pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006, saya dan keluarga saya sedang bersantai santai dirumah tiba tiba ada suara ribut ribut yang terdengar dari luar rumah, saya dan ibu saya terkejut dan mengecek Dari mana asal tersebut.
Ada segerombolan orang dan pak RT yang berteriak
agak semua warga mengungsi ke tempat yang aman. tanpa berpikir panjang, saya dan ibu berteriak ke dalam rumah agar semua anggota keluarga kami keluar dari rumah dan segera berlari ke tempat pengungsian, kami tidak membawa barang apa pun, dan hanya memikirkan keselamatan diri dan keluarga. Keluarga saya segera lari ke tempat pengungsian bersama sama, saya membantu pak RT untuk menyuruh orang untuk cepat segera mengungsi Saat saya sedang memastikan apakah masih ada orang yang belum mengungsi saya bertemu dengan seseorang perempuan yang sedang ketakutan dan panik karena ia tidak sengaja terpisah dengan adik perempuannya .Saya pun segera membawa ia ke tempat pengungsian dan mencari adiknya yang hilang tetapi tidak menemukannya lalu saya kembali ke keluarga saya
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni
kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 Km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari
sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pengeboran.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan
permukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan- Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya- Banyuwangi. Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga
kedalaman 8.500 kaki (2.590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah”
memasang casing 30 inci pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inci pada 1.195 kaki, casing (liner) 16 inci pada 2.385 kaki, dan casing 13 3/8 inci pada 3.580 kaki (Lapindo Press Release ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3.580 kaki sampai ke 9.297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9 5/8 inci yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan formasi Kujung (8.500 kaki)
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan
kegiatan pengeboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pengeboran mereka di zona Rembang dengan target pengeborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpur Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9.297 kaki, akhirnya mata bor
menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah)
sangat porous (berlubang-lubang). Akibatnya lumpur
yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standar, operasi pengeboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup dan segera dipompakan lumpur pengeboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah telanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inci. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil dan kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi dan berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri. Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pengeboran migas di Indonesia setiap tindakan harus seizin BPMIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BPMIGAS.
Dalam AAPG 2008 International Conference and
Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung gempa Bantul 2006 sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan pengeboran sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan kombinasi gempa dan Pengeboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pengeboran.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium
terakreditasi (Sucofindo, Corelab, dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti arsen, barium, boron, timbal, raksa, sianida bebas, dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti trichlorophenol, chlordane, chlorobenzene, kloroform, dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium
terakreditasi (Sucofindo, Corelab, dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti arsen, barium, boron, timbal, raksa, sianida bebas, dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti trichlorophenol, chlordane, chlorobenzene, kloroform, dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu. Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP- BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang
diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan. Namun kesimpulan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas; dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbalnya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan.
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa
ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m³ atau setara dengan 0,23 mg/m³ atau setara dengan 0,23 mg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar chrysene di atas ambang batas. Sedangkan untuk benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7, 15, dan 20, yang kesemuanya di atas ambang batas.Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (chrysene dan benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2.000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (chrysene dan benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan. Pada akibatnya terjadi: Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan),Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit apabila kontak langsung dengan kulit,Kanker,Permasalahanreproduksi,Membahayakan organ tubuh seperti hati, paru-paru, dan kulit,Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, tetapi 5 hingga 10 tahun ke depan. Yang paling berbahaya akibat keberadaan PAH ini antara lain, dapat mengancam kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan
Membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342
hektare, dengan mengungsikan 12.000 warga. Dalam kasus ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan tiga belas tersangka yakni:
1. Edi Sutriono selaku Drilling Manager PT Energi
Mega Persada, Tbk. 2. Nur Rochmat Sawolo selaku Vice President Drilling Share Services PT Energi Mega Persada, Tbk. 3. Rahenod selaku Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa. 4. Slamet B.K. selaku Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa. 5. Subie selaku Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa. 6. Slamet Riyanto selaku Project Manager PT Medici Citra Nusa. 7. Yenny Nawawi selaku Dirut PT Medici Citra Nusa. 8. Sulaiman bin H.M. Ali selaku Rig Superintendent PT Tiga Musim Mas Jaya. 9. Sardianto selaku Tool Pusher PT Tiga Musim Mas Jaya. 10. Lilik Marsudi selaku Driller PT Tiga Musim Mas Jaya. 11. Willem Hunila selaku Company Man Lapindo Brantas, Inc. 12. Imam Pria Agustino selaku General Manager Lapindo Brantas, Inc. 13. Aswan Pinayungan Siregar selaku mantan General Manager Lapindo Brantas, Inc.
Namun perkara pidana tersebut dihentikan oleh
penyidik Polda Jawa Timur dengan alasan bahwa dalam perkara perdatanya gugatan YLBHI dan Walhi kepada Lapindo dan pemerintah telah gagal. Selain itu, adanya perbedaan pendapat para ahli. Gerakan Menutup Lumpur Lapindo pernah mengajukan nama-nama ahli tambahan, para ahli terkemuka Indonesia dan luar negeri yang tergabung dalam Engineer Drilling Club (EDC) yang mendukung fakta kesalahan pemboran berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tersebut, tetapi ditolak oleh penyidik Polda Jawa Timur (tidak ditanggapi).Para tersangka dijerat Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP dan UU No 23/1997 Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 42 tentang pencemaran lingkungan, dengan ancaman hukum 12 tahun penjara. Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Bachrul Alam yang sejak tahun 2009 menjadi Kapolda Jawa Timur, mengatakan bahwa UU pencemaran ini sudah termasuk kejahatan korporasi karena merusak lingkungan hidup.
Fakta yang belum banyak diketahui orang adalah
kenapa bisa ada pengeboran di Desa Renokenongo (pusat semburan), hal ini berawal dari datangnya pihak lapindo ke Desa Reno untuk meminta ijin dan membeli tanah warga untuk pengeboran. Pihak lapindo meminta Kepala Desa Reno untuk meminta ijin warga dengan cara meminta tanda tangan, tetapi warga menolak karena takut terjadi hal yang buruk. Kepala desa lalu meminta warga desa lain (bukan warga Reno) untuk tanda tangan (sebagai pancingan agar warga Reno juga mau memberi tanda tangan), dan mengatakan kepada warga Reno bahwa tidak jadi ada pengeboran, melainkan akan dibangun pabrik/peternakan. Pihak lapindo juga menaikan tawaran agar warga mau menjual tanahnya, sehingga sebagian warga akhirnya menjual tanah mereka
Saya pribadi pro dengan warga, dengan mengatakan
lumpur lapindo, bukan lumpur Sidoarjo, karena kalau menuliskan lumpur Sidoarjo berarti saya setuju mengenai status semburan lumpur panas adalah suatu bencana alam. Nasib para korban yang sampai sekarang hidup menderita tampaknya sudah terabaikan, perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia teralihkan dengan berita – berita baru, seputar korupsi dan fenomena alam yang terjadi (seperti Dieng). Perhatian kita pada masalah baru memang penting, tetapi lebih penting lagi jika kita tetap mengingat dan membantu nasib para korban lumpur panas lapindo yang saat ini hidup menderita. Mereka telah melewati masa sulit, dimana sebagian dari para korban tidak kuat menerima kenyataan, ada yang menderita gangguan jiwa, penyakit fisik, sampai kematIan.