Anda di halaman 1dari 26

PEMBAYARAN

TRANSAKSI
EKSPOR IMPOR
Oleh :
Khofifa Sasabila
193402416067
Metode Pembayaran Transaksi Ekspor Impor
Pembayaran secara tunai (cash payment)
Importir membayar secara langsung kepada eksportir dan barang langsung dikirim oleh
eksportir kepada importir. Pertimbangan dilakukannya pembayaran secara tunai ini
adalah :
◦ Kepercayaan importir kepada eksportir
◦ Kondisi pasar yang baik bagi eksportir
◦ Besaran pembayaran sepenuhnya atas barang yang diekspor
◦ Keyakinan importir bahwa negara eksportir tidak akan melarang ekspor
◦ Keyakinan importir bahwa pemerintah importir mengijinkan pembayaran dimuka
◦ Importir mempunyai likuiditas yang cukup
Pembayaran dimuka (advanced payment)
Pembayaran dimuka ini disebut juga dengan istilah cash with order, importir membayar
terlebih dahulu kepada eksportir sebelum eksportir mengirimkan barangnya. Keuntungan
eksportir adalah menerima pembayaran terlebih dahulu sebelum barang dikirim.
Pembayaran dimuka dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan kepada eksportir
untuk mempersiapkan barangnya guna dikirim kepada importir. Pertimbangan
dilakukannya pembayaran dimuka ini adalah :
◦ Kepercayaan importir kepada eksportir
◦ Tidak adanya larangan dari negara eksportir atas barang yang diekspor
◦ Tidak adanya larangan dari negara importir untuk melakukan pembayaran dimuka
◦ Importir memiliki likuiditas dana yang memadai
Pembayaran kemudian (open account)
Open Account juga sering disebut sebagai rekening terbuka. Dimana Metode Pembayaran
Open Account merupakan pembayaran yang hanya dilakukan oleh para importir setelah
mereka benar – benar menerima barang tanpa adanya masalah. Agar salah satu pihak tidak
dirugikan, maka terdapat ketetapan batas waktu sesuai kesepakatan. Metode ini dianggap
lebih menawarkan keuntungan dan juga kepastian bagi para importir. Pertimbangan
dilakukannya pembayaran kemudian ini adalah :
◦ kepercayaan eksportir kepada importir;
◦ Kondisi pasar yang baik bagi importir;
◦ Adanya kesepakatan bahwa barang akan segera dikirim oleh eksportir kepada importir;
◦ Eksportir memiliki likuiditas yang baik;
◦ Tidak adanya larangan dari negara importir untuk melakukan pembayaran kemudian;
◦ Besaran pembayaran sepenuhnya atas barang yang diimpor.
Wesel inkaso (collection draft)
Dalam pembayaran dengan wesel inkaso ini, eksportir memiliki hak pengawasan atas barang
ekspornya hingga weselnya dibayar oleh importir. Eksportir dapat melakukan penarikan wesel
ketika mengapalkan barangnya meskipun B/L sedang dikirimkan kepada importir. Terdapat dua
bentuk wesel inkaso (collection draft) yaitu :
◦ Document againts payment (D/P). Eksportir mengirimkan barang ke port tujuan sedangkan
dokumen pengiriman barang dikirimkan ke pihak Bank sebagai perantara. Importir dapat
mengambil dokumen tersebut jika sudah melakukan pembayaran melalui Bank, dokumen ini
diperlukan importir untuk mengambil barang di port.
◦ Document againts acceptance (D/A). Metode ini memerlukan akseptasi pembayaran terlebih
dahulu oleh importir agar importir dapat menerima dokumen pembayaran dari Bank.
Akseptasi pembayaran ini merupakan janji pembayaran pada tanggal tertentu, biasanya 30, 60
atau 90 hari setelah akseptasi.
Konsinyasi (consignment)
Pengiriman barang kepada perantara yang akan menjual barang tersebut kepada importir (final buyer),
kepemilikan barang tetap milik eksportir sampai barang tersebut terjual dengan harga yang telah ditetapkan
oleh eksportir dan apabila barang tidak terjual akan dikembalikan kepada eksportir. Dalam pembayaran
konsinyasi ini, eksportir memiliki hak milik atas barangnya sedangkan importir hanya sebagai pihak yang
dititipi barang oleh eksportir untuk dijual. Resiko yang dihadapi oleh eksportir adalah :
◦ Kemungkinan gagal pembayaran atau pembayaran terlambat, karena barang belum tentu terjual;
◦ Modal yang dimiliki eksportir terlalu lama mengendap pada barang yang diekspor;
◦ Tidak adanya jaminan bahwa eksportir akan menerima pembayaran dari importir;
◦ Adanya kemungkinan wan prestasi yang dilakukan oleh importir dengan melaporkan barang yang terjual
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
◦ Tidak ada bukti yang cukup untuk menuntut importir ke pengadilan. Sedangkan keuntungan yang
dihadapi importir adalah dapat menjual barang tanpa membayar terlebih dahulu.
Surat Kredit (letter of credit atau L/C)
Dalam pembayaran menggunakan L/C ini merupakan jaminan yang diterbitkan oleh Issuing
Bank atas perintah importir (applicant) kepada eksportir agar Importir melakukan pembayaran
sejumlah tertentu sesuai nilai barang yang diekspor oleh eksportir. Keuntungan bagi eksportir
adalah adanya jaminan pembayaran dari Bank selama dokumen yang dikirimkan sesuai dengan
L/C. Sedangkan keuntungan bagi importir adalah adanya jaminan memperoleh barang sesuai
dengan yang disepakati.

25/11/2022
Pengenaan Pajak Ekspor

Disamping metode pembayaran tersebut diatas, maka eksportir dikenakan pajak ekspor. Apabila barang
ekspor terkena pajak ekspor maka pajak ekspor harus dilunasi sebelum dimasukkan ke sarana pengangkut.
Pajak ekspor ini dihitung berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) dan harga patokan ekspor ini ditetapkan
oleh Menteri Perdagangan dalam bentuk peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku untuk suatu periode
tertentu dengan memerhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan asosiasi terkait. HPE ini berpedoman
pada harga rata-rata internasional dan atau harga harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia.
Tarif pungutan ekspor (TPE) yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah TPE yang berlaku saat
pemberitahuan ekspor barang (PEB) didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, begitu juga
dengan HPE, HPE yang digunakan adalah HPE yang berlaku pada saat PEB didaftarkan pada Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai.

25/11/2022
Pembiayaan Ekspor

Pembiayaan ekspor adalah pembiayaan kepada eksportir dalam rangka mendukung aktivitas
ekspor secara garis besar dapat dibedakan seperti berikut sebagai berikut :
Post-Shipment Financing.
Merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah setelah barang dikirim sampai
pembayaran tagihan atas ekspor. Fokusnya adalah sebagai immediate payment, sehingga
eksportir tidak harus menunggu lama pembayaran dari importir. Resiko dari pembiayaan ini
lebih kepada pihak di negara tujuan ekspor, dengan resikonya yaitu Importir maupun Issuing
Bank yang bermasalah dalam pembayaran, resiko stabitilas negara importir, dan risiko
ketidaksesuaian dokumen. Terdapat beberapa macam tipe untuk pembiayaan ini yaitu :
1) Export Receivables Negotiation. Pengambilalihan atau pembelian wesel/tagihan/dokumen
ekspor atas dasar L/C
2) Export Receivables Discounting. Pembayaran atau pembiayaan atas piutang ekspor
sebelum jatuh tempo
3) Forfaiting. Merupakan adalah penyediaan dana oleh suatu perusahaan (Forfaiter) kepada
perusahaan lain atau eksportir dengan membeli barang- barang yang telah dijual
sebelumnya oleh klien (Eksportir) kepada pelanggan tetapi klien belum menerima
pembayarannya. Biasanya Importir akan memperoleh kredit sampai jangka watu tujuh
tahun mendatang.
4) Factoring. Penjualan piutang dagang eksportir kepada perusahaan factoring untuk
mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu. Biasanya Eksportir akan
menerima pembayaran 75%-85%.
5) Banker Acceptance. |Instrumen akseptasi yang dilakukan oleh Bank atas suatu penarikan
wesel suatu usance L/C.
Pres-Shipment Financing.
Pembiayaan diberikan kepada nasabah dari mulai membeli bahan baku, memproduksi sampai mengapalkan
barang. Fokus dari pembiayaan ini adalah untuk pembiayaan kegiatan produksi, sedangkan resiko dari
pembiayaan ini adalah kemungkinan kegagalan proses produksi. Pembiayaan ini terdiri dari dua jenis
yaitu:
1) Import for Export Purpose. Merupakan jenis pembiayaan yang diberikan kepada eksportir yang
melakukan kegiatan impor bahan baku yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ekspor
2) Export Working Capital. Terdiri dari transaksional yaitu kebutuhan modal kerja berdasarkan
kebutuhan modal satu siklus usaha bisnis, dan non-transaksional yaitu Perhitungan modal kerja
berdasarkan historical ekspor dan satu tahun proyeksi ekspor, dengan mempertimbangkan siklus
perdagangan eksportir.
Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal
pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia.
PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU
No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha
termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional dalam bentuk :
1. Memberikan bantuan dalam rangka ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan
barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor;
2. Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh
perbankan tetapi mempunyai prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor nasional;
dan
3. Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan
pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam
perkembangan ekonomi Indonesia. Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan.
Produk keuangan yang ditawarkan :
a. Pembiayaan
◦ Buyer's credit. Fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada Importir oleh Indonesian Eximbank dalam
rangka meningkatkan ekspor terkait
◦ Kredit investasi ekspor. Pembiayaan yang diberikan kepada eksportir untuk membiayai investasi dalam
rangka meningkatkan kapasitas produksi untuk kegiatan ekspornya
◦ Kredit modal kerja ekspor (KMKE). Pembiayaan yang diberikan berdasarkan kebutuhan modal kerja
eksportir. Produk ini dapat dibagai menjadi dua, yaitu: KMKE transaksional, diberikan berdasarkan
modal kerja dalam satu cycle dan KMKE tahunan, diberikan sesuai kebutuhan modal kerja berdasarkan
data historis penjualan dan proyeksi ekspor dalam satu tahu ke depan (dengan memerhatikan trade cycle
yang bersangkutan)
◦ Pembiayaan L/C impor atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Fasilitas pembiayaan
atas kewajiban pembayaran L/C atau SKBDN yang diterbitkan Bank pelaksana dalam rangka pembelian
(impor) bahan baku, suku cadang atau mesin yang mendukung kegiatan produksi barang atau jasa ekspor
◦ Penerbitan L/C impor. Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesian Exim bank untuk menerbitkan L/C dalam
rangka pengadaan bahan baku, suku cadang atau mesin untuk mendukung kegiatan ekspor
◦ Penerbitan Standby Letter of Credit (SBLC). Fasilitas Penerbitan Standby L/C adalah fasilitas yang diberikan oleh
Indonesia Eximbank kepada Eksportir dalam bentuk jaminan yang diterbitkan untuk menjamin risiko yang dihadapi
beneficiary jika Importir melakukan wanprestasi atas kontrak/perikatan yang menjadi dasar penerbitan SBLC.
◦ Tagihan ekspor. Fasilitas Pengambil Alihan Tagihan Ekspor atau Tagihan Dalam Rangka Ekspor adalah fasilitas
pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank dalam bentuk pengambilalihan tagihan ekspor barang maupun
jasa secara diskonto dengan hak regres (with recourse) atau hak untuk menagih kepada pemegang wesel jika terjadi
non-akseptasi atau non pembayaran
◦ Trust receipt. Fasilitas yang diberikan Indonesia Eximbank kepada Eksportir untuk mengeluarkan barang atau bahan
baku yang diimpor, di pelabuhan/kapal untuk kemudian diproses dan dijual, hasil penjualan ini akan digunakan untuk
menyelesaikan kewajiban impornya
◦ Warehouse receipt financing. Fasilitas pembiayaan modal kerja oleh Indonesia Eximbank kepada Eksportir yang
pelaksaannya dikaitkan dengan nilai barang/komoditas milik Eksportir yang ada di gudang yang dikelola oleh
warehouse manager
b. Syariah
◦ Anjak Hutang Syariah. Anjak Hutang Syariah adalah pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada pihak lain
yang wajib menanggungnya sehingga Eksportir. Dalam hal ini nasabah eksportir yang berhutang kepada issuing Bank
mengalihkan hutangnya kepada Divisi Syariah Indonesia Eximbank, Divisi ini melakukan penagihan kepada nasabah
Eksportir
◦ Pembiayaan Investasi Ekspor Syariah. Fasilitas pembiayaan investasi ekspor berdasarkan kebutuhan investasi
Eksportir dengan menggunakan prinsip Syariah. Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk membayar tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi
hasil
◦ Pembiayaan L/C Impor Syariah. Produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Murabahah
dan Wakalah yang diberkan Divisi Syariah Indonesia Eximbank untuk melunasi pembiayaan L/C atas nama Nasabah
untuk pembelian barang impor/lokal
◦ Pembiayaan Modal Kerja Ekspor Syariah (MKE). Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank
berdasarkan kebutuhan modal kerja Eksportir dalam rangka ekspor dengan menggunakan prinsip syariah. Pembiayaan
ini berdasarkan persetujuan para pihak yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
c. Penjaminan
◦ Penjaminan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE). Fasilitas penjaminan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank sebagai penjamin
kepada Bank Umum sebagai terjamin atas resiko tidak terpenuhinya kewajiban keuangan oleh Eksportir yang menerima KMKE dari
Bank Umum tersebut
◦ Penjaminan L/C Impor. Fasilitas dalam bentuk penjaminan (confirmation) atas L/C yang diterbitkan oleh Bank lain atas permintaan
Nasaah/Eksportir untuk pengadaan bahan baku, suku cadang atau mesin dalam rangka kegiatan ekspor barang dan jasa
d. Asuransi
Produk yang memberikan perlindungan bagi Eksportir Indonesia maupun Investor Indonesia di luar negeri dari kemungkinan kerugian
yang disebabkan oleh risiko komersial maupun risiko politik. asuransi ini meliputi :
◦ Asuransi atas risiko kegagalan ekspor
◦ Asuransi atas risiko kegagalan pembayaran
◦ Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh Perusahaan Indonesia di luar negeri
◦ Asuransi atas risiko politik disuatu Negara yang menjadi tujuan ekspor
◦ Jasa Konsultansi

Untuk jasa konsultasi ini, Indonesia Eximbank menyediakan jasa konsultasi berupa :
◦ Pelatihan dan Penyediaan Informasi Trade Finance
◦ Technical Assistance
Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor non migas, pada tahun 1985 Pemerintah
Indonesia mendirikan PT. (Persero) ASURANSI EKSPOR INDONESIA (Asuransi ASE) yang
bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas
nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1983. Berbeda dengan lembaga
asuransi umum lainnya, Asuransi ASEI memiliki produk khusus yang mengcover risiko yang
ditanggung eksportir dan bank yaitu risiko kegagalan pelunasan pembayaran ekspor, baik
pembayaran kembali kredit ekspor yang disalurkan bank kepada eksportir (asuransi kredit
ekspor) maupun pembayaran transaksi ekspor dari importir luar negeri kepada eksportir
(Asuransi Ekspor). Upaya pengembangan program Asuransi Ekspor didasarkan pada
pertimbangan bahwa pengembangan dan peningkatan ekspor dapat lebih digalakkan dengan
dikembangkannya penggunaan berbagai cara pembayaran (terms of payment) yang lazim
berlaku di dunia perdagangan internasional, sehingga tidak hanya terpaku pada penggunaan
Sight L/C saja.
Pada sisi lain adanya kegiatan ekspor yang dilaksanakan oleh eksportir kelas menengah dan kecil
untuk barang non tradisional menuju ke negara dengan risiko tinggi, serta semakin meningkatnya
kompetisi dalam pasar dunia yang berubah dari pasar penjual (sellers market) ke pasar pembeli (buyers
market) sehingga penjualan dengan cara pembayaran kredit menjadi semakin penting dalam memenangkan
transaksi penjualan. Peranan Asuransi ASEI diharapkan mendorong peningkatan ekspor non-migas melalui
-penyediaan fasilitas Asuransi Ekspor bagi Eksportir untuk mengatasi risiko pembayaran ekspor sekaligus
mendorong Eksportir Indonesia melakukan penetrasi ke pasar internasional yang baru, serta fasilitas
Asuransi Kredit bagi perbankan untuk mendorong perbankan meningkatkan kredit kepada sektor riil
termasuk eksportir. Seiring dengan perkembangan dan perubahan lingkungan usaha dalam upaya lebih
mendukung nasabah untuk menjalankan usaha khususnya dibidang perdagangan domestik maupun
internasional yang sangat kompetitif, Asuransi ASEI melakukan modifikasi dan diversifikasi produk-
produknya dalam class of business Asuransi Ekspor, Asuransi Kredit dan Asuransi Umum yang diharapkan
mampu mendukung kelancaran usaha para nasabah Asuransi ASEI.

25/11/2022
Produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh ASEI adalah sebagai berikut :
a. Asuransi Kredit Ekspor. Memberikan perlindungan kepada eksportir terhadap kemungkinan
kerugian akibat tidak diterimanya pelunasan pembayaran dari importer atau bank penerbit
L/C
b. Asuransi Pembiayaan Tagihan Ekspor. Dengan jaminan ASEI, mendorong pihak perbankan
untuk lebih berani memberikan pembiayaan pasca pengapalan (post shipment financing)
kepada eksportir, walaupun ekspor tersebut dilaksanakan dengan media Non L/C. Melalui
produk ini eksportir dapat memenuhi kebutuhan modal kerja dan cash flow.
c. Asuransi Kredit dan Penjaminan Kredit. Merupakan proteksi yang diberikan ASEI (selaku
penanggung) kepada Bank (selaku tertanggung) atas risiko kegagalan debitur didalam
melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit
perdagangan dan lain-lain yang diberikan oleh Bank.
d. Surety Bond. Merupakan suatu bentuk penjaminan dimana ASEI (surety company)
menjamin principal (kontraktor/vendor/supplier/konsultan/perusahaan) akan melaksanakan
kewajiban atas suatu prestasi/kepentingan kepada obligee (bouwheer/beneficiary) sesuai
kontrak/perjanjian antara principal dan obligee dan atau ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
e. Asuransi Umum. Asuransi ASEI menjalankan usaha dibidang asuransi umum seperti
asuransi harta benda, engineering, pengangkutan, rangka kapal atau asuransi kecelakaan
diri. Dengan tujuan untuk terus melayani seluruh nasabah di dalam melindungi risiko setiap
usahanya.
Contoh studi kasus
Risiko Eksportir Menggunakan Metode Pembayaran L/C Dalam Perdagangan Internasional (Analisis Kasus CV.
Acrobat Nata Export)
Dalam era globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan pada suatu wilayah negara, melainkan telah
melewati batas-batas negara. Ada beberapa cara pembayaran untuk melakukan perdagangan internasional.
Cara yang biasa digunakan oleh penjual (eksportir) maupun pembeli (importir) adalah dengan menggunakan
metode pembayaran letter of credit atau yang biasa disingkat L/C. Letter of credit adalah suatu surat yang
dikeluarkan oleh bank atas permintaan importir, yang ditujukan kepada eksportir di luar negara yang menjadi
relasi dari importir. Dalam surat tersebut menyatakan bahwa bank yang menerbitkan menjamin akan
membayar kepada eksportir atas dokumen yang sesuai dengan sebagaimana disyaratkan dalam surat
tersebut. Ketentuan yang mengatur /etter of credit adalah Uniform Customs and Practice for Documentary
Credits No. 500. Bagi eksportir, dengan menggunakan L/C eksportir mendapat kepastian pembayaran dan
jumlah yang diterima. Sedangkan bagi importir, dengan menggunakan L/C importir mendapatkan kepastian
akan menerima barang dengan sejumlah, mutu dan rincian yang tepat sesuai yang disyaratkan dalam L/C.
Dalam metode pembayaran menggunakan L/C, ada risiko yang ditanggung oleh eksportir yaitu : Non
Controllable Risk (Risiko yang Tidak Terkendali) adalah risiko yang tidak dapat dicegah oleh eksportir dan
Controllable Risk (Risiko yang Terkendali) adalah risiko yang timbul karena keadaan eksportir yang tidak dapat
memenuhi kewajibannya. Oleh karena itu, eksportir harus lebih memahami hal-hal yang terkait dengan L/C
dan selalu berkonsultasi dengan banknya agar mengurangi risiko yang dapat terjadi.
Contoh studi kasus
Perjanjian Jual Beli Dengan Menggunakan L/C (Letter of Credit) pada CV. Golden Teak Garden Semarang
CV. Golden Teak Garden berlokasi di JI. Puri Executive A1/31 Puri Anjasmoro Semarang, didirikan pada tahun 1996. Hasil
produksi dari perusahaan ini telah berhasil menembus pasar dunia seperti Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Asia.
Sejak didirikan perusahaan ini memang berorientasi ekspor. Agar tidak kalah bersaing dipasar dunia, maka CV. Golden Teak
Garden berusaha menghasilkan produk dengan mutu tinggi Supaya produk yang diproduksi lebih dikenal dalam dunia
internasional maka CV. Golden Teak Garden mengikuti pameran-pameran baik yang diselenggarakan di Jakarta maupun di.
negara lain seperti di Singapore, Dubai, Jerman, Perancis. CV. Golden Teak Garden adalah suatu perusahaan yang bergerak
dibidang industri mebel kayu, seperti meja, kursi, lemari, style yang dihasilkan adalah antique repro CV. Golden Teak Garden
adalah salah satu eksportir yang menggunakan Letter of Credit untuk cara pembayaran dalam transaksi ekspor yang
dilakukan. Transaki ekspor impor khususnya mengenai cara pembayaran dengan L/C berpedoman pada UCP No. 500 Tahun
1993. Di Indonesia ketentuan khusus yang mengatur mengenai L/C adalah Surat Edaran yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
yaitu Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur mengenai kebebasan bank devisa tunduk pada
UCP No.500 tahun 1993. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam pelaksanaan pembayaran
dengan Letter of Credit, knususnya yang berkaitan dengan Bill of Lading, adalah apabila terjadi discrepancies atau
penyimpangan dokumen seringkali menghambat dan menyita waktu. Discrepancies yang terjadi disebabkan antara lain oleh:
Kekurang telitian staff pegawai dalam membuat dokumen menyebabkan kesalahan pengetikan dalam dokumen-dokumen
yang disyaratkan dalam L/C. Namun apabila CV. Golden Teak Garden dapat memenuhi semua ketentuan dalam cara
pembayaran L/C maupun dokumen B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang menghambat.
Contoh studi kasus
Ekspor Fiktif Demi Restitusi Pajak di KPP Pademangan Jakarta Utara
Restitusi pajak merupakan bentuk pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai bagian
dan hak wajib pajak berkait dengan kegiatan ekspor barang yang menggunakan komponen
bahan baku atau barang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, pihak yang berhak memperoleh
restitusi pajak adalah eksportir yang menggunakan kompenen bahan/barang, baik dibeli dan
impor maupun dari dalam negeri. Dalam kegiatan impor barang, ada pengurusan dokumen-
dokumen impor dan penyelesaian kewajiban pajak impor termasuk PPN. Jumlah besaran pajak
yang tertuang pada data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) akan menjadi utang pajak dan harus
segera dilunasi berdasarkan faktur pajak yang telah diisi. PIB, bukti setoran pajak, dan dokumen
pengiriman (bill of lading/airway bill), serta dokumen lainnya, akan menjadi syarat pengurusan
barang untuk dikeluarkan dan wilayah pabean. Selanjutnya, barang impor tersebut akan menjadi
bahan baku/ tambahan dalam rangka ekspor. Realisasi ekspornya akan menentukan hak
memperoleh restitusi pajak Penagihan restitusi itu sendiri harus didukung oleh bukti pengiriman
barang dengan ditunjukkan dokumen-dokumen ekspor di depan kantor pelayanan pajak (KPP).
Dengan berpura- pura sebagai pembeli barang, pelaku kejahatan akan memperoleh faktur pajak
dan penjualnya sebagai bukti bahwa pembeli telah membayar; bukan saja harga barang, -
melainkan juga beban pajak PPN. Selanjutnya, berbekal faktur pajak tersebut, serta dokumen-dokumen ekspor yang
terdiri dari Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), bill of lading (B/L), invoice, dan packing list, pelaku mengajukan
permohonan restitusi pajak ke KPP. Atas dasar dokumen tersebut, KPP membayarkan restitusi, hanya menggunakan
dasar pemahamannya bahwa ekspor barang telah terjadi. Alasannya, pelaku telah menunjukkan B/L dari perusahaan
pelayaran dan diperkuat dengan PEB yang disahkan Bea Cukai. Eksportir fiktif memasukkan barang atau seolah-olah
memasukkan barang ke dalam kontainer untuk dikirim ke terminal petikemas, sekalipun nantinya kontainer berikut
isinya akan dikeluarkan kembali dari kawasan peti kemas. Perusahaan pelayaran (shiping company) atau agen pelayaran
menerbitkan bill of lading (B/L) yang seolah-olah menjadi bukti bahwa kontainer tersebut sudah dimuat di atas kapal
untuk kemudian diangkut. Tidak sedikit eksportir menggunakan jasa pihak lain (forwarder) untuk melancarkan urusan
barang dan sekaligus dokumen ekspornya. Forwarder menjual jasa pengurusan dokumen dan barang dan gudang
eksportir ke pelabuhan muat serta ekspedisi muatan kapal laut (EMKL). EMKL adalah perusahaan jasa yang mencarikan
kapal untuk mengangkut barang. EMKL inilah yang berhubungan dengan shipping company atau agennya. Faktanya, tak
sedikit forwarder dan EMKL berada di bawah kendali agen pelayaran. Mereka dipilih berdasarkan pengalaman dan
kepraktisan, termasuk kepraktisan diajak bersekongkol dalam melakukan kejahatan yang barangkali akan terbukti dari
hasil penyelidikan polisi nantinya. Pemerintah harus lebih mewaspadai perusahaan pelayaran atau agen pelayaran yang
dengan mudahnya menerbitkan B/L.
Bagaimananapun B/L adalah document of title yang bernilai ekonomis layaknya surat berharga lain. Pemegang hak atas
B/L bisa menjual-belikan barang yang disebutkan di dalamnya cukup hanya dengan cara endorsement (menguasakan
atau mengalihkan hak-hak kebendaan dengan membubuhkan tanda tangan di balik lembar asli B/L) atau penyerahan
langsung atas B/L tersebut. Status sebagai surat berharga ini menyebabkan peranan B/L sangat menentukan dalam dunia
bisnis, terutama dalam melengkapi syarat administratif untuk mengurus restitusi pajak dan fasilitas pembiayaan dari
bank. Penerbitan B/L secara sembarangan tanpa adanya bukti pengiriman barang akan merusak kepercayaan pasar,
berpotensi merugikan negara, dan bisa menurunkan kepercayaan bank terhadap eksportir pada umumnya. Perbankan
sebaiknya lebih berhati-hati dalam memberikan fasilitas pembiayaan pasca-pengapalan atas dokumen ekspor yang
selama ini menggunakan dasar L/C. Bisa jadi dokumen ekspor fiktif yang digunakan untuk mengeruk restitusi pajak
digunakan pula untuk membobol bank, seperti modus operandi dalam kasus Bank BNI. Oleh sebab itu, sebaiknya bank
mengirimkan dokumen ekspor lebih dahulu ke bank pembuka L/C diluar negeri sampai dibuktikan bahwa dokumen
tersebut tidak palsu. Maklum, seperti halnya dialami KPP, bank tak punya akses ke Kantor Bea Cukai dan ke perusahaan
pelayaran untuk memastikan ada tidaknya ekspor fiktif. Kalau pemerintah mau serius mengantisipasi kemungkinan
pembobolan dana negara melalui ekspor fiktif, sebaiknya dibentuk sistem komunikasi antara lembaga perbankan, Kantor
Bea Cukai, Kantor Pajak, dan perusahaan pelayaran.
SEKIAN & TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai