Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK PADA NOVEL SEJARAH

MUHAMMAD YAMIN PENGGAGAS INDONESIA YANG DIHUJAT DAN DIPUJI


KARYA “TIM PENULIS TEMPO”

DISUSUN OLEH

NAMA : YOSIMA VERONIKA

KELAS : XII MIPA 3

MAPEL : BAHASA INDONESIA

SMAN 01 BENGKULU TENGAH

TAHUN AJARAN 2019/2020


NOVEL SEJARAH MUHAMMAD YAMIN PENGGAGAS INDONESIA YANG
DIHUJAT DAN DIPUJI “ HIKAYAT ‘PENYULAP’ PANCASILA” KARYA TIM
PENULIS TEMPO

Rapat di rumah Mohammad Hatta pagi itu, 11 Februari 1975 dibuka tanpa banyak
basa-basi. Peserta rapat langsung terpancing pertanyaan retoris sang Proklamator.”Oh, ya,
saya ingin bertanya apa masih ingat, di sini ditulis pidato Yamin 29 Mei, apa benar itu?”

Sebelum peserta rapat lain menimpali, Bung Hatta lalu menjawab sendiri pertanyaan
yang dia lontarkan. Hatta menuturkan Muhammad Yamin berpidato pada hari pertama sidang
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) itu. Adapun dia berpidato pada hari kedua. Pada hari keempat, 1 Juni
1945, giliran Bung Karno yang berpidato.

“Setahu saya pidato Pancasila yang pertama kali Bung Karno, bukan Yamin. Kalau
dia (Yamin) lebih dulu, tentu saya ingat bahwa (pidato Bung Karno) itu ulangan,” ujar Hatta
seperti tertulis dalam notulen rapat ketiga Panitia Lima itu.

Pancasila Lima ditunjuk Presiden Soeharto untuk memberi penafsiran otenstik atas
sila-sila Pancasila. Bersama Hatta, bergabung dalam panitia itu Achmad Subardjo, Soenario,
A.A. Maramis, dan A.G. Pringgodigdo. Namun, sampai pertemuan hari itu, A.A. Maramis
belum bergabung. Dia sedang berada di Swiss.

Pagi itu, di kediaman Hatta di Jalan Diponegoro 57, Jakarta, para pendiri negara yang
masih tersisa tersebut “menggunjingkan” ulah mendiang Yamin. Yamin memang sudah
meninggal. Pria ini meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962 karena penyakit komplikasi.
Dia dituduh memanipulasi sejarah lewat bukunya, Naskah Persiapan UUD 1945. Buku itu
dicetak pada tahun 1959, ketika Yamin menjabat menteri negara dalam kabinet Karya.

Dalam bukunya, Yamin menyebut tiga tokoh yang memenuhi ketua BPUPKI, KRT
Radjiman Wedyodiningrat, untuk memaparkan dasar negara Indonesia merdeka. Mereka
adalah Yamin sendiri, Sukarno, dan Soepomo. Padahal ada puluhan tokoh yang berpidato
dalam forum itu. “Itulah kelicikan Yamin dimasukkan di sini,” ujar Hatta. Hatta tampaknya
begitu jengkel terhadap sepak terjang Yamin di BPUPKI. Dalam notulen rapat Panitia Lima-
yang termuat dalam lampiran buku Uraian Pancasila terbitan Mutiara, Jakarta, 1977-Hatta
yang dikenal santun itu sampai tiga kali menyebut Yamin “licik” . Meski irit komentar,
Pringgodigdo pun tak urung menimpali. “Pak Yamin itu pinter nyulap, kok!”

Toh, “gerundelan”Panitia Lima itu tak langsung memancing perdebatan di kalangan


masyarakat luas. Kontrovensi baru muncul enam tahun kemudian, sekitar Juli 1981. Hal itu
dipicu oleh penerbitan buku Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara karangan Nugroho
Notosusanto. Dijual seharga Rp500, buku yang pertama kali dicetak 13.500 eksemplar oleh
Balai Pustaka itu laris manis.

Dalam buku setebal 68 halaman itu, Nugroho meyimpulkan: 1 Juni hanyalah hari
kelahiran Pancasila-nya Bung Karno. Sedangkan Pancasila Dasar Negara baru dilahirkan
pada 18 Agustus 1945, ketika Pembukaan UUD 1945 disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Menurut Nugroho, Bung Karno pun bukan satu-satunya
penggali Pancasila. Katanya, masih ada Yamin dan Soepomo, yang juga menyodorkan
konsepsi dasar negara sewaktu berpidato pada putaran-putaran pertama siding BPUPKI itu.

Kesimpulan Nugroho itu semakin melukai para pendukung Sukarno. Maklum, sejak
1970, pemerintah Orde Baru melarang peringatan hari lahirnya Pancasila setiap 1 Juni.
Menurut sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam, Larangan
memperingati itu datang dari Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), lembaga yang dipakai Orde Baru untuk membungkam lawan-lawan politiknya.
Untuk membangun kesimpulannya, Nugroho menjadikan buku Yamin, Naskah Persiapan
UUD 1945 jilid 1, sebagai sumber primer. Di samping ditulis langsung oleh pelaku sejarah,
menurut Kepala Pusat Sejarah ABRI itu, buku Yamin meyakinkan karena dilengkapi tulisan
tangan Bung Karno sebagai kata pengantar. Apalagi Bung Karno pun mengaku menggunakan
naskah Yamin itu untuk membuat pidatonya yang penting: “Res Publica, Sekali Lagi Res
Publica”. “Buku itu di-Endorse oleh Bung Karno,” ujar Nugroho Notosusanto dalam
wawancara dengan Tempo (“Di Celah-celah Ingatan ‘45’ ”, Tempo, edisi 29 Agustus 1981).

Untuk memperkuat Kredibilitas sumbernya, Nugroho mengutip pembicaraan dengan


A.G. Pringgodigdo. Wakil Kepala Tata Usaha BPUPKI itu menyebut isi buku Yamin
ototentik. Soalnya, buku itu merupakan cetakan dari laporan stenografis siding, Buku Yamin,
menurut Pringgodigdo, kata demi kata (woordelijk) sama dengan laporan stenografis yang
dipinjam Yamin tapi tak pernah dikembalikan. Kesaksian Pringgodigdo kepada Nugroho ini
terdengar aneh bukan hanya karena dia pernah menyebut Yamin “itu-kang sulap”. Penilaian
Pringgodigdo pun susah diuji karena stenografis yang dipinjam Yamin belum ditemukan
versi aslinya. Tak mengherankan bila buku Nugroho pun segera menuai kritik. “Dari sudut
sejarah, buku itu mempunyai beberapa kelemahan metodologis,” kata Abdurrachman
Surjomihardjo, ahli dan peneliti perkembangan masyarakat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Ada juga yang menyorot kejanggalan lain pidato Yamin itu. Misalnya Ruben
Nalenan dari Lembaga Penelitian Sejarah Nasional Universitas 17 Agustus. Dalam tulisannya
di harian Kompas pada 9 Agustus 1981, Ruben menyoroti Rancangan UUD yang
dilampirkan Yamin dalam bukunya. Yamin mengklaim rancangan itu sebagai lampiran
pidatonya di siding BPUPKI pada 29 Mei 1945.

Ananda B. Kusuma, peneliti senior di Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas
Indonesia, termasuk yang gigih menentang kesimpulan bahwa Yamin yang pertama kali
memunculkan rumusan dasar negara. “Tulisan seperti itu merupakan upaya de-Sukarnoisasi,”
kata Ananda dalaam diskusi di kantor Tempo, pertengahan Juli 2014. Untuk mematahkan
kesimpulan Nugroho, tulisan Bung Hatta pun kembali dikutip banyak kalangan. Kebetulan
komentar Hatta tentang hal itu menyebar dalam berbagai buku, memoar, surat wasiat, sampai
surat untuk sahabat pena dia.

Misalnya Bung Hatta untuk N Soeroso, warga Jalan Tongkol, Tanjung Priok, pada 25
Februari 1974. Dalam surat itu, Hatta menulis bahwa pidato Yamin dalam buku Naskah
Persiapan UUD 1945 bukanlah pidato di depan siding BPUPKI. Pidato Yamin juga tak ada
hubungannya dengan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Sewaktu Panitia Sembilan selesai
membuat rumusan baru tentang Pancasila, demikian tulis Hatta, Bung Karno meminta
persetujuan supaya Yamin membuat keterangan tentang Pancasila. Hasilnya, keterangan itu
terlalu panjang, sehingga ditolak Panitia Sembilan. Sebagai gantinya diambillah Preambule
UUD yang sudah ada, Adapun “naskah keterangan” itu dimasukkan Yamin ke bukunya,
seolah-olah pernah dibacakan pada sidang BPUPKI. “Di sinilah letak liciknya Yamin,” kata
Hatta.

Dituduh licik dan cenderung menonjolkan diri, Yamin tak pernah terang-terangan
mengklaim sebagai perumus Pancasila. Dalam pidato pada 5 Juni 1958, Yamin bahkan
menegasakan bahwa pada “1 Juni 1945 diucapkan pidato yang pertama tentang Pancasila
oleh Bung Karno”.

Sebaliknya, dalam beberapa kesempatan, Sukarno pun menolak disebut sebagai


pencipta Pancasila. Bung Karno mengaku menggali nilai-nilai dasar itu dari budaya luhur
masyarakat Indonesia. Bahkan, untuk istilah Pancasila, Sukarno mengaku mendapat bisikan
dari seorang teman yang ahli bahasa itu?

Menurut Restu Gunawan , penulis biografi Muhammad Yamin dan Cita-cita


Persatuan, dalam suatu kesempatan pada 1966, Sukarno membuka bahwa “ahli bahasa” itu
adalah Yamin.

Ceritanya, pada malam sebelum Sukarno menyampaikan pidatonya yang monumental


itu. KH Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan KH Masjkur menginap di rumah Yamin.
Malam itu Sukarno datang kerumah Yamin untuk meminta persetujuan para tokoh atas pidato
yang dia anggap sebagai kompromi antara golongan islam dan nasionalis sekuler tersebut.

Rupanya, malam itu Sukarno tak hanya melobi para tokoh untuk menyetujui materi
pidato “philosophische ground slag” itu. Sukarno pun meminta saran mengenai penamaan
lima dasar negara yang bakal dia paparkan. “Yamin yang menyumbangkan kata ‘sila’.
Sedangkan kata ‘panca’ berasal dari kata Sukarno,” ucap Restu kepada Tempo.

Kalaupun ada andil Yamin, sejarawan Asvi Warman Adam tetap melihat Sukarno-lah
penetus pertaman Pancasila. “Itu disampaikan pada 1 Juni,” kata Asvi. Adapun para pendiri
bangsa yang lain, menurut Asvi, juga berperan dalam merumuskan butir-butir Pancasila
seperti yang dilafalkan saat ini.
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK PADA NOVEL SEJARAH
MUHAMMAD YAMIN PENGGAGAS INDONESIA YANG DIHUJAT DAN DIPUJI
“HIKAYAT ‘PENYULAP’ PANCASILA” KARYA TIM PENULIS TEMPO

A.Sinopsis

Seri Buku TEMPO: Bapak Bangsa, lahir dengan semangat untuk memperingati 100
Tahun hari lahirnya para pendiri bangsa Indonesia (Soekarno, Hatta, dan Syahrir).
Berlanjut dari menulis empat tokoh proklamasi (Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka),
ditulis pula oleh tim penulis riwayat tentang Muhammad Yamin. Dalam menyusun
tulisan tentang Muhammad Yamin ini, tim TEMPO mengambil data dari sumber primer
dan sekunder terpercaya, seperti ulasan Restu Gunawan dalam Muhammad Yamin dan
Cita-cita Persatuan, Sutrisno Kuyoto dalam biografi Prof. H. Muhammad Yamin
S.H., serta mendatangi beberapa tempat bersejarah yang berkaitan langsung dengan
kehidupan M.Yamin. Dalam penulisan buku ini tidak digunakan metodologi sejarah yang
ketat seperti para sejarawan, namun digunakan pendekatan jurnalistik dengan verifikasi
yang tepat.

Rapat di rumah Mohammad Hatta pagi itu, 11 Februari 1975 dibuka tanpa banyak
basa-basi. Peserta rapat langsung terpancing pertanyaan retoris sang Proklamator. Hatta
menuturkan Muhammad Yamin berpidato pada hari pertama sidang Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai atau Badan Penyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) itu.

Pagi itu, di kediaman Hatta di Jalan Diponegoro 57, Jakarta, para pendiri negara
yang masih tersisa tersebut “menggunjingkan” ulah mendiang Yamin. Yamin memang
sudah meninggal. Pria ini meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962 karena penyakit
komplikasi. Dia dituduh memanipulasi sejarah lewat bukunya, Naskah Persiapan UUD
1945. Buku itu dicetak pada tahun 1959, ketika Yamin menjabat menteri negara dalam
kabinet Karya.

Dalam bukunya, Yamin menyebut tiga tokoh yang memenuhi ketua BPUPKI,
KRT Radjiman Wedyodiningrat, untuk memaparkan dasar negara Indonesia merdeka.
Mereka adalah Yamin sendiri, Sukarno, dan Soepomo. Padahal ada puluhan tokoh yang
berpidato dalam forum itu. “Itulah kelicikan Yamin dimasukkan di sini,” ujar Hatta.
Hatta tampaknya begitu jengkel terhadap sepak terjang Yamin di BPUPKI. Dalam
notulen rapat Panitia Lima-yang termuat dalam lampiran buku Uraian Pancasila terbitan
Mutiara, Jakarta, 1977-Hatta yang dikenal santun itu sampai tiga kali menyebut Yamin
“licik” . Meski irit komentar, Pringgodigdo pun tak urung menimpali. “Pak Yamin itu
pinter nyulap, kok!”

Karena adanya permasalahan tersebut, banyak dari ahli sejarawan yang dapat
menyimpulkan bahwa siapa yang pertama kali yang membuat Pancasila ?. Ada
sejarawan yang menyimpulkan Bung Karno yang pertama kali dan ada juga yang
menyimpulkan bahwa M. yamin yang membuat Pancasila pertama kali.

Menurut Restu Gunawan , penulis biografi Muhammad Yamin dan Cita-cita


Persatuan, dalam suatu kesempatan pada 1966, Sukarno membuka bahwa “ahli bahasa”
itu adalah Yamin.

Ceritanya, pada malam sebelum Sukarno menyampaikan pidatonya yang


monumental itu. KH Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan KH Masjkur menginap di
rumah Yamin. Malam itu Sukarno datang kerumah Yamin untuk meminta persetujuan
para tokoh atas pidato yang dia anggap sebagai kompromi antara golongan islam dan
nasionalis sekuler tersebut.

Rupanya, malam itu Sukarno tak hanya melobi para tokoh untuk menyetujui
materi pidato “philosophische ground slag” itu. Sukarno pun meminta saran mengenai
penamaan lima dasar negara yang bakal dia paparkan. “Yamin yang menyumbangkan
kata ‘sila’. Sedangkan kata ‘panca’ berasal dari kata Sukarno,” ucap Restu kepada
Tempo.

Kalaupun ada andil Yamin, sejarawan Asvi Warman Adam tetap melihat
Sukarno-lah penetus pertaman Pancasila. “Itu disampaikan pada 1 Juni,” kata Asvi.
Adapun para pendiri bangsa yang lain, menurut Asvi, juga berperan dalam merumuskan
butir-butir Pancasila seperti yang dilafalkan saat ini.

B. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun sebuah


teks cerita sejarah, dalam hal ini cerita sejarah berwujud novel. Berikut unsur intrinsik
pada novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat Dan Dipuji. :
1.Tema

Tema adalah ide pokok sebuah cerita. Dalam novel sejarah, tema yang ditulis
pengarang biasanya tema-tema yang berhubungan dengan sejarah, tokoh agama, dan
perebut kekuasaa.

Tema yang tersirat dalam novel sejarah Muhammad Yamin Penggagas


Indonesia Yang Dihujat Dan Dipuji ini tak lain adalah mengangkat tema Tokoh
Pahlawan Nasional “Yamin menyebut tiga tokoh yang memenuhi ketua BPUPKI,
KRT Radjiman Wedyodiningrat, untuk memaparkan dasar negara Indonesia
merdeka”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan per kalimat yang diceritakan
oleh pengarang

2. Alur (Plot)

Alur atau plot merupakan unsur intrinsik novel sejarah yang penting. Plot
adalah yang mempunyai hubungan sebab-akibat serangkaian peristiwa. Berdasarkan
waktunya, alur dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu alur maju, alur mundur dan aluran
campuran.

Pada novel berjudul Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat


Dan Dipuji yaitu alur maju. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya
sesuai dengan waktu kejadian atau waktu bergerak ke depan.

Alur yang terdapat dalam novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia


Yang Dihujat Dan Dipuji adalah alur maju “……….Maklum, sejak 1970, pemerintah
Orde Baru melarang peringatan hari lahirnya Pancasila setiap 1 Juni………..”

3. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang dalam


sebuah cerita. Dalam novel sejarah, tokoh-tokoh dapat berupa pahlawan nasional atau
tokoh penting di suatu daerah. Tokoh dalam novel sejarah biasa juga tokoh fiktif rekaan
penulis. Tokoh di dalam teks sejarah dapat dibagi menjadi dua yaitu, tokoh protagonist
adalah tokoh yang mempunyai watak baik dan tokoh antagonis adalah tokoh yang
mempunyai watak jahat.
Tokoh dalam novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat
Dan Dipuji yaitu :

a. Mohammad Yamin : Pintar, cerdik, licik, dan gigih

b. Mohammad Hatta : Setia, teguh, pada pendirian, berburuk sangka dan


santun

c. Nugroho : Teguh pada pendirian

d. Sukarno : Bijaksana dan Baik hati

e. Asvi : Berpikir kritis

4. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita.

Sudut pandang novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat


Dan Dipuji yaitu menggunakan sudut pandang orang ketiga karena pengarang
menyebut nama tokoh dengan sebutan nama ia, dia dan mereka.

5. Latar

Latar merupakan pijakan dalam teks cerita sejarah. Latar dalam novel berupa
latar tempat, waktu, suasana, dan lingkaran sosial budaya

a. Latar Tempat

“Misalnya surat Bung Hatta untuk N. Soeroso, warga Jalan Tongkol, Tanjung
Priok,…….”

“Pagi itu, di kediaman Hatta di Jalan Diponegoro 57, Jakarta,……”

b. Latar Waktu

“Rapat di rumah Mohammad Hatta pagi itu, 11 Februari 1975, dibuka tanpa
basa basi……….”
“………..Pada hari ke empat, 1 Juni 1945, giliran Bung Karno yang
berpidato”

c. Latar Suasana

“……….Para pendiri negara yang masih tersisa tersebut “Menggunjingkan”


ulah mendiang Yamin….….”

“Hatta tampaknya begitu jengkel terhadap sepak terjang Yamin di


BPUPKI…..…”

6 Amanat

Amanat merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada


pembaca. Amanat dalam novel sejarah disamapikan implisit. Amanat dalam novel
sejarah biasanya berkaitan dengan ahlak budi pekerti dana susila.

Amanat yang di sampaikan dalam novel Muhammad Yamin Penggagas


Indonesia Yang Dihujat Dan Dipuji adalah jangan berburuk sangka terhadap sesuatu,
berpikirlah lebih kritis agar suatu masalah dapat dipecahkan dan jangan cepat
menyimpulkan sesuatu hal tanpa bukti yang jelas, carilah kebenaran terlebih dahulu
agar yang disimpulkan bisa dapat dipercaya oleh orang lain.

C. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks cerita sejarah.Akan
tetapi. Unsur ekstrinsik tersebut tidak seecara langsung memengaruhi bangunan atau
sistem organisme dalam teks cerita sejarah. Berikut adalah unsur ekstrinsik novel
Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat Dan Dipuji.

1. Unsur Keagamaan
Dalam teks sejarah, unsur agama masih kuat. Salah satu contohnya, dalam
beberapa teks cerita sejarah di Indonesia kental pengaruh Hindu-Budha dan Islam.
Unsur agama dalam novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat
Dan Dipuji karya buku tempo adalah “……..Sebagai kompromi antara golongan Islam
dan Nasionalis sekuler tersebut”
2. Unsur Politik
Dalam teks cerita sejarah biasanya terdapat konflik perebutan kekuasaan atau
daerah kekuasaan.
Unsur politik dalam novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat
Dan Dipuji karya buku tempo adalah “Menurut Nugroho, Bung Karno pun bukan satu-
satunya penggali Pancasila..….”

3. Unsur Sosial
Dalam teks cerita sejarah, biasanya terdapat jenjang status social, misalnya antara
raja dan rakyat atau antara pengusaha dan rakyat.
Unsur sosial dalam novel Muhammad Yamin Penggagas Indonesia Yang Dihujat Dan
Dipuji karya buku tempo adalah “Kesimpulan Nugroho itu semakin melukai pendukung
Sukarno…..”

Anda mungkin juga menyukai