Anda di halaman 1dari 190

PERKEMBANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT JIWA

DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO DAN


PERANANNYA DALAM PELAYANAN KESEHATAN JIWA
DI JAWA TENGAH 1986-2012

HALAMAN JUDUL

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata- 1 dalam Ilmu Sejarah

Disusun oleh:
Fatiya Daani Hasanah
NIM 113030116140063

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG
2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya, Fatiya Daani Hasanah, menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi
ini adalah asli hasil karya saya sendiri dan karya ilmiah ini belum pernah diajukan
sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan baik Strata
Satu (S1), Strata Dua (S2), maupun Strata Tiga (S3) pada Universitas Diponegoro
maupun perguruan tinggi lain.
Semua informasi yang dimuat dalam karya ilmiah ini yang berasal dari
penulis lain baik yang dipublikasikan maupun tidak telah diberikan penghargaan
dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari karya
ilmiah/skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya pribadi sebagai
penulis.

Semarang, 18 Oktober 2021


Penulis,

Fatiya Daani Hasanah


NIM 13030116140063

ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Your vision will become clear only when you can look into your own heart. Who
looks outside: dreams, who look inside: awakes.”

- Carl Gustav Jung

Dipersembahan kepada:

Orangtua saya dan orang-orang yang memberikan inpirasi

maupun yang hendak membangun inspirasi di luar sana.

iii
Disetujui,
Dosen Pembimbing,

Mahendra Puji U, S.S., M.Hum.


NIP 197102241999031001

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Perkembangan Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo dan Peranannya dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Jawa
Tengah 1986-2012” yang disusun oleh Fatiya Daani Hasanah (NIM
13030116140063) telah diterima dan disahkan oleh panitia ujian skripsi Program
Strata-1 Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
pada hari……………………..

Ketua,

Prof. Dr. Sutejo K. Widodo, M.Si.


NIP 196005151985031004

Anggota I, Anggota II,

Dr. Alamsyah, M.Hum. Mahendra Puji U, S.S., M.Hum.


NIP 197102241999031001 NIP 197211191998021002

Mengesahkan,
Dekan

Dr. Nurhayati, M.Hum.


NIP 19661004199012001

v
KATA PENGANTAR

Rasa puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan yang Maha Esa. Karena
hanya atas kuasa dan kehendak-Nya, tugas akhir yang berjudul “Perkembangan
Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo dan Peranannya
dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 1986-2012” dapat dituntaskan
sebagai syarat utama untuk menyelesaikan studi pada Program Strata-1 Program
Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan kepada yang terhormat:
Dr. Nurhayati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro dan Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum, selaku Ketua Departemen
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Penulis juga
mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Mahendra Puji Utama,
S. S, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan
motivasi, pandangan baru, dan arahan selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sutejo Kuat Widodo
M.Si selaku ketua penguji dan Dr. Alamsyah M.Hum selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi skripsi ini, sehingga
skripsi dapat menjadi lebih baik. Terima kasih juga kepada, Slamet Subekti selaku
dosen wali yang dengan sabar telah memberikan perhatian terhadap
perkembangan akademik penulis selama masa perkuliahan.
Terima kasih penulis haturkan juga kepada segenap pengajar Program
Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas atas bekal ilmu pengetahuan yang
telah diberikan. Terima kasih penulis haturkan untuk segenap staf administrasi
dan perpustakaan Departemen Sejarah Mba Fatma, Mba Ratri, dan Pak Martoyo
yang telah membantu urusan akademik dan pencarian refrensi penelitian ini.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya penulis
khususkan kepada Dra. Sri Mulyani, S. Psi, M.kes., Mira Permatasari S. Psi., M.
Psi, Sutopo, Eko Mulyadi S.Pd., M.M. yang telah menyempatkan waktunya dan
bersedia menjadi narasumber untuk keperluan wawancara penelitian ini. Selain

vi
itu, ucapan terima kasih kepada Rizky Amalia Dewi, A.Md, dan Joko Prayitno, S.
E selaku bagian Diklat RSJD Dr. Amino Gondohutomo serta Edy Kristanto, S.
Sos. selaku kepala sub-bagian umum yang membimbing saya selama melakukan
penelitian di RSJ.
Secara khusus penulis haturkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis, Rahandani dan Ummu Chalifah yang telah memberikan afeksi melalui
dukungan dan kepercayaan yang begitu besar kepada penulis sehingga bisa
mencapai titik ini. Adapun ucapan terima kasih kepada saudara penulis, yaitu
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Syifa Sonaris dan Haimina
Dani Amalia yang telah membantu penulis dalam menyelsaikan skripsi ini, serta
Maulana Muhammad dan Tsalatsi Dani Hafiizah yang memberi motivasi pada
penulis.
Dalam kesempatan ini penulis juga berterima kasih kepada Salsabila
Razan, Umniah Salsabila Prasojo, Zeita Fauzia, Nurulina Ayu, Suci Chumaira,
Daniel, Hadi, Rayhan, Vani Audrei, dan Alda Alhikmah, yang merupakan teman
semasa sekolah yang memberikan pandangan mengenai ilmu bantu yang
digunakan dalam penelitian ini dan terus memberikan dukungan kepada penulis.
Begitu banyak orang yang membersamai dan membantu penulis selama
melewati masa perkuliahan khususnya selama pengerjaan skripsi ini. Untuk itu
penulis mengucapkan rasa bangga dan terima kasih kepada Haifa Nita, Firdha
Rizky, Dinah Rida, Gita Amelia, Riski Mardiani, Danti, Rara Rastri, Sukma Nur,
Eka Fitrianti, Esphy Harefa, Ajeng, Yusinta, Bimo Dwi, Tegar Angkasa, Yudhi
Herdiansyah, Sunja Supriadi, Fijar Lazuardi, Ulil Albab, Azwin Rashif, Ahmad
Zaki, Ravi Oktafian, Gama Rifan, dan Faisal Umar. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih pada teman-teman Jurusan Sejarah angkatan 2016
Penulis amat mengerti bahwa sebagai peneliti pemula, skripsi ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik, dan tanggapan dari para pembaca
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan
akademik dan pembelajaran serta ilmu pengetahuan.
Semarang, 18 Oktober 2021
Penulis

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii
HALAMAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR SINGKATAN x
DAFTAR ISTILAH xii
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR TABEL xviii
ABSTRAK xix
ABSTRACT xx
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang dan Permasalahan 1
B. Ruang Lingkup 5
C. Tujuan Penelitian 7
D. Tinjauan Pustaka 8
E. Kerangka Pemikiran 11
F. Metode Penelitian 17
G. Sistematika Penulisan 19
BAB II KONDISI KESEHATAN JIWA DI JAWA TENGAH, 20
1986-2012
A. Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 20
B. Pandangan Masyarakat Jawa Tengah Terhadap Gangguan Jiwa 25
C. Kebijakan Mengenai Kesehatan Jiwa 31
D. Layanan Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah 36
BAB III PERKEMBANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT JIWA 43
DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO
A. Doorgangshuizen Semarang: Cikal Bakal Rumah Sakit Jiwa 43
Daerah Dr. Amino Gondohutomo
B. Perkembangan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Jiwa Daerah 48
Dr.Amino Gondohutomo
1. Periode 1986-1992 48
2. Periode 1993-2012 53
C. Perkembangan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo 63
1. Perkembangan Status dan Struktur Organisasi 64
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia 73
3. Pengembangan dan Pendidikan Sumber Daya Manusia 80

viii
BAB IV PELAYANAN KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA 86
DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH
A. Pelayanan Kesehatan Jiwa Intramural 86
1. Preventif dan Promotif 87
2. Kuratif 90
a. Rawat Jalan 90
b. Pelayanan Rawat Inap 97
3. Rehabilitatif 103
a. Rehabilitasi Medik 104
b. Rehabilitasi Psikososial 106
B. Pelayanan Kesehatan Jiwa Ekstramural 115
1. Integrasi Kesehatan Jiwa Puskesmas dan 116
Rumah Sakit Umum
2. Koneksi Pelayanan Antarlembaga 121
a. Badan Pembinaan Kesehatan Jiwa Masyarakat 122
(BP-KJM)
b. Pondok ODGJ dan Panti Sosial 124
c. Lembaga Pendidikan 125
d. Organisasi Masyarakat 126
3. Bantuan Penanganan Bencana Alam 127
4. Layanan Telepon untuk Kesehatan Jiwa 128
C. Peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam Jawa Tengah
Bebas Pasung 130
BAB V 143
SIMPULAN 143
DAFTAR PUSTAKA 145
LAMPIRAN 158
DAFTAR INFORMAN 163

ix
DAFTAR SINGKATAN

ADL : Activity Daily Life


BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
BP-KJM : Badan Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat
DSSJ : Desa Siaga Sehat Jiwa
ECT : Electro Convulsive Therapy
EEG : Electro Encefalografi
ECG : Electro Cardiografi
ICU : Intensive Care Unit
IGD : Instalasi Gawa Darurat
LOS : Length of Stay
MIBP : Menuju Indonesia Bebas Pasung
ODGJ : Orang Dengan Gangguan Jiwa
PORKES : Pekan Olahraga dan Kesenian Rehabilitasi Mental
REMEN
PPK BLUD : Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah
Puskesmas : Pusat Kesehatan masyarakat
Rehabsos : Rehabilitasi Sosial
RKO : Ruang ketergantungan Obat
RSJ : Rumah Sakit Jiwa
RSJD : Rumah Sakit Jiwa Daerah
RSJP : Rumah Sakit Jiwa Pusat
RS : Rumah Sakit
RSK : Rumah Sakit Khusus
RSKO : Rumah Sakit Ketergantungan Obat
TP-KJM : Tim Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat
SKJRT : Survey Kesehatan Jiwa Rumah Tangga
UGD : Unit Gawat Darurat
WHO : World Health Organization

x
DAFTAR ISTILAH1

Brainmapping : teknik yang digunakan untuk pemetaan aktivitas


listrik pada otak untuk mempelajari fungsional
otak manusia.

Coass co-assistant merupakan istilah yang digunakan


: untuk menyebut dokter muda yang telah
menyelesaikan kegiatan di perkuliahan dan
tengah melakukan kegiatan pendidikan di rumah
sakit melalui praktek.

Custodial care perawatan yang berfokus pada pengawasan dan


: penjagaan bukan pada penyembuhan. Perawatan
ini tidak mengharuskan dilakukan oleh tenaga
profesional atau medis

Deinstitusional reformasi perubahan arah pelayanan kesehatan


: jiwa melalui kebijakan-kebijakan baru yang
mulai berlaku.

Densitometri : suatu metode yang didasari interaksi radiasi

1
Pengertian dalam daftar istilah ini disusun berdasarkan pada pendapat para
ahli dalam kamus kedokteran dan refrensi.
xi
elektromagentik dengan analit berupa noda pada
lempeng kramotografi lapis tips. Metode ini
digunakan untuk memisahkan zat-zat yang
menyatu.

Diathermi alat yang digunakan untuk kepentingan


: fisioterapi yang memanfaatkan terapi pemanasan
dalam. Digunakan untuk merileksasi otot dan
sendi serta menghilangkan nyeri.

Doorgangshuizen tempat penampungan sementara ODGJ


:
Drug Monitoring pengawasan obat merupakan praktik klinis yang
: mengaitkan pengukuran kadar obat dalam darah
pasien.

Electro Convulsive : terapi kejang listrik yang menyebabkan kejutan


Therapy pendek pada otak untuk menghilangkan
beberapa ingatan pendek untuk sementara
waktu.

Electro Encefalografi suatu instrumen yang digunakan untuk merekam


: aktivitas listrik di otak dan mempelajari hasil
gambar rekaman tersebut. Alat ini digunakan
untuk mendiagnosis gangguan pada otak.

Elektro Cardiografi alat pendeteksi aktivitas listrik pada jantung


: yang menghasilkan grafik pada layar monitor.
Digunakan untuk mendeteksi gangguan
elektrolit dan gangguan obat.

Epilepsi suatu tindak diagnosis dengan alat bantu untuk


Monitoring : memonitor kasus epilepsi terhadap kehilangan
keseimbangan dan kejang.

Fotometer merupakan alat kimia klinis yang digunakan


: dalam mendeteksi unsur-unsur yang terkandung
dalam darah, yang nantinya digunakan untuk
mengobati pasien yang mengalami kelainan
yang dialami oleh gangguan pada darah.

Jaw exercise kit suatu alat bantu dalam memperbaiki bagian


: rahang yang digunakan untuk melatih kontrol
gerakan pada aktivitas makan dan berbicara.

Jaw gradding bite alat batu terapi bicara yang digunakan untuk

xii
: memperkuat rahang dan menstabilkan rahang.

Hematologi cabang ilmu kedokteran yang mempelajari


: mengenai darah dan gangguanya.

Kranzinnigenggestichten rumah sakit jiwa


:
Mediko-sosial pelayanan kesehatan yang terbuka menggunakan
: multidisiplin dan mengikutsertakan masyarakat
secara aktif, berkesinambungan, serta konsisten.

Mikrothermi alat yang digunakan dalam terapi fisik untuk


: meredakan dan menghilangkan sakit pada otot.

Nebulizer Sebuah alat untuk mengubah obat dalam bentuk


: cairan menjadi uap yang dapat dihirup. Metode
ini digunakan pada pasien yang memiliki
gangguan pernapasan.

Neodinator alat fisioterapi yang menggunakan sinar.


:
Neurokognitif : Neurokognitif merupakan cabang ilmu neurologi
yang berfokus pada fungsi kognitif manusia.

Psikiatri cabang ilmu dan spesialisasi kedokteran yang


: berfokus pada masalah kesehatan jiwa meliputi
perawatan dan pengobatanya.

Psikologi ilmu nonkedokteran yang mempelajari secara


: mendalam mengenai perilaku dan perasaan,
mental, dan pikiran manusia.

Psikomotor kemampuan yang aktivitas fisik meliputi


: perilaku gerakan dan koordinasi jasmani.

Psikotest sebuah tes yang mengukur perkembangan,


: kepribadian, kecerdasan, dan proses berpikir
seseorang.

Psikotik : psikotik merupakan keadaan yang disebabkan


oleh gejala psikosis, yaitu penyakit jiwa berat
yang ditandai dengan kerusakan menyeluruh
dalam menilai realitas.

Pulse aximeter sebuah alat untuk mengukur saturasi oksigen


: dalam sel darah merah, detak jantung, dan

xiii
pergerakan sel darah dalam tubuh.

Radio graphic x-ray system sebuah alat untuk menangkap citra melalui
: sinar-X, dimana sensor pada sinar-X digital
diganti dengan film ftografi konvensional guna
melakukan scan pada area tubuh tertentu.

Tongue tip tools alat yang digunakan untuk meningkatkan


: kemampuan mengunyah dan bericara dengan
membantu pengangkatan dan penurunan gerak
lidah.

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai


: terganggunya bentuk dan isi pikiran yang
menyebabkan hilangnya kontak seseorang
dengan kenyataan, seperti halusinasi dan
waham.

Stress suatu reaksi biologis terhadap rangsangan


: merugikan fisik, mental atau emosi secara
internal maupun eksternal dan dapay
menimbulkan gangguan pada individu.

Stress Analyzer suatu alat yang digunakan untuk mengukur


: akumulasi stress seseorang dan usia serta
keadaan pembuluh darah.

Ultrasonography alat bantu yang digunakan untuk pemeriksaa


: penunjang yang memanfaatkan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi untuk menghasilkan
gambar.

X-ray Grid suatu alat berbentuk lempengan timah yang


: digunakan bersama x-ray guna membatasi atau
mengeleminasi radiasi hambur agar tidak sampai
pada film.

xiv
DAFTAR GAMBAR

3. 1. Penampungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Semarang Jalan Sompok 48


3. 2. Penampungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Semarang, Tawang 52
3. 3. Bangsal laki-laki dan wanita Rumah Sakit Jiwa Tawang 53
3. 4. Pembangunan Gedung Poliklinik I RSJP Semarang di Jalan Brigjen 57
Sudiarto tahun 1984/1985
3. 5 Gedung Administrasi dan Auditorium RSJP Semarang di Jalan Brigjen 58
Sudiarto
3. 6. Bangunan Masjid dan Lapangan Tennis RSJP Semarang di Jalan 61
Brigjen Sudiarto
3. 7. Gapura Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo di Jalan 62
Brigjen Sudiarto tahun 2011
3. 8. Intalasi Gizi RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jalan Brigejen Sudiarto 66
3. 9. Kegiatan pada Instalasi Laundry RSJD Dr. Amino Gondohutomo di 67
Jalan Brigjen Sudiarto
3. 10. Bagan Susunan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Kelas A 72
3. 11. Bagan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang sebagai Rumah Sakit 74
Jiwa Kelas A
3. 12. Bagan Rumah Sakit Jiwa Daeah Dr. Amino Gondohutomo, Semarang 76

xv
3. 13. Kegiatan Lokakarya dengan Badan Penanggulangan Kesehatan 88
Jiwa Masyarakat, 22 Februari 1992
3. 14. Perpustakaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jalan 92
Brigjen Sudiarto
4. 1. Kegiatan Family Gathering 96
4. 2. Kegiatan Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Anak dan Remaja 99
Tahun 1992
4. 3. Kegiatan Terapi Relaksasi di Klinik Psikologi 103
4. 7. Rehabilitasi mental denga kegiatan kerajinan kayu atau triplek 117
4. 8. Rehabilitasi Mental dengan Kegiatan menyulam dan kristik 119
4. 9. Terapi gerak dengan Catur 120
4. 10. Pembinaan Arahan Anggota Pramuka Rumah Sakit Jiwa 121
Pusat Semarang tahun 1991
4. 12. Acara Pentas Seni sebagai Puncak Acara berbagai kegiatan 122
lomba dan pameran
4. 13. Pelatihan Tenaga Medis dan Paramedis Puskesmas dan Rumah Sakit 126
Umum mengenai kesehatan jiwa dan penyalah gunaan obat
11 Oktober -16 Oktober 1992
4. 14. Lokakarya Pemantapan Organisasi dan Program Badan 129
Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat Tingkat I dan II se- Jawa
Tengah di Auditorium Rumah Sakit Jiwa Semarang, 22 Februari 1992
4. 15. Penyuluhan Kesehatan Jiwa oleh Tim Badan Penanggulangan 130
Kesehatan Jiwa Masyarakat di Brebes
4. 16. Peresmian Layanan Telepon Untuk Kesehatan Jiwa Tahun 1999 136
4. 17. Korban Pasung yang Dirantai pada Bagian Kaki 141
4. 18. Tempat Pengasingan Orang Dengan Gangguan Jiwa yang Dipasung 142
4. 19. Proses Penjemputan dan Pelepasan Alat Pasung 143
4. 20. Pengobatan Pasca Pasung 146
4. 21. Penyuluhan Caregiver Pekalongan 147
4. 22. Kegiatan Klinik Gigi 152

xvi
DAFTAR TABEL

2. 1. Jumlah Panti Khusus Milik Pemerintah Jawa Tengah 2009-2011 41


2. 2. Jumlah Penghuni Panti Milik Pemerintah 2009-2011 42
3. 1. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang 1980-1989 50
3. 2. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Pusat 1990-1992 53
3. 3. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino 54
Gondohutomo 1996-2009
3. 4. Data Status Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino 75
Gondohutomo, Juni 1997
3. 5. Data Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino 76
Gondohutomo berdasarkan pendidikan 2005
3. 6. Data Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo 77
Menurut Status tahun 2008
3. 7. Data Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo 78
Menurut Kelompok Fungsional Pendidikan tahun 2008.
3. 8. Data ketenagakerjaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino 79
Gondohutomo
4. 1. Length of Stay (LOS) tahun 1988-1992 98
4. 2. Daftar Bangsal Rawat Inap Tahun 1993 100

xvii
4. 3. Daftar Bangsal Rawat Inap Tahun 2008. 101
4. 4. Kegiatan Rehabilitasi Latihan Kerja 108
4. 5. Daftar Integrasi Rumah Sakit Umum dan Puskesmas 1974-2007. 117
4. 6. Data Jumlah Tindakan Pasien RSU dan Puskesmas 119
Tahun 1990/1991, 1991/1992, dan 2007
4. 7. Data Jumlah Rujukan RSU dan Puskesmas 1988-1992 120
4. 8. Hasil Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 137
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
4. 9. Hasil Laporan Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 138
di Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah menganalisa perkembangan manajemen


dan peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam pelayanan kesehatan jiwa dari
tahun 1986-2012. Skripsi disusun dengan metode sejarah yang menggunakan
sumber primer dan sekunder. Sumber-sumber primer yang digunakan dalam
skripsi ini adalah sumber sezaman, arsip laporan dari berbagai instansi, dan
sumber lisan hasil wawancara dengan pelaku sejarah. Sumber-sumber sekunder
berasal dari artikel jurnal, Skripsi, dan buku yang membahas mengenai tema
terkait.
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan Rumah Ssakit Jiwa (RSJ) masih
mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Selama perkembangan
manajemennya pada 1986-2012, RSJD Dr. Amino Gondohutomo berhasil
mendorong perubahan pada pelayanan kesehatan jiwa ke arah yang lebih baik
guna menaikan citra RSJ dan memperbaiki stigma mengenai ODGJ di mata
masyarakat. Upaya yang pertama dilakukan adalah dengan pemindahan bangunan.
Pada 1986 RSJD Dr. Amino Gondohutomo melakukan perpindahan bangunan
dari daerah Tawang ke daerah Pedurungan. Perpindahan ini mendorong
perkembangan sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan memadai. Selain itu,
pada 2002 terjadi peralihan status RSJ dari Rumah Sakit Jiwa Pusat menjadi
Rumah Sakit Jiwa Daerah di bawah pemerintah daerah. Hal ini dilakukan agar
adanya kemandirian anggaran dari pemerintah daerah, serta adanya kemudahan
pendekatan instansi kepada masyarakat daerahnya masing-masing.
Dari 1986 hingga 2012 RSJD Dr. Amino Gondohutomo terus
mengupayakan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih baik, melalui pelayanan
intramural dan ekstramural. Pelayanan intramural meliputi kegiatan rawat jalan,
rawat inap, rehabilitasi, dan sosialisasi dalam RSJ. Sedangkan, pelayanan
ekstramural meliputi penanggulangan bencana, sosialisasi, program integrasi RSU

xviii
dan Puskesmas, dan program Jawa Tengah Bebas Pasung. Setelah adanya
Program Jawa Tengah Bebas Pasung, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun 2012 mengenai
penanggulangan pasung. Peraturan ini menjadikan Jawa Tengah sebagai salah
satu provinsi pertama yang memiliki peraturan penanggulangan pasung.

Kata kunci: Perkembangan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo,
Pelayanan Kesehatan Jiwa, Jawa Tengah

ABSTRACT

This thesis aims to analyze the progress of mental health services from RSJD Dr.
Amino Gondohutomo from 1986 to 2012. It is written based on historical research
methods using both primary and secondary sources. The primary sources that used
in this thesis were from contemporary newspaper, report archive from various
institutions that documented the events related to this thesis. Interview result from
historical figures were also used as primary sources. For the moment, the
secondary sources were taken from articles journal, thesis, and books that discuss
the related themes.
This thesis examined the treatment of mental health issues in Central Java
and the associated negative stigma from society about mental disorders along with
the Asylum. This research also discussed the progress of mental health services
provided by Dr. Amino Gondohutomo Regional Mental Hospital (known as RSJD
Dr. Amino Gondohutomo) to adress these issues since they moved from the old
building to the new building in 1986, up until the establishment of the Central
Java Governor’s Decree No. 1/2012 about Restraint Prevention (known as
Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1/ 2012 tentang Penanggulangan Pasung).
During the period of 1986-2012, RSJD Dr. Amino Gondohutomo went
through plentiful progress, one major change was the replacement status from a
Central Mental Hospital to a Regional Mental Hospital. In addition, there was
progress in the direction of mental health services in Indonesia in the New Order
regime, that brought lots of positive changes in mental health services from RSJD
Dr. Amino Gondohutomo. RSJD Dr. Amino Gondohutomo began to provide
adequate infrastructure and facilities for mental health treatment. As a Regional
Mental Hospital Type A, RSJD Dr. Amino Gondohutomo have a role to execute
intramural service, a service that operating within the hospital; and extramural
service, a service that operating outside the hospital such as handling natural

xix
disaster impact and executing Central Java Free Restraint Program (known as
Program Jawa Tengah Bebas Pasung).

Keywords: Progress, Dr. Amino Gondohutomo Regional Mental Hospital, Mental


Health Service, Central Java

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan

Kesehatan merupakan salah satu modal dasar untuk menciptakan stabilitas


ekonomi dan sosial. Kondisi kesehatan penduduk dapat menggambarkan
kesejahteraan penduduk suatu negara. Penduduk dengan tingkat kesehatan yang
baik juga dapat memengaruhi penurunan tingkat kemiskinan, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.0

Arti kesehatan mencakup baik kesehatan fisik, mental, dan sosial.0 Namun,
gangguan mental atau jiwa sering kali tidak dianggap sebagai sebuah penyakit,
karena gangguan jiwa berbeda dengan gangguan fisik yang terlihat jelas
keberadaanya. Hampir dua pertiga penderita gangguan jiwa tidak pernah mencari
bantuan profesional. Gangguan mental dikatagorikan sebagai burden disease dan
menyumbang 12% dari global burden disease. Angka tersebut lebih besar
dibandingkan dengan penyakit dengan penyebab fisik.0 Berdasarkan Survey

0
Arum Atmawikarta, “Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi”
(Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS RI, 2004), hlm.
3.
0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Pasal 2 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 406/Menkes/SK/
VI/2009 tentang “Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas”, hlm. 1.
xxi
Kesehatan Jiwa Rumah Tangga (SKJRT) di 11 kota di Indonesia pada 1995,
prevalensi kesehatan jiwa mencapai 185 per 1000 populasi, yang artinya 1 dari 4
orang pernah mengalami gangguan jiwa. Pada 2007, menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), prevalensi gangguan jiwa mencapai 11,6%. Berdasarkan
jumlah tersebut permasalahan kesehatan jiwa perlu mendapat perhatian.0

Masalah kesehatan jiwa dapat menimbulkan banyak kerugian secara moral


dan material. Penderita gangguan jiwa menjadi tidak produktif dan bergantung
pada keluarga maupun masyarakat sekitar, bahkan dapat memiliki kecenderungan
bunuh diri. Oleh karena itu, gangguan jiwa perlu dipahami, dicegah, dikenali
secara dini, dan ditangani dengan tepat.0 Dalam upaya untuk memberikan layanan
kesehatan jiwa, pemerintah mendirikan Rumah Sakit Jiwa (RSJ).0

Upaya untuk menangani penderita gangguan jiwa di Indonesia sudah mulai


dilakukan pada masa kolonial. Industrialisasi pada masa itu menuntut masyarakat
untuk beradaptasi dengan cepat. Tanpa disadari, industrialisasi juga menimbulkan
dampak buruk pada kesehatan jiwa masyarakat. 0 Salah satu upaya penanganan
masalah kesehatan jiwa yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah
pendirian 12 doorgangshuizen (rumah penampungan sementara) di beberapa
kota.0 Salah satu dari doorgangshuizen itu didirkan di Kota Semarang pada 1848,
yang berlokasi di Jalan Sompok, Peterongan.0

0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
406/Menkes/SK/ VI/ 2009, Tentang, “Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Komunitas”, hlm. 1.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 5.
0
Hans Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan
Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019), hlm. 127-128.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 3.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. xviii.
0
Buku Profile RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Semarang: Divisi Umum,
Promosi Kesehatan, RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2014), hlm. 3.
xxii
Pada 1912, doorgangshuizen Semarang dipindahkan sebuah gudang tua
yang dibangun pada 1878 di Jalan Cendrawasih, Tawang. Pada 1928
doorgangshuizen Semarang berkembang menjadi Kranzinnigenggestichten
(Rumah Sakit Jiwa).0 Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada 1951
nama semua instansi kesehatan jiwa warisan pemerintah Hindia Belanda diubah
dengan nama Indonesia. Sejak saat itu, Kranzinnigenggestichten Semarang
disebut sebagai Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) Semarang Tawang.0

Setelah kemerdekaan pemerintah terus berupaya meningkatkan layanan


kesehatan jiwa. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Pada masa Orde
Baru (Orba) berbagai program pembangunan nasional telah dijalankan seperti
pembenahan infrastruktur transportasi, sarana irigasi, dan peningkatan
pendidikan.0 Kesehatan jiwa juga termasuk salah satu bidang yang mendapatkan
pembenahan pada masa Orba.

Pada 1966 pemerintah menerbitkan UURI No. 3 Tahun 1966 tentang


Kesehatan Djiwa.0 Adanya UURI ini membawa perubahan pada arah pelayanan
kesehatan jiwa yang lebih terbuka dan manusiawi, proses perubahan ini disebut
sebagai deinstitusionalisasi.0 Selain melalui UU, Menteri Dalam Negeri juga

0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 271
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 213.
0
Imam Subkhan, “GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di
Indonesia”, Aspirasi, Vol. V, No. 2 (Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI, 2014), hlm. 136.
0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang
Kesehatan Djiwa.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
xxiii
mengeluarkan larangan praktik pemasungan terhadap ODGJ melalui SK Menteri
Dalam Negeri No. PEM.29/6/15 tahun 1977.0

Upaya peningkatan kesehatan juga dilakukan melalui perbaikan fasilitas


pelayanan kesehatan jiwa. Di Jawa Tengah, hal itu dilakukan dengan pemindahan
RSJP Semarang Tawang ke Jalan Brigjen Sudiarto No. 347, Pedurungan pada 4
Oktober 1986. Pemindahan itu dilakukan karena bangunan RSJP Semarang saat di
tawang tidak layak untuk bangunan rumah sakit. 0 Setelah perpindahanya, pada 9
Februari 2001 nama RSJP Semarang diubah menjadi RSJP Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Memasuki Masa Reformasi terjadi desentraslisasi,
sehingga terjadi peralihan pengelolaan RSJP Dr. Amino Gondohutomo Semarang
dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinisi Jawa Tengah pada 2002. Sejak
saat itu nama RSJ ini dialihkan menjadi Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr.
Amino Gondohutomo. 0

Di tengah perkembanganya RSJD Dr. Amino Gondohutomo dihadapkan


dengan stigma negatif masyarakat terhadap ODGJ dan RSJ. Sebagian masyarakat
masih menganut anggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal yang
bersifat gaib. Adanya anggapan itu menyebabkan penanganan ODGJ tidak
dilakukan dengan mengandalkan pertolongan tenaga ahli, melainkan dengan
pertolongan dukun atau paranormal, dan yang lebih buruk adalah memasung
ODGJ.0

Pemasungan ODGJ merupakan masalah yang mendesak untuk dihilangkan.


Oleh karena itu, pada 2010 Kementerian Kesehatan mendeklarasikan program

0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. 138-140.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 271.
0
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 440/09/2002, Tentang,
“Pengintegrasiaan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, Rumah Sakit Jiwa
Surakarta, dan Rumaah Sakit Pusat Klaten ke Dalam Perangkat Daerah
Pemerinthan Propinsi Jawa Tengah”.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 3.
xxiv
Menuju Indonesia Bebas Pasung (MIBP). RSJD Dr. Amino Gondohutomo ikut
berperan penting dalam mewujudkan program bebas pasung di Jawa Tengah
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan jiwa terpadu dan menyeluruh di Jawa
Tengah.0 Untuk menunjang penanggulangan pasung Provinsi Jawa Tengah
mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 tahun 2012. Dengan terbitnya
Peraturan Gubernur ini, Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi pertama yang
memiliki peraturan mengenai pemasungan, di samping Provinisi Nusa Tenggara
Barat.0 Setelah tahun 2012 penanganan bebas pasung ini mulai ditangani secara
mandiri oleh Puskesmas dan RSU setelah mendapatkan bimbingan dari RSJD.0

Berdasar latar belakang di atas, skripsi ini akan membahas perkembangan


manajemen RSJD Dr. Amino Gondohutomo dan peranannya dalam pelayanan
kesehatan jiwa di Jawa Tengah, pada periode antara 1986 hingga 2012 di tengah
stigma negatif terhadap RSJ dan ODGJ. Untuk membahas permasalahan tersebut,
dikemukakan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimana perkembangan manajemen RSJD Dr. Amino Gondohutomo?

2. Mengapa terjadi peralihan status dari RSJP Semarang ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo?

3. Apa saja pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo?

0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di
Indonesia, hlm. 140-141.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 5.
xxv
4. Apa peran RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam pelayanan kesehatan jiwa
khususnya dalam mewujudkan program bebas pasung di Jawa Tengah?

B. Ruang Lingkup

Penelitian sejarah memerlukan batasan ruang lingkup agar kajian dapat dilakukan
secara terfokus dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan
metodologis.0 Penelitian sejarah memiliki tiga ruang lingkup yaitu lingkup spasial,
temporal, dan keilmuan.

Lingkup spasial dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah. Provinsi
Jawa Tengah merupakan fokus daerah penanganan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo khususnya Jawa Tengah bagian utara seperti, Semarang, Tegal,
Rembang, Pati, Pekalongan, Jepara, dan Kendal. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 135/MENKES/SK/IV/78 tahun 1978, RSJD
Dr. Amino Gondohutomo ditetapkan sebagai rumah sakit khusus jiwa kelas A
yang menjadi tempat rujukan pelayanan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, keberadaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai pionir
pelayanan kesehatan jiwa di Jawa Tengah sangat penting.

Lingkup temporal skripsi ini adalah antara tahun 1986 hingga 2012. Tahun
awal pembahasan pada 1986 dipilih dengan mengacu pemindahan RSJ ini pada ke
Jalan Brigjen Sudiarto dari lokasi semula di Jl. Cedrawasih, Tawang. Pindahnya
rumah sakit ini ke Jalan Brigjen Sudiarto juga menandakan perubahan RSJD Dr.

0
Taufik Abdullah, “Di Sekitar Sejarah Lokal di Indonesia” dalam Taufik
Abdullah, editor, Sejarah Lokal di Indonesia: Kumpulan Tulisan (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 10.
xxvi
Amino Gondohutomo ke arah modern, dengan sarana dan prasarana serta
pelayanan yang lebih memadai.0

Tahun 2012 menjadi akhir pembahasan, karena pada tahun tersebut


dikeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah mengenai penanggulangan
pemasungan. Upaya pemberantasan pemasungan sudah ditetapkan pada 2010
melalui Program Menuju Indonesia Bebas Pasung. Program ini direalisasikan di
Jawa Tengah pada 2011-2012 dengan melibatkan beberapa lembaga salah satunya
RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Selain itu, keberadaan program bebas pasung ini
juga diperkuat oleh Pemerintah Daerah Jawa Tengah dengan meletakan larangan
pemasungan pada Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan
Pasung di Provinsi Jawa Tengah. 0 Keluarnya peraturan tersebut menjadikan Jawa
Tengah sebagai salah satu provinsi yang pertama memiliki peraturan mengenai
larangan pasung. Setelah tahun 2012 RSJD Dr. Amino Gondohutomo tidak turun
langsung pada program ini, melainkan hanya bertugas menerima pasien yang
dikirim dari kabupaten dan kota. Penanganan pertama terhadap pemasungan
diserahkan kepada Puskesmas dan RSUD.

Lingkup keilmuan yang digunakan dalam skripsi ini adalah sejarah instansi.
Dalam skripsi ini dibahas mengenai perkembangan RSJ sebagai instansi
pemerintah. Instansi Pemerintah sendiri merupakan unsur penyelenggara atau
organisasi yang berisikan orang-orang yang dipilih secara khusus untuk
melakukan tugas dalam bentuk pelayanan pada masyarakat. Instansi yang dibahas
dalam skripsi ini adalah penyelenggara organisasi pelayanan kesehatan Jiwa. Pada
konteks kelembagaan, sebuah organisasi bertugas merencanakan program dan

0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Pols, Jiwa Sehat Negara Kuat, hlm. 140.
xxvii
mengatur serta mengimplementasikan kebijakan nasional, 0 yang telah ditetapkan
dalam kebijakan di bidang kesehatan jiwa. Di samping itu, skripsi ini juga
mengkaji soal Sejarah kesehatan. Sejarah kesehatan membahas perkembangan
kesehatan dan penanggulangan penyakit yang berkaitan dengan aspek lain, seperti
budaya, ekonomi, politik, dan sosial.0

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi terkait


perkembangan manajemen RSJD Dr. Amino Gondohutomo dari tahun 1986-2012.
Di samping itu, penelitian ini juga memiliki tujuan untuk menjelaskan alasan
mengapa terjadi peralihan status RSJP Semarang ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan jenis
pelayanan yang diberikan Dr. Amino Gondohutomo dalam upaya penanganan
masalah penyakit jiwa di Jawa Tengah. Di samping itu, tujuan lainya adalah untuk
mendeskripsikan peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam upaya
penanggulangan masalah kesehatan jiwa khususnya pemasungan di Jawa Tengah.

0
Jean-Claude Thoenig, “Institutional Theories and Publics Intitutions.
Tradition and Appropriateness”, dalam G. Peters and Jon Pierre, Handbook of
Public Administration (SAGE Publication, London, 2009), hlm. 132-133.
0
Winda Octavia dan Lister Eva Simangunsong, “Sejarah Kesehatan Kuli
Kontrak di Perkebunan Deli Maatschapai 1872-1942”, Jurnal Jurusan Pendidikan
Sejarah, Vol. 5 No. 2 (Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Imu Sosial,
Universitas Negeri Medan, 2021), hlm. 27.
xxviii
D. Tinjauan Pustaka

Topik tentang kesehatan jiwa sudah mendapatkan perhatian dari beberapa peneliti.
Oleh karena itu, pada bagian ini akan dilakukan tinjauan terhadap hasil-hasil
penelitian tentang kesehatan jiwa.

Pustaka pertama, adalah artikel yang ditulis oleh Nova Riyanti Yusuf
dengan judul “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”.0 Dalam artikel ini dibahas tentang implementasi UURI No. 3 Tahun 1966,
yang kemudian disempurnakan dengan UURI No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Setelah itu, baru dilakukan penyempurnaan kembali dalam Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2014. Tulisan ini menjelaskan substansi regulasi-
regulasi terkait kesehatan jiwa dari tahun ke tahun yang membantu penulis untuk
memahami perjalanan historis regulasi kesehatan jiwa di Indonesia. Artikel ini
juga menyajikan data-data Riskesdas yang dapat digunakan dalam skripsi ini,
meskipun artikel itu hanya menyoroti masalah pada tingkat nasional saja.

Pustaka kedua, adalah buku yang ditulis oleh Denny Thong dengan judul
Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa.0 Buku ini mencatat
rekam jejak Bapak Psikiatri Indonesia yaitu Kusumanto Setyonegoro, yang juga
pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI. Dalam
buku ini juga dijelaskan mengenai awal mula perkembangan kesehatan jiwa di
Indonesia dan pembenahanya dari masa ke masa. Seperti meningkatnya jumlah

0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa” dalam Hans Pols, et al., editor, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019).
0
Denny Thong. Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011).
xxix
tenaga dokter ahli jiwa yang pada awal kemerdekaan hanya 15 orang dan menjadi
130 orang pada 1978.

Buku ini membantu penulis dalam mengkonstruksi pemahaman mengenai


peranan rumah sakit dalam pembangunan di bidang kesehatan jiwa. Salah satunya
dengan pendekatan pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat melalui
penyelenggaraan integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas dan RSU. Pembahasan
mengenai integrasi kesehatan jiwa Puskesmas dan RSU pada buku ini
memberikan gambaran mengenai integrasi kesehatan jiwa pada penulis. Dalam
buku ini juga dipaparkan mengenai perkembangan dan profil beberapa RSJ di
Indonesia, yang dapat digunakan dalam penyusunan pembahasan mengenai awal
pendirian RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

Pustaka ketiga, adalah artikel berjudul “Menuju Indonesia Bebas Pasung: Di


Mana Peran Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum?”. Artikel ini ditulis oleh
Irmansyah.0 Dalam artikel ini dijabarkan tentang hambatan dalam menanggulangi
permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia, khususnya masalah pemasungan. Hal
tersebut membantu penulis memahami hambatan dalam menanggulangi kesehatan
jiwa di Indonesia. Hambatan yang dimaksud di antaranya adalah perbedaan
karakteristik geografis dan sosiokultural, di samping kurangnya kesadaran
masyarakat dan sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain
itu, dalam artikel ini dijelaskan mengenai peranan pemerintah dan beberapa
instansi lainya dalam menangani masalah pemasungan. Pembahasan tersebut

0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung: Di Mana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” dalam Hans Pols et al., editor, Jiwa Sehat
Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta:
Kompas, 2019).
xxx
dapat memberikan gambaran mengenai pemasungan dan peranan rumah sakit
dalam menanggulangi pemasungan.

Pustaka keempat, adalah skripsi yang disusun oleh Muhammad Rosseno Aji
Nugroho dengan berjudul “Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Jiwa di
Indonesia 1897-1992”.0 Dalam skripsi ini dijabarkan mengenai perubahan
regulasi-regulasi kesehatan jiwa dan implementasinya di Indonesia dari masa
pemerintahan Hindia Belanda hingga Orde Baru. Pembahasan mengenai
perubahan-perubahan kebijakan pemerintah untuk membenahi pelayanan
kesehatan jiwa dalam skripsi ini memberi pemahaman pada penulis mengenai
kebijakan-kebijakan pemerintah secara historis. Skripsi karya Muhammad
Rosseno ini juga membantu penulis memahami kebijakan-kebijakan pemerintah
yang memengaruhi perkembangan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang dibahas
dalam penelitian ini.

Pustaka berikutnya adalah skripsi karya Yurida Aprianto dengan judul


“Sejarah dan Dinamika Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ) Lali Jiwa di Pakem
Sleman Tahun 1938-1965”.0 Dalam skripsi ini dibahas mengenai perkembangan
pelayanan kesehatan di KOSJ Lali Jiwa (sekarang: RSJ Grhasia). KOSJ
digunakan untuk menampung ODGJ dan melakukan rehabilitas melalui terapi
dengan melakukan kegiatan sehari-hari seperti berkebun dan menjahit. Relevansi
Skripsi karya Yurida Aprianto dengan skripsi ini adalah pembahasan mengenai

0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-Undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia 1897-1992” (Skripsi Sejarah, Universitas Indonesia,
Depok, 2016).
0
Yurida Aprianto, “Sejarah dan Dinamika Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ)
Lalijiwa di Pakem, Sleman” (Skripsi Jurusan Jurusan Pendidikan Sejarah,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2015).
xxxi
awal mula pendirian sebuah RSJ dan pembahasan mengenai rehabilitasi ODGJ.
Pembahasan dalam skripsi karya Yurida Aprianto ini menginspirasi penulis untuk
memperhatikan kegiatan-kegiatan dalam proses rehabilitasi ODGJ di RSJ Dr.
Amino Gondohutomo dan menjadi refrensi dalam pembuatan sistematika
penulisan.

Pustaka yang terakhir adalah skripsi karya Nor Yulifah yang berjudul
“Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah dan Perannya bagi Mayarakat pada Tahun 1986-2018.”0 Skripsi karya Nor
Yulifah ini mengangkat permasalahan kesehatan jiwa, perkembangan pelayanan,
dan peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jawa Tengah tahun 1986-2018.
Pembahasan pelayanan pada skripsi ini dibahas dalam aspek normatif seperti
prosedur pelayanan RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Perkembangan pelayanan
yang dibahas cenderung didominasi tahun 2016-2018, sedangkan periode awal era
2000-an kurang tersorot, sehingga kurang memperlihatkan perkembangaan dari
periode ke periode. Tulisan ini lebih berfokus pada pembahasan akuntabilitas
kinerja pelayanan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dan perannya dalam aspek
pendidikan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan. Selain itu, Skripsi karya Nor
Yulifah ini tidak menjadikan pemasungan maupun pelayanan ekstramural lainnya
sebagai fokus pembahasan.

Karya ini memiliki beberapa relevansi dengan penelitian yang dilakukan,


yaitu menggunakan RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai objek utama
penelitian dan mengangkat tema mengenai perkembangan pelayanan kesehatan
jiwa. Skripsi karya Nor Yulifah ini memiliki informasi mengenai prosedur

0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020).
xxxii
pelayanan instalasi yang dapat menyempurnakan pembahasan dalam skripsi ini.
Selain itu, Skirpsi milik Nor Yulifah ini membantu penulis memahami konsep
pelayanan tanpa dinding antar pelayanan kesehatan jiwa dan nonjiwa di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.

E. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini membahas mengenai perkembangan RSJD Dr. Amino


Gondohutomo tahun 1986-2012 yang berfokus pada perkembangan manajemen
dan peranannya dalam pelayanan kesehatan jiwa yang meliputi pelayanan
intramural maupun ekstramural.

Kesehatan menjadi salah satu fokus dalam pembangunan negara. Faktor


lingkungan, kebijakan politik, dan perilaku masyarakat dapat memengaruhi
derajat kesehatan yang menjadi penilaian sebuah peradaban manusia. Derajat
kesehatan juga menjadi faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan dan
kemakmuran suatu daerah. Oleh karena itu, kesehatan menjadi unsur yang penting
bagi suatu negara.0

Menurut WHO, kesehatan adalah suatu keadaan yang menggambarkan


kesejahteraan sempurna, meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. 0 Dari

0
Imas Emalia, “Wabah Penyakit di Kota Cirebon Masa Kolonial 1906-
1940”, dalam Prosiding Seminar Sejarah lokal, Menggali Nilai-nilai Kearifan
Lokal dalam Keberagaman Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Program
Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
2016), hlm. 267.
0
Azwin Rashif Al Asyfihani, “Perkembangan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Kepulauan Karimun Jawa Tahun 1981-2016” (Skripsi
Program Studi Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, 2019), hlm 14.
xxxiii
ketiga aspek tersebut kesehatan mental/jiwa masih sering dipandang sebelah mata.
Dalam UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa istilah
kesehatan meliputi kesehatan jasmani (badan), kesehatan rohani (jiwa), dan sosial.
Ketiga kategori kesehatan tidak bisa dipisahkan dari kesehatan secara keseluruhan
dan ketiganya memiliki peran yang sama pentingnya dalam pembangunan
manusia.0

Menurut Stuard dan Sundeen, gangguan jiwa merupakan suatu keadaan


terjadinya penyimpangan proses pikir, alam perasaan, dan perilaku seseorang.
Secara definisi gangguan jiwa adalah sebuah penyakit yang dicirikan dengan
adanya kerusakan psikologi atau perilaku yang disebabkan oleh gangguan pada
fungsi sosial, psikologis, generik, fisik/kimiawi, atau biologis.0

Penanganan terhadap penderita gangguan jiwa sering kali terabaikan, karena


pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
gangguan jiwa masih rendah. Selain itu, terdapat stigma negatif terhadap
penderita penyakit jiwa. Hal tersebut mengakibatkan adanya penanganan yang
kurang tepat untuk penderita gangguan jiwa, seperti praktik pemasungan.
Pemasungan yang merupakan bentuk pengekangan fisik dijadikan solusi oleh
sebagian masyarakat untuk membebaskan diri dari gangguan dan sikap ODGJ
yang sulit diatur dan dianggap merugikan. Oleh karena itu, masyarakat tradisional
sering kali menganggap pemasungan sebagai cara penanganan ODGJ.0

Guna menangani masalah kesehatan jiwa dan pemasungan dibutuhkan


pelayanan kesehatan yang baik. Menurut Departemen Kesehatan RI, pelayanan

0
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 1 Tahun 2009,
Tentang Kesehatan.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 11.
0
Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat, hlm. 139.
xxxiv
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan, mencegah, dan
memulihkan kesehatan perorangan dan kelompok.0 Dalam pelayanan kesehatan
terdapat beberapa upaya, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya promotif dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa.0 Upaya
preventif merupakan kegiatan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Sedangkan,
upaya kuratif yaitu upaya yang bersangkutan dengan penanganan penyakit seperti
pengobatan dan proses diagnosis.0 Terakhir terdapat upaya rehabilitatif yang
bertujuan untuk mempersiapkan pengembalian penderita gangguan jiwa kepada
masyarakat, agar penderita gangguan jiwa dapat kembali berinterasksi dan
memiliki produktivitas kembali.0

Selain itu, dalam menerapkan pelayanan kesehatan terdapat 3 model


pelayanan yang dapat diterapkan. Pertama, Hospital Based Mental Health Service
atau pelayanan kesehatan jiwa berbasis rumah sakit, yaitu pelayanan kesehatan
jiwa yang berfokus pada pengobatan yang diberikan oleh tenaga dokter spesialis.
Kedua, terdapat Community Based Mental Health Service atau pelayanan
kesehatan jiwa komunitas/ masyarakat. Pada pelayanan ini ODGJ dapat hidup
berdampingan dengan komunitas dan mendapatkan pelayanan dari komunitas
sekitar. Ketiga, merupakan model yang menggabungkan kedua model;
Community Based Mental Health dan Hospital Based Mental Health Service
menjadi sebuah satu kesatuan. Adanya penyatuan dua model pelayanan ini

0
Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”, hlm. 179.
0
Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang Kesehatan
Jiwa”, hlm. 179.
0
Eka Alvita Kondoy, J.H. Posumah, dan Very Y. Londa, “Peran Tenaga
Medis dalam Pelaksanaan Program Universal Coverage di Puskesmas Bahu
Kota Manado” Jurnal Jurusan Studi Administrasi Publik, Vol. 3 No. 046
(Program Studi Administrasi Publik, Universitas Sam Ratu Langi, Manado,
2017), hlm. 2.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 8.
xxxv
meningkatkan kerja sama yang erat dari setiap lapisan masyarakat maupun
institusi untuk menghasilkan pelayanan yang komprehensif. Walaupun, pada
model ini rumah sakit memiliki peran penting sebagai pusat pelayanan kesehatan,
namun, model ini dapat berdampak pada penurunan jumlah rujukan dan pasien di
rumah sakit.0

Rumah sakit merupakan salah satu lembaga yang menjadi pusat pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit dipengaruhi oleh manajemen
rumah sakit. Manajemen merupakan sebuah proses yang melibatkan kegiatan
perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian. Manajemen berfungsi untuk mendayagunakan sumber daya
manusia, finansial, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan
dalam manajemen rumah sakit adalah menghasilkan produk jasa atau pelayanan
kesehatan yang paripurna kepada masyarakat. Oleh karena itu, manajemen rumah
sakit dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.0

Menyediakan pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif merupakan


kewajiban RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Guna memberikan pelayanan
kesehatan jiwa yang komprehensif pada masyarakat, RSJ membutuhkan institusi
lainya seperti Rumah Sakit Umum (RSU), Pusat Kesehatan Masyarakat

0
Seda Attepe Özden dan Arzu Içağasioğlu Çoban, “Community Based
Mental Health Service, in The Eye of Community Mental Health
Professionals”, Journal of Psychiatric Nursing (Departemen of Social Work,
Başkent University, Turkey, 2018), hlm. 186.
0
Febri Endra Budi Setyawan dan Stefanus Supriyanto, Manajemen Rumah
Sakit (Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2019), hlm. 2 dan 23.
xxxvi
(Puskesmas), dan sektor kesehatan lainya. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan
jiwa berbasis rumah sakit harus berdampingan dengan pelayanan berbasis
komunitas agar terciptanya keseimbangan.0

Dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa, RSJD Dr. Amino


Gondohutomo melalui berbagai perkembangan. Istilah perkembangan menurut
Ankie MM Hoogvelt mencakup pertumbuhan tertentu dalam suatu perubahan.0
Perkembangan secara konseptual diartikan sebagai proses evolusi dari suatu
bentuk sederhana ke bentuk yang lebih kompleks dengan melalui taraf diferensiasi
yang sambung-menyambung.0

RSJD Dr. Amino Gondohutomo merupakan sebuah instansi pemerintah.


Instansi pemerintah sendiri merupakan unsur penyelenggara atau organisasi yang
bertugas membentuk pelayanan pada masyarakat. 0 Sebuah instansi berjalan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Melalui pemenuhan fungsi
yang sesuai kebutuhan anggotanya, sebuah instansi dapat berkembang dan
mempertahankan eksistensinya. Suatu instansi juga memiliki tugas dalam
mengatur dan mengimplementasikan kebijakan tertentu. Oleh karena itu, setiap
instansi didirikan dengan kedudukan dan peranan yang berbeda-beda.0

Menurut Soerjono Soekanto, peranan adalah suatu hal yang dijalankan


sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan kedudukanya. Peranan

0
Foster, Antropologi Kesehatan, hlm. 196.
0
Ankie MM Hoogevlt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang
(Jakarta: CV Rajawali, 1985), hlm. 5.
0
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial
(Jakarta: Ghalia Indoesia, 1984), hlm. 66.
0
Frinada, “Hubungan Kedisiplinan dengan Kinerja Pegawai pada Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Bandung” (Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Universitas Pasundan, Bandung, 2016), hlm. 1.
0
Thoenig, Institutional Theories and Publics Intitutions, hlm. 131-133.
xxxvii
sering dikaitkan dengan posisi dalam masyarakat dan hal tersebut diatur oleh
norma-norma yang berlaku.0 RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai RSJ kelas A
memiliki peran dalam pengadaan pelayanan kesehatan jiwa intramural, yaitu
pelayanan dalam rumah sakit; dan pelayanan kesehatan jiwa ekstramural yang
merupakan pelayanan di luar rumah sakit, serta menyediakan tempat pendidikan.
Sementara itu, RSJ Kelas B memberi pelayanan kesehatan jiwa intramural dan
ekstramural, sedangkan RSJ Kelas C yang hanya memberikan layanan kesehatan
jiwa intramural.0

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 97 Tahun 2008


disebutkan bahwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki tugas pokok dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa melingkupi upaya penyembuhan,
pemulihan, pencegahan, pelayanan rujukan, penyelanggara pendidikan dan
penelitian serta kegiatan pengabdian masyarakat. Sedangkan untuk fungsinya
adalah merumuskan kebijakan teknis, menunjang penyelenggaraan, dan
mengkoordinasi program terkait pelayanan kesehatan jiwa.0

Sebagai instansi pemerintah RSJD Dr. Amino Gondohutomo bertugas untuk


mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Melalui hal tersebut RSJD Dr.
Amino Gondohutomo memiliki peran di tengah masyarakat. Kondisi kesehatan
jiwa di Jawa Tengah bergantung pada peran RSJD Dr. Amino Gondohutomo
sebagai RSJ Kelas A untuk menangani masalah kesehatan jiwa melalui

0
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 212.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
135/MENKES/SK/IV/78 Tahun 1978 Tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Jiwa, hlm. 49.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas Pokok Fungsi, dan Tata Kerja RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah, hlm. 4.
xxxviii
penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa yang
diberikan RSJD Dr. Amino Gondohutomo meliputi pelayanan intramural dan
ekstramural dengan menggunakan upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif. Guna menghasilkan pelayanan kesehatan jiwa yang baik diperlukan
perkembangan manajemen rumah sakit. Pada skripsi ini Perkembangan
manajemen RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang akan dibahas mencakup
perkembangan sarana dan prasarana serta perkembangan organisasi.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang di dalamnya terdapat proses


menguji dan menganalisis rekaman serta peninggalan masa lampau.0 Pada metode
penelitian sejarah terdapat empat tahap yang harus dilalui. Empat tahap tersebut
dilakukan secara berurutan dari yaitu heruristik kritik, interpretasi, dan
historiografi.0

Sumber-sumber yang digunakan dalam skripsi ini terdiri atas sumber primer
dan sekunder. Sumber primer merupakan sumber yang memuat informasi dari
tangan pertama melalui pancaindera atau alat yang ada pada kejadian yang
diceritakan.0 Sumber primer yang digunakan dalam skripsi ini berupa dokumen-
dokumen yang dari instansi RSJD Dr. Amino Gondohutomo antara lain adalah
laporan tahunan, Laporan Program Bebas Pasung Jawa Tengah, Surat Keputusan

0
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 32.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 34.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 35.
xxxix
Gubernur No. 440/09/2002 Tahun 2002, dan Rencana Strategis RSJD Dr. Amino
Gondohutomo 2008-2013. Sumber primer lainnya adalah sumber sezaman yang
diperoleh dari Kantor Penerbit Kompas Nusantara Semarang, Perpustakaan
Nasional Jakarta, dan pencarian daring melalui website Koran Tempo.

Selain itu, sumber lisan juga digunakan dalam skripsi ini. Sumber lisan
diperoleh melalui wawancara sejarah lisan dengan beberapa informan yang terdiri
atas pegawai RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang sudah bekerja sejak tahun
1990-an dan pensiunan. Penggunaan sumber lisan dalam penelitian sejarah
kesehatan dapat memberikan informasi yang lebih seimbang dengan memberikan
ruang pada pelaku sejarah yang tidak tersorot pandanganya oleh dokumen resmi.
Melalui hal tersebut kita dapat menemukan hal-hal tersembunyi yang tidak dicatat
oleh data institusi. Di samping itu melalui sumber lisan kita dapat memeriksa
kembali sumber tertulis yang ada, sehingga dapat memahami koneksi antarfakta
lebih baik dengan melihat pandangan lain.0

Kemudian ada sumber sekunder yaitu sumber yang informasinya diperoleh


bukan dari tangan pertama.0 Sumber sekunder yang digunakan dalam skripsi ini
berupa buku, skripsi, tesis, dan artikel jurnal. Sumber tersebut didapatkan dari
Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Departemen Sejarah Universitas
Diponegoro Semarang, Perpustakaan Departemen Sejarah Universitas Negeri
Yogyakarta, dan Perpustakaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

Setelah tahap heuristik, dilakukan tahap kritik. Sumber yang digunakan


adalah sumber yang memiliki unsur paling dekat dengan kebenaran menyangkut

0
Joana Bornat, Robert Perks, Paul Thompson, dan Jan Walmsley, Oral
History, Health, and Welfare (London: Routledge, 2000), hlm. 3-4.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 35.
xl
skripsi ini. Kritik dilakukan secara ekstern yaitu menguji keaslian sumber dari
bentuk fisiknya dan kritik intern yang merupakan pengujian isi sumber yang
diperoleh dapat dipercaya atau tidak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengkoroborasi sumber yang didapat dengan sumber sezaman seperti surat kabar,
penelitian terdahulu, dan dokumen lainya.0

Kemudian pada tahap interpretasi dilakukan penetapan hubungan antarfakta


berdasarkan kausalitas dan kronologi. Dalam tahap ini, hubungan kronologi
memiliki peran penting dalam pemecahan masalah pengukuran waktu dan
mempermudah dalam pembentukan hubungan kasualitas antarfakta.0

Lalu, terakhir adalah tahap historiografi, yang merupakan tahap


merekonstruksi peristiwa sejarah. Pada tahap ini fakta-fakta yang telah
diinterpretasikan dapat disusun dan dipaparkan dalam bentuk tulisan sejarah
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga dapat
mendeskripsikan perkembangan RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Historiografi
memiliki 3 bagian penting, yaitu pendahuluan, hasil penelitian, dan simpulan.0

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas lima bab. Pada Bab I dijelaskan tentang latar belakang dan
permasalahan, ruang lingkup, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, kerangka
pemikiran, dan metode penelitian.

Pada Bab II dibahas tentang kondisi kesehatan di Jawa Tengah. Tema-tema


yang dibahas dalam bab ini, meliputi faktor penyebab masalah kesehatan jiwa,

0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 115.
0
Gottschalk, Mengerti Sejarah, hlm. 87.
0
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 81.
xli
pandangan masyarakat jawa pada kesehatan jiwa, dan layanan serta kebijakan
kesehatan jiwa di Jawa tengah.

Pada Bab III dijelaskan mengenai perkembangan manajemen dan struktur


organisasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Pembahasan mengenai perkembangan
manajemen menyangkut perkembangan sarana dan prasarana RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Adapun pembahasan perkembangan organisasi meliputi struktur
organisasi, pengelolaan dan pendidikan sumber daya manusia, serta perubahan
status kepemilikan.

Pada Bab IV dijabarkan tentang pelayanan kesehatan jiwa maupun nonjiwa


yang diberikan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo 1986-2012 berdasarkan
perannya setelah deinstitusionalisasi. Penjelasan mengenai pelayanan RSJD Dr.
Amino Gondohutomo dalam bab ini diuraikan dalam 2 jenis pelayanan yaitu
intramural dan ekstramural. Selain itu, dalam bab ini juga dijabarkan peran RSJD
Dr. Amino Gondohutomo bersama instansi lainya dalam program bebas pasung.

Dalam Bab V disampaikan simpulan yang merupakan jawaban atas


permasalahan yang telah dirumuskan dalam Bab I.

BAB II

KONDISI KESEHATAN JIWA DI JAWA TENGAH,

1986-2012

xlii
A. Faktor Penyebab Masalah Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi ketiga di
Indonesia, berdasarkan RKPD Jawa Tengah tahun 2008 penduduk Jawa Tengah
berjumlah 32.908.850 jiwa, terdiri dari 16.540.126 jiwa (50,26%) perempuan dan
16.368.724 jiwa (49,74) laki-laki.0

Jawa Tengah memiliki penduduk yang beragam dari segi kelas sosial, etnis,
dan agama. Terdapat 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah, setiap wilayah
memiliki karakteristiknya tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis
Jawa Tengah.0 Selain itu, adanya pendatang baru khususnya di wilayah kota yang
menjadi konsentrasi pertumbuhan penduduk, menambah keberagaman pada
masyarakat Jawa Tengah. Berbagai jenis masyarakat datang dan membaur dengan
masyarakat sekitar.
Dengan penduduk yang padat, berbagai ketegangan pun muncul dengan
kebutuhan terbentuknya kepentingan yang berbeda antara individu dengan
individu lainya, serta kelompok dengan kelompok lainnya, dan sebaliknya.
Adanya perkembangan pesat di Jawa Tengah juga mendorong terjadinya
perubahan yang berdampak pada masyarakatnya, hal ini memberikan dampak
yang berbeda pada setiap individunya. Tergantung keadaan dan tekanan yang
dihadapi seseorang. Dari situlah terbentuknya berbagai macam tingkah laku
masyarakat. Bagi masyarakat yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
akan mengalami kesulitan.
Masyarakat cenderung tidak menyadari adanya perubahan tersebut dan akan
menyadarinya setelah perubahan sudah terjadi cukup lama. Perubahan terkadang
membuat masyarakat menjadi sulit untuk melakukan pengendalian sosial dengan

0
“Rencana Strategis 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm.
24.
0
Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2010 (Semarang: Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Tengah dan BAPPEDA Jawa Tengah, Jawa Tengah, 2010), hlm. 3.
xliii
efektif. Tekanan-tekanan yang terjadi karena adanya perubahan ini, dapat
medorong terjadinya keresahan, kegelisahan, dan frustasi. Permasalahan tersebut
akan berdampak pada kondisi kesehatan jiwa masyarakat. 0 Berbagai karakteristik
geografi dan sosiokultural memang terbukti mendorong adanya beban
permasalahan kesehatan jiwa, salah satu contohnya adalah modernisasi yang
memantik konflik budaya. Adapun masalah geografis yang rawan akan bencana
alam sehingga menciptakan trauma pada masyarakat.0
Tekanan pada masyarakat Jawa Tengah juga diperparah dengan kondisi
perekonomian. Buruknya kondisi ekonomi dapat menambah jumlah kemiskinan
yang dapat mendorong gangguan jiwa. Kemiskinan merupakan salah satu
penyabab adanya gangguan jiwa. Hal ini merujuk dari beberapa penelitian yang
membuktikan orang-orang yang berpenghasilan rendah cenderung merasa kurang
bahagia dan mengalami gangguan jiwa serius.0
Pada 1992 Achmad Hardiman dan Hestu Kusnariati melakukan penelitian
mengenai jalur pencarian pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ di Rumah Sakit
Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Amino Gondohutomo. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut rata-rata pasien yang berobat memiliki kondisi sosial ekonomi di bawah
rata-rata dengan persentase 67%.0
Sejak 2003-2007 jumlah rata-rata penduduk miskin di Jawa Tengah
mencapai 6.825.020 (21,2%).0 Walaupun, pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah
mencapai 5,5% dengan pendapatan perkapita sebesar Rp 4.512.011,-, namun

0
Soetomo, Hartati, Suyatno, Sumardi, dan Suharso, Sistem Pengendalian
Sosial di Jawa Tengah (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Kebudayaan, 1992), hlm. 28-33.
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung: Di Mana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” dalam Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat:
Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2019), hlm. 132.
0
M. Enoch Markum, “Pengetasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi
Sosial”, Psikobuana Vol. 1, No. 1 (Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana,
Jakarta, Juni 2009), hlm. 5-6.
0
Achmad Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang, hlm. 26.
xliv
pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu menyerap tenaga kerja yang
signifikan. Jumlah penggangguran pada 2007 tercatat sebanyak 1.360.219 orang.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan data tahun 2003 dengan jumlah
912.513 orang. Hal ini karena bertambahnya jumlah angkatan kerja yang
mencapai 17.020.004 orang dan terjadinya Pemutus Hubungan Kerja (PHK)
akibat ancaman keuangan global. Selain masalah PHK, kenaikan harga barang
juga dapat menjadi tekanan beban hidup masyarakat.0
Salah satu contoh bahwa kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan seorang juga dapat dilihat melalui kejadian tahun 2006. Pada 2006
terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin di wilayah Jawa Tengah mencapai
7.600.100 orang.0 Lonjakan penduduk miskin ini diakibatkan oleh kenaikan
Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 September 2005. Kenaikan harga BBM
meningkatkan harga barang lainya, sehingga menurunkan daya beli masyarakat.0
Tentunya ini bukan kali pertamanya Jawa Tengah mengalami kenaikan harga
barang yang memberikan tekanan besar pada masyarakat.0

0
Peraturan Daerah Nomor Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009,
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Tengah 2008-2013, kondisi umum, hlm. 16.
0
“Rencana Strategis 2008-2013, BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 24 dan 59.
0
Peraturan Daerah Nomor Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009,
Tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Tengah 2008-2013”, kondisi umum, hlm. 16.
0
Ari Widiastuti, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
di Jawa Tengah Tahun 2004-2008” (Skripsi Jurusan Ekonomi, Universitas
Diponegoro, 2010), hlm. 79.
0
Krisis ekonomi juga sempat terjadi pada tahun 1930, depresi ekonomi yang
melanda dunia berimbas pada perekonomian Hindia Belanda. Pengaruh depresi
ekonomi ini berimbas pada perusahaa perkebunan setempat khususnya wilayah
Jawa dan Sumatra timur. Hal tersebut menyebabkan penunrunan upah yang
mendorong turunya daya beli masyarakat dan tidak terpenuhinya kebutuhan
pokok masyarakat. Tekanan ekonomi ini menyebabkan tingkat stress masyarakat
jadi meningkat. (Sumber: Soegianto Padmo, “Depresi 1930-an dan Dampaknya
Terhadap Hindia Belanda”, Jurnal Universitas Gadjah Mada, 1991, hlm. 151-
155.)
xlv
Meningkatnya harga BBM dan barang lainya menambah tingkat stress pada
masyarakat yang sudah memiliki beban hidup yang berat sehingga berdampak
pada kesehatan jiwa masyarakat. Oleh karena itu, masalah kenaikan BBM ini
sempat memicu peningkatan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Jawa
Tengah, khususnya RSJD Dr. Amino Gondohutomo.0
Pengaruh kondisi ekonomi pada kesehatan jiwa terbukti adanya, terutama
pada masyarakat menengah ke bawah dan menganggur yang memiliki
kemungkinan untuk mendapat gangguan jiwa lebih besar.0 Gangguan yang biasa
terjadi akibat kondisi ekonomi beberapa antaranya adalah stress, post power
syndrom yang biasa diakibatkan oleh mutasi jabatan atau pensiunan, kemudian
gangguan jiwa berat seperti depresi, skizofrenia, dan gangguan kepribadian.0
Adanya hal tersebut tidak menutup kemungkinan golongan lain dapat
terkena gangguan jiwa, karena penyakit jiwa tidak pandang buluh. Menurut
Karsono, walau kesehatan jiwa memiliki ikatan erat dengan kesejahteraan
masyarakat khususnya tingkat kemiskinan, terdapat beberapa faktor lainya yang
menyebabkan tingginya gangguan jiwa di Jawa Tengah seperti, tekanan keluarga,
pergaulan, dan lingkungan.0
Menurut sensus penduduk 2005, penduduk Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) berjumlah 34.351.208 jiwa, 68.703 jiwa di antaranya

0
HAN, “Dampak BBM Naik, Meningkat Pasien Gangguan Jiwa di RSJ”,
Kompas, 20 Oktober 2005.
0
“Rencana Strategis 2008-2013, BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 24 dan 59.
0
Fifilda Fitriacia Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan
Perancangan Rumah Sakit Jiwa di Yogyakarta” (Skripsi Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2010), hlm. 18
0
Rakha Raihan, “Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitetur
Redesain Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Jl. Brigjend. Sudiarto, No.
347, Gemah, Pedurungan, Semarang” (Skripsi Jurusan Arsitektur, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2018), hlm. 1.
xlvi
menderita gangguan jiwa. Dari angka tersebut terdapat sebanyak 3.435 jiwa yang
memerlukan penanganan di RSJ, sementara jumlah kapasitas RSJ di Jawa Tengah
dan DIY hanya ada 1.916 tempat tidur0
Pada prevelensi rate gangguan jiwa ringan berdasarkan WHO adalah 1 di
antara 4 penduduk dan 1-3 per 1000 penduduk untuk gangguan jiwa berat. Di
Jawa Tengah diperkirakan jumlah penderita gangguan jiwa ringan ada 8.227.721,
sedangkan untuk gangguan jiwa berat ada sebanyak 32.908- 98.273 jiwa. 0 Angka
tersebut juga menunjukan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa cukup besar
jika disandingkan dengan kapasitas 4 RSJ di Jawa Tengah dan DIY saat itu.
Melihat masalah kesehatan jiwa di atas, seharusnya masalah ini tidak disepelekan
oleh masyarakat.
Sebelumnya, dikatakan bahwa kondisi geografi Jawa Tengah juga dapat
menambah beban permasalahan kesehatan jiwa. Kondisi Jawa Tengah yang
memiliki 6 gunung berapi aktif dengan letak geografis berada pada jalur sesar dan
patahan gempa sehingga Jawa Tengah rawan bencana seperti gunung meletus dan
gempa bumi. Daerah Jawa Tengah termasuk dalam 28 daerah paling rawan gempa
di Indonesia.0
Pada 2006 lalu terjadi bencana gempa bumi di wilayah Yogyakarta, Klaten,
Magelang dan sekitarnya. Hal tersebut memberikan bekas luka fisik dan secara

0
Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Rumah
Sakit Jiwa di Yogyakarta”, hlm. 21.
0
“Rencana Strategi 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo”, hlm. 24.
0
Dadang Sungkawa, “Dampak Gempa Bumi Terhadap Lingkungan Hidup”
(Universitas Pendidikan Indonesia, Departement Pendidikan Geografi, Bandung,
2017), (https://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1706/1157), hlm. 3.
xlvii
jiwa kepada korban bencana gempa. Luka pada jiwa itu hadir sebagai trauma yang
datang bersama kecemasan berat, depresi akan rasa kehilangan, dan psikosomatik.
Para korban bencana saat itu membutuhkan pendampingan secara psikologis.
Namun, pendampingan psikologis saat itu sempat mengalami kekurangan relawan
dan persediaan obat-obatan.0
Dalam keadaan kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan
masyarakat mengenai gangguan jiwa ini mempersulit kesembuhan dan kesadaran
akan pentingnya kesehatan jiwa. Pemerintah dan RSJ memiliki peran cukup
penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat agar menghilangkan
stigma negatif terhadap ODGJ dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
jiwa di Jawa Tengah.

H. Pandangan Masyarakat Jawa Tengah Terhadap Gangguan Jiwa


Dalam Masyarakat Jawa terdapat beberapa istilah yang merujuk pada kata ‘sakit
jiwa’ di antaranya yaitu, edan yang berarti ‘gila’, gendheng atau ‘agak gila’, dan
pekok yang memiliki arti ‘terbelakang mental’. Ketiga istilah tersebut sering kali
digunakan sebagai umpatan atau pisuhan.0
Mengidap penyakit jiwa sering kali dianggap sebagai aib oleh masyarakat.
Masalah kesehatan jiwa juga masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Hal
ini dapat tercermin dari perlakuan masyarakat pada ODGJ. ODGJ sering kali tidak
diakui, ditelantarkan, dan dibiarkan berkeliaran di jalanan. Jumlah ODGJ yang
berkeliaran di jalan tanpa pengawasan tidaklah sedikit.
Bukti adanya ODGJ yang berkeliaran dapat kita lihat dari peristiwa pada
1998 saat isu ninja dan dukun santet sedang ikut merebak di Jawa Tengah. Saat
itu ODGJ yang berkeliaran sering kali dicurigai dan dihakimi sebagai ninja.
Adanya hal tersebut, Polisi Daerah (Polda) Jawa Tengah bertindak untuk

0
ICH/IRN, “Beri Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2
Juni 2006.
0
Basuki dan Umi Hartati, “ Wujud Budaya Jawa yang Tercermin dalam
Pisuhan”, Prosiding Seminar Internasional: Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia ke XXXIX (Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang,
2017), hlm. 469-470.
xlviii
mengumpulkan ODGJ yang berkeliaran agar terhindar dari penuduhan,
penganiayaan, dan kekerasan akibat perilaku mereka yang mencurigakan. Jika
tidak dikumpulkan akan semakin banyak ODGJ yang dihakimi sebagai ninja,
masyarakat saat itu tak dapat mengidentifikasi ODGJ dengan baik, sehingga
ODGJ perlu diberi pengamanan agar tidak ada kesalahpahaman yang berujung
kematian.0 Selain itu, pada 2007 terdapat 30 gelandangan yang terjaring razia,
empat di antaranya merupakan ODGJ. Hal ini membuktikan bahwa masih ada
masyarakat yang cenderung mengasingkan ODGJ dari lingkunganya.0
Kepelikan pada permasalahan kesehatan jiwa di Jawa Tengah dipengaruhi
oleh pandangan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan jiwa. ODGJ dianggap
berbeda karena adanya tindakan yang menyimpang dari masyarakat pada
umumnya, sehingga banyak ODGJ yang diasingkan dari lingkunganya.0 Meskipun
sudah terdapat RSJ yang dapat menopang pengobatan yang berkualitas,
pandangan dan sikap masyarakat masih menjadi penghalang pengobatan
kesehatan jiwa. Pandangan dan sikap masyarakat ini timbul dari kepercayaan
kolektif yang sudah ada sejak dahulu.
Manusia memiliki 3 dimensi dalam kosmologi jawa, 0 yaitu jiwa (batin),
raga, dan sukma. Ketiga hal tersebut, merupakan hal penting yang menjaga
keseimbangan dalam tubuh. Keadaan sehat seseorang sangat dipengaruhi oleh
keseimbangan dalam tubuh dan aspek lain dari luar seperti lingkungan, sosial
budaya, dan perilaku, sedangkan keadaan sakit dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan hal-hal tersebut. Untuk menyembuhkan suatu penyakit perlu

0
Son/Sup “Polda Jateng Kumpulkan Orang Sakit Jiwa”, Kompas, 3
November 1998.
0
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 11.
0
Kosmologi berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Jawa dalam melihat
dunianya dan cara masyarakat mengaitkan hubungan antara manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Hal ini juga dianggap sebagai azas rasional. (Sumber:
Arnindya Afifah Urfan, “Morfologi Pusat Pemerintahan Surakarta Berdasarkan
Kosmologi Jawa” (Skripsi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, 2020), hlm. iv).
xlix
dilakukan usaha untuk mengembalikan keseimbangan, maka dari itu diperlukan
harmoninasasi diantara aspek dari dalam tubuh dan dari luar.0
Masyarakat jawa meyakini bahwa kesehatan jiwa akan terjaga jika manusia
tidak mengalami penderitaan yang menyebabkan ketegangan pada batin.
Ketahanan dan kekuatan jiwa dianggap harus dibimbing sejak awal kehidupan.
Oleh karena itu, sejak dalam kandungan janin harus dihindari pengaruh gangguan
batin yang dialami oleh ibunya, dengan menjaga sang ibu dari ketegangan batin
tersebut. Kondisi kesehatan jiwa orang tua juga sangat mempengaruhi tumbuh
kembang seorang anak. Hal inilah yang menjadikan masyarakat jawa sangat
memerhatikan bibit, bebet, dan bobot seseorang. Penjagaan bibit, bebet, dan bobot
dilakukan untuk menjamin kesehatan jiwa keturunanya, karena adanya
kepercayaan bahwa gangguan jiwa diakibatkan oleh garis keturunan dan kerabat
dekatnya.0
Terdapat pula nilai yang menjadi mentalitas budaya masyarakat jawa seperti
spiritualitas orang jawa tentang sangkan paraning dumadi yang diartikan bahwa

0
Achman M. Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006:
Sebuah Studi Kualitatif di Kecamatan Wedi dan Gantiwarno, Klaten” Jurnal
Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3 No. 1 (Universitas Diponegoro,
Program Studi Psikologi FK, Semarang, 2006), hlm. 41-42.
0
Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006”, hlm. 41-42.
l
awal mula kejadian dan semua hal bersumber dari Tuhan semesta alam.
Masyarakat jawa juga sangat menjunjung tinggi 3 sikap hidup, yaitu Rila, Nerima,
dan Sabar yang menjadikan masyarakat jawa menjunjung tinggi rasa menerima
dan merelakan. Nilai spiritual masyarakat jawa juga memiliki suatu fase
manunggaling kawulo gusti yaitu fase ketika seseorang dapat bersatu dengan
Tuhan, penyatuan tersebut tentu tidak sesederhana penyatuan secara fisik.0
Adanya nilai tersebut menyebabkan masyarakat jawa memercayai bahwa
memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan atau sesuatu yang ditinggikan

0
Achman M. Masykur, “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006”,
hlm. 41-42.
li
memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan jiwa.0 Selain itu, ada anggapan di
tengah masyarakat jawa bahwa gangguan jiwa terjadi karena adanya dosa yang
dilakukan pada kehidupan sebelumnya sehingga Tuhan memberikan kutukan
kepada penderita gangguan jiwa tersebut. Gangguan jiwa juga masih disangkut
pautkan dengan keberadaan roh jahat atau hal-hal menyangkut supranatural
lainya.0
Walau, terjadi perkembangan dan perubahan pesat ke arah yang modern, hal
ini tidak serta merta membuat masyarakat Jawa Tengah meninggalkan tradisi

0
Soegeng Reksodihardjo, Iman Soedibyo, Soetomo W.E, Pengobatan
Tradisional pada Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Tengah (Semarang,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1991), hlm. 53-54.
0
Weny Lestari dan Yurika Fauzia Wardhani, “Stigma dan Penanganan
Penderita Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung” Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Vol. 17 No. 2 (Surabaya, Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kemenkes RI, 2014), hlm. 162-163.
lii
yang ada. Hal tersebut didorong dengan adanya sikap orang jawa, yang disebut
sebagai sikap mencari tempat yang tepat. Maksudnya adalah sikap orang akan
tetap berusaha berada di tempat itu, terus berpegangan pada tradisi yang ada,
karena tradisi dianggap sebagai cerminan pengalaman kolektif mengenai hal yang
tepat dan pasti. Sebuah perubahan dianggap sebagai suatu hal yang penuh dengan
ketidakpastian, saat seseorang harus meninggalkan tempat awalnya. Begitulah,
bagaimana masyarakat jawa dapat mengalami perubahan dengan tetap membawa
beberapa tradisi dan perilaku konservatif yang ada.0
Nilai tersebut juga terbawa dalam menanggapi masalah ODGJ yang
mempengaruhi stigma buruk terhadap ODGJ yang belum terselesaikan hingga

0
Soetomo, Sistem pengendalian sosial di jawa tengah, hlm. 31-32.
liii
saat ini. Terdapat dua sifat stigma terhadap ODGJ, yaitu stigma publik,
merupakan prasangka masyarakat umum kepada ODGJ, dan stigma individu,
prasangka yang berasal dari ODGJ sendiri kepada penyakit jiwa yang dideritanya.
Menurut Suryani dalam Hendriyana, Stigma terhadap ODGJ masih begitu kental
di kalangan masyarakat, karena masyarakat masih merasakan keberadaan ODGJ
sebagai ancaman karena perilaku ODGJ yang sulit diprediksi dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penanganan terhadap ODGJ. 0
Tak jarang ODGJ sering kali dilabeli sebagai aib dalam lingkungan
sosialnya, sehingga penderita diberatkan juga dengan adanya disrkiminasi,
penolakan, dan pengasingan dari lingkungan sosialnya. Hal ini menyebabkan
adanya penolakan terhadap gejala-gejala gangguan jiwa dari keluarga penderita
dan ODGJ itu sendiri. Pada akhirnya, keluarga Penderita dan ODGJ menarik diri
dari lingkungan sekitar dan menimbulkan rasa enggan untuk mendapatkan
pengobatan secara medis. Stigma buruk terhadap ODGJ ini berimbas pula pada
penyedia Pelayanan Kesehatan Jiwa, tempat yang mewadahi ODGJ, seperti RSJ.
Hal tersebut mengakibatkan banyaknya orang yang enggan untuk mendapatkan
pengobatan di RSJ.0
Penyakit jiwa yang kerap kali dianggap sebagai suatu yang abstrak dan
dikaitkan pada kelemahan batin atau gangguan spiritual ini memperparah keadaan
ODGJ. Adanya stigma tersebut mendorong keluarga penderita dan ODGJ mencari
alternatif lain dengan berbagai macam cara seperti dibawa ke dukun dan
pengobatan tradisional.
Masyarakat masih memiliki persepsi lama yang diketahui secara turun
temurun. Kepercayaan masyarakat pada pengobatan tradisional sudah terjadi sejak
masa kolonial. Pada masa kolonial terdapat sumber yang menegaskan adanya
penolakan dari masyarakat pribumi terhadap pengobatan dan tenaga kesehatan
Barat. Masyarakat lebih memilih dirawat oleh juru sembuh pribumi atau dukun,

0
Weny, “Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang
Dipasung”, hlm. 162-164.
0
Weny, “Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang
Dipasung”, hlm. 162-164.
liv
dibanding dirawat oleh dokter eropa. Bahkan, pada 1884 terdapat lebih dari
11.000 dukun bekerja di Jawa dan Madura.0
Hal tersebut juga terbukti dengan hasil penelitian Achmad Hardiman yang
menyatakan bahwa sebanyak 68,7% keluarga pasien mencari pertolongan pertama
dengan menggunakan pengobatan tradisional. Penggunaan pengobatan tradisional
ini dilakukan karena saat itu fasilitas kesehatan masih sulit untuk dijangkau,
pasien harus menempuh 1 jam perjalanan.0
Selain melalui pengobatan tradisional, adapun penanganan lain yang lebih
sederhana meliputi memperbaiki sikap dan perilaku ODGJ dengan menasehati,
mendisiplinkan, hingga menghukum menggunakan kekerasan seperti
pemasungan. Tindak pemasungan ini dapat memperparah keadaan ODGJ karena
dapat memantik reaksi traumatis pada ODGJ. Pemasungan terjadi karena
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sebab-akibat gangguan jiwa dan
penanganan ODGJ dan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi biaya
perawatan ODGJ.0 Hasil Riskesdas 2013, memaparkan bahwa status ekonomi
keluarga merupakan faktor yang paling dominan pada kasus pemasungan.0
Tampaknya perkembangan metode penanganan modern terhadap ODGJ dari
lembaga kesehatan tidak beriringan dengan perkembangan perlakuan dan
kesadaran masyarakat terhadap ODGJ. Hal ini mendorong RSJ sebagai penyedia
pelayanan kesehatan jiwa untuk melaksanakan kewajibanya dalam merancang
program promosi kesehatan jiwa yang lebih menyeluruh guna menjangkau tiap
lapisan masyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah.

0
Leo van Bergen, Liesbeth Hesselink, dan Jan Peter Verhave, Gelanggan
Riset Kedokteran di Bumi Indonesia: Jurnal Kedokteran Hindia Belanda 1852-
1942 (Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019), hlm. 19.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
1993, hlm. 26.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 142.
0
Sri Idaiani dan Raflizar, “Faktor yang Paling Dominan Terhadap
Pemasungan Orang Dengan Ganggua Jiwa di Indonesia”, Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 1 Januari 2015 (Pusat Teknologi Terapan
Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, 2015), hlm. 15-16.
lv
I. Kebijakan Mengenai Kesehatan Jiwa
Salah satu isu strategis dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa adalah masalah
kebijakan yang belum menjadikan program kesehatan jiwa sebagai prioritas utama
dan kurangnya komitmen pelaksana, sehingga program kesehatan jiwa belum
terlaksana secara berkesinambungan. 0
Dalam mewujudkan keberhasilan pelayanan kesehatan jiwa, kebijakan
pemerintah memiliki peran penting untuk membentuk suatu sistem yang kuat.
Dari perjalananya kebijakan kesehatan jiwa telah mengalami perubahan dan
perbaikan dalam memberikan pelayanan yang layak untuk masyarakat.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, pelayanan terhadap ODGJ
berpola custodial dan restraints yang bersifat pengekangan. Proses penyembuhan
saat itu pun hanya dilakukan secara intramural, berpusat pada RSJ saja. Pola
perawatan tersebut bukan bertujuan untuk penyembuhan, namun, cenderung untuk
mengisolasi ODGJ, agar lingkungan masyarakat terasa aman. Hal tersebut justru
memperlambat proses penyembuhan dan memperburuk keadaan pasien sehingga
terjadi durasi perawatan yang sangat lama.0 Adanya durasi perawatan yang lama
juga memunculkan istilah “pasien inventaris” untuk pasien yang dirawat bertahun-
tahun dan “end station” sebagai julukan untuk RSJ, tercatat durasi perawatan
paling lama terjadi selama 43 tahun.0
Pembenahan regulasi dan landasan dasar dari pelayanan kesehatan jiwa baru
terjadi di tahun 1966 melalui UURI No. 3 Tahun 1966. Adanya UURI No. 3 tahun
1966 mendorong terjadinya perbaikan fasilitas kesehatan jiwa dan integrasi
pelayanan kesehatan jiwa yang sinergi dengan melibatkan RSU dan Puskesmas.

0
“Rencana Aksi Kegiatan: Direktoran Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza” (Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan, 2018), hlm. 8.
0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020), hlm. 52.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 18.
lvi
Program pelayanan kesehatan jiwa diintegrasikan ke Puskesmas baru dicanangkan
pada 1976.0
Pada saat yang sama di tahun 1960-an perubahan arah pelayanan kesehatan
jiwa yang baru yaitu Deinstitusionalisasi mulai digencarkan. Perubahan ini
mendorong penerapan pola pelayanan mediko-sosial (bersifat terbuka) dengan
menerapkan pelayanan kesehatan intramural yang beriringan dengan pelayanan
kesehatan ekstramural. Pemasungan pun mulai dilarang pada arah pelayanan baru
ini, karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu,
perubahan ini juga mengedepankan pengobatan modern dan manusiawi yang
dapat mendorong penurunan durasi perawatan pasien. Prosedur penerimaan pasien
juga mulai diubah menjadi lebih singkat.0 Deinstitusionalisasi sebenarnya sudah
mulai diberlakukan sejak tahun 1950-an. Namun, usaha tersebut sempat dipersulit
karena keadaan politik pasca kemerdekaan. Hal ini baru diberlakukan di RSJ dan
fasilitas kesehatan lain pada 1980-an.0
Setelah itu, Pada 1992 dikeluarkanlah UURI No. 9 dan 23 tentang kesehatan
sebagai tambahan. UURI No. 23 tahun 1992 tersebut dicabut, kemudian diganti
dengan UURI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 0 Pada UURI No. 36 tahun
2009 pembahasan mengenai kesehatan masih didominasi dan berorientasi pada
kesehatan fisik, peraturan mengenai kesehatan jiwa hanya diatur pada Bab IX

0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 109.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
0
Sri Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5 (Jakarta,
Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010), hlm. 204-205.
0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa” dalam Hans Pols, et al., editor, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019), hlm. 173.
lvii
dengan 7 pasal yaitu pasal 144 hingga 151. Di dalamnya terdapat pernyataan
bahwa ODGJ memiliki hak yang sama sebagai masyarakat dan Pemerintah
bertanggung jawab akan perlindungan terdahap ODGJ yang terlantar.0
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Indonesia mengalami reorganisasi
administratif di tahun 2000. Reorganisasi tersebut, membawa perpindahan
Direktur Jendral Kesehatan Jiwa berada di bawah Direktur Jendral Kesehatan
Komunitas. Setelah reorganisasi tersebut Kementerian Kesehatan pun
memantapkan perubahan orientasinya sehingga terdapat pula empat perubahan
dasar kebijakan pelayanan kesehatan jiwa. Perubahan tersebut menyangkut,
pertama, perubahan sistem Hospital Based Mental Health Service (pelayanan
kesehatan jiwa berbasis rumah sakit) disertai dengan sistem Community Based
Mental Health (pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas), adanya kesehatan
jiwa berbasis komunitas ini mendorong perubahan pendekatan pelayanan klinis
individual menjadi produktif sosial dan berfokus pada kerja sama setiap lapisan
masyarakat maupun institusi. Kedua, ODGJ dapat dirawat di seluruh pelayanan
kesehatan. Ketiga, ODGJ dapat dirawat sebagai pasien rawat jalan. Keempat,
pasien ODGJ diberikan dorongan untuk menjadi mandiri.0
Walau metode kesehatan jiwa berbasis komunitas sudah mulai berkembang
sejak awal Orde Baru, namun, kesehatan jiwa berbasis komunitas ini baru

0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, Tentang,
“Kesehatan”, hlm. 53-55.
0
Carla R. Machira, “Integrasi Kesehatan Jiwa Pada Pelayanan Primer di
Indonesia: Sebuah Tantangan di Masa Sekarang”, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol. 14 No. 3 (Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2011), hlm. 120.
lviii
memiliki pedoman resmi berskala nasional pada masa Reformasi, melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 406/Menkes/SK/VI/2009
mengenai pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Regulasi ini menjadi acuan dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas agar terciptanya
penyelenggaraan yang lebih terarah.0
Dalam penyelenggaraan kesehatan jiwa berbasis komunitas diperlukan ilmu
psikiatri komunitas yang tidak hanya menggunakan metode dan teknik dari
psikiatri klinis saja, namun, menggunakan ilmu kesehatan masyarakat juga. Pada
penyelenggaraan kesehatan jiwa berbasis komunitas dibutuhkan penyediaan terapi
dan perawatan berbasis kebutuhan dasar masyarakat, serta menyediakan sistem
jaringan pelayanan dari berbagai sumber yang mencukupi dan terjangkau. Selain
itu, penyelenggaraan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan
melibatkan profesi multidisiplin0 dengan memfokuskan deteksi dini, pengobatan

0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009
Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 3.
0
Melibatkan profesi multidisiplin berarti melibatkan berbagai profesi yang
bekerja sacara komprehensif dan saling mendukung dalam menangani suatu
masalah secara optimal. Profesi yang dimaksud seperti psikiater, psikologi klinis,
perawat kesehatan jiwa, ahli kesehatan masyarakat, pekerja sosial, dan terapis
okupasi. (Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
406/Menkes/Sk/VI/2009 Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 5).
lix
dini, perawatan lanjutan, dukungan sosial, serta adanya koneksi yang erat antara
pelayanan masyarakat tingkat primer dan pelayanan medis.0 Oleh karena itu,
program integrasi Puskesmas dan RSU serta koneksi lembaga sosial kepada RSJ
sangat digencarkan untuk penerapan pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas
ini.
Sejak 2001 terdapat perubahan finansial atau sistem pembiayaan kegiatan
kesehatan. Semula sistem finansial dan kegiatan kesehatan merupakan tanggung
jawab pemerintah pusat. Hal tersebut berubah menjadi tanggung jawab
pemerintah provinsi atau kabupaten karena adanya desentralisasi dan regulasi
otonomi daerah. Pemindahan tangan ini juga terjadi pada bidang kesehatan jiwa. 0
Adanya desentralisasi pada 2001 juga merubah beberapa RSU dan RSJ yang

0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009
Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas, hlm. 5.
0
Idaiani, “Kesehatan Jiwa Indonesia”, hlm. 204-205.
lx
sebelumnya dipegang oleh Pemerintah Pusat kini dipegang oleh Pemerintah
Daerah sehingga terdapat perubahan nama menjadi RSUD dan RSJD. Jawa
Tengah adalah salah satu Provinsi yang sebelumnya memiliki 4 RSJP, kemudian 3
di antaranya diubah menjadi RSJD. Adanya perubahan ini memberikan kebebasan
pemerintah daerah dalam membuat inisiatif sendiri untuk mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya daerah. Kebebasan dan inisiatif diberikan agar
pemerintah dapat menangani daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerah
setempat.0
Untuk mengoptimalkan tugas RSUD dan RSJD dikeluarkan Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Jawa Tengah Nomor 6 tahun 2006 yang membahas

0
Nova Riyanti Yusuf, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang
Kesehatan Jiwa”, hlm. 184.
lxi
mengenai pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan susunan organisasi
RSUD dan RSJD di Jawa Tengah. Kemudian, peraturan tersebut disempurnakan
pada 2008 melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008
mengenai organisasi dan tata kerja RSUD dan RSJD Provinsi Jawa Tengah, yang
mengatur perubahan.0
Setelah mengatur ulang organisasi dan tata kerja RSUD dan RJSD,
Pemerintah Daerah Jawa Tengah mulai memperlihatan keseriusanya dalam
masalah kesehatan jiwa. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan Pemerintah Provinsi

0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja RSUD dan RSJD Provinsi Jawa Tengah.
lxii
Jawa Tengah dalam menanggapi deklarasi program Menuju Indonesia Bebas
Pasung (MIBP) pada 2010. Setelah deklarasi tersebut Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mulai melaksanakan program bebas pasung di tahun 2011 hingga 2012
bersama beberapa lembaga kesehatan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah semakin menunjukan keseriusan yang
semakin jelas dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1
Tahun 2012 mengenai Penanggulangan Pasung di Provinsi Jawa Tengah.

lxiii
Peraturan penanggulangan pasung tersebut ditujukan untuk mendeteksi korban
pasung dan belum mendapatkan pengobatan, agar dapat diberikan pelayanan
kesehatan jiwa dasar dan rujukan. Selain dari pelayanan kesehatan dasar, intansi
lain seperti RSJD, RSU, LSM, dan Pondok Pesantren akan memfasilitasi
pelayanan rehabilitas ODGJ. Adanya penanggulangan pasung ini menjadikan
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan
mengenai penanggulangan pemasungan.0

J. Layanan Kesehatan Jiwa di Jawa Tengah


Pada 2012, Indonesia hanya memiliki 48 RSJ. Terdapat 8 provinsi yang belum
memiliki RSJ, yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Banten,
Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua
Barat.0 Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan jiwa mempersulit masyarakat
dalam mengakses pelayanan kesehatan jiwa. Masalah ini memiliki andil dalam
melanggengkan ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa dan
stigma negatif pada ODGJ. Pelayanan kesehatan jiwa yang baik akan tercipta
melalui ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa yang merata, berkualitas,
efisien, dan terjangkau.0
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Hospital Based Mental Health
Service atau pelayanan berbasis rumah sakit perlu berjalan secara beriringan
dengan Community Based Mental Health Service atau pelayanan yang berbasis
komunitas. Masalah kesehatan jiwa sangat berkaitan erat dengan lingkungan

0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Pasal 2 Tahun 2012 Tentang
Penanggulangan Pasung Provinsi Jawa Tengah.
0
MZW, “Gangguan Jiwa Masih Diabaikan”,
(https://lifestyle.kompas.com/read/2012/02/11/07363466/~Psikologi?page=all, 11
Februari 2012)
0
Sri Idaiani dan Edduwar Idul Riyadi, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia:
Tantangan untuk Memenuhi Kebutuhan”, Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Vol. 2 No. 2 (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, 2018)
(http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jpppk/article/view/134/821),
hlm. 71.
lxiv
masyarakat beserta stigmanya. Oleh karena itu, pelayanan berbasis komunitas
perlu diselenggarakan guna pemerataan dan menjangkau seluruh masyarakat
untuk memberi edukasi.0
Indonesia memiliki 34 Provinsi, untuk mencapai pemerataan pelayanan
kesehatan jiwa, diperlukan peran instansi di berbagai lapisan. Di Indonesia sendiri
tersedia 3 tingkatan pelayanan kesehatan jiwa, yaitu primer, sekunder, dan tersier.
Pada tingkat primer, pelayanan kesehatan jiwa dilaksanakan oleh Puskesmas
(Pusat Kesehatan Masyarakat), di tingkat sekunder dilaksanakan oleh RSU
(Rumah Sakit Umum), sedangkan untuk tingkat tersier oleh RSU yang memiliki
Dokter spesialis kedokteran jiwa maupun dokter spesialis konsultan jiwa dan
RSJ.0
Pada tingkat tersier Jawa Tengah telah memiliki 6 RSJ. Di antaranya satu
RSJP milik pemerintah pusat, yaitu RSJ Prof. Soerojo Magelang. Tiga RSJD
milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah yaitu RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
RSJD Surakarta, dan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi. Dua RSJ Swasta yaitu RS Jiwa
dan Syaraf Puri Waluyo dan RS Jiwa dan Narkoba H. Mustajab.0 Kapasatitas yang
dimiliki oleh 6 RSJ ini belum menutup kebutuhan perawatan kesehatan jiwa
intensif untuk jumlah ODGJ di Jawa Tengah. 0 Oleh karena itu, dibutuhkan
pelayanan kesehatan jiwa sekunder dan primer.
Tingkat sekunder memiliki peran penting di kabupaten/ kota yang belum
memiliki RSJ. Jawa Tengah sendiri memiliki 193 RSU. Menurut data Riset
Fasilitas Kesehatan (Rifeskes) tahun 2011 sudah terdapat 62,3% RSU Pemerintah
yang memiliki poliklinik Kejiwaan dan 18,0% RSU Pemerintah yang

0
Reni Nuryani, Sri Wulan Lindasari dan Popi Sopiah, “Upaya Peningkatan
Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa”,
Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 5 No. 4 (Universitas Pendidikan Indonesia, Prodi
Keperawatan, Bandung, 2020), hlm. 187.
0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 71.
0
“Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012” (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang, 2012), hlm. 224-230.
0
Parafitasari, “Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Rumah
Sakit Jiwa di Yogyakarta”, hlm. 21-22.
lxv
menyediakan fasilitas rawat inap untuk pasien ODGJ di Jawa Tengah.0 Dari
persentase tersebut pada 2012 jumlah kunjungan gangguan jiwa rawat inap
maupun rawat jalan di RSU terdapat sebanyak 7.606.703 kasus.0 Belum adanya
ketersediaan layanan kejiwaan di beberapa RSU lainya disebabkan masih
kurangnya tenaga kesehatan jiwa di Jawa Tengah.0
Agar fasilitas kesehatan jiwa lebih dapat terjangkau, diperlukan peran
pelayanan kesehatan jiwa tingkat primer. Hal ini akan mempermudah pendekatan
kepada masyarakat hingga ke lingkup terkecil. Sayangnya, pelayanan kesehatan
jiwa tingkat primer ini belum efisien dan belum diselenggarakan secara
menyeluruh. Sampai saat penelitian ini dilakukan pada 2021, Dinas Kesehatan
Jawa Tengah masih menjadikan pelayanan kesehatan primer ini sebagai fokus
dalam rencana program pelayanan kesehatan.0
Pada 2002 Jawa Tengah telah memiliki 845 Puskesmas. Jumlah tersebut
bertambah menjadi 847 Puskesmas pada 2006.0 Kunjungan pasien gangguan jiwa
rawat inap maupun rawat jalan di Puskesmas Jateng pada 2006 terdapat
16.497.911.0 Di tahun 2012 Jumlah Puskesmas Jateng mengalami penambahan
menjadi 873 Puskesmas, dengan jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa
sebanyak 26.565.685 kasus.
Sejak Orde Baru pemerintah sudah memperkenalkan integrasi pelayanan
kesehatan jiwa ke Puskemasmas. Terdapat standarisasi dalam mengupayakan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas, yaitu sebuah Puskesmas setidaknya harus

0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 72-73.
0
Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012 (Semarang: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013), hlm 90.
0
“Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012”, hlm. 79.
0
“Rencana Strategis: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2018-2023”,
hlm. 62.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009, Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa
Tengah 2008-2013, hlm. 27.
0
Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2006 (Semarang: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006), hlm. Lampiran.
lxvi
memiliki mininal 2 tenaga terlatih kesehatan jiwa yang dapat melakukan upaya
promotif dan preventif kesehatan jiwa secara berkala. Dengan adanya pelayanan
kesehatan jiwa di Puskesmas ini, diharapkan dapat dilakukan pendeteksian dini,
penegakan diagnosis, mempersiapkan, dan mengelola rujukan balik kasus
penyakit jiwa.0
Menurut Data Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) pada 2011, Puskesmas
di Indonesia yang memiliki program kesehatan jiwa telah mencapai 64% dari
8981 Puskesmas seluruh Indonesia. Namun, menurut data Direktorat Kesehatan
Jiwa, Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa hanya 21.47%.0
Dari perkiraan data di atas kemungkinan besar baru sedikit Puskesmas di Jawa
Tengah yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa.
Kementerian Kesehatan melakukan upaya lainya untuk memfasilitasi
percepatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, salah satunya dengan
pemerataan dan mengembangkan kesiapsiagaan desa. Hal ini ditunjang dengan
adanya Desa Siaga yaitu kegiatan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar,
mau, dan mampu melakukan pencegahan dan mengatasi segala ancaman atau
permasalahan kesehatan masyarakat. Permasalahan kesehatan jiwa termasuk
kedalamnya dengan Program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ), program ini
ditujukan untuk menghasilkan desa dengan penduduk yang memiliki kesiapan dan
kemampuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan jiwa secara mandiri.
Selain itu, program DSSJ ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan,
kesiapsiagaan masyarakat, dan dukungan masyarakat dalam menangani masalah
kesehatan jiwa. Meningkatkan wawasan masyarakat ini diperlukan untuk
menghilangkan stigma negatif pada ODGJ. Dalam melakukan program DSSJ

0
“Rencana Aksi Kegiatan: Direktoran Pencegahan dan Pengendalian
Kesehatan Jiwa dan Napza”, hlm. 16.
0
Idaiani, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia”, hlm. 72.
lxvii
bukan hanya pemerintah pusat dan daerah saja yang memiliki peran penting dalam
keberhasilan program ini, namun, tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat desa
sangat diperlukan untuk keberhasilan program ini.0
Dalam Program DSSJ akan dibentuk kader kesehatan jiwa. Kader
kesehatan jiwa dibentuk melalui seleksi dengan pemenuhan kriteria sebagai kader.
Sebagian besar anggota kader DSSJ biasanya merupakan kader Pos Layanan
Terpadu (Posyandu) dan Karang Taruna. Kader yang terpilih akan melakukan
pelatihan kesehatan jiwa agar dapat berperan dalam mendeteksi dan membantu
pemulihan pada ODGJ yang sebelumnya telah dirawat di RSJ, melalui sosialisasi,
pengobatan, dan rutinitas sehari-hari. Selain itu, kader DSSJ akan melakukan
pencatatan dan pelaporan hasil deteksi kasus kesehatan jiwa di masyarakat,
melakukan kunjungan rumah, dan menangani masalah perilaku kekerasan di
masyarakat.0 Dilaksanakanya program ini guna memberdayakan masyarakat
menuju sebuah kemandirian. Namun, pelaksanaan program ini masih belum
merata di Jawa Tengah.0
Selain RSJ, RSU, dan Puskesmas, Dinas Sosial juga memiliki peran dalam
menangani masalah kesehatan jiwa. Menyediakan fasilitas bidang sosial seperti

0
Nuryani, Upaya Peningkatan Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui
Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa, hlm. 190.
0
Nuryani, Upaya Peningkatan Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui
Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa, hlm. 190.
0
Livana PH, SIh Ayuwatini, Yulia Ardianti, dan Ulfa Suryani, “Gambaran
Kesehatan Jiwa Masyarakat”, Jurnal Keperawatan, Volume. 6, No. 1 (Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah, Semarang, 2018), hlm. 61.
lxviii
penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial merupakan salah satu fungsi
Dinas Sosial. Oleh karena itu, Dinas Sosial memiliki tanggung jawab dalam
penanganan rehabilitasi disabilitas mental atau ODGJ.0 Dalam melakukan
tugasnya Dinas Sosial bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, RSJ dan Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dinas Sosial memiliki peran dalam penjaringan ODGJ yang menggelandang
dan dipasung. Setelah penjaringan Dinas Sosial akan membawa ODGJ ke RSJ dan
Panti Sosial untuk menjalani pengobatan dan rehabilitasi. Panti sosial merupakan
bentuk dari Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) yang menunjang Dinas Sosial dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya.0

Tabel 2. 1. Jumlah Panti Khusus Milik Pemerintah Jawa Tengah 2009-2011


No. Tahun Jumlah Panti
1. 2009 11
2. 2010 11
3. 2011 11
4. 2012 11
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

Hinga tahun 2011 terdapat 11 panti sosial yang berada di bawah Dinas
Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebelas di antaranya adalah Unit
Rehabilitasi Sosial Bina Sejahtera Kendal I, Balai Rehabilitasi Sosial Ngudi
Rahayu Kendal, Balai Rehabilitasi Sosial Pangrukti Mulyo Rembang, dan Balai
Rehabilitasi Sosial Raharjo Sragen.0

0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Pasal 13 Tahun 2008
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 65 Pasal 1 Tahun 2019 Tentang
Pemberian Tambahan Penghasilan Berdasarkan Kondisi Kerja Khusus Pada Unit
Pelaksana Teknis Daerah Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang Menangani
Lanjut Usia, Tuna Susila, dan Disabilitas Mental Psikotik.
0
Sutaat, Nurdin Widodo, dan Ruaida Murni, Lembaga Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Pemerintah Daerah di Era Otonomi: Studi Tiga Provinsi
(Jakarta: P3KS Press, 2012) hlm. 43-45.
lxix
Tabel 2. 2. Jumlah Penghuni Panti Milik Pemerintah 2009-2011
No. Tahun Jumlah Penghuni Panti (jiwa)
1. 2009 1.390
2. 2010 1.390
3. 2011 1.390
4. 2012 1.205
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

Panti sosial menyediakan pelayanan rehabilitasi dengan mendidik ODGJ


menjadi lebih mandiri dan dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat. Panti
sosial menampung ODGJ secara temporal namun, ada juga ODGJ yang
ditampung permanen karena tidak memiliki keluarga atau tidak diterima oleh
keluarganya. Pihak RSJ juga menyalurkan pasiennya ke panti sosial untuk
menjalani rehabilitasi lanjutan. Dari tahun 2009-2011 terdapat 1.390 penghuni di
seluruh panti sosial yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa tengah. Pada
2012 jumlah penghuni panti menurun menjadi 1.205.

BAB III

lxx
PERKEMBANGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.
AMINO GONDOHUTOMO

Manajemen dapat mempengaruhi perkembangan sebuah rumah sakit. Manajemen


adalah sebuah proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengambilan
keputusan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Manajemen
memiliki fungsi untuk mendayagunakan sumber daya manusia, finansial, dan
sarana serta prasarana untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen rumah sakit
sendiri bertujuan untuk menghasilkan produk jasa atau pelayanan kesehatan yang
paripurna kepada masyarakat. Pada Bab ini perkembangan manajemen yang
dibahas meliputi sarana dan prasarana, organisasi, dan suber daya manusia.
Sedangkan untuk pembahasan pelayana kesehatan akan dibahas pada Bab
selanjutnya.

A. Doorgangshuizen Semarang: Cikal Bakal Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.


Amino Gondohutomo
Kesehatan Jiwa merupakan aspek yang penting untuk menggambarkan kualitas
sumber daya manusia suatu negara. Oleh karena itu, keberadaan fasilitas
kesehatan jiwa sangat diperlukan oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri pelayanan
kesehatan jiwa sudah dilaksanakan sejak masa Hindia Belanda, salah satunya di
Jawa Tengah.
Pada 1831 Pemerintah Hindia Belanda di bawah kepemimpinan Gubernur
Jendral Johannes van den Bosch (1830-1834) melakukan langkah pertamanya
untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa melalui Resolusi 21 Mei
1831.0 Setelah adanya resolusi tersebut, penampungan sementara ODGJ mulai
disediakan di beberapa daerah salah satunya di Semarang dengan kapasitas 105
tempat tidur di bawah Rumah Sakit Militer pada 1848. Penampungan Sementara

0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia tahun 1987-1992” (Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah,
Universitas Indonesia, Depok, 2016), hlm. 20.
lxxi
ODGJ Semarang memanfaatkan bangunan bekas Asrama Tentara. Letak
bangunan tersebut berada di jalan Sompok No. 60, Peterongan, dan berseberangan
dengan kuburan Kesambi. Penampungan sementara ODGJ biasa disebut sebagai
doorgangshuizen. Doorgangshuizen hanya menampung perawatan ODGJ akut
yang diharapkan tidak lebih dari 6 bulan.0

Gambar 3. 1. Penampungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Semarang Jalan


Sompok (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm. 135)

Perawatan pasien gangguan jiwa dengan metode ilmiah pertama kali


diterapkan oleh bangsal RS Militer Semarang.0 Namun, terdapat sumber yang
mengatakan bahwa kondisi bangsal jiwa di RS Militer Semarang ini sangat buruk,
karena halamannya sering kali tergenang air setelah hujan lebat, bahkan di saat
tertentu bagian bangsal juga terendam banjir. Saat itu, petugas bangsal biasanya
merupakan pensiunan serdadu yang kurang paham mengenai perawatan pasien.0
Pada 1912, doorgangshuizen yang didirikan oleh RS Militer Semarang
dipindahkan ke jalan Cendrawasih No. 27, Tawang, karena bangunan sebelumnya
akan dipergunakan sebagai asrama veteran. Sejak perpindahanya,

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
14-15.
0
Thong, Memanusiakan manusia, hlm. 32.
0
Bergen, Gelanggan Riset Kedokteran di Bumi Indonesia, hlm. 335.
lxxii
Doorgangshuizen Semarang lebih dikenal dengan sebutan RSJ Tawang oleh
masyarakat sekitar, karena lokasi bangunannya berada di daerah Tawang.0

Gambar 3. 2. Penampungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Semarang, Tawang


(Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm. 132)

Pada lokasi barunya Doorgangshuizen Semarang memiliki 2 bangunan


bangsal saling bersebrangan, yaitu bangsal pria dan bangsal wanita beserta dapur.
Namun, dalam perjalananya bangunan bangsal wanita digunakan oleh pihak
militer untuk tempat penjahitan pakaian seragam militer. Sejak saat itu bangsal
pria, wanita, dan bagian dapur disatukan dalam satu bangunan.0
Penyatuan tersebut berdampak pada area penampungan yang menjadi
semakin sempit. Hal ini diperparah dengan adanya kenaikan jumlah penderita
psikosis dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Kenaikan jumlah penderita psikosis
ini bahkan menyebabkan penumpukan di tempat tahanan kepolisian. Akibat dari
kondisi mendesak tersebut, pada 21 Januari 1928 Pemerintah Hindia Belanda
menaikan Status Penampungan ODGJ Semarang menjadi Rumah Sakit Jiwa

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 16.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 16
lxxiii
(Krankzinnnigegestich).0 Krankzinnigengesticht Tawang baru menerima
perawatan pasien untuk pertama kalinya pada 2 Februari 1928 dan menjadikan
tanggal tersebut sebagai hari lahirnya.0

Gambar 3. 3. Bangsal laki-laki dan wanita Rumah Sakit Jiwa Tawang (Buku
Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm. 134)

Berbeda dengan RSJ Bogor, Magelang, dan Lawang yang menempati


bangunan yang sejak awal ditujukan untuk bangunan RSJ, bangunan RSJ
Semarang hanya menempati sebuah bangunan lama bekas Gudang. Hal tersebut
menyebabkan banyak permasalahan pada bangunan RSJ.0 Permasalahan yang
terjadi meliputi air bersih yang tersendat, kurangnya penerangan dan ventilasi
dalam gedung, serta buruknya sanitasi lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan
lokasi RSJ yang berada dekat dengan wilayah pesisir yang setiap tahun dilanda
banjir yang disebabkan oleh rob ataupun curah hujan. Keadaan bangunan RSJ

0
Nor Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”
(Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, 2020), hlm. 50-51.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 37-38.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 17
lxxiv
Semarang begitu memprihatinkan dan terlihat tidak layak karena penampilanya
yang seperti sebuah penjara.0
Untuk memenuhi persyaratan, sebuah RSJ harus memiliki fasilitas
penunjang, di antaranya yaitu kemudahan transportasi dan komunikasi, berada
pada daerah datar dan tenang, terdapat sumber air bersih, bebas dari banjir, dan
dekat dengan daerah permukiman. Berdasarkan persyaratan tersebut terdapat
beberapa syarat yang tidak terpenuhi oleh bangunan RSJ Semarang.0
Dalam kondisi yang menekan, pada 1952 RSJ Semarang sempat melakukan
usaha perizinan untuk menggunakan kembali bangunan Barat yang digunakan
oleh pihak militer. Akan tetapi, usaha perizinan tersebut tidak pernah berhasil.
Oleh karena itu, dari masa Dr. A.L Tendean memimpin RSJ Semarang pada 1955,
hingga digantikan oleh Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesumo pada 1970, kegiatan
RSJ tetap bertahan di bangunan lama tersebut hingga tahun 1986.0
Pada masa kepemimpinan Kusumanto Setyonegoro sebagai Kepala
Direktorat Kesehatan Jiwa, rencana relokasi RSJ Semarang sudah mulai
dicanangkan. Pembangunan bangunan baru RSJ Semarang baru disetujui dalam
tahun anggaran 1979/1980 oleh pemerintah.0

K. Perkembangan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.


Amino Gondohutomo
Bangunan fisik merupakan suatu aspek yang perlu diperhatikan pada sebuah
rumah sakit. Penampilan fisik dengan kenyaman, kerapihan, dan kebersihan
ruangan, merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur kualitas pelayanan
kesehatan. Kenyamanan lingkungan yang tertib dan teratur, serta kelengkapan

0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
0
Satrio Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa di Semarang
Dengan Penekanan Desain Pendekatan Kegiatan Terapi” Jurnal Jurusan Arsitektur
Vol.1 2003 (Skripsi Jurusan Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang,
2003), hlm. 67.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 17-19.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm. 272.
lxxv
sarana dan prasarana juga menjadi salah satu prinsip yang harus dipenuhi oleh
penyelenggara pelayanan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 25 tahun 2004.0
Meningkatkan sarana prasarana, dan teknologi pelayanan merupakan salah
satu Misi0 dalam mewujudkan Visi0 dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Selama
92 tahun RSJD Dr. Amino Gondohutomo mengalami perkembangan sarana
prasarana guna memperbaiki kendala-kendala yang terjadi dan menyesuaikan arah
perkembangan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih baik.

1. Periode 1986-1992
Semenjak Pemerintahan Orde Baru pelayanan kesehatan jiwa mengalami banyak
kemajuan, terlebih pada masa kepemimpinan Kusumanto Setyonegoro. Guna
menerapkan Undang-undang Republik Indonesia (UURI) Kesehatan Jiwa tahun
1966, pemerintah mengupayakan perbaikan dan melengkapi fasilitas RSJ di
Nusantara. Hal tersebut direalisasikan pada Repelita (Rencana Pembangunan
Lima Tahun), yang melakukan rehabilitas pada 11 RSJ dengan menyediakan dana
sebesar 100 juta Rupiah pada tahun pertama. Di tahun kedua disediakan 243 juta
Rupiah untuk merenovasi 17 RSJ. Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya
pemerintah hanya menyediakan 110 juta Rupiah untuk merehabilitasi 19 RSJ
yang ada.0

0
Ida Yunari Ristiani, “Pengaruh Sarana Prasarana dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien”, Coopetition, Vol. VIII, No. 2 (Institut Pemerintah
Dalam Negri, 2017), hlm. 158.
0
Misi dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo adalah pertama, melaksanakan
dan mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa paripurna. Kedua, meningkatkan
sarana, prasarana, dan teknologi pelayanan. Ketiga, meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia. Keempat, meningkatkan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan jiwa. (Sumber: Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Jawa Tengah (Semarang, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, 2018), hlm. 2.)
0
Visi RSJD Dr Amino Gondohutomo adalah Menuju pelayanan kesehatan
jiwa yang paripurna yang bermutu. (Sumber: Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Jawa Tengah, hlm. 2.)
lxxvi
RSJ Semarang yang merupakan peninggalan masa Belanda, mendapatkan
dampak dari upaya perbaikan pembangunan fasilitas tersebut. Bangunanya yang
tidak memenuhi standar, disebut sebagai bangunan RSJ terburuk di Indonesia
yang tidak siap menghadapi abad ke-21.0
Pada subab sebelumnya dijelaskan bahwa RSJ Semarang sudah diizinkan
untuk melakukan relokasi dalam tahun anggaran 1979/1980. Penerapan awal
rencana relokasi diawali oleh pemerintah dengan penyediaan sebidang tanah
seluas 6 hektar di Jl. Brigjen Sudiarto No. 347, Kelurahan Gemah, Kecamatan
Pedurungan pada 1980, setelah itu proses pembangunan RSJ mulai digarap. 0

Tabel 3. 1. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang 1980-1989


No. Jenis Bangunan Tahun Selesai Luas (m²)
Pembangunan
1. Tanah 1980 60.000
2. Gedung Administrasi 1984 1.000
3. Gedung Bangsal 7 Unit 1984 2.100
4. Gedung Poliklinik I 1985 600
5. Gedung Service 1985 675
6. Lapangan Tennis 1985 -
7. Gedung Bangsal 1 Unit 1988 300

0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia 1897-
1992”, hlm. 63-64.
0
“Bangunan Rumah Sakit Jiwa Tawang Semarang Terjelek di Indonesia”,
Suara Merdeka, 4 Oktober 1988, hlm. 11.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 21.
lxxvii
8. Gedung Poliklinik II 1988 612
9. Gedung Bangsal 4 Unit 1989 1.200
10. Auditorium 1989 1.000
11. Kamar Mayat 1989 36
12. Gapura 1989 1.000
Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, 1993,
hlm. 21.

Saat pembangunan baru mencapai 27% dari rencana induk, Direktur RSJ
Semarang saat itu, Dr. Achmad Hardiman segera menghendaki pemindahan pada
tahun 1986. Pada tahun pertama masa jabatanya, Ia merasa bangunan RSJ di
Tawang yang sempit dan sesak sudah sangat tidak layak digunakan lagi. Adanya
pikiran tersebut, tepat pada 4 Oktober 1986 Dr. Achmad Hardiman segera
memindahkan seluruh kegiatan RSJ Semarang ke bangunan baru walau masih
dalam keadaan setengah jadi.0

Gambar 3. 4. Pembangunan Gedung Poliklinik I RSJP Semarang di Jalan Brigjen


Sudiarto tahun 1984/1985 (Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa
Pusat Semarang, hlm. 153)

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 21.
lxxviii
Guna memperbaiki citranya dan mengubah stigma negatif masyarakat, RSJ
Semarang membangun bangunan baru tersebut sesuai dengan syarat dan arsitektur
baru sebuah RSJ. Terdapat perbedaan arsitektur pada penataan bangunan baru
RSJ. Sebelumnya RSJ dibangun dengan pagar atau dinding yang tinggi (tertutup),
sehingga terlihat seperti tempat pengasingan orang-orang yang berbahaya. Pada
bangunan baru RSJ dibangun di dalam kota dengan bangunan yang lebih terbuka.0

Gambar 3. 5 Gedung Administrasi dan Auditorium RSJP Semarang di Jalan


Brigjen Sudiarto (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
138)

Saat awal perpindahanya, Gedung baru RSJ Semarang sudah memiliki 7


gedung bangsal, 1 gedung Poliklinik, gedung Service, sebuah lapangan Tenis dan
gedung Administrasi yang didalamnya terdapat ruangan pendidikan dan pelatihan
(Diklat). Pembangunan gedung baru terus berlanjut bersamaan dengan aktivitas
operasional RSJ. Tahun berikutnya pada tahun 1988 RSJ Semarang menambah 1
gedung bangsal dan 1 poliklinik. Kemudian, pada 1989 dibangun 4 gedung
bangsal baru, 1 bangunan untuk kamar mayat, Mess, dan Gapura serta
Auditorium.0 Pada masa kepemimpinan Dr. Achmad Hardiman, selain melakukan
pemindahan, berbagai terobosan baru juga direalisasikan dengan tetap

0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia”,
hlm. 69.
lxxix
melanjutkan dan mengembangkan program kerja yang sebelumnya dirintis oleh
Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesoemo.0

Tabel 3. 2. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Pusat 1990-1992


No. Jenis Bangunan Tahun Selesai Luas m²
Pembangunan
1. Bangunan Terapi Kelompok I 1990 206 m²

2. Bangunan Terapi Kelompok II 1991 220 m²

3. Bangunan Terapi Gerak I 1991 600 m²

4. Bangunan Terapi Kerja I 1992 350 m²

5. Bangunan Terapi Gerak II 1992 600 m²

Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, 1993, hlm. 22.

Pada 1990, RSJ Semarang baru memiliki unit rehabilitasi dengan bangunan
terapi kelompok sebagai penunjang. Pembangunan RSJ Semarang telah mencapai
89% pembangunan dari rencana induknya pada 1992. Di tahun tersebut juga
bangunan Terapi Kerja I telah diselesaikan. Saat itu RSJ Semarang telah memiliki
12 bangsal dengan kapasitas 305 tempat tidur, dengan 270 tempat tidur yang
terpasang. Semenjak awal pembangunan lokasi barunya pada 1983 hingga tahun
1993, RSJP Semarang sudah membangun gedung seluas 9.041 m² dengan total
biaya Rp 1.936.463.865,-.0

2. Periode 1993-2012
Di tengah pembangunan fisiknya, pada 12 Novermber 1993 RSJP Semarang telah
dianugrahi Pata Nugraha Karya Husada Tingkat II. Penganugerahan ini

0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan” (Semarang, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo, 2018), hlm. 2.
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”,
hlm. 57.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 22 dan 117.
lxxx
diserahkan langsung oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dr. Sujudi
kepada Direktur RSJP Semarang Dr. Achmad Hardiman di Jakarta. RSJP
Semarang dinobatkan sebagai Pemenang Penampilan Rumah Sakit Terbaik dalam
Bidang Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Jiwa. Kegiatan ini merupakan
sebuah lomba yang diadakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan jiwa dan mengubah citra negatif
Rumah Sakit jiwa pada masyarakat.0

Tabel 3. 3. Daftar Pembangunan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino


Gondohutomo 1996-2009
No Jenis Bangunan Tahun Selesai Luas m²
. Pembanguna
n
1. Masjid 1996 -
2. Bangunan RKO 1996 -
3. Bangunan UGD 1998 -
4. Ruang Ganti Terapi GT 2001 -
5. Bangunan Garasi 2006 -
6. Bangunan RKO Private 2008 -
7. Bangunan UPIP 2009 -
Sumber: Kartu Inventaris Barang (KIB) C. Gedung dan Bangunan Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, 2018, hlm. 3.

Tiga tahun setelahnya terdapat penambahan bangunan bangsal RKO (Ruang


Ketergantungan Obat) dan masjid, tepatnya pada tahun 1996. Bangunan RKO
merupakan bangsal atau ruangan yang dikhususkan untuk pasien yang mengalami
ketergantungan obat, nama ruangan ini kemudian berganti menjadi Ruang Napza.
Tahun 1998 pihak RSJ mulai menambahkan bangunan Menza, yang biasa
digunakan untuk berkumpul para pasien, sedangkan, bangunan Unit Gawat
Darurat (UGD) baru ditambahkan pada 1999. Untuk menunjang fasilitas terapi
pasien dan fasilitas tenaga kerja, dibangun ruang ganti terapi GT pada 2001. 0
Pada awal abad 21 kapasitas tempat tidur di RSJP Semarang berjumlah 305,
dengan jumlah tempat tidur yang tersedia sebanyak 237 tempat tidur. 0 Jumlah

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang 1993/1994”, hlm 54-55.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, hlm. 3.
0
Satrio Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa”, hlm. 68.
lxxxi
tempat tidur yang tersedia bertambah pada akhir tahun 2004 menjadi 245 tempat
tidur.0

Gambar 3. 6. Bangunan Masjid dan Lapangan Tennis RSJP Semarang di Jalan


Brigjen Sudiarto (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
141)

Sejak penambahan terakhir pada 2001, RSJP Semarang tidak melakukan


penambahan bangunan baru dan kala itu RSJP Semarang sudah berganti nama
menjadi RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Penambahan bangunan baru terjadi lagi
pada 2006, yaitu berupa bangunan garasi. Kemudian pada 2008, terdapat
penambahan gedung private RKO. Selain itu, gedung UPIP (Unit Perawatan
Intensif Psikiatri) baru selesai dibangun pada 2009. Gedung UPIP merupakan
gedung yang berisi bangsal yang dikhususkan untuk pasien yang masih
mengalami kegelisahan tinggi, sehingga perlu ditangani secara intensif. Ruangan
ini dapat dikatakan sebagai ICU (Intensive Care Unit) dalam RSJ dan terdapat
ruangan isolasi di dalamnya.0

0
Izzudin, “Analisis Pengaruh Faktor Personality Terhadap Asuhan
Keperawatan pada Perawat Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang” (Universitas DIponegoro, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Semarang, 2006), hlm. 3.
lxxxii
Hingga tahun 2007 RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memiliki
kapasitas tempat tidur yang tersedia sebanyak 257 tempat tidur, 0 kemudian
bertambah di tahun 2008 menjadi 285 tempat tidur. Setelahnya, pada 2009 baru
terdapat penambahan bangunan bangsal, khusus untuk kelas III. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo baru memiliki lapangan parkir di tahun 2010. Penambahan tersebut
disebabkan Jumlah pasien rawat inap dan karyawan yang menggunakan
kendaraan pribadi tidak sedikit, sehingga RSJD Dr. Amino Gondohutomo perlu
menyediakan tempat parkir yang memadai.0

Gambar 3. 7. Gapura Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo di Jalan
Brigjen Sudiarto tahun 2011 (RSJD Rumah Sakit Jiwa Daerah Kota Semarang |
Seputar Semarang)

Setelah melalui beberapa proses pembangunan semenjak perpindahanya


hingga tahun 2012, RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memiliki 13 Gedung
Perawatan (bangsal), 4 Gedung Pelayanan, 3 Gedung Penunjang, 3 Lapangan

0
Wawancara dengan Mira, 9 September 2020. Informan merupakan seorang
Psikolog yang bekerja di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 45.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, Hlm. 3-4
lxxxiii
Tenis, dan 2 Mess, serta 1 Gedung Administrasi, Auditorium 0, Rehabilitas, Diklat,
Asrama, Dinas, dan Kamar Jenazah.0 Selain itu, terdapat 4 gedung pelayanan
meliputi, gedung poliklinik, gedung UGD, Gedung UPIP, dan gedung Pevilium
Pandu Dewanata serta 3 gedung penunjang. Banyaknya perkembangan dalam
pembangunan ini dapat meningkatkan citra RSJD Dr. Amino Gondohutomo di
mata masyarakat, yang sebelumnya kurang baik.0
Selain perubahan tempat yang lebih luas dan penambahan berbagai macam
gedung, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga mengalami banyak kemajuan dalam
penyediaan fasilitasnya sejak perpindahan bangunan tersebut. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo mulai menambah berbagai pelayanan klinik kesehatan sejak awal
perpindahanya pada 1986-2012, seperti Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
dan Klinik Neurologi.0
Guna memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif dan
optimal RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga menyediakan unit pelayanan
penunjang dengan fasilitas yang lengkap. Unit pelayanan penunjang merupakan
merupakan suatu unit yang melakukan kegiatan terkait keperluan observasi,
diagnosis, dan pengobatan.0
Unit pelayanan penunjang yang disediakan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo di antaranya sebagai berikut.

a. Unit Elektromedik
Pelayanan Unit Elektromedik ini baru dibuka sekitar tahun 1986-1992 pada
masa kepemimpinan Dr. Achmad Hardiman. Klinik ini merupakan

0
Pada 2015 Lokas Gedung Auditorium dibangun menjadi gedung pelayanan
Komprehensif.
0
Buku Profile RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Semarang, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, 2014), hlm. 9
0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
Praktek Kerja Lapangan: Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang”, (Akademi Farmasi Theresiana, Semarang, 2011), hlm. 42-43.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm. 19.
0
Hamidiyah, “Hubungan Persepsi Pasien”, hlm. 11.
lxxxiv
pelayanan penunjang diagnosis yang dilengkapi berbagai perlatan seperti
brainmapping, Electro Encefalografi (EEG), Epilepsi Monitoring, Electro
Cardiograhphy (ECG), Densitometri, Neurokognitif, Stress Analyzer, dan
Tes Kepribadian atau tes kapasitas mental. Sekitar sebelum tahun 1990,
Unit Elektromedik belum memiliki beberapa sarana medis seperti
brainmapping dan rongent apparat.
Dalam unit elektromedik terdapat beberapa pelayanan Terapi somatis,
salah satunya adalah ECT (Electroconvulsive therapy) atau terapi kejang
listrik. Terapi ini hanya dapat dilakukan kurang lebih 2-3 hari sekali atau
hanya dua kali seminggu. Untuk menjaga keamanan, terapi ECT ini hanya
dapat dilakukan pada pasien yang memenuhi syarat tertentu seperti harus
berpuasa dan tidak boleh dilakukaan pada pasien yang sedang hamil dan
mengalami tumor.0

b. Unit Radiologi
Unit Radiologi merupakan bagian yang memiliki pelayanan dengan
berbagai cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar bagian dalam tubuh
manusia guna keperluan diagnostik yang dinamakan pencitraan diagnostik. 0
Unit ini memiliki berbagai perlengkapan penunjang medis seperti X-ray
Grid sebanyak 3 unit, Rontgen Gigi, Panoramic dental x-ray, Radio graphic
x-ray system, dan ultrasongraphy masing-masing 1 unit.0

0
Feri Wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulan persepsi
Sesi I-III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan pada
pasien perilaku kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Skripsi
Jurusan Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Telogorejo Semarang,
2012), hlm. 10-11.
0
Orient Budiman, Adi Warta Winata, Adi Chandra, dan Daniel
Kartawiguna, “Perancangan Sistem Informasi Radiologi Berbasis Web di Rumah
Sakit Royal Taruma” (Skripsi Jurusan Sistem Informasi, Universitas Bina
Nusantara, Jakarta, 2014), hlm. 9.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 49
lxxxv
c. Instalasi Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu instalasi yang melakukan kegiatan observasi
dan pemeriksaan, setiap RSJ kelas A wajib memiliki Laboratorium.
Laboratorium RSJD Dr. Amino Gondohutomo dibuka sejak masa Orde
Baru. Kegiatan-kegiatan dalam instalasi Laboratorium ini meliputi
pemeriksaan Hematologi, Urinalisa, Faeces, Kimia Klinik, dan Serologi.
Dengan dilengkapi alat medis seperti Drug Monitoring, hematologi
analyser, urinabza analyser, fotometer, elektrolit analyser, dan pulse
aximeter.0

d. Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi memiliki tugas untuk mengelola obat dan alat kesehatan,
yang beredar dan digunakan di dalam Rumah Sakit. Pengelolaan tersebut
meliputi persediaan obat dan perbekalan obat, seperti perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, serta peracikan obat untuk pasien. 0
Penggunaan obat adalah salah satu metode penanganan untuk
menyembuhkan gangguan jiwa, metode ini disebut sebagai Psikofarmaka.
Farmasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo melayani penyediaan obat
generik dan nongenerik seperti obat anti cemas, obat neutropik, obat anti
depresan, obat umum, dan alat kesehatan. Selain itu farmasi ini juga
menerima resep dari dalam maupun luar RSJ.0

0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 49
0
Innes Larasati, “Analisis Sistem Informasi Manajemen Persediaan Obat:
Studi Kasus Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina
Gresik.” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 1, No. 2 April 2013 (Jurusan
Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang,
2013), hlm. 58.
0
Nur Syafitri Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan
Bimbingan Agama Kristen untuk Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Skripsi Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Institut Agama Islam Negri
Walisongo, Semarang, 2013), hlm. 67.
lxxxvi
e. Instalasi Gizi
Instalasi gizi memiliki peran penting dalam melengkapi sarana penunjang
untuk melayani kebutuhan pasien. Kegiatan yang diselenggarakan oleh
instalasi gizi meliputi pengadaan dan penyediaan makanan, kegiatan
pelayanan gizi di ruang rawat inap, konsultasi gizi, penyuluhan gizi, dan
penelitian serta pengembangan terapi gizi.0 Pelayanan instalasi gizi ini
sudah ada sebelum perpindahan bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo
ke bangunan baru.

Gambar 3. 8. Intalasi Gizi RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jalan


Brigejen Sudiarto (Penunjang Medis - RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah (jatengprov.go.id))

f. Instalasi Laundry
Untuk memenuhi persyaratan sebuah bangunan rumah sakit, setiap rumah
sakit harus memiliki Instalasi Laundry. Bagian Laundry merupakan bagian
penunjang yang sudah ada sejak lokasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo

0
Fuad Alhamidy, “Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering
Berdasarkan Metode EOQ pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani Semarang”
(Thesis Jurusan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2006), hlm. 7-8.
lxxxvii
masih berada di Tawang. 0 Bagian ini melakukan beberapa kegiatan meliputi
penerimaan linen kotor dari instalasi rawat jalan maupun rawat inap, yang
kemudian dilakukan proses pencucian, pengeringan, setrika, dan penjahitan.
Adapun tugas lain dari instalasi laundry seperti melakukan identifikasi
linen, mengelola penyimpanan linen bersih dan mendistribusikanya.0
Pegawai RSJD yang bekerja di bagian ini pada umumnya merupakan
pegawai harian lepas.0

Gambar 3. 9. Kegiatan pada Instalasi Laundry RSJD Dr. Amino


Gondohutomo di Jalan Brigjen Sudiarto (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm. 11)

g. Intalasi Limbah dan Sanitasi


Menurut UURI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, instalasi
pengolahan limbah dan sanitasi merupakan salah satu prasarana yang harus
dimiliki oleh setiap rumah sakit. Instalasi Limbah dan Sanitasi merupakan

0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 44 Tahun 2009, Tentang,
“Rumah Sakit”, hlm. 9.
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dan Perannya Bagi Mayarakat Pada Tahun 1986-2018”,
hlm. 83.
0
Wawancara Bapak Eko Mulyadi, pada 26 Oktober 2020. Informan
merupakan pegawai pada Sub-Bagian Kepegawaian, Tata Usaha, dan Hukum.
lxxxviii
bagian yang menangani setiap kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi dan
limbah RSJ seperti pengontrolan kualitas lingkungan, pengolahan limbah
seperti pembakaran sampah medis, dan penyehatan air, sanitasi ruang, dan
pengendalian vektor. Instalasi limbah dan sanitasi termasuk bagian penting
dalam sebuah RSJ.0

Dengan perpindahanya ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo dapat memenuhi


beberapa persyaratan fasilitas sebuah RSJ yang dibahas pada subab sebelumnya
yaitu sumber air bersih, daerah tenang, dan bebas dari banjir. Pada bangunan
sebelumnya 3 syarat tersebut tidak dapat dipenuhi.0
Berdasarkan laporan instrumen penilaian penampilan kerja terbaik Rumah
Sakit Jiwa pada 1997, RSJP Semarang meraih nilai pencapaian standar pelayanan
medis sejumlah 93,33%. Penilaian standar pelayanan medis ini dinilai dari
beberapa aspek di antaranya, fasilitas dan peralatan, administrasi dan pengelolaan,
staf dan pimpinan, dan pengembangan staf dan program pendidikan.0
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 tahun
2010, terdapat kriteria klasifikasi rumah sakit jiwa. Berdasarkan peraturan
tersebut, pada segi bangunan RSJ kelas A diwajibkan memiliki ruang rawat jalan,
ruang rawat inap, ruang rawat intensif, ruang administrasi, ruang diklat, ruang
perpustakaan, ruang pertemuan, ruang laundry, dapur gizi, dan tempat ibadah.
Kriteria ini juga telah dipenuhi oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo setelah
perpindahanya.0
Penambahan sarana dan prasarana pelayanan telah ditingkatkan oleh RSJD
Dr. Amino Gondohutomo, namun, adanya hal tersebut bukan berarti sudah dapat

0
“Instalasi Sanitasi”, (https://rsjd-surakarta.jatengprov.go.id/instalasi-
sanitasi/, diaskes pada 9 Desember 2020, pukul 17.50)
0
Nugroho, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa di Semarang”, hlm.
67.
0
“Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Terbaik Rumah Sakit Jiwa: Dalam
Rangka Hari Kesehatan Nasional 1997”, hlm. Lampiran.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010
Tentan Klasifikasi Rumah Sakit, hlm. Lampiran.
lxxxix
mengubah persepsi masyarakat mengenai fungsi RSJ yang sebenarnya.
Diperlukan perkembangan sistem organisasi dan pelayanan untuk mengubah citra
RSJ di mata masyarakat.

L. Perkembangan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino


Gondohutomo
Pada sebuah Organisasi terdapat 2 faktor yang mempengaruhi perkembangannya,
yaitu Faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor berasal dari
dalam organisasi seperti karyawan atau pimpinan, sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar organisasi seperti perubahan kebijakan
pemerintah serta perubahan teknologi.0 Pada subab ini akan dibahas mengenai
perkembangan organisasi yang dimiliki oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

1. Perkembangan Status dan Struktur Organisasi


Pasca kemerdekaan, usaha menyejajarkan pelayanan kesehatan jiwa dan
pelayanan kesehatan fisik mulai dilakukan. Usaha ini dapat tergambarkan dengan
adanya UURI No. 3 tahun 1966 untuk menggantikan regulasi warisan Pemerintah
Hindia Belanda. Keberadaan regulasi tersebut memberikan pedoman bagi sistem
Rumah Sakit Jiwa yang lebih terbuka dengan melaksanakan upaya pelayanan
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.0
Pada 1978, guna menunjang pelayanan kesehatan jiwa, dikeluarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 135/MenKes/SK/IV/1978 tentang
organisasi dan tata laksana RSJ, yang menetapkan setiap RSJ harus memiliki satu
unit pelaksanaan teknis khusus untuk pelayanan rehabilitas.0 Di dalamnya
dijabarkan mengenai tugas dan fungsi RSJ. Berdasarkan Surat Keputusan
tersebut, RSJP Semarang memiliki tugas menyelenggarakan dan melaksanakan
pelayanan, pencegahan, pemulihan, dan rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa

0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 266.
0
Nugroho, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan Jiwa di Indonesia”,
hlm. 56-57.
0
Thong, Memanusiakan Manusia, hlm 218.
xc
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.0 Dalam mengemban
tugasnya, RSJP Semarang memiliki fungsi untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan upaya:
1. Pelayanan Pencegahan Kesehatan Jiwa.
2. Pelayanan Pemulihan Kesehatan Jiwa.
3. Pelayanan Rehabilitasi Kesehatan Jiwa.
4. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
5. Sistem rujukan ODGJ.
6. Sebagai sarana Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dan umum.0

Selain itu, Surat Keputusan tersebut juga menetapkan Status RSJP


Semarang sebagai RSJ kelas A, walau pada saat itu bangunan RSJP semarang
belum memiliki bangunan baru yang layak. Berbeda dengan 2 kelas lainya, RSJ
yang berstatus kelas A memiliki spesialisasi yang luas dalam bidang kesehatan
jiwa, juga memiliki peran untuk melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa
intramural dan ekstramural, serta menyediakan tempat Pendidikan dan pelatihan
untuk tenaga di bidang kesehatan jiwa.0
Pada masa itu RSJP Semarang Tawang telah memiliki berbagai macam unit
pelatihan kerja untuk tenaga medis dan menyediakan Sekolah Pendidikan
Keperawatan serta Sekolah Menengah Pekerja Sosial. Fasilitas layanan yang
tersedia pun sudah mengalami banyak penambahan saat itu, beberapa di antaranya
adalah layanan Klinik Dewasa dan Lanjut Usia, Klinik Psikoterapi, Klinik
Psikologi, Klinik Gigi, Klinik Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif lain.0

0
Keptusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
135/MENKES/SK/IV/78 Pasal 2 Tahun 1978 Tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 24-25.
0
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
135/MENKES/SK/IV/78 Pasal 4 Tahun 1978.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 22.
xci
Guna menunjang SK Menkes tahun 1978, pada 7 Desember 1992
dikeluarkan SK Menkes No. 1103/Menkes/SK/XII/1992 mengenai Susunan
Jabatan dalam Lingkungan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Pusat Departemen
Kesehatan. Kebijakan yang ditetapkan oleh Menkes pada 1978 dan 1992
digunakan hingga terjadinya desentralisasi.

Gambar 3. 10. Bagan Susunan Organisasi Rumah Sakit Jiwa Kelas A (“Surat
Keputusan Menkes No. 1103/Menkes/SK/XII/1992”)

Keterangan:
A: Direktur E: Bidang Perawatan
B: Bagian Sekretariat E1: Seksi 1
B1: Sub Bagian Penyusunan Program dan Laporan E2: Seksi 2
B2: Sub Bagian Tata Usaha E3: Seksi 3
B3: Sub Bagian Rumah Tangga dan Kepegawaian E4: Seksi 4
B4: Sub Bagian Keuangan F: Instalasi
B5: Sub Bagian Pencatatan Medis G: Unit Rawat Jalan
C: Bidang Penunjang medis H: Unit Elektro medik
C1: Seksi 1 I: Unit Keswa Dewasa
C2: Seksi 2 J: Unit Keswa Anak
D: Bidang Pelayanan Medis K: Gangguan Mental Organik
D1: Seksi 1 L: Unit Rehabilitasi
D2: Seksi 2 M: Unit Kesehatan Masyarakat

xcii
Dari susunan organisasi RSJ kelas A tersebut, RSJP Semarang merancang
susunan organisasinya dengan menyesuaikanya dengan ketentuan yang
dikeluarkan pemerintah pusat. Pada susunan organisasinya RSJP Semarang
memiliki 2 wakil direktur yang membawahi 1 bagian yaitu Bagian Sekretaris dan
4 Bidang yaitu Bidang Pelayanan Medik, Bidang Penunjang Medik, Bidang
Keperawatan, dan Bidang Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (Remonev),
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), dan Penelitian dan Pengembangan Litbang.0

Gambar 3. 11. Bagan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang sebagai Rumah Sakit
Jiwa Kelas A (“Laporan raktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo, Sekolah Menengah Farmasi Theresia”, 2004, hlm. 31)

0
Astri Wulan Dini, Ika Sulistya Wardani, Shierly Veronica Mayasari, Zenita
Reiza, “Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dokter
Amino Gondohutomo” (Sekolah Menengah Farmasi Theresiana, Semarang,
2004), hlm. 31.
xciii
Pada transisi dari abad ke-20 ke abad ke-21 pemerintah telah merencanakan
adanya Desentralisasi di beberapa bidang. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
UURI No. 22 tahun 1999 mengenai pemberian otonomi pada daerah didasari asas
Desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas dan bertanggung jawab.
Desentralisasi merupakan reorganisasi wewenang sehingga terdapat suatu sistem
tanggung jawab bersama antara institusi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang disertai dengan adanya otonomi daerah. Adanya desentralisasi ini
diharapkan pemerintah daerah dan masyarakat lokal dapat memberdayakan
sumberdaya lokal untuk mencapai taraf pembangunan ekonomi yang tinggi di
daerahnya masing-masing.0 Desentralisasi seringkali digunakan untuk
pengelolaan pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan efisien, dengan
harapan berkurangnya masalah keterlambatan dalam administrasi.0
Departemen Kesehatan yang kala itu membawahi berbagai Rumah Sakit,
Rumah Sakit Jiwa, Balai Penelitian, dan laboratorium kesehatan, juga telah
mempersiapkan Desentralisasi. Salah satu yang tengah dipersiapkan untuk segera
diserahkan ke Pemerintah Daerah adalah Rumah Sakit Jiwa Pusat. Adanya
Desentralisasi ini berdampak pada status RSJP Semarang Tawang.0 Di sisi lain,
pada 9 Februari 2001, nama RSJP Semarang mulai berubah menjadi RSJP Dr.
Amino Gondohutomo. Nama tersebut diambil dari nama seorang Psikiatri asal
Surakarta.
Setelah adanya desentralisasi pada 1999, terbit Surat Keputusan Gubernur
Jawa Tengah No. 440/09/2002 tentang Pengintegrasian RSJP Semarang, RSJP
Surakarta, dan RSJP Klaten ke dalam perangkat daerah Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Sejak itu RSJP Dr. Amino Gondohutomo beralih status menjadi Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gundohutomo, yang langsung dibawahi dan

0
Muhamad Noor, Memahami Desentralisasi Indonesia (Yogyakarta:
Interpena Yogyakarta, 2012), hlm. 5-6.
0
Dennis A. Rondineli, John R. Nelis, G. Shabbir Cheema, Decentralization
in Developping Countries: A Review of Recent Experience (Washington, The
World Bank Pegawai Working Papers, 1983), hlm. 13
0
IJ/atk, “Menteri Kesehatan: Departemen Kesehatan Siap Desentralisasi”,
Kompas, Februari, 2000.
xciv
dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peralihan status ini berkontribusi
pada perkembangan RSJD Dr. Amino Gundohutomo, karena peralihan ini
dilakukan agar adanya kemandirian anggaran dari pemerintah daerah, serta
adanya kemudahan pendekatan instansi kepada masyarakat daerahnya masing-
masing.
Pengelolaan oleh Pemerintah Provinsi bukan hanya dari aspek pembiayaan
atau anggaran saja, akan tetapi juga termasuk kebijakan yang menyangkut
pelayanan kesehatan jiwa dan keorganisasian di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Oleh karena itu, Desentralisasi mengharuskan pemerintah provinsi untuk
menetapkan beberapa Peraturan Daerah.0 Pada 2006, pemerintah Provinsi
mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jawa Tengah No. 6 tahun
2006 mengenai pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan susunan
organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jawa Tengah.0
Kemudian pada 2007 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah. Guna menyesuaikan
peraturan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008 mengenai organisasi dan tata
kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa
Tengah. Peraturan Daerah tersebut ditetapkan guna menunjang beberapa peraturan
mengenai peralihan status dan mengoptimalkan tugas RSUD dan RSJD sebagai
unsur pelaksana pelayanan kesehatan.0

0
Azwar Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 88.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Pasal 8-11 Tahun 2006
Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan Susunan
Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jawa Tengah.
0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jawa Tengah, Pembuka, hlm. 1.
xcv
Gambar 3. 12. Bagan Rumah Sakit Jiwa Daeah Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang (“Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor. 6 Tahun 2006”, hlm.
19)
Susunan organisasi pada PERDA Provinsi Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008
menunjukan beberapa perbedaan dari susunan organisasi sebelumnya yang
disesuaikan dengan SK Menkes RI pada 1978. Bagian Sekretariat yang
sebelumnya terdiri dari Sub Bagian Kepegawaian dan Hukum, Sub Bagian Umum
dan Rumah Tangga, serta Sub Bagian Keuangan diubah. Pada susunan organisasi
yang baru terdapat Bidang Administrasi yang membawahi Bagian Umum, Bagian
Keuangan, dan Bagian Perencanaan, Pendidikan, dan Penelitian. Di samping itu, 2
seksi di bawah Bidang Penunjang Medis berubah menjadi Seksi Penunjang
Diagnostik dan Seksi Penunjang Nondiagnostik. Untuk Seksi Rawat Inap yang
dibawahi oleh Bidang Pelayanan Medis, kini berganti nama menjadi Seksi Rawat
Inap dan Rujukan.0
PERDA Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008 menegaskan bahwa RSJD dapat
memanfaatkan peluang pasar sesuai dengan kemampuanya dengan tetap

0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008, Lampiran,
hlm. 19.
xcvi
melaksanakan fungsi sosialnya. Maksud dari fungsi sosial pada kalimat
sebelumya, RSJD harus tetap memberikan pelayanan RSJ pada masyarakat
dengan kriteria tidak mampu.0
Di tahun yang sama untuk menunjang PERDA Jawa Tengah No. 8 Tahun
2008, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Peraturan Gubernur No.
97 Tahun 2008 yang menjabarkan Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja RSJD Dr.
Amino Gondohutomo dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan
PERDA tersebut RSJD memiliki tugas pokok untuk mengadakan pelayanan
kesehatan khususnya pada bidang pelayanan kesehatan jiwa dengan upaya
penyembuhan, pemulihan, pencegahan, peningkatan, pelayanan rujukan,
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian serta pengembangan juga
pengabdian pada masyarakat.0
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut RSJD memiliki fungsi, yaitu
merumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan kesehatan jiwa, sebagai
pelayanan penunjang dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang
pelayanan kesehatan jiwa, menyusunan rencana dan program, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan jiwa, melaksanakan
pelayanan medis kesehatan jiwa, melaksanakan pelayanan keperawatan, menjadi
pelayanan rujukan, menyelenggarakan Diklat tenaga kesehatan khususnya
kesehatan jiwa, Litbang, dan pengabdian masyarakat, mengelola urusaan
kepegawaian, keuangan. Hukum, hubungan masyarakat, organisasi, dan
tatalaksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan umum.0
Peningkatan kualitas pengelolaan suatu instansi juga sangat dipengaruhi
dengan mutu pelayanannya. Mutu pelayanan sendiri merupakan hal yang
menunjukan tingkat pelayanan kesehatan yang sempurna, yang dapat

0
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Pasal 29 Tahun 2008.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Pasal 2-3 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas Pokok Fungsi, dan Tata Kerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo
dan RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah.
0
“Buku Profil Kepegawaiaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah”, 2019. Hlm. 3.
xcvii
menimbulkan rasa kepuasan pasien dengan menyelenggarakan pelayanan sesuai
standar pelayanan yang telah ditetapkan.0 Untuk meningkatkan hal tersebut
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 059/77/2008, RSJD Dr.
Amino Gndohutomo ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
pada 21 Oktober 2008. Hal ini memberikan fleksibilitas lebih pada RSJD Dr.
Amino Gondohutomo untuk meningkatkan produktivitasnya. Adanya penetapan
tersebut mengharapkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dalam instansi
tersebut.
Pembentukan BLUD ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negri
(Permendagri) No. 61 Tahun 2007 mengenai Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), keberadaan Permendagri
ini memaparkan bahwa sebuah Institusi Pelayanan Publik seperti Rumah Sakit
Daerah memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mengelola keuangan seperti
penggunaan langsung pendapatan, penetapan tarif layanan, penganggaran,
pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut memberikan kemandirian kepada
institusi pelayanan publik tersebut. Instansi yang mendapatkan kemandirian
berupa PPK-BLUD pengoperasianya harus didasari prinsip efisiensi dan
produktivitas serta menerapkan praktek-prakter bisnis yang sehat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.0
Sejak menjadi RSJD dan BLUD, pengelolaan anggaran dan pelaksanaan
pelayanan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo menjadi lebih mandiri. Sistem
pemasukan dari hasil penyediaan layanan pun dikelola secara mandiri dan
bertanggung jawab, RSJD Dr. Amino Gondohutomo hanya perlu melakukan
laporan penggunaan anggaran dan pemasukan pada Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Sebelumnya urusan pengelolaan pemasukan RSJD diserahkan pada
pemerintah. Adanya kemandirian ini juga bertujuan untuk mempermudah
pelayanan pada masyarakat dan mempercepat proses pelayanan.0

0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 51.
0
“Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm. 23.
xcviii
3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Selain adanya susunan organisasi, dalam sebuah instansi diperlukan sumber daya
manusia sebagai pegawai dan pimpinan yang mengisi posisi pada susunan
organisasi tersebut. Pemimpin merupakan sosok yang dapat mempengaruhi
perkembangan sebuah organisasi. Pemimpin sering kali menjadi sosok dibalik
gebrakan dari inovasi baru yang membawa perubahan pada organisasi.0
Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo sendiri terdapat beberapa tokoh yang
dianggap berpengaruh seperti Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesoemo yang memberi
banyak inovasi baru pada RSJ dan Dr. Achmad Hardiman, sosok yang
mempercepat perpindahan bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo ke
bangunan barunya dan menunjukan dedikasinya pada masalah kesehatan jiwa
melalui program RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang semakin berkembang.
Kedua pemimpin tersebut banyak membawa perkembangan yang cukup pesat
pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Sebelumnya susunan organisasi RSJD Dr.
Amino Gondohutomo di kepalai oleh seorang memiliki latar belakang Dokter
Psikiatri. Namun, beberapa tahun belakangan susunan organisasi juga dapat
dipimpin oleh orang yang tidak memiliki latar belakang Dokter Psikiatri.0
Selain pemimpin, juga terdapat pegawai yang merupakan penggerak dari
kegiatan dan kebijakan yang berlangsung di sebuah instansi, sehingga kuantitas
dan kualitas pegawai sangat mencerminkan mutu sebuah instansi. Pada dasarnya
tercapai atau tidaknya tujuan organisasi, sangat ditentukan oleh peranan pegawai.
Hal ini menjadikan pegawai menjadi aspek yang penting dalam keorganisasian
sebuah instansi.0

0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020. Informan
merupakan Ketua Sub-Bagian Kepegawaian, Tata usaha, dan Hukum.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 266.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020. Informan
merupakan Pensiunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang telah bekerja sejak
tahun 1986, sudah bekerja bersama Bapak Achmad Hardiman Sejak 1981 di
Palembang.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 278.
xcix
Pada rumah sakit terdapat tiga kelompok organisasi, yaitu para penentu
kebijakan, para pelaksana pelayanan nonmedis, dan para pelaksana pelayanan
medis.0 Untuk mengelola suatu kegiatan dan tercapainya tujuan, sebuah rumah
sakit harus memiliki proses penyusunan pegawai yang baik, agar sumber daya
manusia yang dipekerjakan sesuai dengan tujuan rumah sakit. Proses penyusunan
pegawai meliputi pemilihan, penempatan, dan pengembangan anggota.0 Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai penyedia pelayanan kesehatan jiwa, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo memiliki proses penyusunan pegawai yang disesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki 3 jenis status pegawai. Pertama,
PNS (Pegawai Negri Sipil), yang merupakan pegawai tetap. Kedua, pegawai
BLUD, pegawai BLUD merupakan pegawai Non-PNS yang diangkat oleh
pimpinan BLUD dan terikat dengan perjanjian kontrak untuk jangka waktu
tertentu.0 Disebabkan pegawai BLUD sifatnya yang tidak tetap, dilakukan
evaluasi rutin dan perpanjangan kontrak setiap tahunnya. Ketiga, Tenaga Harian
Lepas, merupakan pegawai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan harian
seperti penjaga laundry.
Dalam pemilihan dan penyaringan pegawai RSJD Dr. Amino Gondohutomo
memiliki cara yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Sebelumnya saat
berstatus RSJP dan berada di bawah Kementrian Kesehatan, seluruh urusan
kepegawaian diserahkan pada pihak Pemerintah Pusat. Pada 2008 sejak berstatus
BLUD dan berada di bawah Pemerintah Daerah, terdapat beberapa cara pemilihan
dan penyaringan pegawai di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 0

0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 85.
0
Suparto Adikoesoemo, Manajemen Rumah Sakit (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 2003), hlm. 60.
0
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 55 Pasal 1 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Pengangkatan, Pengadaan, dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan
Umum Daerah Non Pegawai Negri Sipil Tidak Tetap Pada Rumah Sakit Umum
Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah.
0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020.
c
Bagi pegawai tetap atau PNS, tahap pemilihan dan penyaringan dilakukan
oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui seleksi Tes Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) yang di dalamnya terdapat Tes Seleksi Kompetensi Dasar
(SKD) dan Seleksi Kemampuan Bidang (SKB). Pihak RSJD hanya mengirimkan
formasi pegawai yang dibutuhkan melalui surat pengadaan. Jika, diberi izin
pengadaan, pemerintah akan mengirimkan pegawai yang akan ditempatkan di
RSJD. Pada perekrutan PNS ini RSJD tidak banyak terlibat dalam prosesnya.
Pegawai Non-PNS yaitu pegawai BLUD diseleksi melalui Tes SKD yang
diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKD) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, ada pula Tes SKB
yang dilakukan sendiri oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Tes SKB yang
disesuaikan dengan kompetensi pelamar, seleksi tersebut juga dilakukan setelah
pelamar lolos Tes SKD. Kemudian untuk Pegawai Harian Lepas, karena
disesuaikan dengan kebutuhan harian, penyeleksian dan pemilihan pun dilakukan
oleh pihak RSJD Dr. Amino Gondohutomo sendiri.0

Tabel 3. 4. Data Status Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo, Juni 1997
No Jenis Kepegawaian PNS Non-PNS Jumlah
. (orang) (orang) (orang)
1.
Administrasi 149 2 151
2.
Medis 24 3 27
3.
Paramedis 101 - 101
4.
Nonmedis 22 4 26
Total 296 9 305
Sumber: Prawoto, 1997, hlm. 10-13.

Sebelum menjadi BLUD kebanyakan tenaga kerja yang dipekerjakan


merupakan PNS dan hanya terdapat sedikit pegawai tidak tetap. Pada 1992,
pegawai RSJP Semarang kurang-lebih berjumlah 259 orang. 0 Kemudian, pada
juni 1997 jumlah pegawai sudah mencapai 305 orang, dari jumlah tersebut hanya

0
Wawancara dengan Bapak Eko Mulyadi, 26 Oktober 2020.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
118.
ci
terdapat 9 pegawai tidak tetap (Non-PNS), sisanya merupakan PNS. Saat itu RSJP
Semarang memiliki 151 tenaga administrasi, paramedis sebanyak 101 orang, dan
27 orang tenaga medis. Dari 27 tenaga medis terdapat 8 dokter spesialis jiwa, 8
Dokter Umum, 3 Psikolog, dan 4 Dokter Gigi.0 Jika melihat kembali pada masa
awal kemerdekaan sekitar tahun 1955 tenaga yang dimiliki RSJ saat itu hanya 1
Dokter Psikiatri dan 11 perawat saja. Kini kebutuhan akan tenaga kesehatan yang
sebelumnya menjadi permasalahan, sedikit demi sedikit dapat teratasi.

Tabel 3. 5. Data Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo berdasarkan pendidikan 2005
No. Pendidikan Jumlah
(orang)
1. Spesialis Jiwa 8
2. Dokter Umum 4
3. Dokter Gigi 3
4. Apoteker 3
5. Psikolog 3
Sumber: Kriswadi, “Laporan Kerja Prakek: Electrocardiograph Type Cardisuny
501 D Sebagai Alat Perekam Sinyal Bioelektrik jantung”, 2008, hlm. 12-14.

Pada 2005 saat status RSJ sudah berubah menjadi RSJD, jumlah pegawai
PNS mencapai 309 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 8 Spesialisasi Jiwa, 4
Dokter Umum, 3 Dokter Gigi, dan 3 Apoteker, serta 3 Psikolog. Tidak terdapat
banyak perubahan jumlah pegawai pada 2005 semenjak 1996.0 Pada 2007 terdapat
317 tenaga kerja di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Saat itu, tercatat jumlah
beberapa tenaga medis, di antaranya terdapat 6 psikater, 8 dokter umum, 2 dokter
gigi, 4 psikolog, dan 1 spesialisasi syaraf.0

0
Nanang Achadijat Parwoto, “Karakteristik Pasien yang Menunggak Biaya
Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang” (Universitas Indonesia, Studi
Kajian Administrasi Rumah Sakit, Depok, 1997), hlm. 10-13.
0
Kriswadi, “Laporan Kerja Prakek: Electrocardiograph Type Cardisuny 501
D Sebagai Alat Perekam Sinyal Bioelektrik Jantung” (Universitas Semarang,
Program Studi Teknik Elektro, Semarang, 2008), hlm. 12-14.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 45.
cii
Tabel 3. 6. Data Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo
Menurut Status tahun 2008
No. Jenis Kepegawaian Jumlah (orang)
1. Pegawai Tetap 290
2. Pegawai Honorer 44
Jumlah 334
Sumber: Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo, hlm. 15.

Dengan adanya PNS, Pegawai BLUD, dan Pegawai Harian lepas, jumlah
pegawai pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo pun sering mengalami perubahan.
Pada awal 2008 RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki pegawai sebanyak 334
orang. Dari jumlah tersebut terdapat 290 pegawai tetap dan 44 pegawai tidak tetap
(BLUD dan Harian Lepas).

Tabel 3. 7. Data Kepegawaian Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino


Gondohutomo Menurut Kelompok Fungsional Pendidikan tahun 2008.
No. Pendidikan Jumlah
(orang)
1. Psikiater 6
2. Spesialis Syaraf 1
3. Dokter Umum 9
4. Dokter Gigi 3
5. Psikolog 4
6. Perawat 97
Sumber: Rumanti, “Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat Tentang Indikator
Kolaborasi terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang”, 2009, hlm. 2.

Saat itu terdapat 171 pegawai fungsional Pendidikan yang berperan sebagai
tenaga kesehatan, beberapa di antaranya terdapat 6 Psikiater, 4 Psikolog, 9 Dokter
Umum, 3 Dokter Gigi, 1 Dokter Spesialis Syaraf, dan 97 Perawat. 0 Akhir 2008,

0
“Rencana Strategis 2008-2013”, hlm. 15.
ciii
jumlah tenaga Psikiater bertambah 1 personil menjadi 7 orang, tenaga perawat
juga mengalami penambahan menjadi 128 orang, sedangkan untuk dokter umum
mengalami penurunan menjadi 5 orang.0

Tabel 3. 8. Data ketenagakerjaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino


Gondohutomo.
No Pendidikan Jumlah
. (orang)
1. Magister Kesehatan Masyarakat 9
2. Spesialis Kesehatan Jiwa 6
3. Spesialis Syaraf 1
4. Spesialis Anestesi 2
5. Dokter Umum 12
6. Dokter Gigi 4
7. Spesialis Penyakit daam 1
8. Spesialis Radiologi 1
9. Spesialis Patologi Klinik 1
10. Apoteker 2
11. Sarjana Strata I 73
12. S2 Hukum 1
13. DIII Kefarmasian 8
14. DIII 132
15. Pendidikan Setara SMA dan lain-lain 125
Total 379
Sumber: Aniek, “Laporan Praktek Kerja Lapangan: Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo, Semarang”, 2011, hlm. 42

Pada 2011 Jumlah pegawai mencapai 379 orang. Jumlah Dokter Umum
bertambah menjadi 12 orang. Begitupun dengan jumlah Dokter Gigi yang menjadi
4 orang. Namun, untuk Psikiatri menurun menjadi 4 orang. Untuk tahun 2012
jumlah perawat telah mencapai 152 orang. Sejak tahun 2011 tersebut dapat

0
Erlina Rumanti, “Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat Tentang
Indikator Kolaborasi terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang” (Universitas
Diponegoro, Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang, 2009), hlm. 2.
civ
terlihat bahwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memperluas pelayanan
kesehatan fisiknya dengan menambah tenaga kerja dibidang tersebut.0
Pada kriteria klasifikasi RSJ, standar sebuah RSJ ditentukan dari sumber
daya manusia. Sebuah RSJ kelas A setidaknya harus memiliki 5 dokter spesialis
jiwa dan umum, 2 dokter gigi, dan 1 dokter untuk spesialis anak, saraf, radiologi,
internist, patologi klinik, dan anestesi.0 Merujuk pada data di atas hingga 2011
RSJD Dr. Amino Gondohutomo hanya belum memenuhi syarat memiliki tenaga
dokter anak saja, selain itu, RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memenuhi
syarat lainya.

4. Pengembangan dan Pendidikan Sumber Daya Manusia


Pengembangan atau pelatihan anggota diselenggarakan untuk meningkatkan
keterampilan pegawai dan berguna untuk meningkatkan profesionalisme pegawai.
Adanya hal tersebut, dapat memaksimalkan potensi pegawai, sehingga organisasi
juga dapat berjalan dengan maksimal.0 Peningkatan profesionalisme ini juga
merupakan salah satu Misi dan tugas pokok dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo
yang perlu diwujudkan sebagai RSJ kelas A.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah menyediakan sarana pendidikan,
pelatihan, dan penelitian yang berkesinambungan dengan bidang kesehatan jiwa,
sejak masa kepemimpinan Dr. R.M. Pranowo Sosrokoesoemo. Sarana tersebut
dapat diikuti oleh pegawai RSJD dan nonpegawai RSJD. Selain itu, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo juga menyelenggarakan pelatihan bidang kesehatan jiwa
untuk tenaga medik dan paramedik di Puskesmas dan RSU.0

0
Aniek, “Laporan Praktek Kerja Lapangan”, hlm. 42.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010
Tentan Klasifikasi Rumah Sakit, hlm. Lampiran.
0
Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, hlm. 282.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 35.
cv
Gambar 3. 13. Kegiatan Lokakarya dengan Badan Penanggulangan Kesehatan
Jiwa Masyarakat, 22 Februari 1992 (Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah
Sakit Jiwa Semarang, hlm. 148).

Pelatihan dan Pendidikan ini diberikan pada pegawai RSJD untuk


meningkatkan mutu pegawai RSJ. Pelatihan tidak hanya berasal dari RSJD Dr.
Amino Gondohutomo saja, adapun pengiriman pegawai untuk mengikuti
pelatihan diberbagai bidang di luar maupun di dalam negeri. Dalam
menyelenggarakan fungsi Pendidikan dan pelatihan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo bekerja sama dengan berbagai disiplin dan sektor lain yang
menyelenggarakan seminar, simposium, semiloka, dan lokakarya. Badan Pembina
Kesehatan Jiwa Masyarakat (BPKJM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(PKK), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan beberapa
instansi yang saat itu pernah berkeja sama dengan RSJD Dr Amino Gondohutomo
untuk melakukan pelatihan.0
RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki pelatihan yang wajib diikuti oleh
seluruh pegawai setiap tahunnya, salah satunya adalah Bimbingan Teknik Hidup
Dasar, Siaga Kebakaran, Hand Hygiene, dan Keselamatan Pasien. Bimbingan
tersebut dilakukan untuk meningkatkan manajemen proteksi kebakaran terutama
untuk implementasi kesalamatan jiwa, yang menjadi kewajiban sebuah Rumah

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 38.
cvi
Sakit untuk menyelenggarakanya. Bimbingan teknik ini rutin dilaksanakan hingga
saat ini.0
Menurut laporan pelatihan tahun 1992, telah dilakukan beberapa jenis
pelatihan yang difasilitasi oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo untuk
pengembangan pegawainya. Pada Bidang administrasi terdapat kursus inventaris,
tata kearsipan dinamis, dan manajemen logistik. Selain itu, pada bidang
Administrasi, dilakukan penataran kebendaharaan dan bimbingan teknis
pelaksanaan Keputusan Presiden No. 29 dan 30 tahun 1984. Di Bidang
Manajemen, disediakan pelatihan manajemen Rumah Sakit Jiwa dan penyiapan
pedoman penyusunan tata kerja rumah sakit.0
Pada Bidang Medis-Psikiatri terdapat kursus pembacaan ECG (Electro
Cardiography), pelatihan konseling klinis, penataran tenaga teknis obat
psikotropik, dan alat elektromedis. Pelatihan dalam penyusunan pedoman juga
diberikan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo, beberapa diantaranya adalah
penyusunan pedoman penanggulangan efek samping obat dan petunjuk praktis
terapi psikomotor serta petunjuk teknis prosedur pelayanan.
Untuk Bidang Rehabilitas RSJD Dr. Amino Gondohutomo menyediakan
pelatihan dan pendidikan rehabilitas bagi Psikolog, tenaga pelaksana terapi
kelompok, dan tenaga terapi okupasi, serta pelatihan penanganan retardasi
mental.0 Selain itu, terdapat Bimbingan yang dilakukan untuk terapi kelompok
agar SDM dapat memahami kelemahan dan kekuatan dari terapi kelompok serta
bagaimana dinamika sebuah kelompok sehingga dapat mengelola jalanya terapi
dengan baik.0

0
Ali Mei Hadip Musyafak, “Sistem manajemen Kebakaran di Rumah Sakit”,
Higeia Journal of Public Health Research and Development (Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Negri Semarang, Semarang, 2020)
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 36.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 37.
0
Johana E. Prawitasari dan Nida Ul Hasanat, “Bimbingan Teknis Terapi
Kelompok RSJD Dr. Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
cvii
Untuk Bidang Keperawatan, dilakukan pelatihan perawatan kedaruratan
psikiatri, psikiatri anak dan remaja, serta penataran perawatan psikogeriatrik.
Adapun juga pelatihan manajemen pelayanan keperawatan, manajemen
kepemimpinan perawatan, dan pelatihan penyusunan pedoman perawatan pasien
Skizofernia. Pada Bidang Gizi terdapat kursus penyegaran ilmu gizi dan pelatihan
tenaga gizi di Rumah Sakit Khusus. Selain itu, RSJ Dr. Amino Gondohutomo
memfasilitasi kursus Teknik Laboratorium untuk Bidang Laboratorium.0
Adapun pelatihan penghitungan unit cost dan pola tarif RSJ yang diadakan
di Semarang tepatnya di RSJD Dr. Amino Gondohutomo pada 8-9 Agustus 1994.
Pelatihan tersebut diisi oleh beberapa orang ternama salah satunya adalah Dr.
Achmad Hardiman yang menyampaikan materi mengenai “Perencanaan, Program
dan Penganggarran Rumah Sakit”. Pelatihan ini tidak hanya diikuti oleh pihak
internal RSJD Dr. Amino Gondohutomo saja, namun juga dari luar.0
Menurut laporan kegiatan pada tahun 1999, saat itu dilakukan berbagai
macam pelatihan, beberapa di antaranya adalah Pelatihan kursus komputer yang
dilakukan selama 6 kali dalam satu tahun, Pelatihan Manajerial kepala ruangan,
Pelatihan budget dan akuntansi, Pelatihan kecerdasan emosi, dan Pelatihan
Keterampilan Pramu Husada. Selain itu, terdapat kegiatan bedah buku yang
dilaksanakan, yaitu bedah buku Administrasi dan Manajemen serta bedah buku
Medik. Masih di tahun yang sama RSJ juga melakukan Studi Banding ke Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta.0
Setiap bidang dan bagian di RSJD Dr. Amino Gondohutomo mendapatkan
pelatihan khusus agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat.
Selain itu, sebagai RSJ Kelas A RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki

Semarang, 2005), hlm. 1.


0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 38.
0
“Kumpulan Makalah: Pelatihan Perhitungan Unit Cost dan Pola Tarif RS.
Jiwa” (Semarang, Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, 1994), hlm. 1.
0
Maslakhah, “Pembinaan Islam Terhadap Penderita Ganguan Jiwa di Rumah
Sakit Jiwa Semarang” (Skripsi Jurusan Ilmu Dakwah, Institut Agama Islam Negri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000), hlm. 65.
cviii
kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan pada bidang pendidikan, pelatihan,
dan penelitian yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa. Sejak masa Orde
Baru hingga Reformasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo melakukan kerja sama
dengan berbagai institusi pendidikan untuk menyediakan fasilitas pendidikan
meliputi kegiatan Coas, praktik magang, penelitian, dan pelatihan. Beberapa
institusi yang melakukan kerja sama pada bidang pendidikan di antaranya adalah,
Universitas Diponegoro, Universitas Islam Sultan Agung, Universitas Katolik
Soegijapranata, Politeknik Undip, Universitas Islam Negeri Walisongo, dan
Universitas Kristen Indonesia Jakarta, Universitas Abdurrab Pekan Baru,
Akademi Perawatan Depkes, Akademi Perawatan Karya Husada, Akademi
Perawatan Telogorejo, dan Akademi perawatan Muhammadiyah.0
Selain di tingkat universitas dan akademi, sarana bidang pendidikan ini juga
bekerja sama dengan Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah Kudus,
Sekolah Perawat RSU Kendal, Sekolah Perawat Panti Wilasa, Sekolah Perawat
Kesehatan Elizabeth Semarang, dan Yayasan Bakti Putri Semarang. Kegiatan
yang diselenggarakan di bidang pendidikan, pelatihan, dan penelitian ditujukan
pada mahasiswa kedokteran dan keperawatan, pendidikan pasca sarjana di bidang
kedokteran jiwa dan psikologi.0
Berdasarkan Rencana Strategsis RSJD Dr. Amino Gondohutomo 2007-
2013, RSJD Dr. Amino Gondohutomo terus menjadikan pengembangan kualitas
SDM sebagai program prioritas, dengan mengirim dan mengadakan pelatihan
0
untuk SDM. Pada bidang pendidikan RSJD Dr. Amino Gondohutomo masih
belum bisa memfasilitasi pedidikan beberapa bidang subspesialis. Namun, Pihak
RSJ berusaha fokus untuk memaksimalkan pendidikan bidang psikiatri maupun
nonpsikiatri yang dapat mereka fasilitasi. Upaya yang dilakukan antara lain

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
Tahun 1993, hlm. 35.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
Tahun 1993, hlm. 35.
0
“Rencana Strategis tahun 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008), hlm. 87.
cix
dengan memperluas kemitraaan dengan institusi kesehatan dan pendidikan
kesehatan jiwa dan penyediaan fasilitas pendidikan. Beberapa fasilitas yang
dibangun antara lain adalah laboratorium pendidikan, ruang kelas, perpustakaan,
dan ruang multimedia yang dilengkapi dengan komputer, LCD, serta OHP. 0

Gambar 3. 14. Perpustakaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo di Jalan Brigjen


Sudiarto (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang 2007, hlm. 11)

0
Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
(Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2007), hlm. 11.
cx
BAB IV

PELAYANAN KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.


AMINO GONDOHUTOMO JAWA TENGAH

Sebagai sebuah instansi yang memiliki tugas dalam mengatur dan


mengimplementasikan kebijakan kesehatan jiwa, Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Dr. Amino Gondohutomo memiliki peran penting dalam
penyelenggaraanya. Pada BAB IV ini penyebutan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo digunakan untuk mewakili nama Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP)
Semarang dan RSJP Dr. Amino Gondohutomo.
Setiap instansi memiliki peranan dan fungsinya masing-masing dalam
memenuhi kebutuhan anggotanya, melalui hal tersebutlah suatu instansi dapat
berkembang. Sebagai RSJ tipe A, RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki
fungsi dan kewajiban dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa secara
intramural dan ekstramural. Walau RSJD Dr. Amino juga memberikan pelayanan
kesehatan nonjiwa, penelitian ini lebih berfokus pada pembahasan mengenai
pelayanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo secara intramural dan ekstramural.0

A. Pelayanan Kesehatan Jiwa Intramural


Pelayanan intramural merupakan jantung dari pelayanan sebuah RSJ. Pelayanan
intramural sendiri merupakan setiap kegiatan pelayanan yang dilakukan di dalam
RSJ, meliputi perawatan rawat jalan dan rawat inap. Setiap periodenya sebuah
rumah sakit memiliki rencana perkembangan pelayanan intramural, guna
memberikan pelayanan yang optimal dan maksimal terhadap masyarakat.0

0
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 212.
0
Wike Diah Anjaryani, “Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan
Perawat RSUD Tugurejo, Semarang” (Tesis Program Studi Promosi Kesehatan,
112

Pada masa Orba juga banyak pembenahan terjadi pada RSJD Dr. Amino
Gondohutomo khususnya pada masa kepemimpinan Dr. Pranowo Sosrokoesumo
dan Dr. Achmad Hardiman. Berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat citra
RSJ yang buruk di mata masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan berupa
peningkatkan pelayanan dengan merubah metode perawatan serta pengobatan
yang dapat memperbaiki stigma masyarakat mengenai citra RSJ dan ODGJ.
Beberapa perubahan yang dilakukan saat itu antara lain adalah renovasi bangsal
dengan pemisahan pelayaan rawat jalan antara pasien yang pernah dirawat dan
yang baru, membuka pelayanan konsultasi psikologik, membuka apotek, dan
memulai membuka bebagai macam unit terapi kerja.0
Dalam perjalananya sebagai penyedia pelayanan intramural, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo memiliki peran penting dalam upaya kesehatan jiwa di
Jawa Tengah. Pada Undang-undang Republik Indonesia (UURI) No. 36 tahun
2009 mengenai kesehatan jiwa, upaya kesehatan jiwa dilakukan menggunakan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan oleh pemerintah.0
Dalam melakukan upaya kesehatan jiwa RSJD Dr. Amino Gondohutomo
menyediakan berbagai jenis pelayanan intramural.

1. Preventif dan Promotif


Kegiatan preventif merupakan kegiatan pencegahan terhadap terjadinya masalah
kesehatan jiwa, sedangkan kegiatan promotif merupakan kegiatan yang
memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang bersifat promosi. Kedua kegiatan ini
memiliki tujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan jiwa guna
meningkatkan pemahaman masyarakat, salah satu caranya melalui penyuluhan.0

Universitas Diponegoro, 2009), hlm. 18.


0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
19.
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 144 tahun 2009,
Tentang Kesehatan.
113

Terdapat beberapa target dalam penyuluhan, yaitu keluarga pasien dan


pasien, serta organisasi dan kelompok masyarakat. Pada sub-bab ini akan dibahas
mengenai penyuluhan kepada keluarga pasien dan pasien saja, karena penyuluhan
pada organisasi dan kelompok masyarakat termasuk pada pelayanan ekstramural.
Penyuluhan yang ditargetkan pada keluarga pasien dilakukan guna
memberikan pengertian dan pengetahuan mengenai kondisi kejiwaan ODGJ.
Penyuluhan ini dilakukan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, pada hari-hari
tertentu karena kegiatan ini merupakan kegiatan mingguan sama dengan kegiatan
family gathering. Materi ditujukan untuk memberi pendidikan dan pengertian
pada keluarga mengenai sebab-sebab gangguan jiwa, mengenal gejala-gejala dini
gangguan mental, dan cara berkomunikasi serta hidup dengan ODGJ. 0 Contoh
materi pernah disampaikan dalam penyuluhan di antaranya adalah fase-fase
skizofrenia, penjelasan mengenai biaya perawatan pasien tidak mampu,
perbandingan penyakit mental dan fisik, manfaat kontrol dan kehadiran pasien,
dan peranan keluarga dalam pengobatan penderita gangguan jiwa.

0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Pasal 6-16 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
114

Gambar 4. 1. Kegiatan Family Gathering (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm 12)

Adanya kegiatan ini dapat menambahkan pengetahuan keluarga mengenai


tugas keluarga dalam upaya perawatan kesehatan jiwa dan diharapkan dapat
meningkatkan kegiatan kunjungan keluarga. Selain penyuluhan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo juga melakukan konseling secara personal dengan keluarga pasien,
agar pihak RSJD dapat memberikan masukan dan memecahkan masalah yang
dihadapi oleh kerluaga pasien.0 Merujuk pada hasil penelitian mengenai pengaruh
kegiatan family gathering pada 2007, kegiatan ini dianggap efektif dalam
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan ODGJ. Hal ini disebabkan
terdapat perbedaan yang bermakna antara pengetahuan keluarga ODGJ sebelum
dan setelah mendapat penyuluhan melalui family gathering. Namun, saat itu RSJD
Dr. Amino Gondohutomo belum memiliki kebijakan tertulis yang dapat
menopang kegiatan family gathering.0
Selain penyuluhan dalam kesehatan jiwa, RSJD Dr. Amino Gondohutomo
juga melakukan penyuluhan untuk kesehatan fisik. Contoh penyuluhan yang
pernah dilakukan di antaranya adalah tentang kesehatan gigi seperti pencegahan
penyakit cariers gigi dan masalah kesehatan gizi mengenai asuhan gizi balita dan
menu seimbang. 0
Tak hanya melakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga pasien di dalam
RSJ, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga melakukan penyuluhan di luar

0
Indriani Susiloawati, “Hubungan Antara Esensi Kunjungan Keluarga
dengan Lama Perawatan Pasien Skizofernia di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang” (Skripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada, Semarang, 2007),
hlm. 9.
0
Sri Wahyuni Hidayati, “Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara
Merawat Penderita Ganggguan Skizfrenia Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Family Gathering di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya
Husada, Semarang, 2007), hlm. 53-54.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm 27.
115

lingkungan RSJ. Penyuluhan tersebut ditargetkan pada suatu kelompok atau


organisasi masyarakat seperti Sekolah, Panti Sosial, dan PKK.0 Namun, kegiatan
tersebut termasuk dalam bagian kegiatan ekstramural yang akan dibahas lebih
lanjut pada subab kedua.

5. Kuratif
Upaya kuratif ini dilakukan guna penyembuhan dan pengendalian gejala sakit
sehingga ODGJ dapat memiliki fungsi kembali secara wajar di lingkungan
keluarga, masyarakat, dan lembaga.0 Pelaksanaan tindakan kegiatan kuratif
meliputi proses diagnosis, perawatan, rawat inap, sistem rujukan, dan pelayanan
kedaruratan. Pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo kegiatan kuratif yang
dilakukan berupa pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap.

a. Rawat Jalan
Pelayanan unit rawat jalan sendiri merupakan pintu pertama dari rumah
sakit yang memberikan kesan pertama bagi pasien. Unit rawat jalan juga
bukanlah suatu unit yang dapat berdiri sendiri, unit rawat jalan memiliki
kaitan yang erat dengan unit lainya untuk memberikan pelayanan yang baik
untuk pasien.0
Pada 1991-1992 jumlah pengunjung pada unit rawat jalan kurang
lebih sebanyak 11.278 orang.0 Tahun berikutnya yaitu 1993-1994 terdapat

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
0
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 1 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
0
Azizatul Hamidiyah, “Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas
Pelayanan dengan Minat Kunjungan Ulang di Klinik Umum Rumah Sakit
Bhineka Bakti Husada Kota Tanggerang Selatan Tahun 2013” (Skripsi Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2013), hlm. 11.
0
Hardiman, “Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang”, hlm. 46.
116

penurunan, jumlah pengunjung hanya mencapai 2.481.0 Data tahun 1995-


2006 tidak ditemukan, namun pada 2007 jumlah pengunjung pada unit
0
rawat jalan terdapat sebanyak 29.641 orang. Kemudian pada tahun 2014
terdapat kenaikan pengunjung mencapai 32.082 orang. Berdasarkan data
tersebut, dapat terlihat kenaikan dari tahun 1991 hingga 2014. 0 Kenaikan
tersebut diduga karena adanya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai
kesehatan jiwa dan adanya pembukaan Klinik kesehatan nonjiwa.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo sebagai rumah sakit khusus kelas A,
telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan umum atau nonjiwa sebelum
perpindahanya ke pedurungan.0 Pada periode kepemimpinan Sri Widyawati
tahun 2009, RSJD Dr. Amino Gondohutomo mulai merencanakan untuk
menciptakan pelayanan kesehatan tanpa dinding0 yang menghilangkan sekat
antara pasien fisik dan jiwa.0 Unit rawat jalan nonjiwa yang diselenggarakan
di RSJD Dr. Amino Gondohutomo di antaranya adalah Klinik Umum,
Klinik Gigi, Klinik Internist, dan Klinik Obstetri dan Ginekologi.0

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 12.
0
“Laporan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo tahun 2007”, hlm. 50.
0
“Laporan Rencana Strategis Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Tahun 2013-2018”, hlm. 18.
0
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Lampiran, hlm.
45.
0
Pelayanan tanpa dinding ini terealisasi saat bangunan komprehensif,
bangunan yang melayani pelayanan kesehatan jiwa dan fisik secara paripurna
tanpa sekat mulai dibangun secara bertahap sejak 2015-2018. (Sumber: Yulifah,
“Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo”, hlm. 64).
0
Yulifah, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo”,
hlm. 64.
0
Pelayanan kesehatan nonjiwa dianggap memiliki peran dalam menaikan
pendapatan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang sempat menurun. Penurunan ini
diduga imbas dari adanya program integrasi Puskesmas dan RSU, ditambah
dengan adanya BPJS berjenjang pemasukan RSJD Dr. Amino Godnohutomo
117

Bahasan mengenai pelayanan kesehatan nonjiwa tidak dibahas lebih


dalam pada penelitian ini. Penelitian ini lebih berfokus pada upaya kuratif
untuk pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan oleh RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Dalam melakukan upaya kuratif, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo memililiki beberapa unit rawat jalan yang cukup luas di
bidang spesialisasi kejiwaan, yaitu sebagai berikut.

1) Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja


Pada kelompok usia ini seorang individu sedang mengalami pertumbuhan
dan perkembangan pesat. Adanya hal tersebut, diperlukan perhatian serta
pembinaan khusus, dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas. 0
Sejak akhir tahun 1991 RSJD Dr. Amino Gondohutomo mulai
membuka Unit Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja. Klinik ini dilengkapi
dengan fasilitas pelayanan rawat inap dan rawat jalan dengan sarana
permainan guna menangani kasus seperti kesulitan belajar, reterdasi mental,
hiperaktif, dan kenakalan. Adapun kegiatan preventif di unit ini berupa
penyuluhan tentang Kesehatan jiwa anak dan remaja, yang dilakukan di
organisasi masyarakat. Adapun kegiatan temu-ilmiah tumbuh kembang jiwa
anak dan remaja yang diadakan secara rutin.0

mulai menurun. (Sumber: Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21


September 2020).
0
Maslakhah, “Pembinaan Agama Islam Terhadap Penderita Gangguan Jiwa
di Rumah Sakit Jiwa Semarang” (Skripsi Fakultas Dakwah, Institut Agama Islam
Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000), hlm. 43.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
27-28.
118

Gambar 4. 2. Kegiatan Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Anak dan Remaja


tahun 1992 (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit jiwa Pusat Semarang,
hlm. 159)

Selain temu ilmiah dan membuka unit tumbuh kembang anak, pada 12
April 1993 RSJD Dr. Amino Gondohutomo meresmikan sebuah Tempat
Penitipan Anak yang diberi nama Among putro. Tempat Penitipan Anak ini
mendapat sumber dana dari keluarga RSJD Dr. Amino Gondohutomo
seperti Koperasi, KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia), RSK Puri
Asih, dan Apotik Sejahtera. Tujuan dari pendirian Tempat penitipan ini
adalah untuk membantu karyawan/ yang masih mempunyai anak balita dan
tidak ada yang menjaga di rumah, membantu perkembangan jiwa anak dan
mengembangkan potensi kecerdasan anak sejak dini, serta meningkatkan
peran Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dalam program preventif dan kuratif. Selain itu, adanya
tempat penitipan ini dapat menjadi sarana penelitian Tumbuh Kembang
Jiwa Anak. Selain melayani anak pegawai RSJ, tempat penitipan anak ini
juga membuka pelayanan penitipan untuk umum. 0

Tempat Penitipan Among putro pada awalnya dikelola secara dinas


oleh RSJ atau Dhrama Wanita sub Unit RSJ. Setelahnya Tempat Penitipan
ini dikelola oleh karyawati RSJ dan pengurus Dhrama Wanita dengan

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 48-49.
119

mengadakan piket setiap hari. Pada awal pelaksanaanya Tempat Penitipan


ini hanya memiliki dua orang pengasuh.0 Namun, Tempat penitipan Among
Putro terpaksa diberhentikan sekitar tahun 2007, disebabkan bangunan yang
digunakan akan dijadikan gedung perawatan pasien yaitu gedung Pandu
Dewanata.0

2) Klinik Kesehatan Jiwa Dewasa dan Psikogeriatri


Ilmu kedokteran jiwa memiliki berbagai macam cabang ilmu, salah satunya
adalah Psikogeriatri dan Kesehatan Jiwa Dewasa. Menurut Jacoby dan
Oppenheimer Psikogeriatri merupakan bidang yang mendalami semua
permasalahan yang berkaitan dengan proses penuaan hingga terjadinya
gangguan jiwa pada pasien lanjut usia. Pelayanan dan perawatan
psikogeriatri memiliki tujuan untuk memberikan kualitas hidup bagi pasien
di masa tua.0 Salah satu penyakit yang sering kali ditangani oleh klinik ini
adalah penyakit Post Power Syndrome.

3) Klinik Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu usaha seorang terapis untuk memberikan sebuah
pengalaman baru pada seorang pasien. Pengalaman tersebut dirancang untuk
meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan perubahan terhadap
kehidupanya, membantu pasien dalam mengelola lingkungan secara efektif
dan meningkatkan penerimaan terhadap diri sendiri. Psikoterapi sendiri
dilakukan dengan menggunakan alat-alat psikologik dan intervensi
interpersonal relational dalam membantu pasien untuk merubah pikiran dan

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang Tahun 1993/1994”,
hlm. 48-49.
0
Wawancara Ibu Sri Mulyani, Pada 18 Desember 2020. Informan
merupakan seorang psikolog yang telah bekerja di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo sejak tahun 1990.
0
Marlina Setiawati Mahajudin, “Peran Psikogeriatri dan Perawatan Paliatif
dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Paraa Lanjut Usia”, Anima: Indonesian
Psychological Journal, Vol. 23, No. 3, 2008 (Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas
Airlangga, Surabaya, 2008), hlm. 287.
120

perilaku.0 Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo penambahan pelayanan klinik


Psikoterapi ini mulai dikembangkan pada masa kepemimpinan Dr. R.M
Pranowo Sosrokoesumo.

4) Klinik Ketergantungan Narkotik/ Zat Adiktif


Pelayanan klinik ketergantungan Narkotik/ Zat Adiktif dibuka saat Dr. R.M
Pranowo Sosrokoesumo menduduki jabatan ketua direktur RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Selain klinik, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga mulai
menyediakan bangsal khusus untuk pasien ketergantungan zat adikitif yaitu
bangsal RKO/ Napza pada 1996.0
Menurut Hanafi, Wakil Direktur RSJD Dr. Amino Gondohutomo
tahun 2000, pasien yang berobat di RSJ untuk melakukan penyembuhan
ketergantungan obat masih sedikit. Hal tersebut disebabkan masih adanya
pandangan negatif terhadap RSJ yang menjadikan pasien enggan datang.0

5) Klinik Pemeriksaan Psikologi


Pelayanan ini baru dibuka pada masa Dr. R.M Pranowo Sosrokoesumo.
Klinik Psikologi ini dibuka guna menangani masalah sosial psikiatrik seperti
pendidikan sekolah, perkawinan, keluarga, dan pergaulan. Selain itu, klinik
ini menyediakan pelayanan pemeriksaan dan pengukuran IQ (Intelligence
Quotient/ Kecerdasan), EQ (Emotional Quotient/ Kecerdasan Emosi),
Psikotest, tes potensi kemampuan, minat, atau bakat, jurusan pendidikan,
seleksi pekerjaan, dan pengembangan sumber daya manusia. 0 Klinik ini juga

0
Muhammad Faisal Idrus, “Psikoterapi” (PSIKOTERAPI.pdf (unhas.ac.id),
dikunjungi pada 17 Desember 2020), hlm. 1.
0
“Kartu Inventaris Barang: Gedung dan Bangunan”, hlm. 3.
0
“Menguras Racun Narkoba”, Koran Tempo, (26 Maret 2000).
0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
praktek Kerja Lapangan: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Akademi
Farmasi Theresiana, Semarang, 2011), hlm. 43.
121

memiliki peran penting dalam kegiatan rehabilitasi seperti day care, terapi
aktivitas kelompok, dan rawat inap.0

Gambar 4. 3. Kegiatan Terapi Relaksasi di Klinik Psikologi (Buku Profil


Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm.
8)

6) Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat


Arah pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia kini sudah mengarah pada
Community Based Mental Health. Sebagai pusat rujukan RSJD Dr. Amino
Gondohutomo memberikan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat untuk
menunjang pelayanan kesehatan jiwa pada pelayanan kesehatan primer dan
sekunder. Unit pelayanan ini merupakan unit khusus yang menangani
permasalahan pelayanan kesehatan masyarakat, seperti kegiatan penyuluhan
masyarakat dan pelatihan tenaga medis Puskesmas.0

7) Instalasi Gawat Darurat (IGD)


Instalasi Gawat Darurat ini buka selama 24 jam dan dapat melayani
kegawatdaruratan kesehatan jiwa maupun kesehatan fisik. Pelayanan pada

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang tahun 1993/1994”,
hlm. 24.
0
John J.T. A. Sitorus, Gustaaf A. E. Ratag, dan Iyonne E. Siagian, “Kajian
Program Kesehatan Jiwa Masyarakat di Puskesmas Kota Kotamobagu” Jurnal
Kedokteran Komunitas Tropik, Vol. 7, No. 2 (Fakultas Kedokteran, Universitas
Sam Ratulangi, Medan, 2019), hlm. 286.
122

IGD ditangani oleh Psikiatri, Dokter Umum, dan Perawat. Sebelum tahun
1997 dalam menyelenggarakan pelayananya instalasi ini telah ditunjang
dengan berbagai macam perlengkapan yang lengkap dan sesuai dengan
standar. 0 Perlengkapan yang dimiliki antara lain adalah ruang observasi dan
ambulan.0
Tercatat tahun 2007 kunjungan pasien Umum pada layanan IGD
terdapat 33 pasien dan 4.184 pasien jiwa. Adanya jumlah pasien umum pada
layanan IGD ini dapat menunjukan mulai adanya pasien nonjiwa yang tidak
keberatan datang ke sebuah RSJ untuk melakukan pemeriksaan.0

b. Pelayanan Rawat Inap


Pada pelayanan intramural, selain Unit Klinik pelayanan kesehatan jiwa
(Rawat Jalan), RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga memiliki Unit Rawat
Inap. Rawat inap merupakan pelayanan kesehatan perindividu yang
mencakup pelayanan observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, dan
rehabilitasi medik, yang mengharuskan pasien untuk menginap. Dalam
suatu bangsal atau ruang perawatan terdapat pelayanan dari tenaga medis,
tenaga para medis, dan penunjang medis.0 Walau Unit ini mencakup pada
pelayanan rehabilitatif, namun pada dasarnya unit ini masuk pada pelayanan
kuratif karena lebih banyak memberikan pelayanan kuratif.
Sebelum deinstitusional, sistem perawatan pada pasien gangguan jiwa
di RSJ masih bersifat custodial. Bangsal yang disediakan sangat tertutup
dibatasi dengan jeruji-jeruji besi. Namun, setelah deinstitusional sistem

0
Angela Aniek, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, Tri Kusumawati, “Laporan
praktek Kerja Lapangan”, hlm. 43.
0
“Laporan Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Terbaik Rumah Sakit
Jiwa” (RSJP Semarang, Semarang, 1997), hlm. 14.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Tahun 2007”, hlm. 52.
0
Yel Mahesa, “Gambaran Klaim Bermasalah Gakin dan SKTM Pada
Pelayanan Rawat Inap di RSUD Pasar Rebo Tahun 2008” (Skripsi Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok), hlm. 7-8.
123

pelayanan rawat inap mulai berubah menjadi perawatan mediko-sosial


dengan sistem yang lebih terbuka. Sejak masa kepemimpinan Dr. R.M.
Pranowo Sasrokusumo bangsal-bangsal di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
tidak lagi menggunakan jeruji besi. 0
Sebelumnya proses penyembuhan pasien dan pemulangan pasien
dalam waktu singkat dirasa sangat mustahil terjadi. Namun, perubahan pada
arah pelayanan kesehatan jiwa pada 1966 membawa kemajuan pada waktu
perawatan dan pemulihan pasien menjadi lebih efektif dan singkat. Hal ini
dapat terlihat dari LOS (Length of Stay)0 pada setiap periode yang mulai
mengalami penurunan.

Tabel 4. 1. Length of Stay (LOS) tahun 1988-1992


No. Periode LOS (Length of Stay)
1. 1988/1989 42 hari

2. 1989/1990 38 hari

3. 1990/1991 39 hari

4. 1991/1992 38,76 hari

Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,


hlm. 40.

Pada periode 1988 hingga 1992 angka rata-rata LOS meraih 39 hari. 0
Menurut Renstra (Rencana Strategis) tahun 2008-2013 RSJD Dr. Amino
Gondohutomo merencanakan target LOS selama 6 minggu (±44 hari).
Angka tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata capaian realisasi pada

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 31.
0
LOS (Length of Stay) Merupakan sebuah indikator yang digunakan untuk
mencapai standar pelayanan minimal yang menjadi ketentuan mutu pelayanan
dasar yang harus dipenuhi sebagai instansi Pemerintah daerah.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 40
124

periode 1988-1992, namun, perlu kita garis bawahi bahwa angka tersebut
merupakan target rencana rata-rata LOS tahun 2008-2013. Berdasarkan
target tersebut RSJD Dr. Amino Gondohutomo berusaha tidak melampaui
angka 6 minggu dalam realisasi capaian LOS di periode 2008-2013.0 Pada
Renstra tahun 2013-2018 tertulis bahwa target LOS pada 2014 telah
mencapai 30 hari dengan hasil capaian rata-rata LOS selama 27 hari.0 Dari
data tersebut dapat dikatakan terdapat penurunan angka LOS sejak tahun
1988-2014 dan terdapat kemajuan setelah perubahan arah pelayanan
kesehatan jiwa pada 1966.
Pada periode 1991-1992 jumlah pasien rawat inap berjumlah 2.948
pasien.0 Pada 2007 pasien rawat inap mencapai jumlah 5.371 orang.
Peningkatan jumlah pasien rawat inap kemungkinan dapat disebabkan
karena adanya peningkatan kapasitas tempat tidur dengan bertambahnya
jumlah bangsal.0

Untuk memfasilitasi ODGJ perlu disediakan ruang yang nyaman.


Setelah perpindahannya RSJD Dr. Amino Gondohutomo difasilitasi
bangsal-bangsal baru yang lebih memadai dan terbuka dari bangunan
sebelumnya di Tawang.0

0
“Rencana Strategis RSJD Dr. Amino Gondohutomo Tahun 2009-2013”,
hlm. 53.
0
“Rencana Strategis RSJD Dr. Amino Gondohutomo Tahun 2013-2018”,
hlm. 18.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang tahun 1991-1992”,
hlm. 60.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo tahun 2007”, hlm. 51.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 31.
125

Tabel 4. 2. Daftar Bangsal Rawat Inap Tahun 1993


No. Nama Bangsal Kelas

1. Anggraini IIIA

2. Brotowijoyo IIIB

3. Citro Anggodo IIIB

4. Drupadi II

5. Endro Tenoyo IIIA

6. Gatotkoco IIIA

7. Hudowo IIIB

8. Irawan IIIA

9. Janoko II

10. Kresno II

11. Larasati II

12. Mayangsari (Anak-Anak) -

Sumber: Buku Peringatan 65 tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm
31.

Pada tahun 1993 pelayanan rawat inap RSJD Dr. Amino


Gondohutomo sudah memiliki 12 bangsal dengan kapasitas 305 tempat
tidur. Dari 12 bangsal tersebut terdapat 1 bangsal khusus untuk melayani
pasien anak-anak dan remaja.

Tabel 4. 3. Daftar Bangsal Rawat Inap Tahun 2008.


No. Nama Bangsal Kelas

1. Arimbi (Wanita) III

2. Brotojoyo (Wanita) III

3. Citro Anggodo III

4. Dewa Ruci (Laki-laki) II & III


126

5. Endro Tenoyo (Laki-laki) III

6. Gatotkoco (Laki-laki) III

7. Hudowo (Laki-laki) III

8. Irawan Wibisono (Laki-laki) III

9. Janoko (Laki-laki dan Wanita) VIP

10. Kresno (Laki-laki) I & II

11. Larasati (Wanita) HCU, I,


& III

12. Madrim (Laki-laki dan Wanita) VIP

13. RKO (Laki-laki dan Wanita) VIP

14. Nakulo (Laki-laki dan Wanita) VIP

Sumber: “Laporan Rencana Strategis Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008”-2013, hlm
18.

Pada tahun 2008 terdapat 2 bangsal baru yaitu bangsal RKO dan
bangsal (nakulo/madrim). Selang 15 tahun terdapat pergantian nama
beberapa bangsal, seperti bangsal Anggraini menjadi bangsal Arimbi.
Adapun perubahan lain berupa perubahan kelas bangsal yaitu pada Bangsal
Janoko yang sebelumnya merupakan bangsal kelas II menjadi bangsal kelas
VIP.
Selain bangsal-bangsal di atas terdapat juga ruang isolasi khusus yaitu
ruang UPIP (Unit Perawatan Intensif Psikiatri) yang menerapkan terapi
isolasi. Terapi Isolasi merupakan jenis terapi somatis yaitu terapi yang
diberikan pada ODGJ dengan mengubah perilaku maladaptif menjadi
adaptif dengan melakukan tindakan ditunjukan pada kondisi fisik pasien.
Walau yang diberi perlakuan adalah fisik pasien tapi target terapi ini adalah
perilaku pasien.0 Terapi isolasi sendiri adalah sebuah terapi yang

0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
127

diberlakukan pada pasien yang masih gelisah sehingga dapat


membahayakan diri pasien maupun orang lain. Terapi ini menempatkan
pasien di ruangan tersendiri.0
Selain terapi isolasi, dalam pelayanan rawat inap juga terdapat terapi
somatis lain berupa terapi pengikatan (Fiksasi). Terapi pengikatan dilakukan
dengan menggunakan alat mekanik atau manual guna membatasi mobilisasi
atau gerak pasien, guna mencegah terjadinya cidera pada pasien maupun
orang lain.0 Terapi ini sudah jarang dilakukan oleh pihak RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, karena pelayanan yang diberikan berfokus pada
memanusiakan manusia. Jikapun perlu dilakukan, pengikatan pada pasien
dilakukan menggunakan kain, dan hanya pada waktu-waktu tertentu.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga menggalakan gerakan Rumah
Sakit bersih dan tertib, untuk menunjang hal tersebut dilakukan pembinaan
dan pengawasan pada pegawai untuk menciptakan lingkungan kerja yang
bersih dan tertib. Pada Unit Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo
juga mengajak pasien untuk menciptakan lingkungan yang bersih dengan
menyelenggarakan lomba kebersihan dan ketertiban antar ruang rawat inap.
Hal ini juga dilakukan untuk membiasakan pasien selepas menjalani
perawatan.0
Untuk tindak lanjut pelayanan kesehatan jiwa yang sempurna, RSJD
Dr. Amino Gondohutomo melakukan kegiatan home visit. Home visit atau
kunjungan merupakan kegiatan peninjauan kemajuan rehabilitan setelah
dipulangkan atau disalurkan ke panti sosial. Kunjungan dilakukan ke rumah
atau ke tempat kerja rehabilitan. 0

0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
0
Feri wibowo, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok”, hlm. 10-11.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
48.
0
“Modul Keterampilan Kedokteran Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah
(Home Visit)”, (Field Lab, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
2015), hlm. 6-7.
128

6. Rehabilitatif
Pada 1970-an penerapan kegiatan rehabilitasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
dilakukan dengan sarana yang terbatas saat masih berlokasi di Tawang. Selain itu,
Anggaran yang dimiliki juga masih sangat terbatas. Anggaran dari pemerintah
saat itu baru mulai turun pada tahun anggaran 1974-1975. Setelah pindah ke
bangunan barunya di Jl. Brigjen Sudiarto, kegiatan rehabilitasi baru dapat
dikembangkan dengan lebih baik.0
Kegiatan rehabilitasi ini dapat dilakukan oleh pasien rawat jalan maupun
rawat inap. Pasien rawat jalan yang ingin melakukan kegiatan rehabilitasi selama
satu hari dapat mengikuti program day care. Day care sendiri merupakan suatu
pelayanan menyeluruh dari pemeriksaan psikiatri, rehabilitasi, dan pemulangan
pasien yang dilakukan tidak lebih dari 1 hari. Program ini hanya ada pada hari dan
jam kerja kantor saja. 0
Rehabilitasi merupakan usaha untuk memperoleh penyesuaian diri pasien
secara maksimal sehingga memiliki fungsi kembali ditengah kehidupan
bermasyarakat dengan mempersiapkan pasien secara fisik, mental, sosial, dan
vokasional. Rehabilitas termasuk kedalam terapi modalitas yang dilakukan dengan
melakukan terapi dan latihan kerja yang sesuai.0
RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki 2 jenis rehabilitasi yang
diterapkan, yaitu rehabilitasi medik dan rehabilitasi psikososial.

a. Rehabilitasi Medik

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 32
0
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 406/
Menkes/ SK/ VI/2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas,
pendahuluan, hlm. 10.
0
Sophian Nursetyawan, “Redesain Unit Rehabilitasi RSJ Magelang:
Pengelolaan Tata Ruang Dalam dan Tata Ruang Luar yang Mendukung
Penyembuhan dan Pemulihan Pasien” (Skripsi Jurusan Teknik Arsitektur,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000), hlm. 13.
129

Rehabilitasi medik merupakan unit pelayanan perawatan yang berkaitan


dengan permasalahan disabilitas dan dilakukan pada periode sejak awal
sakit hingga akhir penyembuhan.0 Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
kemajuan secara fisik dan fungsi psikologi kepada seseorang. Rehabilitas
medik ini berbentuk vertikal, kegiatanya menitik beratkan peran pada tenaga
medis seperti dokter spesialis neurologi dan psikiatri serta tenaga ahli,
dalam memberikan perawatan pada pasien.0 Rehabilitasi medik yang
disediakan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo adalah fisioterapi, terapi
wicara, dan okupasi terapi.

1) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan rehabilitasi medik yang termasuk ke dalam
pelayanan penunjang kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan,
memelihara, dan memulihkan gerak serta fungsi tubuh.0 Fisitoterapi
memberikan pelayanan berupa terapi gangguan pada otot, terapi gangguan
nyeri gerak, terapi gangguan syaraf, dan deteksi dini gangguan. Dalam
melakukan pelayanan klinik ini dilengkapi dengan alat tindakan medik
diantaranya adalah diathermi, neodinator, mikrothermi, nebulizer,
multistimulator, ultra sound, dan laser infra.0

2) Terapi Wicara

0
Harry Platt, “Medical Rehabilitation in Hospital”, British Medical Journal
vol. 2 no. 4410, 14 Juli 1945 (University of Manchester, Manchester, 1945), hlm.
54.
0
Olle Hook, “Medical Rehabailitation: Organization” dalam Acta Socio-
Medica Scandinavica vol. 1 (Department of Physical Medicine and
Rehabilitation, University of Gothenburg, Sweden, 1969), hlm. 273.
0
Intan Permata Sari, “Identifikasi Waste dengan Metode Waste Assesment
Model (WAM) di Unit Fisioterapi RSUD Kabupaten Karangayar”, Journal 1st
Conference on Industrial Engineering and Hala Studies (Program Studi Teknik
Industri, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2019), hlm. 193.
0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
tahun 2007”, hlm. 48
130

Menurut Sardjono dalam (Handayani, 2007) terapi wicara adalah sebuah


metode penyembuhan terhadap permasalahan yang berkaitan dengan
pengekspresian pikiran dan pengucapan bunyi yang merupakan hasil dari
gerak organ bicara (mulut, bibir, dan lainya).0 Pada bagian terapi ini terdapat
beberapa jenis terapi seperti terapi gangguan bahasa, terapi gangguan bicara,
terapi gangguan suara, terapi gangguan irama kelancaran, dan terapi
gangguan menelan. Terapi ini tersedia untuk pelayanan kesehatan jiwa
dewasa maupun anak-anak dan remaja. Pelayanan terapi wicara di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo di lengkapi berbagai alat seperti, microphone,
whisper phone, toung tip tools, jaw exercise kit, dan jaw gradding bite.0

3) Okupasi Terapi
Okupasi Terapi merupakan kegiatan terapeutik yang diterapkan pada pasien
dengan gangguan fisik maupun mental. Tindakan ini memerlukan peran
profesional yang berwenang.0 Terapi ini dilakukan guna melatih individu
untuk mengembangkan, memelihara, maupun memulihkan area atau
komponen kinerja okupasionalnya0 dengan menggunakan aktifitas
fungsional yang bermakna. Pada RSJD Dr. Amino Gondohutomo pelayanan
terapi okupasi telah dilengkapi dengan berbagai peralatan sensori integrasi

0
Rodiyah, “Efektivitas Terapi Wicara untuk Meningkatkan Kemampuan
Berbahasa Anak dengan Gangguan Cerebral Palsy, di Yayasan Pembinaan Anak
Cacat (YPAC) Malang” (Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2012), Hlm. 38.
0
“Laporan Program Kerja Instalasi Rehabilitasi Medik RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Januari-Maret 2020”, hlm. 3.
0
Eko Sumaryanto, “Analisis Isi dan Struktur Laporan Tindakan Okupasi
Terapi di Poliklinik Rehabilitasi Medik Unit Okupasi Terapi di RSUD Moewardi
Surakarta” (Skripsi Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2011), hlm. 1-2.
0
Komponen kinerja okupasional meliputi senso-motorik, persepsi, kognitif,
sosial, dan spiritual. (Sumber: Surat Keputusan Menteri kesehatan Nomo 571
Tahun 2008 Tentang Standar Profesi Okupasi Terapis, hlm 2).
131

yang mutakhir. Pelayanan yang diberikan berupa terapi gangguan perilaku,


Terapi gangguan konsentrasi, dan terapi gangguan belajar.0

c. Rehabilitasi Psikososial
Guna menciptakan pola rehabilitasi yang komprehensif, selain proses
rehabilitasi medik pada tahap pertama, terdapat tahap kedua berupa
rehabilitasi psikososial. Rehabilitasi psikososial merupakan usaha
penyembuhan dan peningkatan keterampilan hidup ODGJ sehingga mampu
melakukan aktivitas dan rutinitas sehari-hari. Rehabilitas Psikososial juga
meliputi upaya pada proses integrasi sosial dan mendorong pasien untuk
memiliki peran sosial yang aktif agar terdapat peningkatan kualitas hidup.0
Dalam pelaksanaanya Rehabilitasi Psikososial di RSJ memiliki 3
tahap tahap persiapan, penempatan, dan pengawasan. Kegiatan yang
dilakukan pada rehabilitasi psikososial sangat berkaitan dengan pekerjaan
dan keterampilan, maka dari itu terdapat tahap penempatan, agar kegiatan
yang diberikan sesuai dengan kemampuan pasien.0 Sejak masa Orba hingga
Reformasi terdapat beberapa kegiatan rehabilitasi psikososial yang telah
dilakukan, meliputi terapi okupasi, latihan keterampilan, dan resosialisasi.

1) Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa
kegiatan-kegiatan yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif,

0
“Informasi Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
gondohutomo”, (PPID RSJD Dr. Amino Gondohutomo (jatengprov.go.id),
diakses pada 17 Desember 2020, pukul 20.38).
0
Laury M.G. Korobu, G.D. Kandou, C.H. R. Tilaar, “Analisis Pelaksanaan
Layanan Instalasi Rehabilitasi Psikososial di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang, Provinsi, Sulawesi Selatan”, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
Unsrat, Vol. 5, No. 2 (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam
Ratulangi, Manado, 2015), hlm. 179.
0
Platt, “Medical Rehabilitation in Hospital”, hlm. 54
132

dan edukasional guna menyesuaikan diri dengan lingkungan. 0 Tujuan dari


terapi okupasi untuk meningkatkan kemandirian pada area aktivitas sehari-
hari, produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang agar pasien tidak
bergantung dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan
mengembalikan kemampuan pasien dalam konsentrasi, mengingat, kemauan
kerja, dan berkomunikasi agar mendorong partisipasi pasien dalam aktivitas
sehari-hari.0
Kegiatan tersebut dilakukan dalam waktu yang relatif singkat berkisar
pada dua minggu dan dilaksanakan di unit rehabiliasi dan bangsal-bangsal
perawatan. Jenis kegiatan yang diberikan dalam terapi okupasi merupakan
kegiatan aktivitas sehari-hari, seperti menyapu, mengepel, mengganti
pakaian, dan mandi.0

2) Latihan Keterampilan
Latihan keterampilan merupakan pelayanan terapi kerja yang dapat
mengasah kemampuan pasien dalam melakukan keterampilan tertentu.
Tujuan latihan keterampilan adalah guna memberikan bekal agar pasien
dapat mandiri dan berdaya guna di lingkungan masyarakat. Sebelum latihan
keterampilan pasien akan diidentifikasi untuk penempatan kegiatan apa
yang sesuai dengan pasien. penempatan ini ditentukan berdasarkan seleksi
oleh tenaga psikologi yang kemudian diserahkan pada bagian rehabilitasi.
Kegiatan ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan

0
Leviana Kaharingan, Hendro Bidjuni, dan Michael Karundeng, “Pengaruh
Penerapan Terapi Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup Pada Lansia di Panti
Werdha Damai Ranomuut, Manado” Ejournal Keperawatan, Vol. 3, Nomor 2
(Program Studi Keperawatan, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2015), hlm. 3.
0
Enjela Popy Agita, “Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Pasien Gangguan
Jiwa Harga Diri Rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa
Tengah” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan KEMENKES,
Semarang, 2016), hlm. 17.
0
“Pelayanan Okupasi Terapi dan Terapi Okupasi, Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo” (Leaflet untuk Promosi Kesehatan Rumah Sakit Jiwa
Dr. Amino Gondohutomo)
133

perempuan. Jenis-jenis unit Latihan kerja yang tersedia di RSJD Dr. Amino
gondohutomo anatara lain:

Tabel 4. 4. Kegiatan Rehabilitasi Latihan Kerja


Kegiatan Unit Latihan Kerja
No Laki-laki Perempuan
.
1. Pertukangan Kayu Sulam menyulam dan
kristik
2. Pertukangan Besi/ Las Merenda dan Makrame
3. Kerajinan Triplek/ Permainan anak Menjahit
4. Kerajinan Kulit/ Sandal Pekerjaan Rumah Tangga
5. Percetakan Seni Lukis
6. Sablon -
7. Membuat Batako -
8 Pertanian dan Penanaman -
9 Seni Lukis -
Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 33.

Guna memaksimalkan proses rehabilitasi, RSJD Dr. Amino


Gondohutomo melakukan kerjasama lintas sektoral. Beberapa kerjasama
yang telah dilakukan diantaranya adalah kerja sama dengan Departemen
Tenaga Kerja (Depnaker), Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), dan
Departemen Sosial dalam bentuk kursus montir sepeda motor untuk 15
rehabilitan selama tiga bulan. Selain itu, terdapat latihan keterampilan
kursus menjahit, elektronik, dan ukir-ukiran yang juga merupakan bentuk
kerjasama dengan BLKI dan Depnaker. Adapun, kerjasama dengan
Pendidikan Industri Kayu Atas (PIKA) berupa pendidikan instruktur
pertukangan kayu selama 3 bulan dan difasilitasi alat-alat perukangan. 0
RSJD Dr. Amino Gondohutomo sempat melakukan kerjasama dengan
Yayasan Sosial Soegiopranoto untuk melatih keterampilan di bidang
pertanian.

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 34.
134

Gambar 4. 4. Rehabilitasi mental dengan kegiatan kerajinan kayu atau


triplek (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, 2007, hlm. 13)

Selain itu, pihak RSJD juga memberdayakan beberapa aktivitas


rehabilitasi yang ada salah satunya pada bagian percetakan yang pernah
berkesempatan untuk berpartisipasi dalam beberapa kegiatan RSJD Dr.
Amino Gondohutomo dengan melakukan pencetakan bahan materi untuk
seminar dan kegiatan lainnya.

Gambar 4. 5. Rehabilitasi Mental dengan Kegiatan menyulam dan kristik


(Buku Profil Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, 2007, hlm. 13)
135

3) Resosialisasi
Resosialisasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi sosial pasien agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan meliputi terapi aktivitas kelompok,
terapi bimbingan agama, kepramukaan, terapi gerak, terapi musik, dan
rekreasi. Berikut adalah jenis-jenis kegiatan resosialisasi yang dilakukan di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

a) Terapi Bimbingan Agama


Bimbingan Agama/ spiritual merupakan sebuah usaha dalam pemberian
bantuan terhadap seseorang yang tengah kesulitan secara jiwa dan raga yang
menyangkut di masa kini maupun di masa yang akan datang. 0 Penyediaan
bimbingan spiritual/ agama ini ditujukan untuk memberikan ketenangan.
Selain mendapatkan terapi melalui obat dan psikologis, terapi melalui aspek
spiritual dipercayai dapat membantu meningkatkan semangat dan motivasi
pasien dalam proses pemulihan.0
Sejak 1 Januari 1984 RSJD Dr. Amino Gondohutomo mulai
menyelenggarakan bimbingan agama islam, kegiatan ini diprakarsai oleh
K.H. Amjad yang berkeinginan untuk memberikan bimbingan pada pasien.
Pada kegiatan ini beliau memberikan kepercayaan dan motivasi kepada
pasien agar pasien dapat menjalankan ibadahnya seperti layaknya orang
pada umumnya. 0
Selain agama islam, terdapat bimbingan agama kristen yang
dicetuskan oleh Dr. Bambang Sutejo di tahun 1990. Dalam kegiatan
bimbingan agama di rehabilitasi ini beliau dibantu oleh mahasiswa dari

0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama”, hlm. 18.
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 84-85.
0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 82-83.
136

Gereja Abdiel Ungaran. Setelahnya dilakukan kerja sama dengan Gereja Isa
Almasih di Pringgading. Hingga saat ini tim relawan Gereja Isa Almasih
menjadi pembimbing agama kristen di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Setiap tahun diadakan perayaan natal di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Selain agama islam dan kristen, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga
menyediakan pelayanan bimbingan untuk agama Katholik, Budha, dan
Hindu.0

b) Terapi Musik
Terapi musik ditujukan untuk pengembangan bakat dan ketertarikan pasien.
Di samping itu, terapi musik merupakan teknik relaksasi yang dapat
memberikan rasa tenang, dapat mengendalikan emosi, dan berpengaruh
pada fungsi kerja otak.0 Salah satu kegiatan terapi musik yang
diselenggarakan adalah belajar bermain gamelan. Dalam melakukan
kegiatan Terapi Musik ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo ditunjang
dengan beberapa alat musik yaitu set Rebana, Gitar, Cello, dan Biola yang
dianggarkan pada tahun 2004. Pada tahun 2007 terdapat penambahan satu
Set Rebana. Namun, disayangkan saat penelitian ini dilakukan beberapa alat
musik sudah tidak begitu terurus.0

c) Terapi Gerak

0
Ramadhani, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan Bimbingan
Agama Kristen”, hlm. 83-84.
0
Senita Khomariah, “Penerapan Terapi Musik Klasik untuk Menurunkan
Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa Tengah”
(Karya Ilmiah Diploma III Keperawatan, Akademi Keperawatan, Semarang,
2019), hlm. 15.
0
“Kartu Inventaris Barang E: Pencatatan Alat Bercorak Kesenian dan
Kebudayaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo 2009”.
137

Gambar 4. 6. Terapi gerak dengan Catur (Buku Profil Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2007, hlm. 12)

Terapi gerak merupakan terapi aktivitas fisik seperti olahraga. Tujuan dari
terapi ini adalah mengontrol kecemasan, mengurangi stress, meningkatkan
kekuatan otak, dan perasaan bahagia. Adapun terapi gerak yang disediakan
oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo adalah tenis meja, bulu tangkis, volly,
dan senam. Kegiatan terapi gerak ini difasilitasi beberapa sarana dan
prasarana diantaranya adalah, Lapangan terapi gerak (Lapangan Tennis),
dua alat Tennis Meja, dua Bola Volly, empat unit Bulu Tangkis, dan empat
unit Catur. Selain olahraga, terdapat terapi gerak dalam bentuk Seni Tari. 0
Terapi Gerak juga sering menyelenggarakan pertandingan antar rehabilitant
RSJ.

d) Pramuka

0
Indy Setyanto, “Efektivitas Terapi Gerak Terhadap Perubahan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”
(Skripsi Jurusan Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,
2010), hlm. 4.
138

Gambar 4. 7. Pembinaan Arahan Anggota Pramuka Rumah Sakit Jiwa Pusat


Semarang tahun 1991 (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang, 1993, hlm. 145)

RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki kelompok gugus pramuka,


beberapa kegiatan mereka di antaranya adalah kegiatan Persami. Pada 18
September 1991 Kontingen RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga mengikuti
Pekan Olahraga dan Kesenian Rehabilitasi Mental (Porkesremen) di
Lawang, Malang. Selain itu, terdapat kegiatan pelatihan dan pembinaan
Anggota gugus Pramuka RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Namun, kegiatan
ini sudah tidak begitu aktif saat ini.0
Dari beberapa kegiatan rehabilitasi yang ada, pihak RSJD Dr. Amino
Gondohutomo menyelenggarakan lomba, pentas seni, dan olahraga pada
hari-hari besar untuk mengapresiasi hasil karya pasien. Salah satu
contohnya pada Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, tepat tanggal 6 Oktober
2010, RSJD Dr. Amino Gondohutomo menyelenggarakan lomba bakiak
untuk para pasien.0

0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020. Informan
merupakan Pensiunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang telah bekerja sejak
tahun 1986, sudah bekerja bersama Bapak Achmad Hardiman Sejak 1981 di
Palembang.
0
Bahana Patria Gupta, “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia”, Kompas Jawa
Tengah, Kamis, 7 Oktober 2010, hlm. 9.
139

Pada hari-hari besar lainya diadakan pameran hasil karya rehabilitan.


Pameran dilakukan di dalam lingkungan RSJ bersamaan dengan setiap
kegiatan pentas seni dan temu ilmiah. Selain di dalam RSJ, hasil karya
rehabilitan diikut sertakan dalam pameran di luar lingkungan RSJ. Pameran
yang pernah diikuti beberapa diantaranya adalah Ekspo Jiwa di Kanwil
Depsos Jateng tahun 1977, Ekspo Jiwa di STM pembangunan tahun 1981,
Ekspo Jiwa di Asean Forum di Hotel Sari Pasifik Jakarta, dan Ekspo Jiwa
pada Hari Kesehatan Nasional di Dinas Kesehatan Kodia Semarang pada
1991.0

Gambar 4. 8. Acara Pentas Seni sebagai Puncak Acara berbagai kegiatan


lomba dan pameran (“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
Tahun 1993/1994”, hlm. 58)

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 tahun


2010, terdapat kriteria klasifikasi rumah sakit jiwa. Berdasarkan peraturan tersebut
dalam segi pelayanan sebuah RSJ kelas A harus memiliki pelayanan kesehatan
tumbuh kembang anak dan remaja, kesehatan jiwa dewasa, psikologi,
ketergantungan obat/ NAPZA, pelayanan internist, pelayanan gawat darurat,
pelayanan gigi, pelayanan anestesi, pelayanan syaraf, pelayanan rawat inap,
pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan laboratorium, dan pelayanan radiologi.

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 34.
140

Jika mengacu pada peraturan tersebut RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah
memenuhi kriteria tersebut.

M. Pelayanan Kesehatan Jiwa Ekstramural


Berdiri sejak tahun 1928 RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah memiliki banyak
peran dalam perkembangan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia. Perannya
sebagai RSJ Tipe A ini membawa RSJD Dr. Amino Gondohutomo mendapatkan
Pataka Penampilan RSJ Pemerintah Terbaik dari Menteri Kesehatan RI Pada 12
November 1993. Penghargaan tersebut menjadi tonggak kemajuan dari RSJD Dr.
Amino Gondohutomo dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa.
Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan jiwa, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo tak hanya menyediakan pelayanan intramural saja, namun juga
menyediakan pelayanan ekstramural. Pelayanan ekstramural merupakan kegiatan
pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan di luar RSJ. Kegiatan intramural dan
ekstramural dilaksanakan secara berdampingan guna mencapai pelayanan
kesehatan jiwa yang menyeluruh dan merata, sehingga tidak hanya berfokus pada
kegiatan pelayanan RSJ saja. Pelayanan ekstramural mengandung unsur preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif, sama seperti pelayanan intramural, namun
penjelasan pada subab ini akan ditulis berdasarkan jenis setiap kegiatan dan
berdasarkan sasaranya.
Pada pembahasan bab sebelumnya dijelaskan bahwa stigma dan perilaku
masyarakat terhadap ODGJ menjadi kendala dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan jiwa. Kegiatan ekstramural sendiri memiliki kaitan erat dengan
Community Based Mental Health Service (CBMHS). CBMHS atau perawatan
kesehatan jiwa berbasis masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat akan kesehatan jiwa dan memberdayakan seluruh potensi serta sumber
daya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ekstramural ini dibutuhkan
dalam pelayanan kesehatan jiwa. Berbagai lembaga dan institusi masyarakat
terlibat dalam perawatan model ini. Walau model pelayanan berbasis masyarakat,
RSJ sebagai penyedia pelayanan kesehatan jiwa tersier juga memiliki peran
141

penting dalam deteksi dini, pelayanan rujukan, home visit, dan pelatihan untuk
tenaga medis serta masyarakat.0
RSJ Tipe A seperti, RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki kontribusi
besar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ekstramural. Bentuk kontribusi
RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam pelayanan ekstramural beberapa di
antaranya adalah, Integrasi Puskesmas dan RSU, pembinaan sekolah-sekolah dan
panti sosial, hingga penyuluhan kesehatan jiwa kelompok masyarakat.

1. Integrasi Kesehatan Jiwa Puskesmas dan Rumah Sakit Umum


Integrasi Puskesmas dan RSU merupakan salah satu jalan pemerintah agar
layanan kesehatan jiwa yang layak tersedia hingga ke daerah terpencil. Dalam
CBMHS, kegiatan integrasi ini menjadi pionir dalam menjangkau kelompok
masyarakat yang lebih luas. Adanya integrasi kesehatan jiwa Puskesmas dan RSU
ini mengharapkan kasus-kasus gangguan jiwa dapat dideteksi dan ditangani lebih
dini. Selain itu, keberadaan program ini mempermudah pasien-pasien yang
memerlukan rawat jalan lanjutan sesudah pulang dari RSJ, sehingga pasien dapat
menghemat waktu dan biaya transportasi.0
Masalah integrasi Puskesmas dan RSU di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
ditangani oleh Unit Kesehatan Jiwa Masyarakat. RSJD Dr. Amino Gondohutomo
memiliki peran dalam meningkatkan keterampilan dan kemampuan dokter
puskesmas dan RSU dalam diagnosis dan terapi kejiwaan. Sejak tahun 1974-2007
RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah berintegrasi dengan beberapa Puskesmas
dan RSU di antaranya:

Tabel 4. 5. Daftar Integrasi Rumah Sakit Umum dan Puskesmas 1974-2007.


No Rumah Sakit Umum Puskesmas
. (RSU)
1. RSU Demak Kalicacing (Kodia Salatiga)
2. RSU Kendal Boja (Kabupaten Kendal)

0
Handayani, “Layanan Kesehatan Jiwa Melalui Community Based Mental
Health Care di Puskesmas Bantur”, hlm. 6.
0
Hardiman, Buku peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 29.
142

3. RSU Ambarawa Mijen (Kabupaten Demak)


4. RSU Ungaran Weleri (Kabupaten Kendal)
5. RSU Salatiga Mranggen (Kabpaten Demak)
6. RSU Kudus Ungaran (Kabupaten
Semarang)
7. RSU Pati Kaliwungu (Kabupaten
Kendal)
8. RSU Jepara Mijen (Kodia Semarang)
9. RSU Rembang Gunung Pati (Kabupaten
Semarang)
10. RSU Pemalang Tugu (Kodia Semarang)
11. RSU Pekalongan Karangbalong (Kodia
Semarang)
12. RSU Brebes Pandanaran (Kodia
Semarang)
13. RSU Tegal Karangawen (Kabupaten
Demak)
14. RSU Wonosobo Duren (Kabupaten Semarang)
15. RSU Batang Gubug
16. - Padangsari
Sumber: Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, hlm. 30.

Selama periode awal pengintergasian Puskesmas dan RSU pada 1974 -1982
RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah melakukan pelepasan pada RSU Kendal
dan Demak serta Puskesmas Boja. Tahap pelepasan ini dilakukan jika tenaga
medis Puskesmas dan RSU telah dapat menjalankan dan bertanggung jawab atas
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa primer. Pelepasan ini dilakukan atas keputusan
bersama antara Kepala Kantor Wilayah Dinas Kesehatan dan Psikiater RSJ
Pembina.0
Pada tahun 1992 RSJD Dr. Amino Gondohutomo belum melakukan
integrasi ke RSU Wonosobo dan Batang, serta Puskesmas Gubug dan Padangsari,
setelah itu baru dilakukan integrasi. Menurut data pasien integrasi kesehatan jiwa
Puskesmas dan RSU pada 1993/1994 RSU Pekalongan memiliki frekuensi
kunjungan pasien yang paling tinggi diantara RSU lainya yaitu sebanyak 156
kunjungan pasien. Pada laporan integrasi RS tahun 2007 pun RSU Pekalongan

0
“Laporan Tahunan: Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas Periode Tahun
1981-1982” (Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1982), hlm. 9-11.
143

memiliki angka tindak pasien sejumlah 1965, jumlah ini merupakan jumlah
tertinggi kedua setelah Jepara.0

Gambar 4. 9. Pelatihan Tenaga Medis dan Paramedis Puskesmas dan Rumah Sakit
Umum mengenai kesehatan jiwa dan penyalah gunaan obat 11 Oktober- 16
Oktober 1992 (Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm. 149)

Hingga tahun 1992 pola integrasi yang telah dijalankan dengan pembukaan
klinik kesehatan jiwa di hari tertentu dengan supervisi tenaga profesional dari
RSJ. Setelah adanya kemandirian dalam menjalani perawatan kesehatan jiwa dan
dipandang mampu melaksanakan dengan baik, pihak RSJ akan melepas klinik
secara bertahap. Selain itu, RSJD juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk
tenaga medis dan para medis yang berasal dari Puskesmas dan RSU. Materi
pelatihan yang diberikan berkisar mengenai cara-cara praktis menangani kasus
gangguan jiwa di daerah.

Tabel 4. 6. Data Jumlah Tindakan Pasien RSU dan Puskesmas tahun 1990/1991,
1991/1992, dan 2007
No Tahun RSU Puskesmas
.
1. 1990/1991 452 91
2. 1991/1992 723 333
3. 2007 7255 -

0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Tahun 2007”, hlm. 63-65.
144

Sumber: “Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Semarang Tahun


2007”, hlm. 63-65.
Program integrasi RSU dan Puskesmas ini dijalankan dengan pembukaan
klinik kesehatan jiwa di hari tertentu dengan supervisi tenaga profesional dari
RSJ. RSJD Dr. Amino Gondohutomo mengirimkan timnya untuk melakukan
bimbingan untuk melakukan tindakan pengobatan pada pasien. Pada periode
tahun 1990/1991 RSJD Dr. Amino Gondohutomo melakukan 452 tindakan pada
pasien di RSU dan 91 tindakan pada pasien Puskesmas. Kemudian pada periode
1991/1992 terdapat 723 tindakan pasien di RSU dan 333 tindakan pasien di
Puskesmas yang dilakukan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 0 Sedangkan,
pada 2007 hanya terdapat data tindakan pasien di RSU sebanyak 7.255 tindakan.
Untuk data tahun 1993-2006 tidak ditemukan.0
Bimbingan pada tenaga RSU dan Puskesmas ini dilakukan hingga tenaga
RSU dan Puskesmas mencapai kemandirian dalam menjalani perawatan kesehatan
jiwa dan dipandang mampu melaksanakan dengan baik. Setelah mencapai
kemandirian pihak RSJ akan melepasnya secara bertahap. Selain itu, sebagai pusat
rujukan RSJD juga bertugas melakukan pelatihan-pelatihan untuk tenaga medis
dan para medis yang berasal dari Puskesmas dan RSU. Materi pelatihan yang
diberikan berkisar mengenai cara-cara praktis menangani kasus gangguan jiwa di
daerah.

Tabel 4. 7. Data Jumlah Rujukan RSU dan Puskesmas 1988-1992


No. Tahun Jumlah Rujukan
1. 1988/1989 213
2. 1989/1990 223
3. 1990/1991 281
4. 1991/1992 108

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1990-1991”, hlm.
48.

0
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Semarang Tahun 2007”,
hlm. 63-65.
145

Sumber: “Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”,


hlm. 14
Berdasarkan hasil angka rujukan dari tahun 1988-1992 terdapat penurunan
angka rujukan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. RSJD Dr. Amino Gondohutom
menduga penurunan angka tersebut dapat disebabkan karena mulai adanya
peningkatan peran Puskesmas dan RSU kearah yang lebih baik sebagai penyedia
pelayanan kesehatan jiwa di tingat primer dan sekunder.0
Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer berperan
melakukan pendekatan melalui pelatihan dan mengedukasi masyarakat mengenai
kesehatan jiwa. Keberadaan pelayanan ini mengharapkan dapat meningkatnya
kesadaran masyarakat. Dengan adanya pelayanan primer ini, Keberadaan ODGJ
akan lebih mudah terdeteksi di wilayah-wilayah dalam oleh pihak Puskesmas
dengan begitu masalah kesehatan jiwa di masyarakat akan lebih mudah
teridentifikasi. Pihak Puskesmas pun dapat mengirimkan ODGJ ke fasilitas
perawatan psikiatri di RSJ, untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.0
Selain itu, Puskesmas juga berperan dalam melakukan pelatihan kepada
kader desa dalam program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). DSSJ diselenggarakan
untuk mengupayakan kegiatan preventif dan promotif kesehatan jiwa.
Penyelenggaraan DSSJ ini ditujukan guna memberikan edukasi agar dapat
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi risiko dari kesehatan
jiwa serta meningkatkan dukungan masyarakat dalam menangani masalah
kesehatan jiwa.0
Dalam kegiatan integrasi Puskesmas dan RSU, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo menerbitkan sebuah buku pedoman praktis mengenai pemeriksaan
singkat, diagnosis, dan terapi gangguan jiwa. Buku pedoman ini diterbitkan untuk

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
14.
0
“Pedoman Kerja Puskesmas: Seksi 11 Kesehatan Jiwa” (Direktorat
Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992), hlm. 29.
0
Handayani, “Layanan Kesehatan Jiwa Melalui Community Based Mental
Health Care di Puskesmas Bantur”, hlm. 7.
146

tenaga Puskesmas dan RSU. Selain itu, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga
mengeluarkan pedoman prosedur tetap dalam menghadapi kondisi gawat psikiatri
tertentu, seperti pasien yang melarikan diri dan pasien yang mengancam bunuh
diri.0

2. Koneksi Pelayanan Antarlembaga


Penyediaan pelayanan ektramural dan intramural yang baik dapat dilakukan jika
terdapat kerjasama yang erat antar lembaga. RSJD Dr. Amino Gondohutomo
memiliki beberapa bentuk kerjasama dengan beberapa lembaga untuk
menyelenggarakan kegiatan upaya kesehatan jiwa. Beberapa di antaranya adalah:

a. Badan Pembinaan Kesehatan Jiwa Masyarakat (BP-KJM)


Pada 12 September 1980 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa
Tengah No. 4413/101/1980, dibentuk Badan Pembinaan Kesehatan Jiwa
Masyarakat (BP-KJM) Jawa Tengah Dati I. Kemudian pada 1982 BP-KJM
Dati II baru dibentuk. Kedudukan BP-KJM ini bertanggung jawab langsung
kepada gubernur Jawa Tengah.0

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 23.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 77.
147

Gambar 4. 10. Lokakarya Pemantapan Organisasi dan Program Badan


Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat Tingkat I dan II se- Jawa
Tengah di Auditorium Rumah Sakit Jiwa Semarang, 22 Februari 1992
(Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, 1993, hlm. 148)

Pembentukan BP-KJM ditujukan untuk menjadi forum komunikasi


lintas sektoral yang bersifat informatif, konsultatif, dan fasilitatif. BP-KJM
memiliki tugas dalam mengkoordinir lembaga-lembaga pemerintah yang
memiliki hubungan dengan kondisi kesehatan jiwa masyarakat, seperti
Departmen Sosial, RSJ, dan lainya dalam memberikan pendidikan
kesehatan jiwa bagi masyarakat. Saat dilakukan penelitian ini pda 2021 BP-
KJM lebih dikenal dengan nama TP-KJM.0

0
Muhammad Rosseno Aji Nugroho, “Pelaksanaan Undang-Undang
Kesehatan Jiwa di Indonesia 1987-1992” (Skripsi Jurusan Sejarah, Universitas
Indonesia, Depok, 2016), hlm. 81.
148

Gambar 4. 11. Penyuluhan Kesehatan Jiwa oleh Tim Badan


Penanggulangan Kesehatn Jiwa Masyarakat di Brebes (Buku Peringatan 65
Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, 1993, hlm. 149)

RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki hubungan kerja sama yang


erat dengan BP-KJM dalam menangani permasalahan gelandangan psikotik,
korban pasung, usaha bunuh diri, masalah kriminalitas remaja, dan masalah
lansia serta anak terlantar. Pada 1992 BP-KJM pernah melakukan
Lokakarya di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, guna pemantapan
organisasi.0
Selain itu, berbagai penyuluhan RSJD Dr. Amino Gondohutomo
dilakukan bersama BP-KJM salah satu di antaranya adalah kegiatan
penyuluhan di beberapa kabupaten di Jawa Tengah seperti Demak, Pati,
Tegal, Banjarnegara, Klaten, dan Wonosobo pada 1993. Penyuluhan yang
dilakukan berkisar pada tema pembinaan kesehatan jiwa keluarga untuk
membangun keluarga yang harmonis, penyimpangan perilaku sosial, dan
kesulitan belajar pada anak. Setiap penyuluhan memiliki target perserta

0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang,
hlm. 148.
149

yang berbeda-beda, seperti anggota karang taruna, tokoh masyarakat, PKK,


dan Guru BP SMP dan SMA.0
Selain penyuluhan, terdapat kerjasama lainya antara BP-KJM dan
RSJD Dr. Amino Gondohutomo seperti penjaringan pasien psikotik
gelandangan dan pasung. Tim pelaksana melakukan penjaringan pasien
psikotik yang menggelandang di jalan untuk dirawat di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo.0

b. Pondok ODGJ dan Panti Sosial


Selain melakukan pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan pada lembaga-
masyarakat, RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga menjadi tempat rujukan
dan penampungan dari Pondok ODGJ dan Panti Sosial daerah Jawa Tengah
khususnya Semarang. RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga telah
melakukan kegiatan intergasi dengan beberapa panti sosial diantaranya
meliputi panti Salamsari, Margo Widodo, dan Pucang Gading.
Panti Sosial dan Pondok ODGJ biasanya akan membawa ODGJ ke
RSJD Dr. Amino Gondohutomo untuk melakukan kontrol ke klinik rawat
jalan pada hari-hari tertentu. Ada beberapa kesempatan pihak RSJD Dr.
Amino Gondohutomo yang menghampiri para pasien ODGJ di Panti Sosial
dan Pondok ODGJ dengan membawa tenaga Dokter Psikiatri, Perawat, dan
Apoteker. Kegiatan ini dilakukan hingga menjangkau daerah Pati.0
Pada Agustus 1990 salah satu Pondok ODGJ di kabupaten Jepara
terpaksa ditutup oleh Pemda Kabupaten Jepara, karena tidak memiliki izin.
Atas kejadian tersebut RSJD Dr. Amino Gondohutomo pun menerima
sebanyak 6 pasien laki-laki dan 1 pasien wanita dari Pondok ODGJ tersebut.
Empat dari 7 pasien tersebut tidak memiliki keluarga sehingga RSJD Dr.

0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang tahun 1993/1994”, hlm 47.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang
hlm. 31.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020.
150

Amino Gondohutomo saat itu membebaskan biaya untuk keempat pasien


tersebut. 0
RSJD Dr. Amino Gondohutomo juga memiliki peran dalam
menampung dan merawat sementara ODGJ yang ditemukan dalam razia
pengemis, gelandangan, dan orang terlantar yang dilakukan oleh Dinas
Sosial Jawa Tengah. Setelah pulih ODGJ akan disalurkan ke Panti Sosial.
Pada 2007, contoh kasus seperti ini pernah terjadi di Tegal saat melakukan
razia, terjaring 30 gelandangan dan 4 diantaranya merupakan ODGJ yang
kemudian dikirim ke RSJD Dr. Amino Gondohutomo.0

d. Lembaga Pendidikan
Beberapa lembaga pendidikan pernah menjalin kerjasama dengan RSJD Dr.
Amino Gondohutomo untuk menyelenggarakan penyuluhan. Lembaga
pendidikan yang dimaksud adalah SD, SMP, dan SMA, namun, kegiatan ini
dominan dilaksanakan pada jenjang SMA. Penyuluhan ini ditargetkan pada
orang tua murid, guru, dan juga para murid. Materi yang disampaikan pada
orang tua murid dan guru merupakan materi yang berkaitan dengan masalah
perkembangan anak dan permasalahan keluarga. Penyuluhan yang
ditargetkan pada murid, khususnya murid SMA, adalah materi mengenai
penanggulangan narkotika, masalah remaja, dan depresi. 0
Penyuluhan mengenai narkotika dan depresi dilakukan di berbagai
SMA di Jawa tengah khususnya daerah Pantura seperti Pemalang, dengan
mengirim 1 tenaga Psikolog, Psikiater, dan Administrasi. 0 Selain kegiatan
penyuluhan terdapat juga tes psikologi yang diikuti oleh murid. Pada 2006
RSJD Dr. Amino Gondohutomo menyelenggarakan tes kecerdasan dan

0
a/Sup, “Pasien Pondok Gila Dialihkan ke RSJ Semarang”, Kompas, Kamis,
23 Agustus 1990, hlm. 13.
0
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
0
Wawancara dengan Bapak Sutopo, pada 4 November 2020.
151

kejiwaan di SD Muhammadiyah 4 Kandangsapi, Solo. Tes tersebut


dilaksanakan juga di 25 Kabupaten/ Kota lain di Jawa Tengah dengan tujuan
untuk memetakan potensi siswa.0

e. Organisasi Masyarakat
Kegiatan promotif dan preventif banyak dilakukan pada kelompok atau
organisasi masyarakat. Tujuan utama dari penyuluhan ini adalah pemuka
masyarakat yang memiliki pengaruh juga dalam memberikan wawasan
mengenai kesehatan jiwa pada masyarakat sekitar. Penyuluhan yang
diberikan pada organisasi masyarakat umumnya disampaikan dalam bentuk
ceramah, pemutaran film, diskusi, dan temu ilmiah.0
Materi yang disampaikan pada penyuluhan ini berkisar pada masalah
stress dan penanggulanganya, masalah perawatan kesehatan jiwa, masalah
perkembangan jiwa anak dan remaja, masalah keluarga, persiapan
menopause, dan masalah obat-obat psikotropika. Kegiatan dengan materi
tersebut disampaikan pada pemuka masyarakat seperti PKK (Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga), Dharma Wanita, karyawati/ karyawan, dan
organisasi wanita lainya.0
Kegiatan penyuluhan juga pernah disampaikan pada ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia), materi yang disampaikan merupakan materi
yang berkaitan dengan masalah narapidana dan kepemimpinan. Pada
kegiatan temu ilmiah, materi yang disampaikan tentang kesulitan belajar
anak dan remaja, peranan komunikasi dalam membentuk keluarga yang
harmonis, dan menikmati hidup di usia senja, serta masalah seksualitas
dalam perkawinan.0

0
“Tes Kecerdasan dan Kejiwaan”, Kompas, 26 juni 2006.
0
Hardiman, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Semarang, hlm.
29.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
152

3. Bantuan Penanganan Bencana Alam


RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki kontribusi dalam membantu masalah
bencana alam. Bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo sempat menjadi
percontohan dalam membangun RSJ baru di Aceh, pasca Tsunami pada 2004.
Bangunan baru RSJD Dr. Amino Gondohutomo dipilih oleh tim survey karena
dinilai memiliki lingkungan yang baik dan terbuka sesuai dengan arah pelayanan
kesehatan jiwa yang baru.0
Bantuan RSJD Dr. Amino Gondohutomo terhadap korban bencana alam
sangatlah dibutuhkan khususnya di daerah Jawa Tengah. Masyarakat Jawa
Tengah sering kali dihadapkan dengan bencana alam. Salah satu kontribusinya
adalah penanganan kesehatan jiwa pasca bencana gempa pada 2006. Saat itu
RSJD Dr. Amino Gondohutomo mengirimkan satu tim tenaga medis yang terdiri
dari Psikiater, Dokter, dan Perawat untuk melakukan konseling keliling bersama 2
tim lainya dari RSJ Magelang dan Solo. Tim ini dikirimkan untuk mengatasi
tekanan kejiwaan pada korban gempa. Bencana gempa ini memberi dampak pada
kesehatan jiwa masyarakat, beberapa diantaranya ada yang mengalami kecemasan
berat dan ketakutan berlebihan.0
Selain itu, saat bencana erupsi gunung merapi tahun 2010 pihak
Kementerian Kesehatan memberikan anggaran untuk RSJD Dr. Amino
Gondohutomo untuk melakukan pelatihan relawan yang akan diturunkan untuk
0
pendampingan korban bencana. Pendampingan dan bimbingan yang diberikan
pada korban bencana berupa terapi healing. Pendampingan ini dilakukan kurang-
lebih selama satu minggu dengan menugaskan Psikiater, Perawat, Apoteker, dan
Tim Relawan. Selain mendatangi tempat kejadian peristiwa bencana erupsi
merapi, pihak RSJD Dr. Amino Gondohutomo bersama RSJD Prof. Dr. Soerojo

0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm.
28.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
ICH/IRN, “Beri Perhatian kepada Penderita Gangguan Jiwa: belum ada
cetak biru pemulihan ekonomi pascagempa”, Kompas, 25 Juni 2006.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
153

juga mengirimkan tenaga untuk melakukan konseling Psikiater dan survei ke


tempat pengungsian di beberapa daerah seperti Magelang.0 Selain berkontribusi
pada pendampingan bencana gempa dan erupsi gunung merapi, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo juga pernah memberikan pendampingan dan konseling pada
korban bencana longsor dan banjir di daerah Jawa Tengah.0

7. Layanan Telepon untuk Kesehatan Jiwa


Pada 25 Oktober 1993 RSJD Dr. Amino Gondohutomo memberikan pelayanan
telepon hotline untuk kesehatan jiwa. Saat itu Stigma negatif terhadap RSJ oleh
masyarakat masih cukup tinggi, datang ke RSJ untuk konsultasi dan berobat
masih menjadi hal tabu. Guna menyelesaikan masalah tersebut RSJD Dr. Amino
Gondohutomo bekerjasama dengan PT. Telkom, Yayasan RSK Puri Asih, dan
BPKJM menyelenggarakan layanan telepon untuk kesehatan jiwa, dengan nomor
(024) 710777. Melalui layanan tersebut, RSJD Dr. Amino Gondohutomo
bermaksud mendorongan masyarkaat untuk melakukan konsultasi tanpa merasa
malu ataupun takut.0

0
HEN/EGI/WHO/GAL, “10 Orang Stress Akut: Minim Fasilitas untuk
Pengungsian Anak-anak di Jawa Tengah”, Kompas, 4 November 2020.
0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
154

Gambar 4. 12. Peresmian Layanan Telepon Untuk Kesehatan Jiwa Tahun 1993
(“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1993/1994”, hlm. 70)

Layanan telepon kesehatan jiwa ini dapat menangani masalah-masalah


kejiwaan seperti masalah keluarga, masalah pribadi, masalah pekerjaan, stress,
hingga depresi. Waktu konsultasi melalui telepon ini dapat dilakukan dari hari
Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00-15.00. Dalam memberikan layanan
kesehatan jiwa ini disiapkan konselor sebanyak 40 tenaga relawan magang dan 16
staff ahli. Kegiatan layanan ini juga diarahkan langsung oleh Dr. RM. Pranowo
Sasrokusumo, Dr. Achmad Hardiman, dan Wiharto. 0
Setelah kurang lebih 1 bulan dijalankan, kegiatan ini mendapatkan antusias
yang cukup tinggi dari masyarakat, sehingga waktu konsultasi perlu diperpanjang
dan perlu penambahan jumlah konselor. Guna meningkatkan kualitas konselor
pada 8-10 Desember 1993 dilakukan Pelatihan Layanan Telepon Untuk Kesehatan
Jiwa dengan materi, Psikoterapi, Psikologi Konseling, Gangguan Jiwa anak dan
remaja, layanan telepon untuk kesehatan jiwa, etika penggunaan telepon, dan
stress dalam kehidupan modern. Pemateri dari pelatihan ini adalah Psikiater,
Dokter, Psikolog, Kakandatel, dan beberapa dosen Pusat Bimbingan Universitas
Kristen Wacana (UKSW). 0

0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
0
“Laporan Tahunan RSJP Semarang Tahun 1993/1994”, hlm 50.
155

Dari awal peresmianya pada November 1993 hingga Maret 1994 sudah
terdapat 879 klien yang melakukan konsultasi melalui pelayanan telepon untuk
kesehatan jiwa. Masalah yang sangat sering dikonsultasikan adalah permasalahan
pergaulan. Pada awal tahun 2000-an pelayanan telepon kerjasama antara RSJD
Dr. Amino Gondohutomo dan PT. Telkom ini diberhentikan. Program ini berhenti
lebih dari 10 tahun. Namun, hingga penelitian ini dilakukan pada 2021 pihak rsj
pernah melakukan layanan ini kembali secara temporal.0

N. Peranan RSJD Dr. Amino Gondohutomo dalam Jawa Tengah Bebas


Pasung
Keberadaan ODGJ di lingkungan sekitar membawa keresahan sehingga terjadi
penanganan yang tidak lazim dan tidak manusiawi seperti pemasungan. Tindak
pemasungan adalah gejala yang umum terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia. Tindak pemasungan merupakan sebuah produk dari ketidaktahuan
masyarakat dalam menangani ODGJ dan ketidakmampuan masyarakat untuk
meraih fasilitas kesehatan jiwa.0
Pemasungan adalah sebuah tindakan yang bertentangan dengan hak asasi
manusia, karena termasuk dalam konteks merampas kemerdekaan seseorang.
Menurut S. R. Sianturi, merampas kemerdekaan adalah peniadaan atau membatasi
kebebasan seseorang, seperti pengurungan dan pengikatan anggota tubuh,
sehingga adanya keterbatasan gerak pada seseorang.0
Adanya kemajuan di bidang kesehatan jiwa, kegiatan pemasungan sudah
tidak relevan untuk dilakukan. Dengan pengekangan yang membatasi gerak tubuh
menjadikan kondisi ODGJ semakin terkucilkan dan semakin tertekan. ODGJ yang
dipasung berada di tempat yang sama dalam keseharianya. Kondisi fisik ODGJ

0
Wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
Denny Thong, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), hlm. 3.
0
Andi Khadafi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan Orang
yang Menderita Skizofrenia di Indonesia”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol.
12, No. 1 (Fakultas Hukum, Universitas Samudra, Aceh, 2017), hlm. 48-51.
156

yang dipasung pun mengalami penurunan, meliputi masalah gizi buruk, tubuh
yang ditumbuhi jamur, radang kulit, bahkan hingga mengalami pengecilan otot-
otot kaki sehingga tidak mampu menopang tubuh dengan baik.0
Awalnya banyak yang tidak percaya mengenai banyaknya jumlah kasus
pasung. Orang-orang yang percaya akan banyaknya jumlah kasus pasung pun
masih mempertanyakan kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas yang
dimiliki Indonesia dapat mengatasi masalah pasung yang kompleks ini. Masalah
pemasungan dikatakan sebagai masalah kompleks karena adanya hambatan sikap
atau budaya yang menutupi kekurangan, mengumumkan pasung dianggap sama
seperti memperlihatkan aib. Ditambah dengan adanya stigma negatif terhadap
ODGJ yang membuat praktik pemasungan semakin dilestarikan. Kenyataanya
permasalahan ini justru harus segera ditangani secepatnya.0
Sejak perubahan pelayanan kesehatan jiwa pada tahun 1966, pemerintah
mulai mencanangkan penanggulangan pemasungan. Salah satu langkah untuk
menanggulangi pemasungan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat
Keputusan No. PEM/29/6/15 pada 11 November 1977. Surat tersebut berisi
mengenai pelarangan pemasungan terhadap ODGJ. Hal tersebut ditujukan pada
seluruh Gubernur di Indonesia.0
Selain itu, masalah pemasungan juga telah tertuang pada UURI Nomor. 39
Pasal 9 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap warga berhak untuk
hidup tentram, aman, dan damai, serta berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Adapun juga pada pasal 42 yang menyatakan bahwa warga yang
mengidap cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupan yang layak sebagai
manusia agar dapat berpartisipasi di tengah masyarakat. Kedua pasal ini menjadi

0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung: dimana Peran Rumah Sakit
Jiwa dan Rumah Sakit Umum?” Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat: Masa
Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2019), hlm. 138.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 147.
0
Irmansyah, “Menuju Indonesia Bebas Pasung”, hlm. 138-140.
157

payung perlindungan bagi ODGJ dengan tidak membenarkan tindak


pemasungan.0
Walaupun terdapat regulasi mengenai larangan pemasungan, nyatanya
tindak pemasungan masih sering dijumpai. Masalah pasung sering kali disorot
oleh berbagai media internasional, jika tidak ditanggulangi akan menimbulkan
pandangan negatif terhadap Indonesia. Atas anggapan tersebut dicetuskanlah
tekad Indonesia harus bebas dari praktik pemasungan ODGJ secepat mungkin.0
Sejak masa Orde Baru RSJD Dr. Amino Gondohutomo sudah melakukan
program khusus untuk menanggulangi masalah pemasungan. Kegiatan
pembebasan pasung ini biasa disebut sebagai “Jemput Bola” dan dilakukan
bersamaan dengan penjaringan ODGJ yang menggelandang. Kegiatan ini meliputi
pendataan korban, pembebasan korban pasung, pengobatan, pemulihan, dan
pengembalian ke lingkungan masyarakat.0 Kegiatan penjemputan ODGJ yang
dipasung ini masuk ke dalam bagian pelayanan ekstramural. Dalam
menyelenggarakan kegiatan ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo, berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kesehatan kabupaten/
kota, terkait dengan data ODGJ yang dipasung.
Beberapa penjaringan yang dilakukan oleh RSJD Dr. Amino Gondohutomo
di antaranya dilaksanakan pada periode kerja 1990/1991 dan 1991/1992. Pada
periode kerja tahun 1990/1991 RSJD Dr. Amino Gondohutomo menjaring 13
ODGJ, diantaranya terdapat 5 laki-laki dan sisanya 8 adalah perempuan. 0 Pada
periode 1991/1992 kegiatan ini berhasil menjaring 363 ODGJ yang
menggelandang dan dipasung, dari jumlah tersebut terdapat 230 laki-laki dan 133
perempuan.0

0
Khadafi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan”, hlm. 49.
0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung”, hlm. 137.
0
Wawancara denan Ibu Sri Mulyani, pada 21 September 2020.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1990-1991”, hlm.
49.
0
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992”, hlm.
46.
158

Tahun 2010 Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan


menyelenggarakan kegiatan program Menuju Indonesia Bebas Pasung. Tepat pada
10 Oktober 2010 Menteri Kesehatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih
mendeklarasikan program tersebut. Beliau menyatakan bahwa kasus pasung
merupakan masalah yang sangat mendesak untuk segera ditanggulangi dan harus
dihilangkan dari Indonesia.0 Program Indonesia Bebas Pasung bertujuan untuk
merealisasikan perlindungan hak asasi bagi ODGJ. ODGJ merupakan kelompok
yang sangat rentan mengalami pengabaian hak-haknya, sehingga perlu dilindungi
dan mendapat pelayanan yang layak. Selain itu, program ini mengharapkan
adanya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai ODGJ agar dapat
menghapus stigma buruk tentang gangguan jiwa.0
Menurut buku saku Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, pada 2010
terdapat 1.145 ODGJ yang megalami pemasungan. Berdasarkan jumlah tersebut
ada 1.067 kasus yang telah ditangani dan 760 ODGJ yang dipulangkan. Dalam
menangani kasus ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melakukan kerja
sama dengan RSJ yang ada di Jawa Tengah salah satunya adalah RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Pada kasus tersebut terdapat beberapa kota yang memiliki angka
kasus pemasungan lebih dari 50 kasus di antaranya adalah Tegal, Pekalongan,
Pemalang, Blora, Pati, Wonogiri, dan Kebumen.0
Jawa Tengah sendiri memulai Program Jawa Tengah Bebas Pasung sejak
tahun 2011 dan diselenggarakan secara menyeluruh oleh berbagai lintas sektoral. 0
Daerah yang menjadi fokus dalam program bebas pasung dari RSJD Dr. Amino

0
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung”, hlm. 140.
0
“Penuhi Hak Warga Negara dengan Bebas Pasung”, (Mediakom,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 18 Juni 2015, diakses pada
07/12/2020, 15.00 mediakom.sehatnegeriku.com/penuhi-hak-warga-negara-
dengan-bebas-pasung/)
0
Mathafi, Puji Lestari, dan Zumrotul, “Kecenderungan atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindak Pasung: Studi Kasus di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang” Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 2, No. 1
(Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keperawatan, Universitas Muhamadiyah Semarang,
Semarang, 2014), hlm. 16.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati”, hlm. 4
159

Gondohutomo adalah daerah Jawa Tengah bagian Pantura meliputi, Kabupaten


dan Kota Tegal, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pati,
Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Jepara. Untuk beberapa kabupaten yang
tidak tercantum umumnya telah memiliki TP-KJM/ BP-KJM tingkat kabupaten,
sehinga bagian Dinas Kesehatan Kabupatenlah yang mengirimkan ODGJ yang
dipasung ke RSJD Dr. Amino Godnohutomo, contohnya seperti Kabupaten
Pemalang. Untuk Kabupaten Brebes dan Demak telah melakukan koordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan RSJD dalam pelaporan dan
pelayanan tersebut.0

Gambar 4. 13. Korban Pasung yang Dirantai pada Bagian Kaki (“Laporan Jawa
Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm. 5)

Pada program Jawa Tengah Bebas Pasung, RSJD Dr. Amino Gondohutomo
mengirimkan tim dokter dan perawat ke lokasi pemasungan untuk melakukan
penjemputan. Pada pelaksanaan penjemputan banyak ditemukan pasien yang
dikurung lebih dari 1 tahun, ada yang dikurung selama 10 tahun di dapur bahkan
hingga 24 tahun. ODGJ yang dipasung biasanya ditempatkan di ruangan yang

0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm. 5.
160

terpisah oleh keluarganya. Terdapat pemasungan menggunakan rantai pada bagian


kaki dan bagian tangan ODGJ.0

Gambar 4. 14. Tempat Pengasingan Orang Dengan Gangguan Jiwa yang


Dipasung (“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Rembang” hlm.
6)
Setelah dilakukan penjemputan, ODGJ akan diberikan pelayanan rawat
inap, rehabilitasi medik dan psikososial di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
Setelah melewati masa pemulihan dengan rehabilitas ODGJ akan disalurkan ke
Balai Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) dan Pondok Jiwa/ Pesantren untuk mendapat
pelayanan rehabilitasi sosial. Dalam tahap penyaluran ini pihak RSJD
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang memiliki Balai
Rehabsos dan Pondok Jiwa/ Pesantren. Setelah itu, ODGJ akan dipulangkan
kembali pada keluarga masing-masing dengan mendapatkan resume dari RSJD
untuk kontrol lanjutan di RSU maupun di Puskesmas terdekat.0

0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
3-5.
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati”, hlm. 5.
161

Gambar 4. 15. Proses Penjemputan dan Pelepasan Alat Pasung (“Laporan Jawa
Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Jepara”, hlm. 3)

Setelah dipulangkan dari RSJD, perawatan dan pelayanan pada korban


pasung akan dilakukan di Puskesmas dengan pemberian obat antipsikotik long
acting haloperidol decanoas inj. Pihak RSJD Dr. Amino Gondohutomo biasanya
akan membantu proses pemberian obat tersebut untuk pertama kalinya di
Puskesmas. Selain itu, pihak RSJD juga berperan dalam pendistribusian obat yang
berasal dari Kementrian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
tengah.0

Tabel 4. 8. Hasil Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang
No. Kabupaten/ Kota Jumlah

0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Pati”, hlm. 4.
162

1. Kabupaten Pati 36
2. Kabupaten dan Kota 34
Tegal
3. Kabupaten Brebes 23
4. Kabupaten 21
Pekalongan
5. Kabupaten Jepara 13
6. Kabupaten Demak 11
7. Kabupaten Kendal 10
8. Kabupaten Pemalang 6
9. Kabupaten Rembang 5
10. Kabupaten Blora 2
11. Kabupaten batang 1
12. Kabupaten Grobogan 1
13. Kota Semarang 1
14. Kabupaten Kudus 1
Total 163
Sumber: “Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati”, hlm. 8.

Dalam Pogram Menuju Jawa Tengah Bebas Pasung di tahun 2011 RSJD Dr.
Amino Gondohutomo menangani 14 kabupaten/ kota di antaranya terdapat
Kabupaten Pati, Kabupaten dan Kota Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pekalongan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Rembang. Pada 2011 RSJD Dr. Amino Gondohutomo
melayani 163 ODGJ yang dipasung. Pengiriman dan penjemputan korban pasung
yang terdata paling banyak dari Kabupaten Pati dan Tegal.

Tabel 4. 9. Hasil Laporan Pelayanan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 di
Rumah Sakit jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo.
No Kabupaten/ Kota Jumlah
.
1. Pemalang 18
2. Tegal 3
3. Pati 25
4. Kendal 5
5. Jepara 4
6. Pekalongan 15
163

Sumber: “Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2012 Kabupaten Pemalang”, hlm.
5-8.

Program bebas pasung RSJD Dr. Amino Gondohutomo ini dilakukan pada
periode 2011-2012 saja. Setelahnya, program bebas pasung ini mengandalkan
peran Pemerintah, RSU, dan Puskesmas setempat untuk menangani masalah
pemasungan di daerah masing-masing. Tahun terakhir pelaksanaanya, yaitu 2012
program bebas pasung berfokus pada kegiatan pasca pasung. Penjaringan korban
pasung pun hanya dilakukan melalui laporan daerah saja dan terdapat 6
kabupaten/ kota yang menemukan kasus pemasungan di daerahnya saat itu.
Sebelumnya disebutkan bahwa pada 2012 Program Menuju Jawa Tengah
Bebas Pasung, lebih fokus pasa kegiatan pengobatan pasca pasung untuk
mengontrol pasien. Dalam kegiatan ini RSJD Dr. Amino Gondohutomo
mengumpulkan ODGJ korban pasung yang telah dipulangkan di satu Puskesmas
untuk melakukan evaluasi kondisi dan perkembangan ODGJ berkaitan dengan
kemandirianya ADL (Activity Daily Life). Maksud kemandirian disini adalah
kemampuan menghidupi dirinya sendiri dan kemampuan beradaptasi dengan
lingkunganya.0

Gambar 4. 16. Pengobatan Pasca Pasung (“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung
Tahun 2012 Kabupaten Pekalongan”)

0
“Laporan Pengobatan Bagi ODMK Pasca Pasung Kabupaten Pati 2012,
RSD Dr. Amino Gondohutomo Semarang”, hlm. 6.
164

Selain evaluasi terhadap perkembangan ODGJ pasca pasung, pihak RSJD


Dr. Amino Gondohutomo juga melakukan penyuluhan untuk caregiver.
Caregiver merupakan anggota keluarga/ orang terdekat yang dimiliki oleh pasien
ODGJ yang memberikan perawatan pada ODGJ tanpa dibayar. Caregiver
menghadapi beberapa permasalahan dalam merawat ODGJ, salah satunya adalah
adanya caregiver yang belum mendapat pengetahuan adekuat mengenai gangguan
jiwa berat. Oleh karena itu seorang caregiver memerlukan keterampilan
komunikasi, adaptasi pada gejala, dan perilaku pasien. Selain itu, seorang
caregiver harus berhadapan dengan tekanan stigma masyarakat seperti
diskriminasi lingkungan.0

Gambar 4. 17. Penyuluhan Caregiver Pekalongan (“Laporan Jawa Tengah Bebas


Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pekalongan”)

Penyuluhan caregiver dilakukan agar caregiver memiliki kemampuan


untuk merawat dan memberdayakan ODGJ pasca pasung serta mengetahui cara
menghadapi ODGJ dengan memberikan dukungan emosional pada ODGJ. Materi
yang disampaikan meliputi hal apa saja yang tidak boleh dilakukan dan dapat
dilakukan pada ODGJ, peran caregiver, dan prosedur pelayanan kesehatan jiwa.
Materi penyuluhan caregiver ini diberikan oleh Psikiater, Psikolog, dan pegawai

0
“Laporang Pengobatan Pasca Pasung Kabupaten Pekalongan Tahun 2012”,
hlm. 14-16.
165

administrasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Setelah melakukan penyuluhan


pemateri akan membuka sesi tanya jawab meliputi pertanyaan dan permasalahan
yang dihadapi caregiver. Hal ini dilakukan agar pihak RSJD dapat memberikan
jawaban jelas dan solusi pada masalah yang dihadapi oleh caregiver.0
Permasalahan pemasungan merupakan masalah yang cukup sulit untuk
dihilangkan, karena menyangkut stigma dan pengetahuan kolektif masyarakat.
Tidak mengherankan jika terdapat pasien yang dipasung kembali oleh
keluarganya dan menolak untuk mendapatkan pengobatan. Karenanya diperlukan
pendekatan melalui puskesmas dengan kader desa yang dipercaya oleh
masyarakat, agar terdapat upaya menjelaskan pada keluarga dan ODGJ bahwa
ODGJ tidak boleh dipasung dan harus dibawa ke RSJ. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan hasil maksimal diperlukan waktu lama dan konsistensi pada
keberlanjutan program ini.0
Walaupun masih ada pasien yang dipasung kembali, kegiatan ini cukup
memberikan pengaruh baik pada beberapa korban pemasungan, keluarganya, dan
masyarakat. Berdasarkan Laporan Pasca Pasung 2012, terdapat pasien yang
mengalami banyak kemajuan dengan kembali mulai memiliki aktivitas dan
produktif di tengah lingkunganya. Hingga ada pasien yang mulai aktif bekerja
sebagai tukang jahit dan bekerja kembali di luar kota. Salah satu contoh
keberhasilan kegiatan ini, di Kabupaten Jepara hasil pengobatan pasca pasung ini
presentase pasien yang mengalami perkembangan pesat mencapai 80%. Di daerah
lainnya setidaknya terdapat kurang lebih 50% pasien pasung yang datang untuk
melakukan pegobatan kembali.0 Pada acara penyuluhan caregiver di Jepara,
terdapat laporan salah satu caregiver menyatakan bahwa anaknya sudah berobat
ke RSJ 3 kali, sejak itu pasien mengalami banyak kemajuan, pasien sudah tidak

0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati, RSJD
Dr. Amino Gondohutomo”, hlm. 7.
0
“Laporang Pengobatan Pasca Pasung Jawa Tengah Tahun 2012 Kabupaten
Pekalongan”
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
3.
166

mengamuk dan mulai beraktivitas dengan baik. Kini, pasien tersebut hanya
melakukan kontrol ke RSU Kartini.0
Pada awal pelaksanaannya, terdapat beberapa hambatan yang ditemukan
saat melakukan Program Menuju Jawa Tengah Bebas Pasung. Hambatan yang
ditemukan salah satunya adalah keterbatasan fasilitas RSJ di Provinsi Jawa
Tengah yang hanya memiliki 4 RSJ salah satunya adalah RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. RSJ masih memiiki keterbatasan Ambulans, SDM, dan anggaran
operasional saat itu, sehingga, proses penjemputan korban pasung tidak dapat
dilayani dengan segera oleh pihak RSJ. Keterbatasan tersebut dapat ditutup
dengan memanfaatkan ambulans yang dimiliki oleh Rumah Sakit Daerah atau
Puskesmas setempat yang akan mendapat alokasi anggaran operasional dari
Kabupaten/ Kota.0 Selain itu, masih ada beberapa Puskesmas yang belum
memiliki SDM yang berpengalaman dalam pemberian obat haloperidol decanoas
inj, sehingga perlu bantuan tim dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo. 0
Program bebas pasung ini hanya dilakukan pada 2011-2012, selanjutnya
pihak daerah yang melaporkan dan membawa ODGJ ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo jika ditemukan kasusnya. Oleh karena itu, diharapkan adanya
kerjasama yang erat antara RSU, Puskesmas, dan Pemerintah Kota/Kabupaten
dalam memberantas pemasungan. 0
Pada 2012 telah dikeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun
2012 mengenai penanggulangan pasung di Provinsi Jawa Tengah. Peraturan ini
menjadikan provinsi jawa tengah sebagai salah satu provinsi pertama yang
menindak lanjuti masalah pemasungan secara serius dan berpartisipasi pada
program bebas pasung.

0
Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara”, hlm.
2.
0
“Laporan Hasil Kesepakatan Rapat TPKJM Provinsi Jawa Tengah, 5 Juli
2012”
0
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo”, hlm 5.
0
“Laporan Hasil Kesepakatan Rapat TPKJM Provinsi Jawa Tengah, 5 Juli
2012”
BAB V

SIMPULAN

Pada Masa Orde Baru (Orba) terdapat perubahan arah pelayanan kesehatan jiwa
yang lebih terbuka dan manusiawi. Perubahan tersebut mendorong pemindahan
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Amino Godonhutomo ke jalan Brigjen
Sudiarto pada 1986 dari bangunan lamanya di Tawang. Perpindahan ini dilakukan
karena bangunan lamanya sudah tidak layak untuk sebuah RSJ. Sejak
perpindahanya hingga tahun 2012 RSJD Dr. Amino Gondohutomo telah melalui
banyak perkembangan manajemen dari segi sarana dan prasarana, keorganisasian,
maupun pelayanan di tengah stigma negatif masyarakat.
Perkembangan sarana dan prasarana yang terjadi kurun 1986-2012
berhasil mengubah citra bangunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang
sebelumnya mendapat predikat bangunan RSJ terburuk di Indonesia menjadi RSJ
Pemenang Penampilan Rumah Sakit Jiwa Terbaik melalui penilaian dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 1993.
Pada 2002 terjadi peralihan status RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang
memengaruhi perkembangan manajemen organisasinya. RSJD Dr. Amino
Gondohutomo yang pada awalnya berada di bawah Pemerintah Pusat dengan
status Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) beralih menjadi RSJD di bawah
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peralihan ini terjadi karena adanya
desentralisasi yang dilakukan agar adanya kemandirian anggaran dari pemerintah
daerah, serta adanya kemudahan pendekatan instansi kepada masyarakat
daerahnya masing-masing. Setelah peralihan status, pada 2008 RSJD Dr. Amino
Gondohutomo ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang
memiliki fleksibilitas lebih dalam meningkatkan produktivitas dan mengelola
keuanganya. Adanya hal tersebut memengaruhi terjadinya perubahan pada
struktur organisasi dan pengelolaan kepegawaian RSJD Dr. Amino
Gondohutomo.
168

Sebagai RSJ kelas A, RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki peran


dalam menyelenggarakan pelayanan intramural dan ekstramural. Pelayanan
intramural yang diberikan RSJD Dr. Amino Gondohutomo meliputi kegiatan
rawat jalan, rawat inap, rehabilitasi, dan sosialisasi dalam RSJ. Melalui perubahan
arah pelayanan yang lebih terbuka dan manusiawi, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo berhasil merealisasikan pengurangan durasi rawat inap dan proses
pemulihan ODGJ. Selain itu, RSJD Dr. Amino Gondohutomo memiliki peran
penting dalam pelayanan ekstramural melalui penanggulangan bencana,
sosialisasi, program intergrasi RSU dan Puskesmas, dan program Jawa Tengah
Bebas Pasung. Pada program Jawa Tengah Bebas Pasung RSJD Dr. Amino
Gondohutomo berperan sebagai pusat rujukan pasien pasung, melatih tenaga
Puskesmas, dan berbagai program bimbingan pascapasung pada masyarakat.
Program yang dilakukan pada 2011-2012 ini diikuti dengan keluarnya Peraturan
Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun 2012 mengenai penanggulangan pasung di
Provinsi Jawa Tengah.
Walaupun RSJ dan ODGJ masih dikelilingi stigma negatif dari
masyarakat, perkembangan RSJD Dr. Amino Gondohutomo pada 1986-2012
berhasil mendorong perubahan pada pelayanan kesehatan jiwa ke arah yang lebih
baik guna menaikan citra RSJ dan memperbaiki stigma mengenai ODGJ di mata
masyarakat. Perkembangan yang terjadi ini didukung oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal didorong oleh dedikasi dan kinerja pimpinan maupun
karyawan melalui usaha pemindahan bangunan RSJ. Secara eksternal kondisi
RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang semakin baik juga didorong oleh kebijakan
pemerintah dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
169

DAFTAR PUSTAKA

A. Arsip dan Peraturan Pemerintah


“Laporan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota/
Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018: Berdasarkan Permenkes
RI No.43 Tahun 2016” (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2019).
“Kartu Inventaris Bangunan Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo 2018”
(Semarang: Bagian Umum, RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2018).
“Kartu Inventaris Barang E: Pencatatan Alat Bercorak Kesenian dan Kebudayaan
RSJD Dr. Amino Gondohutomo 2009” (Semarang: Bagian Umum, RSJD
Dr. Amino Godnohutomo, 2010).
“Laporan Akuntabilitas Kinerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun
2007” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2007).
“Laporan Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Terbaik Rumah Sakit Jiwa”
(Semarang: RSJP Semarang, 1997).
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2012).
“Laporan Hasil Kesepakatan Rapat TPKJM Provinsi Jawa Tengah”, 5 Juli 2012.
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung 2011 Kabupaten Pati, RSJD Dr. Amino
Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2011).
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Jepara RSJD Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2012).
“Laporan Jawa Tengah Bebas Pasung Tahun 2012 Kabupaten Pati, RSJD Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2012).
“Laporan Pengobatan Bagi ODMK Pasca Pasung Kabupaten Pati 2012, RSD Dr.
Amino Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2012).
“Laporang Pengobatan Pasca Pasung Jawa Tengah Tahun 2012 Kabupaten
Pekalongan” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2012).
“Laporan Program Kerja Instalasi Rehabilitasi Medik RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Januari-Maret 2020” (Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, 2020).
170

“Laporan Tahunan: Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas Periode Tahun 1981-


1982” (Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1982).
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang tahun 1991-1992” (Semarang:
RSJP Semarang, 1992).
“Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang tahun 1993-1994” (Semarang:
RSJP Semarang, 1994).
“Laporan Triwulan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Dr. Amino Gondohutomo
Tahun 1998-1999” (Arsip Daerah Jawa Tengah).
Leaflet RSJD Dr. Amino Gondohutomo “Pelayanan Okupasi Terapi dan Terapi
Okupasi” (RSJD Dr. Amino Gondohutomo Leaflet Promosi Kesehatan,
Semarang).
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan Susunan Organisasi Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja RSUD dan RSJD Provinsi Jawa Tengah.
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan
Pasung Provinsi Jawa Tengah.
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2008 Tentang Penjabaran
Tugas Pokok Fungsi, dan Tata Kerja RSJD Dr. Amino Gondohutomo dan
RSJD Surakarta Provinsi Jawa Tengah.
Peraturan Gubernur Jawa Tengah, Tentang Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Tata
Cara Pengangkatan, Pengadaan, dan Pemberhentian Pegawai Badan
Layanan Umum Daerah Non Pegawai Negri Sipil Tidak Tetap Pada Rumah
Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
“Rencana Aksi Kegiatan: Direktoran Pencegahan dan Pengendalian Kesehatan
Jiwa dan Napza” (Jakarta: Kemenkes RI, 2018).
“Rencana Strategi 2008-2013 BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo” (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2008).
“Rencana Strategis: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2018-2023”
(Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2019).
Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 440/09/2002 Tahun 2002
Tentang Pengintegrasian Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, Rumah
Sakit Jiwa Pusat Surakarta dan Rumah Sakit Jiwa Pusat Klaten ke Dalam
Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
171

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


406/Menkes/SK/VI/2009 Tahun 2009Tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa
Komunitas.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
135/MENKES/SK/IV/1978 Tahun 1978 Tentang Susunan Organinasi
dan Tata Tertib Rumah Sakit Jiwa.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014 Tentang Kesehatan
Jiwa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.

B. Buku, Artikel, Skripsi, dan Tesis


Abdullah, Taufik, Sejarah Lokal di Indonesia: Kumpulan Tulisan (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1985).
Abdullah, Taufik, Nasionalisme dan Sejarah (Bandung: Satya Historika, 2001).
Adikoesoemo, Suparto, Manajemen Rumah Sakit (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
2003)
Agita, Enjela Popy, “Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa
Harga Diri Rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa
Tengah” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan KEMENKES,
Semarang, 2016).
Alhamidy, Fuad, “Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering
Berdasarkan Metode EOQ pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani
Semarang” (Thesis Jurusan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2006).
Al Asyfihani, Azwin Rashif, “Perkembangan Pelayanan Kesehatan Masyarakat di
Kepulauan Karimun Jawa Tahun 1981-2016” (Skripsi Program Studi
Sejarah Universitas Diponegoro Semarang, 2019)
Anjaryani, Wike Diah, “Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan
Perawat RSUD Tugurejo, Semarang” (Tesis Program Studi Promosi
Kesehatan, Universitas Diponegoro, 2009).
Aniek, Angela, Ita Dwitasari, Rizky Oktaviana, dan Tri Kusumawati, “Laporan
Praktek Kerja Lapangan: Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo, Semarang” (Laporan Praktek Kerja Lapangan Akademi
Farmasi Theresiana, Semarang, 2011).
Atmawikarta, Arum, “Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi”
(Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS RI,
2004).
172

Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta, Binarupa Aksara,


1996).
Basuki dan Umi Hartati, “ Wujud Budaya Jawa yang Tercermin dalam Pisuhan”,
Prosiding Seminar Internasional: Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia ke XXXIX (Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2017)
Bergen, Leo van, Liesbeth Hesselink, dan Jan Peter Verhave, Gelanggan Riset
Kedokteran di Bumi Indonesia: Jurnal Kedokteran Hindia Belanda 1852-
1942 (Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2019).
Bornat, Joana, Robert Perks, Paul Thompson, dan Jan Walmsley, Oral History,
Health, and Welfare (London: Routledge, 2000)
Budiman, Orient, Adi Warta Winata, Adi Chandra, dan Daniel Kartawiguna,
“Perancangan Sistem Informasi Radiologi Berbasis Web di Rumah Sakit
Royal Taruma” (Skripsi Jurusan Sistem Informasi, Universitas Bina
Nusantara, Jakarta, 2014).
Buku Profile RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Divisi Umum, Promosi Kesehatan,
RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang, 2014).
Buku Profil Kepegawaiaan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah 2019 (Semarang: Divisi Umum, Bagian Kepegawaian dan Hukum,
RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 2019).
Cowan, W. Maxwell dan Eric R. Kandel, “Prospect for Neurology and
Psychiatry” JAMA, Vol. 285, No. 5, 7 January 2001 (American Medical
Association, United States, 2001),
(https://www.researchgate.net/publication/12153549_Prospects_for_Neurol
ogy_and_Psychiatry).
Dini, Astri Wulan, Ika Sulistya Wardani, Shierly Veronica Mayasari, dan Zenita
Reiza, “Praktek Kerja Lapangan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dokter
Amino Gondohutomo” (Laporan Praktek Kerja Lapangan Sekolah
Menengah Farmasi Theresiana, Semarang, 2004).
Fakih, Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi (Yogyakarta:
Insist Press, 2006).
Foster, George M., Antropologi Kesehatan (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2015).
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975).
Hamidiyah, Azizatul, “Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan
dengan Minat Kunjungan Ulang di Klinik Umum Rumah Sakit Bhineka
Bakti Husada Kota Tanggerang Selatan Tahun 2013” (Skripsi Jurusan
173

Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah,


Jakarta, 2013).
Handayani, Dwy Nur, “Layanan Kesehatan Jiwa Melalui Community Based
Mental Health Care di Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang” (Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang, 2017).
Hardiman, Achmad, Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit Jiwa Pusat
Semarang 1993 (Semarang: RSJD Dr. Amino Gondohutomo, 1993).
Hesselink, Liesbeth, Healers on The Colonial Market: Native Doctors and
Midwives in The Ducth east Indies (Leiden: KITLV Press, 2011)
Hidayati, Sri Wahyuni, “Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Merawat
Penderita Ganggguan Skizfrenia Sebelum dan Sesudah Dilakukan Family
Gathering di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Karya Husada, Semarang, 2007).
Hook, Olle, “Medical Rehabailitation: Organization”, Acta Socio-Medica
Scandinavica Vol. 1 (Department of Physical Medicine and Rehabilitation,
University of Gothenburg, Sweden, 1969).
Idaiani, Sri dan Edduwar Idul Riyadi, “Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia:
Tantangan untuk Memenuhi Kebutuhan”, Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 2 No. 2 (Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, 2018)
(http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jpppk/article/view/134/821
).
Idaiani, Sri, “Kesehatan Jiwa Indonesiadari Deinstutisionalisasi sampai
Desentralisasi”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 4, No. 5
(Jakarta, Puslitbang Biomedis & farmasi Balitbangkes, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) (39493-ID-kesehatan-jiwa-di-
indonesia-dari-deinstitusionalisasi-sampai-desentralisasi.pdf).
Idaiani, Sri dan Raflizar, “Faktor yang Paling Dominan Terhadap Pemausngan
Orang Dengan Ganggua Jiwa di Indonesia”, Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 18 No. 1 Januari 2015 (Pusat Teknologi Terapan
Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 2015).
Idrus, Muhammad Faisal, “Psikoterapi” (PSIKOTERAPI.pdf (unhas.ac.id),
dikunjungi pada 17 Desember 2020).
Irmansyah, “Menuju Indoensia Bebas Pasung: dimana Peran Rumah Sakit Jiwa
dan Rumah Sakit Umum?” dalam Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara kuat:
Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas
Media Nusantara, 2019).
174

Izzudin, “Analisis Pengaruh Faktor Personality Terhadap Asuhan Keperawatan


pada Perawat Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang”
(Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Diponegoro Semarang, 2006).
Jawa Tengah Dalam Angka 2010 (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah
dan BAPPEDA Jawa Tengah, Jawa Tengah, 2010).
Kaharingan, Leviana, Hendro Bidjuni, dan Michael Karundeng, “Pengaruh
Penerapan Terapi Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup Pada Lansia di
Panti Werdha Damai Ranomuut, Manado”, Ejournal Keperawatan Vol. 3
No. 2, Mei 2015 (Program Studi Keperawatan, Universitas Sam Ratulangi,
Manado). (107312-ID-pengaruh-penerapan-terapi-okupasi-terhad.pdf
(neliti.com)).
Kartodirjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992).
Khadafi, Andi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan Orang yang
Menderita Skizofrenia di Indonesia”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan,
Vol. 12, No. 1 (Fakultas Hukum, Universitas Samudra, Aceh, 2017)
Khomariah, Senita, “Penerapan Terapi Musik klasik untuk Menurunkan Perilaku
Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Provinsi Jawa Tengah”
(Karya Ilmiah Diploma III Keperawatan, Akademi Keperawatan, Semarang,
2019)
Korobu, Laury M.G., G.D. Kandou, C.H. R. Tilaar, “Analisis Pelaksanaan
Layanan Instalasi Rehabilitasi Psikososial di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.
L. Ratumbuysang, Provinsi, Sulawesi Selatan”, Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Unsrat, Vol. 5 No. 2 (Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2015).
Kumpulan Makalah: Pelatihan Perhitungan Unit Cost dan Pola Tarif RS. Jiwa
(Semarang: Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang, 1994).
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana,
2013).
Kriswadi, “Electrocardiograph Type Cardisuny 501 D sebagai Alat Perekam
Sinyal Bioelektrik Jantung” (Laporan Kerja Praktek Program Studi Teknik
Elektro, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008).
Kondoy, Eka Alvita, J.H. Posumah, dan Very Y. Londa, “Peran Tenaga Medis
dalam Pelaksanaan Program Universal Coverage di Puskesmas Bahu Kota
Manado” Jurnal Jurusan Studi Administrasi Publik, Vol. 3 No. 046
(Program Studi Administrasi Publik, Universitas Sam Ratu Langi, Manado,
2017).
Larasati, Innes, “Analisis Sistem Informasi Manajemen Persediaan Obat: Studi
Kasus Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina
175

Gresik”, Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 1 No. 2 April 2013 (Jurusan


Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Malang, 2013) (http://repository.ub.ac.id/id/eprint/100037).
Livana PH, Sih Ayuwatini, Yulia Ardianti, dan Ulfa Suryani, “Gambaran
Kesehatan Jiwa Masyarakat”, Jurnal Keperawatan, Vol. 6, No. 1 (Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiya, Semarang, 2018)
(https://www.researchgate.net/publication/333268544_GAMBARAN_KES
EHATAN_JIWA_MASYARAKAT).
Lestari, Weny dan Yurika Fauzia Wardhani, “Stigma dan Penanganan Penderita
Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung”, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
Vol. 17 No. 2 (Surabaya: Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kemenkes RI, 2014), (20892-
ID-stigma-and-management-on-people-with-severe-mental-disorders-with-
pasung-physica.pdf (neliti.com)).
Machira, Carla R., “Integrasi Kesehatan Jiwa Pada Pelayanan Primer di Indonesia:
Sebuah Tantangan di Masa Sekarang”, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol. 14 No. 3 (Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2011).
Mahajudin, Marlina Setiawati, “Peran Psikogeriatri dan Perawatan Paliatif dalam
Upaya Meningkatkan Kesehatan Paraa Lanjut Usia”, Anima Indonesian
Psychological Journal, Vol. 23, No. 3, 2008 (Ilmu Kedokteran Jiwa,
Universitas Airlangga, Surabaya, 2008),
(http://www.anima.ubaya.ac.id/class/openpdf.php?file=1371794030).
Mahesa, Yel, “Gambaran Klaim Bermasalah Gakin dan SKTM Pada Pelayanan
Rawat Inap di RSUD Pasar Rebo Tahun 2008” (Skripsi Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok).
Markum, M. Enoch, “Pengetasan Kemiskinan dan Pendekatan Psikologi Sosial”,
Psikobuana: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 1, No. 1 (Fakultas Psikologi,
Universitas Mercubuana, Jakarta, Juni 2009).
Maslakhah, “Pembinaan Islam Terhadap Penderita Ganguan Jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Semarang” (Skripsi Jurusan Ilmu Dakwah, Institut Agama Islam Negri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000).
Masykur, Achman M., “Potret Psikososial Korban Gempa 27 Mei 2006: Sebuah
Studi Kualitatif di Kecamatan Wedi dan Gantiwarno, Klaten” Jurnal
Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3 No. 1 (Program Studi Psikologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006).
Mathafi, Puji Lestari, dan Zumrotul, “Kecenderungan atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindak Pasung: Studi Kasus di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang”, Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 2 No.
1, Mei 2014 (Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keperawatan, Universitas
Muhamadiyah Semarang, 2014).
176

Muhlisin, Abi dan Arum Pratiwi, “Model Pelayanan Kesehatan Berbasis


Partisipasi Masyarakat untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa pada
Masyarakat Setempat” (The 2nd University Research Coloquium Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2015).
Muhsin, Mumuh, “Bibliografi Sejarah Kesehatan Pada Masa Pemerintahan Hindia
Belanda”, Paramita Vol. 22 No. 2 (Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Padjadjaran, 2012)
Musyafak, Ali Mei Hadip, “Sistem Manajemen Kebakaran di Rumah Sakit”,
Higeia Journal of Public Health Research and Development, Vol. 4 No. 1
2020 (Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negri Semarang, 2020).
“Modul Keterampilan Kedokteran Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah (Home
Visit)” (Field Lab. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2015).
Neelakantan, Vivek, Memelihara Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan,
Kesehatan Masyarakat, dan Pembangunan Indonesia di Era Soekarno
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2019).
Noor, Muhamad, Memahami Desentralisasi Indonesia (Yogyakarta: Interpena
Yogyakarta, 2012).
Nugroho, Muhammad Rosseno Aji, “Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan
Jiwa di Indonesia tahun 1987-1992” (Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah,
Universitas Indonesia, Depok, 2016).
Nugroho, Satrio, “Perancangan Komplek Rumah Sakit Jiwa di Semarang Dengan
Penekanan Desain Pendekatan Kegiatan Terapi” Jurnal Jurusan Arsitektur
Vol.1 2003 (Skripsi Jurusan Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang,
2003) (http://eprints.undip.ac.id/5941).
Nursetyawan, Sophian, “Redesain Unit Rehabilitasi RSJ Magelang: Pengelolaan
Tata Ruang Dalam dan Tata Ruang Luar yang Mendukung Penyembuhan
dan Pemulihan Pasien” (Skripsi Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000).
Nuryani, Reni, Sri Wulan Lindasari dan Popi Sopiah, “Upaya Peningkatan
Kesehatan Jiwa Masyarakat Melalui Pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa”,
Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 5 No. 4 (Jurnal Prodi Keperawatan,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2020).
Octavia, Winda dan Lister Eva Simangunsong, “Sejarah Kesehatan Kuli Kontrak
di Perkebunan Deli Maatschapai 1872-1942”, Jurnal Jurusan Pendidikan
Sejarah, Vol. 5 No. 2 (Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Imu Sosial,
Universitas Negeri Medan, 2021)
Özden, Seda Attepe dan Arzu Içağasioğlu Çoban, “Community Based Mental
Health Service, in The Eye of Community Mental Health Professionals”,
177

Journal of Psychiatric Nursing (Departemen of Social Work, Başkent


University, Turkey, 2018)
Pangesti, Febri Galih, “Pelaksanaan Pelayanan Publik di Puskesmas Ngaglik
Sleman I Yogyakarta” (Skripsi Program Studi Pendidikan Administrasi
Perkantoran, Jurusan Pendidikan Administrasi, Universitas Negri
Yogyakarta, 2012).
Parafitasari, Fifilda Fitricia, “Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan
Rumah Sakit Jiwa di Yogyakarta” (Tugas Akhir Jurusan Arsitektur,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010).
Parwoto, Nanang Achadijat, “Karakteristik Pasien yang Menunggak Biaya Rawat
Inap di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang” (Tesis Program Studi Kajian
Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia, Depok, 1997).
Pedoman Kerja Puskesmas: Seksi 11 Kesehatan Jiwa (Direktorat Kesehatan Jiwa,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992).
Platt, Harry, “Medical Rehabilitation in Hospital”, British Medical Journal Vol. 2
No. 4410, 14 Juli 1945 (University of Manchester, 1945) (Medical
Rehabilitation in Hospital (nih.gov)).
Pols, Hans, Jiwa Sehat Negara Kuat: Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di
Indonesia (Jakarta: Kompas, 2019).
Prawitasari, Johana E. dan Nida Ul Hasanat, Kumpulan Makalah: Bimbingan
Teknis Terapi Kelompok RSJD Dr. Amino Gondohutomo (Laporan Kegiatan
Bimbingan Teknis RSJD Dr. Amino Gondohutomo, Semarang, 2005).
Raihan, Rakha, “Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitetur
Redesain Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Jl. Brigjend.
Sudiarto, No. 347, Gemah, Pedurungan, Semarang” (Skripsi Jurusan
Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang, 2018).
Ramadhani, Nur Syafitri, “Studi Komparatif Bimbingan Agama Islam dan
Bimbingan Agama Kristen untuk Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Semarang” (Skripsi Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Institut Agama Islam Negri Walisongo, Semarang, 2013).
Reksodihardjo, Soegeng, Iman Soedibyo, dan Soetomo W.E, Pengobatan
Tradisional pada Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Tengah (Semarang,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1991).
Ristiani, Ida Yunari, “Pengaruh Sarana Prasarana dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien”, Coopetition Vol. VIII, No. 2 (Institut
Pemerintah Dalam Negeri Jatinangor, 2017).
178

Rodiyah, “Efektivitas Terapi Wicara untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa


Anak dengan Gangguan Cerebral Palsy, di Yayasan Pembinaan Anak Cacat
(YPAC) Malang” (Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2012).
Rondineli, Dennis A., John R. Nelis, G. Shabbir Cheema, Decentralization in
Developing Countries: A Review of Recent Experience (Washington: The
World Bank Pegawai Working Papers, 1983).
Rumanti, Erlina, “Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat Tentang Indikator
Kolaborasi terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang” (Tesis
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang,
2009).
Sari, Ayu Astika, “Penerapan Komunikasi Terapeutik dalam Pelayanan Kesehatan
Studi Komunikasi Terapeutik Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
dengan Pasien Ibu Hamil pada Praktik Dokter Bersama di Apotek Al-Khair,
Bengkulu”, Jurnal Kaganga, Vol. 3 No. 1 April 2019 (Ilmu Komunikasi,
Universitas Bengkulu, 2019) (http://repository.unib.ac.id/id/eprint/16109).
Sari, Intan Permata, “Identifikasi Waste dengan Metode Waste Assesment Model
(WAM) di Unit Fisioterapi RSUD Kabupaten Karangayar.” Journal 1st
Conference on Industrial Engineering and Hala Studies (Program Studi
Teknik Industri, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2019), (http://ejournal.uin-suka.ac.id/saintek/ciehis/article/view/1518).
Septana, Awan, “Praktek Minor Klinis Dewasa Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino”
(Laporan Praktek Minor Klinis Jurusan Psikologi, Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang, 2010).
Setiawan, Poernomo Boedi, “Pengantar Tata Laksana Pasien Penyakit Dalam”,
dalam Akandar Tjokroprawir, et al., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
2 (Surabaya: Airlanga University Press, 2015).
Setyanto, Indy, “Efektivitas Terapi Gerak Terhadap Perubahan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta” (Skripsi Jurusan Keperawatan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2010).
Setyawan, Febri Endra Budi dan Stefanus Supriyanto, Manajemen Rumah Sakit
(Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2019).
Sitorus, John J.T. A., Gustaaf A. E. Ratag, dan Iyonne E. Siagian, “Kajian
Program Kesehatan Jiwa Masyarakat di Puskesmas Kota Kotamobagu”,
Jurnal Kedokteran Komunitas Tropik Vol. 7 No. 2 Desember 2019
(Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi, Medan, 2019).
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007).
179

_____________, Teori Sosiologi Tetang Perubahan Sosial (Jakarta: Ghalia


Indonesia, 1984)
Soetomo, Hartati, Suyatno, dkk., Sistem Pengendalian Sosial di Jawa Tengah
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan, 1992).
Subkhan, Imam, “GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di
Indonesia”, Jurnal Aspirasi, Vol. V No. 2 (Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI, Jakarta, 2014)
(https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/455).
Sumaryanto, Eko, “Analisis Isi dan Struktur Laporan Tindakan Okupasi Terapi di
Poliklinik Rehabilitasi Medik Unit Okupasi Terapi di RSUD Moewardi
Surakarta” (Skripsi Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2011).
Sungkawa, Dadang, “Dampak Gempa Bumi Terhadap Lingkungan Hidup”
(Skripsi Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
2017) (https://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/1706/1157).
Susiloawati, Indriani, “Hubungan Antara Esensi Kunjungan Keluarga dengan
Lama Perawatan Pasien Skizofernia di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Daerah Amino Gondohutomo Semarang” (Skripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada, Semarang,
2007).
Thoenig, Jean-Claude, “Institutional Theories and Publics Intitutions. Tradition
and Appropriateness”, dalam G. Peters and Jon Pierre, Handbook of Public
Administration (SAGE Publication, London, 2009)
Thong, Denny, Memanusiakan Manusia: Menata Jiwa Membangun Bangsa
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011).
Wibowo, Feri, “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulan Persepsi Sesi I-
III terhadap Kemampuan Mengenal dan Mengontrol Perilaku Kekerasan
pada Pasien Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo,
Semarang” (Skripsi Jurusan Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan
Telogorejo Semarang, 2012).
Widiastuti, Ari, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa
Tengah Tahun 2004-2008” (Skripsi Jurusan Ekonomi, Universitas
Diponegoro, 2010) (Skripsi.pdf (undip.ac.id)).
Yuliati, Dewi, Endang Susilowati, dan Titiek Suliyati, Riwayat Kota Lama
Semarang dan Keunggulannya sebagai Warisan Dunia (Semarang: Sinar
Hidoep, 2020).
Yulifah, Nor, “Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Jawa
Tengah dan Perananya Bagi Masyarakat Pada Tahun 1986-2018” (Skripsi
Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2020).
180

Yusuf, Nova Riyanti, “Berbagai Tantangan Implementasi Undang-undang


Kesehatan Jiwa” dalam Hans Pols, et al., editor, Jiwa Sehat Negara Kuat:
Masa Depan Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia (Jakarta: Kompas,
2019).

C. Surat Kabar
a/Sup, “Pasien Pondok Gila Dialihkan ke RSJ Semarang” Kompas, Kamis, 23
Agustus 1990, hlm. 13.
Bahana Patria Gupta, “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia”, Kompas Jawa Tengah,
Kamis, 7 Oktober 2010, hlm. 9.
“Bangunan Rumah Sakit Jiwa Tawang Semarang Terjelek di Indonesia”, Suara
Merdeka, 4 Oktober 1988, hlm. 11.
“Diperkirakan Lebih 80.000 Orang Penderita Ganggguan Jiwa di Jateng”,
Kompas, Kamis, 24 Maret 1988.
HAN, “Dampak BBM Naik, Meningkat Pasien Gangguan Jiwa di RSJ”, Kompas,
20 Oktober 2005.
HEN/EGI/WHO/GAL, “10 Orang Stress Akut: Minim Fasilitas untuk
Pengungsian Anak-anak di Jawa Tengah.”, Kompas, 4 November 2020.
ICH/IRN, “Beri Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2 Juni
2006.
IJ/atk, “Mentri Kesehatan: Departemen Kesehatan Siap Desentralisasi”, Kompas,
Februari, 2000.
“Instruksi Mendagri Melarang Pemasungan Merupakan Langkah Terpuji”,
Kompas, Kamis, 9 Februari 1978.
“Menguras Racun Narkoba”, Koran Tempo, 26 Maret 2000.

“Satu Rumah Sakit Jiwa untuk Setiap Propinsi”, Kompas, Rabu,17 Desember
1986.
“Sebagian Masyarakat Masih Malu Konsultasi ke RS Jiwa”, Kompas, Rabu, 12
Oktober 1994.
Son/Sup “Polda Jateng Kumpulkan Orang Sakit Jiwa”, Kompas, 3 November
1998.
WIE, “30 Gelandangan Terjaring Razia”, Kompas, 30 Juni 2007.ICH/IRN, “Beri
Perhatian Kepada Penderita Gangguan Jiwa”, Kompas, 2 Juni 2006.
181

“Tes Kecerdasan dan Kejiwaan”, Kompas, 26 Juni 2006.

D. Sumber Online
Sofiyanti, Astri, “Kesehatan Masyarakat Jadi Prioritas dalam Agenda
Pembangunan Nasional” (https://bit.ly/2QWHIlv, diunduh pada 27
November 2019).
Nailufar, Nibras Nada, “Merefleksikan Joker: 1 dari 10 orang Indonesia Alami
Gangguan Jiwa” (https://bit.ly/2Ot7vA6, diakses pada 17 November
2019).
Arifin, Novian Zainul, “8 Provinsi di Indonesia Belum Memiliki Rumah Sakit
Jiwa” (https://www.kompas.tv/article/56493/8, diakses pada 17 November
2019).
Bagian Humas RSJD Dr. Amino Gondohutomo, “Menurunkan Kasus Ganguan
Jiwa dengan Program Pendawa Lima”, (https://rs-
amino.jatengprov.go.id/menurunkan-kasus-gangguan-jiwa-dengan-program-
pendawa-lima-pendidikan-kesehatan-jiwa-libatkan-mahasiswa/, diakses
pada 30 Oktober 2019)
Ardanareswari, Indira, “Rumah Sakit Jiwa Kolonial: Cara Belanda Karantina
Pribumi Ngamuk” (https://tirto.id/rumah-sakit-jiwa-kolonial-cara-belanda-
karantina-pribumi-ngamuk-duZv, diakses pada 24 Agustus 2020)
Janti, Nur, “Kala Belanda Bangun Rumah Sakit”
(https://historia.id/sains/articles/kala-belanda-bangun-rumahsakit-jiwa-
Pek7q, diakses pada 24 Agustus 2020)
“Instalasi Sanitasi”, (https://rsjd-surakarta.jatengprov.go.id/instalasi-sanitasi/,
diaskes pada 9 Desember 2020, pukul 17.50)
“Informasi Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino gondohutomo”, (
PPID RSJD Dr. Amino Gondohutomo (jatengprov.go.id), diakses pada 17
Desember 2020, pukul 20.38).
“Penuhi Hak Warga Negara dengan Bebas Pasung”
(mediakom.sehatnegeriku.com/penuhi-hak-warga-negara-dengan-bebas-
pasung/, diakses pada 07 Desember 2020, 15.00).
Shiel, William C., “Definition of Internal Medicine”
(https://www.rxlist.com/internal_medicine/definition.htm, diakses pada 10
Desember 2020, pukul 17.40).
182

LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 440/09/2002


183

Lampiran B: Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2012


184

Lampiran C: Susunan Organisasi RSJD Dr. Amino Gondohutomo 2008


185

Sumber: Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2008

Lampiran D: Peta Bangunan RSJP Semarang 1992

Sumber: Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Semarang Tahun 1991-1992

Lampiran F: Kompas, 26 Juni 2006.


186

Lampiran G: Kompas, Februari, 2000.

Lampiran H: Kompas, Kamis, 23 Agustus 1990


187

Lampiran I: Kompas, 2 Juni 2006.

DAFTAR INFORMAN
188

1. Nama : Dra. Sri Mulyani, S. Psi., M. Kes.


189

Umur : 59 Tahun
Alamat : Tembalang, Semarang.
Keterangan : Informan merupakan Psikolog yang bekerja di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo sejak tahun 1990. Selain,
informan memiliki jabatan fungsional informan pernah
memiliki jabatan administrasi, salah satunya pada
bagian Pendidikan, Penelitian, dan Pelatihan (Diklat).
Informan juga pernah berkontribusi dalam penyusunan
data unntuk Buku Peringatan 65 Tahun Rumah Sakit
Jiwa Pusat Semarang, pada tahun 1993.

2. Nama : Eko Mulyadi, S.Pd., M.M.


Umur : 51 Tahun
Alamat : Gunungpati, Semarang
Keterangan : Informan merupaan seorang kepala bagian
Kepegawaian dan Hukum. Pada 2012 informan baru
bekerja di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Namun,
informan banyak mengetahui perihal perubahan regulasi
yang mempengaruhi operasional.

3. Nama : Sutopo
Umur : -
Alamat : Mranggen, Demak.
Keterangan : Sejak 1987 informan telah bekerja di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dan pensiun pada tahun 2017. Informan
banyak mengetahui kondisi RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dalam kurun waktu 1986-2012, terutama
dalam bidang pembangunan fisik. Selain itu, informan
cukup dekat dengan sosok Dr. Achmad Hardiman
Kepala Direktur RSJD Dr. Amino Gondohutomo tahun
1986.
190

4. Nama : Mira Permatasari, S. Psi.


Umur : 37 Tahun
Alamat : -
Keterangan : Seorang Psikolog yang bekerja di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo sejak tahun 2012. Informan banyak
mengetahui mengenai permasalahan kesehatan jiwa dan
program kesehatan jiwa yang disediakan oleh RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.

Anda mungkin juga menyukai