Anda di halaman 1dari 53

MODUL PRAKTIKUM

ILMU DASAR KEPERAWATAN II

Palembang, Desember 2019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PALEMBANG

PENERBIT

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG


TIM PENYUSUN

MODUL PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II

Penanggung Jawab : Ketua STIKes Muhammadiyah Palembang

Pengarah : Wakil Ketua I, II dan III

Penyusun : Septi Ardianty, S. Kep, Ns., M. Kep

Editor : Yudi Abdul Majid, S. Kep., Ns., M. Kep

Cover/Layout : Adam Zear

ISBN : 978-623-7304-01-2

Cetak : Pertama, Januari 2018

Penerbit : STIKes Muhammadiyah Palembang

Jalan Jend. A Yani 13 Ulu Plaju Palembang-

30252 Telp. 0711-516213/516233, Fax: 0711-

513202

Web: www.stikesmp.ac.id

Email: muhammadiyah.stikes@yahoo.com
LEMBAR PENGESAHAN

Modul Praktikum Ilmu Dasar Keperawatan II yang telah disusun oleh Dosen
pengampu pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah
Palembang, telah diperiksa dan disetujui oleh Wakil Ketua STIKes Muhammadiyah
Palembang untuk dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran mahasiswa.

Palembang, Januari 2016


Wakil Ketua STIKes MP,

Heri Shatriadi, S.Pd.,M.Kes


NBM. 884664
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Visi Program Studi


Menjadikan Program Studi Ilmu Keperawatan unggul di bidang keperawatan gawatdaruratan
berlandaskan nilai-nilai islami, berkemajuan, dan berdaya saing

Misi Program Studi


Misi Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang
1. Menyelenggarakan Tata Kelola dan manajemen Program Studi yang Profesional dan
Islami dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi serta mutu pelayanan
2. Menyelenggarakan proses pendidikan keperawatan Level Sarjana dan Profesi Ners
yang berorientasi pada kompetensi profesional dan didasari oleh nilai nilai keislaman
secara nasiona dan internasional serta didukung oleh sumber daya yang terstandarisasi ,
suasana akademik dan lahan akademik yang kondusif
3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan IPTEK Keperawatan dalam
mendorong tercapainya kemaslahatan umat.
4. Menyelenggarakan upaya pengembangan pengabdian masyarakat dengan penerapan
asuhan keperawatan islami serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat sesuai dengan
kebijakan pemerintah di bidang kesehatan
5. Mengembangkan kerjasama di lintas sektor dalam peningkatan kualitas pendidikan
masyarakat sebagai wujud membangun bangsa
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua, sehingga buku Pedoman Praktikum Ilmu Dasar
Keperawatan II ini dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam kita hanturkan kepada
Nabi junjungan kita Muhammad SAW yang telah menyebarkan ajaranya sehingga
ilmu pengetahuan yang islami dapat berkembang seperti saat ini.

Buku Pedoman Praktikum Ilmu Dasar Keperawatan II ini merupakan buku


pedoman yang harus dimiliki mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Palembang pada saat mengikuti mata kuliah paraktikum Ilmu Dasar
Keperawatan. Buku pedoman ini dibuat dengan harapan dapat menjadi pedoman pada
saat praktikum dan menjadi referensi atau bahan kajian bagi mahasiswa pada saat
aplikasinya pada paraktik belajar lapangan Ilmu Dasar Keperawatan II dimasyarakat.

Semoga buku pedoman praktikum ini bermanfaat untuk mengembangkan


konsep, teori dan praktik pada Ilmu Dasar Keperawatan II.

Akhir kata penulis mengucapakan wassalamualaikum Wr. Wb

Palembang, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN LEMBAR PENGESAHAN ……………………….. ii


LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………... iii
VISI DAN MISI PROOGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN … iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
PETUNJUK PRAKTIKUM ................................................................ viii
TATA TERTIB PRAKTIKUM .............................................................. ix
MATERI PRAKTIKUM
MODUL I STERILISASI
A Tujuan Praktikum.......................................................................................10
B Pendahuluan................................................................................................10
C Pembagian Sterilisasi..................................................................................10

MODUL II PENYIAPAN MEDIA


A Tujuan Praktikum.......................................................................................13
B Pendahuluan................................................................................................13
C Macam macam Media Pertumbuhan...........................................................13

MODUL III TEKNIK ISOLASI DAN BIAKAN MURNI MIKROORGANISME


A Tujuan Praktikum.......................................................................................16
B Pendahuluan ...............................................................................................16
C Isolasi Mikroba Dari Urine.........................................................................16
D Bakteri Kulit dan Sputum...........................................................................17

MODUL IV PEWARNAAN DAN PENGAMATAN BAKTERI


ATujuan Praktikum........................................................................................20
B Pendahuluan................................................................................................20

MODUL V PENGARUH BAHAN KIMIA (ANTIBIOTIK, ANTISEPTIK DAN


DESINFEKTAN) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROORGANISME
A.Tujuan ........................................................................................................22
B.Pendahuluan ...............................................................................................22
C.Daya Kerja Anti Mikroba ..........................................................................22
MODUL VI PENGAMATAN TELUR DAN CACING DEWASA
A Tujuan ........................................................................................................26
B Pendahulaun...............................................................................................26

MODUL VII ASISTEM PENGHITUNGAN DAN PENGUKURAN DOSIS


OBAT
A Sistem Penghitungan Berat Dan Volume Obat...........................................28
BAngka Romawi..............................................................................................29
C Perhitungan...................................................................................................30
D Pemberian Obat.............................................................................................31

MODUL VIII PENGHITUNGAN DOSIS OBAT PADA ANAK


A Berdasarkan Usia........................................................................................35
B Berdasarkan Berat Badan................................................................................35
C Berdasarkan Luas Permukaan Badan...............................................................36
D Menggunakan tabel.....................................................................................36

MODUL IX PENGHITUNGAN DOSIS OBAT PADA DEWASA


APerhitungan Dosis Tablet.............................................................................38
B Perhitungan Dosis Cair.................................................................................39
C Perhitungan Dosis Dari Ampul Atau Vial....................................................40

MODUL X PENGHITUNGAN TETESAN INFUS


A Pemasangan Infuse ....................................................................................44
B Terapi Intravena..........................................................................................44

MODUL XI PEMBACAAN RESEP


APembacaan Resep........................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................50
PETUNJUK PRAKTIKUM
Pelaksanaan praktikum dilakukan dengan metode role play dengan tahap pelaksanaan
adalah sebagai berikut:
1. Dosen menentukan topik pembelajaran praktikum yang akan dilakukan

2. Dosen menentukan kelompok role play

3. Dosen menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur kerja dari tiap-tiap modul


dalam kelompok besar selama 15 menit dengan mengunakan fasilitas
multimedia.

4. Setelah dosen membentuk kelompok, kelompok diminta membuat skenerio sesuai


dengan materi demostrasi yang telah diberikan.

5. Scenario harus dibuat berdasarkan pedoman scenario yang tersedia dalam


lampiran panduan ini.

6. Masing-masing kelompok mahasiswa mendemonstrasikan seknario praktik yang


telah dibuat selama maksimal 15 menit.

7. Dosen mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan scenario dengan prosedur penilaian


modul yang tersedia sekaligus memberikan masukan untuk perbaikan
pelaksanaan prosedur yang dimaksud.

8. Dosen meminta mahasiswa meredemonstrasikan dan mendokumentasikan role


play scenario yang telah dibuat

9. Dosen menilai mahasiswa dalam melakukan keterampilan atau prosedur secara


keseluruhan berdasarkan daftar penilaian prosedur kerja dan daftar penilaian
seknario yang telah dibuat.

10. Setiap mahasiswa wajib mengikuti kegiatan praktikum (100% kehadiran) sesuai
dengan jadwal dan metode yang telah disepakati antara Dosen dan kelompok.
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Mahasiswa wajib hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai


2. Wajib menggunakan pakaian laboratorium sesuai ketentuan
3. Mahasiswa wajib membawa panduan praktikum
4. Mahasiswa mentaati tata tertib laboratorium
5. Mahasiswa tidak diperkenankan memasuki laboratorium sebelum praktek
dimulai oleh dosen dan tanpa seizin pengelola laboratorium
6. Mahasiswa tidak diperbolehkan membawa alat tulis kecuali untuk mata kuliah
keperawatan keluarga
7. Mahasiswa tidak dibenarkan memindahkan alat dan merusak fasilitas
laboratorium.
8. Dosen berhak tidak memperkenankan mahasiswa untuk tidak mengikuti kegiatan
praktikum jika melanggar tata tertib.
MODUL 1
STERILISASI

A. Tujuan Praktikum :
1. untuk mengetahui tujuan dilakukannya sterilisasi
2. untuk mengetahui prinsip kerja alat dan bahan sterilisasi dalam praktek
keperawatan

B. Pendahuluan
Mikroorgaisme ditemukan berlimpah di lingkungan. Mikroorganisme ini terdapat di
tubuh, udara, air dan di permukaan benda, seperti meja, tempat tidur dan alat-alat yang
digunakan dalam pekerjaan keperawatan. Adanya mikroorganisme ini dapat
dibuktikan dalam latihan pada praktikum berikut ini. Sterilisasi sangat penting
dilakukan dalam mempelajari biakan murni dan isolasi mikroorganisme.
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada suatu objek atau
spesimen. Tanpa mengetahui cara sterilisasi yang efektif, maka operasi, teknik-teknik
medikal yang penting, penyiapan makanan dan metode-metode perawatan yang
aseptis tidak akan mungkin dilakukan
Di laboratoium mikrobiologi, beberapa cara sterilisasi digunakan pada
berbagai alat dan bahan yang digunakan seperti media, alat-alat gelas, jarum ose,
pinset dan lain-lain. Ada beberapa metode sterilisasi yang tersedia, tapi tidak ada satu
metode pun yang cocok sekaligus untuk setiap objek yang akan disterilkan. Misalnya
penggunaan panas tidak cocok untuk thermometer. Cara ini juga dapat menumpulkan
alat-alat yang digunakan untuk memotong. Cara kimia cenderung dapat membuat
karat benda-benda dari logam.

C. Pembagian Sterilisasi
1. Secara Fisik
a. Pemanasan basah
- Autoklaf : Prinsip kerja autoklaf : Pemanasan dengan uap air pada suhu
121oC dengan tekanan 15 psi/2 atm selama 15 menit (pada umumnya).
- Merebus (boiling)
- Pasteurisasi
 HTST (High Temperature Short Time) : Pemanasan pada suhu 720C
selama 15 detik.
 LTLT (Low Temperature Long Time) : Pemanasan pada suhu 650C
selama 30 menit.

b. Pemanasan Kering
- Pembakaran (Incenerasi)
- Oven : Prinsip Kerja Oven : Pemanasan dengan udara panas pada suhu
1800C selama 2 jam atau pada suhu 2100C selama 15 menit.
c. Radiasi (dengan sinar ultra violet).

2. Secara Kimia
a. Penggunaan Desinfektan dan antiseptik
b. Penggunaan Pengawet
c. Penggunaan Antibiotik

3. Secara Mekanik
a. Filtrasi
- Penyaringan Cairan
- Penyaringan Udara

Alat dan Bahan


Alat : Autoklaf, oven, alat-alat gelas dan Bunsen
Bahan : akuades, media Nutient Agar (NA) dan media Potato Dextrose Agar (PDA)
(prosedur pembuatan pada latihan 2)

Cara Kerja
1. Sterilisasi Kering (Menggunakan Oven)
Disediakan alat-alat gelas (cawan Petri, tabung reaksi dll) yang akan
disterilkan. Kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus. Dimasukkan ke
dalam oven. Diatur suhu pada suhu 2100 C selama 30 menit atau suhu 1800 C
selama 2 jam. Tekan tombol power. Setelah 30 menit ( atau 2 jam, tergantung
suhu yang digunakan) suhu diturunkan dan tombol power dimatikan. Setelah
suhu turun, peralatan yang telah disterilkan tersebut diambil dan dikeluarkan
dari dalam oven. Dan di letakkan di tempat yang bersih.

2. Sterilisasi Basah (Menggunakan Autoklaf)


Disediakan bahan-bahan (media, akuades dll) yang akan disterilkan. Isi air
(akuades) ke dalam autoklaf sampai batas yang telah ditentukan. Masukkan
semua bahan yang sudah disiapkan ke dalam keranjang dan masukkan ke
dalam autoklaf. Tutup dengan rapat dan kunci pintu autoklaf. Tekan tombol
ON. Suhu diatur pada suhu 1210 C pada tekanan 15 psi (2 atm). Tekan tombol
ENTER. Sterilisasi akan berakhir pada saat alarm berbunyi. Buka kunci
penutup pintu kemudian tekan tombol OFF. Biarkan beberapa menit hingga
suhu dalam autoklaf menurun. Buka pintu autoklaf dan dikeluarkan bahan-
bahan yang telah disterilkan.
Gambar 1. Tahapan sterilisasi dalam pengerjaan mikrobiologi
MODUL II
PENYIAPAN MEDIA

A. Tujuan Praktikum
1. untuk mengetahui fungsi media
2. untuk mengetahui pembagian media

B. Pendahuluan
Media dalam mikrobiologi merupakan substrat pertumbuhan mikroorganime yang
mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan dalam proporsi yang sebanding. Media
pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat
makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang
dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan
isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media
pertumbuhannya.
C. Macam-Macam Media Pertumbuhan
1. Media berdasarkan sifat fisik
a. Media padat (Solid) yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga
setelah dingin media menjadi padat.
b. Media setengah padat (Semi solid) yaitu media yang mengandung agar
0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair.
c. Media cair (Liquid) yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya
adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).
2. Media berdasarkan komposisi
a. Media sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis
dan takarannya secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar.
b. Media semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui
secara pasti, misalnya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung
agar, dekstrosa dan ekstrak kentang. Untuk bahan ekstrak kentang, kita
tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi senyawa
penyusunnya.
c. Media non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak
dapat diketahui secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan
dasarnya, misalnya Tomato Juice Agar, Brain Heart Infusion Agar,
Pancreatic Extract.
3. Media berdasarkan tujuan/kegunaannya
a. Media untuk isolasi. Media ini mengandung semua senyawa esensial
untuk pertumbuhan mikroba, misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.
b. Media selektif/penghambat. Media yang selain mengandung nutrisi juga
ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan
pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang
diinginkan.
c. Media diperkaya (enrichment). Media diperkaya adalah media yang
mengandung komponen dasar untuk pertumbuhan mikroba dan ditambah
komponen kompleks seperti darah, serum, kuning telur. Media diperkaya
juga bersifat selektif untuk mikroba tertentu. Bakteri yang ditumbuhkan
dalam media ini tidak hanya membutuhkan nutrisi sederhana untuk
berkembang biak, tetapi membutuhkan komponen kompleks, misalnya
Blood Tellurite Agar, Bile Agar, Serum Agar, dll.
d. Media untuk karakterisasi bakteri. Media yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan spesifik suatu mikroba.
e. Media diferensial. Media ini bertujuan untuk mengidentifikasi mikroba
dari campurannya berdasar karakter spesifik yang ditunjukkan pada media
diferensial, misalnya TSIA (Triple Sugar Iron Agar) yang mampu memilih
Enterobacteria berdasarkan bentuk, warna, ukuran koloni dan perubahan
warna media di sekeliling koloni.

Alat dan Bahan


Alat : Gelas ukur, erlenmeyer, beaker glass, magnetic stirrer, spatula, Bunsen,
timbangan, hot plate dan aluminium foil, batang pengaduk.
Bahan : Nutrien agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA), akuades, kapas.

Cara Kerja
Disiapkan media yang akan digunakan (PDA atau NA). Perkirakan banyaknya cawan
atau tabung yang akan digunakan dalam praktikum. Hitung jumlah media (ketentuan
terdapat pada kemasan media) sesuai dengan yang diperlukan dan perbandingannya
dengan akuades. Dipotong/disobek sedikit aluminium foil sebagai wadah untuk
menimbang. Gunakan spatula kering untuk mengambil tepung media lalu ditimbang.
Kemudian tuang tepung media ke dalam erlemmeyer. Tambahkan akuades sesuai
dengan perbandingan yang telah dihitung. Goyang pelahan-lahan untung melarutkan
tepung media. Homogenkan media dalam Erlenmeyer dengan meletakkannya di atas
hot plate dan diaduk dengan batang pengaduk sampai mendidih. Pilihan lain dapat
dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer yang diamsukkan ke dalam
Erlenmeyer dan diletakkan di atas hot plate. Setelah mendidih, ditutup Erlenmeyer
dengan kapas yang telah dibungkus dengan aluminium foil. Kemudian disterilkan
dengan menggunakan autoklaf.

Gambar 2. Proses pembuatan media uji


MODUL III
TEKNIK ISOLASI DAN BIAKAN MURNI MIKROORGANISME
A. Tujuan:
1. Untuk mengetahui teknik mengisolasi mikroorganisme
2. Untuk menganalisis mikroorganisme yang terdapat pada sputum, infeksi kulit
dan urine. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang
mikroorganisme penyebab penyakit.

B. Pendahuluan
Mikroorganisme terdapat di mana saja (omnipresent). Sebagian besar mikroorganisme
di lingkungan tidak berbahaya, tetapi dalam pekerjaan mikrobiologi kita harus bekerja
secara hati-hati sudah agar media yang sudah diterilkan tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme tersebut.
Dalam praktikum ini para mahasiswa akan belajar menginokulasi (memindahkan)
mikroorganisme dari beberapa sampel berbeda ke dalam media tumbuh dan
merangsangnya untuk berkembang biak setelah periode inkubasi.
Media yang digunakan ada dua jenis, yaitu:
 NA untuk mengkultur bakteri
 SDA untuk mengkultur jamur
MCA untuk mengkultur bakteri fermentatif dan non fermentatif laktosa

C. Isolasi Mikroba dari Urine


Sistem urinari dan genital secara anatomis terletak berdekatan, suatu penyakit yang
menginfeksi satu sistem akan mempengaruhi sistem lainnya khususnya laki-laki.
Saluran urine bagian atas dan kantong urine steril dalam keadaan normal. Saluran
uretra mengandung mikroorganisme seperti Streptococcus, Bacteriodes,
Mycobacterium, Neisseria dan enteritik. Sebagian besar mikroorganisme yang
ditemukan pada urine merupakan kontaminasi dari normal floral yang terdapat pada
kulit seperti Candida albicans pada wanita. Keberadaan bakteri dalam urine belum
dapat disimpulkan sebagai penyakit saluran urine kecuali jumlah mikroorganisme
didalam urine melebihi 105 sel/ml. Jumlah dan keberadaan mikroba di urine
dipengaruhi oleh kebersihan organ reproduksi dan ekskresi tersebut.
Alat dan bahan
Alat: sampel cup, pipet serologi, bulb, petridish dan tabung reaksi
Bahan : sampel Urine, Media Saboraud Dextrose Agar (SDA), Media Mac Conkey
Agar dan cotton bud steril,

Cara Kerja
Sterilisasi
Sebelum melakukan praktikum, Cuci tangan menggunakan sabun cuci tangan
antiseptik dan alkohol 70% lalu disterilkan area kerja dengan menggunakan wipol.

0.1 ml urine dipipet menggunakan pipet serologi lalu dicampurkan kedalam media
SDA yang masih cair (± 45 oC). Campuran media + urine dihomogenkan dengan
cara dikocok perlahan lalu dituangkan kedalam petridish dan dibiarkan hingga
memadat. Selanjutnya diinkubasi dan diamati dan dihitung jumlah Candida
albicans yang tumbuh. Sedangkan untuk mengetahui mikroba lain seperti
enterobacteriacea seperti E. coli, Klebsiella dan Enterobacteriace lainnya
digunakan media Mac Conkey Agar dengan cara cotton bud steril dicelupkan
kedalam sampel urine dan dioleskan pada media tersebut.

Gambar 3. Koloni bakteri di MacConkey Agar


(Fermentatif laktosa (atas) dan non fermentatif laktosa (bawah))

D. Bakteri Kulit dan Sputum


Kulit normal umumnya tidak dapat ditumbuhi oleh mikroba. Lapisan kering
keratin yang membentuk epidermis, sekresi kelenjar minyak dan garam hasil
presipitasi bersifat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, meskipun demikian
terdapat mikroorganisme yang mampu tumbuh di kulit (normal flora) terutama pada
kulit yang luka. Variasi normal flora pada kulit bergantung pada daerah kulit.
Sputum merupakan bagian dari infeksi yang biasa ditemukan di bagian
tenggorokan. Jika ditemukan sputum pada pasien yang sedang mengalami batuk atau
yang lainnya, diindikasikan terdapat infeksi atau mikroba pada bagian tersebut.

Alat dan bahan


Alat : Cotton bud steril, cawan petri,
Bahan: kapas, alkohol 70 %, Media Nutrient Agar (NA)

Cara kerja
Dibasahi kapas dengan alkohol, diusap kulit yang berjerawat, luka yang terinfeksi
atau sputum lalu di inokulasikan kedalam media NA, diinkubasi lebih kurang 24 jam
dengan suhu 37oC dan diamati pertumbuhan koloni.
Gambar 3. Karakteristik koloni mikroorganisme

Gambar 4. Karakteristik bakteri


MODUL IV
PEWARNAAN DAN PENGAMATAN BAKTERI

A. Tujuan Praktikum:
1. untuk mengetahui tahap pewarnaan secara umum
2. untuk mengetahui kegunaan dari fiksasi
3. untuk mengetahui perbedaan gram positif dan gram negatif
4. untuk mengetahui bentuk-bentuk bakteri
5. untuk mengetahui penataan bakteri

B. Pendahuluan
Alasan utama dilakukannya pewarnaan bakteri sebab bakteri sulit dilihat dengan
menggunakan mikroskop cahaya karena tidak dapat mengabsorbsi serta membiaskan
cahaya.
Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikrobe yang diwarnai
untuk pemeriksaan mikroskopik yaitu:
1. Penempatan olesan
2. Fiksasi olesan
3. Aplikasi pewarnaan (pewarnaan sederhana) atau serangakaian larutan pewarna
atau reagen (pewarna differensial).
Pewarnaan sederhana yaitu pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad
renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna. Pewarnaan
differensial yaitu pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan
menggunakan lebih dari satu larutan zat warna atau reagen pewarnaan. Pewarnaan
khusus yaitu pewarnaan yang digunakan untuk melihat struktur sel bakteri, misalnya
spora bakteri.
Pewarnaan gram salah satu teknik pewarnaan differensial yang paling penting
dan paling luas digunakan untuk bakteri. Bakteri yang diwarnai dengan metode gram
ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna
metil ungu pada pewarnaan gram. Sedangkan bakteri gram positif adalah bakteri yang
akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan: gelas objek,/slide, cover glass, penjepit tabung, bunsen,
jarum ose, wather bath, mikroskop.
Bahan yang digunakan: kertas saring, biakan bakteri, aquades, zat pewarna (metilen
blue, kristal violet, malachit green, safranin), iodin dan aseton alkohol.

Cara Kerja
1. Teknik pembuatan preparat ulas
Dari kultur biakan diambil 1-2 lup ose steril ke permukaan slide. Diberi 1-2 tetes
aquadest. Dengan ose disebarkan secara merata membentuk bujur sangkar. Slide
tersebut difiksasi (dilewatkan diatas api secara berulang-ulang hingga terlihat
mengering).

2. Pewarnaan Sederhana
Dibuat preparat ulas dari bakteri yang disediakan. Diberi zat warna methilen blue
dan dibiarkan selama 1 menit. Dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Diamati
dibawah mikroskop.

3. Pewarnaan Differensial/gram
Dibuat preparat ulas dari bakteri yang disediakan. Diberi zat warna kristal violet
dan dibiarkan selama 1 menit, bilas dengan aquades, keringanginkan. Diberi iodine
1-2 tetes selama 30 detik. Dibilas dengan aseton alkohol selama 15 detik, lalu
dibilas dengan aquades. Diberi 1 tetes larutan safranin (zat warna tanding) selama 1
menit, bilas dengan aquades dan dikeringkan. Diamati dibawah mikroskop.

4. Pewarnaan Khusus/spora
Dibuat preparat ulas tanpa difiksasi. Ditutup dengan kertas saring. Teteskan 1-2 tetes
malachite green selama 1 menit. Diletakkan diatas water bath selama 5 menit.
Diangkat pelan-pelan kertas saring, lalu dibilas dengan aquades dan dikeringkan.
Diberi safranin selama 30 detik- 1 menit. Dibilas dengan aquades, lalu dikeringkan.
Diamati dibawah mikroskop.
MODUL V
PENGARUH BAHAN KIMIA (ANTIBIOTIK, ANTISEPTIK DAN
DESINFEKTAN) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

A. Tujuan Praktikum:
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada praktikum ini
2. Untuk mengetahui rumus indeks antimikrobial
3. Untuk mengetahui mikroorganisme penghasil antibiotik
4. Untuk megetahui bagaimana mekanisme kerja obat (bahan kimia) yang
sering digunakan di rumah sakit/ pasien dalam mencegah/mengobati
penyakit.

B. Pendahuluan
Penggunan bahan kimia pada perawatan pasien seperti antibiotik, antiseptik atau
desinfektan ketika proses sterilisasi sebelum perawatan mampu mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme baik di tubuh pasien maupun di dalam ruangan. Pada
umumnya mahasiswa hanya mengetahui antibiotic digunakan apabila ada infeksi atau
penggunaan antiseptic atau desinfektan sebagai prosedur lazim yang harus digunakan
tanpa mengetahui bagaimana mekanisme kerja dasar dari bahan-bahan tersebut. Oleh
karena itu, mahasiswa perlu mengetahui bagaimana cara kerja dasar dari bahan-bahan
tersebut ketika menghambat/membunuh mikroorganisme.
C. Daya Kerja Anti Mikrobial.
Ditemukan oleh Joseph Lister pada tahun 1817 dengan menggunakan desinfektan
yang mengandung persenyawan fenol yaitu asam karbol.
Faktor yang mempengaruhi penghambatan MO mencakup:
1. Kepadatan populasi.
2. Kepekaan terhadap bahan antimicrobial.
3. Volume bahan yang disterilkan
4. Lamanya bahan antimicrobial diaplikasikan pada MO.
5. Konsentrasi bahan antimicrobial
6. Suhu dan kandungan bahan organic.
Zona hambat adalah daerah jernih (zona bening) disekeliling cakram.
Indeks Antimikrobial: Diameter Zona hambat - Diemeter cakram
Diameter Cakram
Penemu Metode Kirby-Bauer adalah William Kirby-Alfred Bauer pada tahun 1966.
Kontrol pertumbuhan MO menggunakan 2 metode:
1. Pengendalian secara fisik: Pemanasan, pendinginan, radiasi.
2. Pengendalian secara Kimia: antiseptik, desinfektan dan antimikrobial.
Metode untuk mengetahui keampuhan bahan antimicrobial:
1. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi rendah dari
antimicrobial yang mampu menghambat pertumbuhan MO.
2. MKC( Minimum Killing Concentration) adalah Konsentrasi rendah dari
baahan antimicrobial yang mampu membunuh MO.
3. NSA(Narrow Spectrum Antimicrobial) adalah Antimikrobial dengan kisaran
sempit hanya menghambat pertumbuhan MO tertentu saja.
4. BSA(Broad Spectrum antimicrobial) adalah Antimikrobial dengan spectrum
luas dapat mengahambat pertumbuhan MO dari beberapa jenis.
5. Metode Kirby-Bauer adalah daerah jernih (zona hambat) disekitar
pertumbuhan MO karena antibiotic.

MO penghasil antibiotik:
1. Penicillium notatum
2. Penicillium chrysogenum
3. Streptomyces griseus
4. Streptomyces venezuelae
5. Bacillus subtilis

Alat dan Bahan


Alat : cawan petri, tabung reaksi, spuit, incubator dan autoklaf
Bahan: Media Nutrient Agar (NA), Saboraoud Dextrose Agar (SDA), desinfektan
komersial, antiseptik komersial, antibiotik komersial, cotton swab, sedotan yang
digunakan untuk melubangi media.
Cara Kerja
Penyiapan suspensi:
Sterilisasi, diambil isolat bakteri yang akan digunakan lalu diencerkan dengan 10 ml
aquadest steril, lalu disamakan dengan kekeruhan mencapai 108 CFU/ml. Lalu
dilakukan perlakuan terhadap:
a. Daya Kerja Antibiotik.
Sterilisasi, Dituangkan media NA secara aseptis kedalam cawan petri,
dibiarkan sampai memadat. Diambil Cotton Bud steril secara aseptis lalu
dimasukkan kedalam suspense bakteri, kemudian dioleskan dipermukaan
media NA. Lalu dibagi menjadi dua kuadran dengan spidol bagian luar cawan
petri, diberi label/tanda bagian yang akan diberi dengan antibiotik komersil.
Lalu media tersebut dilubangi menggunakan sedotan. Selanjutnya antibiotik
yang akan diuji dimasukkan kedalam lubang yang telah ada sebanyak o,1 ml.
Kemudian diletakkan pada bagian yang telah diberi tanda sesuai dengan jenis
antibiotiknya. Diinkubasi selama 24 jam. Lalu diukur zona bening disekitar
kertas cakram.

b. Daya Kerja Antiseptik


Sterilisasi, dituangkan media NA secara aseptis kedalam cawan petri,
dibiarkan sampai memadat. Diambil cotton Bud steril, lalu dimasukkan ke
dalam suspense bakteri, kemudian dioleskan kepermukaan media. Lalu dibagi
dua menjadi dua kuadran bagian luar cawan petri, diberi label/tanda bagian
yang akan diberi dengan antiseptik komersil. Lalu media tersebut dilubangi
menggunakan sedotan. Selanjutnya antiseptik yang akan diuji dimasukkan
kedalam lubang yang telah ada sebanyak o,1 ml. Kemudian diletakkan pada
bagian yang telah diberi tanda sesuai dengan jenis antibiotiknya. Diinkubasi
selama 24 jam. Lalu diukur zona bening disekitar kertas cakram.

c. Daya Kerja Desinfektan.


d. Sterilisasi, dituangkan media NA secara aseptis kedalam cawan petri,
dibiarkan sampai memadat. Diambil cotton Bud steril, lalu dimasukkan ke
dalam suspense bakteri, kemudian dioleskan kepermukaan media. Lalu dibagi
dua menjadi dua kuadran bagian luar cawan petri, diberi label/tanda bagian
yang akan diberi dengan desinfektan komersil. Lalu media tersebut dilubangi
menggunakan sedotan. Selanjutnya desinfektan yang akan diuji dimasukkan
kedalam lubang yang telah ada sebanyak o,1 ml. Kemudian diletakkan pada
bagian yang telah diberi tanda sesuai dengan jenis antibiotiknya. Diinkubasi
selama 24 jam. Lalu diukur zona bening disekitar kertas cakram.
MODUL VI
PENGAMATAN TELUR DAN CACING DEWASA

A. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui perbedaan antara cacing Ascaris lumbricoides (Cacing
perut) jantan dan betina
2. Mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk telur cacing yang sering ditemukan di
tubuh manusia
3. Mahasiswa mampu membedakan masing-masing telur cacing berdasarkan
spesiesnya.

B. Pendahuluan
Parasit merupakan organisme yang mendapatkan makanan dari organisme lain dan
hidupnya bergantung pada organisme tersebut. Parasit sering ditemukan di tubuh
manusia dan menjadikan tubuh manusia sebagai inangnya. Parasit yang paling sering
ditemukan ditubuh manusia salah satunya adalah dari golongan helminthes (cacing).
Berbagai laporan efek parasit ini telah banyak ditemukan, salah satunya 30% kematian
di dunia disebabkan oleh kelompok parasit ini salah satunya Ascaris atau yang sering
kita kenal sebagai cacing perut. Oleh karena itu mahasiswa perlu mengetahui
bagaimana bentuk, perbedaan telurnya serta bagaimana pengobatan atau cara
mencegah penyebarannya.

Alat dan Bahan


Alat : Mikroskop cahaya
Bahan : preparat awetan telur cacing tambang, cacing cambuk (T. trichura), telur
cacing gelang (A. lumbricoides), telur cacing kremi (O. vermicularis), telur cacing pita
(Taenia sp.) dan cacing gelang jantan dewasa.

Cara Kerja
 Sterilisasi
Sebelum melakukan praktikum, Cuci tangan menggunakan sabun cuci tangan
antiseptik dan alkohol 70% lalu disterilkan area kerja dengan menggunakan wipol.
 Pengamatan cacing dewasa
Awetan cacing dewasa diamati bentuk dan bagian tubuhnya yaitu bagian spikula,
ukuran tubuh. Bagian ini yang membedakan antara cacing jantan dan betina.

 Pengamatan telur cacing


Preparat awetan telur cacing yang tersedia diamati dibawah mikroskop. Bentuk
telur dan bagian-bagiannya diamati secara seksama. Hasil pengamatan di
dokumentasikan lalu dibandingkan dengan bentuk telur yang ada di literature
untuk lebih memperjelas perbedaan antara masing-masing telur.
MODUL VII
SISTEM PENGHITUNGAN DAN PENGUKURAN DOSIS OBAT

Untuk dapat mempersiapakn obat dan menghitung dosis / takaran obat yang akan
diberikan kepada pasien, maka kita harus menguasai pengetahuan tentang aritmatika
dan matematika.
A Sistem Penghitungan Berat dan Volume Obat
Dalam menentukan takaran obat ada beberapa sistem yang lazim digunakan yaitu
sistem metric, sistem apothecaries, system takaran rumah tangga.
1) System metrik;
Sistem metrik diciptakan oleh Negara Perancis pada akhir abad ke 18 dan
kemudian dipakai secara meluas di Negara – Negara Eropa, Amerika dan Kanada.
Unit yang digunakan dalam system metric adalah liter untuk volume cairan, gram
untuk berat zat padat, dan meter untuk ukuran panjang. Namun, dalam
penghitungan dan pengukuran obat hanya ada beberapa ekuivalensi yang
digunakan yaitu :
Volume :
1000 mililiter (ml) = 1 liter
1 mililiter (ml) ekuivalen dengan 1 kubic sentimeter (cc) dan dalam praktek sehari
– hari kedua unit ini sering dipergunakan secara bergantian, 1000 ml = 1000 cc
Berat
1000 mikrogram (mkg) = 1 miligram (mg)
1000 miligram (mg) = 1 gram (gm)
1000 gram (gm) = 1 kilogram (kg)

2) System apothecaries;
Sistem ini lebih tua dari system metric, pada prinsipnya system ini berdasarkan
berat bahan – bahan yang ada pada budaya primitive barat, misalnya 1 grain
berarti berat 1 grain gandum. Angka romawi digunkan pada system ini terutama
bila pernyataan tentang jumlah bahan tertentu disingkat misalnya 1 ounce cairan
dinyatakan 1 pint.
Pengukuran dengan system apothecaries yang lazim dipergunakan dalam
pengobatan adalah :
Volume :
60 minims (m) = 1 fluid dram
8 fl drams = 1 fluid ounce
16 fl ounces = 1pint (0,1 atau pt)
Berat :
20 grains (gr) = 1 scruple
3 scruples = 1 dram
8 drams = 1 ounce
12 ounces = 1 pound

3) System takaran rumah tangga;


Satuan yang lazim digunakan adalah tetes, sendok teh, sendok makan, sendok
bubur, cangkir dan gelas
Sendok teh = 5 ml
Sendok bubur = 8 ml
Sendok makan = 15 ml

B Angka Romawi
Penulisan jumlah obat dalam resep seringkali menggunakan angka Romawi,
untuk itu kita harus memahami angka tersebut supaya tidak terjadi kesalahan
dalam menyiapkan jumlah obat yang diperlukan oleh pasien.
Angka romawi menggunakan huruf untuk menyatakan angka, angka ini
mempunyai kelemahan yaitu terutama sulit digunakan dalam penjumlahan.
Angka Romawi Angka Arab
I 1
V 5
X 10
L 50
C 100
D 500
M 1000
Cara menghitung angka romawi adalah bila suatu angka romawi diikuti angka
romawi yang nilainya lebih besar, maka nilainya ditentukan dengan cara
mengurangi angka romawi yang besar dengan yang kecil. Bila suatu angka
romawi diikuti angka yang lebih kecil, maka nilainya ditentukan dengan cara
menjumlahkan nilai yang kecil pada yang besar.
Contoh :
a. IV = (5 – 1) =4
b. XI = (10 + 1) = 11
c. LXI = (50 + 10 + 1) = 61

Pada angka yang menggunakan dua atau tiga huruf yang sama, maka nilainya
ditentukan dengan menambahkan.
Contoh:
a. III =3
b. XXX = 30
c. MMXXVI = 2026

Bila suatu angka diletakkan diatantara dua huruf yang lebih besar maka angka
yang nilainya lebih rendah ini mengurangi nilai angka yang mengikutinya.
Contoh:
a. XIV = (10 + 5 – 1) = 14
b. XIX = (10 + 10 – 1) = 19
c. CXLIIV = (100 + 50 – 10 + 5 – 1) = 144

C.Perhitungan
4) Pecahan
Pecahan merupakan suatu bagian dari suatu keseluruhan misalnya 2/3 berarti 2
dari 3 yang sama. Ini juga dapat ditulis 2;3, karena ini menunjukkan
pembagian menjadi 3 bagian yang sama. Angka yang diatas disebut pembilang
yang menyatakan berapa bagian yang diambil, sedangkan angka bawah
menyatakan menjadi berapa bagian kesatuan unit dibagi.

Secara lebih rinci pecahan terdiri dari beberapa macam yaitu, pecahan
sempurna yaitu, pecahan sempurna yaitu pecahan dimana nilai pembilang
lebih kecil dari pada nilai penyebut misalnya ½ atau 4/9. pecahan tak
sempurna merupakan pecahan dimana pembilang lebih besar dari pada
penyebut misalnya 7/4 atau 5/3. pecahan komplek merupakan pecahan dimana
pembilang atau penyebutnya merupakan pecahan misalnya (1/2)5 atau
(3/4)/(3/5). Bilangan campuran merupakan gabungan antara angka blat dengan
pecahan misalnya 5 2/5.
D.Pemberian Obat
Memberikan obat dengan aman dan akurat merupakan salah satu tanggung jawab
perawat. Tanggung jawab perawat dalam pengobatan adalah :
1. Memahami aksi dan efek samping obat
2. Memberikan obat dengan benar
3. Memonitor respon klien
4. Membantu klien menggunakan obat dengan benar

Cara penggunaan obat


Obat dapat digunakan melalui berbagai macam cara. Cara yang dipakai didasarkan
pada bentuk obat, efek yang diinginkaan baik fisik maupun mental.
1. Oral
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut merupakan cara paling mudah dan paling sering
digunakan. Obat yang digunakan biasanya memiliki onset yang lama dan efek
lebih lama
b. Sublingual
Obat yang diberikan melalui sublingual, dirancang agar segera diabsorbsi
setelah diletakan dibawah lidah. Obat ini tidak boleh ditelan, karena jika
ditelan efek yang diharapkan tidak dapat dicapai. Selain itu klien tidak
diperkenankan minum sebelum obat menjadi larut. Obat yang biasa diberikan
antara lain : Nitroglyserin

c. Buccal
Obat yang solid diberikan pada mukosa pipi hingga obat terlarut. Bila
obat diberikan beberapa kali, klien diminta untuk menggunakan sisi pipi secara
bergantian, untuk mencegah terjadinya iritasi. Klien tidak boleh mengunyah
atau menelan obat. Obat ini hanya bekerja pada mukosa atau jika telah tertelan
akan bekerja secar sistemik
Meskipun pemberian obat melalui mulut lebih mudah, serta disukai
oleh klien, akan tetapi ada beberapa klien tidak diperkenan melakukanya.
Pemberian obat melalui oral tidak diperbolehkan pada klien yang
memilikigangguan fungsi gastrointestinal,motilitas menurun (misalnya setelah
anestesigeneral(, serta pasca operasi sistim gastrointestinal. Selain itu medikasi
oral juga tidak diperkenankan pada klien dengan gastric suction.
Kerugian yang terdapat pada medikasi oral adalah klien yang tidak
sadar sepenuhnya, tidak dapat menelan atau meletakan obat dibawah lidah.
Medikasi oral dapat menimbulkan rasa tidak enak dan dapat merusak lintasan
gastrointestinal,perubahan warna pada gigi.

2. Parenteral
Pemberian obat melalui parenteral merupakan pemberian obat melalui jaringan
tubuh. Ada beberapa cara pemberian obat melalu parenteral :
a. Subcutan (SC), obat disuntikan melalu jaringan antara dermis dan kulit
b. Interadermal(ID), obat disuntikan melaui dermis, dibawah epidermis
c. Intramuskular (IM), Obat disuntikan ke jaringan otot.
d. Intravena (IV), obat disuntikan melaui vena

Pemberian obat parentral, merupakan plihan jka pemberian obat melalu mulut
merupakan kontraindikasi. Obat yang akan diberikan akan lebih cepat terabsorbsi
dibandingkan dengan oral atau topikal.
Beberapa kerugian ditimbulkan oleh pemberian obat melalui parenteral, antara
lain : adanya resiko untuk terjadinya infeksi, obat lebih mahal, klien mengalami
tusukan jarum. Selain itu adanya resiko terjadinya kerusakan jaringan dengan cara
SC. Pemberian obat dengan IM atau IV lebih beresiko karena cepat terabsorbsi.
Pada banyak klien, terutama anak-anak cara ini menimbulkan ketakutan.

Pemberian obat intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan


obat kedalam pembuluh darah vena menggunakan spuit. Pemberian obat secara
intravena merupakan pemberian obat yang sangat berbahaya. obat tersebut bereaksi
dengan cepat karena obat masuk kedalam sirkulasi klien secara langsung.

Tujuan

 Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi
parenteral lain.
 Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan
 Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar

 Tempat injeksi

 Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)


 Pada tungkai (vena saphenous)
 Pada leher (vena jugularis)
 Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)

3. Topical
Pemberian Obat Kulit Topikal
Tujuan pemberian obat topical:
1. Mempertahankan hidrasi permukaan kulit
2. Melindungi bagian atas kulit
3. Mengurangi iritasi kulit local
4. Membuat anestesi local
5. Mengobati infeksi,abrasi atau iriatasi

Tahap Pemberian Obat Dengan Aman ( 10 Benar Pemberian Obat)


1. Mengetahui pasien
2. Mengetahui obat
3. Komunikasi dengan jelas
4. Hati-hati dengan obat yang memiliki nama mirip atau bentuk mirip
5. Ketat dan lakukan standarisasi terhadap penyimpanan, persediaan dan
distribusi obat
6. Periksa alat-alat yang digunakan
7. Jangan menyabotase diri sendiri
8. Lakukan pendidikan thd petugas
9. Dorog klien untuk menjadi bagian dari pengamanan obat
10. Tentukan target pada proses, bukan pada pelaku

Modul VIII
PENGHITUNGAN DOSIS OBAT PADA ANAK

Ada beberapa rumus yang dapat dipergunakan dalam penghitungan dosis untuk anak –
anak, yaitu yang berdasarkan pada : usia, berat badan, luas permukaan badan dan
tabel. Ada rumus yang hanya berlaku untuk sekelompok usia tertentu, rumus – rumus
yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
A. Berdasarkan Usia

 Rumus Young = n / (n + 12) x D

 Rumus Augsberger, diturunkan dari permukaan badan,


yaitu :
Untuk 2 – 12 bulan : (m + 13) % dari D
Untuk 1 – 11 tahun : (4n + 20)% dari D
Untuk 12 – 16 tahun : (5n + 10)% dari D
Dimana :
m = usia dalam bulan
n = usia dalam tahun
D = Dosis dewasa

Usia anak dalam bulan


 Rumus Fried = x
dosis dewasa.
150 bulan
*)Rumus Fried baiknya digunakan usia dibawah 10th

B. Berdasarkan Berat Badan

Bobot badan anak (pound)


Rumus Clark = x dosis dewasa
150 pound
atau w/68 x D, w = berat badan dalam kg
C. Berdasarkan Luas Permukaan Badan

Luas permukaan tubuh anak (m 2)


Dosis anak = x dosis dewasa
1,7 m 2

Dalam praktek penggunaannya agak susah, karena tidak begitu praktis. Maka
telah dikeluarkan beberapa tabel yang menyatakan luas permukaan tubuh
dihubungkan dengan usia dan berat badan.
Tabel prosentuil dari Denekamp, merupakan salah satu tabel perbandingan usia,
berat badan dan luas permukaan badan yang telah disesuaikan dengan keadaan
anak Indonesia.

D. Menggunakan Tabel
Dosis anak dapat juga dihitung dengan menggunakan tabel yang menyatakan usia
anak, berat badan dengan persentasenya dari dosis dewasa seperti yang tertera
dibawah ini :
Tabel. Perkiraan dosis bayi dan anak – anak terhadap dosis dewasa yang dihitung
berdasarkan berat badan.
Berat badan Dosis bayi – anak
Umur
(Kg) terhadap dosis dewasa
Bayi prematur * 1,13 2½-5%
1,81 4–8%
2,27 5 – 10 %
Bayi baru lahir 3,18 12,5 %
2 bulan 4,54 15%
4 bulan 6,35 20 %
12 bulan 9,98 25 %
3 tahun 14,97 33 %
7 tahun 22,68 50 %
10 tahun 29,94 60 %
12 tahun 35,52 75 %
14 tahun 45,36 80 %
16 tahun 54,43 90 %
 dosis ini digunakan 2 – 3 minggu pertama atau jika timbul
kekuningan pada kulit.
Contoh Soal :
1. Berapa dosis parasetamol untuk anak yang berusia 12 tahun (dosis dewasa
500mg)
Young : n / (n + 12) x D
12 / (12 + 12) x 500 mg = 250 mg

Fried : 144/ 150 x 500 = 72000/ 150 = 480 mg

Bila usia anak 3 th = 36 bln


Young : 3 / (3+12)x 500 = 3/ 7500 = 0.0004 mg

Fried : 36/ 150 x 500 = 18000/150 = 120 mg


Fried : digunakan dibawah 10 th
Young : digunakan diatas 10th
Modul IX
PENGHITUNGAN DOSIS OBAT PADA DEWASA

Satuan berat dan isi satuan berat yang digunakan dalam perhitungan dosis obat
1 kg = 1000 gram
1g = 1000 mg
1mg = 1000 mcg (microgram)

A Perhitungan dosis tablet

Kuantitas yang diminta = Dosis yang di minta x 1


(tablet)
Dosis yang tersedia

Contoh :
Seorang pasien membutuhkan dosis paracetamol tablet 0,78 mg = 780 mcg, tiap
tablet mengandung 400mcg maka berapa tablet yang diberikan untuk mendapatkan
dosis yang di ingin kan
Jawab:
Dik: dosis tiap obat : 400 mcg
Dosis yang diinginkan : 0,78 mg

Dit : berapa tablet obat yang di butuhkan


Jwb : (0,78 x 1000 )mcg = 780 mcg
780 = 1,95 (2 tablet)
400
B Perhitungan Dosis Cair

Dosis yang diminta X Volume dosis yang


Dosis yang tersedia tersedia

Contoh :
1. Di instruksikan untuk memberikan ranitidine 75 mg, yang tersedia ranitidine100
mg dalam 2 ml. Berapa yang perlu di suntikan ?

Jawab : jika 2 ml mengandung 100 mg dan x ml larutan mengandung 75 mg


maka 75 x 2 ml = 1,5 ml
100
2. Suatu larutan gula kadarnya 25 %, artinya dalam 100 ml/cc larutan mengandung
25 gram gula

3. Berapa gram sabun yang diperlukan bila larutan sabun diencerkan menjadi 10 %
sebanyak 200 cc/ml.
Jawab :
10 : x = 100 cc : 200 cc
x = ( 10 x 200 )/100
= 20 gram (dilarutkan dalam 200 cc/ml larutan)

4. Bila 150 gram gula dilarutkan dalam air untuk membuat larutan gula 60 %, maka
berapa banyak air yang dibutuhkan :
(150 gr / x ) X 100% = 60%
150. 100% = 60% x
X = (15000:60)
X = 250 cc air yang dibutuhkan untuk membuat larutan gula 60%
C Perhitungan dosis dari ampul atau vial

Contoh :
1. Dari Vial Pensillin yang berlabel 600.000 unit / 1 cc, berapa cc yang harus dihisap
dengan jarum suntik untuk mendapatkan penisillin 150.000 unit ?
600.000 : 150.000 = 1 cc : x cc
x = 600.000/150.000
= 0,25 cc
Artinya 150.000/ 600.000 x 1cc = 0.25 cc

2. Terdapat vial penisillin bubuk 5 juta unit, berapa larutan yang harus ditambahkan
untuk mendapatkan penisillin 500.000 unit/ 1 cc
Jawaban = 5.000.000 / 500.000
= 10 cc
FORMAT PENILAIAN
KOMPETENSI PEMBERIAN OBAT DAN PERHITUNGAN DOSIS OBAT
NILAI Ket
Aspek Yang Dinilai YA TIDAK PERLU
(1) (0) LATIHAN
Persiapan Alat :

2. Baki berisi spuit injeksi dan obat


3. Bengkok
4. Kom kecil berisi kapas alcohol
5. Tornikuet
6. Perlak

Persiapan Obat :
PERHITUNGAN DOSIS OBAT
7. Perhitungan dosis anak
8. Perhitungan dosis tablet
9. Perhitungan dosis cair
10. Perhitungan dosis ampul/ vial

Fase Orientasi

11. Mengucapkan salam

12. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan

13. Menjelaskan langkah prosedur

14. Melakukan kontrak waktu dan menanyakan persetujuan klien

15. Menjaga privasi klien

Fase Kerja

16. Mencuci tangan

17. Memakai sarung tangan

18. Mengatur posisi klien

19. Memasang pengalas

20. Mendekatkan alat

A. Injeksi Intramuskuler (IM)

21. Menentukan area penyuntikan

22. Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan

23. Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu


tangan
24. Masukkan jarum kedalam muskulo dengan sudut 900
dengan tangan yang tidak dominan meregangkan atau
mencubit sekitar area penyuntikan (disebutkan)*
25. Mengaspirasi dan mengobservasi jika ada darah yang
masuk ke dalam spuit*
26. Memasukkan obat pelan-pelan

27. Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan dengan


kapas alkohol. Massage bagian tsb
28. Mengobservasi adanya perdarahan superfisial

29. Menutup jarum dengan teknik satu tangan

30. Mengambil perlak dan pengalas

31. Melepas sarung tangan

32. Mengembalikan klien pada posisi yang nyaman

33. Merapikan pasien

B. Injeksi Intracutan (IC)

20. Menentukan area penyuntikan

21. Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan

22. Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu


tangan
23. Memasukkan jarum dengan sudut 150, dengan tangan yang
tidak dominan meregangkan area sekitar penyuntikan*
24. Memasukkan obat pelan-pelan sampai tampak bulatan
menonjol
25. Menarik jarum dan jangan melakukan masage. Tandai
bulatan yang menonjol dengan pena
26. Menutup jarum dengan teknik satu tangan

27. Mengambil perlak dan pengalas

28. Melepas sarung tangan

29. engembalikan klien pada posisi yang nyaman

30. Merapikan pasien

C. Injeksi Subkutan (SC)

20. Menentukan area penyuntikan

21. Melakukan desinfeksi pada area yang ditentukan

22. Melepaskan tutup jarum dengan menggunakan teknik satu


tangan
23. Memasukkan jarum dengan sudut 450, dengan tangan yg
tidak dominan meregangkan area sekitar penyuntikan
24. Memasukkan obat pelan-pelan

25. Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan.


26. Massage bagian tsb kecuali kontraindikasi

27. Menutup jarum dengan teknik satu tangan

28. Melepas sarung tangan

29. Mengembalikan klien pada posisi yang nyaman


30. Merapikan pasien

D. Supositoria

20. Membantu klien pada posisi Sim, jaga agar hanya pada
bagian anus saja yang terbuka
21. Keluarkan supositoria dari bungkusnya, lumasi ujung
supositoria dan tangan yang dominan dengan dengan jely
atau pelumas larut air
22. Minta klien tarik nafas dalam dengan perlahan melalui mulut
agar spingter anus relaksasi*
23. Retraksi bokong dengan tangan tidak dominan. Masukka
supositoria dengan perlahan melalui anus melalui sfingter
internal dan kearah dinding rektum, 10 cm pada dewasa 5
cm pada anak dan bayi*.
24. menganjurkan klien untuk menahan ±15 menit agar obat
tidak keluar sehingga bereaksi optimal
25. melepas sarung tangan

Fase Terminasi

30. Mengevaluasi respon klien

31. Membereskan alat

32. Mencuci tangan

33. Mengucap salam

34. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

SUB TOTAL 34

NILAI YANG DIPEROLEH = Skor yang didapat X 100


34
=…………………………….

Palembang,
………………….

Penguji,

Modul X
PENGHITUNGAN TETESAN INFUS
A.Pemasangan infuse = pemberian terapi intravena
B. Tujuan Utama Terapi Intravena
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh
2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi
3. Transfusi darah dan produk darah
4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi
 Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena
Keuntungan:
1. Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat
target berlangsung cepat.
2. Absorsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat
diandalkan
3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat
dipertahankan maupun dimodifikasi
4. Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau
subkutan dapat dihindari
5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul
yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis

Kerugian:
1. Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga
resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
2. Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
3. Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
 Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu
 Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
 Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan   

a. Bila suatu cairan infus 1800 cc dipesankan untuk absorpsi


dalam jangka waktu 10 jam, dan bila diketahui drip infus mempunyai ukuran 1
cc = 20 tetesan, maka kecepatan tetesannya adalah :
Jumlah infus yang harus diberikan per jam
1800 cc : 10 jam = x cc : 1 jam

x = 1800/10

= 180 cc/jam

Jumlah infus yang harus diberikan per menit


180 cc / jam = 180 / 60 menit
= 3 cc / menit

Jumlah tetesan / menit :


1 cc : 20 tts = 3 cc : x tts

x = 20 x 3

= 60 tetesan
FORMAT PENILAIAN

KOMPETENSI PERHITUNGAN TETESAN INFUS DAN PEMASANGAN INFUS

NILAI

Aspek Yang Dinilai YA TIDAK Ket


PERLU
LATIHAN
(1) (0)

Persiapan Alat :

1. Sarung Tangan (Handscoon) 1 pasang


2. Selang Infuse (infus set)
3. Cairan Parenteral sesuai kebutuhan
4. Abocath (sesuai ukuran)
5. Kapas Alcohol
6. Torniquet
7. Perlak dan Pengalas
8. Bengkok 1 buah
9. Plester / Hypafix
10. Kasa Steril
11. Bethadine
12. Gunting

13. Perhitungan Tetesan Infus

B. Prosedur Pelaksanaan

Tahap Pra Interaksi

14.  Verifikasi data sebelumnya (bila ada)


15. Mencuci Tangan
16. Tempatkan alat dekat pasien

Tahap Interaksi

17. Berikan Salam


18. Jelaskan tujuan dan prosedur
19. Tanyakan kesiapan pasien
2. Tahap Kerja
17. Lakukan desinfeksi tutup botol cairan
18. Tutup saluran pada selang infus
19.  Tusuk saluran infus
20. Gantungkan botol cairan pada standar infus
21. Isi tabung reservoir infus
22. Alirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang
23. Atur posisi pasien
24. Pasang perlak dengan pengalasnya
25. Pilih vena yang akan di insersi
26. Pasang Torniquet 5 cm dari area yang akan di insersi
27. Pakai Handscoon
28. Bersihkan kulit dengan kapas alcohol (melingkar dari dalam keluar
atau menggosok searah)
29. Pegang abocath dan tusuk vena
30. Pastikan abocath masuk ke intravena (tarik mandrin kira - kira 0,5
cm)
31. Sambungkan dengan selang infus
32. Lepaskan Torniquet
33. Alirkan cairan infus
34. Lakukan fiksasi
35. Desinfeksi area tusukan dan tutup dengan kasa steril yang telah
ditetes bethadine
36. Atur tetesan cairan infus sesuai program

Tahap Terminasi

37. Lakukan evaluasi tindakan


38. Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
39. Pamitan pada pasien
40. Bereskan alat
41. Cuci tangan
42. Catat / dokumentasikan kegiatan

SUB TOTAL 42

NILAI YANG DIPEROLEH = Skor yang didapat X 100


42
= ………………………

Palembang,
…………………………..

Penguji
MODUL XI
PEMBACAAN RESEP
DAFTAR PUSTAKA

Beisher, L. 1991. Microbiology in Practice A self Instructional Laboratory Course. 5th


Edition. Harper Collins Publisher. New York.

Cappuccino, J.G and Natalie S. 1987. Microbiology a Laboratory Manual. The


Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. Canada.

Chung-Kwon. K. J. & Bennet, J. E. 1992. Medical Mycology. Lea & Febringer.


Philadelphia

Lay, B. W. 1994. Analisa Mkroba di Laboratorium. Penerbit Rajawali. Jakarta.

Pelczar, M. J. and E. C. S. Chan. 2005. Mikrobiologi 1. UI-Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai