LENGKUNGAN SEDERHANA
Setiap survey lintas jalur mempunyai bentuk alinemen geometri berupa garis lurus dan
sudut-sudut yang sederhana. Untuk memberikan perubahan arah dalam bentuk yang
paling sesuai dengan ciri-ciri pelaksanaannya maka dibutuhkan suatu lengkungan.
Lengkungan pada bidang horizontal biasanya merupakan busur dari sebuah lingkaran
sedangkan lengkungan pada bidang vertikal berbentuk busur parabolik yang
menghubungkan bagian lurus pada suatu grade/ kemiringan. Lengkungan sederhana terdiri
dari busur lingkaran yang menyinggung pada dua buah arah yang lurus pada lintas
jalur. Untuk pembuatan sebuah lengkungan sederhana maka terdapat beberapa tahapan
yang harus dilakukan antara lain :
1. Penentuan titik utama lengkungan sederhana
2. Penentuan titik detil pembentuk lengkungan
Data ukuran awal berupa perpotongan dua buah arah, arah I (αAB) dari titik A ke titik B dan
arah II (αCD) dari titik C ke titik D, sehingga selanjutnya dapat ditentukan titik utama
lengkungan sederhana :
1. Titik perpotongan dua buah arah (I)
2. Sudut deviasi (θ) : sudut yang dibentuk perpotongan arah I dan Arah II
Jika terdapat sudut deviasi sebesar θ maka sudut busur juga akan terbentuk
sebesar θ
3. Titik Awal lengkungan / Tangen To Curve (TC) dan titik akhir lengkungan / Curve to
Tangen (CT)
Sta.TC = Sta.I - T
Sta.CT = Sta.TC + L
4. Jarak Tangen (T) , merupakan jarak dari titik perpotongan dua arah dengan titik awal
lengkungan atau titik akhir lengkungan
Pada segitiga siku-siku I-TC-O dengan sudut di titik O sebesar θ maka jarak tangent
(T) dapat ditentukan sebagai berikut :
Diketahui data ukuran dua buah arah yang saling berpotongan dengan data sebagai
berikut :
Titik detil merupakan titik-titik pembentuk sebuah lengkungan, semakin banyak titik detil
maka akan semakin mulus lengkungan yang akan dibuat. Penentuan titik detil dapat
dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
1. Offset terhadap tangent
2. Offset terhadap tali busur
3. Perpanjangan tali busur
4. Sudut defleksi
Pemilihan metode tersebut didasarka kepada kemudahan pelaksanaan dilapangan beserta
halangan yang ada serta ketersediaan alat ukur yang tersedia.
Pada metode ini posisi titik detil ditentukan oleh perpotongan jarak pada tali busur (X) dan
jarak tegak lurus dari tali busur (Y). Jarak M merupakan jarak offset utama (Y 0) ditengah titik
A, dimana :