Pendahuluan:
Arswendo lahir dengan nama Sarwendo di Surakarta, Jawa
tengah,pada tanggal 26 November 1948. Ia mengganti nama depannya
menjadi Arswendo dan menambahkan nama bapaknya, Atmowiloto, di
belakang. Setelah lulus SMA, Arswendo kuliah di fakultas bahasa dan
sastra IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Tahun 1979, ia mengikuti
International Writing Program di Universitas Lowa.
Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa tengah di
Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan
Senang. Kakaknya, Satmowi Atmowiloto, adalah seorang kartunis. Ia
memiliki banyak penghargaan diantaranya:
1.Hadiah Zakse (1972) untuk esainya yang berjudul “Buyung Hok dalam
Kreativitas Kompromi”.
2.Hadiah Perangsang Minat Menulis dalam Sayembara Penulisan
Naskah Sandiwara DKJ (1972 dan 1973) untuk dramanya yang berjudul
“Penantang Tuhan” dan “Bayiku yang Pertama”.
3.Hadiah Harapan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1975)
untuk dramanya “Sang Pangeran” dan “Sang Penasehat”.
4.Penghargaan ASEAN Award di Bangkok untuk bukunya Dua Ibu dan
Mandoblang (buku anak-anak).
Sinopsis novel keluarga cemara 1:
Pagi hari yang segar Abah bersiap berangkat ke sawah, Abah ada
pekerjaan di sawah Mang Rukmana. Sedangkan Ema sedang membuat
opak yang terbuat dari ketan, opak ini nanti akan di dagangkan Euis di
sekolahnya nanti. Euis lebih banyak waktunya untuk menjajakan opak
dibanding belajar, Euis masih duduk di kelas empat. Pagi itu merupakan
hari pertama sekolah Cemara adik Euis jadi mereka pun segera mandi
dan Euis mengantar Cemara sekolah sembari membawa dagangan
opaknya. Sesampai di sana sekolah penuh karna banyak anak-anak
yang di antarkan oleh orang tuanya, tetapi Cemara di antar kan oleh
Euis karna Abah sedang bekerja di sawah dan Ema mengurus cucian
baju di rumah. Sesampai di sekolah Ibu Maria menempelkan nama di
dada masing-masing setelah itu Ibu Maria mengajari anak-anak untuk
berdoa dan mencuci tangan. “Sekarang sebelum makan mari kita
berdoa dulu, kedua tangan di lipat dan mata tertutup, kita mulai yaa..
Bapa kami yang ada di surga”. Disebelah Cemara ada yang membawa
roti dan telur ayam,kue,wafer serta kembang gula. Sedangkan ia tak
membawa apa-apa, tas sekolahnya adalah plastik yang masih bagus
yang dulu di simpan Ema ketika belanja di Tasikmalaya.
Unsur ekstrinsik:
1. Budaya= Arswendo Atmowiloto mempunyai nama asli Sarwendo.
Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang
komersial dan terkenal. Lalu, di belakang namanya itu ditambahkan
nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang
dikenal luas sekarang. Ia lahir tanggal 26 November 1948 di Solo, Jawa
Tengah.
2. Sosial=setelah berhenti kuliah, Arswendo bekerja serabutan, sempat
bekerja di pabrik bihun dan pabrik susu. Ia juga pernah menjadi penjaga
sepeda dan menjadi pemungut bola. Tahun 1971, ia menerbitkan cerita
pendek pertamanya yang berjudul Sleko di majalah Bahari. Sejak 1972,
ia menjadi pemimpin bengkel sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di
Solo. Tahun 1974, ia menjadi konsultan rumah penerbit Subentra Citra
Media. Pada tahun 1970-an, Arswendo menulis Keluarga Cemara, cerita
populer tentang keluarga kecil yang hidup jauh dari ibu kota. Cerita ini
kelak diadaptasi menjadi sinetron dan film.
Pada tahun 1980-an, Arswendo menulis novel yang diadaptasi dari film
Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S/PKI. Tahun 1986, Arswendo
menjadi pemimpin redaksi majalah Monitor. Tahun 1988, ia bergabung
dengan dewan redaksi majalah Senang. Monitor awalnya merupakan
surat kabar, kemudian diubah oleh Arswendo menjadi tabloid yang
mengulas film, televisi, dan hiburan. Dalam satu edisi tahun 1990,
Tempo menyebut Arswendo sebagai "penulis Indonesia yang paling
produktif".
3. Agama= Arswendo Atmowiloto menganut agama Kristen. Ia menikah
dengan wanita yang seiman, Agnes Sri Hartini, pada tahun 1971. Dari
pernikahannya itu, mereka memperoleh tiga orang anak, yaitu Albertus
Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara.