BAB I
PENDAHULUAN
A. Tentang Pragmatik
Pragmatik merupakan bidang kajian yang relatif belum lama atau
masih muda kemunculannya. Morris (1995:50) mengungkapkan buah
pikirannya tentang ilmu semiotik yang membagi menjadi tiga macam
bidang kajian, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Pemikirannya
tentang ketiga hal itu, merupakan cikal- bakal munculnya kajian ilmu
pragmatik.
Morris sebagai penggagas pragmatik dilandasi oleh bidang
keahliannya, yaitu ilmu semiotik. Oleh karena itu, ketiga bidang kajian:
sintaksis, semantik, dan pragmatik dimasukkan sebagai bagian ilmu
semiotik atau dengan kata lain semiotik membawahi ilmu linguistik.
Selama ini, kebanyakan orang menganggap bahwa pragmatik itu bagian
dari ilmu linguistik, sehingga di beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia,
yang ada adalah program studi linguistik dan belum ada program studi
semiotik.
Semiotik sebagai ilmu yang cakupannya lebih luas dibandingkan
dengan linguistik, diperkenalkan oleh Peirce (1995:45). Semiotik adalah
ilmu tentang tanda-tanda yang oleh Peirce disebutkan ada sepuluh (10)
prinsip klasifikasi tanda. Sepuluh prinsip klasifikasi tanda ini merupakan
kombinasi dari trikotomi tanda, yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Kombinasi dari trikotomi tanda menjadi sepuluh prinsip klasifikasi tanda
dapat dilihat pada tabel berikut.
1
Analisis Pragmatik
Trichotomy I II III
of the of relation to of relation to
Category represntamen object interpretant
2
Analisis Pragmatik
Semantik Semantik
Semantik
Pragmatik
Pragmatik Pragmatik
3
Analisis Pragmatik
bahwa analisis dengan topik pragmatik tidak dapat dilepaskan dari tindak
tutur. Topik-topik tentang pragmatik seperti presuposition ‟praanggapan‟,
entailment „lanjuran‟, implikatur, prinsip kerja sama, prinsip kesantunan,
dan lain sebagainya didasarkan pada tindak tutur. Jadi, pada dasarnya
kajian tentang tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin adalah
kajian tentang pragmatik.
Speech act „tindak tutur‟ yang digagas oleh Austin yang
merupakan lanjutan dari pemikiran Morris, pada perkembangannya
cenderung sebagai objek penelitian pragmatik. Manusia dalam
berkomunikasi sehari-hari tidak lepas dari penggunaan bahasa. Bahasa
yang digunakan oleh peserta tutur mengandung maksud yang harus
dipahami oleh peserta tutur itu sendiri agar komunikasi bisa lancar. Jika
terjadi pemahaman yang berbeda terhadap tindak tutur yang disampaikan
oleh satu di antara peserta tutur, maka komunikasi menjadi terhambat.
Jadi, pemahaman terhadap arti tindak tutur yang disampaikan dalam
suatu percakapan oleh peserta tutur harus dilihat bersasarkan konteks
tuturan itu berlangsung. Dengan demikian, studi tindak tutur sebagai
objek kajian pragmatik yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Austin
perlu dikaji lebih mendalam langkah-langkah secara sistemik agar secara
teoretik dapat dimengerti oleh pemerhati studi pragmatik.
Teori tindak tutur juga dikemukakan de Saussure (1988:86-87),
bahwa bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu parole dan langue. Langue
perlu agar parole dapat saling dipahami dan menghasilkan segala
dampaknya, tetapi parole perlu, agar langue terbentuk. Faktanya, parole
selalu mendahului. Bagaimana mungkin kita menghubungkan suatu
gagasan dengan suatu gambar verbal, seandainya orang tidak terlebih
dahulu menangkap hubungan tersebut di dalam suatu pertuturan? Di lain
pihak, hanya dengan mendengar orang lainlah kita belajar bahasa ibu
kita; bahasa ibu melembaga di dalam otak kita hanya yang melalui urutan
pengalaman yang tak terhitung jumlahnya. Jadi, ada saling
ketergantungan antara langue dan parole; langue sekaligus alat dan
produk parole. Langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu,
sama bagi semuanya dan berada di luar kemauan penyimpananya. Parole
adalah jumlah dari apa yang dituturkan orang dan mengandung: (a)
kombinasi individual, yang tidak tergantung dari kemauan mereka yang
menuturkannya, (b) tindak pembunyian yang juga sukarela, dan perlu
bagi pengungkapan kombinasi-kombinasi langue dan parole.
Pandangan de Saussure itu lebih cenderung sebagai tindak tutur
yang lebih menekankan pada faktor-faktor kemampuan berbahasa secara
individual. Suatu tindak tutur yang dikemukakan oleh seorang penutur
tergantung pada langue yang dimiliki oleh penutur itu sendiri. Langue
sang penutur akan dinampakkan pada parole yang bisa didengar oleh
4
Analisis Pragmatik
mitra tutur. Jadi, langue tergantung pada penutur dan perole selain
tergantung pada faktor individual juga tergantung pada kemampuan
untuk menuturkan.
Perkembangan selanjutnya, istilah pragmatik dinyatakan oleh
Chomsky sebagai perkembangan ilmu linguistik. Tata bahasa generatif
yang dirumuskan Chomsky sejak kira-kira 1970 semakin kehilangan
kedudukannya sebagai paradigma linguistik. Banyak muncul inovasi
pemikiran para linguis yang jangkaunnya lebih luas dibandingkan
cakupan tatabahasa generatif. Akibat dari pemikiran dalam cakupan yang
luas itu, muncullah kajian sosiolinguistik, psikolinguistik, etnolinguistik,
dan yang terbaru adalah pragmatik. Ancangan-ancangan yang dipakai
dari pemikiran itu adalah pergeseran arah dalam ilmu linguistik, yaitu
dari „kompetensi‟ ke arah „performansi.‟ Chomsky (dalam Levinson,
1991:7) membedakan antara competence dan performance yang
kemudian mendefinisikan: pragmatics is concerned solely with
performance principles of language use. „pragmatik semata-mata
mengenai prinsip-prinsip performansi penggunaan bahasa.‟
Berdasarkan paparan para ahli yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat dibedakan sudut pandang mereka, yaitu para ahli yang beraliran
formalisme dan para ahli yang beraliran fungsionalisme. Aliran
formalisme memandang linguistik sebagai ilmu yang mempelajari
bentuk-bentuk bahasa (dari morfem hingga teks). Morfem, frase, klausa,
dan kalimat dikaji berdasar struktur yang membentuknya; istilah teks
digunakan dalam hubungan antar komponen yang membentuknya. Aliran
fungsionalisme mengkaji fungsi bahasa (dari tuturan hingga wacana).
Tuturan (speech) merupakan penggunaan bahasa yang berbeda dengan
istilah kalimat; istilah wacana mengacu pada fungsi tuturan yang
membentuknya.
Perbedaan aliran formalisme dan fungsionalisme itu dapat diluhat
pada kolom-kolom berikut ini.
No. Formalisme Fungsionalisme
1 Pokok bahasannya adalah apa Pokok bahasannya adalah apa
yang diketahui oleh peserta yang dapat dilakukan oleh
tutur (”kompetensi peserta tutur dengan bahasa
linguistik”)
2 Keberadaan bahasa Keberadaan bahasa merupakan
merupakan wujud evolusi yang sesuai dengan
kemampuan otak manusia kebutuhan penggunanya
yang diwarisi secara genetis
5
Analisis Pragmatik
B. Pengertian Pragmatik
Sejarah perkembangan pragmatik dapat dirinci berdasarkan
sumbangan para pakar linguistik. Bidang kajian pragmatik merupakan hal
yang relatif masih baru. Awal munculnya pemikiran kajian pragmatik
adalah buah pikiran dari Morris (1938) yang membagi ilmu semiotik
menjadi tiga bidang kajian, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Pandangannya didasarkan pada ilmu semiotik, maka dalam
mengembangkan pemikirannya tentang pragmatik dilihat dan didasarkan
pada bahasa sebagai tanda. Hal ini sesuai dengan pendapat Morris (dalam
Trosborg, 1995:1) yang menggunakan istilah pragmatik sebagai studi
tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsir. The modern usage of
pragmatics was first introduced by Morris, who used the term in a very
broad sense to refer to the study of “the relation of signs to interpreters”.
„penggunaan pragmatik secara modern pertama kali diperkenalkan oleh
Morris, yang menggunakan istilah itu dalam pengertian yang luas untuk
mengacu pada pengkajian tentang hubungan tetanda dengan penafsirnya.‟
Setelah pandangan para linguis pendahulu yang mempunyai andil
dalam perkembangan pragmatik, kemudian dilanjutkan para linguis
modern yang melanjutkan dan mengembangkan pemikiran tentang
pragmatik. Para linguis itu antara lain: Gazdar (1979); Heathetrington
(1980); Leech (1983); Mey (1993); Yule (1991); Kreidler (1998); dan
Verschueren (1999).
Gazdar (1979:2) menerangkan bahwa pragmatics has as its topic
those aspect of the meaning of utterances with cannot be accounted for
by straight forward reference to the truth conditions of the sentences
uttered. „Pragmatik, topiknya adalah aspek makna tuturan yang tidak
dapat diterapkan dengan referensi langsung ke kondisi-kondisi nyata
kalimat yang dituturkan.‟ Arti yang dituturkan oleh penutur diterima oleh
mitra tutur tergantung pada konteks. Maksudnya, kalau ada tuturan
“gulanya habis,” yang dikaji pragmatik bukan makna berdasarkan
6
Analisis Pragmatik
7
Analisis Pragmatik
8
Analisis Pragmatik
9
Analisis Pragmatik
Ada persamaan dengan apa yang dikemukakan oleh Levinson dan Yule
dalam mendefinisikan pragmatik, yaitu keduanya sama-sama berpendapat
bahwa arti ditentukan oleh konteks dan ada hubungan aspek-aspek sosial
dalam pragmatik.
Pragmatics is another branch of linguistics that is concerned with
meaning…. The chief focus of pragmatics is a person‟s ability to
derive meanings from specific kinds of speech situations – to
recognize what speaker is referring to, to relate new information to
what has gone before, to interpret what is said from background
knowledge about the speaker and the topic of discourse, and to
infer or „fill in‟ information that the speaker takes for granted and
doesn‟t bother to say (Kreidler, 1998: 18-19). „Pragmatik adalah
cabang lain dari ilmu bahasa mengenai arti. … fokus utama
pragmatik adalah kemampuan seseorang menentukan arti dari
macam-macam situasi tutur yang khas – untuk mengetahui yang
penutur maksudkan, untuk menghubungkan informasi baru dengan
informasi sebelumnya, untuk menafsirkan apa yang dikatakan
berdasarkan latar belakang pengetahuan tentang penutur dan
10
Analisis Pragmatik
11
Analisis Pragmatik
12