Anda di halaman 1dari 10

Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan ....

(Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari)

Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN): Kebijakan, Harga, dan Produksi Obat
Drug Independence and Availability in National Health Insurance (JKN) Era: Drug, Price, and
Production Policy

Raharni*, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari


Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Indonesia
Korespondensi Penulis: raharnis@yahoo.com

Submitted: 10-08-2018; Revised: 28-10-2018; Accepted: 08-11-2018

DOI: https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.269

Abstrak
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), merupakan program jaminan yang memberikan perlindungan
kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang membayar iuran atau
yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan pelayanan kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif, termasuk obat dan alat kesehatan. Sejak diberlakukannya JKN pada 1 Januari 2014,
permintaan obat generik sangat meningkat pesat. Kemandirian obat JKN diperlukan dalam hal ketersediaan
obat, akses, dan keterjangkauan obat JKN. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemandirian dan
ketersediaan obat era JKN. Desain penelitian adalah cross sectional, dengan melakukan wawancara,
round table discussion, dan penelusuran dokumen data sekunder. Hasil penelitian diperoleh kebijakan
pemerintah terkait harga obat JKN khususnya obat generik, belum sepenuhnya mempertimbangkan
kepentingan masyarakat dan kepentingan industri farmasi,serta kebijakan pengendalian harga obat untuk
menjamin ketersediaan obat baik jumlah dan jenisnya di era JKN, khususnya obat generik, belum optimal
diakses oleh masyarakat. Pemerintah perlu mendorong kemandirian obat JKN khususnya obat generik
yang belum terpenuhi, dengan pengembangan produksi bahan baku obat dalam negeri untuk mendukung
JKN, yang saat ini sebagian besar masih impor dan harga bahan baku impor yang terus naik. Prioritas
produksi bahan baku obat yaitu berbasis sumber daya lokal, ekstraktif, dan fermentatif.
Kata kunci: kemandirian; ketersediaan obat; isue kebijakan obat; kebijakan; harga; produksi obat; JKN

Abstract
National Health Insurance (JKN) is a guarantee program that provides health protection to participants
to obtaint health care benefits and protection in meeting the basic health needs provided to everyone
who pays contributions or whose contributions are paid by the government. Health insurance coverage
includes promotive, preventive, curative and rehabilitative including medicines and medical devices. Since
the enactment of JKN on 1 January 2014, the demand for generic drugs has greatly increased. JKN drug
independence is needed in terms of drug availability, access and affordability of JKN drug.The aimed of this
research is to find out the independence and availability of drugs in the JKN era. The study design was cross
sectional by conducting interviews, Round Table Discussion, and tracking secondary data documents.The
results of this study obtained government policies related to JKN drug price, especially generic drugs,
have not fully considered the interest of community and the interest of the pharmaceutical industry, as well
as drug price control policies to ensure the availability of drugs both in number and type in the JKN era,
especially generic drugs that have not been optimally accessed by the public.The government needs to
encourage the independence of JKN drugs, especially generic drugs that have not been fulfilled, with the
development of domestic production of medicinal raw materials to support JKN, which is currently mostly
imported and the price of imported raw materials continue to rise.The priority of production of medicinal raw
materials based on local extractive and fermentative.
Keywords: drug independence; drug availability; issue of drug policy; production policy; National Health
Inssurance

219
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 219 – 228

PENDAHULUAN pada era JKN. Obat yang tercantum dalam Fornas,


Di dalam Undang-undang No. 40 tahun diupayakan diproduksi dan terdistribusi secara
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, merata di Indonesia.5
menyebutkan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional Pengadaan obat yang tersedia di
(JKN), merupakan program jaminan yang sistem e-Catalogue dilakukan dengan prosedur
memberikan perlindungan kesehatan kepada e-Purchasing, yang merupakan tata cara pembelian
peserta. Adapun manfaat pemeliharaan kesehatan barang/jasa melalui sistem e-Catalogue obat.
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan Fornas bisa diakses langsung oleh masyarakat
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap melalui katalog online atau e-Catalogue. Sistem
orang yang membayar iuran atau yang iurannya e-Catalogue obat JKN adalah sistem informasi
dibayar oleh pemerintah.1 Dalam program JKN, elektronik yang memuat informasi tentang daftar
peserta diberikan jaminan dalam bentuk pelayanan nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan
kesehatan perorangan secara komprehensif, terkecil, dan pabrik penyedia. Harga yang tercantum
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan dalam e-Catalogue adalah harga satuan terkecil,
rehabilitatif termasuk obat dan alat kesehatan.2 dimana sudah termasuk pajak dan biaya distribusi.
Salah satu subsistem dalam JKN adalah Pengadaan obat JKN yang sudah termuat dalam
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, e-Catalogue dilaksanakan melalui mekanisme
tentunya obat merupakan komponen penting dalam e-Purchasing, bersifat penunjukkan langsung
upaya pelayanan kesehatan. Subsistem farmasi, oleh satuan kerja. Adanya sistem ini diharapkan
alat kesehatan, dan makanan meliputi berbagai proses pengadaan obat JKN di sektor pemerintah
kegiatan untuk menjamin aspek keamanan, dapat lebih transparan, akuntabel, efektif, dan
khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, efisien. Dengan adanya sistem e-Catalogue obat
alat kesehatan, dan makanan yang beredar; JKN selain dapat meminimalisasi penyimpangan,
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, juga dapat memudahkan pihak pemerintah untuk
terutama obat esensial; perlindungan masyarakat lebih leluasa memilih produk obat, karena harga
dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan dan spesifikasinya sudah jelas.6 Dengan adanya
obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya e-Catalogue, ketersediaan, dan pemerataan obat
kemandirian di bidang kefarmasian melalui untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,
pemanfaatan sumber daya dalam negeri.3 Obat dapat terjamin. Keputusan Menteri Kesehatan RI,
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk tahun 2010 telah menetapkan harga obat generik,
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau tidak berlaku setelah adanya e-Catalogue.7
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi Dalam upaya kemandirian obat, disusun
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Rencana
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN)
dan kontrasepsi, untuk manusia.4 untuk mewujudkan industri nasional sebagai
JKN diselenggarakan secara nasional pilar dan penggerak perekonomian nasional yaitu
berdasar prinsip asuransi sosial dan prinsip struktur industri yang kuat, berdaya saing, berbasis
ekuitas. Sejak diberlakukannya JKN ada beberapa inovasi dan teknologi, sinkronisasi dukungan
perubahan pada sistem kesehatan di Indonesia industri hulu dan pendukung dalam pengembangan
khususnya pada pembiayaan pengobatan. bahan baku obat. Beberapa bahan baku obat yang
Permintaan obat JKN sangat meningkat pesat menjadi prioritas diantaranya adalah sediaan
dan diperkirakan pasar obat JKN bisa meningkat herbal, garam farmasi, golongan sefalosporin,
3 kali lipat. Kementerian Kesehatan menetapkan amlodipin, glucose pharmaceutical grade (for
Formularium Nasional (Fornas) yang telah infusion), amoksillin, glimepirid/metformin,
disahkan melalui Surat Keputusan Menteri parasetamol, produk biologis, dan vaksin.8
Kesehatan RI No. 328/SK/VIII tahun 2013, yang Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
digunakan dalam Program Jaminan Nasional. kemandirian dan ketersediaan obat era JKN.
Sedikitnya ada 923 bentuk sediaan obat, baik Diharapkan hasil yang diperoleh terkait
generik dan obat merek yang telah ditetapkan. kemandirian obat generik pada era JKN dapat
Fornas tersebut merupakan daftar obat yang disusun menjadi masukan bagi pemerintah khususnya
oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
yang mengatur penggunaan obat pada pelayanan (Dirjen Farmalkes) untuk perbaikan kemandirian
kesehatan masyarakat, dan menjadi acuan bagi dan ketersediaan obat dalam rangka pelaksanaan
fasilitas layanan kesehatan untuk penulisan resep JKN.

220
Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan .... (Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari)

METODE
Kerangka konsep penelitian disusun
sebagai berikut :

Pemerintah Kemenkes :
Kemenkes Kebijakan Obat JKN
BPJS Formularium
Industri Nasional
E-catalog obat

Industri Farmasi Program Jaminan Kemandirian &


Produksi Kesehatan Nasional Ketersediaan Obat
Harga (JKN) JKN
Ketersediaan obat (Kebijakan, Harga ,
Produksi)

BPJS
Akses, Ketersediaan
obat PRB

Penelitian ini menggunakan desain HASIL


potong lintang, merupakan studi deskriptif Isue Kebijakan Ketersediaan dan Produksi
eksplorasi terkait kemandirian dan ketersediaan ObatJKN
obat generik baik kebijakan, harga dan produksi Hasil RTD dengan narasumber dari
obat. Jenis data kualitatif yaitu informasi Dirjen Farmalkes, diperoleh informasi kebijakan
diperoleh dari round table discussion (RTD) pemerintah terkait dengan pengelolaan obat era
terkait informasi kemandirian dan ketersediaan JKN dimulai dengan kebijakan obat nasional,
obat JKN. Informan kemandirian dan ketersediaan dengan mempertimbangkan manfaat obat dalam
obat generik dilakukan dengan wawancara dan JKN baik aksesibilitas dan keterjangkauannya
RTD dengan narasumber dari Dirjen Farmalkes, dengan penggunaan obat secara rasional. Dari
Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi, dan Asosiasi berbagai studi literatur terkait dengan obat JKN,
Farmasi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pemerintah berperan sebagai kreator dan regulator
(BPJS), serta petugas farmasi di puskesmas dan di bidang pembuatan kebijakan terkait kebijakan
apotek. Disamping itu dilakukan penelusuran yang mempengaruhi dunia usaha, khususnya
literatur dan hasil-hasil penelitian terkait obat industri farmasi diantaranya kebijakan moneter,
JKN khususnya obat generik. Lokasi penelitian fiskal, perpajakan, tenaga kerja, persyaratan, dan
dilakukan di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi pendirian usaha baru.
Jawa Barat di Depok dan Bekasi serta Provinsi Di sektor farmasi regulasi juga sangat
Banten. Penelusuran literatur dan pengumpulan ditentukan oleh pemerintah, karena bidang
data sekunder dilakukan dengan pertimbangan farmasi mempunyai dua orientasi yaitu bisnis dan
bahwa cukup banyak laporan hasil penelitian sosial. Contoh yang paling hangat saat ini adalah
yang dilakukan terkait penggunaan obat generik. kebijakan pemerintah soal penetapan harga obat
Populasi adalah semua hal yang terkait dengan JKN, khususnya obat generik. Menurut GP
dengan kemandirian obat dan ketersediaan obat Farmasi, penetapan harga obat generik belum
JKN yaitu BPJS, GP Farmasi, Dirjen Farmalkes, sepenuhnya melibatkan industri farmasi, sehingga
Asosiasi Farmasi, dan petugas farmasi di tidak bisa langsung diterapkan. Banyak industri
puskesmas dan apotek. Waktu penelitian antara farmasi mengeluhkan harga obat generik yang
Februari–November 2014. ditetapkan oleh pemerintah jauh dibawah biaya

221
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 219 – 228

produksi. Akibatnya banyak industri farmasi tidak


mampu memproduksi obat yang biasanya dibuat
karena margin profitnya sudah tipis. Akibatnya
beberapa obat generik tidak tersedia di pasaran.
Peran pemerintah sebagai kreator,
diantaranya adalah dukungan pada kegiatan
penelitian suatu produk baru untuk mengatasi
penyakit, membantu industri farmasi khususnya
industri kecil sehingga lebih mandiri dan mampu
meningkatkan industri menghadapi persaingan
pasar bebas ASEAN yang diterapkan pada tahun
2015, atau menciptakan persaingan yang sehat Gambar 2. Persentase Ketersediaan Obat dan
melalui perpajakan, bea masuk dan regulasi Vaksin (Sumber: GP Farmasi)
lainnya. Sedangkan menurut Subdit Produksi
Penetapan harga obat generik yang dan Distribusi Farmasi, Dirjen Kefarmasian dan
terlalu rendah membuat pihak industri kesulitan Alkes sebagai berikut :
memproduksi obat generik. Hal itu terkait dengan
kenaikan harga bahan baku, apabila harganya 120.00 102.05
terus naik, diperkirakan industri akan kesulitan 100.00 92.56
83.95
69.0776.15
atau bahkan tidak bisa lagi memproduksi obat 80.00 61.89
54.61 62.65
60.00 42.53 48.19
generik berlogo. 37.53 MARKET (Rp.…
40.00
20.00
0.00
2011
2010

2012f
2013f
2014f
2015f
2016f
2017f
2018f
2019f
2020f
Gambar 3. Market Farmasi Tahun 2010
sampai 2020 (Sumber: Business
Monitor 2011)
Terlihat pada Gambar 3, bahwa
pertumbuhan pasar farmasi yang cepat,
diperkirakan pasar farmasi tahun 2020 mencapai
lebih dari Rp 100 triliun. Pasar obat generik
Gambar 1. Pencapaian Target Tingkat Ke- 8-10%, pasar obat bermerek dagang 67%,
tersediaan Obat (Sumber: GP dan pasar obat originator 23–25%. Tantangan
industri bahan baku obat adalah investasi awal
Farmasi)
yang besar, ketersediaan bahan awal/intermediet
Terlihat pada Gambar 1, pencapaian dan pendukung produksi bahan baku obat, tidak
target tingkat ketersediaan obat menunjukkan tersedianya high technology produksi khususnya
tahun 2010 target tingkat ketersediaan obat bioteknologi. Walaupun potensinya besar, namun
adalah 80% dengan realisasi sebesar 82%, hingga pasar dalam negeri di Indonesia dirasakan kecil,
2012 target ketersediaan obat adalah 90% dengan karena Indonesia tidak dapat bersaing dengan
realisasi 92,85% dan pada tahun 2014 targetnya bahan baku impor, baik dari segi harga maupun
menjadi 100%. kualitasnya.
Ada tujuh hal kontribusi GP Farmasi Menurut Direktorat Bina Produksi dan
Indonesiayang mempengaruhi ketersediaan Distribusi Obat, pengembangan bahan baku
obat yaitu item produk, jumlah produk yang obat (BBO) harus terus dilakukan dalam rangka
diperlukan per item per tahun dan jika mungkin mengupayakan kemandirian BBO di dalam
per kwartal, titik distribusi, cara pembelian, negeri dan untuk mendukung JKN, seluruh
cara pembayaran, tingkat harga, dan komponen pemangku kepentingan pengembangan BBO
obat INA CBGs. Menurut GP Farmasi persentase harus mengambil peran sesuai dengan tugas
ketersediaan obat dan vaksin, seperti terlihat pada dan fungsinya masing-masing, kesepakatan
grafik dibawah : pengembangan BBO perlu dilaksanakan secara

222
Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan .... (Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari)

terintegrasi dan berkesinambungan untuk farmasi. Sedangkan dampak jangka panjang


pencapaian tujuan. Pemerintah senantiasa adalah terhadap produksi obat generik oleh
mendorong dan berkomitmen penuh dalam industri obat generik dalam negeri. Dengan
pengembangan BBO di Indonesia untuk kondisi tersebut perlu dipertimbangkan kembali
mendukung program JKN. kebijakan pengendalian harga obat yang lebih
Sebenarnya pemerintah sudah komprehensif.
mempertimbangkan kepentingan semua pihak Program JKN yang mulai dilaksanakan
dalam menetapkan harga obat generik berlogo, pada bulan Januari 2014, di awal penerapan
termasuk bahan baku obat, biaya produksi, dan program JKN terjadi peningkatan demand
margin keuntungan industri farmasi. Namun yang masyarakat terhadap pelayanan kesehatan baik
menjadi masalah adalah adanya kenaikan bahan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti
baku obat yang secara bermakna setelah adanya puskesmas, klinik, apotek, dan praktik dokter
kebijakan pemerintah terkait obat generik ini. layanan pribadi atau dokter keluarga maupun
Masalah mendasar terkait dengan obat di fasilitas kesehatan tingkat lanjut yaitu rumah
generik adalah bahan baku obat, sekitar 96% bahan sakit. Sehingga puskesmas diharapkan berperan
baku obat di Indonesia merupakan bahan baku optimal sebagai gatekeeper dalam pelayanan
impor, yang sangat rentan terhadap perubahan kesehatan, dan sedapat mungkin dituntut untuk
kurs dolar yang cenderung naik, sehingga harga memberikan pelayanan terbaik yang dalam hal ini
bahan baku obat pun tak terelakkan juga ikut naik. dinyatakan dalam kriteria 144 penyakit yang tidak
boleh dirujuk ke rumah sakit.
Isu Harga Obat pada Pelaksanaan JKN Pada era JKN ini terdapat sembilan jenis
JKN adalah jaminan berupa perlindungan penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat kronis yaitu diabetes melitus, hipertensi, jantung,
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan epilepsi, skizofrenia, stroke, dan systemic lupus
yang diberikan kepada setiap orang yang telah erythemalotus (SLE).
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pada studi ini diidentifikasi keberadaan
pemerintah. apotek Program Rujuk Balik (PRB) yang ada di
Berkaitan dengan isu harga obat JKN, Kota Bekasi, yaitu apotek yang melayani rujuk
menurut sumber GP Farmasi, bahwa obat inovasi balik untuk penyakit kronis. Di kota Bekasi
yang masih dalam masa paten setelah habis masa ada sebanyak 3 apotek PRB yaitu Apotek Mitra
patennya obat inovasi atau obat dengan nama paten Medika, Apotek Sapta Mitra, dan Apotek Guci
harga obat cenderung tetap tinggi. Sedangkan obat Farma yang khusus melayani pasien penyakit
generik merupakan obat inovasi yang sudah habis kronis dan terletak berdampingan dengan
masa patennya, dapat diproduksi sebagai obat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
dengan nama dagang atau obat generik. Harga yaitu Klinik 24 jam yang melayani peserta BPJS.
obat dengan nama dagang bervariasi sangat lebar Ditemukan obat-obat untuk penyakit kronis
sedangkan obat generik harganya rendah, terlihat yang kosong (tidak tersedia), diantaranya adalah
pada Gambar 4. aspilet. Akibatnya pasien sering mengatasi
Menurut GP Farmasi Indonesia, dengan cara membeli dengan harga reguler jika
pada kondisi saat ini harga obat generik yang obat kosong, padahal harganya jauh lebih mahal
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dianggap dari harga BPJS. Pengadaan obat di Apotek PRB
tidak menguntungkan, harga obat generik dengan belum bisa diakses dengan e-Catalogue, harga
nama dagang yang diserahkan pada mekanisme obat masih mengacu pada harga DPHO yang
pasar, sangat bervariasi, dan mendekati harga obat harganya berbeda dan lebih mahal dibandingkan
paten. Impor bahan baku obat yang masih tinggi, bila berdasarkan harga e-Catalogue.
berpengaruh terhadap harga obat. Dalam melakukan pelayanan resep obat
Menurut GP Farmasi Indonesia, harga terhadap pasien penyakit kronis peserta BPJS,
obat generik (saat ini) tidak realistik dan terlalu apotek PRB mempunyai pelayanan plus yaitu
rendah. Kemungkinan akan menimbulkan berupa pelayanan jemput dan antar (delivery
dampak yang tidak diinginkan yaitu menurunnya service) terhadap resep penyakit kronis yang
ketersediaan obat generik di pasar dan masuk ke apotek, pasien tidak perlu antri di
selanjutnya akan menghilang dari pasar, serta apotek, obat yang dibutuhkan akan diantar sampai
terjadi penurunan mutu obat dan mutu pelayanan ke rumah.

223
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 219 – 228

MASIH MASA HABIS MASA


NAMA OBAT HARGA OBAT
PATEN PATEN

OBAT INOVASI Nama paten Tinggi

OBAT INOVASI Variasi sangat


Nama dagang
lebar
OBAT GENERIK
Generik Rendah

Gambar 4. Bagan Masa Paten Obat Inovasi (Sumber: GP Farmasi)

KEBIJAKAN MANFAAT
OBAT OBAT DALAM KETERJANGKAUAN
NASIONAL JKN

KEBIJKAN
PENGGUNAAN
PENUTUP PENGELOLAAN
OBAT RASIONAL
OBAT
Gambar 5. Alur Kebijakan Pengelolaan Obat (Sumber: Ditjen Farmalkes)

PEMBAHASAN Berkaitan dengan penetapan harga


Alur kebijakan pengelolaan obat, obat generik yang terlalu rendah, walaupun
seperti terlihat pada Gambar 5 dimulai prospek obat generik semakin baik, namun jika
dengan kebijakan obat nasional, dengan kebijakan pemerintah tidak mendukung dan
mempertimbangkan manfaat obat dalam JKN tidak kondusif tentu tidak akan banyak industri
baik aksesibilitas dan keterjangkauannya farmasi yang memproduksi obat generik. Saat
dengan penggunaan obat secara rasional. ini hanya ada beberapa perusahaan farmasi yang

224
Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan .... (Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari)

mendominasi pasar obat generik di Indonesia. dan pasien.


Pemerintah seharusnya ikut campur Strategi yang dilakukan pemerintah
dalam penentuan impor bahan baku obat yang yaitu berdasarkan pentahapan pembangunan
perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi. industri dan penetapan industri prioritas
Dengan berkurangnya impor bahan baku ditetapkan tahapan pembangunan industri
obat akan secara otomatis mengurangi harga prioritas, yaitu industri farmasi, kosmetik dan
obat, sehingga pemerintah tidak perlu lagi alat kesehatan, meliputi sediaan herbal, garam
memberikan subsidi terlalu banyak untuk obat farmasi, golongan sefalosporin, amlodipin,
khususnya obat generik. Dengan demikian glucose pharmaceutical grade (for infusion),
harga obat–obat generik akan terjangkau oleh amoksilin, glimepirid/metformin, parasetamol,
masyarakat. Pemerintah perlu mendorong produk biologis, dan vaksin.
produksi bahan baku obat di Indonesia, karena Dari hasil penelitian diperoleh bahwa
dengan diproduksinya bahan baku obat di tantangan industri bahan baku obat adalah
Indonesia, akan membuka peluang kerja yang investasi awal yang besar, ketersediaan bahan
menyerap tenaga kerja dalam negeri. Kebijakan awal/intermediet dan pendukung produksi
pemerintah hendaknya memperhatikan dua bahan baku obat, ketidaktersediaan high
kepentingan yaitu pelaku produsen dan juga technology produksi khususnya bioteknologi.
kepentingan masyarakat. Menurut Sulistami,10 salah satu yang
Hal-hal yang disarankan adalah menunjang ketersediaan obat JKN adalah
kebijakan industri farmasi yang tidak lagi keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan obat
memproduksi obat generik harus disusun generik yaitu pengendalian harga obat generik
lebih komprehensif; alasan minim profit perlu oleh pemerintah. Selain itu kendala dalam
mendapat teguran, dan jika perlu registrasi upaya kemandirian produksi bahan baku obat
obat untuk berikutnya disuspensi; tidak boleh di Indonesia yaitu bahwa produksi bahan baku
membiarkan industri farmasi yang belum obat dalam negeri belum dapat berjalan dengan
100% CPOB untuk memproduksi obat generik, baik, disebabkan sumber daya manusia yang
karena akan memberi citra sebagai obat yang ahli dan pekerja profesional yang terkualifikasi
diproduksi mutunya rendah; diseminasi ke untuk memproduksi bahan baku obat jumlahnya
masyarakat bahwa obat JKN generik memiliki masih sangat terbatas, keadaan infrastruktur
mutu yang sama dengan obat merek dagang yang masih terbatas, serta belum ada kebijakan
atau membuka akses kepada masyarakat kuat dan sistematis yang dapat mengadvokasi,
untuk mengetahui mutu obat generik yang mengendalikan dan mengarahkan seluruh
sudah melalui evaluasi dari tim pakar terkait pemangku kepentingan. Akibatnya terjadi
efektivitasnya. ketergantungan terhadap impor bahan baku dan
Dari hasil studi diperoleh bahwa yang rawan terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang
mempengaruhi ketersediaan obat yaitu item (dolar). Sehingga dampaknya industri bahan
produk, jumlah yang diperlukan per item per baku sebagai industri strategis belum dapat
tahun, atau per kwartal, titik distribusi, cara memberikan dampak yang signifikan terhadap
pembelian, cara pembayaran, tingkat harga, masyarakat.11
dan komponen obat INA CBGs. Hal ini sesuai Sekitar 96% bahan baku obat di
hasil penelitian Andari,9 bahwa kebijakan Indonesia merupakan bahan baku impor yang
pemerintah terhadap penggunaan obat JKN di sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar
sarana pelayanan kesehatan dapat dilakukan dolar yang cenderung naik, sehingga harga
dengan strategi yaitu pemerintah menjamin bahan baku obat pun akan ikut naik. Selain
ketersediaan obat JKN yang cukup, baik itu, struktur industri farmasi yang belum
jenis dan jumlahnya setiap saat diperlukan kuat menyebabkan bahan baku obat masih
masyarakat. Untuk program jangka panjang tergantung pada produk impor. Oleh karena itu,
dilakukan melalui Sistem Jaminan Sosial perlu dibangun industri bahan baku obat untuk
Nasional yang melibatkan dokter, rumah sakit, substitusi impor, kemandirian, dan ketahanan

225
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 219 – 228

nasional. Produksi bahan baku obat yang harus pelayanan tambahan tersebut merupakan
menjadi prioritas adalah bahan baku obat yang keuntungan tersendiri bagi pasien penyakit
berbasis sumber daya lokal, ekstraktif, dan kronis, karena meningkatkan kemudahan akses
fermentatif. Tidak ada contoh obat herbal untuk pelayanan kesehatan dan memudahkan untuk
program JKN. mendapatkan obat yang diperlukan.
Strategi peningkatan ketersediaan Pada hasil studi didapatkan apotek
obat yaitu alokasi anggaran melalui advokasi PRB belum bisa diakses melalui e-Catalogue,
penyediaan anggaran sesuai kebutuhan dan harga masih mengacu pada harga DPHO yang
berbagi peran, efisiensi pembiayaan obat berbeda, dan lebih mahal dibanding harga di
melalui penerapan health/medicine account, e-Catalogue. Menurut Nurtantijo,14 dampak
dan prinsip farmakoekonomi mekanisme dari perubahan kebijakan sistem pembiayaan
penyediaan dan distribusi. Mekanisme berupa ketidaksesuaian atau penyimpangan
penyediaan dan distribusi obat seyogyanya antara lain berupa ketidaktersediaan obat dan
melalui pengelolaan obat terpadu dan kerugian yang ditanggung apotek dipengaruhi
penerapan sistem pengadaan yang efektif dan oleh aspek regulasi, pengadaan obat, sosialisasi,
efisien. Selain itu, melalui pemenuhan standar, dan manajemen. Ketidaktersediaan obat
kecukupan, dan keterjangkauan obat dengan dalam penelitian ini memberikan gambaran
cara revitalisasi industri farmasi Badan Usaha mengenai respons dalam reformasi sistem
Milik Negara (BUMN) dan swasta nasional pembiayaan kesehatan. Faktor-faktor yang
sebagai produsen obat esensial, serta adanya memengaruhi ketidaktersediaan obat tersebut,
kebijakan untuk reposisi obat esensial generik diantaranya adalah regulasi dari BPJS yang
dan pengendalian harganya.12 berubah-ubah disertai pemberitahuan yang
Menurut Babar,13 dari hasil penelitian terlambat; pengadaan obat dari distributor
untuk mengevaluasi harga obat, ketersediaan, yang memenangkan tender yang tidak sesuai
keterjangkauan, dan komponen harga obat di kontrak kerja dengan BPJS; manajemen dari
Malaysia diperoleh bahwa kebijakan harga BPJS dalam hal penyetujuan peresepan; dan
diperlukan, dan harus dimasukkan ke dalam sosialisasi program JKN kepada pihak-pihak
kebijakan obat nasional. Kebijakan tersebut terkait, antara lain dokter, apotek, dan peserta.
bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan Aspek penting dalam perubahan adalah
obat generik yang terjangkau. Langkah-langkah persiapan, serta respon dari pelaksana perubahan
untuk memastikan ketersediaan yang lebih baik kebijakan tersebut. Menurut Raharni,15 kelas
di sektor publik, baik dengan menargetkan terapi obat analgesi, antipiretik, dan antipirai
yang lebih baik dari pengeluaran publik yang merupakan terap obat yang paling banyak
ada untuk obat-obatan pada obat prioritas, atau digunakan untuk semua kelompok penyakit,
dengan meningkatkan anggaran publik untuk baik yang diresepkan ataupun tidak. Tingginya
obat-obatan esensial. Hal ini pada akhirnya persentase penggunaan kelas terapi analgesik,
akan memberi tekanan pada harga generik antipiretik, dan antipirai dikarenakan obat kelas
sektor swasta. Sistem pemantauan harga obat terapi ini merupakan obat pengurang rasa sakit
juga dibutuhkan di Malaysia. Kebijakan obat untuk mengatasi penyakit yang diderita pasien
generik juga dirancang dan harus mencakup baik sebagai terapi sementara, maupun dalam
kampanye untuk mempromosikan obat jangka panjang.
generik, meningkatkan kesadaran konsumen, Menurut Piette,16 banyak pasien
dan mengenalkan insentif bagi apoteker dan diabetes menggunakan lebih sedikit obat
dokter untuk meresepkan dan mengeluarkan daripada yang sudah diresepkan karena
obat generik. harga obat yang tidak terjangkau. Selain itu,
Pelayanan jemput dan antar (delivery dilaporkan adanya hubungan antara biaya dan
service) apotek PRB terhadap resep penyakit kepatuhan berdampak terhadap kesehatan yang
kronis merupakan servis yang diberikan oleh menjadi lebih buruk. Masalah kepatuhan terkait
apotek, karena rata-rata pasien penyakit kronis biaya sangat umum terjadi pada pasien diabetes
sudah berumur usia lansia. Dengan adanya dengan penyakit komorbid, dan cakupan obat

226
Kemandirian dan Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan .... (Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari)

untuk pekerja veteran dapat melindungi pasien Negara; 2009.


dari peningkatan risiko ini. 5. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 328/Menkes/
KESIMPULAN IX/2013 te ntang Formularium Nasional.
Kebijakan pemerintah terkait harga Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
obat JKN perlu disusun lebih komprehensif 6. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan
dengan mempertimbangkan kepentingan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
masyarakat dan kepentingan industri farmasi. Nomor 48 tahun 2013 Tentang Petunjuk
Serta perlu dipertimbangkan kembali kebijakan Pelaksanaan Pengadaan Obat dengan
pengendalian harga obat untuk menjamin Prosedur e-Purchasing berdasarkan
ketersediaan obat baik jumlah dan jenisnya e-Catalog. Jakarta: Kementerian Kesehatan
di era JKN khususnya obat generik, sehingga RI; 2013.
mudah diakses oleh masyarakat. Pemerintah 7. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan
juga harus terus mendorong pemberlakuan dan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/
pengelolaan ketersediaan obat secara nasional. Menkes/146/I/2010 tentang harga Obat
Pemerintah perlu mendorong kemandirian obat Generik. Jakarta: Kementerian Kesehatan
generik yang belum sepenuhnya terpenuhi RI; 2010.
dengan pengembangan produksi bahan baku 8. Kementerian Perindustrian RI. Rencana
obat dalam negeri untuk mendukung JKN, Induk Pembangunan Industri Nasional 2015
karena saat ini sebagian besar bahan baku obat - 2035. Jakarta: Kementerian Perindustrian
masih diimpor dan harga bahan baku impor RI; 2015.
cenderung terus naik. 9. Andari. Penggunaan obat generik di
apotek wilayah kodya Yogyakarta pada
UCAPAN TERIMA KASIH masa krisis moneter. Maj. Farm. Indones.
Ucapan terima kasih disampaikan 2002;13(1):12-20.
kepada Kepala Pusat Teknologi Intervensi 10. Sulistami. Implementasi kebijakan obat
Kesehatan Masyarakat atas dukungan dana generik [Internet]. Thesis. Yogyakarta:
untuk terlaksananya studi, Direktorat Pelayanan Universitas Gadjah Mada; 1994. Available
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian from https://repository.ugm.ac.id/id/
Kesehatan RI, Direktur Eksekutif Gabungan eprint/46761.
Pengusaha Farmasi, BPJS, dan PDII LIPI yang 11. Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
telah menyediakan data dan literatur. Upaya kemandirian produksi bahan baku
obat di Indonesia. Bul. Infarkes. Maret-
DAFTAR PUSTAKA April 2016; 2:3-6.
12. Sitanggang. Pelayanan obat dalam era
1. Republik Indonesia. Undang-Undang
nasional [Internet]. [cited February 14
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
2016]. Available from www.binfar.depkes.
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
go.id .
Jakarta : Sekretariat Negara; 2004.
13. Babar ZUD. Evaluating drug prices,
2. Republik Indonesia. Peraturan Presiden RI
availability, affordability, and price
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
components : implications for access to
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12
drugs in Malaysia [Internet]. Plos Med.
tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
2007;4(3):e82. Available from https://
Jakarta: Sekretariat Kabinet; 2013.
doi/10.1371/journal.pmed.0040082.
3. Republik Indonesia. Peraturan Presiden
14. Nurtantijo AN, Kuswinarti, Sanjaya
RI Nomor 72 tahun 2012 Tentang Sistem
D. Analisis ketersediaan obat pada era
Kesehatan Nasional. Jakarta: Sekretariat
jaminan kesehatan nasional di apotek
Kabinet; 2012.
wilayah Bojonegara Kotamadya Bandung
4. Republik Indonesia . Undang-Undang
tahun 2015. Jurnal Sistem Kesehatan.
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
2016;4(1):165-170
tentang Kesehatan. Jakarta : Sekretariat

227
Media Litbangkes, Vol. 28 No. 4, Desember 2018, 219 – 228

15. Raharni. Pola persediaan dan penggunaan 16. Piette JD, Wagner TH, Potter MB,
obat berdasar resep dan non resep oleh Schillinger D. Health insurance status, cost-
anggota rumah tangga di Indonesia. related medication underuse, and outcomes
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2004: among diabetes patients in three systems of
11(1):1-10. care. Medical Care. 2004;42(2):102-109.

228

Anda mungkin juga menyukai