Anda di halaman 1dari 21

UNIVERSITAS PAKUAN

MODUL PRAKTIKUM

THERAPEUTIC DRUG
MONITORING

PENYUSUN :
1. Emy Oktaviani, M.Clin.Pharm., Apt.
2. Nisa Najwa Rokhmah, M.Farm., Apt.
3. Lusi Indriani, M.Farm., Apt.
4. Emma Nilafita Putri Kusuma, M.Farm., Apt.
5. Oktaviana Zunnita, M.Farm., Apt.
6. Nyanyu S.A. Lily Elfrida, M.Farm., Apt.
7. Eni Koniah, M.Farm., Apt.

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
BOGOR
2021
i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... i

APLIKASI THERAPEUTIC DRUG MONITORING ............................................................................. 1

KONSENTRASI MAKSIMUM DAN MINIMUM DALAM PLASMA .............................................. 3

METODE PEMILIHAN PERSAMAAN FARMAKOKINETIK YANG TEPAT UNTUK


THERAPEUTIC DRUG MONITORING ................................................................................................ 5

INTERPRETASI KONSENTRASI OBAT DALAM PLASMA ........................................................... 9

STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ..... 10

STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING FENOBARBITAL .................................. 12

STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING METROTREKSAT ................................. 14

STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING FENITOIN .............................................. 15

STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING DIGOXIN................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 19

i
MATERI I
APLIKASI THERAPEUTIC DRUG MONITORING

TUJUAN
a. Dapat mengetahui dan memahami aplikasi Theraputic Drug Monitoring
b. Dapat mengetahui dan memahami tahap pelaksanaan Theraputic Drug Monitoring

DASAR TEORI
Pemantauan kadar obat (TDM) adalah praktikik klinis yang melibatkan pengukuran
kadar obat dalam darah atau plasma pasien pada waktu yang ditentukan untuk memberikan
panduan tentang rejimen dosis yang diperlukan untuk mempertahankan kadar rentang terapi.
Pendekatan ini dapat diaplikasikan untuk beberapa obat termasuk antibiotika.
Ada beberapa kriteria obat yang sesuai dalam pelaksanaan TDM :
1. Hubungan dosis dengan response sulit diperkirakan
2. Obat yang akan dimonitoring mempunyai rentang terapi sempit dan waktu paruh
singkat
3. Obat yang akan dimonitoring memiliki rentang terapi jelas
4. Korelasi antara dosis obat dan respons sulit diprediksi serta tidak mempunyai titik
akhir klinis yang jelas seperti golongan aminoglikosida dan vancomycin
TDM melibatkan pengukuran serum drug concentration (SDC) dan clinical
pharmacokinetics. Berbagai golongan obat yang mempunyai hubungan yang baik dengan
respon farmakologi
Coomon Monitored Drugs
1. Antibiotics: Aminoglycosides, Immunosuppressive agents (cyclosporine),
Chloramphenicol, Vancomycin
2. Bronchdilator : Theopylline
3. Analgesic, Antypyretic, Antiinflammatory Agents
4. Antiepilepics : Phenobarbital, phenytoin
5. Antineoplastics
6. Cardiac Agents : Antiarhytmics (Lidocain, propanol)
Cardiac glycosides (Digitoxin, digoxin)
7. Psycoactive agents : Tricyclic Antideprressants (Amitriptyline, imipramine)

1
Tahap pelaksanaan TDM :
1. Tentukan kondisi klinis pasien
2. Tentukan jika ada obat lain/penyakit lain yang akan merubah farmakokinetika dan
farmakodinamika obat
3. Perkirakan nilai parameter farmakokinetika yang paling mendekati untuk pasien
(V,Cl,k,t ½) berdasarkan kondisi klinis pasien
4. Tentukan rute pemberian obat
5. Pilih konsentrasi yang direncanakan
6. Pantau kembali respon terapi

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Jurnal Farmakokinetika
2. Koneksi Internet
3. Laptop / Notebook / Komputer

2
MATERI II
KONSENTRASI MAKSIMUM DAN MINIMUM DALAM PLASMA

TUJUAN
a. Dapat mempelajari dan memahami konsep minimum effective concentration dan
minimum toxic concentration
b. Dapat menentukan konsentrasi maksimum dan minimum suatu obat dalam plasma

DASAR TEORI
Dosis, frekuensi dan cara pemberian obat melalui jalur apapun dimaksudkan agar
kadar obat di dalam darah berada pada kisar terapeutik untuk dapat menghasilkan efek terapi.
Kadar obat di dalam darah telah dibuktikan berkorelasi dengan efek terapeutik suatu obat.
Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koordinat kertas grafik
rektangular terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. Selama obat mencapai sirkulasi
umum (sistemik), konsentrasi obat dalam plasma akan naik sampai maksimum.

Hubungan kurva kadar obat terhadap waktu dan berbagai parameter farmakologis
dapat dilihat pada gambar diatas, MEC (minimum effective concentration) dan MTC
(minimum toxic concentration) masing-masing menyatakan konsentrasi efektif minimum dan
konsentrasi toksik minimum suatu obat. Untuk beberapa obat, seperti yang bekerja pada
system saraf otonom (ANS = autonomic nervous systern), adalah penting untuk mengetahui
konsentrasi obat yang akan mulai menghasilkan suatu efek farmakologis yang nyata (yakni,

3
MEC). Dengan menganggap konsentrasi obat dalam plasma dalam kesetimbangan dengan
obat-obat dalam jaringan, maka MEC mencerminkan konsentrasi obat yang diperlukan oleh
reseptor untuk menghasilkan efek farmakologis yang diinginkan. Demikian pula, MTC
menyatakan konsentrasi obat yang diperlukan untuk mulai menghasilkan suatu efek toksik.

Waktu kadar puncak dalam plasma adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat maksimum dalam plasma yang secara kasar menunjukkan laju absorpsi obat
rata-rata. Kadar puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum obat biasanya dikaitkan
dengan dosis dan tetapan laju absorpsi dan eliminasi otat. Sedangkan AUC dikaitkan dengan
jumlah obat yang terabsorpsi secara sistemik. Konsentrasi maksimum obat di dalam tubuh
(Cmax) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑭. 𝑫 −𝒌.𝒕 𝒎𝒂𝒙
𝑪𝒎𝒂𝒌𝒔 = 𝒆
𝑽

Waktu yang dibutuhkan agar dicapai konsentrasi maksimum dapat dihitung dengan
persamaan:
𝒌𝒂
𝐥𝐧 ()
𝒕 𝒎𝒂𝒌𝒔 = 𝒌
𝒌𝒂 − 𝒌

BAHAN PEMBELAJARAN
1 Jurnal Farmakokinetika
2 Koneksi Internet
3 Laptop / Notebook / Komputer

4
MATERI III
METODE PEMILIHAN PERSAMAAN FARMAKOKINETIK YANG TEPAT
UNTUK THERAPEUTIC DRUG MONITORING

TUJUAN

Agar mahasiswa mampu menetapkan persamaan farmakokinetika yang tepat untuk


Therapeutic Drug Monitoring

DASAR TEORI
Rentang terapetik suatu obat adalah taksiran rata-rata dari konsentrasi obat dalam
plasma yang aman dan berefek pada kebanyakan pasien. Klinisi harus menyadari bahwa
rentang terapetik yang dipublikasikan pada intinya merupakan konsep “kemungkinan” dan
seharusnya dinyatakan sebagai nilai yang absolut. Dalam pemberian obat-obat yang poten
kepada penderita, sudah seharusnya mempertahankan kadar obat dalam plasma agar berada
dalam batas yang dekat dengan konsentrasi terapetik.
Farmakokinetika juga diterapkan untuk pemantauan obat terapeutik (Therapeutic drug
monitoring-TDM) untuk obat-obat yang sangat poten seperti obat-obat dengan rentang
terapeutik sempit, untuk mengoptimasi kemanjuran dan mencegah berbagai toksisitas yang
merugikan. Untuk obat-obat ini, perlu memantau pasien, baik dengan pemantauan
konsentrasi obat dalam plasma (misal teofilin) atau dengan pemantau hasil farmakodinamik
khas seperti waktu peurbekuan protrombin (misal warfarin). Pelayanan farmakokinetika dan
analisis obat perlu untuk pemantauan keamanan obat yang pada umumnya diberikan melalui
pelalanan farmakokinetika hlinis (clinical pharmacokinetic service -CPKS).
Berbagai metode farmakokinetik dapat digunakan untuk menghitung dosis awal atau
untuk aturan dosis. Biasanya, aturan dosis awal dihitung secara empirik atau diperkirakan
setelah mempertimbangkan dengan hati-hati farmakokinetika obat yang diketahui, kondisi
patofisiologik pederita dan riwatar penggunaan dari penderita.
Seperti telah diketahui bahwa parameter farmakokinetika adalah besaran yang
diturunkan secara matematis dari model berdasar hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau
metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Dalam praktek, uji dengan data
darah paling banyak dipergunakan, karena darahlah yang mengambil obat dari tempat
absorpsi, menyebarkannya ke tempat distribusi / aksi. Serta membuangnya ke organ
eliminasi.

5
Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetika suatu obat adalah untuk mengkaji
kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasinya di dalam badan. Di mana hasil kajian ini, di
antaranya memiliki arti penting dalam penetapan aturan dosis. Parameter farmakokinetika
yang dapat dipergunakan untuk mengkaji kinetika absorpsi suatu obat diantaranya adalah
konstanta kecepatan absorpsi (ka), luas daerah di bawah kurva (AUC), dan fraksi obat yang
diabsorpsi(bioavaibilitas/F). Sedang untuk kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd
atau VdSS). Dan untuk kinetika eliminasi adalah klirens total (ClT), konstanta kecepatan
eliminasi (Kel atau β) dan waktu paruh eliminasi (t1/2).
Cara perhitungan parameter farmakokinetika tersebut, dapat dikerjakan seperti pada
Tabel I dan II, setelah diperoleh data kadar obat di dalam darah / plasma lawan waktu.
Terlihat pada kedua tabel tersebut, bahwa untuk menghitung parameter farmakokinetika
setelah pemberian oral (Vd dan CLT), diperlukan parameter F (fraksi obat yang
diabsorpsi=bioavaibilitas). Parameter F ini diperoleh dengan membandingkan nilai AUC
pemberian oral dengan nilai AUC pemberian intravena. Dengan perkataan lain data intravena
juga diperlukan untuk menghitung parameter farmakokinetika obat setelah pemberian oral.

Tabel 1. Perhitungan parameter farmakokinetika obat model satu kompartemen


terbuka
Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral

Absorpsi ka - Residual menit-1


AUC0 → ∞ Trapezoidal Trapezoidal ( mg x ml-1 ) menit

F - AUC p.o. -
AUC i.v.

Distribusi Vd D DxF
ml
Cp0 Cp0

Eliminasi CLT D DxF


ml x menit-1
AUC0 → ∞ AUC0 → ∞

Kel Residual Residual menit-1

t1/2 0,693 0,693


menit
Kel Kel

6
Tabel 2. Perhitungan parameter farmakokinetika obat model dua kompartemen terbuka

Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral

Absorpsi ka - Residual menit-1

AUC0 → ∞ B A M L N ( mg x ml-1 )
+ + - menit
β α β α ka

fa - AUC p.o.
AUC i.v. -

Distribusi α Residual Residual Menit-1

k21 Axβ +Bxα Lxβ + Mxα


A +B L + M menit-1

k12 α + β – k21 - Kel α + β – k21 - Kel


menit-1
D DxF
Vc
ml
A+B M+L

k12 + k21 k12 + k21


VdSS x Vc x Vc ml
k21 k21

D DxF
Eliminasi CLT ml x
AUC0 → ∞ AUC0 → ∞

β Residual Residual menit-1

t1/2β 0,693 0, 693


menit-1
β β

Kel α x β α x β menit

k21 k21

menit-1

7
Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh dari hasil pengukuran kadar
obat tak berubah atau metabolitnya di dalam cairan tubuh (darah, urin, saliva atau
cairan lainnya). Oleh karena itu, pemahaman terhadap langkah-langkah analisis obat
dalam cairan tubuh merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian
farmakokinetika. Termasuk dalam langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Mencari jangka waktu larutan obat memiliki resapan tetap,
2. Mencari panjang gelombang larutan obat dengan resapan terbesar,
3. Membuat kurva baku eksternal / internal.
4. Mencari harga perolehan kembali (ketelitian metode)
5. Mencari koefisien variansi (ketepatan metode)

Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus


berinteraksi dengan reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup
tinggi. Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses
farmakokinetik. Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II
adalah proses absorpsi molekul obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat,
yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan didistribusikan kejaringan atau
organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat
reseptor berada.

BAHAN PEMBELAJARAN
1 Jurnal Farmakokinetika
2 Koneksi Internet
3 Laptop / Notebook / Komputer

8
MATERI IV
INTERPRETASI KONSENTRASI OBAT DALAM PLASMA

TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami interpretasi konsentrasi obat dalam plasma.

DASAR TEORI
Pemantauan kadar obat/ therapeutic drugs monitoring (TDM) merupakan cabang ilmu
kimia klinik dan farmakokinetik yang berkaitan dengan optimalisasi efek obat serta
penyesuaian dosis obat secara individu dengan cara mengukur konsentrasi obat dalam cairan
tubuh. Sejak tahun 1970-an, TDM telah digunakan pada praktek klinis untuk menyesuaikan
terapi obat secara individual. Tujuan dari pemantauan kadar obat adalah untuk
memaksimalkan efek terapi serta mengurangi efek samping ataupun efek toksik obat.
Secara sederhana TDM meliputi pengukuran konsentrasi obat pada berbagai cairan
biologis dan menginterpretasikan makna relevan konsentrasi secara klini. TDM biasanya
dilakukan terhadap beberapa jenis obat yang dengan indeks terapi sempit untuk menghindari
kondisi kekurangan dosis (underdose) atau kelebihan dosis (overdose) yang dapat
menimbulkan efek toksik. Perkembangan teknik analisis mengakibatkan penetuan karakter
farmakokinetik dengan mengukur konsentrasi obat dalam darah menjadi lebih mudah dan
dapat memberikan informasi penting terkait dengan obat.
Hasil penentuan konsentrasi obat harus diinterpretasikan maknanya secara klinis.
Interpretasi dapat dilakukan dengan cara merujuk rentang terapetik yang ada di dalam
pustaka. Hal yang terpenting dalam menginterpretasikan konsentrasi obat adalah untuk
memberikan terapi sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebelum melakukan penyesuaian dosis,
penting untuk mempertimbangkan apakah sampel diambil pada waktu yang tepat, waktu
keadaan tunak tercapai dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Karakteristik
demografi seperti usia, penyakit, etnis, dan variabel lain yang dapat mengakibatkan variasi
farmakokinetik dan farmakodinamik antar individu juga harus dipertimbangkan saat
menginterpretasikan hasil.

BAHAN PEMBELAJARAN

1 Jurnal Farmakokinetika
2 Koneksi Internet
3 Laptop / Notebook / Komputer

9
MATERI V
STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING ANTIBIOTIK
AMINOGLIKOSIDA

TUJUAN
a. Dapat memahami konsep therapeutic drug monitoring antibiotik aminoglikosida
b. Dapat menentukan rancangan regimen dosis antibiotik aminoglikosida sehingga
mencapai respon terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan
seminimal mungkin

DASAR TEORI
Aminoglikosida adalah kelompok antibiotik bakterisida yang digunakan untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri aerob gram-negatif. Aminoglikosida merupakan
senyawa yang terdiri dari dua atau lebih gula amino yang berikatan secara glikosidik pada inti
heksosa. Heksosa tersebut disebut aminosiklitol, yaitu berupa streptidin (pada streptomisin)
atau 2-deoksisistreptamin (ciri ikatan pada amino-glikosida lainnya); berbentuk senyawa
polikation yang bersifat basa kuat dan sangat polar, baik dalam bentuk basa maupun
garamnya. Obat-obat yang termasuk dalam golongan aminoglikosida adalah streptomisin,
neomisin, framisetin, kanamisin, paromomisin, gentamisin, tobramisin, dan amikasin.
Aminoglikosida umumnya diberikan melalui infus intravena (IV) yang intermiten.
Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosida yang
paling sering ditentukan untuk pemberian sistemik adalah amikacin, gentamicin, tobramycin.
Pemilihan dosis amnoglikosida bergantung pada obat yang digunakan (misalnya gentamisin
terhadap amikasin), infeksi (misalnya letak infeksi dan organisme penyebab), fungsi ginjal,
dan berat badan.

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Profil sifat fisika dan kimia obat (termasuk dosis yang digunakan)
2. Profil ADME obat yang dipraktikumkan
3. Rentang teurapetik dan toksik obat tersebut
4. Parameter farmakokinetik (dari literatur seperti jurnal-jurnal hasil penelitian) seperti
bioavailabilitas, volume distibusi, klirens, waktu paruh, fraksi obat yg dieliminasikan.
Parameter ini dicari nilainya pada berbagai kondisi patologis (seperti berdasarkan
usia, jenis kelamin, genetik, berat badan, dan kondisi penyakit khusus seperti gagal

10
ginjal, gagal hati, gangguan jantung semisal pasien gagal ginjal, atau merokok dll)
dan pada berbagai bentuk sediaan (seperti oral, intravena, bentuk sediaan lambat dll)
5. Interaksi obat tersebut
6. Prinsip waktu pengambilan sampel

11
MATERI VI
STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING FENOBARBITAL

TUJUAN
a. Dapat memahami konsep therapeutic drug monitoring fenobarbital
b. Dapat menentukan rancangan regimen dosis fenobarbital sehingga mencapai respon
terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan seminimal mungkin

DASAR TEORI
Fenobarbital (asam 5,5 fenil etil barbiturat) merupakan derivate barbiturate yang
berdurasi lama (long acting) karena berada dalam darah antara 2-7 hari. Fenobarbital
merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi yang
efektif untuk kejang parsial sederhana kompleks dan kejang tonik-klonik umum (grand mal).
Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang
penting untuk tipe-tipe epilepsi ini (Harsono, 2001).
Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan
natrium dan kalium. Fenobarbital menurunkan kadar kalsium dan mempunyai efek langsung
terhadap reseptor GABA, aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi pembukaan
reseptor GABA dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida (Wibowo dan Gofir, 2006).

Senyawa antikonvulsan ini memiliki sifat keasaman yang tinggi, dimana didalam
tubuh organisme bertindak sebagai anion dan tidak dapat menembus sawar darah otak. Untuk
menurunkan sifat keasaman dari fenobarbital dan meningkatkan sifat lipofilnya maka kedua
atom H pada C-5 dari asam barbiturate disubstitusi, selanjutnya dapat dicapai dengan cara

12
metilasi pada N-1 (Poupaert et al., 1984). Kelemahan fenobarbital yaitu sediaan fenobarbital
peroral memiliki masalah pada laju kelarutan obat dalam tubuh yang rendah sehingga
termasuk klasifikasi biopharmaceutical classification system (BCS) kelas II. Kelarutan
fenobarbital dalam air yaitu sebesar 1 g/L dengan nilai log P sebesar 1,47 (Pubchem, 2017).
Dengan memanfaatkan teknologi partikel dapat mengatasi masalah tersebut dan
meningkatkan efikasi fenobarbital dengan cara memperkecil ukuran partikel fenobarbital.

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Profil sifat fisika dan kimia obat (termasuk dosis yang digunakan)
2. Profil ADME obat yang dipraktikumkan
3. Rentang teurapetik dan toksik obat tersebut
4. Parameter farmakokinetik (dari literatur seperti jurnal-jurnal hasil penelitian) seperti
bioavailabilitas, volume distribusi, klirens, waktu paruh, fraksi obat yang dieliminasi.
Parameter ini dicari nilainya pada berbagai kondisi patologis (seperti berdasarkan
usia, jenis kelamin, genetic, berat badan dan kondisi penyakit khusus seperti gagal
ginjal, gagal hati, gangguan jantung semisal pasien gagal ginjal, atau merokok dll)
dan pada berbagai bentuk sediaan (seperti oral, intravena, bentuk sediaan lambat dll)
5. Interaksi obat tersebut
6. Prinsip waktu pengambilan sampel

13
MATERI VII
STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING METROTREKSAT

TUJUAN
a. Dapat memahami konsep therapeutic drug monitoring Metotreksat
b. Dapat menentukan rancangan regimen dosis Metotreksat sehingga mencapai respon
terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan seminimal mungkin

DASAR TEORI
Metotreksat merupakan asam 4-amino-N10 methyl pteroyglutamat. Secara struktur
MTX sangat menyerupai asam folat, yang merupakan substrat alamiah untuk enzim
dihidrofolat reduktase. MTX secara kompetititf menghambat enzim tersebut, MTX
digunakan secara luas untuk terapi pada berbagai kondisi dermatologi. Metotreksat termasuk
golongan antikanker yang memiliki imunosupresan. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat kerja enzim yang penting untuk pembenukan DNA sel.
Metotreksat adalah salah satu obat yang paling banyak diresepkan untuk penyakit
autoimun, terutama untuk artritis reumatik. Awalnya dikembangkan sebagai obat kanker,
namn selanjutnya telah disetujui Food And Drug Administration dan Badan POM untuk
digunakan sebagai terapi penyaki autoimun.

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Profil sifat fisika dan kimia obat (termasuk dosis yang digunakan)
2. Profil ADME obat yang dipraktikumkan
3. Rentang teurapetik dan toksik obat tersebut
4. Parameter farmakokinetik (dari literatur seperti jurnal-jurnal hasil penelitian) seperti
bioavailabilitas, volume distibusi, klirens, waktu paruh, fraksi obat yg dieliminasikan.
Parameter ini dicari nilainya pada berbagai kondisi patologis (seperti berdasarkan
usia, jenis kelamin, genetik, berat badan, dan kondisi penyakit khusus seperti gagal
ginjal, gagal hati, gangguan jantung semisal pasien gagal ginjal, atau merokok dll)
dan pada berbagai bentuk sediaan (seperti oral, intravena, bentuk sediaan lambat dll)
5. Interaksi obat tersebut
6. Prinsip waktu pengambilan sampel

14
MATERI VIII
STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING FENITOIN

TUJUAN
a. Dapat memahami konsep therapeutic drug monitoring Fenitoin
b. Dapat menentukan rancangan regimen dosis Fenitoin sehingga mencapai respon
terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan seminimal mungkin

DASAR TEORI
Phenytoin (fenitoin) adalah obat antikonvulsan yang digunakan untuk mengatasi kejang
tonik-klonik general maupun kejang fokal, misalnya pada kasus epilepsi. Obat ini juga dapat
digunakan untuk menangani status epileptikus dan mencegah kejang setelah prosedur
kraniotomi. Efek terapi phenytoin bekerja dengan menstabilisasi membran neuron dan mengurangi
aktivitas kejang di korteks motorik. Hal ini dicapai melalui peningkatan efluks maupun penurunan
influks ion natrium di membran sel saat pembentukan impuls saraf. Proses ini dapat mencegah
hipereksitabilitas saraf.
Mekanisme kerja utama fenitoin adalah memblokade pergerakan ion melalui kanal Na
dengan menurunkan aliran Na yang tersisa maupun aliran ion Na yang mengalir selama
penyebaran potensial aksi, memblokade dan mencegah potensial post tetanik, membatasi
perkembangan aktivitas serangan maksimal dan mengurangi penyebaran serangan. Fenitoin
memberikan efek stabilitas pada membran yang eksitabel (mudah terpacu) maupun yang
tidak eksitabel.
Obat yang dapat menurunkan efektifitas fenitoin antara lain etilalkohol (menginduksi
enzim mikrosomal hati sehingga mengakibatkan peningkatan metabolisme fenitoin), asam
folat (menaikkan metabolisme fenitoin sehingga menurunkan kadar fenitoin dalam plasma),
fenobarbital (menginduksi enzim pemetabolisme fenitoin), serta kemungkinan juga pada
antidepresan triksiklik dan oral kontrasepsi. Efek samping yang paling sering muncul ialah
ruam kulit atau hipersensitivitas, steven jhonson syndrom, demam, kulit wajah menjadi kasar
dan ataksia.

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Profil sifat fisika dan kimia obat (termasuk dosis yang digunakan)
2. Profil ADME obat yang dipraktikumkan
3. Rentang teurapetik dan toksik obat tersebut

15
4. Parameter farmakokinetik (dari literatur seperti jurnal-jurnal hasil penelitian) seperti
bioavailabilitas, volume distibusi, klirens, waktu paruh, fraksi obat yg dieliminasikan.
Parameter ini dicari nilainya pada berbagai kondisi patologis (seperti berdasarkan
usia, jenis kelamin, genetik, berat badan, dan kondisi penyakit khusus seperti gagal
ginjal, gagal hati, gangguan jantung semisal pasien gagal ginjal, atau merokok dll)
dan pada berbagai bentuk sediaan (seperti oral, intravena, bentuk sediaan lambat dll)
5. Interaksi obat tersebut
6. Prinsip waktu pengambilan sampel

16
MATERI IX
STUDI KASUS : THERAPEUTIC DRUG MONITORING DIGOXIN
TUJUAN
a. Dapat memahami konsep therapeutic drug monitoring Digoxin
b. Dapat menentukan rancangan regimen dosis Digoxin sehingga mencapai respon
terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan seminimal mungkin

DASAR TEORI
Digoksin merupakan salah satu obat digitalis. Pemakaian yang luas untuk gagal
jantung dan aritmia memerlukan pengawasan yang cukup ketat karena obat tersebut
merupakan obat dengan indeks terapi sempit. Digoksin merupakan substrat P-glikoprotein (P-
gp) yang dikode oleh multi drugs resistance-1 (MDR1). Gen MDR-1 terletak di kromosom
7q21.1. Gen tersebut mengandung 28 exon yang mengkode protein dari 1280 asam amino.
Gen ini memegang peranan penting dalam absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa obat.
Polimorfisme gen MDR1C3435T terjadi pada exon 26. Terdapat tiga tipe gen MDR1C3435T
yaitu MDR1C3435T CC, MDR1C3435T CT dan MDR1C3435T TT. Polimorfisme ini akan
memengaruhi pembentukan PGP dan ini berpengaruh pada profil kinetika digoksin dan
menyebabkan perubahan kadar digoksin dalam darah.
Digoksin memiliki indeks terapetik sempit yang berarti bahwa batas antara
konsentrasi digoksin yang aman dan toksik dalam serum sempit. Konsekuensi dari hal
tersebut adalah peningkatan konsentrasi sedikit saja dalam serum akan memungkinkan terjadi
intoksikasi digitalis. Digoksin memiliki indikasi terhadap gagal jantung kongestif dan
supraventriuler tachicardi Dikarenakan digoksin adalah obat dengan indeks terapi yang
sempit, maka pengobatan digoksin jangka panjang atau dosis besar perlu dilakukan
therapeutic drugs monitoring (TDM). Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko intoksikasi
digoksin. Pada konteks personalized medicine, digoksin sering pula dikaitkan dengan variasi
genetika yang berbeda pada sekelompok individu.

BAHAN PEMBELAJARAN
1. Profil sifat fisika dan kimia obat (termasuk dosis yang digunakan)
2. Profil ADME obat yang dipraktikumkan
3. Rentang teurapetik dan toksik obat tersebut

17
4. Parameter farmakokinetik (dari literatur seperti jurnal-jurnal hasil penelitian) seperti
bioavailabilitas, volume distibusi, klirens, waktu paruh, fraksi obat yg dieliminasikan.
Parameter ini dicari nilainya pada berbagai kondisi patologis (seperti berdasarkan
usia, jenis kelamin, genetik, berat badan, dan kondisi penyakit khusus seperti gagal
ginjal, gagal hati, gangguan jantung semisal pasien gagal ginjal, atau merokok dll)
dan pada berbagai bentuk sediaan (seperti oral, intravena, bentuk sediaan lambat dll)
5. Interaksi obat tersebut
6. Prinsip waktu pengambilan sampel

18
DAFTAR PUSTAKA

Boogue, M. 2019. Therapeutic Drug Monitoring, What, Why and When. Clinical
pharmacologist. University of Otago.
Hakim, L. 2013. Farmakokinetika Klinik. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Universitas Gadjah Mada.
Hakim, L. 2016. Optimasi Dosis
Milijkovic, B. 2019. Concept of Therapeutic Drug Monitoring, Faculty of Pharmacy,
University of Belgia
Shargel, L., Wu-Pong, S., dan Yu, ABC. 2005. Terjemahan Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics, 5th ed., Boston.
Wahyono, D. 2015. Konsep Farmakokinetika Klinik dan Therapeutic Drug Monitoring.
Farmasi, Universitas Gadjah Mada

19

Anda mungkin juga menyukai