Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PENGANTAR ILMU POLITIK

Nama : Natalia Christy Hutubessy

NIM : 043566674

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik

A. Omnibus Law Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Joko Widodo
dan diberi nomor yakni UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pada Senin
(2/11/2020). Isi dari UU Cipta Kerja. Undang-Undang ini berisi tentang peningkatan
ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan
dan pemberdayaan koperasi dan UMKM, kemudahan berusaha, kebijakan fiskal nasional
hingga dukungan riset dan inovasi.

Pemerintah bersama DPR RI menyepakati Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta


Kerja menjadi undang-undang. UU yang dikenal dengan istilah Omnibus Law Cipta
Kerja ini berisi 15 Bab dan 174 pasal.

Secara garis besar UU Cipta Kerja mencakup peningkatan ekosistem investasi dan
kemudahan perizinan, perlindungan dan pemberdayaan UMKM dan koperasi,
ketenagakerjaan, dan riset dan inovasi.

Setelah saya mencari dari beberapa sumber, bahkan dari berbagai buku tentang
Omnibuslaw, tetapi masih belum menemukan pasal yang jelas. Semestinya UU tersebut
harus bersifat terbuka terhadap masyarakat. Dokumen UU Cipta Kerja dikhawatirkan
adanya pasal selundupan sehingga belum bisa diakses oleh publik.

DEMONSTRASI ANARKIS SEBAGAI TINDAK PIDANA


1). Tindakan Anarkis saat Demonstrasi (Merusak Fasilitas Umum)

Dilansir dari hukumonline.com, aksi demonstrasi yang merusak fasilitas umum tersebut
diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian
Pendapat di Muka Umum (Perkapolri 7/2012).

Pada Pasal 23 huruf e Perkapolri 7/2012, menyatakan bahwa:


Kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran
apabila berlangsung anarkis, yang disertai dengan tindak pidana atau kejahatan terhadap
ketertiban umum, kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau
barang, dan kejahatan terhadap penguasa umum.

Penjelasan dari kata anarkis diatas, tercantum dalam Pasal 1 ayat (8) Perkapolri 7/2012
yang menjelaskan bahwa:
Anarkis adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh
seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang
mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan
barang dan/atau jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau hak milik orang lain.

Selanjutnya, dalam Pasal 20 ayat (1) Perkapolri 7/2012 disebutkan bahwa terhadap
penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan dengan cara melanggar peraturan
perundang-undangan dapat ditindak secara hukum. Tindakan yang dilakukan mencakup:
1). Menghentikan tindakan anarkis melalui himbauan, persuasif, dan edukatif;
2). Menerapkan upaya paksa sebagai jalan terakhir setelah upaya persuasif gagal
dilakukan;
3). Menerapkan penindakan hukum secara profesional, proporsional, dan nesesitas yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi;
4). Dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, maka dilakukan upaya
mengumpulkan bukti-bukti dan kegiatan dalam rangka mendukung upaya penindakan di
kemudian hari;
5). Melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi.

Pada Pasal 29 ayat (2) dan (3) Perkapolri 7/2012 dikatakan bahwa:
prosedur penyidikan perkara biasa dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal terdapat barang bukti terkait pelanggaran berupa
demonstrasi yang anarkis, prosedur penyitaan dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan

B). Sanksi Pidana bagi Demonstran yang bersifat Anarkis


Sesuai tindakan yang bersifat anarkis, hal ini diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di
Muka Umum (UU 9/1998).

Pada Pasal 16 UU 9/1998, menyatakan bahwa:


Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, salah satu pasal yang dapat menjerat pelaku perusakan fasilitas umum
adalah pada Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
menyatakan bahwa:
Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.

Pada Pasal 54 Perda DKI Jakarta 8/2017, yang menyatakan bahwa:


1). Setiap orang atau badan dilarang merusak prasarana dan sarana umum pada waktu
berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa dan/atau pengerahan massa.
2). Setiap orang atau badan dilarang membuang benda-benda dan/atau sarana yang
digunakan pada, waktu penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan
pengerahan massa di jalan, jalur hijau, dan tempat umum lainnya.
B. Urutan Peraturan Perundang-Undangan dari yang Tertinggi sampai dengan Peraturan
Pelaksanaannya

1). Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).


2). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998).
3). Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan.
Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
(Perkapolri 7/2012).
4). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban
Umum (Perda DKI Jakarta 8/2017).

C.Kesimpulan

Menurut arti katanya, Omnibus Law RUU Cipta Kerja dapat diartikan sebagai “Satu
undang-undang yang mengatur banyak hal” dinilai bakal lebih banyak merugikan
masyarakat, apalagi pembahasannya yang dikebut di masa pandemi, yang memunculkan
asumsi RUU ini sengaja dibuat hanya demi memuluskan kepentingan segelintir pihak.

Bahkan dokumen UU Cipta kerja belum bisa diakses publik. Padahal UU tersebut sangat
penting agar tidak menimbulkan kecurigaan dan tidak akan adanya demonstrasi yang
merugikan fasilitas umum.

Demonstrasi yang diusung oleh demonstran pada bulan Oktober 2020 kemarin, berakhir
dengan tindakan anarkis, serta perusakan terhadap fasilitas umum, penyerangan petugas
juga tak luput terjadi. Hal tersebut menyebabkan timbulnya persoalan baru terkait
pelanggaran hukum yang lain. Dengan demikian, Polri wajib melaksanakan tindakan
penegakan hukum sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya. Tanggung jawab Polri wajib
mengedepankan strategi ataupun perhitungan secara rasionalitas, guna menjinakkan
ancaman yang bertentangan dengan keselamatan jiwa aparatnya dan keselamatan jiwa
dari demonstrannya sendiri.
Daftar Pusaka

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka


Umum.

Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan,
Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum.

Sumber Online/Artikel Ilmiah/Artikel Berita

Nursastri, Sri. 2019. Demonstran Kerap Merusak Fasilitas Umum, Apa Motivasinya ?. Dilansir
4 November 2021

https://sains.kompas.com/read/2019/09/26/132241123/demonstran-kerap-merusak-fasilitas-
umum-apa-motivasinya

Oktavira, Bernadetha. 2019. Jerat Pidana Pelaku Demo Anarkis. Dilansir 4 Novemver 2021,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d8c96cdaae46/jerat-pidana-pelaku-demo-
anarkis/#_ftn9

Kasim, Joni. 2021. Jangan Asal Demonstrasi, Kenali Dulu Tata Caranya. Dilansir 4 November
2021, https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2021/05/03/jangan-asal-demonstrasi-kenali-dulu-tata-
caranya-2/

Legal Smart Channel. 2021. Konsultasi Hukum: Hate Speech. Dilansir 4 November 2021,

https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=989
Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai