Anda di halaman 1dari 8

Bab 1

SEMANTIK
DAN KAJIAN LINGUISTIK

1. 1. Posisi Semantik dalam Kajian Linguistik


Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna atau
arti dalam suatu bahasa. Dapat dikatakan pula, semantik merupakan ilmu
tentang makna. Di antara cabang-cabang lain dalam linguistik (fonologi,
morfologi, sintaksis), semantik merupakan salah satu cabang yang baru
berkembang di awal abad ke 20 yang ditandai oleh munculnya karya Ferdinand
de Saussure yaitu Cours de Linguistique Générale yang mengkaji bahasa tidak
hanya dari sisi sinkronik tetapi juga secara diakronik, sintagmatik dan
paradigmatik.
Istilah semantik berasal dari kata sema (bahasa Yunani) yang berarti
tanda atau lambang. Istilah tersebut dapat dipadankan dengan istilah yang
oleh Saussure disebut dengan signe linguistique. Dalam kajian bahasa,
semantik menduduki peran yang penting karena pengkajian bahasa tidak dapat
dilepaskan dari pengkajian tentang makna. Menurut Wahab (1999: 1)
setidaknya ada tiga alasan mengapa semantik mempunyai posisi yang penting
dalam pengkajian bahasa. Pertama, tidak ada bahasa yang tidak memiliki
makna. Komunikasi yang terjadi antar pengguna bahasa merupakan suatu
bentuk pertukaran makna dari bahasa tersebut. Kedua, Ferdinand de Saussure
sendiri telah menegaskan bahwa bahasa itu terdiri atas dua lapis yaitu lapis
bentuk dan lapis makna. Lapis bentuk diwujudkan dalam bunyi-bunyi ujaran
yang masing-masing bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri, sementara lapis
makna merupakan konstruk abstrak yang berada dalam pikiran manusia.
Ketiga, Avram Noam Chomsky memerikan makna berdasarkan konsep
Grammaire Universale atau tatata bahasa yang bersifat universal. Menurutnya,
komunikasi yang terjadi mengikuti bagan sebagai berikut.
Menurut Chomsky, sebelum seseorang mengemukakan suatu pemikiran
yang berupa ujaran atau tulisan, orang tersebut telah memiliki suatu konsep
Semantique-1 1
makna dalam pikirannya yang disebut representation semantique (representasi
semantis). Karena masih berupa konsep (abstrak), maka konsep itu lebih
diperjelas dengan composant semantique (komponen semantis). Akan tetapi
komponen semantis ini masih berupa structure profonde (struktur batin)
sehingga diperlukan kaidah-kaidah pada tataran structure surface (struktur
lahir) berupa règle de la structure de phrase (kaidah struktur frasa) dan lexique
(leksikon). Akan tetapi, struktrur batin itu baru dapat duwujudkan dalam
bentuk struktur lahir dengan bantuan règle transformationnelle (kaidah
transformasional). Setelah penutur mengetahui composant fonologique
(komponen-komponen fonologis) nya, baru kemudian pikiran atau pesan, atau
makna yang disampaikan oleh penutur terlahir berupa representation
phonetique (representasi fonetis ). Dengan demikin dapat dikatakan bahwa
pesan atau makna yang disampaikan oleh penutur merupakan suatu proses
yang panjang dan rumit.
Sementara itu, Crystal (dalam Suhendra Yusuf, 1998: 3) menganggap
bahasa terdiri atas dua lapis, yaitu lapis struktur (la structure) dan lapis
penggunaan (l'usage). Diantara kedua lapis itu terdapat kajian yang
menjembatani yaitu ilmu pragmatik (pragmatique). Selanjutnya, lapis struktur
terdiri atas tiga bentuk lain yaitu medium transmisi (le médium de
transmission) yang meliputi fonetik dan fonologi. Kedua, tata bahasa (la
grammaire) yang meliputi morfologi dan sintaksis. Ketiga, semantik
(sémantique) yang meliputi leksikon dan wacana. Untuk memperjelas pendapat
Crystal itu dapat diperhatikan bagan berikut.

Bahasa

struktur pragmatik penggunaan

Medium Tata bahasa Semantik

fonetik fonologi morfologi sintaksis leksikon wacana

Bagan 2. Kajian komponen bahasa 6 level (Crystal, 1992: 83)

Semantique-1 2
2. Sintaksis, Semantik, dan Pragmatik
Menurut Charles Morris dalarn bukunya Foundation of the Theory of
Signs (1948), kajian serniotika modern mencakup tiga aspek pokok yaitu
syntaxe (sintaksis), sémantique (sernantik), dan pragmatique (pragmatik).
Sintaksis merupakan kajian tentang hubungan antar tanda-tanda linguistik
terlepas dari apa yang dirnaksud oleh penutumya. Sedangkan, semantik
merupakan kajian hubungan antar tanda dengan sesuatu yang ditandainya (le
dénoteé, le réjêrent, ou le désignatum) tanpa memperhatikan aspek penutumya.
Berbeda dengan dua aspek di atas, pragrmatik mengkaji hubungan makna
berkaitan dengan penuturnya.
Menurut Dubois (1975: 427), semantik merupakan cara untuk
merepresentasikan makna-makna suatu pernyataan (sens des énoncés).
Pernyataan tersebut dapat berupa kata , kekata (frasa), kalimat, atau wacana.
Oleh karena itu teori sernantik harus dipandang sebagai kaidah-kaidah urnum
tentang representasi semantis kata, kekata (frasa), kalimat atau wacana seperti
halnya teori fonologi yang mengikuti kaidah-kaidah umurn yang universal.
Pendapat Dubois di atas menunjukkan bahwa aspek kajian semantik
mulai dari tataran kata (Ieksikon) sampai pada tataran wacana. Sehingga,
sintaksis yang merupakan bagian dari kajian linguistik merupakan bagian dari
kajian semantik. Demikian halnya wacana, tataran kajian linguistik yang
paling tinggi, tidak lepas dari aspek-aspek semantik. Hal kajian linguistik pada
semua tataran di atas yang meliputi kajian tentang bentuk dan makna saja
biasa disebut kajian semantik. Sedangkan, aspek rnakna yang meliputi bentuk,
makna, dan maksud tuturan, biasa disebut pragmatik. Jadi, pragmatik, yang
biasa disebut juga dengan semantik maksud, merupakan kajian semantik yang
tidak hanya membahas dari segi bentuk dan makna saja, tetapi juga membahas
kedua aspek itu dengan aspek sosial dalam masyarakat.
Menurut Stalnaker (dalam Tutescu, 1979: 11) semantik merupakan studi
atas proposisi-proposisi dimana proposisi tersebut menyangkut Vraie (benar)
atau Faux (tak benar). Karena proposisi-proposisi terdiri atas frasa-frasa, maka
objek kajian semantik adalah frasa-frasa. Semantik itu sendiri menurut
Tutescu (1979: 14) dapat digolongkan atas tiga jenis yaitu sémantique
philosophique (semantik filosofis), sémantique logique (semantik logika),
dan sémantique générale (semantik umum).
Dalam semantik filosofis, bahasa filsafatlah yang meretleksikan bahasa
manusia, dan bukan tuturan keseharian. Tokoh-tokoh aliran semantik ini
antara lain Wittgenstein, R. Carnap, B. Russell, dan E. Cassier. Tokoh-tokoh
semantik logis seperti Tarski menganggap bahwa terdapat hubungan yang logis
antara meta bahasa (métalangage) yang merupakan simbol-simbol logis dalam
bahasa. Sementara itu, dalam semantik umum, yang menjadi kajian semantik
adalah tuturan-tuturan yang digunakan sehari-hari oleh manusia penutumya.

Semantique-1 3
Semantik umum ini merupakan aplikasi dari semantik filosofis yang juga
sekaligus aliran kritik dari semantik positivisme (le positivisme sémantique).

3. Konsep Dasar dalam Semantik


Konsep dasar dalam semantik (Concept de Base en Sémantique)
berkaitan erat dengan teori umum suatu bahasa seperti sign linguistique
(konsep tanda linguistik), valeur (makna linguistik), syntagmatique-
paradigmatique (konsep sintagmatik dan paradigmatik), dénotation,
connotation, et métalangage (konotasi, denotasi, dan meta bahasa),
référence (referen), dan hal vérité (kebenaran linguistik). Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat masing-masing konsep tersebut.

3.1 Tanda Bahasa


Menurut Saussure (1988: 146) bahasa itu terdiri atas signe linguistique
(tanda- tanda linguistik) yang meliputi concept (konsep) dan image acoustique
(gambaran akustik). Konsep dapat dipadankan dengan signifié (petanda) dan
gambaran akustik dengan signifiant (penanda). Sebagai contoh, jika kita
mendengar orang mengatakan 'avion' maka kata 'avion' itu merupakan suatu
sign linguistique (tanda linguistik). Untuk memahami 'avion' itu orang harus
mengetahui signifiant-nya (penandanya) misalnyanya saja berupa ujaran [ a v i
o n], dan signifié-nya (petandanya) yaitu referen (benda atau makna); dalam hal
ini adalah 'pesawat terbang'. Penanda linguistik biasanya bersifat intralingual
sedangkan petanda bersifat ekstralingual. Konsep tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.
Bagan 3. Tanda linguistik (Signe linguistique)
Leksem 'avion'

signifiant
( intralingual ) [ avion ]
[pesawat terbang]

signifié
( ekstralingual )

Sementara itu, Ogden dan Richard (dalam Ullmann, 1972: 55)


mengemukakan segitiga semantik untuk memahami suatu makna. Menurut
Odgen dan Richard makna suatu konsep melibatkan tiga aspek yang saling
berkaitan yaitu (1) symbole (kata atau leksem), (2) référence (konsep/makna),

Semantique-1 4
dan (3) référent (sesuatu yang dirujuk). Konsep itu dapat digambarkan
sebagai berikut.

Bagan 4. Segitiga semantik Odgen dan Richard

(2) réference
(Konsep/Makna)
Symbolisation Concept
Signifié

(1) symbole Représent (3) referent


(tanda linguistik) (referen / benda nyata)

Symbole (1) merupakan kata atau leksem yang menggambarkan


référence (2) yang masih merupakan konsep-konsep makna. Konsep référence
(2) merujuk pada référent (3) tertentu yang merupakan sesuatu yang dirujuk,
dapat berupa konsep, atau benda-benda. Jadi, kata ' /lunettes/' atau / kaca
mata/ misalnya, merupakan simbol dari suatu konsep tertentu yaitu 'alat yang
dipakai untuk memperjelas penglihatan mata' {référence). Konsep ini merujuk
pada suatu référent tertentu  (dalam hal ini hanya diberikan gambamya
saja). Hubungan antara symbole dengan référent tidak secara angsung,
karena tidak ada suatu tanda yang secara langsung dirujuk dengan référent
{benda) tertentu. Oleh karenanya dalam gambar di atas digunakan garis putus-
putus.
Tokoh lain yang juga mengemukakan konsep tanda sebagai konsep
dasar semantik adalah Hjelmslev (dalam Tutescu, 1972: 31). Menurutnya,
tanda linguistik berisi dua aspek pokok yaitu contenu ( dalam pandangan
Saussure dapat dipadankan dengan istilah signifié) dan expression ( dalam
pandangan saussure dapat dipadankan dengan istilah signifiant).

3.2 Sintagmatik dan Paradigmatik


Dalam kajian semantik, hubungan syntagmatique (sintagmatik) dan
hubungan paradigmatique (paradigmatik) sangat penting dalam kajian
semantik. Sebagai contoh, dalam kajian tentang méthaphore (metafora) dan
métonymie (metonimia) konsep sintagmatik dan paradigmatik menjadi dasar
pembentukannya. Menurut Saussure (1988: 219) hubungan syntagmatique itu
Semantique-1 5
didasari atas sifat langue yang linier, yang meniadakan kemungkinan untuk
melafalkan dua unsur sekal.igus, Unsur-unsur itu mengatur diri yang satu
sesudah yang lain (berurutan) yang terangkai dalam parole. Jadi, sintagma
selalu dibentuk dari dua atau sejumlah satuan 'menentang semuanya', s'il fait
beau, nous sortirons 'jika hari cerah, kita akan pergi', dan sebagainya.
Hubungan syntagmatique ini disebut juga hubungan yang in-presentia karena
didasari atas dua atau sejumlah leksem yang hadir dalam suatu seri yang
efektif.
Menurut Tutescu (1979 : 38) hubungan syntagmatique merupakan
yang dibangun antar komponen linguistik yang bersifat linier. Dalam hubungan
ini unsur-unsur lingual berada pada tataran linier sehingga dimungkinkan
diketahui hubungan antara unsur satu dengan unsur lainnya. Hubungan itulah
yang memunculkan makna baru yang mungkin pula dapat berbeda sama sekali
dengan makna asal dari unsur-unsur itu. Sebagai contoh perhatikan berikut ini.
(1) défaire = dé- dan -faire
'menghancurkan' ‘membuat’

décoller = dé- dan -coller


melepaskan menempelkan

dévoiller =dé- dan -voiller


menyingkap menutupi

débaptiser = dé- dan -baptiser


membaptis ulang membaptis

Dari contoh di atas tampak bagaimana hubungan antara dé- dengan


faire, coller, voiler, dan baptiser yang kesemuanya membentuk makna baru.
Hubungan sintagmatik tidak hanya terbatas pada hubungan antar elemen
dalam suatu leksem saja, akan tetapi juga pada tataram sintaksis seperti pada
contoh berikut.
(2) Le publique applaudit la cantatrice
'Pemirsa memberi tepuk tangan kepada artis itu ,

Pada data di atas tampak bahwa terdapat hubungan yang linier dalam
komponen-komponen kalimat, seperti hubungan antara le dan publique
'pemirsa, antara publique 'pemirsa' dengan applaudit 'memberi tepuk
tangan', dan seterusnya. Sifat bahasa yang linier tidak memungkinkan adanya
pengujaran le dengan publique 'pemirsa' secara bersamaan, demikian pula
antara publique 'pemirsa' dengan applaudit 'memberi tepuk tangan' dan
seterusnya. Pengujaran haruslah secara berurutan, dimulai dari le, kemudian
publique 'pemirsa' dan seterusnya hingga cantatrice 'artis

Semantique-1 6
Berbeda dengan hubungan syntagmatique, hubungan paradigmatique
merupakan hubungan asosiatif (Saussure, 1988: 220). Dalam hubungan ini,
suatu komponen digantikan oleh komponen lainnya dalam suatu sintagma.
Dikatakan lebih lanjut, kata-kata yang memiliki kesamaan dapat berasosiasi di
dalam ingatan manusia dan membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai
hubungan. Kelompok-kelompok yang dibentuk berdasarkan asosiasi mental
tidak hanya menyatukan istilah-istilah yang memiliki ciri-ciri yang sama. Otak
mengungkap pula hakekat hubungan yang mengaitkan istilah-istilah itu dalam
setiap kasus, dan menciptakan deret asosiatif.
Jika hubungan antar komponen dalam sintagmatik bersifat linier, dalam
paradigmatik hubungan tersebut bersifat nonlinier sehingga satu komponen
secara paradigma dapat digantikan oleh komponen yang memiliki paradigma
sejenis seperti pada contoh (3) berikut.

(3) Les étudiants sont en retard ce matin


'Para mahasiswa datang terlambat pagi ini'

Les hommes 'kaum pria ,


Lesfemmes 'kaum wanita'
Mes amis 'kawan-kawan ku'.

Pada contoh di atas tampak bahwa leksem les étudiants 'para


mahasiswa' berasosiasi dengan les hommes 'kaum pria', lesfemmes 'kaum
wanita', dan mes amis 'kawan-kawan ku', sehingga leksem-leksem itu dapat
saling menggantikan. Hubungan paradigmatique juga tampak pada kasus-
kasus metafora. Kata loup pada contoh (4) di bawah ini hanya dapat dipahami
jika kata itu ditempatkan pada lima kalimat yang mengandung kata loup
tersebut yang temyata memiliki lima makna berbeda.

(4)
a. Le chasseur a battu un loup ( animal mamamiére )
'Pemburu itu berhasil menangkap seekor srigala
(loup =binatang mamalia)'

b. Jean a pêché un loup au filet (poisson )


“Jean berhasil mendapatkan seekor ikan loup pada
jaringnya (loup = nama ikan)'

c. J'ai mangé du loup au fenouil (plat servi avec du poisson)


”Aku telah makan ikan berkuah aroma fenouil
(loup = masakan sejenis sayur ikan berkuah)

Semantique-1 7
d. Marie porte un loup de mer quand elle va à la plage.
'Marie mengenakan pelaut ketika ia pergi ke pantai
(loup = sejenis pakaian yang digunakan oleh para pelaut)

e. Cette page renferme beaucoup de loups dus à l'inadvertance des


imprimeur. (Faute de typographie, lacune dans une copie).
'Halaman ini mengandung banyak salah cetak (loup = salah cetak
pada suartu buku atau hasil cetakan)

Dari data di atas tampak bahwa leksem loup berasosiasi dengan leksem
loup lainnya yang memiliki makna berbeda. Pada (4a) leksem loup berrnakna
hewan mamalia yang bemama loup' srigala ' .Pada kalimat (4b ) leksem loup
bermakna nama sejenis ikan, pada (4c) bermakna nama sejenis masakan ikan
berkuah, pada (4d) bermakna sejenis pakaian yang biasa digunakan oleh para
pelaut, dan pada (4e ) bermakna kesalahan cetak pada buku atau hasil cetakan
lainnya.

Semantique-1 8

Anda mungkin juga menyukai