Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DIAGNOSA DIARE PADA ANAK

DIRUANG MELATI RSUD UNGARAN


KABUPATEN SEMARANG

Disusun Oleh:
Sudirman Awaluddin
1808248

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2019
A. DEFINISI
Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi ingin
defekasi yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A &Borley, Neil R, 2006).
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong,
2001).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi dengan bagian feses tidak terbentuk (Nethina, 2001).
Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behrman, 1999).
Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala
kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami
kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja dengan frekuensi buang air besar lebih dari
empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak dengan konsistensi feses cair, dapat
berwarna hijau bercampur lendir atau darah, atau lendir saja.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan
kualitas defekasi.
2. Diare Kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu

B. ETIOLOGI
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun adanya
infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling
sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus urinarius
dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin
yang teringesti, iriitable bowel syndrome, enterokolitis, dan intoleransi
terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit
kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau higiene buruk,
pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas
untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh gangguan
malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis, misalnya
ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi usus oleh saraf
parasimpatis. Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam
jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini antara lain adalah kolitis
ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan
psikogenik (Elizabeth J. Corwin, 2007).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut.
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
- Demam.
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
- Penurunan BB dan nafsu makan.
- Demam indikasi terjadi infeksi.
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

Bentuk klinis diare


Diagnose Didasarkan Pada Keadaan
Diare cair akut a. Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14
hari
b. Tidak mengandung darah
Kolera a. Diare air cucian beras yang sering ada banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat, atau
b. Diare dengan dehidrasi berat selama terjadinya KLB
kolera, atau
c. Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V cholers 01
atau 0139
Disentri a. Diare berdarah (dilihat atau dilaporkan)
Diare persisten a. Diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk a. Diare apapun yang disertai gizi buruk
Diare terkait antibiotika a. Mendapat pengobatan antibiotic oral spectrum luas
(Antibiotic Associated
Diarrhea)
Invaginasi a. Dominan darah dan lender dalam tinja
b. Massa intra abdominal (abdominal mass)
c. Tangisan keras dan kepucatan pada bayi
Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri cairan untuk diare
a. Letargis/tidak sadar dengan dehidrasi berat
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan perut kembali sangat lambat
(≥ 2 detik)
Dehidrasi ringan Terdapat 2 atau lebih tanda: a. Beri anak dengan cairan
atau sedang a. Rewel gelisah dengan makanan untuk
b. Mata cekung dehidrasi ringan
c. Minum dengan lahap atau haus b. Setelah rehidrasi,
d. Cubitan kulit kembali dengan lambat nasehati ibu untuk
penangan dirumah dan
kapan kembali segera
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk a. Beri cairan dan makanan
diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan untuk menangani diare
atau berat dirumah
b. Nasehati ibu kapan
kembali segera
c. Kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi patokan
untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile
ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan berdasarkan
ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.

2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan prioritas
diagnosis klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi
darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12 dan
folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum menyingkirkan
giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan
Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih
sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini
dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi pankras,
sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) dan/atau CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih
menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan
ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik
(misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn
atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan cara
paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormonharus
dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.

Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan belum
mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:

a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada riwayat
perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit (ameba,
Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter, Clostridium
difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer (atau
kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik.
F. PATHWAY
Pathway diare

Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang di usus Toksik tidak dapat Ansietas


diserap

Hipersekresi air &


elektrolit
Hiperperistaltik

Isi usus
Penyerapan makanan di
usus

Diare

Frekuensi BAB Distensi abdomen

Mual muntah
Hilang cairan & elektrolit
berlebihan

Nafsu makan
Kerusakan integritas
Gangguan Kulit
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Ketidakseimbangan nutrisi:
Dehidrasi kurang dari kebutuhan tubuh

Kekurangan volume Resiko syok


cairan (hipovolemik)
H. ANALISA DATA
Masalah Diagnosa Keperawatan
No. Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1. Batasan karakteristik : Kekurangan volume Output berlebih Kekurangan volume cairan berhubungan
- Perubahan status mental cairan dengan output berlebih (00027)
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan tekanan nadi
- Penurunan turgor kulit
- Peurunan haluaran urine
- Membran mukosa kering
- Kulit kering
- Peningkatan hematokrit
- Peningkatan suhu tubuh
- Peningkatan frekuensi nadi
- Peningkatan konsentrasi urine
- Penurunan berat badan
- Haus
- Kelemahan
2. Batasan karakteristik : Gangguan nutrisi Intake makanan Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
- Kram abdomen kurang dari yang tidak adekuat tubuh berhubungan dengan intake makanan
- Nyeri abdomen kebutuhan tubuh yang tidak adekuat (00002)
- Menghindari makanan
- Berat badan 20% atau lebih di
bawah berat badan ideal
- Kerapuhan kapiler
- Diare
- Kehilangan rambut berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurang makanan
- Kurang informasi
- Penurunan berat badan
dengan asupan
makanan adekuat
- Membran mukosa pucat
- Ketidakmampuan memakan
makanan
- Tonus otot menurun
- Mengeluh gangguan sensasi
rasa
- Cepat kenyang setelah makan
- Sariawan rongga mulut
- Kelemahan otot pengunyah
- Klemahan otot untuk menelan
3. Batasan karakteristik : Kerusakan integritas Kelembapan Kerusakan integritas kulit berhubungan
- Kerusakan lapisan kulit kulit dengan kelembapan (00046)
(dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
- Invasi struktur tubuh
(NANDA, 2012-2014)
I. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluide management


berhubungan dengan output selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Timbang popok/pembalut jika
berlebih (00027). cairan dan elektrolit dalam tubuh pasien dapat diperlukan
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
- Input dan output cairan elektrolit
3. Monitor status hidrasi (kelembaban
seimbang.
membran mukosa, nadi adekuat,
- Menunjukkan membran mukosa lembab
tekanan ortostatik), jika diperlukan
dan turgor jaringan normal.
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Dorong masukan oral
8. Kolaborasi dengan dokter.

Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
2. Monitor tingkat HB dan hematokrit
3. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
2. Gangguan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition management
kebutuhan tubuh berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
dengan intake makanan yang tidak nutrisi pasien dapat teratasi dengan kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
adekuat (00002). hasil: menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
3. Anjurukan pasien untuk meningkatkan
badan
intake IV
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Menunjukan peningkatan fungsi
protein dan vitamin C
pengecapan dari menelan
5. Berikan substansi gula
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
berarti
kalori
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
10. Monitor kadar albumin, total
protein, HB, dan kadar HT
11. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
3. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management:
berhubungan dengan kelembapan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
(00046) integritas kulit pasien dapat teratasi dengan pakaian yang longgar
kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering
- Integritas kulit yang baik bisa
3. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien)
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
setiap 2 jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
pada daerah tertekan
- Perfusi jaringan baik
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
6. Memandikan pasien dengan sabun dan
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
air hangat
cidere berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
(NIC&NOC, 2008)
Daftar Pustaka

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan
Suddarth. Jakarta : EGC.

Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15.
Alih Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC.

Doctherman, J. McCloskey. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) & Nursing


Outcomes Clasifications (NOC). USA : Mosby.

Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.

Herdman, T. Heather. 2013. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Kee, Joyce L.1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina
Hany. Jakarta: EGC.

Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh


Setiawan, dkk. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.
(Ed. 6). Missouri : Mosby.

Anda mungkin juga menyukai