakan
sini adalah seluruh amal perbuatan yang kepedihan hidup, mereka lupa untuk
baik yang pada akhirnya membuat manusia menyiapkan perbekalan yang secukupnya.
menjadi taqwa. Hal ini selaras dengan
firman Allah dalam surat al-Baqarah, ayat D. Dagang, Anak Dagang dan Fakir
197 yang artinya sebagai berikut : Simbol sufi yang sering
“Dan berbekallah kalian semua, maka digunakan Hamzah Fansuri dalam syair-
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah syairnya adalah anak dagang. Anak dagang
taqwa”. merupakan terjemaan kreatif dari yang
berarti orang asing. Kata gharib terdapat
Selama mempersiapkan perbe- dalam sebuah hadits dan mempunyai
kalan di dunia yang fana ini, manusia kaitan konseptual dengan kata faqir dan
selalu dihadapi dengan tantangan dan salik atau penempuh jalan keruhanian.
Arti keruhanian orang asing adalah diri ditulisnya adalah ungkapan dari
yang asing terhadap dunia, yaitu seorang pengalaman batinnya sebagaidagang.
ahli suluk yang kampung halamannya Pengalaman batin seorang dagang
bukan di dunia. Hamzah Fansuri bersyair : diperoleh karena ia menjalani ilmu suluk
Hadis ini dari Nabi al-habib atau tasawuf sebagai pedoman hidupnya.
Qala kun fi al-dunya ka’annaka gharib Sebagai penanda kepenyairan ia
Barangsiapa da’im kepada dunya qarib sering dipertukarkan dengan penanda lain
Manakan dapat menjadi habib seperti faqir dananak jamu (orang yang
bertamu). Alangkah serasinya apabila
Secara harfiah anak dagang penanda ini dihubungkan dengan citraan
berarti seseorang yang melakukan urusan simbolik perahu dan kapal serta laut.
perniagaan di negeri orang dan menjadi Pemakaian tamsil anak dagang dan
orang asing untuk sementara waktu. faqir, diambil dari al-Qur’an dan Hadis. Di
Berdasarkan hadits di atas Imam al- samping itu ia memiliki konteks sejarah,
Ghazali menayatakan “Dunia ini adalah khususnya dengan penyebaran agama
pentas atau pasar yang disinggahi para Islam dan pembentukan kebudayaannya di
musafir dalam perjalanannya menuju ke Nusantara.
tempat lain. Di sinilah mereka membekali Sebagaimana telah diketahui,
diri dengan pelbagai perbekalan supaya agama Islam tersebar dan berkembang
tujuan perjalanan itu tercapai”. Menjadi pesat di Asia Tenggara bersamaan dengan
orang asing bagi Hamzah Fansuri berarti pesatnya kegiatan perdagangan antar pulau
tidak terpaut kepada dunia dan dan benua, terutama sejak abad ke-13 M
kerinduannya hanya kepada Dia di setelah berdirinya kerajaan Samudra Pasai
kampung halaman yang sebenarnya. pada tahun 1272 M. Pada mulanya
Tamsil anak dagang ini mengandung kegiatan tersebut hanya melibatkan
gagasan perpisahan dan pertemuan atau pedagang-pedagang Muslim Arab dan
persatuan kembali. Persia, tetapi kemudian melibatkan pula
Penanda atau tamsil dagang/ anak banyak pedagang Nusantara yang telah
dagang pada awalnya dijumpai dalam memeluk agama Islam. Sejak itu
sajak-sajak Hamzah Fansuri, perintis awal berdagang atau merantau jauh dari
sastra sufi di kepulauan Melayu Nusantara kampung halaman untuk melakukan
yang hidup pada abad ke-16 M. Dalam urusan dunia, menjadi ’budaya’ orang
perkembangan selanjutnya ia kemudian Islam Nusantara dari Aceh sampai
menjelma sebagai penanda kepenyairan Makassar, dari Banten sampai Ternate, dari
yang dipakai kalangan luas penulis Melayu Malaka sampai Madura dan dari Padang
sampai abad-abad berikutnya. dan Kalimantan sampai pesisir Jawa (Hadi
Dagang/anak dagang di dalam syair-syair WM, 2001: 183).
penulis Melayu itu berfungsi terutama Sama dengan gagasan dagang
sebagai penanda kesufian seorang penyair, adalah gagasan faqir. Dalam tasawuf ia
bahkan penanda kepenyairan itu sendiri. diartikan sebagai pribadi yang tidak lagi
Seorang penyair, sebagaimana akan terpaut pada dunia. Keterpautannya
dibahas nanti, memandang dirinya semata-mata pada Tuhan. Ada dua ayat al-
sebagai dagang dan syair-syair yang Qur`an yang dijadikan rujukan, yaitu Q
mereka sendiri, sekalipun mereka dalam Cahayanya terang di negeri bayt al-athiq
kesukaran (Arberry, 1976: 118). Tandanya ghalib sempurna thariq
Sejak lama telah muncul Banyaklah kafir menjadi rafiq
anggapan luas bahwa tasawuf atau tarekat
yang diajarkan Hamzah Fansuri meng- Bayt al-athiq itulah bernama ka’bah
abaikan syari`at. Namun dalam beberapa Ibadat di dalamnya tiada berhelah
bait syairnya Hamzah Fansuri justru Tempatnya ma’lum di tanah Mekkah
menekankan betapa pentingnya syari`at. Akan qiblat Islam menyembah Allah
Sebagai contoh dalam bait berikut:
Syari`at Muhammad terlalu `amiq Di dalam syair di atas, ka’bah
Cahayanya terang di negeri Bayt al-`athiq dihubungkan dengan tempat lahirnya
Tandanya ghalib sempurna thariq agama Islam. Bahwa syariat Nabi
Banyaklah kafir menjadi rafiq Muhammad SAW mengandung makna
Bayt al-`athiq itulah bernama Ka`bah keruhanian yang dalam (‘amiq). Syariat
`Ibadat di dalamnya tiada berhelah adalah hasil perenungan yang dalam.
Tempatnya ma`lum di tanah Mekkah Sembahyang fardlu lima kali sehari yang
Akan qiblat Islam menyembah Allah dipandang sebagai tiang agama Islam,
(Ik. IV MS Jak. Mal 83) diperintakan Tuhan kepada Nabi ketika
beliau mi’raj ke langit ke tujuh. Maka
Bagi penyair, syariat mengan- penyair menggambarkan turunnya perintah
dung makna yang dalam, karenanya ia syariat tersebut sebagai turunnya cahaya
tidak bisa diabaikan di jalan tasawuf. yang menerangi di kota Mekkah. Mekkah
Dalam risalahnya Syarab al-`Asyiqin memiliki simbol yang unik sebagai tempat
Hamzah Fansuri menyatakan bahwa suci, “rumah Tuhan”, tempat pelaksanaan
syariat merupakan permulaan jalan tasawuf ibadah haji yang juga penuh dengan
sebelum seorang penuntut ilmu simbol. Syariat juga dinamakan sebagai
menjalankan tariqat, metode keruhanian jalan (thariq) yang sempurna, dan berkat
untuk membimbing jiwa ke jalan lurus. penerangan Nabi banyak orang kafir
Selanjutnya sang sufi menyatakan bahwa menjadi rafiq.
makna batin syariat ialah kewajiban Di tempat lain, Hamzah Fansuri
berbuat kebajikan di dunia dan mengatakan:
menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Hamzah Fansuri di dalam Makkah
Wujud lahirnya ialah amal saleh dan amal Mencari Tuhan di Bayt al-Ka’bah
ibdah, berupa pelaksanaan rukun Islam Di Barus ke Qudus terlalu payah
yang lima ; sedangkan wujud batinnya Akhirnya ditemukan di dalam rumah
ialah niat hati yang ikhlas dan kesediaan
mengurbankan kepentingan diri demi Syair di atas hendaknya tidak
tujuan kehidupan yang lebih tinggi (Hadi diartikan secara harfiah. Akan tetapi
WM, 2001: 142). tamsil-tamsil seperti Mekkah, Qudus,
Barus, dan rumah mesti tidak hanya
E. Ka’bah dan Haji ditafsirkan secara harfiah, tetapi juga
Syaikh menyatakan: simbolik menurut kaedah ilmu ta’wil.
Syariat Muhammad terlalu ‘amiq Makna keruhaniahan ka’bah adalah kalbu,
sebab kalbu orang beriman adalah rumah Awwalnya itu bernama ruhi
Tuhan seperti halnya ka’bah yang ada di Millatnya terlalu sufi
Mekkah.. Quddus dapat diartikan rumah Mashafnya besar suratnya kufi
suci di dalam kalbu penyair dan Barus Tubuhnya terlalu suci
adalah rumah lahir atau jasmaninya. Dari
rumah jasmaninya diri penyair terbang ‘Arasy Allah akan pangkalannya
menuju rumah suci di dalam kalbunya Habib Allah akan taulannya
(Qudus). Perjalanan tersebut adalah Bait Allah akan sangkarannya
perjalanan naik (mi’raj) dari alam nasut Menghadap Tuhan dengan sopannya
menuju ke alam malakut. Penyair
menjumpai Tuhannya di alam malakut, Sufinya bukannya kain
yaitu rumah sebenarnya manusia. Jadi, Fil-Mekkah da’im bermain
perjalanan naik dari alam nasut ke alam Ilmunya zahir dan batin
malakut atau dari diri jasmani menuju diri Menyembah Allah terlalu rajin
ruhani merupakan makna keruhanian dari
perjalanan melaksanakan ibadah haji ke Kitab Allah dipersandangnya
Mekkah. Ghayb Allah akan tandangnya
‘Alam lahur akan kandangnya
F. Burung Pada da’irah Hu tempat pandangnya
Burung berulangkali disebut
sebagai simbol pada puisi-puisi Hamzah Simbol unggas pingai (kuning
Fansuri, misalnya syair berikut: keemasan) di atas yang sangat indah sama
Bumi langit akan sangkarannya dengan gambaran burung yang ada dalam
Makkah Madinah akan pangkalannya Manthiq al-thayr karya ‘Aththar yang
Baytullah nama badannya disebut sebagai simurgh yang menjadi
Di sana bertemu dengan Tuhannya lambang bagi “diri hakiki” yang menjadi
orientasi seorang salik, dan tidak akan
Burung dalam syair di atas adalah merasa tenteram dan damai sebelum
tamsil ruh manusia yang senantiasa gelisah menemukan burung “simurgh” tersebut
dan rindu untuk pulang ke kampung (Hadi WM, 2001, 277).Hakekat diri yang
halamannya yang abadi yaitu lahut. disimbolkan sebagai burung unggas pingai
Apabila ia telah sampai ke kampung senantiasa di balik tirai dan rumahnya
halamannya maka ia menjadi suci tidak berbidai. Di alam yang penuh
sebagaimana kodrat semula. Begitu pula kemuliaan dan kesucian inilah si unggas
seluruh langit dan bumi menjadi selalu menghadap Tuhannya. Ungkapan
sangkarnya dan seluruh tubuhnya akan “rumahnya tidak berbidai” dan “duduknya
menjadi rumah Tuhan (Hadi WM, 2001: daim dibalik tirai” memberi makna bahwa
275). tempat unggas bertemu Tuhannya ialah di
Unggas itu terlalu pingai rumah batin, yaitu kalbu. Meski rumah
Warnanya terlalu bisai kalbu tidak berbidai, tetapi ia tersembunyi
Rumahnya tiada berbidai oleh tirai sehingga mata lahir tidak dapat
Duduknya da’im di balik tirai melihatnya (Hadi WM, 2001: 278).
perkataaan “saranng” dan “kandang” haakiki atau sejati. Jikaa dikaitkan dengan
sebenarrnya membbayangkan batas ruanng puuisi Hamzaah Fansuri lingkaran 1 adalah
yang seempit dari alam “kuntu kanzann”. sy
yariat yangg ditamsilkkan sebagai tirai;
Dengann demikian, alam “kunttu kanzan” itu i ngkaran 2 adalahh tarekat yang
lin
walaupuun tersembuunyi, seolahh olah saranng diitamsilkan sebagai bbidai; lingk karan 3
yang keecil dan suukar diliat dengan
d matta, addalah hakekkat yang dditamsilkan sebagai
tetapi pada
p hakikaatnya luas tidak terkiira ripai; dan lingkaran 4 (berarsirr) ialah
sebab disitu
d ada piintu lebar (llawang) yanng makrifat
m yaang ditamsiilkan sebaagai isai
menghaadap ke ufukk cakrawalaa yang sanggat (isi). (Hadi WM,
W 2014: 159).
luas.
Di dalam contoh 2 rittme metafissik KESIMPUL
K LAN
dibentukk oleh kaata-kata kuunci syariat, Adaa beberappa simboll yang
tarekat, hakekat daan makrifatt, dan dengan diipakai Ham mzah Fansurri dalam pu uisi-puisi
dukungaan citraan seperti
s tiraii, bidai, ripai, suufinya di anntaranya adaalah simboll perahu,
dan isai, yangg menyaraankan pada daagang, anaak dagangg, fakir, baitullah,
b
ketertuttupan yangg rapat sehhingga dappat makkah,
m haji dan burunng. Masing g-masing
memberri gambaraan sifat esoterik jalan siimbol mem miliki maakna batin n yang
tasawuff yang peenuh rahaasia. Melallui melampaui
m arti harfiahhnya. Dann makna
urutan citra tersebbut, pembacca dibimbinng baatin itulahh sebenarnnya yang menjadi
dari beentuk lahir (tirai) keepada bentuuk tu
ujuan sebaggaimana keccenderungaan dalam
batin (iisai). Begitulah ritme metafisik di saastra sufi.
dalam sajak inii membaw wa pembaaca Denngan mengggunakan metode
berjalann dengan peerasaan dann hatinya daari ta
a’wil atau hermeneutik
h ka keruhaniian yang
pengalaaman empirris menuju pengalaman diikombanisaaikan denggan hermeneutika
keruhannian. Sajak inipun mennggambarkan Ricoeur
R terrutama teoori metafo ora dan
lingkaraan konsenntrik dari sistem peer- siimbol dapaat dikemukkakan bahw wa puisi
jalanan keruhaniann sufi sebagaai berikut : puuisi Hamzaah Fansuri merupakan penyair
suufi teoritis yang kaya akan gagaasan dan
peengalaman keruhaniaan. Puisi-P Puisinya
teergolong daalam jenis syyi’r al-kasyf
yf wa al-
ilhham. yaituu puisi yanng bersumb ber dari
peengalaman ruhani ataau kasyf bu uah dari
makrifat
m dann persatuaan mistik. Tamsil-
taamsil yangg digunakaan disebutt majaz
qaantharat al-haqiqah. Estetikaa yang
diikemukakann ialah m memandang bahwa
Gaambar 1 keeindahan teertinggi haanya dapat dicapai
Linggkaran Konnsentrik daari Sistem baagi seseoranng yang meemiliki peng getahuan
P
Perjalanan Keruhaniaan Sufi keetuhanan dand sanggupp menempu uh jalan
keeruhanian.
Lingkarann 1 adalah makna lahhir, Baggi Hamzah F Fansuri, pu
uisi tidak
lingkaraan 2 adalahh makna battin, lingkaran haanya berfunngsi sebagaai pelipur lara
l dan
3 maknna kiasan dan d lingkarran 4 maknna media
m meenyalurkan perasaan
n atau
40 | Simbolisme
S Bahasa Suffi … (Miftaahul Ula)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016