Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH BISNIS DI INDONESIA

Bisnis di Indonesia
Kelas A
Dosen Pengampu: Drs. Agus Abdurrahman M.M.

Almaidah Ana Oktavia Besri 14311277


Khoirunnisa Setyaningrum 14311361
Satria Husen J 14311405
Dwita Arqista Rahmatika 14311635
Rivanda Isdharianto 14311699

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
 Perkembangan perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Kolonialisme
Belanda abad ke-16 hingga awal abad ke-20
Sistem perekonomian merupakan sebuah sistem yang digunakan oleh sebuah
negara untuk mengalokasikan segala sumber daya yang dimilikinya, baik kepada masing-
masing individu maupun kepada kelompok atau organisasi yang terdapat di negara
tersebut.
Sistem ekonomi yang satu dengan sistem ekonomi yang lain memiliki perbedaan
mendasar, yakni dalam hal bagaimana sistem ekonomi tersebut mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem ekonomi yang digunakan, seorang individu
diperbolehkan untuk memiliki semua faktor produksi Sedangkan di sistem ekonomi yang
lain ada juga kemungkinan bahwa semua faktor ekonomi tersebut dipegang oleh
pemerintah.
Berkembangnya pengaruh paham – paham bangsa Eropa di dunia timur termasuk
Indonesia, tidak terlepas dari keadaan Eropa saat itu .Kedatangan bangsa Eropa ke dunia
timur salah satu penyebabnya adalah karena ada rempah-rempah. Salah satu bangsa yang
merupakan sumber pengahasil rempah-rempah adalah Indonesia. Disamping itu ,
kedatangan bangsa Eropa ke dunia timur termasuk Indonesia juga tidak terlepas dari
kondisi sebagai akibat dari revolusi prancis, revolusi industry dan merkantilisme yang
berdampak pada dunia internasional.
Kekuatan-kekuatan asing yang masuk ke Indonesia adalah ekspidisi pelayaran
yang dilakukan oleh Bangsa Barat yaitu Perancis , Spanyol , Belanda dan Inggris sejak
akhir abad 15-16 masa ini id sebut Abad Penjelajahan Samudra. Beberapa faktor
pendorong penjelajahan Bangsa Eropa adalah ;
a. Kisah perjalanan Marcopolo ( 1254-1324) seorang pedagang dari Venesia , Italia ke
Cina yang dituangkan dalam buku “Book Of Various Experience” mengisahkan tentang
keajaiban dunia atau Imago Mundi.
b. Jatuhnya Konstatinopel , ibukota Romawi Timur ke tanagn Kesultanan Turki tahun
1453 menyebabkan terputusnya hubungan dagang ke dunia timur, Bangsa barat berusaha
mencari jalan sendiri ke pusat rempah-rempah di Asia.
c. Adanya semangat penaklukan terhadap orang-orang yang beragama Islam serta
membuat daerah-daerah kekuasaan yang dimiliki kerajaan-kerajaan islam tersebut.
d. Berkembangnya teknik pelayaran dan penemuan kompas. Kompas dapat berfungsi
menentukan arah dan posisi laut. Mereka menciptakan kapal yang lebih mudah dan lebih
cepat digerakkan dengan memperbaiki konstruksi kapal serta memadukan layar yang
berbentuk segi tiga dengan tali temali persegi.
e. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo-galileo menyatakan bahwa bumi ini
bulat. Pendapat ini memperkuat keberanian para pelaut karena orang yang berlayar ke
dunia timur tidak akan tersesat.
f. Adanya keinginan untuk mengetahui lebih jauh mengenai rahasia alam semesta,
keadaan geografi , dan bangsa-bangsa yang tinggal di belahan bumi yang lain.
g. Ingin memperoleh keuntungan/kekayan sebanyak-banyaknya.
Pada tahun 1580 Portugis diduduki oleh spanyol sementara itu Belanda terlibat
perang kemerdekaan melawan Spanyol tahun 1568-1648 maka oleh spanyol para
padagang belanda tidak di izinkan membeli rempah-rempah yang berpusat di Lisabon.
Para pedagang Belanda kemudian berusaha mencarikan sendiri pusat rempah-rempah di
dunia timur. Para petualang Belanda beruntung karena mereka memperoleh informasi
perjalanan bangsa Portugis ke Asia dan Indonesia Dari Jan Huygen Van Linschoten ,
seorang penjelajah belanda yang ikut pelayaran Portugis sampai di Indonesia.
Pada tahun 1596 , Cornelis de Houtman dengan empat buah kapal berawak kapal
249 orang mendarat di Banten. Kehadiran Belanda di Nusantara di mengawali penjajahan
di Indonesia ditandai dengan terbentuknya VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie)
tahun 1602. Oleh pemerintahan Belanda, VOC diberi Oktroi (hak-hak istimewa ) sebagai
berikut :
1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak uang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri
Untuk melaksanakan kekuasaan di Indonesia di angkatlah jabatan Gubernur jenderal
VOC antara lain :
 Pieter Both , merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah tahun
1610-1619 di Ambon
 Jan Pieterzoon Coen , merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan
pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta .
Cara belanda memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia antara lain yaitu:
1) Melakukan pelayaran hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan
yang dilakukan VOC adalah merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung
rempah-rempah kepada pedagang asing , seperti Inggris , Perancis , dan Denmark.
2) Melakukan Ekstirpasi , yaitu penebangan tanaman milik rakyat . tujuannya
adalah mempertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen
berlebihan .
3) Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalang perang wajib
menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC .
penyerahan wajib itu disebut “Verplichte Leverantien”.
4) Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak yang disebut dengan
istilah Contingenten
Dalam melaksanakan pemerintahan VOC banyak mempergunakan tenaga Bupati ,
sedangkan bangsa Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan
desa untuk beberapa tahun lamanya. Pada pertengahan Abad ke-18, tepatnya tanggal 31
Desember 1799 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga
dibubarkan, kemunduran itu disebabkan karena :
1. Persaingan dagang dari bangsa Perancis dan Inggris
2. Penduduk di Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga
tidak mampu membeli barang-barang yang dijual oleh VOC
3. Perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan
VOC
4. Pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-
kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu kecil
5. VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara
tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untuk
memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa
dan Madura
Situasi di Eropa membawa perubahan pemerintahan di Belanda. Pada tahun 1975
tentara Perancis menyerbu Belanda sehhingga pangeran Willem V melarikan diri ke
Inggris. Kerajaan Belanda sekanjutnya di pimpin oleh Louis Napoleon, adik Napoleon
Bonaparte, kaisar Perancis. Louis Napoleon kemudian mengankat Gubernur Jenderal
untuk memerintah daerah Kolonial Hindia Belanda bersama Herman Willem Daendels.

Ø Masa pemerintahan H.W daendels di Indonesia (1808-1811)


Pada masa Daendels berkuasa, Perancis bermusuhan dengan Inggris dalam perang
koalisi di Eropa. Maka tugas utama Daendels di Hindia Belanda adalah mempertahankan
pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Tugas Daendels dan langkah-langkah yang ditempuh di Indonesia dalam Bidang
Keuangan/ Ekonomi adalah sebagai berikut :
a. Mengeluarkan mata uang kertas.
b. Menjual tanah produktif milik rakyat kepada swasta sehingga muncul tanah
swasta (partikelir) yang banyak dimiliki orang Cina , Arab dan Belanda.
c. Meningkatkan pemasukan uang dengan cara-cara sebelumnya yaitu
memborongkan pungutan pajak , Contingenten dan penanaman kopi.

Ø Masa pemerintahan Thomas stamfort Raffles di Indonesia (1811-1816)


Pada tahun 1811-1816 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito
memerintahkan Thomas raffles yang berkedudukan di Penang untuk menguasai pulau
Jawa. Dengan mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil meduduki Batavia pada tanggal 26
Agustus 1811 dan pada tanggal 18 september 1811 Belanda menyerah melalui kapitulasi
tuntang .
Isi kapitulasi tuntang adalah :
1. Pulau jawa dan sekitarnya di kuasai Inggris
2. Semua tentara belanda menjadi tawanan Inggris
3. Orang Belanda dapat dijadikan pegawai Inggris

Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur dengan tugas mengatur pemerintahan dari
peningkatan perdagangan dan keamanan. Dan Tugas Raffles di Indonesia dalam Bidang
Perekonomian dan Keuangan adalah sebagai berikut :
a) Melaksanakan system sewa tanah (Land Rente) , tindakan ini didasarkan pada
pendapatan bahwa pemerintah Inggris adalah yang berkuasa atas semua tanah , sehingga
penduduk yang menepati tanah wajib membayar pajak
b) Meneruskan usaha yang pernah dilakukan belanda misalnya penjualan tanah kepada
swasta , serta penanaman kopi
c) Melakukan penanaman bebas, melibatkan rakyat ikut serta dalam perdagangan.
d) Memonopoli garam agar tidak dipermainkan dalam perdagangan karena sangat penting
bagi rakyat
e) Menghapus segala penyerahan wajib dan kerja rodi

Di samping sebagai kepala pemerintahan jajahan Inggris atas wilayah Indonesia,


Raffles sangat tertarik kepada sejarah, kebudayaan dan kesenian di Jawa. Dengan
bantuan orang-orang pribumi yang pandai dan beberapa orang Belanda, Raffles berhasil
mengetahui sejarah, kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan Jawa. Buah karya Thomas
Stamford Raffles adalah buku yang berisikan sejarah Jawa yang berjudul History of Java.
Setelah Napoleon Bonaparte dapat dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan
kemudian tertangkap, maka pada tahun 1814 melalui Konvensi London (Perjanjian
London), Inggris mengembalikan semua daerah kekuasa-an Belanda yang pernah
dikuasai oleh Inggris. Akan tetapi Raffles tidak setuju terhadap keputusan-keputusan itu.
la meletakan jabatannya dan digantikan oleh Letnan Gubernur Jenderal John Fendall.
Pada tahun 1816 John Fendal menyerahkan wilayah jajahan di Indonesia kepada Belanda.
Setelah dilakukan perjanjian antara Inggris dengan Belanda pada Konvensi London
(1814), daerah jajahan di Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Untuk mengurus
pengembalian itu, dikirim komisi Jenderal yang terdiri atas Van der Capellen, Elout, dan
Buyskes (1816).
Tugas komisi Jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem pemerintahan
dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar dapat mengembalikan utang-
utang Belanda yang cukup besar akibat perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi
Napoleon maupun perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan di
Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya itu, berbagai tantangan muncul, yaitu menghadapi
perekonomian yang buruk, persaingan dagang bangsa Inggris, sikap bangsa pribumi yang
memusuhi bangsa Belanda. Bangsa pribumi tidak ingin dijajah lagi dan ingin merdeka
seperti yang dialami pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Jika ditinjau dari sejarah Indonesia, sejak tahun 1816 sampai tahun 1900, bangsa di
Indonesia sudah jelas menentang masuk dan berkuasanya bangsa Asing termasuk bangsa
Belanda. Pertentangan yang terjadi antara bangsa-bangsa di Indonesia dengan bangsa
Belanda disebabkan oleh karena:
1) Kebencian golongan raja dan bangsawan pribumi terhadap pemerintah Belanda yang
menyebabkan kemunduran kekuasaan mereka.
2) Kebencian golongan pedagang pribumi terhadap Belanda yang mematikan mata
pencaharian mereka.
3) Kebencian terhadap Belanda berdasarkan agama, seperti meletusnya Perang
Diponegoro, Perang Padri, Perang Aceh dan lain sebagainya.

Untuk menghadapi pertentangan yang kuat dari bangsa-bangsa di Indonesia,


Belanda menindasnya dengan jalan perang kolonial dan politik devide et impera, yaitu
memecah belah bangsa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya permusuhan
antara kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Indonesia.
Ø Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa ( Tahun 1830)
Berlakunya Sistem Tanam Paksa dan Ketentuan-ketentuan pokok dalam tanam paksa
adalah :
a. Penduduk diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk tanaman yang laku dijual
ke Eropa
b. Tanah yang di pergunakan tidak melebihi 1/5 tanah yang dimiliki penduduk desa
c. Waktu untuk memelihara tanman tidak melebihi waktu yang dipergunakan untuk
memelihara tanaman padi
d. Bagian tanah yang ditanami tersebut bebas pajak
e. Bila hasil bumi melebihi nilai pajak yang harus dibayar rakyat maka kelebihan hasil
bumi tersebut diberikan kepada rakyat
f. Jika gagal panen yang tidak disebabkan oleh kesalahan petani maka kerugian
ditanggung pemerintah
g. Penduduk yang bukan petani wajib bekerja dikebun , pabrik atau pengangkutan untuk
kepentingan belanda.

Penyimpangan terhadap aturan tanam paksa menimbulkan reaksi , berbagai pihak


menuntut dihapuskan. Reaksi terhadap penyimpangan tanam paksa antara lain datang
dari :
A. Golongan humanis yang berjuang untuk kemanusiaan yaitu :
§ Baron Van Houvel , seorang pendeta yang mengungkapkan kesengsaraan rakyat akibat
tanam paksa baik di majalah , forum pertemuan maupun di DPR Belanda
§ Eduard Douwes Dekker dengan nama samara Multatuli
B. Golongan penguasa swasta Belanda yang menghendaki adanya kebebasan
berusaha di Indonesia melalui sidang parlemen di Belanda.

Ø Sistem Usaha Swasta


Dengan kemenangan golongan liberal di parlemen Belanda maka mulai
ditetapkan sistem ekonomi liberal yang ditandai dengan masuknya modal asing ke
Indonesia . masa itu disebut Politik Pintu Terbuka atau politik ekonomi liberal kolonial
dilandasi oleh beberapa undang-undang antara lain:
1. Comptabiliteitswet tahun 1867 yang menyatakan bahwa anggaran belanja hindia-
belanda harus ditetapkan dengan undang-undang , jadi dengan persetujuan parlemen
belanda.
2. Suikerwet 1870 (UU gula) berisi ketetapan bahwa tanaman tebu sebagai tanaman
monopoli pemerintah berangsur-angsur akan dihilangkan sehingga di pulau jawa dapat
diusahakan oleh pengusaha swasta.
3. Agrarichwet 1870 (UU Agraria) berisi antara lain :
a. Tanah di Indonesia di bedakan menjadi 2 bagian yaitu tanah rakyat dan tanah
pemerintah.
b. Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang sifatnya bebas dan tanah desa yang
tidak bebas. Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada bangsa asing , hanya boleh
disewakan.
c. Tanah pemerintah dapat dijual untuk tanah milik(eigendom) atau disewakan
selama 75 tahun.
Adapun tujuan dari UU Agraria adalah melindungi petani agar tidak kehilangan
tanahnya serta membuka peluang orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat
Indonesia.
 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PADA MASA ORDE LAMA
Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dituntut untuk mampu menghidupi
negaranya sendiri dalam berbagai aspek kehidupan, terutama aspek ekonomi.
Perkembangan ekonomi Indonesia mengalami perkembangan mulai masa pemerintahan
Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman Orde Lama. Kemudian mengalami
perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan zaman
Orde Baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar-besaran dalam
aspek ekonomi. Periode kekuasaan di Indonesia yaitu Orde Lama, Orde Baru dan
reformasi memiliki ciri khas masing-masing yang pada akhirnya juga membawa dampak
yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang
dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan melakukan
stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan pembangunan
berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi dengan memperkuat
usaha-usaha dalam negeri (Mas’oed, 1989:95).
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti bantuan asing dan
berorientasi ke dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi
adalah berdiri di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed,
1989:76). Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun
perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh
Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang
semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi bantuan asing. Semangat nasionalisme
Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak menginginkan pihak asing ikut campur
dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat itu di awal kemerdekaannya
Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi. Sikap Soekarno yang
anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya
kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan
mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan
terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-
dana politik lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar
terutama negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600%
per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi
Indonesia. Kepercayaan masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena
rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.

 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PADA MASA ORDE BARU


Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde
Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan
“Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada
masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan
Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga
berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno
cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik
modal dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai
dengan adanya perbaikan di berbagai sektor dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan
pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat
berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar.
Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari
pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada
umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional (Mochtar
1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi.
Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang
bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi.
Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki
infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan
negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi
internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia. Awalnya
bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun
dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut
akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya menjadi
begitu kuat.
Sayangnya kekuatan ekonomi itu didapatkan dari bantuan asing yang suka atau
tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang cukup
berperan besar dalam perbaikan ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang
dinilai sangat bermanfaat dalam memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor
asing (Mas’oed, 1989:84). Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia
tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan
perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan
negara penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri
dipasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan
ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka,
kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk menuntaskan
permasalahan ekonomi dalam negeri.
Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan diangkatnya BJ
Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh tidak mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta
semakin mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Trauma zaman Orde Baru yang
mengekang hak-hak demokrasi warga negara serta kediktatoran Soeharto menyebabkan
terjadinya perubahan menyeluruh dalam tiap aspek kehidupan. Naiknya nilai tukar dollar
secara tak tertahankan pada zaman Orde Baru, menyebabkan naiknya berbagai kebutuhan
pokok Indonesia. Namun, secara perlahan nilai tukar dollar terhadap rupiah ini semakin
menurun hingga saat ini.
Selanjutnya yang menjadi penting yakni orientasi ekonomi yang bagaimana, ke
luar atau ke dalam, yang kemudian dapat dianggap dan diharapkan efektif dan sesuai
dengan kondisi Indonesi saat ini. Orientasi ekonomi ke dalam pada zaman kepemimpinan
Soekarno yakni Orde Lama masih memiliki kekurangan. Begitu pula dengan era Orde
Baru dibawah kekuasaan Soeharto. Kekurangan-kekurangan tersebut yang akhirnya
memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia.
Dalam masa kini perkembangan ekonomi tentu saja lebih baik dari pada dua era
tersebut. Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu berpacu pada orientasi ke luar atau ke
dalam. Orientasi ekonomi di Indonesia harus lebih fleksibel. Karena dengan hal tersebut
maka ekonomi di Indonesia tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima
bantuan asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa memperhatikan
kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Alangkah lebih baiknya jika orientasi
ke dalam maupun ke luar dapat seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih
memiliki kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar, yang
kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada di Indonesia
sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia.
Pemerintah juga harus dengan bijaksana menentukan berbagai kebijakan
mengenai bantuan maupun investor asing yang akan membantu hingga menanamkan
sahamnya di Indonesia. Sehingga Indonesia tidak menjadi pihak yang dirugikan, serta
berbagai bantuan yang datang dari luar negeri maupun investor asing dapat dibatasi
kewenangannya di Indonesia dan mencegah investor asing untuk mendapatkan
keuntungan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap Indonesia.

 PEREKONOMIAN DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN


REFORMASI
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru
kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan,
namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32
tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
1. Masa Kepemimpinan B.J. Habibie
Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan
investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan
kesungguhan pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan
menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru,
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia
(HAM); Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II; peranan ABRI di dalam politik; masalah
disintegrasi; dan lainnya.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana
Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu,
Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan
berekspresi.
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih
berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama
setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level
Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan
selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar
lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan
ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
• Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
• Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
• Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
• Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
• Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
• Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan yang Tidak Sehat
• Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pemerintahan
presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan
untuk mengendalikan stabilitas politik.

 Masa Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)


Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi
perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB
mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan
perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai
5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang
mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.
Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia keempat
tidak berlangsung lama. Presiden mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-
ucapan kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Presiden cenderung
bersikap diktator dan praktek KKN di lingkungannya semakin intensif, bukannya
semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari gerakan reformasi. Ini berarti
bahwa walaupun namanya pemerintahan reformasi, tetapi tetap tidak berbeda denga
rezim orde baru. Sikap presiden tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya adalah dikelurakannya peringatan resmi
kepada Presiden lewat Memorandum I dan II. Dengan dikeluarkannya Memorandum II,
Presiden terancam akan diturunkan dari jabatannya jika usulan percepatan Sidang
Istimewa MPR jadi dilaksanakan pada bulan Agustus 2001.
Selama pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satu pun masalah di dalam negeri
yang dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan sosial yang bernuansa
disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan Aceh, konflik Maluku, dan
pertikaian etnis di Kalimantan Tengah. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar
yang mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di
dalam negeri, juga pertikaian elite politik semakin besar.
Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid
dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun
1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut
kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri; dan revisi APBN 2001 yang terus
tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda
pencairan bantuannya kepada pemerintah Indonesia, padahal roda perekonomian nasional
saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan
bangkrut oleh Paris Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa
Indonesia dengan kondisi perekonomiannya yang semakin buruk dan defisit keuangan
pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya
yang sebagian besar akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan, Bank Dunia juga
sempat mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan
pemerintah Indonesia macet.
Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan
Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan
memburuknya hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF. Hal ini membuat pelaku-
pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau
menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada
masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan transisi.
Bahkan, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service
mengkonfirmasikan bertambah buruknya country risk Indonesia. Meskipun beberapa
indikator ekonomi makro mengalami perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi
politik dan sosial, lembaga rating lainnya (seperti Standard & Poors) menurunkan
prospek jangka panjang Indonesia dari stabil ke negatif.
Kalau kondisi seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi
Indonesia akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan
bisa kembali negatif. Pemerintah tidak menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh
(political will) untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip once
and for all. Pemerintah cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan
menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah amandemen UU Bank
Indonesia, desentralisasi fiskal, restrukturisasi utang, dan divestasi BCA dan Bank
Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang controversial dan inkonsistens,
termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang
hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah,
menunjukkan tidak adanya sense of crisis terhadap kondisi riil perekonomian negara saat
ini.
Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator
ekonomi. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000
hingga 8 Maret 2001 menunjukkan growth trend yang negatif. Dalam perkataan lain,
selama periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh
lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan
saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku bisnis
dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia, paling tidak untuk periode
jangka pendek indikator kedua yang menggambarkan rendahnya kepercayaan pelaku
bisnis dan masyarakat terhadap pemerintah reformasi adalah pergerakan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS. Seperti yang dapat kita lihat pada grafik di bawah ini, pada
awal tahun 2000 kurs rupiah sekitar Rp7.000,- per dolar AS dan pada tanggal 9 Maret
2001 tercatat sebagai hari bersejarah sebagai awal kejatuhan rupiah, menembus level
Rp10.000,- per dolar AS. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara
agresif terus melakukan intervensi pasar dengan melepas puluhan juta dolar AS per hari
melalui bank-bank pemerintah. Namun, pada tanggal 12 Maret 2001, ketika Istana
Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Presiden Gus Dur mundur, nilai tukar
rupiah semakin merosot.
Pada bulan April 2001 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh
Rp12.000,- per dolar AS. Inilah rekor kurs rupiah terendah sejak Abdurrahman Wahid
terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.
Lemah dan tidak stabilnya nilai tukar rupiah tersebut sangat berdampak negatif terhadap
roda perekonomian nasional yang bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bisa
membawa Indonesia ke krisis kedua yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial, dan
politik akan jauh lebih besar daripada krisis pertama. Dampak negatif ini terutama karena
dua hal. Pertama, perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik
untuk barang-barang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-
barang konsumsi. Kedua, utang luar negeri (ULN) Indonesia dalam nilai dolar AS, baik
dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar.
Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang diprediksi dapat menembus dua
digit dan cadangan devisa yang pada minggu terakhir Maret 2000 menurun dari 29 milyar
dolar AS menjadi 28,875 dolar AS.
Rangkuman keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai
mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju
inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam
negeri juga sudah mulai stabil.
 Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga
kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun
1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah
untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
 Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing
menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
 Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300
poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan
pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang
cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian
inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate
yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.

 Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri


Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang
mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
 Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun.
 Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun
kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual
ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan
korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar
rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak
menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
 Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY- JK) = (2004-2009)
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga
BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang
yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan
untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya
adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru
yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM
Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan
yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang
pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan
bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta
jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di
SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu,
birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja
Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi
pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi
dalam negeri masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang
berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah inflasi.
Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit. Dari 17,11% pada tahun
2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline strategi pembangunan ekonomi SBY yang
berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro
environment) benar-benar diwujudkan dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta
pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta
orang telah lepas dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas
dari strategi SBY yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah peningkatan konsumsi
masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas produksi di sector riil
yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja baru.
Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan terobosan
pembangunannya berupa master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi akan
dapat menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan
perkapita antara UsS 14.250-USS 15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB)
berskisar antara USS 4,0-4,5 triliun.
 Masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY dan boediono
mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh
pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi
sepanjang 2008 hingga 2009. Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari
ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja
perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan
kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang,
apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan
mampu bertahan. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap
perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.Pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap
kebuntuan tersebut.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat


mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011.
Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan
semula.Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap
perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas
Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni
mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010.Salah satu penyebab
utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang
berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan
yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap
persepsi dunia mengenai Indonesia.

Perkembangan Kurs Rp/USD di Indonesia tahun 2004-2011

Salah satu paramater perekonomian adalah kestabilan nilai tukar rupiah terhadap
sejumlah mata uang dunia. Selain inflasi, Nilai tukar (kurs) juga memiliki peran yang
penting dalam perubahan neraca pembayaran indonesia.
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa, perkembangan nilai tukar daru tahun
2004 – 2011 cenderungan tidak terlalu fluktuatif. Pada tahun 2004 nilai tukar Rupiah
terhadap USD yaitu Rp 9.311/USD, sedangkan pada tahun 2005 nilai tukar rupiah
terhadap USD menguat yaitu sebesar Rp9.036/USD. Pada tahun selanjutnya tahun 2006
rupiah mengalami depresiasi yaitu Rp9.447/USD, dan pada tahun 2007 Rupiah
mengalami depresiasi yang cukup besar yaitu menjadi Rp 11.005/USD.

Meskipun pada tahun 2007 nilai tukar Rupiah terhadap USD cukup besar namun
karena perekonomian yang berangsur membaik mampu menguatkan kembali nilai tukar,
yaitu sebesar Rp 9.466/USD, dan pada tahun – tahun selanjutnya hingga tahun 2011 nilai
tukar rupiah terhadap USD cenderung stabil yaitu dikisaran Rp 9.065/USD hingga Rp
9.879/USD.

Berfluktuasinya nilai tukar dari tahun 2004 – 2011 dipengaruhi oleh banyak
faktor, mulai dari demand – supply di pasar valuta asing, tingkat suku bunga, pendapatan
rill hingga kebijakan pemerintah yang memiliki tujuan tertentu dalam mendevaluasi
maupun merevaluasi nilai tukar.

Kelebihan dan kekurangan perkembangan ekonomi di pemerintahan SBY diantaranya :

Kelebihan :

 Harga BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang


sejarah.
 Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pada tahun 2007 dan 2008, tertinggi
setelah orde baru.
 Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
 Menurunnya Rasio hutang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun
2004 menjadi 34% pada tahun 2008.
 Pelunasan utang IMF.
 Terlaksananya program-program pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa,
JAMKESMAS, PNPM Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan yang secara
otomatis dapat memperbaiki tinggkat ekonomi rakyat.
 Pengangguran terus menurun. 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun
2008.
 Menurunnya angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada
tahun 2008.
 Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan
ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
 Perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi
dan finansial yang terjadi di zona Eropa

Kelemahan :

 Jumlah utang negara tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapi 1667 Triliun pada
awal tahun 2009 atau 1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang
terbesar sepanjang sejarah.
 Tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar
15% pada tahun 2006 .menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas
sumber daya public.
 Konsentrasi pembangunan di awal pemerintahannya hanya banyak berpusat di
aceh, karena provinsi aceh telah di porak porandakan oleh bencana alam stunami
pada tahun 2004.
 Masih gagalnya pemerintah menghapuskan angka pengangguran dan kemiskinan
di negeri ini.
 Dianggap belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY

Anda mungkin juga menyukai