Surel: travel.utami@gmail.com
Mengutip ini sebagai: Makalalag, S. U., Sukoharsono, E. G., & Djamhuri, A. (2020). Kearifan Lokal
Sebagai Simbol dalam Keputusan Kebijakan Penganggaran Daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma,
11(2), 355-372. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.2.21
355
356 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
an oleh lembaga eksekutif dan legislatif se secara umum Bolaang Mongondow memili
bagaimana yang tertuang dalam Perda APBD ki kearifan lokal yaitu “Dodandian i Paloko
(Anggaran, Pendapatan, dan Belanja Dae bo Kinalang”, “Dodandian” berarti perjanji
rah) diharapkan dapat mengakomodisasi an luhur, “Paloko” berarti masyarakat, dan
aspirasi masyarakat yang tentunya berman “Kinalang” berarti raja/pemimpin (pemerin
faat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. tah) dengan kata lain “Dodandian i Paloko
Namun, Sofyani (2018) berargumentasi bah bo Kinalang” adalah perjanjian luhur antara
wa desentralisasi fiskal yang berdampak masyarakat dan raja/pemimpinnya (peme
pada pelimpahan wewenang yang begitu rintah). “Dodandian” ini diikat oleh “Itu-itum
besar juga memberikan banyak kesempatan bo Odi-odi”, “Itu-itum” berarti doa/sum pah
dan peluang bagi pemerintah daerah untuk dan “Odi-odi” berarti kutukan yang oleh
melakukan kecurangan-kecurangan (fraud) masyarakat dianggap sakral (Damopolii,
seperti korupsi. 2003; Lantong, 1996).
Briando & Purnomo (2019) dan Sofyani Simbol “Dodandian i Paloko bo Kinalang”
(2018) berargumentasi bahwa bentuk pe yang diikat “Itu-itum bo Odi-odi” pada pemer
rilaku tidak etis dalam lingkup sektor publik intah daerah Kota Kotamobagu merupa
atau pemerintahan adalah perilaku fraud kan refleksi atas warisan nenek moyang di
yang terdiri dari praktik korupsi, kolusi, tanah Totabuan. Ini adalah suatu perjanjian
nepotisme, dan gratifikasi. Peluang dalam luhur yang dibuat dan dilaksanakan atas
melakukan perilaku fraud berupa tindakan dasar kepercayaan ma syarakat terhadap
korupsi dalam penganggaran yang melibat pemimpinnya (pemerintah) dan pengabdian
kan stakeholders di kalangan pemerintah yang tulus oleh pemimpin (pemerintah) ke
daerah tentunya perlu diminimalisasi. Hal pada masyarakatnya. Perjanjian luhur ini
ini menjadi menarik karena ternyata ba mengandung dukungan masyarakat terha
nyaknya regulasi dan tingginya pemaham dap kinerja pemerintah dan keyakinan yang
an tentang ilmu agama belum sepenuhnya dalam bahwa pemerintah dapat mewujud
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan korup kan kesejahteraan bagi seluruh rakyatn
oknum-oknum tertentu. Salah satu perilaku ya. Begitupun halnya de ngan pemerintah
fraud yang terjadi di Indonesia yang melibat yang senantiasa mengabdi, mengayomi, dan
kan legislator daerah adalah tertangkapnya menjaga amanah yang telah diberikan oleh
41 anggota DPRD Kota Malang sebagai ter masyarakat. Terdapat ba nyak penelitian
sangka suap pada tahun 2018. Selain itu, yang membahas tentang kearifan lokal yang
terdapat indikasi perilaku fraud di ranah dikaitkan dengan keilmuan akuntansi. Na
eksekutif yang dilakukan oleh tiga bupati di mun, di dalam penelitian ini peneliti lebih
Jawa Barat pada tahun 2019. Kedua kasus menitikberatkan pada peran kearifan lokal
tersebut menyiratkan bahwa hingga saat ini sebagai pertimbangan solusi atas tindakan
perilaku fraud di Indonesia masih terus ter korupsi yang bukan rahasia lagi sering ter
jadi. Minimnya tanggung jawab moral stake jadi di lingkungan pemerintah daerah. Hal
holders selaku pengambil keputusan kebi ini terungkap dari penelitian terdahulu yang
jakan anggaran terhadap masyarakat juga dilakukan oleh Iacovino et al. (2017) dan Kon
menimbulkan spekulasi tentang adanya ke togeorga (2017). Dalam penelitian-penelitian
mungkinan bahwa kasus korupsi tersebut tersebut terungkap realitas bahwa pihak
juga bisa terjadi di lingkungan pemerintah eksekutif dan legislatif dalam pengambilan
daerah di Kota Kotamobagu. keputusan kebijakan anggaran (APBD) lebih
Kota Kotamobagu adalah salah satu mengutamakan kepentingan nya dibanding
Kota di Provinsi Sulawesi Utara yang me kan dengan kepentingan ma syarakat. Na
rupakan daerah otonomi hasil pemekaran mun, terdapat penelitian yang dapat diso
wilayah pemerintah daerah Kabupaten Bo roti, yaitu Mokoagow (2015). Dari penelitian
laang Mongondow. Penduduk Kota Kota ini terungkap bahwa masalah korupsi dalam
mobagu terdiri dari masyarakat adat suku proses penganggaran yang melibatkan pihak
Bolaang Mongondow memiliki kearifan lokal eksekutif dan legislatif masih menjadi perha
yang mengandung nilai-nilai filosofis tinggi tian utama masyarakat. De ngan demikian,
sehingga dijadikan sebagai simbol pemerin penelitian saat ini yang membahas kearifan
tahan. Terkait dengan lingkungan kebijakan lokal “Dodandian i Paloko bo Kinalang” yang
maka nilai luhur yang dapat dijadikan se diikat “Itu-itum bo Odi-odi” sebagai simbol
bagai kajian dari masyarakat adat adalah ke pemerintahan berusaha untuk melengkapi
arifan lokal (local wisdom). Kotamobagu dan penelitian sebelumnya dengan menawarkan
Makalalag, Sukoharsono, Djamhuri, Kearifan Lokal Sebagai Simbol dalam...357
solusi yang tentunya dapat dipertimbangkan saat ini diyakini keberadaannya. Pemaha
untuk meminimalisasi perilaku fraud yang man dan gambaran tersebut dihasilkan dari
dapat menjurus pada tindakan korupsi di penafsiran data dan in¬formasi yang diper
dalam proses pengambilan keputusan kebi oleh dari observasi dan wawancara dengan
jakan penganggaran daerah. informan atau narasumber penelitian. Da
Berdasarkan uraian tersebut, tujuan lam hal ini, peneliti menempatkan diri se
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagai bagian yang memahami dengan baik
kearifan lokal “Dodandian i Paloko bo suatu feno mena ketika menyingkap suatu
Kinalang” yang diikat “Itu-itum bo Odi-odi” keyakinan, tradisi, ritual, dan budaya yang
sebagai simbol pemerintah daerah Kota Ko dianut oleh komunitas masyarakat adat
tamobagu dalam pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian, struktur sosial,
kebijakan penganggaran daerah. Selain itu, kekerabatan, dan hubungan sosial antar
menjadikan kearifan lokal bukan sekadar anggota masyarakat dapat dijelaskan.
simbol pemerintahan saja, melainkan se Teknik wawancara dan observasi
bagai penguat hukum positif dan hukum dilakukan untuk memperoleh data peneli
agama sehingga stakeholders senantiasa ter tian. Informan/penelitian yang berkontri
jaga oleh rasa tanggung jawab moral terha busi adalah stakeholders yang terdiri dari
dap masyarakat dan terhindar dari perilaku pihak eksekutif diwakili oleh Tim Anggaran
fraud yang menjurus pada tindakan korupsi Pemerintah Daerah (TAPD) yaitu Adnan,
yang tentunya akan sangat merugikan ma Gunawan, Sofyan, dan Sa’ir. Selanjutnya,
syarakat. Penelitian ini memberikan kontri dari pihak legislatif diwakili oleh BANG
busi bagi dunia akuntansi bahwa nilai-nilai GAR-DPRD (Badan Anggaran) yaitu Ishak
filosofis yang terkandung dalam kearifan lo dan Dani. Aktor-aktor ini adalah pengambil
kal “Dodandian i Paloko bo Kinalang” yang keputusan kebijakan penganggaran dae
diikat “Itu-itum bo Odi-odi” sebagai simbol rah. Selain itu, terdapat pula informan dari
pemerintahan dapat digunakan sebagai luar pemerintahan tetapi sangat memahami
pertimbangan solusi untuk meminimalisasi sejarah tentang kearifan lokal yang sedang
tindakan korup dalam pengambilan kepu dikaji yaitu Hamri, Chairun, dan Jemmy
tusan kebijakan penganggaran daerah. Dan yang merupakan tokoh adat/masyarakat.
kontribusi praktis bagi seluruh jajaran baik Pencarian informasi dilakukan secara face to
eksekutif maupun legislatif yaitu dengan face antara peneliti dan informan/narasum
meningkatnya kesadaran dan rasa tanggung ber. Penelitian ini berlangsung di salah satu
jawab moral dalam pelaksanaan tugas dan lingkungan pemerintah daerah di Provinsi
kewajibannya kepada masyarakat bahwa Sulawesi Utara yaitu di pemerintah daerah
perjanjian antara “Paloko bo Kinalang” ini Kota Kotamobagu. Alasannya agar informan
bukan hanya sekadar perjanjian politik saja merasa lebih dekat dengan objek penelitian
melainkan perjanjian sakral yang diikat oleh karena Pemda Kotamobagu memiliki sim
“Itu-itum bo Odi-odi”. Dengan demikian, ke bol pemerintahan yang khas sebagai reflek
arifan lokal ini bisa membentengi pe rilaku si atas warisan kearifan lokal leluhur yang
anggota DPRD selaku wakil rakyat dan sarat dengan nilai-nilai filosofis tinggi dan
Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga dapat sakral. Dengan demikian, informasi atau
terhindar dari perilaku fraud terutama tin hasil wawancara yang diperoleh lebih me
dakan korupsi di dalam pengambilan kepu yakinkan dan terpercaya. Selain itu, peneliti
tusan kebijakan penganggaran daerah. dapat menggali secara mendalam informa
si dari stakeholders terkait kearifan lokal
METODE tersebut di dalam pengambilan keputusan
Fokus analisis dalam penelitian ini kebijakan penganggaran daerah sehingga
adalah mendeskripsikan kearifan lokal lahirlah Perda APBD yang benar-benar pro
“Dodandian i Paloko bo Kinalang” yang kesejahteraan rakyat sesuai dengan hara
diikat “Itu-itum bo Odi-odi” sebagai simbol pan leluhur sebagaimana yang tertuang di
pemerintahan dalam pengambilan keputus dalam isi “Dodandian” atau perjanjian luhur
an kebijakan penganggaran daerah. Hal ini di tanah Totabuan. Rekaman hasil wawan
dilakukan agar diperoleh gambaran dan pe cara yang telah diperoleh kemudian dicatat
mahaman secara utuh tentang simbol pe dan selanjutnya dianalisis oleh peneliti.
merintahan yang diadposi dan merupakan Berdasarkan opini dari peneliti kuali
refleksi dari suatu kearifan lokal masyarakat tatif akuntansi sebelumnya (Bogt & Helden,
adat suku Bolaang Mongondow yang hingga 2012; Burns, 2014; Parker, 2014), anali
358 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
sis pada penelitian ini terdiri dari bebera “Totabuan”. Bogani adalah gelar atau julu
pa tahapan antara lain: survei lapangan, kan bagi orang-orang pilihan baik laki-laki
me nerapkan sintesis, menentukan pola, maupun perempuan yang dianggap terkuat
mencari apa yang penting dan dipelajari, di dalam kelompoknya, yang kemudian dija
kemudian menentukan aspek apa saja yang dikan sebagai pemimpin Totabuan.
dapat diutarakan kepada orang lain. Da Bogani sebagai pemimpin Totabuan
lam tahapan analisis, peneliti menyaksikan kemudian bersepakat untuk mengangkat
prosesi adat “Podui’an bo Poponikan kon pemimpin tertinggi yaitu orang dari kalang
Komalig” pada tanggal 8 Oktober 2018 yang an yang dijagokan atau dituakan. Pemimpin
dihadiri oleh seluruh jajaran pemerintahan tersebut dinamakan “Punu’” atau orang yang
dan masyarakat Kota Kotamobagu. Pro ses
i dipercayai dapat memimpin serta mengatur
adat ini merupakan penobatan Walikota kehidupan dan kesejahteraan bagi seluruh
sebagai pemangku adat tertinggi di Kota penduduk di tanah Totabuan Bolaang Mon
mobagu sekaligus mengantarkan Walikota gondow. Pada masa pemerintahan Raja/
menempati rumah dinas/jabatan. Prosesi Punu’ Tadohe (1600-1650) untuk pertama
adat ini dirangkaikan dengan pembacaan isi kalinya diadakan musyawarah yaitu “Bakid
“Dodandian i Paloko bo Kinalang” yang diikat Moloben” atau Musyawarah Besar yang
“Itu-itum bo Odi-odi” sakral. Dalam pemba dilaksanakan di Tudu’ in Bakid yang saat
caan “Dodandian” ini tampak jelas ekspresi ini berlokasi di puncak bukit Desa Pontodon
kekaguman dan “takut” dari masing-masing Kecamatan Kotamobagu Utara. Musyawarah
individu yang memahami bahwa perjanjian tersebut menghasilkan “Dodandian” yang
luhur ini diikat oleh doa/sumpah dan ku berisi ketetapan-ketetapan yang disepakat i
tukan sakral yang akan menimpa siapa saja bersama oleh Raja/Punu’ dan Bogani se
yang melanggarnya. Dengan demikian, ke bagai perwakilan dari masyarakat di ma
arifan lokal sebagai simbol pemerintahan se sing-masing Totabuan yang wajib diamal
bagai suatu data informasi kualitatif berada kan bersama yaitu, sebagai berikut.
pada satuan olahan informasi yang dapat
dikaitkan dengan pengambilan keputusan “Bui’ i Kinalang in mobibit, mopolin
kebijakan penganggaran daerah sesuai de tak, bo monompia kon bui’ i Paloko.
ngan hasil wawancara. Momarenta moadil, bo moitutui, bo
moposalamat kon bayongan in In
HASIL DAN PEMBAHASAN tau kon lopa’ in Bolaang Mongon
Filosofis “Dodandian i Paloko bo dow” (Lantong, 1996).
Kinalang” yang diikat “Itu-itum bo Odi-
odi”. Indonesia dengan keragaman suku “Raja/pemimpin (pemerintah)
dan budayanya memiliki berbagai ma berkewajiban untuk menyejahte
cam keunikan kearifan lokal pada seti rakan, mengangkat (derajat) dan
ap wilayahnya. Salah satu wilayah dengan mengayomi masyarakat, disam
keunikan tersebut terletak di bagian utara ping menjalankan pemerintahan
pulau Sulawesi atau lebih tepatnya ber secara adil dan jujur, dan sela
tempat di Kota Kotamobagu. Penggalian in lu mengutamakan keselamatan
formasi secara mendalam terkait keunikan seluruh masyarakat di wilayah
kearifan lokal sebagai simbol pemerintah Bolaang Mongondow” (Lantong,
an dalam pengambilan keputusan kebija 1996).
kan penganggaran daerah menjadi hal yang
menarik untuk dilakukan. Ketertarikan itu “Bui’ i Paloko in mokiompu, mo
muncul ketika peneliti membaca sejarah tonoi, bo mogengkel kon bui’ i
Bolaang Mongondow yang diabadikan Da Kinalang” (Lantong, 1996: 48-49).
mopolii (2003) dan Lantong (1996). Kedua
penulis tersebut mengisahkan asal muasal “Masyarakat berkewajiban un
lahirnya masyarakat adat dan kisah keari tuk mengabdi, menjunjung, dan
fan lokal “Dodandian i Paloko bo Kinalang” menghormati Raja/pemimpin (pe
yang diikat “Itu-itum bo Odi-odi”. Dituliskan merintah)” (Lantong, 1996).
pula bahwa permukiman-permukiman pen
duduk telah ada di wilayah Bolaang Mon Hasil konsensus tersebut menjadi
gondow sejak abad XV Masehi. Setiap per “Tonggulu” atau induk/akar dari hukum
mukiman tersebut oleh “Bogani” dinamakan adat pertama dalam masyarakat adat suku
Makalalag, Sukoharsono, Djamhuri, Kearifan Lokal Sebagai Simbol dalam...359
kuntungon Nami in Iko, yo bibitonmu in Kami”, Hasil temuan dari penggalian dan pe
artinya: “Baiklah, akan kami dukung eng mahaman terkait kearifan lokal sebagai
kau, maka engkau wajib mewujudkan kese simbol pemerintahan dalam pengambilan
jahteraan bagi kami” (Damopolii, 2003; Lan keputusan kebijakan penganggaran daerah
tong, 1996). Perjanjian luhur tersebut diikat merupakan hasil analisis data yang diper
dengan doa/sumpah dan kutukan sakral. oleh dari observasi dan wawancara dengan
Pengikat ini diyakini dapat mendatangkan informan/narasumber penelitian. Berdasar
penderitaan bagi siapa saja yang melanggar kan hasil analisis tersebut terungkap bahwa
nya. Doa/sumpah dan kutukan sakral yang “Dodandian i Paloko bo Kinalang” dipandang
dititahkan oleh Bogani Inde’ Dou’ (Bogani sebagai bentuk komitmen bersama antara
perempuan) tersebut adalah sebagai berikut. masyarakat dan pemerintah yang dihasilkan
melalui forum musyawarah Musrenbang
“Itu-itum: dan Reses yang kemudian dijadikan sebagai
Ompu’ tumbolan taikan, bo ompu’ acuan dalam pengambilan keputusan ke
mobara’ doman, bo ompu’ mongasi’ bijakan penganggaran daerah; “Itu-itum bo
doman, bo ompu’ molaih doman. Odi-odi” dipandang sebagai benteng perilaku
Pokodongog in iko buta’ pitu nogaip stakeholders agar senantiasa terhindar dari
kowalu apad balangon takin tom perilaku fraud yang dapat menjurus pada
bonunya. Bo pokodongong in iko tindakan korupsi; dan Simbol Pemerintah
langit pitu nogaip kowalu montoy an dipandang sebagai benteng atas komit
anoi”. men yang telah disepakati bersama oleh ma
“Odi-odi: syarakat dan pemerintah agar terakomodasi
Aka ki ine lumampat kon dodandi ke dalam Perda APBD.
an in tanaa yo butungon”: “Dodandian i Paloko bo Kinalang”
Rumondi-rondi’ na’ buing; sebagai bentuk komitmen bersama dalam
Dumara-darag na’ kolawang; pengambilan keputusan kebijakan peng
Yumoyow na’ simuton; anggaran daerah. Berdasarkan analisis ha
Kimbuton in tolog bo doroton in sil penelitian terungkap bahwa “Dodandian i
montoyani” (Damopolii, 2003; Paloko bo Kinalang” dipandang sebagai ben
Lantong, 1996). tuk komitmen bersama antara masyarakat
dan pemerintah yang dihasilkan melalui fo
“Doa: rum musyawarah Musrenbang dan Reses
Demi sumpah yang berasal dari yang kemudian dijadikan sebagai acuan da
leluhur, dan demi sumpah yang lam pengambilan keputusan kebijakan peng
berkah, dan demi sumpah yang anggaran daerah. Terdapat pola yang sama
mengena, dan demi sumpah yang antara musyawarah Besar “Bakid Moloben”
pasti menimpa bagi yang melang yang melahirkan konsensus “Dodandian”
gar. Dengarkanlah wahai bumi tu yang merupakan bentuk komitmen bersa
juh lapis kedelapan lapisan yang ma antara “Paloko bo Kinalang” dengan mu
paling bawah beserta isinya. Dan syawarah Musrenbang sebagai domain ekse
dengarkanlah wahai langit tujuh kutif yang melahirkan RPJPD, RPJMD, dan
lapisan kedelapan pelindung yang RKPD, dan musyawarah pada masa Reses
paling tinggi. DPRD sebagai domain legislatif yang mela
Kutukan: hirkan Pokok-pokok Pikiran (POKIR). Kedua
Barang siapa yang melanggar per forum musyawarah tersebut sama-sama
janjian luhur ini maka akan terke melibatkan partisipasi masyarakat dalam
na kutukan: menyampaikan aspirasi dan preferensinya
Menghitam seperti arang; di hadapan stakeholders.
Menguning seperti kunyit;
360 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
penganggaran daerah dipandang sebagai tansi de ngan menggunakan analisis sosial
bentuk komitmen bersama dalam hal ini re (sosiologi) merupakan suatu upaya untuk
ses yang menghasilkan Pokok-pokok Pikiran mendekatkan ilmu akuntansi pada reali
sebagai bentuk aspirasi masyarakat. Forum tas budaya, religi, dan spiritualitas. Melalui
reses yang secara intensif dilakukan anggota sudut pandang spiritualitas, kearifan lokal
Dewan yang didampingi oleh Sekretaris De yang tersirat dalam “Itu-itum bo Odi-odi” ti
wan (Setwan) sebagai fasilitator merupakan dak lepas dari kesadaran masyarakat adat
wadah penampung bagi segala aspirasi dan suku Bolaang Mongondow atas suatu ke
kepentingan semua elemen masyarakat. Ti percayaan yang diyakini dapat memben
ap-tiap anggota DPRD berkunjung ke dapil tengi perilaku masyarakat. Mereka meyakini
nya masing-masing untuk melakukan pen bahwa “Itu-itum” merupakan doa/sumpah
jaringan aspirasi. Selain itu, mereka juga di hadapan Tuhan yang Maha Esa dan “Odi-
terjun langsung ke lokasi perkebunan dan odi” merupakan kutukan sakral yang akan
persawahan guna berdialog dan melihat lebih menimpa siapa saja yang melanggar doa/
dekat kira-kira apa saja yang benar-benar sumpah tersebut. Spiritualitas berasal dari
dibutuhkan oleh masyarakat yang tentunya kata dasar spirit yang berasal dari bahasa
dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Latin yaitu spirare atau spiritus yang berarti
Temuan-temuan ini kemudian dimasukkan breadth atau nafas (kehidupan). Lebih lan
ke dalam catatan Pokir yang selanjutnya jut, kata dasar spirit menggambarkan se
oleh seluruh anggota DPRD diserahkan ke buah aspek dari manusia yang paling mirip
pada Banggar sebagai perwakilannya dalam dengan Sang Ilahi (Fairholm & Gronau,
Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD/ 2015; Marwansyah, 2017). Bigoni & Funnell
Forkopimda). Hasil POKIR inilah yang kemu (2015) juga berpendapat bahwa manusia ti
dian diperjuangkan oleh anggota BANGGAR dak dapat dipisahkan dari unsur spiritual
pada saat pengambilan keputusan kebijak itas yang merupakan sisi transenden yang
an penganggaran daerah yang dilakukan melekat pada dirinya (Sudana, 2016). Se
bersama-sama dengan pihak eksekutif. Hal nada dengan pernyataan-pernyataan terse
tersebut dilakukan agar apa-apa yang men but, aspek spiritualitas yang melekat dalam
jadi usulan masyarakat dapat terakomoda “Itu-itum bo Odi-odi” yang merupakan ba
si ke dalam Perda APBD. Tentunya usulan gian dari “Dodandian i Paloko bo Kinalang”
program dan kegiatan yang diajukan oleh juga diyakini kesakralannya. Jemmy meng
pihak legislatif kepada pihak eksekutif da ungkapkan bahwa nilai spiritualitas dalam
lam pembahasan APBD sudah seharus nya “Itu-itum bo Odi-odi” tidak menyalahi ajaran
mencerminkan preferensi serta harapan agama khususnya ajaran agama Islam yang
masyarakat karena hal tersebut merupakan merupakan agama mayoritas masyarakat
wujud tanggung jawab Dewan dalam mem adat suku Bolaang Mongondow di Kota Kota
perjuangkan kepentingan rakyat. mobagu. Berikut ini adalah pernyataannya.
Hasil Musrenbang yaitu RPJPD, RP
JMD, RKPD dan hasil reses yaitu Pokir ada “Adat “Itu-itum bo Odi-odi” adalah
lah bentuk komitmen bersama yang merupa kearifan lokal yang turun tem
kan deskripsi dari kearifan lokal “Dodandian urun diyakini keberadaannya
i Paloko bo Kinalang”. “Dodandian” atau per oleh masyarakat dan sampai ka
janjian luhur antara masyarakat dan pe pan pun adat akan terus relevan
merintah bukan hanya sekadar perjanjian untuk diimplementasikan dalam
politik semata melainkan suatu perjanjian kehidupan kemasyarakatan. Na
luhur yang secara sakral diikat oleh “Itu-itum mun, tinggal bagaimana hal terse
bo Odi-odi”. Dengan demikian, sudah sepa but kita implementasikan di dalam
tutnya stakeholders berkomitmen untuk proses pemerintahan. Adat dapat
mengakomodasi aspirasi dan preferensi ma menyesuaikan dengan urusan
syarakat ke dalam Perda APBD. Hal tersebut keyakinan (agama) tanpa mengu
sebagai bentuk kesungguhan stakeholders rangi nilai dari adat tersebut. Hal
dalam mewujudkan harapan leluhur yaitu itu karena pada dasarnya arti dari
mensejahterakan seluruh masyarakat Kota kata “Ompu” yang terdapat dalam
Kotamobagu. “Itu-itum bo Odi-odi” adalah “yaa
“Itu-itum bo Odi-odi” sebagai ben Allah” atau “yaa Tuhan”. Jadi,
teng perilaku stakeholders. Dedoulis adat itu bukan bid’ah karena ti
(2016) berargumentasi bahwa kajian akun dak bertentangan dengan ajaran
Makalalag, Sukoharsono, Djamhuri, Kearifan Lokal Sebagai Simbol dalam...363
agama dan tentu tidak kaku kare lagi bahwa terkadang proses pengambilan
na selalu bisa menyesuaikan den keputusan kebijakan penganggaran daerah
gan kondisi yang ada” (Jemmy). dapat berujung pada negosiasi yang menju
rus pada tindakan korupsi.
Berbicara tentang unsur spiritualitas Perilaku eksekutif terhadap anggar
yang melekat pada “Itu-itum bo Odi-odi” yang an sebagaimana yang diungkapkan oleh
dikaitkan dengan pengambilan keputusan Biswan & Widianto (2019) dalam hasil pe
kebijakan penganggaran daerah, Dan & nelitiannya menyimpulkan bahwa ekseku
Pollitt (2015) menjelaskan bahwa keberaga tif akan memaksimalkan anggaran (budget
man paradigma di dalam penelitian ilmu maximization) yang diajukan kepada legisla
akuntansi sangat dibutuhkan dan bukan tif walaupun dana tersebut tidak digunakan
hanya sekadar memperkaya pengembangan sebesar yang diajukan. Hal ini karena ek
akuntansi sebagai ilmu sosial, tetapi untuk sekutif beranggapan bahwa legislatif tidak
meminimalisasi miskonsepsi di kalangan mengetahui dengan tepat berapa biaya yang
masyarakat yang meyakini bahwa akun dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
tansi hanyalah alat informasi akuntabilitas pelayanan. Pe rilaku seperti ini dikenal de
yang digunakan dalam hubungan keagenan. ngan istilah maksimalisasi anggaran yang
Tingginya dinamika sosial dalam masyarakat akan berdampak terhadap alokasi anggaran
khususnya dalam lingkup pemerintahan untuk publik menjadi tidak tepat sasaran
membuat akuntansi disalahartikan. Ada (Mokoagow, 2015).
anggapan bahwa akuntansi hanyalah seka Maksimalisasi anggaran seakan mem
dar alat untuk memenuhi tuntutan akun beri kesan bahwa pengalokasian anggaran
tabilitas pemerintahan. Dengan demikian, tidak mempertimbangakan tugas dan fungsi
konseptual yang beragam dalam ilmu akun eksekutif, serta hasil Musrenbang yang me
tansi perlu dikembangkan agar tetap relevan rupakan bentuk komitmen bersama antara
dan dapat memenuhi berbagai macam kebu masyarakat dan pemerintah. Kondisi yang
tuhan stakeholders, tetapi tentunya dengan sama juga terjadi pada perilaku legislatif
tidak “mematikan” unsur kearifan lokal (Ef pada saat menetapkan anggaran. Perilaku
ferin, 2015; Reraja & Sudaryati. 2019). seperti ini sangat mudah dideteksi ketika
Efferin (2015) dan Graham & Grisard legislatif mengambil keputusan kebijakan
(2019) berargumentasi bahwa terdapat prin atas pengalokasian anggaran (APBD). Usul
sip spiritualitas tentang harmoni kehidupan an kegiatan yang diajukan dalam anggaran
dalam ajaran agama-agama terkemuka di seharusnya mencerminkan kebutuhan ma
dunia, yaitu kebijaksanaan (wisdom), cinta syarakat yang disampaikan kepada mereka
(love), kasih sayang (compassion), pengertian pada saat melakukan Reses atau penjarin
(understanding), dan empati (empathy). Prin gan aspirasi. Namun, Jayasinghe et al. (2020)
sip spiritual tersebut mengandung nilai-nilai mengungkapkan bahwa pada kenyataannya
emansipasi yaitu pedoman bagi manusia da legislatif malah memaksimalkan utilitasnya
lam mengembangkan kehidupan yang har (selft-interest) ketika membuat kebijakan an
monis dalam ekosistem (Sudana, 2016). Jika ggaran. Selain itu, Ashraf & Uddin (2015) di
dikaitkan dengan “Itu-itum bo Odi-odi” yang dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
diyakini oleh masyarakat adat suku Bolaang ada perilaku oportunistik legislatif terhadap
Mongondow, maka stakeholders dianggap anggaran daerah karena discretionary power
perlu melakukan pengambilan keputusan yang dimilikinya, di mana APBD digunakan
kebijakan penganggaran daerah melalui sebagai instrumen untuk melakukan politi
sudut pandang spiritualitas dalam bingkai cal corruption. Sementara itu, Kontogeorga
kearifan lokal untuk memperkuat hukum (2017) mengungkapkan hal yang sama, yak
agama dan hukum positif yang berlaku di ni dengan menyoroti perilaku kuasa ekseku
masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar ke tif dan legislatif dalam proses penyusunan
bijakan penganggaran daerah yang diputus APBD. Hal ini juga diperkuat dengan temuan
kan dalam bentuk Peraturan Daerah tidak Oppi & Vagnoni (2020) yang menyimpulkan
melenceng dari apa-apa yang telah menjadi bahwa praktik penyalahgunaan anggaran
komitmen bersama antara masyarakat dan disebabkan oleh aspek perilaku yang termo
pemerintah. Hal tersebut dilakukan sebagai tivasi oleh materil atau keuangan.
upaya untuk meminimalisasi perilaku me Pemahaman mendalam atas doa/
nyimpang atau tindakan fraud di kalangan sumpah dan kutukan sakral “Itu-itum bo
pengambil kebijakan karena bukan rahasia odi-odi” yang mengikat perjanjian luhur
364 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
harus tetap dilaksanakan secara tup terus ada staf/orang lain yang
umum karena itu me rupakan melihat nah di situ “dia’ mopia
kontrol. Jadi, “Itu-itum bo Odi- indoyan mako intau” (tidak baik
odi” yang merupakan hukum adat dilihat oleh orang lain) karena
suku Bolaang Mongondow dapat pasti akan menimbulkan persepsi
digunakan sebagai penguat hu negatif. Hal itu yang benar-benar
kum positif dan hukum agama dihidupkan sebagai kontrol pe
yang berlaku di masyarakat. Ini rilaku” (Gunawan).
dapat dijadikan sebagai kontrol
perilaku stakeholders agar dalam Kearifan lokal “Itu-itum bo Odi-odi” per
mengemban amanah pengambilan lu diangkat kembali, dihadirkan, dan digam
keputusan senantiasa memikir barkan, serta dipahami secara utuh dan
kan kesejahteraan masyarakat. mendalam oleh stakeholders karena “Itu-itum
Jadi pertama, sumpah itu adalah bo Odi-odi” dianggap sebagai alat yang paling
pertanggungjawaban kepada diri ampuh dalam mengontrol perilaku manusia.
sendiri sebagai seorang pemim Hal ini dapat memperkuat penerapan hu
pin bahwa dirinya sudah ber kum positif dan hukum agama yang diang
sumpah “Demi Allah” sehingga gap lemah karena pelanggaran atas kedua
harus melaksanakan segala ke hukum tersebut masih dapat dirasionalkan,
wajiban yang telah diamanahkan apalagi jika tidak terdapat bukti yang aku
kepadanya. Kedua, sumpah itu rat. Rasionalisasi atau pembenaran terse
refleksi pertanggungjawaban ke but adalah salah satu dari alasan mengapa
pada masyarakat. Ketiga, sumpah oknum atau aktor kebijakan melakukan
itu merupakan tanggung jawab perilaku fraud. Menambahkan pernyata
kepada Allah SWT Tuhan yang an sebelumnya, Gunawan dan Hamri juga
Mahaesa karena kita berjanji atas meng ungkapkan arti dan pemahamannya
nama Allah” (Adnan). terkait isi dari kutukan atau “Odi-odi”, bah
wa:
“Relevansi penerapan “Itu-itum bo
Odi-odi” dalam pengambilan kepu “Menurut Saya pribadi isi “Odi-odi”
tusan kebijakan penganggaran atau kutukan ini tidak lagi menyi
daerah masih ada dan ini merupa ratkan arti yang sebenarnya, na
kan alat yang paling ampuh untuk mun kesakralannya masih tetap
mengendalikan perilaku manusia, ada. Hal ini dapat dipandang se
karena analoginya seperti, mi bagai “Barang siapa yang melang
salnya: apa pun yang kita berdua gar isi perjanjian luhur Dodandian
(peneliti dan informan) lakukan i Paloko bo Kinalang”, maka: Ru
di dalam ruangan ini termasuk mondi-rondi’ na’ buing atau meng
melakukan penyimpangan, kalau hitam seperti arang, artinya bahwa
dilihat dari hukum agama, per ia akan menjadi hina di hadapan
tanggungjawabannya nanti pada masyarakat; Dumara-darag na’
saat meninggal “nanti kwa depe kolawang atau menguning seper
balasan torang dua mo dapa di ti kunyit, artinya ia akan menja
sana” (balasannya nanti akan kita di seperti penyakit yang dihindari
berdua terima di sana/akhirat). oleh masyarakat; Yumoyow na’ si
Sekarang hukum positif selama muton atau mencair seperti garam,
tidak ada bukti pasti kita masih artinya ia akan hilang dan dilupa
bisa mengelak “mana ngoni pe buk kan oleh masyarakat; dan Kimbu
ti kalu torang ada bekeng rupa-ru ton in tolog bo doroton in montoyani
pa di dalam ruangan ini?” (mana atau diserap oleh tanah seperti air
buktinya kalau kita melakukan hujan yang jatuh dari tirisan atap,
perbuatan menyimpang di ruan ditelan oleh arus air, dan dihimpit
gan ini?). Tetapi hukuman sosial oleh bumi, artinya nama baik dan
masyarakat yang melekat dalam kehormatan menjadi hilang tidak
“Itu-itum bo Odi-odi” itu yang ke berbekas di hadapan masyarakat
tika kita berdua masuk ke dalam dan terutama di hadapan Tuhan
ruangan ini misalnya pintu ditu yang Maha Esa Allah SWT yang
366 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
merupakan hakim yang Mahaadil kita sudah takut, jadi hati-hati karena isi
atas segala perbuatan keji semasa sumpah ini sangat berat”. Memang tampak
di dunia” (Gunawan). jelas ekspresi kekaguman dari masyarakat
adat yang hadir terutama ekspresi ibu wa
“Hukuman sosial dari “Itu-itum bo likota Kota Kotamobagu sebagai pemeran
Odi-odi” tersebut adalah wujud utama di dalam prosesi adat ini. Dari awal
suatu peringatan bahwa “hati-ha hingga akhir prosesi adat digelar di lapangan
ti” karena jika kamu tidak melak Bokihotinimbang tidak tampak senyuman
sanakan seperti apa yang tertu di wajah beliau. Ibu walikota benar-benar
ang di dalam isi perjanjian yang khusyuk menjalankan seluruh rangkaian
telah diambil sumpahnya. Maka, ritual adat ini. Pada akhirnya senyuman
bisa saja kamu berubah menja itu kembali terpancar ketika ibu walikota
di hitam atau hilang kehormatan berjalan menaiki Buligan atau Tandu Adat
atau tidak lagi dipandang oleh kemudian diusung menuju ke rumah dinas/
masyarakat. Begitupun dengan jabatan walikota sambil menyapa dan me
“yumoyang na simuton” juga bisa nebar senyum kepada seluruh masyarakat
diartikan sebagai ketika telah ha yang hadir. Namun, sangat disayangkan
bis masa jabatan maka langsung karena di dalam penelitian ini peneliti tidak
dilupakan begitu saja tak ber dapat mewawancarai ibu walikota karena
bekas di hati masyarakat. Pesan aktivitasnya yang sangat padat. Berkaitan
adat ini sebenarnya lebih pada pe dengan prosesi adat ini, peneliti kemudian
san psikologis sehingga hukum mewawancarai Chairun dan Jemmy yang
an adat itu datang dalam faktor merupakan penyelenggara tahapan ritual
jiwa atau secara psikologis kepa adat “Dodandian i Paloko bo Kinalang” yang
da pelanggar adat. Inilah wujudn diikat “Itu-itum bo Odi-odi”. Mereka menya
ya karena sesungguhnya dengan takan bahwa:
mendengar bunyi sumpah itu saja
kita sudah merasa takut karena “Kurang lebih ada lima krite
isi sum pah “Itu-itum bo Odi-odi” ria pemimpin ideal berdasarkan
ini sangat berat. Jadi, pemerintah “Dodandian i Paloko bo Kinalang”,
atau si Kinalang yang dipilih itu yaitu pertama “Mokodotoi” yang
harus menjalankan dengan benar berarti patriotisme (mampu meng
pemerintahan ini, terutama dalam amankan atau menjaga wilayah
mengambil kebijakan-kebijakan totabuan), kedua “Mokorakup”
termasuk bagaimana memutus berarti mengayomi, ketiga “Moko
kan APBD yang berpihak pada tointungkid” berarti mengeta
rakyat” (Hamri). hui kondisi masyarakat, keem
pat “Mokodia” berarti mampu
Gambaran “Itu-itum bo Odi-odi” sebagai mengemban amanah, dan kelima
pengikat perjanjian luhur “Dodandian i “Mokoangai” berarti simpatik. Ke
Paloko bo Kinalang” menurut kedua informan lima kriteria ini insyaallah telah
tidak lagi diartikan secara harfiah, terutama dimiliki oleh ibu walikota, dan se
isi dari “Odi-odi” yang dianggap sebagai ung moga dengan diselenggarakannya
kapan metafora. Namun, hal tersebut ten ritual adat ini maka ibu walikota
tu tidak mengurangi tingkat kesakralannya benar-benar dapat berkomitmen
karena doa/sumpah dan kutuk an ini bagi dan menjalankan amanah pe
masyarakat adat suku Bolaang Mongondow merintahan ini dengan baik se
adalah suatu realitas yang masih diyakini suai dengan isi perjanjian luhur
secara spiritualitas. Pemaham an yang di “Dodandian i Paloko bo Kinalang”
sampaikan oleh kedua informan mengingat (Chairun).
kan peneliti tentang bagaimana suasana ke
tika prosesi adat “Podui’an bo Poponikan kon “Kearifan lokal “Dodandian” ini
Komalig” yang dirangkaikan dengan pem tidak bisa dipisahkan dengan
bacaan isi “Dodandian i Paloko bo Kinalang” “Itu-itum bo Odi-odi” karena se
yang diikat “Itu-itum bo Odi-odi” sakral ini benarnya inilah yang akan sela
berlangsung. Sebagaimana yang diungkap lu mewarnai perilaku semangat
Hamri bahwa “mendengar isi sumpah ini saja “Dodandian”. Saya pernah buat
Makalalag, Sukoharsono, Djamhuri, Kearifan Lokal Sebagai Simbol dalam... 367
dulu di Desa Tanoyan ketika pe dari apakah modus yang dilakukan bersi
lantikan Sangadi, Saya gelar ritual fat prosedural atau tidak, yang jelas bahwa
adat “pinoduian ko’i” Sangadi Ta masyarakat di daerah sebagai pemilik ang
noyan Selatan dan Tanoyan Utara. garan sangatlah dirugikan. Masyarakat tel
Pada saat itu saya bacakan isi “Itu- ah membayar pajak, masyarakat yang mem
itum bo Odi-odi” lalu sumpah itu beri dukung an sekaligus memilih mereka
diucapkan oleh yang bersangkut (Kinalang) untuk mengemban amanah, teta
an, Dia bersumpah kepada Sang pi sangat disayangkan masyarakat (Paloko)
Pencipta dan kepada leluhur. Hal juga yang pada akhirnya menjadi korban
itu ia indahkan dan hasilnya bisa keserakahan orang-orang yang sebenar
kita lihat hingga saat ini bagaima nya tidak pernah memikirkan kepentingan
na Sangadi dalam kesehariannya rakyat secara serius. APBD yang seharusnya
baik dalam bermasyarakat mau dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahte
pun dalam menjalankan roda pe raan rakyat malah digunakan oleh wakilnya
merintahan, Dia semacam selalu sendiri. Menanggapi realitas terkait perilaku
terjaga dengan sumpah karena fraud yang menjurus pada tindakan korupsi
sudah pasti ada rasa takut kepada oknum-oknum tertentu di dalam jajaran pe
Tuhan dan ada rasa malu kepada merintahan baik dari pihak eksekutif mau
masyarakat kalau sumpah ini ia pun legislatif daerah, Sa’ir dan Ishak mem
langgar” (Jemmy). berikan pernyataannya tentang apa saja
kira-kira yang menjadi motivasi seseorang
Keseluruhan gambaran dan pemaham melakukan perbuatan menyimpang berikut.
an “Itu-itum bo Odi-odi” kemudian dikonsep
tualisasikan ke dalam nilai-nilai. Terungkap “Motivasinya Pertama, barangkali
bahwa di dalam filosofis “Itu-itum bo Odi-odi” dia tidak menyadari apa sebenar
terkandung nilai-nilai moralitas, mentali nya tugas dan tanggung jawabnya
tas, dan spiritualitas yang melebur menja karena kalau dia tahu pasti dia
di satu dan kemudian bermuara pada nilai akan melakukannya dengan se
kontrol perilaku. Ketika hukum positif dan genap aturan, tetapi karena dia ti
hukum agama yang berlaku di masyarakat dak memahami tentang tugas dan
tidak mampu lagi mengendalikan perilaku kewajibannya sehingga mung
manusia dan membendung keinginan ma kin ada hal-hal yang membuat
nusia untuk melakukan perbuatan menyim Dia melakukan tindak an di luar
pang, maka pada saat itu dirasa perlu untuk koridor dan ketentuan se hingga
mencari alternatif lain yang dianggap bisa dibuatlah kebijakan terutama
dijadikan sebagai kontrol perilaku. Kearif yang terkait dengan anggar an
an lokal “Itu-itum bo Odi-odi” yang merupa yang tidak sesuai. Kedua, tun
kan pengikat perjanjian luhur “Dodandian tutan hidup atau ada persaingan
i Paloko bo Kinalang” sebagai hukum adat/ taraf hidup. Misalnya ada pegawai
hukum sosial masyarakat dapat bersinergi apalagi yang punya jabatan, kalau
dengan hukum positif dan hukum agama semacam pejabat Eselon II hanya
dalam mengontrol perilaku seluruh elemen punya mobil dinas, bisa jadi dia
masyarakat yaitu “Paloko bo Kinalang” ter akan berusaha untuk bisa pun
lebih kepada Kinalang atau stakeholders ya mobil pribadi, sedangkan dia
sebagai pengemban amanah dalam pengam tidak ada pekerjaan lain selain
bilan keputusan kebijakan penganggaran dari PNS. Jadi dengan memahami
daerah pada pemerintah daerah Kota Kota secara mendalam tentang kearif
mobagu. an lokal “Itu-itum bo Odi-odi” di
“Itu-itum bo Odi-odi” sebagai ben harapkan dapat meminimalisasi
tuk tanggung jawab moral stakeholders. perilaku-perilaku fraud tersebut”
Minimnya rasa tanggung jawab moral dari (Sa’ir).
stakeholders tentunya dapat berimbas pada
pengalokasian anggaran yang tidak tepat “Ini terkait masalah moral dan eti
sasaran. Permasalahan penyimpangan an ka. Ketika moral kita kuat insya
ggaran tersebut hakikatnya merupakan Allah hal-hal seperti apapun baik
bentuk kejahatan kerah putih (white col itu bujukan, rayuan, maupun “pe
lar crime) terhadap uang rakyat. Terlepas maksaan” insyaallah dapat kita
368 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372
hindari. Jadi, bingkai paling besar dan dapat meminimalisasi perilaku korup
itu adalah moralitas. Jika kearif oleh stakeholders yang hingga saat ini masih
an lokal ini benar-benar kita pa sulit untuk dihilangkan.
hami secara komprehensif maka Simbol Pemerintah Daerah Kota Ko
otomatis “Dodandian i Paloko bo tamobagu sebagai benteng komitmen
Kinalang” yang diikat “Itu-itum bo dalam pengambilan keputusan kebija
Odi-odi” bisa diterapkan secara kan penganggaran daerah. Kearifan lokal
utuh, karena dengan sendirinya “Dodandian i Paloko bo Kinalang” dipandang
akan timbul rasa takut dan rasa sebagai bentuk komitmen bersama dalam
malu di diri kita masing-masing” pengambilan keputusan kebijakan pengang
(Ishak). garan daerah dan “Itu-itum bo Odi-odi” dipan
dang sebagai benteng perilaku pengambil
Perilaku manusia yang cenderung tidak keputusan kebijakan penganggaran daerah.
merasa cukup dapat menjadi alasan untuk Dengan demikian, simbol pemerintah daerah
melakukan tindakan fraud terutama penye Kota Kotamobagu yang terinspirasi dari ke
lewengan anggaran guna untuk menam arifan lokal tersebut dapat diartikan sebagai
bah pendapatan pribadi dan memperkaya benteng komitmen. Simbol pemerintahan ini
diri sendiri. Sifat materialistis dapat mem dipahami sebagai benteng atas komitmen
pengaruhi seseorang melakukan tindak yang telah disepakati bersama oleh peme
an fraud. Tingginya kebutuhan hidup dan rintah (eksekutif-legislatif) dan masyarakat
keinginan untuk memenuhi tuntutan gaya dalam pengambilan keputusan kebijakan
hidup menjadikan seseorang cenderung penganggaran daerah; dan sebagai benteng
melakukan penyimpangan dan menjadi untuk menjaga perilaku stakeholders agar
kan anggaran daerah sebagai ladang untuk senantiasa terkontrol dan terjaga oleh rasa
meningkatkan kesejahteraan pribadinya. tanggung jawab moral terhadap masyarakat
Dengan melihat realitas yang ada di dalam sehingga dapat terhindar dari perilaku fraud
pemerintahan terkait perilaku korup dan yang menjurus pada tindakan korupsi yang
ketika mengaitkan realitas tersebut dengan bukan rahasia lagi cenderung terjadi di da
kearifan lokal ini, maka “Itu-itum bo Odi-odi” lam organisasi pemerintah daerah. Simbol
atau doa/sumpah dan kutukan sakral se pemerintahan tersebut dapat dilihat pada
bagai pengikat perjanjian luhur “Dodandian Gambar 1.
i Paloko bo Kinalang” dipandang juga sebagai Simbol pemerintah daerah Kota Kota
bentuk tanggung jawab moral pemerintah mobagu merupakan simbol yang mengan
terhadap masyarakat. Kekuatan spiritual dung nilai-nilai filosofis tinggi. Hal ini terung
itas yang terkandung di dalam “Itu-itum bo kap dari penjelasan informan/narasumber
Odi-odi” diyakini dapat menimbulkan rasa penelitian. Adnan menjelaskan bahwa:
takut dan malu bagi siapa saja yang melang
garnya. Rasa takut dan malu tersebut dapat “Dalam simbol ini Pertama, ada
meningkatkan rasa tanggung jawab moral lingkaran merah kemudian ada
ketidakberpihakan” (Sofyan). SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data ter
Aoki (2017) berargumentasi bahwa ungkap bahwa: Pertama, kearifan lokal
komitmen organisasi menunjukkan keyakin “Dodandian i Paloko bo Kinalang” dipandang
an dan dukungan yang kuat terhadap nilai sebagai bentuk komitmen bersama antara
dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh masyarakat dan pemerintah. Hal tersebut
organisasi. Menambahkan pernyataan terse ditemukan dalam forum musyawarah Mus
but, Funck & Karlsson (2020) mengungkap renbang sebagai domain eksekutif yang me
bahwa komitmen organisasi yang kuat di libatkan partisipasi masyarakat dalam meng
dalam individu akan menyebabkan individu hasilkan RPJPD, RPJMD, RKPD dan forum
berusaha keras mencapai tujuan organisasi musyawarah reses sebagai domain legisla
sesuai dengan tujuan kepentingan yang su tif yang melibatkan partisipasi ma syarakat
dah direncanakan (Mbelwa et al., 2019; Ny dalam menghasilkan Pokok-pokok Pikiran
amori & Gekara, 2016). Komitmen bersama (POKIR). Kedua, doa/sumpah dan kutukan
yang dihasilkan melalui forum musyawarah sakral yang terkandung di dalam “Itu-Itum bo
Musrenbang dan Reses antara Paloko bo Odi-odi” dipandang sebagai benteng perilaku
Kinalang dalam perencanaan pembangunan stakeholders agar terhindar dari perilaku
daerah menjadi salah satu acuan pemerin fraud yang menjurus pada tindakan korup
tah dalam mengambil keputusan kebijakan si. Pemahaman atas kearifan lokal ini dapat
anggaran. Hal ini yang kemudian dituang memperkuat hukum positif dan hukum ag
kan ke dalam Perda APBD sebagai tujuan ama karena walaupun isi dari “Itu-itum bo
dan sasaran kinerja pemerintah pada peri Odi-odi” dianggap sebagai ungkapan meta
ode tahun Anggaran selanjutnya. Komitmen fora, hal tersebut tidak mengurangi tingkat
bersama yang dipegang teguh oleh Paloko kesakralannya. Selain itu, pengimplementa
bo Kinalang tersebut tentu dapat mewujud sian “Itu-itum bo Odi-odi” di dalam pengam
kan kesejahteraan bagi seluruh elemen ma bilan keputusan kebijakan penganggaran
syarakat karena telah sesuai dengan aspira daerah dapat menimbulkan efek psikologis
si dan preferensi masyarakat, serta sesuai dan mental bagi stakeholders sehingga se
dengan harapan leluhur di tanah Totabuan. nantiasa memperhatikan perilakunya agar
Pemahaman atas simbol pemerintah terhindar dari tindakan korup karena hal
daerah Kota Kotamobagu jika dikaitkan de itu dapat menimbulkan rasa takut kepada
ngan pengambilan keputusan kebijakan Tuhan dan rasa malu kepada masyarakat.
penganggaran daerah oleh stakeholders Ketiga, simbol pemerintah daerah yang ter
dapat dipandang sebagai benteng komitmen. inspirasi dari kearifan lokal jika dikaitkan
Hal tersebut karena simbol ini merupakan dengan pengambilan keputusan kebijakan
refleksi atas kepercayaan seluruh elemen penganggaran daerah oleh stakeholders di
masyarakat baik Paloko maupun Kinalang pandang sebagai benteng komitmen.
terhadap Tuhan yang Maha Esa Allah SWT; Dengan terungkapnya seluruh pe
kepatuhan terhadap hukum yang berlaku di mahaman dan gambaran yang utuh ten
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); tang kearifan lokal “Dodandian i Paloko Bo
kesediaan mengamalkan sila-sila di dalam Kinalang” yang diikat “Itu-itum-bo Odi-odi”
Pancasila; dan merupakan bentuk keyakin sebagai simbol pemerintahan, maka hal ini
an masyarakat adat terhadap ada nya ke dirasa tepat untuk diintegrasikan ke dalam
arifan lokal “Dodandian i Paloko bo Kinalang” proses pemerintahan yang berperan dalam
yang diikat oleh “Itu-itum bo Odi-odi” di tanah membentengi aspirasi masyarakat. Hal ini
Totabuan Bolaang Mongondow. Refleksi ke dilakukan agar pemerintah baik eksekutif
Makalalag, Sukoharsono, Djamhuri, Kearifan Lokal Sebagai Simbol dalam... 371
maupun legislatif senantiasa terjaga dan ter ing Research, 29, 13-26. https://doi.
lindungi dari berbagai kepentingan pribadi org/10.1016/j.mar.2015.07.002
dan politik dalam melahirkan Perda APBD. Bigoni, M., & Funnell, W. (2015). Ancestors
Selain itu, simbol “Dodandian i Paloko bo of Governmentality: Accounting and
Kinalang” dan “Itu-itum bo Odi-odi” dirasa Pastoral Power in the 15th Century.
mampu memberikan gambaran bahwa be Critical Perspectives on Accounting, 27,
gitu besar harapan leluhur terhadap kinerja 160-176. https://doi.org/10.1016/j.
Kinalang dalam menyejahterakan Paloko. cpa.2014.05.001
Penelitian ini sebatas dilakukan pada Biswan, A. T, & Widianto, H. T. (2019). Per
lingkungan pemerintah daerah Kota Ko an Beyond Budgeting Entry Scan untuk
tamobagu yang telah menjadikan kearif an Mengatasi Permasalahan Penganggaran
lokal ini sebagai simbol pemerintahan. Na Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Multi
mun, warisan luhur “Dodandian i Paloko bo paradigma, 10(2), 308-327. https://doi.
Kinalang” yang diikat “Itu-itum bo Odi-odi” org/10.18202/jamal.2019.08.10018
seyogyanya adalah milik seluruh masyarakat Briando, B., & Purnomo, A. (2019). Eti
adat suku Bolaang Mongondow yang terse ka Profetik bagi Pengelola Keuangan
bar di empat kabupaten lainnya. Dengan Negara. Jurnal Akuntansi Multipara
demikian, penelitian yang sama juga dapat digma, 10(2), 342-364. https://doi.
dilakukan dan diterapkan di lingkungan pe org/10.18202/jamal.2019.08.10020
merintah daerah Kabupaten Bolaang Mon Damopolii, H. J. A. (2003). Dodandian - Kino
gondow Induk, Kabupaten Bolaang Mongon tanoban dan Kisahku. Yayasan Ibnu
dow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Sabil Kotamobagu.
Selatan, dan Kabupaten Bolaang Mongon Dan, S., & Pollitt, C. (2015). NPM Can Work:
dow Utara. Selain itu, kepada peneliti beri An Optimistic Review of the Impact of
kutnya disarankan untuk mengangkat kear New Public Management Reforms in
ifan lokal ini menjadi suatu konsep dalam Central and Eastern Europe. Public
pengambilan keputusan kebijakan pengang Management Review, 17(9), 1305-1332.
garan daerah dan suatu konsep tata kelola https://doi.org/10.1080/14719037.20
keuangan pemerintah daerah agar dapat 14.908662
diimplementasikan secara komprehensif. Dedoulis, E. (2016). Institutional Forma
tions and the Anglo-Americanization
DAFTAR RUJUKAN of Local Auditing Practices: The Case
Akbar, R., Pilcher, R., & Perrin, B. of Greece. Accounting Forum, 40(1),
(2012). Performance Measurement 29-44. https://doi.org/10.1016/j.ac
in Indonesia: The Case of Local Go cfor.2015.11.003
vernment. Pacific Accounting Re Efferin S. (2015). Akuntansi, Spiritualitas,
view, 24(3), 262-291. https://doi. dan Kearifan Lokal: Beberapa Agenda
org/10.1108/01140581211283878 Penelitian Kritis. Jurnal Akuntansi Mul
Alonso, J. M., Clifton, J., & Díaz-Fuentes, tiparadigma, 6(3), 466-480. https://
D. (2015). Did New Public Manage doi.org/10.18202/jamal.2015.12.6037
ment Matter? An Empirical Analysis of Fairholm, M. R., & Gronau, T. W. (2015).
the Outsourcing and Decentralization Spiritual Leadership in the Work of
Effects on Public Sector Size. Public Public Administrators. Journal of Man
Management Review, 17(5), 643-660. agement, Spirituality and Religion, 12(4),
https://doi.org/10.1080/14719037.20 354-373. https://doi.org/10.1080/147
13.822532 66086.2015.1060516
Aoki, N. (2015). Institutionalization of New Funck, E. K., & Karlsson, T. S. (2020). Twen
Public Management: The Case of Sin ty-Five Years of Studying New Public
gapore’s Education System. Public Management in Public Administration:
Management Review, 17(2), 165-186. Accomplishments and Limitations. Fi
https://doi.org/10.1080/14719037.20 nancial Accountability and Manage
13.792381 ment, 36(4), 347-375. https://doi.
Ashraf, J., & Uddin, S. (2015). Military, ‘Man org/10.1111/faam.12214
agers’ and Hegemonies of Management Graham, C., & Grisard, C. (2019). Rich
Accounting Controls: A Critical Realist Man, Poor Man, Beggar Man, Thief:
Interpretation. Management Account Accounting and the Stigma of Pover
372 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 355-372