Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol.

06, Edisi Spesial 2017 58

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH


ORGANIK DENGAN METODE OPEN WINDROW
Vaneza Citra Kurnia1, Sri Sumiyati2, Ganjar Samudro3
1,2,3Departemen
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
E-mail: 1vanezacitrakurnia@gmail.com

Abstrak -- Banyaknya jumlah daun yang berguguran di suatu wilayah atau pemukiman merupakan
potensi yang pantas diperhitungkan agar menjadi bahan yang bernilai guna, Salah satunya dengan
melakukan pengomposan. Kadar air mempunyai peran yang kritis dalam rekayasa pengomposan
karena dekomposisi material organik bergantung pada ketersediaan kandungan air. Kadar air menjadi
kunci penting pada proses pengomposan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh kadar air terhadap pengomposan sampah organik yaitu sampah daun kering dan menentukan
kadar air optimum untuk pengomposan sampah organik berupa daun kering. Penelitian ini
menggunakan variasi kadar air (40%, 50%, dan 60%) dan perlakuan ukuran bahan dicacah menjadi
ukuran 1cm dan menggunakan MOL tetes tebu sebagai bioaktivator.Waktu pengomposan berlangsung
selama 30 hari dengan metode pengomposan secara open windrow. Berdasarkan penelitian ini kadar
air yang optimal untuk proses pengomposan sampah organik daun kering adalah kadar air 60% dilihat
dari Kadar C-Organik terendahnya sesbesar 27,324%, kandungan N-Total yang paling tinggi
2,441%,Rasio C/N terendahnya sebesar 11,194%, kandungan P-Total sebesar 0,211%, kandungan K-
Total sebesar 1,7776% dan Nilai GI yang paling tinggi sebesar 125,58% dan kemudian hasil uji
mikrobiologi menunjukan bahwa jumlah total koliform yang ada pada kompos tidak lebih dari 1000
MPN/g.

Kata kunci: kompos, kadar air, ukuran bahan

1. PENDAHULUAN kemudian dicacah dan diayak sesuai ukuran yang


diinginkan yaitu 1cm, menurut Cahaya dan
Pengomposan secara Ekologi adalah proses Nugroho (2008) ukuran bahan yang dianjurkan
dekomposisi dimana substrat terus menerus pada pengomposan aerobik berkisar 1-7,5 cm ,
dipecah oleh suksesi populasi organisme. Suksesi Pembuatan kompos dilakukan dengan metode
ini dimulai dengan cara pemecahan molekul Open Windrow. Setelah sampah siap
kompleks dalam substrat baku menjadi bentuk ditambahkan mol tetes tebu sebagai bioactivator
yang lebih sederhana oleh mikroba. Produk dari kompos. Pengukuran kadar air dilakukan setiap
pengomposan adalah kompos. hari untuk mengontrol kadar air agar sesuai yang
Salah satu bahan yang ditambahakan dalam diinginkan yaitu 40%, 50%, 60%. Selanjutnya
proses pengomposan adalah Mol Tetes. Tetes melakukan identifikasi karakteristik bahan
tebu merupakan limbah dari industri gula yang kompos yang akan digunakan yaitu sampah daun
apabila tidak adanya pemanfaatan dengan baik kering, meliputi kandungan C-Organik, N-Total, P-
limbah ini akan terbuang begitu saja, maka Total, K-Total, kadar air dan pH. Identifikasi
dilakukan pemanfaatan tetes tebu menjadi MOL karakteristik dilakukan melalui uji pendahuluan di
(Mikoroorganisme Lokal), yang mana MOL ini Laboratorium Teknik Lingkungan Universitas
akan digunakan sebagai bioaktivator dalam Diponegoro
proses pengomposan. Selanjutnya dilakukan pembuatan tumpukan
Menurut Som et al., (2009) salah satu faktor kompos dengan langkah sebagai berikut:
kunci yang menunjukkan pengomposan berjalan a) Sampah daun ukuran 1 cm + MOL tetes tebu
dengan cepat adalah kadar air. Sedangkan + 40% kadar air
menurut Lua et al., (2007), kadar air mempunyai b) Sampah daun ukuran 1 cm + MOL tetes tebu
peran yang kritis dalam rekayasa pengomposan + 50% kadar air
karena dekomposisi material organik bergantung c) Sampah daun ukuran 1 cm + MOL tetes tebu
pada ketersediaan kandungan air. Kadar air + 60% kadar air
menjadi kunci penting pada proses
pengomposan. Pentingnya kadar air sebagai Pengomposan dilakukan selama 30 hari
faktor penting kematangan dan kualitas kompos. menggunakan metode open windrow.
pengomposan sistem windrow merupakan sistem Pengomposan sistem open windrow adalah cara
yang cocok dengan kondisi Indonesia karena pembuatan kompos di tempat terbuka beratap
fleksibilitasnya. (bukan di dalam reaktor yang tertutup) dengan
aerasi alamiah. Selama proses pengomposan
2. METODOLOGI PENELITIAN terdapat beberapa perlakuan pada tumpukan
Bahan yang digunkan dalam proses kompos yaitu pengukuran temperatur, pH, dan
pengomposan adalah Sampah daun kering yang kadar air setiap harinya.

ISSN 2549 - 2888


59 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan SNI 19-7030-2004, kompos yang


telah matang memiliki ciri-ciri yaitu nilai rasio C/N
3.1 Hasil Uji Pendahuluan 10-20, suhu sesuai dengan suhu air tanah,
berwarna kehitaman, tekstur menyerupai tanah
Pendahuluan bahan kompos dilakukan sebelum dan berbau tanah. Secara keseluruhan, kompos
dilakukannya proses pengomposan. Uji telah memenuhi standar kualitas kompos
pendahuluan bertujuan untuk mengetahui berdasarkan SNI 19-7030-2004. Berdasarkan
karakteristik bahan kompos yang digunakan, yaitu wujud fisik dari kompos, sebagian besar sudah
sampah daun dan MOL tetes tebu. Parameter berwarna kehitaman dan memiliki tekstur
yang diuji adalah kandungan C-organik, N-total, menyerupai tanah.
P-total, K-total, rasio C/N, pH, dan kadar air.
a) Analisis Kadar Air Pengomposan
Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan Kualitas Bahan Kadar air menjadi kunci penting pada proses
Kompos pengomposan. Hal tersebut terjadi apabila
Sampah MOL Tetes kandungan air terlalu rendah atau tinggi akan
Parameter
Daun Tebu mengurangi efisiensi proses pengomposan (Luo
pH 5,98 6,28 dan Chen. 2007). Kadar air yang optimal adalah
Kadar air (%) 6,09 - 45% - 55% (Hoitink, 2008). Apabila kadar air
C-Organik (%) 42,140 6,573 melebihi 60% maka volume udara berkurang, bau
N-Total (%) 0,79 0,071 akan dihasilkan (karena kondisi anaerobik), dan
P (%) 0.000121 0.0018 dekomposisi diperlambat. Salah satu
K (%) 0.012 0 permasalahan kadar air kompos adalah
Rasio C/N 53,316 92,9
berkurangnya kadar air tumpukan kompos selama
proses pengomposan, oleh karena itu perlu
dilakukan penambahan air dan pengadukan
Berdasarkan hasil uji pendahuluan diketahui
(Suehara et al., 1999).
bahwa kadar air dari sampah daun yaitu 6,09 %,
Pengukuran kadar air dilakukan setiap hari
menurut Mulyono (2016) nilai kadar air tersebut
agar kadar air tetap terjaga. Apabila kadar air
belum memenuhi, nilai kadar air yang memenuhi
kurang dari yang ditentukan dilakukan
adalah 40 – 60%. Hal tersebut dikarenakan
penambahan air, sedangkan apabila kadar air
sampah daun yang digunakan dalam proses
melebihi dari yang ditentukan maka dilakukan
pengomposan dalam keadaan kering sehingga
pembalikan agar udara masuk ke dalam
kandungan air di dalamnya rendah. Untuk nilai
tumpukan dan mengeringkan bahan.
rasio C/N sampah berdasarkan hasil uji
Kadar air yang ditentukan adalah 40%, 50%
pendahuluan yaitu 53,316 %, nilai tersebut di atas
dan 60%. Kadar air yang berbeda-beda tersebut
standar rasio C/N yaitu 25 – 40% (Ministry of
memiliki pengaruh yang tidak jauh berbeda atau
Agriculture and Food, 1998) [5]. Sedangkan rasio
tidak signifikan. Gambar 1 berikut ini merupakan
C/N dari MOL tetes tebu sudah sesuai yaitu
grafik hubungan antara kadar air, temperatur dan
34,059 %.
pH selama proses pengomposan.
3.2 Hasil Uji Kompos Matang
70.0 50
K1
-
45
60.0 40
K1
40 -
50
50.0 35 K1
-
Temperatur dan pH

30 60
Kadar Air

40.0 K1
.-
25
40
30.0
20

20.0 15

10
10.0
5

0.0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031
Har
Gambar 1. Grafik hubungan kadar air, pH, dan temperatur

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa menurun menjadi asam. Setelah itu, pada hari
pada hari pertama pengomposan, temperatur naik kedua, suhu akan menurun hingga kurang dari
hingga suhu termofilik yaitu di atas 45°C dan pH 45°C. Karena suhu menurun maka kadar air tidak

ISSN 2549 - 2888


Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017 60

berkurang karena tidak ada penguapan dari air melalui sistem metabolisme dengan bantuan
yang ada di dalam kompos. Menurut Yulianto oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah
(2009), pada saat terjadi penguraian bahan terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
organik yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang mengalami penurunan hingga kembali mencapai
ada di dalam kompos akan menguraikan bahan suhu normal seperti tanah.
organik menjadi NH3+, CO2, uap air dan panas

Tabel 2. Gabungan Hasil Akhir Pengomposan


Suhu N- Rasio P- K-
Kompos C-Organik GI (%) warna
Maksimal Total C/N Total Total
1Cm Kadar Air 40% 48 27.406 1.569 17.467 0.11 1.263 133.43 Coklat
Coklat
1 cm Kadar Air 50% 47 29.7 2.641 11.246 0.12 1.730 102
Kehitaman
1 cm Kadar Air 60% 47 27.324 2.441 11.194 0.211 1.776 125.58 Kehitaman

Menurut Tuomela et al., (2000), faktor yang dekomposisi kompos dan suhu disebabkan oleh
mempengaruhi pengomposan antara lain kadar mikroorganisme membutuhkan kadar air yang
air, suhu, pH, karbon, nitrogen, lignin, oksigen, optimal untuk menguraikan material organik.
kalium, nitrogen, fosfor, jenis mikroba dan fungi. Sedangkan pH dipengaruhi oleh keberadaan
Tabel.2 menunjukkan perubahan temperatur nitrogen dan kondisi anaerobik. Selanjutnya
selama pengomposan. Temperatur puncak yang nitrogen lebih dipengaruhi oleh kondisi bahan
dialami variasi kompos ukuran kadar air 40 %; baku kompos. Peningkatan nilai pH, hal tersebut
ukuran kadar air 50 %; ukuran kadar air 60 %; menandakan dekomposisi nitrogen oleh bakteri
berturut-turut adalah 47.5°C, 47 °C, 47°C untuk menghasilkan amonia. Apabila sudah
temperature puncak terjadi setelah satu hari terjadi pembentukan amonia, maka pH akan
proses pengomposan Setelah mencapai meningkat menjadi basa. Menurut Baharuddin, et
temperatur puncak, pengomposan mulai al., (2009) penurunan pH pada akhir
memasuki tahap pematangan dan pendinginan. pengomposan terjadi karena adanya oksidasi
Pada tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik enzimatik senyawa inorganik hasil proses
berkurang karena bahan makanan bagi dekomposisi.
mikroorganisme ini juga berkurang, hal ini
mengakibatkan organisme mesofilik mulai b) Analisis Hasil Akhir Pengomposan
beraktivitas kembali. Organisme mesofilik Hasil akhir pengomposan merupakan hasil dari
tersebut akan merombak selulosa dan kadar C-Organik, N-Total, rasio C/N, kadar P-
hemiselulosa yang tersisa dari proses Total, kadar K-Total, toksisitas dan total koliform.
sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana, Analisis C-Organik, N-Total, rasio C/N, kadar P-
tetapi kemampuanya tidak sebaik organisme Total, dan kadar K-Total dilakukan di awal
termofilik. Bahan yang telah didekomposisi pengomposan dan di akhir pengomposan.
menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan Berdasarkan Tabel 2 Analisis C-organik
Peningkatan temperatur pada tumpukan kompos dilakukan pada akhir proses pengomposan. Di
menunjukkan mikroorganisme sedang awal proses pengomposan kandungan C-organik
beraktivitas dengan baik dalam menguraikan sampah daun adalah sebesar 42,140%. Secara
bahan organik. Setelah sebagian besar bahan keseluruhan, nilai C-organik kompos cenderung
telah terurai, maka temperatur akan berangsur- turun hingga pada keadaan matang yang berada
angsur mengalami penurunan (Isroi, 2008). diantara 9,9-32% sesuai yang tertera dalam
Pengamatan pH kompos juga dilakukan Standar Nasional Indonesia (SNI): 19-7030-2004.
selama 30 hari. Berdasarkan pH tersebut dapat Hal tersebut terjadi karena selama proses
menggambarkan tahapan pengomposan dan pengomposan karbon digunakan oleh
kematangan kompos. Pada awal pengomposan, mikroorganisme untuk pertumbuhan dan sebagai
pH awal kompos untuk kadar 40%,50% dan 60% sumber energy.
berturut-turut adalah 5,9; 5,9;5.8 Pada penelitian Menurut Lu et al., (2009), kadar air dan kadar
ini terjadi peningkatan nilai pH, hal tersebut karbon organik mempunyai hubungan berbanding
menandakan dekomposisi nitrogen oleh bakteri negatif/ terbalik Dimana kadar air meningkat,
untuk menghasilkan amonia. Apabila sudah maka kandungan karbon organik menurun.
terjadi pembentukan amonia, maka pH akan Sehingga pada variasi kadar air 40% memiliki
meningkat menjadi basa. Menurut Baharuddin, et kecederungan C-organik lebih tinggi
al., (2009). dibandingkan dengan variasi kadar air 60%.
Menurut penelitian Kusuma (2012), kadar air Analisis kandungan N-total dilakukan pada
mempengaruhi laju dekomposisi kompos dan akhir proses pengomposan. Di awal proses
paramater suhu kecuali untuk pH dan kadar pengomposan kandungan N-total sampah daun
nitrogen. Kadar air mempengaruhu laju adalah sebesar 0.790% Secara keseluruhan, nilai

ISSN 2549 - 2888


61 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017

kandungan N-total kompos cenderung naik yang dikomposkan, dalam tahap pematangan
hingga pada keadaan matang yang berada > 0,4 mikroorganisme akan mati dan kandungan P di
sesuai yang tertera dalam Standar Nasional dalam mikroorganisme akan bercampur dalam
Indonesia (SNI): 19-7030-2004. Hal tersebut bahan kompos yang secara langsung akan
terjadi karena peningkatan kadar nitrogen dapat meningkatkan kandungan fosfor dalam kompos.
terjadi karena padatan tervolatil atau bahan Pada kadar air 40%, kadar P-Total kompos paling
organik yang terdegradasi lebih besar tinggi adalah 0,110%. Sedangkan pada kadar air
dibandingkan NH3 yang tervolatilisasi (Bernal, et 50%, kadar P-Total tertinggi adalah 0,120% dan
al., 1998). Berdasarkan hasil pengujian tersebut pada kadar air 60% P-Total kompos tertinggi
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan adalah 0,211%. Kadar tertinggi P-total tertinggi
terjadi kenaikan N-total di semua viariasi dan dihasilkan oleh kompos dengan kadar air 60%.
keseluruhan variasi memenuhi Standar Nasional Pada awal pengomposan nilai kandungan K-
Indonesia (SNI): 19-7030-2004 karena kadar N- total bahan kompos adalah 0,115%, setelah
Total seluruh variasi berada di atas 0,4%. N-Total proses pengomposan seluruh variasi kompos
pada kadar air 40% naik hingga mencapai kadar telah mencapai nilai kandungan K-total yang
N-Total sebesar 1,569%. Sedangkan pada kadar disyaratkan oleh SNI 19-7030-2004 yaitu > 0,2.
air 50%, N-Total yang dicapai yaitu sebesar Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat
2,641% dan untuk kadar air 60%, kadar N-Total disimpulkan bahwa semua variasi mengalami
tertingginya mencapai 2,441%. Berdasarkan hasil kenaikan kandungan K-total sebelum dan
tersebut, kadar N-Total paling tinggi adalah pada sesudah proses pengomposan dan seluruh
kadar air 50%. variasi pengomposan memenuhi SNI 19-7030-
Di awal pengomposan nilai rasio C/N bahan 2004 yaitu lebih dari 0,2%. Kadar K-Total pada
kompos adalah 53,316%, setelah proses kadar air 40% yang paling tinggi adalah 1,263%.
pengomposan seluruh variasi kompos telah Sedangkan untuk kadar air 50%, kadar K-Total
mencapai nilai rasio C/N yang disyaratkan oleh tertinggi adalah 1,730% dan untuk kadar air 60%
SNI 19-7030-2004 yaitu diantara 10 – 20. Rasio nilai kadar K-Total paling tinggi adalah 1,776%.
C/N mempunyai peran penting dalam proses Berdasarkan hasil tersebut, kadar K-Total paling
dekomposisi kompos. C/N menggambarkan tinggi dihasilkan oleh kompos dengan kadar air
mikroorganisme dalam kompos mengoksidasi 60%.
karbon sebagai sumber energi, dan memakan
nitrogen untuk sintesis protein (Bernal et al., 3.3 Hasil Uji Karakteristik Kompos Matang
1998). Menurut Lu et al., (2009), kadar air dan
kadar karbon organik mempunyai hubungan a) Analisis Toksisitas
berbanding negatif. Dimana kadar air meningkat, Analisa toksisitas kompos dilakukan untuk
maka kandungan karbon organik menurun. mengetahui apakah kompos beracun bagi
Sehingga pada variasi kadar air 40% memiliki tanaman atau tidak.Analisa toksisitas dilakukan
kecederungan C-organik lebih tinggi menggunakan uji Germination Index (GI) atau
dibandingkan dengan variasi kadar air 60%. indeks perkecambahan.
Sehingga variasi kadar air 40% memiliki
kecenderungan memiliki rasio C/N yang lebih Tabel 3. Nilai GI (%) Hasil Kompos
tinggi dibandingkan dengan variasi kadar air 60% Kompos GI (%)
karena C-Organik variasi kadar air 40% lebih
tinggi dibandingkan kadar air 60%. Rasio C/N Ukuran 1 cm kadar Air 40% 133.43
pada kadar air 40% memiliki nilai terendah yaitu Ukuran 1 cm kadar Air 50% 102
17.467%. Pada kadar air 50%, rasio C/N terendah Ukuran 1 cm kadar Air 60% 125.58
adalah 11,246%. Sedangkan pada kadar air 60%
rasio C/N terendah adalah 11,194%. Berdasarkan Nilai GI lebih dari 80% menunjukkan
hasil penelitian, rasio C/N yang paling rendah hilangnya senyawa fitotoksin pada kompos
dihasilkan pada kadar air 60%. (Zucconi dkk, 1981).Nilai ini tidak hanya sebagai
Kandungan P-total bahan kompos adalah indikasi hilangnya fitotoksisitas pada kompos
0,013%, setelah proses pengomposan seluruh tetapi juga sebagai indikasi kematangan kompos
variasi kompos telah mencapai nilai kandungan P- (Selim dkk, 2012).Berdasarkan tabel 3, dapat
total yang disyaratkan oleh SNI 19-7030-2004 diketahui bahwa nilai GI tertinggi sebesar 133,43
yaitu > 0,1 Berdasarkan hasil pengujian tersebut berada pada kompos variasi kadar air 40%.
dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variasi Sedangkan nilai GI terendah sebesar 102 berada
mengalami kenaikan kandungan P-total sebelum pada kompos variasi kadar air 50%. Pada kadar
dan sesudah proses pengomposan dan seluruh air 60% tersebut nilai GI yang dihasilkan telah
variasi pengomposan memenuhi SNI 19-7030- memenuhi yaitu sebesar 125,58. Nilai GI tersebut
2004 yaitu lebih dari 0,1%,. Nurdiansyah (2015), menunjukkan bahwa kompos tidak toksik dan
melaporkan, bahwa kandungan unsur P semakin telah matang serta stabil.
tinggi dengan terjadinya pelapukan bahan organic

ISSN 2549 - 2888


Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017 62

b) Analisis Kandungan Mikrobiologi [7]. Luo, W dan Chen, T.B. (2007). Effect of
Pengomposan moisture adjustments on vertical temperature
Pada analisis keberadaan total koliform pada distribution during forced-aeration static-pile
kompos, diketahui bahwa seluruh sampel uji composting of sewage sludge. Science Direct.
mengandung total koliform berada di bawah baku [8]. Hoitink, Harry A.J (2008). Control of the
mutu SNI 19-7030-2004 yaitu tidak lebih dari 1000 Composting Process: Product Quality. dari
MPN/gram. Termasuk kompos dengan kadar air The Ohio State University.
60% memiliki kandungan total koliform yang www.annualreviews.org/doi/pdf/10.11
berada di bawah baku mutu SNI 19-7030-2004 [9]. Suehara, Ken-Ichoro et al.,(1999). Rapid
dengan nilai tidak lebih dari 1000 MPN/gram. Measurement and Control of the Moisture
Content of Compost Using Near-Infrared
6. KESIMPULAN Spectroscopy. Science Direct.
[10]. Yulianto, A. A, dkk. 2009. Pengolahan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Sampah Terpadu : Konversi Sampah Pasar
penelitian adalah kadar air mempengaruhi suhu Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi. Jakarta:
dan laju dekomposisi kompos dalam Yayasan Danamon Peduli.
pengomposan sampah organik. Berdasarkan [11]. Tuomela,M et al., (2000). Biodegradation of
hasil penelitian ini, kadar air yang optimum adalah lignin in a compost environment: a review.
kadar air 60%. Pada kadar air 60%, memiliki Science Direct.
kandungan C-Organik sebesar 27,324%, N-Total [12]. Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian
sebesar 2,441%, rasio C/N sebesar 11,194%, P- Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Total sebesar 0,211, K-Total 1,776% dan nilai GI [13]. Baharuddin, A.S., M. Wakisaka, Y. Shirai, S.
sebesar 125,58 kemudian untuk Total Koliformnya Abd-Aziz, N.A.A. Rahman, and M.A. Hassan.
sebsar 27 MPN/g. 2009. Co-Composting of Empty Fruit
Bunches and Partially Treated Palm Oil Mill
DAFTAR PUSTAKA Effluents in Pilot Scale. International Journal
of Agricultural Research. 4 (2) : 69 – 78.
[1]. Som, M et al.,(2009). Stability and maturity of [14]. Kusuma, M. A. 2012. Pengaruh Variasi Kadar
a green waste and biowaste compost Air Terhadap Laju Dekomposisi Kompos
assessed on the basis of a molecular study Sampah Organik di Kota Depok. (Tesis).
using spectroscopy, thermal analysis, Depok: Fakultas Teknik Program Studi
thermodesorption and thermochemolysis. Teknik Lingkugan Universitas Indonesia.
Science Direct. [15]. Lu Y., Wu X. and Guo J. (2009),
[2]. Lua, S.Y et al., (2007). Biodegradation of Characteristics of municipal solid waste and
phthalate esters in compost-amended soil., sewage sludge cocomposting. The National
dari NTU Taiwan. Engineering Research Center, Tongji
Ntur.lib.ntu.edu.tw/bitstream/246246/176909/ University.
1/68.pdf [16]. Bernal, M.P et al., (2009). Composting of
[3]. Cahaya,A.T.S dan Nugroho, A.D, 2008. animal manures and chemical criteria of
Pembuatan Kompos Menggunakan Limbah compost maturity assessment. Science
Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Direct.
Tebu). Semarang : Jurusan Teknik Kimia [17]. Nurdiansyah, A. B. 2015. Pengaruh Berbagai
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Tingkat Dosis Effective Microorganism 4
[4]. Mulyono. 2016. Membuat Mikroorganisme terhadap Rasio C/N, Rasio C/P, pH dan
Lokal (MOL) dan Kompos dari Sampah Fosfor Kompos Pelepah Kelapa Sawit
Rumah Tangga. Jakarta : Agromedia. (Elaeis guineensis Jack.). (Skripsi).
[5]. Ministry of Agriculture and Food. 1998. Banjarbaru: Universitas Lambung
Composting Factsheet - BC Agricultural Mangkurat.
Composting Handbook (Second Edition 2nd [18]. Zucconi, F ., A. Pera, M. Forte and M. de
Printing). Canada: BC Ministry of Agriculture, Bertoldi. 1981. Evaluating Toxicity of
Food and Fisheries. Immature Compost. Biocycle
[6]. Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19- [19]. Selim, Sh. M., Zayed, M. S., Atta, H. M.,
7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari (2012), Evaluation of Phytotoxicity of
Sampah Organik Domestik. Jakarta: Badan Compost During Composting Process.
Standar Nasional Indonesia Nature and Science 10(2).

ISSN 2549 - 2888

Anda mungkin juga menyukai