Anda di halaman 1dari 4

EVANGELIUM 02 APRIL 2023 PALMARUM : PESTA PALMA

NATS : MARKUS 11:1-11 THEMA : HOSANA, DI TEMPAT MAHA TINGGI


I. Pendahuluan
Setelah cerita mengenai penyembuhan Bartimeus, rangkaian cerita itu kemudian berlanjut
kepada sampainya Yesus di Yerusalem. Sama seperti minggu kita yakni Minggu Palmarum, yang
diartikan sebagai Pesta Palma/pesta penyambutan Yesus Kristus di Yerusalem, merupakan salah
satu peristiwa yang sangat berkesan bagi orang-orang yang ada di Yerusalem ketika itu, dimana titik
awal penderitaan salib dimulai di titik ini. Oleh karena hal itulah yang menjadikan Minggu Palma
sebagai Pekan Suci, yang fokus pada pekan terakhir Yesus Kristus di kota Yerusalem.

II. Penjelasan Teks


1. Ayat 1-7
Sewaktu Tuhan Yesus dan murid-muridnya telah dekat Yerusalem, Yesus menyuruh dua orang
muridNya untuk pergi ke kampung di depan dan mereka akan menemukan seekor keledai muda
yang tertambat untuk dibawa kepada Tuhan Yesus. Keledai muda itu belum pernah ditunggangi
orang. Pada zaman itu, keledai digunakan sebagai alat transportasi. Kemudian kedua murid Yesus
melakukan apa yang Yesus perintahkan dan mereka membawa keledai itu kepada Yesus. Mereka
mengalasi punggung keledai itu dengan baju mereka dan Tuhan Yesus naik ke atasnya. Tuhan Yesus
duduk di atas keledai itu dan pergi menuju Yerusalem.
Ketika Tuhan berkata, “Tuhan memerlukannya ...” (ay. 3) hambatan awal yang paling mungkin,
ada dalam diri para murid. “Bagaimana nanti bila diteriakin pencuri dan sebagainya ? Apakah
perkataan ‘Tuhan memerlukan” itu cukup untuk membendung teriakan pencuri ? Akan tetapi para
murid yang disuruh itu mau terus maju dan melaksanakan tugas mereka untuk melaksanakan
perintah Tuhan. Yang lebih hebat lagi adalah mereka yang melihat para murid melepaskan tambatan
keledai itu. Mereka bertanya, “Apa maksudnya kamu melepaskan keledai itu?” Lalu para murid
menjawab tepat seperti yang diperintahkan Yesus, “Tuhan memerlukannya”. Hebatnya adalah
respon mereka dalam ayat 6b, “ ... maka orang-orang itu membiarkan mereka ” (Yun. έτσι οι
άνθρωποι τους άφησαν να πάρουν τον γάιδαρο; étsi oi ánthropoi tous áfisan na pároun ton gáidaro ),
ini menekankan bahwa mereka membiarkan dua orang suruhan Tuhan itu membawa keledai
tersebut karena mereka mengetahui bahwa itu adalah perintah Tuhan.
Tuhan Yesus menggunakan keledai dan bukan seekor kuda. Hal ini menggenapi nubuatan Nabi
Zakharia (Zak. 9:9). Kuda adalah simbol dari kekuatan dan keperkasaan dan memiliki asosiasi yang
kuat dengan peperangan (band. Yes. 31:1–3; 1 Raja 4:26), namun Tuhan Yesus memilih
menggunakan keledai. Selain untuk menggenapkan apa yang dinubuatkan nabi, Tuhan Yesus
sebenarnya menyampaikan pesan kepada orang banyak yang menyambutnya. Ia adalah Mesias
tetapi Dia bukanlah mesias yang sesuai dengan harapan bangsa Israel. Yesus tidak akan memimpin
bangsa itu untuk melakukan peperangan dan mengusir penjajah dari tanah Israel. Ia datang untuk
memberikan keselamatan kepada manusia dan mendamaikan manusia dengan Allah.
Kutipan dari Zak. 9:9 menyebutkan bahwa raja yang datang dengan keledai beban yang muda itu
adalah raja yang lemah lembut. Sehingga hal ini semakin menegaskan bahwa wajah Mesias yang
datang tidaklah sesuai dengan keinginan orang-orang Yahudi, yaitu sebagai raja yang akan
membebaskan mereka dari jajahan Romawi dan mengembalikan kejayaan Israel seperti pada zaman
raja Daud.
2. Ayat 8-11
Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan (ay. 8), pertanyaannya mengapa orang-
orang tersebut menggunakan pakaian untuk dihamburkan di jalan ? tidak lain jawabnya adalah
untuk mempersiapkan jalan yang baik bagi Juruselamat itu sendiri. Mereka menyambut Dia secara
pribadi (ay. 9), Diberkatilah Dia yang datang, yang sudah sering kali dijanjikan, dan telah lama
diharapkan. Mereka mengharapkan agar maksud kehendak-Nya berhasil baik (ay. 10). Mereka
percaya bahwa, sekalipun orangnya sederhana saja, Dia memiliki sebuah kerajaan, yang akan segera
diwujudkan di dunia ini, yaitu kerajaan Daud, bapa mereka (yang adalah bapa dari negeri asal-Nya),
kerajaan yang dijanjikan kepadanya dan keturunannya untuk selamanya; kerajaan yang datang
dalam nama Tuhan, yang ditopang oleh kuasa atau otoritas ilahi. Hosana bagi kerajaan ini, jayalah
Dia, dan segala kebahagiaan mengikutiNya! Arti yang tepat dari hosana adalah seperti yang kita
temukan dalam Wahyu 7:10, (Ibr. Yasha: Selamatkan, Anna: Memohon/mengemis), Hosana berarti
“permohonan agar diselamatkan”.
Kristus, yang diterima dan disambut dengan begitu meriah, memasuki kota dan langsung pergi ke
Bait Allah (ay. 11). Di sana tidak ada perjamuan anggur untuk menjamu-Nya, bahkan sedikit
makanan pun tidak. Walaupun begitu, Ia segera mulai bekerja, karena itulah yang menjadi makanan
dan minuman-Nya. Ia melihat-lihat segala sesuatu di sekelilingnya, tetapi tidak mengatakan apa pun.
Ia melihat banyak ketidakteraturan di sana, tetapi tetap diam (Mzm. 50:21). Walaupun Ia bermaksud
untuk menekan orang-orang itu, Ia tidak mau melakukannya dengan tiba-tiba, supaya jangan sampai
orang mengira Ia sedang tergesa-gesa. Ia membiarkan semuanya ini seperti apa adanya untuk malam
ini, supaya Ia dapat menyiapkan diri untuk keesokan paginya, dan juga supaya Ia dapat
mengkhususkan hari itu bagi-Nya. Kita boleh merasa yakin bahwa Allah melihat semua kejahatan
yang ada di dalam dunia, tetapi Ia tidak langsung menanganinya ataupun menghancurkannya saat itu
juga.

III. Refleksi/Aplikasi
Harus dipahami dengan benar, bahwasanya kedatangan Yesus ke Yerusalem juga ingin menunjukkan
kepada siapapun, bahwa Yesus tidak gentar dan tidak takut kepada ancaman yang datang pada-Nya. hal ini
tentu merujuk kepada kedatangan Yesus ke dunia ini merupakan untuk merealisasikan peristiwa salib yang
menjadi penebusan bagi manusia serta memperbaiki relasi yang sudah rusak antara manusia itu dengan
Allah. Penyambutan yang diperuntukkan oleh orang-orang di Yerusalem kepada Yesus, merupakan sambutan
sebagai seorang raja yang datang. Akan tetapi mereka lupa bahwa penyambutan itu merupakan penyambutan
akan penderitaan Yesus.
Betapa banyak orang yang dengan antusias berseru, “Hosana!” pada hari Minggu Palma, tetapi beberapa
hari kemudian mereka berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia”. Sebagian orang mungkin sangat kecewa,
bahkan marah, karena Kristus tidak menggunakan kuasa mukjizat-Nya untuk mendirikan kerajaan duniawi.
Bukankah dengan diarak masuk ke Yerusalem, Dia telah menciptakan kesempatan emas untuk memperoleh
dukungan rakyat? Bukankah Dia menawarkan diri-Nya sendiri sebagai raja?
Banyak orang Yahudi gagal menyadari bahwa sebelum Yesus menyatakan kedaulatan-Nya secara terbuka,
Dia terlebih dahulu harus bertakhta dalam hati mereka. Kebutuhan terbesar mereka bukanlah pembebasan
dari belenggu Kaisar, melainkan pembebasan dari kecongkakan, sikap bangga terhadap diri sendiri, dan
pemberontakan melawan Allah. Yesaya memohon agar Allah memberikan kepadanya lidah seorang murid,
supaya dengan perkataan dia dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu.Perkataan itu
penting, perkataan yang konsisten, perkataan yang positif: Hosana bukan Salibkan Dia, memberikan
semangat yang kepada orang-orang yang letih lesu bukan menghancurkan, perkataan yang memotivasi,
memberi semangat, menghibur, menyembuhkan orang – orang yang memerlukan.
Bukankah Allah bisa saja langsung menghapuskan dosa manusia itu tanpa adanya peristiwa salib ?
jawabnya jelas Tentu saja bisa. Namun mengapa harus dengan turun ke dunia ? jawabnya tentu agar manusia
itu mengetahui, mengenal dan bahkan bisa hidup bersama dengan Yesus yang imanen itu. Terkadang kita
sebagai orang Kristen terlalu mengarahkan pandangan kita kepada hasil dari peristiwa salib itu, sehingga kita
hanya merayakan minggu Palma itu seperti simbolis semata, padahal jelas seperti yang disebutkan diatas
bahwa penyambutan Yesus di Yerusalem adalah penyambutan akan terjadinya peristiwa salib. Namun bukan
berarti kita harus menyambutnya dengan hati yang bersedih, dengan isak tangis dan pilu, namun kita harus
menyambut kedatangan-Nya di dalam hati kita masing-masing sebagai Raja Penebus dengan segala sikap
yang menunjukkan bahwa kita menyesali segala dosa yang kita perbuat, serta kita juga harus memiliki
perenungan pribadi kita atau mengevaluasi diri kita sendiri.
Diatas segala kelemahan dan keberdosaan kita mari kita sambut kedatangannya di dalam hati dengan
meng-Hosana-kan Dia dengan segala kemuliannya di tempat yang maha tinggi, bukan sekedar Hosana tapi
marilah kita wujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari dalam berkeluarga, bergereja dan bermasyarakat.

Seruan/Ajakan
1. Dalam rangka memperingati penyaliban Kristus Yesus/Jumat Agung, maka saya mengajak saudara/i untuk
melakukan puasa pada pada Jumat 07 April 2023, pukul 06.00-18.00 WIB.
2. Jenis puasa yang dapat dilakukan yakni :
a. Puasa Penuh : Tidak makan dan tidak minum
b. Puasa Sebagian : Tidak makan namun dapat minum
3. Ajakan ini dimaksudkan untuk kita sejenak menempatkan diri kita dalam titik terendah, guna kita dapat
merasakan sebahagian kecil dari penderitaan Salib Kristus. Sehingga dari Puasa tersebut kita dapat
mengevaluasi diri, sudah sejauh mana kita benar-benar berbuah dari keselamatan yang diberikan oleh
Kristus.
4. Ajakan ini bersifat tidak wajib, namun sangat penting untuk dilakukan, mengingat bahwa Luther sebagai
Reformator saja sangat mementingkan Puasa sebagai pemulihan (meditasi) bagi dirinya sendiri.
5. Puasa tersebut dapat disesuaikan dengan situasi (jangan terlalu memaksakan).
EPISTEL 02 APRIL 2023 PALMARUM : PESTA PALMA
NATS : YESAYA 50:4-9a THEMA : HOSANA DI TEMPAT MAHA TINGGI
I. Pendahuluan
Nas ini termasuk dalam kumpulan “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” yang juga terdapat di pasal 42:1-6;
49:1-6; dan 52:13-53:12. Dalam bagian ini memang tidak digunakan istilah ‘Hamba Tuhan”, namun istilah
‘murid’. Di sini kita akan memperhatikan isi syairnya untuk mempelajari bagaimana ‘profil’ seorang murid
Tuhan yang dipaparkan.
a. Ayat 4-5a: Bagaimana kehidupan seorang murid dalam hal persekutuannya dengan Tuhan?
b. Ayat 5-6: Bagaimana penghayatan dan sikap seorang murid dalam menghadapi penderitaan?
c. Ayat 7a, 8a, 9a: Bagaimana keyakinan seorang murid terhadap Tuhannya?
d. Ayat 7b, 8b, 9b: Bagaimana keyakinan itu berdampak khusus dalam diri murid itu sendiri: baik dalam
kaitannya langsung dengan Tuhan, maupun dengan sesama?
Kitab Yesaya berisi banyak nubuat tentang "Hamba Tuhan", terutama pada pasal-pasal 49:1-57:21 yang
pada akhirnya bermuara pada Yesus Kristus. Pelayanan-Nya membawa pendamaian bagi dosa, keselamatan
bagi semua bangsa, pemulihan Israel, dan hukuman atas orang fasik.

II. Penjelasan Nats


1. Ayat 4-6
Allah menegur Israel yang mengeluh dan mempersalahkan Allah atas penderitaan mereka di pembuangan.
Hukuman Allah atas mereka terjadi karena mereka tidak mau taat kepada-Nya sebagai hamba Allah yang
diutus untuk melaksanakan kehendak-Nya. Mereka adalah hamba Allah yang gagal. Kontras sekali dengan
hamba yang dinyanyikan dalam nas ini. Di sini, hamba Allah rela menjadi murid yang taat kepada Allah. Setiap
hari ia duduk di bangku sekolah milik Allah untuk berguru pada-Nya. Telinganya disendengkan untuk
mendengar segala pengajaran-Nya (ay. 5).
Demi melaksanakan panggilan-Nya, Ia menundukkan diri menjadi murid Tuhan. "Lidah" dapat berarti
"bahasa", atau dapat pula berarti "kemampuan berbicara" (ay. 4). Dikaruniai "lidah seorang murid" berarti
"diajar untuk mengatakan apa yang didengar dari Tuhan". Dengan demikian dapat memberi semangat baru
kepada orang yang letih lesu. Namun lebih dari itu, maknanya ternyata lebih dalam lagi. Kata-kata Sang
Hamba juga harus menegaskan dan menggarisbawahi kata-kata Tuhan yang mengampuni dan
menyelamatkan. Itu yang Tuhan harapkan dari Hamba-Nya. Sebab itu setiap pagi Tuhan membukakan dan
menajamkan pendengaran-Nya. Segenap kehidupan Sang Hamba harus diserahkan untuk meneruskan firman
Tuhan yang Ia dengar. Berserah berarti juga tetap taat dan setia meski orang lain menolak pemberitaan-Nya
(ay. 6).
Melalui bentuk kontras tadi, Tuhan Yesus. dinyatakan sebagai Israel sejati, Hamba yang taat secara
sempurna. Lidah seorang murid, artinya Mesias akan berbicara seperti orang yang telah menerima pesan
Allah untuk menghibur orang-orang yang letih lesu karena dosa. Lidahnya tidak putus-putus memperkatakan
firman Allah agar dapat menguatkan hati yang lemah dan semangat yang pudar. Setiap pagi, menandai
persekutuan-Nya yang terus-menerus dengan sang Bapa. Bahkan saat orang-orang yang dilayaninya menolak
dan menghina bahkan menganiaya-Nya ia tetap setia menjalankan tugas kehambaan-Nya.

2. Ayat 7-9a
Dalam menanggung derita dan aniaya ‘Hamba Allah’ itu tidak merasa takut apalagi malu sebab Ia tahu
bahwa Ia menyatakan kebenaran Allah. Dan sangat yakin bahwa Allah ada di pihaknya dan akan membela
serta membuktikan kebenaran-Nya (ay. 7-9). Jangan biarkan "lidah" kita menjadi "lidah yang tak bertulang",
yang tidak bisa kita kontrol. Sebaliknya berusahalah dengan segenap daya menjadikan lidah kita sebagai
"lidah seorang murid". Artinya lidah seorang yang sudah diajar, yaitu yang dikendalikan sehingga bermanfaat.
Banyak pelayan Tuhan yang kegunaannya menjadi sangat berkurang karena lidah yang tidak dikekang. Entah
karena kata-kata yang sembarangan atau kuasa rohani yang bocor melalui percakapan yang sembrono (Pkh.
5:2). Mungkin juga karena kata-kata digunakan bukan untuk memberitakan kebenaran melainkan untuk
menyenangkan pendengaran orang lain. Maka yang ada hanyalah penyesatan, yang kelak harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan (Mat. 12:36-37). Salah satu ukuran kedewasaan atau kematangan
rohani seseorang adalah apa yang dikeluarkan dari mulutnya. Murid Tuhan yang dewasa pastilah berkata-
kata sekualitas kata-kata Tuhannya.
III. Refleksi
Pelayanan Yesus Kristus di sepanjang hidupNya ditandai dengan tiga hal: Pertama ,Dengan lidah-Nya
menyampaikan firman Tuhan dan berbagai pelajaran, kotbah, teguran, penghiburan serta memberi dorongan
kepada yang letih lesu dan berputus asa. Kedua, Dengan telinga-Nya yang tajam dan terlatih selalu siap
mendengar keluhan, permohonan, penuh pemahaman serta kepedulian kepada semua lapisan masyarakat.
Ketiga, Dalam sikap taat kepada Bapa, dengan konsistensi yang tinggi, rela mengorbankan jiwa raga serta
kemuliaanNya demi kasihNya kepada umat manusia yang berdosa.
Melalui nats ini sebenarnya kita diajak untuk semakin menyadarkan kita akan kewajiban kita sebagai
orang Kristen yakni memiliki ketaatan kepada Tuhan Allah. Menjadi Hamba Tuhan bisa disematkan kepada
setiap orang Kristen. Namun ingat, menjadi hamba Tuhan atau Pelayan Tuhan, tidak menjaminkan kita akan
menikmati rupa-rupa kebahagiaan dan fasilitas istimewa. Menjadi Hamba Tuhan ada risikonya, yakni
pemberitaan dan pelayanan di tolak. Jika hal seperti ini kita alami, maka lihatlah pada “Ketaatan Hamba
Tuhan” yang diberitakan oleh Yesaya ini dan lihatlah pula pada teladan Tuhan Yesus. Menjadi hamba Tuhan
memang ada risikonya, namun bukan berarti kita harus menolak jika dipercayakan kepada kita. Menjadi
Hamba Tuhan berarti bersedia membuka telinga kita untuk mendengar pengajaran Firman Tuhan setiap saat.
Juga bersedia menjadikan lidah kita untuk memberitakan kebenaran. Meski kebenaran yang diberitakan di
tolak dan membuat kita dibenci.

Pertanyaan untuk diskusi:

1. Mari perhatikan Nats kita pada ayat ke-6. Menurut saudara apa yang menjadi hambatan, sehingga
hal tersebut sangat sulit untuk dilakukan ?
2. Dalam konteks kekristenan masa kini, berawal darimanakah pengajaran mengenai ketaatan itu ?
3. Menjadi hamba Tuhan berarti ikut memikul salib sendiri/ikut menderita. Namun apakah itu berarti
bahwa seorang Kristen itu harus menderita ?
4. Dll. (dapat disesuaikan dengan pemikiran si pembawa renungan)

Anda mungkin juga menyukai