Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS NOVEL SANG KERIS KARYA PANJI SUKMA

Oleh Aurelia Farah Meyluna Kelas XII IPA UNGGULAN, SMA Islam
PB Soedirman 2 Bekasi

A. Sinopsis Sang Keris


Belum lama ini, bergaung sebuah berita yang mengabarkan bahwa
keris Pangeran Diponegoro yang bergelar Kiai Naga Siluman telah
kembali ke Tanah Air. Sebelumnya, keris ini diketahui berada di
Negara Belanda. Menurut sejarah, keris ini didapat Belanda setelah
penangkapan terhadap Pangeran Diponegoro usai perang besar pada
tahun 1825-1830. Kolonel Jan-Baptist Cleerens, sebagai salah satu
orang Belanda, kemudian memberikan keris tersebut sebagai hadiah
kepada Raja Willem I pada 1831.

Kembalinya keris berornamen kepala naga itu rupanya sedikit


memantik polemik. Beberapa pihak menyangsikan keaslian keris
tersebut sebagai salah satu pusaka warisan Pangeran Diponegoro.
Salah satu pihak yang menyangsikan hal itu adalah Fadli Zon, Politisi
dan Ketua Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI).
Bahkan, ia menantang tim yang berangkat ke Belanda dengan tujuan
mengambil pusaka itu untuk debat terbuka.

Lepas dari polemik itu, secara asertif keris amat dekat dengan
orang Jawa. Mendengar kata keris, ingatan kita akan terbawa dan
jatuh pada Jawa. Benar memang, Jawa menjadi tempat lahir dan
tumbuh kembang keris. Keris berdiri di tengah-tengah kemewahan
dan kedigdayaan kebudayaan Jawa. Bahkan di sana, ia menjadi
semacam mahkota bagi seorang raja.

Bagi orang jawa, nampaknya keris begitu sublim. Posisinya tidak


lagi hanya sebagai senjata. Keris didapuk sebagai pusaka yang amat
berharga. Kita melihat tempat keris begitu tinggi dan terhormat dalam
kebudayaan Jawa. Simbol status sosial melekat pada benda pusaka
ini. Mereka yang memiliki keris di dirinya akan tersemat status sosial
yang melangit. Berbeda bagi mereka yang tidak memiliki. Status
sosialnya cenderung membumi.
Keris di mata dunia

Kita bisa menaruh prasangka bahwa dunia kagum dan terkesima


pada keris. Buktinya, tak segan-segan UNESCO, organisasi di bawah
naungan PBB, mengukuhkan keris sebagai warisan budaya dunia.
Momentum ini tercatat pada November 2005 silam. Sebuah sidang
yang dihelat oleh UNESCO memutuskan untuk memasukkan keris
sebagai salah satu warisan dunia. Beragam pertimbangan dilakukan
oleh UNESCO untuk mengakui karya adiluhung buatan tangan ini
hingga harus dilestarikan. Salah satunya, muatan makna filosofis di
setiap bagian keris.

Proses pembuatan keris yang digarap oleh seorang empu sarat akan
perjuangan dan ketabahan. Ini menjadikan keris dihargai sebagai
karya seni kelas tinggi. Karena itu, dibanding produk kebudayaan
lain, keris bisa jadi satu-satunya yang diterima UNESCO bukan saja
pada unsur bendawinya, tapi juga nonbendawinya.

Keris menjelma sebagai identitas Indonesia. Sering kita dapati


melalui unggahan di akun Instagram Kementrian Pertahanan, sang
Menteri rajin membagikan keris pada setiap kunjungannya ke Negara
lain. Kita patut berbangga pada sang menteri. Secara tidak langsung,
ia giat memamerkan keindahan hasil budaya Indonesia pada dunia.

Keris dalam Novel Sang Keris

Selain pada sang Menteri Pertahanan, kita patut mengucapkan


terima kasih pada seorang penulis asal Karanganyar bernama Panji
Sukma. Ia mengabadikan keris melalui novelnya yang berjudul Sang
Keris. Tak tanggung-tanggung, novel ini didapuk sebaga juara kedua
Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2019. Sebuah
penghargaan yang bisa dikata cukup bergengsi dalam jagat sastra di
Indonesia. Nampaknya keris memang memang masih memberikan
kesan yang kuat bagi masyarakat Indonesia hingga novel ini menjadi
salah satu karya pemenang.

Tema dalam novel Sang Keris cukup tak biasa. Rasanya tak banyak
karya sastra di Indonesia yang mengangkat perihal keris sebagai
marwah cerita. Entah karena keengganan seorang penulis menggarap
tema ini atau karena pengetahuan tentang keris yang cukup sulit untuk
digali secara mendalam.

Panji Sukma nampaknya memang memiliki pengetahuan yang


cukup komprehensif perihal keris. Impresi ini rasanya tak terlalu
berlebihan. Panji banyak menggunakan istilah-istilah dunia perkerisan
yang bagi kebanyakan orang terdengar cukup asing. Setiap bagian
keris komplit denga istilahnya dipaparkan oleh Panji. Selain itu, Panji
juga menyuguhkan kisah tentang pembuatan sebuah keris. Kisah ini
juga cukup detail disajikan kepada pembaca. Mulai dari sebiji besi
yang kemudian bersalin rupa menjadi sebilah keris bernilai seni
tinggi. Kita bisa menduga kedetailan kisah mengenai keris karena
faktor lingkungan sang penulis. Panji berasal dari Karanganyar.
Sebuah daerah yang memang cukup identik dengan keris.

Secara keseluruhan, novel Sang Keris berkisah tentang perjalanan


sebilah keris. Keris itu bernama Kyai Kanjeng Karonsih. Keris dalam
novel ini dikisahkan lahir secara mistis di kahyangan dalam
kosmologi Jawa. Kemudian ia menatah langkah yang begitu panjang.
Mulai dari jaman kerajaan, jaman kemerdekaan, hingga jaman
modern ditapaki oleh Kyai Kanjeng Karonsih.
Kyai Kanjeng Karonsih berpindah ke banyak tangan. Ia pernah
bertuan seorang pembesar hingga preman pasar. Gedhong pusaka
hingga museum pernah menjadi rumahnya. Dibuang, dipungut dan
disayang merupakan perjalanan panjang yang dilalui olehnya. Kyai
Kanjeng Karonsih merekam banyak peristiwa sejarah.

Enam belas bab yang disajikan dalam novel ini memiliki alur yang
cukup tak biasa. Setting waktu dalam novel Sang Keris melompat-
lompat tak beraturan. Nampaknya sang penulis memang hendak
mendobrak patron pengaluran cerita yang selama ini dipakai. Alur
yang tak beraturan itu tak lantas membuat cerita yang ditulis menjadi
rusak. Justru hal ini membuat cerita menjadi lebih asyik dan menarik.

Kiranya karya Panji ini perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Di


zaman serba modern, budaya lokal mulai dilupa dan ditinggalkan.
Budaya lokal terus mendapat tantangan dari budaya asing yang
nampak lebih digdaya. Novel Sang Keris bisa menjadi semacam
prasasti yang terus mengingatkan kita pada salah satu budaya
Indonesia yang luar biasa.

B. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema dari novel Sang Keris karya Panji Sukma yaitu
perjuangan. Terdapat pula tema tambahan yaitu sejarah,
ekonomi, dan percintaan.
2. Tokoh
Dalam novel Sang Keris ini terdapat 28 tokoh pendukung
yaitu si nelayan, Pulanggeni, Patih Lokajaya, Lembu Peteng,
Arya Matah, Resi Kala Dite, Prabu Siung, Udarati, patih
Jalak Makara, Maha Empu Jati Kusma, Dewi Sasmitarasa,
Ibnu Sakhawi, Gadis, Sang Prabu, Blumbang Luidra, Raden
Katong, Empu Supa Anom, Empu Anjani, Kang Giman, Ki
Lurah Soebakir, Suji, Ki Ageng Mangir, Parikesit, Sonosewu,
Ki Anggasoati, Ki Narto Sabdo, abdi dalam keraton, Eli,
lelaki tua Empu, dan Suami Eli.

3. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Sang Keris merupakan
alur campuran dengan tokoh utama keris yang memiliki
kekuatan bagi pemiliknya, bisa menjadi baik ataupun jahat
sesuai dengan pemiliknya.
4. Latar
Latar atau setting yang terdapat dalam novel Sang Keris
yaitu
a) Latar Tempat
Latar tempat yang digunakan dalam novel Sang Keris
bermula dari zaman kerajaan mataram, khayangan, hingga
masa kini di museum.

… sang raja memerintahkan abdi kepercayaannya untuk


membuangmu ke Pantai Selatan, kau harus lenyap, kau
tak boleh dikenal lagi. (SK:4)

Museum tutup pada jam seperti biasanya (SK:6)

Aura panas benar benar kentara di balik dingin dan sunyi


gedhong pusaka. (SK:10)

b) Latar Waktu
Latar waktu yang terdapat dalam novel ini dibagi
menjadi waktu pagi, siang, malam, dan waktu yang
diasosiasikan dengan kalimat.

Malam yang terbujur kaku menahan dingin purnama, tak


berlaku pada belasan cicak yang jatuh terkapar di lantai
kayu dengan daging terbakar. (SK:11)

c) Latar Suasana
Yang digunakan antara lain, sedih, kecewa, takut,
penyesalan

Namun kali ini kau berpikir sedikit lebih Panjang, kau tak
ingin pertarungan yang akan kau ciptakan disaksikan atau
diketahui, kau khawatir hal itu dapat membuat mamsalah
baru yang tak perlu.( SK:11)

Dari buritan ranjang kau menatap penuh debar puncak


klimaks yang taruhannya karier dan nyawa. (SK:3)

Kembali perenungan kau tatap, di antara rerunuhan yang


masih menyisakan asap dan abu, di subuh yang penuh
kepanikan, kau menjadi satu satunya yang selamat
(SK:12)

5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipakai novel ini yaitu sudut pandang
persona kedua serba tahu.

Kau pasti paham mengapa gadis gadis bau kencur itu tak
tertarik padamu, bahkan sekedar melirik pun tak akan lebih
dari dua detik. (SK:2)

Kembali perenungan kau tatap, di antara rerunuhan yang


masih menyisakan asap dan abu, di subuh yang penuh
kepanikan, kau menjadi satu satunya yang selamat (SK:12)

6. Majas/Gaya Bahasa
Sebagian besar novel ini menggunakan majas
personifikasi, yang membuat seolah olah keris benar benar
hidup.
Namun kau memilih merantai tangismu, dan berusaha
menjadi dinding dingin yang tegar. Kau berkhianat pada
dirimu sendiri (SK:3)

Seketika itu, pandanganmu tiba tiba terbuka. (SK:16)


7. Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel Sang Keris yaitu
terdapat nilai kepribadian yang mengajarkan padda kita untuk
tetap berjuang dalam mencapai impian. Kita pun juga harus
pandai dalam memilih lingkungan pergaulan.

C. Unsur Ektrinsik
1. Nilai Religius
nilai Pendidikan religious yang digambarkan pada saat
keris bertanya pada Tuhan dalam doanya mengenai firman
dan janji yang diberikan Tuhan.

2. Nilai Moral
Digambrakan bahwa Ketika patih yang setia kepada
pemimpinnya dan menjunjung tinggi rasa setia dan tanggung
jawab sebagai seorang patih.

3. Nilai Sosial
Terdapat kepedulian baik antara patih dan raja maupun
antara sesama rakyat yang ada.

4. Nilai Budaya
Masyarakat yang masih memegang teguh budaya dan adat
istiadat yang ada pada daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai