Anda di halaman 1dari 3

Minggu, 03 Desember 2023 (Advent - I)

Epistel : Mazmur 8: 1-8


Evangelium : Markus 13: 24-37

BERJAGA-JAGA DALAM MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN

Minggu ini kita memasuki kalender Gerejawi yaitu minggu Advent-I. Kata “Advent”
berasal dari bahasa Latin yang artinya “datang atau kedatangan.” Kalender Gerejawi atau
Tahun Liturgi Gerejawi adalah berkat berharga yang dianugerahkan oleh orang-orang
Kristen mula-mula sebagai cara untuk gereja meresapi dan merenungkan penyertaan
Tuhan dalam kehidupan. Penting untuk diingat bahwa kalender gerejawi berbeda dengan
kalender Gregorian yang kita gunakan setiap hari. Tahun Gereja atau Tahun Liturgi di
mulai bulan November atau Desember dan berpusat pada peristiwa-peristiwa dalam
kehidupan Tuhan kita Yesus Kristus dan Gereja-Nya.
Advent secara khusus berfokus pada “kedatangan” Kristus, tetapi kedatangan
Kristus itu dimanifestasikan dalam tiga cara, yakni: masa lalu, kini, dan masa depan.
Bacaan dan Khotbah yang menyoroti kedatangan Kristus di masa lalu berfokus pada
nubuatan PL tentang kedatangan-Nya di Bethlehem. Bacaan dan khotbah tentang
kedatangan Kristus di masa depan berfokus pada “kedatangan-Nya kembali pada akhir
zaman.”
Dalam minggu-minggu adven ini biasanya gereja-gereja melakukan berbagai
persiapan-persiapan untuk menyambut perayaan kelahiran Kristus. Persiapan-persiapan
yang dilakukan seperti: persiapan kegiatan-kegiatan natal kategorial, menghias gedung
gereja, pemasangan pohon natal, dan lain-lain. Pada umumnya dalam melakukan
persiapan-persiapan itu ada perasaan sukacita. Dimana kita bukan hanya bersiap untuk
perayaan kelahiran Kristus tetapi juga persiapan menanti kedatangan Kristus kembali
dalam kemuliaan-Nya yang menjadi sukacita bagi semua orang percaya kepada Kristus.
Namun ketika saya membaca teks ini, sepertinya ada yang salah dalam pemilihan
teks untuk minggu Adven-I ini. Karena, persiapan-persiapan yang dilakukan adalah
persiapan dengan rasa penuh sukacita, tetapi teks kita ini “menggelapkan makna Adven”
yang penuh sukacita itu. Dan teks minggu ini “menggelapkan” budaya atau tradisi Adven
yang hingar-bingar karena teks kita adalah bagian dari “Khotbah Akhir zaman,” yang
menakutkan. Tetapi setelah merenungkannya kembali pemilihan teks kita ini benar
adanya. Karena itulah Adven yang sesungguhnya. Persiapan untuk menanti kedatangan
Kristus kembali walaupun sebelum Dia datang banyak peristiwa-peristiwa mengerikan
akan terjadi.
Jadi mari kita hadapi itu: Jika gereja tidak dapat mewartakan dan menantikan
kedatangan Kristus kembali, maka sejujurnya tidak ada gunanya “hingar-bingar” tentang
kedatangan-Nya di Bethlehem. Jika kita tidak bersiap menanti kedatangan Kristus kembali
untuk menjadikan segala sesuatu baru dan membawa Yerusalem baru, maka setiap
perayaan kelahiran-Nya akan setara dengan persiapan liburan biasa dan dunia fantasi saja.
Jadi teks minggu ini membantu kita untuk mempersiapkan diri dan iman kita
menghadapi akhir zaman dan kedatangan Kristus. Bukan untuk menakut-nakuti kita,
tetapi untuk memberi kita gambaran akhir zaman. Mari kita uji menelisik teks kita di
bawah terang tema: Berjaga-jagalah dalam menyambut kedatangan Tuhan.

1. Kita menantikan “masa itu”


Minggu Adven itu menunjukkan bahwa kita hidup di dalam 2 waktu, dua keadaan
atau disebut dengan waktu liminal atau transisi. Dalam adven kita hidup di antara apa
yang ada dan apa yang akan terjadi. Kita berada di antara. Waktu itu adalah masa transisi
dan sulit, samar-samar bahkan tidak dapat melihat jalan ke depan. Inilah realitas hidup
yang digambarkan dalam: "Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan
menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya.” (Ay. 24). Di ayat-ayat sebelumnya Yesus telah
menubuatkan kehancuran bait suci yang megah dan kokoh (13: 1-2) dan penganiayaan
terhadap murid-murid Yesus. “Tetapi pada hari itu…” (Ay. 24a) menandakan sebuah
transisi, dan transisi itu sangat cepat. Setelah peristiwa di ayat 5-23 terjadi, matahari,
bulan, dan bintang-bintang akan menandakan sebuah peristiwa penting, diikuti dengan
kemuliaan Allah. “matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-
bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan goncang.”(Ay. 24b-25).
Situasinya akan kembali kepada masa pertama sekali “Allah menciptakan langit dan
bumi, bumi belum berbentuk dan kosong (chaos), gelap gulita menutupi samudera raya,
dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (Kej. 1: 1-2). Sekarang Yesus
menunjukkan ke suatu hari (masa) ketika Allah menanggalkan benda-benda langit,
mengembalikan bumi kepada keadaan “belum berbentuk dan kosong” yang ada sebelum
penciptaan.
Nah, kita hidup di antara apa yang ada kita lihat sekarang ini dengan apa yang akan
terjadi yang mungkin masih samar-sama atau tidak jelas bagi kita. Kita hidup seperti para
murid Yesus yang melihat bangunan Bait Suci yang berdiri kokoh yang tidak mungkin
akan hancur. Kita melihat bangunan-bangunan kokoh zaman sekarang ini, melihat tubuh
kita yang mungkin gagah, cantik, kaya, miskin, dll., yang mungkin tidak akan hancur atau
berubah. Namun kita melihat realitas yang disampaikan oleh Yesus semuanya itu akan
hancur dan berlalu, bahkan kekuatan kosmik pun akan jatuh. Matahari, bulan, bintang-
bintang yang selalu bersinar pun akan redup dan gelap. Kita hidup di masa transisi antara
kepastian dan ketidakpastian. Itulah Adven, mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang
kita lihat saat ini kokoh, kuat, dan megah tetapi akhirnya semua akan redup dan hancur.
2. Melihat terang di tengah kegelapan, melihat Yang Kekal di tengah kefanaan.
Minggu Adven secara tradisional disebut Hari Minggu Pengharapan. Dimana kita
menemukan harapan (terang) di tengah masa sulit (kegelapan), melihat Yang Kekal di
tengah kefanaan. “Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila
ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah
dekat.”. “Tariklah pelajaran = μά θετε - matete = belajarlah, ambillah pelajaran. Pelajaran
apa yang mau diambil? Dari pohon ara, yakni akan bertunas, pertanda musim panas akan
tiba (atau musim dapat silih berganti). Angkatan ini tidak akan berlalu, banyak penafsiran
mengenai ini. Apakah memang kedatangan Yesus kembali akan dilihat oleh para murid
dan orang-orang sezamannya. Bukan itu maksudnya. Maksudnya adalah angkatan atau
manusia pada zaman Yesus di dunia ini dan murid-murid-Nya akan melihat Bait Suci, yang
kokoh, kuat, dan megah itu akan hancur pada zaman angkatan itu. Peristiwa ini terbukti
pada tahun 70 M, Bait Suci di hancur kan oleh kaisar Nero. Tafsiran saya ini diperkuat
dengan perkataan ayat sebelumnya: ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat (Ay. 29).
Dengan demikian musim dapat silih berganti, bangunan-bangunan kokoh, kuat, dan
megah akan hancur. Semuanya akan berlalu seperti yang dikatakan: “Langit dan bumi
akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Ay. 31). Ketika Yesus berkata
“Langit dan bumi” yang dimaksud di sini semua ciptaan akan berlalu dan lenyap. Kata-kata
ini adalah penggenapan dari Yes. 51: 6: “Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah ke bumi
di bawah; sebab langit lenyap seperti asap, bumi memburuk seperti pakaian yang sudah
usang dan penduduknya akan mati seperti nyamuk; tetapi kelepasan yang Kuberikan akan
tetap untuk selama-lamanya, dan keselamatan yang dari pada-Ku tidak akan berakhir”
“tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” inilah kepastian di tengah dunia yang
berada dalam ketidakpastian atau dunia yang berubah. Terang di tengah kegelapan dan
melihat Yang Kekal di tengah yang tidak kekal. Pada titik tertentu dunia kita berantakan,
kehidupan berubah, dan gelap gulita menguasai hidup manusia. Ketahuilah bahwa Anak
Manusia, firman Yang Kekal itu hadir menyembuhkan dan menyelamatkan kita. Di tengah
dunia yang berubah, hanya satu yang tidak berubah yakni firman Tuhan sumber
pengharapan kita. Segala sesuatu berubah, hanya Kristus dan kasih-Nya yang tidak
berubah. Kita dapat menyanyikan BE. No. 255 HOLAN SADA DO NA RINGKOT
3. Berjaga-jagalah
Injil Markus disebut juga dengan Injil Ayam Jantan (Ayam berkokok) simbol dari
kewaspadaan, berjaga-jaga, dan bangun. Simbol ayam jantan adalah sebagai pengingat
akan Petrus yang menyangkal Yesus dan juga Simbol bahwa ‘suara ayam jantan berkokok”
adalah simbol untuk bangun dari tidur. Walaupun dalam Injil Markus hanya dua kali
disebut tentang ayam jantan. Satu dalam Mas 14: 68 dan Markus 13: 35(ἀ λεκτοροφωνίας
alektorophōnias: when the rooster crows = ketika ayam jantan berkokok dan LAI
menerjemahkan dengan: larut malam, Bibel Toba lebih tepat menerjemahkannya: Tahuak
manuk). Yang hendak ditekankan adalah “berjaga-jaga” adalah kewajiban kita sebagai
orang Kristen. Berjaga-jaga menunggu, menanti, mempersiapkan diri menyambut Kristus.
Berjaga-jaga agar jangan sampai kita menyangkal Yesus seperti yang dilakukan oleh
Petrus.
"Hati-hatilah Βλέπετε: Take heed = simaklah, perhatikanlah. Bahasa Batak:
tagamma, dan berjaga-jagalah = ἀ γρυπνεῖτε, agrypneite = watch, stay awake :
perhatikanlah, tetaplah terjaga, dan bangunlah. Bahasa Batak: dungo ma!” Kedua kata ini
dipakai kepada kesiapan oleh seorang tentara. Bagi tentara, kesiapan adalah soal hidup
atau mati. Apabila dia tidak menyimak, tidak berhati-hati, tidak terjaga, tidak siaga, dan
tidak memperhatikan maka nyawanya akan hilang bukan hanya tentara itu tetapi semua
orang yang dikawalnya akan mati. Jika seorang penjaga tertidur musuh akan masuk dan
membunuh penjaga dan semua orang yang dilindunginya. Artinya: hati-hati dan berjaga-
jaga adalah menyangkut disiplin. Boleh dikatakan: Perhatikanlah dan disiplinkan hidupmu
seperti disiplin seorang tentara yang sedang tugas jaga. Karena dikatakan: Sebab kamu
tidak tahu bilamanakah waktunya tiba.
Dalam ayat 33-37, ada 3 kali dikatakan; “berjaga-jagalah” atau bangunlah. Yesus
tidak menyuruh kita untuk bangun dari tidur, tetapi tetap terjaga, waspada, berada dalam
keadaan siap. Ketika Kristus datang kita ditemui-Nya dalam keadaan siap, terjaga dalam
menanti kedatangan-Nya. Karena kedatangan-Nya tidak akan kita ketahui.
“Berjaga-jagalah” Yesus memperingatkan. Dia memerintahkan kita untuk “tetap
terjaga.” Kegelapan bukanlah musuh kita, musuh yang paling besar adalah “tertidur” (tidak
terjaga). Kita tidur setiap kali rasa takut mengendalikan hidup kita, ketika kesibukan
membuat kita “tidur” dan tidak mengingat Tuhan. ketika kita memilih kenyamanan dari
pada kehidupan. Setiap kali kita berpikir bahwa hidup kita telah berakhir, bahwa
kegelapan adalah realitas yang harus kita terima, maka kita telah tertidur. Ingatlah
perkataan Kristus: Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang:
berjaga-jagalah! (Ay. 37).

Pdt. Dr. Teddi Paul Sihombing, M.M., M. Th


Kepala Departemen Pastorat GKPI

Anda mungkin juga menyukai