Anda di halaman 1dari 3

Nas: 

Lalu murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya,


"Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?" (Markus 4:38b)

Barometer Iman

Jika api liar terlihat mulai menyala bahkan menjalar, orang pasti segera
mencari alat pemadam kebakaran. Tiba-tiba hujan deras, orang akan lari
mencari payung atau tempat berteduh. Manakala topan badai di danau
Galilea menyerbu, apa yang paling dicari para nelayan pada saat itu?
Jawabannya ialah jangkar!

Di mana jangkar itu terletak? Di buritan kapal, di situlah mereka biasa


menyimpan alat itu. Tetapi, kali ini, tepat di atas tilam yang di kolongnya
tersimpan jangkar itu, tubuh Yesus sedang pulas tertidur. Bisa dipahami
ketidakmengertian dan kejengkelan para nelayan itu, sampai terlontar
ucapan "Engkau tidak peduli" (ay. 38). Sebab, selain Dia tidur-sementara
semua yang lain sudah panik-mereka juga terhalang untuk mengambil
jangkar. Sesungguhnya, Yesus bukannya tidak peduli. Dia ingin para
murid-Nya belajar beriman-yaitu merasa aman pertama-tama bukan
karena alasan yang lain, melainkan karena tahu, Yesus ada di dekat
mereka.

Tanpa disadari perasaan aman kita sering bersumber dan bergantung


pada benda-benda atau orang-orang tertentu. Kita merasa aman kalau
benda/orang itu ada di dekat kita. Angka besar di buku tabungan. Telepon
genggam super pintar. Seorang kerabat berkantong tebal. Teman yang
berkedudukan. Kenalan dekat yang seorang pendeta ternama. Kawan
yang banyak punya koneksi dan pengaruh besar. Merekalah yang
membuat kita tenang, bukan? Bagaimana dengan Tuhan? Sudahkah
kehadiran-Nya sanggup menenteramkan dan membuat kita merasa aman-
seperti yang dirasakan Raja Daud (Mzm. 62:6)?

***
DALAM BANYAK PERKARA SUMBER RASA AMAN
ADALAH BAROMETER IMAN KITA.

***
Nas: Cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di
istana-istana raja. (Amsal 30:28)

Belajar Ilmu Cicak

Cicak adalah binatang yang dapat kita temui dengan mudah dalam
keseharian kita. Saya pun hampir setiap hari melihat cicak merayap di
rumah, mulai dari ruang tamu, kamar tidur, hingga kamar mandi. Saya
pernah melihat cicak merayap di rumah orang kaya, hingga di ruang
pertemuan kantor walikota. Apa yang dapat kita pelajari dari hewan yang
merayap ini?

Agur bin Yake menyebut cicak sebagai binatang yang cekatan. Cekatan
bisa diartikan: cepat dan mahir melakukan sesuatu. Kemahiran cicak
terbukti dengan keberadaannya untuk merayap dan masuk ke banyak
tempat, mulai dari rumah biasa, hingga istana raja. Ia memang dapat
ditangkap dengan mudah, tetapi ia juga dapat berkelit dan melepaskan diri,
dengan melepaskan ekornya, lalu bergerak cepat untuk menyelamatkan
diri. Sebagai manusia, kita pun tentunya memiliki kelemahan dalam hal
tertentu, seperti cicak punya kelemahan. Namun, jika kita dapat
memaksimalkan kelebihan kita, hingga menjadi mahir, kita pun akan
berkesempatan untuk berada di istana raja-gambaran dari tempat spesial
yang dipenuhi orang-orang hebat-lalu menarik perhatian orang banyak
dengan kemahiran kita.

Mulai pagi ini, setiap kali kita melihat cicak, tanyakan dan renungkanlah hal
ini dengan sungguh-sungguh, "Sudahkah saya memaksimalkan kelebihan
yang saya miliki?" Kita pun dapat memegang janji firman-Nya, bahwa
orang yang cakap atau mahir dalam bekerja, ia akan berdiri di hadapan
raja-raja, bukan di hadapan orang-orang yang hina (Ams. 22:29). Selamat
menerapkan ilmu cicak!.

***
BAGI ORANG YANG CEKATAN DAN MAHIR,
ADA POTENSI UNTUK MELAKUKAN HAL-HAL YANG BESAR.

***
Kita memiliki berbagai hubungan persaudaraan. Hubungan persaudaraan
itu bukan saja dalam kaitannya dengan saudara kandung laki-laki atau
perempuan, namun juga persaudaraan di luar itu. Ikatan tersebut biasanya
diikat oleh kesamaan dalam hal tertentu, baik hobi atau hal lainnya, yang
juga dapat lintas usia. Brotherhood di kalangan bikers contohnya.
Hubungan persaudaraan biasanya akan kuat secara emosi saat dua orang
melewati masa sulit bersama-sama.

Surat Paulus kepada jemaat Efesus memang tidak bersifat pribadi. Dalam
tulisannya, kita dapat melihat bahwa Paulus menempatkan dirinya sebagai
sahabat bagi orang lain. Paulus tidak sedang membicarakan dirinya,
malahan ia memperkenalkan Tikhikus (21). Di bagian akhir surat Efesus
ini, Paulus mendorong kita juga menjadi sahabat, seperti Tikhikus, yang
mengasihi Kristus dan Paulus.

Tikhikus tidak mementingkan diri dan rela diutus ke jemaat Efesus untuk
menjadi berkat dan menghibur jemaat di sana (22). Tikhikus adalah
sahabat yang memberkati, baik bagi Paulus dan jemaat. Tikhikus telah
membuktikan kasihnya sebagai seorang sahabat yang menemani Paulus
dengan setia dalam perjalanan misinya yang ketiga (bdk. Kis. 20:4).

Sahabat yang baik merupakan orang yang dapat dipercaya. Paulus


percaya kepada Tikhikus bahwa ia akan menceritakan semua yang dialami
Paulus. Paulus tidak meragukan kesetiaan Tikhikus bahwa ia tidak akan
melebih-lebihkan atau mengurangi hal yang seharusnya diceritakan.
Paulus pun yakin Tikhikus akan menghiburkan hati jemaat Efesus. Dan
Paulus menutup surat dengan berkat dari Tuhan (23-24).

Mungkin kita pernah kecewa terhadap seorang sahabat. Kisah


persahabatan Paulus dan Tikhikus seharusnya memberikan nilai baru yang
menyegarkan. Kisah ini mendorong kita berdoa dan bergumul lebih dalam
lagi tentang persahabatan dalam Kristus.

Doa: Tuhan, ajarku menjadi sahabat yang terbaik agar orang di sekitarku
lebih mengenal Engkau. [JS]

Anda mungkin juga menyukai