Anda di halaman 1dari 137

1

EKSISTENSI KELOMPOK LUDRUK MERDEKA


DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER
TAHUN 1975 - 2020

SKRIPSI

Oleh:

Fathur Rozi

NIM. 170110301019

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

2021

1
EKSISTENSI KELOMPOK LUDRUK MERDEKA
DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER
TAHUN 1975 - 2020

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu


syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu
Sejarah (S1) dan mencapai gelar Sarjana Humaniora

Oleh:

Fathur Rozi

NIM. 170110301019

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

i
2021
MOTTO

“Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat”

(Imam Syafii)

ii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:


1. Ayah Abdul Karim dan Ibu Sumiati
2. Kakek Niton & Nenek Niton dan Kakek Kandar & Nenek Kandar
3. Saudara saya Mas Hotim, Mbak Khofiyah, Mbak Solehati, Mbak Uswatun
Hasanah, Mbak Fadilah dan Hotiben.
4. Teman- teman Ilmu Sejarah angkatan 2017.
5. Almamater Universitas Jember.

iii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fathur Rozi


NIM : 170110301019

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Eksistensi


Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember Tahun
1975-2020 adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam
pengutipan substansi yang disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan
pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus
dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi
akademik jika ternyata di kemudian hari penyataan ini tidak benar.

Jember, Juli 2021


Yang menyatakan

Fathur Rozi
NIM 170110301019

iv
PERSETUJUAN

Skripsi berjudul “Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan


Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020” telah disetujui oleh
pembimbing untuk diujikan:

Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II

Dr.Eko Crys Endrayadi, M.Hum


NIP. 197108251999031001 Drs. Nurhadi Sasmita, M.Hum
NIP. 196012151989021001

v
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan


Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020” telah diuji dan disahkan oleh
Panitia Penguji Skripsi Program Strata I Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Jember.

Hari :
Tanggal:

Ketua Sekretaris

Dr.Eko Crys Endrayadi, M.Hum Drs. Nurhadi Sasmita, M.Hum


NIP. 197108251999031001 NIP. 196012151989021001

Anggota 1 Anggota 2

Suharto, S.S., M.Hum Dra. Dewi Salindri, M.Hum


NIP. 197009212002121004 NIP. 196211061988022001

vi
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Prof. Dr. Sukarno, M.Litt


NIP. 196211081989021001

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
ridho-Nya, skripsi yang berjudul Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020 ini dapat selesai
dengan lancar. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu
Sejarah, pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saya menyadari
bahwa terdapat banyak pihak yang memberikan bantuan dan bimbingan sejak
masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada pihak-
pihak yang membantu proses penyelesaian skripsi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Terima kasih saya berikan kepada Universitas Jember
dan Fakultas Ilmu Budaya yang memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti kegiatan perkuliahan di Program Studi Ilmu Sejarah. Oleh karena
itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Sukarno, M.Litt., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Jember,
2. Dr. Eko Crys Endrayadi, M.Hum., Ketua Jurusan Sejarah, Fakultas

vii
Ilmu Budaya Universitas Jember, dan juga sebagai Dosen Pembimbing
1 yang penuh kesabaran mengarahkan, membimbing, memotivasi, dan
meluangkan waktu, pikiran serta perhatian dalam penulisan skripsi ini,
3. Drs. Nurhadi Sasmita, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing 2 dan juga
sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan
banyak motivasi selama menjalankan studi di Jurusan Sejarah dan
meluangkan waktu serta bimbingan dalam penulisan skripsi ini,
4. Suharto, S.S., M.Hum., sebagai Dosen Penguji 1 yang telah
mengarahkan dan memotivasi dalam penulisan skripsi ini,
5. Dra. Dewi Salindri, M.Hum., sebagai Dosen Penguji 2 yang telah
mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jember, terima kasih atas ilmu yang diberikan kepada
penulis selama menempuh studi,
7. Pak Heru dan seluruh karyawan serta staf Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jember, atas segala bantuan, informasi dan pelayanan
selama ini,
8. Bapak Arif selaku guru SMA Satya Dharma yang sudah banyak
membantu saya, sehingga saya bisa menempuh pendidikan tinggi.
9. Mas Edy Pranoto, Siti Mai Saroh, Sulfi, Hafiv Ma’arif, Fathor, Putra,
Mundzir, Ramadan, Ridho, Riska, Sri, Soni, Dzikri, Aida, Ayi,
Yolanda, Dimas, Sinta yang sudah menjadi teman baik selama ini dan
teman-teman angkatan 2017 Program Studi Ilmu Sejarah,
10. Ibu Harlilik sebagai ketua Kelompok Ludruk Merdeka yang sudah
banyak memberikan informasi dan bersedia untuk diwawancarai dalam
penulisan skripsi ini,
11. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan, semangat, kesempatan berdiskusi yang sangat
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.

viii
Jember, Juli 2021

Fathur Rozi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
MOTTO iii
PERSEMBAHAN iv
PERNYATAAN v
PERSETUJUAN vi
PENGESAHAN vii
PRAKATA viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR ISTILAH xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
ABSTRAK xix
ABSTRACT xx
RINGKASAN xxi
SUMMARY xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 11
1.3 Tujuan dan Manfaat 12
1.3.1 Tujuan 12
1.3.2 Manfaat 12

ix
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 13
1.5 Tinjauan Pustaka 14
1.6 Pendekatan dan Kerangka Teoritis 18
1.7 Metode Penelitian 21
1.8 Sistematika Penulisan 24

BAB 2 KESENIAN DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN


JEMBER DAN CIKAL BAKAL KELOMPOK LUDRUK
MERDEKA 26
2.1 Kondisi Demografis 26
2.2 Kondisi Sosial Budaya 31
2.3 Kesenian di Kecamatan Kencong 37
2.4 Cikal Bakal Munculnya Kelompok Ludruk Merdeka 45

BAB 3 USAHA YANG DILAKUKAN KELOMPOK LUDRUK


MERDEKA SERTA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN
MASYARAKAT 52
3.1 Usaha Kelompok Ludruk Merdeka dalam Melestarikan
Kesenian Ludruk di Kecamatan Kencong 52
3.1.1 Upaya Regenerasi Pemimpin dan
Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 52
3.1.3 Properti 62
3.1.4 Lakon Atau Cerita 67
3.1.5 Kesejahteraan Pemain 71
3.1.6 Mengikuti Berbagai Festival atau Lomba 76
3.2 Dukungan Pemerintah 83
3.3 Dukungan Masyarakat 92

BAB 4 KESIMPULAN 96
DAFTAR SUMBER 99
DAFTAR INFORMAN 103
LAMPIRAN 104

DAFTAR SINGKATAN
AD : Angkatan Darat

x
KB : Keluarga Berencana
LKN : Lembaga Kesenian Nasional
LEKRA : Lembaga Kebudayaan Rakyat
PNI : Partai Nasional Indonesia
PKI : Partai Komunis Indonesia
POLRI : Polisi Republik Indonesia
P-4 : Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UPT : Unit Pelaksana Teknis
WIB : Waktu Indonesia Barat

DAFTAR ISTILAH

xi
Bedayan : Tarian joget ringan oleh beberapa waria (banci) sambil
melantunkan kidungan jula-juli. Biasanya bedayan
ditempatkan sesudah atraksi ngeremo.
Etnis : Penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai,
kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, sejarah,
geografis, dan hubungan kekerabatan.
Gela-gelo : Menggeleng-gelengkan kepala saat menari.
Gedrak-gedruk : Menghentak-hentakkan kaki di pentas saat menari.

Gamelan : Musik ansambel tradisional Jawa, Sunda, dan Bali di


Indonesia yang memiliki tangga nada pentatonis dalam
system tangga nada selendro dan pelog.
Jula-Juli : Sebuah syair yang kemudian dilagukan ketika
pertunjukan ludruk dimulai.
Juragan : Pemilik atau pemimpin.
Jidor : Tambur besar.
Kidungan : Seni membaca puisi atau kisah dalam sastra lisan Jawa
dengan iringan tetabuhan. Atraksi kentrung kadang-
kadang dipakai untuk melawak para badut (pelawak
ludruk).
Kidung : Puisi Jawa, tembang, atau macapat puisi berupa
parikan atau pantun.
Lawak : Cerita pendek atau susunan perkataan yang bersifat
lucu.
Lakon : Peristiwa atau karangan yang perlu diolah secara
seksama, dari teks menjadi wujud pertunjukan melalui
perantara hidup atau manusia atau perantara lain seperti
boneka dan pewayangan.
Manajerial : perpaduan seni dan ilmu, sebuah ilmu dalam
mengatur, mengkoordinasikan segala sesuatunya
dengan benar.
Panjak : Orang yang bertugas memainkan gamelan selama
pementasan ludruk.
Panembromo : Tembang atau nyanyian yang dilakukan bersama-sama
bisa diiringi dengan musik atau bisa juga tidak diiringi

xii
musik. Biasanya syair disesuaikan dengan acara yang
diadakan.
Pengrawit : Orang yang bertugas memainkan gamelan selama
pementasan ludruk.
Remo : Tarian selamat datang dari Jawa Timur.
Tandak : Istilah untuk tokoh wanita yang diperankan oleh laki-
laki yang menari dan menyanyikan kidungan dengan
meniru suara wanita.
Tayub : Tarian yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
diiringi gamelan dan tembang, biasanya untuk
meramaikan pesta (perkawinan dan sebagainya).

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Kecamatan Kencong Menurut 28


Desa Tahun 2020
Tabel 2.2 Banyaknya Dusun, Rukun Tetangga, Rukun Warga 29
Perdesa di Kecamatan Kencong Tahun 2020

xiii
Tabel 2.3 Banyaknya Penduduk Desa Cakru Menurut Jenis 30
Kelamin Tahun 2020
Tabel 2.4 Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Desa di 35
Kecamatan Kencong Tahun 202
Tabel 2.5 Kelompok Kesenian Jaranan di Kecamatan Kencong 40
Tahun 2018
Tabel 2.6 Kelompok Kesenian Reog di Kecamatan Kencong 42
Tahun 2018
Tabel 2.7 Kelompok Kesenian Kuda Lumping di Kecamatan 44
Kencong Tahun 2018
Tabel 3.1 Daftar Jumlah Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 61
Tahun 2000-2020
Tabel 3.2 Lakon Cerita Kelompok Ludruk Merdeka Tahun 1975- 70
2020
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 72
2019

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kelompok Reog Singo Ludoyo saat tampil di 41


Kecamatan Puger Kabupaten Jember.
Gambar 2.2 Foto Sudiryo Selaku Pendiri Kelompok 48
Ludruk Tanpa Nama 1960
Gambar 3.1 Foto Keluarga Agus Salim dan Harlilik 56
Selaku Ketua Kelompok Ludruk Merdeka
Gambar 3.2 Kartu Tanda Penduduk Harlilik 59
Gambar 3.3 Dekorasi Panggung Kelompok Ludruk 63

xiv
Merdeka 1975
Gambar 3.4 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 1975. 64
Gambar 3.5 Penari Remo Kelompok Ludruk Merdeka 65
Saat Melakukan Adegan Melayang 1975.
Gambar 3.6 Foto Dekorasi Pentas Kelompok Ludruk 66
Merdeka 2019.
Gambar 3.7 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019. 66
Gambar 3.8 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019. 67
Gambar 3.9 Anggota Kelompok Ludruk Merdeka Saat 69
Melakukan Kidungan.
Gambar 3.10 Lakon Cerita Yang Pernah di Tampilkan 70
Kelompok Ludruk Merdeka dalam Agenda
Kegiatan Seni Budaya Taman Krida Budaya
Jawa Timur tahun 2015.
Gambar 3.11 Lakon Sakera Oleh Kelompok Ludruk 74
Merdeka
Gambar 3.12 Foto Kelompok Ludruk Merdeka Saat 77
Mengisi Acara Sosialisasi Pemilu di Kantor
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
1980.

Gambar 3.13 Foto Lomba Remo Kelompok Ludruk 78


Merdeka di Majalah Sarinah Surabaya 1980.
Gambar 3.14 Foto Kelompok Ludruk Merdeka saat 79
mengikuti festival seni vokal tradisional
bernafaskan P4 se- Kabupaten Jember 1989.
Gambar 3.15 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi 80
Jawa Timur 2011.
Gambar 3.16 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi 81
Jawa Timur 2017.
Gambar 3.17 Jadwal Kelompok Ludruk Merdeka Keliling 81
Kampung Surabaya tahun 2017.
Gambar 3.18 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi 82
Jawa Timur 2018.
Gambar 3.19 Piagam Penghargaan dari Pemerintah 83
Kabupaten Jember 2019.

xv
Gambar 3.20 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 86
1994.
Gambar 3.21 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 87
2020.
Gambar 3.22 Kelompok Ludruk Merdeka dalam Acra 88
Pagelaran Periodik Yang diadakan Oleh UPT
Taman Krida Budaya Jawa Timur Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa
Timur.
Gambar 3.23 Piagam Penghargaan dari Pemerintah 90
Kabupaten Jember 2019.
Gambar 3.24 Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan 92
Covid-19 dari Pemerintah Kaupaten Jember
Gambar 3.25 Pertunjukan Kelompok Ludruk Merdeka 95
dalam Acara Hajatan Pernikahan di
Kabupaten Lumajang.

xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman

Lampiran A Foto Dokumentasi 104

Lampiran B Surat Keterangan Wawancara 106

xvii
ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di


Kecamatan Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020. Landasan teori yang
digunakan adalah teori kebudayaan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah (1) Bagaimana proses berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka, (2)
Usaha apa saja yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya, (3) Bagaimana bentuk dukungan pemerintah dan
masyarakat terhadap Kelompok Ludruk Merdeka. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan pemilihan topik,
pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, historiografi. Hasil penelitian
menunjukkan cikal bakal berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka dimulai dari
berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang berada di bawah pimpinan
Sudiryo dengan tujuan untuk menghibur masyarakat. Pada tahun 1975 Kelompok
Ludruk Merdeka berada di bawah pimpinan Agus Salim dan mulai terdaftar
secara resmi dalam buku induk kesenian Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pada
tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia, sehingga digantikan oleh
Harlilik. Usaha yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya yaitu melakukan regenerasi pemimpin, perbaikan
properti, lakon atau cerita, kesejahteraan pemain dan mengikuti berbagai festival
atau lomba. Dukungan pemerintah terhadap Kelompok Ludruk Merdeka, antara
lain: (1) Melindungi kelompok kesenian dengan memberikan Kartu Nomor Induk
Kesenian (KNIK). (2) Menampilkan Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara
pemerintahan. (3) Memberikan pembinaan dengan mengundang seniman di
Kabupaten Jember. (4) Pemerintah Kabupaten Jember memberikan dukungan dan
apresiasi terhadap seniman yang berprestasi. (5) Bantuan selama pandemi covid-
19. Dukungan masyarakat dalam pertunjukan ludruk terdiri penanggap dan
penonton.

Kata kunci: Kabupaten Jember, Kesenian tradisional, Ludruk Merdeka.

xviii
ABSTRACT

This study discusses the existence of the Ludruk Merdeka Group in Kencong
District, Jember Regency in the period 1975-2020. The theoretical basis used
here is cultural theory. The research questions to be dealt with here are: (1) How
was the process of the establish ment of the Ludruk Merdeka Group, (2) What
efforts were made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence, (3)
What was the form of government and community support for the Ludruk
Merdeka Group. The method used in this study was a historical method with the
stages of topic selection, source collection, verification, interpretation,
historiography. The results show that the forerunner to the establishment of the
Ludruk Merdeka Group was the establishment of the Unnamed Ludruk Group
under the leadership of Sudiryo with the aim of entertaining the public. In 1975
the Ludruk Merdeka group was under the leadership of Agus Salim and began to
be officially registered in the art book of the East Java Provincial Government.
On June 6, 2001 Agus Salim died, so he was replaced by Harlilik. The efforts
made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence are to
regenerate leaders, repair properties, plays or stories, player welfare and
participate in various festivals or competitions. The government's support for the
Ludruk Merdeka Group, included: among others, (1) Protecting the arts group by
providing an Arts Identification Number Card (KNIK). (2) Showing the Ludruk
Merdeka Group in government events. (3) Providing guidance by inviting artists
in Jember Regency. (4) The Jember Regency Government provided support and
appreciation for outstanding artists. (5) Assistance during the covid-19 pandemic.
Community support in ludruk performances consists of several roles and
supports, among others, as responders and spectators.

Keywords: Jember Regency, Traditional arts, Ludruk Merdeka.

xix
RINGKASAN

Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten


Jember Tahun 1975-2020.
Fathur Rozi, 170110301019, 2021, 110 Halaman, Program Studi Ilmu Sejarah,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember.

Tulisan ini membahas tentang Eksistensi Kelompok Merdeka di


Kecamatan Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020. Fokus penelitian ini
adalah Kabupaten Jember yang merupakan tempat berdirinya Kelompok Ludruk
Merdeka. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi (1) Bagaimana
proses berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong, (2) Usaha
apa saja yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam mempertahankan
eksistensinya, (3) Bagaimana bentuk dukungan pemerintah dan masyarakat
terhadap Kelompok Ludruk Merdeka untuk melestarikan dan mengembangkan
kesenian ludruk di Kecamatan Kencong. Pendekatan yang digunakan adalah
antropologi budaya. Penulis menggunakan teori dari Peter Burke tentang
kebudayaan.
Tujuan dalam penelitian ini yaitu: (1)Mengetahui bagaimana proses
berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong. (2) Mengetahui
usaha apa saja yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya. (3) Mendeskripsikan bentuk dukungan

xx
pemerintah dan masyarakat terhadap Kelompok Ludruk Merdeka untuk
melestarikan dan mengembangkan kesenian ludruk di Kecamatan Kencong.
Manfaat yang peneliti harapkan adalah (1) Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan masukan bagi perkembangan kesenian ludruk di Kabupaten Jember.
(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana kajian sejarah
terutama konsentrasi tentang kajian budaya dan pelestarian kesenian ludruk, serta
dapat digunakan sebagai referensi bagi yang akan melakukan penelitian yang
sejenis. (3) Sebagai salah satu acuan kritik ludruk selanjutnya, baik bagi
mahasiswa maupun peminat sastra lainnya. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode sejarah yaitu(1) Pemilihan topik; (2) Pengumpulan sumber; (3)
Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); (4) Interpretasi: analisis dan
sintesis; (5) Penulisan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cikal bakal berdirinya Kelompok
Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang
berada di bawah pimpinan Sudiryo. Pada tahun 1970 Sudiryo meninggal dunia,
sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa Nama sempat vakum. Pada tahun
1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai diaktifkan kembali oleh Agus Salim
(menantu dari Sudiryo) dengan nama yang berbeda yaitu Kelompok Ludruk
Merdeka dan mulai terdaftar secara resmi dalam buku induk kesenian Pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia,
sehingga Harlilik (istri dari Agus Salim atau anak kandung dari Sudiryo)
menggantikannya sebagai pimpinan Kelompok Ludruk Merdeka. Sikap ini
diambil oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan Kelompok Ludruk
Merdeka. Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut
tetap terus bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di
berbagai macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival.
Aktifnya Kelompok Ludruk Merdeka bertujuan untuk menghibur
masyarakat. Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan seringnya melakukan
pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih oleh Kelompok Ludruk
Merdeka. Usaha yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya yaitu melakukan beberapa usaha, yaitu melakukan

xxi
regenerasi pemimpin, perbaikan properti, lakon atau cerita, kesejahteraan pemain
dan mengikuti berbagai festival atau lomba. Dukungan pemerintah terhadap
Kelompok Ludruk Merdeka antara lain (1) Melindungi kelompok kesenian
dengan memberikan Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK). (2) Menampilkan
Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara pemerintahan. (3) Memberikan
pembinaan dengan mengundang seniman di Kabupaten Jember. (4) Pemerintah
Kabupaten Jember memberikan dukungan dan apresiasi terhadap seniman yang
berprestasi. (5) Bantuan selama pandemi covid-19. Dukungan masyarakat dalam
pertunjukan ludruk terdiri dari beberapa peran dan dukungan, antara lain sebagai
penanggap dan penonton.

xxii
SUMMARY

The existence of the Ludruk Merdeka Group in Kencong District, Jember Regency
in the period of 1975-2020.
Fathur Rozi, 170110301019, 2021, 110 Pages, History Study Program, Faculty
of Humanities, University of Jember.

Thisstudyr discusses the existence of the Independent Group in Kencong


District, Jember Regency in 1975-2020. The focus of this research is Jember
Regency which is the place where the Ludruk Merdeka Group was founded. The
problems studied in this study include (1) How was the process of the
establishment of the Ludruk Merdeka Group in Kencong District, (2) What efforts
have been made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence, (3)
What was the form of government and community support for the Ludruk
Merdeka Group to preserve its existence and develop ludruk art in Kencong
District. The approach used is cultural anthropology. The author uses Peter
Burke's theory of culture.
The objectives of this study are: (1) To find out how the process of the
establishment of the Ludruk Merdeka Group in Kencong District. (2) To examine
the efforts by the Ludruk Merdeka Group to maintaine its existence. (3) to
elaborate the forms of the government and community’s supports for the Ludruk
Merdeka Group to preserve and develop ludruk art in Kencong District. The
benefits that can be expected are (1) The results of the study are expected to

xxiii
provide input for the development of ludruk art in Jember Regency. (2) The
results of this study are expected to add to the discourse of historical studies,
especially the concentration on cultural studies and preservation of ludruk art,
and can be used as a reference for those who will conduct similar research. (3)
As a reference for further ludruk criticism, both for students and other literary
enthusiasts. The research method used is a historical method, namely (1) Topic
selection; (2) Source collection; (3) Verification (historical criticism, source
validity); (4) Interpretation: analysis and synthesis; (5) Writing.
The results of this study indicate that the forerunner of the establishment
of the Ludruk Merdeka Group started with the establishment of the Unnamed
Ludruk Group under the leadership of Sudiryo. In 1970 Sudiryo died, thus making
the Unnamed Ludruk Group vacuum. In 1975 the Unnamed Ludruk Group began
to be reactivated by Agus Salim (son-in-law of Sudiryo) with a different name,
namely the Merdeka Ludruk Group and began to be officially registered in the art
book of the East Java Provincial Government. On June 6, 2001 Agus Salim died,
so Harlilik (wife of Agus Salim or biological son of Sudiryo) succeeded him as
leader of the Ludruk Merdeka Group. This attitude was taken by Harlilik because
he wanted to protect and preserve the Ludruk Merdeka Group. In the next
process, the ludruk led by Harlilik continued to survive. This was marked by still
performing in various government agencies, as well as participating in various
festivals.
The active Ludruk Merdeka group aims to entertain the public. The
activity of Ludruk Merdeka can be seen by the frequent performances,
achievements and awards that the Ludruk Merdeka Group has achieved. The
efforts made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence have been
carried out through several efforts, namely regenerating leaders, improving
property, plays or stories, welfare of players and participating in various festivals
or competitions. The government's supports for the Ludruk Merdeka Group
include, among others, (1) Protecting the arts group by providing an Arts
Identification Number Card (KNIK). (2) Showing the Ludruk Merdeka Group in
government events. (3) Providing a guidance by inviting artists in Jember

xxiv
Regency. (4) The Jember Regency Government provided support and
appreciation for outstanding artists. (5) Assistance during the covid-19 pandemic.
Community support in ludruk performances consists of several roles and
supports, among others, as responders and spectators.

xxv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebudayaan adalah semua hasil rasa, karya, dan cipta masyarakat. 3 Kebudayaan
memiliki sifat yang nyata dan kongkrit yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Pada dasarnya kebudayaan dapat diwujudkan oleh manusia dengan suatu benda
yang nyata misalnya, ide, aktifitas, artifact, pola perilaku, bahasa, religi, dan yang
lain. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh manusia melalui kehidupanya.
Kesenian tradisional, salah satunya seni pertunjukan rakyat tradisional
mempunyai dua manfaat penting yaitu hidup dan berkembang. Hal tersebut dapat
dilihat dalam dua aspek, yaitu lingkup penyebaran dan manfaat sosialnya. Dalam
seni pertunjukan terekam tatanan moral yang berkembang dan merefleksi dari
waktu ke waktu. Permasalahannya adalah dalam kaitan sejarah, mengapa berubah,
apa atau siapa yang menjadi agen perubahan (agent of change).4 Seni pertunjukan
rakyat memiliki lingkup wilayah yang meliputi seluruh lapisan masyarakat.

3
Soerjono Soekanto, Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:
Rajawali press, 2013), hlm. 151.
4
R.M. Soedarsono, Masa Gemilang dan Memudar Wayang Wong Gaya
Yogyakarta (Yogyakarta: Tarawang, 2000), hlm. 111-115.

1
2

Manfaat sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada


kemampuanya sebagai pembangunan dan pemeliharaan solidaritas kelompok.5
Budaya suatu masyarakat dapat mempengaruhi suatu aspek-aspek
kehidupan dan evolusi budaya suatu masyarakat. Nilai tradisi yang dilupakan
karena adanya kemajuan teknologi yang mulai diperkenalkan. Nilai tradisi sudah
dianggap sebagai penghambat kemajuan dan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, nilai tradisi sudah mudah terhapus begitu saja. Tumbuhnya
kesadaran manusia sangat penting bahwa pembangunan material harus diimbangi
dengan pembangunan spiritual, agar mampu meningkatkan kualitas manusia.
Keanekaragaman merupakan salah satu bentuk dan wujud dari suatu
kebudayaan. Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki keberagaman
adat, suku, dan budaya. Setiap daerah juga memiliki kebudayaaan yang berbeda
beda, salah satu wujud kebudayaan tersebut adalah ludruk.6 Ludruk juga bisa
dikatakan drama tradisional yang diperankan oleh sebuah grup kesenian dalam
sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari.
Pertunjukannya sangat meriah karena diselingi dagelan (lawakan) dan diiringi
gamelan.
Provinsi Jawa Timur memiliki banyak kesenian yang sangat menarik.
Keanekargaman budaya dan adat istiadat yang mampu menciptakan sebuah
pertunjukan khas Provinsi Jawa Timur yang memiliki keunikan tersendiri. Salah
satu bentuk pruduk seni tradisional khas Jawa Timur yang eksistensinya semakin
dikalahkan dengan budaya modernisasi yaitu ludruk.7 Tradisi yang ada di Jawa
Timur masih banyak yang hidup dan difungsikan, serta diakui oleh para
penikmatnya.

5
Umar kayam, “Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan” dalam
Heddy Shri Ahmsa Putra, Ketika Orang Jawa Nyeni (Yogyakarta: Galang Press, 2000),
hlm. 340.
6
M. Atar Semi, “Anatomi Sastra”. dalam Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai
Teater Sosial : Kajian Kritis Terhadap kahidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai
Media Komunikasi (Surabaya : Airlangga University Press, 1999), hlm. 9.
7
Much. Syahirul Alim, “Eksistensi Kesenian Ludruk Sidoarjo di Tengah Arus
Globalisasi Tahun 1975-1995”, Jurnal Mahasiswa pada Program Studi Sejarah STKIP
PGRI Sidoarjo Genta Vol. 2 No. 2, September 2014, hlm. 194.
3

Kesenian merupakan salah satu bentuk tradisi yang diwariskan, baik


pewaris aktif, pewaris pasif atau penikmat seni. 8 Seiring dengan bermunculnya
budaya global, membuat posisi kesenian tradisional dan para penikmatnya
tersebut semakin terjepit. Kesenian ludruk sebagai teater tradisional hanya berada
di lingkungan masyarakat tertentu yang memiliki budaya tertentu pula yakni
budaya daerah yang dibina oleh suatu tradisi.
Ludruk merupakan teater yang berasal dari daerah Jombang Jawa Timur
yang bersifat kerakyatan daerah Jawa Timur. Sandur, kuda lumping, wayang
gedong, wayang krucil, merupakan salah satu kesenian rakyat Jombang yang
sudah ada sebelum kesenian ludruk. Bahasa Jawa dengan dialog khas Jawa
Timur-an merupakan bahasa yang digunakan dalam kesenian ludruk, bahasa
tersebut mencerminkan ludruk sebagai kesenian khas dari rakyat Jawa Timur,
ludruk mampu merefleksikan geliat kehidupan masyarakat pendukungnya.9
Kesenian ludruk berasal dari dua kata yaitu gela-gelo dan gedrak-gedruk.
Gela-gelo, memiliki arti menggeleng-gelengkan kepala pada saat menari,
sedangkan gedrak-gedruk memiliki arti menghentakkan kaki di pentas pada saat
menari. Sebagai seni pertunjukan, ludruk memiliki berbagai unsur di dalamnya
seperti musik (gamelan), seni tari (remo), seni rupa serta unsur sastra yang
terletak pada kidungan dan lakon. Tari remo kehadirannya dipertunjukkan pada
saat awal pembukaan. Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa tari remo ini
dilakukan dengan cara menggeleng-gelengkan kepala dan menghentak-hentakkan
kaki saat menari.10 Demikian pula nyanyian ludruk disebut juga dengan kidungan,
selanjutnya drama atau lakon cerita yang dipertunjukkan.

8
Ayu Sutarto, “Reog dan ludruk! Dua Pusaka dari Jawa Timur yang masih
Bertahan”. Makalah disampaikan dalam seminar jelajah Budaya dengan tema:
“Pengenalan Budaya Lokal sebagai Wahana Peningkatan Pemahaman Keanekaragaman
Budaya” (Yogyakarta: 22-25 Juni 2019), hlm. 1.
9
Akhmad Taufiq, Apresiasi Drama Tradisional Ludruk (Yogyakarta: Gress
Publishing, 2013), hlm. 1.
10
Sunaryo, Heri Suwignyo (dkk), Perkembangan Ludruk di Jawa Timur Kajian
Analisis Wacana (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997), hlm. 7.
4

Perkembangan ludruk secara historis bermula dari ludruk bandhan. Pada


masa ludruk bandhan masih bersifat magis dengan mempertunjukkan sejenis
pemeran kekuatan dan kekebalan yang menitik beratkan pada kekuatan batin,
ludruk ini mulai ada dan berkembang sekitar abad XII-XV.11 Sekitar abad XVI
hingga XVII kesenian ini disebut sebagai lerok, dalam pementasannya hanya
sederhana dengan menggunakan suara dari mulutnya sebagai iringan musik.
Sejarah kesenian ludruk sebagai seni pertunjukan tercatat pada tahun 1822 yang
menampilkan dua pelaku laki-laki. Apabila terdapat kebutuhan menampilkan
peran perempuan, maka terdapat laki-laki yang berdandan seperti wanita (waria),
yang seorang menjadi pelawak yang membawakan cerita dan seorang lagi sebagai
penari yang berdandan wanita. 12
Pada tahun 1915 pementasan lerok memanfaatkan gendhang dan jidor
(tambur besar), serta ada penambahan jumlah pemain yang sebelumnya hanya
dimainkan oleh seorang saja menjadi tiga orang dan timbullah nama baru yaitu
besutan. Pada tahun 1931, bentuk besutan berubah lagi menjadi ludruk yang
berbentuk sandiwara dengan tokoh yang semakin bertambah jumlahnya.13
Unsur nyanyian (kidungan) dan unsur tari atau unsur bahasa dan gerak
dapat diartikan memiliki makna ungkapan kata-kata dan visualisasi gerak yang
digunakan dalam kesenian ludruk. Terdiri atas dua bentuk verbal, yaitu nyanyian
(kidungan) dan dialog (narasi). Mengidung dan lakuan pada saat memainkan
peran pentas merupakan unsur gerak, yang diwujudkan dalam sebuah tarian. 14
Bahasa Jawa merupakan bahasa sering digunakan pada saat pementasan ludruk.
Ludruk merupakan kesenian tradisional yang banyak diminati oleh masyarakat
tradisional, tetapi kesenian ludruk mulai memudar di era globalisasi ini
dikarenakan ilmu pengetahuan, teknologi, masuk dan mengikis kebudayaan
11
Ibid., hlm. 7.
12
Ibid., hlm. 8.
13
Ibid.
14
Dany Wahyu Kurniansyah, “Keberadaan Keseian Ludruk Wali Sakti di
Kecamatan Yosowilangun, Lumajang”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, 2017, hlm. 4.
5

masyarakat seperti halnya pada ludruk di wilayah Desa Cakru, Kecamatan


Kencong, Kabupaten Jember.
Kesenian ludruk tidak dapat dipisahkan dari sebuah kelompok kesenian
ludruk sebagai media ekspresi kesenian mereka. Salah satu kelompok kesenian
ludruk di Desa Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember yaitu Ludruk
Tanpa Nama memiliki tujuan utama untuk melestarikan kesenian dan budaya
peninggalan leluhur, serta mempererat tali persaudaraan antar seniman. Sejak
pendiriannya, Kelompok Ludruk Tanpa Nama mengalami pasang surut dari sisi
penikmatnya. Awal berdirinya Ludruk Tanpa Nama berada di bawah pimpinan
Sudiryo. Sudiryo lahir di Jember tahun 1930. Sudiryo anak keenam dari enam
bersaudra. Bapaknya bernama Joyo dan ibunya yang bernama Sayuti merupakan
seorang seniman ludruk dan memiliki berbagai macam alat kesenian, seperti
gamelan, kenong dan kendang. Sudiryo juga merupakan salah satu ketua
kelompok kesenian ludruk yang bergabung dengan Partai Nasional Indonesia
(PNI).15
Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian dengan belajar dari
orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh gamelan. Setelah orang
tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut sebagai modal bagi
Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Kegemaran dan
kesenangan Sudiryo dalam menabuh alat musik tradisional, membuat Sudiryo
berinisiatif untuk mendirikan sebuah kelompok kesenian tradisional, khususnya
kesenian ludruk. Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh
iktikad untuk nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa
16
Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. Sudiryo merupakan sebagai
pemimpin pertama yang mempunyai gagasan untuk mendirikan Kelompok
Ludruk Tanpa Nama.
Begitu besar kecintaannya dengan kesenian ludruk, Sudiryo rela
mengeluarkan uang untuk dapat membeli perlengkapan dan melestarikan kesenian

15
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
16
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
6

ludruk, serta memperkenalkan keseniannya kepada masyarakat. Sudiryo


memperkenalkan keseniannya dengan cara membuka pertunjukan ludruk di setiap
lapangan yang ada di Kabupaten Jember, namun bagi masyarakat yang ingin
menyaksikan pertunjukan Ludruk Tanpa Nama mereka harus membeli tiket
terlebih dahulu. Pada masa kepemimpinan Sudiryo, penjualan tiket tetap laku
terjual karena pada masa tersebut masyarakat masih sangat meminati pertunjukan
ludruk.17
Pada masa Demokrasi Liberal maupun masa Demokrasi Terpimpin
(1957-1965),18 partai politik banyak yang melakukan mobilisasi massa. Partai
Komunis Indonesia (PKI) dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)
berusaha menarik sugesti massa dengan memanfaatkan media kesenian. Begitu
juga dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan Lembaga Kesenian Nasional
19
(LKN) yang merupakan organisasi kesenian di bawah PNI, dimana Ludruk
Tanpa Nama merupakan ludruk yang berafiliasi dengan LKN, dan ikut
meramaikan kampanye menjelang Pemilihan Umum di Indonesia. Pada tahun
1960 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai melakukan pertunjukan dan menjadi
hiburan bagi masyarakat sekitar Kecamatan Kencong.20 Pada tahun 1970 Sudiryo
meninggal dunia, sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa Nama sempat
vakum.21
Pada tahun 1970 budaya hippie melanda di berbagai belahan dunia, yang
telah mewariskan budaya baru salah satunya yaitu ide antimainstream, pemikiran
liberal, fashion, seni underground dan juga musik jazz dan blues. Budaya tersebut

17
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
18
Yessyca Yunitasari, Sugiyanto, Kayan Swastika, “Abdurrahman Wahid’s
Thought about Democracy in 1974-2001”, Jurnal Historica Vol. 1, No. 2252-4673, 2017.
hlm. 88.
19
M. Djupri, “Kesenian Ludruk di Posisi Pinggiran” dalam Majalah Alur
(Majalah Seni dan Budaya), Edisi 003/ April 2012, hlm. 37; Bondan Nusantara, “Ludruk
Gaul KenapaTidak?” dalam Majalah Bende, Edisi 5 September 2003, hlm.24.
20
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
21
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
7

telah digandrungi kaum muda Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya. 22


Munculnya budaya hippie membuat pemerintah Orde Baru berusaha
menghidupkan kembali kesenian tradisional salah satunya yaitu kesenian ludruk.
Pada tahun 1971, pemerintah Orde Baru berusaha untuk menghidupkan
kembali perkumpulan ludruk di Jawa Timur, yang dilakukan oleh pihak Kodam
VIII Brawijaya, didukung oleh para seniman ludruk, melebur beberapa kelompok
ludruk yang meliputi: Ludruk Wijaya Kusuma Unit I, Ludruk Wijaya Kusuma
Unit II, Ludruk Wijaya Kusuma Unit III, Ludruk Wijaya Kusuma Unit IV,
Ludruk Wijaya Kusuma Unit V.23 Ludruk Wijaya Kusuma Unit I merupakan
ludruk hasil leburan dari Ludruk Marhaen di Surabaya. Ludruk Wijaya Kusuma
Unit II merupakan ludruk leburan dari Ludruk Anoraga di Malang. Ludruk
Wijaya Kusuma Unit III merupakan ludruk leburan dari Ludruk Uril A di Malang.
Ludruk Wijaya Kusuma Unit IV merupakan ludruk leburan dari Ludruk Tresna
Enggal di Surabaya. Ludruk Wijaya Kusuma Unit V merupakan ludruk leburan
dari Ludruk Kartika Kediri. 24 Upaya peleburan tersebut ternyata juga menyimpan
maksud dibaliknya, yaitu ludruk kembali dijadikan sebagai corong penguasa oleh
pemerintah Orde Baru. Ludruk dimanfaatkan kembali sebagai propaganda politik,
yaitu sebagai media informasi pembangunan di era Orde Baru.25
Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai diaktifkan
kembali oleh Agus Salim dengan nama yang berbeda yaitu Kelompok Ludruk
Merdeka (mencari rizqi dengan kawan) dan mulai terdaftar secara resmi dalam
buku induk kesenian Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 26 Agus Salim memiliki
Ade Yuliyasmin S, “Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai
22

Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.
23
Henricus Supriyanto, Lakon Ludruk Jawa Timur (Jakarta: PT. Grasindo, 1992),
hlm.14.
24
Ibid, hlm. 13.

Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis Terhadap


25

Kehidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi (Surabaya: Airlangga
University Press, 1999), hlm. 7.
26
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
8

inisiatif sendiri untuk merubah nama Kelompok Ludruk Tanpa Nama menjadi
Kelompok Ludruk Merdeka yang memiliki arti “Mencari Rizqi dengan Kawan”.
Pemberian nama merdeka memiliki tujuan agar kelompok ludruk tersebut dapat
mempertahankan eksistensinya dan terus berkembang.27 Agus Salim merupakan
generasi kedua sebagai Ketua Kelompok Ludruk Merdeka, selain itu Agus Salim
juga sebagai penari remo dan pelawak yang dikenal dengan sebutan Cak Salim.
Kepiawaiannya dalam menghibur penonton dipelajari dari Sudiryo, selaku perintis
Kelompok Ludruk Tanpa Nama (mertua dari Agus Salim).28
Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan seringnya melakukan
pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih oleh Kelompok Ludruk
Merdeka. Beberapa jenis festival yang pernah diikuti oleh Kelompok Ludruk
Merdeka yaitu, lomba ngeremo dan jula juli sebagai juara I yang diadakan oleh
Majalah Sarinah Surabaya pada tahun 1980.29 Selain mengikuti festival pada
tahun tersebut, Kelompok Ludruk Merdeka juga pernah mengisi acara sosialisasi
Pemilihan Umum di Kantor Pemerintah Kabupaten Jember. Pada tahun 1989
Kelompok Ludruk Merdeka mengikuti festival seni vokal tradisional bernafaskan
P4 se- Kabupaten Jember.30
Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia, sehingga Harlilik
(istri dari Agus Salim atau anak kandung dari Sudiryo) menggantikannya sebagai
pimpinan Kelompok Ludruk Merdeka. Harlilik (istri Agus Salim) merupakan
ketua Kelompok Ludruk Merdeka pada generasi ke tiga setelah meninggalnya
Agus Salim. Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut
tetap terus bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di
berbagai macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival,
dimana Kelompok Ludruk Merdeka mampu meraih prestasi dan penghargaan dari

27
Wawancara dengan Lesos, Jember, 3 Juli 2021.
28
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 25 Agustus 2019.
29
Koleksi Piala Kelompok Ludruk Merdeka, 1980; (lihat: lampiran A, hlm. 100).
30
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
9

Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran periodik
teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur pada tahun 2011, 2015, 2018.31
Pada tahun 2019 Kelompok Ludruk Merdeka mendapatkan piagam penghargaan
dari Pemerintah Kabupaten Jember sebagai pelestari ludruk dalam rangka festival
lansia Kabupaten Jember pada tanggal 18 Agustus 2019.32
Kelompok Ludruk Merdeka dalam melakukan pertunjukan dapat
menyesuaikan permintaan dari yang mengundang, misalnya jika yang
mengundang atau masyarakat penanggap itu masyarakat Madura, maka Kelompok
Ludruk Merdeka akan menggunakan bahasa Madura. Sebaliknya, jika yang
mengundang itu masyarakat Jawa, maka Kelompok Ludruk Merdeka akan
menggunakan bahasa Jawa.33 Lakon cerita yang sering ditampilkan oleh
Kelompok Ludruk Merdeka yaitu lakon Sogol Pendekar Sumur Gemuling, lakon
ini menceritakan sebuah perpisahan yang mengharukan antara guru dan murid. 34
Berbagai upaya yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka untuk tetap bertahan
di tengah-tengah perkembangan zaman, berbagai strategi dilakukan dari segi
musik, setting panggung, para seniman dan lakon ceritanya. Salah satu inovasi
yang dilakukan oleh Kelompok Ludruk Merdeka yaitu pada saat adegan
melayang, para pemain dibuat seakan-akan melayang di udara dengan
menggunakan katrol sebagai alat pembantunya.35
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi hiburan-hiburan modern
sudah tidak asing lagi hadir di tengah-tengah masyarakat. Hiburan-hiburan
tradisional harus bersaing dengan hiburan-hiburan modern. Wayang kulit, wayang
golek, ketoprak, ludruk dan yang lain sebagainya, telah tersaingi dengan film-film

31
Sertifikat dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2011, 2015, 2018.
32
Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.
33
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 24 Agustus 2019.
34
Agenda Kegiatan Seni dan Budaya Taman Krida Budaya Jawa Timur, 2015.
[online], halomalang.com diunduh pada 17 November 2020.
35
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
10

di bioskop dan televisi. 36 Berbeda dengan ketika perkembangan teknologi belum


maju, masyarakat harus keluar rumah dan menonton secara langsung untuk
memenuhi kebutuhan akan hiburan, salah satunya yaitu menonton kesenian
ludruk.37
Tidak semua masyarakat Kecamatan Kencong melupakan kesenian
ludruk, ada beberapa contoh tentang kesenian ludruk di era kemajuan zaman yang
masih bertahan dan berkembang untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan asli
Jawa Timur yakni Kelompok Ludruk Merdeka. Kelompok Ludruk Merdeka tetap
mempertahankan kesenian ludruk di wilayah Jember meskipun sudah mengalami
tiga kali pergantian pemimpin.38 Kelompok Ludruk Merdeka masih kokoh
mempertahankan keseniannya untuk menghadapi perkembangan zaman dan
gempuran budaya global.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul, “Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember tahun 1975-2020”. Guna menghindari adanya perbedaan
pemahaman mengenai judul, maka diperlukan batasan pengertian judul pada
penelitian ini, untuk memahami judul agar lebih jelas, maka penulis menjabarkan
secara lebih detail berdasarkan urutan kata-katanya. Secara etimologi, eksistensi
berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence, yang berarti muncul, ada timbul,
memilih keberadaan aktual.39 Kesenian merupakan salah satu wujud kebudayaan
dalam mencari jati diri dalam suatu kelompok masyarakat yang di buat oleh
manusia itu sendiri. Ludruk adalah suatu kesenian atau adegan pementasan yang
bertujuan untuk menghibur masyarakat. Jadi dapat dijelaskan tentang pengertian

36
Januar Heryanto, “Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis
Ekonomi di Indonesia”, Jurnal Nirmana Vol. 6, no. 1, Januari 2004. hlm. 52-62.
37
Deva Andrian Aditya, “Pelestarian Kesenian Lengger di Era Modern (Studi
Kasus Kelompok Kesenian Taruna Budaya Desa Sendangsari Kecamatan Garung
Kabupaten Wonosobo)”, Skripsi pada Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negri Semarang, 2015, hlm. 3.
38
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
39
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Pertama (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hlm 1134.
11

judul ini ialah suatu keberadaan untuk kesenian ludruk di tengah-tengah arus
globalisasi, khususnya di Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember.
Alasan penulis memilih judul di atas ialah (1) belum ada peneliti yang
membahas secara ilmiah tentang Kelompok Ludruk Merdeka dan ketertarikan
penulis untuk membahas kesenian ludruk, yang perlu dilestarikan dan
dipertahankan. (2) Kedekatan emosional, yakni ketertarikan penulis dalam
melakukan penelitian yang didasarkan pada minat lokasi dan lingkungan. (3)
Kedekatan intelektual, yakni ketertarikan penulis dalam menguasai kajian yang
mengarah pada ranah kesenian, sehingga dapat membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian. ( 4 ) Ketersediaan sumber.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan menjelaskan mengenai eksistensi


Kelompok Ludruk Merdeka di tengah-tengah arus globalisasi. Hal tersebut
dianggap penting untuk mengetahui usaha Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan keberadaannya. Guna mengetahui informasi mengenai
pembahasan secara detail dan mendalam, maka pokok-pokok perumusan masalah
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan
Kencong?
2. Usaha apa saja yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya?
3. Bagaimana bentuk dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap
Kelompok Ludruk Merdeka untuk melestarikan dan mengembangkan
kesenian ludruk di Kecamatan Kencong?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pada sebuah penelitian pasti memiliki tujuan dan manfaat yang hendak dicapai
oleh penulis. Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang diharapkan menjadi
media informasi bagi penulis, pembaca, dan masyarakat.
12

1.3.1 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :


1. Mengetahui bagaimana proses berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka
di Kecamatan Kencong.
2. Mengetahui usaha apa saja yang dilakukan Kelompok Ludruk
Merdeka dalam mempertahankan eksistensinya
3. Mendeskripsikan bentuk dukungan pemerintah dan masyarakat
terhadap Kelompok Ludruk Merdeka untuk melestarikan dan
mengembangkan kesenian ludruk di Kecamatan Kencong.

1.3.2 Manfaat

Adapun Manfaat penelitian ini antara lain :


1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan kesenian ludruk di Kabupaten Jember.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana kajian
sejarah terutama konsentrasi tentang kajian budaya dan pelestarian
kesenian ludruk, serta dapat digunakan sebagai referensi bagi yang
akan melakukan penelitian yang sejenis.
c. Sebagai salah satu acuan kritik ludruk selanjutnya, baik bagi
mahasiswa maupun peminat sejarah.

2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya kajian ilmu
sejarah.
b. Untuk membantu masyarakat demi menghindari kesalahpahaman
sebuah pesan yang disampaikan seseorang yang berbeda budaya
atau sama.
13

c. Untuk mendapatkan solusi bagi kesenian-kesenian lainnya agar


dapat bertahan menghadapi persaingan di dalam kemajuan zaman.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk menghindari penyimpangan uraian dan


permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti, maka seorang peneliti harus
mencantumkan secara jelas lingkup penelitiannya, yang perlu dicantumkan dalam
kajian historis adalah ruang lingkup spasial (ruang geografis), ruang lingkup
temporal (waktu), dan lingkup kajian (perspektif).40 Penetapan ruang lingkup
tersebut, diharapkan dapat mempermudah peneliti dan pembaca untuk memahami
pembahasan “Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember Tahun 1975-2020”.
Ruang lingkup spasial dalam skripsi ini difokuskan pada satu kecamatan,
yaitu Kecamatan Kencong Kabupaten Jember dengan pertimbangan bahwa
Kelompok Ludruk Merdeka berdiri di Desa Cakru Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember. Selain itu, Kelompok Ludruk Merdeka mampu mendapatkan
prestasi dan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten
Jember.41
Lingkup temporal penelitian ini pada tahun 1975 sampai tahun 2020.
Tahun 1975 dijadikan sebagai tahun awal penelitian dengan alasan Kelompok
Ludruk Merdeka pada tahun 1975 mulai terdaftar secara resmi dalam buku induk
kesenian Pemerintah Provinsi Jawa Timur.42 Tahun 2020 sebagai batasan akhir
karena pada tahun 2020 terjadi pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) dalam
43
rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19),
40
Sunarlan, et al., Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Prodi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2018), hlm.
32.
41
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu


42

Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.


43
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Tentang Pembatasan Sosial
Bersekala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
14

sehingga Kelompok Ludruk Merdeka tidak dapat melakukan pertunjukan ludruk


dihadapan masyarakat.
Ruang lingkup kajian dalam penelitian ini termasuk dalam sejarah
kebudayaan. Huizinga, sama dengan Burckhard menekankan pentingnya general
theme, dalam tulisan yang secara khusus membicarakan tugas sejarah kebudayaan,
“The Task of Cultural History”, yang dimuat dalam bukunya Men and Ideas, ia
menyatakan bahwa tugas sejarah kebudayaan ialah mencari pola-pola kehidupan,
kesenian dan pemikiran secara bersama-sama.44

1.5. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan uraian sistematis, meninjau atau mengulas hasil-hasil


penelitian terdahulu yang memiliki relevansi atau yang berhubungan dengan
pokok materi penelitian yang akan dilakukan.45 Penelitian tentang kesenian ludruk
sudah banyak dilakukan oleh para peneliti, antara lain:
Akhmad Taufiq, dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi
Pengembangan Pertunjukan Ludruk Jawa Timur Bagian Timur untuk Wisata
Budaya Berbasis Seni Tradisi” menjelaskan bahwa ludruk Jawa Timur bagian
timur, dari segi aktor/aktris, lakon, bahasa dan masyarakat pendukung memiliki
karakteristik yang khas, dan ditemukan juga di sela-sela pertunjukkan, misalnya
campursari, dangdut, kendang kempul, karaokean, dan adegan-adegan romantis
hal tersebut dilakukan sebagai strategi adaptasi grup ludruk dalam rangka menjaga
kelangsungan eksistensinya dengan cara menyelipkan beberapa menu tampilan
lain.46 Penulis juga menyatakan bahwa strategi pengembangan pertunjukkan

(COVID- 19).
44
Johan Huizinga, Men and Ideas: History, the Middle Ages, the Renaissance
sebagaimana dikutip dalam Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT, Tiara
Wacana, 2003), hlm. 141.
45
Sunarlan, et al., op. cit., hlm. 36.
46
Akhmad Taufiq, dkk “Strategi Pengembangan Pertunjukan Ludruk Jawa Timur
Bagian Timur untuk Wisata Budaya Berbasis Seni Tradisi”, Laporan Penelitian Strategi
Nasional pada Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember, 2012.
15

ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi mampu membuka peluang dan
memberikan kontribusi sosial-ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat di tingkat
lokal penelitian tersebut, sangat membantu penulis dalam meninjau informasi
tentang keberadaan kesenian ludruk di Jawa Timur, tetapi perbedaannya terletak
pada skup temporal dan spasial. Akhmad Taufiq, dkk menjelaskan tentang
kesenian ludruk dalam lingkup Provinsi Jawa Timur, sedangkan penelitian ini
hanya menjelaskan tentang Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
Apsari Putri Dwi dalam skripsi “Eksistensi Seni Pertunjukkan Ludruk
Karya Budaya di Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto (1969-2012)” membahas
tentang upaya mempertahankan kesenian ludruk dan perkembangannya melalui
beberapa cara yaitu promosi, pementasan, mengikuti festival, syuting ludruk,
latihan pementasan, evaluasi setiap tahun dan upaya kaderisasi. Upaya tersebut
juga mengandung nilai moral antara lain sikap yang saling bekerja sama,
bertanggung jawab, disiplin dan saling menghargai antara sesama anggota, hal
tersebut dapat membantu dalarn mempertahankan kesenian ludruk.47 Skripsi ini
sangat memberikan manfaat bagi penulis dalam penulisan karya ilmiah tentang
kesenian dan perkembangan grup ludruk karena sama-sama mempertahankan
keutuhan kesenian. Ada perbedaan dalam penelitian ini, di samping skup temporal
dan spasial, selain itu juga terdapat perbedaan bahasa yang digunakan dalam
melakukan pementasan. Ludruk Karya Budaya hanya menggunakan bahasa Jawa
dalam melakukan pementasannya, sedangkan Ludruk Merdeka dapat
menyesuaikan dengan bahasa masyarakat setempat, yaitu dengan menggunakan
bahasa Jawa dan bahasa Madura.
Dhelfyan Hargianto dalam skripsinya “Perkembangan Seni Ludruk Kirun
dan Relevansinya Untuk Meningkatkan Apresisasi Siswa Terhadap Budaya
Lokal” menjelaskan bagaimana mempertahankan kesenian ludruk di masyarakat
Indonesia agar tidak punah dan dilupakan dengan cara mendirikan sebuah sekolah

47
Apsari Putri Dwi, “Eksistensi Seni Pertunjukan Ludruk Karya Budaya di
Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto 1969-2012”, Skripsi Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2014.
16

48
kesenian ludruk, ketoprak, tari dan lawak. Kesenian ludruk dalam
perkembangannya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk melestarikan
kebudayaan Indonesia agar tidak hilang oleh arus globalisasi. Karya ini sangat
membantu penulis guna untuk sebuah perbandingan karena sama-sama
berkembang dan bertahan dengan strategi agar kesenian ludruk tidak hilang dan
kalah melawan gempuran budaya global. Persamaan penelitian ini adalah sama-
sama membahas tentang kesenian ludruk, tetapi terdapat perbedaan objek dalam
penelitian ini. Dhelfyan Hargianto dalam skripsinya lebih fokus menjelaskan
tentang Kelompok Ludruk Kirun sedangkan dalam penelitian ini akan membahas
tentang Kelompok Ludruk Merdeka di Desa Cakru, Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
Mukhsin Ahmadi dkk, dalam bukunya yang berjudul Aspek Kesastraan
dalam Seni Ludruk di Jawa Timur menjelaskan bahwa dalam kenyataannya,
ludruk adalah gerak ritmis dan verbalisasi. Salah satu tampak dari gerak ritmis
yaitu Tari kepah lawanan (disebut remo) dan lakuan cerita, sedangkan bagian dari
verbalisasi yaitu pada saat pengucapan puisi lirik dengan irama musik Jawa Timur
jula-juli (disebut kidung), adegan lawak, dan dialog cerita. Ludruk sebagai seni
teater tradisional adalah dramatisasi cerita rakyat yang didahului atau diselingi
pengucapan kidungan sebagai puisi lisan. Dengan demikian, ludruk merupakan
fenomena folklore. Ludruk terdiri dari beberapa unsur yaitu unsur stuktural dan
komponen yang dapat membangun bentuk seni ludruk. Adapun komponen-
komponen tersebut yaitu(1) tari remo; (2) kidung; (3) lawak; (4) bedhayan
panembromo; (5) cerita lakon; (6) selingan. Dari keenam komponen tersebut,
kidungan dan cerita lakonnya merupakan komponen yang selalu ada pada setiap
penampilan ragam ludruk.49 Buku ini sangat membantu penulis dalam mengetahui
informasi kesenian ludruk Jawa Timur baik deri segi bahasa, gerak, cerita, serta
48
Dhelfyan Hargianto, “Perkembangan Seni Ludruk Kirun dan Reievansinya
untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa Terhadap Budaya Lokal”, Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, November, 2014.
49
Mukhsin Ahmadi dkk, Aspek Kesastraan dalam Seni Ludruk di Jawa Timur
(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1987), hlm. 97.
17

komponen apa saja yang ada dalam kesenian ludruk, tetapi perbedaanya terletak
pada skup temporal dan spasial.
Hasil penelitian Sutarto, dkk dengan judul “Pengembangan Seni
Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif”.
Dijelaskan bahwa konsep industri kreatif untuk meningkatkan industri dan
ekonomi. Industri budaya kesenian dianggap kurang bisa meratakan keuntungan
finansial bagi masyarakat, industri kreatif dipandang sebagai bentuk aktivitas
yang bisa mendorong pemerataan ekonomi bagi setiap individu atau komunitas
yang memiliki kreativitas.50 Tayub dan ludruk masih bisa bertahan dan membantu
perekonomian para pemain, meskipun hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti
ketika sedang musim hajatan maupun peringatan hari Kemerdekaan Indonesia.
Adanya Vidio Compact Disc (VCD) yang merekam kegiatan tayub dan ludruk,
secara ekonomis belum mampu memberikan perbaikan nasib bagi para seniman.
Industri kreatif tidak selamanya berwujud digitalisasi, tetapi juga bisa berwujud
pertunjukan-pertunjukan seni yang bisa mendatangkan para penonton domestik
maupun mancanegara untuk menikmatinya, sehingga secara ekonomi para pelaku
akan diuntungkan dengan kedatangan mereka. Penelitian ini sangat membantu
penulis dalam mengetahui bagaimana seni pertunjukan ludruk bisa bertahan dan
beradaptasi di zaman modern meskipun secara ekonomi belum mampu
memberikan kesejahteraan kepada para seniman. Perbedaannya dalam lingkup
spasial, lingkup spasial yang penulis teliti saat ini hanya merujuk pada satu desa
saja.
Buku karya James Peacok dengan judul Ritus Modernisasi, Aspek Sosial
dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia, berisi mengenai ludruk di Surabaya pada
tahun 1960an, ditulis dengan gaya etnografi.51 Para seniman ludruk mampu
menggambarkan posisi ludruk dan setting sosial waktu itu. Berangkat dari
50
Sutarto, dkk, “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa
Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif’ Laporan Penelitian (Jember: Lemlit Unej,
2013).
51
James L. Peacock, Ritus Modernisasi: Aspek Sosial dan Simbolik Teater
Rakyat Indonesia, diterjemahkan dari Rites of Modernization: Symbolic and Sosial
Aspects of Indonesian Proletarian Drama (Depok: Desantara, 2005).
18

konsepsi tersebut, Peacok membawa dalam konteks perubahan sosial di Indonesia


melalui teks pertunjukannya. Buku ini sangat membantu untuk menjelaskan
tentang masing-masing bagian dari ludruk termasuk peran dan tugas para seniman
dalam pertunjukkan ludruk, termasuk para seniman lawak, tari remo dengan waria
sebagai pelaku dan para penabuh musik gamelan sebagai pengiring tari dan
pertunjukan kidungan.

1.6.Pendekatan dan Kerangka Teoretis


Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai peristiwa sejarah apabila mampu
memunculkan sebuah fakta yang terjadi pada masa silam, dengan berusaha
memunculkan fakta tersebut yang berisi mengenai apa, siapa, kapan, dimana,
mengapa, dan bagaimana suatu peristiwa terjadi, atau disebut 5W + 1H.52
Memahami sebuah kebudayaan tidaklah mudah, oleh karena itu seseorang
pengkaji tidaklah berangkat dari pikiran-pikiran sendiri melainkan berdasarkan
atas apa yang diketahui, dirasakan, dialami oleh pelaku budaya yang dikaji. untuk
menjelaskan dan menganalisis mengenai peristiwa, sejarah memerlukan alat bantu
berupa pendekatan dan teori-teori ilmu sosial yang lain. 53 Penggunaan pendekatan
dan teori-teori tersebut berkaitan dengan guna sejarah yang dapat berkembang
dalam berbagai cara yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan
informasi, termasuk berkembang dalam ilmu-limu lain dan berkembang dalam
teori sejarah.54 menentukan unsur-unsur apa yang akan diungkapkan, dan dimensi
apa yang akan diperhatikan oleh penulis dalam melakukan penelitian merupakan
fungsi dari sebuah pendekatan sedangkan fungsi teori sebagai pedoman dan
pembatas bagi penulis dalam mengungkapkan permasalahan.
Pendekatan antropologi budaya dianggap relevan dalam penulisan
penelitian ini. antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku
mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dilihat dari
52
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 122.
53
Ibid., hlm. 3.
54
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 2005), hlm. 21.
19

kacamata antropologi penulis mengacu pada kerangka konsep unsur-unsur budaya


yang menghasilkan taksonomi kebudayaan.55 Kebudayaan merupakan hasil
perwujudan oleh cipta manusia dalam proses keseharian hidupnya, sehingga
menghasilkan bentuk unsur yang halus, maju dan indah yang disebut peradaban
seperti seni rupa, seni bangunan, ilmu pengetahuan materi organisasi dan
sebagainya.56
Kesenian merupakan salah satu unsur yang bersifat indah dan halus yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan.57 Pada dasarnya
antropologi budaya menitik beratkan perhatiannya pada hubungan antara
masyarakat dengan kebudayaannya. Ludruk merupakan salah satu kesenian yang
tumbuh di kalangan masyarakat Desa Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten
Jember. Kesenian ludruk sebagai produk budaya, sehingga lebih menekankan
pada pelaku seniman kesenian ludruk untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan.
Pendekatan digunakan untuk mengungkap pertunjukan ludruk yang
menyangkut bentuk ludruk, mulai dari bergerak, busana, rias, musik dan
panggung. Adapun analisis untuk mengungkap antara latar belakang dan faktor-
faktor pendukung perkembangan ludruk, pola perilaku masyarakat, penyebab
masyarakat menyelenggarakan ludruk dan bagaimana kegiatan ludruk
berlangsung dikalangan masyarakat yang nantinya akan memunculkan sebuah
teori.
Berdasarkan uraian sebelumnya untuk menjelaskan bagaimana ludruk
mengalami perkembangan dan perubahan di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember. Penulis menggunakan teori dari Peter Burke tentang kebudayaan. Teori
tersebut mengandung dua perkembangan yang sejajar dan terkait. Pertama, makna
istilah kebudayaan mempunyai pengertian yang luas karena semakin luasnya
55
Taksonomi adalah pengelompokan suatu hal berdasarkan hirarki (tingkatan)
56
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1986), hlm.
181.

Soemarno, Ringkasan Sejarah Budaya (Yogyakarta: mitra Gama Widya ,


57

1987), hlm. 5.
20

perhatian para sejarawan, sosiolog, kritisi sastra dan yang lain. Kebudayaan
populer cukup memiliki banyak perhatian, sikap dan nilai-nilai masyarakat awam
serta pengungkapannya ke dalam kesenian rakyat, lagu rakyat serta kesenian
tradisional lainnya, sehingga masyarakat cenderung memilih kesenian modern.
Kedua, karena semakin luasnya makna kebudayaan, semakin meningkat pula
kecendrungan untuk menganggap kebudayaan sebagai sesuatu yang aktif,
bukannya pasif. 58 Kelompok Ludruk Merdeka meskipun mengalami pasang surut,
masih tetap eksis dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan yang diwariskan
secara turun temurun.
Teori dari Peter Burke penulis pilih karena kesenian ludruk merupakan
bagian dari seni pertunjukan. Keberadaan berbagai seni pertunjukan di Indonesia
saat ini menurut Edi Setyawati dimulai dari suatu keadaan dimana ia tumbuh
dalam lingkungan-lingkungan etnik.59 Lingkungan etnik inilah adat atau
kesepakatan bersama yang turun temurun mengenai perilaku memiliki wewenang
yang sangat besar dalam menentukan bangkitnya kesenian. Seni pertunjukan di
Indonesia dipengaruhi oleh keadaan sosial politik di setiap daerah dan menjadi
sebuah bentuk ungkapan budaya dalam perwujudan norma-norma estetik-artistik
yang berkembang sesuai zaman.
Setiap lingkungan masyarakat, etnis dan zaman mempunyai berbagai
bentuk seni pertunjukan yang memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda.
Pembagian fungsi primer dan sekunder menjadi tiga berdasarkan atas siapa yang
menjadi penikmat seni pertunjukan itu. Hal itu penting diperhatikan karena seni
pertunjukan disebut sebagai seni pertunjukan karena dipertunjukkan bagi para
penikmat. Seni pertunjukan sabagai sarana pertunjukan pribadi, jika penikmat seni
pertunjukan itu penonton yang kebanyakan harus membayar. Secara garis besar
seni pertunjukan memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) Sebagai sarana ritual, 2) Sebagai
ungkapan pribadi yang pada umumnya merupakan sarana hiburan, 3) Sebagai

58
Petter Burke, Sejarah dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003), hlm. 177-178.
59
Edi Setyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta: Sinar Harapan, 1981),
hlm. 52.
21

presentasi estetis. Ketiga fungsi pertunjukan ludruk diantaranya sebagai legitimasi


status sosial, integrasi sosial, dan terapi sosial.60

1.7. Metode Penelitian

Penelitian dan penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah, yaitu proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman serta peninggalan masa lampau. 61
Metode sejarah dalam penulisan kajian historis merupakan salah satu cara dalam
penggarapan penelitian sejarah,62 Penelitian sejarah yang ilmiah harus mengikuti
metode sejarah yang berlaku, sehingga dalam penulisan sejarah dapat dicapai sifat
deskriptif analitis. Sifat deskriptif analitis bertujuan untuk menggambarkan suatu
objek peristiwa masa lalu yang dianalisis dengan data dan fakta tentang realitas
yang ada.
Kuntowijoyo membagi metode sejarah dalam lima tahap, yaitu: (1)
Pemilihan topik; (2) Pengumpulan sumber; (3) Verifikasi (kritik sejarah,
keabsahan sumber); (4) Interpretasi: analisis dan sintesis; (5) Historiografi.63
Pertama, pemilihan topik dalam sebuah penelitian pada dasarnya harus
disesuaikan dengan minat peneliti, hal ini berkaitan dengan seseorang akan
bekerja dengan baik apabila dia senang, sehingga dalam pemilihan topik harus
memiliki unsur kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Kedekatan lokasi

60
R.M Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Pariwisata
(Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), hlm. 122-123.
61
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terjemahan Nugroho Notosusanto)
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 32.

Nurhadi Sasmita, et.al., Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas


62

Sastra Universitas Jember (Yogyakarta: Lembah Manah, 2012), hlm. 24.


63
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 90.
22

penelitian dengan rumah penulis dapat membantu dan mempermudah penelitian


ini.
Kedua, pengumpulan sumber (heuristik) yang berkaitan dengan usaha
atau proses pengumpulan sumber-sumber dan bahan-bahan tertulis, tercetak, dan
lisan yang relevan dengan topik penelitian. Sumber sejarah dibagi menjadi dua
jenis, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Penulis dalam tahap heuristik
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder dalam menyusun penelitian
ini. Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan sumber primer yaitu melalui
studi pustaka mengenai dokumen arsip di lembaga terkait, serta metode sejarah
lisan. Sumber primer berupa dokumen diperoleh dari pencarian data yaitu di
tempat Kelompok Ludruk Merdeka, penulis mendapatkan dokumen arsip, seperti
foto Kelompok Ludruk Merdeka saat mengikuti festifal tahun 1980, 1989 selain
itu penulis juga menemukan foto-foto remo, tandak, dan orkes Kelompok Ludruk
Merdeka tahun 1975. Sertifikat atau piagam penghargaan dari Pemerintah
Provinsi Jawa Timur tahun 2011, 2015, 2018. Pada tahun 2019 Kelompok Ludruk
Merdeka mendapatkan piagam penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember
sebagai pelestari ludruk dalam rangka festival lansia Kabupaten Jember 18
Agustus 2019.64
Metode sejarah lisan juga penulis gunakan untuk mendukung keberadaan
dan kebenaran sumber tertulis, penulis dengan melakukan wawancara terhadap
para saksi atau pelaku sejarah. Sejarah lisan pada dasarnya dapat memberikan
harapan yang tidak terbatas untuk menggali informasi sejarah melalui pelaku
sejarah. Sejarah lisan juga memungkinkan adanya perluasan peristiwa sejarah,
sebab sejarah tidak hanya dibatasi oleh sumber tertulis. 65 Adapun beberapa tokoh
masyarakat yang menjadi narasumber dalam penelitian ini antara lain, yaitu
wawancara dengan Harlilik selaku ketua Kelompok Ludruk Merdeka, Febri dan

64
Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.

65
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 29-
30.
23

Sujarno selaku seniman dan pelaku pemain Ludruk Merdeka, dan beberapa
pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Jember. Guna melengkapi data Penelitian
ini juga menggunakan sumber sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi
pustaka di Perpustakaan Universitas Jember dan dinas-dinas terkait di Kabupaten
Jember.
Ketiga, verifikasi atau kritik sumber. Semua-sumber yang sudah kita
dapatkan tidak serta merta akan digunakan semua dalam penulisan, akan tetapi
masih ada tahap selanjutnya yaitu kritik sumber guna untuk mendapatkan
keasliannya. Kritik sumber merupakan upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber.66 Pada tahap kritik sumber mencakup kritik ekstern dan
intern. Kritik ekstern adalah kritik yang mengupas tentang keadaan luar buku
tersebut, baik yang berhubungan dengan penerbit buku dan tahun penerbit. Kritik
intern adalah kritik yang membahas tentang isi, baik yang berhubungan dengan
valid atau tidaknya isi buku, subyektifitas maupun keobyektifan buku tersebut,
atau digunakan untuk mendapatkan kredibilitas sumber (dapat dipercaya atau
tidak).67 Peneliti sejarah mengejar kebenaran, kebenaran sumber harus diuji
terlebih dahulu dan setelah hasilnya memang dapat dipertanggung jawabkan,
maka sejarawan barulah percaya adanya kebenaran.
Keempat interepretasi. Interpretasi biasanya sering kali disebut dengan
penafsiran atas fakta-fakta yang diambil dari data yang valid atau proses analisis
dari data yang kemudian disusun menjadi sebuah konstruksi suatu peristiwa yang
utuh tanpa adanya unsur subyektifitas dan mendekati kebenaran. Interpretasi
dilakukan dengan merangkaikan sumber-sumber sejarah, baik berupa sumber
lisan, sumber arsip, maupun dokumen yang dikaitkan sumber sejarah satu dengan
sumber sejarah yang lain untuk mencapai suatu kesatuan fakta. Interpretasi bisa
berbeda dipengaruhi oleh pengaruh, motivasi. dan pola pikir peneliti68 Penulisan
sejarah yang bersifat deskriptif analitis yaitu bentuk penulisan yang berusaha
66
Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.
35.
67
Ibid., hlm. 16.
68
Ibid., hlm. 55.
24

memaparkan dan menjelaskan permasalahan yang hendak dihadapi dengan


menganalisis secara kritis terhadap sumber penulisan yang sudah diperoleh,
sehingga menghasilkan data yang dapat dipercaya kebenarannya.
Kelima penulisan (historiografi), yaitu penyusunan sumber-sumber yang
dianggap valid dan kredibel setelah melalui proses tiga tahapan di atas menjadi
sebuah tulisan. Pada akhirnya semua sumber yang terkait dengan penelitian
dituangkan dalam bentuk kisah sejarah guna rekonstruksi peristiwa masa lampau
yang menjadi kajian, dalam bentuk penulisan sejarah yang sistematis, logis, dan
ilmiah. Langkah ini disebut sebagai historiografi69 dengan menggunakan bahasa
Indonesia ragam baku ilmiah, sehingga diperoleh bentuk penulisan sejarah yang
diskriptif-analitis. Deskriptif analitis adalah penulisan yang cermat terhadap
fenomena sosial tertentu yang disertai dengan analisis kritis, mengembangkan
konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.70

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan cara atau sistem untuk menyelesaikan


penelitian, maka penulis akan menysun beberapa sistematika penulisan.
Sistematika penulisan ini terbagi menjadi empat pokok bahasan utama.
Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat, ruang lingkup, tinjauan pustaka, pendekatan dan kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab 2 adalah kesenian di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember dan
cikal bakal Kelompok Ludruk Merdeka. Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub
bab yang pertama ialah mengenai kondisi demografis, sub bab yang ke dua
kondisi sosial budaya, sub bab yang ke tiga mengenai kesenian di Kecamatan
Kencong, dan sub bab yang ke empat mengenai cikal bakal Kelompok Ludruk
Merdeka.

69
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 35.
70
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 4.
25

Bab 3 mengenai usaha yang dilakukan oleh Kelompok Ludruk Merdeka


serta dukungan pemerintah dan masyarakat. Bab ini ada tiga sub bab, Sub bab
yang pertama mengenai usaha Kelompok Ludruk Merdeka dalam melestarikan
kesenian ludruk di Kecamatan Kencong. Sub bab yang pertama ini terdiri dari sub
bab lagi yang berisi mengenai, upaya regenerasi tokoh dan anggota Kelompok
Ludruk Merdeka, properti, lakon atau cerita, kesejahteraan pemain, mengikuti
festival atau lomba. Sub bab yang ke dua dukungan pemerintah dan sub bab yang
ke tiga yaitu dukungan masyarakat.
Bab 4 berisi kesimpulan, Kesimpulan sendiri merupakan untuk
menyatakan jawaban singkat dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab
pertama yang bertujuan untuk memperoleh hasil penting 71 tentang Eksistensi
Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong tahun 1975-2020 sekaligus
uraian ini sebagai penutup untuk mengakhiri penulisan ini.

71
Sunarlan, et al., op.cit., hlm. 45.
26

BAB 2
KESENIAN DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER DAN CIKAL
BAKAL KELOMPOK
LUDRUK MERDEKA

2.1. Kondisi Demografis


Demografi merupakan ilmu yang mempelajari persebaran, jumlah, teritorial, dan
komposisi penduduk serta perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang
biasanya terjadi karena natalitas (fertilitas), moralitas, gerak territorial (migrasi)
dan mobilitas sosial (perubahan status).72 Penduduk merupakan faktor yang sangat
dominan karena penduduk tidak hanya berperan sebagai pelaksanaan
pembangunan tetapi juga sebagai sasaran pembangunan. Pada intinya, faktor
kependudukan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik penduduk dalam
jumlah penyebaran, kepadatan, komposisi, perkembangan dan pertumbuhan.73
Pada suatu wilayah, penduduk dapat dilihat dari dua aspek, aspek positif
dan aspek negatif. Aspek positif dapat dilihat dalam hal kependudukan yang besar
72
Ida Bagoes Mantra, Demografi Umum ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm 2.

Kodiran, Wujud dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi
73

Masyarakat Pendukungnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian
dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah Istimewa, 1996-1997), hlm. 22.

26 27 26
27

akan mampu mendorong pembangunan wilayah itu sendiri. Jika suatu wilayah
terdapat jumlah penduduk yang besar akan tetapi tidak diiringi oleh perluasan
wilayah, kesempatan kerja yang memadai, maka hal tersebut dapat dipandang
sebagai aspek negatif. Oleh karena itu, dalam suatu wilayah jumlah penduduk
mempunyai arti yang sangat penting dalam proses pembangunan.74
Jumlah penduduk selalu berhubungan dengan kepadatan karena terjadinya
perubahan tingkat kepadatan akan sejalan dengan perubahan jumlah apabila luas
daerah tetap.75 Secara administratif, pada tahun 2019 wilayah Kabupaten Jember
terdiri dari 31 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 3.293,34 km2, serta jumlah
penduduk sebesar 2. 440.714 jiwa dengan kepadatan penduduk 789 km2/jiwa.76
Data kependudukan memiliki peranan penting karena dengan adanya data
yang lengkap dan akurat, maka akan lebih mudah dan cepat dalam mengetahui
dan mengevaluasi sumber daya manusia di suatu wilayah. Jumlah penduduk yang
besar ditambah dengan struktur umur yang tidak menguntungkan serta laju
pertambahannya yang tinggi, menimbulkan permasalahan yang menghambat
usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat diberbagai sektor,
misalnya sektor ekonomi, pendidikan, industri dan lain-lain. Oleh sebab itu
diperlukan usaha-usaha penanganan masalah kependudukan yang sejajar dengan
usaha-usaha pembangunan.77 Kepadatan jumlah penduduk merupakan kontribusi
dari wilayah-wilayah yang ada di Kabupaten Jember, salah satunya Kecamatan
Kencong yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jember. Kepadatan
penduduk Kecamatan Kencong menurut desa dapat dilihat pada tabel 2.1:
74
Dewi Ayu Lestari, “Tembakau Rakyat Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember: Kajian Ekonomi Tahun 1992-2012”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, 2016. hlm. 31.
75
Kodiran, loc.cit.
76
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Jember Dalam Angka Tahun 2019,
hlm. 517.
77
Rinda Rustiani, “Strategi Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Jember dalam Pemanfaatan Cagar Budaya Sebagai Obyek Pariwisata di Wilayah
Kabupaten Jember”, Skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, 2016.
hlm. 33.
28

Tabel 2.1
Kepadatan Penduduk Kecamatan Kencong Menurut Desa Tahun 2020

No Desa Luas Desa Jumlah Kepadatan


(km2) Pendudu Penduduk
k (jiwa) (km2/jiwa)
1 Paseban 7.99 7.389 925
2 Cakru 10.66 10.874 1.020
3 Kraton 9.63 9.851 1.023
4 Wonorej 16.81 14.018 834
5 o 13.56 26.058 1.922
Kencong
Jumlah 58.65 68.190 1.163 [sic!]

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.

Tabel 2.1 menunjukkan jumlah penduduk Kecamatan Kencong tahun


2020, yang terbagi di setiap desanya. Pada tabel di atas menunjukkan bahwa Desa
Kencong memiliki jumlah penduduk terbesar, yaitu 26,058 jiwa dengan kepadatan
penduduk 1.922 km2/jiwa. Penyebab besarnya jumlah penduduk di Desa Kencong
adalah keberadaan pusat ibu kota kecamatan yang berada di Desa Kencong,
sehingga berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk di Desa Kencong.78
Sementara jumlah desa yang jumlah penduduknya paling rendah adalah Desa
Paseban, jika dilihat secara geografis luas Desa Paseban hanya 7,99 km2 itu
artinya luas Desa Paseban adalah yang terkecil dibandingkan dengan desa lainnya.

78
Keberadaan ibu kota kecamatan yang berada di Desa Kencong membuat
penduduk lebih cepat dan mudah dalam melakukan pelayanan umum karena semua
perlengkapan fasilitas umum seperti fasilitas pendidikan, ekonomi dan kesehatan semua
berada di ibu kota kecamatan. Hal itulah yang membuat masyarakat memilih menetap di
Desa Kencong. (Kasi PMD dan Kesos Kecamatan Kencong), Jember, 7 April 2021.
29

Kepadatan penduduk disuatu daerah akan mempengaruhi jumlah dusun, Rukun


Tetangga, dan Rukun Warga. Jumlah dusun, Rukun Tetangga, dan Rukun Warga
setiap desa di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel 2.2:

Tabel 2.2
Banyaknya Dusun, Rukun Tetangga, Rukun Warga Perdesa di
Kecamatan Kencong Tahun 2020

No Desa Dusun Rukun Rukun


Tetangg Warga
a
1 Paseban 4 54 12
2 Cakru 4 78 15
3 Kraton 4 97 16
4 Wonorejo 6 122 43
5 Kencong 6 175 37
Jumlah 24 526 123

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.

Berdasarkan tabel 2.2 menunjukkan bahwa Desa Kencong merupakan desa


yang memiliki jumlah Rukun Tetangga dan Rukun Warga terbanyak di
Kecamatan Kencong. Desa Kencong merupakan desa terbesar dan menjadi pusat
pemerintahan kecamatan bagi seluruh desa yang ada di Kecamatan Kencong,
sehingga Desa Kencong paling banyak dipadati oleh penduduk. Jumlah Rukun
Tetangga di Desa Kencong sebesar 175 pada tahun 2020, sedangkan Desa
Paseban memiliki jumlah Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang paling rendah
dibandingkan desa lainnya.79

79
Wawancara dengan Bambang (Kasi PMD dan Kesos Kecamatan Kencong)
Jember, 7 April 2021.
30

Kecamatan Kencong termasuk dalam wilayah Jember bagian selatan yang


menyebabkan wilayah ini dipadati oleh penduduk karena dikenal dengan kondisi
wilayah yang subur. Masyarakat Kecamatan Kencong mayoritas bermata
pencaharian sebagai petani, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari
hasil mengelola tanah yang mereka miliki untuk membudidayakan berbagai
macam jenis tanaman kebutuhan pangan seperti, padi, jagung, kedelai dan
lainnya. Selain itu juga terdapat beberapa tanaman perkebunan yang ada di
Kecamatan Kencong seperti tebu dan kelapa. Penduduk Kecamatan Kencong di
tempati oleh dua etnis yaitu, etnis Jawa dan etnis Madura, dengan prosentase 70%
berbahasa Jawa dan 30% berbahasa Madura, sehingga bahasa Jawa dijadikan
sebagai bahasa sehari-hari untuk berkomunikasi.80
Secara geografis Desa Cakru terletak dibagian paling barat Kecamatan
Kencong. Luas wilayah Desa Cakru 10.66 ha. Desa Cakru memiliki ketinggian
dari permukaan air laut 49 m. Secara umum batas-batas wilayah Desa Cakru
meliputi: sebelah utara berbatasan dengan Desa Keting, Kecamatan Jombang,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Kraton Kecamatan Kencong, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Paseban Kecamatan Kencong, sebelah barat
berbatasan dengan Sungai Bondoyudo, Kecamatan Yosowilangun. 81 Bidang
demografi urbanisasi berkaitan erat dengan aspek kependudukan, salah satunya
komposisi penduduk.82 Komposisi penduduk yang diuraikan dalam tabel
selanjutnya yaitu komposisi penduduk Desa Cakru Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember menurut jenis kelamin. Jumlah penduduk Desa Cakru dapat
dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

80
Fahmi Abdillah, Pemekaran Kecamatan kencong Kabupaten Jember 1995-
2014” Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Jember, 2019. hlm.32.
81
Selayang Pandang Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2020.
82
Rima Oktava, “Komposisi Penduduk Pelaku Urbanisasi” Social Science
Education Journal, 4 (1), 2017, hlm.71-80.
31

Banyaknya, Penduduk Desa Cakru Perdusun Menurut Jenis Kelamin Tahun


2020

No Desa Jumlah Penduduk


(Jiwa)
Laki-laki Perempuan Lahir Meninggal
L P L P
1 Tempuran 1.212 1.654 0 0 0 1
2 Krajan 1.186 1.669 1 1 1 0
3 Igir-igir 1.304 1.282 0 0 1 0
4 Gondangrejo 1.262 1.393 0 1 1 0
Jumlah 4.964 5.998 1 2 3 1
Sumber: Selayang Pandang Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2020.

Pada tabel 2.3 menunjukkan jumlah penduduk Desa Cakru tahun 2020,
yang terbagi di setiap dusun. Jumlah rasio jenis kelamin di Kecamatan Kencong
sama dengan gambaran rasio jenis kelamin secara nasional dimana jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. 83 Hal itu
dikarenakan angka kelahiran penduduk perempuan di Desa Cakru lebih banyak
dibandingkan penduduk laki-laki, sedangkan angka kematian penduduk laki-laki
lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Desa Cakru memiliki empat
dusun yaitu, Dusun Tempuran, Dusun Krajan, Dusun Igir-igir dan Dusun
Gondangrejo. Wilayah Desa Cakru terdiri dari 78 Rukun Tetangga dan 15 Rukun
Warga. Pada tahun 2020 jumlah penduduk Desa Cakru sebesar 10.962 jiwa. Desa
Cakru dikenal sebagai desa agraris karena memiliki potensi alam yang cukup
prospektif bagi pengembangan perekonomian wilayah tingkat desa. Berdasarkan
kondisi alamnya serta sesuai dengan potensi ekonomi desa yang ada,
perekonomian di Desa Cakru masih bergantung pada hasil pertanian.84

2.2. Kondisi Sosial Budaya

83
Wawancara dengan Heni Indaryani (Kepala Desa Cakru) Jember, 24 Maret
2021.
84
Selayang Pandang Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2020.
32

Sosial budaya berasal dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial adalah cara
tentang bagaimana para individu saling berhubungan.85 Sosial dalam arti
masyarakat merupakan segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup
bersama dari orang atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup
struktur organisasi, nilai-nilai sosial dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. 86
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.87
Budaya atau kebudayaan adalah cara atau sikap hidup manusia
dalam berhubungan secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya
yang di dalamnya sudah tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan
karya, baik fisik materiil, maupun yang psikologis, idiil dan spiritual. Sosial
budaya merupakan segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan
budi nuraninya yang diperuntukkan kehidupan bermasyarakat. 88
Kondisi sosial budaya masyarakat menjadi sebuah karakter yang dapat
memberikan gambaran secara lebih jelas bahwa kehidupan permukiman di suatu
tempat berbeda-beda dengan kondisi lingkungan wilayah lain. Hal ini dikarnakan
permukiman yang terbentuk akan mencerminkan kekuatan-kekuatan sosial
budaya. Kabupaten Jember merupakan daerah yang tidak memiliki akar budaya
daerah asli. Masyarakat Kabupaten Jember mayoritas terdiri atas Suku Jawa dan
Suku Madura yang sebagian besar beragama Islam. Selain itu juga terdapat warga
Cina dan Suku Using. Rata-rata masyarakat Kabupaten Jember adalah
pendatang.89

85
H. Hartomo, dkk, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Bumu Aksara, 1999), hlm. 28.
86
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Bogor: PT, Ghalia
Indonesia, 2006), hlm. 6.
87
Soerjono Soekanto, Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:
Rajawali press, 2013), hlm. 150.
88
Jacobus Ranjabar, loc.cit.
89
Rinda Rustiani, op.cit., hlm. 31.
33

Jember merupakan salah satu kawasan meltingpot90, tempat bercampurnya


beberapa budaya etnis yang datang pada abad ke-18 sampai ke-20. Masyarakat
yang datang ke wilayah yang awalnya berupa hutan belantara ini mengadakan
interaksi dan aktivitas kreasi seni dan budaya dengan masyarakat lainnya. Etnis
Madura yang bermukim di Jember bagian utara mengembangkan kesenian
tradisionalnya yang berbeda dengan masyarakat Jawa di bagian selatan.91
Migrasinya orang Jawa dan Madura ke Jember dikarenakan mereka
membutuhkan pekerjaan, misalnya pada tahun 1870-an terjadi lonjakan penduduk,
Suku Madura mencapai 44.041 dan Suku Jawa mencapai 23.822 hal itu karena
pada tahun tersebut dibukanya perkebunan swasta. Para pengusaha
menginvestasikan modalnya pada sektor perkebunan, hal itulah yang
mengakibatkan kurangnya tenaga kerja, sehingga orang Jawa dan Madura yang
membutuhkan pekerjaan mulai migrasi ke Jember.92 Menguasai dua bahasa
(Bahasa Madura dan Bahasa Jawa) bagi masyarakat Jember merupakan suatu hal
yang biasa, sehingga perpaduan dua bahasa tersebut memunculkan beberapa
ungkapan yang khas Kabupaten Jember. Percampuran dua kebudayaan tersebut
melahirkan suatu kebudayaan yang baru yaitu Pandhalungan.93
Karakteristik masyarakat Kabupaten Jember dapat dilihat dari segi etnik
dan budaya masyarakatnya. Masyarakat Jember dikenal dengan budaya
Pandhalungan yakni masyarakat berbudaya baru akibat terjadinya percampuran
dua budaya dominan. Budaya Pandhalungan adalah percampuran antara dua

90
Tempat peleburan.
91
Jupriono, dkk, Sekilas Wakil Rakyat dan Perkembangan Kabupaten Jember
(Prasejarah s.d 1970-an) (Jember: Sekretariat DPRD Kabupaten Jember, 2018), hlm.
404.
92
Edy Burhan Arifin, “Emas Hijau di Jember, Asal Usul dan Pengaruh dalam
Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat 1860-1880” Tesis pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1989. hlm. 100.
93
Ibid.
34

budaya dominan, yakni budaya Jawa dan budaya Madura. Pada umumnya, orang-
orang Pandhalungan bertempat di daerah perkotaan.94
Gelombang migrasi kelompok etnis tertentu biasanya membawa dan
mengembangkan budaya asli mereka. Para migran memerlukan hiburan sebagai
salah satu cara pelepas rindu pada daerah asalnya, selain itu hiburan juga sebagai
media untuk menjalin solidaritas agar jati diri kesukuan dan kebudayaan tetap
terjaga dengan baik. Hal itu terjadi pada orang Madura dan Jawa yang bermigran
ke Jember, dimana orang Madura mengembangkan kesenian mereka dari daerah
asalnya seperti: macopat, topeng Madura, tandak, sronen dan sandur, sedangkan
orang Jawa mengembangkan kesenian mereka, yaitu: reog, jaranan, ketoprak,
ludruk dan wayang kulit. 95
Perpaduan masyarakat dan budaya tersebut, dicerminkan dengan gotong
royong dan adat budaya yang khas, serta diwarnai dengan unsur Islami. Hal ini
dapat dipandang sebagai potensi masyarakat dan menjadi modal dalam
meningkatkan sumber daya manusia. Potensi tersebut, menjadikan ketahanan
sosial masyarakat akan mampu menangkal dan menyaring kemungkinan adanya
pengaruh budaya luar yang negatif, salah satu wujud budaya masyarakat ialah
lahirnya seni budaya khas daerah seperti tari, seni suara, seni musik dan seni rupa.
Hal ini selain memperkuat budaya masyarakat juga menjadi aset yang bisa
dikembangkan untuk wisata maupun industri.96
Kecamatan Kencong merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jember
bagian barat dimana etnis Jawa yang paling dominan di kecamatan ini. selain
identik dengan budayanya yang kental, suku Jawa juga terkenal dengan

94
Ayu Sutarto, “Sekilas tentang Masyarakat Pandalungan”, Makalah disampaikan
pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang diselenggarakan oleh Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta: tanggal 7 – 10 Agustus 2006, hlm. 1.
95
Edy Burhan Arifin, “Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya
Pandhalungan”, dalam Literasi vol 2 No. 1, 2012, hlm. 33.
96
Dany Wahyu Kurniansyah, “Keberadaan Keseian Ludruk Wali Sakti di
Kecamatan Yosowilangun Lumajang tahun 1997-2007”, Skripsi, pada Program Studi
Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember,2017, hlm. 19.
35

karakteristik budayanya yang sopan dan halus,97 Masyarakat Jawa di Kecamatan


Kencong masih melestarikan tradisi dan budaya Jawanya. Masyarakat Kencong
mayoritas memeluk agama Islam, dimana sosok kyai merupakan sebagai tokoh
Islam. Semua perilaku dan kata-katanya seorang kyai dijadikan sebagai panutan.
Agama Islam merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat
Kencong. Mengenai agama yang dianut oleh masyarakat kecamatan kencong
dapat dilihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4
Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Desa di Kecamatan Kencong
Tahun 2020
No Desa Islam Protestan Katoli Hindu Budha
k
1 Paseban 7.060 - - - 2
2 Cakru 10.384 8 - - -
3 Kraton 9.382 24 - - -
4 Wonorej 12.507 849 22 5 4
5 o 23.701 312 12 19 5
Kencong
Jumlah 63.034 1.193 34 24 11

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Kecamatan


Kencong memeluk agama Islam dengan jumlah 63.034 jiwa, selain agama Islam
masyarakat Kecamatan Kencong juga menganut agama lainnya seperti, Protestan,
Katolik, Hindu, Budha. Adanya perbedaan dalam memeluk agama, rasa harmonis,
saling tolong menolong, tetap terjaga dalam masyarakat Kecamatan Kencong, hal
ini terjadi karena timbulnya rasa pluralisme dan toleransi yang tinggi.
Desa Cakru Kecamatan Kencong merupakan salah satu tujuan para
migran. Mereka mengenalkan kesenian ludruk kepada masyarakat, selain sebagai
97
Bambang Samsu Badriyanto, Antropologi Budaya (Yogyakarta: Cipta Media,
2013), hlm. 92.
36

hiburan untuk menjaga kelestarian kesenian, mereka membentuk kelompok


kesenian ludruk supaya tetap eksis dan berkembang. Sekitar tahun 1960
masyarakat Desa Cakru mendirikan grup kesenian ludruk, dalam
perkembangannya kesenian ludruk tetap eksis dan berkembang di Desa Cakru.
Dengan demikian, kesenian merupakan sarana untuk menumbuhkan rasa
persatuan yang penuh dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan gotong royong,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Eric Hobsbawm istilah invented tradition
atau tradisi yang sengaja dibuat dalam suatu komunitas melalui tanda simbolik
tertentu sebagai ikatan sosial.98
Beberapa upacara-upacara tradisi yang tetap dilakukan yaitu upacara
grebeg99 dan maulid.100 Mulai sejak dari kandungan, kelahiran, perkawinan sampai
degan kematian merupakan salah satu upacara yang tetap dilakukan oleh orang-
orang Jawa. Menurut pelaksanaanya upacara tersebut tidaklah sama besar dalam
perayaannya, upacara yang paling besar dilaksanakan dalam siklus ini yaitu
upacara perkawinan.101 Upacara semasa dalam kandungan (kehamilan) memilki
berbagai macam tahap. Pada masa kehamilan ini upacara telah dimulai sejak
kandungan berusia 3 bulan atau dalam istilah Jawa disebut dengan neloni. Setelah
kehamilan berusia 7 bulan, maka akan ada upacara selametan lagi yang biasa
disebut dengan selametan mitoni. Setelah kehamilan mencapai batas waktu untuk
melahirkan, maka diadakan lagi upacara selametan untuk memperingati kelahiran
bayi.
Pada tahun 1970 kepercayaan dinamisme masih melekat pada tradisi
masyarakat. Masyarakat Desa Cakru yang sebagian besar adalah masyarakat
agraris atau bertani masih tetap melestarikan tradisi petik padi (petik pari) dimana

98
Eric Hobsbawm and Terence Ranger, The Invention of Tradition sebagaimana
dikutip dalam Yongki Gigih Prasisko, “Ludruk Jember: Ritual Masyarakat Pertanian”,
dalam Jurnal Parafrase Genta Vol.18 No.01 Mei 2018, hlm. 69.
99
Perayaan rutin yang diadakan masyarakat Jawa untuk memperingati suatu
peristiwa penting.
100
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
101
Kodiran, op.cit, hlm. 46.
37

tradisi tersebut selalu diperingati pada saat musim panen padi. Ritual tersebut
sengaja diadakan secara bersama-sama oleh masyarakat dengan tujuan memohon
agar hasil panennya dapat maksimal. 102 Upacara selametan dilakukan seperti
halnya siklus kehidupan manusia, yaitu mulai dari awal menanam, ketika bunga
padi sudah membentuk bulir padi, hingga padi akan segera dipanen atau disebut
dengan Petik Padi. Kepercayaan masyarakat dengan adanya upacara ini
bermaksud untuk mendapatkan keselamatan dalam proses penggarapan lahan
pertanian, selain itu juga merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena mendapatkan hasil panen yang berlimpah.103
Kesenian ludruk, jaranan, reog, dan kuda lumping di Desa Cakru
merupakan cerminan masyarakat Desa Cakru yang cenderung hidup berkelompok.
Kesenian tersebut dijadikan sebuah wadah untuk berkumpul yang merupakan
hasil apresiasi masyarakat terhadap kepentingan bersama, sehingga dapat
memperkuat ikatan sosial. Orientasi kelompok kesenian lebih mengarah pada
konsepsi tentang kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama.104 Upacara-
upacara adat hari besar keagamaan serta hari besar nasional, selalu dihadiri oleh
masyarakat dengan menghadirkan kesenian sebagai media pengumpul massa.
Kesenian juga berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam lingkup sosio-kultural.

2.3 Kesenian di Kecamatan Kencong


Kesenian merupakan salah satu unsur dari kebudayaan merupakan aspek yang
sangat dinamis dalam kehidupan manusia sebab terkait dengan ekspresi dan kreasi
estetis manusia.105 Kesenian sebagai salah satu hasil aktivitas masyarakat yang
dalam perkembangannya tidak dapat berdiri sendiri. Kesenian tidak pernah lepas

102
Kaherul Umam, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Pada Masyarakat
Agraris” Jurnal Genta Vol.9 No.2 Juli 2015, hlm. 219.
103
Ibid.
104
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
105
Widiya Ningsih, Ilham Rahmawati, “Upaya Pelestarian Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Seto Pada Masyarakat Desa Pasir Maju Kecamatan Rambah
Kabupaten Rokan Hulu” Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pasir
Pengaraian, 2020. hlm. 15.
38

dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan.
Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan juga kesenian, mencipta, memberi
peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, dan mengembangkan untuk
menciptakan kebudayaan baru.
Kesenian tradisional, salah satunya seni pertunjukan rakyat tradisional
mempunyai dua manfaat penting yaitu hidup dan berkembang. Hal tersebut dapat
dilihat dalam dua aspek, yaitu lingkup penyebaran dan manfaat sosialnya. Seni
pertunjukan rakyat memiliki lingkup wilayah yang meliputi seluruh lapisan
masyarakat. Manfaat sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada
kemampuannya sebagai pembangunan dan pemeliharaan solidaritas kelompok.106
Kesenian tradisional biasnya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke
generasi selanjutnya tanpa adanya perubahan yang menyolok.
Kesenian daerah merupakan aset budaya bangsa Indonesia yang
memerlukan perhatian khusus dalam pelestarian dan perkembangannya karena
pada dasarnya kesenian merupakan bagian dari perjalanan suatu budaya yang
sangat ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Suatu bentuk seni akan dapat
diterima di tengah masyarakat apabila memiliki fungsi tertentu dalam kehidupan
masyarakat. Bentuk seni tersebut dapat berfungsi dalam masyarakat baik yang
berkaitan dengan kepentingan ritual maupun yang sifatnya lebih sekuler. Oleh
karena itu, suatu bentuk seni tidak hanya dipandang dari sisi bentuknya saja
melainkan juga perlu dikaji fungsi penyajian kesenian itu di dalam kehidupan
masyarakat. Berdasarkan daftar sanggar kesenian Kabupaten Jember, Kecamatan
Kencong memiliki beberapa kesenian tradisional.107 Berikut ini kesenian yang ada
di Kecamatan Kencong.
1.Jaranan
Jaranan merupakan kesenian yang berupa pertunjukan tarian yang
dilakukan oleh beberapa orang penari dengan mengendarai boneka kuda

106
Umar kayam, “Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan” dalam
Heddy Shri Ahmsa Putra, ketika Orang Jawa Nyeni (Yogyakarta :Galang press, 2000),
hlm. 340.
107
Kabupaten Jember, “Daftar Sanggar Seni Kabupaten Jember”, 2018.
39

(jaranan). Tarian jaranan biasanya dipentaskan dengan iringan gamelan. Penari


juga menggunakan tata rias yang sesuai dengan tokoh yang diperankan. Setiap
unsur tata rias pemain kesenian jaranan mempunyai makna yang berbeda, mulai
dari tata rias wajah, tata rias rambut, tata rias perhiasan kepala dan tata rias busana
dan asesoris.108
Pada tahun 1992 di Kecamatan Kencong berdiri suatu kelompok kesenian jaranan,
yaitu Kelompok Citra Budaya yang dipimpin oleh Siswono yang berada di Jalan
Candi, Desa Wonorejo Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. Kelompok
Jaranan Citra Budaya didirikan dengan tujuan untuk melestarikan kesenian
tradisional jaranan. Kelompok Jaranan Citra Budaya dalam pertunjukannya dapat
menampilkan keseluruhan adegan mulai dari genjongan (gambyong), kepangan
atau agongan, kucingan atau barongan. Keseluruhan rangkaian kesenian tersebut
dinamakan jathilan (jaranan dan pethilan).109 Pada tahun 1996 di Desa Cakru,
Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember juga didirikan Kelompok Jaranan
Sidodadi yang dipimpin oleh Surati. Keberadaan Kelompok Jaranan Sidodadi
disebabkan dari sistem kekerabatan yang terdapat di lingkungan masyarakat,
sebagian besar dari anggotanya merupakan kerabat yang tinggal di lingkungan
yang sama.110
Kesenian jaranan tidak terlepas dari masyarakat pendukungnya. Sebagai
salah satu dari kebudayaan, kesenian merupakan ungkapan kreativitas manusia
dengan masyarakat sebagai penyangganya,111 apabila kesenian rakyat telah
menjadi milik seluruh anggota masyarakat, maka eksistensi kesenian itu
tergantung pula dari masyarakat pendukungnya. Hal ini disebabkan suatu bentuk
kesenian rakyat akan tetap eksis atau bertahan hidupnya, apabila mempunyai

Myla Binti Khurotul Uyun, “Nilai Estetika Kesenian Jaranan di Kota Kediri”
108

Jurnal Universitas Nusantara PGRI Kediri Vol. 02 No. 06 Tahun 2018.


109
Wawancara dengan Petrus Herriey Purwoko, Jember 26 Maret 2021.
110
Wawancara dengan Surati, Jember 26 Maret 2021.
111
Umar Kayam, Seni, Tradisi, Masyarakat (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), hlm.
38.
40

makna dan fungsi tertentu dalam suatu lingkungan masyarakat. Kelompok


kesenian jaranan yang ada di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel 2.5:

Tabel 2.5
Kelompok Kesenian Jaranan di Kecamatan Kencong Tahun 2018

No Nama Pendiri Tahun Alamat Keter


Kelompok Berdiri angan
1 Citra Budaya Siswono 1992 JL. Candi. Wonorejo, Aktif
Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
2 Sidodadi Surati 1996 Dusun Tempuran Aktif
RT.01/RW.04 Desa
Cakru, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
3 Taruno Petrus 2004 Dusun Kedung Aktif
Yakso Herriey Langkap RT.02/RW.12
Budoyo Purwoko Desa Kraton,
Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, “Daftar Sanggar Seni”
2018.

2. Reog
Reog merupakan kesenian rakyat yang berbentuk tarian dengan
membawakan dhadakmerak sebagai ciri khas kesenian reog yang diiringi gamelan
Jawa.112 Fungsi awal dari kesenian reog sebagai bentuk perlawanan rakyat
terhadap penguasa dan juga hiburan bagi rakyat. Kesenian reog terus mengalami
perkembangan, hal tersebut bisa dilihat dari semakin banyaknya organisasi

112
Sururil Mukarromah, Shinta Devi, “Mobilisasi Massa Partai Melalui Seni
Pertunjukan Reog di Ponorogo Tahun 1950-1980” Jurnal Verleden, Vol. 1, Nol.1
Desember 2012. hlm. 65.
41

kesenian reog yang muncul di berbagai daerah salah satunya yaitu Kecamatan
Kencong.
Kelompok kesenian reog yang ada di Kecamatan Kencong mulai didirikan
pada tahun 1990 yaitu Kelompok Singo Ludoyo yang dipimpin oleh Amin Tohari.
Amin Tohari merupakan orang Jawa yang berasal dari Kabupaten Ponorogo yang
bertransmigrasi di Kecamatan Kencong. Awal berdirinya kelompok kesenian reog
tersebut hanya terdiri dari sekumpulan orang migran yang ada di Kecamatan
Kencong.113

Gambar 2.1 Kelompok Reog Singo Ludoyo saat tampil di Kecamatan Puger
Kabupaten Jember.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Reog Singo Ludoyo, 1990.

Pada tahun 1998 di Desa Kencong Kecamatan Kencong Kabupaten


Jember didirikan Kelompok Reog Singo Bangun Mukti yang dipimpin oleh
Ponidi. Ponidi mengembangkan kesenian reog tersebut dengan mengajarkan
kepada kalangan pemuda yang ada di Desa Kencong. Hal ini dilakukan untuk
menumbuh kembangkan minat pemuda dalam menjaga kesenian reog.114

113
Wawancara dengan Amin Tohari, Jember 26 Maret 2021.
114
Wawancara dengan Ponidi, Jember 27 Maret 2021.
42

Kelompok kesenian reog yang ada di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel
2.6:

Tabel 2.6
Kelompok Kesenian Reog di Kecamatan Kencong Tahun 2018

No Nama Pendiri Tahun Alamat Keterangan


Kelompok Berdiri
1 Singo Amin 1990 Dusun Kedung Aktif
Ludoyo Tohari Langkap
RT.02/RW.13 Desa
Kraton, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
2 Singo Ponidi 1998 Dusun Ponjen Kidul Aktif
Bangun RT.02/RW.07 Desa
Mukti Kencong,
Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, “Daftar Sanggar Seni”
2018.

3. Ludruk

Ludruk adalah pertunjukan seni teater tradisional yang berasal dari Jawa
Timur. Kesenian ludruk berasal dari dua kata yaitu gela-gelo dan gedrak-gedruk.
Gela-gelo, memiliki arti menggeleng-nggelengkan kepala pada saat menari,
sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentakkan kaki di pentas pada saat
menari.115 Ludruk biasanya dipentaskan oleh kelompok ludruk di panggung besar
yang didalamnya terdapat beberapa pemain. Cerita yang dibawakan pada
pementasan ludruk biasanya merupakan cerita rakyat sehari-hari yang diselingi
dengan lawakan, bahkan kritik sosial. Kesenian ludruk masih popular di Jawa
Timur dan menjadi salah satu warisan kesenian tradisional.

115
Sunaryo, Heri suwignyo, dkk, op.cit., hlm. 6.
43

Kelompok ludruk yang ada di Kecamatan Kencong yaitu Ludruk Tanpa


Nama, mulai didirikan pada tahun 1960 yang dipimpin oleh Sudiryo. Pada tahun
1970 Sudiryo meninggal dunia, sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa
Nama sempat vakum.116 Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai
diaktifkan kembali oleh Agus Salim (menantu dari Sudiryo) dengan nama yang
berbeda yaitu Kelompok Ludruk Merdeka dan mulai terdaftar secara resmi dalam
buku induk kesenian Pemerintah Provinsi Jawa Timur.117
4. Kuda Lumping

Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa
kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi
rambut tiruan dari tari plastik atau sejenisnya yang di kepang,118 sehingga pada
masyarakat Jawa sering disebut sebagai jaran kepang.119 Kesenian tradisional
kuda lumping di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, mulai ada keberadaanya
pada tahun 1980 bernama Trisno Katon yang didirikan oleh Nonot Puji Kuntoro
dengan tujuan agar di Kecamatan Kencong sebagai sebuah wadah untuk
menampung dan menghidupkan jiwa seni di kalangan masyarakat.120 Tahun 1980
kesenian kuda lumping mulai tampil di luar Kecamatan Kencong dan semakin
dikenal oleh masyarakat.121
Kesenian kuda lumping mulai banyak peminatnya, sehingga kesenian
dapat diterima oleh masyarakat dan aktif sebagai media hiburan rakyat. Hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya kelompok kesenian kuda lumping yang didirikan

116
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
117
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
118
Jaran Kepang atau Kuda Lumping adalah tarian penunggang kuda dengan
kuda mainan yang terbuat dari anyaman bambu yang dirangkai sedemikian rupa, yang
dijepit antara dua kaki penarinya.
119
Kuswandi, Saepul Maulana, “Kesenian Kuda Lumpng di Desa Banjar Anyar
Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis” Jurnal Artefak Vol. 2 No. 1 – Maret 2014.
hlm. 88.
120
Wawancara dengan Nonot Puji Kuntoro, Jember, 24 Maret 2021.
121
Wawancara dengan Nonot Puji Kuntoro, Jember, 24 Maret 2021.
44

di Kecamatan Kencong yaitu: Kelompok Sido Mulyo yang didirikan pada tahun
1998, Kelompok Cahyo Utomo yang didirikan pada tahun 1990, Kelompok Putro
Wijoyo yang didirikan pada tahun 1990, Kelompok Putro Kencono yang didirikan
pada tahun 1998, Kelompok Agung Jaya yang didirikan pada tahun2000,
Kelompok Seto Manunggal yang didirikan pada tahun 2002. Kesenian kuda
lumping yang ada di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel 2.7:

Tabel 2.7
Kelompok Kesenian Kuda Lumping di Kecamatan Kencong Tahun
2018

No Nama Pendiri Tahun Alamat Keterangan


Kelompok Berdiri
1 Trisno Nonot 1980 Kencong Krajan II Aktif
Katon Puji RT.05/RW.09
Kuntoro Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember
2 Sido Mulyo Ponimin 1998 Dusun Ponjen Aktif
RT.02/RW.03 Desa
Kencong, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
3 Cahyo Sutomo 1990 Dusun Gumuk Banji Aktif
Utomo RT.03/RW.32 Desa
Kencong, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
4 Putro Sugito 1990 Dusun Pondok Waluh Aktif
Wijoyo RT.04/RW.15 Desa
Kencong, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
6 Putro Supardi 1998 Dusun Ponjen Kidul Aktif
Kencono RT.05/RW.06 Desa
Kencong, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
7 Agung Jaya Iskandar 2000 Dusun Wunguan Aktif
RT.01/RW.04 Desa
Kencong, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
8 Seto Suparmi 2002 Dusun Krajan Aktif
45

Manunggal RT.02/RW.10 Desa


Wonorejo, Kecamatan
Kencong, Kabupaten
Jember.
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, “Daftar Sanggar Seni”
2018.

2.4 Cikal Bakal Kelompok Ludruk Merdeka


Seni pertunjukan berangkat dari suatu keadaan yang berkembang di dalam
lingkungan etnik yang berbeda satu dengan yang lain. Perubahan-perubahan dan
pengaruh dari luar adat bisa membawa suatu pertunjukan tradisi mengalami
perubahan bentuk maupun konsep.122 Hal tersebut terjadi juga pada kesenian dan
seni pertunjukan yang ada di daerah Jawa Timur, khususnya seni pertunjukan
ludruk di daerah Kabupaten Jember.
Kelompok seniman merupakan salah satu elemen yang sangat
berpengaruh dalam munculnya suatu kesenian ludruk, dari suku kebudayaan dan
adat istiadat pada akhirnya akan menciptakan dan melahirkan suatu kelompok
tersebut. Hal serupa yang terjadi dengan kesenian ludruk, tercipta karena adanya
campuran suku suatu kelompok yang menjadikan kesenian ini muncul dengan
menyandang sebagai kesenian tradisional di kalangan masyarakat. Setiap kesenian
masing-masing pasti memiliki sejarahnya sendiri, dari awal berdiri, berkembang,
dan sampai berakhirnya. Surabaya merupakan salah satu kota pusat pertunjukan
ludruk karena Surabaya memiliki rombongan-rombongan dan teater-teater ludruk
yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan kota lainnya.123
Awal mula munculnya kesenian ludruk adalah banyaknya
masyarakat yang menghuni di Kabupaten Jember karena proses migrasi dari
daerah lain. Salah satu kedatangan migran yang cukup besar ke Jember yakni pada
saat dibukanya usaha perkebunan di Jember. Memahami tentang migran tentunya
sudah erat sekali dalam diri seseorang tertulis dengan adanya kebudayaan. Adanya
proses migrasi orang-orang ke tempat tujuan, maka akan turut serta membawa
122
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta: Sinar Harapan,
1981), hlm. 41.
123
James L Peacock, “Ritus Modernisasi: Aspek Sosial dan Simbolik Teater
Rakyat Indonesia”, diterjemahkan dari Rites Of Modernization: Symbolic and Social
Aspect of Indonesia Proletarian Drama (Depok: Desantara, 2005), hlm.30.
46

adanya suatu kebudayaan yang baru.124 Orang-orang migran berusaha


menyesuaikan dirinya ditempat yang baru, memahami realitas yang baru, menafsir
posisinya ditempat dan lingkungan yang baru melalui kebudayaannya. Adanya
kondisi dan suasana yang baru, maka seseorang berusaha menciptakan suatu
kesenian yang baru, salah satunya kesenian, ludruk yang sudah cukup lama eksis
di daerah Kabupaten Jember, khususnya di daerah masyarakat pedesaan.
Setiap daerah dalam kesenian ludruk memiliki ciri khas yang
berbeda-beda dalam setiap penampilannya. Bentuk pertunjukan ludruk di Jember
mengalami perubahan dari waktu ke waktu, antara lain dari partisipannya,
tariannya sampai susunan penyajiannya. Partisipan atau pemeran dalam
pertunjukan ludruk semuanya laki-laki dan memakai topeng, baik pemeran laki-
laki maupun perempuan. Ada juga pemeran perempuan dengan pemakaian topeng
diganti oleh tata rias dan bedak.125 Ludruk akan terlihat menarik dan dinilai baik,
jika didukung tandak yang cantik, suaranya merdu dan mampu mendukung lakon.
Ludruk Jember dipengaruhi oleh model ludruk Surabaya, terutama dalam hal
bagian tari remo dan lakon yang bertemakan kehidupan sehari-hari. Ludruk dalam
segi tobong atau dekorasi serta lakon-lakon cerita yang bertema politik elite
kerajaan merupakan salah satu pengaruh dari model ketoprak. Ada juga pengaruh
atau unsur lawak Madura. Ludruk Jember juga menawarkan karakteristik
tersendiri, khususnya perihal penggunaan bahasa Madura dan Jawa, baik dalam
dialog dengan penonton maupun antar pemeran.126
Setiap kelompok ludruk dipimpin oleh juragan, tidak semua kelompok
ludruk memiliki peralatan dan pemain atau panjak yang lengkap, biasanya antar
kelompok ludruk saling melengkapi satu sama lain. Pementasan seni pertunjukan,
setiap kelompok ludruk memiliki susunan atau formasi penyajian yang berbeda-
beda, seperti formasi dan jumlah penari remo. Beberapa bagian pertunjukan yang
ditambah seperti bagian kontes dan bagian teknis atraksi, penyajian teknis ini
Yongki Gigih Prasisko, “Ludruk Jember: Ritual Masyarakat Pertanian”, dalam
124

Jurnal Parafrase Genta Vol.18 No.01 Mei 2018, hlm. 69.


125
Ibid., hlm. 70.
126
Ibid.
47

melibatkan lampu, peralatan latar cerita seperti awan, hujan, petir, binatang seperti
burung dan lainnya, dan juga suara.
Kesenian ludruk merupakan salah satu kesenian rakyat, namun
penggemar kesenian ludruk tidak hanya masyarakat yang berasal dari golongan
kelas bawah, bahkan masyarakat golongan menengah atas menaruh minat yang
besar pada kesenian ludruk. Kesenian ludruk pada masa penjajahan, baik Belanda
maupun Jepang, dijadikan sebagai media bagi rakyat untuk melawan penjajahan
kolonial yang sedang berlangsung. Masa-masa setelah revolusi kemerdekaan
Indonesia, kesenian ludruk berkembang pesat pada tahun 1950-1965, bahkan dari
penelitian yang dilakukan oleh James L Peacok tahun 1962-1963, dicatatan data
statistik Kanwil Kebudayaan Surabaya, terdaftar sebanyak 549 kelompok ludruk,
baik di daerah pedalaman maupun kota.127
Kesenian ludruk dimanfaatkan dengan baik menjadi sebuah alat
propaganda politik di bidang kesenian. Beberapa rombongan ludruk bahkan
berafiliasi pada partai politik tertentu. Cikal bakal berdirinya Kelompok Ludruk
Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang berada di
bawah pimpinan Sudiryo. Sudiryo lahir di Kabupaten Jember tahun 1930. Sudiryo
anak keenam dari enam bersaudara. Bapaknya bernama Joyo dan ibunya bernama
Sayuti merupakan seorang seniman ludruk dan memiliki berbagai macam alat
kesenian, seperti gamelan, kenong dan kendang.128
Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian dengan belajar dari
orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh gamelan. Setelah orang
tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut sebagai modal bagi
Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Kegemaran dan
kesenangan Sudiryo dalam menabuh alat musik tradisional, membuat Sudiryo
berinisiatif untuk mendirikan sebuah kelompok kesenian tradisional, khususnya
kesenian ludruk. Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh

127
James L. Peacock, Ritus Modernisasi, Aspek Sosial dan Simbolik Teater
Rakyat Indonesia, Terjemahan. Eko Prasetyo dan Mh. Nurul Huda (Jakarta: Desantra,
2005), hlm. 4.
128
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
48

iktikad untuk nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa


Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. 129
Begitu besar kecintaannya dengan kesenian ludruk, Sudiryo rela
mengeluarkan uang untuk dapat membeli perlengkapan dan melestarikan kesenian
ludruk, serta memperkenalkan keseniannya kepada masyarakat. Sudiryo
memperkenalkan keseniannya dengan cara membuka pertunjukan ludruk di setiap
lapangan yang ada di Kabupaten Jember, namun bagi masyarakat yang ingin
menyaksikan pertunjukan Ludruk Tanpa Nama mereka harus membeli tiket
terlebih dahulu. Pada masa kepemimpinan Sudiryo, penjualan tiket tetap laku
terjual karena pada masa tersebut masyarakat masih sangat meminati pertunjukan
ludruk.130 Berikut ini foto Sudiryo dapat dilihat pada gambar 2.2:

Gambar 2.2. Foto Sudiryo Selaku Pendiri Kelompok Ludruk Tanpa Nama
1960
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1960.

129
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
130
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
49

Sudiryo juga merupakan salah satu ketua kelompok kesenian ludruk


yang bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI).131 Pada masa Demokrasi
Liberal maupun masa Demokrasi Terpimpin, partai politik banyak yang
melakukan mobilisasi massa. Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Lembaga
kebudayaan rakyat (Lekra) berusaha menarik sugesti massa dengan
memanfaatkan media kesenian. Begitu juga dengan Partai Nasional Indonesia
(PNI) dengan Lembaga Kesenian Nasional (LKN) yang merupakan organisasi
kesenian di bawah PNI, sedangkan Ludruk Tanpa Nama merupakan ludruk yang
berafiliasi dengan LKN, dan ikut meramaikan kampanye menjelang Pemilihan
Umum di Indonesia.132 PNI memanfaatkan Ludruk Tanpa Nama sebagai alat
propaganda politik. Pada tahun 1960 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai
melakukan pertunjukan dan menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar Kecamatan
Kencong.133
Pada saat tragedi 1965, kesenian ludruk menjadi sasaran utama atas
murkanya pemerintah Orde Baru terhadap PKI. Akibat peristiwa tersebut,
Pemerintah Orde Baru melarang aktifitas kesenian yang “berbau” PKI. Karena
ketakutan mereka terhadap pemerintah pada saat itu, banyak kelompok ludruk
yang tidak bergabung dengan PKI akhirnya tidak berani menyelenggarakan
pertunjukan dan memilih untuk vakum.
Pada tahun 1970 budaya hippie melanda di berbagai belahan dunia, yang
telah mewariskan budaya baru salah satunya yaitu ide antimainstream, pemikiran
liberal, fashion, seni underground dan juga musik jazz dan blues. Budaya tersebut
telah digandrungi kaum muda Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya.134

131
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
132
M. Djupri, “Kesenian Ludruk di Posisi Pinggiran” dalam Majalah Alur
(Majalah Seni dan Budaya), Edisi 003/ April 2012, hlm. 37; Bondan Nusantara , “Ludruk
Gaul KenapaTidak?” dalam Majalah Bende, edisi 5 September 2003, hlm.24.
133
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
134
Ade Yuliyasmin S, “Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai
Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.
50

Munculnya budaya hippie membuat pemerintah Orde Baru berusaha


menghidupkan kembali kesenian tradisional salah satunya yaitu kesenian ludruk.
Pada tahun 1971 sedikit demi sedikit kesenian ludruk mulai dibangkitkan
kembali dari trauma politik oleh para seniman yang dibantu oleh Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) Kodam VIII Brawijaya. Banyak kelompok
ludruk yang kemudian dilebur dan diganti nama. Pemerintah Orde Baru berusaha
untuk menghidupkan kembali perkumpulan ludruk di Jawa Timur melalui pihak
Kodam VIII Brawijaya, didukung oleh para seniman ludruk, melebur beberapa
kelompok ludruk yang meliputi: Ludruk Wijaya Kusuma Unit I, Ludruk Wijaya
Kusuma Unit II, Ludruk Wijaya Kusuma Unit III, Ludruk Wijaya Kusuma Unit
IV, Ludruk Wijaya Kusuma Unit V.135 Ludruk Wijaya Kusuma Unit I merupakan
ludruk hasil leburan dari Ludruk Marhaen di Surabaya. Ludruk Wijaya Kusuma
Unit II merupakan ludruk leburan dari Ludruk Anoraga di Malang. Ludruk
Wijaya Kusuma Unit III merupakan ludruk leburan dari Ludruk Uril A di Malang.
Ludruk Wijaya Kusuma Unit IV merupakan ludruk leburan dari Ludruk Tresna
Enggal di Surabaya. Ludruk Wijaya Kusuma Unit V merupakan ludruk leburan
dari Ludruk Kartika Kediri. 136 Upaya peleburan tersebut ternyata juga menyimpan
maksud dibaliknya, yaitu ludruk kembali dijadikan sebagai alat propaganda
penguasa oleh pemerintah Orde Baru. Ludruk dimanfaatkan kembali sebagai
propaganda politik, yaitu sebagai media informasi pembangunan di era Orde Baru
(Orba).137
Kelompok Ludruk Tanpa Nama juga mulai diaktifkan kembali pada
tahun 1975 dengan nama yang berbeda yaitu Kelompok Ludruk Merdeka yang
dipimpin langsung oleh Agus Salim (menantu dari Sudiryo). Aktifnya Kelompok
Ludruk Merdeka tersebut selain sebagai media hiburan juga dimanfaatkan

135
Henricus Supriyanto, Lakon Ludruk Jawa Timur (Jakarta: PT. Grasindo,
1992), hlm.14.
136
Ibid, hlm. 13.
137
Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis Terhadap
Kehidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi (Surabaya: Airlangga
University Press, 1999), hlm. 7.
51

kembali sebagai alat propaganda politik. Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk
Merdeka mulai terdaftar secara resmi dalam Buku Induk Kesenian Pemerintah
Provinsi Jawa Timur.138
Pada massa Orde Baru, meskipun jumlah kelompok ludruk bertambah
banyak, namun dianggap telah kehilangan esensinya sebagai lidah rakyat yang
menyuarakan keresahan hidup pada para penguasa, bahkan kesenian ludruk
beralih fungsi sebagai lidah penguasa pada rakyatnya. Kesenian ludruk dijadikan
penguasa sebagai alat propaganda untuk menyuarakan berbagai programnya
seperti Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) maupun Keluarga
Berencana (KB).139 Kesenian telah dijadikan media untuk mengolah masa. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa fenomena, misalnya kampanye politik dalam rangka
pemenangan Golkar pada setiap Pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) dan
kampanye program-program pembangunan Golkar yang merupakan kendaraan
politik penguasa Orde Baru dalam menjalankan dan memertahankan
kekuasaannya, senantiasa menggunakan kelompok ludruk sebagai media yang
efektif untuk memperoleh masa sebanyak-banyaknya.140

138
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
139
Kasiyanto Kasemin, loc,cit.
140
Apsari Putri Dwi, “Eksistensi Seni Pertunjukan Ludruk Karya Budaya di
Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto 1969-2012”, Skripsi Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2014. hlm. 57.
52

BAB 3
USAHA YANG DILAKUKAN KELOMPOK LUDRUK MERDEKA
SERTA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

3.1 Usaha Kelompok Ludruk Merdeka dalam Melestarikan Kesenian


Ludruk di Kecamatan Kencong
3.1.1 Upaya Regenerasi Pemimpin dan Anggota Kelompok Ludruk Merdeka
Regenerasi merupakan sebuah perpindahan kesempatan untuk bertumbuh.
141
Pertumbuhan ini adalah bagian yang penting dari proses pembelajaran. Orang-
orang “lama” yang telah berada dan harus bisa mempertanggungjawabkan
kedewasaannya dan berpindah ke pelayanan yang lebih luas. Sementara orang-
orang “baru” diberi kesempatan untuk melanjutkan “perjuangan”. Sebagian orang
memaknainya sebagai siklus yang wajib dilalui. Oleh karena itu, sistem regenerasi
seperti ini lebih tepat disebut regenerasi kaderisasi. Pada hakikatnya sistem
regenerasi kaderisasi adalah proses tempat para kader pimpinan para suku atau
bangsa dibina dan dipersiapkan sebagai pimpinan suku atau bangsa pada generasi
berikutnya guna untuk menggantikan generasi sebelumnya.142
Generasi memiliki peran penting untuk mempertahankan dan melestarikan
kesenian yang sudah ada sebelumnya. Melalui regenerasi diharapkan penikmat

Swastika Dinar Kasih, “Regenerasi Seni Kuda Lumping Sari Muda Budaya
141

Dusun Sangkalan Desa Bapangsari Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Provinsi


Jawa Tengah” Jurnal Seni dan Pendidikan Seni pada Universitas Negeri Yogyakarta,
Vol. 16, No. 1, April 2018. hlm. 10.
142
Ibid.
53
53

seni yang sudah tua hingga muda masih bisa menikmati kesenian yang sudah ada,
sehingga generasi penerusnya memiliki rasa tanggung jawab yang datang dari
dirinya sendiri. Adanya proses dan siklus seperti itulah yang dapat
mempertahankan sebuah kesenian yang sudah ada. Eksistensi Kelompok Ludruk
Merdeka tentu tidak lepas dari adanya proses regenerasi. Berdirinya Kelompok
Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang
berada di bawah pimpinan Sudiryo.143
Sudiryo merupakan pemimpin pertama yang mempunyai gagasan untuk
mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Sudiryo lahir di Jember tahun 1930.
Sudiryo anak keenam dari enam bersaudara. Bapaknya bernama Joyo dan ibunya
bernama Sayuti merupakan seorang seniman ludruk dan memiliki berbagai
macam alat kesenian, seperti gamelan, kenong dan kendang. Istri Sudiryo
bernama Ngaisah. Sudiryo memiliki sepuluh anak, yaitu: Hartini, Harlilik,
Hartatok, Hardidi, Harbagus, Hartayut, Harnunu, Harneneng, Hargugus,
Harluluk.144
Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian dengan belajar dari
orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh gamelan. Setelah orang
tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut sebagai modal bagi
Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Kegemaran dan
kesenangan Sudiryo dalam menabuh alat musik tradisional, membuat Sudiryo
berinisiatif untuk mendirikan sebuah kelompok kesenian tradisional, khususnya
kesenian ludruk. Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh
iktikad untuk nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa
Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. 145
Begitu besar kecintaannya dengan kesenian ludruk, Sudiryo rela
mengeluarkan uang untuk dapat membeli perlengkapan dan melestarikan kesenian
ludruk, serta memperkenalkan keseniannya kepada masyarakat. Jumlah anggota
143
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
144
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.

145
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
54

Kelompok Ludruk Tanpa Nama sebanyak 40 orang. Sudiryo mengajak seluruh


pelaku seni yang ada di Kecamatan Kencong untuk bergabung menjadi anggota
Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Pada tahun 1960 Kelompok Ludruk Tanpa Nama
mulai melakukan pertunjukan dan menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar
Kecamatan Kencong.146
Sudiryo memperkenalkan keseniannya dengan cara membuka pertunjukan
ludruk di setiap lapangan (nyandiworo) yang ada di Kabupaten Jember seperti
lapangan Gumukmas, lapangan Kencong dan lainnya, namun bagi masyarakat
yang ingin menyaksikan pertunjukan Ludruk Tanpa Nama mereka harus membeli
tiket seharga Rp 25,00 (dua puluh lima rupiah). Kapasitas penonton dalam
pertunjukan tersebut tidak dibatasi, sesuai dengan peminat masyarakat yang ingin
menyaksikan pertunjukan ludruk. Pada masa kepemimpinan Sudiryo, penjualan
tiket tetap laku terjual karena pada masa tersebut masyarakat masih sangat
meminati pertunjukan ludruk.147
Pada tahun 1970 Sudiryo meninggal dunia, sehingga membuat Kelompok
Ludruk Tanpa Nama sempat vakum.148 Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Tanpa
Nama mulai diaktifkan kembali oleh menantu Sudiryo, yaitu Agus Salim.149
Sudiryo mewariskan kesenian ludruk kepada Agus Salim dikarenakan Agus Salim
memahami tentang kesenian ludruk, sedangkan anak kandung dari Sudiryo tidak
ada yang ikut bergabung dalam Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Agus Salim
merupakan anak pertama dari enam bersaudara, yaitu: Agus Salim, Sati, Sani,
Lesos, Santik, Salis. Bapaknya bernama Salamin dan ibunya bernama Karsi. Istri
Agus Salim bernama Harlilik, Agus Salim memiliki empat anak, yaitu: Yuniken
Anjasmoro, Marhen Pari Kesit, Arle Merdeka Wati, Cakra Wisanggeni. 150

146
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
147
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
148
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
149
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
150
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
55

Agus Salim memiliki inisiatif sendiri untuk merubah nama Kelompok


Ludruk Tanpa Nama menjadi Kelompok Ludruk Merdeka yang memiliki arti
“Mencari Rizqi dengan Kawan”. Pemberian nama merdeka memiliki tujuan agar
kelompok ludruk tersebut dapat mempertahankan eksistensinya dan terus
berkembang.151 Agus Salim merupakan generasi kedua sebagai Ketua Kelompok
Ludruk Merdeka, selain itu Agus Salim juga sebagai penari remo dan pelawak
yang dikenal dengan sebutan Cak Salim. Kepiawaiannya dalam menghibur
penonton dipelajari dari Sudiryo, selaku perintis Kelompok Ludruk Tanpa Nama
(mertua dari Agus Salim).152 Selanjutnya, Agus Salim mendaftarkan Kelompok
Ludruk Merdeka secara resmi pada tahun 1975.153 Berikut ini foto keluarga Agus
Salim dapat dilihat pada gambar 3.1:
.

151
Wawancara dengan Lesos, Jember, 3 Juli 2021.
152
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 25 Agustus 2019.
153
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
56

Gambar 3.1 Foto Keluarga Agus Salim dan Harlilik Selaku Ketua Kelompok
Ludruk Merdeka
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1996.

Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Merdeka mengadakan pementasan


pertama di Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember yang bertujuan
untuk mengenalkan kepada masyarakat. Beberapa ide muncul, salah satu ide
untuk menambah daya tarik penonton yaitu dengan menambah penari laki-laki
yang berperan seperti perempuan (waria). Adanya penari banci diharapkan
masyarakat menyukai dan berminat untuk bergabung dengan Kelompok Ludruk
Merdeka.154
Kehadiran waria di lingkungan ludruk menjadi unsur yang sangat ditunggu
oleh penonton dan penikmat ludruk. Keberadaan waria bagaikan pusat gravitasi
yang sangat menarik bagi semua kalangan yang hadir untuk menonton
pertunjukan ludruk. Kehadiran waria selalu ditunggu oleh penikmat kesenian
ludruk yang hampir tergerus oleh modernisasi zaman. Mereka adalah penerus
budaya yang kini kian ditinggalkan oleh penikmatnya.155
Hadirnya waria melalui peran tandak juga sangat dibutuhkan untuk
keberlangsungan Kelompok Ludruk Merdeka. Pertunjukan ludruk tidak akan
berarti tanpa hadirnya penonton, kemunculan para tandak menjadi daya tarik
paling besar terhadap kehadiran penonton. Aksi yang dilakukan para tandak
mampu menghibur penonton. Kecantikan dan keluwesan berjoget para tandak
juga menjadi bagian yang ditunggu para penonton khususnya penonton laki-laki.
Komodifikasi tubuh perempuan yang dilakukan para tandak dengan
menghadirkan bentuk tubuh perempuan cantik membawa keuntungan bagi
Kelompok Ludruk Merdeka. Semakin banyak tandak dengan paras cantik, jogetan
luwes dan suara yang indah, semakin banyak pula orang yang akan menanggap
Kelompok Ludruk Merdeka.156 Pemain Kelompok Ludruk Merdeka yang digemari
154
Wawancara dengan Febri, Jember 22 Agustus 2019.
155
Insroatun Naima, “Identitas Gender dan Sensualitas Tubuh Tandak dalam
Panggung Pertunjukan Ludruk Lerok Anyar”, Skripsi pada Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia, Surakarta, 2019. hlm. 39.
156
Wawancara dengan Sujarno, Jember 14 Mei 2021.
57

oleh penonton yaitu Febri, Narko dan Rosa. Febri merupakan salah satu tandak
yang digemari oleh penonton karena memiliki wajah cantik dan kelincahannya
pada saat menari. Narko sebagai pelawak yang digemari oleh penonton karena
pandai berimprovisasi dan sangat lucu jika melawak di atas panggung, sedangkan
Rosa merupakan salah satu penyanyi dan penari remo yang digemari oleh
penonton karena memiliki ciri khas dengan suara yang bagus dan bisa menirukan
banyak karakter suara157
Adanya kedekatan emosional antara waria dan penonton, hal tersebut
merupakan salah satu cara bagi para pelaku seni Kelompok Ludruk Merdeka
untuk mengajak masyarakat agar tetap mencintai kesenian ludruk dan dapat
bergabung dalam Kelompok Ludruk Merdeka. Masyarakat yang ingin bergabung
dengan Kelompok Ludruk Merdeka hanya dibutuhkan adanya minat dan latihan.
Hal itu dilakukan agar anggota Kelompok Ludruk Merdeka kompak saat
melakukan pementasan.158 Agus Salim juga mengajak anggota keluarganya untuk
bergabung dalam Kelompok Ludruk Merdeka, salah satunya Lesos yang
merupakan adik kandung dari Agus Salim. Jumlah anggota Kelompok Ludruk
Merdeka pada masa kepemimpinan Agus Salim sebanyak 60 orang.159
Harlilik (istri Agus Salim) merupakan Ketua Kelompok Ludruk Merdeka
pada generasi ke tiga setelah meninggalnya Agus Salim pada tanggal 6 Juni 2001.
Harlilik berasal dari Dusun Krajan, RT/RW: 001/005, Desa Cakru, Kecamatan
Kencong. Usianya kini mencapai 65 tahun dengan kondisi Kesehatan yang cukup
baik. Sikap yang diambil oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan
Kelompok Ludruk Merdeka.160 Pada generasi kepemimpinan selanjutnya, Harlilik
akan mewariskan kepemimpinan Kelompok Ludruk Merdeka kepada anaknya

157
Wawancara dengan Tumigen, Jember 8 Juli 2021.
158
Wawancara dengan Febri, Jember 22 Agustus 2019.
159
Wawancara dengan Harlilik, Jember 22 Agustus 2019.
160
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Kartu Nomor Induk
Kesenian, Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember, 2018.
58

yang bernama Marhen Pari Kesit, dikarenakan Marhen Pari Kesit aktif dalam
membantu berjalannya Kelompok Ludruk Merdeka. Marhen Pari Kesit
merupakan anak dari Agus Salim dan Harlilik. Berikut ini foto Harlilik dapat
dilihat pada gambar 3.2:

Gambar 3.2 Kartu Tanda Penduduk Harlilik.


Sumber: Koleksi pribadi Harlilik, 2012.

Keberadaan perkembangan budaya modern yang semakin berkembang


pesat sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat maupun generasi muda,
khususnya pada kesenian tradisional. Kesenian tradisional yang keberadaanya
mulai mengalami pasang-surut salah satunya adalah kesenian ludruk. Banyak
kalangan budayawan yang berusaha menggerakan kesenian tradisional khususnya
ludruk agar bisa dihidupkan kembali, dipertahankan dan dilestarikan supaya
generasi muda lebih mengenali kesenian tradisional. Kelompok Ludruk Merdeka
merupakan salah satu kelompok ludruk yang berhasil membawa nama ludruk
menjadi hidup kembali dan diminati oleh masyarakat di berbagai kalangan yang
ada, karena dari model pementasannya saja dalam cara membawakan cerita serta
guyonannya sangat unik dan menarik para penonton yang melihat, sehingga pada
Kelompok Ludruk Merdeka setiap sekali tampil memiliki massa yang begitu besar
59

antusiasnya, maka banyak masyarakat yang berbondong- bondong untuk melihat


pertunjukan ludruk dari Kelompok Ludruk Merdeka.161
Prinsip mengkaderisasi dan memperkenalkan kepada generasi muda sejak
dini adalah suatu hal yang sangatlah penting untuk diterapkan di kalangan anak
remaja, karena sebagai wujud untuk menjadi bagian dari keikutsertaan belajar
kesenian ludruk dalam melestarikan kesenian tradisional supaya ada lintas
generasi penerus untuk mempertahankan kesenian ludruk lebih diminati kembali
di kalangan masyarakat khususnya generasi muda.162
Melestarikan kesenian ludruk perlu adanya regenerasi seniman ludruk
yang komperhensif dan berkesinambungan dengan memberikan kesempatan
kepada generasi muda untuk mewadahi dan mengoptimalkan talenta seni generasi
muda, sebagai bentuk upaya melestarikan dan mengembangkan kesenian ludruk
baik dari masyarakat, khususnya generasi muda. Terdapat konsep-konsep
pelestarian yang menjelaskan terkait dengan upaya pelestarian yang dilakukan
oleh Kelompok Ludruk Merdeka dalam mempertahankan kesenian ludruk untuk
tetap eksis di tengah arus perkembangan budaya modern.163
Kelompok Ludruk Merdeka dalam mengupayakan pelestarian kesenian
ludruk untuk tetap menjaga kualitas pertunjukannya yaitu, melakukan regenerasi
secara terus-menerus khususnya generasi muda yang diambil mulai dari kalangan
SMP, SMA, SMK sampai Perguruan Tinggi Negeri. Upaya yang dilakukan
dengan cara meregenerasi secara terus-menerus ditiap tahunnya sebagai bentuk
bahwa Kelompok Ludruk Merdeka ikut serta dalam melestarikan dan
mempertahankan keberadaannya agar tetap eksis.164 Hal tersebut sesuai dengan
visi dan misi dari Kelompok Ludruk Merdeka yaitu:
Visi: Menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang kreatif, berkesenian dan
berbudaya.
Misi: 1. Meningkatkan keterampilan berkesenian dan berbudaya para anggotanya.

161
Wawancara dengan Tumigen, Jember 10 Juli 2021.
162
Wawancara dengan Harlilik, Jember 16 Juli 2021.
163
Wawancara dengan Harlilik, Jember 10 Juli 2021.
164
Wawancara dengan Marhen , Jember 9 Juli 2021.
60

2. Membangun kebersamaan kasih saying, menghargai serta membangun


kerukunan dan kebahagiaan para anggotanya dalam rangka melestarikan
budaya Indonesia.
3. Bersama dengan para anggotanya berkesenian Indonesia dalam rangka
turut serta melestarikan seni dan budaya Indonesia.
Anggota Kelompok Ludruk Merdeka terdiri dari pemain laki-laki, pemain
perempuan, pengrawit, tim genjot, tim dekorasi, dan tim sound. Pemain laki-laki
dan pemain perempuan bertugas sebagai pemeran lakon cerita, sedangkan
pengrawit bertugas sebagai penabuh gamelan, untuk menjadi pengrawit
dibutuhkan keahlian khusus untuk bisa menjadi seorang yang professional
dibidang musik tradisional. Jumlah anggota Kelompok Ludruk Merdeka dapat
dilihat pada tabel 3.1:
Tabel 3.1
Daftar Jumlah Anggota Kelompok Ludruk Merdeka Tahun 2000-2020
Pemain 2000 2005 2010 2015 2020
Laki-laki 15 15 15 15 15
Perempuan 14 14 14 14 15
Pengrawit 10 10 10 10 11
Genjot 4 4 4 4 4
Dekorasi 10 10 10 10 10
Sound 7 7 7 7 7
Jumlah 60 60 60 60 62

Sumber: Wawancara dengan Harlilik, Jember 11 Mei 2021.


61

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa jumlah anggota Kelompok Ludruk


Merdeka. Jumlah anggota Kelompok Ludruk Merdeka dari tahun 2000 sampai
2015 tidak mengalami perubahan dalam jumlah anggota, namun pada tahun 2020
mengalami penambahan jumlah anggota pemain perempuan sebanyak satu orang
dan pengrawit sebanyak satu orang.165

3.1.2 Properti
Properti merupakan suatu alat yang digunakan dalam sebuah pertunjukan yang
berkaitan dengan penataan barang atau benda sebagai pendukung pertunjukan.166
Banyak cara yang dapat dilakukan dan ditempuh oleh pelaku seni untuk menarik
selera penonton kepada seni pertunjukan tradisi, salah satunya yaitu melakukan
upaya kreatif dan inovatif dari segi kesenian Ludruk Merdeka, dari penggarapan
ceritanya (aspek literer) yang diaktualisasikan sesuai dengan konteks zaman;
penggarapan kreatifnya lebih dramatik (atraktif); peningkatan kualitas kinerja para
pekerja seni (pemain, sutradara, penata musik (arranger) penata tari
(koreografer), teknologi pementasan dimodernisasi dengan mentransfer teknologi
komunikasi media seperti: tata panggung (setting), tata cahaya, tata suara (back
ground), penataan musik divariasi dengan instrumen modern (nada-nada diatonis
ditambah perkusi atau drum).167 Hal ini sesuai dengan pernyataan Harlilik selaku
ketua Kelompok Ludruk Merdeka, sebagai berikut.

“Kelompok Ludruk Merdeka dalam pementasannya sudah


melakukan perubahan dengan teknologi komunikasi media seperti:
perubahan tata panggung, tata cahaya, tata suara (back ground), dari segi
165
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
166
Whinda Kartika Nugraheni, “Bentuk Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik di
Desa Coper Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo” Skripsi pada Program Studi
Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negri Yogyakarta, 2015. hlm.
12.
167
Ali Imron A.M., dkk. “Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisi dalam Menunjang
Pariwisata di Surakarta” Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 6, No. 2, 2005. hlm. 217.
62

penataan musik sudah mulai melakukan variasi dengan instrumen modern


seperti ditambah perkusi atau drum”.168

Peralatan yang digunakan Kelompok Ludruk Merdeka salah satunya yaitu,


gamelan. Gamelan merupakan alat musik tradisional yang biasanya sering dipakai
dalam pementasan ludruk, gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan
pelog ini digunakan untuk mengiringi tari remo, kidungan dan bedayan. Perangkat
gamelan yang sederhana terdiri dari kienengan gong kecil, yang terdiri dari saron
dan demug, peking, penerus, kendang dan gong kecil. 169 Penabuh gamelan terdiri
dari empat orang dimana masing-masing memegang peralatan rangkap, ada juga
yang memegang saron dan demung, peking dan penerus, kendang dan gong kecil
masing-masing dipegang satu orang.170 Pada masa Agus Salim tirai panggung
yang digunakan dalam pementasan hanya menggunakan warna hijau. Berikut ini
gambar tirai panggung Kelompok Ludruk Merdeka tahun 1975.

168
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 27 April 2021.
169
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.

Rohilinda Hilwa, “Komunikasi Budaya dalam Kesenian Ludruk Budi Wijaya


170

di Desa Ketapang Kuning Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang”, Skripsi Fakultas


Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2014. hlm.
50.
63

Gambar 3.3 Dekorasi Panggung Kelompok Ludruk Merdeka 1975.


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka 1975.

Dari segi musik hanya menggunakan ketipung (semacam gendang) dan


gamelan sebagai alat utama dalam pementasan Kelompok Ludruk Merdeka.
Berikut ini gambar alat musik Kelompok Ludruk Merdeka tahun 1975.

Gambar 3.4 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 1975.


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka 1975.

Ciri khas pakem Kelompok Ludruk Merdeka.dalam pementasannya sama


saja dengan kelompok ludruk pada umumnya, hanya saja ditambahkan hiburan-
hiburan lainnya seperti orkes dangdut, selain itu terdapat salah satu inovasi yang
dilakukan oleh Kelompok Ludruk Merdeka yaitu pada saat adegan melayang, para
pemain dibuat seakan-akan melayang di udara dengan menggunakan katrol
sebagai alat pembantunya.171

171
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
64

Gambar 3.5 Penari Remo Kelompok Ludruk Merdeka Saat Melakukan


Adegan Melayang 1975.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka 1975.

Perlengkapan properti dalam pertunjukan Kelompok Ludruk Merdeka


tidak hanya dengan menggunakan gamelan, tetapi ada juga perlengkapan lainnya
seperti barang-barang yang ada di atas panggung yang melingkupi area di sekitar
para pemain yaitu asbak, vas bunga, taplak dan makanan ringan, selain itu ada
juga barang-barang yang di bawa pemain yaitu pistol, kipas, bolpoin, pedang,
pisau dan sebagainya.172 Pada masa kepemimpinan Harlilik Kelompok Ludruk
Merdeka mulai berkembang, dari segi tata panggung Kelompok Ludruk Merdeka
sudah mengalami perubahan dekorasi, logo yang digunakan, yaitu menggunakan
logo Pemerintah Kabupaten Jember. Logo tersebut merupakan inisiatif dari
Marhen Pari Kesit. Marhen Pari Kesit memberikan logo tersebut agar masyarakat
mengetahui bahwa Kelompok Ludruk Merdeka merupakan berasal dari
Kabupaten Jember. Selambu yang digunakan dapat menyesuaikan dengan cerita.

172
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
65

Gambar 3.6 Foto Dekorasi Pentas Kelompok Ludruk Merdeka 2019.


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 2019.

Dari segi musik sudah semakin banyak misalnya ada penambahan orgen,
kendang, bas, melodi.173

Gambar 3.7 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019.


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 2019.

173
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 27 April 2021.
66

Gambar 3.8 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019.


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 2019.

Alat musik tersebut merupakan milik Kelompok Ludruk Merdeka yang


diperoleh dari biaya pribadi pemimpin dan hasil uang kas Kelompok Ludruk
Merdeka selama melakukan tanggapan.

3.1.3 Lakon atau Cerita


Pertunjukan ludruk tidak ada pembatasan untuk cerita yang dimainkan, tidak
seperti cerita wayang yang bersumber pada kisah-kisah dari Negara India. Pada
kesenian ludruk cerita dapat dipisahkan, cerita dilihat pandangan agama
khususnya agama di Indonesia sebagai pedoman hidup mengandung nilai dan
norma.174 Berdasarkan uraian di atas sudah dijelaskan bahwa ludruk merupakan
seni pertunjukan sebagai cerita rakyat dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya
cerita rakyat yang sering dibawakan, cerita kepahlawanan juga diceritakan. 175
Kelompok ludruk memiliki lakon cerita masing-masing yang akan dipentaskan
saat memenuhi undangan, seperti halnya Kelompok Ludruk Merdeka, latihan

174
Rohilinda Hilwa, op.cit, hlm. 47.
175
Ibid., hlm. 40.
67

sebelum melakukan pementasan selalu dilakukan agar tidak mengalami kesalahan


saat menjalani lakon cerita yang akan ditampikan.176
Lakon cerita yang akan ditampilkan oleh Kelompok Ludruk
Merdeka bukan semata-mata keinginan dari Kelompok Ludruk Merdeka, tetapi
juga berdasarkan keinginan pada yang memiliki hajat. Pada umumnya, lakon
memilki alur cerita dan karakternya dibuat sedemikian persis, hal itu dilakukan
agar penonton bisa menghayati lakon tersebut dengan perasaannya. Banyolan atau
lawakan tidak lupa ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka agar para
penikmat ludruk tidak merasa jenuh. Pada masa kepemimpinan Agus Salim lakon
cerita yang sering ditampilkan adalah tentang kritik sosial. Hal tersebut dapat
disampaikan lewat kidungan seperti berikut ini,
Tuku tahu campur ketupat
Daging sapi disemur bali
Kate pemilu nggoleki rakyat
Lek wis pangkat ketoke lali

(membeli tahu campur ketupat


daging sapi disemur bali
akan pemilu mencari rakyat
bila sudah pangkat tampaknya lupa).177

Berikut ini gambar pelawak Kelompok Ludruk Merdeka saat melakukan


kidungan.

176
Wawancara dengan Harlilik, Jember 22 Agustus 2019.
177
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 28 April 2021.
68

Gambar 3.9 Anggota Kelompok Ludruk Merdeka Saat


Melakukan Kidungan.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka 1980.

Cerita yang pernah ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka, seperti


cerita kepahlawanan dari Belanda, yaitu Sarip Tambak Oso dan Sakerah.
Kelompok Ludruk Merdeka tidak hanya menampilkan kepahlawanan saja, cerita
fantasi seperti drama rumah tangga, cerita horor dan juga cerita kehidupan rakyat
sehari-hari.178 Ciri khas tokoh dalam Kelompok Ludruk Merdeka menyangkut
lakon Sogol dan Babad Jember sebagai lakon khas Kabupaten Jember. Berikut ini
peminat lakon cerita Kelompok Ludruk Merdeka dapat dilihat pada tabel 3.2:
Tabel 3.2
178
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
69

Lakon Cerita Kelompok Ludruk Merdeka Tahun 1975-2020


1975 1980 1990 2000 2020
Sakerah. Sawunggaling Sawunggaling Sawunggaling. Sakerah.
Sogol. Selor Selor Selor . Sogol.
Sarip Sakerah Sakerah Sakerah. Sarip
Tambak Oso. Tambak
Oso.
Ande-ande Sogol Cerita Sogol. Cerita
Lumut. kehidupan Rumah
rakyat sehari- Tangga
hari.

Sumber: Wawancara dengan Harlilik, Jember, 15 Mei 2021.

Gambar 3.10 Lakon Cerita Yang Pernah di Tampilkan Kelompok Ludruk


Merdeka dalam Agenda Kegiatan Seni Budaya Taman Krida Budaya Jawa
Timur Tahun 2015.
Sumber: Halomalang.com diunduh pada 17 November 2020.

Lakon yang dimainkan Kelompok Ludruk Merdeka tidak banyak


perbedaan dengan tradisi lakon yang dimainkan kelompok ludruk pada umumnya.
70

Misalnya tradisi lakon-lakon tersebut antara lain: Sawunggaling, Sakerah, Sarip


Tambak Oso. Fenomena ludruk di Jember mampu menampilkan lakon yang
berbeda dengan ludruk didaerah kulonan. Lakon Sogol dan Babad Jember
merupakan lakon yang dianggap milik masyarakat Jember dan asli milik orang
Jember. Lakon Sogol dalam pertnjukan ludruk di Jember memiliki perbedaan
yang sangat mencolok dibanding dengan lakon sogol daerah Malang, Jombang,
Surabaya. Lakon Sogol di daerah Jember dalam ceritanya terjadi pasca
kemerdekaan, sehingga tidak dijumpai figure kompeni. Berbeda dengan daerah
Malang, Jombang, Surabaya, lakon Sogol terjadi pada masa penjajahan Belanda,
sehingga akan dihadirkan figur kompeni.179
Lakon Sogol merupakan cerita rakyat asal Sumberejo Kecamatan Ambulu
Kabupaten Jember. Sogol digambarkan sebagai sosok protagonis. Ilmu
kanuragannya digunakan melawan kesewenang-wenangan kompeni pada masa
penjajahan Belanda. Dalam lakon sogol pendekar sumur gemuling ayam jago
menjadi kunci kesaktian yang merupakan sebagai simbol kasih sayang seorang
ibu. Kasih ibu sangat menentukan kehebatan anak. Lakon sogol tidak hanya
menceritakan tentang kepahlawanan saja, dalam narasinya juga diwarnai dengan
kisah cinta yang mengharukan.180

3.1.4 Kesejahteraan Pemain


Istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang berasal dari bahasa
Sanskerta Catera yang berarti “payung”, sedangkan ke-an membentuk nomina
yang berarti “ihwal”. Seseorang yang menggunakan payung akan dapat terhindar
dari panas dan hujan. Sejahtera berarti kehidupan yang terhindar dari berbagai
ancaman. Ancaman yang menghadang adalah terbatasnya sumber bantuan dan
tidak terbatasnya kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu, usaha yang perlu
dilakukan untuk meraih kesejahteraan adalah meningkatkan jumlah dan kualitas
sumber bantuan dan menekan jumlah kebutuhan. Pengembangan sumber bantuan
179
Ahmad Taufiq, Apresiasi Drama Tradisional Ludruk (Yogyakarta: Gress
Publishing, 2013), hlm. 133-134.
180
Wawancara dengan Dhebora Krisnawati, Jember, 4 Juli 2021.
71

tersebut memerlukan usaha-usaha kreatif, yaitu usaha berbasis kreativitas dan


intelektual manusia sebagai pelaku seni dan sekaligus sebagai pelaku usaha.181
Kelompok Ludruk Merdeka merupakan kelompok kesenian yang dikelola
secara swadaya, melalui dana pribadi sang pemimpin, Kelompok Ludruk Merdeka
sudah memiliki perlengkapan sendiri, seperti: gamelan, genjot (pentas), dan juga
kostum pemain. Mayoritas pekerjaan para anggota dan pemain ludruk adalah
bermata pencaharian sebagai petani. Berbagai kesibukan yang dimiliki oleh
anggota dan pemain, kesenian ludruk tidak dapat melunturkan jiwanya sebagai
seniman ludruk. Menjadi seorang seniman kesenian tradisional memang belum
bisa dijadikan sebagai sandaran hidup. Tidak ada penghasilan menetap yang
mereka dapatkan, salah satu cara untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-
hari adalah dengan cara mencari penghasilan di luar kegiatan kesenian. Kesenian
hanyalah sebagai wadah untuk menyalurkan hobi bagi para seniman. Para
seniman tetap bertahan karena memiliki motivasi pada kesenangan dan untuk
tetap mempertahankan budaya warisan para leluhur.182

Tabel 3.3
Mata Pencaharian Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 2019

No Matapencaharian Jumlah
1 Petani 40
2 Pedagang 9
3 Tukang Bangunan 7
4 Buruh 5
5 Pangkas Rambut 1
Sumber: Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.

Tabel 3.3 bila dilihat dari segi matapencaharian anggota Kelompok


Ludruk Merdeka adalah termasuk golongan rakyat kecil. Suatu pola kehidupan
yang dekat dengan tema-tema penderitaan sosial tentang kemiskinan, susahnya

Novi Anoegrajekti, dkk.,“Diversifikasi Usaha Sanggar Seni untuk


181

Meningkatkan Kesejahteraan” Jurnal Warta Pengabdian, Vol 14, No. 1, 15 Maret 2020.
hlm. 12.
182
Wawancara dengan Lesos, Jember 25 Agustus 2019.
72

dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan kesulitan hidup yang lain yang
menyelubungi mereka, meskipun demikian, mereka dapat hidup secara guyub dan
rukun di tengah-tengah masyarakat yang melingkupinya.
Komposisi matapencaharian tersebut menggambarkan bahwa Kelompok
Ludruk Merdeka sangat dekat dengan isu-isu kerakyatan yang ada di sekitar
mereka. Sebuah sensitivitas sosial yang dibangun dengan penuh rasa empati,
sehingga keadaan rakyat yang ada di sekeliling mereka akan mampu menjadi
kekuatan dalam pengungkapan berbagai bentuk fenomena ketimpangan untuk
dapat diangkat di atas panggung. Fenomena sosial di sekeliling mereka
merupakan suatu cara berkesenian yang mereka pahami sebagai bentuk bagian
dari akar sosiokultural yang ada.183 Kelompok Ludruk Merdeka mengadakan
latihan rutin setiap hari Minggu. Jika ada pementasan, maka jadwal latihan akan
ditambah setiap hari Kamis, Sabtu dan Minnggu. Latihan tersebut dilakukan untuk
menjaga kekompakan pemain dalam melakukan pementasan. Latihan dilakukan
pada malam hari yang bertempat di rumah Harlilik dari jam 19.00 s.d 22.00 WIB.
Hal tersebut dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas pekerjaan para anggota
pemain.184

183
Wawancara dengan Sujarno, Jember 24 Agustus 2019.
184
Wawancara dengan Marhen, Jember 9 Juli 2021
73

Gambar 3.11 Lakon Sakera Oleh Kelompok Ludruk Merdeka


Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka 2017.

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi hiburan-hiburan modern


sudah tidak asing lagi hadir di tengah-tengah masyarakat. Hiburan-hiburan
tradisional harus bersaing dengan hiburan-hiburan modern. Wayang kulit, wayang
golek, ketoprak, ludruk dan yang lain sebagainya, telah tersaingi dengan film-film
di bioskop dan televisi.185 Ludruk masih bisa bertahan dan membantu
perekonomian para pemain, meskipun hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti

185
Januar Heryanto, “Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis
Ekonomi di Indonesia”, Jurnal Nirmana Vol. 6, no. 1, januari 2004. hlm. 52-62.
74

ketika sedang musim hajatan maupun peringatan hari Kemerdekaan Indonesia.


Adanya Video Compact Disc (VCD) yang merekam kegiatan ludruk, secara
ekonomis belum mampu memberikan perbaikan nasib bagi para seniman. Industri
kreatif tidak selamanya berwujud digitalisasi, tetapi juga bisa berwujud
pertunjukan-pertunjukan seni yang bisa mendatangkan para penonton domestik
maupun mancanegara untuk menikmatinya, sehingga secara ekonomi para pelaku
akan diuntungkan dengan kedatangan mereka. Pertunjukan ludruk bisa bertahan
dan beradaptasi di zaman modern meskipun secara ekonomi belum mampu
memberikan kesejahteraan kepada para seniman.186
Pembagian upah pada Kelompok Ludruk merdeka tergantung pada tingkat
pekerjaan yang dilakukan oleh anggota, seperti Febri, Janet dan Sujarno yang
berperan sebagai tandak ludruk hanya diberi upah sebesar Rp. 200.000,-
sedangkan untuk pengrawit biasanya diberi upah sebesar Rp. 500.000,-187 Upah
tersebut tentunya tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi anggota
Kelompok Ludruk Merdeka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Febri selaku tandak
Kelompok Ludruk Merdeka,

“Upah dua ratus ribu sebenarnya tidak cukup, apa lagi buat tandak ludruk
yang kebutuhannya banyak, seperti membeli make up, baju dan perhiasan
untuk mendukung penampilan agar tetap cantik”.188

Upaya menjaga kelestarian Kelompok Ludruk Merdeka, semangat anggota


dan pemain selalu tumbuh untuk mengembangkan kreasi baru dalam pertunjukan
kesenian ludruk, serta menjaga keharmonisan antar seniman dan masyarakat yang
berantusias untuk mempertahankan eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka. 189
Keaktifan generasi muda memunculkan semangat baru bagi para sesepuh untuk

186
Sutarto, dkk, “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa
Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif’ Laporan Penelitian (Jember: Lemlit Unej,
2013).
187
Catatan Keuangan Kelompok Ludruk Merdeka 2019.
188
Wawancara dengan Febri, Jember, 24 Agustus 2019.
189
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
75

memberikan motivasi, bahwa kesenian yang telah dimilki ini berhak untuk
dilestarikan agar dapat berkembang.190

3.1.5 Mengikuti Berbagai Festival atau Lomba


Keberadaan festival seni di Indonesia cukup marak, hampir semua di setiap
daerah memiliki festival seni, salah satunya yaitu Kota Surabaya. Surabaya
sebagai kota metropolitan dengan sistem budaya yang heterogen juga memiliki
beragam festival seni di antaranya Festival Cak Durasim, Festival Negara
Kertagama, Surabaya Full Musik, Festival Gwalk Percusion, Festival Seni
Surabaya, dan berbagai event-event kesenian sejenis festival yang
penyelenggaraannya dilaksanakan setahun sekali.191
Kelompok Ludruk Merdeka merupakan salah satu kelompok ludruk yang
sering mengikuti berbagai festival dan lomba yang ada di Surabaya. Keaktifan
Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan seringnya melakukan pementasan, prestasi
dan penghargaan yang mampu diraih oleh Kelompok Ludruk Merdeka. Berikut
ini kegiatan yang pernah diikuti Kelompok Ludruk Merdeka, yaitu mengisi acara
sosialisasi Pemilihan Umum di Kantor Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.

190
Regita Dwi Setyawati, “Pelestarian Kesenia Ludruk: Studi Kasus Grup
Marsudi Laras di Surabaya Tahun 2003-2017”, Jurnal Volume 7, No 3 Tahun 2019.
191
Ratih Dewi Pratama Adyka Putri, “Pengembangan Manajemen Strategi
Festival Seni Surabaya” Tesis pada Program Studi Magister Tatakelola Seni, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta, 2015. hlm. 13.
76

Gambar 3.12 Foto Kelompok Ludruk Merdeka Saat Mengisi Acara


Sosialisasi Pemilu di Kantor Kecamatan Kencong Kabupaten Jember 1980.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1980.

Berdasarkan gambar 3.12 menunjukkan bahwa salah satu penari remo


anggota Kelompok Ludruk Merdeka yang bernama Yuniken Anjasmoro sedang
menerima piagam penghargaan dari Nyoto (Camat Kencong) atas partisipasinya
dalam acara sosialisasi pemilihan umum (pemilu) pada tahun 1980 yang
dilaksanakan di Kantor Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.192
Pada tahun 1980 Kelompok Ludruk Merdeka mengikuti lomba ngeremo
dan jula juli sebagai juara I yang diadakan oleh Majalah Sarinah Surabaya.193

192
Wawancara dengan Yuniken Anjasmoro, Jember, 11 Mei 2021.
193
Koleksi Piala Kelompok Ludruk Merdeka, 1980; (lihat: lampiran A, hlm. 99).
77

Gambar 3.13 Foto Lomba Remo Kelompok Ludruk Merdeka di Majalah


Sarinah Surabaya 1980.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1980.

Pada tahun 1989 Kelompok Ludruk Merdeka mengikuti festival seni vokal
tradisional bernafaskan P4 se- Kabupaten Jember.194

194
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
78

Gambar 3.14 Foto Kelompok Ludruk Merdeka saat mengikuti festival seni
vokal tradisional bernafaskan P4 se- Kabupaten Jember 1989.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.

Seniman ludruk pada masa Orde Baru diwajibkan mengikuti penataran


pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P-4). Selain itu, para pejabat
yang mengemban tugas menjaga stabilitas negara memerintahkan agar seniman
ludruk tidak melakukan kritik sosial terhadap pemerintah. Aturan-aturan tersebut
berdampak membelenggu kreativitas seniman ludruk atau penumpulan kritik
sosial masyarakat.195 Penataran P-4 pada masa Orde Baru adalah sebuah bentuk
pemahaman yang sama mengenai demokrasi pancasila sehingga dengan
pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara.196

195
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm
132.
196
Wawancara dengan Marhen, Jember, 4 Juli 2021.
79

Kelompok ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tetap terus bertahan, hal itu
ditandai dengan masih tetap melakukan pertunjukan di berbagai macam instansi
pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival, dimana Kelompok Ludruk
Merdeka mampu meraih berbagai macam prestasi dan penghargaan dari
pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran periodik
teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur pada tahun 2011, 2015, 2018.197

Gambar 3.15 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur


2011.
Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2011.

Pada tahun 2015 Kelompok Ludruk Merdeka mendapatkan penghargaan


dari pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran
periodik teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur.

Sertifikat dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Arsip Kelompok Ludruk


197

Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2011, 2015, 2018.
80

Gambar 3.16 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur


2017.
Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2015.

Pada tahun 2017 Kelompok Ludruk Merdeka ditunjuk sebagai kelompok


ludruk keliling kampung Surabaya oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam
rangka memperingati Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72.

Gambar 3.17 Jadwal Kelompok Ludruk Merdeka Keliling Kampung


Surabaya tahun 2017.
Sumber: Surabaya Historical.com diunduh pada tanggal 3 Februari 2021.
81

Pada tahun 2018 Kelompok Ludruk Merdeka mendapatkan penghargaan


dari pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran
periodik teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur.

Gambar 3.18 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur


2018.
Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2018.

Pada tahun 2019 Kelompok Ludruk Merdeka mendapatkan piagam


penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember sebagai pelestari ludruk dalam
dalam rangka festival lansia Kabupaten Jember pada tanggal 18 Agustus 2019. 198
Kegiatan yang digelar dalam festival lansia yakni, senam poco-poco yang diikuti
3.000 lansia dari forum komunikasi karang werda dan 29 organisasi lansia se
Kabupaten Jember. Ada pula pemberian piagam penghargaan untuk lansia yang
memiliki dedikasi dalam bidang pendidikan, seni budaya dan kemanusiaan. Selain
itu, Pemerintah Kabupaten Jember memberikan perlindungan kesehatan bagi
lansia berupa asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)
Kesehatan.199

Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk


198

Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.

HUT Ke 74 Republik Indonesia, Wujud Apresiasi, Pemkab Jember Beri


199

Perlindungan Lansia Lewat Asuransi BPJS, 2019. [online], Surya Tribunnews.com


82

Gambar 3.19 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember


2019.
Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2019.

3.2 Dukungan Pemerintah


Masyarakat perlu untuk melestarikan kebudayaan khususnya kesenian tradisional
yang ada di daerah. Keberhasilan pelestarian kesenian daerah (tradisional) sangat
ditentukan oleh kemampuan pemerintah dalam merumuskan program atau
kebijakan untuk dilaksanakan oleh aparat pemerintah dalam kelompok-kelompok
masyarakat yang ikut serta bersama-sama melaksanakan program atau kebijakan
yang telah diputuskan yang harusnya didukung atau ditunjang oleh sarana dan
prasarana yang ada.200
Pembangunan kebudayaan dan pariwisata merupakan bagian dari
pembangunan daerah yang pada hakekatnya merupakan proses bersifat integratif
baik dalam tataran perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian yang
dilakukan secara berkesinambungan. Pembangunan tersebut dilakukan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka kegiatan pembangunan
diunduh pada tanggal 29 Mei 2021.
200
Ika Monika, dkk., “Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pelestarian Kesenian
Tradisional di Kota Makassar”, Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 4, Nomor 2, Juli
2011. hlm. 90.
83

sektor budaya dan pariwisata tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah, melainkan harus dilakukan bersama-sama dan didukung oleh seluruh
komponen masyarakat.201
Pada masa Pemerintah Orde Baru tepatnya tahun 1968, terjadi perubahan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam pertunjukan ludruk di
Kabupaten Jember. Kebijakan yang diterapkan adalah dengan diwajibkannya
seluruh seniman ludruk untuk memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA). Kelompok
ludruk tidak diperbolehkan berdiri sendiri melainkan diharuskan untuk berada
dalam satu induk, yakni Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember
serta penghapusan kidungan genjer-genjer yang merupakan salah satu kidungan
populer dalam ludruk Jember.202
Setiap kelompok ludruk akan mendapatkan pengawasan ketat dari pihak
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI), namun
keadaan ini tidak bertahan lama. Pada tanggal 21 sampai dengan 22 Juni 1968
sebagai bentuk perhatian dan dukungan pemerintah terhadap kesenian ludruk,
maka diadakan musyawarah seniman ludruk se-Jawa Timur dalam rangka
penataan kembali perkumpulan ludruk yang ada di Jawa Timur. Pada tahun 1970
hingga 1980-an kesenian ludruk di Kabupaten Jember diperbolehkan untuk
mendirikan kelompok ludruk secara independen atau berdiri sendiri di bawah
badan hukum. Perkembangan ludruk yang ada di Kabupaten Jember berjalan ke
dua arah yang dibagi berdasarkan letak geografisnya. Kelompok ludruk bagian
Jember Selatan menganut sistem pertunjukan sesuai dengan pakem ludruk
Malangan. Ludruk Malangan memiliki ciri khas dalam gaya busana. Busana gaya
malangan memakai celana panjang hingga menyentuh kaki serta tidak disematkan
jarum. Penari memakai simpul atau sanggul di rambutnya dan terkadang dihiasi
melati, tidak memakai mekak hitam untuk menutupi dada, memakai rapak unyuk
menutupi bagian pinggang sampai lutut serta hanya menggunakan satu selendang

201
Ibid.
202
Dewi Retno Putri Pradana. Suharto, “Keberadaan Kesenian Ludruk Rukun
Trisno di Kabupaten Jember Tahun 1990-2018”, Jurnal Historia Vol. 3, No. 2, Januari
2021. hlm. 433.
84

yang disematkan di bahu.203 Ludruk bagian Jember Utara lebih terbuka kepada
berbagai perubahan dan menciptakan ciri khas tersendiri sebagai ludruk khas
Jemberan.204 Secara khusus perbedaan tersebut ditunjukkan oleh tiga hal yakni,
aspek aktor, lakon dan anggota kolektif masyarakat pendukungnya yang bersifat
multikultural.205
Dukungan pemerintah dalam proses pemberdayaan kesenian ludruk pada
Kelompok Ludruk Merdeka di Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember antara lain:
(1) Melindungi kesenian dengan memberikan Kartu Nomor Induk
Kesenian (KNIK) kepada Kelompok Ludruk Merdeka. Pemerintah
mengharuskan siapa saja yang mendirikan kesenian untuk mengurusi Kartu
Nomor Induk Kesenian (KNIK) dengan cara membawa Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan mengisi blangko dan curriculum vitae (CV) terkait rekam jejak selama
berkesenian.206 Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Merdeka mendaftarkan
kelompok keseniannya secara resmi ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Jawa Timur.

203
Rohilinda Hilwa, op.cit, hlm. 43-44.
204
Dewi Retno Putri Pradana. Suharto, op.cit, hlm. 433.

Akhmad Taufiq. Sukatman, “Ludruk Wetanan: Strategi Adaptasi Menghadapi


205

Kompetesi Industri Pasar Hiburan”, Jurnal Atavisme Vol. 17, No. 2, Desember 2014.
hlm. 232.
206
Wawancara dengan Dannie Alcholin, Jember, 28 April 2020.
85

Gambar 3.20 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 1994.


Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 1994.

Pada tanggal 6 Juni 2001, Agus Salim meninggal dunia, sehingga Ludruk
Merdeka digantikan oleh istrinya yang bernama Harlilik. Setelah mengalami
pergantian pimpinan dalam Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK) Ludruk
Merdeka tertulis nama organisasi Ludruk Merdeka, nama pimpinan Ny.Harlilik,
alamat Desa Cakru Kecamatan Kencong. Nomor induk 556/ 81/ KES/ 035
09511/2010.207 Tujuan dari Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK) yaitu agar dapat
melindungi kesenian dan sebagai kesenian yang resmi yang mempunyai izin dari
pemerintah, sehingga pemerintah dapat memberi rekomendasi layak atau tidaknya
sebuah kelompok kesenian yang tampil di masyarakat. Bagi kelompok kesenian
termasuk yang tidak memiliki Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK), maka
resikonya adalah tidak bisa mengajukan izin tampil di masyarakat.208

207
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Kartu Nomor Induk
Kesenian, Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember, 2018.
208
Wawancara dengan Dannie Alcholin, Jember, 28 April 2020.
86

Gambar 3.21 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 2020.


Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2020.

(2) Menampilkan Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara


pemerintahan. Kelompok Ludruk Merdeka sering tampil dalam acara
pemerintahan salah satunya dalam acara festival lansia Kabupaten Jember, festival
seni vokal tradisional bernafaskan P4 se- Kabupaten Dati II Jember 1989 serta
beberapa kali tampil dalam pagelaran periodik209 yang diadakan oleh Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Taman Budaya Jawa Timur Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur sebagai bentuk ikut berperan aktif mengawal
perkembangan seni budaya di Jawa Timur. Pagelaran diadakan setiap tahunnya
dengan menunjuk beberapa kabupaten yang ada di Jawa Timur, yaitu: Kabupaten
Jember, Malang, Surabaya, Kediri, Jombang dan lainnya. Hal tersebut guna untuk
menampilkan kesenian yang dimiliki di setiap kabupaten yang ada di Jawa Timur,
dengan ditampilkannnya Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara tingkat provinsi
tentunya Kelompok Ludruk Merdeka semakin dikenal oleh masyarakat kabupaten
dan provinsi. Ludruk yang ditampilkan dalam acara pagelaran periodik, yang
menurut kualitasnya, termasuk kesenian-kesenian yang baik.

209
Wawancara dengan Harlilik, dan juga diperkuat dengan adanya piagam
penghargaan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jember, 29 Januari 2020.
87

Gambar 3.22 Kelompok Ludruk Merdeka dalam Acara Pagelaran periodik


yang diadakan oleh UPT Taman Budaya Jawa Timur Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 2018.

(3) Memberikan pembinaan dengan mengundang seniman di


Kabupaten Jember. Pemerintah terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Jember demi meningkatkan kesejahteraan eksistensi kesenian
tradisional maka diadakannya pembinaan kepada pelaku seni. Tujuan dari
pembinaan tersebut untuk memberikan motivasi kepada para seniman tradisional
agar tetap bisa mempertahankan eksistensinya. Acara pembinaan bukan hanya
seniman kesenian ludruk saja yang dihadirkan tetapi ada juga dari beberapa
seniman perwakilan tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Jember sekaligus
mewakili jenis kesenian mereka. Para seniman tersebut terdiri dari perwakilan
kesenian Ludruk, Jaran Kepang, Tayub, Wayang Kulit, Tari, dan Pencak Silat
Cimande.210
Salah satu contoh dari pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Jember yaitu melalui Dewan Kesenian Jember (DKJ). Organisasi
Dewan Kesenian Jember memiliki tujuan untuk menghimpun berbagai macam

210
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
88

kesenian maupun insan seni yang bersifat perorangan di dalam wadah organisasi
(akta notaris Nomor 02 Tahun 2006 Pasal 2 tentang azas dan tujuan Dewan
Kesenian Jember). Hal ini dapat membantu pemerintah untuk tetap menjaga
kelestarian kesenian dan mendampingi para seniman utamanya seniman
tradisional. Dewan Kesenian Jember adalah lembaga nonprofit. Pengurus tidak
digaji, tetapi harus ada bantuan dana operasional dari pemerintah kabupaten
(Pemkab). Keberadaan Dewan Kesenian dilandasi oleh Surat Menteri Dalam
Negeri Nomor 431/3015/PUOD tanggal 16 Oktober 1995 perihal Petunjuk
Pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 5A tahun 1993
tentang Dewan Kesenian serta untuk meningkatkan pembinaan, pengembangan,
dan pelestarian seni dan budaya.211
(4) Pemerintah Kabupaten Jember memberikan dukungan dan
apresiasi terhadap seniman yang berprestasi. Pada tahun 2019 Harlilik
mendapatkan piagam penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember sebagai
lansia yang memiliki dedikasi dalam bidang seni dan budaya.212

211
Fatma Azahra, “Peranan Dewan Kesenian Jember (DKJ) Dalam Pelestarian
Kesenia Tradisional di Kabupaten Jember Tahun 2006-2015”, Skripsi pada program studi
Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Jember, 2018, hlm. 3.

Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk


212

Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.


89

Gambar 3.23 Piagam Penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember


2019.
Sumber: Arsip Kelompok Ludruk Merdeka, 2019.

Pemerintah Kabupaten Jember menggelar festival lansia di Alun-alun


Kabupaten Jember pada hari minggu tanggal 18 Agustus 2019. Festival lansia
digelar untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI)
ke-74 dan hari lansia tahun 2019 dengan tema “Sumber Daya Manusia Unggul
Indonesia Maju diwujudkan dengan Lanjut Usia yang Bermartabat, Sejahtera dan
Mandiri”. Kegiatan yang digelar dalam festival lansia yakni, senam poco-poco
yang diikuti 3.000 lansia dari forum komunikasi karang werda dan 29 organisasi
lansia se Kabupaten Jember. Ada pula pemberian piagam penghargaan untuk
lansia yang memiliki dedikasi dalam bidang pendidikan, seni budaya dan
kemanusiaan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Jember memberikan
perlindungan kesehatan bagi lansia berupa asuransi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan.213
(5) Bantuan selama Pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 merupakan
suatu penyakit yang berdampak pada banyak orang yang terjadi diberbagai
negara, termasuk di Indonesia. Akibat terjadinya pandemi covid-19, Pemerintah
HUT Ke 74 Republik Indonesia, Wujud Apresiasi, Pemkab Jember Beri
213

Perlindungan Lansia Lewat Asuransi BPJS, 2019. [online], Surya Tribunnews.com


diunduh pada tanggal 29 Mei 2021.
90

Indonesia menerapkan beberapa kebijakan, anatar lain. Stay at home yang


mengharuskan masyarakat beraktifitas di rumah dan adanya pembatasan sosial
bersakala besar (PSBB). Hal tersebut sangat berdampak pada psikologi
masyarakat, khususnya dalam persoalan ekonomi hingga interaksi sosial. Pada
masa pandemi menimbulkan banyak dampak diberbagai sektor, terutama bagi
pelaku seni.214
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember pada masa pandemi Covid-19
terhadap pelaku seni yaitu dengan memberikan sejumlah bantuan sosial. Terdapat
tiga bantuan Pemerintah Kabupaten Jember yaitu (1) Penanganan kesehatan, (2)
Jaringan pengaman sosial yang dibagi dua kelompok (kelompok miskin dan
terdampak Covid-19, (3) Pemulihan ekonomi. Sarana media sosial, radio, televisi
dan taman publik juga digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Jember untuk para
pelaku seni dan budaya agar dapat mengekspresikan kemampuannya sekaligus
memberikan edukasi ke masyarakat terkait Pandemi Covid 19.215
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Dannie
Allcholin menjelaskan dampak dari Pandemi Covid 19 dirasakan 16 segmen insan
pariwisata dan seni budaya. 16 segmen tersebut di antaranya daerah tujuan wisata,
hotel, rumah bernyanyi, sedangkan insan seni budaya yang terdempak berada di
segmen seni musik tradisional, seni musik modern, seni musik religi, seni
pertunjukan modern, seni pertunjukan tradisional dan seni rupa. Bantuan Covid 19
diberikan agar dapat membantu perekonomian para insan pariwisata dan seni
budaya yang ada di Kabupaten Jember. Kriteria yang mendapatkan bantuan Covid
19 adalah insan pelaku usaha pariwisata dan seni budaya yang terdampak Covid
19 yang tidak memiliki pekerjaan selain kegiatan bidang kebudayaan.216
Berdasarkan kriteria tersebut, salah satu anggota yang mendapatkan bantuan

Syafarudin. Erna Rochana, dkk., Covid19& Disrupsi (Tatanan Sosial Budaya,


214

Ekonomi, Politik dan Multi (Bandarlampung: Pusaka Media, 2020), hlm. 85.
215
Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19, 2020. [online],
https://www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.

Pemkab Jember Beri Bantuan untuk Pelaku Usaha Pariwisata dan Seni
216

Terdampak Covid-19, 2020. [online], Kompas TV diunduh pada tanggal 29 Mei 2021.
91

Sujarno sebagai tandak Kelompok Ludruk Merdeka menerima bantuan uang tunai
sejumlah 600.000 dari Pemerintah Kabupaten Jember pada tanggal 13 Agustus
2020. Sujarno mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan tidak memiliki mata
pencaharian lain, selain kegiatan bidang kebudayaan,217 sedangkan Harlilik selaku
pemilik Kelompok Ludruk Merdeka tidak menerima bantuan selama Pandemi
Covid 19 dikarenakan Halilik masih memiliki matapencaharian dari hasil
pertanian.218

Gambar 3.24 Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19 dari
Pemerintah Kabupaten Jember Tahun 2020.
Sumber: https:// www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.

3.3 Dukungan Masyarakat


Dukungan masyarakat terhadap kesenian merupakan suatu bentuk bantuan
masyarakat kepada kesenian. Hiburan merupakan salah satu kebutuhan yang
wajib dikonsumsi oleh manusia. Kebutuhan manusia akan suatu hiburan sama
halnya dengan pemenuhan kebutuhan afektif setiap individu. Kebutuhan ini

217
Wawancara dengan Sujarno , Jember 29 Mei 2021.
218
Wawancara dengan Harlilik, Jember 28 Mei 2021.
92

mengacu pada kegiatan atau segala sesuatu yang menyenangkan. 219 Hiburan
dalam kehidupan masyarakat dapat beraneka ragam bentuknya seperti olahraga,
perfilman, seni tari, seni musik, seni pertunjukan, dan sebagainya. Seni
pertunjukan merupakan salah satu jenis hiburan yang cukup banyak peminatnya
dan cukup berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. seni pertunjukan memiliki
arti penting dalam kehidupan bermasyarakat karena memiliki banyak fungsi.
Adapun fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat, di antaranya
sebagai sebagai ritual kesuburan, memperingati daur hidup dari kelahiran manusia
sampai meninggal, hiburan pribadi, presentasi estetik (tontonan), media
propaganda, pengguguh solidaritas sosial, pengikat solidaritas nasional dan
sebagainya.220
Seni pertunjukan ludruk merupakan kesenian khas Jawa Timur
karena ludruk sebagai teater tradisisonal hadir di tengah-tengah masyarakat
tertentu yang memiliki budaya tertentu pula yakni budaya daerah yang dibina oleh
suatu tradisi.221 Tradisi yang dimaksud adalah hasil budaya yang dapat diterima
oleh masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Seni pertunjukan tradisi
tumbuh bersama dengan sistem kepercayaan masyarakat pertanian, yang
teraktualisasi dalam berbagai ritus yang nantinya menyebabkan keanekaragaman
bentuk dan gerak seni pertunjukan tradisi. Ludruk disetiap daerah memiliki ciri
khas masing-masing, namun kesenian ludruk memiliki karakteristik tersendiri
yang akan membedakan dengan kesenian lainnya 222
Kelompok Ludruk Merdeka yang hadir sejak 1975 tetap eksis di tengah-
tengah kehidupan masyarakat. Keberadaan kesenian Ludruk Merdeka merupakan

John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling


219

Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 213.


220
Sudarsono, Pengantar Apresiasi Seni (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 12.
221
Kasiyanto Ksemin, Ludruk Sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis Terhadap
Kehidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi (Surabaya: Airlangga
University Press, 1999), hlm. 9.
222
Prasetyo Mukti Wicaksono, “ Kesenian Ludruk RRI Surabaya Sebagai Media
Propaganda Program Pemerintah Pada Dekade Akhir Pemerintahan Orde Baru (1989-
1998)”, Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 6, No. 1, Maret 2018. hlm. 240.
93

salah satu kekayaan budaya daerah yang tetap wajib di lestarikan oleh masyarakat
sebagai pendukungnya. Dukungan masyarakat dalam pertunjukan ludruk terdiri
dari beberapa peran dan dukungan, antara lain sebagai penanggap 223 dan
penonton.224
Demi menjaga kelestarian dan mengembangkan kesenian tradisional,
terutama dalam era modern tentunya dihadapkan pada tantangan zaman yang
semakin kuat. Seringkali terjadi permasalahan yang menyangkut pada selera
masyarakat. Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada kesenian modern
karena kesenian tradisional yang masih ada dirasakan terdapat kekurangan-
kekurangan dibandingkan kesenian modern yang mulai masuk ke daerah
pedesaan, dengan demikian sebagian masyarakat cenderung memilih kesenian
modern. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap eksistensi kesenian ludruk
yaitu peningkatan jumlah pendukung dan peningkatan frekuensi jumlah
pertunjukan. Hal ini terjadi hubungan timbal balik yang pada awal perkembangan
ludruk sangat ditentukan oleh seniman pelakunya, sebagai pendukung utamanya.
Perkembangannya mampu menarik minat sebagian masyarakat untuk berperan
menjadi seniman ludruk oleh karena itu, terjadi peningkatan jumlah pendukung
ludruk.225 Penonton laki-laki merupakan penikmat ludruk yang sangat antusias
dengan kidungan tandak yang menyajikan syair tentang nasionalisme.226
Ludruk seringkali digunakan sebagai sarana tujuan ekonomi.
Pementasan ludruk dalam sebuah hajatan akan banyak mengundang masyarakat
yang hadir dalam hajatan yang diselenggarakan. Masyarakat Kecamatan Kencong
merupakan penting dalam perkembangan ludruk dimana masyarakat bertindak
sebagai pementas, penggemar dan penonton. Pementasan ludruk biasanya
diadakan oleh orang yang mempunyai hajatan tertentu, seperti: perkawinan,

223
Penanggap adalah orang yang menanggap atau mengundang pertunjukan
ludruk.
224
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 20 Februari 2020.
225
Akhmad Taufiq, op.cit., hlm. 31.
226
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 20 Februari 2020.
94

khitanan, nazar dan syukuran lainnya, salah satunya yaitu Tumigen yang
mengundang Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara khitanan anak pertamanya
pada tahun 2018.227 Seorang pementas ludruk biasanya mempunyai tujuan tertentu
diantaranya sebagai hiburan tontonan atau sebagai bagian dari upacara ritual.228
Partisipasi yang telah diberikan oleh masyarakat Desa Cakru telah
menunjukkan bahwa mereka juga peduli untuk menjaga kesenian ludruk agar
tetap eksis meskipun harus melawan tantangan dengan kehadiran kesenian
modern. Kelompok Ludruk Merdeka masih tetap memberikan ciri khas yang
nantinya akan mudah diingat oleh masyarakat penikmat ludruk. Karakteristik juga
dapat menjadi salah satu pemikat atau daya tarik bagi masyarakat untuk
mengundang Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara hajatan.229

Gambar 3.25 Pertunjukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam Acara


Hajatan Pernikahan di Kabupaten Lumajang tahun 2019.
Sumber: Video Youtube Kelompok Ludruk Merdeka 2019. [online] diunduh
pada tanggal 1 Mei 2021.

227
Wawancara dengan Tumigen, Jember 30 Mei 2021.
228
Dany Wahyu Kurniansyah, “Keberadaan Keseian Ludruk Wali Sakti di
Kecamatan Yosowilangun, Lumajang”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, 2017, hlm. 45.
229
Wawancara dengan Heni Indaryani, Jember 20 Maret 2021.
95
96

BAB 4
KESIMPULAN

Ludruk mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat
di Kabupaten Jember, ludruk merupakan salah satu aktivitas kolektif yang
melibatkan komponen masyarakat baik seniman, pelaku, penanggap, penikmat
dan juga pedagang. Adanya aktivitas tersebut, dilakukan semata-mata hanya untuk
mengukuhkan tradisi masyarakat yang sudah berakar dalam budaya masyarakat
Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember.
Berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok
Ludruk Tanpa Nama yang berada di bawah pimpinan Sudiryo. Sudiryo
merupakan pemimpin pertama yang mempunyai gagasan untuk mendirikan
Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian
dengan belajar dari orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh
gamelan. Setelah orang tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut
sebagai modal bagi Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama.
Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh iktikad untuk
nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa Cakru, Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember. Pada tahun 1970 Sudiryo meninggal dunia,
sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa Nama sempat vakum. Pada tahun
1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai diaktifkan kembali dan terdaftar
secara resmi oleh menantu Sudiryo, yaitu Agus Salim. Agus Salim memiliki
inisiatif sendiri untuk merubah nama Kelompok Ludruk Tanpa Nama menjadi
Kelompok Ludruk Merdeka yang memiliki arti “Mencari Rizqi dengan Kawan”.
Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia, sehingga ketua Kelompok

98
97

Ludruk Merdeka digantikan oleh Harlilik (istri dari Agus Salim) Sikap ini diambil
oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan Kelompok Ludruk Merdeka.
Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut tetap terus
bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di berbagai
macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival.
Usaha yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya yaitu melakukan upaya (1) Regenerasi pemimpin,
kepemimpinan Kelompok Ludruk Merdeka diwariskan secara garis keturunan.
Hal tersebut dilakukan karena properti Kelompok Ludruk Merdeka diperoleh
berdasarkan hasil dana pribadi pemimpin. (2) Perbaikan properti, Kelompok
Ludruk Merdeka dalam pementasannya sudah melakukan perubahan dengan
teknologi komunikasi media seperti: perubahan tata panggung, tata cahaya, tata
suara (back ground), dari segi penataan musik sudah mulai melakukan variasi
dengan instrumen modern seperti ditambah perkusi atau drum. (3) Lakon atau
cerita, Lakon cerita yang akan ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka
bukan semata-mata keinginan dari Kelompok Ludruk Merdeka, tetapi juga
berdasarkan keinginan pada yang memiliki hajat. Banyolan atau lawakan tidak
lupa ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka agar para penikmat ludruk
tidak merasa jenuh. (4) Kesejahteraan pemain, Kelompok Ludruk Merdeka
merupakan kelompok kesenian yang dikelola secara swadaya, melalui dana
pribadi sang pemimpin, Kelompok Ludruk Merdeka sudah memiliki perlengkapan
sendiri, seperti: gamelan genjot (pentas), dan juga kostum pemain. Mayoritas
pekerjaan para anggota dan pemain ludruk adalah bermata pencaharian sebagai
petani. (5) Mengikuti berbagai festival atau lomba, Kelompok Ludruk Merdeka
merupakan salah satu kelompok ludruk yang sering mengikuti berbagai festival
dan lomba yang ada di Surabaya. Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan
seringnya melakukan pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih
oleh Kelompok Ludruk Merdeka.

Peran serta proses pemberdayaan kesenian ludruk pada Kelompok Ludruk


Merdeka di Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember terdapat lima
dukungan dari pemerintah yaitu (1) Melindungi kesenian dengan memberikan
Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK) kepada Kelompok Ludruk Merdeka. (2)
Menampilkan Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara pemerintahan. (3)
Memberikan pembinaan dengan mengundang seniman di Kabupaten Jember. (4)
Pemerintah Kabupaten Jember memberikan dukungan dan apresiasi terhadap
seniman yang berprestasi, serta (5) Bantuan selama pandemi Covid-19. Kelompok
Ludruk Merdeka yang hadir sejak 1975 tetap eksis di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Keberadaan kesenian Ludruk Merdeka merupakan salah satu
kekayaan budaya daerah yang tetap wajib dilestarikan oleh masyarakat sebagai
pendukungnya. Dukungan masyarakat dalam pertunjukan ludruk terdiri dari
beberapa peran dan dukungan, antara lain sebagai penanggap dan penonton.
DAFTAR SUMBER

Arsip

Foto Lomba Ngeremo Kelompok Ludruk Merdeka di Majalah Sarinah Surabaya.


Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember. 1980.

Foto Pementasan Kelompok Ludruk Merdeka. Arsip Kelompok Ludruk Merdeka


Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. 1980.

Foto Kelompok Ludruk Merdeka Saat Mengkuti Festifal Seni Vokal Tradisional
Bernafaskan P4 se- Kabupaten Dati II Jember. Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. 1989.

Foto Pementasan Kelompok Ludruk Merdeka. Arsip Kelompok Ludruk Merdeka


Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. 2000.

Dokumen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur. Kartu


Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.

Dokumen Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember. “Kartu Nomor


Induk Organisasi Kesenian”. Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. 2018-2020.

Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Arsip Kelompok


Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.
2011.

Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Arsip Kelompok


Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.
2015.

Piagam Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Arsip Kelompok


Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.
2018.

Buku
Ahmadi, Mukhsin dkk. Aspek Kesastraan dalam Seni Ludruk di Jawa Timur.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1987.
Burke, Petter. Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2003.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, (terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta:


Universitas Indonesia Press. 1983.

Hartomo, H. dkk. Ilmu Sosial Dasar Jakarta: Bumu Aksara, 1999.

Heri Suwignyo, Sunaryo, (dkk). Perkembangan Ludruk di Jawa Timur Kajian


Analisis Wacana. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
1997.

Jupriono, (dkk). Sekilas Wakil Rakyat dan Perkembangan Kabupaten Jember


(Prasejarah s.d 1970-an) Jember: Sekretariat DPRD Kabupaten Jember, 2018.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama. 1993.

Kayam, Umar. Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan, dalam


Heddy Shri Ahmsa Putra, ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta :Galang
press. 2000.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru, 1986.

Peacock, James L. Ritus Modernisasi: Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat
Indonesia, diterjemahkan dari Rites of Modernization : Symbolic and Sosial
Aspects of Indonesian Proletarian Drama. Depok: Desantara. 2005.
Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.

Sasmita, Nurhadi. et al. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas


Sastra Universitas Jember. Yogyakarta: Lembah Manah. 2012.

Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 1983.


Setyawati, Edi. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta : Sinar Harapan. 1981.

Soedarsono, R.M. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Pariwisata


Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. 2001.

. Masa Gemilang dan Memudar Wayang Wong Gaya Yogyakarta Yogyakarta:


Tarawang, 2000.
Soekanto, Soerjono. Sulistyowati, Budi. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :
Rajawali press. 2013.

Soemarno. Ringkasan Sejarah Budaya Yogyakarta: Mitra Gama Widya. 1987.

Sunarlan. et al. Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Prodi Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Jember. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. 2018.

Syam, Nur. Mazhab Mazhab Antropologi. Yogyakarta : LKIS. 2007.

Taufiq, Akhmad. Apresiasi Drama Tradisional Ludruk. Yogyakarta : Gress


Publishing. 2013.

Artikel, Jurnal, Makalah, Skripsi.

Atar Semi, M. “Anatomi Sastra”. Dalam Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai


Teater Sosial : Kajian Kritis Terhadap kahidupan, Peran dan Fungsi
Ludruk Sebagai Media Komunikasi. Surabaya : Airlangga University Press.
1999.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember “Daftar Sanggar Seni


Kabupaten Jember”, Jember, 2018.

Hargianto, Dhelfyan. ’‘Perkembangan Seni Ludruk Kirun dan Reievansinya untuk


Meningkatkan Apresiasi Siswa Terhadap Budaya Lokal” Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
November 2014.

Pradana, Dewi Retno Putri. Suharto, “Keberadaan Kesenian Ludruk Rukun Trisno
di Kabupaten Jember Tahun 1990-2018”, Jurnal Historia Vol. 3, No. 2,
Januari 2021.

Putri Dwi, Apsari. “Eksistensi Seni Pertunjukan Ludruk Karya Budaya di


Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto 1969-2012” Skripsi Program Studi
Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. 2014.

Rahman, Fathor. “Kesenian Tradisional Ludruk Media Interaksi Pada Masyarakat


Gedugan Giligenting Sumenep Madura” Skripsi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2008.

Sutarto, dkk. “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa Timur-an
dalam Perspektif Industri Kreatif” Laporan Penelitian. Jember: Lemlit
Unej. 2013.

Sutarto, Ayu. “Reog dan ludruk ! Dua Pusaka dari Jawa Timur yang masih
Bertahan”. Makalah disampaikan dalam jelajah Budaya dengan tema :
Pengenalan Budaya Lokal sebagai Wahana Peningkatan Pemahaman
Keanekaragaman Budaya. Yogyakarta: 22-25 Juni 2019.

Syahirul Alim, Much. “Eksistensi Kesenian Ludruk Sidoarjo di Tengah Arus


Globalisasi Tahun 1975-1995” dalam Genta Vol. 2 No. 2. September 2014.

Taufiq, Akhmad dkk. “Strategi Pengembangan Pertunjukan Ludruk Jawa Timur


Bagian Timur untuk Wisata Budaya Berbasis Sen Tradisi” Karya Tulis
Ilmiah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
2013.

Wahyu Kurniansyah, Dany. “Keberadaan Kesenian Ludruk Wali Sakti di


Kecamatan Yosowilangun, Lumajang” Skripsi pada Program Studi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember. 2017.
Prasisko, Yongki Gigih “Ludruk Jember: Ritual Masyarakat Pertanian”, dalam
jurnal Parafrase Genta Vol.18 No.01 Mei 2018.

Yuliyasmin S, Ade “Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai
Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.

Monika, Ika dkk. “Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pelestarian Kesenian


Tradisional di Kota Makassar”, Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 4,
Nomor 2, Juli 2011.

Internet

Agenda Kegiatan Seni dan Budaya Taman Krida Budaya Jawa Timur. 2015.
[online]. halomalang.com diunduh pada 17 November 2020.

Foto Remo Ludruk Merdeka. 2015. [online]. halomalang.com diunduh pada 17


November 2020.

Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19, 2020. [online], https://
www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.

Pemkab Jember Beri Bantuan untuk Pelaku Usaha Pariwisata dan Seni
Terdampak Covid-19, 2020. [online], Kompas TV diunduh pada
tanggal 29 Mei 2021.

Video Youtube Kelompok Ludruk Merdeka 2019. [online] diunduh pada tanggal 1
Mei 2021.

Wawancara
Wawancara dengan Harlilik, Jember. 22 Agustus 2019; 29 Januari 2020; 26
Oktober 2020; 27 April 2021; 11 Mei 2021; 28 Mei 2021.

Wawancara dengan Sujarno, Jember. 24 Agustus 2019; 29 Januari 2020; 28 April


2021; 14 Mei 2021; 29 Mei 2021.

Wawancara dengan Febri, Jember. 22 Agustus 2019; 24 Agustus 2019.

Wawancara dengan Tonaji, Jember. 15 Mei 2021.

Wawancara dengan Bambang, Jember, 7 April 2021.

Daftar Informan

No Nama Umur Pekerjaan Alamat


1 Harlilik 65 Tahun Ketua Kelompok Ds. Cakru Kec.
Ludruk Merdeka Kencong
2 Sujarno 70 Tahun Tandak Kelompok Ds. Sulak Doro
Ludruk Merdeka Kec. Wuluhan
3 Febri 26 Tahun Tandak Kelompok Ds. Cakru Kec.
Ludruk Merdeka Kencong
4 Tonaji 70 Tahun Petani Ds. Balung Lor
(Masyarakat) Kec. Balung
5 Bambang 60 Tahun Kasi PMD dan Ds. Cakru Kec.
Kesos Kecamatan Kencong
Kencong
6 Tumigen 55 Tahun Pedagang Ds. Balung Lor
Kec. Balung
Lampiran A
Dokumentasi
Foto hasil prestasi Kelompok Ludruk Merdeka 1980-2018

Sumber: Dokumentasi Peneliti, Jember, 22 Agustus 2019.

Foto Harlilik Ketua Kelompok Ludruk Merdeka


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Jember, 15 Mei 2021.

Foto Peneliti dengan Tandak Kelompok Ludruk Merdeka dalam Acara


Hajatan Pernikahan di Kabupaten Lumajang tahun 2019.

Sumber: Dokumentasi peneliti, Lumajang 2019

Daftar Nama Anggota Kelompok Ludruk Merdeka Tahun 2019

No Laki-laki Perempuan Pengrawi Genjot Dekorasi Sound


t
1 Narko Lilik Miskan Nari Dayat Marhen
2 Usman Rosa Samin Trimo Menyun Adit
3 Satimo Febri Nanik Jumin Darman Tono
4 Misto Sasa Samat Tomal Yadi Joko
5 Iyas Ines Salamun Antok Jumin
6 Hasan Jumal Urip Joko Tomo
7 Arip Kincup Cak To Ripen Trimo
8 Marlam Eva Irfan Supri
9 Sanan Tauhid Majlang Feri
10 Lingga Ica Lubus Pendik
11 Sopyan Bak She Kasimin
12 Mat Ninik
13 Lesos Ion
14 Lukas Sujarno
15 Edi Wahyu
Jumlah 15 15 11 4 10 7
Sumber: Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
Lampiaran B
SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Dengan ini kami yang bertandatangan di bawah:


Nama : Harlilik
Pekerjaan : Ketua Kelompok Ludruk Merdeka
Alamat : Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Umur : 65 Tahun

Menerangkan bahwa saudara:


Nama : Fathur Rozi
Pekerjaan : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Sejarah

Telah melakukan wawancara dan penelitian dengan skripsi yang berjudul


“Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember Tahun 1975-2020”. Dengan demikian surat keterangan ini kami buat
dengan sebenarnya.

Jember, 15 Mei 2021


Responden

Harlilik
SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Dengan ini kami yang bertandatangan di bawah:


Nama : Sujarno
Pekerjaan : Tandak Kelompok Ludruk Merdeka
Alamat : Desa Sulak Doro Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember
Umur : 70 Tahun

Menerangkan bahwa saudara:


Nama : Fathur Rozi
Pekerjaan : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Sejarah

Telah melakukan wawancara dan penelitian dengan skripsi yang berjudul


“Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember Tahun 1975-2020”. Dengan demikian surat keterangan ini kami buat
dengan sebenarnya.

Jember, 15 Mei 2021


Responden

Sujarno
SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Dengan ini kami yang bertandatangan di bawah:


Nama : Febri
Pekerjaan : Tandak Kelompok Ludruk Merdeka
Alamat : Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Umur : 26 Tahun

Menerangkan bahwa saudara:


Nama : Fathur Rozi
Pekerjaan : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Sejarah

Telah melakukan wawancara dan penelitian dengan skripsi yang berjudul


“Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember Tahun 1975-2020”. Dengan demikian surat keterangan ini kami buat
dengan sebenarnya.

Jember, 15 Mei 2021


Responden

Febri
SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Dengan ini kami yang bertandatangan di bawah:


Nama : Tonaji
Pekerjaan : Petani (masyarakat)
Alamat : Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember
Umur : 70 Tahun

Menerangkan bahwa saudara:


Nama : Fathur Rozi
Pekerjaan : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Sejarah

Telah melakukan wawancara dan penelitian dengan skripsi yang berjudul


“Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember Tahun 1975-2020”. Dengan demikian surat keterangan ini kami buat
dengan sebenarnya.

Jember, 15 Mei 2021


Responden

Tonaji
SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Dengan ini kami yang bertandatangan di bawah:


Nama : Bambang
Pekerjaan : Kasi PMD dan Kesos Kecamatan Kencong
Alamat : Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Umur : 60

Menerangkan bahwa saudara:


Nama : Fathur Rozi
Pekerjaan : Mahasiswa
Jurusan : Ilmu Sejarah

Telah melakukan wawancara dan penelitian dengan skripsi yang berjudul


“Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember Tahun 1975-2020”. Dengan demikian surat keterangan ini kami buat
dengan sebenarnya.

Jember, 15 Mei 2021


Responden

Bambang

Anda mungkin juga menyukai