HALAMAN JUDUL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata- 1 dalam Ilmu Sejarah
Disusun oleh:
Fatiya Daani Hasanah
NIM 113030116140063
Dengan ini saya, Fatiya Daani Hasanah, menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi
ini adalah asli hasil karya saya sendiri dan karya ilmiah ini belum pernah diajukan
sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan baik Strata
Satu (S1), Strata Dua (S2), maupun Strata Tiga (S3) pada Universitas Diponegoro
maupun perguruan tinggi lain.
Semua informasi yang dimuat dalam karya ilmiah ini yang berasal dari
penulis lain baik yang dipublikasikan maupun tidak telah diberikan penghargaan
dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari karya
ilmiah/skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya pribadi sebagai
penulis.
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Your vision will become clear only when you can look into your own heart. Who
looks outside: dreams, who look inside: awakes.”
Dipersembahan kepada:
iii
Disetujui,
Dosen Pembimbing,
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Perkembangan Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo dan Peranannya dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Jawa
Tengah 1986-2012” yang disusun oleh Fatiya Daani Hasanah (NIM
13030116140063) telah diterima dan disahkan oleh panitia ujian skripsi Program
Strata-1 Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
pada hari……………………..
Ketua,
Mengesahkan,
Dekan
v
KATA PENGANTAR
Rasa puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan yang Maha Esa. Karena
hanya atas kuasa dan kehendak-Nya, tugas akhir yang berjudul “Perkembangan
Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo dan Peranannya
dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 1986-2012” dapat dituntaskan
sebagai syarat utama untuk menyelesaikan studi pada Program Strata-1 Program
Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan kepada yang terhormat:
Dr. Nurhayati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro dan Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum, selaku Ketua Departemen
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Penulis juga
mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Mahendra Puji Utama,
S. S, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan
motivasi, pandangan baru, dan arahan selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sutejo Kuat Widodo
M.Si selaku ketua penguji dan Dr. Alamsyah M.Hum selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi skripsi ini, sehingga
skripsi dapat menjadi lebih baik. Terima kasih juga kepada, Slamet Subekti selaku
dosen wali yang dengan sabar telah memberikan perhatian terhadap
perkembangan akademik penulis selama masa perkuliahan.
Terima kasih penulis haturkan juga kepada segenap pengajar Program
Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas atas bekal ilmu pengetahuan yang
telah diberikan. Terima kasih penulis haturkan untuk segenap staf administrasi
dan perpustakaan Departemen Sejarah Mba Fatma, Mba Ratri, dan Pak Martoyo
yang telah membantu urusan akademik dan pencarian refrensi penelitian ini.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya penulis
khususkan kepada Dra. Sri Mulyani, S. Psi, M.kes., Mira Permatasari S. Psi., M.
Psi, Sutopo, Eko Mulyadi S.Pd., M.M. yang telah menyempatkan waktunya dan
bersedia menjadi narasumber untuk keperluan wawancara penelitian ini. Selain
vi
itu, ucapan terima kasih kepada Rizky Amalia Dewi, A.Md, dan Joko Prayitno, S.
E selaku bagian Diklat RSJD Dr. Amino Gondohutomo serta Edy Kristanto, S.
Sos. selaku kepala sub-bagian umum yang membimbing saya selama melakukan
penelitian di RSJ.
Secara khusus penulis haturkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis, Rahandani dan Ummu Chalifah yang telah memberikan afeksi melalui
dukungan dan kepercayaan yang begitu besar kepada penulis sehingga bisa
mencapai titik ini. Adapun ucapan terima kasih kepada saudara penulis, yaitu
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Syifa Sonaris dan Haimina
Dani Amalia yang telah membantu penulis dalam menyelsaikan skripsi ini, serta
Maulana Muhammad dan Tsalatsi Dani Hafiizah yang memberi motivasi pada
penulis.
Dalam kesempatan ini penulis juga berterima kasih kepada Salsabila
Razan, Umniah Salsabila Prasojo, Zeita Fauzia, Nurulina Ayu, Suci Chumaira,
Daniel, Hadi, Rayhan, Vani Audrei, dan Alda Alhikmah, yang merupakan teman
semasa sekolah yang memberikan pandangan mengenai ilmu bantu yang
digunakan dalam penelitian ini dan terus memberikan dukungan kepada penulis.
Begitu banyak orang yang membersamai dan membantu penulis selama
melewati masa perkuliahan khususnya selama pengerjaan skripsi ini. Untuk itu
penulis mengucapkan rasa bangga dan terima kasih kepada Haifa Nita, Firdha
Rizky, Dinah Rida, Gita Amelia, Riski Mardiani, Danti, Rara Rastri, Sukma Nur,
Eka Fitrianti, Esphy Harefa, Ajeng, Yusinta, Bimo Dwi, Tegar Angkasa, Yudhi
Herdiansyah, Sunja Supriadi, Fijar Lazuardi, Ulil Albab, Azwin Rashif, Ahmad
Zaki, Ravi Oktafian, Gama Rifan, dan Faisal Umar. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih pada teman-teman Jurusan Sejarah angkatan 2016
Penulis amat mengerti bahwa sebagai peneliti pemula, skripsi ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik, dan tanggapan dari para pembaca
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan
akademik dan pembelajaran serta ilmu pengetahuan.
Semarang, 18 Oktober 2021
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii
HALAMAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR SINGKATAN x
DAFTAR ISTILAH xii
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR TABEL xviii
ABSTRAK xix
ABSTRACT xx
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang dan Permasalahan 1
B. Ruang Lingkup 5
C. Tujuan Penelitian 7
D. Tinjauan Pustaka 8
E. Kerangka Pemikiran 11
F. Metode Penelitian 17
G. Sistematika Penulisan 19
BAB II KONDISI KESEHATAN JIWA DI JAWA TENGAH, 20
1986-2012
A. Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 20
B. Pandangan Masyarakat Jawa Tengah Terhadap Gangguan Jiwa 25
C. Kebijakan Mengenai Kesehatan Jiwa 31
D. Layanan Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 36
BAB III PERKEMBANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT JIWA 43
DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO
A. Doorgangshuizen Semarang: Cikal Bakal Rumah Sakit Jiwa 43
Daerah Dr. Amino Gondohutomo
B. Perkembangan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Jiwa Daerah 48
Dr.Amino Gondohutomo
1. Periode 1986-1992 48
2. Periode 1993-2012 53
C. Perkembangan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo 63
1. Perkembangan Status dan Struktur Organisasi 64
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia 73
3. Pengembangan dan Pendidikan Sumber Daya Manusia 80
viii
BAB IV PELAYANAN KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA 86
DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH
A. Pelayanan Kesehatan Jiwa Intramural 86
1. Preventif dan Promotif 87
2. Kuratif 90
a. Rawat Jalan 90
b. Pelayanan Rawat Inap 97
3. Rehabilitatif 103
a. Rehabilitasi Medik 104
b. Rehabilitasi Psikososial 106
B. Pelayanan Kesehatan Jiwa Ekstramural 115
1. Integrasi Kesehatan Jiwa Puskesmas dan 116
Rumah Sakit Umum
2. Koneksi Pelayanan Antarlembaga 121
a. Badan Pembinaan Kesehatan Jiwa Masyarakat 122
(BP-KJM)
b. Pondok ODGJ dan Panti Sosial 124
c. Lembaga Pendidikan 125
d. Organisasi Masyarakat 126
3. Bantuan Penanganan Bencana Alam 127
4. Layanan Telepon untuk Kesehatan Jiwa 128
C. Peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam Jawa Tengah
Bebas Pasung 130
BAB V 143
SIMPULAN 143
DAFTAR PUSTAKA 145
LAMPIRAN 158
DAFTAR INFORMAN 163
ix
DAFTAR SINGKATAN
x
DAFTAR ISTILAH1
1
Pengertian dalam daftar istilah ini disusun berdasarkan pada pendapat para
ahli dalam kamus kedokteran dan refrensi.
xi
elektromagentik dengan analit berupa noda pada
lempeng kramotografi lapis tips. Metode ini
digunakan untuk memisahkan zat-zat yang
menyatu.
Jaw gradding bite alat batu terapi bicara yang digunakan untuk
xii
: memperkuat rahang dan menstabilkan rahang.
xiii
pergerakan sel darah dalam tubuh.
Radio graphic x-ray system sebuah alat untuk menangkap citra melalui
: sinar-X, dimana sensor pada sinar-X digital
diganti dengan film ftografi konvensional guna
melakukan scan pada area tubuh tertentu.
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
3. 13. Kegiatan Lokakarya dengan Badan Penanggulangan Kesehatan 88
Jiwa Masyarakat, 22 Februari 1992
3. 14. Perpustakaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jalan 92
Brigjen Sudiarto
4. 1. Kegiatan Family Gathering 96
4. 2. Kegiatan Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Anak dan Remaja 99
Tahun 1992
4. 3. Kegiatan Terapi Relaksasi di Klinik Psikologi 103
4. 7. Rehabilitasi mental denga kegiatan kerajinan kayu atau triplek 117
4. 8. Rehabilitasi Mental dengan Kegiatan menyulam dan kristik 119
4. 9. Terapi gerak dengan Catur 120
4. 10. Pembinaan Arahan Anggota Pramuka Rumah Sakit Jiwa 121
Pusat Semarang tahun 1991
4. 12. Acara Pentas Seni sebagai Puncak Acara berbagai kegiatan 122
lomba dan pameran
4. 13. Pelatihan Tenaga Medis dan Paramedis Puskesmas dan Rumah Sakit 126
Umum mengenai kesehatan jiwa dan penyalah gunaan obat
11 Oktober -16 Oktober 1992
4. 14. Lokakarya Pemantapan Organisasi dan Program Badan 129
Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat Tingkat I dan II se- Jawa
Tengah di Auditorium Rumah Sakit Jiwa Semarang, 22 Februari 1992
4. 15. Penyuluhan Kesehatan Jiwa oleh Tim Badan Penanggulangan 130
Kesehatan Jiwa Masyarakat di Brebes
4. 16. Peresmian Layanan Telepon Untuk Kesehatan Jiwa Tahun 1999 136
4. 17. Korban Pasung yang Dirantai pada Bagian Kaki 141
4. 18. Tempat Pengasingan Orang Dengan Gangguan Jiwa yang Dipasung 142
4. 19. Proses Penjemputan dan Pelepasan Alat Pasung 143
4. 20. Pengobatan Pasca Pasung 146
4. 21. Penyuluhan Caregiver Pekalongan 147
4. 22. Kegiatan Klinik Gigi 152
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
4. 3. Daftar Bangsal Rawat Inap Tahun 2008. 101
4. 4. Kegiatan Rehabilitasi Latihan Kerja 108
4. 5. Daftar Integrasi Rumah Sakit Umum dan Puskesmas 1974-2007. 117
4. 6. Data Jumlah Tindakan Pasien RSU dan Puskesmas 119
Tahun 1990/1991, 1991/1992, dan 2007
4. 7. Data Jumlah Rujukan RSU dan Puskesmas 1988-1992 120
4. 8. Hasil Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 137
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
4. 9. Hasil Laporan Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 138
di Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
ABSTRAK
xviii
dan Puskesmas, dan program Jawa Tengah Bebas Pasung. Setelah adanya
Program Jawa Tengah Bebas Pasung, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun 2012 mengenai
penanggulangan pasung. Peraturan ini menjadikan Jawa Tengah sebagai salah
satu provinsi pertama yang memiliki peraturan penanggulangan pasung.
Kata kunci: Perkembangan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo,
Pelayanan Kesehatan Jiwa, Jawa Tengah
ABSTRACT
This thesis aims to analyze the progress of mental health services from RSJD Dr.
Amino Gondohutomo from 1986 to 2012. It is written based on historical research
methods using both primary and secondary sources. The primary sources that used
in this thesis were from contemporary newspaper, report archive from various
institutions that documented the events related to this thesis. Interview result from
historical figures were also used as primary sources. For the moment, the
secondary sources were taken from articles journal, thesis, and books that discuss
the related themes.
This thesis examined the treatment of mental health issues in Central Java
and the associated negative stigma from society about mental disorders along with
the Asylum. This research also discussed the progress of mental health services
provided by Dr. Amino Gondohutomo Regional Mental Hospital (known as RSJD
Dr. Amino Gondohutomo) to adress these issues since they moved from the old
building to the new building in 1986, up until the establishment of the Central
Java Governor’s Decree No. 1/2012 about Restraint Prevention (known as
Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1/ 2012 tentang Penanggulangan Pasung).
During the period of 1986-2012, RSJD Dr. Amino Gondohutomo went
through plentiful progress, one major change was the replacement status from a
Central Mental Hospital to a Regional Mental Hospital. In addition, there was
progress in the direction of mental health services in Indonesia in the New Order
regime, that brought lots of positive changes in mental health services from RSJD
Dr. Amino Gondohutomo. RSJD Dr. Amino Gondohutomo began to provide
adequate infrastructure and facilities for mental health treatment. As a Regional
Mental Hospital Type A, RSJD Dr. Amino Gondohutomo have a role to execute
intramural service, a service that operating within the hospital; and extramural
service, a service that operating outside the hospital such as handling natural
xix
disaster impact and executing Central Java Free Restraint Program (known as
Program Jawa Tengah Bebas Pasung).
xx
BAB I
PENDAHULUAN
Arti kesehatan mencakup baik kesehatan fisik, mental, dan sosial.0 Namun,
gangguan mental atau jiwa sering kali tidak dianggap sebagai sebuah penyakit,
karena gangguan jiwa berbeda dengan gangguan fisik yang terlihat jelas
keberadaanya. Hampir dua pertiga penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari
bantuan profesional. Gangguan mental dikatagorikan sebagai burden disease dan
menyumbang 12% dari global burden disease. Angka tersebut lebih besar
dibandingkan dengan penyakit dengan penyebab fisik.0 Berdasarkan Survey
0
Arum Atmawikarta, “Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi”
(Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS RI, 2004), hlm.
3.
0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Pasal 2 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 406/Menkes/SK/
VI/2009 tentang “Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas”, hlm. 1.
xxi
Kesehatan Jiwa Rumah Tangga (SKJRT) di 11 kota di Indonesia pada 1995,
prevalensi kesehatan jiwa mencapai 185 per 1000 populasi, yang artinya 1 dari 4
orang pernah mengalami gangguan jiwa. Pada 2007, menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), prevalensi gangguan jiwa mencapai 11,6%. Berdasarkan
jumlah tersebut permasalahan kesehatan jiwa perlu mendapat perhatian.0
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
406/Menkes/SK/ VI/ 2009, Tentang, “Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Komunitas”, hlm. 1.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 5.
0
Hans Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan
Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019), hlm. 127-128.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 3.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. xviii.
0
Buku Profile RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Semarang: Divisi Umum,
Promosi Kesehatan, RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2014), hlm. 3.
xxii
Pada 1912, doorgangshuizen Semarang dipindahkan sebuah gudang tua
yang dibangun pada 1878 di Jalan Cendrawasih, Tawang. Pada 1928
doorgangshuizen Semarang berkembang menjadi Kranzinnigenggestichten
(Rumah Sakit Jiwa).0 Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada 1951
nama semua instansi kesehatan jiwa warisan pemerintah Hindia Belanda diubah
dengan nama Indonesia. Sejak saat itu, Kranzinnigenggestichten Semarang
disebut sebagai Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) Semarang Tawang.0
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 271
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 213.
0
Imam Subkhan, “GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di
Indonesia”, Aspirasi, Vol. V, No. 2 (Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI, 2014), hlm. 136.
0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang
Kesehatan Djiwa.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
xxiii
mengeluarkan larangan praktik pemasungan terhadap ODGJ melalui SK Menteri
Dalam Negeri No. PEM.29/6/15 tahun 1977.0
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. 138-140.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 271.
0
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 440/09/2002, Tentang,
“Pengintegrasiaan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, Rumah Sakit Jiwa
Surakarta, dan Rumaah Sakit Pusat Klaten ke Dalam Perangkat Daerah
Pemerinthan Propinsi Jawa Tengah”.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 3.
xxiv
Menuju Indonesia Bebas Pasung (MIBP). RSJD Dr. Amino Gondohutomo ikut
berperan penting dalam mewujudkan program bebas pasung di Jawa Tengah
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan jiwa terpadu dan menyeluruh di Jawa
Tengah.0 Untuk menunjang penanggulangan pasung Provinsi Jawa Tengah
mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 tahun 2012. Dengan terbitnya
Peraturan Gubernur ini, Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi pertama yang
memiliki peraturan mengenai pemasungan, di samping Provinisi Nusa Tenggara
Barat.0 Setelah tahun 2012 penanganan bebas pasung ini mulai ditangani secara
mandiri oleh Puskesmas dan RSU setelah mendapatkan bimbingan dari RSJD.0
2. Mengapa terjadi peralihan status dari RSJP Semarang ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo?
3. Apa saja pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo?
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di
Indonesia, hlm. 140-141.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 5.
xxv
4. Apa peran RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam pelayanan kesehatan jiwa
khususnya dalam mewujudkan program bebas pasung di Jawa Tengah?
B. Ruang Lingkup
Penelitian sejarah memerlukan batasan ruang lingkup agar kajian dapat dilakukan
secara terfokus dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan
metodologis.0 Penelitian sejarah memiliki tiga ruang lingkup yaitu lingkup spasial,
temporal, dan keilmuan.
Lingkup spasial dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah. Provinsi
Jawa Tengah merupakan fokus daerah penanganan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo khususnya Jawa Tengah bagian utara seperti, Semarang, Tegal,
Rembang, Pati, Pekalongan, Jepara, dan Kendal. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 135/MENKES/SK/IV/78 tahun 1978, RSJD
Dr. Amino Gondohutomo ditetapkan sebagai rumah sakit khusus jiwa kelas A
yang menjadi tempat rujukan pelayanan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, keberadaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai pionir
pelayanan kesehatan jiwa di Jawa Tengah sangat penting.
Lingkup temporal skripsi ini adalah antara tahun 1986 hingga 2012. Tahun
awal pembahasan pada 1986 dipilih dengan mengacu pemindahan RSJ ini pada ke
Jalan Brigjen Sudiarto dari lokasi semula di Jl. Cedrawasih, Tawang. Pindahnya
rumah sakit ini ke Jalan Brigjen Sudiarto juga menandakan perubahan RSJD Dr.
0
Taufik Abdullah, “Di Sekitar Sejarah Lokal di Indonesia” dalam Taufik
Abdullah, editor, Sejarah Lokal di Indonesia: Kumpulan Tulisan (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 10.
xxvi
Amino Gondohutomo ke arah modern, dengan sarana dan prasarana serta
pelayanan yang lebih memadai.0
Lingkup keilmuan yang digunakan dalam skripsi ini adalah sejarah instansi.
Dalam skripsi ini dibahas mengenai perkembangan RSJ sebagai instansi
pemerintah. Instansi Pemerintah sendiri merupakan unsur penyelenggara atau
organisasi yang berisikan orang-orang yang dipilih secara khusus untuk
melakukan tugas dalam bentuk pelayanan pada masyarakat. Instansi yang dibahas
dalam skripsi ini adalah penyelenggara organisasi pelayanan kesehatan Jiwa. Pada
konteks kelembagaan, sebuah organisasi bertugas merencanakan program dan
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. 140.
xxvii
mengatur serta mengimplementasikan kebijakan nasional, 0 yang telah ditetapkan
dalam kebijakan di bidang kesehatan jiwa. Di samping itu, skripsi ini juga
mengkaji soal Sejarah kesehatan. Sejarah kesehatan membahas perkembangan
kesehatan dan penanggulangan penyakit yang berkaitan dengan aspek lain, seperti
budaya, ekonomi, politik, dan sosial.0
C. Tujuan Penelitian
0
Jean-Claude Thoenig, “Institutional Theories and Publics Intitutions.
Tradition and Appropriateness”, dalam G. Peters and Jon Pierre, Handbook of
Public Administration (SAGE Publication, London, 2009), hlm. 132-133.
0
Winda Octavia dan Lister Eva Simangunsong, “Sejarah Kesehatan Kuli
Kontrak di Perkebunan Deli Maatschapai 1872-1942”, Jurnal Jurusan Pendidikan
Sejarah, Vol. 5 No. 2 (Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Imu Sosial,
Universitas Negeri Medan, 2021), hlm. 27.
xxviii
D. Tinjauan Pustaka
Topik tentang kesehatan jiwa sudah mendapatkan perhatian dari beberapa peneliti.
Oleh karena itu, pada bagian ini akan dilakukan tinjauan terhadap hasil-hasil
penelitian tentang kesehatan jiwa.
Pustaka pertama, adalah artikel yang ditulis oleh Nova Riyanti Yusuf
dengan judul “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”.0 Dalam artikel ini dibahas tentang implementasi UURI No. 3 Tahun 1966,
yang kemudian disempurnakan dengan UURI No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Setelah itu, baru dilakukan penyempurnaan kembali dalam Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2014. Tulisan ini menjelaskan substansi regulasi-
regulasi terkait kesehatan jiwa dari tahun ke tahun yang membantu penulis untuk
memahami perjalanan historis regulasi kesehatan jiwa di Indonesia. Artikel ini
juga menyajikan data-data Riskesdas yang dapat digunakan dalam skripsi ini,
meskipun artikel itu hanya menyoroti masalah pada tingkat nasional saja.
Pustaka kedua, adalah buku yang ditulis oleh Denny Thong dengan judul
Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa.0 Buku ini mencatat
rekam jejak Bapak Psikiatri Indonesia yaitu Kusumanto Setyonegoro, yang juga
pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI. Dalam
buku ini juga dijelaskan mengenai awal mula perkembangan kesehatan jiwa di
Indonesia dan pembenahanya dari masa ke masa. Seperti meningkatnya jumlah
0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa” dalam Hans Pols, et al., editor, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019).
0
Denny Thong. Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011).
xxix
tenaga dokter ahli jiwa yang pada awal kemerdekaan hanya 15 orang dan menjadi
130 orang pada 1978.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung: Di Mana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” dalam Hans Pols et al., editor, Jiwa Sehat
Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta:
Kompas, 2019).
xxx
dapat memberikan gambaran mengenai pemasungan dan peranan rumah sakit
dalam menanggulangi pemasungan.
Pustaka keempat, adalah skripsi yang disusun oleh Muhammad Rosseno Aji
Nugroho dengan berjudul “Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Jiwa di
Indonesia 1897-1992”.0 Dalam skripsi ini dijabarkan mengenai perubahan
regulasi-regulasi kesehatan jiwa dan implementasinya di Indonesia dari masa
pemerintahan Hindia Belanda hingga Orde Baru. Pembahasan mengenai
perubahan-perubahan kebijakan pemerintah untuk membenahi pelayanan
kesehatan jiwa dalam skripsi ini memberi pemahaman pada penulis mengenai
kebijakan-kebijakan pemerintah secara historis. Skripsi karya Muhammad
Rosseno ini juga membantu penulis memahami kebijakan-kebijakan pemerintah
yang memengaruhi perkembangan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang dibahas
dalam penelitian ini.
0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-Undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia 1897-1992” (Skripsi Sejarah, Universitas Indonesia,
Depok, 2016).
0
Yurida Aprianto, “Sejarah dan Dinamika Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ)
Lalijiwa di Pakem, Sleman” (Skripsi Jurusan Jurusan Pendidikan Sejarah,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2015).
xxxi
awal mula pendirian sebuah RSJ dan pembahasan mengenai rehabilitasi ODGJ.
Pembahasan dalam skripsi karya Yurida Aprianto ini menginspirasi penulis untuk
memperhatikan kegiatan-kegiatan dalam proses rehabilitasi ODGJ di RSJ Dr.
Amino Gondohutomo dan menjadi refrensi dalam pembuatan sistematika
penulisan.
Pustaka yang terakhir adalah skripsi karya Nor Yulifah yang berjudul
“Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah dan Perannya bagi Mayarakat pada Tahun 1986-2018.”0 Skripsi karya Nor
Yulifah ini mengangkat permasalahan kesehatan jiwa, perkembangan pelayanan,
dan peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jawa Tengah tahun 1986-2018.
Pembahasan pelayanan pada skripsi ini dibahas dalam aspek normatif seperti
prosedur pelayanan RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Perkembangan pelayanan
yang dibahas cenderung didominasi tahun 2016-2018, sedangkan periode awal era
2000-an kurang tersorot, sehingga kurang memperlihatkan perkembangaan dari
periode ke periode. Tulisan ini lebih berfokus pada pembahasan akuntabilitas
kinerja pelayanan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dan perannya dalam aspek
pendidikan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan. Selain itu, Skripsi karya Nor
Yulifah ini tidak menjadikan pemasungan maupun pelayanan ekstramural lainnya
sebagai fokus pembahasan.
0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020).
xxxii
pelayanan instalasi yang dapat menyempurnakan pembahasan dalam skripsi ini.
Selain itu, Skirpsi milik Nor Yulifah ini membantu penulis memahami konsep
pelayanan tanpa dinding antar pelayanan kesehatan jiwa dan nonjiwa di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.
E. Kerangka Pemikiran
0
Imas Emalia, “Wabah Penyakit di Kota Cirebon Masa Kolonial 1906-
1940”, dalam Prosiding Seminar Sejarah lokal, Menggali Nilai-nilai Kearifan
Lokal dalam Keberagaman Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Program
Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
2016), hlm. 267.
0
Azwin Rashif Al Asyfihani, “Perkembangan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Kepulauan Karimun Jawa Tahun 1981-2016” (Skripsi
Program Studi Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, 2019), hlm 14.
xxxiii
ketiga aspek tersebut kesehatan mental/jiwa masih sering dipandang sebelah mata.
Dalam UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa istilah
kesehatan meliputi kesehatan jasmani (badan), kesehatan rohani (jiwa), dan sosial.
Ketiga kategori kesehatan tidak bisa dipisahkan dari kesehatan secara keseluruhan
dan ketiganya memiliki peran yang sama pentingnya dalam pembangunan
manusia.0
0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 1 Tahun 2009,
Tentang Kesehatan.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 11.
0
Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat, hlm. 139.
xxxiv
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan, mencegah, dan
memulihkan kesehatan perorangan dan kelompok.0 Dalam pelayanan kesehatan
terdapat beberapa upaya, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya promotif dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa.0 Upaya
preventif merupakan kegiatan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Sedangkan,
upaya kuratif yaitu upaya yang bersangkutan dengan penanganan penyakit seperti
pengobatan dan proses diagnosis.0 Terakhir terdapat upaya rehabilitatif yang
bertujuan untuk mempersiapkan pengembalian penderita gangguan jiwa kepada
masyarakat, agar penderita gangguan jiwa dapat kembali berinterasksi dan
memiliki produktivitas kembali.0
0
Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”, hlm. 179.
0
Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”, hlm. 179.
0
Eka Alvita Kondoy, J.H. Posumah, dan Very Y. Londa, “Peran Tenaga
Medis dalam Pelaksanaan Program Universal Coverage di Puskesmas Bahu
Kota Manado” Jurnal Jurusan Studi Administrasi Publik, Vol. 3 No. 046
(Program Studi Administrasi Publik, Universitas Sam Ratu Langi, Manado,
2017), hlm. 2.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 8.
xxxv
meningkatkan kerja sama yang erat dari setiap lapisan masyarakat maupun
institusi untuk menghasilkan pelayanan yang komprehensif. Walaupun, pada
model ini rumah sakit memiliki peran penting sebagai pusat pelayanan kesehatan,
namun, model ini dapat berdampak pada penurunan jumlah rujukan dan pasien di
rumah sakit.0
Rumah sakit merupakan salah satu lembaga yang menjadi pusat pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit dipengaruhi oleh manajemen
rumah sakit. Manajemen merupakan sebuah proses yang melibatkan kegiatan
perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian. Manajemen berfungsi untuk mendayagunakan sumber daya
manusia, finansial, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan
dalam manajemen rumah sakit adalah menghasilkan produk jasa atau pelayanan
kesehatan yang paripurna kepada masyarakat. Oleh karena itu, manajemen rumah
sakit dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.0
0
Seda Attepe Özden dan Arzu Içağasioğlu Çoban, “Community Based
Mental Health Service, in The Eye of Community Mental Health
Professionals”, Journal of Psychiatric Nursing (Departemen of Social Work,
Başkent University, Turkey, 2018), hlm. 186.
0
Febri Endra Budi Setyawan dan Stefanus Supriyanto, Manajemen Rumah
Sakit (Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2019), hlm. 2 dan 23.
xxxvi
(Puskesmas), dan sektor kesehatan lainya. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan
jiwa berbasis rumah sakit harus berdampingan dengan pelayanan berbasis
komunitas agar terciptanya keseimbangan.0
0
Foster, Antropologi Kesehatan, hlm. 196.
0
Ankie MM Hoogevlt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang
(Jakarta: CV Rajawali, 1985), hlm. 5.
0
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial
(Jakarta: Ghalia Indoesia, 1984), hlm. 66.
0
Frinada, “Hubungan Kedisiplinan dengan Kinerja Pegawai pada Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Bandung” (Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Universitas Pasundan, Bandung, 2016), hlm. 1.
0
Thoenig, Institutional Theories and Publics Intitutions, hlm. 131-133.
xxxvii
sering dikaitkan dengan posisi dalam masyarakat dan hal tersebut diatur oleh
norma-norma yang berlaku.0 RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai RSJ kelas A
memiliki peran dalam pengadaan pelayanan kesehatan jiwa intramural, yaitu
pelayanan dalam rumah sakit; dan pelayanan kesehatan jiwa ekstramural yang
merupakan pelayanan di luar rumah sakit, serta menyediakan tempat pendidikan.
Sementara itu, RSJ Kelas B memberi pelayanan kesehatan jiwa intramural dan
ekstramural, sedangkan RSJ Kelas C yang hanya memberikan layanan kesehatan
jiwa intramural.0
0
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 212.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
135/MENKES/SK/IV/78 Tahun 1978 Tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Jiwa, hlm. 49.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas Pokok Fungsi, dan Tata Kerja RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah, hlm. 4.
xxxviii
penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa yang
diberikan RSJD Dr. Amino Gondohutomo meliputi pelayanan intramural dan
ekstramural dengan menggunakan upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif. Guna menghasilkan pelayanan kesehatan jiwa yang baik diperlukan
perkembangan manajemen rumah sakit. Pada skripsi ini Perkembangan
manajemen RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang akan dibahas mencakup
perkembangan sarana dan prasarana serta perkembangan organisasi.
F. Metode Penelitian
Sumber-sumber yang digunakan dalam skripsi ini terdiri atas sumber primer
dan sekunder. Sumber primer merupakan sumber yang memuat informasi dari
tangan pertama melalui pancaindera atau alat yang ada pada kejadian yang
diceritakan.0 Sumber primer yang digunakan dalam skripsi ini berupa dokumen-
dokumen yang dari instansi RSJD Dr. Amino Gondohutomo antara lain adalah
laporan tahunan, Laporan Program Bebas Pasung Jawa Tengah, Surat Keputusan
0
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 32.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 34.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 35.
xxxix
Gubernur No. 440/09/2002 Tahun 2002, dan Rencana Strategis RSJD Dr. Amino
Gondohutomo 2008-2013. Sumber primer lainnya adalah sumber sezaman yang
diperoleh dari Kantor Penerbit Kompas Nusantara Semarang, Perpustakaan
Nasional Jakarta, dan pencarian daring melalui website Koran Tempo.
Selain itu, sumber lisan juga digunakan dalam skripsi ini. Sumber lisan
diperoleh melalui wawancara sejarah lisan dengan beberapa informan yang terdiri
atas pegawai RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang sudah bekerja sejak tahun
1990-an dan pensiunan. Penggunaan sumber lisan dalam penelitian sejarah
kesehatan dapat memberikan informasi yang lebih seimbang dengan memberikan
ruang pada pelaku sejarah yang tidak tersorot pandanganya oleh dokumen resmi.
Melalui hal tersebut kita dapat menemukan hal-hal tersembunyi yang tidak dicatat
oleh data institusi. Di samping itu melalui sumber lisan kita dapat memeriksa
kembali sumber tertulis yang ada, sehingga dapat memahami koneksi antarfakta
lebih baik dengan melihat pandangan lain.0
0
Joana Bornat, Robert Perks, Paul Thompson, dan Jan Walmsley, Oral
History, Health, and Welfare (London: Routledge, 2000), hlm. 3-4.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 35.
xl
skripsi ini. Kritik dilakukan secara ekstern yaitu menguji keaslian sumber dari
bentuk fisiknya dan kritik intern yang merupakan pengujian isi sumber yang
diperoleh dapat dipercaya atau tidak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengkoroborasi sumber yang didapat dengan sumber sezaman seperti surat kabar,
penelitian terdahulu, dan dokumen lainya.0
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri atas lima bab. Pada Bab I dijelaskan tentang latar belakang dan
permasalahan, ruang lingkup, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, kerangka
pemikiran, dan metode penelitian.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 115.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 87.
0
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 81.
xli
pandangan masyarakat jawa pada kesehatan jiwa, dan layanan serta kebijakan
kesehatan jiwa di Jawa tengah.
BAB II
1986-2012
xlii
A. Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi ketiga di
Indonesia, berdasarkan RKPD Jawa Tengah tahun 2008 penduduk Jawa Tengah
berjumlah 32.908.850 jiwa, terdiri dari 16.540.126 jiwa (50,26%) perempuan dan
16.368.724 jiwa (49,74) laki-laki.0
Jawa Tengah memiliki penduduk yang beragam dari segi kelas sosial, etnis,
dan agama. Terdapat 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah, setiap wilayah
memiliki karakteristiknya tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis
Jawa Tengah.0 Selain itu, adanya pendatang baru khususnya di wilayah kota yang
menjadi konsentrasi pertumbuhan penduduk, menambah keberagaman pada
masyarakat Jawa Tengah. Berbagai jenis masyarakat datang dan membaur dengan
masyarakat sekitar.
Dengan penduduk yang padat, berbagai ketegangan pun muncul dengan
kebutuhan terbentuknya kepentingan yang berbeda antara individu dengan
individu lainya, serta kelompok dengan kelompok lainnya, dan sebaliknya.
Adanya perkembangan pesat di Jawa Tengah juga mendorong terjadinya
perubahan yang berdampak pada masyarakatnya, hal ini memberikan dampak
yang berbeda pada setiap individunya. Tergantung keadaan dan tekanan yang
dihadapi seseorang. Dari situlah terbentuknya berbagai macam tingkah laku
masyarakat. Bagi masyarakat yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
akan mengalami kesulitan.
Masyarakat cenderung tidak menyadari adanya perubahan tersebut dan akan
menyadarinya setelah perubahan sudah terjadi cukup lama. Perubahan terkadang
membuat masyarakat menjadi sulit untuk melakukan pengendalian sosial dengan
0
“Rencana Strategis 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm.
24.
0
Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2010 (Semarang: Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Tengah dan BAPPEDA Jawa Tengah, Jawa Tengah, 2010), hlm. 3.
xliii
efektif. Tekanan-tekanan yang terjadi karena adanya perubahan ini, dapat
medorong terjadinya keresahan, kegelisahan, dan frustasi. Permasalahan tersebut
akan berdampak pada kondisi kesehatan jiwa masyarakat. 0 Berbagai karakteristik
geografi dan sosiokultural memang terbukti mendorong adanya beban
permasalahan kesehatan jiwa, salah satu contohnya adalah modernisasi yang
memantik konflik budaya. Adapun masalah geografis yang rawan akan bencana
alam sehingga menciptakan trauma pada masyarakat.0
Tekanan pada masyarakat Jawa Tengah juga diperparah dengan kondisi
perekonomian. Buruknya kondisi ekonomi dapat menambah jumlah kemiskinan
yang dapat mendorong gangguan jiwa. Kemiskinan merupakan salah satu
penyabab adanya gangguan jiwa. Hal ini merujuk dari beberapa penelitian yang
membuktikan orang-orang yang berpenghasilan rendah cenderung merasa kurang
bahagia dan mengalami gangguan jiwa serius.0
Pada 1992 Achmad Hardiman dan Hestu Kusnariati melakukan penelitian
mengenai jalur pencarian pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ di Rumah Sakit
Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Amino Gondohutomo. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut rata-rata pasien yang berobat memiliki kondisi sosial ekonomi di bawah
rata-rata dengan persentase 67%.0
Sejak 2003-2007 jumlah rata-rata penduduk miskin di Jawa Tengah
mencapai 6.825.020 (21,2%).0 Walaupun, pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah
mencapai 5,5% dengan pendapatan perkapita sebesar Rp 4.512.011,-, namun
0
Soetomo, Hartati, Suyatno, Sumardi, dan Suharso, Sistem Pengendalian
Sosial di Jawa Tengah (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Kebudayaan, 1992), hlm. 28-33.
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung: Di Mana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” dalam Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat:
Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2019), hlm. 132.
0
M. Enoch Markum, “Pengetasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi
Sosial”, Psikobuana Vol. 1, No. 1 (Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana,
Jakarta, Juni 2009), hlm. 5-6.
0
Achmad Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang, hlm. 26.
xliv
pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu menyerap tenaga kerja yang
signifikan. Jumlah penggangguran pada 2007 tercatat sebanyak 1.360.219 orang.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan data tahun 2003 dengan jumlah
912.513 orang. Hal ini karena bertambahnya jumlah angkatan kerja yang
mencapai 17.020.004 orang dan terjadinya Pemutus Hubungan Kerja (PHK)
akibat ancaman keuangan global. Selain masalah PHK, kenaikan harga barang
juga dapat menjadi tekanan beban hidup masyarakat.0
Salah satu contoh bahwa kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan seorang juga dapat dilihat melalui kejadian tahun 2006. Pada 2006
terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin di wilayah Jawa Tengah mencapai
7.600.100 orang.0 Lonjakan penduduk miskin ini diakibatkan oleh kenaikan
Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 September 2005. Kenaikan harga BBM
meningkatkan harga barang lainya, sehingga menurunkan daya beli masyarakat.0
Tentunya ini bukan kali pertamanya Jawa Tengah mengalami kenaikan harga
barang yang memberikan tekanan besar pada masyarakat.0
0
Peraturan Daerah Nomor Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009,
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Tengah 2008-2013, kondisi umum, hlm. 16.
0
“Rencana Strategis 2008-2013, BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 24 dan 59.
0
Peraturan Daerah Nomor Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009,
Tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Tengah 2008-2013”, kondisi umum, hlm. 16.
0
Ari Widiastuti, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2004-2008” (Skripsi Jurusan Ekonomi, Universitas
Diponegoro, 2010), hlm. 79.
0
Krisis ekonomi juga sempat terjadi pada tahun 1930, depresi ekonomi yang
melanda dunia berimbas pada perekonomian Hindia Belanda. Pengaruh depresi
ekonomi ini berimbas pada perusahaa perkebunan setempat khususnya wilayah
Jawa dan Sumatra timur. Hal tersebut menyebabkan penunrunan upah yang
mendorong turunya daya beli masyarakat dan tidak terpenuhinya kebutuhan
pokok masyarakat. Tekanan ekonomi ini menyebabkan tingkat stress masyarakat
jadi meningkat. (Sumber: Soegianto Padmo, “Depresi 1930-an dan Dampaknya
Terhadap Hindia Belanda”, Jurnal Universitas Gadjah Mada, 1991, hlm. 151-
155.)
xlv
Meningkatnya harga BBM dan barang lainya menambah tingkat stress pada
masyarakat yang sudah memiliki beban hidup yang berat sehingga berdampak
pada kesehatan jiwa masyarakat. Oleh karena itu, masalah kenaikan BBM ini
sempat memicu peningkatan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Jawa
Tengah, khususnya RSJD Dr. Amino Gondohutomo.0
Pengaruh kondisi ekonomi pada kesehatan jiwa terbukti adanya, terutama
pada masyarakat menengah ke bawah dan menganggur yang memiliki
kemungkinan untuk mendapat gangguan jiwa lebih besar.0 Gangguan yang biasa
terjadi akibat kondisi ekonomi beberapa antaranya adalah stress, post power
syndrom yang biasa diakibatkan oleh mutasi jabatan atau pensiunan, kemudian
gangguan jiwa berat seperti depresi, skizofrenia, dan gangguan kepribadian.0
Adanya hal tersebut tidak menutup kemungkinan golongan lain dapat
terkena gangguan jiwa, karena penyakit jiwa tidak pandang buluh. Menurut
Karsono, walau kesehatan jiwa memiliki ikatan erat dengan kesejahteraan
masyarakat khususnya tingkat kemiskinan, terdapat beberapa faktor lainya yang
menyebabkan tingginya gangguan jiwa di Jawa Tengah seperti, tekanan keluarga,
pergaulan, dan lingkungan.0
Menurut sensus penduduk 2005, penduduk Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) berjumlah 34.351.208 jiwa, 68.703 jiwa di antaranya
0
HAN, “Dampak BBM Naik, Meningkat Pasien Gangguan Jiwa di RSJ”,
Kompas, 20 Oktober 2005.
0
“Rencana Strategis 2008-2013, BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 24 dan 59.
0
Fifilda Fitriacia Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan
Perancangan Rumah Sakit Jiwa di Yogyakarta” (Skripsi Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2010), hlm. 18
0
Rakha Raihan, “Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitetur
Redesain Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Jl. Brigjend. Sudiarto, No.
347, Gemah, Pedurungan, Semarang” (Skripsi Jurusan Arsitektur, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2018), hlm. 1.
xlvi
menderita gangguan jiwa. Dari angka tersebut terdapat sebanyak 3.435 jiwa yang
memerlukan penanganan di RSJ, sementara jumlah kapasitas RSJ di Jawa Tengah
dan DIY hanya ada 1.916 tempat tidur0
Pada prevelensi rate gangguan jiwa ringan berdasarkan WHO adalah 1 di
antara 4 penduduk dan 1-3 per 1000 penduduk untuk gangguan jiwa berat. Di
Jawa Tengah diperkirakan jumlah penderita gangguan jiwa ringan ada 8.227.721,
sedangkan untuk gangguan jiwa berat ada sebanyak 32.908- 98.273 jiwa. 0 Angka
tersebut juga menunjukan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa cukup besar
jika disandingkan dengan kapasitas 4 RSJ di Jawa Tengah dan DIY saat itu.
Melihat masalah kesehatan jiwa di atas, seharusnya masalah ini tidak disepelekan
oleh masyarakat.
Sebelumnya, dikatakan bahwa kondisi geografi Jawa Tengah juga dapat
menambah beban permasalahan kesehatan jiwa. Kondisi Jawa Tengah yang
memiliki 6 gunung berapi aktif dengan letak geografis berada pada jalur sesar dan
patahan gempa sehingga Jawa Tengah rawan bencana seperti gunung meletus dan
gempa bumi. Daerah Jawa Tengah termasuk dalam 28 daerah paling rawan gempa
di Indonesia.0
Pada 2006 lalu terjadi bencana gempa bumi di wilayah Yogyakarta, Klaten,
Magelang dan sekitarnya. Hal tersebut memberikan bekas luka fisik dan secara
0
Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Rumah
Sakit Jiwa di Yogyakarta”, hlm. 21.
0
“Rencana Strategi 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo”, hlm. 24.
0
Dadang Sungkawa, “Dampak Gempa Bumi Terhadap Lingkungan Hidup”
(Universitas Pendidikan Indonesia, Departement Pendidikan Geografi, Bandung,
2017), (https://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1706/1157), hlm. 3.
xlvii
jiwa kepada korban bencana gempa. Luka pada jiwa itu hadir sebagai trauma yang
datang bersama kecemasan berat, depresi akan rasa kehilangan, dan psikosomatik.
Para korban bencana saat itu membutuhkan pendampingan secara psikologis.
Namun, pendampingan psikologis saat itu sempat mengalami kekurangan relawan
dan persediaan obat-obatan.0
Dalam keadaan kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan
masyarakat mengenai gangguan jiwa ini mempersulit kesembuhan dan kesadaran
akan pentingnya kesehatan jiwa. Pemerintah dan RSJ memiliki peran cukup
penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat agar menghilangkan
stigma negatif terhadap ODGJ dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
jiwa di Jawa Tengah.
0
ICH/IRN, “Beri Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2
Juni 2006.
0
Basuki dan Umi Hartati, “ Wujud Budaya Jawa yang Tercermin dalam
Pisuhan”, Prosiding Seminar Internasional: Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia ke XXXIX (Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang,
2017), hlm. 469-470.
xlviii
mengumpulkan ODGJ yang berkeliaran agar terhindar dari penuduhan,
penganiayaan, dan kekerasan akibat perilaku mereka yang mencurigakan. Jika
tidak dikumpulkan akan semakin banyak ODGJ yang dihakimi sebagai ninja,
masyarakat saat itu tak dapat mengidentifikasi ODGJ dengan baik, sehingga
ODGJ perlu diberi pengamanan agar tidak ada kesalahpahaman yang berujung
kematian.0 Selain itu, pada 2007 terdapat 30 gelandangan yang terjaring razia,
empat di antaranya merupakan ODGJ. Hal ini membuktikan bahwa masih ada
masyarakat yang cenderung mengasingkan ODGJ dari lingkunganya.0
Kepelikan pada permasalahan kesehatan jiwa di Jawa Tengah dipengaruhi
oleh pandangan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan jiwa. ODGJ dianggap
berbeda karena adanya tindakan yang menyimpang dari masyarakat pada
umumnya, sehingga banyak ODGJ yang diasingkan dari lingkunganya.0 Meskipun
sudah terdapat RSJ yang dapat menopang pengobatan yang berkualitas,
pandangan dan sikap masyarakat masih menjadi penghalang pengobatan
kesehatan jiwa. Pandangan dan sikap masyarakat ini timbul dari kepercayaan
kolektif yang sudah ada sejak dahulu.
Manusia memiliki 3 dimensi dalam kosmologi jawa, 0 yaitu jiwa (batin),
raga, dan sukma. Ketiga hal tersebut, merupakan hal penting yang menjaga
keseimbangan dalam tubuh. Keadaan sehat seseorang sangat dipengaruhi oleh
keseimbangan dalam tubuh dan aspek lain dari luar seperti lingkungan, sosial
budaya, dan perilaku, sedangkan keadaan sakit dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan hal-hal tersebut. Untuk menyembuhkan suatu penyakit perlu
0
Son/Sup “Polda Jateng Kumpulkan Orang Sakit Jiwa”, Kompas, 3
November 1998.
0
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 11.
0
Kosmologi berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Jawa dalam melihat
dunianya dan cara masyarakat mengaitkan hubungan antara manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Hal ini juga dianggap sebagai azas rasional. (Sumber:
Arnindya Afifah Urfan, “Morfologi Pusat Pemerintahan Surakarta Berdasarkan
Kosmologi Jawa” (Skripsi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, 2020), hlm. iv).
xlix
dilakukan usaha untuk mengembalikan keseimbangan, maka dari itu diperlukan
harmoninasasi diantara aspek dari dalam tubuh dan dari luar.0
Masyarakat jawa meyakini bahwa kesehatan jiwa akan terjaga jika manusia
tidak mengalami penderitaan yang menyebabkan ketegangan pada batin.
Ketahanan dan kekuatan jiwa dianggap harus dibimbing sejak awal kehidupan.
Oleh karena itu, sejak dalam kandungan janin harus dihindari pengaruh gangguan
batin yang dialami oleh ibunya, dengan menjaga sang ibu dari ketegangan batin
tersebut. Kondisi kesehatan jiwa orang tua juga sangat mempengaruhi tumbuh
kembang seorang anak. Hal inilah yang menjadikan masyarakat jawa sangat
memerhatikan bibit, bebet, dan bobot seseorang. Penjagaan bibit, bebet, dan bobot
dilakukan untuk menjamin kesehatan jiwa keturunanya, karena adanya
kepercayaan bahwa gangguan jiwa diakibatkan oleh garis keturunan dan kerabat
dekatnya.0
Terdapat pula nilai yang menjadi mentalitas budaya masyarakat jawa seperti
spiritualitas orang jawa tentang sangkan paraning dumadi yang diartikan bahwa
0
Achman M. Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006:
Sebuah Studi Kualitatif di Kecamatan Wedi dan Gantiwarno, Klaten” Jurnal
Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3 No. 1 (Universitas Diponegoro,
Program Studi Psikologi FK, Semarang, 2006), hlm. 41-42.
0
Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006”, hlm. 41-42.
l
awal mula kejadian dan semua hal bersumber dari Tuhan semesta alam.
Masyarakat jawa juga sangat menjunjung tinggi 3 sikap hidup, yaitu Rila, Nerima,
dan Sabar yang menjadikan masyarakat jawa menjunjung tinggi rasa menerima
dan merelakan. Nilai spiritual masyarakat jawa juga memiliki suatu fase
manunggaling kawulo gusti yaitu fase ketika seseorang dapat bersatu dengan
Tuhan, penyatuan tersebut tentu tidak sesederhana penyatuan secara fisik.0
Adanya nilai tersebut menyebabkan masyarakat jawa memercayai bahwa
memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan atau sesuatu yang ditinggikan
0
Achman M. Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006”,
hlm. 41-42.
li
memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan jiwa.0 Selain itu, ada anggapan di
tengah masyarakat jawa bahwa gangguan jiwa terjadi karena adanya dosa yang
dilakukan pada kehidupan sebelumnya sehingga Tuhan memberikan kutukan
kepada penderita gangguan jiwa tersebut. Gangguan jiwa juga masih disangkut
pautkan dengan keberadaan roh jahat atau hal-hal menyangkut supranatural
lainya.0
Walau, terjadi perkembangan dan perubahan pesat ke arah yang modern, hal
ini tidak serta merta membuat masyarakat Jawa Tengah meninggalkan tradisi
0
Soegeng Reksodihardjo, Iman Soedibyo, Soetomo W.E, Pengobatan
Tradisional pada Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Tengah (Semarang,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1991), hlm. 53-54.
0
Weny Lestari dan Yurika Fauzia Wardhani, “Stigma dan Penanganan
Penderita Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung” Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Vol. 17 No. 2 (Surabaya, Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kemenkes RI, 2014), hlm. 162-163.
lii
yang ada. Hal tersebut didorong dengan adanya sikap orang jawa, yang disebut
sebagai sikap mencari tempat yang tepat. Maksudnya adalah sikap orang akan
tetap berusaha berada di tempat itu, terus berpegangan pada tradisi yang ada,
karena tradisi dianggap sebagai cerminan pengalaman kolektif mengenai hal yang
tepat dan pasti. Sebuah perubahan dianggap sebagai suatu hal yang penuh dengan
ketidakpastian, saat seseorang harus meninggalkan tempat awalnya. Begitulah,
bagaimana masyarakat jawa dapat mengalami perubahan dengan tetap membawa
beberapa tradisi dan perilaku konservatif yang ada.0
Nilai tersebut juga terbawa dalam menanggapi masalah ODGJ yang
mempengaruhi stigma buruk terhadap ODGJ yang belum terselesaikan hingga
0
Soetomo, Sistem pengendalian sosial di jawa tengah, hlm. 31-32.
liii
saat ini. Terdapat dua sifat stigma terhadap ODGJ, yaitu stigma publik,
merupakan prasangka masyarakat umum kepada ODGJ, dan stigma individu,
prasangka yang berasal dari ODGJ sendiri kepada penyakit jiwa yang dideritanya.
Menurut Suryani dalam Hendriyana, Stigma terhadap ODGJ masih begitu kental
di kalangan masyarakat, karena masyarakat masih merasakan keberadaan ODGJ
sebagai ancaman karena perilaku ODGJ yang sulit diprediksi dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penanganan terhadap ODGJ. 0
Tak jarang ODGJ sering kali dilabeli sebagai aib dalam lingkungan
sosialnya, sehingga penderita diberatkan juga dengan adanya disrkiminasi,
penolakan, dan pengasingan dari lingkungan sosialnya. Hal ini menyebabkan
adanya penolakan terhadap gejala-gejala gangguan jiwa dari keluarga penderita
dan ODGJ itu sendiri. Pada akhirnya, keluarga Penderita dan ODGJ menarik diri
dari lingkungan sekitar dan menimbulkan rasa enggan untuk mendapatkan
pengobatan secara medis. Stigma buruk terhadap ODGJ ini berimbas pula pada
penyedia Pelayanan Kesehatan Jiwa, tempat yang mewadahi ODGJ, seperti RSJ.
Hal tersebut mengakibatkan banyaknya orang yang enggan untuk mendapatkan
pengobatan di RSJ.0
Penyakit jiwa yang kerap kali dianggap sebagai suatu yang abstrak dan
dikaitkan pada kelemahan batin atau gangguan spiritual ini memperparah keadaan
ODGJ. Adanya stigma tersebut mendorong keluarga penderita dan ODGJ mencari
alternatif lain dengan berbagai macam cara seperti dibawa ke dukun dan
pengobatan tradisional.
Masyarakat masih memiliki persepsi lama yang diketahui secara turun
temurun. Kepercayaan masyarakat pada pengobatan tradisional sudah terjadi sejak
masa kolonial. Pada masa kolonial terdapat sumber yang menegaskan adanya
penolakan dari masyarakat pribumi terhadap pengobatan dan tenaga kesehatan
Barat. Masyarakat lebih memilih dirawat oleh juru sembuh pribumi atau dukun,
0
Weny, “Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang
Dipasung”, hlm. 162-164.
0
Weny, “Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang
Dipasung”, hlm. 162-164.
liv
dibanding dirawat oleh dokter eropa. Bahkan, pada 1884 terdapat lebih dari
11.000 dukun bekerja di Jawa dan Madura.0
Hal tersebut juga terbukti dengan hasil penelitian Achmad Hardiman yang
menyatakan bahwa sebanyak 68,7% keluarga pasien mencari pertolongan pertama
dengan menggunakan pengobatan tradisional. Penggunaan pengobatan tradisional
ini dilakukan karena saat itu fasilitas kesehatan masih sulit untuk dijangkau,
pasien harus menempuh 1 jam perjalanan.0
Selain melalui pengobatan tradisional, adapun penanganan lain yang lebih
sederhana meliputi memperbaiki sikap dan perilaku ODGJ dengan menasehati,
mendisiplinkan, hingga menghukum menggunakan kekerasan seperti
pemasungan. Tindak pemasungan ini dapat memperparah keadaan ODGJ karena
dapat memantik reaksi traumatis pada ODGJ. Pemasungan terjadi karena
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sebab-akibat gangguan jiwa dan
penanganan ODGJ dan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi biaya
perawatan ODGJ.0 Hasil Riskesdas 2013, memaparkan bahwa status ekonomi
keluarga merupakan faktor yang paling dominan pada kasus pemasungan.0
Tampaknya perkembangan metode penanganan modern terhadap ODGJ dari
lembaga kesehatan tidak beriringan dengan perkembangan perlakuan dan
kesadaran masyarakat terhadap ODGJ. Hal ini mendorong RSJ sebagai penyedia
pelayanan kesehatan jiwa untuk melaksanakan kewajibanya dalam merancang
program promosi kesehatan jiwa yang lebih menyeluruh guna menjangkau tiap
lapisan masyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah.
0
Leo van Bergen, Liesbeth Hesselink, dan Jan Peter Verhave, Gelanggan
Riset Kedokteran di Bumi Indonesia: Jurnal Kedokteran Hindia Belanda 1852-
1942 (Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019), hlm. 19.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
1993, hlm. 26.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 142.
0
Sri Idaiani dan Raflizar, “Faktor yang Paling Dominan Terhadap
Pemasungan Orang Dengan Ganggua Jiwa di Indonesia”, Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 1 Januari 2015 (Pusat Teknologi Terapan
Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, 2015), hlm. 15-16.
lv
I. Kebijakan Mengenai Kesehatan Jiwa
Salah satu isu strategis dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa adalah masalah
kebijakan yang belum menjadikan program kesehatan jiwa sebagai prioritas utama
dan kurangnya komitmen pelaksana, sehingga program kesehatan jiwa belum
terlaksana secara berkesinambungan. 0
Dalam mewujudkan keberhasilan pelayanan kesehatan jiwa, kebijakan
pemerintah memiliki peran penting untuk membentuk suatu sistem yang kuat.
Dari perjalananya kebijakan kesehatan jiwa telah mengalami perubahan dan
perbaikan dalam memberikan pelayanan yang layak untuk masyarakat.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, pelayanan terhadap ODGJ
berpola custodial dan restraints yang bersifat pengekangan. Proses penyembuhan
saat itu pun hanya dilakukan secara intramural, berpusat pada RSJ saja. Pola
perawatan tersebut bukan bertujuan untuk penyembuhan, namun, cenderung untuk
mengisolasi ODGJ, agar lingkungan masyarakat terasa aman. Hal tersebut justru
memperlambat proses penyembuhan dan memperburuk keadaan pasien sehingga
terjadi durasi perawatan yang sangat lama.0 Adanya durasi perawatan yang lama
juga memunculkan istilah “pasien inventaris” untuk pasien yang dirawat bertahun-
tahun dan “end station” sebagai julukan untuk RSJ, tercatat durasi perawatan
paling lama terjadi selama 43 tahun.0
Pembenahan regulasi dan landasan dasar dari pelayanan kesehatan jiwa baru
terjadi di tahun 1966 melalui UURI No. 3 Tahun 1966. Adanya UURI No. 3 tahun
1966 mendorong terjadinya perbaikan fasilitas kesehatan jiwa dan integrasi
pelayanan kesehatan jiwa yang sinergi dengan melibatkan RSU dan Puskesmas.
0
“Rencana Aksi Kegiatan: Direktoran Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza” (Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan, 2018), hlm. 8.
0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020), hlm. 52.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 18.
lvi
Program pelayanan kesehatan jiwa diintegrasikan ke Puskesmas baru dicanangkan
pada 1976.0
Pada saat yang sama di tahun 1960-an perubahan arah pelayanan kesehatan
jiwa yang baru yaitu Deinstitusionalisasi mulai digencarkan. Perubahan ini
mendorong penerapan pola pelayanan mediko-sosial (bersifat terbuka) dengan
menerapkan pelayanan kesehatan intramural yang beriringan dengan pelayanan
kesehatan ekstramural. Pemasungan pun mulai dilarang pada arah pelayanan baru
ini, karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu,
perubahan ini juga mengedepankan pengobatan modern dan manusiawi yang
dapat mendorong penurunan durasi perawatan pasien. Prosedur penerimaan pasien
juga mulai diubah menjadi lebih singkat.0 Deinstitusionalisasi sebenarnya sudah
mulai diberlakukan sejak tahun 1950-an. Namun, usaha tersebut sempat dipersulit
karena keadaan politik pasca kemerdekaan. Hal ini baru diberlakukan di RSJ dan
fasilitas kesehatan lain pada 1980-an.0
Setelah itu, Pada 1992 dikeluarkanlah UURI No. 9 dan 23 tentang kesehatan
sebagai tambahan. UURI No. 23 tahun 1992 tersebut dicabut, kemudian diganti
dengan UURI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 0 Pada UURI No. 36 tahun
2009 pembahasan mengenai kesehatan masih didominasi dan berorientasi pada
kesehatan fisik, peraturan mengenai kesehatan jiwa hanya diatur pada Bab IX
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 109.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa” dalam Hans Pols, et al., editor, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019), hlm. 173.
lvii
dengan 7 pasal yaitu pasal 144 hingga 151. Di dalamnya terdapat pernyataan
bahwa ODGJ memiliki hak yang sama sebagai masyarakat dan Pemerintah
bertanggung jawab akan perlindungan terdahap ODGJ yang terlantar.0
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Indonesia mengalami reorganisasi
administratif di tahun 2000. Reorganisasi tersebut, membawa perpindahan
Direktur Jendral Kesehatan Jiwa berada di bawah Direktur Jendral Kesehatan
Komunitas. Setelah reorganisasi tersebut Kementerian Kesehatan pun
memantapkan perubahan orientasinya sehingga terdapat pula empat perubahan
dasar kebijakan pelayanan kesehatan jiwa. Perubahan tersebut menyangkut,
pertama, perubahan sistem Hospital Based Mental Health Service (pelayanan
kesehatan jiwa berbasis rumah sakit) disertai dengan sistem Community Based
Mental Health (pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas), adanya kesehatan
jiwa berbasis komunitas ini mendorong perubahan pendekatan pelayanan klinis
individual menjadi produktif sosial dan berfokus pada kerja sama setiap lapisan
masyarakat maupun institusi. Kedua, ODGJ dapat dirawat di seluruh pelayanan
kesehatan. Ketiga, ODGJ dapat dirawat sebagai pasien rawat jalan. Keempat,
pasien ODGJ diberikan dorongan untuk menjadi mandiri.0
Walau metode kesehatan jiwa berbasis komunitas sudah mulai berkembang
sejak awal Orde Baru, namun, kesehatan jiwa berbasis komunitas ini baru
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, Tentang,
“Kesehatan”, hlm. 53-55.
0
Carla R. Machira, “Integrasi Kesehatan Jiwa Pada Pelayanan Primer di
Indonesia: Sebuah Tantangan di Masa Sekarang”, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol. 14 No. 3 (Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2011), hlm. 120.
lviii
memiliki pedoman resmi berskala nasional pada masa Reformasi, melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 406/Menkes/SK/VI/2009
mengenai pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Regulasi ini menjadi acuan dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas agar terciptanya
penyelenggaraan yang lebih terarah.0
Dalam penyelenggaraan kesehatan jiwa berbasis komunitas diperlukan ilmu
psikiatri komunitas yang tidak hanya menggunakan metode dan teknik dari
psikiatri klinis saja, namun, menggunakan ilmu kesehatan masyarakat juga. Pada
penyelenggaraan kesehatan jiwa berbasis komunitas dibutuhkan penyediaan terapi
dan perawatan berbasis kebutuhan dasar masyarakat, serta menyediakan sistem
jaringan pelayanan dari berbagai sumber yang mencukupi dan terjangkau. Selain
itu, penyelenggaraan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan
melibatkan profesi multidisiplin0 dengan memfokuskan deteksi dini, pengobatan
0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009
Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 3.
0
Melibatkan profesi multidisiplin berarti melibatkan berbagai profesi yang
bekerja sacara komprehensif dan saling mendukung dalam menangani suatu
masalah secara optimal. Profesi yang dimaksud seperti psikiater, psikologi klinis,
perawat kesehatan jiwa, ahli kesehatan masyarakat, pekerja sosial, dan terapis
okupasi. (Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
406/Menkes/Sk/VI/2009 Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 5).
lix
dini, perawatan lanjutan, dukungan sosial, serta adanya koneksi yang erat antara
pelayanan masyarakat tingkat primer dan pelayanan medis.0 Oleh karena itu,
program integrasi Puskesmas dan RSU serta koneksi lembaga sosial kepada RSJ
sangat digencarkan untuk penerapan pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas
ini.
Sejak 2001 terdapat perubahan finansial atau sistem pembiayaan kegiatan
kesehatan. Semula sistem finansial dan kegiatan kesehatan merupakan tanggung
jawab pemerintah pusat. Hal tersebut berubah menjadi tanggung jawab
pemerintah provinsi atau kabupaten karena adanya desentralisasi dan regulasi
otonomi daerah. Pemindahan tangan ini juga terjadi pada bidang kesehatan jiwa. 0
Adanya desentralisasi pada 2001 juga merubah beberapa RSU dan RSJ yang
0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009
Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 5.
0
Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesia”, hlm. 204-205.
lx
sebelumnya dipegang oleh Pemerintah Pusat kini dipegang oleh Pemerintah
Daerah sehingga terdapat perubahan nama menjadi RSUD dan RSJD. Jawa
Tengah adalah salah satu Provinsi yang sebelumnya memiliki 4 RSJP, kemudian 3
di antaranya diubah menjadi RSJD. Adanya perubahan ini memberikan kebebasan
pemerintah daerah dalam membuat inisiatif sendiri untuk mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya daerah. Kebebasan dan inisiatif diberikan agar
pemerintah dapat menangani daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerah
setempat.0
Untuk mengoptimalkan tugas RSUD dan RSJD dikeluarkan Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Jawa Tengah Nomor 6 tahun 2006 yang membahas
0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa”, hlm. 184.
lxi
mengenai pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan susunan organisasi
RSUD dan RSJD di Jawa Tengah. Kemudian, peraturan tersebut disempurnakan
pada 2008 melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008
mengenai organisasi dan tata kerja RSUD dan RSJD Provinsi Jawa Tengah, yang
mengatur perubahan.0
Setelah mengatur ulang organisasi dan tata kerja RSUD dan RJSD,
Pemerintah Daerah Jawa Tengah mulai memperlihatan keseriusanya dalam
masalah kesehatan jiwa. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan Pemerintah Provinsi
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja RSUD dan RSJD Provinsi Jawa Tengah.
lxii
Jawa Tengah dalam menanggapi deklarasi program Menuju Indonesia Bebas
Pasung (MIBP) pada 2010. Setelah deklarasi tersebut Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mulai melaksanakan program bebas pasung di tahun 2011 hingga 2012
bersama beberapa lembaga kesehatan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah semakin menunjukan keseriusan yang
semakin jelas dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1
Tahun 2012 mengenai Penanggulangan Pasung di Provinsi Jawa Tengah.
lxiii
Peraturan penanggulangan pasung tersebut ditujukan untuk mendeteksi korban
pasung dan belum mendapatkan pengobatan, agar dapat diberikan pelayanan
kesehatan jiwa dasar dan rujukan. Selain dari pelayanan kesehatan dasar, intansi
lain seperti RSJD, RSU, LSM, dan Pondok Pesantren akan memfasilitasi
pelayanan rehabilitas ODGJ. Adanya penanggulangan pasung ini menjadikan
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan
mengenai penanggulangan pemasungan.0
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Pasal 2 Tahun 2012 Tentang
Penanggulangan Pasung Provinsi Jawa Tengah.
0
MZW, “Gangguan Jiwa Masih Diabaikan”,
(https://lifestyle.kompas.com/read/2012/02/11/07363466/~Psikologi?page=all, 11
Februari 2012)
0
Sri Idaiani dan Edduwar Idul Riyadi, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia:
Tantangan untuk Memenuhi Kebutuhan”, Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Vol. 2 No. 2 (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, 2018)
(http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jpppk/article/view/134/821),
hlm. 71.
lxiv
masyarakat beserta stigmanya. Oleh karena itu, pelayanan berbasis komunitas
perlu diselenggarakan guna pemerataan dan menjangkau seluruh masyarakat
untuk memberi edukasi.0
Indonesia memiliki 34 Provinsi, untuk mencapai pemerataan pelayanan
kesehatan jiwa, diperlukan peran instansi di berbagai lapisan. Di Indonesia sendiri
tersedia 3 tingkatan pelayanan kesehatan jiwa, yaitu primer, sekunder, dan tersier.
Pada tingkat primer, pelayanan kesehatan jiwa dilaksanakan oleh Puskesmas
(Pusat Kesehatan Masyarakat), di tingkat sekunder dilaksanakan oleh RSU
(Rumah Sakit Umum), sedangkan untuk tingkat tersier oleh RSU yang memiliki
Dokter spesialis kedokteran jiwa maupun dokter spesialis konsultan jiwa dan
RSJ.0
Pada tingkat tersier Jawa Tengah telah memiliki 6 RSJ. Di antaranya satu
RSJP milik pemerintah pusat, yaitu RSJ Prof. Soerojo Magelang. Tiga RSJD
milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah yaitu RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
RSJD Surakarta, dan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi. Dua RSJ Swasta yaitu RS Jiwa
dan Syaraf Puri Waluyo dan RS Jiwa dan Narkoba H. Mustajab.0 Kapasatitas yang
dimiliki oleh 6 RSJ ini belum menutup kebutuhan perawatan kesehatan jiwa
intensif untuk jumlah ODGJ di Jawa Tengah. 0 Oleh karena itu, dibutuhkan
pelayanan kesehatan jiwa sekunder dan primer.
Tingkat sekunder memiliki peran penting di kabupaten/ kota yang belum
memiliki RSJ. Jawa Tengah sendiri memiliki 193 RSU. Menurut data Riset
Fasilitas Kesehatan (Rifeskes) tahun 2011 sudah terdapat 62,3% RSU Pemerintah
yang memiliki poliklinik Kejiwaan dan 18,0% RSU Pemerintah yang
0
Reni Nuryani, Sri Wulan Lindasari dan Popi Sopiah, “Upaya Peningkatan
Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa”,
Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 5 No. 4 (Universitas Pendidikan Indonesia, Prodi
Keperawatan, Bandung, 2020), hlm. 187.
0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 71.
0
“Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012” (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang, 2012), hlm. 224-230.
0
Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Rumah
Sakit Jiwa di Yogyakarta”, hlm. 21-22.
lxv
menyediakan fasilitas rawat inap untuk pasien ODGJ di Jawa Tengah.0 Dari
persentase tersebut pada 2012 jumlah kunjungan gangguan jiwa rawat inap
maupun rawat jalan di RSU terdapat sebanyak 7.606.703 kasus.0 Belum adanya
ketersediaan layanan kejiwaan di beberapa RSU lainya disebabkan masih
kurangnya tenaga kesehatan jiwa di Jawa Tengah.0
Agar fasilitas kesehatan jiwa lebih dapat terjangkau, diperlukan peran
pelayanan kesehatan jiwa tingkat primer. Hal ini akan mempermudah pendekatan
kepada masyarakat hingga ke lingkup terkecil. Sayangnya, pelayanan kesehatan
jiwa tingkat primer ini belum efisien dan belum diselenggarakan secara
menyeluruh. Sampai saat penelitian ini dilakukan pada 2021, Dinas Kesehatan
Jawa Tengah masih menjadikan pelayanan kesehatan primer ini sebagai fokus
dalam rencana program pelayanan kesehatan.0
Pada 2002 Jawa Tengah telah memiliki 845 Puskesmas. Jumlah tersebut
bertambah menjadi 847 Puskesmas pada 2006.0 Kunjungan pasien gangguan jiwa
rawat inap maupun rawat jalan di Puskesmas Jateng pada 2006 terdapat
16.497.911.0 Di tahun 2012 Jumlah Puskesmas Jateng mengalami penambahan
menjadi 873 Puskesmas, dengan jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa
sebanyak 26.565.685 kasus.
Sejak Orde Baru pemerintah sudah memperkenalkan integrasi pelayanan
kesehatan jiwa ke Puskemasmas. Terdapat standarisasi dalam mengupayakan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas, yaitu sebuah Puskesmas setidaknya harus
0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 72-73.
0
Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012 (Semarang: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013), hlm 90.
0
“Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012”, hlm. 79.
0
“Rencana Strategis: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2018-2023”,
hlm. 62.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009, Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa
Tengah 2008-2013, hlm. 27.
0
Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2006 (Semarang: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006), hlm. Lampiran.
lxvi
memiliki mininal 2 tenaga terlatih kesehatan jiwa yang dapat melakukan upaya
promotif dan preventif kesehatan jiwa secara berkala. Dengan adanya pelayanan
kesehatan jiwa di Puskesmas ini, diharapkan dapat dilakukan pendeteksian dini,
penegakan diagnosis, mempersiapkan, dan mengelola rujukan balik kasus
penyakit jiwa.0
Menurut Data Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) pada 2011, Puskesmas
di Indonesia yang memiliki program kesehatan jiwa telah mencapai 64% dari
8981 Puskesmas seluruh Indonesia. Namun, menurut data Direktorat Kesehatan
Jiwa, Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa hanya 21.47%.0
Dari perkiraan data di atas kemungkinan besar baru sedikit Puskesmas di Jawa
Tengah yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa.
Kementerian Kesehatan melakukan upaya lainya untuk memfasilitasi
percepatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, salah satunya dengan
pemerataan dan mengembangkan kesiapsiagaan desa. Hal ini ditunjang dengan
adanya Desa Siaga yaitu kegiatan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar,
mau, dan mampu melakukan pencegahan dan mengatasi segala ancaman atau
permasalahan kesehatan masyarakat. Permasalahan kesehatan jiwa termasuk
kedalamnya dengan Program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ), program ini
ditujukan untuk menghasilkan desa dengan penduduk yang memiliki kesiapan dan
kemampuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan jiwa secara mandiri.
Selain itu, program DSSJ ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan,
kesiapsiagaan masyarakat, dan dukungan masyarakat dalam menangani masalah
kesehatan jiwa. Meningkatkan wawasan masyarakat ini diperlukan untuk
menghilangkan stigma negatif pada ODGJ. Dalam melakukan program DSSJ
0
“Rencana Aksi Kegiatan: Direktoran Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza”, hlm. 16.
0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 72.
lxvii
bukan hanya pemerintah pusat dan daerah saja yang memiliki peran penting dalam
keberhasilan program ini, namun, tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat desa
sangat diperlukan untuk keberhasilan program ini.0
Dalam Program DSSJ akan dibentuk kader kesehatan jiwa. Kader
kesehatan jiwa dibentuk melalui seleksi dengan pemenuhan kriteria sebagai kader.
Sebagian besar anggota kader DSSJ biasanya merupakan kader Pos Layanan
Terpadu (Posyandu) dan Karang Taruna. Kader yang terpilih akan melakukan
pelatihan kesehatan jiwa agar dapat berperan dalam mendeteksi dan membantu
pemulihan pada ODGJ yang sebelumnya telah dirawat di RSJ, melalui sosialisasi,
pengobatan, dan rutinitas sehari-hari. Selain itu, kader DSSJ akan melakukan
pencatatan dan pelaporan hasil deteksi kasus kesehatan jiwa di masyarakat,
melakukan kunjungan rumah, dan menangani masalah perilaku kekerasan di
masyarakat.0 Dilaksanakanya program ini guna memberdayakan masyarakat
menuju sebuah kemandirian. Namun, pelaksanaan program ini masih belum
merata di Jawa Tengah.0
Selain RSJ, RSU, dan Puskesmas, Dinas Sosial juga memiliki peran dalam
menangani masalah kesehatan jiwa. Menyediakan fasilitas bidang sosial seperti
0
Nuryani, Upaya Peningkatan Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui
Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa, hlm. 190.
0
Nuryani, Upaya Peningkatan Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui
Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa, hlm. 190.
0
Livana PH, SIh Ayuwatini, Yulia Ardianti, dan Ulfa Suryani, “Gambaran
Kesehatan Jiwa Masyarakat”, Jurnal Keperawatan, Volume. 6, No. 1 (Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah, Semarang, 2018), hlm. 61.
lxviii
penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial merupakan salah satu fungsi
Dinas Sosial. Oleh karena itu, Dinas Sosial memiliki tanggung jawab dalam
penanganan rehabilitasi disabilitas mental atau ODGJ.0 Dalam melakukan
tugasnya Dinas Sosial bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, RSJ dan Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dinas Sosial memiliki peran dalam penjaringan ODGJ yang menggelandang
dan dipasung. Setelah penjaringan Dinas Sosial akan membawa ODGJ ke RSJ dan
Panti Sosial untuk menjalani pengobatan dan rehabilitasi. Panti sosial merupakan
bentuk dari Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) yang menunjang Dinas Sosial dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya.0
Hinga tahun 2011 terdapat 11 panti sosial yang berada di bawah Dinas
Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebelas di antaranya adalah Unit
Rehabilitasi Sosial Bina Sejahtera Kendal I, Balai Rehabilitasi Sosial Ngudi
Rahayu Kendal, Balai Rehabilitasi Sosial Pangrukti Mulyo Rembang, dan Balai
Rehabilitasi Sosial Raharjo Sragen.0
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Pasal 13 Tahun 2008
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 65 Pasal 1 Tahun 2019 Tentang
Pemberian Tambahan Penghasilan Berdasarkan Kondisi Kerja Khusus Pada Unit
Pelaksana Teknis Daerah Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang Menangani
Lanjut Usia, Tuna Susila, dan Disabilitas Mental Psikotik.
0
Sutaat, Nurdin Widodo, dan Ruaida Murni, Lembaga Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Pemerintah Daerah di Era Otonomi: Studi Tiga Provinsi
(Jakarta: P3KS Press, 2012) hlm. 43-45.
lxix
Tabel 2. 2. Jumlah Penghuni Panti Milik Pemerintah 2009-2011
No. Tahun Jumlah Penghuni Panti (jiwa)
1. 2009 1.390
2. 2010 1.390
3. 2011 1.390
4. 2012 1.205
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
BAB III
lxx
PERKEMBANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.
AMINO GONDOHUTOMO
0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia tahun 1987-1992” (Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah,
Universitas Indonesia, Depok, 2016), hlm. 20.
lxxi
ODGJ Semarang memanfaatkan bangunan bekas Asrama Tentara. Letak
bangunan tersebut berada di jalan Sompok No. 60, Peterongan, dan berseberangan
dengan kuburan Kesambi. Penampungan sementara ODGJ biasa disebut sebagai
doorgangshuizen. Doorgangshuizen hanya menampung perawatan ODGJ akut
yang diharapkan tidak lebih dari 6 bulan.0
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
14-15.
0
Thong, Memanusiakan manusia, hlm. 32.
0
Bergen, Gelanggan Riset Kedokteran di Bumi Indonesia, hlm. 335.
lxxii
Doorgangshuizen Semarang lebih dikenal dengan sebutan RSJ Tawang oleh
masyarakat sekitar, karena lokasi bangunannya berada di daerah Tawang.0
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 16.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 16
lxxiii
(Krankzinnnigegestich).0 Krankzinnigengesticht Tawang baru menerima
perawatan pasien untuk pertama kalinya pada 2 Februari 1928 dan menjadikan
tanggal tersebut sebagai hari lahirnya.0
Gambar 3. 3. Bangsal laki-laki dan wanita Rumah Sakit Jiwa Tawang (Buku
Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm. 134)
0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020), hlm. 50-51.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 37-38.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 17
lxxiv
Semarang begitu memprihatinkan dan terlihat tidak layak karena penampilanya
yang seperti sebuah penjara.0
Untuk memenuhi persyaratan, sebuah RSJ harus memiliki fasilitas
penunjang, di antaranya yaitu kemudahan transportasi dan komunikasi, berada
pada daerah datar dan tenang, terdapat sumber air bersih, bebas dari banjir, dan
dekat dengan daerah permukiman. Berdasarkan persyaratan tersebut terdapat
beberapa syarat yang tidak terpenuhi oleh bangunan RSJ Semarang.0
Dalam kondisi yang menekan, pada 1952 RSJ Semarang sempat melakukan
usaha perizinan untuk menggunakan kembali bangunan Barat yang digunakan
oleh pihak militer. Akan tetapi, usaha perizinan tersebut tidak pernah berhasil.
Oleh karena itu, dari masa Dr. A.L Tendean memimpin RSJ Semarang pada 1955,
hingga digantikan oleh Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesumo pada 1970, kegiatan
RSJ tetap bertahan di bangunan lama tersebut hingga tahun 1986.0
Pada masa kepemimpinan Kusumanto Setyonegoro sebagai Kepala
Direktorat Kesehatan Jiwa, rencana relokasi RSJ Semarang sudah mulai
dicanangkan. Pembangunan bangunan baru RSJ Semarang baru disetujui dalam
tahun anggaran 1979/1980 oleh pemerintah.0
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Satrio Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa di Semarang
Dengan Penekanan Desain Pendekatan Kegiatan Terapi” Jurnal Jurusan Arsitektur
Vol.1 2003 (Skripsi Jurusan Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang,
2003), hlm. 67.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 17-19.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
lxxv
sarana dan prasarana juga menjadi salah satu prinsip yang harus dipenuhi oleh
penyelenggara pelayanan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 25 tahun 2004.0
Meningkatkan sarana prasarana, dan teknologi pelayanan merupakan salah
satu Misi0 dalam mewujudkan Visi0 dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Selama
92 tahun RSJD Dr. Amino Gondohutomo mengalami perkembangan sarana
prasarana guna memperbaiki kendala-kendala yang terjadi dan menyesuaikan arah
perkembangan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih baik.
1. Periode 1986-1992
Semenjak Pemerintahan Orde Baru pelayanan kesehatan jiwa mengalami banyak
kemajuan, terlebih pada masa kepemimpinan Kusumanto Setyonegoro. Guna
menerapkan Undang-undang Republik Indonesia (UURI) Kesehatan Jiwa tahun
1966, pemerintah mengupayakan perbaikan dan melengkapi fasilitas RSJ di
Nusantara. Hal tersebut direalisasikan pada Repelita (Rencana Pembangunan
Lima Tahun), yang melakukan rehabilitas pada 11 RSJ dengan menyediakan dana
sebesar 100 juta Rupiah pada tahun pertama. Di tahun kedua disediakan 243 juta
Rupiah untuk merenovasi 17 RSJ. Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya
pemerintah hanya menyediakan 110 juta Rupiah untuk merehabilitasi 19 RSJ
yang ada.0
0
Ida Yunari Ristiani, “Pengaruh Sarana Prasarana dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien”, Coopetition, Vol. VIII, No. 2 (Institut Pemerintah
Dalam Negri, 2017), hlm. 158.
0
Misi dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo adalah pertama, melaksanakan
dan mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa paripurna. Kedua, meningkatkan
sarana, prasarana, dan teknologi pelayanan. Ketiga, meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia. Keempat, meningkatkan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan jiwa. (Sumber: Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Jawa Tengah (Semarang, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, 2018), hlm. 2.)
0
Visi RSJD Dr Amino Gondohutomo adalah Menuju pelayanan kesehatan
jiwa yang paripurna yang bermutu. (Sumber: Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Jawa Tengah, hlm. 2.)
lxxvi
RSJ Semarang yang merupakan peninggalan masa Belanda, mendapatkan
dampak dari upaya perbaikan pembangunan fasilitas tersebut. Bangunanya yang
tidak memenuhi standar, disebut sebagai bangunan RSJ terburuk di Indonesia
yang tidak siap menghadapi abad ke-21.0
Pada subab sebelumnya dijelaskan bahwa RSJ Semarang sudah diizinkan
untuk melakukan relokasi dalam tahun anggaran 1979/1980. Penerapan awal
rencana relokasi diawali oleh pemerintah dengan penyediaan sebidang tanah
seluas 6 hektar di Jl. Brigjen Sudiarto No. 347, Kelurahan Gemah, Kecamatan
Pedurungan pada 1980, setelah itu proses pembangunan RSJ mulai digarap. 0
0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia 1897-
1992”, hlm. 63-64.
0
“Bangunan Rumah Sakit Jiwa Tawang Semarang Terjelek di Indonesia”,
Suara Merdeka, 4 Oktober 1988, hlm. 11.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 21.
lxxvii
8. Gedung Poliklinik II 1988 612
9. Gedung Bangsal 4 Unit 1989 1.200
10. Auditorium 1989 1.000
11. Kamar Mayat 1989 36
12. Gapura 1989 1.000
Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, 1993,
hlm. 21.
Saat pembangunan baru mencapai 27% dari rencana induk, Direktur RSJ
Semarang saat itu, Dr. Achmad Hardiman segera menghendaki pemindahan pada
tahun 1986. Pada tahun pertama masa jabatanya, Ia merasa bangunan RSJ di
Tawang yang sempit dan sesak sudah sangat tidak layak digunakan lagi. Adanya
pikiran tersebut, tepat pada 4 Oktober 1986 Dr. Achmad Hardiman segera
memindahkan seluruh kegiatan RSJ Semarang ke bangunan baru walau masih
dalam keadaan setengah jadi.0
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 21.
lxxviii
Guna memperbaiki citranya dan mengubah stigma negatif masyarakat, RSJ
Semarang membangun bangunan baru tersebut sesuai dengan syarat dan arsitektur
baru sebuah RSJ. Terdapat perbedaan arsitektur pada penataan bangunan baru
RSJ. Sebelumnya RSJ dibangun dengan pagar atau dinding yang tinggi (tertutup),
sehingga terlihat seperti tempat pengasingan orang-orang yang berbahaya. Pada
bangunan baru RSJ dibangun di dalam kota dengan bangunan yang lebih terbuka.0
0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia”,
hlm. 69.
lxxix
melanjutkan dan mengembangkan program kerja yang sebelumnya dirintis oleh
Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesoemo.0
Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, 1993, hlm. 22.
Pada 1990, RSJ Semarang baru memiliki unit rehabilitasi dengan bangunan
terapi kelompok sebagai penunjang. Pembangunan RSJ Semarang telah mencapai
89% pembangunan dari rencana induknya pada 1992. Di tahun tersebut juga
bangunan Terapi Kerja I telah diselesaikan. Saat itu RSJ Semarang telah memiliki
12 bangsal dengan kapasitas 305 tempat tidur, dengan 270 tempat tidur yang
terpasang. Semenjak awal pembangunan lokasi barunya pada 1983 hingga tahun
1993, RSJP Semarang sudah membangun gedung seluas 9.041 m² dengan total
biaya Rp 1.936.463.865,-.0
2. Periode 1993-2012
Di tengah pembangunan fisiknya, pada 12 Novermber 1993 RSJP Semarang telah
dianugrahi Pata Nugraha Karya Husada Tingkat II. Penganugerahan ini
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan” (Semarang, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo, 2018), hlm. 2.
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”,
hlm. 57.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 22 dan 117.
lxxx
diserahkan langsung oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dr. Sujudi
kepada Direktur RSJP Semarang Dr. Achmad Hardiman di Jakarta. RSJP
Semarang dinobatkan sebagai Pemenang Penampilan Rumah Sakit Terbaik dalam
Bidang Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Jiwa. Kegiatan ini merupakan
sebuah lomba yang diadakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan jiwa dan mengubah citra negatif
Rumah Sakit jiwa pada masyarakat.0
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang 1993/1994”, hlm 54-55.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, hlm. 3.
0
Satrio Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa”, hlm. 68.
lxxxi
tempat tidur yang tersedia bertambah pada akhir tahun 2004 menjadi 245 tempat
tidur.0
0
Izzudin, “Analisis Pengaruh Faktor Personality Terhadap Asuhan
Keperawatan pada Perawat Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang” (Universitas DIponegoro, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Semarang, 2006), hlm. 3.
lxxxii
Hingga tahun 2007 RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memiliki
kapasitas tempat tidur yang tersedia sebanyak 257 tempat tidur, 0 kemudian
bertambah di tahun 2008 menjadi 285 tempat tidur. Setelahnya, pada 2009 baru
terdapat penambahan bangunan bangsal, khusus untuk kelas III. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo baru memiliki lapangan parkir di tahun 2010. Penambahan tersebut
disebabkan Jumlah pasien rawat inap dan karyawan yang menggunakan
kendaraan pribadi tidak sedikit, sehingga RSJD Dr. Amino Gondohutomo perlu
menyediakan tempat parkir yang memadai.0
Gambar 3. 7. Gapura Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo di Jalan
Brigjen Sudiarto tahun 2011 (RSJD Rumah Sakit Jiwa Daerah Kota Semarang |
Seputar Semarang)
0
Wawancara dengan Mira, 9 September 2020. Informan merupakan seorang
Psikolog yang bekerja di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 45.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, Hlm. 3-4
lxxxiii
Tenis, dan 2 Mess, serta 1 Gedung Administrasi, Auditorium 0, Rehabilitas, Diklat,
Asrama, Dinas, dan Kamar Jenazah.0 Selain itu, terdapat 4 gedung pelayanan
meliputi, gedung poliklinik, gedung UGD, Gedung UPIP, dan gedung Pevilium
Pandu Dewanata serta 3 gedung penunjang. Banyaknya perkembangan dalam
pembangunan ini dapat meningkatkan citra RSJD Dr. Amino Gondohutomo di
mata masyarakat, yang sebelumnya kurang baik.0
Selain perubahan tempat yang lebih luas dan penambahan berbagai macam
gedung, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga mengalami banyak kemajuan dalam
penyediaan fasilitasnya sejak perpindahan bangunan tersebut. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo mulai menambah berbagai pelayanan klinik kesehatan sejak awal
perpindahanya pada 1986-2012, seperti Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
dan Klinik Neurologi.0
Guna memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif dan
optimal RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga menyediakan unit pelayanan
penunjang dengan fasilitas yang lengkap. Unit pelayanan penunjang merupakan
merupakan suatu unit yang melakukan kegiatan terkait keperluan observasi,
diagnosis, dan pengobatan.0
Unit pelayanan penunjang yang disediakan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo di antaranya sebagai berikut.
a. Unit Elektromedik
Pelayanan Unit Elektromedik ini baru dibuka sekitar tahun 1986-1992 pada
masa kepemimpinan Dr. Achmad Hardiman. Klinik ini merupakan
0
Pada 2015 Lokas Gedung Auditorium dibangun menjadi gedung pelayanan
Komprehensif.
0
Buku Profile RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Semarang, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, 2014), hlm. 9
0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
Praktek Kerja Lapangan: Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang”, (Akademi Farmasi Theresiana, Semarang, 2011), hlm. 42-43.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm. 19.
0
Hamidiyah, “Hubungan Persepsi Pasien”, hlm. 11.
lxxxiv
pelayanan penunjang diagnosis yang dilengkapi berbagai perlatan seperti
brainmapping, Electro Encefalografi (EEG), Epilepsi Monitoring, Electro
Cardiograhphy (ECG), Densitometri, Neurokognitif, Stress Analyzer, dan
Tes Kepribadian atau tes kapasitas mental. Sekitar sebelum tahun 1990,
Unit Elektromedik belum memiliki beberapa sarana medis seperti
brainmapping dan rongent apparat.
Dalam unit elektromedik terdapat beberapa pelayanan Terapi somatis,
salah satunya adalah ECT (Electroconvulsive therapy) atau terapi kejang
listrik. Terapi ini hanya dapat dilakukan kurang lebih 2-3 hari sekali atau
hanya dua kali seminggu. Untuk menjaga keamanan, terapi ECT ini hanya
dapat dilakukan pada pasien yang memenuhi syarat tertentu seperti harus
berpuasa dan tidak boleh dilakukaan pada pasien yang sedang hamil dan
mengalami tumor.0
b. Unit Radiologi
Unit Radiologi merupakan bagian yang memiliki pelayanan dengan
berbagai cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar bagian dalam tubuh
manusia guna keperluan diagnostik yang dinamakan pencitraan diagnostik. 0
Unit ini memiliki berbagai perlengkapan penunjang medis seperti X-ray
Grid sebanyak 3 unit, Rontgen Gigi, Panoramic dental x-ray, Radio graphic
x-ray system, dan ultrasongraphy masing-masing 1 unit.0
0
Feri Wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulan persepsi
Sesi I-III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan pada
pasien perilaku kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Skripsi
Jurusan Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Telogorejo Semarang,
2012), hlm. 10-11.
0
Orient Budiman, Adi Warta Winata, Adi Chandra, dan Daniel
Kartawiguna, “Perancangan Sistem Informasi Radiologi Berbasis Web di Rumah
Sakit Royal Taruma” (Skripsi Jurusan Sistem Informasi, Universitas Bina
Nusantara, Jakarta, 2014), hlm. 9.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 49
lxxxv
c. Instalasi Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu instalasi yang melakukan kegiatan observasi
dan pemeriksaan, setiap RSJ kelas A wajib memiliki Laboratorium.
Laboratorium RSJD Dr. Amino Gondohutomo dibuka sejak masa Orde
Baru. Kegiatan-kegiatan dalam instalasi Laboratorium ini meliputi
pemeriksaan Hematologi, Urinalisa, Faeces, Kimia Klinik, dan Serologi.
Dengan dilengkapi alat medis seperti Drug Monitoring, hematologi
analyser, urinabza analyser, fotometer, elektrolit analyser, dan pulse
aximeter.0
d. Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi memiliki tugas untuk mengelola obat dan alat kesehatan,
yang beredar dan digunakan di dalam Rumah Sakit. Pengelolaan tersebut
meliputi persediaan obat dan perbekalan obat, seperti perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, serta peracikan obat untuk pasien. 0
Penggunaan obat adalah salah satu metode penanganan untuk
menyembuhkan gangguan jiwa, metode ini disebut sebagai Psikofarmaka.
Farmasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo melayani penyediaan obat
generik dan nongenerik seperti obat anti cemas, obat neutropik, obat anti
depresan, obat umum, dan alat kesehatan. Selain itu farmasi ini juga
menerima resep dari dalam maupun luar RSJ.0
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 49
0
Innes Larasati, “Analisis Sistem Informasi Manajemen Persediaan Obat:
Studi Kasus Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina
Gresik.” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 1, No. 2 April 2013 (Jurusan
Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang,
2013), hlm. 58.
0
Nur Syafitri Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan
Bimbingan Agama Kristen untuk Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Skripsi Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam Negri
Walisongo, Semarang, 2013), hlm. 67.
lxxxvi
e. Instalasi Gizi
Instalasi gizi memiliki peran penting dalam melengkapi sarana penunjang
untuk melayani kebutuhan pasien. Kegiatan yang diselenggarakan oleh
instalasi gizi meliputi pengadaan dan penyediaan makanan, kegiatan
pelayanan gizi di ruang rawat inap, konsultasi gizi, penyuluhan gizi, dan
penelitian serta pengembangan terapi gizi.0 Pelayanan instalasi gizi ini
sudah ada sebelum perpindahan bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo
ke bangunan baru.
f. Instalasi Laundry
Untuk memenuhi persyaratan sebuah bangunan rumah sakit, setiap rumah
sakit harus memiliki Instalasi Laundry. Bagian Laundry merupakan bagian
penunjang yang sudah ada sejak lokasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo
0
Fuad Alhamidy, “Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering
Berdasarkan Metode EOQ pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani Semarang”
(Thesis Jurusan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2006), hlm. 7-8.
lxxxvii
masih berada di Tawang. 0 Bagian ini melakukan beberapa kegiatan meliputi
penerimaan linen kotor dari instalasi rawat jalan maupun rawat inap, yang
kemudian dilakukan proses pencucian, pengeringan, setrika, dan penjahitan.
Adapun tugas lain dari instalasi laundry seperti melakukan identifikasi
linen, mengelola penyimpanan linen bersih dan mendistribusikanya.0
Pegawai RSJD yang bekerja di bagian ini pada umumnya merupakan
pegawai harian lepas.0
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 44 Tahun 2009, Tentang,
“Rumah Sakit”, hlm. 9.
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”,
hlm. 83.
0
Wawancara Bapak Eko Mulyadi, pada 26 Oktober 2020. Informan
merupakan pegawai pada Sub-Bagian Kepegawaian, Tata Usaha, dan Hukum.
lxxxviii
bagian yang menangani setiap kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi dan
limbah RSJ seperti pengontrolan kualitas lingkungan, pengolahan limbah
seperti pembakaran sampah medis, dan penyehatan air, sanitasi ruang, dan
pengendalian vektor. Instalasi limbah dan sanitasi termasuk bagian penting
dalam sebuah RSJ.0
0
“Instalasi Sanitasi”, (https://rsjd-surakarta.jatengprov.go.id/instalasi-
sanitasi/, diaskes pada 9 Desember 2020, pukul 17.50)
0
Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa di Semarang”, hlm.
67.
0
“Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Terbaik Rumah Sakit Jiwa: Dalam
Rangka Hari Kesehatan Nasional 1997”, hlm. Lampiran.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010
Tentan Klasifikasi Rumah Sakit, hlm. Lampiran.
lxxxix
mengubah persepsi masyarakat mengenai fungsi RSJ yang sebenarnya.
Diperlukan perkembangan sistem organisasi dan pelayanan untuk mengubah citra
RSJ di mata masyarakat.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 266.
0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia”,
hlm. 56-57.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm 218.
xc
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.0 Dalam mengemban
tugasnya, RSJP Semarang memiliki fungsi untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan upaya:
1. Pelayanan Pencegahan Kesehatan Jiwa.
2. Pelayanan Pemulihan Kesehatan Jiwa.
3. Pelayanan Rehabilitasi Kesehatan Jiwa.
4. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
5. Sistem rujukan ODGJ.
6. Sebagai sarana Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dan umum.0
0
Keptusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
135/MENKES/SK/IV/78 Pasal 2 Tahun 1978 Tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 24-25.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
135/MENKES/SK/IV/78 Pasal 4 Tahun 1978.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 22.
xci
Guna menunjang SK Menkes tahun 1978, pada 7 Desember 1992
dikeluarkan SK Menkes No. 1103/Menkes/SK/XII/1992 mengenai Susunan
Jabatan dalam Lingkungan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Pusat Departemen
Kesehatan. Kebijakan yang ditetapkan oleh Menkes pada 1978 dan 1992
digunakan hingga terjadinya desentralisasi.
Gambar 3. 10. Bagan Susunan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Kelas A (“Surat
Keputusan Menkes No. 1103/Menkes/SK/XII/1992”)
Keterangan:
A: Direktur E: Bidang Perawatan
B: Bagian Sekretariat E1: Seksi 1
B1: Sub Bagian Penyusunan Program dan Laporan E2: Seksi 2
B2: Sub Bagian Tata Usaha E3: Seksi 3
B3: Sub Bagian Rumah Tangga dan Kepegawaian E4: Seksi 4
B4: Sub Bagian Keuangan F: Instalasi
B5: Sub Bagian Pencatatan Medis G: Unit Rawat Jalan
C: Bidang Penunjang medis H: Unit Elektro medik
C1: Seksi 1 I: Unit Keswa Dewasa
C2: Seksi 2 J: Unit Keswa Anak
D: Bidang Pelayanan Medis K: Gangguan Mental Organik
D1: Seksi 1 L: Unit Rehabilitasi
D2: Seksi 2 M: Unit Kesehatan Masyarakat
xcii
Dari susunan organisasi RSJ kelas A tersebut, RSJP Semarang merancang
susunan organisasinya dengan menyesuaikanya dengan ketentuan yang
dikeluarkan pemerintah pusat. Pada susunan organisasinya RSJP Semarang
memiliki 2 wakil direktur yang membawahi 1 bagian yaitu Bagian Sekretaris dan
4 Bidang yaitu Bidang Pelayanan Medik, Bidang Penunjang Medik, Bidang
Keperawatan, dan Bidang Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (Remonev),
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), dan Penelitian dan Pengembangan Litbang.0
Gambar 3. 11. Bagan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang sebagai Rumah Sakit
Jiwa Kelas A (“Laporan raktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo, Sekolah Menengah Farmasi Theresia”, 2004, hlm. 31)
0
Astri Wulan Dini, Ika Sulistya Wardani, Shierly Veronica Mayasari, Zenita
Reiza, “Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dokter
Amino Gondohutomo” (Sekolah Menengah Farmasi Theresiana, Semarang,
2004), hlm. 31.
xciii
Pada transisi dari abad ke-20 ke abad ke-21 pemerintah telah merencanakan
adanya Desentralisasi di beberapa bidang. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
UURI No. 22 tahun 1999 mengenai pemberian otonomi pada daerah didasari asas
Desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas dan bertanggung jawab.
Desentralisasi merupakan reorganisasi wewenang sehingga terdapat suatu sistem
tanggung jawab bersama antara institusi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang disertai dengan adanya otonomi daerah. Adanya desentralisasi ini
diharapkan pemerintah daerah dan masyarakat lokal dapat memberdayakan
sumberdaya lokal untuk mencapai taraf pembangunan ekonomi yang tinggi di
daerahnya masing-masing.0 Desentralisasi seringkali digunakan untuk
pengelolaan pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan efisien, dengan
harapan berkurangnya masalah keterlambatan dalam administrasi.0
Departemen Kesehatan yang kala itu membawahi berbagai Rumah Sakit,
Rumah Sakit Jiwa, Balai Penelitian, dan laboratorium kesehatan, juga telah
mempersiapkan Desentralisasi. Salah satu yang tengah dipersiapkan untuk segera
diserahkan ke Pemerintah Daerah adalah Rumah Sakit Jiwa Pusat. Adanya
Desentralisasi ini berdampak pada status RSJP Semarang Tawang.0 Di sisi lain,
pada 9 Februari 2001, nama RSJP Semarang mulai berubah menjadi RSJP Dr.
Amino Gondohutomo. Nama tersebut diambil dari nama seorang Psikiatri asal
Surakarta.
Setelah adanya desentralisasi pada 1999, terbit Surat Keputusan Gubernur
Jawa Tengah No. 440/09/2002 tentang Pengintegrasian RSJP Semarang, RSJP
Surakarta, dan RSJP Klaten ke dalam perangkat daerah Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Sejak itu RSJP Dr. Amino Gondohutomo beralih status menjadi Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gundohutomo, yang langsung dibawahi dan
0
Muhamad Noor, Memahami Desentralisasi Indonesia (Yogyakarta:
Interpena Yogyakarta, 2012), hlm. 5-6.
0
Dennis A. Rondineli, John R. Nelis, G. Shabbir Cheema, Decentralization
in Developping Countries: A Review of Recent Experience (Washington, The
World Bank Pegawai Working Papers, 1983), hlm. 13
0
IJ/atk, “Menteri Kesehatan: Departemen Kesehatan Siap Desentralisasi”,
Kompas, Februari, 2000.
xciv
dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peralihan status ini berkontribusi
pada perkembangan RSJD Dr. Amino Gundohutomo, karena peralihan ini
dilakukan agar adanya kemandirian anggaran dari pemerintah daerah, serta
adanya kemudahan pendekatan instansi kepada masyarakat daerahnya masing-
masing.
Pengelolaan oleh Pemerintah Provinsi bukan hanya dari aspek pembiayaan
atau anggaran saja, akan tetapi juga termasuk kebijakan yang menyangkut
pelayanan kesehatan jiwa dan keorganisasian di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Oleh karena itu, Desentralisasi mengharuskan pemerintah provinsi untuk
menetapkan beberapa Peraturan Daerah.0 Pada 2006, pemerintah Provinsi
mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jawa Tengah No. 6 tahun
2006 mengenai pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan susunan
organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jawa Tengah.0
Kemudian pada 2007 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah. Guna menyesuaikan
peraturan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008 mengenai organisasi dan tata
kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa
Tengah. Peraturan Daerah tersebut ditetapkan guna menunjang beberapa peraturan
mengenai peralihan status dan mengoptimalkan tugas RSUD dan RSJD sebagai
unsur pelaksana pelayanan kesehatan.0
0
Azwar Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 88.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Pasal 8-11 Tahun 2006
Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan Susunan
Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jawa Tengah.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jawa Tengah, Pembuka, hlm. 1.
xcv
Gambar 3. 12. Bagan Rumah Sakit Jiwa Daeah Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang (“Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor. 6 Tahun 2006”, hlm.
19)
Susunan organisasi pada PERDA Provinsi Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008
menunjukan beberapa perbedaan dari susunan organisasi sebelumnya yang
disesuaikan dengan SK Menkes RI pada 1978. Bagian Sekretariat yang
sebelumnya terdiri dari Sub Bagian Kepegawaian dan Hukum, Sub Bagian Umum
dan Rumah Tangga, serta Sub Bagian Keuangan diubah. Pada susunan organisasi
yang baru terdapat Bidang Administrasi yang membawahi Bagian Umum, Bagian
Keuangan, dan Bagian Perencanaan, Pendidikan, dan Penelitian. Di samping itu, 2
seksi di bawah Bidang Penunjang Medis berubah menjadi Seksi Penunjang
Diagnostik dan Seksi Penunjang Nondiagnostik. Untuk Seksi Rawat Inap yang
dibawahi oleh Bidang Pelayanan Medis, kini berganti nama menjadi Seksi Rawat
Inap dan Rujukan.0
PERDA Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008 menegaskan bahwa RSJD dapat
memanfaatkan peluang pasar sesuai dengan kemampuanya dengan tetap
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008, Lampiran,
hlm. 19.
xcvi
melaksanakan fungsi sosialnya. Maksud dari fungsi sosial pada kalimat
sebelumya, RSJD harus tetap memberikan pelayanan RSJ pada masyarakat
dengan kriteria tidak mampu.0
Di tahun yang sama untuk menunjang PERDA Jawa Tengah No. 8 Tahun
2008, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Peraturan Gubernur No.
97 Tahun 2008 yang menjabarkan Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja RSJD Dr.
Amino Gondohutomo dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan
PERDA tersebut RSJD memiliki tugas pokok untuk mengadakan pelayanan
kesehatan khususnya pada bidang pelayanan kesehatan jiwa dengan upaya
penyembuhan, pemulihan, pencegahan, peningkatan, pelayanan rujukan,
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian serta pengembangan juga
pengabdian pada masyarakat.0
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut RSJD memiliki fungsi, yaitu
merumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan kesehatan jiwa, sebagai
pelayanan penunjang dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang
pelayanan kesehatan jiwa, menyusunan rencana dan program, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan jiwa, melaksanakan
pelayanan medis kesehatan jiwa, melaksanakan pelayanan keperawatan, menjadi
pelayanan rujukan, menyelenggarakan Diklat tenaga kesehatan khususnya
kesehatan jiwa, Litbang, dan pengabdian masyarakat, mengelola urusaan
kepegawaian, keuangan. Hukum, hubungan masyarakat, organisasi, dan
tatalaksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan umum.0
Peningkatan kualitas pengelolaan suatu instansi juga sangat dipengaruhi
dengan mutu pelayanannya. Mutu pelayanan sendiri merupakan hal yang
menunjukan tingkat pelayanan kesehatan yang sempurna, yang dapat
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Pasal 29 Tahun 2008.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Pasal 2-3 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas Pokok Fungsi, dan Tata Kerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo
dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah.
0
“Buku Profil Kepegawaiaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah”, 2019. Hlm. 3.
xcvii
menimbulkan rasa kepuasan pasien dengan menyelenggarakan pelayanan sesuai
standar pelayanan yang telah ditetapkan.0 Untuk meningkatkan hal tersebut
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 059/77/2008, RSJD Dr.
Amino Gndohutomo ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
pada 21 Oktober 2008. Hal ini memberikan fleksibilitas lebih pada RSJD Dr.
Amino Gondohutomo untuk meningkatkan produktivitasnya. Adanya penetapan
tersebut mengharapkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dalam instansi
tersebut.
Pembentukan BLUD ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negri
(Permendagri) No. 61 Tahun 2007 mengenai Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), keberadaan Permendagri
ini memaparkan bahwa sebuah Institusi Pelayanan Publik seperti Rumah Sakit
Daerah memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mengelola keuangan seperti
penggunaan langsung pendapatan, penetapan tarif layanan, penganggaran,
pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut memberikan kemandirian kepada
institusi pelayanan publik tersebut. Instansi yang mendapatkan kemandirian
berupa PPK-BLUD pengoperasianya harus didasari prinsip efisiensi dan
produktivitas serta menerapkan praktek-prakter bisnis yang sehat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.0
Sejak menjadi RSJD dan BLUD, pengelolaan anggaran dan pelaksanaan
pelayanan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo menjadi lebih mandiri. Sistem
pemasukan dari hasil penyediaan layanan pun dikelola secara mandiri dan
bertanggung jawab, RSJD Dr. Amino Gondohutomo hanya perlu melakukan
laporan penggunaan anggaran dan pemasukan pada Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Sebelumnya urusan pengelolaan pemasukan RSJD diserahkan pada
pemerintah. Adanya kemandirian ini juga bertujuan untuk mempermudah
pelayanan pada masyarakat dan mempercepat proses pelayanan.0
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 51.
0
“Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm. 23.
xcviii
3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Selain adanya susunan organisasi, dalam sebuah instansi diperlukan sumber daya
manusia sebagai pegawai dan pimpinan yang mengisi posisi pada susunan
organisasi tersebut. Pemimpin merupakan sosok yang dapat mempengaruhi
perkembangan sebuah organisasi. Pemimpin sering kali menjadi sosok dibalik
gebrakan dari inovasi baru yang membawa perubahan pada organisasi.0
Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo sendiri terdapat beberapa tokoh yang
dianggap berpengaruh seperti Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesoemo yang memberi
banyak inovasi baru pada RSJ dan Dr. Achmad Hardiman, sosok yang
mempercepat perpindahan bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo ke
bangunan barunya dan menunjukan dedikasinya pada masalah kesehatan jiwa
melalui program RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang semakin berkembang.
Kedua pemimpin tersebut banyak membawa perkembangan yang cukup pesat
pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Sebelumnya susunan organisasi RSJD Dr.
Amino Gondohutomo di kepalai oleh seorang memiliki latar belakang Dokter
Psikiatri. Namun, beberapa tahun belakangan susunan organisasi juga dapat
dipimpin oleh orang yang tidak memiliki latar belakang Dokter Psikiatri.0
Selain pemimpin, juga terdapat pegawai yang merupakan penggerak dari
kegiatan dan kebijakan yang berlangsung di sebuah instansi, sehingga kuantitas
dan kualitas pegawai sangat mencerminkan mutu sebuah instansi. Pada dasarnya
tercapai atau tidaknya tujuan organisasi, sangat ditentukan oleh peranan pegawai.
Hal ini menjadikan pegawai menjadi aspek yang penting dalam keorganisasian
sebuah instansi.0
0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020. Informan
merupakan Ketua Sub-Bagian Kepegawaian, Tata usaha, dan Hukum.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 266.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020. Informan
merupakan Pensiunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang telah bekerja sejak
tahun 1986, sudah bekerja bersama Bapak Achmad Hardiman Sejak 1981 di
Palembang.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 278.
xcix
Pada rumah sakit terdapat tiga kelompok organisasi, yaitu para penentu
kebijakan, para pelaksana pelayanan nonmedis, dan para pelaksana pelayanan
medis.0 Untuk mengelola suatu kegiatan dan tercapainya tujuan, sebuah rumah
sakit harus memiliki proses penyusunan pegawai yang baik, agar sumber daya
manusia yang dipekerjakan sesuai dengan tujuan rumah sakit. Proses penyusunan
pegawai meliputi pemilihan, penempatan, dan pengembangan anggota.0 Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai penyedia pelayanan kesehatan jiwa, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo memiliki proses penyusunan pegawai yang disesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki 3 jenis status pegawai. Pertama,
PNS (Pegawai Negri Sipil), yang merupakan pegawai tetap. Kedua, pegawai
BLUD, pegawai BLUD merupakan pegawai Non-PNS yang diangkat oleh
pimpinan BLUD dan terikat dengan perjanjian kontrak untuk jangka waktu
tertentu.0 Disebabkan pegawai BLUD sifatnya yang tidak tetap, dilakukan
evaluasi rutin dan perpanjangan kontrak setiap tahunnya. Ketiga, Tenaga Harian
Lepas, merupakan pegawai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan harian
seperti penjaga laundry.
Dalam pemilihan dan penyaringan pegawai RSJD Dr. Amino Gondohutomo
memiliki cara yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Sebelumnya saat
berstatus RSJP dan berada di bawah Kementrian Kesehatan, seluruh urusan
kepegawaian diserahkan pada pihak Pemerintah Pusat. Pada 2008 sejak berstatus
BLUD dan berada di bawah Pemerintah Daerah, terdapat beberapa cara pemilihan
dan penyaringan pegawai di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 0
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 85.
0
Suparto Adikoesoemo, Manajemen Rumah Sakit (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 2003), hlm. 60.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 55 Pasal 1 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Pengangkatan, Pengadaan, dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan
Umum Daerah Non Pegawai Negri Sipil Tidak Tetap Pada Rumah Sakit Umum
Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah.
0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020.
c
Bagi pegawai tetap atau PNS, tahap pemilihan dan penyaringan dilakukan
oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui seleksi Tes Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) yang di dalamnya terdapat Tes Seleksi Kompetensi Dasar
(SKD) dan Seleksi Kemampuan Bidang (SKB). Pihak RSJD hanya mengirimkan
formasi pegawai yang dibutuhkan melalui surat pengadaan. Jika, diberi izin
pengadaan, pemerintah akan mengirimkan pegawai yang akan ditempatkan di
RSJD. Pada perekrutan PNS ini RSJD tidak banyak terlibat dalam prosesnya.
Pegawai Non-PNS yaitu pegawai BLUD diseleksi melalui Tes SKD yang
diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKD) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, ada pula Tes SKB
yang dilakukan sendiri oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Tes SKB yang
disesuaikan dengan kompetensi pelamar, seleksi tersebut juga dilakukan setelah
pelamar lolos Tes SKD. Kemudian untuk Pegawai Harian Lepas, karena
disesuaikan dengan kebutuhan harian, penyeleksian dan pemilihan pun dilakukan
oleh pihak RSJD Dr. Amino Gondohutomo sendiri.0
Tabel 3. 4. Data Status Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo, Juni 1997
No Jenis Kepegawaian PNS Non-PNS Jumlah
. (orang) (orang) (orang)
1.
Administrasi 149 2 151
2.
Medis 24 3 27
3.
Paramedis 101 - 101
4.
Nonmedis 22 4 26
Total 296 9 305
Sumber: Prawoto, 1997, hlm. 10-13.
0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
118.
ci
terdapat 9 pegawai tidak tetap (Non-PNS), sisanya merupakan PNS. Saat itu RSJP
Semarang memiliki 151 tenaga administrasi, paramedis sebanyak 101 orang, dan
27 orang tenaga medis. Dari 27 tenaga medis terdapat 8 dokter spesialis jiwa, 8
Dokter Umum, 3 Psikolog, dan 4 Dokter Gigi.0 Jika melihat kembali pada masa
awal kemerdekaan sekitar tahun 1955 tenaga yang dimiliki RSJ saat itu hanya 1
Dokter Psikiatri dan 11 perawat saja. Kini kebutuhan akan tenaga kesehatan yang
sebelumnya menjadi permasalahan, sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Tabel 3. 5. Data Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo berdasarkan pendidikan 2005
No. Pendidikan Jumlah
(orang)
1. Spesialis Jiwa 8
2. Dokter Umum 4
3. Dokter Gigi 3
4. Apoteker 3
5. Psikolog 3
Sumber: Kriswadi, “Laporan Kerja Prakek: Electrocardiograph Type Cardisuny
501 D Sebagai Alat Perekam Sinyal Bioelektrik jantung”, 2008, hlm. 12-14.
Pada 2005 saat status RSJ sudah berubah menjadi RSJD, jumlah pegawai
PNS mencapai 309 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 8 Spesialisasi Jiwa, 4
Dokter Umum, 3 Dokter Gigi, dan 3 Apoteker, serta 3 Psikolog. Tidak terdapat
banyak perubahan jumlah pegawai pada 2005 semenjak 1996.0 Pada 2007 terdapat
317 tenaga kerja di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Saat itu, tercatat jumlah
beberapa tenaga medis, di antaranya terdapat 6 psikater, 8 dokter umum, 2 dokter
gigi, 4 psikolog, dan 1 spesialisasi syaraf.0
0
Nanang Achadijat Parwoto, “Karakteristik Pasien yang Menunggak Biaya
Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang” (Universitas Indonesia, Studi
Kajian Administrasi Rumah Sakit, Depok, 1997), hlm. 10-13.
0
Kriswadi, “Laporan Kerja Prakek: Electrocardiograph Type Cardisuny 501
D Sebagai Alat Perekam Sinyal Bioelektrik Jantung” (Universitas Semarang,
Program Studi Teknik Elektro, Semarang, 2008), hlm. 12-14.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 45.
cii
Tabel 3. 6. Data Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo
Menurut Status tahun 2008
No. Jenis Kepegawaian Jumlah (orang)
1. Pegawai Tetap 290
2. Pegawai Honorer 44
Jumlah 334
Sumber: Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo, hlm. 15.
Dengan adanya PNS, Pegawai BLUD, dan Pegawai Harian lepas, jumlah
pegawai pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo pun sering mengalami perubahan.
Pada awal 2008 RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki pegawai sebanyak 334
orang. Dari jumlah tersebut terdapat 290 pegawai tetap dan 44 pegawai tidak tetap
(BLUD dan Harian Lepas).
Saat itu terdapat 171 pegawai fungsional Pendidikan yang berperan sebagai
tenaga kesehatan, beberapa di antaranya terdapat 6 Psikiater, 4 Psikolog, 9 Dokter
Umum, 3 Dokter Gigi, 1 Dokter Spesialis Syaraf, dan 97 Perawat. 0 Akhir 2008,
0
“Rencana Strategis 2008-2013”, hlm. 15.
ciii
jumlah tenaga Psikiater bertambah 1 personil menjadi 7 orang, tenaga perawat
juga mengalami penambahan menjadi 128 orang, sedangkan untuk dokter umum
mengalami penurunan menjadi 5 orang.0
Pada 2011 Jumlah pegawai mencapai 379 orang. Jumlah Dokter Umum
bertambah menjadi 12 orang. Begitupun dengan jumlah Dokter Gigi yang menjadi
4 orang. Namun, untuk Psikiatri menurun menjadi 4 orang. Untuk tahun 2012
jumlah perawat telah mencapai 152 orang. Sejak tahun 2011 tersebut dapat
0
Erlina Rumanti, “Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat Tentang
Indikator Kolaborasi terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang” (Universitas
Diponegoro, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang, 2009), hlm. 2.
civ
terlihat bahwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memperluas pelayanan
kesehatan fisiknya dengan menambah tenaga kerja dibidang tersebut.0
Pada kriteria klasifikasi RSJ, standar sebuah RSJ ditentukan dari sumber
daya manusia. Sebuah RSJ kelas A setidaknya harus memiliki 5 dokter spesialis
jiwa dan umum, 2 dokter gigi, dan 1 dokter untuk spesialis anak, saraf, radiologi,
internist, patologi klinik, dan anestesi.0 Merujuk pada data di atas hingga 2011
RSJD Dr. Amino Gondohutomo hanya belum memenuhi syarat memiliki tenaga
dokter anak saja, selain itu, RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memenuhi
syarat lainya.
0
Aniek, “Laporan Praktek Kerja Lapangan”, hlm. 42.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010
Tentan Klasifikasi Rumah Sakit, hlm. Lampiran.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 282.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 35.
cv
Gambar 3. 13. Kegiatan Lokakarya dengan Badan Penanggulangan Kesehatan
Jiwa Masyarakat, 22 Februari 1992 (Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah
Sakit Jiwa Semarang, hlm. 148).
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 38.
cvi
Sakit untuk menyelenggarakanya. Bimbingan teknik ini rutin dilaksanakan hingga
saat ini.0
Menurut laporan pelatihan tahun 1992, telah dilakukan beberapa jenis
pelatihan yang difasilitasi oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo untuk
pengembangan pegawainya. Pada Bidang administrasi terdapat kursus inventaris,
tata kearsipan dinamis, dan manajemen logistik. Selain itu, pada bidang
Administrasi, dilakukan penataran kebendaharaan dan bimbingan teknis
pelaksanaan Keputusan Presiden No. 29 dan 30 tahun 1984. Di Bidang
Manajemen, disediakan pelatihan manajemen Rumah Sakit Jiwa dan penyiapan
pedoman penyusunan tata kerja rumah sakit.0
Pada Bidang Medis-Psikiatri terdapat kursus pembacaan ECG (Electro
Cardiography), pelatihan konseling klinis, penataran tenaga teknis obat
psikotropik, dan alat elektromedis. Pelatihan dalam penyusunan pedoman juga
diberikan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo, beberapa diantaranya adalah
penyusunan pedoman penanggulangan efek samping obat dan petunjuk praktis
terapi psikomotor serta petunjuk teknis prosedur pelayanan.
Untuk Bidang Rehabilitas RSJD Dr. Amino Gondohutomo menyediakan
pelatihan dan pendidikan rehabilitas bagi Psikolog, tenaga pelaksana terapi
kelompok, dan tenaga terapi okupasi, serta pelatihan penanganan retardasi
mental.0 Selain itu, terdapat Bimbingan yang dilakukan untuk terapi kelompok
agar SDM dapat memahami kelemahan dan kekuatan dari terapi kelompok serta
bagaimana dinamika sebuah kelompok sehingga dapat mengelola jalanya terapi
dengan baik.0
0
Ali Mei Hadip Musyafak, “Sistem manajemen Kebakaran di Rumah Sakit”,
Higeia Journal of Public Health Research and Development (Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Negri Semarang, Semarang, 2020)
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 36.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 37.
0
Johana E. Prawitasari dan Nida Ul Hasanat, “Bimbingan Teknis Terapi
Kelompok RSJD Dr. Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
cvii
Untuk Bidang Keperawatan, dilakukan pelatihan perawatan kedaruratan
psikiatri, psikiatri anak dan remaja, serta penataran perawatan psikogeriatrik.
Adapun juga pelatihan manajemen pelayanan keperawatan, manajemen
kepemimpinan perawatan, dan pelatihan penyusunan pedoman perawatan pasien
Skizofernia. Pada Bidang Gizi terdapat kursus penyegaran ilmu gizi dan pelatihan
tenaga gizi di Rumah Sakit Khusus. Selain itu, RSJ Dr. Amino Gondohutomo
memfasilitasi kursus Teknik Laboratorium untuk Bidang Laboratorium.0
Adapun pelatihan penghitungan unit cost dan pola tarif RSJ yang diadakan
di Semarang tepatnya di RSJD Dr. Amino Gondohutomo pada 8-9 Agustus 1994.
Pelatihan tersebut diisi oleh beberapa orang ternama salah satunya adalah Dr.
Achmad Hardiman yang menyampaikan materi mengenai “Perencanaan, Program
dan Penganggarran Rumah Sakit”. Pelatihan ini tidak hanya diikuti oleh pihak
internal RSJD Dr. Amino Gondohutomo saja, namun juga dari luar.0
Menurut laporan kegiatan pada tahun 1999, saat itu dilakukan berbagai
macam pelatihan, beberapa di antaranya adalah Pelatihan kursus komputer yang
dilakukan selama 6 kali dalam satu tahun, Pelatihan Manajerial kepala ruangan,
Pelatihan budget dan akuntansi, Pelatihan kecerdasan emosi, dan Pelatihan
Keterampilan Pramu Husada. Selain itu, terdapat kegiatan bedah buku yang
dilaksanakan, yaitu bedah buku Administrasi dan Manajemen serta bedah buku
Medik. Masih di tahun yang sama RSJ juga melakukan Studi Banding ke Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta.0
Setiap bidang dan bagian di RSJD Dr. Amino Gondohutomo mendapatkan
pelatihan khusus agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat.
Selain itu, sebagai RSJ Kelas A RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
Tahun 1993, hlm. 35.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
Tahun 1993, hlm. 35.
0
“Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm. 87.
cix
dengan memperluas kemitraaan dengan institusi kesehatan dan pendidikan
kesehatan jiwa dan penyediaan fasilitas pendidikan. Beberapa fasilitas yang
dibangun antara lain adalah laboratorium pendidikan, ruang kelas, perpustakaan,
dan ruang multimedia yang dilengkapi dengan komputer, LCD, serta OHP. 0
0
Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
(Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2007), hlm. 11.
cx
BAB IV
0
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 212.
0
Wike Diah Anjaryani, “Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan
Perawat RSUD Tugurejo, Semarang” (Tesis Program Studi Promosi Kesehatan,
112
Pada masa Orba juga banyak pembenahan terjadi pada RSJD Dr. Amino
Gondohutomo khususnya pada masa kepemimpinan Dr. Pranowo Sosrokoesumo
dan Dr. Achmad Hardiman. Berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat citra
RSJ yang buruk di mata masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan berupa
peningkatkan pelayanan dengan merubah metode perawatan serta pengobatan
yang dapat memperbaiki stigma masyarakat mengenai citra RSJ dan ODGJ.
Beberapa perubahan yang dilakukan saat itu antara lain adalah renovasi bangsal
dengan pemisahan pelayaan rawat jalan antara pasien yang pernah dirawat dan
yang baru, membuka pelayanan konsultasi psikologik, membuka apotek, dan
memulai membuka bebagai macam unit terapi kerja.0
Dalam perjalananya sebagai penyedia pelayanan intramural, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo memiliki peran penting dalam upaya kesehatan jiwa di
Jawa Tengah. Pada Undang-undang Republik Indonesia (UURI) No. 36 tahun
2009 mengenai kesehatan jiwa, upaya kesehatan jiwa dilakukan menggunakan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan oleh pemerintah.0
Dalam melakukan upaya kesehatan jiwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo
menyediakan berbagai jenis pelayanan intramural.
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Pasal 6-16 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
114
Gambar 4. 1. Kegiatan Family Gathering (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm 12)
0
Indriani Susiloawati, “Hubungan Antara Esensi Kunjungan Keluarga
dengan Lama Perawatan Pasien Skizofernia di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang” (Skripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada, Semarang, 2007),
hlm. 9.
0
Sri Wahyuni Hidayati, “Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara
Merawat Penderita Ganggguan Skizfrenia Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Family Gathering di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya
Husada, Semarang, 2007), hlm. 53-54.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm 27.
115
5. Kuratif
Upaya kuratif ini dilakukan guna penyembuhan dan pengendalian gejala sakit
sehingga ODGJ dapat memiliki fungsi kembali secara wajar di lingkungan
keluarga, masyarakat, dan lembaga.0 Pelaksanaan tindakan kegiatan kuratif
meliputi proses diagnosis, perawatan, rawat inap, sistem rujukan, dan pelayanan
kedaruratan. Pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo kegiatan kuratif yang
dilakukan berupa pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap.
a. Rawat Jalan
Pelayanan unit rawat jalan sendiri merupakan pintu pertama dari rumah
sakit yang memberikan kesan pertama bagi pasien. Unit rawat jalan juga
bukanlah suatu unit yang dapat berdiri sendiri, unit rawat jalan memiliki
kaitan yang erat dengan unit lainya untuk memberikan pelayanan yang baik
untuk pasien.0
Pada 1991-1992 jumlah pengunjung pada unit rawat jalan kurang
lebih sebanyak 11.278 orang.0 Tahun berikutnya yaitu 1993-1994 terdapat
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 1 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
0
Azizatul Hamidiyah, “Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas
Pelayanan dengan Minat Kunjungan Ulang di Klinik Umum Rumah Sakit
Bhineka Bakti Husada Kota Tanggerang Selatan Tahun 2013” (Skripsi Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2013), hlm. 11.
0
Hardiman, “Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang”, hlm. 46.
116
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 12.
0
“Laporan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo tahun 2007”, hlm. 50.
0
“Laporan Rencana Strategis Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Tahun 2013-2018”, hlm. 18.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Lampiran, hlm.
45.
0
Pelayanan tanpa dinding ini terealisasi saat bangunan komprehensif,
bangunan yang melayani pelayanan kesehatan jiwa dan fisik secara paripurna
tanpa sekat mulai dibangun secara bertahap sejak 2015-2018. (Sumber: Yulifah,
“Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo”, hlm. 64).
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo”,
hlm. 64.
0
Pelayanan kesehatan nonjiwa dianggap memiliki peran dalam menaikan
pendapatan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang sempat menurun. Penurunan ini
diduga imbas dari adanya program integrasi Puskesmas dan RSU, ditambah
dengan adanya BPJS berjenjang pemasukan RSJD Dr. Amino Godnohutomo
117
Selain temu ilmiah dan membuka unit tumbuh kembang anak, pada 12
April 1993 RSJD Dr. Amino Gondohutomo meresmikan sebuah Tempat
Penitipan Anak yang diberi nama Among putro. Tempat Penitipan Anak ini
mendapat sumber dana dari keluarga RSJD Dr. Amino Gondohutomo
seperti Koperasi, KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia), RSK Puri
Asih, dan Apotik Sejahtera. Tujuan dari pendirian Tempat penitipan ini
adalah untuk membantu karyawan/ yang masih mempunyai anak balita dan
tidak ada yang menjaga di rumah, membantu perkembangan jiwa anak dan
mengembangkan potensi kecerdasan anak sejak dini, serta meningkatkan
peran Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dalam program preventif dan kuratif. Selain itu, adanya
tempat penitipan ini dapat menjadi sarana penelitian Tumbuh Kembang
Jiwa Anak. Selain melayani anak pegawai RSJ, tempat penitipan anak ini
juga membuka pelayanan penitipan untuk umum. 0
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 48-49.
119
3) Klinik Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu usaha seorang terapis untuk memberikan sebuah
pengalaman baru pada seorang pasien. Pengalaman tersebut dirancang untuk
meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan perubahan terhadap
kehidupanya, membantu pasien dalam mengelola lingkungan secara efektif
dan meningkatkan penerimaan terhadap diri sendiri. Psikoterapi sendiri
dilakukan dengan menggunakan alat-alat psikologik dan intervensi
interpersonal relational dalam membantu pasien untuk merubah pikiran dan
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 48-49.
0
Wawancara Ibu Sri Mulyani, Pada 18 Desember 2020. Informan
merupakan seorang psikolog yang telah bekerja di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo sejak tahun 1990.
0
Marlina Setiawati Mahajudin, “Peran Psikogeriatri dan Perawatan Paliatif
dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Paraa Lanjut Usia”, Anima: Indonesian
Psychological Journal, Vol. 23, No. 3, 2008 (Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas
Airlangga, Surabaya, 2008), hlm. 287.
120
0
Muhammad Faisal Idrus, “Psikoterapi” (PSIKOTERAPI.pdf (unhas.ac.id),
dikunjungi pada 17 Desember 2020), hlm. 1.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, hlm. 3.
0
“Menguras Racun Narkoba”, Koran Tempo, (26 Maret 2000).
0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
praktek Kerja Lapangan: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Akademi
Farmasi Theresiana, Semarang, 2011), hlm. 43.
121
memiliki peran penting dalam kegiatan rehabilitasi seperti day care, terapi
aktivitas kelompok, dan rawat inap.0
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang tahun 1993/1994”,
hlm. 24.
0
John J.T. A. Sitorus, Gustaaf A. E. Ratag, dan Iyonne E. Siagian, “Kajian
Program Kesehatan Jiwa Masyarakat di Puskesmas Kota Kotamobagu” Jurnal
Kedokteran Komunitas Tropik, Vol. 7, No. 2 (Fakultas Kedokteran, Universitas
Sam Ratulangi, Medan, 2019), hlm. 286.
122
IGD ditangani oleh Psikiatri, Dokter Umum, dan Perawat. Sebelum tahun
1997 dalam menyelenggarakan pelayananya instalasi ini telah ditunjang
dengan berbagai macam perlengkapan yang lengkap dan sesuai dengan
standar. 0 Perlengkapan yang dimiliki antara lain adalah ruang observasi dan
ambulan.0
Tercatat tahun 2007 kunjungan pasien Umum pada layanan IGD
terdapat 33 pasien dan 4.184 pasien jiwa. Adanya jumlah pasien umum pada
layanan IGD ini dapat menunjukan mulai adanya pasien nonjiwa yang tidak
keberatan datang ke sebuah RSJ untuk melakukan pemeriksaan.0
0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
praktek Kerja Lapangan”, hlm. 43.
0
“Laporan Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Terbaik Rumah Sakit
Jiwa” (RSJP Semarang, Semarang, 1997), hlm. 14.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Tahun 2007”, hlm. 52.
0
Yel Mahesa, “Gambaran Klaim Bermasalah Gakin dan SKTM Pada
Pelayanan Rawat Inap di RSUD Pasar Rebo Tahun 2008” (Skripsi Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok), hlm. 7-8.
123
2. 1989/1990 38 hari
3. 1990/1991 39 hari
Pada periode 1988 hingga 1992 angka rata-rata LOS meraih 39 hari. 0
Menurut Renstra (Rencana Strategis) tahun 2008-2013 RSJD Dr. Amino
Gondohutomo merencanakan target LOS selama 6 minggu (±44 hari).
Angka tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata capaian realisasi pada
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 31.
0
LOS (Length of Stay) Merupakan sebuah indikator yang digunakan untuk
mencapai standar pelayanan minimal yang menjadi ketentuan mutu pelayanan
dasar yang harus dipenuhi sebagai instansi Pemerintah daerah.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 40
124
periode 1988-1992, namun, perlu kita garis bawahi bahwa angka tersebut
merupakan target rencana rata-rata LOS tahun 2008-2013. Berdasarkan
target tersebut RSJD Dr. Amino Gondohutomo berusaha tidak melampaui
angka 6 minggu dalam realisasi capaian LOS di periode 2008-2013.0 Pada
Renstra tahun 2013-2018 tertulis bahwa target LOS pada 2014 telah
mencapai 30 hari dengan hasil capaian rata-rata LOS selama 27 hari.0 Dari
data tersebut dapat dikatakan terdapat penurunan angka LOS sejak tahun
1988-2014 dan terdapat kemajuan setelah perubahan arah pelayanan
kesehatan jiwa pada 1966.
Pada periode 1991-1992 jumlah pasien rawat inap berjumlah 2.948
pasien.0 Pada 2007 pasien rawat inap mencapai jumlah 5.371 orang.
Peningkatan jumlah pasien rawat inap kemungkinan dapat disebabkan
karena adanya peningkatan kapasitas tempat tidur dengan bertambahnya
jumlah bangsal.0
0
“Rencana Strategis RSJD Dr. Amino Gondohutomo Tahun 2009-2013”,
hlm. 53.
0
“Rencana Strategis RSJD Dr. Amino Gondohutomo Tahun 2013-2018”,
hlm. 18.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang tahun 1991-1992”,
hlm. 60.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo tahun 2007”, hlm. 51.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 31.
125
1. Anggraini IIIA
2. Brotowijoyo IIIB
4. Drupadi II
6. Gatotkoco IIIA
7. Hudowo IIIB
8. Irawan IIIA
9. Janoko II
10. Kresno II
11. Larasati II
Sumber: Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm
31.
Sumber: “Laporan Rencana Strategis Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008”-2013, hlm
18.
Pada tahun 2008 terdapat 2 bangsal baru yaitu bangsal RKO dan
bangsal (nakulo/madrim). Selang 15 tahun terdapat pergantian nama
beberapa bangsal, seperti bangsal Anggraini menjadi bangsal Arimbi.
Adapun perubahan lain berupa perubahan kelas bangsal yaitu pada Bangsal
Janoko yang sebelumnya merupakan bangsal kelas II menjadi bangsal kelas
VIP.
Selain bangsal-bangsal di atas terdapat juga ruang isolasi khusus yaitu
ruang UPIP (Unit Perawatan Intensif Psikiatri) yang menerapkan terapi
isolasi. Terapi Isolasi merupakan jenis terapi somatis yaitu terapi yang
diberikan pada ODGJ dengan mengubah perilaku maladaptif menjadi
adaptif dengan melakukan tindakan ditunjukan pada kondisi fisik pasien.
Walau yang diberi perlakuan adalah fisik pasien tapi target terapi ini adalah
perilaku pasien.0 Terapi isolasi sendiri adalah sebuah terapi yang
0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
127
0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
48.
0
“Modul Keterampilan Kedokteran Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah
(Home Visit)”, (Field Lab, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
2015), hlm. 6-7.
128
6. Rehabilitatif
Pada 1970-an penerapan kegiatan rehabilitasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
dilakukan dengan sarana yang terbatas saat masih berlokasi di Tawang. Selain itu,
Anggaran yang dimiliki juga masih sangat terbatas. Anggaran dari pemerintah
saat itu baru mulai turun pada tahun anggaran 1974-1975. Setelah pindah ke
bangunan barunya di Jl. Brigjen Sudiarto, kegiatan rehabilitasi baru dapat
dikembangkan dengan lebih baik.0
Kegiatan rehabilitasi ini dapat dilakukan oleh pasien rawat jalan maupun
rawat inap. Pasien rawat jalan yang ingin melakukan kegiatan rehabilitasi selama
satu hari dapat mengikuti program day care. Day care sendiri merupakan suatu
pelayanan menyeluruh dari pemeriksaan psikiatri, rehabilitasi, dan pemulangan
pasien yang dilakukan tidak lebih dari 1 hari. Program ini hanya ada pada hari dan
jam kerja kantor saja. 0
Rehabilitasi merupakan usaha untuk memperoleh penyesuaian diri pasien
secara maksimal sehingga memiliki fungsi kembali ditengah kehidupan
bermasyarakat dengan mempersiapkan pasien secara fisik, mental, sosial, dan
vokasional. Rehabilitas termasuk kedalam terapi modalitas yang dilakukan dengan
melakukan terapi dan latihan kerja yang sesuai.0
RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki 2 jenis rehabilitasi yang
diterapkan, yaitu rehabilitasi medik dan rehabilitasi psikososial.
a. Rehabilitasi Medik
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 32
0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 406/
Menkes/ SK/ VI/2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas,
pendahuluan, hlm. 10.
0
Sophian Nursetyawan, “Redesain Unit Rehabilitasi RSJ Magelang:
Pengelolaan Tata Ruang Dalam dan Tata Ruang Luar yang Mendukung
Penyembuhan dan Pemulihan Pasien” (Skripsi Jurusan Teknik Arsitektur,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000), hlm. 13.
129
1) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan rehabilitasi medik yang termasuk ke dalam
pelayanan penunjang kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan,
memelihara, dan memulihkan gerak serta fungsi tubuh.0 Fisitoterapi
memberikan pelayanan berupa terapi gangguan pada otot, terapi gangguan
nyeri gerak, terapi gangguan syaraf, dan deteksi dini gangguan. Dalam
melakukan pelayanan klinik ini dilengkapi dengan alat tindakan medik
diantaranya adalah diathermi, neodinator, mikrothermi, nebulizer,
multistimulator, ultra sound, dan laser infra.0
2) Terapi Wicara
0
Harry Platt, “Medical Rehabilitation in Hospital”, British Medical Journal
vol. 2 no. 4410, 14 Juli 1945 (University of Manchester, Manchester, 1945), hlm.
54.
0
Olle Hook, “Medical Rehabailitation: Organization” dalam Acta Socio-
Medica Scandinavica vol. 1 (Department of Physical Medicine and
Rehabilitation, University of Gothenburg, Sweden, 1969), hlm. 273.
0
Intan Permata Sari, “Identifikasi Waste dengan Metode Waste Assesment
Model (WAM) di Unit Fisioterapi RSUD Kabupaten Karangayar”, Journal 1st
Conference on Industrial Engineering and Hala Studies (Program Studi Teknik
Industri, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2019), hlm. 193.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 48
130
3) Okupasi Terapi
Okupasi Terapi merupakan kegiatan terapeutik yang diterapkan pada pasien
dengan gangguan fisik maupun mental. Tindakan ini memerlukan peran
profesional yang berwenang.0 Terapi ini dilakukan guna melatih individu
untuk mengembangkan, memelihara, maupun memulihkan area atau
komponen kinerja okupasionalnya0 dengan menggunakan aktifitas
fungsional yang bermakna. Pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo pelayanan
terapi okupasi telah dilengkapi dengan berbagai peralatan sensori integrasi
0
Rodiyah, “Efektivitas Terapi Wicara untuk Meningkatkan Kemampuan
Berbahasa Anak dengan Gangguan Cerebral Palsy, di Yayasan Pembinaan Anak
Cacat (YPAC) Malang” (Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2012), Hlm. 38.
0
“Laporan Program Kerja Instalasi Rehabilitasi Medik RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Januari-Maret 2020”, hlm. 3.
0
Eko Sumaryanto, “Analisis Isi dan Struktur Laporan Tindakan Okupasi
Terapi di Poliklinik Rehabilitasi Medik Unit Okupasi Terapi di RSUD Moewardi
Surakarta” (Skripsi Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2011), hlm. 1-2.
0
Komponen kinerja okupasional meliputi senso-motorik, persepsi, kognitif,
sosial, dan spiritual. (Sumber: Surat Keputusan Menteri kesehatan Nomo 571
Tahun 2008 Tentang Standar Profesi Okupasi Terapis, hlm 2).
131
c. Rehabilitasi Psikososial
Guna menciptakan pola rehabilitasi yang komprehensif, selain proses
rehabilitasi medik pada tahap pertama, terdapat tahap kedua berupa
rehabilitasi psikososial. Rehabilitasi psikososial merupakan usaha
penyembuhan dan peningkatan keterampilan hidup ODGJ sehingga mampu
melakukan aktivitas dan rutinitas sehari-hari. Rehabilitas Psikososial juga
meliputi upaya pada proses integrasi sosial dan mendorong pasien untuk
memiliki peran sosial yang aktif agar terdapat peningkatan kualitas hidup.0
Dalam pelaksanaanya Rehabilitasi Psikososial di RSJ memiliki 3
tahap tahap persiapan, penempatan, dan pengawasan. Kegiatan yang
dilakukan pada rehabilitasi psikososial sangat berkaitan dengan pekerjaan
dan keterampilan, maka dari itu terdapat tahap penempatan, agar kegiatan
yang diberikan sesuai dengan kemampuan pasien.0 Sejak masa Orba hingga
Reformasi terdapat beberapa kegiatan rehabilitasi psikososial yang telah
dilakukan, meliputi terapi okupasi, latihan keterampilan, dan resosialisasi.
1) Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa
kegiatan-kegiatan yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif,
0
“Informasi Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
gondohutomo”, (PPID RSJD Dr. Amino Gondohutomo (jatengprov.go.id),
diakses pada 17 Desember 2020, pukul 20.38).
0
Laury M.G. Korobu, G.D. Kandou, C.H. R. Tilaar, “Analisis Pelaksanaan
Layanan Instalasi Rehabilitasi Psikososial di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang, Provinsi, Sulawesi Selatan”, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
Unsrat, Vol. 5, No. 2 (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam
Ratulangi, Manado, 2015), hlm. 179.
0
Platt, “Medical Rehabilitation in Hospital”, hlm. 54
132
2) Latihan Keterampilan
Latihan keterampilan merupakan pelayanan terapi kerja yang dapat
mengasah kemampuan pasien dalam melakukan keterampilan tertentu.
Tujuan latihan keterampilan adalah guna memberikan bekal agar pasien
dapat mandiri dan berdaya guna di lingkungan masyarakat. Sebelum latihan
keterampilan pasien akan diidentifikasi untuk penempatan kegiatan apa
yang sesuai dengan pasien. penempatan ini ditentukan berdasarkan seleksi
oleh tenaga psikologi yang kemudian diserahkan pada bagian rehabilitasi.
Kegiatan ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan
0
Leviana Kaharingan, Hendro Bidjuni, dan Michael Karundeng, “Pengaruh
Penerapan Terapi Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup Pada Lansia di Panti
Werdha Damai Ranomuut, Manado” Ejournal Keperawatan, Vol. 3, Nomor 2
(Program Studi Keperawatan, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2015), hlm. 3.
0
Enjela Popy Agita, “Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Pasien Gangguan
Jiwa Harga Diri Rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa
Tengah” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan KEMENKES,
Semarang, 2016), hlm. 17.
0
“Pelayanan Okupasi Terapi dan Terapi Okupasi, Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo” (Leaflet untuk Promosi Kesehatan Rumah Sakit Jiwa
Dr. Amino Gondohutomo)
133
perempuan. Jenis-jenis unit Latihan kerja yang tersedia di RSJD Dr. Amino
gondohutomo anatara lain:
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 34.
134
3) Resosialisasi
Resosialisasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi sosial pasien agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan meliputi terapi aktivitas kelompok,
terapi bimbingan agama, kepramukaan, terapi gerak, terapi musik, dan
rekreasi. Berikut adalah jenis-jenis kegiatan resosialisasi yang dilakukan di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama”, hlm. 18.
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 84-85.
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 82-83.
136
Gereja Abdiel Ungaran. Setelahnya dilakukan kerja sama dengan Gereja Isa
Almasih di Pringgading. Hingga saat ini tim relawan Gereja Isa Almasih
menjadi pembimbing agama kristen di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Setiap tahun diadakan perayaan natal di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Selain agama islam dan kristen, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga
menyediakan pelayanan bimbingan untuk agama Katholik, Budha, dan
Hindu.0
b) Terapi Musik
Terapi musik ditujukan untuk pengembangan bakat dan ketertarikan pasien.
Di samping itu, terapi musik merupakan teknik relaksasi yang dapat
memberikan rasa tenang, dapat mengendalikan emosi, dan berpengaruh
pada fungsi kerja otak.0 Salah satu kegiatan terapi musik yang
diselenggarakan adalah belajar bermain gamelan. Dalam melakukan
kegiatan Terapi Musik ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo ditunjang
dengan beberapa alat musik yaitu set Rebana, Gitar, Cello, dan Biola yang
dianggarkan pada tahun 2004. Pada tahun 2007 terdapat penambahan satu
Set Rebana. Namun, disayangkan saat penelitian ini dilakukan beberapa alat
musik sudah tidak begitu terurus.0
c) Terapi Gerak
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 83-84.
0
Senita Khomariah, “Penerapan Terapi Musik Klasik untuk Menurunkan
Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa Tengah”
(Karya Ilmiah Diploma III Keperawatan, Akademi Keperawatan, Semarang,
2019), hlm. 15.
0
“Kartu Inventaris Barang E: Pencatatan Alat Bercorak Kesenian dan
Kebudayaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo 2009”.
137
Gambar 4. 6. Terapi gerak dengan Catur (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm. 12)
Terapi gerak merupakan terapi aktivitas fisik seperti olahraga. Tujuan dari
terapi ini adalah mengontrol kecemasan, mengurangi stress, meningkatkan
kekuatan otak, dan perasaan bahagia. Adapun terapi gerak yang disediakan
oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo adalah tenis meja, bulu tangkis, volly,
dan senam. Kegiatan terapi gerak ini difasilitasi beberapa sarana dan
prasarana diantaranya adalah, Lapangan terapi gerak (Lapangan Tennis),
dua alat Tennis Meja, dua Bola Volly, empat unit Bulu Tangkis, dan empat
unit Catur. Selain olahraga, terdapat terapi gerak dalam bentuk Seni Tari. 0
Terapi Gerak juga sering menyelenggarakan pertandingan antar rehabilitant
RSJ.
d) Pramuka
0
Indy Setyanto, “Efektivitas Terapi Gerak Terhadap Perubahan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”
(Skripsi Jurusan Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,
2010), hlm. 4.
138
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020. Informan
merupakan Pensiunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang telah bekerja sejak
tahun 1986, sudah bekerja bersama Bapak Achmad Hardiman Sejak 1981 di
Palembang.
0
Bahana Patria Gupta, “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia”, Kompas Jawa
Tengah, Kamis, 7 Oktober 2010, hlm. 9.
139
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 34.
140
Jika mengacu pada peraturan tersebut RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah
memenuhi kriteria tersebut.
penting dalam deteksi dini, pelayanan rujukan, home visit, dan pelatihan untuk
tenaga medis serta masyarakat.0
RSJ Tipe A seperti, RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki kontribusi
besar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ekstramural. Bentuk kontribusi
RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam pelayanan ekstramural beberapa di
antaranya adalah, Integrasi Puskesmas dan RSU, pembinaan sekolah-sekolah dan
panti sosial, hingga penyuluhan kesehatan jiwa kelompok masyarakat.
0
Handayani, “Layanan Kesehatan Jiwa Melalui Community Based Mental
Health Care di Puskesmas Bantur”, hlm. 6.
0
Hardiman, Buku peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 29.
142
Selama periode awal pengintergasian Puskesmas dan RSU pada 1974 -1982
RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah melakukan pelepasan pada RSU Kendal
dan Demak serta Puskesmas Boja. Tahap pelepasan ini dilakukan jika tenaga
medis Puskesmas dan RSU telah dapat menjalankan dan bertanggung jawab atas
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa primer. Pelepasan ini dilakukan atas keputusan
bersama antara Kepala Kantor Wilayah Dinas Kesehatan dan Psikiater RSJ
Pembina.0
Pada tahun 1992 RSJD Dr. Amino Gondohutomo belum melakukan
integrasi ke RSU Wonosobo dan Batang, serta Puskesmas Gubug dan Padangsari,
setelah itu baru dilakukan integrasi. Menurut data pasien integrasi kesehatan jiwa
Puskesmas dan RSU pada 1993/1994 RSU Pekalongan memiliki frekuensi
kunjungan pasien yang paling tinggi diantara RSU lainya yaitu sebanyak 156
kunjungan pasien. Pada laporan integrasi RS tahun 2007 pun RSU Pekalongan
0
“Laporan Tahunan: Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas Periode Tahun
1981-1982” (Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1982), hlm. 9-11.
143
memiliki angka tindak pasien sejumlah 1965, jumlah ini merupakan jumlah
tertinggi kedua setelah Jepara.0
Gambar 4. 9. Pelatihan Tenaga Medis dan Paramedis Puskesmas dan Rumah Sakit
Umum mengenai kesehatan jiwa dan penyalah gunaan obat 11 Oktober- 16
Oktober 1992 (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm. 149)
Hingga tahun 1992 pola integrasi yang telah dijalankan dengan pembukaan
klinik kesehatan jiwa di hari tertentu dengan supervisi tenaga profesional dari
RSJ. Setelah adanya kemandirian dalam menjalani perawatan kesehatan jiwa dan
dipandang mampu melaksanakan dengan baik, pihak RSJ akan melepas klinik
secara bertahap. Selain itu, RSJD juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk
tenaga medis dan para medis yang berasal dari Puskesmas dan RSU. Materi
pelatihan yang diberikan berkisar mengenai cara-cara praktis menangani kasus
gangguan jiwa di daerah.
Tabel 4. 6. Data Jumlah Tindakan Pasien RSU dan Puskesmas tahun 1990/1991,
1991/1992, dan 2007
No Tahun RSU Puskesmas
.
1. 1990/1991 452 91
2. 1991/1992 723 333
3. 2007 7255 -
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Tahun 2007”, hlm. 63-65.
144
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1990-1991”, hlm.
48.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Semarang Tahun 2007”,
hlm. 63-65.
145
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
14.
0
“Pedoman Kerja Puskesmas: Seksi 11 Kesehatan Jiwa” (Direktorat
Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992), hlm. 29.
0
Handayani, “Layanan Kesehatan Jiwa Melalui Community Based Mental
Health Care di Puskesmas Bantur”, hlm. 7.
146
tenaga Puskesmas dan RSU. Selain itu, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga
mengeluarkan pedoman prosedur tetap dalam menghadapi kondisi gawat psikiatri
tertentu, seperti pasien yang melarikan diri dan pasien yang mengancam bunuh
diri.0
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 23.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 77.
147
0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-Undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia 1987-1992” (Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas
Indonesia, Depok, 2016), hlm. 81.
148
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 148.
149
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang tahun 1993/1994”, hlm 47.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
hlm. 31.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020.
150
d. Lembaga Pendidikan
Beberapa lembaga pendidikan pernah menjalin kerjasama dengan RSJD Dr.
Amino Gondohutomo untuk menyelenggarakan penyuluhan. Lembaga
pendidikan yang dimaksud adalah SD, SMP, dan SMA, namun, kegiatan ini
dominan dilaksanakan pada jenjang SMA. Penyuluhan ini ditargetkan pada
orang tua murid, guru, dan juga para murid. Materi yang disampaikan pada
orang tua murid dan guru merupakan materi yang berkaitan dengan masalah
perkembangan anak dan permasalahan keluarga. Penyuluhan yang
ditargetkan pada murid, khususnya murid SMA, adalah materi mengenai
penanggulangan narkotika, masalah remaja, dan depresi. 0
Penyuluhan mengenai narkotika dan depresi dilakukan di berbagai
SMA di Jawa tengah khususnya daerah Pantura seperti Pemalang, dengan
mengirim 1 tenaga Psikolog, Psikiater, dan Administrasi. 0 Selain kegiatan
penyuluhan terdapat juga tes psikologi yang diikuti oleh murid. Pada 2006
RSJD Dr. Amino Gondohutomo menyelenggarakan tes kecerdasan dan
0
a/Sup, “Pasien Pondok Gila Dialihkan ke RSJ Semarang”, Kompas, Kamis,
23 Agustus 1990, hlm. 13.
0
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020.
151
e. Organisasi Masyarakat
Kegiatan promotif dan preventif banyak dilakukan pada kelompok atau
organisasi masyarakat. Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah pemuka
masyarakat yang memiliki pengaruh juga dalam memberikan wawasan
mengenai kesehatan jiwa pada masyarakat sekitar. Penyuluhan yang
diberikan pada organisasi masyarakat umumnya disampaikan dalam bentuk
ceramah, pemutaran film, diskusi, dan temu ilmiah.0
Materi yang disampaikan pada penyuluhan ini berkisar pada masalah
stress dan penanggulanganya, masalah perawatan kesehatan jiwa, masalah
perkembangan jiwa anak dan remaja, masalah keluarga, persiapan
menopause, dan masalah obat-obat psikotropika. Kegiatan dengan materi
tersebut disampaikan pada pemuka masyarakat seperti PKK (Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga), Dharma Wanita, karyawati/ karyawan, dan
organisasi wanita lainya.0
Kegiatan penyuluhan juga pernah disampaikan pada ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia), materi yang disampaikan merupakan materi
yang berkaitan dengan masalah narapidana dan kepemimpinan. Pada
kegiatan temu ilmiah, materi yang disampaikan tentang kesulitan belajar
anak dan remaja, peranan komunikasi dalam membentuk keluarga yang
harmonis, dan menikmati hidup di usia senja, serta masalah seksualitas
dalam perkawinan.0
0
“Tes Kecerdasan dan Kejiwaan”, Kompas, 26 juni 2006.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
152
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
ICH/IRN, “Beri Perhatian kepada Penderita Gangguan Jiwa: belum ada
cetak biru pemulihan ekonomi pascagempa”, Kompas, 25 Juni 2006.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
153
0
HEN/EGI/WHO/GAL, “10 Orang Stress Akut: Minim Fasilitas untuk
Pengungsian Anak-anak di Jawa Tengah”, Kompas, 4 November 2020.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
154
Gambar 4. 12. Peresmian Layanan Telepon Untuk Kesehatan Jiwa Tahun 1993
(“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm. 70)
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
155
Dari awal peresmianya pada November 1993 hingga Maret 1994 sudah
terdapat 879 klien yang melakukan konsultasi melalui pelayanan telepon untuk
kesehatan jiwa. Masalah yang sangat sering dikonsultasikan adalah permasalahan
pergaulan. Pada awal tahun 2000-an pelayanan telepon kerjasama antara RSJD
Dr. Amino Gondohutomo dan PT. Telkom ini diberhentikan. Program ini berhenti
lebih dari 10 tahun. Namun, hingga penelitian ini dilakukan pada 2021 pihak rsj
pernah melakukan layanan ini kembali secara temporal.0
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 3.
0
Andi Khadafi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan Orang
yang Menderita Skizofrenia di Indonesia”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol.
12, No. 1 (Fakultas Hukum, Universitas Samudra, Aceh, 2017), hlm. 48-51.
156
yang dipasung pun mengalami penurunan, meliputi masalah gizi buruk, tubuh
yang ditumbuhi jamur, radang kulit, bahkan hingga mengalami pengecilan otot-
otot kaki sehingga tidak mampu menopang tubuh dengan baik.0
Awalnya banyak yang tidak percaya mengenai banyaknya jumlah kasus
pasung. Orang-orang yang percaya akan banyaknya jumlah kasus pasung pun
masih mempertanyakan kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas yang
dimiliki Indonesia dapat mengatasi masalah pasung yang kompleks ini. Masalah
pemasungan dikatakan sebagai masalah kompleks karena adanya hambatan sikap
atau budaya yang menutupi kekurangan, mengumumkan pasung dianggap sama
seperti memperlihatkan aib. Ditambah dengan adanya stigma negatif terhadap
ODGJ yang membuat praktik pemasungan semakin dilestarikan. Kenyataanya
permasalahan ini justru harus segera ditangani secepatnya.0
Sejak perubahan pelayanan kesehatan jiwa pada tahun 1966, pemerintah
mulai mencanangkan penanggulangan pemasungan. Salah satu langkah untuk
menanggulangi pemasungan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat
Keputusan No. PEM/29/6/15 pada 11 November 1977. Surat tersebut berisi
mengenai pelarangan pemasungan terhadap ODGJ. Hal tersebut ditujukan pada
seluruh Gubernur di Indonesia.0
Selain itu, masalah pemasungan juga telah tertuang pada UURI Nomor. 39
Pasal 9 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap warga berhak untuk
hidup tentram, aman, dan damai, serta berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Adapun juga pada pasal 42 yang menyatakan bahwa warga yang
mengidap cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupan yang layak sebagai
manusia agar dapat berpartisipasi di tengah masyarakat. Kedua pasal ini menjadi
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung: dimana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2019), hlm. 138.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 147.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 138-140.
157
0
Khadafi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan”, hlm. 49.
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung”, hlm. 137.
0
Wawancara denan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1990-1991”, hlm.
49.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
46.
158
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung”, hlm. 140.
0
“Penuhi Hak Warga Negara dengan Bebas Pasung”, (Mediakom,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 18 Juni 2015, diakses pada
07/12/2020, 15.00 mediakom.sehatnegeriku.com/penuhi-hak-warga-negara-
dengan-bebas-pasung/)
0
Mathafi, Puji Lestari, dan Zumrotul, “Kecenderungan atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindak Pasung: Studi Kasus di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang” Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 2, No. 1
(Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keperawatan, Universitas Muhamadiyah Semarang,
Semarang, 2014), hlm. 16.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati”, hlm. 4
159
Gambar 4. 13. Korban Pasung yang Dirantai pada Bagian Kaki (“Laporan Jawa
Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm. 5)
Pada program Jawa Tengah Bebas Pasung, RSJD Dr. Amino Gondohutomo
mengirimkan tim dokter dan perawat ke lokasi pemasungan untuk melakukan
penjemputan. Pada pelaksanaan penjemputan banyak ditemukan pasien yang
dikurung lebih dari 1 tahun, ada yang dikurung selama 10 tahun di dapur bahkan
hingga 24 tahun. ODGJ yang dipasung biasanya ditempatkan di ruangan yang
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 5.
160
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
3-5.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati”, hlm. 5.
161
Gambar 4. 15. Proses Penjemputan dan Pelepasan Alat Pasung (“Laporan Jawa
Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Jepara”, hlm. 3)
Tabel 4. 8. Hasil Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
No. Kabupaten/ Kota Jumlah
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Pati”, hlm. 4.
162
1. Kabupaten Pati 36
2. Kabupaten dan Kota 34
Tegal
3. Kabupaten Brebes 23
4. Kabupaten 21
Pekalongan
5. Kabupaten Jepara 13
6. Kabupaten Demak 11
7. Kabupaten Kendal 10
8. Kabupaten Pemalang 6
9. Kabupaten Rembang 5
10. Kabupaten Blora 2
11. Kabupaten batang 1
12. Kabupaten Grobogan 1
13. Kota Semarang 1
14. Kabupaten Kudus 1
Total 163
Sumber: “Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati”, hlm. 8.
Dalam Pogram Menuju Jawa Tengah Bebas Pasung di tahun 2011 RSJD Dr.
Amino Gondohutomo menangani 14 kabupaten/ kota di antaranya terdapat
Kabupaten Pati, Kabupaten dan Kota Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pekalongan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Rembang. Pada 2011 RSJD Dr. Amino Gondohutomo
melayani 163 ODGJ yang dipasung. Pengiriman dan penjemputan korban pasung
yang terdata paling banyak dari Kabupaten Pati dan Tegal.
Tabel 4. 9. Hasil Laporan Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 di
Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo.
No Kabupaten/ Kota Jumlah
.
1. Pemalang 18
2. Tegal 3
3. Pati 25
4. Kendal 5
5. Jepara 4
6. Pekalongan 15
163
Sumber: “Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Pemalang”, hlm.
5-8.
Program bebas pasung RSJD Dr. Amino Gondohutomo ini dilakukan pada
periode 2011-2012 saja. Setelahnya, program bebas pasung ini mengandalkan
peran Pemerintah, RSU, dan Puskesmas setempat untuk menangani masalah
pemasungan di daerah masing-masing. Tahun terakhir pelaksanaanya, yaitu 2012
program bebas pasung berfokus pada kegiatan pasca pasung. Penjaringan korban
pasung pun hanya dilakukan melalui laporan daerah saja dan terdapat 6
kabupaten/ kota yang menemukan kasus pemasungan di daerahnya saat itu.
Sebelumnya disebutkan bahwa pada 2012 Program Menuju Jawa Tengah
Bebas Pasung, lebih fokus pasa kegiatan pengobatan pasca pasung untuk
mengontrol pasien. Dalam kegiatan ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo
mengumpulkan ODGJ korban pasung yang telah dipulangkan di satu Puskesmas
untuk melakukan evaluasi kondisi dan perkembangan ODGJ berkaitan dengan
kemandirianya ADL (Activity Daily Life). Maksud kemandirian disini adalah
kemampuan menghidupi dirinya sendiri dan kemampuan beradaptasi dengan
lingkunganya.0
Gambar 4. 16. Pengobatan Pasca Pasung (“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung
Tahun 2012 Kabupaten Pekalongan”)
0
“Laporan Pengobatan Bagi ODMK Pasca Pasung Kabupaten Pati 2012,
RSD Dr. Amino Gondohutomo Semarang”, hlm. 6.
164
0
“Laporang Pengobatan Pasca Pasung Kabupaten Pekalongan Tahun 2012”,
hlm. 14-16.
165
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati, RSJD
Dr. Amino Gondohutomo”, hlm. 7.
0
“Laporang Pengobatan Pasca Pasung Jawa Tengah Tahun 2012 Kabupaten
Pekalongan”
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
3.
166
mengamuk dan mulai beraktivitas dengan baik. Kini, pasien tersebut hanya
melakukan kontrol ke RSU Kartini.0
Pada awal pelaksanaannya, terdapat beberapa hambatan yang ditemukan
saat melakukan Program Menuju Jawa Tengah Bebas Pasung. Hambatan yang
ditemukan salah satunya adalah keterbatasan fasilitas RSJ di Provinsi Jawa
Tengah yang hanya memiliki 4 RSJ salah satunya adalah RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. RSJ masih memiiki keterbatasan Ambulans, SDM, dan anggaran
operasional saat itu, sehingga, proses penjemputan korban pasung tidak dapat
dilayani dengan segera oleh pihak RSJ. Keterbatasan tersebut dapat ditutup
dengan memanfaatkan ambulans yang dimiliki oleh Rumah Sakit Daerah atau
Puskesmas setempat yang akan mendapat alokasi anggaran operasional dari
Kabupaten/ Kota.0 Selain itu, masih ada beberapa Puskesmas yang belum
memiliki SDM yang berpengalaman dalam pemberian obat haloperidol decanoas
inj, sehingga perlu bantuan tim dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 0
Program bebas pasung ini hanya dilakukan pada 2011-2012, selanjutnya
pihak daerah yang melaporkan dan membawa ODGJ ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo jika ditemukan kasusnya. Oleh karena itu, diharapkan adanya
kerjasama yang erat antara RSU, Puskesmas, dan Pemerintah Kota/Kabupaten
dalam memberantas pemasungan. 0
Pada 2012 telah dikeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun
2012 mengenai penanggulangan pasung di Provinsi Jawa Tengah. Peraturan ini
menjadikan provinsi jawa tengah sebagai salah satu provinsi pertama yang
menindak lanjuti masalah pemasungan secara serius dan berpartisipasi pada
program bebas pasung.
0
Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
2.
0
“Laporan Hasil Kesepakatan Rapat TPKJM Provinsi Jawa Tengah, 5 Juli
2012”
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm 5.
0
“Laporan Hasil Kesepakatan Rapat TPKJM Provinsi Jawa Tengah, 5 Juli
2012”
BAB V
SIMPULAN
Pada Masa Orde Baru (Orba) terdapat perubahan arah pelayanan kesehatan jiwa
yang lebih terbuka dan manusiawi. Perubahan tersebut mendorong pemindahan
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Amino Godonhutomo ke jalan Brigjen
Sudiarto pada 1986 dari bangunan lamanya di Tawang. Perpindahan ini dilakukan
karena bangunan lamanya sudah tidak layak untuk sebuah RSJ. Sejak
perpindahanya hingga tahun 2012 RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah melalui
banyak perkembangan manajemen dari segi sarana dan prasarana, keorganisasian,
maupun pelayanan di tengah stigma negatif masyarakat.
Perkembangan sarana dan prasarana yang terjadi kurun 1986-2012
berhasil mengubah citra bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang
sebelumnya mendapat predikat bangunan RSJ terburuk di Indonesia menjadi RSJ
Pemenang Penampilan Rumah Sakit Jiwa Terbaik melalui penilaian dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 1993.
Pada 2002 terjadi peralihan status RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang
memengaruhi perkembangan manajemen organisasinya. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo yang pada awalnya berada di bawah Pemerintah Pusat dengan
status Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) beralih menjadi RSJD di bawah
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peralihan ini terjadi karena adanya
desentralisasi yang dilakukan agar adanya kemandirian anggaran dari pemerintah
daerah, serta adanya kemudahan pendekatan instansi kepada masyarakat
daerahnya masing-masing. Setelah peralihan status, pada 2008 RSJD Dr. Amino
Gondohutomo ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang
memiliki fleksibilitas lebih dalam meningkatkan produktivitas dan mengelola
keuanganya. Adanya hal tersebut memengaruhi terjadinya perubahan pada
struktur organisasi dan pengelolaan kepegawaian RSJD Dr. Amino
Gondohutomo.
168
DAFTAR PUSTAKA
C. Surat Kabar
a/Sup, “Pasien Pondok Gila Dialihkan ke RSJ Semarang” Kompas, Kamis, 23
Agustus 1990, hlm. 13.
Bahana Patria Gupta, “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia”, Kompas Jawa Tengah,
Kamis, 7 Oktober 2010, hlm. 9.
“Bangunan Rumah Sakit Jiwa Tawang Semarang Terjelek di Indonesia”, Suara
Merdeka, 4 Oktober 1988, hlm. 11.
“Diperkirakan Lebih 80.000 Orang Penderita Ganggguan Jiwa di Jateng”,
Kompas, Kamis, 24 Maret 1988.
HAN, “Dampak BBM Naik, Meningkat Pasien Gangguan Jiwa di RSJ”, Kompas,
20 Oktober 2005.
HEN/EGI/WHO/GAL, “10 Orang Stress Akut: Minim Fasilitas untuk
Pengungsian Anak-anak di Jawa Tengah.”, Kompas, 4 November 2020.
ICH/IRN, “Beri Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2 Juni
2006.
IJ/atk, “Mentri Kesehatan: Departemen Kesehatan Siap Desentralisasi”, Kompas,
Februari, 2000.
“Instruksi Mendagri Melarang Pemasungan Merupakan Langkah Terpuji”,
Kompas, Kamis, 9 Februari 1978.
“Menguras Racun Narkoba”, Koran Tempo, 26 Maret 2000.
“Satu Rumah Sakit Jiwa untuk Setiap Propinsi”, Kompas, Rabu,17 Desember
1986.
“Sebagian Masyarakat Masih Malu Konsultasi ke RS Jiwa”, Kompas, Rabu, 12
Oktober 1994.
Son/Sup “Polda Jateng Kumpulkan Orang Sakit Jiwa”, Kompas, 3 November
1998.
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.ICH/IRN, “Beri
Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2 Juni 2006.
181
D. Sumber Online
Sofiyanti, Astri, “Kesehatan Masyarakat Jadi Prioritas dalam Agenda
Pembangunan Nasional” (https://bit.ly/2QWHIlv, diunduh pada 27
November 2019).
Nailufar, Nibras Nada, “Merefleksikan Joker: 1 dari 10 orang Indonesia Alami
Gangguan Jiwa” (https://bit.ly/2Ot7vA6, diakses pada 17 November
2019).
Arifin, Novian Zainul, “8 Provinsi di Indonesia Belum Memiliki Rumah Sakit
Jiwa” (https://www.kompas.tv/article/56493/8, diakses pada 17 November
2019).
Bagian Humas RSJD Dr. Amino Gondohutomo, “Menurunkan Kasus Ganguan
Jiwa dengan Program Pendawa Lima”, (https://rs-
amino.jatengprov.go.id/menurunkan-kasus-gangguan-jiwa-dengan-program-
pendawa-lima-pendidikan-kesehatan-jiwa-libatkan-mahasiswa/, diakses
pada 30 Oktober 2019)
Ardanareswari, Indira, “Rumah Sakit Jiwa Kolonial: Cara Belanda Karantina
Pribumi Ngamuk” (https://tirto.id/rumah-sakit-jiwa-kolonial-cara-belanda-
karantina-pribumi-ngamuk-duZv, diakses pada 24 Agustus 2020)
Janti, Nur, “Kala Belanda Bangun Rumah Sakit”
(https://historia.id/sains/articles/kala-belanda-bangun-rumahsakit-jiwa-
Pek7q, diakses pada 24 Agustus 2020)
“Instalasi Sanitasi”, (https://rsjd-surakarta.jatengprov.go.id/instalasi-sanitasi/,
diaskes pada 9 Desember 2020, pukul 17.50)
“Informasi Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino gondohutomo”, (
PPID RSJD Dr. Amino Gondohutomo (jatengprov.go.id), diakses pada 17
Desember 2020, pukul 20.38).
“Penuhi Hak Warga Negara dengan Bebas Pasung”
(mediakom.sehatnegeriku.com/penuhi-hak-warga-negara-dengan-bebas-
pasung/, diakses pada 07 Desember 2020, 15.00).
Shiel, William C., “Definition of Internal Medicine”
(https://www.rxlist.com/internal_medicine/definition.htm, diakses pada 10
Desember 2020, pukul 17.40).
182
LAMPIRAN
DAFTAR INFORMAN
188
Umur : 59 Tahun
Alamat : Tembalang, Semarang.
Keterangan : Informan merupakan Psikolog yang bekerja di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo sejak tahun 1990. Selain,
informan memiliki jabatan fungsional informan pernah
memiliki jabatan administrasi, salah satunya pada
bagian Pendidikan, Penelitian, dan Pelatihan (Diklat).
Informan juga pernah berkontribusi dalam penyusunan
data unntuk Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit
Jiwa Pusat Semarang, pada tahun 1993.
3. Nama : Sutopo
Umur : -
Alamat : Mranggen, Demak.
Keterangan : Sejak 1987 informan telah bekerja di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dan pensiun pada tahun 2017. Informan
banyak mengetahui kondisi RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dalam kurun waktu 1986-2012, terutama
dalam bidang pembangunan fisik. Selain itu, informan
cukup dekat dengan sosok Dr. Achmad Hardiman
Kepala Direktur RSJD Dr. Amino Gondohutomo tahun
1986.
190