Anda di halaman 1dari 78

Laporan Praktik Kerja

Proyek Pembangunan Paket 4 (TILC)


Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

BAB 3
PERENCANAAN dan PELAKSANAAN PROYEK

3.1 Uraian Umum


Dalam suatu proyek konstruksi, perencanaan dan pelaksanaan proyek merupakan
salah satu fungsi dari manajemen proyek. Perencanaan dan pelaksanaan proyek
adalah tahapan awal yang berperan penting dalam keberhasilan suatu proyek.
Perencanaan memberikan pedoman bagi pelaksanaan tentang alokasi sumber daya
untuk melaksanakan kegiatan (Soeharto,1997). Sumber daya yang digunakan pada
suatu proyek antara lain:
1. Men
Men atau manusia adalah sumber daya penting dalam pelaksanaan suatu
proyek. Jika tidak ada manusia yang terlibat dalam suatu proyek maka tidak
akan ada proses kerja. Manusia dalam proyek memiliki keahlian dan tugas
masing – masing. Dalam hal ini sumber daya manusia di proyek dapat dilihat
dalam struktur suatu proyek misalnya perencana, pelaksana / kontraktor, tenaga
kerja lain seperti pekerja, operator alat berat, dan lain – lain.

2. Material
Material dalam suatu proyek adalah bahan baik bahan jadi maupun setengah
jadi yang digunakan untuk mewujudkan proyek. Bahan – bahan yang digunakan
ini memiliki spesifikasi / standar tertentu sesuai dengan kesepakatan antara
owner dan pelaksana proyek. Contoh dari material ini misalnya pasir, semen,
besi, dan lain sebagainya.

3. Machines
Machines diartikan sebagai alat atau mesin yang digunakan dalam pelaksanaan
proyek. Alat berat seperti tower crane, passenger hoist, dan concrete pump
merupakan alat kerja pada suatu proyek yang digunakan untuk memberikan
kemudahan dalam berlangsungnya suatu pekerjaan. Setiap alat kerja proyek
memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda – beda serta pemilihannya
disesuaikan dengan kebutuhan proyek. Selain alat – alat tersebut juga terdapat

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131 23


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 24

fasilitas penunjang misalnya tempat atau kantor sementara bagi para pekerja
proyek untuk melaksanakan kegiatan proyek. Kantor sementara ini biasa
disebut sebagai directie keet.

4. Money
Biaya atau dana merupakan salah satu unsur penting dalam suatu proyek.
Menurut Soeharto (1997), Biaya memiliki faktor resiko yang besar
pengaruhnya terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan proyek. Anggaran
biaya adalah sejumlah dana yang digunakan untuk biaya proyek misalnya gaji
tenaga kerja, pembelanjaan material, dan lain – lain.

Menurut Soeharto (1997), Perencanaan / planning proyek merupakan proses yang


dilakukan dengan menentukan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan
sumber daya untuk mencapainya. Dengan adanya perencanaan yang baik, maka
sasaran atau tujuan proyek yang telah ditetapkan dapat tercapai. Selain itu menurut
suatu susunan perencanaan yang tepat dan sistematis juga dapat berfungsi sebagai
dasar pengaturan alokasi sumber daya, yang akan berpengaruh dalam kegiatan
pelaksanaan, juga sebagai alat pengendalian waktu bagi perencana dan pelaksana
(Soeharto, 1997).

Bab 3 pada laporan ini akan menjelaskan perencanaan dan pelaksanaan pada proyek
pembangunan Gedung Paket 4 khususnya Gedung TILC Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Pada sub bab 3.2 dan 3.3 akan diuraikan mengenai alat dan material
yang digunakan pada proyek, kemudian pada sub bab 3.4 dan 3.5 berisi penjelasan
mengenai perencanaan struktur bawah dan atas. Bab ini ditutup dengan sub bab 3.6
tentang pelaksanaan tiap pekerjaan struktur atas secara detail.

3.2 Peralatan Proyek


Pada umumnya setiap pekerjaan pada proyek yang berskala besar, perlu dilakukan
secara mekanis atau dengan menggunakan bantuan tenaga mesin atau peralatan.
Peralatan proyek biasanya digunakan untuk penggalian, pembongkaran,
penimbunan, perataan atau penyebaran, pemindahan atau pengangkutan, dan
pemadatan. Peralatan ini merupakan alat bantu bagi manusia agar hasil yang
diharapkan dapat tercapai dengan waktu yang relatif lebih singkat.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 25

Berikut merupakan peralatan yang digunakan pada proyek pembangunan Gedung


TILC UGM:
1. Tower crane
Dalam suatu proyek gedung terutama gedung – gedung tinggi, salah satu alat
berat yang banyak digunakan adalah tower crane. Tower crane / TC menjadi
salah satu alat berat yang sangat vital karena berfungsi sebagai alat transportasi
material baik secara vertikal atau horizontal. Sebelum memasang TC, perlu
dilakukan perencanaan yang matang pada titik berdirinya TC. Sebelum
pemasangan perlu dilakukan pembersihan lahan dan pengukuran agar titik TC
ini dapat menjangkau seluruh area proyek. Tower crane yang digunakan dalam
proyek Gedung TILC adalah sebanyak 1 unit. Spesifikasi TC yang digunakan
pada proyek Gedung TILC UGM adalah sebagai berikut:
a. Tipe tower crane : QLCM 7030
b. Kapasitas tower crane : 2,7 ton
c. Kapasitas pemakaian : 2 ton
d. Jumlah section : 16 section
e. Panjang load jib : ± 70 meter
f. Panjang counter jib : ± 21,2 meter
g. Tinggi menara : ± 51,7 meter
Di bawah ini merupakan gambar tower crane yang digunakan pada proyek
Gedung TILC.

Operator’s cabin
Trolley
+ hoist

Counter jib
Laod jib

Counter weight
Section

Gambar 3.1 Tower Crane

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 26

2. Passenger hoist
Selain tower crane, passenger hoist juga merupakan salah satu alat transportasi
baik bagi tenaga kerja maupun pemindahan material secara vertikal. Pada
proyek Gedung TILC UGM, passenger hoist yang digunakan memiliki tinggi
menara 40 m dengan jumlah hoist sebanyak 1 pasang. Dalam 1 passenger hoist
terdapat 2 unit kabin yang memiliki kapasitas beban maksimal masing – masing
sebesar 1,2 ton. Data beban maksimal passenger hoist dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 3.1 Data Beban Maksimal Passenger Hoist


INFORMASI JUMLAH MAKSIMUM ORANG DAN MATERIAL
Keterangan beban Jumlah maksimum
Penumpang 6 orang
Semen MU 302 / plesteran 26 sak
Semen MU 450 / lem keramik 32 sak
Semen MU 380 / perekat bata ringan 32 sak
Skim coat 32 sak
Bata ringan 160 bh
Keramik / HT ukuran 60 x 60 cm 50 dus
Keramik / HT ukuran 40 x 40 cm 85 dus
Limbah puing 32 sak
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Di bawah ini merupakan gambar passenger hoist yang digunakan pada proyek
pembangunan Gedung TILC saat belum sepenuhnya terpasang.

cabin

Gambar 3.2 Passenger Hoist

Alat passenger hoist baru terpasang saat telah mencapai lantai ke- 4 untuk
memudahkan mobilisasi pekerjaan pada lantai atas. Batas ketinggian

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 27

pengoperasian passenger hoist adalah 8 meter di bawah ketinggian maksimum


pekerjaan slab yang telah selesai. Hal ini dikarenakan pada slab tertinggi
tersebut akan dipasang sabuk pengaman atau ikatan passenger hoist untuk
menghubungkan hoist dengan lantai gedung.

3. Excavator
Pada proyek Gedung TILC, excavator digunakan untuk memindah material
seperti batuan dan tanah. Selain itu excavator juga berfungsi dalam pekerjaan
galian seperti membuat galian atau melakukan pemadatan tanah. Terdapat 2 tipe
excavator yang digunakan pada proyek pembangunan Gedung TILC, yakni
Kobelco PC 200 dengan kapasitas bucket 0,97 m3 dan excavator Komatsu PC
75 dengan kapasitas bucket 0,27 m3. Kedua tipe excavator ini berjumlah masing
– masing sebanyak 1 unit. Tipe Kobelco PC 200 digunakan pada saat pekerjaan
pondasi, sedangkan tipe PC 75 digunakan pada saat pekerjaan struktur atas
sudah berjalan. Hal ini dilakukan karena pertimbangan luas lahan kosong
sebelum dan sesudah berdirinya struktur atas Gedung TILC. Berikut merupakan
gambar salah satu excavator yang digunakan pada proyek gedung TILC UGM.

cabin
boom

arm

bucket
`
Gambar 3.3 Excavator Tipe Komatsu PC 75

4. Dump truck
Pemindahan material yang berada di luar jangkauan crane atau wilayah proyek
dapat dilakukan dengan menggunakan dump truck. Dump truck merupakan alat
pengangkutan material lepas dengan jarak tempuh yang relatif cukup jauh. Pada
proyek Gedung TILC, tipe dump truck yang digunakan adalah Mitsubishi Colt

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 28

Diesel 120 ps yang memiliki kapasitas sebesar 8 ton dengan jumlah dump truck
sebanyak 5 unit. Dump truck yang beroperasi pada proyek Gedung TILC dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.4 Dump Truck

5. Bar cutter
Sesuai dengan namanya, bar cutter berfungsi untuk memotong baja tulangan
untuk kemudian dirakit menjadi tulangan struktur. Pengoperasian bar cutter
dilakukan dengan mengunakan tenaga listrik dan dioperasikan oleh satu orang
operator. Jumlah mesin bar cutter pada lokasi fabrikasi tulangan proyek
Gedung TILC adalah sebanyak 1 unit. Pada alat bar cutter ini, kriteria baja
tulangan yang dapat dipotong adalah tulangan dengan diameter minimal 6 mm
hingga 32 mm. Berikut ini diperlihatkan gambar bar cutter pada lokasi fabrikasi
tulangan proyek Gedung TILC.

Gambar 3.5 Bar Cutter Proyek Gedung TILC

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 29

6. Bar bender
Bar bender merupakan alat yang digunakan untuk membuat tekukan pada baja
tulangan sesuai dengan gambar rencana. Tulangan yang telah dipotong
kemudian ditekuk menggunakan alat bar bender dengan sudut tertentu. Pada
lokasi fabrikasi tulangan ini terdapat 1 unit mesin bar bender yang dioperasikan
oleh 1 orang operator. Hal ini bertujuan agar pekerjaan fabrikasi dapat
dilakukan dengan lebih cepat. Kapasitas dari bar bender pada proyek ini adalah
tekukan pada tulangan yang memiliki diameter antara 6 mm – 42 mm. Berikut
merupakan gambar alat bar bender di lokasi fabrikasi tulangan.

Gambar 3.6 Bar Bender Proyek Gedung TILC

7. Concrete mixer truck


Alat berat concrete mixer truck atau agitator truck merupakan alat yang
membawa beton ready mix dari batching plant ke lokasi pengecoran. Proyek
Gedung TILC menggunakan beton yang berasal dari PT. Varia Usaha Beton
yang berada di daerah Muntilan. Kapasitas dari alat concrete mixer truck yang
digunakan adalah 6 m3 dengan kebutuhan truck berkisar 3 – 6 unit truck setiap
pekerjaan pengecoran. Metode kerja alat ini adalah dengan memasukkan
campuran agregat, semen, dan zat aditif dari batching plant ke dalam drum
silinder yang terletak di belakang truk. Setelah campuran dimasukkan kemudian
air ditambahkan saat proses pengadukan akan dimulai. Selama perjalanan dari
batching plant menuju proyek, drum silinder pada belakang truk akan terus

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 30

berputar untuk menjaga agar beton tidak mengeras. Di bawah ini merupakan
concrete mixer truck yang digunakan pada saat proses pengecoran.

Drum silinder

Gambar 3.7 Concrete Mixer Truck

8. Concrete pump
Concrete pump adalah alat berat yang membantu dalam proses pengecoran.
Ketika beton ready mix telah sampai di lokasi pengecoran, maka beton akan
dipindahkan ke dalam alat concrete pump untuk memudahkan proses
pengecoran dengan menyalurkan ke dalam bekisting balok atau plat lantai
menggunakan pipa. Berikut ini adalah gambar alat concrete pump yang
digunakan pada proyek.

Delivery
pipe
Deck pipe

Truck chassis

a. Bagian truk concrete pump b. Bagian pipa cor concrete pump


Gambar 3.8 Concrete Pump

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 31

9. Concrete vibrator
Concrete vibrator adalah alat untuk memadatkan dan meratakan beton pada saat
dilakukan pengecoran. Alat ini dioperasikan menggunakan tenaga listrik dari
mesin diesel. Tujuan penggunaan concrete vibrator adalah untuk mengurangi
rongga udara yang timbul pada saat pengecoran sehingga adukan beton menjadi
lebih padat. Concrete vibrator pada proyek ini berjumlah 3 unit dengan
kapasitas tenaga 3 HP (Horse Power). Penggunaan concrete vibrator pada
proyek Gedung TILC dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Concrete
vibrator

Gambar 3.9 Concrete Vibrator

10. Pipa tremie dan bucket crane


Alat yang digunakan dalam proses pengecoran lainnya adalah bucket crane.
Bucket crane dilengkapi dengan pipa tremie diameter 8 inch dan panjang 3 m
yang terbuat dari bahan soft PVC. Bucket yang digunakan memiliki kapasitas
0,8 m3. Bucket crane yang telah diisi beton ready mix kemudian diangkat dan
dibawa oleh crane menuju titik pengecoran. Gambar pipa tremie dan bucket
crane yang digunakan pada proyek diperlihatkan di bawah ini.

bucket
crane

pipa
tremie

Gambar 3.10 Pipa Tremie dan Bucket Crane

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 32

11. Scaffolding / perancah


Perancah atau scaffolding adalah sekumpulan pipa - pipa yang merupakan
struktur sementara untuk menopang manusia dan material dalam suatu proyek
konstruksi. Proyek gedung TILC ini menggunakan ± 9000 buah pipa perancah.
Perancah digunakan untuk memudahkan pekerjaan yang tidak dapat dijangkau
pekerja dan berada di ketinggian minimal 2 m. Perancah yang digunakan pada
proyek Gedung TILC dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.11 Perancah Proyek Gedung TILC

Komponen – komponen dari perancah antara lain adalah:


a. Base plate / jack base
Base plate merupakan bagian perancah yang berfungsi sebagai tumpuan
dari tiang – tiang standard perancah dan digunakan sebagai dudukan
perancah untuk mengantisipasi area dudukan yang lunak / tidak stabil.
Gambar base plate dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.12 Base Plate Scaffolding

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 33

b. Clamp
Clamp adalah penjepit berbentuk lingkaran terbuat dari bahan metal untuk
menyambung atau mengunci antar bagian pipa perancah. Clamp yang
digunakan pada proyek diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.13 Clamp Scaffolding

c. Standard
Standard merupakan pipa perancah vertikal yang menyalurkan beban ke
tanah. Setiap pemasangan standard pada ujungnya dipasangkan base plate
untuk mencegah ujung pipa standard turun ke dalam tanah. Gambar pipa
standard diperlihatkan seperti berikut ini.

Gambar 3.14 Standard Scaffolding

d. Cross Brace
Cross brace merupakan bagian perancah yang dipasang dengan arah
diagonal dan berfungsi untuk mengikat perancah – perancah standard

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 34

secara diagonal. Dengan adanya cross brace maka perancah lebih kokoh
dan beban dapat terdistribusi secara merata. Gambar cross brace
diperlihatkan di bawa ini.

Cross
brace

Gambar 3.15 Cross Brace Scaffolding

e. Transom
Transom adalah bagian perancah yang dipasang secara horizontal. Transom
merupakan pipa yang mengikat antar pipa standard. Gambar transom dapat
dilihat pada gambar berikut.ini

transom

Gambar 3.16 Transom Scaffolding

f. Tangga akses
Tangga merupakan bagian perancah yang berfungsi sebagai tempat akses
tenaga kerja untuk naik ke atas perancah. Tangga akses harus dilengkapi
dengan railing untuk memastikan keselamatan para pekerja. Selain railing,
pada tangga akses juga perlu diberi jaring untuk melindungi pekerja.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 35

Gambar tangga akses diperlihatkan seperti di bawah ini.

Tangga
akses

Gambar 3.17 Tangga Akses

g. U-head jack
Sesuai dengan namanya, U-head jack merupakan bagian
perancah/scaffolding yang memiliki bentuk seperti huruf U. Bagian
perancah ini digunakan untuk menyangga kostruksi yang berada diatasnya.
Bentuk yang menyerupai huruf U menjadikannya dapat mengapit bagian
konstruksi diatasnya sehingga tidak mudah goyah. Dokumentasi U-head
jack yang digunakan pada proyek ini diperlihatkan pada gambar berikut ini.

U-head
jack

Gambar 3.18 U-Head Jack

h. Siku bekisting
Siku bekisting merupakan bagian perancah yang berbentuk segitiga. Bagian
perancah ini digunakan untuk perancah struktur horizontal seperti balok.
Siku bekisting digunakan untuk menahan agar bekisting pada balok tidak
roboh. Siku bekisting terbuat dari rangka besi yang dibentuk menjadi

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 36

segitiga seperti pada gambar di bawah ini. Dokumentasi siku bekisting yang
digunakan pada proyek ini diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.19 Siku Bekisting

12. Air compressor


Air compressor atau yang sering disebut kompresor udara merupakan mesin
yang mengubah daya listrik menjadi energi yang dapat menghasilkan tekanan
udara. Fungsi dari air compressor pada pekerjaan struktur konstruksi adalah
untuk membersihkan area cor dari kotoran – kotoran. Gambar mesin air
compressor adalah seperti di bawah ini.

Gambar 3.20 Air compressor

13. Screed
Alat screed merupakan alat yang digunakan pada saat proses pengecoran. Alat
ini digunakan untuk meratakan area yang telah dicor agar permukaan cor
menjadi rata. Alat ini biasanya digunakan untuk meratakan hasil cor pada
pekerjaan plat lantai dan tangga.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 37

Berikut ini merupakan gambar alat screed yang digunakan pada proyek Gedung
TILC UGM.

Gambar 3.21 Screed

3.3 Material Proyek


Untuk merealisasikan gambar rencana menjadi sebuah bangunan fisik maka
diperlukan material dalam pelaksanaanya. Material yang digunakan harus memiliki
perencanaan yang baik, serta sesuai dengan standar yang ditetapkan. Material yang
digunakan pada proyek Gedung TILC adalah sebagai berikut:
1. Beton ready mix
Beton ready mix sering digunakan dalam suatu proyek konstruksi karena
kemudahan pelaksanaannya. Beton pada proyek ini merupakan beton siap pakai
yang diproduksi oleh PT. Varia Usaha Beton di daerah Muntilan. Mutu beton
yang digunakan pada proyek gedung TILC adalah f c’ = 25 MPa untuk bored
pile dan fc’ = 30 MPa untuk pekerjaan struktur (pile cap, kolom, balok, dan
slab). Beton ready mix yang digunakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.22 Beton Ready Mix dari Truk Mixer

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 38

Beton yang dibawa oleh mixer truck dan telah sampai di lokasi proyek
kemudian diuji slump test. Nilai slump test adalah 12 ± 2 cm untuk pekerjaan
struktur pile cap, kolom, balok, plat, dan bored pile. Uji slump test dilakukan
untuk mengetahui workability dari beton. Selain uji slump test, dilakukan
pengujian kuat tekan di laboratorium. Jumlah sampel yang digunakan dalam uji
kuat tekan di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan


Jumlah concrete mixer truck Jumlah sampel
1 unit 4 sampel
2 – 5 unit 8 sampel
6 – 10 unit 12 sampel
(Sumber : PT. PP (Persero) Tbk., 2019)

Hasil uji kuat tekan beton terdapat di lampiran L-2. Sampel beton ready mix
yang telah dituang ke dalam silinder diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.23 Sampel Beton Ready Mix

2. Bahan tambah (admixture)


Pada proyek ini bahan tambah yang digunakan adalah bahan tambah kimia.
Bahan tambah kimia (chemical admixture) memiliki beberapa klasifikasi
menurut ASTM C 494-81 dan dibagi menjadi 7 tipe sesuai fungsinya.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, proyek Gedung TILC menggunakan chemical
admixture tipe F yaitu Water Reducing and High Range Admixture. Bahan
tambah tipe F ini berfungsi untuk mengurangi jumlah air sehingga
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu serta menghambat pengikatan

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 39

beton. Bahan tambah tipe F yang digunakan dalam proyek ini adalah
superplasticizer dengan merk Sika Viscocrete 1003. Superplasticizer ini
digunakan utuk menambah workability beton sehingga pengerjaan di lapangan
menjadi lebih mudah. Penggunaan superplasticizer pada proyek ini adalah 780
ml tiap 100 kg semen. Berikut ini diperlihatkan gambar superplasticizer merk
Sika Viscocrete 1003.

Gambar 3.24 Superplasticizer Sika Viscocrete 1003


(Sumber: Rivai F.W, 2018)

3. Membran waterproofing
Untuk menjaga kualitas beton pada suatu bangunan, dalam pelaksanaannya
diperlukan material tambahan berupa waterproofing yang dapat melindungi
beton suatu struktur gedung seperti dak beton (roof deck) dari air.
Waterproofing berfungsi untuk membuat beton menjadi kedap air sehingga
melindungi dari kebocoran atau rembesan. Terdapat berbagai jenis
waterproofing misalnya waterproofing berupa pasta logam berbahan baja
galvanis, coating berbahan polimer, waterproofing integral, dan waterproofing
membrane. Pada proyek Gedung TILC UGM digunakan waterproofing
membrane, yaitu waterproofing yang berbentuk lembaran atau membrane
dengan merk Sika Bituseal T-130 SG. Pemilihan waterproofing jenis membran
karena jenis ini memiliki ketahanan terhadap perubahan cuaca baik panas dan

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 40

hujan. Sika Bituseal T-130 SG merupakan membran waterproofing berbahan


polyester berbentuk gulungan dengan dimensi 1×10 m dan tebal 3 mm yang
penggunaannya dengan cara dibakar. Di bawah ini merupakan waterproofing
membrane yang digunakan pada proyek Gedung TILC.

Gambar 3.25 Sika Viscocrete Bituseal T-130 SG

4. Baja tulangan
Untuk membuat struktur beton bertulang, material lain yang perlu ditambahkan
selain beton adalah baja tulangan. Baja tulangan terdiri dari baja tulangan beton
ulir (BjTD) dan baja tulangan beton polos (BjTP). Baja tulangan beton polos
merupakan baja tulangan berpenampang bulat dengan permukaan yang rata
tanpa sirip. Baja jenis ini lebih mudah untuk dibengkokkan dan biasanya
digunakan sebagai tulangan sengkang. Baja tulangan ulir merupakan baja
tulangan berpenampang bundar dengan permukaan yang berulir atau bersirip.
Tulangan jenis ulir biasa digunakan sebagai tulangan pokok dari suatu
komponen struktur. Di lokasi fabrikasi, baja tulangan diletakkan di tempat yang
tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan korosi yang lebih besar akibat material bersentuhan langsung
dengan tanah. Seluruh material baja tulangan yang digunakan pada struktur
proyek Gedung TILC menggunakan tulangan BjTD42, yaitu baja tulangan ulir
dengan tegangan leleh (f y) sebesar 420 MPa. Sebelum digunakan, tulangan yang
akan digunakan akan dilakukan uji kuat tarik baja untuk memastikan mutu baja
yang akan digunakan sesuai dengan rencana. Hasil pengujian kuat tarik baja

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 41

dapat dilihat pada lampiran L-3. Berikut ini merupakan gambar dari baja
tulangan yang digunakan pada proyek Gedung TILC UGM.

Gambar 3.26 Baja Tulangan

5. Kawat bendrat
Kawat bendrat adalah material pengikat pada struktur tulangan baja. Tujuan
pengikatan tulangan dengan kawat bendrat adalah agar tulangan yang telah
terpasang sesuai dengan gambar rencana dan tidak bergeser atau berpindah
posisi. Kawat bendrat ini berbentuk gulungan / roll dengan diameter 0,1 mm.
Sebelum digunakan, kawat akan dipukul ke lantai hingga berbentuk lurus untuk
mempermudah dalam pengerjaan pengikatan tulangan. Kawat bendrat yang
digunakan pada proyek Gedung TILC UGM dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 3.27 Kawat Bendrat

6. Pasir
Pasir termasuk agregat halus yang merupakan bahan dasar pembuatan beton.
Selain pembuatan beton, material pasir dalam proyek konstruksi juga bisa

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 42

digunakan sebagai campuran plesteran atau campuran perekat bata. Menurut


SNI 02-6820-2002, agregat halus merupakan agregat dengan besar butir
maksimum 4,75 mm. Pada proyek Gedung TILC, agregat halus atau pasir
diambil dari daerah Muntilan dan dibawa ke lokasi proyek menggunakan dump
truck. Persyaratan agregat halus menurut SNI 03-6820-2002 adalah terdiri dari
butiran yang tajam dan keras, butir bersifat halus dan tidak mudah hancur
karena cuaca, serta tidak mengandung kadar lumpur > 5% berat kering pasir.
Pasir yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.28 Material Pasir

7. Semen
Semen merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam proyek konstruksi
dan berfungsi mengikat bahan mineral seperti air sehingga menjadi kesatuan
yang padat. Pada proyek Gedung TILC UGM digunakan semen jenis portland.
Penggunaan semen ini didasarkan pada SNI 15-2049-1994. Berdasarkan
Rencana Kerja dan Syarat (RKS) proyek Gedung TILC UGM, semen yang
berada di gudang penyimpanan harus segera digunakan dalam waktu kurang
dari 60 hari atau 2 bulan. Dokumentasi semen yang digunakan pada proyek
Gedung TILC UGM diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.29 Semen

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 43

8. Beton decking
Beton decking merupakan beton tanpa tulangan yang biasa disebut tahu beton.
Pada proyek Gedung TILC beton decking dibuat secara fabrikasi dengan
ketebalan 4 cm. Fabrikasi tahu beton terletak di sebelah fabrikasi tulangan untuk
mempermudah perakitan dan pengiriman ke titik proyek. Beton decking
berfungsi agar tulangan tidak langsung bersentuhan dengan bekisting dan
menahan posisi tulangan agar tidak melebihi batas selimut beton. Berikut
merupakan hasil dokumentasi fabrikasi beton decking.

Gambar 3.30 Fabrikasi Beton Decking

9. Bekisting
Bekisting merupakan cetakan sementara yang digunakan untuk mencetak beton
saat pengecoran. Pada proyek Gedung TILC, bekisting yang digunakan terbuat
dari bahan plywood yang diberi lapisan phenolic film dengan ketebalan 12 mm.
Bahan plywood phenolic film dipilih karena permukaannya yang licin sehingga
mempermudah pembersihan permukaan bekisting dan dapat digunakan
berulang kali. Berikut merupakan gambar bekisting beserta bagian - bagiannya.

plywood

Klem
pengatur

Balok
support

Gambar 3.31 Bekisting Shear wall

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 44

3.4 Perencanaan Struktur Bawah


Perencanaan struktur harus memenuhi kriteria kekuatan, kenyamanan keselamatan,
dan durability yang harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Dalam suatu
struktur bangunan, umumnya terdapat struktur bawah (lower structure) dan struktur
atas (upper structure). Struktur bawah atau lower structure merupakan struktur
bangunan yang berada di bawah permukaan tanah.

3.4.1 Penyelidikan tanah


Pada perencanaan struktur bawah, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan
penyelidikan tanah atau Soil Investigation (SI). Penyelidikan tanah dilakukan untuk
memperoleh informasi kondisi tanah di lokasi rencana pembangunan untuk
memilih jenis pondasi bangunan. Beberapa metode yang umum digunakan dalam
kegiatan penyelidikan tanah suatu proyek termasuk pada proyek Gedung TILC
adalah Standard Penteration Test (SPT) dan Cone Penetration Test (CPT). Di
bawah ini merupakan titik lokasi penyelidikan tanah proyek Gedung TILC UGM.

Titik Uji SPT


Titik Uji Sondir
S-19

1
S-20
9

BH-09

S-21 N

Gambar 3.32 Lokasi Penyelidikan Tanah Gedung TILC


(Sumber: PT Sadhya Grahacara, 2018)

Metode penyelidikan tanah yang digunakan pada proyek Gedung TILC diuraikan
sebagai berikut:
1. Standard Penteration Test (SPT)
Pada proyek Gedung TILC UGM, pengujian tanah dengan metode SPT diawali
dengan melakukan pengeboran menggunakan mesin bor pada 1 titik pengujian
bore hole. Pengujian dilakukan dengan memasukkan split spoon sampler

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 45

sepanjang 45 cm ke dalam tanah yang telah dibor dengan bantuan hammer dari
ketinggian 76 cm. Kemudian split spoon sampler yang masuk dicatat jumlah
pukulannya pada kedalaman 15 cm pertama hingga ketiga. Jumlah pukulan
pada setiap kedalaman 15 cm tersebut merupakan nilai N1, N2, dan N3. Nilai
dari N1 atau jumlah pukulan pada 15 cm pertama diabaikan karena dianggap
sebagai tanah terganggu. Nilai dari N2 dan N3 kemudian dijumlahkan untuk
memperoleh nilai N-SPT. Pengujian ini dilakukan pada kedalaman dengan
interval 2 m. Gambar alat SPT dapat dilihat seperti di bawah ini.

Gambar 3.33 Mesin Bor Standard Penetration Test


(Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah, 2019)

Data hasil N-SPT pada titik BH-09 dirangkum pada Tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.3 Data Hasil Pengujian N-SPT


KEDALAMAN (m) BH-09
2,0 – 2,50 > 60
4,0 – 4,50 58
6,0 – 6,50 > 60
8,0 – 8,50 > 60
10,0 – 10,50 > 60
12,0 – 12,50 58
14,0 – 14,50 > 60
16,0 – 16,50 > 60
18,0 – 18,50 > 60
20,0 – 20,50 > 60
22,0 – 22,50 > 60
24,0 – 24,50 > 60
26,0 – 26,50 > 60
28,0 – 28,50 > 60
30,0 – 30,50 > 60
(Sumber: PT. Sadhya Grahacara, 2018)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 46

Dari sampel tanah hasil pengeboran yang diuji di laboratoriun, diperoleh nilai
index properties dari sampel. Nilai index properties dan pengamatan visual
pada saat pengujian di lapangan digunakan untuk pembuatan boring log.
Karakteristik tanah pada kedalaman 0,00 – 1,50 m merupakan lapisan pasir
lempungan yang halus sedang, sedangkan pada kedalaman 1,50 – 30 m adalah
pasir padat. Hasil boring log titik BH-09 pada kedalaman 0,00 – 30 m dapat
dilihat pada lampiran L-5. Berdasarkan hasil boring log tersebut, dapat dilihat
bahwa elevasi muka air tanah berada pada kedalaman 10,8 m.

2. Cone Penetration Test (CPT)


Pengujian sondir atau CPT dilakukan untuk mengetahui kedalaman lapisan
tanah keras dan homogenitas tanah dalam arah lateral. Pengujian sondir dan
SPT dilakukan oleh PT. Sadhya Grahacara. Pada proyek Gedung TILC UGM
uji sondir dilakukan dengan menggunakan sondir berkapasitas 10 ton yang
dilengkapi 2 manometer dengan skala 0 - 60 kg/cm2 (tekanan rendah) dan 0 -
750 kg/cm2 (tekanan tinggi), dan kecepatan penetrasi yang tidak lebih dari 2,0
cm/detik. Pengujian sondir diawali dengan memasang angkur pada alat sondir
sehingga alat tidak bergeser saat pengujian. Pengujian dapat dimulai saat pipa
sondir telah disambung ke bikonus dan posisi alat sondir tegak lurus. Setiap
interval 20,0 cm dilakukan pembacaan cone resistance dan total resistance
yang hasil pembacaannya ditulis ke dalam format data sondir. Apabila
pembacaan tahanan konus telah mencapai nilai ≥ 600 kg/cm2, maka pengujian
dapat dihentikan. Pengujian sondir pada Gedung TILC dilakukan di 3 titik yaitu
S-19, S-20, dan S-21 seperti pada Gambar 3.32. Pembacaan nilai qc dimulai
pada kedalaman -0,20 m. Hasil pekerjaan sondir yang telah dilaksanakan
dirangkum pada laporan penyelidikan tanah seperti Tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4 Hasil Uji Sondir


Titik Kedalaman / Elevasi (m)
Sondir qc < 50 kg/cm2 50 kg/cm2 < qc < 200 kg/cm2 200 kg/cm2 < qc < 600 kg/cm2
S - 19 -0,20 s/d -1,20 -1,40 s/d -7,20 -7,40 s/d -9.60
S - 20 -0,20 s/d -10,60 -10,80 s/d -14,20 -14,40 s/d -15,40
S - 21 -0,20 s/d -2,20 -2,40 s/d -2,60 -2,80 s/d -8,00
(Sumber: PT. Sadhya Grahacara, 2018)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 47

Berdasarkan data pada Tabel 3.4 dilakukan perhitungan kapasitas daya dukung
ijin tiang untuk bored pile rencana yaitu diameter 60 cm, 80 cm, dan 100 cm.
Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ijin (Qa) bored pile pada setiap
kedalaman disajikan dalam grafik di bawah ini.

Qa (kN)
kedalaman (m)

Gambar 3.34 Grafik Kapasitas Daya Dukung Bored Pile


Berdasarkan Data Sondir Pada titik S-20
(Sumber: PT. Sadhya Grahacara, 2018)

3.4.2 Bored pile


Gedung TILC UGM menggunakan pondasi dalam jenis bored pile. Fungsi dari
pondasi bored pile adalah untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke dalam
tanah. Pondasi bored pile memiliki fungsi yang sama dengan jenis pondasi dalam
lain seperti pondasi tiang pancang. Pondasi bored pile dipilih dengan beberapa
pertimbangan seperti daya dukung tanah, beban bangunan, kapasitas bored pile,

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 48

dan keadaan lingkungan proyek. Pada proyek Gedung TILC, pemilihan pondasi
bored pile dibandingkan tiang pancang adalah karena nilai N-SPT yang cukup
tinggi dan keadaan lapisan tanah yang berbatu. Apabila dipilih pondasi tiang
pancang, maka besar resiko pondasi akan pecah pada saat pemancangan.

Dalam lingkup lingkungan, karena lokasi proyek sangat berdekatan dengan wilayah
pemukiman warga maka pemilihan pondasi tiang pancang adalah kurang tepat
karena dapat menimbulkan polusi suara. Selain itu karena lokasi yang juga
berdekatan dengan gedung atau bangunan lain, pemilihan pondasi tiang pancang
dapat menyebabkan getaran sehingga permukaan tanah semakin naik dan
berpotensi merusak struktur bangunan lain. Perbedaan pondasi bored pile dengan
pondasi dalam lain terletak pada metode atau cara pelaksanaannya. Pekerjaan
pondasi bored pile diawali dengan melakukan pengeboran pada titik – titik bor
sesuai dengan kedalaman yang dibutuhkan. Setelah dilakukan pengeboran
selanjutnya dilakukan pemasangan tulangan besi dan pengecoran beton bored pile
pada titik yang sudah dibor. Berikut ini merupakan dokumentasi proses pengeboran
pondasi bored pile menggunakan alat rotary drilling machine.

Gambar 3.35 Proses Pengeboran Pondasi Bored Pile


(Sumber: PT PP Persero Tbk., 2019)

Proyek Gedung TILC UGM menggunakan pondasi bored pile dengan mutu beton
fc’ = 25 MPa dan nilai slump sebesar 12 ± 2 cm. Pondasi bored pile yang tersebar
pada proyek Gedung TILC berjumlah 261 titik. Denah pondasi bored pile dapat
dilihat pada lampiran L-14. Pada proyek ini, bored pile yang digunakan memiliki

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 49

diameter 800 mm dengan kedalaman pondasi dan panjang bored pile yang berbeda
- beda. Dimensi bored pile yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5 Dimensi Pondasi Bored Pile


Diameter bored pile Kedalaman pondasi Panjang bored pile
Tipe
(mm) (m) (m)
P1 800 12,6 11,2
P2 800 2,6 1,2
P3 800 12,6 11,2
PSW1 800 12,6 11,2
PSW2 800 12,6 11,2
PSW4 800 12,6 8,1
PSW5 800 12,6 11,2
PSW7 800 12,6 11,2
(Sumber: PT PP Persero Tbk)

Bored pile pada tipe P2 berbeda dari tipe lain yaitu memiliki kedalaman 2,6 m. hal
ini disebabkan pondasi tipe P2 digunakan pada bagian teras dan kanopi Gedung
TILC yang tidak menerima beban besar seperti pada bagian dalam gedung. Selain
itu pondasi bored pile tipe P2 juga digunakan sebagai pondasi pada ruang instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). Mutu tulangan yang digunakan pada pondasi bored
pile adalah BjTD42 (fy = 420 MPa). Detail potongan melintang pondasi bored pile
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.36 Detail Potongan Melintang Bored Pile


(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Tulangan longitudinal atau tulangan pokok yang digunakan adalah baja tulangan
D16 berjumlah 16 batang. Tulangan spiral atau sengkang pada pondasi bored pile
menggunakan tulangan baja D13 dengan jarak antar tulangan 200 mm.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 50

Detail potongan memanjang bored pile ditampilkan pada gambar berikut ini.

800

LANTAI KERJA
t = 50 mm
PASIR URUG
t = 100 mm

TUL SPIRAL
D13-200

TUL. LONGITUDINAL
16 D16

11200

Gambar 3.37 Detail Potongan Memanjang Bored Pile


(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

3.4.3 Pile cap


Struktur yang berada di atas bored pile adalah pile cap. Pile cap merupakan struktur
yang mengikat pondasi misalnya tiang pancang dan bored pile serta
menghubungkan pondasi ke kolom. Dengan adanya pile cap, beban pada struktur
diatasnya seperti kolom dan shear wall dapat diteruskan pada kelompok bored pile
(Gerber dan Rollins, 2009). Berbeda dengan bored pile, mutu beton dari seluruh
tipe pile cap yang digunakan pada proyek adalah fc’ = 30 MPa dengan nilai uji
slump sebesar 12 ± 2 cm. Terdapat 8 tipe pile cap yang digunakan dalam
perencanaan pondasi proyek Gedung TILC UGM.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 51

Dimensi serta tipe pile cap pada Gedung TILC UGM dapat dilihat pada Tabel 3.6
di bawah ini.

Tabel 3.6 Tipe dan Dimensi Pile Cap


Jumlah bored pile Dimensi
Tipe Jumlah pile cap
tiap pile cap (mm)
P1 1 20 1600 × 1600 × 900
P2 1 16 1600 × 1600 × 900
P3 3 22 3600 × 3800 × 900
PSW1 8 6 3200 × 8800 × 900
PSW2 20 2 8800 × 8800 × 900
PSW4 48 1 9600 × 13500×1100
PSW5 5 1 4800 × 4800 × 900
PSW7 8 1 3200 × 6400 × 900
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Berdasarkan pada tabel di atas, dimensi pile cap adalah 1600 × 1600 mm. Detail
pile cap tipe P1 ditunjukkan pada gambar berikut ini.

X = 1600

BORED PILE Ø800 mm


L = 11200 mm

Y = 1600

Gambar 3.38 Detail Penulangan Pile Cap Tipe P1


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Berdasarkan gambar detail pile cap tipe P1, dapat dilihat segitiga yang merupakan
penunjuk arah pemasangan tulangan. Segitiga yang berjumlah 1 pada tulangan arah
X (bentang pendek) merupakan penunjuk bahwa tulangan arah X baik tulangan atas
maupun bawah tersebut dipasang pada posisi terluar. Dua segitiga menunjukkan
tulangan arah Y (bentang panjang) berada di bagian dalam. Pemasangan pada
tulangan bawah diawali dengan tulangan bentang pendek dan dilanjutkan dengan
tulangan bentang panjang. Sebaliknya, pada tulangan atas pemasangan diawali
dengan bentang panjang (arah Y) dan dilanjutkan dengan bentang pendek (arah X).

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 52

Berikut ini merupakan gambar potongan pile cap tipe P1.

Gambar 3.39 Detail Potongan Pile Cap Tipe P1


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Dari gambar di atas diketahui ketebalan pile cap tipe P1 adalah 900 mm. Tulangan
bawah arah adalah tulangan D22 dengan jarak 150 mm, sedangkan tulangan atas
menggunakan tulangan D16 dengan jarak antar tulangan sebesar 150 mm. Pile cap
ini juga menggunakan tulangan D22 sebagai tulangan samping sebanyak 8 batang.
Setiap tipe pile cap memiliki diameter tulangan dengan jarak yang berbeda – beda.
Gambar perencanaan beberapa tipe pile cap dapat dilihat pada lampiran L-16.
Detail penulangan pile cap dirangkum dalam Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7 Detail Tulangan Pile Cap


Tipe Tulangan bawah Tulangan atas Tulangan samping
P1 D22 - 150 D16 - 150 8 D22
P2 D22 - 150 D16 - 150 8 D22
P3 D22 - 125 D16 - 125 10 D22
PSW1 D22 - 125 D16 - 125 10 D22
PSW2 D22 - 100 D16 - 100 12 D22
PSW4 D22 - 100 D16 - 100 16 D22
PSW5 D22 - 125 D16 - 125 10 D22
PSW7 D22 - 125 D16 - 125 10 D22
(Sumber: Data Proyek PT. PP Persero Tbk.)

3.4.4 Tie beam


Tie beam merupakan balok penghubung antar pile cap yang memiliki kontak
langsung dengan permukaan tanah. Fungsi dari tie beam adalah untuk menjaga
keseragaman penurunan atau settlement dari pile cap (Hany Farouk dan

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 53

Mohammed Farouk, 2014). Selain itu, tie beam juga memiliki fungsi untuk
mendistribusikan beban dari dinding menuju pile cap. Mutu beton yang digunakan
pada tie beam adalah fc’ = 30 MPa seperti pada pile cap dengan nilai slump sebesar
12 ± 2 cm. Terdapat dua tipe tie beam yang digunakan pada proyek Gedung TILC.
Detail perencanaan tie beam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran L-18. Tipe
tie beam beserta detailnya diuraikan dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Detail Tulangan Tie Beam


Dimensi Tulangan Tulangan
Tipe Stirrups
(mm) pokok ekstra
TB 1 400 x 800 12 D19 2 D13 3 D13 - 120
TB 2 300 x 500 4 D22 - 2 D10 - 100
(Sumber: Data Proyek PT. PP Persero Tbk.)

Salah satu tipe tie beam yang digunakan pada proyek Gedung TILC dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.40 Detail Tie Beam Tipe TB1


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Gambar di atas merupakan detail penulangan dari tie beam tipe TB 1 dengan ukuran
400 × 800 mm. Terdapat dua detail penulangan yaitu pada bagian support yang
menunjukkan tulangan tumpuan dan bagian middle yang menunjukkan tulangan
lapangan. Tie beam tipe TB 1 menggunakan tulangan D19 untuk tulangan pokok

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 54

atau main bar baik pada tulangan atas maupun bawah. Detail tulangan 6 + 6 D19
pada gambar menunjukkan tulangan tersebut dipasang 2 baris dengan masing -
masing baris berjumlah 6 batang. Pada tie beam tipe TB 1 terdapat tulangan ekstra
atau disebut side bar D13 berjumlah 2 batang. Tulangan geser atau stirrups pada
tie beam TB1 menggunakan tulangan D13 dengan jarak antar tulangan sebesar 120
mm pada bagian tumpuan dan 150 mm pada bagian lapangan. Bagian hook atau
kaitan pada tulangan geser menggunakan sudut 135 ֯ dengan detail seperti pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3.41 Detail Hook pada Tulangan Geser


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Tulangan geser dikaitkan dengan sudut 135 ֯ seperti pada gambar di atas. Huruf DB
pada gambar diartikan sebagai diameter tulangan geser, sedangkan huruf D
diartikan sebagai diameter tulangan pokok. Pada tulangan geser dengan diameter
13 mm maka digunakan panjang ikatan sebesar 6 DB atau 78 mm dan panjang H
sebesar 71 mm.

3.4.5 Ground water tank (GWT)


Ground water tank (GWT) merupakan tangki atau penampungan air yang berada
di bawah permukaan tanah. Tangki bawah tanah atau GWT berbentuk seperti bak
yang terbuat dari beton bertulang. Dinding serta konstruksi tangki dibuat
menggunakan plat beton bertulang agar tangki tersebut dapat menahan pergeseran
tanah akibat beban yang bekerja diatas permukaan tanah. Ground water tank berada
di sekitar lingkungan bangunan tetapi tidak berada di dalam bangunan. Pada proyek

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 55

Gedung TILC UGM, ground water tank berisi dua jenis tangki yaitu clean water
reservoir dan rain water reservoir. Sesuai dengan namanya, clean water reservoir
merupakan tangki untuk supply air bersih dan rain water reservoir merupakan
tangki penampung air hujan. Denah ground water tank pada proyek TILC UGM
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.42 Denah Ground Water Tank


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Ground water tank pada proyek Gedung TILC berdimensi 9500 × 25600 mm dan
berada di kedalaman -4,75 m dari permukaan tanah. Bagian tangki air bersih
memiliki dimensi 8650 × 9200 mm dan bagian tangki air hujan memiliki dimensi
5200 × 7200 mm dengan tinggi kedua tangki adalah 3 m. Potongan GWT dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

S9 S8
S1 S1

S8 S8

Gambar 3.43 Potongan Ground Water Tank


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 56

Dinding pada ground water tank menggunakan dinding dengan tipe S6. Detail
dinding penahan tanah yang digunakan sebagai dinding GWT pada proyek Gedung
TILC dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.44 Detail Penulangan Dinding Penahan Tanah


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Dinding GWT seperti terlihat pada gambar memiliki ketebalan 250 mm dan
menggunakan tulangan D10 dengan jarak antar tulangan yaitu 100 mm untuk
bentang arah Lx dan Ly. Potongan arah Ly dari dinding GWT ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.
250

Ly

Gambar 3.45 Potongan Dinding Penahan Tanah


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 57

Selain tipe S6 yang digunakan sebagai dinding, terdapat plat tipe S1, S8, dan S9
yang digunakan pada GWT Gedung TILC. Gambar detail penulangan secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran L-17. Detail penulangan plat yang digunakan
pada GWT proyek Gedung TILC UGM diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.9 Detail Tulangan Plat GWT


Tulangan bentang Lx Tulangan bentang Ly
Tebal Plat
Tipe (mm) (mm)
(mm)
atas bawah atas bawah
S1 130 D10-150 D10-150 D10-150 D10-150
S8 300 D19-125 D19-125 D19-125 D19-125
S9 110 D10-200 D10-200 D10-200 D10-200
(Sumber: Data Proyek PT. PP Persero Tbk.)

3.4.6 Sewage Tretment Plant (STP)


Sewage Treatment Plant (STP) merupakan sistem pengolahan air limbah yang
berfungsi mengolah air limbah pada suatu gedung. Dalam proyek Gedung TILC,
septic tank yang digunakan menggunakan sistem STP dan biasa disebut bio tank.
Denah bio tank diperlihatkan pada lampiran L-21. Bio tank merupakan tempat
pengolahan limbah kotoran manusia yang dilengkapi dengan filter dan sumur
resapan khusus. Pada bio tank terdapat sumur resapan berdiameter 1000 mm
dengan tinggi 3 m serta tangki bio tank. Dimensi dari plat tangki bio tank adalah
1500 × 3200 mm dengan tinggi 2,8 m. Bio tank atau bio septic tank pada proyek
Gedung TILC UGM diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.46 Potongan Bio Tank


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 58

3.5 Perencanaan Struktur Atas


Sebuah gedung yang memiliki banyak lantai memiliki resiko keruntuhan yang besar
jika tidak direncanakan dengan baik. Perencanaan bangunan perlu dilakukan pada
struktur bawah atau struktur atas. Menurut SNI 1726:2012, struktur atas bangunan
gedung merupakan struktur gedung yang berada di atas permukaan tanah. Pada
proyek Gedung TILC UGM, struktur atas gedung terdiri dari kolom, balok, plat
lantai, dan dinding penahan lateral (shear wall dan core wall).

3.5.1 Kolom
Kolom merupakan komponen struktur atas yang memiliki fungsi utama sebagai
penyangga beban aksial tekan vertikal. Selain itu kolom juga berfungsi sebagai
penyalur atau meneruskan beban dari balok pondasi maupun plat. Proyek Gedung
TILC UGM menggunakan struktur kolom beton bertulang dengan mutu beton
adalah fc’ = 30 MPa dan nilai slump sebesar 12 ± 2 cm. Di bawah ini merupakan
contoh gambar detail penulangan kolom tipe C2 yang dapat dilihat pada Gambar
3.47 berikut ini.

Gambar 3.47 Detail Kolom Tipe C2


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Seperti terlihat pada gambar di atas, kolom tipe C2 memiliki dimensi 800 x 800
mm dengan tulangan pokok (main bar) D25 berjumlah 20 batang. Tulangan geser
(stirrup) yang digunakan adalah tulangan D13 dengan jarak 100 mm berjumlah 4

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 59

pada bagian tumpuan dan 150 mm berjumlah 3 pada bagian lapangan. Bagian ujung
atau hook pada tulangan geser yang digunakan seluruh tipe kolom ditekuk dengan
sudut 135֯ sepanjang 6 kali diameter tulangan geser.Pada tipe C2 juga terdapat
tulangan pengikat silang yang menggunakan tulangan D13. Tulangan pengikat
silang ini dikaitkan dengan sudut hook atau kait 90 ֯ dan 135 ֯ pada bagian ujung –
ujungnya seperti pada Gambar 3.47. Denah perletakan kolom lantai 1 dapat dilihat
pada lampiran L-15. Berikut merupakan detail tipe kolom dan penulangan yang
digunakan pada Gedung TILC.

Tabel 3.10 Detail Kolom Gedung TILC


Tulangan Tulangan
Tipe Dimensi Stirrups
Pokok Ekstra
C1 800 × 800 16 D25 - 4 D13 - 100
C2 800 × 800 20 D25 - 4 D13 – 100
C3 400 × 700 12 D22 - 2 D13 – 100
C6 300 × 300 12 D16 - 2 D10 – 100
(Sumber : PT. PP Persero Tbk., 2019)

Proyek Gedung TILC merupakan bangunan yang memiliki jumlah lantai lebih dari
satu sehingga pada bagian kolom perlu adanya sambungan lewatan pada tulangan.
Pada sambungan lewatan kolom, bagian tulangan yang dibelokkan dan
diperpanjang adalah tulangan kolom bawah dan kemiringannya tidak boleh
melebihi 1/6 dari Ld (panjang tulangan yang diperpanjang). Bagian sambungan
lewatan juga diikat menggunakan tulangan geser dengan jarak ¼ dari dimensi
kolom atau maksimal 100 mm. Sambungan lewatan antar kolom dapat dilihat
seperti pada gambar berikut.

Ld

Gambar 3.48 Detail Sambungan Lewatan Kolom


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 60

3.5.2 Balok
Balok merupakan komponen struktur inti selain kolom dan pondasi yang berfungsi
untuk menyalurkan beban dari plat ke kolom. Balok dalam pelaksanaannya
diperlukan metode perencanaan dan pengecoran yang baik.Balok yang digunakan
pada proyek Gedung TILC terdiri dari berbagai tipe. Hasil perencanaan detail
penulangan balok serta dimensinya dirangkum dalam Tabel 3.11 berikut ini.

Tabel 3.11 Detail Tulangan Balok


Dimensi Tulangan
Tipe
(mm) Top Side Bottom Stirrup
CB1 400×700 6 D25 2 D13 3 D25 3 D10 - 100
CBA 300×500 4 D25 2 D13 2 D25 2 D10 - 100
BF 150×300 2 D13 - 2 D13 2 D10 - 100
B1-1 (Tumpuan) 400×700 6 + 2 D25 2 D13 4 D25 3 D10 - 75
B1-1 (Lapangan) 400×700 4 D25 2 D13 6 + 2 D25 3 D10 - 150
B1-w (Tumpuan) 400×700 6 + 2 D25 2 D13 4 D25 3 D10 - 100
B1-w (Lapangan) 400×700 4 D25 2 D13 6 D25 2 D10 - 150
B1-3 (Tumpuan) 400×700 6 D25 2 D13 4 D25 3 D10 - 100
B1-3 (Lapangan) 400×700 4 D25 2 D13 6 D25 2 D10 - 150
B2-w (Tumpuan) 400×800 6 + 4 D25 4 D13 6 D25 4 D10 - 70
B2-w (Lapangan) 400×800 6 D25 4 D13 6 + 4 D25 2 D10 - 150
BA-W(Tumpuan) 400×500 6 D25 2 D13 3 D16 3 D10 - 75
BA-W (Lapangan) 400×500 3 D16 2 D13 6 D16 2 D10 - 150
BA-2 (Tumpuan) 300×500 4 D25 2 D13 2 D25 3 D10 - 150
BA-2 (Lapangan) 300×500 2 D25 2 D13 4 D25 2 D10 - 150
BP1 (Tumpuan) 150×700 2 D22 4 D13 2 D22 2 D10 - 150
BP1 (Lapangan) 150×700 2 D22 4 D13 2 D22 2 D10 - 150
BP2 (Tumpuan) 150×500 2 D22 2 D13 2 D22 2 D10 - 150
BP2 (Lapangan) 150×500 2 D22 2 D13 2 D22 2 D10 - 150
BL (Tumpuan) 250×700 6 D25 2 D13 3 D25 D10 - 150
BL (Lapangan) 250×700 3 D25 2 D13 6 D25 D10 - 150
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Balok yang digunakan pada proyek Gedung TILC menggunakan beton dengan
mutu fc’ = 30 MPa dan nilai uji slump sebesar 12 ± 2 cm. Pada proyek ini terdapat
12 tipe balok dengan beberapa jenis balok seperti balok lift, balok kantilever, balok
façade, balok anak, dan balok induk. Gambar detail perencanaan pada seluruh tipe
balok dapat dilihat pada lampiran L-18. Balok yang digunakan pada proyek ini
menggunakan tulangan baja ulir dengan diameter 25 mm, 22 mm, 16 mm, 13 mm,
dan 10 mm. Pada Tabel 3.11 di atas, terdapat tanda (+) pada bagian jumlah
tulangan. Tanda ini merupakan penunjuk perletakan tulangan. Contoh dari
penggunaan tanda tersebut misalnya pada tulangan atas (top) tipe B1-1 bagian

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 61

tumpuan. Pada tipe tersebut digunakan tulangan atas 6 + 2 D25, yang menunjukkan
bahwa digunakan tulangan diameter 25 mm dengan perletakan 6 tulangan paling
atas dan diikuti dengan 2 tulangan dibawahnya. Gambar detail perencanaan dari
tulangan tipe B1-1 dapat dilihat seperti gambar berikut ini.

Gambar 3.49 Detail Balok Tipe B1-1


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa balok B1-1 tersebut memiliki tulangan
ekstra (side bar) dengan diameter 13 mm. Dalam pelaksanaannya, balok yang
digunakan memiliki bentang yang cukup panjang sehingga perlu adanya
sambungan tulangan antar balok. Sambungan tulangan dapat dilihat seperti gambar
berikut ini.

Ld

Hb

Ld

Gambar 3.50 Detail Sambungan Tulangan Balok


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 62

Sambungan tulangan antar balok berbeda dengan kolom. Tulangan yang


disambungkan harus dibengkokkan bergantian seperti pada gambar di atas dengan
kemiringan maksimal 1/6 kali Ld. Pada gambar di atas terdapat simbol Hb yang
merupakan tinggi balok. Ketentuan mengenai panjang Ld dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 3.12 Ketentuan Panjang Ld Balok


Ketentuan Panjang Ld
D < 22 mm 45 D
D ≥ 22 mm 60 D
Hb > 30 cm dan D < 22 mm 60 D
Hb ≤ 30 cm dan D < 22 mm 45 D
Hb > 30 cm dan D ≥ 22 mm 75 D
Hb ≤ 30 cm dan D ≥ 22 mm 60 D
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

3.5.3 Plat lantai


Plat lantai merupakan komponen struktur yang merupakan lantai pembatas tingkat
satu dengan tingkat lainnya. Plat lantai menjadi tempat berpijaknya beban – beban
hidup maupun mati yang ada pada sebuah bangunan. Sebagai struktur yang pertama
kali terkena beban, pelaksanaan dan perencanaannya perlu dilakukan dengan benar
untuk mengurangi resiko terjadinya lendutan. Mutu beton yang digunakan pada plat
lantai ini adalah fc’ = 30 MPa dengan nilai uji slump sebesar 12 ± 2 cm dan memiliki
ketebalan yang berbeda – beda. Detail perencanaan plat lantai tipe S3 diperlihatkan
pada gambar berikut ini.

Gambar 3.51 Detail Penulangan Plat Lantai Tipe S3


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 63

Plat lantai tipe S3 pada Gambar 3.51 termasuk dalam jenis two way slab, yaitu plat
yang ditopang oleh 4 balok pendukung pada keempat sisi plat untuk menyalurkan
beban. Pada plat terdapat 2 lapis tulangan yaitu tulangan atas (top bar) dan tulangan
bawah (bottom bar). Setiap lapis tulangan terdiri dari bentang pendek (arah X) dan
bentang panjang (arah Y). Pada tulangan bawah pemasangan diawali dengan
tulangan bentang pendek, sedangkan pada tulangan atas pemasangan diawali
dengan bentang panjang. Segitiga berjumlah 2 menunjukkan letak tulangan berada
pada lapisan dalam, sedangkan 1 segitiga menunjukkan letak tulangan pada lapisan
luar. Potongan plat tipe S3 arah X diperlihatkan sebagai berikut.

Gambar 3.52 Detail Potongan Plat Lantai Tipe S3


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Detail penulangan seluruh plat yang digunakan pada proyek gedung TILC dapat
dilihat pada lampiran L-18. Berikut merupakan rangkuman tipe dan detail
penulangan plat lantai yang digunakan pada Gedung TILC UGM.

Tabel 3.13 Detail Plat Lantai


Tebal Tulangan
Tipe
(mm) Top Bottom
S1 130 D10 - 150 D10 - 150
S2 100 Wire Mesh M7 - 150 Wire Mesh M7 - 150
S3 150 D10 - 150 D10 - 150
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Plat lantai tipe S2 menggunakan tulangan wiremesh yang digunakan pada lantai
dasar atau lantai 1 proyek Gedung TILC. Wiremesh merupakan anyaman besi atau
kawat dengan pola kotak – kotak dan memiliki ukuran yang bervariasi.
Pertimbangan penggunaan wiremesh yang hanya digunakan pada lantai dasar
adalah apabila seluruh lantai menggunakan wiremesh maka dapat menimbulkan
pemborosan sambungan karena diperlukan stek atau angkur yang cukup banyak.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 64

3.5.4 Dinding penahan gaya lateral


Sistem dinding penahan gaya lateral digunakan pada bangunan tingkat tinggi dan
berfungsi untuk menahan gaya geser lateral seperti angin dan gempa bumi.
Terdapat dua jenis dinding penahan gaya lateral yang digunakan pada proyek
Gedung TILC UGM, yaitu shear wall atau dinding geser dan core wall. Detail
perencanaan kedua jenis dinding diuraikan sebagai berikut:
1. Shear wall
Shear wall merupakan struktur perkuatan tambahan gedung bertingkat yang
berbentuk dinding beton bertulang. Shear wall atau dinding geser berfungsi
sebagai penahan beban struktur, angin, dan gempa bumi yang dapat
menyebabkan penurunan beban yang tidak merata. Tipe shear wall yang
digunakan pada proyek Gedung TILC dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.14 Detail Shear Wall


Tebal Panjang Tulangan
Tipe
(mm) (mm) Pokok Geser (stirrup)
W1 400 7950 D22 - 100 D13 - 100
W2 400 7900 D22 - 100 D13 - 100
W3 400 4075 D22 - 100 D13 - 100
W4 sisi A 400 5700 D22 - 100 D13 - 100
W4 sisi B 400 7750 D22 - 100 D13 - 100
W5 800 3300 D22 - 100 D13 - 100
W6 800 3300 D22 - 100 D13 - 100
W8 400 4000 D22 - 100 D13 - 100
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Detail salah satu tipe shear wall dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.53 Detail Shear Wall Tipe W-2


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Shear wall tipe W-2 memiliki panjang dinding 7,9 m dan terletak pada as X3 -
Y5 tepat pada tepi void gedung. Denah perletakan seluruh tipe shear wall pada
proyek Gedung TILC UGM dapat dilihat pada lampiran L-15. Tulangan pada

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 65

struktur shear wall W-2 dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian boundary
element (kolom) dan bagian wall element (dinding). Detail penulangan
boundary element pada shear wall tipe W-2 dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.54 Detail Penulangan Shear Wall Tipe W-2


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Seperti terlihat pada Gambar 3.54, bagian kolom tulangan pokok D22 diikat
dengan ties atau tulangan ikat dan dikaitkan dengan sudut 135֯. Bagian tulangan
kolom kemudian diikat kembali dengan tulangan geser atau stirrup D13
berjarak 100 mm. Sambungan lewatan pada shear wall adalah 810 mm seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
810

Gambar 3.55 Detail Sambungan Lewatan Shear Wall Tipe W-2


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

2. Core wall
Core wall merupakan jenis dinding penahan gaya lateral yang terletak di pusat
bangunan dan berfungsi sebagai pengaku bangunan dan memberi perkuatan
pada dinding lift. Pada proyek Gedung TILC UGM core wall termasuk dalam
tipe W-7. Core wall tipe W-7 dibagi menjadi 4 bagian yaitu A, B, C, dan D.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 66

Mutu beton yang digunakan pada W-7 adalah fc’ = 30 MPa. Tulangan struktur
W-7 menggunakan baja ulir D13 sebagai tulangan geser dan D22 sebagai
tulangan pokok. Detail perencanaan struktur core wall tipe W-7 dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.56 Detail Penulangan Core Wall Tipe W-7


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Detail dan potongan W-7 dapat dilihat pada lampiran L-19. Detail tulangan core
wall yang digunakan pada Gedung TILC UGM diperlihatkan pada tabel di
bawah ini.

Tabel 3.15 Detail Core Wall W-7


Tebal Panjang Tulangan
Tipe
(mm) (mm) Pokok Geser (stirrup) Ikat (vertical stirrup)
W7 sisi A 400 7350 2 D22 - 100 D13 - 100 34 D13 - 100
W7 sisi B 400 1445 2 D22 - 100 D13 - 100 6 D13 - 100
W7 sisi C 400 5400 2 D22 - 100 D13 - 100 26 D13 - 100
W7 sisi D 400 3475 2 D22 - 100 D13 - 100 16 D13 - 100
(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 67

Core wall W-7 memiliki ketebalan 400 mm dan dibagi menjadi 4 sisi dengan
panjang yang berbeda seperti terlihat pada tabel di atas. Seluruh tulangan pokk
yang digunakan adalah D22 dengan tulangan geser dan tulangan ikat D13. Titik
temu antar sisi membentuk kolom (boundary element) yang diberi tulangan ikat
silang seperti pada gambar di bawah ini.

Boundary element

Gambar 3.57 Detail Boundary Element Core Wall


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Detail potongan di atas merupakan detail boundary element pada bagian


sambungan lewatan, dimana terdapat 2 tulangan pokok D22 yang sejajar.
Seperti terlihat pada gambar, pada bagian boundary element terdapat 20
tulangan pokok D22 yang diikat dengan tulangan ikat D13. Ujung dari tulangan
ikat ini ditekuk dengan sudut 135֯ dan dipasang dengan jarak 100 mm.

3.5.5 Tangga
Bangunan atau gedung yang memiliki jumlah lantai lebih dari satu tentu terdapat
tangga pada strukturnya. Sebagai bagian dari struktur bangunan, tangga juga
memerlukan perencanaan yang tepat untuk memastikan bahwa tangga dapat
memikul beban diatasnya dan nyaman digunakan. Tangga terdiri dari dua bagian
yaitu aantrede dan optrede. Aantrede merupakan bagian horizontal anak tangga
yang berfungsi sebagai tempat berpijaknya kaki, sedangkan optrede merupakan
bagian vertikal anak tangga atau sebagai tinggi anak tangga. Ukuran dari optrede
pada tangga proyek Gedung TILC UGM adalah 17 cm dan aantrede pada tangga
adalah 30 cm. Mutu beton yang digunakan pada tangga adalah fc’ = 30 MPa dengan
nilai uji slump sebesar 12 ± 2 cm. Tangga pada proyek Gedung TILC UGM terdiri
dari 6 tipe yaitu tipe A, B, C, D, E dan F. Perbedaan tipe tangga didasarkan pada

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 68

letak tangga. Denah seluruh tipe tangga dapat dilihat pada lampiran L-20. Letak
tangga lantai 1 proyek Gedung TILC ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.58 Denah Tangga Lantai 1 Gedung TILC UGM


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Tangga tipe A hanya terdapat pada lantai 1 dan 2, sedangkan tangga tipe B, C dan
F hanya terdapat pada lantai 1 sampai 5. Selain itu, tangga tipe D terdapat pada
lantai 1 hingga 8 dan tangga E berada pada seluruh lantai di Gedung TILC UGM.
Denah salah satu tipe tangga di atas yaitu tipe E apabila diperbesar diperlihatkan
seperti berikut ini.

Gambar 3.59 Denah Tangga Tipe E


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 69

Seperti terlihat pada gambar 3.59, bordes pada tangga menggunakan plat lantai tipe
S3 dengan ketebalan plat 150 mm dengan menggunakan tulangan D10 berjarak 150
mm. Tangga tipe E memiliki 24 anak tangga. Detail potongan tangga pada tangga
tipe E diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.60 Detail Potongan Tangga E


(Sumber: PT. PP Persero Tbk, 2019)

Seluruh tipe tangga pada proyek Gedung TILC UGM memiliki detail penulangan
yang sama. Tulangan pada tangga dibagi menjadi tulangan pokok, tulangan bagi,
tulangan anak tangga dan tulangan bagi anak tangga. Tulangan pokok dan tulangan
bagi pada tangga menggunakan tulangan D16 dengan jarak tulangan 150 mm.
Tulangan anak tangga dan tulangan bagi anak tangga menggunakan tulangan D10
dengan jarak 150 mm.

3.6 Pelaksanaan Proyek


Setelah dilakukan proses perencanaan maka selanjutnya dilakukan pelaksanaan
proyek. Pelaksanaan proyek merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk
merealisasikan gambar rencana. Dalam pelaksanaan proyek perlu menggunakan
metode – metode yang benar agar bangunan dapat berdiri sesuai dengan rencana.
Pelaksanaan pekerjaan pada proyek Gedung TILC yang ditinjau oleh penulis adalah
pekerjaan struktur atas. Pekerjaan struktur atas tersebut meliputi pekerjaan kolom,
balok, plat lantai (slab), dan core wall.

3.6.1 Kolom
Kolom merupakan komponen struktur atas yang berfungsi sebagai penyangga
beban aksial tekan vertikal. Pada laporan ini penulis meninjau pelaksanaan pada
kolom tipe C2 di lantai 3 dengan dimensi 800 × 800 mm dan tinggi 4,2 meter.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 70

Tahapan pelaksanaan pekerjaan kolom dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Pekerjaan persiapan
Pekerjaan persiapan diawali dengan melakukan penentuan titik as kolom atau
marking. Tahapan pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
a. Pengecekan dengan theodolite
Pengecekan dengan theodolite ini dilakukan untuk mencari titik as kolom
pada lantai tersebut. Pengecekan dilakukan dengan meletakkan theodolite
pada titik tertentu untuk memeriksa kelurusan marking kolom dengan
menembak as – as pada bangunan. Pengecekan dengan theodolite dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.61 Pengecekan As dengan Alat Theodolite


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

b. Marking pada plat lantai


Marking adalah pekerjaan mengukur dan menandai pada plat lantai yang
telah dicor sebagai penentu titik – titik as kolom. Hasil marking berupa garis
garis hitam seperti pada gambar rencana yang dibuat menggunakan benang
yang telah diberi tinta hitam oleh surveyor. Dokumentasi marking dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

Benang
tinta hitam

Gambar 3.62 Marking pada plat

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 71

c. Pengeboran stek kolom


Setelah garis marking dibuat, selanjutnya dilakukan pengeboran plat lantai
pada titik – titik kolom yang telah di marking untuk dipasang sepatu kolom.
Sepatu kolom merupakan besi tulangan yang dipasang dengan kedalaman 3
cm sebagai pembatas bekisting yang akan dipasang. Hasil pemasangan stek
kolom ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.63 Sepatu Kolom


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

2. Pembesian kolom
Pekerjaan pembesian kolom pada proyek Gedung TILC UGM dilakukan secara
fabrikasi. Fabrikasi tulangan dilakukan oleh operator alat fabrikasi di sekitar
lokasi proyek. Pekerjaan pembesian kolom dijelaskan sebagai berikut:
a. Proses pemotongan dan pembengkokan
Alur pertama saat fabrikasi tulangan adalah baja tulangan yang akan
digunakan dipotong sesuai ukuran rencana menggunakan bar cutter oleh
satu orang operator. Tulangan kolom difabrikasi dengan tinggi 8,4 m atau
dua kali lipat tinggi lantai untuk meminimalisir sambungan kolom antar
lantai. Tulangan pokok D25 dan stirrup D13 yang sudah dipotong akan
melalui proses bending pada bar bender. Proses pembengkokan ini
dilakukan oleh seorang operator dengan mengatur sudut tekukan yang akan
dibuat seusai gambar rencana. Pada bagian hook atau pengikat ujung
tulangan sengkang dibengkokkan dengan sudut 135֯ sepanjang 6 kali
diameter sengkang atau sepanjang 78 mm. Sesuai dengan gambar rencana,

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 72

penulangan pada kolom C2 memiliki tulangan pengikat silang yang


menggunakan D13. Bagian ujung – ujung tulangan ikat silang ini ditekuk
dengan sudut sebesar 90 ֯ dan 135֯. Proses pembengkokkan tulangan dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.64 Bar Bender Fabrication

b. Proses perakitan
Proses perakitan tulangan pokok dan tulangan sengkang menjadi suatu
struktur tulangan kolom dilakukan setelah proses di bar bender. Bagian –
bagian tulangan yang telah jadi kemudian dibawa ke area perakitan. Proses
perakitan tulangan kolom di area perakitan terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.65 Perakitan Kolom


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

Tulangan pokok atau tulangan utama disambung dengan panjang


penyaluran / lewatan sebesar 40 kali diameter tulangan. Bagian tulangan
pokok yang disambung kemudian dilakukan pembengkokan / penyempitan
agar memudahkan dalam menyambung tulangan. Tulangan sengkang D13

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 73

dipasang dengan jarak 100 cm pada tulangan tumpuan dan 150 cm pada
tulangan lapangan. Tulangan kolom kemudian diikat dengan menggunakan
kawat bendrat sebagai perkuatan agar tulangan tidak bergeser dari
tempatnya. Proses pengikatan ini menggunakan 3 kawat bendrat pada setiap
ikatannya untuk menambah perkuatan.

c. Pengangkatan tulangan dengan tower crane


Setelah proses fabrikasi, tulangan kolom yang telah siap kemudian diangkat
dan dibawa ke titik pemasangan menggunakan tower crane. Tulangan yang
dibawa crane kemudian dipasang pada bagian penyaluran dari lantai
sebelumnya dengan kawat bendrat setelah sampai pada titik as kolom.
Kolom yang telah terpasang diberi beton decking sebagai penanda tebal
selimut beton dan pembatas antara tulangan dan bekisting.

3. Quality controlling oleh tim QC dan konsultan pengawas


Setelah tulangan kolom terpasang dan beton decking terpasang maka dilakukan
pengecekan oleh quality control serta konsultan pengawas. Pengecekan
tulangan kolom dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.66 Pengecekan Tulangan Kolom


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

Pengecekan dilakukan untuk memeriksa apakah tulangan yang terpasang sudah


sesuai dengan shop drawing baik jarak maupun dimensinya. Apabila saat
pengecekan terdapat ikatan yang terlepas atau posisi yang tidak sesuai, maka

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 74

tim perakitan tulangan vertikal yang berada pada lantai tersebut akan
memberikan ikatan bendrat tambahan dan pemeriksaan kembali.

4. Pemasangan bekisting
Panel bekisting yang terbuat dari plywood difabrikasi sesuai dengan dimensi
kolom rencana. Rangka bekisting plywood yang digunakan diperkuat dengan
menggunakan gelagar besi hollow seperti pada Gambar 3.67 serta beberapa
komponen seperti tie rod dan dibawa menggunakan tower crane. Berikut
merupakan tahap perakitan bekisting kolom:
a. Plywood yang telah dipotong sesuai ukuran kolom 800 × 800 mm
selanjutnya dilakukan pemasangan gelagar hollow pada plywood bekisiting.
Gelagar hollow dipasang pada plywood dengan cara dipaku menggunakan
paku beton karena pemasangan dengan sekrup membutuhkan biaya yang
lebih besar. Proses fabrikasi bekisting terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.67 Fabrikasi Bekisting Kolom


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

b. Sebelum panel bekisting dirakit, panel bekisting diolesi dengan bahan


pelumas seperti oli kemudian dirangkai dengan komponen lain dan dibawa
ke lokasi pemasangan.

c. Setelah pelumasan pada plywood, gelagar hollow vertikal yang telah


terpasang pada plywood kemudian diikat kembali dengan sabuk atau klem
pengatur. Pemasangan klem pengatur adalah setiap 100 cm dan dikunci
menggunakan tie road dan wing nut.

d. Bekisting hanya dirakit setiap 2 sisi dan kemudian diangkat ke titik


pemasangan bekisiting dengan menggunakan tower crane.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 75

Pemasangan bekisting kolom dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 3.68 Pemasangan Bekisting Kolom

e. Setelah bekisting terpasang pada 4 sisinya, kemudian bekisting dikunci dan


dilakukan pemasangan balok support di setiap sisi bekisting seperti pada
gambar berikut ini.

Balok
support

Gambar 3.69 Pemasangan Balok Support

f. Proses pemasangan bekisting yang telah selesai kemudian dilanjutkan


dengan pengecekan kelurusan (vertikalitas) bekisting. Pengecekan
dilakukan dengan memasang bandul lot dengan benang. Selain itu juga
dilakukan pengecekan bagian bekisting yang berlubang karena dapat
menyebabkan kebocoran pada saat pengecoran. Untuk mencegah kebocoran

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 76

pada bagian bawah bekisting, bekisting yang telah terpasang kemudian


direkatkan dengan pasta semen (campuran semen dan air). Proses
pengecekan dengan bandul lot terlihat pada gambar berikut ini.

Bandul lot

Gambar 3.70 Pengecekan Bekisting Kolom


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

5. Pengecoran kolom
Setelah bekisting selesai terpasang maka dilakukan pengecoran kolom. Berikut
adalah tahapan sebelum dan saat pengecoran:
a. Uji slump dilakukan setelah truk ready mix sampai di proyek dan sebelum
dilakukan pengecoran. Uji slump bertujuan untuk mengetahui workability
beton yang telah sesuai dengan perencanaan. Selain itu, beton ready mix
juga dicetak dalam silinder untuk dilakukan uji kuat tekan di laboratorium.
Pada kolom digunakan beton fc’ = 30 MPa dengan nilai slump test sebesar
12 ± 2 cm. Berikut merupakan dokumentasi slump test pada beton kolom.

Gambar 3.71 Slump Test Beton Kolom

b. Beton ready mix yang telah melalui uji slump kemudian dibawa ke titik
pengecoran dengan dan menggunakan bucket crane kapasitas 0,85 m3 yang

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 77

dibawa oleh tower crane. Pekerjaan pengecoran kolom dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 3.72 Pengecoran Kolom

Pada pekerjaan ini terdapat 1 orang operator di bucket yang bertugas


membuka dan menutup mulut pipa tremie untuk pengecoran, dan 2 orang
pekerja di atas bekisting yang bertugas untuk menjalankan concrete
vibrator dan mengarahkan pipa tremie. Pengecoran beton dilakukan dengan
memposisikan pipa tremie tepat di atas kolom dengan jarak jatuh beton dari
pipa kurang lebih 1 meter.

6. Pembongkaran bekisting kolom


Setelah proses pengecoran selesai dan beton mengeras dalam waktu 8 jam maka
dapat dilakukan pekerjaan pembongkaran bekisting. Kolom yang telah
dibongkar 2 sisi bekistingnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.73 Kolom Setelah Pembongkaran Bekisting

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 78

Pada proses pelepasan bekisting, setelah pengunci bekisting dilepas maka


bekisting dapat dibongkar di tiap sisinya satu persatu dan dikumpulkan untuk
kemudian dipilah. Bekisting yang tidak dapat digunakan kembali atau rusak
akan dikumpulkan dan dibawa ke dasar lantai dengan bantuan crane untuk
didaur ulang atau dibawa ke pembuangan.

7. Perawatan beton kolom


Perawatan pada beton atau yang sering disebut sebagai curing merupakan
proses yang dilakukan untuk menjaga kelembaban dan suhu dari beton sehingga
dapat mempertahankan mutunya. Pada proyek Gedung TILC metode curing
yang digunakan pada struktur kolom adalah dengan menggunakan membran.
Perawatan ini dilakukan dengan menggunakan lembaran plastik yang kedap air.
Perawatan dilakukan dengan melapisi permukaan kolom dengan lembaran
plastik segera setelah beton mengering. Proses perawatan beton kolom dengan
membran plastik hanya dilakukan pada lantai 1. Hal ini dikarenakan proyek
sempat berhenti akibat pandemi dan berdampak pada waktu pekerjaan yang
sedikit. Dokumentasi proses curing pada kolom proyek Gedung TILC lantai 1
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Membran
plastik

Gambar 3.74 Perawatan Kolom


(Sumber: PT. PP Persero Tbk., 2019)

3.6.2 Balok
Balok dalam pelaksanaanya diperlukan metode perencanaan dan pengecoran yang
baik untuk menghindari resiko terjadinya lendutan. Pelaksanaan pekerjaan balok
yang ditinjau oleh penulis adalah balok tipe BL dengan ukuran 250 x 700 mm.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 79

Tahapan pelaksanaan pekerjaan balok dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Pemasangan scaffolding
Pemasangan scaffolding atau perancah berfungsi sebagai struktur penyangga
bekisting balok dan pelat. Pemasangan scaffolding dapat dilakukan bersamaan
dengan proses fabrikasi bekisting balok. Langkah pemasangan scaffolding
adalah sebagai berikut:
a. Jack base dipasang pada titik – titik yang sudah ditentukan. Jack base
dipasang sesuai dengan jarak dari perancah yang ditentukan / panjang
transom yang digunakan.
b. Standard (bagian vertikal) pada perancah dipasang pada jack base, dan
dilanjutkan dengan perakitan transom (bagian horizontal), dan u-head pada
ujung perancah hingga menjadi suatu rangka perancah seperti gambar di
bawah ini.

U-head jack

transom
standard

Gambar 3.75 Perancah Balok dan Plat


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

c. Pada bagian atas u-head dipasang gelagar hollow sebagai tempat peletakan
bekisting di atas perancah.

2. Pemasangan bekisting balok


a. Fabrikasi bekisting balok dilakukan dengan menempelkan balok suri-suri
berupa gelagar hollow dengan plywood sudah dipotong sesuai dengan
ukuran balok. Fungsi gelagar hollow yang ditempelkan adalah untuk

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 80

menambah perkuatan pada bekisting. Balok suri - suri ditempel pada papan
plywood menggunakan paku beton. Pada proses pemasangan bekisting,
bagian bawah bekisting balok atau yang biasa dikenal dengan istilah
lapangan bodeman dipasang pada gelagar hollow di atas perancah terlebih
dahulu dan dilanjutkan dengan perakitan tulangan. Tulangan dirakit di atas
bodeman kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bekisting pada sisi
kanan dan sisi kiri tulangan balok. Gelagar hollow dan bekisting bawah
balok yang diberi tulangan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gelagar
hollow

Tulangan
balok
bodeman

Gambar 3.76 Bekisting Bawah Balok

3. Fabrikasi tulangan balok


Tahapan penulangan balok tipe BL pada proyek Gedung TILC UGM adalah
sebagai berikut:
b. Seperti pada tulangan kolom, tulangan pada balok juga melalui proses
fabrikasi bar cutter dan bar bender. Tulangan pokok D25 dan tulangan
pinggang D13 dipotong sesuai dengan gambar kerja pada alat bar cutter.
Ujung tulangan pokok kemudian dibengkokkan dengan sudut 90 ֯ dengan
panjang 8 kali diameter tulangan atau sekitar 20 cm.

c. Tulangan sengkang D10 dipotong dan dibengkokkan pada mesin bar cutter
dan bar tender. Bagian pengait (hook) dibengkokkan sepanjang 60 mm
dengan sudut 135 .֯ Setelah menjadi sengkang berbentuk persegi, tulangan –
tulangan ini kemudian dikumpulkan untuk kemudian dibawa dengan crane
untuk proses perakitan di lokasi pekerjaan balok.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 81

d. Setelah tulangan pokok dan sengkang sampai di titik lokasi, maka tulangan
tersebut dapat dirakit di atas bodeman (bagian dasar bekisting yang telah
dipasang pada perancah). Perakitan tulangan dilakukan dengan menyusun
tulangan pokok dan tulangan pinggang lalu dikaitkan pada kepala kolom.
Sengkang lalu dipasang dengan jarak 150 mm dan diikat menggunakan 3
lapis kawat bendrat diameter 0,1 mm pada setiap ikatannya. Saat perakitan,
pada bagian bawah tulangan diberi beton decking. Hasil perakitan tulangan
balok tipe BL dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Tulangan pinggang
D13

Tulangan pokok
Stirrups D10 D25

Gambar 3.77 Tulangan Balok BL

Tulangan balok yang telah dirakit dan dipasang beton decking kemudian
dipasang bekisting di sisi kanan dan kiri serta siku bekistingnya seperti pada
Gambar 3.78 berikut ini.

Balok
suri-suri
Siku
bekisting

bodeman

Gambar 3.78 Bekisting Balok

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 82

e. Setelah proses penulangan dan bekisting maka dilakukan inspeksi atau


pengecekan kualitas tulangan dan bekisting yang memenuhi standar dan
gambar rencana oleh tim quality control. Selain itu juga dilakukan
pembersihan area cor dari sampah menggunakan air compressor.
Pembersihan ini dilakukan agar beton yang dicor tidak bercampur dengan
kotoran atau sampah yang dapat mempengaruhi kualitas atau mutu beton.
Pembersihan dilakukan bersamaan dengan plat lantai terlihat seperti pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3.79 Pembersihan Tulangan Balok


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

4. Pengecoran balok
Pengecoran pada balok dilakukan bersamaan dengan pengecoran plat lantai.
Pengecoran balok dilakukan apabila pada plat lantai telah melalui proses
pemasangan bekisting dan tulangan serta tahap pengecekan oleh tim quality
control. Pengecoran balok menggunakan beton mutu fc’ = 30 MPa. Sebelum
balok dicor dilakukan pembuatan sampel silinder untuk diuji kuat tekan di
laboratorium. Pengujian secara langsung juga dilakukan dengan melakukan uji
slump dengan nilai slump sebesar 12 ± 2 cm. Penjelasan lebih lanjut mengenai
pengecoran balok akan diuraikan pada bagian pengecoran plat lantai.

5. Pembongkaran bekisting
Pembongkaran bekisting balok dilakukan bersamaan dengan plat lantai.
Pembongkaran dilakukan dalam waktu 1 minggu setelah masa pengecoran.
Proses pembongkaran bekisting dilakukan secara hati – hati untuk mengurangi
kebisingan pada lingkungan proyek dan kerusakan pada bekisting.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 83

3.6.3 Plat lantai


Plat lantai yang digunakan pada proyek Gedung TILC UGM merupakan jenis plat
two way slab (plat dua arah) yaitu plat yang ditopang balok pada keempat sisinya
atau pada kedua arah. Pada laporan ini penulis meninjau pelaksanaan plat lantai tipe
S1 dengan ketebalan 130 mm. Pekerjaan plat lantai khususnya pengecoran
dilakukan bersamaan dengan pekerjaan balok. Tahapan pelaksanaan pekerjaan plat
lantai pada proyek Gedung TILC UGM dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pekerjaan pemasangan bekisting
Pekerjaan pemasangan bekisting pelat lantai dilakukan setelah bekisting sisi
kanan dan kiri, serta tulangan balok selesai dipasang.
Uraian pekerjaan pemasangan bekisting pada plat lantai adalah sebagai berikut:
a. Pemasangan perancah dan gelagar hollow plat lantai
Pemasangan perancah pada plat memiliki tahapan yang sama dengan
pemasangan perancah pada balok. Perancah plat lantai memiliki ketinggian
yang lebih tinggi dibandingkan perancah balok dengan menyesuaikan
gambar rencana. Setelah perancah selesai dirakit, gelagar hollow dipasang
di atas perancah pada bagian u-head jack. Pemasangan gelagar hollow pada
perancah terlihat pada gambar di bawah ini.

Gelagar hollow

Gambar 3.80 Pemasangan Gelagar Hollow Plat Lantai


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

b. Pemasangan panel plat lantai


Setelah gelagar hollow terpasang, panel plat lantai yang terbuat dari
phenolic film ditempelkan pada gelagar hollow dengan menggunakan paku
beton. Perakitan ini langsung dilakukan di titik lokasi pekerjaan plat lantai.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 84

Di bawah ini merupakan gambar proses pemasangan bekisting plat lantai.

Gambar 3.81 Pemasangan Bekisting Plat Lantai

Bekisting plat lantai yang terpasang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

phenolic film
plywood

Gambar 3.82 Bekisting Plat Lantai

2. Fabrikasi tulangan plat lantai


Sama seperti tulangan balok, tulangan plat lantai juga difabrikasi langsung di
atas bekisting plat lantai. Tahapan fabrikasi tulangan plat lantai adalah sebagai
berikut:
a. Tulangan – tulangan ulir diameter 10 mm dibawa ke atas atau titik pekerjaan
pelat menggunakan tower crane. Selain itu, tulangan cakar ayam dan beton
decking yang sudah difabrikasi pada lokasi fabrikasi tulangan juga dibawa
ke titik pekerjaan plat menggunakan crane.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 85

b. Sebelum tulangan disusun maka diberi beton decking di atas panel plat
lantai. Pada lapisan bawah, tulangan – tulangan bentang pendek (arah X)
disusun sesuai dengan gambar kerja dengan jarak 150 mm di atas beton
decking. Setelah tulangan bentang pendek disusun dilanjutkan dengan
penyusunan tulangan Y (bentang panjang) diatasnya dengan jarak 150 mm
dengan panjang dan arah tekukan yang sama. Titik temu tulangan diikat
menggunakan kawat bendrat untuk mengindari pergeseran tulangan saat
pengecoran. Pemasangan tulangan plat arah X dan Y terlihat pada gambar
berikut ini.

Arah X

Arah Y

Gambar 3.83 Pemasangan Tulangan Plat Lantai

c. Setelah tulangan pada lapis bawah arah X dan Y dipasang, selanjutnya


dilakukan pemasangan tulangan cakar ayam yang memiliki diameter
tulangan 10 mm. Cakar ayam dipasang untuk memberi jarak antara tulangan
atas dan tulangan bawah. Pemasangan tulangan cakar ayam adalah setiap 1
meter dengan diikat pada tulangan pokok menggunakan kawat bendrat.
Pemasangan cakar ayam dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Bar decker /
cakar ayam

Gambar 3.84 Cakar Ayam Plat Lantai

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 86

d. Selanjutnya penyusunan tulangan lapis atas dengan bentang panjang (arah


Y) berada di bagian bawah dan bentang pendek (arah X) berada di lapis
paling atas dengan jarak antar tulangan 150 mm. pertemuan tulangan X dan
Y diikat dengan kawat bendrat dan ujung tulangan yang dikaitkan dengan
tulangan balok sisi terluar ditekuk sepanjang 75 mm ke arah bawah.

3. Pengecoran plat lantai


Proses pengecoran pada plat lantai dilakukan bersamaan dengan pengecoran
balok. Oleh karena itu pengecoran pada balok tidak dapat dilakukan jika pada
area tersebut fabrikasi tulangan plat lantai belum selesai. Langkah – langkah
pengecoran balok dan pelat dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengecekan kualitas / inspeksi
Setelah fabrikasi tulangan balok dan plat selesai maka dilakukan inspeksi
atau pengecekan tulangan yang sudah sesuai dengan gambar kerja oleh tim
quality control dan konsultan pengawas. Inspeksi / pengecekan tulangan
pada plat lantai diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.85 Inspeksi Plat Lantai


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

b. Pembersihan area cor


Setelah tulangan dan seluruh pekerjaan sudah sesuai dengan standar, maka
dilakukan pembersihan area cor dari sampah – sampah atau kotoran. Hal ini
dilakukan agar saat pengecoran beton tidak bercampur dengan sampah /
kotoran. Setelah area cor bersih maka dilakukan inspeksi kembali oleh tim
QC. Pembersihan area cor dilakukan dengan alat air compressor.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 87

Pekerjaan pembersihan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.86 Pekerjaan Pembersihan Area Cor


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

c. Pengujian beton ready mix yang telah sampai di lokasi


Apabila concrete mix truck telah sampai di lokasi, maka dilakukan uji slump
dan pembuatan sample silinder beton untuk nantinya diuji kuat tekan di
laboratorium. Sampel silinder beton balok dan plat dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 3.87 Silinder Beton Plat dan Balok

d. Pengecoran balok dan plat lantai


Pengecoran pada balok dan plat lantai dilakukan menggunakan bantuan
concrete pump dan beton ditembakkan melalui concrete pipe. Proses
pengecoran membutuhkan 3 orang pekerja yang terdiri dari 1 operator
concrete pipe, 1 operator vibrator, dan 1 orang pembawa alat screed. Pada
saat pengecoran, beton yang telah dituang melalui concrete pipe harus
segera dipadatkan dengan menggunakan vibrator. Pemadatan ini dilakukan
dengan tanpa menyentuh bagian bekisting untuk mencegah terjadinya
kerusakan bekisting. Setelah beton dipadatkan maka permukaan beton

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 88

kemudian diratakan dengan menggunakan screed. Pelaksanaan pekerjaan


pengecoran beton dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Operator screed

Operator
vibrator
Concrete pipe

Gambar 3.88 Pengecoran Plat Lantai dan Balok

4. Pembongkaran bekisting
Setelah beton kering dalam waktu 1 minggu maka bekisting dapat dilepaskan.
Bekisting plywood yang dapat digunakan kembali dibersihkan dari sisa – sisa
kotoran bekas cor. Bekisting yang tidak dapat digunakan kembali dikumpulkan
di dasar lantai pada tempat sampah untuk kemudian dibawa ke TPA.

5. Pekerjaan re-shoring
Setelah balok dan plat lantai telah mengering dan melalui pelepasan bekisting,
balok tetap perlu diberi perkuatan menggunakan perancah atau shoring selama
28 hari untuk mencegah terjadinya lendutan dan memaksimalkan kekuatan
beton. Perkuatan kembali pada plat lantai dan balok dilakukan dengan jarak
setiap 2 meter. Re-shoring dilakukan pada titik yang sama di setiap lantainya.
Dokumentasi re-shoring pada balok dan plat lantai diperlihatkan seperti pada
gambar berikut ini.

Perancah untuk
re-shoring

Gambar 3.89 Re-shoring Balok dan Plat

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 89

3.6.4 Core wall


Dalam perencanaan Gedung TILC, core wall diberi nama W-7. Seperti ditunjukkan
pada Lampiran H, letak core wall adalah pada pusat bangunan dan digunakan
sebagai struktur dinding lift. Tahapan pekerjaan core wall secara detail dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Fabrikasi tulangan core wall
Proses perakitan tulangan core wall tipe W-7 dilakukan pada lokasi fabrikasi
tulangan. Tahapan penulangan core wall tipe W-7 pada proyek Gedung TILC
UGM adalah sebagai berikut:
a. Tulangan core wall dibagi menjadi tulangan pokok, tulangan geser (stirups)
dan tulangan ikat (vertical stirrup). Tulangan geser melalui proses pada bar
cutter dan bar bending. Tulangan ikat yang telah dipotong sesuai dengan
shop drawing ditekuk pada bagian ujung – ujungnya dengan sudut 135֯
menggunakan mesin bar bending sepanjang 6 kali diameter tulangan atau
sekitar 8 cm. Stirups atau tulangan geser yang mengikat seluruh tulangan
pokok ditekuk dengan sudut 90֯ sepanjang 8 kali diameter atau sekitar 11
cm pada bagian ujungnya.

b. Tulangan – tulangan yang telah dipotong dan dibengkokkan kemudian


dirakit. Perakitan tulangan dibagi menjadi 3 segmen dan dimulai pada
bagian yang menjadi titik temu atau kolom (boundary element). Penulangan
pada salah satu segmen core wall dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.90 Penulangan Segmen Core Wall W-7


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

Pekerjaan dimulai dengan menyiapkan tulangan pokok baja ulir D22 dan
stirups D13 yang telah difabrikasi. Tulangan pokok diikat pada stirups

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 90

dengan jarak 100 mm. Sambungan antar segmen tulangan adalah 40 kali
diameter atau sekitar 52 cm pada bagian stirups, dan sambungan antar
tulangan pokok adalah 88 cm. Pada tulangan stirups perakitan dilakukan
dengan jarak 100 mm.

c. Tulangan pokok yang sudah terikat pada stirrups diikat kembali


menggunakan vertical stirrups (tulangan ikat) D13 yang sebelumnya sudah
difabrikasi. Perakitan menggunakan vertical stirrups dilakukan pada
tulangan pokok yang sejajar dan berjarak 100 mm. Pertemuan tulangan
pokok, stirrups, dan vertical stirrups kemudian diikat menggunakan bendrat
sebanyak 6 lapis. Hasil perakitan tulangan pokok dan stirups dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Stirrups
D13-100

Tulangan pokok
D22

Vertical
stirrups D13

Gambar 3.91 Hasil Perakitan Segmen Tulangan Core Wall


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

d. Perakitan tulangan dilanjutkan dengan memasang crossing atau tulangan


diagonal sebelum di bawa ke titik core wall. Tulangan ini berfungsi untuk
mencegah terjadinya puntir atau perpindahan posisi tulangan yang selesai
dirakit saat diangkat dengan tower crane.

e. Setelah segmen tulangan dirakit, tulangan diangkat menggunakan crane


untuk sampai di titik lokasi. Bagian tulangan yang telah sampai di titik
lokasi kemudian disambungkan pada tulangan core wall pada lantai di
bawahnya. Panjang sambungan lewatan tulangan core wall adalah 810 mm.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 91

Segmen – segmen tulangan core wall yang telah didirikan di lokasi lalu
diikat atau disambung dengan tulangan stirrups. Berikut merupakan gambar
perakitan sambungan tulangan core wall segmen 1 dan 2.

Tulangan
diagonal
(crossing)

Gambar 3.92 Perakitan Tulangan Core Wall SW-7

f. Tulangan core wall yang telah selesai dipasang kemudian dilanjutkan


dengan inspeksi oleh tim quality control. Pengecekan dilakukan untuk
memastikan bahwa hasil pekerjaan telah sesuai dengan gambar kerja.
Apabila terdapat ketidak sesuaian seperti jarak antar tulangan yang berubah
atau tulangan yang miring, maka dilakukan setting ulang. Inspeksi tulangan
core wall dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.93 Inspeksi Tulangan Core Wall Tipe SW-7

g. Setelah tulangan core wall dinyatakan sesuai, dilakukan pemasangan beton


decking. Beton decking yang dipasang memiliki ketebalan 4 cm.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 92

Pemasangan beton decking dilakukan dengan mengikat beton ke tulangan


menggunakan kawat bendrat. Pekerjaan pemasangan beton decking dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Beton
decking

Gambar 3.94 Pemasangan Beton Decking

2. Pemasangan sepatu kolom


Sebelum dilakukan pemasangan tulangan core wall pada lokasi core wall
terlebih dahulu dilakukan marking seperti pada pelaksanaan kolom.
berdasarkan hasil marking diperoleh garis batas bekisting. Pada garis batas
tersebut dilakukan pemasangan sepatu core wall sebagai penanda batas
bekisting. Di bawah ini merupakan gambar sepatu core wall yang terpasang.

Sepatu core wall

Gambar 3.95 Sepatu Core Wall

3. Pemasangan bekisting
Bekisting yang digunakan pada corewall melalui proses fabrikasi bekisting
pada area lantai dasar sesuai dengan dimensi core wall dan dibawa ke lokasi
pekerjaan dengan bantuan alat crane. Tahapan pemasangan bekisting adalah
sebagai berikut:
a. Papan plywood dipotong dan disambung sesuai dengan ukuran core wall
pada gambar kerja. Selanjutnya core wall direkatkan menggunakan paku
beton dengan balok berupa besi hollow berwarna biru sebagai perkuatan.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 93

b. Bekisting yang telah diberi perkuatan hollow diikat menggunakan sabuk


klem pengatur. Pada bagian atas bekisting juga dipasang pouring platform
sebagai tempak berpijak pekerja saat melakukan pengecoran.

c. Setelah perakitan bekisting selesai, bekisting kemudian diangkat


menggunakan tower crane ke lokasi core wall. Tinggi dari bekisting core
wall adalah 4 m. Setiap segmen bekisting diikat menggunakan tie rod.
Bekisting yang telah terpasang kemudian diberi perkuatan dengan tiang
yang dinamakan balok support. Bekisting core wall yang telah terpasang
dapat dilihat pada Gambar 3.96 berikut ini.

Pouring
platform

Balok
support Klem
pengatur

Gambar 3.96 Bekisting Core Wall

d. Sebelum dilakukan pengecoran bekisting yang telah dipasang kemudian


dilakukan pengecekan kualitas oleh tim QC. Pengecekan ini meliputi
pengecekan kelurusan bekisting yang dicek menggunakan bandul lot.
Bekisting yang telah dinyatakan sesuai kemudian diberi mortar pada bagian
bawah sebagai lem untuk menghindari kebocoran saat pengecoran.

4. Pengecoran core wall


Pengecoran dilakukan saat bekisting telah selesai dipasang dan melalui proses
pengecekan. Beton yang digunakan dalam proyek ini adalah beton ready mix
yang diperoleh dari batching plant di Magelang dan dibawa menggunakan
concrete mixer truck. Proses pengecoran core wall dijelaskan sebagai berikut:
a. Beton segar pada mixer truck yang telah sampai di proyek kemudian
dilakukan pembuatan sampel untuk dilakukan uji kuat tekan dan slump test.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 94

Pengujian kuat tekan dilakukan di laboratorium dalam waktu 28 hari.


Pembuatan sampel dilakukan dengan mencetak beton berbentuk silinder
dengan memberi tanda tanggal kedatangan beton pada permukaan silinder.

b. Selanjutnya juga dilakukan uji slump dengan batas toleransi 12 ± 2 cm.


pengujian ini dilakukan untuk melihat workability beton sebelum dicor.
Pengujian slump pada beton core wall terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.97 Uji Slump Beton Core Wall

c. Beton pada concrete mixer truck kemudian dituangkan pada concrete


bucket yang berkapasitas 0,85 m3. Bucket yang akan digunakan untuk
pengecoran juga sudah dipasang pipa tremie. Bucket yang telah berisi beton
ready mix beserta tremie dibawa menggunakan crane ke titik pengecoran.

d. Proses pengecoran core wall dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.98 Pengecoran Core Wall

Pada titik pengecoran, terdapat 2 pekerja yang bertugas untuk


mengoperasikan vibrator dan mengarahkan pipa tremie saat proses

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 95

pengecoran berlangsung. Selain itu, pada bucket terdapat 1 orang yang


bertugas membuka dan menutup mulut tremie. Pengecoran core wall
dilakukan setiap 1 m pada satu segmen core wall sebelum berpindah ke
segmen lain. Dalam satu waktu, pengecoran dilakukan hingga mencapai top
of concrete, yaitu pada ketinggian sekitar 3,4 m dari dasar bekisting.

5. Pembongkaran bekisting
Proses pembongkaran bekisting dilakukan setelah beton benar – benar kering.
Pembongkaran dapat dilakukan dalam waktu 7 - 8 jam dari selesai pengecoran.
Pembongkaran bekisting dimulai dengan melepas balok support dan
dilanjutkan dengan mengendorkan tie rod. Segmen – segmen bekisting tersebut
kemudian diangkat dan dibawa oleh tower crane ke lantai dasar atau tempat
pengumpulan bekisting. Struktur salah satu sisi core wall yang telah melalui
pembongkaran bekisting diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.99 Core Wall Setelah Pembongkaran Bekisting

3.6.5 Tangga
Pada detail pelaksanaan pekerjaan struktur tangga di bawah ini, penulis meninjau
tangga tipe E yang terletak pada as X9 – Y5 sampai X10 – Y5. Tahapan pekerjaan
tangga secara detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemasangan perancah dan bekisting
Tahapan pemasangan perancah dan bekisting adalah sebagai berikut:
a. Perancah bagian standard (perancah vertikal) dan transom (perancah
horizontal) disusun dengan dasar perancah vertikal dipasang jack base
sebagai dudukan standard. Bagian ujung atas standard dipasang u-head
sebagai tempat perletakan besi hollow bekisting.

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 96

b. Sebelum dipasang di atas perancah, papan bekisting diberi perkuatan berupa


balok suri – suri berwarna hijau yang terbuat dari besi hollow seperti pada
Gambar 3.100. Sebelum digunakan bekisting juga melalui pengecekan
kelayakan untuk mencegah kebocoran saat pengecoran. Pada bekisting sisi
samping tangga atau bordes, papan bekisting dipasang siku bekisting untuk
menahan bekisting agar tetap vertikal. Bekisting dan perancah yang telah
terpasang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

transom
standard

Bekisting sisi
samping Balok suri
suri

Siku
bekisting

Papan bekisting U-head


tangga

Gambar 3.100 Perancah dan Bekisting Tangga

c. Setelah bekisting terpasang, dilakukan marking anak tangga sesuai dengan


ukuran aantrade dan optrede gambar rencana. Marking dilakukan pada
bekisting sisi samping seperti gambar 3.101. Proses marking pada papan
bekisting dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.101 Marking Anak Tangga

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 97

2. Pemasangan tulangan balok bordes


Setelah pemasangan perancah dan sebelum dilakukan pemasangan bekisting
sisi samping bordes, dilakukan pemasangan tulangan balok bordes tipe B2-W
yang telah dipotong dan dibengkokkan di lokasi fabrikasi. Tulangan dipasang
dengan menyambungkan tulangan balok sepanjang 40D dengan tulangan balok
bordes. Tulangan balok yang terpasang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Tulangan balok
bordes B2-W

Gambar 3.102 Penulangan Balok Bordes Tangga


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

Setelah balok bordes terpasang, dilakukan pemasangan bekisting sisi samping


bordes. Hasil tulangan balok beserta marking anak tangga dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Tulangan balok
bordes B2-W

Hasil marking
anak tangga

Gambar 3.103 Balok Bordes dan Hasil Marking Anak Tangga

3. Pemasangan tulangan tangga


Tahapan selanjutnya adalah pemasangan tulangan tangga. Tulangan tangga
yang telah dipotong dan ditekuk sesuai dengan gambar rencana di bawa ke
lokasi tangga untuk dirakit. Perakitan tulangan tangga dimulai pada tulangan

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 98

pokok dan tulangan bagi. Tulangan anak tangga kemudian dirakit dengan
mengaitkan tulangan anak tangga pada bagian tulangan tangga. Setelah
perakitan selesai, dilanjutkan dengan pemasangan bekisting anak tangga seperti
pada gambar di bawah ini.

Tulangan anak
tangga

Bekisting anak
tangga Besi hollow penahan
bekisting

a. Tulangan dan bekisting anak tangga b. Tulangan plat bordes


Gambar 3.104 Tulangan dan Bekisting Anak Tangga

Pemasangan bekisting anak tangga dilakukan agar anak tangga berbentuk


seperti gambar rencana dan hasil cor tidak melebihi ukuran rencana tangga.
Bekisting pada anak tangga kemudian diberi perkuatan menggunakan besi
hollow yang di lubangi untuk dikaitkan dengan bekisting agar bekisting anak
tangga tidak bergeser saat pengecoran. Gambar besi hollow yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 3.104.

4. Inspeksi oleh tim quality control


Setelah bekisting dan tulangan terpasang, dilakukan pemeriksaan atau inspeksi
seperti pembersihan area dari sampah atau kotoran, pemeriksaan jarak antar
tulangan dan jumlah tulangan. Apabila tangga telah memenuhi standar dan
gambar rencana, maka dapat dilanjutkan pada pekerjaan cor.

5. Pengecoran tangga
Pengecoran tangga dilakukan menggunakan bantuan bucket dan pipa tremie
yang dibawa oleh crane. Pengecoran dimulai pada bagian tangga paling atas
sehingga hasil cor akan mengalir turun. Pengecoran dilakukan oleh 4 orang
pekerja antara lain 1 operator bucket yag bertugas membuka tutup mulut bucket,

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 99

1 orang yang meratakan hasil cor pada tangga dan mengarahkan mulut pipa
tremie, 1 operator alat vibrator, dan 1 orang yang meratakan hasil cor ke bawah
dengan alat screed. Proses pengecoran dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Besi hollow
penahan bekisting

Gambar 3.105 Pengecoran Tangga

6. Pembongkaran bekisting tangga


Tangga yang telah dicor kemudian melalui proses pembongkaran bekisting
dalam waktu 1 minggu setelah pengecoran. Bekisting yang dibongkar hanya
pada bagian sisi samping dan bekisting anak tangga. Gambar tangga yang telah
dicor dan dilepas bekistingnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Hasil cor tangga yang


telah dilepas bekisting
sampingnya

Gambar 3.106 Tangga Setelah Pembongkaran Bekisting

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131


Laporan Praktik Kerja
Proyek Pembangunan Paket 4 UGM (TILC)
Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 100

7. Re-shoring
Setelah bekisting samping dibongkar, bekisting bagian bawah serta perancah
tidak dibongkar terlebih dahulu dalam waktu 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi lendutan yang terjadi pada tangga. Dokumentasi re-shoring pada
tangga proyek Gedung TILC dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.107 Re-shoring Tangga


(Sumber: Dokumentasi Dian Sindi)

Amelia Putri Sabela 17.B1.0131

Anda mungkin juga menyukai