Anda di halaman 1dari 11

STUDI KASUS KETIDAKDILAN GENDER

Marjinalisasi

Nestapa Guru Honorer, Ada yang Digaji di Bawah Upah Minimum

tirto.id - Rizqi Amaliyah memulai rutinitas Ia merenungkan nasibnya sebagai guru non-
harian sebagai guru honorer dengan menyapa Aparatur Sipil Negara (ASN) atau guru
para muridnya di kelas. Namun, pada Rabu, 2 honorer. “Gajiku cuma Rp400 ribu sebulan.
Mei 2018, guru Madrasah Ibtidaiyah Nurul Buat beli bensin aja enggak cukup,” kata Rizqi
Huda 2, Mojokerto, Jawa Timur ini melakukan kepada Tirto. Gaji yang diperoleh Rizqi tidak
sesuatu yang berbeda. Ia mengikuti upacara sampai 20 persen dari Upah Minimum
peringatan Hari Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota (UMK) Kota Mojokerto Jawa
(Hardiknas) di lapangan sekolah tempatnya Timur sebesar Rp3.565.660, padahal ia sudah
mengajar. Upacara berlangsung hanya sekitar tiga tahun mengajar di sekolah tersebut sebagai
satu jam, dengan rangkaian pengibaran guru kelas yang mengampu semua mata
bendera merah putih, pembacaan teks pelajaran dengan masa kerja dari pukul 09.30
Pancasila, pembacaan teks pembukaan WIB hingga 15.00 WIB dalam sehari. “Aku
Undang-undang Dasar 1945, dan Proklamasi, pernah ngobrol sama tukang jaga toko kain.
menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan Kerja 8 jam tapi gajinya Rp1,8 juta, padahal
mendengarkan rekaman suara pidato Menteri dia lulusan SMA. Aku kuliah 4 tahun,
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir mondok, tapi gajiku cuma segitu,” tutur Rizqi
Effendy. “Guru, orangtua, dan masyarakat membandingkan gajinya. Kondisi tersebut
harus menjadi sumber kekuatan untuk diperparah dengan ketiadaan Tunjangan Hari
memperbaiki kinerja dunia pendidikan dan Raya (THR) dan tunjangan kesehatan. Satu-
kebudayaan dalam menumbuhkembangkan satunya insentif tambahan yang pernah didapat
karakter dan literasi anak-anak Indonesia,” Rizqi adalah uang sebesar Rp600 ribu sebagai
kata Muhadjir dalam rekaman suara tersebut. apresiasi karena menjadi guru berprestasi.
Pidato Muhadjir sama persis seperti yang “Aku enggak menyalahkan yayasan, karena
disampaikannya di upacara peringatan Hari sekolahku memang kecil dan di kampung, tapi
Pendidikan Nasional, di Kantor Kemendikbud, apa iya pemerintah enggak mau bantu?
Senayan, Jakarta Pusat, Rabu ini. Rizqi tak Katanya mau guru berperan,” kata Rizqi lalu
ikut bertepuk tangan seperti kawan sepekerjaan memohon maaf karena menangis.
dan murid-muridnya tatkala pidato yang
menurutnya hanya basa-basi tahunan tersebut Rizqi bukan satu-satunya guru honorer yang
selesai diputar. digaji di bawah UMK. Ani, yang mengajar di
sebuah SMP Negeri rintisan di Kecamatan
Poris, Kota Tangerang, Banten, mendapatkan
gaji tak memadai sebagai guru honorer. Ani Biasanya dapet Rp950 ribu sebulan,” kata Ika.
awalnya menerima gaji Rp504 ribu di tiga Ika bersyukur kondisinya lebih baik ketimbang
bulan awal dirinya mengajar. Angka itu guru honorer lain. Kondisi itu tak lantas
didapat dari hitungan Rp7 ribu per jam membuatnya berdiam diri. Ia kerap
pelajaran dikalikan 18 jam pelajaran dalam menyuarakan aspirasinya melalui sosial media
sepekan yang harus digelutinya. “Sekarang sih dan kepada otoritas terkait di Surabaya untuk
sudah jadi Rp1 juta-an karena aku sudah memperhatikan nasib guru honorer. “Kalau
dikasih 36 jam pelajaran dalam seminggu,” sekolah swasta besar sih SPP-nya mahal,
kata Ani pada Tirto. Gaji Ani memang lebih makanya gurunya sejahtera. Kalau yang kecil
besar dari Rizqi yang mengajar di Mojokerto, dan sekolah negeri, harus muter cari uang.
tapi pundi rupiah yang didapat Ani tetap Nyisihin BOSNAS [bantuan operasional
berada di bawah UMK Tangerang 2018 sekolah nasional],” kata Ika. Kerisauan soal
sebesar Rp3.295.075. Duit yang didapat Ani gaji guru honorer rupanya tak hanya dirasakan
pun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan guru. Jalil seorang Kepala Sekolah MAN di
bulanan. Ia mengaku menutupi kehidupan Sidoarjo. Jawa Timur, ikut merasakan hal
bulanannya dengan berjualan pakaian dan serupa. Kepada Tirto, Jalil mengaku kerap
tupperware secara online. “Untung aku masih mengalami kesulitan mencari pendanaan untuk
jualan,” kata Ani. Kondisi agak mendingan menggaji guru honorer dan tenaga kerja non
dirasakan Ika yang menjadi guru honorer di ASN di sekolahnya karena tidak ada bantuan
SMAN 21 Surabaya. Dalam sebulan, Ika dari pemerintah kabupaten setempat. “Kami
menerima gaji sesuai UMK Surabaya sebesar menggantungkan 15% dari BOSNAS dan dana
Rp3.648.000 per bulan dengan mengajar 24 Komite Sekolah," kata Jalil. Saat ini, kata Jalil,
jam pelajaran dalam sepekan. “Aku beruntung sekolahnya hanya bisa menggaji guru honorer
kepala sekolahku baik,” kata Ika. Ika dan pegawai di sekolahnya sebesar Rp2 juta
menyatakan angka tersebut bisa bertambah per bulan dengan bantuan sumbangan Komite
Rp600 ribu bila ia memberi mata pelajaran Sekolah yang terdiri dari wali murid.
tambahan untuk persiapan Ujian Nasional dan “Sebenarnya sekolah prihatin, tapi tidak
menjaga ujian. mampu berbuat banyak. Kami sekolah negeri
dan tidak ada SPP,” kata Jalil.
Akan tetapi, tidak semua guru mendapat
kesempatan tersebut terutama guru yang tidak
mengampu pelajaran yang di-UN-kan. “Di
sekolahku ada empat guru honorer, tapi enggak
semua digaji UMK. Kalau kurang 24 jam
mengajar digajinya per jam Rp50 ribu.
Violence
Monika 10 Bulan di China: Ditipu Mak Comblang, Disiksa Suami

Jakarta, CNN Indonesia -- Monika Normiati, korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO)


berhasil dipulangkan setelah dikawinkan selama 10 bulan dengan pria di China dengan modus
iming-iming suami kaya. Realitasnya, ia dieksploitasi suami dan mertua di Negeri Tirai Bambu.

Seknas Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Boby Anwar, menjelaskan Monika baru tiba di
Indonesia pada Jumat (22/6). "Kami meyakini apa yang dialami Mbak Monika adalah TPPO. Ada
tiga unsur TPPO yang terpenuhi dalam kasus ini, yaitu proses, cara, dan eksploitasi," kata Boby
saat jumpa media di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6).

Menurut Bobby, unsur 'proses' terpenuhi saat Monika direkrut oleh perekrut lapangan yang
biasa disebut 'mak comblang'. Monika yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat, direkrut 'mak
comblang' yang beroperasi di Pontianak. Monika kemudian dipertemukan dengan dua 'mak
comblang' yang beroperasi di Singkawang dan Jakarta.
Selanjutnya, unsur 'cara' penipuan terpenuhi saat Monika dipertemukan dengan calon suami asal
China yang diklaim sebagai orang kaya. Bahkan dalam proses itu 'mak comblang' mengiming-
iminginya dengan jaminan seluruh kebutuhan hidup dan uang yang bisa dikirim ke keluarga saat
berada di China nanti.

Unsur TPPO

Menurut Boby, unsur 'eksploitasi' terpenuhi saat dipekerjakan tanpa upah dan tanpa istirahat
yang cukup. Misalnya, saat Monika menolak berhubungan badan dengan suami karena
kelelahan ia mendapat kekerasan fisik. "Mereka (mak comblang) sudah punya perangkap untuk
memuluskan aksi. Misal wali nikah palsu, menyiapkan semacam resepsi dan fasilitas tinggal di
hotel untuk calon pengantin. Mereka memberikan uang Rp16-20 juta kepada calon pengantin
sebagai pengikat," kata Boby. Boby melanjutkan, "Mereka punya jaringan banyak, ada agen di
China dan Indonesia. Jaringan tumbuh kembang karena ada perekrut yang sudah sampai ke desa-
desa. Mereka mencari perempuan yang butuh uang untuk kebutuhan keluarga". Dalam
kesempatan yang sama, Monika membenarkan penjelasan Boby. Awalnya, ia dikenalkan dengan
'mak comblang' yang beroperasi di Pontianak dari temannya pada awal September 2018. Tak
lama, Monika dibawa 'mak comblang' yang beroperasi di Pontianak ke sebuah rumah. Di rumah
itu Monika dipertemukan dengan dua calon suami asal China, Monika menolak menikah karena
merasa tidak cocok. "Dia bilang akan carikan calon lain. Selanjutnya saya dibawa ke Singkawang,
di sana ada dia calon suami dan ada mak comblang (yang beroperasi di) Singkawang. Saya setuju
menikah karena 'mak comblang' bilang saya akan aman di sana," kata Monika.

Pernikahan

Proses berlanjut ke pernikahan di tempat rias pengantin, Monika diberi cincin dan uang tunai
Rp19 juta. Dalam proses itu ada tiga 'mak comblang' yang beroperasi di Pontianak, Singkawang,
dan Jakarta. Mereka mengiming-imingi Monika bahwa suaminya memiliki gaji Rp10 juta per
bulan dan ia boleh meminta uang untuk dikirim ke keluarganya. Setelah itu Monika pulang ke
Pontianak bersama 'mak comblang' yang beroperasi di Jakarta dan suaminya. Saat sampai di
rumah, 'mak comblang' tersebut meminta penegasan kepada Monika soal iktikadnya untuk
menikah. Setelah mengiyakan, Monika diminta menandatangani sebuah surat. Ketua SBMI
Mempawah, Mahadir, menjelaskan dalam proses pernikahan ada surat keterangan nikah dari
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Mempawah dan surat rekomendasi dari salah
satu yayasan agama Budha. Belakangan diketahui surat Dukcapil bisa dibuat karena
menghadirkan joki yang menggantikan Monika. "Saya sudah mencari dan Dukcapil sudah
membatalkan pengeluaran surat keterangan nikah itu. Mungkin takut terjerat karena kami terus
mengungkap kasus ini," kata Mahadir.

Berangkat ke China

Monika berangkat ke China pada pertengahan September 2018. Ketika sampai di sana ia sempat
mampir ke suatu apartemen. Di lokasi itu ada tiga perempuan asal Indonesia yang
juga dinikahkan. Monika mengatakan apartemen itu milik bos agen yang menjalankan
perkawinan pesanan. Selama di China, Monika tinggal bersama suami dan mertuanya, ia tidak
tahu di daerah mana karena tidak diberi tahu. Monika diminta mertuanya merangkai bunga
selama 12 jam tanpa henti. Bila melawan atau menolak bekerja sama Monika akan mendapat
hukuman.

"Saya pernah ditelanjangi mertua karena tidak mau melayani suami dengan alasan haid, dia tidak
percaya. Saya juga pernah tidur di luar tanpa selimut dan bantal saat musim dingin. Suami saya
diam saja," ucap Monika. Selain itu, Monika juga pernah tidak diberi makan selama dua sampai
tiga hari karena melawan mertua. Ia juga beberapa kali menerima kekerasan fisik dari suaminya
sampai akhirnya Monika melarikan diri ke kantor polisi di Provinsi Hebei dan menelpon ke KBRI
untuk meminta pertolongan. Kepolisian membantu Monika sampai ia berhasil mendapat paspor
yang sebelumnya tak diberikan suami. Namun setelah itu ia tertahan di rumah ipar sehingga
melarikan diri dan berhasil terbang ke Indonesia setelah melewati beberapa proses yang tidak
mudah.
"Awalnya saya kabur karena bapak saya sekarat di rumah sakit, saya pakai wi-fi waktu itu. Tapi
setelah sampai sini bapak saya sudah meninggal," kata Monika.

Stereotipe

Benarkah Stigma Perempuan Sunda Malas dan Matre?

Sebagian orang Jawa Barat termasuk dalam suku Sunda, yang memiliki ciri khas tertentu dan
dapat membedakannya dengan suku-suku lain, baik dari bentuk wajah, gaya bicaranya bahkan
juga sifat mereka. Perempuan Sunda memang dikenal jagonya menaklukkan hati para lelaki.
Selain penampilannya yang selalu tampak menawan, para perempuan Sunda juga terkenal
dengan sifatnya yang lemah lembut.

Walaupun orang Sunda dikenal memiliki banyak sekali sifat serta karakter yang baik. Mulai dari
keramahannya, tutur bahasa yang halus, budi pekerti, hingga kebiasaan orang Sunda yang murah
senyum serta senang berbagi tawa. Namun di balik semua itu, bukan berarti orang Sunda tak
memiliki sifat dan kebiasaan buruk. Seperti banyak orang beranggapan bahwa ada sebagian
orang Sunda itu gengsian, malas, dan materialistis. Kemungkinan hal itu benar adanya, atau
mungkin juga stigma tersebut kurang tepat. Tetapi besar kemungkinan hal itu disebabkan karena
faktor lingkungan mereka.

Menurut pandangan para lelaki, pada umumnya perempuan itu materialistis. Mereka akan mau
menerima lelaki jika dapat memenuhi semua kebutuhannya. Namun sebagian juga mengatakan
perempuan tidaklah matre, tetapi bagaimana lelaki dapat memberi sebagian yang mereka miliki
kepada perempuannya. Begitu halnya juga dengan orang Sunda, mereka mempunyai stigma
negatif yang paling melekat bahwa mereka adalah para perempuan yang materialistis. Karena
sifat mereka yang lembut, dan apa adanya saat mengatakan sesuatu hingga akhirnya mereka
dicap sebagai matre. Padahal sebenarnya sebagian perempuan juga seperti itu, hanya saja cara
menyampaikannya yang membuat orang Sunda kerap dibilang matrerialistis.

Selain matre, stigma yang tidak ketinggalan dari perempuan Sunda adalah sifat mereka yang
malas dan hanya bisa berdandan saja. Namun mengapa orang Sunda kerap dibilang pemalas?
Pada umumnya orang Sunda itu dikenal santai dalam setiap mengatasi masalah atau hal kecil
sampai masalah besar. Dari sanalah mungkin orang-orang beranggapan bahwa orang Sunda itu
pemalas yang menganggap semua masalah menjadi enteng.
Double Burden
Wanita Karier Merangkap Ibu, Tanggung Jawab Tak Bisa Ditawar

Jakarta, CNN Indonesia -- Ponsel Yuna Eka Kristina mendadak berdering di tengah agenda
rapatnya. Yuna jelas kaget, karena kebetulan saat itu dia tengah mempresentasikan hasil
kerjanya pada atasan. Awalnya Yuna sedikit abai. Namun ponsel terus berdering tak henti-henti.
Nama si buah hati terpampang dalam layar. Tak tunggu waktu lama. Tepat setelah memaparkan
presentasinya, Yuna buru-buru izin keluar dari forum rapat. Dia tak sabar menelepon si buah hati
yang sedari tadi mencarinya.

Ternyata dia hanya kesal karena saya absen meneleponnya dan belum bilang 'i love you' di hari
itu," ujar Yuna mengenang saat berbagi kisahnya menjadi wanita karier sekaligus ibu rumah
tangga pada CNNIndonesia.com, Kamis (20/12).

Meski tak saban hari, tapi kebiasaan mengobrol via sambungan telepon dengan sang buah hati di
tengah aktivitas kerja kerap dilakukan Yuna. Tak ada alasan khusus, Yuna hanya ingin tahu kabar
kedua anaknya, Juanesha Abigail Dermawan dan Queenesha Abigail Dermawan, yang
ditinggalnya sementara waktu untuk bekerja. Yuna adalah salah satu dari sejumlah wanita
Indonesia yang menjalani peran gandanya sebagai wanita karier sekaligus ibu dari anak-anak
kesayangannya. Di zaman kiwari, perihal peran ganda seorang ibu jadi hal lumrah. Peradaban
memang menuntut demikian, setidaknya itu berlaku bagi Yuna.

Karier adalah impian. Sementara rumah tangga dan anak-anak adalah anugerah sekaligus
tanggung jawab yang musti dipikul. Bagi Yuna, keduanya berlaku penting. Yuna tak ingin
meninggalkan suami dan kedua anaknya, sekaligus juga tak mau melepaskan dunia komunikasi
yang dicintainya dan telah digelutinya sejak lama. Toh, bagi Yuna, selalu ada kesenangan dalam
tiap perjalanan yang dilaluinya. Beruntung sang suami memberinya kebebasan untuk tetap
berkarier selama keluarga tetap jadi prioritas. "Ini tanggung jawab yang tidak bisa saya tawar
lagi. Saya coba jalankan (peran ganda wanita karier dan ibu rumah tangga)," kata Yuna.

Tak mudah memang. Memiliki dua anak yang kini usianya menginjak 10 dan 9 tahun membuat
Yuna harus pintar membagi waktu. Tak jarang, pekerjaan dan kebutuhan untuk bersama anak
musti bentrok. Pernah suatu hari, anak-anak kudu bersiap menghadapi ujian, sementara
pekerjaan kantor begitu menumpuk. Apa mau dikata, tanggung jawabnya sebagai seorang ibu
membuat Yuna meninggalkan beban pekerjaannya di kantor. Dia memilih menunda pekerjaan
dan pulang tepat waktu untuk mendampingi kedua anaknya belajar.

Tak dinyana, keduanya--membantu anak belajar dan menyelesaikan pekerjaan kantor--dapat


diselesaikan Yuna dengan baik. Solusinya adalah Yuna mengorbankan waktunya sendiri. "Saat
anak-anak tidur, saya baru mulai menyelesaikan pekerjaan," kata dia. Tak cuma perkara bentrok
yang ditemui Yuna. Perannya sebagai pekerja sekaligus ibu rumah tangga juga membuatnya
sehari-hari musti berjibaku dengan waktu. Gara-garanya adalah lokasi rumah dan kantor yang
terbentang jarak puluhan kilometer antara Tangerang dan Bogor.

Mau tak mau Yuna kudu beradaptasi untuk memulai kegiatan sehari-hari lebih awal. Terbangun
pada pukul 04.30 WIB untuk kemudian melakoni tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Setelah
rampung menyiapkan perbekalan dan sarapan untuk anak-anak serta suami, baru lah dia
mengurus dirinya sendiri. Sekembalinya di rumah pada malam hari, Yuna juga tak mau menyia-
nyiakan waktunya. Dia habiskan waktu yang terbilang sempit itu bersama kedua anaknya. Sebisa
mungkin momen yang sempit itu jadi waktu berkualitas antara Yuna dengan keluarga. "Quality
over quantity," kata dia.

Yuna juga ogah membawa pekerjaan kantornya ke rumah. Daripada sibuk dengan pekerjaan, dia
memilih untuk mendengarkan celoteh buah hati tentang kegiatan mereka selama di sekolah.
Jelang waktu tidur, dia menemani anak-anak di kamar sembari mengobrol santai dan
berpelukan. Tak cuma itu, strategi lain untuk tetap dekat dengan kedua anaknya pun dilakoni
Yuna. Dia kerap mengecek kedua anaknya sepulang sekolah melalui sambungan telepon di
tengah aktivitas kerjanya. Dengan setia Yuna mendengarkan cerita kedua buah hatinya tentang
apa yang mereka alami di sekolah. Dia ingin jadi orang tua sekaligus sahabat bagi kedua buah
hatinya, kapan pun di mana pun.

Begitu pula dengan akhir pekan yang dihabiskan Yuna sepenuhnya bersama keluarga tanpa
menghamba pada pekerjaan. "Satu yang pasti, ketika kami menghabiskan waktu bersama, kami
tidak memegang gadget kecuali untuk hal mendesak," cerita Yuna.
Namun, keberhasilan Yuna menjalankan dua peran ini tak muncul ujug-ujug. "Ini karena support
system saya yang luar biasa," akunya. Saat kedua buah hatinya masih balita, misalnya, Yuna
dibantu oleh sang ibu dan ibu mertua. Keduanya bergantian mengurus anak-anaknya.

Dua peran yang saling mendukung

Menjalani peran ganda sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga terbilang berat dan penuh
pengorbanan. Yuna selalu berusaha untuk sebisa mungkin gairahnya pada dunia kerja dan
tanggung jawabnya sebagai seorang ibu tetap berjalan sebagaimana mestinya. Yuna tak mau
menelantarkan salah satunya. "Kedua peran ini justru bisa saling mendukung satu sama lain
sekaligus memberi nilai tambah," ujar Yuna. Sebagai seorang ibu, Yuna belajar banyak soal
mengontrol emosi. Apa yang dipelajarinya saat berperan sebagai seorang ibu menular pada
dunia profesionalnya. Yuna tak hanya matang sebagai seorang profesional yang kemampuannya
sudah teruji, tapi juga segi emosional saat bekerja yang sudah teruji.
Toh, selama dijalani dengan bahagia, kedua peran itu bakal terlakoni dengan baik. Apalagi jika
apa yang dilakoni sesuai dengan gairah pribadi. "Bila merasa berkarier adalah passion, jalankan.
Selama yakin keduanya bisa jalan seimbang, jalankan dengan bahagia," kata Yuna. Sebab baginya,
ibu yang bahagia adalah kunci dari keluarga bahagia. (els/asr)

Subordinasi

Kuota 30% Perempuan di Parlemen Belum Pernah Tercapai

tirto.id - Persoalan etimpangan gender tercermin jelas dalam rendahnya keterwakilan perempuan di
struktur lembaga perwakilan Indonesia. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035,
dari total 261,9 juta penduduk Indonesia pada 2017, penduduk perempuannya berjumlah 130,3 juta
jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. Sayangnya, besarnya populasi perempuan tersebut tidak
terepresentasi dalam parlemen. Proporsi perempuan di kursi DPR jauh lebih sedikit bila dibandingkan
dengan proporsi laki-laki.

Salah satu upaya untuk meningkatkan peran perempuan sudah dilakukan dengan menerbitkan peraturan
perundang-undangan yang dapat menjamin peningkatan keterwakilan perempuan di kursi DPR.
Peraturan ini dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang di dalamnya juga
mengatur pemilu tahun 2009. UU No. 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai
politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam
kepengurusan di tingkat pusat.

Angka ini didapat berdasarkan penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa
jumlah minimum 30 persen memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada
kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik. Kemudian, dalam UU No. 10 Tahun
2008 ditegaskan bahwa partai politik baru dapat mengikuti setelah memenuhi persyaratan menyertakan
sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.
Peraturan lainnya adalah dengan menerapkan zipper system yang mengatur bahwa setiap 3 bakal calon
terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 55 ayat (2) UU
No. 10 Tahun 2008. Kedua kebijakan ini bertujuan untuk menghindari dominasi dari salah satu jenis
kelamin dalam lembaga-lembaga politik yang merumuskan kebijakan publik.

Di tingkat ASEAN, bersumber dari Inter-Parliamentary Union (IPU), dalam kategori Majelis Rendah,
Indonesia menempati peringkat keenam terkait keterwakilan perempuan dalam parlemen. Proporsi
perempuan yang berada di parlemen Indonesia berada di bawah 20 persen, tepatnya 19,8 persen.

Bila dibandingkan dengan rata-rata dunia, proporsi wanita dalam parlemen di Indonesia masih jauh di
bawahnya. Rata-rata dunia sebesar 23,6 persen wanita yang menduduki kursi di parlemen. Sedangkan,
bila dibandingkan dengan negara Asia maupun ASEAN, posisi Indonesia berada di atasnya. Rata-rata
proporsi perempuan dalam parlemen di negara Asia dan ASEAN masing-masing sebesar 19,7 persen
dan 18,2 persen. Semenjak pemilu 1999 hingga 2014, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR
RI belum mencapai angka 30 persen. Namun, atas pengaruh kebijakan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum, proporsi keterwakilan perempuan di DPR menunjukkan tren meningkat.

Pada pemilu 1999, jumlah perempuan yang menduduki kursi di DPR sebanyak 44 orang atau 8,8
persen. Proporsi ini meningkat 47,7 persen menjadi 65 orang pada pemilu 2004 atau mendapatkan
porsi sebesar 11,82 persen di DPR. Pada empat periode pemilu terakhir, keterwakilan perempuan
tertinggi pada pemilu 2009, dengan proporsi sebesar 17,86 persen. Sayangnya, pada periode 2014-
2019, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR turun menjadi sebanyak 97 orang atau 17,32
persen dari total anggota DPR RI yang berjumlah 560 orang. Bila ditelisik lebih dalam, setiap partai
pemenang pemilu akan memiliki anggota DPR perempuan dengan jumlah lebih banyak dibandingkan
partai lainnya. Pada pemilu 2009 yang dimenangkan oleh Partai Demokrat, jumlah anggota DPR
perempuan yang berasal dari partai ini berjumlah 35 orang, sedangkan partai lainnya hanya berjumlah
kurang dari 20 orang. Sementara pada periode 2014-2019, anggota DPR terbanyak berasal dari partai
PDIP dengan jumlah 21 orang.

Di sisi lain, anggota DPR perempuan dengan jumlah paling sedikit selama dua periode tersebut berasal
dari PKS. Pada 2009-2014, keterwakilan perempuan dari partai ini hanya 5,26 persen terhadap jumlah
anggota DPR dari PKS. Sedangkan, periode 2014-2019, keterwakilan perempuan menurun menjadi 2,5
persen terhadap jumlah anggota PKS yang duduk di DPR. Adanya penurunan jumlah perempuan di
parlemen ini mungkin sekali terjadi karena adanya hambatan yang dialami calon legislatif perempuan
dalam menjalankan pemilu. Hambatan tersebut misalnya masih kentalnya budaya patriarki yang
seringkali mendiskriminasi perempuan, adanya beban berlapis yang ditanggung oleh perempuan di
ruang privat dan ruang publik, dan adanya anggapan bahwa pendidikan dan kemampuan politik
perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Masih kurangnya representasi perempuan dalam parlemen dapat disiasati dengan penguatan dan
peningkatan angka batas kuota dalam rangka meningkatkan kemungkinan keterpilihan perempuan.
Selain itu, penguatan kebijakan terkait penempatan caleg perempuan pada nomor urut teratas dan
penambahan caleg perempuan dalam daftar calon di semua Dapil. Tak hanya itu, perlu adanya sanksi
tegas pada partai politik jika tidak memenuhi ketentuan penempatan caleg perempuan sebanyak kuota
yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi penting, sebab UU Partai Politik dan Pemilu ini merupakan
salah satu parameter dalam melihat respons negara terkait kesetaraan gender. Keterwakilan perempuan
dalam parlemen ini perlu menjadi perhatian penting. Lantaran kehadiran perempuan di parlemen
memberikan otoritas pada perempuan untuk membuat kebijakan yang berkontribusi besar pada
pencapaian hak-hak perempuan, khususnya kesetaraan gender. Sebab seringkali anggota laki-laki tidak
dapat sepenuhnya mewakili kepentingan perempuan karena adanya perbedaan pengalaman dan
kepentingan antara keduanya.

Sumber:
1. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181221145747-284-
355524/wanita-karier-merangkap-ibu-tanggung-jawab-tak-bisa-ditawar
2. https://lifestyle.okezone.com/read/2019/05/11/196/2054363/benarka
h-stigma-perempuan-sunda-malas-dan-matre
3. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190623164427-20-
405693/monika-10-bulan-di-china-ditipu-mak-comblang-disiksa-suami
4. https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-
tercapai-cv8q
5. https://tirto.id/nestapa-guru-honorer-ada-yang-digaji-di-bawah-upah-
minimum-cJNx
Reinaldo Ghivari A
D1218037

Anda mungkin juga menyukai