Bunga Asriandhini
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial
Universitas Amikom Purwokerto
bunga.asriandhini@amikompurwokerto.ac.id
082227081010
ABSTRAK
Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu di Purwokerto menyuarakan agar Bahasa Isyarat
Indonesia (Bisindo) diresmikan sebagai isyarat resmi Tuli di Indonesia dalam rangka kritik
terhadap pemenuhan hak kenyamanan berkspresi dan berkomunikasi disabilitas. Gerakan ini
dilatarbelakangi sebuah harapan akan eksistensi Tuli di masyarakat. Beberpa kajian
mengenai Bisindo menemukan bahwa Tuli lebih memilih menggunakan Bisindo karena
isyarat tersebut lebih mudah dipraktikkan dan merupakan budaya Tuli. Budaya dapat
berfungsi sebagai penciri/identitas dan bahasa adalah budaya. Penelitian ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana peran isyarat Bisindo dalam mengonstruksi identitas dan
citra sosial Tuli, maka permasalahan dikaji menggunakan pendekatan fenomenologi Sartre
dengan teori interaksi simbolik Mead dengan konsep mind, self, dan society. Melalui
pendekatan dan teori tersebut, ditemukan bahwa isyarat Bisindo berperan mengonstruksi
identitas dan citra sosial Tuli melalui tiga cara, yaitu konstruksi melalui pengenalan diri Tuli
melalui konsep mind, bagaimana Tuli memahami siapa dirinya melalui isyarat Bisindo.
konstruksi ke dua melalui muatan nilai, prinsip, ideologi, norma, budaya yang terkandung
dalam tujuan digunakannya isyarat Bisindo. Isyarat Bisindo berperan sebagai media
komunikasi dalam mengonstruksi identitas diri dan citra sosial Tuli melalui interaksi dan
perannya dalam masyarakat.
Indonesian Sign Language as A Construction of Deaf People Identity and Social Self-
Image In Purwokerto
ABSTRACT
Movement for the Welfare of the Deaf in Indonesia (Gerkatin) pleaded that Indonesian sign
language (Bisindo) to be formally appointed as the official Indonesian deaf sign language as
a form of criticism to the fulfillment of the right to comfort of expression and ease of
communication among people with disabilities. This movement is motivated by a hope for the
increased presence of deaf people in society. Several studies on Indonesian sign language
have found that deaf people prefer Bisindo because its gestures are easier to practice and
constitute the deaf culture. Culture can function as trait/identity and language is a part of a
culture. This research was conducted to answer the question on how the role of Bisindo in
constructing the identity and social image of the deaf, the problem is studied accordingly
using Sartre's phenomenology approach and Mead symbolic interaction theory with the
concept of mind, self, and society. Through these approaches and theories, it was found that
Bisindo has a role in building the identity and social image of the deaf in three manners,
construction by means of self-recognition for the deaf through the concept mind, in which
how the deaf grasp their true self through Bisindo sign. The second construction through the
value, principle, ideology, norm, and culture conceived inside the purpose in the usage of
Bisindo sign. Bisindo sign acted as communication media in the construction of the deaf
identity and social self-image through their interaction and roles in society.
.
Keywords: Indonesia sign Language, Identity Construction, self-image construction, Deaf
sistem sosial, komunikasi merupakan Identitas diri dan citra sosial Tuli
kendaraan dalam mencapai tujuan-tujuan yang terbentuk selama ini masih belum
komunikasi, seperti eksistensi diri dan sesuai harapan kaum Tuli. Isyarat Bisindo
memberi pengaruh. Fungsi komunikasi digunakan sebagai kendaraan untuk
dalam interaksi sosial juga berfungsi membangun identitas dan citra sosial Tuli
sebagai komunikasi kultural, di mana di masyarakat. Berdasarkan konteks
budaya menjadi bagian dari perilaku permasalahan menarik untuk dikaji
komunikasi. Budaya membangun sebuah bagaimana Bahasa Isyarat Indonesia
identitas (Rakhmat, 2019:124-125; (Bisindo) mengonstruksi identitas dan citra
Mulyana, 2019:5-6). sosial Tuli untuk memenuhi harapan
Tuli berupaya memenuhi terhadap eksistensi Tuli di masyarakat.
kebutuhan sosial di lingkungannya dengan
cara berinteraksi satu sama lain dan METODE PENELITIAN
mengembangkan hubungan untuk Mendasari pemikiran, penelitian ini
mencapai tujuan-tujuan komunikasi, yaitu menggunakan pendekatan fenomenologi, di
mendapatkan informasi, membuat orang mana esensi dari realitas sosial adalah dasar
mengerti perasaannya, menikmati, komunikasi. Pendekatan ini melihat
mengubah sikap, dan memenuhi harapan komunikasi interpersonal diantara manusia
sosial (terjadinya proses integrated secara holistik, bukan hanya sekedar
expectation). Mengacu pada tujuan memahami simbol-simbol dan bahasa saja.
komunikasi yang lebih spesifik Mulyana menyebutnya sebagai perspektif
(komunikasi antar pribadi), yaitu membuat subjektif. Ciri-cirinya adalah realita
orang lain mengerti saya, saya mengerti komunikasi bersifat semu, ganda,
orang lain, orang lain menerima saya, dan dikonstruksi, dan kebenarannya bersifat
saling bekerja sama melakukan sesuatu, relatif. Aktor komunikasi bebas
sehingga Tuli dapat membangun dan berperilaku aktif dan saling memengaruhi.
mempertahankan eksistensinya di Peneliti dan subjek penelitian setara, akrab,
masyarakat (Liliweri,2015:77-91). dan timbal balik. Penelitian bertujuan tidak
Berinteraksi merupakan cara dalam hanya mengungkap makna yang
membangun identitas diri. Identitas yang termanifestasi dalam tindakan namun
terkonstruksi ditentukan oleh individu sampai kepada proses yang bersifat laten
berdasarkan apa yang dipikirkan terhadap (Kuswarno, 2007:163). Penelitian ini
dirinya berdasarkan persepsi orang lain memahami pola dan relasi makna hasil
tentang dirinya. Identitas tertentu akan pengalaman sadar Tuli apa adanya.
membangun self-image tertentu pula. Self- Pengalaman ditafsirkan melalui interaksi
image merupakan sebuah konstruksi Tuli dengan lingkungannya, dimaknai dan
tentang bagaimana diri ingin dipandang membentuk kenyataan. Perilaku Tuli
oleh orang lain. Citra diri memengaruhi menggunakan Bisindo merupakan hasil dari
cara pandang orang terhadap diri dalam penafsiran Tuli terhadap dunianya. Untuk
sebuah lingkungan sosial. Budaya dapat memahami tingkah laku dan penafsiran
menjadi salah satu faktor yang makna, peneliti memandang fenomena dari
memengaruhi citra diri. Pendapat lainnya sudut pandang objek penelitian.
citra diri adalah cara seseorang Fenomenologi Sartre mengasumsikan
menampilkan dirinya kepada orang lain, bahwa kebutuhan sosial manusia berbeda
kepribadian, nilai-nilai yang dianut, dengan hewan dan tumbuhan. Manusia
prinsip, dan benda-benda yang melekat memiliki kebutuhan akan eksistensi diri
pada tubuhnya (Bramantyo dan Fitriyani, bukan hanya sekedar hidup. Ingin menjadi
2019:198). seperti apakah seorang manusia merupakan
pilihan yang ditentukan oleh diri masing- (Littlejohn dan Foss, 2009:66-67). Esensi
masing. Manusia memiliki harapan dan interaksi simbolik adalah aktivitas
kebebasan bertindak untuk memenuhi pertukaran pesan, tindakan, dan pemikiran
kebutuhan serta memiliki kesadaran manusia yang diberi makna serta
terhadap implikasi tindakannya. Lebih jauh bagaimana bahasa ditafsirkan. Proses
lagi eksistensialisme adalah wujud interaksi simbolik memungkinkan manusia
kebebasan terhadap diri untuk membentuk dan mengatur perilaku
membuktikan keberadaan diri kepada berdasarkan ekspektasi dari lawan interaksi.
dunia, masyarakat, lembaga, dan Makna dikonstruksi melalui sebuah proses
mendobrak cara berpikir (Sobur dan interaksi yang tidak netral, melainkan
Mulyana, 2020:234-239). memiliki maksud. Pengalaman hidup
Fenomenologi Sartre menggali merupakan data yang riil. Manusia
pengalaman subjek terhadap keberadaan berinteraksi melalui gestur, vokal, ekspresi
dirinya sendiri, bagaimana subjek tubuh, intonasi, suara, dengan membawa
mempersepsi dirinya melalui penilaian latar belakang budaya kemudian
orang lain. Menurut Sartre, manusia baru menghasilkan makna yang disepakati
akan tampak setelah ia membuatnya secara kolektif (Kuswarno, 2007:166;
tampak. Manusia harus menempuh suatu Ardianto, 2007:40).
cara untuk menjadikan dirinya eksis. Mead merumuskan tiga konsep kritis
Pemikiran Sartre yang sangat khas yaitu dalam interaksi simbolik, yaitu mind, self,
melibatkan emosi manusia, menurutnya and society yang secara khusus
emosi adalah kondisi yang bertujuan dan memaparkan tentang bahasa, interaksi
menyimpan makna dibaliknya. Tuli sosial, dan refleksivitas. Mind diartikan
merumuskan dan menggunakan Bisindo sebagai pikiran. Pikiran memunculkan
merupakan upaya untuk mengangkat multi respons dalam dirinya sendiri. Secara
eksistensinya. pragmatis, pikiran mengarah pada tindakan
Sobur dan Mulyana (2020) solutif terhadap permasalahan. Dalam
mendeskripsikan beberapa pemikiran proses berpikir, manusia memaknai simbol-
fenomenologi eksistensial, seperti simbol, di mana simbol tersebut dilibatkan
fenomenologi eksistensial Gabriel Marcel, dalam proses berpikir subjektif terutama
lebih menekankan pada kondisi simbol bahasa yang membuat pikiran
transendental. Selain itu fenomenologi manusia merujuk kepada dirinya mengenai
Soren Kierkegaard dikenal sebagai bapak identitas diri berdasarkan reaksi orang lain
eskistensialisme, memusatkan perhatiannya terhadap dirinya. Pada akhirnya bermuara
pada keberadaan diri manusia sebagai pada konsep diri, yakni kesadaran diri yang
makhluk rohani. Jenis Pemikiran terpusat pada diri sebagai objek. Self
fenomenologi lainnya, yaitu Fenomenologi adalah kemampuan menerima diri sebagai
Schutz pemikirannya berfokus pada objek hasil perspektif orang lain dan
struktur kesadaran manusia yang diperlukan berkembang melalui interaksi sosial dan
dalam sebuah interaksi serta Fenomenologi bahasa. Diri muncul dari hasil
Berger yang memerhatikan konstruksi pengalaman-pengalaman sosial. Manusia
sosial yang dieksternalisasikan melalui saling berbagi makna mengenai simbol dan
proses tingkah laku. merefleksikannya (significant gestures dan
Teori yang digunakan yaitu interaksi significant communication). Posisi sosial
simbolik, menurut Mead perspektif tersebut individu dalam masyarakat berpengaruh
melihat makna, bahasa, dan pemikiran yang pada perkembangan kedirian. Orang
tercipta dalam sebuah interaksi sosial juga dengan posisi tinggi cenderung memiliki
mempelajari dinamika aktivitas interaksi self-esteem dan self-image yang tinggi pula.
PEMBAHASAN
Manusia dianugerahi akal budi yang
membedakannya dari hewan. Manusia
adalah makhluk berpikir, mampu membuat
dan menafsirkan simbol. Isyarat Bisindo
terdiri dari simbol nonverbal, berfungsi
sebagai alat untuk mengungkap gagasan.
Ketika berkomunikasi dengan isyarat
Bisindo, ada pertukaran simbol-simbol
nonverbal yang diberi arti sesuai
kesepakatan bersama. Simbol-simbol Gambar 2. Isyarat SIBI
memiliki makna yang kemudian makna Sumber: Google.com
tersebut dibagikan bersama (Siregar, 2011:
104). Simbol dalam isyarat Bisindo
merupakan bahasa keseharian Tuli yang
lahir secara alamiah berdasarkan
pengalaman Tuli ketika berinteraksi, atau
dapat dikatakan sebagai bahasa Ibu
mereka. Berikut contoh isyarat kata motor
dan sedih dengan isyarat Bisindo:
dalam konsep Mead kehidupan sosial Tuli dalam memaknai bahasa nonverbal.
dapat bertahan ketika manusia membuat Isyarat tersebut lahir secara alamiah dari
simbol yang sama dan memaknai simbol interaksi Tuli sehari-hari. Isyarat Bisindo
yang sama. memberikan solusi bagi permasalahan
Identitas Tuli yang dikonstruksi komunikasi Tuli.
yaitu isyarat Bisindo itu sendiri dan Bisindo menjadi media komunikasi
muatan nilai, prinsip, falsafah yang dibagi yang lebih efektif dibandingkan SIBI.
melalui isyarat Bisindo (sebagai media Isyarat Bisindo merupakan jembatan bagi
komunikasi) yang terinternalisasi ke dalam Tuli dalam membangun identitas diri dan
pola pikir Tuli. Ketika Tuli menggunakan citra sosial melalui pemaknaan budaya,
isyarat Bisindo, masyarakat dapat nilai, prinsip, dan falsafah hidup yang
mengidentifikasinya sebagai Tuli dalam dibagikan melalui isyarat Bisindo.
makna sosiokultural, yakni masyarakat Tuli mengidentifikasi diri sebagai
minor linguistik yang memiliki pola pikir seorang Tuli melalui proses berpikir. Tuli
positif, optimis, dan percaya diri. melihat simbol isyarat Bisindo yang
Konstruksi identitas telah dipertukarkan dalam interaksi dan
membangun sebuah gambaran diri Tuli memaknainya. Isyarat Bisindo dipersepsi
dalam lingkungan sosialnya. Selaras sebagai ciri khas komunitas Gerkatin,
dengan pendapat Morissan bahwa identitas menggunakan isyarat Bisindo berarti
akan membangun citra tertentu (Morissan, menjadi bagian dari komunitas Gerkatin.
2013: 110-113). Tuli adalah bagian dari Selain melalui struktur isyarat,
keberagaman dan keunikan budaya, identitas dan citra sosial Tuli juga
terutama di Puwokerto. Hal tersebut dikonstruksi melalui muatan budaya, yaitu
merupakan sebuah konstruksi citra sosial budaya Tuli. Proses pengonstruksian
untuk menunjukkan bahwa Tuli identitas dan citra terjadi saat Tuli
merupakan bagian dari sistem sosial yang mengetahui berbagai nilai, norma, dan
memiliki peran setara dengan orang dengar prinsip yang terkandung dalam isyarat
di tengah kehidupan sosial masyarakat. Bisindo. Ada tahap berpikir dan
Gerkatin Purwokerto senantiasa menyesuaikan diri terhadap budaya Tuli,
menghadirkan lingkungan yang kondusif akhirnya menerima bahwa Bisindo dan
untuk membangun pola pikir dan relasi budaya Tuli lainnya adalah bagian dari
positif sesama Tuli juga dengan dirinya.
masyarakat dengan membangun interaksi Proses berikutnya yaitu penerimaan
dan komunikasi positif dan efektif. diri. Identitas dibangun melalalui persepsi
Interaksi yang dijalin dengan Tuli terhadap dirinya sendiri serta persepsi
lingkungan memperlihatkan peran Tuli orang lain terhadap dirinya. Identitas diri
sebagai bagian dari sistem sosial Tuli terkonstruksi melalui isyarat Bisindo,
kemasyarakatan, pada akhirnya Hasil konstruksinya yaitu Tuli menjadi
mengangkat eksistensi Tuli di tengah bagian dari sistem sosial yang memiliki
lingkungan sosial, baik di dalam peran setara dengan orang dengar di
komunitas maupun di luar komunitas. tengah kehidupan sosial masyarakat.
Identitas dan citra sosial diperlukan Tuli
SIMPULAN ketika berinteraksi di masyarakat untuk
Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) membangun dan menjaga eksistensi diri
merupakan media komunikasi dalam Tuli sehingga peran Tuli terlihat di
interaksi sosial Tuli. Bisindo mudah masyarakat.
dimengerti dan dipahami karena struktur Merujuk pada simpulan, maka
isyaratnya sesuai dengan cara pemahaman peneliti menyarankan kepada Gerkatin