Anda di halaman 1dari 3

PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya
adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang mengendalikan tingkah laku
(corey, 2010). Fathiyah (2003) mengatakan bahwa:
“Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkahlaku yang didirikan oleh John.B.
Watson pada tahun 1930. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa
tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Gagasan utama dalam aliran ini adalah bahwa untuk memahami tingkah laku diperlukan
pendekatan yang objektif, mekanistik, dan materialistik sehingga perubahan tingkah laku pada
diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya penkondisian”.
Adapun karakteristik konseling behavioral (sugiharto, 2008):
 Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
 Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
 Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.
 Penelitian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Tujuan konseling dengan pendekatan behavioral:
 Menghapus/ menghilangkan tingkah laku maldatif (masalah) untuk digantikan dengan
tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaftif yang diingkan klien.
 Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
- Diinginkan oleh klien
- Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut
- Klien dapat mencapai tujuan tersebut
- Dirumuskan secara spesifik.
 Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetap/merumuskan tujuan-tujuan
khusus konseling.
Teknik-Teknik Konseling Behavioristik
Pendekatan behavioral ini lebih bersifat suatu pelatihan terhadap perilaku klien. Maka
pendekatan ini menekankan pada teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku
pada diri klien. Sehingga pendekatan behavioral ini lebih mementingkan penggunaan teknik
pengubah perilaku (behavior modification).
Menurut aliran teori-teori belajar behavioristik, manusia belajar dari berbagai cara antara lain
belajar signal menurut konsep pavlov (dalam djaali, 2008) belajar melalui penguatan
(reinforcement). Dalam konsep tersebut dipegang paradigma stimulus-respon (S R), pada konsep
ini menjelaskan dengan cara proses belajar. Dalam rangka pendekatan teori behavioristik dalam
konseling, rangkaian S dikonsepsikan sebagai rangkaian Antecedent-Behavior-Consequence
yang disebut model A-B-C.
Latif (2007) menyatakan bahwa A B C dari analisis fungsi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. A (Antecedent) ialah segala hal yang mencetuskan perilaku yang dipermaslaahkan:
situasi tertentu (bila sendiri, bila bersama teman, saat tertentu, tempat tertentu, selagi
melakukan aktivitas tertentu, dan sebagainya)
2. B (Behavior) ialah segala hal mengenai perilaku yang dipermasalahkan: frekuensi,
intensitas, dan lamanya.
3. C (Consequence) ialah akibat-akibat yang diperoleh setelah perilaku ini terjadi.
Konsekuensi inilah yang biasanya “memelihara” perilaku yang menjadi masalah.
Misalnya: mendapat pujian atau perhatian, perasaan lebih tenang, bebas dari tugas, dan
sebagainya.
Menurut Winkel (2007) ada tiga cara untuk mengubah perilaku berdasarkan teori A-B-C:
1. Antecedent (diubah) Behavior Consequence (tetap)
2. Antecedent (tetap) Behavior Consequence (diubah)
3. Antecedent (diubah) Behavior Consequence (diubah)
Antecedent adalah kejadian-kejadian yang mendahului behavior dapat berupa pemberitahuan
atau ajakan sebelum seseorang diminta melakukan sesuatu. Consequence adalah efek-efek yang
mengikuti atau berlangsung sesuadah behavior. Perilaku (behavior) sam dengan yang disebut
reaksi (respon). Kejadian atau pengalaman yang berlangsung sebelum perilaku muncul
(antecedent) sama dengan stimulus. Efek yang timbul sesudah perilaku (consequence) sama
dengan dalam konsepsi Skinner (1983) penguatan (reinforcement), yaitu efek yang memperbesar
kemungkinan bahwa perilaku yang diinginkan muncul kembali pada lain kesempatan. Dalam
pendekatan operant learning hal penting adalah penguatan atau (reinforcement) yang dapat
menghasilkan perilaku yang dikehendaki. Konselor hendaknya dapat memilih tindakanya agar
dapat memberikan penguatan terhadap siswa, konselor juga harus bisa memanfaaatkan situasi
untuk memperkuat perilaku siswa yang dikehendaki, yang harus diperhatikan adalah saat yang
tepat untuk memberikan penguatan yang diterapkan hendaknya dilaksanakan secara sistematis,
konselor harus mengetahui kapan dan bagiamana memberikan penguatan.
Manusia merupakan makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah
laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya peguatan yang diterima dalam situasi
hidupnya.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang
diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil
belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
pembentukan tingkah laku.
Kasus
Dalam sebuah keluarga terdiri dari bapak, ibu dan 2 orang anaknya. Dalam keluarga ini
menerapkan pola asuh otoriter semua bentuk peraturan rumah dan keputusan berada di pihak
orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari kedua anak ini hidup dibawah tekanan orang tuanya,
entah itu mengerjakan tugas sekolah, bersih rumah atau lainnya. Setiap harinya mereka selalu
tertekan oleh orang tuanya dan merasa dirumah mereka tidak dapat bermain dan berkerasi
sehingga hal ini membunuh karakter dan keperibadian anaknya. Hingga pada suatu hari kedua
anak ini mencoba mencoba mencari kesenangan di luar rumah dan bermain dengan teman
sebayanya. Dan mereka menawarkan sesuatu yang belum pernah mereka dapatkan di dalam
rumah seperti merokok, dan minum-minuman keras. Dengan demikian mereka merasa terbebas
dari beban dan tekanan orang tua.
Pembahasan
Berdasarkan kasus tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa tekanan lingkungan rumah yang
terlalu berlebihan hanya akan membuat akan mencari jalan kesenangan sendiri sehingga ini akan
memberikan dampak negative terhadap perkembangan psikologi anak itu sendiri.
Lingkungan adalah faktor pendukung perkembangan psikologi manusia, lingkungan yang
kondusif serta jauh dari sifat-sifat negative maka akan menciptakan manusia yang memiliki
kecerdasan dan perkembangan yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai