Anda di halaman 1dari 8

Pertemuan 3

Analisa Common Size


Menurut Hery (2015:135) Analisis presentase per komponen (common size) adalah terknik analisis
yang digunakan untuk mengetahui presentase masing-masing komponen asset terhadap total asset;
presentase masing-masing komponen utang dan modal terhadap total pasiva (total asset); presentase
masing-masing komponen laporan laba rugi terhadap penjualan bersih. Menurut Kasmir (2015:91)
Analisis presentase per komponen (common size) adalah teknik analisis laporan keuangan dengan
menganalisis komponen-komponen yang ada dalam laporan keuangan, baik yang ada di neraca
maupun laporan laba rugi. Sedangkan menurut Jumingan (2011,242) Analisis persentase per
komponen (Common Size) adalah teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-
masing aktiva terhadap total aktiva seluruhnya. Juga untuk mengetahui berapa besar proporsi setiap
pos aktiva maupun utang terhadap keseluruhan total aktiva maupun utang.
Dari pengertian dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa analisa common size adalah teknik
analisa yang menghitung persentase dari komponen-komponen neraca dan laporan laba rugi untuk
membandingkan hasil dari analisa pertahun. Dalam analisis neraca, analisis common size menekankan
pada distribusi pendanaan antara kewajiban lancar (kewajiban jangka pendek), kewajiban tidak lancar
(kewajiban jangka panjang) dan ekuitas, serta menekankan pada distribusi komposisi asset antara
asset lancar dan asset tidak lancar. Disamping itu, analisis common size juga sering dilanjutkan untuk
menilai akun-akun yang membentuk sub kelompok tertentu.
Definisi Common Size
Menurut Kasmir (2015,91) Common Size adalah perbandingan dari setiap perubahan dalam pos-pos
dengan total aktiva atau total pasiva atau total penjualan. Dengan demikian akan terlihat suatu
kenaikan atau penurunan apakah akan menjadi berarti atau memiliki makna tertentu. Dalam laporan
common size, seluruh akun dinyatakan dalam presentase dan tidak ditunjukkan jumlah moneternya.
Dalam laporan keuangan common size (laporan yang berukuran sama) adalah karena total jumlah
akun-akun dalam kelompok yang bersangkutan adalah 100%.
Contoh Analisis Common Size Neraca
Misalnya suatu neraca dengan jumlah aktiva sebesar Rp 658 juta dan jumlah aktiva lancar sebesar Rp
290 juta. Jumlah aktiva sebesar Rp 658 juta tersebut merupakan base, jadi persentasenya adalah
100%. Dengan demikian persentase komponen aktiva lancar adalah 44% yaitu dari 290/658 x 100%.
Untuk laporan laba-rugi, base yang umum digunakan adalah jumlah penjualan, sehingga setiap pos
pendapatan dan biaya dinyatakan dalam persentase terhadap jumlah penjualan. Manfaat dari
penggunaan metode Persentase Komponen ini cukup besar. Dari laporan laba-rugi misalnya,
perubahan dapat mengevaluasi perubahan komposisi penjualan (sales mix), dan juga %
kenaikan/penurunan biaya dan kontribusinya pada kenaikan/penurunan penjualan.
Contoh Analisis Common size Laba rugi
Untuk laporan laba rugi, analisis common-size dapat dilakukan dengan menyatakan setiap item baris pada
laporan laba rugi sebagai persentase dari pendapatan. Ini memfasilitasi perbandingan antar periode
waktu dan antar perusahaan karena standarisasi setiap item baris menghilangkan efek ukuran.

Analisis ini akan menghasilkan sejumlah rasio keuangan yang mengevaluasi profitabilitas
perusahaan. Margin laba kotor dan Margin laba bersih adalah dua indikator profitabilitas yang
paling umum digunakan.
• Margin laba bersih = Laba bersih / Pendapatan
• Margin laba kotor = Laba kotor / Pendapatan

Sub-total apa pun pada laporan laba rugi juga dapat dinyatakan sebagai rasio margin dengan
membaginya dengan total pendapatan. Misalnya, margin operasi dihitung sebagai laba
operasional dibagi dengan pendapatan, dan margin sebelum pajak dihitung sebagai pendapatan
sebelum pajak dibagi dengan total pendapatan.

Analisa Rasio
Menurut Hery (2015,139) Analisa rasio adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan
berbagai perkiraan yang ada pada laporan keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Analisis rasio
keuangan ini dapat mengungkapkan hubungan yang penting antar perkiraan laporan dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Sedangkan menurut
Jumingan (2011,242) Analisa rasio keuangan adalah analisis dengan membandingkan satu pos dengan
pos laporan keuangan lainnya baik secara individu maupun bersama-sama guna mengetahui
hubungan diantara pos tertentu, baik dalam neraca maupun laba rugi.
Metode Rasio Keuangan umumnya paling sering digunakan dalam melakukan analisis laporan
keuangan. Metode ini menggunakan formula perhitungan dan interpretasi atas hasil perhitungan
tersebut. Rasio merupakan bilangan pecahan atau presentase yang menunjukkan hubungan antara
angka pembilang (numerator) dan angka penyebut (denominator).

Hasil perhitungan rasio selanjutnya dievaluasi dengan cara membandingkan yaitu:

Dengan rasio perusahaan tahun-tahun sebelumnya (time-series comparisons)


a. Dengan rasio yang umum digunakan (general rules of thumb atau benchmark)
b. Dengan rasio perusahaan sejenis atau rata-rata industri (cross sectional comparisons)

Jenis-jenis rasio keuangan


Di bawah ini akan dibahas secara rinci lima kelompok rasio keuangan dalam melakukan analisis
laporan keuangan. Rasio-rasio tersebut yaitu Rasio Likuiditas, Rasio Efisiensi, Rasio Solvabilitas, Rasio
Profitabilitas, dan Rasio Pasar.

a. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas atau Liquidity Ratios adalah rasio yang memberikan gambaran mengenai kemampuan
jangka pendek perusahaan. Pengertian Likuiditas mengacu kepada seberapa besar kemampuan aktiva
perusahaan diubah menjadi uang tunai atau kas. Semakin mudah suatu jenis aktiva diubah menjadi
kas, semakin tinggi likuiditasnya. Jadi rasio likuiditasmengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio likuiditas
umumnya adalah bank pemberi pinjaman, pemasok, dan pegawai perusahaan sendiri, karena mereka
mengharapkan pembayaran dari konversi aktiva lancar menjadi kas.
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini membandingkan jumlah aktiva lancar terhadap jumlah utang lancar. Rumusnya adalah
sebagai berikut:

Rasio biasanya dinyatakan dalam nilai uang (misalnya rupiah) dan menunjukkan berapa rupiah
aktiva lancar yang dimiliki perusahaan untuk menutupi setiap rupiah utang lancarnya.

Dapat pula dikatakan bahwa current ratio merupakan cara lain untuk mengevaluasi bagaimana
modal kerja perusahaan dikelola. Modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dengan utang
lancar. Apabila selisihnya positif, berarti perusahaan mempunyai lebih banyak aktiva lancar
dibanding utang lancarnya. Namun hal tersebut tidak otomatis berarti perusahaan dalam keadaan
likuid. Dalam presentase, apabila perbandingan keduanya semakin mendekati 1 (100%), berarti
semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Tingkat current ratio yang umumnya dianggap aman ialah 2, namun hal ini sebenarnya
tergantung pada bidang usaha perusahaan. Current ratio yang terlalu tinggi juga tidak baik, karena
hal ini mengindikasikan bahwa dana perusahaan terlalu banyak ditanamkan pada aktiva lancar
yang belum tentu produktif untuk menghasilkan pendapatan.

2) Rasio Cepat (Acid-test Ratio/Quick Ratio)


Aktiva lancar terdiri dari kas, piutang, surat berharga jangka pendek, persediaan, dan biaya dibayar
dimuka. Dari ke lima aktiva tersebut, persediaan dan biaya dibayar dimuka biasanyadikategorikan
kurang likuid, jadi ada yang beranggapan ke dua aktiva tersebut sebaiknya dikeluarkan dari
perhitungan rasio likuiditas. Sehingga tinggal tiga aktiva lancar (kas, piutang, dan surat berharga
jangka pendek) dibandingkan dengan jumlah utang lancar.

Acid-test Ratio ini dipandang lebih andal dalam mengevaluasi likuiditas perusahaan dan
kemampuannya membayar kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.

b. Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi (Efficiency Ratios) atau ada juga yang menyebutnya Turnover atau Activity Ratios
menggambarkan seberapa efisien manajemen perusahaan mendayagunakan aktiva yang
dimilikinya. Maksudnya adalah seberapa besar kontribusi aktiva pada perolehan pendapatan.

Rasio yang digunakan ada empat yaitu, Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Accounts
Receivable Turnover, Inventory Turnover.

1) Total Asset Turnover


Rasio ini mengukur jumlah penjualan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang ditanamkan pada
aktiva.
Rata-rata aktiva (average total assets) yang dimaksudkan di sini ialah jumlah saldo awal tahun dan
saldo akhir tahun aktiva dibagi 2 (hal ini juga berlaku bagi rasio-rasio yang menggunakan average).
Tentu saja, semakin besar rasio ini, semakin baik karena menunjukkan semakin tingginya
produktifitas aktiva. Demikian pula sebaiknya.

2) Fixed Assets Turnover


Aktiva tetap umumnya dianggap sebagai aktiva yang paling utama dalam menghasilkan
pendapatan. Untuk itulah rasio ini dianggap penting.

Seperti juga Total Asset Turnover, semakin tinggi rasio ini, semakin baik karena menunjukkan
semakin tingginya produktifitas aktiva tetap dalam menghasilkan penjualan.

3) Accounts Receivable Turnover


Rasio ini menunjukkan berapa kali dalam setahun perusahaan menerima pembayaran
piutangnya, atau berapa kali piutang berputar selama setahun.

Yang dimaksud dengan credit sales adalah total sales. Namun apabila penjualan dilakukan secara
tunai maupun kredit, tentu jumlah penjualan kredit harus ditetapkan dulu.

Setelah mendapatkan rasio A/R turnover, dapat pula dihitung jumlah hari rata-rata yang
dibutuhkan untuk menerima pelunasan piutang, biasanya disebut Collection Period, rumusnya
adalah sebagai berikut:

Rata-rata hari (collection period) yang dapat diterima tergantung kebijakan perusahaan sendiri,
berapa lama biasanya piutang dapat diberikan (bisa 30, 60, atau 90 hari misalnya).

4) Inventory Turnover
Rasio ini menunjukkan berapa kali dalam setahun persediaan barang dijual oleh perusahaan, atau
berapa kali persediaan berputar dalam setahun.

Perusahaan harus berupaya memaksimalkan perputaran persediaan ini, dan meminimalkan biaya
persediaan dengan cara meminimalkan (pada batas tertentu) jumlah persediaan setiap saat.

c. Rasio Solvabilitas
Pengertian Solvabilitas (Solvency) atau sering juga disebut Leverage mengacu kepada jumlah utang
perusahaan dalam struktur modalnya. Semakin banyak jumlah utang, semakin tinggi leverage-nya.
Penggunaan leverage ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan utamanya ialah, dengan
berutang pemilik perusahaan dapat memaksimalkan return. Sebaliknya kelemahan utamanya ialah
semakin banyak utang, semakin tinggi risiko yang dihadapi perusahaan (karena semakin besar
beban bunga dan semakin besar kemungkinan tidak dapat melunasi utang tersebut).

Rasio Solvabilitas mengukur tingkat penggunaan utang oleh perusahaan dan pengaruhnya pada
kemampuan perusahaan perusahaan membayar kewajiban- kewajiban yang ditimbulkannya
(misalnya bunga). Rasio Solvabilitas yang dikenal ada dua yaitu Debt Ratio dan Times Interest
Earned.

1) Rasio Utang (Debt Ratio)


Rasio ini menunjukkan persentase (%) aktiva yang dibiayai dengan utang.

Misalnya debt ratio sebesar 38%, berarti 38% dari jumlah aktiva dibiayai dengan utang, dan 62%
selebihnya dibiayai dengan modal sendiri. Angka 62% atau 1 – debt ratio sering juga disebut equity
ratio atau rasio modal.

2)Times Interest Earned


Kreditor (pemberi pinjaman) sering ingin mengetahui seberapa aman pembayaran bunga pinjaman
atas uang yang mereka pinjamkan. Salah satu cara untuk mengukurnya adalah menghitung berapa
besar Laba Sebelum Bunga dan Pajak (earnings before interest and taxes) dibandingkan dengan
bunga yang dibayarkan.

Tentunya semakin tinggi rasio ini semakin baik, karena menunjukkan kemampuan yang semakin
baik untuk membayar kewajiban bunga pinjaman

d. Rasio Profitabilitas
Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas keseluruhan dari manajemen dalam menjalankan
perusahaan, sehingga rasio ini umumnya menjadi perhatian utama dari pengguna laporan
keuangan. Rasio profitabilitas mengaitkan pendapatan (earnings) dengan jumlah aktiva,
penjualan, atau modal sendiri. Rasio yang umum digunakan untuk mengukur profitabilitas
perusahaan adalah: Return on Sales, Gross Profit Margin, Return on investment, Return on
Equity.

1) Return on Sales
Rasio ini mengukur berapa rupiah laba bersih (net earnings) yang dihasilkan dari setiap rupiah
penjualan.

Total revenue di sini maksudnya adalah jumlah penjualan. Rasio ini erat kaitannya dengan rasio
Total Asset Turnover yang telah dijelaskan sebelumnya. Perusahaan retailer misalnya, mempunyai
tingkat laba (profit margin) yang kecil, namun perputaran produknya tinggi. Jadi perputaran produk
ini yang menentukan perolehan laba. Sebaliknya, perusahaan yang memproduksi alat-alat berat
misalnya, perputaran aktivanya sangat rendah namun tingkat labanya besar.
2) Gross Profit Margin
Rasio ini menunjukkan berapa rupiah laba kotor (gross profit margin) yang dihasilkan dari setiap
rupiah penjualan.

Secara normal, semakin tinggi gross profit margin, semakin baik bagi perusahaan karena rasio ini
menunjukkan berapa besar laba kotor yang tersedia untuk menutup biaya-biaya non produksi.
Gross profit margin biasanya dinaikkan dengan cara menaikkan harga jual barang, atau dengan
menurunkan biaya produksi.

3) Return on Investment
Rasio ini (biasa disebut ROI) mengukur seberapa baik perusahaan mengelola aktivanya untuk
menghasilkan laba.

4) Return on Equity
Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan juga berkepentingan untuk melihat apa yang dapat
mereka harapkan dari modal yang mereka tanamkan di perusahaan. Rasio ini (sering disebut rasio
ROE) digunakan untuk mengukur berapa rupiah laba bersih yang tersedia bagi pemilik modal atas
setiap rupiah yang ditanamkan pada perusahaan.

ROE ini erat kaitannya dengan ROI dan tingkat leverage perusahaan. Perusahaan dapat menaikkan
ROE dengan cara menaikkan ROI maupun menaikkan leverage (memperbanyak utang).

e. Rasio Pasar
Pemilik modal maupun calon pemilik modal umumnya ingin melihat berapa besar dividen yang bisa
mereka dapat dan apakah ada potensi nilai saham akan meningkat di tahuntahun mendatang.
Rasio Pasar (Market Ratios) memberikan gambaran apakah suatu investasi saham atraktif atau
tidak.

Rasio Pasar yang umum digunakan ialah:

1) Book Value per Share


Book Value per Share atau nilai buku per lembar saham menunjukkan suatu aproksimasi nilai
likuidasi per lembar saham, yaitu berapa rupiah nilai realisasi per lembar saham biasa (common
stocks) bila perusahaan dilikuidasi/dibubarkan (tentunya setelah semua utang perusahaan
dilunasi).

Nilai buku per lembar saham ini mesti diinterpretasikan dengan hati-hati, karena dasarnya adalah
nilai buku atau nilai historis. Bila inflasi yang terjadi cukup tinggi, tentunya nilai buku kurang tepat
dijadikan sebagai indikator nilai.
2) Earnings Yield
Rasio ini, atau sering juga disebut earnings price ratio, menunjukkan suatu aproksimasi kasar
mengenai berapa persen return yang dapat diharapkan pemegang saham apabila semua laba
perusahaan dibagi dalam bentuk dividen.

Earnings per Share (EPS) available to Common Shareholders dapat dicari dengan membagi laba
bersih setelah pajak dengan jumlah saham biasa yang beredar.

3) Price Earnings Ratio


Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio di atas. Rasio ini mengukur perspektif investor atas
kualitas perusahaan dan sahamnya.

Semakin tinggi rasio ini, berarti semakin investor tertarik menanamkan modalnya.

4) Dividend Yield
Dividen merupakan daya tarik tersendiri bagi investor. Namun dividen tidaklah harus dibayarkan
setiap tahun. Kebijakan untuk membayar atau tidak membayar dividen ada pada pihak
manajemen. Rasio ini menunjukkan berapa % dividen dapat diharapkan dari nilai pasar saham.

5) Dividend Payout
Jumlah dividen yang dibayarkan adalah tergantung pada kebijakan perusahaan mengenai
pembayaran dividen. Kebijakan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu potensi pertumbuhan
perusahaan, kondisi kas, dan peluang-peluang investasi yang ada.

Secara normal, perusahaan yang pesat pertumbuhannya akan membayar sedikit dividen, karena
laba perusahaan akan lebih menguntungkan apabila diinvestasikan kembali pada perusahaan.
Sebaliknya, perusahaan yang pertumbuhannya lambat cenderung membayar dividen lebih besar
karena hal ini lebih baik dibandingkan uang tersebut diinvestasikan kembali. Jadi baik % dividend
yield maupun dividend payout ratio memberikan gambaran mengenai kebijakan investasi
perusahaan serta potensi pertumbuhannya.
Tugas 1

Berikut ini adalah Laporan Posisi Keuangan dan Income Statement komparatif. PT Peranti sebagai
berikut:

Diminta:
1. Buatlah Analisa common size (untuk akun-akun diatas) pada statement financial
position dan income statement untuk laporan keuangan di atas
2. Hitunglah Rasio Lancar, Efisiensi, Solvabilitas, Profitabilitas, Pasar pada PT Peranti
untuk tahun 2001. Berdasarkan informasi laporan keuangan di atas.

Anda mungkin juga menyukai