1. Pendekatan Klasik
Pendekatan ini biasa disebut dengan Machine Theory (The Sciebtific Management
School). Munculnya pendekatan Klasik dalam teori organisasi diilhami oleh beberapa
konsep yang dikemukakan oleh Frederick W. Taylor pada tahun 1919, yang ia rumuskan
berdasarkan pengalamannya bekerja pada sebuah perusahaan baja, Bethlehem Steel, di
Amerika Serikat. Walaupun konsep-konsep Taylor ini tidak secara langsung menyangkut
permasalahan organisasi, tetapi pada perkembangannya, akhirnya melahirkan pandangan
Klasik yang terutama berbicara mengenai anatomi organisasi.
Konsep Taylor membahas pengaturan cara bekerja, khususnya untuk pekerja
pelaksana seperti tukang-tukang, operator mesin, dan sebagainya. Konsep ini mencoba
merumuskan cara kerja yang paling efesien, yang didasarkan pada beberapa pandangan
berikut :
a.
Setiap pekerja bias dianalisis secara alamiah (scientific) untuk menemukan cara terbaik
dalam melaksanakannya, berupa metode kerja baku yang paling efesien, yang mampu
memberikan hasil yang maksimal. Adanya metode kerja baku ini membuka kemungkinan
untuk menetapkan pekerja yang paling cocok untuk setiap jenis pekerjaan.
b.
Cara atau metode kerja baku ini belum tentu sesuai dengan keinginan pekerja, tetapi
para pekerja bisa dirangsang dengan imbalan finansial agar bersedia melaksanakannya.
Karena pekerja pelaksana diharapkan memberikan hasil yang maksimal, maka
dalam pendekatan ini mereka secara khusus hanya ditugaskan untuk melaksanakan
pekerjaan pelaksanaan saja. Tugas untuk merencanakan metode kerja, mengkoordinasikan
maupun mengorganisasikan pekerjaan dilakukan oleh pihak manajemen. Dengan
kekhususan tersebut, pekerja maupun pihak manajemen diharapkan akan menjadi lebih ahli
dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bisa bekerja secara efisien.
Keuntungan lain karena adanya metode kerja yang baku adalah terbukanya
kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi setiap pekerja untuk menyelesaikan suatu
tugas. Dengan demikian, jika jenis dan volume pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
suatu organisasi telah diketahui, dan juga kapasitas setiap jenis pekerja telah diukur
(ditunjukkan dengan waktu baku bagi seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu tugas),
maka dapatlah ditetapkan jenis dan jumlah pekerja yang diperlukan dan juga pendistribusian
pekerja-pekerja tersebut dalam organisasi.
Uraian tersebut memperlihatkan bahwa konsep Taylor, walaupun bukan merupakan
suatu studi mengenai organisasi, tetapi berpengaruh terhadap bentuk atau anatomi
organisasi, dan juga terhadap cara pengorganisasian, misalnya :
a. Memisahkan secara tegas tugas-tugas yang coraknya berbeda, seperti antara
perencanaan dengan pelaksanaan, sehingga berpengaruh terhadap pembagian tugas
dalam organisasi.
b. Memperkenalkan penggunaan standar, baik untuk metode kerja maupun untuk waktu
kerja, yang dapat digunakan untuk mengontrol performansi pekerja.
c. Adanya standar tersebut membuka kemungkinan untuk menetapkan besarnya upah dan
upah perangsang secara adil, sebagai alat untuk memotivasi pekerja.
Cara pengorganisasian yang didasari oleh konsep Taylor ini kemudian dipergunakan
secara luas walaupun pada permulaannya mendapat tantangan dari berbagai pihak, baik
dari para pekerja maupun dari pihak manajemen.
Keberatan pihak manajemen terutama berkaitan dengan cara pelaksanaan analisis
ilmiah terhadap pekerjaan, yang seringkali tidak mempertimbangkan pendapat para manajer
mengenai metode kerja yang sebaiknya digunakan. Keberatan para pekerja muncul karena
mereka merasa diperlakukan sebagai mesin, yaitu bekerja secara mekanistis menurut suatu
metode kerja tertentu, tanpa kebebasan untuk memilih cara kerja sendiri yang dianggap
lebih sesuai dengan karakteristik fisik maupun kepribadian masing-masing. Keberatan lain
dari para pekerja muncul karena sebagian keuntungan yang diperoleh sebagai hasil dari
peningkatan efisiensi kerja, ternyata diambil oleh pihak perusahaan.
2. Pendekatan Neo-Klasik
Pendekatan ini biasa disebut dengan Human Relations School. Pendekatan NeoKlasik ini muncul dari serangkaian percobaan yang dilakukan oleh Elton Mayo antara tahun
1927 hingga 1932 pada pabrik Hawthorne, milik perusahaan elektronika Western Electric
Company di Amerika. Percobaan-percobaan yang dilakukan sesungguhnya masih sejalan
dengan konsep-konsep Taylor, walaupun hasilnya ternyata menunjukkan kesimpulan yang
berbeda dari konsep tersebut.
Percobaan Howthorne dilakukan untuk mempelajari pengaruh kondisi fisik ruangan
tempat bekerja terhadap prestasi pekerja. Pada mulanya, kondisi ruangan yang diteliti
pengaruhnya adalah kuat penerangan. Percobaan ini dilakukan dengan cara menempatkan
enam orang pekerja assembling peralatan elektronika pada suatu ruangan kerja khusus,
yang kuat penerangannya bisa diatur besarnya. Para pekerja tersebut sebelumnya bekerja
pada suatu ruangan besar bersama ratusan pekerja assembling lainnya. Hasil percobaan
ternyata menunjukkan bahwa prestasi pekerja selalu meningkat walaupun kuat penerangan
di tempat kerja diubah, baik menjadi lebih terang maupun menjadi lebih gelap.
Secara tidak sengaja, percobaan ini menunjukkan bahwa selain kondisi fisik ruangan
ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap prestasi pekerja, yaitu ikatan sosial. Ikatan
ini menjadi lebih erat karena mereka dipisahkan menjadi kelompok kecil dan ditempatkan
pada ruangan khusus yang terpisah dari para pekerja lainnya. Ikatan psikologis dan sosial
yang erat rupanya merupakan perangsang untuk bekerja lebih giat, sehingga prestasi
mereka selalu meningkat walaupun kuat penerangan di ruang kerja berubah-ubah besarnya.
Percobaan Howthorne ini akhirnya melahirkan pendekatan Neo-Klasik atau disebut
juga sebagai pendekatan Human Relation karena perhatiannya terpusat pada aspek
hubungan antar manusia dalam organisasi. Pendekatan Neo-Klasik ini bertumpu pada
beberapa prinsip berikut :
a. Organisasi adalah suatu sistem sosial di mana hubungan antara para anggotanya
merupakan interaksi social
b.
c. Interaksi sosial antar anggota organisasi perlu diarahkan agar pengaruhnya positif bagi
prestasi individu maupun kelompok. Karena itu diperlukan saluran komunikasi yang
efektif yang memudahkan untuk mengarahkan interaksi sosial anggota organisasi demi
peningkatan prestasi.
d. Kelompok-kelompok non-formal tersebut bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda
dengan
kepentingan
organisasi.
Karena
itu,
pola
kepemimpinan
yang
hanya
memperhatikan struktur formal perlu dilengkapi dengan perhatian terhadap aspek psikososial pekerja, agar tujuan kelompok-kelompok non-formal tersebut dapat diarahkan
sesuai
dengan
kepentingan
organisasi.
Untuk
itu,
manajemen
perlu
memiliki
3. Pendekatan Modern
Pendekatan ini biasa disebut dengan System School. Perkembangan teori organisasi
pada mulanya menunjukkan gejala menyebar. Berbagai pendekatan yang muncul
seingkali tidak ada hubungannya satu sama lain, bahkan saling berlawanan. Pendekatan
Klasik dan Neo-Klasik misalnya, memberikan gambaran yang jelas mengenai gejala
menyebar tersebut. Pendekatan Klasik memusatkan perhatian pada anatomi organisasi dan
tidak memperhatikan aspek sosial, sedangkan pendekatan Neo-Klasik justru mementingkan
aspek sosial tetapi kurang memperhatikan anatomi organisasi.
Karena itu, antara berbagai pendekatan tersebut tidak bisa tercapai suatu kesatuan
pandangan mengenai masalah organisasi. Akibatnya, solusi yang muncul dalam analisis
terhadap suatu masalah organisasi seringkali berbeda-beda tergantung pada jenis
pendekatan yang digunakan sebagai dasar dalam analisis yang dilakukan.
Akhirnya, muncul pendekatan Modern dalam teori organisasi yang seringkali
dianggap sebagai pendekatan yang mampu menyatukan keseluruhan pandangan dalam
analisis organisasi. Pendekatan ini munculnya diawali oleh suatu penelitian yang dilakukan
oleh Joan Woodward pada akhir tahun 1950-an, terhadap 100 buah perusahaan industri di
South Essex Inggris.
Penelitian
Woodward
ini
berusaha
mempelajari
penggunaan
prinsip-prinsip
manajemen klasik (seperti tentang kendali, rasio karyawan langsung terhadap karyawan
tidak langsung, dll.) dan penggunaannya pada berbagai perusahaan untuk menemukan ciriciri organisasi perusahaan yang sukses. Pada mulanya, penelitian ini memperlihatkan
bahwa jenis teknologi berpengaruh terhadap bentuk organisasi perusahaan, yang berarti
bahwa untuk setiap jenis teknologi terdapat suatu jenis organisasi tertentu yang sesuai.
Penelitian Woodward ini segera diikuti oleh beberapa penelitian lainnya yang sejenis,
yang keseluruhannya menunjukkan bahwa selain teknologi terdapat juga aspek-aspek lain
yang berpengaruh terhadap karakteristik organisasi yaitu : faktor-faktor lain yang terdapat
dalam lingkungan organisasi. Hal ini berarti bahwa organisasi dipengaruhi oleh keadaan
lingkungannya, dan hanya organisasi yang bisa beradaptasi secara tepat terhadap tuntunan
lingkungan yang akan dapat mencapai keberhasilan. Karena itu, bentuk dan cara
pengelolaan organisasi haruslah disesuaikan dengan keadaan lingkungannya agar
Modern,
karena
perhatiannya
terhadap
keterbukaan
dan