Anda di halaman 1dari 201

BAB I

Sintaksis dan Sejarah Awal Kemunculannya

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas sintaksis dan sejarah awal kemunculannya. Pokok-
pokok pembahasannya meliputi: Pengertian sintaksis secara leksikal dan istilah;
Beberapa pandangan tentang pengertian sintaksis; Sejarah awal kemunculan
sintaksis di Barat meliputi (1) aliran alamiah, (2) aliran anomalis dan analogis;
dan Sejarah awal kemunculan sintaksis di Timur.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu mendeskripsikan sintaksis dan menjelaskan sejarah awal
kemunculannya

C. Isi Materi perkuliahan


1. Pengertian sintaksis secara leksikal dan istilah
2. Beberapa pandangan tentang pengertian sintaksis.
3. Sejarah awal kemunculan sintaksis di Barat meliputi (1) aliran alamiah, (2)
aliran anomalis dan analogis.
4. Sejarah awal kemunculan sintaksis di Timur.

D. Rangkuman
Unsur atau komponen yang tercakup dalam pengertian sintaksis, yaitu (1)
sebuah disiplin ilmu bahasa; (2) kajian sistem aturan kombinasi kata dengan kata
lainnya; (3) kajian relasi antarkata; dan (3) kajian satuan-satuan yang lebih besar
dari kata meliputi satuan yang disebut frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Pembahasan tentang tata bahasa paling awal dikaitan dengan istilah tata bahasa
tradisional yang telah ada sejak abad ke-5 Sm di Yunani. Bagi orang Yunani tata
bahasa merupakan bagian dari filsafat, yaitu bagian dari pengamatan mereka
terhadap sifat-sifat alam dan lembaga-lembaga sosial.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Jelaskan pengertian sintaksis secara leksikal dan istilah!
2. Sintesisakan beberapa pandangan tentang pengertian sintaksis!
3. Jelaskan sejarah awal kemunculan sintaksis di Barat meliputi (1) aliran
alamiah, (2) aliran anomalis dan analogis!
4. Jelaskan sejarah awal kemunculan sintaksis di Timur!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |1


SINTAKSIS DAN SEJARAH AWAL KEMUNCULANNYA

1.1 Pengertian Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun dan tattein yang berarti
‘menempatkan’. Secara etimologis kata tersebut berarti ‘menempatkan bersama-
sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat’ (Verhaar, 1986: 70),
(Chaer, 2007a: 206), (Sukini, 2010: 2), (Putrayasa, 2010: 1). Kata sintaksis dalam
bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Belanda syntaxis, yang dalam
bahasa Inggris disebut syntax (Ramlan, 2005: 18), (Sukini, 2010: 2). Dalam
bahasa Arab sintaksis dikenal dengan sebutan nachw )‫((النحو‬El Dahdah,
1993: 715) atau ‘ilm nachw )‫(علم النحو‬atau nama lainnya ‘ilm tandzi<m
)‫‘((علم التنطيم‬Akasyah, 2002: 25) atau juga disebut dengan ‘ilm nadzm
)‫( (علم النظم‬Baalbaki, 1990: 492).

Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian sintaksis adalah 1 pengaturan


dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yg lebih besar; 2 cabang
linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat (Sugono,
2008: 1464). Dalam kamus bahasa Inggris, sintaksis mempunyai arti ‘aturan
penyusunan kalimat’ (Hornby, 1987: 877). Sebaliknya dalam bahasa Arab,
sintaksis berarti ilmu yang membahas posisi kata dalam kalimat dan relasi
antarkata dalam kalimat (Umar, 2008: 2181).

Selain pengertian tersebut, terdapat beberapa pandangan mengenai


defenisi sintaksis, di antaranya sebagai berikut:

1 Putrayasa (2010: 1), sintaksis adalah studi tentang hubungan antara kata
yang satu dengan kata yang lain.

2 Sihombing (2009: 123), sintaksis adalah studi gramatikal struktur


antarkata.

3 Menurut Dick (1994: 151), sintaksis adalah struktur tata bahasa dalam
keseluruhan yang lebih luas dari kata (kelompok kata, kalimat).
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |2
4 Menurut Verhaar (2010: 161), sintaksis adalah tata bahasa yang
membahas hubungan antarkata dalam tuturan.

5 Menurut Ramlan (2005: 18), sintaksis adalah bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan
frase.

6 Sukini (2010: 3), sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan
seluk beluk frase, klausa, dan kalimat, dengan satuan terkecilnya berupa
bentuk bebas, yaitu kata.

7 Menurut Crystal (2008: 471), sintaksis adalah istilah tradisional


berkenaan dengan kajian tentang aturan bagaimana mengkombinasikan
kata-kata untuk menyusun kalimat.

8 Menurut Ricard (2010: 579), sintaksis adalah kajian yang mendalami cara
mengkombinasikan kata untuk menyusun kalimat dan aturan-aturan
untuk membentuk konstruksi kalimat.

9 Styker dalam Putrayasa (2010: 1), sintaksis adalah telaah mengenai pola-
pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan
kata menjadi kalimat.

10 Menurut Bussman (1998: 1169), sintaksis adalah subkategori gramatika


berupa sistem aturan yang menggambarkan bagaimana menyusun kalimat
dengan baik dari elemen-elemen yang paling dasar.

11 Menurut Kridalaksana (2008: 223), sintaksis adalah 1 pengaturan dan


hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih
besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa; 2
subsistem bahasa yang mencakup pengaturan dan hubungan tersebut
merupakan bagian dari gramatika.

Dari beberapa pengertian dan defenisi tersebut dapat disimpulkan unsur


atau komponen dalam pengertian sintaksis, yaitu (1) sebuah disiplin ilmu bahasa;
(2) kajian sistem aturan kombinasi kata dengan kata lainnya; (3) kajian relasi

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |3


antarkata; dan (3) kajian satuan-satuan yang lebih besar dari kata meliputi satuan
yang disebut frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

1.2 Sejarah Awal Kemunculan Sintaksis Barat

1.2.1 Aliran Alamiah

Pembahasan tentang tata bahasa paling awal dikaitan dengan istilah tata
bahasa tradisional yang telah ada sejak abad ke-5 Sm di Yunani. Bagi orang
Yunani tata bahasa merupakan bagian dari filsafat, yaitu bagian dari pengamatan
mereka terhadap sifat-sifat alam dan lembaga-lembaga sosial (Lyons, 1995: 4).

Filusuf-filusuf Yunani memperdebatkan apakah bahasa dipengaruhi oleh


alam atau konvensi. Apabila sesuatu dikatakan alamiah, maka ia berasal dari
asas-asas yang abadi dan tidak berubah. Sebaliknya apabila sesuatu dikatakan
konvensional, maka ia hasil dari kebiasaan dan tradisi, yaitu persetujuan atau
perjanjian sosial antara anggota-anggota masyarakat (Lyons, 1995: 4).

Terdapat dua pandangan tentang asal usul kata dalam aliran alamiah.
Pandangan pertama para penganut aliran alamiah atau naturalis adalah bahwa
semua kata secara alamiah sesuai dengan sesuatu yang ditandainya. Hubungan
antara kata dengan sesuatu yang ditandainya dapat didemonstrasikan oleh filusuf
yang mampu menggalinya. Praktek penelusuran hubungan tersebut kemudian
dikenal dengan sebuah istilah etimologi.

Untuk mengetahui apakah sebuah kata secara alamiah sesuai dengan


artinya, kata tersebut dihubungkan dengan tiruan bunyi-bunyi yang diacu kata
tersebut. Dalam bahasa Indonesia misalnya kata cecak mengacu pada bunyi
binatang yang mengeluarkan suara ‘cak,cak,cak’, kata tokek mengacu pada bunyi
binatang yang mengeluarkan bunyi ‘kek, kek, kek’ (Chaer, 2007b: 54). Selain itu
kata dihubungkan dengan sesuatu yang menandai sumber bunyi yang di acu kata.
Bunyi-bunyi tertentu dianggap menimbulkan sugesti atau menirukan sifat-sifat
atau kegiatan-kegiatan fisik tertentu, misalnya l dianggap bunyi air maka

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |4


dibuatlah kata liquid (benda cair), flow (aliran, arus) (Lyons, 1995: 5). Kedua
kategori ini dikenal dengan sebutan onomatope yang berarti ‘pembuatan nama-
nama’. Namun kategori kedua kemudian oleh para tata bahasawan disebut
simbolisme bunyi (Lyons, 1995: 5).

Kenyataan ini mencerminkan pandangan yang dipertahankan oleh kaum


naturalis Yunani khususnya para filusuf Stoa bahwa kata-kata semacam itu
merupakan perangkat nama yang menjadi perkembangan bahasa. Hubungan dasar
antara kata dan artinya adalah hubungan penamaan; dan pada mulanya kata-kata
adalah tiruan barang-barang yang dinamainya.

Setelah menjelaskan onomatope dan simbolisme bunyi, masih ada banyak


sekali kata-kata yang harus diterangkan oleh ahli-ahli etimologi Yunani. Mereka
kemudian menggunakan berbagai asas untuk menerangkan bahwa kata-kata
mungkin berasal dari atau saling berhubungan dengan yang lain. Asas tersebut
kemudian dikodofikasikan sebagai asas-asas etimologi tradisional.

Sedangkan pandangan kedua kaum naturalis adalah bentuk sebuah kata


mungkin berasal dari bentuk kata lain dengan tambahan, pelesapan, substitusi,
dan transposisi bunyi-bunyi. Namun kata-kata tersebut awalnya terbentuk dari
perangkat primer kata-kata yang alamiah sifatnya (Lyons, 1995: 6).

1.2.2 Aliran Analogis dan Anomalis

Pertentangan antara kaum naturalis dan konvensional berlangsung selama


berabad-abad dari abad ke-5 Sm. sampai abad ke-2 Sm. Pertentangan tersebut
mempengaruhi semua spekulasi mengenai asal mula bahasa dan hubungan antara
kata-kata dan artinya. Pertentangan itu kemudian menjadi perselisihan mengenai
seberapa jauh bahasa itu teratur. Mereka yang berpendapat bahwa bahasa itu
pada hakekatnya sistematis dan teratur disebut kaum analogis. Sebaliknya yang
menganggap bahasa itu tidak sistematis dan teratur disebut kaum anomalis

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |5


(Lyons, 1995: 6). Aliran anomalis dilhami oleh aliran alamiah, sedangkan aliran
analogis diilhami oleh aliran konvensional.

Kaum analogis mencurahkan perhatian mereka untuk menetapkan model


yang dapat dijadikan acuan bagi penggolongan kata-kata yang teratur dalam
bahasa. Selain itu, kaum analogis juga melakukan pembentulan setiap ketidak
teratutan yang mereka jumpai. Menurut mereka, ketidak teraturan hanya dapat
ditentukan dengan mengacu pada keteraturan (Lyons, 1995: 7, 8).

Kaum anomalis tidak menyangkal adanya keteraturan dalam


pembentukan kata-kata dalam bahasa, tetapi mereka menunjukkan banyaknya
contoh ketidak teraturan kata-kata. Mereka juga menunjukkan kenyataan bahwa
hubungan antara bentuk kata dan artinya sering kali tidak teratur. Selain itu
adanya sinonimi (dua kata atau lebih dengan arti yang sama) dan homonimi (satu
bentuk kata dengan dua arti atau lebih) menjadi bukti lain dari ketidak teraturan
bahasa. Jika bahasa benar-benar hasil konvensi manusia, seseorang tidak akan
mengharapkan adanya berbagai macam ketidak teraturan itu; dan jika ditemukan
ketidak teraturan itu harus dibetulkan. Kaum anomalis berpendapat bahwa
bahasa adalah hasil alam, hanya sebagian dapat diuraikan menurut pola-pola
pembentukan (Lyons, 1995: 7).

Apapun pernyataan-pernyataan teoritis mereka baik kaum analogis


maupun anomalis menerima adanya keteraturan dalam bahasa, dan kedua-duanya
memberikan sumbangan bagi sistematisasi bahasa. Kelompok Stoa yang
mewakili kaum anomalis telah meletakkan asas-asas tata bahasa tradisional
sehubungan dengan karya etimologi mereka. Sebaliknya, kaum analogis yang
diwakili oleh kelompok Iskandaria menggunakannya sebagai dasar (Lyons, 1995:
8).

Anggota terdahulu aliran Stoa membedakan empat kelas kata (nomina,


verba, konjungsi, dan artikel). Anggota-anggota yang datang kemudian
membedakannya menjadi lima kelas kata (nomina, verba, konjungsi, artikel, dan
proper noun atau nama diri/jenis. Ajektiva dikelompokkan bersama nomina.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |6


Penggolongan infleksi banyak dikembangkan oleh kelompok Stoa. Mereka
jugalah yang memberi makna pada istilah kasus yang sejak itu dipakai dalam tata
bahasa baku, yang membedakan antara bentuk nomina sebenarnya, yaitu kasus
lurus atau yang sekarang disebut kasus nominatif dan kasus miring sebagai
bentuk penyimpangan dari yang lurus (Lyons, 1995: 12).

Para sarjana Iskandaria meneruskan karya para ahli tata bahasa kelompok
Stoa. Tata bahasa Yunani sedikit banyak secara definit dikodifikasikan di
Iskandaria. Para ahli tata bahasa Iskandaria terus berusaha mencari keteraturan-
keteraturan bahasa dan kemudian berhasil menetapkan aturan-aturan atau pola-
pola infleksi. Tata bahasa Dionysius Thrax (akhir abad ke-2 Sm.) yang lahir dari
Iskandaria merupakan uraian tata bahasa pertama yang menyeluruh dan
sistematis yang diterbitkan di dunia barat (Lyons, 1995: 12-13). Dalam karya
Dionysius Thrax termuat kelas-kelas kata, konstruksi-konstruksi sintaksis, fungsi
sintaksis, kategori-kategori infleksi meliputi: jenis, jumlah, kasus, persona, kala,
dan modus (Bloomfield, 1995: 3).

1.3 Sejarah Awal Kemunculan Sintaksis Timur

Penelusuran sejarah sintaksis paling awal di wilayah timur yang paling


populer adalah sejarah kemunculannya di wilayah India. Panini yang diperkirakan
hidup pada abad ke-4 Sm. diakui sebagai yang terbesar di antara para ahli tata
bahasa India. Panini menyebutkan bahwa ia bekerja dalam dan berdasarkan
tradisi yang sudah ada beberapa abad sebelumnya, yaitu 12 aliran teori tata
bahasa yang berbeda-beda (Lyons, 1995: 19).

Tata bahasa Sansekerta karya Panini seringkali digambarkan dari sudut


pandang ketuntasannya pada struktur kata, konsistensi internalnya, dan
penghematan pernyataannya. Karya ini dipandang sebagai sebuah karya yang
jauh lebih unggul dari karya tata bahasa apapun yang pernah ditulis. Bagian
utama tata bahasa terdiri atas 4.000 kaidah dan daftar-daftar bentuk dasar (akar)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |7


yang diacu dalam kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu diatur berurutan sedemikian
rupa sehingga lingkup suatu kaidah tertentu didefinisikan atau dibatasi oleh
kaidah-kaidah sebelumnya. Penghematan selanjutnya dicapai dengan
menggunakan singkatan-singkatan dan lambang-lambang. Karya tata bahasa
Panini ini telah mengilhami banyak aspek linguistik abad XIX dan sebagian
karya linguistik yang paling mutakhir (Lyons, 1995: 20-21).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |8


BAB 2

Obyek Kajian Sintaksis

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas objek kajian sintaksis. Pokok-pokok pembahasannya
meliputi: Struktur/konstruksi sintaksis (kategori gramatikal); Kategori
gramatikal kata dan jenis kelas kata meliputi: (1) kelas kata terbuka, (2) kelas
kata tertutup; Kategori gramatikal frasa dan menjabarkan beberapa jenisnya
berdasarkan perspektif tertentu; Kategori gramatikal klausa dan menjabarkan
beberapa jenisnya berdasarkan perspektif tertentu; Kategori gramatikal kalimat
dan menjabarkan beberapa jenisnya berdasarkan perspektif tertentu; Kategori
gramatikal wacana dan menjabarkan beberapa unsurnya meliputi: (1) kohesi dan
(2) koherensi; dan Hubungan antarunsur pada konstruksi sintaksis meliputi: (1)
hubungan fungsional dan (2) hubungan maknawi.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu mendeskripsikan obyek kajian sintaksis

C. Isi Materi perkuliahan


1. Struktur/konstruksi sintaksis (kategori gramatikal).
2. Kategori gramatikal kata dan jenis kelas kata meliputi: (1) kelas kata
terbuka, (2) kelas kata tertutup.
3. Kategori gramatikal frasa dan menjabarkan beberapa jenisnya
berdasarkan perspektif tertentu.
4. Kategori gramatikal klausa dan menjabarkan beberapa jenisnya
berdasarkan perspektif tertentu.
5. Kategori gramatikal kalimat dan menjabarkan beberapa jenisnya
berdasarkan perspektif tertentu.
6. Kategori gramatikal wacana dan menjabarkan beberapa unsurnya
meliputi: (1) kohesi dan (2) koherensi.
7. Hubungan antarunsur pada konstruksi sintaksis meliputi: (1) hubungan
fungsional dan (2) hubungan maknawi.

D. Rangkuman
Obyek kajian sintaksis meliputi dua kelompok besar, pertama adalah
struktur atau konstruksi bahasa dari kata sebagai satuan terkecilnya sampai
wacana sebagai satuan terbesarnya. Kedua adalah hubungan antarunsur pada
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern |9
konstruksi tersebut, baik hubungan itu bersifat fungsional, maupun bersifat
maknawi.

D. Pertanyaan/Diskusi
1. Jabarkan struktur/konstruksi sintaksis (kategori gramatikal)!
2. Deskripsikan kategori gramatikal kata dan menjabarkan jenis kelas kata
meliputi: (1) kelas kata terbuka, (2) kelas kata tertutup!
3. Deskripsikan kategori gramatikal frasa dan menjabarkan beberapa
jenisnya berdasarkan perspektif tertentu!
4. Deskripsikan kategori gramatikal klausa dan menjabarkan beberapa
jenisnya berdasarkan perspektif tertentu!
5. Deskripsikan kategori gramatikal kalimat dan menjabarkan beberapa
jenisnya berdasarkan perspektif tertentu!
6. Deskripsikan kategori gramatikal wacana dan menjabarkan beberapa
unsurnya meliputi: (1) kohesi dan (2) koherensi!
7. Jabarkan hubungan antarunsur pada konstruksi sintaksis meliputi: (1)
hubungan fungsional dan (2) hubungan maknawi!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 10


OBYEK KAJIAN SINTAKSIS

Obyek kajian sintaksis meliputi dua kelompok besar, pertama adalah


struktur atau konstruksi bahasa dari kata sebagai satuan terkecilnya sampai
wacana sebagai satuan terbesarnya. Kedua adalah hubungan antarunsur pada
konstruksi tersebut, baik hubungan itu bersifat fungsional, maupun bersifat
maknawi (Ramlan, 2005: 19).

2.1 Struktur/Konstruksi Sintaksis (Kategori Gramatikal)

Struktur adalah organisasi pelbagai unsur bahasa yang masing-masing


merupakan pola bermakna (Kridalaksana, 2008: 228). Konstruksi adalah proses
dan hasil pengelompokan satuan-satuan bahasa menjadi kesatuan bermakna
(Kridalaksana, 2008: 133). Struktur atau konstruksi sintaksis atau disebut
kategori gramatikal (Sihombing, 2009: 129) meliputi kata sebagai satuan
terkecil, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

2.1.1 Kata (Word)

Menurut Hockett (1958: 166), kata adalah segmen dari sebuah kalimat
yang diapit oleh sendi-sendi yang berturut-turut yang memungkinkan adanya
kesenyapan. Menurut Het Woord yang dikutip oleh Parera (2007: 3), kata
merupakan momen bahasa yang dapat dipindah-pindahkan, dapat diisolasikan,
dan dapat ditukar. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 110), kata adalah
satuan terkecil bahasa yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.

Kata dalam sudut pandang morfologi adalah satuan terbesar yang


dihasilkan dari proses morfologis. Sedangkan dalam sudut pandang sintaksis kata
adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna (Arifin, 2009: 2). Oleh
sebab itu dapat dikatakan kata adalah out put terakhir dalam proses morfologis,

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 11


dan menjadi input dalam proses sintaksis (Kridalaksana, 2009: 17). Kata dalam
bahasa Arab disebut kalimah )‫((كلمة‬al Khuli, 1982: 310) (Baalbaki, 1990:
537).

Dalam tinjauan sintaksis, kata dapat dikelompokkan berdasarkan kategori


sintaksisnya. Kategori sintaksis adalah kelompok kata berdasarkan bentuk serta
perilaku sintaksisnya (Alwi, 2003: 35). Kategori sintaksis disebut juga kelas kata
(Alwi, 2003: 36). Kelas kata adalah golongan kata yang mempunyai kesamaan
dalam perilaku formalnya. Ciri-ciri formal kelas kata berbeda dari satu bahasa ke
bahasa lain (Kridalaksana, 2008: 116).

Kelas kata dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelas terbuka
dan kelas tertutup. Kelas terbuka adalah golongan yang anggotanya dapat
bertambah tanpa batas. Sedangkan kelas tertutup adalah golongan yang
anggotanya terbatas atau tertentu (Kridalaksana, 2008: 117).

Kelas kata terbuka diantaranya meliputi kata yang disebut kata penuh
(Sihombing, 2009: 130), yaitu nomina (kata benda), verba (kata kerja), ajektiva
(kata sifat). Sedangkan kelas kata tertutup di antaranya meliputi kata yang
disebut partikel (Sihombing, 2009: 130), yaitu adverbia (kata keterangan),
pronomina (kata ganti), numeralia (kata bilangan), dan partikel (kata tugas).
Partikel dapat dibagi menjadi: preposisi (kata depan), konjungsi/ konjungtor
(kata sambung), interjeksi (kata seru), artikel/ artikula, dan partikel penegas
(Chaer, 2008), (Kridalaksana, 2007), (Alwi, 2003).

2.1.1.1 Kelas Kata Terbuka (Opened Class Word)

2.1.1.1.1 Nomina (Noun)

Dari segi semantis, nomina atau dalam bahasa Inggris disebut noun dan
dalam bahasa Arab disebut ism )‫ (اسم‬adalah kata yang mengacu pada manusia,
binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Arifin, 2009: 177-118). Nomina
adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subyek atau obyek dari

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 12


klausa. Kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang
dibendakan dalam alam di luar bahasa (Kridalaksana, 2008: 163).

2.1.1.1.2 Verba (Verb)

Verba atau dalam bahasa Inggris disebut verb atau dalam bahasa Arab
disebut fi’l )‫ (فعل‬adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat.
Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala,
aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis
perbuatan, keadaan, atau proses (Kridalaksana, 2008: 254) (Alwi, 2003: 87).

2.1.1.1.3 Adjektiva (Adjective)

Ajektiva atau dalam bahasa Inggris disebut adjective dan dalam bahasa
Arab disebut shifat )‫ (صفة‬adalah kata yang menerangkan nomina
(Kridalaksana, 2008: 4) atau memberikan keterangan lebih khusus tentang
sesuatu yang dinyatakan oleh nomina (menjadi atribut bagi nomina) dalam
kalimat (Arifin, 2009: 106), (Alwi, 2003: 171).

2.1.1.2 Kelas Kata Tertutup (Closed Class Word)

2.1.1.2.1 Adverbia (Adverb)

Adverbia atau dalam bahasa Inggris disebut adverb atau dalam bahasa
Arab disebut dzarf )‫ (ظرف‬adalah kata yang dipakai untuk memerikan verba,
ajektiva, proposisi, atau adverbia lain (Kridalaksana, 2008: 2). Adverbia adalah
kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam
kontruksi sintaksis (Kridalaksana, 2007: 81). Menurut Chaer (2008: 83), adverbia
lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya adalah
menerangkan kata kerja, kata sifat, dan jenis kata lainnya; berbeda dengan
ajektiva (yang lazim disebut kata sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda.
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 13
Ditinjau dari tatarannya, adverbia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
adverbia dalam tataran frasa dan adverbia dalam tataran klausa. Dalam tataran
frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, ajektiva, atau adverbia
lainnya sebagaimana pengerttian diatas. Sedangkan dalam tataran klausa,
adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis (Alwi, 2003: 197).

2.1.1.2.2 Pronomina (Pronoun)

Ditinjau dari artinya, pronomina atau yang disebut dalam bahasa Inggris
pronoun dan dalam bahasa Arab disebut dhami<r )‫ (ضمير‬adalah kata yang
dipakai untuk mengacu pada nomina lain (Alwi, 2003: 249). Pronomina dapat
didefinisikan sebagai kata yang menggantikan nomina atau frase nominal
(Kridalaksana, 2008: 200). Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya
memang menggantikan nomina yang ada (Chaer, 2008: 87).

Subkategorisasi terhadap pronomina hubungannya dengan nomina,


menurut Kridalaksana (2007: 76) didasarkan atas dua hal, yaitu (1) ada atau
tidaknya anteseden dalam wacana: pronimina intratekstual dan pronomina
ekstratekstual; dan (2) jelas atau tidaknya referen: pronomina takrif dan
pronomina tak takrif.

Pronomina intertekstual adalah pronomina yang menggantikan nomina


yang terdapat dalam wacana. Bila anteseden terdapat sebelum pronomina,
pronomina bersifat anaforis. Sebaliknya bila anteseden muncul sesudah
pronomina, pronomina bersifat kataforis. Pronomina ekstratekstual adalah
pronomina yang menggantikan nomina yang terdapat di luar wacana. Semua
pronomina persona bersifat ekstratekstual. Pronomina takrif adalah pronomina
yang menggantikan nomina yang referennya jelas. Pronomina tak takrif adalah
pronomina yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu (Kridalaksana,
2007: 76-77).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 14


2.1.1.2.3 Numeralia (Numeral)

Numeralia atau dalam bahasa Inggris disebut numeral dan dalam bahasa
Arab disebut ‘adad )‫ (عدد‬adalah kata atau frase yang menunjukkan bilangan
atau kuantitas (Kridalaksana, 2008: 165) atau yang dipakai untuk menghitung
banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep (Alwi, 2003: 275).
Numeralia disebut juga kata bilangan, kata yang menyatakan bilangan, jumlah,
nomor, urutan, dan himpunan (Chaer, 2008: 93).

Menurut Kridalaksana (2007: 79), subkategorisasi terhadap numeralia


dapat dibedakan atas numeralia takrif dan numeralia tak takrif. Numeralia takrif
adalah numeralia yang menyatakan jumlah yang tentu, terbagi atas numeralia
utama, numeralia tingkat, dan numeralia kolektif. Numeralia tak takrif adalah
numeralia yang menyatakan jumlah tak tentu (contoh: suatu, beberapa, tiap-
tiap).

Numeralia utama atau disebut numeralia kardinal terdiri atas bilangan


penuh bilangan pecahan, bilangan gugus. Bilangan penuh adalah numeralia utama
yang menyatakan jumlah tertentu (contoh: satu, dua, ribu, juta). Bilangan
pecahan adalah numeralia utama yang terdiri atas pembilang atau penyebut
(contoh: ½ satu perdua/ seperdua, ¾ tiga perempat). Bilangan gugus adalah
numeralia yang menyatakan sekelompok bilangan (contoh: belas = antara 10-20 :
11 satu belas/ sebelas, 12 dua belas, 13 tiga belas, lusin = 12, kodi = 20, gross =
144). Numeralia tingkat adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan
dalam jumlah (contoh: pertama, kedua, ketiga). Numeralia adalah numeralia
takrif yang menyatakan sejumlah nomina (contoh: satuan, puluhan, ratusan).

Menurut Alwi (2003: 279) terdapat jenis lain numeralia yang belum
tersebut dalam subkategorisasi Kridalaksana, yaitu numeralia pokok distributif
(contoh: tiap-tiap, satu-satu, masing-masing).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 15


2.1.1.2.4 Partikel (Particle/Function Word)

Partikel atau dalam bahasa Inggris disebut particle/function word dan


dalam bahasa Arab disebut charf ma’a>niy )‫ (حرف معاني‬atau ada>t )‫(أداة‬
adalah kata yang biasanya tidak dapat diderevasikan atau diinfleksikan yang
mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal
(Kridalaksana, 2008: 194). Partikel disebut juga kata tugas. Arti suatu kata tugas
ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan
kata lain dalam frasa atau kalimat (Alwi, 2003: 287). Berdasarkan peranannya
dalam frasa atau kalimat, kata tugas dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu
(1) preposisi, (2) konjungtor, (3) interjeksi, (4) artikel, dan (5) partikel penegas.

2.1.1.2.4.1 Preposisi (Preposition)

Preposisi atau dalam bahasa Inggris disebut preposition dan dalam bahasa
Arab disebut ja>r )‫ (جار‬adalah partikel yang biasanya terletak di depan nomina
dan menghubungkannya dengan kata lain dalam ikatan eksosentris
(Kridalaksana, 2008: 199) sehingga terbentuk frase eksosentris direktif
(Kridalaksana, 2007: 95). Preposisi disebut juga kata depan untuk merangkaikan
nomina dengan kategori lainnya di dalam suatu klausa (Chaer, 2008: 96).

Dari segi semantik, komponen makna utama kata-kata berkelas preposisi


dalam bahasa Indonesia di antaranaya adalah penanda hubungan (1) tempat
berada (contoh: di, pada, dalam); (2) arah asal (dari); (3) arah tujuan (contoh: ke,
kepada, terhadap); (4) pelaku (oleh); (5) alat (dengan, berkat); (6) perbandingan
(daripada); (7) hal atau masalah (tentang, mengenai); (8) akibat (sehingga,
sampai); (9) tujuan (untuk, buat, guna, bagi) (Chaer, 2008: 97); (10) waktu
(sejak, semenjak, menjelang); (11) ihwal peristiwa (tentang, mengenai) (Alwi,
2003: 295).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 16


2.1.1.2.4.2 Konjungtor/konjungsi (Conjungtion)

Konjungtor atau dalam bahasa Inggris disebut conjungtion dan dalam


bahasa Arab disebut ‘a>tif )‫(عاطف‬adalah partikel yang dipergunakan untuk
menggabungkan dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat
dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf (Kridalaksana, 2008: 131).
Konjungtor disebut juga kata sambung (Alwi, 2003: 296). Konjungsi adalah
kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam kontruksi
hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam
kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran
maupun yang tidak setataran. Keanekaragaman bahasa menyebabkan beberapa
konjungsi sulit dibedakan dari preposisi (Kridalaksana, 2007: 102).

Menurut Kridalaksana (2007: 102-104), subkategorisasi terhadap


konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1)
konjungsi intra-kalimat dan (2) konjungsi ekstra-kalimat. Konjungsi intra-
kalimat adalah konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata,
frase dengan frase, atau klausa dengan klausa (contoh: agar, jika, maka).
Konjungsi ekstra-kalimat dapat dikelompokkan menjadi konjungsi intratekstual
dan konjungsi ekstratekstual. Konjungsi intratekstual adalah konjungsi yang
menghubungkan kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf (contoh:
akan tetapi, apalagi, bahkan). Konjungsi ekstratekstual adalah konjungsi yang
menghubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana (contoh: alkisah, syahdan,
adapun).

Sedangkan menurut Chaer (2008: 98), konjungsi berdasarkan tingkat


kedudukannya dapat dibedakan atas: (1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi
subordinatif. Konjungsi berdasarkan luas jangkauannya dapat dibedakan atas: (1)
konjungsi intra kalimat dan (2) konjungsi antarkalimat. Sementara Alwi (2003:
297) membagi konjungtor menjadi empat berdasarkan perilaku sintaksisnya,
yaitu (1) konjungtor koordinatif, (2) konjungtor korelatif, (3) konjungtor
subordinatif, dan (4) konjungtor antar kalimat.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 17


Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur
kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara. Dari segi semantik,
komponen makna utama kata-kata berkelas konjungsi koordinatif dapat
dikelompokkan sebagai berikut: (1) menghubungkan menjumlahkan (dan,
dengan, serta); (2) menghubungkan memilih (atau); (3) menghubungkan
mempertentangkan (tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya); (4) menghubungkan
membetulkan (melainkan, hanya); (5) menghubungkan menegaskan (bahkan,
malah, lagipula, apalagi, jangankan); (6) menghubungkan membatasi (kecuali,
hanya); (7) menghubungkan mengurutkan (kemudian, lalu, selanjutnya, setelah
itu); (8) menghubungkan menyamakan (ialah, adalah, bahwa, yaitu, yakni)
(Chaer, 2008: 98-100).

Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata,


frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungtor korelatif
terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa
yang dihubungkan (contoh: baik...maupun..., tidak hanya...tetapi juga...,
sedemikian rupa...sehingga...) (Alwi, 2003: 298).

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur


kalimat (klausa) yang kedudukannya tidak sederajat. Kedudukan klausa yang
satu lebih utama daripada klausa yang lainnya. Dari segi semantik, komponen
makna utama kata-kata berkelas konjungsi subkoordinatif dapat dikelompokkan
di antaranya: (1) menghubungkan menyatakan sebab akibat (sebab, karena); (2)
menghubungkan menyatakan persyaratan (kalau, jikalau, jika, bila, bilamana,
apabila, asal); (3) menghubungkan menyatakan tujuan (agar, supaya); (4)
menghubungkan menyatakan waktu (ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala,
sejak, sambil, selama); (5) menghubungkan menyatakan akibat (sampai, hingga,
sehingga); (6) menghubungkan menyatakan batas kejadian (sampai, hingga); (7)
menyatakan tujuan atau sasaran (untuk, guna); (8) menghubungkan menyatakan
penegasan (meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun); (9) menghubungkan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 18


menyatakan pengandaian (seandainya, andaikata); (10) menghubungkan
menyatakan perbandingan (seperti, sebagai, laksana) (Chaer, 2008: 100-102).

Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang digunakan untuk


menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya yang berada
dalam satu paragraf. Dari segi semantik, komponen makna utama kata-kata
berkelas konjungsi antarkalimat dapat dikelompokkan di antaranya: (1)
menghubungkan dan mengumpulkan (jadi, karena itu, oleh sebab itu, kalau
begitu, dengan demikian); (2) menghubungkan menyatakan penegasan (lagipula,
apalagi); (3) menghubungkan mempertentangkan atau mengontraskan (namun,
sebaliknya) (Chaer, 2008: 103-104).

2.1.1.2.4.3 Interjeksi (Interjection)

Interjeksi atau dalam bahasa Inggris disebut interjection dan dalam


bahasa Arab disebut ada>t al ta’ajjub )‫ (أداة التعجب‬adalah bentuk yang tak
dapat diberi afiks dan yang tidak mempunyai dukungan sintaksis dengan bentuk
lain, dan yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan (Kridalaksana, 2008: 95),
misalnya karena kaget, marah, terharu, kangen, kagum, sedih, dan sebagainya
(Chaer, 2008: 104).

Subkategorisasi terhadap interjeksi merupakan subkategorisasi terhadap


perasaan yang diungkapkan. Jenis-jenis interjeksi dalam bahasa Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi delapan, yaitu (1) interjeksi seruan atau panggilan (eh,
halo, ayo, wahai); (2) interjeksi keheranan atau kekaguman (wah, subhanallah,
astaga); (3) interjeksi kesakitan (aduh); (4) interjeksi kesedihan (aduh, ya Allah);
(5) interjeksi kekecewaan dan sesal (ah, yaa, astaghfirullah); (6) intejeksi
kekagetan (lho, masyaallah); (7) interjeksi kelegaan (alhamdulillah, syukurlah,
nah); (8) interjeksi kejijikan (ih, hii, idih) (Kridalaksana, 2007: 121).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 19


2.1.1.2.4.4 Artikel/artikula (Article)

Artikel atau disebut kata sandang atau dalam bahasa Inggris disebut
article dan dalam bahasa Arab disebut ada>t al ta’ri<f )‫ (أداة التعريف‬adalah
unsur yang dipakai untuk membatasi atau memodifikasi nomina (Kridalaksana,
2008: 19). Artikel atau juga disebut artikulus berfungsi sebagai penentu atau
mendefinitkan suatu nomina, ajektiva, atau kelas lain (Chaer, 2008: 104).

Dalam bahasa Indonesia, subkategorisasi terhadap artikel hanya dapat


dilakukan berdasarkan ciri semantis gramatikal saja, yaitu atas: (1) artikula yang
bertugas untuk mengkhususkan nomina tunggal, bermakna spesifikasi (contoh:
si, sang, sri, hang, dang); (2) artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu
kelompok (contoh: para, kaum, umat) (Kridalaksana, 2008: 94).

2.1.1.2.4.5 Partikel Penegas (Emphatic Word)

Partikel penegas atau dalam bahasa Inggris disebut emphatic word dan
dalam bahasa Arab disebut kalimat tauki<diyyah )‫ (كلمة توكيدية‬adalah
bentuk untuk mengungkapkan penegasan (Kridalaksana). Dalam bahasa
Indonesia terdapat empat macam partikel penegas, yaitu -kah, -lah, -tah, dan pun.
Partikel -kah bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat introgatif. Partikel -
lah dipakai dalam kalimat imperatif atau kalimat deklaratif. Dalam kalimat
imperatif, partikel -lah dipakai untuk sedikit menghaluskan nada perintahnya.
Sedangkan dalam kalimat deklaratif, partikel -lah dipakai untuk memberikan
ketegasan yang sedikit keras. Partikel -tah dipakai dalam kalimat interogatif,
tetapi si penanya sebenarnya tidak mengharapkan jawaban. Partikel pun hanya
dipakai dalam kalimat deklaratif dan dalam bentuk tulisan dipisahkan dari kata
di depannya. Pun dipakai untuk (1) mengeraskan arti kata yang diiringinya; (2)
menandakan perbuatan atau proses mulai berlaku atau terjadi (Alwi, 2003: 307-
309).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 20


2.1.2 Frasa (Phrase)

Frasa atau dalam bahasa Inggris disebut phrase dan dalam bahasa Arab
disebut syibh al jumlah )‫ (شبه جملة‬atau ‘iba>rah )‫ (عبارة‬atau murakkab
)‫ (مركب‬adalah satuan gamatikal berupa gabungan kata yang bersifat non-
predikatif (Arifin, 2008: 18), (Kridalaksana, 2008: 66), (Alwi, 2003: 312).
Selengkapnya Ramlan (2005: 139) menambahkan bahwa frasa merupakan satuan
gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi
unsur klausa, yaitu subyek dan predikat. Sedangkan menurut Verhaar (2010:
291), frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan
yang lebih panjang atau kelompok kata yang menduduki sesuatu fungsi di dalam
kalimat (Putrayasa, 2010: 3), atau satuan sintaksis yang tersusun dari dua buah
kata atau lebih, yang di dalam klausa menduduki fungsi-fungsi sintaksis (Chaer,
2009: 120).

Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan (1) kategori unsur-unsurnya, (2)


berdasarkan distribusi unsur-unsurnya, dan (3) berdasarkan kedudukan
antarunsurnya. Berdasarkan kategori atau kelas kata unsur-unsurnya, frasa dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, di antaranya (1) frasa nominal, (2) frasa
verbal, (3) frasa adjektival, (4) frasa numerial, (5) frasa preposisional (Sukini,
2010: 29), dan (6) frase adverbial (Chaer, 2009: 40). Berdasarkan distribusi
unsur-unsurnya dalam kalimat, frase dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1)
frasa endosentrik dan (2) frase eksosentrik (Sukini, 2010: 21). Sedangkan
berdasarkan kedudukan antarunsurnya, frasa dapat dibedakan menjadi (1) frasa
koordinatif dan (2) frasa subordinatif (Chaer, 2009: 120).

Frasa nominal adalah frasa yang induknya adalah nomina (misal: buku
cerita, teman seperjuangan, baju bergaris). Frasa verbal adalah frasa yang
induknya adalah verba (misal: telah pergi, akan menulis). Frasa adjektival adalah
frasa yang induknya adalah adjektiva (misal: terang benderang, gagah berani,
hitam legam). Frasa numerial adalah frase yang induknya adalah numerial (misal:
dua buah, lima lembar, tiga ekor). Frasa preposisional adalah frasa yang terdiri

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 21


atas kata depan sebagai perangkainya (misal: dengan sabar, dari emas, kepada
masyarakat). Sedangkan frasa adverbial adalah frasa yang induknya adalah
adverbia (misal: amat pandai, sangat cantik) (Kridalaksana, 2008: 66-67),
(Sukini, 2010: 32).

Frasa endosentrik adalah frasa yang berdistribusi paralel dengan pusatnya


(Sukini, 2010: 21) atau frase yang salah satu unsurnya dapat menggantikan
keseluruhannya (Chaer, 2009: 120). Frasa endosentrik dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu (1) frasa endosentrik koordinatif, (2) frase endosentrik atributif, dan
(3) frase endosentrik apositif. Frasa endosentrik koordinatif adalah frasa yang
terdiri atas unsur-unsur yang kedudukannya setara, yang satu tidak bergantung
dengan yang lainnya (misal: dan..., atau..., tetapi...). Frasa endosentrik atributif
adalah frasa yang terdiri atas unsur-unsur yang kedudukannya tidak setara, unsur
yang satu tergantung pada unsur yang lain (misal: buku baru, sangat bangga).
Frasa endosentrik apositif adalah frasa yang secara semantikunsur yang satu
sama dengan unsur yang lain, dan dapat saling menggantikan (misal: Jakarta,
ibukota Indoensia) (Sukini, 2010: 24-27).

Frasa eksosentrik adalah frasa yang berdistribusi komplementer dengan


pusatnya (Sukini, 2010: 22) atau frasa yang keseluruhannya tidak mempunyai
perilaku sintaksis yang sama dengan salah satu konstituennya (Kridalaksana,
2008: 66) atau frase yang kedua unsurnya merupakan satu kesatuan (Chaer, 2009:
120). Frasa eksosentrik dibedakan menjadi dua, yaitu (1) frasa eksosentrik
direktif dan frasa eksosentrik non-direktif/konektif. Frasa eksosentrik direktif
adalah frasa yang terdiri atas unsur perangkai dan unsur sumbu/pusat. Frasa
eksosentrik direktif dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) frasa
eksosentrik direktif preposisional (misal: dari Semarang, ke kantor), (2) frasa
eksosentrik direktif konjungtif (misal: karena sakit, walaupun sepi), dan (3) frasa
eksosentrik direktif artikel (misal: sang pangeran, Yang Maha Esa). Sedangkan
frasa eksosentrik konektif adalah frasa yang salah satu unsurnya berupa kopula
yang bertindak sebagai konektor dan berfungsi sebagai penghubung antara unsur

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 22


sebelum dan sesudahnya (misal: ...sebagai ketua, ...adalah mahasiswa teladan)
(Sukini, 2010: 28-29).

Berdasarkan kedudukan atau hubungan antarunsurnya, frasa dapat


dikelompokkan menjadi frasa koordinatif, frasa subordinatif, dan frasa apositif.
Frasa koordinatif adalah frasa kedudukan kedua unsurnya sederajat (misal: ayah
ibu, kampung halaman, sawah ladang). Frasa subordinatif adalah frasa yang
kedudukan kedua unsurnya tidak sederajat (misal: sebuah mobil, sate ayam,
mandi pagi) (Chaer, 2009: 40). Frasa subordinatif dapat disebut frasa atributif
(Putrayasa, 2010: 7). Sedangkan frasa apositif adalah frasa yang kedua unsurnya
mempunyai hubungan yang menjelaskan sekaligus dapat berperan sebagai
pengganti bagian yang dijelaskan (misal: Yogya, kota pelajar) (Putrayasa, 2010:
7).

2.1.3 Klausa (Clause)

Klausa atau dalam bahasa Inggris disebut clause dan dalam bahasa Arab
disebut ‘iba>rah )‫(عبارة‬atau jumaylah )‫ (جميلة‬menurut Kridalaksana (2008:
124) adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya
terdiri dari subyek dan predikat, dan mempunyai pontensi menjadi kalimat.
Menurut Chaer (2009: 41), klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di
atas satuan frasa dan di bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata
berkonstruksi predikatif, yaitu di dalam konstruksi tersebut ada komponen
berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat. Menurut Ramlan (2005:
23), klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subyek dan predikat, disertai
obyek, pelengkap, dan keterangan atau tidak. Menurut Putrayasa (2010: 11),
klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kalimat
majemuk. Menurut Alwi (2003: 313), klausa adalah setiap konstruksi sintaksis
yang terdiri atas unsur subyek dan predikat tanpa memperhatikan intonasi atau
tanda baca akhir.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 23


Klausa dapat digolongkan berdasarkan (1) kelengkapan unsur intinya, (2)
struktur internalnya, (3) distribusinya, (4) ada tidaknya unsur negasi pada
pedikatnya, dan (5) kategori pengisi fungsi predikat (Sukini, 2010: 43-45).
Berdasarkan kelengkapan unsur intinya, klausa dibedakan menjadi dua, yaitu
klausa lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap adalah klausa yang
minimal terdiri dari unsur subyek dan predikat. Klausa tak lengkap adalah klausa
yang tidak memiliki unsur subyek (hanya terdiri atas unsur predikat) atau
sebaliknya (Alwi, 2003: 363). Klausa tak lengkap terdapat pada kalimat tak
lengkap atau disebut kalimat minor, yaitu (1) kalimat jawaban (misal: di
Kampung jawaban pertanyaan Kamu tinggal dimana?) dan (2) kalimat luas
sebagai akibat penggabungan klausa (misal: Ani mengambil mangga dan
mengupasnya dengan hati-hati) (Sukini, 2010: 43) dan (3) ungkapan formula
(misal: selamat malam, selamat jalan) (Alwi, 2003: 363).

Berdasarkan unsur internalnya, klausa dibedakan menjadi dua, klausa


berstruktur runtut dan klausa berstruktur inversi. Klausa berstruktur runtut
adalah klausa yang unsur subyeknya berada di depan unsur predikatnya (misal:
anak-anak bermain). Klausa berstruktur inversi adalah klausa yang unsur
subyeknya berada di belakang unsur predikat (misal: indah lukisannya) (Sukini,
2008: 44).

Berdasarkan distribusinya, klausa dibedakan menjadi dua, klausa bebas


dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mampu berdiri sendiri
sebagai kalimat sempurna, tidak menjadi bagian yang terikat pada klausa lain.
Klausa terikat adalah klausa yang tidak mampu berdiri sendiri sebagai kalimat
sempurna, dan menjadi bagian yang terikat dari konstruksi yang lain (Sukini,
2010: 44) (Chaer, 2009: 43-44). Klausa terikat biasanya diawali konjungsi
subordinatif (misal: Dia datang ketika kami sedang makan). Dia datang adalah
klausa bebas, ketika kami sedang makan adalah klausa terikat (Chaer, 2009: 44).

Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi pada predikatnya, klausa


dibedakan menjadi klausa positif dan klausa negatif. Klausa positif adalah klausa

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 24


yang tidak mempunyai negasi/pengingkaran pada fungsi predikat (misal: ia hadir
pagi hari). Klausa negatif adalah klausa yang predikatnya mengandung unsur
negasi (ia tidak hadir pagi hari, jangan datang terlambat) (Sukini, 2010: 45).

Berdasarkan kategori fungsi predikatnya, klausa dibedakan menjadi


klausa verbal, klausa nonverbal. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkatagori verba. Berdasarkan struktur internalnya, klausa verbal dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu klausa transitif dan klausa intransitif. Klausa
transitif adalah klausa yang mengandung verba transitif, yaitu verba yang
menghendaki hadirnya obyek. Sebaliknya klausa intransitif adalah klausa yang
predikat verbalnya tidak memerlukan kehadiran obyek (Sukini, 2010: 46-47).
Klausa nonverbal adalah klausa yang predikatnya tidak berkategori verba,
meliputi nomina (misal: ia dokter spesialis), adjektiva (misal: wajahnya ceria),
numeralia (misal: jumlah anaknya lima), dan preposisi (misal: bapak dari
Surabaya) (Sukini, 2010: 46).

2.1.4 Kalimat (Sentence)

Kalimat atau dalam bahasa Inggris disebut sentence dan dalam bahasa
Arab disebut jumlah )‫ (جملة‬menurut Wojowasito (1978: 1) adalah kesatuan
bunyi tentang atau untuk pemakaian perkataan-perkataan. Menurut Ramlan
(2005: 21), kalimat adalah satuan bahasa yang dibatasi oleh adanya jeda panjang
yang disertai nada akhir turun atau naik. Menurut Kridalaksana (2008: 103)
adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi
final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. Menurut Chaer
(2009: 44), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar
yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final.

Alwi (2003: 311) mendeskripsikan kalimat secara lebih rici dari beberapa
defenisi tersebut. Menurutnya kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 25


lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan,
kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan
diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud
tulisan kalimat (tulisan berhuruf Latin), kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara
itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:),
tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan
dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda. Spasi
yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan
kesenyapan.

Tanda titik pada kalimat dalam bentuk tulisan merupakan tanda dari
intonasi deklaratif, sedangkan tanda tanya merupakan tanda dari intonasi
interogatif dan tanda seru merupakan tanda dari intonasi imperatif dan
interjektif. Intonasi akhir atau intonasi final merupakan syarat penting sebuah
kalimat. Tanpa intonasi final, sebuah klausa tidak akan menjadi sebuah kalimat.
(Chaer, 2009: 44).

Dari uraian tersebut di atas diperoleh gambaran bahwa kalimat


mengandung dua unsur penting, yaitu (1) unsur segmental dan (2) unsur
suprasegmental atau disebut prosodi. Unsur segmental adalah unsur yang berupa
satuan-satuan bahasa meliputi kata, frasa, dan klausa. Unsur
suprasegmental/prosodi adalah unsur berupa tekanan, titi nada, tempo, jeda, dan
intonasi final (Sukini, 2010: 55).

Tekanan adalah penonjolan suku kata (dalam suatu kata atau kelompok
kata) dengan cara memperpanjang pengucapan, meninggikan nada, atau
memperbesar tenaga pengucapan atau intensitas. Titi nada adalah unsur
suprasegmantal yang dapat diukur atas dasar kenyaringan arus ujaran. Titi nada
dilambangkan dengan angka (titi nada rendah dilambangkan dengan angka 1, titi
nada sedang dilambangkan dengan angka 2, titi nada tinggi dilambangkan
dengan angka 3). Tempo atau disebut durasi adalah unsur prosodi yang ditandai

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 26


oleh panjang pendeknya waktu yang digunakan untuk mengucapkan sebuah
segmen (Sukini, 2010: 7-9). Jeda adalah hentian dalam ujaran yang sering terjadi
di depan informasi yang mempunyai isi informasi yang tinggi atau kemungkinan
rendah (Kridalaksana, 2008: 90). Intonasi final adalah suara meninggi mendatar
atau menurun pada akhir arus ujaran. Unsur suprasegmental yang menyertai
unsur segmental dalam ujaran dinamakan lagu kalimat atau intonasi. Intonasi
merupakan serangkaian nada yang diwarnai oleh tekanan, tempo, jeda, dan suara
meninggi mendatar atau menurun pada akhir arus ujaran (Sukini, 2010: 7).

Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut (a) jumlah klausanya, (b) bentuk
sintaksisnya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya
(Alwi, 2003: 337). Selain itu menurut Putrayasa (2009b: 105, 113), jenis kalimat
dapat dibedakan (a) berdasarkan struktur internal klausa utama, dan (b)
berdasarkan ada tidaknya perubahan dalam pengucapan. Berdasarkan jumlah
klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas, sedangkan
kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas
(Kridalaksana, 105,106).

Kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori


predikatnya menjadi (1) kalimat berpredikat verbal, (2) kalimat berpredikat
adjektival, (3) kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), (4) kalimat
berpredikat numeral, dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional. Kalimat
verbal dapat dikelompokkan berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau
frasa nominal objeknya, atas (i) kalimat taktransitif, (ii) kalimat ekatransitif, dan
(iii) kalimat dwitransitif. Sementara itu, kalimat verbal dapat pula dibedakan
berdasarkan peran subjeknya atau hubungan aktor-aksi atas kalimat aktif (jika
subjek berperan sebagai pelaku) dan kalimat pasif (jika subjek berperan sebagai
sasaran).

Kalimat majemuk juga dapat dibagi atas (a) kalimat majemuk setara dan
(b) kalimat majemuk rapatan, dan (c) kalimat majemuk bertingkat. Kalimat

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 27


majemuk setara adalah gabungan beberapa kalimat tunggal menjadi sebuah
kalimat yang lebih besar, dan tiap-tiap kalimat tunggal yang digabungkan tidak
kehilangan unsur-unsurnya (Putrayasa, 2009a: 37). Selain itu kedudukan semua
klausa dalam kalimat tersebut bersifat setara (Chaer, 2009: 46). Berikut contoh
kalimat majemuk setara:

(1) Kalimat Tunggal 1 : Gempa mengguncang bumi.


(2) Kalimat Tunggal 2 : Rumah-rumah jadi berantakan.
(3) Kalimat Majemuk Setara : Gempa mengguncang bumi dan rumah-rumah menjadi
berantakan (Sukini, 2010: 116).
Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara adalah (1)
hubungan penjumlahan (aditif), (2) hubungan pemilihan (alternatif), dan (3)
hubungan perlawanan (opositif). Hubungan penjumlahan adalah hubungan yang
menyatakan gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau proses ditandai oleh
partikel koordinatif (dan, serta, lagi(pula), selain, juga, di samping,
baik...maupun). Hubungan pilihan adalah hubungan yang menyatakan pilihan di
antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan oleh klausa-klausa yang
dihubungkan. Hubungan pilihan ditandai oleh partikel koordinatif (atau).
Hubungan perlawanan adalah hubungan yang menyatakan bahwa apa yang
dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan atau tidak sama dengan apa yang
dinyatakan klausa berikutnya. Hubungan perlawanan ditandai oleh partikel
koordinatif (tetapi, melainkan, namun) (Sukini, 2010: 115-117).

Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat yang terjadi karena proses


penggabungan unsur-unsur yang sama dari beberapa kalimat tunggal dengan
menyebut sekali unsur-unsur yang sama tersebut atau dengan merapatkan unsur
yang sama itu (Putrayasa, 2009a: 55). Berikut contoh kalimat majemuk rapatan:

(4) Kalimat Tunggal 1 : Benteng itu ditembaki.


(5) Kalimat Tunggal 2 : Benteng itu dibom bertubi-tubi.
(6) Kalimat Tunggal 3 : Benteng itu diratakan dengan tanah.
(7) Kalimat Majemuk Rapatan : Benteng itu ditembaki, dibom bertubi-tubi, dan
diratakan dengan tanah (Putrayasa, 2009a: 56).
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak
sederajat, salah satu pada bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 28


kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak
kalimat. Induk kalimat merupakan klausa bebas, sedangkan anak kalimat
merupakan klausa terikat (Putrayasa, 2009a: 61). Berikut contoh kalimat
majemuk bertingkat:

(8) Kalimat Tunggal 1 : Kedatangannya disambut oleh rakyat.


(9) Kalimat Tunggal 2 : Matahari mulai condong ke barat.
(10) Kalimat Majemuk Bertingkat : Kedatangannya disambut oleh rakyatnya ketika
matahari mulai condong ke barat
(Putrayasa, 2009a: 62).
Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat adalah (1)
hubungan waktu, (2) hubungan syarat, (3) hubungan pengandaian, (4) hubungan
tujuan, (5) hubungan konsensif, (6) hubungan pembandingan, (7) hubungan
penyebab, (8) hubungan hasil atau akibat, (9) hubungan cara, (10) hubungan alat,
(11) hubungan komplementasi, (12) hubungan atributif, (13) hubungan
perbandingan, dan (14) hubungan optatif. Hubungan waktu ditandai partikel
(ketika, sewaktu, selagi, belum, sebelum, sedang, sudah, sehabis, hingga).
Hubungan syarat ditandai partikel (jika, asalkan, kalau, jikalau, apabila,
bilamana). Hubungan pengandaian ditandai partikel (andai, andaikan,
seandainya, sekiranya). Hubungan tujuan ditandai partikel (agar, untuk, biar,
buat). Hubungan konsensif ditandai partikel (biarpun, sekalipun, kendatipun,
walaupun, meskipun, sungguhpun). Hubungan pembandingan ditandai partikel
(seperti, alih-alih, bagaikan, daripada, sebagaimana, ibarat, laksana). Hubungan
penyebab ditandai partikel (sebab, karena, akibat, oleh karena). Hubungan hasil
ditandai oleh partikel (sehingga, sampai, maka, sampai-sampai). Hubungan cara
ditandai oleh partikel (dengan, tanpa). Hubungan alat ditandai partikel (dengan,
tanpa). Hubungan komplementasi ditandai partikel (bahwa, sesungguhnya).
Hubungan atributif ditandai partikel (yang). Hubungan perbandingan ditandai
partikel (ekuatif: se..., sama, komparatif: lebih dari, kurang dari, superlatif:
paling). Hubungan optatif (harapan) ditandai partikel (semoga, mudah-mudahan)
(Sukini, 2010: 117-124).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 29


Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, kalimat lazim dibagi atas
(1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat
perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya, dan (4) kalimat ekslamatif
atau kalimat seruan. Kalimat deklaratif adalah kalimat yang berisi pernyataan
belaka (Chaer, 2009: 46) sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau
pembacanya (Alwi, 2003: 353). Kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi
perintah yang membutuhkan reaksi berupa tindakan (Chaer, 2009: 46). Kalimat
imperatif ditinjau dari isinya dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu (1)
perintah atau suruhan (jika pembicara menyuruh lawan bicara berbuat sesuatu),
(2) perintah halus (jika pembicara tampaknya tidak memerintah tetapi
mempersilahkan lawan bicara sudi berbuat sesuatu), (3) permohonan (jika
pembicara demi kepentingannya meminta lawan bicaranya melakukan sesuatu,
(4) ajakan atau harapan (jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara
berbuat sesuatu), (5) larangan atau perintah negatif (jika pembicara menyuruh
agar lawan bicara jangan melakukan sesutau), dan (6) pembiaran (jika pembicara
minta jangan dilarang) (Alwi, 2003: 353). Kalimat interogatif adalah kalimat
yang berisi pertanyaan dan membutuhkan jawaban (Chaer, 2009: 46). Secara
formal, kalimat interogatif ditandai oleh kehadiran kata tanya (Alwi, 2003: 357)
seperti apa, siapa, berapa, kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa. Kalimat
eksklamatif atau interjektif adalah kalimat yang menyatakan ungkapan perasaan
(Chaer, 2009: 46). Secara formal kalimat eksklamatif ditandai oleh kehadiran
kata alangkah, betapa, atau bukan main (Alwi, 2003: 362).

Berdasarkan struktur internal klausa utama, kalimat dapat dibedakan


menjadi kalimat lengkap dan kalimat tak lengkap. Kalimat lengkap adalah
kalimat yang mengandung klausa lengkap. Kalimat lengkap disebut juga kalimat
mayor atau kalimat sempurna, yaitu kalimat yang dasarnya terdiri dari sebuah
klausa bebas (Putrayasa, 2009b: 105). Kalimat tak lengkap atau kalimat tak
sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri dari sebuah klausa terikat atau
sama sekali tidak mengandung unsur klausa. Kalimat tak lengkap mencakup di

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 30


antaranya (1) kalimat elips, (2) kalimat sampingan, (3) kalimat urutan, (4)
kalimat jawaban, (5) kalimat seruan, dan (6) kalimat minor.

Kalimat elips atau disebut juga eliptis adalah kalimat tak lengkap yang
terjadi dari pelesapan beberapa bagian dari klausa, dan diturunkan dari kalimat
tunggal (Kridalaksana, 2008: 104), misalnya:

(11) Terserah kepada anda.


(12) Pasti lulus.
(13) Sudah selesai. (Putrayasa, 2009b: 106)
Kalimat sampingan adalah kalimat tak lengkap yang terjadi dari klausa tak bebas
dan diturunkan dari kalimat bersusun (Kridalaksana, 2008: 106), misalnya:

(14) Karena tidak mau.


(15) Bahkan mungkin lebih hebat.
(16) Walaupun sangat sedikit. (Putrayasa, 2009b: 106)
Kalimat urutan sebenarnya berupa kalimat lengkap, tetapi mengandung
konjungsi yang menyatakan bahwa kalimat itu bagian dari kalimat lain
(Kridalaksana, 2008: 107), misalnya:

(17) Oleh karena itu, adiknya sakit.


(18) Lalu, dia meninggalkan tempat itu.
(19) Dengan demikian, kami menyetujuinya. (Putrayasa, 2009b: 107)
Kalimat jawaban adalah kalimat yang dipergunakan untuk menanggapi kalimat
tanya dalam satu wacana (Kridalaksana, 2008: 105), misalnya:

(20) A: Kamu sudah mencatat ini?


B: Sudah.
Kalimat seruan adalah kalimat yang dapat terikat ataupun tidak yang terjadi dari
klausa bebas ditambah dengan partikel seru seperti alangkah atau terjadi dari
struktur bukan klausa berupa kata seperti aduh, wah dsb. (Kridalaksana, 2008:
106). Kalimat minor adalah kalimat yang dipakai secara terbatas, seperti
panggilan, salam, judul, motto, pepatah (Kridalaksana, 2008: 105), seruan,
inskripsi, ungkapan khusus (Putrayasa, 2009b: 107-108).

Berdasarkan ada tidaknya perubahan dalam pengucapan, kalimat


dibedakan atas dua bagian, yaitu (a) kalimat langsung dan (b) kalimat tak

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 31


langsung. Kalimat langsung adalah kalimat yang langsung diucapkan oleh
pembicara, misalnya:

(21) Ibu mengatakan,”Dia akan datang hari ini.”


(22) Kaum petani bertanya, “Mengapa harga pupuk terus meningkat?”.
(23) Dia meminta, “Belajarlah dengan tekun!” (Putrayasa, 2009b: 114)
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang sudah mengalami perubahan
pengucapan dari pembicara aslinya, misalnya:

(24) Kami tidak tahu mengapa kami dilarang masuk.


(25) Mereka menyatakab bahwa persedian beras sudah habis. (Putrayasa, 2009b: 115)

2.1.5 Wacana (Discourse)

Wacana atau dalam bahasa Inggris disebut discourse atau dalam bahasa
Arab disebut kala>m )‫(كالم‬atau khitha>b )‫ (خطاب‬menurut Kridalaksana (2008:
259) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Menurut Alwi (2003: 41), wacana
adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi
di antara kalimat-kalimat itu. Wacana merupakan gagasan umum bahwa bahasa
ditata menurut pola-pola yang berbeda yang diikuti oleh ujaran para pengguna
bahasa ketika mereka ambil bagian dalam domain-domain kehidupan sosial yang
berbeda (Jorgensen, 2007: 1).

Sebagai sebuah satuan gramatikal tertinggi dan terbesar di atas kalimat,


wacana tersusun dari paragraf. Paragraf adalah satuan bahasa yang mengandung
satu tema dan pengembangannya. Paragraf merupakan bagian wacana yang
mengungkapkan pikiran atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan
dengan isi seluruh wacana. Paragraf dapat terjadi dari satu kalimat atau
sekelompok kalimat yang berkaitan (Kridalaksana, 2008: 173).

Menurut Ramlan (1993: 1, 3), dalam bahasa tulis paragraf merupakan


bagian dari suatu karangan dan dalam bahasa lisan merupakan bagian dari suatu
tuturan. Dari segi bentuk, pada umumnya paragraf terdiri dari sejumlah kalimat
atau kumpulan kalimat, namun terdapat pula yang terdiri dari satu kalimat

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 32


bahkan yang hanya terdiri dari satu kata, misalnya kata terima kasih pada
kalimat penutup surat. Dari segi makna, paragraf merupakan satuan informasi
yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya. Kalimat yang mengandung ide
pokok dinamakan kalimat topik.

Paragraf merupakan satuan informasi dengan ide pokok sebagai


pengendalinya. Informasi yang dinyatakan dalam kalimat yang satu berhubungan
erat dengan informasi yang dinyatakan dalam kalimat atau sejumlah kalimat
yang lain. Informasi-informasi yang dinyatakan dalam sejumlah kalimat yang
membentuk sebuah paragraf berhubungan erat atau sangat padu. Kepaduan
merupakan syarat sebuah paragraf. Tanpa adanya kepaduan informasi, kumpulan
informasi tidak dapat membentuk paragraf. Kepaduan informasi atau kepaduan
di bidang makna disebut koherensi. Di samping itu terdapat kepaduan lain yang
disebut kohesi, yaitu kepaduan bentuk (Ramlan, 1993: 9-10).

Bila koherensi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi, tetapi


perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau tampak nyata dapat dilihat pada
kalimat-kalimat yang mengungkapkannya, maka sebaliknya kohesi merupakan
hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-
unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana.
Sebuah wacana dapat sekaligus bersifat kohesif dan koheren atau koheren tetapi
tidak kohesif tetapi tidak mungkin kohesif tanpa koheren (Alwi, 2003: 427-428).

Kohesi ditandai oleh beberapa hal, yaitu (1) penggunaan sebuah


konjungtor, (2) pengulangan kata atau frasa, (3) koreferensi, (4) hubungan
persesuaian alami, (5) hubungan anaforis, (6) hubungan kataforis, (7) hubungan
metaforis, (8) hubungan leksikal (hiponimi, hubungan bagian-keseluruhan).

Kohesi dapat ditandai dengan penggunaan konjungor yang beragam.


Berdasarkan konjungtor yang digunakan, kohesi mengungkapkan (1)
pertentangan yang dinyatakan dengan konjungtor (tetapi, namun), (2)
pengutamaan yang dinyatakan dengan konjungtor (malahan, bahkan), (3)
perkecualian yang dinyatakan dengan konjungtor (kecuali), (4) konsensi yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 33


dinyatakan dengan konjungtor (walaupun, meskipun), dan (5) tujuan yang
dinyatakan dengan konjungtor (agar, supaya) (Alwi, 2003: 428).

Kohesi dapat pula ditandai oleh pengulangan kata, seperti contoh berikut:

(26) Nenek membelikan Adik kucing. Nenek tahu Adik memang suka kucing.

Kohesi dapat pula ditandai oleh koreferensi, yaitu pemakaian kata yang
maknanya sama sekali berbeda dengan makna kata yang diacunya tetapi
menunjuk ke referen yang sama, seperti pada contoh berikut:

(27) Pak Hamid pagi-pagi telah berangkat ke sawahnya. Petani yang rajin itu memikul cangkul
sambil menjinjing bungkusan makanan dan minuman.
Kohesi dapat pula ditandai oleh hubungan persesuaian alami, yaitu
pemakaian kata yang sekelompok atau satu golongan, seperti hubungan antara
kuda dan ekor, bunga dan kuntum pada kalimat berikut:
(28) a. Tetangga kamu mempunyai kuda Arab. Dokter Husodo mempunyai seekor juga.
b. Parmi berjalan-jalan di tengah kebun bunga. Waktu mau keluar, ia memetik sekuntum.
Kohesi dapat pula ditandai oleh hubungan anaforis, yaitu hubungan
antara pronomina yang mengacu kembali ke antesedennya, seperti pronomina dia
mengacu ke Ali pada kalimat berikut:

(29) Apa yang dilakukan si Ali? Dia memukuli istrinya.

Kohesi dapat pula ditandai oleh hubungan kataforis, yaitu hubungan


antara pronomina dengan anteseden yang mengukutinya, seperti pronomina -nya
mengacu ke Pak Amat pada kalimat berikut:

(30) Dengan sepedanya itu Pak Amat menelusuri kota Jakarta.

Kohesi dapat pula ditandai oleh hubungan metafora, yaitu hubungan yang
menyatakan sesuatu mempunyai persamaan sifat dengan benda atau hal lain yang
biasa dinyatakan oleh frasa kata atau frasa itu, seperti frasa gadis cantik dan
bunga pada kalimat berikut:
(31) Jika Halimah tumbuh menjadi gadis cantik, hal itu tidak mengherankan, karena ibunya dulu juga bunga
SMA kami.
Kohesi dapat pula ditandai oleh adanya hubungan leksikal meliputi
hubungan hiponimi, yaitu hubungan makna mengandung pengertian hierarki.
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 34
Hubungan ini terjadi bila sebuah kata memiliki semua komponen makna kata
lainnya, tetapi tidak sebaliknya (Djajasudarma, 2009: 71), seperti kata mebel dan
kursi dalam kalimat berikut:
(32) Jangankan mebel, satu kursipun kami tidak punya.

Kohesi dapat pula ditandai oleh adanya hubungan bagian-keseluruhan


seperti kata mobil dan warna, harga pada kalimat berikut:

(33) Pak Hamid baru saja membeli mobil Mercy. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.

2.2 Hubungan Antarunsur pada Konstruksi Sintaksis

2.2.1 Hubungan Fungsional

Satuan sintaksis yang besar terjadi dari satuan-satuan yang lebih kecil
yang berhubungan satu sama lain secara fungsional (Kridalaksana, 2002: 50).
Hubungan fungsional antarunsur pada konstruksi sintaksis dinyatakan pada
konstruksi sintaksis tingkat atau level kalimat. Terdapat beberapa fungsi
sintaksis unsur-unsur kalimat, yaitu fungsi predikat, subjek, objek, pelengkap,
dan keterangan (Alwi, 2003: 326). Fungsi sintaksis adalah peran sebuah unsur
dalam satuan sintaksis yang lebih luas (misal: nomina berfungsi sebagai subyek
atau obyek dalam kalimat) (Kridalaksana, 2008: 67). Fungsi sintaksis ibarat
kotak-kotak atau tempat-tempat dalam strukur sintaksis yang kedalamnya akan
diisikan kategori-kategori tertentu (Chaer, 2009: 20) dan peran-peran tertentu
(Verhaar, 1996: 73). Kategori merupakan pengisi dalam sudut pandang bentuk,
sedangkan peran merupakan pengisi dalam sudut pandang makna (Verhaar, 1996:
73).

Predikat atau dalam bahasa Inggris disebut predicate dan dalam bahasa
Arab disebut musnad )‫ (مسند‬adalah fungsi gramatikal yang harus ada pada
kalimat atau klausa beserta fungsi lainnya yang disebut subjek (Crystal, 2008:
381). Predikat menyatakan atau menegaskan sesuatu tentang subyek (Richard,
2007: 524) atau yang menandai apa yang dinyatakan pembicara tentang subyek

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 35


(Kridalaksana, 2002: 50). Predikat merupakan unsur klausa yang selalu ada dan
merupakan pusat klausa (Ramlan, 2005: 95) yang disertai konstituen subjek dan
jika ada konstituen objek, pelengkap, dan atau keterangan wajib (Alwi, 2003:
326). Predikat kalimat biasanya berupa kategori verba atau frasa verbal,
adjektiva atau frasa adjektiva, frasa nominal, frasa numeral, atau frasa
preposisional (Sukini, 2010: 59). Predikat biasanya menyatakan makna
perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, pemerolehan (Ramlan, 2005:
95-100).

Subjek atau dalam bahasa Inggris disebut subject dan dalam bahasa Arab
disebut musnad ilayh )‫ (مسند إليه‬adalah fungsi gramatikal yang harus ada
pada kalimat atau klausa yang dihubungkan dengan pelaku perbuatan (Crystal,
2008: 461). Subjek bagian klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan
oleh pembicara (Kridalaksana, 2002: 50). Terkait dengan predikat, subjek
merupakan sandaran terhadap sesuatu yang dinyatakan atau ditegaskan (oleh
predikat) dalam kalimat (Richard, 2007: 659). Subjek merupakan fungsi sintaksis
terpenting setelah predikat. Pada umumnya subjek berupa kategori nomina, frasa
nominal, atau klausa (Alwi, 2003: 327). Subjek biasanya menyatakan makna
pelaku, alat, sebab, penderita, hasil, tempat, penerima, pengalam, dikenal,
terjumlah (Ramlan, 2005: 101-107).

Objek atau dalam bahasa Inggris disebut object dan dalam bahasa Arab
disebut maf’u>l bih )‫ (مفعول به‬adalah fungsi gramatikal yang ada pada
kalimat atau klausa yang dihubungkan dengan penerima atau tujuan perbuatan
(Crystal, 2008: 336). Objek adalah fungsi sintaksis yang dikenai tindakan oleh
(predikat) berkategori verba (Richard, 2007: 467). Objek merupakan konstituen
kalimat yang kehadirannya dituntun oleh predikat yang berupa verba transitif
pada kalimat aktif. Oleh karena itu objek dapat disebut sebagai bagian dari verba
yang menjadi predikat (Chaer, 2009: 21). Objek biasanya berupa kategori nomina
atau frasa nominal (Alwi, 2003: 328). Objek biasanya menyatakan makna
penderita, penerima, tempat, alat, hasil (Ramlan, 2005: 108-111). Berdasarkan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 36


keterkaitannya dengan predikat, objek dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
objek afektif dan objek efektif (Kridalaksana, 2002: 52). Objek afektif adalah
objek yang bukan merupakan hasil perbuatan predikat seperti kata komik pada
konstruksi nenek membaca komik atau bola pada konstruksi Rudi menendang
bola. Sebaliknnya, objek efektif adalah objek yang merupakan hasil perbuatan
predikat seperti kata nasi pada konstruksi Ibu menanak nasi atau kata surat pada
konstruksi Nenek menulis surat (Chaer, 2009: 22).

Komplemen atau pelengkap atau dalam bahasa Inggris disebut


complement dan dalam bahasa Arab disebut takmilah )‫(تكملة‬atau fadhlah
)‫ (فضلة‬adalah bagian dari predikat verbal yang menjadikan predikat itu
menjadi lengkap. Keberadaan komplemen bukan ditentukan oleh faktor
ketransitifan verba yang menjadi predikat, melainkan oleh faktor keharusan
untuk melengkapi predikat (Chaer, 2009: 23) sebagaimana contoh berikut:

(34) Suaminya menjadi polisi.


S P komp.
(35) Botol itu berisi minyak.
S P komp.
Pelengkap hampir sama kedudukannya dengan objek. Perbedaan objek dan
pelengkap di antaranya adalah objek dapat menjadi subjek akibat pemasifan
kalimat sedangkan pelengkap tidak; objek dapat diganti dengan pronomina -nya
sedangkan pelengkap tidak (Alwi, 2003: 329). Pelengkap biasanya kategori
nomina, frase nominal, adjektiva, frase adjektiva (Kridalaksana, 2002: 53).
Pelengkap biasanya menyatakan makna penderita dan alat (Ramlan, 2005: 113-
114).

Keterangan atau dalam bahasa Inggris disebut adjunct atau dalam bahasa
Arab disebut mustalchaq )‫ (مستلحق‬merupakan fungsi sintaksis yang paling
beragam dan paling mudah berpindah tempatnya. Keterangan umumnya
berkategori frasa nomina, frasa preposisional, atau frasa adverbial (Alwi, 2003:
330) yang dipakai untuk meluaskan atau membatasi makna subyek atau predikat
dalam klausa (Kridalaksana, 2008: 120). Menurut Alwi (2003: 331) terdapat 9

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 37


jenis keterangan, masing-masing keterangan dihubungkan dengan preposisi
tertentu. Berikut penjelasan Alwi dalam bentuk tabel:

Tabel Jenis Keterangan

No. Jenis Keterangan Preposisi /Penghubung Kategori lain


di
ke
1 Tempat dari
(di) dalam
Pada
pada
dalam
se- (verba)
sekarang
2 Waktu sebelum
kemarin
sesudah
selama
sepanjang
3 Alat dengan
agar/supaya
untuk
4 Tujuan
bagi
demi
dengan
secara
5 Cara
dengan cara
dengan jalan
dengan
6 Penyerta bersama
beserta
seperti
7 Pebandingan/Kemiripan bagaikan
laksana
karena
8 Sebab
sebab
9 Kesalingan saling

Menurut Kridalaksana, keterangan merupakan bagian fungsi sintaksis


yang berada di luar bagian inti, yang berfungsi untuk meluaskan atau membatasi
makna subjek atau predikat (Kridalaksana, 2002: 55). Menurutnya, fungsi
keterangan dapat dikelompokkan menjadi 17, yaitu keterangan akibat,
keterangan alasan, keterangan alat, keterangan asal, keterangan kualitas,

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 38


keterangan kuantitas, keterangan modalitas, keterangan perlawanan, keterangan
peserta, keterangan perwatasan, keterangan objek, keterangan sebab, keterangan
subjek, keterangan syarat, keterangan tempat, keterangan tujuan, dan keterangan
waktu (Kridalaksana, 2002: 55-58).

2.2.2 Hubungan Maknawi

Hubungan maknawi merupakan interaksi semantis di antara satuan-


satuan gramatikal (konstruksi sintaksis). Interaksi tersebut dapat dirumuskan
sebagai hubungan di antara predikator dengan argumen dalam proposisi
(Kridalaksana, 2002: 59). Predikator merupakan bagian dari proposisi yang
menunjukkan hubungan perbuatan, sifat, keanggotaan, kejadian dsb. dari
argumen (Kridalaksana, 2008: 199). Argumen adalah bagian dari proposisi yang
bersama-sama predikator membentuk proposisi (Kridalaksana, 2008: 19).
Hubungan di antara predikator dan argumen disebut peran. Peran atau dalam
bahasa Inggris disebut participant role dan bahasa Arab disebut daur al musya>rik
)‫ (دور المشارك‬merupakan tempat-tempat kosong dalam struktur sintaksis
yang diisi oleh makna leksikal yang didukung oleh leksem (Kridalaksana, 2002:
59).

Terdapat beberapa peran semantis menurut Alwi (2003: 334-335), yaitu


pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, dan atribut. Pelaku adalah argumen atau
peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verba. Peserta
umumnya manusia, binatang, atau benda yang pontensial dapat berfungsi sebagai
pelaku. Peran pelaku merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan
pelengkap kalimat pasif. Sasaran adalah argumen atau peserta yang dikenai
perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verba. Peran sasaran merupakan peran
utama objek atau pelengkap. Pengalam adalah argumen atau peserta yang
mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan oleh predikat verba. Peran
pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba
taktransitif yang lebih menyatakan keadaan. Peruntung adalah argumen atau

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 39


peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa, atau
perbuatan yang dinyatakan predikat. Peran peruntung biasanya berfungsi sebagai
objek, atau pelengkap, atau sebagai subjek verba bermakna menerima atau
mempunyai. Atribut adalah predikator nomina (Alwi, 2003: 334-335).

Menurut Kridalaksana, peran semantis meliputi penanggap, pelaku,


pokok, ciri, sasaran, hasil, pengguna, ukuran, alat, tempat, sumber, jangkauan,
penyerta, waktu, asal. Penanggap adalah peran yang bersangkutan dengan benda
bernyawa yang bereaksi terhadap lingkungannya atau yang mengalami. Pelaku
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mendorong suatu proses atau
yang bertindak. Pokok adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang
diterangkan oleh benda lain. Ciri adalah peran yang bersangkutan dengan benda
yang menerangkan benda lain. Sasaran adalah peran yang berhubungan dengan
benda yang membatasi perbuatan dan tindakan. Hasil adalah peran yang
bersangkutan dengan benda yang menjadi hasil tindakan predikator. Pengguna
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mendapat keuntungan dari
predikator. Ukuran adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang
mengungkapkan banyaknya atau ukuran benda lain. Alat adalah peran yang
bersangkutan dengan benda tak bernyawa yang dipakai oleh pelaku untuk
menyelesaikan suatu perbuatan atau mendorong suatu proses, atau yang
menimbulkan kondisi untuk terjadinya sesuatu. Tempat adalah peran yang
bersangkutan dengan benda dimana, ke mana, atau dari mana predikator atau
perbuatan terjadi. Sumber adalah peran yang bersangkutan dengan memiliki atau
benda pemiliki semula dalam tukar-menukar. Jangkauan adalah peran yang
bersangkutan dengan benda yang menjadi ruang lingkup predikator. Penyerta
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti pelaku. Waktu
adalah peran yang bersangkutan dengan waktu terjadinya predikator. Asal adalah
peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya benda (Kridalaksana, 2002:
62-66).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 40


Terkait dengan makna, terdapat selain fungsi semantis, terdapat pula
fungsi lain, yaitu fungsi pragmatis. Pragmatik merupakan struktur yang
memberikan kesesuaian kontekstual kepada apa yang diujarkan, dan sama sekali
tidak memberikan informasi tentang isi ujaran. Aspek pragmatis ujaran dikaji
dalam rubrik topic-comment. Fungsi pragmatis dalam topik-komen dapat
dikelompokkan atau diperinci menjadi (1) tema dan rema, (2) fokus dan latar, (3)
fokus kontras, dan (5) penegasan (Kridalaksana, 2002: 67).

Topik adalah pokok pembicaraan, dan komen memberikan penjelasan


terhadap pokok tersebut. Topik merupakan hal yang dianggap diketahui
pendengar/pembaca sedangkam komen adalah ihwal yang merupakan penjelasan
tentang topik tersebut (Alwi, 2003: 325). Tema adalah bagian dari ujaran yang
memberi informasi tentang apa yang diujarkan sedangkan rema memberi
informasi tentang apa yang dikatakan tentang tema. Fokus adalah bagian ujaran
yang mengandung informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain disebut latar. Fokus kontras
adalah satuan-satuan informasi yang mengandung positif dan negatif. Penegasan
adalah bagian ujaran yang ditonjolkan dengan memberikan penekanan
(Kridalaksana, 2002: 72).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 41


BAB 3

Sintaksis Dalam Tradisi Arab, Metode dan Obyek Kajiannya

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas sintaksis dalam tradisi Arab dan obyek kajiannya.
Pokok-pokok pembahasannya meliputi: Pengertian sintaksis dalam tradisi Arab;
Sejarah awal kemunculan sintaksis dalam bahasa Arab; Metode tradisi sintaksis
Arab, dan Objek kajian sintaksis Arab.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu mendeskripsikan sintaksis dalam tradisi Arab dan obyek
kajiannya

C. Isi Materi perkuliahan


1. Pengertian sintaksis dalam tradisi Arab.
2. Sejarah awal kemunculan sintaksis dalam bahasa Arab.
3. Metode sintaksis Arab.
4. Objek kajian sintaksis Arab.

D. Rangkuman
Dalam penjelasan gramatikal, kata nachw sering digunakan dalam arti:
contoh atau seperti. Kedua kata tersebut adalah ekspresi untuk menyatakan
sesuatu kaidah yang dituju atau dikehendaki agar maksudnya menjadi jelas dan
mudah dipahami. Secara etimologi dapat dikatakan bahwa kata nachw
mengandung arti contoh atau model yang dituju atau dikehendaki sesuai dengan
kaidah yang menjadi acuannya. Istilah nachw mulai muncul dan digunakan pada
abad ke-1 Hijriyah. Nachw pada awalnya digunakan dalam pengertian yang luas,
yaitu studi tata kata dari segi bunyi, bentuk, dan susunannya atau pada masa itu
mencakup kajian fonologi, morfologi, dan sintaksis. Munculnya nachw waktu itu
dilatar belakangi oleh semakin meluasnya penyebaran Islam. Tuntutan untuk
mengajarkan bahasa Arab kepada orang Islam yang tidak berbahasa Arab
melahirkan ilmu bahasa di antaranya nachw.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Deskripsikan pengertian sintaksis dalam tradisi Arab!
2. Abstraksikan sejarah awal kemunculan sintaksis dalam bahasa Arab.
3. Jelaskan metode tradisi sintaksis Arab
4. Uraikan objek kajian sintaksis Arab!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 42


SINTAKSIS DALAM TRADISI ARAB
DAN OBYEK KAJIANNYA

3.1 Pengertian Sintaksis dalam Tradisi Arab

Sintaksis dalam bahasa Arab disepadankan dengan istilah al nachw


)‫((النحو‬El Dahdah, 1993: 715) atau ‘ilm nachw )‫ (علم النحو‬atau ‘ilm
tandzi<m )‫‘((علم التنطيم‬Akasyah, 2002: 25) atau juga disebut ‘ilm nadzm
)‫النظم‬ ‫(علم‬atau )‫الجملة‬ ‫( (نظم‬Baalbaki, 1990: 492) atau i’ra>b
)‫((إعراب‬Ghulayainiy, 1987: 9). Di antara istilah tersebut yang paling banyak
dipakai sebagai padanan istilah sintaksis adalah istilah al nachw )‫(النحو‬.

Kata al nachw )‫(النحو‬masuk dalam kategori nomina original atau


disebut mashdar yang merupakan nomina derivatif dari dasar berupa verba
imperfektum )‫(نحا‬yang akarnya adalah )‫و‬-‫ح‬-‫((ن‬Ma’luf, 2003: 795). Kata
nachw memuat makna leksikal, yaitu arah, tujuan (Anis, 1972: 947), maksud,
memindahkan (Ma’luf, 2003: 795), mengikuti, menelusuri jejak (Mukhtar, 2008:
2180). Bila sebagai sebuah preposisi, menurut Wehr (1976: 948) kata nachw di
antaranya berarti contoh, seperti, sama dengan, meliputi, menurut, tentang, dan
kira-kira.

Dalam penjelasan gramatikal, kata nachw sering digunakan dalam arti:


contoh atau seperti. Kedua kata tersebut adalah ekspresi untuk menyatakan
sesuatu kaidah yang dituju atau dikehendaki agar maksudnya menjadi jelas dan
mudah dipahami. Secara etimologi dapat dikatakan bahwa kata nachw
mengandung arti contoh atau model yang dituju atau dikehendaki sesuai dengan
kaidah yang menjadi acuannya (Wahab, 2009: 116).

Sebagai sebuah istilah yang dipakai dalam kajian bahasa Arab, nachw
didefinisikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tentang kata yang telah
masuk dalam konstruksi yang lebih luas (konstruksi sintaksis) atau dalam bahasa

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 43


Arab disebut tarki<b (El Dahdah, 2001: 3). Selain itu menurut Makarim (2007:
19), nachw adalah sebuah kajian gramatikal yang fokus bahasannya adalah
fenomena berubah atau tetapnya bunyi akhir sebuah kata setelah masuk dalam
struktur yang lebih besar yang disebabkan oleh relasi tertentu antarkata dalam
struktur tersebut atau dalam bahasa Arab disebut i’ra>b (bila tejadi perubahan)
dan bina> (bila tidak terjadi perubahan). Dalam perspektif lain Ghaniy (2010: 17)
memandang bahwa nachw sebuah kajian gramatikal untuk menetapkan bunyi
akhir sebuah kata saat berada dalam konstruksi yang lebih besar. Selain
perubahan bunyi akhir kata, menurut El Dahdah, sintaksis juga mengkaji
kedudukan atau fungsi kata dalam konstruksi kalimat (1992: 2).

Dalam perspektif linguistik, defenisi istilah nachw tersebut sangat


dipengaruhi oleh tipologi bahasa Arab sebagai bahasa flektif. Bahasa fleksi
adalah bahasa yang mengalami perubahan internal dalam akar kata yang meliputi
perubahan paradigmatis baik itu pada kata kerja (konjugasi) maupun pada kata
benda (deklinasi) (Keraf, 1990: 55). Bahasa fleksi mempergunakan proses atau
penambahan afiks pada akar kata untuk membatasi makna gramatikalnya
(Kridalaksana, 2008: 25, 61). Fleksi atau infleksi adalah perubahan bentuk kata
yang menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal; mencakup deklanasi nomina;
pronomina, dan adjektiva, dan konjugasi verba (Kridalaksana 2008: 93).

Deklinasi adalah perubahan nomina, pronomina, atau adjektiva yang


menunjuk kategori, kasus, jumlah, atau jenis (Kridalaksana 2009: 45). Sedangkan
konjugasi adalah infleksi pada kata kerja atau klasifikasi verba menurut
infeksinya, atas kala, persona, dan jumlah (Kridalaksana 2009: 131). Deklinasi
dan konjugasi merupakan bentuk derivasi infleksional. Deklinasi dalam bahasa
Arab disebut tashri>f al asma>’ ( ‫ )تصريف األسما‬atau juga dinamakan i’rab al
asma ( ‫( )إعراب األسما‬Baalbaki 1990: 136), (al Khuli 1982: 65). Sedangkan
konjugasi dalam bahasa Arab disebut tashri>f al af’a>l (‫األفعال‬ ‫)تصريف‬
(Baalbaki, 1990: 113), (al Khuli, 1982: 53).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 44


Sebagai bahasa fleksi, maka unsur-unsur kalimat dalam bahasa Arab
mengalami reksi. Reksi disebut juga penguasaan, yaitu penentuan bentuk
morfologis suatu kata oleh kata lain (Kridalaksana, 2008: 184). Dalam bahasa
Arab reksi disebut ‘amal (‫( )عمل‬Baalbaki, 1990: 420). Terdapat dua penentu
perubahan bentuk morfologis kata Arab, yaitu fungsi sintaksis dan determinator.

Perubahan bunyi akhir sebuah kata Arab dalam konstruksi yang lebih
besar adalah untuk menunjukkan hubungan gramatikal atau hubungan fungsional
kata tersebut dengan kata lainnya. Bunyi akhir sebuah kata Arab dalam
konstruksi kalimat merupakan penanda hubungan gramatikal atau disebut
desinens. Desinens adalah afiks penanda fleksi (Kridalaksana, 2008: 47).

Terkait dengan infleksi, pada nomina terdapat tiga kasus, yaitu nominatif,
akusatif, dan genetif atau dalam bahasa Arab disebut raf’ )‫(رفع‬, nashb )‫(نصب‬,
dan jar )‫( (جار‬Haywood, 1962: 33), (Holes, 1995: 141), (Ryding, 2005: 54).
Istilah lain yang dipakai untuk kasus nominatif adalah independen, akusatif
adalah dependen, dan genetif adalah obilgatif (Badawi, 2007: 28). Sedangkan
pada verba terdapat tiga modus, yaitu indikatif, subjungtif, dan jusif atau dalam
bahasa Arab disebut rafa’ )‫(رفع‬, nashb )‫(نصب‬, dan jazm )‫( (جزم‬Haywood,
1962: 159), (Holes, 1995: 181), (Ryding, 2005: 53). Istilah lain yang dipakai
untuk modus indikatif adalah independen, subjungtif adalah dependen, dan jusif
adalah apocopatif (Badawi, 2007: 30). Dalam sudut pandang modalitas raf’
disebut juga ability, nasb disebut juga possibility, dan jazm disebut juga
obligation (Holes, 1995: 181).

Selain terkait dengan ciri fleksi bahasa Arab yang dijadikan perspektif
dalam mendefinsikan nachw, terdapat defenisi lain yang coba dikembangkan oleh
al Anbariy (w. 577 H) dengan menekankan instrumen atau media yang digunakan
dalam penyimpulan kaidah-kaidah. Menurutnya, nachw adalah ilmu tentang
kriteria-kriteria atau norma-norma bahasa atau disebut juga analogi bahasa yang
disimpulkan dari perkataan bangsa Arab. Al Sakka>kiy (w. 626 H) berpendapat
bahwa nachw merupakan pengetahuan tentang cara penyusunan kata-kata untuk

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 45


menyampaikan makna berdasarkan kaidah-kaidah yang disimpulkan melalui
induksi terhadap perkataan bangsa Arab (Wahab, 2009: 118, 119). Menurut al
Suyuthiy, nachw adalah shina>’ah ‘ilmiyah )‫علمية‬ ‫( (صناعة‬ilmu yang
dihasilkan dari pemikiran logis) yang mengkaji unsur-unsur yang membentuk
pertuturan Arab dari aspek struktur dan makna yang dengan keduanya unsur-
unsur tersebut terjalin (Sa’id, 1985: 5)

Menurut Tamam Hasan, nachw merupakan sebuah ilmu yang dibangun di


atas landasan epistimologi (teori ilmu pengetahuan) yang solid dan memiliki
basis metodologis yang kokoh, sehingga dapat diuji atau diverifikasi
kebenarannya dan sekaligus dapat diaplikasikan dalam pemahaman teks-teks
bahasa Arab. Nachw pada dasarnya mencakup dua hal utama, yaitu (1) sistem
bahasa yang dirumuskan dalam sistematisasi, klasifikasi, abstraksi, dan
pengkaidahan; (2) sekumpulan kosakata yang cenderung mengalami perubahan
(Wahab, 2009: 121).

3.2 Sejarah Sintaksis Arab

Istilah nachw mulai muncul dan digunakan pada abad ke-1 Hijriyah.
Nachw pada awalnya digunakan dalam pengertian yang luas, yaitu studi tata kata
dari segi bunyi, bentuk, dan susunannya. Dengan kata lain nachw pada masa itu
mencakup kajian fonologi, morfologi, dan sintaksis (Wahab, 2009: 117).

Munculnya nachw waktu itu dilatar belakangi oleh semakin meluasnya


penyebaran Islam. Seiring dengan meluasnya penyebaran Islam maka pemeluk
Islam semakin beragam. Islam tidak hanya dianut oleh orang-orang Arab, tetapi
juga dianut oleh orang-orang non-Arab. Hal ini berdampak pada munculnya
kesalahan berbahasa yang dikhawatirkan dapat merusak pemahaman mereka
terhadap al Qur’an (Wahab, 2009: 113). Tuntutan untuk mengajarkan bahasa
Arab kepada orang Islam yang tidak berbahasa Arab melahirkan ilmu bahasa di
antaranya nachw (Al Faruqi, 2001: 264).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 46


Nachw sebagai sebuah disiplin ilmu tata bahasa Arab pertama kali
dikenalkan oleh Abu al Aswad al Duwaliy (w. 69 H/689 M ) (al Lughawiy, 2009:
20), (Husaiyn, 2011: 31) (Faruqi, 2001: 264). Namun ada yang berpendapat
bahwa ilmu ini dirintis sejak masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang kemudian
disempurnakan oleh Abu al Aswad al Duwaliy (Muhammad, 1983: 15).
Penjelasan dan pembenaran terhadap tata bahasa Abu al Aswad al Duwaliy
kemudian dilakukan oleh Ibn Abu Ischaq al Hadramiy (w. 177H/735 M). Salah
satu karya fenomenal Abu Aswad al Duwaliy adalah pemberian penanda
gramatikal (desinens) atau i’ra>b berupa titik-titik tertentu pada ayat-ayat dalam
mushcaf al Qur’an (Khatib, 1986: 15). Satu titik di atas abjad menandakan bunyi
vokal /a/, satu titik di dalam abjad menandakan bunyi vokal /u/, dan satu titik di
bawah abjad menandakan bunyi vokal /i/ (Al Faruqi, 2001: 265). Khalil kemudian
menyempurnakan titik-titik tersebut menjadi penanda bunyi yang dikenal sampai
sekarang sebagai charakat atau syakl (Khatib, 1986: 15).

Kata (‫ )النحو‬sendiri dalam kamus pertama bahasa Arab yang disusun


oleh al Khalil bin Ahmad (w. 170 H/ 786 M) berarti ‘maksud terhadap sesuatu’.
Istilah nachw (‫ )النحو‬dipandang berasal dari ucapan khalifah Ali bin Abi
Thalib ketika memberikan apresiasi terhadap karya Abu al Aswad al Dualiy,
yaitu :


‫ْت‬‫َو‬
‫نح‬َ ْ‫ِي‬ َّ َ
‫الذ‬ ‫ْو‬‫َّح‬ َ َ
‫هذاالن‬ ‫َح‬
‫ْسَن‬ َ)
‫ماأ‬

‘Betapa bagusnya contoh yang engkau buat’

‫َّح‬
Setelah itu dipakailah kata (‫ْو‬ ‫ )الن‬sebagai istilah yang digunakan dalam
bidang tata bahasa. Istilah nachw pertama kali dipakai oleh al Khalil bin Ahmad
pada bidang ilmu yang berkaitan dengan fungsi dari kata-kata dalam satuan-
satuan yang lebih besar serta bentuk akhiran-akhirannya berupa bunyi vokal
(‫ )حركات‬ataukah konsonan (‫)سكنات‬. Oleh karena itu al Khalil bin Ahmad
dianggap sebagai ilmuan bahasa pertama yang meletakkan dasar konsep sintaksis
Arab dengan memakai istilah (‫ )النحو‬sebagai nama bidang ilmu ini (Atallah,
2007: 75, 80), (Al Rawi, 2003: 50).
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 47
Istilah nachw (‫ )النحو‬yang pada waktu itu sepadan dengan tata bahasa,
pada masa awal kemunculannya berkembang sangat pesat (Wahab, 2009: 113).
Hal yang mendorong perkembangan tersebut adalah kekhawatiran terjadinya
interferensi pembelajar bahasa Arab oleh penutur selain Arab dan integrasi
penutur Arab terhadap bahasa lainnya akibat kontak bahasa Arab dengan bahasa
lainnya yang mengiringi perkembangan persebaran Islam di berbagai wilayah.
Pesatnya perkembangan tata bahasa Arab tercermin dari munculnya berbagai
aliran gramatika Arab, seperti aliran Basrah, aliran Kufah, aliran Baghdad, aliran
Andalusia, dan aliran Mesir.

Aliran Basrah muncul antara tahun 69-286 H. Aliran ini mempunyai 8


generasi. Basrah adalah nama kota hilir sungai Eufrat 300 mil sebelah barat daya
kota Baghdad di wilayah Irak. Aliran ini dipelopori oleh Abu al Aswad al Dualiy
dengan bimbingan khalifah Ali bin Abi Thalib (Al Rawi, 2003: 73, 75). Aliran ini
memiliki karakteristik diantaranya: (1) penekanan pada metode analogi dalam
pengkaidahan bahasa; (2) mengandalkan pendekatan rasional terhadap fenomena
bahasa; (3) banyak memakai penafsiran dan anggapan; (4) ketepatan dan
ketelitian (Husayn, 2010: 57-60). Di antara tokoh-tokoh aliran ini dan salah satu
karyanya yang terkenal adalah Ali bin Abi Thalib, Abu Aswad al Dualiy, al
Khalil bin Ahmad dengan karyanya Kita>b al ‘Ayn (‫)كتاب العين‬, Sibawaih
dengan karyanya al Kita>b (‫)الكتاب‬, dan al Mubarrid dengan karyanya al
Muqtadhab (‫( )المقتضب‬Atallah, 2003).

Aliran Kufah muncul antara tahun 149-291 H. Aliran ini mempunyai 5


generasi. Kufah adalah nama kota subur lembah sungai Eufrat di wilayah Irak
berbatasan di sebelah timur sungai Eufrat dan sebelah barat padang pasir wilayah
Levantin/ Syam. Aliran Kufah dipelopori oleh al Kisa>’iy dan muridnya al Farra>’
(Al Rawi, 2003: 368, 385). Aliran Kufah memiliki karakteristik di antaranya: (1)
penekanan pada metode simak dalam pengkaidahan bahasa; (2) memperluas
pemakaian analogi dalam penggunaan bahasa; (3) menghindari penafsiran dan
anggapan; (4) ketepatan dan ketelitian kurang (Husayn, 2010: 64-65). Di antara

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 48


tokoh-tokoh aliran ini dan salah satu karyanya adalah al Kisa>iy dengan karyanya
ma> tulchan fihi al ‘a>mmah (‫)ماتلحن فيه العامة‬, al Farra dengan karyanya
al Manqu>sh wa al Mamdu>d (‫ )المنقوص والممدود‬dan Tsa’lab dengan
karyanya Maja>lis Tsa’lab (‫)مجالس ثعلب‬, dan al Anba>riy dengan karyanya al
Insha>f fi> masa>il al Khila>f (‫( )اإلنصاف في مسائل الخالف‬Atallah, 2003).

Alirah Baghdad muncul pada masa antara tahun 219-616 H. Aliran ini
mempunyai 3 generasi. Baghdad adalah nama ibu kota kekhalifaan Abbasiyah di
wilayah Irak. Aliran Baghdad memiliki karakteristik di anatarnya: (1) merupakan
aliran yang mempertemukan aliran Basrah dan Kufah; (2) memperluas pemakian
analogi dalam kaidah-kaidah bahasa; dan (3) munculnya pemikiran-pemikiran
pembaharuan dalam sintaksis (Al Rawi, 2003: 442, 445), (Husayn, 2010: 92-102).
Aliran ini dipelopori oleh Ibn Kaysa>n (w. 229 H) (Dhayf, 2005: 248). Di antara
tokoh-tokoh aliran ini dan salah satu karyanya yang terkenak adalah Ibn Kaysa>n,
al Zujajiy dengan karyanya al Ibda>l wa al Mu’a>qbah wa al Nadza>ir ( ‫اإلبدال‬
‫والنظائر‬ ‫)والمعاقبة‬, Ibn Jinniy dengan karyanya (‫)الخصائص‬, dan
Zamakhsyariy dengan karyanya al Mufashshal fi> Ulu>m al Lughah ( ‫المفصل في‬
‫( )علوم اللغة‬Atallah 2003).

Aliran Andalus muncul pada masa antara tahun 198-680 H. Aliran ini
mempunyai 7 generasi. Andalus adalah wilayah di Eropa berdekatan dengan
Maroko benua Afrika yang dikenal dengan sebutan lain Spanyol. Aliran Andalus
dianggap sebagai kepanjangan dari aliran Kufah (Husayn, 2010: 120). Aliran ini
dipelopori oleh Ibn Madha>. Ibn Madha> dikenal sebagai tokoh pembaharu
sintaksis Arab. Di antara tokoh-tokohnya dan salah satu karyanya adalah Ibn
Madha>’ dengan karyanya al Radd ‘ala al Nucha>t (‫)الرد على النحات‬, Ibn
‘Ushfu>r dengan karyanya al Mumthi’ fi> al Tashri>f (‫)الممتع في التصريف‬,
dan Ibn Malik dengan karyanya Tashi>l al Fawa>id wa Takmi>l al Maqa>shid
(‫( )تسهيل الفوائد وتكميل المقاصد‬Dhayf, 2005: 288), (Atallah, 2003).

Aliran Mesir muncul pada masa antara tahun 263-1289 H. Aliran ini
mempunyai 10 generasi. Mesir adalah wilayah yang menyatukan benua Asia dan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 49


Afrika. Aliran ini merupakan perkembangan dari aliran Baghdad (Dhayf, 2005:
331). Di antara tokoh-tokohnya dan salah satu karyanya adalah Ibn Cha>jib
dengan karyanya al Sya>fiyah fi> Ilm al Tashri>f (‫)الشافية في علم التصريف‬,
Ibn Hisya>m dengan karyanya Awdhah al Masa>lik ila Alfiyah ibn Ma>lik ( ‫اوصح‬
‫ )المسالك إلى ألفية ابن ماللك‬dan al Suyuthiy dengan karyanya al
Mazhar fi> Ulu>m al Lughah wa Anwa>’iha> (Dhayf, 2005: 331) (Atallah 2003).

3.3 Metode Sintaksis Arab

Pada dasarnya tujuan dari belajar nachw atau sintaksis Arab adalah untuk
memahami analisis struktur kalimat Arab dari aspek kebahasaan guna
mengetahui (1) bagian-bagiannya, (2) unsur-unsur satuan-satuannya, (3)
hubungan yang menyatukan antara unsur yang satu dengan lainnya sehingga
memunculkan makna tertentu, (4) keterkaitan strukturnya secara formal, (5)
bentuk yang menyatukan unsur-unsur, serta (6) penanda gramatikal tertentu pada
setiap bentuk tersebut.

Kajian sintaksis Arab bersifat induktif atau dalam bahasa Arab disebut
(‫استقرائي‬ ‫)استدالل‬, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan-
keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum (Najjar, 2003: 610) (El
Zohairy, 2003: 179). Obyek kajian sintaksis Arab bersifat terbatas, yaitu kalimat-
kalimat Arab yang dipakai atau diujarkan orang Arab pada masa tertentu yang
disebut ‘ashru al istisyha>d (‫ )عصر االستشهاد‬atau ‘ashru ichtija>j ( ‫عصر‬
‫)االحتجاج‬. Masa tersebut adalah masa jahiliyah (pra Islam) yang terbentang
sampai antara abad ke-2 hijriyah. Pembatasan ini dilatar belakangi oleh
kekhawatiran terhadap bahasa al Quran. Bila pembatasan ini tidak dilakukan
maka bahasa Arab akan semakin jauh dari sumber kebakuannya. Sehingga
kalimat-kalimat yang dikaji bukanlah kalimat-kalimat yang bersifat bebas
bentuknya yang berkembang dari masa ke masa dalam ujaran orang Arab,
melainkan induksi khususnya dari al Quran untuk menurunkan kaidah-kaidah

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 50


bahasa Arab. Hal ini berkaitan erat dengan upaya menjaga kelestarian bahasa al
Quran.

Oleh sebab itu, sintaksis Arab dapat disebut juga sebagai sintaksis klasik/
sintaksis tradisional (‫)نحو تراثي‬. Tata bahasanya bersumber pada bahasa al
Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW, dan macam-macam ungkapan-
ungkapan klasik seperti syair dan prosa pada masa terdahulu. Sumber-sumber
ungkapan-ungkapan tersebut yang dirujuk merupakan pemakaian bahasa Arab
pada masa pra Islam hingga abad ke-2 hijriyah (Al Lathif, 2003: 19-20).

Metode yang dipakai dalam sintaksis Arab periode awal dipengaruhi oleh
metode keilmuan bidang ushul fiqh (reasoning of Islamic law), seperti metode
simak (‫)السماع‬, metode analogi (‫)القياس‬, dan metode konsensus (‫)اإلجماع‬.
Metode simak dipakai oleh ulama ushu>l fiqh mencari sumber hukum dari al
Quran terkait dengan bentuk-bentuk syariat, sedangkan ilmuan bahasa
menggunakan metode ini untuk merekam ungkapan-ungkapan bahasa yang
terdapat dalam al Quran yang sekaligus menjadi sumber primer dalam penentuan
kaidah bahasa. Metode analogi dipakai oleh ulama ushu>l fiqh untuk menetapkan
hukum melalui penentuan sebab akibat fenomena hukum disepadankan dengan
sebab akibat pada hukum yang sudah ada, sedangkan ilmuan bahasa
menggunakan metode analogi untuk menentukan kesamaan bentuk-bentuk
bahasa melalui penentuan sebab akibat pada bentuk dan makna bahasa tertentu
dengan kaidah bahasa yang telah ada. Metode konsensus dipakai oleh ulama
ushu>l fiqh untuk membuat produk hukum melalui persepakatan bersama. Metode
konsensus tidak dipakai oleh ilmuan bahasa Arab pada zaman dahulu kecuali
pada masalah yang sangat umum dan populer serta pada masalah yang bersifat
mendasar (Al Yasari, 2003: 161-163).

Selain ketiga metode tersebut, metode ushu>l fiqh yang mempengaruhi


metode sintaksis Arab adalah metode ordinatif (‫)استصحاب الحال‬, yaitu
metode untuk menentukan tingkat kesetaraan antara unsur-unsur yang ada dalam
bahasa, seperti bentuk superordinat (pusat) dan subordinatnya (bagian), bentuk

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 51


dasar dan turunannya, bentuk-bentuk koordinatif atau setara, bentuk utama dan
pelengkapnya dalam kalimat (Al Juhad, 2016: 115). Metode ini biasanya dipakai
untuk menetukan hukum dengan mempertimbangkan hal yang bersifat pokok
atau utama dan hal yang bersifat cabang atau sekunder (Shalih, 2009: 103).

Sintaksis Arab dengan ushu>l fiqh memiliki keterkaitan erat karena


keduanya menjadikan al Quran sebagai sumber utama kajiannya. Penguasaan
ushu>l fiqh mensyaratkan penguasaan sintaksis. Pemahaman tentang hukum yang
termaktub dalam al Quran tidak dapat dicapai tanpa pemahaman bahasa yang
baik. Penguasaan terhadap sintaksis Arab akan berdampak pada pemahaman
hukum Islam (Shalih, 2009: 84).

Selain dipengaruhi oleh bidang ilmu ushu>l fiqh, sitaksis Arab juga
dipengaruhi oleh bidang ilmu filsafat. Pada sintaksis Arab dikembang metode
induktif dan metode klasifikasi yang berasal dari bidang ilmu filsafat. Metode
induktif digunakan untuk menentukan kaidah bahasa dari al Quran yang dipakai
kemudian secara umum dalam penggunaan bahasa. Sedangkan metode klasifikasi
dipakai untuk mengklasifikasikan bentuk-bentuk bahasa (Shalih, 2009: 128).

Selain beberapa metode tersebut, al Makarim menyebut metode lainnya


yang dipakai dalam sintaksis Arab yaitu, metode riwayat (‫ )الرواية‬dan
metode kausalitas/ eksplanatif (‫)التعليل‬. Metode riwayat adalah metode yang
digunakan para ilmuan bahasa Arab terdahulu dengan meriwayatkan ungkapan-
ungkapan bahasa Arab dari sumber-sumber tertentu. Ungkapan-ungkapan bahasa
Arab tersebut berupa karya sastra syair-syair Arab pada masa jahiliyah hingga
akhir abad pertama memasuki awal abad kedua hijriyah yang digunakan sebagai
landasan penentuan kaidah bahasa (Al Makarim, 2006: 41). Metode kausalitas
atau eksplanatif adalah metode yang digunakan ilmuan bahasa Arab untuk
menentukan sebab atau alasan terbentuknya satuan bahasa tertentu yang
digunakan kemudian untuk menentukan kaidah bahasa atau klasifikasi (Zohairy,
2003: 124), (Al Juhad,2016: 208).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 52


3.4 Objek Kajian Sintaksis Arab

Secara umum, terdapat empat hal yang dikaji dalam sintaksis Arab, yaitu
(1) sistem atau kaidah (‫)النظم‬, (2) struktur atau bentuk formal ( ‫)البنا‬, (3)
susunan atau urutan (‫)الترتيب‬, dan (4) hubungan atau relasi (‫)التعليق‬
(Hassan, 2009: 186). Kajian sintaksis Arab meliputi satuan gramatikal kata
sebagai bagian dari konstruksi yang lebih besar, konstruksi paduan kata, dan
kalimat. Selain satuan gramatikal, sintaksis Arab juga mengkaji hubungan antar
satuan sintaksis tersebut baik yang bersifat fungsional ataupun yang bersifat
maknawi. Hubungan fungsional menempatkan salah satu dari dua unsur dalam
kalimat sebagai musnad )‫َد‬
‫ (مسْن‬dan unsur lainnya sebagai musnad ilayh
)‫َد إليه‬
‫(مسْن‬.

Istilah musnad dan musnad ilayh pertama kali dipakai oleh Sibawayh (w.
180 H/796 M). Kedua kata tersebut diambil dari istilah yang dipakai oleh al
Khalil bin Ahmad (w. 170 H/ 786 M), yaitu sanad (‫َد‬
‫ )سَن‬dan masnad (‫َد‬ َ)
‫مسْن‬
(Atallah, 2007: 114). Istilah sanad dan musnad dapat disepadankan dengan
predikat, sedangkan masnad dan musnad ilayhi dapat disepadankan dengan
subyek. Kedua fungsi tersebut bersifat utama atau pokok dan dalam tradisi Arab
oleh Ibn Ya’isy (w. 643 H/ 1245 M) dinamakan ‘umdah (‫)عمدة‬/ (pillar of
sentence), yaitu fungsi sintaksis yang disebut (‫ )المبتدأ والخبر‬pada
kalimat nominal Arab atau fungsi sintaksis yang dinamakan (‫)الفعل والفاعل‬
pada kalimat verbal Arab (Atallah, 2007: 152).

Selain itu terdapat unsur lain diluar musnad dan musnad ilayh yang
disebut fadhlah )‫(فضلة‬. Istilah fadhlah (‫ )فضلة‬pertama kalinya digunakan oleh
ilmuan bahasa al Mubarrid (w. 285 H/ 898 M). Fadhlah tidak dianggap sebagai
pokok kalimat (Atallah, 2007: 150). Fadhlah dapat disepadankan dengan fungsi
sintaksis pelengkap dan keterangan.

Hubungan maknawi selain mendeskripsikan fungsi semantis kata, frase,


atau klausa dalam kalimat juga mengkaji sistem infleksi yang muncul akibat

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 53


hubungan tersebut beserta desinens yang menandai kasus pada nomina atau
modus pada verba yang menjadi unsur-unsur pembentuk sebuah kalimat. Dengan
demikian sintaksis Arab juga mengkaji sistem infleksi yang menandai pelbagai
hubungan gramatikal dalam konstruksi sintaksis.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 54


BAB 4
Konstituen Kalimat Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas konstituen kalimat Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: pengertian konstituen kalimat Arab; konstituen
kalimat Arab; dan konstituen kalimat Arab dari perpaduan kata.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan konstituen kalimat Arab

C. Isi Materi perkuliahan


1. Pengertian konstituen kalimat Arab.
2. Konstituen kalimat Arab.
3. Konstituen kalimat Arab dari perpaduan kata.

D. Rangkuman
Konstituen atau dalam bahasa Inggris disebut constituent dan dalam
bahasa Arab disebut muqawwim atau mukawwin adalah unsur bahasa yang
merupakan bagian dari satuan yang lebih besar atau bagian komponen fungsional
dari sebuah konstruksi yang lebih besar. Dalam bentuk minimal, sebuah kalimat
Arab terdiri dari konstituen berupa perpaduan kategori sintaksis nomina dan
nomina atau verba dan nomina yang membentuk hubungan fungsional relasi
referensial. Selain itu, perpaduan kategori lain tidak dapat menjadi konstituen
yang sempurna pada kalimat Arab tanpa kata atau perpaduan kata lain yang
dengannya membentuk hubungan fungsional relasi referensial. Sehingga dalam
tinjauan gramatikal, untuk membentuk sebuah kalimat Arab, gabungan kata-kata
harus mempunyai hubungan fungsional (reference relationship). Sedangkan
dalam tinjauan semantis, untuk membentuk sebuah kalimat Arab, gabungan kata-
kata tersebut harus mengandung makna sebuah gagasan utuh (utility).

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Deskripsikan pengertian konstituen kalimat Arab.
2. Jelaskan konstituen kalimat Arab.
3. Uraikan konstituen kalimat Arab dari perpaduan kata.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 55


KONSTITUEN KALIMAT ARAB

4.1 Pengertian Konstituen Kalimat Arab

Konstituen atau dalam bahasa Inggris disebut constituent dan dalam


bahasa Arab disebut muqawwim )‫ّم‬
‫(مقو‬atau mukawwin )‫ّن‬
‫((مكو‬Baalbaki,
1990: 117) adalah unsur bahasa yang merupakan bagian dari satuan yang lebih
besar; bagian dari sebuah konstruksi (Kridalaksana, 2008: 132), (Richard, 2007:
151) atau komponen fungsional dari sebuah konstruksi yang lebih besar (Crystal,
2008: 104).

Untuk menentukan unsur-unsur yang lebih kecil pada kategori gramatikal


kalimat dilakukan analisis yang disebut analisis konstituen. Analisis konstituen
adalah analisis kalimat atas unsur-unsur yang lebih kecil; setiap konstituen yang
kompleks dapat dianalisis lagi atas beberapa konstituen, sehingga kalimat dapat
dipandang sebagai satuan yang terjadi atas lapisan-lapisan konstituen
(Kridalaksana, 2008: 14).

Berdasarkan hirarkinya, konstituen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


konstituen langsung (immediate constituent) dan konstituen akhir (ultimate
constituent). Konstituen langsung adalah komponen-komponen yang dihasilkan
dalam tahap pertama dari analisis konstituen, misalnya sebagai berikut:

(1) Pemburu itu menembak babi.

Kalimat tersebut mempunyai dua konstituen langsung, yaitu pemburu itu dan
menembak babi. Konstituen akhir adalah komponen yang dihasilkan dalam tahap
akhir dari analisis konstituen. Pada kalimat (1) tersebut konstituen akhirnya
adalah pem-, buru, itu, meN-, tembak, dan babi (Kridalaksana, 2008: 133).

Selain dua jenis konstituen tersebut terdapat jenis konstituen lain yang
disebut konstituen terbagi (discontinuous constituent). Konstituen terbagi adalah
unsur tunggal yang muncul diantarai oleh unsur lain, misalnya put down dalam
He put it down, ke-an dalam keadaan (Kridalaksana, 2008: 133).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 56


4.2 Konstituen Utama Kalimat Arab

Menurut Ubadah (2007: 43), kalimat Arab tersusun tidak hanya dari kata-
kata saja namun kata-kata tersebut pada dasarnya merupakan gabungan kata
yang mempunyai hubungan sintagmatis tertentu, hubungan linier pada tataran
tertentu di antara unsur-unsur bahasa (Kridalaksana, 2008: 86). Perpaduan kata
dalam bahasa Arab disebut murakkab )‫ّكب‬
‫(مر‬. Menurut Al Azhariy (1312 H:
18), dalam tinjauan gramatikal, untuk membentuk sebuah kalimat, gabungan
kata-kata harus mempunyai hubungan fungsional yang disebut ‘ila>qat al isna>d
(reference relationship) (El Dahdah, 1993: 693). Sedangkan dalam tinjauan
semantis, untuk membentuk sebuah kalimat, gabungan kata-kata tersebut harus
mengandung makna sebuah gagasan utuh atau disebut ifa>dah (utility) (Baalbaki,
2009: 138).

Dalam bentuk minimal, sebuah kalimat Arab terdiri dari konstituen


berupa perpaduan kategori sintaksis nomina dan nomina atau verba dan nomina
yang membentuk hubungan fungsional relasi referensial (‘ila>qat al isna>d)
(Ubadah, 2007: 11). Kedua perpaduan atau gabungan kata tersebut dalam bahasa
Arab disebut murakkab isna>diy )‫إسنادي‬ ‫(مركب‬. Selain itu, perpaduan
kategori lain tidak dapat menjadi konstituen yang sempurna pada kalimat Arab
tanpa kata atau perpaduan kata lain yang dengannya membentuk hubungan
fungsional relasi referensial.

4.3 Konstituen Kalimat Arab dari Perpaduan Kata

Berdasarkan hubungan unsur pembentuknya, murakkab atau konstruksi


sintaksis dari perpaduan kata dapat dikelompokkan tiga, yaitu murakkab isna>diy
)‫إسنادي‬ ‫(مركب‬, murakkab taqyi<diy )‫تقييدي‬ ‫(مركب‬, dan murakkab
ghayru isna>diy wa taqyi<diy )‫(مركب غير إسنادي و تقييدي‬. Klasifikasi ini
oleh Ubadah disebut klasifikasi tradisional.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 57


Selain klasifikasi tersebut, murakkab dapat diklasifikasikan berdasarkan
kategori kata unsur pembentuknya. Klasifikasi ini oleh Ubadah disebut sebagai
klasifikasi baru. Berdasarkan kategori kata unsur pembentuknya, murakkab dapat
dibedakan menjadi delapan, yaitu murakkab fi’liy )‫فعلي‬ ‫(مركب‬/ (frasa
verbal), murakkab ismiy )‫(مركب اسمي‬/ (frasa nominal), murakkab washfiy
)‫ (مركب وصفي‬/ (frasa adjektival), murakkab mashdariy )‫(مركب مصدري‬/
(frasa nomina original), murakkab al kha>lifah )‫(مركب الخالفة‬/ (frasa
kontrastif), murakkab al maushu>l )‫الموصول‬ ‫(مركب‬/ (frasa konjungtif),
murakkab dzarfiy )‫ (مركب ظرفي‬/ (frasa adverbial), dan murakkab ja>riy ‫(مركب‬
)‫جاري‬/ (frasa preposisional) (Ubadah, 2007: 44).

Murakkab isnadiy (referential composite) adalah paduan kata yang


ditandai hubungan predikatif. Murakkab isna>diy merupakan paduan kata yang
potensial menjadi kalimat yang disebut jumlah ismiyah (contoh: ‫)الله عليم‬
dan jumlah fi’liyah (contoh: ‫َ الله‬
‫ِم‬ ‫)ع‬. Murrakab isna>diy dalam tinjauan
‫َل‬
linguistik dapat disepadankan dengan satuan gramatikal klausa dan murakkab
selain itu disebut frasa. Murakkab taqyi<diy (dependent composite) adalah paduan
kata yang ditandai hubungan saling terikat secara fungsional. Murakkab taqyi<diy
dapat digolongkan menjadi murakkab idha>fiy )‫إضافي‬ ‫(مركب‬/ (anaxed
composite) (contoh: ‫ُّ السموت‬
‫)رب‬ dan murakkab na’tiy )‫(مركب نعتي‬/
(descriptive composite) (contoh: ‫)كلمة طيبة‬. Sedangkan murakkab ghayru
isna>diy wa taqyi<diy adalah paduan kata yang ditandai hubungan atributif atau
subordinatif. Murakkab ghayru isna>diy wa taqyi<diy dapat dikelompokkan
menjadi murakkab ja>r majru>r )‫(مركب جار مجرور‬/ (preposition composite)
ّ‫ر‬
(contoh: ‫بك‬ ‫)من‬, murakkab tadhammuniy )‫تضمني‬ ‫(مركب‬/ (atributive
composite) (contoh: ‫)خمسة عشر‬, murakkab mazjiy )‫(مركب مجزي‬/ (mixed
composite) (contoh: ‫)عبشمي‬, dan murakkab shawtiy )‫(مركب صوتي‬/ (sound
composite) (contoh: ‫( )سيبويه‬Ubadah, 2007: 43-44).

Berdasarkan kategori kata unsur pembentuknya, murakkab dapat


dibedakan menjadi delapan, yaitu pertama adalah murakkab fi’liy ‫(مركب‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 58


)‫فعلي‬/ (frasa verbal), yaitu perpaduan kata yang diawali kata berkategori verba
(contoh: ‫)خرج محمد‬. Kedua adalah murakkab ismiy )‫(مركب اسمي‬/ (frasa
nominal), yaitu perpaduan kata yang diawali kata bergategori nomina dependen
ّ‫)محمد مج‬. Ketiga adalah murakkab washfiy )‫ (مركب وصفي‬/ (frasa
(contoh: ‫د‬
adjektival), yaitu perpaduan kata yang diawali oleh nomina derivatif pada slot
tertentu seperti ism fa>’il (agent-noun), ism maf’u>l (patient-noun), shifat
musyabbahah (similiar quality), dan ism tafdhi<l (elative-noun) (contoh: ‫الخطيب‬
‫)واضح صوته‬. Keempat adalah murakkab mashdariy )‫(مركب مصدري‬/ (frasa
nomina original), yaitu perpaduan kata yang diawali kata berkategori nomina
ّ‫تشجيع المج‬
original dan tersusun dari nomina original dan objeknya (contoh: ‫د‬
‫)واجب‬. Kelima adalah murakkab al kha>lifah )‫(مركب الخالفة‬/ (frasa
kontrastif), yaitu perpaduan kata yang diawali oleh kata berkategori ism fi’l
(verbal-noun) (contoh: ‫)عليك التعلم‬. Keenam adalah murakkab al maushu>l
)‫(مركب الموصول‬/ (frasa konjungtif), yaitu perpaduan kata yang diawali kata
berfungsi sebagai maushul (conjungtive) (contoh: ‫)نجح الذي اجتهد‬. Ketujuh
adalah murakkab dzarfiy )‫ (مركب ظرفي‬/ (frasa adverbial), yaitu perpaduan
kata yang terkandung di dalamnya keterangan tempat atau waktu (contoh:
‫)المكتبة جانب الفصل‬. Kedelapan murakkab ja>riy )‫(مركب جاري‬/ (frasa
preposisional), yaitu perpaduan kata yang diawali oleh preposisi (contoh:
‫( )الكتاب في الحقيبة‬Ubadah, 2007: 44).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 59


BAB 5
Relasi Konstruksi Perpaduan Kata dalam Sintaksis Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas relasi konstruksi gabungan kata dalam sintaksis
Arab. Pokok-pokok pembahasannya meliputi: Muatan konstruksi sintaksis dari
aspek semantis dan gramatikal; dan Macam-macam relasi sintaksis (referensial,
restriktif, eksplanatif, apositif, konfirmatif, adverbial, kausatif, impresif)

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menjelaskan relasi konstruksi perpaduan kata dalam sintaksis
Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Muatan konstruksi sintaksis dari aspek semantis dan gramatikal
2. Relasi sintaksis referensial, restriktif, eksplanatif, apositif, konfirmatif,
adverbial, kausatif, impresif

D. Rangkuman
Susunan konstruksi sintaksis Arab memuat ciri semantis dan ciri
gramatikal tertentu. Ciri semantis dinyatakan dalam sebuah hubungan yang
ditandai oleh ciri gramatikal tertentu. Terdapat delapan bentuk relasi semantis
konstruksi sintaksis Arab, yaitu (1) relasi referensial, (2) relasi restriktif, (3)
relasi eksplanatif, (4) relasi apositif atau disebut, (5) relasi konfirmatif, (6) relasi
adverbial, (7) relasi kausatif, dan (8) relasi impresif.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Jelaskan muatan konstruksi sintaksis dari aspek semantis dan gramatikal!
2. Jelaskan relasi sintaksis referensial!
3. Jelaskan relasi sintaksis restriktif!
4. Jjelaskan relasi sintaksis eksplanatif!
5. Jelaskan relasi sintaksis apositif!
6. Jelaskan relasi sintaksis konfirmatif!
7. Jelaskan relasi sintaksis adverbial!
8. Jelaskan relasi sintaksis kausatif!
9. Jelaskan relasi sintaksis impresif!
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 60
Relasi Konstruksi Gabungan Kata dalam Sintaksis Arab

5.1 Muatan konstruksi sintaksis Arab dari aspek semantis dan


gramatikal

Susunan konstruksi sintaksis Arab memuat ciri semantis dan ciri


gramatikal tertentu. Ciri semantis dinyatakan dalam sebuah hubungan yang
ditandai oleh ciri gramatikal tertentu. Menurut Ubadah (2007: 15-18), terdapat
delapan bentuk relasi semantis konstruksi sintaksis Arab, yaitu (1) relasi
referensial atau disebut ‘ila>qat al isna>d )‫(عالقة اإلسناد‬, (2) relasi restriktif
atau disebut ‘ila>qat al taqyi<d )‫(عالقة التقييد‬, (3) relasi eksplanatif atau
disebut ‘ila>qat al i<dhach )‫(عالقة اإليضاح‬, (4) relasi apositif atau disebut
‘ila>qat al ibdal )‫(عالقة اإلبدال‬, (5) relasi konfirmatif atau disebut ‘ila>qat al
ta’ki<d wa al taqwiyah )‫(عالقة التأكيد والتقوية‬, (6) relasi adverbial atau
disebut ‘ila>qat al dzarfiyah )‫(عالقة الظرفية‬, (7) relasi kausatif atau disebut
‘ila>qat al sababiyah wa al ‘illiyyah )‫(عالقة السببية والعلية‬, dan (8)
relasi impresif atau disebut ‘ila>qat al maf’u>liyyah )‫(عالقة المفعولية‬.

5.1.1 Relasi Referensial )‫(عالقة اإلسناد‬

Relasi referensial atau disebut ‘ila>qat al isna>d )‫(عالقة اإلسناد‬adalah


sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis
salah satunya sebagai yang dikomentari atau dijelaskan dan yang lainnya sebagai
yang mengomentari atau menjelaskan (Ubadah, 2007: 15). Relasi referensial
membentuk sebuah gagasan yang bersifat utuh atau dalam bahasa Arab disebut
fa>idah )‫(فائدة‬, sehingga berpotensi menjadi kalimat. Relasi referensial
dibentuk oleh fungsi-fungsi sintaksis tertentu di antaranya (1) mubtada-khabar
(contoh: ‫)الرجل صالح‬, (2) fa>’il-fi’l (contoh: ‫)صام رجل‬, (3) fi’l-na>ib al fa>’il
‫)نصر محم‬, (4) ism ka>n-khabar ka>n (contoh: ‫)كان األستاذ عالما‬,
(contoh: ‫ّد‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 61


dan (5) ism inna-khabar inna (contoh: ‫َ مجتهد‬ ّ‫( )إ‬Khayraniy, 2008:
‫ن الطالب‬
11).

Relasi referensial ditandai oleh ciri gramatikal yang beragam sesuai


fungsi-fungsi sintaksis yang membentuknya. Pada fungsi sintaksis mubtada-
khabar, ciri gramatikalnya adalah keduanya bila tersusun dari kategori nomina-
nomina maka kedua nomina tersebut berkasus nominatif atau disebut raf’. Pada
fungsi fa>’il-fi’l, ciri gramatikalnya adalah fungsi fa>’il berkasus nominatif. Pada
fungsi fi’l-na>ib al fa>’il, ciri gramatikalnya adalah fungsi na>ib fa>’il berkasus
nominatif. Pada fungsi ism ka>n-khabar ka>n, ciri gramatikalnya adalah fungsi ism
ka>n berkasus nominatif, sedangkan fungsi khabar ka>n berkasus akusatif atau
disebut nashb. Pada fungsi ism inna-khabar inna, ciri gramatikalnya adalah
fungsi ism inna berkasus akusatif, sedangkan fungsi khabar inna berkasus
nominatif.

5.1.2 Relasi Restriktif )‫(عالقة التقييد‬

Relasi restriktif atau disebut ‘ila>qat al taqyi<d )‫(عالقة التقييد‬adalah


sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis
salah satunya menunjukkan sifat dari satuan lainnya atau menunjukkan
pembatasan makna satuan lainnya (Ubadah, 2007: 16). Hubungan makna dua
satuan sintaksis yang menunjukkan sifat dibentuk oleh kategori gramatikal
berupa konstruksi deskriptif atau disebut murakkab washfiy )‫(مركب وصفي‬.
Unsur kedua pada konstruksi deskriptif berfungsi menunjukkan sifat dari unsur
pertamanya.

Hubungan makna dua satuan sintaksis yang menunjukkan pembatasan


makna dibentuk oleh kategori gramatikal berupa konstruksi aneksatif atau
disebut murakkab idha>fiy )‫(مركب إضافي‬. Unsur kedua pada konstruksi
aneksatif membatasi makna unsur pertamanya. Pembatasan tersebut dapat
berupa (1) unsur pertama dinyatakan terbuat atau berasal dari unsur kedua, (2)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 62


unsur pertama dinyatakan sebagai milik atau bagian unsur kedua, (3) unsur
pertama berada di atau pada unsur kedua (Ghaniy, 2010a: 281-282).

Relasi restriktif yang menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis


salah satunya menunjukkan sifat dari satuan lainnya bila kedua unsurnya
berbentuk minimal, maka kedua unsurnya ditandai oleh ciri gramatikal
kesesuaian kasus, ketakrifan, gender, dan jumlah (Ryding, 2005: 239), (Ghaniy,
2010b: 124). Sedangkan relasi restriktif yang menyatakan hubungan makna dua
satuan sintaksis yang salah satunya berfungsi menunjukkan pembatasan makna
satuan lainnya ditandai oleh ciri gramatikal pada unsur pembatas makna atau
disebut mudhaf ilayh )‫ (مضاف إليه‬dengan kasus genetif. Selain itu pada
unsur pertama yang dibatasi maknanya atau disebut mudha>f )‫ (مضاف‬ditandai
oleh ciri gramatikal (1) bentuk indefinit, (2) penanggalan nunasi atau disebut
tanwi<n, (3) penanggalan konsonan akhir nu>n )‫(ن‬pada nomina bentuk dual atau
disebut mutsanna> )‫ (مثنى‬dan pada nomina bentuk jamak maskulin dengan
sufiks atau disebut )‫( (جمع مذكر سالم‬Ghaniy, 2010a: 281-282).

5.1.3 Relasi Eksplanatif )‫(عالقة اإليضاح‬

Relasi eksplanatif atau disebut ‘ila>qat al i<dhach )‫(عالقة اإليضاح‬adalah


sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis
yang bersifat terikat, salah satunya menjadi subordinat yang menerangkan atau
menjelaskan satuan lainnya. Relasi eksplanatif dibentuk oleh beberapa
konstruksi, di antaranya (1) konstruksi atraksi eplikatif (eplicative attraction)
atau disebut ‘athf baya>n )‫(عطف بيان‬, (2) konstruksi distingtif (distinctive)
atau disebut tamyi<z )‫(تمييز‬, (3) konstruksi objek absolut jenis perbuatan
(absolute manner object/patient) atau disebut maf’u>l muthlaq li al naw’
)‫ (المفعول المطلق للنوع‬, (4) konstruksi relasi distingtif (distinctive
relation) atau disebut tamyi<z al nisbah )‫(تمييز النسبة‬, dan (5) konstruksi
objek absolut frekuensi perbuatan (absolute numeral object/patient) atau disebut

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 63


maf’u>l muthlaq li al ‘adad )‫( (المفعول المطلق للعدد‬Ubadah, 2007: 16-
17).

Relasi eksplanatif ditandai oleh ciri gramatikal yang beragam sesuai


dengan jenis konstruksinya. Pada konstruksi atraksi eplikatif, unsur subordinat
penjelas berkasus nominatif atau raf’. Pada konstruksi distingtif, unsur
subordinat penjelas berkasus akusatif atau nasb. Pada konstruksi objek absolut,
unsur subordinat penjelas berkasus akusatif. Pada konstruksi relasi distingtif,
unsur subordinat penjelas berkasus akusatif.

5.1.4 Relasi Apositif )‫(عالقة اإلبدال‬

Relasi apositif atau disebut ‘ila>qat al ibdal )‫(عالقة اإلبدال‬adalah


sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis
yang bersifat sederajat, kedua-duanya mempunyai acuan yang sama atau salah
satu mencakupi satuan sintaksis lainnya (Alwi, 2003: 375). Relasi apositif
dibentuk oleh konstruksi sintaksis (1) aposisi konkordantif (concordant
aposition) atau disebut badl mutha>biq )‫(بدل مطابق‬, (2) aposisi parsial
(partial aposition) atau disebut badl juziy )‫(بدل جزئي‬atau badl ba’dh min kull
)‫(بدل بعض من كل‬dan (3) aposisi global (global aposition) atau disebut badl
sya>mil )‫(بدل شامل‬atau badl isytima>l )‫((بدل اشتمال‬Ghaniy, 2010b: 148),
(Ja>rim, 2006: 110), (El Dahdah, 1993: 697).

Konstruksi aposisi konkordantif menyatakan makna kedua satuan


sintaksis mempunyai acuan yang sama sehingga salah satu dari keduannya dapat
berpotensi menggantikan lainnya dalam konstruksi yang lebih besar. Konstruksi
aposisi partial dan global menyatakan makna salah satu satuan sintaksis
mencakupi satuan sintaksis lainnya.

Relasi apositif ditandai dengan ciri gramatikal kesesuaian kasus pada


kedua satuan sintaksis. Satuan sintaksis yang dijelaskan disebut mubdal minhu

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 64


)‫(مبدل منه‬, sedangkan satuan sintaksis yang berfungsi menjelaskan atau
beraposisi dengannya disebut badl )‫(بدل‬.

5.1.5 Relasi Konfirmatif )‫(عالقة التأكيد والتقوية‬

Relasi konfirmatif atau dalam bahasa Arab disebut ‘ila>qat al ta’ki<d wa al


taqwiyah )‫(عالقة التأكيد والتقوية‬adalah sebuah relasi sintaksis yang
menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis yang salah satu satuannya
menguatkan atau menegaskan satuan lainnya (El Dahdah, 1994: 193). Relasi
konfirmatif dibentuk oleh konstruksi konfirmatif (confirmative) atau disebut
tawki<d )‫(توكيد‬dan konstruksi objek absolut konfirmatif (absolute confirmed
object/patient) atau disebut dalam bahasa Arab maf’u>l muthlaq al muakkad
)‫((المفعول المطلق المؤكد‬Ubadah, 2007: 17).

Relasi konfirmatif ditandai oleh ciri gramatikal yang berbeda-beda sesuai


dengan jenis konstruksi sintaksis yang membentuknya. Relasi konfirmatif yang
dibentuk oleh konstruksi konfirmatif ditandai oleh ciri gramatikal berupa
kesesuaian kasus antara satuan sintaksis yang menegaskan atau menguatkan
dengan satuan sintaksis lainnya yang ditegaskan atau dikuatkan. Sedangkan
relasi konfirmatif yang dibentuk oleh objek absolut konfirmatif ditandai oleh ciri
gramatikal berupa kasus akusatif pada satuan sintaksis yang berfungsi
menegaskan atau menguatkan.

5.1.6 Relasi Adverbial )‫(عالقة الظرفية‬

Relasi adverbial atau disebut ‘ila>qat al dzarfiyah )‫(عالقة الظرفية‬


adalah sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan makna dua satuan
sintaksis yang salah satunya menerangkan waktu, tempat, atau keadaan satuan
sintaksis lainnya (El Dahdah, 1994: 70). Relasi adverbial dibentuk oleh
konstruksi adverbial (adverb) atau disebut dzarf )‫ (ظرف‬dan konstruksi status

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 65


atau circumtansial (circumtantial) atau disebut cha>l )‫(حال‬atau maf’u>l fih
)‫((المفعول فيه‬Ubadah, 2007: 18).

Relasi adverbial ditandai oleh ciri gramatikal yang bermacam-macam


sesuai dengan jenis konstruksi sintaksis yang membentuknya. Relasi adverbial
yang dibentuk oleh konstruksi adverbial ditandai oleh ciri gramatikal dua
macam. Satuan sintaksis yang berfungsi menerangkan waktu dan tempat satuan
sintaksis lainnya pada konstruksi adverbial, jenisnya dapat berupa nomina flektif
atau deklinatif yang mengalami perubahan sesuai pola infleksional dan dapat
pula berupa nomina permanen atau solid yang tidak mengalami perubahan akibat
berbagai fungsi atau peran yang disandangnya (El Dahdah, 1994: 70). Sedangkan
relasi adverbial yang dibentuk oleh konstruksi status atau circumtansial ditandai
oleh ciri gramatikal berupa kasus akusatif pada satuan sintaksis yang berfungsi
menerangkan keadaan satuan sintaksis lainnya.

5.1.7 Relasi Kausatif )‫(عالقة السببية والعلية‬

Relasi kausatif atau dalam bahasa Arab disebut ‘ila>qat al sababiyah wa al


‘illiyyah )‫(عالقة السببية والعلية‬adalah sebuah relasi sintaksis yang
menyatakan hubungan makna dua satuan sintaksis yang salah satu satuannya
menjelaskan sebab atau alasan pada satuan sintaksis lainnya (Ubadah, 2007: 18).
Relasi kausatif dibentuk oleh konstruksi objek kausatif (causal object/patient)
atau disebut maf’u>l li ajlihi )‫(مفعول ألجله‬.

Relasi kausatif ditandai oleh ciri gramatikal berupa kasus akusatif pada
satuan sintaksis yang berfungsi menjelaskan sebab atau alasan pada satuan
sintaksis lainnya. Satuan ini disebut maf’u>l li ajlihi.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 66


5.1.8 Relasi Impresif )‫(عالقة المفعولية‬

Relasi impresif atau dalam bahasa Arab disebut ‘ila>qat al maf’u>liyyah


)‫(عالقة المفعولية‬adalah sebuah relasi sintaksis yang menyatakan hubungan
makna dua satuan sintaksis yang salah satu satuannya menjadi sasaran satuan
sintaksis lainnya (Ubadah, 2007: 18). Relasi impresif dibentuk oleh konstruksi
objek atau disebut maf’u>l bih )‫(مفعول به‬.

Relasi impresif ditandai oleh ciri gramatikal berupa kasus akusatif pada
satuan sintaksis yang berfungsi sebagai sasaran dari satuan sintaksis lainnya.
Satuan sintaksis ini disebut maf’u>l bih (‫)مفعول به‬.

5.2 Contoh Relasi Konstruksi Sintaksis Arab

Berikut beberapa contoh dari konstruksi sintaksis Arab yang memuat


hubungan-hubungan makna sebagaimana tersebut dalam bentuk tabel sebagai
berikut:

Tabel 5.2
Contoh Relasi Konstruksi Sintaksis Arab

Relasi Konstruksi Ciri Gramatikal


No. Contoh
Sintaksis Sintaksis Satuan 1 Satuan 2
Konstruksi
Relasi kasus kasus ‫الرجل‬
1 Referensial ‫صالح‬
Referensial nominatif nominatif
(mubtada-khabar)
Konstruksi sesuai
semua
Deskriptif (na’at- kasus ‫رجل صالح‬
kasus
man’ut) satuan 1
Relasi
2 Konstruksi
Restriktif
Aneksatif semua kasus ‫رجل‬
(mudhaf-mudhaf kasus genetif ‫المدينة‬
ilayh)
konstruksi atraksi sesuai
semua ‫جا أجوك‬
eplikatif kasus ‫محمد‬
Relasi kasus
3 (‘athf bayan) satuan 1
Eksplanatif ‫قرأت‬
konstruksi semua kasus ‫عشرين‬
distingtif kasus akusatif ‫كتابا‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 67


(tamyiz)

konstruksi objek
‫أكرمت‬
absolut jenis
semua kasus ‫األستاذ‬
perbuatan ‫إكراما‬
modus akusatif
(maf’ul muthlaq li ‫عظيما‬
al nau)
konstruksi relasi ‫األم أكثر‬
semua kasus
distingtif ‫الناس‬
kasus akusatif ‫عطفا‬
(tamyiz nisbah)
konstruksi objek
absolut frekuensi
semua kasus ‫سجد علي‬
perbuatan ‫سجدتين‬
modus akusatif
(maf’ul muthlaq li
al ‘adad)
Konstruksi ‫رسول الله‬
sesuai
Relasi Apositif semua ‫األخير‬
4 kasus
Apositif (mubdal minhu- modus ‫محمد أكرم‬
satuan 1 ‫الناس‬
badal)
Konstruksi sesuai ‫جا‬
Relasi semua
5 Konfirmatif kasus ‫الوزير‬
Konfirmatif modus ‫نفسه‬
(taukid) satuan 1
‫البئر‬
semua
Genetif ‫ورا‬
kasus ‫البيت‬
Konstruksi
‫لدي‬
Adverbial ‫المدرس‬
Relasi permanen Genetif
6 ‫علوم‬
Adverbial
‫كثيرة‬
Konstruksi ‫ّى‬‫صل‬
semua
Circumtansial/ akusatif ‫المريض‬
modus ‫جالسا‬
Status
‫أنصح‬
Relasi Konstruksi semua ‫الناس‬
7 akusatif ‫رغبة في‬
Kausatif Kausatif modus
‫الخير‬
‫رأى علي‬
Relasi Konstruksi semua
8 akusatif ‫هالال قبل‬
Impresif Impresif modus ‫الصيام‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 68


BAB 6
Kategori Sintaksis Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas kategori sintaksis Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Kategori kata dan pembagiannya dalam tradisi Arab;
Konsep frasa dan klausa dalam perspektif tradisi Arab; Jenis kategori gramatikal
perpaduan kata Arab; Kategori kalimat dan pembagiannya dalam tradisi Arab.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan kategori sintaksis Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Kategori kata dan pembagiannya dalam tradisi Arab.
2. Konsep frasa dan klausa dalam perspektif tradisi Arab.
3. Jenis kategori gramatikal perpaduan kata Arab.
4. Kategori kalimat dan pembagiannya dalam tradisi Arab.

D. Rangkuman
Kategori sintaksis Arab meliputi kata, paduan kata (konstruksi gabungan
kata), dan kalimat. Dalam tradisi Arab tidak ada pembagian satuan bahasa frasa
dan klausa. Frasa dan klausa keduanya disebut murakkab (paduan atau gabungan
kata). Konsep tentang klausa terdapat pada jenis paduan kata yang disebut
murakkab isnaadiy, yaitu paduan kata yang mengandung unsur predikatif. Jenis
paduan kata selain itu atau dinamakan murakkab ghayr isnaadiy yang banyak
ragamnya dapat digolongkan sebagai frasa.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Deskripsikan kategori kata dan pembagiannya dalam tradisi Arab!
2. Deskripsikan konsep frasa dan klausa dalam perspektif tradisi Arab!
3. Deskripsikan jenis kategori gramatikal perpaduan kata Arab!
4. Deskripsikan kategori kalimat dan pembagiannya dalam tradisi Arab!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 69


Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 70
KATEGORI SINTAKSIS ARAB

6.1 Kategori Kata dan Pembagiannya dalam Tradisi Arab

Satuan gramatikal kata yang menjadi unsur pengisi kalimat dapat


dikelompokkan kategori sintaksisnya sesuai ciri gramatikal dan semantisnya
menjadi ism (nomina), fi’l (verba), dan charf (partikel) (Khayraniy, 2008: 2),
(Ghulayaini, 1986: 9), (Hamlawiy, 2007: 13), (Makarim, 2006: 25). Klasifikasi
kata Arab menjadi ism, fi’l, dan charf sudah berlangsung sejak awal kajian
sintaksis Arab muncul. Terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa
istilah ism (‫)اسم‬, fi’l (‫)فعل‬, dan charf (‫ )حرف‬berasal dari ucapan khalifah Ali bin
Abi Thalib kepada Abu al Aswad Al Dualiy:

‫ والفعل‬،‫ فاالسم ما أنبأ عن مسمى‬.‫الكالم كله اسم وفعل وحرف‬


‫ والحرف ما أنبأ عن معنى ليس باسم‬،‫ماأنبأ عن حركة المسمى‬
‫وال فعل‬

‘Kata pada dasarnya adalah ism, fi’l, dan charf. Ism adalah kata yang
menyatakan suatu benda. Fi’l adalah kata yang menyatakan gerak suatu benda.
Sedangkan charf adalah kata yang menyatakan sesuatu bukan ism dan bukan fi’l’
(Abanah, 2006: 23).

6.1.1 Nomina (‫)اسم‬

Nomina atau disebut ism (‫ )اسم‬dalam bahasa Arab adalah kata yang
mengandung makna dirinya sendiri tidak terkait dengan waktu (Ghulayaini,
1986: 9) atau tidak menjadi bagian dari waktu (Hamlawiy, 2007: 13). Nomina
dapat dimodifikasi dengan artikula ketakrifan: prefiks/ proklitik al (penanda
takrif/definit) dan sufiks/ enklitik –n (penanda tak takrif/indefinit). Nomina
dapat menempati posisi dalam struktur sintaksis tertentu, seperti berada setelah
charf jarr (letter of reduction), setelah charf nida>’ (letter of call) dan sebagai
musnad (information) ataupun musnad ilaih (subject) (Hamlawiy, 2007: 14).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 71


Terdapat kurang lebih 40 jenis nomina dalam bahasa Arab (El Dahdah,
1992: 82). Di antaranya dapat dikelompokkan dari tiga sudut pandang. Dari
sudut pandang derivasi, nomina dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama,
yaitu mu’rab (declined) dan mabniy (permanent). Ism mu’rab adalah nomina
yang dapat mengikuti pola deklinasi. Ism mu’rab dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu munsharif (varied) dan mamnu>’ min al scharf (prohibited from
variation). Ism mabniy adalah nomina yang tidak mengikuti pola deklinasi.

Dari sudut pandang forma, nomina dapat dikelompokkan menjadi enam,


yaitu mujarrad (denuded)-mazi<d (augmented), maqshu>r (shortened ending),
mamdu>d (extended ending), manqu>sh (curtailed ending), shachi<h (sound), dan
syibh al shachi<h (quasi-sound). Ism mujarrad adalah nomina yang hanya terdiri
dari konsonan radikal. Ism mazi<d adalah nomina yang berafiks. Ism maqshu>r
adalah nomina yang diakhiri dengan huruf alif permanen. Ism mamdu>d adalah
nomina yang diakhiri dengan hurf hamzah yang sebelumnya didahului oleh infiks
alif. Ism manqu>sh adalah nomina yang diakhiri dengan huruf ya permanen yang
sebelumnya didahului oleh vokal /i/. Ism Shachi<h adalah nomina yang diakhiri
oleh selain huruf hamzah. Ism Syibh al Shachi<h adalah nomina yang diakhiri oleh
huruf waw atau ya yang sebelumnya didahului oleh sukun (quiescence).

Dari sudut pandang makna, nomina dapat dikelompokkan menjadi enam,


yaitu maushu>f (qualified)-shifah (qualificative), ma’rifah (definite)-nakirah
(indeterminite), mudzakkar (masculine)-mu’annats (feminine), mufrad (singular)-
mustanna (dual)-jam’ (plural), mushaghghar (deminutive), dan mansu>b (relative).
Ism Maushu>f adalah nomina yang menandakan orang, binatang, sesuatu, atau
konsep. Ism Shifah adalah nomina yang menjelaskan keadaan ism maushu>f. Ism
Ma’rifah adalah nomina yang menunjukkan suatu makna terbatas. Ism Nakirah
adalah nomina yang tidak menunjukkan suatu makna terbatas. Ism Mufrad
adalah nomina yang menandakan maknanya satu. Ism Mustanna adalah nomina
yang menandakan maknanya dua. Ism Jam’ adalah yang menandakan maknanya
tiga atau lebih. Ism Mushaghghar adalah nomina yang berinfiks quiescene ya

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 72


setelah konsonan kedua yang menandakan pengecilan, penghinaan, atau
kesayangan. Sedangkan Ism Mansu>b adalah nomina yang diakhiri dengan sufiks
huruf ya geminatif yang sebelumnya didahului oleh vokal /i/ untuk menunjukkan
hubungan sesuatu dengan nomina ini (El Dahdah, 1992: 80).

Tabel 6.1.1
Klasifikasi Nomina Arab

Klasifikasi Nomina Jenis Nomina Contoh

mu’rab (declined) ‫ِع‬ َ ،‫مسْجِد‬


‫بائ‬ َ ،‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
Sudut pandang derivasi
mabniy (permanent) ‫َا‬
‫هم‬ َ ،ْ
ْ‫م‬ ‫ هم‬،‫ْن‬
‫نح‬َ

mujarrad (denuded) ‫َت‬


‫ْح‬ ‫ ف‬،‫ِلم‬ ََ
ْ‫ ع‬،‫لم‬ ‫ق‬
‫ْف‬
،‫َار‬ َ‫ب‬
‫ اسْت‬،‫لة‬
‫ِغ‬ َ‫َا‬
‫مق‬
mazi<d (augmented) ‫ْد‬
‫ِي‬‫ْه‬
‫تم‬َ

maqshu>r (shortened َْ
‫لى‬ ‫ حب‬،‫َا‬
‫َص‬‫ ع‬،‫ْسَى‬
‫مو‬
ending)

Sudut pandang forma mamdu>d ، ‫َا‬


‫ْر‬‫َح‬
‫ ص‬، ‫َا‬‫سَم‬
(extended ending) َْ
‫دا‬ ‫سَو‬

manqu>sh
ٍ‫َا‬
‫ض‬ ‫َاع‬
‫ ر‬،ٍ ٍ‫َا‬
‫ ر‬،‫ض‬ ‫ق‬
(curtailed ending)
shachi<h (sound) ‫َر‬
‫َج‬‫ ح‬،‫ْت‬
‫بي‬َ ،‫َجل‬
‫ر‬
syibh al shachi<h
‫َب‬
‫ْي‬ ‫ ظ‬،‫ْي‬
‫َأ‬‫ ر‬،‫دْلو‬
َ
(quasi-sound)
maushu>f (qualified) ‫َة‬
‫ين‬ِْ
‫مد‬َ ،‫َب‬
‫لع‬ْ‫م‬
َ ، ‫َا‬
‫ِن‬‫ب‬
‫َاس‬
،‫ِع‬ ‫ و‬،‫ِع‬
‫تف‬َْ
‫مر‬
shifah (qualificative) َْ
‫لة‬ ‫َم‬
‫ِي‬ ‫ج‬
،َ
‫ هو‬،‫ِب‬‫َّال‬
‫الط‬
ma’rifah (definite) ‫ْم‬
‫ِي‬ َ
‫براه‬ ِْ
‫إ‬
Sudut pandang makna
nakirah (indeterminite) ٌ
‫يم‬ ‫َر‬
ِْ ‫ ك‬،ٌ
‫ِر‬ َ ،ٌ
‫ماه‬ ‫لب‬ِ‫َا‬
‫ط‬
mudzakkar (masculine) ‫َال‬
‫ِم‬ ّ
‫ ع‬،‫ِس‬
‫در‬َ‫ م‬،‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
،‫ِسَة‬
ّ
‫در‬َ‫ م‬،‫َة‬
‫ِم‬‫َاط‬‫ف‬
mu’annats (feminine) َ ْ
‫بيضا‬ َ

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 73


mufrad (singular) َ ،‫َة‬
‫مسْجِد‬ ‫ِن‬‫ مؤم‬،‫ِم‬‫مسْل‬
،ِ‫َان‬‫َت‬
‫ِن‬‫ْم‬
‫ مؤ‬،‫َان‬‫ِم‬‫مسْل‬
mustanna (dual) َِ‫مسْج‬
‫دان‬ َ
،‫َات‬
‫ِن‬‫ْم‬
‫ مؤ‬،‫ْن‬
‫ِمو‬‫مسْل‬
jam’ (plural) ‫مسَاجِد‬
َ
mushaghghar
‫َي‬
‫ْل‬ ‫َي‬
‫ طف‬،‫ْد‬ ‫َي‬
‫ جن‬،‫ْد‬ ‫عب‬
(deminutive)
‫َم‬
،ّ‫ِي‬ َ ،ّ‫ِي‬
‫هر‬ َْ‫ِس‬
‫الم‬ ‫ا‬
mansu>b (relative) ّ
‫ِية‬ ْ
‫جمهور‬ ْ

6.1.2 Verba (‫)فعل‬

Verba atau disebut fi’l (‫ )فعل‬dalam bahasa Arab adalah kata yang
menunjukkan makna sendiri terkait dengan waktu (Ghulayaini, 1986: 11) atau
menjadi bagian dari waktu tertentu (Hamlawiy, 2007: 13). Fi’l menunjukkan dua
hal sekaligus, yaitu (1) perbuatan atau kejadian dan (2) waktu terkait dengan
perbuatan atau kejadian (El Dahdah, 1993: 427).

Fi’l dapat dikelompokkan dari berbagai segi. Berdasarkan kala/aspek, fi’l


dapat dikelompokkan menjadi ma>dhiy (perfective) dan mudha>ri’ (imperfective).
Fi’l Ma>dhiy adalah verba yang menunjukkan perbuatan atau kejadian yang telah
terjadi saat dikatakan. Sedangkan Fi’l Mudha>ri’ adalah verba yang menunjukkan
perbuatan atau kejadian sedang dan atau akan terjadi saat dikatakan. Untuk
menunjukkan perbuatan atau kejadian sedang dan atau akan terjadi adalah
adanya salah satu partikel yang mengiringi verba, yaitu prefiks partikel terikat
(َ‫)س‬, dan partikel bebas (َ
‫ْف‬ َْ
‫)سَو‬, (‫ن‬ ‫)أ‬, (ْ َ (‫َن‬
‫)لن‬, ‫ِذ‬‫( )إ‬Hamlawiy, 2007: 20).

Berdasarkan jenis huruf radikal, fi’l dapat dikelompokkan menjadi


shachi>ch dan mu’tal. Fi’l Shachi<ch (konsonantal) adalah verba yang tidak terdiri
dari huruf defektif. Huruf defektif adalah huruf yang dapat berperan sebagai
konsonan, vokal maupun diftong. Huruf ini dalam tradisi Arab dinamakan
dengan churu>f ‘illah, yaitu (‫ ي‬،‫ و‬،‫)ا‬. Sedangkan Fi’l Mu’tal (defektif) adalah
verba yang terdiri dari huruf defektif. Fi’l Shachi<ch dapat dikelompokkan
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 74
menjadi tiga, yaitu sa>lim, mahmu>z, dan mudha’af. Fi’l Shachi>ch Sa>lim adalah
verba yang tidak terdiri dari konsonan hamzah ) (. Fi’l Shachi<ch Mahmu>z
adalah verba yang terdiri dari konsonan hamzah ) (. Sedangkan Fi’l Shachi<ch
Mudha’af adalah verba yang terdiri dari konsonan ganda. Fi’l Mu’tal dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu mista>l, ajwaf, na>qish, dan lafi<f. Fi’l Mu’tal
Mista>l adalah verba yang huruf radikal pertamanya adalah huruf defektif. Fi’l
Mu’tal Ajwaf adalah verba yang huruf radikal keduanya adalah konsonan
defektif. Fi’l Mu’tal Na>qish adalah verba yang huruf radikal ketiganya adalah
konsonan defektif. Sedangkan Fi’l Mu’tal Lafi<f adalah verba yang terdiri dari dua
huruf defektif. Bila huruf defektif berdampingan disebut Fi’l Mu’tal Lafi<f
Maqru>n, namun bila huruf defektif tidak berdampingan disebut Fi’l Mu’tal Lafi<f
Mafru>q (Hamlawiy, 2007: 22-24).

Berdasarkan keaslian bentuk dan jumlah konsonannya, fi’l dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu mujarrad (dasar) dan mazi<d (perluasan/ turuanan).
Fi’l Mujarrad adalah verba dasar yang tidak berafiks, sedangkan Fi’l Mazi<d
adalah verba perluasan yang berafiks. Fi’l Mujarrad dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu tsula>stiy dan ruba>’iy. Fi’l Mujarrad Tsula>siy adalah verba
yang terdiri dari hanya tiga konsonanan radikal. Fi’l Mujarrad Ruba>’iy adalah
verba yang terdiri hanya empat konsonan radikal. Fi’l Mazi<d dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tsula>siy dan ruba>iy. Fi’l Mazi<d Tsula>siy
adalah verba berakar tiga konsonan yang berafiks. Fi’l Mazi<d Ruba>’iy adalah
verba berakar empat konsonan yang berafiks (Hamlawiy, 2007: 25).

Berdasarkan makna dalam relasi sintaksis, fi’l dapat dikelompokkan


menjadi ta>m (sempurna) dan na>qish (bantu). Fi’l Ta>m adalah verba mempunyai
makna tersendiri yang terkait dengan pelakunya dengan relasi sempurna.
Sedangkan Fi’l Na>qish adalah verba yang tidak mempunyai makna tersendiri dan
hanya bermakna bila dikaitkan dengan predikat. Fi’l Na>qish dapat digolongkan
sebagai verba bantu (auxilary) (El Dahdah, 1992: 103).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 75


Berdasarkan keberadaan obyeknya, fi’l dapat dikelompokkan menjadi
la>zim (intransitif) dan muta’addiy (transitif). Fi’l La>zim adalah verba yang tidak
membutuhkan obyek untuk menyempurnakan maknanya. Sedangkan Fi’l
Muta’addiy adalah verba yang membutuhkan obyek untuk menyempurnakan
maknanya (El Dahdah, 1992: 103).

Berdasarkan keberadaan subyeknya, fi’l dapat dikelompokkan menjadi


ma’lu>m dan majhu>l. Fi’l Ma’lum adalah verba yang menampakkan subyeknya
dalam klausa atau kalimat. Sedangkan Fi’l Majhu>l adalah verba yang tidak
menampakkan subyeknya dalam klausa atau kalimat (El Dahdah, 1992: 103).

Tabel 6.1.2
Klasifikasi Verba Arab
Klasifikasi Verba Jenis Verba Contoh

ma>dhiy (perfective) َْ
‫نا‬ ‫َر‬
‫َأ‬ ‫ ق‬،ْ
‫َت‬ ََّ
‫لم‬ ‫تع‬ ََ
َ ،َ‫لس‬ ‫ج‬
Berdasarkan kala/aspek
mudha>ri’ (imperfective) ‫ْر‬
‫َأ‬ َ ،‫لم‬
‫نق‬ ََّ
‫َع‬ َ ،‫ِس‬
‫تت‬ ‫ْل‬
‫يج‬َ

Berdasarkan jenis huruf shachi<ch (konsonantal) ََّ


‫لم‬ ‫ ع‬،‫َذ‬ ‫َخ‬ ‫َت‬
‫ أ‬،‫َب‬ ‫ك‬
radikal mu’tal (defektif) ‫َو‬
َ‫ِي‬ ‫ ق‬،‫ سَار‬،‫َد‬
‫َع‬‫و‬
Mujarrad (dasar) ‫َن‬
‫َاو‬ ‫َف‬
‫ع‬،‫َر‬ ‫َت‬
‫ غ‬،‫َح‬ ‫ف‬
Berdasarkan keaslian
bentuk mazi<d ‫ْف‬
،‫َر‬ ‫َغ‬
‫ اسْت‬،‫َح‬
‫َت‬ ْ
‫انف‬
(perluasan/ turunan) ‫َن‬
‫َاو‬ َ
‫تع‬

Berdasarkan jumlah tsula>tsi> (triliteral) ‫ِب‬ ‫َك‬


‫ شَر‬،‫َل‬ ‫َك‬
‫ أ‬،‫ِب‬ ‫ر‬
konsonan ruba>’iy (quardiliteral) ‫َش‬ ‫ و‬،‫َر‬
‫َشْو‬ ‫ْط‬ ‫ْر‬
‫ سَي‬،‫َج‬ َ
‫دخ‬
fi'l ta>m (sempurna) ‫لى‬ََّ
‫ ص‬،‫َد‬ ََ
‫ سَج‬،‫هب‬ ‫ذ‬
Berdasarkan makna
dalam relasi sintaksis fi'l na>qish (bantu) ‫َح‬
‫ْب‬‫َص‬‫ أ‬،‫َار‬ ،‫َان‬
‫َ ص‬ ‫ك‬
la>zim (intransitif) ‫َر‬
‫َاح‬ ‫ اسْت‬،َ
‫نام‬َ ،َ
‫ِح‬‫َر‬
‫ف‬
Berdasarkan keberadaan
obyeknya muta'addiy (transitif) ‫لب‬ََ
‫ ط‬،‫َس‬ ‫ ك‬،‫َع‬
‫َن‬ ‫َط‬
‫ق‬
،‫َر‬
‫َق‬ ‫ اح‬،‫َر‬
‫ْت‬ ‫َك‬
‫ذ‬
ma'lu>m (diatesis aktif) َ
‫َأذن‬
‫اسْت‬
Berdasarkan keberadaan
subyeknya ،‫ِر‬
‫ْتق‬
‫ اح‬،‫ِر‬ ‫ذك‬
majhu>l (diatesis pasif) ‫ْذ‬
‫ِن‬ ‫اسْتؤ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 76


6.1.3 Partikel (‫)حرف‬

Partikel atau disebut charf (‫ )حرف‬dalam bahasa Arab adalah bentuk yang
menunjukkan makna hanya dengan lainnya (Ghulayaini, 1986: 12). Charf dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu charf maba>niy (letter of
contsurction) dan charf ma’a>niy (letter of signification). Charf Maba>niy adalah
partikel yang menyusun sruktur kata. Sedangkan Charf Ma’a>niy adalah partikel
yang menyusun struktur sintaksis. Charf Maba>niy tidak dapat digolongkan
sebagai kata karena hanya berupa unsur yang tidak bermakna.

Charf Ma’a>niy berjumlah kurang lebih 80 dan dapat dikelompokkan


berdasarkan aksi, infleksi, makna, dan konsonan pembentuknya. Berdasarkan aksi
sintaksis, Charf Ma’a>niy dapat dikelompokkan menjadi delapan, yaitu jarr
(reduction), jazm (elision), nashb (opennes), nashb far’iy (partial opennes),
nashkh (auxiliary), nida> (vocative), istitsna>’ (exception), dan‘athf (attraction).
Partikel ini berfungsi sebagai determinator reksi.

Berdasarkan distribusi infleksinya, Charf Ma’aniy dapat dikelompokkan


menjadi tiga, yaitu (1) yang berinfleksi pada nomina, (2) yang berinfleksi pada
verba, (3) yang berinfleksi pada nomina dan verba. Charf Ma’aniy yang
berinfleksi pada nomina adalah jarr berjumlah 19 partikel, nasbh berjumlah: 19
partikel (jarr/ reduction), 10 partikel (churu>f nawa>sikh/ letters of annulment), 8
partikel (churu>f nida>’/ letters of call), 1 partikel (charf istitsna>’/ letter of
exclution). Charf Ma’a>niy yang berinfleksi pada verba adalah jazm berjumlah 6
partikel, nashb berjumlah 4 partikel, nashb far’iy berjumlah 6 partikel.
Sedangkan Charf Ma’a>niy yang berinfleksi pada nomina dan verba adalah ‘athf
berjumlah 9 partikel (El Dahdah, 1992: 17).

Berdasarkan makna sintaksis, Charf Ma’a>niy dapat dikelompokkan


menjadi empat puluh, yaitu ibtida>’ (introduction), istitsna>’ (exclution), istidra>k
(restriction), istifta>ch (inauguration), istifha>m (interrogation), istiqba>l (future),
idhra>b (rectification), amr (imperative), tachdhi<dh (stimulation), tachqi<q
(authenticity), tachyi<r (selection), tarajj (solicitation), tasybi<h (similitude),

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 77


tasyri<f (variability), ta’ajjub (astonishment), ta’ri<f (definition), ta’li<l (causality),
tafsi<r (interpretation), tafshi<l (separation), taqli<l (paucity), taksi<r (profusion),
tamannin (wish), tanbi<h (premonition), tandi<m (regret), tawki<d (confirmation),
jawa>b (answer), rad’ (rejection), ziya>dah (augementation), syarth (condotion),
dzarfiyah (circumstanse), ‘ardh (exposition), ‘athf (attraction), gha>yah (finality),
qasam (oath), mashdariyah (originality), mufa>jaah (surprise), nubdah
(lamentation), nida>’ (call), nafy (negation), dan nahy (interdiction) (El Dahdah,
1992: 7).

Berdasarkan jumlah konsonan pembentuknya, Charf Ma’a>niy dapat


dikelompokkan menjadi, acha>diyah (uniliteral), tsuna>iyah (biliteral), tsula>siyah
(triliteral), ruba>’iyah (quadriliteral), dan khuma>siyah (quinquiliteral). Charf
Ma’a>niy Acha>diyah adalah partikel yang terdiri dari satu konsonan, jumlahnya
13 partikel. Charf Ma’a>niy Tsuna>iyah adalah partikel yang terdiri dari dua
konsonan, jumlahnya 26 partikel. Chaf Ma’a>niy Tsula>siyah adalah partikel yang
terdiri dari tiga konsonan, jumlahnya 25 partikel. Charf Ma’a>niy Ruba>’iyah
adalah partikel yang terdiri dari empat konsonan, jumlahnya 15 partikel. Charf
Ma’aniy Khuma>siyah adalah partikel yang terdiri dari lima konsonan, jumlahnya
1 partikel (El Dahdah, 2001: 21).

Tabel 6.1.3
Klasifikasi Partikel Arab

Klasifikasi Partikel Jenis Partikel Contoh

،‫ّى‬ ‫َت‬
‫ ح‬،‫ ت‬،ِ‫ ب‬،‫إلى‬َ
‫َم‬
،‫َّا‬ ‫ ع‬،َّ َ
‫ رب‬،‫َال‬‫ خ‬،‫َاش‬‫ح‬
jarr (reduction) ،‫ ك‬،ْ‫ِي‬ ‫ ف‬،ْ
‫َن‬ ََ
‫ ع‬،‫لى‬ ‫ع‬
Berdasarkan aksi َ
،‫ مذ‬،‫ لوال‬،‫ ل‬،‫كى‬ َ
sintaksis (determinator ‫ و‬،‫ْذ‬‫ من‬،‫ِن‬‫م‬
reksi)
‫ َلم‬،‫ ل‬،‫ن‬
،ْ ْ‫ إ‬،‫ما‬
َ‫ِذ‬‫إ‬
jazm (elision) َ ،‫َلما‬
‫ال‬
nashb (opennes) ْ ‫ ك‬،‫َن‬
‫ َلن‬،‫َى‬ ‫ أ‬،‫َن‬‫إذ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 78


nashb far’iy ،‫ ف‬،‫َّى‬
‫َت‬ ‫ ح‬،َّ
‫ ثم‬،ْ‫َو‬
‫أ‬
(partial opennes) ‫ و‬،‫ل‬
،ّ
‫ ثم‬،‫بل‬ َ ،‫ أو‬،‫أم‬
‘athf (attraction) َ
‫ و‬،‫ ال‬،‫ِن‬ ‫ لك‬،‫ ف‬،‫ّى‬ ‫َت‬‫ح‬
،َّ
‫َل‬ ‫ َلع‬،‫أن‬
َّ َ
‫ ك‬،‫ن‬ََّ
‫ أ‬،‫إن‬َّ
na>sikh (auxiliary) َ
،‫ ال‬،‫ِن‬ ْ َْ َ
‫ إ‬،‫ ليت‬،‫ِن‬ َّ ‫لك‬
‫ما‬َ ،َ ‫الت‬َ

،ْ‫َي‬
‫ أ‬،ْ‫ آي‬،‫ آ‬، َ
nida> (vocative) ‫يا‬ َ ،‫َا‬ ‫هي‬َ ،‫ وا‬،‫يا‬ ََ‫أ‬

istitsna> (exception) ِّ
‫ال‬‫إ‬

،‫ّى‬‫َت‬ ‫ ح‬،‫ ت‬،ِ‫ ب‬،‫إلى‬ َ


‫َم‬
،‫َّا‬ ‫ ع‬،َّ َ َ
‫ رب‬،‫ خال‬،‫َاش‬ ‫ح‬
،‫ ك‬،ْ‫ِي‬ ‫ ف‬،ْ ‫َن‬‫ ع‬،‫لى‬ ََ‫ع‬
َ
،‫ مذ‬،‫ لوال‬،‫ ل‬،‫كى‬ َ
َّ
،‫إن‬،‫و‬ ،‫ْذ‬ ‫ من‬،‫ِن‬ ‫م‬
berinfleksi pada nomina ََّ
،َّ‫َل‬‫ َلع‬،‫أن‬
َّ َ ‫ ك‬،‫ن‬ ‫أ‬
َ
،‫ ال‬،‫ِن‬ ْ َ
‫ إ‬،‫ْت‬ َ
‫ لي‬،‫ِن‬ َّ ‫لك‬
،ْ‫ آي‬،‫ آ‬، َ ،‫ما‬ َ ،َ َ
‫الت‬
َ َ
،‫ هيا‬،‫ وا‬،‫ أيا‬،‫أي‬ َ َ ْ َ
Berdasarkan distribusi
َِّ
‫ال‬‫ إ‬،‫يا‬ َ
infleksinya

‫ َلم‬،‫ ل‬،‫ن‬
،ْ ْ‫ إ‬،‫ما‬َ‫ِذ‬
‫إ‬
َ َ
،‫ أن‬،‫ إذن‬،‫ ال‬،‫َلما‬
َ
berinfleksi pada verba
،َّ
‫ ثم‬،ْ‫َو‬ ‫ َلن‬،‫َى‬
‫ أ‬،ْ ‫ك‬
،‫ و‬،‫ ل‬،‫ ف‬،‫َّى‬‫َت‬
‫ح‬

berinfleksi pada nomina ،ّ


‫ ثم‬،‫بل‬ َ ،‫ أو‬،‫أم‬
dan verba َ ‫ لك‬،‫ ف‬،‫ّى‬
‫ و‬،‫ ال‬،‫ِن‬ ‫َت‬
‫ح‬
،‫ ل‬،َ ‫ ف‬،‫َّى‬
‫َت‬ ‫ ح‬،ْ
‫بل‬ َ
ibtida>’ (introduction) ‫ و‬،‫لكن‬
،‫َاشَا‬‫ ح‬،‫َّى‬
‫َت‬ ّ‫إ‬
‫ ح‬،‫ال‬
istitsna>’ (exclution) ََ َ ِ
‫ عدا‬،‫ سوى‬،‫ال‬ ََ‫خ‬
Berdasarkan makna istidra>k (restriction), َّ
‫ِن‬ ‫ لك‬،ْ‫ِن‬
‫ لك‬،‫لى‬ََ ‫ ع‬،ْ
‫بل‬ َ
sintaksis
istifta>ch (inauguration) ََ
‫ما‬ ََ
‫ أ‬،‫ال‬‫أ‬
istifha>m (interrogation) ْ
‫هل‬َ ،‫ما‬
َ ،

istiqba>l (future) َ
‫ْف‬‫ سَو‬،‫س‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 79


idhra>b (rectification) ْ
‫ِن‬‫ لك‬،ْ
‫بل‬ ‫َو‬
َ ،ْ ‫أ‬
amr (imperative) ‫ل‬
َْ
،‫ال‬‫ َلو‬،‫أال‬ ََ
َّ ،‫ال‬‫أ‬
tachdhi<dh (stimulation) َّ‫ه‬
‫ال‬ َ ،‫ما‬
َْ‫َلو‬
tachqi<q (authenticity) َْ
‫د‬ ‫ق‬
tachyi<r (selection) ‫َو‬
ْ َِّ
‫ أ‬،‫ما‬ ‫إ‬
tarajj (solicitation) َ
‫ْت‬‫ َلي‬،َّ
‫َل‬‫َلع‬
tasybi<h (similitude) ََّ
‫ن‬ ‫َأ‬‫ ك‬،َ‫ك‬
tasyri<f (variability) ‫ ي‬،‫ ا‬،‫ و‬،‫ ن‬،‫ م‬،‫ت‬
ta’ajjub (astonishment), َ ،‫ل‬
‫ما‬
ta’ri<f (definition) ‫ال‬
،ْ
‫َن‬‫ ع‬،‫لى‬ََ
‫ ع‬،‫َّى‬
‫َت‬‫ ح‬،‫إذ‬
ta’li<l (causality) ْ
‫ِن‬‫م‬،‫ ل‬،ْ‫َي‬‫ ك‬،ْ‫ِي‬
‫ف‬

tafsi<r (interpretation) ْ‫َي‬‫ أ‬،‫ن‬َْ


‫أ‬

‫َو‬
،ْ َِّ
‫ أ‬،‫ما‬ ‫ إ‬،‫ما‬ََّ ‫َم‬
‫ أ‬،ْ ‫أ‬
tafshi<l (separation) َ
،‫ ل‬،‫ ف‬،‫َّت‬‫ ثم‬،َّ
‫ثم‬
‫ و‬،ْ
‫ِن‬‫ م‬،ْ‫ِن‬
‫لك‬

taqli<l (paucity) َْ
‫ و‬،‫د‬ َّ‫ ر‬،َّ
‫ ق‬،‫بت‬ ‫رب‬
taksi<r (profusion) َّ‫ ر‬،َّ
‫بت‬ ‫رب‬
tamannin (wish) ْ
‫هل‬َ ،َ‫ْت‬‫ َلي‬،ْ ‫ َلو‬،َّ‫َل‬‫َلع‬
،‫ ه‬،‫ما‬ ََ‫ أ‬،‫أال‬َّ ،‫ال‬ ََ‫أ‬
tanbi<h (premonition) ‫ها‬ َ
َْ
،‫ال‬ ‫ َلو‬،‫أال‬َّ ،‫ال‬ ََ‫أ‬
tandi<m (regret) ‫ هال‬،‫َلوما‬
ََّ َْ
،‫ ب‬،‫ن‬ ََّ
‫ أ‬،‫ن‬ َْ‫ أ‬،‫ما‬ ََّ
‫أ‬
tawki<d (confirmation) َّ َ
‫ ن‬،‫ ن‬،‫ك‬
،‫َا‬‫ِذ‬‫ إ‬،‫ن‬ َْ‫ِذ‬‫ إ‬،ْ ‫َل‬‫َج‬ ‫أ‬
jawa>b (answer) ،ْ
‫لل‬ََ‫ ج‬،‫لى‬ َ‫ب‬ َ ،ْ‫ِي‬ ‫إ‬
‫َم‬
ْ َ ،‫ال‬
‫نع‬ َ ،‫ ل‬،‫ْر‬ ‫َي‬ ‫ج‬
rad’ (rejection), ََّ
‫ال‬‫ك‬
ِْ
،‫ ت‬،‫ ب‬،‫ن‬ َْ
‫ إ‬،‫ن‬ ‫ أ‬،‫ال‬
ziya>dah (augementation) ‫ و‬،‫ما‬َ ،‫ل‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 80


ِْ
،‫ن‬ ََّ
‫ إ‬،‫ما‬ َْ
‫ أ‬،‫ما‬ ‫ِذ‬
‫إ‬
syarth (condotion) َْ
،‫ما‬ َ َ َ َ
‫ لو‬،‫َلى‬
‫ لو‬،‫ْال‬ ‫ع‬
‫ما‬َ

،‫َا‬‫ِذ‬‫ إ‬،‫ما‬ َْ
‫ِذ‬‫ إ‬،ْ
‫ِذ‬‫إ‬
َ
،‫َلى‬
‫ ع‬،‫َتى‬َّ ‫ ح‬،‫ ب‬،‫َِلى‬‫إ‬
dzarfiyah (circumstanse) ،‫َا‬‫ َلم‬،‫ ل‬،ْ‫ِي‬ ‫ ف‬،ْ
‫َن‬‫ع‬
َ ْ
،‫ ما‬،‫ منذ‬،‫ِن‬ ْ ْ
‫ م‬،‫مذ‬
‫و‬
َْ
،‫ال‬‫ َلو‬،ْ ََ
‫ َلو‬،‫ما‬ ََ
‫ أ‬،‫ال‬‫أ‬
‘ardh (exposition) َْ
‫ما‬ ‫َلو‬
،ّ
‫ ثم‬،‫بل‬َ ،‫ أو‬،‫أم‬
‘athf (attraction) َ ،‫ِن‬
‫ و‬،‫ال‬ ‫ لك‬،‫ ف‬،‫ّى‬‫َت‬
‫ح‬

gha>yah (finality) ْ‫َي‬


‫ ك‬،‫َّى‬
‫َت‬ ‫ ح‬،‫َِلى‬
‫إ‬
qasam (oath) ‫ و‬،‫ ل‬،‫ ت‬،‫ب‬
،ْ‫َي‬ ََّ
‫ ك‬،‫ن‬ َْ
‫ أ‬،‫ن‬ ‫ أ‬،
mashdariyah (originality) َ
‫ ما‬،ْ‫َلو‬

mufa>jaah (surprise) ‫َا‬


‫ِذ‬‫ إ‬،ْ
‫ِذ‬‫إ‬
nubdah (lamentation) ‫َا‬ َ
‫ و‬،‫يا‬
،ْ‫َي‬
‫ أ‬،ْ‫ آي‬،‫ آ‬، َ
nida>’ (call) َ ،‫َا‬
‫يا‬ ‫هي‬َ ،‫ وا‬،‫يا‬ ََ‫أ‬
،‫ما‬ََ
‫ أ‬،‫ال‬َِّ ََّ
‫ إ‬،‫ال‬ ََ
‫ أ‬،‫ال‬ ‫أ‬
nafy (negation) َ َ ْ َ
،‫ لما‬،‫ لم‬،‫ ل‬،‫ِن‬ ْ ‫إ‬
‫ما‬َ ،َ ‫الت‬ ‫َلن‬
َ ،‫ َال‬،ْ

nahy (interdiction) ‫ال‬ ََ


َ ،‫ال‬‫أ‬
،‫ ك‬،‫ ف‬،‫ س‬،‫ ت‬،‫ ب‬،
Berdasarkan jumlah
acha>diyah (uniliteral), ،‫ ا‬،‫ و‬،‫ ه‬،‫ ن‬،‫ م‬،‫ل‬
konsonan pembentuknya
‫ي‬
،‫ أم‬،‫َل‬ ‫ أ‬،ْ ‫ِذ‬
‫ إ‬،‫آ‬
،‫ِي‬‫ إ‬،‫ أي‬،‫ أو‬،‫أن‬
،‫َد‬‫ ق‬،ْ‫ِي‬
‫ ف‬،‫ عن‬،‫بل‬ َ
tsuna>iyah (biliteral) ‫ َلو‬،ْ
،ْ ‫ َلن‬،ْ‫ َلم‬،ْ‫َي‬
‫ك‬
،‫ ن‬،‫ما‬َ ،ْ‫ِن‬‫ م‬،‫ذ‬ ْ‫ م‬،‫َال‬
‫ ي‬،‫َا‬‫ و‬،‫هأ‬ َ ،ْ َ
‫هل‬
،‫َن‬
‫ إذ‬،‫َل‬ ‫َج‬‫ أ‬،ْ‫َي‬
‫أ‬
tsula>siyah (triliteral) َ
،‫ِلى‬ َّ
‫ إ‬،‫ إال‬،‫ أال‬،‫إذا‬
ََ
،‫يا‬ ‫ أ‬،‫ن‬َِّ
‫ إ‬،‫ما‬ ََ
‫أ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 81


،ْ
‫لل‬ََ‫ ج‬،َّ
‫ثم‬ ،‫لى‬َ‫ب‬َ
،َ
‫ْف‬‫ سَو‬،َّ
‫ رب‬،‫ال‬ََ‫خ‬ ،‫ْر‬‫َي‬‫ج‬
َ ،‫لى‬
،‫الت‬ ََ‫ ع‬،َّ
‫عل‬ ،‫َدا‬ ‫ع‬
،‫َم‬
‫نع‬َ ،‫منذ‬ ،َ
‫ْت‬‫َلي‬
‫َا‬‫هي‬َ
َّ
،‫ِأل‬ َّ َ
‫ إ‬،‫ أال‬،‫ِذما‬ ‫إ‬
،‫َّى‬
‫َت‬ ‫ ح‬،‫ما‬َِّ
‫ إ‬،‫ما‬ََّ
‫أ‬
ruba>’iyah (quadriliteral) ،‫َال‬ َّ َ
‫ ك‬،‫أن‬ ‫ ك‬،‫َاش‬ ‫ح‬
‫ َلم‬،ْ
،‫َّا‬ ‫ِن‬‫ لك‬،َّ
‫َل‬‫َلع‬
َّ‫ه‬
‫ال‬ َ ،‫ما‬َ‫ َلو‬،‫ال‬
َْ‫َلو‬
khuma>siyah َّ
‫ِن‬ ‫لك‬
(quinquiliteral)

6.2 Kategori Perpaduan Kata dalam Tradisi Arab (‫)مركب‬

Dalam tradisi Arab tidak dikenal konsep frasa dan klausa sebagai satuan
bahasa mandiri sebagaimana jamak dijelaskan oleh teori-teori linguistik. Satuan
gramatikal paduan kata tetapi tidak dapat disebut frase dan juga klausa karena
mencakup konsep kedua-duanya dalam tradisi Arab dinamakan murakkab
)‫(مركب‬. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, berdasarkan
hubungan unsur pembentuknya, murakkab dapat dikelompokkan tiga, yaitu
murakkab isna>diy )‫(مركب إسنادي‬, murakkab taqyi<diy )‫(مركب تقييدي‬,
dan murakkab ghayru isna>diy wa taqyi<diy )‫(مركب غير إسنادي وتقييدي‬.
Murakkab isnadiy (referential composite) adalah paduan kata yang ditandai
hubungan predikatif. Murakkab isna>diy merupakan paduan kata yang potensial
menjadi kalimat yang disebut jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Murrakab
isna>diy dalam tinjauan linguistik dapat disepadankan dengan satuan gramatikal
klausa dan murakkab selain itu disebut frasa. Murakkab taqyi<diy (dependent
composite) adalah paduan kata yang ditandai hubungan saling terikat secara
fungsional. Murakkab taqyi<diy dapat digolongkan menjadi murakkab idha>fiy
)‫(مركب إضافي‬/ (anaxed composite) dan murakkab na’tiy )‫(مركب نعتي‬/
(descriptive composite). Sedangkan murakkab ghayru isna>diy wa taqyi<diy adalah
paduan kata yang ditandai hubungan atributif atau subordinatif. Murakkab
ghayru isna>diy wa taqyi<diy dapat dikelompokkan menjadi murakkab ja>r majru>r

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 82


)‫مجرور‬ ‫جار‬ ‫(مركب‬/ (preposition composite), murakkab tadhammuniy
)‫(مركب تضمني‬/ (atributive composite), murakkab mazjiy )‫(مركب مجزي‬/
(mixed composite), dan murakkab shawtiy )‫(مركب صوتي‬/ (sound composite)
(Ubadah, 2007: 43-44).

Berdasarkan kategori/kelas kata unsur pembentuknya, murakkab dapat


dibedakan menjadi delapan, yaitu murakkab fi’liy )‫فعلي‬ ‫(مركب‬/ (frasa
verbal), murakkab ismiy )‫(مركب اسمي‬/ (frasa nominal), murakkab washfiy
)‫ (مركب وصفي‬/ (frasa adjektival), murakkab mashdariy )‫(مركب مصدري‬/
(frasa nomina original), murakkab al kha>lifah )‫(مركب الخالفة‬/ (frasa
kontrastif), murakkab al maushu>l )‫الموصول‬ ‫(مركب‬/ (frasa konjungtif),
murakkab dzarfiy )‫ (مركب ظرفي‬/ (frasa adverbial), dan murakkab ja>riy ‫(مركب‬
)‫جاري‬/ (frasa preposisional) (Ubadah, 2007: 44).

Selain itu penggolongan tersebut, menurut Khaerani (2008: 10) murakkab


dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu murakkab isna>diy )‫(مركب إسنادي‬,
murakkab idha>fiy )‫(مركب إضافي‬, murakkab baya>niy )‫(مركب بياني‬,
murakkab ‘athfiy )‫(مركب عطفي‬, murakkab mazjiy )‫(مركب مزجي‬, dan
murakkab ‘adadiy )‫(مركب عددي‬.

Tabel 6.2
Klasifikasi Frasa Perpaduan Kata

Klasifikasi Perpaduan Jenis Perpaduan


Contoh
Kata Arab Kata Arab
murakkab isna>diy ‫َة‬
‫ْف‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ‫َل‬
‫ِيٌّ خ‬ ‫ع‬
)‫(مركب إسنادي‬

murakkab taqyi<diy ‫َّال‬


‫ِب‬ ‫َاب الط‬
‫ِت‬‫ك‬
berdasarkan hubungan )‫(مركب تقييدي‬ ِْ
‫يد‬ ‫َاب ج‬
‫َد‬ ‫ِت‬‫ك‬
unsur pembentuknya
murakkab ghayru isna>diy
wa taqyi<diy ‫َة‬
ِ ‫ْف‬
‫ِيْ الغر‬
‫ف‬
‫(مركب غير إسنادي‬
)‫وتقييدي‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 83


murakkab fi’liy ‫َحِكَ الطفل‬
‫ض‬
)‫(مركب فعلي‬

murakkab ismiy ‫ْت‬


‫َب‬ َ ‫هذا‬
‫مك‬
)‫(مركب اسمي‬
murakkab washfiy ِْ
‫يم‬ ‫َر‬ ‫َال‬
‫ِم ك‬ ‫ع‬
)‫(مركب وصفي‬
Berdasarkan murakkab mashdariy
kategori/kelas kata unsur ‫صالة مسنونة‬
)‫(مركب مصدري‬
pembentuknya murakkab al kha>lifah ََ
‫ْكم الصيام‬
‫لي‬ ‫ع‬
)‫(مركب الخالفة‬
murakkab dzarfiy ‫َصل‬ ْ َ
‫الف‬ ََ
‫مام‬ ‫أ‬
)‫(مركب ظرفي‬
murakkab ja>riy ََ
‫لى المنبر‬ ‫ع‬
)‫(مركب جاري‬
murakkab ‘adadiy َ
‫ثَالثة بيوت‬
)‫(مركب عددي‬

6.3 Kategori Kalimat Arab (‫)الجملة‬

Satuan gramatikal kalimat adalah konstruksi gramatikal yang tersusun


dari paduan kata yang mengungkapkan sebuah gagasan atau pikiran yang utuh
atau dalam bahasa Arab disebut fa>idah )‫( (فائدة‬al Syaykh, 2007: 15).
Menurut Hasan (2009: 12-13), berdasarkan strukturnya kalimat bahasa Arab
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu yang disebut jumlah ismiyah ‫(جملة‬
)‫اسمية‬/ (kalimat nominal), jumlah fi’liyah )‫(جملة فعلية‬/ (kalimat verbal),
jumlah washfiyah )‫وصفية‬ ‫(جملة‬/ (kalimat adjektival), dan jumlah
syarthiyyah )‫ (جملة شرطية‬/ (kalimat kondisional).

Berdasarkan maknanya, kalimat bahasa Arab dapat dibedakan menjadi


dua, yang disebut khabar )‫(خبر‬/ (kalimat deklaratif) dan insya>’ ) ‫ (إنشا‬/
(kalimat imperatif). Menurut Khayraniy (2008: 2), berdasarkan struktur yang
mengawali sebuah kalimat, kalimat Arab dapat dibedakan menjadi ismiyah
)‫(جملة اسمية‬, fi’liyah )‫(جملة فعلية‬, dzarfiyah )‫(جملة ظرفية‬, dan
syarthiyah )‫(جملة شرطية‬. Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi pada
kalimat, kalimat Arab dapat dibedakan menjadi mutsba>t )‫ (جملة مثباتة‬/

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 84


(kalimat afirmatif) dan manfiy )‫(جملة منفية‬/ (kalimat negatif). Menurut
Rajichiy (1999), berdasarkan gayanya, kalimat Arab dapat dibedakan menjadi
delapan, yaitu jumlah al istitsna>’ ) ‫(جملة االستثنا‬/ (kalimat eksklusif),
jumlah al nida>’ ) ‫(جملة الندا‬/ (kalimat interjektif panggilan), jumlah al amr
wa al nahy wa al ‘aradh )‫(جملة األمر والنهي والعرض‬/ (kalimat
imperatif), jumlah al istifha>m )‫(جملة االستفهام‬/ (kalimat interogatif),
jumlah al ta’ajjub )‫(جملة التعجب‬/ (kalimat eksklamatif), jumlah al madch
wa al dzam )‫(جملة المدح والذم‬/ (kalimat pujian dan cacian), jumlah al
syarth )‫( (جملة الشرط‬kalimat kondisional), dan jumlah al qasm ‫(جملة‬
)‫القسم‬/ (kalimat sumpah).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 85


BAB 7

Fungsi Sintaksis Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas fungsi sintaksis Arab. Pokok-pokok pembahasannya
meliputi: Pengertian fungsi sintaksis Arab; Fungsi sintaksis utama dalam tradisi
Arab; Perbedaan konsep fungsi sintaksis dan peran semantis dalam perspektif
tradisi Arab.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan fungsi sintaksis Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Pengertian fungsi sintaksis Arab.
2. Fungsi sintaksis utama dalam tradisi Arab.
3. Perbedaan konsep fungsi sintaksis dan peran semantis dalam perspektif
tradisi Arab.

D. Rangkuman
Fungsi sintaksis Arab utama terbagi menjadi 3, yaitu musnad, musnad
ilayh, dan fadhlah. Musnad dapat disepadankan dengan fungsi predikat, musnad
ilayh dapat disepadankan dengan subyek, dan fadhlah dapat disepadankan dengan
komplemen. Musnad dan musnad ilayh disebut ‘umdah (pillar of sentence).
Fungsi obyek dalam tradisi Arab masuk dalam klasifikasi komplemen. Terdapat
beragam hubungan fungsional yang ditandai dengan penanda gramatikal atau
desinen. Desinen tersebut menandai setiap peran semantis yang ada dalam klausa
atau kalimat. Sehingga terdapat fungsi sintaksis subordinat yang melekat pada
setiap peran semantis.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Mendeskripsikan pengertian fungsi sintaksis Arab.
2. Menguraikan fungsi sintaksis utama dalam tradisi Arab.
3. Menjelaskan perbedaan konsep fungsi sintaksis dan peran semantis dalam
perspektif tradisi Arab.
4. Menguraikan fungsi sintaksis subordinat dalam klausa/kalimat Arab

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 86


Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 87
FUNGSI SINTAKSIS ARAB

7.1 Pengertian Fungsi Sintaksis


Fungsi (function) dalam istilah linguistik adalah hubungan antara satuan-
satuan dengan unsur-unsur gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret
satuan-satuan. Fungsi juga berarti peran unsur dalam suatu ujaran dan
hubungannya secara struktural dengan unsur lain. Adapun fungsi sintaksis adalah
peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas (misal: nomina
berfungsi sebagai subyek atau obyek dalam kalimat) (Kridalaksana, 2008: 67).
Fungsi sintaksis ibarat kotak-kotak atau tempat-tempat dalam strukur sintaksis
yang kedalamnya akan diisikan kategori-kategori tertentu (Chaer, 2009: 20) dan
peran-peran tertentu (Verhaar, 1996: 73). Kategori merupakan pengisi dalam
sudut pandang bentuk, sedangkan peran merupakan pengisi dalam sudut pandang
makna (Verhaar, 1996: 73). Dalam bahasa Arab, fungsi dinamakan (‫)وظيفة‬,
yaitu peran yang dijalankan oleh suatu unsur bahasa hubungannya dengan unsur-
unsur bahasa yang lainnya, misalnya peran sebuah kata dalam sebuah kalimat
dalam hubungan fungsionalnya dengan semua kata-kata yang terhimpun dalam
kalimat tersebut (Baalbaki, 1990: 203).
Pada umumnya, terdapat beberapa fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat,
yaitu fungsi predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan (Alwi, 2003:
326). Predikat atau dalam bahasa Inggris disebut predicate dan dalam bahasa
Arab disebut musnad )‫ (مسند‬adalah fungsi gramatikal yang harus ada pada
kalimat atau klausa beserta fungsi lainnya yang disebut subjek (Crystal, 2008:
381). Predikat menyatakan atau menegaskan sesuatu tentang subyek (Richard,
2007: 524) atau yang menandai apa yang dinyatakan pembicara tentang subyek
(Kridalaksana, 2002: 50). Predikat merupakan unsur klausa yang selalu ada dan
merupakan pusat klausa (Ramlan, 2005: 95) yang disertai konstituen subjek dan
jika ada konstituen objek, pelengkap, dan atau keterangan wajib (Alwi, 2003:
326). Predikat kalimat biasanya berupa kategori verba atau frasa verbal,

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 88


adjektiva atau frasa adjektiva, frasa nominal, frasa numeral, atau frasa
preposisional (Sukini, 2010: 59). Predikat biasanya menyatakan makna
perbuatan, keadaan, keberadaan, pengenal, jumlah, pemerolehan (Ramlan, 2005:
95-100).
Subjek atau dalam bahasa Inggris disebut subject dan dalam bahasa Arab
disebut musnad ilayh )‫ (مسند إليه‬adalah fungsi gramatikal yang harus ada
pada kalimat atau klausa yang dihubungkan dengan pelaku perbuatan (Crystal,
2008: 461). Subjek bagian klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan
oleh pembicara (Kridalaksana, 2002: 50). Terkait dengan predikat, subjek
merupakan sandaran terhadap sesuatu yang dinyatakan atau ditegaskan (oleh
predikat) dalam kalimat (Richard, 2007: 659). Subjek merupakan fungsi sintaksis
terpenting setelah predikat. Pada umumnya subjek berupa kategori nomina, frasa
nominal, atau klausa (Alwi, 2003: 327). Subjek biasanya menyatakan makna
pelaku, alat, sebab, penderita, hasil, tempat, penerima, pengalam, dikenal,
terjumlah (Ramlan, 2005: 101-107).
Objek atau dalam bahasa Inggris disebut object dan dalam bahasa Arab
disebut maf’u>l bih )‫ (مفعول به‬adalah fungsi gramatikal yang ada pada
kalimat atau klausa yang dihubungkan dengan penerima atau tujuan perbuatan
(Crystal, 2008: 336). Objek adalah fungsi sintaksis yang dikenai tindakan oleh
(predikat) berkategori verba (Richard, 2007: 467). Objek merupakan konstituen
kalimat yang kehadirannya dituntun oleh predikat yang berupa verba transitif
pada kalimat aktif. Oleh karena itu objek dapat disebut sebagai bagian dari verba
yang menjadi predikat (Chaer, 2009: 21). Objek biasanya berupa kategori nomina
atau frasa nominal (Alwi, 2003: 328). Objek biasanya menyatakan makna
penderita, penerima, tempat, alat, hasil (Ramlan, 2005: 108-111). Berdasarkan
keterkaitannya dengan predikat, objek dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
objek afektif dan objek efektif (Kridalaksana, 2002: 52). Objek afektif adalah
objek yang bukan merupakan hasil perbuatan predikat seperti kata komik pada
konstruksi nenek membaca komik atau bola pada konstruksi Rudi menendang
bola. Sebaliknnya, objek efektif adalah objek yang merupakan hasil perbuatan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 89


predikat seperti kata nasi pada konstruksi Ibu menanak nasi atau kata surat pada
konstruksi Nenek menulis surat (Chaer, 2009: 22).
Komplemen atau pelengkap atau dalam bahasa Inggris disebut
complement dan dalam bahasa Arab disebut takmilah )‫(تكملة‬atau fadhlah
)‫ (فضلة‬adalah bagian dari predikat verbal yang menjadikan predikat itu
menjadi lengkap. Keberadaan komplemen bukan ditentukan oleh faktor
ketransitifan verba yang menjadi predikat, melainkan oleh faktor keharusan
untuk melengkapi predikat (Chaer, 2009: 23) sebagaimana contoh berikut:
(34) Suaminya menjadi polisi.
S P komp.
(35) Botol itu berisi minyak.
S P komp.
Pelengkap hampir sama kedudukannya dengan objek. Perbedaan objek dan
pelengkap di antaranya adalah objek dapat menjadi subjek akibat pemasifan
kalimat sedangkan pelengkap tidak; objek dapat diganti dengan pronomina -nya
sedangkan pelengkap tidak (Alwi, 2003: 329). Pelengkap biasanya kategori
nomina, frase nominal, adjektiva, frase adjektiva (Kridalaksana, 2002: 53).
Pelengkap biasanya menyatakan makna penderita dan alat (Ramlan, 2005: 113-
114).
Keterangan atau dalam bahasa Inggris disebut adjunct atau dalam bahasa
Arab disebut mustalchaq )‫ (مستلحق‬merupakan fungsi sintaksis yang paling
beragam dan paling mudah berpindah tempatnya. Keterangan umumnya
berkategori frasa nomina, frasa preposisional, atau frasa adverbial (Alwi, 2003:
330) yang dipakai untuk meluaskan atau membatasi makna subyek atau predikat
dalam klausa (Kridalaksana, 2008: 120).
Menurut Kridalaksana, keterangan merupakan bagian fungsi sintaksis
yang berada di luar bagian inti, yang berfungsi untuk meluaskan atau membatasi
makna subjek atau predikat (Kridalaksana, 2002: 55). Menurutnya, fungsi
keterangan dapat dikelompokkan menjadi 17, yaitu keterangan akibat,
keterangan alasan, keterangan alat, keterangan asal, keterangan kualitas,
keterangan kuantitas, keterangan modalitas, keterangan perlawanan, keterangan
peserta, keterangan perwatasan, keterangan objek, keterangan sebab, keterangan
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 90
subjek, keterangan syarat, keterangan tempat, keterangan tujuan, dan keterangan
waktu (Kridalaksana, 2002: 55-58).

7.2 Fungsi Sintaksis Utama dan Turunan dalam Tradisi Arab


Fungsi sintaksis Arab utama terbagi menjadi 3, yaitu musnad, musnad
ilayh, dan fadhlah. Musnad dapat disepadankan dengan fungsi predikat, musnad
ilayh dapat disepadankan dengan subyek, dan fadhlah dapat disepadankan dengan
komplemen. Musnad dan musnad ilayh disebut ‘umdah (pillar of sentence).
Fungsi obyek dalam tradisi Arab masuk dalam klasifikasi komplemen. Terdapat
beragam hubungan fungsional yang ditandai dengan penanda gramatikal atau
desinen. Desinen tersebut menandai setiap peran semantis yang ada dalam klausa
atau kalimat. Sehingga terdapat fungsi sintaksis subordinat yang melekat pada
setiap peran semantis.
Fungsi sintaksis dalam kalimat bahasa Arab diisi oleh beberapa subfungsi
atau fungsi sintaksis turunanan yang dapat disepadankan dengan peran semantis.
Fungsi sintaksis musnad ilayh diisi oleh peran semantis yang disebut mubtada
)‫(مبتدأ‬/ (topic), fa>’il )‫ (فاعل‬/ (agent), na>ib al fa>’il )‫(نائب الفاعل‬/ (pro-
agent), ism ka>na al na>qishah wa akhwatuha> )‫(اسم كان‬/ (noun of to be), ism
ّ‫ (اسم إ‬/ (noun of indeed), ism la> al na>fiyah li al jins
inna wa akhwatuha> )‫ن‬
)‫(اسم ال النافية للجنس‬/ (noun of ‘no’ generic negation), ism al achruf
allatiy ta’mal ‘amal laysa. Fungsi sintaksis musnad diisi oleh peran semantis
yang disebut khabar al mubtada’ )‫(خبر‬/ (comment), al fi’l )‫(فعل‬/ (verba), ism
al fi’l )‫ (اسم فعل‬/ (nomen actionis), khabar ka>na al na>qishah )‫(خبركان‬/
ّ‫(خبر إ‬/ (comment of
(comment of to be), khabar inna wa akhwatuha> )‫ن‬
‘indeed’), khabar ism al achruf allatiy ta’mal ‘amal laysa (Khayraniy, 2008: 11).
Fungsi sintaksis fadhlah diisi oleh peran semantis tamyi<z )‫(تمييز‬/
(specivicative), cha>l )‫(حال‬/ (circumtantial), al maf’u>l liajlih )‫(مفعول ألجله‬/
(causal patient), al maf’u>l muthlaq )‫(المفعول المطلق‬/ (absolute patient), al

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 91


maf’u>l ma’ah )‫(المفعول معه‬/ (concomitant patient) dan ‘umdah )‫(عمدة‬/
(klausa terikat) (Wahab, 1984: 274).

7.3 Konsep Fungsi Sintaksis dan Peran Semantis dalam Tradisi Arab.
Peran semantis (semantic role) dinamakan juga peran peserta (participant
role), peran fungsional (functional role), peran tematis (thematic role, theta) atau
disebut dalam bahasa Arab (‫ )دور المشارك‬adalah istilah umum yang dipakai
dalam sintaksis dan semantis. Pada dasarnya peran semantis merupakan peran
bagian-bagian dari apa yang dilakukan atau dituju oleh pembicara atau mitra
bicara dalam kegiatan komunikasi bahasa (Baalbaki, 1990: 361). Peran semantis
merupakan hubungan antara predikator dengan sebuah nomina dalam proposisi
(Kridalaksana, 2009: 187). Proposisi (proposition) atau disebut juga (‫)القضية‬
dalam bahasa Arab adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi
dari pembicara; terjadi dari predikator yang berkaitan dengan satu argumen atau
lebih (Kridalaksana, 2009: 201). Predikator (predicator) atau dalam bahasa Arab
disebut (‫ )اإلسنادية‬adalah bagian dari proposisi yang menunjukkan perbuatan,
sifat, keanggotaan, kejadian, dsb. dari argumen. Dalam struktur lahir predikator
terungkap sebagai verba, adjektiva, adverbia (Kridalaksana, 2009: 199). Argumen
(argument) atau dinamakan (‫ )الحجة‬dalam bahasa Arab adalah nomina atau
frase nominal yang bersama-sama predikator membentuk proposisi
(Kridalaksana, 2009: 19). Tidak ada sebuah persepakatan umum tentang jumlah
peran peserta yang tersedia bagi pembicara pada beberapa bahasa (Crystal, 2008:
428).

Terdapat beberapa peran semantis menurut Alwi (2003: 334-335), yaitu


pelaku (agent), sasaran (patient), pengalam (experiencer), peruntung
(beneficiary), dan atribut. Pelaku adalah argumen atau peserta yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verba. Peserta umumnya manusia,
binatang, atau benda yang pontensial dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran
pelaku merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 92


kalimat pasif. Sasaran adalah argumen atau peserta yang dikenai perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat verba. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau
pelengkap. Pengalam adalah argumen atau peserta yang mengalami keadaan atau
peristiwa yang dinyatakan oleh predikat verba. Peran pengalam merupakan peran
unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih
menyatakan keadaan (sakit, kehujanan, meletus). Peruntung adalah argumen atau
peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa, atau
perbuatan yang dinyatakan predikat. Peran peruntung biasanya berfungsi sebagai
objek, atau pelengkap, atau sebagai subjek verba bermakna menerima atau
mempunyai. Atribut adalah predikator nomina, atau predikat nomina pada
kalimat nominal (Alwi, 2003: 334-335).

Menurut Kridalaksana, peran semantis meliputi penanggap, pelaku,


pokok, ciri, sasaran, hasil, pengguna, ukuran, alat, tempat, sumber, jangkauan,
penyerta, waktu, asal. Penanggap adalah peran yang bersangkutan dengan benda
bernyawa yang bereaksi terhadap lingkungannya atau yang mengalami. Pelaku
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mendorong suatu proses atau
yang bertindak. Pokok adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang
diterangkan oleh benda lain. Ciri adalah peran yang bersangkutan dengan benda
yang menerangkan benda lain. Sasaran adalah peran yang berhubungan dengan
benda yang membatasi perbuatan dan tindakan. Hasil adalah peran yang
bersangkutan dengan benda yang menjadi hasil tindakan predikator. Pengguna
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mendapat keuntungan dari
predikator. Ukuran adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang
mengungkapkan banyaknya atau ukuran benda lain. Alat adalah peran yang
bersangkutan dengan benda tak bernyawa yang dipakai oleh pelaku untuk
menyelesaikan suatu perbuatan atau mendorong suatu proses, atau yang
menimbulkan kondisi untuk terjadinya sesuatu. Tempat adalah peran yang
bersangkutan dengan benda dimana, ke mana, atau dari mana predikator atau
perbuatan terjadi. Sumber adalah peran yang bersangkutan dengan memiliki atau
benda pemilik semula dalam tukar-menukar. Jangkauan adalah peran yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 93


bersangkutan dengan benda yang menjadi ruang lingkup predikator. Penyerta
adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti pelaku. Waktu
adalah peran yang bersangkutan dengan waktu terjadinya predikator. Asal adalah
peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya benda (Kridalaksana, 2002:
62-66).
Menurut Crystal ada beberapa peran semantis seperti agent, patient,
instrument, experiencer, beneficiary, locative, goal, source. Agent adalah
argumen yang berperan sebagai pelaku predikator. Patient adalah argumen yang
berperan sebagai sasaran perbuatan predikator. Instrument adalah argumen yang
berperan sebagai sesuatu yang digunakan untuk perbuatan predikator atau
sesuatu yang membuat perbuatan predikator terlaksana. Experiencer adalah
argumen yang berperan sebagai sesuatu yang disadari sebagai akibat perbuatan
predikator namun diluar kendali. Beneficiary adalah argumen yang berperan
sebagai yang mendapat manfaat atau keuntungan dari predikator. Locative
adalah argumen yang berperan sebagai lokasi perbuatan predikator. Goal adalah
argumen yang berperan sebagai tujuan perbuatan predikator. Source adalah
argumen yang berperan sebagai hasil dari perbuatan predikator (Crystal, 2008:
428).
Dalam tradisi Arab tidak terdapat pembahasan secara khusus mengenai
peran semantis. Peran semantis dalam bahasa Arab tampak sebagai fungsi
sintaksis turunan atau subordinat dari fungsi sintaksis utama, yaitu musnad,
musnad ilayh, dan fadhlah. Setiap hubungan maknawi dalam struktur sintaksis
ditandai dengan penanda gramatikal atau i’ra>b, seperti fungsi sintaksis musnad
ilayh mencakup di dalamnya fungsi sintaksis turunan yang memuat peran
semantis tertentu, yaitu
1. mubtada )‫(مبتدأ‬/ (topic) yang ditandai sebagai kasus nominatif (‫)رفع‬
dapat disejajarkan dengan peran semantik pokok, yaitu peran yang
bersangkutan dengan benda yang diterangkan oleh benda lain. Mubtada’
juga dapat disepadankan dengan peran pragmatis topik, tema, dan fokus.
Topik adalah pokok pembicaraan, hal yang dianggap diketahui

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 94


pendengar/pembaca. Tema adalah bagian dari ujaran yang memberi
informasi tentang apa yang diujarkan. Fokus adalah bagian ujaran yang
mengandung informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain disebut latar.
2. fa>’il )‫ (فاعل‬/ (agent) yang ditandai sebagai kasus nominatif (‫)رفع‬
dapat disejajarkan dengan peran semantis pelaku yaitu argumen atau
peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verba.
Peserta umumnya manusia, binatang, atau benda yang pontensial dapat
berfungsi sebagai pelaku;
3. na>ib al fa>’il )‫(نائب الفاعل‬/ (pro-agent) yang ditandai sebagai kasus
nominatif (‫ )رفع‬dapat disejajarkan dengan peran semantis sasaran yaitu
argumen atau peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat verba;
4. ism ka>na al na>qishah wa akhwatuha> )‫(اسم كان‬/ (noun of to be/ copula)
yang ditandai sebagai kasus nominatif (‫ )رفع‬dapat disejajarkan dengan
peran semantis pokok, yaitu peran yang bersangkutan dengan benda yang
diterangkan oleh benda lain. ism ka>na al na>qishah wa akhwatuha> juga
dapat disepadankan dengan peran pragmatis topik, tema, dan fokus.
Topik adalah pokok pembicaraan, hal yang dianggap diketahui
pendengar/pembaca. Tema adalah bagian dari ujaran yang memberi
informasi tentang apa yang diujarkan. Fokus adalah bagian ujaran yang
mengandung informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain disebut latar. Selain itu
ism ka>na al na>qishah wa akhwatuha> dapat disepadankan dengan peran
semantis asal, yaitu peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya
benda;
ّ‫ (اسم إ‬/ (noun of indeed/ confirmative
5. ism inna wa akhwatuha> )‫ن‬
particle, conjunctive adverb) yang ditandai sebagai kasus akusatif (‫)نصب‬,
dapat disejajarkan dengan peran semantis pokok, yaitu peran yang
bersangkutan dengan benda yang diterangkan oleh benda lain. ism inna

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 95


wa akhwatuha> juga dapat disepadankan dengan peran pragmatis topik,
tema, dan fokus. Topik adalah pokok pembicaraan, hal yang dianggap
diketahui pendengar/pembaca. Tema adalah bagian dari ujaran yang
memberi informasi tentang apa yang diujarkan. Fokus adalah bagian
ujaran yang mengandung informasi tentang aspek paling penting yang
dibicarakan dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain disebut latar;
6. ism la> al na>fiyah li al jins )‫(اسم ال النافية للجنس‬/ (noun of ‘no’
generic negation) yang ditandai sebagai kasus akusatif (‫)نصب‬, dapat
disejajarkan dengan peran semantis pokok, yaitu peran yang bersangkutan
dengan benda yang diterangkan oleh benda lain. ism la> al na>fiyah li al jins
juga dapat disepadankan dengan peran pragmatis topik, tema, dan fokus.
Topik adalah pokok pembicaraan, hal yang dianggap diketahui
pendengar/pembaca. Tema adalah bagian dari ujaran yang memberi
informasi tentang apa yang diujarkan. Fokus adalah bagian ujaran yang
mengandung informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain disebut latar;
7. ism al achruf allatiy ta’mal ‘amal laysa (‫)اسم األحرف المشبه بليس‬/
(noun of letter similar to ‘not to be’/ negation copula) yang ditandai kasus
nominatif (‫)رفع‬, dapat disejajarkan dengan peran semantis pokok, yaitu
peran yang bersangkutan dengan benda yang diterangkan oleh benda lain.
ism al achruf allatiy ta’mal ‘amal laysa juga dapat disepadankan dengan
peran pragmatis topik, tema, dan fokus. Topik adalah pokok pembicaraan,
hal yang dianggap diketahui pendengar/pembaca. Tema adalah bagian
dari ujaran yang memberi informasi tentang apa yang diujarkan. Fokus
adalah bagian ujaran yang mengandung informasi tentang aspek paling
penting yang dibicarakan dalam ujaran itu sedangkan bagian-bagian lain
disebut latar
Fungsi sintaksis musnad mencakup fungsi sitaksis turunan yang memuat
peran semantis tertentu, yaitu :

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 96


1. khabar al mubtada’ )‫(خبر‬/ (comment) yang ditandai kasus nominatif
(‫)رفع‬, dapat disejajarkan dengan peran semantis ciri, yaitu peran yang
bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain. Selain itu
khabar al mubtada’ dapat disejajarkan dengan peran semantis atribut,
yaitu peran utama predikat nominal pada kalimat yang predikatnya
nomina. khabar al mubtada’ juga dapat disepadankan dengan peran
pragmatis komen, rema, dan latar. Komen memberikan penjelasan
terhadap pokok. Komen adalah ihwal yang merupakan penjelasan tentang
topik. Rema memberi informasi tentang apa yang dikatakan tentang
tema. Latar adalah bagian-bagian lain yang menjelaskan informasi
tentang aspek paling penting yang dibicarakan dalam ujaran;
2. al fi’l )‫(فعل‬/ (verba), merupakan poros dari peran semantis sebagai
predikator.
3. ism al fi’l )‫ (اسم فعل‬/ (nomen actionis), merupakan poros dari peran
semantis sebagai predikator.
4. khabar ka>na al na>qishah )‫(خبركان‬/ (comment of to be/ copula), yang
ditandai kasus nominatif (‫)رفع‬, dapat disejajarkan dengan peran semantis
ciri, yaitu peran yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan
benda lain. Selain itu khabar ka>na al na>qishah dapat disejajarkan dengan
peran semantis atribut, yaitu peran utama predikat nominal pada kalimat
yang predikatnya nomina. khabar ka>na al na>qishah juga dapat
disepadankan dengan peran pragmatis komen, rema, dan latar. Komen
memberikan penjelasan terhadap pokok. Komen adalah ihwal yang
merupakan penjelasan tentang topik. Rema memberi informasi tentang
apa yang dikatakan tentang tema. Latar adalah bagian-bagian lain yang
menjelaskan informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran;
ّ‫إ‬
5. khabar inna wa akhwatuha> )‫ن‬ ‫(خبر‬/ (comment of ‘indeed’/
confirmative particle, conjunctive adverb), yang ditandai kasus akusatif
(‫)نصب‬, dapat disejajarkan dengan peran semantis ciri, yaitu peran yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 97


bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain. Selain itu
khabar inna wa akhwa>tuha> dapat disejajarkan dengan peran semantis
atribut, yaitu peran utama predikat nominal pada kalimat yang
predikatnya nomina. khabar inna wa akhwatuha> juga dapat disepadankan
dengan peran pragmatis komen, rema, dan latar. Komen memberikan
penjelasan terhadap pokok. Komen adalah ihwal yang merupakan
penjelasan tentang topik. Rema memberi informasi tentang apa yang
dikatakan tentang tema. Latar adalah bagian-bagian lain yang
menjelaskan informasi tentang aspek paling penting yang dibicarakan
dalam ujaran;
6. khabar ism al achruf allatiy ta’mal ‘amal laysa ( ‫خبر األحرف المشبه‬
‫)بليس‬/ (comment of letter similar to ‘not to be’/ negation copula) yang
ditandai kasus akusatif (‫)نصب‬, dapat disejajarkan dengan peran semantis
ciri, yaitu peran yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan
benda lain. Selain itu khabar ism al achruf allaty ta’mal ‘amal laysa dapat
disejajarkan dengan peran semantis atribut, yaitu peran utama predikat
nominal pada kalimat yang predikatnya nomina. khabar ism al achruf
allatiy ta’mal ‘amal laysa juga dapat disepadankan dengan peran
pragmatis komen, rema, dan latar. Komen memberikan penjelasan
terhadap pokok. Komen adalah ihwal yang merupakan penjelasan tentang
topik. Rema memberi informasi tentang apa yang dikatakan tentang
tema. Latar adalah bagian-bagian lain yang menjelaskan informasi
tentang aspek paling penting yang dibicarakan dalam ujaran;
Fungsi sintaksis fadhlah mencakup fungsi sintaksis turunan yang diisi oleh
peran semantis:
1. tamyi<z )‫(تمييز‬/ (specivicative/ distinctive) yang ditandai kasus
akusatif (‫ )نصب‬dapat disejajarkan dengan peran semantis ciri, yaitu peran
yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain. khabar
ism al achruf allatiy ta’mal ‘amal laysa juga dapat disepadankan dengan
peran pragmatis komen, rema, dan latar. Komen memberikan penjelasan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 98


terhadap pokok. Komen adalah ihwal yang merupakan penjelasan tentang
topik. Rema memberi informasi tentang apa yang dikatakan tentang
tema. Latar adalah bagian-bagian lain yang menjelaskan informasi
tentang aspek paling penting yang dibicarakan dalam ujaran;
2. cha>l )‫(حال‬/ (circumtantial/ adverbia keadaan) yang ditandai kasus
akusatif (‫ )نصب‬dapat disejajarkan dengan peran semantis pengalam
(experiencer), yaitu peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang
dinyatakan predikat. Selain itu chal juga memiliki peran semantis
keterangan keadaan atau kecaraan, yaitu argumen yang menerangkan
bagaimana caranya suatu perbuatan predikator dilakukan;
3. al maf’u>l liajlih )‫(مفعول ألجله‬/ (causal patient) yang ditandai kasus
akusatif (‫ )نصب‬dapat disejajarkan dengan peran semantis tujuan (goal),
yaitu argumen yang berperan sebagai tujuan perbuatan predikator;
4. al maf’u>l muthlaq )‫(المفعول المطلق‬/ (absolute patient/ adverbia
kuantitatif) yang ditandai dengan kasus akusatif (‫ )نصب‬dapat disejajarkan
dengan peran semantis keterangan kuantitatif, yaitu argumen yang
menerangkan kuantitas perbuatan predikator;
5. al maf’u>l ma’ah )‫(المفعول معه‬/ (concomitant patient) yang ditandai
dengan kasus akusatif (‫ )نصب‬dapat disejajarkan dengan peran semantis
penyerta, yaitu peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti
pelaku.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 99


BAB 8
Jenis dan Pola Kalimat Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas jenis dan pola kalimat Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Jenis kalimat dalam bahasa Arab; Macam-macam pola
pada beberapa jenis kalimat bahasa Arab; Bentuk perluasan kalimat Arab

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan jenis dan pola kalimat bahasa Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Jenis kalimat dalam bahasa Arab.
2. Macam-macam pola pada beberapa jenis kalimat bahasa Arab.
3. Bentuk perluasan kalimat Arab

D. Rangkuman
Dalam tradisi Arab awal dikenal secara luas dua jenis kalimat utama,
yaitu jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Klasifikasi ini didasarkan pada
kategori kata dalam struktur konstituen kalimat yang mengawali kalimat
tersebut. Bila kalimat diawali dengan kategori nomina dinamakan jumlah
ismiyah atau kalimat nominal, sedangkan bila diawali kategori verba disebut
jumlah fi’liyah atau kalimat verbal. Kedua istilah tersebut, yakni kalimat
nominal dan verbal sangat berbeda konsepnya dengan istilah linguistik pada
umumnya, dimana klasifikasi kalimat nominal dan verbal berdasarkan kategori
kata yang menempati fungsi predikat kalimat. Kemudian berkembang klasifikasi
lain, seperti jumlah dzarfiyah, yaitu kalimat yang diawali partikel preposisi;
jumlah syarthiyah, yaitu kalimat yang diawali partikel kondisional. Dalam
beberapa jenis kalimat tersebut memungkinkan adanya pola-pola tertentu.
Berdasarkan pola pola yang ada dalam kedua jenis kalimat tersebut, kalimat
dalam bahasa Arab kemudian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis
seperti, jumlah ikhbariyah-insyaiyah, jumlah kubra-sughra, jumlah mu’rabah-
ghayr mu’rabah, chamliyah-syarthiyah, thalabiyah-ifshachiyah, mufradah-
murakkabah. Dari beberapa pola tersebut masih dapat dikelompokkan sub-
subnya.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 100


E. Pertanyaan/Diskusi
1. Uraikan beberapa jenis kalimat dalam bahasa Arab!
2. Uraikan beberapa macam pola pada beberapa jenis kalimat bahasa Arab!
3. Susunlah contoh-contoh jenis kalimat dengan beberapa pola tertentu!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 101


JENIS DAN POLA KALIMAT ARAB

8.1 Jenis Kalimat dalam Bahasa Arab

Kalimat dalam bahasa Arab disebut dengan jumlah (‫)جملة‬. Istilah


jumlah pertama kali dipakai oleh Sibawayh (w. 180 H/796 M) dalam karyanya al
Kita>b. Namun konsep Sibawayh tentang jumlah berbeda dengan apa yang
sekarang dipahami oleh umumnya pembelajar bahasa Arab. Sibawayh tidak
konsiten dalam menggunakan istilah jumlah. Pada beberapa pernyataannya
memakai kata jumlah berarti kalimat, klausa, ungkapan, dan bahasa. Istilah
jumlah yang berarti klausa atau kalimat secara konsisten dikenalkan oleh ilmuan
bahasa Arab bernama al Mubarrid (w.285 H/ 898 M) (Al Lathif, 2003: 21, 23).

Dalam tradisi Arab awal dikenal secara luas dua jenis kalimat utama,
yaitu jumlah ismiyah (‫ )جملة اسمية‬dan jumlah fi’liyah (‫)جملة فعلية‬.
Klasifikasi ini didasarkan pada kategori kata dalam struktur konstituen kalimat
yang mengawali kalimat tersebut. Bila kalimat diawali dengan kategori nomina
dinamakan jumlah ismiyah atau kalimat nominal, sedangkan bila diawali
kategori verba disebut jumlah fi’liyah atau kalimat verbal. Kedua istilah tersebut,
yakni kalimat nominal dan verbal sangat berbeda konsepnya dengan istilah
linguistik pada umumnya, dimana klasifikasi kalimat nominal dan verbal
berdasarkan kategori kata yang menempati fungsi predikat kalimat. Kemudian
berkembang klasifikasi lain, seperti jumlah dzarfiyah (‫)جملة ظرفية‬, yaitu
kalimat yang diawali partikel preposisi; jumlah syarthiyah (‫)جملة شرطية‬,
yaitu kalimat yang diawali partikel kondisional. Dalam beberapa jenis kalimat
tersebut memungkinkan adanya pola-pola tertentu. Berdasarkan pola pola yang
ada dalam kedua jenis kalimat tersebut, kalimat dalam bahasa Arab kemudian
dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti, jumlah ikhbariyah-
insyaiyah, jumlah kubra-sughra, jumlah mu’rabah-ghayr mu’rabah, chamliyah-
syarthiyah, thalabiyah-ifshachiyah, mufradah-murakkabah. Dari beberapa pola
tersebut masih dapat dikelompokkan sub-subnya.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 102


8.2 Macam-macam pola pada beberapa jenis kalimat Arab

Menurut Hasan (2009: 12-13) dan Khayraniy (2008: 2), berdasarkan


strukturnya, yaitu kelas kata yang mengawalinya, kalimat bahasa Arab dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu yang disebut (1) jumlah ismiyah ( ‫جملة‬
‫)اسمية‬/ kalimat nominal, yaitu kalimat yang diawali dengan kelas kata nomina;
(2) jumlah fi’liyah (‫ )جملة فعلية‬/ (kalimat verbal), yaitu kalimat yang diawali
kelas kata verba; (3) jumlah washfiyah (‫ )جملة وصفية‬/ (kalimat adjektival),
yaitu kalimat yang diawali kelas kata adjektiva; dan (4) jumlah syarthiyyah
(‫ )جملة شرطية‬/ (kalimat kondisional), yaitu kalimat yang diawali dengan
determinator kondisional.

Berdasarkan maknanya, kalimat bahasa Arab dapat dibedakan menjadi


dua, yang disebut jumlah khabariyah (‫)جملة خبرية‬/ (kalimat deklaratif), yaitu
kalimat yang menyatakan makna informasi atau berita dan jumlah insya>’iyah
(‫ )جملة انشائية‬/ (kalimat imperatif), yaitu kalimat yang menyatakan makna
permintaan atau perintah. Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi pada kalimat,
kalimat Arab dapat dibedakan menjadi jumlah mutsba>tah (‫ )جملة مثباتة‬/
(kalimat afirmatif), yaitu kalimat yang menyatakan makna ‘keberadaan’ atau
‘kenyataan’ ungkapan dan jumlah manfiyah (‫)جملة منفية‬/ (kalimat negatif),
yaitu kalimat yang menyatakan makna ‘ketakberadaan’ atau ‘ketidaknyataan’
pada unsur tertentu dalam ungkapan. Menurut Rajichiy (1999), berdasarkan
gayanya, kalimat Arab dapat dibedakan menjadi delapan, yaitu (1) jumlah al
istitsna>’ ( ‫)جملة االستثنا‬/ (kalimat eksklusif, limitatif pengecualian), yaitu
kalimat yang menyatakan makna ‘pengecualian’; (2) jumlah al nida>’ ( ‫جملة‬
‫)الندا‬/ (kalimat interjektif panggilan), yaitu kalimat yang menyatakan makna
‘panggilan’; (3) jumlah al amr wa al nahy wa al ‘aradh ( ‫جملة األمر والنهي‬
‫)والعروض‬/ (kalimat imperatif), yaitu kalimat yang menyatakan perintah,
larangan, dan pertentangan; (4) jumlah al istifha>m (‫)جملة االستفهام‬/ (kalimat
interogatif), yaitu kalimat yang menyatakan pertanyaan; (5) jumlah al ta’ajjub
(‫التعجب‬ ‫)جملة‬/ (kalimat eksklamatif), yaitu kalimat yang menyatakan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 103


ketakjuban; (6) jumlah al madch wa al dzam (‫)جملة المدح والذم‬/ (kalimat
pujian dan cacian), yaitu kalimat yang menyatakan pujian atau cacian; (7) jumlah
al syarth (‫( )جملة الشرط‬kalimat kondisional), yaitu kalimat yang menyatakan
makna pengandaian dan (8) jumlah al qasm (‫)جملة القسم‬/ (kalimat sumpah),
yaitu kalimat yang menyatakan makna sumpah.
Selain klasifikasi tersebut yang memandang kalimat dari segi bentuk
formal dan maknanya, terdapat klasifikasi lain yang memandang kalimat dari
kelengkapan unsur pembentuknya. Berdasarkan kelengkapan unsur utama yang
menjadi konstituen kaimat, kalimat bahasa Arab dapat dibedakan menjadi
ّ‫التا‬
kalimat lengkap atau disebut (‫مة‬ ‫)الجملة‬, kalimat minor atau
dinamakan (‫)الجملة الموجزة‬, dan kalimat non predikatif ( ‫الجملة غير‬
‫( )االسنادية‬Al Lathif, 2001: 78, 79). Kelengkapan kalimat Arab ditinjau dari
keberadaan subyek dan predikatnya. Subyek dan predikat dalam bahasa Arab
adalah unsur yang bersifat pokok yang harus ada dalam kalimat Arab. Sehingga
bila kedua unsur tersebut ada dalam kalimat Arab, maka kalimat tersebut
dinamakan kalimat lengkap. Sebaliknya bila yang ada salah satu dari kedua unsur
tersebut karena unsur lainnya ditanggalkan maka kalimatnya dinamakan kalimat
minor. Sedangkan bila predikat tidak terkait secara fungsional dengan pelaku
yang disebut dalam kalimat, maka kalimat ini digolongkan sebagai kalimat non
predikatif (Al Lathif, 2001: 78, 79, 97).
Jenis-jenis kalimat Arab yang tergolong sebagai kalimat sempurna
ّ‫ )الجمل التا‬adalah: (1) kalimat nominal (‫)الجملة االسمية‬, (2) kalimat
(‫مة‬
verbal (‫)الجملة الفعلية‬, dan (3) kalimat adjektival (‫)الجملة الوصفية‬.
Jenis-jenis kalimat yang tergolong kalimat minor (‫ )الجمل الموجزة‬adalah:
(1) kalimat verbal minor (‫)الجملة الفعلية الموجزة‬, (2) kalimat nominal
minor (‫)الجملة االسمية الموجزة‬, (3) kalimat minor jawaban ( ‫الجملة‬
‫)الجوابية‬. Jenis-jenis kalimat yang tergolong dalam kalimat non predikatif
adalah: (1) ungkapan dengan ism fi’l (‫)اسم فعل‬, (2) ungkapan ketakjuban
(‫)جملة التعجب‬, (3) ungkapan pujian dan cacian (‫)جملة المدح والذم‬, (4)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 104


ungkapan dengan bunyi (‫ )جملة خالفة الصوت‬, (5) ungkapan panggilan
(‫)الجملة الندائية‬, (6) ungkapan sumpah (‫)الجملة القسمية‬, (7)
ungkapan peringatan (‫)الجملة التحذيرية واإلغرائية‬.

Tabel 8.2
Klasifikasi Kalimat Arab

Klasifikasi Kalimat Jenis Kalimat Contoh


jumlah ismiyah ٌَّ
‫د رسول الله‬ ‫َم‬‫مح‬
(‫)جملة اسمية‬
jumlah fi’liyah
‫َع الحج‬
‫َّاج الحصى‬ ‫َم‬‫ج‬
(‫)جملة فعلية‬
Berdasarkan strukturnya
jumlah washfiyah ّ
‫ٌ مدر‬
‫ِسك‬ ‫لم‬ِ‫َا‬
‫أع‬
(‫)جملة وصفية‬
jumlah syarthiyyah
‫َع‬
ْ ‫تشْب‬ ‫ْكل‬
َ ْ ‫تأ‬ ْ‫إ‬
َ ‫ن‬
(‫)جملة شرطية‬
jumlah khabariyah ْ‫الع‬
‫ْر‬
‫ِي‬‫ِلم من‬
(‫)جملة خبرية‬
jumlah insya>’iyah َ َ
َ‫انك‬ ‫ْو‬ ‫ْتب‬
‫ْ عن‬ ‫اك‬
(‫)جملة انشائية‬
jumlah al istifha>m َ‫ذ‬ْ‫ت‬
َ ‫َى‬ َ
‫هب؟‬ ‫مت‬
(‫)جملة االستفهام‬
jumlah mutsba>tah
‫َاذ‬ ‫َر‬
‫َ األسْت‬ ‫َض‬
‫ح‬
(‫)جملة مثباتة‬
jumlah manfiyah َ
‫َاذ‬
‫ْب األسْت‬
‫ِي‬ َ ‫ال‬
‫يغ‬
(‫)جملة منفية‬
jumlah al istitsna>’ ّ‫كذب القوم إ‬
‫ال‬
Berdasarkan makna dan ( ‫)جملة االستثنا‬ ًَّ
‫دا‬ ‫َم‬‫مح‬
gayanya
jumlah al nida>’
‫َ الله‬
ِ ‫ْب‬ ‫َب‬
‫ِي‬ َ
‫يا ح‬
( ‫)جملة الندا‬
jumlah al ta’ajjub
‫َّب‬
َّ‫ِي‬ ‫َ الن‬
‫َم‬ ‫َك‬
‫ْر‬ َ
‫ما أ‬
(‫)جملة التعجب‬
jumlah al madch wa al
dzam ٌَّ
‫د‬ ‫َم‬ ‫َ الرسو‬
‫ْل مح‬ ‫ْم‬‫ِع‬
‫ن‬
(‫)جملة المدح والذم‬
jumlah al syarth َ ْ
ْ
‫هم‬َْ
‫تف‬ ‫ْرأ‬
‫تق‬ ْ‫إ‬
َ ‫ن‬
(‫)جملة الشرط‬
jumlah al qasm
‫َالله‬
ِ ‫و‬
(‫)جملة القسم‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 105


kalimat lengkap ٌ
‫ْل‬ ‫َم‬
‫ِي‬ ‫َسْجِد ج‬
‫الم‬
ّ‫)الجملة التا‬
(‫مة‬

Berdasarkan kelengkapan kalimat minor ََّ


‫لم‬ ‫تك‬ََ
‫أ‬
unsur utamanya (‫)الجملة الموجزة‬
kalimat non predikatif
( ‫الجملة غير‬ َ
‫ِب‬‫َذ‬
‫َ الك‬ َّ
‫إياك‬
‫)االسنادية‬

8.3 Bentuk Perluasan Kalimat Arab


Dalam tradisi Arab, kalimat pada dasarnya terdiri dari dua kata yang
terdapat hubungan predikatif, yaitu kombinasi nomina-nomina dan verba-nomina
atau sebaliknya. Bentuk kombinasi lainnya seperti verba-verba, partikel-partikel,
nomina-partikel atau sebaliknya, atau verba-partikel atau sebaliknya tidak dapat
menyatakan hubungan predikatif. Bentuk dasar predikatif ini secara formal
disebut ‘umdah (‫ )عمدة‬atau isna>d (‫ )إسناد‬dan secara semantis disebut juga
(‫َادة‬
‫ِف‬‫)إ‬, yaitu bentuk yang memunculkan gagasan utuh. Bentuk inilah yang
menjadi pangkal atau dasar dari perluasan kalimat Arab (Al Lathif, 2003: 36).
Perluasan kalimat Arab dapat dibentuk dengan menyempurnakan kalimat
tunggal atau minimal dengan beberapa bentuk perluasan, yaitu (1) bentuk
perluasan terikat atau disebut (‫)طول التقييد‬, (2) bentuk perluasan penyertaan
atau disebut (‫)طول التبعية‬, (3) bentuk perluasan kategori fungsi sintaksis
atau disebut (‫)طول التعاقب‬, (4) bentuk perluasan penambahan atau disebut
(‫)طول التعدد‬, (5) bentuk perluasan kondisional (‫)طول الترتب‬, dan (6)
bentuk perluasan sisipan atau disebut (‫( )طول االعتراض‬Al Lathif, 2003: 60).
Bentuk perluasan terikat atau disebut (‫ )طول التقييد‬merupakan bentuk
perluasan pada kalimat Arab yang berpredikat verba. Bentuknya berupa satuan
sintaksis yang terikat dengan verba, yaitu keterkaitannya sebagai sasaran verba,
seperti obyek dan keterangannya. Dalam bahasa Arab bentuk perluasan terikat
dinyatakan dalam bentuk sintaksis yang tergolong sebagai maf’u>la>t (‫)مفعوالت‬
meliputi keterangan waktu atau tempat (‫)مفعول فه‬, keterangan jenis atau

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 106


kuantitas (‫)مفعول مطلق‬, keterangan kesertaan (‫)مفعول معه‬, keterangan
tujuan atau sebab (‫)مفعول ألجله‬, keterangan kecaraan (‫)حال‬, keterangan
limitatif pengecualian (‫)مستثنى‬, keterangan limitatif kuantitas/ kualitas
(‫)تمييز‬.
Bentuk perluasan penyertaan atau disebut (‫ )طول التبعية‬adalah
satuan sintaksis yang menyertai kategori nomina yang berfungsi sebagai penjelas
atau penegas. Dalam bahasa Arab bentuk perluasan penyertaan dinyatakan
dengan bentuk sintaksis konstruksi deskriptif (‫)تبعية النعت‬, konstruksi
konfirmatif (‫)تبعية التوكيد‬, konstruksi apositif (‫)تبعية البدل‬, dan
konstruksi konjungtif (‫)تبعية العطف‬.
Bentuk perluasan kategori fungsi sintaksis atau disebut (‫)طول التعاقب‬
adalah satuan sintaksis klausa yang berperan sebagai fungsi sintaksis tertentu.
Dalam bahasa Arab klausa ini dikenal dengan sebutan (‫)الجمل لها محل‬,
seperti klausa yang berfungsi sebagai predikat kalimat nominal (‫)خبر‬, klausa
yang berfungsi sebagai keterangan kecaraan (‫)حال‬, klausa yang berfungsi
sebagai obyek (‫ )مفعول به‬dan sebagainya.
Bentuk perluasan penambahan atau disebut (‫ )طول التعدد‬adalah
satuan sintaksis yang ditambahkan atau digandakan macamnya pada fungsi
sintaksis tertentu untuk melengkapi kalimat Arab, seperti obyek yang jumlahya
diperbanyak apabila verba transitifnya berpotensi membuat sasaran lebih dari
satu, atau predikat berupa klausa yang jumlahnya diperbanyak untuk meberikan
kejelasan pada subyeknya, atau fungsi keterangan kecaraan yang jumlahnya
diperbanyak untuk memberikan informasi yang lebih spesifik bagaimana
perbuatan itu dilakukan, atau fungsi satelit konstruksi deskriptif yang jumlahnya
diperbanyak untuk memberikan informasi yang lebih spesifik tentang nomina
sebagai orbitnya.
Bentuk perluasan kondisional (‫ )طول الترتب‬adalah satuan sintaksis
klausa yang menjadi pasangan dari klausa lainnya melengkapi kalimat
kondisional atau dinamakan (‫)جواب الشرط‬, atau klausa yang menjadi pasangan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 107


dari klausa lainnya melengkapi kalimat perintah atau dinamakan (‫)جواب الطلب‬
atau klausa yang melengkapi kalimat sumpah, atau klausa yang menjadi
pasangan dari klausa lainnya melengkapi kalimat kausalitas.
Bentuk perluasan sisipan atau disebut (‫ )طول االعتراض‬adalah satuan
sintaksis klausa yang menjadi sisipan pada kalimat tertentu untuk menjelaskan
satuan sintaksis sebelumnya. Dalam tradisi Arab bentuk demikian dinamakan
dengan (‫( )الجمل ال محل لها‬Al Lathif, 2003: 61-82).

Tabel 8.3
Bentuk Perluasan Kalimat Arab

Klasifikasi Perluasan Bentuk Perluasan Contoh Kalimat

keterangan waktu atau ‫َ األَح‬


‫َد‬ ‫ْم‬ َ َ‫ْتك‬
‫يو‬ ‫زر‬
tempat (‫)مفعول فيه‬ ‫ًا‬
‫َبَاح‬
‫ص‬

keterangan jenis atau


‫ًا َلم‬
ْ ‫ِهاد‬
‫ْت‬‫اجتهدت اج‬
kuantitas
‫ده غيري‬ ‫َه‬
ِْ ‫ْت‬
‫يج‬َ
(‫)مفعول مطلق‬
keterangan kesertaan َ ‫َالج‬
‫َبَل‬ ‫ْت و‬
‫ِر‬‫س‬
(‫)مفعول معه‬
perluasan terikat atau keterangan tujuan atau ّ‫ز‬
‫ينت المدينة‬
disebut sebab (‫)مفعول ألجله‬ ‫إكراما للمك‬
(‫)طول التقييد‬
keterangan kecaraan ََّ
‫ْطًا‬
‫ِي‬ َ ‫لم الطالب‬
‫نش‬ ‫تع‬َ
(‫)حال‬

keterangan limitatif ِّ
‫ال‬ ‫َو‬
‫ْم إ‬ ‫هب الق‬ ََ
‫ذ‬
pengecualian (‫)مستثنى‬ ً‫َم‬
‫دا‬ َّ‫مح‬
ُ

keterangan limitatif
kuantitas/ kualitas ‫ًا‬
‫مح‬ْ‫دا َق‬ ‫َي‬
ًّ‫ْتكَ م‬ ‫َع‬
‫ْط‬ ‫أ‬
(‫)تمييز‬
konstruksi deskriptif
‫ِم‬ ‫َاذ الع‬
‫َال‬ ‫األسْت‬ ‫َا‬
‫ج‬
perluasan penyertaan (‫)تبعية النعت‬
atau disebut
(‫)طول التبعية‬ konstruksi konfirmatif ُُّ
‫ها‬
َ‫ل‬ ‫َا ت القبيلة ك‬
‫ج‬
(‫)تبعية التوكيد‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 108


‫‪konstruksi apositif‬‬ ‫َاذ‬ ‫َن‬
‫ِيْ األست‬ ‫ْج‬
‫َب‬ ‫َع‬
‫أ‬
‫)تبعية البدل(‬ ‫ُه‬ ‫ْ‬
‫ِلم‬‫ع‬

‫‪konstruksi konjungtif‬‬ ‫َْ‬


‫ًا‬ ‫ة َ‬
‫ولبَن‬ ‫ًَ‬
‫هو‬ ‫ِْ‬
‫بت ق‬ ‫شَر‬
‫)تبعية العطف(‬

‫ِْ‬
‫ين آمنوا‬ ‫َ ّ‬
‫الذ‬ ‫و‬
‫‪Fungsi predikat nominal‬‬
‫بالله ورسله ألئك‬
‫)خبر(‬ ‫هم الصادقون‬

‫‪Fungsi adverbia kecaraan‬‬ ‫ال تقربوا الصالة‬


‫)حال(‬ ‫وأنتم سكارى‬

‫وهذا كتاب أنزلناه‬


‫مبراك‬
‫‪perluasan kategori fungsi‬‬
‫‪sintaksis atau disebut‬‬
‫‪Fungsi unsur deskriptif‬‬ ‫ٌ أبوه‬ ‫َ‬
‫هذا رجل‬
‫)طول التعاقب(‬
‫)النعت(‬ ‫منطلق‬

‫ْ‬
‫ِن‬‫ٍ إ‬‫َجل‬ ‫ْت ب‬
‫ِر‬ ‫َر‬
‫مر‬‫َ‬
‫مكَ‬
‫ِْ‬ ‫ْ‬
‫ُكر‬‫ه ي‬‫مُ‬
‫ِْ‬ ‫ْ‬
‫تكر‬‫ُ‬

‫َ‬ ‫ََ‬
‫ليَّ يوم‬ ‫والسالم ع‬
‫ُ‬
‫دت‬‫لْ‬
‫ُِ‬‫و‬
‫‪Fungsi unsur aneksatif‬‬
‫)مضاف إليه(‬
‫وأنذر الناس يوم‬
‫يأتيم العذاب‬
‫)‪Obyek ganda (2 obyek‬‬ ‫ْر‬
‫َ‬ ‫َي‬
‫َق‬ ‫َ ْ‬
‫الف‬ ‫َخو‬
‫ْك‬ ‫َسَا أ‬‫ك‬
‫)مفعولين(‬ ‫ًا‬‫َو‬
‫ْب‬ ‫ث‬

‫‪perluasan penambahan‬‬ ‫)‪Obyek ganda (3 obyek‬‬ ‫ْن‬ ‫ْن‬


‫ِبِي‬ ‫َرى الله الم‬
‫ُذ‬ ‫أ‬
‫‪atau disebut‬‬ ‫)ثالثة مفاعيل(‬ ‫َات‬
‫َسَر‬
‫ُم ح‬
‫َاله‬ ‫َع‬
‫ْم َ‬ ‫أ‬
‫)طول التعدد(‬ ‫ُ ْ‬
‫ْد‬
‫دو‬‫َُ‬‫الو‬ ‫ُو‬
‫ْر‬ ‫َف‬
‫َ الغ‬ ‫َهو‬‫و‬
‫‪Predikat nominal ganda‬‬ ‫ُْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫د‬ ‫مجِي‬‫ْشِ الَ‬‫َر‬‫ْ الع‬‫ذو‬
‫)متعدد الخبر(‬ ‫يُ‬
‫د‬ ‫ِْ‬
‫ير‬‫َا ُ‬‫لم‬‫ٌ ِ‬ ‫َع‬
‫َّال‬ ‫ف‬

‫‪Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern‬‬ ‫‪| 109‬‬
‫َسَى ربه إن طلقكن‬ ‫ع‬
‫يبدل له أزواجا‬
‫‪Adjektia ganda‬‬ ‫خيرا منكن مسلمات‬
‫)متعدد النعت(‬ ‫َات‬
‫ِت‬‫مؤمنات قان‬
‫ِح‬
‫َات‬ ‫َِ‬
‫دات سَائ‬ ‫َاب‬
‫ع‬
‫بكارا‬‫ثيبَات وأْ‬
‫‪klausa pelengkap kalimat‬‬
‫َاً‬
‫با‬ ‫ِت‬‫ْ ك‬ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫تق‬‫ن َ‬‫ِْ‬
‫إ‬
‫‪kondisional‬‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ْ كثيرا‬ ‫ْلم‬‫تع‬
‫)جواب الشرط(‬
‫ْا‬
‫لو‬ ‫ْك‬
‫ُُ‬ ‫ْهم يأ‬ ‫َر‬
‫ذ‬
‫ِم‬
‫ِه‬ ‫ْ‬
‫يله‬‫ُوا وُ‬ ‫َّ‬
‫متع‬ ‫َ‬
‫يتَ‬‫وَ‬
‫‪klausa pelengkap kalimat‬‬ ‫األمل‬
‫‪perintah atau dinamakan‬‬ ‫قل لعبادي الذين‬
‫)جواب الطلب(‬ ‫آمنوا يقيموا‬
‫ُوا مما‬
‫ْفق‬
‫ين‬‫الصالة وُ‬
‫رزقناهم‬
‫‪perluasan kondisional‬‬
‫)طول الترتب(‬ ‫ال يقضي عليهم‬
‫فيموتوا‬

‫ولما يعلم الله‬


‫‪Klausa pelengkap‬‬ ‫الذين جاهدوا منكم‬
‫‪kalimat kausalitas‬‬ ‫َ الصابرين‬
‫ويعلم‬

‫ال تفتروا على الله‬


‫َك‬
‫ُم‬ ‫ُسْحِت‬
‫كذبا في‬
‫بعذاب‬
‫وإنه لقسم لو‬
‫‪perluasan sisipan atau‬‬ ‫تعلمون عظيم‬
‫‪disebut‬‬ ‫وإن لم تفعلوا ولن‬
‫)طول االعتراض(‬ ‫تفعلوا فاتقوا‬
‫النار‬

‫‪Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern‬‬ ‫‪| 110‬‬
BAB 9
Sistem Infleksional dalam Bahasa Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas sistem infleksional dalam bahasa Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Pengertian infleksi; dan Sistem infleksional dalam
bahasa Arab

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan sistem inflesional dalam bahasa Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Pengertian infleksi
2. Sistem infleksional dalam bahasa Arab

D. Rangkuman
Fleksi atau infleksi adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan
pelbagai hubungan gramatikal; mencakup deklanasi nomina; pronomina, dan
adjektiva, dan konjugasi verba. Sebagai bahasa fleksi, maka komplemen kalimat
dalam bahasa Arab mengalami reksi. Reksi disebut juga penguasaan, yaitu
penentuan bentuk morfologis suatu kata oleh kata lain. Dalam bahasa Arab reksi
disebut ‘amal. Terdapat delapan kategori infleksional utama dalam bahasa Arab,
yaitu (1) kala/aspek, (2) persona, (3) diatesis, (4) modus, (5) gender, (6) jumlah,
(7) kasus, dan (8) ketakrifan. Kategori yang dipakai atau dipergunakan pada
verba ada enam meliputi kala, persona, diatesis, modus, gender, dan jumlah.
Kategori yang dipakai atau dipergunakan pada nomina dan ajektifa ada empat
meliputi gender, jumlah, kasus, dan ketakrifan. Sedangkan kategori yang dipakai
pada pronomina ada empat meliputi persona, gender, jumlah, dan kasus namun
jumlahnya sangat terbatas

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Deskripsikan pengertian infeksi!
2. Jelaskan sistem infleksional dalam bahasa Arab!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 111


SISTEM INFLEKSIONAL DALAM BAHASA ARAB

9.1 Tipologi Sintaksis Bahasa Arab

Dalam perspektif linguistik, bahasa Arab masuk dalam tipologi bahasa


flektif. Bahasa fleksi adalah bahasa yang mengalami perubahan internal dalam
akar kata yang meliputi perubahan paradigmatis baik itu pada kata kerja
(konjugasi) maupun pada kata benda (deklinasi) (Keraf, 1990: 55). Bahasa fleksi
mempergunakan proses atau penambahan afiks pada akar kata untuk membatasi
makna gramatikalnya (Kridalaksana, 2008: 25, 61). Fleksi atau infleksi adalah
perubahan bentuk kata yang menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal;
mencakup deklanasi nomina; pronomina, dan adjektiva, dan konjugasi verba
(Kridalaksana 2008: 93). Sebagai bahasa fleksi, maka unsur-unsur kalimat dalam
bahasa Arab mengalami reksi. Reksi disebut juga penguasaan, yaitu penentuan
bentuk morfologis suatu kata oleh kata lain (Kridalaksana, 2008: 184). Dalam
bahasa Arab reksi disebut ‘amal (‫( )عمل‬Baalbaki, 1990: 420). Penentu bentuk
morfologis pada satuan sintaksis Arab berupa fungsi sintaksis dan determinator.

Perubahan bunyi akhir sebuah kata Arab dalam konstruksi yang lebih
besar adalah untuk menunjukkan hubungan gramatikal atau hubungan fungsional
antara kata tersebut dengan kata lainnya atau sebuah satuan konstruksi sintaksis
dan satuan konstruksi sintaksis lainnya. Bunyi akhir sebuah kata Arab dalam
konstruksi kalimat merupakan penanda hubungan gramatikal atau disebut
desinens. Desinens adalah afiks penanda fleksi (Kridalaksana, 2008: 47).
Desinens dalam tradisi sintaksis Arab hanya ada atau hanya atau menandai kata
yang sudah menjadi unsur struktur sintaksis. Desinens tidak dapat menandai
sebuah kata yang bebas atau mandiri. Karena pada dasarnya desinens membatasi
makna gramatikal suatu kata yang berhubungan dengan kata lainnya dalam
satuan sintaksis yang lebih besar (al Lathif, 2001: 2007).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 112


Dalam tradisi Arab, desinens merupakan pasangan penting dari fungsi
sintaksis berupa bentuk fonologis yang menandai pembatasan makna fungsional
sebuah kata. Desinens sangat menentukan hubungan fungsional pada bentuk-
bentuk sintaksis pada tataran frasa dan klausa atau dinamakan dalam bahasa
Arab dengan (‫ّبات‬
‫)المرك‬. Sebuah frasa apakah disebut konstruksi aneksatif
(‫ )مركب إضافي‬atau konstruksi deskriptif (‫)مركب نعتي‬, atau konstruksi
referensial (‫إسنادي‬ ‫ )مركب‬dan sebagainya ditentukan oleh desinensnya.
Sedangkan pada level kata, desinens sangat menentukan fungsi sintaksis tertentu
sebuah kata dalam kalimat Arab. Sebuah kata dinyatakan berfungsi sebagai
subyek, predikat, obyek, pelengkap, atau keterangan ditentukan oleh desinennya.
Oleh karena perannya yang sangat penting dalam sintaksis, disinens Arab yang
disebut i’ra>b (‫َاب‬
‫ْر‬‫ )إع‬oleh ilmuan Arab dijadikan nama untuk bidang ilmu
sintaksis Arab sebagai padanan dari nama lainnya (‫( )النحو‬Hamid, 2002: 61-
62).

Desinens kata Arab atau dalam tradisi Arab disebut dengan i’ra>b atau
‘ala>matu al i’ra>b (‫ )عالمة اإلعراب‬hanya menandai kata berkelas nomina dan
verba. Tanda yang paling banyak melekat pada nomina. Karena nomina memiliki
slot untuk beberapa fungsi sintaksis atau makna gramatikal yang jumlahnya lebih
banyak daripada verba, seperti fungsi subyek, predikat, obyek, dan adverbia.
Sedangkan desinens verba hanya menandai tiga slot makna verba. Oleh karena
itu para ilmuan yang tergabung dalam ulama Basrah memandang bahwa desinens
utama (‫ )أصل‬pada sintaksis Arab adalah pada nomina, desinens verba disebut
desinens sekunder (‫( )فرع‬al Lathif, 2001: 236).

I’ra>b (‫ )إعراب‬merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Sibawayh (w.


180 H/ 796 M) sebagai huruf vokal penanda gramatikal yang diimbukan pada
konsonan akhir kata Arab (Atallah, 2003: 92). Huruf vokal yang dimaskud
Sibawayh adalah vokal panjang dan diftong (‫ي‬ ،‫و‬ ،‫ )ا‬yang sekaligus
merepresentasikan vokal pendek bila tidak dinyatakan hurufnya dalam sususan
kata bentuk tulisan. Dalam bentuk tulisan vokal pendek dinyatakan dengan tanda

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 113


berupa huruf vokal panjang kecil yang diletakkan di atas atau dibawah konsonan
yang dikenal dengan sebutan (‫َات‬
‫َك‬ ‫)ح‬.
‫َر‬

9.2 Sistem Infleksional dalam Bahasa Arab

Istilah infleksi secara umum merujuk kepada perubahan fonologis sebuah


kata yang terjadi karena dipakai dalam sebuah konteks. Dalam bahasa Inggris,
beberapa kategori infleksional umum adalah: jumlah (tunggal dan jamak), kala
(seperti past, present, future), dan diatesis (diatesis aktif dan diatesis pasif).

Dalam tataran sintaksis, bahasa Arab masuk dalam tipologi konkordantif


(concord) atau berkesesuaian (agreement). Bahasa konkordantif adalah bahasa
yang memiliki ciri kesepadanan antara unsur-unsur kalimat dalam jenis, jumlah,
kasus, persona, dan sebagainya yang menunjukkan hubungan antar elemen dalam
kalimat (Kridalaksana, 2009: 119), (Keraf, 1990: 116), (Ricard, 2007: 142). Kata-
kata Arab ditandai lebih banyak kategori gramatikal daripada kata-kata Inggris.
Terdapat delapan kategori infleksional utama sebagai ciri khas konkordansi
dalam bahasa Arab, yaitu (1) kala/aspek, (2) persona, (3) diatesis, (4) modus, (5)
gender, (6) jumlah, (7) kasus, dan (8) ketakrifan. Kategori yang dipakai atau
dipergunakan pada verba ada enam meliputi kala, persona, diatesis, modus,
gender, dan jumlah. Kategori dipakai atau dipergunakan pada nomina dan
ajektifa ada empat meliputi gender, jumlah, kasus, dan ketakrifan. Sedangkan
kategori yang dipakai pada pronomina ada empat meliputi persona, gender,
jumlah, dan kasus namun jumlahnya sangat terbatas (Ryding, 2005: 51).

Kategori tersebut dapat dikatakan sebagai distribusi infleksional verba


dan nomina. Distribusi infleksional pada delapan kategori adalah verba
berinfleksi pada enam kategori: kala/aspek, persona, diatesis, modus, gender, dan
jumlah. Nomina dan ajektiva berinfleksi pada empat kategori: gender, jumlah,
kasus, dan ketakrifan. Pronomina berinfleksi pada tiga kategori: gender, jumlah,
dan kasus tetapi sangat terbatas.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 114


Struktur kata dalam bahasa Arab dapat dikatakan sangat komplek karena
salah satunya memiliki distribusi infleksional yang komplek sebagaimana
tersebut. Merujuk pada istilah linguistik umum, paradigma verba disebut
konjugasi dan paradigma nomina disebut deklinasi. Verba dapat dikatakan
berkonjugasi atau berinfleksi pada kategori: kala/aspek, persona, diatesis, modus,
gender, dan jumlah. Nomina dapat dikatakan berdeklinasi atau berinfleksi pada
kasus, jumlah, gender, dan ketakrifan (Ryding, 2005: 55).

Baik kasus nomina maupun modus verba ditandai oleh beragam penanda
gramatikal atau disebut desinens yang dilekatkan atau disisipkan sebagai sufiks
di akhir kata. Desinens dapat berupa bunyi vokal /u/, /a/, /i/ atau bunyi konsonan
tak bervokal (phonetically nothing), bunyi vokal panjang atau perubahan bunyi
suku kata akhir atau penanggalan bunyi akhir kata. Setiap kasus menandai fungsi
sintaksis tertentu pada nomina atau reksi partikel tertentu pada nomina.
Sedangkan modus hanya menandai reksi partikel tertentu pada verba.

9.2.1 Kala/Aspek

Kala dan aspek dapat dipandang sebagai cara yang berbeda dalam
meninjau waktu. Kala umumnya berkaitan dengan poin linier yang membentang
dari lampau ke yang akan datang. Aspek berkaitan dengan keterlaksanaan atau
keterjadian perbuatan atau keadaan: apakah sebuah perbuatan sudah dilakukan,
sedang dilakukan, atau belum terjadi. Fokus kala pada kejadian perbuatan
sedangkan fokus aspek pada keterlaksanaan perbuatan. Kedua kategori ini dalam
bahasa Arab saling bertumpang tindih dan bercampur.

Terdapat dua kala utama dalam bahasa Arab: kala lampau dan kala
kini yang juga disebut perfektum dan imperfektum. Istilah lampau/kini merujuk
kepada waktu atau kala sedangkan istilah perfektum/imperfektum merujuk
kepada aspek. Keduanya dapat dipertukarkan. Dalam bahasa Arab kala
lampau/perfektum disebut ma>dhi< sedangkan kala kini/imperfektum disebut

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 115


mudha>ri’. Selain dua kala utama, terdapat kala mendatang yang diindikasikan
dengan prefiksasi sa )‫ (س‬atau saufa )‫(سوف‬pada (verba) kala kini (Ryding, 2005:
52).

9.2.2 Persona

Verba dan pronomina persona Arab berinfleksi pada tiga persona: persona
utama, persona kedua, dan persona ketiga. Dalam tradisi Arab persona utama
disebut (‫)المتكلم‬, persona kedua disebut (‫)المخاطب‬, dan persona ketiga
dinamakan (‫)الغائب‬. Pada bahasa Arab persona utama memiliki dua bentuk
distingsi verbal, yaitu bila dinyatakan dalam bentuk pronomina persona meliputi:
ana (‫نا‬ََ‫( )أ‬tunggal) ‘saya’ dan nahnu (‫ْن‬ َ (dual, jamak) ‘kita’ tidak ada
‫)نح‬
pembedaan gender. Persona kedua memiliki lima bentuk distingsi verbal, yaitu
bila dinyatakan dalam bentuk pronomina persona meliputi: anta (َ
‫نت‬َْ
‫( )أ‬tunggal
َْ
maskulin), anti (ِ‫نت‬ ‫( )أ‬tunggal feminin), antuma> (‫َا‬ َْ
‫نتم‬ ‫( )أ‬dual), antum (ْ َْ
‫نتم‬ ‫)أ‬
(jamak maskulin), antunna (َّ ‫نتن‬ َْ
‫( )أ‬jamak feminin). Persona ketiga terdapat
enam bentuk distingsi verbal, yaitu bila dinyatakan dalam bentuk pronomina
persona meliputi: huwa (َ
‫( )هو‬tunggal maskulin), huma> (‫َا‬
‫( )هم‬dual maskulin),
hum (ْ
‫( )هم‬jamak maskulin), hiya (َ‫ِي‬
‫( )ه‬tunggal feminin), huma> (‫َا‬
‫( )هم‬dual
feminin), hunna (َّ
‫( )هن‬jamak feminin). Dengan demikian jumlah kategori persona
dalam bahasa Arab ada tiga belas berbeda misalnya dengan bahasa Inggris yang
hanya mempunyai tujuh kategori persona (Ryding, 2005: 52).

9.2.3 Diatesis

Terdapat dua kategori diatesis pada verba Arab, yaitu aktif dan pasif.
Verba bentuk aktif dalam bahasa Arab disebut fi’il mabniy li al ma’lu>m ‫(فعل‬
)‫مبني للمعلوم‬, sedangkan verba bentuk pasif dalam bahasa Arab disebut
fi’il mabniy al majhu>l )‫((فعل مبني للمجهول‬Baalbaki, 1990: 29, 363). Pada
umumnya bentuk pasif hanya dipakai bila subyek tidak diketahui atau tidak
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 116
ditampakkan karena suatu alasan tertentu. Terdapat infleksi dan kontruksi
sintaksis tertentu pada bentuk pasif dalam bahasa Arab, seperti mengikuti pola
C1uC2iC3a (َ
‫ِل‬‫ )فع‬pada akar triliteral, C1uC2C3iC4a (َ
‫ِل‬‫ْل‬
‫ )فع‬pada akar
kuadriliteral dan seterusnya (Ryding, 2005: 53, 660, 663).

9.2.4 Modus

Modus merujuk kepada kategori verba. Dalam bahasa Arab tiga kategori
modus, yaitu indicative, subjunctive, dan jussive. Dalam bahasa Arab indicative
disebut raf’, subjunctive disebut nashab, dan jussive disebut jazm. Modus
indicative ditujukan pada verba dalam pernyataan atau pertanyaan yang umum.
Modus subjunctive ditujukan pada verba perasaan, seperti keinginan, keraguan,
permintaan, permohonan, atau keperluan. Sedangkan modus jussive ditujukan
pada verba imperatif dan verba yang mengandung makna belum dilaksanakan.

Modus pada verba ditandai oleh sufiks atau modifikasi sufiks yang
melekat pada stem verba kala kini atau imperfektum (Ryding, 2005: 53). Modus
juga ditandai oleh penanggalan (apocope) atau pelesapan (assimilation) unsur
akhir verba. Pada verba yang berinfleksi dengan persona tunggal, sufiks sering
kali berupa vokal /-u/ pada pada modus indicative dan vokal /-a/ pada modus
subjunctive dan penanggalan vokal akhir pada modus jussive, contohnya: persona
‫َك‬
utama tunggal aK-Tu-Bu )‫ْتب‬ ‫(أ‬adalah verba bermodus indicative, aK-Tu-Ba
‫ْتب‬
)َ ‫َك‬
‫(أ‬adalah verba bermodus subjunctive, aK-Tu-B )ْ ‫ْتب‬‫َك‬
‫(أ‬adalah verba
bermodus jussive.

9.2.5 Gender

Bahasa Arab menampakkan dua gender: maskulin dan feminin. Maskulin


dalam bahasa Arab disebut mudzakkar (‫ )مذكر‬dan feminin disebut mu’annas
(‫)مؤنث‬. Kategori gender bersifat arbitrer, kecuali nomina yang merujuk kepada

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 117


manusia atau makhluk hidup. Gender ditandai pada ajektiva, pronomina, dan
verba. Pada verba bersifat inflektif (Ryding, 2005: 53).

9.2.6 Jumlah

Bahasa Arab memiliki tiga kategori jumlah, yaitu tunggal, dual, dan
jamak. Kategori dual dipakai pada setiap yang bermakna dua, baik itu pada
nomina, ajektiva, pronomina, maupun verba. Kategori jamak berlaku pada entitas
yang berjumlah tiga atau lebih.

Kategori ini berkaitan dengan kategori gender dan juga kategori mofologi
khusus pada bahasa Arab, yaitu kategori manusia. Baik kategori gender maupun
kategori manusia berdampak pada penjamakan nomina, partisipel, atau ajektifa.

Selain jumlah, terdapat kategori bilangan atau yang disebut ‘adad (‫)عدد‬
dalam bahasa Arab yang memiliki struktur dan kaidah gramatikal hitungan
(cardinal number) dan urutan (ordinal number) yang sangat rumit (Ryding, 2005:
54).

9.2.7 Kasus

Nomina dan ajektiva Arab berinfleksi pada tiga kasus, yaitu nominative,
accusative, dan genetive. Dalam bahasa Arab nominative disebut raf’, genetive
disebut nashb, dan accusative disebut jarr. Kasus nominative khususnya
menandai peran subyek (pelaku perbuatan). Kasus accusative menandai obyek
langsung dari verba transitif atau menandai fungsi adverbial. Sedangkan kasus
genetive menandai dua peran: penandaan obyek preposisi dan penandaan posesor
pada struktur posesif

Kasus pada nomina ditandai oleh sufiks atau modifikasi sufiks yang
melekat pada stem. Penandaan kasus ini disebut deklinasi. Pada umumnya kasus

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 118


ditandai sufiks /-u/ pada kasus nominative, sufiks /-a/ pada kasus accusative, dan
sufiks /-i/ pada kasus genetive (Ryding, 2005: 54).

9.2.8 Ketakrifan

Bahasa Arab memiliki penanda takrif dan tak takrif. Penanda takrif
adalah artikula prefiks/ proklitik al (‫ )ال‬pada stem, misalnya al-Ki-Taa-Bu
)‫َاب‬
‫ِت‬‫َْلك‬
‫(ا‬. Sedangkan penanda tak takrif adalah sufiks/ enklitik n pada stem,
‫َاب‬
misalnya Ki-Taa-Bu-n (ٌ ‫ِت‬‫)ك‬. Penanda takrif atau tak takrif melekat pada
nomina dan ajektiva.

Dalam pengucapan maupun penulisan, artikel takrif selalu dilafalkan atau


dituliskan. Namun sebaliknya, artikel tak takrif tidak selalu dilafalkan ataupun
dituliskan (Ryding, 2005: 55).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 119


BAB 10
Kasus Nomina Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas kasus nomina bahasa Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Kasus nominatif pada nomina bahasa Arab; Kasus
akusatif pada nomina bahasa Arab; dan Kasus genetif pada nomina bahasa Arab

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan kasus nomina bahasa Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Kasus nominatif pada nomina Arab.
2. Kasus akusatif pada nomina Arab.
3. Kasus genetif pada bahasa Arab

D. Rangkuman
Nomina dan ajektiva Arab berinfleksi pada tiga kasus, yaitu nominative,
accusative, dan genetive. Dalam bahasa Arab nominative disebut raf’, accusative
disebut nashb, dan genetive disebut jarr. Dalam bahasa Arab, kasus nominative
umumnya menandai peran subyek (pelaku perbuatan) dan predikat nomina.
Kasus accusative menandai obyek langsung dari verba transitif atau menandai
fungsi adverbial. Sedangkan kasus genetive menandai dua peran: penandaan
obyek preposisi (‫ )مجرور‬dan penandaan posesor (‫ )مضاف إليه‬pada struktur
posesif

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Menguraikan kasus nominatif pada nomina bahasa Arab
2. Menguraikan kasus akusatif pada nomina bahasa Arab
3. Menguraikan kasus genetif pada nomina bahasa Arab

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 120


Kasus Nomina Arab

10.1 Pengertian Kasus

Kasus (case) adalah katerogi gramatika dari nomina, frase nominal,


pronomina, atau adjektiva yang memperlihatkan hubungannya dengan kata lain
dalam kontruksi sintaksis (Kridalaksana, 2009: 108). Kasus merupakan kategori
gramatika skunder (Lyons, 1995: 269). Istilah kasus berasal dari kata Latin
(casus) yang berarti “jatuhnya” atau “penyimpangan”. Variasi pada bentuk
leksem menurut sintaksis tata bahasa Latin dipandang sebagai penyimpangan
dari bentuknya yang “tegak lurus”. Setiap kasus nomina diberi label yang
menunjukkan sekurang-kurangnya salah satu fungsi sintaksis utamanya (Lyons,
1995: 283).

Kasus merupakan kategori gramatikal yang dipakai dalam analisis kelas


kata untuk mengidentifikasi hubungan sintaksis antar kata dalam sebuah kalimat.
Kasus menunjukkan fungsi nomina atau frasa nominal dalam kalimat. Nomina
mengalami perubahan bentuk akibat infleksi untuk menunjukkan fungsi-
fungsinya yang berbeda (Richard, 2007: 86). Klasifikasi kasus tradisional seperti
dalam tata bahasa Latin berdasarkan variasi-variasi bentuk morfologis. Setiap
bentuk morfologis dianalisis berkaitan dengan bidang makna yang spesifik. Pada
bahasa-bahasa yang memiliki variasi-variasi morfologis yang terbatas, kategori
gramatikal kasus tidak dapat diterapkan (Crystal, 2008: 66). Kasus merupakan
salah satu kekhususan sintaksis pada beberapa bahasa (Hanna, 1997: 15).

Terdapat teori umum mengenai kasus: yaitu (i) bahwa kasus yang sama
mungkin direalisasikan lebih dari satu fungsi sintaksis; dan (ii) bahwa fungsi
sintaksis tertentu mungkin direalisasikan dengan berbagai cara dalam bahasa
yang sama. Sufiks-sufiks infleksi menandai nomina untuk kasus tertentu. Sufiks
yang sama mungkin menandai kasus yang berbeda, sebaliknya kasus yang sama
mungkin juga ditandai dengan sufiks yang berbeda (Lyons, 1995: 285, 286)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 121


Istilah kasus dalam bahasa Arab disebut (‫ )الحالة اإلعرابية‬yang
memuat dua unsur, yaitu (1) (‫ ) صيغة الحالة‬atau case form; dan (2) makna
umum yang terkandung pada satuan sintakis tersebut terkait hubungan
fungsionalnya dengan satuan sintaksis lainnya (Baalbaki, 1990: 82). Case form
atau (‫ ) صيغة الحالة‬adalah forma atau slot sebuah kasus dalam konstruksi
sintaksis, seperti kata (‫ )رجاال‬masuk dalam slot kasus akusatif (‫)حالة النصب‬
(Baalbaki, 1990: 83). Dalam bahasa Arab kasus nomina ditandai dengan desinen
berupa bunyi akhir kata atau suku akhir kata. Bunyi tersebut dinamakan juga
dengan case endings atau (‫)عالمة اإلعراب‬, yaitu imbuhan di akhir kata atau
sufiks (Baalbaki, 1990: 83) yang menandai sebuah kasus nomina.

Terdapat beberapa kasus nomina, seperti kasus abesif (abbesive case)


adalah kasus yang menandai makna “tiada, tanpa” pada nomina atau sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai topik dalam struktur
sintaksis (‫)ال النافية للجنس‬. Kasus ablatif (ablative case) adalah kasus yang
menandai makna gerak dari, cara atau tempat pada nomina atau yang sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina yang befungsi sebagai circumtantial/ complement of
manner (‫ )حال‬dan adverb location (‫ )مفعول فيه‬. Kasus adesif (adessive case)
adalah kasus yang menandai makna “tempat pada, dengan, dst.” pada nomina
atau yang sejenisnya. Kasus akusatif (accusative case) adalah kasus yang
menandai nomina atau yang sejenisnya sebagai obyek langsung yang berperan
penderita atau sasaran, dalam tradisi Arab kasus akusatif menandai nomina yang
berfungsi sebagai (‫)مفعول به‬. Kasus alatif (allative case) adalah kasus yang
menandai makna “gerak ke arah” pada nomina dan sejenisnya, misalnya kasus
pada nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫)إلى‬. Kasus datif
(dative case) adalah kasus yang menandai bahwa nomina adalah penerima atau
obyek tak langsung, dalam tradisi Arab kasus akusatif menandai nomina yang
berfungsi sebagai (‫ )مفعول أول‬dalam struktur sintaksis yang terdapat obyek
lebih dari satu. Kasus elatif (elative case) adalah kasus yang menandai makna
“dari” pada nomina dan sejenisnya, misalnya kasus pada nomina misalnya kasus

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 122


pada nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫َن‬ ‫)م‬. Kasus
‫ ع‬،‫ِن‬
esif (essive case) adalah kasus yang menandai makna “keadaan yang terus
menerus” pada nomina dan sejenisnya, misalnya kasus pada nomina yang
berfungsi sebagai predikat dari klausa atau kalimat nominal kopula, seperti
(‫ ذاهبا‬... ‫مادام‬/‫مازاال‬/‫)كان‬. Kasus genitif (genitive case, possesive
case) adalah kasus yang menandai makna “milik” pada nomina atau sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai posesor pada stuktur posesif
atau dinamakan (‫)مضاف إليه‬. Kasus ilatif (illative case) adalah kasus yang
menandai “tempat ke” pada nomina atau yang sejenisnya. Kasus inesif (inessive
case) adalah kasus yang menandai makna “dalam” pada nomina atau sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai
obyek preposisi partikel (‫)في‬. Kasus instruktif (instructive case) atau kasus
instrumental (instrumental case) adalah kasus yang menandai makna “sebagai
alat” pada nomina atau yang sejenisnya, misalnya kasus pada nomina yang
‫)ب‬. Kasus komitatif (commitative
berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫ِـ‬
case) adalah kasus yang menandai makna “menyertai, dengan” pada nomina atau
yang sejenisnya, misalnya kasus pada nomina misalnya kasus pada nomina yang
‫ ب‬،‫)مع‬. Kasus lokatif (locative
berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫ِـ‬
case) adalah kasus yang menandai makna “tempat” pada nomina atau sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai
obyek preposisi partikel (‫ على‬،‫ من‬،‫ إلى‬،‫)في‬. Kasus lurus (direct case,
common case) adalah istilah umum untuk kasus nominatif dan vokatif. Kasus
miring (oblique case) adalah istilah umum untuk kasus-kasus selain kasus
nominatif dan vokatif. Kasus nominatif (nominative case) adalah kasus yang
menandai nomina atau sejenisnya sebagai subyek, dalam tradisi Arab kasus
nominatif menandai nomina yang berfungsi sebagai subyek (‫)فاعل‬, topik
(‫ )مبتدأ‬dan komen (‫)خبر‬. Kasus partitif (partitive case) adalah kasus yang
menandai makna “bagian dari” pada nomina atau sejenisnya, misalnya kasus
pada nomina yang berfungsi sebagai bagian pada stuktur posesif/aneksatif atau
dinamakan (‫)مضاف إليه‬. Kasus prolatif (prolative case) adalah kasus yang
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 123
menandai makna “gerak sepanjang” pada nomina atau sejenisnya. Kasus
translatif (translative case) adalah kasus yang menandai makna “perubahan
keadaan” pada nomina atau sejenisnya, misalnya kasus pada nomina yang
berfungsi sebagai predikat dari klausa atau kalimat nominal kopula, seperti
(‫عالما‬... ‫ صار‬/‫)كان‬. Kasus vokatif (vocative case) adalah bentuk kasus
dalam bahasa inflektif untuk menandai orang atau benda yang diajak bicara,
misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai komen dari klausa atau
kalimat vokatif (interjektif), seperti (‫ًّا‬
‫َلي‬ َ).
‫يا ع‬

Dari beberapa kasus tersebut, kasus nomina Arab yang paling umum dan
sering disebut dalam literatur gramatika barat terhadap tradisi Arab adalah kasus
nominatif untuk slot (‫)رفع‬, akusatif untuk slot (‫)نصب‬, dan genetif untuk slot

‫( )جر‬Haywood, 1962: 33), (Holes, 1995: 141), (Ryding, 2005: 54). Namun dari
segi keterikatannya dalam hubungan fungsional antar kata dalam srtuktur
sintaksis, slot tersebut dinamakan juga sebagai slot bebas (independent) untuk
(‫)حالةالرفع‬, slot terikat (dependent) untuk (‫ )حالة النصب‬dan slot tak
langsung (indirect) untuk (ّ
‫الجر‬ ‫)حالة‬. Sedangkan bila dipandang dari
kemungkinannya untuk dipindah-pindahkan deret urutnya dalam kalimat,
‫ )حالة الجر‬merupakan kasus statis (oblique/ obligatory
kategori infleksi (ّ
case) adapun kedua kasus lainnya, (‫ )حالة الرفع‬dan (‫)حالة النصب‬
merupakan kasus dinamis.

10.2 Desinens Kasus Nomina Arab


Kasus pada umumnya ditandai dengan perubahan bentuk akhir kata
sebagai penanda gramatikal. Perubahan bentuk akhir kata merupakan perubahan
morfologis untuk menandai suatu hubungan fungsional antar kata dalam struktur
sintaksis. Perubahan morfologis tersebut ada yang dinyatakan jelas bentuknya
sehingga tampak jelas penanda gramatikalnya namun ada yang tidak dinyatakan
jelas bentuknya sehingga tidak tampak penanda gramatikalnya. Penanda
gramatikal atau desinens yang dinyatakan jelas dalam tradisi Arab disebut

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 124


desinens tampak atau desinens eksternal/ surface desinences, external desinences
(‫)عالمة اإلعراب الظاهرة‬, sedangkan desinens yang tidak nampak penanda
gramatikalnya dalam tradisi Arab dinamakan desinens anggapan atau desinens
ّ‫)عالمة اإلعراب المق‬.
internal / supposed desinence, internal desinences (‫درة‬

Desinens tampak berdasarkan variasinya dapat dikelompokkan menjadi


‫ْص‬
bentuk triptotip atau yang disebut (‫َرف‬ ‫َب المن‬
‫ )المعر‬dan diptotip atau yang
‫َم‬
dinamakan (‫ْنوع من الصرف‬ ‫َب الم‬
‫ْر‬‫)المع‬. Nomina inflektif triptotif adalah
nomina yang memiliki 3 variasi desinens pada masing-masing kasusnya, seperti
kasus nominatif ditandai sufiks bunyi vokal /u/, kasus akusatif suifks bunyi vokal
/a/, dan kasus genetif sufiks bunyi vokal /i/ serta dapat ditandai sufiks nunasi atau
tanwi<n. Nomina inflektif diptotif adalah nomina yang memiliki 2 variasi desines
saja pada masing-masing kasusnya, seperti kasus nominatif ditandai sufiks bunyi
vokal /u/, kasus akusatif dan genetif sufiks bunyi vokal /a/ bila nomina tidak
ditandai dengan prefiks artikula (‫ )ال‬sebagai penanda nomina definit atau ta’rif
(El Dahdah, 2001: 66-67).

ََّ
Adapun nomina inflektif anggapan (‫در‬ ‫ )مق‬adalah nomina yang tidak
mengalami perubahan bentuk morfologis karena infleksi pada umumnya seperti
yang terjadi pada jenis triptotip dan diptotip. Hal ini disebabkan oleh dua hal, (1)
bentuk formal yang tak berterima secara morfologis atau (2) bentuk fonologis
yang tidak memungkinkan kata berubah karena sulit pelafalannya sehingga
desinensnya berupa anggapan (‫)تقدير‬. Desinens anggapan adalah desinens yang
sebenarnya ada tetapi karena secara fonologis sulit untuk dilafalkan maka tidak
terjadi perubahan morfologis. Desinens anggapan memiliki 3 variasi pada
masing-masing kasusnya, seperti kasus nominatif ditandai sufiks bunyi vokal /u/,
kasus akusatif suifks bunyi vokal /a/, dan kasus genetif sufiks bunyi vokal /i/
serta dapat ditandai sufiks nunasi atau tanwi<n.

Selain ditandai dengan perubahan bentuk akhir kata, kasus nomina juga
tidak ditandai dengan perubahan bentuk morfologis, yaitu khusus pada nomina
‫ْن‬
yang tergolong sebagai nomina permanen. Nomina inflektif permanen (ٌّ‫ِي‬ َ)
‫مب‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 125


adalah jenis nomina yang sama sekali tidak mengalami perubahan bentuk
morfologis apapun karena infleksi. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang
permanen. Tidak terdapat desinens pada nomina permanen. Dalam analisis fungsi
sintaksis, nomina permanen hanya disebut menempati slot kasus tertentu atau
dalam tradisi Arab disebut (‫َل‬
‫مح‬َ ‫( )في‬El Dahdah, 2001: 66).

10.3 Kasus Nominatif

Kasus nominatif (nominative case) adalah kasus yang paling umum


menandai nomina atau sejenisnya sebagai subyek (Kridalaksana, 2009: 109),
(Lyons, 1995: 290). Kasus nominatif digolongkan sebagai kasus lurus atau tegak
lurus (direct case, common case) yang dipertentangkan dengan kasus
menyimpang atau kasus miring (oblique case), yaitu semua kasus selain kasus
nominatif dan vokatif (Kridalaksana, 2009: 109), (Lyons, 1995: 283).

Dalam bahasa Arab kasus nominatif umumnya disepadankan dengan


kategori infleksional raf’ (‫)حالة الرفع‬. Bila ditinjau dari sifatnya yang tidak
terikat atau tidak terinfleksi dengan unsur-unsur lainnya dalam kalimat, kasus
raf’ (‫ )حالةالرفع‬dapat disebut sebagai kasus bebas/ independent. Bila ditinjau
dari kemungkinannya untuk dipindah-pindahkan deret urutnya dalam kalimat,
kasus raf’ (‫ )حالة الرفع‬dapat disebut sebagai kasus dinamis, yaitu kasus yang
dapat diinversi atau permutasikan. Inversi adalah perubahan urutan bagian-
bagian kalimat atau perubahan deret unsur-unsur kalimat (Kridalaksana, 2009:
96, 190). Istilah raf’ (‫ )رفع‬sebenarnya berkaitan dengan sifat fisiologis bunyi
saat melafalkan bunyi vokal /u/ sebagai penanda gramatikal kasus ini, yaitu
pangkal lidah dalam keadaan terangkat ke atas langit-langit sehingga disebut raf’
(‫ )رفع‬atau marfu>’ (‫ )مرفوع‬yang berarti ‘terangkat’ (Atallah, 2007: 99).

Kasus raf’ (‫ )حالة الرفع‬dalam bahasa Arab yang disepadankan


dengan kasus nominatif tidak hanya menadai nomina atau sejenisnya yang
berfungsi sebagai subyek sebagaimana dikenal secara umum, melainkan kasus ini

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 126


juga menandai nomina yang berfungsi sebagai predikat, dan obyek. Karena
perannya yang tidak hanya menandai subyek melainkan juga predikat, maka
kasus ini dapat disebut kasus referensial (‫ )حالة اإلسناد‬atau kasus pilar
kalimat (‫( )حالة العمدة‬Hamid, 2002: 68).

Nomina berkasus nominatif menandai fungsinya sebagai subyek dalam


kalimat nominal yang disebut (‫ )مبتدأ‬atau topik termasuk di dalamnya nomina
sebagai subyek (primate/topic) pada frasa verbal defisien/ copula ( ‫كان‬
‫ )وأخواتها‬dan frasa negasi berunsur partikel (‫)ليس وأخواتها‬. Selain
subyek pada klausa atau kalimat berpredikat nomina (klausa/kalimat nominal),
kasus nominatif juga menandai subyek pada klausa atau kalimat berpredikat
verba (klausa/kalimat verbal) disebut (‫ )فاعل‬atau pelaku/ agent. Nomina
berkasus nominatif menandai fungsinya sebagai predikat pada jenis klausa atau
kalimat nominal yang dinamakan (‫ )خبر‬atau komen/ sebutan termasuk di
dalamnya nomina sebagai predikat frasa negasi genus (‫)ال النافية للجنس‬
ّ‫)إ‬. Sedangkan
dan frasa nominal berunsur partikel konfirmatif (‫ن وأخواتها‬
obyek yang ditandai kasus nominatif adalah nomina yang berfungsi sebagai pro-
agent (‫ )نائب الفاعل‬atau obyek pada kalimat verbal yang predikatnya berupa
verba berdiatesis pasif (Ghulayaini, 1987).

Desinens tampak/ surface desinence (‫ )عالمة اإلعراب الظاهرة‬kasus


nominatif atau kasus bebas pada nomina inflektif triptotip umumnya terbagi
menjadi dua, yaitu desinens berupa bunyi vokal pendek dan desinens berupa
bunyi vokal panjang. Desinens bunyi vokal pendek /u/ (ُ
‫ )ـ‬atau disebut (‫)ضمة‬
menandai nomina takrif atau definit, yaitu nomina yang diawali prefiks artikula
(‫)ال‬, seperti bentuk (‫ )ـ‬pada (‫ّجل‬
‫)الر‬. Sedangkan nomina tak takrif atau
indefinit, yaitu nomina yang tidak diawali prefiks artikula (‫ )ال‬ditandai dengan
sufiks bunyi vokal pendek /u/ dengan nunasi /n/ (ٌ
‫ )ـ‬atau disebut
(‫)ضمةالتنوين‬, yaitu bunyi konsonan /n/ yang menyertai bunyi vokal /u/,
‫ )ـ‬pada (ٌ
seperti bentuk (ٌ ‫َجل‬
‫)ر‬. Adapun bunyi vokal panjang /u/ (ْ
‫ُو‬‫ )ـ‬yang
biasanya dinyatakan dengan huruf (‫ )و‬menandai beberapa jenis nomina, yaitu (1)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 127


nomina yang tergolong sebagai al asma> al khamsah (‫ )األسما الخمسة‬seperti
bentuk (ْ
‫ )ـو‬pada (ٍ ‫َل‬
ّ‫ِي‬ ‫َخو‬
‫ْ ع‬ ‫ أ‬،ٍ ‫َّد‬
‫َم‬‫ْ مح‬‫َبو‬‫ )أ‬dan; (2) nomina jenis maskulin
bentuk jamak sufiks atau disebut (‫ )جمع المذكر السالم‬seperti bentuk (‫)ـو‬
pada kata (‫ْن‬
‫ِمو‬ ‫َّالحو‬
‫ مسْل‬،‫ْن‬ ‫)ف‬. Sedangkan bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬atau
biasanya dinyatakan dengan huruf (‫ )ا‬menandai nomina bentuk dual atau disebut
(‫ )المثنى‬seperti bentuk (‫َا‬
‫ )ـ‬pada kata (ِ‫ِسَان‬
ّ
‫در‬ َ‫َج‬
َ‫ م‬،ِ‫الن‬ ‫( )ر‬El Dachdach,
2001: 66).

Tabel 10.3
Desinens Tampak Kasus Raf’ (‫)حالة الرفع‬/ Nominatif Arab

Desinens Jenis Nomina Contoh

bunyi vokal pendek /u/ nomina takrif atau


‫ّجل‬
‫الر‬

‫ )ـ‬atau disebut (‫)ضمة‬ definit

bunyi vokal pendek /u/


dengan nunasi /n/ (ٌ
‫)ـ‬ nomina tak takrif atau ٌ
‫َجل‬
‫ر‬
atau disebut indefinit
(‫)ضمةالتنوين‬

nomina al asma> al
khamsah ‫َل‬
ّ‫ِي‬
ٍ ‫َخو‬
‫ْ ع‬ ‫َّد‬
‫ أ‬،ٍ ‫َم‬ ‫َبو‬
‫ْ مح‬ ‫أ‬
bunyi vokal panjang /u/ (‫)األسما الخمسة‬

‫ُو‬‫ )ـ‬biasanya dinyatakan
nomina jenis maskulin
dengan huruf (‫)و‬
bentuk jamak sufiks atau
‫ْن‬ ‫ مسْل‬،‫ْن‬
‫ِمو‬ َّ
‫الحو‬‫ف‬
disebut
(‫)جمع المذكر السالم‬

bunyi vokal panjang /a/


nomina bentuk dual atau َ‫َج‬
َ‫ م‬،ِ‫الن‬
(‫َا‬
‫ )ـ‬biasanya dinyatakan ِ‫ِسَان‬
ّ
‫در‬ ‫ر‬
disebut (‫)المثنى‬
dengan huruf (‫)ا‬

Desinens kasus nominatif pada nomina yang tergolong sebagai nomina


inflektif diptotif adalah sufiks bunyi vokal pendek /u/ (ُ
‫)ـ‬, baik takrif/ definit

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 128


maupun tak takrif/ indefinit. Nomina-nomina yang tergolong sebagai nomina
inflektif diptotif dengan penanda gramatikal tersebut adalah:

‫ْم‬
1. Nomina yang bersufiks /‫ا‬/ dan /‫ن‬/ seperti (‫َان‬ ‫ )عث‬bentuk perluasan/
َ‫ي‬
turunan dari dasar (‫)عثم‬, (‫دان‬ َْ
‫ )ز‬dari dasar (‫)زيد‬, (‫َّان‬
‫َف‬ ‫ )ع‬dari dasar

‫)عف‬, (‫ )حسَّان‬dari dasar (ّ‫)حس‬.

‫ْع‬
2. Nomina yang mengikuti model pola (‫َل‬ ‫َف‬
‫)أ‬, seperti (‫َر‬
‫ْم‬‫َح‬
‫أ‬،‫َد‬
‫ْم‬‫َح‬
‫)أ‬.

3. Nomina bentuk kontraksi (perpaduan/ pemendekan), seperti ( ،‫َك‬


‫لب‬َْ
‫بع‬َ
‫َ َلح‬
‫ْم‬ ‫ْت‬ َ).
‫بي‬

4. Beberapa nomina jenis feminin strukturnya bukan maknanya, seperti


َ‫ أسَا‬،‫ية‬
nama (‫مة‬ َِ‫َاو‬
‫ ;)مع‬beberapa nomina jenis feminin maknanya
َْ
bukan strukturnya, seperti nama (‫يم‬ َ); beberapa nomina jenis feminin
‫مر‬
َْ
baik struktur dan maknanya, seperti nama (‫هة‬ ‫ِي‬ َ
‫)نب‬.

5. Nomina berupa nama asing/ selain Arab yang telah diserap dalam bahasa
Arab dan tersusun lebih dari 3 konsonan, seperti nama ( ،‫ْب‬
‫ْقو‬
‫يع‬َ
،‫ْم‬
‫ِي‬‫َاه‬
‫بر‬ِْ
‫)إ‬.

6. Nomina berupa nama-nama yang mengikuti model pola (‫َل‬


‫)فع‬, seperti
nama ( ،‫َم‬ َ‫ ز‬،‫َل‬
‫ عص‬،‫مر‬ ‫ جم‬،‫َم‬
‫ زح‬،‫ دَلف‬،‫َح‬ َ‫ ث‬،‫لع‬
‫ جث‬،‫لع‬ َ‫ ب‬،‫َر‬
‫عم‬
َ‫ ه‬،‫َل‬
،‫دل‬ ‫ مض‬،‫َح‬
‫ هب‬،‫َر‬ ‫ قز‬،‫َم‬
‫ )قت‬dan nomina lain yang mengikuti
model pola tersebut seperti, (‫َر‬
‫)أخ‬.

‫َع‬
7. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْالَن‬ ‫ )ف‬seperti (‫َسْالَن‬ ‫ْر‬
‫ ك‬،‫َان‬ ‫)سَك‬.

‫َاع‬
8. Nomina yang mengikuti model pola (‫ِل‬ ‫مف‬ ‫َات‬
َ), seperti (‫ِب‬ ‫مك‬َ،‫مسَاجِد‬
َ).

9. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْل‬


‫ِي‬‫َاع‬
‫مف‬َ), seperti (‫ْح‬
‫ِي‬‫َاب‬
‫مص‬َ).

‫َع‬
10. Beberapa nomina yang mengikuti model pola ( ‫ْال‬ ‫)ف‬, seperti ( ، ‫َا‬
‫ْر‬‫َم‬
‫ح‬
‫َخْر‬
‫َا‬ ‫ْر‬
‫ ص‬، ‫َا‬ ‫َف‬ ‫ْر‬
‫ ص‬، ‫َا‬ ‫َض‬
‫)خ‬

ّ‫)عالمة اإلعراب المق‬


Desinens anggapan/ supposed desinence (‫درة‬
pada kasus nominatif adalah sufiks bunyi vokal /u/ (ُ
‫ )ـ‬untuk nomina definit/

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 129


takrif dan sufiks bunyi vokal /u/ dengan nunasi /n/ (ٌ
‫ )ـ‬untuk nomina indefinit/
tak takrif. Berikut contoh dari kasus nominatif pada nomina inflektif anggapan:

Tabel 10. 3
Desinens Anggapan Kasus Raf’ (‫)حالة الرفع‬/ Nominatif Arab
Desinens
Jenis Nomina Sebab Contoh
Anggapan
Dianggap
Sufiks bunyi vokal sebagai
pendek /u/ pada bentuk yang
Al Maqshu>r ‫َى‬
‫َت‬‫جا الف‬
huruf alif al tak
denifit )‫الفتأ‬:‫َى‬
َ َ ‫َت‬
‫(الف‬
maqshu>rah (‫ )ى‬yang berterima
tidak dinyatakan secara
morfologis
Dianggap
Sufiks bunyi vokal
sebagai
pendek /u/ dengan
bentuk yang
Al Maqshur nunasi /n/ pada ‫ًى‬‫َت‬
‫َاَ ف‬‫ج‬
tak ٌ
)‫َأ‬‫َت‬ ‫َت‬
‫ ف‬:ٌ‫َى‬
indefinite huruf alif al ‫(ف‬
berterima
maqshu>rah (ٌ‫ )ى‬yang
secara
tidak dinyatakan
morfologis
Sufiks bunyi vokal
pendek /u/ pada Dianggap
Al Manqush ‫َاض‬
‫ِي‬ ‫َاَ الق‬‫ج‬
huruf ya al sulit َ
definit )‫ِيي‬‫(القاض‬
manqu>shah (‫)ي‬ dilafalkan
yang ditanggalkan
Sufiks bunyi vokal
pendek /u/ dengan
Dianggap
Al Manqush nunasi /n/ pada ‫جاَ َقاض‬
sulit
indefinite huruf ya al ‫َاض‬
)ٌ‫ِيي‬ ‫(ق‬
dilafalkan
manqu>shah (ٌ‫)ي‬
yang ditanggalkan
Sufiks bunyi vokal
pendek /u/ pada
konsonan (‫ )م‬yang
Al Mudha>f ila> ya
dirubah menjadi
al mutakallim
bunyi vokal /i/ Dianggap
(bentuk posesif ‫ِي‬
ْ ‫َُالم‬
‫َاَ غ‬
‫ج‬
karena sulit َ‫(غ‬
pada pronomina )ْ‫المي‬
menyelaraskan dilafalkan
orang pertama
bunyi vokal
tunggal)
sesudahnya, yaitu
bunyi vokal panjang
/i/
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 130
Pada nomina permanen yang berkasus nominatif, dalam analisis fungsi
sintaksisnya, nomina permanen disebut menempati slot kasus nominatif atau
dalam tradisi Arab disebut (‫َل رفع‬
‫مح‬َ ‫)في‬.

10.4 Kasus Akusatif

Kasus akusatif (accusative case) pada umumnya adalah kasus yang


menandai nomina atau yang sejenisnya sebagai obyek langsung yang berperan
penderita atau sasaran (Kridalaksana, 2009: 108). Adapun kasus yang menandai
obyek tak langsung disebut kasus datif. Kasus akusatif dipakai untuk menandai
obyek verba transitif, Kasus akusatif dan ablatif (dengan dan tanpa preposisi)
mempunyai fungsi adverbial berkenaan dengan pembedaan tempat dan waktu
(Lyons, 1995: 284).

Dalam bahasa Arab kasus akusatif umumnya disepadankan dengan


kategori infleksi nashb (‫)حالة النصب‬. Bila ditinjau dari sifatnya yang terikat
atau terinfleksi dengan unsur-unsur lainnya dalam kalimat, kasus nasb
(‫ )حالةالنصب‬dapat disebut sebagai kasus terikat/ dependent. Bila dilihat dari
kemungkinannya untuk dipindah-pindahkan deret urutnya dalam kalimat, kasus
nashb (‫ )حالة النصب‬dapat disebut sebagai kasus dinamis, yaitu kasus yang
dapat diinversi atau permutasikan. Istilah nashb (‫ )نصب‬sebenarnya berhubungan
dengan sifat fisiologis bunyi vokal /a/ yang menjadi penanda gramatikal umum
kasus ini, yaitu keadaan rongga mulut dan bibir melebar saat melafalkan vokal
tersebut atau disebut dalam bahasa Arab nashb (‫ )نصب‬yang berarti membesar
atau melebar (Atallah, 2007: 99).
Kasus nasb (‫ )حالة النصب‬dalam bahasa Arab yang disepadankan
dengan kasus akusatif tidak hanya menadai nomina atau sejenisnya yang
berfungsi sebagai obyek sebagaimana dikenal secara umum, melainkan kasus ini
juga menandai nomina yang berfungsi sebagai subyek, predikat, dan adverbia.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 131


Nomina berkasus akusatif menandai subyek pada klausa/ kalimat berpredikat
nomina yang disebut (‫ )مبتدأ‬atau topik pada frasa nominal berunsur partikel
َّ dan frasa nominal negasi genus ( ‫ال النافية‬
konfirmatif (‫)إن وأخواتها‬
‫)للجنس‬. Nomina berkasus akusatif menandai predikat nomina pada klausa/
kalimat berpredikat nomina yang disebut (‫ )خبر‬atau komen/ sebutan dengan
subyeknya bentuk sintaksis berunsur verbal defisien/ copula (‫)كان وأخواتها‬
dan frasa negasi berunsur partikel (‫)ليس وأخواتها‬. Selain kasus akusatif yang
menandai kasus nomina yang berfungsi sebagai predikat pada bentuk sintaksis
kopula, kasus nomina predikat kopula ini dapat disebut juga sebagai kasus esif
(essive case), yaitu kasus yang menandai makna “keadaan yang terus menerus”
atau kasus translatif (translative case), yaitu kasus yang menandai makna
“perubahan keadaan”.
Nomina berkasus akusatif menandai obyek yang disebut (‫)مفعول به‬,
baik obyek langsung dari verba transitif maupun obyek tak langsung. Obyek tak
langsung ditandai oleh kasus datif (dative case), yaitu kasus yang menandai
bahwa nomina adalah penerima atau obyek tak langsung. Nomina berkasus
akusatif juga menandai obyek vokatif (interjeksi panggilan) yang disebut
(‫)المنادى‬.
Adverbia dalam bahasa Arab juga ditandai dengan kasus akusatif atau
kasus terikat/ dependent. Adverbia bahasa Arab meliputi ha>l (‫)حال‬, maf’u>l fi<h
(‫)مفعول فيه‬, maf’u>l li ajlih (‫)مفعول ألجله‬, maf’u>l muthlaq (‫)مفعول مطلق‬,
maf’u>l ma’ah (‫معه‬ ‫)مفعول‬, dan tamyi>z (‫)تمييز‬. Ha>l (adverbia
circumstansial) adalah nomina yang berfungsi menjelaskan keadaan fa>’il (agent)
dan maf’u>l (patient) ketika terjadinya suatu perbuatan. Maf’u>l fi<h (circumtantial
patient) adalah nomina yang berfungsi sebagai keterangan waktu dan tempat
terjadinya suatu perbuatan. Maf’u>l liajlih (causal patient) adalah nomina yang
berfungsi menjelaskan sebab atau motif terjadinya perbuatan. Maf’u>l muthlaq
(absolute patient) adalah nomina yang berfungsi sebagai; penguat suatu
perbuatan, atau menjelaskan bilangannya, atau menjelaskan macamnya. Maf’u>l
ma’ah (comcomitant patient) adalah nomina yang berfungsi menjelaskan sesuatu
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 132
yang terjadi bersamaan dengannya. Tamyi<z (distinctive) adalah nomina yang
berfungsi sebagai penjelas kesamaran nomina sebelumnya. Selain menandai
fungsi subyek, predikat, obyek, dan adverbia, kasus akusatif menandai nomina
bentuk eksepsional atau pengecualian yang disebut (‫)المستثنى‬.

Desinens tampak/ surface desinence (‫ )عالمة اإلعراب الظاهرة‬kasus


akusatif atau kasus terikat pada nomina inflektif triptotip umumnya terbagi
menjadi dua, yaitu desinens berupa bunyi vokal pendek, bunyi vokal panjang, dan
bunyi diftong. Desinens bunyi vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬atau disebut (‫)فتحة‬
menandai nomina takrif atau definit, yaitu nomina yang diawali prefiks artikula
‫ )ـ‬pada (َ
(‫)ال‬, seperti bentuk (َ ‫َجل‬
‫)الر‬. Sedangkan nomina tak takrif atau
indefinit, yaitu nomina yang tidak diawali prefiks artikula (‫ )ال‬ditandai dengan
sufiks bunyi vokal pendek /a/ dengan nunasi (ً
‫ )ـ‬atau disebut (‫)فتحةالتنوين‬,
yaitu bunyi konsonan /n/ yang menyertai bunyi vokal /a/, seperti bentuk (ً
‫ )ـ‬pada
(‫َجًال‬
‫)ر‬. Adapun bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬atau yang biasanya dinyatakan
dengan huruf (‫ )ا‬menandai nomina yang tergolong sebagai al asma> al khamsah
(‫ )األسما الخمسة‬seperti bentuk (‫َا‬ ‫ )ـ‬pada (ٍ ‫َل‬
ّ‫ِي‬ ‫َخ‬
‫َا ع‬ ‫َّد‬
‫ أ‬،ٍ ‫َم‬‫با مح‬ََ‫)أ‬. Bunyi
vokal pendek /i/ (ِ
‫ )ـ‬atau disebut (‫ )كسرة‬menandai nomina takrif atau definit,
yaitu nomina yang diawali prefiks artikula (‫)ال‬, seperti bentuk (ِ
‫ )ـ‬pada
‫َي‬
(ِ‫َات‬ ‫َت‬
‫)الف‬. Sedangkan nomina tak takrif atau indefinit, yaitu nomina yang
tidak diawali prefiks artikula (‫ )ال‬ditandai dengan sufiks bunyi vokal pendek /i/
dengan nunasi (ً
‫ )ـ‬atau disebut (‫)كسرةالتنوين‬, yaitu bunyi konsonan /n/ yang
‫َي‬
‫ )ـ‬pada (ٍ‫َات‬
menyertai bunyi vokal /i/, seperti bentuk (ٍ ‫َت‬
‫)ف‬. Kedua bunyi vokal
/i/ tersebut menadai nomina jenis feminin bentuk jamak sufiks atau disebut ( ‫جمع‬
‫)المؤنث السالم‬. Adapun bunyi vokal panjang /i/ (ْ
‫ِي‬‫ )ـ‬atau yang biasa
dinyatakan dengan huruf (‫ )ي‬menandai nomina jenis maskulin bentuk jamak
sufiks atau disebut (‫ )جمع المذكر السالم‬seperti bentuk (ْ‫ِي‬
‫ )ـ‬pada kata
(‫ْن‬
‫ِي‬ ‫ مسْل‬،‫َّالحِين‬
‫ِم‬ ‫)ف‬. Sedangkan bunyi diftong /ay/ (ْ
‫َي‬‫ )ـ‬atau biasa dinyatakan
juga dengan huruf (‫ )ي‬menandai nomina bentuk dual atau disebut (‫)المثنى‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 133


seperti bentuk (ْ‫َي‬ ‫ِسَي‬
‫ )ـ‬pada kata (ِ‫ْن‬ ّ
‫در‬َ‫ م‬،ِ‫ْن‬
‫لي‬َ‫َج‬
‫)ر‬. Sedangkan (El Dachdach,
2001: 66).

Tabel 10.4
Desinens Tampak Kasus Nashb (‫)حالة النصب‬/ Akusatif Arab

Desinens Jenis Nomina Contoh

bunyi vokal pendek /a/ nomina takrif atau َ


‫َجل‬
‫الر‬

‫ )ـ‬atau disebut (‫)فتحة‬ definit

bunyi vokal pendek /a/


dengan nunasi (ً
‫ )ـ‬atau nomina tak takrif atau ً‫َج‬
‫ال‬ ‫ر‬
disebut indefinit
(‫)فتحةالتنوين‬

bunyi vokal panjang /a/ nomina al asma> al


‫ )ـ‬biasanya dinyatakan khamsah
(‫َا‬ ‫َل‬
ّ‫ِي‬
ٍ ‫َخ‬
‫َا ع‬ ‫َّد‬
‫ أ‬،ٍ ‫َم‬ ََ
‫با مح‬ ‫أ‬
dengan huruf (‫)ا‬ (‫)األسما الخمسة‬

nomina takrif atau


Bunyi vokal pendek /i/ definit feminin bentuk
jamak sufiks atau disebut ‫َي‬
ِ‫َات‬ ‫َت‬
‫الف‬

‫ )ـ‬atau disebut (‫)كسرة‬
(‫)جمع المؤنث السالم‬

bunyi vokal pendek /i/ nomina tak takrif atau


dengan nunasi (ً
‫ )ـ‬atau indefinit feminin bentuk
jamak sufiks atau disebut ‫َي‬
ٍ‫َات‬ ‫َت‬
‫ف‬
disebut
(‫)كسرةالتنوين‬ (‫)جمع المؤنث السالم‬

nomina jenis maskulin


bunyi vokal panjang /i/ bentuk jamak sufiks atau

‫ِي‬‫ )ـ‬biasanya dinyatakan disebut ‫ْن‬
‫ِي‬‫ِم‬ َّ
‫ مسْل‬،‫الحِين‬‫ف‬
dengan huruf (‫)ي‬
(‫)جمع المذكر السالم‬

bunyi diftong /ay/ (ْ


‫َي‬‫)ـ‬
nomina bentuk dual atau َ‫ م‬،ِ‫ْن‬ َ‫َج‬
biasanya dinyatakan juga ‫ِسَي‬
ِ‫ْن‬ ّ
‫در‬ ‫لي‬ ‫ر‬
disebut (‫)المثنى‬
dengan huruf (‫)ي‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 134


Desinens kasus akusatif pada nomina yang tergolong sebagai nomina
inflektif diptotif adalah sufiks bunyi vokal /a/ (َ
‫)ـ‬, baik takrif/ definit maupun tak
takrif/ indefinit. Nomina-nomina yang tergolong sebagai nomina inflektif
diptotif dengan penanda gramatikal tersebut adalah:

َ/ seperti (‫ن‬
1. Nomina yang bersufiks /‫ا‬/ dan /‫ن‬ ‫ْم‬
َ‫َا‬ ‫ )عث‬bentuk perluasan/
َ‫دا‬
turunan dari dasar (‫)عثم‬, (‫ن‬ َ‫ي‬َْ َ‫َّا‬
‫ )ز‬dari dasar (‫)زيد‬, (‫ن‬ ‫َف‬ ‫ )ع‬dari dasar
(ّ َ‫ )حسَّا‬dari dasar (ّ‫)حس‬.
‫)عف‬, (‫ن‬

‫ْع‬
2. Nomina yang mengikuti model pola (‫َل‬ ‫َف‬
‫)أ‬, seperti (َ
‫َر‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ََ
‫أ‬،‫د‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ‫)أ‬.

3. Nomina bentuk kontraksi (perpaduan/ pemendekan), seperti ( ،َ‫َك‬


‫لب‬َْ
‫بع‬َ
َ
‫ْم‬‫َ َلح‬
‫ْت‬ َ).
‫بي‬

4. Beberapa nomina jenis feminin strukturnya bukan maknanya, seperti


َ‫م‬
nama (‫ة‬ َ‫ي‬
َ‫ أسَا‬،‫ة‬ َِ
‫َاو‬‫ ;)مع‬beberapa nomina jenis feminin maknanya
bukan strukturnya, seperti nama (َ
‫يم‬َْ
‫مر‬َ); beberapa nomina jenis feminin
َ‫ه‬
baik struktur dan maknanya, seperti nama (‫ة‬ َْ
‫ِي‬ َ
‫)نب‬.

5. Nomina berupa nama asing/ selain Arab yang telah diserap dalam bahasa
Arab dan tersusun lebih dari 3 konsonan, seperti nama ( ،َ
‫ْب‬‫ْقو‬
‫يع‬َ
،َ
‫ْم‬ ‫َاه‬
‫ِي‬ ‫بر‬ِْ
‫)إ‬.

6. Nomina berupa nama-nama yang mengikuti model pola (‫َل‬


‫)فع‬, seperti
nama ( ،َ
‫َم‬‫ عص‬،َ
‫مر‬َ‫ ز‬،َ
‫َل‬ ‫ دَلف‬،َ
‫ زح‬،َ ‫َح‬ ‫َم‬
‫ جم‬،َ ‫ جث‬،َ
‫لع‬َ‫ ث‬،َ
‫لع‬َ‫ ب‬،َ
‫َر‬‫عم‬
،َ
‫دل‬َ‫ ه‬،َ
‫َل‬ ‫َر‬
‫ هب‬،َ ‫َح‬
‫ مض‬،َ ‫َم‬
‫ قز‬،َ ‫ )قت‬dan nomina lain yang mengikuti
‫َر‬
model pola tersebut seperti, (َ ‫)أخ‬.

‫َع‬
7. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْالَن‬ ََ‫َسْال‬
‫ )ف‬seperti (‫ن‬ َ‫َا‬
‫ ك‬،‫ن‬ ‫ْر‬‫)سَك‬.

‫َاع‬
8. Nomina yang mengikuti model pola (‫ِل‬ ‫مف‬َ), seperti (َ
‫ِب‬‫َات‬
‫مك‬ َِ‫مسَاج‬
َ،‫د‬ َ).

9. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْل‬


‫ِي‬‫َاع‬
‫مف‬َ), seperti (َ
‫ْح‬ ‫َاب‬
‫ِي‬ ‫مص‬َ).

‫َع‬
10. Beberapa nomina yang mengikuti model pola ( ‫ْال‬ ‫)ف‬, seperti ( ، َ‫َا‬
‫ْر‬‫َم‬
‫ح‬
‫َخْر‬
َ‫َا‬ ‫ْر‬
‫ ص‬،َ‫َا‬ ‫َف‬ ‫ْر‬
‫ ص‬، َ‫َا‬ ‫َض‬
‫)خ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 135


ّ‫)عالمة اإلعراب المق‬
Desinens anggapan/ supposed desinence (‫درة‬
pada kasus akusatif adalah sufiks bunyi vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬untuk nomina
definit/ takrif dan sufiks bunyi vokal /a/ dengan nunasi /n/ (ً
‫ )ـ‬untuk nomina
indefinit/ tak takrif. Berikut contoh dari kasus nominatif pada nomina inflektif
anggapan:

Tabel 10.4
Desinens Anggapan Kasus Nashb (‫)حالة النصب‬/ Akusatif Arab

Desinens
Jenis Nomina Sebab Contoh
Anggapan
Dianggap
Sufiks bunyi vokal
sebagai
pendek /a/ pada
Al Maqshu>r bentuk yang ‫َى‬
‫َت‬‫جا الف‬
huruf alif al َ
denifit tak berterima )‫َأ‬ ‫الف‬:َ‫َى‬
‫َت‬ ‫َت‬‫(الف‬
maqshu>rah (َ‫ )ى‬yang
secara
tidak dinyatakan
morfologis
Sufiks bunyi vokal Dianggap
pendek /a/ dengan sebagai
Al Maqshur nunasi /n/ pada bentuk yang ‫َت‬
‫ًى‬ ‫َاَ ف‬‫ج‬
huruf alif al ً
)‫َأ‬‫َت‬ ‫َت‬
‫ف‬:ً‫َى‬ ‫(ف‬
indefinite tak berterima
maqshu>rah (ً‫ )ى‬yang secara
tidak dinyatakan morfologis
Sufiks bunyi vokal
Al Mudha>f ila> ya /a/ pada konsonan
al mutakallim (َ
‫ )م‬yang dirubah
Dianggap
(bentuk posesif menjadi bunyi vokal ‫ِي‬
ْ ‫َُالم‬
‫َاَ غ‬ ‫ج‬
sulit َ‫(غ‬
َ‫ال‬
pada pronomina /i/ karena )ْ‫مي‬
dilafalkan
orang pertama menyelaraskan
tunggal) bunyi vokal
sesudahnya

Pada nomina permanen yang berkasus akusatif atau terikat/ dependent,


dalam analisis fungsi sintaksisnya, nomina permanen disebut menempati slot
kasus akusatif atau dalam tradisi Arab disebut (‫َل نصب‬
‫مح‬َ ‫)في‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 136


10.5 Kasus Genetif
Kasus genitif (genitive case, possesive case) pada umumnya adalah kasus
yang menandai makna “milik” pada nomina atau sejenisnya (Kridalaksana, 2009:
109). Dalam bahasa Arab, kasus genetif seringkali disepadankan dengan jarr
‫)حالة الجر‬. Namun kategori infleksi jarr (ّ
(ّ ‫ )حالة الجر‬tidak hanya memuat
makna “milik” saja. Terdapat dua bentuk sintaksis yang ditandai oleh kategori
tersebut, yaitu (1) nomina yang berfungsi sebagai obyek partikel preposisi atau
disebut (ّ
‫ ;)مجرور بحرف جر‬dan (2) nomina yang menjadi poros dari struktur
sintaksis aneksatif atau disebut (‫)مركب إضافي‬.
Nomina yang berfungsi sebagai obyek partikel preposisi ditandai
beberapa kasus, seperti (1) kasus alatif (allative case), yaitu kasus yang menandai
makna “gerak ke arah” pada nomina dan sejenisnya, misalnya kasus pada nomina
yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫( ;)إلى‬2) kasus elatif (elative
case), yaitu kasus yang menandai makna “dari” pada nomina dan sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel
(‫َن‬ ‫( ;)م‬3) kasus inesif (inessive case) adalah kasus yang menandai makna
‫ ع‬،‫ِن‬
“dalam” pada nomina atau sejenisnya, misalnya kasus pada nomina yang
berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫( ;)في‬4) kasus instruktif (instructive
case) atau kasus instrumental (instrumental case), yaitu kasus yang menandai
makna “sebagai alat” pada nomina atau yang sejenisnya, misalnya kasus pada
nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (،‫ِـ‬
‫( ;)ب‬5) kasus
komitatif (commitative case) adalah kasus yang menandai makna “menyertai,
dengan” pada nomina atau yang sejenisnya, misalnya kasus pada nomina yang
‫ ;)ب‬dan (6) kasus lokatif (locative
berfungsi sebagai obyek preposisi partikel (‫ِـ‬
case), yaitu kasus yang menandai makna “tempat” pada nomina atau sejenisnya,
misalnya kasus pada nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi partikel
(‫ على‬،‫ من‬،‫ إلى‬،‫)في‬.
Frasa aneksatif selain menyatakan hubungan posesif atau kepemilikan
(benda-pemilik benda) juga menyatakan hubungan partitif atau bagian (bagian
benda-pokok benda) dan hubungan asal (benda-asal benda) sehingga nomina
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 137
yang berfungsi sebagai poros frasa digolongkan pula kasusnya sebagai kasus
partitif (partitive case), yaitu kasus yang menandai makna “bagian dari” pada
nomina atau sejenisnya.
Istilah jarr (ّ
‫ )جر‬atau khafadh (‫ )خفض‬sebenarnya berkaitan dengan sifat
fisiologis bunyi vokal /i/ yang menjadi penanda gramatikal umum kasus ini, yaitu
bibir dalam keadaan ditarik membentang saat melafalkan bunyi tersebut atau
disebut dalam bahasa Arab (ّ
‫ )جر‬yang berarti keadaan ditarik atau dibentangkan;
selain itu pangkal lidah turun (punggung lidah naik) saat melafalkan bunyi
tersebut atau disebut dalam bahasa Arab khafadh (‫ )خفض‬yang berarti ‘turun’
(Atallah, 2007: 99). Kasus nomina (ّ
‫ )حالة الجر‬bila ditinjau dari sifatnya yang
terikat atau terinfleksi dengan unsur-unsur lainnya dalam kalimat dapat disebut
sebagai kasus terikat/ dependent dan bila ditinjau dari struktur sintaksisnya dapat
disebut sebagai kasus statis (oblique) atau (obligatory), yaitu kasus nomina yang
tidak dapat dipertukarkan posisinya dalam urutan (Crystal, 2008: 337),
(Bloomfiled, 1995: 194). Hal ini berbeda dengan dua kasus sebelumnya yang
memungkinkan dibentuk inversi/ permutasi, yaitu perubahan urutan bagian-
bagian kalimat atau deret unsur-unsur kalimat, seperti obyek atau predikat yang
dapat disusun mendahului subyeknya. Posisi obyek preposisi selalu berada
setelah partikelnya, demikian pula posisi pemilik benda, pokok benda, dan asal
benda selalu disebut setelah bendanya terlebih dahulu.
Nomina yang berfungsi sebagai obyek preposisi maupun poros frasa
posesif dan partitif bila dilihat ciri formalnya dapat digolongkan kasusnya
sebagai kasus tak langsung (indirect). Hal ini disebabkan secara formal masing-
masing menjadi bagian atau unsur yang tak terpisahkan dari satuan frasa
preposisi ataupun frasa posesif/ partitif sehingga hubungannya dengan subyek,
predikat, obyek ataupun fungsi lainnya bersifat tak langsung (indirect).

Desinens tampak/ surface desinence (‫ )عالمة اإلعراب الظاهرة‬kasus


genetif atau kasus statis (oblique/ obligatory) pada nomina inflektif triptotip
umumnya terbagi menjadi dua, yaitu desinens berupa bunyi vokal pendek, bunyi

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 138


vokal panjang, dan bunyi diftong. Desinens bunyi vokal pendek /i/ (ِ
‫ )ـ‬atau
disebut (‫ )كسرة‬menandai nomina takrif atau definit, yaitu nomina yang diawali
prefiks artikula (‫)ال‬, seperti bentuk (ِ ‫َجل‬
‫ )ـ‬pada (ِ ‫)الر‬. Sedangkan nomina tak
takrif atau indefinit, yaitu nomina yang tidak diawali prefiks artikula (‫)ال‬
ditandai dengan sufiks bunyi vokal pendek /i/ dengan nunasi (‫ )ـ‬atau disebut
(‫)كسرةالتنوين‬, yaitu bunyi konsonan /n/ yang menyertai bunyi vokal /i/,
seperti bentuk (ٍ ‫َجل‬
‫ )ـ‬pada (ٍ ‫)ر‬. Adapun bunyi vokal panjang /i/ (ْ
‫ِي‬‫ )ـ‬atau yang
biasanya dinyatakan dengan huruf (‫ )ي‬menandai beberapa jenis nomina yang
tergolong sebagai al asma> al khamsah (‫ )األسما الخمسة‬seperti bentuk (ْ‫ِي‬ ‫)ـ‬
pada (ٍ ‫َل‬
ّ‫ِي‬ ‫َخِي ع‬
‫ أ‬،ٍ ‫َّد‬
‫َم‬ ‫ِي مح‬‫َب‬‫)أ‬. Bunyi vokal panjang /i/ (ْ
‫ِي‬‫ )ـ‬atau yang biasa
dinyatakan dengan huruf (‫ )ي‬juga menandai nomina jenis maskulin bentuk jamak
sufiks atau disebut (‫ )جمع المذكر السالم‬seperti bentuk (ْ‫ِي‬
‫ )ـ‬pada kata
(‫ْن‬
‫ِي‬ ‫ مسْل‬،‫َّالحِين‬
‫ِم‬ ‫)ف‬. Sedangkan bunyi diftong /ay/ (ْ
‫َي‬‫ )ـ‬atau biasa dinyatakan
juga dengan huruf (‫ )ي‬menandai nomina bentuk dual atau disebut (‫)المثنى‬
seperti bentuk (ْ‫َي‬ ‫ِسَي‬
‫ )ـ‬pada kata (ِ‫ْن‬ ّ
‫در‬َ‫ م‬،ِ‫ْن‬
‫لي‬َ‫َج‬
‫)ر‬. Sedangkan (El Dachdach,
2001: 66).

Tabel 10.5
Desinens Tampak Kasus Jarr (ّ
‫)حالة الجر‬/ Genetif Arab

Desinens Jenis Nomina Contoh

bunyi vokal pendek /i/ nomina takrif atau


‫َجل‬
ِ ‫الر‬

‫ )ـ‬atau disebut (‫)كسرة‬ definit

bunyi vokal pendek /i/


dengan nunasi (‫ )ـ‬atau nomina tak takrif atau
‫َجل‬
ٍ ‫ر‬
disebut indefinit
(‫)كسرةالتنوين‬

nomina al asma> al
bunyi vokal panjang /i/ khamsah ‫َل‬
ّ‫ِي‬
ٍ ‫َخِي ع‬ ‫َّد‬
‫ أ‬،ٍ ‫َم‬ ‫َب‬
‫ِي مح‬ ‫أ‬

‫ِي‬‫ )ـ‬biasanya dinyatakan (‫)األسما الخمسة‬
dengan huruf (‫)ي‬
nomina jenis maskulin ‫ْن‬
‫ِي‬ َّ
‫ مسْل‬،‫الحِين‬
‫ِم‬ ‫ف‬
bentuk jamak sufiks atau
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 139
disebut
(‫)جمع المذكر السالم‬

bunyi diftong /ay/ (ْ


‫َي‬‫)ـ‬
nomina bentuk dual atau َ‫ م‬،ِ‫ْن‬ َ‫َج‬
biasanya dinyatakan juga ‫ِسَي‬
ِ‫ْن‬ ّ
‫در‬ ‫لي‬ ‫ر‬
disebut (‫)المثنى‬
dengan huruf (‫)ي‬

Desinens kasus genetif pada nomina yang tergolong sebagai nomina


inflektif diptotif adalah sufiks bunyi vokal /a/ (َ
‫)ـ‬, baik takrif/ definit maupun tak
takrif/ indefinit. Nomina-nomina yang tergolong sebagai nomina inflektif
diptotif dengan penanda gramatikal tersebut adalah:

َ/ seperti (‫ن‬
1. Nomina yang bersufiks /‫ا‬/ dan /‫ن‬ ‫ْم‬
َ‫َا‬ ‫ )عث‬bentuk perluasan/
َ‫دا‬
turunan dari dasar (‫)عثم‬, (‫ن‬ َ‫ي‬َْ َ‫َّا‬
‫ )ز‬dari dasar (‫)زيد‬, (‫ن‬ ‫َف‬ ‫ )ع‬dari dasar
(ّ َ‫ )حسَّا‬dari dasar (ّ‫)حس‬.
‫)عف‬, (‫ن‬

‫ْع‬
2. Nomina yang mengikuti model pola (‫َل‬ ‫َف‬
‫)أ‬, seperti (َ
‫َر‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ََ
‫أ‬،‫د‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ‫)أ‬.

3. Nomina bentuk kontraksi (perpaduan/ pemendekan), seperti ( ،َ‫َك‬


‫لب‬َْ
‫بع‬َ
َ
‫ْم‬‫َ َلح‬
‫ْت‬ َ).
‫بي‬

4. Beberapa nomina jenis feminin strukturnya bukan maknanya, seperti


َ‫م‬
nama (‫ة‬ َ‫ي‬
َ‫ أسَا‬،‫ة‬ َِ
‫َاو‬‫ ;)مع‬beberapa nomina jenis feminin maknanya
bukan strukturnya, seperti nama (َ
‫يم‬َْ
‫مر‬َ); beberapa nomina jenis feminin
َ‫ه‬
baik struktur dan maknanya, seperti nama (‫ة‬ َْ
‫ِي‬ َ
‫)نب‬.

5. Nomina berupa nama asing/ selain Arab yang telah diserap dalam bahasa
Arab dan tersusun lebih dari 3 konsonan, seperti nama ( ،َ
‫ْب‬‫ْقو‬
‫يع‬َ
،َ
‫ْم‬ ‫َاه‬
‫ِي‬ ‫بر‬ِْ
‫)إ‬.

6. Nomina berupa nama-nama yang mengikuti model pola (‫َل‬


‫)فع‬, seperti
nama ( ،َ
‫َم‬‫ عص‬،َ
‫مر‬َ‫ ز‬،َ
‫َل‬ ‫ دَلف‬،َ
‫ زح‬،َ ‫َح‬ ‫َم‬
‫ جم‬،َ ‫ جث‬،َ
‫لع‬َ‫ ث‬،َ
‫لع‬َ‫ ب‬،َ
‫َر‬‫عم‬
،َ
‫دل‬َ‫ ه‬،َ
‫َل‬ ‫َر‬
‫ هب‬،َ ‫َح‬
‫ مض‬،َ ‫َم‬
‫ قز‬،َ ‫ )قت‬dan nomina lain yang mengikuti
‫َر‬
model pola tersebut seperti, (َ ‫)أخ‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 140


‫َع‬
7. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْالَن‬ ََ‫َسْال‬
‫ )ف‬seperti (‫ن‬ َ‫َا‬
‫ ك‬،‫ن‬ ‫ْر‬‫)سَك‬.

‫َاع‬
8. Nomina yang mengikuti model pola (‫ِل‬ ‫مف‬َ), seperti (َ
‫ِب‬‫َات‬
‫مك‬ َِ‫مسَاج‬
َ،‫د‬ َ).

9. Nomina yang mengikuti model pola (‫ْل‬


‫ِي‬‫َاع‬
‫مف‬َ), seperti (َ
‫ْح‬ ‫َاب‬
‫ِي‬ ‫مص‬َ).

‫َع‬
10. Beberapa nomina yang mengikuti model pola ( ‫ْال‬ ‫)ف‬, seperti ( ، َ‫َا‬
‫ْر‬‫َم‬
‫ح‬
‫َخْر‬
َ‫َا‬ ‫ْر‬
‫ ص‬، َ‫َا‬ ‫َف‬ ‫ْر‬
‫ ص‬، َ‫َا‬ ‫َض‬
‫)خ‬

ّ‫)عالمة اإلعراب المق‬


Desinens anggapan/ supposed desinence (‫درة‬
pada kasus genetif adalah sufiks bunyi vokal pendek /i/ (ِ
‫ )ـ‬untuk nomina definit/
takrif dan sufiks bunyi vokal /i/ dengan nunasi /n/ (‫ )ـ‬untuk nomina indefinit/ tak
takrif. Berikut contoh dari kasus nominatif pada nomina inflektif anggapan:

Tabel 10.5
Desinen Anggapan Kasus Jarr (ّ
‫)حالة الجر‬/ Genetif Arab

Desinens
Jenis Nomina Sebab Contoh
Anggapan
Sufiks bunyi vokal Dianggap
pendek /i/ pada sebagai
Al Maqshu>r
huruf alif al
bentuk yang ِ‫َى‬
‫َت‬‫جا الف‬
denifit tak berterima )‫إ‬
َِ‫ت‬َ‫ف‬ ‫ال‬ :ِ‫َى‬
‫َت‬‫(الف‬
maqshu>rah (ِ‫ )ى‬yang secara
tidak dinyatakan morfologis
Dianggap
Sufiks bunyi vokal
sebagai
pendek /i/ dengan
bentuk yang
Al Maqshur nunasi /n/ pada ‫ًى‬‫َت‬
‫َاَ ف‬ ‫ج‬
tak َ َ َ َ
indefinite huruf alif al )‫إ‬
ٍ ‫ت‬ ‫ف‬ :ٌ‫ى‬ ‫ت‬ ‫(ف‬
berterima
maqshu>rah (ٍ‫ )ى‬yang
secara
tidak dinyatakan
morfologis
Sufiks bunyi vokal
pendek /i/ pada Dianggap
Al Manqush ‫َاض‬
‫ِي‬ ‫َاَ الق‬
‫ج‬
huruf ya al sulit َ
definit ِ
)ِ‫(القاضيي‬
manqu>shah (ِ‫)ي‬ dilafalkan
yang ditanggalkan
Sufiks bunyi vokal
pendek /i/ dengan
Dianggap
Al Manqush nunasi /n/ pada ‫جاَ َقاض‬
sulit
indefinite huruf ya al ‫َاض‬
)ٍ‫ِيي‬ ‫(ق‬
dilafalkan
manqu>shah (ٍ‫)ي‬
yang ditanggalkan
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 141
Pada nomina permanen yang berkasus genetif, dalam analisis fungsi
sintaksisnya, nomina permanen disebut menempati slot kasus genetif atau dalam
tradisi Arab disebut (ّ
‫َل جر‬
‫مح‬َ ‫)في‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 142


BAB 11
Modus Verba Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas modus verba dalam bahasa Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Modus verba indikatif pada bahasa Arab; Modus verba
subjungtif pada bahasa Arab; dan Modus verba jusif pada bahasa Arab

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menguraikan modus verba bahasa Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Modus verba indikatif pada bahasa Arab.
2. Modus verba subjungtif pada bahasa Arab.
3. Modus verba jusif pada bahasa Arab

D. Rangkuman
Modus merujuk kepada kategori verba. Dalam bahasa Arab tiga kategori
modus, yaitu indicative, subjunctive, dan jussive. Dalam bahasa Arab indicative
disebut raf’, subjunctive disebut nashab, dan jussive disebut jazm. Modus
indicative ditujukan pada verba dalam pernyataan atau pertanyaan yang umum.
Modus subjunctive ditujukan pada verba perasaan, seperti keinginan, keraguan,
permintaan, permohonan, atau keperluan. Sedangkan modus jussive ditujukan
pada verba imperatif dan verba yang mengandung makna belum dilaksanakan.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Uraikan modus verba indikatif pada bahasa Arab!
2. Uraikan modus verba subjungtif pada bahasa Arab!
3. Uraikan modus verba jusif pada bahasa Arab!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 143


Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 144
Modus Verba Bahasa Arab

11.1 Pengertian Modus

Modus (mood) merupakan istilah yang digunakan dalam studi teoritis dan
deskriptif tentang tipe klausa/kalimat khususnya berhubungan dengan kandungan
verba (Crystal, 2008: 312). Modus (mood, mode) adalah kategori gramatikal
dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut
tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya
(Kridalaksana, 2009: 156). Modus pada dasarnya merupakan pengungkapan sikap
penutur terhadap apa yang dituturkannya (Verhaar, 2010: 129). Modus berupa
kumpulan perbedaan-perbedaan yang ditampakkan secara formal oleh verba yang
menggambarkan sikap pembicara atau penulis terhadap apa yang ia ungkapkan
(Richard, 2007: 436).

Terdapat beberapa modus verba, seperti modus desideratif (desiderative


mood), yaitu modus yang menyatakan keinginan. Modus imperatif (imperative
mood), yaitu modus yang menyatakan perintah atau larangan. Modus indikatif
(indicative mood, fact mood), yaitu modus yang menyatakan sikap obyektif atau
netral. Modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan pertanyaan. Modus
obligatif (obligative mood), yaitu modus yang menyatakan keharusan. Modus
subjungtif (subjunctive mood, subjunctive mode), yaitu bentuk verba yang
dipakai untuk mengungkapkan subordinasi dan dianggap kurang “nyata”
daripada modus indikatif (Kridalaksana, 2009: 156-157).

Dalam bahasa Arab modus disebut dengan (‫)صيغة الفعل‬. Modus


merupakan slot khusus pada verba yang memuat dua unsur; ciri formal dan
makna. Makna sebuah modus ditandai dengan ciri formal yang direpresentasikan
dalam variasi bunyi penanda gramatikal. Ciri formal dari modus verba Arab
adalah (1) raf’ (‫الرفع‬ ‫ )حالة‬yang memuat makna pernyataan umum
(deklaratif) atau pertanyaan (interogatif), (2) nashb (‫ )حالة النصب‬yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 145


memuat makna belum pasti, keraguan, harapan, keinginan, keperluan, dan (3)
jazm (‫ )حالة الجزم‬yang memuat makna perintah (imperatif) dan belum
dilaksanakan (Baalbaki, 1990: 315), (Richard, 2007: 437). Modus pada verba
ditandai oleh sufiks atau modifikasi sufiks yang melekat pada stem verba kala
kini atau imperfektum (Ryding, 2005: 53). Modus juga ditandai oleh penanggalan
unsur akhir verba.

11.2 Desinens Modus Verba Arab

Tidak semua modus verba Arab ditandai dengan desinens. Hanya jenis
verba berkala kini dan beraspek imperfektum (‫ )الفعل المضارع‬saja yang
ditandai desinens modusnya. Hal ini disebabkan karena secara formal hanya
verba berkala kini saja yang dapat masuk dalam slot modus raf’ (‫)حالة الرفع‬,
nashb (‫)حالة النصب‬, dan jazm (‫)حالة الجزم‬. Selain verba berkala kini atau
beraspek imperfektum tidak masuk dalam modus-modus tersebut dan disebut
sebagai verba yang permanen bentuknya, seperti verba berkala lampau atau
beraspek perfektum (‫ )الفعل الماضي‬dan verba imperatif (‫)فعل األمر‬.

Modus raf’ atau disepadankan dengan modus indikatif umumnya ditandai


dengan desinens sufiks bunyi vokal /u/. Modus nashb atau disamakan dengan
modus subjungtif umumnya ditandai dengan desinens sufiks bunyi vokal /a/.
Sedangkan modus jazm atau disepadankan dengan modus jusif ditandai dengan
penanggalan bunyi akhir kata. Dalam bahasa Arab bentuk yang menandai
penanggalan bunyi ini umumnya dinamakan suku>n (‫ )سكون‬dilambangkan dengan
bentuk tertulis (ْ
‫)ـ‬.

12.3 Modus Indikatif

Modus verba indikatif (indicative mood, fact mood), yaitu modus yang
menyatakan sikap obyektif atau netral (Kridalaksana, 2009: 156) atau keadaan
mampu melakukan (ability) (Holes, 1995: 181). Modus idikatif dapat disebut
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 146
sebagai modus nyata (Bloofield, 1995: 216). Modus verba indikatif dipakai
dalam kalimat pernyataan atau berita (deklaratif) dan pertayaan (interogatif)
(Richard, 2007: 436), (Baalbaki, 1990: 243), (Crystal, 2008: 242).

Modus verba raf’ (‫ )حالة الرفع‬dalam bahasa Arab disepadankan


dengan modus indikatif. Modus verba raf’ secara formal merupakan modus bebas
yang tidak terinfleksi oleh bagian-bagian lainnya dalam kalimat sehingga dapat
disebut sebagai modus bebas atau independent. Modus verba rafa’ adalah modus
utama karena menjadi poros atau pangkal dari modus lainnya, seperti modus
nashb (subjungtif) dan modus jazm (jusif). Kedua modus tersebut merupakan
bentuk perubahan dari modus raf’ setelah terinfleksi oleh determinator berupa
partikel yang berbeda-beda. Modus verba raf’ mengandung makna perbuatan,
kejadian, keadaan yang nyata bukan yang ingin atau tidak ingin dilakukan dan
bukan pula bersifat tujuan atau harapan serta bukan yang belum terjadi (tidak
nyata). Modus verba raf’ dapat dikatakan menandai bahwa peristiwa perbuatan
merupakan sesuatu yang nyata dan ditentukan (Hamid, 2002: 100).

Modus raf’ atau disepadankan dengan modus indikatif ditandai dengan


desinens berupa (1) sufiks bunyi vokal pendek /u/ (ُ
‫ )ـ‬pada bentuk minimal,
‫ْع‬
seperti bentuk (‫ )ـ‬pada (‫َل‬ َ); (2) pengekalan bunyi akhir konsonan /n/ (‫)ن‬
‫يف‬
pada verba bentuk perluasan/ turunan dengan sufiks bunyi vokal panjang disertai
konsonan /n/ (‫ )ن‬yang disebut (‫)األفعال الخمسة‬, seperti bentuk (‫ )ن‬pada

‫ْن‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ‫ْع‬
‫تف‬َ ،ِ‫ََالن‬
‫ْع‬ َ ،‫ْن‬
‫يف‬ ‫ْع‬
‫َلو‬ َ).
‫يف‬

12.4 Modus Subjungtif

Modus verba subjungtif (subjunctive mood, subjunctive mode) adalah


bentuk verba yang dipakai untuk mengungkapkan subordinasi dan dianggap
kurang “nyata” daripada modus indikatif (Kridalaksana, 2009: 157). Modus
subjungtif dipakai untuk menyatakan makna kemungkinan (possibility) (Holes,
1995: 181). Selain makna kemungkinan, modus subjungtif juga menyatakan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 147


makna keraguan atau tidak tentu, harapan, keinginan, keperluan, dan tujuan
(Richard, 2007: 436). Modus subjungtif disebut juga sebagai modus tak nyata
(Bloomfiled, 1995: 2016). Modus subjungtif bersifat samar dan sementara
(tentatif) (Crystal, 2008: 462). Modus ini keberadaannya terikat dengan
keberadaan verba lainnya (Baalbaki, 1990: 480).

Dalam tradisi Arab modus verba nashb (‫ )حالة النصب‬disejajarkan


dengan modus subjungtif. Secara formal modus nashb merupakan bentuk modus
turunan atau subordinat dari modus indikatif. Modus nashb ditandai oleh infleksi
determinator berupa partikel subjungtif atau yang disebut (‫)حرف نصب‬, yaitu
(ْ‫َي‬ َْ
‫ ك‬،‫ن‬ ‫ إ‬،ْ
‫ِذ‬ َْ
‫ َلن‬،‫ن‬ ‫ )أ‬atau partikel lainnya yang disebut partikel subjungtif
subsider/ sekunder (‫)أدوات نصب فرعية‬, seperti (‫ حتى‬،‫ ثم‬،‫ و‬،‫ ف‬،‫( )ل‬El
Dahdah, 2001: 147). Modus nashb secara umum memuat makna keinginan atau
harapan, ketidak inginan, keperluan, dan tujuan. Verba Arab yang bermodus
nashb menandakan hasil atau tujuan dari perbuatan sebelumnya baik yang sejalan
maupun yang bertentangan. Oleh sebab itu verba bermodus ini sedikit banyak
terkait dengan waktu mendatang (Hamid, 2002: 105).

Dalam tradisi Arab, modus nashb atau yang disepadankan dengan modus
subjungtif ditandai dengan desinens berupa: (1) sufiks bunyi vokal pendek /a/ (َ
‫)ـ‬
‫ )ـ‬pada (َ
pada verba bentuk minimal, seperti bentuk (َ ‫َل‬‫ْع‬
‫يف‬َ); dan (2) penanggalan
bunyi akhir konsonan /n/ (‫ )ن‬pada verba bentuk perluasan/ turunan dengan sufiks
vokal panjang disertai konsonan /n/ (‫ )ن‬atau disebut (‫)األفعال الخمسة‬, seperti
‫َل‬
bentuk (ْ‫ِي‬ ‫ْع‬
‫تف‬َ ،‫َلوا‬
‫ْع‬ ََ
َ ،‫ال‬
‫يف‬ ‫ْع‬
‫يف‬َ) dari bentuk asal ( ،‫ْن‬ ‫ْع‬
‫َلو‬ َ ،‫ََالن‬
‫يف‬ ‫ْع‬ َ
‫يف‬
َ
‫ْن‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ‫ْع‬
‫تف‬َ) (El Dachdah, 2001: 147).

12.5 Modus Jusif

Modus jusif (jussive) istilah modus dalam bahasa Semitik tercakup di


dalamnya bahasa Arab berkaitan dengan slot modus verba kondisional dan verba
imperatif (Baalbaki, 1990: 267). Modus jusif dinamakan juga sebagai modus

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 148


kondisional, yaitu modus yang menunjukkan pengandaian (Kridalaksana, 2009:
130). Modus jusif disebut juga modus hipotesis, yaitu modus yang menyatakan
atau menjelaskan perbuatan yang tidak ada seolah-olah ada (Bloomfiled, 1995:
216).

Modus jazm (‫ )حالة الجزم‬dalam bahasa Arab disebut sebagai modus


jusif. Seperti halnya modus nashb (subjungtif), modus jazm (jusif) ditandai ciri
formalnya sebagai bentuk modus turunan atau subordinat dari modus indikatif.
Modus jazm ditandai oleh infleksi determinator berupa partikel jusif atau yang
disebut (‫ )حرف جزم‬yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) partikel
‫ َلم‬،ْ
yang menginfleksi satu verba, yaitu (‫َّا‬ َ dan (2) partikel yang
‫;)لم‬
menginfleksi lebih dari satu verba, yaitu ( ،‫َا‬
‫هم‬ َ ،‫ما‬
ْ‫م‬ َ ،ْ‫من‬َ ،‫ما‬َْ
‫ إذ‬،‫ن‬ ْ‫إ‬

‫َا‬
‫ْثم‬
‫َي‬‫ ح‬،‫نى‬ ََّ
‫ أ‬،‫ن‬ َ‫أيا‬
َّ ،‫َا‬ ‫َم‬ ْ‫ أ‬،‫َى‬
‫ين‬ َ ،‫َا‬
‫مت‬ ‫َم‬
‫ْف‬‫َي‬
‫ ك‬،ّ‫( )أي‬El Dachdah, 2001:
147).

Modus jazm (jusif) ditandai dengan desinens berupa penanggalan bunyi


akhir kata, sehingga modus ini dikenal dengan sebutan modus apokop (apocope)
(Badawi, 2007: 30). Dalam bahasa Arab bentuk yang menandai penanggalan
bunyi ini umumnya dinamakan suku>n (‫ )سكون‬dilambangkan dengan bentuk
tertulis (ْ
‫)ـ‬. Penanggalan bunyi vokal pendek menandai verba bentuk minimal,
‫ )ـ‬pada (ْ
seperti bentuk (ْ ‫َل‬‫ْع‬
‫يف‬َ). Sedangkan pada verba bentuk perluasan/
turunan dengan sufiks vokal panjang disertai konsonan /n/ (‫ )ن‬atau disebut
(‫ )األفعال الخمسة‬ditandai dengan penanggalan konsonan /n/ (‫)ن‬, seperti
‫َل‬
bentuk (ْ‫ِي‬ ‫ْع‬
‫تف‬َ ،‫َلوا‬
‫ْع‬ ََ
َ ،‫ال‬
‫يف‬ ‫ْع‬
‫يف‬َ) dari bentuk asal ( ،‫ْن‬ ‫ْع‬
‫َلو‬ َ ،‫ََالن‬
‫يف‬ ‫ْع‬ َ
‫يف‬
َ
‫ْن‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ‫ْع‬
‫تف‬َ) (El Dachdah, 2001: 147).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 149


BAB 12
Konjugasi Verba Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas konjugasi verba Arab. Pokok-pokok pembahasannya
meliputi: Konjugasi verba pada kala/aspek, gender, jumlah, persona, dan diatesis

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu menjabarkan konjugasi verba Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Konjugasi verba pada kala/aspek konkordansi gender, jumlah, dan persona.
2. Konjugasi verba pada kala/aspek konkordansi diatesis.

D. Rangkuman
Konjugasi adalah perubahan internal kata pada kategori verba untuk
menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal. Verba Arab dapat berkonjugasi atau
berinfleksi pada kategori: kala/aspek, persona, diatesis, modus, gender, dan
jumlah.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Jabarkan konjugasi verba pada kala/aspek konkordansi gender, jumlah, dan
persona!
2. Jabarkan konjugasi verba pada kala/aspek konkordansi diatesis!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 150


KONJUGASI VERBA ARAB

12.1 Pengertian Konjugasi

Konjugasi adalah infleksi pada kata kerja atau klasifikasi verba menurut
infeksinya, atas kala, persona, dan jumlah (Kridalaksana 2009: 131). Konjugasi
merupakan kelas verba yang mengikuti pola yang sama dalam perubahannya
menyesuaikan kala, persona, dan jumlah (Ricard, 2007: 146). Konjugasi dalam
bahasa Arab disebut tashrif al af’al (‫( )تصريف األفعال‬Baalbaki, 1990: 113), (al
Khuli, 1982: 53). Verba Arab dapat dikatakan berkonjugasi atau berinfleksi pada
kategori: kala/aspek, persona, diatesis, modus, gender, dan jumlah (Ryding, 2005:
55).

Konjugasi verba menandakan bahwa bahasa Arab secara gramatikal


bertipe konkordantif (concord) atau bertipe kesesuaian (agreement). Masing-
masing elemen atau bagian kalimat Arab saling berhubungan dan
keterhubungannya ditandai dengan ciri-ciri yang berbeda-beda.

12.2 Konkordansi Kala/Aspek Verba Terhadap Gender, Jumlah dan


Persona

Verba Arab mengalami perubahan menyesuaikan kala/aspeknya. Kala


(tense) merupakan pembedaan bentuk verba untuk menyatakan perbedaan waktu
atau jangka perbuatan atau keadaan, sedangkan aspek (aspect) adalah kategori
gramatikal verba yang menunjukkan lamanya, jenisnya perbuatan; apakah mulai,
selesai, sedang berlangsung, berulang dan sebagainya (Kridalaksana, 2009: 21,
103). Terdapat dua kala dan dua aspek yang menjadi ciri dari verba Arab, yaitu
kala lampau dan kala kini-mendatang serta aspek perfektif atau pungtual dan
aspek imperfektif atau duratif. Kala dan aspek dalam bahasa Arab tidak terpisah,
kala lampau beraspek perfektif dan kala kini-mendatang beraspek imperfektif.
Verba Arab yang dinamakan (‫ )فعل ماض‬merupakan verba berkala lampau

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 151


beraspek perfektif, sedangkan verba Arab yang disebut (‫مضارع‬ ‫)فعل‬
merupakan verba berkala kini dan beraspek imperfektif.

Verba Arab kala lampau (‫ )فعل ماض‬menunjukkan perbuatan terjadi


sebelum pengujaran (Qabawah, 1998: 247) dan menggabarkan perbuatan selesai
atau beraspek perfektif/kompletif (perfective/completive aspect). Secara formal,
verba ini ditandai oleh ciri gramatikal berupa klitika (clitic). Klitik adalah bentuk
gramatikal terikat atau yang tidak dapat berdiri sendiri dalam pengucapannya.
Klitika membutuhkan bentuk lainnya sebagai pangkal yang menjadikannya
imbuhan di awal atau disebut proklitik (pro clitic) atau di akhir yang dinamakan
enklitik (end clitic). Beberapa bahasa memiliki bentuk pronomina klitika yang
melekat pada verba (Richard, 2007: 103). Bahasa Arab merupakan bahasa yang
memiliki bentuk pronomina klitika. Verba Arab kala lampau ditandai dengan
enklitik bunyi vokal pendek, bunyi vokal panjang, konsonan atau suku kata.
Enklitik verba Arab berkala lampau menandai konkordansi atau kesesuaiannya
dengan subyek atau pelaku. Terdapat 13 enklitik yang menjadi ciri formal verba
Arab berkala lampau, yaitu (1) enklitik bunyi vokal meliputi bunyi vokal pendek
/a/ (َ
‫)ـ‬, bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫)ـ‬, dan bunyi vokal panjang /u/ (‫ْا‬
‫( ;)ـو‬2)
enklitik kosonan adalah konsonan /t/ (‫ ;)ت‬dan (3) enklitik suku kata meliputi
bentuk (‫)ت‬, (ِ‫)ت‬, (َ َ), (ْ
‫)ت‬, (‫تا‬ ‫)تم‬, (َّ
‫)تم‬, (‫َا‬ ‫)تن‬, (‫)ن‬, َ (Qabawah, 1998:
َ dan (‫)نا‬
247).

Verba Arab kala kini-mendatang (‫ )فعل مضارع‬menunjukkan perbuatan


terjadi pada waktu pengujaran atau perbuatan akan berlangsung dalam waktu
mendatang (Qabawah, 1998: 248) dan menggambarkan perbuatan belum selesai
atau beraspek imperfektif/ inkompletif. Untuk menunjukkan perbuatan atau
kejadian sedang dan atau akan terjadi adalah adanya salah satu partikel yang
mengiringi verba, yaitu (َ‫ )س‬sebagai prefiks, dan (َ
‫ْف‬ َْ
‫)سَو‬, (‫ن‬ ‫)أ‬, (ْ َ (‫َن‬
‫)لن‬, ‫ِذ‬‫ )إ‬sebagai
unsur bebas yang mendahului verba (Hamlawiy, 2007: 20).

Pada verba Arab berkala lampau (‫ )فعل ماض‬ditandai dengan enklitik


bunyi vokal pendek berjumlah hanya satu, yaitu vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 152


menandai konkordansi atau kesesuaiannya dengan subyek atau pelaku
berkategori nomina atau pronomina maskulin bentuk tunggal persona ke-3,
seperti bentuk (َ ‫َب‬
‫ )ـ‬pada (َ ‫َت‬
‫)ك‬. Verba ini dianggap sebagai dasar atau stem dari
konjugasi verba Arab kala lampau.

Terdapat dua enklitik bunyi vokal panjang yang menjadi ciri pada
konjugasi verba Arab kala lampau (‫)فعل ماض‬, yaitu (1) enklitik bunyi vokal
panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan
subyek atau pelaku berkategori nomina atau pronomina maskulin bentuk dual
persona ke-3, seperti bentuk (‫َا‬ ‫َب‬
‫ )ـ‬pada (‫َا‬ ‫َت‬
‫)ك‬, dan (2) enklitik bunyi vokal
panjang panjang /u/ (‫ْا‬
‫ )ـو‬yang menandai konkordansi atau kesesuian verba
dengan subyek atau pelaku berkategori nomina atau pronomina maskulin bentuk
jamak persona ke-3, seperti bentuk (‫ْا‬
‫ )ـو‬pada (‫ْا‬ ‫َت‬
‫َبو‬ ‫)ك‬.

Selain bunyi vokal, verba kala lampau Arab ciri formalnya ditandai
dengan enklitik konsonan dan suku kata, yaitu:

1. Enklitik terdiri dari konsonan /t/ tak disertai bunyi vokal (phonetically
nothing) (ْ
‫ )ت‬yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan
subyek nomina atau pronomina feminin bentuk tunggal persona ke-3,
seperti bentuk (ْ
‫ )ت‬pada (ْ
‫ْت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

2. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal pendek /u/ (‫)ت‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaia verba dengan subyek nomina
atau pronomina bentuk tunggal persona ke-1, seperti bentuk (‫ )ت‬pada
‫َب‬
(‫ْت‬ ‫َت‬
‫)ك‬.

3. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal pendek /a/ (َ
‫)ت‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina
atau pronimona maskulin bentuk tunggal persona ke-2, seperti bentuk (َ
‫)ت‬
pada (َ
‫ْت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

4. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal pendek /i/ (ِ‫)ت‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 153


atau pronomina feminin bentuk tunggal persona ke-2, seperti bentuk (ِ‫)ت‬
‫َب‬
pada (ِ‫ْت‬ ‫َت‬
‫)ك‬.

َ)
5. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal panjang /a/ (‫تا‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina
َ)
atau pronomina feminin bentuk dual persona ke-1, seperti bentuk (‫تا‬
pada (‫َا‬
‫َت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

6. Enklitik suka kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal /u/ diakhiri
konsonan /m/ (ْ
‫ )تم‬yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba
dengan subyek nomina atau pronomina maskulin bentuk jamak persona
ke-2, seperti bentuk (ْ
‫ )تم‬pada (ْ ‫َب‬
‫ْتم‬ ‫َت‬
‫)ك‬.

7. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal /u/ diakhiri
konsonan /m/ yang disertai vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )تم‬yang menandai
konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina atau
pronomina (1) maskulin atau (2) feminin bentuk dual persona ke-2,
seperti bentuk (‫َا‬
‫ )تم‬pada (‫َا‬ ‫َب‬
‫ْتم‬ ‫َت‬
‫)ك‬.

8. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /t/ disertai vokal /u/ diakhiri
konsonan /n/ geminatif (َّ
‫ )تن‬yang menandai kondordansi atau kesesuaian
verba dengan subyek nomina atau pronomina feminin bentuk jamak
persona ke-2, seperti bentuk (َّ
‫ )تن‬pada (َّ
‫ْتن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

َ
9. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /n/ disertai vokal pendek /a/ (‫)ن‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina
َ)
atau pronomina feminin bentuk jamak persona ke-3, seperti bentuk (‫ن‬
pada (َ
‫ْن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

َ
10. Enklitik suku kata terdiri dari konsonan /n/ disertai vokal panjang /a/ (‫)نا‬
yang menandai konkordansi atau kesesuaian verba dengan subyek nomina
atau pronomina maskulin/ feminin bentuk jamak persona ke-1, seperti
َ pada (‫َا‬
bentuk (‫)نا‬ ‫ْن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫)ك‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 154


Berikut penjabaran konkordansi verba Arab kala lampau (‫ )فعل ماض‬terhadap
gender, jumlah, dan persona dalam bentuk tabel:

Tabel 12.2
Ciri Gramatikal Verba Arab Kala Lampau dan Jabaran Konkordansinya

Ciri Gramatikal Konkordansi/Kesesuaian


Bentuk
Akar Kata Verba Arab Kala
Verba Gender Jumlah Persona
Lampau
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ maskulin tunggal III
Enklitik vokal ‫َب‬
َ ‫َت‬
‫ك‬
)‫(كتب‬ pendek /a/ (َ
‫)ـ‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ maskulin dual III


Enklitik vokal ‫َب‬
‫َا‬ ‫َت‬
‫ك‬
)‫(كتب‬ panjang /a/ (‫َا‬
‫)ـ‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬
Enklitik vokal ‫ْا‬ ‫َت‬
‫َبو‬ ‫ ك‬maskulin jamak III
)‫(كتب‬ panjang /u/ (‫ْا‬
‫)ـو‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬
Enklitik ْ
‫َت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ ك‬Feminin tunggal III
)‫(كتب‬ konsonan (‫)ت‬

Enklitik suku
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ kata: konsonan /t/ maskulin/
(‫ )ت‬disertai vokal ‫َب‬
‫ْت‬ ‫َت‬
‫ك‬ tunggal I
)‫(كتب‬ feminin
pendek /u/ (‫)ـ‬:
(‫)ت‬
Enklitik suku
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ kata: konsonan /t/
(‫ )ت‬disertai vokal َ
‫ْت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ ك‬maskulin tunggal II
)‫(كتب‬
pendek pendek
‫)ـ‬: (َ
/a/ (َ ‫)ت‬
Enklitik suku
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ kata: konsonan /t/
(‫ )ت‬disertai vokal ‫َب‬
ِ‫ْت‬ ‫َت‬
‫ ك‬Feminin tunggal II
)‫(كتب‬
pendek /i/ (ِ‫)ـ‬:
(ِ‫)ت‬
Enklitik suku
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬
kata: konsonan /t/ ‫َا‬
‫َت‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ ك‬Feminin dual III
)‫(كتب‬ (‫ )ت‬disertai vokal
panjang /a/ (‫َا‬‫)ـ‬:

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 155


(‫تا‬َ)
Enklitik suku
kata: konsonan /t/
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ (‫ )ت‬disertai vokal
pendek /u/ (‫)ـ‬ ْ ‫َب‬
‫ْتم‬ ‫َت‬
‫ ك‬maskulin jamak II
)‫(كتب‬
dan diakhiri
dengan konsonan
/m/ (‫)م‬: (ْ
‫)تم‬
Enklitik suku
kata: konsonan /t/
(‫ )ت‬disertai vokal
pendek /u/ (‫)ـ‬
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ maskulin/
dan diakhiri ‫َا‬ ‫َب‬
‫ْتم‬ ‫َت‬
‫ك‬ dual II
)‫(كتب‬ dengan konsonan feminin
/m/ (‫ )م‬yang
disertai vokal
pendek /a/ (َ‫)ـ‬:
(‫َا‬‫)تم‬
Enklitik suku
kata: konsonan /t/
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ (‫ )ت‬disertai vokal
pendek /u/ (‫)ـ‬
َّ
‫ْتن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ ك‬feminin jamak II
)‫(كتب‬
diakhirin
konsonan /n/
geminatif (‫ن‬ّ)
Enklitik
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ konsonan /n/ (‫)ن‬
َ
‫ْن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ ك‬feminin jamak III
disertai bunyi
)‫(كتب‬
vokal pendek /a/

‫)ـ‬
Enklitik
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ konsonan /n/ (‫)ن‬ maskulin/
disertai bunyi ‫َا‬
‫ْن‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ك‬ jamak I
)‫(كتب‬ feminin
vokal panjang /a/
(‫َا‬‫)ـ‬

Sedangkan verba Arab kala kini-mendatang (‫ )فعل مضارع‬ditandai


dengan 13 bentuk klitika, meliputi (1) satu bentuk klitika, yaitu proklitik dan (2)
dua bentuk klitika, yaitu proklitik disertai enklitik. Proklitik yang menandai
verba Arab kala kini-mendatang adalah partikel (‫ ي‬،‫ ت‬،‫ ن‬،‫)أ‬. Adapun

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 156


proklitik disertai enklitik yang menandai verba Arab kala kini-mendatang adalah
partikel (‫ن‬...‫)ت‬, (ِ‫ان‬...‫)ت‬, (‫ين‬...‫)ت‬, (‫ون‬...‫)ت‬, (‫ن‬...‫)ي‬, (‫ان‬...‫)ي‬, dan
(‫ون‬...‫)ي‬.

Verba Arab kala kini-mendatang yang ditandai bentuk satu klitika, yaitu
proklitik mencerminkan konkordansi atau kesesuaian sebagai berikut:

1. Proklitik konsonan hamzah (‫ )أ‬menandai konkordansi atau kesesuaian


verba dengan subyek nomina atau pronomian maskulin/ feminin bentuk
‫َك‬
tunggal persona pertama, seperti bentuk (‫ )أ‬pada (‫ْتب‬ ‫)أ‬.

2. Proklitik konsonan /n/ (‫ )ن‬menandai konkordansi atau kesuaian verba


dengan subyek nomina atau pronomina maskulin/ feminin bentuk jamak
َ) pada (‫ْتب‬
persona pertama, seperti bentuk (‫ن‬ َ
‫)نك‬.

3. Proklitik konsonan /t/ (‫ )ت‬menandai konkordansi atau kesusaian verba


dengan (1) subyek nomina atau pronomina maksulin bentuk tunggal
persona kedua atau (2) subyek nomina atau pronomina feminin bentuk
‫ )ت‬pada (‫ْتب‬
tunggal persona ketiga, seperti bentuk (َ ‫تك‬َ).

4. Proklitik konsonan /y/ (‫ )ي‬menandai konkordansi atau kesesuaian verba


dengan subyek nomina atau pronomina maskulin bentuk tunggal persona
ketiga, seperti bentuk (َ‫ )ي‬pada (‫ْتب‬
‫يك‬َ).

Bentuk dua klitika, yaitu proklitik diseratai enklitik yang menandai verba
Arab kala kini-mendatang mencerminkan konkordansi atau kesesuaian verba
sebagai berikut:

1. Prolitik (-َ َ-) menandai konkordansi atau kesesuaian


‫ )ت‬disertai enklitik (‫ن‬
verba dengan subyek nomina atau pronomina feminin bentuk jamak
َ
persona kedua, seperti bentuk (‫ن‬...َ‫ )ت‬pada (َ
‫ْن‬‫ْتب‬
‫تك‬َ).

2. Proklitik (-َ
‫ )ت‬disertai enklitik (ِ‫ان‬-) menandai konkordansi atau
kesesuaian verba dengan dua subyek, yaitu masing-masing nomina atau

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 157


pronomina (1) maskulin/ (2) feminin bentuk dual persona kedua, seperti
bentuk (ِ‫ان‬...َ ‫ْتب‬
‫ )ت‬pada (ِ‫َان‬ ‫تك‬َ).

‫ )ت‬disertai enklitik (َ
3. Proklitik (-َ ‫ين‬ْ-) menandai konkordansi atau
kesesuaian verba dengan subyek nomina atau pronomina feminin bentuk
tunggal persona kedua, seperti bentuk (َ
‫ين‬ ‫ )ت‬pada (َ
ْ...َ ‫ْن‬ ‫ْتب‬
‫ِي‬ ‫تك‬َ).

4. Proklitik (-َ َْ
‫ )ت‬disertai enklitik (‫ن‬ ‫و‬-) menandai konkordansi atau
kesesuaian verba dengan subyek nomina atau pronomina maskulin bentuk
َْ
jamak persona kedua, seperti bentuk (‫ن‬ ‫و‬...َ ‫ْتبو‬
‫ )ت‬pada (‫ْن‬ ‫تك‬َ).

َ) menandai konkordansi atau kesesuaian


5. Proklitik (-َ‫ )ي‬disertai enklitik (‫ن‬
verba dengan subyek nomina atau pronomina feminin bentuk jamak
َ...َ‫ )ي‬pada (َ
persona ketiga, seperti bentuk (‫ن‬ ‫ْن‬‫ْتب‬
‫يك‬َ).

6. Proklitik (-َ‫ )ي‬disertai enklitik (ِ‫ان‬-) menandai konkordansi atau


kesesuaian verba dengan subyek nomina atau pronomina maskulin bentuk
‫ْتب‬
dual persona ketiga, seperti bentuk (ِ‫ان‬...َ‫ )ي‬pada (‫َان‬ ‫يك‬َ).

َْ
7. Proklitik (-َ‫ )ي‬disertai enklitik (‫ن‬ ‫و‬-) menandai konkordansi atau
kesesuaian verba dengan subyek nomina atau pronomina maskulin bentuk
َْ
jamak persona ketiga, seperti bentuk (‫ن‬ َْ
‫و‬...‫ )ي‬pada (‫ن‬ ‫ْتبو‬
‫يك‬َ).

Berikut penjabaran konkordansi verba Arab kala kini-mendatang (‫)فعل مضارع‬


terhadap gender, jumlah, dan persona dalam bentuk tabel:

Tabel 12.2
Ciri Gramatikal Verba Arab Kala Kini-Mendatang dan Jabaran Konkordansinya

Ciri Gramatikal Konkordansi/Kesesuaian


Bentuk
Akar Kata Verba Arab Kala
Verba Gender Jumlah Persona
Lampau
‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik
konsonan ‫َك‬
‫ْتب‬ ‫ أ‬maskulin/ tunggal I
)‫(كتب‬ feminin
hamzah (‫)أ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 158


‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬
Proklitik ‫ْتب‬
‫نك‬َ maskulin/
jamak I
)‫(كتب‬ konsonan /n/ (‫)ن‬ feminin

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ maskulin tunggal II


Proklitik ‫ْتب‬
‫تك‬َ
)‫(كتب‬ konsonan /t/ (‫)ت‬ Feminin tunggal III

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬
Proklitik ‫ْتب‬
‫يك‬َ maskulin tunggal III
)‫(كتب‬ konsonan /y/ (‫)ي‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Prolitik (-َ


‫)ت‬
َ
‫ْن‬‫ْتب‬
‫تك‬َ
disertai enklitik Feminin jamak II
)‫(كتب‬ َ-)
(‫ن‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ


‫)ت‬ maskulin/
Dual II
ْ َ
‫ تكتب‬feminin
ِ‫َان‬
disertai enklitik
)‫(كتب‬
(ِ‫ان‬-) Feminin Dual III

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ


‫)ت‬
َ
‫ْن‬ ‫ْتب‬
‫ِي‬ ‫تك‬َ
disertai enklitik Feminin tunggal II
)‫(كتب‬

‫ين‬ْ-)

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ


‫)ت‬
disertai enklitik ‫ْتبو‬
‫ْن‬ ‫تك‬َ
Maskulin jamak II
)‫(كتب‬ َْ
(‫ن‬ ‫و‬-)

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ‫)ي‬


َ
‫ْن‬‫ْتب‬
‫يك‬َ Feminin
disertai enklitik Jamak III
)‫(كتب‬ َ
(‫)ن‬

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ‫)ي‬


disertai enklitik ‫ْتب‬
‫َان‬ ‫يك‬َ maskulin/ Dual III
)‫(كتب‬ feminin
(ِ‫ان‬-)

‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ Proklitik (-َ‫)ي‬


disertai enklitik
َْ
‫ن‬ ‫ْتبو‬
‫يك‬َ maskulin/ jamak III
)‫(كتب‬ َْ feminin
(‫ن‬ ‫و‬-)

12.3 Konkordansi Kala/Aspek Verba Arab Terhadap Diatesis

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 159


Diatesis (voice) adalah kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan
antara partisipan atau subyek dengan perbuatan yang dinyatakan oleh verba
dalam klausa (Kridalaksana, 2009: 49). Dalam tradisi Arab terdapat dua bentuk
verba berdasarkan diatesisnya, yaitu (1) verba aktif (active verb) yang umumnya
disebut (‫ )فعل مبني للمعلوم‬atau (‫( )فعل مبني للفاعل‬Baalbaki, 1990:
29) dan (2) verba pasif (passive verb) yang umumnya dikenal dengan sebutan
(‫( )فعل مبني للمجهول‬Baalbaki, 1990: 363).

Verba Arab yang masuk dalam slot verba aktif dalam analisis sintaksis
menunjukkan bahwa pelaku atau subyek telah melakukan perbuatan yang
dinyatakan oleh verba, sedangkan verba Arab yang masuk dalam slot verba pasif
menunjukkan bahwa pelaku atau subyek dalam analisis sintaksis menjadi sasaran
atau tujuan perbuatan yang dinyatakan oleh verba (Baalbaki, 1990: 29, 363).
Dalam tradisi Arab, verba aktif didefinisikan sebagai verba yang mensyaratkan
adanya pelaku atau disebut (‫)فاعل‬, sedangkan verba pasif adalah verba yang
pelakunya tidak diketahui atau tidak dinyatakan dalam struktur klausa/kalimat
sehingga disebut (‫ )مجهول‬yang berarti ‘tidak diketahui’, posisi pelaku ditempati
oleh pengganti subyek yang dinamakan (‫( )نائب الفاعل‬Qabawah, 1998: 250),
(Badawi, 2007: 383).

Verba Arab bentuk aktif tidak ditandai oleh perubahan gramatikal.


Sebaliknya verba bentuk pasif ditandai dengan perubahan gramatikal. Verba aktif
menjadi pangkal atau poros perubahan verba berjenis pasif. Sehingga dasar atau
pangkal konjugasi diatesis verba adalah verba berjenis aktif. Terdapat empat
bentuk pasif pada verba Arab berkala lampau (‫)فعل ماض‬, yaitu:

1. Bentuk minimal/sederhana tiga konsonan akar tanpa afiks (simple


triliteral)/ (‫ّد‬
‫َر‬ َ‫)ث‬: dasarnya (verba aktif) mengikuti pola (u-i)/
‫الثي مج‬

‫ )ــ‬atau dinyatakan dengan model pola (‫ِل‬
‫)فع‬, yaitu (1) konsonan dasar
pertama disertai bunyi vokal pendek /u/ (‫ )ـ‬dan (2) konsonan dasar kedua
disertai bunyi vokal pendek /i/ (ِ
‫)ـ‬, seperti verba pasif (‫ِب‬
‫ )كت‬dari verba
‫َت‬
aktif (‫َب‬ ‫َر‬
‫ )قر‬dari verba aktif (‫َأ‬
‫)ك‬, verba pasif (‫ِئ‬ ‫)ق‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 160


2. Bentuk perluasan/ kompleks dengan prefiks konsonan /t/ (‫)ت‬, meliputi (1)
bentuk (augmented triliteral)/ (‫ِي مزيد‬
‫)ثالث‬, yaitu bentuk tiga konsonan
akar dengan prefiks konsonan /t/ (‫ )ت‬dan infiks vokal panjang /a/ (‫)ـا‬,
dan (2) bentuk (augmented quadriliteral)/ (‫مزيد‬
َ ‫ِي‬ َ‫)ر‬, yaitu bentuk
‫باع‬
empat konsonan dasar dengan prefiks konsonan /t/ (‫)ت‬. Bila verba aktif
diawali prefiks konsonan /t/ (‫)ت‬, maka dasar (verba aktif) mengikuti pola
‫ْـ‬
(u-u-ø-i)/ (ِ ‫ْع‬
‫ )ـــ‬atau dinyatakan dengan model pola (‫ِل‬ ‫ )تفو‬pada
bentuk augmented triliteral (‫مزيد‬ ‫ )ثالث‬dan (َ
َ ‫ِي‬ ‫ِل‬‫ْل‬
‫ )تفع‬pada bentuk
augmented quadriliteral (‫مزيد‬
َ ‫باعي‬
َ‫)ر‬, yaitu (1) konsonan prefiks
disertai bunyi vokal pendek /u/ (‫)ـ‬, (2) konsonan dasar pertama disertai
bunyi vokal /u/ (‫)ـ‬, (3) konsonan infiks pada bentuk augmented triliteral
atau konsonan dasar kedua pada bentuk augmented quadriliteral tak
disertai bunyi vokal, dan (4) konsonan dasar ketiga disertai bunyi vokal
pendek /i/ (ِ ‫ْس‬
‫)ـ‬, seperti verba pasif (َ‫ِي‬ ‫ )تنو‬dari verba aktif (‫َاسَى‬
‫تن‬َ),

verba pasif (‫ن‬ َِ


‫ْو‬‫ )تعو‬dari verba aktif (‫ن‬ ََ
‫َاو‬ َ) pada bentuk augmented
‫تع‬
triliteral, dan verba pasif (‫ )ترعْرِع‬dari verba aktif (‫َع‬
‫ْر‬‫َع‬
‫تر‬َ), verba pasif

‫ْجِف‬
(َ ‫ْج‬
‫ )تجف‬dari verba aktif (‫َف‬ ‫َف‬
‫تج‬َ).

3. Bentuk perluasan/ kompleks tiga konsonan akar dengan dua afiks, yaitu
prefiks konsonan hamzah ( ) dan infiks konsonan /t/ (‫)ت‬, verba aktif
‫ْــ‬
mengikuti pola (u-ø-u-i)/ (ِ ‫ )ــ‬atau dinyatakan dengan model pola
‫ْتع‬
(‫ِل‬ ‫)أف‬, yaitu (1) konsonan prefiks hamzah ( ) disertai bunyi vokal
pendek /u/ (‫)ـ‬, (2) konsonan dasar pertama tak disertai bunyi vokal, (3)
konsonan infiks (‫ )ت‬disertai bunyi vokal pendek /u/ (‫)ـ‬, dan (5) konsonan
‫)ـ‬, seperti verba pasif (َ
dasar kedua disertai bunyi vokal /i/ (ِ ‫ِر‬ ‫ )اح‬dari
‫ْتق‬
verba aktif (‫َر‬
‫َق‬‫ْت‬
‫ِح‬‫)ا‬.

4. Bentuk perluasan/ kompleks tiga konsonan dengan tiga afiks, yaitu


prefiks konsonan hamzah ( ), konsonan /s/ (‫)س‬, dan konsonan /t/ (‫)ت‬,
‫ْـ‬
verba aktif mengikuti pola (u-ø-u-ø-i)/ (ِ ‫ْــ‬
‫ )ــ‬atau dinyatakan dengan

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 161


‫ْع‬
model pola (‫ِل‬ ‫)اسْتف‬, yaitu (1) konsonan prefiks pertama disertai bunyi
vokal pendek /u/ (‫)ـ‬, (2) konsonan prefiks kedua tak disertai bunyi vokal,
(3) konsonan prefiks ketiga disertai bunyi vokal /u/ (‫)ـ‬, (4) konsonan
pertama dasar tak disertai bunyi vokal, dan (5) konsonan kedua dasar
disertai bunyi vokal /i/ (ِ ‫ْم‬
‫)ـ‬, seperti verba pasif (‫ِر‬ ‫ )اسْتع‬dari verba aktif
(‫َر‬
‫ْم‬‫َع‬
‫ِسْت‬ ‫ْب‬
‫)ا‬, verba pasif (‫ِل‬ ‫ْب‬
‫ )اسْتق‬dari verba aktif (‫َل‬ ‫َق‬
‫ِسْت‬
‫( )ا‬Qabawah,
1998: 251).

Berikut skema perubahan pasif dari aktif yang menandai konkordansi atau
kesesuaian kala/aspek verba terhadap diatesis dalam bentuk tabel dengan contoh
verba diambil dari A Dictionary of Arabic Verb Conjugation (El Dahdah, 1991):

Tabel 12.3
Konkordansi Kala/aspek Verba Arab Kala Lampau Terhadap Diatesis
Model
Pola Bentuk
Struktur Dasar Akar Dasar Pola
Perubahan Pasif
Perubahan
Bentuk ‫ب‬-‫ت‬-‫ك‬ ‫َت‬
‫َب‬ ‫ك‬ ‫ِب‬
‫كت‬
minimal/sederhana َ
tiga konsonan akar ‫ر‬-‫ص‬-‫ن‬ ‫َر‬
‫نص‬ ‫ِر‬‫نص‬
tanpa afiks (simple ‫ح‬-‫ت‬-‫ف‬ ‫َت‬
‫َح‬ ‫ف‬ (u-i)/ (ِ
‫)ــ‬ ‫ِل‬
‫فع‬ ‫ِح‬‫فت‬
‫م‬-‫ع‬-‫ن‬ ‫ِم‬
‫نع‬َ ‫ِم‬‫نع‬
triliteral)/ ( ‫ثَالثي‬
‫س‬-‫ل‬-‫ج‬ ََ
‫لس‬ ‫ج‬ ‫ِس‬‫جل‬
‫ّد‬‫َر‬‫)مج‬
Bentuk ‫د‬-‫ع‬-‫ق‬ ‫َد‬‫َاع‬‫تق‬َ ‫ِد‬‫ْع‬‫تقو‬
perluasan/komplek ‫ل‬-‫ز‬-‫ن‬ ‫َل‬‫َاز‬‫تن‬َ ‫ِل‬‫ْز‬‫تنو‬
(augmented ‫ن‬-‫و‬-‫ع‬ ‫َن‬‫َاو‬‫تع‬َ ‫ِن‬‫ْو‬‫تعو‬
triliteral)/ ( ‫ِي‬
‫ثالث‬ ‫ي‬-‫س‬-‫ن‬ ‫َاسَى‬‫تن‬َ ِ ْ
َ ‫تنو‬
‫ي‬ ‫س‬
‫)مزيد‬, yaitu
bentuk tiga ‫ْع‬
‫ِل‬ ‫تفو‬
konsonan akar
dengan prefiks ‫ل‬-‫ب‬-‫ق‬ َ‫َا‬
‫بل‬ ‫تق‬َ (u-ø-u-i)/ ‫ْب‬
‫ِل‬ ‫تقو‬
konsonan /t/ (‫)ت‬ ‫ْــ‬
(ِ ‫)ــ‬
dan infiks vokal
panjang /a/ (‫)ـا‬
‫ع‬-‫ر‬-‫ع‬-‫ر‬ ‫َع‬ ‫َع‬
‫ْر‬ ‫تر‬َ ‫ِع‬‫ْر‬
‫ترع‬
Bentuk ْ َ ْ
‫ف‬-‫ح‬-‫ف‬-‫ج‬ ‫َف‬‫َفج‬‫تج‬ ‫تجفجِف‬
perluasan/kompleks ْ
‫ل‬-‫ب‬- -‫ر‬ ‫بل‬َ‫َأ‬‫تر‬َ َ
‫ِل‬‫ْل‬
‫تفع‬ ‫ِل‬‫ْب‬
‫ترؤ‬
(augmented َْ َ َ ْ
‫ل‬-‫ل‬- -‫ث‬ ‫تثألل‬ ‫لل‬ِ‫تثؤ‬
quadriliteral)/ َ َْ َ‫ت‬َ
-‫ب‬-‫ر‬-‫د‬ ‫بأ‬ ‫در‬ ‫ِل‬‫ْب‬
‫تدر‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 162


(‫مزيد‬ َ ‫ِي‬ ‫باع‬َ‫)ر‬,
yaitu bentuk empat
konsonan dasar -‫ث‬-‫ر‬-‫ك‬ َْ
‫ثأ‬ ‫َر‬
‫تك‬َ ‫ْث‬
َ‫ِئ‬ ‫تكر‬
dengan prefiks
konsonan /t/ (‫)ت‬
Bentuk perluasan/ ‫ط‬-‫ب‬-‫ر‬ ‫َط‬
‫تب‬َْ
‫ِر‬‫ا‬ ‫ْتب‬
‫ِط‬ ‫ار‬
kompleks ‫ج‬-‫ز‬-‫م‬ َ
‫َزج‬ ِْ
‫مت‬ ‫ا‬ ‫ٍج‬ ْ‫ا‬
‫متز‬
(augmented ‫س‬- -‫ر‬ َْ
‫ِرتأس‬ ‫ا‬ ‫ِس‬ ْ
‫ارتئ‬
triliteral)/ ( ‫ِي‬‫ثَالث‬ -‫د‬-‫ب‬ ََ
‫دأ‬ ‫بت‬ِْ
‫ا‬ ‫ِئ‬ ْ‫أ‬
‫بتد‬
‫ِيد‬ ‫مز‬َ), yaitu tiga
(u-ø-u-i)/
konsonan akar ‫ْتع‬
‫ِل‬ ‫أف‬
‫ْــ‬
(ِ ‫)ــ‬
dengan dua afiks,
yaitu prefiks ‫ل‬-‫و‬-‫ع‬ ‫َو‬
‫َل‬ ‫ْت‬
‫ِع‬‫ا‬ ‫ْتو‬
‫ِل‬ ‫اع‬
konsonan hamzah
( ) dan infiks
konsonan /t/ (‫)ت‬
Bentuk perluasan/ ‫ر‬-‫م‬-‫ع‬ ‫َر‬
‫ْم‬‫َع‬‫ِسْت‬
‫ا‬ ‫ْم‬
‫ِر‬ ‫اسْتع‬
kompleks ‫ل‬-‫ب‬-‫ق‬ َ َْ
‫ِستقبل‬ْ ‫ا‬ ْ
‫اسْتقب‬
‫ِل‬
augmented ‫ب‬-‫ر‬-‫غ‬ ‫ْر‬
‫َب‬ ‫َغ‬‫ِسْت‬
‫ا‬ ‫ْر‬
‫ِب‬ ‫اسْتغ‬
‫ثَالث‬
triliteral ( ‫ِي‬ ‫ر‬-‫ف‬-‫غ‬ َ َْ
‫ِستغفر‬ْ ‫ا‬ ْ
‫اسْتغف‬
‫ِر‬
‫ِيد‬‫مز‬َ), yaitu tiga ‫ف‬-‫ن‬- َْ
‫نف‬ ‫َأ‬‫ِسْت‬
‫ا‬ ‫ْن‬
‫ِف‬ ‫اسْتؤ‬
‫ح‬-‫ي‬-‫ر‬ ََ
‫ِستراح‬ْ ‫ا‬ (u-ø-u-ø- ْ
‫ِيح‬‫اسْتر‬
konsonan dengan
i)/ ‫ْع‬
‫ِل‬ ‫اسْتف‬
tiga afiks, yaitu
‫ْـــ‬
(ِ ْ ‫)ــ‬
prefiks konsonan
hamzah ( ), ‫د‬-‫ي‬-‫ف‬ ‫َف‬
‫َاد‬ ‫ِسْت‬
‫ا‬ ‫ْد‬
‫ِي‬‫اسْتف‬
konsonan /s/ (‫)س‬,
dan konsonan /t/
(‫)ت‬

Adapun verba bekala kini-mendatang (‫ )فعل مضارع‬pasif ditandai


bentuk mengikuti pola konsonan awal disertai vokal /u/ (‫ )ـ‬dan konsonan
sebelum akhir disertai bunyi vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬pada bentuk manapun, seperti
‫ْت‬
verba pasif (‫َب‬ ‫ )يك‬dari verba aktif (‫ْتب‬
‫يك‬َ), verba pasif (‫َن‬ ‫َع‬
‫َاو‬ ‫ )يت‬dari verba
aktif (‫َن‬ ‫َع‬
‫َاو‬ َ), verba pasif (‫َر‬
‫يت‬ ‫َق‬ ‫َق‬
‫ )يح‬dari verba aktif (‫ِر‬
‫ْت‬ ‫ْت‬
‫يح‬َ), dan verba pasif
‫ْب‬
(‫َل‬ ‫َق‬
‫( )يسْت‬Qabawah, 1998: 251).

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 163


Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 164
BAB 13
Deklinasi Nomina Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas deklinasi nomina Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: Deklinasi nomina pada jumlah, ketakrifan, gender.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu mejabarkan deklinasi nomina bahasa Arab.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Deklinasi nomina pada jumlah.
2. Deklinasi nomina pada ketakrifan.
3. Deklinasi nomina pada gender.

D. Rangkuman
Deklinasi adalah perubahan internal kata pada kategori nomina untuk
menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal. Nomina Arab berdeklinasi atau
berinfleksi pada kasus, jumlah, gender, dan ketakrifan.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Jabarkan deklinasi nomina pada jumlah!
2. Jabarkan deklinasi nomina pada ketakrifan!
3. Jabarkan deklinasi nomina gender!

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 165


DEKLINASI NOMINA ARAB

13.1 Pengertian Deklinasi Nomina

Deklinasi merupakan istilah gramatikal tradisional untuk kelas kata;


nomina, adjektiva, atau pronomina dalam infleksi (Crystal, 2008: 130). Deklinasi
(declension) adalah perubahan nomina, pronomina atau ajektiva, yang
menunjukkan kategori, kasus, jumlah atau jenis. Deklinasi merupakan bentuk
inflektif dari nomina, pronomina, adjektiva dalam hubungannya dalam jumlah,
jenis, kasus dan sebagainya (Kridalaksana, 2009: 45).

Bahasa Arab dapat digolongkan sebagai bahasa deklinasional


(declensional language), yatu bahasa yang mempunyai sistem khusus pada
penanda gramatikal yang dilekatkan pada nomina. Deklinasi dalam tradisi Arab
disebut tasrif asma ( ‫ )تصريف األسما‬atau i’rab al asma ( ‫)إعراب األسما‬.
Dalam bahasa Arab, deklinasi merupakan sistem penandaan ciri gramatikal
(desinence) berupa afiks yang dilekatkan pada nomina (Baalbaki 1990: 136), (al
Khuli 1982: 65). Nomina Arab berdeklinasi atau berinfleksi pada kasus, jumlah,
gender, dan ketakrifan (Ryding, 2005: 55).

13.2 Deklinasi Nomina Arab pada Jumlah

Terdapat dua pengertian untuk istilah number. Pertama, istilah number


terkait dengan satuan dalam sistem matematis yang abstrak dan dapat diurutkan,
ditambah, atau dikalikan. Istilah ini disepadankan dengan bilangan dalam bahasa
Indonesia (Kridalaksana, 2009: 360). Kedua, istilah number terkait dengan
kategori gramatikal yang membeda-bedakan jumlah, seperti membedakan
singularis, dualis, trialis, pluralis. Jumlah biasanya ditandakan pada nomina,
verba, pronomina, atau atribut. Istilah ini disepadankan dengan jumlah dalam
bahasa Indonesia (Kridalaksana, 2009: 100). Deklinasi nomina terkait langsung
dengan jumlah bukan bilangan.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 166


Dalam tradisi Arab, jumlah disebut dengan ‘adad (‫)عدد‬. Jumlah
merupakan istilah fungsional yang dipakai untuk membedakan antara bentuk
tunggal (‫)اإلفرادية‬, dualis (‫)التثنية‬, dan jamak (‫ )الجمع‬pada nomina dan
pronomina serta verba, seperti pembedaan bentuk (‫َجل‬
‫ )ر‬dan (‫َال‬
‫ِج‬‫)ر‬, bentuk

‫ )هو‬dan (‫َا‬
‫)هم‬, bentuk (‫ْل‬ َ) dan (‫ْن‬
‫يقو‬ ‫ْلو‬ َ). Bentuk tunggal yang disebut
‫يقو‬
(‫ )مفرد‬merupakan slot pada nomina, pronomina, dan verba yang menunjukkan
arti satu sebagaimana bilangan yang menunjukkan arti satu dibedakan dengan
bentuk dual yang disebut (‫ )مثنى‬yang menunjukkan arti dua serta bentuk jamak/
plural (‫ )جمع‬yang menunjukkan arti lebih dari dua (Baalbaki, 1990: 161, 341,
382, 457). Nomina Arab bentuk tunggal menjadi stem atau pangkal perubahan
inflektif terhadap bentuk dual maupun plural.

13.2.1 Deklinasi Nomina Arab Tunggal ke Bentuk Dual

Deklinasi nomina bentuk tunggal ke nomina bentuk dual umumnya


ditandai dengan (1) sufiks suku kata yang berunsurkan vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬dan
konsonan /n/ (‫ )ن‬pada nomina berkasus nominatif atau independen ( ‫حالة‬
‫)الرفع‬, seperti bentuk (ِ‫َجَالن‬
‫ )ر‬dari bentuk tunggal (‫َجل‬ َ‫َا‬
‫)ر‬, bentuk (ِ‫بان‬ ‫ِت‬‫)ك‬
dari bentuk tunggal (‫َاب‬
‫ِت‬‫ ;)ك‬dan (2) sufiks suku kata yang berunsurkan diftong
/ay/ (ْ‫َي‬
‫ )ـ‬dan konsonan /n/ (‫ )ن‬pada nomina berkasus akusatif atau dependen
(‫ )حالة النصب‬dan nomina berkasus genetif atau obligatif, seperti bentuk
(ِ‫ْن‬
‫لي‬َ‫َج‬
‫ )ر‬dari bentuk tunggal (‫َجل‬
‫)ر‬, bentuk (ِ‫ْن‬
‫بي‬َ‫َا‬
‫ِت‬‫ )ك‬dari bentuk (‫َاب‬
‫ِت‬‫( )ك‬El
Dahdah, 2001: 56), (Qabawah, 1998: 187).

Meskipun bentuk dual ditandai sufiks suku kata bentuk (ِ‫َان‬


‫)ـ‬, namun
tidak semua nomina yang diakhiri dengan bentuk tersebut masuk dalam kategori
َْ
nomina dualis, seperti nomina (‫بان‬ ‫ قر‬،‫يان‬ََ
‫َر‬‫ ج‬،‫َان‬ ‫لي‬ََ
‫ غ‬،‫َطشَان‬‫)ع‬. Nomina-
َْ
nomina tersebut dan sejenisnya yang mengikuti model pola (‫الن‬‫َع‬ َْ
‫ )ف‬atau (‫الن‬‫)فع‬
tidak memuat arti jumlah dua tetapi satu atau bila bentuk akhiran (‫َان‬
‫)ـ‬
ditanggalkan tidak mempengaruhi arti jumlah. Hal ini berbeda pada bentuk

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 167


sebelumnya, yaitu bentuk dual, manakala sufiks ditanggalkan nomina berubah
menjadi bentuk tunggal.

Pada nomina bentuk maqshu>r (‫)المقصور‬, yaitu nomina yang diakhiri


‫)ـ‬, seperti (‫ًى‬
dengan bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬ ‫ مصطف‬،‫َصا‬ ‫َت‬
‫ع‬،‫ًى‬ ‫ )ف‬bentuk
dualnya sama mengikuti kaidah umum, yaitu ditandai dengan sufiks bentuk
(‫َان‬ ‫َي‬
‫ )ـ‬atau (‫ْن‬ ‫)ـ‬, hanya saja vokal panjang /a/ yang secara tertulis dinyatakan
dengan huruf (‫ا‬/‫ )ى‬yang berada di akhir kata ditanggalkan menjadi vokal
pendek dan bentuk vokal panjangnya diubah menjadi konsonan (‫ )و‬atau (‫)ي‬
sebagaimana bentuk aslinya. Bentuk (‫ )ى‬pada (‫َتى‬
‫ )ف‬diubah menjadi (‫ )ي‬sebagai
bentuk asalnya kemudian diimbukan padanya bentuk (ِ‫ْن‬ ‫َي‬‫ ـ‬/ِ‫َان‬‫)ـ‬, sehingga
‫َي‬
berubah menjadi (‫ْن‬ ‫َت‬
‫َي‬ ‫َي‬
‫ ف‬/‫َان‬ ‫َت‬ ‫َت‬
‫ )ف‬dari bentuk aslinya (‫َي‬ ‫)ف‬. Demikian juga
halnya pada kata (‫ًا‬ ‫َص‬ َْ
‫ )ع‬pada bentuk dual berubah menjadi (ِ‫ين‬ ‫َو‬
‫َص‬‫ ع‬/ِ‫َان‬
‫َو‬‫َص‬
‫)ع‬
dari bentuk aslinya (‫َو‬
‫َص‬ ‫َف‬
‫ )ع‬dan kata (‫ًى‬ ‫ْط‬
‫ )مص‬pada bentuk dual berubah menjadi
‫َي‬
(‫ْن‬ ‫َف‬
‫َي‬ ‫َي‬
‫ مص‬/‫َان‬
‫ْط‬ ‫َف‬
‫ْط‬ ‫َف‬
‫ )مص‬dari bentuk aslinya (‫َي‬ ‫ْط‬
‫( )مص‬Qabawah, 1998: 188),
(El Dahdah, 2001: 56).

Perubahan yang sama seperti nomina bentuk maqshu>r juga terjadi pada
‫ْقو‬
nomina bentuk manqu>sh (‫ْص‬ ‫َن‬‫)الم‬, yaitu nomina yang diakhiri oleh bunyi
vokal pendek /i/ dengan nunasi/ tanwi<n, atau vokal panjang /i/ (ْ‫ِي‬
‫)ـ‬, seperti
(‫َاعي‬‫الر‬-ٍ‫ راع‬،ْ‫ِي‬ ‫َاض‬
‫الق‬-‫ض‬ٍ‫َا‬‫ ق‬،ْ‫ِي‬‫هاد‬ َ‫ال‬-ٍ‫هاد‬َ). Bunyi vokal pendek /i/ (ِ
‫)ـ‬
dengan nunasi (bentuk tak takrif) atau bunyi vokal panjang /i/ (ْ
‫ِي‬‫( )ـ‬bentuk
takrif) yang menandai nomina bentuk manqu>sh tersebut diubah keduanya
menjadi konsonan (‫ )ي‬sebagaimana bentuk aslinya. Bentuk akhiran (ٍ
‫ )ـ‬atau (ْ‫ِي‬
‫)ـ‬
pada kata (ْ‫ِي‬ َ‫ ال‬/ٍ
‫هاد‬ َ) diubah menjadi konsonan (‫ )ي‬sebagai bentuk asalnya
‫هاد‬
‫َي‬
kemudian diimbukan padanya bentuk (‫ْن‬ ‫ ـ‬/‫َان‬
‫)ـ‬, sehingga berubah menjadi
(ِ‫ْن‬
‫يي‬َِ َ‫ال‬-ِ‫ْن‬
‫هاد‬ ‫يي‬َِ َ /ِ‫يان‬
‫هاد‬ َِ
‫هاد‬َ‫ال‬-ِ‫يان‬َِ َ) dari bentuk aslinya (ٌ‫ِي‬
‫هاد‬ َ).
‫هاد‬
‫َاض‬
Demikian juga halnya pada kata (ْ‫ِي‬ ٍ‫َا‬
‫ الق‬/‫ض‬ ‫ )ق‬pada bentuk dual berubah
‫َي‬
menjadi (ِ‫ْن‬ ‫َاض‬
‫ِي‬ ‫الق‬-‫ْن‬‫َي‬
‫ِي‬‫َاض‬
‫ ق‬/‫َان‬
‫ِي‬‫َاض‬
‫الق‬-‫َان‬
‫ِي‬‫َاض‬
‫ )ق‬dari bentuk aslinya
‫َاض‬
(ٌ‫ِي‬ ‫َاع‬
‫ )ق‬dan kata (ْ‫ِي‬ ‫ الر‬/ٍ‫َاع‬
‫ )ر‬pada bentuk dual berubah menjadi
‫َي‬
(ِ‫ْن‬ ‫َاع‬
‫ِي‬ ‫َي‬
‫الر‬-ِ‫ْن‬ ‫َاع‬
‫ِي‬ ‫ ر‬/‫َان‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫الر‬-‫َان‬
‫ِي‬‫َاع‬ ‫َاع‬
‫ )ر‬dari bentuk aslinya (ٌ‫ِي‬ ‫)ر‬.
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 168
Pada nomina bentuk mamdu>d (‫)الممدود‬, yaitu nomina yang diakhiri
dengan konsonan hamzah ( ) yang didahului bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫)ـ‬,
َ ، ‫َا‬
seperti ( ‫دوا‬ ‫ِق‬‫ ل‬، ‫َا‬
‫لو‬ِ) bentuk dualnya sama mengikuti kaidah umum,
yaitu ditandai dengan sufiks bentuk (‫َان‬ ‫َي‬
‫ )ـ‬atau (‫ْن‬ ‫)ـ‬, sehingga kata-kata
tersebut berubah menjadi (ِ‫َاَ ان‬
‫دو‬َ ،ِ‫َاَ ان‬
‫ِق‬‫ل‬ ،ِ‫َاَ ان‬
‫لو‬ِ) pada bentuk
dualnya. Namun nomina bentuk mamdu>d yang akhiran konsonan hamzah-nya
merupakan sufiks yang menandai bentuk feminin, maka konsonan hamzah diubah
menjadi konsonan /w/ (‫ )و‬sebelum diberi imbuhan bentuk (‫َان‬ ‫َي‬
‫ )ـ‬atau (‫ْن‬ ‫ )ـ‬yang
menandakan bentuk dual, seperti kata ( ‫َا‬
‫ْر‬ ‫ ص‬، ‫َا‬
‫َح‬ ‫ْق‬‫َر‬
‫ ز‬، ‫َا‬
‫ْض‬ َ). Masing-
‫بي‬
masing akhiran konsonan hamzah pada kata-kata tersebut diubah menjadi
konsonan /w/ (‫)و‬, seperti (‫َاو‬
‫ْر‬‫َح‬
‫ص‬ ،‫َاو‬
‫ْق‬‫َر‬
‫ز‬ ،‫َاو‬
‫ْض‬ َ). Kemudian diberi
‫بي‬
imbuhan bentuk (‫َان‬ ‫َي‬
‫ )ـ‬atau (‫ْن‬ ‫ )ـ‬sebagai penanda bentuk dual sehingga
َْ
berubah menjadi (‫ين‬ ‫و‬-/ِ‫َان‬
‫َاو‬
‫ْر‬‫َح‬ َْ
‫ ص‬،ِ‫ين‬ ‫و‬/-ِ‫َان‬ ‫َر‬
‫ْقاو‬ َْ
‫ ز‬،ِ‫ين‬ ‫َاو‬
‫و‬-/ِ‫َان‬ ‫ْض‬ َ)
‫بي‬
(Qabawah 1998: 189-190), (El Dahdah, 2001: 56).

13.2.2 Deklinasi Nomina Arab Tunggal ke Bentuk Jamak

Deklinasi nomina Arab dari bentuk tunggal ke bentuk jamak umumnya


ditandai dengan bentuk, yaitu sufiks dan perubahan internal. Jamak yang ditandai
dengan sufiks dalam bahasa Arab dinamakan jamak sa>lim, yang terbagi menjadi
dua menyesuaikan jenis gender, yaitu (1) jamak sufiks maskulin yang dinamakan
(‫ )جمع المذكر السالم‬dan (2) jamak sufiks feminin atau dalam bahasa Arab
disebut (‫السالم‬ ‫المؤنث‬ ‫)جمع‬. Adapun jamak yang ditandai dengan
perubahan struktur internal dalam bahasa Arab dinamakan jamak al taksi<r yang
َّ‫)جمع الق‬, jamak al kastsrah
meliputi empat bentuk, yaitu jamak al qillah (‫ِلة‬
(‫)جمع الكثرة‬, muntaha> al jumu>’ (‫)منتهى الجموع‬, jamak al jam’ ( ‫جمع‬
‫)الجمع‬, dan al jumu>’ al ukhra> (‫)الجموع األخرى‬.

Pada dasarnya istilah sa>lim pada jamak sa>lim dan taksi>r pada jamak taksi>r
berkaitan dengan struktur atau bentuk kata. Struktur kata yang tidak mengalami

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 169


perubahan dinamakan sa>lim atau bentuk yang selamat dari perubahan pada
struktur pokoknya. Struktur pokoknya utuh tidak terbelah atau terpecah karena
penanda gramatikalnya hanya berupa imbuhan akhir atau sufiks sehingga disebut
sa>lim yang berarti ‘selamat atau utuh’. Adapun struktur atau bentuk pokok yang
mengalami perubahan internal, yaitu dengan membelah atau memecah struktur
pokoknya untuk menandai bentuk jamak sehingga bentuk pokoknya terpecah
atau terbelah oleh penanda gramatikal, dinamakan taksi>r yang berarti ‘membelah
atau memecah’ (Qabawah, 1998: 191, 204).

13.2.2.1 Jamak Sufiks (Jamak al Sa>lim)

Deklinasi nomina Arab bentuk tunggal ke bentuk jamak sufiks ditandai


oleh sufiks (1) suku kata berunsur vokal panjang /u/ (ْ
‫ )ـو‬dan konsonan /n/ (‫)ن‬
pada kasus nominatif atau (2) vokal panjang /i/ dan konsonan /n/ (‫ )ن‬pada kasus
َْ
akusatif dan genetif untuk gender berjenis maskulin, seperti kata (-‫ن‬ ‫مسْل‬
‫ِمو‬
‫ْن‬
‫ِي‬ ‫ )مسْل‬dari bentuk tunggal (‫ِم‬
‫ِم‬ ‫)مسْل‬. Adapun pada nomina gendernya berjenis
feminin ditandai oleh sufiks (1) suku kata berunsur vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬dan
konsonan /t/ (‫)ت‬, seperti kata (‫َات‬
‫لح‬ ‫ ص‬،‫َات‬
ِ‫َا‬ ‫ِن‬‫ْم‬
‫ مؤ‬،‫َات‬
‫ِم‬‫ )مسْل‬dari bentuk
tunggal (‫َة‬
‫لح‬ ‫ ص‬،‫َة‬
ِ‫َا‬ ‫ِن‬‫ْم‬
‫ مؤ‬،‫َة‬
‫ِم‬‫)مسْل‬. Bentuk jamak sa>lim biasanya menadai
nomina manusia atau sifat manusia atau yang bentuk tunggalnya diakhiri dengan
sufiks (‫ )ة‬yang menandakan bentuk feminin (El Dahdah, 2001: 57).

Pada nomina bentuk maqshu>r (‫)المقصور‬, yaitu nomina yang diakhiri


dengan bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬ ًْ
‫)ـ‬, seperti (‫لى‬ ‫َع‬
‫ أ‬،‫ًى‬
‫تض‬َْ
‫ مر‬،‫ًى‬ ‫َف‬‫ْط‬
‫)مص‬
perubahan bentuk tunggalnya ke bentuk jamak dengan menanggalkan akhiran
bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ )ـ‬menjadi vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬kemudian diimbukan
َْ
padanya sufiks bentuk (‫ن‬ ْ) sehingga membentuk bunyi diftong /aw/
‫ )و‬atau (‫ين‬
َْ
(‫ن‬ ‫ )ـ‬pada kasus nominatif dan bunyi diftong /ay/ (َ
‫َو‬ ‫َي‬
‫ْن‬ ‫ )ـ‬pada kasus akusatif
dan genetif. Sehingga bentuk jamak dari kata (‫لى‬ ‫َع‬
ًْ ‫ أ‬،‫ًى‬‫تض‬َْ
‫ مر‬،‫ًى‬ ‫َف‬
‫ْط‬‫ )مص‬adalah

‫ْن‬ َْ
‫لي‬ ‫َع‬ َْ
‫أ‬-‫ن‬ ‫لو‬ ‫َع‬
َْ ‫ أ‬،َ‫ْن‬‫َي‬
‫تض‬َْ
‫مر‬-‫ن‬َْ
‫َو‬ َْ
‫تض‬ ‫ مر‬،َ ‫َي‬
‫ْن‬ ‫َف‬‫ْط‬‫مص‬-‫ْن‬ ‫َف‬
‫َو‬ ‫ْط‬‫)مص‬. Adapun nomina

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 170


maqshu>r jenis feminin, seperti (‫َحًى‬ َْ
‫ ر‬،‫لى‬ ‫ )فض‬perubahan bentuk tunggalnya ke
bentuk jamak dengan menanggalkan akhiran bunyi vokal panjang /a/ (‫َا‬
‫ـ‬/‫َى‬
‫)ـ‬
menjadi binyi vokal pendek /a/ (َ
‫ )ـ‬dan merubah bentuk vokal panjang dengan
konsonan /y/ (‫ )ي‬atau /w/ (‫ )و‬sesuai bentuk asalnya, kemudian diimbuhkan
padanya sufiks (‫َات‬ ‫َح‬
‫)ـ‬. Sehingga bentuk jamak dari kata (‫ًى‬ َْ
‫ ر‬،‫لى‬ ‫ )فض‬adalah
(‫َات‬
‫َي‬‫َح‬
‫ ر‬،‫َات‬
‫لي‬َْ ‫َح‬
‫ )فض‬dari bentuk aslinya (ٌ‫َي‬ َْ
‫ ر‬،ٌ‫لي‬ ‫( )فض‬Qabawah, 1998: 196),
(El Dahdah, 2001: 57-58).

Pada nomina bentuk manqu>sh (‫ْقوص‬


‫َن‬‫)الم‬, yaitu yaitu nomina yang
diakhiri oleh bunyi vokal pendek /i/ dengan nunasi/ tanwi<n pada bentuk takrif,
‫ )ـ‬pada bentuk tak takrif, seperti kata ( ،ْ‫ِي‬
atau vokal panjang /i/ (ْ‫ِي‬ َ‫ال‬-ٍ
‫هاد‬ َ
‫هاد‬
‫َاض‬
ْ‫ِي‬ ٍ‫َا‬
‫الر‬-‫ض‬ ‫َام‬
‫ ر‬،ْ‫ِي‬ ‫)مح‬, perubahan bentuk tunggalnya ke bentuk
‫َام‬
‫المح‬-ٍ
jamak dengan menanggalkan bunyi vokal panjang /i/ (ْ‫ِي‬
‫ )ـ‬menjadi vokal pendek
‫ )ـ‬kemudian diimbukan padanya bentuk (َ
/i/ (ِ ‫ْن‬ ‫ )ـ‬untuk menandakan kasus
‫ِي‬
akusatif dan genetif atau vokal pendek /i/ diubah menjadi vokal pendek /u/ (‫)ـ‬
َْ
kemudian diimbuhkan bentuk (‫ن‬ ‫ )ـو‬untuk menandakan kasus nominatif.
‫َاض‬
Sehingga kata (ْ‫ِي‬ ٍ‫َا‬
‫الر‬-‫ض‬ ‫َام‬
‫ ر‬،ْ‫ِي‬ ‫ مح‬،ْ‫ِي‬
‫َام‬
‫المح‬-ٍ َ‫ال‬-ٍ
‫هاد‬ َ) bentuk
‫هاد‬
jamaknya adalah (َ
‫ْن‬ ‫َض‬
‫ِي‬ َْ
‫ر‬-‫ن‬ ‫ ر‬،َ
‫َاضو‬ ‫ْن‬ ‫َام‬
‫ِي‬ َْ
‫مح‬-‫ن‬ ‫ مح‬،َ
‫َامو‬ ‫ين‬ِْ َ-‫ْن‬
‫هاد‬ َ) (El
‫هادو‬
Dahdah, 2001: 57).

Pada nomina bentuk mamdu>d (‫ْد‬ ‫َم‬


‫ْدو‬ ‫)الم‬, yaitu yaitu nomina yang
diakhiri dengan konsonan hamzah ( ) yang didahului bunyi vokal panjang /a/
(‫َا‬
‫)ـ‬, seperti ( ‫َا‬
‫ِي‬‫ ض‬، ‫ قرا‬، ‫َا‬
‫بر‬َ) bentuk jamaknya sama mengikuti kaidah
umum, yaitu ditandai dengan sufiks bentuk (‫ْن‬
‫ )ـو‬atau (‫ْن‬
‫ِي‬‫)ـ‬, sehingga kata-
kata tersebut pada bentuk jamaknya berubah menjadi ( ،َ
‫ْن‬ ‫َائ‬
‫ِي‬ ‫ِر‬ َْ
‫ب‬-‫ن‬ ‫َاؤو‬
‫بر‬َ
َ
‫ْن‬ ‫َائ‬
‫ِي‬ ‫ِي‬ َْ
‫ض‬-‫ن‬ ‫َاؤو‬
‫ِي‬‫ ض‬،َ
‫ْن‬ ‫َائ‬
‫ِي‬ َْ
‫قر‬-‫ن‬ ‫)قراؤو‬. Namun nomina bentuk mamdu>d yang
akhiran konsonan hamzah-nya merupakan sufiks yang menandai bentuk feminin,
maka konsonan hamzah diubah menjadi konsonan /w/ (‫ )و‬sebelum diberi
imbuhan bentuk (‫َات‬
‫ )ـ‬yang menandakan bentuk jamak sufiks feminin, seperti
kata ( ‫َا‬
‫ْر‬ ‫ ص‬، ‫َا‬
‫َح‬ ‫ْق‬‫َر‬
‫ ز‬، ‫َا‬
‫ْض‬ َ). Masing-masing akhiran konsonan hamzah
‫بي‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 171


pada kata-kata tersebut diubah menjadi konsonan /w/ (‫ )و‬menjadi bentuk
(‫َاو‬
‫ْر‬ ‫ ص‬،‫َاو‬
‫َح‬ ‫ْق‬‫َر‬
‫ ز‬،‫َاو‬
‫ْض‬ َ). Kemudian diimbukan sufiks bentuk (‫َات‬
‫بي‬ ‫ )ـ‬sebagai
penanda bentuk jamak sufiks feminin sehingga berubah bentuknya menjadi
(‫َات‬
‫َاو‬
‫ْر‬‫َح‬
‫ ص‬،‫َات‬ ‫َر‬
‫ْقاو‬ ‫َاو‬
‫ ز‬،‫َات‬ ‫ْض‬ َ) (Qabawah 1998: 192), (El Dahdah, 2001:
‫بي‬
58).

13.2.2.2 Jamak Perubahan Internal (Jamak al Taksi>r)

Deklinasi nomina Arab dari bentuk tunggal ke bentuk jamak perubahan


internal ditandai dengan 5 bentuk: (1) perubahan bunyi vokal, (2) afiks bunyi
vokal panjang, (3) penanggalan bunyi vokal pendek/ panjang, (4) afiks konsonan,
‫ْع‬
(5) penanggalan konsonan, dan (6) geminasi atau disebut (‫ِيف‬ ‫)تض‬. Terdapat
pola yang beragam pada beberapa jenis jamak taksi>r. Pada jamak taksi>r jenis
jamak qillah (‫)جمع القلة‬, yaitu jamak pada jumlah tiga hingga 10 terdapat
‫َف‬
setidaknya empat pola yang paling umum, yaitu (1) (‫ْعل‬ َْ
‫)أ‬, (2) (‫لة‬ ‫)ف‬, (3)
‫ِع‬
‫ْع‬
(‫َال‬ ‫َف‬ َ‫ْع‬
‫)أ‬, dan (‫ِلة‬ ‫َف‬
‫( )أ‬El Dahdah, 2001: 59), (al Asyqar, 2014: 165),
(Qabawah, 1998: 212-213). Berikut contoh perubahan bentuk tunggal ke bentuk
jamak pada jamak qillah dalam tabel:

Tabel 13.2.2.2
Perubahan Nomina Arab Bentuk Tunggal ke Bentuk Jamak Pada Jamak Qillah

Bentuk Perubahan Model Pola Bentuk Tunggal Bentuk Jamak


‫ْس‬
‫نف‬َ ‫نفس‬َْ‫أ‬
Afiks konsonan َ
(prefiks) dan ‫َج‬
‫ْه‬ ‫و‬ ‫ْجه‬‫أو‬
‫َف‬
‫ْعل‬ ‫أ‬
perubahan bunyi َ
‫يد‬ ‫يد‬َْ
‫أ‬
vokal
‫ْف‬‫َر‬‫ح‬ ‫َح‬
‫ْرف‬ ‫أ‬
‫ًى‬‫َت‬‫ف‬ ‫ْي‬
‫َة‬ ‫ِت‬
‫ف‬
Perubahan bunyi ‫َخ‬‫أ‬ ‫ْو‬
‫َة‬ ‫ِخ‬
‫إ‬
vokal dan afiks َْ
‫لة‬ ‫ِع‬
‫ف‬
konsonan (sufiks) ‫شَي‬
‫ْخ‬ ‫ْخَة‬
‫ِي‬‫ش‬
ّ‫ِي‬‫َب‬‫ص‬ ‫َة‬
‫ْي‬‫ِب‬‫ص‬
Afiks konsonan ‫ْع‬
‫َال‬ ‫َف‬
‫أ‬ َّ
‫د‬ ‫ج‬ ‫داد‬َْ‫َج‬
‫أ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 172


(prefiks), ‫ْت‬
‫بي‬َ ‫َات‬
‫بي‬َْ
‫أ‬
perubahan bunyi
َ
‫باب‬ ‫َاب‬
‫بو‬َْ
‫أ‬
vokal dan afiks
(infiks) bunyi ‫َو‬
‫ْت‬ ‫ص‬ ‫َات‬
‫ْو‬‫َص‬
‫أ‬
vokal panjang
Afiks konsonan ‫َع‬
‫َام‬ ‫ط‬ ‫َة‬
‫ِم‬ ‫َط‬
‫ْع‬ ‫أ‬
(prefiks),
perubahan bunyi ‫َمود‬‫ع‬ َِ
‫دة‬ ‫َع‬
‫ْم‬ ‫أ‬
vokal, dan َ‫ْع‬
‫ِلة‬ ‫َف‬
‫أ‬ ََ
‫مان‬ ‫ز‬ ‫َة‬
‫ِن‬ ‫َز‬
‫ْم‬ ‫أ‬
penanggalan
bunyi vokal َِ
‫مام‬ ‫إ‬ ‫َّة‬
‫ِم‬ ‫َئ‬
‫أ‬
panjang

Pada jamak taksi>r jenis katsrah (‫)جمع الكثرة‬, yaitu pada jumlah tiga
hingga tak terbatas. Setidaknya terdapat 17 pola paling umum pada jamak
katsrah, yaitu (1) (‫ْل‬
‫)فع‬, (2) (‫)فعل‬, (3) (‫َل‬
‫)فع‬, (4) (‫َل‬
‫ِع‬ ََ
‫)ف‬, (5) (‫لة‬ ‫َع‬
‫)ف‬, (6)
َْ
(‫لة‬ ََ
‫)فع‬, (7) (‫لة‬ َْ
‫)ف‬, (8) (‫لى‬
‫ِع‬ ‫َع‬
‫)ف‬, (9) (‫َّل‬ ‫)فع‬, (11) (‫َال‬
‫)فع‬, (10) (‫َّال‬ ‫ِع‬‫)ف‬, (12)
(‫ْل‬
‫)فعو‬, (13) (‫ْل‬
‫ِي‬‫َع‬ َْ
‫)ف‬, (14) (‫الن‬ َْ
‫)ف‬, (15) (‫الن‬
‫ِع‬ ََ
‫)فع‬, (16) ( ‫ال‬ َِ
‫)فع‬, dan (17) ( ‫ال‬‫ْع‬
‫)أف‬
(El Dahdah, 2001: 59), (al Asyqar, 2014: 165), (Qabawah, 1998: 211). Berikut
contoh perubahan bentuk tunggal ke bentuk jamak pada jamak katsrah dalam
tabel:

Tabel 13.2.2.2
Perubahan Nomina Arab Bentuk Tunggal ke Bentuk Jamak Pada Jamak Katsrah

Bentuk Perubahan Model Pola Bentuk Tunggal Bentuk Jamak


‫َر‬
‫ْم‬‫َح‬
‫أ‬ ‫ْر‬
‫حم‬
Penanggalan ‫َسْو‬
‫َد‬ ‫أ‬ ‫ْد‬
‫سو‬
konsonan dan
‫ْل‬
‫فع‬ ‫َر‬
‫ْف‬‫َص‬
‫أ‬ ‫ْر‬
‫صف‬
perubahan bunyi
‫َر‬ َ
‫أسْم‬ ‫ْر‬
‫سم‬
vokal
‫َم‬
‫بك‬َْ
‫أ‬ ‫ْم‬
‫بك‬
Perubahan bunyi ‫َاب‬
‫ِت‬‫ك‬ ‫كتب‬
vokal dan ‫َسو‬
‫ْل‬ ‫ر‬ ‫رسل‬
penanggalan ‫فعل‬
bunyi vokal ‫ْل‬
‫ِي‬‫سَب‬ ‫سبل‬
panjang ِْ
‫ير‬ ‫سَر‬ ‫سرر‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 173


‫َاب‬‫سَح‬ ‫سحب‬
‫َة‬
‫ْف‬‫غر‬ ‫َف‬
‫غر‬
Perubahan bunyi ‫ْط‬
‫َة‬ ‫نق‬ ‫َط‬
‫نق‬
vokal dan
‫َل‬
‫فع‬ ‫َة‬
‫ْر‬‫سو‬ ‫َر‬
‫سو‬
penanggalan
konsonan ‫َة‬
‫ْع‬‫جر‬ ‫َع‬
‫جر‬
‫َة‬
‫ْر‬‫صو‬ ‫َر‬
‫صو‬
‫ْع‬
‫َة‬ ‫ِط‬
‫ق‬ ‫َع‬
‫ِط‬‫ق‬
Perubahan bunyi ‫َة‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫ق‬ ‫َم‬
‫ِي‬‫ق‬
vokal dan
‫َل‬
‫ِع‬‫ف‬ ‫َة‬
‫يب‬ِْ
‫ر‬ َِ
‫يب‬ ‫ر‬
penanggalan
konsonan ‫مة‬ ِْ‫خ‬
َ‫د‬ َِ‫خ‬
‫دم‬
ّ‫م‬
‫ِلة‬ َ‫م‬
‫ِلل‬
ّ َ
‫بار‬ ‫َة‬
‫َر‬ َ
‫بر‬
Perubahan bunyi
‫َاد‬
‫ِم‬ ‫خ‬ َ‫د‬
‫مة‬ ََ
‫خ‬
vokal,
penanggalan vokal َْ
‫لة‬ ‫َع‬
‫ف‬ ‫ِل‬ َ
‫ناق‬ ََ
‫لة‬ َ
‫نق‬
panjang, afiks ‫سَاحِر‬ ‫َة‬
‫َر‬‫سَح‬
konsonan (sufiks)
‫َاف‬
‫ِر‬ ‫ك‬ ‫َر‬
‫َة‬ ‫َف‬
‫ك‬
َ
‫داع‬
ٍ ‫َاة‬
‫دع‬
Perubahan bunyi ِ‫َا‬
‫ض‬ ‫ق‬ ‫َاة‬
‫قض‬
vokal, ‫َاع‬
ٍ ‫ر‬ ‫َاة‬
‫رع‬
penanggalan vokal َْ
‫لة‬ ‫فع‬
َ
‫ناح‬
ٍ ‫َاة‬
‫نح‬
panjang, dan afiks
konsonan (sufiks) ‫َاد‬
ٍ ‫ع‬ َ‫ع‬
‫داة‬
‫َام‬
ٍ ‫ر‬ َ‫ر‬
‫ماة‬
ٌّ
‫دب‬ ‫َة‬
‫بب‬َِ
‫د‬
‫ْج‬
‫در‬ ‫َج‬
‫َة‬ ‫ِر‬
‫د‬
Perubahan bunyi
vokal dan afiks ََ
‫لة‬ ‫ِع‬
‫ف‬ ‫ْر‬
‫جح‬ ‫َة‬
‫َر‬‫جِح‬
konsonan (sufiks) ‫ْط‬
‫قر‬ ‫َة‬
‫َط‬‫ِر‬‫ق‬
‫ْل‬
‫ِي‬‫ف‬ ََ
‫لة‬ ‫ِي‬
‫ف‬
Perubahan bunyi ‫ِيض‬‫مر‬َ ‫َى‬
‫ْض‬ َ
‫مر‬
vokal, ّ
‫ِت‬
‫مي‬َ َْ
‫تى‬ َ
‫مو‬
penanggalan vokal َْ
‫لى‬ ‫َع‬
‫ف‬
‫ِيك‬ َ
‫هل‬ ‫َى‬
‫لك‬ْ‫ه‬
َ
panjang, dan afiks
vokal panjang ِْ
‫يب‬ ‫َر‬
‫ذ‬ َْ
‫بى‬ ‫َر‬
‫ذ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 174


(sufiks) ‫َجِي‬
‫ْل‬ ‫ر‬ َ‫َج‬
‫ْلى‬ ‫ر‬
‫َائ‬
‫ِم‬ ‫ص‬ ‫َّم‬
‫صو‬
Perubahan bunyi
‫َاك‬
‫ِع‬ ‫ر‬ ‫َّع‬
‫رك‬
vokal,
penanggalan vokal ‫َّل‬
‫فع‬ ‫َاض‬
‫ِع‬ ‫ر‬ ‫َّع‬
‫رض‬
panjang, dan ‫َائع‬
‫ج‬ ‫َّع‬
‫جو‬
geminasi
‫ِم‬ َ
‫نائ‬ ‫َّم‬
‫نو‬
‫َار‬
‫ِئ‬ ‫ق‬ ‫َّا‬
‫قر‬
Perubahan bunyi
vokal, ‫َات‬
‫ِب‬ ‫ك‬ ‫َّاب‬
‫كت‬
penanggalan vokal
‫َّال‬
‫فع‬ ‫سَائ‬
‫ِح‬ ‫َّاح‬
‫سي‬
panjang, geminasi,
dan afiks vokal ‫َاط‬
‫ِع‬ ‫ق‬ ‫َّاع‬
‫قط‬
panjang (infiks), ‫ِل‬‫َاه‬
‫ج‬ َّ‫ج‬
‫هال‬
‫ْب‬
‫ثو‬َ ‫َاب‬
‫ِي‬‫ث‬
Perubahan bunyi ‫ْل‬
‫َب‬‫ح‬ ‫َال‬
‫حِب‬
vokal dan afiks َ‫ب‬ َِ
‫َال‬
‫ِع‬‫ف‬ ‫لد‬ َ ‫الد‬‫ب‬
vokal panjang
(infiks) ْ‫ذ‬
‫ِئب‬ َ‫ذ‬
‫ِئاب‬
‫ْح‬
‫جر‬ ‫َاح‬
‫حِر‬
َْ
‫لب‬ ‫ق‬ ‫ْب‬
‫قلو‬
ْ‫م‬
‫لك‬ ‫ْك‬
‫ملو‬
Perubahan bunyi
vokal, afiks vokal ‫ْل‬
‫فعو‬ ‫ْد‬
‫جن‬ ‫ْد‬
‫جنو‬
panjang (infiks) ْ‫ع‬
‫ِلم‬ ‫ْم‬
‫علو‬
‫ْر‬
‫بح‬َ ‫ْر‬
‫بحو‬
‫ِد‬‫َاب‬‫ع‬ ‫ْد‬
‫ِي‬‫َب‬
‫ع‬
‫لب‬َْ
‫ك‬ ‫ْب‬
‫ِي‬‫َل‬
‫ك‬
Perubahan bunyi
vokal, afiks vokal ‫ْل‬
‫ِي‬‫َع‬
‫ف‬ ‫ْز‬ َ
‫مع‬ ‫ْز‬ ‫ِي‬ َ
‫مع‬
panjang (infiks) ‫ناج‬َ َ
ٍ ٌّ‫نجِي‬
ٍ َ
‫ناد‬ ٌّ‫ِي‬
‫ند‬َ
َ
‫نار‬ ‫َان‬
‫ْر‬‫ِي‬
‫ن‬
Perubahan bunyi
vokal pendek dan ‫َار‬
‫ج‬ ‫َان‬
‫ْر‬‫جِي‬
panjang, afiks
‫َْالن‬
‫ِع‬‫ف‬ ‫َاب‬‫غر‬ َْ
‫بان‬ ‫ِر‬
‫غ‬
vokal panjang
(infiks), dan afiks َ‫غ‬
‫الم‬ ‫َان‬ ْ‫غ‬
‫ِلم‬
konsonan (sufiks) ‫ْذ‬
‫جر‬ ‫ْذان‬
‫جِر‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 175


‫َب‬
‫ْد‬ ‫ع‬ َْ
‫دان‬ ‫عب‬
Perubahan bunyi
‫ْن‬
‫بط‬َ ‫ْن‬
‫َان‬ ‫بط‬
vokal, afiks vokal
panjang (infiks), ‫َْالن‬
‫فع‬ ‫َض‬
‫ْب‬ ‫ق‬ ‫ْب‬
‫َان‬ ‫قض‬
dan afiks َ‫ب‬
‫لد‬ َ َ‫ل‬
‫دان‬ ْ‫ب‬
konsonan (sufiks)
‫ْص‬
‫ِي‬‫َم‬
‫ق‬ ‫َان‬
‫ْص‬‫قم‬
ِْ
‫يم‬ ‫َر‬
‫ك‬ ‫ما‬ََ‫كر‬
Perubahan bunyi ‫ْل‬ َ
‫بخِي‬ ََ‫بخ‬
‫ال‬
vokal, afiks bunyi ‫ْم‬
‫ِي‬‫َظ‬‫ع‬ ‫َم‬
‫َا‬ ‫عظ‬
vokal panjang ‫ََال‬
‫فع‬
(infiks), dan afiks ِْ
‫يف‬ ‫شَر‬ ‫َا‬
‫َف‬‫شر‬
konsonan (sufiks) ‫ْد‬
‫ِي‬ َ
‫بع‬ ‫دا‬ََ
‫بع‬
‫ْس‬
‫ِي‬‫َل‬‫ج‬ َ‫ج‬
‫لسَا‬
ِْ
‫يد‬ ‫شَد‬ َّ‫َش‬
‫ِدا‬ ‫أ‬
Afiks konsonan ِْ
‫يز‬ ‫َز‬
‫ع‬ ‫َّا‬
‫ِز‬‫َع‬‫أ‬
(konfiks) dan َ‫ْع‬
‫ِال‬ ‫َف‬
‫أ‬ ‫شَق‬
ّ‫ِي‬ ‫َا‬‫ِي‬‫َشْق‬‫أ‬
perubahan bunyi
vokal panjang ‫َل‬
ّ‫ِي‬ ‫و‬ ‫َا‬
‫لي‬ ‫َو‬
ِْ ‫أ‬
‫َن‬ ‫َا‬
‫ِي‬‫ْن‬ َ
ّ‫ِي‬ ‫غ‬ ‫أغ‬

Pada jamak jenis muntaha> al jumu>’ (‫ْع‬ ََ


‫هى الجمو‬ ‫ْت‬
‫)من‬, yaitu bentuk
jamak yang tidak ada bentuk tunggalnya ditandai dengan infiks vokal panjang /a/
(‫َا‬
‫ )ـ‬ditengah kata yang setelahnya terdapat dua konsonan yang disertai bunyi
vokal atau tiga konsonan yang disisipkan diantaranya bunyi vokal /i/ panjang (El
Dahdah, 2001: 60), (Qabawah, 1998: 218). Setidaknya terdapat 21 pola paling
umum pada jamak muntaha> al jumu>’, yaitu (1) (‫ِل‬ ‫َع‬
‫َال‬ ‫)ف‬, (2) (‫ْل‬
‫لي‬ ‫َع‬
ِ‫َا‬ ‫)ف‬, (3)
(‫ِل‬ ‫َع‬
‫َاع‬ ‫)ف‬, (4) (‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َع‬
‫َاع‬ ‫)ف‬, (5) (‫ِل‬ ‫َف‬
‫َاع‬ ‫)أ‬, (6) (‫ْل‬‫ِي‬ ‫َف‬
‫َاع‬ ‫)أ‬, (7) (‫ِل‬‫َاع‬ َ), (8)
‫تف‬
(‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫تف‬َ), (9) (‫ِل‬
‫َاع‬
‫مف‬َ), (10) (‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫مف‬ ‫َاع‬
َ), (11) (‫ِل‬ ‫يف‬َ), (12) (‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫يف‬َ), (13)
(‫ِل‬ ‫َو‬
‫َاع‬ ‫)ف‬, (14) (‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َو‬
‫َاع‬ ‫)ف‬, (15) (‫ِل‬ ‫َي‬
‫َاع‬ ‫)ف‬, (16) (‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َي‬
‫َاع‬ ‫َع‬
‫َائ‬
‫)ف‬, (17) (‫ِل‬ ‫)ف‬, (18)
َ َ
(‫الى‬ ‫َع‬
‫)ف‬, (19) (ٍ ‫َع‬
‫َال‬ َ َ
‫)ف‬, (20) (‫الى‬ ‫َع‬
‫َال‬
‫)فع‬, (21) (ٌّ‫ِي‬ ‫)ف‬. Berikut contoh perubahan
bentuk tunggal ke bentuk jamak pada jamak muntaha> al jumu>’ dalam tabel:

Tabel 13.1.2.2
Perubahan Nomina Arab Bentuk Jamak ke Bentuk Jamak Muntaha> al Jumu>’

Bentuk Perubahan Model Pola Bentuk Jamak Bentuk Jamak


Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 176
Dasar Muntaha al Jumu>’
َْ
‫دد‬ ‫َر‬
‫ق‬ ‫ِد‬ ‫َر‬
‫َاد‬ ‫ق‬
Perubahan bunyi َْ
‫هم‬ ‫ِر‬
‫د‬ ‫َاه‬
‫ِم‬ ‫در‬َ
vokal dan afiks
‫ِل‬ ‫َع‬
‫َال‬ ‫ف‬ ‫َل‬‫َف‬
‫َح‬‫ج‬ ‫َاف‬
‫ِل‬ ‫َح‬‫ج‬
vokal panjang
(infiks) ‫َبو‬
‫ْت‬ ‫ْك‬‫َن‬‫ع‬ ‫َاك‬
‫ِب‬ ‫َن‬‫ع‬
‫ْح‬
‫َل‬ ‫َر‬
‫سَف‬ ‫َار‬
‫ِج‬ ‫سَف‬
َْ
‫الل‬‫ِم‬
‫ش‬ ‫ْل‬ ِ‫َا‬
‫لي‬ ‫شَم‬
Perubahan bunyi ‫ْبو‬
‫ْب‬ ‫ظن‬ ‫ْب‬
‫ِي‬ ‫َن‬
‫َاب‬ ‫ظ‬
vokal dan afiks
‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َع‬
‫َاع‬ ‫ف‬ ِْ
‫يد‬ ‫ْد‬
‫ِع‬‫ر‬ ِْ
‫يد‬ ‫َاد‬
‫َع‬‫ر‬
vokal panjang
(infiks) ‫َار‬‫ْط‬
‫ِن‬‫ق‬ ‫ْر‬
‫ِي‬ ‫َن‬
‫َاط‬ ‫ق‬
‫ْر‬
‫ْفو‬ ‫عص‬ ‫ْر‬
‫ِي‬‫َاف‬ ‫َص‬‫ع‬
‫لم‬َّ‫س‬ ‫ِم‬‫سََالل‬
Perubahan bunyi ‫َّع‬
‫تب‬ ‫َاب‬
‫ِع‬ ‫تب‬َ
vokal dan afiks
‫ِل‬ ‫َع‬
‫َاع‬ ‫ف‬ ‫َل‬
‫ْق‬‫َن‬‫َق‬
‫ع‬ ‫َاق‬
‫ِل‬ ‫َق‬‫ع‬
vokal panjang
(infiks) ‫َم‬
‫مر‬َْ
‫َر‬‫ع‬ ‫َار‬
‫ِم‬ ‫َر‬‫ع‬
‫َح‬
‫ْم‬‫َح‬
‫َم‬‫ص‬ ‫َام‬
‫ِح‬ ‫َم‬‫ص‬
‫َّاب‬
‫كت‬ ‫ْب‬
‫ِي‬ ‫َت‬
‫َات‬ ‫ك‬
Perubahan bunyi ‫ّي‬
‫ْن‬ ِ
‫ِك‬‫س‬ ‫ْن‬
‫ِي‬‫َاك‬
‫سَك‬
vokal dan afiks
‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َع‬
‫َاع‬ ‫ف‬ ‫ْج‬ ‫َر‬
‫ُّو‬ ‫ف‬ ِْ
‫يج‬ ‫َر‬
‫َار‬ ‫ف‬
vokal panjang
(infiks) ‫َار‬
‫ين‬ِْ
‫د‬ ‫ْر‬
‫ِي‬ َ‫د‬
‫نان‬ َ
‫ْس‬
‫بو‬ َ
ُّ‫د‬ ‫ْس‬‫ِي‬‫باب‬ َ
َ‫د‬
‫ْبع‬‫ِص‬
‫إ‬ ‫ِع‬‫َاب‬‫َص‬
‫أ‬
Afiks konsonan
(prefiks), َْ
‫دل‬ َ
‫أج‬ ‫َج‬
‫َاد‬
‫ِل‬ ‫أ‬
perubahan bunyi
‫ِل‬ ‫َف‬
‫َاع‬ ‫أ‬ ّ
‫دب‬َْ‫ِر‬
‫إ‬ ‫ِب‬ ‫َر‬
‫َاد‬ ‫أ‬
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫َد‬‫َسْو‬
‫أ‬ ‫ِد‬‫َسَاو‬‫أ‬
(infiks) ‫ْر‬
‫َم‬ ‫َك‬
‫أ‬ ‫ِم‬‫َار‬‫َك‬‫أ‬
‫ْب‬
‫أسْلو‬ ‫ْب‬‫لي‬ِ‫َسَا‬‫أ‬
Afiks konsonan
(prefiks), َ‫م‬
‫ال‬ ِْ
‫إ‬ ّ‫ِي‬‫مال‬ََ‫أ‬
perubahan bunyi ََ
‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫أف‬ ِْ
‫يق‬ ِْ
‫بر‬ ‫إ‬ َ
‫يق‬ِْ‫بار‬ ‫أ‬
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫َار‬ ‫ْص‬
‫ِع‬‫إ‬ ‫ْر‬‫ِي‬‫َاص‬‫َع‬‫أ‬
(infiks) ‫َّة‬
‫ِي‬ َْ
‫من‬ ‫أ‬ ََ
ّ‫ِي‬‫مان‬ ‫أ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 177


َِ
‫بة‬ ‫ْر‬
‫تج‬َ ‫ِب‬‫َار‬
‫تج‬َ
Afiks konsonan
(prefiks), ‫َة‬
‫َم‬‫ْج‬
‫تر‬َ ‫َاجِم‬
‫تر‬َ
perubahan bunyi َ َ
‫َاع‬
‫ِل‬ ‫تف‬ ‫ْضب‬
‫تن‬ ‫َاض‬
‫ِب‬ ‫تن‬َ
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫َو‬
‫ُّط‬ َ
‫تن‬ ‫َاو‬
‫ِط‬ ‫تن‬َ
(infiks) ‫ْفل‬‫تت‬َ ‫َاف‬
‫ِل‬ ‫تت‬َ
Afiks konsonan ‫َال‬‫ْث‬‫ِم‬
‫ت‬ ‫ْل‬
‫ِي‬‫َاث‬
‫تم‬َ
(prefiks),
perubahan bunyi ‫ْبو‬
‫ْل‬ ‫تن‬ ‫ْل‬
‫ِي‬‫َاب‬
‫تن‬َ
‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫تف‬َ
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫ْم‬
‫ِي‬‫ْس‬
‫تق‬َ ‫ْم‬
‫ِي‬‫َاس‬
‫تق‬َ
(infiks)
‫َب‬
‫لع‬ْ‫م‬
َ ‫مَالع‬
‫ِب‬ َ
Afiks konsonan
(prefiks), َ
‫مسْجِد‬ ‫مسَاجِد‬
َ
perubahan bunyi
‫َاع‬
‫ِل‬ ‫مف‬َ ‫ْح‬
‫َف‬ ‫مص‬ ‫َاحِف‬
‫مص‬َ
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫ْج‬
‫َم‬ ‫مع‬ ‫َاجِم‬
‫مع‬َ
(infiks) ‫َد‬
‫ْر‬‫ِب‬
‫م‬ ‫ِد‬‫َار‬‫مب‬َ
‫َاح‬
‫ْت‬‫ِف‬
‫م‬ ‫ْح‬‫ِي‬‫َات‬‫مف‬َ
Afiks konsonan
(prefiks), ‫َار‬
‫ِسْم‬
‫م‬ ‫ْر‬
‫ِي‬‫مسَام‬
َ
perubahan bunyi
‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫مف‬َ ‫ْن‬
‫ْنو‬
‫مج‬َ ‫ْن‬
‫ِي‬‫َان‬
‫مج‬َ
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫ْك‬
‫ْلو‬
‫مم‬َ ‫ْك‬
‫لي‬ِ‫َا‬
‫مم‬َ
(infiks) ‫ْن‬
‫ِي‬‫ِسْك‬
‫م‬ ‫ْن‬
‫ِي‬‫مسَاك‬
َ
Afiks konsonan ‫َد‬
‫ْم‬ َ
‫يح‬ ‫ِد‬‫َام‬ ‫يح‬َ
(prefiks), َْ
perubahan bunyi ‫لق‬ َ
‫يم‬ ‫ِق‬‫يَالم‬
َ
‫َاع‬
‫ِل‬ ‫يف‬َ
ْ‫ي‬
vokal, dan afiks ‫َع‬
‫لم‬ َ ‫يَالم‬
‫ِع‬ َ
vokal panjang ََ
‫لة‬ ‫ْم‬
‫يع‬َ ‫َام‬
‫ِل‬ ‫يع‬َ
(infiks)
Afiks konsonan ‫ْبو‬
‫ْع‬ ‫ين‬َ ‫ْع‬
‫ِي‬‫َاب‬
‫ين‬َ
(prefiks),
perubahan bunyi ‫ْن‬
‫ِي‬‫ْط‬
‫يق‬َ ‫ْن‬
‫ِي‬‫َاط‬
‫يق‬َ
‫ْل‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫يف‬َ
vokal, dan afiks
vokal panjang ‫يخْضو‬
‫ْر‬ َ ‫ْر‬
‫ِي‬‫يخَاض‬
َ
(infiks)
Perubahan bunyi َْ
‫هر‬ ‫َو‬
‫ج‬ ‫َاه‬
‫ِر‬ ‫َو‬‫ج‬
vokal, afiks
‫ِل‬ ‫َو‬
‫َاع‬ ‫ف‬ ‫َب‬
‫ْك‬‫َو‬
‫ك‬ ‫ِب‬ ‫َو‬
‫َاك‬ ‫ك‬
konsonan (infiks)
dan afiks vokal ‫َات‬
‫ِم‬ ‫خ‬ ‫ِم‬ ‫َو‬
‫َات‬ ‫خ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 178


panjang (infiks) ‫شَارع‬ ‫شَو‬
‫َار‬
‫ِع‬
‫َائ‬
‫ِزة‬ ‫ج‬ ‫َائ‬
‫ِز‬ ‫َو‬‫ج‬
Perubahan bunyi ‫مار‬َْ‫طو‬ ‫ْر‬
‫ِي‬ ‫َو‬
‫َام‬ ‫ط‬
vokal, afiks َْ
‫الب‬‫دو‬ ‫ْب‬
‫لي‬ِ‫َا‬
‫دو‬َ
konsonan (infiks), ‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َو‬
‫َاع‬ ‫ف‬
‫ْرة‬‫ناعو‬َ ‫ْر‬
‫ِي‬‫َاع‬
‫نو‬َ
dan afiks vokal
panjang (infiks) ‫ْس‬‫َاوو‬‫ط‬ ِْ
‫يس‬ ‫َو‬
‫َاو‬ ‫ط‬
Perubahan bunyi ‫َل‬
‫ْق‬‫َي‬
‫ص‬ ‫َاق‬
‫ِل‬ ‫َي‬‫ص‬
vokal, afiks ‫َف‬
‫ْر‬‫َي‬
‫ص‬ ‫َار‬
‫ِف‬ ‫َي‬‫ص‬
konsonan (infiks), ‫ِل‬ ‫َي‬
‫َاع‬ ‫ف‬
dan afiks vokal ‫َل‬
‫ْئ‬‫َي‬
‫ج‬ ‫َائ‬
‫ِل‬ ‫َي‬‫ج‬
panjang (infiks) َ‫ي‬
‫لم‬ َ
ْ‫د‬ ‫ِم‬ َ‫د‬
‫يال‬ َ

Perubahan bunyi ‫ْر‬


‫يجو‬ْ‫د‬َ ‫ْر‬ َ‫د‬
‫ياجِي‬ َ
vokal, afiks ‫َار‬‫ْط‬
‫بي‬َ ‫ْر‬
‫ِي‬‫َاط‬
‫بي‬َ
konsonan (infiks), ‫ْل‬
‫ِي‬ ‫َي‬
‫َاع‬ ‫ف‬
‫داح‬َْ
‫َي‬‫ص‬ ِْ
‫يح‬ ‫َاد‬
‫َي‬‫ص‬
dan afiks vokal
panjang (infiks) ‫ْم‬
‫ْصو‬‫َي‬‫ق‬ ‫ْم‬
‫ِي‬ ‫َي‬
‫َاص‬ ‫ق‬
‫ْر‬
‫ِي‬‫َم‬
‫ض‬ ‫ِر‬ ‫َم‬
‫َائ‬ ‫ض‬
Perubahan bunyi
‫َبو‬
‫ْن‬ ‫ز‬ ‫ِن‬ ََ
‫بائ‬ ‫ز‬
vokal, afiks
konsonan (infiks), ‫ِل‬ ‫َع‬
‫َائ‬ ‫ف‬ ‫سَح‬
‫َاب‬ ‫سَح‬
‫َائ‬
‫ِب‬
dan afiks vokal ‫َار‬
‫َة‬ ‫ِت‬‫س‬ ‫َائ‬
‫ِر‬ ‫سَت‬
panjang (infiks)
‫َجو‬
‫ْز‬ ‫ع‬ ‫َج‬
‫َائ‬
‫ِز‬ ‫ع‬
‫َا‬
‫ْر‬‫َح‬
‫ص‬ ‫َى‬ ‫َح‬
‫َار‬ ‫ص‬
Perubahan bunyi ‫َا‬
‫ذر‬َْ
‫ع‬ ‫َى‬ ََ
‫ذار‬ ‫ع‬
vokal dan afiks َ َ
‫الى‬ ‫َع‬
‫ف‬ ‫َان‬‫ْر‬‫َي‬‫ح‬ ‫َى‬‫َار‬
‫َي‬‫ح‬
vokal panjang
(infiks dan sufiks) ‫ْو‬
‫َى‬ ‫َت‬‫ف‬ ‫َاشَى‬
‫َط‬‫ع‬
َْ
‫لى‬ ‫حب‬ َ َ
‫الى‬ ‫َب‬‫ح‬
‫ْشَان‬‫َط‬
‫غ‬ ‫َاشَى‬
‫عط‬
Perubahan bunyi
vokal dan afiks ‫َان‬‫ْر‬‫سَك‬ ‫َار‬
‫َى‬ ‫سك‬
َ َ
‫الى‬ ‫فع‬
vokal panjang ‫َى‬
‫ْر‬‫َي‬‫غ‬ ‫َى‬
‫َار‬
‫غي‬
(infiks dan sufiks)
‫ْب‬
‫َى‬ ‫َض‬
‫غ‬ َ‫َا‬
‫بى‬ ‫غض‬
Perubahan bunyi ‫ْس‬
ّ‫ِي‬ ‫كر‬ ّ‫ِي‬ ‫َر‬
‫َاس‬ ‫ك‬
vokal, afiks vokal
ِ‫َا‬
ّ‫لي‬ ‫فع‬ ّ‫ِي‬
‫ْد‬ َ
‫بر‬ ‫َاد‬
ّ‫ِي‬ ‫بر‬َ
panjang (infiks),
dan afiks ّ‫ِي‬
‫نس‬ِْ
‫إ‬ ّ‫ِي‬ ََ
‫ناس‬ ‫أ‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 179


konsonan َْ
‫با‬ ‫جِر‬ ّ‫ِي‬‫َاب‬ ‫َر‬‫ح‬
geminatif (sufiks) ْ‫ع‬
‫َا‬
‫ِلب‬ ّ‫ِي‬‫ََالب‬
‫ع‬

Pada jamak jenis jam’ al jam’ (‫ْع‬


‫َم‬‫ْع الج‬
‫َم‬‫)ج‬, yaitu bentuk jamak dari
bentuk jamak yang sudah ada. Penjamakan ini tujuannya untuk menyatakan
jumlah yang banyak sekali. Bentuk jamak ini tidak memiliki pola karena bersifat
anomali atau dalam tradisi Arab dinamakan bentuk sima>’iy (ّ‫ِي‬
‫َاع‬
‫ِم‬‫)س‬, seperti
َْ
kata (‫تات‬ ‫ )بيو‬jamak dari bentuk jamak (‫ْت‬
‫ )بيو‬bentuk tunggalnya (‫ْت‬
‫بي‬َ), kata
َ َ
(‫االت‬ ‫ )ر‬jamak dari bentuk jamak (‫َال‬
‫ِج‬ ‫ِج‬‫ )ر‬bentuk tunggalnya (‫َجل‬
‫)ر‬, kata
(‫َات‬‫َاح‬ ‫َاح‬
‫ )جِر‬jamak dari bentuk jamak (‫َة‬ ‫ )جِر‬bentuk tunggalnya (‫ْح‬
‫َر‬‫)ج‬, kata
(‫ِن‬
‫ماك‬ََ
‫ )أ‬jamak dari bentuk jamak (‫َة‬ ‫ِن‬
‫مك‬َْ
‫ )أ‬bentuk tunggalnya (‫َان‬ ‫مك‬َ)
(Qabawah, 1998: 224).

13.3 Deklinasi Nomina Arab pada Ketakrifan

Nomina takrif atau definit adalah nomina yang telah ditentukan


referennya atau dianggap sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar
dalam situasi komunikasi (Kridalaksana, 2009: 120). Nomina takrif atau nomina
definit atau dalam tradisi Arab disebut (‫)معرفة‬, yaitu nomina yang menyatakan
makna terbatas atau nomina yang menjadi unsur terbatas dalam satuan sintaksis.
Adapun nomina tak takrif atau nomina indefinit atau dalam tradisi Arab
dinamakan (‫ )نكرة‬menyatakan makna yang tak terbatas (Rahim, 2012: 46).

Deklinasi ketakrifan adalah deklinasi nomina dari bentuk tak takrif atau
indefinit ke nomina takrif atau definit. Pada umumnya nomina takrif ditandai
dengan (1) prefiks artikula (‫ )ال‬dan (2) penanggalan sufiks konsonan /n/ atau
dalam tradisi Arab dinamakan tanwi>n (‫ )التنوين‬pada nomina bentuk mandiri,
‫َاب‬
yaitu nomina yang tidak menjadi bagian dari frasa, seperti kata (ٌ ‫ِت‬‫ )ك‬bentuk
takrifnya (‫َاب‬
‫ِت‬‫)الك‬, kata (ٌ
‫َجل‬
‫ )ر‬bentuk takrifnya (‫َجل‬
‫)الر‬, kata (ٌ
‫ِم‬‫ )مسْل‬bentuk
‫)المسْل‬.
takrifnya (‫ِم‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 180


Namun tidak semua nomina bentuk mandiri dapat ditandai dengan
desinens ketaktifan karena nomina-nomina tersebut telah menyatakan makna
terbatas, seperti (1) nama diri (proper noun) atau dalam tradisi Arab disebut
ََ
(‫لم‬ ‫)اسْم الع‬, seperti (‫ْب‬ ‫ْقو‬ ‫يع‬َ ،‫ْل‬ ‫َاع‬
‫ِي‬ ‫ِسْم‬
‫ إ‬،‫ْم‬ ‫َاه‬
‫ِي‬ ِْ
‫بر‬ ‫( ;)إ‬2) kata ganti
persona (personal pronoun) atau dalam tradisi Arab dinamakan (‫ْر‬
‫ِي‬‫َم‬
‫)ض‬, seperti

‫ هم‬،َ‫ِي‬ ‫( ;)هو‬3) kata tunjuk (demonstrative pronoun) atau dalam bahasa
‫ ه‬،َ
‫ِسْم اإلشَار‬
Arab disebut (‫َة‬ ‫)ا‬, seperti (‫ ذلك‬،‫ِه‬ َ
‫ هذ‬،‫)هذا‬.

Sedangkan kata lain yang tidak dapat ditandai dengan desinens ketaktifan
karena nomina-nomina tersebut telah menyatakan makna terbatas karena
menjadi bagian dari bentuk sintaksis tertentu adalah: (1) nomina yang berfungsi
sebagai partitif atau posesif atau dalam bahasa Arab dinamakan (‫َاف‬
‫ )مض‬pada
konstruksi aneksatif (‫)اإلضافة‬, (2) nomina yang berfungsi sebagai obyek
interjeksi panggilan atau disebut dalam bahasa Arab ( ‫دا‬ ‫ْصو‬
َ‫ْد بالن‬ ‫َق‬‫( )الم‬El
Dahdah, 2001: 54).

13.4 Deklinasi Nomina Arab pada Gender

Gender atau jenis adalah pembedaan secara gramatikal terhadap kata


yang di buat berdasarkan pembedaan laki-laki/ jantan dan perempuan/ betina atau
netral (Ricrad, 2007: 289). Terdapat beberapa klasifikasi gender, seperti (1)
gender hayati (animate gender), yaitu pembedaan gender pada makhluk hidup;
(2) gender umum (common gender), yaitu gender pada nomina yang berlaku
untuk laki-laki dan perempuan; (3) gender gramatikal (grammatical gender),
yaitu pembedaan gender pada tataran gramatikal; (4) gender maknawi (marked
gender), yaitu gender berupa sifat, peran atau keadaan yang umumnya melekat
pada gender tertentu; (5) gender alamiah (natural gender), yaitu pembedaan
gender pada tataran alamiah/ natural; (6) gender non personal (non-personal
gender), yaitu gender yang menunjukkan sesuatu yang bukan manusia; (7) gender
personal (personal gender), yaitu gender yang merujuk pada manusia; (8) gender

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 181


tak maknawi (unmarked gender), yaitu kata yang tak terindikasi sifat, peran atau
keadaan yang umumnya melekat pada gender tertentu (Baalbaki, 1990: 46, 101,
217, 300, 325, 336, 369, 519).

Di dalam tradisi Arab gender dibedakan secara gramatikal meliputi


gender personal-non personal, gender hayati-non hayati, gender alamiah, dan
gender maknawi. Secara umum terdapat dua jenis gender yaitu (1) maskulin/
mudzakkar (‫ّر‬
‫)مذك‬, yaitu gender yang menunjukkan makna jenis kelamin laki-
laki pada manusia atau jantan pada makhluk hidup selain manusia atau sesuatu
yang bersifat alamiah yang digolongkan sebagai bentuk laki-laki atau sifat, peran
atau keadaan yang umumnya secara sosial melekat pada jenis kelamin laki-laki;
ََّ
dan (2) feminin/ muannats (‫نث‬ ‫)مؤ‬, yaitu gender yang menunjukkan makna jenis
kelamin perempuan pada manusia atau betina pada makhluk hidup selain
manusia atau sesuatu yang bersifat alamiah yang digolongkan sebagai bentuk
perempuan atau sifat, peran atau keadaan yang umumnya secara sosial melekat
pada jenis kelamin perempuan.

Deklinasi nomina terhadap gender dalam tradisi Arab umumnya


berpangkal pada nomina jenis mudzakkar (maskulin) gendernya. Pada umumnya
bentuk muannats (feminin) ditandai dengan desinens berupa (1) sufiks konsonan
/t/ (‫ـة‬/‫ )ة‬yang disebut dengan (‫مربوطة‬ ‫ تا‬/‫التأنيث‬ َ), seperti kata
‫تا‬
(‫َة‬
‫ْم‬ ‫ )سَل‬bentuk muannats dari kata (‫ْم‬
‫ِي‬ ‫ِي‬‫)سَل‬, kata (‫َة‬
‫لم‬ ‫ ع‬،‫َة‬
ِ‫َا‬ ‫ِن‬‫ْم‬
‫ مؤ‬،‫َة‬
‫ِم‬‫)مسْل‬
bentuk muannats dari (‫ِم‬
‫َال‬ ‫ْم‬
‫ ع‬،‫ِن‬ ‫( ;)مسْل‬2) sufiks vokal panjang /a/ (‫)ى‬
‫ مؤ‬،‫ِم‬
َْ
atau yang dinamakan (‫)ألف مقصورة‬, seperti (‫لى‬ ‫ فض‬،‫ْرى‬
‫ صغ‬،‫ْرى‬
‫ )سَك‬bentuk
‫ْر‬
muannats dari (‫ أفضل‬/‫ فاضل‬،‫ أصغر‬/‫ صَغِير‬،‫َان‬ ‫( ;)سَك‬3) sufiks suku kata
berunsurkan vokal panjang /a/ dan konsonan hamzah (‫َاء‬
‫ )ـ‬yang disebut ( ‫ألف‬
‫ْب‬
‫)ممدودة‬, seperti ( ‫َا‬ ‫َغ‬
‫ ر‬، ‫ْرا‬ ‫َم‬‫ ح‬، ‫َا‬ ‫ْر‬ ‫ )ص‬bentuk muannats dari ( ،‫ْر‬
‫َح‬ ‫َح‬
‫ص‬
‫ْب‬
‫َة‬ ‫َغ‬
‫ ر‬،‫َر‬
‫ْم‬‫َح‬
‫( )أ‬El Dahdah, 2001: 53), (Qabawah, 1998: 181), (al Anbariy, 2007:
126).

Tidak semua nomina jenis muannats ditandai dengan desinens berupa


sufiks-sufiks tersebut. Dalam tradisi Arab terdapat kata berjenis feminin yang

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 182


tidak ditandai dengan desinens. Klasifikasi ini dapat digolongkan sebagai gender
maknawi (marked gender), dalam hal ini feminin jenis ini disebut dengan feminin
maknawi (‫المعنوي‬ ‫)المؤنث‬, yaitu (1) nama-nama perempuan, seperti
(‫ْد‬
‫ِن‬ ‫ سع‬،‫َب‬
‫ ه‬،‫َاد‬ ‫ين‬َْ َْ
‫ ز‬،‫يم‬ َ), (2) nama-nama sifat, keadaan, atau peran
‫مر‬
‫ مرض‬،‫ْت‬
perempuan, seperti (‫ حائض‬،‫ِع‬ ‫ أخ‬،ّ
‫)أم‬. Selain mencakup gender
maknawi (marked gender), feminin maknawi dalam tradisi Arab juga mencakup
gender alamiah (natural gender), yaitu (1) nama-nama negara, kota, suku, seperti
(‫ قريش‬،‫ يثرب‬،‫)الشام‬, (2) nama-nama benda yang berpasangan, seperti
(‫ قدم‬،‫ رجل‬،‫ يد‬،‫ أذن‬،‫ْن‬ ‫َي‬
‫)ع‬, (3) nama-nama benda alam dan benda-benda
tertentu, seperti (‫ دار‬،‫ أفعى‬،‫ جحيم‬،‫ْس‬ ‫ شَم‬،‫ْض‬‫َر‬
‫( )أ‬El Dahdah, 2001: 53),
(Qabawah, 1998: 179). Berikut daftar di antara kata-kata yang tergolong sebagai
nomina feminin gender maknawi (marked gender) dan gender alamiah (natural
gender) dalam tabel (Qayni, 1987):

Tabel 13.4
Gender Maknawi dan Alamiah pada Nomina Bentuk Feminin

Klasifikasi Gender Arti Kata

saudara perempuan ‫أخت‬


lemah lembut ْ‫أ‬
‫ملوم‬
bau wangi ‫أنوف‬
janda ّ
‫ِب‬
‫ثي‬َ
nama-nama sifat,
keadaan, peran, atau hal datang bulan (haid) ‫َائ‬
‫ِض‬ ‫ح‬
yang dinisbatkan pada
perempuan perempuan terhormat ‫َاتون‬
‫خ‬
perempuan bermulut
‫َشوف‬
‫ر‬
manis
janda cerai ‫َالق‬
‫ط‬
mandul ‫َاق‬
‫ِر‬ ‫ع‬
bibir sumur ‫أتان‬
nama-nama negara, kota,
tempat, suku, golongan nama ibu kota kerajaan َ َ
‫انة‬ ‫ِت‬
‫آس‬
turki usmani (istambul)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 183


tempat depan ‫أمام‬
sumur ‫ِئر‬
‫ب‬
negara َ‫ب‬
‫لد‬ َ

tempat bawah ‫ْت‬


‫تح‬َ

nama suku arab ‫ْل‬


‫ِب‬ َ
‫تغ‬
nama suku/ kaum ‫ْد‬ َ
‫ثمو‬
toko, warung ‫َانوت‬
‫ح‬
kamar mandi ‫َام‬
‫َم‬‫ح‬
rumah, kampung ‫دار‬
jalan ‫ْل‬
‫ِي‬‫سَب‬
nama neraka ‫ْر‬
‫ِي‬‫سَع‬
pasar ‫سوق‬
nama negera (suria) ‫شَام‬
selain orang arab ‫َج‬
‫َم‬ ‫ع‬
nama neraka ‫ْم‬
‫َحِي‬
‫ج‬
nama neraka ‫َّم‬
‫هن‬ ََ
‫ج‬
nama hari (rabu) ‫أربعا‬
nama hari (selasa) َ‫ث‬
‫الثا‬
waktu sholat (dzuhur) ‫ظهر‬
nama-nama waktu
waktu sholat (ashar) ‫َصر‬
‫ع‬
nama hari besar islam ‫أضحى‬
nama hari (sabtu) ‫سَب‬
‫ْت‬
pasangan (suami) َ
‫بعل‬
ketiak ‫إبط‬
nama-nama yang bersifat
jari jempol ‫إبهام‬
berpasangan
jari-jari tangan ‫إصبع‬
manusia ‫إنس‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 184


jari manis ‫َر‬
‫ِنص‬
‫ب‬
payudara ْ‫ث‬
‫دي‬ َ

sayap ‫َاح‬
‫َن‬‫ج‬
kaos kaki ‫َب‬
‫ْر‬‫َو‬
‫ج‬
jari kelingking ‫َر‬
‫خِنص‬
pasangan ‫َو‬
‫ْج‬ ‫ز‬
unta ‫إبل‬
bumi/ tanah ‫أرض‬
kelinci ‫أرنب‬
nama bintang ‫استرالب‬
musang ‫ِرش‬
‫ابن ع‬
ular ‫أفعى‬
Itik ّ
‫بت‬َ

unta ‫بخْت‬
unta ‫ِير‬
‫بع‬َ

kurma ‫ْر‬
‫تم‬َ
Nama-nama sesuatu yang
bersifat hayati, natural srigala َْ
‫لب‬ َ
‫ثع‬
atau alamiah
ular besar ‫َان‬
‫ْب‬‫ثع‬
koloni lebah ‫ْل‬
‫ثو‬َ

serangga ‫َاد‬
‫َر‬‫ج‬
Jin ّ
‫جِن‬
nama angin ‫ْب‬
‫َنو‬
‫ج‬
anak unta betina ‫َائ‬
‫ِل‬ ‫ح‬
kuda betina ‫حِج‬
‫ْر‬
angin panas malam hari ‫ْر‬
‫َرو‬
‫ح‬
nama bintang ‫َار‬
‫َض‬‫ح‬
anak kelinci ‫ْن‬
‫ِق‬ ‫حِر‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 185


nama angin ‫ْر‬
‫َج‬ ‫َز‬
‫خ‬
koloni kuda ‫َي‬
‫ْل‬ ‫خ‬
ayam َ
‫دجاج‬
srigala ‫ِئب‬
‫ذ‬
nama matahari ‫ًك‬
‫َا‬ ‫ذ‬
emas ََ
‫هب‬ ‫ذ‬
tanah hitam ‫رسَاق‬
nyawa ‫ْح‬
‫رو‬
angin ِْ
‫يح‬ ‫ر‬
galaksi ‫َل‬
‫زح‬
nama air (zamzam) ‫َم‬
‫مز‬َْ
‫ز‬
matahari ‫شَمس‬
domba ‫َأن‬
‫ض‬
katak ‫ْداع‬
‫ضف‬
laba-laba ‫َنكبوت‬
‫ع‬
gua ‫َار‬
‫غ‬
kambing ‫َن‬
‫َم‬ ‫غ‬
kuda ‫َرس‬
‫ف‬
listrik ‫با‬ َْ
َ‫هر‬ ‫ك‬
dubur ‫إست‬
perut ‫ْن‬
‫بط‬َ

kepala ‫رأس‬

nama-nama anggota gigi geraham ‫َرس‬


‫ض‬
tubuh manusia rahang َْ
‫لع‬ ‫ض‬
kuku ‫ْر‬
‫ظف‬
leher ‫عنق‬
jantung ‫َب‬
‫ِد‬ ‫ك‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 186


kain ‫إزار‬
akademi ‫أكاديمي‬
nama kitab suci ْ
‫إنجيل‬
nama penyakit
‫أنفلونزا‬
(influenza)
keburukan ‫ْي‬
‫بغ‬َ

barang rusak ‫ْر‬


‫بو‬
cangkir atau piring perak ‫َام‬
‫ج‬
keadaan junub ‫جنب‬
perang ‫ْب‬
‫َر‬‫ح‬
huruf ‫ْف‬
‫َر‬‫ح‬
pembantu ‫َاد‬
‫ِم‬ ‫خ‬

nama-nama lain yang minuman memabukkan ‫َم‬


‫ْر‬ ‫خ‬
bersifat arbitrer
waria ‫َى‬
‫ْث‬‫خن‬
pendek jelek ‫دروم‬
ember َ
‫دلو‬
almari َ‫د‬
‫الب‬
hutang ْ‫د‬
‫ين‬ َ

tombak َْ
‫مح‬ ‫ر‬
senjata ‫ِالح‬
‫س‬
Catur ‫ْر‬
‫َنج‬ ‫شَط‬
madu putih ‫َر‬
‫َب‬ ‫ض‬
sesembahan selain allah ‫َاغوت‬
‫ط‬
kentang ‫ِم‬ ‫َم‬
‫َاط‬ ‫ط‬
Busur ‫َو‬
‫ْس‬ ‫ق‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 187


BAB 14
Analisis Sintaksis Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas analisis sintaksis Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: identifikasi kata dan frasa pembentuk kalimat,
identifikasi kasus nomina dan modus verba pembentuk kalimat, identifikasi
fungsi sintaksis unsur-unsur pembentuk kalimat, identifikasi desinens unsur-
unsur pembentuk kalimat, dan identifikasi klausa pembentuk kalimat majemuk
Arab dan fungsi sintaksisnya

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mampu melakukan analisis sintaksis.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Identifikasi kata dan frasa pembentuk kalimat
2. Identifikasi kasus nomina dan modus verba pembentuk kalimat.
3. Identifikasi fungsi sintaksis unsur-unsur pembentuk kalimat.
4. identifikasi desinens unsur-unsur pembentuk kalimat.
5. identifikasi klausa pembentuk kalimat majemuk Arab dan fungsi
sintaksisnya

D. Rangkuman
Analisis sintaksis dalam tradisi Arab disepadankan dengan istilah i’ra>b
nachwiy (‫)إعراب النحوي‬, yaitu identifikasi satuan-satuan sintaksis minimal
(‫ )المفردات‬dan satuan-satuan sintaksis perluasan/ perpaduan (‫)المركبات‬
yang menjadi unsur pada kalimat/ wacana, serta pengelompokkannya
berdasarkan kelas atau jenisnya, kedudukan/ fungsinya, hubungan fungsional
antar unsur-unsurnya, penanda gramatikalnya (desinens) atau penanda bentuk
permanennya.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Lakukanlah Identifikasi kata dan frasa pembentuk kalimat
2. Lakukanlah Identifikasi kasus nomina dan modus verba pembentuk kalimat.
3. Lakukanlah Identifikasi fungsi sintaksis unsur-unsur pembentuk kalimat.
4. Lakukanlah identifikasi desinens unsur-unsur pembentuk kalimat.
5. Lakukanlah identifikasi klausa pembentuk kalimat majemuk Arab dan fungsi
sintaksisnya
Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 188
ANALISIS SINTAKSIS ARAB

14.1 Pengertian Analisis Sintaksis

Analisis sintaksis adalah analisis yang menjadikan kata, frasa dan kalimat
sebagai obyeknya. Dalam analisis sintaksis, masing-masing satuan bahasa akan
diidentifikasi menurut struktur, kategori, fungsi, dan makna. Analisis struktur
mengidentiikasi unsur-unsur yang membentuk satuan bahasa. Analisis kategori
bertujuan mengelompokkan unsur-unsur bahasa berdasarkan kesamaan struktur,
kesamaan distribusi, atau kesamaan rupa atau bentuk. Analisis fungsi
mempersoalkan kedudukan satuan-satuan bahasa itu pada tataran yang lebih
tinggi. Analisis makna mengidentifikasi makna satuan-satuan bahasa (Parera,
2009: 6).

Analisis sintaksis dapat digolongkan sebagai analisis konstituen


(constituent analysis), yaitu analisis kalimat atas unsur-unsur yang lebih kecil;
setiap konstituen yang kompleks dapat dianalisis lagi atas beberapa konstituen,
sehingga kalimat dapat dipandang sebagai satuan yang terjadi atas lapisan-
lapisan konstituen. Selain itu, analisis sintaksis dapat dikelompokkan sebagai
analisis distribusi (distributional analysis), yaitu analisis bahasa yang
mendeskripsikan distribusi unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar,
misalnya kata atau frasa dalam kalimat (Kridalaksana, 2009: 14).

Analisis kalimat setidaknya mencakup tiga hal; (1) analisis berdasarkan


ketegori gramatikal, (2) analisis berdasarkan fungsi sintaksis, dan (3) analisis
berdasarkan makna atau perannya. (Putrayasa, 2010: 63), (Markhamah, 2009:
81). Pada analisis kategori gramatikal selain untuk mengidentifikasi satuan-
satuan sintaksis dalam kalimat, yaitu kata dan frasa, juga untuk mengidentifikasi
kelas kata (verba, nomina, partikel, adverbia, adjektiva) dan bentuk atau jenis
pada frasa (frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa preposisional). Pada
analisis fungsi sintaksis fungsi sintaksis, yaitu subyek, predikat, obyek,
pelengkap, dan keterangan. Sedangkan pada analisis makna atau peran

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 189


diidentifikasi peran semantis atau peran manka satuan-satuan dalam kalimat,
seperti pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, atribut, waktu, tempat, alat,
sumber (Alwi, 2003: 334).

14.2 Analisis Sintaksis Arab

Analisis sintaksis dalam tradisi Arab umumnya dikenal dengan sebutan


i’ra>b (‫َاب‬
‫ْر‬‫)إع‬. I’ra>b adalah modifikasi bentuk bunyi tertentu sebagai sufiks
pada nomina atau verba yang menandai hubungan gramatikalnya dalam struktur
sintaksis. Secara spesifik, analisis sintaksis disepadankan dengan istilah i’ra>b
nachwiy (‫)إعراب النحوي‬, yaitu identifikasi satuan-satuan sintaksis minimal
(‫ )المفردات‬dan satuan-satuan sintaksis perluasan/ perpaduan (‫)المركبات‬
yang menjadi unsur pada kalimat/ wacana, serta pengelompokkannya
berdasarkan kelas atau jenisnya, kedudukan/ fungsinya, hubungan fungsional
antar unsur-unsurnya, penanda gramatikalnya (desinens) atau penanda bentuk
permanennya (El Dahdah, 1993: 83). Analisis sintaksis dalam tradisi Arab lebih
banyak terfokus pada identifikasi kategori fungsional unsur terkecil sintaksis
yaitu kata dan identifikasi fungsi sintaksis klausa dalam kalimat majemuk/
bersusun (Syanuqah, 2010: 61).

Pada identifikasi satuan-satuan sintaksis minimal (‫ )المفردات‬akan


ditentukan kelas kata Arab, yaitu kata akan dikelompokkan berdasarkan ciri
gramatikal dan semantisnya, seperti nomina atau disebut ism (‫)اسم‬, verba atau
dinamakan fi’l (‫ )فعل‬ataukah partikel atau dikenal dengan (‫)حرف‬. Setelah
teridetentifikasi kelas kata yang menjadi konstituen sebuah kalimat Arab,
kemudian diidentifikasi: (1) kasus pada kategori nomina, seperti kasus nomina
bebas dinamis atau umumnya disebut kasus nominatif (‫)حالة رفع االسم‬,
kasus nomina terikat dinamis atau umumnya disebut dengan kasus akusatif
(‫االسم‬ ‫نصب‬ ‫)حالة‬, dan kasus nomina terikat statis tak langsung atau
umumnya disebut dengan kasus genetif (ّ
‫ ;)حالة الجر‬atau (2) modus pada

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 190


kategori verba, seperti modus bebas nyata atau umumnya disebut modus
indikatif (‫)حالة رفع الفعل‬, modus tak nyata, keraguan, harapan, tentatif
atau umumnya disebut modus subjungtif (‫)حالة نصب الفعل‬, dan modus
pengandaian, belum dilakukan/ selesai dilakukan yang umumnya disebut modus
jusif (‫)حالة الجزم‬.

Bila kasus dan modus telah teridentifikasi, analisis sintaksis berikutnya


adalah mengidentifikasi penanda gramatikal hubungan fungsional antar kata
(desinens) atau dalam tradisi Arab dinamakan ‘ala>mat al i’ra>b (‫)عالمة اإلعراب‬.
Penanda gramatikal tersebut berupa sufiks (1) bunyi vokal pendek atau panjang
tertentu, (2) bunyi diftong, atau (3) bunyi akhiran konsonan /n/ (‫)ن‬.

Setelah diidentifikasi kasus dan desinensnya, kata tersebut kemudian


diidentifikasi kedudukan atau fungsi sintaksisnya dalam kalimat, seperti (1)
subyek yang disebut musnad ilayh (‫َد إليه‬
‫ )مسْن‬meliputi apa yang disebut
‫َاع‬
(‫ِل‬ ‫ )ف‬pada kalimat berpredikat verbal atau apa yang disebut (‫َدأ‬
‫ْت‬‫ )مب‬pada
kalimat berpredikat nomina/ adjektiva; atau (2) predikat yang disebut musnad
(‫َد‬
‫ )مسْن‬meliputi apa yang disebut (‫ْل‬
‫ِع‬‫ )ف‬pada kalimat berpredikat verba atau apa
‫َب‬
yang disebut (‫َر‬ ‫ )خ‬pada kalimat berpredikat nomina/ adjektiva; atau (3) obyek
‫ْعو‬
yang meliputi obyek langsung yang disebut (‫ْل به‬ ‫مف‬َ) ataupun obyek tak
langsung atau pelengkap yang dalam tradisi sintaksis Arab disepadankan dengan
(‫ثالث‬/‫ثان‬/‫أول‬ ‫به‬ ‫ْعول‬
‫مف‬َ); ataukah (4) keterangan yang dinamakan
(‫ )فضلة‬meliputi apa yang tergolong sebagai adverbia Arab, seperti keterangan
kuantitatas/ kualitatas yang dinamakan (‫ْعول مطلق‬
‫مف‬َ), keterangan tempat atau
waktu yang disebut (‫فيه‬ ‫)مفعول‬, keterangan penyerta yang dinamakan
(‫معه‬ ‫)مفعول‬, keterangan tujuan/ alasan yang disebut (‫ألجله‬ ‫)مفعول‬,
keterangan cara yang dinamakan (‫)حال‬, keterangan limitatif kuantitas/kualitas
َ), dan keterangan limitatif pengecualian yang
yang dinamakan (‫تميِيز‬
dinamakan (‫)المثتثنيى‬.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 191


Dalam tradisi Arab, selain kedudukan atau fungsi tersebut terdapat pula
fungsi lain yang digolongkan sebagai al afa>’i<l (‫( )األفاعيل‬El Dahdah, 2001:
197). Fungsi al afa>’il sebenarnya tergolong sebagai adverbia, namun adverbia ini
memiliki kekhususan sehingga dibedakan dengan adverbia lainnya yang
َْ
umumnya digolongkan dalam bahasa Arab sebagai al maf’u>la>t (‫الت‬‫ْعو‬
‫َف‬‫)الم‬.
Secara makna, adverbia jenis ini berpotensi menjadi subyek pada bentuk atau
pola tertentu yang berbeda sehingga disebut al afa>’il bentuk jamak di antaranya
dari fa>’il yang dapat berarti sifat yang dipindahkan dari pelaku atau subyek (Ali,
1989: 176), seperti keterangan cara (‫)حال‬, keterangan limitatif kualitas/kuantitas
َ), dan keterangan limitatif pengecualian ( ‫)االستثنا‬. Keterangan cara
(‫تمييز‬
(‫ )حال‬dikategorikan sebagai subyek terkait bentuknya yang tergolong dalam slot
kata bermakna pelaku (‫ )اسم الفاعل‬yang referennya sama dengan subyek
kalimat, seperti kalimat

‫ًا‬
‫ماشي‬ ٌَّ
َ ‫د‬ ‫َم‬‫َاَ مح‬
‫ج‬

(Muhammad datang pejalan kaki (dengan berjalan kaki))

Kata (‫ًا‬
‫ِي‬ َ) pada kalimat tersebut yang bermakna ‘pejalan kaki’, memiliki
‫ماش‬
ٌَّ
referen yang sama dengan subyek dalam hal ini (‫د‬ ‫َم‬‫ )مح‬pada predikat ( َ‫َا‬
‫)ج‬
yang bermakna ‘datang’. Bila kalimat tersebut dipermutasi atau diinversi
bentuknya dapat berubah menjadi:

ٌَّ
‫د‬ ‫َم‬ ‫َاش‬
‫ِي مح‬ ‫َا الم‬
‫ج‬

(Pejalan kaki yang datang itu Muhammad)

Keterangan limitatif kulalitas (‫ْيِيز النسبة‬


‫تم‬َ) dikategorikan sebagai
subyek karena secara makna, nomina tersebut menjadi bagian dari subyek,
sehingga kalimat tersebut diinversi atau dipermutasi, keterangan limitatif
َ) berubah menjadi subyek dalam satuan konstruksi aneksasi
kuantitatif (‫تمييز‬
(‫ّب إضافي‬
‫)مرك‬, seperti kalimat:
ً‫ان‬
‫ة‬ ََ
َ ‫م‬ ‫َّاجِر أ‬
‫َالت‬
‫هر‬ ‫اشْت‬
ََ

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 192


(Pedadang itu terkenal amanahnya)
ً‫ان‬
Kata (‫ة‬ ََ
َ ‫م‬ ‫ )أ‬pada kalimat tersebut yang bermakna ‘amanah’ membatasi makna
ََ
kata pedagang secara kualitatif. Kata (‫مانة‬ ‫ )أ‬menjadi bagian dari subyek, yaitu
‘pedagang’ (‫َّاجِر‬
‫)الت‬. Karena menjadi bagian dari subyek, kata tersebut
berpotensi menjadi subyek dalam struktur sintaksis bentuk aneksatif, sehingga
bila kalimat tersebut diinversi atau dipermutasi bentuknya dapat berubah
menjadi:

‫َّاجِر‬
ِ َ ‫م‬
‫انة الت‬ ََ
‫ْ أ‬
‫َت‬ ََ
‫هر‬ ‫ِشْت‬
‫ا‬

(Amanah pedagang itu terkenal)

Berbeda dengan keterangan limitatif kualitatif (‫ْز النسبة‬


‫ْيِي‬
‫تم‬َ) yang dapat
diinversi dalam struktur sintaksis bentuk aneksatif, keterangan limitatif
kuantitatif (‫ْز المفرد‬
‫ْيِي‬
‫تم‬َ) dalam bahasa Arab tidak dapat diinversi secara
gramatikal, meskipun secara makna memungkinkan. Namun kedua-duanya
menjadi bagian yang menerangkan subyek. Keterangan limitatif kualitatif
menerangkan subyek bila terdapat pada kalimat berpredikat verba, sedangkan
keterangan limitatif kuantitatif menerangkan subyek bila terdapat pada kalimat
berpredikat nomina.

Keterangan limitatif pengecualian ( ‫ )االستثنا‬dikategorikan sebagai


subyek terkait dengan pertentangannya terhadap subyek kalimat. Keterangan
limitatif pengecualian dapat berpotensi menjadi subyek pada kalimat turunan
(negasi) dari kalimat yang berunsur keterangan limitatif pengecualian, khususnya
bila subyek kalimat pengecualian adalah bentuk umum dari pengecualian (referen
pengecualian) atau dalam bahasa Arab disebut (‫ )المستثنى منه‬seperti contoh
pada kalimat:

‫ًّا‬
‫ِي‬ ‫َل‬ َّ ِ
‫إال ع‬ ‫َص‬
‫ْل‬ َُّ
‫الب في الف‬‫َر الط‬
‫َض‬‫ح‬

(Para mahasiswa datang di kelas kecuali Ali)

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 193


Bentuk turunan atau negasi kalimat tersebut menempatkan ‘Ali’ menjadi subyek,
seperti:

‫َص‬
‫ْل‬ ‫َل‬
‫ِيٌّ فيِ الف‬ ‫َر‬
‫َ ع‬ ‫َض‬ َ
‫ماح‬

(Ali tidak datang di kelas)

Seiring dengan identifikasi fungsi sintaksis, analisis sintaksis juga


mengidentifikasi bentuk-bentuk terikat, baik itu bentuk terikat nomina dengan
partikel atau verba bantu meliputi (1) bentuk terikat determinator partikel
preposisi atau dalam bahasa Arab dinamakan (ّ
‫ )المجرور بحرف جر‬dan (2)
bentuk terikat determinator partikel dan verba bantu (auxiliary) atau dalam
bahasa Arab disebut (‫)المنصوب بالنواسخ‬, maupun bentuk terikat verba
dengan partikel meliputi (1) bentuk terikat determinator modus subjungtif atau
dalam bahasa Arab disebut (‫األفعال‬ ‫)منصوبات‬, (2) bentuk terikat
determinator modus jusif (‫)المجزوم بحرف جزم‬. Selain bentuk-bentuk terikat
tersebut, analisis sintaksis juga mengidentifikasi bentuk terikat fungsional
antarnomina atau dalam bahasa Arab disebut (‫)المركبات‬, seperti frasa
aneksatif/ anexed composite (‫إضافي‬ ‫)مركب‬, frasa deskriptif/ descriptive
composite (‫)مركب نعتي‬.

Dalam tradisi Arab, pada tataran klausa terdapat distingsi antara klausa
yang disebut memiliki fungsi sintaksis tertentu sebagaimana fungsi sintaksis
pada level kata yang dinamakan (‫ )الجمل لها محل‬serta klausa yang tidak
memiliki fungsi sintaksis tertentu sebagaimana umumnya fungsi sintaksis pada
kata yang disebut (‫)الجملة ال محل لها‬. Analisis sintaksis kemudian pada
tataran kluasa mengidentifikasi fungsi-fungsi sintaksisnya pada klausa yang
tergolong sebagai klausa yang memiliki fungsi sintaksis tertentu.

Adapun klausa yang menduduki fungsi sintaksis adalah sebagai berikut:

1. Klausa yang berfungsi sebagai predikat pada kalimat yang predikatnya


biasanya diisi kategori nomina, seperti :

‫َاس‬
ٌ‫ِع‬ ْ‫َاذ ع‬
‫ِلمه و‬ ‫األسْت‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 194


‫َاس‬
Klausa (ٌ‫ِع‬ ْ‫ )ع‬pada kalimat tersebut menduduki fungsi predikat
‫ِلمه و‬
atau khabar (‫َدأ‬
‫ْت‬ ‫َب‬
‫َرالمب‬ ‫ )خ‬pada subyek (‫َاذ‬
‫)األسْت‬.

2. Klausa yang berfungsi sebagai predikat pada kalimat bentuk kopula yang
predikatnya biasanya diisi kategori nomina, seperti:

ِْ
‫ين‬ ‫َه‬
‫ِد‬ ‫ْت‬ َُّّ
‫الب المج‬ ‫َ يحِب‬
‫ُّ الط‬ ‫َاذ‬ َِّ
‫ن األسْت‬ ‫إ‬

ِْ
Klausa (‫ين‬ ‫َه‬
‫ِد‬ ‫َ المج‬
‫ْت‬ َُّّ
‫الب‬ ‫ُّ الط‬
‫ )يحِب‬pada kalimat tersebut menduduki
‫َب‬
fungsi predikat atau khabar (‫َر الناسخ‬ ‫ )خ‬pada subyek (َ
‫َاذ‬
‫)األسْت‬.

3. Klausa yang berfungsi sebagai obyek pada kalimat, seperti

ِّ‫ِالج‬
ِ
‫د‬ َْ
‫ن ب‬ ََّ
‫لمو‬ ‫َع‬‫يت‬ ‫ُّالَب‬
َ َ ‫َاذ الط‬
‫َ األسْت‬
‫ِم‬‫َل‬
‫ع‬

ِّ‫ِالج‬
Klausa (ِ
‫د‬ َْ
‫ن ب‬ ََّ
‫لمو‬ ‫َع‬‫يت‬ ‫ُّالَب‬
َ َ ‫ )الط‬pada kalimat tersebut menduduki
‫ْعو‬
fungsi obyek atau maf’u>l bih (‫ْل به‬ ‫مف‬َ) dari verba transitif (َ
‫ِم‬‫َل‬
‫)ع‬.

4. Klausa yang berfungsi sebagai keterangan kecaraan (‫َال‬


‫ )ح‬pada kalimat,
seperti:
ٌ
‫َّة‬
‫ِن‬ ‫ْم‬
‫َئ‬ ‫َقلو‬
‫ْبهم مط‬ ‫ْن و‬ ََّ
‫لى المسْل‬
‫ِمو‬ ‫ص‬

Klausa (ٌ
‫َّة‬
‫ِن‬ ‫ْم‬
‫َئ‬ ‫َقلو‬
‫ْبهم مط‬ ‫ )و‬pada kalimat tersebut menduduki fungsi
ََّ
keterangan kecaraan atau chaal (‫ )حال‬pada verba (‫لى‬ ‫)ص‬.

5. Klausa yang berfungsi sebagai keterangan limitatif pengecualian


‫ْن‬
(‫َى‬ ‫َث‬
‫ )مسْت‬pada kalimat, seperti:

‫َي‬
ِ‫ْت‬ ْ َ
‫الب‬ ‫ِج‬ ‫َاخ‬
‫َار‬ ‫ْن‬‫َي‬
‫بق‬َْ
‫بهم فأ‬ َِ
َ‫ال‬ ّ‫ين إ‬
‫ال ك‬ ِْ‫َّاد‬
‫َّي‬ ‫ْب‬
‫ِل الص‬ ‫َسْت‬
‫َق‬ ‫أ‬

‫َي‬
Klausa (ِ‫ْت‬ ْ
‫الب‬ َ
‫ِج‬ ‫َاخ‬
‫َار‬ ‫ْن‬‫َي‬
‫بق‬َْ
‫فأ‬ ‫بهم‬ َِ
َ‫ال‬‫ )ك‬pada kalimat tersebut
menduduki fungsi keterangan limitatif pengecualian atau mustastna
‫ْن‬
(‫َى‬ ‫َث‬
‫ )مسْت‬dengan referen pengecualian (‫ين‬
ِْ‫َّاد‬
‫ّي‬ ‫)الص‬.

‫َِلي‬
6. Klausa yang berfungsi sebagai pusat konstruksi aneksasi (‫ْه‬ ‫َاف إ‬
‫)مض‬,
seperti:

َ‫َت‬
‫ها‬ ‫بن‬ ‫ْج‬
ْ‫َح ا‬ َ َ
‫تن‬ ‫ْم‬ َ ّ
‫يو‬ ‫ْر‬
‫َح األم‬ َ
‫تف‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 195


َ‫َت‬
Klausa (‫ها‬ ‫بن‬ ‫ْج‬
ْ‫َح ا‬ َ) meduduki fungsi pembatas konstruksi aneksasi
‫تن‬
‫َِلي‬
atau (‫ْه‬ ‫َاف إ‬
‫ )مض‬dengan bentuk umumnya (‫َاف‬
‫ )مض‬adalah kata (َ
‫ْم‬ َ)
‫يو‬

Berikut contoh analisis sintaksis dalam tradisi Arab terhadap sebuah


kalimat verbal Arab bentuk tunggal :

Contoh Kalimat َ‫ْس‬ َّ


‫الدر‬ ‫َ الط‬
‫َُّّالب‬ ‫َأ‬‫َر‬
‫ق‬
Penanda Fungsi Unsur
Kasus/modus Kategori/kelas
Gramatikal Sintaksis kalimat
‫لى‬ََ ‫ْن‬
‫ِيٌّ ع‬ ‫مب‬َ َ
‫ْل‬‫ِع‬
‫ف‬ - َ ‫ْل‬
‫ماض‬ ‫ِع‬‫ف‬ ‫َأ‬‫َر‬
‫ق‬
ِ‫ْح‬‫َت‬
‫الف‬
‫َّة ظاهرة‬ ‫َم‬
‫ض‬ ‫ِل‬‫َاع‬‫ف‬ ‫ْع‬
‫ْفو‬
‫مر‬َ ‫اسم‬ َُّّ
‫الب‬‫الط‬
َ
‫ِرة‬‫َة ظاه‬ ْ َ
‫ْعول به فتح‬ْ َ
‫مف‬ ْ ْ
‫منصوب‬َ ‫اسم‬ َ‫ْس‬ َّ
‫الدر‬

Berikut contoh analisis sintaksis dalam tradisi Arab terhadap sebuah kalimat
verbal Arab bentuk majemuk:

Contoh Kalimat َ‫ْس‬ َّ


‫الدر‬ َ
‫َأ‬‫ْر‬
‫يق‬َ ‫ن‬َْ‫ِب أ‬‫َّال‬
‫يد الط‬ ِْ
‫ير‬
Penanda Unsur
Fungsi Sintaksis Kasus/modus Kategori/kelas
Gramatikal kalimat
‫َم‬
‫َّة‬ ‫ض‬
‫ْل‬‫ِع‬‫ف‬ ‫ْع‬‫ْفو‬ ‫مر‬َ ‫ِع‬‫َار‬‫ْل مض‬ ‫ِع‬
‫ف‬ ‫يد‬ِْ‫ير‬
‫َة‬‫ِر‬‫َاه‬ ‫ظ‬
‫ّة‬‫َم‬‫ض‬
‫ِل‬‫َاع‬‫ف‬ ‫ْع‬‫ْفو‬ ‫مر‬َ ‫اسم‬ ‫ِب‬‫َّال‬‫الط‬
‫ظاهرة‬
‫َلى‬‫ِيٌّ ع‬‫ْن‬
‫مب‬َ
‫عامل نصب الفعل‬ - ‫حرف نصب‬ ‫أن‬
‫السكون‬
‫َة‬‫ْح‬‫َت‬‫ف‬ َ
‫ْل‬‫ِع‬‫ف‬ ‫ْب‬‫ْصو‬ ‫من‬َ ‫ِع‬‫َار‬‫ْل مض‬ ‫ِع‬
‫ف‬ ‫َأ‬‫ْر‬‫يق‬ َ
‫ظاهرة‬
‫َة‬‫ْح‬‫َت‬‫ف‬
‫ْل به‬ ‫ْعو‬ َ
‫مف‬ ‫ْب‬‫ْصو‬ ‫من‬َ ‫اسم‬ َ‫ْس‬ َّ
‫الدر‬
‫ظاهرة‬
‫ْل به من‬ ‫ْعو‬ َ
‫مف‬ َ
ّ
‫َل‬‫مح‬َ ْ‫ِي‬‫ف‬ َْ ‫َأ‬‫ْر‬‫يق‬ َ
- )‫ِيد‬‫فعل (ير‬ َ ‫ة‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ج‬ َ‫ْس‬ َّ
‫ْب‬
‫نص‬ ‫الدر‬
)‫وفاعله(الطالب‬

Berikut contoh contoh analisis sintaksis dalam tradisi Arab terhadap sebuah
kalimat nominal Arab bentuk tunggal :

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 196


Contoh Kalimat ٌِ
‫د‬ ‫َه‬
‫ْت‬‫ِب مج‬‫َّال‬
‫الط‬
Penanda Fungsi Unsur
Kasus/modus Kategori/kelas
Gramatikal Sintaksis kalimat
‫َّة ظاهرة‬‫َم‬
‫ض‬ ََ
‫دأ‬ ‫ْت‬
‫مب‬ ‫ْع‬
‫ْفو‬
‫مر‬َ ‫اسم‬ ‫ِب‬ ‫َلط‬
‫َّال‬ ‫ا‬
‫َة‬
‫ِر‬‫ّة ظاه‬‫َم‬
‫ض‬ ‫َر‬‫َب‬
‫خ‬ ‫ْع‬
‫ْفو‬
‫مر‬َ ‫اسْم‬ ٌِ
‫د‬ ‫َه‬
‫ْت‬‫مج‬

Berikut contoh contoh analisis sintaksis dalam tradisi Arab terhadap sebuah
kalimat nominal Arab bentuk majemuk :

Contoh Kalimat ‫ْل‬


‫ِي‬ ‫َا ه ج‬
‫َم‬ ‫ِن‬‫َسْجِد ب‬
‫الم‬
Penanda Unsur
Fungsi Sintaksis Kasus/modus Kategori/kelas
Gramatikal kalimat
‫َم‬
‫ّة‬ ‫ض‬ ََ َ
‫دأ‬ ‫ْت‬
‫مب‬ ‫ْع‬
‫ْفو‬ ‫مر‬ ‫اسْم‬ ‫َسْجِد‬
‫الم‬
‫ظاهرة‬
‫َم‬
‫ّة‬ ‫ض‬
‫َاف‬‫مض‬ ‫ْع‬
‫ْفو‬ َ
‫مر‬ ‫اسم‬ ‫َا‬
‫ِن‬‫ب‬
‫ظاهرة‬
‫َلى‬‫ِيٌّ ع‬‫ْن‬
‫مب‬َ
‫َاف إليه‬ ‫مض‬ - ‫ِير متصل‬
‫ضم‬ ‫ه‬
‫ّة‬‫الضم‬
‫َم‬
‫ّة‬ ‫ض‬ ‫َر المبتدأ‬ ‫َب‬
‫خ‬ َ
‫ْفوع‬ ‫مر‬ ‫اسم‬ ‫ْل‬
‫ِي‬‫َم‬
‫ج‬
‫ظاهرة‬ )‫(بنا ه‬
‫خبر‬ ‫في محل‬ ‫بنا ه‬
- ‫جملة‬
)‫المبتدأ(المسجد‬ ‫رفع‬ ‫جميل‬

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 197


BAB 15
Metode Penelitian Sintaksis Arab

A. Deskripsi singkat
Pada bab ini dibahas analisis sintaksis Arab. Pokok-pokok
pembahasannya meliputi: konsep penelitian sintaksis Arab, obyek dan ruang
lingkup penelitian sintaksis Arab, tujuan penelitian sintaksis Arab, prosedur
penelitian sintaksis Arab, model analisis sintaksis Arab

B. Capaian pembelajaran matakuliah


Mahasiswa mengenal, memahani, dan melakukan penelitian sintaksis.

C. Isi Materi perkuliahan


1. Konsep penelitian sintaksis Arab.
2. Obyek dan ruang lingkup penelitian sintaksis Arab
3. Tujuan penelitian sintaksis Arab,
4. Prosedur penelitian sintaksis Arab,
5. Model analisis sintaksis Arab

D. Rangkuman
Penelitian sintaksis Arab merupakan penelitian tentang struktur kalimat
Arab, kategori-kategori, kedudukan kata, fungsi kata dalam kalimat, dan makna
kalimat itu sendiri. Selain itu penelitian sintaksis juga berfokus kepada relasi
atau hubungan susunan kata dalam struktur kalimat, berikut makna gramatikal
yang ditimbulkannya.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Konsep penelitian sintaksis Arab.
2. Obyek dan ruang lingkup penelitian sintaksis Arab
3. Tujuan penelitian sintaksis Arab,
4. Prosedur penelitian sintaksis Arab,
5. Model analisis sintaksis Arab

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 198


METODE PENELITIAN SINTAKSIS ARAB

15.1 Konsep Penelitian Sintaksis Arab

Penelitian merupakan proses sistematis yang bertujuan untuk memperoleh


pengetahuan atau solusi masalah-masalah dengan menggunakan teknik ilmiah
tertentu yang memungkinkan ditemukannya pengetahuan ilmiah baru.
Berdasarkan hal itu, setidaknya penelitian sintaksis Arab dilakuan dengan
berlandaskan pada salah satu alasan dari kedua tersebut di atas.

Penelitian sintaksis Arab merupakan penelitian tentang struktur kalimat


Arab, kategori-kategori, kedudukan kata, fungsi kata dalam kalimat, dan makna
kalimat itu sendiri. Selain itu penelitian sintaksis juga berfokus kepada relasi
atau hubungan susunan kata dalam struktur kalimat, berikut makna gramatikal
yang ditimbulkannya. Disiplin keilmuan yang dapat menunjang penelitian ini di
antaranya, (1) linguistik umum pada tataran konsep; (2) leksikologi dan
morfologi, semantik pada tataran asal usul kata, pembentukan dan makna
leksikalnya; (3) retorika dan pragmatik pada tataran makna teks dan konteks
(Wahab, 2009: 154). Secara singkat dapat dikatakan bahwa penelitian sintaksis
pada dasarnya mengupas bentuk dan makna satuan-satuan sintaksis.

15.2 Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian Sintaksis Arab

Obyek penelitian sintaksis Arab adalah satuan-satuan sintaksis Arab


meliputi kata, frasa, klausa, dan kalimat yang dikaji dari aspek bentuk pokok dan
turunannya, ciri gramatikal yang menandai satuan sintaksis karena peran atau
fungsi tertentu, jenis hubungan fungsional yang mengaitkan satuan-satuan
sintaksis dan makna yang ditimbulkan dari berbagai bentuk gramatikal maupun
hubungan fungsional satuan-satuan sintaksis.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 199


15> 3 Tujuan Penelitian Sintaksis Arab

Terdapat dua pendekatan yang dapat dijadikan landasan penelitian


sintaksis Arab, yaitu deskriptif dan perskriptif. Bila penelitian ditujukan untuk
menemukan wawasan atau pengetahuan baru terkait dengan fenomena
kebahasaan, maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan deskriptif.
Pendekatan ini menekankan pada identifikasi dan klasifikasi terhadap obyek
penelitian sintaksis Arab. Umumnya pendekatan ini digunakan untuk
menyelidiki perkembangan pemakaian bahasa.

Bila penelitian sintaksis ditujukan untuk menjawab permasalahan bahasa


terkait dengan kesahihan dan kesalahan ungkapan, maka pendekatan yang
dipakai adalah pendekatan perskriptif. Pendekatan ini menekankan pada
pembedaan benar-salah terhadap obyek penelitian sintaksis Arab. Umumnya
pendekatan ini digunakan sebagai usaha untuk mempertahankan bentuk bahasa
yang seharusnya atau semestinya.

15.4 Prosedur Penelitian Sintaksis Arab

Prosedur penelitian sintaksis identik dengan prosedur penelitian pada


umumnya, yaitu:

1. Penentuan secara spesifik masalah penelitian beserta perumusan masalah


yang melatarbelakangi minat penelitian di bidang sintaksis.

2. Penentuan tujuan dan kegunaan atau manfaat penelitian.

3. Penelusuran kepustakaan terhadap bidang yang diteliti meliputi teori-


teori atau hasil penelitian yang relevan.

4. Penyusunan kerangka teori yang melandasi penelitian yang sekaligus


menjadi rujukan dan pedoman dalam menganalisis dan menyajikan hasil
penelitian.

5. Penetapan asumsi dasar atau hipotesa.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 200


6. Penyusunan instrumen penelitian

7. Pengumpulan dan pengelolaan data.

8. Analisis data penelitian. Data dianalisis dan diintepreasti melalui analisis


distribusional atau analisis konstituen. Peneliti melakukan induksi,
analogi, ordinasi, klasifikasi, eksplanasi kausalitas terhadap data.

9. Penulisan laporan dan hasil penelitian.

15.5 Model Analisis Penelitian Sintaksis

Analisis penelitian pada dasarnya adalah analisis sintaksis itu sendiri.


Metode analisis yang dipakai dalam penelitian adalah metode distribusional,
yaitu metode analisis bahasa yang mendeskripsikan distribusi unsur-unsur bahasa
dalam satuan yang lebih besar, misalnya kata atau frasa dalam kalimat. Selain itu
metode lainnya yang dipakai adalah metode bagi unsur konstituen, yaitu analisis
kalimat atas unsur-unsur yang lebih kecil; setiap konstituen yang kompleks dapat
dianalisis lagi atas beberapa konstituen, sehingga kalimat dapat dipandang
sebagai satuan yang terjadi atas lapisan-lapisan konstituen. Analisis penelitian
sintaksis pada dasarnya adalah kegiatan induksi, analogi, ordinasi, klasifikasi,
eksplanasi kausalitas terhadap data. Kegiatan ini menjadi metode inti dalam
bidang ilmu sintaksis Arab.

Buku Referensi Tradisi Sintaksis Arab Prespektif Linguistik Modern | 201

Anda mungkin juga menyukai