Anda di halaman 1dari 16

Sindrom Embolisme Lemak

Abstrak

Sindrom embolisme lemak merupakan sebuah komplikasi langka yang


terjadi pada 0,5% hingga 25 pasien setelah fraktur tulang panjang.
Sindrom ini diyakini disebabkan oleh efek toksik dari asam lemak bebas.
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, berdasarkan manifestasi
respirasi, serebral, dan dermal. Terapi yang tersedia hanya terapi suportif,
yang diarahkan utamanya untuk mempertahankan fungsi respirasi.

PENDAHULUAN

Istilah “embolisme lemak” menandakan keberadaan globul lemak

dalam sirkulasi periferal dan parenkima paru setelah fraktur tulang

panjang, pelvis, atau trauma besar lainnya. Kondisi ini terjadi pada hampir

semua pasien yang mengalami fraktur tulang panjang atau fraktur pelvis.

Pada tahun 1861, Zenker melaporkan deposit-deposit lemak dalam

kapiler-kapiler paru seorang pekerja jalan yang mengalami cidera retak

torakoabdominal fatal.

“Sindrom embolisme lemak” merupakan manifestasi serius dari

fenomena embolisme yang ditandai secara klinis dengan tiga-serangkai

dispnea, petekia, dan konfusi mental. Pada tahun 1873, Bergmann untuk

pertama kalinya menegakkan diagnosis klinis sindrom embolisme.

Angka Kejadian

Sindrom Embolisme Lemak paling umum terkait dengan fraktur

tulang panjang dan pelvis, serta lebih sering pada fraktur tertutup

ketimbang fraktur terbuka. Pasien-pasien yang mengalami fraktur tulang

panjang tunggal memiliki peluang 1 hingga 3 persen untuk mengalami


sindrom ini, dimana persentase ini meningkat seiring jumlah fraktur.

Sindrom Embolisme Lemak telah ditemukan pada hingga 33 persen

pasien yang mengalami fraktur femoral bilateral.

Angka kejadian kondisi ini juga lebih tinggi pada pria muda karena

mereka lebih rentan mengalami kecelakaan lalu lintas akibat

mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi. Sindrom ini terjadi

paling sering pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak, karena

pada anak-anak sumsum tulang mengandung lebih banyak jaringan

hematopoietik dan lebih sedikit lemak.

Penyebab

Sindrom Embolisme Lemak paling umum terjadi setelah cidera

skeletal dan paling besar kemungkinan terjadi pada pasien yang

mengalami fraktur banyak tulang panjang dan pelvis. Beberapa kondisi

non-trauma seperti diabetes, pankreatitis dan lain-lain telah diketahui

terkait dengan sindrom embolisme lemak. (Lihat Tabel 1).

Patofisiologi

Ada banyak perbedaan pendapat tentang sumber emboli lemak

dan cara kerjanya. Diantaranya, ada tiga teori utama yang telah diusulkan,

yaitu sebagai berikut:

1. Teori Mekanis

Menurut teori ini, yang diusulkan oleh Gauss pada tahun 1924,

trauma terhadap tulang panjang akan melepaskan deposit-deposit lemak

dengan mengganggu sel lemak dalam tulang fraktur atau dalam jaringan
adiposa. Deposit-deposit lemak ini memasuki vena yang robek di dekat

tulang panjang. Ini terjadi ketika tekanan intra-medula lebih tinggi

dibanding tekanan vena. Deposit-deposit lemak kemudian ditransport ke

dasar pembuluh darah pulmonari dimana globul-globul lemak besar

menghasilkan hambatan mekanis dan terjebak sebagai emboli dalam

kapiler-kapiler paru. Deposit-deposit lemak kecil dengan ukuran 7-10 1/4m

bisa melewati paru dan mencapai sirkulasi sistemik hingga menyebabkan

embolisasi pada otak, kulit, ginjal atau retina.

Cara lain yang digunakan oleh deposit-deposit lemak ini untuk

melewati sirkulasi sistemik adalah melalui shunt pra-kapiler paru dan

komunikasi vena-arterial patologis yang ada seperti foramen ovale yang

teuka. Akan tetapi, teori ini tidak cukup menjelaskan mengapa ada

tundaan waktu selama 24-72 jam dalam terjadinya sindrom ini setelah

cidera akut.

2. Teori Biokimia

Teori ini, yang dikemukakan oleh Lehmann dan Moore pada tahun

1927, menyatakan bahwa ada beberapa mekanisme biokimia yang

berpotensi terlibat dalam terjadinya sindrome mbolisme lemak. Yang

paling umum diyakini kebenarannya adalah bahwa lemak yang ter-

embolisasi didegradasi dalam plasma menjadi asam lemak bebas.

Walaupun lemak netral seperti yang ditemukan dalam sumsum tulang

tidak menyebabkan cidera paru akut, namun lemak ini dihidrolisis dalam

beberapa jam menjadi beberapa produk, termasuk asam lemak bebas,


yang telah terbukti menyebabkan ARDS pada model-model hewan. Asam

lemak bebas juga telah dikaitkan dengan disfungsi kontraktil kardiak, yang

bisa menjadi ciri dari sindrom embolisme lemak. Konsentrasi lipase

plasma meningkat pada beberapa pasien.

Serum dari pasien yang sakit akut telah terbukti memiliki kapasitas

untuk menggumpalkan chylomikrons, lipoprotein densitas rendah, dan

liposim emulsi lemak nutrisional. Protein C-reaktif, yang meningkat

kadarnya pada pasien-pasien ini, tampak bertanggung jawab atas

agglutinasi lipid dan juga bisa berpartisipasi dalam mekanisme Sindrom

Embolisme Lemak non-trauma.

Keterlambatan terjadinya gejala-gejala bisa dijelaskan dengan

skala waktu yang diperlukan untuk menghasilkan metabolit-metabolit

toksik tersebut. Onset gejala bisa bertepatan dengan

agglutinasi/penggumpalan dan degradasi embolus lemak. Kadar asam

lemak bebas yang bersirkulasi meningkat sedang pada pasien-pasien

fraktur dibanding dengan kontrol. Meskipun demikian, bukti mekanisme-

mekanisme cidera ini masih belum komprehensif.

3. Teori Koagulasi

Teori ini menyatakan bahwa tromboplastin jaringan dilepaskan

bersama dengan elemen-elemen sumsum setelah fraktur tulang panjang.

Proses ini kemudian mengaktivasi sistem komplemen dan mekanisme

koagulasi ekstrinsik melalui aktivasi langsung faktor VII yang mengarah

pad produksi koagulasi intravaskular oleh sejumlah produk seperti fibrin


dan produk degradasi fibrin. Produk-produk ini bersama dengan leukosit,

trombosit, dan globul lemak bergabung meningkatkan permeabilitas

vaskular paru, baik dengan efek langsung terhadap dinding endotelium

maupun melalui pelepasan banyak zat vasoaktif. Selain itu, zat-zat yang

sama ini menyebabkan aktivasi trombosit.

Gambaran Klinis

Sindrom Embolisme Lemak biasanya menjelaskan mengapa terjadi

tundaan 12-72 jam setelah cidera awal. Terkadang, kasus terjadi sejak 12

jam atau bahkan malah 2 pekan setelah cidera. Pasien menunjukkan tiga-

serangkai klasik: manifestasi respirasi (95%), efek serebra (60%) dan

petekia (33%).

Manifestasi pulmonari

Perubahan-perubahan respirasi sering menjadi tanda klinis pertama

yang terlihat. Dispnea, tachypnea, dan hipoksemia merupakan beberapa

tanda klinis yang paling awal terlihat. Tingkat keparahan gejala-gejala ini

cukup bervariasi tetapi beberapa kasus bisa berprogres menjadi gagal

pernapasan dan menjadikan sebuah sindrom yang tidak bisa dibedakan

dengan sindrom distres respirasi akut (ARDS) bisa terjadi. Sekitar

setengah pasien yang mengalami Sindrom Embolisme Lemak yang

disebabkan oleh fraktur tulang panjang mengalami hipoksemia parah dan

insufisiensi respirasi dan memerlukan ventilasi mekanis.

Manifestasi sistem saraf pusat

Gambaran neurologis yang dihasilkan oleh embolisme serebra


sering terjadi pada stadium-stadium awal dan sering terjadi setelah

terbentuknya distres respirasi. Perubahan-perubahan ini memiliki banyak

tingkatan mulai dari rasa pusing dan kantuk ringan sampai seizur parah.

Presentasi yang lebih umum adalah dengan keadaan konfusi akut tetapi

tanda-tanda neurologis focal yang mencakup hemiplegia, afasia, apraksia,

gangguan medan penglihatan, dan anisokoria telah dilaporkan. Seizur dan

decorticate posturing juga telah ditemukan. Untungnya, hampir semua

defisit neurologis hanya bersifat sementara dan bisa kembali normal

seutuhnya.

Ruam petekia

Ruam petekia karakteristik bisa menjadi komponen akhir yang

terjadi dari tiga-serangkai yang telah disebutkan. Tanda ini terjadi pada

hingga 60% kasus dan disebabkan oleh embolisasi kapiler-kapiler dermis

kecil yang mengarha pada ekstravasasi eritrosit. Ini menghasilkan ruam

petekia dalam konjungtiva, membran mukosa oral, dan lipatan-lipatan kulit

pada badan tas khususnya leher dan aksila. Kondisi ini tidak tampak

terkait dengan abnormalitas apapun pada fungsi trombosit. Ini diyakini

sebagai satu-satunya karakteristik penanda sindrom embolisme lemak

dan biasanya muncul dalam 36 jam pertama dan sembuh sendiri, hilang

seutuhnya dalam 7 pekan.

Manifestasi okular

Pada pemeriksaan fundoskopi, retinopati Purtscher bisa terlihat

dengan terdiri dari eksudat cotton wool, edema makular, dan perdarahan
makular.

Keterlibatan CVS

Trachykardia persisten awal, meskipun tidak spesifik, hampir selalu

ada pada semua pasien yang mengalami embolisme lemak. Terkadang,

embolisme lemak sistemik bisa mengenai jantung dan mengarah pada

nekrosis miokardial dan sindrom jantung kanan.

Demam sistemik

Salah satu tanda yang paling umum dari sindrom embolisme lemak

adalah demam. Demam biasanya ringan tetapi bisa meningkat hingga

39oC.

DIAGNOSIS

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran klinis meski

perubahan-perubahan biokimia bisa membantu. Kriteria diagnostik yang

paling umum digunakan adalah seperti yang diterbitkan oleh Gurd (lihat

Tabel 2).

Diagnosis memerlukan sekurang-kurangnya 1 kriteria besar dan 4

kriteria kecil. Keterpercayaan kriteria-kriteria ini telah dipertanyakan dan

skema-skema lain yang lebih didasarkan pada karakteristik respirasi saja

(lihat Tabel 3) telah diusulkan.

Yang lebih terbaru, indeks embolisme lemak telah diusulkan

sebagai sebuah cara semi-kuantitatif untuk mendiagnosa Sindrom

Embolisme Lemak, dimana ada tujuh gambaran klinis; masing-masing

diberikan skor tertentu. Skor >5 diperlukan untuk menghasilkan diagnosis


yang positif.

PEMERIKSAAN

Sindrom Embolisme Lemak merupakan sebuah diagnosis klinis,

belum ada tes laboratorium yang cukup sensitif atau spesifik untuk

mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan untuk

mendukung diagnosis klinis atau untuk memantau terapi dan mencakup:

Hematologi dan biokimia

Anemia yang tidak diketahui penyebabnya (70% pasien) dan

trombositopenia (hitung trombosit <15.000/mm pada hingga 50% pasien)

sering ditemukan. Konsentrasi lipid darah tidak banyak membantu untuk

diagnosis karena konsentrasi lemak yang bersirkulasi tidak berkorelasi

dengan tingkat keparahan sindrom. Hipokalsemia (akibat pengikatan

asam lemak bebas ke kalsium) dan peningkatan kadar lipase serum telah

dilaporkan. Bipofibrinogenemia, laju endapat eritrosit tinggi, dan

prolongasi Protrombin time bisa terlihat.

Pemeriskaan urin dan sputum

Ada kesalahan konsepsi umum bahwa keberadaan globul lemak,

baik dalam sputum atau urin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

Akan tetapi, penemuan globul lemak dalam sputum maupun urin tidak

memiliki signifikansi yang jelas. Dalam salah satu penelitian, keberadaan

globul lemak ditunjukkan dalam serum >50% pasien dengan fraktur yang

tidak memiliki gejala pertana Sindrom-Embolisme-Lemak.

Gas darah arterial


Ini menunjukkan tekanan oksigen parsial rendah dan tekanan

parsial CO2 rendah dengan alkalosis respiratori. Peningkatan perbedaan

tensi oksigen alveolar-ke-arterial shunt pulmonari, khususnya dalam 24-48

jam insiden sangat menandakan sindrom ini.

Sinar X dada

Sinar-X dada sering menunjukkan hasil normal pada awalnya tetapi

pada beberapa pasien, bayangan halus bilateral terjadi seiring

memburuknya insufisiensi respiratori. Sebagian kecil mengalami

konsolidasi ruang udara difus atau setengah-tengah akibat perdarahan

edema atau alveolar; ini paling menonjol pada daerah periferi dan bagian

dasar. Sinar X klasik dari sindrom embolisme lemak menunjukkan

bayangan flokulen multiple (“kenampakan badai salju”). Tanda-tanda

radiologis bisa tetap hingga beberapa pekan.

CT scan dada: Area-area opasifikasi focal dengan penebalan septal

antar-lobular umumnya terlihat pada CT scan dada tetapi nodul subpleural

dan sentrilobular yang tidak tegas yang mewakili edema alveolar, mikro-

hemoragik dan respons inflamatori akibat iskemia serta emboli sitotoksik

bisa terlihat.

Scan paru

Pemeriksaan scan paru bisa menunjukkan ketakserasian perfusi

ventilasi. Pada fase awal, rasio V/Q sering tinggi dan fase ini bergabung

dengan stadium yang ditandai dengan V/Q rendah dan memenuhi kriteria

Gurd.
ECG

ECG biasanya normal kecuali untuk tachykardia sinus non-spesifik.

Akan tetapi, perubahan-perubahan ST-T non-spesifik, penyimpangan

aksis kanan dan RBBB bisa terlihat pada kasus-kasus yang fulminan.

Echokardiografi transesofageal (TEE)

TEE bisa bermanfaat dalam mengevaluasi pelepasan kandungan

sumsum intra-operatif ke dalam aliran darah selama reaming dan nailing

intramedular. Densitas material echogenik yang melewati sisi kanan

jantung berkorelasi dengan derajat reduksi saturasi oksigen arterial.

Shower emboli berulang telah ditemukan meningkatkan tekanan arteri

paru dan jantung kanan. Embolisasi kandungan sumsum melalui foramen

ovale paten juga telah ditemukan. Akan tetapi, bukti embolisasi dengan

TEE tidak berkorelasi dengan kejadian FES yang sebenarnya.

Pembilasan bronkoalveolar

Penggunaan bronkoskopi dengan pembilasan bronkoalveolar untuk

mendeteksi deposit-deposit lemak pada makrofage-makrofage alveolar

sebagai sebuah sarana untuk mendiagnosa lemak embolisme telah

dilaporkan pada pasien-pasien trauma dan pasien-pasien yang

mengalami sindrom dada akut dari penyakit sel arit. Akan tetapi, kriteria

diagnostik sangat bervariasi dan sensitifitas serta spesifitas tidak

diketahui.

CT otak

Hasil temuan dari pemeriksaan CT kepala yang dilakukan karena


perubahan-perubahan status mental biasanya normal atau bisa

menunjukkan perdarahan petekia zat-putih difusif yang konsisten dengan

cidera mikrovaskular. Metode ini bisa menunjukkan perdarahan petekia

difusif dalam substansi putih (white matter), atau edema serebra

menyeluruh atau atropi pada pasien-pasien yang mengalami embolisme

lemak serebra parah.

MRI otak

Area-area berbintik dengan intensitas tinggi bisa terlibat ada

gambar tertimbang T2. Ini bisa bermanfaat pada pasien-pasien yang

menunjukkan karakteristik neurologis embolisme lemak dan CT scan

normal. Metode ini telah terbukti sangat bermanfaat dalam diagnosis awal

Sindrom Embolisme Lemak.

TERAPI

Terapi medis

Terapi medis mencakup oksigenasi dan ventilasi yang memadai,

hemodinamika yang stabil, pemberian produk darah jika diindikasikan

secara klinis, hidrasi, profilaksis trombosis vena dalam, dan perdarahan

gastrointenstinal terkait stres dan nutrisi.

Berbagai obat telah dicoba tetapi hasilnya tidak konklusif. Diantara

obat itu adalah:

Kortikosteroid

Kortikosteroid telah banyak digunakan dan direkomendasikan oleh

beberapa orang untuk penatalaksanaan sindrom-embolisme-lemak.


Mekanisme kerja yang diusulkan hampir sama dengan mekanisme kerja

agen anti-inflamatori, dengan mengurangi perdarahan perivaskular dan

edema. Belum banyak data untuk mendukung pemberian terapi steroid

apabila Sindrom Embolisme Lemak terjadi. Sebuah penelitian

eksperimental menunjukkan tidak ada efek bermanfaat, dan belum ada

studi klinis prospektif, acak, dan terkontrol yang telah menunjukkan

manfaat signifikan penggunaannya.

Aspirin

Salah satu penelitian prospektif terhadap 58 pasien yang

mengalami fraktur biasa menunjukkan bahwa terapi pasien dengan aspirin

menghasilkan normalisasi gas darah, protein koagulopati, dan jumlah

trombosit ketika dibandingkan dengan kontrol.

Heparin

Heparin diketahui membersihkan serum lipemik dengan

menstimulasi aktivitas lipase dan telah didukung penggunaannya untuk

terapi Sindrom Embolisme Lemak. Akan tetapi, aktivasi lipase berpotensi

berbahaya jika peningkatan asam lemak merupakan bagian penting dari

patogenesis. Juga ada kemungkinan peningkatan risiko perdarahan pada

pasien-pasien yang mengalami banyak trauma.

N-asetilsistein

Pemberian misel lemak ke dalam paru mencit yang diperfusi

menyebabkan embolisme lemak sebagaimana dibuktikan dengan

perubahan bobot paru, peningkatan oksida nitrat yang diekshalasi dan


konsentrasi protein pada pembilasan bronkoalveolar, hipertensi paru,

peningkatan koefisien filtrasi kapiler, dan patologi paru. Perlakuan tersebut

juga meningkatkan nitrat/nitrit, metilguanidin, TNF-α, dan interleukin-1β

pada perfusat paru, peningkatan elastase neutrofil dan kadar

myeloperoksidase, dan peninggian ekspresi oksida nitrat sintase

terinduksikan. Pasca-terapi dengan N-Asetilsistein mendukung

perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh embolisme llemak ini.

Dengan demikian, tidak ada terapi spesifik untuk sindrom

embolisme lemak; pencegahan, diagnosis dini, dan terapi simtomatik

adekuat sangat penting. Ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan

terapi yang diberikan sebagian besar adalah terapi suportif yang

mencakup:

1. Ventilasi

Penatalaksanaan awal hipoksia yang terkait dengan embolisme

lemak pulmonari harus melibatkan ventilasi spontan. Inhalasi oksigen

dengan menggunakan masker dan sistem penyaluran gas aliran tinggi

bisa digunakan untuk menyalurkan FIO2 (konsentrasi O2 yang diinspirasi)

50 sampai 80%.

2. CPAP dan ventilasi non-invasif

CPAP (tekanan saluran napas positif kontinyu) bisa ditambahkan

untuk meningkatkan PaO2 tanpa peningkatan FIO2. Ventilasi mekanis

juga bisa diaplikasikan melalui masker CPAP dan telah berhasil digunakan

pada banyak pasien.


3. Ventilasi mekanis dan PEEP

Jika nilai FIO2 >60% dan CPAP >10 cm diperlukan untuk mencapai

PaO2 >60 mm Hg, maka intubasi endotrakea, ventilasi mekanis dengan

PEEP (tekanan ekspiratori akhir positif) harus dipertimbangkan. Baik

PEEP maupun ventilasi mekanis tidak memiliki nilai manfaat intrinsik

terhadap proses embolisme paru, dan bahkan bisa mempromosikan

cidera paru akut. Dengan demikian, Tujuan pokok dari PEEP dan ventilasi

mekanis adalah mencapai pertukaran gas adekuat tanpa menimbulkan

kerusakan paru lebih lanjut.

Meskipun PEEP bisa terkait dengan peningkatan PaO2, namun

terkadang bisa mengurangi PaO2 dengan meningkatkan tekanan atrial

kanan dan mengurangi output kardiak. Dengan demikian, pemantauan

ketat gas darah arterial dan status hemodinami diperlukan jika PEEP dan

ventilasi mekanis digunakan.

PERAWATAN BEDAH

Imobilisasi fraktur sejak awal akan mengurangi kejadian sindrom-

embolisme-lemak dan risiko lebih lanjut dikurangi dengan koreksi operatif

ketimbang dengan penatalaksanaan konservatif. Strategi lain untuk

mencegah sindrom embolisme lemak adalah membatasi peningkatan

tekanan intra-osseous selama prosedur ortopedik, untuk mengurangi

intravasasi lemak intramedular dan debris lainnya. Dalam sebuah trial

acak terhadap 40 pasien, setengahnya diberikan lubang ventilasi untuk

drainase kavitas medular diantara trokanter besar dan kecil untuk


membatasi peninggian tekanan intra-osseous intra-operatif. Kejadian-

kejadian embolik besar yang lebih kecil dideteksi dengan

transesofagealekokardiografi pada kelompok yang diberi ventilasi (20%

berbanding 85%).

TERAPI PROFILAKSIS

Albumin

Albumin telah direkomendasikan untuk resusitasi volume,

khususnya pada kasus hipoproteinemia, karena tidak hanya merestorasi

volume darah tetapi juga mengikat asam lemak dan bisa mengurangi

luasan cidera paru.

Kortikosteroid

Penggunaan profilaksis kortikosteroid masih kontroversial,

sebagian besar karena sulit untuk membuktikan efikasinya pada sebuah

kondisi dengan angka kejadian rendah, faktor risiko yang tidak jelas,

mortalitas rendah, dan outcome yang baik dengan manajemen

konservatif. Meskipun demikian, beberapa penelitian melaporkan

penurunan angka kejadian dan tingkat keparahan sindrom embolisme

lemak ketika kortikosteroid diberikan secara profilaksis. Dalam sebuah

penelitian, 64 pasien dengan fraktur tulang-panjang ekstremitas bawah

mendapatkan plasebo atau metilprednisolon, 7,5 mg/kg setiap 6 jam

selama 12 hari. Sindrom Embolisme Lemak didiagnosa pada 9 dari 41

pasien yang diterapi plasebo dan 0 dari 21 pasien yang diterapi steroid (P

< 0,05). Tidak ada komplikasi yang terkait dengan terapi steroid.
Pendekatan yang rasional dan konservatif hanya akan memberikan

terapi steroid profilaksis kepada pasien yang berisiko tinggi untuk

mengalami sindrom embolisme lemak, misalnya mereka yang mengalami

fraktur tulang panjang atau pelvis, khususnya fraktur tertutup.

Metilprednisolon 1,5 mg/kg intravena bisa diberikan setiap 8 jam selama

enam dosis.

Walaupun banyak penelitian yang menunjukkan efek positif

penggunaan steroid profilaksis karena efek anti-inflamatori, tidak ada

perubahan mortaltias yang signifikan. Penelitian lain tentang penggunaan

steroid menunjukkan tidak ada manfaat. Saat ini, penggunaan

kortikosteroid tidak dianjurkan untuk profilaksi atau terapi.

Prognosis

Durasi sindrom embolisme lemak cukup sulit diprediksi. Prognosis

merupakan pengecualian pada kasus-kasus fulminan. Defisit-defisit

neurologis residual dan defisit kapasitas difusi residual bisa terus

berlangsung. Mortalitas diperkirakan 5-15% secara keseluruhan, tetapi

kebanyakan pasien akan pulih total.

Anda mungkin juga menyukai