Anda di halaman 1dari 15

Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial


Tuli di Purwokerto

Bunga Asriandhini
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial
Universitas Amikom Purwokerto
bunga.asriandhini@amikompurwokerto.ac.id
082227081010

Chandra Hanifah Rahmawati


Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial
Universitas Amikom Purwokerto
bunga.asriandhini@amikompurwokerto.ac.id
082227081010

ABSTRAK
Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu di Purwokerto menyuarakan agar Bahasa Isyarat
Indonesia (Bisindo) diresmikan sebagai isyarat resmi Tuli di Indonesia dalam rangka kritik
terhadap pemenuhan hak kenyamanan berkspresi dan berkomunikasi disabilitas. Gerakan ini
dilatarbelakangi sebuah harapan akan eksistensi Tuli di masyarakat. Beberpa kajian
mengenai Bisindo menemukan bahwa Tuli lebih memilih menggunakan Bisindo karena
isyarat tersebut lebih mudah dipraktikkan dan merupakan budaya Tuli. Budaya dapat
berfungsi sebagai penciri/identitas dan bahasa adalah budaya. Penelitian ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana peran isyarat Bisindo dalam mengonstruksi identitas dan
citra sosial Tuli, maka permasalahan dikaji menggunakan pendekatan fenomenologi Sartre
dengan teori interaksi simbolik Mead dengan konsep mind, self, dan society. Melalui
pendekatan dan teori tersebut, ditemukan bahwa isyarat Bisindo berperan mengonstruksi
identitas dan citra sosial Tuli melalui tiga cara, yaitu konstruksi melalui pengenalan diri Tuli
melalui konsep mind, bagaimana Tuli memahami siapa dirinya melalui isyarat Bisindo.
konstruksi ke dua melalui muatan nilai, prinsip, ideologi, norma, budaya yang terkandung
dalam tujuan digunakannya isyarat Bisindo. Isyarat Bisindo berperan sebagai media
komunikasi dalam mengonstruksi identitas diri dan citra sosial Tuli melalui interaksi dan
perannya dalam masyarakat.

Kata kunci: Bisindo, konstruksi identitas, konstruksi citra sosial, Tuli

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Indonesian Sign Language as A Construction of Deaf People Identity and Social Self-
Image In Purwokerto

ABSTRACT

Movement for the Welfare of the Deaf in Indonesia (Gerkatin) pleaded that Indonesian sign
language (Bisindo) to be formally appointed as the official Indonesian deaf sign language as
a form of criticism to the fulfillment of the right to comfort of expression and ease of
communication among people with disabilities. This movement is motivated by a hope for the
increased presence of deaf people in society. Several studies on Indonesian sign language
have found that deaf people prefer Bisindo because its gestures are easier to practice and
constitute the deaf culture. Culture can function as trait/identity and language is a part of a
culture. This research was conducted to answer the question on how the role of Bisindo in
constructing the identity and social image of the deaf, the problem is studied accordingly
using Sartre's phenomenology approach and Mead symbolic interaction theory with the
concept of mind, self, and society. Through these approaches and theories, it was found that
Bisindo has a role in building the identity and social image of the deaf in three manners,
construction by means of self-recognition for the deaf through the concept mind, in which
how the deaf grasp their true self through Bisindo sign. The second construction through the
value, principle, ideology, norm, and culture conceived inside the purpose in the usage of
Bisindo sign. Bisindo sign acted as communication media in the construction of the deaf
identity and social self-image through their interaction and roles in society.

.
Keywords: Indonesia sign Language, Identity Construction, self-image construction, Deaf

PENDAHULUAN Alasannya isyarat Bisindo lebih mudah


Relasi merupakan bagian penting dipahami oleh Tuli, sehingga proses
dari kehidupan sosial manusia. Relasi komunikasi dapat berjalan lebih dipahami.
dibangun melalui interaksi yang Membangun identitas dan citra sosial
melibatkan komunikasi. Saat komunikasi penting bagi Tuli, karena mereka
berlangsung, menurut Rakhmat disitulah merasakan sikap diskriminatif masyarakat
manusia sedang membangun identitas dan terhadap kaum Tuli. Stigma negatif yang
citra sosialnya (Rakhmat, 2019:124-125). berkembang dan kurang terlihatnya peran
Berkomunikasi bagi Tuli menjadi menenggelamkan eksistensi Tuli di
persoalan yang perlu diperhatikan masyarakat. Padahal eksistensi adalah
bersama. kebutuhan sosial bagi setiap manusia,
Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) untuk mencapainya individu harus melalui
adalah salah satu alat pertukaran informasi proses identifikasi diri.
yang menjadi pilihan Tuli. Isyarat ini Kebijakan BAB III Bagian I Pasal 5
sedang diperjuangkan oleh Gerkatin Undang-undang No.8 Tahun 2016 tentang
(Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Hak Penyandang Disabilitas, diterangkan
Indonesia) di Indonesia, tidak terkecuali bahwa penyandang disabilitas beberapa
Gerkatin Banyumas atau dikenal juga diantaranya berhak atas kebebasan
dengan Gerkatin Purwokerto agar berekspresi dalam berkomunikasi, bebas
dijadikan isyarat resmi di Indonesia. dari stigma, mempunyai hak atas

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

pendidikan, dilibatkan atau berperan dalam pendapat Bungin, bahwa bahasa


masyarakat, serta mendapat pekerjaan. merupakan produk kebudayaan sebagai
Bisindo merupakan salah satu alat hasil dari rangkaian proses sosial yang
untuk mendukung eksistensi Tuli yang dijalankan individu dalam masyarakat
terbilang cukup tinggi di wilayah (Bungin, 2007:52).
Banyumas. Berdasarkan data sebaran Penelitian yang dilakukan oleh
penyandang disabilitas dari website Wedayanti mengungkap bahwa Tuli
https://sidesa.jatengprov.go.id, jumlah Tuli adalah budaya. Terminologi Tuli sendiri
pada 27 kecamatan di Kabupaten secara sosiokultural merujuk pada
Banyumas yaitu 2.453 jiwa. Angka komunitas minor secara linguistik,
tersebut termasuk penyandang Tuli saja, memiliki cara berkomunikasi tersendiri.
Tuli sekaligus tuna netra dan wicara, serta Kaum difabel dengan keterbatasan
Tuli dengan ketidakberdayaan fisik, pendengaran lebih suka disebut Tuli
terbilang sebesar 0.14%. Gerkatin (dengan awalan T kapital) dari pada
berupaya memperluas jangkauan informasi tunarungu atau tuli (dengan awalan t
kepada seluruh Tuli wilayah Banyumas, kecil), karena Tuli mengacu pada
dengan mengampanyekan Bisindo melalui komunitas yang memiliki budaya
media sosial Instagram dan Facebook, (Wedayanti, 2019:138). Hasil karya
serta melalui kelas-kelas belajar Bisindo manusia yang menjadi nilai dalam sebuah
yang terbuka untuk orang dengar/umum. sistem sosial adalah upaya manusia
Berdasarkan penelitian terdahulu, menjaga keberadaannya. Eksitensi bentuk
Bisindo dianggap lebih mudah diterapkan dari humanisme, kebebasan bagi manusia
oleh Tuli karena isyarat tersebut bersifat secara sadar menentukan apa yang
spesifik merujuk pada sesuatu yang ingin diinginkan dirinya sendiri, tidak
diinformasikan. Isyarat Bisindo tidak terdeterminasi. Jean Paul Sartre
menambahkan imbuhan di bagian depan mengungkapkan bahwa eksistensi dan
dan akhir kata yang selama ini membuat hidup adalah dua entitas berbeda. Hidup
bingung Tuli (Mursita, 2015: 224). Isyarat dijalani tanpa memikirkan implikasi dari
ini seperti bahasa ibu bagi Tuli, mereka kehidupan itu sendiri, sedangkan manusia
mempelajarinya sejak awal berinteraksi memikirkan konsekuensi dari setiap
dengan isyarat. Isyarat Bisindo berbeda di tindakannya (Sobur dan Mulyana, 2020:
setiap daerah dan bisa jadi terdapat 234-235).
perbedaan antara komunitas satu dengan Pada komunikasi antar pribadi,
lainnya, Tuli membuat isyarat-isyarat individu membangun sebuah konsep diri
khusus yang menjadi ciri bagi melalui interaksi. Jika seseorang dihargai
penggunanya, mirip dengan bahasa daerah dan diterima secara utuh oleh orang lain,
yang dapat menjadi penciri identitas maka ia akan menghargai dan menerima
personal dan budaya (Kurnia dan Slamet, dirinya. Konsep diri positif dapat terwujud
2016:37; Gumelar, Hafiar, dan Subekti, dengan rasa penghargaan terhadap diri
2018:71). sendiri (self-esteem) dan keterbukaan diri
Bisindo merupakan ciri khas (self-disclosure) yang berpengaruh
keunikan bagi kaum Tuli. Ada terhadap pembentukan identitas diri.
kebanggaan ketika menggunakannya Komunikasi antar pribadi digunakan untuk
dalam berinteraksi. Bisindo bukan hanya memenuhi kebutuhan aktualisasi diri,
sekedar media komunikasi, melainkan menjauhkan dari tekanan sehingga
budaya bagi Tuli, ada nilai dan prinsip menciptakan kebahagiaan, serta
hidup yang dibangun melalui simbol- membangun relasi dengan orang lain.
simbol isyaratnya. Selaras dengan Manusia saling bekerja sama dalam sebuah

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

sistem sosial, komunikasi merupakan Identitas diri dan citra sosial Tuli
kendaraan dalam mencapai tujuan-tujuan yang terbentuk selama ini masih belum
komunikasi, seperti eksistensi diri dan sesuai harapan kaum Tuli. Isyarat Bisindo
memberi pengaruh. Fungsi komunikasi digunakan sebagai kendaraan untuk
dalam interaksi sosial juga berfungsi membangun identitas dan citra sosial Tuli
sebagai komunikasi kultural, di mana di masyarakat. Berdasarkan konteks
budaya menjadi bagian dari perilaku permasalahan menarik untuk dikaji
komunikasi. Budaya membangun sebuah bagaimana Bahasa Isyarat Indonesia
identitas (Rakhmat, 2019:124-125; (Bisindo) mengonstruksi identitas dan citra
Mulyana, 2019:5-6). sosial Tuli untuk memenuhi harapan
Tuli berupaya memenuhi terhadap eksistensi Tuli di masyarakat.
kebutuhan sosial di lingkungannya dengan
cara berinteraksi satu sama lain dan METODE PENELITIAN
mengembangkan hubungan untuk Mendasari pemikiran, penelitian ini
mencapai tujuan-tujuan komunikasi, yaitu menggunakan pendekatan fenomenologi, di
mendapatkan informasi, membuat orang mana esensi dari realitas sosial adalah dasar
mengerti perasaannya, menikmati, komunikasi. Pendekatan ini melihat
mengubah sikap, dan memenuhi harapan komunikasi interpersonal diantara manusia
sosial (terjadinya proses integrated secara holistik, bukan hanya sekedar
expectation). Mengacu pada tujuan memahami simbol-simbol dan bahasa saja.
komunikasi yang lebih spesifik Mulyana menyebutnya sebagai perspektif
(komunikasi antar pribadi), yaitu membuat subjektif. Ciri-cirinya adalah realita
orang lain mengerti saya, saya mengerti komunikasi bersifat semu, ganda,
orang lain, orang lain menerima saya, dan dikonstruksi, dan kebenarannya bersifat
saling bekerja sama melakukan sesuatu, relatif. Aktor komunikasi bebas
sehingga Tuli dapat membangun dan berperilaku aktif dan saling memengaruhi.
mempertahankan eksistensinya di Peneliti dan subjek penelitian setara, akrab,
masyarakat (Liliweri,2015:77-91). dan timbal balik. Penelitian bertujuan tidak
Berinteraksi merupakan cara dalam hanya mengungkap makna yang
membangun identitas diri. Identitas yang termanifestasi dalam tindakan namun
terkonstruksi ditentukan oleh individu sampai kepada proses yang bersifat laten
berdasarkan apa yang dipikirkan terhadap (Kuswarno, 2007:163). Penelitian ini
dirinya berdasarkan persepsi orang lain memahami pola dan relasi makna hasil
tentang dirinya. Identitas tertentu akan pengalaman sadar Tuli apa adanya.
membangun self-image tertentu pula. Self- Pengalaman ditafsirkan melalui interaksi
image merupakan sebuah konstruksi Tuli dengan lingkungannya, dimaknai dan
tentang bagaimana diri ingin dipandang membentuk kenyataan. Perilaku Tuli
oleh orang lain. Citra diri memengaruhi menggunakan Bisindo merupakan hasil dari
cara pandang orang terhadap diri dalam penafsiran Tuli terhadap dunianya. Untuk
sebuah lingkungan sosial. Budaya dapat memahami tingkah laku dan penafsiran
menjadi salah satu faktor yang makna, peneliti memandang fenomena dari
memengaruhi citra diri. Pendapat lainnya sudut pandang objek penelitian.
citra diri adalah cara seseorang Fenomenologi Sartre mengasumsikan
menampilkan dirinya kepada orang lain, bahwa kebutuhan sosial manusia berbeda
kepribadian, nilai-nilai yang dianut, dengan hewan dan tumbuhan. Manusia
prinsip, dan benda-benda yang melekat memiliki kebutuhan akan eksistensi diri
pada tubuhnya (Bramantyo dan Fitriyani, bukan hanya sekedar hidup. Ingin menjadi
2019:198). seperti apakah seorang manusia merupakan

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

pilihan yang ditentukan oleh diri masing- (Littlejohn dan Foss, 2009:66-67). Esensi
masing. Manusia memiliki harapan dan interaksi simbolik adalah aktivitas
kebebasan bertindak untuk memenuhi pertukaran pesan, tindakan, dan pemikiran
kebutuhan serta memiliki kesadaran manusia yang diberi makna serta
terhadap implikasi tindakannya. Lebih jauh bagaimana bahasa ditafsirkan. Proses
lagi eksistensialisme adalah wujud interaksi simbolik memungkinkan manusia
kebebasan terhadap diri untuk membentuk dan mengatur perilaku
membuktikan keberadaan diri kepada berdasarkan ekspektasi dari lawan interaksi.
dunia, masyarakat, lembaga, dan Makna dikonstruksi melalui sebuah proses
mendobrak cara berpikir (Sobur dan interaksi yang tidak netral, melainkan
Mulyana, 2020:234-239). memiliki maksud. Pengalaman hidup
Fenomenologi Sartre menggali merupakan data yang riil. Manusia
pengalaman subjek terhadap keberadaan berinteraksi melalui gestur, vokal, ekspresi
dirinya sendiri, bagaimana subjek tubuh, intonasi, suara, dengan membawa
mempersepsi dirinya melalui penilaian latar belakang budaya kemudian
orang lain. Menurut Sartre, manusia baru menghasilkan makna yang disepakati
akan tampak setelah ia membuatnya secara kolektif (Kuswarno, 2007:166;
tampak. Manusia harus menempuh suatu Ardianto, 2007:40).
cara untuk menjadikan dirinya eksis. Mead merumuskan tiga konsep kritis
Pemikiran Sartre yang sangat khas yaitu dalam interaksi simbolik, yaitu mind, self,
melibatkan emosi manusia, menurutnya and society yang secara khusus
emosi adalah kondisi yang bertujuan dan memaparkan tentang bahasa, interaksi
menyimpan makna dibaliknya. Tuli sosial, dan refleksivitas. Mind diartikan
merumuskan dan menggunakan Bisindo sebagai pikiran. Pikiran memunculkan
merupakan upaya untuk mengangkat multi respons dalam dirinya sendiri. Secara
eksistensinya. pragmatis, pikiran mengarah pada tindakan
Sobur dan Mulyana (2020) solutif terhadap permasalahan. Dalam
mendeskripsikan beberapa pemikiran proses berpikir, manusia memaknai simbol-
fenomenologi eksistensial, seperti simbol, di mana simbol tersebut dilibatkan
fenomenologi eksistensial Gabriel Marcel, dalam proses berpikir subjektif terutama
lebih menekankan pada kondisi simbol bahasa yang membuat pikiran
transendental. Selain itu fenomenologi manusia merujuk kepada dirinya mengenai
Soren Kierkegaard dikenal sebagai bapak identitas diri berdasarkan reaksi orang lain
eskistensialisme, memusatkan perhatiannya terhadap dirinya. Pada akhirnya bermuara
pada keberadaan diri manusia sebagai pada konsep diri, yakni kesadaran diri yang
makhluk rohani. Jenis Pemikiran terpusat pada diri sebagai objek. Self
fenomenologi lainnya, yaitu Fenomenologi adalah kemampuan menerima diri sebagai
Schutz pemikirannya berfokus pada objek hasil perspektif orang lain dan
struktur kesadaran manusia yang diperlukan berkembang melalui interaksi sosial dan
dalam sebuah interaksi serta Fenomenologi bahasa. Diri muncul dari hasil
Berger yang memerhatikan konstruksi pengalaman-pengalaman sosial. Manusia
sosial yang dieksternalisasikan melalui saling berbagi makna mengenai simbol dan
proses tingkah laku. merefleksikannya (significant gestures dan
Teori yang digunakan yaitu interaksi significant communication). Posisi sosial
simbolik, menurut Mead perspektif tersebut individu dalam masyarakat berpengaruh
melihat makna, bahasa, dan pemikiran yang pada perkembangan kedirian. Orang
tercipta dalam sebuah interaksi sosial juga dengan posisi tinggi cenderung memiliki
mempelajari dinamika aktivitas interaksi self-esteem dan self-image yang tinggi pula.

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Society (masyarakat) berperan penting Gambar 1. Isyarat Bisindo


dalam megonstruksi pikiran dan diri. Sumber: Google.com
Secara khusus terdapat pranata sosial, Isyarat Bisindo memiliki ciri khas.
seperti komunitas di mana seluruh tindakan Berbeda dengan SIBI, isyarat abjad
komunitas mengarah pada individu dengan Bisindo membentuk simbol mirip dengan
cara yang sama (Morissan, 2013:110-113). huruf latin yang digunakan orang dengar
Subjek penelitian adalah teman Tuli pada umumnya. Informan mengatakan,
yang pernah berkomunikasi menggunakan abjad isyarat Bisindo lebih mudah
isyarat Bisindo di Kabupaten Banyumas. dipahami dan dipraktikkan, karena
Dalam penelitian fenomenologi syarat bentuknya seperti abjad latin. Kemiripan
informan adalah seseorang yang tersebut memudahkan Tuli memahami
representatif terhadap fenomena yang akan pesan baik dari sesama Tuli maupun orang
diteliti. Jumlah informan dalam penelitian dengar. Menurut penelitian Mursita
ini yaitu 10 orang. Pengumpulan data (2015), jumlah Tuli yang menggunakan
dilakukan dengan cara wawancara tidak Bisindo yaitu sebesar 91%. Berikut
terstruktur dan mendalam untuk menggali peneliti tampilkan ilustrasi isyarat abjad
makna tersembunyi. Analisisnya SIBI sebagai wawasan untuk mencermati
berkesinambungan pada akhirnya keunikan masing-masing isyarat.
menghasilkan model konstruksi identitas
dan citra sosial Tuli melalui Bisindo.

PEMBAHASAN
Manusia dianugerahi akal budi yang
membedakannya dari hewan. Manusia
adalah makhluk berpikir, mampu membuat
dan menafsirkan simbol. Isyarat Bisindo
terdiri dari simbol nonverbal, berfungsi
sebagai alat untuk mengungkap gagasan.
Ketika berkomunikasi dengan isyarat
Bisindo, ada pertukaran simbol-simbol
nonverbal yang diberi arti sesuai
kesepakatan bersama. Simbol-simbol Gambar 2. Isyarat SIBI
memiliki makna yang kemudian makna Sumber: Google.com
tersebut dibagikan bersama (Siregar, 2011:
104). Simbol dalam isyarat Bisindo
merupakan bahasa keseharian Tuli yang
lahir secara alamiah berdasarkan
pengalaman Tuli ketika berinteraksi, atau
dapat dikatakan sebagai bahasa Ibu
mereka. Berikut contoh isyarat kata motor
dan sedih dengan isyarat Bisindo:

Gambar 3. Isyarat Motor dan Sedih


Sumber: I-Chat Mobile App

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Gambar 3. Isyarat Kata Sederhana semaunya (Rakhmat, 2019: 334). Isyarat


Sumber: I-Chat App PT. Telkom Indonesia Bisindo Wedayanti (2019)
mengungkapkan, Tuli memaknai isyarat
Selain isyarat kata, berikut peneliti sajikan
Bisindo berdasarkan persepsi, ada unsur
ilustrasi isyarat kalimat sederhana untuk
pemikiran dalam pemaknaannya, bukan
menyatakan “saya Tuli”.
hanya home sign (bahasa rumahan) yang
digunakan Tuli yang tidak memiliki latar
belakang pendidikan.
Informan menyampaikan bahwa
isyarat Bisindo antara komunitas, daerah,
bahkan kelompok-kelompok pertemanan
Tuli satu dengan lainnya memiliki
beberapa perbedaan seperti halnya dalam
praktik bahasa daerah. Seperti isyarat
nama universitas atau sekolah di
Purwokerto yang disepakati dalam sebuah
komunitas bisa jadi berbeda dan tidak
Gambar 4. Isyarat Kalimat Sederhana semua Tuli mengenal isyarat tersebut.
Sumber: I-Chat App PT. Telkom Indonesia Pernyataan di atas mengungkap
bahwa Tuli mengartikan dan memaknai
Tuli mengatasi kendala-kendala simbol isyarat dan makna pada awalnya
komunikasi dengan mengembangkan tidak memiliki arti, proses interaksilah
Bisindo, memanfaatkan kesederhanaan yang menciptakan sebuah makna dan
isyaratnya. Kemudahan mempraktikkan disepakati bersama. Sependapat dengan
isyarat Bisindo menjadikan Tuli lebih Mead yang mengatakan makna adalah
mudah berkomunikasi satu sama lain. hasil konstruksi secara interpretatif oleh
Seperti seseorang yang terkendala bahasa manusia melalui interaksi (Siregar, 2011:
asing, maka otomatis akan menghambat 104).
jalannya pertukaran pesan, terlebih pesan Makna yang dibagikan bersama
yang efektif. Pengembangan penggunaan dalam komunitas membentuk identitas diri
Bisindo merupakan bentuk strategi agar Tuli. Ketika Tuli berinteraksi di tengah
tercipta efektivitas komunikasi yang dapat masyarakat, orang dengar maupun sesama
terjadi jika ada kesamaan, dalam penelitian Tuli mengetahui keberadaan mereka,
ini yaitu simbol-simbol dari bahasa isyarat. memahami bentuk komunikasinya, dengan
Sesuai dengan arti komunikasi yang harapan Tuli menjadi lebih diterima dalam
berasal dari kata common, yaitu kesamaan, lingkungan sosial. Selaras dengan
maka hakikatnya komunikasi adalah pendapat Mead bahwa manusia memaknai
membangun mutual understanding. Jika simbol dalam sertiap interaksi, pada
terlalu banyak kendala isyarat dalam akhirnya membuat manusia berpikir
berkomunikasi, banyak pula kendala simbol yang dimaknai merujuk kepada
dalam membangun kesamaan makna dan identitas diri (Morissan, 2013, 110-113).
makna bersama. Beberapa hal yang dilakukan Tuli
Tuli mengartikan dan memaknai dalam pemaknaan, yaitu memaknai simbol
isyarat berdasarkan persepsi, dan persepsi isyarat yang diartikan secara denotatif.
manusia itu liar. Selaras dengan pendapat Seperti menunjukkan rasa terima kasih
Jalalludin Rakhmat, pada kelompok- dengan isyarat terima kasih, lalu
kelompok sosial, simbol yang menggambarkan perasaan marah dengan
dipertukarkan diartikan secara arbiter atau ekspresi marah. Rakhmat (2019)

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

mendeskripsikan bahwa Plato, John sebagai anggota Gerkatin dan aktif


Locke, dan Brodbeck, memasukkan jenis berkomunikasi dengan Bisindo, persepsi
pemaknaan tersebut ke dalam makna informan berubah. Tuli dimaknai sebagai
Inferensial, yaitu makna sebuah kata atau sebuah identitas dan kebanggaan.
simbol. Makna ini meliputi gagasan, Saat berinteraksi baik dengan sesama
objek, dan konsep yang merujuk kepada Tuli maupun orang dengar, beberapa
sebuah kata atau lambang. Selain itu informan menggambarkan bahwa bahasa
terdapat istilah-istilah khusus yang hanya Tuli adalah sebuah keunikan. Ia tidak
dimengerti oleh komunitas saja, seperti merasa malu menggunakan isyarat Bisindo
isyarat nama orang dan isyarat nama bahkan merasa bahagia dan senang hati
universitas. Jenis pemaknaan ini berbagi ilmu jika orang dengar tertarik
dikategorikan ke dalam makna mempelajari isyarat Bisindo.
significance, yakni makna yang Proses interaksi menggunakan
menunjukkan arti dari sebuah istilah ketika bahasa tidak bersifat netral, atau
dikaitkan dengan konsep lain. Terdapat mempunyai maksud tertentu, seperti
juga pemaknaan yang sangat pribadi, tidak isyarat Bisindo yang memuat makna
tercatat/termasuk ke dalam isyarat resmi, dikonstruksi melalui proses sosial.
disebut sebagai makna intensional, yaitu Diperkuat Isyarat Bisindo diciptakan Tuli
makna yang dihasilkan dari pemakai untuk bertahan hidup dengan cara
simbol. Hanya pengguna simbol yang berkomunikasi, berperilaku, memiliki nilai
mengetahui maksudnya secara tepat dan prinsip hidup sendiri, sehingga
(private meaning), misalnya makna Bisindo menjadi bagian dari identitas Tuli
konotatif dari sebuah kata yang diucapkan (Kuswarno, 2007:166; Gumelar, Hafiar,
seseorang. Subekti, 2018:71).
Informan mengatakan: Lalu, Mengacu pada sumber kajian
“Orang tau apa saya Tuli pakai bahasa budaya Tuli lainnya, terminologi Tuli
isyarat. Teman-teman Tuli lihat saya bukan sebutan untuk kaum disabilitas atau
pakai isyarat Bisindo terus bilang kamu rusak pendengaran, namun lebih kepada
pakai Bisindo.” (Riz). kaum minoritas linguistik. Dalam hal ini,
Pernyataan tersebut menggambarkan makna menunjukkan arti (significance)
pemaknaan orang dengar terhadap seorang dari suatu istilah yang memiliki
Tuli melalui cara berkomunikasi keterhubungan dengan konsep lainnya.
menggunakan bahasa isyarat. Teman- Kata Tuli secara budaya merupakan
teman sesama Tuli mengidentifikasi kelompok yang berkomunikasi dengan
informan bagian dari sebuah komunitas cara berbeda menggunakan isyarat
karena berkomunikasi menggunakan nonverbal. Penulisan kata Tuli harus
Bisindo. Ketika orang lain membuat menggunakan huruf T kapital yang
persepsi tentang diri informan, maka Ia menegaskan Tuli adalah budaya bukan
mempersepsikan dirinya adalah seorang penyakit atau kecacatan fisik (Wedayanti,
Tuli. 2019: 138).
Selain itu, pengalaman informan Kaum disabilitas pendengaran lebih
menunjukkan dirinya pernah mengalami suka dipanggil Tuli dari pada tunarungu
bullying karena tidak dapat mendengar, atau tuli (t kecil). Alasannya Tuli
sehingga ada rasa sedih dan tidak percaya memiliki nilai-nilai, norma, identitas, dan
diri. Informan memberi penilaian negatif tradisinya sendiri, mereka bukan orang
terhadap dirinya, hal ini membentuk sakit. Informan menegaskan Tuli bisa
persepsi bahwa menjadi Tuli adalah melampaui keterbatasannya, ada semangat
sebuah kekurangan. Ketika Ia aktif hidup meraih cita-cita, memiliki

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

kepercayaan diri dan berfokus pada Menurut Mead aktivitas pertukaran


kelebihannya. pesan dimaknai oleh pelakunya
Informan mengatakan, mereka berdasarkan pengalaman riil pelaku
berkomunikasi menggunakan Bisindo komunikasi, artinya setiap individu
karena merasa isyarat tersebut merupakan memaknai secara berbeda pada satu objek
ciri khasnya Tuli. Pernyataan tersebut yang sama, berdasarkan pengalaman,
menguatkan makna bahwa Bisindo sebagai prinsip hidup, juga keinginan. Makna
identitas sosial Tuli. Identitas terbentuk adalah hasil interaksi dengan diri sendiri
dari kelompok sosial di mana seseorang dan proses sosial (Ardianto, Komala, dan
berada. Informan merasa saat Karlinah, 2007: 136).
berkomunikasi dengan Bisindo, menjadi Salah satu informan menyatakan
lebih percaya diri. Percaya diri adalah bersemangat mencapai cita-cita karena
sebuah konsep diri positif, di mana konsep melihat Surya Sahetapy sebagai Tuli yang
diri dibentuk dari persepsi mengenai diri sukses melawan keterbatasan. Melalui
sendiri, persepsi orang lain mengenai diri, Bisindo, informan berbagai makna
kita menjadi persona penanggap dan bagaimana Tuli menafsirkan sebuah
persona stimuli dalam satu waktu kesuksesan.
sekaligus. (Rakhmat, 2019:124). Dalam Bagian pertama dari proses
hal ini, informan memaknai kata Tuli pemaknaan adalah berpikir. Dalam
sebagai sebuah identitas, bukan berpikir, menurut Kuhn, Tuli
kekurangan. berkomunikasi dengan dirinya secara
Simbol dapat dimaknai secara bebas, intrapribadi, proses berpikir tersebut
seringkali makna simbol hanya diketahui menggunakan simbol-simbol. Hanya
oleh komunikator, biasanya mengarah stimulus yang mengarah pada diri Tuli
pada makna konotatif. Informan yang akan direspon. Simbol digunakan
mengatakan, dirinya mendapat energi dalam proses pemikiran subjektif,
(semangat hidup) ketika berinteraksi utamanya simbol bahasa.
dengan menggunakan Bisindo. Melihat Informan mengatakan kurang
sosok Tuli yang aktif menggunakan percaya diri menjalin komunikasi dengan
Bisindo dan sukses seperti Surya Sahetapy orang dengar, karena mereka tidak
atau teman-teman Tuli dilingkungan memahami bahasa isyarat yang berujung
sekitar yang meneruskan ke jenjang pada labeling, seperti penyebutan kata
Pendidikan Tinggi, memiliki prestasi, “budeg”, selain itu terlihat pula bahasa
adalah sebuah pemacu semangat bagi Tuli nonverbal, seperti ekspresi serta bahasa
lainnya. Informan juga sangat menyukai tubuh yang terkesan tidak bersahabat.
menggunakan isyarat Bisindo, karena Kondisi demikian menjadikan informan
terpacu untuk berprestasi. Menggunakan tidak dapat mengekspresikan dirinya
Bisindo membuat informan berimajinasi secara utuh dalam masyarakat.
ke masa depan mengenai kesuksesan Kehidupan sosial berpusat pada diri
meraih cita-cita. Saat berinteraksi baik manusia. Proses berpikir Tuli terhadap
dengan sesama Tuli maupun orang dengar, diri dan lingkungannya melahirkan sebuah
informan menggambarkan bahwa bahasa persepsi diri. Penafsiran terhadap diri
Tuli adalah sebuah keunikan. Ia tidak tidak sama antara Tuli satu dan lainnya.
merasa malu menggunakan isyarat Bisindo Hal tersebut dipengaruhi oleh latar
bahkan merasa bahagia dan senang hati belakang kepribadian dan pengalaman
berbagi ilmu jika orang dengar tertarik hidup.
mempelajari isyarat Bisindo. Tuli yang memiliki pengalaman
hidup tidak menyenangkan terkait

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

keterbatasannya cenderung memberi Bisindo menjadi media bagi Tuli


persepsi negatif terhadap dirinya. terlebih untuk saling berbagi ide, prinsip, nilai, dan
pada proses observasi, ditemukan faktor- pikiran satu sama lain. Stimulus tersebut
faktor pendukung pembentuk persepsi dimaknai dan membentuk persepsi di
dirinya. Informan hidup di lingkungan benak Tuli. Informan memberi signifikansi
yang kurang memahami kondisi Tuli. Ia kepada diri dan orang sekitarnya dari
jarang terlibat dalam kegiatan di wujud, gestur, ekspresi, dan rasa, di mana
lingkungan dan memiliki kepribadian proses tersebut melibatkan mental.
introvert. Pengalaman negatif dan karakter Poonjani mengatakan, persepsi antar
informan memengaruhi caranya pribadi dipengaruhi oleh rangsangan yang
memandang diri. Ia menafsirkan diri dimaknai oleh dan terhadap individual.
sebagai orang yang memiliki kekurangan Persepsi dalam pandangan antar pribadi
karena memiliki keterbatasan mengarah pada pembatasan rangsangan
pendengaran. Informan juga memaknai yang diterima individu. Dalam interaksi,
seluruh orang Tuli adalah orang yang sama manusia menyeleksi informasi yang
seperti dirinya. diterimanya. (Liliweri, 2015: 178).
Informan lainnya menyampaikan Konsep persepsi pada akhirnya
menjadi Tuli adalah sebuah tantangan, Tuli memunculkan sebuah kesadaran terhadap
memiliki kesempatan sama untuk maju. diri melalui share meaning dalam
Informan menerima diri sepenuhnya interaksi. Hal ini diperkuat oleh pendapat
karena Ia lahir dan besar dalam pola Mead, manusia merefleksikan dirinya
pengasuhan keluarga yang penuh melalui interaksi (Siregar, 2011: 104).
dukungan. Ia merasa menjadi Tuli bukan Pendapat Rakhmat selaras dengan Mead,
kehinaan, bahkan bangga di tengah manusia mempersepsi orang lain tapi juga
keterbatasannya Informan memandang mempersepsi dirinya sendiri (Rakhmat,
setiap manusia memiliki keterbatasan yang 2019: 122).
harus dilampaui. Informan menafsirkan Tuli mempersepsi diri, membangun
setiap Tuli memiliki kesempatan sama identitas diri dan mengembangkan
untuk sukses di tengah masyarakat. eksistensi dirinya melalui komunitas
Informan lainnya menilai bahwa Gerkatin melalui isyarat Bisindo.
menjadi Tuli sempat membuatnya malu, Informan menyampaikan, isyarat Bisindo
namun perasaan tersebut menghilang memiliki kelebihan karena Tuli yang
seiring bertambahnya pengetahuan menciptakan isyarat tersebut secara
mengenai Tuli. Budaya pergaulan dalam natural. Rasa kepemilikan Tuli terhadap
komunitas Gerkatin Purwokerto telah isyarat Bisindo sangat kuat. Bermula dari
mengubah pola pikirnya. kondisi demikian, memunculkan rasa
Pernyataan informan menunjukkan kesamaan antara sesama Tuli.
terdapat faktor-faktor yang memengaruhi Isyarat Bisindo digunakan sebagai
persepsi. Pembentukan persepsi berawal media pengekspresian diri. Informan
dari faktor internal dan eksternal, yaitu menyadari perbedaan cara berkomunikasi
pengalaman masa lalu, prinsip hidup, dengan orang dengar, bisindo adalah
keyakinan, tradisi, norma, minat, dan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dan
harapan di masa yang akan datang menjadi penanda keberadaannya di tengah-
(Morissan, 2016:110-113). Proses tengah masyarakat. Tuli meyakini Bisindo
persepsi melibatkan dimensi kognitif yang dapat mengubah pola pikir dan cara
membuat manusia sadar terhadap pandang Tuli terhadap diri mereka.
rangsangan yang masuk melalui indera dan Bisindo tidak hanya membangun
menyeleksi stimulus (Liliweri, 2015: 167) rangkaian isyarat untuk berkomunikasi,

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

isyarat Bisindo mengandung muatan Tuli membuat persepsi dalam


positif dalam membentuk kedirian Tuli, relasinya dengan sesama Tuli dan orang
diantaranya pola pikir positif, maju, dan dengar. Informan mengatakan, Ia
optimis. Secara laten, isyarat Bisindo beruntung menjadi bagian dari Gerkatin
disisipi nilai-nilai positif mengacu pada Purwokerto, karena nilai-nilai yang dibagi
perubahan pola pikir Tuli dalam dan dimaknai dalam komunitas melalui
mempersepsi dirinya. Morrisan (2013) isyarat Bisindo membuka pikiran serta
mengungkapkan bahwa rasa diri begitu mengubah cara pandang terhadap
penting bagi individu, kehidupan sosial kehidupan.
berpusat pada diri. Persepsi adalah inti dari Persepsi diri Tuli dalam komunitas
komunikasi. Gerkatin Purwokerto dikonstruksi melalui
Isyarat Bisindo sendiri dikondisikan perubahan pola pikir dan cara pandang
sebagai media pembawa pesan baik yang Tuli terhadap keterbatasannya, melalui
manifest maupun laten. Pesan-pesan isyarat Bisindo yang diciptakan untuk
tersebut disebarkan dalam interaksi, mendukung upaya tersebut,
ditafsirkan, dan mengonstruksi identitas Stimuli yang ditangkap oleh Tuli
Tuli. Pesan yang dipertukarkan dalam melalui indera terutama secara visual bisa
interaksi dipengaruhi oleh latar belakang jadi memunculkan keraguan terhadap
budaya, pola asuh, prinsip, dan nilai hidup persepsi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
memengaruhi proses seleksi informasi budaya, baik budaya asuh keluarga
dalam interaksi antar pribadi. Keeratan maupun budaya lingkungan, pendidikan,
relasi antar pribadi menjadi kekuatan strata sosial, serta kondisi psikologi
untuk melakukan sebuah perubahan terhadap harapan sosial.
(Liliweri, 2015: 179). Selain itu, konsep diri Tuli dibentuk
Informan menyampaikan: melalui keterampilan Tuli menafsirkan
“Kita di Gerkatin pakai Bisindo. Aku Tuli objek di lingkungan sekitarnya. Ada
berbagi ilmu dengan teman Tuli. perbedaan pemaknaan realitas, seperti
Orangnya baik-baik, aku semangat hidup. ketika Tuli menafsirkan kata Tuli. Secara
Tidak pernah ngomong buruk, kakak- garis besar makna Tuli bagi informan
kakak menyemangati aku supaya sukses, adalah (1) sebuah kekurangan dan (2)
semua ceria. (AN)” sebuah keunikan dalam arti positif.
Keterampilan ini akan memengaruhi cara
Pernyataan informan menggambarkan pandang diri sebagai objek yang dimaknai,
interaksi dan komunikasi positif. Budaya akhirnya membentuk konsep diri.
komunikasi yang dibangun oleh komunitas Pola interaksi positif Tuli dalam
Gerkatin memengaruhi pola pikir Tuli komunitas Gerkatin Purwokerto dan
sehingga membentuk persepsi positif Tuli makna-makna dan nilai yang dibagikan
terhadap dirinya. saat berkomunikasi menggunakan isyarat
Tuli membentuk konsep diri melalui Bisindo mengonstruksi pikiran Tuli dalam
tiga jenis persepsi. Pertama yaitu persepsi menyamakan persepsi mengenai arti kata
tentang diri, kedua adalah persepsi sosial, Tuli secara literal dan budaya. Melalui
terakhir persepsi fisis. Konsep diri juga Bisindo Tuli menyamakan persepsi diri
dibangun melalui interpretasi diri, ajaran dan dengan bangga membangun identitas
budaya, perbandingan sosial, dan persepsi diri sebagai Tuli. Secara sadar menentukan
orang lain (Rakhmat, 2019: 123; Liliweri, harapan-harapan untuk masa depannya
2015: 180). sebagai diri.

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Pengonstruksian identitas terjadi


melalui interaksi, Gerkatin Purwokerto
melakukan aktivitas yang cukup variatif
dalam lingkup komunitas dan masyarakat
di luar komunitas. Kegiatan dalam
komunitas dimanfaatkan untuk
mengenalkan isyarat Bisindo kepada
sesama Tuli. Tidak semua Tuli mengenal
isyarat Bisindo, sebagian berkomunikasi
menggunakan SIBI dan home sign. kegiatan ini dapat mengenalkan isyarat
Ada dua tujuan pengenalan isyarat Bisindo seluas-luasnya baik kepada Tuli
Bisindo kepada Tuli, yaitu (1) guna lebih maupun orang dengar.
memudahkan komunikasi sesama Tuli. Gerkatin Purwokerto juga
Isyarat Bisindo dianggap lebih nyaman menyelenggarakan Nonton Bareng (nobar)
dipraktikkan, memiliki struktur isyarat Film “Ayah Mengapa Aku Berbeda”
atau bahasa yang mudah dimengerti. bekerja sama dengan Universitas Amikom
Isyarat Bisindo mengakomodasi Gambar 5. Belajar Bisindo
kecenderungan daya penerimaan informasi Sumber: Dokumentasi YOT
Tuli secara visual dengan mengutamakan
gestur dan ekspresi. (2) Isyarat Bisindo Purwokerto dan komunitas Typist
dimanfaatkan sebagai media komunikasi Bergerak Indonesia (TBI). Tujuannya
untuk membangun identitas diri dan citra untuk menjalin relasi dengan sesama Tuli,
sosial Tuli. mengenalkan diri kepada orang dengar,
Gerkatin Banyumas menilai jika Tuli dan menunjukkan eksistensinya. Kegiatan
menggunakan isyarat yang lebih mudah ke luar komunitas juga menumbuhkan rasa
dipahami, komunikasi berjalan lebih percaya diri bagi Tuli dan membangun
lancar, karena hambatan komunikasi Tuli pola pikir positif terhadap penerimaan diri
selama ini terletak pada pemahaman Tuli di tengah masyarakat.
isyarat. Kemudahan berkomunikasi bagi
Tuli dapat memudahkan pula membangun
relasi antarpribadi di lingkungan sosialnya.
Kegiatan yang telah dilaksanakan
diantaranya belajar Bisindo Bersama.
Aktivitas ini diselenggarakan oleh
Gerkatin Purwokerto bekerja sama dengan
komunitas Typist Bergerak Indonesia
(TBI) sebuah komunitas beranggotakan
teman Tuli dan teman dengar yang
berpusat di Jakarta, selain itu juga bekerja
Gambar 6. Nonton Bareng Teman Tuli Bersama
sama dengan komunitas Young On Top Typist Bergerak
(YOT) Purwokerto, sebuah komunitas Sumber: Dokumentasi Prodi Ilmu Komunikasi
anak muda yang memiliki semangat Universitas Amikom Purwokerto
berkarya.
Belajar isyarat Bisindo Tujuan lain mengenalkan isyarat
diperuntukkan bagi Tuli dan orang dengar. Bisindo, yaitu untuk membangun
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk kesamaan dari segi penggunaan bahasa,
mengenalkan isyarat Bisindo kepada orang membangun identitas dan citra sosial Tuli
Tuli dan orang dengar. Harapannya, di masyarakat. Menurut Kikyo (2010)

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

dalam konsep Mead kehidupan sosial Tuli dalam memaknai bahasa nonverbal.
dapat bertahan ketika manusia membuat Isyarat tersebut lahir secara alamiah dari
simbol yang sama dan memaknai simbol interaksi Tuli sehari-hari. Isyarat Bisindo
yang sama. memberikan solusi bagi permasalahan
Identitas Tuli yang dikonstruksi komunikasi Tuli.
yaitu isyarat Bisindo itu sendiri dan Bisindo menjadi media komunikasi
muatan nilai, prinsip, falsafah yang dibagi yang lebih efektif dibandingkan SIBI.
melalui isyarat Bisindo (sebagai media Isyarat Bisindo merupakan jembatan bagi
komunikasi) yang terinternalisasi ke dalam Tuli dalam membangun identitas diri dan
pola pikir Tuli. Ketika Tuli menggunakan citra sosial melalui pemaknaan budaya,
isyarat Bisindo, masyarakat dapat nilai, prinsip, dan falsafah hidup yang
mengidentifikasinya sebagai Tuli dalam dibagikan melalui isyarat Bisindo.
makna sosiokultural, yakni masyarakat Tuli mengidentifikasi diri sebagai
minor linguistik yang memiliki pola pikir seorang Tuli melalui proses berpikir. Tuli
positif, optimis, dan percaya diri. melihat simbol isyarat Bisindo yang
Konstruksi identitas telah dipertukarkan dalam interaksi dan
membangun sebuah gambaran diri Tuli memaknainya. Isyarat Bisindo dipersepsi
dalam lingkungan sosialnya. Selaras sebagai ciri khas komunitas Gerkatin,
dengan pendapat Morissan bahwa identitas menggunakan isyarat Bisindo berarti
akan membangun citra tertentu (Morissan, menjadi bagian dari komunitas Gerkatin.
2013: 110-113). Tuli adalah bagian dari Selain melalui struktur isyarat,
keberagaman dan keunikan budaya, identitas dan citra sosial Tuli juga
terutama di Puwokerto. Hal tersebut dikonstruksi melalui muatan budaya, yaitu
merupakan sebuah konstruksi citra sosial budaya Tuli. Proses pengonstruksian
untuk menunjukkan bahwa Tuli identitas dan citra terjadi saat Tuli
merupakan bagian dari sistem sosial yang mengetahui berbagai nilai, norma, dan
memiliki peran setara dengan orang dengar prinsip yang terkandung dalam isyarat
di tengah kehidupan sosial masyarakat. Bisindo. Ada tahap berpikir dan
Gerkatin Purwokerto senantiasa menyesuaikan diri terhadap budaya Tuli,
menghadirkan lingkungan yang kondusif akhirnya menerima bahwa Bisindo dan
untuk membangun pola pikir dan relasi budaya Tuli lainnya adalah bagian dari
positif sesama Tuli juga dengan dirinya.
masyarakat dengan membangun interaksi Proses berikutnya yaitu penerimaan
dan komunikasi positif dan efektif. diri. Identitas dibangun melalalui persepsi
Interaksi yang dijalin dengan Tuli terhadap dirinya sendiri serta persepsi
lingkungan memperlihatkan peran Tuli orang lain terhadap dirinya. Identitas diri
sebagai bagian dari sistem sosial Tuli terkonstruksi melalui isyarat Bisindo,
kemasyarakatan, pada akhirnya Hasil konstruksinya yaitu Tuli menjadi
mengangkat eksistensi Tuli di tengah bagian dari sistem sosial yang memiliki
lingkungan sosial, baik di dalam peran setara dengan orang dengar di
komunitas maupun di luar komunitas. tengah kehidupan sosial masyarakat.
Identitas dan citra sosial diperlukan Tuli
SIMPULAN ketika berinteraksi di masyarakat untuk
Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) membangun dan menjaga eksistensi diri
merupakan media komunikasi dalam Tuli sehingga peran Tuli terlihat di
interaksi sosial Tuli. Bisindo mudah masyarakat.
dimengerti dan dipahami karena struktur Merujuk pada simpulan, maka
isyaratnya sesuai dengan cara pemahaman peneliti menyarankan kepada Gerkatin

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Banyumas/Purwokerto untuk tetap Kurnia, Damaiati R., Slamet, Thohari.


melakukan sosialisasi Bisindo yang lebih (2016). Menormalkan yang
kreatif dan inovatif ke seluruh wilayah dianggap tidak normal, Atudi
Banyumas, karena isyarat Bisindo mampu Kasus Penertiban Bahasa
membangun identitas dan citra sosial Isyarat Tunarungu di Sekolah
positif yang bermanfaat bagi Tuli dan Luar Biasa (SLB) dan
peranannya dalam masyarakat. Perlawanannya di Kota
Selain itu menarik untuk dikaji lebih Malang. Jurnal IJDS 2016:
lanjut mengenai peran komunikasi Volume 3: No.1: Page 34-41.
antarpribadi dalam komunitas-komunitas Kuswarno, Engkus. (2007). Tradisi
Tuli dan bagaimana Tuli membangun Fenomenologi Pada Penelitian
jaringan relasi untuk memperluas Komunikasi Kualitatif Sebuah
eksistensi dan upaya penyetaraan peran Pedoman Penelitian dari
Tuli dalam masyarakat. Pengalaman Penelitian. Jurnal
Sosiohumaniora, Vol. 9, No. 2,
DAFTAR PUSTAKA Juli 2007: 121-176.
Ardianto, Elvinaro., Komala, Lukiati., Liliweri, Alo. (2015). Komunikasi
Karlinah, Siti. (2007). Antarpersonal Edisi Pertama.
Komunikasi Massa Suatu Jakarta: Kencana.
Pengantar. Bandung: Simbiosa Litllejohn., Foss, Karen. (2010). Teori
Rekatama Media Komunikasi. Jakarta: Salemba
Bramantyo, Bagus Dwi., Fitriani, Dinda Humanika
Rakhma. (2019). Proses Morissan. (2013). Teori Komunikasi
Pembentukan Self Esteem dan Individu Hingga Massa.
Self Identity Pada Teman Tuli Jakarta: Prenadamedia Grup
di Organisasi Gerkatin Depok. Mulyana, Deddy. (2019). Ilmu Komunikasi
Print ISSN:1412-7873; Online Suatu Pengantar. Bandung:
ISSN: 2598-7402 WACANA PT. Remaja Rosda Karya.
Volume 18 No. 2, Desember Mursita, Rohmah Ageng. 2015. Respon
2019, hlm. 191-202. Tunarungu Terhadap
Bungin, Burhan. (2007). Sosiologi Penggunaan Sistem Bahasa
Komunikasi Teori, Paradigma, Isyarat Indonesia (SIBI) dan
dan Diskursus Teknologi Bahasa Isyarat Indonesia
Komunikasi di Masyarakat. (Bisindo) Dalam Komunikasi.
Jakarta: Kencana Prenada Jornal of Disability Inklusi
Media Group. Vol. 2 No. 2.
Gumelar, Gilang., Hafiar, Hanny., Subekti, http://ejournal.uin-
Priyo. (2018). Bahasa Isyarat suka.ac.id/pusat/inklusi/article/
Indonesia Sebagai Budaya Tuli view/1109/1002
Melalui Pemaknaan Anggota Rakhmat, Jalaluddin. (2019). Psikologi
Gerakan Untuk Kesejahteraan Komunikasi Edisi Revisi.
Tunarungu. Jurnal Bandung: Simbiosa Rekatama
INFORMASI: Kajian Ilmu Media.
Komunikasi-ISSN (p) 0126- Undang-undang No.8 Tahun 2016 tentang
0650; ISSN (e) 2502-3837 Vol Hak Penyandang Disabilitas.
48, No.1 (2018), pp.65-78.doi: Wedayanti, Ni Putu Luhur. (2019). Teman
http://dx.doi.org/10.21831/info Tuli diantara SIBI dan Bisindo.
rmasi.v48i.17727. Seminar Riset Pengajaran

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom
Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Konstruksi Identitas dan Citra Sosial Tuli di Purwokerto

Linguistik Pengajaran Bahasa 978-623-7112-15-0


SENARILIP III 2019 ISBN:

Jurnal Riset Komunikasi halaman


http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRKom

Anda mungkin juga menyukai