Anda di halaman 1dari 401

http://inzomnia.wapka.

mobi

V. Lestari
PERTEMUAN DI SEBUAH MOTEL

Edit & Convert: inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

BAB 1

Di dalam kamarnya, Ratna mengamati kotak perhiasannya yang terbuka.


Belum penuh, pikirnya kesal. Padahal dulu kotak itu sempat penuh Sesak,
tapi kemudian ludes tak bersisa. Bukan karena dirampok atau dicuri,
tapi karena dijual untuk biaya pengobatan almarhum suaminya yang lama
sakit padahal tak ada asuransi. Setelah perhiasannya ludes, suaminya
malah meninggal. Sepertinya sia-sia saja pengorbanannya itu. Baginya
menjual perhiasan patut disebut sebagai pengorbanan. Semakin banyak
yang dijual, semakin besar pengorbanan itu walaupun yang membelikan
barang-barang itu adalah suaminya juga. Siapa pun yang membelikan
atau memberikan, itu sudah jadi miliknya.
Setelah anak-anaknya punya penghasilan sendiri ia mewajibkan mereka
untuk menghadiahinya perhiasan secara kontinu dari waktu ke waktu.
Yang dianggap berpenghasilan besar wajib memberi lebih.
Tapi ia kecewa karena pertambahannya seret. Sedang mutu perhiasan
pemberian anak-anaknya itu kebanyakan kurang bagus dan kurang mahal
di matanya. Berliannya cuma sedikit. Padahal anaknya ada tujuh orang!
Mereka semua memang sudah berkeluarga hingga punya tanggungan.
Tapi dia sebagai ibu punya posisi
berbeda. Mereka harus berbakti kepadanya. Kalau sudah jelas bahwa
yang disenanginya adalah emas berlian, kenapa mereka tidak berupaya
untuk menyenangkan hatinya dengan memberikan barang-barang itu?
Apalagi umurnya sudah tujuh puluh tahun. Sudah tua sekali, keluhnya.
Tidak lama lagi hidupnya akan berakhir. Perhiasan itu pasti tak bisa
dibawanya ke liang kubur. Masa hal itu tak terpikir oleh mereka?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kekecewaan yang terpendam dan terus menumpuk membuat lidahnya


yang dulu sudah tajam menjadi semakin tajam. Sumpah serapahnya
dengan gampang berhamburan bila ada yang tak berkenan di hatinya.
Yang paling dibencinya adalah putranya yang kedua, Agus, beserta
seluruh keluarganya yaitu Delia istri Agus dan putra mereka satu-
satunya bernama Adam. Ratna menganggap Agus anak paling
pembangkang dan penentang. Sejak kecil Agus sudah begitu. Biarpun
sering dipukul dan dicubiti, tetap saja begitu. Sedang Delia sebagai
menantu dinilainya ikut memanas-manasi dan menghasut walaupun di
depannya selalu bersikap hormat dan santun. Bila Delia mau membujuk
Agus supaya patuh, mustahil lelaki itu terus saja membangkang dan
menentang. Sementara Adam, cucunya, suka terang-terangan
memperlihatkan rasa tidak sukanya. Sekali ia pernah melihat anak itu
menjulurkan lidah kepadanya!
Di kota Bandung tempat mereka sama-sama bermukim, Agus punya toko
pakaian yang cukup besar dan kelihatannya selalu ramai pembeli. Di mata
Ratna, orang yang punya toko itu pastilah kaya. "Tapi Agus punya banyak
alasan. Toko merugi. Banyak keperluan. Adam mau masuk perguruan
tinggi jadi perlu biaya banyak. Dan entah apa lagi. Coba
10
saja lihat kotak perhiasan itu. Mana andil Agus di situ? Cuma seuntai
kalung emas 22 karat dengan liontin sebesar jarum pentul. Padahal
dalam suatu resepsi Ratna pernah melihat Delia mengenakan kalung yang
indah berhiaskan berlian besar, juga anting, gelang, dan cincin berlian.
Serbaberlian. Sungguh membuat iri dan panas hati.
Maka sumpah serapahnya ditujukan untuk Agus dan keluarganya.
"Kalian semua nggak bakal selamat! Kualat! Terkutuk! Biar pada mampus!
Aku sudah tua tapi kalian bakal mati duluan!"
Yang mendengar sumpahnya itu tidak berani menyanggah atau
menasihati agar ia tidak bicara sem-barangan. Tentu yang paling banyak
mendengar umpatannya itu adalah putra sulungnya, Rama, dan Maya istri
Rama, serta dua anak mereka, karena mereka tinggal bersamanya.
Mereka tidak akan berani macam-macam karena rumah yang ditempati

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

adalah rumahnya, satu-satunya peninggalan suaminya yang berharga.


Jadi di rumah itu dia yang berkuasa sebagai pemilik sedang mereka
cuma menumpang padanya.
Kemudian terjadi sesuatu yang menggegerkan. Adam meninggal karena
kecelakaan lalu lintas. Tak lama sesudah itu menyusul Agus yang
meninggal karena sakit. Bisa -diduga bahwa semua anak dan keluarga
mereka menjadi heboh dan tentu saja bersedih. Mereka menghubungkan
tragedi itu dengan kutukan yang sering sekali dilontarkan Ratna.
Menyadari hal itu, sengaja ia memperlihatkan sikap takabur dan
berkata, "Nah, benar, kan? Lidahku bertuah, tahu? Ayo, siapa lagi yang
berani melawanku?"
Bahkan kepada Delia pun ia tega berkata, "Makanya
11
jangan melawan orangtua! Kalau sudah mati, nyesel pun percuma!"
Delia menatapnya dengan kemarahan di balik air mata. Tapi Ratna cuma
menertawakan. Ia memang sengaja bersikap begitu untuk memberi
pelajaran kepada anak-anaknya dan keluarga mereka. Hasilnya benar-
benar ampuh. Bukan saja mereka jadi takut dan patuh kepadanya, kotak
perhiasannya pun mulai terisi dengan lebih cepat!
Ah, senangnya.
Cuma sayangnya, ia sudah tua. Sangat tua. Mainannya tidak banyak lagi.
Kesempatan dan kemampuan sudah tak ada. Ia cuma bisa bermain
dengan koleksi perhiasannya. Tak ada lagi kesenangan yang lain.
Setiap kali melihat cermin ia selalu ngeri melihat wajahnya sendiri. Ia
tak berani becermin. Tak ingin melihat wajahnya yang keriput dan
kedodoran. Padahal dulu ia cantik. Tapi sebagian usia mudanya habis di
samping suami yang tak lagi bisa diajak "bermain". Satu-satunya yang
bisa diberikan sang suami hanyalah perhiasan. Mungkin sebagai imbalan
atau pelipur lara. Setelah sang suami akhirnya meninggal, koleksinya
ludes dan ia mendapati dirinya sudah tua.
Pelan-pelan ia menutup kembali kotak kesayangannya. Percuma
dipandangi karena takkan jadi penuh karenanya. Saat akan
memasukkannya kembali ke dalam lemari, tiba-tiba ia merasa angin

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

dingin berembus di belakangnya, meniup tengkuknya hingga ia jadi


merinding. Segera ia menoleh ke pintu, mengira ada yang membukanya.
Ternyata masih tertutup rapat.
Lalu ia mendengar suara lelaki yang berat dan besar. Memanggil
namanya dengan irama naik-turun.
12
"Ratnaaa... Ratnaaa..."
Ia bergidik. Suara itu mengandung getaran yang membuat miris
perasaannya. Harinya seperti disayat-sayat. Jantungnya ditusuk-tusuk.
Ia menoleh berkeliling. Tapi di kamar ia tetap sendirian. Dari mana
datangnya suara itu?
Setelah perasaannya lebih tenang, ia lari ke pintu lalu membukanya
dengan menyentakkannya. Jangan-jangan itu si Boy, putra Rama, yang
mau menjailinya. Tapi tidak ada siapa-siapa. Biarpun kedengaran suara-
suara, jelas bukan dari jarak dekat. Ia melihat Ipah, pembantunya,
muncul dari belakang. Ipah menatapnya heran, tapi tidak bertanya.
"Pah, tadi lihat ada orang di depan pintu ini nggak?"
"Nggak, Bu. Memangnya ada siapa, Bu?"
"Kalau aku tahu mah buat apa nanya, Pah?" bentaknya, lalu membuka
pintu dan masuk kembali ke kamarnya.
Ia bersandar ke pintu, lalu memandang seputar kamarnya yang luas dan
berisi perabot antik. Semua perabot yang bagus dimasukkannya ke
kamarnya. Yang sudah kumuh dan butut ditaruh di luar atau diberikan
pada Rama dan Maya. Semua itu akan sesuai dengan kondisi rumah yang
memang sudah tua dan butut.
"Ratnaaa... Ratnaaa...."
Suara berat itu memanggil lagi, masih dengan irama yang sama. Biarpun
mendengar untuk kedua kalinya, masih saja perasaaan Ratna miris
karenanya. Ngilu sekali.
"Si...si...aaa...pa?" ia menggagap. Masih tak kelihatan siapa-siapa.
13
"Aku adalah aku. Kau boleh memanggilku "Tuan". Aku datang untuk
menawarkan kerja sama."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ta...tapi si...siaaa...pa? Kok ngg...gaaak kelihatan?"


"Ha-ha-haaa! Kalau bisa melihatku, kau akan pingsan. Nah, bagaimana?
Mau?"
"Mau apa, Tuan?" Ratna tak mengerti. Lebih tenang sekarang.
"Aku bisa memberikan apa yang kauinginkan hanya dengan satu syarat."
Ratna terperangah. "Se...semua yang... yang ku...kuinginkan?" ia
menggagap lagi.
"Ya. Syaratnya gampang saja. Kau jadi hambaku. Aku tuanmu."
"Artinya?"
"Kalau sudah mati, nyawamu untukku. Gampang, kan? Kau memang tak
perlu nyawa lagi kalau sudah mati."
"Kalau aku nggak mau?"
"Ya nggak apa-apa. Aku akan pergi dan tidak akan kembali lagi. Tapi
hidupmu akan tak punya warna. Begini saja terus. Cuma bisa memandangi
kotak perhiasan yang takkunjung penuh dan memaki-maki anak-anakmu
yang makin hari makin membencimu. Padahal yang penting itu kan hidup.
Kalau sudah mati, apa lagi yang kaunikmati?"
Ratna termangu. Ia bingung tak bisa memutuskan.
"Pikirkanlah dulu. Tapi ingat, kau tak punya terlalu banyak waktu untuk
berpikir. Nanti aku kembali untuk meminta jawaban."
Lalu sepi. Ratna tahu, sang Tuan sudah pergi. Apa yang harus
dikatakannya sebagai jawaban? Pikir. Pikir.
Sambil tetap bersandar ke pintu, tubuhnya pelan-
14
pelan merosot ke bawah sampai akhirnya ia terduduk di lantai.
Perasaannya masih gamang. Ia tahu, ke-putusan harus diambilnya
sendiri.
15
BAB 2

Delia mengemudikan mobilnya dengan perasaan waswas. Ia sudah


berusaha keras untuk berkonsentrasi penuh ke jalan dan tak
membiarkan pikirannya melayang ke mana-mana. Tapi kekhawatiran

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

masih saja ada. Orang bilang, kalau nasib sedang sial, kesialan akan
tetap datang biarpun sudah berupaya sebisanya.
Sejak memulai perjalanan dari Bandung menuju Jakarta, dua kali ia
hampir celaka. Sekali ia dipepet truk besar sampai hampir menabrak
pohon, kedua kalinya ia hampir bertabrakan secara frontal dengan
kendaraan yang menyalip sembarangan. Ia sudah berhati-hati, tapi
orang lain tidak.
Ia tidak mau mati di jalan atau mati karena kecelakaan seperti yang
dialami Adam, putranya. Ia juga tak ingin mati karena penyakit seperti
suaminya, Agus. Ia ingin mati dengan cara yang dipilihnya sendiri!
Pilihan itu bukan karena ia tak ingin mengikuti jejak kedua orang yang
dicintainya itu atau ia ingin lain sendiri. Bahkan sebelumnya ia tak
pernah berpikir tentang hal itu. Seperti banyak orang, ia menganggap
kematian sebagai bentuk kewajaran yang harus diterima, apa pun
bentuknya. Semua orang harus mengakhiri kehidupan tanpa bisa
mengetahui kapan.
16
terjadi dan bagaimana caranya. Padahal bisa saja kematian itu
mengerikan dan menyakitkan.
Apa yang didambakan Delia adalah kematian dengan persiapan! Dengan
cara itu ia bisa memilih waktu yang dianggapnya tepat dan cara yang
disukainya. Persiapannya terutama menyangkut materi. Bukankah orang
mati tak bisa* membawa serta hartanya?
Sekarang ini ia membawa serta sisa hartanya yang terakhir, yaitu mobil
sedan tua yang sedang dikendarainya dan uang ratusan juta rupiah yang
disimpannya dengan rapi di bawah karpet mobilnya. Itu juga salah satu
faktor penyebab kehati-hatiannya. Kalau ia celaka di jalan, uang itu bisa
ditemukan dan dijarah orang lain. Padahal uang itu adalah uang halal,
warisan dari Agus dan hasil jerih payahnya sendiri. Lalu gagal pula
rencananya untuk mendermakan uang itu di Jakarta.
Uang itu adalah sisa penjualan toko dan rumahnya di Bandung. Sebagian
sudah ia dermakan lebih dulu. Yang sebagian itu ia dermakan dengan
cara mentransfer. Cara seperti itu lebih praktis dan tak ketahuan orang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

lain. Lain halnya kalau dengan cara memberikan langsung. Menjadi


Sinterklas mendadak pastilah gampang membuat heboh. Apalagi di kota
Bandung bermukim Ratna dan empat anaknya serta keluarga. Berita bisa
sampai ke telinga Ratna. Padahal itu yang paling dihindari Delia. Ratna
tidak boleh tahu.
Maka ia memilih Jakarta sebagai kota tempat ia akan menjadi
Sinterklas, sekaligus tempat ia ingin mengakhiri hidupnya! Memang
Jakarta tak terlalu jauh dari Bandung, tapi kota itu besar dengan
penduduknya yang individualis. Ia bisa mati dengan tenang!
Kebenciannya kepada Ratna selalu terobati bila
17
membayangkan kekecewaan dan kemarahan nenek tua itu bila
mengetahui ia mati tanpa meninggalkan harta sedikit pun. Ratna akan
senang sekali bila Delia mati, tapi bukan mati dengan cara seperti itu.
Delia mati miskin bukan karena membawa serta hartanya ke liang kubur,
tapi karena memang sudah tak punya apa-apa!
***
Sekitar tiga tahun yang lalu Adam mengalami kecelakaan lalu lintas
karena motornya ditabrak mobil. Meskipun lukanya parah, pemuda itu
masih dalam keadaan sadar dan bisa berbicara dengan kedua
orangtuanya. Keanehan tampak pada Adam karena dia yang biasanya
cuek mendadak bisa bicara dengan bijak. Dia yang sakit dan sekarat
malah menghibur mereka yang bersedih.
"Tuhan memanggilku, Pa, Ma. Memang singkat banget hidupku. Habis
mau apa? Kita kan nggak bisa menolak kalau dipanggil. Hidup cuma sekali.
Mati juga begitu."
Justru ucapan bijak itu malah membuat Agus dan Delia menjadi lebih
sedih. Semakin tidak rela. Mana mungkin mereka bisa disuruh pasrah?
Adam masih begitu muda, periang, dan penuh cita-cita.
Tapi waktu bisa menyembuhkan luka hati meskipun tidak sepenuhnya.
Mereka mencari penghiburan dari masing-masing, menjadi lebih dekat,
lebih mengerti, dan lebih menyadari betapa berartinya yang satu bagi
yang lain. Hikmah dari kehilangan bisa mereka peroleh.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sayangnya, waktu itu terlalu singkat bagi Delia. Hanya kurang-lebih


setahun setelah kematian Adam,
18
ia kembali harus kehilangan. Agus terkena serangan jantung. Ia
meninggal mendadak. Tak ada pesan atau kata-kata perpisahan seperti
yang sempat disampaikan Adam. Untuk kedua kalinya kematian datang
tanpa kompromi.
Delia merasa hancur luluh. Kali ini ia harus berjuang sendirian agar
dapat bertahan. Kehidupan baginya menjadi tak sama lagi. Masa depan
tampak begitu kelam. Tak ada lagi kecerahan.
Dulu, ketika ia dan Agus sama-sama saling memberi kekuatan atas
kehilangan Adam, mereka suka membicarakan kata-kata bijak yang
dilontarkan Adam di saat-saat akhir hidupnya.
"Bagaimana mungkin anak muda bisa bicara begitu ya, Pa?"
"Dia ingin menghibur kita. Mungkin pada saat seperti itu orang bisa jadi
bijak, tak peduli usianya. Dia tahu, setelah mati takkan ada rasa apa-apa
lagi. Yang mengalami adalah mereka yang masih hidup."
"Apa dia kasihan pada kita karena kita masih hidup, Pa?"
"Ah, masa iya, Ma?"
"Kita kasihan padanya. Sebaliknya, dia juga kasihan pada kita."
"Dia kasihan pada kita karena kita bersedih akan kehilangan dia."
"Sementara dia sendiri tidak akan kehilangan kita." "Ah, mana kita
tahu."
Perbincangan seperti itu terasa menyenangkan dan menghibur. Tapi
sekarang Delia tidak bisa lagi melakukannya. Sekarang ia cuma bisa
bicara sendiri. Pada diri sendiri dan dengan diri sendiri. Untung saja ia
tidak sampai mengalami gangguan mental.
Ia menjalankan toko sendirian. Caranya otomatis
19
saja. Cuma meneruskan yang ada tanpa perubaha atau strategi baru.
Untunglah para pembantunya bisa diandalkan.
Ia juga menjalani kehidupan seperti robot. Ia bernapas, makan, dan
minum, juga merasakan kebutuhan lainnya karena memang harus begitu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Satu-satunya yang bisa melegakan kesesakannya adalah ia bisa


menangis. Ia juga bisa bicara sendiri, mengungkap penasarannya karena
tak punya sahabat atau saudara dekat.
Sebenarnya Agus punya banyak saudara. Ada enam orang. Yang empat,
semuanya lelaki, tinggal sekota. Sedang yang dua, perempuan, tinggal di
luar Jawa. Tapi hubungan Delia dan Agus dengan mereka kurang dekat
meskipun ia menganggap mereka cukup baik. Lain lagi halnya dengan
Ratna, ibu mertuanya.
Agus sering bercerita tentang perilaku ibunya dan mengungkapkan
ketidaksukaannya. Dari kecil sampai berkeluarga, ia tak pernah bisa
menyukai ibunya. Ia paling segan bila diajak berkunjung ke rumah
ibunya. Tapi Delia membujuknya.
"Aku benci karena dia selalu menagih pajak, Ma."
"Pajak?"
"Ya. Emas berlian. Jadi buat apa menjenguk kalau kita tidak membawa
barang itu? Dia tidak akan senang hanya karena melihat tampang kita."
Lalu muncullah kutukan-kutukan itu. Delia merasa takut, tapi Agus
menenangkan. "Jangan percaya," katanya.
Tapi kemudian terjadilah tragedi Adam. Tanpa empati sedikit pun Ratna
malah mengatakan bahwa peristiwa itu adalah hukuman bagi mereka
karena tidak berbakti kepadanya. Tentu saja Agus sangat marah. Tapi
kemarahan Agus hanya melahirkan ku-
20
tukan berikutnya dari mulut Ratna. "Kualat kamu nanti! Lihat saja!"
Ternyata musibah benar-benar terjadi. Agus meninggal.
Belum lagi Agus dimakamkan, Ratna sudah memperlihatkan sikapnya
yang tidak berperasaan.
"Seharusnya sebagai istri kau bisa membujuknya supaya tidak marah
padaku! Kenapa tidak kaulakukan? Lihat akibatnya! Dulu sudah kejadian
sama si Adam. Tapi kau nggak mau belajar! Jangan-jangan kau pula yang
menyuruh dan menghasut Agus supaya marah padaku."
Delia tidak lagi melihat sosok manusia di depannya, melainkan monster!
Mana ada manusia yang mensyukuri kematian anak dan cucu, apalagi

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menyatakan bahwa itu adalah akibat kutukannya? Itu berarti dengan


segenap hati Ratna memang menginginkan kematian Adam dan Agus!
***
Dibanding semua saudaranya, kehidupan Rama, putra tertua Ratna,
tergolong paling sederhana. Ia mengusahakan sebuah bengkel motor di
bagian depan rumah besar milik Ratna. Tampaknya ia bisa dibilang
beruntung karena bisa menumpang tinggal dan tempat usaha di rumah
ibunya. Tapi kalau boleh memilih, sebenarnya ia dan keluarganya lebih
suka tinggal di gubuk daripada rumah besar tempat ia tak punya
kemandirian. Belum lagi setiap hari mereka harus mendengar umpatan
dan cercaan Ratna.
Rama terpaksa tinggal bersama Ratna karena bujukan saudara-
saudaranya. Mereka semua, sebanyak enam orang, termasuk yang tinggal
di luar Jawa,
21
akan menyetor kepadanya setiap bulan sebesar masing-masing lima
ratus ribu rupiah untuk biaya hidup ibunya. Jumlahnya menjadi tiga juta
rupiah. Sangat lumayan untuk membantu perekonomiannya. Tapi ia
melarang saudara-saudaranya untuk membe-ritahu kesepakatan itu
kepada Ratna. Ia khawatir sebagian uang itu nanti diambil Ratna karena
dianggap sebagai haknya.
Sekitar tiga bulan setelah kematian Agus, Rama menelepon Delia.
"Maaf ya, Del. Aku cuma mau mengingatkan bahwa kau belum
mentransfer uang bulanan itu. Biarpun Agus sudah tak ada, kau akan
tetap melanjutkan, bukan?"
Sebenarnya Delia ingin mengatakan bahwa ia keberatan. Ia bukanlah
anak Ratna. Dan setelah Agus tak ada, ia merasa tak punya hubungan
apa-apa lagi. Apalagi Ratna tega "membunuh" anak dan cucunya sendiri.
Jadi kenapa ia harus diikutsertakan dalam urusan membiayai hidup
Ratna? Bukankah anak-anaknya banyak?
Tapi ia mengatakan, "Baik. Nanti kutransfer untuk enam bulan. Bila aku
lupa, ingatkan saja."
"Oh, terima kasih, Del. Bagaimana kondisi toko?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Baik-baik saja"
"Syukurlah. Jaga dirimu ya, Del."
Suara Rama kedengaran ramah dan perhatian. Mungkin karena Delia
tidak menolak permintaannya. Akankah seperti itu juga bila ia menolak?
***
Di antara para keponakan Delia, ada satu orang yang cukup dekat
dengannya. Dia adalah Donna,
22
putri Ramli adik Agus. Donna remaja belasan tahun, masih pelajar SMU.
Kedekatan itu muncul setelah Adam meninggal. Dibanding yang lain,
Donna-lah yang paling banyak dan hangat memberi simpati.
Hampir tiap hari usai pulang sekolah Donna datang ke toko garmen milik
Delia untuk membantu. Meskipun tak banyak yang bisa dibantunya,
pekerjaannya cukup rapi dan cekatan. Sebagai tanda terima kasih,
sesekali Delia memberinya hadiah kaus atau celana jins.
Setelah Agus meninggal, Donna suka menginap di rumah Delia untuk
menemaninya. Rumah Delia besar dan dilengkapi kolam renang. Delia
sendiri tidak begitu suka berenang. Maka Donna-lah yang lebih sering
memanfaatkan. Delia juga memiliki koleksi film dalam bentuk VCD dan
DVD. Donna juga yang menikmati.
Kadang-kadang muncul juga pikiran negatif. Benarkah Donna
menemaninya karena sayang padanya? Sebenarnya Delia tidak selalu
suka ditemani. Kadang-kadang ia ingin sendirian lalu melakukan apa saja
yang disukainya tanpa mengundang prasangka. Misalnya ia ingin melamun
lalu bicara sendiri keras-keras. Kalau ia melakukannya di depan Donna,
pastilah gadis itu akan mengira ia sudah hilang ingatan lalu menyebarkan
kehebohan itu kepada seluruh anggota keluarga. Dan kalau Ratna
mengetahuinya, perempuan itu pasti akan mensyukuri juga.
Kemudian ketenangannya terusik oleh pertanyaan Donna yang
kedengaran polos, tapi baginya sangat mengejutkan.
"Tante Del, jangan marah ya. Aku disuruh Nenek menanyakan apakah
Oom Agus ninggalin warisan buat dia."
23

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Warisan? Apa sih maksudnya?" tanya Delia dengan muka merah.


Tekanan darahnya melonjak.
"Iya, Tan. Kelewatan, kan? Aku sebetulnya segan disuruh nanya begitu.
Tapi Tante kan tau sendiri cerewetnya Nenek kayak apa. Jadi bilangnya
apa, Tan? Aku disuruh bawa jawaban."
"Bilang aja nggak ada, Don. Oom nggak bikin surat wasiat. Dengan
sendirinya miliknya jadi milikku. Memang hukumnya begitu kok."
"Iya. Papa dan Mama juga bilang begitu. Tapi maklumin aja, Tan. Nenek
itu tua-tua matre. Buat apa sih harta untuk orang setua itu? Pakai baju
bagus dan perhiasan numpuk juga nggak bakal bikin dia jadi cantik.
Malah jadi kayak lenong nanti. Ya kan, Tan?"
Delia merasa sedih. Tapi juga gusar. Ratna belum mau melepaskannya.
Donna memeluk Delia. "Sudah, Tante. Jangan disedihin. Cuekin aja."
"Kayaknya Nenek akan mengutukku kalau ja-wabanku tidak
menyenangkan, Don."
"Bener, Tante. Waktu dikasih tahu Papa, dia bilang, nanti juga Tante
akan bernasib sama seperti Oom Agus. Nggak selamet. Kalo Tante nggak
ada, pasti semua harta Tante akan jatuh ke tangannya karena dia ahli
waris satu-satunya. Apa bener begitu, Tante?"
Delia terkejut sampai jantungnya serasa berhenti berdenyut. Ratna
bukan cuma monster, tapi juga nenek sihir!
Donna tak menyadari perasaan Delia. Ia terus bicara, "Nenek memang
seperti nenek sihir. Sekarang semuanya jadi takut padanya. Mereka jadi
rajin menjenguk. Tapi mereka sepakat untuk dateng barengan. Jadi
kalau dia rewel dan mengomel, bisa
24
dibagi rata. Semakin banyak kuping yang dengar, rasanya jadi semakin
ringan."
"Katakan, Don. Apa kalian semua percaya bahwa meninggalnya Adam dan
Oom Agus karena kutukan Nenek?"
Donna tampak kurang nyaman. "Percaya nggak percaya sih, Tante,"
sahutnya segan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Menurut aku, Don. Hidup kita itu di tangan Tuhan. Bukan kutukan
manusia."
"Kalo yang namanya santet, guna-guna dan semacamnya, kan ada?"
"Sudahlah. Jangan ngomongin soal itu lagi, Don."
Tapi Delia menyimpan kerisauan. Sampai kemudian Donna kembali
dengan masalah yang sama.
"Nenek marah, Tan. Seperti biasalah. Mulutnya tajam."
"Mengutukku?"
"Ya. Biasa. Oh ya, Tante. Kayaknya Tante harus hati-hati kalau ada
cowok mendekat." "Kenapa?" Delia heran.
"Siapa tahu dia cuma menginginkan harta Tante. Bukankah nanti dia
yang berhak atas harta Tante?"
Delia tertegun. Sepertinya Donna terus memikirkan hal itu. Apakah itu
pikirannya sendiri atau orang lain?
"Ah, soal itu sih gimana nanti aja, Don."
"Emangnya Tante mau sendirian terus?"
"Bukan soal mau nggak mau, Don. Itu gimana nasib aja."
"Apa saat ini sudah ada cowok yang mendekati Tante?"
"Lupa ya, Don. Aku ini sudah tua." "Tante masih cantik. Belum tua kok.
Kaya, lagi." "Kaya? Ah, yang bener? Punya toko bukan berarti kaya."
25
"Tante mah merendah aja."
"Sekarang bisnis lagi sepi, Don. Saingan tambah banyak. Pembeli tambah
sedikit."
"Tapi kayaknya ramai aja, Tante."
"Iya. Orang-orang cuma lihat-lihat dan pegang-pegang, tapi nggak beli."
Donna memandang ke seputar rumah. Delia memahami arti pandangnya.
Rumah sebagus itu pastilah rumah orang kaya. Makna kaya itu relatif. Ia
jadi diingatkan dan sedih karenanya. Buat apa rumah besar dan bagus
bila cuma ditempati sendirian? Tak ada lagi cinta dan kehangatan di
situ. Yang terasa adalah sepi, dingin, dan hampa.
"Seharusnya Tante membuat surat wasiat dari sekarang. Sebagai
persiapan aja. Daripada nanti dicaplok Nenek."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sebenarnya Delia merasa kesal. Donna bicara seakan kematiannya sudah


di ambang pintu. Meskipun demikian, ia menganggap ucapan itu sebagai
peringatan yang patut ia pikirkan. Yang pasti, ia takkan membiarkan
apalagi merelakan hartanya jatuh ke tangan Ratna!
***
Sekeluarnya dari tol Cikampek, Delia berbelok ke halaman parkir sebuah
restoran. Ia merasa lapar. Bekal roti yang dibawanya dari Bandung
sudah habis dimakan sedikit-sedikit di sepanjang jalan. Ia sudah
bertekad tidak akan terlalu sering berhenti di jalan hanya untuk makan.
Ia agak paranoid mengenai keselamatan uang yang dibawanya. Tapi
sekarang ia tidak tahan lagi. Orang perlu makan supaya bisa
menyelesaikan pekerjaan dengan baik, walaupun
26
sebentar lagi orang yang sama ingin mengakhiri hidupnya!
Ia memarkir mobilnya di depan jendela besar, lalu duduk di balik jendela
itu supaya bisa melihat mobilnya. Keadaan sepi. Mungkin karena saat itu
belum saatnya makan malam tapi sudah lewat makan siang.
Sambil menunggu pesanannya, ia mengambil koran dari atas meja yang
terletak di sudut. Sebuah koran pagi Jakarta. Ternyata itu koran lama
bertanggal dua minggu yang lalu. Sudah lusuh, tapi bisa digunakan
sebagai bahan bacaan daripada merenung dan melamun. Atau berpikir
tentang Ratna. Atau rencananya yang sudah matang. Terlalu banyak
dipikirkan bisa membuatnya jadi mentah lagi. Padahal ia sudah setengah
jalan. Tak mungkin mundur lagi.
Sebuah berita menarik matanya. "Bunuh Diri di Sebuah Motel",
demikian judul berita itu. Intinya, seorang wanita muda ditemukan
petugas motel sudah menjadi mayat di kamarnya. Dari pemeriksaan
diketahui bahwa wanita itu mengakhiri hidupnya dengan minum racun
serangga. Sebenarnya berita semacam itu sudah tidak unik lagi. Sudah
sering terjadi. Orang bisa bunuh diri di mana saja semaunya. Tapi
tampaknya sering dilakukan di kamar penginapan, hotel atau motel dan
sejenisnya. Mungkin karena situasinya lebih menjamin privasi dibanding
tempat terbuka.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tetapi bukan berita itu yang menarik bagi Delia, melainkan motelnya.
Namanya Motel Marlin.
Ia mencatat nama motel dan lokasinya. Kepada pelayan yang
mengantarkan makanannya ia bertanya perihal alamat tersebut kalau-
kalau bisa diberikan petunjuk. Ternyata pelayan itu bisa memberi
keterangan dengan lengkap.
Ia akan menuju Motel Marlin.
27
BAB 3

Yasmin duduk di depan meja riasnya dengan air mata berlinang. Sudah
beberapa kali suaminya, Hendri, mengatarnya sebagai tua prematur.
Sekarang ia mengamati wajahnya dengan cermat. Dengan perasaan
pedih ia terpaksa mengakui kebenaran ucapan Hendri itu.
Usianya dua puluh delapan tahun, tapi kelihatan sepuluh tahun lebih tua.
Dahinya berkerut. Sudut matanya sudah memperlihatkan kerut-kerut
halus. Pipinya kendur, bahkan tampak menurun hingga tertarik ke bawah
ujung bibirnya. Ia kelihatan murung dan tidak segar. Sepertinya ia baru
sembuh dari sakit yang lama dan perlu rehabilitasi yang intens dan lama
juga.
"Aku jelek... aku frigid...," keluhnya dengan perasaan tak berdaya.
Air matanya mengalir semakin deras. Dalam keadaannya yang seperti itu
bisakah ia mengharapkan masa depan yang cerah? Apalagi bila ia
menggantungkan masa depan itu bukan pada dirinya sendiri, melainkan
pada Hendri. Sedang Hendri tampaknya sulit diharapkan bisa mengubah
sikap. Dialah yang harus berubah. Tapi justru itu yang sulit.
Yasmin sesenggukan sekarang. Tapi tatapannya
28
tetap ke arah cermin, mengamati dirinya sendiri yang larut dalam
keputusasaan.
Kemudian tiba-tiba ia tersentak kaget. Matanya melotot ke cermin.
Mulutnya ternganga. Sebuah ekspresi horor. Perempuan muda atau

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

nenek-nenekkah itu? Apakah itu gambaran dirinya yang sesungguhnya?


Dia sudah berubah menjadi seorang nenek?
Tangisnya berhenti. Lihatlah pipi yang menggantung, mata sembap
berkantong, mulut yang tertarik ke bawah, dan kulit yang kering
berkeriput itu. Muka seperti itu bukanlah miliknya setahun yang lalu.
Usia perkawinannya baru setahun! Bisa dibandingkan dengan potret
perkawinannya yang tergantung di dinding. Bisakah orang menemukan
persamaan di antara fotonya itu dan dirinya yang sekarang? Paling-
paling orang akan mengatakan bahwa itu foto lama!
Mendadak ia disadarkan. Seperti pukulan keras ke kepalanya. Bukankah
selalu ada sebab-akibat? Bahwa keadaan yang satu bisa menjadi sebab
atau akibat dari keadaan yang lain? Penyebab keadaannya sekarang
adalah air mata! Itulah yang membuatnya tua prematur. Tapi air mata
juga ada penyebabnya. Tak ada air mata tanpa gejolak. Bagaimana
mungkin mencegah keluarnya air mata? Bagaimana mungkin menghindari
atau menyangkal adanya gejolak kalau itu memang nyata ada?
Sulitnya, ia tidak tahu penyebabnya apa atau harus menyalahkan siapa.
Ia pun tidak bisa membawa masalahnya pada seseorang yang mungkin
bisa memahami dan mencarikan jalan keluar. Ia malu! Ia takkan sanggup
mengungkapkannya.
Pelan-pelan ia berdiri, tapi kemudian mengaduh dan meringis karena
sakit dan nyeri yang amat sangat. Ia melangkah terseok-seok ke tempat
tidur.
29
Setiap langkah terasa menyakitkan, membuat pedih dan perih.
Ia membaringkan diri dengan posisi yang diatur begitu rupa hingga
sakitnya minim. Di pagi hari seperti itu, setelah Hendri berangkat ke
kantor, ia " punya banyak waktu untuk dirinya sendiri. Tadi ia memaksa
diri menemani dan melayani Hendri sarapan dan berusaha keras
melupakan sakitnya. Berpura-pura tersenyum seakan tak ada masalah.
Tapi ia tahu Hendri tak bisa dibohongi.
"Sakit lagi?" tanya Hendri.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Walaupun Hendri bertanya begitu, Yasmin merasa tak ada simpati atau
empati pada sikap Hendri.
"Ah, nggak," ia membantah.
"Kok jalanmu kayak orang baru melahirkan bayi gede," Hendri
memperoloknya.
Yasmin menahan air matanya. Ucapan Hendri itu terasa seperti
penghinaan.
"Syukurlah kalau memang nggak sakit. Jadi sudah bisa menikmati?
Enak?"
Ia tak bisa menjawab.
"Kalau memang enak, nanti kita lakukan lagi, ya?"
Ucapan itu kedengaran menggoda, tapi ia tak bisa menyembunyikan
kaget dan ngerinya. Wajahnya memperlihatkan perasaannya. Dengan
gampang Hendri bisa membacanya. Lelaki itu pun terbahak-bahak,
seakan melihat sesuatu yang menggelikan. Yasmin hanya bisa
menundukkan kepala. Baru setelah Hendri pergi, ia bisa menjadi dirinya
sendiri, memperlihatkan apa yang dirasa dan dipikirkannya.
Sebenarnya ia tidak sendirian saat itu. Masih ada seorang pembantu
bernama Inem, perempuan muda bertubuh sintal dengan pantat dan
payudara besar.
30
Inem suka mengamatinya. Yasmin tidak suka tatapan Inem? Sepertinya
ada cemooh di mata perempuan itu. Ia malu karena yakin Inem sudah
tahu masalahnya. Padahal Inem tidak pernah bertanya kenapa jalannya
suka tertatih-tatih dengan muka meringis.
Ia marah karena Hendri suka membandingkannya dengan Inem.
"Lihat si Inem itu. Dia begitu energik. Kuat dan gagah. Nggak seperti
kamu yang loyo dan lesu," kata Hendri.
Sebenarnya dia ingin menyahut, "Sebelum kawin aku juga energik. Kau
tahu sendiri, kan? Dulu aku jago basket dan voli!" Tapi ia tidak ingin
membuat Hendri berang lalu balas menyahut, "Jadi kau menyalahkan
aku?" Jadi sebaiknya ia diam saja. Sudah terbukti itu lebih aman.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ia tidak berniat menyalahkan Hendri karena menganggap dirinyalah


yang salah. Ada yang tidak beres dengan dirinya. Dulu ia mencari
kebahagiaan lewat pernikahan. Apalagi ia menikah karena cinta. Tapi
"apa yang ditemukannya jauh dari harapan. Bahkan horor yang
didapatnya. Horor itu adalah seks!
Dulu ia suka membaca novel romantis yang menggambarkan seks
demikian indahnya. Kata-kata dirangkai begitu rupa hingga menimbulkan
sensasi yang amat menyenangkan. Luar biasa. Pasangan yang sedang
bercinta digambarkan mengalami puncak kenikmatan tak terhingga.
Sepertinya tak ada kenikmatan yang lebih daripada itu. Sekarang,
setelah mengalami sendiri, ia menganggap cerita itu sebagai kebohongan
besar dan rekayasa pengarang semata-mata agar karyanya bisa
membuai pembaca.
Ia berpacaran dengan Hendri selama tiga tahun sebelum akhirnya
mereka menikah. Selama masa
31
pacaran itu Hendri selalu berlaku romantis tapi tak pernah kelewat
batas. Hendri selalu terkendali. Yasmin amat menghargainya atas sikap
lelaki itu. Setahu dia, banyak pasangan sudah bertindak terlalu jauh
termasuk teman-temannya. Bagi mereka seks bukan tabu lagi. Semua
serba permisif. Katanya, hal itu disebabkan para lelaki kesulitan
mengendalikan nafsu mereka. Orang berpacaran cenderung mencari dan
mencuri kesempatan supaya bisa berduaan. Tapi sekalinya berduaan bisa
lepas kontrol. Katanya lagi, bukan Cuma lelaki, perempuan pun bisa
kesulitan mengendalikan nafsu. Jadi sama-sama.
Semua itu memang cuma "katanya". Ia mendengarnya dari cerita orang
lain. Pengalamannya sendiri tidak ada. Hanya dari cerita itu ia menilai
diri sendiri dan juga diri Hendri. Adakalanya mereka bisa mendapat
kesempatan berduaan. Bahkan kalau mau diusahakan, kesempatan itu
banyak sekali. Tapi apa yang mereka lakukan hanya sebatas berpelukan
dan berciuman. Tak ada raba-rabaan atau buka-bukaan. Jadi ia
menunggu malam pertama perkawinan dengan penuh ketegangan. Seperti
apa rasanya?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri memang mengawalinya dengan baik. Ia pintar merayu dan


mengarahkan. Yasmin merasa terbuai dan siap mengalami sensasi yang
menyenangkan. Tapi ketika penetrasi terjadi, ia merasakan kesakitan
yang luar biasa. Ia sampai menjerit. Mulut Hendri membekapnya dengan
ciuman yang lekat. Maka ia hanya bisa ah-ah uh-uh menahan sakit. Kedua
tangannya mencengkeram punggung Hendri sampai kuku panjangnya
menusuk-nusuk, tapi Hendri seperti tidak merasakan sakit. Lelaki itu
terus saja mengguncang tubuh Yasmin untuk melampiaskan gejolaknya.
Harus dituntaskan.
32
Ketika pinggul Hendri bergerak dari pelan menjadi cepat, Yasmin
merasa seperti berada dalam neraka, tempat ia tengah menjalani
siksaan. Perut bagian bawah seperti dirobek-robek dan ditikam pisau
panjang. Nyerinya tak kepalang. Ia menjerit, merintih, dan menangis,
tapi Hendri seperti buta dan tuli. Dia asyik dengan dirinya sendiri.
Ketika akhirnya proses itu selesai, Hendri menjatuhkan diri di samping
Yasmin dengan kepuasan tak terhingga di wajahnya. Padahal Yasmin
hampir pingsan. Baru ketika mendengar rintihan Yasmin, Hendri menoleh
kepadanya dengan heran.
"Kenapa kau?"
"Sakiiit...," keluh Yasmin.
Hendri mengamati istrinya. Ia melihat darah membasahi seprai di
bawah Yasmin. Bukannya merasa prihatin, ia malah tersenyum dengan
ekspresi puas tetap membayang di wajahnya. Yasmin terkejut. Baginya,
itu senyum paling jahat dari orang yang dicintainya.
"Itu sih biasa, Yas. Sakit di malam pertama itu wajar saja. Tanda kamu
masih perawan," katanya ringan.
"Tapi sakitnya kok gitu sih? Mau mati rasanya."
"Sudah. Jangan cengeng begitu. Pergi bersihkan badanmu. Ganti
seprainya."
Dengan menahan sakit Yasmin melaksanakan perintah itu. Ia hampir tak
bisa berjalan dan terpaksa beringsut-ingsut, tapi Hendri tak mau

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

membantunya karena menganggapnya melebih-lebihkan. Manja dan


cengeng.
Di kamar mandi Yasmin menangis. Waktu buang air kecil rasanya perih
dan nyeri. Demikian pula bila terkena air. Ia memberitahu Hendri
tentang hal itu.
33
"Sepertinya ada luka, Hen. Kok bisa ya?"
Hendri tidak merasa perlu mencemaskan. "Itu wajar, Yas. Kau harus
menerimanya. Nanti juga sakitnya hilang. Memangnya kau mau jadi
perawan selamanya?"
Dengan santai Hendri merebahkan diri di sofa sementara Yasmin
mengganti seprai dengan susah payah. Yasmin merasa rasa sakit bukan
hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya. Apakah selama ini dia salah
menilai Hendri? Bukankah tiga tahun itu waktu yang cukup lama? Tapi
selama tiga tahun itu ia tidak punya pengalaman seks bersama Hendri.
Ia tidak tahu apa-apa tentang seks. Meskipun demikian, yang tetap
membuatnya penasaran adalah sikap Hendri. Ke mana empatinya?
Bagi Yasmin, malam pertama adalah malam horor. Hendri membujuknya
bahwa malam-malam berikutnya tidak akan seperti itu lagi. Tetapi
kenyataannya tidak demikian. Setiap kali hubungan seks membuatnya
kesakitan. Tak berbeda dan tak berkurang dari malam pertama.
Celakanya, Hendri menginginkannya hampir tiap malam. Yasmin minta
dijarangkan supaya bisa memberi kesempatan kepada rasa sakitnya agar
berkurang atau hilang. Misalnya seminggu sekali.
Tapi Hendri menolak. "Masa aku disuruh puasa? Kita kan masih
pengantin baru!" katanya sengit.
Yasmin merasa menghadapi dilema. Ia kesakitan. Ia tidak sanggup.
Tubuhnya sudah terasa robek dan hancur. Tapi ia sering mendengar
bahwa seks adalah bagian penting dari perkawinan. Mana mungkin suami
disuruh puasa? Bukankah sudah kewajiban istri melayani suami?
Beberapa kali terpikir untuk berkonsultasi ke dokter,
34

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tapi rasa malu menahannya. Sementara Hendri juga tidak menganjurkan,


malah bersikap sinis.
"Pasti kau akan dianggap frigid," katanya tanpa perasaan.
"Frigid? Nggak normal, gitu?"
"Iya. Apalagi kalau bukan?"
"Mungkin kau terlalu kasar, Hen. Mestinya pelan-pelan," Yasmin
mencoba berargumentasi.
Hendri melotot marah. "Apa? Kau nyalahin aku? Pelan-pelan gimana sih?
Kalau sedang begitu mana bisa disuruh pelan-pelan? Gerakan itu kan
terjadi secara spontan," katanya meremehkan.
"Mungkin... mungkin anumu terlalu besar," Yasmin memaksa diri
mengatakannya meskipun merasa malu. Sejak awal ia ingin mengomentari
hal itu. Tapi selalu tertahan karena berpikir, bagaimana mungkin ia bisa
menilai seperti itu kalau ia belum pernah melihat kepunyaan orang-orang
lain untuk dijadikan perbandingan?
Hendri tambah marah. "Dasar goblok! Mana ada istilah kebesaran atau
kekecilan buat lelaki? Sok tahu. Perempuan kan dirancang untuk
menerima ukuran berapa pun. Coba pikir, bagaimana perempuan bisa
melahirkan?"
Yasmin tak bisa menyahut.
"Lantas maumu apa?" tanya Hendri galak.
"Bagaimana kalau melakukannya jarang-jarang?"
"Jarang bagaimana? Sebulan sekali? Setahun sekali? Dasar egois!"
"Sakit, Hen. Betul-betul sakit."
"Bagaimana nggak sakit kalau yang kaubayangkan adalah sakit melulu dan
bukan kenikmatannya? Jelas yang terasa adalah sakit beneran."
"Nikmatnya memang nggak ada."
35
"Nah itu. Kau memang frigid. Ah, aku sungguh kecewa. Terus terang
saja. Kukira aku bisa menyenangkan kau dengan kejantananku. Kusimpan
baik-baik sampai saatnya tiba. Karena itu aku bisa menahan diri dengan
baik selama berpacaran denganmu. Tahu-tahu jadi begini. Kau malah

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

nangis-nangis. Boro-boro memuji. Sebagai lelaki, aku jadi merasa nggak


berharga. Padahal perempuan lain merem-melek kesenangan. Tapi kau?"
Yasmin terkejut. "Apa maksudmu dengan perempuan lain?"
Hendri merasa sudah kelepasan bicara. Tapi masa bodoh. "Sudahlah,"
katanya cuek. "Aku mau tahu," Yasmin berkeras. "Buat apa? Kau bisa
apa?"
Hendri pergi menghindar. Yasmin tak mau mengejar. Ia takut akan ada
kejutan lain dari Hendri. Tapi ia merasa cemas, juga terhina. Harga
dirinya terus-menerus direndahkan. Tapi ia mencintai Hendri. Kata
orang, seks itu penting buat lelaki. Tidak sepenting seperti bagi
perempuan. Kalau tidak dilayani, dengan gampang lelaki akan lari ke
perempuan lain. Maka selanjutnya Yasmin berusaha keras tetap
meladeni keinginan Hendri. Ia berusaha membayangkan kenikmatan
seperti yang digambarkan novel-novel romantis, tapi tetap saja ia
merasa kesakitan seperti dirobek dan dikoyak-koyak.
Dan Hendri tetap saja tidak berperasaan.
"Kayaknya aku tengah bercinta sama boneka saja. Mukamu juga
mengerut sepertinya sedang disiksa," gerutunya.
Yasmin berusaha tidak mengeluh lagi. Tapi ekspresi kesakitan tidak bisa
disembunyikannya.
36
Suatu ketika Yasmin menyadari frekuensi kegiatan seks yang diinginkan
Hendri jadi berkurang. Lebih jarang daripada sebelumnya. Mestinya ia
merasa lega karena sakitnya pun jadi berkurang dan ia punya waktu
untuk memulihkan diri sebelum kegiatan berikutnya terjadi. Tapi ia
malah cemas dan curiga. Orang dengan gairah seks seperti Hendri tak
mungkin disuruh berpuasa seperti yang dikatakan Hendri sendiri. Tapi
tentu saja Yasmin tidak bisa menanyakannya secara langsung.
Lalu ia memergoki kejailan Hendri kepada Inem. Tangan Hendri sering
mampir ke bagian tubuh Inem, terutama ke pantat dan payudaranya.
Sedangkan Inem tampak senang dan tertawa genit. Itu indikasi yang
bagi Yasmin sudah cukup untuk menyimpulkan ke mana Hendri beralih
selama ini. Tentu saja ia sakit hati. Tapi lagi-lagi ia tak bisa apa-apa. Ia

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

cuma bisa berpura-pura tidak melihat dan sengaja tidak melihat supaya
terhindar dari sakit hati. Sayangnya, kesimpulan sudah telanjur muncul
dan menetap.
Ia heran, kenapa Inem tidak tampak kesakitan atau berjalan seperti
dirinya bila diandaikan bahwa ia memang melakukan hubungan seks
dengan Hendri? Apakah Inem bisa menikmati kegiatan itu? Kalau begitu,
memang dirinyalah yang tidak beres. Dan benar juga ucapan Hendri,
bahwa perempuan lain malah merem-melek saat melakukannya
bersamanya.
Untuk mengetahui kebenarannya, Yasmin terpaksa pergi ke ahli
kandungan, Dokter Minarti. Perginya diam-diam, tanpa memberitahu
Hendri.
"Ibu baik-baik saja. Tak ada kelainan pada vagina
37
dan mulut rahim. Semua normal, Bu," Dokter Minarti memastikan seusai
pemeriksaan.
"Tapi kenapa sakitnya bukan main, Dok?"
"Apakah ukuran penis suami Ibu terbilang besar?" tanya Dokter Minarti
seolah pertanyaan itu sangat biasa.
Bagi Yasmin itu tidak biasa. Mukanya memerah.
"Saya tidak tahu, Dok. Kan saya tidak pernah lihat punya orang lain."
Dokter Minarti tersenyum. "Oh ya, tentu saja. Tapi begini, bagaimana
saat penetrasi, apakah itu saja sudah sakit?"
"Kalau itu sakitnya cuma malam pertama saja, Dok."
"Sesudah itu tidak sakit?"
"Tidak, Dok. Tapi kalau suami mulai bergerak, terasalah sakitnya. Makin
lama makin sakit." "Apakah dia melakukannya dengan kasar?" "Ya, Dok."
"Apa Ibu tidak bilang padanya bahwa perlakuannya itu menyakitkan?"
"Sudah, Dok. Tapi katanya saya cengeng dan frigid karena perempuan
lain bisa menikmati."
Dokter Minarti tertegun. Tampak geram.
"Apakah orangnya memang kasar, suka ringan tangan misalnya?"
"Sama sekali tidak, Dok. Cuma soal itu saja."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Apa dia menunggu di depan, Bu? Bisa dipanggil ke sini?"


"Saya datang sendiri, Dok. Dia tidak tahu saya ke sini."
"Ah, jadi Ibu ke sini bukan atas anjuran dia?" Yasmin menggeleng. Ia
merasakan simpati dokter di depannya, tapi itu justru membuatnya
semakin sedih.
38
"Bu, masalah ini tidak bisa diselesaikan sepihak karena kegiatan ini
dilakukan dua orang. Obat penghilang rasa sakit tidak ada gunanya.
Harus dicari upaya supaya dia tidak terus-terusan menyakiti Ibu.
Bukankah Ibu hidup bersamanya bukan untuk sementara saja? Masih
bisa dicari cara yang tetap bisa memuaskan tanpa menyakitkan."
Dokter Minarti membuka laci mejanya. Ia menyodorkan sehelai kartu
nama kepada Yasmin.
"Ini nama psikiater yang spesialisasinya di bidang seks. Bujuklah suami
Ibu agar mau diajak ke sana."
Tapi Yasmin menyimpan kartu itu.
***
Sebulan berlalu tanpa sentuhan Hendri. Yasmin senang karena tidak
disakiti, tapi sedih karena memastikan Hendri melakukannya dengan
orang lain. Mungkin Inem?
Lalu Hendri mendekatinya. "Aku kangen padamu," katanya.
Belum apa-apa bulu roma Yasmin sudah berdiri. Hendri mencumbunya
dengan berbagai cara, tapi gairahnya sama sekali tidak terbangkitkan.
Sebaliknya, ia ketakutan dan berkeringat dingin.
Hendri menyadari hal itu dan menjadi gusar. "Hei, kau takut sama aku,
ya? Memangnya aku monster?" hardiknya.
"Dengar dulu, Hen. Tempo hari aku ke dokter. Katanya aku baik-baik
saja. Tak ada yang salah pada diriku."
"Lalu?"
"Dia menganjurkan agar kita berdua konsultasi ke ahlinya."
39
"Ahli apa?" "Ahli seks."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri tertawa mencemooh. "Bukankah yang bermasalah itu kau?


Kenapa harus "berdua?"
"Karena ini kegiatan berdua."
"Tidak bisa. Perempuan lain tak ada yang mengeluh. Cuma kau. Jadi
pastilah kau yang salah."
Hendri meraih Yasmin. Tak lagi memberi kesempatan untuk berbicara.
Ia melumat Yasmin habis-habisan.
Bagi Yasmin saat itu merupakan puncak rasa sakit yang pernah
dialaminya. Ia merasa tercabik dan terbelah-belah. Isi perutnya seperti
dikocok-kocok. Dan tampaknya tak kunjung berakhir. Ia merintih,
menangis, dan menjerit, tapi Hendri tidak menghentikan kegiatan atau
melambatkan gerakannya. Sepertinya ekspresi kesakitan Yasmin justru
membuatnya semakin bergairah.
Setelah selesai, Yasmin terkulai setengah pingsan, tapi dengan tega
Hendri mencubit pinggulnya.
"Hebat ya aku?" katanya sambil tertawa.
Yasmin merasa jadi orang paling menderita di dunia. Yang paling
menyakitkan sebenarnya bukanlah sakit fisik seperti sekarang ini, tapi
tak adanya perhatian dari Hendri. Dan tak ada empati barang sedikit
pun.
Ia teringat ucapan Dokter Minarti, "Ibu jangan pasrah saja. Lakukan
sesuatu. Lindungi diri Ibu."
Ia memang harus berbuat sesuatu. Tak mungkin begini terus. Dialah
yang harus berinisiatif karena Hendri tak berniat mengubah keadaan.
Tapi solusinya bukanlah bercerai.
Kemudian ia menemukan selembar kartu nama di dalam saku celana
kotor Hendri. Warnanya biru
40
muda. Tertulis di situ dengan huruf indah berwarna biru tua, "Motel
Marlin" lengkap dengan alamat dan nomor telepon serta faks-nya. Tidak
sulit bagi Yasmin untuk menduga apa hubungan Hendri dengan Motel
Marlin. Tempat itu biasanya dipilih orang bukan cuma untuk menginap,
tapi juga untuk bercinta. Di samping itu masih ada lagi yang lain.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Beberapa waktu yang lalu, entah berapa lama ia tak ingat lagi, ada
peristiwa bunuh diri di situ. Ia membacanya di koran.
Pasti bukan karena kebetulan ia menemukan kartu nama itu.
41
BAB 4

Motel marlin terletak di dekat jalan layang dan jalan tol yang ramai.
Dari jalan layang, papan nama Motel Marlin jelas terlihat oleh mereka
yang berkendaraan. Papan nama itu sudah pudar catnya, tapi huruf-
hurufnya masih jelas terbaca dari jarak jauh. Deretan kamar
memanjang dan menyiku. Deretan itu terdiri atas barisan dua kamar
yang saling membelakangi. Pintu-pintu menghadap ke halaman parkir.
Jadi barisan kamar itu terletak di tengah halaman parkir. Jumlah kamar
yang disewakan ada empat puluh.
Motel itu menempati areal tanah yang cukup luas. Ideal untuk sebuah
motel yang menyediakan tempat parkir di depan setiap pintu kamar.
Letaknya di pinggir jalan besar dengan akses yang mudah ke segala
penjuru kota. Cukup strategis. Tapi motel itu nyaris terkena
penggusuran saat pembangunan jalan tol. Untung rencana jalan tidak
melewati atau menembusnya.
Menilik kondisi bangunan yang tampak sederhana dan berbentuk kaku,
bisa diperkirakan motel itu sudah berusia lanjut dan tak pernah
mengalami renovasi, tapi kelihatannya cukup terpelihara karena tidak
berkesan kumuh. Dindingnya bercat putih, pintu-pintu dan kusen jendela
dipelitur cokelat tua.
42
Jendelanya sendiri berkaca nako dan berjeruji besi dengan tirai dua
lapis. Satu vitrage dan satu lagi kain tebal berwarna cokelat dengan
motif bunga timbul.
Tidak selalu tamu yang datang membawa mobil. Tapi biarpun tak ada
mobil yang parkir di depan pintu, bisa diketahui apakah sebuah kamar
terisi, yaitu dari tirai tebal yang menutup jendela rapat-rapat, demikian
pula kaca nakonya sehingga dari luar tak bisa melihat ke dalam.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tentunya penghuni tak ingin kegiatannya di dalam kamar bisa terlihat


orang di luar. Bila kamar kosong, maka selain tak ada mobil yang parkir
di depan pintu, kaca nakonya terbuka dan tirai vitrage menutup jendela.
Halaman parkirnya kering dan gersang. Tidak ada pepohonan barang
satu pun. Pemiliknya menganggap fungsi halaman itu memang untuk
parkir dan bukan untuk taman. Tanpa pepohonan, halaman akan tampak
selalu bersih karena tak ada daun-daun kering berserakan. Jadi tak
perlu disapu sering-sering.
Pemiliknya adalah dua lelaki bersaudara. Kosmas dan Erwin. Mereka
mewarisi motel itu dari ibu mereka yang ketika itu sudah menjanda.
Sang ibulah yang membangunnya bersama ayah mereka. Masa kecil
mereka berawal di situ. Saking akrabnya dengan tempat itu, tak pernah
terpikir oleh mereka untuk ganti usaha apalagi pindah ke tempat lain.
Padahal banyak pengusaha yang mengincarnya karena letaknya yang
strategis. Ada yang ingin menjadikannya sebagai hotel berbintang, ada
pula yang ingin membuat mal. Tawarannya cukup menggiurkan, tapi
mereka tidak tertarik. Sesepi-sepinya bisnis mereka, mereka masih bisa
melanjutkan kehidupan dengan pasang-surutnya sendiri. Memang tidak
jadi kaya, tapi bisa hidup
43
dengan wajar. Jadi kaya bukanlah tujuan. Yang penting bisa
menikmatinya.
Uniknya, kedua bersaudara itu hampir selalu seia sekata. Bukan berarti
yang satu mengekor yang lain atau yang satu menguasai yang lain. Tapi
mereka punya kesamaan dalam memandang kehidupan. Sama persis
tentu tidak, karena kadang-kadang mereka baru menghasilkan
kesepakatan setelah berdebat seru.
Ada beberapa hal yang membuat mereka rukun. Pertama, peran
orangtua terutama ibu yang mendidik mereka. Kedua, mereka sama-
sama belum beristri! Biasanya seorang istri mempunyai pendapat dan
tuntutan sendiri yang bisa merenggangkan mereka.
Kosmas sudah berusia empat puluh tahun, sedang Erwin tiga puluh lima.
Jadi bisa dibilang mereka adalah bujang lapuk atau hampir lapuk.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Dibilang berat jodoh juga tidak. Mereka juga bukan tak ingin
berkeluarga atau sengaja menghindari karena mementingkan kerukunan
di antara mereka. Beberapa kali keduanya mendapat pacar, tapi sekian
kali pula hubungan berakhir. Yang satu putus, yang lain pun putus. Ada
saja penyebabnya. Yang sering adalah karena si pacar ingin mencampuri
atau mengganggu hubungan mereka, menyangkut soal bisnis yang dijalani
bersama-sama. Kebanyakan ingin si abang dan si adik menjalani bisnis
terpisah. Bahkan ada yang terus terang menganjurkan supaya menjual
saja motel itu lalu uangnya dibagi dua dan selanjutnya menggunakannya
sebagai modal untuk berusaha sendiri-sendiri.
Meskipun bersaudara, keduanya tidak memiliki kemiripan fisik. Kosmas
bertubuh tinggi besar, berkulit hitam, dan berwajah sangar. Sebaliknya
Erwin bertubuh langsing tapi sama tinggi, berkulit kuning
44
langsat, dan berwajah tampan. Tapi tak sulit untuk menemukan
penyebabnya. Kosmas mirip ayahnya sedang Erwin mirip ibunya.

Kosmas duduk di kantornya pada siang hari itu. Ia terkantuk-kantuk.


Situasi sepi. Tamu yang datang sudah menyurut. Jam makan siang sudah
lewat. Biasanya pada jam istirahat kantor itu, banyak pasangan yang
datang untuk menyewa kamar jam-jaman. Minimal sejam yang biasanya
diambil. Mereka bermaksud untuk "bobok siang".
Pada saat yang sama, biasanya cukup banyak pasangan yang datang. Tapi
dua minggu terakhir ini tamu yang datang berkurang hampir separuhnya.
Penyebabnya gampang ditebak. Sekitar dua minggu yang lalu ada orang
bunuh diri di kamar nomor 14. Mungkin mereka takut ada hantunya atau
tak ingin ikut-ikutan diperhatikan karena ingin merahasiakan
kedatangan mereka ke situ. Dalam sejarah berdirinya Motel Marlin,
sudah beberapa kali terjadi peristiwa seperti itu dengan akibat yang
sama sesudahnya.
Perempuan itu datang naik taksi. Namanya Yuli, seperti yang tertera
dalam KTP-nya. Ia masih muda dan cukup cantik. Tapi sendirian.
Biasanya orang datang berpasangan. Barangkali pasangannya datang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

belakangan? Apalagi dari KTP-nya itu jelas dia warga Jakarta. Kenapa
harus menginap di motel dan bukan di rumah sendiri? Mungkin sedang
ribut dengan suami dan ingin menyendiri? Tentu saja bukan baru sekali
ada perempuan yang datang sendirian untuk menginap di situ. Ada
banyak sebab yang mendorong orang melakukan sesuatu. Tetapi
pertanyaan-perta-
45
nyaan itu tak perlu dicari jawabannya apalagi ditanyakan kepada yang
bersangkutan. Tamu datang dan pergi membawa urusan dan masalah
masing-masing.
Yuli check in untuk semalam. Besok pagi ia akan keluar. Tapi dari sore
sampai malam ia tidak pernah keluar untuk mencari makanan. Ada
banyak warung makan dan restoran di sekitar tempat itu. Tapi tingkah
Yuli tidak dianggap sebagai kejanggalan. Mungkin saja ia membawa
makanan kering misalnya roti, dan malas keluar untuk mencari makanan.
Kejanggalan baru terasa esoknya ketika ia seharusnya sudah keluar tapi
belum juga keluar.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, Kosmas dan Erwin menghubungi
polisi. Mereka menemukan Yuli sudah meninggal. Ada sisa racun
serangga di dekatnya. Yang lebih mengejutkan adalah pengakuan yang
ditulis Yuli dan ditemukan di atas meja. Ia menulis bahwa dirinya sedang
hamil akibat hubungan dengan pacarnya yang kabur setelah diberitahu
tentang kehamilannya. Padahal si pacar adalah orang yang tidak disukai
orangtuanya. Karena itulah ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Kosmas yang berwajah sangar itu menjadi sedih. Meskipun memiliki
penampilan seperti preman, ia berhati lembut dan perasa. Ia merasa
ikut bersalah karena kejadian itu terjadi di tempatnya sedang ia tidak
melakukan apa-apa. Ia juga marah kepada Yuli karena membawa serta
janinnya kepada kematian. Ia marah kepada orangtua Yuli karena yakin
pastilah mereka orang-orang otoriter yang sulit memaafkan.
Tapi dia dan Erwin sepakat bahwa kejadian semacam itu sulit dicegah.
Bagaimana memastikan orang yang datang sendirian itu bermaksud
bunuh diri?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

46
Mustahil ditanyai dulu saat mau check in. Atau memasang pengumuman
"Dilarang bunuh diri!"?
Kosmas tersentak dari kantuknya. Ke mana Erwin? Seharusnya adiknya
itu menggantikannya berjaga di kantor.
Kebetulan Adi lewat. Adi salah seorang karyawan yang biasa diberi
tugas jaga kantor. Mereka bergiliran sesuai waktu masing-masing.
Kosmas memanggilnya. "Di, jaga sebentar ya! Aku mau cari Erwin dulu."
"Pak Erwin ada di kamar 14, Pak," Adi membe-ritahu.
"Ngapain dia di sana?"
"Nggak tahu, Pak. Mungkin ngecek aja."
Kosmas bergegas menuju kamar 14. Kantornya sendiri terletak di bagian
siku, diapit sebagian ke kiri dan sebagian lagi ke kanan. Sedang di bagian
belakang terletak dapur dan ruang makan berikut beberapa kamar untuk
karyawan di samping kamar-kamar yang disewakan.
Sejak kejadian tragis itu, kamar 14 dibiarkan kosong meskipun sudah
dalam keadaan bersih dan siap dihuni. Selama masih ada kamar lain yang
bisa diberikan kepada tamu yang membutuhkan, kamar itu tetap kosong.
Kamar 14 tertutup rapat. Kosmas membuka pintunya dan melongok ke
dalam. Lalu tertegun keheranan.
Di tengah ruang, di lantai samping tempat tidur, Erwin sedang duduk
bersila. Posisinya membelakangi pintu. Sepertinya ia tengah
bermeditasi, tampak hening dan asyik. Kosmas tak berniat mengganggu.
Ia
47
merapatkan pintu kembali, lalu balik ke kantor. Adi disuruhnya
beristirahat. Ia akan menunggu kedatangan Erwin.
Lima menit kemudian Erwin muncul dengan ter-senyum-senyum.
"Telat sedikit nggak apa-apa kan, Bang?"
"Nggak apa-apa sih. Tapi ngapain kau di sana tadi? Meditasi kok bukan
di kamar sendiri."
"Aku lagi ngecek, Bang!"
"Ngecek apa?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku mencoba melakukan komunikasi dengan roh halus kalau memang


ada di situ. Jangan sebut hantu," sahut Erwin dengan tenang.
"Sejak kapan kau bisa berhubungan dengan roh?"
"Aku kan nggak bilang bisa, tapi mencoba."
Erwin tersenyum misterius.
"Lantas? Apa berhasil?" tanya Kosmas.
"Kayaknya gitu."
"Gitu gimana?"
"Kamar itu sudah bersih, Bang! Bisa diisi lagi," kata Erwin penuh
keyakinan.
Kosmas geleng-geleng kepala. Dalam hati ia berpikir, "Sok tahu aja kau!"
Tapi ia tak mau menyinggung Erwin.
"Sekarang kalau ada tamu datang, kasih aja kamar yang itu, Bang.
Kecuali dia punya pilihan nomor yang lain," Erwin menyarankan.
"Ah, kenapa harus yang itu? Kan masih banyak yang lain. Nantilah kalau
sudah tak ada lagi yang kosong. Aku kasihan sama si tamu kalau dapat
yang itu."
"Kamar itu sudah benar-benar bersih, Bang! Tempat tidurnya,
perabotnya, dan juga udaranya. Kalau dibiarkan kosong terus kan nggak
baik juga, Bang."
48
"Nggak baik gimana?" "Nanti..."
Belum sempat Erwin menyelesaikan kalimatnya, mereka melihat sebuah
mobil memasuki gerbang lalu melesat masuk dan berhenti di depan
kantor.
"Ada tamu tuh," kata Kosmas, tapi ia tidak beranjak keluar. Ia duduk di
sebelah dalam.
Seorang perempuan keluar dari mobil berpelat nomor D dengan tas
tangan tersampir di bahu. Dari pintu mobil yang terbuka kelihatannya ia
sendirian. Ia mengenakan celana jins dan blus putih yang pas di
tubuhnya yang ramping. Ia kelihatan cantik meskipun tidak muda lagi.
Langkahnya gesit ketika memasuki kantor.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas buru-buru berdiri untuk mendampingi Erwin. Ia ingin ikut


menyaksikan dan juga ingin tahu.
Perempuan itu bernama Delia, warga Bandung, berusia 40 tahun. Di
dalam ruang kantor yang terang wajahnya tampak lebih jelas. Kulitnya
putih, matanya jernih dinaungi alis tebal dan hidung mancung. Pipinya
tidak kencang lagi dan keriput sudah menggurat di bawah matanya, tapi
ekspresinya menyenangkan. Senyumnya ramah.
Kosmas terpesona. "Ibu berkendaraan dari Bandung?" tanyanya.
"Ya."
"Wah, capek tentunya."
Delia tersenyum. "Saya mau nginap tiga hari."
Erwin mencatat identitas Delia dalam buku tamu. Ketika Delia
membubuhkan tanda tangannya, tampak jari-jarinya polos tanpa cincin.
Kosmas menyimpulkan, kemungkinan Delia wanita lajang meskipun tidak
selalu pasti. Perempuan bersuami bisa saja melepas cincinnya karena
alergi atau sebab lain.
49
Delia menyelesaikan pembayaran. Lalu Erwin mengeluarkan kunci dari
sakunya. Bernomor 14!
"Ini, Bu. Kamar nomor 14."
Kosmas melotot kepada Erwin, tapi Erwin pura-pura tidak melihat.
"Barangkali Ibu punya pilihan nomor lain?" tanya Kosmas sambil
menunjuk nomor-nomor di dinding samping dengan kunci tergantung di
bawahnya. Ia tentu tidak mungkin menjelaskan mengenai kamar nomor
14 itu. Si Erwin benar-benar kurang ajar, gerutunya dalam hati.
Delia menggeleng. "Empat belas juga boleh. Bahkan tiga belas juga
nggak apa-apa."
Kosmas dan Erwin berpandangan. "Nomor tiga belas nggak ada, Bu," kata
Erwin.
"Kalau begitu nomor tiga belas digabung dengan empat belas, bukan?"
tanya Delia.
"Ibu ganti saja dengan nomor lain," Kosmas menganjurkan sambil
berharap Delia setuju.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudah saya bilang, sama aja. Ini juga boleh."


Dengan sikap cuek Delia keluar. Kosmas bergegas mengikuti.
"Mari saya tunjukkan kamarnya, Bu," ia menawarkan.
"Nggak usah, Pak. Terima kasih. Saya bisa cari sendiri. Nomornya gede-
gede kok."
"Saya bisa bawakan tasnya."
"Terima kasih. Saya bisa bawa sendiri."
"Biar saya nyalakan AC-nya dulu, Bu."
Delia cepat-cepat masuk ke mobilnya. Kosmas mengambil kunci cadangan
lalu bergegas menuju kamar 14. Ia membuka pintu dan membiarkannya
terpentang. Setelah menyalakan AC, ia keluar dan menunggu sampai
mobil Delia parkir di depan pintu.
50
Sebelum Delia turun dari mobilnya, Kosmas segera kembali ke kantor
menemui Erwin.
"Win! Kamu kelewatan amat sih!" Kosmas mengomel.
"Sudahlah, Bang. Jangan marah dong. Dia kan nggak menolak. Dia baik-
baik saja kok. Apalagi orangnya kelihatan pemberani. Coba saja lihat.
Dari Bandung dia bawa mobil sendirian. Dia bisa membantu kita dengan
mengembalikan citra kamar itu."
"Aku kasihan sama dia, Win," suara Kosmas melunak.
"Dia kan nggak tahu, Bang." "Kalau ada yang kasih tahu, gimana?" "Ah,
masa sih?"
Kosmas termenung. Ia menopang dagunya dengan tangan di atas meja.
Erwin mengamatinya dengan prihatin.
"Sori, Bang," katanya dengan sesal. "Aku nggak nyangka kau sangat
memerhatikan dia. Begini saja. Sekarang juga aku akan ke kamarnya lalu
memintanya pindah kamar karena kamar itu belum dibersihkan.
Gimana?"
"Sudahlah. Soal itu tak ada gunanya lagi. Bukan itu yang kupikirkan."
"Bukan itu? Lantas apa?" Erwin heran.
"Hei, apa tak terpikir olehmu bahwa dia perempuan dan sendirian?
Firasatku nggak enak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Erwin terperangah. "Maksudmu, ada kemungkinan dia mau bunuh diri?"


"Entahlah. Kenapa dia sendirian? Datang jauh-jauh sendirian."
"Tapi coba bandingkan dengan Yuli, Bang. Yuli tinggal di kota ini. Dia
datang naik taksi. Nginapnya
51
cuma semalam. Tapi ibu tadi datang dari Bandung. Jauh, kan? Kalau mau
bunuh diri kenapa jauh-jauh amat? Memangnya di Bandung nggak ada
hotel atau motel? Nanti mobilnya gimana? Kenapa pula nginap tiga hari,
bayar di muka? Nginap saja semalam."
Alasan itu masuk akal juga bagi Kosmas. Tapi ia toh masih risau.
"Mungkin aku masih trauma, Win. Belum lama kejadian."
"Ya. Mungkin. Sudahlah, Bang. Nggak usah dipi-kirin. Aku rasa
perempuan itu pengusaha. Lihat saja gayanya. Mandiri dan pede. Banyak
senyum, lagi. Orang seperti itu mana mungkin bunuh diri, Bang. Jadi
tenanglah."
"Apa kau yakin kamar itu sudah bersih, Win? Kasihan kalau dia
terganggu. Siapa tahu dia mimpi buruk atau gimana."
"Aku yakin, Bang. Tadi suasananya beda sekali dengan hari-hari awal
sesudah kejadian itu."
"Beda gimana, Win? Eh, ngomongnya yang jelas dong."
"Beberapa hari setelah kejadian aku merasakan kekacauan di situ. Ribut
sekali. Ada ratapan, tangisan, keluhan, dan suara-suara yang tak bisa
kugambarkan. Aku sangat takut. Tak bisa lama-lama. Tapi tadi
sebaliknya. Hening dan damai. Aku pun merasa damai. Betah berlama-
lama. Itu yang membuat aku yakin."
"Kau nggak pernah ngomong soal seperti itu sebelumnya."
"Aku tak mau membuatmu cemas."
"Apa kau punya bakat paranormal, Win?"
"Kukira nggak, Bang. Itu bukan sesuatu yang luar biasa. Kalau kita
konsentrasi pada sesuatu, lalu
52
mengerahkan dan memusatkan pikiran, kita bisa seperti itu."
"Mungkin halusinasi?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bukan. Aku yakin bukan."


"Ya sudahlah. Mikirin soal itu otakku jadi kusut. Mau makan? Aku beliin
di depan ya? Kita makan sama-sama di sini. Kau mau makan apa?"
Erwin tersenyum. Kosmas tak pernah marah kepadanya. Kalaupun marah
cepat baik lagi.
Sebelum pergi Kosmas menghubungi kamar 14 dengan interkom. "Maaf
mengganggu, Bu. Kalau Ibu perlu sesuatu, hubungi kantor dengan
interkom. Misalnya mau makanan bisa suruh karyawan."
Ia sengaja menyusuri lorong depan deretan kamar lebih dulu. Setelah
melewati kamar 14 baru ia turun ke halaman. Ia melirik jendelanya yang
tertutup rapat. Tampak lampunya menyala. Ia berharap Delia bisa tidur
nyenyak malam itu.
Sambil berjalan tatapannya tertuju ke perutnya yang membuncit.
Seharusnya ia tidak membiarkan perutnya melar. Seharusnya ia
mengikuti jejak Erwin yang suka berolahraga, lari pagi atau malam,
tergantung waktu luangnya. Gemuk itu sarang penyakit, kata Erwin. Jadi
membiarkan tubuh semakin gemuk sama saja dengan bunuh diri!
53
BAB 5

Delia memasukkan uangnya yang ia simpan di bawah karpet mobil ke


dalam tas. Saat melakukan hal itu, berkali-kali ia melongok ke luar
jendela kalau-kalau ada orang yang memerhatikan. Setelah semuanya
dimasukkan, ia membawanya ke kamar untuk dirapikan lagi. Semua
tumpukan uang itu ia taruh di dasar tas, atasnya ditutup dengan plastik
hitam, lalu ditindih, dengan pakaian hingga penuh. Sesudah itu baru ia
masukkan ke dalam lemari.
Kemudian ia mengamati sekitarnya, termasuk kamar mandi. Cukup bersih
dan rapi, pikirnya. Sebelumnya ia selalu menghubungkan motel dengan
hal-hal negatif. Dulu kalau ia dan Agus bepergian, mereka selalu
menginap di hotel berbintang, minimal bintang satu. Padahal kalau
dipikir secara rasional, hal negatif itu bisa terjadi di mana saja.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Teringat kepada Agus, ia menjadi sedih lagi. Belum pernah ia menginap


di luar sendirian. Apalagi memilih sebuah motel. Sebelum ia melihat
nama Motel Marlin di koran, ia memang sudah berniat memilih motel
karena faktor kerahasiaan dan privasinya.
Setelah mandi dan menjadi segar kembali, Delia mengambil tas yang
lebih kecil yang semula ia letakkan di lantai samping tempat tidur. Dari
dalamnya ia keluarkan sebotol Aqua, satu peles kue kering,
54
sekantong apel, dan satu peles penuh berisi pil yang semuanya ia
jajarkan di atas meja.
Peles berisi pil itu ia raih lalu ia bawa ke tempat tidur. Ia merebahkan
diri sambil memandanginya. Hebat sekali benda-benda kecil ini karena
bisa membawa orang ke dunia lain, pikirnya. Tapi bukan hanya itu.
Benda-benda itu pun bisa memberinya kebebasan!
***
Ketika itu diam-diam Delia menjual rumahnya yang mewah dan berkolam
renang. Ia merasa beruntung bisa menjual rumah dalam waktu yang
cukup singkat. Mungkin karena harga yang dimintanya tidak tinggi atau
lebih rendah dari pasaran. Biasanya orang perlu waktu lama supaya
berhasil menjual rumah, apalagi rumah mewah. Uang hasil penjualan
rumah ia depositokan.
Sebagai gantinya, ia mengontrak sebuah rumah kecil dengan dua kamar.
Itu lebih cocok untuknya yang sendirian. Apalagi rumah lamanya itu
memiliki banyak kenangan yang terkadang menyakitkan untuk diingat. Ia
pun tidak memakai pembantu. Benar-benar sendirian. Ia bekerja di luar
dan di dalam rumah. Karena kelelahan, ia bisa cepat tertidur tanpa
sempat berpikir macam-macam. Bekerja adalah obat stres.
Donna terkejut ketika mengetahui hal itu.
"Aku terpaksa, Don. Uangnya untuk bayar utang bank," Delia berbohong.
Ia tahu, nanti Donna akan menyampaikan berita itu kepada orangtuanya
dan selanjutnya sampai juga kepada Ratna.
"Ah, sayang sekali," keluh Donna.
55

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sejak Delia tinggal di rumah kontrakan, Donna tak lagi datang


berkunjung. Apalagi menginap. Delia menduga, mungkin Donna memang
bukan bermaksud mengunjungi dirinya sebagai ekspresi sayang,
melainkan menikmati rumahnya!
"Wah, Tante nggak punya rumah lagi dong!"
"Nggak apa-apa. Aku kan sendirian. Indekos juga bisa."
"Ah, kasihan sekali."
Delia tak ingin dikasihani oleh siapa pun. Tapi seperti yang sudah
diduganya, Ratna bereaksi atas penjualan rumahnya.
"Nenek marah sekali, Tante," Donna melaporkan. "Katanya, Tante nggak
becus menjaga barang milik Oom Agus."
"Ah, kenapa dia mesti marah? Ini kan bukan urusannya?"
"Tante mesti hati-hati sama Nenek. Dia menyumpahi Tante. Waduh,
mulutnya nyerocos kayak air bah."
Meskipun sudah bertekad untuk tidak peduli lagi pada Ratna, tak urung
Delia kesal juga. Ternyata Ratna masih tidak mau melepasnya setelah
Agus tiada.
Suatu hari Rama menelepon. Bicaranya ramah dan menanyakan kabarnya.
Delia merasa tersentuh oleh perhatian yang diberikan. Ternyata masih
ada yang ingat padanya. Tapi perasaan itu hilang setelah beberapa saat
kemudian pintunya diketuk, lalu ia melihat Rama, istrinya Maya, dan
Ratna berdiri di depannya!
Di dalam rumah, Ratna memandang berkeliling dengan tatap selidik. Tak
cukup hanya di ruang tamu, ia masuk ke dalam diikuti oleh Maya. Jelas
maksudnya adalah untuk memeriksa.
Rama hanya duduk dengan wajah lesu. Sikapnya canggung dan malu.
"Maaf ya, Del," katanya pelan.
Delia mengangguk saja. Ia tahu kesulitan Rama.
Ratna keluar diikuti Maya yang tampak serbasalah karena disuruh terus
mengikuti.
"Jadi inilah rumah barumu. Kecil, tapi cukup nyaman untuk penghuni yang
sendirian. Sayang aku belum sempat menginap di rumahmu yang dulu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Juga berendam di kolam renangmu. Aku pengen tuh. Tapi Agus nggak
pernah mengundangku," komentar Ratna.
"Ini bukan milik saya, Ma. Saya ngontrak setahun," kata Delia datar.
Pasti Donna tidak bercerita tentang hal itu. Mungkin-Donna tidak
percaya atau tak ingin menambah amarah Ratna.
Wajah Ratna tambah mengerut karena mulai naik darah.
"Bohong ah! Memangnya kamu sudah bangkrut? Uang jual rumah mewah
itu pasti banyak sekali. Masa beli rumah kayak gini aja nggak bisa?"
semburnya.
"Saya pakai buat bayar utang, Ma."
"Utang apa?"
"Utang bank."
"Bohong ah! Nggak percaya!"
"Terserah Mama saja, mau percaya atau nggak. Suratnya ada, tapi saya
nggak mau memperlihatkan karena itu bukan urusan Mama."
"Kurang ajar kau! Terkutuk! Kualat!"
"Ma, sabar..." Rama menepuk-nepuk lengan Ratna. "Sudahlah. Sekarang
ini orang bisnis biasa berutang sama bank. Namanya kredit."
Ratna menepis tangan Rama. Wajahnya sudah merah seperti kepiting
rebus.
57
56
"Kata Donna, tokonya ramai. Jualannya laris. Masa perlu berutang?"
Ratna masih penasaran.
Delia tidak menyahut. Ia berpikir, biarlah anjing menggonggong, kafilah
akan tetap berlalu. Sebentar lagi orang-orang ini pergi dan ia bisa
melanjutkan hidupnya dengan tenang. Lalu tatapannya tertuju kepada
Maya yang diam saja dari awal kedatangan. Maya menunduk dan
kelihatan bingung. Delia merasa iba kepadanya. Tiba-tiba ia merasa
lebih beruntung daripada Maya yang terpaksa harus hidup seatap
dengan Ratna.
Ratna marah melihat ketenangan Delia. Ia meletup lagi, "Sebagai ibu
kandung Agus, seharusnya aku berhak mendapat bagian dari warisan!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia terkejut oleh keterusterangan itu. Sesaat muncul kemarahan, tapi


ia bisa menjawab dengan tenang, "Jangan khawatir, Ma. Mama bisa
mendapatkan semuanya kalau saya mati dan tidak kawin lagi!"
Ketenangan Delia membuat Ratna semakin marah. Ia tidak menyangka
Delia bisa setenang itu. Sesungguhnya ia mendapat kesenangan
tersendiri dari ketakutan anggota keluarganya kepadanya.
"Baik! Kalau gitu cepat mati aja kamu!" teriaknya, lalu bergegas keluar.
Maya terbirit-birit di belakang Ratna, bagai anjing yang patuh pada
tuannya. Tapi Rama sempat menyalami Delia.
"Maafkan ya, Del. Tabahlah," katanya.
"Terima kasih," sahut Delia.
Delia merasa senang karena bisa melawan Ratna. Tapi adakalanya ia
merasa bersalah. Uang yang ia depositokan itu toh tidak ia perlukan.
Tak ada salahnya memberi sebagian kepada Ratna. Tapi ada
58
perasaan tidak rela. Apakah itu bisa menjamin ia akan lepas dari
gangguan Ratna? Mungkin saja nanti muncul tuntutan lain.
Seminggu setelah kejadian itu, Donna menelepon.
"Maaf mengganggu, Tante."
"Nggak apa-apa, Don."
"Begini, Tante. Sebenarnya aku mau minta tolong, tapi..."
"Bilang aja. Ada apa?"
"Malu bilangnya nih. Begini. Mama masuk rumah sakit. Perlu uang muka.
Tapi kami lagi bokek." "Perlu berapa, Don?"
Di sana diam sebentar. Mungkin Donna merasa surprise kenapa ia
langsung bertanya begitu.
"Sepuluh juta, Tante. Tapi..."
"Baik. Tolong sebutkan nomor rekening papamu. Nanti aku transfer."
"Aduh, terima kasih, Tante!"
Suara Donna kedengaran tidak seperti biasanya, pikir Delia. Apakah itu
karena terharu atau sebab lain? Tapi tadi Delia sengaja tidak mau
bertanya mendetail, karena sesungguhnya ia takut dibohongi!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Firasat buruknya jadi kenyataan. Dua hari setelah itu ia mendapat


kejutan. Ratna menelepon.
"Kamu bohong padaku, Del! Bilangnya nggak punya duit. Punya utang
sampai jual rumah. Ternyata dengan gampang kau bisa ngasih duit
sepuluh juta tanpa pikir panjang! Kalau betul nggak punya duit, mana
bisa begitu?"
"Mamanya Donna sakit..."
"Sakit kentutmu!"
Delia terkejut. Apakah Donna berbohong? Ia tidak mau menanyakan itu
kepada Ratna. Ia juga tidak mau mendengarkan lagi ocehan Ratna.
Dijauhkannya
59
gagang telepon dari telinganya hingga cuma mendengar dengungnya saja.
Baru setelah mendengar suara tut-tut-tut, ia meletakkan gagang
telepon kembali ke tempatnya.
Meskipun sudah berusaha tabah, hatinya terasa sakit sekali.
Seharusnya Donna tidak ikut-ikutan membohonginya. Apalagi setelah ia
menerima SMS dari nomor tidak dikenal, "Hati2 pd Donna. Dia antek.
Pengen dpt warisan!"
Sakit di hati itu berlanjut menjadi sakit fisik. Ia merasakan nyeri di
perut bagian bawah yang terkadang hilang kemudian datang lagi. Lalu ia
mendapati adanya bercak-bercak di celana dalamnya. Ia sudah
mendengar bahwa gejala seperti itu merupakan indikasi adanya
gangguan di rahimnya. Untuk memastikan, ia memeriksakan diri ke
dokter kandungan. Dari pemeriksaan pap smear ia didiagnosis menderita
kanker rahim stadium dini!
Ia perlu berpikir lama sekali ketika dokter menganjurkan untuk
dioperasi. Ia tidak rela rahimnya diangkat. Akhirnya ia memilih
pengobatan alternatif. Salah seorang karyawannya yang dinyatakan kena
kanker berhasil sembuh dengan pengobatan itu. Dengan penuh
kepercayaan dan ketekunan, Delia menjalani pengobatan. Semangat dan
keinginan sembuhnya tinggi.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Lalu pada suatu malam telepon berbunyi. Ia kembali dikejutkan oleh


suara Ratna.
"Semoga aja kau bisa sembuh ya, Del!" Sesudah berkata begitu, Ratna
tertawa dan hubungan putus tanpa menanti jawaban.
Delia merasa shock. Terpukul sekali. Nada bicara Ratna jelas merupakan
sindiran. Apalagi tawanya. Sesungguhnya yang diharapkannya adalah
kebalikan-
60
nya. Dari mana Ratna mengetahui soal itu? Selama ini yang tahu cuma
dokter dan penyembuh tradisional itu.
Ada perasaan tak berdaya yang membuat semangat Delia anjlok. Ia
menjadi pesimis. Bahkan nyeri yang dirasanya tidak lagi di perut bagian
bawah melainkan di mana-mana! Ia tidak lagi melanjutkan
pengobatannya. Apa gunanya? Mungkin tidak lama lagi ia akan mati.
Benar-benar sesuai dengan yang diinginkan Ratna.
Biarpun demikian, pesimisme itu tidak menghilangkan kebenciannya
kepada Ratna. Malah semakin bertambah. Itulah yang menguatkan
tekadnya untuk membalas dendam. Biarlah dirinya mati tapi Ratna tidak
akan mendapatkan hartanya!
***
Delia menjual tokonya dengan harga miring. Yang penting baginya adalah
tunai dan segera seperti halnya penjualan rumahnya. Setelah urusan
jual-beli selesai, barulah ia memberitahu para karyawannya sekalian
mengenalkan pemilik baru kepada mereka. Seperti kesepakatan yang
telah dicapai, para karyawan tetap bekerja di posisi masing-masing.
Tidak ada yang diberhentikan.
Uang hasil penjualan tidak ia depositokan seperti sebelumnya, melainkan
ia dermakan sampai habis! Ia membagikannya kepada berbagai panti
asuhan, yayasan sosial yang membiayai pengobatan orang tak mampu,
dan mentransfer ke koran-koran dan stasiun televisi yang membuka
pundi amal! Ia bagaikan Sinterklas yang membagi-bagikan hadiah gratis.
Dalam waktu tak sampai seminggu, uang miliaran ludes!
61

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sama sekali tak ada rasa sayangnya. Ia tidak perlu minta izin kepada
siapa pun. Ia juga tidak perlu minta maaf kepada Agus karena sekarang
Agus tidak punya urusan lagi dengan masalah keduniawian. Justru ia
merasa lega karena Ratna tidak perlu lagi mengejar dan mengutuknya
karena ia tak punya harta lagi.
Tapi masih ada uang hasil penjualan rumah. Itulah yang ia bawa ke
Jakarta. Ia akan membagikannya kepada berbagai panti asuhan dan
panti wreda. Untuk itu ia perlu membuat survei dulu, lalu ia akan
membagikannya secara langsung. Karena itu ia membutuhkan waktu tiga
hari. Dan tentu saja ia masih membutuhkan mobilnya, satu-satunya
barang berharga yang masih dimilikinya.
Tanpa uang Sepeser pun ia memang tidak bisa makan. Tapi orang mati
tidak butuh makan!
62

BAB 6

Donna memasuki toko garmen Busana Indah. Ia masih mengenakan


seragam SMU-nya dan menyandang tas sekolahnya. Sudah cukup lama ia
tak berkunjung ke situ sejak ia menelepon Delia untuk minta bantuan. Ia
malu ketemu Delia karena sudah membohonginya dengan semena-mena.
Padahal Delia begitu baik. Ia begitu tulus menolong tanpa bertanya
macam-macam. Mila, ibu Donna, juga marah-marah karena dirinya
dikatakan sakit sampai masuk rumah sakit segala. Alasan seperti itu
biasanya pantang dikatakan orang karena takut nanti jadi benar-benar
sakit. Tapi ia tak bisa menolak perintah Ratna. Semuanya tak berani
menolak.
Akhirnya uang yang ditransfer Delia ke rekening ayah Donna itu diminta
oleh Ratna. Ramli, ayah Donna, memberikan tanpa keberatan. Uang itu
memang bukan haknya. Bisa juga dianggap sebagai uang haram, karena
merupakan hasil penipuan.
Sekarang Donna ingin menemui Delia untuk minta maaf. Untuk itu ia
perlu mengumpulkan keberaniannya lebih dulu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Beberapa karyawan menyapanya. Mereka sudah mengenalnya. Tapi ia


tidak bergabung dengan mereka. Ia langsung ke sudut belakang toko,
tempat kasir. Biasanya Delia ada di situ. Langkahnya terhenti
63
ketika melihat seorang perempuan yang tidak dikenalnya berada di situ.
Ia merasa heran, lalu buru-buru kembali ke depan.
"Mbak Erna, Tante Del lagi keluar, ya?"
Erna menatap heran hingga Donna jadi heran juga.
"Mbak Donna nggak tahu, ya?" Erna balas bertanya.
"Nggak. Tahu apa sih?" Donna menjadi cemas.
"Ibu Del sudah menjual toko ini. Itu pemilik baru," Erna menunjuk ke
belakang.
"Hah?" Donna terkejut. "Ke mana Tante sekarang?"
"Wah, Bu Del nggak bilang-bilang, ya?"
"Ke mana dia?"
"Cari aja di rumahnya, Mbak."
Donna segera berlari ke luar lalu melompat ke dalam angkot. Tanpa
ketemu dengan Delia berarti ia tak punya uang untuk jajan padahal ia
lapar sekali. Biasanya kalau datang ke toko ia dibelikan mi bakso.
Sekarang uangnya terpakai untuk ongkos angkot. Memang ia bisa saja
pulang dulu ke rumah untuk makan dulu, sesudah itu baru pergi ke rumah
Delia, tapi kecemasannya terlalu besar. Siapa tahu Delia sakit, terkapar
sendirian di rumahnya.
Penyesalan Donna bertubi-tubi. Pikirannya mencoba mencari hubungan
antara penjualan toko dan kebohongan lewat telepon itu. Apakah
memang ada? Kenapa pula toko yang jadi penunjang hidup itu dijual?
Akhirnya ia tiba di depan rumah Delia. Di halaman tak ada mobil milik
Delia. Biasanya mobilnya diparkir di situ. Pintu pagar tidak digembok
jadi ia terus saja masuk sampai pintu depan. Ia mengetuk pelan lalu
64
keras. Sesudah itu ia memanggil nama Delia, dari pelan sampai keras.
Biarpun sudah yakin rumah itu tidak berpenghuni, Donna terus saja
mengetuk dan memanggil. Ia sudah capek dan ingin menangis, tapi tak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mau berhenti. Siapa tahu Delia ada di rumah dan sedang tidur. Jadi
perlu waktu untuk membangunkan.
Hasil dari kegaduhan yang ditimbulkannya adalah kemunculan seorang
perempuan dari rumah sebelah.
"Cari siapa, Dik?" tanya perempuan itu.
"Tante Delia, Bu. Saya keponakannya."
"Oh, Mbak Del nggak ada. Perginya tadi pagi."
"Ke mana dan sama siapa, Bu?"
"Dia pergi sendirian pakai mobil. Tapi ke mana nggak bilang. Saya kan
nggak mungkin nanya-nanya, Dik."
"Kapan kembalinya, Bu? Bilang nggak?"
"Nggak sih. Tapi mungkin nggak cepat-cepat. Soalnya dia nitip kunci
sama saya."
Wajah Donna yang semula lesu menjadi segar! "Apa saya bisa pinjam
kuncinya, Bu? Buku saya ketinggalan di sini padahal mau ulangan."
"Tunggu sebentar ya."
Ibu itu pergi lalu kembali membawa kunci. "Nanti kembaliin ya, Dik,
kalau bukunya udah ketemu." "Tentu aja, Bu."
Setelah masuk ke dalam rumah, Donna berlari ke dapur. Tujuannya
adalah mencari makanan. Ia membuka tudung saji di atas meja makan.
Hanya ada beberapa potong roti tawar di dalam kantong plastik, dan di
sampingnya ada sebotol selai stroberi. Ia memperkirakan makanan itu
sisa yang dimakan Delia tadi pagi. Tidak ada makanan lain. Lemari juga
kosong. Karena rasa lapar sudah menggerogoti perut-
65
nya, ia menghabiskan makanan itu. Masih untung ada sisa, pikirnya.
Sesudah itu ia mencari minum di kulkas yang sudah karatan di bagian
bawahnya. Ternyata kulkas itu sudah diputuskan aliran listriknya. Tak
ada apa-apa di dalamnya. Kosong melompong. Hanya ada sebotol air
putih. Masih untung ada yang bisa diminum, pikirnya.
Setelah kenyang baru ia mengamati sekitarnya. Ia menyadari, bukan
cuma kulkas, lemari, dan meja makan yang kosong, tapi juga ruangan
sekitarnya. Tidak ada hiasan dinding dan gambar yang sebelumnya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pernah ia lihat. Ia segera melompat dan memeriksa ruangan lain. Di


setiap ruang kesannya sama. Hanya ada perabot besar. Di ruang tamu
hanya ada sofa dan perangkat meja-kursi. Memang tidak kosong sama
sekali. Tapi ia ingat cerita Delia bahwa rumah itu dikontraknya berikut
perabotan, termasuk kulkas butut itu. Perabotan Delia yang ada di
rumahnya yang dulu sudah dijual berikut rumahnya.
Ia menuju kamar tidur Delia. Tidak dikunci. Seperti sudah diduganya,
kamar itu sama saja keadaannya seperti ruangan lain. Kasur di ranjang
tidak berseprai, bantal-guling tidak bersarung, dinding kosong, dan di
atas meja tidak ada apa-apanya. Lemari pakaian pun kosong. Demikian
pula laci-lacinya.
Donna sadar, Delia tidak bermaksud pergi sebentar. Ke mana perginya?
Kenapa tidak bilang-bilang? Begitu sakitkah hatinya hingga ia berbuat
seperti ini? Penyesalan Donna kembali muncul. Pasti apa yang dilakukan
Delia ini ada hubungannya dengan apa yang telah ia lakukan. Delia sangat
kecewa kepadanya. Bukankah selama ini Delia memperlakukannya dengan
baik seperti anak sendiri?
66
Donna kembali ke rumah tetangga sebelah untuk mengembalikan kunci.
"Bu, apakah Tante Del pernah cerita tentang rencana pindah rumah?" ia
bertanya.
"Pindah? Nggak tuh. Emangnya kenapa?" ibu tetangga balik bertanya.
"Ah, nggak. Nanya aja, Bu."
Donna tak mau menceritakan apa yang dilihatnya tadi di dalam rumah
Delia. Nanti ketahuan bohongnya.
Ia harus cepat pulang untuk menceritakan apa yang telah terjadi.
***
Sore itu juga Ramli, Mila, dan putri mereka Donna, berkunjung ke rumah
Rama. Tujuannya untuk menyampaikan kepada Ratna mengenai
menghilangnya Delia.
Sebenarnya Mila dan Donna tidak setuju akan niat itu, tapi Ramli
mengatakan ia tidak bermaksud menyudutkan Delia tapi berkewajiban

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

untuk memberitahu Rama apa yang telah terjadi sebagai akibat


penipuan yang melibatkan dirinya itu.
"Apa kalian tidak takut akan akibatnya bila dia tahu bahwa kita tahu
tapi diam-diam saja?" tanya Ramli kepada anak dan istrinya. "Dia pasti
akan menyumpahi kita habis-habisan."
"Kasihan Delia," kata Mila.
"Kasihan memang. Tapi salah dia sendiri juga sih. Kenapa dia nggak mau
merendah sedikit terhadap Mama? Sudah tahu orangnya kayak gitu.
Nggak bisa dilawan atau ditentang. Kasihlah Mama uang sedikit. Kan
nggak rugi buat dia. Benar juga kesim-
67
pulan Mama. Kalau benar Del bokek, masa bisa memberikan sepuluh juta
begitu saja."
"Begitu saja katamu, Pa?" bantah Mila kesal. "Mungkin saja dia pun
merasa berat, tapi karena ingin menolong dia berikan juga. Mestinya
kita berterima kasih kepadanya. Coba kalau aku benar-benar sakit dan
perlu bantuan."
"Aku berterima kasih kepadanya. Tapi aku takut sama Mama. Kita kan
harus menentukan pilihan kepada siapa kita harus berpihak. Mama
adalah ibuku sedang Delia orang lain."
"Tante Del orang yang baik, sedang Nenek..." Donna tidak meneruskan
ucapannya karena dipelototi ayahnya.
"Hati-hati kalau bicara. Bukankah kamu juga ikut berkomplot?"
"Tapi aku nyesel, Pa! Nyesel banget!"
"Sudahlah. Nyesel pun percuma," sahut Ramli.
"Kalau ketemu, aku mesti minta maaf. Apakah Papa nggak mau minta
maaf juga kepadanya?"
"Kalau kau banyak omong, lebih baik nggak usah ikut. Nanti di depan
nenekmu kau ngomong semba-rangan. Aku nggak mau kau dikutuk."
Donna tak mau dilarang ikut. Ia ingin melihat bagaimana reaksi neneknya
setelah mengetahui ke-pergian Delia yang diam-diam itu. Ia ingin tahu
seperti apa rupa neneknya kalau sedang marah besar. Selama ini ia
hanya mendengar cerita saja. Katanya rambut si nenek yang putih itu

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

jadi setengah berdiri seperti habis diblow dan mukanya merah. Matanya
juga merah. Hiii, seperti apakah itu?
Begitu bertemu Ratna, mereka bertiga terpesona. Ratna berpenampilan
ceria dan berkilauan. Ia mengenakan daster baru berwarna merah.
Wajahnya
68
yang sudah berkeriput itu berbedak hingga tampak semakin putih.
Alisnya yang sudah gundul ditimpa pensil alis menjadi dua garis
melengkung. Bibirnya pun disaput lipstik. Rambutnya masih putih dan
pendek, tapi dikeriting! Tapi bukan itu yang membuat Ratna berkilau. Ia
mengenakan semua perhiasannya! Hampir semua adalah pemberian anak-
anaknya. Tapi ada satu yang tampak paling mencolok. Di lehernya
menjuntai sebuah kalung emas bertabur berlian!
"Lihat ini!" katanya sambil meraba kalungnya. "Uang sepuluh juta itu
kubelikan ini. Bagus nggak?"
Donna merasa mual.
"Bagus," kata Ramli.
"Bagus," Mila mengikuti.
"Nah, ada apa kalian ke sini? Pasti ada sesuatu. Bukan karena kangen
padaku, kan?" Ratna tertawa. "Kulihat kalian nggak bawa oleh-oleh."
Mila tersipu. Donna memalingkan muka. Di matanya, neneknya ini benar-
benar tak ubahnya nenek sihir. Menakutkan dan memuakkan, tapi juga
menggelikan! Di mata Ramli, ibunya bukan cuma menakutkan tapi
mengagumkan! Licik, tapi pintar. Sedang di mata Mila, ibu mertuanya itu
seperti setan!
Sebagai orang tua berusia tujuh puluh tahun, Ratna sangat sehat.
Biasanya orang seusianya bertubuh tambun, tapi ia tetap ramping
meskipun perutnya sedikit buncit. Kecuali sel-sel tubuhnya yang memang
sudah aus, semua organ vitalnya masih berfungsi sempurna. Dokter yang
pernah memeriksanya memujinya sebagai orang tua yang langka.
Biasanya orang setua itu sudah didekati dan dihinggapi penyakit. Bahkan
orang yang jauh lebih muda pun banyak yang tidak sesehat dirinya.
Gerak-geriknya pun gesit. "Tak tampak kesan lam-

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

69
ban atau loyo. Tulang-tulangnya kuat berkat rajin minum susu sejak
muda. Kesempurnaan fisiknya memang bukan tanpa sebab. Makanannya
selalu penuh gizi. Ia sangat memerhatikan soal itu untuk dirinya, tapi
tak peduli pada apa yang dimakan keluarga anaknya. Biar saja mereka
makan tahu dan tempe asal ia selalu makan daging, telur, dan susu!
Sayangnya, fisiknya yang sehat itu tidak dibarengi dengan jiwa dan
mental yang sehat juga.
***
Usai mendengar cerita Ramli bahwa Delia pergi tanpa jejak, bangkitlah
amarah Ratna. Ekspresinya yang mengerikan diamati dengan terpesona
oleh Donna. Tak mengherankan kalau ayahnya dan lain-lainnya begitu
ketakutan. Ia jadi bertanya-tanya dalam hati, seperti apakah Ratna
semasa mudanya. Untunglah ia tidak memiliki ibu seperti Ratna.
"Kalian harus mencarinya!" seru Ratna.
Rama dan Ramli berpandangan. Maunya membantah, tapi kenyataannya
mereka mengangguk-angguk. "Ya, Ma. Nanti dicari."
"Dasar licik! Jual rumah! Jual toko! Sekarang kabur! Diapain uangnya?"
teriak Ratna.
Sebenarnya semua orang di seputar Ratna sama-sama berkata dalam
hati, "Itu adalah hak Delia sendiri!" Tapi tentu saja tak ada yang berani
berkata begitu. Mereka cuma mengangguk-angguk dengan wajah lesu.
"Dia membawa lari harta anakku! Dia membawa lari bagian warisanku!"
Orang-orang tercenung dan bingung. Meskipun sudah diberitahu bahwa
warisan suami jatuh pada
70
istri, apalagi Delia ikut berusaha bahu-membahu bersama Agus, tetap
saja Ratna tidak mau mengerti. Ia kukuh pada pendiriannya. Tapi semua
paham sesungguhnya Ratna bukan tak bisa mengerti. Ia kukuh karena
keinginannya sendiri.
Tiba-tiba Donna nyeletuk, "Kan Nenek udah dapat ini!" katanya sambil
menunjuk lehernya sendiri.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ayah-ibunya terkejut. Benar saja, anak itu ngomong sembarangan.


Sebenarnya itu bukan sembarangan, tapi bagi Ratna maknanya adalah
kelancangan. Benar saja.
"Apa kau bilang? Anak kecil kamu!" bentak Ratna kepada Donna.
"Sudah, Ma. Sudah," bujuk Ramli. "Namanya juga anak kecil."
Tapi Donna tidak menyatakan penyesalan. "Biarpun anak kecil, aku kan
udah bantuin Nenek."
"Hei, diam kamu!" bentak Ramli. Ia sangat takut kalau-kalau anaknya
kena kutuk. Ia percaya benar mulut ibunya bertuah.
"Sudah, Don. Keluarlah," bujuk Mila.
Sambil memonyongkan mulutnya, Donna melangkah ke luar ruangan. Tapi
ia tidak benar-benar pergi. Ia cuma bersandar di balik dinding dan
memasang kupingnya.
"Si Del itu lagi sakit, tahu! Dia nggak bakal selamat! Hartanya yang
mesti diselamatkan. Kalau dapat, kalian akan dapat bagian!" seru Ratna.
Donna tersentak kaget. Delia sakit? Bagaimana neneknya bisa tahu?
Dalam perjalanan pulang, Ramli bertanya, "Tante Del sakit apa, Don?"
Donna tahu, ia harus berpura-pura. "Sakit? Kata siapa, Pa?"
71
"Nenek bilang Del sakit. Sakit apa sih?" "Nggak tahu, Pa. Nenek tahu
dari mana?" "Bukan dari kamu?"
"Bukan. Aku kan udah lama nggak ketemu Tante Del. Malu. Tadi aku ke
sana karena dorongan hati nurani. Pengen minta maaf."
"Habis, dia tahu dari mana?"
"Nggak tahu. Mungkin ada informan lain, Pa."
"Jangan-jangan..." Ramli tak melanjutkan ucapannya karena merasa
takut.
"Jangan-jangan apa?" desak Mila.
"Mungkin Mama mengutuk Del!"
72

BAB 7

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia bangun keesokan paginya dengan perasaan segar. Sesaat ia perlu


mengingat lagi keberadaannya dan apa yang mau dikerjakannya. Ada
juga rasa heran bagaimana ia bisa tidur nyenyak dalam kondisi seperti
itu. Apakah karena ia sudah pasrah dan merasa tak punya beban lagi?
Padahal kemarin-kemarin, justru di rumah sendiri ia sering sulit tidur.
Usai mandi ia mengenakan celana panjang hitam dengan blus lengan
pendek motif kembang-kembang warna biru muda yang cerah. Pakaian
itu membuatnya kelihatan ramping dan wajahnya bersinar cerah,
padahal ia tak mengenakan riasan. Ia sama sekali tak peduli apa ia
kelihatan cantik atau tidak. Sekarang hal itu tak ada gunanya.
Ada kesan baru yang diperolehnya. Ternyata menjelang akhir hidup
bukanlah akhir harapan. Sebaliknya, justru merupakan harapan. Betapa
senangnya bisa mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan dalam
keadaan siap!
Pintunya diketuk.
"Bu Delia, nasi gorengnya sudah siap!"
Ia membuka pintu. Lalu terheran-heran melihat Kosmas memegang baki
berisi sepiring nasi goreng dengan sendok-garpu dibungkus tisu bersama
segelas
73
teh panas. Bukankah Kosmas itu pemilik motel? Atau cuma karyawan?
"Kok Bapak yang bawain?"
"Memangnya nggak boleh?"
"Lagi kekurangan karyawan rupanya."
"Ah, nggak juga. Tapi kalau Ibu keberatan..."
Kosmas berlagak akan membawa pergi barang bawaannya.
"Tentu saja nggak keberatan, Pak. Terima kasih.".
Delia mengulurkan tangannya untuk menyambut baki di tangan Kosmas.
Tapi Kosmas masuk lalu meletakkannya di atas meja. "Silakan, Bu.
Selamat makan. Mudah-mudahan enak. Ini bikinan warung di depan."
"Kayaknya sih enak ya. Bapak udah makan?" "Saya sih gampang. Makan
gantian dengan adik saya atau makan bareng kalau karyawan yang jaga."
"Yang mana adik Bapak?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Itu, yang kemarin sore nerima Ibu bareng saya." "Oh itu. Tapi kok..."
Delia tidak meneruskan ucapannya yang meluncur begitu saja. Apa
urusannya?
Kosmas melanjutkan kalimat Delia, "Kok nggak sama, ya? Memang
banyak yang bilang begitu. Tapi kami memang bersaudara kandung. Satu
ayah, satu ibu."
"Ya. Itu memang bisa. Maaf ya, Pak. Saya mungkin usil."
"Ah nggak. Wah, saya kelamaan ngomong. Nanti nasinya menjadi dingin.
Ayo silakan makan."
"Terima kasih, Pak... siapa ya?"
Kosmas mengulurkan tangannya. Senang diberi kesempatan. "Saya
Kosmas. Adik saya Erwin."
"Saya Delia," kata Delia bergurau. "Udah tahu. ya?"
74
"Ya." Kosmas tersenyum. "Silakan, Bu. Kalau sudah selesai, Ibu bisa
hubungi kami lewat interkom. Nanti karyawan yang ambil. Di situ ada
bonnya. Ibu bisa titip uang padanya. Oh ya, apakah Ibu bisa tidur
nyenyak semalam?"
"Wah, nyenyak sekali. Bangun-bangun saya bingung ada di mana," sahut
Delia dengan sebenarnya.
"Jadi nggak ada mimpi buruk atau gangguan apa-apa?"
"Nggak."
"Syukurlah. Mari, Bu..."
Ketika Delia menikmati nasi gorengnya, ia ter-senyum-senyum sendiri.
Gila, pikirnya. Ternyata aku masih senang mendapat perhatian lelaki! Itu
tidak fair. Tidak boleh terjadi. Apalagi lelaki itu jelek. Wajahnya
seperti preman. Beda sekali bila dibandingkan dengan Agus. Ah, aku
tidak boleh macam-macam!
Tapi ada sesuatu pada diri lelaki itu yang membuat Delia terkesan.
Tampang sangar tapi perilaku santun dan perhatian. Mungkin pura-pura
saja?
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas menemui Erwin dengan wajah gembira. "Aku sudah berkenalan


dengan dia," ia melaporkan. "Dia siapa?" "Ibu Delia, kamar 14." "Wah.
Gimana ceritanya?"
Kosmas bercerita seadanya. "Ternyata dia bisa tidur nyenyak semalam.
Justru aku yang jadi nggak bisa tidur mikirin dia."
Erwin tertawa. "Benar, kan? Aku sudah bilang kamar itu bersih. Tapi
harus dibuktikan supaya orang percaya."
75
"Mestinya jangan diberikan kepadanya, tapi orang lain."
"Jangan-jangan kalau dia diberi kamar lain, kau malah nggak simpati
kepadanya."
"Ah, masa karena soal kamar. Orangnya dong."
"Hati-hati, Bang. Jangan terburu-buru menyukainya. Kenal dulu."
"Tentu saja. Aku lagi mikirin caranya. Yang pasti dia orang baik-baik.
Dan tidak bermaksud bunuh diri!"
"Ya. Itu melegakan."
"Win, tolong bantu cari ide bagaimana bisa mendekatinya. Eh, jangan
kritis dulu. Aku memang harus mengenalnya dulu sebelum bersikap. Tapi
kalau nggak mendekati, bagaimana bisa kenal?"
"Oke. Nanti aku pikirin. Dia toh masih dua malam di sini."
Kosmas percaya akan kemampuan Erwin. Adiknya itu punya
perbendaharaan ide yang lebih banyak daripadanya.
Delia merapikan uangnya. Semua dibagi dalam amplop-amplop cokelat
yang sudah disiapkan. Hari ini ia akan mencari informasi lebih dulu
mengenai berbagai panti asuhan dan panti wreda yang ada di Jakarta.
Lalu sambil jalan ia akan menyumbangkan uangnya kepada panti-panti
terdekat yang dilaluinya.
Selanjutnya, sebagian besar amplop-amplop itu dimasukkannya ke dalam
tas jinjing sedang sebagian kecil masuk ke dalam tas tangan. Seperti
sebelumnya, yang sebagian besar itu ditaruh di bagian dasar, lalu
atasnya ditutupi pakaian. Tas itu akan dimasukkan ke
76

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

dalam mobil di tempat yang tidak mencolok. Ia tidak mau


meninggalkannya di motel karena takut ada yang menggerayangi. Padahal
ia juga ngeri membawanya ke mana-mana di dalam mobil. Tapi kalau
dikir-pikir, mungkin itu lebih aman. Bukankah ia berhasil membawanya
dengan selamat dari Bandung?
Ia memutuskan untuk mempercantik penampilannya. Ia berdandan
dengan rapi. Sebagai seorang penyumbang yang tak dikenal, ia perlu
kelihatan bonafide. Kalau penampilannya sembarangan, mungkin saja
orang menyangka buruk perihal dirinya. Siapa tahu ada yang mencurigai
bahwa ia akan menyebar uang palsu atau uang hasil kejahatan.
Sesudah itu ia tersenyum kepada cermin. Rasanya sudah lama benar ia
tidak mengamati wajahnya atau berdandan dengan cermat. Ada
perasaan tidak peduli. Tapi sekarang ia bisa bergaya. Ia merasa dirinya
masih cukup cantik. Memang tak ada gunanya lagi semua itu kalau satu
kakinya sudah berada di tepi liang kubur. Tapi ia membayangkan dirinya
akan berpenampilan seperti itu bila nanti "ditemukan". Siapa yang
"menemukan" dirinya nanti? Apakah karyawan motel, Kosmas, atau
Erwin?
Tiba-tiba ia terkejut. Tubuhnya menegang. Ia memekik kaget. Di cermin
ia tidak hanya melihat wajahnya sendiri, tapi wajah Ratna! Wajah
berkeriput itu tersenyum sinis kepadanya dan sorot matanya terlihat
kejam dan benci. Delia cepat-cepat menoleh ke belakang. Entah kenapa
ia melakukannya karena ia tahu ia cuma sendirian. Memang benar. Tidak
ada siapa pun di belakangnya. Ia kembali memandang cermin. Kali ini di
cermin hanya ada wajahnya. Ditatapnya lama-lama, tapi penampakan
wajah Ratna tak ada lagi.
77
Ia menenangkan diri. Pasti itu halusinasi belaka. Ia meyakinkan dirinya
untuk tidak lagi merasa takut. Sekarang ini ia sudah siap untuk
kehilangan segalanya. Termasuk nyawanya sendiri. Bukan karena
ketakutan, tapi sebagai perlawanan. Apa lagi yang mau dilakukan Ratna
kepadanya?
Ia menatap cermin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Mama, jangan ganggu aku lagi! Aku tidak takut kepadamu!" serunya.
Tidak ada yang tampak di cermin.
Ketika ia sedang memasukkan tasnya ke dalam mobil, Kosmas mendekat.
Entah dari mana munculnya. Tahu-tahu sudah ada.
"Mau pergi, Bu?" sapa Kosmas.
"Iya. Ada urusan."
"Oh ya, apa Ibu perlu peta Jakarta? Kalau Ibu kurang paham jalan-jalan
di sini, tinggal cari saja."
Delia berpikir sejenak. "Boleh juga, Pak. Saya boleh pinjam?"
"Tentu saja boleh. Sebentar ya. Saya ambil dulu."
Kosmas berlari ke kantor. Delia tersenyum melihatnya. Gaya larinya
lucu, pikirnya.
Tak lama kemudian Kosmas muncul dengan buku peta di tangannya. Ia
menyodorkannya kepada Delia.
"Terima kasih, Pak. Nanti saya kembalikan."
"Hati-hati di jalan, Bu."
Kosmas melambaikan tangan. Senang bisa berbuat sesuatu. Ia juga
berterima kasih kepada Erwin. Yang tadi itu idenya.
"Berikan perhatian pada hal-hal kecil, maka dia akan terkesan!" begitu
kata Erwin.
Delia melirik kaca spion. Ia melihat Kosmas masih saja berdiri
memandangi kepergiannya. Baru ketika ia keluar dari pintu gerbang,
lelaki itu berjalan
78
menuju kantor. Ternyata di hari-hari akhir hidupnya ia masih
mendapatkan perhatian dari seseorang. Rasanya menyenangkan. Tapi
kemudian ia terkejut sendiri. Tidak seharusnya ia memberi harapan
kepada siapa pun karena ia tidak bisa memberi apa-apa. Bukan tidak
mau, tapi memang tidak bisa!
Saat mengemudi, Delia teringat kembali kepada penglihatannya di
cermin tadi. Ia meyakinkan diri bahwa itu cuma halusinasi, tapi masih
saja ia merasa risau. Mungkin bukan takut, tapi khawatir rencananya tak
bisa terwujud dengan mulus. Sepertinya apa yang tampak tadi,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

halusinasi atau bukan, bisa dianggap sebagai peringatan. Sekarang ini,


boleh dikata ia seolah sedang berperang dengan Ratna. Ia berusaha
supaya Ratna tidak berhasil memperoleh hartanya, bukan dengan
mempertahankannya karena hidupnya mungkin saja lebih singkat
daripada Ratna. Maka ia menghabiskannya hingga pada akhirnya nanti
Ratna hanya mendapatkan tubuhnya yang sudah tak bernyawa! Bukankah
Ratna sering mengutuknya supaya ia cepat mati? Bila hal itu benar-
benar terjadi, dan memang akan terjadi, ternyata dirinya sudah tidak
berharta lagi. Oh, betapa marahnya Ratna! Membayangkan kemarahan
Ratna membuat Delia senang.
"Bukankah lebih baik bila uang itu diberikan pada mereka yang
menderita daripada dibelikan emas berlian, Ma?" katanya, bicara
sendiri. "Mama nggak bisa membawanya ke liang kubur. Pergi ke akhirat
tak perlu bekal. Bisa aja sih dibawa ke liang kubur, tapi buat apa? Yang
pasti Mama nggak bisa menikmatinya."
Delia merasa, geli membayangkan sosok Ratna yang kaku dan kemudian
membusuk itu dipenuhi perhiasan. Menilik tabiatnya, mungkin saja
memang
79
itulah yang akan diperintahkannya kepada anak-anaknya. Relakah Ratna
mewariskan hartanya pada mereka? Sedang mereka tentunya tidak rela
juga bila harta itu ikut dikubur padahal bisa dimanfaatkan dalam
kehidupan. Tapi beranikah mereka untuk tidak melaksanakan perintah
Ratna, biarpun Ratna sudah tidak ada hingga tak bisa menyaksikan?
Sayang Delia sendiri juga sudah tidak ada nanti supaya bisa memantau
apa yang terjadi.
Orang sekuat Ratna kemungkinan berusia panjang. Masih hidupkah ia
sepuluh, bahkan dua puluh tahun lagi? Bila hal itu terjadi, kasihan sekali
anak-anak dan menantunya, terutama mereka yang hidup bersamanya.
80

BAB 8

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ratna duduk di kursi goyangnya sambil bergoyang pelan. Matanya


terpejam. Kedua tangannya mencengkeram pinggiran kursi. Tubuhnya
terlihat tegang. Benaknya yang sudah tua itu sedang berpikir keras. Ia
juga sedang kesal. Konsentrasi pikirannya tertuju kepada Delia.
Firasatnya mengatakan, menantunya itu sedang bermain kucing-kucingan
dengannya. Mempermainkan dirinya. Tapi ia juga diliputi perasaan
takjub mengenai dirinya sendiri. Belakangan ini ia merasa dirinya seperti
mendapat tambahan kekuatan, baik fisik maupun pikiran. Tak pernah ada
lagi kepikunan yang kadang-kadang dialaminya. Bersamaan dengan itu,
berbagai keinginan pun melonjak-lonjak lebih besar daripada biasanya.
Keinginan-keinginan yang tak mungkin terpenuhi.
Ia teringat kepada sang Tuan. Kenapa tak pernah muncul lagi? Bukankah
ia belum memberikan jawaban terhadap permintaannya itu? Apakah sang
Tuan tidak berminat lagi kepadanya? Ia merasa takut, tapi keinginan-
keinginan itu terasa mendera. Padahal umurnya mungkin tak lama lagi.
Sedang hidup cuma sekali.
Bila ia sedang duduk di kursi goyangnya ini, tak ada yang mau
mendekatinya kecuali pembantunya yang bernama Ipah. Di depannya
pesawat televisi
81
menyala. Cuma Ipah yang menonton. Ipah memang pembantu khusus
Ratna. Pekerjaannya hanya melayani Ratna. Sementara keluarga Rama
tidak memiliki pembantu. Maya, istri Rama, mengerjakan sendiri
pekerjaan rumah tangganya. Terkadang Ipah membantunya di waktu
luang, bila Ratna tidak memerlukannya. Maya tidak berani menggunakan
tenaga Ipah terlalu sering biarpun Ipah menawarkan diri. Ia takut
mertuanya tidak senang. Ratna sendiri tidak pernah menyuruh Ipah
membantunya.
Ratna tahu betul perihal ketakutan menantunya itu. Ia tidak berusaha
meredakan, tapi justru menikmati. Biar sajalah anak, menantu, dan
cucunya menjulukinya sebagai nenek sihir. Ia menyukai julukan itu.
Ketakutan mereka menjadi kekuatannya. Bila ia tidak punya kekuatan,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

padahal ia sudah tua, cepat atau lambat mereka akan melemparkannya


ke panti jompo!
***
Maya berada di belakang kursi goyang. Ia tak melihat sosok Ratna. Tapi
kursi yang bergoyang itu menandakan ada yang mendudukinya. Jelas
yang duduk di situ adalah pemiliknya. Tidak ada orang lain yang berani
duduk di situ. Maya tidak tahu apakah Ratna sedang tidur atau
menonton teve. Ipah sudah pergi ke belakang.
Maya bermaksud pergi ke belakang. Untuk itu ia harus melewati kursi
goyang Ratna. Ia tak ingin dipanggil Ratna yang nantinya minta ditemani
lalu dijadikan tempat curhat. Ia tahu apa yang akan dijadikan topik
pembicaraan. Pasti soal Delia yang belum ketahuan ke mana perginya.
Padahal ia benci sekali mendengarkannya. Ia tidak pernah menanggapi
82
karena tahu tanggapannya memang tidak diperlukan. Ia cuma
mengangguk-angguk membenarkan.
Sama seperti yang lain, Maya membenci Ratna. Ia juga takut kepadanya.
Ia takut dikutuk. Ia tak mau kehilangan suami dan anak-anaknya,
seperti Delia kehilangan Agus dan Adam Awalnya mereka tidak percaya
bahwa kutukan Ratna bisa ampuh. Ratna cuma bermulut tajam. Tapi
lama-kelamaan mereka merasakan berbagai kejanggalan yang tampaknya
membenarkan keampuhan kutukan Ratna. Jadi sebaiknya tidak
mengambil risiko.
Ada satu hal yang membuat Maya mampu bertahan. Sebagai orang yang
sudah tua tentunya Ratna tidak akan hidup lama-lama. Pasti tidak
selamanya. Biarpun fisiknya sehat, tetap saja dia sudah tua.
Berulang-ulang dalam setiap kesempatan Ratna berkata, "Aku bisa hidup
sampai seratus tahun! Bisa juga lebih!"
"Kalau begitu, mungkin aku mati duluan," keluh Rama diam-diam.
Maya tidak memercayainya. Pasti Ratna akan mati duluan. Ia yakin akan
hal itu. Dan bila itu terjadi, pastilah perhiasan Ratna akan jatuh
kepadanya! Bukankah dia tinggal serumah, paling tertekan dibanding
yang lain? Dan karena tinggal serumah ia juga punya akses yang lebih

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

gampang ke lemari Ratna! Jadi ia bisa bersabar dan bertahan meskipun


khawatir tidak bisa terlalu lama.
Dengan memberanikan diri Maya pindah ke sisi yang lain, di mana ia bisa
melihat Ratna dari pinggir. Jelas kelihatan mata Ratna terpejam. Maka
Maya pindah lebih ke depan supaya bisa melihat lebih jelas. Biasanya ia
tidak berani melakukan hal itu. Ia melihat kelopak mata Ratna
berdenyut-denyut. Lidahnya men-
83
julur sedikit dari mulutnya yang terkatup. Cuping hidungnya bergerak-
gerak seperti tengah mencium bau. Wajahnya tampak aneh, tapi
menggelikan.
Ayo segera pergi! begitu kata hati Maya. Tapi ia tetap saja di situ.
Entah apa daya tariknya.
Tiba-tiba Ratna berteriak keras dengan nada penuh amarah dan benci.
Maya terkejut bukan main. Kakinya tak mau disuruh berlari, malah
gemetaran. Kedua lututnya lemah sekali sampai kemudian tak lagi
sanggup menanggung beban tubuhnya. Ia terjerembap seperti karung
kehilangan isi!
Ratna melihatnya, tapi tak peduli. Ia malah berseru, "Sial kamu, Del!
Siii...aaal!" Kedua tinjunya dikepalkan. Sumpah serapahnya berhamburan
ditujukan kepada Delia. Baru sesudah itu ia mengarahkan tatapannya
kepada Maya yang masih terduduk lemas di lantai.
"Ngapain kamu di situ?" bentaknya.
Bi Ipah berlari dari belakang, tapi tak berani mendekat. Jauh-jauh saja.
Asal bisa melihat.
Maya berdiri dengan susah payah. Semangat dan tenaganya anjlok. Tapi
ia masih bisa mencari alasan.
"A-a... aku ke...kebetulan lewat. Tiba-tiba Mama menjerit. Aku jadi
kaget, Ma."
Sesaat Ratna mengamati Maya penuh selidik. Lalu ia tertawa terkekeh-
kekeh, geli sekali.
"Aku lagi mikirin si Del," kata Ratna.
"Oh."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kayaknya dia ada di Jakarta." "Oh!" Maya kaget.


"Apaan sih kamu? Dongo amat! Ah-oh melulu!" bentak Ratna.
Rama datang tergopoh-gopoh dari bengkelnya di bagian depan rumah.
Walaupun rumah itu cukup
84
besar dan sudah diberi sekat tebal berbatasan dengan ruang yang
dijadikan bengkel, lengking jeritan Ratna sampai juga ke situ. Ia merasa
malu terhadap para karyawan, montir-montir di situ.
"Ada apa, Ma?" tanyanya kepada Ratna dan Maya bergantian.
"Katanya... katanya..." Maya tak meneruskan ucapannya karena segera
disela oleh Ratna.
"Delia ada di Jakarta! Cari ke sana!"
"Mama tahu dari mana?" tanya Rama.
"Dari iblis!" seru Rama sambil tertawa.
Kedengarannya ucapan itu seperti guyon belaka, tapi Rama merasa bulu
romanya berdiri. Maya mendekatinya lalu memegangi lengannya. Tangan
Maya terasa dingin.
"Jakarta-nya di mana, Ma?" tanya Rama.
"Pokoknya Jakarta. Cari aja. Susah-susah amat! Minta bantuan saudara-
saudaramu! Suruh mereka kumpul di sini nanti malam!"
Rama termangu. Gampang amat kesan dari ucapan Ratna itu. Mencari
satu orang di Jakarta itu sama saja dengan mencari jarum di tumpukan
jerami. Kalau Rama memang tahu, kenapa tidak dikatakannya dengan
pasti di mana alamat Delia di Jakarta?
Setelah pergi sejauh mungkin dari Ratna, baru Rama membicarakannya
dengan Maya. Itu pun dengan berbisik-bisik.
"Heran, kenapa Mama semakin aneh saja?" kata Maya.
"Bagaimana dia bisa tahu Del ada di Jakarta?" "Mana aku tahu. Dari
i...iblis, katanya. Apa itu betul, Pa?"
"Ah, jangan bikin aku takut, Ma. Biar gimanapun dia kan ibuku."
85
Bagi mereka, antara percaya dan tidak tampaknya lebih aman percaya!
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Belum sampai tengah hari Delia sudah selesai menyalurkan sebagian


sumbangan yang sudah dijadwalkannya. Satu-satunya penghalang hanya
kemacetan lalu lintas. Setelah mendapatkan alamat yang dituju, maka
semuanya lancar. Ia tinggal menyerahkan amplop tanpa perlu
memberikan identitasnya. Yang diberi tentunya sangat senang. Mustahil
penderma ditanyai macam-macam.
Ia makan siang dulu sebelum kembali ke motel. Ia juga membawa bekal
beberapa potong roti untuk makan malam. Dengan demikian ia bisa
menghindari Kosmas yang kemungkinan akan menawarinya makanan.
Dugaannya benar. Setelah memarkir mobilnya, ia melihat Kosmas
mendekat.
"Sudah makan siang, Bu?" tanya Kosmas.
"Sudah, Pak. Tadi ada yang traktir," Delia berbohong.
Kosmas tampak kecewa sejenak, lalu tersenyum. "Jadi sudah kenyang
dong."
Delia menepuk perutnya. "Iya. Sudah penuh. Buku petanya boleh pinjam
lagi, Pak? Besok perlu pakai lagi."
"Oh, pakai saja, Bu."
Kosmas tampak ragu-ragu seperti memikirkan sesuatu.
"Ada apa, Pak?" tanya Delia. Jangan-jangan sebenarnya Kosmas
membutuhkan petanya tapi malu mengatakan.
86
"Begini, Bu. Saya dan Erwin ingin mengundang Ibu makan malam."
Delia keheranan sejenak.
"Tapi bukan di luar, Bu. Di sini. Di ruang makan kami. Makanannya pesan
dari luar. Apa Ibu bersedia?" tanya Kosmas dengan pandang memohon.
"Wah, saya sudah beli roti, Pak."
"Masa makan malamnya roti? Itu sih buat sarapan, Bu. Mana kenyang?
Oke ya. Bu? Pukul enam saya jemput."
Delia jadi serbasalah. "Begini saja, Pak. Nanti saya kasih tahu kalau jadi,
ya? Jangan pesan makanan dulu."
Kosmas tak bisa memaksa. Tapi merasa tidak patut kecewa.
"Baiklah. Silakan Ibu istirahat. Pasti capek, bukan?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas berlalu diiringi tatapan sesal Delia. Ada kesan tambahan di


hatinya. Meskipun berwajah sangar, tatapan Kosmas tampak tulus.
Bukan tatapan lelaki yang melulu tertarik secara fisik. Masih ada
lainnya. Tatapannya seperti menyelidik dan mempelajari. Apakah Kosmas
punya insting atau firasat akan apa yang mau dilakukannya?
Delia masuk ke kamarnya dengan pikiran yang lain lagi. Ia merasa iba
kepada Kosmas bukan karena tak bisa menerima perhatiannya, tapi
karena apa yang akan dilakukannya nanti. Baru sekitar dua minggu lalu
ada orang bunuh diri di motelnya, masa kejadian lagi? Motel itu akan
mendapat citra buruk. Pelanggan semakin berkurang. Baru sekarang
terpikir. Tadinya ia tak peduli. Seharusnya ia tidak menyusahkan orang
lain. Tapi membatalkannya juga tidak mungkin. Mau ke mana lagi?
Setelah berpikir lama, ia mulai menulis surat yang
87
ditujukan kepada Kosmas. Dalam surat itu ia memohon maaf karena
telah menyusahkan. Ia juga mohon supaya Kosmas sudi mengurus
jenazahnya karena ia tidak punya keluarga atau kerabat lagi. Untuk
keperluan itu ia menyertakan sejumlah uang untuk biayanya. Sebagai
penutup, ia mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga Kosmas
mendapat pahala sebagai imbalan atas budi baiknya. Surat beserta uang
ia masukkan ke dalam amplop yang sudah ditulisi nama Kosmas dengan
alamat Motel Marlin. Lalu amplop itu ia masukkan ke dalam laci.
Delia menangis. Pengakuan bahwa ia tidak punya keluarga atau kerabat
sesungguhnya tidak benar. Tapi dalam situasi sekarang ia memang
sendirian. Biarlah para kerabat itu tidak tahu.. Dan kalaupun nanti tahu
juga, ia tak lagi ada untuk mengetahui reaksi mereka. Kemungkinan
mereka tak mau mengakuinya dan lebih suka membiarkan ia dikubur
sebagai orang sebatang kara. Tapi masih ada kemungkinan lain. Kalau
Ratna masih mengincar hartanya dan mengira ia menyimpannya di bank,
pastilah Ratna mengakui dirinya kerabat supaya bisa menuntut
warisannya.
Sebenarnya masih ada hartanya yang tertinggal yaitu mobilnya. Tapi
besok, setelah selesai dengan urusannya membagikan uang, ia akan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menjual mobilnya. Bila dijual murah pasti cepat laku. Setelah itu ia akan
pulang ke motel dengan taksi. Uang hasil penjualan mobil bisa untuk
menambah biaya pengurusan jenazahnya. Kalau misalnya tidak laku, ia
akan menyerahkannya kepada Kosmas. Tentang hal itu bisa ia tambahkan
di bawah surat yang telah ditulisnya.
88
"Sikapnya itu justru menaikkan martabatnya, Bang," kata Erwin
mengomentari sikap Delia. "Kok gitu?"
"Iya. Itu menandakan dia bukan orang yang gampang diajak."
"Oh begitu. Ya, benar juga. Tapi kalau dia nggak mau, berarti aku nggak
mendapat kesempatan untuk mengenalnya lebih baik."
"Jangan pesimis begitu, Bang. Kita kan sudah punya alamatnya di
Bandung. Teleponnya juga ada. Dia tidak akan menghilang begitu saja
kalau sudah keluar dari sini."
"Betul sih. Tapi kan jadi susah lagi."
"Susah gimana? Kau bertingkah aneh, Bang."
"Aku? Dialah yang aneh, Win! Dia sering sekali terlihat kontradiktif.
Sekali terlihat ceria dan optimis, tapi lain kali dia murung.
"Kurasa setiap orang begitu. Ada saat sedih, ada saat senang."
"Tapi tidak dalam waktu berdekatan, kan?"
"Kau terlalu intens memerhatikannya, Bang!"
Kosmas tidak puas. Apakah Erwin merasa prihatin atau menyesali?
89
BAB 9

Yasmin sudah berketetapan hati. Sebenarnya, sebelum memutuskan, ia


ingin sekali bisa curhat dengan seseorang, berkonsultasi, dan minta
saran. Tapi ia tidak punya siapa-siapa. Paling ada beberapa teman arisan,
bekas teman kuliah. Tapi mereka pasti tidak cocok dijadikan teman
curhat. Harus orang yang dekat. Padahal menjalin kedekatan itu butuh
waktu dan kecocokan. Bukan itu saja. Permasalahannya adalah sesuatu
yang sensitif. Memalukan. Jangan-jangan bukan simpati yang didapat,
malah cemoohan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kalau saja ibunya masih ada, pasti kepadanyalah ia berlari, minta


dukungan dan perlindungan. Ibunya memang tidak sempat tahu
bagaimana kehidupan perkawinannya karena keburu meninggal sebelum
ia menikah. Tapi ibunya menyukai Hendri dan menganggapnya sebagai
calon suami ideal bagi putrinya. Pasti ibunya akan terheran-heran
bagaimana pemuda ideal itu ternyata bisa begitu sadis. Tapi pasti ibunya
tidak akan mencemoohnya atau menyalahkannya. Meskipun mungkin
tidak bisa memberi jalan keluar, setidaknya ibunya bisa diajak berbagi.
Sebenarnya Yasmin masih punya ayah. Tapi sudah bertahun-tahun ia dan
ibunya menjauh dari ayahnya setelah si ayah kawin lagi. Kemudian kedua
orangtua-nya itu bercerai dan Yasmin memilih bersama ibunya.
90
Mereka berdua sama-sama mendendam kepada si ayah karena merasa
dikhianati. Mungkin saja ayahnya itu masih menyayanginya. Tapi untuk
masalahnya ini Yasmin tak mungkin mengajaknya berbagi. Sebagai lelaki
hampir pasti ayahnya memihak Hendri. Masa begitu saja kesakitan sih?
Bukan saja tak ada gunanya, ia juga tak ingin mendekati ayahnya lagi.
Ia masih merasa nyeri. Jalannya masih tertatih-tatih. Kalau dipaksakan
berjalan normal, maka nyerinya bertambah. Mestinya ia menunggu dulu
barang beberapa hari untuk pemulihan. Tapi bagaimana kalau Hendri
memerkosanya lagi nanti malam? Atau besok?
Ia mengemasi barang-barangnya. Hanya yang perlu saja. Yang penting
adalah gaun tidurnya yang terbagus, sikat gigi, odol, sabun, handuk, dan
satu setel pakaian dalam. Ia tidak memerlukan baju ganti untuk besok
karena besok ia sudah tiada. Semua uang yang dimilikinya dan
perhiasannya ia bawa. Siapa tahu diperlukan sebelum saat itu tiba.
Masih ada satu benda lagi yang tidak boleh ketinggalan. Kartu nama
Motel Marlin!
Bila nanti sore Hendri pulang dan tak menemukannya, pasti Hendri tak
segera menyangka jelek karena pakaiannya masih ada. Bila Yasmin
bermaksud pergi untuk waktu yang lama atau tak punya niat kembali,
pastilah ia akan membawa semua pakaiannya. Tanpa prasangka, maka
Hendri tidak tergerak untuk segera mencarinya. Andaikata bermaksud

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mencari pun ia tidak akan punya ide ke mana tujuannya. Paling-paling


bertanya pada ayahnya yang pasti akan mengatakan tidak tahu.
Hendri pun tidak akan mencemburuinya. Jadi ia tidak perlu merasa
risau. Dengan sedih ia menyadari
91
bahwa hal itu pasti karena sekarang ia sudah menjadi tua prematur,
seperti yang dikatakan Hendri.
Yasmin menunggu saat terbaik, yaitu ketika Inem masuk ke kamarnya
untuk tidur siang. Itulah kebiasaan Inem setiap hari. Pada saat itulah
Yasmin segera berdandan serapi mungkin. Ia tahu, penampilan yang
berantakan bisa membuat orang menaruh curiga. Apalagi kalau jalannya
tertatih-tatih begitu.
Setelah berusaha dengan saksama, ia cukup puas dengan penampilannya.
Ia masih harus memperbaiki ekspresinya yang murung supaya tidak
kelihatan seperti orang sedang stres. Lalu ia berupaya bisa berjalan
dengan wajar tanpa meringis. Itulah yang sulit. Tapi ia yakin bisa. Ia
hanya perlu melakukannya di depan pemilik motel. Itu tidak memerlukan
waktu lama. Kalau sudah berada di dalam kamar, ia bisa melepaskan
semua kepura-puraan.
Ada juga rasa ibanya kepada pemilik motel. Bisa jadi motel itu akan
terkenal sebagai tempat orang bunuh diri. Kalau mengikuti perasaan itu
mungkin lebih baik ia melakukannya di rumah saja. Biarlah Hendri dan
Inem kerepotan. Tapi ia takut tidak berhasil kalau mereka cepat
menolongnya. Bila itu sampai terjadi, ia akan semakin sengsara. Hendri
makin tak senang kepadanya dan Inem akan mengejeknya. Akan jadi apa
dirinya nanti? Hidup tak ingin, mati tak bisa?
Pilihannya kepada Motel Marlin juga sebagai balas dendam karena bisa
dipastikan Hendri kerap berkencan di situ. Kalau nanti Hendri dibuat
terkejut karena mayat istrinya ditemukan di situ, ada kemungkinan pria
itu akan kapok melakukannya lagi. Memang Yasmin bisa saja memilih
tempat lain, tapi ia masih berharap makna hidup bagi Hendri bukan
melulu seputar seks belaka.
92

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Barangkali kematiannya yang menggegerkan bisa memberi pelajaran


berharga bagi Hendri.
Siapa yang memilih mati selama kehidupan menyenangkan untuknya?
Mereka yang mengatakan bahwa cuma orang picik yang melakukan bunuh
diri pasti adalah orang-orang yang takut mati!
Di depan kamar Inem, Yasmin mendengarkan sejenak. Terdengar
dengkur perempuan itu. Dalam hati Yasmin merasa nelangsa ketika
berpikir nanti malam pastilah Hendri bisa bebas tidur bersama Inem.
Barangkali di ranjangnya sendiri. Membayangkan hal itu ia merasa mual.
Cepat-cepat ia ke luar rumah. Ia mengunci pintu dari luar lalu
melemparkannya ke dalam lewat lubang angin. Dengan demikian Inem
akan tahu bahwa ia pergi.

Erwin sedang berjaga di kantornya. Kosmas baru saja keluar dari


kamarnya yang terletak di belakang kantor. Ada pintu yang membatasi.
Jadi gampang keluar-masuk kantor. Sedang satu pintu lagi keluar ke
ruang makan. Kamar itu digunakan mereka berdua. Keakraban membuat
mereka merasa tidak perlu memiliki kamar sendiri untuk privasi.
Kosmas mengerjakan pembukuan sedang Erwin di belakang meja
penerimaan tamu. Pada saat itulah sebuah taksi dengan Yasmin sebagai
penumpangnya memasuki halaman lalu berhenti di depan kantor. Erwin
dan Kosmas mengarahkan pandangan ke sana. Tamu baru.
Yasmin turun, lalu mengamati sekitarnya, kemudian beralih ke kantor.
Sikap yang memperlihatkan bahwa kedatangannya ke situ adalah untuk
pertama kalinya.
93
Wanita itu berjalan dengan langkah pelan. Seperti takut tersandung
atau kakinya baru keseleo.
"Selamat siang, Bu," Erwin menyapa.
Kosmas mengikuti sapaan Erwin sambil mengangguk, tapi ia tetap di
tempatnya dan meneruskan pekerjaannya. Cukup Erwin seorang yang
menerima tamu. Pekerjaannya yang menghitung-hitung sungguh
menjemukan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Selamat siang," Yasmin membalas. "Ada yang kosong? Saya mau nginap
semalam. Besok keluar jam sembilan."
"Baik, Bu. Bisa saya catat KTP-nya?"
Yasmin menyerahkan yang diminta. Pada saat menandatangani buku
tamu, Erwin melihat jari-jari Yasmin tidak memakai cincin.
"Kamar nomor 15, Bu? Oke? Masih ada pilihan nomor lain."
"Lima belas juga boleh."
"Mari saya antarkan," Erwin menawarkan diri sambil menyerahkan kunci.
"Ah, nggak usah. Ke kiri atau ke kanan?" "Ke kiri, Bu."
Mulanya Yasmin melangkah cepat karena ingin segera menghilang ke
dalam kamarnya, tapi terpaksa memperlambatnya karena rasa nyeri
yang menyerang. Ia bisa merasakan tatapan Erwin di punggungnya.
"Kelihatannya kakinya sakit," kata Erwin kepada Kosmas.
"Pincang?"
"Jalannya pelan-pelan. Seperti diseret."
"Jangan-jangan sakit, ya?" Kosmas khawatir.
"Wajahnya sih nggak kelihatan seperti orang sakit. Kalau sakit pasti
pergi ke rumah sakit. Bukan ke motel."
94
"Kok lagi-lagi dapat tamu cewek sendirian ya, Win?"
"Curiga lagi, Bang? Sudahlah. Buktinya, Ibu Delia baik-baik saja."
"Wanita tadi orang Jakarta, Win. Alamatnya nggak jauh-jauh amat."
Kosmas mengamati buku tamu.
"Emang kenapa?"
"Dia orang Jakarta dan datang sendiri. Sama kayak si Yuli."
"Sudahlah, Bang. Biarpun dia orang Jakarta, pasti ada alasannya kenapa
nginap di motel dan bukan di rumah sendiri. Barangkali rumahnya lagi
direnovasi. Atau gimana, gitu. Kita nggak tahu alasannya. Bukan urusan
kita, Bang."
"Iya. Habis trauma sih. Takut kejadian lagi. Kita juga termasuk orang
kolot. Lihat cewek sendirian pikirannya jadi macam-macam. Oh ya, tadi
kauberi dia nomor 15. Apa kau sengaja supaya dia bertetangga dengan
Delia?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Supaya masing-masing punya teman. Siapa tahu keduanya


berkenalan."
"Bagus juga ide itu."
"Gimana ajakan makan malam itu, Bang? Perlu ditanyain lagi atau dia
akan memberitahu?"
"Katanya dia yang akan memberitahu. Kita jangan pesan makanan dulu."
"Biarpun belum pasti, aku akan menyuruh Tono membersihkan ruang
makan. Jadi nggak terburu-buru nanti. Kalau dia mau, akan kupasang
taplak meja kesayangan Mama. Tolong jaga sebentar ya. Bang. Aku pergi
dulu."
Kosmas terharu atas perhatian yang diberikan Erwin. Pikirannya sendiri
tidak sampai ke situ. Ia
95
sama sekali tidak ingat akan taplak meja kesayangan ibunya itu.
***
Delia menarik gorden tebal yang menutup jendela hingga tinggal gorden
vitrage yang tembus pandang. Lalu ia duduk di depan jendela memandang
ke luar. Ia bukan sedang menikmati pemandangan karena di luar tak ada
yang menarik untuk diamati. Ia sedang memikirkan rencana hari esok.
Apa saja yang belum dikerjakan dan terlupakan. Rasanya ingin sekali
waktu cepat berlalu supaya ia bisa mengakhiri semuanya dengan tuntas.
Tiba-tiba ia tersentak oleh perasaan menyengat di perutnya. Sakit itu
datang lagi setelah beberapa hari sempat hilang. Ia merasa tidak pasti
juga. Memang sakitnya hilang atau tidak terasa karena kesibukannya?
Sekarang muncul lagi. Tapi ia tidak peduli. Ia masih bisa menanggungnya.
Lusa tak akan ada rasa apa-apa lagi. Ia merasa bersyukur bisa mati
dengan tubuh lengkap. Rahimnya masih ada. Dia komplet sebagai
perempuan.
Perhatiannya beralih. Ia melihat seorang perempuan muda berjalan
pelan-pelan dengan menjinjing sebuah tas yang tak terlalu besar dan
tidak kelihatan penuh. Tampaknya ringan. Yang menarik perhatiannya
adalah ekspresi perempuan itu seperti menahan sakit. Lalu ia berhenti

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

di depan jendelanya dan bersandar. Terdengar keluhan panjang keluar


dari mulutnya.
Delia tidak mengamati lama-lama. Ia segera berlari ke luar kemudian
merangkul perempuan itu.
Yasmin juga kaget. Ia tidak menyangka ada orang yang mengamati
gerak-geriknya.
96
"Kenapa, Dik? Sakit?" tanya Delia.
"Nggak apa-apa, Kak. Cuma pusing sedikit."
"Mau ke mana? Kamarnya di mana? Ayo kuantar."
Yasmin menatap nomor di pintu. "Nomor lima belas, Kak. Tuh di
sebelah."
Delia menggandeng lengan Yasmin. Ia juga mengulurkan tangan satunya
untuk mengambil alih tas Yasmin. Tapi Yasmin mempertahankan. "Nggak
berat kok. Terima kasih."
Meskipun tidak memaksa, Delia tetap menggandeng lengan Yasmin dan
membimbingnya ke kamar sebelah. Langkah Yasmin tetap pelan. Delia
memandang ke belakang. Ia masih berpikir Yasmin tidak sendirian. Tapi
memang tidak ada siapa-siapa di belakang Yasmin.
Setelah pintu terbuka, Delia tak segera pergi.
"Terima kasih, Kak," kata Yasmin, sebagai isyarat bahwa ia ingin
ditinggalkan.
"Namaku Delia. Kamarku di sebelah. Kalau perlu bantuan, panggil saja."
"Oh ya. Namaku Yasmin, Kak."
Yasmin menyambut uluran tangan Delia.
"Itu ada interkom. Kau juga bisa menghubungi kantor kalau mau
memesan makanan atau butuh apa-apa."
"Ya, Kak."
Delia belum mau pergi. "Berapa lama nginepnya, Yas?"
"Cuma satu malam. Besok pulang." "Asal mana?"
"Jakarta," sahut Yasmin. Tak merasa perlu berbohong.
"Sendirian?"
"Ya. Kak Del sendiri?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

97
"Sendirian juga.. Sama dong, ya?"
Yasmin mengangguk. Ternyata ada juga perempuan yang menginap
sendirian di motel. Jadi dia tidak perlu khawatir akan dicurigai. Ia baru
merasa lega setelah Delia pergi. Ia khawatir Delia akan bertanya
macam-macam. Bisa saja ia keseleo lidah atau salah bicara. Bila hal itu
terjadi, orang pertama yang akan mencurigainya adalah Delia.
Belum sempat Yasmin melakukan sesuatu, pintunya diketuk. Semula ia
berpikir Delia kembali lagi dan menjadi kesal. Tapi ia melihat Erwin di
depan pintu, tersenyum dengan amat sopan. Tampak ganteng dengan
tubuhnya yang tinggi semampai, bercelana jins dan berkemeja putih
lengan panjang yang lengannya digulung.
"Maaf mengganggu, Bu. Tadi saya lupa memberitahu. Kalau Ibu perlu
apa-apa..."
"Pakai interkom," Yasmin menunjuk. "Saya sudah tahu."
"Oh begitu. Jangan ragu menggunakannya, Bu. Mau pesan makanan juga
bisa. Tak usah turun sendiri ke jalan."
"Ya. Terima kasih."
Yasmin merasa senang dengan keramahan itu tapi juga bosan. Siapa yang
bernafsu makan bila hidupnya akan berakhir beberapa jam lagi?
"Silakan beristirahat, Bu."
Erwin menyadari sikap kurang ramah yang diperlihatkan Yasmin. Ia
cepat pamitan. Sebenarnya ia masih ingin menanyakan apakah Yasmin
sakit dan memerlukan dokter. Tadi ia sempat melihat Delia membimbing
Yasmin. Tapi kelihatannya Yasmin tidak suka ditanyai.
Setelah Erwin pergi, Yasmin menyesali sikap
98
dinginnya. Seharusnya ia menggunakan saat-saat akhirnya dengan
perilaku yang baik. Apalagi ia akan berbuat buruk pada motel ini.
Perbuatannya akan membuat motel ini menanggung kesulitan. Polisi akan
datang menyelidiki. Media akan menyebarkannya. Bagaimana kalau
orang-orang di motel ini dicurigai? Ia sendiri tidak tahu apa-apa lagi.
Yang menanggung adalah yang masih hidup. Ternyata sudah mati pun ia

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

masih menyusahkan orang lain. Sama sekali tidak mudah untuk mati.
Seharusnya ia pergi ke tengah hutan lalu membiarkan dirinya dimakan
binatang buas. Setidaknya ia memberi kebaikan bagi binatang itu.
Sayang di sini tidak ada hutan dan binatang buas. Di sini hanya ada
manusia yang terkadang juga buas. Mereka tidak memangsa daging, tapi
perasaan.
Ia tahu, untuk memberi kepastian kepada polisi ia harus meninggalkan
surat. Dengan demikian ia bisa menghindarkan kecurigaan kepada orang-
orang yang tidak bersalah. Dalam setiap kasus dugaan bunuh diri, surat
yang ditulis sendiri selalu dicari lebih dulu. Bila itu berhasil ditemukan
dan diyakini memang ditulis oleh pelaku, kasusnya tidak akan
berpanjang-panjang.
Kertas sudah ia siapkan, berikut bolpoin beberapa buah kalau-kalau ada
yang macet. Ia menujukan suratnya kepada Hendri. Tulisannya dibuat
sebagus mungkin agar jelas terbaca. Ia mengucapkan selamat tinggal
dan permohonan maaf karena tidak bisa terus mendampinginya sebagai
istri. Ia menyesal tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai istri yang
baik, dan berharap Hendri bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik
daripada dirinya. Ia tidak mau menyinggung masalah seks atau persoalan
sebenarnya karena ingin menjaga nama baik Hendri. Biarlah soal itu
tidak pernah diketahui orang lain.
99
Usai menulis, ia melipatnya lalu memasukkannya ke dalam laci. Nanti
malam, sebelum menjalankan aksinya, barulah surat itu ia taruh di atas
meja supaya gampang terlihat.
Sesudah itu ia merebahkan diri di tempat tidur. Tanpa dikehendaki,
pikirannya mengembara lagi. Padahal ia merasa sudah mantap. Pelan-
pelan ia mulai merasa takut. Bagaimana rasanya mati? Sakitkah? Apakah
lebih sakit daripada yang dirasakannya sekarang? Tapi bagaimanapun,
sakit itu cuma sekali. Sesudah itu selesai. Beda dengan sekarang yang
berulang dan berulang terus.
Seharusnya ia bisa berkata "tidak" kepada Hendri. Tapi mustahil juga.
Ia seorang istri, jadi berkewajiban melayani suami. Mana ada suami yang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mau ditolak terus? Atau ditentukan frekuensi kegiatan seksnya?


Bukankah biasanya hal itu tergantung kapan gairah suami muncul? Kalau
dia ingin sekarang, sekarang pulalah istri harus melayaninya. Demikian
pula kalau dia menginginkannya tiap hari, atau lebih dari sekali dalam
sehari!
Ia juga tidak bisa mengatur cara dan gayanya. Sekali lagi itu terserah
kepada suami. Ia sudah memberi saran pada Hendri agar berlaku lebih
lembut dan melakukannya pelan-pelan. Tapi Hendri mengatakan hal itu
terjadi secara otomatis dan spontan. Jadi tidak bisa. Benarkah? Ia
tidak tahu karena tidak merasakan jadi lelaki. Tapi terpikir, apakah
seks yang mengatur orang dan bukan sebaliknya? Pertanyaan yang tidak
terjawab. Hendri tak mau mendiskusikan soal itu karena merasa dirinya
benar. Bagi Hendri, Yasmin-lah yang salah dalam segala hal. Buktinya
adalah perempuan lain.
Ia tahu, masih ada satu solusi yang tersedia di
100
samping mati. Yaitu cerai! Tapi ia tak mau memilihnya atau memikirkan
kemungkinannya. Kata itu tidak ada dalam kamus hidupnya. Ia sudah
mengucapkan sumpah yang sakral ketika pernikahannya dengan Hendri
diresmikan. Setia sampai mati dan menerima lelaki yang jadi suaminya
dengan segala kebaikan dan keburukannya sebagai risiko kehidupan!
Jadi ada satu hal yang terasa sebagai penghiburan, yaitu ia akan mati
sebagai Nyonya Hendri!
101
BAB 10

Empat lelaki bersaudara berkumpul dalam suasana mencekam. Mereka


adalah Rama, Ramli, Ridwan, dan Marta, para putra Ratna. Dua anak yang
lain, keduanya perempuan, tinggal di luar Jawa. Suatu keuntungan bagi
mereka karena tak perlu diikutkan dalam situasi yang tidak
menyenangkan seperti itu. Satu-satunya menantu yang ikut hadir hanya
Maya, karena rumahnya di situ. Lainnya menolak ikut dengan berbagai
alasan. Tapi buat Rama mereka tidak penting.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Si Del harus secepatnya ditemukan sebelum dia meludeskan hartanya!"


kata Rama dengan nada tinggi.
Topik pembicaraan memang tentang Delia. Topik yang sama sekali tidak
mengandung logika kebenaran bagi anak-anak Rama. Tapi mereka
memilih sikap yang aman meskipun jadi merasa bodoh. Manggut-manggut
saja dan mengiyakan apa pun yang dikatakan Ratna.
"Kami akan suruh orang mencarinya," sahut Ramli, yang sudah ditunjuk
sebagai juru bicara. "Siapa? Polisi?" "Bukan, Ma. Detektif amatir." "Apa
dia bisa?" Rama ragu-ragu. "Sudah profesinya mencari orang hilang.
Kalau
102
kita yang cari sendiri, bisa bingung atuh, Ma. Jakarta itu kan luas.
Penduduknya padat."
"Emangnya aku nggak tahu? Aku belum pikun! Tentu aja Jakarta lebih
gede daripada Bandung!"
"Iya, Ma."
"Apa detektif itu harus dibayar?" "Tentu saja, Ma."
"Kalau begitu kalian patungan, ya?" "Iya, Ma."
"Apa sudah dapat detektifnya?" "Belum, Ma. Cari dulu."
"Ya ampun," keluh Rama. "Gimana bisa cepat? Waktu sudah mendesak,
tahu?"
"Sekarang juga kami cari, Ma. Kan kita harus mendapatkan yang pintar."
"Pendeknya, aku mau cepat!"
"Apa maksud Mama dengan waktu sudah mendesak?" tanya Ramli
memberanikan diri.
"Nanti duitnya keburu habis!"
"Habis buat apa, Ma?" Ramli keterusan bertanya. Ia merasa tergelitik
ingin tahu karena cara Rama berbicara itu seakan sudah yakin.
"Ya dipake dong!" seru Rama kesal. Ia menatap keempat putranya
bergantian seolah mereka anak kecil yang bodoh.
Ramli manggut-manggut saja.
"Mau nyari orang kan perlu fotonya. Kalian udah punya fotonya?" tanya
Ratna.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ramli terperangah. Belum terpikir ke situ. "Rasanya sih ada, Ma. Nanti
cari dulu," sahutnya, kemudian menyadari kesalahan setelah terlambat.
"Cari dulu?" teriak Rama. "Semuanya cari dulu! Sudah! Pergi sana! Cari!"
Tanpa disuruh untuk kedua kali semuanya pergi.
103
Ramli, Ridwan, dan Marta melanjutkan pertemuan di rumah Ramli. Rama
tidak ikut karena khawatir dicurigai ibunya.
"Aku pikir, kalau Mama dibohongin juga nggak bakal tahu," kata Marta.
"Kita bilang aja sudah berusaha tapi nggak ketemu."
"Apa dia bisa dibohongin?" Ramli ragu-ragu. "Nyatanya dia bisa tahu Del
ada di Jakarta. Padahal dia nggak ke mana-mana."
"Kalau dia sudah tahu Del di Jakarta, kenapa nggak tanya sekalian sama
informannya yang jelas di mana alamat Del," kata Ridwan sinis. "Kalau
alamat sudah, ada, kan kita bisa mengunjunginya. Nggak perlu detektif
segala."
"Jangan-jangan dia sebenarnya sudah tahu, tapi mau menguji kita saja.
Sampai mana keseriusan kita," kata Ramli.
"Bukankah dia bilang waktu sudah mendesak? Buat apa pakai menguji
segala? Itu kan buang waktu," komentar Marta.
"Ah, aku bingung nih. Kenapa ya Mama jadi begini? Kok dia nggak mau
mikirin kesulitan kita?" keluh Ridwan. "Sewa detektif itu kan mahal.
Padahal iuran lima ratus ribu saban bulan udah berat buatku."
"Iya. Berat tuh," Marta membenarkan.
"Tapi masih lebih baik keluar uang daripada hidup bersamanya, kan?"
kata Ramli.
"Betul. Aku perhatikan Maya, makin lama makin stres saja," Mila
membenarkan suaminya.
"Kita harus ingat akan keselamatan anak istri. Jangan sampai kena kutuk
Mama," Ramli mengingatkan. "Ingat nasib Agus dan Adam."
104
"Hi..." Mila bergidik.
"Apakah kita harus percaya akan kutukan Mama? Aku pikir, apa yang
dialami Agus dan Adam sudah menjadi takdir mereka," kata Marta.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Percaya nggak percaya..." Ramli tidak meneruskan. Ia tahu saudara-


saudaranya sudah bosan dengan ucapannya itu. Sudah sering diucapkan.
Lalu ia melanjutkan, "Ingat nggak, Mama bilang Del sakit. Kok dia bisa
tahu?"
Donna muncul. Malu-malu. "Boleh ikut ngomong nggak? Ada berita baru."
"Tentu saja! Ayo sini," panggil Ramli.
Donna duduk di sebelah ibunya. "Tadi pulang sekolah aku mampir lagi ke
tokonya Tante Del. Eh, bukan. Sekarang bukan tokonya lagi..." Donna
diam sejenak. Tersipu.
"Ayo teruskan," desak Ramli.
"Aku ketemu Sri, karyawan toko yang dekat sama aku. Sri bilang, Tante
pernah nanya perihal tabib yang katanya bisa menyembuhkan kanker.
Sri bilang tabib itu pernah menyembuhkan ibunya dari sakit kanker yang
sudah parah. Tante minta alamatnya. Sri nanya siapa yang sakit. Tante
bilang saudaranya. Padahal Tante kan nggak punya saudara. Jadi
kayaknya yang sakit itu Tante."
Semua terkejut.
"Del sakit kanker? Aduh...," keluh Mila iba. Ia merangkul putrinya. Tentu
ia masih ingat dan terkesan akan kedermawanan Delia yang tanpa berat
hati menyumbang sepuluh juta untuknya yang dikatakan sakit. Sedang
Delia sendiri sakit tanpa ada yang membantu dan sendirian pula. Masih
pula dikejar Ratna.
"Jadi benar dong ucapan Mama. Coba, tahu dari mana dia?" kata Ramli.
105
"Pantas dia bilang waktu sudah mendesak. Takut harta Delia keburu
habis. Jelas dong, Del butuh uang untuk biaya pengobatannya. Mungkin
untuk itulah dia ke Jakarta," Marta menyimpulkan. "Duh, Mama sih
kelewatan amat. Udah ah, aku nggak mau ikutan dalam soal ini. Biarin
dikutuk juga. Lebih baik dikutuk daripada ikut-ikutan berdosa."
Marta berdiri lalu pergi. Saudara-saudaranya memandangi kepergiannya
dengan resah. Seharusnya mereka juga memiliki keberanian itu. Tapi
apakah keberanian jadi berarti bila nanti diikuti dengan kehilangan?
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sore itu Hendri pulang disambut Inem. Bukan Yasmin seperti biasanya.
"Ibu pergi, Pak. Nggak tahu ke mana. Nggak bilang-bilang. Tahu-tahu
ilang," Inem melaporkan.
"liang gimana?" Hendri mengerutkan kening karena menganggap sikap
Inem genit dan tidak hormat. Tapi itu tentu salahnya sendiri karena
sudah menidurinya. Inem sudah menganggapnya sebagai kekasih.
"Tadi saya tidur siang. Bangun-bangun Ibu udah nggak ada. Pintu dikunci
dari luar. Saya nemu kuncinya di lantai."
"Ya sudah. Orang pergi aja diributin. Mungkin tadi dia mau bilang sama
kamu, tapi kamu molor!"
"Biasanya sih Ibu nggak suka ke mana-mana."
"Sudah. Jangan bawel."
Inem pergi dengan kecewa. Bila Yasmin tidak ada di rumah, mestinya
mereka berdua bisa lebih leluasa. Ia sudah berdandan rapi untuk
menyambut kepulangan
106
Hendri. Mumpung Yasmin belum pulang. Tapi Hendri sama sekali tidak
menyentuhnya.
Hendri bergegas ke kamarnya. Barangkali Yasmin meninggalkan pesan di
sana. Tapi ia tidak menemukan apa-apa. Perasaannya kurang enak. Buru-
buru ia membuka lemari pakaian lalu memeriksa. Ia menyimpulkan isinya
masih lengkap. Koper juga ada. Jadi tak mungkin Yasmin minggat. Entah
kenapa ia berpikir begitu. Padahal orang pergi itu wajar saja karena hari
belum berganti. Mungkin perginya baru beberapa jam saja.
Yang membuat perasaannya kurang enak adalah kondisi Yasmin. Ia tahu
betul Yasmin sedang sakit karena hubungan seksual semalam. Apakah
Yasmin marah? Tapi ia menganggap kepergian Yasmin itu juga
menandakan bahwa sakitnya mungkin tidak terlalu serius. Kalau benar-
benar sakit seperti yang biasanya dipertontonkannya di rumah, mustahil
Yasmin bisa turun ke jalan. Apakah ia tidak malu atau khawatir kenapa-
kenapa?
Untuk pertama kalinya Hendri menyadari bahwa Yasmin memang jarang
ke luar rumah seperti yang dikatakan Inem. Ia sendiri jarang mengajak,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

sedang Yasmin tidak punya kegiatan di luar. Pernah Yasmin mengatakan


ingin bekerja. Ia sarjana ekonomi. Tapi kemudian ia merasa terhalang
oleh sakitnya itu. Bagaimana bisa bergiat di luar rumah kalau di dalam
rumah saja jalannya sudah seperti itu? Memang ada saatnya Yasmin
pulih, tapi setelah itu berulang lagi setelah berhubungan seks. Tak ada
habisnya bagaikan lingkaran.
Meskipun menyadari kondisi Yasmin itu sebagai akibat perbuatannya,
Hendri tidak merasa bersalah. Ia tetap beranggapan bahwa Yasmin
lembek dan
107
cengeng. Lama-kelamaan Yasmin pasti bisa menerima bahkan menikmati.
Hendri yakin, otot-otot vagina Yasmin masih kaku. Tak bisa mulur dan
mengerut seperti karet elastis. Jadi ia membutuhkan waktu. Karena itu
menurut pendapatnya, selama menunggu kemampuan adaptasi otot-otot
itu, kegiatan harus berjalan terus. Bila dihentikan bisa menjadi kaku
lagi. Maka Yasmin harus dipaksa untuk menerima.
Sesungguhnya ia bangga akan kejantanannya. Perempuan lain memuji,
kenapa Yasmin malah sebaliknya? Baginya, reaksi Yasmin itu bukannya
membangkitkan iba tapi perasaan terhina! Sebenarnya ada juga rasa
heran. Kenapa situasi sekarang jadi berbeda sekali dibanding saat
berpacaran dulu? Ke mana cinta yang menggebu dan perhatian besar
yang dulu dirasakan dan dicurahkannya kepada Yasmin? Mestinya kalau
ia masih cinta ia akan merasa khawatir. Sudah pudarkah cintanya?
Singkat sekali umurnya. Ternyata cinta begitu sementara sifatnya.
Mungkin itu tidak terjadi kalau saja Yasmin bisa mengimbanginya dalam
masalah seks. Siapa sangka bisa terjadi hal seperti ini? Ia tak
menyangka ada perempuan yang menganggap seks sebagai penderitaan.
Akhirnya ia memutuskan untuk tidak merisaukan kepergian Yasmin atau
mencarinya. Nanti juga pulang sendiri. Memangnya mau ke mana? Ia
yakin Yasmin tidak pergi ke rumah ayahnya yang bernama Winata. Ia
sudah tahu perbuatan Winata dari cerita Yasmin. Sebenarnya ia
menyayangkan retaknya hubungan Yasmin dengan Winata. Kata orang,
Winata itu kaya. Tapi Yasmin sendiri tidak pernah mau bercerita

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mengenai apa dan siapa ayahnya itu. Padahal ia punya feeling bahwa
Winata sebenarnya ingin berbaikan dengan Yasmin. Hal itu diindikasikan
oleh
108
kedatangan Winata ke pesta pernikahan mereka. Yasmin sendiri tidak
berniat mengundang ayahnya, tapi, Hendri membujuk dengan
mengatakan bahwa apa pun yang telah terjadi Winata tetaplah ayahnya.
Ternyata memang tidak sia-sia. Winata menunjukkan perhatiannya
dengan datang sendirian ke pesta mereka. Winata tentu tak mau
mengajak istri keduanya karena tak mau menyinggung perasaan Yasmin.
Tapi bukan itu saja hasilnya. Winata memberi angpau gede!
Meskipun sudah memutuskan untuk tidak peduli, ingatan kepada Winata
membangkitkan keingintahuan Hendri. Siapa tahu Yasmin memang ke
sana. Hidup ini terkadang memberikan berbagai kejutan.
Ia mencari nomor telepon Winata lalu menghubungi rumahnya. Suara
lelaki menyambutnya.
"Selamat sore! Bisa bicara dengan Pak Winata?" kata Hendri sopan.
"Dari mana, Pak?"
"Saya Hendri, suami Yasmin."
"Tunggu sebentar, Pak."
Tak lama kemudian suara lelaki yang lain lagi terdengar, "Saya Winata.
Ini suami Yasmin, ya?" "Betul, Pak." "Tumben."
"Bapak baik-baik saja?"
"Seharusnya kau memanggilku Papa."
"Ya, Pa. Begini. Saya cuma mau nanya apakah Yasmin ada di situ, di
rumah Papa? Tadi dia pergi tanpa pesan. Saya tidak tahu dia ke mana."
"Ah, bayangannya aja nggak ada tuh."
"Kalau begitu, mungkin dia ke tempat lain. Maaf sudah mengganggu, Pa.
Selamat sore!"
"Tunggu dulu. Kebetulan kau nelepon. Aku mau
109
bicara. Mestinya sih sama Yasmin. Tapi karena dia nggak ada, biarlah
sama kau saja. Siapa ya namamu?" "Hendri, Pa."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh ya, Hendri. Jangankan namamu, wajahmu pun aku tak ingat lagi.
Habis baru lihat sekali. Bagaimana keadaan Yasmin? Apa dia baik-baik
saja?"
"Baik, Pa. Dia sehat," sahut Hendri, lalu menjulurkan lidahnya.
"Kalian sudah punya anak?"
"Belum, Pa."
"Memang direncanakan?"
"Nggak, Pa. Belum dikasih aja."
"Begini, Hen. Ngomong di telepon itu nggak leluasa. Bisakah kau datang
sekarang? Masalahnya penting."
Hendri ragu-ragu sejenak. "Nggak bisa besok, Pa?"
"Besok?" suara Winata meninggi. "Siapa tahu besok aku mati! Apa kau
nggak tahu kalau keturunanku cuma Yasmin seorang?"
"Oh ya, baiklah, Pa," sahut Hendri buru-buru. "Sekitar satu jam lagi
saya datang."
"Sudah tahu alamatku?"
"Belum, Pa."
"Ayo catat."
Hendri jadi lebih bersemangat. Mungkin yang mau dibicarakan itu
masalah warisan?
110

BAB 11

Di kamarnya, Delia sedang tiduran tanpa tertidur. Ia sedang merenungi


hidupnya yang tinggal sebentar lagi. Biarpun tak menginginkan, ia
berpikir lagi tentang penglihatannya di cermin tadi pagi. Bisa juga
halusinasi. Tapi yang dipikirkannya sekarang bukanlah masalah
kebenaran pengalaman itu. Ia tidak mau mempertentangkannya. Rasanya
akan terlalu melelahkan. Lebih baik menerima saja sebagai suatu
realitas. Tapi yang mengganggu pikirannya adalah perasaan bahwa
sesungguhnya ia belum pasrah benar. Rama masih membayanginya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

walaupun Delia sudah meyakinkan diri bahwa sekarang ia sudah bebas


dari wanita itu.
Mau tak mau Delia berpikir tentang kemungkinan Ratna punya
kemampuan untuk menghambat upayanya. Ia bergidik membayangkannya.
Adakah manusia yang memiliki kemampuan seperti itu? Apalagi bila
orang itu adalah orang yang sudah ma. Dulu ia mengenal Rama sebagai
orangtua yang otoriter. Agus sering bercerita tentang ibunya itu. Tapi
sikap otoriter masih manusiawi. Belakangan Rama tidak lagi tampak
manusiawi. Itu yang membuatnya jadi mengerikan.
Tiba-tiba Delia tersentak kaget. Tangannya yang disandarkan ke dinding
bergetar nyeri seperti dialiri listrik. Ia menarik tangannya. Mungkinkah
ada arus
111
pendek hingga dinding dialiri listrik? Meskipun ada pemikiran begitu, ia
tidak mau mencoba lagi. Mungkin sebaiknya ia memanggil pemilik motel
untuk memberitahu. Kalau sampai terjadi kebakaran bisa celaka.
Saat ia masih memikirkannya, ia mendengar suara tangisan yang
memilukan. Sedih sekali bunyinya. Hatinya jadi serasa tersayat-sayat.
Ia konsentrasi mendengarkan. Sepertinya suara itu datang dari kamar
di sebelahnya, kamar 15 yang dihuni Yasmin!
Tanpa pikir panjang ia berlari ke luar.
Di lorong depan kantor, Erwin sedang wira-wiri untuk menghilangkan
pegal-pegalnya karena duduk lama. Sambil melakukan hal itu, ia sekalian
memikirkan apa yang mau dilakukannya bila Delia belum juga
memberitahu keputusannya terhadap undangan makan malam yang
disampaikan Kosmas. Hari sudah sore. Makanan harus dipesan dulu.
Apakah sebaiknya menunggu atau bertanya dulu? Ia khawatir Delia
ketiduran. Tiba-tiba saja ia melihat Delia melesat keluar dari kamarnya.
Ia tertegun heran, tak segera bersikap. Barulah ketika ia melihat Delia
mengetuk pintu kamar sebelahnya, dengan wajah cemas Erwin bergegas
ke sana.
"Ada apa, Bu?" tanya Erwin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku dengar dia menangis," sahut Delia, lalu melanjutkan mengetuk


sambil memanggil, "Yas! Yaaas! Kenapa?"
Erwin ikut mengetuk pintu. Tak terdengar sahutan dari dalam.
"Aku khawatir dia sakit," Delia menjelaskan. Delia menempelkan
telinganya ke pintu. Tapi ia tak lagi mendengar suara tangisan itu.
Erwin mempertimbangkan untuk membuka pintu
112
dengan kunci cadangan. Delia kembali mengetuk dan memanggil-manggil.
Mendadak pintu terbuka dan wajah Yasmin yang tampak kesal muncul di
kerenggangan pintu yang dibuka sedikit.
"Ada apa?" tanyanya dengan tatap bergantian kepada Delia dan Erwin.
Delia mengamati wajah Yasmin. Ia tidak melihat bekas tangisan.
Matanya tidak merah atau sembap. Ia yakin, orang yang menangis
seperti yang tadi didengarnya pastilah sulit menghilangkan bekas-
bekasnya dalam waktu singkat.
Tanpa rias wajah, Yasmin tampak seperti apa adanya. Berbeda dibanding
awal kedatangannya. Ditambah dengan ekspresi bingung, ia kelihatan
lugu tapi cantik.
Erwin terpesona sejenak, tapi kemudian buru-buru beringsut ke
belakang Delia, berusaha tidak begitu kentara. Yang berinisiatif
mengetuk pintu dan memanggil adalah Delia. Bukan dirinya. Ia cuma mau
membantu.
Delia jadi malu. "Maaf, Yas. Tadi aku mendengar suara orang menangis.
Kupikir kau sedang kesakitan. Jadi..."
"Aku nggak nangis kok. Mungkin di kamar sebelah satunya lagi," sahut
Yasmin, menunjuk kamar 12.
"Yang itu kosong, Bu," Erwin yang menyahut. Delia perlu dibela.
"Lalu siapa yang nangis?" Delia jadi bingung.
Yasmin mengangkat bahu. Ia menganggap tetangganya ini orang yang
cepat tanggap. Mungkin terlalu cepat.
"Maaf ya. Aku sudah mengganggu. Apa kau sedang tidur?"
113

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nggak sih. Terima kasih atas perhatiannya, Kak," kata Yasmin ramah,
menyadari kecanggungan Delia. Lalu ia mengangguk kepada Erwin
kemudian merapatkan pintu dan menguncinya kembali. Kalau lupa dikunci
bisa-bisa ada yang lancang masuk hanya karena merasa mendengar
suara.
Setelah itu Yasmin menjatuhkan diri di tempat tidur. Baru sekarang ia
memperlihatkan ekspresi yang sesungguhnya. Ia berkata pelan, "Aku
memang sedang menangis. Sedih sekali. Tapi di dalam hati! Bagaimana
dia bisa mendengar?"
***
"Aduh, aku jadi malu banget," kata Delia kepada Erwin.
Erwin menatap simpati. "Nggak usah malu, Bu. Itu berarti Ibu
bermaksud baik. Mau menolong. Masa dengar orang menangis dibiarkan?
Padahal tadi Ibu sempat membimbingnya, kan? Nggak heran kalau Ibu
berpikir dia sakit."
"Tadi aku benar-benar mendengar tangisan, Pak."
"Panggil aku Erwin aja, Bu."
"Aku Delia," sahut Delia, terbawa oleh sikap Erwin.
"Boleh aku memanggil Kak Del?"
"Tentu saja boleh," kata Delia senang. Mendapat teman itu
menyenangkan.
"Aku percaya Kak Del memang mendengar tangisan. Mungkin dia malu
mengakui." Erwin ingin" mengambil hati.
"Entahlah. Tapi kalau dia memang nggak sakit, itu lebih baik. Oh ya, aku
mau kasih tahu, Pak, eh, Win. Barusan tanganku seperti tersengat arus
listrik
114
waktu bersandar ke dinding. Jangan-jangan ada arusnya."
Erwin terkejut. Ia mengikuti Delia masuk ke kamarnya, lalu
menempelkan tangannya ke dinding yang ditunjuk. Dari satu tempat ke
tempat lain, berpindah-pindah. Ia menggelengkan kepala. "Nggak terasa
apa-apa, Kak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ah, masa?" Delia menghambur ke dinding lalu menempelkan tangannya


juga. Kali ini ia tidak merasakan apa-apa. Seperti yang dikatakan Erwin.
Ia surut dengan bingung. Ada apa dengan dirinya?
Erwin merasa iba. Sebenarnya ia juga heran akan kelakuan Delia. Tapi ia
tidak memperlihatkan perasaannya.
"Sudahlah, Kak. Apa yang dilakukan Kakak itu bagus sekali. Segera
bertindak bila merasakan kejanggalan. Daripada mendiamkan saja," ia
menyemangati dan menghibur.
"Tapi nggak ada apa-apa. Aku cuma bikin heboh saja," keluh Delia.
"Jangan ngomong begitu, Kak. Jangan menyesali."
Pada saat Delia mengalihkan pandang darinya, Erwin memandang
berkeliling ruangan. Dahinya berkerut. Tatapannya mengandung
keprihatinan. Mendadak Delia memandangnya. Buru-buru Erwin
mengubah sikap. Tapi Delia keburu melihat.
"Kenapa?" tanya Delia heran.
"Nggak apa-apa. Tadi mendadak sakit perut. Sekarang sudah hilang."
"Ah, masa sakit perut matanya ke mana-mana." Delia tidak percaya.
"Memang begitu kebiasaanku."
"Aneh."
"Ya. Memang aneh."
115
Setelah pamit dan melangkah ke luar, Erwin- menahan langkahnya
seakan ada yang kelupaan.
"Oh ya, Kak. Bang Kosmas nitip pertanyaan, bagaimana makan malamnya?
Jadi dong, ya?"
Delia baru teringat. "Kau ikut juga, Win?"
"Iya dong. Masa nggak diajak?"
Delia tertawa. "Tapi jumlahnya janggal dong. Masa bertiga. Itu angka
yang nggak bagus."
Erwin terperangah. Sepertinya Delia setuju. Hanya masalah angka. Lalu
siapa yang mau diajaknya lagi supaya menjadi empat orang?
"Apa sudah biasa pemilik motel mengundang tamunya makan bersama?"
Delia bertanya lagi sebelum Erwin sempat berbicara.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nggak biasa sih, Kak. Cuma Kakak kami anggap tamu yang luar biasa."
"Luar biasa gimana?"
"Terus terang, jarang ada tamu perempuan yang nginap sendiri. Memang
ada yang datang sendiri tapi untuk menunggu pasangannya yang datang
kemudian. Terus Kakak bawa kendaraan sendiri dari jauh. Biasanya
perempuan kan ada pengawalnya," celoteh Erwin. Padahal tentu saja
alasannya bukan itu.
"Kalau begitu mah bukan luar biasa. Yasmin itu juga nginap sendirian."
"Dia orang Jakarta."
Delia mendapat ide. Sebenarnya ia belum memutuskan untuk menerima
atau tidak undangan makan malam itu. Sudah terpikir bahwa seharusnya
ia menjaga jarak dari orang yang menaruh perhatian. Jangan beri
harapan. Tapi ada keraguan. Bila ia masih bisa menyenangkan orang lain
untuk hari ini, kenapa tidak? Ia takkan bisa melakukannya lagi di hari-
hari berikutnya. Pasti ada yang sedih, tapi
116
setidaknya ia sudah disenangkan hari ini. Itu masih lebih baik dibanding
sedih terus, baik hari ini apalagi besok.
"Aku punya ide, Win. Bagaimana kalau Yasmin diajak? Dia bisa
menggenapkan jumlah."
Erwin setuju sekali. "Baik. Tapi kau yang ngajak, ya? Dan bila dia nggak
mau, kau tetap mau, kan?"
"Iya deh."
Dengan gembira Erwin membawa kabar baik itu kepada Kosmas.
Meskipun merasa senang, Kosmas agak kecewa karena ada tambahan
orang baru. Apalagi itu adalah Yasmin yang diperkirakan sakit. Tapi
bukan cuma itu yang dilaporkan Erwin.
"Aku merasa kamar empat belas itu ada isinya, Bang!"
Kosmas terkejut. "Apa maksudmu? Tentu saja kamar itu ada isinya.
Delia, kan?"
"Bukan itu. Kau tahu apa yang kumaksud." "Yang dulu?"
"Entahlah. Aku tidak bisa membedakan."
"Apakah Delia merasakan sesuatu?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Dia cuma heran kenapa kelakuannya aneh. Merasa mendengar tapi tidak
ada. Merasakan sengatan tapi sebetulnya tidak ada juga."
"Apa dia ketakutan?"
"Kelihatannya sih nggak."
"Win, aku khawatir dia akan mengalami gangguan lagi. Apa sebaiknya
diberitahu saja supaya dia pindah ke kamar lain?"
"Ah, jangan. Nanti dia marah sama kita kenapa diberi kamar yang itu."
"Oh iya. Wah, nggak enak rasanya ya, Win."
"Sudahlah, Bang. Tenang saja. Orang seperti Kak Del itu pasti bisa
mengatasi."
117
"Kak Del?"
"Oh iya. Aku sudah berteman dengannya, Bang," Erwin berkata bangga.
"Aku pengen juga, Win!" seru Kosmas iri.
Erwin tertawa. "Sabar, Bang. Giliranmu akan tiba. Sekarang aku pesan
makanan dulu."
Kosmas mengamati adiknya yang berjalan menuju pintu gerbang dengan
perasaan bangga. Tanpa adiknya itu, hidupnya pasti akan lain. Ia
bersyukur ibunya menghadiahinya seorang adik pada saat semua orang
menyangka dia akan menjadi anak tunggal.
***
Usai mandi, Delia kembali mengetuk pintu tetangganya. Ia mengatasi
perasaan tak enak mengingat peristiwa tadi. Tapi kali ini ia punya alasan
yang lebih kuat. Sebenarnya ia juga punya alasan sendiri kenapa berniat
mengajak Yasmin. Bukan karena baik hati, tapi karena penasaran dengan
peristiwa tadi.
Ia yakin telinganya tidak salah. Jadi ia kesal karena Yasmin tidak
mengaku hingga ia tampak bodoh. Apa salahnya mengaku saja? Ia tidak
akan ikut campur urusan orang lain. Mungkin Yasmin malu karena
kehadiran Erwin, sebagai pemilik motel. Karena itu bila berdua saja
mungkin Yasmin mau berkata benar. Yang penting baginya hanya
kepastian. Benarkah Yasmin menangis? Yasmin hanya perlu menjawab ya
atau tidak. Itu saja.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Pintu kamar 15 terbuka. Yasmin pun baru selesai mandi. Masih tercium
harum sabun mandi. Rambutnya agak basah. Belum disisir. Ia tidak
kelihatan surprise melihat Delia. Mungkin sudah mengintip dari jendela.
118
"Ada apa, Kak?" tanya Yasmin. Kali ini lebih ramah.
"Begini, Yas. Kita diundang makan sebentar lagi oleh pemilik motel. Pak
Kosmas dan Erwin. Mau, ya?"
"Ada apa memangnya? Apa tamu lain diundang juga?" Yasmin heran.
"Aku nggak tahu ada apa. Tamu lain sih nggak diundang. Cuma kita."
"Cuma kita? Apa mereka bermaksud baik, Kak? Masa yang diundang
justru perempuan sendirian?"
"Makannya nggak di luar, Yas. Tapi di ruang makan motel ini."
"Kau nggak curiga, Kak?"
"Cuma makan, apa salahnya?"
"Makan aja sih nggak salah. Tapi gimana kalau makanannya atau
minumannya dicampuri obat bius, lalu kita diapa-apain setelah nggak
berdaya?"
Delia tertegun sejenak. Tak menyangka pikiran Yasmin sejauh itu.
"Mereka kan punya usaha baik-baik. Mustahil mempertaruhkan reputasi
untuk berbuat seperti itu. Kalau mau gituan, di sini kan banyak. Bisa
melakukannya mau sama mau. Tak perlu paksaan."
"Siapa tahu. Ada film yang seperti itu."
"Film kan bohong-bohongan. Eh, jadi kau mau atau nggak?"
Yasmin berpikir dulu. Andaikata ia bersedia, itu bisa jadi makan malam
terakhir dengan orang-orang lain di luar suaminya. Kenapa tidak
menikmatinya-saja? Tapi ia agak paranoid. Bukan mengada-ada dengan
persangkaannya tadi. Ia takut jadi korban perkosaan. Mau mati tak bisa,
malah diperkosa orang. Melarikan diri dari perkosaan, malah diperkosa
lagi. Padahal sakitnya itu masih terasa.
119
Delia mengamati wajah Yasmin. Ia berusaha tidak peduli akan apa yang
mungkin terpikir atau dirisaukan Yasmin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bagaimana? Jangan-jangan kau mencurigai aku juga, ya?" tanyanya


bergurau.
"Nggak sih, Kak. Baiklah, aku mau. Tapi... kita pakai baju yang ada saja,
ya."
"Tentu saja. Kita kan nggak diundang makan di hotel bintang lima!"
Mereka tertawa. Kekakuan sudah mencair.
Dia simpatik, pikir Yasmin. Sepertinya enak dijadikan teman. Tapi apa
gunanya punya teman sekarang? Sudah terlambat.
Mestinya aku tidak perlu berbuat seperti ini, pikir Delia. Jangan akrab
dengan orang lain bila hidup tinggal sebentar. Tapi hidup ini memang
aneh. Justru pada saat seperti ini, ketika ia bertekad tak mau hidup
lebih lama lagi, muncul pengalaman yang menarik. Apakah itu bisa
dianggap sebagai godaan agar ia membatalkan niatnya? Tapi mustahil
membatalkan pada saat ia tak punya apa-apa lagi. Melanjutkan
kehidupan itu memerlukan modal. Bayangkan saja wajah Ratna, maka
tekadnya akan mantap kembali.
"Nanti kujemput kau," kata Delia kemudian. "Kita sama-sama ke ruang
makan." "Baik."
Terpikir oleh Yasmin, pasti makanan itu belum sempat dicerna oleh
tubuhnya nanti karena saat itu hidupnya keburu berakhir. Kasihan yang
mentraktir karena niat baiknya jadi sia-sia.
"Eh, boleh nanya, Yas?"
"Oh, boleh saja," Yasmin heran.
"Tadi siang itu apa kau betul-betul nggak nangis
120
waktu aku mengetuk pintu? Jangan salah paham, Yas. Aku cuma perlu
jawaban ya atau tidak. Aku ingin kepastian, apakah pendengaranku
nggak salah. Juga soal kewarasanku."
Yasmin tak segera menjawab. Ia merasa sulit berterus terang. Mustahil
ia mengatakan bahwa ia memang menangis tapi di dalam hati.
Kedengarannya tidak logis. Apalagi jawaban seperti itu bisa memancing
pertanyaan berikutnya. Kok menangis dalam hati? Kenapa dan kenapa?
Mencurahkan isi hati di saat sekarang ini tak ada gunanya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bener, Kak. Aku nggak nangis waktu itu," katanya.


"Ah, kalau begitu aku yang nggak beres," keluh Delia.
"Mungkin saat itu ada yang pasang teve, Kak. Kan sekarang banyak
sinetron yang suka nangis-nangis."
"Oh ya. Mungkin juga. Baiklah, sampai nanti."
Delia tidak puas, tapi tak bisa lain. Mungkin kejadiannya sama seperti
halnya dinding yang dikiranya dialiri listrik tapi ternyata tidak. Ia harus
menerima adanya keanehan dalam hidup sebagai sesuatu yang tidak
perlu dipertanyakan. Lagi pula, apa pedulinya?
Di kamarnya ia menghubungi kantor dengan interkom. Suara Kosmas
menyambutnya. Delia memberitahu soal kesanggupan Yasmin untuk ikut
serta makan malam nanti. Kosmas kedengaran senang.
"Tadi lupa ditanyakan, Bu. Apakah Ibu berpantang sesuatu? Udang
misalnya? Atau Ibu vegetarian?"
Delia tertawa. "Kalau memang begitu pasti aku sudah memberitahu."
"Syukurlah, Bu. Jadi sampai nanti."
121
Kemudian Delia mempersiapkan diri. Ia berdandan dengan rapi dan
mengenakan pakaiannya yang terbaik. Ia tidak boleh mengecewakan para
pengundangnya.
Sama dengan Delia, Yasmin pun melakukan hal yang sama. Semangatnya
muncul. Tanpa sadar sakitnya hilang sebagian besar! Bahkan ia sempat
menyesal karena tidak membawa pakaian lain. Terpaksa ia mengenakan
pakaian yang tadi dipakainya saat datang. Mudah-mudahan tidak berbau.
Untung saja ia membawa alat-alat riasnya dengan lengkap. Ia akan
sekalian berdandan mempersiapkan diri menghadapi kematian, supaya
tampak cantik biarpun sudah mati!
122

BAB 12

Hendri tertegun melihat rumah Winata. Rumah yang terletak di


kawasan permukiman kelas menengah ke atas itu tampak megah dan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mewah. Dengan melihat rumah seperti itu bisalah menyimpulkan bahwa


pemiliknya pasti orang kaya.
Mendadak muncul penyesalan di hati Hendri kenapa mertua sekaya itu
sampai dimusuhi. Ia juga tidak pernah berbuat sesuatu untuk membujuk
Yasmin agar mau berbaikan dengan ayahnya. Bukankah Yasmin
merupakan anak satu-satunya Winata, seperti yang dikatakan sendiri
oleh lelaki itu? Bila demikian, itu berarti dengan istri keduanya Winata
tidak memiliki keturunan. Kesempatan yang bagus sekali buat Yasmin.
Hendri sempat berangan-angan.
Ia disilakan masuk rumah. Kembali ia tertegun dan terpesona. Ruang
tamu tampak berkilap dan berkilau. Dalam hati ia kembali menyesali
kenapa tidak dari dulu membina hubungan dengan orang sekaya ini. Ia
memang pernah mendengar bahwa ayah Yasmin itu kaya, tapi saat itu ia
kurang peduli. Ia berpikir, biarpun kaya tapi bila sudah putus hubungan
dan punya keluarga lagi pastilah Yasmin terlupakan. Tak ada harapan
untuk Yasmin. Siapa sangka sekarang keadaan berubah atau memang
tidak ia perhitungkan.
123
"Sebentar lagi Bapak keluar, Pak," kata seorang perempuan setengah
tua yang diperkirakan pembantu. "Ya. Terima kasih,"
Sekitar lima menit ia menunggu. Lalu terdengar suara berdesir. Ia
melihat sebuah kursi roda meluncur dari dalam, mendekat ke arahnya.
Seorang lelaki tua dengan wajah keras, tegas, dan berwibawa, duduk
tegak. Rambutnya sudah menipis dan putih semua. Ia menjalankan
sendiri kursi rodanya dengan menekan tombol di sandaran tangan.
Hendri segera berdiri. Ia mengulurkan tangan yang disambut dengan
jabatan erat. Tangan Winata terasa lembap dan dingin.
"Duduklah," kata Winata.
"Bagaimana keadaan Papa?" tanya Hendri penuh perhatian.
"Kurang baik. Yas gimana? Apa dia sudah pulang?" "Belum, Pa."
"Jadi dia nggak tahu kau ke sini?"
"Nggak, Pa. Saya sudah ninggalin pesan kalau dia pulang nanti."
"Apa kau nggak tahu dia pergi ke mana sampai bertanya kepadaku?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Wajah Hendri terasa memanas. Pertanyaan itu terasa tajam bagai


interogasi.
"Soalnya dia pergi saat saya masih di kantor. Nggak meninggalkan pesan
atau telepon."
"Tahukah kau bahwa rumahku merupakan tempat yang paling tipis
kemungkinannya untuk dia datangi?"
"Tahu, Pak. Saya sudah menelepon ke tempat lain yang kira-kira dia
datangi, tapi nggak ada," Hendri berbohong.
"Mungkin saja dia pergi berbelanja. Belum lewat sehari, kan?"
"Ya. Mungkin saja, Pak. Saya mencarinya karena ingin tahu saja."
"Nyarinya sampai ke sini. Itu berarti kau cukup risau, ya? Atau
perhatianmu memang sangat besar hingga ditinggal sebentar saja sudah
bingung."
"Saya nggak bingung, Pak."
Hendri merasa tidak nyaman karena tatapan Winata yang tajam
menyelidik. Ia datang ke situ bukan untuk didera pertanyaan bertubi-
tubi.
"Bajunya ada? Kopernya?"
"Semua ada, Pa."
"Nah, kenapa perlu dirisaukan? Apa kalian habis bertengkar?"
"Nggak juga, Pa."
"Bertengkar sih jamak. Tergantung sebabnya. Tapi... yah, sudahlah.
Bukan hakku menanyaimu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada Yasmin.
Lagi pula memang kebetulan kau menelepon aku. Ada hikmahnya. Kalau
tidak begitu, kau pasti tidak akan menelepon, kan?"
"Betul, Pa."
"Baiklah. Langsung ke tujuan saja. Begini. Aku ini sudah tua. Sakit-
sakitan, lagi. Mungkin liang kubur sudah di depan mata. Tapi kalau
masalahku dengan Yas belum selesai, bagaimana aku bisa mati dengan
tenang? Aku perlu ketemu dan berbaikan dengannya. Tapi dia itu keras
kepala. Ya, sama kayak aku. Dia juga pendendam. Mana pernah dia
menelepon atau datang ke sini? Aku mau menelepon juga nggak tahu
nomornya atau di mana alamat kalian."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri buru-buru mengeluarkan kartu namanya dari saku. Ada alamat


rumah, kantor, dan nomor telepon keduanya. Setelah menuliskan nomor
HP Yasmin, ia menyodorkan kartu nama itu kepada Winata. Lelaki tua
125
124
itu mengamati sebentar, kemudian menekan sebuah tombol di dinding.
Seorang lelaki bertubuh pendek, gempal, dan berwajah bulat cepat-
cepat keluar.
"Ini, Yo. Simpan baik-baik," kata Winata sambil menyodorkan kartu
nama yang diberikan Hendri.
Sesudah menerima kartu itu, lelaki gempal itu menghilang ke dalam.
Kemudian pembantu perempuan yang tadi keluar membawa gelas berisi
minuman. "Silakan, Pak," katanya setelah meletakkan gelas di meja.
"Terima kasih, Bu."
"Ayo minum dulu," Winata menyilakan.
Setelah Hendri selesai minum, Winata melanjutkan, "Apa dia pernah
bercerita tentang aku kepadamu?"
"Pernah. Tapi tidak banyak, Pak. Dia tidak mau cerita banyak. Hanya
sepintas."
"Sepintas gimana?" Winata tidak puas.
"Katanya, Papa mengkhianati dia dan ibunya. Jadi dia sudah putus
hubungan dengan Papa. Hanya itu. Saya nggak berani nanya banyak-
banyak. Kelihatannya dia nggak suka."
Winata menghela napas. "Ya, dia memang begitu. Tapi mana mungkin
ayah dan anak putus hubungan? Itu cuma berlaku buat suami-istri.
Sekarang kita bicara tentang posisimu. Sebagai menantu, kau tak ubah
anakku. Kuharap kau tidak ikut-ikutan membenciku."

"Nggak, Pa."
"Bagus kalau begitu. Kau bisa jadi penengah yang baik. Kuharap kau bisa
membujuknya agar mau memaafkan aku dan hubungan kami bisa jadi
baik lagi."
126

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya, Pa. Akan saya usahakan." Hendri menyanggupi dengan ringan. Ia


yakin tidak akan sulit membujuk Yasmin.
"Masalah yang paling penting adalah hartaku. Keturunanku satu-satunya
adalah Yas. Cuma dia yang berhak mewarisi."
"Bagaimana dengan istri Papa?"
"Oh, kami sudah bercerai. Tepatnya dia kuceraikan. Sekarang dia sudah
kawin lagi dengan selingkuhannya. Hukum karma buat aku. Dengan dia
aku tak punya anak. Jadi yang tinggal cuma Yas seorang. Tapi bagaimana
kalau hubungan kami seperti ini? Dia tidak mau mengakui aku sebagai
ayahnya. Tidak bisa begitu, kan? Tentu dia memang anak kandungku,
tapi kalau dia tidak mau mengakui, bagaimana aku bisa mewariskan
hartaku kepadanya? Aku punya harga diri juga dong. Aku tahu, kalau aku
mati, dengan sendirinya hartaku jatuh pada Yasmin sebagai keturunanku
satu-satunya. Orang mati tak bisa apa-apa lagi. Tapi sekarang, selagi
masih hidup aku bisa berbuat sesuatu. Misalnya aku bisa menghibahkan
sebagian besar hartaku pada badan amal dan kusisa-kan sebagian kecil
sebagai biaya hidupku menjelang ajal. Bila itu terjadi, Yas hanya akan
mendapat sedikit atau tidak sama sekali kalau keburu habis. Jadi
terserah dia, mau dapat seutuhnya atau sedikit. Kalau mau yang utuh,
dia harus baikan dulu denganku. Jadi bujuklah dia, Hendri. Gimana
caranya terserah kau."
Hendri termangu sejenak. Ia tidak menyangka masalahnya seperti itu.
Winata melanjutkan, "Sekarang ini, kondisi kesehatanku sudah tidak
memungkinkan aku aktif lagi di perusahaanku. Pernah dengar tentang PT
Wahana?
127
Itu perusahaan pemegang lisensi pembuatan suku cadang mobil merek
Jepang. Sekarang aku cuma jadi pemegang saham terbesar di situ.
Nilainya besar. Tambah rumah ini dan beberapa harta tak bergerak lain.
Sayang kalau dikasih ke orang lain, kan?"
Hendri mengangguk-angguk dengan takjub. Winata senang melihat
ekspresi Hendri yang tampak tertarik. Mana ada orang yang tak
tertarik dengan iming-iming harta? Tapi ia menjadi murung kalau

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

teringat bahwa Yasmin belum tentu tertarik. Mungkin dendam Yasmin


lebih besar daripada ketertarikannya. Jadi peran si suami ini sangat
penting.
"Tentu saja sayang sekali, Pa," Hendri membenarkan. "Saya akan
berbicara dan membujuk Yasmin."
"Pakai strategi, Hen. Jangan cuma bicara. Kau suaminya, jadi pasti tahu
di mana kepekaan dan kelemahannya."
Hendri tersenyum. Tentu saja ia tahu.
"Baik, Pa. Saya akan segera memberi kabar."
"Jangan lama-lama lho. Jangan lebih dari sebulan. Kalau lebih dari
sebulan, aku menganggap Yas tidak mau."
"Baik, Pa."
Pulang dari rumah Winata, jantung Hendri berdegup lebih kencang. Ia
bersemangat sekali. Tentu ia pernah mendengar perihal PT Wahana. Itu
perusahaan besar. Angan-angannya kembali melambung tinggi. Tapi
semua itu tergantung pada Yasmin. Ia harus bisa membujuknya. Tiba-
tiba ia teringat bahwa perlakuannya kepada Yasmin selama ini jauh dari
baik. Ia menyesal. Bahkan sekarang ia tidak tahu di mana Yasmin
berada!
Dengan ponselnya ia menelepon ke rumah. Inem yang menyahut
mengatakan bahwa Yasmin belum
128
pulang dan belum pula ada kabarnya. Tapi Hendri tidak merasa khawatir.
Orang lemah dan cengeng seperti Yasmin tidak akan ke mana-mana. Ia
juga tidak khawatir akan kemungkinan Yasmin bersehngkuh dengan
orang lain. Bagaimana mungkin ia bisa melakukannya dengan orang lain
kalau dengan suami sendiri saja sudah ketakutan dan kesakitan?
Ada kesimpulan yang menenangkan. Mungkin Yasmin ke dokter dan harus
menunggu lama. Sedikit pun tak terpikir kenapa Yasmin harus pergi ke
dokter bila ia memang pergi ke sana. Padahal orang yang pergi ke dokter
itu pasti karena sakit. Bagi Hendri, sakit yang dialami Yasmin itu bukan
jenis sakit yang perlu dikhawatirkan. Tak perlu berobat pun akan
sembuh sendiri.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

***
"Apa kaupikir menantuku itu bisa membujuk putriku, Yo?" tanya Winata
kepada Aryo, perawat pribadinya.
Lelaki bertubuh pendek gempal dan berwajah bulat itu tersenyum.
Wajahnya tampak semakin lebar.
"Mudah-mudahan saja bisa, Pak. Teleponnya itu saja sudah pertanda
baik."
"Baik memang. Aku tak perlu lagi memasang iklan. Cuma aku masih
merasa aneh, kenapa dia sampai nelepon ke sini. Pasti bukan kebetulan
belaka atau karena tiba-tiba ingat sama aku, padahal dia nggak kenal
aku. Dia nelepon pasti karena putus asa nggak bisa menemukan Yas.
Masa orang pergi belum lewat sehari saja sudah dicemaskan. Cuma
kepengen tahu, katanya. Aku nggak percaya."
"Barangkali dia sangat mencintai Bu Yas. Jadi selalu khawatir."
129
"Ah, aku kok nggak percaya, Yo. Selalu mengkhawatirkan itu kan nggak
baik. Memangnya Yas itu anak kecil yang bisa kesasar atau nggak bisa
pulang sendiri?"
"Mungkin nanti malam perlu ditelepon, Pak. Untuk mencari tahu apakah
Bu Yas sudah pulang atau belum."
"Maunya sih begitu, Yo. Tapi kalau Yas memang sudah di rumah lalu
menerima telepon, dia bisa mengenali suaraku. Sebaiknya dia dibujuk
suaminya dulu. Sudahlah. Kalau ada apa-apa tentunya Hendri akan
memberitahu."
Winata termenung. Aryo menemani tanpa berbicara. Ia tahu kapan perlu
bicara dan kapan tidak. Dalam hati cuma bisa berharap yang terbaik
bagi majikannya dan Yasmin.
130

BAB 13

Ruang makan motel itu tampak sederhana tapi bersih. Dindingnya putih
seperti semua dinding yang lain. Sebuah lukisan bunga krisan putih dan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kuning tergantung di dinding—satu-satunya hiasan yang melekat di


dinding. Meja makan berbentuk oval ditutup taplak katun warna gading
berukuran oval juga dengan bordiran sepanjang tepinya. Taplak itu
tampak antik tapi cantik. Bekas lipatannya yang dalam dan kelihatan tak
bisa licin walaupun disetrika menandakan sudah lama disimpan dan
jarang dipakai.
Mereka berempat duduk mengelilingi meja. Tidak ada yang duduk di
ujung meja bagian lonjongnya. Posisinya dianggap kejauhan supaya bisa
mengobrol. Delia dan Yasmin duduk berdampingan di satu sisi sedang
Kosmas dan Erwin duduk berdampingan, di seberang mereka.
Tak lama setelah duduk Erwin terkejut ketika matanya menatap tangan
kiri Yasmin. Di jari manisnya melekat sebuah cincin polos. Padahal
sewaktu baru datang ia tidak melihat adanya cincin di jari itu. Jadi
Yasmin sudah kawin? Erwin merasa agak kecewa, tapi berusaha
menyembunyikannya. Hari itu ia ingin menggembirakan Kosmas.
"Jadi motel ini memang sudah tua seperti kelihatannya," kata Delia.
131
"Oh ya. Tapi belum bisa dibilang antik. Baru satu generasi tuanya.
Orangtua kami yang membangun. Tadinya tanah kebun. Tanah ini punya
kemujuran sendiri. Selalu selamat dari gusuran. Perluasan jalan, bikin
jembatan, bikin jalan tol, bikin apa kek. Nggak pernah kena," cerita
Kosmas.
"Kalau begitu, ini namanya motel yang pintar berkelit," komentar Delia.
"Setelah Papa nggak ada, Mama yang melanjutkan. Waktu itu kami masih
SD. Setelah jadi sarjana kami nggak mencoba pekerjaan lain, tapi
membantu Mama sepenuhnya. Pendidikan memang disesuaikan untuk itu.
Bang Kos sarjana perhotelan. Aku sarjana ekonomi," tutur Erwin.
"Kompak sekali," kata Yasmin.
"Apa kalian nggak pernah berantem?" tanya Delia.
"Tentu saja pernah," sahut Erwin. "Tapi akhirnya selalu baikan lagi.
Punya usaha bersama kan harus rukun."
"Nggak pernah mikir usaha yang lain?" tanya Delia.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Belum," jawab Kosmas. "Kami merasa mantap di sini. Tapi bukan berarti
usaha ini selalu sukses. Ada pasang-surutnya. Hasilnya cukup untuk
hidup sederhana bagi kami dan para karyawan."
"Padahal tempat ini strategis," kata Delia.
"Betul sekali, Bu. Kami sudah mendapat banyak tawaran menggiurkan
kalau dilihat dari uangnya. Tapi buat apa uang banyak itu bagi kami
dibanding tempat yang bersejarah ini?"
"Mungkin kalian memang nggak ingin berpisah. Inginnya sama-sama
terus. Pasti berkat jasa ibu kalian," kata Delia.
"Oh iya. Dia ibu yang hebat," Kosmas bangga.
132
"Kenapa kalian belum punya nyonya?" tanya Yasmin. Tadinya ia cuma mau
mendengarkan, tapi lama-lama ingin juga ikut serta dalam pembicaraan.
Tak enak diam saja. Nanti disangka sakit atau apa.
"Mungkin belum lahir," gurau Erwin.
"Ah masa? Disembunyiin, kali," balas Delia.
"Sungguh, nggak ada. Tepatnya, belum ada. Kami ini cowok berat jodoh,"
kata Kosmas sambil tersenyum, ingin memperlihatkan bahwa soal itu
bukan masalah besar.
"Mungkin syaratnya berat," kata Delia.
"Kami nggak pakai syarat segala. Tapi kalaupun dibilang syarat, nggak
berat juga," kata Erwin.
"Nggak berat gimana?" Yasmin ingin tahu.
"Syaratnya, mau menerima kami apa adanya. Kalau menerimaku berarti
menerima Bang Kosmas juga sebagai saudaraku," jelas Erwin.
"Maksudmu satu cewek untuk berdua?" tanya Yasmin heran.
Mereka tertawa. Termasuk Yasmin. Pertanyaannya memang konyol.
"Begini," Kosmas ganti meneruskan. "Selama ini cewek-cewek yang kami
pacari selalu berniat memecah kami. Mereka bilang, jangan bisnis sama-
sama kayak gini. Nanti dicurangi lho. Jual saja. Hasilnya bagi dua, lalu
masing-masing jalan sendiri-sendiri. Pendeknya, belum apa-apa sudah
mau mengatur. Tapi, mungkin lebih baik begitu daripada telanjur
kemudian."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kayaknya aku ngerti juga perasaan mereka, Bang. Mungkin mereka juga
cemburu akan keakraban kalian."
"Ya. Mungkin. Ini nafkah kami bersama sejak lama. Jatuh-bangun
bersama. Kalau mau cemburu,
133
mestinya juga pada tempat ini. Oh ya, Bu Del sudah memanggilku Bang.
Boleh aku juga bersikap sama?" tanya Kosmas.
"Aku nggak mau dipanggil Bang."
"Tentu saja. Bukan itu." Kosmas tersipu.
"Ya. Panggillah namaku saja."
"Terima kasih. Dan..." Kosmas mengarahkan pandang pada Yasmin.
"Ya. Sama-samalah. Yasmin atau Yas saja," kata Yasmin tak acuh. Apa
pedulinya dipanggil apa saja?
Erwin menatap Yasmin. "Maaf, Yas. Tadi kukira kau masih lajang.
Rupanya nggak, ya?"
"Aku sudah bersuami."
Tiga orang menatap Yasmin hingga ia tersipu. Tadi ia sengaja
mengenakan cincin kawinnya yang semula dilepasnya. Maksudnya supaya
tidak ada yang macam-macam.
"Kalau aku janda. Suami sudah lama meninggal. Demikian pula anak
tunggal kami yang sudah meninggal duluan. Kegiatanku sekarang
pengusaha garmen di Bandung," tutur Delia.
Delia mendapat tatapan simpati. Terutama dari Kosmas. Pikirnya,
benarlah dugaannya bahwa Delia perempuan mandiri yang kuat. Ia
terdorong sekali untuk memberi penghiburan. Memang Delia tidak
terlihat membutuhkan itu, tapi siapa tahu hatinya? Oh, aku ingin sekali
memeluknya lalu membelai kepalanya dan membisikkan kata-kata lembut.
Delia menatap sekelilingnya lalu tertawa. "Itu sudah lama berlalu. Orang
tak bisa sedih terus-terusan. Hidup terus berjalan. Mau tak mau kita
mesti menjalaninya."
Tapi di dalam hati ia berkata, "Maaf, aku bohong!" Yasmin buru-buru
berkata, "Aku sih cuma ibu
134

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

rumah tangga. Itu saja. Nggak ada yang istimewa." Nadanya


mengisyaratkan, "Jangan tanya lebih banyak!"
Erwin tidak menangkap isyarat itu. "Ada berapa anakmu?"
"Belum punya!" sahut Yasmin agak ketus.
Erwin terkejut. Ia menutup mulutnya.
Delia cepat menyela, "Wah, nggak terasa waktu berlalu ya! Sudah malam
nih. Kami harus pamit. Terima kasih banyak. Makannya enak sekali."
"Ya. Terima kasih," Yasmin menambahkan.
"Kami juga berterima kasih karena kalian mau memenuhi undangan kami.
Padahal makanannya sederhana," kata Erwin.
Mereka berjalan beriringan di lorong menuju kamar. Kosmas dan Delia di
depan, Erwin dan Yasmin di belakang.
"Kalau pertanyaanku tadi lancang, maafkan, Yas," kata Erwin pelan.
"Aku juga minta maaf," sahut Yasmin.
"Sama-samalah kalau begitu."
"Sudahlah," kata Delia. "Nggak usah diantar. Kami tahu jalan pulang."
Mereka berpisah. Kedua lelaki berbalik dan kedua perempuan berjalan
terus.
Begitu masuk ke kamarnya, Delia duduk di tepi tempat tidur lalu
menarik laci mejanya. Ia meraih amplop cokelat yang sudah ditulisi nama
"Kosmas— Motel Marlin". Tutupnya sengaja dibiarkan terbuka. Kalau
besok mobilnya laku dijual, hasil penjualannya akan ia masukkan ke
dalam amplop itu sebagai tambahan. Dengan membiarkan terbuka ia juga
memudahkan orang yang mau membacanya.
Kalau mengenang acara makan malam tadi, ia
135
kembali merasa bersalah. Kasihan orang-orang itu. Kelihatannya Kosmas
menyukainya. Tapi kalau ia melaksanakan niatnya besok malam, masihkah
Kosmas menyukainya? Mungkin rasa suka itu berubah jadi benci. Di
dalam suratnya ia memohon kepada Kosmas agar mau mendoakan
arwahnya. Maukah Kosmas melakukannya?
Dulu ketika Adam pergi, dia dan Agus mendoakannya. Lalu ketika Agus
pergi, dia yang mendoakannya. Nanti kalau tiba gilirannya, adakah yang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mendoakannya? Pikiran yang membuat sedih. Jangan sentimental. Itu


pasti cuma godaan agar ia membatalkan niatnya.
***
Yasmin berjongkok depan tempat tidur. Ia merogoh ke kolong lalu
menarik sebuah benda dari situ. Sebuah kaleng kecil sudah dibuka.
Tapi ia masih ragu-ragu apakah akan melaksanakannya sekarang atau
tidak. Pukul sembilan malam belum terlalu larut. Orang-orang masih ada
yang terjaga. Mungkin Delia juga. Justru Delia-lah yang harus
diwaspadainya. Siapa tahu ia mengetuk pintu pada saat yang tidak
diharapkan. Ada saja yang diperlukannya.
Ia menyukai Delia. Tapi sekarang ia tidak punya waktu lagi untuk
menyukai seseorang. Sayang memang kenapa tidak dari dulu ia bertemu
dengan orang seperti Delia. Atau Kosmas dan Erwin. Kelihatannya
mereka orang baik.
Ia memutuskan untuk melaksanakan niatnya selepas tengah malam. Pada
saat itu pasti Delia sudah tidur. Akan halnya Kosmas atau Erwin tak
perlu dirisaukan.
136
Mereka tidak akan sembarangan mengetuk pintu kamar tamu. Tapi
masih ada waktu beberapa jam sebelum saatnya tiba. Bagaimana
mengisinya? Ia bisa tidur dulu. Tapi bagaimana kalau terus ketiduran
sampai pagi?
Ia memilih duduk di lantai samping tempat tidur supaya tidak tergoda
untuk merebahkan diri. Kedua lututnya ditekuk lalu dipeluk kedua
tangannya. Kepalanya diletakkan di atas lutut. Bila tertidur ia akan
mudah terbangun.
Apa yang tengah dilakukan Hendri di rumah? Apakah Hendri
mencemaskan dirinya? Ke mana Hendri akan mencarinya? Ataukah
Hendri memanfaatkan ketiadaan dirinya untuk bercinta dengan Inem?-
Lalu tiba-tiba ia teringat kepada ayahnya. Ia terkejut. Bukankah
seharusnya ia berbaikan dulu dengan ayahnya sebelum "pergi"? Ada
banyak peristiwa di mana orang dipaksa berpisah oleh maut yang datang
mendadak hingga tak punya kesempatan untuk ber-maaf-maafan. Maut

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

memang suka datang tanpa pemberitahuan. Itu wajar dimaklumi. Tapi


dirinya tentu berbeda. Ia merencanakan sendiri kematiannya. Jadi
seharusnya bisa melakukan persiapan. Harta memang tak bisa dibawa
mati. Bagaimana dengan dendam dan kebencian? Apakah itu tidak
menjadi beban?
"Papa! Aku minta maaf! Aku maafkan Papa!" serunya sambil
mendongakkan kepala. Jadi ia akan pergi dengan tenang.
***
Winata masih duduk di kursi rodanya menghadap televisi. Ada acara
menarik kegemarannya. Ia di-
137
dampingi Aryo, yang menjadi teman diskusi dan curhat.
Saat itu tidak biasanya Winata menonton dengan diam. Aryo pun diam
tak mau mengganggu. Kapan ia diajak bicara, baru ia menyahut. Ia
memaklumi, pasti Winata masih memikirkan percakapannya dengan
Hendri tadi sore. Atau Winata sedang risau karena Yasmin belum pulang
ke rumah. Tadi ia menelepon ke rumah Hendri untuk menanyakan hal itu.
Hendri yang menerima teleponnya, menyatakan bahwa Yasmin belum
pulang. Menurut Hendri sebentar lagi ia akan berkeliling ke berbagai
rumah sakit yang ada di Jakarta untuk mengecek korban kecelakaan.
Dari jawaban itu sudah jelas bahwa kepergian Yasmin seperti itu tidak
biasanya terjadi.
Aryo melirik. Jelas perhatian Winata tidak tertuju pada televisi.
Sesekali kepalanya terangguk-angguk. Mungkin juga mengantuk. Tapi
Aryo tidak berani menganjurkan untuk tidur saja. Winata tak mau
diatur seperti anak kecil atau orang ma jompo. Ia akan tidur kapan saja
ia mau.
Tiba-tiba Winata menegakkan kepala, lalu berseru, "Yaaas...! Yaaas...!"
Aryo terkejut. "Ada apa, Pak?"
"Yasmin, Yo. Yasmiiin..."
"Kenapa Bu Yasmin, Pak?" tanya Aryo cemas.
Winata tidak menjawab. Ia bengong saja. Lalu ia menangis tersedu-
sedu!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

138

BAB 14

Delia tak kunjung bisa tidur meskipun bekernya sudah menunjukkan jam
sebelas malam. Berbeda dengan malam kemarin. Padahal kalau
dibandingkan dengan sekarang, situasi hatinya sama saja. Lama-lama
jadi terasa menjengkelkan.
Akhirnya ia turun dari ranjang, menuju jendela, lalu menguak gorden.
Sunyi sepi di luar. Pasti orang-orang sudah pada tidur. Suara gaduh
masih terdengar jauh di jalan. Sebagai kota metropolitan, Jakarta tak
pernah tidur. Sebagian orang masih bekerja, sebagian lagi masih
membutuhkan hiburan.
Ia tahu, di motel ini masih ada yang belum tidur. Atau tidak tidur. Dia
adalah orang yang bertugas di kantor. Barangkali ia bisa berbincang
sejenak. Sekadar untuk mengisi waktu daripada bengong menunggu tidur
yang tak kunjung datang. Mungkin ia sudah ditakdirkan agar
memanfaatkan saat-saat akhirnya untuk berinteraksi dengan orang lain.
Delia membuka gaun tidurnya dan mengenakan kembali celana panjang
dan blus yang barusan dipakainya, lalu ke luar kamar. Tapi ia masih ingat
untuk mengunci pintu. Masih banyak uang tersimpan di kamarnya. Saat
melewati kamar Yasmin ia menatap jendela, tapi tentu saja tak
kelihatan apa-apa. Gorden menutup rapat dan lampunya sudah mati.
139
Delia terus melangkah ke kantor sambil menebak-nebak siapa yang akan
ditemuinya nanti. Kosmas, Erwin, ataukah Adi. Ia tidak mengharapkan
siapa-siapa. Ia hanya ingin berbincang. Barangkali mendengar cerita
tentang sejarah motel, peristiwa menarik yang pernah terjadi, atau apa
saja asal jangan ditanya tentang dirinya.
Ia melihat Kosmas sedang menonton televisi. Tampaknya asyik sekali.
Delia berdeham di ambang pintu yang terbuka separuh.
Kosmas terkejut bagai kena sengatan listrik. Melihat Delia ia melompat
bangun.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh, Del! Ada masalah?" tanyanya cemas. "Inter-komnya nggak jalan?"


"Nggak ada masalah. Aku tak bisa tidur, jadi lebih baik jalan-jalan."
Kosmas membuka pintu lebih lebar. "Ayo silakan masuk, Del."
Tanpa ragu-ragu Delia duduk di kursi yang ditempatkan Kosmas
berhadapan dengan televisi.
"Nonton yuk? Filmnya seru nih," ajak Kosmas bersemangat. Kelihatan
gembira sekali. Kedatangan Delia memang seperti mimpi untuknya.
Delia ikut menonton. Ia tak mau mengganggu keasyikan Kosmas dengan
mengajaknya berbicara. Ia ikut menonton meskipun tidak menyukai
filmnya. Baru setelah jeda iklan ia melayaninya berbicara.
"Sayang di kamar nggak ada teve ya? Kami nggak sanggup menyediakan.
Nanti harga sewanya pun jadi mahal," kata Kosmas.
"Aku mengerti."
"Kenapa kau jadi nggak bisa tidur, Del? Kemarin kan nggak begini,"
Kosmas merasa waswas teringat
140
informasi Erwin bahwa kamar yang ditempati Delia. itu ada "isinya".
"Entahlah. Mungkin karena kekenyangan " Kosmas tertawa. "Jadi bukan
karena kamarnya nggak nyaman?"
"Bukan, Bang. Kamarnya kan sama seperti kemarin."
Kosmas mengangguk. Tentunya ia tak bisa menceritakan.
"Erwin sudah tidur?" tanya Delia. - "Sudah." Kosmas menunjuk pintu di
dinding belakang kantor.
Delia terkejut. "Kamarnya di situ? Wah, apa nggak mengganggu nanti?"
"Nggak, Del. Dia sih tidurnya lelap. Jangan khawatir."
Kebetulan film yang ditonton itu ceritanya mengenai kisah supranatural
yang dibuat seilmiah mungkin. Di saat jeda iklan Kosmas menceritakan
bagian depan film yang terlewatkan oleh Delia. Dengan demikian ia bisa
memahami jalan ceritanya.
"Kau percaya pada kutukan?" tanya Delia, usai film.
Kosmas menggaruk-garuk kepalanya. "Wah, susah jawabnya, Del. Aku
nggak punya pengalaman sih. Jadi percaya nggak percaya."
"Jadi belum pernah dikutuk orang?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas menatap heran. "Belum tuh. Tapi jangan ah. Takut."


"Kalau takut artinya percaya."
"Kan aku bilang, percaya nggak percaya. Siapa tahu. Tapi kalau aku
dikutuk jadi kodok sih pasti nggak percaya." Kosmas tertawa. "Kenapa
jadi nanya begitu, Del?"
141
"Film tadi seolah membenarkan, bukan? Mungkin juga tergantung pada
siapa yang mengutuk dan seberapa intensnya."
"Ah, namanya juga film, Del. Cerita itu kan karangan orang. Supaya
menarik dibikin macam-macam. Jangan mikirin hal semacam itu, Del!"
"Memang nggak dipikirin. Tapi ada yang mirip dengan..." Delia tidak
melanjutkan ucapannya. Kele-pasan. Begitu enaknya berbincang hingga
rasanya dia ingin sekali curhat. Padahal kalau dipikir panjang sedikit
memang tak ada gunanya lagi, baik bagi dirinya maupun bagi
pendengarnya. Bahkan bisa jadi beban bagi orang yang mendengar kalau
ia sudah tidak ada. Kasihan Kosmas.
"Mirip dengan apa, Del?" Kosmas penasaran.
Delia menoleh, mengamati wajah Kosmas. Di wajah yang kasar itu ia
melihat sesuatu yang sudah lama tak dijumpainya, yaitu perhatian tanpa
pamrih. Bukan sekadar basa-basi bagi seorang tamu. Kesan itu
menimbulkan dorongan. Kenapa tidak? Apalagi dengan mencurahkan isi
hati bukan berarti ia akan mengubah keputusannya. Ia hanya
mendapatkan kelegaan batin, bukan penyelesaian masalah. Mungkin ia
lebih baik mati dengan batin yang lega, jiwa yang lapang. Bisakah itu?
"Mirip dengan kehidupanku, Bang."
Kosmas terkejut. Ia menatap Delia seolah baru pernah dilihatnya.
"Siapa yang mengutukmu?"
"Ibu mertuaku."
Kosmas lebih terkejut lagi. Delia bicara serius. Demikian pula orangnya.
Jadi pastilah tidak mengada-ada.
"Kenapa bisa begitu, Del? Apa dia mencelakakan-mu? Ada buktinya?"
142
"Oh, tentu ada. Suamiku, anakku, dan hidupku."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Setelah mengatakan itu, Delia merasa lega. Selama ini ia tak pernah
mengatakannya kepada siapa pun, meskipun orang-orang sekitarnya,
saudara-saudara Agus, merasakan hal yang sama. Jadi karena sudah
tahu sama tahu, tak perlu lagi dikatakan. Ternyata menyuarakannya
dengan kata-kata, justru kepada orang yang baru dikenal, bisa teramat
melegakan. Seperti mengeluarkan sumbatan di kerongkongan.
"Del, kematian itu di tangan Tuhan. Bukan pada kutukan. Atau lidah
berbisa seseorang."
"Ya. Mestinya begitu," sahut Delia datar.
"Mestinya?" seru Kosmas. Ia menggelengkan kepala lalu meraih tangan
Delia yang dipegangnya dengan erat. "Bukan mestinya, Del! Tapi memang
begitu! Percayakah kau kepada Yang Mahakuasa?"
"Percaya."
"Nah, karena Dia mahakuasa, maka Dia-lah yang menentukan kematian."
Delia tersenyum pahit. Ia tak ingin berdebat soal itu. Tunggu saja. Lihat
nanti. Aku bisa menentukan kematianku sendiri. Semua orang bisa kalau
mau dan berani!
"Kenapa kau tidak melawannya?" tanya Kosmas, masih penasaran.
"Tidak ada gunanya. Selama ini aku sudah melawan, Bang."
"Kalau kau di pihak yang benar, jangan takut, Del."
"Aku tidak takut. Tapi dia itu... oh, kau tidak tahu seperti apa dia itu."
"Seperti apa?" "Seperti bukan manusia."
143
"Ah..." Kosmas terperangah. "Bukankah dia sudah ma?"
"Tentu saja. Umurnya tujuh puluh. Dia nenek sihir!" Kosmas terkejut.
Kali ini mulutnya sempat ternganga.
"Apakah dia dukun, tukang santet, atau apa?"
"Kayaknya bukan. Mulutnya jahat. Bertuah."
"Kalau dia mengurukmu, tentu karena dia membencimu. Dan itu pasti
karena kau tidak memberi apa yang diinginkannya."
"Betul sekali, Bang. Kau menduga tepat! Yang diinginkannya adalah
harta! Ah, sudah larut malam. Sebaiknya aku kembali ke kamar. Terima
kasih mau menemani ngobrol, Bang."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau belum ngantuk, ngobrol lagi saja, Del."


"Oh, aku sudah ngantuk, Bang!"
Kosmas mengantar Delia ke luar kantor.
"Del, bolehkah aku memberi saran?" tanya Kosmas, menahan langkah
Delia.
Delia menatap Kosmas dengan pandang bertanya.
"Berdoalah! Minta bantuan kepada-Nya!"
Delia tersenyum, lalu melangkah pergi tanpa mengatakan apa-apa.
Kosmas kembali ke kantornya dengan perasaan iba. Siapa sangka Delia
yang tenang dan mandiri itu punya persoalan ruwet. Di kantor ia melihat
Erwin keluar dari kamar.
"Kau pasti sudah mendengarnya," kata Kosmas.
"Ya. Cerita kutukan. Menarik."
"Ceritanya baru sedikit."
"Besok ajak dia ngobrol lagi."
"Sekadar ingin tahu atau apa?"
"Ingin membantu dong, Bang! Apa kau tidak ingin juga?"
144
"Tentu saja. Tapi dalam soal itu aku tidak tahu bagaimana membantunya.
Aku cuma memberi saran kepadanya agar dia berdoa dan rninta
bantuan-Nya."
"Kupikir, itu bagus!"
***
Sebenarnya Delia belum mengantuk. Ia masih ingin mengobrol. Ajakan
Kosmas itu terasa sangat menggoda. Tapi ada kekhawatiran kalau-kalau
ia akan kelepasan bicara.
Saat melewati kamar Yasmin ia berhenti mendadak. Bulu romanya
serentak berdiri. Kedua telinganya bergetar. Ia mendengar raungan
kesakitan seperti orang tersiksa. Luar biasa mengerikan. Ia menoleh ke
kiri-kanan. Tapi sekitarnya sepi-sepi saja. Akhirnya tatapannya
mengarah ke jendela kamar Yasmin. Ia lari ke sana, lalu menempelkan
telinganya ke kaca nako. Dari situ ia berlari ke pintu, menempelkan
telinganya ke daun pintu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ia terkejut karena bunyi itu kedengaran lebih jelas. Salah dengar


lagikah? Ia tidak peduli. Tangannya menjangkau hendel pintu dan
mencoba membukanya. Tapi terkunci dari dalam. Sadar harus melakukan
sesuatu secepatnya ia berlari seperti angin menuju kantor.
Kosmas dan Erwin terperanjat melihat wajah Delia yang pucat dan
rambutnya kusut.
"Cepat! Tolong Yasmin!" seru Delia dengan tangan menggapai-gapai dan
menunjuk-nunjuk.
"Kenapa dia?"
"Dia meraung kesakitan. Pintunya dikunci!" Sementara Kosmas dan Delia
berlari menuju kamar Yasmin, Erwin mengambil kunci cadangan berikut
145
sebatang kawat yang selalu tersedia. Lalu ia berlari menyusul.
Kosmas menempelkan telinganya ke daun pintu. Ia mengangguk. Delia
merasa lega karena kali ini ia tidak salah.
Kosmas mengetuk pintu. "Yaaas!" panggilnya.
"Yas! Bisa buka pintu?" seru Delia.
"Sudahlah," kata Erwin. "Nanti pada bangun semua. Biar kubuka
pintunya."
Erwin memasukkan kawat ke dalam lubang kunci lalu memutar-mutarnya
untuk menjatuhkan kunci yang menempel di sebelah dalam. Sesudah
berhasil, ia memasukkan kunci cadangan.
Pintu terbuka. Mereka menghambur masuk. Segera tampak kekacauan di
dalam. Yasmin sedang berguling-guling di lantai. Ia menyepak-nyepak
dan menggeliat-geliat Raungannya sungguh menyayat hati. Bau racun
serangga memenuhi kamar. Muntahan berserakan di berbagai tempat.
Yasmin sendiri sangat kotor dengan muntahannya yang melekat di wajah
dan rambut.
"Dia minum racun itu!" seru Delia.
"Cepat bawa ke rumah sakit!" seru Erwin.
"Waduh! Mobil di bengkel!" seru Kosmas.
"Pakai mobilku saja! Ayo gotong!" seru Delia. Ia berlari ke kamarnya
untuk mengambil kunci mobil dan tasnya. Pintu kamarnya terkunci, lalu ia

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menyadari kuncinya ada di sakunya. Sesudah mendapatkan apa yang


diperlukan, ia berlari lagi ke luar untuk membantu membawa Yasmin.
Erwin mengemudi sedang Delia memangku Yasmin di kursi belakang.
Erwin tentu lebih tahu di mana rumah sakit terdekat.
"Tahan, Yas! Tahan ya, Sayang?" ucap Delia.
Kosmas terpaksa tidak bisa ikut karena harus
146
menjaga motelnya. Membangunkan Adi perlu waktu. Ia tidak ingin
membangunkan seluruh penghuni motel.
"Tahan, Yas! Kau dengar aku? Jangan menyerah! Kau tidak boleh mati!
Mengerti, Yas? Dengar aku?"
Delia terus mengoceh, berupaya menjaga kesadaran Yasmin. Sebungkus
tisu sudah habis digunakan untuk membersihkan Yasmin dari bekas
muntahan. Tak terlalu bersih tapi tak lagi sekotor tadi. Dirinya sendiri
juga ikut kotor tapi itu tidak ia pedulikan. Yasmin sudah tidak meraung
seperti tadi lagi. Hanya rintihan keluar dari mulutnya. Tangannya
mencengkeram lengan Delia hingga Delia merasa sakit.
Perasaan Delia sangat aneh.
147
BAB 15

Kosmas sudah pernah mengalami peristiwa seperti itu. Tapi ia masih


saja bingung. Kali ini berbeda dengan kejadian yang sudah-sudah. Dulu
korban selalu ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Waktu
menemukannya memang sudah terlambat karena tak ada prediksi akan
apa yang mau dilakukan korban. Sekarang korban masih hidup dan
mudah-mudahan bisa tertolong. Sebab perbedaannya tentu karena dulu
tak pernah ada tamu yang peduli seperti Delia.
Kenapa Delia tak bisa tidur? Padahal kemarin bisa. Tapi kalau Delia
tidur nyenyak bisakah ia mendengar raungan Yasmin? Dan kalau ia tak
peduli maukah ia bersusah payah menolong padahal sebelumnya
kebenaran pendengarannya diragukan? Delia adalah orang yang spontan
dan sangat peduli, pikirnya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tapi kekaguman itu harus disingkirkan dulu. Ia mencari alamat Yasmin di


buku tamu. Nomor telepon yang ditulis Yasmin ia hubungi. Agak lama ia
menunggu. Tak mengherankan. Pasti penghuninya sudah tidur. Tapi ia
terus berusaha. Akhirnya usahanya berhasil. Suara lelaki yang
mengantuk menyambutnya.
"Apakah ini kediaman Yasmin, Jalan Bola nomor 9?"
"Bukan. Salah sambung, kali."
148
Kosmas mengulang lagi nomor seperti yang tertera di buku tamu.
"Nomornya benar, tapi alamatnya salah." "Maaf, Pak."
"Salahnya jangan diulang lagi, ya?" "Iya, Pak. Maaf."
Kosmas menyadari, Yasmin sengaja menulis nomor yang salah. Mustahil
wanita itu tidak ingat atau keliru menuliskan nomor telepon rumahnya
sendiri. Akhirnya Kosmas menghubungi polisi. Biarlah petugas yang
selanjurnya menghubungi keluarga Yasmin di rumahnya. Polisi yang sudah
berpengalaman dengan peristiwa sebelumnya berjanji akan segera
datang.
Sekarang Kosmas sudah pasrah dengan pengalaman berulang seperti ini.
Biarlah motelnya kembali menjadi berita heboh. Yang penting ia
bertindak benar. Lalu ia teringat bahwa tadi Delia lupa mengunci
kembali pintu kamarnya. Ia harus menguncinya untuk menjaga jangan
sampai ada maling memanfaatkan kesempatan.
Ia menghubungi kamar Adi untuk membangunkannya. Setelah
menceritakan apa yang terjadi, ia memintanya segera ke kantor. Adi
datang cepat. Masih mengantuk.
"Jaga sebentar ya, Di. Ada yang mau kuurus di kamar 14. Kalau polisi
datang, hubungi aku di sana. Tapi aku nggak lama kok."
"Baik, Pak."
Kosmas melihat kunci kamar 14 menggantung di sebelah luar. Tadi Delia
membuka pintu dulu lalu masuk ke dalam. Setelah keluar ia cuma
merapatkan pintu dan lupa menguncinya kembali. Semula Kosmas
bermaksud mengunci pintu lalu menyimpan kuncinya untuk diserahkan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pada Delia bila sudah kembali. Tapi muncul pikiran lain yang didorong
oleh keinginta-
149
huan. Barangkali ia bisa mengenal Delia lebih dalam bila melihat suasana
kamarnya.
Ia membuka pintu lalu masuk. Lampu kamar masih menyala. Perhatiannya
tertarik pada meja kecil di samping tempat tidur. Ada peles obat di
samping botol Aqua. Ia masuk, merapatkan pintu, lalu meraih peles obat
itu untuk diamati. Isinya berupa. kapsul yang memenuhi seluruh peles.
Apakah Delia sakit sampai harus minum obat atau cuma vitamin? Kalau
vitamin tentunya ada labelnya. Ia meletakkan kembali peles itu di
tempat semula.
Iseng-iseng ia menarik laci. Tampak amplop cokelat di situ. Karena
merasa tak enak, ia mengalihkan pandang tapi matanya kembali
mengarah ke amplop itu. Sepertinya ia melihat namanya di situ. Setelah
memelototkan mata, ia yakin memang namanya. Kepada Yth. Pak
Kosmas—Motel Marlin.
Jadi itu untuknya. Berarti ia berhak melihatnya. Ia meraihnya. Amplop
itu lumayan tebal. Karena tak dilem, ia bisa membukanya dengan
gampang. Di dalamnya ada sejumlah uang dan selembar kertas surat.
Tulisan tangan dan singkat. Setelah selesai membaca ia memekik kaget.
Jantungnya berdebar keras. Apa-apaan kau, Del?
Interkom berbunyi. Suara Adi.
"Pak! Polisi sudah datang."
"Ya. Aku segera ke sana."
Ia memasukkan kembali kertas surat ke dalam amplop, lalu memasukkan
amplop ke dalam laci seperti semula. Sesudah itu ia bergegas ke luar,
mengunci pintu, lalu memasukkan kuncinya ke dalam saku. Badannya
terasa gemetar.
***
150
Yasmin mendapat pertolongan di ruang UGD Delia dan Erwin menunggu
di luar.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tadi begitu buru-buru sampai lupa bawa HP," kata Erwin.


"Mau nelepon siapa?" tanya Delia.
"Bang Kos. Dia belum tahu kita ke rumah sakit mana dan bagaimana
perkembangan Yasmin."
"Pakai saja telepon umum."
"Ya. Nantilah kita tunggu dulu apa kata dokter."
Lalu mereka sama-sama diam dengan pikiran masing-masing yang
dipengaruhi peristiwa itu.
Bagaimana mungkin Yasmin juga berniat sama seperti aku? pikir Delia.
Apakah itu merupakan pertanda agar ia membatalkan niatnya untuk saat
ini atau mencari tempat lain? Kasihan betul Kosmas dan Erwin kalau
peristiwa satu belum tuntas muncul lagi peristiwa sama dalam hitungan
hari. Mungkin kedua orang itu mendapat perlindungan dari Yang Kuasa.
Dia ingat, tadi Kosmas sempat menganjurkannya agar rajin berdoa.
Mungkin Kosmas seperti itu juga. Apakah dia sendiri tidak seperti itu?
Sementara Erwin berpikir, betapa malang nasib motelnya. Kejadian
buruk silih berganti. Ia berdoa semoga Yasmin selamat. Bukan semata-
mata demi reputasi motel, tapi juga bagi Yasmin sendiri. Ia menyesal
kenapa tidak bisa melihat lebih jeli kondisi Yasmin waktu datang. Sudah
ada kecurigaan tapi diredam. Tapi memang serbasulit. Kalau sudah
mencurigai, apakah sebaiknya menolak Yasmin? Wanita itu bisa saja
melakukannya di tempat lain.
Delia mengamati wajah Erwin.
"Mudah-mudahan dia selamat," kata Delia. "Kayaknya dia nggak banyak
minumnya. Pasti nggak
151
semua. Yang tumpah banyak. Dia juga muntah banyak sekali."
"Ya. Kelihatannya begitu. Untunglah kau mendengarnya."
"Untung memang. Coba kalau tadi aku nggak ngobrol dulu dengan Bang
Kos. Atau tidur nyenyak. Atau justru ngobrolnya kelamaan..."
"Aku tahu. Aku dengar dari kamar."
"Apa obrolan kami membangunkan kau?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nggak juga. Tapi materi obrolan itu menarik. Kalau nggak sih aku tidur
lagi."
"Kenapa nggak keluar dan ikut mengobrol?"
"Enakan jadi pendengar."
"Oh ya?"
Erwin tidak mau mengatakan yang sebenarnya bahwa ia tidak ingin ikut
hadir sebagai orang ketiga.
Percakapan mereka terhenti ketika seorang perawat mendekati. Mereka
segera berdiri.
"Apa Bapak dan Ibu keluarga Bu Yasmin?"
"Bukan. Kami temannya," sahut Delia cepat. "Bagaimana keadaannya?"
"Oh, soal itu nanti dokter yang akan memberitahu. Bu Yasmin masih
ditolong."
"Apa ada harapan, Sus?"
"Kelihatannya begitu. Tapi jelasnya nanti dokter yang beritahu. Yang
mau saya tanyakan adalah urusan administrasi."
"Jangan khawatir, Sus. Keluarganya sedang dibe-ritahu. Tapi untuk saat
ini saya bersedia menalangi biayanya."
"Baiklah. Terima kasih, Bu. Tapi ini kasus percobaan bunuh diri. Jadi
polisi harus diberitahu. Apakah sudah?"
152
"Ya. Sudah, Sus. Saya dari pihak motel sudah tahu apa yang harus
dilakukan," sahut Erwin.
"Baik. Terima kasih."
Perawat menghilang ke dalam ruangan.
"Kak Del, punya uang receh? Aku mau nelepon dulu," kata Erwin.
Delia membuka tasnya, memberikan Erwin se-genggam uang logam.
Belum lama Erwin pergi, seorang dokter pria keluar. "Ibu Delia?"
Delia melompat berdiri. "Betul, Dok."
"Dia ingin bertemu Ibu."
***
"Bagaimana di sana, Bang? Polisi sudah datang?" tanya Erwin di telepon.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudah. Mereka masih memeriksa. Jadi kalian ke rumah sakit mana?


Gimana Yasmin?"
"Masih ditolong, Bang. Belum ada berita," sahut Erwin sambil
memberitahu nama rumah sakit.
"Suami Yasmin akan dihubungi polisi. Gimana Delia, Win? Dia baik-baik
saja?"
Erwin tersenyum. "Tentu saja dia baik, Bang. Yang mesti dirisaukan itu
Yasmin."
"Eh, awasi Delia, Win. Hati-hati. Dengar baik-baik. Dia juga bermaksud
bunuh diri di motel kita!"
Erwin melotot. "Apa? Bagaimana kau bisa tahu?"
"Tadi aku bermaksud mengunci kamarnya. Tapi aku iseng. Aku masuk dan
melihat-lihat. Di dalam lacinya kutemukan amplop surat yang ditujukan
buatku. Ada namaku di luar amplop. Jadi aku merasa berhak
membacanya. Wah, mengejutkan, Win. Ternyata itu surat pernyataan
bunuh diri. Dia juga
153
minta maaf karena telah menyusahkan kita. Lalu mohon agar kita mau
mengurus jenazahnya dan mendoakannya. Di situ juga ada sejumlah
uang. Katanya buat biaya mengurus jenazahnya. Aduh, Win. Kita kok
apes amat ya?"
"Kok bisa begitu ya, Bang? Nggak sangka Kak Del," keluh Erwin.
"Nanti kita bicara lagi. Yang penting kita sudah tahu niatnya. Jangan
tunjukkan bahwa kita sudah tahu."
Erwin merasa tubuhnya lemas saat berjalan kembali ke ruang gawat
darurat. Lututnya menekuk-nekuk. Ia serasa melihat awan gelap
menyelubungi motelnya.
Delia memeluk Yasmin yang menangis tersedu-sedu. Delia membiarkan
saja sambil membelai-belai kepalanya. Biar mereda dulu. Sesudah sedu
sedan Yasmin berhenti, ia mengambil tisu lalu mengeringkan mukanya.
"Sudah, Yas. Sudah. Jangan nangis lagi ya. Masih sakit?"
Yasmin mengangguk. Ia menunjuk lehernya. "Ya. Pasti sakit. Panas, ya?"
"Ya, Kak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudah. Jangan ngomong, Yas. Istirahat dulu. Kalau sudah enakan baru
ngomong. Atau mau nulis aja? Aku bawa kertas dan bolpoin." Delia
meraih tasnya.
Yasmin menggeleng. Ia menarik tangan Delia dan-memeganginya.
"Jangan pergi, Kak."
154
"Nggak. Aku nggak akan pergi. Aku tetap mendampingimu, Yas. Jangan
khawatir." "Aku takut dia datang." "Dia siapa?" "Suamiku."
Delia terkejut. "Jadi... kau melakukannya karena dia?" "Ya."
"Apa dia menyiksamu?" tanya Delia gusar.
Yasmin tidak menyahut. Wajahnya sedih. Bagi Delia itu sudah cukup
sebagai jawaban.
"Jangan mau mati karena dia, Yas. Kau harus melawannya."
"Aku ingin mati, Kak. Tapi... hek-hek-hek..." Yasmin meraba lehernya.
"Sakit? Sudah, jangan ngomong lagi. Nanti saja ceritanya kalau sudah
enakan."
"Minum dulu."
Setelah minum pelan-pelan dengan wajah mengernyit pertanda sakit,
Yasmin berkata pelan, "Aku masih bisa ngomong, Kak. Sakit sedikit
nggak apa-apa. Aku mesti ngomong sekarang. Mumpung dia belum
datang. Pasti dia datang, kan?"
"Tentu. Im kalau dia bertanggung jawab."
"Aku pengen mati, Kak. Tapi nggak bisa. Aku malu. Aku mau cerita tapi
jangan sampaikan ke orang lain, ya? Lebih-lebih pada suamiku. Pasti dia
akan mencemooh."
"Aku janji, Yas. Percayalah. Tapi pelan-pelan saja ngomongnya. Jangan
cepat-cepat."
"Kak, tadi aku takut sekali. Saat aku mulai minum racun itu, aku sudah
mantap. Tiba-tiba aku melihat sosok hitam besar bersayap. Ada
tanduknya. Ada buntutnya. Dia duduk di pojok mengamati. Dia
155

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tertawa-tawa. Kulempar kaleng racun itu. Aku baru minum sedikit. Aku
merasa sakit bukan main. Aku berusaha memuntahkannya. Lalu kalian
datang..."
Delia terkejut. Cerita itu mengerikan sekali baginya. Tiba-tiba terpikir
apakah ia pun akan mengalami hal yang sama seperti Yasmin.
"Kak, jangan cerita sama orang lain, ya?"
"Tentu saja nggak. Aku sudah berjanji. Sekarang tentang suamimu. Eh,
apa kau masih bisa meneruskan?"
Delia merasa keingintahuannya bisa menyakitkan bagi Yasmin.
"Bisa, Kak. Sakit sedikit kok. Dia... dia, ah, malu ceritanya."
"Kalau begitu nanti saja, Yas. Biarpun suamimu datang, di sini dia nggak
akan bisa macam-macam. Aku akan membantumu," kata Delia
bersemangat. Rasanya ingin sekali memberi tonjokan pada si suami.
Yasmin memutuskan untuk bercerita. Setelah usaha bunuh dirinya gagal,
ia sadar tak bisa lagi menyimpan masalahnya sendiri. Ia yakin, Delia
orang yang cocok untuk berbagi. Walaupun ia tak bisa lepas, ada orang
lain yang tahu. Maka ia bercerita. Tersendat pada mulanya. Lalu lancar
kemudian.
Bagi Delia, cerita itu sungguh menggetarkan perasaannya. Ia belum
pernah mendengar yang seperti itu selama hidupnya.
***
Ruang UGD itu terbagi dalam sekat-sekat berupa tirai putih yang
panjangnya nyaris mencapai lantai. satu tempat tidur dikelilingi tirai bila
ada pasien yang sedang ditangani di situ. Tempat tidur Yasmin
156
pun dikelilingi tirai. Di sebelahnya ada tempat tidur yang kosong. Di situ
Erwin duduk, asyik mendengarkan!
Delia dan Yasmin tidak menyadari kehadiran Erwin di sebelah mereka.
Kalau saja Yasmin tahu, pasti ia tidak akan bercerita.
Semula Erwin mau menunggu di ruang tunggu saja ketika perawat
menyilakannya masuk. Tapi kemudian ia memutuskan untuk duduk saja di
tempat tidur sebelah. Mumpung tak ada pasien. Im disebabkan karena ia
mendengar suara-suara percakapan. Ia merasa kemunculannya bisa

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menghentikan percakapan itu, tapi ia juga merasa berkepentingan untuk


tahu.
Ia terkejut dan marah mendengar cerita Yasmin. Suami seperti itu
sungguh tidak menghargai karunia yang diperolehnya berupa seorang
istri. Padahal orang-orang seperti dirinya dan Kosmas sangat
mendambakan punya istri yang baik, tapi tak kunjung dapat. Tapi lelaki
yang satu itu malah menyia-nyia-kan istrinya dengan penghinaan
terhadap martabatnya.
157
BAB 16

Aneh, pikir Yasmin. Dulu ia tak pernah mengira bisa menyampaikan


masalahnya kepada orang lain selain dokter. Ia berpikir hanya ibunya-
yang cocok. Tak ada ibu maka tak ada orang lain. Ternyata kepada Delia
lain halnya. Bahkan ia bisa bercerita dengan mengabaikan rasa sakitnya
Ia mengira bisa menemukan sebabnya. Ada sesuatu pada Delia yang
membuatnya merasa, cocok. Sejak awal mengenalnya, ia tahu Delia
orang yang care, memberi perhatian tanpa pamrih. Tapi karena saat itu
ia sedang gundah, maka justru sikap orang seperti itu kepadanya tak
disukainya. Ia ingin sendiri. Ia ingin mati. Kepedulian orang lain hanya
jadi penghalang.
Delia mencium dahinya. Yasmin memejamkan mata dengan senang. Ia
teringat ibunya.
"Bila nanti dia datang, jangan biarkan dia mengintimidasimu. Cuek saja.
Apa pun yang dia katakan, jangan diambil hati. Pikirkan dirimu sendiri.
Yang salah itu dia. Bukan kau," kata Delia yang merasa harus
mempersiapkan mental Yasmin karena sebentar lagi suaminya akan
datang.
"Aku tidak tahu mesti bagaimana menghadapinya, Kak."
"Biarkan dia bersikap lebih dulu. Kau jangan ngomong apa-apa. Lihat
reaksinya. Baru pertimbangkan bagaimana sikapmu."
158

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Maukah kau memberi saran nanti?" "Yang penting, tanyalah pada
hatimu." "Hatiku?"
"Ya. Aku sendiri tidak tahu bagaimana memberi saran. Aku baru saja
mengenalmu. Sedang suamimu tidak kukenal kecuali dari ceritamu. Yang
bisa kusarankan dari sekarang adalah jangan menyerah. Dia suami,
bukan penguasa. Jadi mumpung sekarang kau bisa beristirahat,
renungkan kembali semuanya."
"Ya, Kak. Dia nggak boleh tahu bahwa aku batal bunuh diri."
"Pendeknya, yang tahu soal itu hanya kita berdua." "Jangan kasih tahu
orang-orang di motel ya, Kak." "Tentu saja."
"Kasihan ya, Kak. Aku merepotkan orang lain. Mereka jadi susah."
"Betul."
Di balik tirai Erwin mengerutkan kening. Jadi baik Yasmin maupun Delia
cukup menyadari bahwa perbuatan seperti itu akan menyusahkan pihak
motel. Tapi kenapa mau dilakukan juga?
Kejengkelannya sudah berangsur lenyap mendengar cerita Yasmin.
Orang yang melakukan bunuh diri pasti punya masalah yang tak
tertanggungkan hingga memilih mati sebagai kebebasan. Perihal Yasmin
sudah ia ketahui, tapi Delia belum. Ia merasa heran apa yang menjadi
beban bagi Delia. Pastilah lebih berat daripada beban Yasmin. Padahal
Delia tampak lebih tangguh. Dia bisa memberi saran yang baik bagi
Yasmin. Kenapa dia tidak melakukannya bagi diri sendiri?
"Maukah kau berjanji padaku, Yas, bahwa kau tidak akan mengulang
perbuatan itu lagi?" kata Delia.
159
"Ya, Kak. Aku takut melihat setan itu. Ya, dia pasti setan, bukan?"
"Kayaknya begitu."
"Dia tertawa pasti karena senang melihat kelakuanku."
"Ya. Kalau nggak senang masa tertawa."
Mau tak mau Delia merasa tergetar juga. Apakah setan itu pun akan
muncul bila dia melakukan hal serupa? Apakah pengalaman Yasmin itu
bisa dianggap sebagai peringatan untuknya?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Di balik tirai Erwin tersenyum tipis. Apakah Delia masih akan


melanjutkan niatnya setelah mendengar cerita Yasmin? Ia berharap
Delia ikut merasa ngeri. Tapi ia tidak tahan juga berlama-lama jadi
pendengar. Akhirnya ia berdiri lalu berdeham-deham, kemudian
menongolkan wajahnya di antara sambungan tirai.
Delia berdiri. "Kebetulan aku mau ke toilet. Duduklah," katanya
memberikan kursinya kepada Erwin.
"Bagaimana keadaanmu, Yas?" tanya Erwin.
Yasmin tersipu dan menatap Erwin dengan cemas. "Kau... kau baru
datang atau... sudah dari tadi?" tanyanya gugup.
Erwin berpikir sejenak. Rasanya kurang fair kalau ia berbohong. Lebih
baik berterus terang agar segera ada keterbukaan.
"Aku berjanji tidak akan memberitahu siapa pun kecuali abangku
sendiri," katanya serius.
"Oh!" Yasmin terkejut.
"Tapi abangku pun tidak akan memberitahu siapa pun. Kalau dia tidak
tahu, dia tidak bisa membantu. Kami ingin membantumu, Yas."
"Padahal aku sudah menyusahkan. Maafkan aku, Bang."
"Sudahlah. Itu sudah nasib motelku."
160
"Maaf."
"Jangan ngomong begitu. Nggak perlu. Yang penting kau selamat."
"Bang Kos pasti marah."
"Ah nggak. Dia cemas sekali memikirkan keadaanmu. Aku nelepon dia
tadi. Katanya kau memberi nomor telepon salah. Jadi rumahmu nggak
bisa dihubungi. Terpaksa polisi yang memberitahu suamimu."
"Maaf."
"Sudahlah. Maaf terus." "Kau marah, ya?"
"Nggak. Kalaupun marah sudah terobati oleh baiknya keadaanmu."
"Terima kasih. Ke mana Kak Del? Kok lama ya?" "Katanya ke toilet."
"Aku takut..." "Takut sama aku?"
"Bukan. Gimana kalau aku disuruh pulang sekarang kalau suamiku
datang?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jangan khawatir. Tadi aku bicara sama dokter. Katanya dia akan
menyuruhmu istirahat dua hari."
"Dua hari?"
"Ya. Apakah cukup untuk merenungkan langkah selanjutnya, asal jangan
mengulangi?" "Ya, cukup."
Delia kembali. Erwin berkata akan menunggu di ruang tunggu saja.
Mereka harus menunggu kedatangan suami Yasmin sebelum bisa
meninggalkan Yasmin.
"Kak, dia sudah tahu. Dia nguping tadi," Yasmin memberitahu.
"Dia mengakui itu?"
"Ya. Tapi dia berjanji tidak akan memberitahu siapa pun kecuali
abangnya."
161
Delia tersenyum. "Apakah dia menjanjikan bantuan?" "Ya."
"Bagus. Mereka memang orang baik. Jadi kau tidak perlu putus asa, Yas.
Masih ada orang-orang baik di dunia ini."
"Ternyata susah sekali hidup sendiri ya, Kak? Rasanya tak ada yang
peduli. Tak ada yang mau membantu. Bagaimana denganmu, Kak? Kau
tabah sekali."
Delia memalingkan mukanya. Apakah dia kelihatan tabah? Tapi dia
merasa seperti orang munafik. Dia menasihati Yasmin dengan kata-kata
yang tak diyakininya sendiri. Dia membuat Yasmin berjanji untuk tidak
mengulangi perbuatannya, padahal dia sendiri bermaksud melakukannya.
***
Hendri terkejut bukan main ketika dini hari pintu rumahnya digedor lalu
mendapati polisi berseragam di depannya.
"Ini rumah Pak Hendri, suami Bu Yasmin?"
"Betul, Pak," sahut Hendri sambil menduga-duga apa yang terjadi
dengan Yasmin. Sesungguhnya ia berbohong kepada Aryo yang
menelepon tadi malam. Ia tidak mencari Yasmin ke berbagai rumah sakit
seperti yang dikatakannya. Ia sangat yakin Yasmin akan pulang sendiri.
Jadi kenapa harus capek-capek?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sempat muncul kekhawatiran kalau-kalau Yasmin melaporkan


perselingkuhannya dengan Inem. Apalagi saat itu Inem berdiri di
belakangnya. Tapi kekhawatiran berubah menjadi kecemasan ketika
polisi menjelaskan maksud kedatangannya.
162
"Apakah dia meninggal, Pak?"
"Katanya tidak. Saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang.
Cepatlah ditengok."
Setelah polisi pergi, Hendri memelototi Inem yang bermaksud memberi
komentar.
"Ini gara-gara kamu! Pergi sana!" bentak Hendri.
Inem sudah membuka mulutnya untuk membantah. Tapi melihat wajah
garang Hendri, ia membatalkan niatnya lalu melenggang pergi. Ia kesal
karena disalahkan. Padahal mereka baru saja bercinta seolah Yasmin tak
pernah ada.
"Hei! Seprainya dicuci!" seru Hendri.
"Iya. Entar lagilah, Pak. Mau tidur dulu," sahut Inem tanpa menoleh.
"Aku bilang sekarang!" gelegar suara Hendri.
"Ya, ya!" Inem menciut. Tampaknya angan-angan menyingkirkan nyonya
rumah tak akan berhasil. Dia hanya ban serep.
***
Erwin menelepon Kosmas yang sudah tidak sabaran menunggu berita.
"Kami masih menunggu si suami dulu, Bang. Kalau dia datang dan Yasmin
baik-baik saja, baru kami pulang."
"Udah tahu sebabnya kenapa Yasmin berbuat begitu?"
"Siksaan suami."
"Waduh. Suami macam apa itu."
"Ceritanya nanti ya, Bang. Panjang. Tapi janji dulu kau tidak akan
menceritakannya pada orang lain. Yang tahu hanya kita bertiga. Aku,
kau, dan Del. Soalnya aku sudah berjanji."
163
"Ya, ya. Buat apa menyebar gosip. Eh, gimana Del?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Dia kelihatan capek tapi baik-baik saja. Aneh dia itu. Punya rencana
bunuh diri tapi dia justru menolong orang yang berniat sama. Dia juga
membuat Yas berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Nasihatnya pun
bermutu."
"Aku tadi mikir dan menyimpulkan jangan-jangan niat Del itu ada
hubungannya dengan percakapan tadi. Tentang kutukan itu dan ibu
mertuanya."
"Maksudmu, dia mau bunuh diri karena dikutuk? Ah, Del bukan orang
seperti itu."
"Kita nggak tahu, Win. Kalau orang sampai nekat pastilah masalahnya
juga berat. Aku khawatir dia menderita sesuatu, Win."
"Penyakit, begitu?"
"Ya. Jangan-jangan disantet mertuanya. Lalu dia jadi putus asa."
"Tapi dia nggak kelihatan sakit, Bang. Yang jelas sakit itu si Yas!"
"Siapa tahu? Mana kita tahu?"
"Begini saja, Bang. Mumpung Del masih di sini, coba kau periksa lagi
kamarnya. Siapa tahu ada informasi lain. Kita kan bisa membantu kalau
bisa."
"Baik."
Setelah meminta Adi untuk berjaga di kantor, Kosmas bergegas ke
kamar 14. Ia membuka pintu dengan kunci yang masih ada di sakunya. Ia
memeriksa tas yang ada di dalam lemari. Isinya pakaian. Dengan hati-
hati ia mengeluarkannya sepotong demi sepotong dan meletakkannya di
tempat tidur. Ternyata di bagian bawah terdapat setumpuk amplop
cokelat ukuran kuarto yang gembung. Ia tidak sempat menghitung
berapa jumlahnya. Salah satu diambilnya lalu
164
dibuka karena tutupnya tidak dilem. Isinya uang. Ia tidak mau capek-
capek menghitung. Semua amplop itu sudah ditulisi kepada siapa akan
dikirim, yaitu berbagai panti asuhan dan yayasan sosial di Jakarta.
Kosmas tertegun. Delia seorang dermawan? Tidak sedikit jumlah uang
yang terdapat di dalam amplop-amplop itu meskipun ia tidak
menghitungnya. Setelah berpikir, ia merasa tidak sulit menyimpulkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sebelum bunuh diri Delia akan menyumbangkan hartanya dulu. Karena


itulah ia masih perlu menginap di situ. Ia belum selesai mendistribusikan
sumbangannya.
Adakah hubungannya dengan sang nenek sihir?
Kosmas bertekad untuk menggagalkan niat Delia. Tidak dilakukan di
motelnya, tidak pula di tempat lain.
165
BAB 17

Hendri merasa pandangan para perawat agak lain ketika ia ia


memperkenalkan diri dan bertanya perihal Yasmin. Sepertinya mereka
tidak menyukainya. Ataukah ada tuduhan kepadanya? Ia jadi khawatir
kalau-kalau Yasmin menceritakan perlakuannya lalu menuduhnya sebagai
penyebab tindakannya. Apakah ia akan berurusan dengan polisi?
Sebelum berhadapan langsung dengan Yasmin, ia harus tahu lebih dulu
supaya bisa menentukan sikap.
"Dia ditemani penolongnya, Pak. Seorang ibu dari Motel Marlin bersama
pemiliknya," perawat menjelaskan.
"Siapa?"
"Entahlah. Saya tidak tahu namanya. Temui saja." "Kondisinya
bagaimana?"
"Baik. Dia perlu istirahat. Rawat inap dua-tiga hari. Nanti akan
dipindahkan ke ruang perawatan. Kalau Bapak mau tahu lebih jelas,
sebaiknya temui mereka. Pasti ceritanya lengkap. Mereka sudah
menunggu Bapak."
Perawat menunjukkan letak tempat tidur Yasmin. Ternyata Yasmin
sedang tidur. Hendri mengamatinya dengan diam. Ia melihat slang
oksigen masuk ke hidung Yasmin dan infus di lengannya. Yasmin tampak
damai dalam tidurnya. Hendri tidak mau
166
membangunkan. Ia takut Yasmin tiba-tiba histeris melihatnya.
Ia keluar untuk menemui perawat. "Tidak ada yang menungguinya, Sus.
Dia sedang tidur. Saya tidak mau membangunkan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh, pasti nunggunya di ruang tunggu. Mungkin mereka ketiduran. Lama


sih nunggunya."
Erwin dan Delia sedang terkantuk-kantuk hingga tidak melihat
kedatangan Hendri. Apalagi mereka juga tidak mengenalnya.
Perawat memperkanalkan mereka lalu pergi. Hendri mengucapkan terima
kasih pada mereka. Sesudah itu ia minta cerita lengkap. Delia meminta
Erwin untuk menceritakan sedang ia sendiri masuk ke dalam ruangan
untuk menjenguk Yasmin. Melihat Yasmin masih tidur, ia duduk di
sampingnya. Saatnya sudah tiba, pikirnya.
Yasmin membuka mata. Ia tersenyum melihat Delia.
"Masih di sini, Kak?"
"Ya. Suamimu baru saja datang, Yas. Sekarang dia bicara dengan Erwin.
Sebaiknya kau ketemu dia untuk melihat bagaimana reaksinya. Tenang
dan tabah menghadapinya, ya? Ingat, dia tidak bisa macam-macam di
sini. Bicaralah dengannya. Katakan terus terang apa penyebab kau
melakukannya. Bilang kau tidak tahan diperlakukan seperti itu olehnya.
Sesudah kau selesai bicara dengannya, aku akan menemuimu dulu supaya
aku bisa" tahu apa yang terjadi. Apakah dia bersikap baik atau tidak.
Dan bagaimana keinginanmu. Kalau kau ingin aku menungguimu, aku
bersedia, Yas. Ingatlah. Kau punya teman. Kau tidak sendirian."
Yasmin mengangguk.
167
"Sudah berani? Aku panggil dia?" tanya Delia. "Ya, Kak."
Delia mencium dahi Yasmin. Lalu ia keluar menemui Erwin dan Hendri.
Rupanya cerita Erwin tentang kejadian tadi sudah selesai. Mereka
berdua sudah diam-diaman.
"Pak, Yasmin sudah bangun. Temuilah dia," kata Delia kepada Hendri.
Hendri bergegas masuk. Ia senang bisa lepas dari samping Erwin. Ia
merasa lelaki itu membencinya dan setiap saat bisa menghajarnya.
Apakah Yasmin sudah bercerita tentang keburukannya ke sana kemari?
Kalau saja ia tidak ingat pada Winata dan prospek bagus di depan, pasti
ia sudah marah kepada Yasmin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia duduk lagi di samping Erwin. "Kita tunggu dulu sampai situasi aman,
baru kita kembali ke motel."
"Aman bagaimana?"
Delia menceritakan perjanjiannya dengan Yasmin.
"Baiklah," kata Erwin sambil mengamati wajah Delia. Ia memang harus
menahan Delia dulu sampai Kosmas selesai memeriksa barang-barang
Delia.
"Kenapa kau memandangku begitu?" tanya Delia.
"Kasihan. Kau kelihatan capek sekali. Sementara menunggu, tidurlah
dulu. Nanti kubangunkan kalau si suami keluar."
"Ah, tanggung. Kayaknya nggak bakal lama."
"Kalau kembali ke motel nanti, tidurlah sepuasnya dulu. Jangan pergi
bermobil, Kak. Bisa ngantuk di jalan. Jangan ambil risiko."
"Iya. Aku juga bermaksud begitu."
Dalam hati Delia berkata, kalau aku bermobil membawa uang, pasti aku
hati-hati. Uang itu tidak boleh diambil orang yang tidak berhak.
168
"Maukah kau kutemani bila bepergian besok, Kak? Aku mau jadi
sopirmu."
Delia tertawa. "Bang Kos bisa jengkel dong, Win."
"Ah, nggak. Dia pasti setuju. Jangan-jangan malah dia yang kepengen
jadi sopirmu."
Delia memalingkan muka. "Mudah-mudahan di dalam baik-baik saja,"
katanya mengalihkan pembicaraan.
***
Hendri duduk di kursi sementara Yasmin memalingkan muka.
"Kenapa kau berbuat begitu, Yas?" tanya Hendri pelan.
"Kau cukup tahu kenapa," sahut Yasmin dingin. "Soal itu?" "Apa lagi?"
"Tapi aku nggak menyangka bisa berakibat seperti ini."
"Nggak nyangka? Jadi kau mengira aku pura-pura sakit? Kau sangat
tega, Hen."
"Tapi jangan sampai beginf dong, Yas. Kita bisa membicarakannya."
"Bukannya sudah? Aku sudah mengeluh, merintih, menjerit. Tapi kau..."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri membungkukkan tubuhnya, memeluk Yasmin. "Maafkan aku, Yas.


Aku memang lelaki egois. Brengsek! Nggak tahu diri! Maafkan. Ampuni
aku, ya?"
Lalu Hendri mengangkat kepala, menatap wajah Yasmin, ingin tahu efek
ucapannya.
Yasmin merasa heran. Sikap Hendri itu di luar
169
persangkaannya. Bila diukur dari kelakuan dan sikapnya sebelumnya,
sepantasnya Hendri akan marah dan menuduhnya telah mempermalukan
dia.
"Aku berjanji nggak akan berbuat seperti itu lagi. Aku takut sekali
kehilangan kau, Yas. Aku mencintaimu. Jangan tinggalkan aku, Yas.
Jangan pernah lakukan seperti itu lagi," ia memohon dengan suara
mengiba-iba.
"Cinta katamu? Aneh sekali definisi cintamu itu."
"Ya. Cintaku egois. Aku menyesal. Aku benar-benar shock."
Hendri menciumi tangan Yasmin. Wajahnya begitu memelas, hingga
Yasmin jatuh iba juga. Mungkinkah getaran itu masih ada? Dan cinta tak
seluruhnya berubah menjadi benci? Tapi ia ingat ucapan Delia. Ia
merasa kuat oleh kehadiran Delia. Jangan terbawa perasaan.
"Jangan-jangan kau ngomong begitu karena takut aku menuntutmu. Pasti
polisi akan memeriksamu."
Hendri tertegun. Dalam situasi berbeda pasti ia marah mendengarnya.
Tapi sekarang ia bisa bersabar karena punya motivasi. Ia tetap
menganggap Yasmin orang bodoh dan cengeng dengan pikiran yang
pendek. Masa begitu saja sampai mau bunuh diri? Bukankah ia punya
ayah kaya? Kenapa tidak menceraikannya saja lalu kembali kepada
ayahnya? Tapi sudah tentu Yasmin tidak tahu apa yang terjadi pada
ayahnya.
Sekarang kata "cerai" itu pun menakutkan Hendri. Bagaimana kalau
Yasmin benar-benar menceraikannya setelah tahu perihal ayahnya? Ia
akan didepak jauh-jauh!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Biarlah kau menuntutku. Aku terima. Asal kau jangan meninggalkan aku.
Sekarang, setelah kejutan
170
ini, tiba-tiba aku disadarkan bahwa aku mencintaimu. Aku sadar telah
memperlakukanmu dengan kejam. Aku sadar betapa bejatnya diriku ini.
Beginilah manusia. Kalau sudah terancam kehilangan, baru dia sadar."
Yasmin menatap wajah Hendri. Ada air mata di sudut mata lelaki itu.
Apakah ucapan itu tulus? Dan air mata itu ekspresi dari hati? Betapa
sulitnya membuat perkiraan. Alangkah senangnya kalau apa yang tampak
di luar itu sesuai dengan yang di dalam.
"Maukah kau menerimaku kembali, Yas? Kita akan mengawali hidup
baru," ajak Hendri dengan ekspresi penuh harap.
"Tapi bagaimana dengan yang satu itu?"
"Aku janji tidak akan melakukan seperti itu lagi."
"Tidak lagi? Kau sendiri bilang, seks itu segala-galanya bagi lelaki."
"Oh ya. Tapi kita bisa berusaha dengan cara yang sesuai keinginanmu.
Dulu kau bilang, aku harus melakukannya dengan pelan-pelan dan lembut.
Aku akan berusaha."
"Dulu kau bilang nggak bisa karena..."
"Aku akan berusaha. Kau bisa mengingatkan aku. Percayalah, Yas.
Kejadian ini pelajaran berharga untukku. Kita juga bisa ke dokter. Kau
pernah mengajakku, kan? Aku menyesal tidak mengikuti anjuran-mu.
"Bagaimana dengan perselingkuhanmu? Kau sering melakukannya di
Motel Marlin, kan?"
"Jadi itu sebabnya kau melakukannya di situ?"
"Kau tidak menjawab pertanyaanku."
"Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Semua terserah padamu. Aku
nurut."
171
"Kok sekarang jadi nurut?"
"Aku tidak ingin kehilangan kau."
Yasmin tertegun. Perkataan itu terasa mengangkat harga dirinya. Kalau
saja memang benar. Tapi Yasmin bisa memastikan bahwa Hendri

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mengatakan segala hal, membujuk dengan berbagai cara, supaya ia tidak


mengulangi perbuatannya. Biarpun kelak ternyata gombal belaka,
setidaknya ia sudah berusaha. Kalau tidak peduli buat apa ia
merendahkan diri dengan janji-janji kosong?
"Gimana dengan si Inem?" tanya Yasmin.
"Aku akan menyuruhnya pergi. Kalau kau pulang nanti, dia sudah tidak
ada lagi."
"Baiklah. Aku hargai janjimu. Sekarang, tolong panggil Kak Del. Aku mau
bicara dulu. Dia mau pulang. Kasihan."
Hendri pergi ke luar untuk memanggil Delia. Saat Delia masuk, Hendri
duduk tapi tidak dekat-dekat dengan Erwin. Tidak ada yang bicara
duluan. Keduanya lebih suka diam.
Delia mengamati wajah Yasmin yang tampak lebih ceria. Im pertanda
baik.
"Dia sudah minta maaf, Kak. Dia janji. Dia menyesal. Dia nangis."
"Kau percaya?"
"Entahlah. Masih harus dilihat dulu." "Baguslah. Yang penting kau harus
kuat menghadapinya."
"Kau mau pulang sekarang, Kak? Kau perlu tidur."
"Ya. Apa dia akan menungguimu?"
"Mungkin, Kak. Sampai aku dipindahkan ke ruang perawatan. Besok
datang lagi ya, Kak?"
"Tentu," sahut Delia ringan. Besok ia masih punya waktu.
172
Dalam perjalanan pulang Erwin menyetir mobil Delia. "Jadi mereka
sudah baikan?" tegas Erwin. "Untuk sementara."
"Heran. Sudah disakiti begitu, kenapa masih bertahan? Tinggalkan saja
suami seperti itu," gerutu Erwin.
"Orang yang bersedia memaafkan biarpun sudah disakiti adalah orang
yang mulia."
"Tahu-tahu nanti disakiti lagi."
"Mudah-mudahan dia sungguh-sungguh dengan janjinya. Besok aku besuk
Yas lagi, Win."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sore?"
"Iya dong. Sekarang istirahat dulu."
"Bangun siang ya, Del? Sudahlah, jangan ke mana-mana. Nginepnya
diperpanjang aja. Nggak usah tambah bayarnya. Im sebagai tanda
terima kasih kami."
"Lihat nanti saja, Win."
"Aku punya ide, Kak. Nanti malam kita kumpul lagi dan makan bersama,
ya?"
"Ah, apa yang mau dirayakan?"
"Jelas ada, yaitu merayakan ketidakberhasilan Yasmin melakukan
niatnya."
Delia tersenyum. "Masa itu perlu dirayakan?"
"Masih ada lagi yang lebih penting. Yaitu merayakan sesuatu yang belum
pernah terjadi sejak motel ini berdiri. Pasti bukan karena kedatangan
tamu bunuh diri."
"Apa itu?" Delia ingin tahu.
"Belum pernah ada seorang penyelamat singgah di motel kami. Yaitu
Kakak!"
Delia terperangah. Lalu tertawa. "Ah, kau melebih-lebihkan, Win. Itu
kan kebetulan saja."
173
"Nggak juga. Kalau kau nggak singgah menjadi tamu kami, yang namanya
kebetulan itu juga nggak ada."
Delia terdiam. Kau tidak tahu saja apa yang kuniatkan, pikirnya.
"Gimana, Kak? Mau, ya?"
"Apakah Bang Kos sudah tahu perihal ajakanmu itu? Kan harus ada
kesepakatan."
"Dalam hal itu kami pasti sepakat, Kak. Jadi mau, ya?"
"Oke deh."
"Terima kasih, Kak. Jadi nanti sore kita besuk Yasmin sama-sama. Pasti
Bang Kos mau ikut juga. Pokoknya hari ini kau libur saja, Kak."
"Libur?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kan mau tidur sampai siang. Ini sudah pagi lho. Dari siang ke sore itu
singkat. Mana cukup melakukan sesuatu kegiatan. Makanya tambah
sehari saja."
"Lihat nanti saja deh."
"Kalau sudah janji harus ditepati, Kak."
"Apa maksudmu?"
"Bahwa kau mau besuk Yasmin nanti sore dan sesudah itu makan malam
bersama kami."
Delia heran. Kenapa Erwin begitu cerewet?
"Sepertinya kau nggak percaya, ya?"
"Kurang," Erwin mengakui terus terang. "Aku takut..."
"Takut apa?"
"Takut kau pergi diam-diam."
Delia menatap heran. "Ah, masa sih?"
"Janji, ya?"
"Iya. Aku janji, Cerewet!"
Erwin tertawa. Yang penting baginya Delia tidak akan melaksanakan niat
bunuh dirinya pada hari ini
174
karena masih ada rencana yang perlu dilakukan Tidak ada yang bisa
mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang bila sudah berada di
dalam kamar yang terkunci.
Biarpun bingung, Delia tidak menaruh prasangka. Ia menganggap Erwin
lucu.
Setibanya di motel, Kosmas menyambut mereka dengan bubur ayam
panas. Mereka menyantap dengan lahap sambil berbincang mengenai
kejadian tadi. Tapi Delia tidak tahan berlama-lama. Ia pamit untuk
tidur.
Memanfaatkan hal itu, Erwin segera memberitahu Kosmas mengenai
kesepakatan yang telah dibuatnya dengan Delia.
"Bagus," Kosmas memuji. "Jadi kita masih punya kesempatan untuk
berbuat sesuatu."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Lalu Kosmas bercerita tentang pemeriksaannya terhadap barang-barang


Delia.
"Jelas dia mau menghabiskan hartanya dulu sebelum bunuh diri.
Sepertinya kemarin dia berkeliling untuk menyumbang sana-sini tapi
tidak keburu menyelesaikan semuanya."
"Kenapa dia habiskan dengan cara seperti itu? Apakah dia tidak punya
ahli waris?" Erwin merasa sayang membayangkan hal itu.
"Kayaknya ada hubungannya dengan ibu mertuanya yang dia ceritakan
semalam. Herannya, kenapa dia sampai mau bunuh diri ya? Sama sekali
tidak cocok dengan kepribadiannya. Dia tidak kelihatan stres atau
murung. Bahkan dia membantu Yasmin sepenuh hati. Apakah ada orang
stres berbuat seperti itu? Dia lebih asyik dengan dirinya sendiri,"
Kosmas tak habis pikir.
"Urusan kenapa dan sebab apa itu nanti saja,
175
Bang. Yang bisa memberitahu hanya Delia seorang. Dia pasti takkan
memberitahu. Yang penting buat kita adalah mencegah niatnya. Tapi
caranya gimana ya? Dia kan tidak tahu bahwa kita tahu."
"Dia harus membatalkan, Win. Bukan cuma dicegah. Kalaupun tidak di
sini, dia bisa melakukan di mana saja. Pindah ke hotel lain misalnya."
"Apa kausembunyikan obatnya, Bang?"
"Ketahuan dong."
"Tukar isinya."
"Nggak sempat. Tukar sama apa?" Keduanya saling memandang dengan
bingung. Baru kali ini mereka mengalami yang seperti itu.
176

BAB 18

Sore itu mereka bertiga pergi menjenguk Yasmin. Delia mengemudikan


mobilnya. Kosmas duduk di sampingnya, sedang Erwin di belakang.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Mereka tak banyak berbicara. Delia mengemudi dengan hati-hati. Jelas


ia tidak mau mati sekarang karena urusannya belum beres. Tapi ia tidak
enak juga oleh kesunyian suasana.
"Bang Kos kelihatan ngantuk," kata Delia, melirik Kosmas di sebelahnya.
Kosmas tersipu. Sebenarnya ia sedang memikirkan Delia.
"Dia memang kurang tidur," Erwin yang bicara.
"Nggak juga. Aku bisa tidur di mana saja," sahut Kosmas. "Bagaimana
kau sendiri, Del? Tidurnya enak?"
"Oh iya. Begitu kena ranjang langsung pulas."
"Wah!" seru Kosmas takjub. Bagaimana mungkin orang yang berniat
bunuh diri bisa tidur nyenyak? Saking capeknya atau memang sudah
pasrah hingga tak lagi ada beban? Kemungkinan kedua itulah yang
menakutkannya.
"Kulihat kau pintar membujuk dan memengaruhi seperti yang kaulakukan
terhadap Yasmin," Erwin mengalihkan. "Dia langsung percaya padamu
meskipun baru kenal. Kenapa kau tidak memengaruhinya untuk hal lain?"
177
"Yang lain apa?" tanya Delia.
"Supaya dia berani meninggalkan suaminya."
"Apa ada alasannya?"
"Kalau mendengar ceritanya, si suami tergolong seks maniak. Punya
libido tinggi. Mana mungkin orang seperti itu bisa jadi jinak hanya
karena istrinya pernah mencoba bunuh diri? Meskipun dia tidak lagi
memerkosa Yasmin, dia akan mencari kepuasan di luar. Tidak mungkin
bisa setia."
"Mungkin itu benar, Win. Tapi Yasmin berhak memutuskan sendiri. Dia
yang paling tahu. Tak ada salahnya memberi si suami kesempatan. Lihat
apa dia bisa menepati janjinya. Sekarang Yas sudah lebih tabah dan
berani karena sudah punya teman. Punya backing gitu. Jadi tidak perlu
putus asa lagi."
"Jadi menurutmu orang yang punya teman tidak perlu putus asa sampai
berbuat nekat?" tegas Erwin.
"Tentu saja."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Itu pemikiran yang bagus. Jadi Yas sekarang mengharapkan


dukunganmu. Bagaimana kalau kau pergi nanti? Tidakkah bisa
membuatnya putus asa lagi?" tanya Erwin.
Delia tak segera menyahut. Ia berpikir dulu. Pertanyaan itu terasa
mengena.
"Maksudmu aku pergi ke mana?"
"Bukankah rumahmu di Bandung?"
"Oh ya. Karena itu kuharap kalian mau jadi sahabat dia juga. Supaya dia
tidak tergantung padaku seorang."
"Kayaknya itu sulit, Del," kata Kosmas. "Kami kan lelaki. Suaminya bisa
salah sangka. Dia pun tak mungkin bisa bersikap terbuka seperti halnya
kepadamu. Setelah kau berhasil membangun rasa percaya dirinya, maka
sayang kalau kautinggalkan."
178
"Betul. Kemungkinan dia pun masih rapuh. Apalagi si suami belum pasti
menepati janji," Erwin ganti bicara. Maksudnya sudah jelas, yaitu
mengingatkan Delia akan "tanggung jawabnya" terhadap Yasmin.
Bagaimana reaksi Yasmin kalau nanti tahu bahwa orang yang
menyelamatkannya justru melakukan bunuh diri juga?
Delia tidak menjawab. Sampai tiba di rumah sakit ia tetap tidak
memberi jawaban.
Ternyata Yasmin sendirian. Tidak tampak Hendri di sisinya. Im
melegakan buat mereka hingga bisa bicara lebih leluasa.
Yasmin sangat senang melihat para penjenguknya. Ia sudah jauh lebih
segar dibanding kemarin. Bicaranya pun lebih lancar dan keras. Melihat
Kosmas ia malu.
"Maaf ya, Bang."
"Nggak perlu minta maaf. Bersyukurlah kau selamat," kata Kosmas.
"Ya, Bang," sahut Yasmin pelan. Kemudian cepat-cepat ia mengalihkan.
Ia menunjukkan sebuah ponsel kepada Delia.
"Aku dikasih Hendri, Kak. Katanya supaya gampang berkomunikasi. Dulu
dia bilang aku nggak perlu punya HP. Tapi yang ini pun bekas punya dia
karena sekarang dia punya yang baru."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Erwin mencatat nomor HP Yasmin. "Memang ada bagusnya, Yas. Kami


juga bisa berkomunikasi denganmu. Bukan begitu, Kak Del?"
"Betul. Kapan dia datang lagi?"
"Maksudmu Hendri? Nanti sepulang dari kantor. Mungkin sebentar lagi."
"Semalam dia menungguimu?" tanya Erwin ingin tahu.
179
"Ya. Dia tidur di sini. Tapi waktu itu kan sudah, pagi. Cuma beberapa
jam."
Kosmas tidak ikut bicara. Dia berwajah murung. Yasmin tidak enak
melihatnya.
"Bang Kos masih marah sama aku, ya?"
"Ya. Aku harus mengakui itu. Kok orang muda seperti kau tidak mau
menghargai hidup?"
Yasmin tertegun. Demikian pula Delia.
"Tapi ini kan hidupku sendiri, Bang. Mau apa dan bagaimana adalah
hakku," kata Yasmin datar, agak jengkel karena sikap Kosmas. Bukankah
ia sudah menyesal dan minta maaf?
"Tentu saja itu milikmu. Bukan milik orang lain. Tapi dengan kejadian itu
tidakkah terbuka matamu, bahwa sesungguhnya hidupmu masih punya
arti? Masih ada orang yang peduli dengan susah payah menyelamatkan
hidupmu. Ada orang yang berdoa dan berharap supaya kau bisa
diselamatkan. Ada yang menangis kalau kau tidak selamat. Masa orang
lain lebih menghargai hidupmu daripada kau sendiri? Kau memilih mati
padahal kau tidak tahu apa yang menunggumu di alam sana! Apa kaupikir
lebih enaki di sana daripada di sini? Kau tidak tahu apa-apa!"
Lalu Kosmas terdiam mendadak. Ia menyadari ucapan itu sesungguhnya
tidak tertuju kepada Yasmin, melainkan Delia! Rasanya ia sudah
melakukan sesuatu yang jauh melebihi kemampuannya. Sekarang ia me-
nyadari ketiga orang dalam ruangan menatapnya dengan heran dan
surprise. Wajahnya memerah. Lalui ia menghambur ke luar.
Delia menghela napas panjang. Ia benar-benar merasa terkena ucapan
Kosmas. Bulu romanya sam pai merinding.
Erwin tidak menyangka abangnya bisa bertingkah,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

180
seperti itu. Ia tahu apa yang mendorong Kosmas. Pasti Delia.
Yasmin tidak menyangka apa-apa. Ia menangis karena merasa tersentuh.
"Dia marah, ya? Tapi dia benar kok. Dia benar," katanya sambil tersedu.
Delia memeluknya. "Dia bersikap begitu karena simpati dan empatinya
kepadamu. Dia tak ingin kau mengulanginya lagi."
"Ya. Sampaikan terima kasihku pada Bang Kos. Bilang, jangan marah lagi.
Aku kan udah nyesel."
"Akan kusampaikan padanya, Yas. Tapi kau nggak perlu risau. Dia akan
baik lagi," sahut Erwin.
"Sekarang bagaimana rencanamu, Yas?" Delia mengalihkan. "Sudah
bicara dengan suamimu?" "Ya, Kak. Aku akan memberinya kesempatan.
Dia sudah janji. Gombal apa nggak bisa ketahuan nanti."
Erwin merasa kecewa mendengarnya. Ia menatap Delia untuk
memberinya isyarat. Ayolah, bujuk dia untuk tidak melakukannya.
Tapi Delia tidak memandang Erwin. "Ya, tapi kau harus mantap dengan
pendirianmu, Yas. Kalau dia tidak menepati janji, jangan biarkan dia
kembali menguasaimu Kalau itu sampai terjadi, apakah sudah kupikirkan
apa yang akan kaulakukan?"
"Belum. Aku akan melihat situasi dulu." "Baiklah. Aku senang kau sudah
punya keputusan. Mudah-mudahan semuanya berjalan dengan baik."
Erwin merasa sebal hingga tidak tahan lagi. Tanpa berkata apa-apa ia
pergi ke luar. "Wah, Bang Erwin juga marah padaku," keluh Yasmin.
"Maklumi saja, Yas. Motel itu kan milik dia dan kosmas."
"Oh, aku sungguh menyesal telah menyusahkan
181
mereka, Kak. Apa mereka percaya aku benar-benar menyesal?"
"Mereka percaya, Yas. Sekarang mereka bersikap begini kepadamu
supaya kau tidak melakukannya lagi. Apa pun yang nanti dilakukan
suamimu, jangan ambil jalan keluar seperti itu lagi."
"Nanti kita terus berhubungan ya, Kak? Aku pasti memerlukan saranmu
lagi."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau kau perlu bantuan cepat, jangan ragu-ragu hubungi Motel Marlin.
Bang Kos dan Erwin selalu siap membantumu," kata Delia dengan maksud
supaya Yasmin tidak lagi terlalu bergantung kepadanya. Bukankah
dirinya tidak mungkin lagi bisa membantu Yasmin di kemudian hari?
"Tapi mereka lelaki, Kak. Malu kalau ngomong soal itu."
"Maksudku kalau ada masalah di luar itu."
"Kak, kau belum memberikan nomor teleponmu padaku. Kalau kau pulang
ke Bandung nanti, ke mana harus kuhubungi?"
Delia berpikir sejenak. Kemudian ia memberikan nomor telepon rumah
kontrakannya. Nomor itu segera disimpan Yasmin dalam ponselnya.
"HP-nya, Kak?"
"Nggak punya, Yas."
"Ah, masa pengusaha nggak punya HP?"
"Bener. Tadinya punya, sekarang nggak."
"Sayang sekali. Nanti beli lagi dong, Kak."
"Ya. Nantilah. Makanya kalau nanti kau perlu bantuan cepat, hubungi
Motel Marlin lebih dulu."
"Tapi kepadaku mereka nggak bilang apa-apa. Malu dong, Kak."
"Belum saja, Yas. Pada saatnya mereka akan mengatakannya nanti. Yang
jelas mereka tulus. Re-
182
nungkanlah cara Kosmas memarahimu tadi. Dia seperti bapak yang
memarahi anaknya. Padahal dia bisa saja tak peduli. Kenapa harus
emosional?"
"Mungkin juga dia berpikir akan kesusahan yang pasti dialaminya kalau
aku sampai mati."
"Im wajar dong, Yas. Oh ya, ada satu hal yang ingin kutanyakan. Apakah
kau masih punya orangtua atau kerabat dekat?"
"Mama sudah nggak ada. Papa masih ada, tapi dia kuanggap nggak ada "
"Kenapa begitu?"
Yasmin bercerita tanpa ragu. "Kalau aku mengadu kepadanya, pasti dia
mengejekku, Kak. Bagaimanapun dia pasti kesal karena dimusuhi anak
sendiri. Aku malu, Kak. Setelah merasakan susah baru ingat padanya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kau mendendam atau malu?"


"Mungkin dua-duanya. Bagaimana kalau dia mengatakan, "Rasain
balasannya!" Bukankah menyakitkan sekali? Sudah jatuh ketimpa tangga
pula."
"Aku tidak tahu ayahmu. Jadi sulit memberi pendapat. Tapi cobalah
kaurenungkan lagi masa lalu ketika dia belum nyeleweng. Bagaimana
hubunganmu dengan dia, bagaimana sikapnya kepadamu, dan segalanya
yang berhubungan dengan dia. Apakah dia menyayangimu? Pernah
menyayangimu? Kau juga? Memori itu pasti masih ada untuk dikenang.
Jangan menilai dia dari sisi penyelewengannya karena yang itu adalah
karakter dia sebagai lelaki, bukan sebagai ayah."
Yasmin termangu. Ia merasakan kebenaran kata-kata Delia. Tapi bukan
itu saja. Ia teringat peristiwa malam kemarin. Sebelum ia melaksanakan
niatnya mengeksekusi diri sendiri, ia ingat pada ayahnya
183
dengan cara yang berbeda. Ia pun sempat minta maaf dan menyatakan
bahwa ia memaafkan ayahnya.
Delia mengamati Yasmin. Tampaknya Yasmin sudah mulai terpengaruh,
pikirnya Bukankah menurut Erwin, ia pandai membujuk dan memengaruhi
orang? Kesempatannya tinggal sedikit untuk melakukan hal itu. Ia harus
memanfaatkan waktu yang ada. Yasmin harus segera mendapat
pengganti dirinya sebagai pendukung karena ia bukanlah orang yang
tepat untuk itu. Ia tidak bisa membantu Yasmin atau siapa pun, padahal
Yasmin masih membutuhkan bantuan.
"Cobalah bandingkan. Ayahmu dan suamimu," Delia melanjutkan. "Kau
sudah disakiti jiwa dan raga oleh suamimu sampai kau ingin mengakhiri
hidupmu. Tapi setelah suamimu menyatakan penyesalan dan minta maaf
padamu, kau segera memaafkan dan memberinya kesempatan. Kenapa
hal yang sama tidak bisa kauberikan pada ayahmu?"
"Aduh, Kak. Kau telah membuka mataku dan hatiku. Terima kasih."
Delia tersenyum bahagia. Ia memeluk Delia. Kalau ia sudah berhasil
memberikan jalan keluar yang terbaik bagi Yasmin tanpa melibatkan
dirinya, ia bisa mati dengan tenang!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri masuk. Ia heran melihat Yasmin berpelukan dengan Delia.


Kelihatannya akrab sekali. Keningnya berkerut. Ia merasa tidak nyaman
karena ada orang lain yang mendapat tempat di hati Yasmin. Tentu Delia
adalah penolong Yasmin. Wajar bila mereka menjadi akrab. Tapi dengan
demikian ia jadi merasa tersisih. Apalagi ia yakin Delia sudah dijadikan
tempat curhat oleh Yasmin.
Tentu saja ia tidak memperlihatkan perasaannya.
"Apa kabar, Kak Del?" tanya Hendri ramah.
184
"Oh, baik, Pak."
"Panggil Hendri saja," kata Hendri, memperlihatkan senyumnya yang
memikat dan giginya yang bagus.
Dia memang lelaki yang tampan dan menarik, pikir Delia. Tak
mengherankan Yasmin mencintainya.
"Sebaiknya aku pamit saja, Yas."
"Kok buru-buru sih, Kak?" kata Hendri.
"Sudah lama aku di sini," sahut Delia lalu mencium pipi Yasmin.
"Sampaikan salam dan maafku buat mereka berdua, Kak," kata Yasmin.
"Tentu."
Delia tahu, Kosmas dan Erwin takkan mau lagi masuk menemui Yasmin
karena kehadiran Hendri.
"Kulihat mereka ada di lobi," kata Hendri sebelum Delia keluar.
Setelah Delia tidak kelihatan lagi, Hendri memeluk dan mencium pipi
Yasmin. "Kau tambah segar dan cantik, Yas." Ia memuji.
Yasmin tersipu. Ia merasa pujian itu tidak sepenuhnya benar. Bukankah
baru beberapa hari yang lalu Hendri mengatainya sebagai tua prematur?
Tapi ia menganggap itu sebagai usaha Hendri untuk mengambil hatinya.
"Sebaiknya kau jangan terlalu dekat dengan orang-orang motel itu,"
kata Hendri kemudian.
"Kenapa?"
"Biasanya mereka bukan orang baik-baik. Kepo-losanmu bisa
dimanfaatkan."
"Siapa sebenarnya orang yang baik dan tidak baik itu, Hen?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri terdiam. Ia kesal, tapi menahan diri. "Mereka penolongku. Lupa?"


tegas Yasmin. "Tentu saja tidak. Aku pun berterima kasih pada
185

mereka. Tapi pantas dong kalau aku juga memintamu bersikap waspada
karena mereka adalah lelaki. Aku kan manusia juga yang punya rasa
cemburu."
"Baiklah. Tidak usah meributkan soal itu."
"Aku punya usul, Yas. Setelah kau pulih nanti, kita akan ke dokter sama-
sama, ya? Im lho, ahli yang pernah kausebutkan itu. Oke?"
Wajah Yasmin memerah. Ajakan malah yang paling menyentuh dibanding
puja-puji. Ia merasa bahagia. Saat itu ia benar-benar menyadari betapa
tipisnya jarak kesedihan dan kebahagiaan, kematian dan kehidupan.
Hendri tersenyum tipis. Ia tahu, kata-katanya mampu menyentuh. Ia
optimis mampu memengaruhi. Yang penting baginya adalah menjaga
perasaan dan tindakan. Sekarang Yasmin bukan lagi istrinya semata-
mata, tapi juga anak tunggal orang yang kaya raya.
Tadi pagi, sepulangnya dari rumah sakit, ia menelepon Winata dulu. Ia
memberitahu bahwa Yasmin berada di rumah sakit karena kecelakaan
lalu lintas. Tapi kondisinya stabil. Ia juga tidak keberatan memberitahu
nama rumah sakitnya karena yakin Winata tidak akan datang menjenguk.
Seandainya Winata menyuruh Aryo atau siapa saja untuk mengecek,
lelaki itu juga tidak akan mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Kondisi pasien bukanlah cerita yang gampang disampaikan kepada siapa
saja.
Hendri menjanjikan akan membujuk Yasmin bila kondisinya sudah pulih
seratus persen. Pasti tidak sampai sebulan.
"Apa yang kaupikirkan?" tanya Yasmin.
"Kau."
Yasmin merasa senang.
186
19

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Wajah murung Delia saat perjalanan pulang dari rumah sakit menjadi
perhatian kedua rekannya. Kemurungan Delia menimbulkan kekhawatiran
dan keprihatinan.
"Apa ada yang kaupikirkan?" tanya Kosmas.
"Nggak ada. Mana berani mikir macam-macam kalau sedang
mengemudi?" sahut Delia.
"Aku saja yang nyetir, ya?" Erwin menawarkan.
"Ah, nggak apa-apa. Aku baik-baik saja."
"Lantas apa yang ada dalam pikiranmu?" Kosmas tak puas.
"Tentu saja soal Yasmin."
"Tadi kau bilang, soal itu sudah beres. Yasmin masih punya ayah dan mau
berbaikan," Erwin mengingatkan.
"Tapi belum, kan? Aku khawatir juga kalau-kalau si ayah nggak peduli.
Maklum, dia sudah punya istri lagi."
"Sudahlah. Kan ada kita yang menjadi temannya. Terutama kau," pancing
Erwin.
"Aku tak ingin dia bergantung padaku seorang. Cuma mengandalkan aku
saja."
"Kenapa?"
"Im nggak baik. Kalau aku nggak ada, dia bisa kehilangan."
187
"Memangnya kau mau ke mana?" tanya Kosmas cepat.
Delia tertegun. Ia merasa dicecar.
"Aku kan orang Bandung," sahutnya. Lalu ia mengalihkan, "Bang Kos, tadi
ucapanmu hebat deh."
"Oh ya? Aku pikir malah konyol."
"Nggak sangka kau bisa meledak begitu. Kau betul-betul perhatian sama
Yasmin." "Sebenarnya aku berkata begitu bukan cuma untuk Yasmin
seorang."
Kosmas merasa kelepasan setelah mengatakannya.
"Memangnya buat siapa lagi?" tanya Delia.
Di belakang, Erwin merasa tegang. Apakah Kosmas akan
mengungkapkannya sekarang di saat Delia sedang mengemudi?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kami sudah berkali-kali mengalaminya. Bukan begitu, Win?" kata


Kosmas.
"Betul," sahut Erwin.
"Jadi sekalian melampiaskan unek-unek?" tanya Delia.
"Kira-kira begitu."
"Seharusnya kau juga mau memahami motivasi orang bunuh diri, Bang.
Bukan semata-mata karena tidak menghargai hidup."
"Lalu apa, Del?" tanya Kosmas.
"Kematian adalah bagian dari kehidupan juga. Semua orang sudah
sepakat tentang hal itu."
"Kalau itu memang benar, kematian itu merupakan bagian akhir. Sesudah
itu selesai. Tak ada kehidupan lagi. Mana bisa dibilang jadi bagian dari
kehidupan."
"Bagian akhir itu tetap merupakan bagian, Bang," bantah Delia.
Sekarang ia bersemangat. "Banyak orang takut mati. Itu bisa saja
karena mereka sangat menikmati kehidupan hingga tak mau
meninggalkan.
188
Tapi ada juga orang yang takut mati padahal hidupnya menderita. Kan
lebih baik mati? Jadi sebenarnya bukan karena takut hidup, tapi takut
mati. Karena itu orang yang melakukan bunuh diri patut dibilang berani."
"Wah, kalau jalan pikiran seperti itu diikuti banyak orang, akan banyak
masalah dan urusan yang terbengkalai," bantah Erwin.
"Kenapa begitu?" tanya Delia.
"Habis, semuanya memutuskan untuk bunuh diri saja daripada
menyelesaikan persoalan. Susah dikit bunuh diri!"
"Nggak segampang itu orang bunuh diri. Butuh keberanian, Win!"
"Ah, mana bisa logika begitu dipakai? Kacaulah kehidupan ini. Yang
penting, dalam menilai situasi dan kondisi adalah cara pandang!" bantah
Kosmas.
"Yasmin mendapat hikmah dari upaya bunuh dirinya. Kalau dia tidak
melakukannya, mana mungkin si suami menyesal?" bantah Delia.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Dia mendapat hikmah karena ada yang menolong hingga berhasil
hidup. Biarpun racun itu tidak diminum semuanya, kalau nggak cepat
ditolong siapa yang tahu akibatnya? Nah, kalau dia mati, mana
hikmahnya?" bantah Kosmas dengan semangat tinggi.
"Mana bisa? Biarpun mati, tetap ada hikmahnya!" Delia tak mau kalah.
Kali ini ia tidak berpikir mengenai Yasmin, melainkan dirinya. Kalau dia
nanti mati, Rama akan gigit jari. Itulah hikmahnya! Ganjaran bagi orang
yang mata duitan.
"Apa hikmah buat yang sudah mati?" tanya Kosmas penasaran.
Erwin mendengarkan saja dengan arah pandang berpindah-pindah, ke
kiri dan ke kanan. Mula-mula

189
asyik, kemudian tidak tahan. Kedua orang itu sesungguhnya punya alasan
sendiri-sendiri kenapa begitu ngotot mempertahankan pendirian masing-
masing.
"Sudah! Sudah!" seru Erwin sambil menggeser duduknya ke depan di
antara Kosmas dan Delia. Lalu ia menepuk-nepuk pundak Kosmas. "Sabar,
Bang. Nanti saja diskusinya diteruskan kalau sudah pulang."
Kosmas menarik napas panjang. Delia tersenyum. Kosmas senang melihat
senyum Delia. Sesungguhnya Delia menyukai perdebatan itu. Ia juga
suka argumentasi yang disampaikan Kosmas. Begitu bersemangatnya
Kosmas hingga terkesan punya perhatian besar mengenai masalah itu.
Sampai-sampai terpikir Kosmas ingin mencegahnya bunuh diri padahal
dia tidak tahu apa-apa!
Setibanya di motel, Kosmas bertanya, "Bagaimana, Del? Mau istirahat
dulu atau kita lanjutkan perbincangan tadi?"
Nada suaranya menantang seperti mengajak duel!
Delia terheran-heran. Tak menyangka.
"Ayolah, Del," Erwin menyemangati. "Biar aku jadi moderator."
Erwin tahu maksud Kosmas. Bila Delia masuk ke kamar, dia sulit dicegah.
Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukannya. Mereka berdua sudah
tahu, jadi harus berupaya mencegah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia bimbang sejenak. Ia sudah mengambil kepu-tusan tidak akan


melaksanakan niatnya di Motel Marlin. Itu berarti pengunduran waktu.
Jadi ia masih membutuhkan uang untuk keperluan hidupnya. Berarti
uang yang masih tersisa tidak boleh dihabiskan. Hidup membutuhkan
uang betapapun singkatnya.
"Kau capek?" tanya Kosmas. "Atau mau keluar untuk urusan bisnis? Tapi
ini sudah sore."
190
"Aku nggak mau ke mana-mana. Cuma aku juga nggak mau menghambat
pekerjaan kalian. Masa meladeni aku berdebat?"
"Kita bisa berbicara di kantor sambil meladeni tamu," Erwin
mengusulkan.
Delia memandang keduanya dengan heran. "Aku tak mengerti..."
"Ayolah. Tadi pembicaraannya menyenangkan sekali," bujuk Kosmas.
"Nanti sajalah sambil makan malam. Bukankah kalian mengundangku?"
"Nanti ya nanti. Sekarang ya sekarang," desak Erwin.
"Aku mau istirahat dulu. Capek," Delia mengajukan alasan yang tak bisa
dicegah.
"Sekarang belum lapar, Kak?" tanya Erwin. "Oh, belum."
"Jadi kau mau tidur lagi?" tegas Kosmas, kecewa karena penolakan Delia
"Barusan kan sudah tidur lama. Apa belum cukup?"
"Kayaknya belum, Bang."
"Baiklah." Kosmas sadar tak bisa memaksa. "Tapi jangan lama-lama
tidurnya. Nanti kubangunkan, ya? Jam enam?"
"Ah, aku bisa bangun sendiri. Punya beker kok."
"Kalau jam enam belum keluar, kugedor pintunya, ya?" tegas Kosmas.
Delia tertawa. Lalu ia bergegas kembali ke kamarnya. Setelah menutup
pintu" dan menguncinya, ia menggerutu, "Dasar cerewet!" Tapi kemudian
ia tertawa sendiri. Rasanya senang juga diberi perhatian seperti itu
meskipun aneh dan kurang logis. Sudah lama ia tak memperoleh
perhatian dari siapa pun. Paling-paling yang diterimanya cuma basa-basi.
191

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tatapannya tertuju ke peles obat di atas meja. Diraihnya lalu dikocok-


kocoknya perlahan. Crik-crik bunyinya. Benda yang akan dipakai sebagai
jembatan menuju kematian. Pasti nyaman sekali bisa mati dalam tidur.
Kenapa Yasmin sebodoh itu dengan memilih cara yang menyakitkan?
Muncul pikiran menggoda. Kenapa tak dilaksanakan sekarang saja? Telan
isi peles itu, lalu selesai. Memang masih ada pekerjaan yang belum
selesai. Sumbangan belum didistribusikan semuanya. Mungkin Kosmas
dan Erwin mau membantu mendistribusikan. Alamatnya sudah tertera di
amplop. Mereka pun pasti akan memaafkannya Sudah cukup sering
kejadian orang bunuh diri di sini. Jadi tambahan orang satu lagi bukan
masalah besar.
Ia harus maju karena tak mungkin mundur. Bukankah ia sudah tidak
punya apa-apa lagi? Orang yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi
sebaiknya melenyapkan diri supaya tidak membuat sesak bumi ini. Beri
tempat bagi orang lain. Apalagi ia sudah berpikir dan merencanakan
semuanya dengan matang. Ia tidak melakukannya dengan mendadak.
Setiap orang seperti Kosmas dan Erwin tentu punya pendapat lain
karena mereka berada di sisi yang berbeda. Debat memang bisa seru
kalau sudut pandang berbeda.
Biarpun tergoda oleh pikiran itu, Delia tak kunjung membuka pelesnya.
Ah, janjinya dengan Kosmas jadi ganjalan. Ia pun harus
memperhitungkan waktunya. Ia harus realistis. Seandainya ia
menelannya sekarang, berapa lama kerjanya? Apakah jam enam ia sudah
mati? Jam enam pintunya akan digedor kalau ia tidak keluar. Bila ia
salah perkiraan, nasibnya akan sama seperti Yasmin. Cuma setengah
mati dan dira-
192
wat di rumah sakit. Kemudian jadi tertawaan dan cemoohan orang.
Untuk kesekian kalinya ia kembali memutuskan untuk tidak
melakukannya di situ. Tempat ini sudah membuat gerah. Kosmas dan
Erwin tidak bisa disalahkan. Mereka berhak melindungi tempat ini dari
gangguan para pencabut nyawa sendiri!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia merebahkan diri sambil meletakkan peles obatnya kembali ke atas


meja. Tapi dudukannya tidak pas hingga peles itu menggelinding terus
jatuh ke lantai, lalu menggelinding ke kolong tempat tidur. Ia
membiarkan saja. Terlalu malas untuk mengambilnya. Nanti saja.
Kantuk datang. Sebelum terlelap sempat terbayang wajah Kosmas yang
sangar tapi penuh perhatian. Ada keprihatinan mendalam di wajahnya.
Ah, kenapa?
Delia tertidur. Tapi dalam tidurnya ia memimpikan Ratna!
***
Kosmas dan Erwin memanfaatkan waktu untuk berunding bagaimana
menghadapi Delia dalam pertemuan nanti.
"Aku takut dia tidak keluar lagi," kata Kosmas cemas. "Kalau sekarang
dia menelan obatnya, pasti sudah terlambat nanti. Tapi masa sih kita
membangunkannya sekarang?"
Erwin pun bingung. "Barangkali kita salah, Bang," keluhnya.
"Salah gimana?" Kosmas bertambah cemas. "Mestinya kita tidak
membiarkan dia masuk kamar." "Hah? Habis dia mesti diapain? Kita kan
nggak bisa melarang!"
193
"Mestinya kita buka kartu aja, Bang. Terus terang kepadanya bahwa
kita sudah tahu apa yang mau dia lakukan. Terserah dia mau marah atau
apa. Lalu kita sita pilnya. Kita ajak diskusi, tanya masalahnya apa dan
bagaimana kita bisa membantunya."
Kosmas menepuk kepalanya sendiri. "Waduh! Kenapa kau baru ngomong
sekarang? Kenapa nggak dari tadi?"
Erwin pun menyesal. "Habis baru sekarang kepikir. Tadi kok nggak ya?
Rasanya segan bicara begitu pada orang yang kelihatan tidak punya
masalah. Dia juga kelihatan ceria."
"Iya. Aku juga sama. Aku ingin meyakinkannya lewat cara lain. Berat
rasanya memberitahu terus terang bahwa diam-diam isi lacinya sudah
kuintip. Juga lemarinya. Dia pasti marah, ya?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Pasti. Harga dirinya akan tersinggung. Lalu tanpa ba bi-bu dia segera
angkat kaki dari sini. Kalau sudah begitu habislah. Tak ada" kesempatan
lagi."
Kosmas tertegun. Ngeri membayangkannya. Ia melihat jam. Baru lewat
setengah jam. Tapi rasanya sudah lama sekali. Keringat dingin sudah
membasahi bajunya. Ia ingin sekali menangis karena cemas dan putus
asa.
"Habis gimana ya, Win?" ia merengek. "Seumur hidup aku belum pernah
kayak gini."
Erwin menatap abangnya penuh selidik. "Kau jatuh cinta kepadanya ya,
Bang? Awal dari cinta adalah perhatian."
"Ah, tak ada gunanya mempersoalkan itu. Yang penting bagaimana cara
menyelamatkan nyawanya."
"Susah, Bang. Soalnya orang yang mau kita selamatkan itu tak ingin
diselamatkan!"
194
BAB 20

Ratna cukup menyadari bahwa waktu yang lewat sejak ia memberi


instruksi kepada anak-anaknya baru hitungan hari. Tapi ketiadaan berita
atau perkembangan membuat ia geram. Ia gampang marah-marah tanpa
alasan. Anak, menantu, dan cucu menjadi sasaran. Tapi ia tetap baik
kepada Ipah, pembantunya Hal itulah yang membuat Ipah bisa bertahan
di situ. Gaji lumayan, makan cukup, dan pekerjaan ringan, adalah faktor
lain di samping perlakuan baik yang membuat betah seorang pembantu
rumah tangga.
"Sudah dapat detektifnya?" tanya Rama kepada Rama.
"Sudah, Ma. Dia sudah mulai kerja," sahut Rama, mengikuti kesepakatan
saudara-saudaranya. Padahal sesungguhnya tak ada detektif yang
mereka sewa. Mereka juga tak berupaya mencari detektif. Bagi mereka,
sudah jelas kesia-siaan upaya semacam itu. Apa yang mau dilakukan
setelah Delia. ditemukan? Mereka tidak berwenang untuk

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menangkapnya. Delia adalah orang bebas yang berhak pergi ke mana pun
dia suka.
"Apa yang dilakukan detektif itu?" tanya Ratna.
"Dia menanyai orang-orang yang diperkirakan mengenal Del."
"Huh, itu sih cara yang lelet. Kapan ketemunya, kalau gitu."
195
Tiba-tiba Boy, putra Rama, nyeletuk, "Mestinya sih nyarinya nggak pakai
orang, tapi anjing herder!" "Apa?" Ratna melotot.
Cepat-cepat Maya mengusir Boy pergi. Ia takut anaknya kena kutuk.
"Sabar saja, Ma. Sabar," bujuk Rama. Ia juga ngeri. Dalam keadaan
marah, biasanya mulut Rama menjadi jahat. Lidahnya akan kehilangan
kendali. Percaya atau tidak percaya, kenyataan yang dialami Delia
sekeluarga sudah jelas.
""Huh, sabar! Sabaaar...!" Ratna mengomel. Mulutnya dimonyongkan.
Matanya yang kecil bergerak-gerak. Hidungnya kembang-kempis.
Bagi yang tidak mengenalnya pasti akan menganggap penampilannya itu
lucu. Seperti nenek-nenek yang kembali bertingkah seperti anak kecil.
Proses biasa dari perubahan perilaku orang ma. Tetapi bagi orang-orang
yang mengenal Rama, khususnya anggota keluarga, itu adalah ekspresi
yang mengerikan.
Maka menghadapi kemarahan Rama yang paling aman adalah diam dan
menerima hardikan apa pun dengan lapang dada. Tak menyahut apalagi
membantah. Menatap langsung pun tak berani. Hanya menunduk saja.
Menghadapi sikap seperti itu Ratna tak lagi punya alasan untuk
menyumpah dan mengutuk.
Kali ini Rama sudah kehilangan kesabarannya.
"Ambilin menyan sama wadah arangnya, Pah! Arangnya dibakar ya," ia
memerintahkan.
Bi Ipah selalu melaksanakan perintah tanpa bertanya untuk apa dan
kenapa. Ia hanya bertanya kalau perintahnya tak jelas.
Setelah mendapat apa yang diinginkannya, Ratna masuk ke kamar. Ia
duduk bersila di lantai. Wadah kemenyan ia letakkan di depannya. Di
atas bara

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

196
arang ia tebarkan kemenyan. Segera asap berbau kemenyan merambah
ke segala sudut lalu keluar lewat lubang angin dan sela pintu terus ke
ruangan lain. Mulut Ratna komat-kamit.
***
"Aduh, Pa. Mama lagi bakar menyan," lapor Maya kepada suaminya.
"Ya. Aku juga menciumnya."
"Biasanya kan dia nggak pakai bakar menyan segala, ya? Kenapa
sekarang pakai itu?" tanya Maya dengan ekspresi cemas.
"Entahlah. Artinya dia serius."
"Mau mengutuk siapa? Aduh, Pa, takuuut...," suara Maya meninggi.
"Tenang, Ma. Kita mah nggak usah takut. Dia kan tinggal sama kita. Masa
tega mengutuk kita?"
"Habis siapa? Delia?"
"Siapa lagi? Tadi kan marahnya sama Del."
"Kasihan ya. Mau diapain si Del itu?"
"Kita berharap yang baik saja."
"Yang baik? Cara itu kan nggak baik?" suara Maya lebih meninggi lagi.
"Ssst..., Maaa..., jangan keras-keras. Biarkan saja dia berlagak seperti
dukun."
"Dia bukannya berlagak, Pa. Dia benar-benar dukun jahat!"
Dengan khawatir Rama memeluk istrinya. Ia merasakan mbuh Maya
gemetar. Baru disadarinya bahwa Maya benar-benar ketakutan. Ia
memeluk lebih keras sambil menepuk-nepuk punggung Maya.
"Tenanglah, Ma. Demi keluarga kita, tenanglah. Sabar."
197
Maya menangis tertahan. Rama terus menepuk-nepuknya untuk
menenangkan. Akhirnya sedu sedan Maya berhenti.
"Cuek saja, Ma. Cuek, ya. Jangan diambil hati. Jangan anggap serius,"
bisiknya di telinga Maya.
"Maunya sih begitu, Pa. Tapi lama-lama berat juga rasanya."
"Tentu. Aku mengerti. Tapi berusahalah, Ma. Demi kita semua. Ingat
anak-anak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kata-kata itu bisa lebih menenangkan Maya.


"Dulu dia nggak pakai menyan. Berarti ada peningkatan," keluh Maya.
"Kita harus beradaptasi juga, Ma. Pokoknya kita kan nggak ikut-ikutan.
Dosanya adalah tanggungannya sendiri."
"Aku sering bergidik kalau ada di dekatnya. Dili-hatin aja udah
merinding."
"Tapi kita nggak boleh larut dalam ketakutan, Ma. Bisa ambruk nanti.
Makanya supaya bisa survive, kita harus berupaya sesuai kemampuan
kita. Karena nggak bisa melawan, maka kita menghindar saja. Jadi
bersabarlah."
Maya senang akan perlakuan Rama yang sabar dan perhatian. Ia berjanji
untuk memenuhi permintaan Rama. Tapi dalam hati ia berkata dengan
gemas, "Semoga nenek itu cepat mati!"
***
Di kamar Ratna yang luas, asap menyan sudah memenuhi kamar hingga
memutih seperti kabut. Tapi Ratna tidak memedulikan. Ia
berkonsentrasi sepenuhnya. Sesekali ia menaburkan kemenyan di atas
bara arang. Asapnya tidak putus-putus.
198
"Tuan! Tuan!" ia memanggil. Tatapannya ke arah depan. Ia memang tidak
berharap bisa melihat sesuatu. Dulu pun ia tidak melihat apa-apa. Ia
cuma mendengar suaranya.
Sudah berkali-kali ia memanggil, tapi tak ada sahutan. Ia hampir putus
asa.
"Tuan! Tempo hari kau janji untuk datang lagi! Mana? Sudah lupa sama
aku atau asyik sama orang lain?"
Ia merasa sudah cukup lama menunggu janji sang Tuan. Ia tidak punya
kesabaran untuk membiarkannya datang sendiri. Kapan mau datang kalau
ia sudah membutuhkannya sekarang? Ia membutuhkan banyak hal. Salah
satunya adalah Delia!
Ia tidak ingin jadi orang yang cuma pintar menyumpah dan mengutuk. Ia
ingin lebih. Dulu ia mengutuk suaminya yang sakit-sakitan serta
menghabiskan harta dan perhiasannya agar cepat mati saja. Ternyata

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kemudian suaminya benar-benar meninggal. Tapi saat itu ia tidak pernah


berpikir bahwa kematian itu adalah akibat dari kutukannya. Bila orang
sakit parah, suatu saat pasti akan meninggal juga. Sesudah itu ia
mengutuk Adam dan Agus yang dianggapnya kurang ajar. Keduanya pun
meninggal meskipun oleh sebab yang berbeda dan saat yang berbeda
juga. Tapi kejadian berturutan itu tidak membuatnya yakin bahwa
lidahnya memang bertuah. Im tentu kebetulan belaka.
Baru belakangan ini saja ia merasa memiliki kemampuan yang lebih dari
biasanya. Instingnya lebih kuat. Sepertinya ia punya indra keenam.
Fisiknya pun begim. Tapi bukan cuma itu yang diinginkannya. Ia ingin
lebih.
"Ke mana kau, Tuan yang kupuja? Ketahuilah,
199
hanya engkau satu-satunya yang bisa memenuhi keinginan-keinginanku!"
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang sudah dikenalnya. Biarpun begitu
ia terkejut karena bunyi itu menggiriskan perasaan. Ia jatuh
terjengkang dengan kedua kakinya masih menekuk!
"Ha-ha-ha! Jadi kau memujaku?"
Ratna cepat bangun dengan susah payah. Kakinya terasa kaku. Ia
kembali ke posisi bersila.
"Ya, Tuan! Betul, Tuan! Aku memujamu!"
"Kalau begitu, kau bersedia menjadi hambaku?"
"Ya."
"Dan kalau kau mati, nyawamu menjadi milikku?" "Ya."
"Sudah kaupikirkan? Aku memberimu waktu cukup banyak untuk
berpikir." "Sudah, Tuan."
"Baiklah. Bagus kalau begitu. Artinya kau memutuskan tanpa paksaan."
"Ya, Tuan."
Suara tawa itu kedengaran lagi. Senang dan puas. Menggiriskan dan
membangkitkan bulu roma.
Tapi kali ini Ratna bergeming. Ia tidak kaget lagi atau merasa ngeri.
Sebaliknya ia duduk dengan leher tegak. Ia merasakan sensasi mengaliri
darahnya. Wajahnya menampakkan keinginan-keinginan dan dambaan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

yang membuatnya tampak ganas dan energik oleh semangat


keserakahan. Pelan tapi pasti wajahnya memperlihatkan perubahan.
Keriput menghilang, tinggal garis-garis tipis. Pipinya mengencang,
gelambir di dagu lenyap. Dan rambutnya yang putih berubah hitam!
Ia tidak tahu apa yang terjadi pada wajahnya. Ia hanya merasakan
kelainan. Tapi ia tidak berani beralih
200
dari duduknya untuk mengecek di cermin. Ia khawatir sang Tuan keburu
pergi. Ia tidak akan tahu kalau hal itu terjadi.
"Tuan! Tuan! Aku ingin..."
"Aku tahu apa yang kauinginkan!" gelegar suara sang Tuan memutus
perkataannya.
Sesudah itu sepi. Ratna tahu sang Tuan sudah pergi. Ia segera
melompat bangun dengan enteng, lalu berlari ke cermin besar yang
melekat di depan lemari pakaiannya. Di sana ia berteriak penuh kejutan.
Betulkah itu dirinya yang sudah berusia tujuh puluh tahun? Itu memang
dirinya, tapi dengan usia puluhan tahun lebih muda! Ia tak bosannya
mengamati cermin. Ia ingat dirinya saat itu. Masih tergolong muda tapi
memiliki suami yang tak punya kemampuan lagi untuk memuaskan
libidonya.
Cepat-cepat ia membuka dasternya. Beha dan celana dalamnya yang
melorot ia buka juga. Kini ia bugil!
Untuk kedua kalinya ia terpesona. Itu adalah tubuhnya di masa lalu.
Tubuhnya indah. Padat dan kencang. Tak ada selulit. Pikirannya kembali
melayang ke masa itu. Tubuhnya itu pernah mendambakan cinta tapi tak
bisa diperolehnya. Untuk menyeleweng ia tak bisa karena tak punya
keberanian. Maka pelan-pelan seiring waktu yang berjalan, tubuh padat
dan kencang itu berangsur-angsur menjadi peot, lembek, dan
bergelayut! Proses menua itu terjadi dalam kesibukannya mengurus
suami yang sakit-sakitan dan tujuh orang anak! Setelah bebas dari
kesibukan itu, tahu-tahu ia melihat dirinya sudah renta. Masa yang
sudah lewat tak bisa diraih kembali. Ia harus menerima apa yang ada
dengan amarah!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tetapi sekarang mimpinya menjadi kenyataan.


201
Ipah duduk di lantai depan kamar Rama, tak jauh dari pintu. Tidak
dekat-dekat karena takut nanti disangka menguping. Ia mendengar
suara-suara. Tapi serba tak jelas. Ia mengira Ratna bicara sendiri
dengan suara yang berubah-ubah. Ia takut majikannya itu sudah
menjadi gila. Karena merasa berkewajiban, maka ia tetap di situ
menunggui kalau-kalau Ratna perlu bantuan.
Maya sesekali melongok dari jauh. Cukup lama Rama di dalam kamar. Ia
yakin Rama tidak sedang tidur karena asap kemenyan menandakan ada
kegiatan di dalam kamar. Ia melihat Ipah masih duduk di depan kamar.
Ia tak berani mendekat karena takut bila pada saat yang sama tiba-tiba
Ratna keluar. Maka ia cuma memberi isyarat bertanya dengan tangannya
kepada Ipah. Tapi Ipah menggelengkan kepala dan tangannya. Tanda
tidak tahu.
Lalu pintu terbuka.
"Pah!" terdengar panggilan Rama. "Nih, bawa ke belakang!"
Ipah berdiri lalu mendekat. Ia menerima wadah kemenyan yang
disodorkan Rama kepadanya tanpa memandang wajah Ratna seperti
sikapnya yang biasa. Tapi ia merasakan adanya kelainan. Ia memandang
Rama, lalu tatapannya menjadi lekat untuk sesaat. Wajahnya penuh
dengan kejutan luar biasa. Ia membuka mulut.
"A-a-aaa... u-u-uuu...," suaranya keluar dengan susah. Lalu mulurnya
membuka lebih lebar, kerongkongannya bergetar. Lalu keluarlah
jeritannya yang melengking! Sesudah itu ia jatuh pingsan! Wadah
202
kemenyan lepas dari tangannya, jatuh dan pecah berantakan! Arangnya
berhamburan ke mana-mana.
Rama tertawa geli melihat kejadian itu. Ia membiarkan saja dan
menganggapnya sebagai tontonan menarik. Sengaja ia menarik diri lebih
ke pinggir supaya tidak tampak dari ruang dalam. Ia menunggu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maya datang dengan tergopoh-gopoh diikuti Rama. Mereka berhenti


mendadak setelah melihat Rama. Pandang mereka membelalak, terkejut
dan tidak percaya.
"Ma...ma?" gagap Maya, diikuti seruan Rama.
Rama tersenyum lebar dan memperlihatkan barisan giginya yang utuh,
padahal semula ada beberapa yang tanggal!
Maya menjerit lalu jatuh pingsan! Hanya Rama yang masih berdiri tegak.
Kaku sejenak. Ia memelototi ibunya. Meskipun terkejut luar biasa, ia
masih bisa mengendalikan diri. Tiba-tiba ia merasa kembali ke masa lalu.
Ketika itu ia masih pelajar SMU. Kira-kira seperti itulah penampilan
ibunya yang sekarang dilihatnya. Tapi sekarang ia bukan lagi pelajar
SMU. Ia seorang bapak dua anak, berusia empat puluhan! Yang kembali
ke masa lalu bukanlah dirinya, melainkan ibunya!
Rama segera tersadar melihat Maya terkulai di lantai. Ia harus
menolong istrinya. Rama tertawa sejadi-jadinya. Aduh, senang sekali!
203
BAB 21

Delia terbangun dengan kaget. Ia langsung duduk dengan wajah pucat.


Keringat dinginnya bercucuran. Jantungnya berdebar kencang.
Tubuhnya gemetaran. Barusan ia memimpikan Ratna! Tetapi berbeda
dari biasanya, mimpinya barusan terasa begitu riil. Sepertinya ia
berhadapan langsung dengan Ratna. Jadi sekarang setelah sadar, ia
memandang berkeliling kalau-kalau Ratna berada di kamarnya. Setelah
yakin itu memang hanya mimpi, ia kembali menjatuhkan diri di kasur.
Di dalam mimpinya ia melihat Ratna menatap marah kepadanya sambil
mengulurkan kedua tangan dengan telapak tangan ke atas. "Berikan
padaku!" teriaknya. Wajahnya mengerikan karena selain ekspresi
kemarahan, di atas kepalanya mencuat sepasang tanduk kecil! Matanya
menyala seperti memancarkan api!
Delia tahu apa yang diminta Ratna. Masih tetap sama. Tetapi baginya,
memberikan itu berarti menyerah. Dan menyerah berarti membiarkan
diri dikuasai.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tidak!" sahutnya tegas.


"Oh, tidak?" tegas Ratna. "Pelit amat sih kau! Daripada kauhamburkan
buat orang lain kan lebih baik buat aku saja! Dasar jahat!"
"Aku berhak memberikan milikku kepada siapa saja!"
204
"Oh ya? Dasar busuk! Kalau begitu, kau nggak bakal mati dengan tenang!
Pikirmu aku nggak tahu ya? Kau nggak bisa mati sebelum memberikan
apa yang jadi hakku!"
"Kalau aku mati, baru Mama boleh ambil karena sudah jadi hak Mama!"
"Huh! Bukankah kau punya rencana mati tanpa meninggalkan apa-apa?
Buat apa mayatmu bagiku?"
Lalu wajah Ratna yang mengerikan itu mendekat kepadanya. Semakin
lama semakin dekat hingga ia merasa akan dimakan olehnya. Delia
ketakutan, tak bisa bergerak. Baru kemudian ia merasa "terlempar"
kembali ke dunia nyata.
Setelah merasa lebih tenang, ia kembali memikirkan mimpi itu. Meskipun
merasa aneh, ia sadar itu bukan sembarang mimpi. Sesungguhnya ia
masih merasa takut kepada Ratna. Ia melawan dalam ketakutan dan
ketidakberdayaan. Sekarang muncul kecemasan lain. Bisakah Ratna
mencegah ia mati? Punya kemampuankah dia melakukannya? Bila Rama
benar mampu, apakah itu berarti ia tidak bisa mengatur diri sendiri?
Padahal ia percaya setiap orang berhak mati kapan saja ia mau karena ia
memiliki dirinya sendiri.
Tubuh Delia terasa lemas. Pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab itu
melelahkan otaknya. Ia tak bisa berpikir lagi. Otot-otot di tubuhnya
ingin beristirahat. Maka ia pun diam dalam kekosongan dan keheningan.
Dalam keadaan itu ia bisa merasakan dengan jelas denyut jantungnya
dan gerak aliran darah ke sekujur tubuhnya. Kemudian perutnya
berbunyi dengan irama teratur, bukan karena adanya gas, tapi karena
kerja mesin pencernaan makanan. Di dalam tubuhnya sedang
berlangsung proses rutin
205

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pertanda kehidupan. Semua organ aktif bekerja untuk menunjang


kehidupan. Kalau berhenti berarti mati.
Dalam diamnya ia menikmati gemuruh kerja organ-organ tubuhnya itu.
Ia membayangkan suatu saat semua itu akan berhenti bekerja.
Bermacam sebabnya. Salah satunya adalah pemaksaan atau bunuh diri!
Tiba-tiba muncul rasa sayang. Ada rasa bersalah kalau ia sampai
mencederai dan menghancurkannya.
Matanya menjadi basah. Lalu perlahan-lahan ototnya kembali bergerak.
Kaki dan tangannya meregang. Tubuhnya bergeser untuk menyamankan
posisi. Otaknya siap bekerja lagi. Ada ajakan, "Ayo kita berpikir lagi!"
Apa yang harus dilakukannya sekarang setelah menyadari kekuatan
Ratna? Mimpi tadi itu adalah show of force! Jelas ia tidak bisa lagi
berpegang pada keyakinan sebelumnya bahwa Ratna hanya perempuan
tua yang berlidah tajam. Dari mana kekuatan yang dimilikinya itu?
Selama ini Delia meyakini bahwa kekuatan yang bertujuan jahat pasti
dikendalikan oleh iblis. Sementara kebalikannya, yaitu yang baik, dimiliki
atau berada di pihak Yang Mahakuasa. Ia memang tidak pernah
berpaling kepada yang jahat karena memercayai hati nuraninya. Tapi ia
pun tidak berpaling kepada-Nya.
Hal itu terjadi sejak kemalangan menimpanya berturut-turut. Ia
menganggap dirinya sudah dilupakan dan ditinggalkan oleh-Nya. Jadi
buat apa lagi memohon dan berdoa?
Ia percaya, sekarang ini hanya Dia yang bisa menolongnya. Tapi ia
merasa malu untuk kembali memohon setelah menganggapnya sebagai
kesia-siaan belaka.
206
Ternyata ingatan kepada-Nya saja mampu memberinya ketenangan.
Tanpa terasa ia kembali tertidur!
Sambil menunggu tibanya jam enam, kedua bersaudara terus berbincang
mencari jalan keluar bagi Delia.
"Kalau kita sudah terbuka kepadanya, sebaiknya kita ajak dia ke
psikiater," Kosmas mengusulkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kukira, orang seperti Delia nggak butuh nasihat, Bang. Dia butuh
sesuatu yang nyata," sahut Erwin.
"Masalahnya seperti apa saja kita nggak tahu," Kosmas berkata dengan
lesu.
"Ya. Kita harus menunggu dulu. Dalam hal ini kita harus bertindak
selangkah demi selangkah. Lihat reaksinya untuk menentukan reaksi
kita."
"Jadi sebaiknya kita tunggu saja. Biarpun menunggu itu meresahkan."
"Bicara topik lain saja, Bang."
"Apa?"
"Aku mau curhat, Bang. Begini. Aku punya perasaan khusus terhadap
Yasmin." "Sudah kuduga."
"Tapi kenapa aku mesti jatuh cinta pada istri orang sementara dia
sendiri kelihatannya tidak peduli padaku?" keluh Erwin.
"Jangan putus asa dulu, Win. Sekarang dia memang istri orang, tapi
besok-besok kan belum tentu. Kau harus bersabar. Suaminya itu gombal.
Lihat saja. Yasmin akan menderita lagi."
"Kelihatannya dia mencintai suaminya. Cinta membuat dia percaya,
betapapun gombalnya omongan si suami. Kenapa yang mendapatkan cinta
dari orang yang kucintai justru tidak bisa menghargai?"
207
Kosmas menepuk pundak Erwin.
"Jangan pesimis, Win. Hidup ini nggak kelihatan ujungnya. Kita nggak
tahu apa yang ada di sana."
"Aku juga takut dia akan mengulangi perbuatannya kalau ternyata si
suami kembali berbuat jahat kepadanya."
"Kita senasib lagi, Win. Sama-sama jatuh cinta pada perempuan putus
asa."
"Sama tapi tak serupa. Kau lebih beruntung, Bang. Delia bukan istri
orang."
"Sekarang Yasmin memang istri orang Tapi besok belum tentu, Win."
Erwin tertawa. "Jangan-jangan kita senasib juga. Bertepuk sebelah
tangan!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Eh, hampir jam enam tuh. Kau mandi dulu, gantian." Kosmas menepuk
pundak adiknya.
Sambil menunggu Erwin selesai mandi dan menggantikannya, Kosmas
mondar-mandir di depan kantor dan menatap ke arah kamar 14,
berharap Delia keluar dari sana. Tamu-tamu bermunculan keluar-masuk,
tapi bukan Delia.
Usai mandi kembali Kosmas mondar-mandir.
"Bang! Duduklah di sini," panggil Erwin.
"Sudah lewat sepuluh menit, Win!" Kosmas menunjuk arlojinya.
"Tunggulah barang sebentar lagi."
"Aku akan menjemputnya."
Sebelum Erwin sempat berbicara, Kosmas sudah bergegas pergi.
Spontan Erwin mau mengikuti, tapi kemudian ia teringat untuk
memanggil Adi dulu supaya ada yang menggantikan. Erwin khawatir
Kosmas akan bertindak emosional.
Kosmas mengetuk pintu kamar 14.
"Del! Del!" ia memanggil. Mula-mula pelan, kemu-
208
dian keras. Lalu ia menyadari, ada gorden terkuak di kamar sebelah.
Nanti bukan cuma gorden terkuak, melainkan penghuninya yang keluar.
Satu keluar lainnya keluar juga. Bisa terjadi kehebohan. Apalagi dia
pemilik motel.
Ia menghentikan ketukan dan panggilannya. Tapi semakin resah. Kenapa
Delia tidak menyahut atau membuka pintu?
Erwin datang, Ia membawa kunci cadangan.
"Gimana, Bang? Kita buka saja atau mencoba lagi menggedor pintunya
hingga orang-orang pada heboh?"
"Buka saja! Tapi tengok dulu kiri-kanan."
Setelah memastikan lorong sepi dan gorden di kamar sebelah tertutup
rapat, Erwin membuka pintu kamar dengan cara yang sudah dilakukannya
sebelumnya. Risikonya besar. Kalau Delia sedang tidur, wanita itu bisa
marah besar atas kelancangan mereka. Tapi risiko itu harus ditempuh.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas dan Erwin menerobos masuk. Tubuh mereka bertabrakan di


ambang pintu karena mau masuk berbarengan.
Mereka melihat Delia berbaring diam. Kosmas cepat mendekati. Erwin
masih ingat untuk menutup pintu kembali. Jangan sampai ada orang tak
berkepentingan ikut masuk.
Delia tampak begitu diam. Ia tidak terbangun atau terusik meskipun
kedua orang yang lancang itu membuat suara-suara yang cukup berisik.
Tapi dadanya yang naik-turun menandakan ia masih hidup. Kosmas
merasa lega sampai kemudian matanya tertuju ke meja di samping
tempat tidur. Ia terkejut sekali. Peles berisi pil yang semula ada di situ
sudah tak ada.
209
"Win! Lihat! Nggak ada!" ia berseru sambil menunjuk.
Erwin ikut kaget. Ia dan Kosmas menghambur ke sisi Delia. Satu di
sebelah kiri, satu di kanan.
"Bangun, Del! Bangun! Ayo bangun!" keduanya berseru.
Dengan nekat Kosmas mengguncang-guncang lengan Delia. Tapi ia masih
ingat untuk melakukannya dengan hati-hati. Biarpun cemas, masih ada
harapan.
Sebenarnya Delia sedang tidur. Tapi tidur yang dijalaninya ini berbeda
dari biasa. Begitu nyenyaknya hingga seolah berada di dunia lain. Hampir
seperti koma. Pancaindranya tumpul, hampir tak berfungsi. Dalam
keadaan demikian tentu saja ia sulit dibangunkan.
Optimisme Kosmas luruh. Ia menjadi panik. Guncangannya di lengan
Delia makin keras. Panggilannya pun terus bersahut-sahutan dengan
Erwin.
"Bangun, Del! Bangun! Jangan mati! Jangan!"
Akhirnya guncangan Kosmas yang keras berhasil membangunkan Delia.
Delia membuka mata, menyipit pada mulanya. Masih bingung. Belum
sempat sadar sepenuhnya, tubuhnya sudah ditarik Kosmas hingga
terduduk. Sesudah itu dengan dibantu Erwin, Kosmas menurunkannya
dari tempat tidur. Kedua orang itu menopang tubuh Delia, satu di kiri
satu di kanan. Mereka memaksa Delia berjalan!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Mata Delia terbuka semakin lebar. Kesadarannya kembali. Setelah


heran dan bingung, ia berontak dari pegangan. Tapi Kosmas dan Erwin
semakin kuat memegangnya sambil menyeretnya terus berjalan keliling
kamar. Delia tak mampu mengatasi tenaga dua lelaki.
"Del! Kau nggak boleh mati, tahu? Kenapa senekat
210
itu sih?" Kosmas memarahi. "Aduh, Del! Jangan begitu dong!"
Ucapan itu membuat Delia bertambah bingung. Apakah tadi ia benar-
benar menelan pilnya lalu keburu ditolong Kosmas dan Erwin sebelum
sempat mati?
"A-a-ada a-a-apa?" Delia setengah memaksa mulutnya untuk berbicara.
Lidahnya terasa kelu. Gila benar, pikirnya. Bahkan aku tidak ingat apa
yang barusan kulakukan. Siapa sebenarnya yang gila? Dirinya atau kedua
orang ini?
Ia merasa lega karena Kosmas dan Erwin tidak lagi menyeretnya. Jalan-
jalan sudah berhenti.
"Nah, dia sudah bisa ngomong, Win! Sekarang kita bawa dia ke rumah
sakit!" kata Kosmas.
"Hah? Ke-kenapa?" Delia bicara lebih keras. Nadanya menuntut.
Kosmas bertukar pandang dengan Erwin.
"Perutmu harus dipompa, Del! Aturannya gitu, kan? Ayolah cepat!"
Delia menepis pegangan di kiri dan kanannya. Ia berhasil. Lalu ia
berkacak pinggang dengan ekspresi galak.
"Memangnya perutku kenapa?" tanyanya lancar.
Sekarang giliran Kosmas dan Erwin yang bingung. Apakah mereka
melakukan kesalahan?
Delia terhuyung. Ekspresi galaknya hilang. Ia merasa pusing karena jalan
berputar-putar tadi. Dengan sigap Kosmas dan Erwin memegangnya,
tapi. kembali Delia menepis kiri-kanan. Kosmas dan Erwin melepas
pegangan. Buru-buru Delia duduk di tepi tempat tidur.
"Bagaimana perasaanmu, Del? Sudah enakan? Apa benar nggak perlu ke
rumah sakit?" tanya Kosmas. "Memangnya ada-apa sih? Kalian ini
kenapa?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

211
"Obat di situ ke mana?" tanya Kosmas, menunjuk meja.
"Obat?" ulang Delia. Ia pun memandang ke sana. Keningnya berkerut. Ya,
ke mana peles obat itu?
"Kauminum, ya?" tanya Kosmas.
Delia menggeleng. Kemudian teringat. "Masuk ke kolong," katanya,
menunjuk ke bawah.
Erwin membungkuk ke arah kolong tempat tidur. "Oh ya, ini dia." Ia
meraih peles obat itu, menunjukkannya kepada Kosmas, lalu mengamati
peles itu. "Masih penuh," katanya. Kemudian ia memasukkannya ke dalam
saku celananya.
"Hei, itu milikku!" seru Delia. "Kenapa kauambil?"
Kosmas merasa lega bukan main. Jadi Delia belum meminumnya. Tapi ia
tidak menyesal telah berlaku lancang. Kalau tidak melakukannya, ia akan
merasa bersalah bila ternyata benar-benar terjadi sesuatu pada Delia.
Kemudian ia menjatuhkan diri, berlutut di depan Delia lalu memegang
kedua tangannya.
"Del, aku mohon. Jangan bunuh diri. Apa pun masalahmu, jangan berbuat
begitu. Aku dan Erwin mau menolong dengan segenap kemampuan kami.
Sungguh, Del," kata Kosmas dengan suara memohon.
Erwin ikut berlutut di samping Kosmas. Ikut pula memohon, "Benar, Kak.
Aku tahu kau punya masalah berat. Tapi jangan diputuskan dengan cara
itu. Masih ada cara lain, kan? Kau punya pandangan luas. Aku tahu itu.
Caramu menasihati Yasmin bisa membuktikan. Jangan bunuh diri, Kak.
Kami tahu, kalau tidak di sini kau mungkin pindah ke tempat lain. Jangan,
Kak."
"Ya, jangan lakukan, Del," sambung Kosmas.
Delia terheran-heran, menatap kedua orang di depannya bergantian. Ia
mengerti maksud mereka tapi juga tidak paham.
212
"Dari mana kalian bisa tahu?" tanyanya.
"Maafkan aku, Del. Aku sudah lancang. Tapi semua itu terjadi tanpa
sengaja. Kebetulan saja."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas bercerita tentang kejadian malam itu, ketika Delia dan Erwin
sibuk membawa Yasmin ke rumah sakit.
"Maafkan aku. Tapi aku tidak menyesal telah berlaku lancang. Kalau
tidak begitu, aku tidak mungkin bisa tahu."
Delia tertegun sejenak. "Jadi kau mengacak-acak tasku?"
"Ya. Maaf, Del."
Delia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sudah. Kalian bangunlah. Duduk
sini," katanya sambil menepuk-nepuk kasur di kedua sisinya.
Kosmas dan Erwin merasa lega. Jadi Delia tidak marah. Mereka segera
duduk di sisi kiri-kanan Delia.
"Ya, aku maafkan kalian. Habis mau apa lagi? Sudah kejadian. Marah pun
percuma. Lagi pula kalian berniat baik. Sangat baik! Akulah yang
seharusnya berterima kasih. Supaya kalian lega dan plong, aku beritahu
bahwa aku sudah membatalkan niatku."
"Betul, Del? Apa bukan supaya kami tidak mem-buntutimu lagi?" Kosmas
setengah percaya. Segampang itukah Delia membatalkan niatnya?
"Betul. Tapi sebabnya bukan karena nasihat kalian."
"Lalu karena apa?" tanya Kosmas dan Erwin hampir berbarengan.
"Dia," sahut Delia sambil menunjuk ke atas.
"Dia?" kembali Kosmas dan Erwin bersuara berbarengan.
"Tadi aku mengalami sesuatu yang aneh. Aku dua kali tidur. Tidur yang
pertama aku mimpi buruk
213
sekali. Mimpi tentang iblis. Aku bangun dengan ketakutan. Dalam
keadaan itu aku teringat kepada-Nya. Sesudah itu aku merasa tenang,
lalu aku tidur lagi. Tidur yang kedua itulah yang sedang kujalani ketika
kalian membangunkan aku. Dalam tidur itu aku pergi jauh sekali sampai
ke luar dunia ini. Itu sebabnya aku jadi susah bangun."
Kosmas dan Erwin menyimak cerita itu dengan perasaan takjub.
"Lalu kapan kau memutuskan untuk membatalkan niat itu?" tanya Erwin.
"Pada saat aku merasa tenang dan damai, sebelum aku jatuh tertidur
untuk kedua kalinya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jadi baru saja, kan? Ketika kita berdebat di mobil, masih adakah niat
itu?"
"Oh ya. Tapi aku tidak akan melakukannya di sini seperti yang
kurencanakan semula."
"Oooh...," keluh Kosmas dalam-dalam.
"Aku mengerti sekarang, kenapa kalian membujukku untuk melanjutkan
perdebatan. Kalian takut aku masuk ke kamar lalu..."
"Betul," potong Erwin. "Kami begitu takut. Bang Kos seperti cacing kena
abu."
"Terima kasih kalian begitu memerhatikan aku," kata Delia penuh
syukur.
"Aduh, lupa pesan makanan!" seru Erwin sambil melompat. "Aku pergi
ya? Kalian berbincang dululah."
Setelah Erwin pergi, Delia meraih laci lalu membukanya. Ia mengambil
amplop yang ditujukan untuk Kosmas. Suratnya ia keluarkan dan
amplopnya ia masukkan kembali. Surat itu ia sobek-sobek hingga kecil
kemudian dibuangnya ke tempat sampah.
"Aku menyesal telah menyusahkan kalian berdua," kata Delia. "Rasanya
maaf saja nggak cukup."
214
"Apa kau menyesal telah memilih motel ini?" Kosmas ingin tahu. "Ya."
"Ah, aku malah senang. Bila kau memilih tempat lain, mungkin kau sudah
mati. Dan Yasmin pun mati. Aku tidak pernah berkenalan denganmu.
Tidak pernah tahu ada orang seperti kau. Tidak terpikirkah olehmu akan
semua itu?"
"Tapi bisa saja jalan nasib kita pun akan lain."
"Memang. Tapi nyatanya jadi seperti ini. Aku sama sekali tidak bisa
mengerti kenapa kau, orang seperti kau, bisa memilih mati padahal
hidupmu masih berguna."
"Kadang-kadang mati itu bisa memberi kebaikan bagi yang hidup."
"Mana ada yang seperti itu? Kematian selalu menyedihkan bagi yang
hidup."
"Tidak demikian dengan kematianku."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kau salah. Aku akan sangat bersedih. Sangat kehilangan."


"Kenapa? Aku bukan apa-apa bagimu."
"Aku mencintaimu!"
Delia terkejut. Wajahnya memanas. Tentu ia sudah menyadari perhatian
Kosmas sebelumnya. Tapi kenapa harus dirinya?
"Kau ngomong begitu hanya untuk mencegah niatku. Kau masih
khawatir."
"Bukan begitu. Aku harus bicara sebelum kau pergi. Waktunya singkat."
"Jangan, Bang Kos. Kau tidak tahu siapa dan bagaimana aku ini. Baru dua
hari kenal, kan?"
"Untuk mencintai tak perlu tahu secara detail. Im spontan."
"Ah, mana bisa. Harus tahu. Nanti rugi."
215
"Pendeknya, aku mencintaimu. Aku yakin. Aku tidak tahu apa perasaanmu
padaku. Apa ada pertimbangan untung-rugi?"
"Kaulah yang akan rugi, Bang! Bukan aku."
"Masalah apa yang kauhadapi, Del? Ayolah, ceritakan. Aku selalu punya
waktu untuk mendengarkan."
"Aku tidak mau menyeret orang lain."
"Menyeret ke mana? Biar saja. Aku senang diseret olehmu. Itu berarti
aku bisa terus mendampingimu."
"Orang seperti aku lebih baik sendirian. Kau bisa celaka kalau
mendampingku."
"Aku tidak takut. Biarkan aku membantumu. Aku senang dan ingin."
"Kau orang baik, Bang. Terima kasih."
"Jadi, maukah kau menerima bantuanku dan juga cintaku?" tanya
Kosmas penuh harap.
"Soal cinta aku tidak tahu, Bang. Tapi bantuan, aku mau."
"Baiklah," kata Kosmas girang. Yang penting Delia tidak menolaknya.
Cinta bisa belakangan.
"Aku mau bercerita, Bang. Tapi sebaiknya Erwin juga mendengarnya. Dia
ingin tahu juga, kan? Lebih baik bila dia mendengar langsung."
"Jadi kita bisa mendiskusikannya bersama-sama, ya?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas mengatakannya dengan penuh sayang hingga perasaan Delia


bergetar. Mungkinkah ini solusi yang diberikan oleh-Nya? Dengan
spontan ia memeluk Kosmas. Tanpa ragu-ragu Kosmas balas memeluk.
Perasaannya selangit. Delia menyandarkan kepalanya di dada Kosmas lalu
memejamkan mata. Ia merasa nyaman dan aman. Kosmas tidak berani
bergerak.
Terdengar ketukan pintu. Lalu pintu terbuka sedikit,
216
hanya memunculkan kepala Erwin. Melihat pemandangan di dalam kamar,
wajahnya tampak surprise. Ia tak jadi masuk.
Kebetulan posisi Kosmas menghadap pintu. Delia tidak menoleh. Mungkin
tidak mendengar.. Kosmas tersenyum kepada Erwin sambil mengedipkan
mata!
217
BAB 22

Setelah Hendri pulang, Yasmin meraih ponselnya. Ia memutuskan untuk


mengikuti anjuran Delia. Ia akan menghubungi ayahnya. Bukan untuk
minta bantuan atau memberitahu keberadaannya di rumah sakit, tapi
sekadar basa-basi. Im bisa sebagai pendahuluan. Lainnya disesuaikan
kemudian.
Ia masih ingat nomor telepon rumah ayahnya. Nomornya bagus, jadi
gampang diingat.
Suara seorang lelaki menyambutnya. Pasti bukan ayahnya. Yasmin
merasa lega karena bukan suara perempuan yang menyambutnya.
Memang bisa saja itu pembantu. Tapi bisa juga ibu tirinya.
"Bisa bicara dengan Pak Winata, Pak?"
"Ini siapa, ya?"
"Yasmin."
"Tunggu sebentar, Bu." Tak lama kemudian terdengar suara ayahnya,
"Halo, Yas." Kedengaran surprise sekali. "Gimana keadaanmu? Sudah
baikan? Pasti sudah ya? Kamu kecelakaan apa?"
Yasmin terkejut. "Dari mana Papa tahu?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Di sana diam sejenak. "Dari Hendri. Memangnya dia nggak ngomong?"


"Ngomong apa, Pa?"
"Jadi belum ngomong?"
218
"Ngomong apa sih, Pa? Aku kecelakaan apa katanya?"
"Katanya keserempet motor."
Meskipun bingung, Yasmin lega. Jadi Hendri berbohong. Itu lebih baik
daripada berterus terang. Tapi kenapa Hendri tidak berkata apa-apa
tentang ayahnya?
"Jadi benar kamu keserempet motor?"
"Iya, Pa."
"Sekarang masih di rumah sakit? Kapan pulang?" "Satu-dua hari lagi.
Disuruh istirahat. Apakah Hendri yang memberitahu Papa?" Di sana
diam lagi sejenak.
"Ya. Apakah Hendri yang menyuruhmu menelepon aku?"
"Nggak, Pa. Nggak ada yang nyuruh. Pengen sendiri."
"Ada apa? Perlu bantuan?"
"Nggak. Cuma pengen nanya keadaan Papa."
"Hendri nggak bilang? Nggak cerita?"
Yasmin mengerutkan kening. Apa yang disembunyikan Hendri darinya?
"Cerita apa sih, Pa?"
"Ah, nanti tanya Hendri saja deh. Jadi kau menelepon aku atas
keinginan sendiri?"
"Iya. Emangnya nggak boleh, Pa?"
"Oh, tentu aja boleh. Aku senang. Terima kasih. Apa kau masih marah
sama aku, Yas?"
"Nggak, Pa," sahut Yasmin ringan. Aneh, pikirnya. Tidak ada lagi
keraguan mengatakan itu.
"Betul begitu, Yas?" suara ayahnya kedengaran senang. "Oh, aku senang
sekali. Apalagi kau menelepon sendiri, ya? Wah, nggak nyangka deh. Jadi
kau memaafkan aku?"
"Iya dong, Pa. Gimana keadaan Papa sekarang?"
219

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kurang baik, Yas. Tempo hari aku terserang stroke. Untung ringan.
Sekarang aku pakai kursi roda karena kakiku lemah."
"Apakah Tante merawat Papa dengan baik?"
"Dia sudah nggak ada, Yas. Sudah pergi dengan orang lain. Sama seperti
aku dulu. Apakah kau mensyukuri aku?"
Yasmin terkejut. Ternyata ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
"Yas! Kok diam?"
"Entahlah, Pa. Aku nggak bisa jawab. Bisa iya bisa nggak. Supaya Papa
tahu, sekarang aku nggak seperti dulu lagi. Perasaanku lain," Yasmin
menjawab seperti apa adanya.
"Kenapa begitu, Yas? "
"Ada sesuatu yang membuka mataku."
"Oh ya? Mau ceritakan padaku?"
"Wah, panjang, Pa. Baterai HP-ku bisa habis."
"Apakah itu si Hendri?"
"Bukan, Pa. Aku punya teman baru. Seorang sahabat sejati. Dialah yang
mendorongku supaya menelepon Papa."
"Perempuan atau lelaki?"
"Perempuan dong, Pa. Namanya Delia."
"Syukurlah. Kapan-kapan aku pengen juga ketemu dia. Pasti orang yang
baik."
"Habis, siapa yang ngurusin Papa sekarang?"
"Ada Aryo, perawatku. Lalu istrinya Tari, pengurus rumah tangga. Masih
ada dua lagi pembantu. Cukuplah."
"Anak?"
"Nggak ada. Anakku cuma kau seorang." Yasmin tertegun. Cara ayahnya
mengatakan itu seperti mengingatkan hubungan mereka yang tak
220
bisa digantikan orang lain. Ia merasa terharu. Arogansinya yang masih
tersisa jadi lenyap.
"Yas! Si Hendri nggak datang?"
"Dia baru saja pulang."
"Jadi Hendri nggak ngomong apa-apa tentang aku?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"ih, Papa kok ngulang lagi? Udah dibilangin dia nggak ngomong apa-apa.
Memangnya ngomong apa, Pa?"
"Terus terang, sebelum kau masuk rumah sakit aku pernah ngomong-
ngomong sama dia. Aku nanyain kabarmu. Itu aja kok."
"Oh, begitu. Mungkin dia lupa nyampein."
"Ah, masa lupa? Kan baru aja. Ya sudahlah, nggak apa-apa. Tapi gini, Yas.
Sebaiknya jangan tanya dia soal aku dan jangan bilang bahwa kau
menelepon aku, ya? Diam-diam aja supaya dia mengira kita belum
berhubungan."
"Kenapa, Pa?"
"Nanti dia tersinggung."
"Masa gitu aja tersinggung?"
"Ayolah janji, Yas. Nanti aku jelaskan kalau ketemu. Ceritanya panjang.
Nanti baterai HP-mu habis."
"Iya deh. Janji. Mudah-mudahan aja nggak keceplosan, ya?" Yasmin
tertawa.
"Ah, kamu." Winata tertawa juga. Kedengaran senang. "Nanti kalau udah
sembuh betul, datanglah ke sini, Yas. Aku ingin sekali memanfaatkan
sisa umurku ini dengan memperbaiki hubunganku denganmu."
"Ya. Tentu saja, Pa."
"Begini saja, Yas. Kalau kau mau datang, sendiri tentunya ya, telepon
aja. Nanti Aryo bawa mobil ke sana."
"Ya, Pa."
221
"Udah dulu ya. Pengennya sih terus ngomong. Tapi kau perlu istirahat.
Ingat janjimu, ya?"
Sambil tersenyum Yasmin meletakkan ponselnya di meja lalu
merebahkan dirinya lagi. Dalam keadaan seperti sekarang baru terasa
mengherankan kenapa orang bisa menyimpan dendam begitu lama. Jalan
berliku mesti ditempuh dulu sebelum orang bisa saling memberi
kedamaian. Bagaimana kalau jalan itu tak bisa ditemukan?
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Winata bertepuk tangan sambil tertawa seperti anak kecil. Aryo


menyaksikan tingkahnya sambil tersenyum.
"Bayangin, Yo! Dia nelepon sendiri tanpa disuruh atau dibujuk si Hendri.
Hebat nggak tuh?"
"Ya. Hebat, Pak. Padahal Pak Hendri belum ngomong apa-apa?"
"Si Hendri kan bilangnya mau nunggu sampai Yas sembuh betul baru mau
ngomong dan kemudian membujuknya. Tahu-tahu Yas nelepon sendiri.
Kalau tahu gitu buat apa aku manggil si Hendri ya? Pakai mengancam
segala, lagi. Ah, aku jadi nyesel, Yo. Kalau Yas dengar soal ancaman itu,
apa dia nggak jadi marah lagi, ya?"
"Nggak ah, Pak. Dia kan udah berubah. Pasti caranya melihat persoalan
udah lain. Dia mau nelepon sendiri tanpa dibujuk pun udah
memperlihatkan hal
itu."
"Ya, dia bilang ada teman barunya bernama Delia yang memberinya
nasihat. Kalau gitu aku berutang budi sama temannya itu. Aneh juga, Yo.
Malah orang lain yang membujuk, bukan si Hendri."
222
"Nggak aneh juga, Pak. Kan Bapak udah lama sekali nggak ketemu Bu
Yas. Gimana perkembangannya kan nggak tahu."
"Iya. Memang benar. Oh, aku kangen banget sama dia, Yo. Dia itu
seperti anak hilang."
"Kalau nanti dia nanya soal Pak Hendri, gimana, Pak?"
"Aku mau pikirin dulu. Menurutmu gimana?"
"Menurutku, daripada membiarkan Pak Hendri yang ngomong, lebih baik
Bapak sendiri. Bapak kan nggak tahu kalau yang dibicarakan Pak Hendri
itu ada yang berubah."
"Iya. Bener juga. Tapi kita mesti lihat perkembangan situasi juga, Yo.
Apakah Yas keburu datang ke sini sebelum Hendri membicarakannya
atau terbalik?"
"Kalau begim Bu Yas mesti datang diam-diam ke sini tanpa memberitahu
suaminya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tentu aja. Pasti dia udah tahu sendiri. Dia kan udah janji nggak akan
bilang-bilang bahwa dia nelepon aku."
Mereka asyik membicarakan Yasmin. Winata bercerita tentang masa
kecil Yasmin. Baginya, Aryo bukan cuma perawat pribadi tapi juga teman
curhat dan diskusi. Sebelum ia sakit dan masih aktif bekerja, Aryo
bekerja di rumah sakit. Tapi istrinya, Tati, sudah bekerja di rumah
Winata sebagai pengurus rumah tangga. Ketika itu keduanya tinggal di
rumah sendiri bersama anak mereka yang sudah dewasa. Setelah
Winata sakit dan perlu dirawat di rumah padahal istrinya sudah pergi
meninggalkannya, Aryo beralih menjadi perawat pribadi. Dia dan istrinya
tinggal di situ.
Saat mereka tengah asyik berbincang itulah telepon dari Hendri
berbunyi.
223
"Ini Hendri, Pa."
Wajah Winata pun menjadi tegang. Ingin tahu sekali.
"Bagaimana keadaan Yas, Hen? Kapan dia pulang?"
"Sudah baik, Pa. Pulangnya besok atau lusa. Mungkin lebih baik lusa saja
supaya bisa istirahat lebih lama."
"Sudah kausampaikan?"
"Wah, belum, Pa. Kayaknya perlu waktu."
Winata mengerutkan kening. "Kenapa? Kan dia sudah sembuh."
"Masalahnya begini, Pa. Tadi waktu aku besuk dia, aku menyinggung soal
Papa. Aku bilang, udah lama ya nggak ketemu Papa. Ada baiknya
menelepon atau menjenguknya. Yasmin bilang nggak mau karena masih
sebal sama Papa. Apalagi ada Tante di sini. Aku tentu nggak berani
memberitahu bahwa Tante sudah pergi."
"Dia bilang begitu, ya?" kata Winata sambil melirik Aryo. Ketika Aryo
menangkap tatapannya, Winata mengarahkan telunjuknya ke dahinya.
"Iya, Pa. Jadi dari penjajakan itu aku tahu perasaannya kepada Papa.
Harus cari cara lain untuk membujuk."
"Atur sajalah gimana baiknya. Pendeknya jangan lebih dari sebulan,"
kata Winata dingin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi ada harapan, Pa. Dia nggak bilang benci, tapi sebal. Maknanya kan
lain."
"Aku tahu beres saja deh."
"Aku akan berusaha membujuknya, Pa. Tapi bukan dengan cara memaksa
seperti yang Papa ajarkan itu. Justru ancaman seperti itu bisa membuat
dia tambah marah. Dia keras kepala tapi tetap punya kelemahan."
Winata tak ingin bertanya macam-macam karena
224
perasaannya kesal. Padahal tampaknya Hendri masih ingin berbincang
lebih lama.
"Baiklah. Sampai nanti. Aku tunggu beritanya. Sekarang aku mau dipijit.
Terima kasih."
Setelah menutup telepon, Winata menggeleng-gelengkan kepala. Aryo
tak bertanya. Ia hanya menunggu.
"Orang itu nggak beres, Yo! Dia mau menimbulkan kesan bahwa Yasmin
susah dibujuk karena sebal sama aku. Jadi kalau nanti berhasil, pastilah
dia punya nilai jual yang tinggi!"
"Dia mau jual apa, Pak?"
"Entah. Pasti ada maunya. Lihat saja. Kita akan segera mendengar lagi
darinya."
"Yang penting Bu Yas kan sudah baikan sama Bapak."
"Ya. Tapi aku marah sekali sama suaminya itu." "Sudahlah, Pak. Entar
tekanan darahnya naik." "Aku bisa tenang kalau ingat Yas. Kasihan ya,
punya suami seperti itu."
"Dia membohongi tapi juga dibohongi." Mereka tertawa.
***
Yasmin menikmati makan malamnya berupa nasi yang diblender dengan
daging giling dan sayuran yang dihaluskan. Meskipun sudah serbahalus,
masih terasa perih bila ditelan. Harus sedikit-sedikit dan pelan-pelan.
Kerongkongannya memang sempat terbakar, demikian pula lambungnya,
waktu racun itu melewati.
Tapi untuk berbicara ia tak begitu merasakan sakit. Apalagi belakangan
ini ia selalu ingin bicara.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

225
Untunglah Hendri memberinya ponsel. Barang itu menjadi penghiburan
untuknya.
Usai makan ia kembali meraih ponselnya. Ia menghubungi Motel Marlin.
"Bisa bicara dengan Ibu Delia?"
"Oh, Ibu Delia sedang makan, Bu. Ini dari mana?"
"Yasmin."
"Oh, Bu Yasmin. Sudah sehat, Bu?" "Sudah. Terima kasih. Ini siapa ya?"
"Saya Adi."
"Ke mana Bang Kos dan Bang Erwin?"
"Lagi makan bersama Ibu Delia."
"Oh, begim. Baiklah. Nggak usah dipanggil. Nanti saya telepon lagi."
Yasmin membayangkan ketiga orang itu berkumpul di ruang makan. Tiba-
tiba ia ingin sekali bergabung dengan mereka. Kalau hal itu sampai
terjadi, pastilah suasananya berbeda.
Ia mulai berangan-angan. Kalau nanti sudah sembuh seperti sediakala, ia
perlu menata ulang hidupnya. Ia ingin berubah. Tak lagi jadi katak dalam
tempurung seperti dulu. Hendri tak boleh lagi melarang dan membatasi.
Sekarang ia tak lagi sendiri. Ia punya ayah dan teman-teman. Situasi
sudah berubah. Dirinya pun begim. Kalau sekarang ia melihat ke
belakang, sepertinya ia melihat dirinya sebagai perempuan bodoh yang
tak punya harga diri. Masih mending bodoh saja tapi punya harga diri.
Bukan malah dua-duanya!
Ia tahu, dalam hal itu takkan mendapat dukungan dari Hendri. Meskipun
menyesal dan minta maaf, tidak berarti Hendri mau mengubah
semuanya. Perjuangannya akan sulit. Tapi ia sudah siap.
226

BAB 23

Rama dan semua saudaranya berikut keluarga masing-masing menjadi


heboh luar biasa. Dalam waktu singkat berita menyebar di antara
mereka, termasuk mereka yang tinggal di luar Jawa. Apa yang telah

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

terjadi atas ibu mereka? Masuk kamar dalam kondisi biasa, keluar
kamar berubah jadi luar biasa. Tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba
dia berubah jadi jauh lebih muda. Penampilannya seperti ibu mereka
saat mereka masih duduk di bangku sekolah!
Setelah berita tersebar, mereka datang berbondong-bondong untuk
menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Sementara dua saudara di luar
Jawa minta dikirimi foto. Secepatnya mereka akan datang begitu
mendapat kesempatan. Janji mereka itu segera dibalas dengan kata-
kata, "Jangan lupa oleh-olehnya! Mama suka yang berkilau!"
Ratna sendiri senang ditonton dan dikomentari. Apalagi dipuji. Ia
tersenyum semanis manisnya, memperlihatkan kecantikannya semasa
muda. Ia ditanya dan didesak untuk menjelaskan bagaimana caranya bisa
mengubah diri seperti itu. Ia menjawab, "Bukan aku yang melakukannya!"
"Habis siapa?"
"Ini keajaiban! Aku orang yang beruntung!"
227
"Tapi mesti ada yang melakukannya dong. Masa simsalabim!"
"Ada aja. Kalian nggak perlu tahu." "Mama minta, ya?"
"Ah, minta sama siapa? Aku sendiri kaget melihat cermin."
"Tapi Mama pakai kemenyan. Biasanya nggak," kata Rama.
"Itu buat nyari si Del," sahut Ratna terus terang.
"Apa sekarang sudah dapat, Ma?"
"Oh, sudah. Dan ini bonusnya!" Ratna menunjuk wajahnya sendiri sambil
tertawa.
"Ada di mana Del sekarang?"
"Dia di Jakarta. Tapi nggak perlu dicari lagi. Detektif kalian itu
diberhentikan saja."
"Kenapa nggak perlu dicari lagi, Ma? Apa Mama sudah mengikhlaskan dia
sampai Mama dikasih bonus?"
Saking penasaran dan takjub, anak-anak dan menantu melupakan
ketakutan dan kengerian mereka. Tapi pertanyaan terakhir itu membuat
Ratna melotot. Yang ditatap mengkeret ketakutan. Wajah manis Ratna

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

memang melenyapkan kesan ngeri, tapi tatapannya masih tajam


menusuk. Matanya masih yang dulu. Mata yang memancarkan hasrat.
"Delia nggak perlu dicari lagi karena nanti dia akan datang sendiri
padaku!" kata Ratna sombong.
Ucapan ini membungkam mulut anak-anak dan menantu. Ketakutan yang
dulu kembali menguasai mereka. Sekarang Ratna lebih berbahaya
dibanding dulu. Kekuatan yang dimilikinya sudah tampak jelas. Apalagi
dengan perubahan fisik seperti itu, dia jadi kelihatan tidak manusiawi.
Masih seorang manusiakah dia?
228
"Kebetulan sekarang kita sudah berkumpul lengkap, ayo kita berpesta!"
seru Ratna antusias.
Anak-anak dan menantu berpandangan. Tidak setuju, tidak suka, tapi
tidak bisa membantah.
"Pesta apa, Ma?" tanya Rama. Ia membayangkan pesta ritual berdarah-
darah seperti yang ditayangkan film horor.
"Kita makan-makan di restoran yang enak!"
Mereka tertegun. Pasti itu akan menjadi pesta yang murung dan
mencekam. Tapi siapa yang berani membantah? Kutukan ada di depan
mata. Sekarang tidak ada lagi istilah percaya nggak percaya.
"Sesudah makan, antar aku ke mal," Ratna masih belum selesai dengan
tuntutannya. "Aku mau beli baju. Penampilanku yang baru tentunya
membutuhkan baju yang baru! Sandal! Kosmetik! Uh, apa lagi ya?"
Mereka lebih terkejut lagi. Masa depan jadi suram dengan tiba-tiba!
***
Di ruang makan Motel Marlin, Kosmas, Erwin dan Delia sudah selesai
makan. Meja sudah dibersihkan. Hanya tinggal gelas berisi air putih
untuk masing-masing.
Delia bercerita tentang permasalahan yang dihadapinya.
"Nah, itulah kisahku yang malang. Percaya atau tidak. Ratna, ibu
mertuaku, memang seperti nenek sihir."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku nggak percaya ada orang bisa mengutuk orang lain sesukanya.
Ngomong saja sih gampang. Semua orang juga bisa. Tapi nggak mungkin
kejadian," kata Erwin.
229
"Ada saat aku pun tidak percaya. Tidak mau percaya. Kematian adalah
takdir. Tapi pada. awalnya aku membenci dia karena mensyukuri
kematian anak dan suamiku, padahal mereka adalah cucu dan anak
kandungnya sendiri. Lalu beberapa kejadian, terutama belakangan ini,
memperlihatkan bahwa dia memang punya kemampuan yang tidak
manusiawi. Salah satu yang paling mengejutkan adalah ketika dia
menanyakan sakitku. Padahal tidak ada yang tahu. Itu salah satu sebab
yang memicu keputusanku untuk bunuh diri. Aku menderita penyakit
mematikan. Tak lama lagi mati. Padahal aku masih punya sedikit harta.
Bukankah dia akan mengambilnya nanti? Jadi itulah yang kulakukan.
Semata-mata untuk mencegah dia."
"Aku akan membantumu untuk melawannya, Del. Aku percaya, Tuhan
akan membantu orang yang benar. Bukankah tadi kau mengalami sendiri?
Bahwa Dia sesungguhnya tidak melupakanmu?"
"Ya. Aku sungguh berterima kasih pada kalian. Tapi aku tidak mau kalian
dikutuk juga."
"Aku tidak takut," kata Erwin.
"Aku juga," tambah Kosmas.
"Bagaimana melawannya? Ini kan bukan perang fisik."
"Menurutku, satu-satunya cara adalah dengan berdoa dan percaya
kepada-Nya. Nenek itu punya tujuan jahat. Ilmunya pun jahat. Jadi
jelas kepada siapa dia menghamba," kata Erwin.
"Betul. Aku mengalaminya sendiri tadi. Pengalaman yang luar biasa.
Keputusanku yang sudah begim mantap dan kuambil setelah lama
berpikir ternyata bisa kubatalkan dalam waktu yang begim singkat,"
sahut Delia.
230
"Biarpun kau membatalkannya, jangan sesali harta yang hilang, Del,"
hibur Kosmas.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ah, nggak mungkin kusesali. Aku memang harus melakukannya. Jadi


pada saat aku mati nanti, paling-paling yang tersisa tinggal sedikit.
Mungkin juga malah habis. Rama tetap akan gigit jari."
"Memangnya kapan saat kau mati?" tanya Kosmas curiga.
"Bukankah aku punya penyakit yang sulit disembuhkan? Ujungnya mati,
kan? Aku masih punya uang untuk keperluan mengurus diriku. Jadi aku
minta tolong pada kalian untuk membantuku."
Delia mengatakannya tanpa emosi. Sepertinya dia tengah membicarakan
orang lain.
Kosmas dan Erwin terbelalak.
"Apa benar penyakit itu sulit disembuhkan? Itu kau yang ngomong
sendiri," bantah Kosmas.
"Kau harus periksa lagi ke dokter untuk mendapat kepastian," Erwin
membenarkan. "Sebelum itu, jangan dulu berpikir yang bukan-bukan."
"Dulu aku pernah dianjurkan dokter untuk operasi pengangkatan rahim.
Tapi aku tidak mematuhi. Aku mencari pengobatan alternatif. Tapi itu
pun kutinggalkan setengah jalan. Beberapa hari yang lalu aku merasa
nyeri lagi di tempat yang sama."
"Tidak!" seru Kosmas. "Jangan sembarangan menilai! Besok kuantar kau
ke rumah sakit, ya? Jangan hanya datang ke satu dokter, tapi beberapa
dokter sebagai pembanding. Siapa tahu dokter pertama kurang pintar."
Antusiasme Kosmas mengejutkan Delia.
"Betul sekali, Del," Erwin membenarkan. "Penyakit itu harus dilawan.
Sama seperti nenek sihir itu. Kau tidak mau menyerah kepada si nenek
sihir. Masa
231
mau menyerah kepada penyakit? Jangan-jangan penyakit itu pun
perwujudan dari iblis, Del!"
Sengaja Erwin berkata seperti itu untuk membangkitkan semangat Delia
yang pantang menyerah. Niatnya untuk bunuh diri itu pun sebenarnya
adalah bentuk perlawanan versinya sendiri.
Delia termenung. Tapi ia merasakan kebenaran kata-kata Erwin.
Mungkin juga ia terlalu cepat me-nyerah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jadi besok kuantar kau ke rumah sakit, ya?" Kosmas membujuk. "Yang
pasti akan ada tes-tes dan berbagai pemeriksaan. Semua itu harus
kaujalani dengan tekun. Im bentuk perlawanan, Del!"
"Baiklah. Terima kasih, Bang."
"Jadi untuk soal itu sudah ada penyelesaiannya," kata Erwin. "Sekarang
aku mau minta maaf, Kak. Sebenarnya aku telah melakukan kesalahan
kepadamu. Kamar yang kautempati itu sebenarnya kamar yang dulu
ditempati korban bunuh diri. Namanya Yuli."
Kosmas terkejut atas keterusterangan Erwin. Seharusnya Erwin tidak
perlu mengatakan itu. Lebih baik Delia tidak tahu.
"Oh ya? Kenapa kauberikan itu padaku?" tanya Delia. Sikapnya biasa
saja. Cuma heran.
"Sebelumnya aku sudah yakin bahwa kamar itu bersih. Maksudku, tidak
ada apa-apanya. Aku bermeditasi di sim, mencoba merasakan kehadiran
roh, kalau memang ada. Tapi suasananya tenang dan damai. Berbeda
dengan sebelumnya, ketika peristiwa baru saja berlalu. Jadi kusimpulkan
kamar itu sudah bersih, siap untuk dihuni lagi."
"Apakah tak ada kamar lain yang kosong saat itu?" tanya Delia, ingin
tahu.
"Ada. Beberapa."
232
"Aku ngerti. Kau memakaiku untuk ngetes kamar itu, kan?"
"Maafkan aku."
"Kalau kau mau pindah, Del, masih ada kamar lain," Kosmas menawarkan.
"Ah, nggak perlu. Di kamar itu aku mengalami banyak hal. Mungkin ada
hikmahnya bagiku mendapat kamar itu."
"Jadi kau nggak marah, Kak?" tanya Erwin.
"Kenapa mesti marah? Aku senang di situ. Tapi yakinkah kau bahwa
kamar itu memang sudah bersih?"
"Ketika kau merasakan sengatan listrik di dinding padahal aku tidak
merasakannya, aku pikir ada se suatu di sim. Kau juga mendengar tangis
Yasmin padahal Yasmin tidak sedang menangis."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi kalaupun ada sesuatu, dia bermaksud baik padaku. Sudahlah, soal
itu tidak usah diributkan."
"Jadi nggak mau pindah?" tegas Kosmas.
"Nggak."
"Tapi aku memintamu tinggal di sini untuk waktu yang lebih lama, Del,"
kata Kosmas. "Bukankah kau harus periksa kesehatan? Berapa pun
waktu yang diperlukan, tinggallah di sini. Jangan membayar. Kami ingin
berbuat sesuatu unmkmu."
"Aku masih punya uang. Masa tak bisa membayar?"
"Uang itu kaugunakan saja untuk biaya rumah sakit. Sudah. Jangan malu
hati."
Mata Delia berkaca-kaca. Ia terharu.
"Jadi masalah satu lagi sudah kita dapatkan penyelesaiannya," kata
Erwin lega. "Tapi masih ada yang lain. Kita bicarakan sekalian. Mengenai
masa depanmu, Del."
233
Delia mengerutkan kening. "Apakah aku punya masa depan?"
"Pertanyaan itu bernada pesimistis, Del. Jangan begitu. Kita memang
tidak tahu apa yang ada di depan. Semua ada di tangan-Nya."
"Baik. Aku percaya. Jadi bagaimana?"
"Maukah kau membantu kami di sini?" tanya Kosmas. "Kau tidak mungkin
kembali ke Bandung lagi, kan? Apa yang mau kaulakukan di sana? Tapi di
sini, kau bisa berbuat banyak. Kau lihat sendiri, kan? Kami memerlukan
tenaga pembukuan. Dulu kau berpengalaman."
"Oh ya. Aku sarjana akuntansi."
"Nah, bagus sekali! Tapi terus terang, kami nggak bisa memberi honor
besar."
Delia berpikir sejenak. Jalan keluar seperti itu sangat menolong.
"Baiklah. Terima kasih, Bang. Tapi aku nggak mau dibayar dulu sebelum
benar-benar bisa bekerja secara profesional. Apalagi masalah
kesehatanku belum ada kepastian."
"Jadi kau setuju?" Kosmas gembira.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Kalian benar-benar memberiku jalan keluar yang bagus. Terima


kasih banyak."
Delia mengulurkan kedua tangannya yang dijabat oleh Kosmas dan Erwin.
Ketika Kosmas menatapnya dengan lekat, ia tersipu. Ia teringat ketika
berada di kamar dan memeluk Kosmas. Cukup lama ia melakukannya
sampai kemudian menyadari bahwa tubuh Kosmas terasa kaku tak
bergerak. Pasti Kosmas tidak lagi menikmati pelukan itu karena
tubuhnya sudah pegal!
Mereka kembali ke kantor. Tiba saatnya bagi Adi untuk digantikan.
234
"Bu Del, tadi ada telepon dari Bu Yasmin," Adi memberitahu. "Karena
Ibu lagi makan, katanya nggak usah dipanggil. Nanti dia telepon lagi."
"Kau saja yang telepon. Nanti dia keburu tidur," kata Kosmas.
Sebenarnya Delia memang bermaksud begitu, tapi malu. Biaya telepon
naik terus.
Yasmin menyahut dengan senang, "Aku mau nele-pon lagi, tapi takut
makannya belum selesai. Gini, Kak. Nggak lama-lama kok. Aku juga udah
ngantuk nih. Aku mau memberitahu, tadi aku sudah nelepon Papa. Dia
girang sekali kutelepon. Kami udah baikan lagi. Terima kasih untuk
nasihatnya, Kak. Papa juga berterima kasih padamu. Katanya nanti ingin
ketemu kau."
Delia tersenyum. Kosmas mengamatinya. Ia menganggap itu senyum
paling manis yang pernah dilihatnya.
"Bagus sekali, Yas. Aku senang mendengarnya."
"Aku juga memutuskan untuk mengubah hidupku ke depan. Pokoknya
nggak seperti dulu. Konkretnya belum tahu seperti apa. Mungkin aku
akan cari pekerjaan, atau kegiatan yang menyenangkan."
"Bagus, Yas. Istirahat panjang ada hasilnya, kan?"
"Besok ngomong lagi ya, Kak? Ngantuk nih."
"Ya, tidurlah yang nyaman. Sampai besok."
Delia menutup telepon. Segera Erwin bertanya, "Apa katanya, Kak?"
Delia menyampaikan laporan Yasmin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Padahal aku membujuknya untuk nelepon ayahnya adalah supaya dia


punya tempat berlindung yang kuat. Bukan diriku yang hidupnya tinggal
sebentar lagi," Delia mengakui.
"Itu bagus. Jadi suaminya tidak lagi berani sewenang-wenang," kata
Erwin.
235
"Sekarang giliranku yang ngantuk," Delia pamitan. "Aku juga ingin
merenungkan percakapan kita tadi. Harus buat rencana ke depan."
Kosmas merasa berat melepas Delia. "Ingat janjimu, Del. Jangan
berubah pikiran," katanya.
Delia tertawa. "Kalaupun berubah pikiran, pilnya sudah diambil Erwin.
Percayalah, Bang."
Kosmas dan Erwin mengamati kepergian Delia. Lalu mereka saling
pandang dengan tersenyum. Kelegaan terpancar di wajah mereka.
"Ternyata berakhir dengan baik ya, Win."
"Satu babak sudah lewat. Masih ada banyak babak berikutnya, Bang!"
"Aku tahu. Tapi yang paling kritis sudah lewat."
"Bang, sadarkah kau bahwa sekarang kau berubah? Dulu sama cewek
yang lain-lain itu kau nggak seperti ini. Sekarang kau jadi romantis. Dan
yang paling menonjol adalah kau jadi pinter ngomong. Rupanya bakat
terpendam. Padahal tadinya pendiam."
"Aku juga nggak tahu kenapa bisa begim. Rasanya ada sesuatu yang
bergejolak dalam diriku, membuatku lebih intens dan terbuka melihat
sekitar. Mungkin itu yang menggerakkan lidahku hingga aku bisa
berceloteh sepertinya aku ini orang bijak!"
"Betul, Bang. Kau sudah jadi orang bijak, tapi terlambat lahir! Sori,
bercanda. Tapi aku kira, dorongannya adalah cinta!"
"Bukankah dulu pun aku pernah mengalami jatuh cinta? Tapi nggak
seperti ini. Mungkin karena situasi-nya yang khas."
"Bukan cuma situasinya yang beda, tapi juga orangnya!"
"Betul. Tak ada orang yang sama. Tapi dia belum
236
menanggapi pernyataan cintaku. Apa aku terlalu optimis, Win?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau aku boleh memberi saran, biarpun kau optimis, jangan


perlihatkan. Nanti dia jadi serbasalah. Perlihatkan bahwa kita menolong
tanpa pamrih, bukan dengan harapan dia mau membalas cintamu."
"Tentu. Aku sudah cukup bahagia karena dia tak jadi bunuh diri. Selama
dia masih hidup, harapan tetap ada, kan?"
"Kelebihan lain adalah kesediaannya tinggal di sini. Kalian jadi
berdekatan terus. Cinta bisa tumbuh dari kedekatan. Tapi cinta itu
perjuangan juga, Bang. Kalau terlalu mudah didapat rasanya kurang
membanggakan, bukan?"
"Kau ngomong untuk dirimu sendiri juga rupanya, Win!"
"Tentu. Aku perlu menghibur diriku juga. Jarakmu dengan Delia cuma
sejengkal, tapi aku dengan Yasmin jauh banget sampai tak kelihatan
ujungnya."
"Katamu cinta adalah perjuangan."
"Betul. Tapi bagaimana menyingkirkan si suami?"
"Eh, kau tak berpikir buruk, kan?" Kosmas terkejut.
Erwin tertawa. "Tentu saja nggak, Bang. Aku masih waras."
"Sebaiknya kau bersaing saja. Berikan perhatianmu pada Yasmin.
Telepon dia tiap hari. Ngomong apa aja. Cerita kan banyak. Dengan
demikian dia jadi terus ingat padamu. Segala sesuatu kan harus ada
awalnya."
"Im ide yang bagus, Bang! Terima kasih."
237
BAB 24

Esoknya, sepulang dari kantor, Hendri menelepon Winata.


"Bisakah saya datang ke rumah Papa sekarang?" tanyanya.
"Tentu saja bisa. Datanglah. Aku tunggu."
Hendri agak surprise karena jawaban Winata singkat dan tak banyak
bertanya. Semula ia menyangka akan ditanya macam-macam atau
disuruh bicara saja di telepon tanpa perlu datang sendiri. Meskipun
sudah mempersiapkan diri, masih ada rasa malu hingga enaknya bicara di
telepon saja. Tapi ia perlu datang.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

***
Winata menunggu di ruang tamu ditemani Aryo. Keduanya membaca.
Winata membaca buku sedang Aryo membaca koran. Sesekali Aryo
melirik majikannya. Ia tahu, Winata merasa tegang karena ingin tahu
apa maksud kedatangan Hendri. Yang pasti Winata akan lebih tegang
lagi andaikata Yasmin tidak mendahului menelepon. Sekarang Winata
sudah tenang.
Aryo merasa bersyukur atas majikannya itu. Bagi Winata, apa yang
dilakukan Yasmin itu membuatnya jadi bernilai lebih karena mau
berbaikan tanpa bujukan
238
dan tanpa takut kehilangan harta. Hal itu membuat Winata senang dan
bangga. Terus terang ia menyatakan bersyukur karena dari istri
keduanya ia tak beroleh anak. Boleh dikata hampir tak ada yang
dirahasiakannya dari Aryo.
Aryo senang bekerja di situ meskipun tak ada hari libur khusus. Kalau
memang ada keperluan, ia bisa saja minta izin untuk keluar. Istrinya
akan menggantikan menemani Winata. Pekerjaannya tidak berat bila
dibandingkan dengan di rumah sakit biarpun di sana ada sistim shift.
Kalau Winata tidur, Aryo pun istirahat. Tapi kalau Winata duduk-duduk
seperti itu, ia pun bisa istirahat juga. Pekerjaannya bukan melulu
sebagai perawat, tapi juga asisten. Gajinya jauh lebih besar daripada
gaji di rumah sakit. Ia pun bisa berdekatan dengan Tati, istrinya. Juga
bolak-balik ke dapur bila dirinya sedang tidak dibutuhkan. Maka tak
mengherankan bila bobot tubuhnya bertambah.
Bukan cuma hal itu yang membuat Aryo betah. Winata selalu baik
kepadanya. Bahkan ketika ia belum bekerja sebagai perawat Winata dan
datang ke situ untuk menjenguk Tati atau menjemputnya untuk pulang,
Winata suka mengajaknya berbincang dan memberikan perhatian.
Saat Winata terkena serangan stroke, ia kebetulan datang untuk
menjemput Tati pulang bersama-sama. Sebagai perawat berpengalaman
ia sigap dan cepat. Bersama Tati ia membawa Winata ke rumah sakit
dengan mobil Winata yang dikemudikannya karena Winata tak punya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

sopir. Tindakan cepat memang dibutuhkan untuk menangani serangan itu.


Dari situlah awalnya. Aryo bukan hanya menjadi perawat tapi juga
teman dalam kesepian.
Sebenarnya Winata memiliki kerabat dekat seperti
239
para keponakan dan keluarga mereka. Setelah ia dan ibu Yasmin
bercerai, mereka menjauh darinya. Tambahan lagi sikap arogannya tak
disukai. Tapi ia malah senang dijauhi. Daripada didekati hanya untuk
dimintai uang, pikirnya. Bahkan kadang-kadang ia terus terang
menyatakan kecurigaannya itu. Maka ia semakin dijauhi. Daripada
disangka mau minta sedekah kalau mendekat, lebih baik jauh-jauh saja.
Karena itu ketika ia sakit tak ada kerabat yang menengok. Yang datang
hanya relasi dan karyawan.
Semula Winata tidak terlalu risau ketika Yasmin memutuskan untuk ikut
ibunya bahkan marah kepadanya. Ia yakin akan punya anak lagi dengan
istri barunya sebagai pengganti. Ia ingin punya anak banyak supaya
kehilangan satu masih ada yang lain. Ternyata, jangankan banyak, satu
saja tak ia peroleh. Bahkan istri baru pun pergi.
Lalu ia dilanda ketakutan kalau-kalau sampai mati pun ia sendirian. Ia
merindukan Yasmin dan ingin ditemani olehnya. Ingin merasakan kasih
sayang sebelum ajal merenggutnya. Kasih sayang yang hanya bisa
diberikan seorang anak, yang punya ikatan batin dengannya. Bukan
orang-orang seperti Aryo dan Tati. Mereka dekat dengannya karena
ikatan kerja.
Sebenarnya dokter sudah menenangkannya. Ia belum masuk kategori
sekarat, Harapan hidup masih panjang asal ia pandai menjaga diri. Tapi
ia tetap merasa takut. Untuk apa umur panjang kalau badan loyo tak
punya semangat?
Winata menarik napas panjang.
"Kenapa, Pak?" tanya Aryo.
"Kenapa dia nggak ngomong lewat telepon aja ya?"
"Mungkin penting, Pak. Atau ceritanya panjang."
"Ngarangnya kepanjangan, kali."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

240
"Mungkin, Pak."
"Aku benci dibohongin, Yo. Rasanya dianggap bodoh."
"Jangan berandai-andai dulu, Pak. Lihat saja nanti."
Winata memang tak perlu berpikir lebih lama. Hendri sudah datang.
Aryo menyilakannya masuk. Setelah Hendri duduk berhadapan dengan
Winata, Aryo masuk ke dalam. Dengan cepat ia keluar lagi membawa dua
cangkir teh manis panas. Sesudah itu ia kembali masuk. Tapi ia tidak
jauh-jauh supaya bisa mendengar kalau dipanggil. Memang di dinding
ruang tamu ada bel listrik. Tapi bukan cuma soal panggilan yang
dipikirkannya. Ia juga perlu mendengar pembicaraan. Bukan untuk
memenuhi keingintahuannya, tapi supaya bisa melayani dan memahami
curhat Winata. Kalau Hendri pulang, hal itu pasti dilakukannya.
"Papa kelihatan lebih segar," Hendri memulai.
"Oh ya, Yas gimana? Sudah kautengok?"
"Sudah, tadi saat istirahat siang. Dia pulang besok."
"Sudah sembuh benar?"
"Sudah, Pa."
"Soal itu gimana? Sudah dibicarakan?"
"Kayaknya sih ada harapan, Pa. Tadi aku bilang padanya bahwa Papa
sedang sakit dan nanyain dia, kangen sama dia. Tapi dia nggak memberi
jawaban pasti. Katanya mau ziarah ke makam Mama dulu."
Winata ternganga. Tapi segera sadar. Ia tidak boleh memperlihatkan
perasaannya.
"Kau tidak berusaha membujuknya?"
"Tentu saja, Pa. Dia keras sekali. Katanya waktu Mama sakit dulu Papa
tak pernah menjenguk."
Winata berusaha menekan amarahnya. Kurang ajar
241
sekali lelaki ini. Yasmin sendiri tidak berkata begitu. Pasti dia mengada-
ada saja. Winata memalingkan muka, tak ingin menatap wajah Hendri
yang menyebalkan.
Hendri mengira sikap Winata itu menggambarkan penyesalan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi jangan khawatir, Pa. Sekeras-kerasnya Yasmin pasti bisa diatasi.


Aku yakin bisa membujuknya. Selama ini dia selalu patuh padaku.
Sebaiknya jangan dipaksa. Keikhlasan itu harus datang dari kemauan
sendiri."
"Apa kausampaikan padanya soal warisan itu?"
"Oh, itu belum, Pa. Jangan dulu. Kalau bisa dibujuk dengan cara biasa,
nggak usahlah ngomong begitu. Takutnya dia malah jadi marah."
"Bagaimana kalau aku nelepon langsung ke dia?"
Hendri terkejut. "Jangan, Pa. Nanti dia menyahuti Papa dengan judes.
Sabarlah dulu."
"Pokoknya jangan lebih dari sebulan."
"Kukira nggak sampai sebulan juga beres."
"Baik. Ada lagi lainnya?"
Pertanyaan itu singkat dan terkesan dingin. Tak mau berpanjang-
panjang. Padahal Hendri ingin berbincang lebih akrab. Ingin ditanyai
soal pekerjaan dan hal-hal lain seputar pribadinya. Bukankah dia
menantu satu-satunya? Ia merasa kecewa dan kesal. Tapi ia masih tetap
yakin Winata membutuhkannya.
"Memang ada, Pa. Aku bermaksud minta bantuan Papa," katanya, sedikit
malu.
"Katakan saja."
"Begini, Pa. Besok Yasmin pulang. Tapi aku... aku kebetulan lagi bokek
untuk membayar biaya rumah sakit. Untuk meminjam dari kantor nggak
mungkin."
"Berapa?" tanya Winata tanpa basa-basi.
242
Hendri terkejut juga oleh pertanyaan langsung itu. "Lima belas juta,
Pa."
Winata tidak bertanya atau mempersoalkan jumlahnya. Ia memanggil
Aryo yang muncul dengan cepat.
"Ambilin buku cek, Yo."
Hendri terkejut lagi oleh cepatnya reaksi Winata. Ia tak menyangka.
Segera muncul sesalnya kenapa tidak minta lebih banyak.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nanti kuberikan perincian biayanya kalau sudah dapat, Pa."


"Nggak usah."
"Terima kasih, Pa."
Hendri berdiri. Winata mengangguk lalu menjalankan kursi rodanya
masuk ke dalam. Dalam sekejap tak kelihatan lagi. Hendri diantar Aryo
ke luar. Aryo memegangi pintu mobil yang terbuka, siap menutupkan
kalau Hendri masuk. Tapi Hendri belum mau buru-buru pergi. Ia
memandang ke sekitarnya.
"Sudah lama merawat Papa, Pak?" tanya Hendri kepada Aryo.
"Cukup lama. Sejak sakit. Setahun lebih."
"Sakit apa?"
"Maklumlah. Orang sudah tua."
"Papa belum terlalu tua. Apakah dia lumpuh?"
"Nggak. Cuma kakinya lemas."
"Bapak tinggal di sini juga?"
"Iya."
"Emangnya nggak punya keluarga?"
"Istri saya kerja di sini juga."
"Oh begitu. Memang kasihan kalau Papa tinggal sendirian di rumah
sebesar ini."
Hendri masih mengagumi rumah itu, tak menyadari tatap cemooh dari
Aryo. Ia membayangkan dirinya
243
dan Yasmin tinggal di situ. Mungkin saja bisa menjadi kenyataan. Ia
teringat akan kontrak rumahnya yang akan habis beberapa bulan lagi. Ia
juga menyesalkan kebodohan Yasmin.
***
"Dia itu brengsek, Yo!" Winata mengumpat. "Betul, Pak."
"Aku bener-bener kasihan sama Yasmin. Hati orang memang susah
ditebak."
"Betul, Pak. Bahkan peramal aja suka bohong." "Apa hubungannya sama
peramal?" Aryo tersipu.
"Aku nggak percaya sama peramal, Yo. Apa kau suka meramal nasib?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kadang-kadang aja, Pak. Oh ya, Bapak nggak mau nelepon Bu Yasmin?"


"Entar ada si Hendri di sana. Dia pasti ke sana."
"Dia kan baru jalan. Pasti belum nyampe. Mau saya sambungkan?"
"Iya deh."
Setelah mengeluarkan kartu nama pemberian Hendri, Aryo menghubungi
nomor ponsel Yasmin. "Bu Yasmin? Pak Winata mau bicara."
Cepat Winata mengambil alih. "Halo, Yas! Lagi ngapain?"
"Lagi nonton teve, Pa."
"Hendri di situ?"
"Nggak. Dia sudah datang tadi siang. Katanya sore nggak bisa datang."
"Kenapa? Masa datang sebentar aja nggak bisa?"
"Katanya mau cari duit buat bayar rumah sakit. Besok kan aku pulang,
Pa."
244
"Cari duit ke mana?"
"Taulah dia. Nggak ngomong."
"Yas, mau kubantu?"
"Nanti ketahuan kalau kita berhubungan, Pa." "Oh iya. Aku hanya ingin
membantu." "Biarin aja, Pa. Supaya dia bertanggung jawab." Winata
tertegun. Tapi tak bisa heran lama-lama. "Habis, kalau dia nggak
berhasil dapat duit, gimana, Yas?"
"Paling-paling aku disandera rumah sakit. Nggak boleh pulang!" Yasmin
tertawa.
"Kok ketawa? Nggak takut disandera?" Winata tertawa juga. Ia tentu"
tidak khawatir Yasmin akan disandera. Hendri sudah mendapat uangnya.
"Aku masih punya teman-teman, Pa. Nggak usah khawatir."
"Yang namanya Delia itu?"
"Bukan cuma dia. Masih ada yang lain, Pa."
"Baguslah kalau begitu. Aku senang kau besok pulang. Berarti kita bisa
ketemu nanti, ya."
"Iya. Pa, seandainya Tante masih ada dan aku punya adik, apakah Papa
akan baik padaku?"
Winata tak segera menjawab. Pertanyaan itu wajar tapi tajam untuknya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Papa tersinggung, ya?"


"Ah nggak. Cuma menyentuh saja. Boleh aku terus terang, Yas? Bila
Tante masih ada dan kami punya anak, mungkin aku tidak akan
mengejarmu. Karena dulu aku sombong. Dengan memiliki istri dan anak,
aku pasti berpikir, buat apa aku peduli? Tapi aku diberi pelajaran dan
kesadaran. Dalam kesepian dan kesendirian aku jadi lebih diingatkan
akan kebahagiaan masa lalu dan apa yang hilang dari hidupku. Tapi kau
belum hilang. Kau masih ada untuk diperjuangkan."
245
Bagi Yasmin, jawaban itu- cukup jujur.
"Pa, aku mewarisi arogansi Papa. Benci dan dendam sulit hilang. Kita
sama-sama mengalami situasi dan kondisi yang memberi perubahan.
Semuanya sudah terjadi. Takdir kali, Pa."
Winata tertegun takjub. Yasmin kedengaran dewasa. Bukan lagi anak
manja dan cengeng yang dulu itu.
"Tapi kita beruntung masih diberi kesempatan untuk memperbaiki yang
salah. Bukan begim, Yas?"
"Betul, Pa."
Setelah menutup telepon, Winata menceritakan perbincangannya
dengan Yasmin kepada Aryo. Ia senang sekali.
"Dia bilang, biar si Hendri bertanggung jawab. Aku jadi prihatin.
Jangan-jangan si Hendri memang kurang bertanggung jawab. Lihat saja
kebohongannya itu," kata Winata.
"Kalau Bu Yas sudah lebih dewasa, dia pasti bisa menerima kalau dia
tahu, Pak."
"Kuharap begitu. Aku tak mau kehilangan lagi, Yo."
***
Yasmin tersenyum ketika merenungkan percakapannya dengan ayahnya.
Semakin sering mereka berbincang, semakin dekat rasanya. Hilang
sudah segala penghalang yang pernah ada. Ia sudah menduga ayahnya
akan menawarkan bantuan kalau memberitahu soal biaya itu. Tapi bila
diterima, Hendri akan keenakan dan tidak mau berupaya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kenapa Hendri tidak menelepon untuk memberitahu apakah usahanya


mencari uang berhasil atau tidak? Kenapa ia tidak mengucapkan selamat
malam dan
246
selamat tidur seperti yang dilakukannya kemarin malam? Im
menyenangkan sekali rasanya. Tanda perhatian.
Lalu ponselnya berbunyi seperti mengabulkan keinginannya. Tapi itu
bukan dari Hendri, melainkan Erwin.
"Apakah aku mengganggu? Jangan-jangan kau sudah tidur."
"Oh, belum. Ada apa, Bang?"
"Nggak ada apa-apa, Yas. Cuma nanya kabar. Jadi pulang besok, ya?"
"Jadi, Bang. Keadaan di sana gimana?"
"Semuanya baik-baik. Hendri ada di situ?"
"Nggak ada. Dia nggak datang."
"Nggak datang?"
"Tadi siang sudah, Bang."
"Oh begim. Kasihan kau nggak ada yang nemenin." "Nggak usah. Aku kan
sudah sembuh." "Baiklah. Kalau nanti kau sudah pulang, boleh aku
nelepon?"
"Tentu aja boleh."
"Terima kasih, Yas. Selamat malam dan selamat tidur!"
"Sama-sama."
Ternyata orang lain yang memenuhi keinginannya, pikir Yasmin. Bukan
Hendri, tapi Erwin. Biarpun demikian ia senang.
Tak lama setelah ia tertidur, ponselnya berbunyi lagi. Kali ini dari
Hendri! Tapi ia tidak terbangun. Ia justru bermimpi melihat Hendri
terbaring dalam pelukan perempuan lain!
247
BAB 25

Pulang ke rumah, Yasmin melihat keadaan rumah sudah rapi dan bersih.
Termasuk kamar mandi dan dapur.
"Aku yang membersihkan," kata Hendri bangga.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Yasmin terheran-heran, hampir tak percaya Hendri mau melakukan


pekerjaan itu.
"Tapi aku nggak bisa ngerjain setiap hari, Yas."
"Tentu saja. Itu kan kewajibanku."
"Apa sebaiknya kita cari pembantu lagi supaya kau nggak capek?"
Yasmin terkejut mendengar usul itu. Cari Inem baru?
Hendri memahami pikiran Yasmin. "Kita cari yang sudah tua, jelek, dan
peot. Yang penting dia bisa kerja. Bisa masak. Jadi kau bisa punya waktu
lebih banyak."
"Nggak ah. Aku kerja sendiri juga nggak masalah."
Kemudian Hendri memeluk Yasmin lalu menciumnya. "Aku kangen sekali
padamu, Yas," bisiknya.
Tubuh Yasmin menegang. Kecemasan itu muncul lagi. Hendri
merasakannya. Ia segera melepaskan pelukan.
"Rileks, Yas. Jangan berpikir peluk dan cium pasti berakhir di atas
ranjang," katanya tanpa emosi.
248
Yasmin tersipu. "Aku perlu waktu, Hen. Perlu waktu," ia mengingatkan.
"Tentu. Kadang-kadang aku bisa lupa. Jadi ingatkan aku," kata Hendri
sambil tersenyum pahit.
Yasmin kembali-diingatkan pada realitas hidupnya. Ketabahan yang
sudah dibangun dan dipupuk selama berada di rumah sakit mendapat
ujian. Hendri tetaplah lelaki yang punya gairah seksual tinggi. Bagaimana
mungkin hidup bersama dan tidur seranjang dengan lelaki seperti itu
tanpa membangkitkan gairahnya? Dia punya kewajiban memenuhi hasrat
suami, tapi dia juga punya hak untuk menolak. Tapi bisakah menolak
terus-terusan?
Malam itu, ketika mereka merebahkan diri berdampingan, kembali,
keringat dingin membasahi tubuh Yasmin. Padahal Hendri belum
melakukan apa-apa. "Sebenarnya Yasmin sudah bertekad untuk
menghadapi Hendri dengan berani, tapi rupanya tekad saja tidak cukup.
"Apa kau tidak rindu padaku, Yas?" tanya Hendri. Lalu ia meraih dan
memeluk Yasmin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Yasmin tidak bisa menjawab karena cumbu rayu Hendri membuatnya


gelagapan. Napasnya sesak dan tubuhnya mengentak-entak seperti
serangan ayan! Bukan karena terangsang, tapi ketakutan! Setelah
berusaha susah payah, ia berhasil juga menguasai diri. Ia mendorong
tubuh Hendri. "Jangan, Hen. Jangan sekarang," katanya lemah.
Sebenarnya penolakan itu adalah kemajuan, karena biasanya ia tidak
bisa menolak.
"Aku akan melakukannya pelan-pelan," bujuk Hendri. "Biarkan aku
melakukan pemanasan dulu supaya gairahmu bisa bangkit. Aku tidak akan
buru-buru. Kutunggu sampai kau bergairah, baru kulakukan
249
penetrasi. Oke? Jadi rilekslah. Santai saja. Kendurkan otot-ototmu.
Jangan tegang begini."
Tapi ketakutan Yasmin tidak bisa diredakan dengan bujukan. Ingatan
bagaimana ia merasa tubuhnya dihunjam dan dirobek-robek masih kuat
sekali. Kalau ketakutan seperti itu sudah menguasai, tak ada pengaruh
lain bisa mengatasi.
"Kau mau, kan? Mau, ya?" gumam Hendri di telinga Yasmin sementara
kedua tangannya sibuk melakukan "pemanasan".
Tapi apa yang dilakukan Hendri itu malah membuat Yasmin merinding.
"Tidaaak!" serunya keras sambil mendorong tubuh Hendri dengan keras
pula. Tubuh telanjang Hendri yang sama sekali tak siap lalu terdorong
dan terje-rembap ke lantai!
Yasmin terkejut. Getar ketakutannya mereda melihat Hendri terpuruk.
Ia mengulurkan tangan untuk membantu Hendri bangun. "Maaf, Hen.
Nggak sengaja," katanya penuh sesal.
Hendri menepis tangan Yasmin lalu melompat berdiri. Ia tak berkata-
kata tapi wajahnya yang muram memperlihatkan perasaannya. Setelah
menyambar pa-kaiannya ia melangkah ke pintu. Ia keluar dengan
membanting pintu keras-keras. Kamar seolah bergetar.
Yasmin tertegun tanpa daya. Ia menyesal atas kejadian itu tapi tidak
menyesali penolakannya. Sejak berada di rumah sakit ia sudah bertekad
tidak akan lagi mengalami sakit dan nyeri seperti sebelumnya. Ia tidak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mau lagi diperlakukan semena-mena secara seksual. Hal itu juga


ditekankan berulang-ulang oleh Delia. Jangan mau! Jangan mau!
Ketika Yasmin masih merenungi kejadian itu dengan
250
sedih, pintu terbuka dan Hendri melangkah masuk. Wajahnya masih
terlihat kusut. Segera Yasmin menegang dengan perasaan takut. Ia
bersikap siaga.
Hendri berlutut di tepi ranjang lalu menatap Yasmin. Ekspresinya
murung.
"Maafkan aku, Yas. Aku khilaf. Betapa sulitnya bagiku menahan diri.
Sungguh aku tidak ingin menyakitimu seperti dulu. Aku tidak mau
mengulangi. Aku sadar dulu telah memperlakukanmu secara kasar. Aku
juga sudah berjanji padamu dan pada diriku sendiri untuk berubah. Aku
tidak ingin kau mencoba bunuh diri lagi. Itu pelajaran keras buatku.
Tadi aku ingin mencoba dengan cara yang berbeda. Nggak seperti dulu.
Sepatutnya kau sendiri mau mencoba juga. Jangan belum apa-apa sudah
ketakutan," kata Hendri dengan suara lembut.
Yasmin merasa tersentuh mendengar suara Hendri. Ketakutannya
menyurut. Sudah lama ia tak mendengar Hendri bicara dengan gaya
seperti itu.
"Maafkan aku, Yas. Maukah kau memaafkan aku?" Hendri mengiba penuh
sesal.
"Jangan ulangi lagi."
"Ya. Aku berjanji. Oh, betapa susahnya menepati janji. Ayolah, kau
belum mengatakan apakah kau memaafkan aku atau tidak. Aku akan
terus berlutut di sini sebelum kau memaafkan aku."
"Iya. Aku maafkan. Bangunlah."
Belum lagi Yasmin berhenti bicara, Hendri sudah melompat bangun. Ia
duduk di samping Yasmin.
"Apakah kau melihatku sebagai monster?" tanya Hendri.
"Kenapa kau bertanya begim?" "Sikapmu seperti itu. Seolah kau akan
dimakan olehku, monster keji."
251

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Mungkin juga begitu. Aku takut melihatmu telanjang dan dalam


keadaan terangsang."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita bercinta tanpa membuka pakaian?"
"Tapi... tapi nantinya kan dilepas juga."
Hendri tertawa. "Nyatanya, aku memeluk dan mencium dengan pakaian
lengkap pun kau takut juga. Takutmu tidak rasional."
"Aku trauma."
"Tapi trauma itu mesti dihilangkan dengan cara menghadapi. Bukan
menghindari."
"Entahlah. Pendeknya, aku tidak mau mengalami seperti dulu lagi."
Yasmin merasa lega setelah mengucapkannya. Sewaktu berada di
ranjang rumah sakit, ia pernah mengatakannya. Tapi situasinya berbeda
dengan sekarang. Ketika itu ia merasa aman karena Hendri tidak berani
macam-macam di situ. Di rumah sendiri menjadi lain. Di sini Hendri
berkuasa. Dan janji yang pernah diucapkannya terbukti mau dilanggar di
hari pertama mereka berada di rumah!
"Apa itu berarti kau tidak mau bercinta lagi denganku?"
Yasmin diam.
"Coba katakan. Apa kau masih mencintaiku?"
"Ya," sahut Yasmin. Aneh memang. Tadi ia marah dan benci, tapi setelah
Hendri mengiba minta maaf, cinta datang lagi.
"Aku heran. Orang yang mencintai itu punya dorongan untuk memeluk,
membelai, dan mencium. Kau nggak," kata Hendri.
"Kalau kulakukan itu pasti kau terangsang lalu..." Yasmin tidak
meneruskan.
"Ah, aku ngerti. Mestinya aku jadi robot. Tidak
252
membalas aksi dengan reaksi. Ya sudah. Betapapun mengherankan, kau
masih mencintaiku. Aku senang mendengarnya. Begini saja. Untuk
menghindari kejadian itu terulang lagi, biar kita pisah kamar saja.
Bagaimana menurutmu?"
Yasmin tersenyum. Ia menyukai ide itu!
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Dokter Zainal, psikiater dan seksolog, menerima kedua pasiennya secara


bergiliran. Dari pengalamannya ia mendapatkan suami-istri yang punya
masalah dalam soal hubungan seksual sering susah bicara leluasa bila
didampingi pasangannya.
Awalnya ia mendengarkan curahan hati Yasmin. Tak lupa Yasmin
memberikan surat rujukan dari Dokter Minarti, ginekolog yang pernah
memeriksanya. Di situ lengkap tertulis kondisi organ seksualnya sesuai
hasil pemeriksaan. Di luar dugaan Yasmin, ternyata ia bisa menceritakan
permasalahannya tanpa merasa malu.
Yasmin melihat seorang lelaki setengah baya bertubuh kurus dengan
wajah panjang berekspresi serius mengangguk-angguk setiap kali ia
berhenti bicara. Mata kecilnya di balik kacamata hanya sesekali
menatapnya, lalu beralih ke atas meja yang membatasi mereka berdua.
Ia mendapat kesan Zainal memang tekun mendengarkan meskipun tidak
memandang kepadanya. Hal itu membuat rasa malunya lenyap.
"Saya patut mengacungkan jempol pada Ibu karena berhasil mengatasi
tekanan itu," puji Zainal. "Lepas dari usaha bunuh diri dan bisa membuat
suami menyesali perbuatannya, Ibu juga tabah karena mau
253
kembali kepadanya meskipun menghadapi risiko terulangnya kejadian
yang sama."
"Itu karena saya berhasil ditolong teman, Dok. Tanpa teman saya juga
tidak tahu apa yang terjadi."
"Ibu memang beruntung. Sepatutnya keberuntungan itu jangan disia-
siakan. Terutama manfaatkanlah untuk hidup Ibu ke depan. Jangan
biarkan suami merusak hidup Ibu. Jadi waspadalah. Kalau ia tidak bisa
dan tidak mau menepati janjinya, beranilah untuk segera bertindak.
Secara fisik Ibu kalah darinya. Dan kalau dia stres akibat penolakan
Ibu, saya khawatir dia bisa kehilangan kendali. Sebaiknya Ibu berbuat
sesuatu sebelum hal itu terjadi."
"Maksud Dokter, sebaiknya saya meninggalkan dia? Bercerai begitu?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau memang itu jalan keluarnya, kenapa tidak? Kezaliman harus


dilawan. Tapi bila menyangkut fisik, jelas tidak mungkin Ibu bisa
menang."
"Apakah saya bisa disebut frigid, Dok? Suami sering mengatai saya
begitu."
"Kalau saya menelaah cerita Ibu, bisa disimpulkan begitu. Ibu tidak bisa
terangsang, benci dan muak terhadap seks. Setiap didekati dan dirayu,
Ibu langsung ketakutan. Tapi untuk sementara saya simpulkan kondisi
Ibu itu hanya tertuju kepada satu orang, yaitu suami. Pengalaman
pertama dengannya adalah horor, demikian pula seterusnya. Dia
membuat Ibu trauma. Jadi jangan segera berpikir bahwa diri Ibulah
yang bermasalah. Bukan. Dia adalah penyebab. Pendekatan yang
dilakukannya terhadap Ibu salah besar. Kalau Ibu bisa meyakini hal itu,
Ibu tidak perlu rendah diri atau menganggap Ibu punya kelainan."
"Ada satu hal yang mengganjal, Dok. Apakah
254
rasa sakit itu disebabkan oleh besar-kecilnya organ vital atau gerakan
yang kasar?"
"Organ lelaki memang tak sama ukurannya satu sama lain, Bu. Ada
memang yang superbesar. Im sering terdapat pada orang dari ras
tertentu. Pada orang kita juga ada. Ukuran itu pun tidak bisa dilihat
dari postur tubuh. Orang tinggi besar belum tentu organnya itu besar
pula. Demikian pula dengan orang yang tubuhnya kecil. Perempuan pun
memiliki ukuran liang vagina yang tidak sama satu sama lainnya.
Elastisitas otot-ototnya pun begim. Makanya banyak yang suka senam.
Semakin elastis semakin mampu menerima ukuran penis meskipun
tergolong besar. Dan karenanya ia bisa pula menikmati. Saya sendiri
tidak tahu, seberapa besar ukuran penis suami. Apakah tergolong besar
atau sedang. Ibu pernah mengatakan, saat penetrasi tidak sakit tapi
setelah bergerak baru sakit Seharusnya suami tidak melakukannya
dengan kasar. Dia harus mengimbangi perasaan istri, jangan mau enak
sendiri."
"Jadi yang mesti diperbaiki adalah suami, Dok?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Pertama-tama, ya. Tapi setelah dia menyatakan mau berubah, Ibu


harus belajar melihatnya dari sisi lain. Tentu dia pun tidak cukup hanya
ngomong saja. Yang penting adalah perbuatan. Itulah yang bisa membuat
Ibu melihatnya secara berbeda. Bukan lagi sebagai mamak seks."
"Jadi masih ada harapan bagi kami, Dok?"
"Harapan selalu ada kalau disertai usaha, Bu. Dan jangan lupa, perlu
saling menghargai. Kalau Ibu bisa menghargai susahnya menahan diri
bagi lelaki yang punya libido tinggi, pandangan Ibu kepadanya bisa pelan-
pelan berubah."
"Dia tidak perlu menahan diri, Dok. Terhadap
255
saya memang iya, tapi dia mencarinya di luar. Untuk menghindari sakit,
saya lebih suka dia melakukannya dengan orang lain. Tapi kalau dia
lakukan itu, saya juga merasa kesal, Dok."
"Tentu. Itu lingkaran setan yang menyulitkan. Tapi kalau Ibu menahan
sakit terus-terusan demi mempertahankan dia supaya tidak nyeleweng
juga salah. Daya tahan Ibu kan terbatas. Dia pun jadi manja dan tidak
mau berubah."
"Apakah itu berarti kami tidak cocok satu sama lain?"
"Kecocokan itu kan tidak bisa dilihat hanya dari satu segi, Bu. Dari segi
seks, saya kira memang iya."
"Apakah Dokter akan mengatakan hal itu juga kepadanya?"
"Kira-kira begitu. Tapi sudah tentu ada perbedaannya. Inilah
kegunaannya bicara dengan masing-masing secara terpisah. Pernah saya
bicara dengan satu pasangan secara bersama-sama. Akhirnya mereka
bertengkar di depan saya, karena masing-masing merasa benar. Bagi
saya pembicaraan pertama penting karena harus mengetahui
permasalahannya dari sudut masing-masing. Baru sesudah itu tampil
bersama-sama untuk mencoba memberikan solusi."
"Jadi nanti kami tampil bersama, Dok?"
"Ya. Tapi saya anjurkan, sebaiknya sebelum itu Ibu dan suami berdiskusi
di rumah, berusaha dan mencoba sendiri. Kesulitan yang ditemui bisa
dibicarakan dengan saya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sesudah Yasmin selesai, ia diminta keluar dan Hendri menggantikannya


masuk ke dalam. Hendri bercerita mengenai masalahnya dari sudut
pandang dan kepentingannya. Ia yakin dokter yang sama-
256
sama lelaki pasti akan lebih memahami dan bersimpati kepadanya.
Tapi setelah bercerita panjang-lebar, ia terkejut dan gusar ketika pada
akhir ceritanya Zainal cenderung menyalahkannya.
"Tidak sepatutnya Anda memperlakukan istri sebagai objek seks.
Biarpun Anda punya libido tinggi, jangan jadi alasan yang perlu
dimaklumi. Dia istri yang Anda cintai, kan? Seharusnya Anda menyayangi
dan melindungi. Bukan menyakiti tubuh dan perasaannya. Dia bukan
pekerja seks yang bisa diperlakukan semaunya demi uang. Juga tidak
semua perempuan suka dengan gaya atau cara Anda dalam berhubungan.
Kalau perempuan yang Anda gauli bilang Anda hebat, mungkin dia nggak
ngomong yang sebenar-nya. Dia cuma mau mengambil hati demi materi.
Mungkin saja dia juga merasa sakit tapi nggak mau bilang. Tambahan
lagi perempuan yang sering berhubungan seks dengan banyak orang
berbeda mungkin sudah terbiasa dan kebal. Tapi istri Anda?
Pengalamannya cuma dengan Anda seorang. Betapa terkejutnya ketika
pengalaman pertamanya menjadi horor baginya. Tapi Anda tidak peduli.
Sampai dia hampir tak bisa jalan pun Anda tak peduli. Tak kasihankah
Anda?" Sesungguhnya Zainal sendiri terkejut oleh ucapannya. Tak
biasanya ia jadi emosional sampai cenderung menghakimi. Tapi dari
penglihatan pertama ia sudah bisa memperkirakan siapa yang bisa lebih
dipercayainya. Bahkan ia mengira ada bagian yang diperhalus dari cerita
Yasmin. Tapi sebaliknya dengan Hendri. Ceritanya mengandung
pembenaran pada perbuatannya dan tuduhan kepada Yasmin.
"Tidak seharusnya Dokter langsung percaya kepada ceritanya. Dokter
harus objektif."
257
"Dia menyerahkan pada saya surat pengantar dari Dokter Minarti,
ginekolog yang pernah memeriksanya. Tanggalnya sudah cukup lama.
Yang pasti sebelum dia berusaha bunuh diri."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri terkejut. Jadi Yasmin mengungkapkan soal bunuh dirinya itu?


Padahal ia sendiri ingin menyembunyikan.
Zainal melanjutkan, "Surat pengantar itu menyertakan hasil
pemeriksaan Dokter Minarti. Menurut istri Anda, dia tidak
memperlihatkan surat itu kepada Anda. Saya akan memberitahu. Ada
luka robek pada vagina istri Anda! Bahkan ada luka yang tadinya sudah
kering jadi terobek lagi!"
Hendri terkejut lagi. "Tadinya saya pikir dia cuma pura-pura. Orangnya
memang cengeng," katanya.
"Ketika dia mengatakan sakit, kenapa Anda tidak berusaha memeriksa
sendiri? Itu kan kelihatan jelas! Dan kalau dia memang cengeng
seharusnya Anda memperlakukannya dengan lembut sesuai dengan
sifatnya."
"Lantas jalan keluarnya gimana, Dok? Apa dia tidak boleh saya dekati
lagi?"
"Dia mengalami trauma, Pak. Itu karena perbuatan Anda. Kalau sekarang
yang Anda pikirkan melulu tentang seks, Anda tak akan bisa
mendekatinya."
"Saya sudah berjanji kepadanya untuk berubah, Dok. Saya berusaha
mendekatinya dengan cara yang berbeda. Tapi baru dipegang dia sudah
gemetaran. Padahal saya sudah lembut sekali. Dan saya juga bilang
bahwa saya akan melakukannya perlahan-lahan. Tapi dia tetap saja
begitu. Kok sulit amat."
"Sebenarnya tidak sulit. Asal ada kemauan, Pak. Anda harus bersabar.
Jangan buru-buru. Berikan perhatian tanpa menjurus ke seks. Selama ini
dia
258
telanjur menganggap segala bentuk perhatian dan sentuhan Anda pasti
menjurus ke seks."
"Jadi selama itu saya harus puasa, Dok?"
"Anda sudah berpengalaman. Pasti tahu bagaimana caranya. Asal jangan
lupa pakai pengaman supaya tidak mendapat masalah baru. Yang penting

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Anda harus menjaga dan melindungi istri yang Anda sayangi. Cobalah
tempatkan diri Anda pada dirinya."
"Apakah Dokter tidak menasihati dia supaya berusaha menghilangkan
takutnya yang berlebihan?"
"Takutnya itu hanya bisa dihilangkan oleh Anda sendiri. Tunjukkan
bahwa Anda memang ingin berubah dan tidak sama lagi seperti dulu.
Jangan cuma dengan kata-kata. Percuma. Kalau Anda ingin berhasil,
Anda harus bisa mengendalikan diri. Bukan cuma dalam soal seks Anda
harus bersikap lembut dan penuh perhatian, tapi juga dalam keseharian.
Saya percaya Anda mampu. Awalnya adalah iktikad. Dan itu sudah Anda
tunjukkan."
"Apa yang dikeluhkan istri saya, Dok? Mungkin ada hal-hal yang tidak
mau disampaikannya pada saya."
"Dia tidak, mengeluh. Dia cuma bercerita mengenai pengalamannya. Yang
ditanyakan adalah bagaimana dia harus bersikap dan membantu Anda
supaya bisa berubah."
"Ah, jadi dia ingin saya bisa dibentuk sesuai kehendaknya?"
Zainal tertegun. Ucapan Hendri itu sepertinya tidak sesuai dengan niat
baik yang diutarakan sebelumnya.
"Saya kira nggak begitu, Pak. Dia juga ingin berubah. Dia sadar punya
kelainan. Tapi menurut saya, itu bukan kelainan. Dia terlalu sensitif.
Gampang trauma."
259
Sebelum pamitan, Hendri bertanya, "Apakah orang yang pernah
mencoba bunuh diri cenderung mengulanginya, Dok?"
"Tidak selalu, Pak."
"Tidak selalu berarti mungkin ya, Dok?" "Usahakan supaya itu tidak
terjadi lagi, Pak!" Setelah Hendri keluar, Zainal tidak lagi
menyembunyikan kejengkelannya. Ia memonyongkan mulutnya. "Huuu..."
260

BAB 26

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sebenarnya Hendri punya motivasi cukup kuat untuk memperbaiki


sikapnya kepada Yasmin, yaitu kekayaan ayah mertuanya. Bagaimanapun
ia harus berbaik-baik dengan Yasmin. Jangan sampai ditinggalkan apalagi
diceraikan. Ia pernah punya angan-angan yang sangat buruk. Bila Yasmin
yang jadi ahli waris kelak meninggal, misalnya dengan bunuh diri lagi,
tentu dialah yang jadi ahli waris berikutnya! Betapa senangnya
mendapat harta tanpa susah payah. Padahal selama ini dengan bekerja
setiap hari, capek badan dan capek hati, ia hanya mendapat penghasilan
pas-pasan.
Ia menyadari, sebaiknya tidak mengulur waktu terlalu lama untuk
memberitahu Yasmin soal ayahnya itu. Biarpun Winata memberi waktu
sebulan, Hendri tak mau menunggu sampai selama itu. Bisa merugikan
dirinya sendiri.
Untuk meyakinkan dan mengambil hati Yasmin, di samping pisah kamar ia
juga membuat kesepakatan bahwa ia tidak akan mengajak Yasmin
berhubungan seks bila Yasmin tidak suka. Dengan demikian Yasmin tidak
usah ketakutan lagi bila didekati dan disentuh. Perjanjian ini melegakan
hati Yasmin. Perasaannya kepada Hendri melembut karena sadar itu
kesepakatan yang berat bagi Hendri. Yasmin menganggapnya
261
sebagai pengorbanan. Orang yang mau berkorban tentulah baik sekali.
Patut dihargai. Dengan adanya kesepakatan itu berarti jalan keluar
sudah diperoleh. Jadi mereka sepakat juga untuk tidak perlu
berkunjung lagi ke Dokter Zainal.
Bagi Hendri, kesepakatan itu bukanlah masalah berat seperti yang
diperlihatkannya di depan Yasmin. Itu hanya strategi untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih berarti untuknya. Apa senangnya
bercinta dengan orang yang mengerut karena ketakutan dan kesakitan?
Ia bisa memuaskan dahaganya di tempat lain. Yasmin boleh saja
mencurigainya mengenai hal itu, tapi ia tahu Yasmin tidak akan
mempersoalkan. Yang penting ia harus lebih berhati-hati dan tidak
mengumbarnya terang-terangan seperti dulu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Selama beberapa hari itu hubungan mereka berjalan baik. Yasmin mulai
menikmati kehidupannya sebagai ibu rumah tangga. Dulu ia tidak bisa
menikmatinya karena ketakutan dan kesakitan lebih mendominasi
kehidupan sehari-hari. Karena itu ia belum memikirkan soal lainnya,
termasuk keinginan untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Misalnya
bekerja atau menambah ilmu.
Tanpa diketahui Hendri, setiap hari Yasmin bicara dengan ayahnya lewat
telepon. Setiap kali pula Winata berpesan agar tidak memberitahu
Hendri mengenai hal itu. Bila ditanyakan kenapa, selalu dijawab bahwa
pada saatnya ia akan tahu. Ia tidak tahan lagi. Ia harus tahu.
"Mungkin tak lama lagi Hendri akan mengatakan sesuatu perihal aku,
Yas. Jangan kaget dan jangan menyangka jelek dulu ya."
"Supaya aku nggak kaget, bukankah sebaiknya Papa memberitahu dulu
apa yang akan dia katakan itu?"
262
"Ah... baiklah. Dia ingin membujukmu supaya mau baikan denganku. Aku
yang memintanya."
"Oh begitu. Masa begitu aja kaget sih, Pa?"
"Aku ingin kau tidak terpengaruh oleh pemberitahuan itu. Biar kau
menilai sendiri. Tapi sebaiknya kau berpura-pura tidak tahu. Bukankah
kau sudah berjanji tidak akan bercerita perihal hubungan kita ini?
Bayangkan. Aku meminta dia sebagai perantara untuk membujukmu.
Tahu-tahu kau sudah baikan denganku tanpa bantuan dia. Padahal dia
tidak dibe-ritahu. Aku kira dia bakal tersinggung."
"Tapi kenapa Papa nggak sejak pertama saja memberitahu aku?"
"Begini. Aku surprise sekali ketika sehari setelah aku minta bantuannya,
kau nelepon sendiri. Padahal nggak dibujuk si Hendri. Makanya waktu itu
aku cerewet menanyai kau. Tapi aku senang sekali. Luar biasa rasanya."
"Kenapa Papa nggak mengizinkan aku memberitahu dia saat itu juga? Kan
jadi cepat beres."
"Aku ingin ngetes dia, Yas. Kelihatannya dia bersemangat sekali. Ingin
jadi perantara yang sukses. Apalagi dia cerita betapa keras kepalanya
kau dan besarnya dendammu padaku. Pendeknya, dia menggambarkan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

betapa susahnya membujukmu agar mau memaafkan aku. Makanya aku


ingin dia nggak tahu dulu. Apalagi sehari kemudian dia bilang sudah
ngomong sama kau tapi kau tetap nggak mau baikan denganku biarpun
sudah diberitahu bahwa aku sakit. Jadi dia bohongi aku."
"Wah, begitu ya? Mestinya Papa kasih tahu aku."
"Ketika itu kau masih di rumah sakit. Aku tak mau membuatmu marah."
"Baiklah. Aku ngerti, Pa."
263
"Aku minta padamu, Yas. Apa pun yang dikatakannya nanti, jangan
sampai memengaruhi hubungan kita, ya?"
"Ya," sahut Yasmin. Tak ingin bertanya lagi.
Pemberitahuan ayahnya itu tidak memengaruhi Yasmin. Ia tetap
bersemangat dan gembira. Bila" Hendri pergi ke kantor, ia sibuk
berteleponan. Bukan hanya dengan ayahnya, tapi juga dengan Delia dan
Erwin. Setiap pagi jam sembilan Erwin menelepon untuk menanyakan
kabarnya dan bercerita mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di
motel. Yasmin senang mendengarnya. Ia lebih senang lagi setelah tahu
bahwa Delia akan bekerja di motel bila pemeriksaan kesehatan yang
sedang dijalaninya menyatakan dia sehat. Yasmin terkejut karena
mengira Delia jatuh sakit. Tapi Delia menenangkannya dengan
mengatakan dia hanya menjalani general check up.
Setiap hari Yasmin menunggu Hendri membuka pembicaraan perihal
ayahnya. Ia tak perlu menunggu lama. Saat itu tiba juga.
"Waktu kau pergi ke motel itu dan nggak pulangi pulang, aku menelepon
ayahmu. Siapa tahu kau ada di sana. Ternyata memang nggak ada. Dia
senang kutelepon lalu memintaku datang karena perlu bicara, Jadi aku
datang dan kami berbincang. Dia ingin sekali berbaikan denganmu, Yas.
Dia minta kaul memaafkan dia. Sekarang dia sakit. Hampir sepanjang
hari duduk di kursi roda," tutur Hendri.
Yasmin merasa kesal kenapa baru sekarang Hendri mengatakannya.
"Aku baru bilang sekarang karena takut kau malah jadi tambah stres.
Sekarang kan kau sudah gembira. Aku juga bilang pada Papa. Tunggulah
sampai Yasmin sehat dan pulang dari rumah sakit."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

264
"Apakah kau memberitahu Papa soal kenapa aku masuk rumah sakit?"
tanya Yasmin meskipun ia sudah tahu.
"Aku bilang kau keserempet motor."
"Oh begitu. Apa kau ketemu Tante?"
"Papa sudah cerai. Tante pergi sama lelaki lain."
"Oh begitu. Pantas dia mau baikan sama aku. Dasar egois!" seru Yasmin.
Senang bisa berpura-pura.
"Kau mau kan baikan sama dia?" "Nggak ah."
"Kasihan dia sendirian, Yas. Cuma ditemani perawat dan pembantu."
"Biar sajalah. Biar tahu rasa."
"Dia kan ayahmu, Yas. Jangan kejam dong."
Yasmin melotot. Bisa-bisanya Hendri menyebut ia kejam. Siapa yang
lebih kejam?
"Jangan marah, Yas. Aku bermaksud baik mau mendamaikan kalian."
"Apakah anak-anaknya dengan Tante juga dibawa serta?"
"Mereka tidak punya anak, Yas. Jadi kau anak satu-satunya. Ingatlah.
Dia kaya, Yas. Rumahnya besar dan mewah." "Jadi kenapa?"
"Kau tak ingin jadi ahli warisnya?" "Aku memang ahli warisnya. Dia tak
punya istri dan anak lain, kan?"
"Memang betul. Tapi dia bilang akan menyerahkan hartanya kepada
yayasan sosial atau apalah bila dalam waktu sebulan kau belum juga mau
baikan dengannya. Jadi kau tak bisa mendapatkan hartanya. Paling-
paling kebagian sedikit. Kan sayang, Yas."
Sekarang Yasmin benar-benar terkejut.
265
"Benar dia bilang begitu? Atau kau ngarang saja?" "Iya. Bener."
"Coba aku tanya dia apa bener begitu."
Yasmin melompat menuju pesawat telepon, pura-pura mau menelepon.
Tapi Hendri menyambar lengannya. "Jangan, Yas! Kau mau apa? Marah-
marah, ya? Itu cuma membuat dia marah juga. Bisa dipastikan besok dia
hibahkan hartanya kepada orang lain."
"Peduli amat! Buat apa harta?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Hei, jangan begitu, Yas! Buat apa katamu?" seru Hendri gemas. "Apa
kau tidak ingin kaya dan hidup senang di rumah besar dan mewah? Apa
kau merasa cukup dengan gajiku yang kecil?"
"Aku suka hidup sederhana. Bukankah aku tak pernah menuntut ini-itu
kepadamu?"
Hendri menatap Yasmin dengan geregetan. "Pikiranmu sungguh pendek,
Yas. Bagaimana kalau aku dipecat? Perusahaanku lagi gonjang-ganjing,
tahu?"
"Nantilah. Kupikirkan."
"Ya, pikirkan dengan baik. Jangan langsung menelepon dia. Bilang aku
dulu."
Yasmin mengiyakan. Tapi pikirannya berjalan dengan sendirinya.
Sebelum Hendri mengetahui apa yang dilakukan Yasmin di Motel Marlin,
lelaki itu bicara dengan Winata. Hendri ingin jadi perantara yang
sukses, begitu penilaian Winata. Apakah itu yang membuatnya jadi
begitu baik dan perhatian kepadanya? Yasmin menjadi sedih. Bukan
cuma mengenai Hendri, tapi juga ayahnya! Jadi itulah rupanya yang
membuat ayahnya berpesan agar ia tidak kaget mendengar penuturan
Hendri. Ayahnya memang tidak memahami dirinya.
***
266
Esok pagi, begitu Hendri berangkat ke kantor, Yasmin langsung
menelepon ayahnya.
"Dia sudah ngomong, Pa. Jadi itu yang Papa sembunyikan? Kok tega sih
Papa menggunakan harta sebagai senjata?"
"Maafkan aku, Yas. Aku sudah putus asa. Aku sakit. Aku... aku takut
mati tanpa bisa berbaikan denganmu lebih dulu. Aku takut mati sebagai
orang yang kesepian. Aku sungguh terpaksa. Kontak denganmu benar-
benar tak ada. Aku orang yang panik."
Yasmin tertegun. Kata-kata itu membangkitkan iba. Tapi ia masih kesal.
"Kenapa Papa tidak segera mengatakannya saja waktu kutelepon?
Kenapa Papa mengulur waktu?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku tidak mau merusak suasana. Kau sudah begitu baik padaku dengan
menelepon duluan. Masa aku mengejutkanmu dengan pengakuan itu? Kau
pasti marah, kan? Maka awal yang baik itu menjadi sia-sia. Aku menyesal
pun percuma karena sudah terjadi. Padahal kau menelepon aku tentu
tidak gampang. Lewat pertimbangan dan hati nurani dulu, kan? Tapi
sekarang ini berbeda karena hubungan kita sudah terjalin. Kalaupun kau
berpikir negatif, pasti ada pertimbangannya."
Yasmin bisa merasakan kebenaran kata-kata itu. Sebenarnya, kalau ia
sendiri tidak mengalami derita, mungkin reaksinya akan lain. Orang yang
pernah menderita lebih bisa merasakan derita orang lain.
"Iya deh. Aku ngerti. Mengenai Hendri, berapa komisi yang dimintanya
dari Papa?"
"Komisi?"
"Bukankah Papa mengatakan dia ingin menjadi perantara yang sukses?
Pasti ada komisinya dong." "Ah, nggak ada. Dia nggak minta komisi. Malu
267
dong. Cuma aku menganggap dia ingin menimbulkan kesan bahwa usaha
membujukmu itu akan sulit sekali. Jadi kalau berhasil, pasti hebat. Jelas
Citranya di mataku tentu akan naik. Sayangnya dia tidak berhasil karena
dia berkata begitu setelah kau menelepon aku dengan kemauan sendiri.
Jadi gambarannya tentang dirimu sama sekali tidak benar."
"Aku nggak percaya dia nggak minta apa-apa sama Papa."
"Baiklah. Terus terang saja, ya. Nanti aku dibilang menyembunyikan. Dia
minta bantuanku membayar biaya rumah sakit."
"Oh begitu." Yasmin merasa tidak perlu kaget. "Berapa?"
"Lima belas juta."
"Jadi dua kali biaya sesungguhnya."
"Ya sudahlah. Nggak apa-apa. Banyak orang suka begitu. Sebaiknya kau
nggak usah menanyakannya. Nanti kalian jadi ribut. Itu masalah kecil.
Aku kan punya uang dan ingin membantumu."
Yasmin tidak merasa terhibur oleh ucapan itu. Ia sudah tahu Hendri
tidak jujur. Tapi ayahnya sekarang tahu.
"Yas, masih marah?" "Nggak, Pa."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sedih? Jangan, Yas. Aku menyesal sekali."


"Nggak, Pa. Aku nggak marah dan nggak sedih. Kecewa sih iya. Tapi
sudahlah. Seperti Papa bilang tadi, banyak orang begitu kok. Tambah
satu lagi nggak masalah."
"Aku menyesal kau harus tahu. Tadinya aku nggak mau bilang. Tapi aku
takut dibilang menyembunyikan kalau suatu saat kau tahu juga."
"Betul, Pa. Aku malah senang dikasih tahu."
268
"Yas, ngomong di telepon gini nggak pernah bisa cukup. Kenapa nggak
datang saja?" "Sekarang?"
"Ya. Kapan lagi? Kecuali kau merasa kurang sehat." "Baiklah."
"Tunggu saja. Nanti Aryo datang menjemputmu." * * *
Yasmin mengagumi rumah ayahnya. Hasil renovasinya spektakuler,
pikirnya. Tapi untuk apa rumah besar dan mewah kalau penghuninya
sendirian dan kesepian?
Ia terkejut lalu menangis ketika berjumpa dengan ayahnya. Rasa ibanya
menghapus semua perasaan negatif yang masih tersisa. Ayahnya yang
terakhir dilihatnya tampak gagah dan berwibawa kini berwajah cekung,
kurus, dan loyo. Sorot matanya tak lagi setajam dulu. Keangkuhannya
tak ada lagi. Bagi orang yang tak pernah mengenalnya, pasti bukan
kejutan. Tapi bagi Yasmin yang mengenal dan dekat di masa kecil,
kejutannya besar sekali.
Winata pun kritis mengamati dan menilai putrinya. Ia juga terkejut
karena melihat gurat-gurat kesedihan di wajah Yasmin. Itu membuat
usianya tampak lebih tua. Apakah dia tidak bahagia? Orang yang bahagia
dalam hidupnya, ceria dan banyak tawa, biasanya akan tampak lebih
muda dari usianya. Biarpun demikian ia menganggap Yasmin tetap cantik
seperti yang selalu dikenal dan dikenangnya.
Dibantu Aryo, Winata turun dari kursi roda. Ia mengulurkan kedua
tangannya. Yasmin masuk dalam pelukannya. Mereka berpelukan sampai
Winata tak
269

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

sanggup lagi berdiri. Ia kembali ke kursi roda. Air mata kegembiraan


mengalir di pipinya. Sementara itu Aryo segera masuk ke dalam untuk
menempati posnya yang biasa. Ia pun dilanda keharuan.
Yasmin mengambil tempat di sisi kursi ayahnya.
"Ah, kau nangis, Yas."
"Papa juga."
Mereka tertawa. Yasmin menyandarkan kepalanya di lengan Winata.
Dulu ia suka berbuat begitu. Winata pun menikmati.
"Jadi kau sudah tidak membenciku lagi, Yas?"
"Ah, Papa ini gimana sih? Kalau benci masa ke sini."
"Habis kayak mimpi sih."
"Jangan gitu, Pa. Papa membuatku merasa jadi anak durhaka."
"Ah masa? Nggak deh. Aku nggak gitu lagi."
"Pa, aku yakin Mama juga akan memaafkan Papa."
"Oh ya? Aku sudah sering minta maaf padanya, tapi sudah tentu aku
takkan mendapat jawaban. Hanya kau yang bisa memberi jawaban. Aku
ingat, Hendri bilang kau perlu ziarah dulu ke makam Mama sebelum
memberi jawaban."
"Aku seperti orang bodoh dong. Masa harus ke makam dulu kalau
jawabannya ada di sini." Yasmin menunjuk dadanya.
"Betul sekali. Mulai sekarang aku nggak akan percaya lagi pada mulut si
Hendri. Apakah dia sering berbohong juga padamu?"
"Kalaupun berbohong aku nggak tahu, Pa," jawab Yasmin diplomatis.
"Oh ya. Setelah Hendri bercerita tentang pertemuannya denganku, apa
yang terjadi?"
270
"Dia membujukku, aku pura-pura nggak mau. Lalu dia ngomong soal harta
yang Papa mau hibahkan kepada orang lain kalau aku nggak mau. Tapi aku
bilang, perlu pikir-pikir dulu."
"Bagus! Biar dia tahu rasa sudah bikin susah orang!"
Yasmin tersenyum. Ia beranggapan sama. Hitung-hitung membalas
perbuatan Hendri kepadanya. Terpikir olehnya, apa reaksi ayahnya bila
tahu apa saja yang dilakukan Hendri terhadapnya selama masa

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

perkawinan mereka. Tapi ayahnya tidak perlu tahu. Itu masalah


pribadinya.
Winata membelai kepala Yasmin. Dulu dia sering melakukannya.
"Sekarang kau dewasa sekali, Yas. Caramu bersikap dan kata-kata yang
kauucapkan menunjukkan itu."
"Pengalaman hidup yang membuat orang berubah, Pa."
"Betul sekali. Boleh aku tahu apa yang membuatmu berubah?"
"Wah, jangan dulu deh, Pa. Ceritanya panjang."
Winata tertawa. "Kau membalasku, ya? Padahal kau punya banyak waktu
untuk bercerita. Ini kan bukan di telepon."
"Justru itu, Pa. Kita masih punya banyak waktu. Besok dan besoknya
lagi."
"Apa itu berarti kau akan sering-sering datang kemari?"
"Ya, Pa. Kalau Papa nggak bosan."
"Aduh! Bosan? Masa sih? Tapi ingat kondisiku. Aku ini sudah tua dan
sakit."
"Pa, umur itu di tangan Tuhan. Ingat saja itu."
Yasmin mengatakannya dengan serius. Winata mengangguk respek.
271
Mereka berbincang tentang masa lalu dengan asyik. Yang sama-sama
dihindari keduanya adalah kehidupan perkawinan mereka. Akhirnya
Yasmin sadar dengan terkejut. "Pa, aku mesti pulang!"
"Kenapa? Ada janji?"
"Bukan. Aku ke sini tanpa rencana. Jadi nggak siap. Aku belum masak,
Pa. Dia rumah nggak ada pembantu."
"Im sih soal kecil. Bu Tati sudah masak ekstra hari ini. Kau bawa
rantang pulang, ya?"
"Wah, Hendri akan terheran-heran melihat masakanku yang lain dari
biasanya."
"Bohongin aja."
"Dia pasti tahu kalau aku pergi. Aku harus berbohong yang lain lagi."
"Tahu dari mana?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tiap hari dia menelepon dan kantor, Pa. Kalau nggak diangkat pasti
nggak ada orang, kan?"
"Menelepon tiap hari itu tanda perhatian atau mau ngecek
keberadaanmu?"
"Bisa dua-duanya, Pa."
Jawaban itu cukup bagi Winata untuk memastikan bahwa Hendri
bukanlah suami yang ideal.
"Pa, aku punya ide! Daripada berbohong terus, lebih baik terus terang
aja. Aku akan beritahu Hendri bahwa aku sudah baikan sama Papa dan
hari ini datang ke sini. Pulangnya bawa masakan dari sini."
Winata terperangah sejenak. "Kenapa kau memutuskan begitu?"
"Aku sudah bosan berbohong terus. Lain kali kalau aku ke sini lagi, masa
bohong lagi?"
"Apa kau akan cerita semuanya dari awal?"
"Yang sudah lalu biarlah berlalu."
"Terserah kau bagaimana baiknya. Apa dia nggak akan marah padamu?"
272
"Aku akan mengatakan bahwa kita baru baikan hari ini. Lalu aku datang
ke sini. Im saja."
"Kalau kau diapa-apakan, kasih tahu aku, ya?"
Yasmin tersenyum. "Jangan khawatir, Pa. Dia akan baik-baik saja."
Perkiraan Yasmin memang benar. Ketika Hendri pulang, tanpa buang
waktu atau ditanyai lebih dulu, ia segera mengatakan, "Aku tadi ke
rumah Papa. Masalah di antara kami sudah selesai. Kami sudah baikan.
Yang lalu sudah dimaafkan."
Hendri terkejut sekali. "Kenapa kau pergi nggak bilang-bilang? Kau bisa
menelepon ke kantor, kan? Kenapa nggak tunggu aku? Kan kita bisa pergi
sama-sama? Bukankah sudah kukatakan, kalau hendak memutuskan
sesuatu katakan padaku dulu," Hendri menyesali.
"Semuanya terjadi spontan. Aku memutuskan tadi. Aku menelepon Papa,
terus Papa kirim mobil. Im makanan bawa dari sana. Enak sekali."
"Mestinya, habis memutuskan kau menelepon aku. Nanti sore kita bisa
pergi sama-sama. Kau melupakan peranku, Yas."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Peranmu?"
"Ya. Bukankah aku yang berinisiatif menelepon Papa waktu kau pergi ke
motel?" "Tapi..."
"Jangan lupa. Berkat bujukanku juga kau mengambil keputusan itu."
"Sori deh. Lain kali kita pergi sama-sama ke sana."
"Sayang aku melewatkan perjumpaan pertama kalian setelah dendam
bertahun-tahun."
"Ah, tak usah mendramatisir. Biasa-biasa aja." "Ada pelukan dan
ciuman?"
273
"Ada."
"Mestinya untukku juga ada dong."
Yasmin tersenyum. Hendri mengira itu pertanda positif. Ia mendekat
sambil mengulurkan kedua tangannya. Senyum Yasmin serta-merta
lenyap dan wajahnya berubah. Cepat-cepat Hendri menjatuhkan kedua
tangannya dan menghentikan langkahnya. Ia mengangkat bahu.
"Kalau begitu, aku mengucapkan selamat saja," katanya, berusaha tidak
memperlihatkan kejengkelannya.
"Terima kasih, Hen. Kau baik sekali."
Lalu Hendri teringat akan uang yang diberikan Winata untuk biaya
rumah sakit. Dan cerita bohong-" nya yang lain.
"Apakah Papa cerita yang lain, Yas?"
"Yang lain apa?"
"Tentang kunjunganku ke sana dan apa yang kami bicarakan?"
"Oh, yang itu sedikit. Kami lebih banyak bicara tentang masa lalu.
Nostalgia. Memangnya ada yang istimewa?"
"Nggak. Nggak ada."
Aku tahu dia sebenarnya marah, pikir Yasmin. Tapi aku yakin dia tidak
akan melampiaskannya kepadaku. Sekarang aku terlalu berharga untuk
disia-siakan.
274

BAB 27

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hari itu merupakan hari bahagia bagi Delia, Kosmas, dan Erwin. Ada
berita menakjubkan dari rumah sakit berupa hasil pemeriksaan
terhadap Delia. Ia dinyatakan tidak menderita kanker rahim! Kista yang
dulu ditemukan di dalam rahim sudah lenyap!
Awalnya Delia datang ke dokter yang pertama memeriksanya dulu lalu
menentukan adanya kanker kemudian menganjurkan agar ia menjalani
operasi pengangkatan rahim. Tentu saja dokter itu takjub sekali ketika
hasil pemeriksaan menunjukkan ra-himnya bersih dari tumor. Ia tidak
percaya hasil pemeriksaannya dulu salah atau tertukar dengan milik
orang lain. Itu sangat tidak mungkin. Tapi kenyataan menunjukkan
demikian. Ia bukan saja takjub, tapi juga sempat takut kalau-kalau
disangka melakukan malapraktik. Bayangkan kalau rahim sesehat itu
sampai diangkat karena anjurannya! Tapi Delia mengatakan padanya
bahwa ia menjalani pengobatan alternatif. itu membuat si dokter
terhibur. Jadi bukan dia yang salah, melainkan si pengobat alternatif
itulah yang lebih pintar.
Tapi Delia tidak hanya memeriksakan diri di satu rumah sakit. Ia juga
pergi ke rumah sakit lain dan melakukan pemeriksaan yang sama. Di
rumah sakit kedua itu pun hasilnya sama. Tapi ia sendiri tidak
275
yakin apakah benar pengobat alternatif itulah yang menyembuhkannya.
Bukankah ia tidak melakukan pengobatan sampai tuntas? Jawabannya
tidak perlu dicari, hanya diterima saja.
Mereka bertiga merayakannya dengan melakukan meditasi dan doa
bersama.
Kemudian Delia resmi menjadi karyawan Motel Marlin. Ia pindah dari
kamar 14 ke bagian belakang, kamar para karyawan yang tinggal di
dalam. Semula Kosmas memaksanya menetap di kamar 14, mengingat
kamar itu bersejarah. Tapi Delia tidak mau. Kamar itu untuk tamu,
bukan untuk karyawan. Ia tidak ingin diperlakukan berbeda. Bagaimana
nanti anggapan karyawan lain?
Tapi Delia tidak melupakan Ratna.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

***
Perubahan fisik Ratna menimbulkan problem baru. Orang-orang di luar
anggota keluarga tentu saja tidak pernah menyangka bahwa Ratna yang
sekarang mereka lihat sama dengan Ratna yang dulu. Mereka itu para
tetangga dan karyawan di bengkel Rama.
Dalam berbagai kesempatan Rama dan Maya mengatakan pada mereka
bahwa Ratna sudah pindah untuk tinggal bersama anaknya yang lain.
Sementara Ratna yang sekarang adalah kerabat dekat yang akan tinggal
sementara dengan mereka.
Rahasia harus dijaga rapat-rapat. Mereka menyadari keharusan itu
karena rasa takut. Bahkan anak-anak seperti Boy, Lisa, Donna, dan
sepupu-sepupunya yang masih remaja dan umumnya suka sensasi tahu
betul apa bahayanya bila mereka sampai membocorkan rahasia itu. Di
samping belum tentu ada yang
276
percaya, masih ada lain yang menakutkan, yaitu hukuman dari Rama.
Sudah terbukti bagaimana keampuhan ilmu yang dimiliki Ratna hingga
mereka tunduk.
Bukan cuma rasa takut dikutuk yang membuat mereka mampu menjaga
rahasia, melainkan ketakutan yang lain. Bila sampai terjadi kehebohan di
masyarakat sekitar yang kemudian meluas, Ratna bisa dituduh sebagai
dukun hitam atau tukang santet! Sudah terbukti banyak orang yang
dituduh sebagai tukang santet dibunuh ramai-ramai walaupun tak ada
bukti.
Rama dan Maya semakin stres. Lebih-lebih Maya. Tetapi keadaan itu
membuat hubungan mereka berdua menjadi lebih baik dan dekat.
Demikian pula anak-anak mereka. Mereka jadi lebih bersatu. Hal itu
menghibur perasaan Maya hingga ia menjadi lebih diringankan.
"Bagaimanapun kita masih lebih baik daripada Del. Dia sendirian dan
dikejar-kejar," bisik Rama, sekalian menghibur diri sendiri.
"Tapi kita serumah dengan Mama, Pa," balas Maya dengan berbisik juga.
"Serumah atau tidak serumah baginya pasti bukan masalah."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ternyata bila sedang membicarakan Ratna di rumah mereka


melakukannya dengan berbisik-bisik walaupun Ratna sedang keluar.
Bagaimana kalau Ipah mendengar lalu menyampaikan? Mereka tidak tahu
apakah Ipah sudah menjadi kaki tangan atau tidak. Lebih baik berhati-
hati.
Setelah menjadi muda kembali, Rama jadi lebih sering jalan-jalan,
terutama ke mal. Dulu ia hanya pergi kalau ikut serta dengan Rama
sekeluarga atau ada yang mengajak. Biasanya ia segan karena kakinya
277
tidak kuat berjalan jauh. Tapi sekarang fisiknya menjadi kuat dan
energik. Encoknya pun hilang tak berbekas.
Meskipun ia suka pergi keluyuran sendiri, tak ada anggota keluarganya
yang mengkhawatirkan keselamatannya. Tak ada yang meragukan
kemampuannya menjaga diri. Yang di rumah pun merasa lega kalau ia
pergi. Sepertinya udara menjadi lebih nyaman untuk dihirup. Bebas
berteriak dan bernyanyi. Asal tidak membicarakan dirinya. Kalau perlu,
juga dilakukan dengan berbisik-bisik.
Tetapi kesenangan baru Ratna itu membawa ekses lain. Ia perlu uang
untuk biaya jalan-jalan dan belanja. Terpaksa Rama menyisihkan uang
yang diperolehnya dari iuran saudara-saudaranya, padahal itu pun sudah
berkurang karena Delia tidak lagi ikut serta dalam iuran itu. Maka
terpaksa ia minta tambahan dari saudara-saudaranya. Ada yang
bersedia, ada yang tidak.
Akhirnya Rama terpaksa meminta Ratna untuk menerima jatah tertentu
setiap bulannya. Tidak bisa minta lagi dan minta lagi setiap kali uangnya
habis. Biarpun takut, Rama bisa juga melakukannya. Demi kehidupan
keluarganya. Tak mungkin ia membiarkan Ratna berbelanja tanpa batas
padahal dirinya sekeluarga berhemat habis-habisan.
"Sekarang cari duit susah, Ma. Bengkel banyak saingan. Anak-anak
butuh biaya besar untuk sekolah. Harga-harga kebutuhan pokok naik
terus," ia menjelaskan.
Ratna tidak memaksa meskipun wajahnya cemberut. Rama merasa lega
karena tidak mendengar sumpah serapah dari mulut Ratna.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jangan lega dulu," bisik Maya. "Kalau mau


278
mengutuk, dia tidak perlu terang-terangan. Bisa saja dia melakukannya
di kamar sambil membakar kemenyan."
"Tenang, Ma," bisik Rama. "Kalau dia mengutuk kita dan membuat kita
hancur, siapa yang mau tinggal bersamanya? Memang ini rumahnya? Apa
dia mau tinggal sendiri? Dan siapa yang membiayainya? Kalau semua
anak, menantu, dan cucu dikutuknya, bukankah berarti ia akan hidup
sendirian?"
Ratna sedang dalam kondisi terlalu gembira untuk mengutuk siapa pun.
Ia menikmati keadaannya dan memaksimalkan penampilannya. Sekarang
ia bisa memperoleh apa yang diinginkannya yang tak bisa didapatkannya
di masa lalu. Ia juga lebih menyukai situasi sekarang daripada dulu.
Model pakaian lebih menarik dan seronok dibanding dulu. Demikian pula
urusan rias wajah dan rambut. Untuk pakaian ia mencari sendiri di toko
dan urusan rambut ia pergi ke salon. Alat kosmetik bisa digunakannya
sendiri.
Maka penampilan Ratna tampak mencengangkan. Ia menyingkirkan
daster-dasternya yang longgar dan berwarna tua. Sebagian
diberikannya kepada Ipah. Sebagai gantinya ia mengenakan pakaian yang
baru dibelinya. Ada rok ketat, celana panjang ketat atau cutbrai, atau
celana ukuran sebetis atau selutut dengan atasan blus pendek yang pas
di badan atau kaus ketat! Tubuhnya yang ramping, dada penuh, dan
perut rata, membuat ia pantas saja mengenakan pakaian itu. Bahkan
sanggup memesona mata yang memandang. Penampilan Ratna jadi lebih
cantik, lebih muda, dan lebih modis dibanding Maya. Ia kelihatan seperti
ibu Lisa dan Boy, bukan nenek mereka!
Melihat itu, bertambah saja rasa muak dan keben-
279
cian Maya. Ditambah dengan rasa iri. Ia sendiri tidak mungkin bisa
mengenakan pakaian seperti yang dikenakan Ratna karena perutnya yang
membesar. Dan tentu saja karena Ratna tampak jauh lebih muda dari

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

dirinya. Padahal ia sadar sepenuhnya bahwa Ratna mendapatkan semua


itu secara tidak wajar.
Akhirnya suatu waktu Maya tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya
dari pandangan Ratna. Setelah sadar, ia terkejut bahwa dirinya tengah
menatap Ratna dengan mata menyorotkan kebencian dan mulutnya
berkerut mengekspresikan kemuakan padahal Ratna sedang memandang
kepadanya. Sudah telanjur menyembunyikannya kembali. Ia buru-buru
berpaling dan pergi. Tapi telinganya menangkap bunyi tawa Ratna yang
sinis.
Biarpun sudah menghindar, ternyata Maya tidak selamat. Ia melihat
cermin lalu terkejut melihat wajahnya dipenuhi jerawat besar-besar.
Tidak mungkin hal itu terjadi tanpa sebab. Ia tidak punya alergi atau
sedang makan obat yang bisa menimbulkan reaksi kulit. Dengan
ketakutan ia melaporkan hal itu kepada Rama. Didampingi Rama, ia
menghadap Ratna dan minta maaf. Segera sesudah itu wajahnya bersih
kembali. Peristiwa itu telah memberinya pelajaran.
Ratna merasa puas tidak terkira. Jangan main-main denganku!
Lalu ia berkonsentrasi kembali kepada Delia. Setelah sempat
menyisihkannya dari pikiran, ia teringat kembali. Ia terkejut mendapati
Delia sekarang semakin jauh dijangkau. Ia harus mengakui kekuatan
Delia sekarang lebih besar daripada dulu. Tapi dirinya juga jauh lebih
kuat dibanding dulu. Ia yakin, Delia pasti datang menemuinya.
280
Delia sibuk dengan kegiatannya yang baru. Ia mengambil alih pekerjaan
pembukuan dari tangan Kosmas dan sesekali juga menjadi penerima
tamu. Ia pun tak segan membantu apa saja. Sebagai perempuan, ia lebih
fleksibel dibanding Kosmas dan Erwin yang juga tak membedakan
pekerjaan. Ia belajar dari kedua orang itu mengenai perhotelan,
terutama perkembangan Motel Marlin. Ia sangat serius hingga
mencengangkan Kosmas dan Erwin, juga karyawan lain. Apakah semangat
yang tinggi itu sifatnya hanya sementara?
Dengan uangnya sendiri Delia membeli pohon-pohon peneduh untuk
ditempatkan di sudut-sudut halaman parkir. Ia memilih akasia dan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mahoni. Dibantu karyawan lelaki yang mencangkul tanah, Delia menanam


sendiri dan memberi pupuk. Ia menempatkan pot-pot pohon palem hijau
di lorong depan kamar-kamar. Tetapi sebelum melakukan itu ia minta
izin dulu pada Kosmas dan Erwin. Segera tampak sentuhan feminin pada
motel itu.
"Bagus," puji Kosmas dan Erwin.
Delia senang mendapat pujian itu.
"Tapi seharusnya kau tidak menggunakan uang sendiri. Nanti kami ganti,
Del," kata Kosmas.
"Iya. Kau harus berhemat dengan uangmu," tambah Erwin.
"Sudahlah. Anggap itu sebagai hadiah dariku. Jangan diganti."
Sebenarnya Delia mengakui kebenaran ucapan Erwin. Ia harus
berhemat. Tapi sekarang ia memerlukan pakaian, luar dan dalam, karena
yang dimilikinya sekarang cuma beberapa potong. Sebagian besar
281
pakaiannya sudah ia sumbangkan. Yang meringankan adalah ia tak perlu
memikirkan akomodasi.
Tetapi ia tetap tidak bisa melupakan Ratna! Perempuan tua itu masih
suka muncul dalam mimpinya dan pikirannya.
"Biarkan saja. Nanti juga kau bisa melupakannya," kata Kosmas.
"Tidak. Dia masih tetap berusaha, Bang Kos. Itu karena dia masih
menginginkan hartaku. Setidaknya sebagian. Atau yang masih tersisa."
"Kau bilang dia sepertinya sudah tahu, lewat kemunculannya dalam
mimpimu, mengenai apa yang telah kaulakukan. Uangmu tinggal sedikit.
Apa itu pun masih diincarnya?" tanya Kosmas geram.
"Sepertinya begitu. Yang penting dia diberi."
"Jahat sekali."
"Tapi aku rela menghabiskan hartaku kemudian bunuh diri semata-mata
karena aku tak mau menyisakan sedikit pun untuknya. Kalau dipikir,
apakah aku nggak jahat juga?"
"Ah, nggak. Kau mempertahankan milikmu. Tapi dia mengincar milik
orang lain, padahal dia tidak berhak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Entah. Kadang-kadang aku berpendirian seperti itu, tapi kadang-kadang


aku merasa jahat. Aku masih belum selesai berpikir apa yang harus
kulakukan terhadapnya. Selalu terasa ada yang belum selesai. Dan kalau
itu belum selesai, aku tak bisa mendapatkan ketenangan."
"Kau bermaksud menemuinya atau apa?"
"Entahlah. Aku belum tahu juga. Tapi dari pengalaman aku tahu bahwa
berkunjung dengan tangan kosong tidak akan menyenangkan dia.
Sebaliknya, dia malah marah. Kalau mau datang aku harus
282
konsekuen dengan merelakan sesuatu untuk kuberikan. Dia sangat suka
perhiasan. Tapi semua perhiasanku sudah kujual."
"Apa itu berarti kau mau menyerah padanya, Kak?" tanya Erwin.
"Entahlah, apakah itu berarti menyerah atau bukan."
"Dulu kaubilang..."
"Ya. Dulu lain. Heran ya? Melihat persoalan yang sama, antara dulu dan
sekarang, kok bisa beda ya? Dulu kesannya adalah menyerah. Tapi
sekarang terpikir jangan-jangan bukan menyerah tapi mengalah.
Bukankah itu beda?"
Kosmas dan Erwin berpandangan.
"Andaikata kau memutuskan ingin mengabulkan permintaannya, berapa
yang mau kauberikan? Punyamu tinggal sedikit. Padahal dia kan
pengennya banyak," kata Kosmas.
"Di situlah herannya. Sesudah tinggal sedikit, muncul pemikiran untuk
mengalah."
"Pikirkanlah lagi, Del," Kosmas menganjurkan. Juga menghibur.
"Jangan lupa tetaplah berdoa," Erwin menambahkan.
"Oh, tentu saja."
Lalu Kosmas mengusulkan agar Delia menjadi warga Jakarta dengan
mengganti KTP-nya.
"Kau toh tidak akan tinggal di Bandung lagi," alasan Kosmas. "Nanti
kubantu mengurusnya di kelurahan. Tapi kayaknya kau perlu ke Bandung
untuk mengurus surat pindah di kelurahan tempat tinggalmu. Tentu kau
tidak perlu cepat-cepat. Kapan saja kau mau dan siap."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ah, itu usul yang kebetulan. Aku perlu menjenguk rumah kontrakanku.
Masih ada sisa waktu kontraknya.
283
Aku ingin menyelesaikan baik-baik dengan pemiliknya. Biarpun masih ada
sisa waktu, sebaiknya kukembalikan saja. Tempo hari kutinggalkan begim
saja, karena aku yakin takkan kembali lagi."
"Jadi kapan mau ke sana?" tanya Kosmas.
"Secepatnya saja. Mungkin lusa. Aku akan nginap satu malam."
"Mau kuantarkan?"
"Nggak usah. Aku nggak pakai mobil. Capek. Enaknya naik kereta saja."
"Baiklah. Nanti kuantar kau ke stasiun."
Sebenarnya ada sebab lain yang mendorong Delia ingin berdamai dengan
Ratna. Di samping merasa terganggu oleh pikiran dan mimpi perihal
Ratna, ia juga mengkhawatirkan keselamatan Kosmas dan Erwin. Ia
takut mereka akan diganggu oleh Rama.
Kosmas menyampaikan masalah lain yang disampaikannya saat bicara
berdua dengan Delia.
"Kasihan Erwin. Tiap hari dia menelepon Yasmin hanya untuk menanyakan
kabarnya atau bercerita sendiri. Kelihatannya dia cukup senang bisa
bicara sebentar, tapi dia pasti ingin lebih dari itu. Dia juga ingin seperti
kita yang bisa bergaul tanpa penghalang. Kenapa pula tertarik pada istri
orang?"
"Mungkin dia perlu waktu untuk bisa menerima keadaan. Beberapa kali
aku bicara dengan Yasmin di telepon, tampaknya dia tersentuh oleh
perhatian yang diberikan Erwin. Dia takut kalau-kalau Erwin berharap
terlalu banyak padahal dia tak bisa membalas."
"Ah, bagus kalau Yasmin berpendapat begim."
"Yang penting kita tidak boleh menyisihkan dia. Meskipun hubungan kita
akrab, kita jangan berduaan saja tanpa mengikutsertakan dia."
"Terima kasih, Del. Erwin menyukaimu. Dia tak
284

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pernah menganggapmu saingan. Dia bilang, kau seperti ibu kami. Mama-
lah pemersatu kami. Biarpun Mama sudah nggak ada, spiritnya tetap
memengaruhi kami."
"Punya saudara itu menyenangkan, bukan? Apalagi kalau akrab seperti
kalian."
"Tapi pacar-pacar kami tidak menyukai hal itu."
Delia tersenyum. "Ada saja orang yang kadar cemburunya lebih daripada
yang lain. Kau harus maklum juga."
Sementara itu Erwin merasa harus tetap optimistis. Selama Yasmin
masih hidup, jalan itu masih ada, biarpun berliku dan tak jelas berapa
panjangnya. Ia tahu, ada kode etik yang mestinya tak boleh dilanggar
kalau ia masih ingin disebut sebagai orang bermoral. Mungkin menelepon
tiap hari di saat si suami tak ada di rumah bisa juga disebut sebagai
pelanggaran. Ia memang hanya menanyakan keadaan Yasmin dan
bercerita yang sopan dan tidak menjurus. Tapi maksudnya sudah jelas.
Ada pesan yang terkandung, "Jangan lupakan aku!"
285
BAB 28

Donna merasa stres belakangan ini. Nilai-nilainya di sekolah menurun.


Padahal ia rajin belajar. Ia selalu rajin. Penyebabnya adalah ia sulit
berkonsentrasi dan gampang lupa. Sudah menghafal setengah mati, tapi
setelah tiba saatnya menghadapi ulangan hampir semua menguap dari
otaknya. Orang lain mengira ia berbohong. Bahkan kedua orangtuanya
juga tidak percaya. Padahal mereka melihat sendiri bagaimana tekunnya
Donna belajar.
"Jangan-jangan kau kebanyakan melamun," kata Mila, ibunya.
Ramli, ayah Donna, membelikannya suplemen yang konon berkhasiat
menguatkan daya ingat.
"Kayak orang tua pikun aja," ejek Ines, adik Donna.
Donna paling kesal kalau diganggu Ines, karena sudah lama ia menyimpan
rasa iri pada adiknya itu. Penampilan fisik mereka berbeda. Ines punya
wajah cantik dan lembut. Sedang Donna tomboi dan tidak cantik, juga

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

suka bicara seenaknya. Tak mengherankan kalau Ines populer di antara


teman-temannya, bahkan punya banyak pacar. Sedang Donna tak punya
teman dan belum menemukan cowok yang tertarik padanya. Karena itu ia
memfokuskan diri pada belajar. Hal itu membuat prestasinya di sekolah
286
cukup tinggi. Nilai-nilainya selalu bagus. Tapi sekarang keberhasilan dan
kebanggaan satu-satunya itu pun terancam lenyap. Ia merasa sedih dan
putus asa.
Ternyata kemudian suplemen yang dibelikan ayahnya dan rajin
diminumnya itu tidak cukup berkhasiat. Tak ada kemajuan dengan daya
ingat dan kemampuan otaknya. Ia tambah panik karena ujian akhir SMU
kian dekat. Ia tidak ingin lulus dengan nilai pas-pasan. Apalagi kalau
sampai tidak lulus. Betapa memalukan bila hal itu sampai terjadi. Lebih
baik ia mati saja.
Dalam keadaan seperti itu ia teringat kepada neneknya, Ratna. Sejak
Delia menghilang, Donna tak suka menemui Ratna lagi. Bukan hanya
karena larangan orangtuanya, tapi ia sendiri merasa muak dan benci. Di
matanya Ratna adalah nenek sihir yang keji dan menyeramkan. Di zaman
modern ini mestinya tak ada yang namanya nenek sihir. Tapi kenapa
ternyata ada dan justru neneknya sendiri? Ia benci tapi juga takut.
Ia pernah diajak Ratna ke mal. Terpaksa ia mau karena takut akan
akibatnya kalau menolak. Waktu itu Ratna belum berpengalaman jalan-
jalan sendiri, jadi minta ditemani dulu. Sepanjang jalan Donna harus
menahan perasaannya. Sebelumnya ia sudah diingatkan oleh
orangtuanya, "Jangan perlihatkan rasa benci di wajahmu kepadanya.
Ingat pengalaman Tante Maya." Jadi betapapun tak sukanya, ia harus
tetap tersenyum dan mengangguk-angguk. Padahal berjalan-jalan dengan
Ratna sering kali membuatnya malu.
"Nenek itu genit banget," lapornya kepada orangtuanya. "Kalau ada
cowok menegur, dilayani dengan ketawa ha-ha hi-hi. Padahal yang negur
itu banyak. Habis dandanannya menor sih! Makanya jalan-jalan
287

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

sama dia itu makan waktu lama karena kebanyakan bercanda sama orang
yang nggak dikenal. Jadi kalau dia lagi bercanda, aku jauh-jauh aja.
Pura-pura nggak kenal."
"Ya. Mendingan begitu aja, Don," ibunya setuju. "Kalau menolak ikut,
nanti dikutuk!"
Tapi setelah dua kali menemani Ratna, Donna tidak tahan lagi. Ia
menolak dengan berbagai alasan. Mau ulangan, katanya. Ratna tidak
marah karena belakangan ia lebih suka jalan-jalan sendiri. Yang penting
baginya ia sudah tahu jalan dan sarananya Kendaraan umum cukup
banyak.
Di luar dugaan Donna, ia mendapat hadiah dari Ratna berupa sebuah
ponsel lengkap dengan nomor dan pulsa. Tinggal pakai.
"Bukankah kau sangat ingin punya itu?" kata Ratna. "Nih, aku juga punya.
Sudah kumasukkan nomorku ke dalam ponselmu. Dan nomormu sudah
pula kusimpan. Jadi kita gampang berhubungan."
Donna terperangah. Ia tidak tahu mesti berterima kasih atau
mencurigai pemberian itu.
"Tahukah kau, uang yang dipakai untuk membeli barang itu adalah uang
kami juga, anak-anaknya?" Ramli mengingatkan dengan emosi.
"Tahu, Pa. Habis mau gimana lagi? Aku kan nggak minta. Apa mesti
dikembaliin?" sahut Donna.
Ramli terkejut. "Ah, jangan. Nanti dia marah."
"Betul. Sudah, terima aja," Mila membenarkan.
Ines punya bahan ejekan baru. Ia sebenarnya ingin memiliki ponsel juga,
tapi tidak dibelikan. Tak punya uang, begitu alasan orangtuanya. Habis,
banyak uang terserap oleh Rama.
"Kalau aku sih nggak mau dikasih apa-apa sama Nenek," begim kata Ines.
"Kau tahu maksud dia
288
memberimu ponsel? Im supaya dia bisa SMS-an sama kamu!"
Kejengkelan Donna bertambah. Ines benar, ponsel itu jadi memudahkan
Rama berhubungan dengannya. Entah itu sekadar bertanya perihal
keadaan keluarganya atau instruksi. Mau tak mau harus dijawab.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Akibatnya, ponsel itu jadi beban. Sering kali dengan sengaja ia matikan
saja. Lalu telepon rumah berbunyi. Ratna menegur dan mengingatkan.
Dulu Donna cucu kesayangan Rama. Ia memang menikmati keadaan itu.
Ia senang karena sering mendapat hadiah dan makanan enak. Ia tak
keberatan disuruh ini-itu oleh Ratna. Banyak hal yang tak dipedulikan
atau dijadikan keberatan olehnya. Misalnya kesenangan Rama
melontarkan kutukan dan sumpah serapah. Bukan dirinya yang jadi
sasaran. Bahkan disuruh memata-matai Delia pun ia mau saja. Tetapi
setelah semakin dekat mengenal Delia, ia mulai merasa kurang enak. Ada
perasaan telah mengkhianati atau melakukan sesuatu yang tidak patut.
Lalu muncul perasaan bersalah. Terakhir adalah penipuan terhadap
Delia, yaitu membohonginya dengan mengatakan ibunya sakit lalu
membutuhkan uang sepuluh juta untuk biaya rumah sakit. Donna merasa
muak terhadap Ratna. Apalagi kesan bahwa Delia orang yang baik
semakin kuat. Tanpa segan dan pertimbangan ini-itu Delia bersedia
membantu keluarganya. Donna bisa membayangkan betapa sakitnya
perasaan Delia ketika tahu dibohongi. Bahkan untuk perbuatan itu ia dan
keluarga tidak meminta maaf! Sungguh memalukan. Karena itu ketika
Rama mau menyisihkan lima ratus ribu rupiah untuknya dari uang sepuluh
juta itu, Donna menolak. Biarlah si nenek memakannya sendiri dan
menanggung dosanya sendiri
289
juga. Tapi ia sadar dirinya punya andil dalam dosa itu.
Sekarang ia menyesal menjadi cucu kesayangan Ratna. Ia mulai berpikir
bagaimana caranya melepaskan diri dari Ratna. Ia mencari seribu satu
alasan untuk menolak perintah Ratna. Ponselnya ia bawa ke mana-mana
dan terang-terangan ia pamerkan di depan umum, misalnya dengan
mencantelkannya di pinggang saat berada di jalan. Tujuannya bukan
untuk memudahkan Ratna menghubunginya di mana saja dan kapan saja,
tapi supaya gampang dijambret orang! Sayang sekali, "undangan" itu tak
diminati siapa pun. Tak ada penjahat yang tertarik.
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Donna mendapat ide untuk belajar di rumah kontrakan Delia yang


kosong. Mungkin di situ ia bisa berkonsentrasi dengan lebih baik. Pulang
sekolah ia ke sana dengan membawa bekal. Air mineral, roti, dan
gorengan.
Ibu Sulis, tetangga sebelah yang dititipi kunci oleh Delia, sudah
mengenalnya. Jadi tidak keberatan memberikan kunci kepadanya.
"Ke mana sih Bu Del? Kok nggak muncul-muncul ya?" tanya Bu Sulis ingin
tahu.
"Tante Del di Jakarta, Bu. Lagi berobat," sahut Donna ringan.
"Sakit apa?"
"Nggak tahu, Bu. Sekalian ngurus bisnis." "Oh, kalau berobat sambil
bisnis pasti nggak berat sakitnya, ya?" "Kayaknya gitu, Bu."
290
"Rumahnya mesti dibersihin dulu, Don. Pasti banyak debunya."
"Beres, Bu. Saya akan bersihin."
Donna tidak keberatan membersihkan rumah itu. Semula ia memutuskan
untuk membersihkan ruang tamu saja, karena di situlah tempat yang
dipilihnya untuk belajar. Alat pembersih masih lengkap di belakang
rumah. Air juga ada. Tapi setelah ruang tamu bersih, ia merasa masih
punya energi dan semangat untuk membersihkan ruang yang lain.
Akhirnya ia mengepel seluruh lantai rumah, kecuali kamar tidur. Ia
membuka semua jendela supaya udaranya bisa berganti.
Setelah itu ia duduk di sofa dan menikmati dulu makan siangnya.
Andaikan punya rumah sendiri meskipun kecil, alangkah senangnya,
pikirnya. Seperti sekarang ini. Memang harus membersihkan sendiri,
tapi nyaman dan tenang, tak ada yang mengganggu.
Baru saja ia membuka-buka bukunya, ponselnya berbunyi. Dengan sebal
ia melihat pesan dari Ratna. "Kau ada di mana?"
Mungkin neneknya menelepon ke rumah lalu di-beritahu ia belum pulang.
Tidak mungkin ibunya mau memberitahu di mana ia berada. Ibunya tahu
ia ke situ untuk belajar. Jadi tak mau diganggu.
Ia menyesal menghidupkan ponselnya. Tadi ia hidupkan supaya ibunya
bisa menghubunginya. Misalnya kalau ia ketiduran. Ia tidak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

memperhitungkan Ratna. Terpaksa ia membalas, "Di rumah Tante Del.


Lagi belajar!"
Ia berharap neneknya tidak mengganggu lagi. Tapi masih ada balasan,
"Kalo dia datang, kasih tahu!"
Kali ini Donna terheran-heran. Tentu saja ia me-
291
ngerti siapa yang dimaksud dengan "dia" oleh neneknya itu. Tidak
mungkin neneknya sudah pikun. Donna tidak menjawab. Untung tidak ada
pesan lagi. Tapi ia memerlukan waktu agak lama sebelum berkonsentrasi.
Sesudah itu, baru sedikit yang masuk ke otaknya, ia sudah mengantuk.
Ia pun menjatuhkan diri di sofa. Begitu kepalanya mendarat, ia segera
mendengkur.
Entah berapa lama kemudian ia terbangun karena ada yang
mengguncang-guncang tubuhnya. Guncangannya pelan saja, tapi ia
tersentak kaget. Lebih-lebih setelah melihat siapa yang
membangunkannya. Delia!
"Tante!" serunya sambil melompat. Ia mengucek-ucek matanya kalau-
kalau salah lihat.
"Ya. Aku," sahut Delia sambil tersenyum. "Apa aku mengganggu tidurmu?
Pintunya nggak dikunci. Oh, lagi belajar, ya?"
Baru Donna sadar sepenuhnya bahwa ia tidak bermimpi. Kesadaran itu
cuma sebentar karena kemudian ia dicekam ketakutan. Bagaimana
neneknya bisa tahu?
Delia tertawa melihat Donna masih saja melongo.
"Wah, kau masih bermimpi rupanya. Ayolah belajar lagi. Atau mau tidur
lagi?"
Donna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa Tante udah janjian sama
Nenek?"
"Nenek?" tanya Delia, terkejut.
Donna memberitahu sambil memperlihatkan pesan Rama di ponselnya.
Delia tertegun sambil menatap Donna. Mereka berpandangan sejenak.
Donna sadar, Delia tidak membuat janji dengan Ratna.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jadi dia tahu," gumam Delia. Kemudian ia menjatuhkan diri di sofa. Ia


duduk berdampingan dengan Donna.
292
"Sekarang Nenek udah sakti, Tante. Tapi kenapa Tante datang ke sini?"
"Ini masih rumahku, kan?"
"Mendingan di Jakarta aja, Tante."
Delia terkejut lagi. "Dari mana kau tahu aku di Jakarta?"
"Nenek. Ah, Tante jangan kaget. Dia kan nenek sihir. Oh ya, Tante
belum tahu aja apa yang telah terjadi. Luar biasa mengerikan!"
"Tunggu dulu. Dia kan berpesan, kalau aku datang kau disuruh kasih
tahu. Ayolah, beritahu saja."
"Boleh, Tante?"
"Iya. Nggak apa-apa. Nanti kamu dapat masalah kalau nggak buru-buru
memberi kabar. Mungkin dia juga sudah tahu."
Donna meraih ponselnya untuk mengirim pesan.
"Udah, Tante," katanya. "Sekarang gimana?"
"Kita tunggu saja. Sebentar lagi telepon di kamar pasti berbunyi. Dia
kepengen ngomong sama aku."
"Dia lagi ngejar-ngejar Tante, tuh. Mau minta duit."
"Yang sepuluh juta itu belum cukup rupanya."
"Oh, belum. Tante, maafkan aku ya? Aku merasa bersalah sekali telah
menipu Tante waktu itu. Padahal Tante berniat baik. Pasti Tante marah
sekali pada kami sekeluarga."
"Sudahlah. Aku sudah memaafkan kok, Don."
Donna memeluk Delia. Tindakan spontan yang belum pernah ia lakukan
kepada orang lain. Bahkan kepada ibunya sendiri.
"Aku malu sekali, Tante. Papa dan Mama juga malu. Mereka ingin sekali
minta maaf kalau ketemu Tante."
"Ya. Sudahlah. Aku mengerti posisi kalian. Nggak apa-apa."
293
"Terima kasih, Tante. Kau baik sekali. Aku juga minta maaf untuk yang
dulu-dulu. Perbuatanku sangat memalukan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudahlah. Semua sudah berlalu, Don. Tadi katanya mau cerita. Apa
yang luar biasa mengerikan itu?"
"Nenek sudah berubah jadi muda, Tante! Kata Papa, penampilannya
seperti saat Papa masih duduk di SMU!"
"Ha? Bukan karena bedah plastik, kan?"
Donna tertawa. Ia segera menceritakan apa yang telah terjadi. "Tante
Maya dan Bi Ipah pada pingsan, Tante! Kami semua datang ramai-ramai
ingin melihatnya. Wah, Nenek berlagak dan bergaya deh. Sesudah itu
Papa dan oom-oom terpaksa keluar duit banyak untuk makan-makan di
restoran dan beliin baju buat Nenek."
Delia termenung. Jadi mimpinya yang mengerikan itu memang merupakan
petunjuk bahwa Ratna yang sekarang tak lagi sama dengan yang dulu.
"Tante harus hati-hati sama dia. Tempo hari Tante Maya dikerjain
Nenek, karena kedapatan memandanginya dengan benci. Mukanya jadi
penuh jerawat. Sesudah minta maaf, baru mukanya bersih lagi. Serem,
Tante!"
"Ya. Menyeramkan memang. Apa kau mau menginap di sini, Don?"
"Nggak, Tante. Entar sore pulang."
"Kau jangan pulang dulu, ya. Aku mau ke kelurahan sebentar. Takut
keburu tutup. Belajarlah dulu. Aku nggak lama. Nanti kita bicara lagi,
ya?"
Delia pergi meninggalkan Donna termangu. Kedatangan Delia yang
mengejutkan membuat ia kehilangan semangat belajar. Tapi ia merasa
lega karena
294
berhasil menyampaikan permohonan maafnya yang diterima oleh Delia.
Ia berpikir, mungkin kelegaan itu bisa membuatnya lebih mampu
berkonsentrasi. Kata orang, perasaan bersalah bisa mengganggu pikiran
Ia melirik ponselnya. Belum berbunyi lagi. Semula mau dimatikan, tapi
tak jadi. Ada juga rasa ingin tahu, apa lagi yang mau disampaikan
neneknya setelah tahu bahwa Delia ada bersamanya. Kenapa malah
diam?
Delia kembali. "Untung keburu, Don. Ambilnya besok."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ambil apa, Tante?"


"Surat pindah. Aku mau tinggal di Jakarta. Supaya nggak susah, aku mau
jadi warga sana aja." "Ngapain di sana, Tante?"
"Aku kerja. Oh ya, punya kertas, Don? Aku tulis nomor telepon kantorku
ya. Kalau ada apa-apa atau berita baru, bisa gampang menghubungiku."
Delia menyodorkan kertas yang sudah ditulisi nomor telepon Motel
Marlin. "Simpan, Don."
Donna memasukkannya ke dalam tas. "Kok alamatnya nggak ditulis,
Tante?"
"Alamatnya belakangan. Aku belum punya tempat tinggal tetap. Masih
kos."
"Jadi Tante memang bermaksud mau menemui Nenek?"
"Ya."
"Wah, dia bener lagi, Tante. Dia sudah bilang begitu kepada kami.
Katanya, Tante nggak usah dicari. Nanti juga datang sendiri."
"Dia memang mengejutkan."
"Kasihan mereka yang serumah, Tante. Si Boy dan Lisa jadi sering
nginap di rumah kami. Katanya,
295
di rumah sendiri sulit belajar. Bau kemenyan melulu. Bikin tengkuk
meremang. Aku pun jadi susah konsentrasi dan gampang lupa, Tante."
Lalu Donna menunjuk ponselnya di atas meja. "Itu hadiah dari Nenek,
Tante. Tapi aku tahu, maksudnya supaya gampang menghubungi aku. Pe-
ngennya sih nggak nanggapin. Tapi takut. Semua orang takut."
"Kau tidak boleh takut bila ada di pihak yang benar," hibur Delia.
"Tapi gimana nggak takut, Tante? Dia mengerikan. Dia bukan lagi
nenekku. Dulu, biar mata duitan, dia tetap nenekku. Tapi sekarang dia
jadi orang asing."
"Ya, memang mengerikan. Aku cuma bisa ngomong, ya? Tapi sampai saat
ini, motivasinya masih berupa materi, kan?"
"Maksud Tante?"
"Maksudku, tak ada niat mencelakakan orang misalnya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kayaknya nggak. Dia lagi asyik belanja, jalan-jalan, dan mempercantik


diri. Si Lisa bilang meja rias Nenek penuh kosmetik. Dia genit deh,
Tante. Mungkin lagi nyari pacar!"
Delia tertawa.
"Tante, cerita dong mengenai Tante. Apa yang Tante kerjain di Jakarta
sekarang?"
"Im nggak penting, Don. Yang penting cuma satu. Aku nggak takut lagi
pada kutukannya."
"Caranya, Tante?"
"Kau percaya sama Yang Mahakuasa, Don? Percaya, bukan? Tapi sering
kali kita tidak sebegitu percayanya sampai mau berserah diri kepada-
Nya. Takut itu wajar. Semua orang punya rasa takut. Tapi kita harus
melawan sesuai kepercayaan kita
296
kepada-Nya. Berdoa, Don! Jangan hanya ritual, tapi sungguh-sungguh
dan tulus!"
Donna termangu. Ia merasa terpesona oleh ucapan Delia itu. Tapi Delia
yang mengamati wajah Donna jadi terkejut. Ia melihat gurat-gurat
keriput di wajah Donna! Kulitnya tampak kering bersisik di sana-sini! Dia
tampak seperti ular mau berganti kulit! Tak tahan Delia memekik.
"Ada apa, Tante? Ada apa?" seru Donna cemas.
"Tenang dulu, Don."
Delia memeluk Donna lalu membimbingnya ke depan cermin. Donna
menjerit keras lalu menangis.
"Aduh, mukaku! Betulkah itu mukaku, Tante?" jeritnya.
"Tenang, Donna. Menangis tidak menyelesaikan masalah. Panik apalagi."
"Habis gimana, Tante? Masa aku jadi lebih ma dari Nenek? Lebih baik
aku mati aja!"
Kata-kata itu menyadarkan Delia. Im pasti perbuatan Rama.
"Dengar, Don. Bukankah Maya pernah dikerjain Nenek? Jangan-jangan
kau juga begitu."
Donna tersentak. "Oh iya. Kalau begitu aku harus minta maaf padanya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ia mengambil ponselnya, tapi Delia menahannya. "Jangan, Don! Jangan


menyerah. Im hanya membuat kau takluk padanya."
"Tapi aku nggak mau punya muka kayak gini, Tante," keluh Donna.
"Kita berdoa yuk?"
Delia mengajak Donna bersila di atas sofa. Kepala tegak, kedua tangan
di atas lutut. Gaya meditasi.
"Kosongkan pikiran dan perasaan dari emosi, Don. Susah, tapi pasti bisa.
Lalu berdoalah kepada Yang
297
Kuasa. Kita mohon diberi kekuatan melawan keburuk-an.
Beberapa saat lamanya mereka melakukan hal itu. Tak terasa dan tak
terhitung lagi waktu yang lewat. Hening dan sepi. Suara yang terdengar
pun tak lagi terasa mengganggu. Bahkan ponsel Donna sempat berbunyi
cukup lama, tapi dibiarkan saja.
Lalu Delia membuka mata lebih dulu. Sekeliling sudah mulai gelap. Ia
menoleh ke arah Donna yang masih diam dengan mata terpejam. Diam-
diam Delia mendekatkan mukanya untuk mengamati wajah Donna.
Meskipun suasana agak gelap, ia meyakini wajah Donna sudah kembali
normal. Ia melihatnya dengan mata hati!
Donna membuka mata, lalu menoleh kepada Delia. "Tante! Aku yakin
sudah pulih!" serunya.
Kedua tangannya merabai wajahnya. Sementara itu Delia melompat lalu
menyalakan lampu.
"Ayo lihat cermin, Don! Sini!"
Donna berteriak girang. Ia memeluk Delia kemudian berputar-putar
keliling ruangan!
Dalam perjalanan pulang, Donna bersenandung riang. Ia merasa
tubuhnya ringan. Ingin sekali melompat-lompat, bahkan terbang. Tapi
masih sadar untuk tidak melakukannya karena takut disangka gila.
Lalu ia mendengar bunyi ponselnya dari dalam tas punggungnya. Ia
mengeluarkan benda itu lalu menggenggamnya saja. Itu bunyi SMS. Tapi
ia tidak menjenguk ponselnya untuk mengetahui apa isi pesan dan dari

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

siapa. Sambil menggenggam ponsel itu, ia terus berjalan. Akhirnya ia


menemukan tempat sam-
298
pah yang dianggapnya bagus. Tempat sampah itu bertutup dengan lubang
di bagian depannya untuk memasukkan sampah.
Donna mengulurkan tangannya yang menggenggam ponsel ke dalam
lubang pembuangan tempat sampah. Ketika tangannya ditarik kembali,
ponsel itu sudah tak ada lagi dalam genggamannya! Ia tertawa lalu
menepuk-nepuk kedua tangannya seakan menepiskan kotoran. Lalu ia
berjalan kembali.
Di dalam tempat sampah ponsel itu berbunyi lagi. Donna tidak lagi
mendengarnya. Kalaupun mendengar, ia tidak peduli.
Sementara itu Delia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur yang
sudah dialasi seprei yang dibawanya dari Jakarta. Tidak nyaman kalau
tidur di kasur yang tidak dialasi. Rasanya gatal-gatal. Ia merasa capek
sekali. Lebih baik tidur siang-siang supaya besok bangun segar dan
kembali ke Jakarta dalam keadaan segar juga.
Telepon di atas meja di sampingnya berbunyi. Belum mengangkatnya ia
sudah berdebar-debar.
"Jadi kau mau menemuiku, Del?"
Suara itu dikenalnya meskipun sekarang memiliki vibrasi dan tekanan
yang berbeda. Tadinya suara orang tua, sekarang suara orang yang jauh
lebih muda.
"Betul, Ma. Tapi nggak sekarang."
"Baik. Tapi pastikan kalau datang jangan dengan tangan kosong! Aku
paling benci!"
Hanya itu yang dikatakan Rama. Tenang dan dingin, tanpa sumpah
serapah.
299
BAB 29

Ratna sangat marah. Bukan hanya kepada Delia, tapi juga kepada Donna.
Tapi ia tahu dirinya tak punya kendali lagi terhadap kedua orang itu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sepertinya mereka licin sekali hingga selalu lepas dari genggaman.


Mengucapkan sumpah serapah atau kutukan pun percuma.
Betapa kurang ajarnya Donna dengan mengabarkan, "Maaf ya, Nek! HP
saya hilang di jalan. Tapi nggak usah beliin lagi. Sayang duitnya, Nek!"
Kemarahannya terhibur dengan janji Delia yang akan datang
menemuinya. Berapa kira-kira yang akan diberikan Delia untuknya? Ia
yakin, Delia tidak akan datang tanpa membawa apa-apa. Dengan
kepastian itu ia sibuk membuat rencana.
***
Setibanya di Motel Marlin, Delia membicarakan hal itu dengan Kosmas
dan Erwin. Mereka terheran-heran mendengar cerita mengenai Ratna.
Bagaimana mungkin ada kejadian seperti itu. Kalau bukan Delia yang
menceritakan dan mengalaminya sendiri, pasti mereka tidak percaya.
Ternyata orang tak bisa selalu memastikan bahwa sesuatu yang tak
masuk akal itu tak mungkin terjadi.
300
"Jadi dia masih tetap menginginkan bagian dari hartaku," kata Delia.
"Kasihan, bukan?"
"Kasihan?" tanya Kosmas heran.
"Ya. Ternyata ada orang yang bisa diperbudak materi begitu rupa
sampai rela membiarkan diri dikuasai setan. Apalagi kalau bukan begitu?
Materi dekat dengan setan, bukan? Cerita Donna cuma memperjelas.
Orang seperti itu patut dikasihani."
Kosmas geleng-geleng kepala. Ia tidak sependapat tapi tak ingin
membantah.
"Bukankah mestinya orang seperti itu dibenci, Kak?" tanya Erwin.
"Aku dulu membencinya setengah mati. Tapi sekarang benci itu menjadi
kasihan. Aneh nggak? Tapi tak perlu dipertanyakan. Terima saja sebagai
bagian diriku yang berubah."
Erwin mengangguk respek. Masalah seperti itu memang sulit
diperdebatkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kembali ke hal tadi, Del," kata Kosmas. "Bagaimana rencanamu


sekarang terhadap dia? Kapan kau mau ketemu dia dan apa yang mau
kaubawa sebagai upeti?"
Delia tertawa. "Ah, upeti ya? Mirip juga. Aku sebenarnya sudah punya
ide. Kupikirkan di kereta tadi. Tapi aku mau minta pendapat kalian."
"Apa yang bisa kauberikan bila uangmu tinggal sedikit? Jangan, Kak,"
kata Erwin.
"Kalian lupa. Aku masih punya satu benda berharga, yaitu mobilku!"
Kosmas dan Erwin saling memandang dengan terkejut.
"Memang itu bukan mobil mewah. Umurnya juga sudah lima tahun. Tapi
sangat terawat, baik mesinnya maupun bodinya. Masih lumayan bagus,
kan?"
301
"Jadi kau mau memberikan mobil itu kepadanya supaya dia bisa jalan-
jalan ke sana kemari?" tanya Kosmas.
Delia tertawa geli. Ia membayangkan Ratna me-ngemudi. Tapi kemudian
teringat bahwa ia memba-yangkan sosok Ratna yang tua, bukan yang
muda.
"Dia nggak bisa nyetir. Kalau belajar sih bisa aja. Apalagi fisiknya kan
sudah muda lagi. Tapi aku tidak bermaksud memberikan mobil itu
kepadanya. Aku mau jual, lalu uangnya kuberikan padanya. Kira-kira
berapa ya harganya? Besok mau kubawa ke pedagang mobil bekas."
Kosmas menarik Erwin, menjauh sedikit dari Delia. Lalu mereka
berbisik-bisik. Delia mengamati dengan heran.
Tak lama Kosmas berunding. Ia segera mendekati Delia. "Kami akan
membeli mobilmu, Del! Berapa mau kaujual?"
"Kalian cuma mau membantuku, kan? Bila itu memberatkan
perusahaanmu...," Delia ragu-ragu.
"Sama sekali tidak. Kami memang perlu mobil sebagai aset motel kami.
Selama ini kami hanya punya satu. Pick-up, lagi. Kalau masuk bengkel tak
ada yang lain," Kosmas meyakinkan Delia.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tapi Delia tidak sepenuhnya percaya. Namun ia menghargai usul itu.


Baginya tentu lebih baik lagi karena sekali waktu ia masih bisa
memakainya meskipun sudah bukan miliknya lagi.
"Aku nggak tahu harganya. Kalian lebih tahu."
"Begini saja. Besok kita bawa ke show room mobil bekas. Tanya-tanya
harga. Dari situ kita bisa mendapat patokannya."
Delia setuju.
302
Erwin terkejut ketika wanita pujaannya tiba-tiba muncul di kantor
ketika ia sedang berjaga sendirian.
"Kenapa nggak memberi kabar dulu, Yas?" tanyanya. "Kan aku bisa siap-
siap?"
"Siap-siap apa?" Yasmin tertawa.
"Menghidangkan yang enak-enak untukmu."
Erwin menatap Yasmin lekat-lekat. Pujaannya ini tampak jauh lebih
segar dan ceria dibanding terakhir dilihatnya. Im membuatnya cantik
dan memesona. Mata Erwin susah benar beralih. Tapi bersamaan dengan
itu muncul rasa cemburu. Apakah perubahan besar itu disebabkan
pulihnya hubungan Yasmin dengan Hendri? Apakah sekarang Yasmin
sudah bisa menikmati cintanya dengan Hendri? Erwin mengagumi, tapi
juga mencemburui.
Yasmin jadi salah tingkah dipandangi Erwin "Hei, kenapa aku
kaupandangi seperti itu? Takut ah," katanya bercanda.
Erwin tersadar. "Oh, sori, Yas. Terus terang aku terpesona. Kau
kelihatan cantik sekali! Pasti kau sudah benar-benar sehat, ya?"
Yasmin tertawa senang karena dipuji. "Oh ya. Aku sudah benar-benar
sehat, Bang! Aku datang ke sini karena tidak ada yang nengokin aku di
rumah. Jadi biarlah aku yang ke sini. Aku sudah kangen sekali sama Kak
Del. Ngomong di telepon nggak memuaskan."
"Sayang Kak Del lagi pergi sama Bang Kos. Ada urusan. Perginya sudah
cukup lama. Mungkin sebentar lagi juga kembali."
"Katanya Kak Del kerja di sini ya, Bang?"
"Iya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

303
"Gimana dengan toko busananya di Bandung?"
"Itu sudah dijual, Yas. Jelasnya nanti tanya dia aja. Aku takut salah
ngomong."
"Yah, sayang sekali. Apakah tokonya bangkrut?"
"Nanti tanya dia aja, Yas. Ngomong-ngomong, gimana kabarmu
sekarang? Sibuk di rumah atau ada kegiatan lain?" Erwin cepat
mengalihkan. Ia tahu, Delia belum bercerita banyak kepada Yasmin
mengenai masalah dirinya. Tapi Erwin tidak mau bercerita tentang Delia
biarpun ia tahu Delia pasti akan bersikap terbuka kepada Yasmin.
Biarlah Delia yang bercerita tentang dirinya sendiri.
"Aku masih menikmati kebebasanku, Bang. Tapi aku sudah punya
rencana."
"Apa itu? Boleh tahu?"
"Aku ingin punya toko busana seperti Kak Del. Tadinya aku ingin
mengajak dia bekerja sama. Tapi dia sudah bekerja di sini."
"Wah, dia senang di sini, Yas! Kau lihat pepohonan itu? Tadinya kan
nggak ada."
Erwin khawatir kalau-kalau Delia diajak pergi oleh Yasmin. Tentu Yasmin
bisa bicara begitu sekarang karena dia memiliki ayah yang kaya.
"Ya. Jadi bagus memang. Aku sudah menduga itu pasti sentuhan Kak Del.
Tapi kalau dia nggak mau berbisnis busana lagi juga nggak apa-apa. Aku
minta nasihatnya aja."
"Betul. Mendingan begitu. Bagaimana kabar ayahmu? Katanya sakit?"
"Oh, dia sudah lebih baik. Aku sudah bertemu dengan dia, Bang.
Sekarang aku lega sekali karena tidak punya dendam lagi. Demikian pula
Papa."
"Bagus sekali. Sudah berapa kali ketemunya? Tentu suasananya
mengharukan."
304
"Baru sekali. Kami berdua nangis, Bang. Pada saat itu aku bersyukur
karena masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berbaikan dengan
Papa. Coba kalau Papa keburu meninggal atau aku yang meninggal duluan,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

bukankah kesempatan itu hilang? Bagi siapa pun yang ditinggal duluan
pasti menyesal sekali."
"Apakah atas keberuntunganmu itu kau berterima kasih kepada-Nya?"
"Tentu saja. Yang kuingat paling dulu adalah Dia. Kau tahu apa yang
kulakukan sebelum aku minum racun? Aku minta maaf sama Papa. Aku
baru ingat ada hal yang belum kuselesaikan. Karena itu kemudian aku tak
merasa segan lagi untuk menelepon dia."
"Ya. Hidup ini memang mengandung kejutan, Yas. Aku senang semua
berakhir dengan baik untukmu."
"Berkat bantuanmu, Kak Del, dan Bang Kos."
"Itulah yang kumaksudkan bahwa hidup ini mengandung kejutan.
Pertemuan di motelku ini telah mendatangkan kebaikan bagi semua pihak
meskipun awalnya adalah kesedihan."
"Apakah perbuatanku itu mendatangkan kebaikan bagimu dan Bang Kos?
Cuma menyusahkan saja."
"Ah, siapa bilang? Aku senang bisa mengenalmu, demikian pula Bang
Kos."
"Bang Kos kayaknya suka sama Kak Del, ya?"
"Dari mana kau tahu?"
"Nah, bener, kan? Aku punya feeling kok."
"Feeling-mu tajam, ya? Ada feeling lain nggak?"
Yasmin melengos. Tatapan Erwin membuatnya tak enak hati. Ia senang
berbincang dengan Erwin, tapi tatapan pria itu membuatnya salah
tingkah. Tentu saja ia punya feeling tentang hal itu. Tapi itu tidak
patut. Dirinya bukanlah orang yang bebas hingga bisa menanggapi
perhatian orang lain.
305
Sikap Yasmin itu kembali membangkitkan rasa cemburu Erwin. Apakah
Yasmin tidak menyukainya barang sedikit saja? Apakah itu karena
Hendri? Apakah sekarang Yasmin bisa bercinta dengan Hendri tanpa
penderitaan seperti dulu, bahkan bisa menikmatinya? Apakah Hendri
menggunakan pendekatan dan teknik baru? Apakah Yasmin tetap
mencintai Hendri meskipun pernah diperlakukan buruk?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Yasmin heran melihat perubahan wajah Erwin.


"Kenapa, Bang? Kau kelihatan seperti orang sakit!"
Ya, aku memang sakit hati, kata Erwin dalam hati. Tapi ia menggeleng.
"Aku baik-baik kok. Tapi aku ingin tahu, Yas. Apakah teleponku setiap
hari itu merupakan gangguan?"
"Oh, nggak, Bang! Aku justru senang kalau ditelepon. Bila jam sembilan
telepon bunyi, aku bilang, "Pasti itu Bang Erwin!"
Erwin ceria kembali.
"Hei, itu mereka pulang!" seru Yasmin, lalu berlari keluar untuk
menyambut.
Mobil yang membawa Delia dan Kosmas meluncur masuk halaman parkir
lalu berhenti di depan kantor. Delia melambai. Kemudian Yasmin
berpelukan dengan Delia.
"Sudah lama, Yas?" tanya Delia.
"Belum. Lagi ngobrol sama Bang Erwin. Kebetulan nggak ada tamu yang
datang."
"Kenapa kalian nggak ngobrol saja?" Kosmas menganjurkan. "Sudah lama
kalian nggak ketemu. Ngomong di telepon nggak cukup, kan?"
Anjuran itu menyenangkan Delia. Demikian pula Yasmin. Keduanya punya
banyak sekali bahan untuk diceritakan.
306
"Boleh kami menggunakan kamar 14?" tanya Delia.
"Tentu aja. Silakan," kata Kosmas.
"Kalau ada tamu yang mau pakai, kasih tahu aja lewat interkom."
"Ah nggak. Masih ada kamar lain."
Dengan bergandengan tangan, Delia dan Yasmin menuju kamar 14. Di
belakang mereka Kosmas dan Erwin memandangi.
"Apa kaupikir mereka akan saling membuka diri?" tanya Kosmas.
"Kukira begitu. Pasti keluar semuanya, sampai tak ada yang tersisa.
Kuharap aku bisa mendapat bocoran dari Delia," sahut Erwin.
"Bocoran apa?"
"Tentang Yasmin."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas tertawa keras lalu memukul pelan punggung Erwin. Mereka


berjalan masuk ke kantor.
"Tentang mobil Delia tadi, Win, kami sudah mendapat patokan harga,"
Kosmas melaporkan.
***
Mereka benar-benar saling membuka diri. Yasmin bercerita tentang
kehidupannya pasca keluar dari rumah sakit. Sedang Delia tentang masa
lalu dan apa yang terjadi belakangan. Semula Delia masih ragu-ragu
bercerita tentang keinginannya bunuh diri. Takut kalau-kalau
berpengaruh buruk bagi Yasmin. Tapi cerita Yasmin mengesankan bahwa
dia sudah lebih kuat dari sangkaannya semula.
"Ketika itu kita sama-sama orang yang sendirian, Kak. Dalam hal itu kita
senasib," kata Yasmin. "Rupanya masalah "sendiri" itu selalu paling
berat, ya?"
307
"Bisa iya, bisa nggak. Aku sudah terbiasa sendiri. Dipaksa oleh keadaan,
dan boleh dikata aku berhasil mengatasi. Pemicu keputusanmu dan
keputusanku berbeda."
"Bisakah dibilang kita adalah orang-orang yang beruntung karena
berhasil lepas dari jeratan keinginan bunuh diri itu?"
"Kukira begitu, Yas. Kita diberi kesempatan kedua."
"Mungkin karena itu aku bisa melihat masalah dengan pandangan beda.
Benci kepada Papa sudah hilang. Dulu kalau ingat Papa pasti yang jelek-
jelek melulu. Tapi sekarang beda. Bukan karena istrinya sudah pergi
atau warisan menunggu. Itu karena kita jadi lebih menghargai
kehidupan. Aku pernah berpikir buat apa hidup kalau menderita terus-
menerus. Sekarang aku tahu, orang yang hidupnya senang terus-
menerus juga tak ada."
"Kita memang pernah merasa senang. Tapi bagaimana sikapmu terhadap
Hendri?"
"Oh, sekarang aku sudah tidak punya rasa apa-apa lagi terhadapnya.
Kalau diumpamakan makanan sih tawar bener-bener. Aku sudah tahu
kemunafikannya. Biar sajalah. Karena sudah tahu, aku jadi merasa aman.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tidak takut lagi. Kami sudah pisah kamar, Kak. Dia tidak akan
menyentuhku kalau aku tidak mau. Tapi aku tahu kesediaannya itu bukan
tanpa sebab. Kalau aku bukan ahli waris kaya, mungkin dia tidak begitu."
Delia mengerutkan kening. "Biarpun kau sudah merasa aman, kau tidak
boleh melupakan kewaspada-anmu terhadapnya, Yas. Kerelaannya itu
tentu disebabkan dia punya keinginan dan rencana."
"Oh ya. Aku tahu. Tak lama lagi kami akan pindah ke rumah Papa karena
kontrak rumah sudah
308
habis. Dia yang mengusulkan begitu. Daripada susah-susah cari
kontrakan dan bayar mahal, kan lebih baik tinggal di sana. Rumahnya
besar dan milikmu juga, kata Hendri. Itu baru pertama, mungkin ada
kelanjutannya lagi. Tapi aku justru senang tinggal bersama Papa. Di sana
aku punya pelindung. Hendri nggak berani macam-macam."
"Aman sih aman. Tapi kau tetap harus hati-hati."
"Tentu saja. Oh ya, gimana hubunganmu dengan Kosmas? Serius nih?"
"Aku belum memberi jawaban pernyataan cintanya, Yas."
"Kau nggak mencintai dia juga?"
"Entahlah. Tapi bukan itu alasan kenapa jawaban belum kuberikan. Aku
tidak hirau soal cinta lagi. Bukan itu yang kucari dalam hidup ini. Aku
suka dia karena pribadinya. Mungkin lebih menyenangkan kalau dia tetap
sebagai sahabat saja. Tapi kayaknya nggak mungkin juga kalau salah
satu pihak ingin lebih dari itu."
"Jadi kapan memutuskan?"
"Aku harus membereskan masalahku dengan mertuaku lebih dulu. Kita
memerlukan ketenangan dalam hidup ini, bukan?"
"Kalau kau sudah memutuskan, kasih tahu aku, Kak."
"Tentu."
"Bagaimana dengan ideku untuk berbisnis garmen, Kak?"
"Itu bagus sekali. Nanti aku bantu dengan bekal pengalamanku. Apakah
Hendri mendukung?"
"Dia belum tahu. Bahkan aku belum ngomong dengan Papa. Padahal
modalnya dari Papa. Siapa lagi?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

309
"Aku yakin, ayahmu setuju. Dia pasti senang kau punya kegiatan.
Demikian pula Hendri."
"Mudah-mudahan saja, Kak."
"Oh ya, ada satu hal yang mengganggu pikiranku. Dulu kau mengatakan
masih punya rasa cinta kepada Hendri. Tentu itu yang membuatmu tak
mau bercerai. Tapi sekarang kau mengaku tak ada lagi rasa cinta itu.
Apa masih tak berpikir untuk bercerai saja supaya kau bisa lebih mampu
menata hidupmu? Maaf ya nanya begitu."
"Nggak apa-apa, Kak. Aku tak mungkin bercerai karena sudah
mengucapkan janji dan sumpah setia. Pada saat menikah dengan Hendri
aku mengatakan akan menerima dia, baik ataupun buruk. Tidak ada yang
bisa tahu apa yang terjadi kemudian, setelah perkawinan. Aku harus
tetap menerima dia dalam suka dan duka. Jadi yang penting adalah
bagaimana penyesuaiannya saja."
Delia terperangah, tidak menyangka bahwa seorang Yasmin bisa berkata
seperti itu.
"Kau nggak nyangka ya, Kak?" Yasmin melanjutkan. "Baiklah, kuceritakan
mengenai orangtuaku lebih dulu. Semasa mudanya, ibuku cantik,
bertubuh ramping dan modis. Ayah dan ibuku pasangan serasi. Mereka
rukun. Kami hidup bahagia sebagai keluarga. Kemudian terjadi
perubahan pada diri ibuku. Makin lama ia makin malas merawat diri dan
menjaga penampilan. Tubuhnya melar dan wajahnya tembam. Kata orang,
kebanyakan perempuan akan seperti itu kalau sudah dekat menopause.
Pikiran yang menjadikan orang malas berusaha. Padahal banyak
perempuan seusia ibuku tetap ramping dan cantik. Tak hanya itu, ibuku
tak lagi memedulikan pakaian yang dikenakannya. Dia benar-benar
slebor. Alasannya,
310
pakai baju apa pun kalau gendut tetap saja nggak pantas. Mungkin
sebagai ekses dari keadaan itu ia jadi cerewet.
"Dari situlah Papa mulai melirik perempuan lain. Apa pun alasannya, aku
tidak bisa terima kelakuan Papa itu. Manusia bukanlah barang yang bisa

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

ditukar kalau sudah usang dan tidak menarik lagi. Bukankah Papa sudah
mengucapkan janji dan sumpah perkawinan yang begitu sakral? Papa
janji akan tetap mencintai Mama dalam suka dan duka. Rasa cinta
memang susah dipertahankan, tapi kesetiaan? Bukankah pada saat janji
diucapkan orang tidak akan pernah tahu apa yang terjadi kemudian?
Siapa menduga bahwa pasangannya yang semula cantik dan ramping akan
berubah menjadi jelek dan gembrot? Tak selalu keduanya menjadi
keriput bersama, jelek dan cerewet bersama juga, meskipun tua
bersama.
"Prinsip itulah yang kupertahankan sampai aku sendiri menikah. Aku
tidak menyangka Hendri bisa seganas itu di tempat tidur. Tapi bukankah
Hendri juga tidak menyangka perempuan yang dinikahinya tak bisa
memuaskan hasratnya?"
Yasmin bertutur panjang. Delia memeluknya dengan penuh keharuan.
"Tapi dia mengkhianatimu, Yas. Dia tidak seperti dirimu."
"Itulah. Aku memang bukan dirinya. Aku tidak sama."
Sampai mereka puas berbincang, tidak ada gangguan lewat interkom.
"Makan siang di sini, Yas," ajak Delia.
Mereka kembali ke kantor. Kosmas dan Erwin sudah menunggu. Kepada
Yasmin, Kosmas menunjukkan jempolnya.
311
"Apa itu?" tanya Yasmin.
"Kau tambah cakep, Yas! Tadi Erwin juga bilang begitu."
Yasmin tersenyum. "Bang Kos juga kurasan sekarang."
Kosmas tertawa senang. Ia bangga kalau ada yang mengatakan demikian.
Belakangan ia memang berusaha keras menurunkan berat badannya.
Mereka makan siang bersama dalam suasana yang berbeda dibanding
pertama kali melakukannya. Kali, ini gelak tawa dan canda mewarnai
acara itu.
Usai makan Delia mengantarkan Yasmin pulang. Yasmin tak mau pulang
sore karena tak mau terlibat konflik dengan Hendri bila pria itu
mendapatinya baru pulang.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Mobil ini tak akan jadi milikku lagi, Yas. Tapi masih bisa kupakai. Itulah
untungnya," kata Delia sambil tertawa.
"Aduh, Kak. Kau sampai tak punya apa-apa lagi," Yasmin prihatin.
"Aku masih punya hati, Yas."
Mereka saling mengagumi.
312

BAB 30

Rama sangat terkejut ketika pagi itu mendadak Ratna minta diantarkan
ke Jakarta.
"Nih, aku minta diantarkan ke sini." Rama menunjukkan secarik kertas
yang bertuliskan nama Motel Marlin beserta alamatnya.
"Motel?" Rama terbelalak. "Ngapain ke motel, Ma?"
Rama menatap wajah ibunya. Padahal biasanya ia tidak berani berbuat
begitu. Ia mulai berpikir yang bukan-bukan.
"Hei! Pikiranmu ngeres ya! Dasar!" bentak Ratna.
Rama terkejut lagi, bara disadarkan bahwa ia harus berhati-hati
terhadap ibunya.
"Aku punya urusan di sana. Kau nggak perlu tahu."
"Ke sana pakai apa, Ma? Pakai mobilku? Jangan deh, Ma. Udah butut gitu
mana tahan dibawa ke Jakarta, Ma!"
"Kita naik kereta api! Aku udah lama nggak naik kereta. Nanti kita naik
yang ekspres ya!" Ratna bersemangat sekali. "Lalu di motel ngapain?"
"Aku mau nginap di sana satu malam. Aku bisa pulang sendiri. Gampang.
Di sana taksi lebih banyak daripada di sini."
313
"Nginapnya sendiri?" tanya Rama bingung.
"Tentu aja atuh! Emangnya sama siapa?"
"Kalau cuma mau ngerasain nginap di Jakarta mah di hotel saja, Ma.
Jangan di motel. Itu mah biasanya buat orang pacaran."
"Sebodo amat!" seru Ratna. "Itu kan semau aku. Di mana kek maunya.
Yang penting kamu nyiapin sangu. Aku perlu duit!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Rama cukup kelabakan menghubungi saudara-saudaranya untuk


mengumpulkan uang. Tambahan lagi waktunya mendesak. Butuhnya pagi
itu juga. Mereka terpaksa memberikan. Lebih baik menguras kantong
daripada kena kutukan.
Rama yang mendatangi rumah Ramli untuk minta uang sempat bertemu
dengan Donna yang mau berangkat ke sekolah.
"Jangan-jangan Nenek punya janji dengan seseorang. Mau pacaran di
sana," kata Donna.
"Eh, sembarangan ngomong kamu!" bentak ibunya. "Entar dia dengar.
Kamu bisa celaka."
"Nggak takut, Ma. Nenek itu mesti dilawan. Jangan dibiarkan aja."
"Tapi dia itu ibu kami dan nenek kamu" kata Rama.
"Dia bukan lagi nenekku. Sosoknya aja udah lain. Luarnya lain. Dalamnya
juga."
"Kamu cuma cucu. Tapi kami ini anak yang dilahirkan olehnya. Masa
melawan ibu sendiri?" kata Ramli.
"Sudahlah, Don. Kamu jangan banyak bicara," kata Mila.
"Ma, menurut Tante Del, yang kita lawan itu bukan Nenek, tapi iblis di
dalamnya."
"Ala, dia bisa ngomong macam-macam karena nggak menghadapi sendiri,"
kata Rama.
314
"Biar sajalah. Selama Mama hanya minta uang, bisa kita usahakan. Dia
toh cuma mau senang-senang," kata Ramli, lalu menyuruh putrinya cepat
pergi ke sekolah.
Donna berangkat ke sekolah dengan pikiran tertuju kepada Delia. Ia
bingung, apa yang mau dituju Ratna di Jakarta. Ke sebuah motel? Jadi
bukan untuk mencari Delia? Lagi pula untuk apa dia mencari Delia kalau
sudah yakin bahwa Delia akan datang sendiri ke sini untuk menemuinya?
Delia sendiri menjanjikan hal itu.
Donna lebih memercayai teori yang diucapkannya tadi. Bahwa neneknya
punya pacar dan janjian di motel itu! Mungkin pacarnya orang Jakarta.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Atau mencari tempat yang jauh, tidak di Bandung, supaya tidak ada yang
melihat.
Pemikiran itu membatalkan niatnya untuk menelepon Delia. Ia tidak
punya uang untuk pergi ke wartel. Kalau menelepon dari rumah pasti
dimarahi karena biaya telepon interlokal mahal. Lagi pula ia bisa
membuat Delia resah tidak keruan. Padahal Delia juga tidak tahu
seperti apa rupa Ratna sekarang. Pada suatu. saat Donna harus
menelepon Delia, punya atau tidak punya uang. Ia akan mengingatkan
orangtuanya pada "utang" mereka kepada Delia.
Donna melangkah dengan ringan sekarang. Ia gembira ke sekolah karena
masalahnya sudah tak ada lagi. Ia sudah bisa berkonsentrasi dan
mengingat dengan baik.
***
Pagi itu Yasmin menemani Hendri sarapan. Sebentar-sebentar Hendri
mengamati Yasmin.
315
"Ada apa?" tanya Yasmin.
"Kau kelihatan ceria sekali. Sampai bersinar-sinar." "Ah, masa?" Yasmin
bertanya-tanya dalam hati apakah ucapan Hendri itu menjurus ke
sesuatu. "Iya. Kau kelihatan cantik." "Gombal ah."
"Bener. Dulu pernah aku mengatai kau, bahwa kau ma prematur. Aku
minta maaf telah berkata begim. Tapi itu memang benar. Sekarang juga
benar. Bukan gombal. Ketuaan dini itu sudah hilang. Kau jadi secantik
dulu, saat kita masih pacaran."
Yasmin tersenyum. Hendri sedang berupaya mengambil hati.
"Gimana Papa kemarin?" tanya Hendri.
Yasmin bingung sejenak. Kemarin ia ke Motel Marlin. Kemudian ia
teringat, pasti Hendri mengecek dengan meneleponnya. Setelah
mendapati rumah kosong, Hendri tentu mengira Yasmin pergi ke rumah
ayahnya. Tapi sorenya dia tidak bertanya mengenai hal itu. Baru
sekarang.
"Papa? Aku tidak ke rumah Papa kemarin."
"Lantas ke mana? Aku nelepon berulang-ulang, tapi kau nggak ada."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku menemui Kak Del di Motel Marlin."


Hendri berhenti mengunyah. Diam sebentar. Lalu berkata dengan sikap
biasa, "Oh, begitu. Lama ngobrolnya?"
"Lama. Aku makan siang di sana."
"Bersama pemiliknya?"
"Ya. Bang Kosmas dan Bang Erwin."
"Bagaimana keadaan mereka?"
Yasmin heran atas pertanyaan itu. "Baik. Semuanya baik. Kak Del
sekarang bekerja di motel itu."
316
"Lho? Katanya dia punya toko di Bandung. Ke mana tokonya?"
"Dijual." Yasmin tak enak membicarakan Delia.
"Kasihan. Sekarang memang susah punya toko garmen. Di Bandung itu
toko busana banyak banget. Saingan banyak. Mestinya kau bisa
membantunya. Bukankah dia penolongmu?"
Yasmin tak menyangka Hendri bersimpati pada Delia. Kecurigaannya
lenyap. Tentu Hendri ikut senang Yasmin masih hidup saat ayahnya
sedang berusaha menghubunginya. Jadi wajarlah kalau Hendri
berterima kasih kepada Delia.
"Percuma, Hen. Dia sudah menjualnya lama sebelum aku mengenalnya.
Ketika bertemu itu, dia memang berbohong seakan masih punya toko.
Tapi itu tentu wajar. Masa bilang-bilang keadaan sebenarnya pada orang
tak dikenal?"
"Pasti dia terpaksa kerja di motel itu."
"Ah nggak. Dia senang dan bersemangat."
"Aku pikir motel itu bukan tempat yang layak baginya. Apa latar
belakang pendidikannya?"
"Sarjana akuntasi. Dia mempraktikkan keahliannya itu di motel."
"Kalau dia mau pindah kerjaan, aku bisa bantu cariin."
"Nantilah. Aku tanyakan."
"Jadi dia nggak kembali ke Bandung?"
"Di sana dia dikejar mertuanya, nenek sihir!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sesudah berkata begim, Yasmin terkejut. Dia sudah keceplosan bicara.


Mungkin dia terpengaruh oleh perhatian yang diberikan Hendri kepada
Delia.
Hendri tertawa. "Mertuanya nenek sihir? Yang suka terbang naik sapu
itu?"
"Tentu saja bukan."
317
"Oh, aku tahu. Dukun santet?" "Juga bukan." "Habis apa dong?"
"Nggak mau ngomongin itu ah. Takut kena kutuk!"
"Wah, jadi nenek itu bisa mengutuk?"
"Hati-hati kau! Nanti kaulah yang dikutuknya."
"Jadi kodok?" Hendri tertawa geli.
Yasmin ikut tertawa. Perasaannya sedang gembira. Sikap Hendri
menambah kegembiraannya.
"Dia pasti dukun. Atau punya ilmu," kata Hendri lagi.
"Ya. Dia memang punya ilmu. Sudahlah. Nggak mau ngomongin dia lagi.
Takut."
"Aku justru tertarik, Yas. Aku ingin ketemu dia. Orang berilmu itu kan
bisa menyembuhkan orang."
"Menyembuhkan siapa?" tanya Yasmin dengan mata membesar. Ia
mengira ayahnyalah yang dimaksud Hendri.
"Kita berdua."
"Memangnya kita sakit apa?" Yasmin tak mengerti. Hendri tersenyum.
Yasmin mengerti. Mukanya jadi memerah.
"Aku bukan nggak peduli, Yas. Aku sangat ingin mencari jalan keluar
yang terbaik buat kita."
Yasmin tidak menyahut. Tentu dia tak bisa mengatakan bahwa dia
sendiri lebih suka keadaan seperti sekarang saja. Tak perlu perubahan
lagi.
"Kayaknya kita lebih cocok pergi ke orang pintar saja, daripada ke
Dokter Zainal. Bisanya cuma ngomong doang."
"Tapi kau salah, Hen. Mertua Kak Del itu bukan dukun atau orang pintar
yang bisa menyembuhkan orang."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kan tak ada salahnya mencoba. Siapa tahu.


318
Jangan bilang-bilang sama Kak Del tentang maksud kita. Tanya saja
alamatnya. Nanti aku cari informasi ke Bandung."
Yasmin terbelalak. "Wah, kau serius!"
"Tentu saja aku serius. Aku kan ingin perbaikan. Apa kau sendiri tak
ingin?"
"Bukankah kita sudah sepakat?"
"Ya. Tapi keadaan seperti ini nggak mungkin terus-terusan, kan? Apa
kau nggak ingin punya anak, misalnya?"
"Nantilah, Hen. Jangan ngomongin itu sekarang. Aku masih trauma."
"Baiklah," sahut Hendri lesu.
"Satu hal lagi, Hen. Tentang perempuan lain. Hanya soal pelampiasan,
kan? Aku rela kau melakukannya. Asal dengan pengamanan. Jangan
sampai ketularan penyakit."
"Ya. Terima kasih."
Hendri memikirkannya. Perkataan Yasmin itu bisa bermakna ganda,
pertama, Yasmin tak lagi mencintainya. Kedua, Yasmin masih
mencintainya hingga rela berkorban perasaan. Sulit menentukan mana
yang benar. Sekarang ia bingung menghadapi Yasmin. Dulu ia lebih
gampang menilai, karena Yasmin lugu dan mudah dibaca. Kalau Yasmin
memang berubah, perubahan itu besar sekali.
Apakah Yasmin mendendam padanya? Kalau benar begitu, kenapa Yasmin
tak minta cerai saja sejak dulu? Bahkan sekarang, setelah punya beking
kuat dalam diri ayahnya pun dia tidak pernah menyinggung kata cerai.
Kalau sudah tak suka kepadanya, kenapa tidak minta cerai saja? Hendri
merasa bingung.
Dalam keadaan demikian, tampaknya seorang nenek sihir bisa sangat
membantu.
319
Yasmin pun termenung setelah kepergian Hendri. Ia bertanya-tanya apa
sebenarnya yang diinginkan Hendri darinya. Kalau cuma ingin memuaskan
libidonya, seharusnya Hendri puas dengan kebebasannya mencari

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

perempuan lain. Kenapa masih saja menginginkan dirinya? Benarkah


Hendri ingin punya anak?
Ketika Erwin menelepon, seperti biasa, Erwin lebih banyak berbicara
daripada dirinya. Ada saja yang diceritakan. Setiap hari ada sesuatu
yang terjadi. Lalu Yasmin minta bicara dengan Delia.
"Kalau dia sedang nggak sibuk tentunya, Bang."
"Wah sayang. Dia ke Bandung bersama Bang Kos."
Yasmin terkejut. "Ke Bandung? Ngapain?"
"Bukankah kau sudah tahu rencananya?"
"Oh ya, sudah. Dia mau memberikan uang hasil penjualan mobilnya itu
kepada mertuanya. Tak kusangka secepat itu. Baru kemarin ngomong
soal rencana."
"Dia berpesan kepadaku untuk menyampaikan kepadamu kalau kau
menelepon. Tapi saking asyiknya ngomong, aku lupa. Sori, Yas."
"Apa mereka pulang nanti sore atau bermaksud menginap di sana?"
"Pulang dong."
Sesudah itu ayahnya menelepon, menanyakan apakah ia mau datang.
Yasmin segera menyanggupi. Daripada termenung di rumah memikirkan
hal-hal yang tak bisa ia temukan jawabannya, lebih baik ia menemui
ayahnya. Ia memang perlu bicara dengan ayahnya untuk membicarakan
ide-idenya.
320
BAB 31

Kosmas menemani Delia pergi ke Bandung dengan mengendarai mobil


yang dulunya milik Delia tapi sekarang sudah berpindah tangan jadi milik
Motel Marlin. Mereka mengemudi bergantian. Semula Delia ingin pergi
sendiri saja, tapi Kosmas mendesak dan membujuk. Alasannya masuk
akal. Ia bisa berfungsi sebagai pengawal mengingat Delia membawa uang
lumayan banyak. Jumlahnya dua puluh lima juta. Itu upeti untuk Ratna.
Bagi Delia jumlah uang itu kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah
yang dibawanya dulu, ketika berangkat dari Bandung menuju Jakarta.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tetapi kondisinya tentu berbeda. Sekarang jumlah uang itu besar sekali
untuknya.
"Sayang ya, Del."
Delia mengerti apa yang dimaksud Kosmas. Ia tertawa. "Mungkin aku
sudah ditakdirkan menjadi Sinterklas, Bang! Tukang bagi-bagi duit!"
Kosmas tahu, ia tak boleh menyesali atau membangkitkan sesal di hati
Delia. Yang paling tahu bagaimana beratnya beban yang dipikul adalah
yang memikul. Tapi sebagai pengusaha yang tidak tergolong kelas besar,
ia tahu betul bagaimana sulitnya mencari uang di tengah iklim usaha
yang redup seperti sekarang ini. Jadi dirinyalah yang lebih menyesal
321
daripada Delia yang sudah pasrah, padahal uang yang dihamburkan Delia
itu bukanlah miliknya. Kosmas sebenarnya berharap uang yang
diberikannya kepada Delia sebagai hasil pembelian mobil itu tidak
seluruhnya dijadikan upeti untuk Rama. Biarlah sebagian untuk Delia
sendiri. Tapi Delia memasukkan semuanya ke dalam amplop. Kosmas
melihat sendiri. Ah, sayang sekali.
Delia merasakan apa yang tengah dipikirkan Kosmas.
"Sudahlah. Jangan disesali, Bang. Uang masih bisa dicari. Tapi
ketenangan hidup?"
"Kau sepertinya yakin sekali bahwa dengan memberikan uang itu kau
bisa mendapat ketenangan. Belum tentu, Del."
"Ya. Memang belum tentu. Tapi dengan memberikan itu aku tidak lagi
merasa bersalah karena telah melakukan apa yang dulu kuperbuat itu.
Aku perlu menenangkan diriku sendiri. Bukan dia."
"Kalau nanti dia minta lagi atau bilang belum cukup, gimana?"
"Aku akan bilang tidak. Dia pasti tahu aku tidak punya uang lagi untuk
diberikan."
"Benarkah dia sesakti itu, Del?"
"Dari cerita Donna, memang iya. Mana ada orang biasa bisa mengubah
penampilan menjadi lebih muda kecuali dengan operasi plastik?"
"Aku senang kau bisa merasa tenang sekarang, Del. Apakah ketenangan
juga memberikan kebahagiaan?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tentu saja. Di samping ketenangan, aku juga mendapat banyak hal. Aku
kehilangan, tapi aku juga mendapat gantinya. Salah satunya adalah kau."
Kosmas terlonjak girang. Sampai saat itu Delia
322
belum menjawab lamarannya. Ia tidak berani mendesak meskipun
optimis. Apakah kata-kata Delia itu cukup sebagai jawaban?
Delia melanjutkan kata-katanya, "Maksudku bukan cuma kau, tapi juga
Erwin dan Yasmin. Tadinya aku luntang-lantung sendiri. Siapa sangka
bisa mendapat sahabat banyak."
"Sahabat?" keluh Kosmas kecewa.
Delia tersenyum. Ia tak ingin mempermainkan perasaan Kosmas.
"Ya. Sahabat dan calon suami," katanya.
Kosmas tertawa gembira. "Oh, Del! Terima kasih!" serunya.
"Kok terima kasih? Aku kan nggak memberi apa-apa?"
"Siapa bilang? Kau telah memberiku banyak sekali. Yang paling berharga
dari semuanya adalah hatimu."
"Wah, mana bisa hatiku diberikan padamu? Hatiku tetap milikku. Ah,
bercanda, Bang! Kata Erwin, kau sekarang jadi pintar ngomong. Dulu
nggak begini?"
"Nggak. Mungkin bakat terpendam. Baru keluar setelah bertemu orang
yang cocok, yaitu orang yang bernama Delia."
Mereka tertawa. Perjalanan jadi terasa menyenangkan sekali.
Ketegangan yang menunggu di depan tidak lagi mencemaskan.
"Aku ingin sekali melihat Ratna dalam penampilannya yang baru. Dulu,
sewaktu almarhum suamiku masih duduk di bangku SMU, aku belum
pernah melihatnya. Kata Donna, dia cantik dan tubuhnya ramping.
Menantu-menantunya kalah dibanding dia."
"Biarpun luarnya kelihatan muda, dalamnya pasti tetap tua. Kayak rumah
kuno yang direnovasi bagian luarnya aja."
323
Delia tertawa. Ia bersyukur karena perjalanannya ditemani Kosmas. Bila
sendirian ia akan merasa lebih tegang.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas berulang-ulang melirik Delia dengan perasaan selangit. Ah, ia


sudah punya calon istri sekarang. Tapi dalam kebahagiaannya ia masih
ingat kepada Erwin. Kasihan Erwin yang saat ini hanya bisa berharap.
"Perjuangan Erwin akan sulit," kata Delia.
"Jadi Yasmin tidak berniat pisah dari Hendri."
"Masalahnya bukan terletak pada Hendri. Yang ini lebih sulit. Dia punya
prinsip tidak akan cerai karena sudah mengucapkan janji dan sumpah
setia. Betapapun menderitanya, dia akan tetap berpegang pada prinsip
itu."
"Ooh...," keluh Kosmas. Memang langka dan mengagumkan perempuan
seperti itu, tapi tidakkah itu terlalu berlebihan?
"Tapi sebaiknya Erwin jangan diberitahu soal itu," kata Delia.
"Bukankah itu tidak fair? Lebih baik dia mundur sebelum maju terlalu
jauh."
"Maksudku, jangan kita yang memberitahu. Biar Yasmin sendiri yang
ngomong begim kepadanya."
"Ya. Kukira lebih baik begim. Tapiii... gimana kalau pihak Hendri yang
menuntut cerai? Apakah Yasmin bersedia, atau tetap pada
pendiriannya? Nggak mungkin juga ya?"
"Yasmin merasa yakin Hendri tidak akan minta cerai."
"Tidakkah itu terlalu percaya diri? Padahal sebagai istri, dia tidak bisa
memberikan yang diinginkan suaminya."
"Justru itu. Sudah jelas dia tidak bisa melayani
324
suaminya. Menolak, lagi. Tapi Hendri tidak pernah menyinggung soal
cerai. Im karena sekarang Yasmin sudah kaya."
"Ah, sungguh menyebalkan."
Delia tahu, Kosmas sangat memerhatikan Erwin. Kosmas tidak ingin
bahagia sendirian. Mungkin perannya menghadapi dua bersaudara itu
menjadi lebih berat. Tapi Delia sudah siap.

Saat Kosmas dan Delia tiba di Bandung, Ratna dan Rama pun tiba di
Jakarta.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tapi Ratna tidak mau segera pergi ke Motel Marlin. Dari stasiun Gambir
ia bertanya dulu kepada sopir taksi di mana mal yang terdekat, lalu
minta diantar ke sana! Rama yang mendampinginya tidak berdaya
membantah atau membujuk agar Rama membatalkan niatnya. Im hal
yang tidak mungkin ia lakukan.
Tadinya Rama mengira- tugasnya akan cepat selesai. Setelah tiba di
Jakarta, ia langsung menuju motel yang dimaksud, lalu pulang. Tak perlu
mengkhawatirkan orang sesakti ibunya. Tiba-tiba sekarang ada tugas
tambahan yang lebih menyebalkan lagi. Sebelumnya ia sudah mendengar
tentang acara jalan-jalan bersama Rama keliling mal. Sekarang ia akan
mengalami sendiri. Bukan hanya itu. Ia benar-benar merasa capek
secara fisik, juga takut kalau-kalau dalam acara jalan-jalan itu Rama
minta tambahan uang. Bekalnya hanya pas-pasan untuk ongkos pulang
dan jajan sedikit. Bukan karena di rumah uangnya sudah habis, tapi
disengaja supaya Rama tidak minta lebih dari yang sudah diberikan
untuknya. Kalau ia
325
membawa uang lebih, bisa jadi diminta lagi oleh Rama.
"Jakarta itu terkenal dengan mal-malnya yang seabrek. Bagus-bagus
barangnya!"
"Tapi di sini malnya gede-gede, Ma! Satu lantai saja luasnya bukan main.
Mama bisa kecapekan," Rama sengaja menakut-nakuti.
Semangat Ratna malah bertambah. "Kebetulan aku mau ngetes kekuatan
sendi-sendi kakiku!" serunya.
Rama cuma bisa mengeluh dalam hati. Bagaimana dengan kekuatan sendi-
sendi kakinya sendiri?
Sebelum memasuki mal, Ratna mengambil ponselnya. Rama mengamati,
ingin tahu siapa yang ditelepon Ratna. Dengan keheranan ia mendengar
Ratna bicara dengan Maya, istrinya!
"Maya, aku dan Rama udah sampai di Jakarta. Aku mau pesan. Kalau
nanti Delia datang, jangan sekali-kali beritahu aku ke Jakarta dan
tujuannya apa. Cari alasan lain. Awas ya kalau kau berani kasih tahu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Pokoknya kalau Del kasih sesuatu, terima aja. Nggak usah ngomong
banyak-banyak. Ngerti?"
Rama tidak berani bertanya. Ia selalu berjalan di belakang Ratna, tidak
di sampingnya.
Mal itu ditelusuri mereka berdua, lantai demi lantai, dari ujung ke ujung.
Sebentar-sebentar mereka berhenti karena Ratna mengamati barang-
barang. Lagaknya seperti orang berminat yang banyak uang. Rama
menjaga jarak. Tak mau dekat-dekat. Takut diajak bicara atau dimintai
pertimbangan. Ia berharap Ratna cukup tahu diri dengan
memperhitungkan uang yang dimilikinya. Ia bertanya-tanya dalam hati,
kenapa Ratna tidak menggunakan kesaktiannya untuk menggandakan
uangnya atau bagaimanalah supaya
326
bisa punya banyak uang tanpa membebani anak-anaknya.
Belum selesai mal itu ditelusuri semua lantainya, sepasang kaki Rama
sudah bergoyang-goyang dan matanya berkunang-kunang. Ia merasa
akan jatuh pingsan setiap saat tapi mencoba bertahan. Padahal Ratna
masih terlihat segar dan bersemangat. Ia berjalan ke sana kemari tanpa
menengok ke belakang untuk melihat keadaan Rama. Saking cerianya, ia
sama sekali tidak peduli apakah Rama masih ada di belakangnya atau
tidak.
Tapi ada yang melegakan perasaan Rama. Setelah menelusuri mal itu,
lantai demi lantai, Ratna cuma membeli sebuah lipstik! Padahal ia sudah
memegang-megang dan merabai berbagai benda yang mahal-mahal
dengan ekspresi tertarik.
Ketika diajak Rama beristirahat sambil makan siang, barulah Rama bisa
memulihkan tenaganya. Tapi itu hanya sementara. Di luar dugaan Rama,
penjelajahan dilanjutkan ke mal berikutnya! Rama kembali hanya bisa
mengeluh. Berkali-kali muncul godaan. Bagaimana kalau ia kabur saja?
Ratna berjalan tanpa menengok ke belakang. Jadi kalau ia menghilang
takkan ketahuan. Kemudian ia teringat bahwa ia bisa saja melakukannya
terhadap orang lain, tapi tidak pada Ratna. Entah apa hukuman yang
akan dijatuhkan Ratna terhadap dirinya bila ia sampai melakukan hal itu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maka ia hanya berharap Rama menjadi bosan sendiri supaya pemalangan


itu segera berakhir.
Tetapi harapan Rama itu tidak terpenuhi. Keluar dari mal yang kedua,
Rama memanggil taksi, lalu bertanya lagi pada sopir taksi di mana ada
mal berikutnya! Maka pemalangan berlanjut kembali. Rama bukan saja
capek di kaki tapi juga capek mata dan
327
hidung. Ia pusing melihat barang yang penuh sesak beragam dan
menghirup bermacam-macam bau, dari parfum menyengat sampai kulit
sepatu! Benar-benar memabukkan.
"Untunglah kita nggak pakai mobil bututmu ya. Di sini taksi banyak
banget," komentar Ratna.
"Kabarnya ada juga sopir taksi yang jahat, Ma. Suka muter-muter dan
ada yang merampok."
"Ah, mana mungkin ada yang berani sama aku!" kata Ratna takabur.
Rama memercayai perkataan itu.
Mereka menjelajahi mal demi mal. Ratna tak kenal lelah. Sementara
Rama kelelahan. Ia merasa mendengar sendi-sendi lututnya
berkeretekan seakan pada lepas berantakan. Akhirnya ia tak tahan lagi,
lalu menggelosor duduk di lantai pojok ruang dan berusaha mengecilkan
tubuhnya supaya tidak kelihatan mencolok.
Seorang pramuniaga buru-buru mendekat.
"Kenapa, Pak?" tanyanya cemas. Ia melihat wajah yang pucat dan tubuh
yang lunglai.
"Maaf, Mbak. Boleh duduk di sini sebentar? Kaki saya sakit," kata Rama,
menyeringai malu. Untuk menguatkan perkataannya ia menggosok-gosok
kakinya.
"Boleh, boleh," sahut pramuniaga tadi. Tak urung ia menatap curiga
sebelum menjauh. Tapi tak terlalu jauh. Ia harus mengamati. Siapa tahu
orang itu hanya pura-pura, tahu-tahu mencuri.
Ratna datang tergopoh-gppoh. Ia sudah berjalan cukup jauh tanpa
menyadari Rama tak ada di belakangnya. Lalu ia menemukan Rama duduk

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

di pojok lantai dengan menekuk kedua lutut. Kepalanya disandarkan ke


dinding. Rama terkejut melihat ibunya
328
menatapnya gusar. Ia bergerak untuk berdiri, tapi ternyata tidak
sanggup melakukannya! Sepasang kakinya kehilangan tenaga.
"Ayo bangun, Ram!" bentak Ratna. Ditekannya suaranya supaya tidak
menarik perhatian orang. Ia tidak mau jadi tontonan.
"Capek, Ma. Ngaso dulu, ya?"
"Ayolah! Malu-maluin aja kamu! Masa kalah sama orang tua?"
Sambil berkata begitu, Ratna menampar keras lutut Rama. Spontan
Rama memekik kesakitan karena rasa nyeri yang menghantamnya. Tapi
serentak ia berdiri seolah tertarik ke atas. Lalu dengan cepat nyerinya
hilang. Ia cepat berjalan mengikuti Ratna yang sudah melangkah lebih
dulu.
Anehnya, Rama tak lagi merasa capek. Ia bisa terus berjalan dan
berjalan, baik menaiki maupun menuruni tangga tanpa lelah sedikit pun.
Biarpun aneh, ia tak merasa heran. Hal itu justru membuatnya semakin
takut kepada Ratna. Ia hanya menyesali, meskipun di dalam hati, kenapa
tidak dari awal saja Ratna memberinya kekuatan.
Pada setiap kesempatan Rama mencuri pandang ke wajah ibunya. Apakah
perilaku yang diperlihatkan Ratna sekarang ini sama seperti dulu?
Ketika itu ibunya memang galak dan cerewet. Mungkin sama, tapi ia
merasa asing. Bukan semata-mata karena perubahan fisik, tapi ada
sesuatu yang lain.
Tiba-tiba Ratna menoleh dan menatapnya. Rama terkejut, merasa
kepergok. Seerrr... Bulu romanya berdiri.
***

329
Delia dan Kosmas disambut Maya dengan sikap gelisah dan gugup.
Tangannya yang menyalami Delia dan Kosmas terasa dingin dan gemetar.
Ia dipeluk Delia yang mencium pipinya tapi tidak membalas pelukan. Ia
pasif sekali.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kenapa, May? Sakit?" tanya Delia.


"Ah, nggak. Nggak."
Maya sama sekali tidak memerhatikan Kosmas, meskipun menyambut
uluran tangan lelaki itu. Ia cuma fokus pada Delia seorang.
Delia menatap sekeliling. Kecuali para montir yang sedang bekerja di
bengkel depan rumah, sekitarnya sepi-sepi saja. Rumah itu besar, jadi
kesepian amat terasa.
"Kalau kau mencari Mama, dia nggak ada. Lagi pergi," kata Maya.
"Pergi ke mana? Lama? Biar kutunggu aja. Kau tak usah menemani kami.
Mungkin lagi sibuk, ya? Atau kami pergi dulu, nanti balik lagi?" tanya
Delia.
"Oh, jangan, Del. Dia nginap di luar kota. Kalau kau bawa sesuatu
untuknya, titipkan saja padaku. Nanti kusampaikan."
"Luar kota mana, May?" tanya Delia.
Maya menutup mulutnya. Matanya menatap dinding.
Delia sadar sikap Maya itu menandakan takkan ada informasi yang mau
diberikannya. "Baiklah," katanya.
Delia membuka tas, tapi kosmas mencondongkan kepalanya lebih dekat
lalu berbisik, "Apa aman bila dititipkan, Del?"
Delia mengangguk. "Ya. Kukira aman," bisiknya juga.
Kosmas tak mendebat lagi. Rasanya kurang nya-
330
man menerima tatapan tak suka dari nyonya rumah. Mungkin Maya bisa
menebak apa yang dibisikkannya tadi dan merasa kurang senang.
Delia mengeluarkan sebuah amplop cokelat lalu menyerahkannya kepada
Maya.
"Isinya uang, May. Jumlahnya dua puluh lima juta rupiah."
"Perlu tanda terima?" tanya Maya.
"Ah, nggak perlu. Mama pasti sudah tahu, baik kedatanganku maupun isi
amplop ini. Dia tak mau ketemu aku, bukan? Mungkin takut aku kaget
melihat perubahan penampilannya, ya?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maya tidak menyahut. Ia hanya tersenyum kaku. Dalam hati berkata,


tentu Delia sudah diberitahu Donna. Jadi ia tidak perlu menjelaskan
lagi. Ia ingat pesan Ratna yang melarangnya banyak bicara.
"Bagaimana anak-anak dan Rama, May?"
"Baik. Baik. Semuanya baik." "Rama sedang keluar juga?"
"Ya."
"Kau kelihatan pucat, May. Sebaiknya periksa ke dokter. Mungkin kau
kurang darah." "Ah, aku baik-baik saja." "Syukurlah kalau begitu."
Delia berdiri, diikuti Kosmas dan Maya. Mereka bersalaman lagi.
"Terima kasih, May. Sampaikan salam dan maafku pada Mama. Semoga
Mama merasa senang dan puas," kata Delia.
"Ya. Terima kasih kembali," sahut Maya, tanpa basa-basi untuk menahan
tamunya. Bahkan tampak lega karena tamunya cepat pamitan. Ia pun
tidak mengantarkan kedua tamunya sampai ke pintu pagar.
Maya buru-buru masuk rumah kembali lalu me-
331
nyimpan amplop cokelat pemberian Delia ke dalam lemarinya. Ia
memperlakukan benda itu seolah barang pecah belah bernilai tinggi.
Kalau hilang ia bisa celaka.
Sementara itu Kosmas dan Delia melakukan perjalanan kembali ke
Jakarta. Mereka sama-sama ingin cepat pulang.
"Maya tampak ketakutan. Kasihan ya?" kata Delia.
"Seharusnya dia bersimpati padamu. Setidaknya bertanya tentang
keadaanmu. Bukannya setengah mengusir. Dingin amat orang itu. Bahkan
menyuguhi minuman pun tidak," Kosmas kesal.
"Aku mau terpikir positif saja, Bang. Mungkin dia bersikap begitu
supaya aku jangan ketemu Ratna. Dia takut aku diapa-apain."
"Sesungguhnya nenek itu ada di rumah atau nggak, ya?"
"Kayaknya nggak."
"Kok yakin?"
"Kalau dia memang ada di dalam dan tak mau keluar, tentu sikap Maya
lebih gelisah lagi. Tatapannya juga akan sebentar-sebentar ke dalam
rumah. Tapi tadi dia terus menatap lurus ke depan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalau begitu mertuamu itu memang sudah tahu kau mau datang. Jadi
dia pergi untuk menghindar."
"Kenapa ya?" Delia bertanya-tanya sendiri.
"Mungkin dia tahu kau tidak sendiri. Ada aku," gurau Kosmas.
Delia tertawa. "Ya, mungkin begitu. Padahal kita ingin melihatnya,
bukan?"
"Sayang sekali. Apakah itu berarti dia malu dilihat kita?"
"Mana mungkin? Mestinya dia merasa bangga. Ah, sudahlah. Aku cuma
ingat akan bau menyan tadi. Apa kau menciumnya juga, Bang?"
332
"Ya. Jelas baunya."
"Dia memuja sesuatu. Dan yang dipuja itu memberinya apa yang
diinginkannya."
"Apakah ada imbalannya?" tanya Kosmas. "Mestinya ada."
"Sebaiknya kita tidak membicarakannya." "Betul. Aku pikir juga begitu."
"Sebaiknya kita bicarakan masa depan kita bersama."
"Ya. Itu lebih menyenangkan," Delia setuju. Dia memang luar biasa, pikir
Kosmas untuk kese-kian kalinya.
333
BAB 32

"Sekarang kau pulang saja, Ram! Balik ke stasiun," kata Rama setelah
taksi berhenti di depan gerbang Motel Marlin. Ia turun sendiri. Rama
tidak membantah. Dengan taksi yang sama ia meninggalkan ibunya. Tak
ada kekhawatiran. Ia juga tidak merasa perlu berpesan agar Ratna
berhati-hati. Biarpun ucapan itu sekadar basa-basi, ia tetap tidak
berani mengatakannya karena khawatir Rama malah marah. Terlalu
banyak yang dialaminya hari itu hingga keinginannya hanya satu, yaitu
cepat pulang.
Ratna melenggang di halaman parkir menuju kantor. Ia menjinjing
belanjaannya di dalam tas jinjing yang berlogo nama toko bergengsi.
Tangannya yang lain menjinjing tas ukuran sedang berisi pakaian ganti.
Tidak berat. Padahal ia bisa menitipkan belanjaannya itu pada Rama

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

untuk dibawa pulang supaya ia tidak repot. Tapi ia tidak mau karena
ingin kelihatan sebagai perempuan berduit yang suka belanja.
"Selamat sore. Bu!" Erwin menyapa ramah. "Sore, Pak. Saya mau nginap
satu malam. Besok keluar jam sembilan." "Baik, Bu."
Erwin menyodorkan buku tamu. Rama menulis namanya sebagai Ratih
Sutisna dengan alamat Cianjur..
334
"Nomor telepon tolong ditulis juga, Bu."
"Nggak ada telepon. Ada juga HP."
Erwin memutuskan untuk tidak mempersoalkan.
"Bisa lihat KTP-nya, Bu? Mau dicocokkan."
Rama membuka tasnya lalu mengaduk-aduk isinya. Segera wajahnya
memperlihatkan kecemasan.
"Waduh, kok nggak ada ya. Jangan-jangan ketinggalan di tas yang lain.
Beginilah kalau ganti-ganti tas. Wah, gimana ya? Apa saya nggak boleh
nginap di sini kalau nggak bawa KTP?"
Erwin merasa iba. Melihat penampilan Rama, ia yakin perempuan ini
pastilah orang baik-baik dan cukup berada meskipun datang sendirian.
"Ibu ke Jakarta ada keperluan penting?"
"Ah, nggak. Jalan-jalan aja. Abis belanja. Nih." Rama mengangkat
jinjingannya tinggi-tinggi agar terlihat oleh Erwin.
Erwin tertegun. Jalan-jalan sendirian. Ke Jakarta, lagi. Ia mendapat
kesan perempuan ini orang yang mandiri yang sudah biasa pergi
sendirian ke mana-mana.
"Bu, KTP itu penting di sini. Kadang-kadang ada razia. Yang tidak bawa
KTP bisa kesulitan, ditilang dan didenda."
"Terima kasih, Pak. Ya, lain kali saya lebih berhati-hati," kata Rama
dengan senyum manis.
Rama membayar, lalu Erwin menyerahkan kunci kamar. "Nomor lima, Bu."
"Terima kasih."
"Tasnya mau dibawakan, Bu?" Rama tak segera menjawab tawaran itu.
Saat ia masih menimbang-nimbang, Erwin melangkah ke luar kantor lalu

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

menengok kiri-kanan kalau-kalau ada anak buahnya yang bisa segera


dipanggil. Bila di-
335
panggil lewat interkom perlu waktu sampai orangnya muncul. Tapi ia tak
melihat siapa-siapa. Ia segera kembali ke kantor.
Ratna sedang berjongkok membenahi tasnya.
"Mari saya bawakan saja tasnya, Bu," Erwin menawarkan. "Nggak jauh
kok."
Ratna tidak menolak tawaran itu. Ia membiarkan Erwin membawakan
tasnya tapi jinjingan ia bawa sendiri. Erwin membukakan pintu kamar,
menyalakan AC, lalu menjelaskan soal interkom meskipun di dinding
sudah tertulis penjelasannya.
Ketika Ratna mau- memberi tip, Erwin menolak. Ia buru-buru kembali ke
kantornya.
Pengalaman dengan Delia dan Yasmin membuat ia jadi terbiasa melihat
perempuan yang datang menginap sendirian biarpun dari luar kota. Tak
ada prasangka buruk. Mustahil orang mau bunuh diri belanja dulu. Bukan
itu saja. Ia sudah pasrah sekarang. Tak usah terus-menerus
mengkhawatirkan orang lain. Mereka bertanggung jawab atas diri
sendiri.
Tamu-tamu berdatangan. Sesudah itu lama sepi. Lalu ada telepon dari
Kosmas. Mereka dalam perjalanan pulang. Semua baik-baik saja. Ia
menunggu mereka. Pikirannya mengembara.
"Aku tidak mau mendesak Del," begitu kata Kosmas kepadanya. "Tapi
bila ia menerima lamaranku, aku ingin segera menikah, Win. Usia kami
berdua kan nggak muda lagi."
"Tentu saja, Bang. Tunggu apa lagi?" Erwin menyahut.
"Aku mikirin kau."
"Aku? Buat apa, Bang? Kok aku yang dipikirin? Aku kan bukan anak kecil.
Masa kalau kau kawin, aku harus kawin juga. Padahal calon belum ada."
336
"Aku ingin kita berdua bisa menikmati kebahagiaan yang sama, Win."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nonsens, Bang! Itu kan mustahil. Kau harus cepat mengikat Delia.
Jangan sampai lepas. Kan sayang."
"Mestinya kau jangan mikirin Yasmin saja, Win. Buka mata juga
terhadap cewek lain. Kan masih banyak. Apalagi modalmu lebih dari
cukup."
"Modal yang tak disertai nasib baik itu percuma, Bang."
"Kau pesimis."
"Bukan pesimis. Tapi ngomong fakta."
Lamunannya terhenti oleh kemunculan tamu perempuan yang baru masuk
tadi. Ratih dari Cianjur atau Rama.
"Saya mau nanya, Pak. Di depan banyak warung makan. Mana yang enak
dan bersih?"
"Oh, Ibu mau makan apa? Bisa pesan dari sini kok. Nanti dianterin ke
kamar. Cuma kasih tip aja."
"Enakan makan di sana aja. Bisa lebih leluasa."
"Silakan, Bu. Hati-hati dompetnya. Mendingan bawa uang secukupnya
saja."
"Memang gitu kok. Terima kasih."
Ratna melenggang pergi. Dengan kaus ketat dan celana jins pas di
pinggul ia kelihatan seperti gadis muda.
Erwin menilainya sedikit genit. Mungkin saja dia bukan perempuan baik-
baik. Atau seorang kekasih gelap yang janjian di tempat itu. Tapi itu
bukan urusannya. Yang penting baginya tamu tidak berniat bunuh diri.
Erwin tak bisa kembali merenung. Sebuah mobil berhenti di depan
kantor. Dengan keheranan ia melihat Hendri keluar. Dia sendirian saja.
Hendri membawa sebuah dus pizza.
337
"Selamat sore, Mas," Hendri menyapa. "Di sini ada yang pesan pizza?"
"Selamat sore. Sejak kapan kau jadi pengantar pizza?"
"Sejak hari ini. Aku membawakan buat teman-teman di sini."
Erwin menerima dus yang disodorkan. Ia meletakkannya di meja sebelah
belakang. "Silakan duduk, Mas," katanya menyilakan.
"Sendirian, Mas?" tanya Hendri sambil duduk.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Iya. Kak Del sama Bang Kos ke Bandung."


"Nginap?"
"Nggak. Sebentar lagi juga pulang. Mau ketemu Kak Del?"
"Ah, nggak. Cuma mampir aja. Aku beli pizza buat di rumah. Sekalian aja
buat di sini juga."
"Oh, begitu." Erwin masih bingung dengan keramahan Hendri.
"Nanti kami akan pindah ke rumah ayah Yasmin. Rumahnya besar. Kami
menempati paviliunnya. Kepastian pindahnya akan kukabari lagi. Nanti
mampirlah ke sana."
"Ah, nggak enak. Kabarnya ayah Yasmin sakit. Bisa mengganggu
ketenangannya."
"Kami di paviliun. Dia di rumah besar. Tidak saling mengganggu."
"Oh, begitu. Baiklah. Nanti kuberitahu Kak Del."
"Ya. Sampaikan salamku padanya. Juga buat Bang Kosmas."
Hendri menepuk pundak Erwin dengan sikap bersahabat, lalu kembali ke
mobilnya. Setelah mobil Hendri meluncur ke luar, Erwin menoleh ke
belakang, menatap dus pizza. Apakah dengan keramahannya itu Hendri
bermaksud mendekat dan ikut menjalin
338
persahabatan dengan mereka seperti Yasmin? Tapi Erwin tidak ingin
bersahabat dengan Hendri!
***
Setelah keluar dari pintu gerbang Motel Marlin, Hendri membelokkan
mobilnya. Di saat bersamaan seorang perempuan melintas di depan
mobilnya, lalu tersenggol. Perempuan itu jatuh. Orang-orang yang ada di
sekitar mulai riuh mendekat. Dengan cemas Hendri buru-buru keluar
dari mobilnya. Betapa leganya ia ketika perempuan itu tampak baik-baik
saja.
Perempuan itu, Ratna, menerima uluran tangan Hendri. Ia berdiri dan
kelihatan cukup kuat untuk tetap tegak.
"Ibu nggak apa-apa?" tanya Hendri, mengamati Ratna dari atas ke
bawah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Orang-orang sekitar yang tadinya siap untuk membuat keributan


mundur dan menjauh. Mereka tidak tertarik lagi.
Rama mencoba melangkah tapi kemudian meringis. "Sakit sedikit,"
katanya, menunjuk kakinya.
"Baiknya kita ke dokter aja, Bu. Periksa sekalian. Apakah Ibu bawa
keluarga? Suami atau anak?" tanya Hendri sambil celingukan.
"Nggak. Aku sendirian. Nginap di situ," sahut Rama, menunjuk Motel
Marlin.
"Oh, sendirian?"
Hendri membantu Rama masuk mobil, duduk di depan.
"Ya. Sendirian. Memangnya kenapa?" Ratna tertawa.
"Nggak apa-apa."
Hendri mulai berprasangka. Ia juga kesal. Tadi
339
perempuan ini meringis menahan sakit. Setelah duduk di dalam mobil
wajahnya jadi ceria.
"Sudah berapa lama nginap di situ, Bu?"
"Baru masuk tadi. Habis belanja."
"Belanja? Memangnya Ibu bukan warga Jakarta?"
"Bukan. Aku dari Cianjur."
"Wah, jauh amat. Jauh-jauh sendirian ke sini hanya untuk belanja?"
"Memangnya kenapa? Apakah aneh? Perempuan nggak boleh jalan
sendiri?"
"Bukan begitu, Bu. Biasanya perempuan segan jalan sendirian kayak Ibu.
Kalau jarak dekat sih nggak apa-apa. Maklum, banyak orang suka iseng,
Bu."
Beberapa kali Hendri melirik, mengamati lebih jelas wajah Ratna. Dia
cukup cantik, pikir Hendri. Kulitnya putih halus. Hidungnya mancung dan
bibirnya terkesan sensual. Hendri memperkirakan umurnya belum lewat
empat puluh.
"Kok ngeliatin?"
Hendri terkejut dan tersipu. "Maaf, Bu. Cuma pengen lihat lebih jelas
aja. Tadi tempatnya gelap."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Rama tersenyum. Hendri menganggap senyum itu manis sekali. Apakah


perempuan ini orang baik-baik?
"Gimana sakitnya, Bu?" "Udah mendingan."
"Pikir-pikir, heran juga ya tadi itu. Rasanya saya nyenggolnya pelan aja,
tapi kok Ibu sampai jatuh ya?"
"Jadi kau menuduhku pura-pura jatuh? Memangnya aku mau merampok?
Mau memeras?" sembur Rama berang.
Hendri terkejut. Ia menatap Rama dan merasakan
340
sorot mata yang tajam ke arahnya. Dalam cuaca senja yang mulai gelap,
sepasang mata Ratna terlihat seperti mata kucing dalam kegelapan.
Tiba-tiba perasaan Hendri seolah akan diterkam. Ia menjadi ngeri.
Biasanya perempuan berkuku panjang. Kalau ia sampai dicakar, bisa
celaka.
"Wah, jangan marah dong, Bu. Masa gitu aja marah sih? Aku kan nggak
nuduh. Yang ngomong begitu Ibu sendiri kok."
Rama cemberut.
"Maaf ya, Bu?"
"Ya sudah." Rama melunak.
"Tadi aku belum lihat kaki Ibu. Bisa lihat dulu nggak, Bu? Mungkin perlu
obat merah atau plester. Kalau hanya itu sih aku ada," Hendri
mengusulkan. Ia segan ke doker atau rumah sakit karena biayanya pasti
tidak sedikit.
"Lihat aja sendiri."
Hendri meminggirkan mobilnya di tempat yang diterangi lampu. Ia
menyalakan lampu mobil. Rama mengangkat kakinya lalu menaikkan kaki
celananya. Betisnya kelihatan. Ada baret-baret sedikit. Hanya itu saja.
Tidak ada bengkak atau luka terbuka. Hendri kembali merasa kesal.
Masa cuma begitu saja sampai meringis kesakitan seperti yang tadi
diperlihatkannya?
"Cuma gini aja sih cukup pakai obat merah, Bu. Ngapain ke rumah sakit?
Nanti di sana Ibu diperiksa macam-macam. Dipotret segala. Terus
disuntik tetanus. Dikasih obat. Biarpun nggak apa-apa, tetap aja

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

digituin. Tahu kenapa? Supaya mereka kelihatan sibuk dan ada yang
mesti dibayar!"
"Ya udah. Pakein obat merah sana. Nggak usah ke rumah sakit."
Buru-buru Hendri mengambil kotak obatnya. Ia
341
memakaikan obat merah. Tapi sempat terlintas dalam pikirannya, betapa
indah betis yang dimiliki perempuan ini! Ia senang karena bisa lepas dari
jeratan.
"Nah, sudah beres, Bu. Sekarang kuantarkan kembali ke motel, ya?"
"Traktir makan dong. Tadi aku belum sempat makan tuh. Di sana nggak
ada yang enak."
Hendri melongo.
"Makannya di restoran yang enak ya. Jangan yang murahan," Rama
melanjutkan.
Hendri menggerutu dalam hati, tapi tak bisa menolak. Ia sempat melihat
senyum kemenangan di bibir Rama. Dirinya memang sudah diperdaya.
Tapi lama-kelamaan kejengkelannya mereda. Ada sesuatu yang misterius
dalam diri perempuan ini yang membuatnya menarik. Sempat terpikir,
jangan-jangan dia penipu yang berniat merampoknya atau menguras
uangnya dengan hipnotis seperti yang sering terjadi. Tapi ia. sudah siap
dan waspada menghadapi kemungkinan itu. Orang yang siap pasti lebih
kuat posisinya dibanding orang yang gampang percaya. Lagi pula ia punya
keyakinan, perempuan lebih gampang dihadapi dibanding lelaki.
Ratna menunjuk sebuah restoran besar yang kebetulan dilewati. Hendri
menyesal melewati restoran itu. Tapi mau tak mau ia terpaksa memenuhi
keinginan Ratna. Ia menghibur diri dengan menghitung-hitung, mungkin
biaya rumah sakit lebih besar daripada biaya makan.
"Tadi kau keluar dari .motel itu. Nginap di situ juga?" tanya Ratna.
"Nggak. Pemiliknya adalah temanku."
"Oh, begitu. Sudah punya istri, kan?"
"Ya. Sudah," sahut Hendri.
342
"Belum punya anak, kan? Lagi ada masalah, ya?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri terkejut. Nada pertanyaan itu bisa sekadar perkiraan, tapi lebih
terkesan sebagai kesimpulan.
"Bagaimana Ibu bisa tahu?"
"Wajahmu memperlihatkan itu."
"Ah, masa? Memangnya ada apa di wajahku?"
"Ada gurat-gurat yang bercerita," sahut Rama, tenang tidak bercanda.
"Gurat-gurat? Apakah aku sudah kelihatan ma?" Hendri meraba
mukanya.
"Ah, nggak. Kamu cakep kok." Rama tertawa. Semakin familier saja
sikapnya.
"Baiklah. Apa yang Ibu baca di wajahku?"
"Masalah seks, kan?"
Kali ini Hendri ternganga. Sekarang Rama tampak lain di matanya.
Perempuan luar biasa, pikirnya.
"Kok Ibu bisa tahu sih? Apakah Ibu... paranormal?"
Rama hanya tersenyum lalu menghirup pelan-pelan minumannya. Ia
menatap Hendri dengan ekspresi "Jangan main-main denganku!"
Situasi sudah berubah bagi Hendri. Perasaan dan pikirannya mengenai
Rama sudah berubah total. Bukankah ia baru saja menyampaikan idenya
kepada Yasmin untuk minta bantuan paranormal? Bila orang sudah
kesulitan memecahkan masalah dengan cara yang wajar, tak ada
salahnya berpaling pada cara yang tak wajar. Segala cara sepatutnya
ditempuh.
Karena sadar Yasmin tidak tertarik, maka Hendri memutuskan untuk
mendekati Delia. Itulah tujuannya datang ke Motel Marlin tadi.
Barangkali ia bisa menjalin komunikasi dengan Delia hingga Delia mau
memberi masukan perihal ibu mertuanya yang dikatai, nenek sihir itu.
Setidaknya Delia bisa memberitahukan
343
alamat sang nenek. Selanjutnya Hendri bisa mencari informasi sendiri.
Memang orang yang menyebut dirinya paranormal cukup banyak. Tapi
belum tentu semuanya asli.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tiba-tiba sekarang ia berhasil menemukan sendiri seseorang yang


berilmu. Jadi ia tak perlu lagi bersusah payah mendekati Delia dan
teman-temannya. Suatu kebetulan karena ia tidak menyukai mereka.
Sesungguhnya ia juga merasa aneh akan peristiwa yang sepertinya
kebetulan itu. Tapi sebaiknya ia tidak berpikir tentang "bagaimana
mungkin", tapi bagaimana memanfaatkan keberuntungannya itu.
"Ya. Aku memang orang bermasalah, Bu. Ke dokter sudah, tapi dia cuma
menyuruh bersabar. Perlu waktu dan sebagainya. Demikian pula yang
dikatakan istriku. Masa suami disuruh ke orang lain, Bu."
Rama tertawa geli. "Punyamu itu memang kebesaran sih."
Hendri tertegun oleh sikap dan gaya bicara Rama yang santai tapi tidak
main-main. Ia juga malu. Rasanya ia telanjang di depan Ratna. Kalau
tidak begitu, mana bisa Ratna tahu? Sudah dari sononya begitu sih,"
sahut Hendri.
"Mau dikecilin nggak?"
"Apa? Nggaaak!" seru Hendri dengan perasaan horor. Lupa akan
sekeliling. Ia baru sadar kemudian setelah melihat orang-orang
memandang padanya dengan heran. Wajahnya memerah karena malu.
Bukan hanya karena dipandangi orang, tapi lebih-lebih karena
pertanyaan Ratna.
"Kalau nggak mau, ya sudah. Aku memang nggak bawa alatnya kok," kata
Rama tenang. Tidak tertawa.
344
"Aduh, Bu. Kok nakutin orang kayak gitu." Hendri benar-benar merasa
takut.
"Tenang. Aku kan cuma nanya."
"Untunglah Ibu nanya dulu. Tapi kalau Ibu sungguh-sungguh mau
menolong, jangan dengan cara itu."
"Sebetulnya apa yang kauinginkan? Berhubungan dengan istri, kan? Tapi
kau membuatnya sakit."
"Dia itu kelewatan, Bu. Belum diapa-apain udah ketakutan."
"Awalnya kamu yang salah sih. Aku ini kan perempuan. Jadi aku solider
dong sama kaumku."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya, Bu. Aku memang salah. Tapi yang penting ke depannya. Bagaimana
supaya bisa memperbaiki kesalahan itu. Gimana bisa harmonis kalau
nggak ada hubungan seks?"
"Sebenarnya keinginan kamu itu bukan karena cinta padanya, tapi
karena ingin menguasainya. Baik orangnya maupun hartanya. Ya, kan?"
Hendri terkejut untuk kesekian kalinya. Wajahnya sampai memucat.
Rama tertawa geli. Ia senang betul bisa membuat Hendri terkejut-
kejut.
Hendri kehilangan selera makan. Ia bingung menghadapi Ratna. Tapi ia
percaya betul bahwa Ratna memang punya kelebihan. Hanya ia belum
tahu apakah Ratna bersimpati kepadanya atau tidak.
"Apakah Ibu kenal istriku?"
Ratna menggeleng. "Kau curiga, ya?" tanyanya.
"Nggak, Bu. Pengen tahu aja."
Rama melanjutkan makan dengan lahap. Hendri mengamatinya dengan
heran. Cara Ratna makan itu seperti kelaparan, hingga membuat ia
merasa mual. Tapi ia tahu tidak boleh memperlihatkan perasaannya
345
kalau ingin mendapat simpati. Ia menunggu dengan sabar sampai Rama
melicintandaskan piringnya.
"Ibu mau menolongku?" tanya Hendri.
"Bener nih? Serius?"
"Iya, Bu. Serius."
"Tapi ada syaratnya. Di mana-mana begitu. Mana ada bantuan gratis?"
"Katakan saja apa syaratnya, Bu," Hendri bersemangat.
Rama menatap Hendri. Susah payah Hendri berusaha untuk tidak
bergidik. Tajamnya tatapan Rama seakan bisa menyayatnya dan
menembus kepalanya. Muncul perasaan takut. Dulu ia pernah minta
bantuan dukun dan orang pintar, tapi tidak sampai menimbulkan
perasaan seperti itu. Ada suara tentangan. Jangan! Pergilah! Jauhi dia!
Tetapi Hendri menetap di tempatnya. Keinginan-keinginannya lebih
besar daripada tentangan yang muncul.
346

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

BAB 33

Mobil yang dikemudikan Kosmas memasuki halaman parkir. Dari kantor,


Erwin bisa melihat kedatangan mereka. Ia menyimpulkan, Delia duduk
lebih dekat pada Kosmas dibanding saat berangkat. Ia mengangkat
tangannya. Kedua orang di dalam mobil membalas. Kemudian mobil hilang
dari pandangan Erwin karena parkir di bagian samping.
Erwin merasa lama menunggu kedatangan mereka. Apakah mereka tidak
menemuinya dulu? Ataukah mereka melakukan sesuatu di dalam mobil?
Berciuman dan bermesraan dulu? Ah, sepertinya mulai sekarang ia akan
sering memergoki adegan mesra kedua orang itu. Teganya mereka
melakukan itu di depan dirinya yang sedang merindukan bulan! Ia
membayangkan betapa tersiksanya dirinya yang sendirian. Tambahan
lagi ada peristiwa kedatangan Hendri barusan. Hendri sudah tampil jadi
lelaki baik, perhatian, dan simpatik. Apakah dia pun sudah menjadi suami
yang baik? Erwin membayangkan Yasmin dalam pelukan Hendri, lalu
bermesraan. Mereka suami-istri, jadi sah-sah saja melakukannya. Erwin
jadi sedih dan nelangsa.
Kosmas masuk diiringi Delia. Keduanya tampak ceria sekali.
"Kenalkan, Win! Calon istriku!" kata Kosmas, menunjuk Delia.

347
Dengan kata-kata itu Kosmas memberitahu bahwa Delia telah menerima
lamarannya.
Erwin memaksa dirinya tersenyum. Ia menyalami dan memeluk mereka
bergantian.
"Selamat! Selamat! Aku ikut senang!" katanya. Kemudian, untuk
menutupi kegalauan perasaannya, ia menunjuk dus pizza di meja
belakangnya.
"Itu ada oleh-oleh dari Hendri. Dia titip salam untukmu, Kak Del."
"Hendri?" tegas Delia heran. "Bukan dari Yasmin?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bukan. Dia datang ke sini sendirian. Katanya sekalian lewat lalu mampir.
Dia beli pizza buat di rumah lalu beli sekalian buat di sini."
Delia meraih dus lalu membukanya. "Kalian mau?" ia menawari Kosmas
dan Erwin.
Erwin menggeleng. "Nggak ah."
"Aku juga nggak."
"Wah, pada nggak mau. Aku pun nggak berselera," kata Delia. "Kasih
anak-anak aja, ya?"
Delia menyebut para karyawan sebagai "anak-anak".
"Ya. Sebaiknya begitu," Kosmas setuju. Delia pergi membawa dus pizza.
Kosmas melongok buku tamu.
"Ada belasan tamu yang masuk hari ini. Lumayan," Erwin memberitahu.
"Wah. Ada tamu perempuan sendirian. Luar kota lagi."
"Dia masuk paling akhir. Habis belanja katanya. Besok pulang ke Cianjur.
Rupanya di sana nggak ada toko."
"Nggak ada yang antar?"
"Nggak ada. Tapi kita nggak perlu khawatir, Bang. Tampangnya
meyakinkan."
348
"Baguslah. Mudah-mudahan nggak ada lagi yang nekat."
"Tadi katanya dia mau pergi makan di luar. Entah sudah pulang atau
belum. Tapi masa sih belum? Dia kan perempuan sendirian. Ngapain
lama-lama di luar sana."
Delia masuk. "Sudah makan. Win? Makan duluan aja. Sudah siap tuh.
Kami berdua sudah makan di jalan."
"Baik. Aku juga mau mandi dulu." Erwin pergi.
"Kelihatannya Erwin nggak ceria ya? Kukira dia bakal menggoda kita
habis-habisan," kata Delia. "Mungkin dia lagi kesal karena kedatangan
Hendri."
"Ya. Mungkin begim. Makanya dia nggak mau makan pizzanya. Aku sih
solider aja sama dia."
Delia melihat-lihat buku tamu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh, ada tamu baru di kamar 5! Tadi aku lewat di situ kelihatan gelap.
Masa sudah tidur?"
"Dia perempuan sendirian, Del. Dari Cianjur katanya. Kata Erwin tadi dia
pergi makan."
"Kenapa dia nggak pesan aja ya? Rupanya dia pemberani," Delia
menyimpulkan.
"Kau jaga dulu ya, Del. Aku mau bicara sama Erwin."
"Ya. Temanilah dia makan, Bang."
Kosmas melihat Erwin sedang merenung di depan piring makan yang
masih banyak tersisa.
"Apa yang kaupikirkan, Win?" tanya Kosmas, lalu duduk di sisi Erwin.
Erwin tersentak kaget. "Oh, nggak. Mikir apa sih?"
"Ngelamun?"
"Mungkin."
349
"Apa si Hendri ngomongnya nggak menyenangkan?"
"Ah nggak. Sebaliknya, dia justru bersikap simpatik."
"Apa kau nggak enak badan?"
"Mungkin juga. Aku ke kamar saja, ya?" Erwin tampak senang bisa
menghindar.
"Istirahatlah. Kau sudah bebas tugas, kan?"
"Oh ya, Bang. Aku mau pindah ke kamar belakang."
Kosmas terkejut. "Kenapa?"
"Kukira sudah saatnya kita menempati kamar sendiri-sendiri, Bang. Biar
masing-masing punya privasi."
"Oh, jadi kau ingin privasi. Tentu saja terserah kau."
Erwin pergi tanpa menjelaskan lebih jauh. Kosmas merasa tidak puas.
Tidak biasanya Erwin bersikap begitu. Kalau ada apa-apa pasti dia akan
mengatakannya terus terang. Tidak mungkin itu mengenai dirinya dan
Delia, pikir Kosmas. Delia selalu bijak dalam bersikap. Sikap Erwin itu
sangat di luar dugaan. Sejak masih di perjalanan Kosmas sudah tak
sabar ingin berbagi kebahagiaan dengan Erwin mengenai kepastian
hubungannya dengan Delia. Ia juga ingin membicarakan rencana

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pernikahan. Ternyata semua itu tidak terwujud. Ia sangat kecewa.


Kenapa Erwin tidak berterus terang saja mengenai perasaan dan
permasalahannya?
Ia mengadukan hal itu kepada Delia. Mereka membicarakannya dengan
intens.
"Aku yakin bukan kita yang mengganggu perasaannya," Delia berkata
dengan pasti. "Kita kan pergi hampir sepanjang hari. Pulang-pulang dia
jadi begitu.
350
Pasti ada sesuatu yang dialaminya sebelum kita tiba. Siapa lagi kalau
bukan si Hendri? Pasti ada yang dikatakan Hendri perihal Yasmin. Itu
yang membuatnya sedih."
"Aku sudah menanyakan hal itu kepadanya. Tapi dia tidak mengakui.
Katanya si Hendri bersikap simpatik. Pasti ada yang disembunyikan. Dia
malu atau segan berterus terang. Aku kecewa sekali. Biasanya dia selalu
terbuka. Kalau kayak gini, aku jadi terus bertanya-tanya, salah apa ya
aku ini?"
"Sebaiknya jangan berprasangka dulu, Bang. Biar dia istirahat. Besok
kita lihat."
"Ya. Memang hanya itu yang bisa kita lakukan. Kadang-kadang aku
berpikir, apakah dia iri padaku?"
"Wah, jangan mikir begitu, Bang. Itu nggak mungkin!"
"Mudah-mudahan memang begitu, Del."
Di kamarnya yang baru tapi lama, Erwin terbaring dengan wajah murung.
Dalam kesendirian ia bebas berekspresi. Tak ada yang bertanya kenapa
begini dan kenapa begitu. Yang menyenangkan adalah ia tak perlu
mendengar suara-suara dari kantor bila ia menempati kamar di
belakangnya. Bayangkan kalau ia di situ dan di kantor ada Kosmas
bersama Delia. Mereka tentu tidak hanya berbincang, tapi bermesra-
mesraan juga. Aduh, betapa menyebalkan.
Bagaimanapun, mulai sekarang dia dan Kosmas memang harus pisah
kamar. Kalau nanti menikah, tentunya Kosmas akan sekamar dengan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia. Lebih baik menyingkirkan diri dari sekarang daripada tersingkir


kemudian.
351
Erwin merasa kemarahan menggumpal di dadanya. Ia ingin sekali
meledakkannya dengan berteriak sekeras-kerasnya, tapi masih cukup
sadar untuk tidak melakukannya. Entah apa yang akan terjadi bila ia
berbuat begitu. Seisi motel akan berlarian keluar. Lalu dia akan
dianggap tidak waras. Ia tidak mau dianggap tidak waras atau gila. Bila
ia sampai dikucilkan di rumah sakit jiwa, pastilah Kosmas dan Delia yang
jadi penguasa di motel ini.
Dirinya dipenuhi kebencian. Perempuan itu, Delia, telah merampas abang
yang ia cintai. Mula-mula mendepaknya dari kamar depan, lalu
mendepaknya keluar dari motel yang ia cintai juga. Semua yang ia cintai
dirampas darinya. Sementara orang yang ia cintai pun tak mungkin bisa
ia peroleh. Ia akan jadi orang paling malang di dunia. Bukankah bunuh
diri adalah jalan keluar paling baik daripada menjadi orang paling malang
di dunia?
Erwin terkejut lalu melompat duduk di tempat tidurnya. Keringat dingin
membasahi bajunya. Ia gemetar. Oh, Tuhan, ia tidak mau bunuh diri!
Tidak! Tidak! Sesaat ketidakberdayaan menguasainya. Rasanya bodoh
sekali. Pikirannya tumpul. Tidak tahu mesti berbuat apa.
Sekuat tenaga ia menjatuhkan diri ke lantai. Di lantai yang dingin ia
memaksa kedua kakinya untuk menekuk. Kaku sekali. Ia bersila.
Kemudian ia berupaya keras untuk bermeditasi. Susahnya bukan main.
Pikirannya butek dan tumpul. Sepertinya ada selaput yang menutupi, ia
harus berusaha menyingkirkan selaput itu lebih dulu. Harus bisa!
Perlahan-lahan ia berhasil menenangkan pikiran, membuang kemarahan
dan kebencian, rasa iri dan terpuruk.
352
Di kamar hotel kelas melati, Ratna dan Hendri rebah berdampingan
dengan tubuh telanjang, berkilau oleh keringat. Wajah keduanya
memerah dengan ekspresi kelelahan tapi nikmat tak terhingga. Sesaat
keduanya tak berkata-kata, merenungi momen yang barusan terlewati.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Lalu Hendri memiringkan tubuhnya dan menatap Rama dengan sorot


mata takjub. Kagum dan heran.
"Ibu hebat sekali ya!" puji Hendri.
"Ala, masih panggil Ibu aja. Panggil aku Ratih!"
"Ya, ya, Ratih sayang. Aku kan mau ikut etika aja kepada orang yang
lebih tua. Nanti dibilang kurang ajar."
"Jadi kau menganggapku tua?"
"Bukan gitu. Tapi kau memang lebih tua dari aku, kan? Coba, berapa
umurmu?"
"Eh, nggak etis bertanya umur kepada seorang perempuan. Yang penting
bukan umur, tapi kemampuan!"
Hendri tertawa. Ia benar-benar terpikat kepada Ratna.
"Betul sekali, Bu, eh, Ratih. Kau bisa mengalahkan perempuan yang jauh
lebih muda. Lihat. Kau begitu kenyal dan liat, tapi juga elastis," kata
Hendri sambil mengelus dada Ratna. Memain-mainkan putingnya dengan
jarinya.
Ratna terkikik, merasa geli dan senang.
"Banyak perempuan pada meringis saat menandingi aku, bahkan istriku
sampai robek-robek, tapi kau... wah, sulit digambarkan dengan kata-
kata. Kau lain sendiri. Pokoknya hebat, hebat, hebat!"
353
"Sekarang kau ngomong begitu. Mulanya mah terpaksa ya?"
"Oh, sori, Rat. Mana aku tahu kau sehebat ini? Kalau aku tahu, pasti aku
yang mengajak, bukan diajak! Tapi aku heran juga. Bagaimana kau bisa
memelihara tubuhmu sampai bisa begitu liat dan sintal? Apa kau sudah
lama tidak melakukannya?"
"Oh ya. Lamaaa sekali," Rama mengakui sambil tersenyum.
"Berapa lama?"
"Pokoknya lamaaa."
Rama merasa geli. Kalau kuberitahu terus terang, kau pasti akan
semaput, pikirnya. Bayangkan. Sudah sedemikian lamanya. Pendeknya,
sudah setengah umurnya. Sampai-sampai sudah terlupakan bagaimana
rasanya. Mungkin juga ketika itu libidonya sudah padam. Tapi begitu

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

fisiknya kembali disegarkan, bagaikan tanaman layu disiram sebelum


mati, maka libido itu muncul kembali. Bahkan bukan sekadar muncul, tapi
menyeruak dengan ganas. Dalam diri Hendri ia mendapatkan lawan
seimbang.
Mereka mengulang lagi permainan mereka. Hendri merasa terkuras, tapi
Ratna bagaikan mendapat tonik penguat.
"Habis ini udahan ya, Rat. Aku bisa kering kerontang," pinta Hendri.
Rama tertawa. "Baik. Ayo kita pulang."
"Bagaimana dengan jimat penakluk yang kaujanjikan itu?"
"Tentu saja akan kuberikan. Tapi aku harus membuatnya dulu. Masa
simsalabim?"
"Habis, kapan jadinya dan di mana aku bisa mengambilnya?"
354
"Kita berhubungan lewat HP saja. Nanti kuhubungi kau."
"Jangan salah, Rat. Aku perlu sekali." "Aku tahu. Sekarang antar aku
kembali ke Motel Marlin."
Setelah menurunkan Ratna di depan pintu gerbang Motel Marlin, Hendri
bergegas pulang. Keinginan satu-satunya ketika itu adalah merebahkan
diri di ranjang lalu tidur pulas untuk mengistirahatkan otot-ototnya
yang kelelahan.
***
Ketika Delia melewati lorong depan kamar-kamar, ia melihat dari bawah
pintu kamar nomor 5 lampu di dalam ruang menyala. Berarti penghuninya
sudah ada di dalam. Atau sejak tadi ada di dalam tapi baru sekarang
menyalakan lampu. Yang pasti di dalam kamar itu ada kegiatan. Jadi
pastilah penghuninya tidak mati.
Tadi Kosmas menyuarakan kekhawatiran tentang penghuni baru yang
perempuan dan datang sendirian. Menginap hanya semalam. Tidak bawa
KTP dan tidak mencantumkan nomor telepon. Lucunya, sekarang
kekhawatiran semacam itu pun jadi kekhawatiran Delia juga. Padahal
dulu ia berniat mati di situ. Betapa gampang dan cepatnya kehidupan
berubah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Baru saja melewati kamar 5, Delia merasa seolah ada yang menatapnya
dan mengamati gerak-geriknya. Ia cepat menoleh ke jendela. Tidak ada
tirai yang tersibak atau gerakan menutup yang mendadak. Tak tampak
siapa-siapa. Ia mempercepat langkah menuju kantor.
355
"Kamar lima sudah ada penghuninya. Lampunya nyala," ia melapor kepada
Kosmas.
"Memangnya kenapa? Sudah terisi, kan?"
"Iya. Aku mau ngecek saja apakah penghuninya baik-baik saja. Bukankah
kau selalu mencemaskan tamu perempuan yang datang sendirian?"
"Oh, itu. Kita memang harus menerima perubahan zaman. Kalau nanti
kita punya anak perempuan, pasti lebih besar lagi kemandiriannya."
"Anak?"
Kosmas merasa bicaranya terlalu lepas. "Sori, Del. Aku kelepasan
ngomong."
"Sejak sekarang kita sudah harus siap menerima kenyataan bahwa
kemungkinan besar kita takkan punya anak. Umurku sudah empat puluh.
Kalau kau berharap punya anak, mestinya kau mengawini perempuan yang
lebih muda," Delia agak emosional, tapi menyesal kemudian.
"Sungguh, aku nggak bermaksud begitu. Sori, Del."
"Ya. Aku juga minta maaf, Bang. Heran, kenapa aku jadi peka begini ya?
Barangkali kita kecapekan ya, Bang?"
"Barangkali begitu. Mungkin kita harus istirahat. Sebentar lagi si Adi
menggantikan. Kau duluan saja, Del. Pergilah."
"Sebentar lagi. Masih ingin ngobrol. Pilar-pilar, ada baiknya juga Erwin
pindah. Mungkin dia terganggu oleh pembicaraan yang berlangsung di
sini."
"Dia kan sudah lama tidur di situ tanpa pernah komplain. Sepi atau
berisik baginya tak jadi soal."
"Sekarang dia jadi peka. Kuharap bukan kita yang jadi penyebab."
"Bukankah kita sudah berusaha supaya dia tidak
356

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

merasa tersinggung atau iri? Habis gimana lagi? Bukan salah kita kalau
dia jadi begitu. Salah dia sendiri kenapa tertarik pada perempuan
bersuami. Istri orang dikejar-kejar."
Ucapan Kosmas yang bernada kesal itu membuat perasaan Delia tidak
enak. Baru kali ini ia mendengar Kosmas bicara seperti itu perihal Erwin.
Biasanya lelaki itu selalu bersikap penuh pengertian.
"Ah, hari ini melelahkan semua orang rupanya. Kelelahan memang bisa
membuat orang marah-marah," kata Delia, lalu berpikir sebaiknya ia
pergi saja supaya tidak muncul lagi pembicaraan emosional.
Tetapi sikap Kosmas berikutnya membuat Delia tertegun.
"Bolehkah aku menciummu, Del?"
Delia tersipu. Ia merasa dirinya kuno. Ketinggalan zaman. Lupa
bagaimana berpacaran.
Mereka berciuman. Kemudian Delia melepaskan diri.
"Malu, Bang. Entar ada tamu." "Kan kedengaran duluan."
Kosmas berjalan ke pintu lalu merapatkan dan menguncinya. Delia
terperangah. Sebelum ia sempat berkomentar, Kosmas sudah meraihnya
dan memeluknya erat-erat sampai ia merasa sulit bernapas. Kosmas
menciumnya lama sekali. Biarpun Delia merasa terbuai, ia sempat heran
dan terkejut kenapa Kosmas yang biasanya dingin dan terkendali
sekarang menjadi panas dan lepas kontrol.
Kosmas mendekap Delia seolah mereka harus berpisah sebentar lagi.
"Mari kita ke kamar, Del," ajak Kosmas.
Delia terkejut. Bulu romanya serentak berdiri.
357
Rayuan Kosmas memang mampu menghanyutkan, tapi tidak sampai
membuat ia hanyut.
"Mau apa ke kamar, Bang?" tanyanya sambil berusaha melepaskan diri.
"Kita bercinta yuk? Bukankah kita akan segera menikah? Apa bedanya
sekarang dan nanti?" Kosmas berterus terang.
"Itu beda sekali, Bang! Jangan!"
"Ayolah, Del. Aku sangat menginginkannya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia juga tidak tahan lagi tapi dalam artian berbeda. Sekarang ia takut.
Jari-jarinya mencubit lengan Kosmas sekuat-kuatnya.
"Sadarlah, Bang!"
Kosmas mengaduh kesakitan. Serta-merta ia melepaskan dekapan. Ia
mengusap-usap lengannya yang tampak merah kebiruan. "Sakit sekali,
Del. Kamu sadis amat sih."
"Sori, Bang. Aku terpaksa."
"Kau tega..."
Sebelum Kosmas menyelesaikan ucapannya, Delia melompat ke pintu.
"Hei! Siapa di situ?" ia berseru, lalu membukanya. Tak ada sahutan.
Delia cepat keluar, lalu mengamati sekitarnya. Angin malam yang dingin
menerpanya. Tengkuknya kembali meremang. Tidak ada siapa pun di luar,
baik di halaman parkir maupun di lorong samping deretan kamar. Kucing
yang suka mengaduk-aduk tempat sampah pun tak ada. Andaikata ada
seseorang di balik pintu, seperti perkiraannya, pastilah tidak secepat
itu menghilang.
"Ada apa sih?" tanya Kosmas. Wajahnya masih kelihatan memerah.
"Rasanya aku mendengar langkah orang lalu berhenti di depan pintu.
Tapi nggak ada siapa-siapa."
358
"Sempat-sempatnya kau mendengar. Aku nggak dengar apa-apa."
"Sudahlah. Aku pergi saja ya."
"Maafkan aku, Del."
"Sudahlah. Nggak usah dipikirin."
Delia berlalu. Kosmas menutup muka dengan kedua tangan. Malu rasanya.
Bukan hanya karena menyesali perbuatannya, tapi lebih lagi karena
ditolak!
359
BAB 34

Pagi sekali, karyawan Motel Marlin mendapati kamar nomor 5 sudah


kosong melompong. Tidak ada yang melihat penghuninya pergi. Orang itu
juga tidak pamit lebih dulu. Memang tidak jadi masalah karena segala

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kewajiban administrasi sudah dia selesaikan. Mungkin karena tidak


membawa kendaraan, dia lebih gampang menyelinap. Tamu yang tidak
berkendaraan bisa disangka keluar makan hingga tak menarik perhatian.
Padahal Delia ingin melihat tamu yang satu itu. Rasanya ada kesamaan
dengan dirinya dulu. Perempuan datang sendirian dari luar kota mau
menginap. Rasanya ia ingin melihat atau menemukan kesamaan yang lain.
Barangkali menarik. Setidaknya bisa memenuhi keingintahuannya.
Ternyata tamu ini sama sekali tidak bermaksud bunuh diri. Ia hanya
berjalan-jalan dan berbelanja. Harusnya Delia lega karena tidak ada
usaha bunuh diri.
Seorang karyawan, Wati, masuk ke kamar nomor 5 untuk membersihkan
dan mengganti seprai serta sarung bantal.
"Kamu lihat dia, Wat?" tanya Delia.
"Lihatnya kemarin, Bu. Waktu dia keluar untuk cari makan, katanya.
Orangnya cantik juga, Bu. Kulitnya putih halus. Badannya bagus. Cuma
kelihat-
360
annya nggak muda lagi. Mungkin usianya empat puluhan gitu. Pendeknya,
dia menarik." "Oh, begim."
"Cuma kayaknya genit, Bu," Wati mulai bergosip. "Kata Pak Pendi yang
jaga gerbang semalam, dia pulang larut diantar lelaki bermobil.
Turunnya di depan gerbang, lalu jalan kaki sendirian terus ke kamarnya.
Waktu disapa Pak Pendi, dia nggak menyahut. Nengok aja nggak."
"Ah, bukankah yang seperti itu sering kejadian di sini, Wat?"
"Bener, Bu. Cuma ada bedanya. Biasanya yang mau gituan melakukannya
di sini. Bukan di luar."
Delia tertawa. "Yah, mana kita tahu urusan orang, Wat!"
Delia membantu Wati merapikan kamar supaya siap menerima tamu
berikut. Setelah beres, Wati pergi lebih dulu meninggalkan Delia di
kamar itu.
Ada dorongan untuk memeriksa kamar itu lebih teliti. Siapa tahu ada
yang lepas dari pengamatan. Ia tak menemukan apa-apa. Tapi

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

perasaannya tidak nyaman. Padahal ia juga melakukan hal yang sama di


kamar-kamar lain yang barusan ditinggalkan tamu.
Lalu hidungnya kembang-kempis. Bau apakah itu? Bau atau wangi?
Apakah itu sejenis pewangi yang digunakan tamu untuk mengharumkan
ruangan sesuai keinginan mereka? Sering kali tamu juga meninggalkan
bau badan mereka yang khas. Atau bau minyak angin, obat gosok,
balsem, dan sebagainya. Ada yang nyaman, ada yang menyengat.
Kemudian ia menyadari, yang tercium olehnya itu bukanlah sesuatu yang
harum, tapi benar-benar bau yang memuakkan! Ia juga heran kenapa
saat bersama
361
Wati tak tercium apa-apa. Ia cepat-cepat keluar untuk menghirup udara
yang lebih bersih.
Erwin mendekat. "Kenapa, Kak Del?"
"Di dalam sana ada bau yang nggak enak." Delia menunjuk kamar nomor
5.
Erwin terkejut. Ia mengira itu bau bangkai. Segera ia masuk ke dalam
kamar. Delia menyusul di belakangnya dengan tisu menutup hidungnya.
"Bau apa ya?" Erwin mengendus-endus di tengah kamar. "Kok aku nggak
mencium bau apa-apa."
Delia melepas tisu yang menutup hidungnya. "Masih ada sedikit, Win.
Tidak setajam tadi. Mungkin terbawa angin karena pintu terpentang."
Mereka memeriksa semua sudut. Lalu ke kamar mandi. Mereka mundur
dengan terkejut.
"Nah, bau lagi!" seru Delia.
"Ya. Aku juga menciumnya." Erwin membenarkan.
Delia merasa lega. Peristiwa Yasmin dulu—ketika Delia mendengar
tangisan padahal Yasmin tidak me-nangis—kali ini tak sampai terulang.
Kali ini Erwin bisa jadi saksi bahwa hidungnya tidak berbohong.
"Apa ada bangkai tikus, ya?" kata Delia.
"Bau bangkai nggak seperti ini," Erwin meyakinkan. "Baunya seperti... ah,
bau sumpek, atau bau orang nggak mandi setahun, atau bau ketiak,
atau..."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia tertawa.
"Ayo keluar," ajak Erwin. "Biar pintunya dipentang saja. Nanti kusuruh
orang menyemprot di sini." "Pakai apa?"
"Obat nyamuk saja. Biar kalah baunya dan nyamuk pada mati sekalian."
Mereka keluar dan merasa lega.
"Aneh juga ya," kata Erwin. "Kok bisa bau begitu?"
362
"Betul. Begitu banyak orang keluar-masuk. Ada yang berbau, ada yang
tidak. Kenapa justru yang satu itu baunya bikin kita heboh?"
"Sudahlah. Nggak usah dipikirin."
Erwin meninggalkan Delia. Sepertinya ada pekerjaan penting
menunggunya. Sebenarnya Delia ingin mengajaknya berbincang sejenak.
Tapi melihat lagak sibuk Erwin, ia tidak berani memanggilnya. Ia ingin
membicarakan kekhawatiran Kosmas semalam. Benarkah Erwin punya
masalah? Tapi Erwin tidak tampak bermasalah. Biarpun demikian Delia
ingin membicarakan hal lain juga. Dalam satu hal Kosmas benar. Erwin
tidak menyinggung soal hubungannya dengan Kosmas. Apakah Erwin
sengaja menghindari atau memang tak suka membicarakannya? Tapi itu
bukan kebiasaan Erwin.
Semalaman Delia hampir tak bisa tidur memikirkan kelakuan Kosmas.
Biasanya perilaku lelaki itu tak pernah agresif. Kalau mencium hanya di
pipi. Memeluk pun jarang. Sepertinya dia bukan orang romantis. Kenapa
semalam tiba-tiba berubah jadi ganas? Apakah kesepakatan untuk jadi
suami-istri bisa membuat lelaki lupa diri?
***
Yasmin juga memasalahkan soal bau. Ketika Hendri muncul di ruang
makan untuk sarapan pagi, ia terkesiap oleh bau tak enak yang
menyergap hidungnya. Ia mengamati Hendri untuk menemukan sumber
bau. Tapi tidak mau dekat-dekat.
"Kenapa?" tanya Hendri. Ia juga,menunduk mengamati dirinya sendiri
kalau-kalau ada yang salah.
"Kau sudah mandi dan ganti baju?" tanya Yasmin.
363

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudah. Memangnya kenapa sih?" "Apa kau sendiri tidak merasakan,


Hen? Kau bau deh."
"Bau? Bau apa sih?"
Hendri sibuk mengendus-endus dirinya sendiri Ia tidak mungkin ke
kantor dengan tubuh yang bau.
"Entahlah. Pokoknya bau nggak enak. Mendingan kau mandi lagi dan ganti
baju."
"Ini baju baru. Dan aku sudah mandi."
"Kalau nggak percaya ya sudah. Buat apa aku bohong? Buktikan saja di
kantor nanti."
"Habis aku mesti gimana?" tanya Hendri kesal.
"Sudah kuusulkan tadi. Habis mandi dan ganti baju, pakailah deodoran.
Yang banyak pakainya."
Hendri segera melaksanakan usul itu meskipun tidak begitu yakin. Ia
takut juga kalau-kalau memang benar. Siapa tahu ia sendiri tidak bisa
mencium. Apalagi ia teringat dengan siapa ia bercinta semalam. Seorang
paranormal!
"Bagaimana kalau deodorannya nggak tahan lama lalu bau itu keluar
lagi?" ia bertanya cemas.
"Heran ya. Bukankah dulu kau nggak bau?" kata Yasmin.
Hendri cemberut. Ia merasa tersinggung.
"Sudah. Bawa aja deodorannya ke kantor. Nanti dipakai lagi. Lebih baik
terlalu wangi daripada bau."
Hendri menyambar botol deodoran lalu pergi tanpa mengatakan apa pun.
Yasmin tertawa diam-diam. Tapi ia termenung kemudian. Apa yang
dilakukan Hendri semalam sampai tubuhnya bau? Berendam di air
comberan? Ketika Hendri pulang semalam ia tidak melihatnya-karena ia
sudah tidur. Hendri selalu membawa kunci sendiri.
Sepanjang pagi tidak ada telepon dari Erwin.
364
Yasmin menunggu-nunggu. Ketika jam sembilan sudah lama lewat, ia tahu
percuma menunggu. Semula ia bermaksud menelepon. Kalau tidak
ditelepon biarlah ia yang menelepon. Tapi ia membatalkan. Mungkin saat

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

itu Erwin sibuk. Ada kegiatan luar biasa di motel hingga tak bisa
meluangkan waktu untuk menelepon.
Yasmin tidak punya banyak waktu untuk melamun. Hari itu ia sibuk
mengepak barang. Kalau semua selesai diangkut dan dirapikan, ia dan
Hendri siap pindah ke rumah Winata. Paviliun di samping rumah Winata
sudah dibereskan, siap menampung mereka.
Sambil mengemudikan mobilnya menuju kantor, Hendri sering-sering
mengendus-endus tubuhnya sendiri. Masih bau atau tidak? Sebenarnya
memang bau atau tidak? Anehnya kenapa ia tidak mencium bau yang
dikatakan itu? Jangan-jangan Yasmin memperdayainya. Tapi apa
untungnya buat Yasmin? Lagi pula Yasmin tak pernah berbuat begim
kepadanya. Yasmin pun tidak tahu apa yang dilakukannya semalam.
Mungkin saja Yasmin menduga jelek, tapi apa yang dilakukannya
bukanlah pengkhianatan. Itu sudah menjadi bagian dari kesepakatan.
Sebelum turun dari mobil, Hendri kembali mengoleskan deodoran yang
dibekali Yasmin tadi. Di leher dan di ketiak. Untung saja Yasmin punya
persediaan deodoran. Rasanya bodoh, tapi Hendri tidak mau mengambil
risiko. Setelah selesai melakukannya, ia tak segera keluar dari mobil. Ia
termenung sejenak.
Sebenarnya Yasmin orang yang baik. Hendri harus mengakui hal itu.
Satu hal yang paling dihargainya dari Yasmin adalah kesediaannya untuk
tidak menceritakan pada Winata apa yang terjadi di motel dan
365
kenapa ia sampai berada di rumah sakit. Bila hal itu sampai diceritakan,
tentunya Winata ingin tahu kenapa Yasmin sampai berniat bunuh diri.
Tentunya ada sebab-akibat. Begitu Winata tahu bahwa Hendri yang jadi
penyebab, bisa dipastikan takkan ada ampun untuk Hendri. Winata akan
menyepaknya jauh-jauh dan Yasmin pun tidak merasa perlu membelanya.
Hal lain adalah mengenai uang lima belas juta yang dimintanya dari
Winata. Ia yakin Winata menyampaikannya kepada Yasmin, tapi Yasmin
tidak pernah menyinggungnya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Begitu mendapat kesempatan, Hendri menelepon Yasmin. Ia memang


biasa melakukannya untuk mengecek keberadaan Yasmin. Tapi kali itu
tujuannya lain. Ia senang karena Yasmin ada di rumah.
"Yas, aku mau minta maaf karena sikapku kasar tadi pagi."
"Ya. Nggak apa-apa. Gimana baunya? Sudah hilang?"
"Aku nggak tahu. Kayak apa baunya aja nggak tahu. Orang lain nggak
ngomong apa-apa tuh." "Syukurlah kalau begitu." "Lagi ngapain
sekarang?"
"Ngepak barang. Duh, barang kita kayaknya sedikit tapi kok nggak
selesai-selesai ya?"
"Sudah. Jangan capek-capek. Entar aku bantuin. Aku akan pulang lebih
siang."
"Ya. Baguslah kalau begitu."
Perasaan Hendri melembut tapi juga mengeras kalau ingat hubungannya
dengan Yasmin. Seharusnya, bila muncul rasa sayang, ada keinginan
memesrai. Itu terjadi secara spontan dan tentunya wajar. Tapi ia tidak
bisa melakukannya. Ia terikat pada kesepakatan. Rasanya seperti bukan
suami. Karena itu ia
366
membutuhkan bantuan perempuan bernama Ratih itu. Ratih
menjanjikannya jimat pemikat. Menurut Ratih, jimat itu bisa membuat
Yasmin terpikat padanya hingga tak ada lagi rasa takut. Demikian pula
sakitnya akan punah. Sebaliknya, Yasmin akan menikmati bahkan
ketagihan. Bila itu benar, ia bisa menguasai Yasmin sepenuhnya.
***
Begitu tiba di rumahnya, Rama disambut oleh Rama yang tak segera
berbicara melainkan mengamatinya dulu dari atas ke bawah, seakan
ibunya itu orang asing yang salah masuk rumah.
"Kenapa?" tanya Rama kurang senang. Tapi khawatir juga kalau-kalau
ada yang kurang beres pada penampilannya.
Rama tersipu. Tanpa sadar ia memandangi Rama, ingin menemukan
sesuatu padanya yang bisa menjelaskan apa saja yang dilakukan Ratna

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

semalaman di Motel Marlin. Tapi tentu saja Rama tidak bisa menemukan
apa-apa.
"Oh, nggak, Ma. Apa Mama baik-baik aja di jalan? Nggak capek, Ma?"
"Wah, aku senang banget."
"Senang ya."
Hampir terlontar pertanyaan apa saja yang membuat Ratna senang. Tapi
Rama sempat menahan lidahnya. Bukan saja keingintahuannya tidak akan
terpenuhi, malah akan memancing kemarahan. Biarkan saja ibunya
senang. Itu tentu jauh lebih baik daripada kebalikannya.
"Eh, mana titipan untukku dari Del?" tanya Rama.
Maya segera muncul membawa amplop cokelat
367
yang kemudian disodorkannya pada Rama dan selanjutnya Rama
memberikannya kepada Rama.
"Isinya dua puluh lima juta, kan?"
"Nggak tahu, Ma," sahut Maya dan Rama berbarengan. "Nggak lihat-
lihat isinya."
"Ya. Aku tahu. Isinya masih utuh. Mana mungkin kalian berani mengutil?"
Rama tertawa. Ia melenggang menuju kamarnya dengan menenteng
amplop dan jinjingan belanjaan. Sedang tasnya diambil alih oleh Ipah.
Kedua orang itu beriringan masuk ke dalam.
Rama bertukar pandang dengan Maya. Tiba-tiba Ratna berhenti
melangkah hingga Ipah hampir menubruknya. Cepat-cepat Ipah menyisih
lalu jalan duluan. Rama menoleh kepada Maya. Yang dipandang merasa
gentar.
"Del datang sama siapa?"
"Nggak tahu, Ma. Dikenalin sih, tapi nggak jelas namanya." "Pacarnya?"
"Nggak tahu, Ma. Dia nggak bilang."
"Nanya dong. Nggak tahu melulu," gerutu Ratna, lalu membalik tubuhnya
kemudian meneruskan langkahnya.
Rama segera, menarik istrinya keluar. Sejauh mungkin dari Ratna.
"Dia kan udah tahu. Buat apa nanya," bisik Maya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudahlah. Biarin aja. Jadi isinya duit. Akhirnya si Del nyerah juga ya,"
bisik Rama.
"Lumayan banyak tuh. Untung aja kita nggak lihat-lihat isinya, padahal
aku ingin sekali tahu. Udah menduga sih isinya duit. Cuma jumlahnya aja
nggak tahu," bisik Maya.
368
"Baguslah dia dapat duit. Mudah-mudahan untuk waktu yang lama dia
nggak merongrong kita," bisik Rama.
"Lihat dulu belanjanya apa, Pa. Kalau dia pakai untuk membeli emas
berlian, sebentar aja juga habis." "Ah...," keluh Rama.
Kemarin sore mereka sekeluarga bisa menikmati sedikit kelegaan tanpa
kehadiran Rama di rumah. Tapi mereka tetap tak berani membicarakan
Ratna keras-keras. Takut kedengaran Ipah. Siapa tahu Ipah"
menyampaikan nanti.
Sebenarnya mereka cukup menyadari bahwa Rama yang tampaknya
serbatahu itu mungkin saja bisa tahu apa yang mereka bicarakan tanpa
perlu diberitahu orang lain. Tapi mereka ingin bicara, ingin berdiskusi.
Mereka berharap Rama tidak sebegitu serbatahunya sampai segala
sesuatu terbuka di depannya. Mustahil tidak ada segi manusiawi sama
sekali pada diri Ratna.
Di kamarnya, Rama membenahi barang-barangnya. Isi amplop cokelat
tidak dijenguk, apalagi dihitung. Ia sudah meyakini isinya. Ia
menyimpannya di dalam lemari.
Di luar, Ipah duduk di lantai dekat pintu. Ia terkantuk-kantuk.
Pintu terbuka. Ipah cepat berdiri. Rama muncul, menyodorkan uang
sepuluh ribu.
"Mau beli apa, Bu?"
"Buat kamu. Persenan."
"Terima kasih, Bu."
"Kamu masak apa tadi?" tanya Ratna.
"Sayur asem, goreng ikan jambal, sambel terasi."
"Siapin meja, Pah. Aku mau makan!"
Ipah bergegas ke dapur. Apa yang dimasaknya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

369
khusus untuk Ratna seorang. Ia juga membantu Maya memasak untuk
keluarganya. Semua serba terpisah. Apa yang diperuntukkan bagi Rama
tidak boleh dicicipi atau diambil orang lain, meskipun orang-orang itu
adalah anak, menantu, dan cucu-cucu. Tapi tidak ada masalah baginya
untuk mencicipi atau mencomot masakan Maya. Memang tidak adil. Tapi
tidak ada yang berani memprotes.
370

BAB 35

Kosmas sudah meminta maaf kepada Delia atas peristiwa malam hari
yang memalukan itu dan Delia pun sudah memaafkan, tapi hal itu
sepertinya telah menjadi cacat dalam hubungan mereka yang sulit
diperbaiki. Padahal Delia sendiri bisa menerima perilaku Kosmas itu
sebagai kekhilafan manusiawi yang masuk akal. Namun tidak demikian
dengan Kosmas yang bersikap menjaga jarak dan selalu hati-hati seolah
takut terulang lagi untuk kedua kalinya. Sikap demikian menghilangkan
spontanitas dan kehangatan yang biasanya ada dalam hubungan mereka.
Kalau mereka sama-sama bekerja di kantor, Kosmas menerima tamu dan
Delia mengerjakan akun-tasi, mereka lebih sering diam-diaman. Bicara
seperlunya saja.
Akhirnya Delia tak tahan.
"Kau marah sama aku, Bang?" tanya Delia.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Kosmas balas bertanya. Tampak
heran.
Delia tertegun. Apakah Kosmas pura-pura? Padahal ia mengenal Kosmas
sebagai orang yang tak suka pura-pura. Kalau bicara lebih suka langsung
ke tujuan.
"Jadi nggak marah?"
"Maksudmu?" Kosmas mengerutkan kening.

371

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oooh... peristiwa itu ya? Ah, nggak dong. Kenapa mesti marah? Justru
kaulah yang seharusnya marah padaku karena aku sudah berlaku kurang
ajar."
Delia menjadi sedih. Apakah ia menganggap Kosmas kurang ajar? Atau
Kosmas menilai dirinya sendiri seperti itu?
"Kalau kau tidak marah, kenapa sikapmu dingin seperti itu?" tanya Delia.
"Oh ya? Apakah aku dingin? Kalau aku panas, nanti malah jadi hilang
kendali. Terus kurang ajar."
Delia merasa ada kesinisan dalam ucapan Kosmas. Tapi Kosmas bersikap
biasa-biasa. Menengok kepadanya pun tidak. Delia yakin ada ganjalan
yang dipendam Kosmas tapi tak mau diungkapkannya. Sikap seperti itu
jelas bertolak belakang dengan kegembiraan yang diperlihatkannya
ketika mereka dalam perjalanan pergi dan pulang dari Bandung. Ketika
itu Kosmas mengutarakan banyak rencana yang akan dilakukannya kalau
mereka menikah nanti. Tapi setelah kejadian itu tak sekali pun Kosmas
menyinggungnya kembali.
Pikiran itu menjengkelkan perasaan Delia. Mungkinkah Kosmas menyesali
hubungan mereka? Masa ditolak saja tersinggung seperti itu. Harus
diakuinya ia telah mencubit terlalu keras. Tapi kalau tidak menyakitkan,
Kosmas tidak akan sadar. Apakah Kosmas sebenarnya picik? Mungkin
ada sisi lain dari watak Kosmas yang belum dikenalnya. Tapi ia tidak
yakin akan hal itu.
Delia memutuskan untuk curhat kepada Erwin. Sejak malam itu mereka
belum punya kesempatan untuk berkumpul bertiga lalu mengobrol atau
mendiskusikan sesuatu. Biasanya selalu ada sesuatu untuk dibicarakan.
Masalah motel atau masalah masing-
372
masing. Kesempatan untuk berbincang itu mereka dapatkan di ruang
makan pada saat makan bersama, pagi, siang atau malam. Anehnya
sekarang tak ada kesempatan seperti itu. Selalu ada alasannya. Entah
belum bangun tidur, lagi tidur, atau lagi sibuk. Akibatnya ia sering
makan sendirian atau bersama karyawan lain.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Win, apakah Bang Kosmas pernah cerita soal unek-uneknya tentang


aku?" Delia mulai.
Erwin tampak heran. "Unek-unek apa, Kak?"
"Justru itu yang mau kutanyakan. Barangkah dia curhat sama kau."
Erwin menggeleng. "Nggak ada, Kak. Emangnya ada apa sih antara
kalian?"
Delia merasa heran. Ia mengenal Erwin sebagai orang yang peka.
Mustahil sekarang Erwin tidak menyadari adanya sesuatu yang berubah
dari biasa. Tidakkah Erwin juga merindukan saat-saat akrab mereka
bertiga? Sebenarnya baru hitungan hari, tapi Delia sudah merasa
kehilangan. Apakah kedua orang itu tidak merasakan kehilangan yang
sama?
"Ya sudahlah," Delia menyerah. "Nggak apa-apa, Win. Aku cuma
merasakan adanya kerenggangan."
Delia akan berlalu, tapi Erwin memegang lengannya. Delia terkejut
karena pegangan Erwin seperti cengkeraman yang kuat. Erwin
merasakan sikap Delia lalu melepaskan pegangannya.
"Sori," kata Erwin. "Pasti ada apa-apa. Tak mungkin kau begitu kalau tak
ada apa-apa. Kalian bertengkar?"
Bukan sikap seperti itu yang diharapkan Delia. Sepertinya Erwin cuma
ingin tahu. Bukan tanda perhatian. Delia tidak merasa senang.
"Sudahlah, Win. Kalau kau mau tahu, tanya aja sama Bang Kos."
373
"Bagaimana aku mau bertanya kalau tidak tahu masalahnya?"
"Kalau begitu, tak usahlah bertanya."
Delia terkejut sendiri. Ia telah bersikap judes. Padahal tidak pernah
begitu sebelumnya.
Erwin merengut kesal. Kemudian ia mengangkati bahu. "Ya sudah.
Memangnya siapa yang ingin tahu?" katanya masa bodoh lalu ngeloyor
pergi.
Delia terperangah. Ia bersandar sejenak ke dinding karena tubuhnya
terasa limbung. Hampir ia berlari mengejar Erwin untuk menanyakan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kenapa bersikap begitu. Tapi kemudian ia teringat bahwa ia pun


bersikap tidak menyenangkan.
Erwin sebenarnya ingin tahu. Ia mendatangi Kosmas.
"Bang, ada apa sih antara kau dan Kak Del?"
Kosmas mengerutkan kening. "Ada apa gimana?" ia balik bertanya.
"Aku nanya duluan kok dibalas "nanya?" sahut Erwin.
"Apakah dia mengadu padamu?"
"Kalau dia memang mengadu, pasti aku tahu. Jadi nggak perlu nanya!"
"Sudahlah. Mau tahu urusan orang aja!"
Nada percakapan keduanya semakin meninggi.
"Abang bukan sembarang orang bagiku. Biasanya kita selalu terbuka.
Nggak ada rahasia."
"Nggak harus begitu. Memangnya aku nggak boleh punya privasi?"
"Setelah ada dia, kau sekarang punya privasi, ya?"
"Kau sendiri pindah kamar. Pengen punya privasi. Nah, apa nggak sama?"
"Nggak! Abang tahu semua tentang diriku!"
374
Mereka saling memandang dengan mata melotot.
Di luar kantor, Delia berdiri mendengarkan. Yang di dalam tidak
melihatnya. Ia bukan sengaja mau menguping, tapi bermaksud mengambil
bukunya. Ia mendengar semuanya. Perasaannya menjadi sedih dan
kecewa. Ia cepat berlalu. Tak jadi masuk. Ia takut kemunculannya malah
membuat kedua orang itu meledak. Ia benar-benar tak mengerti.
Bukankah permasalahannya sebenarnya sepele? Kenapa hal kecil
membuat keakraban dua orang yang sudah diawali sejak mereka
mengenal kehidupan menjadi retak? Ataukah itu pertengkaran biasa
yang bisa terjadi pada siapa pun?
Yang membuat Delia sedih adalah dirinyalah yang jadi sebab.
Ketika mendapat kesempatan, ia keluar sebentar mencari telepon umum.
Ia tidak mau menggunakan telepon kantor, karena percakapannya bisa
terdengar oleh Kosmas bila lelaki itu berada di kamarnya. Bisa juga
terdengar oleh Erwin bila dia kebetulan berada di luar tanpa terlihat.
Nanti bisa memicu konflik lain.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia menelepon Yasmin. Selain Kosmas dan Erwin ia masih punya


seorang teman lagi untuk diajak berbagi.
"Kak Del! Tumben! Senang sekali mendengar suaramu!"
Suara Yasmin begitu ceria. Perasaan Delia jadi terhibur. Masih ada
orang yang sayang kepadanya.
"Kebetulan sekali, Kak. Aku sudah pindah ke rumah Papa dua hari yang
lalu. Saking sibuknya membereskan rumah, aku sampai nggak sempat
memberitahu."
"Sekarang sudah beres? Barangkali aku bisa membantu."
375
"Wah, baru aja beres, Kak. Kapan mau main ke rumahku yang baru?"
"Secepatnya, Yas. Aku juga ingin ketemu kau. Pengen ngomong."
Diam sejenak. Lalu dengan nada berhati-hati Yasmin bertanya, "Ada
masalah, Kak?"
"Sebenarnya nggak sih. Pengen curhat aja."
"Kalau gitu sekarang aja, Kak. Aku tunggu. Kebetulan Papa sudah nanyain
tuh. Dia pengen sekali kenalan denganmu."
Semangat Yasmin membuat Delia tersenyum.
"Ah, jangan sekarang. Besok saja, ya?"
"Besok oke. Cuti dong, supaya bisa seharian di rumahku. Kita bisa
ngobrol banyak tanpa ada batasan waktu. Oh ya, Kak, ke mana aja Bang
Erwin?"
"Ada. Kenapa?"
"Sudah beberapa hari dia nggak pernah nelepon aku lagi. Im waktu
masih di rumah lama. Entah sekarang. Dia nggak tahu nomor baruku.
Tapi dia kan punya nomor HP-ku."
"Nanti aku kasih tahu kau udah pindah."
"Barangkah dia udah bosan nelepon aku."
"Ah, masa? Dia nggak pernah ngomong apa-apa."
"Iya deh. Aku nggak nyalahin dia kalau nggak mau nelepon lagi. Mungkin
lebih baik begitu."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Biarpun ucapan itu mengandung keikhlasan, Delia menangkap


kekecewaan. Tampaknya kekecewaan mulai membayangi mereka
berempat. Setelah cuaca cerah, mendung mulai datang.
***
Delia disambut dengan pelukan oleh Yasmin. "Rumah yang bagus," puji
Delia.
376
"Ayo, kita ke tempatku. Aku di paviliun.. Kalau sudah selesai ngobrol,
baru kita ke rumah besar menjumpai Papa. Nggak usah buru-buru ke
sana. Dia lagi latihan fisioterapi dan dipijit."
Yasmin merasakan kemurungan Delia. Ia merangkulnya dengan perasaan
aneh, kenapa situasi bisa berbalik dengan cepat. Dulu dia yang murung
dan putus asa sedang Delia memberi kekuatan dan penghiburan
kepadanya. Sekarang jadi terbalik meskipun ia sendiri tidak merasa
kuat. Ia biasa-biasa saja, hanya situasi dan kondisilah yang membuatnya
kuat. Sebenarnya dulu pun kondisi. Delia tak beda dengannya. Mereka
sama-sama berniat bunuh diri. Jadi sesungguhnya nilai jasa Delia
kepadanya jauh lebih besar dibanding orang yang kondisi kejiwaannya
normal, misalnya Erwin dan Kosmas.
Yasmin senang karena bisa mendapat kesempatan menghibur dan
meredakan kesedihan Delia. Syukur-syukur bisa membantu.
Delia bercerita tentang permasalahan yang dihadapinya. Ia tidak
mengharapkan Yasmin bisa memberinya jalan keluar, tapi dengan
mengungkapkannya ia sudah merasa lebih ringan.
"Kenapa bisa begitu ya, Kak? Apa kau nggak merasa aneh?" tanya
Yasmin.
"Aneh? Entahlah. Aku nggak mau berpikir begim. Kenyataannya aku
merasa jadi orang yang telah memecah belah keakraban mereka.
Padahal semula aku bangga bisa menjadi bagian dari keakraban itu.
Taunya nggak."
"Mereka memang akrab dengan cara yang aneh. Satu pacaran, lainnya
juga. Tapi kalau satu putus, lainnya juga ikut-ikutan. Jangan-jangan
Erwin me-

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

377
mang nggak suka abangnya akan menikah karena dia belum dapat pacar.
Dia jadi merasa tersisih."
"Aku tidak percaya dia seperti itu."
"Tapi kenyataannya begitu."
"Kuakui aku belum terlalu lama mengenal mereka. Tapi kukira bukan
waktu yang menentukan dalamnya pengenalan. Mereka orang yang
terbuka. Jadi cepat kenalnya."
"Entahlah, Kak. Aku susah mengenali orang kecuali pakai hati."
"Ya, aku memang tidak boleh terlalu yakin dengan penilaian terhadap
orang lain. Tapi aku yakin Kosmas mencintai aku. Dia orangnya tulus.
Maka aku heran kenapa dia jadi cuek. Diajak diskusi nggak mau, katanya
nggak ada apa-apa. Tapi diam-diaman seperti menyimpan sesuatu. Kan
nggak enak, Yas. Sama Erwin juga begitu."
"Makanya aku bilang itu aneh."
Delia termenung. Aneh itu sama dengan tidak wajar. Di mana letak
ketidakwajarannya?
"Menurutku, kalau mereka diam-diam saja dan membiarkan kau bingung
sendiri, kau harus berbuat sesuatu, Kak. Masa kau ikut arus saja? Entar
jadi stres dong."
"Maksudmu aku harus melakukan sesuatu?"
"Ya!"
"Tapi aku tidak tahu mesti bagaimana?"
"Mereka pikir kau tergantung pada mereka, makanya mereka
mendiamkan saja tanpa penyelesaian. Kau harus berani untuk keluar dari
sana, Kak. Jangan khawatir tak punya tempat. Tinggallah di sini. Aku
akan senang sekali. Di rumah besar masih banyak kamar yang bisa
kautempati. Gimana, Kak?"
378
Yasmin menatap Delia, berharap mau menerima usulnya.
"Terima kasih, Yas. Kau baik sekali."
"Jadi mau, ya? Mau? Pindahlah secepatnya."
"Aku senang bekerja di sana."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Untuk sementara saja, Kak. Lihat reaksi mereka. Terutama Bang Kos.
Apakah dia mencegah dan keberatan? Ataukah dia setuju tanpa
keberatan?"
Delia berpikir sejenak. "Itu usul yang bagus sekali, Yas. Jalan keluar
yang bagus. Tapi aku masih ingin melihat perkembangannya selama
beberapa hari lagi. Kalau tak bisa diperbaiki lagi, terpaksa aku keluar.
Terima kasih, Yas. Dengan adanya jalan keluar ini aku jadi lega. Nggak
bingung lagi."
"Kalau begitu aku siapkan kamarmu dari sekarang. Jadi kau tinggal
masuk. Ayo kita temui Papa sekarang!"
Delia berkenalan dengan Winata. Keduanya saling tatap dan
mempelajari.
"Terima kasih karena kau telah membujuk Yas," kata Winata.
"Itu bukan apa-apa, Pak."
"Bagiku itu sesuatu yang besar sekali artinya. Dan seingatku, dulu Yas
itu sulit punya teman. Kalau sekarang bisa punya sahabat, itu pun
sesuatu yang bermakna. Aku pikir, mendapat sahabat itu seperti
mendapat jodoh."
"Betul, Pak. Nasib mempertemukan kami," sahut Delia.
"Nasib?" Winata membuka matanya lebar-lebar. "Ya, kami ketemu di
rumah sakit, Pa," sahut Yasmin.
Sesudah bicara Yasmin terkejut karena kelepasan. Lalu buru-buru
melanjutkan, "Kak Del dirawat di
379
rumah sakit yang sama, Pa. Dia juga mengalami kecelakaan."
"Wah, sekarang sudah sembuh benar?"
"Sudah, Pak," jawab Delia. Ia merasa kurang enak telah membohongi
orang ma
Yasmin tersenyum saja. Sekalinya berbohong, harus jalan terus. Yang
penting tujuannya, begitu ia meyakini.
"Sekarang kerja atau ibu rumah tangga?" "Saya kerja di Motel Marlin,
Pak," jawab Delia. "Motel?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Dia ngerjain akuntansi, Pa. Kak Del itu sarjana akuntansi," sahut
Yasmin.
"Oh, begitu. Nanti sering-seringlah main ke sini, Del. Kalau libur ke sini
saja." Winata mengundang.
"Terima kasih, Pak."
Delia berpikir, seharusnya Yasmin bicara dulu dengan ayahnya sebelum
mengajaknya tinggal di situ. Biarpun rumah itu besar dan berkamar
banyak, ketumpangan seseorang yang belum begitu dikenal bisa
mengganggu.
Sebelum pergi Delia menyampaikan hal itu kepada Yasmin.
"Jangan khawatir. Papa pasti senang menerimamu."
"Kalau dia sehat mungkin saja senang. Tapi dia kan sakit, Yas. Orang
sakit itu membutuhkan ketenangan."
"Memangnya kau suka bikin ribut? Aku yakin Papa pasti senang
mendapat tambahan teman. Apalagi dia suka sama kau."
"Tapi dia nggak ngomong sendiri, kan?" Delia tersenyum.
Setelah Delia pergi, Yasmin berlari masuk untuk menemui ayahnya.
380
Winata sedang membicarakan Delia dengan Aryo. "Delia itu simpatik.
Matanya ramah. Tapi ada kesusahan dan penderitaan di sana."
"Wah, Bapak sekarang pintar menilai orang!" seru Aryo kagum.
"Aku semakin tua dan semakin dekat ke liang kubur, Yo. Dalam keadaan
seperti ini mata bukannya jadi semakin rabun, tapi semakin jeli! Pikiran
pun begitu. Gejala apa, Yo?"
"Bapak jadi semakin bijak," jawab Aryo diplomatis.
Kemudian Yasmin datang bergabung. Karena tak ada larangan dari Delia,
ia bercerita tentang riwayat Delia kepada ayahnya. Yang ia sembunyikan
adalah niat Delia untuk bunuh diri karena bisa membongkar rahasianya
juga.
Winata merasa takjub mendengarnya. "Tuh, bener nggak, Yo! Aku bilang
juga apa. Ada kesusahan dan penderitaan di mata Delia."
"Betul, Pa. Rumahnya yang besar, tokonya, mobilnya, semua dia jual. Lalu
sebagian besar dia sumbangkan untuk yayasan sosial dan panti-panti.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tapi uang hasil penjualan mobilnya dia berikan pada mertuanya, nenek
sihir itu. Uangnya sendiri tinggal sedikit. Akhirnya dia bekerja di motel
itu."
"Wah, seram amat ya? Apa bener ada orang seperti nenek itu?"
"Nyatanya ada, Pa. Ini bukan dongeng. Katanya sekarang nenek sihir itu
berubah fisiknya jadi jauh lebih muda. Genit dan senang dandan."
"Kalau gitu dia mintanya sama iblis."
"Dikasih gratis, Pa?"
"Mana mungkin. Pasti ada tukarannya."
"Jadi budak gitu, Pa?"
"Ya. Kira-kira begitu."
381
"Tapi Kak Del sekarang udah nggak takut lagi sama nenek itu. Dia udah
punya kiatnya." "Apa?"
"Rajin berdoa." "Wah, itu bagus"
"Sekarang dia perlu bantuan kita, Pa." Yasmin menceritakan kesulitan
Delia. "Aku setuju dengan idemu itu. Ajaklah dia tinggal di sini!"
Yasmin memeluk ayahnya dengan gembira. Ia ingin sekali menelepon
Delia saat itu juga untuk memberitahu bahwa ayahnya pun mendukung.
Tapi Delia tidak punya ponsel. Ia tak ingin menelepon ke motel. Yang
bisa dilakukannya hanyalah menunggu sampai ada berita dari Delia.
382

BAB 36

Ketika Delia kembali ke motel, hari sudah sore. Ia menemui Kosmas di


kantor. "Hai!" sapa Delia.
Kosmas mengangkat sedikit kepalanya. Ia tersenyum tipis. "Hai!"
sambutnya.
Delia duduk di sudut. Kosmas tidak mendekatinya. Ia terus saja
menekuni buku tamu seakan ada yang penting di sim. Delia merasa
disepelekan. Tak tampak keingintahuan atau perhatian seperti yang
biasa diperlihatkan Kosmas kepadanya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Banyak tamu yang masuk, Bang?"


"Lumayan. Yang banyak tamu kencan siang," sahut Kosmas.
"Kau capek, Bang?"
"Ah, nggak. Kenapa nanya begim?"
"Kau kelihatan lesu dan pucat. Mau istirahat? Bisa kugantikan
sebentar," Delia menawarkan.
"Ah, aku nggak apa-apa. Kau kan libur hari ini. Pergilah manfaatkan
waktumu."
"Siapa yang nanti menggantikanmu? Erwin atau Adi?"
"Erwin."
"Kalau sudah selesai nanti kita bicara ya, Bang?" kata Delia dengan nada
ringan.
Kosmas menatap Delia. "Bicara apa sampai harus tunggu nanti? Sekarang
aja."
383
"Kalau sekarang bisa terganggu tamu yang datang. Aku nggak mau
disela."
"Ngomong saja sama Erwin."
"Ini mengenai kita berdua. Nggak ada urusannya dengan Erwin."
"Baiklah. Nanti."
Delia berdiri. Saat berjalan keluar, ia melewati Kosmas. Tapi Kosmas
tidak bergerak dari tempatnya. Pria itu tidak mengulurkan tangan untuk
meraih lengan Delia. Seolah tidak peduli, ia kembali menundukkan kepala
mengamati buku tamu di atas meja.
Delia melirik Kosmas sejenak lalu melangkah cepat-cepat. Ia semakin
yakin akan adanya sesuatu yang terpendam.
Setelah Delia berlalu, Kosmas mengangkat kepalanya. Wajahnya terlihat
murung. Ia melayangkan pandang jauh ke depan, ke halaman parkir.
Menerawang tanpa arah pasti. Ketika tatapannya kembali ke dalam
ruangan, tampak kegusaran di wajahnya.
"Aku tahu apa yang mau kaulakukan!" gumamnya.
Delia mencari Erwin. Biarlah ia bicara dulu dengan Erwin. Selama ini
Erwin sudah dianggapnya sebagai adik. Ia ingin mengikutsertakan Erwin

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

dalam permasalahannya dengan Kosmas. Kadang-kadang Erwin terkesan


lebih bijak daripada Kosmas.
Seseorang mengatakan, Erwin berada di kamarnya. Delia mengetuk
pintunya. Pelan saja. Tak ada sahutan. Lebih keras. Tak pula ada
sahutan. Jangan-jangan Erwin tak ada di situ. Meskipun merasa lancang,
Delia membuka pintu.
Erwin sedang duduk bersila di lantai yang dialasi tikar. Jelas ia sedang-
bermeditasi. Posisinya menyamping dari letak pintu.
Delia merasa telah mengganggu. Buru-buru ia
384
menutup pintu kembali. Belum sempat pintu merapat, ia mendengar
suara. "Ada apa?"
Suara Erwin terdengar lebih berat dari biasanya. Delia ragu-ragu
sejenak. Hendel pintu masih dipegangnya.
"Maaf, Win. Nanti saja," katanya.
"Tunggu!"
Delia melebarkan daun pintu. Erwin masih bersila tapi kepalanya
berpaling. Wajahnya diarahkan kepada Delia.
"Ada apa?" tanya Erwin.
Delia terkejut karena suara dan ekspresi wajah Erwin mengandung
kekesalan. Jelas merasa terganggu. Delia merasa bersalah.
"Maaf, Win. Nggak apa-apa. Maaf."
Delia kembali menutup pintu, lalu bergegas menuju kamarnya. Setengah
berlari. Ada kecemasan kalau-kalau dikejar. Padahal tak ada siapa-siapa
di belakangnya. Setelah menutup pintu, ia bersandar dengan
memejamkan mata. Entah kenapa muncul rasa takut. Perasaan yang
sudah amat dikenalnya. Apakah itu berarti Ratna masih saja mengejar
dan tetap berniat menghancurkannya? Uang dua puluh lima juta pastilah
dianggapnya kurang!
Buru-buru Delia bersila di lantai. Ia bermeditasi, mencoba mengusir
perasaan itu dan menjernihkan pikirannya. Lalu ia berdoa.
Konsentrasinya mendalam. Ia sampai setengah sadar, setengah
melayang. Tapi ia masih bisa mendengar pintunya yang tak dikunci

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

terbuka pelan-pelan. Ia tidak menoleh atau memandang ke arah pintu.


Bahkan berusaha keras untuk tidak peduli. Setelah beberapa saat, pintu
terdengar ditutup.
385
Delia tidak beranjak atau mengubah posisi. Ia juga tidak mencoba ingin
tahu siapa yang barusan membuka pintu kamarnya. Mungkin orang itu
pergi karena tak ingin mengganggu. Tapi kenapa tidak mengetuk dulu
seperti yang tadi dilakukannya di kamar Erwin?
Setelah selesai, Delia merebahkan diri. Pikirannya menjadi lebih tenang
dan terkendali. Ia bisa kembali berpikir tentang Ratna tanpa panik dan
takut. Sekarang ia tidak lagi memikirkan ancaman Ratna terhadap
dirinya melainkan terhadap Kosmas dan Erwin! Seharusnya Ratna tidak
mengganggu kedua orang itu karena mereka tidak punya urusan
dengannya.
Delia keluar dari kamar untuk menyiapkan makan malam. Tapi Bu Sofi
sudah menyelesaikan semuanya. Lalu ia pergi mandi. Tapi setelah selesai
dan kembali ke ruang makan, terheran-heran ia melihat Kosmas dan
Erwin sedang makan berdua. Mereka tak menunggu dirinya untuk makan
bersama seperti biasanya. Masih ada lagi yang terasa berbeda. Kedua
orang itu tampak akrab setelah sebelumnya kelihatan saling menjaga
jarak. Mestinya itu sesuatu yang menyenangkan. Tapi Delia jadi merasa
semakin terkucil. Kenapa mereka tak menyertakan dirinya?
Erwin menunjuk kursi yang biasa diduduki Delia. "Ayo makan, Kak,"
katanya dengan mulut penuh. "Ayo," sambung Kosmas.
Hanya itu ajakan mereka. Keduanya melanjutkan makan tanpa
memandang kepadanya. Delia termangu sejenak. Ia memang diajak, tapi
rasanya ada yang kurang. Laparnya hilang seketika. Ia melangkah pergi.
Sengaja berjalan lambat-lambat, berharap dipanggil. Tapi tak ada yang
memanggilnya. Ketika ia menoleh,
386
ternyata tak ada yang memandang kepadanya. Kedua orang itu terus
saja makan seolah itu yang terpenting.
Delia pergi ke kantor. Adi di sana. "Kau sudah makan, Di?" "Belum."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Pergilah makan dulu. Aku gantiin." "Ibu sudah?" "Belum lapar, Di."
Adi pergi. Delia duduk dan mengamati buku tamu. Ia membalik-balik
halamannya. Setiap kali matanya selalu tertuju kepada nama Ratih
Sutisna dari Cianjur yang menempati kamar nomor 5. Lalu ia teringat
pada bau tak enak yang tercium di kamar itu pada hari pertama
penghuninya keluar. Ratih-Ratih. Ratna-Ratna. Mirip.
Pada hari itu Delia tidak bisa menjumpai Ratna di rumahnya di Bandung
karena katanya sedang keluar. Ke mana? Maya tidak mau mengatakan
padahal sebenarnya tahu. Pasti dia sudah dipesan agar tidak
memberitahu. Ratna sudah tahu Delia akan datang. Kenapa sengaja
menghindar dari pertemuan dengannya? Ratna malah pergi. Jangan-
jangan disengaja.
Pikiran itu benar-benar mengganggu. Terus-menerus menerpa Delia,
menuntut jawaban.
Adi datang untuk menggantikannya kembali. Tapi Kosmas dan Erwin
tidak muncul. Delia pergi ke kamarnya dulu untuk mengambil dompetnya
lalu kembali ke kantor. Adi masih sendiri di situ.
"Di, aku mau ke luar sebentar ya?"
"Baik, Bu." Adi merasa tak patut bertanya ke mana. Di luar sana ada
banyak kegiatan. Ada restoran, warung, toko, dan sebagainya.
Delia pergi ke wartel. Ia bermaksud menghubungi
387
Donna di Bandung. Bila menggunakan telepon kantor, ia akan membebani
dengan biaya interlokal.
Yang menerima telepon adalah Maya, ibu Donna. Delia sudah mengenal
suara Donna. Jadi suara yang didengarnya bisa suara Maya atau Ines,
adik Donna.
"Bisa bicara dengan Donna, Tante? Saya Susi, temannya," sengaja Delia
berbohong. "Tunggu sebentar ya."
Lalu terdengar suara Donna. "Ini Susi yang mana ya?"
"Don, ini Tante Del! Jangan sebut namaku!" "Oh ya. Susi yang itu!" seru
Donna. "Mamamu masih dekat situ?" "Ya. "

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sekarang kau cukup jawab seperlunya saja, Don. Hati-hati. Apakah


Nenek pergi ke Jakarta dua hari yang lalu?"
"Ya. Betul sekali. Dia mau jalan-jalan katanya. Heboh deh, Sus. Di sana
dia nginep lho," suara Donna bergaya orang menggosip.
"Apakah kau tahu di mana dia menginap?"
"Tahu bener. Pada heboh."
"Apa dia menginap di hotel?"
"Bukan. Yang mirip sama itu."
"Motel?"
"Ya. Namanya berawal dengan huruf M." "Motel Marlin?"
"Betul sekali! Perkiraanmu tepat!" "Baiklah. Terima kasih ya, Don."
"Kapan mau ke Bandung, Sus?" "Nanti kalau sempat. Pokoknya kau
kuhubungi. Sudah ya. Daaah!"
Delia kembali ke Motel Marlin dengan perasaan
388
sedih. Ia sudah tahu sekarang apa yang dituju Ratna. Perempuan itu
memang tidak puas. Awalnya yang dikehendaki hanya materi. Sesudah
itu tambah yang lain.
Kosmas menyambut Delia di pintu gerbang. Lalu mereka jalan bersisian.
"Dari mana?" tanya Kosmas.
Delia tahu tak mungkin berbohong. Pasti Kosmas sudah melihat
kepergiannya dan ke mana arahnya,
"Dari wartel. Nelepon ke Bandung."
"Kenapa nggak pakai telepon kantor aja?"
"Nggak apa-apa. Katanya di wartel lebih murah."
"Mungkin kau tak ingin didengar, ya?"
Delia terkejut oleh pertanyaan sinis itu.
"Ah, nggak begitu, Bang. Aku cuma ingin berhemat."
"Nelepon siapa di Bandung?"
"Donna. Aku nitip rumah kontrakanku."
"Oh begitu."
Delia masih bimbang apakah ia akan memberitahu Kosmas dan Erwin
perihal informasi mengenai Ratna tadi. Betapa terkejutnya mereka

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kalau tahu bahwa salah seorang tamu mereka adalah Rama! Tetapi
situasi sekarang tidak sama dengan sebelumnya. Kali ini Delia tidak tahu
dan tidak bisa memperkirakan seperti apa reaksi kedua orang itu.
Apakah mereka akan memercayainya? Sekarang Kosmas dan Erwin
berbeda. Orangnya memang sama, tapi suasana hati mereka lain.
"Tadi katanya mau ngomong," kata Kosmas.
"Aku makan dulu ya, Bang. Lapar," kata Delia terus terang. Sekarang ia
merasa benar-benar lapar. Sepertinya ia akan berjuang dan untuk itu
diperlukan kekuatan.
389
"Kukira kau nggak mau makan. Atau memang sengaja nggak mau bareng-
bareng?"
Delia terkejut. "Itu tuduhan yang jelek, Bang!"
"Habis tadi ngeloyor begitu aja. Katanya pengen kumpul kayak dulu.
Sekarang malah kau yang menghindar."
"Bukan begitu, Bang. Ah, perlukah kujelaskan sekarang?"
"Sudah. Makanlah dulu."
Kosmas mempercepat langkah, meninggalkan Delia. Melihat itu Delia
sengaja memperlambat langkahnya. Ia langsung ke ruang makan. Bu Sofi
baru membenahi meja.
"Wah, Bu Del belum makan, ya?" Bu Sofi terkejut. "Sayurnya tinggal
sedikit. Kuah melulu."
"Nggak apa-apa, Bu. Yang penting kenyang."
"Masih ada telor asin dan keripik tempe. Mau, Bu?"
"Mau. Bu Sofi udah makan?"
"Semuanya udah pada makan. Tinggal Bu Del sendiri. Makanya
kehabisan."
Ketika Delia sedang makan, Erwin datang lalu duduk di sebelahnya.
"Makan, Win?" Delia menawarkan.
"Kan udah tadi. Kenapa sih tadi kau nggak mau makan bareng kami, Kak?
Marah sama Bang Kos atau sama aku?"
"Dua-duanya nggak. Tadi suasana hatiku nggak enak. Kalian makan
duluan. Nggak nunggu aku."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi kami mengajakmu, kan?"


"Kalian mengajak karena aku sudah ada di dekat kalian. Itu kan beda."
"Jadi ngambek, kan?"
"Sebetulnya nggak begitu. Justru aku berpikir kalian berubah sikap
terhadapku."
390
"Soal makan aja diributin."
"Bukan cuma soal makan, Win. Aku punya feeling nggak enak. Sejak
kemarin-kemarin. Aku mau ngomong sama Bang Kos. Sama kau. Tapi
kalian bersikap sinis."
"Oh ya? Sinis gimana sih? Aku nggak ngerti."
Delia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Lalu Kosmas datang
bergabung. Delia merasa senang. Ia cepat-cepat menghabiskan
makannya. Sekarang mereka bertiga lagi. Ini kesempatan baik.
"Tadi aku ke wartel nelepon Donna di Bandung. Sebenarnya bukan bicara
soal rumah. Sori tadi ngomong gitu, Bang. Sekarang kita ngomong
bertiga dengan suasana yang lebih nyaman. Begini. Tadi kuamati buku
tamu. Tatapanku terus-terusan mengarah ke nama Ratih Sutisna di
kamar nomor 5 itu. Aku ingat bau tak enak di situ. Ingat, Win? Ada
perasaan tak nyaman mengenai tamu itu. Aku juga berpikir tentang
Ratna yang tidak ada di rumah, Bang Kos. Dia tahu aku mau datang, kok
malah pergi. Donna memberitahu ke mana perginya. Tahu ke mana?
Motel Marlin!"
Delia menikmati kejutan di wajah Kosmas dan Erwin. Tapi tidak lama.
Setelah kejutan lenyap, mereka tertawa.
"Jadi Ratna itu sama dengan Ratih?" tegas Erwin. "Tapi dia tidak lebih
tua darimu, Kak!"
"Ah, kau lupa rupanya. Bukankah penampilannya sudah berubah?"
"Iya. Sudah dioperasi plastik," gurau Kosmas tertawa.
"Bang, ini serius," kata Delia.
"Jadi menurutmu, dia tahu semuanya? Apa dia
391
punya semacam cermin ajaib, gitu?" tanya Kosmas. Masih bernada gurau.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Erwin tersenyum. Tapi Delia merasa kesal. Ia berharap bisa


membicarakan masalah itu dengan serius.
"Aku sudah bilang. Dia belum tentu puas dikasih duit, Del," kata Kosmas.
"Kau sudah bilang? Bilang apa sih?" Delia heran.
"Lupa ya? Aku bilang, sesudah dikasih duit entar dia nuntut yang lain."
"Menuntut apa maksudmu?"
"Menuntut nyawamu!" kata Kosmas datar. Tak ada emosi dalam sikapnya.
Delia terkejut. Ia menatap Kosmas, tak percaya pada apa yang
didengarnya. Kosmas memalingkan muka.
"Kalau dia benar datang ke sini, apa yang dia tuju? Ratih itu bilang dia
hanya jalan-jalan dan belanja. Tampangnya sama sekali tidak
mengesankan nenek sihir," kata Erwin.
Delia merasa kecewa karena Erwin tidak bereaksi atas kata-kata yang
diucapkan Kosmas tadi. Menurutnya, Kosmas mengucapkannya dengan
tega.
"Mana aku tahu apa yang dia mau lakukan di sini.. Itu harus kautanyakan
kepadanya," sahut Delia tajam.
"Aku kan nggak mungkin bertanya kepadanya. Setidaknya kau bisa
memberi pendapat," kata Erwin.
"Aku khawatir dia berniat jahat."
"Jahat gimana? Meninggalkan bau?" Kosmas tertawa.
"Aku tahu sekarang!" seru Delia tanpa memedulikan gurauan Kosmas.
"Dia telah membuat kalian berubah!"
392
"Berubah?" tanya Kosmas dan Erwin berbarengan.
"Aku barusan melihat cermin. Tapi wajahku masih yang dulu," kata
Kosmas.
"Aku juga," Erwin menyambung.
"Bukan itu. Sikap kalian yang berubah," Delia mencoba bersabar.
"Pertama, Bang Kos jadi dingin kepadaku."
"Oh ya? Berapa derajat?" tanya Kosmas.
Di mata Delia sikap Kosmas itu memuakkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kedua," Delia melanjutkan, "kalian berdua bertengkar karena aku.


Sebelumnya tak pernah."
Kosmas dan Erwin berpandangan.
"Ah, masa iya?" bantah Erwin. "Apa betul kita bertengkar, Bang?"
"Nggak. Kapan itu?" tanya Kosmas.
"Aku dengar sendiri. Itu terjadi sehari sesudah kepulangan kita dari
Bandung, Bang. Mungkin aku terlalu sensitif tapi aku bisa merasakan
perubahan sikap kalian kepadaku. Kalau memang benar kalian berubah
tanpa dipengaruhi siapa-siapa, itu berarti kalian menyesali kehadiranku
di sini."
Kosmas dan Erwin termangu.
Sikap mereka semakin mengecewakan Delia. Sebenarnya Delia ingin
mereka spontan membantah dugaannya.
"Jadi sebelum terjadi sesuatu, lebih baik aku pergi saja," kata Delia.
"Pergi ke mana?" tanya Kosmas.
"Aku masih punya seorang teman."
"Yasmin, kan?" kata Erwin. "Dia sudah pindah rumah. Katanya rumahnya
bagus dan besar. Pasti jauh lebih menyenangkan tinggal di sana daripada
di sini."
"Sadarkah kau bahwa ucapanmu itu sangat sinis,

393
Win?" tanya Delia. "Tidak biasanya kau seperti itu. Sekarang kalian
berdua benar-benar tak punya perasaan."
"Tapi aku tidak merasa berubah," kata Kosmas. "Kau, Win?"
"Aku juga nggak," sahut Erwin ragu-ragu. Wajahnya menampakkan
kebingungan. Tapi di mata Delia, bisa jadi itu kepura-puraan belaka.
"Begini saja," kata Delia. "Apa kalian ingin aku pergi?"
"Kalau kau yang ingin, kami tidak berhak melarang!" sahut Kosmas. "Iya
kan, Win?"
"Iya," kata Erwin. "Setiap orang berhak mencari yang lebih baik."
Delia mengeluh dalam hati. Orang-orang ini tak punya logika.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bukan begim, Win. Aku ingin kita sama-sama introspeksi. Mungkin


kepergianku membuat suasana di sini lebih tenteram."
"Apa itu berarti kita putus?" Kosmas bertanya gusar.
"Tentu tidak. Hanya mendinginkan suasana."
"Dingin lagi! Dingin lagi!" seru Kosmas.
"Sabar, Bang!" bujuk Erwin. "Biarlah Delia pergi untuk sementara.
Mungkin memang itu cara terbaik."
Nada suara Erwin membuat Delia mengamatinya dengan cermat. Apakah
Erwin sudah pulih? "Kapan kau mau pergi?" tanya Erwin. "Besok saja."
Delia berlalu. Kosmas menatapnya dengan geram. Erwin menepuk-nepuk
punggungnya.
Masih sempat Delia mendengar hardikan Kosmas kepada Erwin.
Langkahnya terhenti sejenak.
394
"Sudah! Jangan munafik! Kau pasti senang kalau aku putus! Maumu kita
senasib terus, kan?" Delia berlari ke kamarnya.
395
BAB 37

Sejak Kepulangannya dari Jakarta, Ratna semakin terlihat cantik dan


menor. Biarpun berada di rumah, ia tetap berdandan. Pakaian yang
dikenakannya selalu menampakkan lekuk liku tubuhnya. Tapi bukan hanya
di segi penampilan, kelakuannya pun lebih berani. Hal itu menimbulkan
masalah baru bagi Rama.
Dulu Ratna tak pernah meninjau bengkelnya. Sekarang ia sering mondar-
mandir di situ. Berlagak seperti mandor. Lihat ini-itu. Tanya ini-itu.
Sering juga hanya mengamati. Ia menimbulkan bisik-bisik di antara para
montir. Juga tatapan iseng. Tapi Ratna tampaknya senang dicandai. Ia
menanggapi canda vulgar dengan canda yang lebih vulgar lagi.
Suatu kali Rama terkejut ketika ia mendapati ke mana arah tatapan
Rama kerap kali tertuju, yaitu ke bokong para montir yang sedang
membungkuk atau menungging! Rama sangat malu dan berharap tak ada
orang lain melihat hal yang sama. Tentu saja ia tak berani melarang atau

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mengkritik Rama. Satu-satunya hal yang terasa meringankan adalah para


montir tidak tahu bahwa Ratna yang sekarang ini sama dengan Ratna
yang dulu. Jadi bukan ibunya. Kalaupun diberitahu, siapa yang akan
percaya?
Rama melaporkan hal itu kepada semua saudaranya. Tapi seperti dirinya,
mereka pun tidak berdaya mela-
396
kukan sesuatu. Mereka hanya bisa menghibur Rama dan keluarganya, dan
meminta mereka bertahan. Habis mau apa lagi? Sebenarnya mereka juga
takut kalau-kalau nanti terjadi sesuatu yang memalukan. Suatu skandal
misalnya.
Hal lain yang ditakuti Rama adalah kalau-kalau Ratna minta ditemani lagi
ke Jakarta. Ia benar-benar kapok. Di sana ia mendapat pengalaman
paling aneh yang tak ingin dijalaninya lagi untuk kedua kali. Keluarga dan
semua saudaranya sangat takjub mendengar ceritanya. Juga bertambah
takut.
Komunikasi di antara Ratna dan anggota keluarganya nyaris tak ada lagi.
Semua anak, menantu, dan cucu lebih suka menghindar, takut diajak
bicara dan takut disuruh-suruh. Masih mending kalau disuruh melakukan
sesuatu yang wajar, kalau tidak? Misalnya seperti yang dialami Rama.
Hanya Donna yang masih punya keberanian. Tapi tak ada yang mau
mengikuti langkahnya. Donna pernah mendapat hukuman dari Rama tapi
berhasil lepas. Bagaimana kalau tak berhasil?
Bi Ipah masih bertahan menemani Ratna. Sebenarnya bukan karena gaji
lumayan yang diterimanya, tapi lebih disebabkan oleh ketakutan. Ia tahu
apa saja yang dialami anggota keluarga Rama. Jadi ia tak mau mengalami
nasib sama. Ia toh bukan apa-apanya Ratna hingga beban batin boleh
dikata tak ada. Lama-lama ia semakin yakin bahwa dirinya aman-aman
saja karena Rama membutuhkannya.
Dalam keadaan tertekan itu Rama sangat senang ketika Ratna
menyuruhnya mencarikan rumah kontrakan. Uang yang diperoleh Ratna
dari Delia akan digunakannya sebagian untuk mengontrak rumah selama
setahun. Sisanya masih cukup untuk meme-

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

397
nuhi kebutuhannya yang lain. Paling tidak untuk sementara.
"Rumahnya yang kecil saja, Ram. Buat aku dan Ipah doang. Tapi jangan
jauh-jauh dari rumah ini supaya aku gampang ke sini sewaktu-waktu,"
pesannya.
Rama tidak bertanya kenapa tiba-tiba Ratna ingin pindah rumah. Ia
sudah belajar untuk tidak bertanya.
Tapi Ratna masih sempat berkata, "Seharusnya kalian yang pergi karena
ini rumahku. Tapi aku masih punya rasa kasihan. Mau ditaruh di mana
bengkelmu nanti?"
Ucapan itu membuat Rama sedih dan gusar. Padahal Ratna memang tak
ingin tinggal di rumah yang besar karena ia cuma berdua. Rumah terlalu
besar hanya merepotkan dan melelahkan.
Rama dan semua saudaranya bersemangat mencari rumah dimaksud.
Meskipun jaraknya tidak jauh, yang penting Ratna tidak lagi serumah.
Sudah tentu Maya pun senang meski berusaha keras menyembunyikan.
Ia takut kalau-kalau rasa senangnya bisa membuat gusar Ratna.
Memang ada eksesnya bagi Rama, yaitu ia tidak lagi menerima uang iuran
dari semua saudaranya, karena uang itu akan langsung ke tangan Ratna
yang akan mengelolanya sendiri untuk biaya kebutuhannya sehari-hari.
Tetapi bila dibandingkan dengan kelegaan batin, uang menjadi tidak
berarti.
Rama dan saudara-saudaranya membiarkan saja sepak terjang Ratna
dan mengabulkan apa pun yang dikehendakinya. Tanpa protes dan tanpa
tanya-tanya. Mereka sama sekali tidak mengkhawatirkan sang ibu yang
hidup terpisah. Orang seperti Ratna tidak perlu dikhawatirkan
398
Sementara itu, satu hal yang perlu dimiliki semua orang yaitu kartu
identitas atau KTP untuk Ratna sudah selesai dibuat. Dengan
penampilannya yang baru Ratna membutuhkan KTP baru dengan fotonya
yang terbaru! KTP itu mencantumkan tanggal kelahiran yang dimajukan
20 tahun! Ia tak lagi membawa-bawa KTP lamanya yang berlaku seumur
hidup. Tidak mungkin lagi baginya bertahan dengan KTP lama. Siapa yang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

akan percaya bahwa dirinya adalah orang yang sama dengan foto yang
tercantum? Juga dengan tanggal kelahiran lama yang menyatakan
usianya sudah tujuh puluh tahun?
Sudah tentu KTP baru itu aspal, asli tapi palsu. Rama menyuruh
seseorang yang menjadi spesialis pembuat KTP aspal dengan biaya
tertentu. Sama sekali tidak sulit asal ada uang dan ada orang yang
mendewakan uang.
Perlahan tapi pasti, anggota keluarga Ratna tidak lagi memandangnya
sebagai ibu dan nenek mereka, tapi semata-mata orang lain meskipun
mereka tetap memanggilnya "Mama" dan "Nenek". Tentu Rama
mengetahui hal itu. Ia menyadari, kini ia kehilangan anak dan cucu, juga
kasih sayang yang selayaknya ia dapatkan. Yang dimilikinya cuma
penguasaan atas diri mereka. Tapi itu tidak jadi masalah baginya. Ia
tidak membutuhkan kasih sayang mereka. Ia menikmati kehidupannya
yang sekarang beserta segala kemungkinan yang bisa diraihnya. Kalau
punya ilmu, siapa yang membutuhkan orang lain?
Masih dalam minggu itu juga Ratna mendapatkan rumahnya yang
terletak di Jalan Angsana. Tak terlalu jauh tapi juga tak terlalu dekat
dengan rumah Rama. Semua saudara Rama membantu memindahkan
barang-barang Ratna. Ternyata barang-barang itu ba-
399
nyak sekali, dari perabot kamar mandi, perabot dapur, perabot kamar
tidur, sampai perabot ruang tamu. Kebanyakan adalah perabot lama yang
dimilikinya. Termasuk kulkas ma yang sudah berkarat, yang selama ini
digunakan juga oleh keluarga Rama, dibawanya serta, padahal ia bisa
membeli yang baru. Rumahnya yang kecil menjadi padat. Sebaliknya,
rumahnya yang ditempati Rama sekeluarga menjadi kosong melompong
karena besar tapi kekurangan perabot.
"Kita bisa main bola di ruang tamu," kata Boy.
"Nanti meja pingpong yang disimpan di gudang Oom Ridwan bisa
dipasang di sini!" seru Lisa.
"Horeee...! Horeee...!"
Kedua anak itu melompat-lompat gembira.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maya meredam tingkah mereka. "Jangan berlebihan senangnya! Ingat.


Di sana Nenek cuma ngontrak setahun. Kalau nggak betah, dia akan
kembali ke sini."
"Mudah-mudahan dia betah ya, Ma," harap Lisa.
Maya tersenyum. Tentu saja dia juga berharap begitu.
"Aku senang kau bisa tersenyum lagi," bisik Rama.
"Eh, sekarang kau nggak perlu berbisik," kata Maya tertawa.
Mereka mengunci kamar yang semula ditempati Ratna lalu menyimpan
kuncinya. Mereka tak ingin memeriksa meskipun tahu kamar itu sudah
kosong. Anak-anak pun tak diizinkan masuk biarpun cuma sebentar.
Setahun itu tidak lama. Tapi siapa bisa meramal apa yang mungkin
terjadi dalam waktu itu?
***
400
Setelah rumah barunya rapi, Rama segera menghubungi Hendri lewat
SMS. "Aku pindah ke Bandung. Jl. Angsana nomor 2. Datanglah Sabtu!
Jimat selesai."
Pesan itu diterima Hendri dengan gembira. Sebelumnya ia sudah
berulang kali mengirim SMS menanyakan jimat pemikat atau jimat
penakluk yang dijanjikan Rama untuknya. Ia menganggap Ratna berutang
karena ia sudah memuaskan libido Rama tapi tidak mendapat imbalannya.
Padahal ia tahu betul, tanpa imbalan pun ia mau melakukannya karena ia
sendiri terpuaskan. Bahkan ia merindukannya setiap saat. Apalagi kalau
kehausan itu datang. Tak ada perempuan bisa menandingi Ratna atau
Ratih. Setiap kali pesannya dibalas oleh Rama bahwa jimatnya belum
selesai. Hendri harus bersabar.
Ia memerlukan jimat itu untuk menaklukkan Yasmin. Ia memang ingin
menguasainya. Ia percaya bahwa perempuan dengan masalah seks
seperti Yasmin pada awalnya memang dingin, tapi kalau sudah berhasil
ditaklukkan dalam arti mendapat kenikmatan seksual, ia akan berbalik.
Suatu lompatan besar akan dilakukannya. Dari perempuan frigid menjadi
hiperseks!

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kemudian Delia ikut menumpang di rumah itu. Padahal sebelumnya


Hendri tidak diberitahu. Boro-boro dimintai saran atau ditanyai. Tapi ia
maklum, tentu saja Yasmin merasa tidak perlu melakukannya karena
rumah itu milik ayahnya atau miliknya juga. Hendri memang tidak punya
kuasa apa-apa di situ.
"Ada konflik di motel. Kak Del dan Bang Kos perlu introspeksi. Jadi
sebaiknya berpisah dulu untuk sementara," Yasmin menjelaskan.
"Kenapa harus di sini? Kan dia bisa kos."
401
"Aku ingin menolongnya. Begitulah antara sahabat. Harus saling
menolong. Dulu dia menolongku. Ingat?"
Bila diingatkan peristiwa itu, Hendri tak bisa bicara lagi.
Delia menempati rumah besar. Sama sekali tidak mengganggu mereka
yang tinggal di paviliun. Tapi Yasmin jadi lebih sering ke rumah besar.
Kalau mau ketemu Delia, dia ke sana. Hendri sendiri jarang ke rumah
besar kecuali kalau perlu saja dan sesekali menjenguk Winata.
Menurutnya, Winata tidak suka padanya dan karenanya tidak suka pula
dijenguk. Hendri selalu salah tingkah bila berada di dekat Winata.
Kemudian ia melihat bagaimana Delia dan Winata bisa bergaul dengan
akrab. Keduanya bisa mengobrol dengan asyik. Hendri menjadi iri dan
marah. Ia merasa terkucil sendirian.
"Hati-hati, Yas. Papa bisa lebih sayang Delia daripada kau," Hendri
mencoba menghasut.
Kata-kata itu membuat gusar Yasmin. "Jangan ngomong begim! Kau
nggak tahu apa-apa!"
"Aku ngomong begitu untuk kepentinganmu. Jangan percaya pada
sembarang orang."
"Kak Del bukan orang sembarangan. Kalau dia tak ada, aku juga tak ada!"
"Tapi..."
"Aku tak mau dengar lagi omongan seperti itu!"
Bagi Hendri, kini Delia menjadi saingan. Ia memang tidak paham. Ia
mengira Delia mendekati Yasmin karena kekayaannya. Ia semakin gusar
karena Yasmin semakin banyak menghabiskan waktu di rumah besar.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Dulu sebelum ada Delia, Yasmin ke sana hanya di waktu siang saat
Hendri berada di kantor. Pernah Hendri ke sana untuk menjenguk, lalu
tercengang melihat mereka berkumpul dengan riang gembira.
402
Termasuk Aryo. Hendri tahu, seharusnya ia ikut bergabung saja kalau
tak ingin merasa sendiri. Tapi ia malu. Rasanya ia harus menebalkan
muka dulu kalau mau ikut serta!
***
Kepergian Delia dari Motel Marlin membuat suasana jadi murung di
antara para karyawan. Juga Kosmas dan Erwin. Terasa ada yang hilang
walaupun sebenarnya Delia belum lama berada di sim. Keramahan dan
keceriaannya mampu menghidupkan suasana yang monoton. Kalau mereka
melihat pepohonan di sekitar motel, mereka teringat kepada Delia.
Kosmas jadi pendiam dan gampang tersinggung. Erwin banyak merenung
dan lebih suka menyendiri. Mereka berdua kian jarang berkomunikasi
kecuali mengenai urusan motel. Dalam satu hal keduanya sepakat, yaitu
menghindari pembicaraan mengenai Delia. Jangankan menelepon Delia
untuk sekadar menanyakan kabarnya, menyebut namanya pun terasa
pantang dilakukan.
Erwin pun tidak suka lagi menelepon Yasmin. Tanpa kehadiran Delia, ia
jadi kehilangan tempat curhat. Sedang Kosmas bukanlah orang yang
cocok untuk itu. Tak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri apakah ia
sudah kehilangan harapan hingga tak mau lagi menelepon atau cintanya
memang sudah padam. Bisa juga ia puas karena hubungan Kosmas dengan
Delia sudah tak menentu bahkan terancam putus. Maka mereka berdua
kembali jadi pria lajang. Satu tak punya kekasih, satunya lagi pun begim!
Erwin masih suka bermeditasi dan berdoa tapi tidak sesering dan
seintens seperti saat Delia masih
403

ada. Ada yang hilang dari dirinya, entah semangat atau percaya diri.
Kosmas lebih lagi. Dia benar-benar malas dan kehilangan semangat.
Baginya hidup seperti rutinitas yang mau tak mau harus dijalani.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Pernah sekali Delia meneleponnya untuk menanyakan kabarnya dan


Erwin. Ia menjawab dingin dan angkuh, "Semuanya baik-baik saja.
Bahkan kami lebih baik daripada dulu!"
Ia tahu betul, ucapannya itu pastilah menyakitkan. Tapi ia heran karena
Delia menyahut dengan nada lega, "Syukurlah kalau begitu, Bang.
Mudah-mudahan kalian tetap akur dan rukun ya?"
Karena itu Kosmas tidak pernah mau menelepon Delia. Ia takut
mendengar betapa baiknya keadaan Delia sekarang. Jauh lebih baik
daripada di Motel Marlin! Bila itu terjadi, ia akan merasa sangat iri.
Tamu-tamu datang dan pergi, baik yang sudah langganan maupun yang
baru pernah menginap di situ. Tapi selama waktu itu kamar nomor 5
belum juga terisi sejak ditempati perempuan yang mengaku bernama
Ratih. Bila ada tamu yang datang, selalu diberi kamar nomor lain.
Sebenarnya bukan kesengajaan karena penerima tamu biasanya
menjulurkan tangannya ke belakang, tempat kunci tergantung, tanpa
memilih-milih kunci yang mau diambil. Mana yang duluan teraih, itulah
yang diambil. Sampai saat itu belum pernah semua kamar terisi penuh
hingga tak menyisakan kunci yang tergantung. Maka kunci nomor 5 tetap
tergantung. Tak ada yang menyadari hal itu. Soal nomor kamar tidaklah
penting. Tamu pun tidak mempersoalkan nomor. Mana saja yang
diberikan diambil tanpa keberatan. Buat mereka semua kamar sama
saja, tidak dibedakan oleh nomor.
Hanya sekali-sekalinya Erwin dengan sengaja mem-
404
berikan nomor tertentu kepada tamu, yaitu Delia yang diberinya kunci
bernomor 14. Ketika itu situasinya memang berbeda. Termasuk suasana
hati!
405
BAB 38

Sabtu pagi, Hendri bersiap berangkat ke Bandung, memenuhi janjinya


dengan Ratna.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aku ada tugas luar ke Bandung, Yas," jelasnya kepada Yasmin. "Besok
sore baru pulang."
Yasmin agak heran. "Biasanya kau nggak pernah tugas ke luar kota.
Apalagi di akhir pekan."
"Yang biasanya tugas luar lagi sakit, Yas. Memang sih libur, tapi kan
dihitung lembur. Lumayan."
"Baiklah. Hati-hati saja di jalan."
"Mau oleh-oleh apa?"
"Ah, apa ya?" Yasmin berpikir.
"Peuyeum Bandung?"
"Oh ya. Boleh. Pilih yang bersih, Hen!"
"Tentu. Aku nggak pamit sama Papa ya? Pasti belum bangun. Tolong
sampaikan aja."
"Baik."
Lalu Hendri merentangkan kedua tangannya. "Apa aku nggak dapat cium,
Yas?"
Yasmin maju dan memberikan ciuman yang cepat di pipi Hendri. Dengan
cepat pula kedua tangan Hendri memeluk tubuh Yasmin. Ia
memonyongkan mulutnya. Minta ciuman di bibir! Yasmin jadi ragu-ragu.
Dengan tersenyum ia menggelengkan kepala. Bagaimana kalau Hendri
terangsang? Sekalinya ia mencium bibir Hendri, ia bisa terperangkap
dan sulit lepas.
406
Bagi Hendri senyum Yasmin itu menggemaskan. "Masa cium bibir saja
takut sih? Aku nggak bakal ngapa-ngapain, Yas. Dijamin."
"Bukan itu."
Pelan-pelan Yasmin melepaskan diri dari pelukan Hendri.
"Ya sudahlah. Aku pergi."
Yasmin melambaikan tangan. Bila Hendri bersikap baik dan lembut,
kadang-kadang ia tersentuh juga dan merasa iba. Tapi kalau ingat masa
lalu, ia jadi tegar lagi. Andaikata ia tak punya ayah kaya, maukah Hendri
bersikap seperti itu? Sejak keluar dari rumah sakit mereka tak pernah
tidur bersama. Pasti Hendri tidak tahan berpuasa selama itu. Ia tidak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tahu dan tidak peduli dengan siapa Hendri tidur. Barangkah betul bahwa
cintanya sudah mati. Orang bilang tanpa cemburu tak ada cinta. Begim
pula sebaliknya. Tapi ia tak bisa memberikan apa yang dibutuhkan
Hendri. Awalnya ia memang tidak ikhlas bila Hendri mencari kepuasan
pada perempuan lain. Mungkin saat itu yang dinamakan cinta masih ada.
Yasmin tahu, ada kemungkinan Hendri berbohong tentang alasan
kepergiannya ke Bandung. Bisa seluruhnya bohong atau sebagian. Tapi
situasi hubungan mereka sekarang membuat ia tak bisa menuntut apa-
apa.
Delia terkejut ketika diberitahu. "Ke Bandung?" tegasnya.
"Memangnya kenapa?" Yasmin heran melihat reaksi Delia.
Delia tersenyum menenangkan. "Nggak apa-apa. Sori, Yas. Kalau nyebut
Bandung aku selalu ingat masa lalu. Trauma, kali. Padahal di sim bukan
hanya pengalaman buruk yang kudapat, tapi juga
407
yang menyenangkan. Kok yang dominan malah yang buruk."
"Aku mengerti. Di sana bermukim nenek sihir. Kau masih ngeri sama dia,
ya?"
"Ya. Aku cukup percaya diri sekarang, tapi masih terbatas dalam hal
yang menyangkut diriku sendiri. Aku percaya dia tak akan bisa
mencelakai aku karena aku yakin Tuhan tidak akan membiarkan hal itu
terjadi."
"Lantas kenapa masih ngeri?"
"Aku memikirkan orang yang dekat denganku. Biarpun dia tidak bisa
mencederai atau menyakiti aku secara langsung, dia bisa saja
memanfaatkan orang lain. Apa yang terjadi pada Kosmas dan Erwin
mungkin saja akibat perbuatannya. Kenyataannya, Rama datang dan
menginap di Motel Marlin. Coba, ngapain dia ke sana kalau bukan untuk
melakukan sesuatu? Aku tidak bisa memastikan atau membuktikan, tapi
aku merasa perubahan sikap kedua orang itu tidak wajar."
"Kalau dugaanmu itu betul, bagaimana dia melakukannya? Dia hanya
menginap semalam. Ketemunya dengan Erwin seorang. Kosmas sedang
bersamamu. Apakah dia bisa menghipnotis orang?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sudah terbukti dia bisa melakukan sesuatu yang jahat dari jarak jauh
tanpa perlu berhadapan. Misalnya apa yang terjadi pada Maya dan
Donna. Bedanya, apa yang terjadi pada mereka sebatas masalah fisik.
Bukan perilaku."
"Kalau mikir ke situ, kayaknya memang dialah penyebabnya, Kak."
"Aku juga ingat pada masalah bau tak enak di kamar nomor lima, kamar
yang diduga kuat ditempati Rama. Pada hari itu satu-satunya tamu yang
datang
408
dan deskripsinya cocok dengan Rama adalah dia. Tamu lain berpasangan.
Tak ada cewek sendirian."
Yasmin teringat pada bau tubuh Hendri beberapa hari yang lalu. Ia
meributkan bau itu padahal Hendri sendiri tidak merasakan.
"Ngomong-ngomong soal bau tak enak itu, kayak apa sih, Kak?"
"Pokoknya memuakkan. Bau busuk bukan. Bau amis juga bukan. Menurut
Erwin, itu seperti bau orang yang nggak mandi setahun, bau sumpek, bau
ketiak." Delia tertawa. "Duh, mengingat-ingat bau itu aku jadi enek, Yas!
Kenapa kau ingin tahu?"
"Aku teringat bau yang tercium dari tubuh Hendri ketika menemaninya
sarapan. Baunya seperti yang digambarkan Erwin itu. Malam sebelumnya
dia pulang larut. Aku tidak tahu jam berapa karena kutinggal tidur. Dia
bawa kunci sendiri. Kamarnya pun terpisah. Herannya dia sendiri tidak
bisa mencium bau itu Kusuruh pakai deodoran. Katanya dia pakai terus
selama di kantor. Tapi pulang kantor usai mandi bau itu nggak ada lagi.
Dia sampai bilang aku mengada-ada."
Delia terkejut mendengar cerita itu. "Kapan kejadiannya, Yas?"
Yasmin mengingat-ingat. "Tanggalnya aku nggak ingat persis, Kak. Tapi
sehari sebelum itu kau pergi ke Bandung bersama Bang Kos. Erwin yang
bilang di telepon."
"Pada malam itu Hendri datang ke motel, ketemu Erwin. Dia
membawakan pizza. Apa dia nggak cerita?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Nggak tuh. Wah, ngapain dia ke sana? Apakah dua peristiwa itu ada
hubungannya, Kak?" tanya Yasmin ngeri. "Pada saat Hendri ke Motel
Marlin,
409
Ratna juga ada di sana. Mungkinkah mereka bertemu, Kak?"
"Hendri datangnya sudah lewat senja hari. Kata Erwin, dia mampir cuma
sebentar. Ratih yang kemungkinan adalah Rama check in sebelumnya.
Erwin tidak melihat kedua orang itu bertemu. Saat Hendri datang, Ratih
atau Rama sedang keluar cari makan. Jadi kemungkinan ketemunya di
luar motel. Tapi," bukankah mereka tidak saling mengenal?"
Keduanya saling memandang dengan rupa bingung. Dua peristiwa yang
sama-sama mengandung bau tak enak sepertinya ada hubungannya. Tapi
di mana tersambungnya, tak bisa diketahui atau diperkirakan.
"Aku mau mengaku salah padamu, Kak," kata Yasmin kemudian. "Aku
pernah salah omong sama Hendri. Aku bilang mertuamu nenek sihir yang
bisa mengutuk orang. Tapi hanya itu. Dia mendesak ingin tahu tapi aku
nggak cerita lagi. Lalu dia bilang ingin kenalan sama mertuamu itu. Dia
yakin orang seperti mertuamu itu pasti punya ilmu. Jadi dia mau minta
tolong supaya masalah antara aku dan dia bisa diatasi. Maksudnya
supaya kami bisa rukun dan aku bisa menikmati seks dengan dia. Tentu
saja aku keberatan. Maafkan aku ya, Kak?"
Delia termenung. Mungkinkah itu sambungannya? Tapi tampaknya masih
tak jelas. Meskipun Hendri datang ke Motel Marlin saat Ratna ada di
sana, keduanya tidak saling mengenal dan belum pernah bertemu.
Bahkan Delia pun belum pernah melihat Rama dalam rupanya yang baru.
"Kak Del marah, ya?" Yasmin khawatir melihat Delia diam saja.
"Oh, nggak kok. Salah ngomong itu wajar. Nggak
410
sengaja. Aku juga suka begitu. Aku cuma mikir benang merahnya di mana
ya? Feeling sih kayaknya ada. Tapi kita kan nggak bisa menyimpulkan
berdasarkan feeling doang." "Soal bau?"
"Belum tentu baunya sama."
"Dia mau ke Bandung, Kak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Belum tentu dia mau menemui Rama."


"Memang semuanya belum tentu. Yang bersamaan adalah saat pergi ke
motel. Hendri ke sana saat Rama di sana juga. Setelah Rama keluar dari
motel, kamarnya bau. Pagi-pagi Hendri juga bau. Deskripsi bau mirip.
Kita bisa mengasumsikan bahwa mereka setidaknya bertemu dan dekat
satu sama lain."
"Jadi kau cenderung yakin?" Delia senang ada seseorang yang bisa
diajak berdiskusi.
"Sebenarnya aku takut untuk merasa yakin, karena Hendri suamiku.
Apalagi kalau ingat dia pernah mengutarakan keinginannya untuk minta
bantuan Rama supaya kami bisa rukun. Aduh, Kak, gimana kalau
perkiraan itu benar?"
"Memangnya kau tak ingin rukun kembali dengan Hendri?" Delia ingin
tahu.
"Kak, maksud Hendri dengan rukun itu adalah supaya dia bisa
berhubungan seks denganku tanpa hambatan. Dia ingin aku tidak takut
lagi dan bisa menikmatinya."
"Apa kau sendiri tidak ingin bisa begitu?"
Yasmin cemberut. Ia menggelengkan kepala. "Masalahku dengan dia
sekarang bukan hanya seks, Kak. Sejak dia tega kepadaku dulu,
perlahan-lahan aku kehilangan cinta kepadanya. Belakangan tambah lagi
dengan kebohongan-kebohongannya yang dikiranya aku nggak tahu. Aku
kehilangan respek padanya.
411
Bagaimana aku bisa menikmati hubungan dengannya bila perasaanku
seperti itu?"
"Jadi apa yang kautakutkan?"
"Bila dia memerlukan bantuan nenek sihir, sudah jelas apa jenis
bantuannya. Secara wajar tak bisa, maka dipakai cara tak wajar. Aku
mau disihirnya!"
Delia terkejut oleh kemungkinan itu. Mungkin saja dugaan itu terlalu
jauh. Tapi kemudian ia terkejut oleh sesuatu yang lain. Ia memeluk

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Yasmin dengan tiba-tiba hingga Yasmin mengira Delia ketakutan. "Ada


apa, Kak?"
"Maafkan aku, Yas. Jangan-jangan kedatanganku ke sini akan membawa
akibat yang sama seperti pada Kosmas dan Erwin. Aku membawa sial,"
kata Delia sedih. Tak tahan lagi ia menangis.
Dulu pemah ada kecemasan kalau-kalau orang yang dekat dengannya
akan dicelakai juga. Sekarang kecemasan itu sepertinya akan menjadi
kenyataan. Suatu saat semua orang yang dekat itu akan menjauh dan
memusuhinya lalu ia kembali sendirian. Apakah memang itu tujuan
Ratna?
"Sudah, Kak. Sudah." Yasmin menepuk-nepuk punggung Delia. "Aku tahu
apa yang kautakutkan. Percayalah. Aku dan Papa tidak akan seperti Bang
Kos dan Erwin."
"Kau tidak tahu kemampuan Ratna."
"Aku tahu. Kau sudah menceritakannya. Tapi kau sendiri bilang sudah
punya cara ampuh untuk melawan Rama. Aku akan melakukan hal yang
sama. Kita akan bermeditasi dan berdoa bersama, Kak."
"Terima kasih, Yas."
"Ah, terima kasih melulu. Sudahlah."
"Aku menyesal telah menyusahkan orang-orang yang kusayangi."
412
"Seharusnya dia berhenti mengejarmu."
"Dia membenciku. Dia juga tahu aku membencinya. Dia ingin aku takut
padanya."
"Jangan takut. Kak. Kita harus melawannya. Dia tidak akan semudah itu
menguasaiku. Aku tidak akan segampang itu berubah seperti Kosmas dan
Erwin."
Yasmin mengucapkannya penuh percaya diri. Delia bersyukur, tapi ia
menganggap Yasmin kurang menyadari kemampuan Ratna.
"Kalau begitu aku harus berhati-hati terhadap Hendri," Yasmin
menyimpulkan.
"Betul sekali. Kalau dia pulang nanti, perhatikan dia baik-baik. Apakah
dia bau lagi atau tidak. Juga kelakuannya."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tentu. Oh, aku senang sekali ada kau di sini, Kak! Aku senang ada orang
yang mendampingiku melawan kejahatan."
"Tapi..."
"Berjanjilah, Kak. Apa pun yang terjadi jangan pergi meninggalkan kami."
"Apa pun yang terjadi?"
"Ya. Apa pun yang terjadi."
Yasmin menatap Delia dengan permohonan di wajahnya.
"Tentu saja, Yas. Tentu saja," jawab Delia.
Sepertinya ada perbedaan dengan kasus Kosmas dan Erwin, pikir Delia.
Ketika itu mereka sama sekali tidak siap. Sekarang berbeda. Dia dan
Yasmin sudah memperhitungkan segala kemungkinan. Yang sangat
disayangkannya ia tak bisa mengajak Kosmas dan Erwin untuk berbagi
dalam hal itu.
***
413
Beberapa kali Erwin meraih telepon dan sudah pula menekan nomor-
nomornya, tapi setiap kali pula ia meletakkannya kembali. Keinginannya
untuk menelepon Yasmin dan Delia hanya sebatas keinginan tapi tak
terwujud. Sedang Kosmas lain lagi tingkahnya. Bila berada di kantor ia
bengong saja memandangi pesawat telepon. Hanya memandang tapi tak
sampai meraih. Bila tiba-tiba berdering ia terkejut bukan main, tapi
ragu-ragu mengangkatnya. Setelah berkali-kali berdering dan muncul
seseorang yang mengira tak ada orang di kantor, barulah ia
mengangkatnya. Setiap dering disangkanya dari Delia. Kalau ternyata
bukan, ia menjadi murung.
Biarpun sama-sama merasa galau oleh sebab yang sama, keduanya
bertahan untuk tidak membicarakannya. Mereka mengalihkan dengan
bekerja lebih intens. Kosmas rajin merawat tanaman yang ditinggalkan
Delia. Kadang-kadang ia berbicara kepada tanaman-tanaman itu. Tapi
tak ada yang tahu atau mendengar apa yang dikatakannya.
Akhirnya kamar nomor 5 diisi oleh sepasang pria-wanita yang mengaku
suami-istri. Tuan dan Nyonya Hartono. Kunci kamar itu terambil juga

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

karena tak ada lagi kunci lainnya yang tergantung. Semua kamar terisi
kecuali kamar yang satu itu.
Kepergian Delia ternyata menambah kerepotan. Padahal sebelum ada
Delia mereka sudah terbiasa dengan kerepotan dan kerja serabutan.
Setelah ada Delia suasana kerja menjadi teratur dan menyenangkan.
Untuk kembali ke suasana dulu juga tidak mungkin. Delia bukan hanya
bisa mengatur, tapi juga membantu hampir dalam segala hal bila punya
waktu untuk itu. Dia tak membeda-bedakan orang. Senyum, tawa, dan
kelakarnya memberi keceriaan
414
dan kesegaran. Begitu pula semangatnya yang tinggi. Mereka merasa
kehilangan, jadi pendiam, dan seperti kekurangan darah. Ada yang
bertanya kepada Kosmas apakah Delia akan kembali. Tapi jawabannya
adalah bentakan. Maka tak ada lagi yang bertanya. Mereka hanya
berbicara di belakang.
Mereka yakin, hubungan Kosmas dengan Delia sudah putus karena
kelakuan Kosmas bagai orang patah hati. Padahal mereka sudah meyakini
dan merasa pasti bahwa tak lama lagi akan ada pernikahan di antara
keduanya. Lalu muncul isu bahwa penyebab putusnya hubungan itu adalah
Erwin. Si adik ini iri hati lalu melancarkan hasutan hingga hubungan itu
retak dan akhirnya pecah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa keakraban
abang-adik ini sangat menonjol. Mereka pun punya riwayat percintaan
yang unik. Kalau satu dapat pacar, lainnya dapat juga. Tapi kalau satu
putus, yang lain pun begitu. Padahal Erwin itu jauh lebih tampan
dibanding abangnya. Tidak susah baginya mendapat pacar.
Erwin bisa merasakan adanya omongan tak sedap tentang dirinya. Ia tak
bisa membantah apalagi marah karena ia tidak mendengar sendiri. Ia
hanya merasakan sikap dan tatapan dingin para karyawan kepadanya.
Tentu saja itu sangat tidak menyenangkan. Tapi ia tidak bisa berbuat
lain kecuali pura-pura tidak melihat dan mendengar.
Saat bermeditasi, ia kerap teringat pada Delia dan Yasmin. Sulit
menghilangkan keduanya dari pikiran. Kedua wanita itu seperti berlomba
menguasai pikirannya. Biarpun sulit dan lama, akhirnya Erwin berhasil

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

juga mengosongkan pikiran. Ada ketakutan kalau ia membiarkan dirinya


dikuasai maka ia akan kalah. Ia akan diperbudak seumur hidupnya. Ia
bukan lagi
415
orang yang merdeka jiwa dan raga. Bukan cuma iblis yang ingin
memperbudak manusia, tapi juga manusia terhadap sesamanya.
Erwin tak menyadari, semakin sering ia melakukan hal itu, semakin jauh
ia dari kedua orang yang sebenarnya ia sayangi itu. Ia lupa bahwa
dengan mencintai seseorang sesungguhnya ia bukan lagi orang yang
bebas, karena pikiran dan jiwanya dibebani dan dibagi dengan orang
yang ia cintai. Cinta membuat orang tak lagi egois. Seharusnya begim.
***
Tidak sulit bagi Hendri untuk menemukan Jl. Angsana nomor 2. Rumah
itu terletak di tepi jalan yang cukup besar, bukan di tengah gang yang
berliku-liku. Ia merasa surprise melihat Ratna berdiri di balik pintu
pagar melambai-lambai ke arahnya. Setelah ingat siapa Rama, ia merasa
tak perlu heran lagi. Ratna sudah tahu perihal kedatangannya.
Begitu masuk ke dalam rumah dan pintu ditutup, Rama langsung memeluk
Hendri dengan dekapan yang kuat. Disusul dengan ciuman bibir yang
lekat.
"Sabaaar... sabaaar...," kata Hendri sambil tertawa. Padahal pelukan dan
ciuman itu saja sudah membuatnya terangsang.
Tiba-tiba ia melihat seorang perempuan ma di ambang pintu sebelah
dalam rumah, berdiri mematung memandanginya. Wajahnya
menampakkan kejutan luar biasa. Hendri pun terkejut karena
melihatnya setelah-beberapa saat kemudian. Entah sudah berapa lama
perempuan tua itu berdiri di sim. Hendri cepat-cepat melepaskan
pelukan. Dari ekspresi perempuan tua itu rasanya ia telah melakukan
sesuatu yang memalukan.
416
Ratna menoleh karena posisinya membelakangi. Wajahnya segera
memperlihatkan kegusaran.
"Hei! Ngapain kamu di sim? Masuk sana!" bentaknya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Perempuan ma itu, Ipah, disadarkan. Dari semula kaget dan heran,


ekspresinya berubah takut, lalu ia lari ke belakang.
"Dia pembantuku, Ipah. Pasti dia sangat heran melihatmu. Dia belum
pernah melihat lelaki memeluk dan menciumku."
Rama tertawa geli.
"Sejak kapan kau pindah ke sini? Katanya tinggal di Cianjur," kata
Hendri.
"Baru beberapa hari. Di Cianjur aku tinggal sama saudara. Kalau di sini
sendiri sama pembantu yang tadi itu. Jadi kita bebas."
"Bagaimana jimat yang kaujanjikan itu? Sudah jadi?"
"Kalau sudah, kau mau pulang sekarang juga?"
Hendri termangu. Apakah itu pertanyaan atau perintah? Tentu saja ia
tak mau segera pulang. Ada waktu yang bisa dimanfaatkan. "Nggak
dong," ia menjawab.
"Nginep?" tanya Ratna.
"Boleh?"
"Tentu saja!" seru Rama. Bahkan ia segera melompat duduk di sisi
Hendri. Tangannya langsung meraba selangkangan Hendri lalu menarik
ritsleting celananya! Hendri melenguh seperti sapi!
417
BAB 39

Sekitar jam sepuluh malam itu Kosmas mendapat giliran jaga. Ia


merapatkan pintu kantor setelah memasang karton bertulisan "KAMAR
PENUH" pada kaca pintu sebelah luar. Kerjanya menjadi lebih ringan
karena tak perlu menerima tamu. Ia hanya berjaga kalau-kalau ada tamu
memerlukan sesuatu.
Ia mengisi waktu dengan menonton televisi.
Lalu terdengar gedoran keras di pintunya dan suara teriakan perempuan
bernada histeris. Ia melompat dan membuka pintu. Tampak sepasang
perempuan dan lelaki dalam pakaian tidur berdiri dengan wajah resah.
Kosmas tak segera mengenali.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ada apa. Pak?" tanyanya seramah mungkin. Padahal perasaannya tidak


enak.
"A...a...da se...se...tan!" kata yang perempuan. Suaranya gemetar.
"Di mana, Bu?" tanya Kosmas terkejut. Ia jadi ikut takut. Perempuan itu
tidak bersandiwara.
"Di kamar nomor lima, Pak!" seru yang lelaki dengan suara melengking.
"Oooh, Bapak dan Ibu Hartono," kata Kosmas. "Tenang dulu. Mari
masuk."
Kosmas membimbing kedua tamunya masuk kantor dan menyilakan
mereka duduk. Kursi hanya ada dua. Ia sendiri berdiri saja. Dari
pengalaman ia
418
sudah tahu bagaimana menenangkan orang biarpun perasaannya sendiri
gelisah. Ia mengambil air putih untuk kedua tamunya.
"Minum dulu, Bapak dan Ibu. Saya akan panggil adik saya dulu ya."
Nyonya Hartono menahan lengan Kosmas. "Jangan tinggalkan kami, Pak,"
katanya. Tiba-tiba kelihatan panik lagi.
"Tenang, Bu. Saya nggak pergi. Pakai ini kok," Kosmas menunjuk
interkom.
"Di sini kok dingin, ya?" kata Nyonya Hartono, merapatkan tubuh pada
suaminya. Ia memandang berkeliling.
"Iya. Nggak nyaman di sini," balas Hartono. Ia merangkul istrinya.
Kosmas memandang mereka sejenak sebelum memutar nomor kamar
Erwin dan Adi berturutan. Untunglah keduanya bisa cepat dibangunkan.
Mereka datang hampir bersamaan. Wajah keduanya tampak kusut oleh
kantuk dan kejutan.
"Nah, sekarang kami bertiga," kata Kosmas. "Coba dijelaskan situasinya,
Pak."
Hartono menggeleng. Matanya jelalatan ke seputar ruangan. Ketakutan
masih tampak di wajahnya.
"Nggak mau di sini," katanya.
"Ya. Jangan di sini," Nyonya Hartono membenarkan.
"Kenapa?" tanya Erwin heran.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Di sini nggak... nggak nyaman!"


Kosmas, Erwin, dan Adi berpandangan. Mereka ikut-ikutan memandang
seputar ruangan. Tapi tak melihat sesuatu yang ganjil.
"Kita ke ruang makan saja," Erwin mengusulkan. "Biar Adi tetap di sini
menjaga."
419
Adi terpaksa setuju meskipun ia sangat ingin ikut
Di ruang makan mereka duduk berhadapan. Kedua tamu sudah lebih
tenang setelah memandang berkeliling dan memastikan ruangan itu
cukup "nyaman".
"Mulanya sih nggak ada apa-apa. Biasa-biasa aja," Hartono mulai dengan
ceritanya. "Sebelum tidur kami bercinta. Mulai terasa ada yang aneh.
Tiba-tiba saja tercium bau yang nggak enak. Pastinya bukan dari tubuh
kami. Kayaknya dari ruangan sekitar. Entah masuk dari mana. Lalu ada
suara ketawa mengikik. Ih, menyeramkan. Bulu kuduk kami berdiri. Itu
masih belum cukup. Kami melihat bayang-bayang melintas. Sepasang
mata tajam mengawasi. Muncul sekejap lalu samar dan lenyap. Yang
paling menyeramkan adalah rabaan pada tubuh saya, tapi yang pasti
bukan oleh tangan istri saya. Kemudian rabaan itu menjadi kurang ajar,
karena meremas-remas... eh, anu saya. Maaf. Memang seperti itu kok.
Lalu kami kabur."
Kosmas dan Erwin terkejut bukan main. Pengalaman tamu seperti itu
adalah yang pertama sepanjang sejarah berdirinya motel mereka. Tak
pernah ada setan dan sejenisnya. Tapi yang mengejutkan mereka bukan
hanya itu. Masalah bau yang dikemukakan Hartono itu mengingatkan
mereka akan bau yang dulu tercium di kamar itu juga. Bau yang
ditinggalkan oleh tamu bernama Ratih. Kesamaan itu pun menghilangkan
dugaan buruk kalau-kalau Hartono mengada-ada, sengaja mengarang
cerita dengan tujuan memeras atau menjelek-jelekkan motel.
Sikap Kosmas dan Erwin yang tak segera memberi komentar ternyata
membangkitkan kecurigaan Hartono.
"Jangan-jangan kamar itu memang angker ya!
420

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Apa pernah ada yang mati di sim? Bunuh diri? Kenapa kami dikasih yang
itu?" tanya Hartono.
"Bukan begitu, Pak," sahut Erwin. "Kami kaget karena belum pernah
mengalami yang seperti itu."
"Jadi cerita saya dianggap bohong?" tanya Hartono.
"Tentu saja nggak, Pak. Kami percaya," kata Kosmas.
"Nah, gitu dong. Buat apa sih kami bohong."
"Masalahnya, semua kamar sedang penuh. Jadi nggak ada kamar lain
yang bisa digunakan Bapak dan Ibu," kata Kosmas.
"Im nggak masalah," sahut Hartono. "Kami mau keluar malam ini juga.
Masih banyak hotel lain."
"Silakan saja, Pak," kata Erwin ramah.
"Tapi saya minta uang saya dikembaliin, Pak. Saya sudah rugi mental."
"Tentu saja, Pak. Im wajar. Kami juga mohon maaf sebesar-besarnya
atas kejadian itu. Sungguh kami tidak sangka apalagi menginginkan,"
kata Erwin.
Sikap pemilik motel yang merendah bisa meredakan kegusaran Hartono.
Kemudian ia minta diantar dan ditemani ke kamar untuk berkemas.
Di kamar nomor 5, sementara Hartono dan istrinya membenahi barang-
barang mereka, Kosmas dan Erwin memandang berkeliling. Sambil
berbuat begitu mereka berusaha menajamkan indra mereka. Tapi tak
ada yang terasa aneh. Bau pun tak tercium.
"Sudah pergi," kata Hartono.
"Ya. Udah nggak ada lagi," istrinya menimpali.
Kosmas dan Erwin hanya mengangguk. Mereka tak ingin mendiskusikan
hal itu.
Meskipun barang-barang Hartono hanya sedikit, mereka membantu
membawakannya ke mobil. Sikap
421
mereka telah melunakkan hati Hartono. Ia menjadi lebih simpatik.
"Tadi saya bener-bener nggak bohong lho. Saran saya, sebaiknya kamar
itu dijampi-jampi dulu. Panggil dukun atau paranormal. Kalau langsung

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

dikasih tamu lagi, bisa terulang kejadian yang sama. Nanti nama motel
ini bisa rusak. Orang akan takut menginap di sini."
"Terima kasih, Pak. Maaf sekali lagi."
Kosmas dan Erwin membungkuk dalam-dalam, melepas Kepergian tamu
mereka. Sesudah itu keduanya buru-buru kembali ke kamar nomor 5. Di
sana mereka kembali memeriksa dengan cermat. Tapi sekali lagi mereka
tak merasakan atau menemukan apa-apa.
"Aku yakin dia tidak bohong," kata Erwin.
"Apa karena ada bau itu?" tanya Kosmas. "Ada persamaannya. Tapi
belum tentu baunya sama."
"Perasaanku kuat sekali, Bang. Lagi pula mereka benar-benar ketakutan
tadi."
"Ya," Kosmas membenarkan. Dialah yang menerima kedua tamu itu saat
mengadu pertama kali.
Keduanya duduk di tempat tidur. Termangu, saling memandang, mencoba
menemukan jawaban di wajah masing-masing.
Kosmas bicara duluan. "Delia," katanya. Singkat tapi bermakna.
"Nenek sihir," sambung Erwin.
"Delia benar."
"Iya."
Hanya itu kata-kata yang diucapkan keduanya. Lalu Kosmas keluar untuk
kembali ke kantor menggantikan Adi.
Erwin tetap di kamar itu. Tak lama kemudian Adi
422
datang. Ia sudah mendapat cerita singkat dari Kosmas. Adi ingin
membuktikan apakah suasana di kamar nomor 5 itu memang
menyeramkan atau tidak. Ia sepakat dengan Erwin bahwa tamu tadi
pastilah mengada-ada karena pada kenyataannya tak ada apa-apa di situ.
Mesti ada maksud tersembunyi. Orang berbisnis selalu berupaya saling
menjatuhkan dengan cara wajar atau tidak wajar.
Sebagai karyawan, Adi memang perlu ditanamkan keyakinan itu. Kalau
dia sampai tahu semuanya, pastilah akan menimbulkan kehebohan di
antara karyawan lain. Bisa jadi sebagian atau semuanya akan angkat kaki

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

karena ketakutan. Hal itu akan menyulitkan karena sebagian besar


karyawan sudah lama bekerja dan terbukti kemampuannya.
Setelah merasa puas, Adi memutuskan untuk melanjutkan tidurnya.
"Ya. Pergilah tidur," kata Erwin. "Aku sendiri mau tidur di sini."
"Oh ya? Berani, Pak?"
"Harus dong. Aku kan mau membuktikan."
"Perlu ditemani, Pak?" tanya Adi. Dia hanya berbasa-basi. Sesungguhnya
dia tidak ingin.
"Ah, jangan. Nggak usah."
"Besok cerita ya, Pak?"
"Beres. Nanti kasih tahu Pak Kosmas bahwa aku mau tidur di sini, ya?"
Kemudian Erwin merapatkan, pintu. Untunglah hiruk-pikuk itu tidak
membuat tamu lain keluar dari kamar masing-masing. Bila hal itu terjadi,
bisa berarti musibah.
Ia tidak bermaksud tidur di ranjang yang barusan ditiduri pasangan
Hartono. Ia bersila di lantai untuk bermeditasi. Entah berapa lama ia
tak bisa memper-
423
kirakan. Kakinya sudah kesemutan. Ia lebih mudah berkonsentrasi
sekarang.
Tak ada yang aneh. Tak terasa dingin di tengkuk. Sangat biasa. Baginya
itu merupakan indikasi bahwa kamar itu "bersih". Ataukah baru
sekarang "bersih" sedang tadi tidak? Mungkinkah tergantung pada siapa
yang menempati kamar? Erwin punya perkiraan bahwa si nenek sihir,
yang diduga sebagai penyebab, pasti segan kepadanya. Ia bukan jenis
orang yang akan lari tunggang-langgang kalau mendapat gangguan. Ia
akan melawan. Seperti Delia. Ah, Delia. Yasmin.
Sekarang ia membiarkan kedua orang itu memasuki pikirannya. Ia tidak
lagi mengusir pemikiran tentang mereka, Ia merindukan mereka dengan
segenap jiwa-raga. Ternyata dengan melakukan hal itu ia jadi merasa
tenteram. Ia merasa bahagia mengenang semua kasih sayang dan
perhatian yang pernah diterimanya. Dari ibunya, Kosmas, Delia, dan
mungkin juga Yasmin pada suatu hari nanti. Ia bagaikan, tanaman kering

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

yang mendapat siraman air hujan secara mengejutkan tapi


menyenangkan dan menguatkan.
Akhirnya Erwin menjatuhkan badannya ke belakang, rebah ke lantai.
Kakinya yang kaku perlu diluruskan pelan-pelan. Ia memejamkan mata
dan sesaat melupakan tujuannya berada di kamar itu. Ketika membuka
mata, ia merasa air mata mengaliri pelipis dan pipinya. Air mata yang
menyadarkan.
Ia melompat bangun. Tubuhnya terasa ringan. Semangatnya membubung
tinggi. Ia disadarkan bahwa seharusnya ia memeriksa kamar itu lebih
cermat. Bila Ratna sudah lama pergi, kenapa pengaruhnya masih saja
ada? Bukankah seharusnya wanita itu
424
hanya bisa memengaruhi orang-orang yang dekat, yang kenal, dan punya
hubungan keluarga dengannya?
Pemikiran seperti itu tadinya tak pernah muncul. Yang mendominasi
adalah kekesalan dan kesinisan kepada Delia, Kosmas, dan Yasmin.
Perasaan-perasaan yang memblokir pikiran hingga tak bisa berkembang,
tak bisa jernih. Cupet dan buntu.
Ia memang sudah pernah memeriksa kamar itu bersama Delia pada hari
penghuninya pergi. Tapi saat itu mereka hanya memeriksa tempat-
tempat yang terlihat seperti lemari, laci, kolong ranjang, dan di bawah
kasur. Sekarang, di samping memeriksa lagi tempat yang terlihat, ia
juga memeriksa tempat-tempat tersembunyi, mengamati dan
menjelajahi dengan ujung-ujung jarinya. Kalau ada benda yang
dimasukkan atau disembunyikan tentunya teraba, atau pada tutupan kain
ada bekas bukaan dan jahitan baru. Sudut-sudut lemari, laci, kolong
lemari, dan di atas lemari tak luput dari pengamatan dan pemeriksaan.
Demikian pula kusen jendela, pintu, lubang angin, dan segala tempat yang
memungkinkan penyusupan benda kecil.
Yang tergambar di benaknya adalah benda kecil yang biasa digunakan
pemakai ilmu gaib sebagai jimat. Ia sudah tahu dari orang-orang yang
biasa berkecimpung di bidang itu. Benda seperti itu idealnya harus kecil
supaya mudah disembunyikan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maka dengan giat ia mencari ke segala pelosok sampai ke tempat yang


tampaknya mustahil. Akhirnya ia sampai ke kamar mandi. Di tempat
inilah ia berhasil. Ia menemukan sebuah benda pipih dari kain putih,
lebih besar sedikit dari teh celup, diselipkan di celah antara plafon
dengan dinding. Ada kerenggangan di sim. Lalu ia teringat akan kereng-
425
gangan serupa di plafon atas tempat tidur yang menempel ke dinding. Ia
mencari ulang di sana dan ternyata menemukan lagi sebuah!
"Gila! Sampai dua!" serunya.
Ia memeriksanya lebih cermat. Benda pipih itu mengandung isi. Kalau
ditekan dan digosok-gosok terasa berkeresek seperti sesuatu yang
kering. Ia tidak ingin mengamatinya berlama-lama. Takut nanti malah
memengaruhinya. Biarpun yakin bisa melawan, sebaiknya ia tidak
mengambil risiko. Ia memasukkannya ke dalam saku lalu buru-buru
keluar. Mungkin saja yang lainnya masih bisa ditemukan. Tapi itu bisa
dilakukan belakangan. Yang penting ia harus memusnakan apa yang sudah
diperolehnya.
Saat itu sudah jam dua dini hari. Tak terasa waktu berlalu. Ia merasa
sangat lelah. Ketika berjalan di lorong menuju kantor, ia merasa dingin.
Angin malam menerpanya. Tapi ia merasa itu bukan melulu disebabkan
oleh angin. Sepertinya ada kemarahan yang mau merobeknya. Tapi ia tak
peduli.
"Ada apa?" tanya Kosmas dengan wajah kusut.
"Lihat ini! Aku menemukannya!" seru Erwin.
"Apa ini?" Kosmas mengamati kedua benda putih di atas meja dengan
perasaan jijik.
"Jimat si nenek sihir! Dia adalah Ratih atau Ratna. Perkiraan Delia
memang benar, Bang!"
"Mau diapain itu, Win? Dibuang?"
"Dibakar! Biarlah aku membakarnya di dapur. Aku ingin menunjukkannya
dulu padamu supaya kau tidak menganggapku berbohong. Ini juga bukti
bahwa Delia nggak bohong."
Erwin pergi meninggalkan Kosmas termangu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Del..., maafkan aku," gumam Erwin.


Tak lama kemudian Erwin kembali. "Sudah beres,"
426
katanya. "Aku sudah membakarnya menjadi abu, lalu membuangnya ke
dalam kakus."
"Apa sekarang kita sudah bebas?" tanya Kosmas.
"Entah. Tapi kayaknya belum. Kau ingat kelakuan kedua tamu kita tadi?
Mereka ketakutan di sini. Katanya di sini nggak enak, nggak nyaman.
Jangan-jangan di sini juga ada. Aku ingat waktu nenek sihir itu datang
untuk check in, aku sempat meninggalkannya sebentar. Aku hanya keluar
untuk melihat apakah ada orang yang bisa kusuruh. Paling juga satu
menit. Dia sedang berjongkok membereskan tasnya yang terbuka. Nih,
di sini," Erwin menunjuk bagian depan meja. "Saat itu dia pasti memiliki
kesempatan untuk menyisipkan benda itu. Tentunya nggak mungkin jauh-
jauh dari sini. Di mana menurutmu yang paling mungkin?"
"Ayo kita cari!" seru Kosmas bersemangat.
Mereka mencari di atas meja. Di sela-sela kertas dan buku, di bawah
buku dan kertas-kertas, di dalam tempat pensil. Yang satu mengangkat
komputer, yang lain mengamati bawahnya. Di atas meja tidak ditemukan.
Kemudian Erwin berjongkok di tempat ia melihat Ratna dalam posisi
sama. Tatapannya tertuju ke kolong meja. Kolong itu sangat rendah
karena mejanya tak punya kaki. Jadi sapu dan kain pel Sulit
mencapainya.
Dengan sebuah penggaris besi panjang, Erwin menyodok kolong dari satu
sisi lalu menyapunya ke luar di sisi yang lain. Keluarlah berbagai benda
berikut kotoran. Ada kecoa kering, remah-remah makanan, bolpoin,
pensil dan... sebuah benda putih!
"Itu dia!" seru Kosmas lalu menyambar benda putih itu.
Mereka memerhatikan.
427

"Sama, kan?" tanya Erwin. "Persis!"


"Benar kan dugaanku?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Biar yang satu ini aku yang bakar," kata Kosmas. Ia pergi membawa
benda itu.
Erwin masih terus mencari tanpa kenal lelah. Semangatnya bertambah
setelah tadi berhasil menemukan. Ia mencari di semua tempat dan
pelosok termasuk yang paling kecil kemungkinannya. Ia juga naik ke atas
kursi untuk memeriksa plafon. Padahal hampir tak mungkin Ratna punya
waktu dan kesempatan untuk menyembunyikannya di sana.
Kosmas melampiaskan kemarahannya dengan membakar benda kecil itu.
"Pergilah kau, iblis! Dan jangan ganggu kami lagi!"
Sesudah itu ia teringat sesuatu. Ia berdoa. Ia menyesal karena sempat
melupakan-Nya. Seharusnya ia melawan kekuatan hitam itu dengan
minta bantuan-Nya. Tapi ia tidak melakukan apa-apa dan membiarkan
saja. Bahkan merasa lebih enak begim. Seperti orang malas, biarpun
jelas ada yang tidak beres tapi tidak mau capek-capek berusaha untuk
mengatasi. Sebegitu bodohnya. Tentu sekarang sudah jelas bahwa ia
diperbodoh tanpa sadar. Tapi seharusnya ia masih punya sedikit akal
sehat. Bahkan ia pun punya cinta. Sebegitu dangkalnyakah cintanya itu?
Ia malu kalau ingat akan perbuatannya kepada Delia malam itu. Mungkin
ia juga bisa melemparkan kesalahan kepada iblis yang merasukinya
karena pada saat itu benda laknat tersebut sudah berada di kolong
meja. Tapi seharusnya ia juga memiliki kendali diri. Padahal sesudah itu
ia malah marah kepada Delia.
428
Erwin datang dengan rupa khawatir.
"Lama amat, Bang? Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Aku berdoa dulu."
"Sudah dibakar, kan?"
"Tentu saja. Gimana pencariannya?"
"Bersih. Nggak ada lagi. Tapi kamar nomor lima masih perlu diperiksa.
Sementara jangan dikasih tamu dulu."
Bersama mereka kembali ke kantor. "Besok kita harus nelepon, Bang."
"Tentu saja," sahut Kosmas tanpa menanyakan siapa yang harus
ditelepon.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Apa kaupikir sebaiknya kita datangi saja, Bang?" "Wah, itu lebih bagus
lagi."
"Sekarang kita pikirin dulu apa yang mau dibicarakan."
"Ah, nggak usahlah, Win." "Apa bisa?"
"Bisa aja. Nanti akan mengalir dengan sendirinya."
Keduanya berpandangan sambil tersenyum. Kekakuan di antara mereka
sudah mencair.
Erwin melihat optimisme di wajah Kosmas. Memang sepatutnya Kosmas
optimis dan gembira. Hubungannya dengan Delia sudah memiliki
kepastian. Berbeda dengan hubungan dirinya dengan Yasmin yang
sepertinya tak punya prospek. Tapi kali ini Erwin tidak merasa iri.
429
BAB 40

Malam itu Ratna berbaring di sisi Hendri yang sudah tertidur pulas.
Dengkurnya kedengaran nyaman sekali. Dengkuran yang bukan
disebabkan salah posisi atau kelainan kerongkongan, tapi merupakan
dengkur kepuasan. Tapi Ratna tidak merasa terganggu oleh bunyi itu.
Sebaliknya, ia suka sekali. Dengkur lelaki, bau tubuh lelaki, dan segala
sesuatu yang berasal dari lelaki kini berada di sampingnya. Bahkan
miliknya. Ia bisa menikmati semuanya. Ia juga memuaskan dahaganya
selama puluhan tahun. Libidonya hanya terpendam oleh faktor usia dan
situasi, tapi tak mati. Itu tersimpan bagai gunung berapi yang hanya
menunggu saat tepat untuk meledak dengan dahsyat.
Tuannyalah yang telah mempertemukan dirinya dengan Hendri sebagai
orang yang tepat untuknya. Tidak ada lelaki lain yang lebih cocok
untuknya selain Hendri. Mustahil ia bisa bertemu sendiri dengan Hendri
kalau tidak dibantu oleh sang Tuan. Jadi kepada sang Tuan-lah ia
berterima kasih.
Ia membelai kepala Hendri dengan perasaan sayang sekali. Dulu ia juga
pernah mengenal rasa sayang kepada suami dan anak-anak serta cucu.
Tapi yang dirasakannya sekarang ini berbeda. Yang dulu itu" sekarang
sudah tak ada lagi. Pernah punya tapi sekarang tidak lagi.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

430
Hendri melenguh lalu berbalik memunggunginya. Punggungnya yang
telanjang tampak berkilat. Punggung yang perkasa. Jari-jari Ratna
mengusap pelan. Bagai mainan yang disayangi, maka Hendri harus dijaga
dengan baik dan hati-hati supaya tidak rusak. Kalau sampai rusak dan
tak bisa memberi kenikmatan lagi, jelas tak ada gunanya.
Hendri adalah miliknya. Sementara dirinya adalah milik sang Tuan. Jadi
masing-masing punya milik sendiri-sendiri. Tapi tentu saja Hendri tidak
memahami hal itu. Bagi Ratna, keinginan Hendri untuk bercinta
dengannya sudah menandakan penyerahan diri. Andaikata Hendri tahu
sebelumnya tentang hal itu, maukah ia bercinta dengannya? Mungkin
tidak. Tapi rasa keberatannya pasti tipis dan rapuh. Hendri dan dirinya
adalah jenis orang yang sama. Buat mereka berdua, tujuan hidup adalah
kenikmatan.
Tiba-tiba ia merasakan getaran dalam dirinya. Lalu terdengar suara
sang Tuan yang hanya bergaung di benaknya. Sang Tuan memberitahu
tentang proyeknya yang gagal di Motel Marlin. Jimatnya sudah
ditemukan. Berarti pengaruhnya tak ada lagi di sana. Bibir Ratna
mengerucut karena amarah. Tapi tak lama kemudian bibir itu
menyunggingkan senyum. Bila itu terjadi, Delia pasti kembali ke Motel
Marlin. Dengan demikian dia tak lagi jadi penghalang bagi Hendri.
Sebenarnya Ratna sudah tidak peduli lagi kepada Delia. Sejak Delia
datang dan menyerahkan uang, ia sudah menganggap Delia menyerah.
Tapi sang Tuan menginginkan ia tetap menghancurkan Delia. Bagusnya
adalah kalau Delia melanjutkan usaha bunuh dirinya yang dulu batal dia
lakukan. Dan lebih bagus lagi kalau Yasmin pun melakukan hal yang sama.
431
"Tapi aku tak bisa lagi menjangkau Delia, Tuan. Dia memang sempat
lemah. Tapi sekarang sudah kuat. Lebih kuat dari dulu."
"Yasmin?"
"Itu tergantung pada Hendri. Aku akan berusaha menggarapnya."
"Lakukanlah. Jangan keenakan sendiri. Ingat, kau belum melakukan apa-
apa untukku."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Beres, Tuan! Beres!"


Ratna tidak mengenal Yasmin. Tapi dari cerita Hendri yang suka
meremehkan istrinya, ia menyimpulkan bahwa Yasmin orang yang lemah.
Dulu motivasi bunuh dirinya itu dangkal sekali. Jauh berbeda dengan
Delia. Baru menderita sedikit sudah tak mau hidup. Kalau saja Yasmin
tidak bertemu dengan Delia, pasti nyawanya sudah jadi milik sang Tuan,
begitu keyakinannya. Kalau tidak, kenapa sang Tuan menginginkan Delia
dan Yasmin bunuh diri?
Ratna memang tidak bernafsu lagi mengejar Delia. Di samping merasa
sulit, ia tak punya motivasi kuat lagi untuk itu. Uang sudah ia peroleh.
Tampaknya urusan uang tak akan jadi masalah baginya karena anak-
anaknya yang ketakutan tidak keberatan memenuhi segala
kebutuhannya. Demikian pula motivasi mengoleksi emas berlian sudah
tersingkir oleh yang lainnya, yaitu seks! Tapi ia tidak boleh
mengecewakan sang Tuan.
***
Bi Ipah sudah menyiapkan sarapan. Lalu ia membersihkan rumah. Saat
itu sudah cukup siang, hampir jam sepuluh. Tapi majikan dan tamunya
belum juga keluar dari kamar. Berkali-kali sambil lewat ia me-
432
mandang ke arah pintu. Tapi tak berani lama-lama. Ia takut kalau tiba-
tiba Ratna membuka pintu tanpa kedengaran. Malah jangan-jangan bisa
keluar tanpa membuka pintu!
Kemarin, saat terkejut melihat Rama berpelukan dan berciuman dengan
tamunya dan sampai lupa bahwa ia memandang kelamaan, ia mendapat
bentakan yang mengejutkan. Begitu besar kejutannya hingga ia
terkencing-kencing! Belakangan Ratna menghiburnya sambil minta maaf,
tapi ia tak bisa melupakan ketakutannya. Ia tahu, Ratna buru-buru
menghiburnya karena khawatir ia angkat kaki. Bahkan Ratna
memberinya uang. Cukup menghibur meskipun tak bisa menghilangkan
traumanya.
Sebenarnya Ipah memang takut berada bersama Ratna berdua saja
dalam satu rumah. Dulu ada banyak orang di rumah Rama. Tapi ia tidak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

berani menolak ketika diajak Ratna. Ia sudah tahu dan mengenal siapa
Ratna. Bila kepada anggota keluarganya saja Rama berlaku tega,
bagaimana pula dengan dirinya yang bukan siapa-siapa. Tapi Ratna
meyakinkan dirinya bahwa ia aman-aman saja dan menjamin tidak akan
"menyentuhnya". Di samping itu Ratna menaikkan gajinya berlipat ganda.
Untuk itu Ratna meminta kesediaannya untuk tidak peduli pada apa pun
yang terjadi di rumah itu dan tentu saja tidak boleh bicara pada siapa
pun mengenai hal-hal yang dilihat dan dialaminya. Ipah sama sekali tidak
keberatan untuk berjanji. Ia memang tidak suka banyak bicara.
Baru beberapa hari menempati rumah itu majikannya sudah mendapat
pacar! Heboh betul perasaan Ipah. Rupanya majikannya itu manusia
biasa juga, pikirnya.
Saat Ratna dan Hendri menikmati sarapan, Ratna
433
menyuruh Ipah ke pasar. Maksudnya supaya ia bisa bicara leluasa
dengan Hendri.
"Apa kau nggak kesepian tinggal sendirian di sini?" tanya Hendri.
"Ah, justru enak sendirian"
"Berapa anakmu? Apa mereka tidak suka ke sini?"
"Jangan ngomongin soal keluarga. Tentu aku punya keluarga. Tapi aku
nggak mau ngomongin mereka."
Bagi Hendri, keluarga Ratna memang bukan urusannya. Tapi kadang-
kadang muncul juga keingintahuannya. Ia melihat perabot serba antik.
Ada yang masih bagus, tapi ada juga yang sudah agak rombeng. Apakah
keantikan perabot rumah juga menandakan "keantikan" pemiliknya? Ia
tidak pernah bisa memperkirakan umur Ratna. Sedang Ratna sendiri
pantang ditanya soal umur. Kalau saja ia bisa tahu berapa anak Ratna
dan berapa usia mereka, ia mungkin bisa membuat perkiraan.
Tentu saja soal umur Ratna bukan pula urusannya. Yang penting bukan
umur. Tapi beberapa kali ia merasakan adanya keganjilan. Ada sesuatu
yang tidak seimbang. Kadang-kadang omongan Ratna terkesan
ketinggalan zaman. Ratna bukan pula jenis perempuan yang suka
olahraga, senam, atau yang lain. Bagaimana caranya ia bisa memiliki

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tubuh yang begim lentur dan kenyal, tanpa lemak dan selulit? Untuk
memiliki tubuh seperti itu banyak perempuan perlu berusaha keras. Dan
wajahnya yang halus dan licin itu jelas milik orang yang belum ma. Tapi
ada saat-saat Hendri mendapati ekspresi orang yang sudah ma di wajah
Ratna, yaitu kedua ujung mulut yang tertarik ke bawah! Pernah ia
mengira Ratna menjalani
434
bedah plastik. Tapi ia tidak menemukan bekas-bekasnya.
"Baik. Aku nggak akan nanya soal itu lagi," ia berjanji. Memang apa
pedulinya?
"Nggak ngambek, kan?"
"Nggak. Masa gitu aja ngambek."
"Syukurlah kalau nggak. Aku takut kau kapok datang lagi ke sini."
"Ah, masa."
"Kau datang lagi minggu depan, ya?" pinta Ratna.
Hendri tertegun. Menempuh jarak Jakarta-Bandung hanya untuk
mendapatkan kenikmatan seks rasanya malas juga. Tujuan utamanya
adalah untuk mendapatkan jimat. Seks adalah sampingan. Ia memang
amat suka bercinta dengan Ratna, tapi itu bukan berarti ia
mencintainya. Ia melihat Ratna seperti Inem. Hanya sebagai objek. Jadi
kalau sudah terpuaskan ya sudah. Tak ada daya tarik lain. Misalnya
untuk curhat atau sekadar mengobrol. Ratna bukan orangnya untuk itu.
Ia juga tahu bahwa Ratna menganggap Hendri sama. Cuma sebagai objek
seks.
"Kenapa? Ragu-ragu?" tanya Ratna, menatap tajam.
Muncul rasa takut. Bagaimana pula kalau jimat yang dijanjikan itu tidak
diberikan?
"Ah, masa ragu-ragu. Pengennya sih kau pindah ke Jakarta aja, Rat.
Bandung kejauhan."
"Lain kali jangan bawa mobil. Capek. Naik kereta api aja. Yang ekspres."
Hendri merasakannya lagi. Cara Ratna mengatakan "yang ekspres" itu
seperti orang yang tidak banyak memahami situasi. Atau seperti orang
tua yang ketinggalan zaman.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Nyetir jauh-jauh itu melelahkan."


435
"Sebenarnya untuk kelelahan itu kan ada imbalannya, Hen!"
"Oh iya. Tentu saja. Kau memang hebat."
Untuk membuktikan kehebatan itu mereka kembali bercinta usai
sarapan. Sesudah selesai, mereka mendapatkan Ipah duduk di lantai di
samping pintu rumah yang dikunci dari dalam dengan keranjang penuh
belanjaan di sampingnya. Kepalanya bersandar ke dinding. Matanya
terpejam. Ia tertidur karena menunggu kelamaan!
Lalu mereka tidur siang. Kemudian makan hasil masakan Ipah. Sesudah
itu mengobrol sejenak. Lalu bercinta lagi menjelang sore ketika tiba
saat Keberangkatan Hendri kembali ke Jakarta. Saking seringnya
bercinta, seprai sampai basah karena keringat mereka. Hendri jadi
ingat pada masalah bau badannya yang diributkan Yasmin. Jangan-
jangan karena keringat yang kebanyakan itu.
"Kalau begitu, nanti berendam dulu di bak yang kutaburi bunga. Baru
mandi dengan sabun wangi khusus. Pasti kau tidak akan bau lagi," Rama
meyakinkan Hendri.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Hendri berhati-hati menjaga jarak
dari Ratna supaya tidak terangsang lagi. Ia akan kerepotan kalau
kembali berkeringat banyak usai bercinta. Itu berarti berendam dan
mandi lagi. Kapan selesainya? Lama-lama ia merasa menjadi sapi perah.
"Mana itu, Rat?"
"Itu apa?"
"Ih lupa. Jimatnya dong." "Oh ya. Tentu saja. Sudah kusiapkan kok."
Ratna menyodorkan sebuah benda terbungkus kain putih. Kecil dan pipih.
436
"Ini jimatnya?" tegas Hendri. Ia kurang percaya. Dikiranya Ratna
membohongi dengan memberikannya teh celup.
"Kalau kau kurang percaya, nanti nggak manjur." "Oh, percaya. Percaya."
"Simpan baik-baik. Kalau hilang nggak kubuatkan lagi."
"Baik. Lalu syaratnya apa lagi, Rat?" Rama berbisik di telinga Hendri.
***

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Boy mengendarai sepedanya sepanjang Jalan Angsana. Ia mengenakan


topi pet yang agak kebesaran. Tujuannya memang sengaja supaya tidak
gampang dikenali. Begitu mendekati rumah neneknya yang bernomor 2,
ia mengayuh pelan-pelan. Tiap hari ia melakukan kegiatan itu. Bukan
untuk senang-senang atau berolahraga, melainkan karena disuruh Rama,
ayahnya.
Biarpun merasa senang karena Ratna memutuskan untuk memisahkan
diri, Rama merasa penasaran. Mestinya ada sebab kenapa Ratna
melakukan hal itu. Bukankah tinggal di rumah sendiri lebih merepotkan
biarpun punya pembantu? Keingintahuan Rama mengalahkan rasa
takutnya. Ia tidak mau ikut campur atau berniat mengganggu. Ia cuma
ingin tahu. Maka Boy disuruhnya memata-matai. Tak perlu sampai
mampir atau masuk ke dalam rumah. Nanti ketahuan. Cukup lewat saja.
Rama juga berpesan agar tidak bertanya apa-apa kepada Ipah kalau
perempuan itu kebetulan berada di luar. Malah sebaiknya berusaha
supaya Ipah tidak mengenali.
Beberapa hari lewat tanpa hasil. Boy tidak pernah melihat sesuatu yang
lain dari biasanya.
437

Tapi sore itu ia melihat sebuah mobil sedan diparkir di halaman rumah.
Ia menghentikan sepedanya dan mencari perlindungan di balik sebatang
pohon rindang di tepi jalan. Ia menekan topi petnya lalu memasang mata.
Tak berapa lama menunggu, ia melihat seorang lelaki bertubuh tinggi
dan berpakaian rapi keluar didampingi neneknya. Ia terkejut karena
neneknya menggandeng lengan lelaki itu dengan mesra. Ratna bicara
dengan tertawa-tawa riang. Ia mengantarkan lelaki itu sampai ke
samping mobil. Lelaki itu memasukkan tasnya ke dalam bagasi kemudian
membuka pintu depan mobil. Rama memegangi pintu mobil. Mereka
berbincang lagi sebelum pintu ditutup.
Boy membelalakkan mata sebesar-besarnya. Meskipun jarak cukup jauh,
hari masih terang hingga ia bisa melihat wajah si lelaki. Ia menunggu
dulu sampai mobil lelaki itu keluar dari halaman lalu meluncur pergi dan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ratna kembali ke dalam rumahnya, baru ia mengayuh sepedanya. Tapi ia


tidak mengambil jalan yang melewati rumah Ratna melainkan memutar
arah. Siapa tahu Ratna ada di balik jendela mengamati situasi jalanan.
Boy pulang membawa berita menghebohkan.
"Nenek punya pacar! Cowoknya masih muda dan cakep! Mobilnya pake
pelat Jakarta!"
Tak lama kemudian berita itu sudah menyebar ke semua saudara Rama.
438

BAB 41

Hari Minggu itu Yasmin dan Delia menunggu kedatangan Kosmas dan
Erwin dengan gembira. Sebelumnya Erwin sudah menelepon lebih dulu.
Ia menjelaskan apa yang telah terjadi secara singkat. Tentu saja ia
menyertakan permohonan maaf karena tak pernah menelepon seperti
biasanya. Ia tidak menanyakan apakah dibolehkan datang karena pada
hari itu tentunya Hendri ada di rumah. Tapi Yasmin meminta mereka
datang karena Hendri sedang ke luar kota. Sengaja ia tidak mengatakan
di mana luar kota itu.
Erwin menanyakan Delia karena Kosmas mau bicara juga. Tapi saat itu
Delia berada di rumah besar menemani Winata. Perlu waktu untuk
memanggilnya. Maka Yasmin mengatakan lebih baik Kosmas bicara
langsung dengan Delia saja bila sudah berhadapan.
"Ternyata dugaanmu semuanya benar, Kak!" seru Yasmin setelah
menyampaikan kabar itu.
"Erwin memang lebih cermat daripada abangnya," kata Delia gembira.
"Aku senang, Kak. Hubunganmu dengan Bang Kos pasti akan lebih erat
dibanding sebelumnya."
"Semoga begim. Sejak saat ini aku dan dia bisa lebih berhati-hati dalam
menilai satu sama lain. Per-
439
ubahan sikap tidak selalu disebabkan oleh kehendak sendiri."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Mereka pasti akan memintamu kembali ke sana, Kak," kata Yasmin


khawatir.
Delia tertawa menenangkan. "Bukankah tempatku memang di sana, Yas?"
"Aku punya usul, Kak. Sebelum kau kawin dengan Bang Kos hendaknya
kau tetap di sini. Biarlah aku dan Papa melepasmu sebagai pengantin.
Bagaimana, Kak?"
Delia tersipu. "Malu ah. Kalau aku kawin nggak mau ramai-ramai. Tahu
diri dong."
"Jangan begitu, Kak. Ini bukan soal ramai-ramai. Tapi kan nggak baik
kalau belum kawin sudah tinggal serumah."
"Aduh, bisa saja kau mencari alasan."
"Pikirkan ya, Kak? Jadi kalau nanti mereka menyampaikan soal itu, kau
sudah punya jawaban."
"Iya deh. Baik."
"Papa pasti mendukung ideku, Kak."
"Wah, jangan merepotkan papamu."
"Sebaiknya sekarang kita beritahu Papa. Supaya kita semua sepakat,"
Yasmin mendesak.
Biarpun merasa malu, terpaksa Delia mengikuti kehendak Yasmin.
Ternyata Winata mendukung ide Yasmin itu sepenuhnya. Ia
bersemangat sekali. Maka Delia ikut setuju. Ia tak ingin mengecewakan
orang-orang yang sudah menolongnya. Apalagi ide itu cukup baik.
Pertemuan berlangsung di paviliun. Sudah diputuskan bahwa Kosmas dan
Erwin baru akan diperkenalkan dengan Winata setelah semua
permasalahan menjadi jelas.
Kosmas memeluk Delia, lalu saling mencium pipi. Erwin dan Yasmin
menyaksikan dengan tersenyum.
440
"Maafkan aku, Del," kata Kosmas. "Ya. Sudahlah."
"Aku juga minta maaf, Kak," sambung Erwin. "Seharusnya aku bisa
mendamaikan kalian. Bukannya menambah panas. Sikapku padamu
sungguh kasar. Aku malu sekali."
"Sekarang sudah jelas. Itu bukan salah kalian," hibur Delia.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ternyata aku ini lemah," Erwin mengakui. "Semula kukira aku tidak
akan gampang dipengaruhi."
"Kau bukan lemah. Tapi lengah," kata Delia.
"Mungkin aku terlalu percaya diri. Sok."
"Ah, nggak juga. Jangan menyalahkan diri sendiri."
"Akulah yang benar-benar lemah. Sudah begitu kerasa kepala, lagi,"
kata Kosmas.
"Ya sudahlah. Kita memang tak boleh meremehkan pengaruh seperti
itu," hibur Delia.
"Tapi kau sendiri tidak terpengaruh, Kak. Kau bisa bersikap wajar," puji
Erwin.
"Jangan melebihkan, Win. Di situ aku yang jadi korban. Aku sempat
takut. Aku jadi sedih, putus asa, dan merasakan berbagai emosi negatif
sampai muncul pikiran untuk bunuh diri..."
"Apa???"
Tiga suara kaget berseru hampir berbarengan. Kosmas langsung
merangkul Delia begitu cemasnya sampai Delia tertawa.
"Hei, sudahlah. Aku nggak sampai berbuat begitu, kan?"
"Niat itu saja sudah mengerikan," kata Kosmas. "Cuma melintas
sebentar kok. Aku berdoa. Aku diingatkan, masih punya teman. Yasmin."
Yasmin merasa terharu. "Kita saling menolong,
441
Kak. Kau pernah menolongku dan memberiku semangat hidup."
"Saat itu kayaknya aku berbuat setengah hati. Aku lebih mendorongmu
untuk minta bantuan Kosmas dan Erwin."
"Aku mengerti keadaanmu ketika itu, Kak. Kau sedang tidak berdaya dan
patah semangat. Tapi kau toh membantuku. Bagiku itu luar biasa!"
Yasmin memeluk Delia. Kosmas dan Erwin mengawasi dengan berbagai
perasaan. Ada kebahagiaan, tapi masih ada kecemasan.
"Ke mana Hendri, Yas?" tanya Erwin.
"Bandung," sahut Yasmin sambil melirik Delia.
Erwin menangkap isyarat. "Ada apa?" tanyanya.
"Kau cerita sajalah," kata Delia kepada Yasmin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Yasmin menceritakan semua yang pernah didiskusi-kannya dengan Delia


menyangkut Hendri.
"Maksudmu ada indikasi mereka saling mengenal dan kepergian Hendri
ke Bandung untuk bertemu dengannya?" tanya Erwin.
"Ya."
"Tapi indikasinya belum begim kuat," komentar Kosmas.
"Berdasarkan pengalaman kita, sebaiknya waspada," pendapat Erwin.
"Mungkin saja Hendri minta jimat sama nenek sihir mertua Kak Del.
Kalau sekarang kita anggap dia sudah mengenal si nenek, mungkin di luar
motel seperti perkiraan, maka berhati-hatilah terhadap apa yang
dibawanya dari Bandung nanti."
"Jimat!" seru Yasmin dengan ekspresi horor. "Betul sekali. Mungkin
bentuknya sama seperti benda yang kami temukan di motel."
Erwin menggambarkan bentuk jimat tersebut.
442
"Benda itu kecil, jadi gampang disembunyikan tanpa ketahuan. Mungkin
pengaruhnya terasa lebih dulu sebelum benda itu berhasil ditemukan.
Jadi waspadalah. Rajinlah berdoa, Yas. Kalau pikiran terasa kacau dan
tidak wajar, segeralah bermeditasi untuk mengusirnya."
"Ya. Aku akan melakukan itu," sahut Yasmin.
"Mungkin sebaiknya si Hendri langsung digeledah begitu pulang," kata
Kosmas.
Tapi usulnya itu dianggap mustahil oleh rekan-rekannya. Termasuk
dirinya sendiri.
Lalu percakapan sampai pada permintaan Kosmas dan Erwin kepada Delia
supaya Delia bersedia kembali ke motel.
"Semua orang di sana merindukanmu. Mereka merasa kehilangan," kata
Kosmas.
"Para karyawan menganggap akulah biang penyebab kepergianmu," kata
Erwin.
"Sebaiknya aku di sini dulu," sahut Delia. Ia merasa menemukan alasan
lain yang lebih baik saat itu. "Aku bisa membantu Yasmin menghadapi
kemungkinan buruk dari Hendri. Bukankah sebaiknya begim, Yas?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh ya. Tentu saja. Bila ada teman, aku bisa lebih kuat. Kak Del bisa
membantuku mencari di mana jimat disembunyikan. Dan dia orang
terdekat yang mampu memantau tingkah lakuku."
Kosmas dan Erwin berpandangan. Mereka menganggap alasan itu masuk
akal. Terutama Erwin yang merasa lebih nyaman bila Yasmin didampingi
Delia. Hanya Kosmas agak kecewa karena tak bisa lebih sering
berdekatan dengan Delia. Tapi tentu saja ia pun menganggap itu ide
yang baik.
"Bagaimana tanamanku?" tanya Delia.
443
"Jangan khawatir. Aku merawatnya sendiri," sahut Kosmas.
"Dan mengajaknya bicara." sambung Erwin.
Kosmas tersipu. Delia tersenyum. Yasmin dan Erwin tertawa.
Setelah mencapai kesepakatan, mereka menemui Winata. Delia
mengenalkan Kosmas sebagai calon suaminya. Kemudian mereka
berbincang. Winata bertanya banyak mengenai bisnis motel.
Bersemangat sekali. Pengetahuannya cukup mencengangkan bagi kedua
orang pemilik Motel Marlin. Winata bisa memberi masukan lumayan bagi
motel mereka. Winata menganjurkan agar motel itu tetap dipelihara dan
dikembangkan sebagai motel. Jangan dijadikan hotel besar.
"Jakarta sudah penuh hotel. Di segala pelosok ada hotel," katanya
memberi alasan.
Kosmas dan Erwin mengangguk-angguk seperti sedang menerima
perkuliahan. Sementara Delia dan Yasmin mendengarkan saja. Yasmin
senang melihat ayahnya begitu bersemangat. Setelah sakit dan mundur
dari kegiatan bisnisnya lalu hanya menjadi salah satu pemegang saham,
Winata semakin jarang dikunjungi teman-temannya termasuk mantan
rekan bisnisnya. Dia merasa dirinya tidak berharga lagi dan tak ada.
yang mau mendekat. Tak ada lagi yang memerlukan petunjuk atau
nasihatnya. Dia sudah dilupakan.
Yasmin mengetahui hal itu dari Aryo. Menurut cerita Aryo yang lain,
pernah ada beberapa teman Winata menelepon untuk menanyakan kabar
Winata. Mereka tidak bermaksud bicara dengan Winata, tapi hanya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

memerlukan keterangan Aryo. Menanggapi hal itu Winata berkata


dengan gusar, "Lain kali bilang
444
saja aku sudah mati, Yo! Mereka bukan mau memberi perhatian, tapi
cuma mau ngecek apa aku masih hidup atau sudah mati!"
Mungkin juga persangkaan negatif Winata itu tidak sepenuhnya benar.
Orang yang stres memang lebih mudah berprasangka buruk. Mungkin
juga teman-teman Winata segan menjenguk atau bertemu langsung
karena kondisi dan sikap Winata sendiri menimbulkan perasaan tidak
enak.
Sesudah pamitan dari Winata, mereka kembali ke paviliun. Kosmas
bertanya kepada Delia, "Del, bisa bicara empat mata denganmu?"
"Tentu."
Yasmin menyilakan mereka ke teras sementara ia dan Erwin berbincang
di ruang tamu.
"Aku rindu padamu, Del," Kosmas mulai. "Aku juga."
"Kau setuju kalau kita segera mencari tanggal perkawinan?" "Setuju."
"Tahun ini juga?" "Ya."
Kosmas merasa surprise karena cepatnya Delia menyetujui.
"Kau heran?" tanya Delia.
"Mungkin aku masih dipengaruhi nenek sihir itu. Aku sudah siap
menerima tentangan darimu."
Delia tersenyum. Ia tidak mau mengatakan bahwa kali ini semua usul
Kosmas itu masuk akal. Tidak seperti dulu ketika mereka berada di
ruang kantor berdua. Memang tidak sepatutnya mengulang cerita itu
karena sudah jelas saat itu Kosmas bukan dirinya sendiri.
445
Menjelang malam Hendri tiba dengan membawa beberapa kilo peuyeum
Bandung.
"Aduh! Banyak amat! Siapa yang akan memakannya?" seru Yasmin.
"Kita dong. Siapa lagi?"
"Sebanyak itu?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ya. Digoreng pakai mentega kan enak. Atau pakai tepung. Dimakan
begitu aja juga enak."
"Terlalu banyak. Bisa sakit perut."
"Kalau tidak habis, bagi tetangga."
Yasmin tidak mempersoalkan hal itu. Ia sibuk mengaktifkan
penciumannya dengan mengendus-endus tubuh Hendri. Terutama kalau
berada di belakangnya. Tapi ia tidak mencium bau apa-apa. Hendri sama
sekali tidak berbau.
Ketika Hendri mandi, Yasmin dan Delia sepakat untuk membuang saja
semua peuyeum bawaan Hendri itu. Mereka takut makanan itu sudah
diberi guna-guna yang bisa mencelakakan mereka. Sebaiknya tidak
mengambil risiko, sekecil apa pun. Masalah bau yang tak ditemukan pada
tubuh Hendri bukan lagi merupakan petunjuk bahwa Hendri "bersih".
Lebih baik mencurigai daripada terlalu percaya.
Delia pergi membawa peuyeum itu ke pasar swalayan lalu membuangnya
di tempat sampah yang ada di depannya. Sesudah itu ia masuk ke dalam
lalu membeli tape yang sudah dikemas. Setibanya di rumah, ia
membawanya ke dapur dan menyerahkannya kepada Tati untuk digoreng.
Hendri tidak tahu bahwa tape yang dimakannya bukanlah peuyeum
Bandung yang dibawanya.
"Ingat, Yas. Jangan biarkan dia masuk ke kamar-
446
mu tanpa diawasi. Kalau kau meninggalkan kamar, kunci saja dan kantungi
kuncinya," Delia mengingatkan.
"Dia bisa saja menyelipkan jimat itu di dapur misalnya. Benda itu kan
kecil sekali," keluh Yasmin.
"Yang paling berbahaya adalah di kamar tidur," Delia menyimpulkan.
"Aduh, Kak! Bagaimana kalau dia berhasil merayuku dan aku... aku
tergoda olehnya?"
"Ingatlah akan rasa sakit dan penghinaan yang dulu kauterima."
"Im tak pernah kulupakan, Kak. Dalam keadaan waras memang iya. Tapi
kalau aku dipengaruhi? Erwin dan Kosmas saja bisa terpengaruh."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tidak. Mereka beda karena mereka tidak menyangka hingga tak punya
persiapan sama sekali. Kita kan sudah siap. Ingat saran Erwin tadi?"
"Ya."
"Jadi jangan panik. Jangan lupa berdoa. Aku akan membantu dengan doa
juga."
Malam itu Yasmin mengunci pintu kamarnya. Masih pula ditambah dengan
ganjalan meja yang ditindih kursi. Tapi ia masih sulit tidur. Perasaannya
sulit ditenangkan. Ia bermeditasi dan berdoa.. Sampai kemudian ia
mendengar suara langkah kaki yang pelan tapi tetap terdengar. Berhenti
di depan pintu. Ia menahan napas.
Hendel pintu berputar pelan, beberapa kali berulang. Kemudian
berhenti. Pasti orang di luar menyadari bahwa pintu terkunci. Lalu bunyi
langkah terdengar lagi. Sekarang menjauh.
Yasmin terkapar melepas ketegangan. Itu pasti Hendri. Tidak ada orang
lain di paviliun. Kalau memang Hendri ada keperluan, ia bisa mengetuk
447
pintu. Bukan dengan berusaha membuka pintu diam-diam. Dan
seandainya ia berhasil masuk, apa gerangan yang mau dilakukannya?
Yasmin bergidik. Bila ia sampai dipengaruhi, apakah ia akan jatuh hati
pada Hendri begitu rupa hingga tidak takut lagi bercinta dengannya?
Dan tidak pula merasa sakit sedikit pun? Bahkan bisa menikmatinya?
Kalau kemungkinan itu terjadi dulu, mungkin saja ia merasa senang dan
menganggapnya sebagai jalan keluar paling baik. Tapi sekarang tidak
lagi. Ia merasa takut.
***
Ternyata Erwin pun memiliki ketakutan yang sama.
"Seharusnya dia tegas saja," komentar Kosmas. "Kalau memang sudah
tidak suka apalagi takut, kenapa tidak cerai saja? Paling tidak, pisah
rumah gitu. Suami begitu kok dipertahankan."
"Kata Kak Del, Yas sangat mengagungkan perkawinan. Dia merasa
terikat dengan sumpah yang pernah diucapkan. Susah dan senang harus
ditanggung sebagai risiko."
Kosmas geleng-geleng kepala. Kalau begitu betapa tipis harapan Erwin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi aku tidak akan berpaling darinya, Bang, walaupun aku tak punya
harapan."
"Aku salut padamu, Win."
"Entah kenapa, Bang. Semakin memahami keadaannya aku semakin
mencintainya. Tapi rasanya aku lebih tenang sekarang. Tidak lagi
emosional seperti sebelumnya. Aku tidak lagi dikuasai keinginan
memiliki. Aku cuma ingin melindunginya dari suami jahat."
Kosmas merasa iba kepada Erwin. Bisakah Delia
448
membujuk Yasmin agar menceraikan saja suaminya itu?
"Tapi kau belum tahu apakah dia juga mencintaimu," kata Kosmas.
"Aku tahu, Bang."
"Oh ya? Dia bilang begitu?"
"Dia nggak bilang. Tapi sorot matanya mengatakan itu."
"Sorot matanya?" Kosmas terheran-heran.
"Ya."
"Itu kan nggak cukup, Win."
"Bagiku sudah cukup. Aku yakin, Bang. Kita sama-sama tahu. Aku tidak
mungkin melamarnya dan dia pun tak mau selingkuh."
Kosmas terharu. Dalam hati ia memarahi Yasmin sebagai perempuan
paling bodoh di dunia!
449
BAB 42

Hari Senin pagi esoknya, begitu Hendri berangkat ke kantor, Delia dan
Yasmin bergegas menelusuri paviliun. Seperti pengalaman Kosmas dan
Erwin, mereka memeriksa semua ruangan, terutama dapur. Isi perabot
seperti lemari dan laci berikut celah-celah dan kerenggangan.
Sepanjang dinding, lantai, plafon. Perabot dapur sampai kompor.
Pendeknya, segala benda yang ada. Dengan kerja sama berdua mereka
bisa lebih cermat. Tapi sejauh itu mereka tak berhasil menemukan
benda yang dicari.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Mereka mengawali pencarian dengan bersemangat dan segar, tapi lama-


kelamaan menjadi lelah dan bosan. Rasanya seperti orang gila yang
tengah mencari benda kecil. Apalagi menurut Erwin tempat
persembunyiannya bisa tak terduga. Im yang sulit. Sebegitu
pintarnyakah Hendri? Setahu Yasmin, Hendri biasanya ceroboh dan mau
gampangnya saja.
Untung saja ia menempati paviliun. Bukan rumah besar.
"Dia tidak ke rumah besar semalam," Yasmin menegaskan.
Meskipun Yasmin meyakini kamarnya tidak dimasuki Hendri, mereka
tetap mencari di sim.
"Semalam ada yang mencoba membuka pintu kamarku. Pasti dia," kata
Yasmin.
450
"Kalau begim, targetnya memang kamarmu."
"Oooh...," keluh Yasmin. "Apakah kita harus mencari tiap hari? Kita
tidak tahu kapan dia meletakkannya. Sebentar lagi, atau besok."
"Kita memang harus mencari tiap hari, Yas. Tidak apa. Kan ada aku yang
membantu," Delia memberi semangat.
"Aku bukannya patah semangat, Kak. Aku cuma mikir betapa tidak
efisiennya waktu terbuang-buang untuk mencari sesuatu yang tidak
pasti. Bagaimana ya caranya supaya kita bisa dapat hasil maksimal dalam
waktu singkat?"
Delia termenung. Ia membenarkan ucapan Yasmin, tapi tidak tahu
jawabannya.
"Sebaiknya kita bertindak mendahului Hendri, Kak."
"Maksudmu?"
"Kita anggap saja dia belum mendapat kesempatan menemukan tempat
yang cocok untuk jimatnya. Kemarin waktunya memang sempit. Kalau
benar, berarti dia masih menyimpannya di tempatnya sendiri. Di mana
lagi itu kalau bukan di kamarnya?"
"Jadi kita cari di kamarnya?"
"Ya!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Mereka bergegas menuju kamar. Hendri. Tapi betapa kecewanya mereka


setelah mendapati pintunya terkunci.
"Sejak kapan dia mengunci kamarnya?" kata Yasmin kesal.
"Bisa berarti dia menyembunyikan sesuatu yang tak boleh ditemukan
olehmu. Makanya dikunci."
"Im mungkin saja. Tapi dia kan tidak tahu bahwa kita tahu. Itu
kelebihan kita, kan?"
"Meskipun tipis, masih belum tentu benar, Yas."
451
"Aku yakin memang benar, Kak. Semakin lama semakin yakin."
"Baiklah. Tapi begini, Yas. Bukankah kau tak ingin berlarut-larut dalam
kondisi seperti ini? Maukah kau ketakutan terus? Aku pikir, sepatutnya
kau tidak menyiksa dirimu sendiri dengan membiarkan dia menyiksamu.
Kau harus bersikap tegas."
Delia merasa kurang enak bicara seperti itu. Tapi ia kasihan kepada
Yasmin.
"Aku tahu apa yang kaumaksud," kata Yasmin. "Cerai, bukan? Tapi aku
nggak ingin jalan keluar seperti itu."
"Kalau kau takut padanya, bagaimana mungkin kau bisa bertahan hidup
bersamanya?"
"Aku memang takut padanya. Tapi sumpah yang kuucapkan dulu rasanya
juga menakutkan untuk dilanggar."
"Bukankah dia sendiri melanggar, Yas? Dia tidak setia. Dia jahat. Dan
dia memakai tangan iblis untuk menaklukkan kau."
"Tapi tujuannya bukan untuk mencelakai aku. Dia ingin menjalin
hubungan yang baik denganku. Aku juga bukan istri yang baik."
Delia merasa bingung menghadapi Yasmin. Ia sulit memahami jalan
pikirannya. Mungkinkah hal itu karena mereka berbeda karakter?
"Apa kau sesungguhnya ingin menjadi istri yang baik, Yas? Tapi istri
yang baik itu yang bagaimana? Yang bisa melayani keinginan seksual
suaminya?"
"Aku merasa nggak normal, Kak."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ah, kau balik lagi ke situ. Yang bilang begitu kan dia untuk
memojokkanmu. Kau sendiri juga bilang bahwa cintamu sudah mati."
Yasmin menjadi murung. Setiap pembicaraan me-
452
ngenai hal itu selalu membuatnya merasa gamang. Dan Delia semakin
gemas saja.
"Aku memang munafik, ya?" Yasmin mengakui. "Aku mau tetap jadi
istrinya karena terikat sumpah perkawinan. Tapi aku takut bercinta
dengannya. Aku membolehkan dia mencari kepuasan dengan perempuan
lain supaya dia tidak menggangguku. Kadang-kadang aku merasa kasihan.
Tapi kalau ingat yang dulu, aku suka benci. Dia selalu bilang ingin
membina hubungan baik denganku. Tapi aku merasa, kalau dia sampai
berhasil, aku adalah orang yang kalah. Aku akan kembali menjadi
budaknya. Bahkan mungkin lebih buruk lagi. Mungkin aku hanya terbius
sementara lalu kesakitan itu datang lagi."
"Kalau begitu yang kautakutkan semata-mata adalah rasa sakit itu,
bukan sarana yang digunakannya untuk menaklukkanmu?"
"Oh, tentu saja itu juga. Bila aku menjadi budaknya, bukankah sama
dengan jadi budak iblis juga?"
"Tapi kau tidak sadar dan tidak menginginkannya. Itu beda dengan
orang yang meminta."
"Ah, kau pasti menganggapku orang yang tidak berprinsip," keluh
Yasmin.
"Kau cukup berprinsip kok. Kau berpegang pada sumpah perkawinan."
"Entahlah. Aku jadi bingung."
"Jangan. Nanti kita bisa kehilangan pegangan."
Telepon dari Erwin menghentikan pembicaraan. Yasmin berbincang
dengannya.
"Dia menanyakan hasilnya. Aku bilang nggak ketemu," kata Yasmin
kemudian.
"Apa sarannya?"
"Katanya, jangan bosan dan capek mencari. Sama
453

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

seperti dia dulu. Kalau kita kecapekan, dia akan datang membantu."
Delia tersenyum. Yasmin tampak senang ditelepon Erwin.
"Aku punya ide, Yas. Daripada capek-capek begini, bagaimana kalau kita
berikan saja kesempatan kepada Hendri sebanyak-banyaknya untuk
memasuki kamarmu? Nanti malam kau ke rumah besar tanpa mengunci
kamarmu. Besok paginya kita cari."
"Itu ide yang bagus. Tapi malamnya kan aku tidur di sim. Bagaimana
kalau jimat itu segera mempengaruhiku lalu aku membukakan pintu
untuknya begim dia mengetuk? Ih..."
"Gampang. Malam nanti tidurlah di kamarku."
"Bagus!"
Sore itu setelah Hendri pulang, Yasmin tidak mengunci pintu kamarnya
kecuali bila ia berada di dalamnya. Setelah makan malam bersama
Hendri, ia pergi ke rumah besar. Sebagai basa-basi ia mengajak Hendri.
Seperti sudah diduga, Hendri menolak. Yasmin pergi tanpa mengunci
kamarnya seperti yang direncanakan.
Jam sembilan malam itu Yasmin kembali. Ia melihat Hendri masih
menonton teve.
"Aku mau nginap di kamar Kak Del ya?" kata Yasmin. Bukan minta izin
tapi memberitahu.
"Apa?" Hendri tampak terkejut dan kecewa.
"Mau nginap. Nggak takut sendirian, kan?"
"Memangnya ada apa sih sampai nginap segala?"
"Pengen ngobrol aja. Sudah ya."
"Hei! Bantal dan gulingmu nggak dibawa?"
"Nggak. Di sana juga ada."
Yasmin pergi terburu-buru. Bantal dan guling? Jangan-jangan di situ
ditaruhnya!
454
Hendri merasa gusar. Ia meninju bantal sofa berulang-ulang. Lalu ia
berjalan hilir-mudik dengan muka memerah. Kemudian ia bergegas ke
kamar Yasmin. Dengan surprise ia mendapati pintunya tidak terkunci. Ia

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

masuk lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur Yasmin. Mana


efektivitas jimat itu?
Ia merenungi langit-langit. Ia membayangkan wajah Yasmin di sim.
Perempuan itu istrinya, tapi ia tak bisa menyentuhnya. Sudah lama
Sekali. Rasanya seperti bertahun-tahun. Apa itu yang terasa sekarang?
Kerinduan atau kemarahan? Tapi apa pun yang terasa tidak penting lagi.
Yasmin tetap menghindar. Dia tak bisa memuaskan dirinya.
Kemudian wajah Yasmin memudar, lalu lenyap. Ada gantinya di sana.
Rama!
***
Malam itu Rama menerima SMS dari Hendri seperti berikut, "Aku rindu
padamu. Ingin sekali berada di sisimu. Mengecupmu. Menyatu
denganmu."
Rama tersenyum. Ia senang sekali. Ia membalas, "Aku juga, Sayang.
Lama ya menunggu sampai akhir pekan!"
Hendri membalas lagi, "Lusa cuti dua hari. Aku berangkat besok pulang
kantor."
Rama terkikik-kikik. Luar biasa, pikirnya.
Ipah yang sedang menonton televisi ukuran 14 inci, satu-satunya hiburan
untuknya, mendengar cekikikan majikannya di dalam kamar. Bulu
romanya berdiri seketika. Perlu waktu sejenak untuk meredamnya lalu
beralih menjadi ketidakpedulian. Biar sajalah Rama mau berbuat apa pun
asal dirinya tidak diganggu. Im sudah semacam perjanjian tidak tertulis
455
di antara mereka. Ia merasa aman meskipun kadang-kadang muncul rasa
ngeri itu. Tapi dari pengalaman, ia selalu bisa mengatasi. Hanya perlu
waktu sebentar untuk merasa terbiasa. Biarpun demikian, kadang-
kadang muncul pertanyaan di benaknya sampai kapan ia bisa bertahan
seperti itu. Sesederhana apa pun pikirannya, ia cukup memahami bahwa
segala sesuatu akan berakhir.
Ipah mematikan televisi dan memutuskan untuk tidur. Dari dalam kamar
Rama sudah tidak terdengar suara-suara. Mungkin sudah tidur. Pada
malam hari Rama tidak memerlukan bantuannya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ia memeriksa lagi pintu dan jendela. Sudah dikunci atau belum.


Kebiasaan itu sudah rutin dilakukannya. Rama sendiri kurang peduli. Tapi
Ipah takut pada maling atau perampok yang kepergok. Majikannya punya
ilmu, tapi dia tidak. Paling-paling dirinyalah yang dianiaya atau dibunuh.
Bukan majikannya.
Ketika akan masuk ke kamarnya, ia terkejut ketika mendengar suara
yang berat memanggilnya.
"Ipah! Ipaaah...!"
Jantungnya serasa berhenti berdenyut. Itu bukan suara majikannya.
Bulu romanya berdiri lagi. Perasaannya dingin sekali. Suara itu begitu
berat sampai bergaung, membuat ngilu dan nyeri di gendang telinganya.
Ia cepat menengok ke belakang dan ke sekitarnya. Tidak ada siapa-
siapa.
"Ipaaah...! Ipaaah...!"
Panggilan berlanjut. Makin jelas baginya bahwa itu bukan suara manusia.
Suara itu datang dari ketiadaan. Kaki Ipah lemas dan menekuk-nekuk.
Tubuhnya gemetar. Celananya basah oleh kencing yang tak bisa ditahan.
Ia merasa tak kuat lagi berdiri. Ia perlu bersandar ke dinding.
456
"Ipah! Aku adalah sang Tuan!"
Ipah menggelosor ke bawah, duduk di lantai. Kepalanya melekat ke
dinding. Mulutnya ternganga. Matanya membesar. Tubuhnya kaku tak
bergerak. Hanya pupil matanya yang bergerak ke sana kemari.
"A...a...a...da a...a...apa? Ma...ma...uu a...a...pa, Tu...tu...aaan?" gagapnya
dengan suara parau, susah payah mengeluarkan suara.
"Apa kamu mau seperti majikanmu, Pah? Jadi muda dan cantik?"
Ipah terperangah. Kaget, takut, tapi bingung.
"O...ooo...ooo, e...e...e...," ia menggagap.
Terdengar suara tawa yang mengerikan.
"Kalau mau, kamu tinggal bilang iya. Lihat majikanmu itu. Dia senang
sekali, kan? Masa kamu mau jadi pembantu terus sampai mati?"
Ipah tak segera bisa bicara. Mulutnya membuka dan menutup tanpa
suara yang keluar. Pikirannya buntu karena shock.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Sang Tuan kembali menertawakan keluguan dan mungkin kebodohan


Ipah. Mungkin juga menganggapnya sebagai calon mangsa yang paling
gampang digarap.
"Menyahut saja susah. Dasar! Kalau kamu mau, apa pun yang kamu minta
akan kuberikan. Syaratnya gampang. Kamu patuh padaku karena aku jadi
tuanmu. Dan kalau kau mati, nyawamu ikut aku. Tapi buat apa
memikirkan soal itu? Kalau sudah mati, kau kan nggak tahu apa-apa lagi."
"Ya, Tuan," bisik Ipah.
"Ya? Jadi kamu mau?"
"Ng...ng...nggaaak. Bu...bu...kan gitu, Tu...tuan. Sa... saya bi... ngung."
457
"Baik. Aku kasih kamu waktu untuk berpikir. Supaya lebih mantap."
"Ya, Tuan," sahut Ipah lega.
Kemudian hening. Sang Tuan sudah pergi.
Ipah menyusut keringat dinginnya. Bajunya basah. Celananya juga.
Ketika ia bangkit, lantai yang didudukinya pun basah. Ia melangkah
terseok-seok ke kamarnya. Setelah membuka pintu ia segera
menggabrukkan diri di atas dipan. Tak kuat lagi untuk berganti pakaian.
Ada beban yang menindihnya. Berat sekali. Sesaat sebelum jatuh
tertidur ia sempat berpikir, jangan-jangan ia tak bisa lagi melihat hari
esok.

Delia dan Yasmin tak bisa tidur sampai larut malam. Mereka mengisi
waktu dengan mengobrol. Tumpah ruah riwayat hidup masing-masing
dari kecil sampai dewasa. Padahal dalam keadaan biasa, cerita yang
begim tidak sampai dikeluarkan. Mereka bagai bicara dengan psikiater
yang suka sekali mengorek masa kecil pasien untuk menemukan mata
rantai sebab-akibat dari segala perilaku.
"Hendri punya waktu banyak sekali untuk menjungkirbalikkan kamarku,"
kata Yasmin.
"Kita akan menjungkirbalikkannya lagi besok!" sahut Delia.
"Kalau berhasil menemukan, kita apain ya, Kak? Apa kita akan
membakarnya seperti yang dilakukan Kosmas dan Erwin?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Oh ya. Tentu saja. Biar musnah."


"Nanti dia akan menyalahkan dukunnya karena jimatnya nggak manjur."
Mereka tertawa geli.
458
Hendri, orang yang sedang diperbincangkan, tidur nyenyak di kamarnya
sendiri.
Ratna pun tidur nyenyak di rumahnya sendiri. Ia tidak tahu apa yang
telah terjadi atas diri Ipah. Andaikata tahu, ia pasti akan merasa resah
karena bisa mendapat saingan. Baginya, Ipah jenis orang yang sama
sekali tidak perlu diperhitungkan kecuali tenaganya saja.
Rama dan Hendri melanjutkan tidur untuk kemudian bertemu dalam
mimpi.
459
BAB 43

Esok paginya, dengan bersemangat Yasmin dan Delia memeriksa kamar


Yasmin. Terutama bantal dan guling serta daerah ranjang. Sarung bantal
dan guling dicopot, demikian pula seprai, penutup kasur, selimut.
Semuanya diperiksa jengkal demi jengkal, inci demi inci. Di situ tidak
ditemukan apa-apa. Kasur pun tidak bercacat. Seandainya Hendri
mengirisnya lalu menyelipkan jimatnya kemudian bekas irisan dijahit
kembali, pastilah bekasnya akan tampak. Hendri bukan orang yang
terampil dalam hal itu.
Berjam-jam mereka habiskan tanpa hasil.
"Kok nggak ketemu ya?" keluh Yasmin.
Delia tak menyahut. Ia memikirkan kemungkinan lain.
"Apa barangnya memang nggak ada?" kata Yasmin.
"Kita memang nggak tahu pasti, Yas."
"Mungkinkah sebenarnya dugaan kita keliru, Kak?"
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Pertama, kita mendasarkan dugaan pada perkiraan yang tak ada bukti
konkretnya, seperti soal bau dan kedatangan Hendri ke motel yang
waktunya pas saat Ratna di sana, juga Kepergiannya ke Bandung yang

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tidak kita ketahui tujuannya. Kedua, jimat itu tak bisa kita temukan
biarpun dia sudah diberi kesempatan seluas-luasnya."
460
"Ya. Itu mungkin saja. Tapi apa yang kita lakukan ini kan untuk menjaga
diri dari kemungkinan buruk. Daripada kita tidak melakukan apa-apa lalu
terjadi sesuatu."
"Jadi apakah sekarang kita patut menganggapnya bersih?"
Delia terkejut. "Jangan dulu! Kita tetap tidak boleh kehilangan
kewaspadaan, Yas." "Bingung, ya."
"Yas, dari pengalaman sebelumnya Ratna selalu bisa mengetahui apa
yang kita lakukan. Mungkin saja dia tahu kita sudah mengantisipasi
dengan berjaga-jaga dan melakukan pencarian. Bukan tidak mungkin dia
juga sudah tahu bahwa jimat yang ditaruhnya di Motel Marlin sudah
ditemukan dan dimusnahkan. Jadi dia pakai taktik lain."
"Wah!" Yasmin melotot.
"Karena itu kita harus tetap waspada. Sekarang kita jangan hanya
berpatokan pada jimat seperti yang ditemukan Kosmas dan Hendri
saja."
"Lantas pada apa, Kak?"
"Pada perilaku Hendri. Itu kelihatan dan bisa dinilai."
"Benar juga."
"Kau tidak perlu cemas, Yas. Aku akan menjagamu kalau kau kehilangan
kesadaran dan kewarasan."
Yasmin mengangguk. "Apa kita perlu beritahu Papa, Kak?"
Delia tertawa. "Kalau kau memberitahunya, bisa dipastikan Hendri akan
disuruhnya angkat kaki dari sini. Dan kau tak bisa lagi menyembunyikan
apa yang selama ini kausembunyikan darinya."
"Ah iya. Kita memang harus berusaha sendiri."
Telepon berdering.
461
"Nah, itu pasti Erwin. Sampaikan saja, Yas."
Yasmin pergi untuk menerima telepon. Beberapa waktu kemudian ia
kembali.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kak! Erwin minta izin untuk membantu mencari. Kasih jangan, Kak?"
tanya Yasmin.
"Terserah kau dong, Yas."
"Kasih aja ya, Kak? Supaya dia nggak penasaran. Dikiranya kita nggak
becus. Lagi pula dia sudah berpengalaman."
"Baiklah. Lumayan ada yang bantu."
Ternyata kemudian yang datang bukan cuma Erwin tapi juga Kosmas.
Mereka dengan bersemangat dan tekad membara sangat serius mencari.
Delia dan Yasmin mengamati saja, membiarkan kedua orang itu
mengambil alih. Akhirnya semua tempat sudah ditelusuri tanpa hasil.
Seperti biasa, kamar Hendri dilewatkan. Di samping terkunci, secara
logika tempat itu paling tidak mungkin. Kalau jimat memang sudah
dimilikinya, kenapa masih saja disimpan?
Kosmas dan Erwin menyerah.
"Tapi kita tidak boleh putus asa. Siapa tahu dia sengaja menunggu
sampai kita bosan dan malas mencari? Saat itulah baru dia
melakukannya," kata Kosmas.
"Ya. Tadi aku sudah bilang sama Yas, kemungkinan Ratna sudah tahu
tentang usaha kita ini," kata Delia.
"Dari mana dia tahu? Apa dia punya cermin ajaib?" kata Erwin kesal.
"Biarlah. Kalau betul begitu, dia tak akan pernah punya kesempatan!"
Yasmin berkata sengit.
Semua mata menatap Yasmin.
"Jadi kau tidak akan" berhenti mencari?" tanya Erwin.
"Tentu saja. Maksudku begitu."
462
Sebenarnya Erwin ingin sekali mengatakan, kalau mau aman tanpa risiko,
suruh saja Hendri pergi. Tapi itu mustahil dikatakan lebih-lebih
dilaksanakan. Akhirnya ia berkata, "Kalau perlu, tiap hari aku ke sini
untuk bantu mencari. Boleh?"
"Boleh. Itu bagus," sahut Yasmin.
Diam-diam Kosmas dan Delia bertukar pandang. Barangkali situasi itu
bisa juga digunakan sebagai alasan untuk lebih sering bertemu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

***
Yasmin ternganga ketika sepulang kantor Hendri mengatakan akan
segera berangkat ke Bandung meng-• gunakan kereta api. "Ke Bandung
lagi?"
"Tugas tempo hari belum selesai, Yas. Mungkin dua hari di sana."
"Kerjaan apa sih, Hen?"
"Promosi mesin. Ah, kau kan tahu kerjaanku."
"Ya nggak apa-apa. Cuma mendadak amat ya."
"Aku juga nggak nyangka sih. Apa kau keberatan?"
"Tentu saja nggak. Aku kan nggak berhak keberatan. Mari kubantu
membereskan tasmu." "Nggak usah. Biar kulakukan sendiri saja."
Yasmin tidak mendesak. Ia masih bingung.
"Untung juga Kak Del di sini, ya? Bisa menemanimu," kata Hendri ramah.
"Ya."
"Mau dibawain peuyeum lagi?" "Ah nggak. Nggak usah bawa apa-apa.
Bosan peuyeum melulu."
"Lainnya barangkali?" "Nggak ah. Hati-hati aja."
463
"Doakan aku selamat."
"Tentu saja," sahut Yasmin. Tapi kemudian merasa dirinya munafik.
"Baiklah. Aku pergi."
Kali ini Hendri tidak meminta peluk-cium seperti sebelumnya. Ia pergi
tanpa menyentuh Yasmin sedikit pun.
Delia tidak kurang terkejutnya. "Ke Bandung lagi?" "Katanya kerjaan
yang kemarin dulu belum selesai. Entahlah. Benar atau nggak." "Mungkin
mau atur strategi." "Strategi apa, Kak?"
"Tenang. Kita lihat saja nanti. Pokoknya selama dua hari kita bebas dari
pekerjaan mencari jimat."
"Besok kita tetap mencari. Lusa baru libur."
"Bagaimana kalau nanti malam gantian tidur di kamarku, Kak?"
"Baik."
Sebelum tidur mereka kembali memeriksa kamar. Meskipun merasa
bosan dan yakin tidak akan menemukan barang yang dicari, mereka

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tetap mencari dengan cermat. Itu penting untuk rasa aman dan percaya
diri.
"Padahal kita tidak perlu mencarinya sekarang, Yas. Malam ini tidur saja
di kamarku dulu. Atau kau bermaksud membuktikan kondisi kamarmu?"
"Betul sekali. Tapi aku takut sendiri." Yasmin tersenyum.
Mereka memang tidak menemukannya.
"Andaikata di sini ada jimatnya, tapi tak berhasil kita temukan, maka
yang terkena pengaruhnya bukan cuma aku, tapi kau juga." Yasmin
tertawa terbahak.
"Maksudmu, aku akan terpikat juga pada Hendri?
464
Wah... kasihan Bang Kos dong." Delia ikut tertawa geli.
Yasmin berhenti tertawa. "Aku kasihan sama Erwin," katanya serius.
"Kenapa?"
"Tak pantas dia menaruh hati padaku."
"Apakah dia sudah menyatakan isi hatinya?"
"Belum. Tapi aku bisa menebak. Begitu gamblang sikap dan ekspresinya.
Aku pasti buta kalau tidak merasakan."
"Katanya cinta tak harus memiliki. Klise."
"Memang klise, tapi menyentuh. Aku jadi tidak enak. Sepertinya aku ini
kelewatan. Hubungan sama suami udah kayak gini tapi mau terus
dipertahankan. Mungkinkah aku sakit, Kak?"
"Kukira nggak. Kau cuma ingin setia."
"Kau pasti berpikir aku gila."
"Ah nggak. Setiap orang punya sudut pandang sendiri-sendiri. Tapi aku
mau tanya, bagaimana kalau dia yang berniat menceraikanmu?"
"Aku sudah mengatakannya. Dia tidak mungkin mau menceraikan aku
sekarang. Kalau dulu mungkin iya. Bukannya sombong, Kak. Dia memang
mengincar harta. Coba pikir. Terakhir dia gajian pun aku tidak diberinya
barang sedikit untuk belanja sehari-hari. Katanya aku sudah punya
banyak dari Papa. Ya sudah. Papa memang menyerahkan manajemen
rumah tangga ini, termasuk keperluan Papa, kepadaku. Boleh dibilang
rumah tanggaku ikut dibiayai. Hendri sudah lepas tangan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kau terlalu baik padanya atau kau memang ingin mempertahankan dia?"
"Entahlah. Tapi ada satu yang pasti. Aku masih punya rasa bersalah
karena tidak bisa berfungsi
465
sebagai istri yang seharusnya. Jadi biarlah minus di sini tapi plus di
sana."
"Perasaan itu memang susah dihilangkan ya? Tapi kau belum menjawab
pertanyaanku. Bagaimana kalau dia berniat menceraikanmu meskipun kau
sendiri menganggapnya tidak mungkin? Siapa tahu situasi dan kondisi
berubah untuknya."
Ternyata Yasmin tidak bisa menjawab. Dia kelihatan bingung. Delia
menjadi iba.
"Sudahlah. Tak usah dijawab. Biarlah hidup ini berjalan seperti air
mengalir. Yang sekarang dijalani saja apa adanya. Yang nanti lihat nanti,"
kata Delia.
"Aku jadi merasa bodoh, Kak."
"Jangan kira hanya kau yang begitu, Yas. Aku juga. Tapi setiap kali aku
mengingatkan diri bahwa setiap saat itu punya situasi dan kondisi yang
berbeda. Cara berpikir dan perasaan jadi beda juga. Jadi tak perlu
merasa bodoh."
"Seperti apa ya hidup kita kalau kita tidak pernah bertemu?"
"Entahlah. Mungkin kau tetap jadi istri menderita dan aku jadi menantu
menderita. Kita bertemu karena penderitaan kita."
"Kalau begitu mestikah aku berterima kasih pada Hendri karena dia
telah membuatku menderita?"
"Ah, jangan. Kalau dia baik padamu dari dulu mungkin jalan hidupmu akan
lain lagi. Kau tidak akan mengalami problem seksual. Kau punya anak-
anak. Pendeknya, keluarga bahagia."
"Ya. Tapi aku suka berpikir, andaikata mertuamu tidak suka mengutuk
dan menyumpahi, apakah suami dan anakmu masih ada?"
"Aku tidak bisa menjawab karena aku memang tidak tahu jawabannya.
Aku tidak percaya pada
466

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

kutukannya. Aku marah dan benci karena dia sangat tidak berperasaan."
"Nyatanya ilmu hitam itu ada, Kak. Kita membuktikannya."
"Sepertinya begitu. Tapi aku yakin, dulunya Ratna tak punya ilmu. Dia
hanya bermulut jahat dan tak punya perasaan. Baru belakangan ini jelas
dia berubah."
"Mungkin dia sendiri punya jimat atau berguru pada orang pintar,"
Yasmin memperkirakan.
"Ah, ngomongin dia tidak menyenangkan, Yas."
"Baiklah. Ngomong yang lain saja. Tentang rencana masa depanmu kalau
sudah menikah, Kak."
"Tentu saja tetap di motel. Aku suka di sana. Dan kau? Katanya mau
usaha garmen?"
"Oh ya. Sekarang belajar dulu. Nanti bantu aku ya, Kak? Kau sudah
punya pengalaman."
"Pasti kubantu."
"Masa depanmu lebih pasti daripada aku, Kak."
"Jangan bilang begitu. Mana ada yang pasti? Segala sesuatu bisa
berubah. Jadi kita jalani saja hidup ini dengan sebaik-baiknya sambil
mengantisipasi segala kemungkinan."
"Maksudmu kita tidak boleh pasif menghadapi sesuatu, baik atau
buruk?"
"Ya."
"Bagaimana kalau kita melakukannya dengan salah?"
"Pakailah nurani. Itu selalu ada pada diri kita."
Yasmin merenung. "Bicara tentang mengantisipasi, aku jadi dapat ide,
Kak," katanya kemudian. "Besok aku akan ngecek ke kantor Hendri untuk
menanyakan soal tugasnya itu. Itu satu-satunya cara untuk mendapat
kepastian dia berbohong atau nggak."
467
"Itu bagus sekali, Yas!"
Sebelum Yasmin terlelap, sebuah pertanyaan terbawa tidur: Apa yang
akan dilakukannya bila Hendri berbohong?

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ipah terheran-heran melihat Hendri berada di depan pintu padahal


sudah hampir tengah malam. Semula ia takut membukakan pintu ketika
mendengar gedoran, tapi Rama memerintahkan ia membuka pintu Baru ia
sadar bahwa Rama sudah tahu siapa yang mau datang. Ipah melongokkan
kepala ke luar tapi tak melihat ada mobil yang diparkir.
"Aku nggak pakai mobil, Bi," kata Hendri.
Ipah mengangguk. Ia tak bertanya macam-macam. Dari tas yang dibawa
Hendri sudah jelas baginya bahwa lelaki itu bermaksud menginap. Ia
mengunci pintu kembali. Sedang Hendri langsung masuk menuju kamar
Ratna dengan menjinjing tasnya. Rama sendiri belum keluar.
Ipah memahami kewajibannya. Tamu dari jauh itu pasti perlu diberi
makan. Pantas tadi majikannya menyuruh masak lebih banyak dari biasa.
Jadi ia tinggal menghangatkan. Ia bergegas ke dapur. Saat melewati
pintu kamar Ratna, ia melihat pintu menganga sedikit. Ia berusaha tidak
melirik ke dalam. Tapi telinganya menangkap bunyi cup-cup-cup yang
riuh hingga mukanya jadi merah karena rasa malu yang menyergap.
Hendri dan Ratna bertingkah bagai sepasang kekasih yang sudah
bertahun-tahun tidak bertemu. Panas dan bergelora. Makanan bagi
mereka menjadi urusan kedua. Urusan pertama belum selesai-selesai
468
hingga makanan yang dihangatkan Ipah menjadi dingin kembali.
Ipah menunggu di dapur dengan terkantuk-kantuk. Ia duduk di atas
bangku kecil di pojok. Kalau tertidur, ia bisa dibangunkan dengan lebih
gampang dibanding kalau tidur di kamar.
Ketika hampir terlelap, mendadak ia dikejutkan oleh goyangan keras
pada pundaknya. Ia mengira Ratna yang membangunkan. Tapi ia tak
melihat siapa pun di dekatnya.
"Apa, Bu? Mau diangetin lagi?" katanya sambil mengucek mata supaya
bisa melihat lebih jelas.
Kemudian ia mendengar suara tertawa yang sudah dikenalnya. Suara
bernada rendah dan bergetar. Ia kaget dan takut. Itu suara sang Tuan!
"Ipah! Apa sudah kaupikirkan?" tanya sang Tuan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ipah termangu dengan bingung. Ia merasa terpojok. Ia sangat takut


kalau-kalau jawabannya bisa membuat sang Tuan marah. Ia juga tak siap
ditanyai pada saat itu. Setelah melewati ketegangan menunggu selama
beberapa hari, ia mengira pengalamannya tempo hari itu cuma mimpi.
"Hei! Sudah kaupikirkan atau belum?"
"Oh...eh... aduuuh... gi...gi...mana ya?" Ipah menggagap.
"Goblok! Ditanya jawabnya begitu!" bentak sang Tuan.
Dikatai begim Ipah menjadi lebih berani. "Sa...saya memang goblok,
Tuan. Ke...kenapa ng...nggak nyari yang pintar aja?"
"Dasar! Ini bukan urusan pintar atau goblok! Kamu mau nggak? Tuh lihat
majikanmu. Bukan saja dia jadi muda dan cantik, dia juga dapat pacar
yang cakep! Ha-ha-ha!"
469
Ipah terperangah. Otaknya yang sudah mulai mengerut bekerja keras
untuk berpikir. Ah, perlukah berpikir lagi? Sepertinya itu tidak
memerlukan pikiran.
"Ingat nggak masa lalumu? Dulu kamu itu kembang desa, Pah! Cantik dan
digilai banyak pemuda. Kamu nggak kepengen kayak dulu lagi? Kalau mau
gampang sekali!"
"Gampang?" gumam Ipah.
"Ya. Gampang. Kamu tinggal mengakui aku sebagai tuanmu yang
menguasaimu jiwa dan raga, maka kuberikan kamu apa pun yang kau
mau."
Dengan mengerahkan segenap keberaniannya Ipah menggelengkan
kepala.
"Nggak mau ah, Tuan," katanya.
"Nggak mau? Kenapa?" Sang Tuan bernada gusar.
Kegusaran itu menakutkan Ipah, hingga dia kembali gemetar. Ia perlu
mengerahkan segala keberanian sampai bisa menyahut, "Sa...saya mah
udah pu...pu...punya gusti, Tuan!"
"Gusti? Siapa itu?"
"Gusti Allah, Tuan," sahut Ipah, lebih mantap. Kedua tangannya
ditangkupkan di depan dada. Kepalanya ditundukkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Terdengar teriakan marah. Sesaat berikutnya Ipah merasakan


tamparan keras pada kepalanya hingga ia terjerembap ke lantai. Ia
tidak segera bangun dan tetap diam di posisinya karena mengira akan
ada pukulan berikut.
Sesudah itu memang ada tamparan lagi, tapi tidak sekeras sebelumnya.
"Apa-apaan sih kamu ini, Pah?"
Itu suara Rama. Ipah cepat bangun lalu tersipu. Ia tak berkata apa-apa.
"Kukira kau sudah mati!" kata Rama.
470
Ipah tetap tak berbicara. Ia melangkah ke kamarnya. Sekarang ia
merasa berbeda daripada sebelumnya. Tak ada rasa takut lagi kepada
Rama.
"Eh, mau ke mana?" seru Ratna.
"Tidur, Bu. Udah ngantuk."
Rama terperangah. Sikap Ipah seperti itu baru pernah dilihatnya.
Sebelum ia kembali marah-marah, Hendri muncul.
"Sudahlah, Rat. Kasihan dia sudah mengantuk. Biarin makan makanan
dingin juga enak."
Ipah memandang kedua orang itu bergantian lalu melangkah pergi, masih
tanpa berkata apa-apa.
Rama mengulurkan tangan untuk menangkap lengan Ipah, tapi Hendri
menahannya. "Sudah, Rat. Biarkan dia tidur. Mungkin dia capek."
Rama mengalah. Ia menyiapkan makan untuk Hendri.
"Heran. Kenapa si bego itu jadi berani melawan ya? Biasanya nurut,"
keluh Rama.
"Sudah, kita makan saja. Lapar nih."
"Ayo, makan yang banyak."
"Enak sekali. Masakanmu atau Bi Ipah?"
"Masakanku dong. Ayo, ambil lagi. Biar tambah tenaga."
Mereka saling memandang lalu tersenyum. Saat itu hidup ini sepertinya
melulu terisi cinta. Atau nafsu?
471
BAB 44

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Esoknya, Yasmin dan Delia bangun dengan perasaan nyaman.


"Apa kau merasa ada yang mengganggu?" tanya Yasmin. "Nggak."
"Aku juga nggak. Jadi kamar ini bersih, kan?" Delia tersenyum. "Hari ini
kita bebas dari pencarian."
"Ya. Sebentar ya, aku nelepon kantor dulu, menanyakan soal Hendri."
"Tapi jangan bilang kau istrinya. Nanti mereka merasa aneh kok istri
nggak tahu."
"Betul sekali."
Yasmin menghubungi kantor Hendri.
"Saya teman Pak Hendri, Bu. Bisa bicara dengan beliau?" kata Yasmin.
"Oh, hubungi rumahnya saja, Bu. Dia lagi cuti dua hari."
"Cuti? Bukan tugas ke luar kota?"
"Bukan."
"Minggu lalu beliau tugas ke Bandung, kan?" tanya Yasmin.
"Ke Bandung? Ah, nggak tuh."
"Baiklah. Terima kasih, Bu."
Yasmin mengakhiri percakapan karena apa yang
472
ingin diketahuinya sudah diperoleh. Lalu ia menyampaikannya kepada
Delia. "Dia bohong tentang tugas luar. Tapi tentang ke Bandung, bohong
nggak ya? Dia memang bisa saja ke tempat lain, kenapa memilih
Bandung?" Yasmin bertanya-tanya.
Delia tidak bisa menjawab.
"Mungkinkah dia punya pacar, Kak?"
"Mungkin saja."
"Dalam hal yang satu itu kami sudah punya kesepakatan. Dia tidak perlu
berbohong."
"Tapi biasanya tidak sampai menginap, Yas. Untuk itu dia harus mencari
alasan. Tak mungkin dia bilang mau nginap di rumah pacar, kan?"
"Membingungkan sekali dia itu," kata Yasmin kesal.
"Mungkin juga dia benar ke Bandung. Yang pasti untuk urusan pribadi.
Bukan tugas kantor."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Erwin yang diberitahu lewat telepon menganjurkan supaya mereka


memeriksa kamar Hendri.
"Buat apa, Bang?" tanya Yasmin.
"Siapa tahu di sana tersimpan bukti kebohongannya. Bukankah kamar itu
belum pernah diperiksa?"
"Betul. Tapi kamar itu selalu dikunci, Bang."
"Justru itulah, Yas. Kalau memang tak ada yang disembunyikan buat apa
dikunci? Cobalah tanyakan ayahmu, barangkali ada kunci serep untuk
kamar itu."
"Baik."
"Nanti kabari lagi, Yas!"
Yasmin berlari ke rumah besar untuk mencari Aryo. Ia tak mau
memberitahu Winata karena khawatir ayahnya akan mencurigai sesuatu.
Aryo menyerahkan serenceng kunci paviliun. "Ini semua dijadikan satu,
Bu Yas. Tapi saya nggak tahu itu kunci mana saja. Mesti dicoba satu-
satu."
473
"Iya. Beres. Terima kasih, Pak. Tapi jangan bilang-bilang Papa ya, Pak."
"Baik, Bu."
Dibantu Delia, Yasmin mencobai kunci-kunci itu pada pintu kamar
Hendri. Akhirnya setelah yang kesekian, pintu berhasil terbuka diiringi
teriakan girang Yasmin.
Keduanya menyerbu masuk. Sesaat mereka melayangkan pandang ke
sekeliling ruangan. Yasmin menganggap kamar itu cukup rapi bagi orang
yang ceroboh seperti Hendri. Selama kamar itu dikunci, Hendri
merapikan dan membersihkan kamarnya sendiri.
Mereka membagi dua tugas memeriksa. Delia ke lemari pakaian sedang
Yasmin ke tempat tidur dan meja di sampingnya. Dalam pikiran mereka,
- yang harus dicari atau ditemukan adalah surat cinta atau foto
perempuan. Jimat itu sudah terlupakan atau tidak lagi mendominasi
pikiran.
Yasmin mengangkat bantal yang hanya ada satu. Saat berikutnya ia
berteriak, terkejut dan ngeri! Delia menghambur ke dekatnya,

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

memandang ke arah yang sama. Di sana, di tempat bantal berada,


terletak sebuah benda putih kecil dan pipih! Warna seprai yang biru
muda jelas memperlihatkan benda itu.
"Itu dia!" seru Yasmin.
"Betul!" Delia membenarkan sambil meraih benda itu.
Mereka menelitinya bersama-sama. "Persis seperti yang digambarkan
Kosmas dan Erwin ya? Pasti yang ini."
"Kenapa ditaruhnya di sini ya?" Yasmin tak habis pikir. "Apakah ini
berarti dia mengguna-gunai dirinya sendiri?"
474
"Mungkin memang khusus untuk dia supaya punya daya pikat besar
untukmu. Jadi kau melihat dia tampan, gagah, dan menarik. Bila
diletakkan di sini tentunya aman dari penggeledahan."
Yasmin mengerutkan kening. "Tapi aku tidak terpikat sedikit pun. Dia
kelihatan biasa-biasa saja di mataku. Nggak lebih nggak kurang. Bahkan
kemarin saat mau pergi dia sama sekali tidak berusaha memeluk dan
mencium. Dingin-dingin saja."
"Coba kautelepon Erwin, Yas. Kalau bisa supaya dia mengindentifikasi
benda ini. Sama atau nggak."
Yasmin berlari ke luar sedang Delia meletakkan kembali benda itu di
tempat semula lalu menutupinya dengan bantal. Ia menutup pintu kamar
lalu menemui Yasmin.
"Mereka akan segera ke sini," Yasmin melaporkan.
Mereka menunggu kedatangan Kosmas dan Erwin di teras paviliun.
Perasaan mereka jadi tak enak setelah mengetahui keberadaan benda
itu.
"Kalau begitu, dia benar-benar ke Bandung dan punya hubungan dengan
Rama," kata Yasmin.
"Ya. Sekarang dia sudah mendapatkan jimatnya, kenapa dia perlu
kembali lagi ke sana?" Delia bingung.
"Mungkin mau melaporkan bahwa jimatnya tidak berkhasiat. Bukankah
dia tidak berhasil memikat aku?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Kosmas dan Erwin yang datang kemudian memastikan bahwa memang


benda seperti itulah yang mereka temukan di motel.
"Bakar saja!" kata Kosmas.
"Ya. Memang harus dibakar. Tapi kalau pulang nanti dia tentu heran
karena jimatnya hilang. Pasti dia curiga pada Yasmin. Kita harus
berhati-hati," sanggah Erwin.
475
"Ditukar saja dengan yang palsu," kata Yasmin.
"Ya. Kita buat sama persis dengan ini, lalu yang ini kita bakar," Delia
setuju.
"Ide yang bagus!" Kosmas dan Erwin setuju.
"Aku akan minta sedikit kain putih pada Bu Tati. Mudah-mudahan dia
punya. Tunggu ya?"
Dengan bersemangat Yasmin pergi.
"Akhirnya ketemu juga ya?" kata Erwin. "Berarti teorimu benar tentang
Hendri dan Rama, Kak Del. Mereka bertemu di motel."
"Tidak mungkin di motel," sahut Delia. "Tapi di luar."
"Ya. Pasti begim. Tapi siapa yang mempertemukan mereka?"
Tak ada yang menjawab. Mereka hanya saling memandang.
Lalu Yasmin kembali dengan membawa sepotong kain putih, jarum,
benang, dan sebuah teh celup!
"Teh celup ini untuk bagian dalamnya. Mirip, kan? Cuma putihnya beda,
ya?"
Yasmin membandingkan kain putih yang dibawanya dengan bagian luar
jimat.
"Nggak apa-apalah. Dia kan nggak bisa membandingkan kalau bahan
pembandingnya sudah nggak ada," kata Delia tertawa.
Delia mengerjakan pembuatan jimat palsu sedang Yasmin bersama Erwin
pergi ke dapur untuk, membakar jimat asli. Kosmas lebih memilih
menemani Delia.
"Aneh si Yasmin itu ya," bisik Kosmas. "Suami udah jelas kayak gitu
masih dipertahankan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Dia masih bingung, Bang. Aku nggak tahu bagaimana perasaannya


sekarang setelah menemukan bukti
476
"Ya sudahlah. Aku jadi ikut bingung. Lebih baik bicara soal kita saja,
Del. Nanti kau mau merayakan di mana perkawinan kita? Apa di motel
saja?"
"Ah, masa di sim. Lucu dong. Nanti tamu motel ikutan. Yas dan papanya
minta kita merayakan di sini, Bang. Nggak usah mewah. Sederhana aja.
Bagaimana, Bang?"
"Malu juga ya."
"Kau nggak usah malu, Bang. Mereka sudah seperti keluarga." "Jadi kau
setuju?"
"Aku minta pendapatmu dulu. Kalau kau setuju, aku oke."
"Aku ikut kau sajalah. Tempat tidaklah penting. Pendeknya, kita bersiap
dari sekarang."
"Kita pun harus saling berjanji untuk tabah menghadapi halangan yang
muncul. Kita harus selalu ingat bahwa Rama masih ada di luar sana dan
kita tidak tahu apa lagi yang akan dilakukannya."
"Betul. Aku berjanji padamu, Del!"
"Aku juga berjanji padamu, Bang!"
"Ingatan kepada Ratna membuatku berpikir apakah tidak riskan
memakai tempat ini, Del? Di sini kan ada Hendri."
"Biar saja. Aku tidak takut kepadanya."
Sikap Delia membuat Kosmas lebih tenang.
"Kita harus banyak berdoa dan minta kekuatan kepada-Nya. Aku
percaya sekarang, kekuatan itu tidak datang dengan sendirinya," kata
Kosmas. "Kondisi jiwa itu seperti fisik. Kalau tidak dijaga, dipelihara,
dan dipupuk, tak mungkin bisa kuat. Saat kita lemah, iblis bisa masuk.
Sama halnya dengan virus dan kuman yang gampang memasuki tubuh
yang lemah."
477
"Kita saling memberi kekuatan, Bang!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ketika Yasmin dan Erwin kembali, Delia sudah selesai membuat jimat
palsu itu. Sekali lagi mereka mengamati dan meneliti kalau-kalau ada
yang salah. Setelah semua meyakini akan kemiripannya, benda itu
diletakkan kembali di atas tempat tidur lalu ditutupi bantal. Mereka
merapikan kembali kamar itu seperti keadaan semula lalu menguncinya.
"Apa kalian sudah yakin bahwa barang itu hanya ada satu?" tanya Erwin.
"Yakin," sahut Delia dan Yasmin berbarengan.
"Kalau begitu, kerja kita sudah beres untuk sementara ini," kata Erwin.
"Untuk sementara?" tanya Yasmin.
"Iya. Bukankah kita belum tahu apa lagi yang dibawa Hendri dari
Bandung nanti?"
"Oooh," keluh Yasmin.
Bukan hanya Yasmin, tapi mereka semua sama-sama merasakan
ketidakpastian dan tantangan.
Di tempat tidur yang beralaskan seprai merah jambu, Hendri masih
tergolek. Di sampingnya Rama pun masih lelap. Padahal hari sudah
menjelang siang. Semalam saat mereka tidur sudah dini hari. Mereka
juga sangat capek karena seringnya bercinta. Dalam semalam itu
frekuensinya sampai tiga kali! Itu pengalaman yang baru bagi keduanya.
Termasuk bagi Hendri.
Tiba-tiba Hendri tersentak bangun. Ia membuka mata dan sesaat
mengira sedang bermimpi. Perasaannya ia sedang tidur di kamarnya
sendiri. Tapi ia heran melihat warna seprai merah jambu, padahal
478
seprainya di rumah berwarna biru. Setelah melihat sosok Rama di
sampingnya, barulah ia teringat akan semua kejadian yang dialaminya.
Keheranan yang lain menerpanya. Kenapa ia berada di situ padahal
seharusnya ia berada di kantor untuk melakukan kerja rutinnya? Oh ya,
ia minta cuti dua hari. Tapi kenapa dan untuk apa? Ia benar-benar tak
habis pikir. Sungguh tidak logis mengambil cuti dua hari hanya untuk
melampiaskan kerinduan kepada Rama. Memang tadi ia mengalami
kenikmatan tak terhingga. Tapi sekarang setelah kenikmatan itu lewat,
muncul pikiran rasional. Ia merasa sangat bodoh. Susah untuk memahami

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

sekarang, sebegitu besar-nyakah kerinduannya kepada Ratna. Ia


menjadi bimbang dan bingung.
Sebelum ini ia datang dengan tujuan yang jelas yaitu meminta jimat
untuk memikat Yasmin. Sekarang sepertinya tidak jelas sama sekali.
Bukankah jimat sudah ia peroleh dan sudah pula ia letakkan di tempat
yang seharusnya, sesuai instruksi yang diberikan Ratna? Tapi kenapa
bukan Yasmin yang masuk ke dalam pelukannya melainkan Rama?
Ia merasa ada yang salah. Tapi ia tidak tahu di mana salahnya. Ia juga
takut bertanya kepada Rama.
Rama menggerakkan tubuhnya. Pertanda mulai bangun. Cepat-cepat
Hendri memejamkan mata. Ia tahu apa yang akan terjadi bila Rama
melihatnya dalam keadaan sadar. Pasti Rama akan mengajaknya bercinta
lagi!
Ia merasakan tatapan tajam Ratna mengamatinya. Jantungnya berdebar
lebih kencang tanpa bisa ditahan. Apakah Rama bisa mengetahui kepura-
puraannya lalu sebentar lagi akan menggelitikinya begitu rupa sampai ia
tidak tahan? Entah kenapa ia kehilangan selera.
479
Apakah capeknya belum hilang hingga merasa tak bertenaga atau sudah
jenuh? Padahal dalam masalah seks ia tak pernah mengenal istilah jenuh.
Lebih-lebih dalam hubungannya dengan Rama.
Ternyata Ratna tidak melakukan apa yang dikhawatirkannya. Wanita itu
turun dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi.
Setelah Rama pergi, barulah Hendri membuka matanya kembali. Lalu
melanjutkan lagi pemikirannya. Bukankah Rama sudah tahu apa yang
diinginkannya? Untuk memenuhi keinginan itulah jimat tersebut
diberikan kepadanya. Ternyata benda itu tidak berfungsi seperti
semestinya. Ada yang salah. Hendri sendiri tidak memahami salahnya di
mana. Ratna-lah yang seharusnya tahu dan segera memperbaiki
kesalahannya. Hendri datang ke sim untuk menemui Rama sudah
menandakan adanya kesalahan. Tapi kenapa Rama malah menyambutnya
dengan senang?
Hendri merasa bagai diguyur air dingin.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

480

BAB 45

Ratna keluar dari kamar setelah sekali lagi melempar pandang ke arah
Hendri yang masih saja tak bergerak di tempat tidur. Di ruang depan
kamar ia melihat Ipah sedang duduk dengan pakaian rapi. Di lantai
sampingnya terletak sebuah koper kuno dan sebuah kantong plastik
besar yang gembung. Ratna terkejut.
"Mau ke mana kamu?" tanya Rama, heran tapi waswas.
"Saya mau pulang kampung, Bu. Mau brenti kerja," sahut Ipah tanpa
menatap mata Rama.
"Apa?" Ratna melotot. Tapi percuma menunjukkan kegarangan karena
Ipah tidak memandangnya. Ipah memang sengaja supaya tidak sampai
terpengaruh.
"Iya, Bu. Saya mau brenti kerja. Jadi saya mau minta gaji saya. Udah
dua taun, kan? Jumlahnya udah dua juta empat ratus ribu!"
Ipah menyodorkan selembar kertas berisi catatan bulan dan tahun.
Ternyata ia bisa menghitung dan teliti mencatat. Kertasnya sudah kumal
dan menguning. Selama dua tahun ia mencatat, kertas ditulisi lalu
disimpan. Begim yang terjadi, bulan demi bulan.
Ratna mengamati sebentar. Ia terkejut melihat jumlah sebesar itu yang
harus dibayarnya. Keningnya berkerut kemudian tampak kegusaran di
wajahnya. Ia meremas kertas itu lalu melemparnya jauh-jauh.
481
"Enak aja! Dua taun katamu? Memangnya siapa yang harus bayar gajimu
selama ini? Bukan aku, tapi si Rama!"
Ipah terkejut. Ia tidak mengetahui soal itu. Selama berada di rumah
Rama gajinya tak pernah diambil. Ketika mengikuti Rama ke rumah di
Jalan Angsana itu ia mengira Rama akan mengambil alih atau Rama
menitipkan gajinya kepada Rama. Rupanya ia tidak dianggap sebagai
orang yang punya arti. Atau mereka memang tidak peduli padanya.
Rasanya menyakitkan dan menyedihkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kalo gitu biar saya ke rumah Pak Rama aja sekarang. Saya pamit ya,
Bu."
Ipah berdiri lalu meraih koper dan kantong plastiknya.
"Eh, tunggu dulu!" seru Rama. Ia tahu apa yang akan terjadi kalau Ipah
ke rumah Rama. Ipah akan ditanyai. Lalu Ipah akan bercerita seperti
apa adanya. Rama tidak suka hal itu terjadi.
"Ada apa, Bu?" tanya Ipah berharap.
"Bilang dulu, kenapa kamu mendadak mau berhenti. Ngambek karena
peristiwa semalam, ya?"
"Bukan ngambek, Bu. Saya memang mau brenti aja."
"Kamu nggak takut keluar dari sini?" tanya Rama dengan nada
mengancam.
"Di sini saya lebih takut, Bu," sahut Ipah tegas. Ia tetap tidak
menentang mata Ratna. Ia menunduk saja.
"Apa? Kok berani kamu ngomong begitu?" bentak Ratna.
Ipah diam. Ia tahu akan diomeli dan dicerca. "Kamu nggak takut akan
kukutuk dan kusumpahi, Pah? Kamu bisa ketabrak mobil kalau keluar
dari
482
sini! Kamu bisa dirampok dan dibunuh orang! Kamu bisa kudisan! Tahu?"
"Saya mah pasrah sama Gusti Allah aja, Bu!" kata Ipah sambil
menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Rama terkejut. Begitu kagetnya sampai terhuyung ke belakang. Ia
mengamati Ipah dari kepala sampai kaki seakan Ipah telah berubah jadi
orang asing yang tidak pernah dikenalnya.
Lalu Hendri muncul di ambang pintu. "Ada apa?" ia bertanya.
Sebenarnya ia sudah mendengarkan keributan itu, lalu khawatir kalau
Ipah diapa-apakan. Ia melihat Ipah yang sudah rapi dengan koper dan
kantong plastiknya. "Bibi mau pergi, ya?" ia bertanya.
Ipah mengangguk. "Iya, Pak," ia menyahut dengan perasaan bersyukur.
Kehadiran Hendri bisa menguntungkan dirinya.
Rama cepat memutuskan Kehadiran Hendri dan kekeraskepalaan Ipah
tidak memungkinkan baginya untuk berkeras juga.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Baiklah. Aku akan bayar gajimu. Tapi kamu harus janji dulu, Pah. Kalau
kamu nggak mau janji, aku juga nggak mau bayar."
"Janji apa, Bu?" tanya Ipah cemas. Ia memerlukan uang tapi takut
disuruh janji macam-macam
"Kamu langsung pulang ke kampung dan tidak kembali ke rumah Pak
Rama biarpun cuma singgah sebentar."
Janji itu tidak sulit bagi Ipah. "Saya memang mau langsung pulang, Bu.
Ngapain singgah-singgah." "Kampungnya di mana, Bi?" tanya Hendri.
"Ciawi, Pak."
"Nggak jauh-jauh amat ya. Naik bus?" "Iya, Pak."
483
"Pegang janjimu, ya?" tegas Ratna. "Awas, jangan melanggar!"
"Nggak, Bu. Saya mau tinggal di kampung aja."
"Baik. Aku percaya kamu. Tunggu sebentar."
Ratna kembali ke kamar. Ipah menarik napas lega. Hendri masih berdiri
di ambang pintu. Ia hanya memutar kepala untuk mengamati Ratna. Ia
melihat Ratna menarik sebuah tas hitam dari lemari pakaian. Sesudah
itu ia tak bisa melihat apa-apa lagi karena Ratna membalik tubuhnya
hingga membelakanginya. Hendri memanjangkan leher tapi tak bisa
melihat apa-apa selain punggung Rama. Ia tak berani terus mencoba.
Takut ketahuan. Maka ia memalingkan muka lagi kepada Ipah.
"Punya anak di kampung, Bi?"
"Punya, Pak. Cucu juga ada."
Perbincangan tidak berlangsung lama. Ratna sudah kembali dengan
lembaran uang di tangannya.
"Nih, hitung dulu. Dua juta empat ratus ribu."
Ipah menerima dengan gembira. "Terima kasih, Bu."
"Hati-hati bawa uang banyak naik bus, Bi," Hendri menasihati.
"Sebaiknya jangan dimasukkan dalam dompet atau tas, tapi di sini."
Hendri menepuk perutnya. "Dan kalau di bus ada yang nawarin minuman
jangan mau. Nanti di dalam minuman itu ada obat biusnya. Kalau Bibi
tidur, tau-tau barang ludes semua dibawa kabur."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ratna kurang senang mendengar Hendri menasihati Ipah. Tapi Ipah


mengangguk sambil mengiyakan. Ia tampak berterima kasih karena
dinasihati.
Setelah Ipah pergi, Ratna berkata, "Dia pasti ngambek karena
semalam."
"Cari saja pembantu baru," kata Hendri.
484
"Ah, mendingan sendiri aja."
"Nggak takut sendirian?"
Setelah bertanya begim, Hendri teringat bahwa Rama pasti tidak takut
pada apa pun dan siapa pun. Buru-buru ia memperbaiki ucapannya,
"Maksudku, kau bisa kesepian."
"Ah, nggak."
"Siapa Rama itu?"
"Anakku," sahut Rama singkat. Ia tidak suka ditanyai perihal
keluarganya.
Hendri sudah mengetahui hal itu.
"Kau belum mandi, Hen. Pergilah mandi dulu. Aku mau masak."
Mereka sarapan mi instan karena Ipah tidak masak apa-apa. Rama
menolak ketika diajak Hendri makan di luar. Sebenarnya Rama khawatir
kalau-kalau Rama atau Maya melihatnya. Ia menyesal memilih rumah
yang berdekatan.
Hendri berusaha keras untuk tidak memperlihatkan perubahan sikap.
"Jimat itu sudah kuletakkan di bawah bantalku, Rat. Tapi sikap istriku
dingin-dingin saja. Masih seperti dulu. Kenapa begim ya?"
"Oh ya. Memang belum."
"Kenapa belum?"
"Kau masih memiliki kebencian yang belum dituntaskan. Im harus
dituntaskan lebih dulu."
Hendri keheranan. "Kebencian pada siapa?"
"Pada ayahnya. Bukan begitu?"
"Oh. Iya sih. Lantas aku mesti apa?"
"Bunuh dia dulu. Lantas lainnya akan lancar."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hendri ternganga. Rama bicara dengan begitu tenang seakan masalahnya


adalah membunuh nyamuk.
"Kaukira membunuh itu gampang? Mana mungkin
485
aku bisa melakukannya? Dia selalu didampingi perawatnya. Istriku juga
sering di situ. Pembantu banyak. Kau ingin aku masuk penjara?"
"Bukankah kau ingin sekali melenyapkannya kemudian melenyapkan
istrimu juga supaya kau bisa menguasai hartanya?"
Hendri terkejut lagi. Pikiran seperti itu memang pernah muncul tapi
sebatas angan-angan. Membunuh mungkin bisa saja, tapi bagaimana
supaya tidak ketahuan itulah yang susah. Belum sempat menikmati harta
sudah keburu masuk penjara. Itu bodoh sekali.
"Pakai racun saja. Nanti kubuatkan supaya nggak ketahuan."
"Aku hanya ingin jimat pemikat istriku, Rat. Bukan racun."
"Ala, dia itu istri tak berguna. Buat apa dipertahankan?"
Sekarang Hendri menjadi semakin disadarkan. Ratna sudah berubah
dari seorang yang tadinya hanya ingin bersenang-senang menjadi
seorang yang posesif terhadap dirinya. Ia merasa takut karena tak bisa
melawan ilmu Ratna. Ia merasa terjebak dalam perangkap. Ia berjuang
keras untuk tidak memperlihatkan perasaan sesungguhnya. Ia juga
takut kalau-kalau pikirannya bisa dibaca Ratna.
"Aku tidak mau masuk penjara, Rat."
"Ah, kau kurang ambisius. Kurang dorongan," keluh Rama kecewa.
"Mungkin."
"Kau kurang percaya pada kemampuanku sih. Bukankah aku ada di
belakangmu? Aku akan membantumu."
Hendri tak menjawab. Dalam hati ia berkata, "Ya. Kau di belakang. Aku
di depan. Yang ketangkap
486
aku. Kau menghilang." Tapi tentu saja ia tak berani menyuarakannya.
Rama menatap Hendri dengan tajam, tapi tak mampu menembus
benaknya. Ada yang menghalangi. Itu mengherankan tapi juga
mengkhawatirkan. Sama seperti saat menghadapi Ipah tadi. Ia tak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

mampu mengorek apa yang ada dalam pikiran Ipah. Padahal ia yakin
mesti ada sebabnya kenapa tiba-tiba Ipah mau pergi, dan yang penting
kenapa tiba-tiba Ipah punya keberanian untuk menentangnya. Apakah
itu kemunduran atau pertanda kelemahan? Padahal kekuatan itu satu-
satunya modal untuknya dalam kehidupannya sekarang.
"Mungkin kau cuma perlu waktu, Hen," Rama berkata dengan nada
lembut membujuk. Ia memutuskan untuk tidak mendesak. Jangan sampai
ia kehilangan Hendri seperti kehilangan Ipah tadi.
"Mungkin begitu," sahut Hendri.
"Nanti kuberikan jimat keberanian."
"Jimat lagi? Bagaimana dengan jimat sebelumnya? Yang itu aja, Rat.
Tapi diperkuat dan difokuskan."
"Kan sudah kubilang, kau perlu menuntaskan kebencianmu dulu kepada
mertuamu."
"Maksudmu, aku harus membunuhnya dulu sebelum dapat jimat yang
efektif?" Hendri tak dapat menyembunyikan kejengkelannya.
"Ya."
"Dulu kau nggak bilang ada syarat semacam itu?" "Aku baru tahu
belakangan bahwa ada hambatan seperti itu."
Hendri tahu Ratna berbohong. Tapi ia juga tahu ia tak bisa
membantahnya.
"Dengar dulu, Hen. Bila mertuamu itu sudah tak ada, yang tinggal adalah
kau dan istrimu. Saat itulah
487
jimat pemikat menjadi efektif. Sebenarnya bukan cuma kau yang
membenci mertuamu, dia pun begitu kepadamu. Dia ingin sekali
mendepakmu dari rumahnya. Maka sebelum kau didepaknya, bukankah
paling baik bila kau mendahului? Setelah dia nggak ada, bagimu menjadi
lebih mudah menguasai istrimu. Dia akan patuh padamu dalam segala hal.
Termasuk seks. Jimat akan membuat dia memujamu. Lebih dari sekadar
patuh."
Dalam keadaan berbeda Hendri pasti akan terpengaruh ucapan itu.
Sekarang tidak lagi. Ia menganggap Ratna hanya mengulur waktu supaya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

bisa menguasai dan memilikinya lebih lama. Ratna sedang


mempermainkannya supaya ia bolak-balik Jakarta-Bandung untuk
bercinta habis-habisan. Benar-benar jadi sapi perah.
"Hei, ngambek ya?" tegur Ratna.
"Ah nggak. Aku cuma takut."
"Nanti kalau sudah dapat jimat, kau akan berani."
"Baiklah. Kalau menurutmu begitu, apa lagi yang bisa kukatakan?"
"Bagus. Seharusnya kau percaya padaku."
Hendri mengangguk. Ia memikirkan cara bagaimana bisa menghindar
secepatnya dari Ratna. Tapi belum sempat menemukan caranya, Ratna
sudah kembali merayunya. Kalau semula ia cepat terangsang, sekarang ia
merasa muak. Aku akan diperah lagi, pikirnya dengan nelangsa.
Ratna menciumnya, menggelitikinya, bahkan me-remas-remasnya. Tapi
Hendri tidak juga terangsang. Ratna menjadi kesal dan penasaran.
Kemudian gusar. Lalu khawatir.
"Kenapa sih kau loyo begini, Hen? Ke mana keperkasaanmu?"
488
"Entahlah. Aku sendiri heran. Mungkin lagi capek atau nggak enak badan.
Mungkin perlu Viagra atau Pasak Bumi," Hendri tertawa. Dalam keadaan
biasa ia tentu merasa cemas akan keloyoannya itu. Tapi sekarang ia
malah senang.
Ratna tidak bisa berbuat apa-apa meskipun kecewa sekali. Apa pun yang
diperbuatnya tak bisa membangkitkan gairah Hendri. Keadaan seperti
itu tak pernah terpikirkan olehnya. Mustahil cuma sampai di situ saja
keperkasaan Hendri.
"Kalau begitu kau beristirahat saja," ia menganjurkan.
"Aku pikir, sebaiknya aku pulang saja, Rat. Nanti aku kembali lagi untuk
mengambil jimatnya."
Ratna terkejut. "Bukankah rencanamu masih semalam lagi di sini?"
"Iya sih. Tapi aku merasa nggak enak."
"Nggak enak gimana?" Ratna menatap curiga.
"Tepatnya nggak enak badan."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Justru kalau begitu kau nggak boleh bepergian. Kalau ada apa-apa di
jalan siapa yang menolong? Istirahat saja, ya? Nanti kuambilkan obat."
"Obat apa? Nanti aku malah tidur terus."
"Ah, nggak. Cuma obat penyegar tubuh. Sementara kau beristirahat,
kubuatkan jimatnya. Besok pagi-pagi kau bisa pulang."
Hendri terpaksa setuju. Kalau ia memaksa, Rama bisa marah. Ia tahu
maksud Rama menahannya adalah untuk mendapatkan kesempatan
bercinta lagi dengannya. Benar-benar memuakkan. Kalau ia memang
dijadikan sapi perah, lebih baik kering saja sekalian. Setidaknya untuk
waktu ini saja.
Ketika Rama membawakan sebutir pil dan segelas air, Hendri menjepit
pil itu dengan jari tangan lalu
489
memasukkannya ke dalam mulut, kemudian meminum airnya sampai habis.
Padahal pilnya masih dalam jepitan jari tangan.
"Nah, istirahatlah," kata Ratna, menunjuk tempat tidur.
Hendri membaringkan tubuhnya. Ratna mencium pipinya dan membelai
kepalanya. Sikapnya seperti seorang ibu kepada anaknya.
"Terima kasih," kata Hendri pelan. Ia tidak merasa tersentuh oleh
perlakuan yang penuh perhatian itu. Keinginannya cuma satu, yaitu pergi
secepatnya dari rumah itu. Kepercayaannya kepada Ratna sudah lenyap
hingga keinginan mendapatkan jimat sudah tak ada lagi.
"Kau tidurlah. Aku akan membuat jimat lalu masak untuk makan malam.
Sialan si Ipah itu!"
Ratna keluar dengan merapatkan pintu
Hendri menunggu sekitar setengah jam lalu bangun. Ia membuka pintu
kamar, menengok kanan-kiri sambil memasang kuping. Ia mendengar
suara-suara dari arah dapur. Ratna sedang sibuk di sana. Buru-buru ia
merapatkan pintu lagi lalu berlari ke lemari pakaian, membuka dan
mengamati isinya. Setelah menemukan sebuah tas hitam, ia menariknya.
Ia menengok dulu ke pintu sebelum membuka tas itu. Jantungnya
berbunyi dag-dig-dug kencang sekali. Kupingnya bisa mendengarnya. Ia
takut juga kepergok Rama.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Matanya membelalak. Isi tas itu bukan hanya uang beberapa gepok, tapi
juga sebuah kotak kecil. Kotak itu ia buka. Isinya penuh perhiasan emas
dan berlian. Tangannya gemetar. Yasmin sendiri tidak memiliki perhiasan
sebanyak itu. Beberapa perhiasan miliknya sebagian sudah terjual untuk
berbagai keperluan.
490
Hendri tidak berani lama-lama memeriksa isi tas itu. Buru-buru ia
meletakkannya kembali di tempatnya. Cermat supaya tidak salah letak.
Sesudah itu, dengan jantung masih berdebar, ia buru-buru kembali ke
tempat tidur.
Jelas baginya bahwa Ratna percaya kepadanya karena selama ini
membiarkan Hendri berada di kamarnya dengan lemari tidak dikunci.
Hendri memang tak pernah tertarik untuk memeriksa barang Rama,
apalagi berniat untuk mencuri. Ia terlalu takut untuk melakukannya.
Ketika itu ia tak punya persangkaan sedikit pun akan kemungkinan Rama
memiliki harta. Ia baru tertarik setelah tadi melihat Rama mengambil
uang untuk membayar gaji Ipah. Sepertinya bagi Ratna tak ada
keberatan mengeluarkan uang sebesar itu. Jadi pastilah ia punya
persediaan uang yang jauh lebih banyak lagi.
Selintas ada rasa heran dari mana Rama menafkahi dirinya. Tampaknya
dia punya anak-anak. Tapi menilik penampilan Ratna yang belum tua,
mestinya anak-anaknya belum cukup dewasa untuk mencapai kehidupan
yang mapan. Soal itu memang tak ingin dipikirkan Hendri. Ia tak
berkepentingan. Yang ia pikirkan adalah harta Ratna di dalam tas hitam
itu!
491
BAB 46

Hendri tidak tahan berlama-lama di tempat tidur. Perutnya terasa


lapar. Cukup lama Rama pergi. Pasti Rama mengira ia tengah tidur
nyenyak.
Begim keluar, ia mencium bau kemenyan yang pekat. Mungkin Ratna
sedang membuat jimat, pikirnya. Jadi ia diberi obat tidur supaya tidak

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

bisa melihat proses pembuatannya. Karena itu ia melangkah pelan-pelan


menuju dapur. Datangnya bau kemenyan memang dari sana. Kemudian ia
tertegun. Ia mendengar suara orang bicara. Dengan siapakah Ratna
bicara?
Suara lawan bicara Ratna adalah suara lelaki. Rendah dan bergaung.
Apakah Ratna punya pacar baru? Hendri sangat ingin tahu. Ia melangkah
lagi, lebih mendekat. Tapi semakin jelas suara itu, semakin aneh
rasanya. Suara itu bernada bariton yang menggetar dan bergema. Ia
merasa giris mendengarnya, seolah sarafnya tercabik dan teriris. Ia
terus saja mendekat. Keingintahuannya lebih besar daripada rasa takut.
Ia ingin tahu siapa empunya suara aneh itu.
Dapur tidak memiliki pintu, jadi Hendri menjulurkan kepala pelan-pelan
dari pinggir dinding yang menyiku, dan siap untuk cepat-cepat menarik
kepalanya kembali. Tubuhnya sendiri terlindung di balik dinding.
Ratna sedang duduk bersila di lantai tanpa alas.
492
Posisinya menguntungkan bagi Hendri karena membelakanginya. Yang
tampak hanya punggung dan belakang kepala. Dari asap yang tebal
mengepul di depan Rama ia menyimpulkan wadah kemenyan ada di lantai
depan kaki Ratna. Karena yakin dirinya aman, Hendri menjulurkan kepala
lebih ke depan untuk melihat situasi di ruang dapur dengan lebih jelas.
Betapa terkejutnya ia karena di sim tak ada orang lain. Rama hanya
sendirian. Padahal wanita itu jelas tengah berbincang dengan seseorang.
Karena takut, Hendri buru-buru menarik kembali kepalanya. Ia hanya
mendengarkan.
"Tuan! Apa yang mesti kulakukan? Aku masih ingin menikmati hidupku!"
kata Ratna.
"Kau terlalu asyik dengan nafsumu! Rakus!"
"Ampun, Tuan."
"Belum ada yang kauberikan untukku."
"Aku sedang membujuknya untuk membunuh mertuanya. Dia mau, Tuan!"
"Mau apaan? Kau dikibuli, tahu? Jadi bunuh dia saja!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Tubuh Hendri terasa membeku. Ia ingin sekali kencing. Ada suara dalam
dirinya yang menyerukannya supaya lari sekarang juga, keluar dari
rumah itu dan tidak menoleh lagi. Tapi ketakutan yang amat sangat
membuat ia tidak bisa segera bergerak.
"Si...si...sia...siapa, Tuan?"
"Siapa lagi? Pacarmu tentu saja!"
"Tapi... tapi..."
"Tapi apa?"
"Orang lain saja, Tuan."
Dengan harapan sang Tuan mau memenuhi permintaan Ratna, Hendri jadi
lebih optimis. Kepalanya kembali dijulurkan sedikit agar cukup untuk
melihat
493
Ratna. Tapi kejutan lain menantinya. Tampak Rama sedikit memiringkan
mukanya hingga bisa terlihat bagian sisinya. Wajah itu kelihatan ma,
penuh kerut dan ada gelambir di leher! Rambutnya pun memutih!
Hendri tak bisa lagi menahan kencingnya. Celananya basah dan menetes
ke lantai. Ketakutannya sudah merayap ke puncak. Kakinya gemetar.
Tubuhnya terpaksa disandarkan ke dinding kalau tak mau jatuh.
"Orang lain siapa?" tanya sang Tuan.
"Ya. Orang lain, Tuan. Aku akan melakukannya secepatnya. Kau mau
siapa? Anakku? Cucuku?"
Sang Tuan tertawa. "Tidak! Aku mau dia!"
"Gimana membunuhnya, Tuan? Nanti aku ditangkap polisi."
"Aku akan membantumu supaya nggak ketahuan!"
"Pakai apa, Tuan? Racun?"
"Goblok! Ambil pisau sana! Aku ingin yang berdarah-darah!"
"Tapi...," Rama tersedu-sedu.
"Kalau kau nggak mau, kuambil lagi semuanya. Termasuk nyawamu!"
Sambil tersedu-sedu Rama berdiri. Penampilan fisiknya sudah berubah
menjadi muda kembali.
Hendri sudah berhasil menggerakkan kedua kakinya. Tertatih-tatih ia
kembali ke kamarnya. Larinya sempoyongan. Tapi ia tidak terus berlari

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

ke luar rumah, melainkan masuk dulu ke kamar. Ia mengenakan jaketnya


dan mengambil tasnya. Di dalam saku jaket tersimpan dompetnya.
Mustahil pergi tanpa uang sepeser pun. Biarpun ketakutan, ia masih
percaya diri. Ia lelaki yang kuat, sementara Rama perempuan yang lebih
tua. Biarpun ada iblis atau setan di belakangnya, iblis itu tidak
menampakkan bentuknya. Ia bukan pula hambanya.
494
Ketika akan ke luar kamar, ia mendengar langkah kaki. Ia tahu sudah
terlambat keluar tanpa berpapasan dengan Rama. Dengan kesiapan dan
kesadaran akan diserang, ia merasa lebih kuat dibanding Ratna yang
tidak tahu akan kesiapannya. Ratna mengira Hendri sedang tidur. Jadi
gampang untuk dibunuh.
Pintu terbuka ke arah dalam. Hendri berada di belakang daun pintu. Ia
menunggu dengan tekad membela diri. Kekuatannya sudah kembali. Bila
cengeng seperti tadi, mana mungkin ia bisa mempertahankan diri. Lalu
pintu terbuka pelan-pelan. Yang tampak paling dulu adalah kilatan pisau
di tangan Ratna. Segera Hendri bergerak. Ia memukulkan tasnya keras-
keras ke tangan Rama. Disertai-pekikan keras Rama, pisau itu jatuh ke
lantai.
Hendri melepas tasnya lalu menyerbu Ratna. Perempuan itu terjatuh.
Hendri menindihnya lalu melingkarkan kedua tangannya di seputar leher
Ratna. Ia mencekiknya kuat-kuat. Ratna meronta, mencakar, dan
memukul. Dengan terkejut Hendri merasakan kuatnya perlawanan Rama.
Perempuan yang sudah berumur itu memiliki tenaga lelaki yang setara
dengannya. Biarpun memiliki kekuatan lelaki, Rama berkelahi seperti
perempuan. Ia mencakar, menjambak, dan menggigit! Mereka bergumul
dan berganti-ganti posisi, di atas dan di bawah.
Hendri kewalahan. Beberapa kali ia merasa akan kalah. Kini dialah yang
ganti dicekik. Kedua tangan Rama ternyata memiliki cengkeraman yang
lekat dan kuat. Tapi Hendri memiliki kaki yang kuat. Dengkulnya
mencapit tubuh Rama yang kecil lalu melemparkannya ke bawah. Gantian
Hendri yang berada di atas menindih Ratna, kemudian mencekiknya
dengan

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

495
kedua lutut menekan lengan Ratna hingga wanita itu tak bisa bergerak.
Mata Ratna melotot sampai mau melompat keluar. Wajahnya mengernyit
kesakitan. Lalu tiba-tiba wajah itu berubah penuh kerut-merut dan
rambutnya putih semua! Ia kembali ke asal!
Meskipun terkejut oleh perubahan itu, Hendri tidak melepaskan
tekanannya. Tadi ia sempat melihat sedikit perubahan itu hingga tak lagi
kehilangan akal sehatnya. Tetapi perubahan fisik Ratna ternyata diikuti
pula dengan perubahan tenaga. Ratna kembali menjadi perempuan
berusia tujuh puluh, baik fisik maupun tenaganya. Sudah tentu ia bukan
tandingan lelaki muda bertubuh tegap seperti Hendri. Biarpun demikian,
Hendri tidak berani melonggarkan impitan maupun cekikannya. Ia
khawatir apa yang tampak dan terasa itu cuma tipuan.
Tak lama kemudian tubuh Ratna lunglai. Tak ada lagi perlawanan sedikit
pun. Apakah dia sudah mati? Hendri tak merasa perlu untuk memeriksa
lebih cermat. Ia juga tak punya kebanggaan karena bisa memenangi
pertempuran dengan seorang nenek! Ia harus kabur secepatnya. Setelah
meraih tasnya, ia segera teringat kepada tas hitam milik Ratna.
Alangkah sayangnya kalau ditinggalkan. Hendri melangkahi tubuh Ratna
lalu bergegas ke lemari, mengambil tas hitam itu, lalu memasukkannya
ke dalam tasnya sendiri.
Saat Hendri melakukan hal itu, sepasang mata Ratna bergerak
mengikuti gerak-geriknya! Ia belum mati! Tiba-tiba darah Rama
bergolak oleh emosi yang meningkat ketika mengetahui Hendri
mengambil tas kesayangannya. Emosi itu memberinya kekuatan besar.
Dengan teriakan penuh amarah ia melompat
496
berdiri, meraih pisau yang tergeletak di lantai, lalu menyerang Hendri!
Gerakannya cepat sekali.
Hendri terkejut dan terkesiap. Ia tak punya waktu untuk menangkis
serangan. Pisau menancap di dadanya! Ia menjerit kesakitan. Tasnya
terlepas, jatuh ke lantai. Rama menubruk tas itu lalu memeluknya erat-
erat. Dengan tenaga yang tersisa, Hendri memukul Rama. Sementara itu

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

darah terus mengalir deras dari dadanya. Rama jatuh terjerembap tapi
tak melepaskan pelukannya pada tas milik Hendri karena tas hitam
miliknya ada di dalamnya.
Hendri menendang Rama lalu berusaha menarik tasnya. Berkali-kali
tendangannya mampir ke tubuh Rama. Tak cukup menendang, ia pun
memukuli kepala Rama. Perempuan itu menelungkup tak bergerak.
Hendri tak memedulikan lukanya yang terus mengucurkan darah. Ia
seperti melupakan rasa sakit dan darahnya yang hilang karena bertekad
mendapatkan tasnya.
Putus asa Hendri menarik tangan Ratna yang mencengkeram tas, lalu
membengkokkan dan mematahkan tangan itu! Ia juga tak henti-henti
menendangi tubuh Rama sementara darah dari lukanya bergumpal-
gumpal keluar dan membasahi tubuh Rama. Wajah Hendri sudah kelabu.
Tubuhnya mulai lemas. Pandangannya berkunang-kunang. Tetapi dengan
segala upaya ia tetap tak berhasil melepaskan tas dari cengkeraman
Rama. Padahal Ratna sudah kehilangan nyawa!
Tiba-tiba terdengar bunyi tawa mencemooh. Hendri mengenali suara itu.
Tadi ia mendengarnya di dapur.
"Ha-ha-ha! Percuma, Hendri! Percuma! Kau akan mati bersama
kekasihmu si nenek!" ejek sang Tuan.
Hendri tertegun. Ia segera menyadari kondisinya.
497
Baru terasa sakit dan lemasnya. Ia terhuyung-huyung mau jatuh lalu
cepat-cepat duduk di tempat tidur. Ia kehilangan akal. Pikirannya sudah
tak jernih. Tatapannya masih tertuju pada sosok Ratna yang
membungkuk dengan memeluk tas. Posisi yang aneh. Tatapan Hendri
masih menampakkan dambaan kepada tasnya.
"Apa kau mau selamat, Hendri?" tanya sang Tuan.
Hendri mengangkat kepala lalu menatap ke arah suara.
"Mau!" sahutnya lemah.
"Kau bisa selamat dan mendapatkan kembali tasmu! Pisau akan lepas dari
dadamu dan lukamu sembuh dalam sekejap!"
"Mau!" seru Hendri bergairah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Syaratnya gampang. Aku jadi tuanmu. Maka segala yang kauinginkan


akan tercapai asal kaupenuhi segala permintaanku."
"Permintaan apa?"
"Kelak bila saatnya tiba, nyawamu akan jadi milikku, seperti kekasihmu
si nenek itu. Tapi buatmu itu tentu tak ada artinya. Kalau sudah mati
kau tidak akan merasakan apa-apa lagi."
Dalam keadaan lemah Hendri masih bisa berpikir. Ia teringat akan
percakapan Ratna dengan sang Tuan yang barusan didengarnya. Ratna
sudah memenuhi permintaan sang Tuan untuk membunuhnya, tapi
ternyata Ratna dikorbankan juga. Padahal kalau mau, sang Tuan bisa
saja menolong Rama. Apakah itu karena sang Tuan sudah tak sabar ingin
memiliki nyawanya? Bisa jadi atau kemungkinan besar hal yang sama
akan terjadi pula atas diri Hendri.
"Tidaaak! Aku tidak mau! Tida...a...a...kk!" serunya sekeras-kerasnya,
mengerahkan tenaga yang ma-
498
sih dimilikinya. Lalu ia berlari sempoyongan ke luar. Berkali-kali ia mau
jatuh tapi berusaha keras untuk tetap tegak. Ia sudah tidak hirau lagi
akan tasnya. Yang penting sekarang adalah keluar dari rumah
mengerikan itu. Dengan berpegangan ke sana ke sini ia berhasil
mencapai pintu.
Setelah pintu terbuka, ia tidak tahan lagi. Ia jatuh menggabruk.
Darahnya mengucur sepanjang jalan yang dilaluinya. Tapi ia bangun lagi
lalu merangkak dengan kedua tangan dan kaki, terus menuju pintu pagar.
Dengan susah payah ia berhasil juga mencapai jalan!
"To...looo...ng! To...looo...ng!" rintihnya.
Orang-orang yang lewat menjadi gempar lalu bergegas menolongnya.
Mereka mengangkutnya ke rumah sakit. Hiruk-pikuk itu segera beralih
ke rumah Ratna karena di situ tampak kobaran api yang membesar
dengan cepat.
"Apiii! Apiii!"
Tiang listrik diketok-ketok. Orang-orang berteriak histeris dan
berlarian ke sana kemari. Kepanikan terutama terjadi di seputar rumah

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Ratna. Tetapi dalam waktu singkat rumah Ratna terbakar habis tanpa
menjalar ke mana-mana! Rumah itu seperti api unggun yang terbakar di
satu tempat saja, lalu semakin mengecil dan kemudian padam setelah
kayunya habis. Kepanikan yang begitu luar biasa berubah menjadi
keheranan dan rasa takjub yang menyebabkan orang-orang bengong dan
bingung. Pemadam kebakaran yang datang seperempat jam kemudian
hanya menemukan puing teronggok dan kesibukan warga yang kembali
memasukkan barang-barang ke dalam rumah setelah tadinya dikeluarkan
dengan tergesa-gesa. Mereka gembira karena rumah itu selamat.
499
Setelah kehebohan berlalu, muncul kehebohan berikutnya. Warga
sekitar baru teringat akan penghuni rumah yang terbakar itu. Ke mana
mereka? Apakah mereka sempat keluar menyelamatkan diri ataukah
menjadi korban?
Setelah dilakukan pencarian intensif, di bawah puing-puing ditemukan
kerangka yang hangus. Kerangka dan tulang belulang yang ditemukan itu
sebegitu hangusnya hingga sentuhan beberapa kali membuatnya hancur
menjadi abu! Dengan demikian sulit untuk memastikan apakah tulang-
tulang itu berasal dari satu orang atau dua orang. Perlu pemeriksaan
yang lebih detail untuk itu. Bisa disimpulkan bahwa korban merupakan
penghuni rumah karena tidak ada tetangga yang melihat satu atau
keduanya berada di luar rumah dalam keadaan selamat. Kalau hanya
salah satu yang selamat, pasti dia akan berlari keluar untuk minta
pertolongan.
Sementara itu Hendri tidak bisa mencapai rumah sakit dalam keadaan
hidup. Ia meninggal dalam perjalanan karena kehabisan darah. Tidak ada
warga sekitar yang mengenalinya atau pernah melihatnya berada di
rumah Ratna. Wajahnya telah banyak berubah karena trauma yang
menerpanya. Untunglah dari dalam saku jaketnya ditemukan dompetnya.
Di sim ada identitasnya sebagai warga Jakarta!
500

BAB 47

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Dari karyawan bengkelnya Rama mendengar ada kebakaran di Jalan


Angsana. Letaknya hanya satu blok dari rumahnya.
"Tapi sekarang mah udah padam, Pak. Cuma satu rumah yang habis
terbakar."
"Jalan Angsana nomor berapa?" tanya Rama dengan jantung berdebar.
Firasatnya tidak enak.
"Kalau nggak salah sih nomor dua, Pak."
"Terus penghuninya gimana?"
"Mati hangus, Pak. Ada miang belulangnya yang sudah hitam."
Rama sangat terkejut hingga wajahnya pucat pasi.
"Kenapa, Pak? Bapak kenal?"
"Ya. Kenal!"
Rama segera berlari memberitahu Maya, istrinya. Lisa dan Boy yang
juga mendengar mau ikut serta untuk melihat, tapi Rama melarang.
"Kalian jaga rumah dulu. Nanti kalau kami kembali, baru kalian boleh ke
sana untuk melihat. Sementara itu telepon oom-oom kalian. Kasih tahu."
Rama dan Maya melihat situasi rumah di Jalan Angsana nomor 2 yang
sudah tinggal puing. Sekitar rumah itu sudah dilingkari pita kuning
kepolisian. Beberapa petugas forensik masih menyelidiki tempat itu.
Rama bergerak maju tapi seorang petugas mencegahnya.
501
"Saya kerabat penghuni rumah ini, Pak." "Oh ya? Wah, menyesal sekali,
Pak. Beritanya buruk."
"Apa betul penghuninya terbakar?"
"Ya. Kami menemukan kerangka yang terbakar. Tapi itu sudah dibawa ke
ruang jenazah RS Hasan Sadikin. Anda bisa mengurusnya di sana."
"Berapa orang, Pak? Satu atau dua? Soalnya penghuninya ada dua."
"Saya sudah dengar dari warga bahwa penghuninya ada dua. Tapi masih
perlu pemeriksaan teliti untuk memastikan apakah yang tewas ada dua
atau satu. Kerangka yang hangus berikut abunya terkumpul di satu
tempat. Di tempat lain tak ada."
"Apa penyebab kebakaran ini, Pak? Kelihatannya aneh ya?"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Jangan sembarangan menyangka dulu, Pak. Masih perlu penyelidikan."


Petugas itu kelihatannya segan bicara lebih banyak. Rama menarik Maya
menjauh. Mereka memandang berkeliling. Tak ada yang tersisa dari
rumah itu. Tetapi rumah tetangga yang bersebelahan sama sekali tidak
tersentuh api karena tidak tampak bekas hangus kehitaman. Sebatang
pohon belimbing sayur di halaman masih segar bugar dengan daun-
daunnya yang hijau dan buahnya yang rimbun bergantungan. Demikian
pula beberapa pepohonan lainnya yang lebih kecil. Pohon-pohon itu tidak
terusik sedikit pun dengan hawa panas yang pernah melanda tempat itu.
Tak ada yang hangus atau kering dan layu. Pintu pagar pun masih utuh.
Tanamannya rusak dan ringsek karena injakan kaki orang banyak yang
berusaha memadamkan api. Jelas bedanya antara rusak karena terinjak
dan rusak karena terbakar.
502
Ketika secara tak sengaja tatapan Rama tertuju ke bawah, ia melihat
ada bercak merah di dekat tanaman yang ringsek. Ia berjongkok dan
mengamati. Maya ikut-ikutan.
"Apa, Pa?" tanya Maya.
"Sepertinya darah, ya?"
"Ah masa? Tadi kan udah diperiksa, masa mereka nggak lihat?"
"Siapa tahu terlewatkan. Kalaupun memang itu darah, kayaknya lebih
dari segitu. Tapi sudah hilang karena diinjak-injak orang dan tersiram
air."
"Darah siapa? Dan kenapa ada di situ?"
"Mana aku tahu? Tapi aku punya perasaan nggak enak, Ma. Ini
sepertinya bukan kebakaran biasa."
"Habis apa? Disengaja?"
"Ssst... Jangan keras-keras ngomongnya. Ayo kita pulang. Bicara sambil
jalan."
Setelah pamit pada petugas dan memberikan alamat mereka, Rama dan
Maya berjalan dengan bergandengan tangan. Pelan-pelan saja. Mereka
perlu menenangkan diri dari kejutan yang barusan menimpa.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Aneh ya, Ma. Kenapa aku nggak merasa sedih dan kehilangan? Kenapa
aku malah lega karena terlepas dari beban? Padahal bagaimanapun dia
kan ibuku," kata Rama dengan perasaan bersalah.
"Ya. Aku juga begitu."
"Kau masih mending. Kau hanya menantu. Tapi aku kan anak kandung,
Ma."
"Kau bisa berbagi perasaan dengan saudara-saudara yang lain."
"Itu pasti. Ngomong-ngomong tentang kebakaran itu, aku curiga jangan-
jangan ada yang jahat, Ma. Siapa tahu ada yang berniat merampok,
mentang-
503
mentang mereka hanya berduaan. Mama kan punya sedikit harta."
"Maksudmu, mereka dibunuh lalu dibakar untuk menghilangkan jejak?"
"Ya."
"Tapi itu nggak mungkin, Pa!" "Nggak mungkin gimana?"
"Mama kan punya ilmu. Siapa yang bisa mengalahkannya?"
"Oh iya." Rama tertegun sejenak. Ia sempat melupakan hal itu. "Ah, aku
jadi bingung, Ma."
"Jangan-jangan..." Maya tak melanjutkan ucapannya. Ia tampak takut.
"Jangan-jangan apa?"
"Takut ah ngomongnya."
"Ayolah, kenapa mesti takut? Mama kan sudah nggak ada."
"Justru itu. Bagaimana kalau yang tewas terbakar itu Bi Ipah, bukan
dia?"
"Lantas dia ke mana?"
"Dia pergi. Muncul-muncul berganti rupa."
"Ah masa? Jadi menurutmu dia yang membakar Bi Ipah? Tapi mana
mungkin dia pergi sendirian? Dia kan memerlukan kita. Dan kalau dia
sampai berganti rupa lagi, kita punya alasan untuk tidak mengakuinya."
"Siapa tahu... Ah, sudahlah, Pa. Kita nggak tahu apa-apa. Cuma berandai-
andai saja. Jadi takut sendiri. Sudah, ah. Mendingan kita bicara dengan
saudara-saudara."

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Maya sangat menyayangkan lenyapnya koleksi perhiasan Rama. Sekarang


Rama diperkirakan tewas, tapi ternyata ia membawa serta hartanya!
504
Sore itu juga mereka berkumpul di rumah Rama setelah menjenguk
lokasi di Jalan Angsana.
"Kita harus mengambil abunya lalu memakamkannya," kata Rama.
"Biarpun tercampur dengan abu Bi Ipah?" tanya Ramli.
"Kalaupun tercampur, bagaimana memisahkannya?"
"Ah iya. Bener juga. Baiklah. Jadi kita harus mengakui dia sebagai apa?
Ibu atau bibi?" tanya Ramli.
Semua terdiam. Tak ada yang bisa menjawab. Sungguh membingungkan.
"Kalau kita akui dia sebagai ibu kita, seperti yang sesungguhnya,
bagaimana tanggapan warga di sekitar rumahnya? Hampir pasti berita
seperti ini akan masuk koran. Pernyataan kita akan dimuat. Mereka pasti
tidak percaya karena mereka sudah melihat rupa Mama. Nanti bisa
timbul kecurigaan. Kita bisa repot menjelaskan. Celaka, kan? Jadi
sudahlah, sebaiknya kita tetap menganggapnya sebagai bibi kita. Itu
sesuai dengan yang tertera di kartu keluarga," jelas Rama.
"Apa itu nggak munafik namanya?" tanya Ramli.
"Ah, kita sudah lama jadi orang munafik saat berhadapan dengan
Mama," sanggah Marta. "Misalnya terhadap Delia. Ketika dia ditindas
dan dikejar-kejar Mama, kita tidak menolongnya. Kita malah membantu
Mama."
Ramli dan Mila berpandangan. Tentu mereka masih ingat bagaimana
Donna disuruh memperdaya Delia dengan meminta bantuan sepuluh juta.
Dengan tulus Delia memberikan padahal mereka sendiri diam saja.
505

Hanya Donna yang berani meminta maaf. Diingatkan hal itu mereka jadi
malu.
"Aku kira, Delia harus diberitahu mengenai kejadian ini," kata Mila.
"Tentu saja. Kita semua berutang maaf kepadanya," Ridwan
membenarkan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Sebaiknya Donna saja yang memberitahu. Hanya dia yang akrab dengan
Del. Kayaknya dia punya nomor telepon Del di Jakarta," kata Mila.
***
Yasmin mendapat berita Kematian Hendri lewat telepon. Ia
menyampaikannya kepada Delia lalu kepada Erwin. Lewat telepon Erwin
mengajaknya bersama-sama ke Bandung mengurus jenazah Hendri hari
itu juga. Sementara Kosmas tak bisa ikut karena harus menjaga
motelnya. Delia memutuskan untuk ikut. Winata mendukung Kepergian
mereka.
Belum sempat mereka berangkat, telepon berdering. Dari Kosmas untuk
Delia.
"Del, ada telepon dari Bandung. Dari Donna. Supaya jelas, kusuruh dia
langsung menghubungi rumah Yasmin. Sudah ya. Tunggulah. Sebentar
lagi dia nelepon."
Segera setelah Delia menutup telepon dari Kosmas, telepon kembali
berdering. Kali ini dari Donna.
"Ada apa, Don?"
"Aku disuruh Mama, Tante. Jadi ngomongnya terang-terangan. Ada
berita besar."
Cerita Donna mengalir lancar. Delia terkejut hingga tanpa terasa ia
memekik. Yasmin dan Erwin mendekati dengan khawatir.
"Baiklah, Don. Sudah jelas. Kebetulan sekarang
506
juga aku mau berangkat ke Bandung sama teman-teman. Nanti aku
mampir," kata Delia menutup telepon.
Erwin dan Yasmin sangat terkejut mendengar berita yang disampaikan
Donna.
"Mungkinkah ada hubungannya dengan Hendri?" tanya Yasmin.
"Kayaknya ada. Bukankah menurut perkiraan Hendri berada di rumah
Ratna?"
"Oh, jangan-jangan ada hubungannya dengan jimat yang kita ganti itu!"
Yasmin mulai menangis. Ia merasa bersalah.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Delia memeluk Yasmin. Baru saat itu Yasmin memperlihatkan emosinya.


Semula dia tenang-tenang saja mendengar berita itu. Bahkan seperti
tidak bersedih. Dan Delia sempat melupakan bahwa orang yang
diberitakan meninggal itu adalah suami Yasmin, karena itu ia juga tidak
berpikir untuk menghiburnya. Bagaimana mau menghibur seseorang yang
tidak merasa perlu dihibur? Ternyata Yasmin masih memiliki perasaan
terhadap Hendri.
Erwin memandangi saja dengan galau. Ia tidak tahu mesti berkata apa.
"Tentu nggak ada hubungannya, Yas," kata Delia sambil menepuk-nepuk
punggung Yasmin. "Hendri ditusuk orang dan ditemukan di jalanan.
Sedang Ratna mati terbakar di rumahnya. Lokasinya beda. Itu nggak
ada hubungannya dengan jimat."
"Aku yakin ada." Yasmin melepaskan pelukan lalu menyusut matanya.
"Hendri ke sana pasti masalah jimat. Mungkin dia dibunuh nenek sihir
itu, Kak!"
Delia dan Erwin terkejut. Sepertinya tuduhan -itu terlalu mengada-ada.
Tapi siapa tahu? Orang seperti Ratna bisa memberikan kejutan.
507
"Jangan berpikir macam-macam dulu, Yas. Mung-kin di sana kita bisa
mendapat informasi yang lebih jelas."
"Ya. Mudah-mudahan begitu." Erwin lebih banyak diam. Ia berpikir
tentang ucapan Yasmin. Begitu besar keinginan Hendri untuk bisa
menggauli Yasmin kembali sampai perlu meminta jimat lagi. Mungkin
karena jimat pertamanya kurang manjur. Tapi kenapa Hendri begitu
terburu-buru sampai tak bisa menunggu akhir pekan? Ia tak perlu minta
cuti supaya bisa ke sana hari itu juga. Apalagi situasi hubungannya
dengan Yasmin pun tidak sedang kritis sampai harus darurat
diselesaikan. Tak ada salahnya bersabar beberapa hari. Logikanya, ada
sesuatu yang lain. Mungkin jimat itulah yang membuat Hendri ingin
buru-buru menemui Ratna. Apakah jimat itu salah sasaran? Tapi
pemberinya adalah Ratna sendiri. Tak mungkin Ratna salah beri kecuali
disengaja.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Hanya Erwin yang pernah bertemu Ratna dalam penampilan barunya.


Rekan-rekannya tidak. Ia tahu bagaimana tampilan Ratna. Cukup cantik,
menarik, seksi, dan genit! Apa lagi motivasi orang yang sebenarnya
sudah tua renta tapi ingin muda kembali kecuali supaya menarik lawan
jenisnya? Kenapa pula Ratna memilih tinggal di rumah kontrakan, tak
lagi serumah dengan keluarga anaknya, kalau bukan untuk mendapatkan
kebebasan melakukan apa saja?
Tetapi ia tidak tega menyampaikan pemikirannya itu. Ia tidak ingin
menambah kesedihan Yasmin. Sesungguhnya ia tidak munafik untuk
tidak merasa senang oleh kematian Hendri. Hanya keadaan itu satu-
satunya yang bisa memuluskan hubungannya dengan Yasmin.
508
Yasmin merasa terhibur oleh kehadiran teman-temannya di saat seperti
itu. Ia tidak tahu sepatutnya merasa senang atau sedih karena kematian
Hendri. Itu terjadi secara mendadak. Secara tak disangka ia terlepas
dari ikatan yang tak dikehendakinya tapi tak bisa ia putuskan. Ia tak
pernah berpikir tentang kematian Hendri sebagai solusi kecuali
kematian dirinya sendiri. Barangkali perasaan bersalah muncul karena
sesungguhnya ia merasa senang. Ia malu oleh perasaan itu.
509
BAB 48

Sejak keberangkatan dari Jakarta, Yasmin dan kawan-kawan sudah


mempersiapkan keterangan yang nanti harus diberikan kepada polisi
mengenai Hendri. Hal itu penting supaya tidak menimbulkan kecurigaan.
Keterangan harus pasti dan tidak berubah-ubah. Hendri mati secara
tidak wajar, jadi pemeriksaannya akan lebih mendetail. Biasanya dalam
hal seperti itu orang pertama yang dicurigai adalah keluarga, kalau-
kalau ada persekongkolan atau orang ketiga.
"Suami saya minta cuti dua hari karena ada urusan bisnis yang mau
dibicarakan dengan orang yang katanya merupakan kerabat jauh.
Biarpun orang kantoran, dia ingin punya usaha sampingan. Garmen, Pak,"
tutur Yasmin kepada polisi.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Apa yang dibawanya dari Jakarta, Bu?"


"Sebuah tas travel merek Presiden warna hitam, Pak. Isinya, selain
pakaian, ada sejumlah uang dan surat-surat. Dompet biasanya
dimasukkan ke dalam saku jaketnya. Isi dompet itu KTP, kartu nama,
kartu kredit, dan uang tunai. Dia naik kereta api."
"Tas itu tak ada padanya saat ditemukan, Bu. Orang-orang yang
menolong dan saksi yang melihatnya mengatakan dia tak membawa apa-
apa. Dia merangkak di jalan karena tak dapat lagi berjalan."
"Apakah tas itu dirampas orang yang membunuhnya, Pak?"
510
"Mungkin saja. Lantas di mana alamat orang yang mau dikunjungi dan
siapa namanya?"
"Dia tidak bilang, Pak. Katanya mau ketemu di hotel, tapi hotel mana dia
nggak kasih tahu. Karena dia bawa HP, saya pikir gampanglah kalau mau
menghubunginya."
Petugas yang mewawancara memandang Yasmin seolah dia kurang
cerdas.
"Ah, Ibu ceroboh. Kalau suami keluar kota mestinya ditanya alamat
tujuannya. Jangan-jangan bilang ke Bandung, tahu-tahu ke Surabaya."
"Saya nggak mau cerewet, Pak. Kalau nggak percaya, gimana? Saya juga
nggak mungkin bisa tahu pasti kecuali saya membuntutinya."
Petugas itu tertawa. Tapi Yasmin tidak ikut tertawa. Ia tahu itu bukan
saat yang tepat untuk bercanda.
"Ibu nggak cemburu?"
"Cemburu sih iya. Tapi mau gimana lagi. Pak? Saya nggak mau ribut.
Orang harus punya alasan kuat untuk cemburu."
"Bagus. Istri yang baik memang harus begitu. Apa Ibu mencurigai suami
Ibu?" "Curiga apa, Pak?"
"Selingkuh atau gimana."
"Saya kira itu nggak pantas ditanyakan pada saat seperti ini. Orangnya
sudah nggak ada," kata Yasmin dengan wajah murung. Ia memang tak
suka ditanyai seperti itu, apa pun alasannya.
Petugas mengangguk-angguk. Tampak terkesan.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Maaf, Bu. Saya ikut prihatin."


"Di mana suami saya ditemukan, Pak?"
"Di Jalan Angsana. Kalau Ibu mau ke sana gampang. Di dekatnya ada
rumah terbakar, tinggal puing."
511
"Terima kasih, Pak."
Ketika Yasmin menyampaikan hal itu kepada Erwin dan Delia, keduanya
menjadi gempar.
"Wah, itu rumah Ratna! Donna bilang alamatnya Jalan Angsana!" seru
Delia.
"Nah, kubilang apa. Memang ada hubungannya," kata Yasmin.
"Ya, sepertinya begitu," kata Erwin. Tak bisa lain.
Sesudah itu mereka berpencar. Erwin menemani Yasmin menjenguk
jenazah Hendri di rumah sakit, sedang Delia pergi ke rumah orangtua
Donna. Mereka berjanji akan menjemput Delia bila urusan di rumah
sakit sudah selesai. Rencananya jenazah Hendri akan dibawa ke Jakarta
setelah diautopsi.
Ramli dan Mila bersama Donna menyambut Delia dengan hangat. Ramli
dan Mila memanfaatkan saat itu untuk minta maaf kepada Delia.
"Sudah kumaafkan. Biarkan masa lalu berlalu. Aku kan tahu betul
bagaimana Mama."
"Kami juga ingin minta maaf untuk Mama," kata Ramli.
"Oh ya. Aku tak punya dendam lagi padanya. Nasibnya tragis."
"Ya. Bukan hanya tragis, tapi juga mengerikan. Tak ada yang tersisa dari
Mama. Cuma abu. Itu pun tidak jelas apakah abu itu termasuk abu Ipah
atau justru hanya abu Ipah sedang Mama tidak jelas di mana. Semuanya
sudah jadi puing. Kau sudah lihat tempatnya, Del?" tanya Mila.
"Belum. Sebentar aku ke sana bersama dua kawan dari Jakarta yang
menemani. Bagaimana dengan barang-barang Mama?"
"Tidak ada juga. Koleksi perhiasan Mama sudah raib. Entah ikut jadi abu
atau diambil orang. Puingnya
512
belum dicermati. Tapi kami sudah tak punya harapan lagi"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Bagaimana dengan keluarga Ipah? Apa dia masih punya keluarga?


Tentunya mereka harus diberitahu."
"Menurut Maya, Ipah pernah cerita bahwa dia punya anak dan cucu yang
tinggal di Ciawi. Tapi di mana tempatnya tidak jelas. Dia memang punya
KTP, tapi itu kan ada sama dia. Selama bekerja di rumah Rama, tak ada
kerabatnya yang pernah datang menjenguk. Padahal orang bernama Ipah
atau Saripah tentunya tidak hanya ada satu di sana ya? Tapi kami tentu
tidak boleh menyepelekan. Maya punya foto Ipah. Jadi kami akan suruh
orang mencari keluarganya di sana."
"Itu bagus."
"Tante Del," Donna ikut bicara. "Sejak tinggal di Jalan Angsana itu,
Nenek punya pacar. Si Boy yang lihat. Mobilnya pelat Jakarta."
"Bagaimana si Boy bisa memastikan bahwa itu pacarnya?" Delia ingin
tahu.
"Mereka mesra satu sama lain. Kalau gitu berarti pacaran dong."
Delia tertawa. "Untung si Boy nggak ketahuan Nenek."
"Ya. Mungkin Nenek terlalu asyik," kata Donna.
Ridwan dan Mila geleng-geleng kepala. Anak dan cucu tidak ada yang
respek lagi terhadap Rama. Bahkan sesudah meninggal pun. Semasa
hidup ditakuti, setelah meninggal dicemooh.
"Oh ya, Del, Rama dan Maya punya perkiraan buruk mengenai Kematian
Mama," kata Ridwan. "Mungkin si pacar itu terlibat dengan peristiwa itu.
Rama melihat bercak darah di tanah dekat semak-semak. Katanya,
kemungkinan tadinya lebih banyak
513
tapi sudah terinjak-injak orang dan tersiram air. Maklum saat itu orang
pada panik. Lalu ada satu hal lagi yang siapa tahu ada hubungannya.
Sebelum rumah itu terbakar, tak jauh dari situ warga menemukan
seorang lelaki merangkak minta tolong. Dadanya tertusuk pisau.
Mungkinkah dia yang meninggalkan jejak darah? Mungkinkah dia punya
hubungan dengan Mama? Apakah dia yang menyebabkan kebakaran?"
Delia terkejut oleh dugaan itu. Mereka tentu tidak tahu siapa lelaki
korban penusukan itu.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Tapi bagaimana dia bisa menyebabkan kebakaran kalau dia sendiri luka
parah? Lantas siapa yang menusuknya? Mama? Bukankah Mama punya
ilmu?"
"Itulah yang kami pertanyakan. Bagaimana Mama yang sudah jelas punya
ilmu bisa membiarkan dirinya mati terbakar?"
"Berantem sama pacarnya," Donna menyimpulkan.
"Kenapa kau menyangka begitu?" tanya Delia.
"Ketusuknya kan di bagian depan. Di dada. Itu berarti ada perkelahian
sebelumnya. Kalau tusukannya dari belakang berarti dia nggak siaga,"
sahut Donna.
"Tapi kenapa harus berkelahi?" tanya Mila.
"Mungkin si pacar mau merebut perhiasan Nenek," sahut Donna ringan.
"Apakah ada barang Mama yang ditemukan pada korban penusukan itu?"
tanya Delia.
"Katanya dia nggak bawa apa-apa saat ditemukan. Entah di sakunya.
Perhiasan kan gampang dimasukkan ke dalam saku," jelas Ridwan.
"Ah, Mama nggak perlu menusuknya. Pakai saja ilmunya," Delia tidak bisa
menerima cerita itu.
"Ya. Memang sulit dicerna. Karena itu kami juga nggak berani
menyampaikannya kepada polisi. Bahkan
514
Rama juga nggak mau memberitahu bahwa dia melihat bercak darah di
halaman. Takut jadi macam-macam nanti. Bagaimana kalau polisi terus
mengorek? Bisa ketahuan dong siapa sesungguhnya Mama itu."
Delia mengangguk dengan perasaan lega. Bila Hendri bisa dipisahkan
dari kasus terbakarnya rumah Ratna, maka Yasmin tidak perlu terbawa-
bawa.
"Lantas kalian mengakui Mama sebagai apa?" Delia ingin tahu.
"Sebagai bibi," jawab Ridwan malu. "Habis mau gimana, Del? Warga di
situ kan sudah melihat penampilan Mama. Dia terlalu muda untuk jadi
ibu kami."
"Ya. Memang nggak ada jalan lain," Delia memahami.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ketika masih hidup dia memang tidak ingin kami memanggilnya Mama di
depan orang lain. Anak-anak juga dilarang memanggil Nenek," kata
Ridwan.
"Oh ya, Del, kami juga ingin mengucapkan terima kasih atas bantuanmu
membimbing Donna hingga dia bisa lepas dari jerat Mama," kata Mila.
"Im sudah kewajibanku. Aku senang bisa membantu Donna. Bukankah
kita saling membantu ya, Don?" tanya Delia.
Donna tersenyum lalu menggelendot manja pada Delia. Satu tangan
merangkul bahunya.
"Ceritakan tentang dirimu, Del. Apa yang kauker-jakan di Jakarta?"
tanya Mila.
Tanpa ragu-ragu Delia memaparkan rencananya. Para pendengarnya
menyambut dengan antusias.
"Selamat, Del! Kami sungguh senang kau tak sendiri lagi. Selama ini kau
mendapat perlakuan sangat tak adil dari Mama dan tak ada seorang pun
dari kami yang membantu," kata Ridwan dengan sesal.
515
"Sudahlah. Nggak apa-apa. Aku kan tahu betul kesulitan kalian."
Mereka masih sempat membicarakan banyak hal sampai Erwin dan
Yasmin datang menjemput. Delia mengenalkan mereka sebagai teman-
temannya di Jakarta.
"Kebetulan mereka ada urusan ke sini. Jadi aku bisa sekalian ikut."
Keterangan Delia itu memang ada benarnya.
Dari rumah Ridwan mereka mencari hotel untuk menginap malam itu.
Yasmin mengirim berita kepada ayahnya mengenai Hendri. Ia minta
Aryo mengabari kerabat Hendri perihal peristiwa yang menimpanya lalu
mempersiapkan pemakamannya esok hari. Ia akan kembali ke Jakarta
dengan membawa jenazah Hendri.
Esok paginya mereka ke Jalan Angsana untuk melihat lokasi kejadian.
Memang tak sulit menemukannya. Cari saja rumah yang sudah jadi puing.
Masih banyak orang di sana yang datang ingin melihat-lihat.
Kedengarannya cerita sudah berkembang menjadi isu yang aneh-aneh.
Ada yang mengatakan rumah itu dihuni oleh hantu api karena dulunya

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

pernah terbakar juga. Isu-isu seperti itu, andaikata tidak cepat


dilupakan orang, pasti akan membuat rumah yang kembali dibangun di
situ tidak laku terjual.
Mereka mengamati tempat itu dengan beragam perasaan.
Yasmin membayangkan Hendri merangkak keluar dari rumah itu dengan
pisau menancap di dada. Betapa sakit dan menderitanya. Sepertinya dia
bisa melihat Hendri melakukan itu. Kenapa Hendri berusaha ke/uar
biarpun dalam keadaan sekarat? Pasti karena
516
ada ancaman di dalam rumah. Dan ancaman itu tidak lain berasal dari
Ratna. Yang itu bisa diperkirakan. Yang misterius adalah menyangkut
Ratna. Kenapa dia membiarkan dirinya dikalahkan? Atau dia memang
bisa dikalahkan?
Bagi Yasmin, Ratna hanyalah cerita. Ia tak pernah bertemu, tak pernah
melihat orangnya. Tapi Hendri adalah suaminya. Orang yang pernah
mencintainya. Ada kenangan manis dan pahit bersamanya. Selamat jalan,
Hendri!
Satu-satunya hal yang disyukurinya adalah Hendri tidak ikut terbakar
bersama Ratna di rumah itu.
Delia terkenang kepada Ratna. Misteri menyelimuti perempuan itu. Tak
mungkin bisa melupakannya karena Ratna sudah jadi bagian dari
kehidupannya. Bahkan penentu!
Erwin mengenang Hendri ketika datang menemuinya dengan membawa
pizza. Sebelumnya Ratna datang untuk check in. Tentu saja ia tak
pernah mengira bahwa kedua orang itu kemudian bertemu dan
berkenalan. Tak ada yang tahu siapa yang mengatur. Ratna dengan
ilmunya atau yang lain. Yang pasti Rama telah mengubah arah hidup
Hendri, yaitu menuju kematian! Di samping itu Ratna pun telah memberi
Yasmin kebebasan! Ah, bukan. Sesungguhnya bukan Ratna yang punya
kemampuan mengarahkan hidup seseorang, melainkan Yang Kuasa!
BAB 49

Dua hari kemudian, Delia ditelepon Rama.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Del, ada berita baru. Ipah sudah ditemukan di kampungnya di Ciawi.


Orang suruhan kami mengajaknya ke rumahku untuk berbincang. Sudah
tentu kami nggak bisa menitipkan masalah kepada orang lain. Tapi dia
menolak karena katanya dia sudah berjanji kepada Ibu Ratna untuk
tetap tinggal di kampung. Dia nggak boleh singgah ke rumahku apalagi
bekerja. Dia memang nggak tahu apa yang telah terjadi atas diri Mama.
Menurutmu gimana ya? Apa kita masih memerlukan keterangan dan
ceritanya tentang Mama? Katanya, dia berhenti baik-baik dan gajinya
sudah dibayar penuh oleh Mama. Kau tahu tanggal berhentinya itu? Pada
hari yang sama dengan kejadian tragis itu! Dia keluar dari rumah itu
pagi hari. Jadi semestinya dia tahu apa saja yang terjadi di hari
terakhir itu dan kenapa dia sampai minta berhenti. Aku heran, dia kan
penakut sekali dan sangat patuh kepada Mama. Bagaimana dia sampai
punya keberanian untuk minta berhenti? Kami sangat tergelitik ingin
tahu. Apa sebaiknya aku dan seorang saudara datang ke rumah Ipah
untuk bicara langsung dengannya?"
Delia termenung sejenak. Ia cukup terkejut dengan berita itu. Ia juga
sangat menghargai informasi Rama.
518
Itu berarti Rama dan saudara-saudaranya masih menganggap dirinya
sebagai kerabat mereka yang perlu diajak berbagi.
"Aku punya pemikiran begini, Ram. Ipah masih hidup. Seharusnya kita
mensyukuri hal itu. Tapi misteri seputar Mama tak mungkin Ipah bisa
tahu. Dia kan sudah keluar. Mungkin juga dia keluar karena Mama
menghendaki. Kalau kita bertanya-tanya dengan sikap yang begitu ingin
tahu, dia juga terpancing ingin tahu. Ada apa sebenarnya. Bukankah
sebelumnya dia sudah tahu seperti apa Mama itu? Bagaimana kalau dia
cerita kepada setiap orang? Dia nggak tahu apa yang telah terjadi atas
diri Mama dan rumah itu. Padahal dia tentunya ingin diberitahu. Masa
tiba-tiba kalian datang mencarinya. Kalau dia tahu mungkin dia bisa
histeris. Kau bisa repot. Di samping itu ada bahaya lain. Selama ini dia
tutup mulut tentu karena karena takut pada Mama. Bagaimana kalau dia
tahu Mama sudah meninggal? Mungkin saja dia akan buka mulut kalau

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

tahu orang yang ditakutinya sudah tidak ada. Hati-hatilah, Ram. Orang
sangat menyukai cerita-cerita seperti itu. Apalagi peristiwanya baru
terjadi."
Di sana diam sejenak. Ketika Rama bicara lagi, nada suaranya tak lagi
bersemangat seperti tadi.
"Kau benar sekali, Del. Saking kepengen tahu kami nggak mikir ke situ."
"Aku pikir, dia tidak akan bercerita seperti yang kalian inginkan. Pasti
Mama sudah berpesan padanya agar tidak cerita apa-apa tentang
dirinya. Aku hampir yakin akan hal itu. Karena Ipah mau berjanji maka
dia diizinkan keluar. Mana mungkin Mama mau begitu saja membiarkan
dia pergi dengan membawa rahasianya? Kita tidak pernah tahu isi hati
dan
519
kepala Ipah. Mungkin saja dia kelihatan lugu dan sudah tua pula, tapi
siapa yang tahu apa yang bisa dilakukannya? Jadi sebaiknya jangan
berhubungan dengan Ipah lagi. Dia sudah tenang di kampungnya."
"Terima kasih, Del. Pemikiranmu itu berharga sekali."
"Aku juga berterima kasih karena diberitahu."
Delia menyampaikan berita yang didengarnya itu kepada rekan-
rekannya.
"Aku bersyukur Ratna terbakar sendirian," kata Yasmin.
Erwin membenarkan.
"Aku salut dengan pemikiranmu, Del," puji Kosmas. "Kau memberi
masukan yang berharga sekali buat mereka."
"Sebenarnya aku juga ingin melindungi Hendri," Delia mengakui. "Kalau
Ipah disuruh jadi saksi, bisa repot, kan? Selanjutnya bisa menyusahkan
Yasmin."
Yasmin memeluk Delia dengan perasaan bersyukur.
"Mudah-mudahan saja Rama mengikuti saranku. Kita belum tahu
bagaimana Keputusannya meskipun dia bilang saranku bagus. Saudaranya
banyak. Masing-masing punya keinginan sendiri," Delia melanjutkan.
Tapi Delia mendapat berita selanjutnya dari Rama sehari setelannya.

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kami mengadakan rapat, Del," cerita Rama. "Maklum harus memutuskan


bersama. Ternyata semua sepakat dengan saranmu. Demikian pula kedua
saudara di luar Jawa. Kami akan pasrah, Del. Kami menerima keadaan.
Tak perlu mencari tahu. Tak perlu mengorek. Biar semua orang hidup
tenang."
"Salut, Ram."
"Terima kasih sekali lagi, Del. Dari kami semua. Salam untuk Kosmas."
520
Erwin melamar Yasmin yang menerimanya dengan catatan.
"Aku ini perempuan bermasalah dalam seks. Kau sudah tahu itu dari
kasusku dengan Hendri. Yang itu belum ada penyelesaiannya. Aku tak
mau ada masalah lagi dalam kehidupan perkawinan kita nanti."
"Ya. Aku tahu kau akan memunculkan hal itu. Aku sudah siap. Aku
percaya, kelak masalah itu takkan ada lagi. Sebabnya pertama, aku
bukan Hendri dan tidak akan mengikuti jejaknya. Kedua, sikap dan
perlakuanku padamu pasti beda juga. Padahal kau punya masalah seperti
itu karena dua hal itu. Jadi kita jalani saja, Yas. Pelan-pelan kita
perbaiki apa yang kurang."
"Bagaimana kalau tak bisa diperbaiki?"
"Kita harus menjalaninya dengan keyakinan, Yas. Kalau perlu dengan
bimbingan orang yang ahli. Tapi aku yakin tanpa bantuan ahlinya pun aku
bisa memperbaiki."
"Bagaimana kalau menunggu dulu sampai ada perbaikan, baru kita
menikah? Aku khawatir kau akan menyesal, Bang!"
"Aku kan sudah siap. Orang yang siap dan yang belum pasti berbeda.
Kita harus menikah dulu, Yas. Bagaimana kita bisa berusaha kalau tidak
menikah? Nanti namanya zinah dong."
"Oh iya," Yasmin tersipu.
"Boleh aku menciummu sekarang?"
Mereka berciuman. Yasmin tidak berkeringat dingin. Juga tidak
gemetar ketakutan. Sebaliknya, ia merasakan getaran dan debar
sensasi. Nalurinya mengatakan ia boleh merasa optimis.
521

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Ada satu permintaanku, Bang." "Katakan saja."


"Maukah kau menunggu setahun? Aku ingin menjalani masa berkabung
dulu. Bagaimanapun Hendri suamiku. Itu suatu penghargaanku
kepadanya."
Erwin mengeratkan pelukannya. "Tentu saja aku mau. Aku sangat
menghargai ketulusan dan kebaikan-mu.
Setahun tidak akan terasa lama bila orang pandai mengisi waktu dengan
kegiatan yang menyenangkan. Apalagi Yasmin berencana membuka butik.
Erwin berjanji untuk membantunya di waktu luangnya. Bersama-sama
mereka mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis itu.
Winata menerima Erwin tanpa ragu-ragu. Ia menyukai Erwin sebagai
orang dengan kepribadian rendah hati. Tapi yang paling membuatnya
senang adalah sikap Yasmin yang menyatakan ingin berkabung dulu
sebelum menikah dengan Erwin. Ia bangga karena punya anak yang
terbukti berakhlak baik. Pepatah yang mengatakan bahwa begitu
orangtua begitu pula anak ternyata tak selalu benar. Ayah yang kurang
bermoral seperti dirinya ternyata tidak sampai memiliki anak berakhlak
sama.
***
Seperti sudah disepakati, Kosmas dan Delia merayakan pernikahan
mereka di rumah Winata. Pestanya sederhana saja. Tamunya terbatas,
hanya kerabat kedua mempelai dan kerabat Winata serta tetangga.
Kepada semua orang Winata memperkenalkan Delia sebagai anak angkat.
Meskipun bukan adopsi secara resmi, Winata menganggap Delia sebagai
anak.
522
Yang menyenangkan hati Delia ialah semua saudara Rama berikut
keluarga masing-masing, termasuk dua saudara yang tinggal di luar Jawa
ikut hadir. Ia tahu mereka ingin memperbaiki kesalahan di masa lalu.
Rantai kekeluargaan tidak perlu putus oleh kesalahan, berapapun
besarnya.
"Dulu Tante pernah sendirian," kata Donna. "Tapi orang yang baik tidak
akan sendirian terus!"

Koleksi ebook inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

"Kau pintar ngomong ya!" sahut Delia.


"Betul, Tante. Aku pikir aku bisa belajar dari situ."
Delia dan Kosmas saling pandang sambil tersenyum.
"Anak itu cerdas," kata Delia setelah Donna menjauh. "Dengan
keyakinan seperti itu dia tidak akan merasa kesepian bila tak punya
teman."
"Dia bisa seperti itu kan berkat kau juga."
"Jangan terlalu memuji."
"Itu bukan pujian, tapi kenyataan."
Delia tersenyum. Ia senang mendengar ucapan Kosmas. Memang bukan
pujian, tapi lebih sebagai perhatian terhadap dirinya sebagai pribadi.
Kebahagiaan menjadi milik mereka ketika mereka mendapat anugerah
tak ternilai. Dua bulan setelah menikah Delia dinyatakan hamil! Di
usianya yang sudah empat puluh dan pernah dinyatakan kena kanker
rahim, hal itu sungguh menakjubkan. Awalnya ia sempat khawatir kalau-
kalau bayinya nanti lahir cacat sebagai risiko kehamilan usia baya. Tapi
Kosmas meyakinkannya untuk pasrah, menerima apa pun yang terjadi.
Sudah diberi anugerah kenapa justru merasa cemas?
Dari pemeriksaan yang cermat dan rutin selama kehamilannya, dokter
meyakinkan Delia bahwa janin-
523
nya normal. Dia hanya perlu menjaga kesehatannya. Kosmas pun
menjaganya bagai mutiara yang tak boleh retak.
Menjelang perkawinan Yasmin dan Erwin, Delia melahirkan seorang bayi
lelaki yang sehat sempurna. "Boleh aku menamainya Adam, Bang?"
"Tentu saja boleh, Sayang! Tentu saja!"

TAMAT

Koleksi ebook inzomnia

Anda mungkin juga menyukai