SKRIPSI
Oleh:
Fathur Rozi
NIM. 170110301019
UNIVERSITAS JEMBER
2021
1
EKSISTENSI KELOMPOK LUDRUK MERDEKA
DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER
TAHUN 1975 - 2020
SKRIPSI
Oleh:
Fathur Rozi
NIM. 170110301019
UNIVERSITAS JEMBER
i
2021
MOTTO
(Imam Syafii)
ii
PERSEMBAHAN
iii
PERNYATAAN
Fathur Rozi
NIM 170110301019
iv
PERSETUJUAN
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
v
PENGESAHAN
Hari :
Tanggal:
Ketua Sekretaris
Anggota 1 Anggota 2
vi
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
ridho-Nya, skripsi yang berjudul Eksistensi Kelompok Ludruk Merdeka di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember Tahun 1975-2020 ini dapat selesai
dengan lancar. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu
Sejarah, pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saya menyadari
bahwa terdapat banyak pihak yang memberikan bantuan dan bimbingan sejak
masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada pihak-
pihak yang membantu proses penyelesaian skripsi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Terima kasih saya berikan kepada Universitas Jember
dan Fakultas Ilmu Budaya yang memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti kegiatan perkuliahan di Program Studi Ilmu Sejarah. Oleh karena
itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Sukarno, M.Litt., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Jember,
2. Dr. Eko Crys Endrayadi, M.Hum., Ketua Jurusan Sejarah, Fakultas
vii
Ilmu Budaya Universitas Jember, dan juga sebagai Dosen Pembimbing
1 yang penuh kesabaran mengarahkan, membimbing, memotivasi, dan
meluangkan waktu, pikiran serta perhatian dalam penulisan skripsi ini,
3. Drs. Nurhadi Sasmita, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing 2 dan juga
sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan
banyak motivasi selama menjalankan studi di Jurusan Sejarah dan
meluangkan waktu serta bimbingan dalam penulisan skripsi ini,
4. Suharto, S.S., M.Hum., sebagai Dosen Penguji 1 yang telah
mengarahkan dan memotivasi dalam penulisan skripsi ini,
5. Dra. Dewi Salindri, M.Hum., sebagai Dosen Penguji 2 yang telah
mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jember, terima kasih atas ilmu yang diberikan kepada
penulis selama menempuh studi,
7. Pak Heru dan seluruh karyawan serta staf Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jember, atas segala bantuan, informasi dan pelayanan
selama ini,
8. Bapak Arif selaku guru SMA Satya Dharma yang sudah banyak
membantu saya, sehingga saya bisa menempuh pendidikan tinggi.
9. Mas Edy Pranoto, Siti Mai Saroh, Sulfi, Hafiv Ma’arif, Fathor, Putra,
Mundzir, Ramadan, Ridho, Riska, Sri, Soni, Dzikri, Aida, Ayi,
Yolanda, Dimas, Sinta yang sudah menjadi teman baik selama ini dan
teman-teman angkatan 2017 Program Studi Ilmu Sejarah,
10. Ibu Harlilik sebagai ketua Kelompok Ludruk Merdeka yang sudah
banyak memberikan informasi dan bersedia untuk diwawancarai dalam
penulisan skripsi ini,
11. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan, semangat, kesempatan berdiskusi yang sangat
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.
viii
Jember, Juli 2021
Fathur Rozi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
MOTTO iii
PERSEMBAHAN iv
PERNYATAAN v
PERSETUJUAN vi
PENGESAHAN vii
PRAKATA viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR ISTILAH xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
ABSTRAK xix
ABSTRACT xx
RINGKASAN xxi
SUMMARY xxiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 11
1.3 Tujuan dan Manfaat 12
1.3.1 Tujuan 12
1.3.2 Manfaat 12
ix
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 13
1.5 Tinjauan Pustaka 14
1.6 Pendekatan dan Kerangka Teoritis 18
1.7 Metode Penelitian 21
1.8 Sistematika Penulisan 24
BAB 4 KESIMPULAN 96
DAFTAR SUMBER 99
DAFTAR INFORMAN 103
LAMPIRAN 104
DAFTAR SINGKATAN
AD : Angkatan Darat
x
KB : Keluarga Berencana
LKN : Lembaga Kesenian Nasional
LEKRA : Lembaga Kebudayaan Rakyat
PNI : Partai Nasional Indonesia
PKI : Partai Komunis Indonesia
POLRI : Polisi Republik Indonesia
P-4 : Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UPT : Unit Pelaksana Teknis
WIB : Waktu Indonesia Barat
DAFTAR ISTILAH
xi
Bedayan : Tarian joget ringan oleh beberapa waria (banci) sambil
melantunkan kidungan jula-juli. Biasanya bedayan
ditempatkan sesudah atraksi ngeremo.
Etnis : Penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai,
kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, sejarah,
geografis, dan hubungan kekerabatan.
Gela-gelo : Menggeleng-gelengkan kepala saat menari.
Gedrak-gedruk : Menghentak-hentakkan kaki di pentas saat menari.
xii
musik. Biasanya syair disesuaikan dengan acara yang
diadakan.
Pengrawit : Orang yang bertugas memainkan gamelan selama
pementasan ludruk.
Remo : Tarian selamat datang dari Jawa Timur.
Tandak : Istilah untuk tokoh wanita yang diperankan oleh laki-
laki yang menari dan menyanyikan kidungan dengan
meniru suara wanita.
Tayub : Tarian yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
diiringi gamelan dan tembang, biasanya untuk
meramaikan pesta (perkawinan dan sebagainya).
DAFTAR TABEL
xiii
Tabel 2.3 Banyaknya Penduduk Desa Cakru Menurut Jenis 30
Kelamin Tahun 2020
Tabel 2.4 Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Desa di 35
Kecamatan Kencong Tahun 202
Tabel 2.5 Kelompok Kesenian Jaranan di Kecamatan Kencong 40
Tahun 2018
Tabel 2.6 Kelompok Kesenian Reog di Kecamatan Kencong 42
Tahun 2018
Tabel 2.7 Kelompok Kesenian Kuda Lumping di Kecamatan 44
Kencong Tahun 2018
Tabel 3.1 Daftar Jumlah Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 61
Tahun 2000-2020
Tabel 3.2 Lakon Cerita Kelompok Ludruk Merdeka Tahun 1975- 70
2020
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 72
2019
DAFTAR GAMBAR
xiv
Merdeka 1975
Gambar 3.4 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 1975. 64
Gambar 3.5 Penari Remo Kelompok Ludruk Merdeka 65
Saat Melakukan Adegan Melayang 1975.
Gambar 3.6 Foto Dekorasi Pentas Kelompok Ludruk 66
Merdeka 2019.
Gambar 3.7 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019. 66
Gambar 3.8 Alat Musik Kelompok Ludruk Merdeka 2019. 67
Gambar 3.9 Anggota Kelompok Ludruk Merdeka Saat 69
Melakukan Kidungan.
Gambar 3.10 Lakon Cerita Yang Pernah di Tampilkan 70
Kelompok Ludruk Merdeka dalam Agenda
Kegiatan Seni Budaya Taman Krida Budaya
Jawa Timur tahun 2015.
Gambar 3.11 Lakon Sakera Oleh Kelompok Ludruk 74
Merdeka
Gambar 3.12 Foto Kelompok Ludruk Merdeka Saat 77
Mengisi Acara Sosialisasi Pemilu di Kantor
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
1980.
xv
Gambar 3.20 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 86
1994.
Gambar 3.21 Kartu Nomor Induk Organisasi Kesenian 87
2020.
Gambar 3.22 Kelompok Ludruk Merdeka dalam Acra 88
Pagelaran Periodik Yang diadakan Oleh UPT
Taman Krida Budaya Jawa Timur Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa
Timur.
Gambar 3.23 Piagam Penghargaan dari Pemerintah 90
Kabupaten Jember 2019.
Gambar 3.24 Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan 92
Covid-19 dari Pemerintah Kaupaten Jember
Gambar 3.25 Pertunjukan Kelompok Ludruk Merdeka 95
dalam Acara Hajatan Pernikahan di
Kabupaten Lumajang.
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
xvii
ABSTRAK
xviii
ABSTRACT
This study discusses the existence of the Ludruk Merdeka Group in Kencong
District, Jember Regency in the period 1975-2020. The theoretical basis used
here is cultural theory. The research questions to be dealt with here are: (1) How
was the process of the establish ment of the Ludruk Merdeka Group, (2) What
efforts were made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence, (3)
What was the form of government and community support for the Ludruk
Merdeka Group. The method used in this study was a historical method with the
stages of topic selection, source collection, verification, interpretation,
historiography. The results show that the forerunner to the establishment of the
Ludruk Merdeka Group was the establishment of the Unnamed Ludruk Group
under the leadership of Sudiryo with the aim of entertaining the public. In 1975
the Ludruk Merdeka group was under the leadership of Agus Salim and began to
be officially registered in the art book of the East Java Provincial Government.
On June 6, 2001 Agus Salim died, so he was replaced by Harlilik. The efforts
made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence are to
regenerate leaders, repair properties, plays or stories, player welfare and
participate in various festivals or competitions. The government's support for the
Ludruk Merdeka Group, included: among others, (1) Protecting the arts group by
providing an Arts Identification Number Card (KNIK). (2) Showing the Ludruk
Merdeka Group in government events. (3) Providing guidance by inviting artists
in Jember Regency. (4) The Jember Regency Government provided support and
appreciation for outstanding artists. (5) Assistance during the covid-19 pandemic.
Community support in ludruk performances consists of several roles and
supports, among others, as responders and spectators.
xix
RINGKASAN
xx
pemerintah dan masyarakat terhadap Kelompok Ludruk Merdeka untuk
melestarikan dan mengembangkan kesenian ludruk di Kecamatan Kencong.
Manfaat yang peneliti harapkan adalah (1) Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan masukan bagi perkembangan kesenian ludruk di Kabupaten Jember.
(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana kajian sejarah
terutama konsentrasi tentang kajian budaya dan pelestarian kesenian ludruk, serta
dapat digunakan sebagai referensi bagi yang akan melakukan penelitian yang
sejenis. (3) Sebagai salah satu acuan kritik ludruk selanjutnya, baik bagi
mahasiswa maupun peminat sastra lainnya. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode sejarah yaitu(1) Pemilihan topik; (2) Pengumpulan sumber; (3)
Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); (4) Interpretasi: analisis dan
sintesis; (5) Penulisan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cikal bakal berdirinya Kelompok
Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang
berada di bawah pimpinan Sudiryo. Pada tahun 1970 Sudiryo meninggal dunia,
sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa Nama sempat vakum. Pada tahun
1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai diaktifkan kembali oleh Agus Salim
(menantu dari Sudiryo) dengan nama yang berbeda yaitu Kelompok Ludruk
Merdeka dan mulai terdaftar secara resmi dalam buku induk kesenian Pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia,
sehingga Harlilik (istri dari Agus Salim atau anak kandung dari Sudiryo)
menggantikannya sebagai pimpinan Kelompok Ludruk Merdeka. Sikap ini
diambil oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan Kelompok Ludruk
Merdeka. Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut
tetap terus bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di
berbagai macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival.
Aktifnya Kelompok Ludruk Merdeka bertujuan untuk menghibur
masyarakat. Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan seringnya melakukan
pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih oleh Kelompok Ludruk
Merdeka. Usaha yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya yaitu melakukan beberapa usaha, yaitu melakukan
xxi
regenerasi pemimpin, perbaikan properti, lakon atau cerita, kesejahteraan pemain
dan mengikuti berbagai festival atau lomba. Dukungan pemerintah terhadap
Kelompok Ludruk Merdeka antara lain (1) Melindungi kelompok kesenian
dengan memberikan Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK). (2) Menampilkan
Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara pemerintahan. (3) Memberikan
pembinaan dengan mengundang seniman di Kabupaten Jember. (4) Pemerintah
Kabupaten Jember memberikan dukungan dan apresiasi terhadap seniman yang
berprestasi. (5) Bantuan selama pandemi covid-19. Dukungan masyarakat dalam
pertunjukan ludruk terdiri dari beberapa peran dan dukungan, antara lain sebagai
penanggap dan penonton.
xxii
SUMMARY
The existence of the Ludruk Merdeka Group in Kencong District, Jember Regency
in the period of 1975-2020.
Fathur Rozi, 170110301019, 2021, 110 Pages, History Study Program, Faculty
of Humanities, University of Jember.
xxiii
provide input for the development of ludruk art in Jember Regency. (2) The
results of this study are expected to add to the discourse of historical studies,
especially the concentration on cultural studies and preservation of ludruk art,
and can be used as a reference for those who will conduct similar research. (3)
As a reference for further ludruk criticism, both for students and other literary
enthusiasts. The research method used is a historical method, namely (1) Topic
selection; (2) Source collection; (3) Verification (historical criticism, source
validity); (4) Interpretation: analysis and synthesis; (5) Writing.
The results of this study indicate that the forerunner of the establishment
of the Ludruk Merdeka Group started with the establishment of the Unnamed
Ludruk Group under the leadership of Sudiryo. In 1970 Sudiryo died, thus making
the Unnamed Ludruk Group vacuum. In 1975 the Unnamed Ludruk Group began
to be reactivated by Agus Salim (son-in-law of Sudiryo) with a different name,
namely the Merdeka Ludruk Group and began to be officially registered in the art
book of the East Java Provincial Government. On June 6, 2001 Agus Salim died,
so Harlilik (wife of Agus Salim or biological son of Sudiryo) succeeded him as
leader of the Ludruk Merdeka Group. This attitude was taken by Harlilik because
he wanted to protect and preserve the Ludruk Merdeka Group. In the next
process, the ludruk led by Harlilik continued to survive. This was marked by still
performing in various government agencies, as well as participating in various
festivals.
The active Ludruk Merdeka group aims to entertain the public. The
activity of Ludruk Merdeka can be seen by the frequent performances,
achievements and awards that the Ludruk Merdeka Group has achieved. The
efforts made by the Ludruk Merdeka Group in maintaining its existence have been
carried out through several efforts, namely regenerating leaders, improving
property, plays or stories, welfare of players and participating in various festivals
or competitions. The government's supports for the Ludruk Merdeka Group
include, among others, (1) Protecting the arts group by providing an Arts
Identification Number Card (KNIK). (2) Showing the Ludruk Merdeka Group in
government events. (3) Providing a guidance by inviting artists in Jember
xxiv
Regency. (4) The Jember Regency Government provided support and
appreciation for outstanding artists. (5) Assistance during the covid-19 pandemic.
Community support in ludruk performances consists of several roles and
supports, among others, as responders and spectators.
xxv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebudayaan adalah semua hasil rasa, karya, dan cipta masyarakat. 3 Kebudayaan
memiliki sifat yang nyata dan kongkrit yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Pada dasarnya kebudayaan dapat diwujudkan oleh manusia dengan suatu benda
yang nyata misalnya, ide, aktifitas, artifact, pola perilaku, bahasa, religi, dan yang
lain. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh manusia melalui kehidupanya.
Kesenian tradisional, salah satunya seni pertunjukan rakyat tradisional
mempunyai dua manfaat penting yaitu hidup dan berkembang. Hal tersebut dapat
dilihat dalam dua aspek, yaitu lingkup penyebaran dan manfaat sosialnya. Dalam
seni pertunjukan terekam tatanan moral yang berkembang dan merefleksi dari
waktu ke waktu. Permasalahannya adalah dalam kaitan sejarah, mengapa berubah,
apa atau siapa yang menjadi agen perubahan (agent of change).4 Seni pertunjukan
rakyat memiliki lingkup wilayah yang meliputi seluruh lapisan masyarakat.
3
Soerjono Soekanto, Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:
Rajawali press, 2013), hlm. 151.
4
R.M. Soedarsono, Masa Gemilang dan Memudar Wayang Wong Gaya
Yogyakarta (Yogyakarta: Tarawang, 2000), hlm. 111-115.
1
2
5
Umar kayam, “Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan” dalam
Heddy Shri Ahmsa Putra, Ketika Orang Jawa Nyeni (Yogyakarta: Galang Press, 2000),
hlm. 340.
6
M. Atar Semi, “Anatomi Sastra”. dalam Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai
Teater Sosial : Kajian Kritis Terhadap kahidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai
Media Komunikasi (Surabaya : Airlangga University Press, 1999), hlm. 9.
7
Much. Syahirul Alim, “Eksistensi Kesenian Ludruk Sidoarjo di Tengah Arus
Globalisasi Tahun 1975-1995”, Jurnal Mahasiswa pada Program Studi Sejarah STKIP
PGRI Sidoarjo Genta Vol. 2 No. 2, September 2014, hlm. 194.
3
8
Ayu Sutarto, “Reog dan ludruk! Dua Pusaka dari Jawa Timur yang masih
Bertahan”. Makalah disampaikan dalam seminar jelajah Budaya dengan tema:
“Pengenalan Budaya Lokal sebagai Wahana Peningkatan Pemahaman Keanekaragaman
Budaya” (Yogyakarta: 22-25 Juni 2019), hlm. 1.
9
Akhmad Taufiq, Apresiasi Drama Tradisional Ludruk (Yogyakarta: Gress
Publishing, 2013), hlm. 1.
10
Sunaryo, Heri Suwignyo (dkk), Perkembangan Ludruk di Jawa Timur Kajian
Analisis Wacana (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997), hlm. 7.
4
15
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
16
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
6
17
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
18
Yessyca Yunitasari, Sugiyanto, Kayan Swastika, “Abdurrahman Wahid’s
Thought about Democracy in 1974-2001”, Jurnal Historica Vol. 1, No. 2252-4673, 2017.
hlm. 88.
19
M. Djupri, “Kesenian Ludruk di Posisi Pinggiran” dalam Majalah Alur
(Majalah Seni dan Budaya), Edisi 003/ April 2012, hlm. 37; Bondan Nusantara, “Ludruk
Gaul KenapaTidak?” dalam Majalah Bende, Edisi 5 September 2003, hlm.24.
20
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
21
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
7
Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.
23
Henricus Supriyanto, Lakon Ludruk Jawa Timur (Jakarta: PT. Grasindo, 1992),
hlm.14.
24
Ibid, hlm. 13.
Kehidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi (Surabaya: Airlangga
University Press, 1999), hlm. 7.
26
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
8
inisiatif sendiri untuk merubah nama Kelompok Ludruk Tanpa Nama menjadi
Kelompok Ludruk Merdeka yang memiliki arti “Mencari Rizqi dengan Kawan”.
Pemberian nama merdeka memiliki tujuan agar kelompok ludruk tersebut dapat
mempertahankan eksistensinya dan terus berkembang.27 Agus Salim merupakan
generasi kedua sebagai Ketua Kelompok Ludruk Merdeka, selain itu Agus Salim
juga sebagai penari remo dan pelawak yang dikenal dengan sebutan Cak Salim.
Kepiawaiannya dalam menghibur penonton dipelajari dari Sudiryo, selaku perintis
Kelompok Ludruk Tanpa Nama (mertua dari Agus Salim).28
Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan seringnya melakukan
pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih oleh Kelompok Ludruk
Merdeka. Beberapa jenis festival yang pernah diikuti oleh Kelompok Ludruk
Merdeka yaitu, lomba ngeremo dan jula juli sebagai juara I yang diadakan oleh
Majalah Sarinah Surabaya pada tahun 1980.29 Selain mengikuti festival pada
tahun tersebut, Kelompok Ludruk Merdeka juga pernah mengisi acara sosialisasi
Pemilihan Umum di Kantor Pemerintah Kabupaten Jember. Pada tahun 1989
Kelompok Ludruk Merdeka mengikuti festival seni vokal tradisional bernafaskan
P4 se- Kabupaten Jember.30
Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia, sehingga Harlilik
(istri dari Agus Salim atau anak kandung dari Sudiryo) menggantikannya sebagai
pimpinan Kelompok Ludruk Merdeka. Harlilik (istri Agus Salim) merupakan
ketua Kelompok Ludruk Merdeka pada generasi ke tiga setelah meninggalnya
Agus Salim. Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut
tetap terus bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di
berbagai macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival,
dimana Kelompok Ludruk Merdeka mampu meraih prestasi dan penghargaan dari
27
Wawancara dengan Lesos, Jember, 3 Juli 2021.
28
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 25 Agustus 2019.
29
Koleksi Piala Kelompok Ludruk Merdeka, 1980; (lihat: lampiran A, hlm. 100).
30
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
9
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran periodik
teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur pada tahun 2011, 2015, 2018.31
Pada tahun 2019 Kelompok Ludruk Merdeka mendapatkan piagam penghargaan
dari Pemerintah Kabupaten Jember sebagai pelestari ludruk dalam rangka festival
lansia Kabupaten Jember pada tanggal 18 Agustus 2019.32
Kelompok Ludruk Merdeka dalam melakukan pertunjukan dapat
menyesuaikan permintaan dari yang mengundang, misalnya jika yang
mengundang atau masyarakat penanggap itu masyarakat Madura, maka Kelompok
Ludruk Merdeka akan menggunakan bahasa Madura. Sebaliknya, jika yang
mengundang itu masyarakat Jawa, maka Kelompok Ludruk Merdeka akan
menggunakan bahasa Jawa.33 Lakon cerita yang sering ditampilkan oleh
Kelompok Ludruk Merdeka yaitu lakon Sogol Pendekar Sumur Gemuling, lakon
ini menceritakan sebuah perpisahan yang mengharukan antara guru dan murid. 34
Berbagai upaya yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka untuk tetap bertahan
di tengah-tengah perkembangan zaman, berbagai strategi dilakukan dari segi
musik, setting panggung, para seniman dan lakon ceritanya. Salah satu inovasi
yang dilakukan oleh Kelompok Ludruk Merdeka yaitu pada saat adegan
melayang, para pemain dibuat seakan-akan melayang di udara dengan
menggunakan katrol sebagai alat pembantunya.35
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi hiburan-hiburan modern
sudah tidak asing lagi hadir di tengah-tengah masyarakat. Hiburan-hiburan
tradisional harus bersaing dengan hiburan-hiburan modern. Wayang kulit, wayang
golek, ketoprak, ludruk dan yang lain sebagainya, telah tersaingi dengan film-film
31
Sertifikat dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2011, 2015, 2018.
32
Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.
33
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 24 Agustus 2019.
34
Agenda Kegiatan Seni dan Budaya Taman Krida Budaya Jawa Timur, 2015.
[online], halomalang.com diunduh pada 17 November 2020.
35
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
10
36
Januar Heryanto, “Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis
Ekonomi di Indonesia”, Jurnal Nirmana Vol. 6, no. 1, Januari 2004. hlm. 52-62.
37
Deva Andrian Aditya, “Pelestarian Kesenian Lengger di Era Modern (Studi
Kasus Kelompok Kesenian Taruna Budaya Desa Sendangsari Kecamatan Garung
Kabupaten Wonosobo)”, Skripsi pada Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negri Semarang, 2015, hlm. 3.
38
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
39
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Pertama (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hlm 1134.
11
judul ini ialah suatu keberadaan untuk kesenian ludruk di tengah-tengah arus
globalisasi, khususnya di Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember.
Alasan penulis memilih judul di atas ialah (1) belum ada peneliti yang
membahas secara ilmiah tentang Kelompok Ludruk Merdeka dan ketertarikan
penulis untuk membahas kesenian ludruk, yang perlu dilestarikan dan
dipertahankan. (2) Kedekatan emosional, yakni ketertarikan penulis dalam
melakukan penelitian yang didasarkan pada minat lokasi dan lingkungan. (3)
Kedekatan intelektual, yakni ketertarikan penulis dalam menguasai kajian yang
mengarah pada ranah kesenian, sehingga dapat membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian. ( 4 ) Ketersediaan sumber.
Pada sebuah penelitian pasti memiliki tujuan dan manfaat yang hendak dicapai
oleh penulis. Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang diharapkan menjadi
media informasi bagi penulis, pembaca, dan masyarakat.
12
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Manfaat
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya kajian ilmu
sejarah.
b. Untuk membantu masyarakat demi menghindari kesalahpahaman
sebuah pesan yang disampaikan seseorang yang berbeda budaya
atau sama.
13
(COVID- 19).
44
Johan Huizinga, Men and Ideas: History, the Middle Ages, the Renaissance
sebagaimana dikutip dalam Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT, Tiara
Wacana, 2003), hlm. 141.
45
Sunarlan, et al., op. cit., hlm. 36.
46
Akhmad Taufiq, dkk “Strategi Pengembangan Pertunjukan Ludruk Jawa Timur
Bagian Timur untuk Wisata Budaya Berbasis Seni Tradisi”, Laporan Penelitian Strategi
Nasional pada Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember, 2012.
15
ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi mampu membuka peluang dan
memberikan kontribusi sosial-ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat di tingkat
lokal penelitian tersebut, sangat membantu penulis dalam meninjau informasi
tentang keberadaan kesenian ludruk di Jawa Timur, tetapi perbedaannya terletak
pada skup temporal dan spasial. Akhmad Taufiq, dkk menjelaskan tentang
kesenian ludruk dalam lingkup Provinsi Jawa Timur, sedangkan penelitian ini
hanya menjelaskan tentang Kelompok Ludruk Merdeka di Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
Apsari Putri Dwi dalam skripsi “Eksistensi Seni Pertunjukkan Ludruk
Karya Budaya di Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto (1969-2012)” membahas
tentang upaya mempertahankan kesenian ludruk dan perkembangannya melalui
beberapa cara yaitu promosi, pementasan, mengikuti festival, syuting ludruk,
latihan pementasan, evaluasi setiap tahun dan upaya kaderisasi. Upaya tersebut
juga mengandung nilai moral antara lain sikap yang saling bekerja sama,
bertanggung jawab, disiplin dan saling menghargai antara sesama anggota, hal
tersebut dapat membantu dalarn mempertahankan kesenian ludruk.47 Skripsi ini
sangat memberikan manfaat bagi penulis dalam penulisan karya ilmiah tentang
kesenian dan perkembangan grup ludruk karena sama-sama mempertahankan
keutuhan kesenian. Ada perbedaan dalam penelitian ini, di samping skup temporal
dan spasial, selain itu juga terdapat perbedaan bahasa yang digunakan dalam
melakukan pementasan. Ludruk Karya Budaya hanya menggunakan bahasa Jawa
dalam melakukan pementasannya, sedangkan Ludruk Merdeka dapat
menyesuaikan dengan bahasa masyarakat setempat, yaitu dengan menggunakan
bahasa Jawa dan bahasa Madura.
Dhelfyan Hargianto dalam skripsinya “Perkembangan Seni Ludruk Kirun
dan Relevansinya Untuk Meningkatkan Apresisasi Siswa Terhadap Budaya
Lokal” menjelaskan bagaimana mempertahankan kesenian ludruk di masyarakat
Indonesia agar tidak punah dan dilupakan dengan cara mendirikan sebuah sekolah
47
Apsari Putri Dwi, “Eksistensi Seni Pertunjukan Ludruk Karya Budaya di
Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto 1969-2012”, Skripsi Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2014.
16
48
kesenian ludruk, ketoprak, tari dan lawak. Kesenian ludruk dalam
perkembangannya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk melestarikan
kebudayaan Indonesia agar tidak hilang oleh arus globalisasi. Karya ini sangat
membantu penulis guna untuk sebuah perbandingan karena sama-sama
berkembang dan bertahan dengan strategi agar kesenian ludruk tidak hilang dan
kalah melawan gempuran budaya global. Persamaan penelitian ini adalah sama-
sama membahas tentang kesenian ludruk, tetapi terdapat perbedaan objek dalam
penelitian ini. Dhelfyan Hargianto dalam skripsinya lebih fokus menjelaskan
tentang Kelompok Ludruk Kirun sedangkan dalam penelitian ini akan membahas
tentang Kelompok Ludruk Merdeka di Desa Cakru, Kecamatan Kencong,
Kabupaten Jember.
Mukhsin Ahmadi dkk, dalam bukunya yang berjudul Aspek Kesastraan
dalam Seni Ludruk di Jawa Timur menjelaskan bahwa dalam kenyataannya,
ludruk adalah gerak ritmis dan verbalisasi. Salah satu tampak dari gerak ritmis
yaitu Tari kepah lawanan (disebut remo) dan lakuan cerita, sedangkan bagian dari
verbalisasi yaitu pada saat pengucapan puisi lirik dengan irama musik Jawa Timur
jula-juli (disebut kidung), adegan lawak, dan dialog cerita. Ludruk sebagai seni
teater tradisional adalah dramatisasi cerita rakyat yang didahului atau diselingi
pengucapan kidungan sebagai puisi lisan. Dengan demikian, ludruk merupakan
fenomena folklore. Ludruk terdiri dari beberapa unsur yaitu unsur stuktural dan
komponen yang dapat membangun bentuk seni ludruk. Adapun komponen-
komponen tersebut yaitu(1) tari remo; (2) kidung; (3) lawak; (4) bedhayan
panembromo; (5) cerita lakon; (6) selingan. Dari keenam komponen tersebut,
kidungan dan cerita lakonnya merupakan komponen yang selalu ada pada setiap
penampilan ragam ludruk.49 Buku ini sangat membantu penulis dalam mengetahui
informasi kesenian ludruk Jawa Timur baik deri segi bahasa, gerak, cerita, serta
48
Dhelfyan Hargianto, “Perkembangan Seni Ludruk Kirun dan Reievansinya
untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa Terhadap Budaya Lokal”, Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, November, 2014.
49
Mukhsin Ahmadi dkk, Aspek Kesastraan dalam Seni Ludruk di Jawa Timur
(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1987), hlm. 97.
17
komponen apa saja yang ada dalam kesenian ludruk, tetapi perbedaanya terletak
pada skup temporal dan spasial.
Hasil penelitian Sutarto, dkk dengan judul “Pengembangan Seni
Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif”.
Dijelaskan bahwa konsep industri kreatif untuk meningkatkan industri dan
ekonomi. Industri budaya kesenian dianggap kurang bisa meratakan keuntungan
finansial bagi masyarakat, industri kreatif dipandang sebagai bentuk aktivitas
yang bisa mendorong pemerataan ekonomi bagi setiap individu atau komunitas
yang memiliki kreativitas.50 Tayub dan ludruk masih bisa bertahan dan membantu
perekonomian para pemain, meskipun hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti
ketika sedang musim hajatan maupun peringatan hari Kemerdekaan Indonesia.
Adanya Vidio Compact Disc (VCD) yang merekam kegiatan tayub dan ludruk,
secara ekonomis belum mampu memberikan perbaikan nasib bagi para seniman.
Industri kreatif tidak selamanya berwujud digitalisasi, tetapi juga bisa berwujud
pertunjukan-pertunjukan seni yang bisa mendatangkan para penonton domestik
maupun mancanegara untuk menikmatinya, sehingga secara ekonomi para pelaku
akan diuntungkan dengan kedatangan mereka. Penelitian ini sangat membantu
penulis dalam mengetahui bagaimana seni pertunjukan ludruk bisa bertahan dan
beradaptasi di zaman modern meskipun secara ekonomi belum mampu
memberikan kesejahteraan kepada para seniman. Perbedaannya dalam lingkup
spasial, lingkup spasial yang penulis teliti saat ini hanya merujuk pada satu desa
saja.
Buku karya James Peacok dengan judul Ritus Modernisasi, Aspek Sosial
dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia, berisi mengenai ludruk di Surabaya pada
tahun 1960an, ditulis dengan gaya etnografi.51 Para seniman ludruk mampu
menggambarkan posisi ludruk dan setting sosial waktu itu. Berangkat dari
50
Sutarto, dkk, “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa
Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif’ Laporan Penelitian (Jember: Lemlit Unej,
2013).
51
James L. Peacock, Ritus Modernisasi: Aspek Sosial dan Simbolik Teater
Rakyat Indonesia, diterjemahkan dari Rites of Modernization: Symbolic and Sosial
Aspects of Indonesian Proletarian Drama (Depok: Desantara, 2005).
18
1987), hlm. 5.
20
perhatian para sejarawan, sosiolog, kritisi sastra dan yang lain. Kebudayaan
populer cukup memiliki banyak perhatian, sikap dan nilai-nilai masyarakat awam
serta pengungkapannya ke dalam kesenian rakyat, lagu rakyat serta kesenian
tradisional lainnya, sehingga masyarakat cenderung memilih kesenian modern.
Kedua, karena semakin luasnya makna kebudayaan, semakin meningkat pula
kecendrungan untuk menganggap kebudayaan sebagai sesuatu yang aktif,
bukannya pasif. 58 Kelompok Ludruk Merdeka meskipun mengalami pasang surut,
masih tetap eksis dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan yang diwariskan
secara turun temurun.
Teori dari Peter Burke penulis pilih karena kesenian ludruk merupakan
bagian dari seni pertunjukan. Keberadaan berbagai seni pertunjukan di Indonesia
saat ini menurut Edi Setyawati dimulai dari suatu keadaan dimana ia tumbuh
dalam lingkungan-lingkungan etnik.59 Lingkungan etnik inilah adat atau
kesepakatan bersama yang turun temurun mengenai perilaku memiliki wewenang
yang sangat besar dalam menentukan bangkitnya kesenian. Seni pertunjukan di
Indonesia dipengaruhi oleh keadaan sosial politik di setiap daerah dan menjadi
sebuah bentuk ungkapan budaya dalam perwujudan norma-norma estetik-artistik
yang berkembang sesuai zaman.
Setiap lingkungan masyarakat, etnis dan zaman mempunyai berbagai
bentuk seni pertunjukan yang memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda.
Pembagian fungsi primer dan sekunder menjadi tiga berdasarkan atas siapa yang
menjadi penikmat seni pertunjukan itu. Hal itu penting diperhatikan karena seni
pertunjukan disebut sebagai seni pertunjukan karena dipertunjukkan bagi para
penikmat. Seni pertunjukan sabagai sarana pertunjukan pribadi, jika penikmat seni
pertunjukan itu penonton yang kebanyakan harus membayar. Secara garis besar
seni pertunjukan memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) Sebagai sarana ritual, 2) Sebagai
ungkapan pribadi yang pada umumnya merupakan sarana hiburan, 3) Sebagai
58
Petter Burke, Sejarah dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003), hlm. 177-178.
59
Edi Setyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta: Sinar Harapan, 1981),
hlm. 52.
21
Penelitian dan penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah, yaitu proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman serta peninggalan masa lampau. 61
Metode sejarah dalam penulisan kajian historis merupakan salah satu cara dalam
penggarapan penelitian sejarah,62 Penelitian sejarah yang ilmiah harus mengikuti
metode sejarah yang berlaku, sehingga dalam penulisan sejarah dapat dicapai sifat
deskriptif analitis. Sifat deskriptif analitis bertujuan untuk menggambarkan suatu
objek peristiwa masa lalu yang dianalisis dengan data dan fakta tentang realitas
yang ada.
Kuntowijoyo membagi metode sejarah dalam lima tahap, yaitu: (1)
Pemilihan topik; (2) Pengumpulan sumber; (3) Verifikasi (kritik sejarah,
keabsahan sumber); (4) Interpretasi: analisis dan sintesis; (5) Historiografi.63
Pertama, pemilihan topik dalam sebuah penelitian pada dasarnya harus
disesuaikan dengan minat peneliti, hal ini berkaitan dengan seseorang akan
bekerja dengan baik apabila dia senang, sehingga dalam pemilihan topik harus
memiliki unsur kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Kedekatan lokasi
60
R.M Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Pariwisata
(Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), hlm. 122-123.
61
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terjemahan Nugroho Notosusanto)
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 32.
64
Sertifikat dari Pemerintah Kabupaten Jember, Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2019.
65
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 29-
30.
23
Sujarno selaku seniman dan pelaku pemain Ludruk Merdeka, dan beberapa
pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten Jember. Guna melengkapi data Penelitian
ini juga menggunakan sumber sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi
pustaka di Perpustakaan Universitas Jember dan dinas-dinas terkait di Kabupaten
Jember.
Ketiga, verifikasi atau kritik sumber. Semua-sumber yang sudah kita
dapatkan tidak serta merta akan digunakan semua dalam penulisan, akan tetapi
masih ada tahap selanjutnya yaitu kritik sumber guna untuk mendapatkan
keasliannya. Kritik sumber merupakan upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber.66 Pada tahap kritik sumber mencakup kritik ekstern dan
intern. Kritik ekstern adalah kritik yang mengupas tentang keadaan luar buku
tersebut, baik yang berhubungan dengan penerbit buku dan tahun penerbit. Kritik
intern adalah kritik yang membahas tentang isi, baik yang berhubungan dengan
valid atau tidaknya isi buku, subyektifitas maupun keobyektifan buku tersebut,
atau digunakan untuk mendapatkan kredibilitas sumber (dapat dipercaya atau
tidak).67 Peneliti sejarah mengejar kebenaran, kebenaran sumber harus diuji
terlebih dahulu dan setelah hasilnya memang dapat dipertanggung jawabkan,
maka sejarawan barulah percaya adanya kebenaran.
Keempat interepretasi. Interpretasi biasanya sering kali disebut dengan
penafsiran atas fakta-fakta yang diambil dari data yang valid atau proses analisis
dari data yang kemudian disusun menjadi sebuah konstruksi suatu peristiwa yang
utuh tanpa adanya unsur subyektifitas dan mendekati kebenaran. Interpretasi
dilakukan dengan merangkaikan sumber-sumber sejarah, baik berupa sumber
lisan, sumber arsip, maupun dokumen yang dikaitkan sumber sejarah satu dengan
sumber sejarah yang lain untuk mencapai suatu kesatuan fakta. Interpretasi bisa
berbeda dipengaruhi oleh pengaruh, motivasi. dan pola pikir peneliti68 Penulisan
sejarah yang bersifat deskriptif analitis yaitu bentuk penulisan yang berusaha
66
Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.
35.
67
Ibid., hlm. 16.
68
Ibid., hlm. 55.
24
69
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 35.
70
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 4.
25
71
Sunarlan, et al., op.cit., hlm. 45.
26
BAB 2
KESENIAN DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER DAN CIKAL
BAKAL KELOMPOK
LUDRUK MERDEKA
Kodiran, Wujud dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi
73
26 27 26
27
akan mampu mendorong pembangunan wilayah itu sendiri. Jika suatu wilayah
terdapat jumlah penduduk yang besar akan tetapi tidak diiringi oleh perluasan
wilayah, kesempatan kerja yang memadai, maka hal tersebut dapat dipandang
sebagai aspek negatif. Oleh karena itu, dalam suatu wilayah jumlah penduduk
mempunyai arti yang sangat penting dalam proses pembangunan.74
Jumlah penduduk selalu berhubungan dengan kepadatan karena terjadinya
perubahan tingkat kepadatan akan sejalan dengan perubahan jumlah apabila luas
daerah tetap.75 Secara administratif, pada tahun 2019 wilayah Kabupaten Jember
terdiri dari 31 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 3.293,34 km2, serta jumlah
penduduk sebesar 2. 440.714 jiwa dengan kepadatan penduduk 789 km2/jiwa.76
Data kependudukan memiliki peranan penting karena dengan adanya data
yang lengkap dan akurat, maka akan lebih mudah dan cepat dalam mengetahui
dan mengevaluasi sumber daya manusia di suatu wilayah. Jumlah penduduk yang
besar ditambah dengan struktur umur yang tidak menguntungkan serta laju
pertambahannya yang tinggi, menimbulkan permasalahan yang menghambat
usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat diberbagai sektor,
misalnya sektor ekonomi, pendidikan, industri dan lain-lain. Oleh sebab itu
diperlukan usaha-usaha penanganan masalah kependudukan yang sejajar dengan
usaha-usaha pembangunan.77 Kepadatan jumlah penduduk merupakan kontribusi
dari wilayah-wilayah yang ada di Kabupaten Jember, salah satunya Kecamatan
Kencong yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jember. Kepadatan
penduduk Kecamatan Kencong menurut desa dapat dilihat pada tabel 2.1:
74
Dewi Ayu Lestari, “Tembakau Rakyat Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember: Kajian Ekonomi Tahun 1992-2012”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, 2016. hlm. 31.
75
Kodiran, loc.cit.
76
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Jember Dalam Angka Tahun 2019,
hlm. 517.
77
Rinda Rustiani, “Strategi Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Jember dalam Pemanfaatan Cagar Budaya Sebagai Obyek Pariwisata di Wilayah
Kabupaten Jember”, Skripsi pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, 2016.
hlm. 33.
28
Tabel 2.1
Kepadatan Penduduk Kecamatan Kencong Menurut Desa Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.
78
Keberadaan ibu kota kecamatan yang berada di Desa Kencong membuat
penduduk lebih cepat dan mudah dalam melakukan pelayanan umum karena semua
perlengkapan fasilitas umum seperti fasilitas pendidikan, ekonomi dan kesehatan semua
berada di ibu kota kecamatan. Hal itulah yang membuat masyarakat memilih menetap di
Desa Kencong. (Kasi PMD dan Kesos Kecamatan Kencong), Jember, 7 April 2021.
29
Tabel 2.2
Banyaknya Dusun, Rukun Tetangga, Rukun Warga Perdesa di
Kecamatan Kencong Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.
79
Wawancara dengan Bambang (Kasi PMD dan Kesos Kecamatan Kencong)
Jember, 7 April 2021.
30
Tabel 2.3
80
Fahmi Abdillah, Pemekaran Kecamatan kencong Kabupaten Jember 1995-
2014” Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Jember, 2019. hlm.32.
81
Selayang Pandang Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2020.
82
Rima Oktava, “Komposisi Penduduk Pelaku Urbanisasi” Social Science
Education Journal, 4 (1), 2017, hlm.71-80.
31
Pada tabel 2.3 menunjukkan jumlah penduduk Desa Cakru tahun 2020,
yang terbagi di setiap dusun. Jumlah rasio jenis kelamin di Kecamatan Kencong
sama dengan gambaran rasio jenis kelamin secara nasional dimana jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. 83 Hal itu
dikarenakan angka kelahiran penduduk perempuan di Desa Cakru lebih banyak
dibandingkan penduduk laki-laki, sedangkan angka kematian penduduk laki-laki
lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Desa Cakru memiliki empat
dusun yaitu, Dusun Tempuran, Dusun Krajan, Dusun Igir-igir dan Dusun
Gondangrejo. Wilayah Desa Cakru terdiri dari 78 Rukun Tetangga dan 15 Rukun
Warga. Pada tahun 2020 jumlah penduduk Desa Cakru sebesar 10.962 jiwa. Desa
Cakru dikenal sebagai desa agraris karena memiliki potensi alam yang cukup
prospektif bagi pengembangan perekonomian wilayah tingkat desa. Berdasarkan
kondisi alamnya serta sesuai dengan potensi ekonomi desa yang ada,
perekonomian di Desa Cakru masih bergantung pada hasil pertanian.84
83
Wawancara dengan Heni Indaryani (Kepala Desa Cakru) Jember, 24 Maret
2021.
84
Selayang Pandang Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2020.
32
Sosial budaya berasal dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial adalah cara
tentang bagaimana para individu saling berhubungan.85 Sosial dalam arti
masyarakat merupakan segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup
bersama dari orang atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup
struktur organisasi, nilai-nilai sosial dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. 86
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.87
Budaya atau kebudayaan adalah cara atau sikap hidup manusia
dalam berhubungan secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya
yang di dalamnya sudah tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan
karya, baik fisik materiil, maupun yang psikologis, idiil dan spiritual. Sosial
budaya merupakan segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan
budi nuraninya yang diperuntukkan kehidupan bermasyarakat. 88
Kondisi sosial budaya masyarakat menjadi sebuah karakter yang dapat
memberikan gambaran secara lebih jelas bahwa kehidupan permukiman di suatu
tempat berbeda-beda dengan kondisi lingkungan wilayah lain. Hal ini dikarnakan
permukiman yang terbentuk akan mencerminkan kekuatan-kekuatan sosial
budaya. Kabupaten Jember merupakan daerah yang tidak memiliki akar budaya
daerah asli. Masyarakat Kabupaten Jember mayoritas terdiri atas Suku Jawa dan
Suku Madura yang sebagian besar beragama Islam. Selain itu juga terdapat warga
Cina dan Suku Using. Rata-rata masyarakat Kabupaten Jember adalah
pendatang.89
85
H. Hartomo, dkk, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Bumu Aksara, 1999), hlm. 28.
86
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Bogor: PT, Ghalia
Indonesia, 2006), hlm. 6.
87
Soerjono Soekanto, Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:
Rajawali press, 2013), hlm. 150.
88
Jacobus Ranjabar, loc.cit.
89
Rinda Rustiani, op.cit., hlm. 31.
33
90
Tempat peleburan.
91
Jupriono, dkk, Sekilas Wakil Rakyat dan Perkembangan Kabupaten Jember
(Prasejarah s.d 1970-an) (Jember: Sekretariat DPRD Kabupaten Jember, 2018), hlm.
404.
92
Edy Burhan Arifin, “Emas Hijau di Jember, Asal Usul dan Pengaruh dalam
Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat 1860-1880” Tesis pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1989. hlm. 100.
93
Ibid.
34
budaya dominan, yakni budaya Jawa dan budaya Madura. Pada umumnya, orang-
orang Pandhalungan bertempat di daerah perkotaan.94
Gelombang migrasi kelompok etnis tertentu biasanya membawa dan
mengembangkan budaya asli mereka. Para migran memerlukan hiburan sebagai
salah satu cara pelepas rindu pada daerah asalnya, selain itu hiburan juga sebagai
media untuk menjalin solidaritas agar jati diri kesukuan dan kebudayaan tetap
terjaga dengan baik. Hal itu terjadi pada orang Madura dan Jawa yang bermigran
ke Jember, dimana orang Madura mengembangkan kesenian mereka dari daerah
asalnya seperti: macopat, topeng Madura, tandak, sronen dan sandur, sedangkan
orang Jawa mengembangkan kesenian mereka, yaitu: reog, jaranan, ketoprak,
ludruk dan wayang kulit. 95
Perpaduan masyarakat dan budaya tersebut, dicerminkan dengan gotong
royong dan adat budaya yang khas, serta diwarnai dengan unsur Islami. Hal ini
dapat dipandang sebagai potensi masyarakat dan menjadi modal dalam
meningkatkan sumber daya manusia. Potensi tersebut, menjadikan ketahanan
sosial masyarakat akan mampu menangkal dan menyaring kemungkinan adanya
pengaruh budaya luar yang negatif, salah satu wujud budaya masyarakat ialah
lahirnya seni budaya khas daerah seperti tari, seni suara, seni musik dan seni rupa.
Hal ini selain memperkuat budaya masyarakat juga menjadi aset yang bisa
dikembangkan untuk wisata maupun industri.96
Kecamatan Kencong merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jember
bagian barat dimana etnis Jawa yang paling dominan di kecamatan ini. selain
identik dengan budayanya yang kental, suku Jawa juga terkenal dengan
94
Ayu Sutarto, “Sekilas tentang Masyarakat Pandalungan”, Makalah disampaikan
pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang diselenggarakan oleh Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta: tanggal 7 – 10 Agustus 2006, hlm. 1.
95
Edy Burhan Arifin, “Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya
Pandhalungan”, dalam Literasi vol 2 No. 1, 2012, hlm. 33.
96
Dany Wahyu Kurniansyah, “Keberadaan Keseian Ludruk Wali Sakti di
Kecamatan Yosowilangun Lumajang tahun 1997-2007”, Skripsi, pada Program Studi
Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember,2017, hlm. 19.
35
Tabel 2.4
Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Desa di Kecamatan Kencong
Tahun 2020
No Desa Islam Protestan Katoli Hindu Budha
k
1 Paseban 7.060 - - - 2
2 Cakru 10.384 8 - - -
3 Kraton 9.382 24 - - -
4 Wonorej 12.507 849 22 5 4
5 o 23.701 312 12 19 5
Kencong
Jumlah 63.034 1.193 34 24 11
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, Kecamatan Kencong Dalam Angka
Tahun 2020.
98
Eric Hobsbawm and Terence Ranger, The Invention of Tradition sebagaimana
dikutip dalam Yongki Gigih Prasisko, “Ludruk Jember: Ritual Masyarakat Pertanian”,
dalam Jurnal Parafrase Genta Vol.18 No.01 Mei 2018, hlm. 69.
99
Perayaan rutin yang diadakan masyarakat Jawa untuk memperingati suatu
peristiwa penting.
100
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
101
Kodiran, op.cit, hlm. 46.
37
tradisi tersebut selalu diperingati pada saat musim panen padi. Ritual tersebut
sengaja diadakan secara bersama-sama oleh masyarakat dengan tujuan memohon
agar hasil panennya dapat maksimal. 102 Upacara selametan dilakukan seperti
halnya siklus kehidupan manusia, yaitu mulai dari awal menanam, ketika bunga
padi sudah membentuk bulir padi, hingga padi akan segera dipanen atau disebut
dengan Petik Padi. Kepercayaan masyarakat dengan adanya upacara ini
bermaksud untuk mendapatkan keselamatan dalam proses penggarapan lahan
pertanian, selain itu juga merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena mendapatkan hasil panen yang berlimpah.103
Kesenian ludruk, jaranan, reog, dan kuda lumping di Desa Cakru
merupakan cerminan masyarakat Desa Cakru yang cenderung hidup berkelompok.
Kesenian tersebut dijadikan sebuah wadah untuk berkumpul yang merupakan
hasil apresiasi masyarakat terhadap kepentingan bersama, sehingga dapat
memperkuat ikatan sosial. Orientasi kelompok kesenian lebih mengarah pada
konsepsi tentang kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama.104 Upacara-
upacara adat hari besar keagamaan serta hari besar nasional, selalu dihadiri oleh
masyarakat dengan menghadirkan kesenian sebagai media pengumpul massa.
Kesenian juga berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam lingkup sosio-kultural.
102
Kaherul Umam, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Pada Masyarakat
Agraris” Jurnal Genta Vol.9 No.2 Juli 2015, hlm. 219.
103
Ibid.
104
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
105
Widiya Ningsih, Ilham Rahmawati, “Upaya Pelestarian Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Seto Pada Masyarakat Desa Pasir Maju Kecamatan Rambah
Kabupaten Rokan Hulu” Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pasir
Pengaraian, 2020. hlm. 15.
38
dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan.
Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan juga kesenian, mencipta, memberi
peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, dan mengembangkan untuk
menciptakan kebudayaan baru.
Kesenian tradisional, salah satunya seni pertunjukan rakyat tradisional
mempunyai dua manfaat penting yaitu hidup dan berkembang. Hal tersebut dapat
dilihat dalam dua aspek, yaitu lingkup penyebaran dan manfaat sosialnya. Seni
pertunjukan rakyat memiliki lingkup wilayah yang meliputi seluruh lapisan
masyarakat. Manfaat sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada
kemampuannya sebagai pembangunan dan pemeliharaan solidaritas kelompok.106
Kesenian tradisional biasnya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke
generasi selanjutnya tanpa adanya perubahan yang menyolok.
Kesenian daerah merupakan aset budaya bangsa Indonesia yang
memerlukan perhatian khusus dalam pelestarian dan perkembangannya karena
pada dasarnya kesenian merupakan bagian dari perjalanan suatu budaya yang
sangat ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Suatu bentuk seni akan dapat
diterima di tengah masyarakat apabila memiliki fungsi tertentu dalam kehidupan
masyarakat. Bentuk seni tersebut dapat berfungsi dalam masyarakat baik yang
berkaitan dengan kepentingan ritual maupun yang sifatnya lebih sekuler. Oleh
karena itu, suatu bentuk seni tidak hanya dipandang dari sisi bentuknya saja
melainkan juga perlu dikaji fungsi penyajian kesenian itu di dalam kehidupan
masyarakat. Berdasarkan daftar sanggar kesenian Kabupaten Jember, Kecamatan
Kencong memiliki beberapa kesenian tradisional.107 Berikut ini kesenian yang ada
di Kecamatan Kencong.
1.Jaranan
Jaranan merupakan kesenian yang berupa pertunjukan tarian yang
dilakukan oleh beberapa orang penari dengan mengendarai boneka kuda
106
Umar kayam, “Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan” dalam
Heddy Shri Ahmsa Putra, ketika Orang Jawa Nyeni (Yogyakarta :Galang press, 2000),
hlm. 340.
107
Kabupaten Jember, “Daftar Sanggar Seni Kabupaten Jember”, 2018.
39
Myla Binti Khurotul Uyun, “Nilai Estetika Kesenian Jaranan di Kota Kediri”
108
Tabel 2.5
Kelompok Kesenian Jaranan di Kecamatan Kencong Tahun 2018
2. Reog
Reog merupakan kesenian rakyat yang berbentuk tarian dengan
membawakan dhadakmerak sebagai ciri khas kesenian reog yang diiringi gamelan
Jawa.112 Fungsi awal dari kesenian reog sebagai bentuk perlawanan rakyat
terhadap penguasa dan juga hiburan bagi rakyat. Kesenian reog terus mengalami
perkembangan, hal tersebut bisa dilihat dari semakin banyaknya organisasi
112
Sururil Mukarromah, Shinta Devi, “Mobilisasi Massa Partai Melalui Seni
Pertunjukan Reog di Ponorogo Tahun 1950-1980” Jurnal Verleden, Vol. 1, Nol.1
Desember 2012. hlm. 65.
41
kesenian reog yang muncul di berbagai daerah salah satunya yaitu Kecamatan
Kencong.
Kelompok kesenian reog yang ada di Kecamatan Kencong mulai didirikan
pada tahun 1990 yaitu Kelompok Singo Ludoyo yang dipimpin oleh Amin Tohari.
Amin Tohari merupakan orang Jawa yang berasal dari Kabupaten Ponorogo yang
bertransmigrasi di Kecamatan Kencong. Awal berdirinya kelompok kesenian reog
tersebut hanya terdiri dari sekumpulan orang migran yang ada di Kecamatan
Kencong.113
Gambar 2.1 Kelompok Reog Singo Ludoyo saat tampil di Kecamatan Puger
Kabupaten Jember.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Reog Singo Ludoyo, 1990.
113
Wawancara dengan Amin Tohari, Jember 26 Maret 2021.
114
Wawancara dengan Ponidi, Jember 27 Maret 2021.
42
Kelompok kesenian reog yang ada di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel
2.6:
Tabel 2.6
Kelompok Kesenian Reog di Kecamatan Kencong Tahun 2018
3. Ludruk
Ludruk adalah pertunjukan seni teater tradisional yang berasal dari Jawa
Timur. Kesenian ludruk berasal dari dua kata yaitu gela-gelo dan gedrak-gedruk.
Gela-gelo, memiliki arti menggeleng-nggelengkan kepala pada saat menari,
sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentakkan kaki di pentas pada saat
menari.115 Ludruk biasanya dipentaskan oleh kelompok ludruk di panggung besar
yang didalamnya terdapat beberapa pemain. Cerita yang dibawakan pada
pementasan ludruk biasanya merupakan cerita rakyat sehari-hari yang diselingi
dengan lawakan, bahkan kritik sosial. Kesenian ludruk masih popular di Jawa
Timur dan menjadi salah satu warisan kesenian tradisional.
115
Sunaryo, Heri suwignyo, dkk, op.cit., hlm. 6.
43
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa
kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi
rambut tiruan dari tari plastik atau sejenisnya yang di kepang,118 sehingga pada
masyarakat Jawa sering disebut sebagai jaran kepang.119 Kesenian tradisional
kuda lumping di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, mulai ada keberadaanya
pada tahun 1980 bernama Trisno Katon yang didirikan oleh Nonot Puji Kuntoro
dengan tujuan agar di Kecamatan Kencong sebagai sebuah wadah untuk
menampung dan menghidupkan jiwa seni di kalangan masyarakat.120 Tahun 1980
kesenian kuda lumping mulai tampil di luar Kecamatan Kencong dan semakin
dikenal oleh masyarakat.121
Kesenian kuda lumping mulai banyak peminatnya, sehingga kesenian
dapat diterima oleh masyarakat dan aktif sebagai media hiburan rakyat. Hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya kelompok kesenian kuda lumping yang didirikan
116
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
117
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
118
Jaran Kepang atau Kuda Lumping adalah tarian penunggang kuda dengan
kuda mainan yang terbuat dari anyaman bambu yang dirangkai sedemikian rupa, yang
dijepit antara dua kaki penarinya.
119
Kuswandi, Saepul Maulana, “Kesenian Kuda Lumpng di Desa Banjar Anyar
Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis” Jurnal Artefak Vol. 2 No. 1 – Maret 2014.
hlm. 88.
120
Wawancara dengan Nonot Puji Kuntoro, Jember, 24 Maret 2021.
121
Wawancara dengan Nonot Puji Kuntoro, Jember, 24 Maret 2021.
44
di Kecamatan Kencong yaitu: Kelompok Sido Mulyo yang didirikan pada tahun
1998, Kelompok Cahyo Utomo yang didirikan pada tahun 1990, Kelompok Putro
Wijoyo yang didirikan pada tahun 1990, Kelompok Putro Kencono yang didirikan
pada tahun 1998, Kelompok Agung Jaya yang didirikan pada tahun2000,
Kelompok Seto Manunggal yang didirikan pada tahun 2002. Kesenian kuda
lumping yang ada di Kecamatan Kencong dapat dilihat pada tabel 2.7:
Tabel 2.7
Kelompok Kesenian Kuda Lumping di Kecamatan Kencong Tahun
2018
melibatkan lampu, peralatan latar cerita seperti awan, hujan, petir, binatang seperti
burung dan lainnya, dan juga suara.
Kesenian ludruk merupakan salah satu kesenian rakyat, namun
penggemar kesenian ludruk tidak hanya masyarakat yang berasal dari golongan
kelas bawah, bahkan masyarakat golongan menengah atas menaruh minat yang
besar pada kesenian ludruk. Kesenian ludruk pada masa penjajahan, baik Belanda
maupun Jepang, dijadikan sebagai media bagi rakyat untuk melawan penjajahan
kolonial yang sedang berlangsung. Masa-masa setelah revolusi kemerdekaan
Indonesia, kesenian ludruk berkembang pesat pada tahun 1950-1965, bahkan dari
penelitian yang dilakukan oleh James L Peacok tahun 1962-1963, dicatatan data
statistik Kanwil Kebudayaan Surabaya, terdaftar sebanyak 549 kelompok ludruk,
baik di daerah pedalaman maupun kota.127
Kesenian ludruk dimanfaatkan dengan baik menjadi sebuah alat
propaganda politik di bidang kesenian. Beberapa rombongan ludruk bahkan
berafiliasi pada partai politik tertentu. Cikal bakal berdirinya Kelompok Ludruk
Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang berada di
bawah pimpinan Sudiryo. Sudiryo lahir di Kabupaten Jember tahun 1930. Sudiryo
anak keenam dari enam bersaudara. Bapaknya bernama Joyo dan ibunya bernama
Sayuti merupakan seorang seniman ludruk dan memiliki berbagai macam alat
kesenian, seperti gamelan, kenong dan kendang.128
Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian dengan belajar dari
orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh gamelan. Setelah orang
tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut sebagai modal bagi
Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Kegemaran dan
kesenangan Sudiryo dalam menabuh alat musik tradisional, membuat Sudiryo
berinisiatif untuk mendirikan sebuah kelompok kesenian tradisional, khususnya
kesenian ludruk. Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh
127
James L. Peacock, Ritus Modernisasi, Aspek Sosial dan Simbolik Teater
Rakyat Indonesia, Terjemahan. Eko Prasetyo dan Mh. Nurul Huda (Jakarta: Desantra,
2005), hlm. 4.
128
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
48
Gambar 2.2. Foto Sudiryo Selaku Pendiri Kelompok Ludruk Tanpa Nama
1960
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1960.
129
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
130
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
49
131
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
132
M. Djupri, “Kesenian Ludruk di Posisi Pinggiran” dalam Majalah Alur
(Majalah Seni dan Budaya), Edisi 003/ April 2012, hlm. 37; Bondan Nusantara , “Ludruk
Gaul KenapaTidak?” dalam Majalah Bende, edisi 5 September 2003, hlm.24.
133
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
134
Ade Yuliyasmin S, “Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai
Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.
50
135
Henricus Supriyanto, Lakon Ludruk Jawa Timur (Jakarta: PT. Grasindo,
1992), hlm.14.
136
Ibid, hlm. 13.
137
Kasiyanto Kasemin, Ludruk Sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis Terhadap
Kehidupan, Peran dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi (Surabaya: Airlangga
University Press, 1999), hlm. 7.
51
kembali sebagai alat propaganda politik. Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk
Merdeka mulai terdaftar secara resmi dalam Buku Induk Kesenian Pemerintah
Provinsi Jawa Timur.138
Pada massa Orde Baru, meskipun jumlah kelompok ludruk bertambah
banyak, namun dianggap telah kehilangan esensinya sebagai lidah rakyat yang
menyuarakan keresahan hidup pada para penguasa, bahkan kesenian ludruk
beralih fungsi sebagai lidah penguasa pada rakyatnya. Kesenian ludruk dijadikan
penguasa sebagai alat propaganda untuk menyuarakan berbagai programnya
seperti Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) maupun Keluarga
Berencana (KB).139 Kesenian telah dijadikan media untuk mengolah masa. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa fenomena, misalnya kampanye politik dalam rangka
pemenangan Golkar pada setiap Pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) dan
kampanye program-program pembangunan Golkar yang merupakan kendaraan
politik penguasa Orde Baru dalam menjalankan dan memertahankan
kekuasaannya, senantiasa menggunakan kelompok ludruk sebagai media yang
efektif untuk memperoleh masa sebanyak-banyaknya.140
138
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
139
Kasiyanto Kasemin, loc,cit.
140
Apsari Putri Dwi, “Eksistensi Seni Pertunjukan Ludruk Karya Budaya di
Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto 1969-2012”, Skripsi Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, 2014. hlm. 57.
52
BAB 3
USAHA YANG DILAKUKAN KELOMPOK LUDRUK MERDEKA
SERTA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
Swastika Dinar Kasih, “Regenerasi Seni Kuda Lumping Sari Muda Budaya
141
seni yang sudah tua hingga muda masih bisa menikmati kesenian yang sudah ada,
sehingga generasi penerusnya memiliki rasa tanggung jawab yang datang dari
dirinya sendiri. Adanya proses dan siklus seperti itulah yang dapat
mempertahankan sebuah kesenian yang sudah ada. Eksistensi Kelompok Ludruk
Merdeka tentu tidak lepas dari adanya proses regenerasi. Berdirinya Kelompok
Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama yang
berada di bawah pimpinan Sudiryo.143
Sudiryo merupakan pemimpin pertama yang mempunyai gagasan untuk
mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Sudiryo lahir di Jember tahun 1930.
Sudiryo anak keenam dari enam bersaudara. Bapaknya bernama Joyo dan ibunya
bernama Sayuti merupakan seorang seniman ludruk dan memiliki berbagai
macam alat kesenian, seperti gamelan, kenong dan kendang. Istri Sudiryo
bernama Ngaisah. Sudiryo memiliki sepuluh anak, yaitu: Hartini, Harlilik,
Hartatok, Hardidi, Harbagus, Hartayut, Harnunu, Harneneng, Hargugus,
Harluluk.144
Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian dengan belajar dari
orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh gamelan. Setelah orang
tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut sebagai modal bagi
Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Kegemaran dan
kesenangan Sudiryo dalam menabuh alat musik tradisional, membuat Sudiryo
berinisiatif untuk mendirikan sebuah kelompok kesenian tradisional, khususnya
kesenian ludruk. Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh
iktikad untuk nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa
Cakru, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. 145
Begitu besar kecintaannya dengan kesenian ludruk, Sudiryo rela
mengeluarkan uang untuk dapat membeli perlengkapan dan melestarikan kesenian
ludruk, serta memperkenalkan keseniannya kepada masyarakat. Jumlah anggota
143
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
144
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
145
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 26 Oktober 2020.
54
146
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
147
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
148
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 22 Agustus 2019.
149
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
150
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
55
151
Wawancara dengan Lesos, Jember, 3 Juli 2021.
152
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 25 Agustus 2019.
153
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Provinsi Jawa Timur Kartu
Nomor Induk Organisasi Kesenian, Surabaya, 14 Juni 1994.
56
Gambar 3.1 Foto Keluarga Agus Salim dan Harlilik Selaku Ketua Kelompok
Ludruk Merdeka
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1996.
oleh penonton yaitu Febri, Narko dan Rosa. Febri merupakan salah satu tandak
yang digemari oleh penonton karena memiliki wajah cantik dan kelincahannya
pada saat menari. Narko sebagai pelawak yang digemari oleh penonton karena
pandai berimprovisasi dan sangat lucu jika melawak di atas panggung, sedangkan
Rosa merupakan salah satu penyanyi dan penari remo yang digemari oleh
penonton karena memiliki ciri khas dengan suara yang bagus dan bisa menirukan
banyak karakter suara157
Adanya kedekatan emosional antara waria dan penonton, hal tersebut
merupakan salah satu cara bagi para pelaku seni Kelompok Ludruk Merdeka
untuk mengajak masyarakat agar tetap mencintai kesenian ludruk dan dapat
bergabung dalam Kelompok Ludruk Merdeka. Masyarakat yang ingin bergabung
dengan Kelompok Ludruk Merdeka hanya dibutuhkan adanya minat dan latihan.
Hal itu dilakukan agar anggota Kelompok Ludruk Merdeka kompak saat
melakukan pementasan.158 Agus Salim juga mengajak anggota keluarganya untuk
bergabung dalam Kelompok Ludruk Merdeka, salah satunya Lesos yang
merupakan adik kandung dari Agus Salim. Jumlah anggota Kelompok Ludruk
Merdeka pada masa kepemimpinan Agus Salim sebanyak 60 orang.159
Harlilik (istri Agus Salim) merupakan Ketua Kelompok Ludruk Merdeka
pada generasi ke tiga setelah meninggalnya Agus Salim pada tanggal 6 Juni 2001.
Harlilik berasal dari Dusun Krajan, RT/RW: 001/005, Desa Cakru, Kecamatan
Kencong. Usianya kini mencapai 65 tahun dengan kondisi Kesehatan yang cukup
baik. Sikap yang diambil oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan
Kelompok Ludruk Merdeka.160 Pada generasi kepemimpinan selanjutnya, Harlilik
akan mewariskan kepemimpinan Kelompok Ludruk Merdeka kepada anaknya
157
Wawancara dengan Tumigen, Jember 8 Juli 2021.
158
Wawancara dengan Febri, Jember 22 Agustus 2019.
159
Wawancara dengan Harlilik, Jember 22 Agustus 2019.
160
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Kartu Nomor Induk
Kesenian, Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember, 2018.
58
yang bernama Marhen Pari Kesit, dikarenakan Marhen Pari Kesit aktif dalam
membantu berjalannya Kelompok Ludruk Merdeka. Marhen Pari Kesit
merupakan anak dari Agus Salim dan Harlilik. Berikut ini foto Harlilik dapat
dilihat pada gambar 3.2:
161
Wawancara dengan Tumigen, Jember 10 Juli 2021.
162
Wawancara dengan Harlilik, Jember 16 Juli 2021.
163
Wawancara dengan Harlilik, Jember 10 Juli 2021.
164
Wawancara dengan Marhen , Jember 9 Juli 2021.
60
3.1.2 Properti
Properti merupakan suatu alat yang digunakan dalam sebuah pertunjukan yang
berkaitan dengan penataan barang atau benda sebagai pendukung pertunjukan.166
Banyak cara yang dapat dilakukan dan ditempuh oleh pelaku seni untuk menarik
selera penonton kepada seni pertunjukan tradisi, salah satunya yaitu melakukan
upaya kreatif dan inovatif dari segi kesenian Ludruk Merdeka, dari penggarapan
ceritanya (aspek literer) yang diaktualisasikan sesuai dengan konteks zaman;
penggarapan kreatifnya lebih dramatik (atraktif); peningkatan kualitas kinerja para
pekerja seni (pemain, sutradara, penata musik (arranger) penata tari
(koreografer), teknologi pementasan dimodernisasi dengan mentransfer teknologi
komunikasi media seperti: tata panggung (setting), tata cahaya, tata suara (back
ground), penataan musik divariasi dengan instrumen modern (nada-nada diatonis
ditambah perkusi atau drum).167 Hal ini sesuai dengan pernyataan Harlilik selaku
ketua Kelompok Ludruk Merdeka, sebagai berikut.
168
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 27 April 2021.
169
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
171
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
64
172
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
65
Dari segi musik sudah semakin banyak misalnya ada penambahan orgen,
kendang, bas, melodi.173
173
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 27 April 2021.
66
174
Rohilinda Hilwa, op.cit, hlm. 47.
175
Ibid., hlm. 40.
67
176
Wawancara dengan Harlilik, Jember 22 Agustus 2019.
177
Wawancara dengan Sujarno, Jember, 28 April 2021.
68
Tabel 3.3
Mata Pencaharian Anggota Kelompok Ludruk Merdeka 2019
No Matapencaharian Jumlah
1 Petani 40
2 Pedagang 9
3 Tukang Bangunan 7
4 Buruh 5
5 Pangkas Rambut 1
Sumber: Wawancara dengan Harlilik, Jember, 11 Mei 2021.
Meningkatkan Kesejahteraan” Jurnal Warta Pengabdian, Vol 14, No. 1, 15 Maret 2020.
hlm. 12.
182
Wawancara dengan Lesos, Jember 25 Agustus 2019.
72
dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan kesulitan hidup yang lain yang
menyelubungi mereka, meskipun demikian, mereka dapat hidup secara guyub dan
rukun di tengah-tengah masyarakat yang melingkupinya.
Komposisi matapencaharian tersebut menggambarkan bahwa Kelompok
Ludruk Merdeka sangat dekat dengan isu-isu kerakyatan yang ada di sekitar
mereka. Sebuah sensitivitas sosial yang dibangun dengan penuh rasa empati,
sehingga keadaan rakyat yang ada di sekeliling mereka akan mampu menjadi
kekuatan dalam pengungkapan berbagai bentuk fenomena ketimpangan untuk
dapat diangkat di atas panggung. Fenomena sosial di sekeliling mereka
merupakan suatu cara berkesenian yang mereka pahami sebagai bentuk bagian
dari akar sosiokultural yang ada.183 Kelompok Ludruk Merdeka mengadakan
latihan rutin setiap hari Minggu. Jika ada pementasan, maka jadwal latihan akan
ditambah setiap hari Kamis, Sabtu dan Minnggu. Latihan tersebut dilakukan untuk
menjaga kekompakan pemain dalam melakukan pementasan. Latihan dilakukan
pada malam hari yang bertempat di rumah Harlilik dari jam 19.00 s.d 22.00 WIB.
Hal tersebut dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas pekerjaan para anggota
pemain.184
183
Wawancara dengan Sujarno, Jember 24 Agustus 2019.
184
Wawancara dengan Marhen, Jember 9 Juli 2021
73
185
Januar Heryanto, “Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis
Ekonomi di Indonesia”, Jurnal Nirmana Vol. 6, no. 1, januari 2004. hlm. 52-62.
74
“Upah dua ratus ribu sebenarnya tidak cukup, apa lagi buat tandak ludruk
yang kebutuhannya banyak, seperti membeli make up, baju dan perhiasan
untuk mendukung penampilan agar tetap cantik”.188
186
Sutarto, dkk, “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa
Timur-an dalam Perspektif Industri Kreatif’ Laporan Penelitian (Jember: Lemlit Unej,
2013).
187
Catatan Keuangan Kelompok Ludruk Merdeka 2019.
188
Wawancara dengan Febri, Jember, 24 Agustus 2019.
189
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
75
memberikan motivasi, bahwa kesenian yang telah dimilki ini berhak untuk
dilestarikan agar dapat berkembang.190
190
Regita Dwi Setyawati, “Pelestarian Kesenia Ludruk: Studi Kasus Grup
Marsudi Laras di Surabaya Tahun 2003-2017”, Jurnal Volume 7, No 3 Tahun 2019.
191
Ratih Dewi Pratama Adyka Putri, “Pengembangan Manajemen Strategi
Festival Seni Surabaya” Tesis pada Program Studi Magister Tatakelola Seni, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta, 2015. hlm. 13.
76
192
Wawancara dengan Yuniken Anjasmoro, Jember, 11 Mei 2021.
193
Koleksi Piala Kelompok Ludruk Merdeka, 1980; (lihat: lampiran A, hlm. 99).
77
Pada tahun 1989 Kelompok Ludruk Merdeka mengikuti festival seni vokal
tradisional bernafaskan P4 se- Kabupaten Jember.194
194
Koleksi Foto Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
78
Gambar 3.14 Foto Kelompok Ludruk Merdeka saat mengikuti festival seni
vokal tradisional bernafaskan P4 se- Kabupaten Jember 1989.
Sumber: Dokumentasi Kelompok Ludruk Merdeka, 1989.
195
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm
132.
196
Wawancara dengan Marhen, Jember, 4 Juli 2021.
79
Kelompok ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tetap terus bertahan, hal itu
ditandai dengan masih tetap melakukan pertunjukan di berbagai macam instansi
pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival, dimana Kelompok Ludruk
Merdeka mampu meraih berbagai macam prestasi dan penghargaan dari
pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyaji dalam rangka pagelaran periodik
teater tradisi di Taman Krida Budaya Jawa Timur pada tahun 2011, 2015, 2018.197
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, 2011, 2015, 2018.
80
sektor budaya dan pariwisata tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah, melainkan harus dilakukan bersama-sama dan didukung oleh seluruh
komponen masyarakat.201
Pada masa Pemerintah Orde Baru tepatnya tahun 1968, terjadi perubahan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam pertunjukan ludruk di
Kabupaten Jember. Kebijakan yang diterapkan adalah dengan diwajibkannya
seluruh seniman ludruk untuk memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA). Kelompok
ludruk tidak diperbolehkan berdiri sendiri melainkan diharuskan untuk berada
dalam satu induk, yakni Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember
serta penghapusan kidungan genjer-genjer yang merupakan salah satu kidungan
populer dalam ludruk Jember.202
Setiap kelompok ludruk akan mendapatkan pengawasan ketat dari pihak
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI), namun
keadaan ini tidak bertahan lama. Pada tanggal 21 sampai dengan 22 Juni 1968
sebagai bentuk perhatian dan dukungan pemerintah terhadap kesenian ludruk,
maka diadakan musyawarah seniman ludruk se-Jawa Timur dalam rangka
penataan kembali perkumpulan ludruk yang ada di Jawa Timur. Pada tahun 1970
hingga 1980-an kesenian ludruk di Kabupaten Jember diperbolehkan untuk
mendirikan kelompok ludruk secara independen atau berdiri sendiri di bawah
badan hukum. Perkembangan ludruk yang ada di Kabupaten Jember berjalan ke
dua arah yang dibagi berdasarkan letak geografisnya. Kelompok ludruk bagian
Jember Selatan menganut sistem pertunjukan sesuai dengan pakem ludruk
Malangan. Ludruk Malangan memiliki ciri khas dalam gaya busana. Busana gaya
malangan memakai celana panjang hingga menyentuh kaki serta tidak disematkan
jarum. Penari memakai simpul atau sanggul di rambutnya dan terkadang dihiasi
melati, tidak memakai mekak hitam untuk menutupi dada, memakai rapak unyuk
menutupi bagian pinggang sampai lutut serta hanya menggunakan satu selendang
201
Ibid.
202
Dewi Retno Putri Pradana. Suharto, “Keberadaan Kesenian Ludruk Rukun
Trisno di Kabupaten Jember Tahun 1990-2018”, Jurnal Historia Vol. 3, No. 2, Januari
2021. hlm. 433.
84
yang disematkan di bahu.203 Ludruk bagian Jember Utara lebih terbuka kepada
berbagai perubahan dan menciptakan ciri khas tersendiri sebagai ludruk khas
Jemberan.204 Secara khusus perbedaan tersebut ditunjukkan oleh tiga hal yakni,
aspek aktor, lakon dan anggota kolektif masyarakat pendukungnya yang bersifat
multikultural.205
Dukungan pemerintah dalam proses pemberdayaan kesenian ludruk pada
Kelompok Ludruk Merdeka di Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember antara lain:
(1) Melindungi kesenian dengan memberikan Kartu Nomor Induk
Kesenian (KNIK) kepada Kelompok Ludruk Merdeka. Pemerintah
mengharuskan siapa saja yang mendirikan kesenian untuk mengurusi Kartu
Nomor Induk Kesenian (KNIK) dengan cara membawa Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan mengisi blangko dan curriculum vitae (CV) terkait rekam jejak selama
berkesenian.206 Pada tahun 1975 Kelompok Ludruk Merdeka mendaftarkan
kelompok keseniannya secara resmi ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Jawa Timur.
203
Rohilinda Hilwa, op.cit, hlm. 43-44.
204
Dewi Retno Putri Pradana. Suharto, op.cit, hlm. 433.
Kompetesi Industri Pasar Hiburan”, Jurnal Atavisme Vol. 17, No. 2, Desember 2014.
hlm. 232.
206
Wawancara dengan Dannie Alcholin, Jember, 28 April 2020.
85
Pada tanggal 6 Juni 2001, Agus Salim meninggal dunia, sehingga Ludruk
Merdeka digantikan oleh istrinya yang bernama Harlilik. Setelah mengalami
pergantian pimpinan dalam Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK) Ludruk
Merdeka tertulis nama organisasi Ludruk Merdeka, nama pimpinan Ny.Harlilik,
alamat Desa Cakru Kecamatan Kencong. Nomor induk 556/ 81/ KES/ 035
09511/2010.207 Tujuan dari Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK) yaitu agar dapat
melindungi kesenian dan sebagai kesenian yang resmi yang mempunyai izin dari
pemerintah, sehingga pemerintah dapat memberi rekomendasi layak atau tidaknya
sebuah kelompok kesenian yang tampil di masyarakat. Bagi kelompok kesenian
termasuk yang tidak memiliki Kartu Nomor Induk Kesenian (KNIK), maka
resikonya adalah tidak bisa mengajukan izin tampil di masyarakat.208
207
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Kartu Nomor Induk
Kesenian, Arsip Kelompok Ludruk Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember, 2018.
208
Wawancara dengan Dannie Alcholin, Jember, 28 April 2020.
86
209
Wawancara dengan Harlilik, dan juga diperkuat dengan adanya piagam
penghargaan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jember, 29 Januari 2020.
87
210
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 29 Januari 2020.
88
kesenian maupun insan seni yang bersifat perorangan di dalam wadah organisasi
(akta notaris Nomor 02 Tahun 2006 Pasal 2 tentang azas dan tujuan Dewan
Kesenian Jember). Hal ini dapat membantu pemerintah untuk tetap menjaga
kelestarian kesenian dan mendampingi para seniman utamanya seniman
tradisional. Dewan Kesenian Jember adalah lembaga nonprofit. Pengurus tidak
digaji, tetapi harus ada bantuan dana operasional dari pemerintah kabupaten
(Pemkab). Keberadaan Dewan Kesenian dilandasi oleh Surat Menteri Dalam
Negeri Nomor 431/3015/PUOD tanggal 16 Oktober 1995 perihal Petunjuk
Pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 5A tahun 1993
tentang Dewan Kesenian serta untuk meningkatkan pembinaan, pengembangan,
dan pelestarian seni dan budaya.211
(4) Pemerintah Kabupaten Jember memberikan dukungan dan
apresiasi terhadap seniman yang berprestasi. Pada tahun 2019 Harlilik
mendapatkan piagam penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jember sebagai
lansia yang memiliki dedikasi dalam bidang seni dan budaya.212
211
Fatma Azahra, “Peranan Dewan Kesenian Jember (DKJ) Dalam Pelestarian
Kesenia Tradisional di Kabupaten Jember Tahun 2006-2015”, Skripsi pada program studi
Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Jember, 2018, hlm. 3.
Ekonomi, Politik dan Multi (Bandarlampung: Pusaka Media, 2020), hlm. 85.
215
Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19, 2020. [online],
https://www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.
Pemkab Jember Beri Bantuan untuk Pelaku Usaha Pariwisata dan Seni
216
Terdampak Covid-19, 2020. [online], Kompas TV diunduh pada tanggal 29 Mei 2021.
91
Sujarno sebagai tandak Kelompok Ludruk Merdeka menerima bantuan uang tunai
sejumlah 600.000 dari Pemerintah Kabupaten Jember pada tanggal 13 Agustus
2020. Sujarno mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan tidak memiliki mata
pencaharian lain, selain kegiatan bidang kebudayaan,217 sedangkan Harlilik selaku
pemilik Kelompok Ludruk Merdeka tidak menerima bantuan selama Pandemi
Covid 19 dikarenakan Halilik masih memiliki matapencaharian dari hasil
pertanian.218
Gambar 3.24 Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19 dari
Pemerintah Kabupaten Jember Tahun 2020.
Sumber: https:// www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.
217
Wawancara dengan Sujarno , Jember 29 Mei 2021.
218
Wawancara dengan Harlilik, Jember 28 Mei 2021.
92
mengacu pada kegiatan atau segala sesuatu yang menyenangkan. 219 Hiburan
dalam kehidupan masyarakat dapat beraneka ragam bentuknya seperti olahraga,
perfilman, seni tari, seni musik, seni pertunjukan, dan sebagainya. Seni
pertunjukan merupakan salah satu jenis hiburan yang cukup banyak peminatnya
dan cukup berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. seni pertunjukan memiliki
arti penting dalam kehidupan bermasyarakat karena memiliki banyak fungsi.
Adapun fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat, di antaranya
sebagai sebagai ritual kesuburan, memperingati daur hidup dari kelahiran manusia
sampai meninggal, hiburan pribadi, presentasi estetik (tontonan), media
propaganda, pengguguh solidaritas sosial, pengikat solidaritas nasional dan
sebagainya.220
Seni pertunjukan ludruk merupakan kesenian khas Jawa Timur
karena ludruk sebagai teater tradisisonal hadir di tengah-tengah masyarakat
tertentu yang memiliki budaya tertentu pula yakni budaya daerah yang dibina oleh
suatu tradisi.221 Tradisi yang dimaksud adalah hasil budaya yang dapat diterima
oleh masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Seni pertunjukan tradisi
tumbuh bersama dengan sistem kepercayaan masyarakat pertanian, yang
teraktualisasi dalam berbagai ritus yang nantinya menyebabkan keanekaragaman
bentuk dan gerak seni pertunjukan tradisi. Ludruk disetiap daerah memiliki ciri
khas masing-masing, namun kesenian ludruk memiliki karakteristik tersendiri
yang akan membedakan dengan kesenian lainnya 222
Kelompok Ludruk Merdeka yang hadir sejak 1975 tetap eksis di tengah-
tengah kehidupan masyarakat. Keberadaan kesenian Ludruk Merdeka merupakan
salah satu kekayaan budaya daerah yang tetap wajib di lestarikan oleh masyarakat
sebagai pendukungnya. Dukungan masyarakat dalam pertunjukan ludruk terdiri
dari beberapa peran dan dukungan, antara lain sebagai penanggap 223 dan
penonton.224
Demi menjaga kelestarian dan mengembangkan kesenian tradisional,
terutama dalam era modern tentunya dihadapkan pada tantangan zaman yang
semakin kuat. Seringkali terjadi permasalahan yang menyangkut pada selera
masyarakat. Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada kesenian modern
karena kesenian tradisional yang masih ada dirasakan terdapat kekurangan-
kekurangan dibandingkan kesenian modern yang mulai masuk ke daerah
pedesaan, dengan demikian sebagian masyarakat cenderung memilih kesenian
modern. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap eksistensi kesenian ludruk
yaitu peningkatan jumlah pendukung dan peningkatan frekuensi jumlah
pertunjukan. Hal ini terjadi hubungan timbal balik yang pada awal perkembangan
ludruk sangat ditentukan oleh seniman pelakunya, sebagai pendukung utamanya.
Perkembangannya mampu menarik minat sebagian masyarakat untuk berperan
menjadi seniman ludruk oleh karena itu, terjadi peningkatan jumlah pendukung
ludruk.225 Penonton laki-laki merupakan penikmat ludruk yang sangat antusias
dengan kidungan tandak yang menyajikan syair tentang nasionalisme.226
Ludruk seringkali digunakan sebagai sarana tujuan ekonomi.
Pementasan ludruk dalam sebuah hajatan akan banyak mengundang masyarakat
yang hadir dalam hajatan yang diselenggarakan. Masyarakat Kecamatan Kencong
merupakan penting dalam perkembangan ludruk dimana masyarakat bertindak
sebagai pementas, penggemar dan penonton. Pementasan ludruk biasanya
diadakan oleh orang yang mempunyai hajatan tertentu, seperti: perkawinan,
223
Penanggap adalah orang yang menanggap atau mengundang pertunjukan
ludruk.
224
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 20 Februari 2020.
225
Akhmad Taufiq, op.cit., hlm. 31.
226
Wawancara dengan Harlilik, Jember, 20 Februari 2020.
94
khitanan, nazar dan syukuran lainnya, salah satunya yaitu Tumigen yang
mengundang Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara khitanan anak pertamanya
pada tahun 2018.227 Seorang pementas ludruk biasanya mempunyai tujuan tertentu
diantaranya sebagai hiburan tontonan atau sebagai bagian dari upacara ritual.228
Partisipasi yang telah diberikan oleh masyarakat Desa Cakru telah
menunjukkan bahwa mereka juga peduli untuk menjaga kesenian ludruk agar
tetap eksis meskipun harus melawan tantangan dengan kehadiran kesenian
modern. Kelompok Ludruk Merdeka masih tetap memberikan ciri khas yang
nantinya akan mudah diingat oleh masyarakat penikmat ludruk. Karakteristik juga
dapat menjadi salah satu pemikat atau daya tarik bagi masyarakat untuk
mengundang Kelompok Ludruk Merdeka dalam acara hajatan.229
227
Wawancara dengan Tumigen, Jember 30 Mei 2021.
228
Dany Wahyu Kurniansyah, “Keberadaan Keseian Ludruk Wali Sakti di
Kecamatan Yosowilangun, Lumajang”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, 2017, hlm. 45.
229
Wawancara dengan Heni Indaryani, Jember 20 Maret 2021.
95
96
BAB 4
KESIMPULAN
Ludruk mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat
di Kabupaten Jember, ludruk merupakan salah satu aktivitas kolektif yang
melibatkan komponen masyarakat baik seniman, pelaku, penanggap, penikmat
dan juga pedagang. Adanya aktivitas tersebut, dilakukan semata-mata hanya untuk
mengukuhkan tradisi masyarakat yang sudah berakar dalam budaya masyarakat
Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember.
Berdirinya Kelompok Ludruk Merdeka dimulai dari berdirinya Kelompok
Ludruk Tanpa Nama yang berada di bawah pimpinan Sudiryo. Sudiryo
merupakan pemimpin pertama yang mempunyai gagasan untuk mendirikan
Kelompok Ludruk Tanpa Nama. Sudiryo mendapat pengetahuan tentang kesenian
dengan belajar dari orang tuanya, sehingga Sudiryo memiliki hobi menabuh
gamelan. Setelah orang tuanya meninggal, berbagai macam alat kesenian tersebut
sebagai modal bagi Sudiryo untuk mendirikan Kelompok Ludruk Tanpa Nama.
Berdirinya Kelompok Ludruk Tanpa Nama dilatarbelakangi oleh iktikad untuk
nguri-nguri (melestarikan) kesenian ludruk, khususnya di Desa Cakru, Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember. Pada tahun 1970 Sudiryo meninggal dunia,
sehingga membuat Kelompok Ludruk Tanpa Nama sempat vakum. Pada tahun
1975 Kelompok Ludruk Tanpa Nama mulai diaktifkan kembali dan terdaftar
secara resmi oleh menantu Sudiryo, yaitu Agus Salim. Agus Salim memiliki
inisiatif sendiri untuk merubah nama Kelompok Ludruk Tanpa Nama menjadi
Kelompok Ludruk Merdeka yang memiliki arti “Mencari Rizqi dengan Kawan”.
Pada tanggal 6 Juni 2001 Agus Salim meninggal dunia, sehingga ketua Kelompok
98
97
Ludruk Merdeka digantikan oleh Harlilik (istri dari Agus Salim) Sikap ini diambil
oleh Harlilik karena ingin menjaga dan melestarikan Kelompok Ludruk Merdeka.
Pada proses selanjutnya, ludruk yang dipimpin oleh Harlilik tersebut tetap terus
bertahan. Hal itu ditandai dengan masih melakukan pertunjukan di berbagai
macam instansi pemerintah, serta mengikuti berbagai macam festival.
Usaha yang dilakukan Kelompok Ludruk Merdeka dalam
mempertahankan eksistensinya yaitu melakukan upaya (1) Regenerasi pemimpin,
kepemimpinan Kelompok Ludruk Merdeka diwariskan secara garis keturunan.
Hal tersebut dilakukan karena properti Kelompok Ludruk Merdeka diperoleh
berdasarkan hasil dana pribadi pemimpin. (2) Perbaikan properti, Kelompok
Ludruk Merdeka dalam pementasannya sudah melakukan perubahan dengan
teknologi komunikasi media seperti: perubahan tata panggung, tata cahaya, tata
suara (back ground), dari segi penataan musik sudah mulai melakukan variasi
dengan instrumen modern seperti ditambah perkusi atau drum. (3) Lakon atau
cerita, Lakon cerita yang akan ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka
bukan semata-mata keinginan dari Kelompok Ludruk Merdeka, tetapi juga
berdasarkan keinginan pada yang memiliki hajat. Banyolan atau lawakan tidak
lupa ditampilkan oleh Kelompok Ludruk Merdeka agar para penikmat ludruk
tidak merasa jenuh. (4) Kesejahteraan pemain, Kelompok Ludruk Merdeka
merupakan kelompok kesenian yang dikelola secara swadaya, melalui dana
pribadi sang pemimpin, Kelompok Ludruk Merdeka sudah memiliki perlengkapan
sendiri, seperti: gamelan genjot (pentas), dan juga kostum pemain. Mayoritas
pekerjaan para anggota dan pemain ludruk adalah bermata pencaharian sebagai
petani. (5) Mengikuti berbagai festival atau lomba, Kelompok Ludruk Merdeka
merupakan salah satu kelompok ludruk yang sering mengikuti berbagai festival
dan lomba yang ada di Surabaya. Keaktifan Ludruk Merdeka bisa dilihat dengan
seringnya melakukan pementasan, prestasi dan penghargaan yang mampu diraih
oleh Kelompok Ludruk Merdeka.
Arsip
Foto Kelompok Ludruk Merdeka Saat Mengkuti Festifal Seni Vokal Tradisional
Bernafaskan P4 se- Kabupaten Dati II Jember. Arsip Kelompok Ludruk
Merdeka Desa Cakru Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. 1989.
Buku
Ahmadi, Mukhsin dkk. Aspek Kesastraan dalam Seni Ludruk di Jawa Timur.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1987.
Burke, Petter. Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2003.
Peacock, James L. Ritus Modernisasi: Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat
Indonesia, diterjemahkan dari Rites of Modernization : Symbolic and Sosial
Aspects of Indonesian Proletarian Drama. Depok: Desantara. 2005.
Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.
Sunarlan. et al. Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Prodi Ilmu Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Jember. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. 2018.
Pradana, Dewi Retno Putri. Suharto, “Keberadaan Kesenian Ludruk Rukun Trisno
di Kabupaten Jember Tahun 1990-2018”, Jurnal Historia Vol. 3, No. 2,
Januari 2021.
Sutarto, dkk. “Pengembangan Seni Pertunjukan Ludruk dan Tayub Jawa Timur-an
dalam Perspektif Industri Kreatif” Laporan Penelitian. Jember: Lemlit
Unej. 2013.
Sutarto, Ayu. “Reog dan ludruk ! Dua Pusaka dari Jawa Timur yang masih
Bertahan”. Makalah disampaikan dalam jelajah Budaya dengan tema :
Pengenalan Budaya Lokal sebagai Wahana Peningkatan Pemahaman
Keanekaragaman Budaya. Yogyakarta: 22-25 Juni 2019.
Yuliyasmin S, Ade “Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai
Identitas Perempuan di Surabaya Tahun 1966-1976”, Skripsi pada Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2016.
Internet
Agenda Kegiatan Seni dan Budaya Taman Krida Budaya Jawa Timur. 2015.
[online]. halomalang.com diunduh pada 17 November 2020.
Pelaku Seni dan Budaya Dapat Bantuan Covid-19, 2020. [online], https://
www.jemberkab.go.id diunduh pada tanggal 1 Mei 2021.
Pemkab Jember Beri Bantuan untuk Pelaku Usaha Pariwisata dan Seni
Terdampak Covid-19, 2020. [online], Kompas TV diunduh pada
tanggal 29 Mei 2021.
Video Youtube Kelompok Ludruk Merdeka 2019. [online] diunduh pada tanggal 1
Mei 2021.
Wawancara
Wawancara dengan Harlilik, Jember. 22 Agustus 2019; 29 Januari 2020; 26
Oktober 2020; 27 April 2021; 11 Mei 2021; 28 Mei 2021.
Daftar Informan
Harlilik
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Sujarno
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Febri
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Tonaji
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Bambang