Anda di halaman 1dari 5

PERBANDINGAN KLASIK, NEO KLASIK DAN MODERN Klasik Neo Klasik Modern Manusia =

Mahluk rasional Manusia = Mahluk Manusia tidak diperhatikan Psikososial sebagai individu
Perhatian pada kelompok individu Mampu menentukan Tidak mampu menentukan Mampu
menentukan anatomi organisasi anatomi orgnisasi anatomi organisasi (secara makro) Fokus
perhatian: Fokus perhatian: Fokus perhatian: Anatomi orgnisasi/jumlah Hubungan antar
manusia Hubungan organisasi personil dengan lingkungan Organisasi = Sistem tertutup
Organisasi = Sistem tertutup Organisasi = Sistem terbuka

A. Tugaskatan Modern Pendekatan Modern Setelah munculnya Pendekatan Neoklasik,


tampak bahwa teori organisasi mempunyai kecenderungan “menyebar”. Pendekatan-
pendekatan yang ada hingga masa itu sering kali tidak ada hubungannya satu sama lain,
bahkan saling bertentangan. Pendekatan Klasik dan Neoklasik merupakan contoh yang tepat
mengenai gejala menyebar tersebut. Pendekatan Klasik memfokuskan perhatian pada
anatomi organisasi dan memandang manusia makhluk rasional yang tidak mempunyai aspek
sosial, sedangkan Pendekatan Neoklasik justru mementingkan aspek sosial, tetapi kurang
memperhatikan anatomi organisasi.Oleh karena itu, bisa diduga bahwa berbagai
pendekatan tersebut tidaklah mampu mencapai suatu kesatuan pandangan mengenai
masalah organisasi. Hal ini menyebabkan solusi yang dirumuskan dalam analisis terhadap
suatu permasalahan organisasi sering kali berbeda, tergantung jenis pendekatan yang
digunakan.Pendekatan Modern dipandang sebagai pendekatan yang mampu menyatukan
keseluruhan pandangan dalam analisis organisasi. Pandangan ini munculnya diawali oleh
suatu penelitian yang dilakukan oleh Joan Woodward pada tahun 1950-an terhadap 100
perusahaan manufaktur didaerah South Essex - Inggris8 Penelitian Woodward ini mencoba
mempelajari penggunaan prinsip-prinsip manajemen klasik (seperti rentang kendali, dan
rasio karyawan langsung terhadap karyawan tidak langsung dan penggunaannya pada
berbagai perusahaan, untuk menemukan karakteristik organisasi dari perusahaan yang
sukses.Penelitian ini pada mulanya tidak berhasil menemukan ciri-ciri organisasi yang sukses
tersebut. Tetapi, setelah Woodward mengelompokkan seluruh perusahaan menurut jenis
teknologinya, barulah terlihat bahwa perusahaan yang sukses pada setiap kelompok
teknologi, mempunyai karakteristik organisasi tertentu, yang berbeda dari perusahaan yang
tidak sukses di kelompoknya maupun terhadap karakteristik organisasi perusahaan yang
sukses dari kelompok teknologi yang lainnya.Dengan demikian, penelitian ini
memperlihatkan bahwa jenis teknologi mempunyai pengaruh terhadap bentuk organisasi
perusahaan, yang juga berarti bahwa untuk setiap jenis teknologi terdapat suatu bentuk
organisasi tertentu yang sesuai.Penelitian Woodward segera diikuti oleh beberapa penelitian
sejenis, yang keseluruhannya akhirnya menunjukkan bahwa selain jenis teknologi, terdapat
juga berbagai aspek lainnya yang berpengaruh terhadap karakteristik organisasi, yaitu
faktor-faktor lain yang terdapat dalam lingkungan organisasi Hal ini berarti bahwa organisasi
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, dan hanya organisasi yang bisa menyesuaikan diri
(beradaptasi) secara tepat terhadap tuntutan lingkungan, yang akan dapat mencapai
keberhasilannya. Oleh karena itu, bentuk dan cara pengelolaan organisasi haruslah
disesuaikan dengan atau “tergantung” pada kondisi lingkungannya. Ketergantungan ini
menyebabkan Pendekatan Modern

Kadang-kadang disebut juga sebagai pendekatan “ketergantungan” (contingency).

A. Pendekatan Klasik
Munculnya Pendekatan Klasik dalam teori organisasi diilhami oleh beberapa konsep
pemikiran yang dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1915), yang ia rumuskan
berdasarkan pengalaman kerjanya pada perusahaan baja Bethlehem Steel di Amerika5.
Taylor adalah seorang insinyur yang mendapat tugas memimpin dan meningkatkan
produktivitas dari sejumlah besar karyawan pelaksana. Oleh karena itu, dari pengalamannya
tersebut, muncul pemikiran Taylor yang sesungguhnya bukan menyangkut organisasi, tetapi
cenderung membahas pengaturan cara bekerja, khususnya bagi pekerja pelaksana (seperti
tukang-tukang, dan operator mesin), dan mencoba merumuskan cara (gerakan) kerja baku
yang paling efisien, berdasarkan pemikiran berikut .Pertama, setiap jenis pekerjaan dapat
dianalisis secara ilmiah (scientific) untuk menemukan cara terbaik dalam pelaksanaannya
(yang disebut one best way), berupa metode kerja baku yang paling efisien, yang mampu
memberikan hasil yang maksimal.Adanya metode kerja baku yang paling efisien ini
membuka kesempatan untuk menetapkan pekerja yang paling sesuai untuk setiap jenis
pekerjaan.Kedua, cara atau metode kerja baku ini belum tentu sesuai dengan keinginan
pekerja, tetapi pekerja bisa dirangsang dengan imbalan finansial agar bersedia
menjalankannya, yang berarti bahwa pandangan ini menganggap para pekerja bersifat
“rasional”, bersedia mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka sukai asalkan
mendapat imbalan finansial yang memadai.Oleh karena pekerja pelaksana diharapkan
memberikan hasil yang maksimal maka dalam pendekatan Taylor ini para pekerja tersebut
secara khusus hanya ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan pelaksanaan saja dan
dibebaskan dari tugas lain (seperti merencanakan metode kerja, atau membuat rencana
kerja). Kekhususan (spesialisasi) tersebut diharapkan akan dapat membebaskan para pekerja
pelaksana dari keharusan “membagi” perhatian terhadap hal-hal lain di luar tugas
pelaksanaan sehingga mereka bisa lebih produktif.Adanya metode kerja baku juga
memberikan keuntungan, yaitu membuka kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi
penyelesaian suatu tugas.

C . Pendekatan Neoklasik

Pendekatan ini muncul dari serangkaian percobaan yang dilaksanakan Oleh Elton Mayo dan
kelompoknya antara tahun 1927 hingga 1932 pada Pabrik Hawthorne milik perusahaan elektronika
Western Electric Company Di Amerika. Rangkaian percobaan ini sesungguhnya didasari oleh prinsip-
Prinsip Taylor walaupun hasilnya ternyata menunjukkan kesimpulan yang Bertolak belakang dengan
prinsip-prinsip Taylor tersebut.Salah satu percobaan dilakukan untuk mempelajari pengaruh kondisi
Fisik tempat bekerja terhadap prestasi pekerja. Pada awalnya, kondisi fisik Yang diteliti adalah kuat
penerangan ruangan kerja. Beberapa pekerja wanita Yang tugasnya melakukan assembling
komponen elektronik, ditempatkan Pada sebuah ruang kerja khusus yang kuat penerangannya bisa
diatur. Para Pekerja ini sebelumnya bekerja di sebuah ruangan besar dengan ratusan Pekerja wanita
lainnya. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa prestasi Pekerja selalu meningkat walaupun kuat
penerangan di tempat kerja berubah, Baik menjadi lebih terang ataupun menjadi lebih gelap. Secara
tidak sengaja, percobaan ini menunjukkan bahwa selain pengaruh Kondisi fisik ruangan, juga ada
faktor lain yang mempengaruhi prestasi Pekerja, yaitu ikatan sosial. Ikatan sosial mempengaruhi
prestasi pekerja,Karena mereka dipisahkan menjadi kelompok kecil dan ditempatkan pada Sebuah
ruang kerja khusus, terpisah dari para pekerja assembling lainnya. Ikatan sosial yang terjadi,
kemudian berkembang menjadi solidaritas Kelompok sehingga semua pekerja berusaha bekerja
dengan prestasi yang Baik agar tidak mengecewakan ataupun memalukan kelompoknya.Percobaan
Hawthorne ini segera diikuti dengan percobaan-percobaan Lain yang sejenis, yang akhirnya
melahirkan Pendekatan Neoklasik atau Disebut juga pendekatan Human Relations karena
perhatiannya bertumpu Pada aspek hubungan antar manusia dalam organisasi.Pendekatan ini
berpegang pada beberapa prinsip berikut.

a. Organisasi adalah suatu sistem sosial, dimana hubungan antara Anggotanya merupakan
interaksi sosial.
b. Interaksi sosial ini menyebabkan munculnya kelompok non-formal Organisasi, yang memiliki
norma tersendiri yang berlaku dan merupakan Pegangan bagi seluruh anggota kelompok.
Norma ini berpengaruh Terhadap sikap maupun prestasi para anggota kelompok.
c. Interaksi sosial antara anggota organisasi bisa dan perlu diarahkan agarPengaruhnya bersifat
positif bagi individu maupun kelompok. OlehKarena itu, diperlukan saluran komunikasi yang
efektif untuk Mengarahkan interaksi sosial tersebut, sebab kelompok-kelompok non-Formal
bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda dari kepentingan Organisasi.Oleh karena
beberapa alasan tersebut, dalam organisasi diperlukan Pemimpin yang selain
memperhatikan struktur formal, juga mempunyai Perhatian terhadap aspek psikososial.
Diperlukan keterampilan sosial diSamping keterampilan teknis agar mampu membina
munculnya ikatan sosial Yang sehat dalam organisasi. Dari penjelasan tersebut tampak
bahwa perhatian Pendekatan Neoklasik Terfokus pada aspek hubungan antarmanusia dalam
organisasi, dan kurang Memperhatikan struktur pembagian tugas, tanggung jawab, dan
wewenang Ataupun secara lebih luas anatomi organisasi. Hal ini sering kali dipandang
Sebagai kelemahan utama Pendekatan Neoklasik.

2.Analisis Robert Duncan

(regelende besturende bevoegdheid) kepada daerah-daerah otonomi di dalam lingkungannya.

Ketidakpastian Lingkungan
Lingkungan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi McLeod & Schell,
(2001: 27). Lingkungan suatu organisasi akan berbeda dibandingkan dengan lingkungan
pada organisasi lainnya, bergantung pada jenis dan lokasinya. Hopeman (1969) dalam
Soewarno (2004: 13-14) secara umum lingkungan perusahaan dapat digolongkan menjadi
8 (delapan) elemen, yaitu: (1) pelanggan, (2) pemasok, (3) pesaing, (4) pemerintah, (5)
lembaga keuangan, (6) pemegang saham atau pemilik perusahaan, (7) serikat pekerja,
(8) masyarakat luas yang bermukim di sekitar perusahaan.
Sedangkan Pierce II dan Robinson, Jr (1997:15) mendefinisikan lingkungan eksternal
atau dapat juga disebut dengan lingkungan organisasi sebagai seluruh kondisi dan
kekuatan yang mempengaruhi pemilihan strategi dan menentukkan situasi kompetisi
organisasi atau unitnya. Lingkungan eksternal juga memainkan peranan penting dalam
eksistensi organisasi.
Ketidakpastian lingkungan dapat didefenisikan sebagai rasa ketidak mampuan individu
untuk memprediksi sesuatu secara akurat (Miliken, 1987). Seseorang mengalami
ketidakpastian kerena dia merasa tidak memiliki informasi yang cukup untuk
memprediksi secara akurat, atau kerena dia merasa tidak mampu membedakan antara data
yang relevan dengan data yang tidak relevan. Lingkungan akan mempengaruh kehidupan
organisasi, karena di dalam lingkungan organisasi yang stabil proses perencanaan dan
pengendalian tidak banyak menghadapi masalah, namun dalam kondisi yang tidak pasti
proses perencanaan dan pengendalian akan menjadi lebih sulit dan banyak menghadapi
masalah karena kejadian-kejadian yang akan datang sulit diperkirakan. Menurut Ferris
(1977) ketidakpastian lingkungan adalah suatu persepsi kejadian (perceptual
phenomenon), konsekuensi jika lingkungan itu sendiri adalah persepsi kejadian,
logikanya adalah mengikuti kondisi pada lingkungan itu yaitu ketidakpastian.
Lingkungan fisik secara nyata adalah tidak pasti, seperti dalam pernyataan ”lingkungan
adalah tidak pasti” ini dimaksud bahwa persepsi individu terhadap lingkungan berarti
tidak pasti pula. Konsep ketidakpastian, tidak berhubungan dengan lingkungan fisik itu
sendiri, tetapi dengan pengetahuan individu dan persepsi terhadap lingkungannya.
Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan oleh seorang pemimpin (manajer) menurut
Miliken (1987) adalah jika manajer berada dalam ketidakpastian lingkungan dalam
organisasinya atau khususnya komponen-komponen dalam lingkungannya yang tidak
dapat diprediksi, dan mereka merasa tidak pasti terhadap tindakan relevan yang diambil
berkenaan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengannya (constituencies) seperti:
suppliers, competitors, consumers, stakeholder.Lebih lanjut Miliken (1987) mengidentifikasi
tiga tipe ketidakpastian lingkungan yaitu: ketidakpastian keadaan (state uncertanty),
ketidakpastian pengaruh (effect uncertainty), dan ketidakpastian respon

3. Analisis pendekatan proses untuk pengukuran efektivitas organisasi dengan lengkap?

Pendekatan Sumber (System Resource Approach) Pendekatan sumber mengukur efektivitas


melalui keberhasilan organisasi dalam mendapatkan berbagai macam sumber (input) yang
dibutuhkannya. Pendakatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan suatu
organisasi terhadap lingkungannya. Organisasi memang seharusnya mempunyai hubungan
yang erat dengan lingkungannya karena dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
merupakan input bagi organisasi, dan output yang dihasilkan juga dilemparkan oleh
organisasi kepada lingkungannya. Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilannya dalam pemanfaatan lingkungan untuk memperoleh berbagai jenis sumber
yang bersifat langka maupun yang nilainya mahal. Secara sederhana, pendekatan ini sering
kali mengukur efektivitas organisasi dengan menggunakan jumlah atau kuantitas berbagai
jenis sumber yang berhasil diperoleh organisasi dari lingkungan. Secara lebih umum,
pendekatan sukber mempergunakan beberapa dimensi berikut untuj mengukur efektivitas
organisasi.
1. Kemampuan organisasi dalam memanfaatkan lingkungan untuk mendapatkan berbagai
jenis sumber yang sifatnya langka dan mahal.
2. Kemampuan para pengambil keputusan dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-
sifat lingkungan secara tepat.
3. Kemanpuan organisasi untuk mengambil output tertentu dengan menggunakan sumber-
sumber yang berhasil diperoleh.
4. Kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasionalnya sehari-hari.
5. Kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan. Pengukuran efektivitas dengan pendekatan sumber ini mampu memberikan
alat ujur yang sama untuk mengukur efektivitas berbagai organisasi yang jeniasnya
berbeda, yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran.
Kemampuan untuk mendapatkan jenis sumber yang sama-sama dibutuhkan merupakan
alat untuk membandingkan efektivitas organisasi walaupun satu sama lain mempunyai
sasaran yang berlainan jenisnya. Organisasi yang bisa tetap hidup tentunya layak
dianggap lebih efektif daripada organisasi yang tidak dapat bertahan. Jika sumber yang
diperoleh oleh organisasi mencukupi untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dikatakan
bahwa organisasi mampu mencapai tingkatan pertama dari efektivitas. Setelah itu,
tingkatan efektivitas langka yang berhasil diperoleh organisasi dari lingkungannya.
Dengan demikian, organisasi bisa dibandingkan keberhasilannya dengan menggunakan
kriteria pengukuran efektivitas yang sama walaupun sasarannya berbeda. Sumber:
BMP/EKMA4157/Modul 3

Anda mungkin juga menyukai