Anda di halaman 1dari 21

Teorema ekuipartisi

Teorema

Dalam mekanika statistika klasik, teorema ekuipartisi adalah sebuah rumusan umum yang
merelasikan temperatur suatu sistem dengan energi rata-ratanya. Teorema ini juga dikenal
sebagai hukum ekuipartisi, ekuipartisi energi, ataupun hanya ekuipartisi. Gagasan dasar
teorema ekuipartisi adalah bahwa dalam keadaan kesetimbangan termal, energi akan
terdistribusikan secara merata ke semua bentuk-bentuk energi yang berbeda; contohnya
energi kinetik rata-rata per derajat kebebasan pada gerak translasi sebuah molekul haruslah
sama dengan gerak rotasinya.

Gerak termal sebuah peptida heliks alfa. Gerak geletar ini bersifat acak dan kompleks, dan energi tiap-tiap atom dapat
berfluktuasi dengan bebas. Walau demikian, teorema ekuipartisi memungkinkan kita untuk menghitung energi kinetik
rata-rata tiap atom beserta energi potensial rata-rata mode vibrasinya. Bola kelabu, merah, dan biru mewakili atom
karbon, oksigen, dan nitrogen secara berurutan. Bola putih mewakili atom hidrogen.
Teorema ekuipartisi mampu memberikan prediksi-prediksi yang kuantitatif. Seperti pada
teorema virial, teorema ekuipartisi dapat memberikan hasil perhitungan energi kinetik dan
energi potensial rata-rata total suatu sistem pada satu temperatur tertentu, yang darinya
kapasitas kalor sistem dapat dihitung. Namun, teorema ekuipartisi juga memberikan nilai
rata-rata komponen individual energi tersebut, misalnya energi kinetik suatu partikel ataupun
energi potensial suatu dawai. Contohnya, teorema ini dapat memberikan prediksi bahwa
setiap molekul dalam suatu gas ideal monoatomik memiliki energi kinetik rata-rata sebesar
(3/2)kBT dalam kesetimbangan termal, dengan kB adalah tetapan Boltzmann dan T adalah
temperatur. Secara umum, teorema ini dapat diterapkan ke semua sistem-sistem fisika klasik
yang berada dalam kesetimbangan termal tak peduli seberapa rumitnya sekalipun sistem
tersebut. Teorema ekuipartisi dapat digunakan untuk menurunkan hukum gas ideal dan
hukum Dulong-Petit untuk kapasitas kalor jenis benda padat. Teorema ini juga dapat
digunakan untuk memprediksi sifat dan ciri bintang-bintang, bahkan berlaku juga untuk katai
putih dan bintang neutron, karena teorema ini berlaku pula ketika efek-efek relativitas
diperhitungkan.

Walaupun teorema ekuipartisi memberikan prediksi yang sangat akurat pada kondisi-kondisi
tertentu, teorema ini menjadi tidak akurat ketika efek-efek kuantum menjadi signifikan,
misalnya pada temperatur yang sangat rendah. Ketika energi termal kBT lebih kecil daripada
perjarakan energi kuantum pada suatu derajat kebebasan, energi rata-rata dan kapasitas
kalor dari derajat kebebasan ini akan lebih kecil daripada nilai energi yang diprediksi oleh
teorema ekuipartisi. Derajat kebebasan ini dikatakan menjadi "beku" ketika energi termal
lebih kecil daripada perjarakan energi kuantum ini. Contohnya, kapasitas kalor suatu benda
padat akan menurun pada temperatur rendah seiring dengan membekunya berbagai jenis
gerak yang dimungkinkan. Hal ini berlawanan dengan prediksi teorema ekuipartisi yang
memprediksikan nilai kapasitas kalor yang konstan. Fenomena menurunnya kapasitas kalor
ini memberikan tanda awal bagi para fisikawan abad ke-19 bahwa fisika klasik tidaklah benar
dan diperlukan model ilmiah baru yang lebih akurat dalam menjelaskan fenomena ini. Selain
itu, teorema ekuipartisi juga gagal dalam memodelkan radiasi benda hitam (juga dikenal
sebagai bencana ultraviolet). Hal ini mendorong Max Planck untuk mencetuskan gagasan
bahwa energi yang dipancarkan oleh suatu objek terpancarkan dalam bentuk terkuantisasi.
Hipotesis revolusioner ini kemudian memacu perkembangan mekanika kuantum dan teori
medan kuantum.

Konsep dasar
Fungsi rapatan probabilitas kecepatan molekul dari empat gas mulia pada temperatur 298,15 K (25 °C). Keempat gas
mulia tersebut adalah helium (4He), neon (20Ne), argon (40Ar) dan xenon (132Xe). Dimensi dari fungsi rapatan
probabilitas adalah probabilitas dikali dengan kecepatan invers. Oleh karena probabilitas tidak berdimensi, maka
fungsi ini dapat diekspresikan dalam satuan detik per meter (s/m).

Kata "ekuipartisi" berarti "terbagi secara merata". Kata ini diturunkan dari bahasa Latin æquus
("setara atau sama rata"), dan partitionem ("pembagian, porsi").[1][2] Konsep awal ekuipartisi
adalah bahwa energi kinetik total suatu sistem akan terdistribusikan secara merata ke semua
bentuk-bentuk energinya (dilihat secara rata-rata), seketika sistem tersebut telah mencapai
kesetimbangan termal. Teorema ekuipartisi juga memberikan prediksi kuantitatif bentuk-
bentuk energi ini. Contohnya, teorema ini memprediksikan bahwa tiap atom gas mulia yang
berada dalam kesetimbangan termal T memiliki energi kinetik translasi sebesar (3/2)kBT,
dengan kB adalah tetapan Boltzmann. Sebagai konsekuensinya, oleh karena energi kinetik
sama dengan 1/2*mass*kecepatan^2, atom yang lebih berat seperti xenon akan memiliki
kecepatan rata-rata yang lebih lambat daripada atom yang lebih ringan seperti helium pada
temperatur yang sama. Gambar di samping menunjukkan distribusi Maxwell-Boltzmann
kecepatan atom dari keempat gas mulia tersebut.

Energi translasi dan gas ideal

Energi kinetik suatu partikel bermassa m dan berkecepatan v adalah

dengan vx, vy dan vz adalah komponen Kartesius dari kecepatan v. Di sini, H adalah
Hamiltonian dan digunakan sebagai simbol energi karena formalisme Hamiltonian
memainkan peran pusat dalam perumusan umum teorema ekuipartisi.
Oleh karena energi kinetika bersifat kuadratis terhadap komponen-komponen kecepatan,
berdasarkan prinsip kedistribusian merata (ekuipartisi), ketiga komponen ini akan
memberikan kontribusi sebesar 1​ ⁄2kBT terhadap energi kinetik rata-rata pada kesetimbangan
termal. Sehingga energi kinetik rata-rata partikelnya adalah (3/2)kBT, sebagaimana yang
diberikan pada contoh gas mulia di atas.

Secara umumnya, pada gas ideal, total energinya hanya terdiri dari energi kinetik
(translasional) berdasarkan asumsi bahwa partikel-partikel gas tersebut bergerak secara
independen dari satu sama lainnya dan tidak memiliki derajat kebebasan internal. Teorema
ekuipartisi memprediksikan bahwa energi total rata-rata suatu gas ideal berpartikel sejumlah
N adalah (3/2) N kB T.

Selanjutnya kapasitas kalor gas adalah (3/2) N kB, dan sehingganya kapasitas kalor satu mol
partikel gas ideal tersebut adalah (3/2)NAkB = (3/2)R, dengan NA adalah tetapan Avogadro
dan R adalah tetapan gas. Oleh karena R ≈ 2 cal/(mol·K), teorema ekuipartisi
memprediksikan bahwa kapasitas kalor molar gas ideal adalah kira-kira 3 cal/(mol·K).
Prediksi ini telah berhasil dikonfirmasikan melalui eksperimen.[3]

Energi kinetik purata memungkinkan kita juga untuk menghitung kecepatan akar purata
kuadrat vrms dari partikel gas:

dengan M = NAm adalah massa satu mol partikel gas. Hasil turunan ini dapat diterapkan ke
dalam hukum Graham mengenai efusi.[4]

Energi rotasi dan pergulingan molekul dalam larutan

Mirip dengan contoh di atas, molekul yang berotasi sesuai dengan prinsip momen inersia I1,
I2 dan I3 memiliki energi rotasi sebesar

dengan ω1, ω2, dan ω3 adalah komponen kecepatan sudut. Dengan prinsip yang sama pada
kasus translasi sebelumnya, teorema ekuipartisi mengharuskan bahwa dalam
kesetimbangan termal, energi rotasi rata-rata tiap partikel adalah (3/2)kBT. Teorema ini juga
memungkinkan kita menghitung kecepatan sudut rata-rata molekul.[5]

Energi potensial dan osilator harmonik


Teorema ekuipartisi juga berlaku kepada energi potensial. Contohnya pada osilator harmonik
seperti dawai yang memiliki energi potensial kuadratik

dengan a menunjukkan kekakuan dawai dan q adalah penyimpangan dari kesetimbangan.


Jika sistem berdimensi satu ini bermassa m, maka energi kinetik H-nya adalah

dengan v dan p = mv menunjukkan kecepatan dan momentum osilator. Dengan


menggabungkan kedua persamaan di atas akan menghasilkan energi total[6]

Teorema ekuipartisi mengyiratkan bahwa pada kesetimbangan termal, osilator memiliki


energi rata-rata

dengan tanda kurung menunjukkan rata-rata dari nilai yang dikurungkan.[7]

Hasil penurunan ini berlaku untuk segala jenis osilator harmonik, misalnya pada bandul,
molekul yang bergetar, maupun pada osilator elektronik pasif. Menggunakan teorema
ekuipartisi, tiap-tiap osilator menerima energi total rata-rata kBT dan sehingganya
berkonrtibusi sebesar kB terhadap kapasitas kalor sistem tersebut. Hal ini kemudian dapat
digunakan untuk menurunkan rumus derau Johnson–Nyquist[8] dan hukum Dulong–Petit
untuk kapasitas kalor benda padat.

Atom-atom dalam sebuah kritsal dapat bergetar pada posisi kesetimbangannya dalam kekisi kristal tersebut Getaran
Atom atom dalam sebuah kritsal dapat bergetar pada posisi kesetimbangannya dalam kekisi kristal tersebut. Getaran
ini bertanggung jawab terhadap kapasitas kalor dari dielektrik kristal. Pada logam, elektron juga berkontribusi
terhadap kapasitas logam.

Kapasitas kalor jenis benda padat

Salah satu penerapan teorema ekuipartisi yang penting adalah untuk menurunkan kapasitas
kalor jenis benda kristal padat. Tiap-tiap atom pada benda padat ini dapat berosilasi ke tiga
arah secara bebas dan independen, sehingga padatan dapat dipandang sebagai sistem yang
memiliki 3N osilator harmonik sederhana, dengan N menunjukkan jumlah atom dalam kekisi
kristal tersebut. Oleh karena tiap osilator harmonik memiliki energi rata-rata kBT, energi total
rata-rata padatan itu adalah sebesar 3NkBT, dan kapasitas kalornya adalah 3NkB.

Dengan mengambil nilai N sebagai tetapan Avogadro NA, dan menggunakan hubungan R =
NAkB antara tetapan gas R dengan tetapan Boltzmann kB, hal ini akan menjelaskan hukum
Dulong-Petit mengenai kapasitas kalor jenis benda padat, yang menyatakan bahwa kapasitas
kalor jenis (per satuan massa) suatu benda padat berbanding terbalik terhadap bobot
atomnya. Dalam versi modernya, kapasitas kalor molar suatu benda padat adalah 3R ≈
6 cal/(mol·K).

Namun, hukum ini menjadi tidak akurat pada temperatur yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh efek-efek kuantum. Selain itu, hukum ini juga tidak konsisten dengan hukum ketiga
termodinamika, yang menurutnya kapasitas kalor molar zat apapun haruslah menuju nilai nol
seiring dengan temperatur sistem menuju nol mutlak.[8] Teori yang lebih akurat kemudian
dikembangkan oleh Albert Einstein (1907) dan Peter Debye (1911) dengan memasukkan
pertimbangan efek-efek kuantum.[9]

Sedimentasi partikel

Energi potensial tidaklah selalu bersifat kuadratis. Teorema ekuipartisi menunjukkan bahwa
jika derajat kebebasan x hanya berkontribusi sebesar xs terhadap energinya, maka dalam
kesetimbangan termal, rata-rata energi bagian tersebut adalah kBT/s.

Contoh penerapan turunan ini misalnya pada sedimentasi partikel-partikel yang disebabkan
oleh gravitasi.[10] Bir dapat menjadi kabur disebabkan oleh gumpalan protein yang
menghamburkan cahaya.[11] Lama kelamaan, gumpalan-gumpalan ini akan bergerak menuju
dasar tabung oleh karena gravitasi. Walau demikian, partikel juga dapat berdifusi melawan
gaya gravitasi dan seketika kesetimbangan antara keduanya tercapai, teorema ekuipartisi
dapat digunakan untuk menentukan posisi rata-rata suatu gumpalan partikel tertentu yang
bermassa apung mb. Untuk sebuah botol bir yang tinggi botolnya tak terhingga, energi
potensial gravitasi dirumuskan

dengan z adalah ketinggian gumpalan protein dalam botol dan g adalah percepatan gravitasi.
Oleh karena s = 1, rata-rata energi potensial suatu gumpalan protein adalah sama dengan
kBT. Sehingganya, suatu gumpalan protein dengan massa apung 10 MDa (kira-kira sebesar
virus) akan mengakibatkan kaburan dengan tinggi rata-rata sekitar 2 cm pada
kesetimbangan. Proses sedimentasi menuju kesetimbangan ini dapat dihitung menggunakan
persamaan Mason-Weaver.[12]

Perumusan umum teorema ekuipartisi

Bentuk paling umum teorema ekuipartisi menyatakan bahwa di bawah asumsi tertentu, pada
suatu sistem fisik yang berfungsi energi Hamiltonian H dan berderajat kebebasan x,
persamaan ekuipartisi berikut akan berlaku pada kesetimbangan termal untuk semua indeks
m dan n:[5][7][10]

δmn di sini merupakan delta Kronecker, yang nilainya sama dengan satu apabila m = n atau
nol apabila sebaliknya. Tanda kurung pererataan diasumsikan sebagai rerata ensembel
atas ruang fase ataupun, di bawah asumsi ergodisitas, sebagai rata-rata waktu suatu sistem
tunggal.

Teorema ekuipartisi umum ini berlaku baik pada ensembel mikrokanonis,[7] yakni ketika
energi total sistemnya adalah konstan, maupun pada ensembel kanonis,[5][13] yakni ketika
sistemnya tersambung kepada penangas kalor yang dapat bertukar energi.

Rumusan umum di atas setara dengan dua rumus berikut:

1.

2.

Apabila derajat kebebasan xn hanya memiliki suku kuadratis anxn2 pada Hamiltonian H, maka
rumus pertama di atas mengimplikasikan
yang nilainya dua kali lebih besar daripada kontribusi yang diberikan oleh derajat kebebasan
ini terhadap energi rata-rata . Sehingga teorema ekuipartisi untuk sistem yang memiliki
energi kuadratis akan mudah diturunkan dari rumus umum di atas. Dengan argumen yang
sama, apabila 2 digantikan dengan s, rumus di atas berlaku untuk energi bentuk anxns.

Derajat kebebasan xn adalah koordinat-koordinat dalam ruang sistem dan umumnya dibagi
lagi ke dalam koordinat posisi rampatan gk dan koordinat momentum rampatan pk, dengan pk
adalah momentum konjugat terhadap qk. Pada situasi ini, rumus pertama di atas berarti
bahwa untuk semua k,

Menggunakan persamaan mekanika Hamiltonian,[6] rumus ini dapat juga ditulis sebagai

Dengan cara yang sama, menggunakan rumus kedua

dnm

Hubungan dengan teorema virial

Teorema ekuipartisi umum adalah perpanjangan dari teorema virial (yang diajukan pada
tahun 1870[14]), yang menyatakan bahwa

dengan t adalah waktu.[6] Perbedaan antara kedua teorema ini adalah teorema virial
menghubungkan penjumlahan rata-rata energi total terhadap satu sama lainnya daripada
rata-rata energi individual pada teorema ekuipartisi. Teorema virial juga tidak
menghubungkan penjumlahan energi ini terhadap temperatur T. Selain itu, penurunan
teorema virial biasanya diekspresikan sebagai rata-rata energi terhadap waktu, sedangkan
pada teorema ekuipartisi, penurunannya diekspresikan sebagai rata-rata energi terhadap
ruang fase.

Penerapan teorema ekuipartisi


Hukum gas ideal

Teorema ekuipartisi dapat diterapkan untuk menurunkan rumus gas ideal. Berawal dari
persamaan

untuk menghitung rata-rata energi kinetik per partikel. Teorema ekuipartisi dapat digunakan
untuk menurunkan hukum gas ideal dari mekanika klasik.[5] Jika q = (qx, qy, qz) dan p = (px, py,
pz) menandakan vektor letak dan momentum partikel gas, dan
F adalah resultan gaya pada
partikel, maka

di mana kesamaan pertama adalah hukum kedua Newton, dan kesamaan kedua
menggunakan persamaan Hamilton dan rumus ekuipartisi. Dengan mentotalkan seluruh
sistem yang berpartikel N akan menghasilkan:

Energi kinetik partikel tertentu dapat saja berfluktuasi dengan bebas, namun teorema ekuipartisi memungkinkan kita
untuk menghitung energi rata-rata keseluruhan partikel dalam sistem pada temperatur apapun. Teorema ini juga
dapat digunakan untuk menurunkan hukum gas ideal yang menghubungkan tekanan gas dengan volume dan
p g g y g g g g g
temperaturnya. (Lima partikel yang berwarna merah di atas digunakan untuk membantu pemantauan gerak partikel
tersebut.)

Menurut hukum ketiga Newton dan asumsi bahwa gas berperilaku ideal, resultan gaya yang
bekerja pada suatu sistem bergas ideal akan bermuasal dari gaya yang diterapkan oleh
dinding penampung gas. Gaya ini kemudian bermanifestasi sebagai tekanan gas P. Sehingga

dengan dS adalah luas infinitesimal permukaan dinding penampung. Oleh karena divergensi
vektor letak q adalah

maka menutur teorema divergensi

dengan dV adalah volume infinitesimal penampung dan V adalah total volume penampunga.

Dengan menggabungkan kedua persamaan ini akan didapatkan

yang secara langsung memberikan persamaan gas ideal berpartikel N:

dengan n = N/NA adalah jumlah mol gas dan R = NAkB adalah tetapan gas. Walaupun teorema
ekuipartisi memberikan contoh penurunan hukum gas ideal yang simpel, hasil yang sama
juga dapat diturunkan menggunakan metode alternatif seperti fungsi partisi.[15]

Gas diatomik

Sebuah partikel gas diatomik dapat dimodelkan sebagai dua massa m1 dan m2 yang
dihubungkan oleh pegas dengan konstanta Hooke a. Pemodelan ini disebut sebagai
pendekatan rotor tegar osilator harmonik.[16] Sistem ini akan memiliki energi sebesar
dengan p1 dan p2 adalah momentum dua atom dan q adalah deviasi jarak antar dua atom
pada kesetimbangannya. Tiap derajat kebebasan energi ini bersifat kuadratik dan
sehingganya haruslah berkontribusi sebesar 1​ ⁄2kBT terhadap energi rata-rata total dan 1​ ⁄2kB
terhadap kapasitas kalornya.
Sehingga kapasitas kalor gas bermolekul diatomik sebanyak N
akan diprediksikan bernilai sebesar 7N·​1⁄2kB (momentum p1 dan p2 masing-masing
berkontribusi sebanyak tiga derajat kebebasan dan q berkontribusi satu derajat kebebasan).
Selanjutnya pula, kapasitas kalor satu mol molekul diatomik akan memiliki (7/2)NAkB =
(7/2)R dan sehingganya kapasitas kalor molarnya haruslah kira-kira 7 cal/(mol·K). Namun
nilai kapasitas kalor molar yang didapatkan dari hasil percobaan biasanya berkisar sebesar
5 cal/(mol·K)[17] dan menurun menjadi 3 cal/(mol·K) pada temperatur yang sangat rendah.[18]
Ketidakcocokan antara hasil prediksi berdasarkan teorema ekuipartisi dengan nilai hasil
percobaan ini tidak dapat dijelaskan menggunakan model molekul yang lebih kompleks oleh
karena dengan menambahkan lebih banyak derajat kebebasan hanya akan meningkatkan
kalor jenis yang diprediksi.[19] Ketidakcocokan ini kemudian menjadi bukti nyata
diperlukannya perlakuan teori kuantum untuk menyelesaikan masalah ini.

Citra gabungan sinar-X dan optik Nebula Kepiting. Di tengah inti nebula ini terdapat bintang neutron yang berotasi
dengan cepat. Bintang ini bermassa satu setengah kali lebih besar daripada Matahari namun hanya berukuran 25 km.
Teorema ekuipartisi dapat digunakan untuk memprediksikan sifat-sifat bintang neutron seperti ini.

Gas ideal pada kondisi relativistik ekstrem


Teorema ekuipartisi yang digunakan di atas untuk menurunkan hukum gas ideal berdasarkan
mekanika Newton klasik tidak dapat digunakan apabila efek-efek relativitas menjadi dominan
dalam sistem yang dikaji, seperti misalnya katai putih dan bintang neutron.[7] Oleh karenanya
persamaan gas ideal harus dimodifikasi. Teorema ekuipartisi memungkinkan kita untuk
dengan mudah menurunkan hukum gas ideal yang berlaku pada kondisi relativistik
ekstrem.[5] Pada kasus ini, energi kinetik suatu partikel tunggal adalah sebesar

Dengan menurunkan H terhadap px akan menghasilkan rumus

Penurunan yang sama terhadap py dan pz akan menghasilkan rumus yang sama dan dengan
menambahkan ketiganya akan menghasilkan

dengan kesamaan terakhir mengikuti rumus ekuipartisi. Sehingganya energi total rata-rata
pada sistem gas relativistik ekstrem adalah dua kali lebih besar daripada energi total rata-
rata gas non-relativistik. Untuk gas relativistik berpartikel N, nilai energinya adalah 3 NkBT.

Gas non-ideal

Dalam kasus gas ideal, partikel-partikel gas diasumsikan hanya berinteraksi secara
tumbukan. Teorema ekuipartisi dapat pula digunakan untuk menurunkan energi dan tekanan
"gas non-ideal" yang partikel-partikelnya dapat berinteraksi melalui gaya-gaya konservatif
yang potensial U(r)-nya bergantung hanya pada jarak r antar partikel.[5] Ini dapat
dideskripsikan secara sederhana dengan pertama-tama menyempitkan fokus kita pada satu
partikel tunggal gas dan melakukan pendekatan pada gas-gas lainnya menggunakan
distribusi simetri bola. Kemudian, dengan menggunakan fungsi distribusi radial g(r)
sehingganya rapatan probabilitas menemukan partikel lainnya dalam ruang lingkup r dari
suatu partikel adalah sama dengan 4πr2ρg(r), dengan ρ = N/V adalah rapatan rata-rata atau
massa jenis rata-rata gas.[20] Energi potensial rata-rata kemudian berhubungan dengan
interaksi partikel tunggal tersebut dengan gas lainnya dan secara matematis diekspresikan
sebagai

Energi potensial rata-rata total gas oleh karenanya adalah , dengan N


adalah jumlah partikel dalam gas dan faktor 1​ ⁄2 diperlukan karena penjumlahan keseluruhan
partikel akan membuat interaksi antar partikel yang diperhitungkan dihitung dua kali.
Dengan
menambahkan energi kinetik dan potensial, dan menerapakn teorema ekuipartisi, kita akan
mendapatkan persamaan energi

Dengan cara yang sama,[5] kita juga dapat menurunkan persamaan tekanan sebagai

Osilator anharmonik

Osilator anharmonik (berbeda dengan osilator harmonik sederhana) memiliki energi


potensial yang bukan kuadratis pada ekstensi q (posisi umum yang mengukur penyimpangan
sistem dari kesetimbangan). Osilator seperti ini dapat memberikan kita gambaran
komplementer terhadap teorema ekuipartisi.[21][22] Contoh-contoh yang sederhana dapat
diberikan menggunakan fungsi energi potensial berbentuk

dengan C dan s adalah tetapan bilangan real sembarang. Dalam hal ini, hukum ekuipartisi
memprediksi bahwa

Sehingga, energi potensial rata-rata sama dengan kBT/s, dan bukannya kBT/2 seperti yang
ada pada osilator harmonik kuadratis (s = 2).

Lebih umumnya, suatu fungsi energi berdimensi satu memiliki ekpansi Taylor pada ekstensi
q:
untuk bilangan integer non-negatif n. Ketiadaan suku n = 1 dikarenakan ketiadaan gaya
resultan sehingga turunan pertama energinya adalah nol. Suku n = 0 tidak perlu dimasukkan
karena energi pada posisi kesetimbangan secara konvensi ditentukan sebagai nol. Dalam
kasus ini, hukum ekuipartisi memprediksi bahwa[21]

Berlawanan dengan contoh-contoh lainnya, rumus ekuipartisi

tidak mengizinkan energi potensial rata-rata ditulis dalam tetapan-tetapan yang diketahui.

Gerak Brown

Gerak Brown tipikal suatu partikel dalam tiga dimensi.

Teorema ekuipartisi dapat digunakan untuk menurunkan gerak Brown suatu partikel dari
persamaan Langevin.[5] Menurut persamaan Langevin, gerak suatu partikel bermassa m dan
berkecepatan v ditentukan oleh hukum Newton kedua

dengan F'rnd adalah gaya acak yang mewakili osilasi acak partikel dan molekul-molekul
disekitarnya; tetapan waktu τ mewakili gaya seret yang melawan gerak partikel dalam
larutan. Gaya seret sering ditulis sebagai Fdrag = −γv; sehingga tetapan waktu τ sama dengan
m/γ.

Perkalian bintik (skalar) dari persamaan ini dengan vektor posisi r, setelah dirata-ratakan
akan menghasilkan persamaan

untuk gerak Brown (dikarenakan gaya acak Frnd tidak berkorelasi dengan posisi r). Dengan
menggunakan identitas matematika

dan

persamaan dasar gerak Brown dapat ditransformasikan menjadi

dengan kesamaan terakhir mengikuti teorema ekuipartisi untuk energi kintetik translasional:

Persamaan diferensial di atas untuk (dengan kondisi-kondisi awal yang sesuai) dapat
diselesaikan secara eksak:

Dalam skala waktu yang singkat, t << τ, partikel berperilaku sebagai partikel yang bergerak
bebas: berdasarkan deret Taylor fungsi eksponensial, jarak kuadrat bertambah kira-kira
kuadratis:
Namun dalam skala waktu yang panjang, t >> τ, suku konstan dan eksponensialnya menjadi
dapat diabaikan, sehingga jarak kuadrat bertambah hanya secara linear:

Hal ini menjelaskan difusi partikel seiring dengan berjalannya waktu.

Fisika bintang

Teorema ekuipartisi dan teorema virial yang berkaitan dengannya telah lama digunakan
dalam bidang astrofisika.[23] Sebagai contohnya, teorema virial dapat digunakan untuk
memperkirakan temperatur bintang atau limit Chandrasekhar massa katai putih.[24][25]

Temperatur rata-rata suatu bintang dapat diperkirakan dari teorema ekuipartisi.[26] Karena
kebanyakan bintang bersimetri bulat, total energi potensial gravitasionalnya dapat
diperkirakan menggunakan pengintegralan

dengan M(r) adalah massa beradius r dan ρ(r) adalah kepadatan bintang pada jari-jari r; G
mewakili tetapan gravitasi dan R adalah jari-jari total bintang. Dengan mengasumsikan
bahwa kepadatan bintang konstan di segala jari-jari, pengintegralan ini menghasilkan rumus

dengan M adalah massa total bintang. Sehingganya energi potensial rata-rata partikel
tunggal adalah

dengan N adalah jumlah partikel dalam bintang. Dikarenakan bintang-bintang pada umumnya
mayoritas terdiri dari hidrogen, N secara kasar sama dengan M/mp, dengan mp adalah massa
satu proton. Penerapan teorema ekuipartisi ini memberikan nilai perkiraan temperatur
bintang
Dengan mansubstitusikan massa dan radius Matahari akan kita dapatkan temperatur surya
kira-kira T = 14 juta kelvin, sangat dekat dengan temperatur inti 15 juta kelvin. Namun,
Matahari lebih kompleks daripada model asumsi yang kita pakai. Baik temperatur dan
kepadatannya bervariasi tergantung pada jari-jarinya, sehingga nilai yang cukup sesuai yang
didapatkan di atas (7% galat relatif) sebagiannya hanya disebabkan oleh keberuntungan
saja.[27]

Pembentukan bintang

Rumus yang sama dapat diterapkan untuk menentukan kondisi-kondisi pembentukan bintang
dalam awan molekul raksasa.[28] Fluktuasi lokal dalam rapatan awan tersebut dapat
menyebabkan kondisi tak terkontrol dan cepat di mana awan tersebut runtuh karena
gravitasinya sendiri. Keruntuhan seperti itu terjadi ketika teorema ekuipartisi ataupun teorem
virial tidak lagi berlaku, yakni ketika energi potensial gravitasionalnya melebih dua kali energi
kinetik.

Dengan berasumsi bahwa kepadatan awan ρ

menghasilkan massa minimum yang diperlukan untuk kontraksi bintang, massa Jeans MJ

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai yang pada umumnya terpantau pada awan tersebut (T =
150 K, ρ = 2 × 10−16 g/cm3) kita dapatkan massa minimum perkiraan sebesar 17 massa
surya, yang konsisten dengan pembentukan bintang terpantau. Efek ini dikenal juga sebagai
instabilitas Jeans, dinamakan setelah fisikawan Britania James Hopwood Jeans yang
mempublikasikannya pada tahun 1902.[29]

Turunan

Energi kinetik dan distribusi Maxwell–Boltzmann

Perumusan awal teorema ekuipartisi menyatakan bahwa, dalam segala sistem fisik apapun
yang berada dalam kesetimbangan termal, setiap partikelnya memiliki energi kinetik rata-rata
yang persis sama (eksak), (3/2)kBT.[30] Hal ini dapat ditunjukkan menggunakan distribusi
Maxwell–Boltzmann, yang merupakan distribusi probabilitas

untuk kecepatan partikel bermassa m dalam sistem, di mana kecepatan v adalah magnitudo

dari kecepatan vektor

Distribusi Maxwell–Boltzmann berlaku untuk segala sistem yang terdiri dari atom, dan
mengasumsikan hanya ensembel kanonis, secara spesifiknya, bahwa energi kinetik
terdistribusi menurut faktor Boltzmannya pada temperatur T.[30] Energi kinetik rata-rata suatu
partikel bermassa m diberikan oleh rumus integral

sebagaimana yang dinyatakan oleh teorema ekuipartisi. Hasil yang sama juga dapat
didapatkan dengan mereratakan energi partikel menggunakan probabilitas penemuan
partikel pada keadaan energi kuantum tertentu.[15]

Energi kuadratik dan fungsi partisi

Lebih umumnya, teorema ekuipartisi menyatakan bahwa segala derajat kebebasan x yang
muncul dalam energi total H hanya sebagai suku kuadratik sederhana Ax2, dengan A adalah
tetapan konstan, memiliki energi rata-raata ½kBT dalam kesetimbangan termal. Dalam hal ini
teorema ekuipartisi dapat diturunkan dari fungsi partisi Z(β), dengan β = 1/(kBT) adalah
temperatur invers kanonis.[31] Pengintegralan terhadap variabel x menghasilkan

dalam rumus untuk Z. Energi rata-rata yang diasosiasikan dengan faktor ini adalah

sebagaimana yang dinyatakan oleh teorema ekuipartisi.

Pembuktian umum

Penurunan umum teorema ekuipartisi dapat ditemukan dalam banyak buku teks mekanika
statistika, baik untuk ensembel mikrokanonis[5][7] dan untuk ensembel kanonis.[5][13]
Keduanya melibatkan pererataan terhadap ruang fase sistem yang merupakan manifold
simplektik.

Untuk menjelaskan penurunan-penurunan ini, notasi berikut digunakan. Pertama, ruang fase
dideskripsikan menurut koordinat posisi rampatan qj bersamaan dengan momentum
konjugatnya pj. Kuantitas qj secara penuh mendeskripsikan konfigurasi sistem, manakala
kuantitas (qj,pj) secara bersama mendeskripsikan secara penuh keadaannya.

Kedua, volume infinitesimal

dari ruang fase diperkenalan dan digunakan untuk mendefinisikan volume Γ(E, ΔE) porsi
bagian ruang fase di mana energi H sistem berada di antara dua limit, E dan E + ΔE:

Dalam ekspresi ini, ΔE diasumsikan sangat kecil, ΔE << E. Dengan cara yang sama, Σ(E)
didefinisikan sebagai volume total ryang fase di mana energinya lebih kecil daripada E:

Karena ΔE sangat kecil, pengintegralan berikut ini memenuhi kesamaan

di mana elips-elips tersebut mewakili integran (yang diintegralkan). Dari sini, Γ proposional
terhadap ΔE

dengan ρ(E) adalah rapatan keadaan. Berdasarkan definisi mekanika statistik, entropi S sama
dengan kB log Σ(E), dan temperatur T didefinisikan sebagai

Ensembel kanonis

Dalam ensembel kanonis, sistem berada dalam kesetimbangan termal dengan penangas
kalor tak terhingga bertemperatur T (dalam kelvin).[5][13] Probabilitas tiap-tiap keadaan dalam
ruang fase sistem diberikan oleh faktor Boltzmann dikalikan dengan faktor normalisasi ,
yang dipilih sedemikiannya penjumlahan probabilitas-probabilitasnya adalah satu

di mana β = 1/kBT. Pengintegralan parsial untuk suatu variabel ruang fase xk (yang dapat
berupa qk ataupun pk) antara dua limit a dan b menghasilkan persamaan

di mana dΓk = dΓ/dxk, yakni, pengintegralan pertamanya tidak dilakukan terhadap xk. Suku
pertamanya biasanya nol, baik dikarenakan xk adalah nol pada limit ataupun energinya
menuju tak terhingga pada limit-limit tersebut. Dalam hal itu teorema ekuipartisi untuk
ensembel kanonisnya mengikuti

Di sini, simbol pererataan adalah rata-rata ensembel yang dilakukan terhadap


ensembel kanonis.

Ensembel mikrokanonis

Dalam ensembel mikrokanonis, sistem terisolasi dari lingkungan luar, atau paling tidak,
terhubung sangat sedikit dari dunia luar.[7] Sehingga, energi totalnya secara efektif konstan;
lebih cermatnya, kita mengatakan bahwa energi total H terperangkap antara E dan E+dE.
Untuk suatu energi E dan penyimpangannya dE, terdapat suatu daerah ruang fase Γ di mana
sistem tersebut memiliki energi tersebut, dan probabilitas tiap-tiap keadaan dalam daerah
ruang fase adalah sama, menurut definisi ensembel mikrokanonis. Berdasarkan definisi ini,
rata-rata ekuipartisi variabel ruang fase xm (yang dapat berupa qk ataupun pk) dan xn
diberikan oleh rumus

di mana kesamaan terakhir dibenarkan karena E adalah konstan sehingga ia tidak tergantung
pada xn. Pengintegralan parsialnya akan menghasilkan relasi
karena suku pertama pada sisi kanan adalah nol.

Substitusi hasil ini kepada persamaan sebelumnya akan menghasilkan

Karena , maka:

Sehingga kita telah menurunkan perumusam umum teorema ekuipartisi.

yang sangat berguna dalam penerapan-penerapan seperti pada contoh-contoh di atas.

Lihat pula

Teori kinetik

Mekanika statistika kuantum

Catatan dan referensi

1. "equi-" (http://www.etymonline.com/index.php?search=equi&searchmode=none) . Online Etymology


Dictionary. Diakses tanggal 2008-12-20.

2. "partition" (http://www.etymonline.com/index.php?search=Partition&searchmode=none) . Online


Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2008-12-20..

3. Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama
kundt_1876

4. Fact Sheet on Uranium Enrichment (http://www.nrc.gov/reading-rm/doc-collections/fact-sheets/enric


hment.html) U.S. Nuclear Regulatory Commission. Accessed 30 April 2007

5. Pathria, RK (1972). Statistical Mechanics. Pergamon Press. hlm. 43–48, 73–74. ISBN 0-08-016747-0.

6. Goldstein, H (1980). Classical Mechanics (edisi ke-2nd.). Addison-Wesley. ISBN 0-201-02918-9.

Anda mungkin juga menyukai