Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK

EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR:

STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT

SKRIPSI
Program Studi Manajemen

Nama : REINHARD MENDROFA


NIM : 03103-202

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
ANALISIS ELEMEN-ELEMEN YANG MEMBENTUK

EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK CAIR:

STUDI KASUS MEREK POCARI SWEAT

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar SARJANA EKONOMI
Program Studi Manajemen

N a m a : REINHARD MENDROFA

NIM : 03103-202

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Reinhard Mendrofa

NIM : 03103-202

Program Studi : Ekonomi/Manajemen

Judul Skripsi : Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas

Merek Minuman Isotonik Cair: Studi Kasus Merek

Pocari Sweat

Tanggal Ujian Skripsi : 4 September 2008

Disahkan Oleh :

Pembimbing ,

( Dra. Yuli Harwani, MM )


Tanggal :

Dekan, Ketua Program Studi Manajemen,

(Drs. Hadri Mulya, M.Si) (Tafiprios, SE. MM)


Tanggal : Tanggal :
SKRIPSI

Analisis Elemen-elemen yang Membentuk


Ekuitas Merek Minuman Isotonik Cair:
Studi Kasus Merek Pocari Sweat

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : REINHARD MENDROFA

NIM : 03103-202

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 4 September 2008

Susunan Dewan Penguji


Ketua Penguji,

(Tafiprios, SE. MM)


Anggota Penguji I,

(Dra. Yuli Harwani, MM)


Anggota Penguji II,

(Lianah, SE. M.Com)


KATA PENGANTAR

Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang


melakukannya berakal budi yang baik. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan atas kasih setia dan rahmat yang tak habis-habisnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen,
Universitas Mercu Buana. Sesuai dengan judulnya, skripsi ini membahas
mengenai merek (brand). Merek (brand) telah menjadi bagian yang tidak terpisah
dari hidup manusia. Sejak bangun, beraktivitas, hingga istirahat, manusia hampir
selalu terlibat dengan merek. Setiap orang memiliki kegemaran terhadap merek
tertentu serta alasan unik yang melatarbelakanginya.
Dari pengamatan penulis terhadap beberapa skripsi koleksi perpustakaan
Universitas Mercu Buana yang mengangkat tema mengenai merek, penulis
menemukan bahwa selain jumlah yang terhitung masih sedikit, teori yang
digunakan pun bersifat parsial, hanya terbatas pada satu atau dua dari empat
elemen ekuitas merek David A. Aaker. Hal ini mendorong penulis untuk kembali
mengangkat tema tentang merek namun dengan pendekatan teori ekuitas merek
yang lebih komprehensif.
Penyelesaian skripsi ini tentu tidak terlepas dari doa dan dukungan berbagai
pihak. Dengan penuh ketulusan serta kerendahan hati penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua yang saat ini telah berbahagia bersama Bapa di sorga, Mama
dan Bapak yang telah melahirkan dan merawatku hingga dewasa, terima
kasih atas segala cinta, doa, kesabaran dan motivasi yang kalian berikan
selama ini. Skripsi ini ananda dedikasikan khusus kepada kalian berdua.
2. Abang-abangku : Ucok, Dede dan Marnix. Terima kasih atas kasih, dukungan
semangat dan bantuan kalian.

i
3. Ibu Dra. Yuli Harwani, MM, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Endi Rekarti, S.E dan Bapak Tafiprios S.E, lewat kuliah yang sangat
menginspirasi penulis untuk mendalami ilmu pemasaran.
5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Mercu
Buana, yang telah memberikan ilmu serta bantuan yang bermanfaat selama
kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Sahabatku Indah Rosdiana yang tiada jemu memberi semangat serta
membantu mengedarkan angket untuk skripsi ini.
7. Kepada teman-teman kuliah serta berbagai pihak yang tidak dapat disebut
satu per satu.

Dengan tulus penulis mengakui bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun guna
perbaikan skripsi ini pada penelitian selanjutnya. Semoga materi dan hasil
penelitian dalam skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, Agustus 2008


Penulis

Reinhard Mendrofa

ii
DAFTAR ISI

Halaman :

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1

B. Perumusan Masalah ...................................................................... 7

C. Pembatasan Masalah..................................................................... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 8

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Merek ........................................................................ 10

B. Manfaat Merek ..................................................................... 13

C. Pengertian Ekuitas Merek ...................................................... 15

iii
D. Manfaat Ekuitas Merek ................................................................. 18

E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity)...... 20

1. Brand Asset Valuator (BAV) ................................................ 25

2. EquiTrend .............................................................................. 26

3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen


(Customer-Based Brand Equity/CBBE) ............................... 27

4. Pengukuran ekuitas merek di Indonesia ................................ 29

F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker ................................... 32

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ..................................... 33

2. Asosiasi Merek (Brand Association) ...................................... 36

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .................................... 38

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ........................................... 40

5. Aset-aset Merek Lainnya


(Other Proprietary Brand Assets) ........................................... 43

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan .................................................... 46

B. Metode Penelitian ....................................................................... 50

C. Sampel Penelitian ...................................................................... 50

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran ......................................... 52

E. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 52

F. Metode Analisa Data .................................................................. 53

iv
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) .................................... 53

2. Asosiasi Merek (Brand Association) ...................................... 53

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ..................................... 55

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ........................................... 57

5. Aset-aset Merek Lainnya


(Other Proprietary Brand Assets) .......................................... 58

BAB IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Responden ........................................................................... 59

1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ................... 59

2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan ............... 61

3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan .................... 63

B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat .............. 64

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ................................... 64

a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM) ................... 65

b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall) ................. 66

c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition) ............. 67

d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand) ...................... 68

e. Sumber Pengenalan Merek ................................................ 69

f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek


(Brand Awareness) ........................................................... 70

2. Asosiasi Merek (Brand Association) ..................................... 73

v
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ..................................... 78

a. Analisis Kuadran 1 : Underact ........................................ 79

b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance ...................... 81

c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority .................................... 85

d. Analisis Kuadran 4 : Overact ............................................. 88

4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ............................ 90

a. Analisis Switcher ................................................................ 91

b. Analisis Habitual Buyer ...................................................... 92

c. Analisis Satisfied Buyer ...................................................... 95

d. Analisis Liking the Brand ................................................... 97

e. Analisis Committed Buyer ................................................. 98

5. Analisis Other Proprietary Brand Assets ................................ 100

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................... 101

B. Saran ............................................................................................. 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman :

Tabel 3.1 Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia ..................... 49

Tabel 3.2 Rentang Skala ................... .......................................................... 57

Tabel 4.1 Social&Economy Status (SES) ....................................................... 64

Tabel 4.3 Top Brand Index (TBI) 2007 ........................................................ 70

Tabel 4.4 Atribut Brand Association Pocari Sweat ...................................... 74

Tabel 4.5 Brand Association Mizone .......................................................... 76

Tabel 4.6 Distribution Performance 2008 .................................................... 85

Tabel 4.7 Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik .................................. 88

Tabel 4.8 Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA)


Tahun 2006 & 2007 .......................................................... 96

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman :

Gambar 1.1 Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/


Customer-Based Brand Equity (CBBE) ..................................... 28

Gambar 1.2 Model Pengukuran TOP Brand ................................................ 32

Gambar 1.3 Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness) ......................... 34

Gambar 1.4 Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ............................... 41

Gambar 1.5 Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker ..................................... 45

Gambar 3.1 Diagram Performance – Importance .......................................... 56

Gambar 4.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 60

Gambar 4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia ........................................... 60

Gambar 4.3 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................... 61

Gambar 4.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan .................... 62

Gambar 4.5 Profil Responden Berdasarkan Tingkat


Pengeluaran per Bulan ............................................................... 63

Gambar 4.6 Hasil Pengukuran Top of Mind .................................................. 65

Gambar 4.7 Hasil Pengukuran Brand Recall . ................................................. 67

Gambar 4.8 Hasil Pengukuran Brand Recognition ........................................ 68

Gambar 4.9 Hasil Pengukuran Sumber Pengenalan Merek ............................ 69

viii
Gambar 4.10 Diagram Performance-Importance ............................................ 79

Gambar 4.11 Tempat Membeli ......................................................................... 84

Gambar 4.12 Perilaku Pembelian ..................................................................... 84

Gambar 4.13 Pengukuran Switcher .................................................................. 92

Gambar 4.14 Persepsi terhadap Harga Pocari Sweat ....................................... 92

Gambar 4.15 Pengukuran Habitual Buyer ...................................................... 93

Gambar 4.16 Pengukuran Frekuensi Pembelian .............................................. 94

Gambar 4.17 Pengukuran Alasan Mengkonsumsi ........................................... 95

Gambar 4.18 Pengukuran Satisfied Buyer ........................................................ 96

Gambar 4.19 Pengukuran Liking the Brand ....................................................... 98

Gambar 4.20 Pengukuran Committed Buyer .................................................... 99

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Penelitian Minuman Isotonik Merek Pocari Sweat

Lampiran 2 Output Pengolahan Data Angket/Kuesioner

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pemasaran adalah pertarungan persepsi, tidak lagi sekedar pertempuran

produk. Sebagian besar kesalahan pemasaran berasal dari asumsi bahwa produk

adalah tokoh sentral dalam program pemasaran dan produk yang lebih baik akan

memenangkan perang pemasaran. Padahal konsumen cenderung membeli merek,

bukan produk.

Lebih jauh, pemasaran pada dasarnya adalah usaha membangun merek di

benak konsumen, pemasaran adalah branding (Al Ries dan Laura Ries, 1999).

Apa pun yang dilakukan perusahaan memiliki kontribusi pada proses

pembangunan merek sehingga pemasaran tidak dapat lagi dipandang sebagai

sebuah fungsi yang terpisah.

Menurut Hermawan Kartajaya (2004), brand is everything. Sangat keliru

bila menganggap merek hanya sebagai sebuah nama, logo, atau simbol. Bagi

Hermawan, merek adalah value indicator, yaitu indikator yang menggambarkan

seberapa kokoh dan solidnya value yang ditawarkan produsen kepada pelanggan.

Dalam kondisi pasar yang sangat kompetitif seperti saat ini, preferensi dan

loyalitas pelanggan merupakan kunci kesuksesan. Terlebih pada kondisi dimana

masyarakat telah mengalami kebanjiran informasi (overcommunicated society),

1
2

dimana setiap hari kita dihadapkan pada ratusan pesan iklan, baik lewat televisi,

surat kabar, majalah, berbagai media luar ruang serta media alternatif lainnya.

Tren komoditasi produk juga terjadi di pasar, dimana kualitas sudah merupakan

standar yang dengan mudah ditiru oleh siapa saja. Simak saja, hampir tidak ada

pembeda yang signifikan antara suatu produk dengan produk lainnya. Bahan,

kandungan atau komponen hampir sama; desain,potongan, warna, rasa, dan

kemasan juga tidak banyak berbeda. Distribusi pun praktis menggunakan saluran

yang sama. Alhasil yang terjadi kemudian ialah perang harga untuk berebut

pelanggan, atau meminjam istilah W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam

Blue Ocean Strategy (2005), kebanyakan produsen tercebur di “red ocean” yang

tengah diamuk oleh badai karena kompetisi yang amat ketat.

Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek (Darmadi

Durianto et al, 2004). Mengapa orang lebih menyukai Coca Cola daripada Pepsi

Cola? Mengapa harga Toyota Avanza lebih mahal daripada Daihatsu Xenia,

kendati kedua produk tersebut identik? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

tersebut adalah merek (brand). Konsumen merasa lebih bergaya, bergengsi dan

bermartabat bila mengenakan merek yang dipandang bereputasi, atau dalam

bahasa pemasarannya disebut memiliki ekuitas merek yang tinggi. Disini

terungkap fakta betapa pentingnya merek di mata konsumen.

Merek yang kuat dan prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi.

Semakin tinggi ekuitas merek, maka semakin tinggi pula value yang diberikan

oleh merek baik kepada produsen maupun pelanggan. Semakin kuat ekuitas
3

merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen

mengonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan

meraih keuntungan jangka panjang. Alhasil merek dapat menjadi motor bagi

suksesnya penjualan melalui pembelian ulang (repeat buying) serta aset tak

berwujud (intangible asset) yang bisa memberikan pendapatan potensial di masa

mendatang.

Namun tidaklah mudah untuk membangun ekuitas merek yang kuat.

Dibutuhkan strategi bauran pemasaran yang baik dengan komitmen dari

pemangku kepentingan (share holders), manajemen puncak, serta konsistensi

pelaksanaan program komunikasi pemasaran. Selain itu dibutuhkan waktu yang

lama serta brand experience yang mengesankan, mengingat pelanggan masa kini

adalah pelanggan yang sangat penuntut (demanding) dan berkiblat pada nilai

(value oriented).

Salah satu konsep ekuitas merek yang sangat terkenal dan banyak dikutip

dalam pemasaran adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan

bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek

yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau

mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan

dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa

ekuitas merek bisa bernilai bagi perusahaan dan konsumen. Aaker

mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek kedalam lima kategori :

loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran merek (brand awareness), asosiasi


4

merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek

lainnya (other proprietary brand assets).

Definisi serta elemen ekuitas merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni

mengintegrasikan dimensi sikap dan perilaku, sementara kebanyakan

operasionalisasi teori ekuitas merek yang lain hanya berfokus pada salah satu

diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku konsumen.

Kategori produk yang mengalami booming serta ramai diperbincangkan

oleh pengamat pemasaran dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini ialah

minuman isotonik. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

kesehatan menciptakan pasar baru yang mengundang sejumlah pemain baru

merangsek masuk ke pasar ini. Mengutip pernyataan Simon Jonathan, CEO

Brandmaker, tren healthy food mulai tampak sekitar lima tahun belakangan.

Melihat peluang ini maka beragam kategori baru produk healthy food hadir di

pasar seperti minuman isotonik, susu berkalsium tinggi, makanan dan minuman

bagi penderita diabetes, minuman teh hijau serta suplemen makanan lainnya.

Menurut data AC Nielsen, pertumbuhan sejumlah produk kesehatan selama kurun

waktu 2005-2006 mencapai diatas dua digit (SWA Sembada, Agustus 2007).

Pasar minuman isotonik mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu

sekitar 40% dalam 7-8 tahun terakhir, jauh diatas pertumbuhan rata-rata kategori

produk minuman energi dan minuman kesehatan sebesar 28,6% per tahun (SWA

Sembada, Agustus 2006). Pada tahun 2005 total market size bisnis minuman

isotonik diperkirakan mencapai Rp 700-800 miliar, sedangkan pada tahun 2006


5

mencapai Rp 1,2 triliun. Pertumbuhan kategori ini jauh melampaui pertumbuhan

pasar minuman energy drink yang relatif stagnan sekitar 5%. Tak heran pasar

minuman isotonik dinilai telah menggerogoti pasar energy drink.

Pocari Sweat adalah merek pionir dalam kategori minuman isotonik. Sejak

diluncurkan pertama kali pada tahun 1989, merek ini sukses mengedukasi pasar

dan memetik hasilnya sebagai penguasa terbesar di pasar minuman isotonik ini.

Namun ibarat pepatah lama, ada gula ada semut, pasar yang terus bertumbuh ini

dilihat oleh para pebisnis lain sebagai peluang bagus yang bisa dimasuki

khususnya pada segmen-segmen yang tidak terlayani oleh Pocari Sweat. Para

pemain baru pun beramai-ramai memasuki bisnis minuman isotonik ini, antara

lain Mizone (Aqua Danone), Vitazone (Mayora), Powerade (Coca Cola

Company), ProSweat (ABC Heinz), Powerade (Coca-Cola), Gatorade (Pepsi

Cola), X-ion (Dankos Laboratories), Optima Sweat (Sinar Mas Group), Zporto

(Triusaha Mitraraharja), Kino Sweat (Kino Group), Viton (Tempo Scan), , serta

beberapa pemain lain yang hanya menggarap pasar daerah.

Merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi harus terus dijaga dan

dikelola karena merek, seperti halnya aset tak berwujud (intangible asset) pada

umumnya, bersifat dinamis dan sangat rapuh (vulnerable). Nilai ekuitas merek

tergantung pada upaya membangun merek (brand building efforts), karenanya

nilai ekuitas merek mengalami pasang-surut dari waktu ke waktu tergantung pada

upaya yang dilakukan oleh perusahaan (produsen).


6

Pada akhir tahun 2006, Mizone sebagai pemain nomor dua di kategori

minuman isotonik dibawah Pocari Sweat sempat mengalami krisis serius karena

terjegal isu bahan pengawet sehingga produk minuman ini sempat ditarik dari

peredaran. Ditengah gencarnya tuduhan penggunaan bahan pengawet terhadap

Mizone, para pesaing beramai-ramai memanfaatkan peluang tersebut dengan

mengail di air keruh, seperti dilakukan oleh Vitazone yang mengklaim bebas

bahan pengawet. Isu bahan pengawet ini cukup berpengaruh pada kinerja

penjualan Mizone. Data sebuah badan riset terpercaya merekam selama beberapa

bulan Mizone sempat missing sales di modern market. Berbekal strategi

pemasaran yang matang yakni dengan tindakan penarikan produk dari pasar yang

diikuti oleh relabelling serta didukung kegiatan komunikasi yang agresif untuk

meng-counter isu, Mizone berupaya memulihkan brand image-nya.

Sedemikian penting peran ekuitas merek sebagai landasan dalam

menentukan strategi pemasaran sehingga ekuitas merek perlu memperoleh

pengkajian yang mendalam. Pengetahuan mengenai elemen-elemen ekuitas merek

serta pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam

meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas

perusahaan. Dengan menggunakan metode statistik, unsur-unsur ekuitas sebuah

merek bisa diukur nilainya. Pengetahuan terhadap kekuatan/kelemahan merek

melalui kegiatan riset mampu memberi gambaran dari waktu ke waktu terhadap

keberhasilan/kegagalan strategi pemasaran suatu perusahaan dalam


7

mengembangkan, memperkuat, mempertahankan, dan mengelola kelangsungan

hidup suatu perusahaan.

Mencermati persaingan yang sangat ketat diantara produsen minuman

isotonik ini serta menyadari pentingnya riset mengenai ekuitas merek seperti

diuraikan di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek Minuman Isotonik

Cair: Studi Kasus Merek Pocari Sweat”.

B. Perumusan Masalah

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimana kekuatan elemen-

elemen ekuitas merek produk minuman kategori isotonik cair dalam menciptakan

nilai bagi pelanggan dan perusahaan?”

C. Pembatasan Masalah

Produk minuman isotonik dapat dijumpai dalam wujud cair dan non-cair

(serbuk), juga dalam berbagai bentuk kemasan seperti kaleng, botol kaca, PET

serta sachet. Mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh

penulis, maka penulis membatasi obyek penelitian hanya pada merek kategori

produk minuman isotonik cair yaitu merek Pocari Sweat (kaleng dan botol PET).

Landasan pemilihan merek Pocari Sweat adalah karena merek ini

merupakan penguasa pangsa pasar (market share) terbesar yaitu sebesar 70%
8

(sumber: MARKETING No.06/Juni 2007). Pembatasan tersebut akan

berpengaruh pada perancangan kedalaman informasi yang dicerminkan dalam

perangkat pengambilan data serta alat analisis yang dibutuhkan.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan membandingkan

kemampuan setiap variabel merek pada produk minuman kategori isotonik cair,

dengan pembatasan obyek penelitian pada merek Pocari Sweat, mengacu pada

konsep brand equity yang dikembangkan oleh David A. Aaker.

Penulis berharap agar hasil penelitian ini kelak dapat berguna untuk:

1. Mengetahui persepsi konsumen terhadap setiap elemen ekuitas merek

minuman kategori isotonik, dengan studi kasus pada merek Pocari Sweat.

2. Mengetahui atribut produk yang menjadi kekuatan maupun kelemahan setiap

merek minuman isotonik dalam usaha membangun ekuitas merek.

3. Memahami perilaku konsumen terhadap merek-merek produk minuman

isotonik cair.

4. Dapat digunakan sebagai acuan (benchmark) terhadap pemimpin pasar

(market leader) maupun pesaing lain.

5. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam perancangan strategi pemasaran,

termasuk strategi merek, manajemen portofolio merek dan keunggulan

bersaing.

6. Sebagai informasi guna penelitian lebih lanjut.


BAB II

LANDASAN TEORI

A.Pengertian Merek

Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata "brand" dalam

bahasa Inggris berasal dari kata "brandr" dalam bahasa Old Norse, yang berarti "to

burn", merujuk bahwa saat itu peternak berusaha mengidentifikasi ternak

miliknya.

Menurut UU Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,

atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi menurut American

Marketing Association seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005) yang

menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator, yakni merek

adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal

tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang

dihasilkan seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari

produk pesaing.

Merek sebenarnya merupakan janji pemasar untuk secara konsisten

memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Janji merek adalah

visi pemasar menjadi apa seharusnya merek itu dan apa yang dilakukannya

9
10

terhadap konsumen. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi

merek lebih dari sekedar simbol. Menurut Kotler (1997) terdapat enam tingkat

pengertian merek dimana pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan

menanamkan identitas merek :

1. Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut- atribut tertentu.

2. Manfaat, yaitu suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan

tidak membeli atribut, merek membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk

diterjemahkan menjadi manfaat fungsional ataupun emosional.

3. Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

4. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.

5. Kepribadian, yaitu merek mencerminkan kepribadian tertentu.

6. Pemakai, yaitu merek menunjuk jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Bagi Keller (2003) suatu merek adalah sebuah produk namun mampu

memberi dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk

lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang serupa. Perbedaan tersebut

bisa bersifat rasional dan berwujud (tangible) - terkait dengan kinerja produk dari

merek bersangkutan - maupun simbolik, emosional dan tak berwujud (intangible)

– berkenaan dengan representasi merek.

Fandy Tjiptono (2005) menyatakan pada hakikatnya merek merupakan

pengidentifikasi (identifier), dalam kontruksi apapun yang dipilih pemiliknya,


11

misalnya logo, simbol, nama, karakter dan sebagainya, yang terdiri atas dua

elemen pokok yaitu :

1. Produk atau market offering yang direpresentasikannya, dan

2. komunikasi tawaran dan janji merek bersangkutan.

Manajemen kedua elemen ini secara efektif sangat krusial dalam mendukung

kelanggengan relasi antara merek bersangkutan dan pasar secara keseluruhan.

Sedangkan bagi MarkPlus&Co (Hermawan Kartajaya, 2004) merek tidak

sekedar sebuah nama, logo atau simbol. Merek adalah payung yang

merepresentasikan produk atau layanan. Hermawan Kartajaya mendefinisikan

merek sebagai indikator nilai (value indicator), yaitu indikator yang

menggambarkan seberapa kokoh dan solidnya nilai (value) yang

perusahaan/produsen tawarkan kepada pelanggan. Merek sebagai salah satu

elemen dari segitiga positioning-diferensiasi-merek/brand (PDB) yang berperan

sangat penting dan strategis bagi perusahaan karena berfungsi pedoman dalam

menjalankan segala aktivitas perusahaan. Merek merupakan hasil (resultan) dari

seberapa mampu produsen merealisasikan positioning produk, merek dan

perusahaan dengan diferensiasi yang kokoh.


12

B. Manfaat Merek

Sejak berakhirnya Perang Dunia II terjadi ledakan besar dalam pemanfaatan

merek di dunia barat. Didorong oleh jatuhnya komunisme, kemajuan dalam

teknologi transportasi dan komunikasi, serta ditemukannya teknologi internet yang

memudahkan pertukaran informasi menjadikan perusahaan semakin sadar

terhadap manfaat merek.

Merek bermanfaat bagi produsen maupun konsumen. Bagi konsumen Keller

(2003) mengemukakan tujuh manfaat pokok merek yaitu sebagai identifikasi

sumber/penghasil produk yang memudahkan proses pengambilan keputusan

pembelian oleh konsumen, penetapan tanggung jawab pada produsen atau

distributor tertentu, pengurang resiko, penekan biaya pencarian (search cost)

internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus antara konsumen dengan produsen,

alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, dan sinyal kualitas. Melalui

identifikasi dan atribut merek konsumen dapat memiliki persepsi dan pengalaman

yang berbeda kendati terhadap produk yang sama dan identik.

Bagi Kapferer seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), fungsi potensial

dari merek bagi konsumen meliputi :

1. Identifikasi (identification): bisa dilihat dengan jelas, memberikan makna bagi

produk, mudah mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.

2. Praktikal (practicality) : mampu menghemat waktu dan energi melalui

pembelian ulang dan loyalitas.


13

3. Jaminan (guarantee) : memberikan jaminan untuk memperoleh kualitas sama

sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda.

4. Optimalisasi (optimization) : memberikan kepastian bahwa konsumen telah

membeli produk yang terbaik di kategorinya dan terbaik pada tujuan spesifik

produknya.

5. Perwujudan karakter (characterization): memperoleh konfirmasi atas citra diri

maupun citra yang ditampilkan pada orang lain.

6. Keterlanjutan (continuity) : kepuasan konsumen terwujud lewat familiaritas

dan keintiman (intimacy) terhadap merek yang telah digunakan ataupun

dikonsumsi selama bertahun-tahun.

7. Hedonistik (hedonistic) : kepuasan yang terkait terhadap daya tarik merek,

logo serta komunikasinya.

8. Etis (ethic) : kepuasan berkaitan dengan perilaku yang bertanggung jawab dari

merek terhadap hubungannya dengan masyarakat.

Sedangkan bagi produsen (Keller, 2003), merek dapat memberi manfaat

antara lain :

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan

produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan

akuntansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek

bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual seperti perlindungan


14

merek dagang terdaftar (registered trademarks), hak paten, hak cipta

(copyrights) serta karya intelektual lainnya.

3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa

dengan mudah memilih dan membeli lagi pada masa mendatang. Loyalitas

merek seperti ini dapat menghasilkan jaminan permintaan konsumen bagi

produsen sekaligus menciptakan hambatan masuk bagi pesaing lain untuk

memasuki pasar.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari

para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

C. Pengertian Ekuitas Merek

Salah satu konsep pemasaran yang terkenal dan dianggap penting muncul

pada tahun 1980-an adalah konsep ekuitas merek (brand equity). Ekuitas merek

didefinisikan sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini

bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak terhadap

merek, harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas

merek merupakan aset tak berwujud yang penting yang memiliki nilai psikologis

dan keuangan bagi perusahaan.


15

Konsep ekuitas merek yang kemudian cukup populer dan banyak dikutip

adalah konsep dari David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa ekuitas merek

ialah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan

sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang

diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan

perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek bisa

bernilai bagi perusahaan dan konsumen. Aaker mengklasifikasikan elemen-

elemen ekuitas merek kedalam lima kategori : loyalitas merek (brand loyalty),

kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations),

persepsi kualitas (perceived quality), dan aset merek lainnya (other proprietary

brand assets).

Konsep ekuitas merek Aaker diakui oleh Hermawan Kartajaya sebagai

paling sederhana dan komprehensif. Lebih jauh, definisi serta elemen ekuitas

merek versi Aaker memiliki keunggulan yakni mengintegrasikan dimensi sikap

dan perilaku sementara kebanyakan operasionalisasi ekuitas merek hanya berfokus

pada salah satu diantara dimensi persepsi konsumen dan dimensi perilaku

konsumen.

Tidak semua ahli pemasaran menggunakan istilah ekuitas merek untuk

menyatakan peranan merek dan aset yang terdapat dalam merek. Al Ries (1999)

menggunakan istilah kekuatan merek, sedangkan Scott Davis memakai istilah aset

merek (brand asset).


16

Secara garis besar terdapat tiga teori yang banyak dipakai terkait istilah

ekuitas merek (brand equity) yaitu ekuitas merek yang dikaitkan dengan nilai uang

(financial value), perluasan merek (brand extension), dan ekuitas merek yang

diukur dari perspektif pelanggan (Freddy Rangkuti, 2002).

Konsep ekuitas merek ini menjadikan merek berperan semakin penting

dalam strategi pemasaran serta menjadi fokus bagi kepentingan manajerial

perusahaan dan penelitian. Namun karena keragaman dalam konsep dan metode

pengukurannya kemudian menimbulkan kebingungan terhadap konsep ini. Semua

ahli sepakat bahwa konsep ini berbicara tentang nilai sebuah merek sebagai aset,

namun masih silang pendapat mengenai bagaimana mengukur nilai tersebut.

Mengenai konsep dan pengukuran ekuitas merek yang beragam, ada dua

kesan terhadap metode yang dipakai dalam survei selama ini. Pertama, masih

terdapat perbedaan perspektif diantara para ahli. Kedua, metode yang dipakai

terkesan rumit (Bilson Simamora, 2002). Keller kemudian menyimpulkan bahwa

tidak ada suatu pandangan yang paling benar tentang bagaimana konsep dan

pengukuran ekuitas merek ini.


17

D. Manfaat Ekuitas Merek

Menurut Aaker, ekuitas merek memberikan nilai (value) baik kepada

pelanggan(konsumen) dan perusahaan(produsen/pemilik merek). Bagi konsumen,

ekuitas merek dapat menciptakan nilai seperti berikut:

1. Aset ekuitas merek membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan

menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek.

2. Ekuitas merek memberi rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil

keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam menggunakan

maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya.

3. Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen

dengan pengalaman menggunakannya.

Sedangkan bagi perusahaan, sebagai produsen dan pemilik merek, ekuitas

merek dapat menciptakan nilai melalui enam cara:

1. Ekuitas merek dapat menguatkan program menarik/akuisisi konsumen baru

atau merangkul konsumen lama. Artinya, promosi akan berjalan lebih efektif

bila mereknya sudah dikenal. Dibutuhkan perjuangan lebih berat untuk

mempromosikan merek yang belum dikenal oleh khalayak.

2. Ekuitas merek dapat menguatkan loyalitas merek dan bahkan fanatisme

pelanggan. Kesan kualitas, asosiasi dan nama yang terkenal bisa memberikan

alasan untuk membeli dan mempegaruhi kepuasan pelanggan.


18

3. Ekuitas merek memungkinkan margin yang lebih tinggi karena perusahaan

bisa mendapatkan harga optimum (premium price) dan bisa mengurangi

ketergantungan promosi.

4. Ekuitas merek memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan

merek (brand extension). Merek yang memiliki ekuitas merek positif akan

lebih bisa diterima untuk perluasan merek baru.

5. Ekuitas merek dapat memberi dorongan dalam saluran distribusi. Artinya

pedagang tidak ragu-ragu dengan merek yang telah teruji dan telah

memperoleh pengakuan.

6. Ekuitas merek memberi keunggulan kompetitif. Sebuah asosiasi mungkin

menempati posisi terdepan karena memiliki atribut yang penting untuk segmen

tersebut dan sulit ditiru oleh pesaing.

Beberapa manfaat lain dari ekuitas merek yang dirangkum oleh Keller

(2002) sebagai berikut :

1. Peningkatan persepsi kinerja produk.

2. Loyalitas lebih besar.

3. Lebih sedikit kerentanan terhadap aksi pemasaran pesaing.

4. Lebih sedikit kerentanan terhadap krisis pemasaran.

5. Marjin lebih besar.

6. Lebih kakunya tanggapan konsumen terhadap kenaikan harga.

7. Lebih elastisnya tangggapan konsumen terhadap penurunan harga.

8. Lebih besarnya kerjasama dan dukungan perdagangan.


19

9. Meningkatnya efektivitas komunikasi pemasaran.

10. Kemungkinan adanya peluang untuk memberi lisensi.

11. Peluang untuk memperluas merek tambahan.

E. Berbagai Metode Pengukuran Ekuitas Merek (Brand Equity)

Ekuitas merek perlu dibedakan dari valuasi merek, yang merupakan

pekerjaan mengestimasi nilai keuangan total dari merek itu. Mengukur ekuitas

merek dirasakan penting karena berbagai alasan berikut :

1. Hasil pengukuran tersebut bisa digunakan sebagai benchmark terhadap

pemimpin pasar maupun terhadap pesaing yang lain.

2. Hasil pengukuran tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai petunjuk dalam

penyusunan strategi merek. Bila perusahaan melakukan penelusuran (tracking)

terhadap posisi merek dari waktu ke waktu, maka hasil penelusuran tersebut

bisa digunakan sebagai acuan untuk penyusunan program promosi, layanan,

atau pengembangan saluran distribusi.

3. Pengukuran terhadap ekuitas merek juga akan membantu perusahaan dalam

menjalankan manajemen portofolio merek.

Idealnya, untuk mengukur ekuitas merek, dapat disajikan dalam sebuah

indeks ekuitas merek yang merupakan hasil kalkulasi dan merangkum tingkat

kesehatan suatu merek. Namun seperti dijelaskan di depan, ekuitas merek

merupakan konsep yang multidimensional dan sangat kompleks sehingga

dibutuhkan beragam alat dan metode pengukuran. Semakin beragam alat dan
20

metode pengukuran yang digunakan maka akan menambah keakuratan riset

pemasaran sehingga para manajer merek akan memiliki pemahaman yang lebih

luas dan akurat tentang apa dan mengapa - yang terjadi dengan mereknya.

Feldwick seperti dikutip dalam Fandy Tjiptono (2005), mengelompokkan

berbagai konsep ekuitas merek ke dalam tiga kategori berikut :

1. Brand Valuation atau Brand Value

Yaitu nilai total sebuah merek sebagai aset terpisah. Kebutuhan terhadap

penilaian merek dalam konteks ini biasanya dipicu oleh dua situasi utama

yakni:

a. Penentuan harga saat sebuah merek dijual

b. Penentuan nilai merek sebagai aset tak berwujud (intangible) dalam

laporan neraca perusahaan.

Sejauh ini cukup banyak berkembang metode brand valuation salah satu

diantaranya oleh Interbrand. Kendati demikian penggunaan konsep brand

valuation sebagai indikator brand strength, brand health, atau kinerja merek

memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, ada perbedaan signifikan antara

penilaian obyektif untuk keperluan penyusunan neraca perusahaan dan harga

aktual yang bisa dicapai sebuah merek dalam transaksi penjualan riil. Kedua,

nlai sebuah merek berbeda-beda bagi pembeli yang berlainan. Ketiga, tidak

ada nilai absolut untuk sebuah merek. Bila dijual, sebuah merek sangat

bergantung pada siapa dan apa motivasi dibalik jual beli merek tersebut.

Keempat, pemisahaan aset bukanlah hal sederhana.


21

2. Brand Strength atau brand loyalty

Yaitu pengukuran menyangkut seberapa kuat konsumen "terikat" dengan

merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif

konsumen terhadap sebuah merek. Terdapat beberapa metode berbasis

harga/permintaan, berbasis perilaku, sikap (attitude) dan awareness/salience.

3. Brand image atau brand description

Yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek

tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif dan kualitatif telah dikembangkan untuk

membantu mengungkap persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah

merek tertentu, diantaranya multi dimensional scaling, projection techniques,

dan sebagainya.

Menurut Feldwick, brand value lebih mencerminkan situasi transaksi bisnis aktual

atau dugaaan/rekaan, sementara brand strength dan brand description kerap

disebut sebagai consumer brand equity untuk membedakannya dengan makna

ekuitas merek (brand equity) sebagai penilaian aset. Kendati demikian, ketiga

makna tersebut tidak saling terpisah melainkan berkaitan erat.

Kevin Lane Keller (2002) mengkategorikan metode pengukuran ekuitas

merek kedalam dua metode utama yaitu :

1. Metode Komparatif (comparative methods)

Metode ini menggunakan eksperimen terhadap sikap dan perilaku konsumen

terhadap suatu merek dengan mengukur pengaruh/akibat yang ditimbulkan


22

oleh tingkat kesadaran (merek) yang tinggi dan kuat, disukai, serta asosiasi

merek yang unik. Termasuk dalam kategori metode ini ialah :

a. Pendekatan perbandingan berdasarkan merek (Brand-based comparative

approaches) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap

perubahan-perubahan yang sengaja dilakukan dalam pengidentifikasian

merek, biasanya dengan membandingkan dengan merek lain/pesaing.

b. Pendekatan perbandingan berdasarkan pemasaran (Marketing-based

comparative approach) : metode ini mengukur respon konsumen terhadap

perubahan-perubahan dalam elemen program pemasaran, juga dengan

membandingkan dengan merek lain/pesaing.

2. Metode Holistik (holistic methods)

Metode ini mencoba menyajikan suatu nilai terhadap suatu merek baik secara

abstrak maupun konkret secara finansial. Termasuk kedalam metode ini

adalah :

a. Pendekatan residual (residual approach) : menghitung nilai sebuah merek

dengan cara mengurangi pilihan-pilihan konsumen terhadap suatu merek

berdasar pada atribut fisik produk dari pilihan merek secara keseluruhan.

b. Pendekatan penaksiran (valuation approach) : memberikan suatu nilai

harga (uang) pada suatu merek demi kepentingan akuntansi, merjer,

akuisisi, dan kepentingan lainnya.


23

Salah satu metode pengukuran yang terkenal sesuai dengan pendekatan

ini ialah metode yang dikembangkan oleh Interbrand. Perusahaan konsultan

branding yang berlokasi di Inggris ini mengembangkan metodenya sendiri

dengan menggabungkan aspek pemasaran, keuangan dan hukum, serta

mengikuti konsep baku akuntansi, sehingga mampu memberikan penilaian

secara berkala serta konsisten. Metode Interbrand menghitung nilai merek

berdasarkan pendapatan merek (brand earnings) dan kekuatan merek (brand

strength). Untuk menilai kekuatan merek, Interbrand menggunakan tujuh

faktor, yaitu :

a. Kepemimpinan pasar (leadership) , yaitu kemampuan sebuah merek

dalam mempengaruhi pasarnya dan menjadi kekuatan utama dengan

proporsi market share yang besar sehingga mampu mempengaruhi harga,

distribusi dan menahan dari serangan pesaing.

b. Stabilitas, yaitu kemampuan merek bertahan dalam kurun waktu yang

panjang sebagai merek yang setia digunakan oleh konsumen.

c. Pasar, struktur dan lingkungan bisnis termasuk didalamnya prospek

pertumbuhan dan hambatan masuk.

d. Sebaran geografis, kemampuan merek untuk menembus batasan geografi

dan budaya.

e. Tren, yakni kecenderungan di masa depan dan kemampuan merek menjadi

merek untuk tetap kontemporer dan relevan bagi konsumen.


24

f. Dukungan, yaitu jumlah dukungan dan konsistensi aktivitas komunikasi

dan pemasaran.

g. Perlindungan, yaitu kekuatan dan jangkauan perlindungan merek secara

hukum penting bagi kekuatan merek.

Keunggulan utama metode ini ialah metode dapat digeneralisasikan

dan diaplikasikan pada beragam merek atau produk. Hasil penilaian dan

pemeringkatan merek-merek internasional oleh Interbrand diumumkan

dalam majalah BusinessWeek setiap tahun.

Selain kategori metode pengukuran di atas, terdapat beberapa metode/model

pengukuran ekuitas merek yang telah mapan dan dikenal luas yaitu :

1. Brand Asset Valuator (BAV)

Agen periklanan global ternama, Young & Rubicam (Y&R)

mengembangkan satu model ekuitas merek yang disebut Brand Asset

Valuator (BAV). Berdasar riset terhadap hampir 200 ribu konsumen di 40

negara, BAV menyajikan ukuran komparatif ekuitas merek dari ribuan merek

dalam ratusan kategori berbeda. Terdapat empat komponen penting dari

kesehatan suatu merek dalam BAV yang kemudian disebut sebagai "empat

pilar", yakni:

a. Diferensiasi (differentiation), yaitu ukuran seberapa berbeda suatu merek

dibanding merek lainnya.

b. Relevansi (relevance), yaitu relevansi merek dengan konsumen.


25

c. Kebanggaan (esteem), ukuran tentang apakah merek memperoleh

penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai yang terbaik di kelasnya.

d. Pengetahuan (knowledge), yaitu ukuran tentang seberapa dekat dan akrab

konsumen dengan merek.

Keunggulan utama dari model BAV ini adalah dapat menyajikan profil

lengkap dari suatu merek. Metode ini juga menyajikan peta merek (brand

landscape) dimana pemasar dapat mengetahui posisi relatif merek mereka

terhadap merek pesaing di pasar.

2. EquiTrend

Total Research, sebuah perusahaan layanan riset di Amerika,

mengembangkan metode pengukuran ekuitas merek yang dinamakan

EquiTrend. Sama seperti Y&R, perusahaan ini juga menyimpan metode

operasionalnya sebagai rahasia dapur perusahaan. Hasilnya memang

dipaparkan, namun tidak dijelaskan bagaimana hasil itu diperoleh (Bilson

Simamora, 2002). Mereka hanya mengekspos komponen-komponen yang

diukur, yaitu :

a. Salience, yaitu persentase responden yang memiliki opini tentang merek.

b. Perceived Quality. Ini merupakan inti EquiTrend yang didalamnya

tercermin kesukaan terhadap merek, kepercayaan, kebanggaan dan

keinginan untuk merekomendasikan merek.

c. Kepuasan pemakai merek.


26

3. Model Ekuitas Merek Berbasis Konsumen (Customer-Based Brand

Equity/CBBE)

Model yang dikembangkan oleh Kevin Lane Keller, seorang profesor

pemasaran dari Amerika Serikat, lebih berfokus pada perspektif perilaku

konsumen. Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek

terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan

konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalaman sepanjang

waktu. Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand

knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Dengan

demikian ekuitas merek baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat

awareness serta familiaritas yang tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki

asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya.

Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangun merek:

menyusun identitas merek yangtepat, menciptakan makna merek yang sesuai,

menstimuli respon merek yang diharapkan dan menjalin relasi merek yang

tepat dengan pelanggan. Proses implementasi keempat tahap ini mencakup

pembangunan enam blok pembangunan merek (building blocks) terhadap

pelanggan. Blok pembangunan merek ini dapat dirakit dari segi piramid

merek, seperti dilustrasikan dalam gambar 2.1.


27

Gambar 2.1
Piramida Ekuitas Merek Berbasis Konsumen/
Customer-Based Brand Equity (CBBE)

4. Relationships Intens, Active


What about you Relationships
and me?
Resonance

3. Response Positive, Accesible


What about you? Response

Judgements Feelings

2. Meaning Strong, Favorable &


What are you? Unique Brand
Performance Imagery Associations

1. Identity Deep, Broad Brand


Salience Who are you? Awareness

Sumber : Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building,


Measuring and Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey.

Keenam blok itu ialah :

1. Penonjolan Merek (Brand Salience), berkaitan dengan aspek-aspek

awareness sebuah merek dalam berbagai situasi pembelian atau

konsumsi.

2. Kinerja Merek (Brand Performance), berkaitan dengan kemampuan

produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen.


28

3. Citra Merek (Brand Imagery), meyangkut properti ekstrinsik dari produk

atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan

psikologis atau sosial pelanggan.

4. Penilaian Merek (Brand Judgements), berfokus pada pendapat dan

evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja dan

asosiasi citra yang dipersepsikannya.

5. Perasaan Merek (Brand Feelings), yaitu respon dan reaksi emosional

konsumen terhadap merek.

6. Resonansi Merek (Brand Resonance), mengacu pada karakteristik relasi

yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik.

Model CBBE juga menekankan dualitas merek yaitu rute rasional

penyusunan merek dan rute emosional yang ada disebelah kanan piramid.

4. Pengukuran Ekuitas Merek di Indonesia

Di Indonesia, pengukuran ekuitas merek telah dirintis sejak tahun 1994

oleh majalah SWA Sembada bekerjasama dengan MarkPlus&Co, sebuah

konsultan pemasaran terkemuka di Indonesia. Pada awalnya pengukuran yang

dilakukan masih terbatas pada survei merek paling diingat (top of mind) dan

kesadaran merek (brand awareness). Upaya ini kemudian diteruskan oleh

MARS dengan Indonesian Best Brand Award (IBBA) sejak tahun 2002.

Metode penilaian yang digunakan dalam IBBA didasarkan pada konsep

ekuitas merek yang dikembangkan oleh David Aaker. Dalam prakteknya,


29

sering tidak mudah menerjemahkan makna "equity" dalam aktivitas

pemasaran. Sejak tahun 2002 MARS kemudian mencoba mengembangkan

konsep "equity" menjadi "merek terbaik" (best brand) yang didasarkan atas

persepsi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk terus menjaga

kredibilitas survei, MARS dan SWA dari tahun ke tahun terus melakukan

perbaikan. Selain menyempurnakan metodologi dan cara perhitungan brand

value (BV), mereka juga menambah cakupan wilayah survei menjadi 7 kota

besar di Indonesia, yaitu : Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan,

Makassar dan Denpasar. Survei melibatkan 2.609 responden (IBBA tahun

2007) dengan melibatkan responden personal dan responden perusahaan.

Adapun teknik pengambilan sample menggunakan teknik multistage random

sampling.

Dalam perhitungan indeks merek terbaik (IBBA) meliputi sembilan

variabel yakni:

a. Top of Mind Advertising (TOM Ad) : merek yang paling diingat iklannya

b. Top of Mind Brand (TOM Brand) : merek yang paling diingat

c. Perceived Quality (Pquality) : persepsi kualitas suatu produk

d. Brand Used Most Often (BUMO) : merek yang paling sering digunakan,

disebut juga brand share

e. BUMO-Before : merek yang sering digunakan sebelumnya (sebalum

pindah ke merek yang sering digunakan sekarang)

f. Last Used : merek yang terakhir digunakan


30

g. Future Brand :merek yang dimasa depan mungkin digunakan

h. Satisfaction : kepuasan terhadap suatu merek

i. Loyalty : tingkat loyalitas terhadap suatu merek.

Hasil pengukuran ekuitas merek versi IBBA dipublikasikan oleh majalah

SWA Sembada setiap tahun. Namun metode pengukuran pengukuran ekuitas

merek IBBA ini memiliki kelemahan utama yakni tidak mengikutsertakan

variabel asosiasi merek (brand association) dalam perhitungan indeks

mereknya (Amalia Maulana, 2005)

Selain IBBA, majalah MARKETING bekerja sama dengan Frontier

Consulting Group sejak tahun 2007 juga menyelenggarakan Top Brand Index

(TBI). TBI diformulasikan berdasarkan tiga variabel yaitu :

a. mind share, mengindikasikan kekuatan merek dalam benak konsumen

kategori produk yang bersangkutan, dengan menggunakan parameter top

of mind (TOM)

b. market share, menunjukkan kekuatan merek dalam pasar tertentu dalam

hal perilaku pembelian aktual dari konsumen, dengan parameter last

usage, dan

c. commitment share, mengindikasikan kekuatan merek dalam mendorong

konsumen untuk membeli merek terkait di masa mendatang, dengan

parameter future intention.

Untuk memperoleh nilai ketiga variabel di atas, Frontier Consulting Group

menggunakan parameter-parameter : Top of mind (TOM), Last usage (LU)


31

dan Future Intention (FI). Top Brand Index diperoleh dengan mengambil rata-

rata terbobot dari masing-masing parameter yang diperoleh melalui expert

judgement. Konsep TOP Brand disajikan melalui gambar 2.2.

Gambar 2.2
Model Pengukuran TOP Brand

Mind Share Top of Mind (TOM)

t.wt

TOP TOP
BRAND
BRAND Index

I.wi f.wf

Market Share Commitment Share Last Usage (I) Future Intention (f)

Sumber: Majalah MARKETING, TOP Brand 2000-2007: Inilah Merek-merek


Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir, Edisi Khusus/1/2007

Survei TOP Brand dilakukan di enam kota yakni : Jakarta, Surabaya,

Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, dengan sampel masing-masing

kota sebesar 500 orang.


32

F. Ekuitas Merek menurut David A. Aaker

Pada tahun 1991 dalam buku yang berjudul Managing Brand Equity:

Capitalizing on the Value of a Brand Name (The Free Press, New York),

kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Manajemen

Ekuitas Merek (Spektrum Mitra Utama, Jakarta), David A. Aaker menggagas

konsep ekuitas merek (brand equity) sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek

yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau

mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada

perusahaan maupun pada pelanggan. Lebih lanjut menurut Aaker, aset dan

liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima

kategori, yaitu : kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand

association), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty),

dan aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets).

Empat elemen ekuitas merek pertama dari konsep di atas dikenal sebagai

elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen yang kelima secara langsung

akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.

Elemen-elemen ekuitas merek menurut David A. Aaker di atas dapat

dijabarkan sebagai berikut:


33

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek (brand awareness) menurut David Aaker adalah

kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali

suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.

Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continuum ranging)

dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya,

menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas

produk yang bersangkutan. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan yang

berbeda yang digambarkan dalam suatu piramida berikut :

Gambar 2.3
Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Puncak
Pikiran
(Top of Mind)

Pengingatan
Kembali merek
(Brand Recall)

Pengenalan Merek
(Brand Recognition)

Tidak Menyadari Merek


(Brand Unaware)

Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan


Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama,
Jakarta
34

Peran brand awareness dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana

tingkat kesadaran yang dicapai oleh suatu merek di benak konsumen.

Penjelasan mengenai tingkatan kesadaran merek secara berurutan dari yang

terendah hingga tingkat tertinggi adalah sebagai berikut:

a.Tidak Menyadari Merek (Unaware of Brand)

Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek dimana

konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Kondisi ini termasuk

merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan

kembali lewat bantuan (aided recall).

b.Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek, dimana pengenalan suatu

merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan

(aided recall).

c.Pengingatan Kembali (Brand Recall)

Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang

untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini

diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall),

karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk

memunculkan merek tersebut.


35

d. Puncak Pikiran (Top of Mind)

Adalah kondisi dimana suatu merek yang disebut pertama kali oleh

konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen dengan

tanpa bantuan. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama

dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

Kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci pembuka tercapainya

ekuitas merek yang kuat. Kesadaran terhadap merek akan semakin meningkat

dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen terkena eksposure akan

merek. Kesadaran merek inilah yang dapat membentuk citra positif dalam

benak konsumen. Konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang

sudah dikenal dan diasumsikan memiliki kualitas yang baik. Namun upaya

membangun kesadaran merek yang tinggi tidaklah mudah, mahal serta biasanya

dilakukan dalam periode waktu yang lama.

2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Nilai yang mendasari sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan

asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Menurut David A. Aaker asosiasi

merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah

merek. Sama halnya dengan kesan kualitas (perceived quality), asosiasi bersifat

perseptif dan subyektif karena dipengaruhi pada banyaknya pengalaman dalam

mengkonsumsi serta eksposure komunikasi yang diterima oleh konsumen.

Atribut yang sebenarnya tidak terkait dengan produk pun bisa saja dikatakan
36

sebagai asosiasi merek dalam benak seseorang/individu. Berbagai asosiasi yang

diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra terhadap merek

atau brand image dalam benak konsumen.

Asosiasi merupakan hasil/resultan dari strategi pemasaran yaitu

positioning dan diferensiasi yang dilakukan secara konsisten oleh produsen.

Asosiasi yang tercipta dalam benak konsumen dapat berasal dari atribut produk,

atribut tak berwujud, manfaat bagi pelanggan, segmen pasar,

pelanggan/pengguna, harga relatif, penggunaan (usage), capaian (achievement),

orang (endorser), kelas produk, pesaing, gaya hidup dan negara/wilayah

geografis.

Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan bagi

pelanggan. Terdapat lima manfaat asosiasi merek, yaitu :

a. Membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan

spesifikasi yang mungkin sulit dikenal dan diakses oleh para pelanggan.

Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa

mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut pada saat

membuat keputusan.

b. Membedakan/memposisikan merek

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk

membedakan dan memisahkan suatu merek dari merek yang lain. Asosiasi-

asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting.


37

c. Membangkitkan alasan untuk membeli

Banyak asosiasi merek membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat

pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik

untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi tersebut

merupakan landasan bagi keputusan pembelian dan loyalitas merek.

Beberapa asosiasi juga memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri pada

saat melakukan pembelian suatu merek.

d. Menciptakan sikap atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang akhirnya akan

berdampak positif terhadap produk tesebut.

e. Memberikan landasan bagi perluasan

Asosiasi merek dapat memberi landasan bagi perusahaan/pemilik merek

melakukan perluasan merek (brand extension) yaitu dengan menciptakan rasa

kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru, atau dengan

menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Pengertian persepsi kualitas menurut David A. Aaker adalah persepsi

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau

jasa layanan berkaitan dengan apa yang apa yang diharapkan oleh pelanggan.

Persepsi kualitas merupakan persepsi yang terbentuk pada pelanggan sehingga

persepsi kualitas bersifat subyektif. Karena sifatnya yang subyektif, persepsi


38

kualitas menurut pelanggan akan berbeda-beda terhadap suatu produk maupun

jasa karena melibatkan kepentingan pelanggan yang sifatnya relatif.

Persepsi kualitas memiliki peranan yang penting dalam membangun suatu

merek. Persepsi kualitas juga terkait erat dengan keputusan pembelian sehingga

bagi pemasar membangun persepsi kualitas dapat mengefektifkan semua

elemen program pemasaran khususnya program promosi.

Secara umum perceived quality dapat bermanfaat melalui :

a. Alasan membeli

Persepsi kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting bagi

pelanggan untuk melakukan pembelian.

b. Diferensiasi atau posisi

Salah satu karakteristik yang penting dari merek suatu produk adalah

posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut merupakan

yang terbaik, sama baiknya, ekonomis, atau optimum.

c. Harga Optimum

Persepsi kualitas yang baik dapat memberikan manfaat bagi perusahaan.

Pelanggan yang mempersipkan kualitas suatu produk secara tinggi akan

bersedia membayar dengan harga premium sekalipun, terutama bagi

pelanggan yang tidak sensitif terhadap harga. memberikan pilihan dalam

menentukan harga premium (premium price). Melalui harga premium ini

perusahaan dapat menikmati peningkatan laba.


39

d. Minat saluran distribusi

Suatu produk yang memiliki perceived quality yang tinggi akan memberi

motivasi kepada para pengecer, distributor maupun saluran distribusi lainnya.

e. Perluasan Merek

Suatu merek produk atau jasa dengan persepsi kualitas yang tinggi dapat

dieksploitasi ke arah perluasan merek yaitu dengan menggunakan merek

tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru.

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut Aaker, loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan

seorang pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan

gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek

produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan,

baik menyangkut harga ataupun atribut lain.

Loyalitas merek merupakan tujuan dari konsep ekuitas merek (brand

equity) yang merupakan gagasan sentral dalam pemasaran. Hal ini terkait

dengan peluang penjualan yang berasal dari pembelian ulang (repeat buying)

oleh konsumen yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa

mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian

merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk

pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang

dari berbagai sudut atributnya.


40

Berbeda dengan kesadaran merek, loyalitas merek ini tidak dapat terjadi

tanpa konsumen lebih dulu melakukan pembelian atau telah memiliki

pengalaman dengan merek.

Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek secara berurutan, seperti

ditunjukkan pada gambar 2.4, yaitu:

Gambar 2.4
Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Committed
Buyer

Liking the Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer

Switcher

Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan


Nilai dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama,
Jakarta

a. Switcher/Price Buyer

Merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar. Pembeli/konsumen tidak

loyal sama sekali terhadap suatu merek. Bagi pembeli, merek apapun

dianggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam

keputusan pembelian. Salah satu ciri konsumen tipe ini ialah membeli suatu

produk atau jasa karena harganya yang murah.


41

b. Habitual Buyer

Adalah pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami

ketidakpuasan dalam mengkonsumsi dan membeli produk tertentu karena

kebiasaan. Untuk pembeli seperti ini, tidak ditemui alasan ketidakpuasan yang

cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama bila peralihan

tersebut membutuhkan usaha, biaya maupun pengorbanan lainnya. Dapat

disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas

kebiasaan mereka selama ini.

c. Satisfied Buyer

Adalah pembeli merek yang puas dalam mengkonsumsi produk/jasa yang

dibelinya, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan

pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching

cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja akibat tindakan

peralihan merek yang dilakukan. Untuk menarik minat para pembeli yang

termasuk golongan ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan yang

harus ditanggung oleh pembeli dengan menawarkan manfaat yang cukup

besar sebagai kompensasi.

d. Liking the Brand

Merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.

Preferensi mereka mungkin dilandasi pada asosiasi seperti simbol, rangkaian


42

pengalaman dalam menggunakan produk, maupun oleh perceived quality

yang tinggi.

e. Committed Buyer

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka

mempunyai suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan merek

tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi

maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.

Aktualisasi loyalitas pembeli dapat ditunjukkan berupa tindakan

merekomendasi dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain secara

sukarela.

5. Aset-aset Merek Lainnya (Other proprietary brand assets)

Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek lainnya

meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Ketiga aset tersebut tidak hanya

berkaitan dengan simbol yang menjadi penguat suatu asosiasi atau sebuah

persepsi terhadap merek, tetapi juga terkait dengan hak milik perusahaan secara

legal. Suatu simbol dengan karakteristik tertentu yang telah terdaftar dapat

mencegah pesaing menggunakan simbol atau nama yang sama untuk merebut

konsumen.

Selain ketiga hal yang berkaitan dengan paten seperti disebut di atas, ada

pula aset merek lainnya yang juga bisa menguatkan suatu persepsi terhadap
43

merek. Aset tersebut adalah semboyan atau slogan yang digunakan untuk

mengomunikasikan suatu produk kepada konsumen.

Empat elemen ekuitas merek yang telah dijelaskan di depan dikenal

sebagai elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen kelima, yaitu aset-

aset merek lainnya, secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat

elemen utama tersebut. Semua aset itu harus dikelola secara konsisten karena

dapat diarahkan untuk mengomunikasikan asosiasi bahkan atribut suatu merek

yang sangat spesifik. Aset ini harus diselaraskan dengan semua dimensi ekuitas

merek lainnya agar dapat menimbulkan suatu perasaan positif terhadap merek.

Secara ringkas konsep ekuitas merek dapat dirangkum dalam gambar 2.5,

yang memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi

perusahaan dan pelanggan.


44

Gambar 2.5
Konsep Ekuitas Merek David A. Aaker

Perceived Quality

Brand Awareness Brand Association

Brand Loyalty Brand Equity Other Proprietary


(Nama, Simbol) Brand Assets

Memberi nilai kepada Memberi nilai kepada


Pelanggan dengan memperkuat Perusahaan dengan memperkuat

 Interpretasi/proses informasi  Efisiensi dan efektivitas


 Rasa percaya diri dalam program pemasaran
pembelian  Brand Loyalty
 Pencapaian kepuasan  Harga/laba
pelanggan  Perluasan merek
 Peningkatan perdagangan
 Keunggulan kompetitif

Sumber : Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai


dari suatu Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Perusahaan

Pocari Sweat hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 1989. Saat

itu produknya masih terbatas pada kemasan kaleng 330ml dan diimpor

langsung dari negeri asalnya Jepang. Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia

pada awalnya dikelola oleh PT Otsuka Indonesia (PT OI). Sebagai produk

baru, penjualan kala itu kecil sekali, hanya sekitar 3 ribu kaleng saja.

Pocari Sweat hanyalah salah satu dari beragam produk makanan dan

minuman yang dihasilkan oleh Otsuka Pharmaceutical Co.Ltd, (OPC),

sebuah perusahaan farmasi terkenal yang berlokasi di Tokushima, Jepang.

Perusahaan yang didirikan oleh Busaburo Otsuka pada tahun 1921 ini dalam

perjalanan bisnisnya kemudian merambah bisnis consumer goods (makanan

dan minuman). Bisnis farmasi yang digeluti oleh OPC meliputi obat-obatan

ethical, klinis, laboratorium klinis, serta pengujian dan diagnosis. Di

Indonesia, infus yang diproduksi oleh PT Otsuka Indonesia sejauh ini masih

memimpin pasar.

Di bisnis consumer goods, OPC mengembangkan konsep

nutraceuticals, berasal dari kata nutrition dan pharmaceutical, yang artinya

adalah produk yang bermanfaat bagi nutrisi namun dibuat berdasarkan

45
46

standar mutu produk farmasi. Produk-produk perusahaan ini selalu

diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan manusia.

Riset menjadi bagian penting dari perjalanan bisnis OPC. Dengan

mengusung slogan citra "Otsuka People Creating New Product for Better

Health Worldwide", PT OPC terus-menerus mengadakan penelitian dan

penemuan lewat 20 pusat penelitian/research institute yang dimiliki, tiga

diantaranya dikhususkan bagi penelitian dan pengembangan produk

nutraceuticals. Salah satu pusat riset tersebut adalah Saga Nutraceutical

Research Institute (SNRI) yang menghasilkan produk Pocari Sweat.

Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia sempat berpindah beberapa

kali. Pada periode 1990-1997 pemasaran dikelola oleh PT Otsuka Indonesia.

Distribusi serta sasaran pasar yang masih kurang jelas, dijadikan satu

dengan produk farmasi keluaran OI, menjadi kendala utama saat itu. Agar

lebih fokus, OI joint venture dengan PT Kapal Api, maka terbentuklah PT

Kapal Otsuka Indonesia.

Pada tahun 2000, kinerja Pocari kembali dievaluasi. Kendati sudah

lebih fokus, penjualan cuma 16,3 juta kaleng sementara kerugian mencapai

Rp 7 miliar. Akhirnya diputuskan bahwa pemasaran dan distribusi Pocari

Sweat dikelola oleh PT Amerta Indah Otsuka, dengan direkturnya Yoshihiro

Bando. Distribusi dibenahi, selain Jakarta dan Bandung, pasar luar Jawa pun

mulai digarap. Selain itu pendidikan/edukasi konsumen gencar dilakukan.

Pada tahun 2001, kemasan sachet 15 gram mulai diproduksi. Setahun

ditangani Bando, Pocari masih merugi Rp 2 miliar. Namun setelah itu, yaitu
47

tahun 2002, penjualan naik menjadi 23 juta kaleng dan untuk pertama

kalinya laba berhasil diraih. Penjualan Pocari Sweat terus meningkat, tahun

2004 mencapai 103 juta kaleng dan 6,5 juta sachet serta pada tahun 2005

mencapai sekitar 150 juta kaleng dan 7,5 juta sachet.

Seiring meningkatnya permintaan, pada tahun 2004 produksi Pocari

Sweat mulai dilakukan sendiri di pabrik yang berada di Sukabumi. Dari

kapasitas produksi semula sebesar 16,5 juta liter/tahun, kemudian

dikembangkan mencapai 28 juta liter/tahun pada tahun 2007. Selain

penambahan kapasitas produksi, pabrik baru juga dilengkapi dengan

fasilitas produksi kemasan PET. Sebelumnya, kemasan PET ukuran 350ml

dan 500ml masih diimpor dari Cina.

2. Kegiatan Pemasaran Pocari Sweat di Indonesia

Pocari Sweat sejatinya bukan merupakan produk pertama dalam

kategori minuman isotonik di Indonesia. Sebelum Pocari Sweat hadir, sudah

ada merek Gatorade dari Amerika yang masuk pada tahun 1994 dengan

mengusung positioning sebagai sports drink. Namun karena positioning dan

timing yang belum tepat menyebabkan Gatorade pada tahun 1998 harus

mundur dari pasar Indonesia. Kebanyakan konsumen memiliki persepsi

yang keliru terhadap Gatorade yang dianggap sebagai soft drink sama

seperti Coca-Cola dan Pepsi (Hermawan Kartajaya et al, 2007). Ditambah

lagi pada saat itu konsumen Indonesia didera krisis ekonomi yang hebat dan
48

tingkat kesadaran terhadap pentingnya makanan/suplemen kesehatan yang

masih rendah.

Pada masa awal sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1989

hingga tahun 1990-an, Pocari Sweat memasuki periode yang penuh dengan

tantangan. Saat itu Pocari Sweat masih diimpor langsung dari negara

asalnya Jepang. Konsumen masih belum mengenal konsep ion dan isotonik.

Hambatan lain adalah soal rasa, yaitu rasa Pocari Sweat yang cenderung

asam. Padahal konsumen Indonesia cenderung menyukai rasa yang manis.

Untuk mengatasi masalah ini maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO),

produsen sekaligus perusahaan yang memasarkan merek Pocari Sweat di

Indonesia, memutuskan untuk mengedukasi pasar terlebih dahulu. Sebagai

entry point, mereka mengarah ke segmen sport dengan iklan yang memakai

atlet bulu tangkis Mia Audina sebagai endorser. Edukasi ini berhasil, walau

kemudian disadari bahwa positioning Pocari Sweat bukanlah sports drink.

Sebagai minuman isotonik, Pocari Sweat bisa ditujukan kepada target pasar

yang lebih luas yaitu setiap orang yang berpotensi kehilangan cairan tubuh

akibat beraktivitas. Karena itu iklan Pocari Sweat kemudian dikembangkan

dengan endorser dan pesan yang variatif seperti benefit bagi kesehatan kulit,

puasa, panas dalam, demam berdarah, kegiatan berbelanja, hingga

sebelum/sesudah tidur. Dalam kampanye iklannya, Pocari Sweat juga

memakai metode based on scientific evidence atau berdasarkan penelitian

ilmiah, yaitu hasil penelitian yang dilakukan di SNRI Jepang.


49

Selain edukasi melalui iklan TV, PT AIO melakukan aktifitas below

the line melalui seminar dan talkshow di kota-kota besar Indonesia. Peserta

yang diundang berasal dari profesi yang berbeda, mulai dari kalangan

pendidikan, wartawan, olah raga, kedokteran dan sebagainya. Tujuan dari

aktifitas ini ialah menginformasikan kepada konsumen manfaat fungsional

(functional benefit) dari minuman isotonik, khususnya Pocari Sweat yang

mempunyai slogan (tag line) yaitu pengganti ion tubuh. Kegiatan pemberian

sampel (sampling) ke target pasar potensial seperti pusat kebugaran, spa,

sekolah dan kampus turut mendukung upaya edukasi sekaligus promosi ini.

Distribusi juga menjadi perhatian manajemen PT AIO. Jika

sebelumnya pemasaran Pocari hanya mengandalkan kekuatan empat cabang,

tiga di Jakarta dan satu di Bandung, maka sejak 2004 Pocari mulai

menggandeng pihak ketiga sebagai distributor. Hingga tahun 2006, PT AIO

sudah menggunakan 48 distributor yang mencakup Jawa dan luar Jawa.

Terkait dengan harga, sejak awal penetapan harga Pocari Sweat

disesuaikan dengan target segmen yaitu pada SES (status sosial dan

ekonomi) A, B dan C. Segmen ini dianggap oleh PT AIO sebagai segmen

premium yang tidak terlalu sensitif terhadap harga. Karenanya, harga Pocari

Sweat lebih mahal daripada pesaingnya. Mereka percaya bahwa konsumen

rela membayar lebih mahal karena yakin terhadap manfaat yang ditawarkan

oleh Pocari Sweat.

Mencermati persaingan yang makin ketat dan daya beli konsumen

yang menurun, PT AIO melakukan strategi downsizing agar harga Pocari


50

lebih mudah dijangkau oleh konsumen. Cara yang ditempuh adalah dengan

meluncurkan kemasan sachet isi 15 gram pada tahun 2001 dan kemasan

PET ukuran 350 dan 500ml pada tahun 2007.

Sejak tahun 2002, penjualan Pocari Sweat terus meningkat dan

menguasai pasar minuman isotonik. Kendati tidak ada data yang spesifik,

diperkirakan peningkatan penjualan Pocari Sweat diatas 50% tiap tahunnya,

jauh di atas tingkat pertumbuhan industrinya yang menurut data

Indocommercial, rata-rata produk minuman energi dan kesehatan di

Indonesia hanya tumbuh 28,6% per tahun (www.swa.co.id). Bahkan

pertumbuhan pasar minuman energi (energy drink) dalam dua tahun terakhir

cenderung stagnan karena digeroroti oleh pasar minuman isotonik (MIX

No.09/2007).

3. Industri Minuman Isotonik di Indonesia

Pasar minuman isotonik yang terus meningkat, pada tahun 2006 telah

mencapai Rp1,2 triliun (SWA Sembada No.16/2007), membuat sejumlah

perusahaan makanan dan minuman lain ikut bersaing di pasar minuman

isotonik. Tabel 3.1 merangkum sejumlah merek minuman isotonik di

Indonesia.

Mizone, sebagai pendatang baru (diluncurkan pada 27 september

2005) di pasar minuman isotonik, merupakan ancaman serius bagi Pocari

Sweat. Didukung oleh Aqua-Danone yang telah berpengalaman dalam

bisnis air minum dalam kemasan (AMDK), Mizone menggunakan jalur


51

Tabel 3.1
Daftar Merek-merek Minuman Isotonik di Indonesia

Launching Bentuk
Merek Perusahaan Harga
Date Kemasan
Kaleng
Pocari Sweat Amerta Indah Otsuka 1989 330 ml Rp 3.625 - Rp 4.000
PET 350ml Rp 3.890
PET 500ml Rp 4.700 – Rp 5.000
Sachet Rp 6.875/5 sachet
Mizone Aqua Danone 27 Sep 2005 PET 500ml Rp 2.650 - Rp 3.500
Vitazone Mayora Awal 2006 PET 500ml Rp3.050
Powerade Coca Cola Akhir 2005 Kaleng Rp 3.750
PET 500ml Rp 5.800
Botol n.a

Gatorade Pepsi-Cola Pertengahan 2008 Kaleng Rp 3.490


Indobeverage PET Rp 4.600
Pro Sweat ABC Heinz Akhir 2005 Kaleng Rp 3.250
Xion Dankos Pertengahan 2005 Sachet Rp1.000
Optima Sweat Sinar Mas Akhir 2005 Kaleng Rp 3.000 - Rp 3.500
Kino Sweat Kino Group Awal 2005 Kaleng Rp 3.000 - Rp 3.500
Fatigon Hydro+ Kalbe Farma Awal 2008 Tetrapack Rp3.825
Pepsi-Cola Kaleng Rp 3.150
Revive Indobeverage Awal 2008 PET Rp 3.550
Sumber : Majalah MIX No.05/2006, Pengamatan di retail modern & tradisional

distribusi yang luas, harga yang relatif murah, target market pada semua

umur dan kelas SES, iklan yang gencar, kemasan botol PET, serta rasa yang

lebih manis, dalam strategi pemasarannya. Hasilnya, riset yang dilakukan

oleh MARS pada Januari 2006, merek Mizone telah mencapai top of mind.

Walaupun data mengenai market share minuman isotonik ini sulit

diketahui secara pasti oleh penulis, tingkat pertumbuhan Mizone pada tahun

2006-2007 diklaim mencapai 20% dan menjadi pemimpin pasar (MIX

No.02/2008). Tetapi klaim ini menurut penulis berbeda dengan klaim Pocari
52

Sweat yang mengklaim menguasai 50% pasar minuman isotonik (MIX

No.04/2008).

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan survei berkaitan dengan kekuatan

ekuitas merek produk minuman isotonik-cair, dimana penelitian jenis ini

bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat dari obyek penelitian.

Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan

gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan

terhadap obyek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2)

menguraikan satu variabel atau lebih dan diuraikan satu per satu, dan (3)

variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment).

C. Sampel Penelitian

Menurut Darmadi Durianto (2004), besarnya konsumen dari suatu

produk jarang diketahui dengan pasti. Disamping itu, produk dengan brand

equity yang kuat umumnya memiliki populasi konsumen yang besar. Dengan

demikian, eksplorasi respon terhadap seluruh anggota populasi berkenaan

dengan variabel penelitian yang menjadi perhatian akan memakan banyak


53

waktu, biaya dan tenaga. Untuk itulah dalam penelitian riset elemen ekuitas

merek ini digunakan sampel untuk mewakili populasi tersebut.

Menyadari keterbatasan sumber daya serta luasnya target populasi, maka

penulis memutuskan menggunakan teknik non-probability sampling dengan

pendekatan convenience sampling dalam pengambilan sampel yang dipakai

dalam penelitian ini. Penetapan teknik ini didasarkan pada ketersediaan dan

kemudahan untuk mendapatkan sampel. Adapun yang menjadi responden

adalah orang-orang yang pernah berhubungan atau menggunakan produk yang

diteliti.

Penentuan ukuran sampel bisa juga dengan menggunakan pertimbangan

(judgement) peneliti (Bilson Simamora, 2004). Karena keterbatasan sumber

daya dan waktu yang dimiliki oleh peneliti, maka kuesioner dibagikan kepada

100 orang responden yang berdomisili di Jakarta Barat dan Tangerang. Jumlah

100 sampel ini disadari oleh penulis masih belum mewakili populasi pengguna

minuman isotonik merek Pocari Sweat yang jumlahnya jutaan, apalagi metode

pengambilan sampel belum memperhatikan peluang yang sama dari populasi

untuk terpilih. Karenanya penulis berharap penelitian ini dapat disempurnakan

pada penelitian selanjutnya.

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada

kelima elemen teori ekuitas merek (brand equity) menurut David A. Aaker

yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty,


54

dan other proprietary brand assets. Selain kelima variabel ekuitas merek,

variabel demografi dan perilaku konsumen yang berhubungan dengan kelima

variabel ekuitas merek juga ditambahkan guna memperdalam analisis

mengenai strategi pemasaran.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer

maupun sekunder yang dapat dipercaya. Data primer diperoleh melalui

pengisian kuesioner terhadap sampel dari populasi. Kuesioner yang disusun

terdiri dari beberapa pertanyaan yang mewakili variabel-variabel yang akan

diukur. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan

(library research) dan pencarian memanfaatkan internet yaitu dengan

menelusuri literatur, buku teks, majalah dan jurnal yang berkaitan dengan

masalah penelitian, antara lain: majalah ekonomi dan bisnis seperti SWA

Sembada, Mix-Marketing Extra, MARKETING, jurnal ekonomi perusahaan

beserta beberapa situs web seperti: www.swa.co.id, www.marketing.co.id,

www.aio.co.id dan lainnya.

F. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data perlu dianilisis lebih

lanjut guna memperoleh hasil akhir berupa informasi yang dapat digunakan

untuk pengambilan keputusan. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini

digunakan metode analisis deskriptif. Dalam penelitian ini alat ukur yang
55

digunakan berbeda antara satu variabel dengan variabel lainnya. Metode yang

akan digunakan untuk menganalisa data dari keempat elemen ekuitas merek

adalah sebagai berikut :

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Data mengenai profil responden dan brand awarness ditabulasikan

dengan menggunakan metode distribusi frekuensi untuk mengetahui

persentase responden dari setiap tingkatan dalam piramida kesadaran merek.

Metode tabulasi silang (cross tabulation) juga dimanfaatkan untuk

menganilisis hubungan deskriptif antara dua atau lebih variabel seperti

profil responden, frekuensi pembelian, sumber pengenalan merek dan

variabel top of mind.

2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek yang ingin diketahui dibangkitkan dengan

mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat pada merek yang menjadi

obyek penelitian. Ada dua pendekatan dalam mengukur asosiasi merek

(brand association), yaitu cara tidak langsung (indirect method) dan cara

langsung (direct method). Cara tidak langsung dipakai untuk menemukan

asosiasi yang respondennya sendiri sulit untuk mengatakannya, biasanya

berupa pertanyaan terbuka. Sedangkan cara langsung adalah pengukuran

yang menggunakan pertanyaan tertutup, dimana responden tinggal memilih

asosiasi mana yang sesuasi dengan persepsinya. Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan metode cara langsung dengan memberi pertanyaan

tertutup dalam kuesioner.


56

Untuk menguji signifikasi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam

suatu merek digunakan uji Cochran (Cochran's Q Test). Uji Cochran

digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi

dalam bentuk terpisah dua (dikotomi). Rumus dari Cochran Test adalah :

Keterangan :

C = banyaknya variabel asosiasi

= jumlah baris jawaban "ya"

= jumlah kolom jawaban "ya"

N = total besar

Kemudian hasil perhitungan Q dibandingkan dengan (,v) dari

tabel Chi Square Distribution. Jika nilai Q < (,v), maka H0 diterima,

yang berarti proporsi jawaban "ya" pada semua atribut dianggap sama,

dengan demikian semua responden dianggap sepakat mengenai semua

atribut yang membentuk asosiasi merek.

Jika Q > (,v), maka H0 ditolak, artinya tidak semua asosiasi adalah

sama, atau belum tercapai kesepakatan diantara responden tentang atribut

yang membentuk asosiasi merek. Karena itu pengujian perlu dilanjutkan ke

tahap berikutnya dengan mengeluarkan atribut yang memiliki jumlah kolom

paling kecil dari perhitungan kembali nilai Q. Tahapan ini terus dilakukan

sampai tercapai kondisi Q < (,v), dimana H0 diterima.


57

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Pengukuran persepsi kualitas (perceived quality) berarti mengukur

persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas yang dimiliki oleh suatu

produk. Kualitas keseluruhan yang dimaksud adalah kualitas atribut yang

dimiliki oleh produk tersebut. Hasil dari pengukuran ini dapat menjadi

masukan bagi perusahaan (pemilik merek) dalam mengevaluasi strategi

pemasaran yang telah dilaksanakan, menyangkut kebijakan segmentasi,

targeting dan positioning produk minuman isotonik.

Subyek pengukuran persepsi kualitas adalah konsumen dari produk

minuman isotonik dalam hal ini merek Pocari Sweat dengan mengajukan

pertanyaan mengenai persepsi konsumen terhadap atribut produk. Untuk

menganalisa jawaban konsumen maka digunakan perbandingan

performance terhadap importance dengan menghitung nilai rata-rata (mean).

Hasil perhitungan tersebut kemudian dirangkum dalam diagram cartesius.

Diagram performance-importance, seperti ditunjukkan pada gambar

3.1, digunakan untuk melakukan analisis perbandingan performance yang

menunjukkan kinerja suatu merek terhadap importance yang menunjukkan

harapan/tingkat kepentingan terhadap atribut produk yang diteliti. Terdiri

atas empat kuadran dengan sumbu datar/horizontal menunjukkan tingkat

performance dan sumbu tegak/vertikal menunjukkan tingkat importance.


58

Gambar 3.1
Diagram Performance – Importance

Tinggi
KUADRAN I KUADRAN II

UNDERACT MAINTAIN

IMPORTANCE
KUADRAN III KUADRAN IV

LOW PRIORITY OVERACT

Rendah PERFORMANCE Tinggi

Sumber : Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan


Pasar Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kuadran I menunjukkan performance rendah tetapi importance tinggi,

kondisi ini disebut underact. Kuadran II, performance tinggi dan

importance juga tinggi, sehingga keadaan ini harus terus dipelihara

(maintain). Pada kuadran III, tingkat performance rendah dan tingkat

importance juga rendah sehingga disebut low priority. Pada kuadran ini

konsumen kurang menganggap penting atribut-atribut dari suatu produk dan

pada kenyataannya kinerja produk memang tidak istimewa. Kuadran IV

dimana tingkat performance tinggi tetapi tingkat importance rendah. Hal ini

bermakna bahwa kinerja atribut-atribut dari produk dianggap terlalu

berlebihan (overact).
59

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Skala likert digunakan dalam menganalisis loyalitas konsumen

terhadap merek minuman isotonik. Pemilihan skala likert bertujuan agar

memperoleh tanggapan konsumen secara berjenjang dari sangat negatif

sampai sangat positif terhadap atribut suatu merek.

Metode pengukuran loyalitas merek adalah dengan menghitung

persentase dari setiap tingkatan piramida loyalitas merek yang diperoleh

melalui kuesioner kemudian dibandingkan dengan rentang skala seperti

ditunjukkan pada tabel 3.2. Kesimpulan terhadap hasil pengukuran merek

dapat diambil dari rentang skala pada tabel tersebut.

Tabel 3.2
Rentang Skala

1,00 – 1,80 Sangat Jelek


1,80 – 2,60 Jelek
2,60 – 3,40 Cukup
3,40 – 4,20 Baik
4,20 – 5,00 Sangat Baik

5. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)

Aaker menyatakan bahwa yang termasuk kedalam aset-aset merek

lainnya meliputi antara lain simbol, nama dan paten. Pada kuesioner,

peneliti mengajukan pertanyaan mengenai aset-aset merek lainnya,

kemudian data yang diperoleh ditabulasikan dengan menggunakan metode

distribusi frekuensi untuk dianalisa.


BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Responden

Data untuk penelitian elemen-elemen ekuitas merek (brand equity)

produk minuman isotonik merek Pocari Sweat ini diperoleh dari jawaban

kuesioner yang disebarkan di kota Jakarta Barat dan Tangerang. Dengan

menggunakan metode convenience sampling dalam pengambilan sampel

penelitian, diperoleh 100 orang responden yang merupakan konsumen produk

minuman isotonik merek Pocari Sweat.

1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Dari hasil survei terhadap 100 responden yang mengkonsumsi

minuman isotonik merek Pocari Sweat diperoleh informasi yaitu jumlah

konsumen pria sebanyak 63% dan wanita sebanyak 37%. Berdasarkan usia,

responden yang berusia dibawah 15 tahun sebanyak 3%, berusia 15-22

tahun sebanyak 27%, berusia 23-30 tahun sebanyak 41%, berusia 31-38

tahun sebanyak 22%, berusia 39-46 tahun sebanyak 6% dan yang berusia

47-54 tahun sebanyak 1%.

60
61

Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kelompok usia dengan frekuensi

paling banyak adalah antara 23-30 tahun (41%) dan diikuti kelompok usia

15-22 tahun (27%) serta 31-38 tahun (22%). Kedua kelompok usia ini

merupakan usia yang aktif, produktif, bergaya hidup cepat dan


62

menghabiskan waktu untuk beraktivitas antara 16-18 jam sehari, sesuai

dengan target segmentasi Pocari Sweat.

2. Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan

Komposisi responden berdasarkan pendidikan terbanyak ialah

responden yang telah lulus SLTA (49%), kemudian lulus Sarjana (32%),

Akademi/Diploma (15%), lulus SLTP (3%) dan lulus SD (1%). Dari 100

responden yang diteliti tidak terdapat responden yang berpendidikan Pasca

Sarjana.

Jenis pekerjaan/profesi yang paling banyak ditekuni oleh responden

ialah pegawai swasta (31%), kemudian profesi pelajar/mahasiswa dan

wirausaha dengan persentase yang sama sebesar 28%, pegawai negeri (6%)

dan jenis pekerjaan lainnya sebesar 7%. Kategori jenis pekerjaan "lainnya"
63

memiliki sifat pertanyaan terbuka pada kuesioner, dimaksudkan untuk

mengakomodasi jenis pekerjaan selain yang telah disebutkan, seperti ibu

rumah tangga, musisi, entertainer maupun tidak bekerja.

Produk minuman isotonik merupakan produk makanan/minuman

kesehatan (healthy food). Elemen yang menjadi daya tarik konsumen untuk

membeli jenis produk ini adalah aspek efek/efikasi produk terhadap

kesehatan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya kesehatan, industri healthy food pun mengalami pertumbuhan.

Kesadaran konsumen ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pendapatan serta akses informasi yang lebih baik.

Dari survei ini ditemukan bahwa konsumen Pocari Sweat lebih

banyak berasal dari konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
64

(SLTA dan sarjana) serta jenis pekerjaan dengan pendapatan yang baik

(pegawai swasta) serta akses informasi yang lebih baik.

3. Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan

Berdasarkan jumlah pengeluaran keluarga per bulan (diluar cicilan

rumah, kendaraan dan barang) persentase tingkat pengeluaran terbanyak

dari responden ialah antara Rp 750 ribu - Rp 1,5 juta (50%). Kemudian pada

tingkat pengeluaran kurang dari Rp 750ribu (22%), Rp 1,5 juta – Rp 2,25

juta (18%), Rp 2,25juta – Rp 3 juta (7%) dan tingkat pengeluaran lebih dari

Rp 3 juta (3%).

Merujuk pada konsep klasifikasi SES (social&economy status) dan

HHE (House Hold Expenditure) yang digunakan oleh lembaga riset AC

Nielsen Indonesia pada tahun 2008, maka tingkat pengeluaran per bulan dari
65

100 responden yang terlibat dalam survei ini terdistribusi ke dalam semua

kategori SES dari A hingga E, dengan porsi terbanyak pada SES C.

Informasi SES ini bermanfaat dalam meneliti persepsi terhadap elemen-

elemen ekuitas merek Pocari Sweat karena sejalan dengan target segmennya

yakni A, B dan C (SWA no.16/26 Juli-8 Agustus 2007). Tabel 4.1

menunjukkan klasifikasi SES yang digunakan oleh lembaga riset AC

Nielsen Indonesia.

Tabel 4.1
Social&Economy Status (SES)

SES Jumlah Pengeluaran per Bulan


A1 >Rp. 3,5 juta
A2 Rp. 2,5 juta – Rp. 3,5 juta
B Rp. 1,75 juta – Rp. 2,5 juta
C1 Rp. 1,25 juta – Rp. 1,75 juta
C2 Rp. 900 ribu – Rp. 1,25 juta
D Rp. 600 ribu – Rp. 900 ribu
E ≤ Rp. 600 ribu
Sumber : www.researchexpert.wordpress.com

B. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Pocari Sweat

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek menunjukkan seberapa kenal responden terhadap

Pocari Sweat. Tingkat kesadaran merek yang tinggi merupakan kunci

pembuka tercapainya ekuitas merek yang kuat. Analisis terhadap kesadaran

merek meliputi variabel: merek pertama disebut (top of mind/TOM), merek

yang disebut kemudian (brand recall), kesadaran merek dengan bantuan

(brand recognition) dan tidak menyadari merek (brand unaware).


66

Tambahan analisis terhadap sumber pengenalan merek dan frekuensi

pembelian dimaksudkan untuk mengetahui perilaku konsumen Pocari Sweat

dan mendukung analisis brand awareness.

a. Analisis Puncak Pikiran (Top of Mind/TOM)

Dari 100 responden yang menjawab kuesioner, sebanyak 67%

responden menyatakan merek Pocari Sweat sebagai merek minuman

isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan mereka. Merek

minuman isotonik pesaing yakni Mizone menempati urutan kedua

dengan persentase sebesar 27% disusul Vitazone (3%) dan Gatorade

(1%). Sebanyak 2% responden masih keliru dalam mempersepsikan

Extra Joss sebagai minuman isotonik.


67

Puncak pikiran (TOM) Pocari Sweat yang cukup tinggi

menunjukkan hasil edukasi dan aktivitas pemasaran selama ini cukup

baik dan efektif, juga merupakan dampak menguntungan Pocari Sweat

sebagai merek pionir dalam pasar minuman isotonik. Namun jika

dibandingkan dengan data awareness tahun 2007 (MARKETING

No.06/Juni 2007) sebesar 95%, maka TOM Pocari Sweat telah

mengalami penurunan.

b. Analisis Pengingatan Kembali (Brand Recall)

Untuk mengukur brand recall maka terhadap responden diminta

menyebutkan merek minuman isotonik yang diingat selain jawaban

terhadap TOM, dengan tanpa bantuan/clue (unaided question). Semakin

rendah frekuensi jawaban merek Pocari Sweat, maka semakin positif

terhadap pembentukan ekuitas merek. Artinya merek Pocari Sweat telah

lebih dulu disebutkan sebagai merek TOM atau yang paling diingat pada

kategorinya.

Hasil survei menunjukkan bahwa 48% responden menjawab merek

Mizone sebagai yang paling sering diingat pada pertanyaan brand recall.

Pocari Sweat (19%), Vitazone (16%), Powerade (7%) dan Gatorade (4%)

secara berurutan menempati posisi di belakang Mizone.


68

c. Analisis Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Pengenalan merek (brand recognition) diukur dengan mengajukan

pertanyaan terhadap responden dengan menyebutkan ciri-ciri merek

Pocari Sweat (aided question).

Dari hasil survei ditemukan bahwa sebanyak 98% responden telah

mengenal merek Pocari Sweat dan terdapat 2% responden yang

mengenal Pocari Sweat setelah menjawab pertanyaan dengan bantuan

(aided question) ini.


69

d. Tidak Menyadari Merek (Unaware Brand)

Untuk keperluan pengukuran variabel Unaware Brand, dapat

diketahui melalui pengamatan pada jawaban responden terhadap elemen

brand awareness sebelumnya.

Dari pengamatan terhadap jawaban kuesioner, ditemukan bahwa

semua responden telah menyadari dan mengenal merek Pocari Sweat.

Survei ini juga menemukan responden sebanyak 2% yang menyebut

merek minuman kategori minuman energi (energy drink) sebagai

minuman isotonik. Informasi ini memberi masukan yang berharga

kepada pemilik merek minuman isotonik bahwa konsumen masih

memiliki persepsi yang keliru antara kategori minuman isotonik dan

minuman energi (energy drink). Artinya, pekerjaan mendidik atau

mengedukasi konsumen tentang functional benefit minuman isotonik,


70

yaitu menawarkan manfaat sebagai pengganti ion tubuh untuk kesehatan

dan kebugaran belum selesai bagi pemilik merek Pocari Sweat.

e. Sumber Pengenalan Merek

Terhadap pertanyaan mengenai sumber pengenalan merek Pocari

Sweat oleh responden, diketahui bahwa sebanyak 60% responden

mengenal merek Pocari Sweat dari iklan televisi (60%), kemudian diikuti

oleh iklan di media cetak (30%), rekomendasi teman (5%), toko (4%)

dan media lainnya (1%).

f. Analisis Menyeluruh Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Dari keempat variabel pengukuran kesadaran merek (brand

awareness), Pocari Sweat berhasil memperoleh hasil yang lebih baik

daripada pesaingnya di kategori minuman isotonik. Kesuksesan ini


71

merupakan hasil dari usaha menerapkan konsep market driving company

dan membangun merek (brand building) selama hampir 20 tahun di pasar

Indonesia.

Hadirnya Mizone dan merek-merek minuman isotonik lainnya

telah mengancam keberadaan pasar dan lebih khusus lagi kesadaran

merek (brand awareness) Pocari Sweat. Hal ini dapat dibuktikan dengan

membandingkan top of mind (TOM) Pocari Sweat pada tahun 2007

sebesar 95% (MARKETING No.06/Juni 2007) menurun menjadi 67%

(data yang diperoleh dari penelitian ini).

Hasil penelitian top of mind dan elemen brand awareness Pocari

Sweat ini tidak berbeda jauh dengan data hasil penelitian yang dilakukan

oleh Frontier pada TOP Brand Award 2007. Saat itu Pocari Sweat

menduduki peringkat pertama dalam Top Brand Index (TBI) sebesar

55,83%, unggul daripada Mizone yang sebesar 31,16% (MARKETING

Edisi Khusus-1/2007).

Tabel 4.3
Top Brand Index (TBI) 2007

Merek Top Brand Index


Pocari Sweat 55,83% TOP Brand
Mizone 31,16% TOP Brand
Vitazone 5,73%
Gatorade 1,09%
Optima Sweat 0,62%
100 Plus 0,59%
Powerade 0,58%
Zporto 0,15%
72

Sumber : Majalah MARKETING Edisi Khusus-1/2007

Sebagai pemimpin pasar, Pocari Sweat dituntut untuk selalu

waspada terhadap Mizone sebagai pesaing terdekatnya. Mengabaikan

persaingan berarti membantu pesaing menjadi besar (Jack Trout, 2002).

Pada tingkat pengingatan kembali (brand recall) yang sifatnya unaided,

Mizone menempati urutan kedua yang punya potensi besar mengambil

alih posisi Pocari Sweat.

Kampanye pemasaran yang intensif dilakukan oleh Mizone,

menjadi salah satu senjata menembus kompetisi yang semakin ketat di

industri ini, sekaligus berhasil menggeroroti awareness Pocari Sweat.

Menurut data Nielsen Media Research, pada tahun 2007 Mizone

membelanjakan anggaran untuk beriklan di televisi/TVC(television

commercial) sebesar Rp114 miliar, meningkat 153% dibanding belanja

pada tahun 2006 (MIX No.02/2008). Anggaran sebesar ini sangat jauh

bila dibandingkan dengan anggaran promosi Pocari Sweat pada tahun

2006 yang hanya sebesar Rp 46 miliar (SWA Sembada No.16/2007).

Dari hasil survei tentang sumber pengenalan merek diketahui

bahwa sebanyak 60% responden menyatakan mengenal merek Pocari

Sweat dari iklan televisi dan sebanyak 30% dari iklan di media cetak.

Dengan memanfaatkan metode crosstabulation, diketahui bahwa iklan

TV sangat efektif terhadap responden wanita usia muda (15-22 tahun)

dengan pekerjaan sebagai pelajar/mahasiswa. Sedangkan media cetak


73

cukup efektif terhadap responden baik pria maupun wanita dengan

tingkat pendidikan dan pengeluaran yang lebih tinggi.

Melalui perbaikan pada efektivitas dan kualitas materi komunikasi

pemasaran maka diharapkan akan dapat meningkatkan brand awareness

Pocari Sweat. Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan

iklan dan program promosi yang tepat guna. Adapun peningkatan

kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan.

Kendati di Indonesia peran iklan televisi/TVC masih tinggi,

hampir 70% dari belanja iklan nasional (MARKETING No.03/2007),

tetapi efektivitasnya semakin diragukan. Menurut Handi Irawan, direktur

Frontier, sekitar 40% pengeluaran iklan di Indonesia terbuang sia-sia.

Jumlah stasiun televisi (channel) yang makin banyak, stasiun televisi

nasional sebanyak 10 dan televisi lokal mencapai sekitar 80 stasiun,

ditambah dengan program acara yang beragam, membuat konsumen

semakin besar kemungkinannya untuk berpindah-pindah channel.

Cara terbaik untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan

memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing

comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah

pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung

dengan kegiatan below the line (BTL).

Melalui seminar yang disebut Pocari Sweat Conference, para ahli

kesehatan dan pakar industri minuman diundang untuk mendapat

penjelasan mengenai keamanan dan manfaat produk terhadap kesehatan.


74

PT AIO juga sering terlibat menjadi sponsor dalam kegiatan-kegiatan

olah raga nasional dan internasional. Selain seminar dan sponsorship,

kegiatan kunjungan ke pabrik (open factory) di Sukabumi dapat menjadi

promosi yang efektif dengan memberikan pengalaman yang positif bagi

pengunjung dan diharapkan disebarluaskan melalui efek word of mouth.

Keterlibatan Pocari Sweat dalam salah satu wahana Kidzania bisa

menjadi contoh aktivitas BTL yang ditujukan kepada calon konsumen

anak-anak.

Pemanfaatan media komunikasi terbaru seperti e-mail, blog,

mailing list dan website juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan

kesadaran merek (brand awareness) Pocari Sweat, terutama terhadap

segmen konsumen berusia muda.

2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Pengujian Cochran's Q Test digunakan untuk menguji atribut-atribut

mana saja yang merupakan asosiasi Pocari Sweat. Pada 100 responden

yang terlibat dalam survei ini diberi pertanyaan tertutup berupa pilihan

jawaban ya atau tidak atas kesan merek yang mereka terhadap merek Pocari

Sweat. Alat analisa yang digunakan adalah program pengolahan statistik

SPSS.

Dari kuesioner diperoleh jawaban responden terhadap asosiasi Pocari

Sweat (lihat lampiran). Jawaban "ya' diwakili oleh angka 1 dan jawaban

"tidak" diwakili oleh angka 0. Pengujian dilakukan secara bertahap dengan


75

cara mengeliminasi variabel/atribut yang memiliki jumlah jawaban "ya"

paling sedikit, hingga nilai Cochran's test (Q) lebih besar daripada nilai chi

square (X2). Tabel 4.4 mentabulasikan jawaban asosiasi responden terhadap

Pocari Sweat. Langkah-langkah pengujian secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 2 mengenai Cohran's Q Test.

Tabel 4.4
Atribut Brand Association Pocari Sweat

Jawaban
Atribut
Ya Tidak
Menganti cairan tubuh 95 5
Memulihkan stamina 87 13
Harga terjangkau 71 29
Kandungan bahan pengawet yang aman 90 10
Rasa segar/enak 73 27
Mudah didapat/ tersedia di toko terdekat 92 8
Lebih bergengsi 70 30
Minuman kesehatan 76 24
Mutu tinggi 75 25
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Hasil pengujian metode statistik terhadap jawaban survei responden

menemukan asosiasi terhadap merek Pocari Sweat sebagai berikut:

mengganti cairan tubuh, memulihkan stamina/energi, kandungan bahan

pengawet yang aman, dan mudah didapat. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa positioning Pocari Sweat sebagai minuman isotonik

ternyata berhasil memperoleh tempat khusus di benak konsumen pelanggan.


76

Saat awal penetrasi pasar di Indonesia, persepsi masyarakat terhadap

Pocari Sweat sempat kabur. Pocari disejajarkan dengan minuman ringan

lain atau bahkan dengan air mineral. Selain itu, Pocari Sweat juga sempat

dipersepsikan sebagai sports drink. Ini mungkin terjadi karena dalam iklan

televisi yang menggunakan atlet bulutangkis Mia Audina sebagai endorser.

Padahal komposisi serta fungsi minuman isotonik adalah mengganti cairan

tubuh, tidak menambah tenaga.

PT Amerta Indah Otsuka dalam usaha mengedukasi pasar berusaha

memposisikan Pocari Sweat sebagai minuman kesehatan (healthy drink),

bukan terbatas pada orang sakit (medicated drink) karena ukuran pasarnya

lebih sempit. Karena itu, survei persepsi konsumen terhadap asosiasi merek

Pocari Sweat kali ini menunjukkan keberhasilan strategi PDB (positioning-

differentiation-brand) Pocari Sweat.

Kandungan bahan pengawet yang aman masih menjadi keunggulan

kompetitif Pocari Sweat dibanding pesaingnya, terutama setelah isu tentang

bahaya kandungan bahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat

dalam beberapa merek minuman isotonik diantaranya Mizone, Zporto dan

Kino Sweat pada akhir tahun 2006. Isu ini sempat membuat Mizone

menarik produknya dari peredaran. Tetapi dengan tindakan pelabelan ulang

(relabelling) dan kegiatan komunikasi yang didukung fakta dari BPOM

bahwa Mizone aman terhadap bahan pengawet, lambat laun membuat

kepercayaan konsumen pulih kembali.


77

Asosiasi kemudahan didapat - berarti produk Pocari Sweat tersedia di

kios/outlet tradisional terdekat, menyajikan informasi yang berbeda dari

fakta yang diperoleh lewat riset terukur yang diselenggarakan oleh majalah

MIX bekerja sama dengan Qasa Strategic Consulting. Pada kategori

minuman isotonik, Mizone mengungguli Pocari Sweat walaupun dengan

perbedaan yang sedikit. Unggulnya Mizone menunjukkan bahwa Mizone

telah berhasil pulih dari krisis yang pernah menimpanya saat isu kandungan

bahan pengawet berbahaya pada akhir tahun 2006.

Tabel 4.5
Brand Association Mizone

Brand Association Mizone Persen


Isotonik 20%
Air Minum 19%
Penambahan tenaga/stamina/energi 13%
Kemasan Biru /Unik /Aneh 12%
Rasa Segar /enak/beraroma 11%
Identik dengan produk lain 4%
Minuman kesehatan 3%
Minuman penyegar 3%
Minuman vitamin 1%
Sumber : Majalah MIX No.05/2006

Informasi mengenai keempat asosiasi Pocari Sweat ini perlu disikapi

dengan hati-hati oleh pemilik merek. Keempat asosiasi tersebut akan dengan

mudah ditiru oleh pesaing Pocari Sweat. Tabel 4.5 menunjukkan asosiasi
78

merek antara Pocari Sweat dan pesaing terdekatnya – Mizone memiliki

beberapa kesamaan.

Kecenderungan ini, bahwa produk memiliki kesamaan dalam benefit

yang ditawarkan, dapat mengarah kepada perubahan produk menjadi

komoditas, dimana tidak ada lagi pembeda atau differentiator yang jelas

antar produk. Hampir semua merek memberikan nilai yang sama atau

bahkan lebih kepada konsumen. Akhirnya produk dapat terjebak dalam

perang harga dan bila hal ini terjadi secara jangka panjang, maka industri

menjadi tidak menarik lagi, atau meminjam istilah populernya, red ocean

(Kim, Chan. W and Renée Mauborgne, 2006).

Setelah bersusah payah mengedukasi dan membuka pasar yang baru

yaitu pasar minuman iosotonik, tantangan berikutnya bagi Pocari Sweat

adalah munculnya pesaing-pesaing baru yang siap menantang posisinya

sebagai market leader. Strategi pemasaran yang digunakan oleh penantang

pun hampir mirip atau bahkan lebih baik dari Pocari Sweat. Mizone

misalnya, memiliki value proprosition sebagai minuman isotonik bernutrisi

dengan kandungan hydromaxx, yaitu kombinasi unik lima vitamin penting

dan elektrolit. Pemilihan kemasan plastik PET juga menjadi faktor

pembedanya (differrentiation) dari Pocari Sweat, yang memungkinkan

Mizone dijual dengan harga lebih murah dan kesan lebih bergengsi (Amalia

Maulana, MIX No.05/2006).

Agar terhindar dari situasi ini, maka PT Amerta Indah Otsuka (AIO)

sebagai pemilik merek Pocari Sweat di Indonesia perlu menjalankan strategi


79

value innovation dengan menawarkan value dan benefit baru bagi

konsumen. Terlebih lagi disaat krisis ekonomi global yang berimbas ke

Indonesia menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga perilaku

belanja pun ikut berubah.

Sedangkan dari sisi komunikasinya, mengutip Handoko Hendroyono,

creative director Matari Advertising, tahap komunikasi Pocari Sweat

seharusnya sudah meningkat ke tahap emotional bonding untuk memupuk

kecintaan terhadap produk. Dengan relationship baru tersebut, diharapkan

saat kompetitor mengepung, konsumen sudah tidak punya alasan untuk

pindah (MIX No.06/2007). Hubungan emosional yang dimaksud dapat

dibangun dengan memberi pengalaman yang tak terlupakan hingga ke

mengakomodasi terhadap aspirasi suatu kelompok pelanggan.

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Berbicara soal kualitas maka terdapat kualitas obyektif dan kualitas

menurut persepsi konsumen. Lebih jauh menurut Al Ries dalam bukunya

The 22 immutable Laws of Branding (1999) yang terpenting adalah

membangun persepsi kualitas yang kuat di benak konsumen. Bila konsumen

mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai bernilai rendah, maka

kualitas produk itu pun rendah, apa pun realitasnya. Jadi, persepsi adalah

realitas.

Hasil analisis persepsi kualitas Pocari Sweat secara keseluruhan

menunjukkan hasil yang belum memuaskan bagi konsumen. Dari 100


80

responden yang terlibat dalam survei ini, menilai performance Pocari Sweat

(skor rata-rata 3,41) masih lebih rendah daripada importance-nya (skor rata-

rata 3,89). Namun perlu dicermati dengan lebih seksama, variabel mana saja

yang sudah melebihi harapan konsumen dan atribut mana yang masih

memerlukan perbaikan. Diagram performance-importance memberi

gambaran lebih lengkap dan tajam mengenai persepsi kualitas responden

terhadap Pocari Sweat.

Gambar 4.10
Diagram Performance-Importance
5
KUADRAN 1 KUADRAN 2
AMAN
RASA MANFAAT
4 ISI KETERSEDIAAN
3,89
KEMASAN

GIZI
3
Importance

2
KUADRAN 3 KUADRAN 4

1 3 4 5

Performance 3,41

Sumber: Hasil pengolahan data

a. Analisis Kuadran 1 : Underact/Attributes to improve

Dari gambar diagram performance-importance di atas dapat

ketahui atribut/variabel yang termasuk ke dalam kuadaran 1 adalah rasa

dan jumlah isi (volume). Kuadran 1 adalah wilayah dimana variabel-


81

variabel ini dianggap penting (importance-nya tinggi) oleh pelanggan

tetapi pada kenyataannya (performance) belum sesuai dengan yang

diharapkan.

Pada saat penetrasi ke pasar Indonesia Pocari Sweat selain

menghadapi masalah edukasi konsumen terhadap minuman isotonik yang

dianggap baru juga menghadapi masalah rasa yang kurang disukai yaitu

cenderung asam. Padahal kultur sebagian besar konsumen Indonesia

lebih menyukai rasa manis.

Sampai saat ini, Pocari Sweat tetap mempertahankan rasanya yang

asli seperti di negara asalnya Jepang. Walau dari beberapa kasus

pemasaran ditemukan fakta bahwa para pemain di industri makanan dan

minuman, terutama merek global, akan sulit mencapai kesuksesan di

pasar Indonesia bila tidak mau melakukan adaptasi terhadap selera lokal

(Hermawan Kartajaya, 2004). Contohnya Lipovitan, adalah pelopor

energy drink di Indonesia, tetapi kurang berhasil dibandingkan dengan

Kratingdaeng. Lipovitan memiliki rasa cenderung asam dibandingkan

Kratingdaeng yang manis. Dibutuhkan penelitian yang mendalam untuk

mengukur seberapa jauh pengaruh perubahan kepuasan pelanggan Pocari

Sweat jika mengubah rasanya.

Pada variabel jumlah isi/volume dalam kemasan merupakan

variabel dengan perolehan nilai kepuasan terendah (2,98) dari ketujuh

variabel yang diukur. Penilaian ini bisa timbul karena harga Pocari Sweat

yang relatif lebih mahal dibandingkan pesaingnya di kategori minuman


82

isotonik. Dengan membayar lebih mahal untuk ukuran isi yang sama

(330ml), konsumen menaruh harapan untuk memperoleh value (total get

dibagi dengan total give) yang lebih besar pula tergantung pada tipe

konsumennya.

Perilaku konsumen dalam membeli/menggunakan produk di masa

krisis sebagian besar akan menjadi value-oriented customer, yakni

konsumen yang selalu membandingkan total get terhadap total give.

Artinya, disaat daya beli konsumen sedang turun produk-produk yang

bisa menyesuaikan diri dengan perilaku konsumen value oriented yang

berpeluang besar tumbuh dan memenangkan persaingan.

Agar sukses dalam krisis yang sedang terjadi, Pocari Sweat yang

punya perceived quality tinggi, perlu menggunakan strategi pemasaran

yang sesuai dengan masa krisis. Langkah yang bisa ditempuh diantaranya

ialah melakukan rationalizing the brand, dengan content yang tetap sama

atau berkurang dan mengurangi konteks (Hermawan Kartajaya, 2002).

Hal ini telah dilakukan, misalnya sejak Februari 2008 meluncurkan

kemasan botol plastik (PET) untuk menyiasati harga logam aluminium

bahan kemasan Pocari Sweat yang naik. Kemasan sachet yang sudah

lama berada di pasar juga perlu dimaksimalkan untuk mempertahankan

loyalitas konsumen tanpa perlu mengorbankan persepsi kualitasnya.

b. Analisis Kuadran 2 : Maintain Performance


83

Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam

kuadran 2 dalam diagram performance-importance di depan (gambar

4.8). Kuadran ini memuat atribut/variabel yang dianggap penting oleh

pelanggan dan pada kenyataannya sudah berhasil memuaskan harapan

pelanggan. Atribut/variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap

dipertahankan karena merupakan keunggulan kompetitif merek.

Manfaat yang ditawarkan oleh Pocari Sweat yaitu mengganti ion

tubuh ternyata dipersepsikan dengan sangat positif oleh responden.

Mengutip pendapat Simon Jonathan (www.marketing.co.id), Pocari

Sweat merupakan trust brand, bukan taste brand. Selain konsisten

dengan rasa, Pocari Sweat juga menawarkan sisi kemujaraban (efficacy).

Hasil ini sekaligus merupakan bukti perwujudan slogan Otsuka.

Faktor aman dikonsumsi/memiliki kandungan bahan pengawet

dalam batas aman bagi kesehatan, juga menjadi atribut Pocari Sweat

yang dipersepsikan sangat baik oleh responden (skor 4,28), bahkan

tertinggi diantara tiga atribut yang berada pada kuadran 2. Saat krisis

kepercayaan konsumen terhadap kandungan bahan pengawet yang

menimpa merek pesaingnya, Pocari tetap dipercaya sebagai produk yang

aman untuk dikonsumsi.

Ketersediaan Pocari Sweat di warung ataupun pasar tradisional

merupakan atribut selain manfaat dan aman, yang termasuk dalam

kuadran 2. Ketersediaan (availability) ialah faktor penting dalam

menghadapi persaingan di kategori minuman isotonik yang semakin


84

ketat. Apalagi menghadapi serangan dari Mizone yang selain

memanfaatkan penetrasi harga (value for money), juga

memanfaatkan jalur distribusi Aqua yang sudah sangat kuat hingga pasar

tradisional.

Riset yang dilakukan oleh Canadean Data (MIX No.02/2007)

menunjukkan bahwa perilaku sebagian besar konsumen minuman energy

drink adalah membeli minuman ini di warung, langsung diminum, dan

tanpa perencanaan (impulse buying). Sebagian besar pembelian terjadi di

warung (68%). Lihat Tabel 4.11 dan 4.12.

Perilaku pembelian konsumen minuman isotonik yang memiliki

karakter yang sama dengan energy drink yaitu impulse buying serta low-

involvement, disikapi oleh PT AIO dengan distribusi yang kuat dan

menyebar hingga ke pelosok Indonesia. Menurut data tahun 2005, PT


85

AIO memanfaatkan multidistributor, 15 distributor untuk Jawa dan 16

distributor luar Jawa, dan ditargetkan memiliki 40 multidistributor.

Kendati demikian, berdasarkan survei Distribution-Performance

yang dilakukan pada bulan April 2008 oleh Qasa Strategic Consulting

bekerjasama dengan MIX menunjukkan indeks kinerja distribusi Mizone

tertinggi, sedikit mengungguli Pocari Sweat, Vitazone, ProSweat, dan

Powerade (Tabel 4.6).

Tabel 4.6
Distribution Performance 2008

Acc.
Brand Total
Produsen Nama Merek Management
Index Index
Index
PT Aqua Danone Indonesia Mizone 54,9% 12,6% 67,5%
PT Amerta Indah Otsuka Pocari Sweat 53,3% 12,8% 66,2%
PT Mayora Vitazone 40,4% 20% 60,4%
PT ABC President Pro Sweat 29,4% 17,1% 46,5%
86

PT Coca Cola Indonesia Powerade 33,2% 24,9% 58,1%


Sumber : Majalah MIX No.07/2008

c. Analisis Kuadran 3 : Low Priority

Berdasarkan diagram performance-importance, atribut kemasan

serta faktor gizi termasuk ke dalam kuadran ini. Kuadran ini memuat

faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada

tingkat kinerjanya pun tidak terlalu istimewa. Perubahan level kepuasan

pada faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dampaknya tidak

terlalu besar terhadap persepsi kepuasan pelanggan secara keseluruhan.

Positioning Pocari Sweat yaitu pengganti ion tubuh ternyata cukup

kuat diterima dalam benak konsumen. Sekalipun banyak merek pesaing

di kategori minuman isotonik ini menawarkan value proposition yang

berbeda dari Pocari Sweat, tetapi konsumen tetap menaruh kepercayaan

yang tinggi terhadap manfaat pengganti ion tubuh yang ditawarkan oleh

Pocari Sweat.

Mizone misalnya, memiliki value proposition minuman isotonik

bernutrisi dengan kombinasi lima vitamin penting yaitu C, B3, B5, B6,

dan B12. Berbeda lagi dengan Vitazone yang selain mengklaim sebagai

isotonik bervitamin, juga bebas dari bahan pengawet. Proposisi ini sering

dikomunikasikan lewat iklan yang mengilustrasikan botol Vitazone yang

tidak rusak meski diisi air panas.

Dari survei terhadap konsumen minuman isotonik ini diketahui

bahwa value proposition berbeda yang digunakan oleh merek pesaing,


87

yaitu dengan tambahan kandungan gizi/vitamin, untuk menyerang Pocari

Sweat ternyata masih dipersepsikan kurang penting.

Saat ini Pocari Sweat telah meluncurkan kemasan botol plastik

PET dalam ukuran 350ml dan 500ml, selain kemasan kaleng yang berisi

330ml serta sachet. Pemilihan kemasan PET oleh PT AIO merupakan

strategi cost reduction mengingat harga aluminium sebagai bahan

kemasan–merupakan komponen cost produksi terbesar yang naik, namun

tanpa mengurangi kualitas isi Pocari Sweat. Sedangkan bagi pengamat

pemasaran, langkah ini sebagai strategi Pocari Sweat menyikapi

kesuksesan Mizone yang menggunakan kemasan botol PET sehingga

memungkinkan Mizone dijual lebih murah serta membidik segmen yang

lebih luas yaitu konsumen AMDK (air minum dalam kemasan). Harga

Pocari Sweat kemasan kaleng sendiri sejak Februari 2008 naik menjadi

Rp 3.800 dari sebelumnya Rp 3.300, sedangkan harga Pocari Sweat

dalam kemasan PET tidak mengalami kenaikan (Rp 3900 ukuran 350ml

dan Rp 4700 ukuran 500ml).

Faktor kemasan merupakan faktor yang persepsikan cukup penting

bagi konsumen minuman isotonik (skor 3,72) sedangkan performance

Pocari Sweat dinilai masih kurang dalam memenuhi harapan konsumen

(skor 3,33). Dari penelitian yang dilakukan oleh Amalia Maulana (MIX

no.20/2006) mengenai pengalaman konsumen (consumer experience)

terhadap minuman isotonik, ditemukan bahwa kemasan botol PET lebih


88

disukai karena bisa diisi dengan air putih dan botol bekas Mizone punya

nilai lebih karena bergengsi (Tabel 4.7).

Temuan ini tentunya bisa dimanfaatkan dalam usaha memberi

emotional benefit yang lebih kepada konsumen yang pada akhirnya

meningkatkan kepuasan pelanggan.

Tabel 4.7
Kesan dan Pengalaman Minuman Isotonik

Pocari Sweat Mizone X-ion


Karakteristik Mengembalikan ion tubuh yang hilang karena aktivitas
kategori minuman
isotonik Lebih enak diminum dingin
Kemasan Kaleng- sekali Botol bisa di isi ulang Sachet : tidak siap
pake buang dengan air putih minum/tidak
praktis
Distribusi Terbatas Ada dimana-mana Terbatas
Manfaat Langsung terasa Dibandingkan dengan Dibandingkan
manfaatnya minuman aqua/ dengan larutan
kurang terasa adem sari/penyegar
manfaatnya
Image booster Meningkatkan Meningkatkan gengsi Lebih enak
gengsi peminumnya ditempat pemakaian
peminumnya umum sendiri/in-house
dtempat umum
Sumber: Majalah MIX No.05/2006

d. Analisis Kuadran 4 : Overact

Kuadran ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang

dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu

berlebihan. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dapat

dikurangi oleh perusahaan.


89

Dari ketujuh atribut/faktor persepsi kualitas yang ditanyakan

kepada responden diketahui bahwa tidak ada atribut produk/faktor –

faktor yang termasuk dalam kuadran ini.

Mencermati hasil survei ini diketahui persepsi kualitas (perceived

quality) Pocari Sweat sekalipun masih belum memuaskan konsumennya

tetapi masih ada peluang untuk ditingkatkan. Analisa performance-

importance memberikan gambaran sekaligus insight yang lengkap tentang

persepsi kualitas konsumen minuman isotonik.

Kepuasan pelanggan merupakan dasar bagi loyalitas konsumen,

bahkan dari pelanggan yang puas bisa menjadi pengiklan yang efektif lewat

komunikasi word of mouth. Hasil dari survei persepsi kualitas konsumen

Pocari Sweat ini perlu ditindaklanjuti dengan upaya mengubah perilaku

konsumen agar dapat mendongkrak pangsa pasar, diantaranya dengan

pembelian secara berulang, meningkatkan konsumsi dan merekemondasi

merek.

Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas yang tinggi ialah harga

premium. Manfaat ini telah dirasakan oleh Pocari Sweat yang menikmati

posisinya sebagai market leader. Kendati demikian, bukan berarti leader

bisa menetapkan harga yang seenaknya saja. Menurut Philip Kotler, saat ini

market leader sudah beruntung jika bisa mematok harga 10-20% lebih

mahal. Dalam penetapan harga PT AIO harus mempertimbangkan target


90

segmen, karakter pasar minuman isotonik yang hambatan masuk (entry

barrier)-nya rendah juga produk substitusi yang jumlahnya banyak.

Yang tetap perlu diingat ialah persepsi kualitas (perceived quality) ini

bersifat subyektif dan dinamis. Subyektif artinya tingkat

harapan/kepentingan (importance) dan pengalaman (performance) yang

dirasakan terhadap satu atau beberapa faktor relatif berbeda antar konsumen

satu dengan lainnya. Begitu juga dengan tingkat kepuasan konsumen, selalu

berubah dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, informasi, pendapatan,

status sosial dan psikografis.

4. Analisis Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Dengan keadaan lingkungan bisnis yang semakin turbulen, arus

informasi yang tanpa batas dan membanjirnya produk sejenis di pasar,

loyalitas pelanggan menjadi semakin bernilai. Bukan saja karena biaya

mempertahankan pelanggan lama lebih murah daripada mengakuisisi

pelanggan baru, namun juga karena reward yang dinikmati perusahaan

secara kumulatif dari seorang pelanggan yang loyal sangat besar. Seorang

loyalis merek cenderung mau membeli produk lebih banyak dan membeli

lebih sering daripada pelanggan biasa. Bahkan dalam tingkatan tertinggi,

pelanggan yang loyal akan dengan sukarela menjadi pembela merek.

Penelitian ini mengukur juga tingkat loyalitas pelanggan minuman

isotonik merek Pocari Sweat. Berdasarkan teori ekuitas merek David A.

Aaker yang digunakan pada survei ini, tingkat loyalitas merek terdiri dari
91

switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan yang

tertinggi committed buyer. Selain kelima elemen loyalitas merek tersebut,

penulis menggali beberapa informasi mengenai perilaku konsumen

minuman isotonik, seperti persepsi terhadap harga, alasan membeli, dan

frekuensi konsumsi sebagai informasi pendukung dalam analisis

keseluruhan tentang loyalitas merek.

a. Analisis Switcher

Konsumen switcher adalah konsumen yang sensitif terhadap

perubahan harga sehingga pada tingkatan loyalitas berada pada urutan

paling rendah. Dalam survei ini, yang termasuk ke dalam kategori

switcher adalah responden yang menjawab "sering" dan "selalu".

Hasil survei memperlihatkan bahwa sebanyak 6% dari responden

merupakan konsumen kategori switcher atau konsumen yang sensitif

terhadap perubahan harga.

Nilai pengukuran rata-rata sebesar 2,35 bila kemudian

dibandingkan dengan rentang skala (Tabel 3.2 halaman 59), maka dapat

disimpulkan bahwa konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang

loyal.

Hasil yang ditunjukkan pada pengukuran switcher cukup

menggembirakan. Dari identifikasi kelas ekonomi dan sosial/SES

responden yang terlibat dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian

besar termasuk dalam kategori SES C dan D. Artinya, walaupun harga


92

Pocari Sweat lebih mahal dari pesaingnya dan baru saja menaikkan harga

untuk kemasan kaleng, tetapi pelanggannya tetap loyal.

Untuk mendukung analisis switcher, maka kepada responden

ditanyakan bagaimana persepsi terhadap harga Pocari Sweat ( Gambar

4.13). Dari gambar dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen

terhadap harga Pocari antara cukup dan mahal.


93

b. Analisis Habitual Buyer

Berdasarkan responden yang menjawab "setuju" dan "sangat

setuju", maka sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang

membeli Pocari Sweat karena faktor kebiasaan. Sedangkan nilai rata-rata

responden adalah 2,56 yang dalam rentang skala termasuk kategori

jelek/rendah. Artinya, hanya sedikit dari konsumen Pocari Sweat yang

melakukan pembelian karena alasan kebiasaaan.


94

Agar dapat menanalisis perilaku konsumen minuman isotonik

lebih jauh, penulis menambah komponen pengukuran frekuensi

pembelian/konsumsi, alasan mengkonsumsi dan crosstabulation

melibatkan variabel karakteristik responden. Gambar 4.16 dan 4.17

menunjukkan kedua komponen perilaku konsumen ini serta data crosstab

bisa dilihat pada lampiran.

Dari kedua tabel di atas ditemukan bahwa tingkat konsumsi Pocari

Sweat dalam sebulan masih rendah yaitu frekuensi 1-3 kali sebesar 64%.

Responden wanita merupakan kelompok pengguna paling sedikit,

sedangkan responden pria dengan tingkat pendidikan SLTA dan sarjana

merupakan kelompok yang mengkonsumsi Pocari Sweat lebih sering.


95

Sebagian besar alasan yang mendorong konsumen membeli minuman

isotonik ialah saat berolah raga, capek dan haus.

Hasil temuan ini memberi informasi kepada pemilik merek

minuman isotonik agar terus mendidik konsumennya untuk

meningkatkan jumlah konsumsi/penggunaan (increasing usage) dan

menemukan penggunaan baru (finding new usages), yaitu memberikan

informasi kepada konsumen tentang manfaat isotonik selain untuk olah

raga juga berguna bagi aktivitas lain terutama kepada konsumen wanita

serta konsumen segmen usia anak-anak dan muda.

Gambar 4.17
Pengukuran Alasan Mengkonsumsi
96

c. Analisis Satisfied Buyer

Terhadap pertanyaan mengenai kepuasan menggunakan Pocari

Sweat, ditemukan hanya 39% responden yang menyatakan puas dan

sangat puas. Sebagian besar responden (58%) menyatakan biasa saja

menggunakan Pocari Sweat. Rata-rata penilaian sebesar 3,40

menunjukkan bahwa kepuasan konsumen Pocari Sweat masuk dalam

kategori baik.

Pengukuran mengenai kepuasan terhadap Pocari Sweat yang

digunakan pada penelitian kali ini diakui oleh penulis masih sederhana.

Seperti diketahui, pengukuran kepuasan perlu meliputi aspek

performance, realibility, conformity, durabilty dan serviceability.

Pembahasan mengenai persepsi kualitas (perceived quality) pada sub-bab

sebelumnya bisa digunakan untuk mendukung analisis ini.


97

Untuk mengungkapkan secara lebih lengkap mengenai pengukuran

kepuasan konsumen minuman isotonik, penulis melengkapi analisis

dengan data pengukuran kepuasan pelanggan (Indonesian Cutomer

Satisfaction Index/ICSA) tahun 2006 dan 2007 seperti ditunjukkan pada

tebel 4.8.

Tabel 4.8
Indeks Kepuasan Pelanggan Indonesia (ICSA)
Tahun 2006 & 2007

QSS VSS PBS ES TSS


Merek
2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007

Pocari Sweat 4.349 4.329 4.175 4.149 4.300 4.254 4.003 3.915 4.210 4.168

Mizone 4.008 4.085 3.844 3.965 3.995 4.026 3.669 3.714 3.883 3.953

Vita Zone 3.680 3.725 3.545 3.568 3.683 3.686 3.327 3.284 3.561 3.573

Powerade Isotonik 3.642 n.a 3.622 n.a 3.663 n.a 3.492 n.a 3.605 n.a
Sumber : Majalah SWA Sembada No.20/2006 & No.19/2007
98

Kelima variabel yang diukur pada ICSA adalah : kepuasan

terhadap kualitas produk/pelayanan (Quality Satisfaction Score/QSS),

kepuasan terhadap harga berdasarkan kualitas yang diterima (Value

Satisfaction Score/VSS), persepsi tingkat "kebaikan" dari merek yang

digunakan secara keseluruhan dibandingkan dengan merek-merek

lainnya (Perceived Best Score/PBS), dan kemampuan merek yang

bersangkutan dalam memenuhi ekspektasi pelanggan di masa mendatang

(Expectation Score/ES). Total Satisfaction Score/TSS dihitung dengan

menggunakan metode rata-rata terbobot (weighted means) dari QSS,

VSS, PBS dan ES.

Dari tabel 4.8 diketahui bahwa kelima variabel pengukuran

kepuasan konsumen Pocari Sweat mengalami tren penurunan. Sebaliknya

dengan merek pesaing Pocari Sweat yakni Mizone dan Vitazone,

mengalami kecenderungan peningkatan.

d. Analisis Liking the Brand

Pengukuran elemen liking the brand menunjukkan sebanyak 42%

reponden menyatakan menyukai merek Pocari Sweat, sedangkan 58%

responden menyatakan biasa saja. Nilai rata-rata sebesar 3,49 termasuk

dalam kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa merek Pocari Sweat

disukai oleh konsumen minuman isotonik.


99

e. Analisis Committed Buyer

Tingkatan konsumen yang committed terhadap merek adalah

idaman sekaligus tujuan dari kegiatan pembangunan merek (brand

building). Konsumen yang committed adalah konsumen yang dengan

antusias dan sukarela merekomendasikan produk kita kepada orang lain

walaupun belum tentu ia masih menjadi pelanggan produk atau

perusahaan kita. Pelanggan seperti ini akan menjadi spiritual advocate

bagi kita (Jacky Mussry, et al, 2007).

Berdasarkan survei kali ini, hasil pengukuran pelanggan yang

committed terhadap Pocari Sweat menunjukkan hasil yang

mengecewakan. Dari 100 responden, ternyata hanya 4% responden yang

menyatakan pernah (sering dan selalu) menyarankan serta


100

mempromosikan merek Pocari Sweat kepada orang lain. Sedangkan

responden yang menyatakan "tidak pernah" yaitu sebanyak 34%.

Dari gambar di atas bisa disimpulkan bahwa konsumen Pocari

Sweat belum mencapai tahap tertinggi dalam loyalitas merek yaitu

committed buyer. Temuan ini sejalan dengan hasil pengukuran liking the

brand sebelumnya dimana sebanyak 58% responden menyatakan biasa

saja.

Keadaan ini kurang menguntungkan bagi pemilik merek Pocari

Sweat. Strategi pemasaran yang digunakan oleh pesaing seperti diskon,

hadiah dan promosi yang gencar bisa dengan mudah mengakuisisi

pelanggannya. Karakter minuman isotonik yang termasuk consumer

goods dan karakter pembelian yang bersifat impulsif (impulse buying)

menuntut pemilik merek untuk selalu membangun mereknya.


101

f. Analisis Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)

Terhadap pertanyaan mengenai kemampuan mengingat logo,

simbol, dan slogan Pocari Sweat, hanya sebagian kecil (21%) responden

yang ingat. Hasil temuan ini menjadi masukan kepada pemilik merek

untuk mampu secara tepat memposisikan produk, merek dan perusahaan

di benak pelanggan dengan cara mengkomunikasikannya. Tetapi perlu

diingat bahwa cara mengkomunikasi bukan hanya melalui promosi, tetapi

bisa juga melalui posisi harga, diferensiasi, atau lewat produk dan

kemasan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

a. Hasil pengukuran elemen Puncak Pikiran (top of mind) dan Pengingatan

Kembali (brand recall) Pocari Sweat menduduki peringkat pertama.

b. Bila dibandingkan dengan data tahun 2007 sebesar 95%, maka hasil

pengukuran ini menunjukkan penurunan.

c. Hasil Pengukuran Pengingatan Merek (brand recognition) menunjukkan

sebanyak 98% responden telah mengenal merek Pocari Sweat.

d. Pada pengukuran top of mind ditemukan sebanyak 2% responden

menyebut merek minuman energy drink (Extra Joss, Kratingdaeng, dan

lain-lain) sebagai merek minuman isotonik, kemudian sebanyak 5% pada

pengukuran brand recall.

e. Sebagian besar konsumen Pocari Sweat mengenal merek dari iklan TV

(60%) dan media cetak (30%).

2. Asosiasi Merek (Brand Association)

a. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan merek minuman isotonik Pocari

Sweat secara berurutan adalah mengganti cairan tubuh, memulihkan

stamina/energi, mudah didapat dan kandungan bahan pengawet yang

aman.

101
102

b. Asosiasi tertinggi yaitu mengganti cairan tubuh telah sesuai dengan

positioning Pocari Sweat.

c. Ancaman serius terhadap Pocari Sweat datang dari Mizone, selain

memiliki asosiasi yang hampir sama dengan Pocari Sweat, juga memiliki

faktor pembeda (differentiation) yaitu kandungan lima vitamin, value for

money dan distribusi yang kuat.

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

a. Hasil analisis secara keseluruhan persepsi kualitas Pocari Sweat belum

memuaskan konsumen. Nilai performance Pocari Sweat masih lebih

rendah daripada importance-nya.

b. Atribut produk yang termasuk ke dalam kuadaran I adalah rasa dan isi.

Artinya, kedua faktor ini belum memenuhi harapan konsumen. Rasa

Pocari Sweat cenderung asam dan jumlah isi yang menawarkan value for

money lebih sedikit dibanding dengan pesaingnya Mizone.

c. Atribut manfaat, aman, dan ketersediaan termasuk ke dalam kuadran II,

dimana performance sudah melampaui importance konsumen.

Performance ketiga atribut ini perlu dipertahankan.

d. Pada kuadran III ditemukan atribut kemasan dan gizi, dimana kedua

atribut ini kurang dianggap penting bagi konsumen dan kinerjanya pun

tidak terlalu istimewa.

e. Tidak ditemukan atribut/faktor produk yang menempati kuadran IV.


103

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

a. Konsumen Pocari Sweat termasuk pelanggan yang loyal. Hanya

sebanyak 6% responden yang sensitif terhadap perubahan harga.

b. Sebanyak 25% reponden merupakan pelanggan yang membeli Pocari

Sweat karena faktor kebiasaan.

c. Ditemukan hanya sebesar 39% responden yang menyatakan puas dan

sangat puas terhadap Pocari Sweat. Sebagian besar responden (58%)

menyatakan biasa saja.

d. Indeks kepuasan pelanggan Pocari Sweat cenderung menurun, sedangkan

Mizone cenderung meningkat.

e. Sebagian besar pelanggan menyatakan biasa saja terhadap tingkat

kesukaan (liking the brand) terhadap merek Pocari Sweat .

f. Pelanggan yang committed terhadap Pocari Sweat menunjukkan hasil

yang mengecewakan, yakni hanya sebesar 4 persen.

B. Saran

1. Kesadaran Merek (brand Awareness)

Penurunan tingkat awareness Pocari Sweat perlu disikapi dengan

meningkatkan efektivitas dan kualitas materi komunikasi pemasaran.

Perbaikan efektivitas meliputi intensitas serta penempatan iklan dan

program promosi yang tepat guna sesuai dengan segmen targetnya,

peningkatan kualitas meliputi kreativitas dan pesan yang disampaikan.

Cara efektif untuk meningkatkan kesadaran merek adalah dengan


104

memanfaatkan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing

comunication/IMC). Kegiatan promosi above the line (ATL) yang sudah

pasti membutuhkan anggaran dana yang sangat besar perlu didukung

dengan kegiatan below the line (BTL) seperti komunikasi dari mulut ke

mulut (word of mouth), komunitas (community) dan sponsorship serta

disesuaikan dengan segmen yang dibidik.

2. Asosiasi Merek (Brand Association).

a. Positioning Pocari Sweat sebagai pengganti ion tubuh perlu terus

dikomunikasikan lewat edukasi/pendidikan pelanggan.

b. Meningkatkan tahap komunikasi Pocari Sweat ke tahap emotional

bonding untuk memupuk kecintaan terhadap produk.

3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

a. Pocari Sweat perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi budaya lokal

konsumen Indonesia yang cenderung menyukai rasa yang manis.

b. Efisiensi biaya untuk membidik segmen price-oriented customer

terutama disaat daya beli konsumen Indonesia sedang menurun.

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

a. Meningkatkan konsumsi Pocari Sweat dengan memperluas segmen target

konsumen yang dibidik, seperti terhadap segmen anak-anak, remaja dan

wanita.

b. Distribusi harus selalu kuat agar merek dan produk selalu dekat dengan

konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu
Merek, Edisi Pertama, Spektrum Mitra Utama, Jakarta.

Aaker, David. A. 1996. Building Strong Brands, The Free Press, New York.

Agus W Soehadi. 2005. Effective Branding: Konsep dan Aplikasi Pengembangan


Merek yang Sehat dan Kuat, Quantum Bisnis & Manejemen, Bandung.

Amalia Maulana. 2006. Consumer Experience Minuman Isotonik, Majalah MIX,


Nomor 05, III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32.

Bilson Simamora. 2002. Aura Merek: 7 Langkah Membangun Merek, Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

--------------------- , 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.
--------------------- , 2004. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
--------------------- , 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Cravens, W. David. Pemasaran Strategis.Edisi keempat, Jilid 1&2. Erlangga,


Jakarta.

Darmadi Durianto, Membangun Merek Kuat, Majalah SWA Sembada, Nomor 15,
XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005, hal. 64.

Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak. 2004. Strategi Menaklukan Pasar


Melalui Riset Ekuitas Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equity Ten: Strategi
Memimpin Pasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Engel, James. F, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku


Konsumen, Binarupa Aksara, Jakarta.

Eko Wahyudi. 2003. Analisis Elemen-elemen yang Membentuk Ekuitas Merek:


Studi Kasus Produk Ban Dunlop, Tesis, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Fandy Tjiptono, 2005. Brand Management & Strategy. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.

Freddy Rangkuti. 2004. The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek plus Analisis Kasus dengan
SPSS,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Frontier Consulting Group dan SWA Sembada. Master of CS 2005: Peringkat


Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA
Sembada, Nomor 19, XXI, 15 – 28 September 2005.

--------------------------- , 2006. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling


Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor
20, XXII, 21 Sepetember – 4 Oktober 2006.

--------------------------- , 2007. Master of CS 2006: Peringkat Merek-merek Paling


Memuaskan Berdasarkan ICSA Index. Majalah SWA Sembada, Nomor
19, XXIII, 3 – 12 September 2007.

Frontier Consulting Group dan MARKETING. TOP Brand 2000-2007: Inilah


Merek-merek Terkuat Selama Delapan Tahun Terakhir. Majalah
MARKETING, Edisi Khusus/I/2007.

Handi Irawan. 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia. Majalah MARKETING,


Edisi Khusus/II/2007.

Hermawan Kartajaya. 2002. Hermawan Kartajaya on Marketing, Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

---------------------------, 2004. Positioning-Diferensiasi-Brand: Memenangkan


Persaingan dengan Segitiga Positioning-Diferensiasi-Brand, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Brand: Seri 9 Elemen


Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.

---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Differentiation: Seri 9


Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.

---------------------------, 2004. Hermawan Kartajaya on Segmentation: Seri 9


Elemen Marketing, Mizan Pustaka, Bandung.
Humdiana. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Produk Rokok Merek
Djarum Black, Jurnal Ekonomi Perusahaan STIE IBII, Volume 12 nomor
1: halaman 42.

Idollen dan Yenny. 2005. Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Aqua Galon:
Studi Kasus PT Tirta Investama Depo Kembangan, Skripsi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.

Ign. Eko Adiwaluyo. 2007. Pocari Sweat: Awarenessnya Kini 95%. Majalah
MARKETING, Nomor 06, VI, Juni 2007, halaman 38.

Jacky Mussry dkk, 2007. MarkPlus on Marketing: The Second Generation,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Keller, Kevin, Lane. 2003. Strategic Brand Management: Building, Measuring and
Managing Brand Equity, second edition, Prentice Hall, New Jersey.

Kim, Chan. W and Renée Mauborgne. 2006. Blue Ocean Strategy, Penerjemah
Satrio Wahono, Edisi bahasa Indonesia, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.

Kotler, Philip.1997. Manajemen Pemasaran. Edisi sembilan, Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip. 1999. Kotler on Marketing: How to Create, Win and Dominate
Markets, The Free Press, New York.

Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi dua
belas. PT Indeks, Jakarta.

Lis Hendriani dkk. 2006. Mengukur Prospek Vitazone, Majalah MIX, Nomor 10,
III, 30 Oktober – 15 November 2006, halaman 40.

MarkPlus&Co. 2008. Kreatif atau Perang Harga: Tantangan Pemasaran 2008,


Majalah SWA Sembada, Nomor 02, XXIV, 24 Januari – 5 Februari 2008,
halaman 76.

MARS Marketing Research dan SWA Sembada. 2005. Indonesian Best Brand
2005, Majalah SWA Sembada, Nomor 15, XXI, 21 Juli – 3 Agustus 2005.

--------------------------- , 2006. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA


Sembada, Nomor 15, XXII, 27 Juli – 9 Agustus 2006.

--------------------------- , 2007. Indonesian Best Brand 2006, Majalah SWA


Sembada, Nomor 16, 26 Juli – 8 Agustus 2007.
Nurur R Bintari. 2007. Mizone: Merebut Pasar Kembali Dengan Harga. Majalah
MIX, Nomor 04, V, 14 April – 10 Mei 2007, halaman 40.

--------------------------- , 2007. Pocari Sweat: Edukasi Tetap, Tujuannya Beda.


Majalah MIX, Nomor 06, IV, 20 Juni – 15 juli 2007, halaman 58.

Prima Ariestonandri. 2006. Marketing Research for Beginner: Panduan Praktis


Riset Pemasaran bagi Pemula, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Qasa Strategic Consulting dan Majalah MIX. 2008. The Most Powerful
Distribution Performance 2008, Majalah MIX , Nomor 07, V, 14 Juli – 10
Agustus 2008, halaman 30.

Ries, Al and Jack Trout. 2002. Positioning: The Battle for Your Mind, Edisi
Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Ries, Al and Laura Ries. 2005. The Origin of Brands (Asal-usul Merek),
Penerjemah: Drs. Alexander Sindoro, Karisma Publishing Group, Batam.

Ries, Al and Laura Ries. 1999. The 22 Immutable Laws of Branding: Strategi
Membangun Produk atau Jasa Menjadi Merek Berkelas Dunia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung.

Simon Jonathan. 2006. Ancaman Untuk Pocari Sweat, Majalah MIX, Nomor 05,
III, 20 Juni-20 Juli 2006, hal.32.

Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran: konsep dan aplikasi
dengan SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sudarmadi. 2004. Kebangkitan Tak Terduga Pocari Sweat. www.swa.co.id, 7


November 2004.

Taufik Hidayat. 2006. Ramai-ramai Mengepung Pocari Sweat. www.swa.co.id, 16


Januari 2006.

Trout, Jack. 2002. Big Brands Big Trouble : Pelajaran Berharga dari Merek-Merek
Ternama, Erlangga, Jakarta.

--------------- 2004. Trout on Strategy: Menguasai Benak Konsumen, Menaklukan


Pasar, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Lampiran 1

Pewawancara : ____________________ Nomor Angket : _______

Tanggal : ___ /___ / 2008

ANGKET PENELITIAN MINUMAN ISOTONIK MEREK POCARI SWEAT

Cara Mengisi Angket


Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang Anda anggap paling tepat. Bila Anda memilih
jawaban: Lainnya....., mohon tuliskan jawaban Anda pada tempat yang disediakan. Pada
pertanyaan yang tidak menyediakan pilihan jawaban, mohon Anda menuliskan jawaban
dengan benar dan singkat.

1. Nama lengkap : ___________________________________________

2. Jenis Kelamin : (a) Pria (b) Wanita

3. Usia Anda : (a) < 15 tahun (e) 39 - 46 tahun

(b) 15 – 22 tahun (f) 47 – 54 tahun

(c) 23 – 30 tahun (g) > 54 tahun

(d) 31 - 38 tahun

4. Tingkat Pendidikan Akhir Anda : (a) SD (d) Akademi/Diploma


(b) SLTP (e) Sarjana
(c) SLTA (f) Pasca Sarjana

5. Pekerjaan Utama Anda : (a) Pelajar/Mahasiswa (d) Wirausaha

(b) Pegawai Negeri (e) Lainnya:_______________

(c) Pegawai Swasta

6. Pengeluaran keluarga Anda (diluar cicilan rumah, kendaraan dan barang) setiap bulan:
(a) Kurang dari Rp 750.000
(b) Rp 750.001 – Rp 1.500.000
(c) Rp 1.500.001 – Rp 2.250.000
(d) Rp 2.250.001 – Rp 3.000.000
(e) Lebih dari Rp 3.000.000
7. Sebutkan satu merek minuman isotonik yang pertama kali muncul dalam ingatan anda:

__________________________________

8. Sebutkan merek minuman isotonik selain yang telah disebutkan pada jawaban

pertanyaan nomor 7 di atas:

(a) _______________________________

(b) _______________________________

(c) _______________________________

(d) _______________________________

(e) _______________________________

9. Apakah anda mengenal minuman isotonik merek POCARI SWEAT?

(a) Ya, saya mengenalnya dan telah menuliskannya pada jawaban pertanyaan nomor

7 dan 8

(b) Ya, tapi saya belum mencantumkan dalam jawaban pertanyaan di atas

(c) Tidak mengenal sama sekali

10. Dari mana Anda mengenal produk minuman isotonik?

(a) Iklan di media cetak (surat kabar, tabloid, majalah, dll)

(b) Iklan di TV

(c) Papan Reklame, Spanduk, dll

(d) Teman

(e) Toko

(f) Lainnya : _____________________


Petunjuk :
Untuk pertanyaan nomor 12 dan seterusnya, ditujukan hanya bagi Anda yang pernah
mengkonsumsi minuman isotonik merek POCARI SWEAT. Jika tidak pernah
mengkonsumsinya, maka Anda telah selesai mengisi angket ini.Namun jika pernah, maka
Anda dimohon memberi tanda X pada kolom pilihan jawaban yang menurut Anda paling
tepat.

11. Apa kesan Anda terhadap minuman isotonik merek Pocari Sweat?

Pocari Sweat
Kesan Anda Ya Tidak
Mengganti cairan tubuh
Memulihkan stamina/energi
Harga terjangkau
Kandungan bahan pengawet yang aman
Rasa segar/enak di lidah
Mudah didapat (tersedia di toko/kios terdekat)
Lebih bergengsi dibanding minuman isotonik
merek lain
Minuman kesehatan
Mutu Tinggi

12. Menurut Anda bagaimana kandungan nilai gizi dalam Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali

13. Bagaimana manfaat (mengganti cairan tubuh yang hilang) yang Anda rasakan dari
minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali

14. Apakah minuman isotonik Pocari Sweat aman untuk dikonsumsi (bahan pengawet
dalam batas aman bagi kesehatan)?
(a) Sangat Tidak Aman (b)Tidak Aman (c) Cukup (d) Aman (e)Aman Sekali
15. Menurut Anda bagaimana rasa minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali

16. Bagaimana dengan kemasan minuman isotonik Pocari Sweat?:


(a) Jelek Sekali (b) Jelek (c) Cukup (d) Baik (e) Baik Sekali

17. Menurut Anda bagaimana jumlah isi/volume (kepuasan untuk sekali minum) minuman
isotonik Pocari Sweat?
(a) Sedikit sekali (b) Sedikit (c) Cukup (d) Banyak (e) Banyak sekali

18. Menurut pengalaman Anda, bagaimana ketersediaan (mudah dijumpai di toko/kios


terdekat) saat Anda hendak membeli minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Sedikit sekali (b) Sedikit (c) Cukup (d) Banyak (e) Banyak sekali

20. Saat Anda membeli minuman isotonik, seberapa pentingkah Anda mempertimbangkan
hal-hal seperti disebutkan di bawah ini?
(Mohon memberi tanda X pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai dari 1 =
sangat tidak penting hingga 5 = sangat penting)

Kandungan nilai gizi Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Manfaat Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Keamanan untuk dikonsumsi Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Rasa Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Kemasan Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Jumlah isi/volume Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

Ketersediaan Sangat Tidak Penting 1 2 3 4 5 Sangat Penting

21. Seberapa sering Anda berpindah merek karena faktor harga?


(a) Tidak pernah (c) Kadang-kadang (e) Selalu
(b) Jarang (d) Sering

22. Apa pendapat Anda terhadap harga minuman isotonik Pocari Sweat?

(a) Murah Sekali (b) Murah (c) Cukup (d) Mahal (e) Mahal Sekali
23. Apakah Anda setuju bahwa alasan anda membeli merek minuman isotonik Pocari

Sweat hanya karena kebiasaan?

(a) Sangat tidak setuju (c) Ragu-ragu (e) Sangat setuju


(b) Tidak setuju (d) Setuju

24. Alasan apa yang mendorong Anda merasa perlu membeli/menggunakan minuman
isotonik? (jawaban boleh lebih dari satu)
 Saat berolah raga
 Sebelum/sesudah tidur
 Sakit
 Haus
 Capek
 Lainnya, sebutkan : _______________________

25. Seberapa sering Anda membeli/menggunakan minuman isotonik?


 1 - 3 kali sebulan
 4 - 6 kali sebulan
 7 - 10 kali sebulan
 Lebih dari 10 kali sebulan

26. Apakah Anda puas dalam menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
(a) Sangat tidak puas (c) Biasa saja (e) Sangat puas
(b) Tidak puas (d) Puas

27. Apakah Anda benar-benar menyukai merek minuman isotonik Pocari Sweat?
(a) Sangat tidak suka (c) Biasa saja (e) Sangat suka
(b) Tidak suka (d) Suka

28. Pernahkah Anda menyarankan dan mempromosikan ke orang lain untuk


membeli/menggunakan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
(a) Tidak pernah (c) Kadang-kadang (e) Selalu

(b) Jarang (d) Sering

29. Apakah Anda ingat logo, slogan, semboyan minuman isotonik merek Pocari Sweat?
 Ya. Sebutkan : ______________________________________
 Tidak

Terima kasih atas waktu dan kesediaan anda dalam mengisi kuesioner ini.

Anda mungkin juga menyukai