Anda di halaman 1dari 3

Minggu, 18 Februari 2024 (Invokavit)

Epistel : Markus 10: 46 - 52


Evangelium : Mazmur 25: 1 - 10

TUHAN MENUNJUKKAN JALAN KEPADAKU

Mari kita bayangkan terlebih dahulu situasi Raja Daud ketika menuliskan Mazmur ini
(Menyanyikan atau doanya) …… Raja Daud berbicara kepada Tuhan tentang rasa takut dan
dalam keadaan ketakutan (kekhawatiran). Mari kita coba mendaftarkan ketakutan-ketakutan
yang dirasakan oleh Raja Daud ketika dia menulis (menyanyikan Mazmur ini):
 Raja Daud adalah seorang prajurit dan dia memiliki banyak musuh. Misalnya Saul
sering mencoba membunuhnya.
 Setelah kematian Raja Saul, “terjadi perang yang sangat panjang antara keturunan
raja Saul dan keluarga Daud” (2 Sam. 3: 1).
 Ketika orang Filistin mendengar bahwa “Daud telah diurapi menjadi raja Israel
maka majulah semua orang Filistin untuk menangkap Daud” (2 Sam 5: 17)
 Raja Daud takut akan hal-hal buruk yang dilakukannya di masa lalu (Kisah
Batsyeba). Dia takut mengingat semuanya itu dan membuat hidupnya tidak tenang.
Dengan kata lain, Mazmur ini dengan sangat indah menampilkan raja Daud yang sering
mengalami kesulitan atau ketakutan bukan karena perbuatannya yang jahat, sekaligus
menampilkan raja Daud yang mengalami kesulitan atau ketakutan akibat dari perbuatannya
sendiri. Namun yang lebih menarik lagi adalah: “Daud digambarkan sebagai orang yang
beriman, yang banyak mengalami kesulitan, konflik batin, pelanggaran-pelanggarannya yang
besar, pertobatannya yang pahit, dan kesusahan-kesusahannya semuanya dia tuangkan dalam
Mazmur ini. Sehingga kita melihat dari Mazmur ini mengapa raja Daud, “sebagai orang yang
berkenan di hati Tuhan” karena kejujurannya mengakui segalanya di hadapan Tuhan.
Mari kita lihat hal-hal menarik yang dapat kita petik dari Mazmur Daud ini dalam
terang tema: Tuhan menunjukkan jalan kepadaku:
1. Allah mengambil rasa malu kita (1-3, dan 7)
“Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku;” ungkapan Ibrani ‫ֶא ָּֽׂשא׃‬
’eś-śā. “Mengangkat jiwa” berarti mengarahkan keinginan dan menyatakan kerinduan. Dengan
demikian raja Daud menginginkan atau merindukan Tuhan untuk datang membantunya dan
mengalahkan musuh-musuh. Mengapa raja Daud merindukan kedatangan Tuhan untuk
membantunya dan musuh apa yang paling besar bagi raja Daud? Yaitu “rasa malu.” Bisa kita
bayangkan bahwa raja Daud menderita di tangan musuh-musuhnya karena dosa. Raja Daud
beranggapan bahwa karena dosanya dimasa lalu menjadi tembok pemisah antara dia dengan
Tuhan. Dosa itu berdiri di tengah antara dia dengan Tuhan, sehingga dia khawatir itu akan
membuat dia mengalami kekalahan demi kekalahan. Maka raja Daud memohon: “janganlah
kiranya aku mendapat malu; janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku.” Raja Daud sadar
sangat menderita oleh karena dosa, dan dia juga mengerti hanya Tuhan yang memiliki kuasa
untuk membantunya menghilangkan dosa/“rasa malu” itu.
Raja Daud meminta kepada Tuhan untuk menyelamatkannya dari rasa malu. “Malu” di
sini mengacu pada penghinaan publik. Dosa itu bukan hanya membuat penghalang antara kita
dan Tuhan tetapi juga membuat kita terhina di hadapan umum. Bahkan penghinaan publik itu
tidak pernah lekang, karena sudah menjadi sifat manusia mengingat-ingat kesalahan masa
lalu. Tetapi raja Daud tahu, Tuhan tidak akan membuatnya malu, bahkan dosa-dosa masa
lalunya diampuni oleh Tuhan: “Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-
pelanggaranku m janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-
Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN.” (Ay. 7). Raja Daud di sini memaksa Tuhan untuk
menolongnya, jika Tuhan tidak menolongnya maka musuh-musuhnya akan menang atas dia.
Itu berarti musuh-musuhnya akan beranggapan Tuhannya raja Daud tidak mampu
menolongnya atau iman raja Daud hanya semu tidak benar dia percaya kepada Tuhan
sehingga Tuhan tidak menolongnya. Raja Daud akan sangat dipermalukan karena berharap
pada Tuhan yang tidak melakukan apa-apa. Dengan kata lain, raja Daud “mengangkat
jiwanya” dalam artian memaksa Tuhan untuk bertindak dan dosanya jangan menjadi
penghalang.
Menarik bila kita hubungkan ke dalam hidup orang Batak. Dalam kosakata bahasa
Batak tidak ada kata “dosa” (mohon maaf jika saya salah). Bagi orang Batak, orang yang
berbuat salah bukan disebut tidak disebut: “salah do ho, atau mardosa ho” (kamu salah, atau
kamu berdosa), tetapi “pailahon do ho, (kamu buat malu).” Dosa bagi orang Batak adalah
“sesuatu yang membuat “malu.” Nah, belajar dari raja Daud “dosa = rasa malu” atau dosa
mengakibatkan rasa malu baik itu di hadapan manusia dan Tuhan. Maka raja Daud,
mengangkat jiwanya dengan yakin bahwa hanya Tuhan yang sanggup menghapus dosa=rasa
malu yang ada dalam dirinya. Jadi Mazmur ingin mengatakan bahwa kita memiliki Tuhan
yang menyelamatkan kita dari rasa malu (dosa). Tuhan tidak akan mendatangkan hal-hal
yang memalukan pada kita bahkan Dia mengambil rasa malu kita. Seperti yang dikatakan oleh
Rasul Paulus: “Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan
dipermalukan.” (Roma 10: 11)
2. Allah pemilik “Jalan” (Ay. 4-5 dan 8-9)
Raja Daud meminta kepada Tuhan menjadi “penuntunnya” dalam kebenaran.
“Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah
aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang
menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.” (Ay. 4-5). Fakta bahwa raja
Daud meminta agar Tuhan memberitahukan, menunjukkan, membawa, mengajarinya, dan
menyelamatkannya ini menyiratkan 2 hal:
 Raja Daud mengerti dan paham bahwa dia tidak memiliki semua jawaban dalam
hidupnya. Dia mengerti tidak memiliki hikmat untuk mengetahui yang benar.
 Raja Daud sadar betul bahwa hanya Tuhan pemilik “jalan kebenaran”. Artinya
raja Daud sadar bahwa hanya “pemilik jalan” atau hanya “Pemilik Kebenaran” dan
“pemilik keselamatan” yang mampu memberikan jalan, kebenaran, dan
keselamatan yang sempurna kepadanya.
Daud ingin dituntun oleh Tuhan, karena Ia adalah Allah “Jalan, kebenaran, dan
keselamatan.” Namun, keselamatan yang dibicarakan raja Daud di sini bukanlah keselamatan
dari dosa dan neraka; melainkan keselamatan dari musuh-musuhnya. Jika Tuhan mengajar
raja Daud tentang hidup yang benar, ia akan selamat dari musuh-musuhnya. Bagaimana raja
Daud akan diselamatkan oleh Tuhan dari musuh-musuhnya? Jawabannya sederhana: Tuhan
selalu menyelamatkan mereka yang melakukan kebenaran dan menghukum mereka yang
berbuat kesalahan.
Nah, raja Daud menginginkan bahwa Tuhan selalu menunjukkan, membawa,
mengajarinya, dan menyelamatkannya dalam kehidupannya sehari-hari agar ia tidak
tersandung dan berbuat malu. Raja Daud selalu percaya bahwa Tuhan adalah Gembala (Maz.
23). Agar di dalam kehidupannya sehari-hari selalu melakukan kehendak Tuhan.
Selaras dengan itu, kita tidak mungkin memiliki semua jawaban dalam hidup ini.
Belajar dari raja Daud, “Allah adalah Penuntun atau Gembala” dan “Allah yang
menyelamatkan” maka sebaiknya kita memperhatikan jalan-Nya (firman-Nya). Dengan “Allah
Penuntun”, kita akan memiliki keselamatan-keselamatan dalam kehidupan sehari hari,
bahkan jauh dari itu, kita akan memiliki keselamatan yang lebih besar, seperti yang tertulis:
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat. 7: 21). Dan
Kristus gembala yang Agung itu akan menuntun kita dalam jalan, kebenaran, dan hidup (baca:
Yoh. 14: 6).
Apa yang membuat Tuhan menjadi penuntun kita? Karena Dia adalah pemilik jalan,
kebenaran, dan hidup. Baik hidup dalam keseharian maupun hidup kekal. Selain itu raja Daud
mengatakan: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang
sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan
jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.” (Ay. 8-9). Tuhan itu baik dan benar, Dia
tidak pelit akan jalan-Nya. Dia menunjukkan jalan menuju kehidupan yang jauh lebih besar
dari apa yang kita pikirkan dan bayangkan.
3. Allah adalah Juruselamat yang Pemurah (6-7, 10)
Raja Daud memohon kepada Tuhan untuk menjadi “Juruselamat yang Pemurah” dan
menjauhkannya dari segala dosa-dosanya: “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya
TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda dan
pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan
kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN.” (Ay. 6-7). Raja Daud meminta Tuhan
untuk melupakan dosa-dosa masa mudanya, tetapi yang harus kita perhatikan adalah dia
pertama meminta agar Tuhan mengingat “kasih setia-Nya” karena Allah telah menyatakan
bahwa Dia adalah Allah yang penuh belas kasihan. Raja Daud meminta untuk tidak melupakan
rahmat dan kasih setia-Nya.
Menarik bagi kita, Allah adalah “pemarah,” Dia akan membalaskan segala kejahatan,
tetapi kita juga jangan lupa bahwa Allah itu “Pemurah” bahkan karakter Allah adalah Pemurah
(penuh rahmat). Inilah yang diingat oleh raja Daud: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan
pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-
Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi
tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan
keempat." (Kel. 34: 6-7). Allah akan menghukum orang yang melakukan kesalahan tetapi Dia
penuh rahmat dan kasih setia. Allah yang Pemarah tetapi lebih besar “Pemurah-Nya atau
kemurahan hati-Nya.” Sudah menjadi karakter Tuhan yang penuh rahmat dan kasih setia. Dia
setia dalam hukum-Nya sekaligus setia dalam rahmat dan kasih-Nya. Kasih Allah teguh dalam
karakter-Nya yang selalu memberi kebaikan kepada manusia walaupun sebenarnya manusia
itu tidak layak untuk menerimanya. Itulah rahmat atau Anugerah. Pemberian yang diberikan
kepada orang yang tidak layak untuk menerimanya.
Raja Daud meminta Tuhan untuk tidak mengingat dosa-dosa masa mudanya. Saya
yakin kita sangat menyadari kata-kata raja Daud ini, karena kita semua dapat dengan mudah
mengingat dosa-dosa masa lalu. Kita juga dapat memohon seperti permohonan raja Daud
karena Allah di dalam Kristus: “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-
Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama
dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita, oleh kasih karunia
kamu diselamatkan” (Ef. 2: 4-5).
Jalan Allah adalah “kasih setia dan kebenaran” bagi mereka yang berpegang pada
perjanjian dan peringatan-peringatan-Nya (Ay. 10). Artinya Tuhan akan menunjukkan jalan-
Nya jika kita mematuhi-Nya. Tuhan juga akan mengampuni jika kita menuruti perintah dan
peringatan-peringatan-Nya. Sungguh hal yang luar biasa untuk diketahui! Allah mengampuni
kita, menuntun kita ke arah yang benar, dan mengingat kita.

Pdt. Teddi Paul Sihombing.


Kepala Departemen Pastorat GKPI

Anda mungkin juga menyukai