Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BAHASA INDONESIA TEKS TANGGAPAN

Pengarang : Arswendo Atmowiloto


Disusun oleh: Haris Satrio Utomo 9.3
SMP Budi Mulia Ciledug
Judul buku: Keluarga Cemara 1

Penulis buku:Arswendo Atmowiloto


Tahun terbit: 2017
Kota terbit: Jakarta
Penerbit: Gramedia
Tebal buku/halaman: 288 halaman
Edisi/cetakan: cetakan keempat juni 2019
ISBN/ nomor nasional buku: 9789792292633
Harga buku: 60 ribu

Pendahuluan:
Arswendo lahir dengan nama Sarwendo di Surakarta, Jawa
tengah,pada tanggal 26 November 1948. Ia mengganti nama depannya
menjadi Arswendo dan menambahkan nama bapaknya, Atmowiloto, di
belakang. Setelah lulus SMA, Arswendo kuliah di fakultas bahasa dan
sastra IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Tahun 1979, ia mengikuti
International Writing Program di Universitas Lowa.
Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa tengah di
Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan
Senang. Kakaknya, Satmowi Atmowiloto, adalah seorang kartunis. Ia
memiliki banyak penghargaan diantaranya:
1.Hadiah Zakse (1972) untuk esainya yang berjudul “Buyung Hok dalam
Kreativitas Kompromi”.
2.Hadiah Perangsang Minat Menulis dalam Sayembara Penulisan
Naskah Sandiwara DKJ (1972 dan 1973) untuk dramanya yang berjudul
“Penantang Tuhan” dan “Bayiku yang Pertama”.
3.Hadiah Harapan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1975)
untuk dramanya “Sang Pangeran” dan “Sang Penasehat”.
4.Penghargaan ASEAN Award di Bangkok untuk bukunya Dua Ibu dan
Mandoblang (buku anak-anak).
Sinopsis novel keluarga cemara 1:
Pagi hari yang segar Abah bersiap berangkat ke sawah, Abah ada
pekerjaan di sawah Mang Rukmana. Sedangkan Ema sedang membuat
opak yang terbuat dari ketan, opak ini nanti akan di dagangkan Euis di
sekolahnya nanti. Euis lebih banyak waktunya untuk menjajakan opak
dibanding belajar, Euis masih duduk di kelas empat. Pagi itu merupakan
hari pertama sekolah Cemara adik Euis jadi mereka pun segera mandi
dan Euis mengantar Cemara sekolah sembari membawa dagangan
opaknya. Sesampai di sana sekolah penuh karna banyak anak-anak
yang di antarkan oleh orang tuanya, tetapi Cemara di antar kan oleh
Euis karna Abah sedang bekerja di sawah dan Ema mengurus cucian
baju di rumah. Sesampai di sekolah Ibu Maria menempelkan nama di
dada masing-masing setelah itu Ibu Maria mengajari anak-anak untuk
berdoa dan mencuci tangan. “Sekarang sebelum makan mari kita
berdoa dulu, kedua tangan di lipat dan mata tertutup, kita mulai yaa..
Bapa kami yang ada di surga”. Disebelah Cemara ada yang membawa
roti dan telur ayam,kue,wafer serta kembang gula. Sedangkan ia tak
membawa apa-apa, tas sekolahnya adalah plastik yang masih bagus
yang dulu di simpan Ema ketika belanja di Tasikmalaya.

Di lapangan sebelah pasar, ada rombongan komidi putar, Euis ingin


sekali naik. Baik yang duduk di pesawat terbang,kuda,atau kursi
ongkosnya sekali putar sepuluh rupiah. Semua teman telah bercerita
bahwa mereka pernah naik tiga sampai empat kali. Euis selalu
mendengar lagu komidi putar itu karena daerah penjualannya di sekitar
pasar. Setiap mendengar lagu yang di putar dari pengeras suara yang
sember,khayalannya ikut berputar, melambung bersama ayunan komidi
putar. “ kamu mau naik?” Seseorang bertanya. Seorang ibu muda yang
cantik pakiannya berbeda dengan anak-anak kampung. “ Abdi?” “ Ya,
kamu mau naik?” “ Ya mau sekali” “ Naik lah Aceuk yang bayar”.
Euis tidak menyia-yiakan kesempatan. Dagangannya di letakan di
tempat yang aman, Aceuk yang baik itu mengambil seorang anak kecil
yang usianya seusia Agil, kurang dari dua tahun. Euis tahu dia di bayari
Aceuk itu maka ia menjagai anak Aceuk ini. Eius memegang erat Agil di
pelukannya, Aceuk pun meyakinkan pegangan Euis sekali lagi lalu
memberikan duit. Dua puluh rupiah. Tak ada 3 menit lagu selesai, anak
kecil di pangkuan Euis ingin naik komidi putar lagi, Aceuk memberikan
duit lagi. Ternyata si anak kecil minta naik empat kali sesuai dengan
mimpinya Euis. Setelah turun Aceuk memberikan ulang kepada Euis
sebedar lima puluh rupiah kepadanya, Euis bagai terbang. dagangannya
di bawa, kakinya berlari kencang, sekencang tenaganya.

Biasanya kalau Ara pulang sekolah, di jemput oleh Euis, mereka


berdua tidak langsung pulang. Di terminal Ara berhenti sebentar, Euis
menjajarkan opaknya, Ara pun melakukan hal yang sama di tempat lain.
Mereka sangat gembira walaupun sampai satu jam belum ada
penumpang yang tertarik kepada opak yang di jajakan Euis di luar
jendela bis. Ara senang di terminal, senang lihat bis datang dan pergi. Di
terminal Indihiang itu biasanya bukan bis jarak jauh yang berhenti. Bis
jurusan Jakarta, atau yang menuju Banjar berhenti di Tasikmalaya. Di
situ ada bapak tua, memakai peci di kerumuni orang. Baik calo,penjual
tauco,penumpang,anak-anak, dan petugas berseragam coklat. “ Ada
apa?” “ Bapak itu dompetnya hilang” . Euis mengelap keringat di hujung
hidungnya. Diperhatikan wajah lelaki tua itu ada wajah sedih dan
binggung. Cemara dan Ara berniat menolong bapak itu dengan mencari
dompetnya yang hilang, “ Kamu mencari di sekitar tempat ini. Aku
mencari sambil mengedarkan dagangan” Cemara melebarkan matanya,
memandang kesana kemari ia mulai mencari. Ia sebenarnya tidak tahu
dompetnya berbentuk apa, warnanya apa. Lagipula, Cemara sendiri tak
tahu bagaimana cara mencarinya. Ada bongkahan batu, diungkit . Kan
tidak mungkin dompet itu berada di bawah batu. Namun karena
ketekunan mencari ia menemukan ide. “ Apa yang kaupikirkan?” “ Uang
sawer, jadi kita meminta uang kepada penumpang di terminal dan kita
berikan ke bapak itu”. Mereka pun meminta uang saweran itu ke
orang-orang di terminal. Mereka berjalan kembali ke terminal Cermara
betul-betul capek tetapi ada kepuasaan rona wajahnya. Akan tetapi
ketika keduanya tiba di terminal,kerumunan telah bubar. Lelaki yang
kehilangan duit tidak kelihatan lagi. “Sudah pergi” jawab nenek penjual
es di terminal.”Dapat uang dari mana? “ Katanya menjual barang
bawaannya yang tidak hilang di tukang loak.
Kedua kakak-beradik ini berpisah di dekat rumah. Euis seperti biasanya
kembali ke sekolah, dan sehabis sekolah menjajakan dagangannya. Ara
bermain di rumah,bersama Agil dan Ema.

Waktu Cemara bangun pagi, ia mendengar suara Ceuk Salmah yang


suaranya cempreng seperti mesin yang tidak di minyaki. Euis merasa
tidak suka kepada Aceuk Salmah karena orang itu datang untuk
menagih hutang, anehnya selalu menagih pagi-pagi. Dulu di sangka
Ceuk Salmah orang baik suka memberi pinjaman sendal jepit,rok baru,
dan sarung. Akan tetapi sebagai gantinya minta bayaran lipat. Euis
kaget mendengar nama Tante Iyos, Tante Iyos adalah sebutan seorang
gadis dari Jakarta. Tiap tahun datang dua kali, ia sering membawa
oleh-oleh. Mulai dari kaos,makanan kaleng,buku bacaan dan perangko.
Cemara langsung bulat matanya mendengar nama Tante Iyos disebut. “
Benar”? “ Euis mengangkat bahu, “ Ema tidak pernah cerita ya?”, “
Mandi sana. Nanti terlambat”. Cemara segera mandi dan berangkat
sekolah, di sekolah ia bercerita kepada Erik dan Marga tentang Tante
Iyos. Tetapi mereka tidak mengenalnya. Setelah pulang sekolah Cemara
langsung bergegas pulang dari sekolah tidak ikut Euis berjualan, bahkan
Euis sendiri langsung pulang dari sekolah. Dan bibirnya tersenyum
melihat bubur kacang hijau di rumah, itu makanan kegemaran Tante
Iyos. Ternyata Tante Iyos benar-benar datang. “ Apa kabar Euis? Baru
pulang?” “ Baik Tante, iya Tante” jawab Euis. Euis tak bisa bercakap
banyak dengan Tante Iyos, ada perasaan segan. Kalaupun di ajak naik
mobil, ia tak banyak bicara langsung duduk diam. Seperti juga Cemara,
yang paling ribut hanya Agil.
Kelebihan Novel Keluarga Cemara 1 Arswendo Atmowiloto:

Pertama, temanya yang unik dan berganti ganti


Tema yang digunakan bermacam-macam dan menarik, seperti misal di
halaman 9 mengusung tema hari pertama ke sekolah dan halaman 33
mengunsung tema Tante Iyos. Menurut saya dengan adanya tema yang
bermacam-macam di tiap halaman, pembaca menjadi tidak mudah
bosan dengan tema tersebut.

Kedua, Ceritanya sederhana dan mudah di mengerti


Tiap tema yang di sajikan pasti mudah di mengerti, seperti di halaman
9 mengusung tema hari pertama di sekolah. Nah jalan ceritanya itu
sangat mudah di mengerti seperti Cemara bangun pagi dan segera
mandi untuk pergi ke sekolah, jadi itu mudah di mengerti dan jelas
pengertiannya.

Ketiga, Ilustrasi karakternya di permudah dengan adanya gambar


Kita kutip dari tema Komidi putar halaman 16, di situ menceritakan
bahwa Euis dan Agil naik komidi putar. Nah penulis pun memberikan
gambaran sketsa ketika Euis dan Agil sedang naik komidi putar, menurut
saya ini sangat bagus karna kita bisa tau seperti apa karakter yang di
ceritakan dan suasana di tempat itu.

Kekurangan Novel Keluarga Cemara 1 Arswendo Atmowiloto:

Pertama, Bahasanya yang sulit di pahami karna memakai bahasa


daerah
Kita kutip dari tema Komidi putar halaman 16, di tema itu
menggunakan 3 bahasa daerah yaitu abdi,aceuk,dan alim. Awalnya
saya kurang mengerti apa arti bacaan itu, tetapi menulis memberi
translate dari perkataan tersebut. Jadi sisi positifnya kita bisa belajar
bahasa daerah juga dengan membaca buku novel ini.
Unsur intrinsik:
1. Tema= Kesabaran dalam menjalani hidup
2. Alur/plot= Alur maju
3. Setting=Kecamatan Indihiang, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa
Barat.
4. Tokoh= Abah,Ema,Euis,Cemara,Agil,Aceuk Salmah,Ara,Ibu Maria
5. Penokohan: -
6. Sudut pandang:Sudut pandang ke tiga serba tahu
7. Amanat:

Unsur ekstrinsik:
1. Budaya= Arswendo Atmowiloto mempunyai nama asli Sarwendo.
Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang
komersial dan terkenal. Lalu, di belakang namanya itu ditambahkan
nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang
dikenal luas sekarang. Ia lahir tanggal 26 November 1948 di Solo, Jawa
Tengah.
2. Sosial=setelah berhenti kuliah, Arswendo bekerja serabutan, sempat
bekerja di pabrik bihun dan pabrik susu. Ia juga pernah menjadi penjaga
sepeda dan menjadi pemungut bola. Tahun 1971, ia menerbitkan cerita
pendek pertamanya yang berjudul Sleko di majalah Bahari. Sejak 1972,
ia menjadi pemimpin bengkel sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di
Solo. Tahun 1974, ia menjadi konsultan rumah penerbit Subentra Citra
Media. Pada tahun 1970-an, Arswendo menulis Keluarga Cemara, cerita
populer tentang keluarga kecil yang hidup jauh dari ibu kota. Cerita ini
kelak diadaptasi menjadi sinetron dan film.
Pada tahun 1980-an, Arswendo menulis novel yang diadaptasi dari film
Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S/PKI. Tahun 1986, Arswendo
menjadi pemimpin redaksi majalah Monitor. Tahun 1988, ia bergabung
dengan dewan redaksi majalah Senang. Monitor awalnya merupakan
surat kabar, kemudian diubah oleh Arswendo menjadi tabloid yang
mengulas film, televisi, dan hiburan. Dalam satu edisi tahun 1990,
Tempo menyebut Arswendo sebagai "penulis Indonesia yang paling
produktif".
3. Agama= Arswendo Atmowiloto menganut agama Kristen. Ia menikah
dengan wanita yang seiman, Agnes Sri Hartini, pada tahun 1971. Dari
pernikahannya itu, mereka memperoleh tiga orang anak, yaitu Albertus
Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara.

Anda mungkin juga menyukai