Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH UTILITAS RUMAH SAKIT

MATA KULIAH MANAJEMEN TATA RUANG


RUMAH SAKIT

Nama Anggota :

1. Husky Arya Yulankara 10819007


2. Muhammad Mu’tasim Billah 10819008
3. Nur Azizah Arsania 10819011
4. Hilmi Nur Widiyas Rama 10819013

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN


KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah manajemen tata
ruang rumah sakit dengan judul : utilitas rumah sakit.

Makalah ini dapat terwujud berkat kerja sama dengan berbagai pihak.
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Manajemen Tata
Ruang Rumah Sakit serta teman - teman yang memberikan manfaat serta
motivasi, untuk lebih aktif, kreatif, dalam menyusun dan menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini jauh dari sempurna
dari segi penyampaian maupun tata bahasa. Dan tidak menutup kemungkinan
dalam penyusunan tugas ini terdapat kesalahan atau kekurangan sehingga kritik
dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini dan
demi meningkatkan mutu tugas di masa depan.

Harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
mudah – mudahan makalah yang sederhana ini dapat memenuhi harapan dari
semua pihak – pihak terutama dosen dan mahasiswa khususnya di lingkungan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar &
Amalia, 2004).
Rumah sakit harus memenuhi persyaratan teknis sarana dan
prasarana rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan secara
paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus direncanakan sesuai
dengan standar dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum
yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut
fisik gedung/bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala
sesuatu yang membuat sarana tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan
air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain (Depkes, 2007).
Bangunan fisik rumah sakit yang sesuai dengan standar yang ada
dapat mendukung peningkatan kinerja sumber daya manusia rumah sakit.
Hal ini karena kondisi fisik lingkungan kerja berpengaruh terhadap
kesehatan penggunanya serta berpengaruh pula terhadap waktu
penyelesaian pekerjaan (Yusuf M, 2013).
Penilaian kualitas suatu bangunan dari segi keamanan,
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan dapat dilakukan
dengan mengadakan evaluasi pasca huni (EPH).
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Tata Ruang Rumah Sakit S1 Administrasi Rumah Sakit
IIK Bhakti Wiyata serta untuk mengetahui dan memahami materi tentang
Utilitas Rumah Sakit.
BAB II
PENJELASAN

2.1 Pengertian Utilitas Rumah Sakit


Prasarana atau sistem utilitas Rumah Sakit adalah sistem
dan peralatan yang mendukung pelayanan mendasar perawatan
kesehatan yang aman. Sistem ini mencakup distribusi listrik, air,
ventilasi dan aliran udara, gas medis, pipa air, pemanasan, limbah,
dan sistem komunikasi dan data. Pengelolaan prasarana Rumah
Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya
memastikan sistim utilitas aman bagi sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
Rumah Sakit.

2.2 Sistem Fasilitas Air Bersih


2.2.1 Sumber Air Bersih
Berbagai sumber untuk penyediaan air bersih antara lain
sungai, danau, mata air, air tanah dapat digunakan untuk
kepentingan kegiatan rumah sakit dengan ketentuan harus
memenuhi persyaratan, baik dari segi konstruksi sarana,
pengolahan, pemeliharaan, pengawasan kualitas dan kuantitas.
Sebaiknya rumah sakit mengambil air PAM karena akan
mengurangi beban pengolahan sehingga tinggal beban
pengawasan kualitas airnya. Bila PAM tidak tersedia di daerah
tersebut, pilihan yang ada sebaiknya air tanah menjadi pilihan
utama terutama bila keadaan geologi cukup baik karena air
tanah tidak banyak memerlukan pengolahan dan lebih mudah
didesinfeksi dibanding air permukaan disamping juga
kualitasnya relatif lebih stabil.
Bila air tanah juga tidak mungkin, terpaksa harus
menyediakan pengolahan air permukaan. Untuk membangun
sistem pengolahan perlu mempertimbangkan segi ekonomi,
kemudahan pengolahan, kebutuhan tenaga untuk
mengoperasikan sistem, biaya operasi dan kecukupan supply
baik dari segi jumlah maupun mutu air yang dihasilkan.
2.2.2 Pengelolaan Air Bersih
Pengolahan air bervariasi tergantung pada karakteristik asal
air dan kualitas produk yang diharapkan, mulai dari cara paling
sederhana, yaitu dengan chlorinasi sampai cara yang lebih
rumit. Makin jauh penyimpangan kualitas air yang masuk
terhadap Permenkes No. 146 tahun 1990 semakin rumit
pengolahan yang dilakukan.
Pengolahan-pengolahan yang mungkin dipertimbangkan
adalah sebagai berikut :
a. Tanpa pengolahan (mata air yang dilindungi).
b. Chlorinasi.
c. Pengolahan secara kimiawi dan chlorinasi (landon air).
d. Penurunan kadar besi dan chlorinasi (air tanah).
e. Pelunakan dan chlorinasi (air tanah).
f. Filtrasi pasir lambat (FPL) dan chlorinasi (sungai
daerah pegunungan).
g. Pra-pengolahan → FPL →Chlorinasi (air
danau/waduk).
h. Koagulasi → Flokulasi→Sedimentasi→Filtrasi→
Chlorinasi (sungai).
i. Aerasi →Koagulasi→Flokulasi→Sedimentas→Filtrasi
→Chlorinasi (sungai/danau dengan kadar oksigen
terlarut rendah).
j. Pra-pengolahan→Koagulasi→Flokulasi→Sedimentasi
→Filtrasi→Chlorinasi (sungai yang sangat keruh).
k. Koagulasi→Flokulasi→Sedimentasi→Filtrasi
→Pelunakan→ Chlorinasi (sungai).
2.2.3 Pengawasan Air Bersih
Tujuan pengawasan kualitas air di rumah sakit adalah
terpantau dan terlindungi secara terus menerus terhadap
penyediaan air bersih agar tetap aman dan mencegah
penurunan
kualitas dan penggunaan air yang dapat
mengganggu/membahayakan kesehatan serta meningkatkan
kualitas air.
Adapun sasaran pengawasan kualitas air ini terutama
ditujukan kepada semua sarana penyediaan air bersih yang ada
di rumah sakit beserta jaringan distribusinya baik yang berasal
dari PDAM/BPAM maupun dikelola oleh rumah sakit yang
bilamana timbul masalah akan memberi risiko kepada orang-
orang yang berada dalam lingkup rumah sakit (pasien,
karyawan, pengunjung).
Perlindungannya ditujukan kepada mulai dari PDAM dan
air baku yang akan diolah (apabila rumah sakit membuat
pengolahan sendiri) sampai air yang keluar dari kran-kran
dimana air diambil.
Kegiatan pokok pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut
:
a. Inspeksi Sanitasi
Inspeksi sanitasi adalah suatu kegiatan untuk
menilai keadaan suatu sarana penyediaan air bersih
guna mengetahui berapa besar kemungkinan sarana
tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya yang
mengakibatkan kesehatan masyarakat menurun.
Inspeksi sanitasi dilaksanakan sebagai bagian dari
pengawasan kualitas air dan mencakup penilaian
keseluruhan dari banyak faktor yang berkaitan dengan
sistem penyediaan air bersih.
Langkah-langkah inspeksi sanitasi di rumah sakit
adalah sebagai berikut :
- Membuat peta/maping mulai dari reservoir/unit
pengolahan sampai sistem jaringan distribusi air
yang terdapat dalam bengunan rumah sakit.
- Melakukan pengamatan dan menentukan titik-titik
rawan pada jaringan distribusi yang diperkirakan air
dalam pipa mudah terkontaminasi.
- Menentukan frekuensi inspeksi sanitasi.
- Menentukan kran-kran terpilih dari setiap unit
bangunan yang ada di rumah sakit untuk
pengambilan sampel dan penetuannya berdasarkan
hasil pengamatan dari poin 2.
b. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari sistem penyediaan air bersih
guna mengetahui apakah air aman bagi konsumen di
rumah sakit dan sampel ini harus dapat mewakili air
dari sistem secara keseluruhan.
fungsi rumah sakit sebagai tempat pengobatan dan
perawatan orang sakit dengan berbagai aktivitasnya
maka frekuensi pengambilan sampel untuk
pemeriksaan bakteriologik air dapat dilakukan setiap
bulan sekali sedangkan untuk unit-unit yang dianggap
cukup rawan seperti kamar operasi, unit IGD, ICCU
serta dapur (tempat pengolahan makanan dan
minuman) maka pengambilan sampel dapat dilakukan
setiap seminggu sekali. Untuk pengambilan sampel
pemeriksaan kimiawi, frekuensi pengambilan
dilakukan setiap 6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan Sampel
Sampel air setelah diambil segera dikirim ke
laboratorium yang terdekat untuk pemeriksaan
bakteriologik air dapat memanfaatkan laboratorium
yang ada di rumah sakit (bagi rumah sakit yang telah
dilengkapi peralatan laboratorium pemeriksaan air)
atau Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) sedang
untuk pemeriksaan kimia air dapat diperiksa ke BLK
atau BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan).
Parameter yang diperiksa di lapangan meliputi bau,
rasa, warna, kekeruhan, suhu air, kejernihan, pH dan
sisa chlor.
d. Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola air bersih terdiri dari :
- Tenaga pelaksana dengan tugas mengawasi
plambing dan kualitas air dengan kualifikasi D1
dan latihan khusus.
- Pengawasan dengan tugas mengawasi tenaga
pelaksana pengelolaan air bersih dengan kualifikasi
D3 dan latihan khusus.
2.2.4 Sistem Distribusi Air dalam Bangunan Rumah Sakit
a. Jenis Sistem Distribusi
Air dalam rumah sakit didistribusikan secara
horizontal dan vertikal. Kran biasanya dipasang pada
tiap dasar sambungan vertikal atau sambungan
horizontal sehingga saluran bisa ditutup bila sedang
diadakan perbaikan.
- Sambungan Langsung dari Sumber
Sambungan paling sederhana adalah
sambungan langsung dari sumber, dimana tekanan
air dari pipa induk digunakan sebagai sumber
tekanan untuk mendistribusikan air ke seluruh
gedung rumah sakit. Dengan cara ini mungkin bisa
melayani sampai tingkat 2 atau 3.
- Sambungan Langsung dan Booster
Untuk sistem ini dapat dikombinasikan
antara pompa dan booster. Kapasitas pompa harus
cukup besar sehingga memenuhi kebutuhan dan
bila booster dijalankan tidak sampai terjadi tekanan
negatif. Untuk menghindari tekanan negatif itu
perlu disediakan tangki penampung booster. Tangki
ini juga bermanfaat untuk kebutuhan darurat. Bila
pompa booster dipasang tanpa tangki penampung
booster maka harus dipasang saklar yang akan
menjalankan pompa bila tekanan turun sampai
tingkat yang telah distel (misalnya 30 psi).
- Sistem Tangki Bertekanan
Sistem ini terdiri dari pompa air kompresor
udara dan tangki tertutup. Kira-kira 2/3 tangki
berisi air dan seperti berisi tekanan udara. Air dari
tangki langsung didistribusikan. Sistem ini biasanya
digunakan bila tidak mungkin menggunakan sistem
reservoir atau jumlah air yang diperlukan kurang
dari 100 gram. Bila menggunakan sistem ini di
bangunan yang tinggi, tekanan udara tinggi dalam
tangki menyebabkan air mengabsorpsi udara yang
akan kemudian dilepaskan dalam sistem air panas.
Karena efek tersebut, sistem ini kurang disukai.
2.2.5 Sistem Air Panas
a. Jumlah
Perlu diperkirakan jumlah air bersih dan jumlah air
panas yang dibutuhkan. Angka ini sangat bervariasi
untuk setiap rumah sakit (American Society of Heating,
Refrigerator and Air Condition Engineers 1967,
menyarankan sekitar 300 – 400 liter per tempat tidur).
b. Persyaratan Suhu
Untuk kebutuhan normal, 40°C merupakan suhu
maksimal untuk bathtubs dan shower. Bila suhu air
yang disediakan melebihi 40°C harus dipasang kran
pengendali dan kran pencampur air panas dan dingin.
Disarankan suhu air panas tidak melebihi 60°C. Bila
diperlukan air lebih panas misalnya untuk keperluan
dapur dan laundry, perlu dipasang sistem air lain atau
ditambah booster pemanas.
c. Persyaratan Dapur & Laundry
Satu sumber memperkirakan bahwa laundry rumah
sakit menggunakan air 40 liter per kg. Cucian, 60 %
merupakan air panas. Juga diperkirakan 5 liter air panas
per orang per sekali makan untuk dapur di Indonesia
belum ada standar yang pasti. untuk memperkirakan
kebutuhan air panas untuk dapur dan laundry dapat
didasarkan pada tipe dan jenis alat cuci yang
digunakan, jumlah air panas diperlukan untuk
kegunaan umum, lamanya penggunaan puncak air
panas, suhu air pada kran, jenis dan kapasitas
mesin/sistem pemanas air dan tipe sistem pemanas air
yang diinginkan.
2.2.6 Kapasitas Air dan Ukuran Pipa dalam Sistem
Jumlah total air yang digunakan di rumah sakit biasanya
dinyatakan dalam liter per tempat tidur per hari. Dasar
perkiraan ini bermanfaat untuk menetapkan kecukupan sumber
air dan kemungkinan penyimpanan jangka panjang. Namun hal
ini kurang berarti untuk menetapkan ukuran pipa sistem
distribusi dalam gedung rumah sakit.
a. Ukuran Pipa
Penetapan ukuran dimaksudkan untuk menjamin
bahwa tiap pasangan plambing yang paling jauh dan
atau tinggi tetap dapat dipasang pengukuran tekanan.
Untuk menetapkan ukuran pipa yaitu dengan
menentukan pemakaian serentak. Dengan mencatat
produksi tiap pasangan plambing kemudian
dijumlahkan untuk menentukan perkiraan aliran rata-
rata maksimal. Nilai ini hendaknya juga
mempertimbangkan berbagai faktor distribusi, antara
lain : rata-rata supply yang diperlukan tiap pasangan
plambing, lamanya pasangan plambing digunakan dan
frekuensi pasangan plambing digunakan.
Tekanan minimum untuk tiap pasangan untuk
kegunaan sehari-hari, misalnya bathtub, shower,
wastafel adalah 8 psi. Untuk penggelontoran, misalnya
WC, diperlukan tekanan 15 – 18 psi. Kecepatan aliran
air juga perlu mendapat perhatian karena aliran akan
menimbulkan bising dan kikisan pada pipa bila
kecepatan melebihi 2 ½ m/dt. Biasanya dibatasi sampai
3 m/dt untuk lebih mempelajari sistem plambing
dipersilahkan mempelajari sistem plambing Indonesia.
b. Bahan Pipa
Dalam pemilihan bahan pipa hendaknya
memperhatikan biaya, tersedianya bahan pasaran
setempat, pengalaman sebelumnya dengan bahan yang
digunakan, tersedianya perlengkapan untuk memasang
dan memelihara bahan yang diusulkan, kemampuan
pipa untuk menahan beban dari luar, kemungkinan
kelarutan dari bahan pipa yang dapat menimbulkan
kontaminasi dalam air, kemampuan bahan untuk
menahan gangguan dari luar (panas, beban, keratan
tikus), kekasaran permukaan bagian dalam pipa yang
akan mengurangi tekanan, kemampuan pipa menahan
air panas, tidak mudah terbakar untuk mencegah
meluasnya api bila terjadi kebakaran dan tahan karat.
c. Kontaminasi Pipa
Kontaminasi bisa terjadi karena kelarutan pipa oleh
bahan kimia tertentu sehingga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan/ekonomi. Korosi pipa besi dapat
menimbulkan warna merah. Korosi bahan tembaga bisa
terjadi bila pH air dibawah 7 atau karena kecepatan
aliran air yang terlalu tinggi sehingga dapat mengikis
pelapis dalam pipa.
Tembaga bisa menimbulkan gangguan warna hijau
atau biru pada bak pencuci dan bathtubs. Tembaga
dalam konsentrasi cukup kecil mampu mempercepat
korosi logam lain, seperti seng, alumunium atau baja.
Efek racun mungkin bisa menjadi akut bila air yang
mengandung tembaga digunakan untuk kegunaan
khusus.
2.2.7 Instrumen Instalasi sanitasi Air Bersih Rumah Sakit
a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih
- Harus tersedia air minum dan air bersih
- Tersedia minimal 500lt/tempat tidur/hari
- Air minum dan air bersih tersedia pada setiap
tempatkegiatan yang membutuhkan secara
berkesinambungan.
- Distribusi air minum dan air bersih di setiap
ruangan/kamar harus menggunakan jaringan
perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
b. Fasilitas toilet dan kamar mandi
- Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam
keadaan bersih
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak
licin bewarna terang, dan mudah dibersihkan
- Pada setiap unit ruangan harus tersedia toliet
( jamban, peturasan, dan tempat cuci tangan )
tersedia khususnya unit rawat inap dan kamar
karyawan harus tersedia kamar mandi
- Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi
dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
- Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan
langsung dapur ,kamar operasi, dan ruang khusus
lainnya
- Lubang penghawaan harus berhubungan dengan
udara luar
- Toliet harus terpisah antara toilet pria dan
wanita,unit rawat inap, dan karyawan,karyawan dan
toilet pengunjung
- Tidak terdapat genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk
c. Kualitas air yang digunakan di ruang khusus
- Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air
yang sudah diolah seperti air PDAM, Sumur bor
dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat
melakukan pengolahan dengan catridge filter dan
dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan
ultraviolet (UV)
- Ruang Farmasi dan hemodialis
Air yang digunakan untuk penyiapan obat
penyiapan Injeksi dan pengenceran dalam
hemodialisis.

2.3 Sistem Kelistrikan


Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah
dioperasikan, diamati, dipelihara, tidak membahayakan, tidak
mengganggu dan tidak merugikan ingkungan, bagian bangunan
dan instalasi lain, serta perancangan dan pelaksanaannya harus
berdasarkan PUIL/SNI.04-0225 edisi terakhir dan peraturan yang
berlaku.
2.3.1 Sumber Daya Listrik
Sumber Daya Listrik dibagi menjadi 3 :
a. Sumber daya listrik normal
Sumber daya listrik utama gedung harus diusahakan
untuk menggunakan tenaga listrik dari Perusahaan
Listrik Negara.
b. Sumber Daya Listrik Siaga
- Bangunan, ruang atau peralatan khusus yang pelayanan
daya listriknya disyaratkan tidak boleh terputus putus,
harus memiliki pembangkit/ pasokan daya listrik siaga
yang dayanya dapat memenuhi kelangsungan
pelayanan dengan persyaratan tersebut.
- Sumber listrik cadangan berupa diesel generator
(Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan
kapasitas minimal 40% dari jumlah daya terpasang
pada masing-masing unit. Genset dilengkapi sistem
AMF dan ATS.
c. Sumber Daya Listrik Darurat
- Sistem instalasi listrik pada rumah sakit harus memiliki
sumber daya listrik darurat yang mampu melayani
kelangsungan pelayanan seluruh atau sebagian beban
pada bangunan rumah sakit apabila terjadi gangguan
sumber utama.
- Sumber/Pasokan daya listrik darurat yang digunakan
harus mampu melayani semua beban penting termasuk
untuk perlengkapan pengendali kebakaran, secara
otomatis.
- Pasokan Daya Listrik Darurat berasal dari Peralatan
UPS (Uninterruptable Power Supply) untuk melayani
Kamar Operasi (Central Operation Theater), Ruang
Perawatan Intensif (Intensive Care Unit), Ruang
Perawatan Intensif Khusus Jantung (;Intensive Cardiac
Care Unit). Persyaratan :
- Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai
kebutuhan) terletak di Ruang Operasi Rumah Sakit,
Ruang Perawatan Intensif dan diberi pendingin
ruangan.
b. Kapasitas UPS setidaknya 50 KVA.
2.3.2 Jaringan Distribusi Listrik
a. Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti
tunggal atau banyak dan/atau busduct dari berbagai
tipe, ukuran dan kemampuan. Tipe dari penghantar
listrik harus disesuaikan dengan sistem yang dilayani.
b. Peralatan pada papan hubung bagi seperti pemutus
arus, sakelar, tombol, alat ukur dan lain-lain harus
ditempatkan dengan baik sehingga memudahkan
pengoperasian dan pemeliharaan oleh petugas.
c. Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa
kebakaran, lif kebakaran, peralatan pengendali asap,
sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem komunikasi
darurat, dan beban penting lainnya harus terpisah dari
instalasi beban lainnya, dan dilindungi terhadap
kebakaran atau penggunaan penghantar tahan api, dan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
d. Pasokan daya listriknya harus dijamin dan mempunyai
sumber/pasokan daya listrik darurat sesuai ketentuan
yang berlaku.
2.3.3 Instalasi Listrik
a. Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya listrik,
jaringan distribusi, papan hubung bagi dan beban
listrik. Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus
mudah diamati, dilakukan peliharaan dan perbaikan,
tidak membahayakan, mengganggu atau merugikan
bagi manusia, lingkungan, bagian bangunan dan
instalasi lainnya.
1) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung
adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50
Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam
gedung adalah 20 KV, dengan frekuensi 50
Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk
Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya
listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA
disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan
listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan
listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa
Rumah Sakit Kelas B mempunyai Kapasitas
daya listrik r 1000 KVA, dengan perhitungan
2,75 KVA per Tempat Tidur (TT).
2) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut
antara lain :
a) Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit
(ukuran sesuai standar gardu PLN).
b) Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya
terpasang).
c) Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.
d) Peralatan pembantu dan sistem pengamanan
(Grounding).
3) Semua perlengkapan listrik, diantaranya
penghantar, papan hubung bagi dan isinya,
transformator dan lain-lainnya, tidak boleh
dibebani melebihi batas kemampuannya.
Masalah harmonisa dalam sistem kelistrikan
harus ikut diperhatikan.
4) Sistem Penerangan Darurat (;emergency
lighting) harus tersedia pada ruang-ruang
tertentu.
5) Sistem kelistrikan RS Kelas B harus dilengkapi
dengan transformator isolator dan kelengkapan
monitoring sistem IT kelompok 2E minimal
berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak
yang mensuplai peralatanperalatan medis
penting (;life support medical equipment,
seperti ruang anastesi, ruang bedah, ruang
katerisasi jantung, ruang ICU dan ICCU, ruang
angiografi, dan ruang inkubator bayi).
6) Sistem Pembumian (;grounding system) harus
terpisah antara grounding panel gedung dan
panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh
kurang dari 0,2 Ohm.
7) Transformator Distribusi
a) Transformator distribusi yang berada dalam
gedung harus ditempatkan dalam ruangan
khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding,
atap dan lantai yang kokoh, dengan pintu yang
hanya dapat dimasuki oleh petugas.
b) Ruangan transformator harus diberi ventilasi
yang cukup, serta mempunyai luas ruangan
yang cukup untuk perawatan dan perbaikan.
c) Bila ruang transformator dekat dengan ruang
yang rawan kebakaran, maka diharuskan
mempergunakan transformator tipe kering.
d) Penghematan energi harus sangat diperhatikan.
2.3.4 Pemeliharaan
a. Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang
yang cukup untuk memudahkan pemeriksaan,
perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi cukup.
b. Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan
diperiksa setiap lima tahun serta dilaporkan secara
tertulis kepada instansi yang berwenang.
c. Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik
harus dihidupkan untuk menjamin agar pembangkit
tersebut dapat dioperasikan bila diperlukan.
2.3.5 Persyaratan Teknis
Persyaratan sistem kelistrikan harus memenuhi:
a. SNI 04-0227-1994 atau edisi terbaru, Tegangan
standard.
b. SNI 04-0225-2000 atau edisi terbaru, Persyaratan
Umum Instalasi Listrik (PUIL edisi terakhir).
c. SNI 04-7018-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan
daya listrik darurat dan siaga.
d. SNI 04-7019-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan
daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan.
e. Dalam hal masih persyaratan lainnya, atau yang belum
mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan
pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang
berwenang.

2.4 Sistem Instalasi Gas Medis


Sistem gas medik yang dimaksud meliputi O2, N2O, Udara
tekan Medik, CO2, dan vakum medik. Sistem Instalasi Gas Medik
harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis
dan tingkat bahayanya. Sistem Instalasi Gas Medik :
1) Sistem Sentral Gas Medik
- Sumber Gas Medis
- Instalasi Gas Medis
- Outlet dan Inlet
2) Sistem gas medik stand alone
3) Sistem portable/moveable
a. Persyaratan Teknis.
a) Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit, rumah
perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin.
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
b) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum,
ketentuan tersebut berlaku wajib bagi semua
sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida,
udara tekan medik, karbon dioksida, helium,
nitrogen, vakum medik untuk pembedahan,
pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran
dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama
layanan gas khusus atau vakum, maka
ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas
tersebut.
c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya
memenuhi ketentuan ini boleh tetap digunakan
sepanjang pihak yang berwenang telah
memastikan bahwa penggunaannya tidak
membahayakan jiwa.
d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang
berkaitan dengan sistem perpipaan sentral gas
medik dan sistem vakum medik harus
dipertimbangkan dalam perancangan,
pemasangan, pengujian, pengoperasian dan
pemeliharaan sistem ini.
e) Pengoperasian sistem pasokan sentral.
- Tidak dibenarkan menggunakan adaptor
atau fiting konversi untuk menyesuaikan
fiting khusus suatu gas ke fiting gas
lainnya.
- Tidak dibenarkan merubah
fiting/soket/adaptor yang telah sesuai
dengan spesifikasi gas medik.
- Tidak dibenarkan penggunaan silinder
tanpa warna dan penandaan yang
disyaratkan.
- Hanya silinder gas medik dan
perlengkapannya yang boleh disimpan
dalam ruangan tempat sistem pasokan
sentral atau silinder gas medik.
- Tidak dibenarkan menyimpan bahan
mudah menyala, silinder berisi gas
mudah menyala atau yang berisi cairan
mudah menyala, di dalam ruang
penyimpanan gas medik.
- Bila silinder terbungkus pada saat
diterima, pembungkus tersebut harus
dibuang sebelum disimpan.
- Tutup pelindung katup harus dipasang
erat pada tempatnya bila silinder sedang
tidak digunakan.
f) Perancangan dan pelaksanaan.
Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan
penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi
persyaratan berikut :
- Dibangun dengan akses ke luar dan
masuk lokasi untuk memindahkan
silinder, peralatan, dan sebagainya.
- Dijaga keamanannya dengan pintu atau
gerbang yang dapat dikunci, atau
diamankan dengan cara lain.
- Jika di luar ruangan/bangunan, harus
dilindungi dengan dinding atau pagar
dari bahan yang tidak dapat terbakar.
- Jika di dalam ruangan/bangunan, harus
dibangun dengan menggunakan bahan
interior yang tidak dapat terbakar/ sulit
terbakar, sehingga semua dinding,
lantai, langit-langit dan pintu sekurang-
kurangnya mempunyai tingkat
ketahanan api 1 jam.
- Dilengkapi lampu atau indikator pada
bagian luar ruang penyimpanan yang
menunjukkan kondisi kapasitas gas
medis yang masih tersedia.
- Dilengkapi dengan rak, rantai, atau
pengikat lainnya untuk mengamankan
masing-masing silinder, baik yang
terhubung maupun tidak terhubung,
penuh atau kosong, agar tidak roboh.
- Dipasok dengan daya listrik yang
memenuhi persyaratan sistem kelistrikan
esensial.
- Apabila disediakan rak, lemari, dan
penyangga, harus dibuat dari bahan
tidak dapat terbakar atau bahan sulit
terbakar.
g) Standar dan pedoman teknis.
- Untuk sistem gas medik pada bangunan
gedung, harus dipenuhi SNI 03-7011-
2004, tentang : Keselamatan pada
bangunan fasilitas pelayanan kesehatan,
atau edisi terakhir.
- Dalam hal persyaratan diatas belum ada
SNI-nya, dipakai Standar baku dan
ketentuan teknis yang berlaku.

b. Jenis – Jenis Gas Medis

No Jenis Gas Klasifikasi Penggunaan Gas


Medis
1 Oksigen (O2) Oksidator Theraphy pernafasan,
respirasi, hyperbaric,
anesthesi
2 Nitrous Oxide Oksidator, gas Analgesi, anesthesi
(N2O) bius

3 Carbon Dioxide Inert, Cryo surgery, patologi


(CO2) asphysiant
4 Helium (He) Inert, Magnetic resonance
asphysiant imaging (MRI)
5 Nitrogen (N2) Inert, Blood gas analyzer
asphysiant
6 Compressed Air Oksidator Respirasi, menggerakan
peralatan
7 Vacuum Gas hisap Menyedot darah, sekresi
2.5 Sistem Drainase
Sistem drainase kawasan Rumah Sakit berkaitan dengan
bagaimana mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh di area
rumah sakit sehingga tidak terjadi genangan.
Pembangunan rumah sakit berpengaruh besar pada
perubahan tata guna lahan dan siklus hidrologi. Rumah sakit
umumnya dibangun di kawasan perkotaan yang padat gedung dan
bangunan.
Pembangunan sebuah rumah sakit akan mengurangi lahan
resapan air hujan sehingga menyebabkan limpasan air hujan
bertambah dan berdampak buruk bagi kawasan sekitarnya jika
limpasan air hujan tidak dikendalikan dengan baik.
A. Sistem Drainase
a) Sistem Drainase Makro
Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/
badan air yang menampung dan mengalirkan air
dari suatu daerah tangkapan air hujan
(Catchment Area). Pada umumnya sistem
drainase makro ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (major system) atau
drainase primer. Sistem jaringan ini
menampung aliran yang berskala besar dan luas
seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau
sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini
umumnya dipakai dengan periode ulang antara
5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi
yang detail mutlak diperlukan dalam
perencanaan sistem drainase ini.
b) Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan
bangunan pelengkap drainase yang menampung
dan mengalirkan air dari daerah tangkapan
hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam
sistem drainase mikro adalah saluran di
sepanjang sisi jalan, saluran/ selokan air hujan
di sekitar bangunan, goronggorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya dimana debit
air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan
untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10
tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada.

Bila ditinjau deri segi fisik (hirarki susunan saluran)


sistem drainase perkotaan diklassifikasikan atas saluran
primer, sekunder, tersier dan seterusnya.
a) Saluran Primer
Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak
sungai. Saluran primer adalah saluran utama
yang menerima aliran dari saluran sekunder.
b) Saluran Sekunder
c) Saluran yang menghubungkan saluran tersier
dengan saluran primer (dibangun dengan beton/
plesteran semen).
d) Saluran Tersier
Saluran untuk mengalirkan limbah rumah
tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran,
pipa dan tanah.
e) Saluran Kwarter
Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
Keterangan :
Gambar 3.1 Hiraki Susunan Saluran

a = Saluran primer
b = Saluran sekunder c = Saluran tersier
d = Saluran kwarter

B. Klasifikasi Sistem Saluran


a. Pola Pola Drainase
a) Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi
sedikit lebih tinggi dari pada sungai.

b) Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan
saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-
pendek, apabila terjadi perkembangan kot,
saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
c) Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terleteak di
pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang
dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

d) Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola
alamiah lebih besar.

e) Jaring – Jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang
mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk
daerah dengan topografi datar.

2.6 Tempat Pembuangan Sampah


1) Pemilahan
Dalam pengelolaan limbah medis diwajibkan
melakukan pemilihan menurut limbah dan menyimpannya
di dalam kantong plastik yang berbeda-beda menurut
karekteristik atau jenis limbahnya. Limbah umum
dimasukkan ke dalam plastik berwarna hitam, limbah
infeksius ke dalam kantong plastik berwarna kuning,
limbah sitotoksis kedalam warna kuning, limbah
kimia/farmasi ke dalam kantong plastik berwarna coklat
dan limbah radioaktif ke dalam kantong warna merah.
Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat
penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang
ditetapkan dalam Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
2) Pewadahan
Wadah limbah medis adalah suatu jenis tempat
limbah yang tersedia dan di gunakan sebagai tempat
membuang limbah baik limbah medis maupun nonmedis.
Yang memiliki kriteria sehingga layak digunakan sebagai
wadah tempat limbah medis maupun non medis.
Pewadahan yang di gunakan oleh setiap rumah sakit adalah
pewadahan yang betulbetul memperhatikan kelayakan atau
memenuhi syarat kesehatan dengan pertimbangan bahwa
wadah tersebut sesuai dengan standar kesehatan nasional
yang ditetapkan dalam Permenkes No 1204/
Menkes/SK/X/2004 dan mengacu pada standar WHO.
3) Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Sesuai dengan Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004. Tentang persyaratan dan
petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah
sakit, dimana syarat Tempat Penampungan Sementara
(TPS) adalah sebagai Berikut :
- Tempat penampungan limbah tidak permanen
- Tempat Penampungan Sementara (TPS) di
lengkapi dengan penutu
- Terletak di lokasi yang mudah di jangkau oleh
kendaraan pengangkut.
- Di kosongkan dan dibersihkan sekurang-
kurangnya satu kali 24 jam.
4) Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sesuai dengan Kepmenkes 1204 / Menke / SK / X /
2004. Tentang persyaratan dan petunjuk teknis tata cara
penyehatan lingkungan rumah sakit, dimana syarat Tempat
Penampungan Akhir (TPA) adalah sebagai Berikut :
- Limbah sitotoksis dan limbah farmasi harus di
musnahkan dengan menggunakan incinerator
pada suhu di atas 1000 ºC.
- Limbah Radioaktif harus dibuang sesuai
dengan persyaratan teknis dan
perundangundangan yang berlaku (PP Nomor
27 Tahun2002) dan kemudian diserahkan
kepada BATAN untuk penanganan lebih
lanjut. 1050
- Limbah umum dibuang ke tempat yang
dikelola oleh pemerintah daerah atau instansi
lain yang sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prasrana atau sistem utilitas rumah sakit merupakan peralatan guna


menunjang pelayanan mendasar kesehatan yang aman, sebagaimana
didalamnya mencakup distribusu listrik, air, ventilasi, dan aliran udara
sampai dengan sistem komunikasi dan data. Dengan begitu kelengkapan
serta ketersedian sistim utilitas sangat dibutuhkan guna memastikan
kelancaran dan keamanan dalam melakukan pelayanan kesehatan.
Sebagaimana yang disebutkan tentu sebuah rumah sakit pasti memiliki
gedung rumah sakit dan seyogyanya gedung rumah sakit tidak terlepas
dari masalha lingkungan, sehingga sangat memerlukan sekali sistim
utilitas.
Sistem fasilitas air bersih merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan didalam gedung rumah sakit karena oprasionalnya meliputi
genset, boiler, pemasok air panas dan alat kesehatan lainnya yang tentu
berhubungan dengan air bersih. Sistim kelistrikan, gas medis dan lain-lain
yang merupakan inti dari sistim utilitas tentu tidak kalah perhatiannya dari
fasilitas air bersih, karena utilitas tersebut sangat berhubungan satu sama
lain untuk penunjang pelayanan kesehatan pada rumah sakit tersebut.
Dengan demikian sangat perlu diperhatikan juga dimaksimalkan
akan sistem utilitas rumah sakit, bila mana ada salah satu komponen yang
tidak berjalan dengan maksimal tentu sangat disayangkan dan harus segera
berbenah. Tanpa disadari sistim utilitas pada rumah sakit bisa menjadi
acuan bagi sebagian masyarakat perihal penilaian akan rumah sakit
tersebut.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis setelah melihat dan mempelajari sangat
menyarankan kepada rumah sakit perihal sistim utilitasnya karena dari situ
kami merasa sistim utilitas sangat berpengaruh baik dari internal maupun
eksternal rumah sakit untuk selalu mengoptimalkan sistim tersebut. Kami
sebagai penulis merasa banyak kekurangan akan apa yang kami tulis di
atas dan kami berharap kritik maupun saran terhadap kami demi kemajuan
dan perbaikan penulisan kami selanjutnya, terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai