HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
2.1 Mioma Uteri.............................................................................................................4
2.2 Anestesi Regional...................................................................................................17
BAB III.....................................................................................................................................27
LAPORAN KASUS....................................................................................................................27
A. IDENTITAS...............................................................................................................27
B. ANAMNESIS............................................................................................................27
C. PEMERIKSAAN FISIK :..........................................................................................28
D. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................30
E. Assesment..................................................................................................................32
F. Plan............................................................................................................................32
G. Laporan Anestesi........................................................................................................32
H. Persiapan pasien preoperatif :.....................................................................................33
I. Persiapan di kamar operasi :.......................................................................................33
J. Prosedur Subarachnoid Blok (SAB)...........................................................................34
K. Intra Operatif..............................................................................................................35
L. POST OPERATIF......................................................................................................40
BAB IV....................................................................................................................................42
PEMBAHASAN........................................................................................................................42
BAB V.....................................................................................................................................53
KESIMPULAN..........................................................................................................................53
DAFTAS PUSTAKA.........................................................................................................54
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang
berasal dari otot polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik,
kemudian berkembang akibat induksi hormon estrogen dan progesteron.
Mengingat sifat pertumbuhannya dipengaruhi hormonal, tumor ini jarang
mengenai usia prapubertas serta progresivitasnya akan menurun pada masa
menopause. Sebagian kasus asimptomatis sehingga sering didapati secara
tidak sengaja saat ke dokter karena keluhan lain. Gejala paling sering adalah
perdarahan vagina. Tumor ini sering menjadi penyebab subfertilitas wanita
dan pada kehamilan dapat menyebabkan abortus dan prematuritas.1
1
tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan,
stabilisasi otonom.2
Anestesi adalah istilah yang di turunkan dari dua kata Yunani yaitu "an”
dan "esthesia", dan bersama-sama berarti "hilangnya rasa atau hilangnya
sensasi”. Para ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai
kehilangan rasa secara patologis bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi
dikemukakan pertama kali Oliver Wendell Holmes 1809-1894) untuk proses
"eterisasi" Morton (1846), untuk menggambarkan keadaan pengurangan nyeri
sewaktu pembedahan. Pada saat ini, bila digunakan kata tunggal anestesi
berarti anestesi umum. Anestesi umum adalah keadaan tak sadar tanpa nyeri
(dengan reflek otonomik minimal) yang reversible akibat pemberian obat-
obatan. Anestesi inhalasi, anestesi intravena, anestesi intravaskular, anestesi
perrektal adalah sub bagian dari anestesi umum, dan kata "menerangkan"
menunjukkan jalur masuknya obat ke dalam tubuh untuk menghasilkan
anestesi umum. Anestesi lokal (atau mungkin lebih tepat analgesi lokal)
menunjukkan anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa
kehilangan kesadaran kecuali digunakan teknik anestesi gabungan anestesi
umum dan anestesi lokal atau digunakan sedasi. Anestesi regional (atau
mungkin lebih tepat analgesi regional) seringkali digunakan sebagai sinonim
anestesi lokal, lebih menunjukkan akibat blokade saraf pleksus, medulla
spinalis yang jauh dari daerah yang di buat tidak peka.2
Analgesi adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri.
Istilah ini pada masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk
2
menunjukkan proses penderita bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran.
Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar dalam kaitannya dengan istilah
anestesi untuk menunjukkan anestesi lokal atau regional obat analgesi dibagi
ke dalam dua kelompok yakni golongan NSAID dan golongan opioid, yang
bekerja di perifer atau sentral, sedangkan obat untuk melakukan analgesi lokal
adalah kelompok obat analgesi lokal, seperti prokain, lidokain dan
bupivakain.2
Hipnosis mempunyai makna kata berupa keadaan menjadi tidur.
Seringkali hipnosis diartikan sebagai komponen pertama trias anestesi.
keadaan tak sadar, tidur secara farmakologik yang tetap bereaksi terhadap
nyeri dengan reflek penarikan diri atau reflek otonomik, jika penderita tidak
cukup di berikan analgetik. Hipnosis adalah istilah yang ditimbulkan oleh
hipnotism, yakni penurunan sifat kritis seseorang akibat hipnotism.2
Narkosis, seringkali diartikan sebagai komponen pertama trias
anestesi, keadaan tak sadar, tidur secara farmakologi oleh obat anestesi umum.
Istilah ini mungkin lebih tepat dibandingkan hipnosis, tetapi narkosis
seringkali diartikan sebagai akibat pemberian obat narkotik (opioid).2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
uterus, yang diselingi untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang
tipis, dan sering terjadi pada usia reproduksi. Tumor ini juga dikenal
dengan istilah fibromioma uteri, leimioma uteri, dan uterine fibroid.
Dapat bersifat tunggal atau ganda dan mencapai ukuran besar,
konsistensinya keras dengan batas kapsul yang jelas sehingga dapat
dilepas dari jaringan sekitarnya.5
2.2.1 EPIDEMIOLOGI
4
lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarche.6
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45
tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah
infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri
yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya
wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi.
Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita
dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
5
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon
estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri
muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause.
2.2.3 PATOGENESIS
6
pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor
pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor 1 yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada
mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.7
Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan
korpus uteri. Mioma pada serviks uteri hanya ditemukan sebanyak 3 %
dan pada korpus uteri ditemukan 97% kasus. Berdasarkan tempat
tumbuh atau letaknya, mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi : 6
7
3. Mioma uteri subserosa: Mioma terletak dibawah tunika serosa,
tumbuh kerah luar dan menonjol ke permukaan uterus. Mioma
subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma ligamenter yang dapat menekan ligamenter dan
arteri iliaka. Miom jenis ini juga dapat tumbuh menempel pada
jaringan lain misalnya ke omentum dan kemudian membebaskan
diri dari uterus sehingga disebut wandering dan parasite fibroid.
8
Jenis mioma uteri dan lokasinya
9
2.2.4 MANIFESTASI KLINIK
10
4. Infertilitas dan abortus: Infertilitas dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan
mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh
karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma
merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi.
2.2.5 DIAGNOSIS
1. Anamnesis: Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala
klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan
komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi
abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar
sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan
bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: Akibat yang terjadi pada mioma
uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan
dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk
mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.
b. Imaging
Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan
homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar
11
terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan pelvis
dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma
uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien
infertil.
MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran,
jumlah mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih
mahal.
DIAGNOSIS BANDING
2. Miosarkoma, koriokarsinoma
3. Tumor abdomen
2.2.6 PENATALAKSANAAN
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55%
dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan. Walaupun demikian, mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.10
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan
ukuran tumor terbagi kepada:10
12
a. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki
gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis
adalah mengurangi ukuran mioma dengan mengurangi
produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis
sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi
oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala
pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri 10
b. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut
American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan
American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi
konservatif
2) Curiga adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena ganggaun pada cavum uteri maupun
karena oklusi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah
miomektomi atau histerektomi.
1) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja
tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada
13
wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan
tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara
ekstirpasi lewat vagina 9
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan
laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada
laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin
timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan
segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi risiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi
faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan
paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan
terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum
uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska
operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. Miomektomi
juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat
dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang
terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan
tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan
paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ
sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai
14
saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur
standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya.10
2) Histerektomi10
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya adalah tindakan terpilih.Tindakan histerektomi pada
mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi
dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus
sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara
abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus
dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-
masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih
besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan
STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi
sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi
di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani
STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana
tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara
umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
15
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul
pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga
memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa
penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik.
Tetapi yang dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal
dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted
vaginal histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated
edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa
colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan
adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing
kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan
pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula
merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari
serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas
lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik
untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH
adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung
kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang
lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa
penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik
adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan,
prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan karena
masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang
rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.
16
Komplikasi yang terjadi berupa perubahan sekunder
pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah
pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain :9
17
seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan
nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada
putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan
degenerasi hialin. Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri
:9
Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma
ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta
merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat
mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi
perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan
infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi
darah padanya.
18
2.2 Anestesi Regional
19
Beberapa indikasi dari pemberian anestesi spinal.11
20
4. Bila pasien menolak.
5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk
jarum spinal.
6. Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernisiosa,
neurosyphilys, dan porphiria.
7. Hipotensi.
3. Anak-anak.
2.2.5 Anatomi
21
ditakutkan menusuk medulla spinalis saat penyuntikan, maka spinal anestesi
umumnya dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4, L2-L3. Ruangan epidural berakhir
di vertebra S2.6.
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale posterior.
5. Ligamentum longitudinale anterior.
Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang
sesuai dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan
resusitasi telah tersedia. Sebelum memosisikan pasien, seluruh peralatan untuk
blok spinal harus siap untuk digunakan, sebagai contoh, anestesi lokal telah
dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbuka, cairan preloading
sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan
untuk anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan pasien.12
22
1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita
visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan
adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan
untuk spinal anestesi.
2. Posisi pasien
a Posisi Lateral
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha
fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
b Posisi duduk
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada
pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan
diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh.
Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
c Posisi Prone
23
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor
jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi
komplikasi sakit kepala (PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai
jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya
likuor bila ujung jarum ada di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor
harus diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum
beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih
merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan
obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah
yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi
lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).
Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah
lidokain, bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah
suatu obat anestesi lokal yang poten, yang dapat memblokade otonom,
sensoris dan motoris. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose,
merupakan larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya
1,5 jam. Dosis rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75- 100mg untuk operasi
ekstrimitas bawah dan abdomen bagian bawah, 100- 150mg untuk spinal
analgesia tinggi. Lama analgesi prokain < 1 jam, lidokain ± 1-1,5 jam,
tetrakain 2 jam lebih.12
24
level analgesia kulit, sedangkan blokade otonom adalah 2-6 segmen sephalik
dari zone sensoris. Untuk keperluan klinik, level anestesi dibagi atas :
1. Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi kulit pada segmen lumbal
bawah dan sakral.
2. Low spinal anesthesia : level anestesi kulit sekitar umbilikus (T10) dan
termasuk segmen torakal bawah, lumbal dan sakral.
25
sehingga akan menghasilkan low spinal anesthesia, sedangkan suntikan
yang terlalu cepat akan menyebabkan turbulensi dalam liquor dan
menghasilkan level anestesi yang lebih tinggi. Kecepatan yang dianjurkan
adalah 1ml per 3 detik.12
26
Perawatan Pascabedah4
5. Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan pulih.
1. Sistim Kardiovaskuler
a Penurunan resistensi perifer
1) Vasodilatasi arteriol dan arteri terjadi pada daerah yang diblokade
akibat penurunan tonus vasokonstriksi simfatis.
27
2) Venodilatasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas vena dan
venous return.
3) Proksimal dari daerah yang diblokade akan terjadi mekanisme
kompensasi, yakni terjadinya vasokonstriksi.
b Penurunan Tekanan Sistolik dan Tekanan Arteri Rerata
2. Sistim Respirasi
28
Bisa terjadi apnoe yang biasanya disebabkan karena hipotensi yang berat
sehingga terjadi iskemia medula oblongata. Terapinya : berikan ventilasi, cairan
dan vasopressor. Jarang disebabkan karena terjadi blokade motoris yang tinggi
(pada radix n.phrenicus C3-5). Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk kering,
maupun kesulitan bicara.
3. Sistim Gastrointestinal
29
2. Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga
jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan duramater.
3. Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari, hal
ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.
2. Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang
epidural tempat kebocoran.
5. Backache
6. Retensio Urinae
30
ruang subarachnoid, setelah anestesi fungsi vesica urinaria merupakan yang
terakhir pulih.
31
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
B. ANAMNESIS
32
(-), mual (-), muntah (-), pusing (-) lemas (-), nyeri uluhati (-) penglihatan
kabur (-) berkurang, tegang pada leher (-), batuk (-) berdahak, demam (-).
BAK lancar, BAB biasa
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung : (-)
- Riwayat penyakit hipertensi : (-)
- Riwayat penyakit asma : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
- Riwayat diabetes mellitus : (-)
- Riwayat trauma atau kecelakaan : (-)
- Riwayat operasi sebelumnya : (-)
- Riwayat konsumsi obat : (-)
- Riwayat operasi : (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK :
1. B1 (Breath)
- gigi palsu (-), gigi goyang (-) gigi ompong(-) gigi lubang (+).
- Mallampati score: 1. Leher pendek (-).
- Airway paten (tidak ada sumbatan).
33
- Inspeksi Thorax : Pengembangan dada simetris antara dada sisi kiri dan
kanan. RR 20x/menit.
- Palpasi thorax : jejas (-), benjolan (-), kelainan bentuk (-).
- Auskultasi thorax di dapatkan bunyi pernafasan Vesikuler +/+. Bunyi
nafas tambahan : Rhonkii -/-, Wheezing -/-, snoring (-), gurgling (-),
stridor(-).
2. B2 (Blood)
- TD : 110/70 mmHg.
- Nadi reguler kuat angkat 98x/mnt
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Akral hangat, CRT < 2 detik
-
3. B3 (Brain)
- Kesadaran : Compos mentis. GCS (E4M6V5)
- Mata : Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), sclera ikterik
(-/-)
- Suhu : 36,5 0C
- VAS : 2
4. B4 (Bladder)
- Buang air kecil lancar (Pasien menggunakan kateter)
- Urine berwarna kuning.
5. B5 (Bowel)
- Nyeri perut (+) , mual (-) muntah (-) jejas (-).
- Peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-).
- BAB biasa.
34
6. B6 Back & Bone
- Pergerakan ekstremitas atas kanan (bebas)
- Pergerakan ekstremitas atas kiri` (bebas)
- Pergerakan ekstremitas bawah kanan (bebas)
- Pergerakan ekstremitas bawah kiri (bebas)
- Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
- Fraktur atau dislokasi : (-)
Lingkar perut 78 cm, teraba massa 2 jari dibawah pusat sebelah kanan
D. Pemeriksaan Penunjang
35
Eritrosit 3,71 L: 4.5-6.5 P: 4,1-5.1 Juta/ul
36
Tabel 3.Laboratorium Seroimmunologi (25 Oktober 2021)
Hasil Rujukan
SARS Cov-2
Negatif Negatif
(COVID-19)
Bronkhitis
Besar cor normal
Sistema tulang intak
37
Tampak gaster, sistema usus halus dan colon dalam batas normal
Tampak spondylosis lumbalis
Kesan :
E. Assesment
F. Plan
Terapi
- IVFD RL 20 tetes/menit
Jenis anestesi : Regional Anastesi
Teknik anestesi : SAB (Subarachnoid Block Anastesi)
Jenis pembedahan : Histerektomi
38
G. Laporan Anestesi
39
c. Pasang infus RL pada saat puasa dengan kecepatan 20 tpm
40
c. Airway : Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-
faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk mengelakkan sumbatan jalan napas
d. Tape : Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
e. Introducer : stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
f. Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
g. Suction : Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
41
7. Pasien di posisikan Kembali dalam posisi supinasi, test otonom, Prick test
sensorik setinggi T6, test motoric. Bromage score : 3, tidak dapat mengangkat
kaki sama sekali.
8. Maintenance : O2 2 L/menit,
9. Operasi selesai pasien di transfer ke recovery room
K. Intra Operatif
42
Hasil Monitoring Intraoperatif
Fentanyl 30 mcg
Midazolam 3 mg
43
Ondansentron 4 mg
Fentanyl 40 mg
44
10.10 118/60 109 100 %
10.30 122/66 88 99 %
10.35 104/53 90 99 %
Fentanyl 20 mcg
10.45 106/58 99 99 %
45
11.15 117/69 92 99 %
11.20 110/71 88 99 %
11.25 120/71 90 99 %
11.30 121/71 87 99 %
Terapi Cairan :
Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre - BB: 47 Kg Input:
Operasi - Maintenance kebutuhan cairan per jam: RL: 600 cc
= 35 cc x 47 kg
= 1.645 ml/ 24 jam Output
= 68 ml/ jam atau 23 tetes/menit Urin :200 cc
- Kebutuhan cairan pengganti puasa 8 jam:
= 8 jam x (68,cc/jam)
= 544 cc
= 696 cc-500cc
= 196 cc
46
= 3.055 cc
Jumlah perdarahan selama operasi ± 300cc Output
Urin : 400cc
% perdarahan :
Total
= Jumlah perdarahan : EBV x 100% Perdarahan:
=300 : 3.055 x 100% ±300 cc
= 9,81 %
MABL :
Hct pasien−Hct standar
ABL=EBV ×
( Hct pasien+ Hct standar ) /2
3055×(37,1−36)
= (37,1+36)/2
3055 x (1,1)
=
36,55
= 91,94 ml
Perdarahan yang terjadi durante operatif 9,81%
karena tidak melebihi 20 % maka tidak perlu
transfuse
MABL :
ABL=20% x EBV
= 20% x 3055
= 611 ml
Stress operasi:
Operasi berat
47
8 ml x 47 = 376 cc/jam (6.2 cc/ menit)
Operasi berlangsung 115 menit
Stress operasi X lama operasi
6,2 X 115 menit
= 713 cc
Cairan pengganti defisit darah
Keseimbangan kebutuhan :
Cairan masuk – (Kebutuhan cairan selamaa
operasi + Output urin)
= (1725)–( 1013 + 600)
= 112 cc
48
L. POST OPERATIF
49
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien perempuan usia 42 tahun dengan diagnosis Mioma
Uteri. Tindakan yang digunakan pada operasi ini yaitu, anestesi regional
menggunakan teknik Spinal Anastesi. Anestesi spinal adalah pemberian obat
antestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid . Anestesi spinal diindikasikan terutama
untuk bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan
perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan
operasi ortopedi ekstremitas inferior.
51
Klassifikasi Definisi Contoh Contoh Anak, Contoh
ASA Dewasa, Termasuk, tapi Kehamilan,
Termasuk, tidak Terbatas Termasuk,
tapi tidak pada: tapi tidak
Terbatas Terbatas
pada: pada:
52
dengan baik abnormal terkontrol.
, penyakit paru- persentil untuk
paru yang usia, OSA
ringan ringan / sedang,
status onkologis
dalam remisi,
autisme dengan
keterbatasan
ringan
53
n alkohol, alat transplantasi
pacu jantung organ,
implan, malformasi otak
pengurangan / sumsum tulang
fraksi ejeksi belakang,
sedang, ESRD hidrosefalus
yang menjalani simptomatik,
dialisis PCA bayi
terjadwal prematur <60
secara teratur, minggu, autisme
riwayat IM, dengan
CVA (> 3 keterbatasan
bulan), TIA, berat, penyakit
atau CAD / metabolik,
stent. kesulitan jalan
napas,
penggunaan
nutrisi
parenteral
jangka panjang.
Bayi cukup
bulan usia <6
minggu.
54
pasien atau CAD / jantung dengan
dengan stent terkini kongenital yang gambaran
penyakit (<3 bulan), bergejala, gagal yang berat
sistemik iskemia jantung dipersulit oleh
berat yang jantung yang kongestif, gejala penyakit
merupakan sedang sisa prematuritas HELLP atau
ancaman berlangsung aktif,ensefalopat efek samping
seumur atau disfungsi i hipoksia- lainnya,
hidup katup yang iskemik akut, kardiomiopati
parah, syok, sepsis, peripartum
pengurangan koagulasi dengan EF
fraksi ejeksi intravaskular <40, penyakit
yang berat, diseminata, jantung tidak
syok, sepsis, defibrilator terkoreksi /
DIC, ISPA atau kardioverter dekompensasi
ESRD yang implan otomatis, , didapat atau
tidak menjalani ketergantungan bawaan.
dialisis ventilator,
terjadwal endokrinopati,
secara teratur trauma berat,
gangguan
pernapasan
berat, keadaan
onkologis lanjut.
55
berat dan masif, massa, pasien
diperkirakan perdarahan yang
tidak akan intrakranial membutuhkan
selamat dengan efek ECMO, gagal
tanpa massa, iskemik atau henti
operasi usus saat pernapasan,
menghadapi hipertensi
kelainan maligna, gagal
jantung yang jantung
signifikan atau kongestif
disfungsi multi /dekompensasi,
organ / sistem ensefalopati
hepatik, iskemik
usus atau
disfungsi multi
organ / sistem.
ASA VI Seorang
pasien yang
terkonfirma
si
mengalami
kematian
batang otak
yang
organnya
akan
diambil
untuk tujuan
56
donor
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat di simpulkan status pasien pra
anestesi American Society of Anestesiology (ASA) pada pasien dikategorikan sebagai
pasien ASA I Sehat (tidak ada penyakit akut atau kronis).
Pada persiapan periopeatif, dilakukan juga puasa sebelum operasi. Puasa
preoperatif pada pasien pembedahan elektif bertujuan untuk mengurangi volume
lambung tanpa menyebabkan rasa haus apalagi dehidrasi. Puasa preoperatif yang
disarankan menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan ringan, 8 jam untuk makanan
berat dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang lebih lama akan berdampak
pada kondisi pasien preoperatif serta pascaoperatif. Pada pasien ini diminta untuk
berpuasa selama 8 jam sebelum operasi. Hal ini sudah sesuai teori dimana anjuran
puasa perioperative adalah selama 8 jam sebelum operasi.
57
sama namun hanya berbeda pada struktur ikatan kimianya. Mekanisme kerja anestesi
lokal ini adalah menghambat pembentukan atau penghantaran impuls saraf. Tempat
utama kerja obat anestesi lokal adalah di membran sel. Anestesi lokal yang sering
dipakai adalah bupivakain. Lidokain5% sudah ditinggalkan karena mempunyai efek
neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan utama untuk anestesi spinal saat
ini. Bupivakain dikenal dengan markain. Potensi 3-4 kali dari lidokain dan lama
kerjanya 2-5 kali lidokain. Dosis maksimal 2 mg/kg BB. Pada pasien digunakan obat
anestesi golongan amide yaitu Bupivakain 0,5% dengan dosis 10 mg. Pada pasien ini
dikombinasikan bupivacaine dengan fentanyl 0,25 mcg yang digunakan untuk
mengurangi jumlah bupivacaine atau obat anastesi yang digunakan, Dosis 1-2
mcg/kgBB IV, fentanyl juga menimbulkan analgesia anastesia yang lebih kuat
dengan depresi nafas lebih ringan walaupun dosisnya besar, kesadaran tidak
sepenuhnya hilang, stabilitas tekanan darah dan depresi napas lebih singkat.
Lama Kerja Bupivakain 0,5% Hiperbarik dan Isobarik. Mengenai lama kerja
anestetik ditentukan oleh kecepatan absorbsi sistemiknya, jenis anestesi lokal,
58
besarnya dosis, vasokonstriktor dan penyebaran anestesi lokal. Semakin tinggi daya
ikat protein terhadap reseptor semakin panjang lama kerjanya. Dikatakan bahwa lama
kerja blokade sensorik dan motorik bupivakain hiperbarik lebih panjang
dibandingkan dengan bupivakain isobarik. Sedangkan penelitian menemukan fakta
yang berlainan yaitu pada 20 sampel yang mendapatkan anestesi spinal dengan
bupivakain 0,5% 10 mg hiperbarik mempunyai lama kerja blokade sensorik dan
motorik 2 kali lebih cepat ( rata-rata 92 menit) dibandingkan isobarik (rata-rata 177
menit).13
Pada spinal anestesi dengan bupivakain 0,5% isobarik mempunyai lama kerja
blokade sensorik dan motorik 2 kali lebih panjang dibandingkan bupivakain 0,5%
hiperbarik. Pemberian bupivakain 0,5% isobarik 15 mg telah dilaporkan dapat
menghasilkan efek spinal blok anestesi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan
pemberian bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil ini antara lain: umur, tinggi badan, anatomi batang spinal, tehnik
injeksi, volume Cerebro Spinal Fluid (CSF), density CSF dan baricity obat anesthesi,
posisi pasien, dosis serta volume obat anestesi. Bupivakain 0,5% isobarik diberikan
secara injeksi akan bercampur dengan CSF (paling sedikit 1:1), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat blockade neural meliputi tingkat injeksi, tinggi badan
dan anatomi kolumna vertebralis, Sedangkan bupivakain 0,5% hiperbarik dapat
diberikan tergantung dari area spinal (secara normal T4-T8 dalam posisi telentang).13
Pada tehnik diatas bupivacaine dikombinasikan dengan fenthanyl,
sebagai obat analgesic.
59
sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang
persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika13.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB)
meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia
pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah
dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 µg
menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek
apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek samping13.
60
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi, dan pada
pasien ini obat induksi yang diberikan yaitu propofol, karena memiliki efek induksi
yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat
menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA dengan dosis induksi ialah
1-2,5mg/kgBB.17 pada pasien ini induksi propofol diberikan sebanyak 40 mg IV.14
Pada pasien ini berikan cairan infus RL sebagai cairan fisiologis untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Obat Ketorolac 30 mg secara intravena
diberikan sesaat sebelum operasi selesai. Ketorolac adalah golongan NSAID (Non
steroidal anti-inflammatory drug) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin.
Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut jangka pendek post operasi, dengan
durasi kerja 8 jam.
Penambahan obat medikasi tambahan berupa pemberian analgetik digunakan
Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine) sebanyak 30 mg (0,5-0,75
mg/kgBB) disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang
bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik efek. Ketorolac sering diberikan selama dan setelah operasi sebagai
bagian dari rejimen analgesik multimodal untuk meningkatkan manajemen nyeri
setelah prosedur bedah mayor dan minor. Efek hemat opioid dari ketorolac dapat
memfasilitasi proses pemulihan dengan meningkatkan manajemen nyeri dan
mengurangi efek samping terkait opioid (misalnya, mual, muntah, konstipasi, retensi
urin, depresi kardiorespirasi, pruritus, dan gangguan tidur). ketorolac (30 mg IV
setiap 6 jam) mengurangi nyeri pasca operasi dan kebutuhan analgesik opioid
sebanding dengan anestesi lokal.15
Tanda vital yang terdapat pada monitor setiap 5 menit dicatat dalam kertas
lembaran anastesi agar kondisi pasien terpantau. Operasi berlangsung selama 1 jam 5
menit. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang pemulihan (Recovery Room) dilakukan
61
pemantauan di ruang recovery room dan di dapatkan tekanan darah 119/82, nadi 85
kali permenit, pernafasan 20x permenit, Bromage Score 2 pasien di pindahkan ke
ruangan
62
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien perempuan usia 42 tahun dengan diagnosis Mioma Uteri
dilakukan operasi Histerektomi. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka ditentukan status fisik PS. ASA I
pasien tidak memiliki penyakit sistemik seperti DM, hipertensi,dan penyakit
sistemik lainnya.
2. Pada pasien ini dilakukan jenis anestesi dengan regional anastesi dengan
Teknik Spinal dimana sesuai dengan salah satu indikasi dilakannya tindakan
anastesi spinal yaitu tindakan bedah pada extremitas inferior. Keuntungan
anestesi regional adalah penderita tetap sadar, sehingga refleks jalan napas
tetap terpelihara. Muntah dan aspirasi bukan kondisi membahayakan pada
anestesi regional. Waktu prosedur analgesia spinal lebih singkat, relatif
mudah, efek analgesia lebih nyata (kualitas blok motorik dan sensorik yang
baik), mulai kerja dan masa pulih yang cepat.
63
DAFTAS PUSTAKA
64
11. Haryono, R., & Utami, M.P.S. 2020. Keperawatan Medikal Bedah 2.
Jogjakarta:Pustaka Baru Press
12. David c. Sabiston, Jr., M. 2012. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
13. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 5 th Ed. New York: McGraw Hill; 2013.
14. Morgan Ge Et Al. Clinical Anesthesiology. 6th Edition. New York: Lange.
15. Rajagopal, S. buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Tangerang Selatan : karisma
publishing group. 2014.
65