Anda di halaman 1dari 4

Bahan Sermon HKBP Distrik XV Sumbagsel

- Zoom Meeting –
Minggu Quasimodogeniti
Songon Posoposo Na Imbaru Tutu
(1 Petrus 2 : 2)
Minggu, 24 April 2022
Ev. Kisah Para Rasul 9 : 1 – 6
Ep. Mazmur 37 : 34 – 40

“BERUBAH OLEH PERJUMPAAN DENGAN YESUS”


(HAMUBAON DI BAGASAN JESUS)

Pengantar
Tuhan memanggil, mengutus dan menyertai para hambaNya untuk
menyampaikan perintah dan firmanNya. Hal tersebut sudah ada sejak masa
perjanjian lama, masa perjanjian baru, masa sekarang, dan juga masa yang akan
datang. Hamba yang dipilih dan diutus Tuhan bermacam karakter dan latar belakang.
Bisa saja dari golongan orang yang baik, dari golongan orang yang biasa, dari
golongan yang tidak diperhitungkan secara jabatan atau posisi, bahkan bisa saja dari
golongan orang-orang yang jahat (yang membenci Tuhan atau yang tidak percaya
kepada Tuhan). Hal tersebut yang terjadi bagi seorang ‘Saulus’ (termasuk golongan
orang yang jahat dan membenci Tuhan). Saulus diutus dan disertai Tuhan untuk
menjadi seorang ‘Paulus’ (rasul Tuhan) dalam mengemban tugas dan pelayanan,
yaitu memberitakan firman Tuhan agar semakin banyak orang yang percaya kepada
Tuhan. Banyak hal dalam pemanggilan dan pengutusan bagi hamba Tuhan yang
terkadang tidak masuk dalam akal pikiran manusia.

Penjelasan Nas
Kisah Para Rasul diyakini ditulis oleh Lukas, dan merupakan lanjutan
dari Injil Lukas. Menceritakan sejarah gereja mula-mula setelah Yesus Kristus
naik ke surga. Secara prinsip, Kisah Para Rasul menjelaskan bagaimana pengikut-
pengikut Yesus Kristus (dengan pimpinan Roh Kudus) menyebarkan Kabar
Baik tentang Yesus di Yerusalem, di seluruh Yudea, di Samaria, dan sampai ke ujung

1
bumi" (Kis. 1:8). Terdapat juga dalam Kisah Para Rasul yaitu tentang pertobatan
seorang penganiaya pengikut-pengikut Yesus Kristus (Kis. 9:1-31).

1. ‘Saulus’ Yang Bengis (Ay. 1-2)


Paulus dulu bernama Saulus yang lahir di Tarsus, tanah Kilkilia.  Sebelum ia
menerima kasih karunia Allah dan menjadi pengikut Kristus, ia seorang yang taat
menjalankan perintah agama Yahudi, dibawah ajaran Gamaliel (sosok terkemuka di
Sanhedrin, pengadilan tertinggi Yahudi. Sosok yang mendapat gelar ‘Rabban’ atau
‘Rabbi’ yaitu gelar yang disematkan kepada seseorang yang memiliki pendidikan
tinggi). Saulus salah satu murid Gamaliel yang militan dalam menjalankan ajaran
agama Yahudi.
Pengaruh pembentukkan diri Saulus dalam ajaran agama Yahudi menjadikan
sosok orang yang sangat membenci para pengikut Kristus. Ia salah satu orang yang
menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen, bahkan bersedia untuk menempuh
jarak yang sangat jauh. Dengan perjalanan sekitar 150 mil (+ 242 km) dari Yerusalem
menuju Damaskus (salah satu kota di Dekapolis, yang merupakan bagian dari kota-
kota dimana Pemerintahannya berdiri sendiri di Suriah Timur dan wilayah timur dari
sungai Yordan – lih. Matius 4:25; Markus 7:31). Kota ini memiliki populasi Arab
Nabatean yang besar (Kerajaan Nabatean terbentang dari gurun selatan hingga Laut
Merah, dan ibu kotanya adalah Petra). Damaskus juga memiliki populasi Yahudi yang
besar (Josephus mengatakan bahwa 10.500 orang Yahudi terbunuh saat terjadi
perang Yahudi-Romawi pada tahun 66 SM). Damaskus juga adalah pusat komersial
yang berkembang, bagian dari provinsi Romawi Suriah sejak tahun 64 SM.. Bahkan
Saulus sendiri mengakui perbuatan-perbuatannya: “Dan aku telah menganiaya
pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan
kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara.” (Kis. 22:4).
Dengan membawa surat kuasa dari Sanhedrin (Mahkamah Agama – dewan
tertinggi agama Yahudi) membuat Saulus semakin percaya diri dan leluasa untuk
merencanakan dengan menganiaya dan membunuh para pengikut Kristus di
Damsyik. Seolah-olah perbuatan dari Saulus memperoleh legalitas dan dilindungi
oleh agama Yahudi.
Tapi, setelah Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya dalam perjalanan ke
Damsyik, ia mengalami perubahan total. Saulus berasal dari bahasa Ibrani, Sah-ool’
atau Shaul, yang artinya “Yang Diinginkan”, atau “Yang didoakan”. Kemudian Saulus
berganti nama menjadi Paulus yang berasal dari bahasa Yunani, Paulos, yang artinya
“kecil” atau “rendah hati”.

2
2. Momen ‘Perjumpaan’ Dengan Tuhan (Ay. 3-5)
Momen perjumpaan antara Saulus dengan Tuhan Yesus (di Damsyik -
dataran yang subur di pinggir gurun yang dialiri dengan baik oleh Sungai Barada, lih.
Kej. 14:15) adalah awal mula dari pertobatan Saulus (berubah menjadi Paulus).
Dalam momen tersebut, ada peristiwa dimana Saulus mengalami kebutaan secara
fisik. Cahaya terang dari surga menjatuhkan Saulus ke tanah. Sebuah suara dari surga
menghadapkan Saulus dengan pertanyaan yang mengubah hidupnya, “Saulus,
Saulus, mengapa kamu menganiaya aku?” Saulus tergagap menanggapi
ketakutannya, "Siapakah Engkau, Tuhan?" Tuhan menjawab dengan jawaban yang
paling tidak terduga yang dapat dibayangkan oleh Saulus, “Akulah Yesus yang kamu
aniaya.” Itu saja sudah cukup untuk mengubah Saulus dari tidak percaya menjadi
percaya, yang penuh kekejaman menjadi penuh kedamaian.
Perjumpaan dengan Kristus telah membuat Saulus merasa dirinya begitu
kecil dan ia sadar bahwa ia harus merendahkan hati dan diri di hadapan Tuhan.
Semua prestasi dan kehidupan masa lalu bukan lagi merupakan kebanggaan, tetapi
pengenalan akan Kristus-lah yang membuat dia sangat berharga.
Paulus mengalami perubahan total dalam hidupnya. Maka dari itu dia mampu
katakan: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20)

3. Siap Melaksanakan Perintah Tuhan (Ay. 6)


Kisah selanjutnya menekankan dalam kata terakhir dari ayat 6 – “lakukan”,
“perbuat”. “Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan
kepadamu, apa yang harus kauperbuat”. Saulus akan diberitahu apa yang harus dia
lakukan atau perbuat. Sebagai orang yang sudah mengalami kebutaan, Saulus
mengalami guncangan kejiwaan (depresi). Saulus juga tidak bisa membayangkan apa
yang harus dia lakukan atau perbuat dengan kondisi yang dia alami.
Awalnya murid Tuhan yang bernama Ananias enggan untuk menerima
keberadaan Saulus. Dalam ay. 13: “Jawab Ananias: Tuhan, dari banyak orang telah
kudengar tentang orang itu, betapa banyaknya kejahatan yang dilakukannya
terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem”. Tuhan bersikeras untuk memakai
Saulus. Tuhan menjadikan Saulus sebagai alat pilihanNya untuk memberitakan
NamaNya di hadapan bangsa-bangsa dan raja-raja dan di hadapan orang-orang Israel
pada saat itu.
3
Mengikuti ‘Jalan Tuhan’, jika berbicara dari cara pandang manusia, ‘Saulus’
tidak layak untuk menerima keselamatan dari Tuhan. Tidak ada penjelasan secara
manusiawi untuk pertobatan ‘Saulus’. Namun berbeda dengan kehendak Tuhan atas
pertobatan sejati. Keselamatan berasal dari Tuhan, bukan dari manusia. Tuhan
mampu melakukan apa yang tidak bisa manusia bayangkan.

Aplikasi
Kemenangan Tuhan Yesus sudah dinyatakan melalui kebangkitanNya. Hal
tersebut juga harus nyata dalam kehidupan kita pada saat sekarang ini. Memasuki
Minggu Quasimodogeniti: “seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air
susu yang murni dan yang rohani” (1 Pet. 2:2) menunjukkan bahwa kepatuhan dan
ketaatan kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan diibaratkan seorang bayi.
Seorang bayi tidak akan melawan atau berontak terhadap ibunya atau orangtuanya.
Seorang bayi juga tidak mungkin diberi ibunya (orangtuanya) sesuatu yang tidak baik.
Hal ini juga yang ditunjukkan pada peristiwa yang dialami oleh Saulus, yang
patuh dan taat kepada Tuhan, tidak memberontak bahkan melawan. Ada beberapa
hal yang dapat kita lihat:
1) Sejahat apa pun kita manusia, jika Tuhan sudah berkendak – pasti Tuhan
memakaiNya. Masih berlaku pertobatan atau perubahan bagi seseorang
hingga saat sekarang ini.
2) Banyak cara Tuhan menunjukkan ‘perjumpaan’ terhadap orang yang hendak
dipakaiNya. Hal ini mungkin bisa kita rasakan dan alami. Atas kehendak
Tuhan, mungkin tidak masuk akal manusia ‘perjumpaan’ tersebut. Tapi Tuhan
lebih berkuasa dan Tuhan lebih mengerti apa kehendakNya. Banyak
perjumpaan kreatif yang Tuhan kehendaki.
3) Orang yang percaya kepada Tuhan, bahkan kita para Hamba Tuhan, harus
siap melakukan atau berbuat dengan yang sesuai kehendak Tuhan. Jangan
ada pemberontakkan atau perlawanan. Tepatlah kita ber-Quasimodogeniti:
kita seperti bayi yang haus akan air susu yang murni.

Pdt. Warso Jhon PP Siahaan, S.Th


Sekretaris Distrik XV Sumbagsel

Anda mungkin juga menyukai