Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

OLEH:

A.ZULFIKRI.M

14220190009

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar
yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari.
Definisi diare dari berbagai pengertian diatas, yaitu suatu keadaan dimana
seseorang BAB lebih dari tiga kali sehari, dengan konsistensi lebih cair dari
biasanya.

2. Etiologi
Etiologi atau faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare yang
dikutip dari (Marlina, 2011) yaitu antara lain:
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi Virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c) Investasi parasit: Cacing, Jamur (Candida Albicans).
2) Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.
b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktosa.
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan: Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas

3. Klasifikasi
Pedoman dari Laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling
lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan
suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan
patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan
penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan banyaknya
pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk
dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.

4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pasien diare berdasarkan klasifikasinya yang dikutip
dari (Nurarif & Kusuma, 2015) diantaranya:
a. Diare akut
1) Akan hilang dalam 72 jam dari onset
2) Onset yang tak terduga dari BAB encer, gas-gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut.
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
4) Demam
b. Diare Kronis
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
2) Penurunan BB dan nafsu makan
3) Demam indikasi terjadi infeksi
4) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah

Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare dikutip dari (Nurarif & Kusuma,
2015):
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri cairan untuk diare
a. Letargis/tidak sadar dengan dehidrasi berat
b. Mata cekung (rencana terapi C)
c. Tidak bisa/malas
minum
d. Cubitan kulit perut
kembali sangat lambat
(>2 detik)
Terdapat 2 atau lebih tanda: a. Beri anak cairan
a. Rewel, gelisah dengan makanan
b. Mata cekung untuk dehidrasi ringan
(rencana terapi B)
Dehidrasi sedang / ringan
c. Minum dengan lahap, b. Setelah rehidrasi,
haus nasehati ibu untuk
d. Cubitan kulit kembali penanganan di rumah
dengan lambat dan kapan kembali
segera
Tidak terdapat cukup tanda a. Berikan cairan dengan
untuk diklasifikasikan makanan, untuk
sebagai dehidrasi ringan menangani diare di
atau berat rumah (rencana terapi
A)
Tanpa dehidrasi
b. Nasehati ibu kapan
kembali segera
c. Kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari
jika tidak membaik.

5. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga
gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
6. Pathways
Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Faktor makanan Faktor Psikologi
karbohidrat, lemak, protein

Masuk dan Tekanan osmotik Toksin tidak dapat Ansietas


berkembang diserap
dalam usus

Hipersekresi Pergeseran air Hiperperistaltik


air dan elektrolit dan elektrolit
(isi rongga usus ) ke rongga usus Menurunnya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frekuensi BAB meningkat Distensi abdomen

Kehilangan cairan & elektrolit Kerusakan Mual, muntah


Integritas
berlebihan kulit

Dehidrasi Nafsu makan menurun

BB menurun
Kekurangan
volume cairan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau diagnostik yang dapat mendukung
ditegakkannya diagnosis diare dikutip dari (Nurarif & Kusuma, 2015) antara
lain:
a. Pemeriksaan tinja, meliputi:
5) Makroskopis dan mikroskopis
6) pH dan kadar gula dalam tinja
7) biakan dan resistensi feses (colok dubur)
8) Bila perlu diadakan uji bakteri
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernapasan kusmaul)
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium, dan Posfat

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Brunner&Suddarth (2014):
a. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala,
mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit
penyebab
b. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi)
dan antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)), defiknosilit
(limotil) dapat mengurangi tingkat keparahan diare.
c. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat
diprogramkan
d. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau
diare tergolong berat
e. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat
muda atau pasien lansia.
f. Terapi obat menurut Markum (2008):
1) obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg,
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2) obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3) antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.

9. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan

10. Tumbuh Kembang


Anak usia toddler adalah anak usia 12 – 36 bulan ( 1 – 3 tahun ) pada
periode ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan
bagaimana menngontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan
tindakan keras kepala. Hal ini merupakan periode yang sangat penting untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara optimal (Perry,
1998).
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui tumbuh kematangan belajar (Wong’s, 2000).
Usia 1 tahun merupakan usia yang penuh berbagai hal yang menarik
antara lain berubah dalam cara makan, cara bergerak, juga dalam keinginan
dan sikap atau perasaan si kecil apabila disuruh melakukan sesuatu yang tidak
ia sukai, ini akan menyatakan sikap dan nalurinya mengatakan “tidak” baik
dengan kata – kat maupun perbuatan, meskipun sebetulnya hal itu disukai
( psikolog menyebutnya negatifisme ). Kenyataan ini berbeda pada saat usia
di bawah satu tahun, si kecil akan menjadi seseorang penyidik yang sangat
menjengkelkan, mereka akan menyelinap masuk setiap sudut rumah,
menyentuh semua benda yang ditemukannya, menggoyangkan meja dan
kursi, menjatuhkan benda apapun yang bisa dijatuhkan, memanjat apa yang
bisa di oanjat, memasukkan benda kecil ke dalam benda yang lebih besar dan
sebagainya. (Hurlock, 2002)
Pada usia 2 tahun si kecil cenderung mengikuti orang tuanya kesana
kemari, ikut – ikutan menyapu, mengepel, menyiram tanaman, semua ini
dilakukan dengan penuh kesungguhan. Pada usia 2 tahun anak sudah mulai
belajar bergaul, ia senang sekali menonton anak lain bermain, perasaan tauk
dan cemas sering terjadi apabila orang tuanya meninggalkan anak sendiri.
Seandainya orang tua harus bepergian lama atau memutuskan untuk kembali.
Anak pada usia 3 tahun biasanya lebih mudah dikendalikan karena anak
sudah dalam perkembangan emosi, sehingga mereka mengenggap ayah dan
ibunya sebagai orang yang istimewa. Sikap permusuhan dan kebandelan yang
muncul pada usia antara 2,5 sampai 3 tahun tampaknya makin berkurang,
sikap pada orang tua bukan saja bersahabat tapi sangat ramah dan hangat.
Anak menjadi sangat patuh pada orang tuanya, sehingga mereka akan
bertingkah laku baik dan menurut sekali. Jika keinginan mereka bertentangan
dengan kehendak orang tuanya, karena mereka tetap mahluk hidup yang
mempunyai pendapat sendiri. Pada usia 3 tahun, anak cenderung meniru
siapapun yang dilakukan orang tuanya sehari – hari, disebut proses
identifikasi. Dalam proses inilah karakter anak dibentuk jauh lebih banyak
dibentuk dari petunjuk yang diterima dari orang tuanya, seperti membentuk
model diri mereka, membina kepribadian, membentuk sikap dasar bai
terhadap pekerjaan, orang tua dan dirinya sendiri (Hurlock, 2002).
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,
yaitu secara bertahap, berat dan tinggi anak senakin bertambah dan secara
simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,
psikososial, maupun spiritual (Supartini, 2000).
Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai
ranah pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan
perkembangan biologis. Secara umum pertumbuhan baik dari segi berat
maupun tinggi badab berjalan cukup stabil atau lambat. Rata – rata
bertambah sekitar 2,3 kg/ tahun, sedangkan tinggi badan bertambah sekitar
6 – 7 cm / tahun ( tungkai bawah lebih dominant untuk bertambah
dibanding  anggota tubuh lainnya ). Hampir semua fungsi tubuh sudah
matang dan stabil sehingga dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan
dan stress, sehingga saat inisudah bisa diajarkan toilet training.
b. Motorik Kasar
Perkembangan kemampuan motorik kasar adalah kemampuan yang
berhubungan dengan gerak – gerak kasar yang melibatkan sebagian besar
organ tubuh seperti berlari, dan melompat. Perkembangan motorik kasar
ini sangat dipengaruhi oleh proses kematangan anak juga bisa berbeda.
Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol. Motorik kasar
anak umur 15 bulan antara lain sudah bisa berjalan sendiri  tanpa bantuan
orang lain. Anak usia 18 bulan sudah mulai berlari tapi masih sering jatuh,
menarik-narik mainan, mulai senang naik tangga tetapi masih dengan
bantuan. Pada anak usia 24 bulan berlari sudah baik, dapat naik tangga
sendiri dengan kedua kaki tiap tahap. Sedangkan pada anak usia 36 bulan
sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju dengan
bantuan, mulai bisa naik sepeda beroda tiga.
c. Motorik Halus
Kemampuan motorik adalah kemampuan yang berhubungan
ketrampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata – tangan.
Saraf motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangakan melalui kegiatan
dan rangsangan yang kontinu secara rutin. Seperti bermain puzzle,
menyusuun balok, memasukkan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya,
membuat garis, melipat kertas, dan sebagainya.
Motorik halus pada anak usia 15 bulan antara lain sudah bisa
memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak,
melempar benda. Pada anak usia 18 bulan sudah bisa makan  dengan
menggunakan sendok, bisa membuka halaman  buku, belajar menyususun
balok-balok. Anak usia 24 bulan sudah bisa membuka pintu, membuka
kunci, menggunting sederhana, minum dengan menggunakan gelas atau
cangkir, sudah dapat menggunakan gelas atau cangkir, sudah dapat
menggunakan sendok dengan baik. Sedangkan pada anak usia 36 tahun
sudah bisa menggambar lingkaran, mencuci tangan nya sendiri,
menggosok gigi.
Anak pada usia 2 – 3 tahun memiliki beberapa kesamaan karakteristik
dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami
pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak
usia 2 – 3 tahun antara lain: anak sangat aktif mengeksplorasi benda –
benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam
dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh
anak terhadap benda – benda apa saja yang ditemui merupakan proses
belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut
menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada
hambatan dari lingkungan.
d. Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia toddler secara umum pemerolehan
bahasa anak usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan
psikis. Secara fisik kemampuan anak dalam memproduksi kata – kata
ditandai oleh perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang
tumbuh. Pada tahap tertentu pemerolehan bahasa ( kemampuan
mengucapkan dan memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan
mendengarkan, melihat dan mengartikan symbol – simbolbunyi dengan
kematangan otaknya. Sedangkan secara psikis, kemampuan memproduksi
kata – kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi emosional
anak saat berlatih mengucapkan kata – kata.
Pada usia ini anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa.
Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang
belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami
pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
Pada anak usia 13 bulan, anak sudah mulai dapat mengucapkan kata –
kata sederhana seperti “mama” atau “papa”. Pada usia 17 bulan, umumnya
anak sudah dapat mengucapkan kata gantidiri dan merangkainya dengan
beberapa kata sederhana dan mengutarakan pesan – pesan seperti, “ Adik
mau susu.” . Pada anak usia 18 – 23 bulan, anak mengalami
perkembangan yang pesat dalam mengucapkan kata – kata.
Perbendaharaan kata anak – anak pada usia ini mencapai 50 kata. Selain
itu anak sudah mulai sadar bahwa setiap benda memiliki nama sehingga
hal ini mendorongnya untuk melancarkan kemampuan bahasanya dan
belajar kata – kata baru lebih cepat.

11. Hospitalisasi pada Anak


Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit
atau masa selama  di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap
orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap
anak itu sendiri maupun terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena
mereka tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka
terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda,
perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun pada keluarga,
hal ini akan memacu anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam
menangani  stress. Jika anak tidak mampu menangani stress dapat
berkembang menjadi krisis.
a. Faktor-Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi Pada Anak
Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak
adalah :
a. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang
baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
b. Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian,
jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
c. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan
oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan
kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
d. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena
anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan
menyakitkan. Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat
dapat mengurangi stress akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan
perkembangan anak kearah yang normal.(Whaley & Wong’s, 1999).
b. Faktor Resiko Yang Meningkatkan Anak Lekas Tersinggung Pada Stres
Hospitalisasi
1) Temperamen yang sulit
2) Ketidakcocokan antara  anak dengan orang tua
3) Usia antara 6 bulan – 5 tahun
4) Anak dengan jenis kelamin laki-laki
5) Intelegensi dibawah rata-rata
6) Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.
(Whaley & Wong’s, 1999)
c. Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi (Saat Di RS)  Sesuai Dengan
Perkembangan Anak
Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa
yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak
dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan
lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman
dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber stress utama pada anak yaitu
akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga
“Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu
1) Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang
lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
perhatian orang lain.
2) Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif,
kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih
dan apatis.
3) Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan,
membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai
menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam
mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti
makan, tidur, mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di
Rumah Sakit, anak  akan kehilangan kebebasan dan pandangan
egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan
menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari
peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
negatifistik dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka
waktu lama (karena penyakit kronik) maka anak akan berespon dengan
menarik diri dari hubungan interpersonal.
d. Reaksi Keluarga Terhadap Anak Yang Sakit Dan Dirawat Dirumah Sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota
dalam keluarga :
1) Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat
dirumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang
informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya
terhadap masa depan anak. Orang tua bereaksi  dengan tidak percaya
terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan
bereaksi dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri
karena tidak mampu merawat anak sehingga anak menjadi sakit
2) Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit
adalah marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali
mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit
dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan
perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.
e. Peran Perawat Dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi
keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan
kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi
support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan
dalam keluarga dan memberikan informasi :
1)  Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama
pada anak usia kurang dari 5 tahun.
a) Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk
mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua dan
anak.
b) Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak
yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal :
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan
makanan pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai
Health Educator terhadap keluarga.
c) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan
mendekorasi dinding memakai poster atau kartu bergambar
sehingga anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
d) Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan
sekolah dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui
kunjungan teman-teman sekolah, surat menyurat atau melalui
telpon.
2) Mencegah perasaan kehilangan control
a) Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk
mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif.
Untuk bayi dan toddler, kontak orang tua – anak mempunyai arti
penting untuk mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan
atau prosedur  yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan
untuk membantu, mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan.
Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi, misal luka bakar berat,
dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau jendela,
memberi musik, dll.
b) Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat
dilihat dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian,
mandi, toileting dan interaksi social.
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”. Pendekatan
ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah
mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual
kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur
pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual
tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan
anak.
3) Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
adalah penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa
yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia
merasa takut, dll. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi
ketakutan akibat perlukaan tubuh, misal : jika anak takut diukur
temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan melalui ketiak
atau axilla.
4) Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan
keluarga, tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif
antara anak dan anggota keluarga :
a) Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk
belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang
tua tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif,
maka mereka dapat memberi support dan juga akan memperluas
pandangan orang tua dalam merawat anak yang sakit.
b)  Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota
keluarga belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
c) Meningkatkan Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau
hospitalisasi akan memberi kesempatan untuk self - mastery.
Anak pada usianya lebih mudah punya kesempatan untuk
mengetest fantasi atau realita.Anak yang usianya lebih besar,
punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung
dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-mastery
dengan menekan kemampuan personal anak.
d) Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya
maka akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka.
Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan team kesehatan selain itu
orang tua juga memperoleh kelompok social baru dengan orang
tua anak yang punya masalah yang sama.
5) Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan
anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik
dari  perasaan dan responnya terhadap stress memberi kesempatan
kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
a) Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah
memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan,
serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat,
serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit
dan dirawat.
b) Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada
anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit
(kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara
teratur, dll.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
b. Keluhan Utama: BAB lebih dari 3 x
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-
5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14
hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga: Ada salah satu keluarga yang mengalami
diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
1) Pertumbuhan
a) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
b) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
c) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
d) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
3) Perkembangan
a) Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangan ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
c) Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
(1) berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
(2) Meniru membuat garis lurus (GH)
(3) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
(4) Melepasa pakaian sendiri (BM)
i. Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat >35x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat >40x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat >120x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik,
suhu meningkat >37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang >2 detik, kemerahan pada
daerah perianal.
i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah
protes, putus asa, dan kemudian menerima.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban
d. Ansietas berhubungan perubahan dalam status kesehatan

3. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Monitor status hidrasi 1) Mengevaluasi
tindakan keperawatan (kelembaban keadaan umum
selama 3 x 24 jam, membran mukosa, pasien
diharapkan cairan dan nadi adekuat, tekanan
elektrolit klien darah ortostatik), jika
seimbang dengan diperlukan.
kriteria hasil: 2) Dorong masukan oral 2) Mengoptimalkan
1) Turgor kulit elastis masukan oral
2) Intake dan output 3) Kolaborasikan 3) Memberikan suplai
cairan seimbang pemberian cairan cairan tubuh
3) Membrane mukosa intravena IV
lembab
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji status nutrisi 1) Untuk menentukan
tindakan keperawatan pasien intervensi yang akan
selama 3 x 24 jam diberikan
diharapkan pemenuhan 2) Jaga kebersihan 2) Mulut yang bersih
kebutuhan nutrisi klien mulut, anjurkan untuk dapat meningkatkan
tercukupi dengan selalu melakukan oral nafsu makan
kriteria hasil: hygiene
1) Intake nutrisi 3) Anjurkan pasien 3) Makan sedikit demi
tercukupi makan sedikit tapi sedikit dapat
2) Asupan makanan sering meningkatkan
dan cairan intake nutrisi
tercukupi 4) Berikan informasi 4) Informasi yang
yang tepat terhadap diberikan dapat
pasien tentang memotivasi pasien
kebutuhan nutrisi untuk mrningkatkan
yang tepat dan sesuai intake nutrisi,

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban


Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Memonitoring kulit 1) Dengan
tindakan keperawatan yang memerah dan memonitoring area
selama 3x24 jam terjadi kerusakan kulit yang merah
diharapkan integritas dan terjadi
kulit pasien teratasi kerusakan untuk
dengan kriteria hasil: mengurangi resiko
1) Tidak ada luka dekubitus
pada kulit 2) Menjaga linen agar 2) Agar tidak ada
2) Perfusi jaringan tetap bersih, kering, penekanan beberapa
baik dan tidak mengkerut bagian kulit
3) Mobilisasi klien tiap 2 3) Dapat mengurangi
jam penekanan

d. Ansietas berhubungan perubahan dalam status kesehatan


Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Gunakan teknik dan 1) Klien akan lebih
tindakan keperawatan komunikasi yang nyaman bisa terbuka
selama 1 x 15 menit, terapeutik
diharapkan tingkat 2) Dorong klien untuk 2) Dengan
ansietas klien berkurang emngungkapkan mengungkapkan
dengan kriteria hasil: perasaannya dan hal perasaan terhadap
1) Klien mampu yang dicemaskan seseorang membuat
mengungkapkan klien lebih nyaman
rasa cemasnya 3) Anjurkan klien 3) Pikiran yang rileks
2) Klien menunjukkan menggunakan teknik akan mengurangi
ekspresi wajah, relaksasi kecemasan
bahasa tubuh, dan 4) Hadirkan orang tua di 4) Dengan hadirnya
tingkat kecemasan dekat klien orang tua klien akan
yang berkurang membuat klien
merasa aman dan
nyaman

DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Carpenitto, L. J. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 7.
Jakarta: EGC.
Markum, A. H. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Marlina, Lina. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn. U Khususnya An. A
Dengan Masalah Diare Di Desa Kangkung Mranggen Demak, Undergraduate
Theses Universitas Muhammadiyah Semarang. Diakses tanggal 17 September
2018. <http://sasing.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-linamarlin-6268>
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi Dan
Anak. Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak sakit. Jakarta: EGC.
Suryanah. 2000. Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
World Health Organization. 2009. Diarrhea: Why Children Are Dying And What Can
Be Done. Switzerland. Diakses tanggal 17 September 2018
<http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf

Anda mungkin juga menyukai