Peristiwa Yesus dimuliakan di atas gunung ini sering disebut dengan
transfigurasi. Transfigurasi adalah peristiwa dimana Yesus menunjukkan kemuliaannya kepada ketiga orang murid-Nya, yakni: Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Kisah transfigurasi terletak hampir persis dititik tengah Injil Markus. Transfigurasi adalah titik balik pelayanan Yesus. Sebelum transfigurasi ini, Yesus telah mengajar dan menyembuhkan. Sekarang Yesus akan memulai perjalanannya ke Yerusalem, dimana dia akan mati. Sebelum transfigurasi, Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias (8: 27-30), dan Yesus menubuatkan kematian dan kebangkitannya yang kemudian Petrus sangat keberatan (8: 31-33). Yesus kemudian mengajar murid-murid-Nya tentang pengorbanan untuk mengikut Yesus. Sebelum kita melanjutkan tentang nas kita ini, kita melihat terlebih dahulu kaitan nas kita ini dengan minggu Estomihi. Estomihi diambil dari Mamur 31: 3b dalam bahasa Latin: “Esto mihi in Deum protectorem” Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan; Sai Ho ma gabe dolok batu partanobatoan di ahu (Maz. /Psal. 31: 3b). Minggu Estomihi dikenal gereja mula-mula sebagai Minggu Quinquagesima atau 50 hari sebelum Paskah. Ini adalah hari minggu sebelum Rabu Abu. Di gereja- gereja Lutheran di Eropa seperti Denmark dikenal dengan Shrove Sunday atau Pork Sunday. Pada minggu ini para jemaat Lutheran di Denmark akan memakan roti Shrove dan daging babi sebagai persiapan untuk memasuki masa puasa selama 40 hari. Puasa ini berawal dari ketetapan konsili Nicea tahun 325 yang mengandaikan puasa yang dilakukan Yesus selama 40 hari dan juga merujuk kepada 40 tahun pengembaraan Israel melalui pandang gurun. Dengan demikian Minggu Estomihi adalah minggu perenungan, minggu pertobatan yang berfokus pada refleksi diri, doa, penebusan dosa, dan pertobatan. Sehingga kita mengaku bahwa Tuhan adalah gunung batu tempat perlindungan kita. Mungkin menjadi tantangan terbesar bagi pengkhotbah dalam minggu ini adalah bagaimana menjelaskan arti transfigurasi ini. Bagaimana kita berharap pendengar khotbah untuk memahami mengapa transfigurasi terjadi? Apa perlunya transfigurasi? Nilai simbolis apa yang hendak diberikan oleh transfigurasi ini bagi para murid saat itu dan pada saat kita sekarang ini? Marilah kita uji melihat nas kita ini untuk dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan di atas: 1. Yesus menampak Kemuliaan-Nya (Ay. 2-4) Untuk memahami nas ini kita harus membaca 8: 31- 9:1 tentang “pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikut Dia”. Setelah Yesus memberitahukan penderitaan dan kematian-Nya maka Petrus menarik Yesus ke samping dan menegurnya. Dan setelah itu Yesus mengatakan syarat-syarat untuk mengikut Dia yang juga akan mengalami banyak tantangan dengan menyangkal diri dan mengikut Dia. Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes naik ke sebuah gunung (Ay. 2) dan di atas gunung tersebut Yesus berubah rupa (Yunani: metemorphothe—diubah) dihadapan mereka. Metemorphothe adalah kata Yunani yang mana kita gunakan juga untuk perubahan kepompong jadi kupu-kupu (metamorfosis). Metemorphothe adalah transformasi atau perubahan yang sangat dramatis dan menakjubkan. Injil Markus bercerita: “dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu.” Pakaian Yesus menjadi menyilaukan, seperti pakaian putih dari Yang Lanjut Usia dalam Daniel 7: 9 Injil Markus menjelaskan dengan sangat baik seperti apa rupa Yesus. Pada dasarnya seluruh penampilan Yesus bersinar dalam cahaya terang dan mulia – “pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat’” lebih putih dari apapun yang ada di bumi ini. Jika kita tidak berhati-hati, maka kita akan menganggap transfigurasi hanya sebagai cahaya terang yang menyinari Yesus. Tetapi ini bukanlah terang yang datang dari luar Yesus. Kata metemorphothe (transformasi) menggambarkan perubahan di luar yang berasal dari dalam. Ini bukan “topeng” tetapi ini datang dari dalam diri Yesus. “Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.” Apa maksud dari ayat ini. Ada beberapa pendapat yang mengatakan kemunculan Elia dan Musa menunjukkan kepada Musa sebagai pemberi Hukum dan Elia sebagai nabi besar, sehingga keduanya mewujudkan para nabi dan Hukum Taurat. Ada juga yang berpendapat bahwa Elia dan Musa disertakan untuk menunjukkan bahwa mereka menderita oleh karena iman. Ada juga yang mengatakan bahwa Elia dan Musa keduanya tidak pernah mengalami kematian (2 Raja 2: 1-12; Ul. 34: 5-6). Tetapi yang paling penting adalah di hadapan kedua tokoh besar yang beriman ini, Yesus tetap menjadi tokoh sentral dan Yesus adalah perwujudan semua nubuatan para nabi dan kesempurnaan Hukum Taurat. Nah apa yang mau ditunjukkan oleh transfigurasi Yesus? Ini adalah kemuliaan yang sama yang memenuhi Kemah Suci dan Bait Suci. Ini adalah kemuliaan yang sama yang terlihat pada tiang awan dan api. Ini adalah Tuhan sendiri, yang hadir di gunung itu. Transfigurasi menyatakan siapa Yesus. Yesus melakukan ini karena Dia baru saja mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan menempuh jalan salin (8:31) dan secara rohani mereka harus mengikuti-Nya di jalan salib (8:34-38). Sangat mudah bagi para murid (kita) untuk kehilangan kepercayaan karena pernyataan jalan penderitaan (salib). Tetapi sekarang, Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya sebagai Raja dan sentral dari seluruh nubuatan para nabi dan Hukum Taurat. Jika Dia menderita, ditolak, dan dibunuh, Yesus masih tetap pegang kendali. Yesus juga secara dramatis menunjukkan bahwa salib akan menjadi penerima kemuliaan. Salib adalah jalan menuju tujuan, dan tujuannya adalah kemuliaan Tuhan (bnd. Matius 5: 17-18) 2. Saran yang tidak bijaksana Setelah melihat peristiwa besar itu Petrus memberi saran: Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia.” (Ay. 5). Tampaknya aneh bahwa Petrus menyebut Yesus sebagai rabi begitu cepat berubah setelah mengakuinya sebagai Mesias (8: 29). Dan Petrus menyetarakan Yesus dengan Elia dan Musa dengan membangun 3 skena = kemah. Saran ini bukanlah saran yang bijaksana karena Injil Markus mengatakan: “Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.” (Ay. 6). Kenapa saran Petrus ini bukanlah saran yang bijaksana? Karena Petrus menurunkan derajat Yesus yang pada awalnya dia katakan “Mesias” tetapi saat ini dia mengatakan “rabi”. Kemudian dia menyetarakan Yesus dengan Elia dan Musa padahal Yesus lebih tinggi dari Musa dan Elia. Kemudian Petrus hanya ingin memiliki ketiganya dalam kemuliaan. Atau boleh kita katakan seperti ini: “ini baik, beginilah seharusnya. Lupakan urusan penderitaan, ditolak, dan disalibkan. Mari kita hidup membangun kemah sehingga kita bisa hidup bersama Yesus yang dimuliakan sepanjang waktu.” Petrus hanya ingin melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya, dia tidak ingin penderitaan-Nya. Petrus ingin menggenggam Yesus dalam kemuliaan- Nya tanpa ingin penderitaan-Nya atau salib-Nya. Petrus mengatakan semua itu, karena mereka sangat ketakutan. “Ketakutan” adalah sebuah penderitaan yang dapat menghilangkan logika dan iman seseorang. Demikian halnya dengan Petrus, dia tidak dapat menahan rasa takut sehingga dia asal bicara dan mengatakan hal-hal bodoh. Petrus berbicara karena takut. Apa yang dikatakan oleh Petrus adalah hal bodoh karena dia menempatkan Yesus pada tingkat yang sama dengan Elia dan Musa. Padahal Yesus bukan hanya Musa dan Elia yang lain, atau bahkan Musa atau Elia yang lebih besar, melainkan Yesus adalah Anak Allah. Dalam Alkitab, banyak sekali perintah untuk “Jangan takut” dari peristiwa di atas gunung ini kita melihat bahwa ketakutan itu dapat membuat kita merendahkan Yesus seperti yang dilakukan oleh Petrus. Dalam rasa takut kita dapat menyangkal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dalam ketakutan kita dapat merasa memuliakan Tuhan padahal kita melakukan yang sebaliknya. Kita sering seperti Petrus dalam ketakutan, selalu ingin mengendalikan situasi tetapi yang terjadi adalah melakukan hal-hal yang tidak bijaksana. Sekarang apa yang akan kita lakukan? Mari kita lihat poin selanjutnya 3. Inilah Anak yang Kukasihi, Dengarkanlah Dia “Maka datanglah awan menaungi mereka…” di seluruh Alkitab, awan melambangkan kehadiran Allah, dimulai dengan tiang awan yang menuntun bangsa Israel melewati padang gurun (Kel. 13: 21), awan yang menutupi Gunung Sinai ketika Musa menaikinya (Kel. 24: 15 dst). Di gunung transfigurasi, awan episkiazousa (menaungi, membanjiri) mereka. Kata ini menggambarkan kuasa Yang Mahatinggi. “Dan dari awan itu” Allah berbicara, sama seperti Ia berbicara dari awan di Gunung Sinai (Kel. 24: 16). Kemudian “terdengar suara: Inilah Anak yang Kukasihi...” inilah kata- kata yang hampir sama dengan yang diucapkan oleh Tuhan pada saat baptisan Yesus. Perbedaannya suara di gunung ini disampaikan kepada ketiga murid itu. Apa yang kita lihat dari penjelasan di atas. Kehadiran awan menaungi mereka dan terdengar suara dari awan itu, menunjukkan bahwa Yesus lebih tinggi dan lebih besar daripada Musa dan Elia. Ini menyatakan bahwa kemuliaan Yesus sementara tidak terlihat oleh penderitaan yang akan dilalui-Nya. Ketiga murid itu telah terbiasa bersama Yesus dan kemungkinan besar kagum pada Elia dan Musa. sejak kecil, mereka diajarkan untuk menghormati Musa dan Elia. Sekarang awan dan suara dari awan itu menegaskan bahwa Yesus lebih besar dan mulia daripada mereka. Yesus sangat penting sehingga Dia melampaui mereka. Yesus tidak setara dengan Musa dan Elia. Yesus adalah Anak yang Kukasihi, jadi “Dengarkanlah Dia.” Para murid perlu mendengar Dia. Yesus telah mengatakan kepada mereka bahwa Ia akan menderita dan mati, tetapi mereka tidak mendengarkan. Jalan yang diambil oleh Yesus sangat berbeda dari harapan para murid sehingga mereka tidak menerima firman-Nya. Jadi perlu bagi murid untuk mendengar dan mengikut Yesus apapun risikonya. Mendengar Yesus berarti mendengar penderitaan sekaligus kemuliaan-Nya, Mendengar Yesus berarti mengikut Yesus. Mengikut Yesus di jalan penderitaan akan membawa kita menuju kemuliaan. Kita perlu ingat wajah Yesus yang putih berkilat-kilat tidak akan terjadi tanpa Yesus yang menderita dan mati. Kita sering hanya ingin memiliki kemuliaan, keselamatan tanpa penderitaan dan salib. Yesus yang berada dalam kemuliaan-Nya adalah Yesus yang sama dalam penderitaan dan kematian-Nya. Hanya Yesus yang mati yang dapat menyelamatkan. Jalan menuju kemuliaan harus melalui salib. Dan itu berarti kita harus melalui kematian sebelum kita mengarahkan pandangan kepada kemuliaan. Sebelum kita mengalami kemuliaan Sorgawi, kita terlebih dahulu mengalami penderitaan dan kematian. Saat ini kemuliaan tersembunyi. Hidup di sini dan sekarang adalah hidup di bawah salib. Pertama, kematian, kemudian kebangkitan. Pertama, awan, lalu bersinar. Pertama kegelapan, lalu cahaya. Pertama kuburan, lalu kebangkitan. Pertama kita harus mati bersama Kristus, kemudian kita akan bangkit bersama-Nya dalam kemuliaan. Yesus yang sama yang bersinar dalam kemuliaan adalah Dia yang mati dalam kegelapan dan yang bangkit dalam kuasa. Yesus yang sama yang datang kepada kita dalam air, Firman, roti dan anggur. Dia berjanji untuk datang kembali dalam kemuliaan dan membangkitkan kita dari kematian dan memberi kita hidup yang kekal. Kita akan melihat Musa, Elia, dan orang-orang kudus. Saat ini kita diajak menuruni gunung kemuliaan itu untuk memulai perjalanan menuju gunung salib. Minggu Estomihi ini mengajak kita untuk menuruni gunung kemuliaan berjalan sambil memikul salib menuju gunung penyaliban. Kita berjalan memikul salib, mengikut, dan sambil mendengarkan Dia.