Anda di halaman 1dari 22

SIMBOLISASI DAN IMPLEMENTASI PACCE

(SOLIDARITAS) SEBAGAI ANALOGI


REPRESENTASI KEBERSAMAAN DALAM
MASYARAKAT BUGIS
oleh:
Irfandi Musnur
Dosen Fakultas Desain dan Seni Kreatif
Universitas Mercu Buana Jakarta
Irfandi.musnur@mercubuana.ac.id
Abstract
The two things that hold in the customs of the Bugis society are the siri 'na pesse' (shame
and solidarity) which are usually in Makassar siri 'na pacce. The meaning contained in Bugis
philosophy means how the Bugis Society upholds self-esteem and togetherness. Of the
philosophy, One of the interesting things I express in this research is pesse (solidarity) which is
the value of togetherness. Pesse 'expression in the Bugis society is a symbolic analogy which
means the common sense (solidarity) as a grip in every action, be it word, work, or in forming a
government. One of the strong Bugis pesse actualizations can be seen in their interaction actions
both in collaboration and in language. In this research we try to reveal how the pesse (pacce) or
"spicy" analogy becomes the symbol and the analogy as the Bugis tribal principle in action. Not
only see how the symbolization tesebut, but also reveal how the implementation of pesse
symbolization in each interaction.

Keywords: Symbolic Interaction, Togetherness, Pesse

Abstrak
Dua hal yang menjadi pegangan dalam adat istiadat masyarakat Bugis adalah siri’ na
pesse’ (malu dan solidaritas) yang biasanya dalam bahasa Makassar siri’ na pacce. Makna yang
terkandung dalam falsafah Bugis tersebut mengandung arti bagaimana Masyarakat Bugis
menjunjung tinggi harga diri dan kebersamaan. Dari falsafah tersebut, Salah satu hal yang
menarik bagi saya ungkapkan dalam penelitian ini adalah pesse (solidaritas) yang merupakan
nilai kebersamaan. Ungkapan Pesse’ dalam masyarakat Bugis merupakan analogi simbolik yang
berarti kesamaan rasa (solidaitas) sebagai pegangan dalam setiap tindakan, baik itu tutur kata,
bekerja, maupun dalam membentuk pemerintahan. Salah satu aktualisasi pesse (kebersamaan)
Bugis yang kuat dapat dilihat pada tindakan interaksi mereka baik kerjasama maupun
berbahasa.Dalam penelitian ini mencoba mengungkap bagaimana analogi pesse (pacce) atau
“rasa pedas” menjadi simbol dan analogi sebagai prinsip suku Bugis dalam bertindak. Tidak
hanya melihat bagaimana simbolisasi tesebut, namun juga mengungkap bagaiman implementasi
simbolisasi pesse dalam setiap interaksinya.

Kata Kunci: Interaksi Simbolik, Kebersamaan, Pesse

A. PENDAHULUAN
Latar belakang Penciptaan maupun di penjuru dunia memiliki
Umumnya, setiap suku di Indonesia karakteristik yang mampu teridentifikasi

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 77


melalui tradisi adat istiadat baik ritual, simbolisasi. Kesimpulan yang dapat
kesenian, artefak maupun interaksi dipahami adalah interaksi penyampaian
simbolik. Karakteristik suku yang pesan tidak hanya terbatas pada bahasa
berbeda merupakan cerminan kekayaan lisan namun analogi sifat melalui
presepsi manusia dalam memandang simbolisasi objek merupakan sebuah
kehidupan yang dijalaninya. Lahirnya bahasa.
ragam bahasa merupakan salah satu Proses menjalani kehidupan dalam
bentuk perbedaan presepsi dalam diri manusia, terkadang menjadikan
memahami pola interaksi antar sesama simbol-simbol yang ada tersebut sebagai
baik secara verbal maupun non verbal. bahasa dalam pola komunikasi setiap
Memahami kemunculan perbedaan individu dengan individu yang lain, yang
karakteristik setiap suku merupakan hal dalam kehidupan bermasyarakat
yang sangatlah rumit untuk diidentifikasi kemudian dijadikan sebagai sebuah hal
asal muasalnya. Upaya yang hanya bisa yang sangat urgen dalam pola hubungan
disimpulkan secara peafsiran bahwa atau interaksi sosialnya. Sebab melalui
terjadi kesekapatan didalam sebuah hal tersebut, akan meghasilkan sebuah
kelompok dalam menentukan setiap kesepahaman dalam pergaulan dan tata
tindakan hingga menjadi sebuah kaidah krama pergaulan diantara individu
atau pemahaman. Ataupun terjadi tersebut. Disamping itu, simbol yang
pengalaman yang berbeda oleh setiap berupa bahasa yang digunakan juga akan
kelompok suku dalam memperlakukan menunjukkan ciri khas dan jati diri
alam ini, sehingga lahir sebuah tindakan sebuah komunitas masyarakat dalam
yang turun temurun menjadi kebiasaan setiap tindakan dan pola pikir yang
maupun kebudayaan. dipraktek-kannya.
Salah satu hal yang menarik adalah Berdasarkan hal tersebut, melalui
kecenderungan setiap kelompok atau penelitian ini menemukan hal menarik
suku memahami kejadian alam ini dalam pembahasan mengenai bagaimana
sebagai salah satu pesan yang ditafsirkan sebuah kelompok suku melakukan
sebagai pedoman maupun pegangan sebuah simbolisasi melalui objek alam
(perinsip). Melalui relasi sifat yang sebagai sebuah pengangan dan prinsip
dibawa oleh alam (makhluk hewan dan hidup. Dalam hal suku bugis hidup
tumbuhan) menjadi pengandaian yang dengan prisnsip siri na pacce sebagai
dapat mereka jadikan perinsip melalui analogi simbolik.

78 | Volume 5 Edisi 2, 2018


Dua hal yang menjadi pegangan (pacce) atau “rasa pedas” menjadi simbol
dalam adat istiadat masyarakat Bugis dan analogi sebagai prinsip suku Bugis
adalah siri’ na pesse’ (malu dan dalam bertindak. Tidak hanya melihat
solidaritas) yang biasanya dalam bahasa bagaimana simbolisasi tesebut, namun
Makassar siri’ na pacce. Makna yang juga mengungkap bagaiman
terkandung dalam falsafah Bugis tersebut implementasi simbolisasi pesse dalam
mengandung arti bagaimana Masyarakat setiap interaksinya.
Bugis menjunjung tinggi harga diri dan Rumusan Masalah
kebersamaan. Dari falsafah tersebut, Dengan menimbang latar belakang di
Salah satu hal yang menarik bagi saya atas, maka dirumuskan beberapa masalah
ungkapkan dalam penciptaan karya seni dan pertanyaan penelitian sebagai
ini adalah pesse (solidaritas) yang berikut:
merupakan nilai kebersamaan. 1. Bagaimana Simbolisasi Analogi
Pesse dalam bahasa indonesia pedas, Pesse sebagai representasi kebersamaan
merupakan analogi dasar sebagai masyarakat Bugis?
pegangan kebersamaan masyarakat 2. Bagaimana bentuk implementasi
Bugis. Kata pesse atau pedas Prinsip Pesse dalam proses interaksi
memberikan arti kesamaan rasa yang masyarakat Bugis ?
dimilki oleh setiap orang Bugis. Batasan Masalah
Kesamaan rasa inilah merupakan bentuk Agar penelitian lebih fokus dan terarah,
kebersamaan yang kuat sebagai pondasi maka ditentukan batasan-batasan
masyarakat Bugis dalam bertindak, penelitian, yaitu menganalisis Simbolisasi
bekerja, berperilaku, maupun Analogi Pesse sebagai representasi
menentukan undang-undangnya. kebersamaan masya-rakat Bugis serta
Dalam aktualisasinya, pesse (dalam implementasinya.
analogi kebersamaan) terwujud dalam B. TINJAUAN PUSTAKA
setiap tindakan masyarakat Bugis. Salah Budaya Siri’ na Pacce’ sebagai interkasi
satu wujud kebersamaan berdasarkan simbolik Masyarakat Bugis
analogi pesse adalah kebersamaan dalam Siri’ sendiri merupakan sebuah konsep
bekerja maupun implementasinya dalam kesadaran hukum dan falsafah dalam
bahasa. masyarakat Bugis-Makassar yang diang-
Dalam penelitian ini mencoba gap sakral. Begitu sakralnya kata itu, se-
mengungkap bagaimana analogi pesse hingga apabila seseorang kehilangan

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 79


Siri’nya atau de’ni gaga siri’na, maka tak siri’ dalam masyarakat Bugis-Makassar
ada lagi artinya dia menempuh ke- dapat diartikan sebagai rasa malu.
hidupan sebagai manusia. Bahkan orang Namun jika ditinjau dari sisi makna
Bugis-Makassar berpendapat kalau sejatinya, sebagaimana telah diungkapkan
mereka itu sirupai olo’ kolo’e (seperti dalam lontara La Toa yang berisi petuah-
binatang). Petuah Bugis berkata : Siri’mi petuah, siri’ dapat dimaknai sebagai
Narituo (karena malu kita hidup). Untuk harga diri atau kehormatan, juga dapat
orang Bugis-Makassar, tidak ada tujuan diartikan sebagai pernyataan sikap yang
atau alasan hidup yang lebih tinggi da- tidak serakah terhadap kehidupan
ripada menjaga Siri’nya, dan kalau mere- duniawi (Moein MG, 1990: 10).
ka tersinggung atau dipermalukan Sedangkan makna pacce dapat diartikan
(Nipakasiri’) mereka lebih senang mati sebagai rasa simpati yang dalam konsep
dengan perkelahian untuk memulihkan masyarakat Bugis-Makassar merupakan
Siri’nya dari pada hidup tanpa Siri’. rasa atau perasaan empati terhadap
sesama dan seluruh anggota komunitas
Sedangkan Pacce sendiri merupakan
yang terdapat dalam masyarakat tersebut
sebuah nilai falsafah yang dapat
(Andaya, 2004: xv).
dipandang sebagai rasa kebersamaan
Artinya bahwa, kedua nilai yang
(kolektifitas), simpati dan empati yang
mendasari perwatakan masyarakat Bugis-
melandasi kehidupan kolektif masyarakat
Makassar ini, sejatinya merupakan
Bugis-Makassar. Hal ini terlihat jika ada
sebuah cerminan hidup dan etika hidup
seorang kerabat atau tetangga atau
dalam bermasyarakat. Sehingga dapat
seorang anggota komunitas dalam
pula dikatakan, kedua nilai ini
masyarakat Bugis-Makassar yang
merupakan kerangka teori hidup yang
mendapatkan sebuah musibah, maka
dipegangi sebagai sebuah falsafah dalam
dengan serta merta para kerabat atau
menjalani kehidupan bermasyarakat,
tetangga yang lain dengan senang hati
yang dalam perjalan sejarah masyarakat
membantu demi meringankan beban
Bugis-Makassar penuh dengan berbagai
yang terkena musibah tadi, seolah bagi
intrik kehidupan sosial politik di
keseluruhan komunitas tersebut,
dalamnya, yang mau tak mau menjadikan
merekalah yang sejatinya terkena
nilai ini sebagai sebuah sandaran atau
musibah secara kolektif.
pegangan hidup dalam hal norma atau
Jika ditinjau dari aspek harfiahnya,
tatakrama kehidupan masyarakatnya.

80 | Volume 5 Edisi 2, 2018


Meskipun demikian, ada pula yang tiap tindakan dan pola pikir yang diprak-
berpandangan bahwa nilai-nilai dalam tekkannya.
masyarakat Bugis-Makassar tersebut Selanjutnya, makna dari tutur kata
yang dikatakan telah menjadi sebuah (bahasa) yang digunakan tersebut,
kebudayaan masyarakatnya tidak dapat dengan sendirinya akan menjadi sebuah
tercermin dari perilaku masyarakatnya. simbol semiotik bagi orang-orang di luar
Pandangan tersebut utamanya datang komunitas masyarakat tersebut dalam
dari para penulis Belanda awal, seperti menilai dan memandang karakter dan
A.J.A.F Eedermas yang mengatakan konstruk sosial yang ada dalam
bahwa masyarakat Bugis-Makassar masyarakat tersebut. Sebagaimana yang
tersebut memiliki sifat tinggi hati dan dikatakan oleh Peter L. Berger dalam
mempunyai sifat iri hati yang sangat Kuntowijoyo (2006: 3) bahwa sepanjang
tinggi serta pendendam dalam melihat sejarah manusia senantiasa memusatkan
orang lain (Abdullah, 1985: 35). perhatiaannya terhadap proses simbolis,
Studi terkait Interaksi Simbolik yaitu pada kegiatan manusia dalam
Dalam sebuah tulisan oleh Muh. Abdi menciptakan makna yang merujuk pada
Goncing menjelaskan tentaang proses realitas yang lain daripada pengalaman
perjalan kehidupan manusia, terkadang sehari-hari. Proses simbolis yang
menjadikan simbol-simbol yang ada ter- dimaksudkan disini, salah satunya adalah
sebut sebagai bahasa dalam pola komu- menyangkut persoalan kebahasaan yang
nikasi setiap individu dengan individu tedapat dalam komunitas tersebut Jika
yang lain, yang dalam kehidupan ber- ditelusuri lebih jauh, maka akan ditemui
masyarakat kemudian dijadikan sebagai sebuah pemaknaan atas sebuah sistem
sebuah hal yang sangat urgen dalam pola yang memiliki koherensi antara bahasa
hubungan atau interaksi sosialnya. Sebab dan budaya itu sendiri sebagai sebuah
melalui hal tersebut, akan meghasilkan simbolisasi dalam kehidupan masyarakat.
sebuah kesepahaman dalam pergaulan Sebagaimana yang diungkapkan oleh
dan tata krama pergaulan diantara indi- Kuntowijoyo (2006: xi) bahwa bentuk-
vidu tersebut. Disamping itu, simbol bentuk simbolis yang berupa kata,
yang berupa bahasa yang digunakan juga benda, laku, mite, sastra, lukisan,
akan menunjukkan ciri khas dan jati diri nyanyian, musik, dan kepercayaan
sebuah komunitas masyarakat dalam se- mempunyai kaitan yang erat dengan
konsep-konsep epistemologis dari sistem

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 81


peng-etahuan masyarakatnya. adalah proses simbolis yang
Sistem simbol dan epistemologi juga melingkupinya.
tidak terpisahkan dari sistem sosial, Ada beberapa cara dalam melihat
organisasi kenegaraan, dan seluruh persoalan ini, utamanya dalam mencari
perulaku sosial. Dengan demikian, dapat hubungan antara simbol-simbol tersebut
dikatakan bahwa antara keduanya dalam masyarakat. Manheim dalam
memang sangatlah mempengaruhi Kuntowijoyo (2006: 3-4) mencoba
kehidupan manusia, yang dalam konteks mencari hubungan antara suatu
kekinian sangat sarat dengan kehidupan kelompok kepentingan tertentu dalam
modern yang serba canggih dan masyarakat dan pikiran serta modus
(menurut penulis) sangat maju dan berfikir yang mendasari sosiologis
menjauh dari konteks kehidupan asli pemikirannya. Menurutnya, pembicaraan
masyarakat Indonesia mengenai hubungan antara masyarakat
Satu hal lain yang perlu digaris dan sistem nilai, pikiran, dan simbol,
bawahi dalam tulisan ini, bahwa dengan berbagai variasinya, mula-mula
kebudayaan dan kehidupan modern yang didorong oleh pikiran Marx mengenai
ada sekarang ini, khususnya dalam struktur dan superstruktur.
masyarakat Indonesia, sangat Sehingga dari pemaparan ini,
mempengaruhi pola komunikasi kemudian melahirkan sebuah asumsi
masyarakatnya, yang secara vertikal dan dasar dalam melihat pola hubungan yang
horisontal kemasyarakatan, sangat ada antara kebudayaan dan kehidupan
berpengaruh terhadap karakter, mental modern yang terbentuk ini, bahwa
dan perilaku bangsa ini. simbolisasi yang lahir ini kemudian
“Simbolisasi Kehidupan Adalah dengan sendirinya memeberikan sebuah
Sebuah Keniscayaan” pemahaman bahwa kebudayaan dan
Apa yang dikatakan diatas adalah kehidupan modern yang ada saat ini
sebuah keniscayaan dalam kehidupan, merupakan sesuatu yang tak lepas dari
dimana dalam sejarah kehidupan sebuah struktur sosial yang ada dalam
manusia, sangat banyak diliputi dengan komunitas masyarakat tersebut, yang
berbagai macam kegiatan-kegiatan yang sebelumnya didorong oleh struktur yang
diantaranya dalam organisasi sosial dan lebih besar di luar struktur yang ada
ekonomi, ilmu pengetahuan dan dalam komunitas masyarakat tersebut.
tekhnologi, serta yang lebih penting Konsep Teroitik Interaksi Simbolik

82 | Volume 5 Edisi 2, 2018


Interaksi simbolik berdasar pada tiga manusia, yakni komunikasi atau
premis sederhana (blumer, 1969:2). Per- pertukaran simbol yang diberi makna.
tama, prilaku manusia selalu mengerah Interaksionisme simbolik juga telah
pada makna yang mereka miliki atau mengilhami perspektif-perspektif lain,
manusia (human being) bertindak ter- seperti “teori penjulukan” (labeling
hadap sesuatu berdasarkan makna. theory) dalam studi tentang
Sesuatu (thing) yang dimaksudkan adalah penyimpangan perilaku (deviance),
objek fisik seperti pohon atau kursi, ma- perspektif dramaturgis dari Erving
khluk hidup sebagai teman berinteraksi, Goffman, dan etnometodologi dari
dan obyek yang sifatnya abstrak seperti Harold Garfinkel. Perspektif interaksi
keadilan, kebenaran , identitas, ke- simbolik berusaha memahami perilaku
percayaan, dan lain sebagainya. manusia dari sudut pandang subjek.
Premis kedua adalah makna yang Perspektif ini menyarankan bahwa
ada datangnya dari sesuaatu proses perilaku manusia harus dilihat sebagai
interaksi sosial. Makna dalam interaksi proses yang memungkinkan manusia
simblik tidak menyatakan sebagai hal membentuk dan mengatur perilaku
yang melekat pada sesustu obyek, bukan mereka dengan mempertimbangkan
juga sebagai sebuah proses psikologi, ekspektasi orang lain yang menjadi mitra
melainkan makna dilihat sebagai hasil mereka. Definisi yang mereka berikan
dan kreasi yang dibentuk di dalam dan kepada orang lain, situasi, objek, dan
melalui aktivitas orang-orang yang ada bahkan diri mereka sendirilah
dalam suatu proses interaksi. Jadi, makna menentukan perilaku mereka. Perilaku
tidak pernah absolut karena makna mereka tidak dapat digolongkan sebagai
dicapai berdasarkan suatu proses kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan
negosiasi dalam suatu interaksi. budaya, atau tuntutan peran. Manusia
Sedangkan premis ketiga mengatakan bertindak hanya berdasarkan definisi
bahwa makna itu sendiri dikelola dan atau penafsiran mereka atas objek-objek
dimodifikasikan melalui proses di sekeliling mereka. Tidak
interpretasi yang digunakan dalam mengherankan bila frase-frase “definisi
menghadapi obyek sosial untuk situasi”, “realitas terletak pada mata yang
bertindak dalam suatu proses interaksi. melihat”, dan “bila manusia
Esensi interaksi simbolik adalah mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi
suatu aktivitas yang merupakan ciri khas tersebut riil dalam konsekuensinya”

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 83


sering dihubungkan dengan c. Individu dipandang aktif untuk
interaksionisme simbolik. menentukan lingkungan mereka
Dalam pandangan interaksi sendiri.
simbolik, sebagaimana ditegaskan d. Makna adalah produk interaksi sosial.
Blumer, proses sosial dalam kehidupan Oleh karena itu, makna tidak melekat
kelompoklah yang menciptakan dan pada objek, melainkan dinegosiasikan
menegakkan kehidupan kelompok. melalui penggunaan bahasa.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, e. Makna yang diiterpretasikan individu
kehidupan sosial pada dasarnya adalah dapat berubah dari waktu ke waktu,
“interaksi manusia dengan menggunakan sejalan dengan perubahan situasi yang
simbol-simbol”. Mereka tertarik pada ditemukan dalam interaksi sosial.
cara manusia menggunakan simbol- Perubahan interpretasi dimungkinkan
simbol yang mempresentasikan apa yang karena individu dapat melakukan
mereka maksudkan untuk berkomunikasi proses mental, yakni berkomunikasi
dengan sesamanya, dan juga pengaruh dengan dirinya.
yang ditimbulkan penafsiran atas simbol- Prinsip-Prinsip Teori Interaksi Simbolik
simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak i. Manusia, tidak seperti hewan lebih
yang terlibat dalam interaksi sosial. rendah, diberkahi dengan
Penganut interaksi simbolik kemampuan berfikir.
berpandangan, perilaku manusia pada ii. Kemampuan berfikir itu dibentuk
dasarnya adalah produk dari interpretasi oleh interaksi sosial.
mereka atas dunia disekeliling mereka, iii. Dalam interaksi sosial, orang belajar
jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu makna dan simbol yang
dipelajari atau ditentukan, sebagaimana memungkinkan mereka menerapkan
dianut oleh teori behavioristik atau teori kemampuan khas mereka sebagai
struktural. Alih-alih, perilaku dipilih manusia, yakni berfikir.
sebagai hal yang layak dilakukan iv. Makna dan simbol memungkinkan
berdasarkan cara individu mende- orang melanjutkan tindakan dan
finisikan situasi yang ada. interaksi yang khas manusia.
a. Premis-Premis Interaksionisme v. Orang mampu memodifikasi atau
Simbolik mengubah makna dan simbol yang
b. Individu merespons suatu situasi mereka gunakan dalam tindakan dan
simbolik. interaksi berdasarkan interpretasi

84 | Volume 5 Edisi 2, 2018


mereka atas situasi. dari orang lain. Sementara itu,
vi. Orang mampu melakukan pandangan Mead tentang diri
modifikasi dan perubahan ini karena terletak pada konep “pengambilan
kemampuan mereka berinteraksi peran orang lain” (taking the role of
dengan diri sendiri, yang memung- the other). Konsep Mead tentang
kinkan mereka memeriksa tahapan- diri merupakan penjabaran “diri
tahapan tindakan, menilai keun- sosial” yang dikemukakan Wiliam
tungan dan kerugian relatif, dan James dan pengembangan dari teori
kemudian memilih salah satunya. Cooley tentang diri. Bagi Mead dan
vii. Pola-pola tindakan dan interaksi pengikutnya, individu bersifat aktif,
yang jalin-menjalin ini membentuk inovatif yang tidak saja tercipta
kelompok dan masyarakat. secara sosial, namun tidak dapat
viii. Inti dari teori interaksi simbolik diramalkan. Ia memandang tindakan
adalah teori tentang “diri” (self) dari manusia sebagai meliputi bukan saja
George Herbert Mead, yang juga tindakan terbuka, namun juga
dilacak hingga definisi diri dari tindakan tertutup, jadi mengkon-
Charles Horton Cooley. Mead, septualisasikan perilaku dalam
seperti juga Cooley, menganggap pengertian yang lebih luas.
bahwa konsepsi-diri adalah suatu Bagi Cooley dan Mead, diri muncul
proses yang berasal dari interaksi karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri
sosial individu dengan orang lain. tidak akan berkembang. Manusia unik
Cooley berpendapat dalam teorinya karena mereka memiliki kemampuan
the looking-glass self bahwa konsep memanipulasi simbol-simbol berda-
diri individu secara signifikan sarkan kesadaran. Mead menekankan
ditentukan oleh apa yang ia pikirkan pentingnya komunikasi, khususnya
tentang pikiran orang lain mengenai melalui mekanisme isyarat vokal
dirinya, jadi menekankan pentingnya (bahasa), meskipun teorinya bersifat
respon orang lain yang ditafsirkan umum. Isyarat vokallah yang potensial
secara subjektif sebagai sumber menjadi seperangkat simbol membentuk
primer data mengenai diri. bahasa. Simbol adalah suatu rangakaian
Ringkasnya, apa yang di inter- yang mengandung makna dan nilai yang
nalisasikan sebagai milik individu dipelajari bagi manusia, dan respon
berasal dari informasi yang ia terima manusia terhadap simbol adalah dalam

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 85


pengertian makna dan nilainya, alih-alih terinternalisasikan atau implisit antara
dalam pengertian stimulasi fisik dari alat- individu dengan dirinya sendiri
alat indranya. Suatu simbol disebut menggunakan isyarat-isyarat demikian”.
signifikan atau memiliki makna bila Menurut teori interaksi simbolik, pikiran
simbol itu membangkitkan pada individu mensyaratkan adanya masyarakat,
yang menyampaikannya respons yang dengan kata lain, masyarakat harus lebih
sama seperti yang juga muncul pada dulu ada, sebelum adanya pikiran.
individu yang dituju. Menurut Mead, Dengan demikian pikiran adalah bagian
hanya apabila kita memiliki simbol- dari proses sosial, bukan malah
simbol yang bermakna, kita sebaliknya, proses sosial adalah produk
berkomunikasi dalam arti yang pikiran.
sesungguhnya. Ringkasnya, dalam Diri merujuk kepada kapasitas dan
pandangan Mead isyarat yang dikuasai pengalaman yang memungkinkan
manusia berfungsi bagi manusia itu manusia menjadi objek bagi diri mereka.
untuk membuat penyesuaian yang Kemunculannya bergantung pada
mungkin diantara individu-individu yang kemampuan individu untuk mengambil
terlihat dalam setiap tindakan sosial peran orang lain dalam lingkungan
dengan merujuk pada objek atau objek- sosialnya. Menurut Mead, perkembangan
objek yang berkaitan dengan tindakan diri terdiri dari dua tahap umum yang ia
tersebut. sebut sebagai tahap permainan (play
Bagi Mead, tindakan verbal stage) ialah perkembangan pengambilan
merupakan mekanisme utama interaksi peran bersifat elemenr yang
manusia. Penggunaan bahasa atau isyarat memungkinkan anak-anak melihat diri
simbolik oleh manusia dalam interaksi mereka sendiri dari perspektif orang lain
sosial mereka pada gilirannya yang dianggap penting (significant
memunculkan pikiran (mind) dan “diri” others). Dan tahap pertandingan (game
(self). Hanya melalui penggunaan simbol stage) berasal dari proses pengambilan
yang signifikan, khususnya bahasa, peran dan sikap orang lain secara umum
pikiran itu muncul, sementara hewan (generalized others), yaitu masyarakat
lebih rendah tidak berfikir, karena umumnya. Menurut Mead, sebagai suatu
mereka tidak berbahasa seperti bahasa proses sosial, diri terdiri dari dua fase
manusia. Mead mendefinisikan berfikir yaitu “Aku” (I) dan “Daku” (Me). Aku
(thinking) sebgai “suatu percakapan adalah diri yang subyektif, diri yang

86 | Volume 5 Edisi 2, 2018


refleksif yang mendefinisikan situasi dan diproduksi dan dipertukarkan antar
merupakan kecenderungan impulsif anggota masyarakat. Jadi dapat dikatakan
individu untuk bertindak dalam suatu bahwa, representasi secara singkat adalah
cara yang tidak terorganisasikan, tidak salah satu cara untuk memproduksi
terarah, dan sponta. Sementara Daku makna. Representasi bekerja melalui
adalah pengambilan peran dan sikap sistem representasi yang terdiri dari dua
orang lain, termasuk suatu kelompok komponen penting, yakni konsep dalam
tertentu. Karena itu diri sebagai objeklah pikiran dan bahasa.
yang meliputi diri sosial, yang dipandang C. METODE RISET
dan direspon oleh orang lain. Prinsip Sebuah penelitian pada dasarnya meru-
bahwa diri merefleksikan masyarakat pakan sebuah kegiatan ilmiah yang di-
membutuhkan suatu pandangan atas diri organisasikan dengan baik dan sistema-
yang sesuai dengan realitas mengenai tis. Penelitian juga harus dilaksanakan
masyarakat kontemporer yang rumit. dalam kerangka sistem yang rasional atau
Artinya, bila hubungan sosial itu rumit, pola yang teratur. Seperti yang dijelaskan
pastilah ada suatu kerumitan yang pararel Rohidi (2011:71) bahwa “rancangan
dalam diri. penelitian yang baik adalah rancangan
Representasi yang dengan jelas menguraikan tahapan-
Teori representasi Stuart Hall memper- tahapan yang akan ditempuh dalam
lihatkan suatu proses di mana arti (mean- penelitian yang hendak dilakukan”.
ing) diproduksi dengan menggunakan Langkah pertama yang dilakukan
bahasa (language) dan dipertukarkan peneliti yaitu menentukan jenis metode
oleh antar anggota kelompok dalam se- penelitian serta pendekatannya.
buah kebudayaan (culture). Representasi Selanjutnya memilih berbagai teknik
menghubungkan antara konsep (con- pengumpulan data yang memungkinkan
cept) dalam benak kita dengan peneliti mendapatkan informasi/data
menggunakan bahasa yang memung- mengenai objek kajian. Data yang telah
kinkan kita untuk mengartikan benda, dikumpulkan dikoding dan diuji
orang, kejadian yang nyata (real), dan validitasnya. Setelah itu barulah mela-
dunia imajinasi dari objek, orang, benda, kukan analisis data. Adapun rumusan
dan kejadian yang tidak nyata (fictional) metodologi yang digunakan dalam
(Hall, 2003). penelitian ini adalah sebagai berikut:
Melalui representasi, suatu makna Jenis Penelitian

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 87


Simbolisasi dan Implementasi Pacce Se- memahami sebuah kasus terletak pada
bagai Analogi Representasi Kebersamaan keterbingkaian (boundedness) dan pola-
(Solidaritas) Dalam Masyarakat Bugis pola perilaku sistem”(Denzin & Lincoln,
dilakukan dengan menggunakan metode 2009:300).
Kualitatif. Penulis memilih metode kuali- Interaksi simbolik termasuk ke
tatif dalam penelitian ini dikarenakan dalam salah satu dari sejumlah tradisi
hasil penelitian yang ingin dicapai berupa penelitian kualitatif yang berasumsi
data deskriptif. Adapun hasil yang ingin bahwa penelitian sistematik harus
dicapai berupa perubahan yang terjadi dilakukan dalam suatu lingkungan yang
pada fungsi produk kaos pada club sepak alamiah dan bukan lingkungan artifisial
bola. seperti eksperimen. Secara lebih jelas
Penelitian ini menggunakan Denzin mengemukakan tujuh prinsip
pendekatan studi kasus. Studi kasus metodologis berdasarkan teori interaksi
merupakan strategi penelitan dimana di simbolik, yaitu :
dalamnya peneliti menyelidiki secara a. Simbol dan interaksi harus dipadukan
cermat suatu program, peristiwa, sebelum penelitian tuntas.
aktivitas, proses, atau sekelompok b. Peneliti harus mengambil perspektif
individu. Kasus-kasus dibatasi oleh atau peran orang lain yng bertindak
waktu dan aktivitas, dan peneliti (the acting other) dan memandang
mengumpulkan informasi secara lengkap dunia dari sudut pandang subjek,
dengan menggunakan berbagai prosedur namun dalam berbuat demikian
pengumpulan data berdasarkan waktu peneliti harus membedakan antara
yang telah ditentukan (Creswell, konsepsi realitas kehidupan sehari-
2010:20). hari dengan konsepsi ilmiah mengenai
Pendekatan studi kasus dipilih sesuai realitas tersebut.
dengan sifat objek kajian yang spesifik, c. Peneliti harus mengaitkan simbol dan
yaitu terbatas pada bagaimana perubahan definisi subjek hubungan sosial dan
fungsi penggunaan produk kaos club kelompok-kelompok yang
sepak bola pada penggemarnya. Seperti memberikan konsepsi demikian.
ungkapan Louis Smith,”kasus adalah d. Setting perilaku dalam interaksi
suatu sistem yang terbatas (a bounded tersebut dan pengamatan ilmiah harus
sistem)”(Denzin & Lincoln, 2009:300). dicatat.
Dengan demikian, faktor kunci dalam e. Metode penelitian harus mampu

88 | Volume 5 Edisi 2, 2018


mencerminkan proses atau perubaha, golahan, tahap penafsiran(Subana& Su-
juga bentuk perilaku yang yang statis. drajat, 2001: 145).
f. Pelaksanan penelitian paling baik Pada tahap pertama dilakukan
dipandang sebagai suatu tindakan identifikasi datadengan mengumpulkan
interaksi simbolik. data verbal dan visual yang diperoleh
g. Prinsip bahwa teori atau proposisi melalui studi pustaka, observasi,
yang dihasilkan penelitian wawancara dan audio & visual. Segala
berdasarkan interaksionisme simbolik data yang ditemukan di lapangan
menjadi universal, sebagaimana dikelompokkan kedalam berbagai folder
diikemukakan Denzin diatas sejalan sesuai dengan jenisnya. Data-data serta
dengan pandangan Glaser dan Strauss folder-folder yang telah dibuat diberi
yang upayanya untuk membangun judul untuk membantu proses
“teori berdasarkan data” (grounded pencariannya ketika dibutuhkan.
theory) dapat dianggap sebagai salah Pada tahap kedua dilakukan
satu upaya serius untuk klasifikasi serta pengolahan data.Proses
mengembangkan metodologi klasifikasi data dilakukan dengan
interaksionis simbolik. Hanya saja, menggunakan sistem koding.Tahap ini
meskipun bersifat induktif, dimulai dengan memilih atau mengelom-
pandangan Glaser dan Strauss pokkan data penelitian yang telah
mugkin terlalu idealis bagi sebagian diidentifikasi sesuai dengan jenis dan
penganut interaksionisme simbolik. sifat data, setelah itu diadakan seleksi
Teknik Pengumpulan Data data. Seleksi data dilakukan dengan
Pengumpulan data dalam penelitian ini menyisihkan data yang kurang relevan
lebih menekankan pada data empiris dan berkontribusi atas kebutuhan data
yang terjadi dilapangan. Adapun bebera- pada pokok bahasan.
pa teknik pengumpulan data yang Tahapan selanjutnya melakukan uji
digunakan dalam penelitian ini yaitu ob- validitas terhadap data-data yang
servasi, wawancara, studi pustaka, dan ditemukan. Pada penelitian ini, validitas
dokumentasi. data diuji dengan menggunakan teknik
Teknik Analisis Data triangulasi. Jenis triangulasi yang
Analisis data dalam penelitian ini akan digunakan yaitu triangulasi metode
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: /teknik pengumpulan data dan
tahap pengidentifikasian, tahap pen- triangulasi sumber. Triangulasi metode

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 89


dilakukan dengan melihat kesesuaian sangat pelik dan berbahaya (Limpo,
data dari tiga jenis teknik pengumpulan 1995: 91). Dari pengertian di atas jelaslah
data, yaitu dari observasi, wawancara, bahwa pacce dapat memupuk rasa per-
dan dokumen. Selain itu, triangulasi satuan dan kesatuan bangsa, membina
sumber dilakukan dengan melihat solidaritas antara manusia agar mau
kesesuaian informasi yang disampaikan membantu seseorang yang mengalami
oleh narasumber yang diwawancarai. kesulitan. Sebagai contoh seseorang
Tahap terakhir dilakukan analisis mengalami musibah, jelas masyarakat
data sesuai dengan teori-teori yang sudah lainnya turut merasakan penderitaan
ditetapkan sebelumnya. Penelitian ini yang dialami rekannya itu dan segera pa-
menekankan pada analisis dekonstruksi da saat itu pula mengambil tindakan un-
penafsiran kembali tentang fungsi tuk membantunya baik berupa materi
produk kaos berdasarkan dari dua sisi maupun non materi. Perasaan ini meru-
yang berbeda. Dalam hal ini teori pakan suatu pendorong ke arah solidari-
dekonstruksi digunakan untuk mem- tas dalam berbagai bentuk terhadap
bedah kasusnya. mereka yang ditimpa kemalangan itu.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Falsafah Pacce pada masyarakat
Prinsip Pesse dalam Masyarakat Bugis suku Makassar di kabupaten Bugis
Dalam pembahasan Rizal Darwis dan merupakan tradisi untuk saling
Asna Usman Dilo dalam (Limpo, 1995: membantu kepada keluarga, kerabat,
91). Pengertian pacce secara harfiah, yai- teman dan siapa saja yang membutuhkan
tu pacce berarti perasaan pedis, perih bantuan kita. Kesadaran masyarakat
atau pedih. Sedangkan pengertian pacce untuk saling membantu, menolong dan
menurut istilah, antara lain: pacce adalah menghibur kerabat yang sedang
suatu perasaan yang menyayat hati, pilu mengalami musibah dapat terlihat pada
bagaikan tersayat sembilu apabila sesama kasus kematian, bencana alam,
warga masyarakat atau keluarga atau sa- kebakaran dan beberapa musibah
habat ditimpa kemalangan (musibah) lainnya. Selain itu, masyarakat di daerah
(Moein, 1990: 33). Pacce ini berfungsi tersebut juga saling membantu pada
sebagai alat penggalang persatuan, soli- proses pernikahan kerabatnya, yaitu agar
daritas, kebersamaan rasa kemanusiaan proses pesta pernikahan dapat
dan memberi motivasi pula untuk be- berlangsung meriah, maka mereka saling
rusaha sekalipun dalam keadaan yang memberi sumbangan atau bantuan, baik

90 | Volume 5 Edisi 2, 2018


tenaga maupun materi sesuai itu pedas, tak perlu lagi ada penjelasan
kemampuan yang mereka miliki, Rizal lain. Berbeda dengan kopi dan lainnya,
Darwis dan Asna Usman Dilo dalam akan terdapat banyak presepsi yang
(2012:1997) muncul, entah itu pahit, manis, hambar
Bentuk lain dari pengaruh falsafah dan lain sebagainya. Pedas dalam hal ini
pacce pada masyarakat Bugis, yaitu memiliki arti adanya kesamaan prsepsi
mereka saling membantu membangun rasa yang dimiliki oleh setiap orang Bugis
rumah, bekerja secara bergotong royong yang disebut sebagai solidaritas atau
masih sering dilakukan untuk kebersamaan. Itulah pesse (pedas) men-
kepentingan bersama, masyarakat jadi simbol kebersamaan dalam masyara-
beramairamai membuat saluran air untuk kat Bugis.
digunakan mengairi persawahan mereka. Pessé atau paccé mengacu pada
Pengaruh falsafah pacce tersebut dalam suatu kesadaran dan perasaan empati
kehidupan masyarakat di Bugis masih terhadap penderitaan yang dirasakan
sering dijumpai, walaupun sebenarnya oleh setiap anggota masyarakat, melayu
sudah ada sebagian kecil masyarakat yang online (http://m.melayuonline.com,
menganggap segala sesuatu sudah harus diakses 20 februari 2015). Melalui
dihitung dengan materi, artinya saya siap wawancara dengan Andi Oddang Opu
bekerja bila saya diberi upah yang Tosessungriu’ (Dewan adat 12 Kedatuan
memadai. Rizal Darwis dan Asna Usman Luwu’) mengenai lontara goa, Sultan
Dilo dalam (2012:1997) Alauddin pernah berkata dalam bahasa
Simbolisasi Pesse dalam Masyarakat Makassar,
Bugis “Punna Tekkulengmo nipangka’
Kebersamaan dalam pandangan suku tenteng, Punna tenamo siri’. Tentengngi
Bugis disimbolkan dengan pesse, dalam pacce’nu.
bahasa indonesia adalah pedas. Keber- Arti dari perkataan Sultan Alauddin
samaan disimbolkan sebagai Pedas oleh tersebut adalah apabila harkat dan
masyarakat Bugis, karena biasanya rasa martabat tidak ada lagi, maka setidaknya
pedas memberikan presepsi yang sama. tegakkan solidaritas dan kebersamaan
Salah satu contoh misalnya, jahe ketika (pesse). Maka asas Pesse (kesamaan rasa)
dipresepsikan oleh beberapa orang yang atau kebersamaan inilah yang terwujud
pernah mencoba, baik itu pria, wanita, dalam falsafah Bugis lainya, seperti asas
tua dan muda pasti akan sepakat bahwa sipakatau (saling memanusiakan),

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 91


sipakainge’ (saling memperingatkan), mengandung makna yang selalu
sipakalebbi’ (saling memuliakan). Asas melibatkan orang lain untuk bersama,
sipakatau atau saling memanusiakan bukan untuk kepemilikan sendiri yang
dalam artian kesamaan rasa ketika anda bersifat personal, tapi kebersamaan.
mencubit diri sendiri, rasa sakit yang Misalnya seseorang mengatakan, niga
dirasakan akan dirasakan pula oleh orang bola yero? (siapakah rumah itu?),
lain, maka jangan sakiti orang lain. jawabanya bolae mua (rumah kita).
Begitupun sebaliknya, jika menghargai contoh lain, niga oto yero? (mobil
orang lain, maka anda akan lebih dihargai siapakah itu?) jawabannya, otoe mua
lebih daripada yang diberikan.Hal ini (Mobil kita). Walupun rumah atau mobil
berhubungan dengan sipakalebbi’ (saling itu milik seseorang, tetap dalam
memuliakan) yang kemudian melahirkan penyebutannya yang sopan selalu
sipakainge’ (saling memperingatkan). mengatakan milik kita bersama. Namu
Implementasi Pesse (Kebersamaanatau jika pertanyaan niga bene yero? (istri
solidaritas) dalam Berbahasa siapakah itu?) maka jawabannya ipa’e
Dalam bahasa Bugis, sering dijumpai mua (ipar kita) bukan beneta’ mua (istri
kata “kita” dalam menyebut orang lain, kita). Pertanyaan soal istri tidak bisa
bukan “anda” atau “kamu”. Bugis dalam dijawab istri kita (milik bersama), karena
bahasa sopan yang berdasarkan asas itu menimbulkan kesalahan berbahasa
pesse (kebersamaan), tidak menggunakan (tidak sopan karena istri bersama),
personality yang sangat tegas. Contohnya namun jawanbannya adalah ipar kita. Jadi
dalam bahasa inggris kata “I am, me, bahasa Bugis selalu mengambil alternatif
you” yang sangat personality dalam me- lain untuk menggunakan kata “kita” yang
nyebut, sedangkan dalam bahas Bugis, selalu mengajak bersama. Bagaimanapun
ada kata idi’ (kita), ia’ (saya), iko (anda), itu, bahasa “kita’ selalu dipakai sebagai
pemanggilan orang kedua itu tidak sopan bahasa yang sopan karena memiliki asas
jika langsung disebut iko (kamu). Maka pesse (kebersamaan).
dalam penyebutan untuk orang kedua Inti dari kesopanan berbahasa,
dalam adat Bugis lebih sopannya adalah berperilaku, dan bertindak dalam
idi’ yang berarti “kita” dalam bahasa masyarakat Bugis adalah selalu mengajak
inggris “we”. orang lain sebagai bagian dari diri kita.
Kata ‘kita” dalam filosofi Bugis Tidak sopan ketika langsung menyebut
dikatakan lebih sopan karena seseorang dengan kata kamu, saya, dan

92 | Volume 5 Edisi 2, 2018


anda melainkan adalah kita sebagai namun yang tidak bisa dibatalkan adalah
empati. Itulah budaya kesopanan yang ketetapan adat (ade’). Ketetapan adat
besdasarkan asas pesse (kebersamaan) (ade’) pun dapat dibatalkan, namun yang
sebagai pegangan masyarakat Bugis tidak dapat dibatalkan adalah ketetapan
sebagai karakteristik. kaum (ana’). Ketetapan kaum pun dapat
Dalam bentuk maupun aktualisasi pula dibatalkan, namun yang tak dapat
lain, pesse (kebersamaan) terwujud dibatalkan adalah kemauan orang
dalam bentuk pemerintahan. Bentuk banyak. Namun demikian ketetapan
pemerintahan yang diwujudkan orang banyak pun dapat dibatalkan, tapi
berdasarkan asas Pesse yaitu yang dapat dibatalkan adalah ketetapan
assamaturuseng (kesepakatan bersama). yang berdasarkan kesepakatan Bersama.
Dalam buku latoa (Mattulada, 1985) Hukum tertinggi dalam khasanah adat
menceritakan bahwa, ketika raja Bone Bugis adalah kekuatan kebersamaan.
bertanya kepada cendekiawan Bone Implementasi Pesse (Kebersamaanatau
bahwa apa yang paling kuat di dunia ini, solidaritas) dalam Bekerja.
dengan tegas cendekiawan menjawab 1. Proses Bertani
bahwa yang paling kuat di dunia adalah Masyarakat petani Bugis, dibeberapa
kebersamaan dan persatuan. Arti daerah memiliki matoa pallaongruma
kebersamaan dalam pemerintah adalah (pemimpin pertanian) dalam satu lompo’
kemauan orang banyak. (kawasan area sawah pertanian). Dalam
Melalui wawancara dengan Opu satu kawasan area sawah membentuk
Oddang mengenai kekuatan keber- satu kelompok yang didalamnya memiliki
samaan masyarakat Bugis dalam pemimpin yang akan memandu. Untuk
menentukan keputsan, dijelaskan bahawa menurunkan benih harus pada waktu
dalam lontara luwu ditulis seperti ini, yang bersamaan dalam satu kelompok
Marusa’ taro datu, temmarusa taro ade’. area pertanian. Bentuk kebersamaan
Marusa’ taro ade’, temmarusa’ taro ana’. petani terlihat dari adanya rapat tudang
Malukka taro alang, temmalukka taro to sipulung (duduk bersama) untuk
maega. Malukka’ taro to maega, menentukan jenis padi yang akan
temalukka’ assamaturuseng. Riappadda- ditanam, penentuan waktu turun sawah,
elorengnge. irigasi dan lain sebagainya. Semuanya
Dalam terjemahannya Bahwa, atas dasar musyawarah.
ketetpan raja (datu) bisa dibatalkan, Dalam buku manusia Bugis oleh

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 93


Cristian Pelras sangat detil menjelaskan ini dilakukan dengan saling membantu
cara bertani Masyarakat Bugis dan ritual- sesama petani sampai proses penanaman
ritualnya. Naskah pertanian Bugis padi selesai. Kebersamaan para petani
(lontara’ palaong nruma atau dalam proses pertanian menjadi
a’laongrumangeng) berisikan seluruh kekuatan Bugis dalam bercocok tanam.
khazanah pengetahuan pertanian yang Setiap petani yang merasa kekuarangan
berasal dari para nenek moyang (to- akan dibantu oleh yang lainnya.
riolo). Diantaranya yang paling penting Perempuan Bugis hanya bertugas
adalah penentuan waktu tanam melalui menyiapkan makanan bagi petani.
pengamatan fenomena alam dan rasi
bintang.
Siklus yang baku pada pengolahan
sawah masyarakat Bugis ditandai dengan
ritual-ritual tertentu yang dilakukan
secara teratur. Para petani tidak boleh
membajak (Maddakala) sawah mereka Gambar 1. Acara Mappadendang

masing-masing sebelum melakukan Pada proses panen, biasanya


upacara khusus secara bersama. Begitu diadakan acara ritual mappadendang
hujan mulai turun, mereka akan sibuk sebagai rasa syukur terhadap Tuhan
memperbaiki pematang disekeliling Yang Maha Esa atas berkat dan
sawah dan pintu air untuk menjamin rahmatnya. Semua masyarakat ikut serta
kelancaran pengairan. Setelah sawah dalam tudang sipulung dan makan
cukup terendam air, pembajakan pun bersama baik yang memiliki sawah
dapat dimulai ssecara bersama-sama. maupun yang tidak. Itulah sekilas
Bajak (tekko, pajeko, atau rakkala) yang pemaparan buku dari Crisstian Pelras.
digunakan terbuat dari kayu, dengan 2. Tradisi memindahkan rumah sebagai
mata bajak (sui) dan “kuping” terbuat implementasi analogi pacce
dari besi, ditarik dua ekor kerbau Cristian (Mappalette Bola)
Pelras (2006; 280).
Proses pengolahan sawah selesai
dilanjutkan dengan menanam bibit padi
yang akan di tanam di setiap petak sawah
nantinya, dan biasanya penanaman bibit

94 | Volume 5 Edisi 2, 2018


akan saling bekerja sama dan bergotong
royong mengangkat rumah tersebut ke
tempat baru dengan cara berjalan kaki.
Terdapat dua macam cara pemindahan
rumah, yaitu dengan cara diangkat atau
didorong. Jika perpindahan rumah

Gambar 2. Tradisi Angkat Rumah


tersebut memakan jarak yang cukup
Salah satu bentuk budaya dan tradisi dekat, maka pemindahannya dilakukan
yang cukup unik adalah tradisi pindah dengan cara didorong. Sedangkan jika
rumah ala orang Bugis. Kalau biasanya jarak terlalu jauh, maka pemindahan
orang atau keluarga yang akan pindah rumah tersebut dilakukan dengan cara
rumah itu hanya memindahkan barang- diangkat.
barang dan perabotan mereka ke rumah Mendorong rumah biasana dilakukan
barunya, lain halnya dengan Suku Bugis. setelah bagian bawah rumah tersebut
Pindah rumah bagi mereka adalah dilengkapi dengan roda/ban untuk
memindahkan rumah seutuhnya ke mendukung pergerakannya. Setelah
tempat yang baru. dilengkapi denan papan beroda itulah,
Suku Bugis sejak dahulu sangat terkenal rumah bisa didorong ke arah depan dan
dengan kebersamaan dan kerukunan belakang dengan perlahan. Tentunya
antar warganya, karena itu ketika ada jumlah ban yang dibutuhkan sangat
salah satu warganya yang berniat pindah banyak sekali, tergatung luas rumah yang
rumah, maka mereka akan saling akan dipindahkan tersebut. Secara
bergotong-royong memindahkan rumah bergantian roda-roda yang bergulir ke
tersebut hingga ke lokasi barunya. arah belakang akan dipindahkan ke arah
Tradisi pindah rumah dengan cara depan agar perjalanannya tidak terputus.
memindahkan bangunan rumah disebut Sementara memindahkan ruma hdengan
dengan nama mappalette bola. cara diangkat, umumnya dimulai dengan
Kebanyakan rumah adat Suku Bugis memasang bambu-bambu diantara aliri
berupa rumah panggung yang sebagian dengan jarak ketinggian sekitar 1.5 meter
besar terbuat dari kayu, sehingga rumah dari atas permukaan tanah. Bambu-
tersebut bisa dibongkar dan dipindahkan bambu itu nantinya digunakan sebagai
ke lokasi yang lain. Saat berlangsungnya pegangan untuk mengangkat rumah.
pindah rumah tersebut, semua wargan Pengangkatan rumah tersebut umumnya

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 95


dikomandani oleh ketua adat atau kepala kerjasama. Implementasi Pesse
kampung. Orang itulah yang nantinya (kesamaan rasa, Solidaritas, empati)
akan memberikan aba-aba kapan harus dalam struktur kebahasaan dapat dilihat
mengangkat, mulai berjalan, mengatur pada penggunaan kata “kita” dalam
kecepatan langkah dan perhitungan menyebut person maupun penerangan
lainnya. kepemilikan. Implementasi dalam
E. KESIMPULAN pemerintahan tercermin dari pemilihan
Analogi Pesse (solidaritas) merupakan pemimpin dengan kessepakatan bersama
prinsip dan pegangan hidup yang diambil hingga penentuan aturan demi
melalui relasi sifat. Pesse dalam bahasa kemaslahatan. Dalam bertindak dan
bugis yang artinya “Jahe yang pedis” berperilaku, implementasi Pesse dapat
merupakan analogi yang dapat merepre- dilihat pada budaya gotong royong dan
sentasikan rasa empati dan kebersamaan kerjasama dalam bekerja. Hal tersebut
masyarakat Bugis. “Jahe yang Pedis” tercermin pada proses pertanian, pindah
merupakan rasa yang tidak lagi memiliki rumah dan proses kerjasama lainnya.
arti ambigu bagi semua orang yang men- Melalui penelitian ini mengung-
cobanya. Melalui relasi sifat yang dibawa kapkan bagaimana Masyarakat Bugis
oleh “jahe yang pedas” menjadi analogi pada prinsipnya menggunakan interaksi
kesamaan rasa bagi masyarakat Bugis. simbolik sebagai cara untuk menjelaskan
Berdasarkan hal tersebut terjadi pen- tatanan hidup (aturan hidup) Mereka.
erjemahan maupun representasi analogi Masyarakat bugis pada dasarnya
Pesse (Jahe yang Pedas) sebagai sim- merupakan masayarakat yang telah
bolisasi kesamaan rasa (empati) maupun memahami pola bahasa serta mampu
solidaritas bagi Masyarakat Bugis. Me- merepresentasikan prinsip hidup melalui
lalui pegangan simbolisasi Pesse sebagai simbolisasi.
representasi analogi kebersamaan F. DAFTAR PUSTAKA
Masyarakat Bugis, menjadi prinsip hidup Hamid Abdullah. 1985. Manusia Bugis
yang diemplementasikan dalam tindakan Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press.
berperi-laku dan bertindak. Koentjaraningrat. 1995. Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia.
Implementasi prinsip Pesse dalam (Cet.XV).Jakarta: Djambatan.
bertindak oleh masyarakat Bugis dapat Limpo, Syahrul Yasin. 1995. Profil
dilihat pada struktur kebahsaan, Sejarah, Budaya dan Pariwisata
Gowa. (Cet. 1 Ujung Pandang:
pemerintahan, berinteraksi, maupun Intisari.

96 | Volume 5 Edisi 2, 2018


Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Sumartono. (April 1992), “Orisinalitas
Penelitian Kualitatif. Remaja Karya Seni Rupa dan Pengakuan
Rosdakarya. Bandung. Intenasional” dalam SENI, Jurnal
Pengetahuan dan Penciptaan Seni.
Moein M.G., Andi. 1990. Menggali Nilai-
Nilai Budaya Bugis-Makassar dan II/02. BP ISI, Yogyakarta
Sirik na Pacce. Ujung Pandang: Yahya, Harun, 2011, Menjelajah Dunia
Mapress. Semut, Jurnal.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi http://m.melayuonline.com/ind/culture
Penelitian Kualitatif. Edisi Ke-3. /dig/2613/siri-na-pess-harga-diri-
Rake Sarasin. Yogyakarta. dalam-pengetahuan-orang-Bugis-
sulawesi-selatan, Diakses hari
Mulyana , Dedy. 2001. Metodologi
sabtu 20 februari 2015
Penelitian Kualitatif: Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Mattulada. 1985. Latao: Satu lukisan
analitis terhadap antropologi
politik orang Bugis. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Marianto,Dwi.(2011). Menempa Quanta
Mengurai Seni. Institut Seni
Indonesia Yogyakarta. Yogyakarta.
Perlas, Christian, 2006, Manusia Bugis,
Jakarta: Forum Jakarta Paris
NALAR.
Ross, John, ClareRomano &Tim Ross.
(1999). The Complete Printmaker,
Collier Macmillan Publisher.
London.
Rizal Darwis dan Asna Usman Dilo,
IMPLIKASI FALSAFAH SIRI’
NA PACCE PADA Masyarakat
Suku Makassar Di Kabupaten
Goa, Fakultas Syariah dan
Ekonomi Islam IAIN Sultan Amai
Gorontalo.
Stuart Hall. “The Work of
Representation”. Representation:
Cultural Representation and
signifying Practices. Ed. Stuart
Hall. London. Sage Publication,
2003. Hal 17.
Sumardjo,Jakob.(2000).Filsafat Seni.
Institute Teknologi Bandung.
Bandung.

NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK - UMB | 97


98 | Volume 5 Edisi 2, 2018

Anda mungkin juga menyukai