Anda di halaman 1dari 91

DAFTAR ISI

Hubungan Antara Motivasi Dan Efikasi Diri Dengan Hasil Ujian Pemeriksaan Fisik 93-97
Mahasiswa DIII Kebidanan (The Correlation of Motivation and Self-Efficacy with
Students’ Physical Examination Test Results of Midwifery Student)
Ika Agustina..........................................................................................................................

Efektifitas Acuyoga Terhadap Keluhan Insomnia Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di 98-101
Masyarakat Agriculture Traditional Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngancar Kabupaten
Kediri (The Effectiveness of Acuyoga to the Insomnia Complaints of Pregnant Women in
Trimester III in Agriculture Traditional Community in Puskesmas Ngancar Kediri)
Nevy Norma Renityas, Levi Tina Sari, Wahyu Wibisono…………………………………………………….

Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Kehamilan Terhadap Tingkat 102-105


Pengetahuan Primigravida Dalam Menghadapi Persalinan (The Effectiveness of Health
Education of Pregnancy To Knowledge Level of Primigravida about Labor)
Ratna Ariesta Dwi Andriani………………………………………………………………..

Hubungan Tingkat Pengetahuan Bidan Tentang BLS (Basic Life Support) Dengan Waktu 106-109
Tanggap Pelayanan Gawat Darurat Pada Pasien Di IRD Obgyn Rsud Dr Soetomo
Surabaya (The Correlation of Midwife’s Knowledge About BLS (Basic Life Support) and
Emergency Service Response Time On Patients In IRD Obgyn RSUD Dr Soetomo
Surabaya)
Rizki Amalia………………………………………………………………………………...

Hubungan Menstruasi Dan Kadar Hemoglobin Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswi 110-115
D3 Kebidanan (The Correlation of Menstruation and Levels of Hemoglobin with Learning
Motivation of Midwifery Student)
Esty Puji Rahayu.....................................................................................................................

Pijat Oksitosin Pada Ibu Post Partum Primipara Terhadap Produksi ASI Dan Kadar 116-120
Hormon Oksitosin (Oxytocin Massage on Postpartum Primipara Mother to the
Breastmilk Production And Oxytocin Hormone Level)
Nove Lestari………………………………………………………………………………...

Hubungan Status Nutrisi Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia Penderita Diabetes Mellitus 121-129
Tipe 2 Yang Berobat Di Poli Penyakit Dalam RSD Mardi Waluyo Blitar ((The
Relationship Between Nutritional Status with Quality of Life on Elderly with Type 2
Diabetes Mellitus in Interna Polyclinic of Mardi Waluyo Public Hospital Blitar )
Erni Setiyorini, Ning Arti Wulandari……………………………………………………….

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui 130-137
Yang Bekerja (Analysis of Factors Affecting Breastmilk Production on Breastfeeding
Working Mothers)
Anita Rahmawati, Bisepta Prayogi………………………………………………………….

Pengaruh Ambulasi Dini Terhadap Kejadian Konstipasi Pada Ibu Postpartum (The 138-144
Effectiveness of Early Ambulation to Constipation On Postpartum Mother)
Lailatul Khusnul Rizki………………………………………………………………………

Pengaruh Mobilisasi Dini Sim Kanan Kiri Terhadap Konstipasi Pada Pasien Stroke Infark 145-149
Di Ruang ICU RSUD Dr. H. Mohammad Anwar Sumenep (The Effectiveness of Early
Mobilization Left – Right Sim to Constipation on Stroke Infark Patient in the Intensive
Care Unit dr. H. Mohammad Anwar Sumenep Public Hospital)
Dian Ika Puspitasari, Mujib Hannan, Su’udiyah……………………………………………

Family Effort In Fulfilling Personal Hygiene For Mental Disorder People 150-153
Khabibah Jannatul Firdaus, Imam Sunarno, Suprajitno…………………………………….

The Effectiveness of Counseling to the Ability of Caring of the Umbilical Cord of 154-158
Postpartum Primigravida Mother
Maria Ulfa, Andestia………………………………………………………………………...

Pengetahuan Keluarga Tentang Pembebasan Pasung (Family Knowledge about Release the 159-165
Restraint)
Imam Sunarno, Yayuk Endah Suryani……………………………………………………...

Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan Bahasa Dan Bicara Anak Usia 0-3 Tahun Dalam 166-173
Keluarga Di Posyandu Seruni Kelurahan Bendogerit Kecamatan Sananwetan Kota Blitar
(The Implementation of Language Development and Speak Stimulation To Child Age 0-3
Years In The Family At Posyandu Seruni Bendogerit Sanan Wetan Blitar)
Triana Setijaningsih, Winda Noviana……………………………………………………….

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Putri Dalam Menghadapi Nyeri Haid 174-179
(Dysmenorhea) Di SDI Al Akbar Bangsal Mojokerto (The Correlation of Knowledge and
The Manner of Girl In Facing Dysmennorea in SD Islam Al-Akbar Bangsal At Mojokerto)
Farida Yuliani……………………………………………………………………………….

Kinerja Perawat Instrumen Dalam Melaksanakan Manajemen Alat Operasi Herniotomi 180-186
Hernioraphy (HTHR) Di Instalansi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kepanjen (The
Performance of Scrub Nurse In Implementing Hernioraphy Herniotomi Operation
Management (HTHR) In Central Surgical Instalance RSUD Kanjuruhan Kepanuren)
Wahyuningsri, GM. Sindarti, Irawan………………………………………………………..
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p093-097 Agustina, Hubungan antara Motivasi dan Efikasi Diri... 93
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN EFIKASI DIRI DENGAN


HASIL UJIAN PEMERIKSAAN FISIK MAHASISWA
DIII KEBIDANAN
(The Correlation of Motivation and Self-Efficacy with Students’ Physical
Examination Test Results of Midwifery Student)

Ika Agustina
Program Studi DIII Kebidanan, STIKes Patria Husada Blitar
email: ikapatria45@gmail.com

Abstract: Midwifery student were lack of motivation and confidence. Though, both of those were the
most important thing to be possessed by the student of midwifery as the preparation for the exams
since they will become the health employee especially on women. This study aimed to analyze the
correlation of motivation and self-efficacy with physical examination test result. This study was an
observational analitic study using cross-sectional approach. The sampel was 34 3rd grade students
in D III Midwivery Department on STIKes Patria Husada Blitar, by total sampling. The dependent
variable was the physical examination test result, while the independent variables were motivation
and self efficacy. The data was analyzed using multiple linear regression model. The result showed
that 1) There were positive correlation and statistically significant between motivation and test
result of the physical examination (b=0.35; CI 95% 0.043 s.d. 0.65; p = 0.027). 2) There were posi-
tive correlation and statistically significant between self-efficacy and test result of a physical
examination(b = 0.44, CI 95% 0.17 s.d. 0.71; p = 0.003). There were positive correlation and statis-
tically significant correlation between motivation and self-efficacy with physical examination test
result. In conclusion, motivation and self-efficacy could increase the exam result.

Keywords: motivation, self-efficacy, exam result

Abstrak: Mahasiswi kebidanan kurang mempunyai motivasi dan kepercayaan diri. Padahal kedua hal
tersebut merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh mahasiswi kebidanan sebagai bekal saat ujian
karena mahasiwi ini calon bidan yang nantinya akan menjadi pelayan kesehatan masyarakat khususnya
wanita. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara motivasi dan efikasi diri dengan
hasil ujian pemeriksaan fisik. Subjek dan metode desain penelitian ini adalah analitik observasional
dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Jumlah sampel 34 mahasiswa DIII Kebidanan STIKes
Patria Husada Blitar dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Variabel independent terdiri dari
motivasi dan efikasi diri. Variabel dependent penelitian ini adalah hasil ujian pemeriksaan fisik. Data
dianalisis dengan analisis regresi linier ganda. Hasil : 1) Ada hubungan positif dan secara statistik signifikan
antara motivasi dengan hasil ujian pemeriksaan fisik (b=0.35; CI 95% 0.043 s.d. 0.65; p = 0.027). 2)
Ada hubungan positif dan secara statistik signifikan antara efikasi diri dengan hasil ujian pemeriksaan
fisik (b = 0.44, CI 95% 0.17 s.d. 0.71; p = 0.003).Kesimpulan ada hubungan positif dan secara statistik
signifikan antara motivasi dan efikasi diri dengan hasil ujian pemeriksaan fisik mahasiswa kebidanan
DIII STIKes Patria Husada Blitar.

Kata Kunci: motivasi, efikasi diri, hasil ujian

93
94 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 93–97

Dalam mempersiapkan individu dalam meng- kegagalan ujian dipengaruhi oleh sifat dan kepriba-
hadapi persaingan di dunia kerja, institusi pendidikan diannya. Memiliki kepercayaan diri yang besar
terus melakukan peningkatan standart. Pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk memperoleh
merupakan salah satu alternatif untuk mempersiap- hasil. Ukuran lainnya, ialah mempunyai dorongan
kan lulusan yang mampu bersaing dalam pasar global. (motivasi) yang kuat untuk terus berjuang mencari
Program Pendidikan Diploma III Kebidanan adalah peluang hingga memperoleh hasil.
suatu pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan Melalui studi pendahuluan yang dilakukan, dari
seorang bidan yang professional. Proses pendidikan hasil wawancara dengan dosen penguji mahasiswi
dilaksanakan melalui 2 tahapan akademik yang di- kebidanan STIKes Patria Husada Blitar didapatkan
laksanakan di dalam kelas (melalui teori pem- informasi bahwa beberapa mahasiswi tidak antusias
belajaran) dan di dalam laboratorium / lahan praktik saat melakukan latihan laboratorium skill, selain itu
klinik. Sebelum mahasiswa melaksanakan praktik pada saat ujian mahasiswi kurang termotivasi dalam
klinik di lahan praktik, mahasiswa diberikan kesem- belajar sehingga pada saat ujian siswa ada yang
patan untuk mencoba dan mengembangkan dalam kurang hafal dari urutan checklist, siswa juga tidak
kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan moto- paham apa yang sedang dia lakukan saat ujian, saat
rik yang telah diperoleh di kelas melalui pembel- responsi siswa bingung dengan pertanyaan dosen
ajaran laboratorium klinik. Sebagai syarat untuk dapat karena kurang memahami tentang pemeriksaan fisik.
melaksanakan pembelajaran laboratorium di RS, Saat ujian siswa ragu-ragu dalam melakukan perasat
maka mahasiswa wajib mengikuti laboratorium skill karena dia kurang paham dengan materi pemeriksaan
dan akan menunjang dapat mengikuti uji kompetensi fisik dan siswa tidak percaya diri karena nervous
dalam laboratorium keterampilan dasar praktek klinik ditunggui oleh dosen penguji sehingga tidak maksimal
yang dilaksanakan di laboratorim institusi (dalam konsentrasi saat ujian.
UHAP I), (STIKes PHB). Mahasiswi kebidanan kurang mempunyai moti-
Motivasi sangat berperan dalam belajar, maha- vasi dan kepercayaan diri. Padahal kedua hal tersebut
siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh
yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil mahasiswi kebidanan sebagai bekal saat ujian karena
belajarnya makin tepat motivasi yang diberikan, mahasiwi ini calon bidan yang nantinya akan menjadi
makin berhasil pelajaran itu. Maka motivasi senan- pelayan kesehatan masyarakat khususnya wanita.
tiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskrip-
mahasiswa dalam Sunaryo (2004). Motivasi dapat sikan motivasi pada mahasiswa kebidanan, mendes-
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan kripsikan efikasi diri pada mahasiswa kebidanan
sehingga semakin besar motivasinya akan semakin dan mendeskripsikan hasil ujian pemeriksaan fisik
besar kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar mahasiswa kebidanan DIII semester 2 STIKes Patria
motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih tidak Husada Blitar.
mau menyerah, giat membaca buku-buku untuk
meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masa- BAHAN DAN METODE
lahnya. Penelitian ini adalah analitik observasional
Menurut Bandura dalam Luthans (2006) efikasi dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional).
diri adalah mengacu pada keyakinan individu me- Penelitian ini dilakukan di Program Studi DIII Kebi-
ngenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, danan pada tanggal 10 s/d 18 Juni 2014. Jumlah
sumber daya daya kognitif, dan tindakan yang sampel terdiri atas 34 mahasiswa semester 2 kebi-
diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam danan DIII Kebidanan STIKes Patria Husada Blitar
konteks tertentu. Individu yang memiliki efikasi tinggi dengan menggunakan teknik total sampling. Instru-
berfokus pada peluang yang layak dikejar dan meli- men yang digunakan adalah Kuesioner.
hat rintangan sebagai hal yang dapat diatasi. Individu
dengan efikasi diri tinggi pasti akan mengharapkan HASIL PENELITIAN
keberhasilan dan mendapatkan yang diinginkan dan
insentif hasil yang positif. Karakteristik responden tertera pada Tabel di
Dalam hal ini motivasi yang tinggi dibutuhkan bawah.
dalam meraih keberhasilan usaha. Keberhasilan atau
Agustina, Hubungan antara Motivasi dan Efikasi Diri... 95

Tabel 1 Karakteristik responden PEMBAHASAN


Variabel f % Motivasi dengan hasil ujian
Usia Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam
18-21 th 26 76,5 memahami dan menjelaskan perilaku individu, ter-
> 21 th 8 23,5 masuk perilaku individu yang sedang belajar (Uno,
Total 34 100 2011). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil
Pendidikan terakhir penelitian ini. Sesuai Tabel 4.3 setiap peningkatan 1
SMA 25 73,5 poin skor motivasi akan meningkatkan 0.35 poin
SMK 9 26,5 skor hasil ujian. Dengan kata lain setiap peningkatan
Total 34 100
10 poin skor motivasi akan meningkatkan 3,5 poin
Tempat tinggal
Kos 6 17,5 hasil ujian pada skala 100. Hal tersebut menunjukkan
Rumah 28 26,5 ada hubungan positif dan secara statistik signifikan
Total 34 100 tentang motivasi dengan hasil ujian (b = 0.35; p =
Status 0.027).
Belum menikah 28 82,4 Dari hasil diatas maka dapat dijelaskan adanya
Sudah Menikah 6 17,6 hubungan motivasi terhadap hasil belajar karena
Total 34 100 motivasi memberikan dorongan pada individu atau
mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar. Ada-
Tabel 2 Hasil analisis regresi linier ganda tentang nya dorongan untuk belajar, maka potensial akan
hubungan motivasi dan efikasi diri dengan memperoleh hasil yang lebih baik (Sardiman, 2007).
hasil ujian pemeriksaan fisik
Seseorang yang masuk pendidikan bidang kesehatan
CI 95% bila disertai dengan motivasi yang tinggi maka akan
Variabel Koef B Batas Batas
muncul semangat yang tinggi dan selalu mempri-
bawah atas oritaskan kegiatannya untuk kepetingan belajar
sehingga memperoleh hasil atau prestasi secara
Konstanta 24.82 2.37 47.27
Motivasi 0.35 0.04 0.6
optimal. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan
Efikasi diri 0.44 0.17 50.71 Sardiman (2007) bahwa siswa dengan motivasi yang
n observasi = 34 kuat akan mempunyai banyak energi untuk melaku-
Adjusted R2 = 40,3% kan kegiatan belajar. Sebaliknya motivasi yang
Nilai p < 0.001 kurang atau rendah maka tidak ada atau kurang se-
mangat dalam aktifitas belajarnya sehingga hasil yang
diperoleh kurang maksimal.Motivasi yang kurang
Hasil ujian pemeriksaan fisik = 24.82 + 0.35 dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara seperti
motivasi + 0.44 efikasi diri. Interpretasi hasil analisis memberi ulangan, memberi nilai dan memberi umpan
regresi sebagai berikut : setiap peningkatan 1 skor balik (feedback), diciptakan kompetisi, memberi
motivasi akan meningkatkan sebesar 0.35 skor hasil hadiah (reward) maupun hukuman (punishment).
ujian pemeriksaan fisik (b=0.35; CI 95% 0.04 s.d. Adanya peran motivasi positif-kumpulan antu-
0.65; p 0.027). Setiap peningkatan 1 skor efikasi siasme, gairah dan keyakinan diri dalam mencapai
diri akan meningkatkan sebesar 0.44 skor hasil ujian prestasi. Motivasi merupakan dorongan yang ter-
pemeriksaan fisik (b = 0.44, CI 95% 0.17 s.d. 0.71; dapat dalam dirinya maupun berasal dari luar dirinya,
p 0.003). lalu dorongan itu menimbulkan, mengarahkan, dan
Dari analisis multivariat regresi linear ganda mengorganisasikan perilaku untuk melakukan suatu
menunjukkan hasil perhitungan Adjusted R Square pekerjaan. Orang-orang yang terbiasa memotivasi
= 0.403 mengandung arti bahwa, variabel motivasi dirinya sendiri cenderung lebih produktif dan efektif
dan efikasi diri secara bersama mampu menjelaskan setiap mngerjakan apapun Sardiman (2007).
hasil ujian pemeriksaan fisik sebesar 40,3%. Motivasi yang kurang dapat ditumbuhkan
Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang dengan berbagai cara seperti memberi ulangan, mem-
tidak diteliti. beri nilai dan memberi umpan balik (feedback),
Hasil ketiga variabel yaitu motivasi dan efikasi diciptakan kompetisi, memberi hadiah (reward)
diri dengan hasil ujian pemeriksaan fisiksecara maupun hukuman (punishment). Motivasi belajar
statistik signifikan ( p < 0.001). adalah proses aktif dan konstruktif peserta didik
96 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 93–97

dalam menetapkan tujuan untuk proses belajarnya menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi
dan berusaha untuk memonitor, meregulasi dan kesulitan-kesulitan.Lebih dari seratus penelitian
mengontrol kognisi, motivasi, perilaku, yang kemu- memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan
dian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan produktivitas dalam melakukan kegiatan termasuk
dan mengutamakan konteks lingkungan. Mahasiswa kegiatan belajar. Ketika masalah-masalah muncul,
yang mempunyai motivasi belajar tinggi adalah perasaan efikasi diri yang kuat akan mendorong siswa
peserta didik yang secara metakognitif, motivasional untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada mere-
dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses nungkan ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan
belajar. akan menghasilkan prestasi. Hal itu akan menyebab-
kan kepercayaan diri tumbuh. Efikasi diri, seperti
Efikasi diri (Self efficacy) denganhasil ujian harga diri, tumbuh bersama pencapaian prestasi.
Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bah- Motivasi dan efikasi diri (self efficacy) berhubungan
wa ada hubungan positif antara self efficacy (efikasi positif terhadap hasil ujian, secara bersama–sama
diri) dan hasil ujian pemeriksaan fisikmahasiswa motivasi dan efikasi diri mampu menjelaskan vari
KebidananDIII STIKes Patria Husada Blitar.Sesuai asi hasil belajar.
4.3, setiap peningkatan 1 poin skor self efficacyakan Berdasarkan perhitungan statistik regresi linier
meningkatkan 0.44 poin skorhasil ujian. Dengan kata ganda hasil variabel motivasi dan efikasi diri mampu
lain setiap peningkatan 10 poin skor self efficacy menjelaskan variasi hasil ujian sebesar 0.403 me-
akan meningkatkan 4,4 poin hasilujian pada skala ngandung arti bahwa, variabel motivasi dan efikasi
100. Hal tersebut menunjukkan ada hubungan positif diri secara bersama mampu menjelaskan hasil ujian
dan secara statistik signifikan tentang self efficacy pemeriksaan fisik sebesar 40,3% ( R2 = 0,403 ; p <
dengan hasil ujian (b = 0.44; p = 0.003). Ini berarti 0,001). Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel
semakin tinggi mahasiswa memiliki self efficacy lain yang tidak diteliti. Hal ini menunjukkan bahwa
(keyakinan diri) maka semakin tinggi pula hasil ujian persentase atau sumbangan pengaruh variabel
pemeriksaan fisik mahasiswa. independen (motivasi dan efikasi diri terhadap
Pandangan self efficacy(efikasi diri)individu variabel dependen (hasil ujian) sebesar 40,3 %.
berpengaruh terhadap pilihan dan kegiatan pem- Variasi variabel independen yang disumbang oleh
belajaran yang diikutinya.Keadaan tersebut meng- motivasi dan efikasi diri mampu menjelaskan sebesar
gambarkan bahwa pada dasarnya individu merupa- 40,3 % hasil ujian. Sedangkan sisanya 59,7% dipe-
kan peserta aktif dalam belajarnya. Selanjutnya, ngaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
Hoban, Sersland, Raine (Wongsri, Cantwell, Archer, dimasukkan dalam model penelitian ini. Priyatno
2002) mengemukakan bahwa self-efficacy berkaitan (2010) memberikan pedoman untuk interpretasi
dengan kemandirian belajar, tujuan berprestasi dalam koefisien korelasi dengan rentang 0,403 – 0,597
belajar. Menurut Gist dan Mitchell (Gufron & Risna- dengan interpretasi korelasi yang sedang, sehingga
wati, 2010) mengatakan bahwa efikasi diri dapat dapat disimpulkan bahwa motivasi dan efikasi diri
membawa pada perilaku yang berbeda di antara dengan koefisien korelasi 0,403 memiliki korelasi
individu dengan kemampuan yang sama karena sedang dengan hasil ujian.
efikasi diri mempengaruhi pilihan, tujuan, pengataan Dari hasil yang ada dapat dikatakan motivasi
masalah, dan kegigihan dalam berusaha. Seseorang dan efikasi diri berhubungan dengan hasil ujian
dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka pemeriksaan fisik. Dengan demikian secara simultan
mampu melakukan sesuatu untuk mengubah keja- variabel motivasi dan efikasi diri dapat menerangkan
dian-kejadian disekitarnya, sedangkan seseorang hasil ujian pemeriksaan fisik. Motivasi yang digabung
dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dengan efikasi diri akan semakin meningkatkan
dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu orientasi belajar sehingga dengan sendirinya akan
yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit ,orang menaikkan hasil ujian mahasiswa.
dengan efikasi diri yang rendah cenderung akan
mudah menyerah. Sementara orang yang dengan SIMPULAN DAN SARAN
efikasi diri yang tinggi akan berusaha keras untuk Simpulan
mengatasi tantangan yang ada. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan
Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri me- model analisis regresi liner ganda, maka dapat disim-
mimpin kita untuk menentukan cita-cita yang pulkan sebagai berikut: (1) Ada hubungan positif dan
Agustina, Hubungan antara Motivasi dan Efikasi Diri... 97

secara statistik signifikan antara motivasi dengan hasil DAFTAR RUJUKAN


ujian pemeriksaan fisik (b=0.35; CI 95% 0.043 s.d. Ghufron M. Nur & Risnawati Rini S. 2010. Teori-Teori
0.65; p = 0.027), (2) Ada hubungan positif dan Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
secara statistik signifikan antara efikasi dir dengan Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta:
hasil ujian pemeriksaan fisik (b = 0.44, CI 95% 0.17 Penerbit Andi.
s.d. 0.71; p = 0.003). STIKes Patria Husada Blitar. 2011. Proposal Labora-
torium Skill Mahasiswa Reguler Semester 1.
Saran Blitar.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disa- EGC.
rankan hal-hal sebagai berikut: (1) Bagi Mahasiswa, Wongsri, N., Cantwell, R.H., Archer, J. (2002). The
untuk mengembangkan motivasi dan efikasi diri Validation of Measures of Self-Efficacy, Moti-
mahasiswa, maka peserta didik perlu meningkatkan vation and self-Regulated Learning among
motivasinya dan efikasi diri pada saat latihan labora- Thai tertiary Students. Paper presented at the
torium skill di kampus.(2) Bagi Peneliti Selanjutnya, Annual Conference of the Australian Associa-
Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tion for Research in Education, Brisbane, De-
cember 2002.
hubungan motivasi dan efikasi diri dengan hasil
_______ 2002. catdir.loc. gov /catdir/samples/cam034/
belajar praktik klinik KDPK. 94049049.pdf
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p098-103
98 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 98–103
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

EFEKTIFITAS ACUYOGA TERHADAP KELUHAN INSOMNIA


PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI MASYARAKAT
AGRICULTURE TRADITIONAL DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NGANCAR KABUPATEN KEDIRI
(The Effectiveness of Acuyoga to the Insomnia Complaints of
Pregnant Women in Trimester III in Agriculture Traditional Community
in Puskesmas Ngancar Kediri)

Nevy Norma Renityas, Levi Tina Sari, Wahyu Wibisono


Program Studi D3 Kebidanan, STIKes Patria Husada Blitar
email: tinasari.levi@gmail.com

Abstract: Pregnant mother in the 3rd trimester usually experience sleep disorder caused by dis-
comfort of pain on waist due to the enlargement of uterus to the anterior position.The decline of
sleep duration of pregnant mother can also make their condition and concentration decreased,
experience fatigue, body feels stiff, mood swing, and tend to be emotional. This condition makes the
pregnancy becomes more severe than before (Bambang BR, 2004). Therefore, acuyoga technique is
applied in order toreduce insomnia. Acuyoga consists of breathing exercises, meditation, relax-
ation, and using meridian points in the body to cope with stress and back pain that can cause
insomnia in pregnant women. The purpose of this study was to determine the effectiveness of acuyoga
techniques to insomnia complaints of 3rd trimester of pregnant women in traditional agricultural
communities. The research method used pretest-posttest design with consecutive sampling tech-
nique and the number of samples was 40 mothers divided into 4 groups, each group was given
treatment 4times in 2 weeks. The measuring tool used the questionnaire and the ISI scale then ana-
lyzed by paired sample t-test. The results of the study showed there were an effect of acuyoga tech-
nique to insomnia in pregnant women with t count = 13.397 with ttable = 0.021. It was expected that
acuyoga technique could be one of the techniques to reduce insomnia in pregnant women since it
could relax the muscles in the body so that pregnant women felt comfortable.

Keywords: acuyoga, insomnia, trimester 3 pregnant women

Abstrak: Ibu hamil trimester 3 mengalami gangguan pola tidur hal ini desebabkan karena ketidaknyamanan
rasa nyeri pada pinggang akibat dari pembesaran uterus ke posisi anterior. Penurunan durasi tidur pada
ibu hamil dapat membuat kondisi ibu hamil menurun, konsentrasi berkurang, mudah lelah, badan terasa
pegal, tidak mood bekerja, dan cenderung emosional.Hal ini dapat membuat beban kehamilan menjadi
semakin berat (Bambang BR, 2004).Oleh karena itu, di terapi dengan teknik acuyoga yang diharapkan
dapat menurunkan insomnia. Acuyoga terdiri dari latihan pernafasan, meditasi, relaksasi dan menggunakan
titik meridian dalam tubuh untuk mengatasi stress dan nyeri punggung yang bisa menyebabkan insomnia
pada ibu hamil.tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas tehnik acuyoga terhadap keluhan
insomnia pada ibu hamil trimester 3 di masyarakat agricultural traditional. Metode penelitian yang
digunakan adalah pretest-posttest design dengan tehnik consecutive sampling dan jumlah sampel sebesar
40 org di bagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok diberikan perlakuan sebanyak 4x dalam 2
minggu. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan skala ISI kemudian dianalisis dengan paired
sample t-test. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat efektifitas tehnik acuyoga terhadap
insomnia pada ibu hamil dengan thitung = 13.397 dengan ttabel =0.021. diharapkan tehnik acuyoga dapat

98
Renityas, Sari, Wibisono, Efektifitas Acuyoga terhadap Keluhan Insomnia pada Ibu Hamil ... 99

menjadi salah satu tehnik untuk mengurangi insomnia pada ibu hamil karena tehnik ini dapat merelaksasi
otot-otot tubuh sehingga ibu hamil terasa nyaman.

Kata Kunci: acuyoga, insomnia, ibu hamil trimester 3

Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan cemas dan panik yang berkaitan dengan perubahan
hamil sebagian besar sudah terjadi segera setelah tanggung jawab sebagai orang tua.Gangguan tidur
fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan, selama kehamilan terjadi selama trimester 1 (13%-
kebanyakan perubahan ini merupakan respons terha- 80%) dan trimester ketiga (66%-97%). Upaya-upaya
dap janin. Perubahan anatomi fisiologi ini membe- untuk mengatasi kesulitan tidur ini antara lain dengan
rikan masalah pada ibu hamil terutama gangguan olah raga, mengkonsumsi obat-obatan yang aman
tidur (Insomnia). Gangguan tidur yang sering dialami bagi ibu hamil, hipnoterapi, edukasi tidur (sleeping
oleh ibu hamil adalah penurunan durasi tidur (Field education) dan latihan relaksasi (Hegard, Hanke K,
et al., 2007). Sebagian besar wanita hamil mengalami 2010).
gangguan tidur dan hanya 1,9% saja wanita yang Salah satu latihan relaksasi yaitu dengan cara
tidak terbangun pada malam hari selama kehamilan acuyoga. Acuyoga dapat meredakan keluhan insom-
trimester ketiga. Gangguan tidur pada wanita hamil nia yang disebabkan karena nyeri punggung, stress
bisa berupa penurunan presentase gelombang tidur dll.Acuyoga terdiri dari latihan pernafasan, meditasi,
yang lamban dan tidur REM yang mungkin mening- relaksasi dan menggunakan titik meridian dalam
kat pada stadium satu. Gangguan tidur pada wanita tubuh untuk mengatasi stress dan nyeri punggung
hamil terjadi pada trimester pertama, trimester kedua yang bisa menyebabkan insomnia pada ibu hamil.
dan juga trimester ketiga. Gangguan tidur lebih Penerapan acuyoga diterapkan dalam masyarakat
banyak dikeluhkan pada trimester ketiga (Field et tradisional dimana kebanyakan mata pencaharian
al, 2006). Pada trimester tiga jumlah gangguan tidur masyarakatnya adalah petani, dan masih menganut
ini lebih tinggi, karena adanya ketidaknyamanan adat istiadat yang kuat yang ada di dalam lingkungan-
seperti nyeri pinggang hal ini disebabkan karena kom- nya. Kehidupan disana masih statis,belum terpe-
pensasi dari pembesaran uterus ke posisi anterior, ngaruh oleh perubahan-perubahan yang ada. Acuyo-
lordosis menggeser pusat daya berat ke belakang ga dalam masyarakat tersebut, masih awam tetapi
kearah dua tungkai. Sendi Sakroiliaka, sakrokoksigis mereka sedikit mengenal tentang pemijatan tradisio-
dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang diper- nal.
kirakan karena pengaruh hormonal, hal ini menye- Menurut penelitian Mediarti (2014), menun-
babkan perasaan tidak enak pada bagian bawah pung- jukan hasil uji statistik p = 0,0005, dimana terdapat
gung terutama pada akhir kehamilan. (Prawirohardjo, perbedaan yang sangat signifikan pada keluhan ibu
2008) banyak buang air kecil, dan spontan bangun hamil sebelum dilakukan yoga antenatal dan setelah
dari tidur. Gerakan janin, nyeri ulu hati (hurtburn), dilakukan yoga antenatal. Pada penelitian wahyuni
kram pada tungkai, kelelahan dan kesulitan memulai dan Layinatun Ni’mah (2013) disebutkan bahwa
tidur atau sulit tidur sampai pagi (Grace et al, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa senam hamil
Penurunan durasi tidur pada ibu hamil dapat mem- berpengaruh dalam peningkatan durasi tidur ibu hamil
buat kondisi ibu hamil menurun, konsentrasi berku- pada trimester ketiga, ditunjukkan dengan nilai p =
rang, mudah lelah, badan terasa pegal, tidak mood 0,004 (p<0,005). Hal ini disebabkan karena senam
bekerja, dan cenderung emosional. Hal ini dapat hamil akan memberikan efek relaksasi pada ibu hamil
membuat beban kehamilan menjadi semakin berat yang bisa berpengaruh terhadap peningkatan durasi
(Bambang BR, 2004). Gangguan tidur menimbulkan tidur bagi ibu hamil.
depresi dan stres yang berpengaruh pada janin yang Berdasarkan latar belakang diatas dapat diru-
dikandungnya. Stres ringan menyebabkan janin me- muskan permasalahan, bagaimanakah efektifitas
ngalami peningkatan denyut jantung, tetapi stres yang acuyoga terhadap keluhan insomnia pada ibu hamil
berat dan lama akan membuat janin menjadi hiper- trimester III di masyarakat Agriculture Traditional
aktif. Akibat lanjut dari gangguan tidur ini adalah kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri? Masyarakat
depresi dan bayi yang dilahirkan memiliki sedikit dengan traditional agrikultur mempunyai suatu bu-
waktu tidur yang dalam (Field et al, 2007). Kesulitan daya yang unik dalam hal kesehatan. Mereka selalu
tidur pada ibu hamil disebabkan oleh adanya rasa menggunakan ramuan-ramuan herbal untuk meng-
100 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 98–103

atasi masalah kesehatan khususnya insomnia. Oleh Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa usia
karena itu peneliti menginginkan penelitian di masya- responden sebagian besar berusia 20-23 tahun.
rakat tersebut, selain mengenalkan teknik acuyoga Jenjang pendidikan responden sebanyak 18 respon-
juga dapat memeberikan mereka masukan untuk den berpendidikan SMA. Serta sebagian besar adalah
hidup sehat dan bahagia selama kehamilan. Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 18 responden.
Riwayat kehamilan semuanya merupakan primi
BAHAN DAN METODE gravida.
Jenis penelitian adalah pre test-post test design.
Sampel diambil dengan tehnik consecutive sampling Data Khusus
dengan 40 responden yang terbagi menjadi 4 kelom- Tabel 2 Distribusi frekuensi kategori insomnia sebe-
pok masing-masing kelompok sebanyak 10 respon- lum dilakukan intervensi di wilayah Kerja
den yang diberikan perlakuan selama 4x dalam 2 Puskesmas Ngancar Kabupaten Kediri tahun
minggu. 2017 (n=40)
Variabel dependen adalah teknik acuyoga dan
variabel independen adalah penurunan insomnia pada No Kategori Insomnia f
ibuhamil trimester 3. Alat ukur yang digunakan adalah 1 Tidak ada insomnia yang signifikan
kuesioner untuk data umum antara lain usia, pekerja- secara klinis 14
an, pendidikan responden. Untuk mengukur insom- 2 Subthreshold insomnia 24
nia pada ibu hamil trimester 3 menggunakan skala 3 Insomnia Klinis (Keparahan Sedang) 2
ISI (Insomnia Severity Index). 4 Insomnia Klinis (parah) 0
Analisis data menggunakan uji statistik paired
sample t-test dengan signifikasi 0,05.
Berdasarkan Tabel 2 diatas menunjukkan
HASIL PENELITIAN bahwa sebagian besar responden mengalami
Data Umum Subthreshold insomnia sebesar 24 responden.
Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik respon- Tabel 3 Distribusi frekuensi kategori insomnia sesu-
den di Wilayah Kerja Puskesmas Ngancar dah dilakukan intervensi di Wilayah Kerja
Kabupaten Kediri tahun 2017 (n=40) Puskesmas Ngancar Kabupaten Kediri tahun
2017 (n=40)
Karakteristik
No Kriteria f
responden
No Kategori Insomnia f
1 Usia 20 - 23 14
24 – 26 11 1 Tidak ada insomnia yang signifikan
27 – 29 11 secara klinis 36
30 -32 4 2 Subthreshold insomnia 4
2 Pendidikan SD 6 3 Insomnia Klinis (Keparahan Sedang) 0
SMP 10 4 Insomnia Klinis (parah) 0
SMA 18
PT 6 Berdasarkan Tabel 3 diatas menunjukkan
3 Pekerjaan IRT 18
bahwa sebagian besar responden tidak ada insomnia
Buruh Tani 8
Swasta 8 yang signifikan secara klinis sebesar 36 responden.
PNS 4
4 Riwayat Keha- Primi
milan Gravida 40

Tabel 4 Nilai numerik deskriptif dan uji paired t-test dari responden sebelum intervensi dan sesudah intervensi

N Rata-rata Simpangan baku Rata-rata ± simpangan baku p


Sebelum intervensi 40 9,4000 3,521
6,125 ± 2,747 < 0,001
Sesudah intervensi 40 3,2750 1,894
Renityas, Sari, Wibisono, Efektifitas Acuyoga terhadap Keluhan Insomnia pada Ibu Hamil ... 101

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukkan resiko tinggi (Karger,2009). Selain itu, demografi
bahwa terjadi kenaikan rata-rata pada sebelum dan lokasi penelitian pegunungan berapi yang masih aktiv
sesudah intervensi sebesar 6.125 poin. hasil uji serta pada tahun 2014 terjadi erupsi gunung berapi
Paired sample t-test didapatkan nilai  <  berarti terbesar yang menyebabkan kerusakan dalam radius
terdapat perbedaan yang signifikan insomnia 10 Km, sehingga berdampak pada ekonomi masya-
responden sebelum intervensi dan sesudah rakat berupa kerusakan pada rumah dan lahan perta-
intervensi. nian serta kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat
wilayah kerja PKM ngancar saat penelitian berlang-
PEMBAHASAN sung sedang menaikkan ekonomi keluarga, hal ini
Sebelum Dilakukan Intervensi Acuyoga berdampak pada beberapa ibu hamil sehingga menga-
lami insomnia karena memikirkan kandungan serta
Wanita hamil trimester 3 akan mengalami ekonomi keluarga ditambahkan lagi rasa percaya diri
peubahan baik fisiologis maupun psikologis. Peru- dan keyakinan terhadap diri sendiri dan kehamilan-
bahan fisiologis antara lain sakit pinggang akibat nya masih kurang, hal ini terlihat saat proses
karena meningkatnya berat badan bayi dalam penelitian berlangsung banyak dari responden yang
kandungan, keluarnya colostrum pada payudara, kurang tahu tentang kehamilan dan pentingnya
konstipasi karena rahim yang membesar kedaerah olahraga dalam menjaga kehamilan khususnya pada
usus selain peningkatan hormon progesteron, susah trimester 3.
bernafas diakibatkan oleh tekanan bayi yang berada
dibawah diagfragma yang menekan paru ibu, sering Sesudah Dilakukan Intervensi Acuyoga
BAK karena kepala bayi yang turun ke rongga
panggul akan menekan kandung kemih, insomnia Kebutuhan fisiologis dasar manusia terdiri atas
yang diakibatkan karena gerakan janin pada malam hygiene, nutrisi, tidur, kenyamanan, oksigenasi, dan
hari (Dewi et al, 2011) eliminasi (Potter & Perry, 2006). Kebutuhan dasar
Berdasarkan hasil penelitian sebelum dilakukan yang paling mudah terpenuhi adalah kebutuhan akan
intervensi berupa acuyoga menunjukkan bahwa tidur, istirahat dan tidur sama pentingnya dengan
sebagian besar responden mengalami insomnia pada kebutuhan dasar lain. Tidur merupakan hal yang
level subthreshold insomnia, dan hanya 2 responden esensial bagi kesehatan (Perni, 2009). Manfaat tidur
yang mengalami insomnia klinis (keparahan sedang). akan terasa ketika seseorang mencapai tidur yang
Hal ini di karenakan oleh tingkat pendidikan respon- berkualitas. Kualitas tidur seseorang akan mengha-
den, dimana responden yang berpendidikan tinggi silkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun.
cenderung terkena insomnia, baik dari gerakan janin Tidur yang tidak adekuat danberkualitas buruk dapat
bahkan karena tingkat kecemasan saat persalinan. menyebabkan gangguan keseimbangan fisiologis
Selain itu, posisi tidur tidak nyaman dan insomnia danpsikologis. Agar ibu hamil trimester 3 beradaptasi
yang dirasakan ibu hamil trimester III disebabkan dengan beberapa perubahan, maka salah satunya
oleh tekanan darah dalam tubuh meningkat dan dengan terapi acuyoga.
jantung memompakan darah dengan cepat. Seiring Menurut hasil penelitian setelah dilakukan terapi
dengan perut yang semakin membesar, gerakan janin acuyoga selama 4 kali dalam 2 minggu didapatkan
dalam uterus dan rasa tidak enak di ulu hati (Bobak, bahwa hampir semuanya pada level tidak ada insom-
2005). nia yang signifikan secara klinis. Hal ini dikarenakan
Menurut Varney (2002) menyebutkan, ibu hamil karena ibu hamil yang melakukan terapi acuyoga
yang berolah raga secara teratur, tingkat laporan membantu ibu lebih rileks sehingga kualitas tidur
mengalami ketidaknyamanan selama proses keha- terpenuhi.
milan lebih rendah, dan penyembuhan lebih cepat Acuyogakombinasi dari acupresure dan yoga.
dibandingkan dengan yang tidak berolahraga selama Dimana, pada penelitian ini melakukan acupresure
kehamilan. Bagi yang giat berolahraga, membutuhan yang merupakan pijatan pijatan yang halus di titik-
sedikit intervensi Sectio Caesarea (SC) dan dapat titik non merdian yang berfungsu untuk menormal-
memperpendek kala I dan II persalinan dibandingkan kan mekanisme dan respon homeostatik dan meka-
dengan yang tidak berolah raga. nisme ditubuh responden. Teoristres Selye dalam
Usia juga dapat mempengaruhi kualitas tidur Atika (2013), menjelaskan efektifitas fisiologi dari
ibu hamil, hal ini dikarenakan usia muda mempunyai massage merupakan respon terpadu yang berasal
stamina yang lebih bagus dari pada hamil pada usia dari hipotalamus yang mengarah kenaikan atau
102 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 98–103

penurunan gairah dari sistem saraf pusat. Back sensitif, gampang cemburu, minta perhatian lebih,
Massage dapat memproduksi endomorfin dengan perasaan tidak nyaman, depresi, stress dan cemas
mengurangi ketegangan otot adalah kebalikan dari dan insomnia, begitu juga menurut Maya (2008)
respon stres. Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh bahwa penurunan jumlah tidur (terjadi karena ibu
Atika (2013), bahwa Pemberian interverensi back susah untuk tidur (insomnia), hal ini dirasakan seba-
massage dalam peningkatan kualitas tidur pada ibu gai akibat dari meningkatnya kecemasan atau
hamil trimester tiga di Puskesmas Batang II di kekhawatiran dan ketidaknyamanan fisik.
dapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh Back Menurut hasil penelitian yang dilakukan dalam
Massage terhadap kualitas tidur pada ibu hamil 4 kali pertemuan selama 2 minggu menunjukkan
trimester tiga dimana dalam pelaksanaannya bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan penurun-
menggunakan pengukuran dengan kuisioner the an insomnia responden sebelum intervensi dan
Pittsburgh sleep Quality index (PSQI). sesudah intervensi.
Sedangkan yoga dalam penelitian ini menggu- Acupresure pada penelitian ini setelah melaku-
nakan gerakan surya namaskar dimana, gerakan ini kan yoga dan meditasi. Pijatan-pijatan pada titik-
dilakukan secara perlahan dan teratur, pernafasan titik Pai Hui, Yin Tang, Ting Kung, Tay Yang, Teu
yang teratur serta meditasi yang diiringi musik klasik, Wei, I Fung, I Fung Ce. Masing-masing titik ini dila-
sehingga dapat membuat responden menjadi rileks kukan penekanan, pengetukan dan pijatan yang
bahkan tertidur saat meditasi. lembut selama 1-5 menit, sehingga dapat memberi-
Dr. Vivek Narendran dari Ciccinnati Children’s kan efek relaksasi yaitu dapat mengurang keluhan
Hospitality Medical Center di Ohio Amerika Serikat seperti sakit kepala, vertigo, migrain, meningkatkan
mengatakan latihan yoga dapat membantu memper- konsentrasi, mengatur nafsu makan dan minum,
lancar aliran darah ke plasenta, menurunkan transfer melancarkan peredaran darah (Wong,2011).
hormon stres ibu ke tubuh janin, menurunkan pele- Menurut Penelitian dari Richard (2000), menun-
pasan hormon yang memicu terjadinya kelahiran jukkan bahwa massage dapat membantu menyele-
sehingga memperkecil kemungkinan kelahiran saikan permasalahan seperti kecemasan, depresi,
prematur. Selain itu, yoga juga dapat menurunkan stres, nyeri dan insomnia dengan mengurangi kete-
tingkat kecemasan ibu hamil trimester 3. Menurut gangan otot. Di perkuat juga oleh penelitian yang
penelitian dari Hariyanto (2015), terdapat pengaruh dilakukan oleh Hollenbach, Broker, Herley, dan
senam yoga terhadap tingkat kecemasan ibu hamil Stuber (2013) mengatakan bahwa dari intervensi non
trimester III di praktik Bidan Mandiri Kabupaten farmakologi terapi masase dapat meningkatkan
Boyolali pada kelompok perlakuan. kualitas tidur pada ibu hamil. Menurut penelitian
Di perkuat juga oleh penelitian Wagey (2011), Adams (2010) tentang managemen nyeri menjelas-
menunjukkan bahwa perlakuan senam hamil pada kan terapi masase dapat mengurangi nyeri, me-
wanita hamil yang usia kehamilannya memasuki nurunkan emosional, relaksasi, dan kemampuan
umur 20 minggu memberikan peningkatan antioksidan untuk tidur.
enzimatik SOD, GSHPx, dan CAT dan penurunan Yoga dengan gerakan suryanamaskar yang
MDA dan 8-OHdG lebih tinggi dibandingkan dengan terdiri dari 12 gerakan, dimana 12 gerakan ini meru-
kelompok yang tidak mendapatkan senam hamil. pakan gerakan yang dinamis dan berenergi dengan
pernapasan yang teratur setiap gerakan selama 1-2
Efektivitas Acuyoga Terhadap Insomnia Pada menit dan diakhiri dengan meditasi sehingga dapat
Ibu Hamil Trimester 3 membantu menenangkan pikiran.Berdasarkan bebe-
rapa penelitian, dinyatakan bahwa yoga dapat mem-
Hormon yang meningkat selama kehamilan bantu memberikan ketenangan jiwa dan pikiran
adalah hormon adrenalin.Hormon adrenalin dapat karena dapat dijadikan sebagai salah satu coping
menimbulkan disregulasi biokimia tubuh sehingga stress (Bribiscas, 2013; Williams-Orlando, 2013;
muncul ketegangan fisik pada ibu hamil seperti Khalsa, Butzer, Shorter, Reinhardt, & Cope, 2013;
mudah marah, gelisah, tidak mampu memusatkan Bala, 2012) dan meningkatkan self-efficacy (William-
pikiran, ragu-ragu bahkan mungkin ingin lari dari Orlando, 2013; Khalsa, Butzer, Shorter, Reinhardt,
kenyataan hidup (Dariyo, 1997 dalam Wulandari, & Cope, 2013).
2006). Menurut Pieter dan Lubis, (2010) ibu hamil Yoga juga memberikan beberapa mafaat seperti
akan mengalami bentuk-bentuk perubahan psikis meredakan nyeri pada beberapa anggota tubuh,
yaitu perubahan emosional, cenderung malas, mengatur ritme nafas untuk mencapai kondisi relaks,
Renityas, Sari, Wibisono, Efektifitas Acuyoga terhadap Keluhan Insomnia pada Ibu Hamil ... 103

mengatur ritme jantung, serta memperbaiki kualitas rawatan maternitas. Alih bahasa. Wijayarini,
tidur (Bala, 2012). Oleh karena itu, terapi acupresure M.A. & Anugerah, P.I. Edisi 4. Jakarta: EGC.
dan yoga sangat diperlukan bagi ibu hamil trimester Bribiescas, S. 2013. Yoga in Pregnancy. International
3 selain untuk meningkatkan stamina juga sebagai Journal of Childbirth Education, 99-102.
Dewi, Vivian Nanny Lia; Sunarsih, Tri. 2011. Asuhan
salah satu cara untuk mengurangi insomnia. Ge-
Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika
rakan yoga yang lembut, pernafasan dan pemijat-
Field et al. 2006. Sleep Disturbansces in Depressed
an yang perlahan akan memberikan rasa nyaman Pregnant Women and Their Newborns. Infant
pada ibu hamil trimester 3. Behavior and Development.
Grace, Pierce A & Borley Neil R. 2006. At a Glance
SIMPULAN DAN SARAN Ilmu Bedah. Surabaya: Erlangga.
Simpulan Hariyanto. 2015. Pengaruh Senam Yoga Terhadap
Tingkat kecemasan Ibu Hamil Trimester III di
Berdasarkan hasil penelitian diatas didadaptkan Praktek Bidan Mandiri Kabupaten Boyolali.
bahwa pelaksanaan terapy acuyoga berjalan dengan Program Studi S1 Fisioterapi. Fakultas Ilmu
lancar dan baik. Kesehatan. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Hasil evaluasi sebelum dilakukan acuyoga me- Hegard, Hanne dan Hanke. 2010. Experience of Physi-
nunjukkan bahwa sebagian besar responden menga- cal Activity During Pregnancyin Danish Nul-
lami Subthreshold insomnia sebesar 24 responden. liparous Women with A Physically Active Life
Sesudah di lakukan acuyoga sebagian besar respon- Before Pregnancy, A Qualitative Study. BMC
Pregnancy and Childbirth.
den tidak ada insomnia yang signifikan secara klinis
Helen Varney. 2002. Buku Saku Bidan. Jakarta
sebesar 36 responden. Hasil uji Paired sample t-test
Khalsa, S. B., Butzer, B., Shorter, S., Reinhardt, K., &
didapatkan nilai  <  berarti terdapat perbedaan Cope, S. 2013 (Mar/Apr). Yoga reduces per-
yang signifikan insomnia responden sebelum inter- formance anxiety in adolescent musicians.
vensi dan sesudah intervensi. Alternative Therapies, 19, 34–44.
Karger, S.A.G. 2009. Sleep and Vigilance Disorders
Saran in Pregnancy. Di akses tanggal 1 Agustus 2017
Terapi acuyoga perlu dilalukan 2 kali selama 1 dari http://content.karger.com
Mediarti, Devi, Sulaiman, Rosnani, Jawiah. 2014.
minggu saat ibu hamil memasuki trimester 3, dan
Pengaruh Yoga Antenatal Terhadap Pengu-
diharapkan ibu hamil serta petugas kesehatan dapat rangan Keluhan Ibu Hamil Trimester III. Jurnal
memotivasi agar ibu hamil melakukan acuyoga untuk Kedikteran, Vol 1, Oktober 2014: 47-53. Poli-
kelancaran dan kesehatan pada saat persalinan. teknik Kesehatan Kemenkes RI Palembang
Ibu hamil yang melakukan terapi acuyoga diper- Jurusan Keperawatan.
lukan kesungguhan dan serta rasa tertarik agar lebih Pieter, H.Z. & Lubis, N.L. 2010. Pengantar Psikologi
dapat mendapatkan manfaat secara fisiologis dan Dalam Keperawatan.Kencana. Jakarta.
psikologis serta instruktur memberikan informasi Stewart, D.E., Robertson, E., Dennis, L.C., Grace, S.L.,
secara konsisten untuk menunjang rasa percaya diri Wallington, T. 2003. Postpartum Depression:
dan rasa yakin pada ibu hamil, khususnya primi- Literature Review Of Risk factors and Inter-
ventions. University Health Network Womens
gravida.
Health program.
Wagey. 2011. Senam Hamil Meningkatkan Antioksi-
DAFTAR RUJUKAN dan Enzimatik, Kekuatan Otot Panggul,
Adams, W. K & Wieman, C. E. 2010. Development and Kualitas Jasmani dan Menurunkan Kerusakan
Validation of Instruments to Measure Learn- Oksidatif Pada wanita Hamil. Program Pasca
ing of Expert-Like Thinking. International Jour- Sarjana Universitas Udayana Denpasar.
nal of Science Education, 33 (9), 1-24 Wahyuni dan Ni‘mah, Layinatun. 2013. Manfaat Senam
Astuti, Maya. 2010. Buku Pintar Kehamilan.Jakarta : Hamil Untuk Meningkatkan Durasi Tidur Ibu
EGC: 16. Hamil. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Atika, Anna Fita. 2013. Pengaruh Back Massage Ter- Surakarta.
hadap Ibu Hamil Trimester Tiga.Program Studi Wulandari, Primatia Yogi. 2006. Efektivitas Senam
Diploma IV Fisioterapi. Fakultas Ilmu Kese- Hamil sebagai Pelayanan Prenatal dalam me-
hatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. nurunkan Kecemasan Menghadapi Persalinan
Bala, K. 2012. Pregnancy & Yoga.Retrieved 2017, from Pertama. INSAN. Vol. 8 No. 2
www.midwiferytoday.com. Wong, Ferry. 2011. Acuyoga Kombinasi Akupresure
Bobak, I.M., Lowdermilk, D. & Jensen, M.D. 2005. Kepe- dan Yoga. Penebar Plus. Jakarta.
© 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
104
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 104–107
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p104-107
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENGARUH AMBULASI DINI TERHADAP KEJADIAN


KONSTIPASI PADA IBU POSTPARTUM
(The Effectiveness of Early Ambulation to Constipation On
Postpartum Mother)

Lailatul Khusnul Rizki


Program Studi DIII Kebidanan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
email: lailarizki91@gmail.com

Abstract: Constipation is one of the problems during the initial parturition which relates to the early
ambulation. In Tanah Kalikedinding village, there are many postpartum mothers who still cannot do
defecation more than three days. The purpose of this research was to know the effectiveness of early
ambulation with the incidence of constipation of postpartum mother in Tanah Kalikedinding village
Surabaya. This research used analytical research with cross sectional approach. The population was
the entire postpartum mother > 3 days in Tanah Kalikedinding village as much as 28 people. The
sample was 26 respondents taken by “simple random sampling”. The random sampling source obtained
from the questionnaire. The independent variable was the early ambulation while the dependent vari-
able was the incidence of constipation. The analysis used Fisher Test with á = 0,05. The results showed
that 26 respondents obtained most of the 15 (57,7%) of respondents experiencing constipation. The
statistic chi-square test obtained with 2 cells (50%) EF < 5. Therefore, exact test values obtained by
exact fisher and P = 1 and a = 0,05 it meant P > a the table then H0 was accepted means there was no
effect of early ambulation with the incidence of constipation in the postpartum mother. The summary of
the research was there were no effect of early ambulation with the incidence of constipation on postpar-
tum mothers. We recommend that health workers should provide counseling to prevent constipation.

Keywords: Early Ambulation, Constipation, Mother Childbirth

Abstrak: Konstipasi merupakan salah satu masalah pada masa nifas awal yang erat kaitannya dengan
ambulasi dini. Di kelurahan Tanah Kalikedinding ternyata masih banyak ibu postpartum yang belum bisa
BAB lebih dari tiga hari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ambulasi dini terhadap kejadian
konstipasi pada ibu post partum di kelurahan Tanah Kalikedinding. Jenis penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasinya adalah seluruh ibu nifas >3 hari di Kelurahan Tanah Kalikedinding
sebanyak 28 orang. Besar sample 26 responden yang diambil secara “simple random sampling” .sumber
penelitian ini didapatkan dari kuisioner. Variabel independen adalah ambulasi dini sedangkan variable
dependen adalah kejadian konstipasi. Analisis menggunakan Uji Fisher dengan á = 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 26 responden didapatkan sebagian besar 15 (57,7%) responden mengalami
konstipasi. Uji statistic dengan chi-square didapatkan 2 sel (50%) mempunyai EF < 5. Oleh karena itu
dilakukan uji exact fisher dan didapatkan nilai p = 1 dan a = 0,05, berarti p > a tabel maka H0 diterima
berarti tidak ada pengaruh artinya tidak ada pengaruh ambulasi dini terhadap kejadian konstipasi pada ibu
post partum. Simpulan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaruh ambulasi dini terhadap kejadian
konstipasi pada ibu postpartum. Sebaiknya petugas kesehatan memberikan konseling untuk mencegah
terjadinya konstipasi.

Kata kunci: Ambulasi Dini, Konstipasi, Ibu Nifas

104
Rizki, Pengaruh Ambulasi Dini terhadap Kejadian Konstipasi pada Ibu Postpartum 105

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran terhadap tingkat pengetahuan primigravida dalam
placenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan menghadapi persalinan.
kembali seperti keadaan sebelum hamil (Prawiro- Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu
hardjo, 2005). Masa nifas berlangsung selama kira- post partum fisiologis > 3 hari yang berada di Ke-
kira 6–8 minggu, untuk itu sangat diperlukan latihan- lurahan Tanah Kalikedinding dari bulan Februari –
latihan ringan guna memfasilitasi penyembuhan otot- Maret 2016 sebanyak 28 orang. Sampel dalam
otot, terutama otot rahim yang telah meregang sela- penelitian ini adalah sebagian ibu post partum fi-
ma kehamilan. Dengan latihan fisik sederhana se- siologis > 3 hari yang berada di BPS Istiqomah, Ke-
cara bertahap dan terus-menerus akan mengantar- lurahan Tanah Kalikedinding kecamatan Surabaya.
kan ibu dalam proses pemulihan yang membantu Teknik sampling yang digunakan dalam pene-
memperoleh kembali kebugaran ibu secara sem- litian ini adalah simple random sampling yang
purna merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana.
Setelah persalinan ibu postpartum harus meng-
hadapi berbagai masalah. Salah satunya masalah HASIL PENELITIAN
pencernaan yang harus dihadapi adalah kesulitan
buang air besar. (Saleha, 2009). Untuk membantu Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
pengeluaran BAB dapat dilakukan dengan Ambulasi Umur di Bidan Praktek Mandiri Atik
dini. Karena kurangnya Ambulasi dini atau akibat Umur f %
terbaring yang terlalu lama mengakibatkan konsti-
pasi (pola eliminasi), dan otot sangat lemah sehingga 20 – 25 23 63,88
26 – 30 12 33,33
proses penyembuhan terganggu. Namun pada ke-
31 – 35 1 2,79
nyataannya, sekarang dimasyarakat masih banyak
ibu postpartum yang belum melakukan Ambulasi dini, Jumlah 36 100
hal ini dikarenakan ibu masih mengalami nyeri pada
luka jahitan sehingga dapat mengakibatkan ibu me- Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
rasa takut dalam melakukan Ambulasi dini. (Ma- Jenjang Pendidikan di Bidan Praktek Mandiri
nuaba, 2010). Atik
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Kategori f %
oleh peneliti pada bulan maret 2015 di Kelurahan
SD 1 2,77
Tanah Kalikedinding Surabaya melalui wawancara SMP 7 19,44
kepada 12 ibu nifas didapatkan bahwa, 8 (66,7%) SMA 24 66,68
ibu nifas belum BAB lebih dari 3 hari. Dan 4 (33,3%) PT 4 11,11
ibu nifas sudah bisa BAB kurang dari 3 hari setelah Total 36 100
melahirkan. Dari 8 ibu nifas yang belum BAB, 3
diantaranya merasakan belum ingin BAB. Aktivitas
yang dilakukan, duduk dan berbaring ditempat tidur. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Dan 5 lainnya masih takut untuk BAB karena mera- Pekerjaan di Bidan Praktek Mandiri Atik
sakan sakit dibagian luka jahitan. Aktivitas yang dila- Pekerjaan f %
kukan, berjalan disekitar tempat tidur.
IRT 20 55,57
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
SWASTA 11 30,55
mengetahui pengaruh ambulasi dini terhadap keja- PNS 3 8,33
dian konstipasi pada ibu post partum. GURU 2 5.55
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan Total 36 100
referensi bahwa ambulasi dini berpengaruh terhadap
kejadian konstipasi pada ibu post partum.
Tabel 4 Hasil Skor Rata-rata (Mean) Pre Test dan Post
BAHAN DAN METODE Test Pengetahuan tentang Kehamilan pada
Primigravida dalam Menghadapi Persalinan
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi
experiment dengan design One Group Pre-test Penyuluhan Mean T P
and Post-test untuk mempelajari pengaruh pem- Sebelum 73,52 -8,501 0,000
berian pendidikan kesehatan tentang kehamilan Sesudah 83,60
106 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 104–107

Hasil penelitian di Kelurahan Tanah Kalikedin- babkan kesakitan yang hebat pada penderitanya
ding Surabaya didapatkan hampir seluruhnya 23 disebut konstipasi atau sembelit. Dan hampir
responden (88,5%) ibu nifas aktif dalam Ambulasi setengah dari 11 (42,3%) responden merasakan
dini. Aktifitas Ambulasi dini yang terjadi pada ibu tidak tuntas saat BAB dikarenakan mengejan yang
nifas di Kelurahan Tanah Kalikedinding Surabaya terlalu keras pada saat BAB sehingga menyebab-
sudah baik, karena dari 26 responden didapatkan kan terasa seperti ada sensasi mengganjal dan
21 (80,8%) responden berusia reproduktif. Diusia keadaan ini biasanya akan menimbulkan suatu kesan
yang reproduktif aktivitas yang dilakukan ibu nifas bahwa belum selesai saat BAB. Konstipasi adalah
lebih aktif, dan lebih sedikit faktor-faktor resiko yang penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
terjadi pada ibu nifas diusia reproduktif. Antara usia pengeluaran fases yang lama atau keras dan kering.
20 sampai dengan 35 tahun, adalah kurun waktu
yang sehat bagi seorang ibu untuk hamil dan mela- PEMBAHASAN
hirkan. Ambulasi dini
Sedangkan dari 26 responden didapatkan seba-
gai kecil dari 3 (11,5%) ibu nifas pasif dalam Am- Berdasarkan hasil penelitian di Kelurahan
bulasi dini. Ibu nifas yang masih pasif dalam Ambu- Tanah Kalikedinding Surabaya didapatkan hampir
lasi dini kebanyakan disebabkan karena rasa nyeri seluruhnya 23 responden (88,5%) ibu nifas aktif
dan kekhawatiran pada luka jahitan sehingga mem- dalam Ambulasi dini. Aktifitas Ambulasi dini yang
buat ibu nifas tidak melakukan Ambulasi dini setelah terjadi pada ibu nifas di Kelurahan Tanah Kalikedin-
melahirkan. Proses adapatasi psikologi sudah terjadi ding Wrimgin Anom gresik sudah baik, karena dari
selama kehamilan,menjelang proses kehamilan 26 responden didapatkan 21 (80,8%) responden
maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut berusia reproduktif. Diusia yang reproduktif akti-
kecemasan seorang wanita dapat bertambah. vitas yang dilakukan ibu nifas lebih aktif , dan lebih
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa dari sedikit faktor-faktor resiko yang terjadi pada ibu
26 responden setengah dari responden 13 (50%) nifas diusia reproduktif. Antara usia 20 sampai
responden belum bisa BAB lebih dari tiga hari sete- dengan 35 tahun, adalah kurun waktu yang sehat
lah melahirkan. Pada ibu nifas yang takut akan luka bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan
jahitannya sehingga menyebabkan rasa malas untuk (BKKBN, 2008).
bergerak dan mencoba untuk menahan agar tidak Menurut Diana (2009) ibu nifas diperbolehkan
BAB serta nafsu makan yang menurun menyebab- berdiri dan berjalan-jalan dalam waktu 0–24 jam
kan proses pencernaan terganggu. (puerperium dini), dan kepulihan alat-alat genetalia
Kurangnya gerak (Ambulasi dini) dan asupan yang lamanya 6–8 minggu (puerperium Interme-
nutrisi menyebabkan fases keras dan proses pen- diate).
cernaan BAB terganggu. Secara khas, penurunan Ambulasi dini dilakukan secara bertahap, pada
tonus dan motilitas ke keadaan normal, BAB secara 6 jam pertama ibu nifas harus tirah baring dulu. Am-
spontan bisa tertunda selama tiga hari sampai empat bulasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa dise- lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
babkan karena tonus otot usus menurun selama memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, menegangkan otot betis serta menekuk dan meng-
enema sebelum melahirkan, kurang makan atau geser kaki. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk
dehidrasi (Bahiyatun, 2009). dapat miring kekiri dan kekanan untuk mencegah
Sebagian besar 15 (57,7%) responden menga- trombosis dan trombo emboli, setelah 24 jam ibu
lami konstipasi. Didapatkan bahwa hampir setengah dianjurkan untuk duduk dan berjalan.
11 (42,3%) responden mengejan dengan keras saat
BAB. Terlalu sering menahan BAB juga dapat me- SIMPULAN DAN SARAN
nyebabkan fases keras sehingga saat BAB mem- Simpulan
butuhkan mengejan lebih kuat lagi. Kelainan pada Ibu nifas di Kelurahan Tanah Kalikedinding
system pencernaan dimana seseorang manusia Surabaya hampir seluruhnya Ambulasi dininya aktif,
(atau mungkin juga pada hewan) mengalami penge- Ibu nifas di Kelurahan Tanah Kalikedinding Sura-
rasan fases atau tinja yang berlebihan sehingga sulit baya sebagian besar mengalami konstipasi, Tidak
untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menye- ada Pengaruh Ambulasi dini terhadap kejadian
Rizki, Pengaruh Ambulasi Dini terhadap Kejadian Konstipasi pada Ibu Postpartum 107

konstipasi pada ibu post partum di Kelurahan Tanah DAFTAR RUJUKAN


Kalikedinding Surabaya. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas
Normal. Jakarta : EGC.
Saran Ida Diana, (2009), Mobilisasi Dini pada Ibu Post Partum
Tenaga kesehatan hendaknya berupaya mem- www.digilib.unimus.ac.id, 15 Januari 2015. Jakarta:
Media Assculapius.
berikan penyuluhan dan konseling tentang penting-
Manuaba, Ida Ayu C. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri
nya mobilisasi dini serta mengajarkan mobilisasi dini Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
sesuai kebutuhan ibu nifas untuk mencegah Manuaba, Ida Bagus G. 2001. Kapita Selekta Penatalak-
konstipasi. sanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Memberikan HE tentang pencegahan terjadi- Jakarta: EGC.
nya konstipasi dan menjelaskan tanda-tanda konsti- Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.
pasi serta apa saja yang harus dilakukan bila me- Jakarta: Rineka Cipta.
ngalami konstipasi. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
Bagi ibu, hendaknya setiap ibu mencari infor- Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
masi pada petugas kesehatan atau orang yang lebih Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. YBP-
SP.
berpengalaman dan membaca buku kesehatan untuk
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.
mengatasi atau mencegah konstipasi pada ibu nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Bagi institusi pendidikan, diharapkan memberi-
kan penyuluhan kepada masyarakat tentang mobili-
sasi dini dan mengadakan senam nifas untuk mence-
gah konstipasi pada ibu nifas.
© 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p108-110
108 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 108–110
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENGARUH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG


KEHAMILAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PERSALINAN
(The Effectiveness of Health Education of Pregnancy To Knowledge
Level of Primigravida about Labor)

Ratna Ariesta Dwi Andriani


Program Studi DIII Kebidanan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
email: ratnariesta@unusa.ac.id

Abstract: In the preliminary study conducted on BPM Atik there were 30 (75%) Primigravida said that
they did not know what to do in labor since this was their first experience, so it was necessary to be
educated on how to face the labor process. The purpose of this study was to determine the effect of health
education on pregnancy to the level of knowledge of primigravida trimester III in facing labor process
in BPM Atik. Method : The study method used quasi experiment type with One Group Pre-test and Post-
test design. The samples was 36 respondents of primigravida trimester III. Result: The result of this study
was the knowledge of the respondent before the health education was 73,52 and after the health
education was 83,60 with tcount > ttable (-8,501> -2,042) or p-value <á (0,000 <0,05) then H0
Rejected and Ha accepted. This meant there was an effect of providing health education of pregnancy to
the level of knowledge of primigravida in facing labor in BPM Atik.

Keywords: knowledge, behavior, breast self-examination

Abstrak: Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Bidan Praktek Mandiri Atik ada 30 (75%) Primigravida
mengatakan tidak mengetahui apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi persalinan karena apa
yang akan dilalui merupakan pengalaman pertama, sehingga perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang
kehamilan sebagai bekal dalam menghadapi persalinan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh pendidikan kesehatan tentang kehamilan terhadap tingkat pengetahuan primigravida trimester
III dalam menghadapi persalinan di Bidan Praktik Mandiri Atik. Metode penelitian yang digunakan adalah
jenis quasi experiment dengan design One Group Pre-test and Post-test. Sampel penelitian primigravida
trimester III berjumlah 36 responden. Hasil dari penalitian ini bahwa pengetahuan responden sebelum
diberikan pendidikan kesehatan sebesar 73,52 dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 83,60 dengan
thitung > ttabel (-8,501 > -2,042) atau p-value <  (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini
berarti ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang kehamilan terhadap tingkat pengetahuan
pada primigravida dalam menghadapi persalinan di Bidan Praktek Mandiri Atik.

Kata kunci: pendidikan kesehatan, primigravida, persiapan persalinan

Indonesia merupakan negara yang mempunyai AKI masa kehamilan dan mendapat pertolongan
tertinggi diantara negara-negara ASEAN yaitu 228 pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat.
per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data Pencegahan komplikasi kehamilan dan deteksi dini
tersebut diperkirakan setiap tahun ada 13.000 ibu risiko tinggi dapat dilakukan melalui pemeriksaan
meninggal karena hamil, persalinan dan nifas. kehamilan dengan pencatatan yang benar sesuai
Kematian ibu dapat dicegah dengan melakukan standar pemeriksaan kehamilan (Saifudin, 2002).
deteksi dini terhadap komplikasi yang terjadi pada Kurangnya pengetahuan akan apa yang dihadapi

108
Andriani, Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan tentang Kehamilan ... 109

dalam persalinan dapat mengakibatkan rasa cemas primigravida dalam menghadapi persalinan. Instru-
dan takut, sehingga masa kehamilan kurang menye- men yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nangkan bahkan dapat mempersulit persalinan. lembar kuesioner. Setelah responden menyatakan
Cara terbaik untuk menghilangkan kecemasan dan setuju, yang ditunjukkan dengan pengisian lembar
kekhawatiran yang dialami ibu hamil adalah mencari informed consent, kemudian peneliti memberikan
informasi sebanyak mungkin tentangnya (Stoppard, penjelasan kepada responden tentang penelitian
2007). yang akan dilakukan. Data yang telah diperoleh
Hasil studi pendahuluan pada bulan Januari kemudian diolah dengan langkah editing, coding,
2017 di BPM Atik tedapat 40 primigravida trimester scoring, tabulating.
III yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Dari
hasil wawancara yang penulis lakukan, 30 (75%) HASIL PENELITIAN
Primigravida mengatakan kurang tahu dalam meng- Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
hadapi persalinan karena apa yang akan dilalui meru- Umur di Bidan Praktek Mandiri Atik
pakan pengalaman pertama. 10 (25%) Primigra-
vida mengatakan mengetahui tentang kehamilan dan Umur f %
siap dalam menghadapi persalinan. Hal inilah yang 20 – 25 23 63,88
menarik penulis untuk melakukan penelitian penga- 26 – 30 12 33,33
ruh pemberian pendidikan kesehatan tentang keha- 31 – 35 1 2,79
milan terhadap tingkat pengetahuan primigravida Jumlah 36 100
dalam menghadapi persalinan.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang Jenjang Pendidikan di Bidan Praktek Mandiri
kehamilan terhadap pengetahuan ibu primigravida Atik
dalam menghadapi persalinan. Kategori f %
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan SD 1 2,77
referensi bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh SMP 7 19,44
terhadap pengetahuan primigravida menghadapi SMA 24 66,68
persalinan. PT 4 11,11
Total 36 100
BAHAN DAN METODE
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis penelitian yang dihunakan adalah quasi
Pekerjaan di Bidan Praktek Mandiri Atik
experiment dengan design One Group Pre-test
and Post-test untuk mempelajari pengaruh pembe- Pekerjaan f %
rian pendidikan kesehatan tentang kehamilan terha- IRT 20 55,57
dap tingkat pengetahuan primigravida dalam meng- SWASTA 11 30,55
hadapi persalinan. PNS 3 8,33
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu GURU 2 5.55
hamil, yang melakukan pemeriksaan kehamilan di Total 36 100
Bidan Praktik Mandiri Atik. Sampel dalam penelitian
ini adalah Primigravida trimester III yang memerik- Tabel 4 Hasil Skor Rata-rata (Mean) Pre Test dan Post
sakan kehamilan di Bidan Praktik Mandiri Atik. Test Pengetahuan tentang Kehamilan pada
Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Primigravida dalam Menghadapi Persalinan
Purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel Penyuluhan Mean T P
untuk tujuan tertentu (Hidayat, 2007). Jadi sampel
Sebelum 73,52 -8,501 0,000
dalam penelitian ini adalah primigravida trimester
Sesudah 83,60
III yang melakukan pemeriksaan kehamilan di Bidan
Praktik Mandiri Atik pada bulan Januari – Mei tahun
2017 yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian PEMBAHASAN
diambil sebagai responden. Berdasarkan hasil penelitian seluruh responden
Variabel dalam penelitian ini adalah pendidikan mempunyai perbedaan umur. Mayoritas responden
kesehatan tentang kehamilan dan pengetahuan berumur 20–25 tahun. Hasil penelitian ini menunjuk-
110 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 108–110

kan bahwa perbedaan umur tidak mempengaruhi pendidikan kesehatan tentang kehamilan terhadap
pengetahuan primigravida trimester III tentang tingkat pengetahuan pada primigravida trimester III
kehamilan dalam menghadapi persalinan. Hal ini dalam menghadapi persalinan di Bidan Praktek
tidak sesuai dengan teori Nursalam yang mengata- Mandiri Atik Bulakbanteng. Pemberian penyuluhan
kan bahwa Semakin cukup usia, tingkat kematangan dengan bantuan media leaflet mampu meningkatkan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam pengetahuan. Penyuluhan melibatkan adanya aktivi-
berfikir dan bekerja (Nursalam, 2008). tas mendengar, berbicara dan melihat yang membuat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas metode ini efektif. Menganalisa bahwa informasi
responden berpendidikan SMA. Perbedaan tingkat berperan dalam menunjang perubahan perilaku sese-
pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengeta- orang. Informasi yang diterima melalui media cetak,
huan seseorang setelah diberikan penyuluhan. Hal elektronik, pendidikan/penyuluhan, buku-buku dan
ini sesuai dengan Notoadmojo yang mengatakan bah- sebagainya akan meningkatkan pengetahuan sese-
wa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pikiran orang sehingga ia akan biasa memperbaiki atau me-
kritis seseorang, sehingga semakin tinggi tingkat rubah perilakunya menjadi lebih baik (Septalia, 2001)
pendidikan maka pengetahuan seseorang akan baik
(Notoadmojo, 2003). Pendidikan dapat mempenga- SIMPULAN DAN SARAN
ruhi cara pandang seseorang terhadap informasi Simpulan
baru yang diterimanya. maka dapat dikatakan bah-
wa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin Terdapat pengaruh pemberian pendidikan kese-
mudah seseorang menerima informasi yang didapat- hatan tentang kehamilan terhadap tingkat pengeta-
nya (Septalia, 2011). huan primigravida trimester III dalam menghadapi
Pekerjaan atau aktivitas responden yang berbe- persalinan dengan nilai t hitung = -8,501. Dan nilai
da tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan sese- p value < , yakni sebesar 0,000<0,05, karena
orang setelah diberikan penyuluhan. Pengaruh faktor thitung­ > ttabel (-8,501 > -2,042) atau p-value < 
lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekitar (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima.
dapat menjadikan sesorang memiliki pengetahuan
yang lebih baik dari yang lain, karena faktor lingkung- Saran
an mempengaruhi cara berfikir dan bertindak sese- Bagi tenaga kesehatan khususnya Bidan agar
orang baik secara langsung maupun secara tidak lebih mengoptimalisasikan kegiatan pendidikan
langsung. kesehatan tentang kehamilan kepada ibu hamil untuk
Hal ini sesuai dengan teori, lingkungan adalah dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil dalam
sesuatu yang ada dialam sekitar yang memiliki mak- mempersiapkan proses persalinan.
na dan pengaruh tertentu kepada individu. Lingkung-
an dapat memberikan pengaruh positif maupun DAFTAR RUJUKAN
pengaruh negatif. Sehingga tidak dapat diabaikan, Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan
bahwa lingkungan mempengaruhi pengetahuan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta.
respoden dalam penelitian ini. Pengalaman yang Hal 83
didapatkan seseorang ketika berada diluar rumah Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi
atau bekerja cenderung akan meningkatkan penge- Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
tahuan seseorang. Sesuatu yang pernah dialami medika. Hal: 53-90
seseorang akan menambah pengetahuan tentang Notoadmodjo S. 2003. Metodologi Penelitian Kese-
hatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal 79-92.
sesuatu yang bersifat informal (Notoadmojo, 2003).
Saifuddin, AB. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Hasil uji statistik bivariat dengan menggunakan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
paired t-test membuktikan adanya pengaruh pem- JNPKKR-POGI. Hal : 11-13
berian pendidikan kesehatan terhadap tingkat pe- _____________. Buku Panduan Praktis Pelayanan
ngetahuan primigravida trimester III dalam meng- Kesehaatn Maternal dan Neonatal. Jakarta:
hadapi persalinan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Hal:
p value untuk pengetahuan 0,000 < 0,05 dan nilai t 25–26.
hitung -8,50, karena thitung­ > ttabel (-8,501 > -2,042) Septalia, R.E. 2010. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
atau p-value <  (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak Stoppard, M. 2007. Panduan Mempersiapkan Keha-
dan Ha diterima sehingga ada pengaruh pemberian milan dan Kelahiran. Yogyakarta: Pustaka Pela-
jar. Hal : 256 – 257.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
Amalia, Hubungan Tingkat Pengetahuan Bidan tentang BLS (Basic Life Support)... 111
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p111-114
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BIDAN TENTANG BLS


(BASIC LIFE SUPPORT) DENGAN WAKTU TANGGAP
PELAYANAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DI IRD OBGYN
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
(The Correlation of Midwife’s Knowledge About BLS (Basic Life
Support) and Emergency Service Response Time On Patients In IRD
Obgyn RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

Rizki Amalia
Program Studi DIII Kebidanan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
email: amaliastikesyarsis@gmail.com

Abstract: The emergency service principle is Time Saving is Life Saving, primarily on the Priority 1
patients. The lack of midwife knowledge about BLS is one of factors that can decrease the response time
in treating of Priority 1 patient, thus the risk of imperfection and mortality will be increasingly high. The
purpose of this research was to know the correlation of midwife knowledge about BLS and the emer-
gency service response time on the Priority 1 patients at the Emergency Unit of RSUD Dr Soetomo
Surabaya. Method: Design of this research used observational analytical method with the Time Series
approach. The population used nurses of Emergency Unit of RSUD Dr Soetomo Surabaya, on May 2017.
The samples were 21 respondents by Total Sampling technique. The data collection was done by using
questionnaire and observation sheets. After data were tabulated, then they were analyzed using the
statistical test of Spearman’s Rho Correlation with   0.05. Result: The results indicated that almost
half (42.9%) of respondents had good knowledge level and more than half (61.9%) of respondents had
the fast response time. The statistical test obtained results that there was correlation of the midwife
knowledge level about BLS and the emergency service response time with  = 0.000. Based on the
results of this research, it could be concluded that the better knowledge level about BLS the faster the
emergency service response time. It was needed to improve midwife knowledge about BLS by means the
training and workshop so that the midwife response time increasingly fast.

Keywords: knowledge, behavior, breast self-examination

Abstrak: Prinsip pelayanan gawat darurat adalah Time Saving is Life Saving, terutama pada pasien Prioritas
1 di RSUD Dr soetomo Surabaya . Kurangnya tingkat pengetahuan bidan tentang BLS merupakan salah
satu faktor yang dapat memperlambat waktu tanggap bidan dalam menangani pasien Prioritas 1 sehingga
resiko terjadinya kecacatan dan kematian akan semakin tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang BLS dengan waktu tanggap pelayanan gawat darurat
pada pasien Prioritas 1 di RSUD Dr soetomo Surabaya. Metodologi: Desain penelitian ini menggunakan
metode analitik observasional dengan pendekatan Time Series. Populasi yang digunakan yaitu bidan
Kamar Terima IGD OBGYN RSUD Dr soetomo Surabaya, pada bulan Mei 2017. Sampel diambil sebesar 21
responden dengan teknik Total Sampling. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan lembar
observasi. Setelah data ditabulasi, kemudian dianalisis menggunakan uji statistik Spearman’s Rho Corre-
lation dengan   0,05. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian (42,9%) responden memiliki
tingkat pengetahuan baik dan sebagian besar (61,9%) responden memiliki waktu tanggap cepat. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh hasil ada hubungan tingkat pengetahuan bidan tentang BLS dengan waktu

111
112 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 111–114

tanggap pelayanan gawat darurat dengan  = 0,000. Melihat hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
semakin baik tingkat pengetahuan bidan tentang BLS maka semakin cepat waktu tanggap pelayanan
gawat daruratnya. Perlu adanya usaha peningkatan pengetahuan bidan tentang BLS melalui pelatihan dan
workshop agar waktu tanggap Bidan semakin cepat.

Kata kunci: Pengetahuan, Basic Life Support, waktu tanggap, pelayanan gawat darurat, triase prioritas
1

BLS (Basic Life Support) adalah suatu pertolongan oleh bidan di Unit Gawat Darurat adalah waktu
pertama yang harus segera dilakukan agar tidak tanggap. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
terjadi kerusakan organ vital yang membuat pasien hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang BLS
tidak tertolong. BLS dalam Unit Gawat Darurat dengan waktu tanggap pelayanan gawat darurat
diperlukan terutama untuk pasien yang termasuk pasien Prioritas Satu (P1) di Kamar Terima Unit
dalam golongan Prioritas Satu (P1). Mengingat bah- Gawat Darurat RS dr Soetomo Surabaya. Penge-
wa prinsip pelayanan gawat darurat adalah Time tahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
Saving is Life Saving, terutama pada pasien gawat setelah orang melakukan penginderaan terhadap
darurat, tindakan yang cepat dan tepat perlu dila- suatu obyek tertentu. Tingkat Pengetahuan di dalam
kukan oleh Bidan untuk menyelamatkan jiwa pasien. Domain Kognitif diantaranya: Tahu (Know), Mema-
Menurut data yang ada di Kamar Terima Unit hami (Comprehension), Aplikasi (Application),
Gawat Darurat RS Dr Soetomo Surabaya tentang Analisis (Analysis), Sintesis (Synthesis), Evaluasi
jumlah pasien Prioritas Satu (P1) selama bulan (Evaluation). Gawat Darurat adalah waktu tang-
Oktober – Desember 2016, terdapat 297 pasien gap. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hu-
pada bulan Oktober 2016, 321 pasien pada bulan bungan tingkat pengetahuan perawat tentang BLS
November 2016, dan 234 pasien pada bulan Desem- dengan waktu tanggap pelayanan gawat darurat
ber 2016. Jumlah pasien Prioritas Satu (P1) selama pasien Prioritas Satu (P1) di Kamar Terima Unit
bulan Oktober – Desember 2016 adalah 852 pasien Gawat Darurat RS dr Soetomo Surabaya.
dengan rata-rata 284 pasien tiap bulan (Nunuk.
2008) BAHAN DAN METODE
Data lain menunjukkan bahwa pasien Prioritas Desain penelitian yang digunakan analitik
Satu (P1) yang dilayani dengan waktu tanggap cepat observasional dengan pendekatan Cross Sectional
atau tidak lebih dari 1 menit di Kamar Terima Unit dimana dalam penelitian ini, Populasi dalam pene-
Gawat Darurat RS dr Soetomo Surabaya sebanyak litian ini adalah semua bidan yang bertugas di Kamar
75% atau 223 pasien dari 297 pasien pada bulan Terima obgyn Unit Gawat Darurat RS Dr. Soetomo
Oktober 2016, 82% atau 263 pasien dari 321 pasien Surabaya sebesar 22 orang. Penelitian ini dilaksana-
pada bulan November 2016, dan 78% atau 183 pa- kan pada tanggal 1-30 Mei 2017 di Kamar Terima
sien dari 234 pasien pada bulan Desember 2016. Unit Gawat Darurat RS dr. Soetomo Surabaya.
Jumlah pasien Prioritas Satu (P1) selama bulan Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bidan
Oktober – Desember 2016 yang dilayani dengan yang bertugas di Kamar Terima Unit Gawat Darurat
waktu tanggap cepat atau tidak lebih dari 1 menit RS dr. Soetomo Surabaya yang memenuhi kriteria,
adalah 669 pasien dengan rata-rata 223 pasien tiap Kriteria inklusi adalah bidan yang bertugas di Kamar
bulan. Terima Obgyn Unit Gawat Darurat RS dr. Soetomo
Data di atas menunjukkan bahwa masih terda- Surabaya yang bersedia menjadi responden. Kriteria
pat pelayanan gawat darurat pada pasien Prioritas eksklusi pada penelitian ini adalah bidan yang ber-
Satu (P1) dengan waktu tanggap yang lambat atau tugas di Kamar Terima obgyn Unit Gawat Darurat
lebih dari 1 menit. Adapun jumlah perawat di Kamar RS dr Soetomo Surabaya namun saat ini sedang
Terima Unit RS Dr. Soetomo Surabaya yang tercatat menjalankan tugas dinas ke luar atau sedang cuti.
hingga bulan Desember 2016 sebanyak 22 orang. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini
Jumlah yang mempunyai perbandingan yang sangat adalah 21 orang, Kuesioner berisi 20 pertanyaan
jauh dengan jumlah pasien Prioritas Satu (P1). In- tentang BLS (Basic Life Support), terdiri dari 2
dikator keberhasilan tindakan medik dalam pena- pertanyaan tentang pengertian BLS (Basic Life
nganan pasien Prioritas Satu (P1) yang dilakukan Support) pada pertanyaan nomor 1 dan 2, 5 per-
Amalia, Hubungan Tingkat Pengetahuan Bidan tentang BLS (Basic Life Support)... 113

tanyaan tentang prinsip dasar BLS (Basic Life (42,9 %) responden memiliki tingkat pengetahuan
Support) pada pertanyaan nomor 3 sampai 7, 14 baik dan seluruhnya mempunyai waktu tanggap
pertanyaan tentang penatalaksanaan BLS (Basic cepat. Sebagian kecil (33,3 %) responden memiliki
Life Support) pada pertanyaan nomor 8 sampai tingkat pengetahuan cukup, sebagian besar dian-
21, dan 4 pertanyaan tentang waktu tanggap dalam taranya (57,1%) mempunyai waktu tanggap dan
BLS (Basic Life Support) pada pertanyaan nomor sisanya (42,9%) mempunyai waktu tanggap lambat.
22 sampai 25, diperiksa, diolah dan di analisis secara Sisa responden (23,8 %) lainnya memiliki tingkat
statistik nonparametrik berdasarkan uji statistik pengetahuan kurang dan seluruhnya (100%) mem-
Spearman’s Rho Correlation menggunakan SPSS punyai waktu tanggap lambat.
16.0 for Windows dengan derajat kemaknaan  <
0,05. Artinya bila hasil uji statistik menunjukkan  PEMBAHASAN
< 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya ada Hasil analisa data dengan uji statistik
hubungan yang bermakna antara tingkat pengeta- Spearman’s Rho Correlation diperoleh hasil  =
huan perawat tentang BLS (Basic Life Support) 0,000. Dimana   0,05 maka H0 ditolak. Artinya
dengan waktu tanggap pelayanan gawat darurat ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat
pada pasien Prioritas Satu (P1) di Kamar Terima tentang BLS dengan waktu tanggap pelayanan ga-
obgyn Unit Gawat Darurat RS Dr.Soetomo Sura- wat darurat pada pasien (P1). Hal ini membuktikan
baya. bahwa semakin baik tingkat pengetahuan perawat
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji tentang BLS maka semakin cepat waktu tanggap
korelasi Spearman’s Rho Correlation untuk me- pelayanan gawat darurat yang diperlukan untuk
ngetahui apakah ada hubungan diantara dua variabel menangani pasien (P1).
yaitu tingkat pengetahuan perawat tentang BLS Berdasarkan data hasil penelitian, dari 21 res-
dengan waktu tanggap pelayanan gawat darurat ponden yang ada didapatkan hampir sebagian (42,9
pada pasien P1 didapatkan  = 0,000. Hal ini me- %) responden memiliki tingkat pengetahuan baik
nunjukkan bahwa   0,05 berarti H0 ditolak yang dan seluruhnya mempunyai waktu tanggap cepat.
berarti terdapat hubungan antara tingkat pengeta- Sebagian kecil (33,3%) responden memiliki tingkat
huan perawat tentang BLS dengan waktu tanggap pengetahuan cukup, sebagian besar diantaranya
pelayanan gawat darurat pada pasien P1 di Kamar (57,1%) mempunyai waktu tanggap dan sisanya
Terima obgyn Unit Gawat Darurat RS dr Soetomo (42,9%) mempunyai waktu tanggap lambat. Sisa
Surabaya. responden (23,8%) lainnya memiliki tingkat penge-
tahuan kurang dan seluruhnya (100%) mempunyai
HASIL PENELITIAN waktu tanggap lambat.
Tabel 1 Tabulasi Silang Pengetahuan Bidan tentang Menurut Moewardi (2003) dapat dipahami
BLS bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keber-
hasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada
No Pengetahuan f %
kualitas tim medis dan tim perawat untuk menyela-
1 Baik 9 42,9 matkan nyawa atau mencegah kecacatan. Oleh
2 Cukup 7 33 karena itu kualitas tim perawat dalam memberikan
3 Kurang 5 23,8 pelayanan gawat darurat pada pasien P1 di Kamar
Total 21 100 Terima Unit Gawat Darurat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan perawat tentang BLS.
Tabel 2 Tabulasi Silang Waktu Tanggap Pelayanan Artinya semakin baik tingkat pengetahuan pera-
Gawat Darurat wat tentang BLS maka akan semakin cepat pula
No Waktu Tanggap f % waktu tanggap pelayanan gawat darurat pada pasien
(P1). Sehingga kemungkinan terjadi kecacatan
1 Cepat 12 57,1 (morbidity) atau bahkan kematian (mortality) pada
2 Lambat 9 42,9 pasien akan semakin kecil. Dari pengalaman dan
Total 21 100 penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
Berdasarkan data hasil penelitian, dari 21 yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,
responden yang ada didapatkan hampir sebagian 2003) dan yang dimaksud perilaku disini adalah
114 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 111–114

waktu tanggap pelayanan gawat darurat pada pasien Saran


P1 yang dilakukan oleh perawat. Bagi tenaga kesehatan khususnya Bidan agar
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk me- lebih mengoptimalisasikan pengetahuan dan kete-
ningkatkan pengetahuan perawat tentang BLS dan rampilan tentang Basic Life Support (BLS) sehing-
waktu tanggap pelayanan gawat darurat oleh pera- ga waktu tanggap pelayanan gawat darurat semakin
wat. Antara lain, mengikuti pelatihan dan workshop cepat dan pelayanan semakin efektif.
keperawatan dengan tema BLS yang diadakan oleh
pihak rumah sakit tempat perawat bekerja maupun DAFTAR RUJUKAN
pihak lain.
Moewardi. 2003. Materi Pelatihan PPGD. Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku
SIMPULAN DAN SARAN Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal: 114, 120,
Simpulan 121, 122, 124, 125, 126, 127.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian
Terdapat hubungan tingkat pengetahuan bidan
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal: 10.
tentang BLS (basic life support) dengan waktu Nunuk dan Agus. 2008. Perbedaan Waktu Tanggap
tanggap pelayanan gawat darurat pada pasien di Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala
IRD Obgyn RSUD dr Soetomo Surabaya. Kategori I – V di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Dr. Moewardi Berita Ilmu Keperawatan. Vol 1.
No. 2. Juni 2008. Hal. 69–74.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 Menstruasi ©
Rahayu, Hubungan dan2017 Jurnal
Kadar Ners dan Kebidanan
Hemoglobin... 115
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p115-119
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

HUBUNGAN MENSTRUASI DAN KADAR HEMOGLOBIN


DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA
MAHASISWI D3 KEBIDANAN
(The Correlation of Menstruation and Levels of Hemoglobin
with Learning Motivation of Midwifery Student)

Esty Puji Rahayu


Program Studi DIII Kebidanan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
email: esty@unusa.ac.id

Abstract: The nutritional problems in Indonesia that still need serious attention are: lack of vitamin A,
iodine deficiency disorders, anemia, and growth disorders. Factors affecting Hb levels in girls are blood
loss caused by menstrual bleeding, lack of Fe in the food consumed, chronic diseases, change of lifestyle
from well to lack organized lifestyle, and imbalance between nutritional intake and activities per-
formed. Lack of Hb levels is the cause of anemia. Lazy, often sleepy and weakness is one of the effects of
low Hb levels. A student who is anemic, usually less motivated in learning in consequences less achieve-
ment. Method : The research design used correlational analytic method with cross-sectional approach.
The population was all female D3 midwifery program 2nd semester academic year 2015-2016. The
sampling technique used simple random sampling. The questionnaire used to measure learning motiva-
tion was a validated questionnaire taken from Pintrich et.al’s A Manual for the Use of the Motivated
Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) of 30 items. Result : Data of menstruation correlation
with learning motivation using Chi Square test with result of menstrual correlation with learning
motivation with p = 0,003 (p <0,05). The correlation of Hb level with learning motivation was analyzed
using Spearman Rank Test test with the result of correlation between Hb level with learning motivation
p = 0,036 (p <0,05)

Keywords: menstruation, Hb, studies motivation

Abstrak: Masalah gizi di Idonesia yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari
semua pihak antara lain: kurangnya vitamin A, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), anemia gizi besi
(AGB), dan gangguan pertumbuahn. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hb pada remaja putri yaitu
kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi, kurangnya zat besi dalam makanan yang
dikonsumsi, penyakit yang kronis, pola hidup remaja putri berubah dari yang semula serba teratur menjadi
kurang teratur, ketidakseimbangan antara asupan gizi dan aktifitas yang dilakukan. Kekurangan kadar Hb
merupakan penyebab anemia. Malas, sering mengantuk dan lemas merupakan salah dampak dari kadar Hb
yang rendah. Seorang siswa yang mengalami anemia, kurang termotivasi untuk belajar sehingga kurang
bisa menghasilkan prestasi yang tinggi. Desain penelitian menggunakan metode analitik korelasional
dengan pendekatan crosseksional. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh mahasiswi D3 Kebidanan
semester 2 tahun ajaran 2015–2016. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
simple random samplig. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur motivasi belajar adalah kuesioner
yang sudah tervalidasi diambil dari A Manual for the Use of the Motivated Strategies for Learning Question-
naire (MSLQ) oleh Pintrich et.al berjumlah 30 butir soal. Data hubungan menstruasi dengan motivasi
belajar menggunakan uji Chi Square dengan hasil terdapat hubungan menstruasi dengan motivasi belajar
dengan p=0,003 (p<0,05). Hubungan kadar Hb dengan motivasi belajar dianalisa menggunakan uji Spearman
Rank Test dengan hasil terdapat hubungan antara kadar Hb dengan motivasi belajar p=0,036 (p<0,05)

Kata kunci: menstruasi, Hb, motivasi belajar

115
116 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 115–119

Di Indonesia terdapat beberapa masalah gizi yang penyebab anemia. Jika anemia terjadi pada remaja
masih perlu mendapat perhatian secara sungguh- dalam usia sekolah, maka akan perpengaruh pada
sungguh dari semua pihak antara lain: kurangnya motivasi dan proses belajarnya. Keadaan malas,
vitamin A, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), sering mengantuk dan lemas merupakan salah dam-
anemia gizi besi (AGB), dan gangguan pertum- pak dari kadar Hb yang rendah. Seorang siswa yang
buhan. Permasalahan tersebut harus ditangani se- mengalami anemia atau rendahnya kadar Hb, ku-
cara sungguh-sungguh karena dampaknya akan rang termotivasi untuk belajar sehingga kurang bisa
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya menghasilkan prestasi yang tinggi. Keadaan peserta
manusia Indonesia di masa yang akan datang didik secara jasmaniah maupun rohaniah akan mem
(Bappenas, 2007). pengaruhi motivasi belajar. Kondisi jasmani dan ro-
Anemia gizi merupakan masalah gizi yang hani yang sehat akan mendukung pemusatan perha-
paling utama di Indonesia, yang disebabkan karena tian dan gairah dalam belajar. Sebaliknya jika anak
kekurangan zat besi. Menurut data SKRT tahun dalam kondisi sakit maka pemusatan perhatian akan
2001, prevalensi Angka Defisiensi Besi di Indonesia menurun. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi
tertinggi pada anak umur 1–2 tahun yang mencapai motivasi belajar yaitu cita-cita, kemampuan, kondisi
61,4 persen, sedangkan pada anak usia 0–5 tahun siswa meliputi keadaan tonus jasmani dan keadaan
angkanya 47 persen. Pada usia sekolah dan remaja fungsi jasmani, kondisi lingkungan, unsur-unsur
(15–19 tahun) angka prevalensinya 26,5 persen, dinamis dalam belajar dan kondisi guru dalam mem-
wanita usia subur baik yang menikah maupun tidak belajarkan siswa.
51,4 persen, dan pada wanita hamil 40 persen. La- Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
poran hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) mengetahui hubungan antara menstruasi dan kadar
Nasional tahun 2007 di 440 kota/kabupaten di 33 Hb dengan motivasi belajar mahasiswi D3 Kebidan-
provinsi di Indonesia oleh Badan Penelitian dan an UNUSA. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
Pengembangan Kesehatan Depkes RI mengung- 1) mengidentifikasi hubungan antara menstruasi
kapkan bahwa secara nasional prevalensi anemia dengan motivasi belajar mahasiswi D3 Kebidanan
di perkotaan mencapai 14,8 persen. Menurut UNUSA 2) mengidentifikasi hubungan antara kadar
BKKBN tahun 2007, Departemen Kesehatan RI Hb dengan motivasi belajar mahasiswi D3 Kebidan-
pada tahun 2001/2002 melakukan penelitian di 2 an UNUSA, 3) Menganalisis hubungan antara
propinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur yakni mentruasi dan kadar Hb dengan motivasi belajar
meliputi 10 kabupaten menemukan bahwa sekitar mahasiswi D3 Kebidanan UNUSA.
82% remaja putri mengalami anemia yaitu kadar Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan
Hemoglobin (Hb)  12 gr%. referensi bahwa menstruasi dan hadar Hb berhu-
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, bungan terhadap motivasi belajar mahasiswi D3
terutama pada anak sekolah antara lain adalah Kebidanan.
kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan ke- BAHAN DAN METODE
cerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, Desain penelitian menggunakan metode analitik
pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta korelasional dengan pendekatan crosseksional
interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menu- antara kadar hemoglobin dengan motivasi belajar.
runkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh
ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak mahasiswi D3 Kebidanan semester 2 tahun ajaran
Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan 2015–2016. Pengambilan sampel pada penelitian ini
(Asih, 2005). dilakukan dengan menggunakan simple random
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hb sampling .Sampel dari penelitian ini sebanyak 36
pada remaja putri yaitu kehilangan darah yang dise- mahasiswi. Dalam penelitian ini yang menjadi krite-
babkan oleh perdarahan menstruasi, kurangnya zat ria inklusi adalah mahasiswi semester 2 yang ber-
besi dalam makanan yang dikonsumsi, penyakit yang sedia menjadi responden untuk diteliti dengan menan-
kronis, pola hidup remaja putri berubah dari yang datangani lembar persetujuan. Kriteria eksklusi
semula serba teratur menjadi kurang teratur, keti- adalah siswi yang memiliki penyakit kelainan darah
dakseimbangan antara asupan gizi dan aktifitas yang diperoleh dari interview dengan siswi yang akan
dilakukan. Kekurangan kadar Hb merupakan menjadi responden. Sebelum mengisi kuesioner
Rahayu, Hubungan Menstruasi dan Kadar Hemoglobin... 117

responden mengisi lembar inform konsen terlebih Dari Hasil pengukuran kadar Hb dengan meng-
dahulu. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur gunakan Hb meter digital didapatkan data sebagai
motivasi belajar adalah kuesioner yang sudah berikut.
tervalidasi diambil dari A Manual for the Use of
the Motivated Strategies for Learning Tabel 2 Kadar Hb mahasiswi D3 Kebidanan UNUSA
Questionnaire (MSLQ) oleh Pintrich et.al berjum- Berdasarkan Rentang Kadar Hb
lah 30 butir soal. Peneliti mewawancarai responden
untuk mendapatkan data menstruasi. Pengukuran No Kadar Hb f %
kadar Hb menggunakan alat Hb test digital dengan 1  12 gr/dl 4 11,1
merk Easy Touch. 2 < 12 gr/dl 32 88,9
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Total 36 100
software SPSS 16.0. Data hubungan menstruasi
dengan motivasi belajar menggunakan uji Chi
Square dan hubungan kadar Hb dengan motivasi Pada Tabel 2 dari keseluruhan responden kadar
belajar dianalisa menggunakan uji statistik Hb siswi hanya terdapat 4 mahasiswi (11,1%)
Spearman Rank Test. dengan kadar Hb  12 gr/dl. Dan selebihnya yaitu
32 siswi (88,9%) memiliki kadar Hb < 12 gr/dl
HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden tertera pada Tabel 1 Tabel 3 Motivasi Belajar mahasiswi D3 Kebidanan
di bawah. UNUSA

No Motivasi f %
Tabel 1 Distribusi Frekuensi mahasiswi Menurut Usia
di D3 Kebidanan UNUSA 1 Tinggi 17 47,2
2 Sedang 17 47,2
No Usia f Prosentase 3 Rendah 2 5,6
1 18-19th 13 36,2 Total 36 100
2 19-20 th 23 63,8
Total 36 100 Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari kese-
luruhan responden pada rentang motivasi tinggi dan
Pada Tabel 1 menunjukkan mahasiswi paling sedang memiliki jumlah yang sama yaitu 17 maha-
banyak berusia 19-20 tahun. siswi (47,2%) dan masih ada 2 mahasiswi (5,6%)
dengan motivasi yang rendah

Tabel 4 Motivasi Belajar Siswi D3 Kebidanan UNUSA


Kadar Hb  12 gr/dl < 12 gr/dl Total
Motivasi Belajar f % f % f %
Tinggi 4 23,5 13 76,5 17 100
Sedang 0 0 17 100 17 100
Rendah 0 0 2 100 2 100
Total 4 11,1 32 88,9 36 100

Berdasarkan Tabel 4 silang di atas dapat di terdapat 2 siswi (100%), yang semuanya berada
intepretasikan bahwa dari 17 siswi yang memiliki pada rentang Hb yang rendah pula. Berdasarkan
motivasi tinggi terdapat 4 siswi (23,5%) dengan analisa data Spearman Rank dengan menggunakan
kadar Hb yang tinggi pula dan 13 siswi (76,5%) computer didapatkan ñ lebih kecil dibanding taraf
dengan kadar Hb yg rendah. Pada motivasi sedang signifikansi (< 0,05) yaitu 0,036 < 0 yang artinya
17 siswi (100%) berada pada Hb yang rendah (< terdapat hubungan kadar Hb dengan motivasi belajar
12 gr/dl). Sedangkan pada motivasi yang rendah mahasiswi D3 Kebidanan UNUSA
118 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 115–119

Tabel 5 Hubungan Keadaan Menstruasi dengan Motivasi Belajar


Motivasi Belajar Tinggi Sedang Rendah
Kondisi Menstruasi f % f % f %
Sedang 2 22,2 5 55,6 2 22,2
Tidak sedang 15 55,6 12 44,4 0 0
Total 17 47,2 17 47,2 2 5,6

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa siswi yang anemia meliputi pertumbuhan anak akan terhambat,
sedang menstruasi memiliki motivasi yang tinggi pembentukan sel otot kurang sehingga otot menjadi
sebanyak 22,2%, motivasi sedang sebanyak 55,6% lemas, daya tahan tubuh akan menurun, prestasi
dan 22,2% adalah dengan motivasi yang rendah. berkurang dan terjadi perubahan perilaku (Hamalik,
Sedangkan siswi yang tidak sedang menstruasi pada 2005).
saat dilakukan penelitian terdapat 55,6% siswi yang Setelah mengalmi perdarahan yang cepat, ma-
bermotivasi tinggi, 44,4% dengan motivasi sedang, ka tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu
dan tidak ada siswi yang tidak sedang menstruasi 1–3 hari. Namun hal ini akan membuat konsentrasi
memiliki motivasi yang rendah. Berdasarkan analisa sel darah menjadi rendah (Guyton,2001). Hal ini
data Chi Square dengan menggunakan computer sesuai dengan tabel 2 bahwa 9 (28,1%) siswi yang
didapatkan ñ lebih kecil dibanding taraf signifikansi sedang mengalami menstruasi semuanya memiliki
p= 0,003 yang artinya terdapat hubungan menstruasi kadar Hb < 12 gr/dl. Siswi ini cenderung lemah,
dengan motivasi belajar mahasiswi D3 Kebidanan letih lesu dan tampak pucat, namun dia tidak merasa
UNUSA. pusing.
Keadaan menstruasi berpengaruh dengan ka-
PEMBAHASAN dar Hb seorang siswi begitu juga dengan motivasi
Hubungan Menstruasi dengan Motivasi belajarnya. Jika siswi tersebut memiliki kadar Hb
Belajar yang rendah maka dia akan lemah, letih dan sering
mengantuk bahkan dia akan kehilangan gairah untuk
Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi belajar. Hal ini sesuai dengan data pada Tabel 5
sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak yaitu hanya terdapat 22,2% siswi yang sedang
semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, menstruasi dan memiliki motivasi yang tinggi. Hal
terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. ini sangat disayangkan karena keadaan menstruasi
Sebagian wanita mengalami menstruaasi setiap bu- yang berdampak pada rendahnya kadar Hb ini sebe-
lan dan lamanya antara 3–7 hari. narnya bisa daantisipasi sebelumnya misalnya
Jumlah darah yang keluar selama periode dengan menjaga pola makan, minum tablet Fe saat
menstruasi normal telah dipelajari oleh beberapa ke- menstruasi dan setelah menstruasi, serta istirahat
lompok peneliti yang menemukan bahwa jumlah yang cukup.
berkisar antara 25 ml sampai 60 ml. Pada konsentrasi
hemoglobin (Hb) normal yaitu 14 gr/dl dan konsen- Hubungan Kadar Hb dengan Motivasi belajar
trasi besi Hb 3,4 mg/gr, volume darah ini mengan-
dung besi sekitar 12 sampai 29 mg dan mencermin- Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah sel
kan pengeluaran darah ekuivalen dengan 0,4 sampai darah merah sekitar 5 juta per millimeter kubik,
1,0 mg besi setiap hari selama siklus, atau dari 150 masing masing sel darah merah memiliki siklus hidup
sampai 400 mg per tahun. Karena jumlah besi yang sekitar 120 hari (Guyton,2001). Batas kadar Hb
diserap dari makanan biasanya cukup terbatas, ma- untuk wanita tidak hamil usia >14 tahun menurut
ka pengeluaran besi yang tampaknya tidak berarti WHO adalah 12 gr/dl.
ini menjadi penting karena ikut menurunkan cadang- Mahasiswi D3 Kebidanan seluruhnya berada
an besi yang pada sebagian besar wanita sudah pada usia remaja, banyak sekali perubahan yang
rendah. mereka alami mulai dari keadaan fisiknya yang beru-
Batas kadar Hb remaja putri menurut World bah dibandingkan masa kanak kanaknya, psikologis-
Health Organization (WHO 1997) untuk diagnosis nya yang mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis,
anemia apabila kurang dari 12 gr/dl. Akibat dari bahkan keadaan sosiologisnya dimana siswi yang
Rahayu, Hubungan Menstruasi dan Kadar Hemoglobin... 119

berasal dari luar kota yang biasanya tinggal bersama mia atau rendahnya kadar Hb, kurang termotivasi
orang tua harus beradaptasi dengan lingkungan baru untuk belajar sehingga kurang bisa menghasilkan
di Surabaya. prestasi yang tinggi. Keadaan peserta didik secara
Para remaja tidak pernah merasa bahwa diri- jasmaniah maupun rohaniah akan mempengaruhi
nya mengalami anemia yang merupakan sebuah motivasi belajar. Kondisi jasmani dan rohani yang
penyakit yang berdampak pada kesehatannya baik sehat akan mendukung pemusatan perhatian dan
sekarang maupun di masa yang akan datang. Mereka gairah dalam belajar. Dan sebaliknya jika anak
cenderung tidak peduli dengan apa yang mereka dalam kondisi sakit maka pemusatan perhatian akan
makan setiap hari, tidak peduli bahwa menstruasi menurun.
yang dialaminya setiap bulan akan mengikis cadang-
an sel darah merahnya. Rasa lemah, letih, sering SIMPULAN DAN SARAN
mengantuk, lesu yang pernah dialaminya sering Simpulan
dianggap remeh. Mereka meganggap hal tersebut
hanya karena terlalu lelah dan cukup ditangani Dari hasil penelitian dan analisa data yang telah
dengan istirahat saja. Padahal sebenarnya banyak dilakukan di dapatkan hasil sebagai berikut: (1)
hal lain yang mempengaruhi keadaan mereka selain Terdapat hubungan antara menstruasi dengan moti-
karena kelelahan yang salah satunya adalah karena vasi belajar mahasiswi D3 Kebidanan UNUSA, (2)
kurangnya kadar Hb dalam sel darah merah. Terdapat hubungan antara kadar Hb dengan motiva-
Hal di atas dapat berakibat menurunnya gairah si belajar mahasiswi D3 Kebidanan UNUSA
belajar remaja, gangguan pemusatan perhatian, me-
nurunnya motivasi belajar sehingga menurunkan Saran
prestasi belajar siswa. Keadaan peserta didik secara Untuk penelitian selanjutkan diharapkan bisa
jasmaniah maupun rohaniah akan mempengaruhi meneliti lebih dalam lagi tentang menstruasi, kadar
motivasi belajar. Kondisi jasmani dan rohani yang Hb dan motivasi belajar. Hubungan menstruasi
sehat akan mendukung pemusatan perhatian dan dengan mempertimbangkan lama dan siklus haid
gairah dalam belajar. Dan sebaliknya jika remaja dengan motivasi belajar juga dapat dilakukan untuk
dalam kondisi sakit maka pemusatan perhatian akan penelitian selanjutnya. Prestasi dan status gizi juga
menurun. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi belum diteliti dalam penelitian ini, sehingga peneliti
motivasi belajar yaitu cita-cita, kemampuan, kondisi selanjutnya bisa menghubungkan status gizi, kadar
siswa meliputi keadaan tonus jasmani dan keadaan Hb dengan motivasi dan prestasi belajar mahasiswa.
fungsi jasmani, kondisi lingkungan, unsur-unsur dina-
mis dalam belajar dan kondisi guru dalam membe- DAFTAR RUJUKAN
lajarkan siswa. Asih, Tuti. 2005. Pengaruh Motivasi Belajar Mata
Dari hasil analisa data dengan menggunakan Pelajaran Akuntansi antaraSiswa yang ingin
Spearman Rank dan taraf signifikansi 0,05 didapat- Bekerja dan Melanjutkan Pendidikan Terhadap
kan  = 0,036 sehingga  < 0,05 yang artinya terda- Prestasi Belajar Akuntansi pada siswa Kelas III
pat hubungan antara kadar Hb dengan motivasi Jurusan Akuntansi SMK Bisnis Manajemen Se-
belajar siswa. Analisa tersebut terbukti dari tabel 5 Kota Tegal Tahun Ajaran 2004/2005.
yang menyatakan bahwa 100% siswi dengan kadar Bappenas. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan
Gizi 2006–2010. Surabaya: Dinkes Jatim.
Hb yang rendah semuanya memiliki motivasi yang
Guyton, C Arthur. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
rendah pula. Hal ini sesuai dengan teori yang diung- Jakarta: EGC.
kapkan bahwa keadaan malas, sering mengantuk Hamalik, O. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
dan lemas merupakan salah dampak dari kadar Hb Bumi Aksara.
yang rendah. Seorang siswa yang mengalami ane-
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
120 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 120–124
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p120-124
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PIJAT OKSITOSIN PADA IBU POSTPARTUM PRIMIPARA


TERHADAP PRODUKSI ASI DAN KADAR HORMON OKSITOSIN
(OxytocinMassage on Postpartum Primipara Mother to the Breastmilk
Production AndOxytocin Hormone Level)

Nove Lestari
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
email: nophetari@yahoo.com

Abstract: Less breastmilk production will interfere the breastfeeding process which is one of the factors
causing mothers not to breastfeed exclusively. The purpose of this study was to determine the effective-
ness of oxytocin massage on breast milk production and postpartummother’s oxytocin hormone level.
The design of this study was quasi experimental design. The population in this study was postpartum
primipara mother of 4–11 days lactationin the area of Puskesmas Bendo. 16 respondents in this study
were divided into two groups namely treatment groups and control groups. The sampling technique was
Probability Sampling type Simple Random Sampling. The independent variablewas (oxytocin mas-
sage) and dependent variablewas (breastmilk production and oxytocin hormone levels). The data
collected by using interview and observation sheet then analyzed by using Mann-Whitney test test got
U value equal to 8.000 with p-value = 0.003 p-value compared = 0.05 then p-value < , in conclusion,
H0 was rejected or There was an effect in the production of breast milk and the levels of the hormone
oxytocin between the control group and the treatment group. The oxytocin massage was recommended
to nurses to be applied in addition to breast care to increase the production of postpartum mothers who
have less breastmilk production.

Keywords: oxytocin massage, milk production, oxytocin and postpartum levels

Abstrak: Produksi ASI yang kurang akan mengganggu proses menyusui, yang menjadi salah satu faktor
penyebab ibu tidak menyusui secara eksklusif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pijat
oksitosin terhadap produksi ASI dan kadar hormon oksitosin ibu post partum. Desain pada penelitian ini
menggunakan desain quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu post partum primipara
masa laktasi 4–11 hari di wilayah kerja Puskesmas bendo. Sebanyak 16 responden dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok pembanding. Teknik pengambilan
ampel menggunakan Probability Sampling tipe Simple Random Sampling. Terdapat variabel independen
(pijat oksitosin) dan variabel dependen (produksi ASI dan kadar hormon oksitosin). Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan wawancara dan lembar observasi kemudian dianalisis dengan menggu-
nakan uji Mann-Whitney test didapatkan nilai U sebesar 8.000dengan p-value = 0.003 p-value tersebut
dibandingkan = 0.05 maka p-value<, sehingga disimpulkan bahwa H0 ditolak atau ada perbedaan
produksi ASI dan kadar hormon oksitosin antara kelompok kontroldengan kelompok perlakuan. Pijat
oksitosin tersebut direkomendasikan kepada perawat untuk mengaplikasikan selain perawatan payudara
untuk meningkatkan produksi ASI ibu post partum yang memiliki produksi ASI kurang.

Kata Kunci: pijat oksitosin, produksi ASI, Kadar oksitosin dan postpartum

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sebagai salah satu para ibu melakukan perawatan nifas berdasarkan
yang memberikan pengaruh paling besar terhadap budaya dan tradisi, termasuk dalam hal menyususi,
kelangsungan hidup anak, pertumbuhan, dan per- namun pada sebagian ibu mungkin saja terjadi kesu-
kembangannya (Astutik,2014). Banyak dijumpai litan pengeluaran ASI karena lebih banyak ibu

120
Lestari, Pijat Oksitosin pada Ibu Postpartum Primipara... 121

terpengaruh mitos sehingga ibu tidak yakin bisa Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas
memberikan ASI pada bayi. Perasaan ibu yang tidak Bendo Kabupaten Kediri, pada bulan April 2017
yakin bisa memberikan ASI pada bayi akan menye- terdapat 10 ibu melahirkan pervaginam.Diantaranya
babkan penurunan hormon oksitosin sehingga ASI mereka 1% ibu tidak menyusui, 3% ibu menyusui,
tidak dapat keluar segera setelah melahirkan dan 6% ibu tidak menyusui dikarenakan mengeluhkan
akhirnya ibu memutuskan untuk memberikan susu ASI yang tidak keluar. Dalam studi pendahulan
formula. Hal ini disebabkan karena ibu tidak mem- dilakukan pijat oksitosin dan didapatkan 6 dari 10
produksi ASI dalam jumlah yang cukup untuk bayi ibu tidak menyusui mengalami peningkatan produksi
(Astutik,2014). ASI yang di observasi melalui frekuensi dan lama
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah menyusui. Refleks hormon oksitosin tersebut banyak
(RISKESDAS) (2013) pemberian ASI ekslusif pada dipengaruhi oleh stressor yang dialami oleh ibu
bayi selama enam bulan hanya 40,6% jauh dari primipara, sehingga menyebabkan adanya hambatan
target nasional yang mencapai 80%. Kesehatan dalam sekresi oksitosin oleh hipofisis posterior (Prime
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa et al., 2009).
pada usia 0 bulan presentasi pemberian ASI sebesar Salah satu upaya yang dapat dilakukan ibu dan
82,5%, usia 1 bulan 75,1%, usia 2 bulan 74%, uaia keluarga, untuk meningkatkan produksi ASI diper-
3 bulan 66,9%, usia 4 bulan 66,8%, dan usia 5 bulan lukan hormon oksitosin (Bobak, 2005), pada ibu
54,8%. Dari hasil data tersebut menunjukkan pem- setelah melahirkan dapat melakukan pijat oksitosin.
berian ASI pada umur 0–5 bulan semakin lama Pijat oksitosin merupakan pemijatan sepanjang
semakin rendah presentasinya. Bedasarkan hasil tulang belakang (tulang vertebrae sampai tulang
penelitian menunjukan 6 % ibu nifas mengeluh ASI coste kelima-enam). Pijat oksitosin dilakukan pada
tidak keluar pada hari pertama postpartum, 13% ibu postpartum dengan durasi 3 menit dan frekuensi
ibu nifas mengeluh sedikit mengeluarkan ASI dan pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijat ini tidak harus
64% mengeluh ASI tidak lancar mengakibatkan me- dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi dapat dila-
milih susu formula serta 17% ibu postpartum menga- kukan oleh suami atau keluarga yang lain. Meka-
lami perdarahan (Nurul, 2015). Adanya anggapan nisme kerja dalam pelaksanaan pijat oksitosin me-
bahwa menyusui adalah cara kuno serta alasan ibu rangsang saraf dikirim keotak sehingga hormon
bekerja, takut kehilangan kecantikan, tidak disayang oksitosin dapat dikeluarkan dan mengalir kedalam
suami dan gencarnya susu formula di berbagai darah kemudian masuk ke payudara dan menyebab-
media massa merupakan alasan yang dapat meng- kan otot-otot sekitar alveoli berkontraksi dan mem-
ubah kesepakatan ibu untuk menyusui bayinya sen- buat ASI mengalir.
diri, serta menghambat terlaksananya proses laktasi Hal ini sesuai dengan anjuran dari pemerintah
(Ayers, 2000). untuk pemanfaatan alam sekitar atau “Back to
Faktor yang mempengaruhi kegagalan pem- Nature”, (Hesti, 2013), budaya pijat masa nifas su-
berian ASI disebabkan kurangnya pengetahuan ibu dah kenal bagi ibu-ibu masa nifas khususnya pada
tentang ASI, ibu menghentikan pemberian ASI masyarakat jawa, namun belum diteliti dan difokus-
karena produksi ASI kurang, gencarnya promosi kan keuntungan pijat pada ibu pada masa nifas.Maka
susu formula, dukungan petugas kesehatan dan dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
faktor keluarga karena orang tua, nenek atau ibu penelitian tentang “Apakah Pijat Oksitosin Dapat
mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tam- Meningkatkan Produksi ASI Dan Kadar Hormon
bahan (Astutik,2014). Pada sebagian ibu pengeluar- Oksitosin?”
an ASI bisa terjadi dari masa kehamilan dan seba-
gian terjadi setelah persalinan (Astutik, 2014). BAHAN DAN METODE
Permasalahan kurangnya rangsangan hormon Desain dalam penelitian ini adalah Quasi Eks-
prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam perimental dengan pendekatan pre post test control
kelancaran produksi ASI. Hal ini dapat dapat mem- group design. Populasi pada penelitian ini adalah
pengaruhi pengeluaran ASI memberikan dampak ibu post partum primipara yang tinggal Desa Darung-
buruk untuk kehidupan bayi dikarenakan nilai gizi an. Teknik pengambilan sampel Penentuan besar
pada ASI lebih tinggi dibandingkan dengan susu sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan meto-
formula, akan tetapi penggunaan susu formula de pengambilan sampel Probability Sampling tipe
merupakan alternatif yang dianggap paling tepat Simple Random Sampling.Variabel independen
untuk mengganti produksi ASI yang menurun.
122 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 120–124

dalam penelitian ini adalah pijat oksitosin. Variabel oksitosin pada peredaran darah yang akan merang-
dependen dalam penelitian ini adalah produksi ASI sang prolaktin untuk terus memproduksi ASI.
dan kadar hormon oksitosin. Proses menyusui ataupun diperah untuk menge-
luarkan ASI inhibitor autokrin tetap dikeluarkan
HASIL PENELITIAN sehingga produksi ASI terus berlanjut. Intensitas
Hasil penelitian meliputi data produksi ASI dan yang tinggi pada bayi untuk menyusu maka semakin
kadar hormon oksitosin responden sebelum dan banyak ASI diproduksi, sebaliknya jika semakin ja-
sesudah pemberian pijat oksitosin. rang bayi untuk menyusu makin sedikit payudara
menghasilkan ASI.
Tabel 1 Pijat OksitosinTerhadap Produksi ASI pada Berdasarkan hasil uji statistik proses laktasi
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks
responden sebelum dan sesudah intervensi pijat antara ransangan mekanik, saraf, dan bermacam-
oksitosin pada ibu post partum primipara di macam hormon. Hal ini dipengaruhi oleh faktor dari
wilayah kerja Puskesmas Bendo proses laktogenesis III yang dapat mempengaruhi
Pre Test Post Test produksi ASI, menyusui setiap dua-tiga jam akan
Produksi ASI menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk wanita
f % f %
pada umumnya, menyusui atau memerah ASI dela-
Dipijat 8 50 11 68,7
Tidak dipijat 8 50 5 31,3 pan kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI
Total 16 100 16 100 tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khu-
susnya empat bulan pertama. Bukanlah hal yang
Mann-Whitney U = 8.000
p-value = 0,03, = 0,05 aneh apabila bayi yang baru lahir menyusui lebih
sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12
kali menyusui tiap 24 jam, atau bahkan 18 kali.
Tabel 2 Distribusi Kadar hormon oksitosin pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Menyusui on-demand adalah menyusui kapanpun
responden sebelum dan sesudah intervensi pijat bayi meminta (artinya akan lebih banyak dari rata-
oksitosin pada ibu post partum primipara di rata) adalah cara terbaik untuk menjaga produksi
wilayah kerja Puskesmas Bendo ASI tetap tinggi dan bayi tetap kenyang. Tetapi perlu
diingat, bahwa sebaiknya menyusui dengan durasi
Kadar Hormon Pre Test Post Test
yang cukup lama setiap kalinya dan tidak terlalu
Oksitosin f % f %
sebentar, sehingga bayi menerima asupan foremilk
Dipijat 9 56,3 11 68,7 dan hindmilk secara seimbang. Menurut Maryu-
Tidak dipijat 7 43,7 5 31,3 nani, 2012 Pemijatan tengkuk dan punggung mem-
Total 16 100 16 100
berikan kontribusi yang besar bagi ibu nifas yang
Mann-Whitney U = 12.000 sedang menyusui. Rasa nyaman yang ibu rasakan
p-value = 0,015, = 0,05
akan membantu dalam pengeluaran ASI sehingga
ibu tidak akan merasakan nyeri baik dari hisapan
bayi pada payudara maupun kontraksi uterus kare-
PEMBAHASAN
na pada pemijatan tengkuk danpunggung mampu
Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI mengeluarkan endorfin merupakan senyawa yang
Responden Sebelum Dan Sesudah Pemberian menenangkan. Dalam keadaan tenang seperti inilah
Intervensi ibu nifas yang sedang menyusui mampu memperta-
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa produksi hankan produksi ASI yang mencukupi bagi bayinya.
ASI yang dinilai dari frekuensi bayi minum ASI pada Hal ini seperti teori Sloane (2003), Peranan
waktu lahir adalah 8 kali yang meningkat pada hipofisis adalah mengeluarkan endorfin (endegenous
minggu pertama dan kedua. Bila dilihat secara teori opiates) yang berasal dari dalam tubuh dan efeknya
bila bayi cukup mendapatkan nutrisi maka rata-rata menyerupai heroin dan morfin. Zat ini berkaitan
frekuensi menyusu bayi antara 8–12 kali dan bayi dengan penghilang nyeri alamiah (analgesik). Peran-
akan tidur tenang atau nyenyak 2–3 jam setelah an selanjutnya mengeluarkan prolaktin yang akan
menyusu. Hal ini menunjukkan bahwa bila bayi memicu dan mempertahankan sekresi air susu dari
menyusu semakin sering maka ASI yang di produksi kelenjar mammae. Sedangkan peranan hipotalamus
semakin banyak karena semakin tinggi kadar akan mengeluarkan oksitosin yang berguna untuk
Lestari, Pijat Oksitosin pada Ibu Postpartum Primipara... 123

menstimulus sel-sel otot polos uterus dan menyebab- tingkat norepinefrin akan diturunkan dan mening-
kan keluarnya air susu dari kelenjar mammae pada katkan kadar oksitosin. Pijat oksitosin yang dilakukan
ibu menyusui dengan menstimulasi sel-sel mioepitel bertujuan untuk merangsang oksitosin. Let down
(kontraktil) di sekitar alveoli kelenjar mammae. refleks yaitu rangsangan isapan bayi melalui serabut
saraf, memacu hipofise bagian belakang untuk men-
Pengaruh pijat oksitosin kadar hormon oksito- sekresi hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin
sin responden sebelum dan sesudah intervensi ini menyebabkan sel-sel myopytel yang mengelilingi
Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa pijat alveoli dan duktuli berkontraksi, sehingga ASI
oksitosin dapat meningkatkan kadar hormon oksito- mengalir dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan
sin. Jika kadar hormon oksitosin meningkat juga putting sehingga produksi ASI dapat meningkat yang
akan mempengaruhi produksi ASI. Pijat oksitosin diobservasi melalui frekuensi menyusui dan lama
ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau menyusui.
refleks let down. Pijat oksitosion ini dilakukan Pijat merupakan salah satu solusi untuk meng-
dengan cara memijat pada daerah punggung sepan- atasi produksi ASI. Pijat adalah pemijatan pada se-
jang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan panjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang
dengan dilakukan pemijatan ini, ibu akan merasa costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk
rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang. merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
Jika ibu rileks dan tidak kelelahan setelah melahirkan melahirkan (Yohani, Roesli,2009). Pijatan ini ber-
dapat membantu merangsang pengeluaran hormon fungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang
oksitosin. (Depkes RI, 2007). Faktor yang dapat dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis
mempengaruhi produksi ASI selain khormon oksi- keluar. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijat-
tosin adalah dari nutrisi, ketenangan jiwa dan pikir- an tulang belakang (Servikal vetebrae hingga coste
an, alat kontrasepsi, pola istirahat, perawatan payu- 6) yang akan mempercepat kerja saraf parasim-
dara, anatomis payudara,faktor fisiologis dan Faktor patis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian
isapan bayi atau frekuensi penyusuan (Rizki,2013). belakang sehingga oksitosin keluar.
Hormon oksitosin yang dapat merangsang kon-
traksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fung- SIMPULAN DAN SARAN
si fisiologik ini meningkatkan gerakan ASI kedalam Simpulan
duktus alveolaris dan memungkinkan terjadinya Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa ada per-
ejeksi ASI (Bobak, 2005). Hormon oksitosin berada bedaan pijat oksitosin terhadap produksi ASI dan
di dalam hipotolamus pada otak. Hormon tersebut kadar hormon oksitosin.
dikeluarkan oleh kelenjar pituitari yang terletak di
dasar otak. Menurut penelitian Morhenn, 2012 hu- Saran
bungan pemijatan otot tulang belakang dengan pe-
ningkatan kadar oksitosin dan menurunkan kadar Bagi petugas kesehatan, dapat meningkatkan
adrenocorticotropin hormon (ACTH), Nitric Oxide pelayanan asuhan keperawatan kepada ibu post
(NO) dan Beta-Endorphin (BE). Perbandingan efek partum dan dapat mengajarkan kepada ibu post
pemijatan pada kelompok intervensi dan kelompok partum dan keluarga teknik pijat oksitosin.
kontrol mempunyai perbedaan yang signifikan p < Bagi ibu post partum dan keluarga dapat meng-
0,05. Peran oksitosin dalam berbagai tingkah laku aplikasikan pijat oksitosin untuk meningkatkan pro-
manusia, seperti orgasme, kedekatan sosial, dan duksi ASI.
sikap keibuan. Untuk alasan ini, hormon oksitosin
terkadang dianggap sebagai hormon cinta. DAFTAR RUJUKAN
Pijat oksitosin merupakan suatu tindakan pe- Astutik, R. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba
mijatan tulang belakang mulai sampai costa ke 5–6 Medika.
sampai scapula akan mempercepat kerja saraf para- Ayers, JF. 2000. ‘The use alternative therapies in the
simpatis untuk menyampaikan perintah ke otak ba- support of breastfeeding’, Journal Human Lacta-
tion, no. 16, hal 52–56.
gian belakang sehingga oksitosin keluar. Hasil pene-
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemen-
litian Young, menjelaskan adanya hubungan pemi- trian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar
jatan yang dilakukan di daerah vetebralis terhadap (RISKESDAS). Departemen Kesehatan Republik
sistem saraf otonom sehingga serum kortisol dan Indonesia
124 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 120–124

Biancuzzo, M 2003, Breastfeeding the newborn: Peter Anugerah (penterjemah). 2005. Jakarta:
Clinical strategies for nurses, Mosby, EGC.
St.Louis. Cregan, MML, & Hartmann, P 2002, ‘Milk prolactin
Blair, T. 2003. Suckling of lactation mother,http:/ feed volume and duration between feeds in
/www.ncbi. nlm. nih.gov/ entrez/quory.fcgi? women breastfeeding their full-term infant over
db= p u bmed& c dm= s ea r c h& it ol= a 24 hour period’, Exp Physiol, hal 207–214.
pubmedabstract, dibuka tanggal 1 Juni 2017. Cunningham,F.G, Mc Donald, P.C.Grant, N.F. 2006.
Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 1995. ObstetriWilliams Edisi 21 Volume 1. Jakarta:
Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Mater- EGC.
nity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p125-133 Setiyorini, Wulandari, Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup... 125
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KUALITAS HIDUP


PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2
YANG BEROBAT DI POLI PENYAKIT DALAM
RSD MARDI WALUYO BLITAR
(The Correlation of Nutritional Status with Quality of Life on Elderly
with Type 2 Diabetes Mellitus in Interna Polyclinic of Mardi Waluyo
Public Hospital )

Erni Setiyorini, Ning Arti Wulandari


Program Studi Pendidikan Ners, STIKes Patria Husada Blitar
email: nerserni@gmail.com

Abstract: Diabetes mellitus type 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus) is an adult-onset diabetes


which occurs at about 80% of patients with diabetes mellitus. The prevalence of type 2 DM in the elderly
is increased. The increasing number of patients with type 2 diabetes is influenced by various factors,
such as genetics, lifestyle, age, obesity and lack physical activity. The purpose of this study was to
determine the correlation of nutritional status with quality of life on elderly with type 2 diabetes
mellitus. The design in this study was correlational with cross sectional approach. The population in
this study was 300 elderly people with type 2 diabetes who went to poly disease in RSD Mardi Waluyo
Blitar. The sampling technique used accidental sampling, the sample was 100 elderly patient of type 2
DM. The data collection used questioner, nutritional status by using calculation of BMI (Body Mass
Index), while life quality of elderly patient of DM type 2 assessed by questionnaire WHOQOL -BREF. The
data analysis used Spearman Rank. The result of the research showed that there was correlation be-
tween nutritional status with quality of life on elderly patient of DM type 2 who went to poly disease in
RSD Mardi Waluyo Blitar which was shown with p value = 0.000. It is recommended to health workers
to provide motivation to patients to maintain a good lifestyle so as to minimize complications and
quality of life of the elderly either and for families to support and facilitate healthy lifestyles in elderly
people with type 2 diabetes to achieve the most nutritional status according to age and ability.

Keywords: elderly, Type 2 Diabetes Mellitus, nutrition status, quality of life

Abstrak: Diabetes mellitus tipe 2 (diabetes mellitus non-dependen insulin) merupakan diabetes onset
dewasa yang terjadi pada sekitar 80% pasien yang mengidap diabetes mellitus. Prevalensi DM tipe 2
meningkat pada lanjut usia. Peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah genetika, gaya hidup, usia, obesitas dan aktifitas fisik yang kurang. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup pada lansia penderita diabe-
tes melitus tipe 2. Desain dalam penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah 300 orang lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poli penyakit
dalam RSD Mardi Waluyo Blitar. Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental
sampling, sampel sebanyak 100 lansia penderita DM tipe 2. Pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner, status nutrisi dengan menggunakan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh), sedangkan
kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2 dinilai dengan menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF. Analisa
data dengan menggunakan Spearman Rank. Hasil Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
status nutrisi dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poli penyakit dalam RSD
Mardi Waluyo Blitar yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000. Bagi petugas kesehatan untuk memberikan

125
126 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 125–133

motivasi pada pasien untuk menjaga pola hidup yang baik sehingga meminimalkan komplikasi dan kualitas
hidup lansia baik. Bagi keluarga untuk mendukung dan memfasilitasi pola hidup sehat pada lansia penderita
DM tipe 2 untuk mencapai status nutrisi yang paling otimal sesuai dengan usia dan kemampuannya.

Kata Kunci: Lansia, diabetes mellitus tipe 2, status nutrisi, kualitas hidup

Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu penyakit kronik status gizi diantaranya adalah perubahan nafsu
yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari makan, pembatasan diet, kesepian dan depresi mem-
terjadinya resistensi tubuh terhadap efek insulin yang pengaruhi jenis dan jumlah makan yang dikonsumsi
diproduksi oleh sel beta pankreas. Diabetes mellitus lansia (Rizvi, 2009). Munculnya berbagai penyakit
tipe 2 (diabetes mellitus non-dependen insulin) pada lansia akan meningkatkan resiko kekurangan
merupakan diabetes onset dewasa yang terjadi nutrisi. Intake makanan pada lansia dapat berpenga-
pada sekitar 80% pasien yang mengidap diabetes ruh dan dipengaruhi oleh kondisi fisiologis (Lukito
mellitus. Prevalensi DM tipe 2 meningkat pada lanjut dan Wahlqvist, 1992). Pada proses penuaan, toleran-
usia. Peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 ini si terhadap glukosa menurun. Permasalahan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah paling umum terjadi pada penderita DM adalah
genetika, gaya hidup, usia, obesitas dan aktifitas fisik mempertahankan berat badan ideal. Beberapa lansia
yang kurang. Berdasarkan data Riskesdas Tahun bermasalah dengan berat badan yang berlebihan dan
2013, prevalensi diabetes pada kelompok usia 45– sebagian malnutrisi.
54 tahun sebesar 3,3%, 55–64 tahun 4,8%, 65–74 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dila-
tahun 4,2% dan >75 tahun sebesar 2,8% (Kemen- kukan oleh Rohimah dkk (2016) pada 153 lansia
trian Kesehatan RI, 2013). Menurut Rizvi (2009) penderita DM tipe 2, menunjukkan bahwa status
orang dewasa berusia 60 tahun dan lebih tua akan nutrisi berdasarkan penilaian dengan IMT dalam
menempati dua per tiga populasi diabetes pada tahun kategori gizi kurang 9 orang (5,9%) dan gizi baik
2025. 144 orang (94,1%).
Angka harapan hidup pada pasien dengan DM WHO mendefinisikan quality of life sebagai
tipe 2 akan meningkat dengan kepatuhan pasien ter- persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehi-
hadap terapi pengobatan dan perubahan pola hidup dupan dalam konteks sistem budaya dan nilai di
yang sesuai bagi pasien DM, akan tetapi hal ini se- mana mereka tinggal dan dalam kaitannya dengan
dikit berbeda pada kondisi tubuh lansia. Hal ini dapat tujuan, harapan, standar dan keprihatinan mereka.
disebabkan karena secara fisiologis terdapat penu- Oleh karena itu, kecuali definisi kesehatan fisik QoL
runan fungsi tubuh lansia, salah satunya adalah ke- mencakup keadaan psikologis, tingkat kemandirian
mampuan respon tubuh terhadap pengobatan. Tu- orang, kehidupan sosial dan kepercayaan pribadi
juan kesehatan pada lansia dengan diabetes adalah (WHO, 1998). Kualitas hidup yang baik terutama
untuk mempertahankan fungsional dan mengendali- bersumber dari status kesehatan dan beberapa fak-
kan kadar gukosa darah (Huang etc, 2005). Dalam tor lain yang dapat mempengaruhinya. Diabetes
penatalaksanaan DM fokus penatalaksanaan pada melitus dan status nutrisi obesitas dapat menurunkan
pengobatan, namun kurang mematuhi diet dan olah- status kesehatan akibat konsekuensi fungsionalnya,
raga. perubahan gaya hidup yang terkait dengan pengobat-
Lansia dengan diabetes berhubungan dengan an dan komorbiditas dan komplikasi yang sering
kondisi kronik seperti hipertensi, dislipidemia dan menyertainya (Vidal-Peracho etc, 2014). Hubungan
penyakit kardiovaskuler yang berdampak pada kebu- antara nutrisi, penuaan dan kualitas hidup bersifat
tuhan nutrisinya. Masalah pencapaian dan peme- rekursif. Faktor penuaan terkait dengan perubahan
liharaan berat badan yang optimal pada lansia dengan beberapa aspek nutrisi, seperti indera penciuman
diabetes tidaklah sesederhana dalam kelompok usia dan rasa, kemampuan untuk mengunyah dan mene-
lainnya. Meskipun begitu peningkatan prevalensi lan, fungsi pencernaan dan usus dan pada akhirnya
kegemukan memberikan kontribusi pada resistensi mempengaruhi kualitas hidupnya. Pada saat yang
insulin dan hiperglikemi, lansia dengan fasilitas pera- bersamaan gizi buruk dan kurangnya aktifitas fisik
watan jangka panjang dengan diabetes cenderung dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, keti-
kurus. Ada beberapa masalah yang terkait dengan dakmampuan untuk melakukan ADL, perubahan
Setiyorini, Wulandari, Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup... 127

kualitas hidup, morbiditas dan kematian (Amarantos Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
ect, 2001). Kondisi fisiologis pada lansia ini dapat Jenis Kelamin
lebih parah dampaknya pada pasien dengan DM
tipe 2 apabila kadar glukosanya tidak terkontrol dan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
apabila timbul komplikasi akibat DM tipe 2. Jenis Kelamin lansia penderita DM tipe 2
Berdasarkan survei pendahuluan terhadap pa- No Jenis kelamin f %
sien DM yang berobat ke poli penyakit dalan RSD.
Mardi Waluyo Blitar, rata-rata kunjungan pasien 1 Laki-laki 36 36
2 Perempuan 64 64
lansia penderita DM tipe 2 yang datang berobat per
bulan lebih kurang 300 pasien. Total 100 100
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ter-
tarik melakukan penelitian tentang hubungan antara Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui
status gizi dengan kualitas hidup lansia penderita bahwa karakteristik jenis kelamin lansia penderita
diabetes melitus tipe 2. Tujuan dari penelitian ini DM tipe 2 yang berobat ke poli penyakit dalam RSD
adalah: 1) mengidentifikasi status gizi pada lansia Mardi Waluyo Blitar, sebagian besar berjenis
penderita diabetes melitus tipe 2. 2) mengidentifikasi kelamin perempuan sebanyak 64 orang (64%).
kualitas hidup pada lansia penderita diabetes melitus
tipe 2. 3) menganalisis hubungan status nutrisi Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
dengan kualitas hidup pada lansia penderita diabetes Usia lansia penderita DM tipe 2
melitus tipe 2.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
usia lansia penderita DM tipe 2
BAHAN DAN METODE
Desain dalam penelitian ini adalah korelasional No Usia f %
dengan pendekatan cross sectional. Variabel Inde- 1 Usia Pertengahan 38 38
penden dalam penelitian ini adalah kualitas hidup 2 Lanjut usia 55 55
lansia penderita DM tipe 2. Variabel dependen da- 3 Lanjut usia tua 7 7
lam penelitian ini adalah status gizi. Populasi dalam Total 100 100
penelitian ini adalah 300 orang lansia penderita DM
tipe 2 yang berobat ke poli penyakit dalam RSD Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui
Mardi Waluyo Blitar. Sampling yang digunakan da- bahwa sebagian besar usia responden adalah lanjut
lam penelitian ini adalah accidental sampling, sam- usia sebanyak 55 orang (55%).
pel sebanyak 100 lansia penderita DM tipe 2 yang
memenuhi kriteria inklusi, yaitu lansia yang tidak Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
mengalami demensia dan tidak mengalami kompli- pendidikan terakhir lansia penderita DM tipe
kasi DM yang berat. Penelitian dilaksanakan tanggal 2
24–27 April 2017. Pengumpulan data dengan meng-
gunakan kuesioner, status nutrisi dengan mengguna- Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
kan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh), se- pendidikan terakhir lansia penderita DM tipe
2
dangkan kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2
dinilai dengan menggunakan kuesioner WHOQOL- No Pendidikan terakhir f %
BREF. Analisa data dengan menggunakan Spear- 1 SD 34 34
man Rank. 2 SLTP 22 22
3 SLTA 22 22
HASIL PENELITIAN 4 Perguruan tinggi 22 22
Data Umum Total 100 100

Data umum responden ini menguraikan tentang


Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui
distribusi frekuensi responden yang meliputi:
bahwa sebagian besar pendidikan terakhir reponden
adalah SD sebanyak 34 orang (34%)
128 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 125–133

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pekerjaan lansia penderita DM tipe 2 waktu kontrol ke Dokter lansia penderita DM
tipe 2
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pekerjaan lansia penderita DM tipe 2 Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
waktu kontrol ke Dokter lansia penderita DM
No Pekerjaan f % tipe 2
1 Tidak bekerja 3 3 No Waktu kontrol ke dokter f %
2 IRT 31 31
3 Petani 16 16 1 Obat habis 2 2
4 Swasta 20 20 2 Ada keluhan 6 6
5 Pensiunan PNS/ABRI 17 17 3 Rutin 92 92
6 Pedagang 5 5 Total 100 100
7 PNS 8 8
Total 100 100
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui melakukan kontrol ke dokter secara rutin yaitu 92
bahwa sebagian besar pekerjaan responden adalah orang (92%).
Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 31 orang (31%).
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pemantauan kadar gula darah lansia penderita
Lama Menderita DM lansia penderita DM DM tipe 2
tipe 2
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pemantauan kadar gula darah lansia penderita
Pekerjaan lansia penderita DM tipe 2 DM tipe 2

No Lama menderita DM f % No Pemantauan kadar gula darah f %

1 < 1 tahun 8 8 1 Tidak teratur 22 22


2 1 – 5 tahun 33 33 2 Teratur 78 78
3 >5 tahun 59 59 Total 100 100
Total 100 100
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2 melakukan pemantauan kadar gula darah secara
lebih dari 5 tahun yaitu 59 orang (59%). teratur yaitu 78 orang (78%).

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Diet lansia penderita DM tipe 2 olahraga yang dilakukan lansia penderita DM
tipe 2
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Diet lansia penderita DM tipe 2 Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
olahraga yang dilakukan lansia penderita DM
No Diet f %
tipe 2
1 Diet 56 56
2 Tidak diet 44 44 No Olahraga yang dilakukan f %
Total 100 100 1 Tidak olahraga 24 24
2 Seminggu sekali 12 12
3 Seminggu 2 kali 9 9
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat diketahui 4 Setiap hari 55 55
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
Total 100 100
diet yaitu 56 orang (56%).
Setiyorini, Wulandari, Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup... 129

Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui Distribusi Frekuensi Responden Berdasar-


bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2 kan status nutrisi lansia penderita DM tipe 2
melakukan olahraga setiap hari teratur yaitu 55 orang
(55%). Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
status nutrisi lansia penderita DM tipe 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan No Status nutrisi f %
kadar gula darah lansia penderita DM tipe 2
1 Sangat kurus 4 4
2 Kurus 22 22
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan 3 Normal 49 49
kadar gula darah lansia penderita DM tipe 2 4 Gemuk 7 7
5 Obesitas 18 18
No Kadar gula darah f % Total 100 100
1 Normal 67 67 Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui
2 Hiperglikemia 33 33
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
Total 100 100 memiliki status nutrisi normal yaitu 49 orang (49%).

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui
kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
memiliki kadar gula darah dalam range normal yaitu Tabel 12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
67 orang (67%). kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2

Data Khusus No Kualitas hidup f %

Data khusus meluputi status nutrisi, kapasitas 1 Kualitas hidup kurang 8 8


2 Kualitas hidup sedang 53 53
fungsional, kualitas hidup dan hasil uji statistik
3 Kualitas hidup baik 39 39
hubungan status nutrisi, kapasitas fungsional dengan
Total 100 100
kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2.
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat diketahui
bahwa sebagian besar lansia menderita DM tipe 2
memiliki kualitas hidup sedang yaitu 53 orang (53%).

Hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poli
penyakit dalam RSD Mardi Waluyo Blitar.
Tabel 13 Hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2

Status nutrisi Kualitas hidup


Spearman’s rho Status nutrisi Correlation coefficient 1,000 ,403**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 100 100
Kualitas hidup Correlation coefficient ,403** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 100 100

PEMBAHASAN
sangat kurus 4 orang (4%), kurus 22 orang (22%),
Status nutrisi lansia penderita DM tipe 2 yang normal 49 orang (49%), gemuk 7 orang (7%), obe-
berobat ke poli penyakit dalam RSD Mardi sitas 18 orang (18%). Terjadinya variasi status nu-
Waluyo Blitar trisi pada responden dapat terjadi akibat adanya kon-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status sumsi makanan yang tidak sesuai dengan aturan
nutrisi lansia penderita DM tipe 2 dalam kategori diet penyakit DM, baik dalam hal jumlah, jenis dan
130 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 125–133

frekuensi mengkonsumsinya. Sebagian besar tuhan memiliki resiko 31 kali lebih besar untuk
responden sebanyak 59 orang (59%) telah menderita mengalami kadar glukosa darah tidak terkendali
DM tipe 2 dalam durasi waktu > 5 tahun, sehingga dibandingkan dengan asupan energi yang sesuai.
dalam kurun waktu tersebut, beberapa diantaranya Kadar glukosa yang tidak terkendali dapat disebab-
mengalami kemalasan dan kebosanan dengan menu kan karena pola diet yang diterapkan oleh responden
makanan yang sesuai dengan aturan diet. Faktor tidak sesuai dengan aturan diet DM.
tersebut berkontribusi terhadap terjadinya status nu- Secara fisiologis, lansia mengalami perubahan
trisi gemuk dan obesitas. Sejalan dengan studi pen- pada semua sistem tubuhnya, salah satunya adalah
dahuluan yang dilakukan oleh Indriyani (2016) yang endokrin, sel beta pankreas mengalami penurunan
dilakukan di RSUD Kabupaten Ciamis, yaitu dari fungsi, sehingga sekresi insulin menurun. Selain itu
10 orang, terdapat 7 orang pasien kurang disiplin kondisi awal yang mengawali terjadinya penyakit
terhadap jadwal, jumlah dan jenis makanan dan DM tipe 2, diantaranya adalah status nutrisi obe-
minuman yang dikonsumsinya, bahkan pasien suka sitas, aktifitas fisik yang kurang, berkurangnya mas-
ngemil tanpa memperhatikan kandungan gizi dalam sa otot, adanya penyakit penyerta dan penggunaan
makanan tersebut. Terdapat 3 orang memiliki pola obat.
hidup yang baik, sehingga tidak mengalami obesitas
karena mereka beranggapan bahwa dengan mema- Kualitas hidup lansia penderita DM tipe 2 yang
tuhi segala yang dianjurkan dokter penyakit yang berobat ke poli penyakit dalam RSD Mardi
diderita akan cepat sembuh. Hal ini sejalan dengan Waluyo Blitar
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
besar yaitu 49 orang (49%) memiliki status nutrisi hidup lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke
normal. Berat badan normal yang dicapai oleh Poli Penyakit Dalam RSD Mardi Waluyo Blitar
responden didukung dengan dengan data demografi sebagian besar dalam kategori kualitas hidup sedang
responden, yaitu sebagian besar responden 56 orang 53 orang (53%), kemudian kualitas hidup baik
(56%) menerapkan diet, kontrol ke dokter secara sebanyak 39 orang (39%) dan kategori kurang
rutin 92 orang (92%), pemantauan kadar gula darah sebanyak 8 orang (8%). Pada penelitian yang dilaku-
secara rutin 78 orang (78%), olahraga secara rutin kan oleh Yuniarti,dkk (2011) gambaran kualitas hidup
setiap hari sebanyak 55 orang (55%). Hasil pene- lansia di wilayah kerja Puskesmas Batua diperoleh
litian terkait dengan pelaksanaan diet tidak sejalan bahwa sebanyak 80 orang (80%) responden dalam
dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryono kategori kurang dan 20 responden (20%) kualitas
(2012) yang menyatakan bahwa penatalaksanaan hidup baik. Berdasarkan data crosstabulasi data
kadar glukosa darah 86,2% penderita DM mematuhi antara karakteristik responden dengan kualitas hidup
pola diet DM yang dianjurkan, namun secara faktual diperoleh data bahwa sebagian besar kualitas hidup
jumlah penderita DM yang disiplin menerapkan dalam kategori cukup pada jenis kelamin perempuan
program diet hanya berkisar 23,9%. Status nutrisi 32 orang (32%) dan kualitas hidup baik sebanyak
sebagian dalam kategori sangat kurus dan kurus, 27 orang (27%). Hasil penelitian tidak sejalan
hal ini dapat terjadi karena secara fisiologis penu- dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni
runan berat badan pada pasien DM dapat terjadi (2014) kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan
akibat penurunan sekresi insulin dan terjadinya resis- karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa
tensi insulin sehingga glukosa tidak dapat memasuki persentase terbesar dari responden yang mem-
sel otot dan jaringan lemak. Mekanisme tubuh untuk punyai kualitas hidup rendah adalah perempuan
memenuhi kebutuhan tubuh melalui glikogenolisis 46%. Hal ini dapat disebabkan karena pola hidup
dan lipolisis, hal ini menyebabkan massa otot dan yang baik pada jenis kelamin perempuan mengha-
jaringan lemak akan berkurang dan terjadilan penu- silkan kualitas hidup yang cukup dan baik dibanding-
runan berat badan (Ashaeryanto dkk, 2011). Hasil kan jenis kelamin laki-laki, didukung data penelitian
penelitian menunjukkan bahwa 67 orang (67%) responden dengan jenis kelamin perempuan yang
memiliki kadar gula darah normal dan 33 orang melakukan diet sebanyak 39 orang (39%). Sebagian
(33%) hiperglikemi. Berdasarkan penelitian Juleka besar responden pada penelitian ini sebagai ibu
(2012, dalam Indriyani, 2016) pada penderita DM rumah tangga sebanyak 31 orang (31%), walaupun
di RSU Gunung Jati Cirebon menunjukan bahwa secara teori masalah finansial dapat mempengaruhi
pasien yang memiliki asupan energi melebihi kebu- kualitas hidup, akan tetapi keluarga mampu meme-
Setiyorini, Wulandari, Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup... 131

nuhi kebutuhan pengobatan responden dan membe- bahwa kualitas hidup berhubungan dengan status
rikan dukungan yang baik sehingga kualitas hidup nutrisi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan
cukup dan baik. dan banyaknya keluhan kesehatan yang dialaminya.
Berdasarkan usia, kategori usia lanjut usia me- Hasil crostabulasi memperlihatkan bahwa responden
miliki kualitas hidup baik 22 orang (22%) dan cukup yang memiliki status nutrisi normal memiliki pro-
27 orang (27%). Didukung dengan data penelitian sentase kualitas hidup terbanyak baik 24 orang
bahwa pola hidup yang baik diterapkan oleh lanjut (24%) dan cukup 22 orang (22%), obesitas memiliki
usia yaitu 40 orang (40%) melakukan pemantauan kualitas hidup baik sebanyak 11 orang (11%), kurus
kadar glukosa darah secara teratur. Pemantauan dengan kualitas hidup cukup 19 orang (19%). Ku-
kadar glukosa darah secara teratur berkontribusi rangnya nutrisi dan obesitas dapat menjadi penyebab
terhadap kesehatan dan kualitas hidup yang baik. berbagai macam keluhan dan timbulnya penyakit,
Responden yang menderita DM tipe 2 lebih dari selain itu dukungan nutrisi yang sesuai dengan diet
5 tahun memiliki kualitas hidup cukup 29 orang DM sangat diperlukan untuk mempertahankan kon-
(29%) dan baik sebanyak 25 orang (25%). Berda- disi kesehatan lansia dan memberikan kontribusi
sarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2011) terhadap kadar gula darah yang terkendali.
lama menderita penyakit DM tipe 2 yang dialami Sebagian besar responden dengan status nutrisi
responden rata- rata 6 tahun, hasil analisis hubungan normal memiliki kualitas hidup baik sebanyak 24
lama mengalami DM dengan efikasi diri menunjuk- orang (24%). Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti
kan bahwa rata-rata lama mengalami DM pada (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
responden yang memiliki efikasi diri yang baik adalah yang signifikan antara status gizi geriatri dengan
6,48 tahun. Responden dalam waktu yang lebih lama kualitas hidup geriatri (p=0,002), didapatkan bahwa
memiliki efikasi diri yang baik. Semakin lama sese- geriatri mempunyai status gizi baik memiliki kemung-
orang menderita penyakit yang dialaminya, makanya kinan untuk mempunyai kualitas hidup 16 kali lebih
kesempatan untuk belajar berdasarkan pengalaman besar daripada geriatri dengan status gizi yang tidak
semakin luas dan efikasi diri semakin baik. Pasien baik (OR=15,556). Status nutrisi yang normal didu-
semakin berpengalaman dalam menangani penyakit kung dengan pola hidup yang sehat dengan berolah-
DM dan koping yang lebih baik. Hal ini didukung raga, diet, kontrol ke dokter rutin dan pemeriksaan
dengan Wu et.al (2006) yang menyatakan bahwa kadar glukosa darah secara teratur untuk memantau
pengalaman selama sakit dan mekanisme koping kesehatannya. Status nutrisi normal berkontribusi
dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam terhadap status fungsional, didukung data penelitian
melakukan aktifitas dan melakukan perawatan diri. menunjukkan bahwa status nutrisi normal memiliki
Berdasarkan tingkat pendidikan, kualitas hidup status fungsional mandiri sebanyak 44 orang (44%).
baik sebanyak 13 orang (13%) dan kualitas hidup Terdapat 2 orang responden yang memiliki status
cukup sebanyak 17 orang (17%) pada lansia dengan nutrisi kurang dan 2 orang dengan status nutrisi kurus
pendidikan SD. Hal ini dapat disebabkan karena yang memiliki kualitas hidup kurang. Sesuai dengan
seseorang dengan pendidikan rendah cenderung teori bahwa usia lanjut berkaitan dengan gangguan
untuk mematuhi instruksi dan anjuran yang diberikan nutrisi akibat dari penurunan fungsi organ tubuh,
oleh petugas kesehatan. Didukung dengan data yaitu penciuman, pengecapan dan fungsi gastroin-
penelitian bahwa responden dengan pendidikan SD testinal. Hal ini berkontribusi terhadap status nutrisi,
memiliki prosentase terbanyak dalam melakukan diet walaupun tidak dapat digeneralisasi bahwa sebagian
DM yaitu sebanyak 20 orang (20%). besar lansia mengalami status nutrisi yang buruk.
Sejalan dengan pendapat Amarantos, et all (2001)
Hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup tentang hubungan nutrisi dengan kualitas hidup lansia
lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke yang menunjukkan adanya keterkaitan antara status
poli penyakit dalam RSD Mardi Waluyo Blitar nutrisi dengan kualitas hidup lansia. Status nutrisi
Hasil Penelitian menunjukkan hubungan adanya sangat kurus dan kurus dapat menyebabkan terjadi-
hubungan antara status nutrisi dengan kualitas hidup nya keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari dan hal
lansia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poli ini dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia, teru-
penyakit dalam RSD Mardi Waluyo Blitar yang ditun- tama pada aspek fisik. Lebih lanjut Amarantos, et
jukkan dengan nilai p=0,000. Hal ini sejalan dengan all (2001) juga menjelaskan bahwa selain faktor
penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti dkk (2011) nutrisi terdapat faktor lain yang mempengaruhi
132 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 125–133

kualitas hidup lansia, yaitu keluhan kesehatan yang Indriana, Y. 2003. Kepuasan Hidup orang lanjut usia
dirasakan oleh lansia yang dapat mengganggu aktifi- dalam hubungannya dengan jenis aktifitas, jenis
tasnya sehari-hari. kelamin, religiositas, status perkawinan, tingkat
kemandirian, tingkat pendidikan dan daerah
tempat tinggal, diakses tanggal 1 Agustus 2017,
SIMPULAN DAN SARAN
<http://eprints.usu.ac.id/17322>.
Simpulan Indriyani, F. 2016. Gambaran Berat Badan pada Pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2016, Skripsi,
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi
status nutrisi dengan kualitas hidup pada lansia pen- Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
derita DM tipe 2. Kementrian Kesehatan RI . 2013. Riskesdas tahun 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Saran Kementrian Kesehatan RI.
Bagi petugas kesehatan untuk memberikan Kurniawan. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia
lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume:
motivasi pada pasien untuk menjaga pola hidup yang
60 (12).
baik sehingga meminimalkan komplikasi dan kualitas
Rizvi, AA. 2009. Nutritional Challenges in the elderly
hidup lansia baik. Bagi keluarga untuk mendukung with diabetes. International Journal of Diabe-
dan memfasilitasi pola hidup sehat pada lansia pen- tes Mellitus Volume 1, Issue 1, April 2009, Pages
derita DM tipe 2 untuk mencapai status nutrisi yang 26-31. http://www.sciencedirect.com/science/ar-
paling otimal sesuai dengan usia dan kemampuan- ticle/pii/S1877593409000162
nya. Rohaedi, S, Putri, S.T, Karimah, A.D. 2016. Tingkat
Kemandirian Lansia dalam Activities Daily Liv-
DAFTAR RUJUKAN ing di Panti Sosial Tresna Werdha Senja Rawi.
Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, Vol-
Amarantos, E, Martinez, A, Dwyer, J. 2001. Nutrition and ume 2, Nomor 1, Juli 2016.<http://ejournal.upi.edu/
quality of life in older adult. The Journals of index.php/JPKI>.
Gerontology: Series A, Volume 56, Issue suppl_2, Rohimah, B, Sugiarto, Probandari, A, Wiboworini, B. 2016.
1 October 2001, Pages 54–64,https://doi.org/ Perbedaan Kekuatan Genggam Berdasarkan
10.1093/gerona/56.suppl_2.54. Status Gizi Pada Pasien DM Tipe 2. Indonesia
Ambarwati, W.N. 2012. Konseling Pencegahan dan Journal of Human Nutrition, Juni 2016, Volume 3,
Penatalaksanaan Penderita Diabetes Mellitus, nomor 1 Suplemen 9–19.
Publikasi Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Suhartini.2009. Pengaruh Faktor-faktor Kondisi Kese-
Surakarta. hatan, Kondisi Ekonomi dan Kondisi Sosial
Ariani, Y. 2011. ‘Hubungan Antara Motivasi dengan terhadap Kemandirian Orang Lanjut Usia.
Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 dalam Konteks <http://www.damandiri.or.id>.
Asuhan Keperawatan di RSUP.H.Adam Malik Suyono. 2012. Diabetes Mellitus di Indonesia. Jakarta:
Medan’. Tesis, Magister Ilmu Keperawatan Ke- FKUI.
khususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Tamher, Noorkasini. 2011. Kesehatan Usia Lanjut
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Ashaeryanto, Tiara IM, Kawijaya D. 2011. Modul Tutor Jakarta: Salemba Medika.
Berat Badan Menurun. Blok Endokrin dan Meta- WHO.1998.The World Health Organization Quality of
bolisme Fakultas Kedokteran Universitas Life Assessment (WHOQOL): development and
Haluoleo Kendari. general psychometric properties. Soc Sci Med.
Astuti, F.A.A. 2012. ‘Hubungan Status Gizi dengan 1998; 46:1569–1585.
Kualitas Hidup Geriatri di Posyandu Lansia Yuniarti, Alfrina. 2011. Nutritional Status Related To
Ngudi Sehat Bibis Baru Nusukan Banjarsari Quality Of Life Of Elderly People In
Surakarta.’ Skripsi, Fakultas Kedokteran Univer- Rappokalling Makassar. Diss. Hasanuddin Uni-
sitas Muhammadiyah Surakarta. versity.
Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Vidal-Peracho, C, Lucha-López,M.O, Lucha-López, A.C,
Yogyakarta: Deepublish Tricás-Moreno, J.M, Estébanez-De Migue, E and
Huang ES, Gorawara-Bhat R, Chin MH. Self-reported Bernués-Vázquez, L. 2014. A descriptive study of
goals of older patients with type 2 diabetes mel- health status and health related quality of life in
litus. J Am Geriatr Soc 2005;53:306–11. selected outpatients with type 2 diabetes, patho-
Setiyorini, Wulandari, Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup... 133

logical body mass index and cardiovascular risk efficacy, outcome expectation and self care be-
in Spain. Diabetology & Metabolic Syndrome havior in people with type diabetes in Taiwan,
2014 6:135 licensee BioMed Central. 2014.https:// diakses tanggal 01 Agustus 2017, < http://
doi.org/10.1186/1758-5996-6-135. web.ebscohost.com>.
Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J.,
Shortridge-Baggett, L.M.,Chang, P.J. (2006). Self-
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
134
DOI: Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 134–140
10.26699/jnk.v4i2.ART.p134-140
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AIR


SUSU IBU (ASI) PADA IBU MENYUSUI YANG BEKERJA
(Analysis of Factors Affecting Breastmilk Production
on Breastfeeding Working Mothers)

Anita Rahmawati, Bisepta Prayogi


Program Studi Pendidikan Ners, STIKES Patria Husada Blitar
email: anitarahmawati2017@gmail.com

Abstract: Breastfeeding working mothers are at risk of impaired breast milk production. Exclusive
breastfeeding of breastfeeding working mothers lower than mothers do not work is due to breast milk
production tends to decline after the mother began to work actively. The purpose of this study was to
explain the factors that affect the breast milk production in breastfeeding working mothers. This study
used cross sectional design. 25 breastfeeding working mothers were taken by consecutive sampling.
Breastmilk production was measured for 7 days using a measuring cup. Breast milking used the breast
pump on both breasts before the mother breastfeed her baby or 2-3 hours after breastfeeding. The
analysis used spearman rank test and multiple linear regression with á = 0,05. There was no relation-
ship maternal age factor, infant age, occupation, education and support of husband or family with milk
production (p = 0,513; p = 0,105; p = 0,884; p = 0,176; p = 0,164). There was a strongly significant and
opposite relationship between duration of labor and milk production (p = 0.001 rs = -0.643), there was
a strongly significant and unidirectional relationship between infant formula addition and milking
frequency (p = 0,000 rs = 0.732; p = 0,000 rs = 0.732 ) and between the breastfeeding frequency with
milk production there was a significant relationship of moderate and unidirectional (p = 0.044 rs =
0.406). The results of the linear regression test showed all factors related to milk production when
tested together (p = 0.000). Nurses or other health workers may expected to consider factors that affect
breast milk production so that it can determine appropriate interventions in lactation management in
breastfeeding working mothers.

Keywords: breast milk production, breastfeeding working mothers

Abstrak: Ibu menyusui yang bekerja beresiko mengalami gangguan produksi air susu ibu (ASI). Pemberian
ASI eksklusif pada ibu menyusui yang bekerja lebih rendah dibandingkan ibu tidak bekerja disebabkan
karena produksi ASI cenderung menurun setelah ibu mulai aktif bekerja. Tujuan penelitian ini untuk
menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu menyusui bekerja. Rancangan
penelitian cross sectional design. Sampel diambil secara consecutive sampling didapatkan 25 ibu menyusui
yang bekerja. Produksi ASI merupakan volume ASI perah yang diukur selama 7 hari dengan menggunakan
gelas ukur. Pemerahan menggunakan pompa ASI pada kedua payudara sebelum ibu menyusui bayinya
atau 2-3 jam setelah penyusuan. Analisis menggunakan spearman rank test dan regresi linier berganda
dengan á = 0,05. Tidak ada hubungan Faktor usia ibu, usia bayi, pekerjaan, pendidikan dan dukungan
suami/keluarga dengan produksi ASI (p= 0,513; p=0,105; p=0,884; p=0,176; p=0,164). Ada hubungan
signifikan kuat dan berlawanan arah antara lama kerja dengan produksi ASI (p=0,001 rs= - 0,643), ada
hubungan signifikan kuat dan searah antara penambahan susu formula dan frekuensi memerah (p=0,000
rs= 0,732; p=0,000 rs= 0,732) dan antara frekuensi menyusui dengan produksi ASI terdapat hubungan
signifikan sedang dan searah (p=0,044 rs=0,406). Hasil uji regresi linier menunjukkan semua faktor
berhubungan dengan produksi ASI jika diuji bersama (p=0,000). Perawat atau tenaga kesehatan lain

134
Rahmawati, Prayogi, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI... 135

diharapkan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat dalam manajemen laktasi pada ibu menyusui yang bekerja.

Kata Kunci : produksi air susu ibu (ASI), ibu menyusui bekerja

Menyusui eksklusif merupakan pemberian air susu tugas yang dalam pekerjaan juga mempengaruhi
ibu (ASI) tanpa disertai makanan atau minuman kondisi fisik dan psikologis ibu. Fasilitas menyusui
selain ASI kecuali obat-obatan, vitamin, atau mineral di tempat kerja yang kurang memadai, dukungan
tetes. Pemberian ASI eksklusif yang disarankan oleh teman kerja kurang dan jarak rumah jauh dari tempat
World Health Organization (WHO) adalah sampai kerja menjadi hambatan ibu bekerja dalam praktik
bayi berumur 6 bulan (Badan Penelitian dan Pe- pemberian ASI. Berbagai hambatan menyusui yang
ngembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan muncul pada ibu bekerja mengharuskan ibu beru-
Republik Indonesia, 2013). Namun pada kenyata- paya keras untuk tetap dapat memberikan ASI.
annya beberapa ibu yang bekerja menghentikan Waktu untuk menyusui pada ibu bekerja secara
pemberian ASI eksklusif ketika mulai meninggalkan otomatis berkurang sehingga beberapa ibu memu-
bayinya untuk aktif bekerja. Penelitian Sulistiyowati tuskan memberikan susu formula saat bekerja,
& Siswantara (2014) menunjukkan 64,7% ibu me- beberapa ibu memilih memberikan ASI perah saat
nyusui yang bekerja tidak memberikan ASI eksklu- bekerja namun jika jumlahnya tidak mencukupi akan
sif. 29,4 % ibu tetap berusaha memproduksi ASI menambah susu formula (Rejeki, 2008).
saat bekerja dengan cara memompa ASI, sedang- Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-
kan 70,6 % ibu tidak melakukannya dengan alasan faktor yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu
malas, takut payudara sakit, dan belum memahami menyusui yang bekerja meliputi usia ibu, usia bayi,
cara memerah ASI yang benar. pekerjaan, lama kerja, pendidikan, dukungan suami/
Faktor yang mempengaruhi produksi ASI bera- keluarga, penambahan susu formula, frekuensi
sal dari internal dan eksternal. Faktor internal meli- menyusui langsung dan frekuensi memerah ASI.
puti kondisi fisik, psikologis, pengetahuan ibu dan
faktor fisik bayi sedangkan faktor eksternal dianta- BAHAN DAN METODE
ranya inisiasi menyusui dini (IMD) dan frekuensi Rancangan penelitian menggunakan cross
menyusui (Kadir, 2014). Kondisi fisik seperti kelain- sectional design, dengan populasinya adalah semua
an anatomi fisiologi, usia, paritas, dan asupan nutrisi ibu menyusui yang bekerja meninggalkan bayinya
ibu merupakan faktor internal yang mempengaruhi (minimal 7 jam sehari) di Kota Blitar. Penelitian ini
produksi ASI. Sebagian besar ibu bekerja telah menggunakan metode consecutive sampling dida-
memiliki intensi untuk memberikan ASI eksklusif patkan 25 sampel dengan kriteria ibu menyusui
sejak hamil, namun setelah kembali bekerja produksi dengan umur bayi > 10 hari dan < 6 bulan, ibu me-
ASI menjadi sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan nyusui tidak mengkonsumsi alkohol atau merokok,
bayi sehingga ibu memberikan tambahan susu menyusui 1 bayi, bayi yang disusui dalam kondisi
formula (Anggraenil, Nurdiati & Padmawati, 2015). sehat (tidak mempunyai kelainan/cacat bawaan/
Dalam kondisi normal, jumlah produksi ASI mengalami masalah kesehatan yang mengganggu
yang dihasilkan ibu selalu mengikuti kebutuhan bayi. proses laktasi).
Produksi ASI optimal tercapai setelah hari ke 10- Variabel independen diukur dengan kuesioner
14 setelah kelahiran. pada hari-hari pertama setelah meliputi usia ibu, usia bayi, pekerjaan, lama kerja,
kelahiran produksi ASI sekitar 10–100 ml sehari, pendidikan, dukungan suami/keluarga, penambahan
produksi ASI yang efektif akan terus meningkat susu formula, frekuensi menyusui langsung dan
sampai 6 bulan dengan rata-rata produksi 700-800 frekuensi memerah ASI sedangkan produksi ASI
ml setiap hari, selanjutnya poduksi ASI menurun merupakan volume ASI perah yang diukur selama
menjadi 500-700 ml setelah 6 bulan pertama (Mul- 7 hari dengan menggunakan gelas ukur. Nilai
yani, 2013). produksi ASI diambil berdasarkan nilai rata-rata
Perasaan ibu menyusui bekerja umumnya tidak volume ASI perah per hari. Pemerahan dengan
tega, merasa berat dan bersalah telah meninggalkan menggunakan pompa ASI dilakukan pada kedua
bayinya. Hal ini tentu mempengaruhi kondisi psiko- payudara sebelum ibu menyusui bayinya atau 2–3
logis ibu menjadi tidak tenang. Beban atau tuntutan jam setelah penyusuan. Analisis bivariat menggu-
136 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 134–140

nakan spearman rank test. Analisis multivariat Berdasarkan Tabel 3 sebanyak 32 % ibu beker-
dengan regresi linier berganda dengan nilai signifikan ja sebagai guru/dosen mempunyai produksi ASI
 = 0,05. 101–300 ml/hari. Tidak ada hubungan yang signifi-
kan antara jenis pekerjaan dan produksi ASI.
HASIL PENELITIAN
Tabel 4 Hubungan Lama kerja dengan produksi ASI
Tabel 1 Hubungan usia ibu dengan produksi ASI ibu ibu menyusui yang bekerja di Kota Blitar
menyusui yang bekerja di Kota Blitar
Lama Produksi ASI (ml/hari)
Usia ibu Produksi ASI (ml/hari) Kerja <100 101–300 301–500
(th) <100 101–300 301–500 (jam)  %  %  %
 %  %  % > 7–8 2 8 10 40 7 28
21–25 3 12 1 4 1 4 > 8–10 2 8 1 4 0 0
26–30 3 12 2 8 3 12 > 10 3 12 0 0 0 0
31–35 0 0 5 20 3 12 Spearman rank tests p=0,001 ; rs=-0,643
36–40 1 4 3 12 0 0
Spearman rank tests p=0,513 ; rs=0,137 Pada Tabel 3 terlihat ibu yang bekerja selama
>7–8 jam sehari dan mempunyai produksi ASI 101–
300 ml/hari sebanyak 40%. Tedapat hubungan yang
Tabel 1 menunjukkan sebanyak 20% ibu
signifikan dan kuat antara lama kerja dan produksi
berusia antara 31-35 tahun dan produksi ASI antara
ASI dimana nilai rs bertanda negatif artinya hubung-
101-300 ml/hari. Tidak terdapat hubungan yang
an tersebut berlawanan, jadi semakin lama jam be-
signifikan antara usia ibu dan produksi ASI
kerja, produksi ASI semakin sedikit.

Tabel 2 Hubungan usia bayi dengan produksi ASI ibu


Tabel 5 Hubungan pendidikan dengan produksi ASI ibu
menyusui yang bekerja di Kota Blitar
menyusui yang bekerja di Kota Blitar
Usia bayi Produksi ASI (ml/hari) Produksi ASI (ml/hari)
Pen-
(bulan) <100 101–300 301–500 didik- <100 101–300 301–500
 %  %  % an % % %
  
<1 4 16 1 4 1 4 SMA 3 12 1 4 2 8
1-3 2 8 4 16 3 12 Diploma 2 8 1 4 1 4
> 3-6 1 4 6 24 3 Sarjana 2 8 7 28 3 12
Spearman rank tests p=0,105 ; rs=0,332 Magister 0 0 2 8 1 4
Spearman rank tests p=0,176 ; rs=0,401
Berdasarkan Tabel 2 terlihat ibu yang menyusui
bayi berusia > 3–6 bulan dan mempunyai produksi
ASI antara 101–300 ml/hari sebanyak 24%. Tidak Berdasarkan Tabel 5, ibu yang memiliki pendi-
terdapat hubungan yang signifikan antara usia bayi dikan terakhir setingkat sarjana dan produksi ASI
dan produksi ASI. 101–300 ml/hari sebanyal 28%. Tidak ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan
Tabel 3 Hubungan jenis pekerjaan dengan produksi produksi ASI.
ASI ibu menyusui yang bekerja di Kota Blitar
Tabel 6 Hubungan dukungan keluarga dengan produksi
Produksi ASI (ml/hari) ASI ibu menyusui yang bekerja di Kota Blitar
Pekerjaan <100 101–300 301–500
% % % Dukung- Produksi ASI (ml/hari)
  
an suami/ <100 101–300 301–500
Guru/dosen 2 8 8 32 3 12 keluarga
 %  %  %
Karyawan 5 20 1 4 2 8
Tenaga ke- Sedikit 2 8 2 8 0 0
pendidikan 0 0 2 8 2 8 Banyak 5 20 9 36 7 28
Spearman rank tests p=0,884 ; rs=0,031 Spearman rank tests p=0,164 ; rs=0,287
Rahmawati, Prayogi, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI... 137

Tabel 6 menunjukkan sebanyak 36 % ibu yang Tabel 9 Hubungan frekuensi memerah dengan pro-
merasa banyak mendapat dukungan dari suami/ duksi ASI ibu menyusui yang bekerja di Kota
keluarga dalam pemberian ASI mempunyai produksi Blitar
ASI 101–300 ml/hari. Tidak ada hubungan yang Frekuensi Produksi ASI (ml/hari)
signifikan antara dukungan suami/keluarga dengan Memerah <100 101–300 301–500
produksi ASI. ASI (x/hari) % % %
  
1–2 7 28 7 28 1 4
Tabel 7 Hubungan penambahan susu formula dengan 3–4 0 0 4 32 3 12
produksi ASI ibu menyusui yang bekerja di >4 0 0 0 0 3 12
Kota Blitar
Spearman rank tests p=0,000 ; rs=0,732
Penambah- Produksi ASI (ml/hari)
an susu <100 101–300 301–500 Berdasarkan Tabel 9 terlihat sebanyak 32% ibu
formula % % %
   melakukan pemerahan ASI 3–4 x/hari dan mem-
Sedikit 2 8 2 8 0 0 punyai produksi ASI 101–300 ml/hari. Ada hubung-
Banyak 5 20 9 36 7 28 an yang signifikan dan kuat antara frekuensi peme-
Spearman rank tests p=0,000 ; rs=0,732 rahan dengan produksi ASI. Hubungan tersebut
searah yang artinya semakin banyak frekuensi pe-
merahan, jumlah produksi ASI semakin meningkat.
Berdasarkan Tabel 7 terlihat sebanyak 64%
pemberian ASI yang tidak disertai susu formula Tabel 10 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
mempunyai produksi ASI diatas 100 ml/hari. Hasil produksi ASI ibu menyusui yang bekerja di
uji Spearman rank menunjukkan ada hubungan Kota Blitar
signifikan kuat antara penambahan susu formula
dengan produksi ASI dimana produksi ASI semakin Uji regresi F Sig (p)
banyak jika ibu tidak memberikan susu formula. linier berganda 8.554 p= 0,000

Tabel 8 Hubungan frekuensi menyusui dengan pro-


duksi ASI ibu menyusui yang bekerja di Kota Pada Tabel 10 menunjukkan hasil uji regresi
Blitar linier berganda p=0,000 artinya semua faktor
(penambahan susu formula, pekerjaan, dukungan
Frekuensi Produksi ASI (ml/hari) keluarga, usia bayi, frekuensi memerah, frekuensi
Menyusui <100 101–300 301–500
(x/hari)
menyusui, lama kerja, pendidikan, usia ibu) berpe-
 %  %  % ngaruh signifikan secara bersama-sama terhadap
3–5 4 16 2 8 0 0 produksi ASI.
6–8 2 8 8 32 7 28
>8 1 4 1 4 0 0 PEMBAHASAN
Spearman rank tests p=0,044 ; rs=0,406 Hasil penelitian berdasarkan Tabel 1 menun-
jukkan tidak ada hubungan antara usia ibu dengan
Tabel 8 menunjukkan sebanyak 32% ibu produksi ASI (p=0,513). Sejalan dengan penelitian
menyusui langsung ke bayi antara 6–8 x/hari dan Nurliawati (2010) bahwa usia, paritas, tingkat
mempunyai produksi ASI 101–300 ml/hari. Ada hu- pendidikan dan pekerjaan tidak berhubungan dengan
bungan yang signifikan, searah dan kekuatan sedang produksi ASI. Usia ibu dalam penelitian ini antara
antara frekuensi menyusui dengan produksi ASI. 21–40 tahun. Rentang usia ideal untuk bereproduksi
termasuk memproduksi ASI adalah usia 20–35
tahun, namun pada usia 20–25 tahun termasuk da-
lam usia muda yang kematangan psikologisnya masih
kurang sehingga banyak ibu menunjukkan respon
takut, bingung, dan gugup saat bayi menangis. Keti-
daktenangan respon psikologis ibu tersebut dapat
mempengaruhi produksi ASI karena menghambat
138 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 134–140

reflek prolaktin dan oksitosin. Pada usia diatas 35 dah diterima oleh ibu dari berbagai media juga ikut
tahun sudah mulai terjadi penurunan fungsi hormon membentuk pengetahuan ibu. Ibu bekerja lebih cepat
reproduksi tetapi pada usia tersebut kematangan memperoleh informasi kesehatan terbaru karena
emosi sudah tercapai dan biasanya ibu sudah mem- lebih banyak berinteraksi dengan orang sehingga
punyai berbagai pengalaman dalam pemberian ASI informasi yang didapat lebih luas dan pengetahuan
baik dari diri sendiri maupun orang lain. bertambah (Kamariyah, 2014).
Usia bayi > 10 hari sampai < 6 bulan dalam Frekuensi penyusuan yang baik sekitar 10–12
penelitian ini tidak berhubungan dengan produksi kali per hari. Penyusuan merupakan proses penge-
ASI (Tabel 2). Produksi ASI matur merupakan pro- luaran ASI melibatkan refleks let down oleh oksito-
duksi ASI setelah hari kesepuluh usia bayi. Kan- sin yang terangsang melalui isapan bayi. Pada ibu
dungan ASI matur berubah mengikuti perkembang- bekerja penyusuan langsung ke bayi dapat diganti
an bayi sampai usia bayi 6 bulan, tetapi jumlah dengan melakukan pemerahan ASI. Pemerahan
produksinya relatif tetap kecuali dalam kondisi yang ASI dapat membantu pengosongan alveoli mammae
tidak normal. sehingga memberikan sinyal ke hipotalamus untuk
Setiap jenis pekerjaan mempunyai tingkat be- menaikkan sekresi prolaktin. Ibu bekerja disarankan
ban kerja yang berbeda-beda meskipun semua jenis untuk memerah atau memompa ASI setiap 2–3 jam
pekerjaan pasti mempunyai kesulitan dan tuntutan sekali (Novayelinda, 2012).
masing-masing. Jenis pekerjaan ibu tidak berhu- Frekuensi memerah yang sering dapat mening-
bungan dengan produksi ASI dalam penelitian ini katkan produksi ASI dan sebaliknya frekuensi peme-
karena meskipun mempunyai beban kerja yang ber- rahan yang rendah menjadi penyebab kurangnya
beda tetapi semua jenis pekerjaan tersebut mengha- volume ASI. Tabel 9 menunjukkan hubungan signi-
silkan pengaruh yang sama terhadap kondisi fisik fikan kuat antara frekuensi memerah dan produksi
dan psikologis ibu. Tabel 3 menunjukkan 62% Ibu ASI. Terlihat ibu yang memerah ASI lebih dari 4 x/
yang bekerja sebagai karyawan mempunyai produk- hari mempunyai produksi ASI perah diatas 300 ml/
si ASI < 100 ml/hari tetapi yang menjadi pengaruh hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Morton, et
dalam hal ini bukan jenis pekerjaan ibu melainkan al., (2009) dimana produksi ASI rata-rata per hari
lama kerja ibu. Karyawan toko dan salon mem- dapat ditingkatkan dengan frekuensi memompa,
punyai waktu kerja melebihi standar waktu kerja durasi memompa, dan kombinasi antara memerah
full time yaitu lebih dari 9 sampai lebih dari 10 jam dengan pompa dan memerah dengan tangan. Fre-
per hari. kuensi memerah ASI untuk pengosongan payudara
Lama kerja dalam penelitian ini diukur termasuk secara simultan dan komitmen/keyakinan ibu dapat
dengan waktu perjalanan yang dibutuhkan ibu untuk meningkatkan produksi ASI (Kent, Prime & Garbin,
berangkat dan pulang dari tempat kerja. Menurut 2012).
Tabel 4 terdapat hubungan signifikan antara lama Dukungan suami atau keluarga yang sangat
kerja dengan produksi ASI (p=0,001). Semakin lama dirasakan oleh ibu menyusui seharusnya mampu
ibu bekerja, semakin sedikit kesempatan ibu untuk meningkatkan produksi ASI. Adanya dukungan ke-
menyusui bayinya sehingga frekuensi menyusui luarga dapat meningkatkan motivasi dan kepercaya-
menjadi kurang. Tabel 8 menunjukkan ada hubungan an diri ibu untuk terus menyusui dan juga dapat
frekuensi menyusui langsung ke bayi dengan pro- memberikan ketenangan psikologis ibu sehingga
duksi ASI. Semakin sering isapan bayi dengan benar sekresi oksitosin dan prolaktin yang bertanggung-
maka produksi ASI semakin meningkat (Tauriska jawab terhadap proses produksi dan pengeluaran
& Umamah, 2015). ASI dapat ditingkatkan. Namun pada ibu menyusui
Pengetahuan ibu tentang tehnik menyusui, kete- yang bekerja dukungan suami atau keluarga saja
rampilan ibu dalam menyusui dan cara memerah tidak cukup untuk meningkatkan produksi ASI. Ter-
ASI, penyimpanan ASI dan cara pemberian ASI lihat pada Tabel 6 tidak ada hubungan antara du-
perah ke bayi akan mempengaruhi motivasi ibu dan kungan suami/keluarga dengan produksi ASI
meningkatkan produksi ASI. Tetapi hasil penelitian (p=0,164).
ini menunjukkan tidak ada hubungan produksi ASI Waktu menyusui bayi pada ibu bekerja telah
dengan pendidikan ibu (Tabel 5). Pengetahuan pada terkurangi di tempat kerja sehingga ibu bekerja
era modern seperti sekarang ini tidak hanya dibentuk membutuhkan dukungan tidak hanya dari suami atau
oleh tingkat pendidikan. Akses informasi yang mu- keluarga tetapi membutuhkan dukungan dari tempat
Rahmawati, Prayogi, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI... 139

kerja baik dari teman kerja maupun dari instansi secara terpisah menunjukkan tidak ada hubungan,
tempat bekerja. Beberapa ibu dalam penelitian ini dan menunjukkan pengaruhnya jika diuji secara ber-
bekerja ditempat yang sama sehingga mereka bisa samaan.
saling memotivasi dan mengingatkan untuk meme-
rah ASI selama bekerja. Mereka juga menyampai- SIMPULAN DAN SARAN
kan bahwa memompa ASI sudah menjadi budaya Simpulan
di tempat kerja karena suasana tempat kerja dan
waktu yang cukup mendukung untuk memerah ASI. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesim-
Berbeda dengan beberapa ibu yang lain meski- pulan bahwa faktor penambahan susu formula,
pun telah merasa sangat didukung oleh suami dan frekuensi menyusui, frekuensi memerah dan lama
keluarga tetapi mereka tidak bisa rutin memerah kerja ibu menunjukkan ada hubungan yang signifikan
ASI selama bekerja karena sulitnya mencari tempat dengan produksi ASI. Sedangkan faktor usia ibu,
memerah yang nyaman, waktu dan privasi di tempat usia bayi, pekejaan ibu, pendidikan ibu, dukungan
kerja. Keterbatasan waktu memerah ASI dan tidak suami/keluarga tidak ada hubungan signifikan
tersedianya fasilitas laktasi merupakan penghambat dengan produksi ASI. Semua faktor tersebut menun-
yang sering terjadi pada wanita pekerja untuk tetap jukkan hubungan dengan produksi ASI saat dilaku-
memerah ASI selama jam kerja (Novayelinda, kan pengujian bersama dengan uji regresi linier
2012). berganda.
Penambahan susu formula kepada bayi dilaku-
kan ibu karena merasa produksi ASI kurang mencu- Saran
kupi kebutuhan bayi, bahkan susu formula sengaja Ibu menyusui yang bekerja diharapkan dapat
mulai dikenalkan kepada bayi sejak ibu belum aktif memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kembali bekerja dengan alasan agar bayi sudah ber- produksi ASI agar produksi ASI selama bekerja
adaptasi dengan susu formula. Permintaan bayi dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Perawat atau
terhadap ASI otomatis akan berkurang jika bayi tenaga kesehatan lain diharapkan mempertimbang-
diberikan tambahan susu formula. kondisi tersebut kan faktor-faktor tersebut sehingga dapat menentu-
akan menghambat pengosongan alveoli mammae kan intervensi yang tepat dalam manajemen laktasi
sehingga produksi ASI akan menurun. Dengan me- pada ibu menyusui yang bekerja.
mutuskan untuk memberikan tambahan susu for-
mula juga berdampak melemahnya motivasi ibu DAFTAR RUJUKAN
untuk berupaya menyediakan produksi ASI yang Anggraenil, I.A., D.S. Nurdiati, & R.S. Padmawati. 2015.
cukup untuk bayi dengan sering melakukan peme- Keberhasilan ibu bekerja memberikan asi eksklu-
rahan ASI selama bekerja. Sesuai dengan hasil sif. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia, 3(2), 69-
penelitian Nuraini, Julia & Dasuki (2013) bahwa 76
ibu yang mendapat sampel susu formula 4,2 kali Kadir, N.A. 2014. Menelusuri akar masalah rendahnya
lebih besar untuk tidak memberikan ASI. presentase pemberian Asi eksklusif di Indonesia.
Pengujian secara bersama-sama terhadap fak- Jurnal al Hikmah, 15(1), 106–118.
Kamariyah, N. 2014. Kondisi psikologi mempengaruhi
tor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI meliputi
produksi asi ibu menyusui di Bps Aski Pakis Sido
penambahan susu formula, pekerjaan, dukungan Kumpul Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
keluarga, usia bayi, frekuensi memerah, frekuensi 7(12), 29–36.
menyusui, lama kerja, pendidikan, usia ibu dengan Kent, J.C., D.K. Prime, & C.P. Garbin. 2012. Principles for
uji regresi linier berganda menunjukkan pengaruh maintaining or increasing breast milk produc-
yang signifikan dari semua faktor tersebut dengan tion. JOGNN, 41, 114-121. http://jognn.awhonn.
produksi ASI (Tabel 10). Faktor usia ibu, usia bayi, org.
pekejaan ibu, pendidikan ibu, dukungan suami/ Morton, J., JY. Hall, RJ. Wong, L Thairu, WE. Benitz &
keluarga tidak berhubungan dengan produksi ASI WD. Rhine. 2009. Combining hand technique with
saat diuji secara bivariat, namun secara teori faktor electric pumping increases milk production in
mother of preterm infants. Journal of
tersebut dapat dijelaskan hubungannya. Kondisi yang
Perinatology. 29. 757–764.
terjadi dalam penelitian ini diasumsikan bahwa Mulyani, N.S. 2013. Asi dan pedoman ibu menyusui.
faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan tidak Nuha Medika. Jakarta.
langsung dengan produksi ASI sehingga saat diuji
140 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 134–140

Novayelinda, R. 2012. Telaah Literatur: Pemberian asi dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemen-
ibu bekerja. Jurnal Ners Indonesia.2(2). 177–184. terian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset
Nuraini, T., M. Julia., & D. Dasuki. 2013. Sampel susu Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementerian
formula dan praktik pemberian air susu ibu eksklu- Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
sif. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Sulistiyowati, T., & P., Siswantoro. 2014. Perilaku ibu be-
7(12), 551–556. kerja dalam memberikan asi eksklusif dikelurahan
Nurliawati, E. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan Japanan wilayah kerja puskesmas Kemlagi-
dengan produksi air susu ibu pada ibu pasca sek- Mojokerto. Jurnal Promkes, 2(1), 89–100
sio sesarea di wilayah kota dan kabupaten Tasik- Tauriska, T.A., & F.Umamah. 2015. Hubungan antara
malaya. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta isapan bayi dengan produksi asi pada ibu me-
Rejeki, S. 2008. Studi fenomenologi: pengalaman me- nyusui di rumah sakit islam jemursari Surabaya.
nyusui eksklusif ibu bekerja di wilayah Kendal Journal of Health Sciences. 8(1).
Jawa Tengah. Media Ners. 2(1). 1–44.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p140-144
Puspitasari, Hannan, Su’udiyah, Pengaruh Mobilisasi Dini SIM Kanan Kiri... 141
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENGARUH MOBILISASI DINI SIM KANAN KIRI TERHADAP


KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE INFARK DI RUANG ICU
RSUD dr. H. MOHAMMAD ANWAR SUMENEP
(The Effectiveness of Early Mobilization Left – Right Sim to Constipa-
tion on Stroke Infark Patient in the Intensive Care Unit
dr. H. Mohammad Anwar Sumenep Public Hospital)

Dian Ika Puspitasari, Mujib Hannan, Su’udiyah


Prodi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Wiraraja Sumenep
email: dianika.uwr@gmail.com

Abstract: Stroke is an acute nerve disorder caused by circulatory disorders to the brain. The impact that
often occurs in stroke patients is constipation due to disease complications, drugs and lack of mobiliza-
tion. The purpose of this researchwas to analyze the effect of early mobilization sim right left to consti-
pation in patients with Stroke Infarction in ICU Hospital dr. H. Mohammad Anwar Sumenep. The design
of this research was quasy experiment with non-equivalent control group design. The population in this
study wwa Stroke Infarct patients treated in ICU Hospital dr. H. Moh. Anwar Sumenep in August -
September 2016 as many as 20 people, with a sample size of 10 people control group and 10 treatment
groups. The research instruments are Standard Operating Procedure (SOP) of mobilization, check list
and observation sheet. The data analysis used Chi square test with  (0,05). The results of the control
group during pre test showed that all respondents (100%) were not defective and at the time of post test
it was found that almost all (80%) of the respondents had defecation. While the results in the treatment
group during pre test found that all respondents (100%) did not defecate and at the time of post test most
(70%) of respondents experienced defecation. The result of data analysis showed that p value = 0,025
with  = 0,05 so that p value<meaning there was an effect of left right sim mobilization to constipation
in patient of Stroke Infark in ICU Room dr. H. Moh. Anwar Sumenep. Right-left sim position was an
independent nursing action that can reduce constipation in stroke patients who can not mobilize due to
bed rest.

Keywords: left right sim, constipation, stroke infarction.

Abstrak: Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran
darah ke otak. Dampak yang sering terjadi pada pasien stroke adalah konstipasi karena komplikasi penyakit,
obat-obatan dan kurangnya mobilisasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh mobilisasi dini
sim kanan kiri terhadap konstipasi pada pasien Stroke Infark di Ruang ICU RSUD dr. H. Mohammad Anwar
Sumenep. Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan rancangan non-equivalent control group.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Stroke Infark yang dirawat di Ruang ICU RSUD dr. H. Moh.
Anwar Sumenep pada bulan Agustus – September 2016 sebanyak 20 orang, dengan jumlah sampel sebanyak
10 orang kelompok kontrol dan 10 orang kelompok perlakuan. Instrumen penelitian berupa Standart
Operational Procedure (SOP) mobilisasi, check list dan lembar observasi. Analisa data menggunakan uji
statistik Chi square dengan  (0,05). Hasil penelitian pada kelompok kontrol saat pre test didapatkan
bahwa seluruh responden (100%) tidak defekasi dan pada saat post test didapatkan hampir seluruhnya
(80%) responden mengalami defekasi. Sedangkan hasil pada kelompok perlakuan saat pre test didapatkan
bahwa seluruh responden (100%) tidak defekasi dan pada saat post test sebagian besar (70%) responden
mengalami defekasi. Hasil analisa data menunjukkan bahwa p value = 0,025 dengan  = 0,05 sehingga nilai
p <  yang berarti ada pengaruh mobilisasi sim kanan kiri terhadap konstipasi pada pasien Stroke Infark di

141
142 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 141–144

Ruang ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep. Posisi sim kanan kiri merupakan tindakan keperawatan
mandiri yang dapat menurunkan konstipasi pada penderita Stroke yang tidak dapat melakukan mobilisasi
karena tirah baring.

Kata kunci: Sim kanan kiri, konstipasi, Stroke Infark.

Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang 2 jam akan mempermudah pengeluaran isi usus
disebabkan karena adanya gangguan peredaran melalui defekasi (Guyton & Hall, 2002).
darah otak, terjadi secara mendadak (dalam bebe- Di Ruang ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar
rapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) Sumenep pelaksanaan mobilisasi sim kanan kiri
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah pasien stroke sudah dilakukan, tetapi belum secara
fokal diotak yang terganggu (Perdossi, 2011). Stroke instruksional setiap 2 jam, sehingga hasilnya belum
menjadi penyebab kematian ketiga di dunia setelah efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Jantung dan Kanker sehingga perlu pengobatan dan pengaruh mobilisasi sim kanan kiri tiap 2 jam
perawatan secara cepat, tepat dan cermat. Dampak terhadap konstipasi pada pasien Stroke Infark di
yang sering terjadi pada pasien Stroke yaitu terjadi- Ruang ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep.
nya konstipasi yang dapat disebabkan karena kom-
plikasi penyakit, obat-obatan dan kurangnya mobili- BAHAN DAN METODE
sasi (Priharjo, 2007). Di Indonesia, setiap tahun Penelitian ini menggunakan desain quasy
terdapat sekitar 120 dari 100.000 jumlah penduduk experiment dengan rancangan non-equivalent
mengalami Stroke, dimana 15% meninggal dunia control group. Populasi dalam penelitian ini adalah
dan 40% memerlukan penanganan rehabilitasi serta semua pasien Stroke Infark yang dirawat di Ruang
mobilisasi untuk mengurangi penyulit yang timbul, ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep pada
diantaranya masalah gangguan defekasi yaitu konsti- bulan Agustus–September 2016 sebanyak 20 orang,
pasi (PKB, 2004). dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang, dimana
Konstipasi dapat beresiko pada pasien stroke 10 orang sebagai kelompok perlakuan (diberikan
dimana regangan ketika defekasi dapat menyebab- mobilisasi dini sim kanan kiri tiap 2 jam) dan 10 orang
kan stres pada abdomen. Peregangan sering bersa- sebagai kelompok kontrol (tanpa perlakuan).
maan dengan tertahannya napas, hal ini dapat me- Pengumpulan data awali dengan pengurusan
ningkatkan intrakranial dan intratorakal (Hidayat, perijinan sesuai dengan prosedur yang telah ditetap-
2014). Mengejan selama defekasi merupakan kon- kan. Peneliti menentukan calon responden sesuai
tra indikasi pada pasien resiko peningkatan intrakra- dengan kriteria inklusi. Selanjutnya calon responden
nial seperti pasien Stroke karena bisa menyebabkan diberikan informasi terkait penelitian yang akan
terjadinya valsava manuver yang berakibat kema- dilakukan. Responden yang bersedia dilakukan
tian. Penanganan konstipasi harus disesuaikan me- penelitian menandatangani lembar persetujuan
nurut keadaan masing-masing pasien dengan mem- menjadi responden (informed consent). Kemudian
perhitungkan lama dan intensitas konstipasi baik responden yang termasuk dalam kelompok perla-
dengan obat-obatan maupun mobilisasi (Corwin, kuan dilakukan mobilisasi sim kanan kiri tiap 2 jam.
2001). Waktu untuk diberikan perlakuan mulai pukul 08.00
Penanganan konstipasi di ruang rawat inap WIB sampai pukul 20.00 WIB, dan sisanya tidak
sering menggunakan obat pencahar atau laksatif digunakan untuk perlakuan dengan mempertimbang-
yang dapat mempertahankan pola eliminasi buang kan waktu tidur atau istirahat pasien. Pada kelompok
air besar dengan aman. Namun penggunaan laksatif perlakuan, mobilisasi dilakukan secara intensif
dalam jangka panjang menyebabkan usus besar selama 2 jam dalam 12 jam dengan 6 kali perubahan
kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang res- posisi sim kanan kiri. Dalam satu hari dilakukan
ponsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif observasi sebanyak 4 kali. Hasil pengukuran adanya
(Potter & Perry, 2006). Selain penggunaan laksatif, defekasi dimasukkan dalam lembar observasi. Data
penanganan konstipasi pada pasien Stroke Infark yang diperoleh kemudian diberi kode dan dianalisis
dapat dilakukan dengan cara mobilisasi dini sim menggunakan uji statistik Chi square.
kanan kiri tiap 2 jam. Mobilisasi sim kanan kiri tiap
Puspitasari, Hannan, Su’udiyah, Pengaruh Mobilisasi Dini SIM Kanan Kiri... 143

HASIL PENELITIAN Konstipasi Pada Pasien Stroke Infark Kelom-


Konstipasi Pada Pasien Stroke Infark Kelom- pok Perlakuan (Dilakukan Mobilisasi Dini Sim
pok Kontrol (Tidak Dilakukan Mobilisasi Dini Sim Kanan Kiri)
Kanan Kiri) Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil observasi
konstipasi responden pada kelompok perlakuan
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Konstipasi Pada Pasien bahwa observasi pertama (pre) yaitu seluruh respon-
Stroke Infark Kelompok Kontrol Di Ruang ICU den (100%) tidak defekasi. Dan pada observasi
RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep kedua (post) diperoleh hasil bahwa hampir seluruh
Kelompok Kontrol responden (70%) mengalami defekasi, yaitu seba-
No Konstipasi pada nyak 7 orang.
pasien Stroke Infark Pre Post
f % f %
1. Defekasi 0 0 2 20 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Konstipasi Pada pasien
2. Tidak defekasi 10 100 8 80 Stroke Infark Kelompok Perlakuan Di Ruang
ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep
Jumlah 10 100 10 100
Kelompok Perlakuan
No Konstipasi pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil observasi pasien Stroke Infark Pre Post
konstipasi responden pada kelompok kontrol obser- f % f %
vasi pertama (pre) yaitu seluruh responden (100%) 1. Defekasi 0 0 7 70
tidak defekasi. Dan pada observasi kedua (post) 2. Tidak defekasi 10 100 3 30
diperoleh hasil bahwa hampir seluruh responden Jumlah 10 100 10 100
(80%) juga tidak mengalami defekasi, yaitu se-
banyak 8 orang.

Pengaruh Mobilisasi Dini Sim Kanan Kiri Pada Pasien Stroke Infark Di Ruang ICU RSUD dr.
H. Moh. Anwar Sumenep

Tabel 3 Tabulasi Silang Mobilisasi Dini Sim Kanan Kiri Pada Pasien Stroke Infark Di Ruang ICU RSUD dr. H.
Moh. Anwar Sumenep

Konstipasi Pada Pasien Stroke Infark


No Mobilisasi Dini Sim Kanan Defekasi Tidak Defekasi Jumlah
Kiri
f % f % f %
1. Perlakuan 7 70 3 30 10 100
2. Kontrol 2 20 8 80 10 100
Jumlah 9 45 11 55 20 100
p value = 0.025 = 0.05 p< 

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang mobilisasi sim kanan kiri terhadap konstipasi pada
dilakukan mobilisasi dini sim kanan kiri (kelompok pasien Stroke Infark di Ruang ICU RSUD dr. H.
perlakuan) sebagian besar mengalami defekasi, Mohammad Anwar Sumenep.
yaitu sebanyak 7 orang (70%). Sedangkan respon-
den yang tidak dilakukan mobilisasi dini sim kanan PEMBAHASAN
kiri (kelompok kontrol) hampir seluruhnya tidak
mengalami defekasi, yaitu sebanyak 8 responden Berdasarkan hasil penelitian bahwa mobilisasi
(80%). dini sim kanan kiri berpengaruh terhadap pasien
Hasil analisa data menggunakan uji statistik Chi Stroke Infark yang mengalami konstipasi. Pengaruh
square menunjukkan bahwa p value = 0,025 dengan mobilisasi sim kanan kiri tiap 2 jam akan terjadi
 = 0,05 sehingga p<  yang berarti ada pengaruh penjalaran potensial aksi disepanjang serat terminal,
144 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 141–144

maka proses depolarisasi meningkatkan permeabi- SIMPULAN DAN SARAN


litas membran serat saraf terhadap ion kalsium Simpulan
sehingga mempermudah ion berdifusi ke varikositas
saraf. Ion kalsium berinteraksi dengan vesikel Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
sekretori yang letaknya berdekatan dengan mem- bahwa sebelum dilakukan perlakuan (pre test) pada
bran sehingga vesikel ini bersatu dengan membran kelompok kontrol dan kelompok perlakuan didapat-
dan mengosongkan isinya keluar lalu disekresikan kan hasil seluruh responden tidak defekasi. Dan
asetilkolin. Dengan dihasilkannya asetilkolin akan setelah dilakukan perlakuan (post test) didapatkan
memicu gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter hasil seluruh responden pada kelompok kontrol tidak
yang akan mempermudah pengeluaran isi usus mengalami defekasi, sedangkan pada kelompok
melalui proses defekasi (Guyton & Hall, 2002). perlakuan seluruh responden mengalami defekasi.
Pada pasien Stroke, untuk mengurangi kebu- Hasil analisa data didapatkan bahwa ada pe-
tuhan oksigen serebrum melalui penurunan rangsang ngaruh mobilisasi dini sim kanan dan kiri terhadap
eksternal diterapi dengan tirah baring atau mobilisasi konstipasi pada pasien Stroke Infark di Ruang ICU
(Corwin, 2001). Dalam keadaan seperti ini pasien RSUD dr. H. Mohammad Anwar Sumenep.
perlu dibantu untuk menjaga kemampuan gerak
serta untuk mencegah penyulit-penyulit yang dapat Saran
timbul akibat keadaan kurang bergerak, diantaranya Berdasarkan hasil penelitian yang telah diurai-
mempengaruhi fungsi sistem gastrointestinal yang kan, diharapkan perawat di pelayanan kesehatan
menyebabkan konstipasi. Penggantian posisi secara dapat melakukan tindakan mandiri keperawatan
teratur dan sering merupakan salah satu tindakan pada pasien Stroke Infark, dengan cara memberikan
keperawatan yang perlu dilakukan karena dapat contoh dan membantu pasien Stroke Infark yang
mencegah komplikasi yang timbul akibat tirah baring. mengalami tirah baring. Tindakan tersebut dapat
Posisi pasien sebaiknya dirubah tiap 2 jam bila tidak dilakukan dengan cara mobilisasi dini sim kanan dan
ada kontraindikasi (Priharjo, 2007). kiri untuk mencegah terjadinya konstipasi.
Pasien dengan tirah baring lama harus melaku-
kan mobilisasi sim kanan kiri untuk mencegah terjadi- DAFTAR RUJUKAN
nya komplikasi dari tirah baring lama sehingga tidak Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:
membahayakan dan mempercepat proses penyem- EGC.
buhan. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Guyton & Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Prastya (2013) dengan hasil bahwa mobilisasi ber- Jakarta: EGC.
pengaruh terhadap pencegahan konstipasi pada Hidayat, A.A. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
lansia di RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto. EGC.
Mobilisasi sim kanan dan kiri memberikan impli- Pendidikan Dokter Berkelanjutan (PKB). 2004. ‘Makalah
Ilmiah Neurologi Update’. Surabaya.
kasi yang melibatkan mekanisme fisik, kimiawi dan
Perdossi. 2011. Guideline Stroke. Jakarta: Penerbit
biologis dalam mempengaruhi konstipasi. Reaksi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
fisik berupa pergerakan otot saat melakukan sim Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
kanan kiri, sedangkan reaksi kimia dan biologis Keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik.
berupa ionisasi serta fisiologis tubuh responden. Jakarta: EGC.Vol.2,Ed.4.
Keberhasilan sim kanan dan kiri tergantung pada Prastya, A. 2013. ‘Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan
kualitas dan kuantitas perlakuannya. Semakin kon- Miring Kiri Pada Pasien Lansia Di RSUD Prof.
sisten dan komprehensif perlakuan sim kanan dan Dr. Soekandar Mojokerto’. Skripsi: Program Studi
kiri, maka konstipasi responden diharapkan semakin Keperawatan Stikes Majapahit Mojokerto.
cepat diturunkan. Priharjo, R. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan,
Jakarta: EGC
Jurnal Ners dan Kebidanan,
Firdaus, Volume
Sunarno, 4, No.
Suprajitno, 2, Agustus
Family 2017
Effort in © 2017
Fulfilling Personal Jurnal
Hygiene for Ners
Mentaldan Kebidanan
Disorderpeople 145
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p145-148

This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

FAMILY EFFORT IN FULFILLING PERSONAL HYGIENE FOR


MENTAL DISORDERPEOPLE

Suprajitno2, Khabibah Jannatul Firdaus1, Imam Sunarno2


1
Nurse Practitioner, 2Nursing Department of Poltekkes Malang
email: bedonku@yahoo.co.id

Abstract: Personal hygiene is a necessity of every person including people with mental disorder. People
who are able to fulfill this needs during lives at home is family. The main personal hygiene that needs to be
fulfilled is the hygiene of the body and the welfare of the physical and psychological. The purposes of the
research was to know the family effort in fulfilling personal hygiene of people with mental disorder. The
research design used descriptive. The research population was families who have’s members with mental
disorder who were registered at public health center ofKepanjenKidulBlitar City. The samplewas 30 fami-
lies selectedby purposive sampling. The data collection process was on Mei 31st until July 30th, 2017. The
result showed that the family effort in good category was 24 families (80.0%), fair category was 5 families
(16.7%), and less category was 1 family (3.3%).Personal hygiene of person with mental disorder are the
needs of dress and toilet.It was recommendedto maintain family efforts to fulfill of his personal hygiene
need using health education by health provider.

Keywords: efforts, family, personal hygiene, mental disorder

UURI No 18 years 2014 of Kesehatan Jiwa article heavy 14.3% and greatest percentage in the people
1 paragraph 1, said that: “Sanity is the condition that live across the country side (18.2%), and also
whereby an individual can develop physical, mental, on groups of with quintile ownership index bottom
spiritual, and social that these individuals plain know (19.5%). While in East Java the prevalence of
how good own, can overcome pressure, can work mental disorder weigh as much as 0.22% and
productively, and contribute to their communities”. emotional a mental disorder at 6.5%.Data from the
Life problems getting heavier experienced almost district health office of Blitar city in 2014 wrote
by all the community ranging from a household that amount mental disorderas much as 527 people
matter, stress at work, high rate of unemployment divided in three publichealth centers.The number
and the difficulty of earning a living, these conditions ever y p la ce that ar e p ublic health center of
could become the ment al hea lth dis or der as Kepanjenkidul as much as 117 peoples, Sukorejo
depression and the suicide risk. A mental disorder as much as 131 peoples, and Sananwetan as much
which is a change on the function of the soul are to as 100 peoples.
cause the presence of a disorder in the function of P eop le wit h ment a l dis or der ha d t he
the soul, who inflict suffering on an individual or characteristics like prolongedsad, lousy and tend to
impediments in carrying out the role of social (Keliat, lazy, angry without cause, stays, do not know people,
2011: 2). talk disorderly, talking to myself, and unable to care
Indica t or of p r ima r y hea lt h r es ea r ch for yourself (Keliat, 2011: 3). Phenomenon actual
(Riskesdas, 2013) mention that the prevalence of sign in the community of a mental disorder people
mental disorder heavily on the Indonesian population are not maintained properly, such as a body of smell,
1.7 per mile.The most number of heavy of mental dirty clothes, hair and skin dirty, nails long and dirty,
illness in Yogyakarta, Aceh, South Sulawesi, Bali, teeth dirty accompanied the mouth, and appearance
and Central Java. The proportion of households that not neat.
ever stocks household members of a mental disorder

145
146 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 145–148

Lack of care itself on people with mental dis or der p eop le in p u b lic hea lt h cent er of
disorder occurred as a result of changes in the Kepanjenkidul Blitar city with 30 respondents. The
process of thought so that the ability to perform sample was 30 families selected by purposive
activities of the care themselves declining.Lacking sampling technique. The data collection used closed
care of themselves seem care for the excessive questioner developing based on theory. The data
cleanliness bathroom myself among them, eat and analysis used descriptive.
drink autonomously, ornate autonomously, and
toileting (Damaiyanti& Iskandar, 2012: 147). Result
The problem of hygiene themselves will have The families who take part in the research was
an impact to the personal health. The example is 22 female, aged between 41-65 years was 18
changes in the skin could lead to a variety of physical people, 11 people had junior school educational
and psychological.A physical disturbance occurring background, 10 people as housewives, salary
can lead to change self-concept. Whilepsychological between IDR 500,000-750,000 per month was 21
disorder can happen because of their probably people, had received information about fulfilling
diminishes beauty appearance and emotional ofpersonal hygiene for mental disorder people was
reaction (Doenges, et al in Mubarak, 2007: 126). 16 people, a nd health provider as source of
Previous studies by interviews atpublic health information was 15 people.
center of Kepanjenkidul conducted on June 29, 2016 Family efforts in fulfilling personal hygiene for
describe 6 families made progress in fulfilling mental disorders people presented in Table 1.
cleanliness care for mental disorder people like hair
clean, no nails long, and not smell, 3 families make
efforts to achieve hygiene care themselves proved Table 1 Family effort to fulfilling of hygiene personal
by the agency which are still dirty, hair are still dirty, formental disorder people
no nails long and odorless, and2 families members
Effort to fulfill f %
were still lack in the treatment of hygiene away
with mental disorder proved by the dirty, hair dirty, Good 24 80.0
nails long, and smell. T he research aimed to Enough 5 16.7
describethe family efforts in fulfilling personal Less 1 3.3
hygiene for mental disorder people. Total 30 100

Research Methods Family efforts to fulfilling of personal hygiene


The research design used descriptive. The formental disorder people based on the patient needs
population was all of the families with mental are presented in table 2.

Table 2 Family efforts in fulfilling of personal hygiene formental disorder people based on the patient needs

Family effort to fulfill


No The needs of mental disorder people Done Not done
f % f %

1 Bathing twice a day 29 96.7 1 3.3


2 Drying the body 30 100.0 0 0.0
3 Picking up the toiletries 29 96.7 1 3.3
4 Cleaning the body or limbs 24 80.0 6 20.0
5 Shampooing 1-2 times a week 25 83.3 5 16.7
6 Cuttingthe hair 28 93.3 2 6.7
7 Combing the hair 23 76.7 7 23.3
8 Brushing the teeth 19 63.3 11 26.7
9 Cut nails once a week 25 83.3 5 16.7
10 Wearing clothes 29 96.7 1 3.3
11 Changing clothes 24 80.0 6 20.0
12 Wearing clothes and releasing the hard part 26 86.7 4 13.3
Firdaus, Sunarno, Suprajitno, Family Effort in Fulfilling Personal Hygiene for Mental Disorderpeople 147

13 Bribe food from plate to mouth 24 80.0 6 20.0


14 Putting the food to the plate 23 76.7 7 23.3
15 Taking a cup or a glass 27 90.0 3 10.0
16 Going to the restroom or do the elimination activities 30 100.0 0 0.0
17 Putting off clothes 30 100.0 0 0.0
18 Wearing clothes 29 96.7 1 3.3
19 Cleaning up 30 100.0 0 0.0
20 Flushing the toilet 30 100.0 0 0.0

Dis cuss ion education was a learning process that could increase
According to Yusuf (2015: 154), personal knowledge and add insight.
hygiene includes: care cleanliness self, care ornate The opinion of Thomas cited by Nursalam
/dress up, fulfillment of eat and drink, and toileting (2013 in Wawan&Dewi, 2010: 17), work is an
(urinary and defecate).Mubarak &Chayatin (2007) activity to be done primarily to support his life and
wrote personal hygiene was an effort made by family life. Work is generally a time-consuming
individuals in maintaining their hygiene and health activity. Researchers argue that work affects the
both physically and mentally.The observation by efforts of families to meet personal hygiene.
researcher from people who suffers from a mental Housewives have the freedom of time so that they
disorder was unkempt, such as body odor, dirty will do their utmost to meet the personal hygiene of
clothes, dirty hair and skin, long and dirty nails, dirty the sick family members. Research shows that
teeth and mouth, and improper appearance. Family families who have received information about
effort to help fulfilling personal hygiene was by way personal hygiene fulfillment as much as 53.3% (16
of invite and train patient to independently fulfill people). Notoatmodjo (2014: 91) wrote information
requirement. Family effort was to invite people with is experience, knowledge, and exposure to the
mental disorders to make-up, wearing clothes to be media. Although someone has a low education if
nice and polite, change clean clothes, keep clean get ting good informa t ion t hen ca n increa s e
while eating and drinking, take food and drink knowledge. According to researchers the more
themselves, and cleanliness when toileting. information about personal hygiene, someone more
Women have a maternal nature that tends to able to meet personal hygiene of the mental disorder
have a patient attitude in caring for the patient. people.
People with mental disorders experience a change Personal hygiene like brushing the patient’s
in the function of the soul that can cause suffering teeth was also needed. Treating mouth and teeth
to the individual or obstacles to carry out social roles. was a nursing action in patients who were unable
Nursalam (2014: 89) wrote old age is generally more to maintain oral and dental hygiene by cleaning and
responsible and more thorough than the young age b r u s hing t he t eet h a nd mou t h r egu la r ly
because the young have less experience. Age is (Mugianti&Suprajitno,2013;Isro’in&Andarmoyo,
closely related to one’s maturity. Researchers 2012). Damaiyanti& Iskandar (2012: 147) lack of
argued that the older the age of a person the more self-care people mental disorders occur due to
mature one’s attitude in caring for or meet personal changes in the process of thinking so that the ability
hygiene mental disorders. But it was possible old to perform self-care activities decreased.
age just tired in doing the activity, so it took the So, the family is expected to meet the primary
young people to help in the fulfillment of personal health needs in order to protect and prevent the
hygiene patients with mental disorders. disease that may be experienced by the family
Notoatmodjo (1992 in Nursalam 2014: 90) that (Suprajitno, 2004: 14). A healthy person wants to
one’s education could increase intellectual maturity meet the needs of his own health, while in the sick
so as to make a decision of action. The higher the mainly in persons with a mental disorder need
education level, the easier it receives and develops assistance from that of others especially in his own
the knowledge and technology, so it will increase family.The five family role in health are known the
productivity which will ultimately improve the health problems, take the right decision, take care
welfare of the family. Researchers argued that of the sick, modify the environment, and use health
148 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 145–148

service facilities (Suprajitno, 2004).Researchers Reference


argued that one of the goals of personal hygiene Damaiyanti, M & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan
was to maintain one’s personal hygiene and disease Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
prevention. Therefore, although the patient had Isro’in, L &Andarmoyo, S. 2012. Personal Hygiene
limited thinking processes and obstacles to do Konsep, Proses dan Aplikasi dalam Praktik
personal hygiene the family should accompany the Keperawatan. Yogyakarta: GrahaIlmu.
patient self-sufficient and had confidence. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Gramedia
Mubarak &Chayatin (2007) wrote personal Pustaka Utama.
Keliat, B. A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa
hygiene was the efforts made by individual in
Komunitas. Jakarta: EGC.
preserving cleanliness and health himself whether
Mubarak, W. I &Chayatin, N. 2007. Buku Ajar Kebutuhan
physical or mental. While efforts were any activity Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam Praktik.
to maintain and improve health undertaken by Jakarta: EGC.
governments and or society. This meant that the Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat
increase in health, good individual health, group or Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
community attempts should also be made. The Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teoridan
pursuit of health was carried out by individual, group, Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
the community, government agencies, or non- Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riskesdas (Riset
governmental organizations (NGO) (Notoadmojo, Kesehatan Dasar) tahun 2013.
2005: 4). Mugianti, Sri; Suprajitno. 2013. Prediction Of Mental
Disorders Deprived By Family. JurnalNers,
[S.l.], v. 9, n. 1, p. 118-125, jan. 2017. ISSN 2502-
Conclusion 5791. Available at: <http://e-journal.unair.ac.id/
Family efforts in fulfilling personal hygiene for index.php/JNERS/article/view/3260>. doi:http://
mental disorders people was in good category, dx.doi.org/10.20473/jn.v9i1.3260.
especially the fulfillment of body hygiene, oral and Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga
oral hygiene, hygiene while eating and drinking, Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
dressing, and toileting.
2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Wawan, A &Dewi, M. 2010. Teori & Pengukuran
Suggestion Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia.
Health provider through home care should Yogyakarta: Nuha Medika.
provide health education to families who had family Yusuf, Ah. 2015. Buku Ajar KeperawatanJiwa. Jakarta:
members with mental disorders in order to fulfill SalembaMedika.
personal hygiene.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
Ulfa, Andestia, The Effectiveness of Counseling to the Ability of... 149
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p149-152
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

THE EFFECTIVENESS OF COUNSELING TO THE ABILITY OF


CARING OF THE UMBILICAL CORD OF POST PARTUM PRIMI-
GRAVIDA MOTHER

Maria ulfa, Andestia


D3 Kebidanan STIKes Patria Husada Blitar
email: ulfamaria845@gmail.com

Abstract: The high infant mortality rate due to improper umbilical cord caring is increasing. Improper
umbilical cord caring behavior is still found in postpartum primigravida, so it is necessary to increase
the knowledge of the importance of treating the umbilical cord in the right way to prevent infection. This
study design was Quasy-experimental one group Pre-post-test-design. The population of this study was
Primigravida Postpartum Mother on 2-7 days in BPM NihayaturRohmah. The sample in this study was
15 respondents by using total sampling. The data analysis used Wilcoxon test. The results of the study on
the ability of postpartum primigravida mother in caring for the correct umbilical cord before counsel-
ing was 6,7% in the able category and after getting counseling there was a 93,3% increase that is 100%
in the category of capable. Based on the results of the study was expected to respondents more active in
increasing information about caring for the correct umbilical cord to prevent the occurrence of infec-
tion.
.
Keywords: Counseling, Caring for The Umbilical Cord

The data of Indonesian Demographic and Health The postpartum period is the important thing to
Survey (SDKI) of newborn mortality rate is 25 per look for in order to bring down maternal mortality
1000 live birth, the cause of death can be prevented and infant in Indonesia, postpartum period is
with adequate treatment (MOH RI, 2009). Case of theperiod after the  partus is  finished  and  the
Fatality Rate (CFR) is very high in case of untreated returning of body function as before getting
tetanus neonaturum is close to 100 percent, pregnant. The length of the period of postpartum is
especially those with an incubation period of less approximately 6-8 of the week (Mansyur,
than seven days. The mortality rate of neonaturum 2014, p. 4). The time of postpartum in the phase of
tetanus cases caused by unsterile umbilical cord care, taking hold taking place between 3-10 days after
which is hospitalized in Indonesia varies between giving birth, which make the mother will worry the
10.8-55 percent (Sarwono, 2009, p.370). inability of and a sense of responsibility in taking
In this modern day, it is expected that Indonesia care of a baby especially at primigravida mother.
can create the quality of human resources, one of This phase is a good opportunity for the health
them is in the field of infant and child health, so that workers to provide a variety of counseling and health
the role of mother in the care for the baby is needed. education needed by postpartum period such as how
Most of the community is lack of knowledge in to care for a baby, especially in the caring for the
newborn care, especially the umbilical cord. umbilical cord (Walyani 2015, p. 79).
Particularly it occured in the remote areas that still Based on a survey conducted by researchers
used traditional way of caring for their babies and on February 7, 2017 at BPM NihayaturRohmah,
had low educational and socio-economic. It is also SST of KarangsonoKanigoro Village, Blitar, the
influenced by the lack of knowledge of mother about number of postpartum during January 2016 until
the importance of neonatal service or newborn January 2017 was 44 people, born in midwife as
(DepKes RI, 2009).
149
150 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 149–152

many as 31 people and the rest of was born in Tabel 1 The Frequency Distribution of Respondents
hospital. From the midwife data, it was found that Charactericticsof Postpartum Primigravida
there was no primigravida postpartum mother who Mother in the Care of Umbilical Cord on 29
did not care for umbilical cord as much as 19 people. April s/d 11 May 2017
From the data of postpartum primigravida month of
No Characteristics f (%)
january 2016 until January 2017 there were 50% of
the umbilical cord infant had infection. 1 Age
Based on that problem, the researcher was - 20 – 25 6 40
interested in doing research about the effevtiveness - 26 – 30 5 33,3
of counseling to the ability of caring of umbilical - 31 – 35 3 20
- >36 1 6,7
cord in postpartum primigravida mother in BPM
2 Education
NihayaturRohamahKarangsono Village Kanigoro - SD 2 13,3
Sub-district, Blitar. - SMP 4 26,7
The general objective of the research was to - SMA 7 46,7
know the effectiveness of counseling on the ability - PT 2 13,3
of caring for umbilical cord in postpartum 3 Job
primigravida mother. The specific objectives were - IRT 11 73,3
(1) Identifyingthe primary pregnancy mothers in the - Swasta 3 20
care of their umbilical cord before counseling (2) - Guru 1 6,7
Identify postpartum primigravida in treating the 4 Information of the
Care of Umbilical Cord
baby’s umbilical cord after counseling (3) Analyze
- Yes 11 73,3
the effectiveness of counseling may help - No 4 26,7
primigravida postpartum in treating the umbilical 5 Information Sources
cord . - Never 4 50
The benefits of this research were expected - Health Employee 6 50
to improve the quality of health services for health - Family 2
workers in providing counseling and skills about cord - Friend 1
care. - Media 2
6 Postpartum day
METHOD - 2–3 9 60
- 4–5 5 33,3
This research used Quasy-experimental with - 6–7 1 6,7
one-group Pre-post-test-design design. The subjects
of this study were 15 postpartum mothers took by Tabel 2 The Identification of Mothers Ability in the
using total sampling, by doing direct observation on Caring of Umbilical Cord Before the Counsel-
postpartum on day 2 to 7 on how they care for the ing
umbilical cord. The research subjects were located
in the working area of a midwife Nihayatur Rohmah No Ability f %
Blitar. The independent variable was counseling 1. Good 1 6,7
about the correct umbilical cord care and the 2. Fair 14 93,3
dependent variable was the ability to care for the 3. Less 0 0
umbilical cord in the primigravida postpartum, the Total 15 100
data analysis used the Wilcoxson test.

THE RESULT Tabel 3 The Identification of Mothers Ability in the Car-


ing of Umbilical Cord After the Counseling
The result of the study consisted of the
characteristics of postpartum mother and specific No Ability f %
data of the ressearch
1. Good 15 100
2. Fair 0 0
3. Less 0 0
Total 15 100
Ulfa, Andestia, The Effectiveness of Counseling to the Ability of... 151

Tabel 4 The Analysis of the Effectiveness of Counsel- period so that mothers can take care of the baby
ing to the Ability of Postpartum Primigravida well.
Mother in the care of the Umbilical Cord The ability to give proper care for the umbilical
% Ability % Ability
cord suggests that the mother has not fully
No Category understood the importance of treating the umbilical
pre test post test
cord using the correct procedure. Sufficient
1. Good 6,7 100 management is also supported by a lack of
2. Fair 93,3 0
understanding of the mother about the procedure
3. Less 0 0
of action that is must wash hands before and after
Wilcoxon sign rank test: p = 0,000
doing umbilical cord care on the baby. Based on
the results of the study found that most of the
mothers performed wrong procedure of action
DISCUSSION against these two indicators, in addition to the
The ability of the primigravida puerperal respondents also experienced confusion in the
mother to care for the baby’s umbilical cord umbilical cord and also give baby powder and baby
before the counseling oil on the baby’s body. There were still many
From the results of the research obtained the respondents who give baby powder and baby oil
results before the counseling about the proper before wrapping the umbilical cord of the baby, so
umbilical cord care showed that almost all (93.3%) that the umbilical cord looks dirty with oil and baby
of respondents were in the category fair. Treatment powder. In that case the counseling of umbilical cord
of the umbilical cord in the newborn is to keep the care is very important to increase mother ’s
umbilical cord dry and clean (Sarwono, 2008, knowledge about the correct umbilical cord care So
p.370). Before the counseling, umbilical cord care that the mother is able to perform the correct care
was in fair category. Treating the umbilical cord according to the procedure.
was influenced by several factors: age, pregnancy
and occupation. The ability of the primigravida puerperal
This is in accordance with Table 4.1 which mother to care for the baby’s umbilical cord
shows that nearly half (40%) postpartum aged 20- afterthe counseling
25 years. At that age the maturity of thinking and It was obtained after the counseling on how to
understanding of an object is still optimal. A person care for the right umbilical cord, 100% of
who has matured in a developmental task will respondents were in good category. Counseling is
perform its role well as it is in society (Notoatmodjo, a process of providing objective and complete
2003.p.215). Young age certainly does not have the information aimed at helping a person recognize his
skills that are born from the mother’s experience in current condition, the problem at hand and or
caring for newborns. They tend to leave it to health overcoming the problem (Tyastuti, 2009, p.40). The
workers or people who are considered older and increased ability of mothers in performing this
respected. umbilical cord care was because of respondents
Based on the samples taken in the puerperium, gain knowledge and counseling on how to care for
all of them are postpartum primigravida the correct umbilical cord that they had not
mothers. Experience  is  a  way  to  gain  truth  in previously have. After the counseling, respondents
knowledge and skills (Notoadmojo, 2003.p.2018). In knew and understoodthe proper way in caring the
this case mother does not have experience in correct umbilical cord in accordance with the
performing umbilical cord care since this is thir first procedure and respondents to understand the
birthing process, so caring for the umbilical cord is importance of caring for the correct umbilical cord.
the first experience for them. Counseling methods used by researchers was
In this study according to table 4.3 most of the to provide umbilical cord care materials through
mother (73,3%) worked as housewive.Housewives presentation, giving leaflets and also providing
tend to want to do things themselves such as examples or practices in umbilical cord care. The
cleaning the house, washing or preparing food for success of a counseling or health education could
the family. In this case the family is required to be influenced by health education factors, goals and
support the mother’s work during the childbirth processes in health education.
152 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 149–152

Therefore, it used an effective lecture method procedure. With this research counseling could
in the delivery so that mother could understand the improve the ability of respondents to give proper
contents of counseling. After being able to properly care of umbilical cord. Respondents should know
perform the respondent has a willingness to apply the importance of treating the umbilical cord and
the care of the umbilical cord correctly in accordance understand how to give proper care of umbilical
with the procedures that have been taught. cord so that the infant could avoid infection.
Respondents had a positive response so that the
sense of giving proper care of the umbilical cord Conclusion and Suggestion
could be apply. Conclusion

The Effectiveness of Counseling to the Abil- The results of the study showed that (1) the
ity of the primigravida PostpartumMother in mother’s ability to care for umbilical cord before
the care of umbilical cord the counseling in the category offair 93,3% (14
respondents) (2) mother’s ability in baby umbilical
From the results of the research results obtained cord care after the counseling was in good category
before counseling showed 93.3% of mothers have 100% (3) From the analysis with Wilxocon test
enough ability in treating baby’s umbilical cord and showed that there was an effect of counseling on
after being given counseling on how to care for the how to care for the umbilical cord on the ability of
right umbilical cord 100% are in good category. caring for umbilical cord in primigravida nifas mother
From result of data analysis by using Wilcoxon in BPM NihayaturRokamahKarangsono Village
statistic test, got sig value = 0.000. Thus it meant Kanigoro Sub-district, Blitar Regency with p value
there was an effect of counseling on the ability of = 0,000.
mothers primitive women in the care of baby
umbilical cord in BPM NihayaturRohmah Village Suggestion
KarangsonoKanigoro District Blitar regency.
Counseling is an interpersonal process, in which one For respondents, especially in BPM Nihayatur
person is assisted by one of the other to improve Rokamah need to give motivation to the mother to
understanding and ability to find the problem always do baby umbilical cord care so that baby
(Indrawati, 2008, p.63). This shows that counseling have good health degree and avoid infection.
could improve mother’s ability to give proper care .
for baby’s umbilical cord to provide health for their REFERENCES
baby. DepkesRI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
There were also several factors that could Diaksesdari http://www.depkes.go.id.Tanggal 20
affect the ability of understanding when counseling, Februari 2017.
Indrawati, Tatik. 2008. Komunikasi Kebidanan. Buku
the ability of respondents, concentration at the time
Kedokteran: EGC, Jakarta.
of counseling and willingness or awareness of
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku
respondents to know about how to care for the Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
correct umbilical cord and the importance of treating Novita, Lia. 2011. Penuntun Praktik Asuhan Neonatus,
the umbilical cord for the health of the baby. Bayi, dan Balita: EGC, Jakarta.
It could be concludedthat the care of the Saifudin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono
umbilical cord might affect the ability of caring for Prawirohardjo. PT. Bina Pustaka Sarwono
the umbilical cord in the primigravida puerperium Prawirohardjo, Jakarta.
and the ability itself was influenced by many Tyastuti, Siti.2009. Komunikasi dan Konseling Dalam
aspects, although information and counseling have Pelayanan Kebidanan. Fitramaya: Yogyakarta.
been given not necessarily the umbilical cord could Walyani, Purwoastuti. 2015. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas dan Menyusui. PT.Pustaka Baru, Yogya-
be perform properly and in accordance with the
karta.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: 10.26699/jnk.v4i2.ART.p153-159
Sunarno, Suryani, Pengetahuan Keluarga tentang Pembebasan Pasung 153
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PEMBEBASAN PASUNG


(Family Knowledge about Release the Restraint)

Imam Sunarno, Yayuk Endah Suryani


Politeknik Kesehatan Malang
email: imam_sunarno@yahoo.com

Abstract: Restraint is an action that uses binding or isolation. In Blitar the number of ODGJ as many as
447 people, while in the village of Kepanjen Kidul there are 117 people with mental disorders, 3 of them
was restraint. Good knowledge will decrease the restraint action toward mental disorder people. The
purpose of the study illustrated the family knowledge about the release of restraint of ODGJ in the
working area of UPTD Pukesmas Kepanjenkidul Kota Blitar. The research method used descriptive
design. The population in this researchwas the family who has severe mental disorder as many as 117
people and the sample size was 30 people with purposive sampling technique. The data collection was
done by using questionnaire. The data were collected on January 28 - March 31, 2017. The research
results showed that family knowledge was less than 76.7%. Recommendations for UPTD Pukesmas
Kepanjenkidul and cadres as sources of information and expected mental cadres and health workers to
provide KIE to ODGJ families about the liberation of the pavement to reduce and prevention of shelter
action.

Keywords: Family Knowledge, Release the Restraint

Abstrak: Pemasungan adalah suatu tindakan yang menggunakan cara pengikatan atau pengisolasian.
DiKota Blitar jumlah ODGJ sebanyak 447 orang, sedangkandi kelurahan Kepanjen Kidul terdapat 117
orang dengan gangguan jiwa, 3 diantaranya dilakukan pemasungan. Pengetahuan baik akan membuat
berkurangnya tindakan pemasungan. Tujuan penelitian menggambarkan pengetahuan keluarga tentang
pembebasan pasung ODGJ di Wilayah Kerja UPTD Pukesmas Kepanjenkidul Kota Blitar. Metode penelitian
ini menggunakan rancangan deskriptif. Populasi dalam penelitian adalah keluarga yang mempunyai
penderita gangguan jiwa berat sebanyak 117 orang dan besar sampel yang diambil adalah 30 orang dengan
teknik penelitian purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Waktu pengambilan data dilakukan pada 28 Januari – 31 Maret 2017.Hasil penelitian menunjukan bahwa
pengetahuan keluarga kurang sebesar 76.7%. Rekomendasi bagi UPTD Pukesmas Kepanjenkidul dan
kader sebagai sumber informasi dan diharapkan kader jiwa dan petugas kesehatan memberikan KIE kepada
keluarga ODGJtentang pembebasan pasung untuk mengurangi dan pencegahan tindakan pemasungan.

Kata Kunci: Pengetahuan Keluarga, Pembebasan Pasung.

Kesehatan Jiwa adalah keadaan sehat sejahtera Data statistik yang dikemukakan oleh WHO
mampu menghadapi tantangan hidup dan mampu atau World Health Organization (2002) menyebut-
menerima keadaan diri sendiri dan orang lain kan bahwa prevalensi masalah kesehatan jiwa saat
(Dinkes, 2014). Gangguan jiwa adalah sindrom atau ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah
pola perilaku yang secara klinis bermakna yang menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya
berhubungan dengan distress atau penderitaan dan adalah gangguan jiwa berat.
menimbulkan hendaya pada satu atau lebih fungsi Perkiraan kasus pemasungan di Indonesia
kehidupan manusia (Keliat, 2011 :1). berada pada angka 1% dari sekitar 77.280 orang

153
154 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 153–159

dengan gangguan jiwa berat di Indonesia (Dinkes kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk mela-
2014). Menurut Riskedas (Riset Kesehatan Dasar) kukan pemasungan, penelantaran, dan/atau keke-
tahun 2013, didapatkan prevalensi gangguan jiwa rasan terhadap ODMK dan ODGJ atau tindakan
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gang- lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan
guan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, ODGJ, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi perundang-undangan.
RT (Rumah Tangga) yang pernah memasung ART Kini pemerintah mencanangkan program “Me-
(Anggota Rumah Tangga) gangguan jiwa berat 14,3 nuju Indonesia Bebas Pasung 2014” dengan serius.
persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal Namun kenyataan masih ada tindakan pemasungan
di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok pendu- saat mengamuk karena keluarga/lingkungan memili-
duk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah ki stigma bahwa orang gangguan jiwa akan melukai
(19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional atau mencederai orang lain, membuat aib keluarga
pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Berdasarkan sehingga berakibat semakin parahnya penderita
laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di padahal tidak semua orang dengan gangguan jiwa
Jawa Timur sampai bulan mei 2014 diperoleh data harus dilakukan pemasungan. Hanya pada kondisi
764 kasus pasung yang berada di 35 Kabupaten/ tertentu penderita gangguan jiwa dapat dipasung,
Kota. seperti perilaku kekerasan pada orang lain, perilaku
Menurut data yang diperoleh, jumlah ODGJ kekerasan pada diri sendiri, perilaku kekerasan pada
sekota Blitar pada tahun 2014 adalah 447 orang. Di lingkungan. Pemasungan pada penderita tersebut
Kota Blitarpada tahun 2015 mencapai 16 orang yang akan membuat lebih tenang dan diam namun akan
dipasung dan pada tahun 2016 mencapai 9 orang menyulitkan pengobatan karena penderita trauma,
yang dipasung. dendam, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa
Menurut data yang diperoleh dari 3 Pukesmas serta semangat hidupnya menurun. Penderita terse-
di Kota Blitar yaitu UPTD Pukesmas Sukorejo, but menjadi individu tidak produktif, tidak dapat
UPTD Pukesmas Sananwetan, dan UPTD Pukes- bekerja dan bersosialisasi dengan orang lain serta
mas Kepanjen Kidul, masing-masing kecamatan selama hidupnya bergantung pada keluarganya.
masih ada ODGJ yang dipasung yaitu UPTD Keluarga harus mengetahui dan memahami
PukesmasSukorejo yang masih dipasung 2 orang masalah dan dampak yang dapat ditimbulkan se-
sedangkan pasca pasung sebesar 4 orang, UPTD hingga pembebasan pasung mempunyai peranan
Pukesmas Sananwetan yang masih dipasung 1 yang sangat penting bagi penderita gangguan jiwa
orang sedangkan paska pasung sebesar 3 orang, berat. Pengawasan dan perhatian dari keluarga ter-
UPTD Pukesmas Kepanjen Kidul terdapat 3 orang hadap penderita mempunyai peranan yang sangat
dalam kondisi masih dipasung dan 10 orang dengan penting karena resiko akan hal-hal yang tak terduga
kondisi paska pemasungan. Jadi total dari seluruh dapat membahayakan orang lain atau diri sendiri
ODGJ pasung maupun paska pasung sebesar 23 saat dilakukan pelepasan dari pemasungan.
orang. Ketidaktahuan keluarga tentang pemasungan
Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selan- akan berdampak terjadi beberapa gangguan fisik
jutnya disingkat ODMK adalah orang yang mem- pada penderita antara lain kekakuan pada sendi, luka
punyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan pada bagian yang dipasung dan trauma mental. Se-
dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga hingga keluarga perlu mengetahui kapan penderita
memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Orang harus dipasung atau dilepaskan dari pasung.
Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat Tetapi pada kenyataannya masih banyak ke-
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan da- luarga yang melakukan tindakan pemasungan hanya
lam pikiran, perilaku, dan perasaan yang terma- karena hambatan sumber daya termasuk pengeta-
nifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau huan.
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat Berdasarkan studi pendahuluan di UPTD Pus-
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam kesmas Kepanjen Kidul pada tanggal 13 oktober
menjalankan fungsi orang sebagai manusia. 2016 diperoleh data sebanyak 5 keluarga yang mem-
Menurut UU RI No 18 Tahun 2014 Tentang punyai penderita gangguan jiwa dengan riwayat per-
Kesehatn Jiwa pasal 86, Setiap orang yang dengan nah dipasung memiliki pengetahuan tentang pembe-
sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, basan pasung sebesar 20% baik, 20% cukup, dan
Sunarno, Suryani, Pengetahuan Keluarga tentang Pembebasan Pasung 155

60% kurang , maka penulis tertarik ingin melakukan HASIL PENELITIAN


penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Keluar- Karakteristik responden
ga Tentang Pembebasan Pasung ODGJ Di Wilayah
Kerja UPTD Pukesmas Kepanjen Kidul” Hasil penelitian menunjukkan 63,3% (19 orang)
dari responden ODGJ yang berjenis kelamin
METODE PENELITIAN perempuan, 50% (15 orang) dari responden ODGJ
yang berumur 41–60 tahun, 26,7% (16 orang) dari
Desain yang digunakan peneliti adalah deskrip- hubungan responden dengan penderita ODGJ yaitu
tif yaitu dengan mendeskripsikan (memaparkan) paman dan anak, 46,7% (14 orang) dari responden
pengetahuan keluarga tentang prosedur pembebas- ODGJ yang berpendidikan SD, 40% (12 orang) dari
an pasung pada pasien gangguan jiwa di wilayah responden ODGJ memiliki pekerjaan sebagai Ibu
kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Kepanjen Rumah Tangga, 60% (18 orang) dari ODGJ pernah
Kidul. dipasung, 50% (15 orang) dari ODGJ yang menga-
Pada penelitian ini populasi yang digunakan ada- lami pemasungan selama < 2tahun, 40% (12 orang)
lah keluarga orang dengan gangguan jiwa di wilayah dari ODGJ yang tidak pernah mempunyai alasan
kerja UPTD Pukesmas Kepanjen Kidul Tahun 2016 dilakukan pemasungan, 70% (21 orang) dari respon-
berjumlah 117orang. den ODGJ yang tidak pernah mendapatkan informa-
Sampel yang diambil dalam penelitian ini ialah si, dan 70% (21 orang) dari responden ODGJ tidak
keluarga yang mempunyai orang dengan gangguan pernah mendapatkan informasi.
jiwa (ODGJ) yang resiko dipasung (mencederai
orang lain, mencederai diri sendiri, amuk, perusakan Tabel 1 Pengetahuan keluarga tentang pembebasan
lingkungan), pernah dipasung dan masih dipasung pasung pada orang dengan gangguan jiwa
di wilayah kerja UPTD Pukesmas Kepanjen Kidul (ODGJ)
dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Pengetahuan f %
Pada penelitian ini variabelnya adalah pengeta-
huan keluarga tentang pembebasan pasung pada Baik 4 13.3
ODGJ meliputi pengertian pembebasan pasung, pro- Cukup 3 10
sedur pembebasan pasung, skrining pembebasan Kurang 23 76.7
pasung , analisis tentang kolaborasi dengan keluarga Total 30 100
dan tim kesehatan pembebasan pasung, pencegahan
pemasungan, evaluasi tentang pembebasan pasung. Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa se-
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian bagian besar keluarga mempunyai pngetahuan
ini adalah dengan menggunakan kuesioner. kurang tentang pembebasan pasung pada orang
dengan gangguan jiwayaitu sebanyak 76,7% (23
orang)

Tabel 2 Distribusi frekuensi pengetahuan keluarga tentang pembebasan pasung pada orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ)

Pengetahuan
Konsep Pemasungan Baik Cukup Kurang Total

f % f % f % f %
Pengertian pembebasan pasung 6 20 6 20 18 60 30 100
Aplikasi tentang pemasungan 2 6,7 8 26,7 20 66,7 30 100
Dampak pemasungan dan prosedur 8 26,7 10 33,3 12 40 30 100
Analisis tentang resiko dibebaskan
dari pemasungan 6 20 10 33,3 14 47,7 30 100
Pencegahan pemasungan 4 13,3 16 53,3 10 33,3 30 100
Evaluasi tentang pembebasan pasung 4 13,3 11 36,7 15 50 30 100
156 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 153–159

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui penge- masih ada yang melakukan tindakan pemasungan.
tahuan keluarga tentang pembebasan pasung pada Hal ini dapat dikaitkan dengan lama responden
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) didapatkan melakukan pemasungan akhirnya menimbulkan
data prosentase pengetahuan dalam kategori kurang beberapa dampak terhadap ODGJ,Menurut Halida
paling banyak pada parameter aplikasi pemasungan. (2015) dampak yang terjadi meliputi dampak fisik,
psikologis, dan sosial.
PEMBAHASAN Dengan tabulasi silang antara umur dengan pe-
Pembahasan pengetahuan keluarga tentang ngetahuan menunjukan bahwa keluarga yang memi-
pembebasan pasung pada ODGJ yang memi- liki umur 41–60 tahun sebesar 36.7% (11 respon-
liki pengetahuan kurang den), tabulasi silang antara pendidikan terakhir
dengan pengetahuan keluarga tentang pembebasan
Dari hasil penelitia pengetahuan keluarga ten- pasung pada ODGJ menunjukan bahwamempunyai
tang pembebasan pasung pada ODGJ didapatkan pendidikan sebesar SD 43.3% (13 responden), tabu-
hasil pengetahuan kurang sebesar 76,7% (23 lasi silang antara pekerjaan dengan pengetahuan
responden). menunjukkan bahwa pekerjaan keluarga sebagai
Menurut Notoadmodjo (2007) bahwa bertam- IRT sebesar 33.3% (10 responden), tabulasi silang
bah umur seseorang akan terjadi perubahan fisik antara responden yang memiliki ODGJ pernah
dan psikologis, hal ini terjadi akibat pematangan fung- dipasung dengan pengetahuan diperoleh sebesar
si organ. Tingkat psikologis taraf berfikir seseorang 56.7% (17 responden pernah melakukan pemasung-
semakin matang dan dewasa.Selain umur, penge- an pada ODGJ), hasil tabulasi silang antara lama
tahuan juga dipengaruhi faktor pendidikan menurut responden melakukan pemasungan pada ODGJ
Mubarak (2007) semakin tinggi pendidikan semakin dengan pengetahuan responden diperoleh hasil
mudah menerima informasi khususnya tentang sebesar 46.7% (14 responden memasung < 2tahun),
pemasungan pada ODGJ, semakin banyak pengeta- hasil tabulasi silang antara informasi yang diperoleh
huan yang dimiliki semakin berkurang Orang responden dengan pengetahuan responden didapat-
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung, kan hasil sebesar 60% (18 responden tidak pernah
sebaliknya pendidikan yang rendah akan mengham- mendapatkan informasi).
bat penerimaan informasi. Selain pendidikan bisa Menurut pendapat peneliti sesuai hasil wawan-
dihubungkan dengan pekerjaan yang berpengaruh cara dengan responden bahwa semakin bertambah
dalam pengetahuan keluarga tentang pembebasan usia seseorangakan mengalami penurunan fisik dan
pasung pada ODGJ. Hal ini didukung oleh pendapat penurunan daya ingat sehingga pengetahuan juga
Rusli dkk (2011) bahwa pekerjaan yang menuntut berkurang. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendi-
untuk selalu berada dirumah dan memiliki banyak dikan, pendidikan merupakan suatu pembelajaran
waktu dalam mengurus dan memperhatikan urusan dan menambah suatu wawasan pengetahuan. Di
rumah tangga sehingga tidak mampu memperhati- era sekarang ini tidak membatasi seseorang yang
kan informasi yang masuk akan berdampak kurang- memiliki pendidikan rendah membatasi dalam meng-
nya pengetahuan. akses informasi dan menambah wawasan pengeta-
Pengalaman merupakan faktor yang mempe- huan melalui teknologi informasi. Proses pembel-
ngaruhi pengetahuan keluarga tentang pembebasan ajaran bukan hanya berada di lingkungan sekolah
pasung pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). saja namun proses pembelajaran dan menambah
Menurut Halida (2015), penyebab dilakukan pema- wawasan pengetahuan bisa diperoleh dari mana
sungan antara lain kondisi Orang Dengan Gangguan saja. Kepandaian tidak hanya diukur seberapa tinggi
Jiwa (ODGJ) parah atau berat, mengamuk, mem- seseorang itu dalam belajar namun dilihat dari penga-
bahayakan orang lain, perilaku Orang Dengan laman dan pengetahuannya. Belum tentu orang yang
Gangguan Jiwa (ODGJ) tidak bisa dikendalikan berpendidikan rendah memiliki pengalaman sedikit
supaya tidak kabur dan merusak, penyembuhan bisa saja orang yang berpendidikan rendah memiliki
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dapat lebih pengalaman yang lebih luas dibandingkan orang
cepat, ketidaktahuan pihak keluarga, dan rasa malu yang berpendidikan tinggi. Hal ini dapat dikaitkan
keluarga, serta tidak adanya biaya pengobatan. Ter- dengan pekerjaan, menurut peneliti IRT (ibu rumah
dapat hukum yang melarang tentang tindakan pe- tangga) tidak hanya mengawasi dan melayani
masungan ODGJ pada UU RI pasal 86 No 18 tahun ODGJ namun banyak hal yang harus dikerjakan
2014 tentang Kesehatan Jiwa namun kenyataan misalnya memasak untuk keluarganya, mengurus
Sunarno, Suryani, Pengetahuan Keluarga tentang Pembebasan Pasung 157

anak yang masih balita, mengurus rumah tangga, hasil pengetahuan cukup sebesar 10% (3 respon-
sehingga untuk mengawasi dan melayani ODGJ den).
tidak terlalu diperhatikan. Berdasarkan hasil wa- Menurut Mubarak (2007) semakin tinggi pen-
wancara dengan responden dapat dikaitkan bahwa didikan semakin mudah menerima informasi khu-
IRT disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga susnya tentang pemasungan pada ODGJ, semakin
sehingga kurang mendapatkan informasi karena banyak pengetahuan yang dimiliki semakin berku-
responden mengabaikan informasi mengenai pema- rang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang
sungan, bahkanada yang mendukung dalam tindak- dipasung ,sebaliknya pendidikan yang rendah akan
an pemasungan. Sedangkan responden yang memi- menghambat penerimaan informasi. Selain pendidik-
liki informasi yang baik menentukan dalam bertindak an, pekerjaan juga berpengaruh pada pengetahuan
atau berperilaku terhadap orang dengann gangguan didukung oleh pendapat Notoadmodjo (2003) peker-
jiwa (ODGJ). Selain itu responden sering meng- jaan merupakan perbuatan yang dilakukan tidak
abaikan berita dan informasi mengenai pembebasan terputus, jelas dan dalam kedudukan tertentu.
pasung itu dari media cetak, elektronik maupun te- Pekerjaan berkaitan dengan dunia kerja dimasyara-
naga kesehatan, sumber informasi yang kurang kat. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan sese-
akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. orang memperoleh informasi, pengalaman dan
Selain itu pengalaman yang kurang menyebab- pengetahuan. Selain itu, pengalaman merupakan
kan keluarga melakukan tindakan pemasungan pada faktor yang mempengaruhi pengetahuan keluarga
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tidak seharus- tentang pembebasan pasung pada orang dengan
nya dilakukan karena akan menghambat proses gangguan jiwa (ODGJ). Hal ini didukung hukum
penyembuhan. Namun kenyataan dimasyarakat yang melarang tentang tindakan pemasungan ODGJ
masih ada yang melakukan pemasungan pada orang pada UU RI pasal 86 No 18 tahun 2014 tentang
dengan gangguan jiwa misalnya karena orang Kesehatan Jiwa namun kenyataan masih ada yang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) akan menjadi aib melakukan tindakan pemasungan.
keluarga, keluarga tidak mampu menjaga dan meng- Sesuai dengan tabulasi silang pendidikan
awasinya, mencederai orang lain, diri sendiri dan dengan pengetahuan didapatkan hasil pendidikan
lingkungan dan lain sebagainya, dengan beberapa SMA sebesar 10% (3 responden), tabulasi silang
alasan dari responden masih tetap ada yang melaku- antara pekerjaan dan pengetahuan diperoleh hasil
kan pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa pekerjaan PNS sebesar 6.7% (2 responden),tabulasi
(ODGJ) karena beranggapan dengan dilakukan silang antara informasi dengan pengetahuan dida-
pemasungan akan menguntungkan dari pihak patkan hasil 6.7% (2 responden tidak pernah men-
keluarga dan lingkungan menjadi tenang walaupun dapat informasi), tabulasi silang antara responden
sudah ada undang-undang yang telah mengaturnya. yang pernah melakukan pemasungan pada ODGJ
Pengetahuan yang kurang menghambat dalam dengan pengetahuan didapatkan hasil tidak pernah
proses penyembuhan misalnya keterbatasan dalam dipasung sebesar 6.7% (2responden).
komunikasi, gangguan psikologis, gangguan fisik dan Menurut peneliti apabila pendidikan keluarga
gangguan sosial serta tidak mengerti dampak dari lebih tinggi maka makin mudah dalam menerima
proses pemasungan. Berdasarkan hasil wawancara informasi dan berpengaruh dalam proses pembe-
dengan responden tidak sedikit responden menge- basan pasung pada orang dengan gangguan jiwa
tahui prosedur pembebasan pasung pada orang (ODGJ). Belum tentu orang yang berpendidikan
dengan jiwa (ODGJ), karena takut jika orang cukup memiliki pengalaman sedikit bisa saja orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) akan kambuh jika yang berpendidikan cukup memiliki pengalaman
dibebaskan dari pemasungan. Beberapa faktor inilah yang lebih luas dibandingkan orang yang berpendi-
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan keluarga dikan tinggi. Menurut peneliti berdasarkan hasil
berkurang. wawancara dengan responden dapat dikaitkan
bahwa kegiatan PNS pekerjaan yang berada diluar
Pembahasan pengetahuan keluarga tentang rumah jadi tidak selalu berada dirumah dan tidak
pembebasan pasung pada ODGJ yang memili- memiliki banyak waktu mengurus rumah tangga.
ki pengetahuan cukup Namun pekerjaan PNS lebih banyak menghabiskan
waktu diluar rumah dan lebih banyak berinteraksi
Dari hasil penelitian pengetahuan keluarga dengan seseorang maka akan berpengaruh dalam
tentang pembebasan pasung pada ODGJ didapatkan pengetahuan tentang pembebasan pasung pada
158 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 153–159

ODGJ. Hal ini dapat dikaitkan dengan informasi Menurut peneliti berdasarkan hasil wawancara
yang cukup menentukan dalam bertindak atau dengan responden bahwa wiraswasta pekerjaan
berperilaku terhadap orang dengann gangguan jiwa yang berada diluar rumah jadi tidak selalu berada
(ODGJ). Selain itu berita dan informasi mengenai dirumah dan tidak memiliki banyak waktu mengurus
pembebasan pasung itu dari media cetak, elektronik rumah tangga. Namun pekerjaan wiraswasta lebih
maupun tenaga kesehatan, sumber informasi yang banyak menghabiskan waktu diluar rumah dan lebih
cukup akan berpengaruh terhadap pengetahuan banyak berinteraksi dengan seseorang maka akan
seseoorang. Berdasarkan wawancara dengan res- berpengaruh dalam pengetahuan tentang pembe-
ponden pengalaman cukup menyebabkan keluarga basan pasung pada ODGJ. Hal ini dapat dikaitkan
berfikir jika akan melakukan tindakan pemasungan dengan informasi yang baik menentukan dalam
pada orang dengan gangguan jiwa tidak seharusnya bertindak atau berperilaku terhadap orang dengann
dilakukan karena akan menghambat proses pe- gangguan jiwa (ODGJ). Selain itu berita dan infor-
nyembuhan. Hal ini dapat dikaitkan dengan lama masi mengenai pembebasan pasung itu dari media
responden melakukan pemasungan akhirnya me- cetak, elektronik maupun tenaga kesehatan, sumber
nimbulkan beberapa dampak terhadap ODGJ. informasi yang baik akan berpengaruh terhadap
Beberapa faktor inilah yang mempengaruhi tingkat pembebasan pasung pada orang dengan gangguan
pengetahuan keluarga cukup. jiwa (ODGJ). Selain itu pengalaman baik menyebab-
kan keluarga berfikir jika akan melakukan tindakan
Pembahasan pengetahuan keluarga tentang pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa
pembebasan pasung pada ODGJ yang memi- (ODGJ) karena akan menghambat proses penyem-
liki pengetahuan baik buhan. Hal ini dapat dikaitkan dengan lama respon-
Dari hasil penelitian pengetahuan keluarga den melakukan pemasungan akhirnya menimbulkan
tentang pembebasan pasung pada ODGJ didapatkan beberaapa dampak terhadap ODGJ. Beberapa fak-
hasil pengetahuan baik sebesar 13,3% (4 respon- tor inilah yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
den). keluarga baik.
Menurut pendapat Notoadmodjo (2003) peker-
jaan merupakan perbuatan yang dilakukan tidak SIMPULAN DAN SARAN
terputus, jelas dan dalam kedudukan tertentu. Peker- Simpulan
jaan berkaitan dengan dunia kerja dimasyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang bahwa gambaran pengetahuan keluarga tentang
memperoleh informasi, pengalaman dan penge- pembebasan pasung pada orang dengan gangguan
tahuan. Selain itu, pengalaman pernah dilakukannya jiwa di wilayah kerja UPTD Pukesmas Kepanjen
pemasungan dan lama pemasungan merupakan Kidul Kota Blitar memiliki pengetahuan kurang.
faktor yang mempengaruhi pengetahuan keluarga
tentang pembebasan pasung pada orang dengan Saran
gangguan jiwa (ODGJ).Hal ini didukung hukum yang
melarang tentang tindakan pemasungan ODGJ Sesuai dengan simpulan yang telah dikemu-
pada UU RI pasal 86 No 18 tahun 2014 tentang kakan, peneliti ingin memberikan beberapa saran
Kesehatan Jiwa. sebagai berikut: 1) Bagi Tempat Penelitian, diharap-
Berdasarkan tabulasi silang antara pekerjaan kan hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber
dan pengetahuan diperoleh hasil pekerjaan wira- informasi dan diharapkan wilayah kerja pukesmas
swasta sebesar 10% (3 responden), tabulasi silang Kepanjen Kidul Kota Blitar, khususnya kader jiwa
antara informasi dengan pengetahuan diperoleh hasil dan petugas kesehatan memberikan pendidikan
yang pernah mendapatkan informasi sebesar 10% kesehatan kepada keluarga orang dengan gangguan
(3 responden), tabulasi silang antara sumber infor- jiwa (ODGJ) tentang pembebasan pasung untuk
masi responden dengan pengetahuan diperoleh hasil mengurangi dan pencegahan tindakan pemasungan.
mendapat informasi dari tenaga kesehatan sebesar 2) Bagi Instansi Pendidikan, diharapkan hasil pene-
10% (3 responden), tabulasi silang antara responden litian ini dapat menambah informasi dan wawasan
yang pernah melakukan pemasungan pada ODGJ untuk proses pembelajaran tentang pengetahuan
dengan pengetahuan didapatkan hasil tidak pernah pembebasan pasung pada orang dengan gangguan
dipasung sebesar 13.3 % (4 responden), jiwa (ODGJ). 3) Bagi Penelitian Keperawatan,
Sunarno, Suryani, Pengetahuan Keluarga tentang Pembebasan Pasung 159

diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan menam- DAFTAR RUJUKAN


bah informasi dan referensi dalam bidang kepera- A.H. Yusuf , P.K Rizky & Nihayati H.E . 2015. Kesehatan
watan dalam ruang lingkup yang sama berkaitan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
dengan pembebasan pasung pada orang dengan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kemen-
gangguan jiwa (ODGJ). 4) Bagi Keluarga, diharap- trian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kese-
kan keluarga mampu melakukan pembebasan pa- hatan dasar (riskesdas). 2013.
sung pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
agar tidak melakukan pemasungan dengan membe- Yogyakarta: Nuha Medika.
Halida, N. 2015. Pengalaman Keluarga Dalam Peme-
rikan pendidikan kesehatan kepada keluarga orang
nuhan KebutuhanPerawatan Diri Pada Orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) tentang pembe-
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Dengan Pa-
basan pasung untuk mengurangi dan pencegahan sung Di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember
tindakan pemasungan. 5) Bagi Peneliti, diharapkan (Skripsi). Jember: Unej.
hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk Hayani, L., Elita, V., & Hasanah, O. Gambaran Penge-
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembe- tahuan Keluarga Tentang Cara Merawat Pasien
basan pasung, pada indikator dengan kategori ku- Haluasi Di Rumah (Jurnal), diakses 29 Agustus
rang, maka dapat digali: (1) Faktor-faktor keluarga 2016.
untuk melakukan pemasungan kembali pada orang Keliat, B. A. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa.
dengan gangguan jiwa (ODGJ) pasca pemasungan, Jakarta: EGC.
(2) peran masyarakat dalam komunikasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi ManusiaRI (Kemen-
kumham).Undang-Undang Republik Indonesia
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pasca pema-
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
sungan, (3) peran keluarga dalam penanganan orang Peraturan Perundang-undangan Tentang Kese-
dengan gangguan jiwa (ODGJ) saat amuk dan geli- hatan Jiwa.
sah setelah di bebaskan dari pemasungan, (4) upaya Notoadtmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
masyarakat dalam pencegahan tindakan pembe- Rineka Cipta.
basan pasung. Riyadi, S & Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan
Jiwa.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI:
160 10.26699/jnk.v4i2.ART.p160-167
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 160–167
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PELAKSANAAN STIMULASI PERKEMBANGAN BAHASA DAN


BICARA ANAK USIA 0–3 TAHUN DALAM KELUARGA
DI POSYANDU SERUNI KELURAHAN BENDOGERIT
KECAMATAN SANANWETAN KOTA BLITAR
(The Implementation of Language Development and Speak Stimulation
To Child Age 0-3 Years In The Family At Posyandu Seruni Bendogerit
Sanan Wetan Blitar)

Triana Setijaningsih, Winda Noviana


Program Studi D3 Keperawatan Blitar, Poltekkes Kemenkes Malang
email : triana_setijaningsih@yahoo.com

Abstract: Stimulation is an activity to stimulate the basic ability of children so that children grow and
develop optimally especially in language and speech development because it is an indicator of the
whole development of children. The purpose of the study was to find out the description of the implemen-
tation of stimulation of language development and talking children in the family. It used descriptive
research method. As a family population with children aged 0–3 years registered at Posyandu Seruni
Kelurahan Bendogerit Kota Blitar as much as 35 families, the sample was one parent (father or mother)
dominant in parenting every day as much as 35 using total sampling technique. The data collection was
done by observation and interview. The results showed that the implementation of stimulation of lan-
guage development and speech in the family of 20% execution is precisely influenced by the dominant
mother in child care, 57.1% of the implementation was quite appropriate because all families have APE
and 22.9% less precise implementation due to information factors less . Recommendations for the Health
Department provide training on Posyandu cadres on stimulation and early detection of child growth,
which will be applied to infants at posyandu with involving parents of children under five in order to
provide stimulation to their children in everyday life correctly.

Keywords: Implementation, Stimulation of language development and speech, Family.

Abstrak: Stimulasi merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal khusunya dalam perkembangan bahasa dan bicara karena merupakan indikator
dari seluruh perkembangan anak. Tujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan stimulasi perkembangan
bahasa dan bicara anak dalam keluarga. Metode penelitian deskriptif. Sebagai Populasi keluarga yang
mempunyai anak usia 0–3 tahun terdaftar di posyandu Seruni Kelurahan Bendogerit Kota Blitar berjumlah
35 keluarga, sampelnya adalah salah satu orang tua (ayah atau ibu) yang dominan dalam mengasuh anak
setiap hari sebanyak 35 dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan stimulasi perkembangan
bahasa dan bicara dalam keluarga 20% pelaksanaan tepat dipengaruhi oleh ibu yang dominan dalam
mengasuh anak, 57,1% pelaksanaan cukup tepat karena semua keluarga memiliki APE dan 22,9% pelaksanaan
kurang tepat karena faktor informasi yang kurang. Rekomendasi untuk Dinas kesehatan memberikan
pelatihan pada kader Posyandu tentang stimulasi dan Deteksi dini Tumbuh Kembang Anak, yang akan
diterapkan pada balita saat posyandu dengan melibatkan orang tua Balita agar bisa memberikan stimulasi
pada anak balitanya dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

Kata kunci: Pelaksanaan, Stimulasi perkembangan bahasa dan bicara, Keluarga.

160
Setijaningsih, Noviana, Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan Bahasa... 161

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya perkembangan bahasa. Sedangkan menurut Berko
membangun manusia seutuhnya antara lain dise- Gleason (Santrock, J.W. 2007:375–376), para peneliti
lenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang menemukan bahwa kuantitas percakapan orangtua
dilakukan sedini mungkin sejak anak masih di dalam kepada anak berhubungan langsung dengan
kandungan. Sesuai dengan isi Pasal 4 UU No23 pertumbuhan kosakata anak. Bayi-bayi yang ibunya
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa berbicara lebih sering kepada mereka memiliki kosa-
setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, ber- kata yang lebih banyak. Pada tahun kedua, perbe-
kembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai daan-perbedaan kosakata menjadi amat besar. Sti-
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mulasi perkembangan dapat dilakukan oleh semua
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimi- orang yang terlibat dengan anak yaitu oleh ibu dan
nasi. Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak,
besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka pengganti ibu atau pengasuh anak, angota keluarga
sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tum- lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah
buh kembang balita di Indonesia perlu mendapat tangga masing-masing dalam kehidupan sehari-hari.
perhatian serius. Upaya kesehatan yang dilakukan Anak sangat membutuhkan lingkungan keluarga,
sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima rasa aman yang diperoleh dari ibu dan rasa terlin-
tahun pertama kehidupanya, ditujukan untuk mem- dung dari ayah merupakan syarat bagi kelancaran
pertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus me- proses perkembangan anak (Gunarsa, 2008:25).
ningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tum- Penyebab dan efek pada perkembangan bicara
buh kembang optimal baik fisik, mental, emosional adalah bermacam-macam, penyebab dari lingkung-
maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk an yang mengalami sosial ekonomi kurang menye-
sesuai dengan potensi genetiknya (Kemenkes RI, babkan terlambat bicara, tekanan keluarga kepada
2012). anak menyebabkan anak gagap bicara, keluarga
Pembinaan tumbuh kembang anak secara kom- bisu meyebabkan anak terlambat pemerolehan ba-
prehensif dan berkualitas diselenggarakan melalui hasa, dirumah menggunakan bahasa bilingual me-
kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini. Sti- nyebabkan anak terlambat pemerolehan struktur
mulasi yang memadai artinya rangsangan otak balita bahasa. Menurut NCHS, berdasarkan laporan orang
sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada
dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada balita palatum), maka angka kejadiannya adalah 0,9%
berlangsung secara optimal sesuai dengan umur pada anak dibawah umur 5 tahun. Dari hasil eva-
anak. Stimulasi adalah kegiatan merangsang ke- luasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka
mampuan dasar anak umur 0–6 tahun agar anak kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berda-
tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam sarkan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini, diper-
melakukan stimulasi ada delapan prinsip dasar yang kirakan gangguan bicara dan bahasa anak adalah
perlu diperhatikan (Kemenkes RI, 2012). Stimulasi sekitar 4–5% (Soetjiningsih, 1995).
bicara dan bahasa merupakan hal yang penting, ke- Menurut data hasil DDTK pada tanggal 7 Juli
mampuan berbahasa dan bicara merupakan indi- 2014 yang diperoleh dari Posyandu Seruni Kelu-
kator seluruh perkembangan anak. Periode kritis rahan Bendogerit, dari 10 anak yang dilakukan
bagi perkembangan kemampuan berbicara dan ba- DDTK didapatkan hasil 70% anak perkembangan
hasa adalah periode antara 9–24 bulan awal kehi- sesuai dan 3% anak mengalami perkembangan me-
dupan. Karena kemampuan berbicara dan berba- nyimpang baik dari gerak halus, gerak kasar, gang-
hasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan guan bicara, dan sosial kemandirian.
pada sistem lainya, sebab melibatkan kemampuan Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan ling- dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2015 di Pos-
kungan disekitar anak. Seorang anak tidak akan yandu Kenanga RW XI Kelurahan Bendogerit,
mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungan- menggunakan teknik wawancara dan observasi
nya (Soetjiningsih, 1995:237). dengan sampel diambil secara acak yaitu ibu yang
Menurut Dzulkifli, 2005 bahwa anak terus be- memiliki anak batita, dari 8 ibu didapatkan 62,5%
lajar berbicara karena dirangsang oleh dorongan atau 5 ibu memberikan stimulasi perkembangan
meniru suara-suara yang didengarnya diucapkan dengan mengajak anak bicara, dikenalkan berbagai
orang lain. Lingkungan hidup turut mempengaruhi gambar dan benda-benda semampu anak yang dila-
162 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 160–167

kukan setiap hari dan 37,5% atau 3 ibu yang tidak Tabel 3 Informasi
memberikan rangsangan bicara dan bahasa kepada
Informasi f %
anaknya dengan alasan bahwa anak akan bisa ber-
kembang berbicara sendiri apabila sudah waktunya Posyandu/pelayanan.kes 9 25,7
tanpa dirangsang. Med.sos/internet 6 17,1
Buku KIA 1 2,9
Belum pernah 19 54,3
BAHAN DAN METODE
Total 35 100
Desain penelitian menggunakan deskriptif,
Sampel dalam penelitian ini salah satu orang tua Berdasarkan Tabel 3 diatas bahwa pelaksa-
(ayah atau ibu) yang dominan dalam mengasuh anak naan stimulasi perkembangan bahasa dan bicara
setiap hari. Besar sampel sebanyak 35 keluarga, lebih dari separuh 54,3% adalah belum pernah men-
dengan metode total sampling. dapatkan informasi.
Penelitian dilakukan pada 12–19 Juni 2015 dan
tempat penelitian di wilayah Posyandu Seruni Kelu- Tabel 4 Waktu
rahan Bendogerit Kota Blitar. Berdasarkan latar
belakang diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana Waktu f %
pelaksanaan stimulasi perkembangan bahasa dan Setiap waktu 35 100
bicara anak usai 0–3 tahun dalam keluarga. Total 35 100

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Tabel 4 diatas bahwa pelaksana-
Data Umum an stimulasi perkembangan bahasa dan bicara selu-
Tabel 1 Dominan mengasuh anak ruhnya 100% adalah memberikan stimulasi setiap
waktu.
Dominan f %
Ayah 1 2,9 Tabel 5 APE
Ibu 34 97,1
Total 35 100 APE f %
Ada 35 100
Total 35 100
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pelaksa-
naan stimulasi perkembangan bahasa dan bicara
hampir seluruhnya 97,1% adalah ibu yang dominan Berdasarkan Tabel 5 diatas bahwa pelaksa-
dalam mengasuh anak. naan stimulasi perkembangan bahasa dan bicara
seluruhnya 100% adalam mempunyai APE untuk
stimulasi.
Tabel 2 Pekerjaan

Pekerjaan f % Data Khusus

PNS 4 11,4 Tabel 6 Pelaksanaan stimulasi perkembangan bahasa


Swasta 6 17,1 dan bicara anak usia 0–3 tahun di posyandu
Wiraswasta 3 8,6 Seruni Kelurahan Bendogerit Kecamatan
Buruh 2 5,7 Sananwetan Kota Blitar, Juni 2015 (n=35)
IRT 20 57,1
Total 35 100 Pelaksanaan stimulasi keluarga
No
Kategori f %

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pelaksa- 1. Tepat 7 20.0


2. Cukup tepat 20 57.1
naan stimulasi perkembangan bahasa dan bicara
3. Kurang tepat 8 22.9
lebih dari separuh 57,1% adalah sebagai ibu rumah
Total 35 100.0
tangga.
Setijaningsih, Noviana, Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan Bahasa... 163

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa jumlah menyebutkan nama gambar-gambar. Ajak bayi
keluarga yang melaksanakan stimulasi perkem- melihat gambar-gambar, bantu ia menunjukkan
bangan bahasa dan bicara dengan kategori tepat gambar yang namanya anda sebutkan. Usahakan
20% (7 keluarga), cukup tepat 57,1% (20 keluarga) bayi mau mengulangi kata-kata anda. Apabila ke-
dan 22,9% (8 keluarga) melaksanakan stimulasi luarga melaksanakan dengan menunjukkan gambar-
dengan kategori kurang tepat. gambar dan menyebutkan nama pada gambar yang
dimilliki dengan tidak memaksakan bayi maka bayi
PEMBAHASAN dapat merekam gambar dan nama dari gambar se-
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksana- hingga dapat menambah pengetahuan dan kosa kata
an stimulasi perkembangan bahasa dan bicara anak bayi walaupun bayi masih belum mengerti arti dari
usia 0–3 tahun dalam keluarga di posyandu Seruni gambar tersebut.
Kelurahan Bendogerit, didapatkan data dari 35 ke- Pada keluarga yang mempunyai anak usia 9–
luarga bahwa pelaksanaan stimulasi terbagi menjadi 12 bulan dari jumlah 4 keluarga semua keluarga
3 kategori pelaksanaan keluarga yaitu berjumlah 100% tidak membuat bayi mau berbicara kembali
20% atau 7 keluarga dengan kategori pelaksanaan dengan boneka mainan. Menurut Kemenkes RI
tepat, 57,1% atau 20 keluarga dengan kategori (2012), sesuai prinsip dasar pelaksanaan stimulasi
pelaksanaan cukup tepat dan 22,9% atau 8 keluarga nomor 4 lakukan stimulasi dengan cara mengajak
dengan kategori pelaksanaan kurang tepat. anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenang
kan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman dan
Pelaksanaan Kurang Tepat untuk bayi usia 9–12 bulan stimulasi yang harus
diberikan adalah berpura-pura bahwa boneka berbi-
Dari hasil penelitian pelaksanaan stimulasi cara kepada bayi dan buat agar bayi mau berbicara
perkembangan bahasa dan bicara anak usia 0–3 kembali dengan boneka itu dan dihubungkan dengan
tahun didapatkan data 22,9% atau 8 keluarga pelak- teori Hurlock (1995:186) bahwa semakin banyak
sanaanya kurang tepat, ditunjukkan dari pernyataan anak didorong dengan mengajaknya berbicara dan
yang banyak tidak dilaksanakan oleh keluarga didorong menanggapinya, akan sema kin awal me-
antara lain pada keluarga yang mempunyai anak reka belajar berbicara dan semakin baik kualitasnya.
usia 3–6 bulan dari jumlah 6 keluarga, bahwa 83,3% Berdasarkan hal tersebut melatih anak berbicara
atau 5 keluarga tidak mengenalkan berbagai bunyi dapat memanfaatkan boneka mainan untuk diajak
kepada anak. Menurut. Menurut Kemenkes RI komunikasi pada bayi supaya bayi lebih tertarik .
(2012) bahwa untuk melaksanakan stimulasi ada Pada keluarga yang mempunyai anak usia 12–
prinsip dasar yang diperhatikan salah satunya prinsip 15 bulan dari jumlah 2 keluarga 100% tidak menye-
nomor 6, gunakan alat bantu atau permainan yang butkan nama bagian tubuh bayi. Menurut Kemenkes
sederhana, aman dan ada disekitar anak dan untuk RI (2012) bahwa prinsip dasar stimulasi nomor 4
bayi 3–6 bulan harus diberikan stimulasi lanjutan lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak ber-
berupa mengenali berbagai suara, dengan cara buat- main, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa
lah suara dari kerincingan, mainan yang dipencet paksaan dan tidak ada hukuman dan usia 12–15
atau bel. Keluarga tidak mempunyai inisiatif dalam bulan stimulasi yang harus diberikan ketika anda
membuatkan suara-suara untuk merangsang per- mengenakan pakaian anak, tunjuk dan sebutkan
kembangan bahasa dan bicara bayi, merangsang nama bagian tubuh anak. Usahakan agar anak mau
visual bayi berguna untuk melatih bayi mengenali menyebutkan kembali. Pendapat dari peneliti bahwa
arti dari bunyi. keluarga dapat melatih anak menyebut nama bagian
Pada keluarga yang mempunyai anak usia 6–9 tubuh dengan lagu kepala, pundak, lutut, kaki sebab
bulan dari jumlah 2 keluarga semua keluarga 100% bagian tubuh mempunyai fungsi dan manfaat
tidak menunjuk dan menyebutkan nama gambar- masing-masing sehingga anak perlu dikenalkan sejak
gambar. Menurut Kemenkes RI (2012) bahwa un- anak masih kecil untuk memperkaya kosa kata yang
tuk melaksanakan stimulasi ada prinsip dasar yang dimiliki anak.
diperhatikan diantaranya prinsip nomor 4 lakukan Pada keluarga yang mempunyai usia 15–18
stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, ber- bulan dari jumlah 2 keluarga semua keluarga 100%
nyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan tidak menyebut berbagai nama barang. Menurut
dan tidak ada hukuman dan untuk bayi 6–9 bulan Kemenkes RI (2012) bahwa prinsip dasar stimulasi
stimulasi yang harus diberikan adalah menunjuk dan nomor 4 lakukan stimulasi dengan cara mengajak
164 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 160–167

anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, mengenai stimulasi sehingga keluarga tidak melak
tanpa paksaan dan tidak ada hukuman dan usia 15– sanakan stimulasi perkembangan sesuai umur anak,
18 bulan stimulasi yang harus diberikan adalah ketika dibuktikan dengan jumlah 54% atau 19 keluarga
anda ke pasar, ajak anak dan sebutkan nama ba- belum pernah mendapatkan informasi mengenai hal
rang-barang yang anda beli. Usahakan agar anak tersebut. Menurut Notoatmojo (2007), Pelaksanaan
mau menyebutkan dulu sebelum anda melakukan- atau kemampuan praktik merupakan bagian dari
nya. Keluarga dapat meng gunakan waktu saat perilaku. Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai
berbelanja untuk meningkatkan stimulus panca in- pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih
dera anak, dengan membiarkan anak menunjuk dan dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
menanyakan barang yang ada ditoko. objek diluarnya. Dengan membe rikan informasi
Pada keluarga yang mempunyai anak usia 18– akan meningkatkan pengetahuan masyarakat, se-
24 bulan dari jumlah 4 keluarga hanya 1 keluarga lanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan
25% yang membacakan buku pada anak setiap hari. menimbulkan kesadaran mere ka, dan akhirnya akan
Menurut kemenkes RI (2012), bahwa prinsip dasar menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pe-
stimulasi nomor 2 yaitu selalu tunjukkan sikap dan ngetahuan yang dimilikinya. Peneliti berpendapat
perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah informasi merupakan hal yang sangat penting dan
laku orang-orang yang terdekat dengannya dan pada tidak bisa terlepas untuk meningkatkan pengetahuan
usia 18–24 bulan salah satu stimulasi yang harus keluarga, karena pengetahuan sendiri berpe ngaruh
dilakukan adalah setiap hari anak dibacakan buku. besar terhadap pelaksanaan. Keluarga yang belum
Pendapat dari peneliti apabila keluarga membiasa- pernah mendapatkan informasi mengenai cara pem-
kan anaknya dari kecil untuk membacakan buku berian stimulasi, maka tingkat pengetahuan keluarga
maka minat anak dalam membaca buku akan me- tentang stimulasi rendah, sehingga keluarga tidak
ningkat dan anak akan mengikuti dari tindakan mempunyai kesadaraan untuk merespon dalam
membaca yang dilakukan oleh pengasuhnya memberikan rangsang kepada anak dan akhirnya
Pada keluarga yang mempunyai anak usia 24– perilaku keluarga dalam pelaksanaan stimulasi me-
36 bulan dari jumlah 11 keluarga 82% atau 9 keluarga nyebabkan kurang tepat.
tidak menjelaskan acara televisi saat anak menon-
ton. Menurut Kemenkes RI (2012), bahwa prinsip Pelaksanaan Cukup Tepat
dasar stimulasi nomor 2 yaitu selalu tunjukkan sikap
Dari data hasil penelitian pelaksanaan stimulasi
dan perilaku yang baik karena anak akan meniru
perkembangan paling banyak diantara kategori lain
tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya
yaitu 57,1% atau 20 keluarga pelaksanaan cukup
dan pada anak umur 24–36 stimulasi yang harus
tepat, ditunjuk kan dengan hampir semua pernya
diberikan adalah acara atau berita di televisi terka-
taan sesuai umur anak sudah dilaksanakan oleh
dang menakut kan anak, jelaskan pada anak apakah
keluarga namun belum maksimal.
hal itu nyata atau tidak nyata. Perlunya pendam-
Pada stimulasi bahasa dan bicara anak usia
pingan saat anak menonton dan memilihkan acara
24–36 bulan dengan jumlah 11 keluarga pelaksanaan
televisi yang tepat untuk anak, untuk mencegah ter-
cukup tepat 91% (10 keluarga) tentang menyata
jadinya salah paham anak pada acara yang ada
kan suatu benda. Menurut kemenkes RI (2012),
ditelevisi, dan sebagai keluarga harus menjelaskan
bahwa stimulasi pada usia 24–36 bulan ketika meng-
dengan kejujuran acara ditelevisi apakah yang telah
ajak anak bicara, gunakan ungkapan yang menya-
dilihat tersebut fakta atau tidak.
takan keadaan suatu benda. Misal “bolamu yang
Dari kategori kurang tepat tersebut usia 15–18
kuning ada dibawah meja”, “mobil-mobilan yang biru
bulan merupakan kelompok usia dengan prosentase
itu ada di dalam laci”. Sesuai dengan prinsip ke 6
terendah yaitu 64% dari kelompok usia yang lain.
gunakan alat bantu atau permainan yang sederhana,
Dan prinsip dasar yang banyak tidak dilaksanakan
aman dan ada disekitar anak. Stimulasi untuk anak
adalah prinsip dasar nomor 4 yaitu lakukan stimulasi
berbicara dapat dengan permainan yang dimilikinya.
dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,
Pada stimulasi bahasa dan bicara anak usia 18–
bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak
24 bulan dengan jumlah 4 keluarga pelaksanaan
ada hukuman.
cukup tepat 50% (2 keluarga) tentang bercerita ten-
Dari pernyataan diatas merupakan pernyataan
yang tidak dilaksanakan keluarga berhubungan tang apa yang dilihatnya. Menurut kemenkes RI
dengan faktor keluarga yang kurang pengetahuan (2012), bahwa stimulasi yang harus diberikan pada
Setijaningsih, Noviana, Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan Bahasa... 165

usia 18–24 bulan adalah perlihatkan sering-sering melatih bayi berbicara dan berbahasa yaitu salah
buku dan majalah. Usahakan agar anak mau men- satunya dengan menunjuk kan berbagai macam
ceritakan apa yang dilihatnya. Sesuai prinsip guna- gambar yang berbeda untuk menambah memori
kan alat bantu atau permainan yang sederhana, aman bayi.
dan ada disekitar anak. Menurut peneliti salah satu Pada stimulasi usia 3–6 bulan jumlah 6 keluarga
cara yang tepat untk membuat anak berbicara adalah pelaksanaan cukup tepat 66,7% (4 keluarga) ten-
dengan melihatkan sesuatu yang membuatnya me- tang menirukan kata-kata. Menurut kemenkes RI
narik. (2012), bahwa ketika berbicara dengan bayi ulangi
Pada stimulasi bahasa dan bicara anak usia 15– kata berkal-kali dan usahakan agar bayi meniru-
18 bulan dengan jumlah 2 keluarga pelaksanaa kanya. Yang paling mudah ditirukan oleh bayi adalah
cukup tepat 50% (1 keluarga) tentang membaca kata mama dan papa, walaupun belum mengerti
kan buku. Menurut kemenkes RI (2012), bahwa artinya. Usia bayi ini merupakan awal dari latihan
stimulasi pada anak usia 15–18 bulan yang perlu mengungkapkan dengan kata, sehingga perlu dide-
dilanjutkan adalah tunjukkan kepada anak buku dan ngarkan sesering mungkin kata yang mudah ditiru
bacakan setiap hari. Prinsip tentang selalu tunjukkan oleh bayi.
sikap dan perilaku baik , karena anak akan meniru Pada usia 0–3 bulan dari 4 keluarga pelaksa-
tingkah laku orang-orang yang terdekat denganya. naan cukup tepat 75% (3 keluarga) tentang menge-
Dengan menunjuk dan membacakan buku anak nali berbagai suara. Menurut kemenkes RI (2012),
mendapatkan kosa kata yang didengarnya dan me- bahwa gunakan alat bantu permainan yang seder-
nambah kosa kata yang dimiliki anak. hana, aman dan ada disekitar anak dengan membuat
Pada stimulasi bahasa dan bicara anak usia 12– suara dari kerincingan, mainan dipencet atau dibel.
15 bulan dengan jumlah 2 keluarga pelaksanaan Dalam merespon bayi perlunya suara-suara yang
cukup tepat 50% (1 keluarga) tentang menunjuk berlainan supaya bayi mengenali berbagai macam
dan menyebut nama gambar. Menurut kemenkes suara.
RI (2012), bahwa stimulasi yang perlu dilanjut pada Kategori cukup tepat ini didominasi oleh kelom-
usia 12–15 bulan adalah menunjukkan dan menye- pok keluarga yang mempunyai anak usia 18–24
butkan gambar yang menarik, sesuai prinsip gunakan bulan dengan prosentase hasil 80,75% dan prinsip
alat bantu permainan yang sederhana, aman dan dasar stimulasi yang keenam adalah dominan yaitu
ada disekitar anak. Dalam menambah kosa kata gunakan alat bantu permainan yang sederhana,
anak perlunya ditunjukkan sesuatu yang menarik aman dan ada disekitar anak.
untuk merekam apa yang dilihatnya dan diubah Pelaksanaan cukup tepat oleh keluarga, didu-
dalam bentuk ungkapan kata. kung dengan menggu nakan alat alat permainan yang
Pada stimulasi usia 9–12 bulan dari jumlah 4 dimiliki untuk menunjang dalam pemberian stimulasi
keluarga 75% (3 keluarga) pelaksanaan cukup tepat yaitu 100% atau semua keluarga sudah mempunyai
tentang menirukan kata-kata. Menurut kemenkes APE dalam menunjang stimulasi. Menururt
RI (2012) bahwa pada usia 9–12 bulan stimulasi Soetjiningsih (1995:109) bahwa untuk menstimulasi
yang harus diberikan setiap hari bicara kepada bayi. perkembangan anak memerlukan alat permainan
Sebutkan kata-kata yang telah diketahui artinya edukatif (APE) yaitu alat permainan yang dapat
seperti: minum, susu, mandi, kue, dll. Dengan melatih mengoptimalkan perkembangan anak, disesu aikan
berbicara dengan kata mengenai hal yang setiap dengan usianya dan tingkat perkembangannya. Alat
hari dilakukan bayi untuk memudahkan bayi dalam permainan edukatif tidak perlu bagus dan dibeli di
menghafalkanya. toko, tetapi bisa buatan sendiri asalkan memenuhi
Pada stimulasi usia 6–9 bulan dari jumlah 2 syarat. Setiap keluarga telah mempunyai alat per-
keluarga 50% (1 keluarga) pelaksanaan cukup tepat maian dalam menunjang dalam pemberian stimulasi
tentang menunjukaan gambar. Menurut kemenkes kepada anaknya, namun permainan yang dimaksud
RI (2012), bahwa stimulasi yang harus diberikan adalah permainan yang mempunyai manfaat dan
dengan prinsip gunakan alat bantu permainan yang syarat dalam perkembangan anak, bukan alat per-
sederhana aman dan ada disekitar anak dengan mainan masa kini yang diberikan seperti hp, gadget,
menem pelkan berbagai macam guntingan gambar dll. Sehingga sudah ada 7 keluarga yang melaksa-
yang menarik dan berwarna-warni misal: binatang, nakan stimulasi tepat sesuai umur anak.
bunga, buah, kendaraan, dll. Banyak cara untuk
166 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 160–167

Pelaksanaan Tepat Pelaksanaan tepat berkaitan erat dengan pe-


Berdasarkan data hasil pelaksanaan stimulasi ngasuh anak, ibu mempu nyai naluri yang kuat da-
perkembangan tepat ditunjukkan dengan jumlah lam menga suh anak sebab ibu adalah orang pertama
20% atau 7 keluarga telah melak sanakan pernya- yang berhubungan kontak langsung dan mengerti
taan sesuai dengan stimulasi yang harus diberikan apa yang dibutuhkan anak dalam masa perkembang-
ber dasarkan umur anak. Dari kelompok keluarga annya, sehingga dengan ibu yang berada disisi anak
yang mempunyai anak usia 0–3 bulan merupakan memberi ketenangan dan kenyamanan pada anak.
kelompok keluarga dengan prosentase tertinggi yaitu Ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah
95%, menurut Soetjiningsih, (1995) bahwa budaya memiliki waktu yang lebih banyak dengan anak
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kuali- dibanding dengan ibu yang bekerja. Sehingga ibu
tas tumbuh kembang anak. menurut peneliti dalam lebih leluasa dalam memberikan stimulasi kepada
kehidupan adanya budaya atau adat yang harus dilak- anak dan tidak terganggu dengan kesibukanya be-
sanakan, dalam budaya jawa orang yang setelah kerja, sebab stimulasi perkembangan sendiri harus
melahirkan sebelum hari ke 40 dilarang untuk keluar dilaku kan kapan saja setiap saat setiap waktu dan
rumah dan bayinya harus selalu ditunggu, mka dalam setiap ada kesempatan dengan anak, tidak ada wak-
kelompok usia 0–3 bulan meupakan prosentase tu dan tempat khusus untuk memberikan stimulasi.
tertinggi keluarga dalam memebrikan stimulasi
kepada bayi sebab masih sangat tersangkut dalam SIMPULAN DAN SARAN
budaya yang melekat. Ditunjukkan dengan keluarga Simpulan
melaksanakan pernyataan berbicara setiap hari, Dari hasil penelitian pelaksanaan stimulasi
bicara dengan sesering mungkin, gunakan setiap perkembangan bahasa dan bicara anak usia 0–3
kesempatan seperti waktu memandikan bayi, menge tahun dalam keluarga di posyandu Seruni Kelurahan
nakan pakainya, memberi makan, ditempat tidur Bendogerit Kecamatan Sananwetan Kota Blitar
ketika anda sedang mengerjakan pekerjaan rumah pada tanggal 12–19 Juni 2015 dari 35 responden
tangga, dan sebagainya. Prinsip dasar dalam mem- didapatkan data 20% pelaksanaan stimulasi tepat
berikan stimulasi dengan kategori tepat adalah prin- dipengaruhi oleh dominan dalam mengasuh anak
sip dasar pertama stimulasi dilakukan dengan dilan- adalah ibu, 57,1% pelaksaan stimulasi cukup tepat
dasi rasa cinta dan kasih sayang. dipengaruhi oleh APE yang dimiliki sebagai alat
Selain faktor budaya adanya faktor yang mem- bantu dalam memberi stimulasi dan 22,9% pelaksa-
pengaruhi pelaksa naan dalam memberikan stimulasi naan stimulasi kurang tepat dipengaruhi oleh penge-
kepada anak diantaranya adalah dominan dalam tahuan yang kurang karena belum pernah mendapat
mengasuh anak di keluarga adalah ibu sejumlah 97% informasi mengenai cara pemberian stimulasi.
atau 34 keluarga, untuk waktu keluarga memberikan
stimulasi yaitu 100% semua keluarga memberi Saran
stimulasi kepada anaknya setiap waktu setiap ada
kesempatan. Pekerjaan keluarga 57% atau 20 Bagi tempat penelitian, hasil penelitian ini diha-
keluarga sebagai ibu rumah tangga. rapkan dapat menjadi masukan dan tambahan infor-
Menurut Kemenkes RI (2012), bahwa setiap masi bagi kader dan seluruh keluarga di wilayah
anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin posyandu Seruni Kelurahan Bendogerit untuk me-
dan terus menerus pada setiap kesem patan. Sti- ningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga
mulasi perkembangan anak dilakukan oleh ibu dan mengenai cara stimulasi perkembangan bahasa dan
ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak. bicara yang harus diberikan kepada anak.
Stimulasi tidak selalu memerlukan waktu khusus, Bagi institusi pendidikan D3 Keperawatan, hasil
sehingga dapat dikaitkan sekaligus dengan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
lainnya dan dilakukan setiap hari. Dihubungkan tambahan informasi untuk lebih meningkatkan pe-
dengan teori sebagai ibu mempunyai peran penting ngetahuan dan keterampilan mahasiswa cara mela-
dalam perkembangan anaknya yaitu memberi rang- kukan stimulasi perkembangan anak khususnya
sangan dan pelajaran, pendekatan ibu dan perca- stimulasi perkembangan bahasa dan bicara.
kapan dengan ibu memberi rangsangan bagi per- Bagi peneliti selanjutnya, dari hasil penelitian
kembangan anak (Gunarsa, 2008:34). ini keluarga banyak yang belum pernah mendapat-
Setijaningsih, Noviana, Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan Bahasa... 167

kan informasi mengenai cara pemberian stimulasi, Gunarsa, S. D. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja
diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan Dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
penelitian mengenai upaya keluarga dalam mem- Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan
berikan stimulasi kepada anak dengan tepat. Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
DAFTAR RUJUKAN Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan
Hurlock, E. B. 1995. Perkembangan Anak Jilid I, Edisi Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Keenam. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. 2007. Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi
Sebelas. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
DOI: Jurnal
168 10.26699/jnk.v4i2.ART.p168-173
Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 168–173
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI


DALAM MENGHADAPI NYERI HAID (DYSMENORHEA)
DI SDI AL AKBAR BANGSAL MOJOKERTO
(The Correlation of Knowledge and The Attitude of Girl In Facing
Dysmennorea in SD Islam Al-Akbar Bangsal At Mojokerto)

Farida Yuliani
Poltekkes Majapahit Mojokerto
email: farida_yuliani80@yahoo.co.id

Abstract: Dysmenorea is menstrual pain that occured in girls. In Indonesia, the number of
primarydysmenorea happen in 54,89% and the others are the type of patients facing menstrual pain.
The design of the study was analytic. The independent variable was knowledge and the dependent
variablewas the manner. The population was 35 students. The sampling technique used total sampling.
The data observed and analyzed by Chi Square. The result of this study showed that good knowledge
category was 51% and most of the respondent had positive manner in facing menstrual pain. Statical
test used Chi Square test gets the result sig (2 talled)(0,026), so H1 accepted, if sig (2-tailed) <á so,
based on Chi Square test showed us that H1 was accepted, it means the correlation between knowlwdge
and the manner of girls in facing menstrual pain. We hope the health workers more actively in giving
education about menstrual pain.

Keywords: knowledge, pain, menstrual pain

Abstrak: Dysmenorhea adalah nyeri haid yang sering dialami oleh perempuan, Di Indonesia angka kejadian
dismenorea primer sebesar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan dengan sikap remaja putrid dalam menghadapi nyeri haid. Jenis penelitian
yang digunakan adalah analitik.Variabel independent adalah pengetahuan dan dependent adalah sikap.
Populasi berjumlah 35 orang, pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Data yang diperoleh
kemudian diolah dan dianalisa dengan uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki pengetahuan baik (51%), sebagian besar responden memiliki sikap positif dalam
menghadapi nyeri haid.Uji statistic dengan menggunakan Chi Square Test didapatkan hasil sig. (2 tailed)
(0,026) sehingga H1 diterima jika Sig. (2-tailed) < á. Jadi berdasarkan hasil uji statistik tersebut H1 diterima
artinya ada hubungan pengetahuan dengan sikap remaja putrid dalam menghadapi nyeri haid. Peran serta
tenaga kesehatan sangat diharapkan dalam memberikan edukasi tentang permasalahan haid.

Kata Kunci: Pengetahuan, sikap, nyeri haid

Mentruasi adalah bentuk perubahan yang dialami semua wanita yang normal pasti akan mengalami
setiap bulan oleh remaja putri yang dimulai sejak proses itu. Walaupun begitu, pada kenyataannya
sekitar usia 10 tahun. Secara periodik, seorang wa- banyak wanita yang mengalami masalah dengan
nita normal akan mengalami peristiwa reproduksi, menstruasi, salah satunya adalah nyeri haid (dysme-
yaitu menstruasi. Menstruasi adalah meluruhnya norhea). Namun tidak semua remaja putri menge-
jaringan endometrium karena tidak adanya telur tahui tentang nyeri haid dan solusinya. Ketidaktahuan
yang matang yang dibuahi oleh sperma. Peristiwa mereka mengenai apa yang terjadi pada dirinya dan
itu begitu wajar, sehingga dapat dipastikan bahwa mengapa hal itu terjadi dapat menimbulkan rasa

168
Yuliani, Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri... 169

cemas dan takut. Mereka akan bertanya-tanya apa- Data yang diperoleh kemudian diolah dengan
kah perubahan itu merupakan suatu hal yang normal, menggunakan uji Chi Square, ditampilkan dalam
sehingga kesemuanya ini bisa menimbulkan konflik bentuk distribusi frekuensi.
diri (Okanegara, 2008). Di Indonesia angka kejadian
dismenorea primer sebesar 54,89% sedangkan sisa- HASIL PENELITIAN
nya adalah penderita tipe sekunder (Sitorus, 2010).
Menurut survei yang dilakukan Ayurai (2009) di Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
SMA Negeri 3 Sidoarjo, didapatkan bahwa sebesar
No Umur f %
90% siswi mengalami dismenorea dan sebanyak
70% siswi mengalami kecemasan. Hal ini disebab- 1. 10 Tahun 0 0
kan oleh salah satu faktornya yaitu kurangnya pe- 2. 11 Tahun 26 74,3
ngetahuan remaja tersebut tentang dismenorea 3. 12 Tahun 9 25,7
(Ayurai, 2009). Jumlah 35 100
Studi pendahuluan dari beberapa siswa dengan
cara wawancara tidak terstruktur mereka menyata- Berdasarkan Tabel 1 diketahui sebagian besar
kan belum mengetahui secara benar bagaimana responden berumur 11 tahun (74,3%)
mengatasi nyeri haid. Pengetahuan tentang disme-
nore pada remaja dianggap penting sehingga mereka Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan sum-
dapat mengetahui dan dapat menyikapi dismenore ber informasi
dengan baik, sehingga dapat mencari jalan keluar Sumber informasi f %
yang terbaik dan tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari. (Sitorus, 2010). Belum pernah 9 25,7
Untuk mengantisipasi nyeri haid primer, ada Teman/saudara 26 74,3
beberapa terapi yang dapat dilakukan, antara lain Jumlah 35 100
obat penghilang nyeri, seperti ibuprofen, ketoprofen
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa sebagian
dan naproxen, kompres dengan botol air panas, man-
besar responden mendapat informasi dari teman/
di air hangat juga dapat mengurangi rasa sakit, dan
saudara (74,3%).
tentu saja menjalani pola hidup sehat dan berolah
raga secara teratur. Sedangkan pada nyeri haid
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Penge-
sekunder ditangani dengan mengidentifikasi dan
tahuan tentang nyeri haid
mengobati sebab dasarnya. (Proverawati dan
Maisaroh, 2009: 89). Remaja putri yang masih memi- No Pengetahuan f %
liki pengetahuan kurang dan sikap negatif tentang
1. Baik 18 51
nyeri haid dapat ditangani dengan memberikan
2. Kurang 17 49
penyuluhan kesehatan tentang nyeri haid, sehingga
Jumlah 35 100
mereka mengetahui dan akhirnya dapat menyikapi
secara positif penanganan nyeri haid yang mungkin
dialaminya. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sebagian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pene- besar responden memiliki pengetahuan baik tentang
liti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Hubung- nyeri haid (51%)
an pengetahuan dengan sikap remaja putri dalam
menghadapi nyeri haid (dysmenorhea) di SDI Al Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan sikap
Akbar Bangsal Mojokerto.” dalam menghadapi nyeri haid

No Sikap f %
BAHAN DAN METODE
1. Positif 26 74,2
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik.
2. Negatif 9 25,8
Variabel independent dalam penelitian ini adalah
pengetahuan remaja tentang nyeri haid dan variabel Jumlah 35 100
dependent nya adalah sikap remaja dalam mengha-
Berdasarkan Tabel 4 diketahui sebagian besar
dapi nyeri haid. Populasi berjumlah 35 orang, peng-
responden memiliki sikap positif dalam menghadapi
ambilan sampel dilakukan secara total sampling.
nyeri haid
170 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 168–173

Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pen- (gangguan atau nyeri hebat atau abnormalitas),
dapatan meno (bulan), dan rhea (flow atau aliran). Dismeno-
rea adalah nyeri pada daerah panggul akibat
Sikap menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Sering-
Total kali dimulai segera setelah mengalami menstruasi
Pengetahuan Positif Negatif
pertama (menarche) (Proverawati dan Misaroh,
f % f % f %
2009: 83). Dismenorea merupakan gangguan yang
Baik 12 34,3 6 17,1 18 51,4 berkenaan dengan masa haid berupa rasa nyeri
Kurang 4 11,4 13 37,1 17 48,6 saat menstruasi. Perasaan nyeri pada waktu haid
Total 16 45,7 19 54,2 35 100 dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan
sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari
(Manuaba, 2009: 59). Menurut Proverawati dan
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa res-
Misaroh (2009: 87), salah satu ciri-ciri dismenorea
ponden yang memiliki pengetahuan baik, sebagian
primer adalah rasa nyeri timbul sebelum menstruasi
kecil memiliki sikap negatif sebanyak 6 responden
atau di awal menstruasi. Berlangsung beberapa jam,
(17,1%), responden yang memiliki pengetahuan baik,
namun adakalanya beberapa hari. Datangnya nyeri
hamper setengahnya memiliki sikap positif sebanyak
hilang timbul, menusuk-nusuk. Pada umumnya di
12 responden (34,3%), responden yang memiliki
perut bagian bawah, kadang menyebar ke sekitarnya
pengetahuan kurang, sebagian kecil memiliki sikap
(pinggang, paha depan). Adakalanya disertai mual,
positif sebanyak 4 responden (11,4%); dan respon-
muntah, sakit kepala, diare. Tahu (know) (C1) meru-
den yang memiliki pengetahuan kurang, sebagian
pakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu
kecil memiliki sikap negatif sebanyak 13 responden
artinya dapat mengingat atau mengingat kembali
(37,1%)
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Berdasarkan uji statistic dengan menggunakan
Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat
Chi Square Test didapatkan hasil sig. (2 tailed)
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan
(0,026). Ketentuan yang digunakan adalah H1 dite-
menyatakan (Sunaryo, 2004: 25).
rima jika Sig. (2-tailed) < . Jadi berdasarkan hasil
Beda tipis antara jumlah responden yang me-
uji statistik tersebut H1 diterima artinya ada hubung-
miliki pengetahuan baik dan tidak baik, hal ini dika-
an pengetahuan dengan sikap remaja putrid dalam
renakan sebagian besar responden belum pernah
menghadapi nyeri haid (dysmenorhea) di SDI Al
mendapatkan informasi mengenai disminorea.
Akbar Bangsal Mojokerto.
Usia sebagian besar responden menunjukkan
usia yang baru saja mengalami menstruasi
PEMBAHASAN
(menarche), sehingga pengalaman dalam masalah
PengetahuanRemajatentangnyerihaid mengetahui hingga mengenali cara menangani nyeri
Berdasarkan Tabel 3 sebagian besar responden haid masih belum terlalu mengetahui. Terlebih lagi
memiliki pengetahuan baik. Pengetahuan yang baik pada masa ini, merupakan awal perubahan hormonal
ini tercermin dari dari jawaban responden tentang yang mempengaruhi seluruh fungsi tubuh, sehingga
definisi dan cara mengatasi keluhan yang dirasakan. responden masih banyak yang bertanya-tanya yang
Kurangnya pengetahuan responden tentang nyeri dapat menimbulkan kecemasan akibat kurangnya
haid (dysmenorhea) tercermin dalam rendahnya pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh yang
skor responden pada pernyataan tentang pengertian mengalami perubahan
nyeri haid khususnya nyeri haid tidak hanya terjadi Berdasarkan wawancara dengan responden
pada saat menstruasi saja; gejala dan tanda nyeri guru sekolah hanya memberikan sekilas mengenai
haid, khususnya nyeri haid bisa menjalar ke pung- menstruasi tanpa dijelaskan keluhan seputar mens-
gung bagian bawah dan tungkai dan nyeri haid juga truasi dan cara mengatasinya. Berbagai kendala
sering disertai oleh sakit kepala. diantaranya adalah ketidaktahuan dan anggapan di
Nyeri menstruasi atau dismenorea yakni nyeri sebagian besar masyarakat bahwa pendidikan seks
menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat adalah tabu. Selain itu semakin majunya teknologi
atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berku- dan membaiknya sarana komunikasi mengakibatkan
rangnya aktifitas sehari-hari. Istilah dismenorea membanjirnya arus informasi dari luar yang sulit
(dysmenorhea) berasal dari bahasa Greek yaitu dys sekali diseleksi.
Yuliani, Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri... 171

Informasi yang diharapkan dapat memberikan (dysmenorhea) sebanyak 26 responden (74,2%).


arahan pada responden untuk mengetahui lebih baik Sikap responden yang positif tampak pada skor hasil
akan nyeri haid lebih banyak didapatkan dari teman/ penelitian tentang penyebab nyeri haid, khususnya
saudara bukan dari sumber terpercaya, seperti tena- tentang pengobatan akan dapat menurunkan nyeri
ga kesehatan atau orang tua. Hal ini disebabkan haid dan kram di perut adalah penyebab nyeri haid
karena orang tua seringkali menganggap tabu mem- serta tentang faktor risiko nyeri haid, khususnya
bicarakan masalah yang berhubungan dengan kese- bahwa wanita yang mudah mengalami stress lebih
hatan reproduksi. Selain itu, remaja sendiri biasanya sering mengalami nyeri haid.
lebih dekat dengan lingkungan sosialnya daripada Dismenorea merupakan gangguan yang berke-
dengan lingkungan keluarga. Padahal informasi naan dengan masa haid berupa rasa nyeri saat
yang didapat darit eman/saudara belum tentu menstruasi. Perasaan nyeri pada waktu haid dapat
memberikan informasi yang benar. Kurang baiknya berupa kram ringan pada bagian perut dan kemaluan
sumber informasi yang diperoleh menyebabkan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari
remaja kurang mengetahui tentang nyeri haid yang (Manuaba, 2009: 59). Menurut Manuaba (2008:
benar. 289), tanpa memandang penyebabnya, untuk se-
mentara waktu dapat diberikan analgesik (antalgin,
Sikap Remaja Dalam Menghadapi Nyeri Haid novalgin dan sebagainya). Kadang-kadang dengan
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hampir pengobatan sederhana, dismenorea sudah dapat
setengahnya responden berusia >30 tahun (47,8%). diatasi. Tetapi dalam hal tertentu dismenorea bukan-
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat lah masalah ringan tetapi memerlukan tindakan yang
dilahirkan sampai saat ia akan berulang tahun. bersifat spesialistis. Menurut Proverawati dan
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan Misaroh (2009: 87), penyebab pasti disminore primer
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam ber- hingga kini belum diketahui secara pasti (idiopatik),
pikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat namun beberapa faktor yang mendukung sebagai
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada pemicu terjadinya nyeri menstruasi, salah satunya
orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewa- stres. Remaja dan ibu-ibu yang emosinya tidak stabil
saannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman lebih mudah mengalami nyeri menstruasi. Menurut
dan kematangan jiwanya. Dengan bertambahnya Medicastore (2010), wanita yang mempunyai resiko
umur seseorang akan terjadi perubahan dan pada menderita disminore primer salah satunya adalah
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan yang menderita stres. Stres menimbulkan penekan-
pada fisik secara garis besar ada empat kategori an sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot pung-
perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, peru- gung bawah sehingga menyebabkan disminore.
bahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, Remaja memiliki karakteristik social sebagai
keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat individu yang sangat mudah terpengaruh oleh ling-
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis kungan sekitar, dalam hal ini adalah teman/saudara.
atau mental taraf berpikir semakin matang dan Remaja juga senang berkelompok dan memiliki
dewasa. Usia adalah telah lama diketahui bahwa aturan dalam kelompok-kelompok remaja yang
umur sangat berpengaruh terhadap proses repro- akhirnya mempengaruhi pola komunikasi diantara
duksi, umur dianggap optimal untuk reproduksi mereka, danapa yang menjadi norma kelompok juga
antara 20–35 tahun. Semakin tua atau dewasa sese- menjadi norma pribadi. Jika kelompoknya meng-
orang atau mempresepsikan dirinya lebih muda anggap nyeri haid sebagai suatu hal yang biasa dan
terkena atau rentan terhadap kesakitan atau sakit perlu disikapi secara positif dengan berusaha meng-
dibandingkan dengan yang lebih muda usianya, ambil langkah untuk penanganannya, maka dimung-
sehingga dapat menjadi pendorong untuk terjadinya kinkan seorang remaja juga beranggapan hal yang
prilaku pencegahan. Survey wanita Indonesia yaitu sama. Hal inilah yang menyebabkan remaja memiliki
umur < 20 tahun, 20–35 tahun, dan > 35 tahun sikap positif tentang nyeri haid.
(Dacosta, 2012).
Berdasarkan Tabel 4 tentang sikap remaja Hubunganpengetahuandengansikap remaja pu-
putrid dalam menghadapi nyeri haid (dysmenorhea) tri dalam menghadapi nyeri haid (dysmenorhea)
menunjukkan bahwa sebagian besar responden me- Berdasarkan Tabel 5 tentang hubungan penge-
miliki sikap positif dalam menghadapi nyeri haid tahuan dengan sikap remaja putri dalam menghadapi
172 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 168–173

nyeri haid (dysmenorhea) di SMPN 1 Mojoanyar hingga antara konsep pengetahuan dan konsep sikap
Mojokerto menunjukkan responden yang memiliki memiliki arah yang sama yaitu sama-sama meru-
pengetahuan baik, sebagian kecil memiliki sikap pakan pra syarat bagi terjadinya perilaku. Hal inilah
negatif sebanyak 6 responden (17,1%), responden yang membuat pengetahuan dan sikap tentang nyeri
yang memiliki pengetahuan baik, hampir haid (dysmenorhea) berhubungan.
setengahnya memiliki sikap positif sebanyak 12 Pengetahuan yang baiktentang nyeri haid akan
responden (34,3%), responden yang memiliki penge- membuat remaja putri bersikap positif dengan me-
tahuan kurang, sebagian kecil memiliki sikap positif nyadari dan berusaha mengetahui tentang pena-
sebanyak 4 responden (11,4%); dan responden yang nganan nyeri haid agar tidak terjadi dampak negatif
memiliki pengetahuan kurang, sebagian kecil seperti sering tidak masuk sekolah, tidak ikut dalam
memiliki sikap negatif sebanyak 13 responden kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
(37,1%). Niven (2002: 42) berpendapat pembentukan
Berdasarkanujistatistikdengan menggunakan sikap dipengaruhi oleh faktor-faktor: pengkondisian
Chi Square Test didapatkan hasil sig. (2 tailed) instrumen, model dan pengalaman langsung. Peng-
(0,026). Ketentuan yang digunakan adalah H 1 kondisian instrumen memiliki kata kunci untuk
diterima jika Sig. (2-tailed) < . Jadi berdasarkan menjelaskan proses ini adalah imbalan. Misalnya,
hasil uji statistik tersebut H1 diterima artinya ada anak yang bersikap baik akan memperoleh hadiah
hubungan pengetahuan dengan sikap remaja putri dari orang tuanya dan demikian pula sebaliknya.
dalam menghadapi nyeri haid (dysmenorhea) di Model memiliki kata kunci dari proses ini adalah
SDI Al Akbar Bangsal Mojokerto. meniru. Pembentukan model atau belajar dengan
Mann (1969) dalam menjelaskan bahwa salah observasi adalah proses pembentukan sikap yang
satu komponen sikap adalah komponen kognitif yang paling efektif. Pengalaman langsung merupakan
berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang pengalaman langsung dari suatu objek atau dirinya
dimiliki individu tentang sesuatu. Sekali kepercayaan sendiri. Sikap yang didapatkan dari pengalaman
terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan langsung akan lebih kuat dan sulit untuk dilupakan
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari dibanding sikap yang dibentuk dari pengalaman
objek tertentu (Azwar, 2008: 24-25). Pengetahuan orang lain.
dan sikap merupakan faktor predisposisi bagi ter-
bentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2007: 147). Katz SIMPULAN DAN SARAN
(Walgito, 2003: 53–54) menyebutkan salah satu Simpulan
fungsi sikap, yaitu fungsi pengetahuan yang me-
nunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan Pengetahuan tentang nyeri haid (Dysmenorhea)
rasa ingin tahunya, mencari penalaran dan untuk sangat penting diberikan kepada setiap remaja
mengorganisasikan pengalamannya. Pengetahuan secara kontinu, agar remaja memiliki pengetahuan
tentang dismenore pada remaja dianggap penting yang baik tentang menstruasi dan keluhan yang
sehingga mereka dapat mengetahui dan dapat me- dihadapi
nyikapi dismenore dengan baik, sehingga dapat men-
cari jalan keluar yang terbaik dan tidak mengganggu Saran
aktivitas sehari-hari. Sebab biasanya bila siswa Institusi pelayanan dan tenaga kesehatan dapat
mengalami dismenorea menyebabkannya tidak hadir merencanakan program rutin pemberian informasi
atau izin pulang karena nyeri haid tersebut (Sitorus, dengan materi menstruasi baik kepada orang tua
2010). maupun responden. Bagi institusi pendidikan yang
Umur yang masih sangat muda dan sumber menjadi lokasi penelitian disarankan untuk membe-
informasi yang terbatas tidak membuat remaja ber- rikan informasi pada remaja putri tentang penatalak-
sikap negatif, justru sebagian besar bersikap positif sanaan nyeri haid.
tentang disminorea yang bisa jadi karena mereka
juga mengalami dan berusaha mengatasi masalah DAFTAR RUJUKAN
tersebut dengan terbuka dan berfikir positifdisamping Azwar, Syaifudin. 2008. Sikap Manusia, Teori dan Peng-
pengetahuan remaja merupakan dasar bagi pem- ukurannya. Edisi 2. Cetakan XII. Jakarta: Pustaka
bentukan perilaku, sedangkan sikap juga merupakan Pelajar.
faktor predisposisi bagi pembentukan perilaku. Se-
Yuliani, Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri... 173

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2008. Gawat Proverawati, Atikah dan Siti Misaroh. 2009. Menarche,
Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Gine- Menstruasi Pertama Penuh Arti. Yogyakarta:
kologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC Nuha Medika
Niven, Neil. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC Sitorus, Sony Bernike Magdalena. 2010. Dismenorea.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007). Metodologi Penelitian Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jak arta:
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta EGC.
Okanegara. 2008. Remaja dan Perubahan Biopsikososial
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 2, Agustus 2017 © 2017 Jurnal Ners dan Kebidanan
174DOI:Jurnal
10.26699/jnk.v4i2.ART.p174-180
Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 174–180
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

KINERJA PERAWAT INSTRUMEN DALAM MELAKSANAKAN


MANAJEMEN ALAT OPERASI HERNIOTOMI HERNIORAPHY
(HTHR) DI INSTALANSI BEDAH SENTRAL RSUD
KANJURUHAN KEPANJEN
(The Performance of Scrub Nurse In Implementing Hernioraphy
Herniotomi Operation Management (HTHR) In Central Surgical
Instalance RSUD Kanjuruhan Kepanuren)

Wahyuningsri, GM. Sindarti, Irawan


Poltekkes Kemenkes Malang, Jl Besar Ijen No 77C Malang
email: ningsriwahyu06@gmail.com

Abstract: Scrub nurse is professional nursing personnel who is given authority and responsibility in the
management of surgical instruments of any type of surgery, has the task of covering before, during, and
after surgery action. The absence of SOP (Standart OperationalProcedure) makes every action only
based on the experience and habits of each surgical operator. The purpose of this study was to determine
the performance of nurses in implementing instrument management tools in a kind of herniotomic
herniospheric instrument operation management at central surgical installation of Kanjuruhan Kepanjen
Hospital. The research design used descriptive observative. The population was 30 nurses at a central
surgical installation. The sample used 10 scrubnurses according to the inclusion criteria in charge in
operating room for herniotomic hernioraphy (HTHR) surgery. The sampling technique used Total Sam-
pling. The data collected by observation with checklist. The result of the research on the performance of
scrubnurse in implementing the management of Herniotomic Herniospheric operation tool before and
during the 100% surgical action not yet comply with the SOP (Standart OperationalProcedure), the
performance of the instrument nurse after surgery is 100% appropriated. Further research recommen-
dations were expected to continue research on the performance of nurse instruments on others types of
operations for all nurses assigned to operating rooms.

Keywords: Performance, Scrub Nurse, The task Management of Herniotomy Hernioraphy Surgical
Tool

Abstrak: Perawat instrumen adalah tenaga Keperawatan Profesional yang diberi wewenang dan tanggung
jawab dalam manajemen alat operasi pada setiap jenis pembedahan, mempunyai tugas meliputi sebelum,
selama dan sesudah tindakan pembedahan. Belum adanya SPO ( Standar Prosedur Operasional ) membuat
setiap tindakan hanya berdasarkan pengalaman dan kebiasaan masing – masing operator bedah. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja perawat instrumen dalam melaksanakan manajemen alat
pada salah satu jenis operasi Herniotomy Hernioraphy di instalasi bedah sentral Rumah Sakit Umum
Daerah Kanjuruhan Kepanjen. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif observatif. Populasi 30
orang Perawat di Instalasi Bedah Sentral, Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10
Perawat instrumentsesuai kriteria inklusi yang bertugas di kamar Operasi untuk Operasi Herniotomi
Hernioraphy (HTHR) Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling.Pengambilan data secara
observasi menggunakan cek list. Hasil penelitian kinerja Perawat instrumen dalam melaksanakan manajemen
alat operasi Herniotomy Hernioraphy sebelum dan selama tindakan pembedahan 100 % belum sesuai SPO
(Standar Prosedur Opersional), Kinerja Perawat instrumen sesudah tindakan pembedahan adalah 100%
sudah sesuai. Rekomendasi peneliti selanjutnya diharapkan bisa melanjutkan penelitian mengenai kinerja

174
Wahyuningsri, Sindarti, Irawan, Kinerja Perawat Instrumen... 175

Perawat instrumen pada jenis operasi lainnnya bagi semua Perawat yang bertugas di kamar Operasi dan
tersusunnya Standar Prosedur Operasional yang baku dengan pengesahan dari Pimpinan

Kata Kunci: Kinerja, Perawat Instrumen,Pelaksanaan Manajemen Alat Operasi Herniotomy Hernioraphy

Pembedahan merupakan semua tindakan pengobat- bedah umum menempati urutan teratas dalam jum-
an yang menggunakan cara invasif dengan mem- lah pasien yang dioperasi. Sedangkan jumlah operasi
buka dan menampilkan bagian tubuh yang akan Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) dan Scrotalis
ditangani atau yang sakit melakukan tindakan pem- dengan tindakan Herniotomy Hernioraphy (HTHR)
bedahan harus di lakukan di kamar operasi. (Sjam- sebanyak 123 kasus, namun untuk kasus tersebut
suhidayat, 2005). belum ada SOP yang berkaitan dengan tindakan
Kamar operasi baik, dapat mencapai tujuan tersebut dan selama ini sistem kerja dalam operasi
untuk kelancaran tindakan operasi dan dan mence- ini berdasarkan pengalaman dan kebiasaan masing-
gah infeksi, apabila memenuhi syarat: letak, bentuk masing operator bedah dan tidak ada standarisasi
dan ukuran, sistem ventilasi, suhu dan kelembaban- yang baku.
nya, penerangan, peralatan, sistem instalasi gas me- Masalah kinerja perawat instrumen dalam
dis, pintu, pembagian area, dan tenaga yang bertugas melaksanakan manejemen alat operasi Herniotomy
secara tim (Susiatin 2012). Hernioraphy (HTHR) apa bila tanpa pedoman stan-
Tim pembedahan kamar operasi terdiri dari dar opersional maka akan mengganggu kelancaran
ahli bedah, asisten ahli bedah, perawat instrumen tindakan operasi dan akan timbul risiko infeksi pot
atau scrub nurse, perawat sirkuler dan ahli anastesi operasi
atau perawat anastesi (Muttaqin dan Sari, 2009). Tujuan Umum penelitian untuk mengetahui
Setiap anggota tim mempunyai tanggung jawab atau kinerja perawat instrumen dalam melaksanakan
tugas masing-masing dalam setiap operasi. Untuk manejemen alat operasi Herniotomy Hernioraphy
perawat instrumen atau scrub nurse mempunyai (HTHR) di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit
uraian tugas atau tanggung jawab sebelum pembe- Umum Daerah “Kanjuruhan” Kepanjen.Tujuan
dahan, selama pembedahan dan setelah pembe- Khususnya mengidentifikasi manejemen alat ope-
dahan. rasi Herniotomy Hernioraphy (HTHR):(1) kinerja
Perawat instrumen bertanggung jawab dalam perawat instrumen dalam melaksanakan mane-
menejemen sirkulasi dan suplai alat-alat instrumen, jemen alat sebelum operasi,(2) kinerja perawat
mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan instrumen dalam melaksanakan manejemen alat
serta menjaga kelengkapannya, mempertahankan selama operasi, (3) kinerja perawat instrumen dalam
integritas lapangan steril dan berbagai tanggung ja- melaksanakan manejemen alat sesudah operasi
wab lainnya dalam sebuah tindakan operasi. Kamar operasi adalah suatu unit khusus diru-
Salah satu tindakan operasi contohnya operasi mah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pem-
hernia, dilihat dari keseriusannya termasuk jenis bedahan, baik elektif maupun akut, yang membu-
dalam bedah minor dan bila dilihat dari urgensi tuhkan keadaan suci hama (steril) (Boedihartono
termasuk dalam tindakan urgent / gawat. Tindakan dkk dalam Andarias, 2012)
pembedahan Herniotomy Hernioraphy (HTHR) Bagian Kamar Operasi: (1)Area bebas (un
merupakan suatu intervensi bedah yang mempunyai restricted area), petugas dan pasien tidak perlu
tujuan melakukan pengangkatan bagian tubuh yang menggunakan pakaian khusus kamar operasi.(2)
mengalami masalah atau mempunyai penyakit, Area semi ketat (semi restricted area), petugas
apabila seorang Perawat instrumen tidak atau ku- wajib menggunakan pakaian khusus kamar operasi
rang mengetahui mengenai tugas dan tanggung yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana kamar
jawabnya maka akan berakibat terganggunya proses operasi.(3)Area ketat atau terbatas (restricted
operasi yang beresiko pada kesalahan akan ber- area) petugas wajib menggunakan pakaian khusus
akibat terjadinya komplikasi pada pasien yang kamar operasi lengkap yaitu topi, masker, baju dan
mejalani operasi tersebut. celana operasi dan melaksanakan prosedur aseptik.
Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan” Ke- Ketenagaan yang bekerja di kamar operasi
panjen Kabupaten Malang dalam periode semester yaitu: (1) Tim bedah terdiri ahli bedah, asisten ahli
I bulan Januari sampai dengan Juli 2015operasi bedah, perawat instrumen (scrub nurse), perawat
176 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 174–180

sirkuler, ahli/perawat anastesi.(2) Staf Perawat ka- hernia yang tidak dapat susut kembali ke dalam
mar operasi yaitu perawat kepala kamar operasi rongga abdomen, ada yang terjadi Hernia Inkarse-
dan perawat pelaksana. rata, Hernia Strangulata. Hernia Obstruksi. (Henry
Perawat instrument atau scrub nurse adalah dan Thompson, 2009). Terapi untuk hernia ini adalah
seorang tenaga perawatan professional yang diberi operasi.
wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket Manajemen Alat Operasi Herniotomy Hernio-
alat pembedahan, selama tindakan pembedahan ber- raphy adalah manajemen sirkulasi dan suplai alat
langsung). memiliki tanggung jawab terhadap mana- instrumen operasi adalah pengaturan alat-alat yang
jemen instrument operasi pada setiap jenis pembe- akan dan telah digunakan berarti manajemen alat
dahan. (Boedihartono dkk, dalam Andarias 2012 operasi adalah suatu proses perencanaan, pengorga-
Tanggung jawab dari perawat instrumen adalah nisasian, pelaksanaan dan pengawasan alat instru-
sebagai berikut: a) menjaga kelengkapan alat instru- men operasi yang akan dan telah digunakan. (Mutta-
men steril yang sesuai dengan jenis operasi, b)meng- qin dan Sari 2009)Set Standar Operasi Herniotomy
awasi teknik aseptik dan memberikan instrumen Hernioraphy (HTHR) adalah instrumen dan alat
kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerima- tenun yang digunakan untuk tindakan pembedahan
nya kembali, c) mengaplikasikan anatomi dasar dan tertentu. Peralatan perlu distandarisasikan dengan
teknik-teknik bedah yang sedang dikerjakan, d) tujuan agar tersedianya alat sesuai dengan jumlah
mengawasi prosedur untuk mengantisipasi segala danjumlah dan jenis, kebutuhan untuk memperlancar
kejadian, e) melakukan manajemen sirkulasi dan pelaksanaan tindakan pembedahan serta mencip-
suplai alat instrumen operasi., mengatur alat-alat takan suasana yang harmonis dan kepuasan kerja
yang akan dan telah digunakan, f) mempertahankan (Boedihartono,dkk.1993). Pelaksanaan Manajemen
integritas lapangan steril selama pembedahan, g) Sirkulasi dan Suplai Alat Instrumen Operasi Her-
mengawasi semua aturan keamanan yang terkait niotomy Hernioraphy (HTHR) adalah suatu proses
benda-benda tajam, terutama skapel harus diletak- perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
kan dimeja belakang untuk menghindari kecelakaan pengawasan alat instrumen operasi yangakan dan
dengan kewaspadaan universal, h) memelihara per- telah digunakan dalam operasi Herniotomy Hernio-
alatan dan menghindari kesalahan pemakaiannya, raphy (HTHR).
i) bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan Perawat instrumen dalam pelaksanaan manaje-
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran men alat instrumen operasi Herniotomy Hernioraphy
teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama (HTHR) yang berkualitas dapat dilihat dari kiner-
pembedahan, j)menghitung kasa, jarum dan instru- janya. Kinerja sebagai perawat instrumen menurut
men sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli (Turkanto, 2005)) meliputi: 1) Sebelum pembedahan:
bedah menutup luka operasi. (a) Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan
Kinerja Perawat dalam tugas sebagai Manaje- siap pakai meliputi: Kebersihanruangoperasi dan
men Sirkulasi dan Suplai Alat Instrumen Operasi peralatan, Meja mayo/instrument, Meja operasi
adalah merupakan suatu jaminan bahwa Perawat lengkap, Lampu operasi, Suction pump; (b) Me-
sebagai individu atau dalam kelompok memahami nyiapkan set instrumen steril sesuai jenis pembe-
apa yang di harapkannya dan memfokuskan kepada dahan, (c) Menyiapkan bahan desinfektan dan
kinerja yang efektif, mampu mengantisipasi kebu- bahan lainsesuai keperluan pembedahan (d) Me-
tuhan operasi dan menangani situasi kedaruratan di nyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril; 2)
ruang operasi (Casio, 2003) Saat pembedahan: (a) Memperingatkan “tim steril”
Salah satu pembedahan yang menjadi obyek jika terjadi penyimpangan prosedur aseptic,(b)
penelitian adalah kasus Hernia. Hernia merupakan Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan
protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui de- untuk ahli bedah dan asisten, (c) Menata instrumen
fek atau bagian lemah dari dinding rongga bersang- steril di meja mayo sesuaiurutan prosedur pembe-
kutan. Menurut sifatnya, hernia dapat berupa hernia dahan,(d) Memberikan bahan desinfektan kepada
reponibel atau irreponibel. Hernia repobibel merupa- operator untuk desinfeksi kulit daerahyang akan
kan hernia yang hilang timbul karena isi hernia yang disayat, (e) Memberikanlaken steril untuk prosedur
dapat kembali ke dalam rongga abdomen, sedangkan drapping, (f) Memberikan instrumen kepada ahli
hernia irreponibel merupakan hernia dengan isi bedah sesuai urutan prosedur dan kebutuhan tindak-
Wahyuningsri, Sindarti, Irawan, Kinerja Perawat Instrumen... 177

an pembedahan secara tepatdanbenar, (g) Membe- Hasil dari kinerja dipengaruhi oleh faktor: (1)
rikan kain steril kepada operator danmengambil kain kemampuan ability yang secara psikologis memiliki
kasayang telah digunakan dengan memakai alat, (h) potensi, reality knowledge dan skill, (2) motivasi,
Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan dalam terhadap situasi kerja . Situasi yang dimaksud meli-
keadaan siap pakai, (i) Mempertahankan instrumen puti hubungan kerja, fasilitas kerja, pola kepemim-
selama pembedahandalam keadaan tersusun secara pinan kerja dan kondisi kerja. Menurut Gibson dalam
sistematis untuk memudahkan bekerja, (j) Member- (Susiatin 2012) dan Menurut Keith Davis dalam
sihkan instrumen dari darah dalam pembedahan un- buku Anwar Prabu Manggkunegara
tuk mempertahankan sterilitas alat dan meja mayo,
(k) Menghitung kain kasa, jarum dan instrument, (l) BAHAN DAN METODE
Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain Desain penelitian ini Deskriptif Observatif .
kasa dan jarum kepada ahli bedah sebelum luka Populasi dari Perawat instrumen yang bertugas
ditutup lapis demi lapis, (m) Menyiapkan cairan dikamar operasi Rumah Sakit Umum Daerah “Kan-
untuk mencuci luka, (n) Membersihkan kulit sekitar juruhan” Kepanjen yang berjumlah 30 orang.untuk
luka setelah lukadijahit, (o) Menutup luka dengan semua jenis tindakan operasi .Kriteria inklusi sebagai
kain kasastreril; 3) Setelah pembedahan: (a) Mem- berikut: 1) Perawat instrumen yang bekerja di Insta-
bersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit lasi Bedah Sentral RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen.,
pada daerah yang dipasang electrode, (b) Menggan- 2) Perawat yangmelakukan instrumentasi operasi
tikan alat tenun, baju pasien dan penutup serta me- (HTHR), 3) Perawat instrumen yang berpendidikan
mindahkan pasien dari meja opeasi kekereta dorong, DIII Keperawatan, 4) Bersedia menjadi responden
(c) Memeriksa dan menghitung semua instrumen dengan menanda tangani informed consent. Jum-
danmenghitung sebelum dikeluarkan dari kamar lah sampel didapatkan 10 orang Perawat. Teknik
operasi, (d) Membersihkan instrument bekas pakai Pengumpulan data dengan Kuisioner untuk menda-
dengan cara: Pembersihan awal, Merendam dengan patkan data umum dan lembar observasi untuk data
cairan desinfektan yang mengandung deterjen, Me- Khusus.dengan teknik ini menilai kinerja perawat
nyikat sela-sela instrument, Membilas dengan air instrumen dalam melaksanakan manajemen alat
mengalir, Mengeringkan; (e) Membungkus instru- operasi Herniotomy Hernioraphy (HTHR) di kamar
men sesuai jenis, macam,bahan, kegunaan dan ukur- operasi Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan”
an. Memasang pita autoclave dan membuat label Kepanjen, mulai dari sebelum, selama dan sesudah
nama alat-alat (set) pada tiap bungkusan instrumen tindakan pembedahan. Teknik pengolahan data
dan selanjutnya siap untuk disterilkan sesuai prosedur menggunakan persentase dengan skala kualitatif,
yangberlaku, (f) Membesihkan kamar operasi bila terdapat hasil kurang 100% diinterpresasikan
setelah tindakanpembedahan selesai agarsiap pakai. belum sesuai SPO, hasil 100 % sudah sesuai

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Kinerja Perawat Instrumen Tindakan Pembedahan Hernitomy Hernioraphy (HTHR) dalam kesesuaian
SPO di Instalasi Bedah Sentral RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen

No Sebelum % Selama % Sesudah %


1 Sesuai 0 Sesuai 0 Sesuai 100
2 Belum sesuai 100 Belum sesuai 100 Belum sesuai 0
Jumlah 100 100 100

Berdasarkan data diatas bahwa Kinerja Pera- Data yang mendukung kinerja Perawat Instru-
wat Instrumen tindakan pembedahan sebelum dan men Tindakan Pembedahan Hernitomy Hernioraphy
selama seluruhnya belum sesuai Standar Prosedur (HTHR) di Instalasi Bedah Sentral RSUD “Kanju-
Opersional dan sesudah tindakan seluruhnya sesuai ruhan” Kepanjen
178 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 174–180

Tabel 2 Masa Kerja Dengan Kinerja Perawat Instrumen hasil kinerja tidak bisa sesuai secara keseluruhan
dalam Melaksanakan Manajemen Alat Operasi responden.
HerniotomyHernioraphy (HTHR) di Instalasi Menurut Turkanto (2005) Perawat instrumen
Bedah Sentral RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen sebaiknya mengetahui dan menyiapkan alat instru-
men set mulai dari instrumen dasar sampai instrumen
Masa Kerja di IBS
Kinerja tambahan, sesuai dengan macam dan jenis operasi
< 3 Th 3–5 Th > 5 Th yang akan dilakukan. Suatu tindakan pembedahan
Sesuai 2 2 2 di ruang operasi ada dua jenis insrumen atau alat
Belum sesuai 4 0 0 yang digunakan, yaitu instrumen dasar (basic set
Jumlah 60% 20% 20% instrumen) dan instrumen tambahan. Perawat
instrumen bisa mengusulkan dan menyiapkan instru-
men set sesuai kebutuhan operasi yang diperlukan
Tabel 3 Pelatihan Dengan Kinerja Perawat Instrumen karena sehari sebelumnya sudah mendapatkan
dalam Melaksanakan Manajemen Alat Operasi informasi dari sosial media whatsapp, sehingga pada
HerniotomyHernioraphy (HTHR) di Instalasi saat pelaksanaan tindakan pembedahan semua
Bedah Sentral RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen instrumen sudah siap pakai.
Kinerja perawat instrumen yang dapat menye-
Pelatihan Instrumen lesaikan tugas-tugas dengan benar selama tindakan
Kinerja
Sudah (%) Belum (%) pembedahan dalam operasi Herniotomy Hernio-
Sesuai 60 10 raphy di Instalasi Bedah Sentral RSUD “Kanjuruh-
Belum sesuai 20 10 an” Kepanjen menunjukkan bahwa semua respon-
Jumlah 80 20
den masihbelumsesuai SPO, dimana saat draping
hanya memakai duk lubang besar untuk demarkasi
area operasi, penutupan jaringan kulit yang di insisi
menggunakan benang nonabsorbable sedang di
PEMBAHASAN SPO memakai staples kulit. Antara yang di SPO
dengan dilapangan terdapat ketidak sesuaian namun
Kinerja perawat instrumen dalam menyelesai-
hal ini biasa terjadi di tiap-tiap kasus pembedahan
kan tugas sebelum tindakan pembedahan Hernio-
karena tiap operator mempunyai kebiasaan sendiri-
tomy Hernioraphy di Instalasi Bedah Sentral RSUD
sendiri sesuai dengan keilmuan yang didapatkannya.
“Kanjuruhan” Kepanjen menunjukkan bahwa Ki-
Kebiasaan sebagai perilaku yang diulang- ulang
nerja Perawat seluruh responden masih belum se-
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki merupakan
suai dengan SPO karena belum ada SPO tetap atau
pengalaman dari suatu kegiatan dan dapat menun-
belum ada pengesahan dari Pimpinan Rumah Sakit.
jukkan karakter seseorang. Terbentuknya suatu pe-
Standart operasional prosedur yang digunakan
rilaku terutama pada orang dewasa dimulai dari
penelitian merujuk dari Rumah Sakit tipe A, sehingga
tahap kognitif yaitu tahu terlebih dahulu terhadap
dimungkinkan adanya perbedaan penyediaan alat stimulasi yang berupa materi atau obyek sehingga
yang sifatnya tambahan (instrumen tambahan), dan menimbulkan pengetahuan baru bagi subyek ter-
belum adanya sosialisasi dan evaluasi dari pelaksa- sebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin
naan SPO manajemen alat operasi Herniotomy yang akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi
Hernioraphy (HTHR) sebagai panduan dalam yaitu berupa tindakan Notoatmodjo (2003).
melakukan tindakan. Masa kerja yang sudah lama , Kinerja Perawat instrumen sesudah tindakan
responden dalam melakukan tindakan hanya berda- pembedahan dalam operasi Herniotomy Hernio-
sarkan paradigma responden, sehingga membentuk raphy di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan
suatu keyakinan yang kuat bahwa suatu tahapan Kepanjen menunjukkan bahwa seluruhnya respon-
yang dilakukan adalah suatu kebenaran. Pada pelak- den melakukan kinerja sudah sesuai dengan SOP,
sanaan manajemen alat operasi Herniotomy Hernio- karena tindakan Perawat Instrumen setelah operasi
raphy (HTHR) dapat diketahui bahwa banyak sudah terbiasa dan berpengalaman seperti operasi
persiapan alat yang tidak lengkap, penggunaan pada umumnya bahwa pembersihan pasien, alat dan
sarana dan prasarana yang tidak tepat dan kurang- instrumen yang telah dipakai selalu dihitung atau di
nya prasarana yang mendukung sehingga membuat cek kembali jumlah penggunaan dan sisanya, kemu-
Wahyuningsri, Sindarti, Irawan, Kinerja Perawat Instrumen... 179

dian di sterilkan dan disimpan kembali sehingga su- dengan Standar Perosedur Operasional (SPO) kare-
dah siap pakai. Seperti pendapat Mutaqin, Sari, na SPO RSUD Kanjuruhan belum ada pengesahan
(2005)bahwa peran Perawat instrumen sesudah dari pihak manajemen, dan alat ada yang belum
tindakan pembedahan berfokus pada pengecekan lengkap, sementara SPO yang dipergunakan peneli-
kelengkapan alat dan bahan yang dipergunakan, tian mengacu dari RS Tipe A yang dimodifikasi.
prosedur tetap (protap) pembersihan alat yang dapat Kinerja setelah tindakan operasi, manajemen alat
dijadikan acuan bagi Perawat instrumen dalam pe- sudah sesuai hal ini didukung bahwa prinsip kerjanya
laksanaan tindakan sesudah pembedahan. Penga- sama dari beberapa Rumah sakit.
laman merupakan sumber pengetahuan, dilakukan
mengulang kembali. Faktor motivasi juga berpenga- Saran
ruh terhadap kinerja Perawat instrumen, dimana Bagi RSUD Kanjuruhan untuk melengkapi per-
seseorang yang bersikap positif terhadap situasi alatan, menetapkan SPO dan dievaluasi implemen-
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi tasinya.
dan sebaliknya jika mereka berfikir negatif terhadap Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini sebagai
situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja data dasar penelitian selanjutnya.
yang rendah. Notoatmodjo (2010).Keterampilan
psikomotor dan manual seorang Perawat instrumen DAFTAR RUJUKAN
yang telah tersertifikasi dan diakui dalam profesi,
Boedihartono, dkk. 2003. Pedoman Kerja Perawat Kamar
menurut Gruendemann B. J., Fernsebner, B. ­2005
Operasi. Jakarta : Depkes RI.
bahwa sertifikat khusus teknik kamar operasi seha- Casio, 2003. http:// www.unikom.ac.id/files/22696-2/
rusnya dimiliki untuk menjadi seorang Perawat babii.pdfkinerja diakses 23 desember 2015.
instrumen. Gibon, 1996. http:// www.unikom.ac.id/files/22696-2/
Lamanya pengalaman bertugas dikamar ope- babii.pdfkinerja diakses 23 desember 2015.
rasi akan memberikan dampak yang besar terhadap Gruendemann B. J., Fernsebner, B. ­2005. Buku Ajar
kinerja Perawat dalam menentukan hasil akhir pem- Keperawatan Perioperatif (Volume 1).Alih
bedahan”. Meskipun masa kerja dari responden bahasa, Brahm U. Pendit(et al): Editor Edisi Bahasa
sebagian besar 60% responden memiliki masa kerja Indonesia, Egi Komara Yudha, Siti Aminah. Jakarta:
di kamar operasi kurang dari 2 tahun , 20% memiliki EGC.
Muttaqin, A., Sari, K. 2009. Asuhan Keperawatan
masa kerja 3 sampai 5 tahun dan 20% lainnya memi-
Perioperatif (Konsep, Proses dan Aplikasi).
liki masa kerja diatas 5 tahun , namun kinerja dalam Jakarta: Salemba Medika.
maajemen alat operasi herniotomy hernioraphy di Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan.
instalasi bedah sentral Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta: Rineka Cipta.
Kanjuruhan Kepanjen semua responden menunjuk- Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodelogi Pene-
kan kinerja yang benar. Faktor yang mempengaruhi litian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis
kinerja selain pengalaman juga yang secara psikolo- Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. edisi
gis memiliki potensi, reality knowledge dan skill, 2. Jakarta: Salemba Medika.
motivasi terhadap situasi kerja. Situasi yang dimak- Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodelogi Pene-
sud meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, pola litian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis
Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. edisi
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Menurut
2. Jakarta: Salemba Medika.
Gibson dalam (Susiatin 2012) Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa In-
donesia. Jakarta : Balai Pustaka.
SIMPULAN DAN SARAN Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Kepe-
Simpulan rawatan (Konsep, Proses, dan Praktik; Edisi 4,
Volume 2) Alih Bahasa, Ratna Komalasari (et al);
Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester dkk.
tentang Kinerja Perawat Instrumen Dalam Melak- Jakarta: EGC.
sanakan Manajemen Alat Operasi Herniotomi Puruhito & Rubingah. 1995. Dasar-dasarTata Kerja dan
Hernioraphy Di Instalansi Bedah sentral RSUD Pengelolaan Kamar Operasi. Surabaya: Airlang-
Kanjuruhan Kepanjen, maka dapat disimpulkan ga University Press.
bahwa: Kinerja Perawat Insrumen pada sebelum Sjamsuhidajat, R., Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah,
dan selama tindakan operasi masih belum sesuai Edisi 2. Jakarta : EGC.
180 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 174–180

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Turkanto, 2005. nstrumen Teknik Pedoman Tetap Teknik
Yogjakarta: Graha Ilmu. Operasi di Kamar Bedah. Solo: PT Media Mitra
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Persada.
Alfabeta. Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Pera-
wat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai