Anda di halaman 1dari 6

Universitas Pertahanan Indonesia

Bukti Indonesia Tidak Dijajah 350 Tahun

Essay oleh :
Prima Tegar Anugrah

Program Studi Keamanan Maritim


Fakultas Keamanan Nasional
Bogor
2017
Sekitar dua abad lalu hampir semua bangsa masuk ke dalam genggaman
kolonialisme atau penjajahan bangsa – bangsa Eropa. Kerajaan Inggris pada masa
itu, misalnya, memiliki jajahan di lima benua. Di belakangnya menyusul Prancis,
Spanyol, Portugal, Belanda, dan Jerman. Apa yang baik dan beradab dibuat
berdasarkan nilai – nilai mereka. Kekayaan alam dikeruk habis, dibeli dengan harga
murah, bahkan dirampas, lalu dibawa ke negara – negara Eropa untuk membangun
tanah airnya. Di dalam proses itu, bangsa yang menjadi korban kolonialisme
tenggelam dalam kemiskinan, perang saudara, dan penderitaan yang panjang.
Mitos Indonesia pernah dijajah selama 350 tahun perlu dibongkar dan dikritisi
sehingga ada pelurusan sejarah bagi bangsa ini. Sebab, selama berpuluh tahun kita
telah dicekoki dengan informasi yang tidak jelas, bahkan tak bisa
dipertanggungjawabkan secara historis maupun akademis. Memang benar Bung
Karno pernah mengatakan, “Indonesia dijajah selama 350 tahun!” akan tetapi,
ucapan ini hanya bentuk propaganda untuk membangkitkan semangat patriotisme
dan nasionalisme rakyat Indonesia saat perang kemerdekaan (1945 – 1949)
menghadapi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Bung Karno
menyatakan propaganda itu untuk meng – counter ucapan para penguasa Hindia
Belanda. De Jong, misalnya, dengan arogan berkata, “Belanda sudah berkuasa 300
tahun dan masih akan berkuasa 300 tahun lagi!” Lalu Colijn yang dengan pongah
berkoar, “Belanda tak akan tergoyahkan karena Belanda ini sekuat (Gunung) Mount
Blanc di Alpen.”
Prof. Mr. G. J. Resink, Sejarawan Universitas Indonesia keturunan Belanda,
juga pernah membantah Indonesia pernah dijajah Belanda selama 350 tahun.
Menurut Guru Besar Sejarah kelahiran Yogyakarta tahun 1911 ini, penjajahan
Belanda yang dikatakan selama 350 tahun menguasai Kepulauan Indonesia
sebenarnya tidak lebih dari mitos politik belaka yang tidak bisa bertahan melawan
ujian kebenaran sejarah. Merujuk pada penelitian GJ. Resink dan ucapan para
penguasa Hinda Belanda tersebut, justru yang benar adalah sebaliknya, yakni
Belanda membutuhkan waktu sekitar 300 tahun untuk menaklukkan seluruh wilayah
yang sekarang dikenal bernama Indonesia.
Tahun 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka, sebuah emporium yang
menghubungkan perdagangan dari India dan Cina. Dengan menguasai Malaka,
Portugis berhasil mengendalikan perdagangan rempah – rempah seperti lada,
cengkeh, pala, dan fuli dari Sumatra dan Maluku. Pada 1512, D`Albuquerque
mengirim sebuah armada ke tempat asal rempah – rempah di Maluku. Dalam
perjalanan itu mereka singgah di Banten, Sundakalapa, dan Cirebon. Dengan
menggunakan nakhoda – nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus
menuju Maluku Utara, akhirnya tiba juga di Ternate. Di Ternate, Portugis mendapat
izin untuk membangun sebuah benteng. Portugis memantapkan kedudukannya di
Maluku dan sempat meluaskan pendudukannya ke Timor.
Menggunakan semboyan “gospel, glory, and gold” mereka juga sempat
menyebarkan agama Katolik, terutama di Maluku. Waktu itu, Nusantara hanyalah
merupakan salah satu mata rantai saja dalam dunia perdagangan milik Portugis
yang menguasai separuh dunia ini (separuh lagi milik Spanyol) sejak dunia ini dibagi
dua dalam Perjanjian Tordesillas tahun 1493. Portugis menguasai wilayah yang
bukan Kristen dari 100 mil di sebelah barat Semenanjung Verde, terus ke timur
melalui Goa di India, hingga kepulauan rempah – rempah Maluku. Sisanya (kecuali
Eropa) dikuasai Spanyol.
Sejak dasawarsa terakhir abad ke – 16, para pelaut Belanda berhasil
menemukan jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis sejak awal abad ke –
16. Pada 1595, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van
Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara. Ekpedisi yang dipimpin
oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh
perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat
di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara.
Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman.
Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan
perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van
Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de
Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para
pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Ketiga kapal
kembali ke negerinya dengan muatan penuh. Sementara itu, kapal lainnya
meneruskan perjalanannya sampai ke Maluku untuk mencari cengkeh dan pala.
Dengan semakin ramainya perdagangan di perairan Nusantara, persaingan
dan konflik pun meningkat. Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun
dengan pedagang asing lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi
persaingan yang tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah
yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di
enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost – Indische
Compagnie (Serikat Perusahaan Hindia Timur) disingkat VOC.
Pemerintah Kerajaan Belanda (dalam hal ini Staaten General), memberi “izin
dagang” (octrooi) pada VOC. VOC boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia,
bahkan merebut wilayah – wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya.
VOC juga boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri. Dikatakan
juga bahwa octrooi itu selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak itu hanya
armada – armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia (monopoli
perdagangan). Dengan kekuasaan yang besar ini, VOC akhirnya menjadi “negara
dalam negara” dan dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619 –
1623, 1627 – 1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681 – 1684) menjadi
Gubernur Jenderal VOC, kota – kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat
perdagangan rempah – rempah berhasil dikuasai VOC.
Batavia (sekarang Jakarta) menjadi pusat kedudukan VOC sejak 1619,
Ambon dikuasai tahun 1630. Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru
diserahkan Mataram kepada VOC antara tahun 1677 – 1705. Sementara di daerah
pedalaman, raja – raja dan para bupati masih tetap berkuasa penuh. Peranan
mereka hanya sebatas menjadi “tusschen personen” (perantara) penguasa VOC dan
rakyat. Pada 1799, secara resmi VOC dibubarkan akibat korupsi yang parah mulai
dari “cacing cau” hingga Gubernur Jenderalnya. Pemerintah Belanda lalu menyita
semua aset VOC untuk membayar utang – utangnya, termasuk wilayah – wilayah
yang dikuasainya di Indonesia, seperti kota – kota pelabuhan penting dan pantai
utara Pulau Jawa.
Selama satu abad kemudian, Hindia Belanda berusaha melakukan
konsolidasi kekuasaannya mulai dari Sabang – Merauke. Namun, tentu saja tidak
mudah. Berbagai perang melawan kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821
– 1837), Perang Diponegoro (1825 – 1830), Perang Aceh (1873 – 1907), Perang di
Jambi (1833 – 1907), Perang di Lampung (1834 – 1856), Perang di Lombok (1843 –
1894), Perang Puputan di Bali (1846 – 1908), Perang di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah (1852 – 1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872 – 1904),
Perang di Tanah Batak (1878 – 1907), dan Perang Aceh (1873 – 1912). Peperangan
di seluruh Nusantara itu baru berakhir dengan berakhirnya Perang Aceh. Jadi baru
setelah tahun 1912, Belanda benar-benar menjajah seluruh wilayah yang kemudian
menjadi wilayah Republik Indonesia (kecuali Timor Timur). Jangan lupa pula bahwa
antara 1811 – 1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh pemerintahan
interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford
Raffles.
Berdasarkan uraian di atas, kita bisa menghitung berapa lama sesungguhnya
Indonesia dijajah Belanda. Jika awal penjajahan dihitung tahun 1602 saat berdirinya
VOC (BUMN Belanda), maka ditambah 350, kita baru merdeka pada 1952. Jika
dihitung tahun 1800 saat pemerintah Belanda mengambil alih VOC yang bangkrut,
ditambah 350 maka kita baru merdeka tahun 2150. Atau jika dihitung lebih awal lagi
saat pertama kali Belanda datang ke nusantara yaitu di Banten tahun 1596, jika
ditambahkan 350 maka kita merdeka tahun 1946, padahal Belanda sendiri menjajah
kita hingga tahun 1942 itupun diselingi oleh penjajahan Inggris dan setelah itu
Jepang yang menjajah kita (1942 – 1945).
Tidak ada orang yang tahu secara pasti dari mana angka 350 tahun itu.
Kalaupun itu dihitung sejak kedatangan pertama kali armada Belanda pimpinan
Cornelis de Houtman pada tahun 1596 seperti yang disebutkan di atas, menurut
saya itu juga tidak tepat, karena saat pertama kali mereka datang ke Pelabuhan
Banten tujuannya hanya berdagang, bukan melakukan penjajahan. Belanda pada
saat itu sama seperti pedagang – pedagang dari negara lain (Portugis, Spanyol,
Inggris, India, Cina) menjalin hubungan dagang dengan daerah tersebut. Alih – alih
menjajah, mereka bahkan terikat kesepakatan dengan Kerajaan Banten dan justru
mempersembahkan upeti kepada Sultan Banten. Tahun 1613 – 1645, Sultan Agung
dari Mataram, adalah raja besar yang menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,
Batavia, dan Blambangan. Jadi, tidak bisa dikatakan Belanda sudah menjajah Pulau
Jawa (yang menjadi bagian Indonesia kemudian).
Kita harus mengoreksi dan mensosialisasikan bahwa bangsa dan negara
Indonesia tidak pernah dijajah oleh negara mana pun apalagi oleh Belanda selama
350 tahun. Karena yang mereka kuasai adalah kerajaan – kerajaan yang pernah
eksis di wilayah Indonesia sekarang. Itu pun, tak boleh digeneralisasi secara kolektif
350 tahun. Sebab kerajaan – kerajaan tersebut tidak ditundukkan dalam waktu yang
bersamaan. Tetapi secara berturut – turut selama dalam waktu kurang lebih 300
tahun.
Beberapa sejarawan, bahkan berani menyebut penjajahan Belanda atas
Indonesia hanya 4 tahun (1945 – 1949), yakni melalui agresi militer Belanda I dan II,
juga pergolakan di daerah – daerah. Apa sebab? Sebelum 1945, secara de facto
dan de jure, memang Republik Indonesia belum ada. Logika historisnya, nama
Indonesia sendiri baru disebut – sebut di kalangan ilmuwan ketika seorang etnolog
Jerman bernama Adolf Bastian (1826 – 1905) menulis sebuah buku berjudul
“Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” (Indonesia atau Pulau – pulau
di Kepulauan Melayu).
Sebelum 1945, wilayah Indonesia memang dikenal sebagai Hindia Belanda.
Artinya India milik Belanda. Itu untuk membedakan dengan Hindia Barat atau India
yang dimiliki Inggris. Dua nama itu murni hasil kesepakatan antara bangsa penjajah
semata. Dan jauh sebelum ada nama Hindia Belanda, kawasan kita lebih dikenal
sebagai Nusantara (artinya di antara pulau – pulau). Secara resmi, negara Republik
Indonesia sendiri baru terbentuk sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Anda mungkin juga menyukai