Anda di halaman 1dari 17

PENGENDALIAN RISIKO

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Risiko (KM1)

DISUSUN OLEH :
1. Devia Agustia (193402416011)
2. Khofifa Sasabila (1934024160)
3. Kintan Fatiha Adesti Rachman (193402416079)

DOSEN PENGAMPU :
Dr. I Made Adnyana, S.E.,M.M

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS NASIONAL
1.1 Pengertian Pengendalian Risiko

Pengendalian Risiko (Risk Control) merupakan tahapan akhir yang harus


seorang perusahaan lakukan setelah mereka mengetahui risiko yang akan dihadapi dan
kemudian menganalisis risiko tersebut. Maka dari itu, disinilah letak Asuransi ini bekerja
untuk membantu seseorang tau perusahaan mengantisipasi risiko yang akan dihadapi.

Pengendalian risko merupakan permasalahan yang sering dilupakan, yang


disebablan oleh peluang terjadinya risiko yang tidak dapat diamati secara jelas. Oleh
sebab itu diperlukan penerapan manajemen risiko dalam menjalankan suatu aktivitas
usaha, karena sejak aktivitas tersebut dimulai maka elemen risiko-risiko pun akan
muncul. Manajemen risiko merupakan suatu kegiatan untuk mengenali risiko yang
dihadapi oleh sebuah entitas bisnis dan bagaimana mengontrol risiko tersebut. Tujuan
utama manajemen risiko adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan tidak
menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan entitas bisnis untuk menyerap
kerugian tersebut ataupun dapat membahayakan kelangsungan usahanya.

Menurut Joel G. Siegel dan Jea K. Shim menjelaskan tentang


pengertiantentnag analisis risiko adalah proses pengukuran dan penganalisaan
risikodisatukan dengan keputusan keuangan dan investasi. Jadi, jika ditarik kesimpulan
yang dimaksud dengan pengendalian risiko adalah kegiatan yang membahas tentang
bagaimana suatu organisasi menerapkanukuran dalam memetakan berbagai permasalahan
yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif
dan sistematis. Atau lebihsingkatnya adalah suatu tindakan untuk menyelamatkan
perusahaan dari kerugian

Pengendalian risiko (risk control) ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Pengendalian Risiko secara Fisik (Physical Control of Risk)


Pengurangan dan pencegahan risiko ini saling berkaitan erat dan pada
dasarnya dapat dicapai dengan cara mengurangi maupun menyingkirkan sebagian
atau sepenuhnya risiko yang akan timbul. Dalam pelaksanaannya terdapat 2 cara yang
dapat digunakan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi diantaranya adalah:
a. Pengurangan Risiko (Risk Education)
 Eliminasi
Mengahapuskan atau mengurangi kemungkinan terjadinya risiko yang
akan dihadapi.

1
 Minimasi
Terdapat dua cara untuk memperkecil risiko yang akan dihadapi, yaitu:
Pre Loss Minimisation
Dampak dari kerugian ini adalah meyakinkan bahwa
frequency/severity telah ditekan seminimum mungkin. Dalam artian
adalah melakukan sesuatu tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya risiko yang akan dihadapi.
Post Loss Minimisation
Setelah risiko terjadi, masih ada langkah-langkah yang dapat diambil
untuk meminimumkan kerugian. Dalam artian untuk melakukan suatu
tindakan untuk memperkecil terjadinya suatu risiko yang dilakukan
sesudah terjadinya kerugian.

b. Penghapusan Risiko (Risk Avoidance)


Penghapusan Risiko (Risk Avoidance) adalah menghapus sama sekali
peluang atau kemungkinan terjadinya risiko (totally eliminate).
Keuntungan menggunakan metode Penghapusan Risiko (Risk Avoidance)
 Kemungkinan terjadinya kerugian dapat diturunkan hingga titik nol,
sehingga tidak perlu lagi teknik Risk Management lebih lanjut. Karena
kemungkinan terjadinya kerugian sudah dihapuskan sama sekali.
 Hati menjadi lebih aman dan damai karena tidak ada kemungkinan
risiko dengan dampak kerugian yang akan dihadapi.

Kerugian menggunakan metode Penghapusan Risiko (Risk


Avoidance)

 Kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari


kegiatan yang tidak dilakukan.

2. Pengendalian Risiko secara Finansial (Financial)


Terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan dalam pengendalian risiko secara
finansial, yaitu :
a. Retensi Risiko (Risk Retention)
Retensi risiko sebagian atau seluruhnya. Dengan cara melakukan retention
(penyimpanan) dana untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian

2
secara penuh ataupun sebagian. Retensi risiko biasanya dilakukan untuk
mengantisipasi risiko-risiko yang memiliki tingkat kerugian yang tidak terlalu
besar.
Macam-Macam cara retensi

Full Risiko ditanggung sendiri, tidak melibatkan pihak


lain.
Sebagian Semacam perlakuan deductible (risiko sendiri),
dimana lebih dari jumlah tertentu ditanggung
pihak lain atau asuransi.
Sebagian yang bukan Dimana risiko tertentu tidak diasuransikan, tapi
deductible risiko yang lain diasuransikan.
Captive Mendirikan perusahaan asuransi sendiri dengan
tujuan untuk mengelola risiko usahanya sendiri.

b. Transfer Risiko (Risk Transfer)


Metode berikutnya yaitu dimana perusahaan mengalihkan dampak
kerugian kepada perusahaan lain. Contohnya adalah asuransi atau kontrak
sewa rumah dimana pemilik mengalihkan tanggung jawab.

1.2 Teori Risiko


Untuk risiko yang tidak bisa dihindari,organisasi perlu melakukan
pengendalian risiko. Dengan menggunakan dua dimensi yaitu probabilitasdan
severity. Pengendalian risiko bertujuan untuk mengurangi probabilitasmunculnya
kejadian, mengurangi tingakt keseriusan ( severity ), atau keduanya.
Ada beberapa teori yang ingin menelusuri penyebab munculnya risiko,
antaralain :
1) Teori Domino (Heinrich, 1959)
Menurut teori in, kecelakaan bisa dilihat sebagai urutan lima tahap seperti
yang digambarkan dalam kartu domino berikut ini. Jika salah satu kartu jatuh,
maka akan mendorong kartu kedua jatuh, dan seterusnya sampai kartu domino
terakhir jatuh.

3
Teori ini mengatakan bahwa kecelakaan bisa dilihat sebagai urutan lima tahap
berikut ini :
 Lingkungan sosial dan faktor bawaan yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu (misal mempunyai temperamen tinggi sehingga
gampang marah )
 Personal fault (kesalahan individu), dimana individu tersebut
tidakmempunyai respon yang tepat (benar) dalam situasi tertentu.
 Unsafe act or physical hazard (tindakkan yang berbahaya atau
kondisifisik yang berbahaya)
 Kecelakaan
 Cedera

Sebagai contoh adalah kecelakaan kerja yang dialami seseorang. Misalnya


orang itu mempunyai temperamen yang tinggi karena tumbuh dewasa di
lingkungan keras (faktor pertama). Kemudian orang tersebut tidak suka
mendengarkan saran orang lain atau tidak suka memperhatikan kondisi
sekitarnya (faktor kedua). Kemudian orang tersebut bekerja di lingkungan
mesin atau bangunan yang rentan terhadap munculnya risiko kecelakaan kerja
(faktor ketiga). Dari tiga faktor tersebut cukup potensial untuk memunculkan
terjadinya kecelakaan.

Penelitihan oleh Henrich menunjukkan bahwa faktor ketiga (tindakan


yang berbahaya) menjadi penyebab utama dari kecelakaan kerja (sekitar
88%). Beberapa contoh tindakan yang berbahaya adalah bekerja tanpa alat
pengaman yang memadai (misal mengecat gedung lantai 14 tanpa alat
pelindung jika jatuh), teman kerja yang menganggu konsentrasi kerja,

4
peralatan yang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berdasarkan hasil
tersebut, pengendalian risiko yang efektif bisa dilakukan dengan
memfokuskan pada faktor ketiga (menghilangkan tindakan yang berbahaya,
menghilangkan kondisi fisik yang rentan terhadap risiko).

2) Rantai Risiko (Risk Chain)


Menurut Mekhofer, 1987, risiko yang muncul bisa dipecah ke dalam
beberapa komponen :
 Hazard ( kondisi yang mendorong terjadinya risiko ).
 Lingkungan di mana hazard tersebut berada.
 Interaksi hazard dengan lingkungan.
 Hasil dari interaksi.
 Konsekuensi dari hasil tersebut

Sebagai contoh, digudang yang banyak bahan mudah terbakar (misal kertas)
terdapat kompor dengan menggunakan minyak tanah. Gudang adalah
lingkungannya, sedangkan kompor tersebut adalah hazard. Kompor dengan
menggunakan minyak tanah meningkatkan risiko kebakaran (hazard).
Interaksi antara gudang dengan kompor didalamnya akan semakin
meningkatkan risiko kebakaran, sehingga suatu saat terjadi kebakaran.
Konsekuensi dari kebakaran tersebut adalah kerugian yang cukup signifikan.

Dengan melihat komponen risiko tersebut, manajer risiko bisa


mengatasi risiko melalui cara menghilangkan hazard. Dalam contoh diatas,
kompor minyak tanah bisa diganti dengan kompor listrik. Lingkungan bisa
dibuat lebih tahan terhadap munculnya risiko, misal dengan menyingkirkan
bahan-bahan yang mudah terbakar. Dengan kompor listrik dan lingkungan
yang bersih dari bahan yang mudah terbakar, interaksi antara keduanya
menjadi lebih kecil kemungkinan untuk terjadi. Konsekuensi dari hasil yang
berupa kerugian bisa dikurangi misal dengan membuat tembok lebih tahan api,
sehingga kebakaran pada ruang tersebut tidak akan mudah menjalar ke
ruangan lainnya.

5
1.3 Fokus dan Timing Pengendalian Risiko
a. Fokus Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko bisa difokuskan pada usaha
mengurangikemungkinan (probability) munculnya risiko dan mengurangi
keseriusan (severity) konsekuensi risiko tersebut. Contohnya mengganti
kompor minyak tanah dengan kompor listrik bisa mengurangi kemungkinan
risiko kebakaran. Memakai peralatan pengamanan selama kerja bisa
mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Pemisahan (separation) dan duplikasi (duplication) merupakan dua
bentukumum metode untuk mengurangi keseriusan risiko. Contoh pemisahan
adalah menyebar operasi perusahaan, sehingga terjadi kecelakaan kerja,
karyawan yang menjadi korban akan terbatas.
Tentunya kita bisa menggunakan metode mengurangi kemungkinan
munculnya risiko dengan pengurangan severity secara bersamaan. Sebagai
contoh, dokter ahli bedah belajar metode baru dalam pembedahan yang lebih
canggih dan lebih aman. Dengan metode baru tersebut, dokter tersebut bisa
mengurangi probabilitas terkena risiko digugat akibat mal – praktik, dan juga
sekaligus menurunkan severity tuntutan jika risiko gugatan terjadi.

b. Timing Pengendalian Risiko


Dari sisi timing (waktu), pengendalian risiko bisa dilakukan
sebelum,selama, dan sesudah risiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa
melakukan training untuk karyawannya mengenai peraturan, prosedur, dan
teknik untuk menghindari kecelakaan kerja. Karena aktivitas tersebut
dilakukan sebelum terjadinya kecelakaan kerja, maka aktivitas tersebut
merupakan aktivitas sebelum risiko terjadi.
Pengendalian risiko juga bisa dilakukan pada saat terjadinya risiko.
Sebagai contoh, kantong udara pada mobil secara otomatis akan mengembang
jika terjadi kecelakaan. Pengendalian risiko bisa juga dilakukan setelah risiko
terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa mengelola nilai sisa dari bangunan
yang terbakar, atau memperbaiki mobil yang rusak karena kecelakaan
kemudian bisa dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Jika hal semacam ini
bisa dilakukan, maka kerugian (severity) bisa dikurangi.

6
1.4 Tujuan Pengendalian Risiko
 Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk
selalumenghindari dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian
khususnyakerugian dari segi finansial
 Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum
 Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek maupun jangka
panjang
 Perusahaan memiliki ukuran yang kuat sebagai pijakan dalam mengambil
segala keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati dan selalu
menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.

1.5 Lingkungan Pengendalian Risiko


1) Makna Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah hal yang mendasar dalam komponen
pengendalian. Terdiri atas, tindakan, kebijakan, prosedur yang mencerminkan
sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur dan komisaris, dan pemilik
perusahaan. Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para
manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di
organisasi tersebut.

2) Penetapan Risiko Pengendalian


Penetapan Risiko Pengendalian merupakan proses penilaian tentang
efektivitas rancangan dan pengoprasiankebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern suatu perusahaan dalammencegah dan mendeteksi salah
saji dalam laporan keuangan. Dalam penetapan risiko pengendalian untuk
suatu asersi, auditor perlumelakukan beberapa hal, diantaranya:
a. Mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur
untukmendapatkan pemahaman.
b. Mengidentifikasi salah saji material.
c. Identifikasi pengendalian diperlukan.
d. Melakukan pengujian pengendalian.

7
1.6 Pendekatan Pengendalian Risiko
a. Menghindari Risiko
Salah satu cara mengendalikan suatu risiko murni adalah menghindari
harta,orang, atau kegiatan dari exposure terhadap risiko dengan jalan :
1. Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan itu
walaupun hanya untuk sementara.
2. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima, atau segera
menghentikankegiatan begitu kemudian diketahui mengandung risiko.
Jadi menghindari risiko berarti menghilangkan risiko itu

Beberapa karakteristik dasar penghindaran risiko seharusnya diperhatikan :

1. Boleh jadi tidak ada kemungkinan menghindari risiko, makin luas risiko
yangdihadapi, maka makin besar ketidamungkinan menghindarinya, misalnya
kalauingin menghindari semua risiko tanggung jawab, maka semua kegiatan
perlu 8 dihentikan.

2. Faedah atau laba potensial yang bakal diterima dari sebab pemilikan
suatuharta, memperkerjakan pegawai tertentu, atau bertanggung jawab atas
suatukegiatan, akan hilang, jika dilaksanakan pengendalian risiko.

3. Makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan
akan tercipta risiko yang baru, misalnya menghindari risiko pengangkutan
dengan kapal dan menukarnya dengan pengankutan darat, akan timbul risiko
yang berhubungan dengan pengangkutan darat.

Untuk mengimplementasikan keputusan penghindaran risiko, maka harus


diadakan penetapan semua harta, personil, atau kegiatan yang menghadapi
risikoyang ingin dihindarkan tersebut. Dengan dukungan pihak manajemen
puncak,maka manajer risiko seharusnya menganjurkan policy dan prosedur
tertentu yangharus diikuti oleh semua bagian perusahaan dan pegawai.

Penghindaran risiko dikatakan berhasil jika tidak ada terjadi kerugian


yangdisebabkan risiko yang ingin dhindarkan itu. Sesungguhnya metode itu
tidak diimplementasikan sebagaimana mestinya, jika ternyata larangan-
larangan yangtelah diinstruksikan itu ternyata dilanggar walau kebetulan tidak
terjadi kerugian

8
b. Mengendalikan Risiko
Pengendalian risiko (kerugian) dijalankan dengan:
 Merendahkan kans (chance) untuk terjadinya kerugian.
 Mengurangi keparahan jika kerugian itu memang terjadi. Kedua
tindakan itu dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, yaitu :
 Tindakan pencegahan kerugian atau tindakan pengurangan
kerugian
 Menurut sebab kejadian yang akan dikontrol
 Menurut lokasi daripada kondisi-kondisi yang akan dikontrol
 Menurut timing-nya.

Secara tradisional tekhnik pengendalian kerugian diklasifikasikan menurut


pendekatan yang dilakukan :

1. Pendekatan engineering
Pendekatan engineering menekankan kepada sebab-sebab yang bersifat
fisikaldan mekanikal misalnya memperbaiki kael listrik yang tidak memenuhi
syarat, pembuangan limbah yang tidak memenuhi ketentuan, konstruksi
bangunan dan bahan dengan kualitas buruk dan sebagainya

2. Pendekatan Hubungan Manusia


Pendekatan human ralation menekankan sebab-sebab kecelakaan yang
berasaldari faktor manusia, seperti kelengahan, suka menghadang bahaya,
sengaja tidakmemakai alat pengaman yang diharuskan, dan lain-lain faktor
psikologis.

1.7 Metode Pengendalian Risiko


            Setelah manajer risiko melakukan identifikasi dan mengukur risiko, maka tahap
selanjutnya adalah memilih cara pengendalian risiko. Upaya-upaya untuk
menanggulangi risiko harus selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau
diminimumkan. Sesuaikan dengan sifat objek yang terkena risiko, ada beberapa cara
yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan risiko kerugian, antara lain:

9
 Melakukan pencegahan dan penggurangan terhadap kemungkinan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan
bahan-bahan yang anti terbakar untuk mencegah bayaya kebakaran, memagari
mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja,melakukan pemeliharaan
dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil prksi untuk menghindari
risiko pencurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk
mencegah terjadinya pemogokan, sabotase dan pengacuan.
 Melakukan retensi, mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan untuk
mencegah tergantungnya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut
disediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh: pos biaya lain-
lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan)
 Melakukan pengendalian terhadap risiko, contohnya melakukan
hedging(perdagangan berjangka) untuk menanggulangi risiko kelangkaan dan
fluktuasi harga dan bahan baku/pembantu yang diperlukan.
 Mengalihkan/memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara
mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi
terhadap risiko tertentu, dengan membayar sejumlah premi asuransi yang telah
ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-
betul terjadi kerugian yang sesuai perjanjian.

1.8 Cara Menentukan Suatu Kombinasi Teknik-teknik Yang Tepat Guna


Menanggulangi Kerugian Risiko.

         Pada pokoknya ada empat cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi
resiko yaitu mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi,
mengasuransikan, dan menghindari. Di mana tugas dari manajer risiko adalah
memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi suatu risiko
atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk
menanggulangi resiko. Dalam memilih cara penanggulangan resiko secara
garis besar dapat digambarkan :

10
I. High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun
ditransfer
II. Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini adalah
dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta
kembangkan contingency plan.
III. High probability, low impact : mitigasi risiko dan kembangkan contingency
plan.
IV. Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun
biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini
mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut.
V. Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu dipersiapkan
contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contingency plan haruslah
sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko tersebut. Dalam banyak kasus
seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk
mengurangi risiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika
diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa scenario memang
membutuhkan full contingency plan, tergantung pada proyeknya. Namun
jangan sampai tertukar antara contingency planning dengan re-planning
normal yang memang dibutuhkan karena adanya perubahan dalam proyek
yang berjalan.

No Frekuensi kerugian Kegawatan kerugian Pengendalian


1. Rendah Rendah Retensi/Penggendalian
2. Tinggi Rendah Retensi/Asuransi/Pengendalian
3. Rendah Tinggi Asuransi/Pengendalian
4. Tinggi Tinggi Menghindari
5. Hierarki Pengendalian Risiko / Bahaya K3

11
1.9 Kualitas Sebuah Sistem Pengendalian yang Efektif

Pada Sistem pengendalian yang efektif cenderung mempunyai beberapa


karakteristik itu berbeda-beda sesuai dengan situasinya namun dapat
digeneralisasikan dengan ciri-ciri yakni :

i. Ketepatan, sebuah sistem pengendalian yang menghasilkan informasi yang


tidak tepat dapat membuat manajemen lupa mengambil tindakan manakala
seharusnya bertindak atau menanggapi suatu masalah yang sebetul tidak ada.
ii. Tepat Waktu, pengendalian seharusnya menggugah perhatian para manajer
terhadap penyimpangan tepat pada waktunya guna mencegah akibat serius
terhadap kinerja sebuah unit,
iii. Hemat, sebuah sistem pengendalian harus hemat dalam penerapanya, dan
harus bisa memberikan manfaat dalam kaitannya dengan biaya yang
ditimbulkannya,
iv. Fleksibel, bisa menyesuaikan dengan perubahan yang tidak bersahabat atau
untuk mamanfaatkan peluang baru,
v. Bisa dipahami, oleh para penggunaannya,
vi. Kriteria (standar) yang masuk akal, bisa dicapai karena bila kriteria itu
terlampau tinggi atau tidak masuk akal, maka tidak akan lagi memotivasi,
vii. Penempatan yang strategis, para manajer tidak mungkin mengendalikan segala
sesuatu yang berlangsung dalam organisasi, seandainya mampu manfaatkanya
tidak akan dapat menutupi biayanya,
viii. Tekanan pada perkecualian, para manajer yang tidak mampu mengendalikan
semua kegiatanya, seharus menempatkan alat pengendali strategis ditempat di
mana alat itu dapat meminta perhatian hanya bagi perkecualian,
ix. Multikriteria, para manajer dan karyawan akan berusaha untuk “tampil bagus”
pada kriteria yang dikendalikan. Multi Kriteria mempunyai dampak positif
ganda, karena lebih sulit dimanipulasi ketimbang kriteria tunggal. Kriteria
tersebut dapat mengurangi usaha untuk sekedar tampil “bagus”, juga karena
kinerja jarang dapat dinilai secara obyektif dari satu indikator saja, multi
kriteria memungkinkan penilaian kinerja yang lebih akurat,

12
x. Tindakan koreksi, sebuah sistem pengendalian yang efektif bukan saja
menunjukkan kapan terjadi penyimpangan yang berarti dari standar, melainkan
juga menyarankan tindakan apa yang harus diambil untuk membetulkan
penyimpangan tadi.

1.10 Hierarki Pengendalian Risiko

Untuk menangani bahaya perlu dilakukan pengendalian risiko dalam K3. Dalam
melakukan pengendalian, ada beberapa tingkatan atau hierarki yang harus
dijalani. Setiap langkahnya memiliki tingkat profesinya masing-masing. 
Risiko bahaya yang sudah dilakukan pengidentifikasian dan penilaian
memerlukan langkah pengendalian dalam menurunkan tingkat bahaya sampai ke
titik yang paling aman. Adapun pengendalian tertinggi ada pada tingkat eliminasi.
Pada tingkat ini memiliki keandalan dalam mengatasi bahaya. Ada lima urutan
dalam pengendalian risiko dalam K3. Diantaranya adalah :

1. Eliminasi

Seperti namanya, eliminasi adalah pengendalian risiko K3 untuk mengeliminir


atau menghilangkan suatu bahaya. Misalnya saja ketika di tempat kerja kita
melihat ada oli yang tumpah atau berceceran maka sesegera mungkin kita
hilangkan sumber bahaya ini. Eliminasi merupakan puncak tertinggi dalam
pengendalian risiko dalam K3. Karena apabila bahaya sudah dihilangkan maka
sangat kecil kemungkinan akan mengancam pekerja. Hierarki pengendalian risiko
ini adalah yang paling utama. Sebab, dengan menghilangkan risiko kecelakaan
maka sangat mungkin kecelakaan tidak akan terjadi kembali. Oleh karena itu, kita
perlu melakukan eliminasi.

2. Substitusi

Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada penggantian


suatu alat atau mesin atau barang yang memiliki bahaya dengan yang tidak
memiliki bahaya. Contoh kasusnya adalah pada mesin diesel yang terdapat
kebisingan tinggi, maka sebaiknya kita mengganti mesin tersebut dengan yang
memiliki suara lebih kecil agar tidak menimbulkan bahaya kebisingan berlebih.
Substitusi dilakukan apabila proses eliminasi sudah tidak bisa dilakukan.

13
3. Engineering control 

Engineering control adalah proses pengendalian risiko dengan merekayasa suatu


alat atau bahan dengan tujuan mengendalikan bahayanya. Engineering control
kita lakukan apabila proses substitusi tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala
dari segi biaya untuk penggantian alat dan bahan oleh karena itu, kita melakukan
proses rekayasa engineering. Contoh kasusnya adalah ketika di tempat kerja ada
mesin diesel yang memiliki suara bising. Akan tetapi, kita tidak bisa
menggantinya dengan yang lain maka kita harus memodifikasi sedemikian rupa
agar suara tidak keluar secara berlebihan.

4. Administrasi

Langkah ini adalah terkait dengan proses non teknis dalam suatu pekerjaan
dengan tujuan menghilangkan bahaya. Proses non teknis ini diantaranya seperti
pembuatan prosedur kerja, pembuatan aturan kerja, pelatihan kerja, penentuan
durasi kerja, penempatan tanda bahaya, penentuan label, pemasangan rambu dan
juga poster. Contoh kasusnya adalah apabila di tempat kerja ada mesin diesel
yang mengeluarkan kebisingan berlebih dan sudah tidak bisa direkaya secara
teknis maka langkah yang harus dilakukan adalah pembatasan jam kerja,
pembuatan prosedur, pemasangan tanda bahaya dan lain sebagainya. Dengan
tujuan, pekerja tidak berlebihan terpapar kebisingan.

5. APD 

APD atau alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian risiko terakhir dalam
K3. Pengendalian ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Akan
tetapi, proteksi yang diberikan tidak sebaik langkah di atas. APD tidak
menghilangkan sumber bahaya sehingga proteksi yang diberikan tergantung dari
individu masing-masing yang memakai. Contoh APD adalah helm, earmuff,
safety gloves dan lainnya.

14
1.11 Jenis Pengendalian Risiko

Ada tiga jenis utama pengendalian internal : detektif, preventif, dan korektif. Kontrol


biasanya kebijakan dan prosedur atau pengamanan teknis yang diterapkan untuk
mencegah masalah dan melindungi aset organisasi. 

Semua organisasi tunduk pada ancaman yang terjadi yang berdampak tidak baik
pada organisasi dan mempengaruhi hilangnya aset. Dari kesalahan yang tidak
bersalah tetapi mahal, hingga manipulasi penipuan, risiko ada di setiap
bisnis. Terlepas dari mengapa hal itu terjadi, kontrol perlu ditetapkan untuk
menghindari atau meminimalkan kerugian bagi organisasi. 

Ada juga batasan pada kontrol ini yang perlu dipertimbangkan, sehingga penting
untuk memiliki tinjauan dan pemantauan berkelanjutan terhadap sistem Anda. 

Pengendalian internal detektif

Kontrol yang digunakan setelah fakta dari suatu peristiwa diskresioner. Pikirkan


Sherlock Holmes, berjalan ke tempat kejadian, mencoba mengumpulkan apa yang
terjadi. Beberapa contoh pengendalian detektif adalah audit internal, review,
rekonsiliasi, pelaporan keuangan, laporan keuangan, dan persediaan fisik. 

Pengendalian internal preventif

Pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa


negatif. Misalnya, sebagian besar aplikasi memiliki check and balances bawaan
untuk menghindari atau meminimalkan memasukkan informasi yang salah. Ada juga
pengendalian fisik atau pengendalian preventif administratif, seperti pemisahan
tugas yang rutin dilakukan oleh perusahaan. 

Menugaskan satu orang untuk menulis cek, dan anggota staf lain untuk
mengesahkan pembayaran, adalah pemisahan tugas yang berada di bawah payung
kontrol pencegahan dari sudut pandang administratif. Lainnya, seperti pengawasan
video atau memasang penjaga keamanan di titik masuk yang memverifikasi
kredensial ID dan membatasi akses, merupakan ilustrasi perlindungan fisik. 

15
Program pelatihan, pengujian obat, firewall, pencadangan komputer dan server
adalah semua jenis pengendalian internal preventif yang menghindari terjadinya
kehilangan aset dan kejadian yang tidak diinginkan.

Pengendalian internal korektif

Pengendalian yang dilakukan setelah pengendalian internal detektif


menemukan masalah. Kontrol ini dapat mencakup tindakan disipliner, laporan yang
diajukan, patch atau modifikasi perangkat lunak, dan kebijakan baru yang melarang
praktik seperti tailgating karyawan. Mereka biasanya ditempatkan setelah
menemukan alasan mengapa mereka terjadi di tempat pertama. 

Keterbatasan pengendalian internal

Proses dan aktivitas kontrol tidak sempurna, dan kesalahan dan masalah akan
ditemukan. Tinjauan dan analisis yang berkelanjutan atas pengendalian
internal harus menjadi bagian dari proses reguler organisasi mana pun.

Ketika masalah terjadi, itu harus didokumentasikan dan ditinjau oleh yang dapat
mengambil tindakan korektif yang dibahas di atas dan meningkatkan sistem. Akan
selalu ada batasan dengan manusia yang terlibat. Orang membuat kesalahan dan
akan sering menemukan kelemahan dalam prosedur pengendalian, baik secara tidak
sengaja atau dengan di tenda. Penting untuk mengingat hal ini saat
mempertimbangkan pengendalian internal. 

16

Anda mungkin juga menyukai