Anda di halaman 1dari 144

BAB 1

PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

DESKRISPI SINGKAT
Suatu kegiatan perlu dipersiapkan dengan baik, agar tujuan yang ingin dicapai
dapat diperoleh secara optimal. Demikian pula dengan kegiatan kesehatan lingkunga
yang begitu luas dan kompleks, meliputi upaya upaya pengendalian terhadap faktor –
faktor lingkungan agar tidak merugikan kesehatan manusia. Jika tidak dipersiapkan
secara baik, dalam pengertian secara terencana, jelas, rinci, dan terarah, maka
dikhawatirkan sasaran dan tujuan akan tidak tepat, dengan kata lain output dari upaya
pengendalian faktor-faktor lingkungan yang diharapkan tidak berhasil dengan
memuaskan. Sehingga permasalahan yang diakibatkan faktor-faktor lingkungan tidak
dapat ditangani dengan baik dan berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Peranan persiapan merupakan langkah permulaan yang mengarahkan kegiatan
apa yang akan dilakukan selanjutnya. Jika langkah awal tersebut salah arah, sudah
dapat diperkirakan bagaimana keluarannya (output) nanti.
Persiapan kegiatan dimulai dengan menyusun suatu Term of Reference (TOR)
atau Kerangka Acuan suatu kegiatan yang akan dilakukan. TOR memuat hal hal (1)
Latar Belakang Kegiatan, (2) Dasar Hukum, (3) Tujuan Kegiatan, (4) Sasaran, (5)
Metodologi, (6) Instrumen Kegiatan, (7) Rencana dan Bentuk Kegiatan, (8) Rencana
Waktu dan Lokasi Kegiatan, (9) Organisasi, (10) Rencana Anggaran Biaya, dan (11)
Time Schedule.
TOR dapat dibuat untuk Rencana Kegiatan Jangka Pendek (< 1 tahun), Jangka
Menengah (2-5 tahun) dan jangka Panjang (> tahun). Sesuai dengan kebutuhan
kegiatan yang direncanakan dan latar belakang perlunya kegiatan tersebut
dilaksanakan. Dalam modul ini akan dibahas semua tahapan Rencana Tahunan
Kegiatan Kesehatan Lingkungan sesuai kebutuhan waktu rencana kegiatan tersebut.
Kegiatan juga memerlukan arahan pelaksanaan, teknis, standar, dan pedoman
agar hasilnya sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Karena itu merupakan bagian
dari langkah awal untuk suatu kegiatan adalah penyusunan petunjuk pelaksanaan,
petunjuk teknis, penyusunan standar, dan penyusunan pedoman.
Suatu proyek (kegiatan) apakah layak (feasible) atau tidak layak untuk
dilaksanakan, memerlukan suatu studi kelayakan (feasibility study). Agar pengalokasian
sejumlah dana untuk suatu tujuan kegiatan memperoleh hasil yang lebih efektif
(effectiveness) dibandingkan dengan kegiatan yang lain dengan tujuan yang sama serta
memperoleh manfaat (benefit) yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran biaya yang
serendah-rendahnya (cost) untuk proyek tersebut (tolok ukur ekonomi). Disamping tolok
ukur ekonomi, kelayakan suatu proyek juga menggunakan tolok ukur kelayakan dari
segi sosial dan lingkungan. Dari segi sosial tidak berbenturan dengan budaya setempat
dan dari segi lingkunga tidak merusak ekosistem yang ada.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Untuk Sanitarian Ahli Pertama
1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Penyusunan TOR tingkat kabupaten / kota
b. Analisis data sederhana tingkat pusat
c. Penyusunan rancangan tingkat pusat
d. Penyajian rancangan tingkat pusat
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Pengolahan data sederhana tingkat propinsi
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat pusat
d. Penyajian rancangan tingkat propinsi
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi
5. Penyusunan operasional tingkat propinsi
6. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
7. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
8. Uji coba desain studi kelayakan
B. Untuk Sanitarian Ahli Muda
1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Menyusun TOR tingkat Propinsi
b. Mengolah data lanjut tingkat pusat
c. Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Penyusunan TOR tingkat pusat
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat propinsi
d. Penyusunan rancangan tingkat propinsi
e. Penyajian rancangan tingkat pusat
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat
5. Penyusunan operasional tingkat pusat
6. Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
7. Penyajian rancangan dalam rangka menyusun peraturan
8. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan standar
9. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
10. Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studi kelayakan

C. Untuk Sanitarian Ahli Madya


1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Menganalisis data lanjut tingkat pusat
b. Menyempurnakan rancangan tingkat propinsi
c. Menyempurnakan rancangan tingkat pusat
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Menganalisis data lanjut tingkat pusat
b. Menyusun rancangan tingkat pusat
c. Menyajikan rancangan tingkat pusat
d. Menyempurnakan rancangan tingkat pusat
3. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
4. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
5. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan standar
6. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
7. Menyempurnakan desain studi kelayakan
8. Menyusun laporan studi kelayakan

BAHAN BELAJAR
1. Pengetahuan Management, Dra. Soedinar Hardjosoebroto, FE UGM, Yogyakarta,
1973.
2. Dasar – dasar Metodologi Penelitian dan Kesehatan, Dr. Watik P, G. Persada,
Jakarta, 2001
3. Analisa Data Kualitatif, Matthew B. Miles, UI-Press, Jakarta, 1992
4. Pedoman Kegiatan Puskesmas, Depkes RI
5. Teknik Sanitasi Tepat Guna, John M. Kalbermatten, dkk
6. Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Achmad Sujudi
7. Pembangunan Kesehatan Lingkungan menjelang Tahun 2010, Umar Fahmi
Achmadi
8. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan, Muchlis Adenan.

URAIAN MATERI
PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Sanitarian Ahli Pertama


1. Penyusunan Rencana 5 Tahunan
a. Penyusunan TOR tingkat kabupaten/kota
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat kabupaten / kota
adalah sama dengan TOR tingkat puskesmas/ kecamatan. Perbedaan
prinsip dalam substansinya yaitu cakupan TOR kabupaten/ kota meliputi
beberapa kecamatan yang terdapat dalam wilayah kerjanya. Ditinjau dari
kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
1) Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan kabupaten/ kota
2) Dasar Hukum
Dasar hukum (landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah kabupaten/ kota ybs)
3) Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup kabupaten/ kota
4) Sasaran (target, jumlah puskesmas, jumlah kecamatan yang akan menjadi
sasaran kegiatan)
5) Metodelogi (survei, penyuluhan, intervensi fisik, dsb)
6) Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
7) Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
8) Rencana waktu dan lokasi kegiatan
9) Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
10) Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan
ditingkat kabupaten/ kota, puskesmas/ kecamatan)
11) Rencana Anggaran Biaya
12) Time Schedule
 Analisis data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatna lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi per jenis kegiatan selama 5 tahun untuk memperoleh gambaran
dari semua propinsi di Indonesia. Pengolahan dapat dilanjutkan dengan
membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009
Tahun
No Propinsi Jumlah
2005 2006 2007 2008 2009
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483
Grafik
Data Pembangunan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009

 Penyusunan rancangan tingkat pusat


Untuk menyusun rancangan kegiatan tingkat pusat dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat pusat. Dengan dasar TOR yang telah dibuat, lalu
diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana yang
ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait upaya
untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak negatifnya.
Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan sumber air
bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis muntaber dan tiap
tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban jiwa.
 Penyajian rancangan tingkat pusat
Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan tersebut
benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-
tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan,
tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target fisik, lokasi
kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para pelaksana.

2. Penyusunan rencana tahunan


 Pengolahan data sederhana tingkat propinsi
Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan dari kabupaten/ kota
dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan mentabulasi per jenis kegiatan
selama setahun untuk memperoleh gambaran dari semua kabupaten/ kota.
Pengolaha data dapat dilanjutkan dengan membuat grafik dan peta hasil
kegiatan kesehatan lingkungan. Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005
Bulan
No Kecamatan Jan Feb Mar Apr Mei Jumlah
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483
Sumber : Laporan Puskesmas
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005

 Pengolahan data lanjut tingkat pusat


Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi per jenis kegiatan selama setahun untuk memperoleh gambaran
dari semua propinsi di Indonesia. Pengolahan data dapat dilanjutkan dengan
membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :

Tabel
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

 Analisis data sederhana tingkat pusat


Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat dianalisis sederhana. Dimulai dengan mentabulasi
data per jenis kegiatan setiap bulan selama setahun untuk memperoleh
gambaran dari semua propinsi di Indonesia. Analisis data dapat dilanjutkan
dengan membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :

Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi
Analisis sederhana dari data tabel di atas dapat menyatakan bagaimana
perkembangan pembangunan SPAL dari bulan ke bulan di 4 propinsi.
Pembangunan paling tinggi secara total di bulan februari 2005. Sedangkan
menurut propinsinya yaitu di propinsi D, sedangkan paling rendah di bulan
Januari 2005, sedangkan terendah menurut propinsinya terjadi di bulan Januari
di propinsi C, bulan April di Propinsi A dan bulan Mei di propinsi C juga. Dalam
bentuk grafik, contohnya sbb :
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

Grafik di atas juga dapat dianalisis secara sederhana dengan mengamati


perkembangan pembangunan jamban di 4 propinsi dari bulan ke bulan
 Penyajian rancangan tingkat propinsi
Suatu rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat propinsi, perlu
dikaji sebelum mendapat persetujuan. Oleh karena itu perlu disajikan dalam
forum para pengambil keputusan untuk kegiatan kesehatan lingkungan di
tingkat propinsi. Agar rencana kegiatan setahun tersebut benar-benar mendapat
dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-tidaknya harus jelas
mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan, tujuan yang ingin
dicapai, manfaat yangakan diperoleh, target fisik, lokasi kegiatan, biaya yang
diperlukan, sumber dana yang diharapkan, waktu pelaksanaan dan para
pelaksana.

3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi


Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi dimaksudkan agar rencana dapat
dibuat secara lebih jelas dan mendalam hingga dapat diukur dengan jelas apa yang
akan dicapai. Rencana 3 bulanan dapat dikatakan sebagai penjabaran rencana
tahunan yang memberi kesempatan untuk menguraikan secara lebih rinci dan
mendalam serta memberi peluang untuk melakukan evaluasi 3 bulan (triwulan).
Sehingga arah pencapaian target tahunan dapat dipantau dan dikendalikan.
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi

Rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan tingkat


propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per bulan
tingkat propinsi dapat lebih terarah.

5. Penyusunan rencana operasional tingkat propinsi


Agar rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, maka
perlu dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat
rencana kegiatan yang sudah mendapat persetujuan oleh para pengambil
keputusan. Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan
penanggung jawab kegiatan.
Contoh :
 Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten K
 Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
 Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
 Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter

6. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun peraturan


Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu peraturan.
Suatu rancangan peraturan secara umu8m memuat hal-hal sbb :
Judul : Sesuai topik peraturan
 Dasar hukum yang membentuk peraturan
 Pertimbangan pembuatan peraturan
 Ruang lingkup peraturan
 Pengertian umum dari istilah-istilah yang ada dalam peraturan
 Pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak bertentangan dengan dasar
hukum yang melandasi pembuatan peraturan

7. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun pedoman


Pedoman bersifat lebih universal dibandingkan dengan petunjuk teknis/petunjuk
pelaksanaan. Dasar hukum yang digunakan dalam rancangan lebih tinggi dan lebih
luas jangkauannya, data-data lebih luas cakupannya, dsb-nya. Misalnya Pedoman
Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum, rancangannya memuat
pedoman yang dapat diterapkan untuk evaluasi kesehatan lingkungan terhadap
semua tempat-tempat umum, seperti bioskop, hotel, rumah sakit, dsb.
8. Uji coba desain studi kelayakan
Uji coba desain studi kelayakan dilakukan untuk memperoleh informasi apakah
desain studi yang disusun sudah cukup valid dan reliabel untuk digunakan dalam
suatu studi kelayakan.
Harus diperhatikan bahwa syarat obyek yang dapat menjadi obyek uji coba desain
studi kelayakan, harus mempunyai karakteristik relatif sama dan setara dengan
obyek yang akan dijadikan studi kelayakan.
Contoh :
Uji coba desain studi kelayakan pembangunan permukiman sederhana dan sehat.
Lokasi yang akan dibangun misalnya suatu daerah perbukitan dan pekerjaan utama
penduduknya yaitu bertani. Maka uji coba desain studi juga dilakukan di wilayah
perbukitan lainnya dengan penduduk yang memiliki pekerjaan utama bertani.

Sanitarian Ahli Muda


1) Penyusunan rencana 5 tahunan
 Menyusun TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat adalah sama
dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip dalam substansinya yaitu
cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi. Ditinjau dari kerangka
penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
 Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule
 Mengolah data lanjut tingkat pusat
Pengolahan data lanjut tingkat pusat dapat mengungkapkan beberapa variabel
secara bersamaan dan dapat pula dihubungkan satu dengan yang lain.
Misalnya kondisi kesehatan lingkungan di beberapa propinsi yang
menggambarkan keadaan beberapa sarana sanitasi dasar yang terdapat di
wilayah propinsi tersebut.
 Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah
kabupaten/ kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas
sarana jamban, tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan
sumbernya, ventilasi, luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui
posisi kualitas lingkungan tersebut maka dapat dibandingkan dengan
standar perumahan sehat sesuai dengan peraturan menteri kesehatan
yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang
standar kesehatan lingkungan rumah sakit.
2. Penyusunan rencana tahunan
 Penyusunan TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan
prinsip dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa
propinsi. Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya
sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
 Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indonesia)
 Tujuan kegiatan
 Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule
 Pengolahan data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi data per jenis kegiatan setiap bulan selama setahun untuk
memperoleh gambaran dari semua propinsi di Indonesia. Analisis data dapat
dilanjutkan dengan membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan
lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

 Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi di tahun yang akan datang.
Contoh :
 Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
 Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit
 Penyusunan rancangan tingkat propinsi
Untuk menyusun rencangan kegiatan tingkat propinsi dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat propinsi. Dengan dasar TOR yang telah dibuat,
lalu diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana
yang ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait
upaya untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak negatifnya.
Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan sumber air
bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis muntaber dan tiap
tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban jiwa.
 Penyajian rancangan tingkat pusat
Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan tersebut
benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-
tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan,
tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target fisik, lokasi
kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para pelaksana.
 Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan perlu dilakukan evaluasi rancangan
secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi . Khususnya untuk
memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan rancangan kegiatan
kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari penyandang dana,
pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana lapangan.

3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat


Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi dimaksudkan agar rencana dapat
dibuat secara lebih jelas dan mendalam hingga dapat diukur dengan jelas apa yang
akan dicapai. Rencana 3 bulanan dapat dikatakan sebagai penjabaran rencana
tahunan yang memberi kesempatan untuk menguraikan secara lebih rinci dan
mendalam serta memberi peluang untuk melakukan evaluasi 3 bulan (triwulan).
Sehingga arah pencapaian target tahunan dapat dipantau dan dikendalikan.

4. Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat


Suatu rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan
tingkat propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per
bulan tingkat propinsi dapat lebih terarah. Mengingat luasnya wilayah pengendalian
di tingkat pusat dan besarnya biaya yang dikeluarkan jika diakumulasi di tingkat
pusat, maka rencana bulanan penting sekali manfaatnya untuk menghindari
penyimpangan secara dini.
5. Penyusunan rencana operasional tingkat pusat
Suatu rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, jika
dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat rencana
kegiatan yang sudah mendapat perse tujuan oleh para pengambil keputusan.

Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan


pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan.
Contoh :
 Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten S
 Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
 Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
 Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter
 Sifat rencana operasional tingkat pusat hanya sebagai crosscheck untuk
pembinaan kegiatan di tingkat propinsi. Karena itu obyek diambil secara
sampling saja.
6. Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkanpenyusunan petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis
Agar petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis yang disusun dapat memenuhi harapan
para pengambil keputusan dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya
terlebih dahulu. Penyajian rancangan memuat hal-hal mengenai dasar perlunya
juklak/juknis kesehatan lingkungan disusun, tujuan yang ingin dicapai, petunjuk
pelaksanaan dan teknis kegiatan, target fisik, lokasi kegiatan, dana yang
dialokasikan, waktu pelaksanaan, dan para pelaksana.
7. Penyajian rancangan dalam rangka menyusunperaturan
Agar peraturan yang disusun dapat memenuhi harapan para pengambil keputusan
dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
8. Penyusunan rancangan dalam rangka penyusunanstandar
Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu standar.
Suatu rancangan standar secara umum memuat hal-hal sbb :
Judul : sesuai topik standar
 Dasar hukum yang membentuk standar
 Ruang lingkup standar
 Pengertian umum dan istilah-istilah yang ada dalam standar
 Ukuran-ukuran dan satuan yang jelas mengenai standar yang akan diukur
9. Penyajian rancangan dala rangka penyusunanpedoman

Agar pedoman yang disusun dapat memenuhi harapanpara pengambil keputusan


dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
10. Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studikelayakan
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip
dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi.
Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
 Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule

Sanitarian Ahli Madya


1) Menyusun rencana 5 tahunan
 Analisis data lanjut tingkat pusat
Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data beberapa variabel yang
menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan dengan rujukan kepustakaan
sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil analisis akan diketahui
permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh. Sehingga dapat
diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi kesehatan
lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan) yang perlu
dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.
 Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi
. Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana
lapangan.
 Penyempurnaan rancangan tingkat pusat
Setelah disajikan dan mendapat masukan dari berbagai pihak terkait, perlu
dilakuakn penyempurnaan rancangan rencana 5 tahun tingkat pusat. Dalam
rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat pusat.
Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat pusat. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.
2) Menyusun rencana tahunan
 Analisis data lanjut tingkat pusat
Analisis data lanjut dalam satu tahun adalah membandingkan data beberapa
variabel yang menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan dengan rujukan
kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil analisis
akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh.
Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi
kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan)
yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.

 Menyusun rancangan tingkat pusat


Untuk menyusun rancangan kegiatan tingkat pusat dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat pusat. Dengan dasar TOR yang telah dibuat,
lalu diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana
yang ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait
upaya untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak
negatifnya. Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan
sumber air bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis
muntaber dan tiap tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban
jiwa.

 Penyajian rancangan tingkat pusat


Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan
tersebut benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian
setidak-tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan
lingkungan, tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target
fisik, lokasi kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para
pelaksana.
 Penyempurnaan rancangan tingkat pusat
Setelah disajikan dan mendapat masukan dari berbagai pihak terkait, perlu
dilakuakn penyempurnaan rancangan rencana 5 tahun tingkat pusat. Dalam
rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat
pusat. Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait
dengan rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat pusat. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.

3) Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkanpenyusunan petunjuk


pelaksanaan/ petunjuk teknis
Penyempurnaan rancangan untuk penyusunan juklak/juknis dilakukan setelah
mendapat masukan dari pihak terkait dalam forum penyajian
rancanganjuklak/juknis.
4) Penyajian rancangan dalam rangka menyusunperaturan
Untuk menyempurnakan dan memenuhi keinginan seluas mungkin, pihak terkait
dengan peraturan yang akan disusun, maka perlu diadakan forum untuk menyajikan
rancnagan susunan peraturan.
Penyajian terutama mengemukakan tentang inti tujuan peraturan tersebut disusun,
sasaran dan hasil yang diharapkan.
5) Penyusunan rancangan dalam rangka penyusunanstandar
Rancangan rencana susunan standar perlu disempurnakan jika rencana standar
mendapat rencana yang relevan. Terutama jika berhubungan dengan dampak
negatif dari kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat.
6) Penyajian rancangan dala rangka penyusunanpedoman
Seperti juga standar, maka rancangan rencana susunan pedoman perlu
penyempurnaan jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau tidak bisa
dilaksanakan di lapangan.
7) Penyempurnaan desain studi kelayakan
Hasil uji coba desain studi kelayakan akan membentuk penyempurnaan desain
studi kelayakan kesehatan lingkungan. Terutama jika ditemukan hal-hal yang tidak
valid dan tidak reliabel dalam uji coba desain studi kelayakan.
8) Penyusunan laporan studi kelayakan
Laporan studi kelayakan meliputi :
 pendahuluan yang memuat latar belakang studi kelayakan
 hasil studi kelayakan yang memuat perhitungan dan data (kuantitatif dan
kualitatif)
 analisis sosila, ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan
 rekomendasi apakah kegiatan tersebut layak atau tidak dilaksanakan.
MATERI TAMBAHAN
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan & Petunjuk Teknis
a. Rancangan juklak dan juknis
Suatu kegiatan (proyek) diharapkan dapat terlaksana denga lancar dan seragam. Untuk
kelancaran dan keseragaman pelaksanaan kegiatan maka diperlukan suatu petunjuk
pelaksanaan (juklak) untuk para pelaksana kegiatan baik di tingkat pelaksana
administrasi maupun pelaksana di lapangan.
Rancangan juklak berisi tata cara pelaksanaan atau dikenal dengan standar operasional
prosedur (SOP) dari suatu kegiatan.
Sedangkan keberadaan petunjuk teknis (juknis) tujuannnya untuk memperoleh pola pikir
yang sama, persepsi dan pengertian yang lebih jelas agar memudahkan bagi pelaksana
untuk melaksanakan tugasnya.
Petunjuk teknis umumnya berisi pengertian, kedudukan, tugas dan fungsi dari para
pelaksana atau pihak yang terkait dengan kegiatan disertai tata cara teknis pelaksanaan
kegiatan.
b. Manfaat
Manfaat juklak (SOP) yaitu bila timbul permasalahan dalam kegiatan (hambatan) atau
hasil yang dicapai kualitasnya tidak sesuai dengan standar yang diharapkan, maka
dapat diketahui penyebabnya dengan cara menelusuri apakah ada penyimpangan dari
SOP yang telah ditetapkan. Sehingga masalah dapat dipecahkan secara tepat dan
akurat.
Sedangkan manfaat juknis diharapkan dapat memberikan kejelasan kedudukan, tugas
dan fungsi serta tata cara teknis kegiatan bagi para pelaksana kegiatan dan semua
pihak terkait. Sehingga peranan para pelaksana dalam pencapaian keberhasilan tujuan
kegiatan difahami dengan jelas dan dapat berkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaan kegiatan nanti.
Penyusunan Standar
a. Rancangan standar
Kualitas hasil yang ingin dicapai memerlukan suatu ukuran, agar dapat diketahui
apakah hasil yang telah dicapai tersebut perlu disuusn suatu standar kualitas.
Sebelum menjadi suatu standar yang berlaku untuk pihak terkait maka diperlukan suatu
rancangan standar untuk diusulkan kepada pihak yang berwenang sebagai pengambil
keputusan yang selanjutnya akan ditetapkan (setelah dikaji secara mendalam oleh para
ahli) sebagai suatu standar baku.
Rancangan standar intinya memuat usulan mengenai usulan baku secara kuantitatif dan
sedikit mungkin kualitatif dengan mempertimbangkan (merujuk) kepada hasil penelitian
yangrelevan dan standar (variabel yang sama dan setara) yang telah atau pernah
diberlakukan di tempat lain dengan kondisi yang relatif sama.
b. Manfaat
Rancangan standar dapat bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk
menetapkan ukuran yang pasti bagi kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Rancangan
standar juga harus sesuai dengan kondisi di lapangan agar dapat dilaksanakan secara
jelas dan tepat oleh petugas lapangan.
Penyusunan pedoman
a. Rancangan pedoman
Suatu pedoman kegiatan dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan pelaksanaan
suatu kegiatan. Pedoman kegiatan memuat acuan yang berlaku lebih universal atau
lebih luas untuk kegiatan-kegiatan yang sejenis atau berada dalam suatu lingkup bidang
kegiatan dengan payung hukum yang sama. Karena itu suatu rancangan pedoman yang
dibuat harus jelas dasar hukum pembuatan pedomannya. Selain itu memuat juga antara
lain pengertian dan batasan yang tegas, fungsi dan tujuan, manfaat, ruang lingkup, tata
laksana kegiatan, tahapan pelaksanaan serta teknik evaluasi kegiatan. Sehingga acuan
dari pedoman yang digunakan, akan menjamin agar suatu pelaksanaan kegiatan dapat
dilakukan dengan baik, lebih terarah, efektif dan efisien.
b. Manfaat
Rancangan pedoman yang diajukan oleh staf terhadap pimpinan dapat bermanfaat bagi
para pengambil keputusan untuk menetapkan ukuran umum dan berlaku lebih luas bagi
kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Namun karena akan berlaku untuk ruang lingkup
yang lebih luas, maka suatu rancangan pedoman sebelum ditetapkan sebagai
pedoman, perlu dikaji terlebih dahulu secara lebih mendalam oleh para pakar bidang
keulmuan terkait. Jika perlu dapat dilakukan sosialisasi secara bertahap untuk
mendapat tanggapan atau masukan yang lebih luas dari para calon-calon pengguna
pedoman tersebut.

Studi kelayakan
Suatu studi kelayakan sangat diperlukan, terutama untuk suatu kegiatan yang berskala
besar akan benar-benar memberikan manfaat terbesar jika diukur baik secara ekonomi,
sosial maupun lingkungan dan teknologi yang digunakan dapat dilakukan sesuai dengan
kemampuan penguasaan teknologi beserta sumber daya yang dimiliki. Selanjutnya hasil
yang diperoleh lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan lai yang mempunyai tujuan yang
relatif sama.

Menyusun TOR
TOR untuk suatu studi kelayakan memuat hal yang sama seperti TOR pada umumnya.
Seperti antara lain (1) Pendahuluan yang memuat latar belakang secara spesifik tentang
perlunya studi kelayakan dilakukan unutk suatu kegiatan, (2) Dasar hukum,(3) Tujuan
kegiatan, (4) Sasaran, (5) Metodelogi, (6) Instrumen kegiatan, (7) Rencana dan bentuk
kegiatan, (8) Rencana waktu dan lokasi kegiatan, (9) Analisis kelayakan, (10) Organisasi,
(11) Rencana anggaran biaya dan (12) Time schedule

Menyusun desain studi


Desain studi sebagai bagian dari metodelogi, merupakan rambu-rambu ynag mengarahkan
bagaimana studi kelayakan akan dilakukan. Desain studi dibuat sesuai dengan tujuan studi
kelayakan, kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.
a. Uji coba desain studi
Agar desain studi benar-benar valid dan reliable diperlukan suatu uji coba. Apalagi studi
kelayakan menyangkut penggunaan dana yang cukup besar dan hasilnya akan
menentukna apakah suatu kegiatan yang berskala modal yang besar dapat disetujui
atau tidak untuk dilaksanakan.

b. Menyusun laporan studi


Laporan studi kelayakan akan menyimpulkan, apakah suatu rencana proyek (kegiatan)
layak disetujui untuk dilaksanakan atau tidak. Ukuran kelayakannya menggunakan
ukuran-ukuran teknik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

REFERENSI
1. Achmadi, Umar Fahmi, Prof., Dr, Pembangunan Kesehatan Lingkungan Menjelang
tahun 2010. Makalah dalam Seminar Nasional HAKLI di Semarang, Jakarta, 14 Juli
1999
2. Adenen, Muchlis, Drs, M.Sc, Otonomi Daerah dan Investasi Di Bidang Kesehatan
lingkungan, Makalah Orasi Ilmiah pada Acara Wisuda Lulusan Akademi Kesehatan
lIngkungan Jakarta di Aula Pusdiklat Depkes & Kesos, 30b Januari 2001
3. , Sekilas Kajian Ekonomi Kesehatan lIngkungan,
Makalah Seminar dan Muscab Gabungan HAKLI Jakarta, 28 Juli 2000
4. Hardjosoebroto, Soedinar, Dra, Pengetahuan Management, FE UGM, Yogyakarta,
1973
5. Kalbermatten, John M., dkk. Teknik Sanitasi Tepat Guna, Alumni Bandung, 1987
6. Sujudi, Achmad, dr, MHA, Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Makalah
Seminart Nasional HAKLI , Jakarta,14 Juli 1999
7. Tjiptoherijanto, Prijono, dkk, Ekonomi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,1984
BAB II
PENGAMATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

DESKRIPSI SINGKAT
Bagi produk pangan system pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan
Good Manufacturing Practice (GMP) yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan
semua persyaratan yang diperlukan agar produk pangan dapat diterima mutunya.
Dalam GMP pusat perhatian ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan
mutu pangan.
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya Titik
Kendali Kritis merupakan salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri, bersifat
pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem
pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi
mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses
penggunaan langsung oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan.
Peletakan sistem HACCP ke dalam sistem manajemen mutu yang telah diterapkan
di dalam suatu unit usaha tentu memerlukan sejumlah pendekatan agar dapat menjaga
ritme kegiatan. Sistem HACCP diupayakan tidak mengubah sama sekali iklim dan
suasana yang telah dibangun serta berjalan baik di suatu unit usaha.
Penerapan HACCP pada produk pangan, ada 7 (tujuh) prinsip yang harus dilakukan
adalah : 1. Identifikasi bahaya, 2 Penetapan titik kendali kritis (CCP= Critical Control
Point), 3 penetapan batas /limit kritis , 4 Pemantauan CCP, 5 tindakan koreksi terhadap
penyimpangan, 6 Verivikasi, 7 Dokumentasi.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. TEORI
1. Pengertian HACCP
2. Tujuan penerapan HACCP
3. Manfaat penerapan HACCP
4. Prinsip prinsip HACCP = 7(Tujuh ) prinsip HACCP
5. Rencana penerapan HACCP
6. Identifikasi bahaya
a. Mikrobiologis
b. Kimia
c. Fisik
7.Menetapkan titik kendali kritis (CCP)
B. PRAKTEK
( Studi kasus)
1. Menetapkan titik kendali kritis (CCP) pada satu contoh makanan
2. Menetapkan batas/limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi pada satu contoh
makanan.
3. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas limit yang telah
ditentukan
4. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas kritis dari
hasil pemantauan
5. Menetapkan langkah langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
6. Dokumentasi penerapan HACCP
IV BAHAN BELAJAR
1. Depkes RI, Dirjen PPM & PLP, Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan, 1994/1995
2. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Pedoman Pengawasan Sanitasi Makanan,
1998
3. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Makalah FAO dan Gizi, BadanOrganisasi
Pertanian dan Pangan, Roma 1984
4. Kepmenkes RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999, PersyaratanKesehatan
Perumahan
5. Soekidjo Notoatmojo, Metodologi Penelitian Kesehatan, RinekaCipta Jakarta,
2005
6. Titi Indiajati Soewarso, Depkes.RI, Surveilans epidemiologi secara umum, 1984
7. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan BPPSDMK, Standar DanPedoman Pelatihan
Jabatan Fungsional Sanitarian, 2004.

V. URAIAN MATERI
1. Pengertian
Pengamatan kesehatan lingkungan, pada intinya adalah kegiatan Surveilans Epidemiologi.
Surveilans Epidemiologi adalah : suatu proses pengamatan terus menerus dan sistematik
terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan
dengan melakukan pengumpulan data , analisis data, interpretasi dan penyebaran
interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.
Informasi epidemiologi yang dapat dipercaya merupakan inti dari Surveilans Epidemiologi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan data
untuk melakukan tindakan (Surveilans for action), sehingga aktivitas penting surveilans yang
harus selalu sustainable adalah:
Proses pengumpulan data epidemiologi secara sistematis sebagai aktivitas rutin.
Pengolahan dan analisa serta interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi .
Penggunaan informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau
peningkatan program dalam menyelesaikan masalah.

2. Tujuan Pengamatan Kesehatan Lingkungan


Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila
mendapat dukungan oleh sistem surveilans yang efektif, karena fungsi sistem surveilans
yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan
yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas
pembangunan.
Selanjutnya surveilans dapat digunakan untuk menentukan prioritas, kebijaksanaan,
perencanaan, pelaksanaan dan menggerakkan sumber daya program pembangunan
kesehatan, serta prediksi dan deteksi dini kejadian luar biasa. Surveilans juga digunakan
untuk monitoring, evaluasi atau peningkatan program penyakit , sehingga surveilans
menjadi alat dalam mengambil keputusan masalah kesehatan.
Kebutuhan informasi yang terpercaya merupakan inti dari surveilans epidemiologi, sehingga
penetapan tujuan surveilans yang akan dibangun perlu mempertimbangkan faktor SMART
( Specific, Measureable, Action oriented dan Time frame)
Beberapa tujuan surveilans yang dapat dipilih atau ditentukan dalam pengembangan desain
surveilans antara lain:
Monitoring kecenderungan untuk memperhatikan perubahan dalam melakukan intervensi.
- Deteksi dan prediksi Kejadian luar biasa

- Melakukan evaluasi terhadap program pencegahan

- Memproyeksikan perencanaan pelayanan kesehatan

- Eliminasi dan eradikasi penyakit dan lain lain.

3. Tahapan pengumpulan data kesehatan lingkungan


Konsep dasar surveilans :
Berdasarkan pemahaman terhadap pengertian surveilans maka konsep dasar kegiatan
surveilans meliputi : Pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data,
umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans pasif dan surveilans aktif.
Survelans aktif dilakukan dengan cara melakukan kunjungan petugas surveilans ke unit
sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat
ataupun sumber data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan.
Pengumpulan data surveilans dari sumber data tersebut harus mendapat jaminan dapat
dilakukan secara teratur dan terus menerus, apakah dikumpulkan secara mingguan bulanan
atau tahunan. Menurut Dr Langmuir, dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi terhadap
berbagai jenis data yang perlu dikumpulkan, agar dapat memberikan informasi epidemiologi
suatu penyakit dengan lengkap.
Data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1) Pencatatan kematian
2) Laporan penyakit
3) Laporan KLB/ Wabah
4) Hasil pemeriksaan laboratorium
5) Penyelidikan kasus
6) Penyelidikan KLB
7) Survei
8) Laporan penyelidikan vektor
9) Pemakai obat atau vaksin
10) Keterangan penduduk atau kondisi lingkungan
( Contoh : Kondisi linkungan rumah tinggal)
b. Pengolahan data analisis dan interpretasi data
Ada dua aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data surveilans
yaitu : ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat
berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Ketepatan waktu pengolahan data
sangat berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Kemajuan teknologi
komputerisasi harus dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutama untuk
kemudahan menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan variable epidemiologi yang
diinginkan serta analisis dengan simulasi statistik.
Kriteria pengolahan data yang baik:
1) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data
2) dapat mengidentifikasi adanya perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus
3) Teknik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan pengertian yang salah
atau berbda.
4) Metode yang dipakai sesuai dengan metode metode yang lazim .

4. Metode pengumpulan data kesehatan lingkungan


Metode pengumpulan data perlu dipilih/ ditetapkan sebelum surveilans dilakukan.
Dalam pengumpulan data dapat dilakukan pengumpulan data primer dan pengumpulan data
sekunder.
Pengumpulan data primer diperoleh langsung dan dilakukan dengan metode :
a. Observasi kondisi lingkungan, mengunakan lembar observasi, kemudian dibuat cara
melakukan penilaian variable yang diobservasi. Contoh observasi kondisi rumah
tinggal masyarakat di desa X.

b. Pengukuran : Pengumpulan data dengan cara mengukur menggunakan alat, contoh


:suhu udara, kadar CO udara, mengukur pH air bersih, mengukur kelembaban
udara, mengukur pencahayaan ruangan, mengukur kebisingan dalam suatu
permukiman dll.
c. Wawancara : adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab dengan
responden dengan panduan lembar wawancara yang telah disiapkan sebelumnya dan
cara penilaian sudah ditetapkan sebelumnya.
d. Uji laboratorium : adalah pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan
bakteriologi atau pemeriksaan kimia, fisika dan radio aktifitas. Contoh : Pengumpulan
data usap alat makan, pemeriksaan mikrobiologi udara ruangan, pemeriksaan kadar
CO udara dll

Pengumpulan data sekunder dengan cara:


Pengumpulan data berasal dari :
 Laporan puskesmas, Rumah Sakit, Pelayanan kesehatan yang lain
 Buku buku jurnal, hasil penelitian, buku rujukan/ pustaka
 Dokumen lain yang terpercaya.
5. Instrumen pengumpulan data kesehatan lingkungan
Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu disusun dulu instrumen apa yang
diperlukan dalam pengumpulan data tersebut. Pengumpulan data dengan cara apapun
diperlukan suatu alat yang disebut “ instrumen pengumpul data”. Macam alat pengumpul
data tergantung pada macam dan tujuan penelitian atau pengumpulan data.
Untuk menyusun instrumen pengumpul data perlu diketahui
a. Tujuan pengumpulan data
b. Metode pengumpulan data yang akan dipilih
c. Jenis data apa saja yang akan dikumpulkan
d. Cara melakukan pengumpulan data
e. Standar penilaian masing masing jenis data
f. Cara mengolah data, analisis dan interpretasi hasil pengumpulan data.

Contoh beberapa instrumen pengumpulan data;


a. Formulir laporan penyakit
b. Formulir laporan KLB/Wabah
c. Formulir laporan pemantauan jentik
d. Panduan observasi penilaian permukiman
e. Formulir penilaian kondisi rumah tinggal (contoh terlampir)
Salah satu contoh alat pengumpul data adalah kuesioner, yang biasanya dipakai dalam
wawancara ( sebagai pedoman wawancara berstruktur) dan angket. Kuesioner disini
diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang,
dimana responden (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal
memberikan jawaban atau dengan memberi tanda tanda tertentu. Dengan demikian
kuesioner sering juga disebut “ daftar pertanyaan”.

Oleh karena itu suatu kuesioner harus mempunyai beberapa persyaratan, antara lain :
a. Relevan dengan tujuan penelitian
b. Mudah ditanyakan
c. Mudah dijawab
d. Data yang diperoleh mudah diolah (diproses) dan sebagainya.
Jenis daftar pertanyaan
Dalam pengumpulan data sering digunakan 3 (tiga) macam kuesioner/ formulir yaitu
a.Kuesioner (formulir) untuk keperluan administrasi, dimana formulir ini digunakan
untuk mengumpulkan data melalui saluran administrasi. Formulir ini lebih
dikaitkan dengan formulir administrasi. Pengisian formulir sepenuhnya oleh
pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.
Contoh : - Formulir masuk
- Formulir Kartu Klinik dsb

b. Formulir untuk observasi (form of observation), agar observasi terarah dan dapat
memperoleh data yang benar benar diperlukan, maka sebaiknya didalam
melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan
terlebih dahulu. Kuesioner ini mencakup hal hal yang diselidiki/ diobservasi
c. Kuesioner untuk wawancara (form for questioning)
jenis kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara (
interview). Alat ini lebih digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat
dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan:
 personal interviu

 Telepon interviu
Contoh : Kuesioner /Formulir penilaian/ Daftar pertanyaan terlampir dalam modul ini.
1) Form penilaian rumah
2) Daftar pertanyaan pedoman singkat investigasi penderita penyakit bawaan
makanan.
3) Formulir Pemantauan Penyelenggaraan PMTAS
4) Daftar pertanyaan tentang Kebisingan dan Efeknya kepada masyarakat di lokasi
tertentu.
6. Analisis data kesehatan lingkungan secara deskriptif
Pelaksanaan analisis dan interpretasi data sangat tergantung tingkat unit kesehatan serta
ketrampilan petugas kesehatan khususnya petugas surveilans yang ada pada unit
tersebut.
Untuk melakukan analisis diperlukan hal hal sebagai berikut:
a. Tersedia data dalam keadaan siap dianalisis
b. Pengetahuan dasar dasar epidemiologi
c. Pengetahuan penyakit dan faktor faktor yang mempengaruhinya
d. Kecakapan dan pengalaman dapat memperluas ketajaman analisis
analisis deskriptif tujuan utama adalah membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara obyektif .Metode deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh
langkah langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat
kesimpulan dan laporan.
7. Penyebar luasan data hasil pengamatan kesehatan lingkungan.
Umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat
Kunci keberhasilan surveilans adalah memberikan umpan balik kepada sumber sumber
data survailans agar mudah memberikan kesadaran kepada sumber data tentang
pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan informasi
atau korektif laporan yang dikirimkan.
Penggunaan informasi epidemiologi yang dihasikan surveilans oleh semua pihak yang
mungkin dapat melakukan tindakan pemecahan masalah kesehatan dapat dijadikantolak
ukur keberhasilan surveilans.
Seringkali desseminasi informasi diartikan sebagai memberikan data dalam bentuk tabel,
grafik dan map tanpa disertai komentar atau interpretasi tertentu, sehingga cara ini kurang
memberikan manfaat yang diharapkan. Dessiminasi yang baik harus dapat memberikan
informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan
kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan.

Berbagai cara dessiminasi informasi yang dapat dilakukan antara lain:


a. Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan
b. Membuat suatu tulisan di majalah rutin
c. Membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan
d. Memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.

MANAJEMEN PROGRAM PENGAMATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Agar kegiatan surveilans secara keseluruhan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, maka perlu adanya suatu manajemen kegiatan yang baik mulai dari
perencanaan hingga evaluasi. Naskah ini tidak membahas beberapa komponen manajemen
tetapi yang perlu mendapat pehatian untuk pengelolaan surveilans di kabupaten/kota
melalui pendekatan sistem yaitu input, proses dan out put dalam menterjemahkan 5M
( Man, Material, Methode, Money & Marketing)
1. Input
Agar kegiatan surveilans dapat berjalan secara optimal diperlukan adanya input yang
memadai seperti :
a. Dokumen perencanaan tahunan
Setiap tahun unit surveilans harus membuat dokumen usulan/rencana kegiatan sekaligus
komponen pembiayaannya. Daftar/listing kegiatan unit surveilans yang mungkin dapat
dikembangkan sesuai kondisi daerah dapat dilihat pada lampiran buku ini
denganmempertimbangkan beberapa aspek seperti komitmen internasional, komitmen
nasional serta masalah spesifik daerah/ setempat. Adapun secara substansi perencanaan
dimaksud harus mencakup/menampung kegiatan persiapan, pelaksanaan monitoring dan
evaluasi.
b. Dukungan sarana (Material)
Sarana pengolah data dan komunikasi yang terdiri dari:
- Computer diperuntukkan bagi : khusus pengolahan data dan program
aplikasi, kegiatan administrasi dan kegiatan lapangan

- Memiliki perangkat lunak, seperti epi info, Epi map dan aplikasi program
lainnya dan kalkulator.

- ATK (untuk komputer dan kegiatan rutin)

- Buku pedoman dan petunjuk teknis

- Formulir pengumpulan data surveilans

- Perlengkapan surveilans Puskesmas ( Surveilans kits)

- Calculator scientific

- Kertas grafik
- Formulir perekam, pengolahan dan laporan
- Mesin ketik

- Telepon dan Facsimile atau alat komunikasi lainnya

- Perangkat seminar

- Overhead Proyector

- Infocus

c. Dukungan dana (Money)


- Sumber dana

- Dana program (APBD, APBN, BlockGrant)

- Bantuan : Luar negeri, Swasta/LSM

d. Sumber Daya Manusia (Man)


Prioritas : Bidang epidemiologi
Tujuan : Memperkuat kemampuan dalam pengumpulan data, pengolahan
data, kajian epidemiologi dan penyebaran informasi.
Cara (metode)
- Pendidikan ( FETP, Perencanaan, Informasi, dan lain lain)

- Pelatihan (PAEL, SIG, Pelatihan petugas Puskesmas, Petugas RS dan lain2)

- Seminar

- Kajian Referensi

- On the Job training

2. Proses
Proses pelaksanaan kegiatan surveilans disesuaikan dengan kegiatan yang
diusulkan melalui perencanaan tahunan, tetapi diharapkan beberapa kegiatan dibawah ini
merupakan kegiatan minimal yang seharusnya dilakukan oleh unit surveilans, disamping
kegiatan lain sesuai dengan kondisi setempat.
Jenis kegiatan terdiri atas:
- Pengumpulan data

- Pengolahan data

- Kajian data

- Disseminasi informasi
- Penyelidikan KLB

- Sistem kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa (SKDKLB)

- Seminar

- Surveilans AFP (mengacu buku pedoman Reduksi campak)

- Surveilans TN (mengacu buku pedoman Eliminasi TN)

- Surveilans PTM

- Surveilans IN

- Surveilans HVB

- Surveilans Pariwisata

3. Monitoring dan Evaluasi


Untuk mengetahui keberhasilan maupun kendala dalam manajemen kegiatan
surveilans sebaiknya selalu dilakukan monitoring terutama terhadap proses dan
keluaran/output kegiatan surveilans secara keseluruhan.
Dengan monitoring kelemahan akan segera diketahui dan segera dilakukan perbaikan,
sedangkan melalui evaluasi dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan unit
surveilans tahun berikutnya. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam melakukan
monitoring evaluasi antara lain melalui :
a. Pertemuan/review
b. Kunjungan
c. penerapan Kendali mutu (Quality assurance)
d. Seminar
Indikator yang dapat dipertimbangkan untuk penilaian monitoring dan evaluasi kinerja unit
surveilans adalah sebagai berikut ( indikator disesuaikan dengan kondisi setempat)
a. Indikator input
 Ada/tidaknya dokumen perencanaan

 Ada/tidaknya tim epidemiologi (yang melakukan kajian berkala)

 Ada/tidaknya dukungan dana untuk operasional

b. Indikator proses
 Frekuensi pertemuan kajian data oleh tim epidemiologi

 Jumlah dokumentasi yang dihasilkan

c. Indikator out put


 Jumlah buletin (edisi) yang terbit dalam satu tahun
 Jumlah kegiatan yang tertulis dalam dokumen perencanaan tahunan yang
didasari atas rekomendasi tim epidemiologi.

SISTEM HACCP

HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) , system pengendali produksi
dalam industri pangan adalah proses yang dipergunakan untuk menemukan titik titik rawan
yang potensial muncul dalam produksi pangan dan untuk menawarkan system manajemen
dan pengawasan yang ketat demi terjaminnya produk produk makanan yang sehat bagi
konsumen. HACCP di desain untuk mencegah bahaya bahaya fisik, kimiawi dan
mikrobiologis yang potensial timbul.
HACCP diterapkan sebagai salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri. HACCP
adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitik beratkan
pada pencegahan dan pengendalian proses pengolahan makanan.
Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain, prosedur, proses
atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah dari penerapan HACCP adalah
meningkatkan keamanan makanan, keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi
cepat dalam mengatasi masalah produksi yang timbul.
B. TUJUAN HACCP
1. UMUM
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi
kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food borne disesse)
2. KHUSUS
a. Untuk mengevaluasi cara produksi makanan
b. Untuk memeperbaiki cara produksi makanan
c. Memantau dan mengevaluasi penanganan, pengolahan dan sanitasi
d. Meningkatkan inspeksi mandiri.

C. MANFAAT /KEGUNAAN DAN KEUNTUNGAN PENERAPAN HACCP


Ada 8 (delapan) keuntungan pokok yang dapat diraih pada pengusaha makanan
yang menerapkan system HACCP sebagai alat manajemen perusahaan, yaitu :
1. Pendekatan HACCP adalah pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan
pada semua aspek dari pengamanan makanan , termasuk aspek bahaya
biologis, kimia dan fisika dan pada setiap tahapan dari rantai makanan,
termasuk bahan baku, pembibitan/ pertumbuhan, panen, pembelian,
pengolahan, distribusi, penyimpanan dan pemakaian produk akhir.
2. Sistem HACCP memberikan nuansa dasar yang ilmiah untuk
mendemonstrasikan adanya penyebab logis yang telah dilakukan untuk
mencegah bahaya kepada konsumen.
3. Pendekatan HACCP mengubah pandangan dari pengujian produk akhir yang
secara statistik kurang dipercaya karena seringkali perlu pengujian ulang
kepada pendekatan orientasi pencegahan dalam proses produksi dengan cara
yang aman.
4. Penerapan konsep HACCP adalah metoda yang hemat biaya dalam menjamin
keamanan makanan dan penyakit bawaan makanan dan kesakitan.
5. Sistem HACCP memfokuskan pada sumber bahan sebagai bagian dari proses
yang kritis dan menjamin keamanan makanan
6. Sistem HACCP dapat menurunkan kehilangan produk karena kerusakan atau
pembusukan
7. Sistem HACCP meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam upaya
pengamanan produk makanan dan karenanya meningkatkan kepercayaan
dalam perdagangan makanan dan stabilitas bisnis makanan.

Kegunaan HACCP secara ringkas sebagai berikut


1. Mencegah penarikan makanan
2. Meningkatkan jaminan food safety
3. Pembenahan dan pembersihan unit pengolahan (produksi)
4. Mencegah kehilangan konsumen/ menurunnya pasien
5. Meningkatnya kepercayaan konsumen
6. Mencegah pemborosan biaya.
Sistem HACCP dapat menyesuaikan dengan rancangan dan konstruksi proses dan
peralatan untuk produk baru dengan memperkirakan kemungkinan bahaya potensial yang
akan timbul dan menyarankan tindakan pengendaliannya.
D. PRINSIP PRINSIP HACCP
Ada 7 (tujuh) prinsip pokok sebagai dasar dalam penerapan system HACCP yaitu :
Prinsip1: Melakukan analisis bahaya, menetapkan bahaya dan ukuran
pengendalian bahaya yang spesifk.
Prinsip 2 : Mengidentifikasi titik kendali kritis (CCP= Critical Control Point)
Prinsip 3 : Menentukan batas kritis pada setiap titik kendali kritis
Prinsip 4 : Melakukan pemantauannya dan pelaksanaan pemantauan
Prinsip 5 : Melakukan tindakan perbaikan (koreksi)
Prinsip 6 : Melakukan verifikasi (membandingkan dengan yang seharusnya)
Prinsip 7 : Menyimpan data dan dokumentasi yang memadai
E. RENCANA HACCP
Sebelum meluncurkan pembakuan rencana HACCP, yang penting adalah
menetapkan lingkup dari penerapan HACCP tersebut. Hal ini meliputi apakah rencana akan
mencakup satu atau lebih jenis bahaya, seperti : jenis jenis biologis, kimia dan fisika. Ketika
rencana HACCP telah dibuat pertama kali, disarankan cukup untuk satu jenis bahaya saja
yang secara praktis sering timbul, pilihlah yang biasa ditemukan dalam kegiatan proses
produksi. Titik akhir produksi harus ditentukan, misalnya kapan produk dikeluarkan dari
pabrik atau pertimbangkan pula adanya pedoman kerja yang memadai. Dalam penerapan
tujuh prinsip HACCP pada proses pengelolaan makanan dan industri, ada 5 (lima) langkah
yang perlu selalu diingat sebagai berikut:
Tahap 1 :5 (lima ) langkah persiapan HACCP
1. Pembentukan tim
Untuk efektivitas penerapan HACCP, perlu dibentuk tim HACCP. Tim terdiri dari
sejumlah ahli yang terlibat langsung dalam pengumpulan informasi penting
yang terkait dengan kebenaran penentuan bahaya, Titik kendali kritis dan batas
kritis yang berhubungan dengan proses produksi. Tim meliputi ketua tim dan
sekretaris yang akan mencatat semua keputusan yang diambil. Anggota dalam
tim akan bervariasi tergantung kepada jenis makanan dan cara pengolahannya.
Untuk organisasi kecil, anggota cukup dengan satu orang saja yang berperan
lebih dari satu tugas dan yang mampu mendapatkan dan menggunakan
informasi untuk pencegahan dan pengendalian bahaya. Ahli dari luar dapat
diperoleh seperlunya bila diperlukan sesuai kebutuhan.
2. Penetapan jenis produk
Harus disiapkan diskripsi lengkap tentang produk akhir yang akan dipelajari,
jika produk itu merupakan bagian dari proses yang akan dipelajari. Produk yang
harus dijelaskan adalah komposisinya, strukturnya, cara pengolahannya
( contoh produk dipanaskan dan tindakan apa selanjutnya), pewadahannya,
penyimpanannya, cara distribusinya, batas waktu awetnya (shelf-life) dan
petunjuk cara penggunaanya.
3. Identifikasi sasaran pengguna
Sasaran pengguna didasarkan pada pengguna yang mengkonsumsi produk
konsumen akhir. Dalam banyak hal, sasaran yang perlu mendapat perhatian yaitu
kelompok penduduk yang rawan (vulnerable group) yaitu bayi dan anak, ibu
hamil, fisik lemah dan usia lanjut.
4. Pembuatan diagram alir dan alur tata letak
Pertama kali yang terpenting dalam analisis bahaya adalah menguji secara teliti
suatu proses makanan melalui analisa diagram alir sebagai dasar dari rencana
kerja HACCP. Format diagram alir merupakan suatu pilihan yang tidak ada
ketentuannya untuk disajikan, kecuali setiap tahapan dari proses (termasuk
proses keterlambatan) harus digambarkan secara berurutan dalam diagram alir
mulai pemilihan bahan baku sampai kepada proses pengolahan, distribusi dan
penjualan eceran serta penanganan oleh konsumen. Diagram alir harus dibuat
dan dilengkapi dengan data teknis yang cukup. Diagram tata letak peralatan harus
disajikan untuk menunjukkan letak penempatan peralatan dan penggerakan
produk serta karyawan yang terlibat dalam proses pengolahan. Sebagai contoh
dari data yang dibutuhkan meliputi :
Semua bahan baku/ingredient dan wadah yang digunakan (data biologi, kimia dan
fisik) :
1) Urutan tahap seluruh proses (termasuk bahan tambahan)
2) Riwayat waktu dan suhu dari semua bahan baku
3) Produk sementara dan produk akhir
4) Potensi keterlambatan
5) Kondisi alir dari bahan cairan dan padat
6) Produk daur ulang atau diproses ulang
7) Gambaran desain peralatan (termasuk ruang bebas gerak)
8) Cara efektif dalam pencucian dan desinfeksi
9) Hygiene sanitasi lingkungan
10) Gerakan/ aliran manusia
11) Gerakan/aliran potensi kontaminasi silang
12) Wilayah resiko rendah dan tinggi
13) Praktek hygiene perorangan
14) Penyajian dan distribusi
15) Petunjuk penggunaan oleh konsumen.

5. Konfirmasi senyatanya dari bagan alir dan tata letak fasilitas


Tim HACCP harus melakukan konfirmasi proses produksi apakah sesuai
dengan bagan alir pada seluruh tahapan dan jam operasi dan memperbaiki bagan
alir dan tata letak bilamana diperlukan.

F. IDENTIFIKASI BAHAYA
Tahap II : Langkah pelaksanaan HACCP
1. Buatlah daftar bahaya yang mungkin terjadi pada setiap tahapan dan
mempertimbangkan setiap tindakan pengendaliannya untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang timbul (kegiatan prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar seluruh kemungkinan timbulnya bahaya
yang meliputi bahaya biologi, kimia dan atau bahaya fisik yang dapat terjadi
pada setiap bahan ingridient. Bahaya dapat terjadi akibat kontaminasi biologi,
kimia dan fisika yang terbawa secara alam maupun keamanan makanan dan
atau proses produksi yang tidak layak akibat adanya racun/toksin atau zat lain
hasil metabolisme mikroba.
1) Bahaya biologi termasuk mikroba pathogen (parasit dan bakteri) serta
tanaman dan hewan beracun.
2) Bahan kimia termasuk diantaranya adalah pestisida, zat/bahan pembersih,
anti biotik, logam berat dan bahan tambahan makanan seperti sulfit dan
lainnya.
3) Bahaya fisik termasuk benda benda seperti pecahan logam, gelas, batu yang
dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik atau luka pada
saluran pencernaan.
Selanjutnya tim menyusun dan merencanakan tindakan pengendaliannya dan
bilamana mungkin dapat diterapkan pada setiap bahaya. Tindakan
pengendalian pada semua aktivitas tersebut dapat menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang terjadi sampai pada batas yang dapat diterima.
Pengendalian lebih dari satu ukuran bisa jadi diperlukan dalam mengendalikan
bahaya spesifik sehingga lebih dari satu bahaya dapat dikendalikan. Tidak perlu
ada percobaan lebih dahulu yang dilakukan untuk menetapkan bahaya pada
CCP.
G. MENENTUKAN TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
2. Menentukan Titik Kendali Kritis (CCP) : Kegiatan Prinsip – 2
Setelah bahaya diidentifikasi, pohon keputusan CCP digunakan untuk
menetapkan apakah suatu tahapan kegiatan merupakan CCP, berdasarkan
identifikasi bahaya tersebut. Suatu model pohon keputusan HACCP untuk
menetapkan CCP diberikan dalam bagan 1 pada lampiran II, tetapi dalam
latihan penerapannya diperlukan kesanggupan agar pemakaiannya dapat
secara tepat meyakinkan.
Penerapan dari model pohon keputusan ini bisa sedikit berbeda, tergantung
kepada apakah proses kegiatan tersebut untuk produksi, pemotongan,
pengolahan makanan atau pabrik, penyimpanan, distribusi atau sektor lainnya.
Selainmenentukan CCP melalui metoda pohon keputusan, cara lain dapat juga
digunakan dalam menentukan CCP. Pendekatan menggunakan pohon
keputusan ini sangat penting untuk disertakan dalam pelatihan dan selama
latihan disimulasikan oleh semua anggota tim yang belum berpengalaman.
Semua bahaya yang diperkirakan dapat terjadi atau dapat dikenali pada setiap
tahapan harus diupayakan cara pengendaliannya. Jika suatu bahaya telah
dapat diidentifikasi tetapi tidak ada ukuran pengendaliannya, maka produk
harus dimodifikasi sehingga bahaya dapat dihilangkan (CCPI) atau dikurangi
(CCP2), pada tingkat/kadar yang dapat diterima (acceptable)
H. MENENTUKAN BATAS/LIMIT KRITIS CCP
3. Menentukan batas/limit kritis setiap CCP : Kegiatan Prinsip 3
Batas kritis adalah nilai batas yang berada diantara nilai yang dapat diterima
dan nilai yang tidak dapat diterima dari setiap CCP
Batas kritis (Critical limit) haruslah spesifik untuk setiap parameter yang diukur
dari setiap CCP. Dalam banyak hal, dapat lebih satu titik yang ditetapkan secara
khusus sebagai CCP. Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu,
kelembaban, pH, aktivitas air, adanya zat chlorin dan parameter indra (sensory)
seperti penampilan dan tekstur.
Batas kritis dapat ditetapkan berdasarkan berbagai sumber peraturan atau
kepustakaan yang ada yang mengatur tentang standard atau berdasarkan
pedoman, pengalaman lapangan atau pendapat para ahli.
Dalam banyak hal keragaman produksi membutuhkan nilai target yang lebih
untuk menjamin batas kritis dipenuhi. Nilai target adalah nilai kriteria yang lebih
kuat dari batas kritis dan digunakan oleh para pengelola produk untuk
menurunkan resiko yang melampaui dari batas kritis.
Sebagai contohnya, batas kritis yang diperlukan dalam formulasi makanan
adalah pH 4,6 atau lebih rendah untuk mencegah tumbuhnya bakteri pathogen.
Disebabkan berbagai ragam yang dapat terjadi selama pengolahan makanan
memutuskan untuk menentukan nilai target pH menjadi 4,5 untuk menurunkan
resiko yang mungkin timbul pada batas kritis (pH 4,6) dilampaui.
I. MENENTUKAN SISTEM PEMANTAUAN
4. Menentukan sistem pemantauan untuk setiap CCP : Kegiatan prinsip :4
Pemantauan adalah pengukuran atau observasi rutin di setiap CCP untuk
mengetahui apakah batas kritis atau nilai target telah dipenuhi. Cara
pemantauan harus mampu mendeteksi adanya penyimpangan dalam
pengendalian CCP.
Pemantauan sebaiknya dilengkapi informasi yang tepat untuk tindakan
perbaikan yang harus dilakukan agar dapat mengendalikan resiko pada proses
pengolahan sebelum ditetapkan penolakan produk. Jika pemantauan dilakukan
tidak terus menerus maka frekuensi pemantauan harus cukup menjamin bahwa
CCP dapat dkendalikan.
Cara pemantauan CCP haruslah dilakukan secara cepat, karena lamanya waktu
analisa akan menjadikan penyajian menjadi tidak layak dalam banyak kasus.
Pengujian fisik dan kimia disarankan diperkecil dari pada pemeriksaan
mikrobiologi. Sejumlah parameter fisik dan kimia dapat digunakan sebagai
indicator dalam pengendalian mikrobiologi pada produk makanan.
Pemantauan seharusnya dilakukan oleh petugas yang dipersiapkan untuk itu
dan memiliki pengetahuan dan kewenangan untuk melakukan tindakan
perbaikan bila ditemukan adanya petunjuk telah terjadi penyimpangan.
J. MENETAPKAN TINDAKAN KOREKSI
5. Melakukan tindakan perbaikan : kegiatan prinsip :5
Tindakan perbaikan adalah yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu
atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan
kecenderungan kurangnya pengendalian.
Dalam kasus terakhir, tindakan dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan
proses dalam memperketat pengawasan sebelum terjadinya penyimpangan
yang menjadi penyebab hilangnya kendali dan menjadi sebab peningkatan
bahaya. Pengaturan kembali proses pengolahan makanan perlu dilakukan bagi
makanan yang telah diolah dimana terdapat CCP yang tidak dapat dikendalikan.
Kedua tindakan ini baik pengaturan kembali proses pengolahan maupun
perintah perbaikan haruslah didokumentasikan sebagai catatan tentang
HACCP. Petugas penanggung jawab yang menyimpan dokumen harus ditunjuk
secara khusus dan ditugaskan secara jelas.
K. MELAKUKAN VERIFIKASI
6. Melakukan verifikasi : Kegiatan prinsip 6
Verifikasi adalah mengikuti secara berurutan terhadap semua tahapan kegiatan
yang dilakukan.
Cara verifikasi harus dikembangkan untuk menjamin bahwa system HACCP
bekerja dengan baik. Metoda pemantauan dan audit, prosedur dan pengujian
termasuk cara random sampling dan analisanya dapat digunakan untuk tujuan
ini. Frekuensi verifikasi harus cukup memberikan jaminan bahwa rencana
HACCP dan pelaksanaannya akan dapat mencegah terjadinya masalah
keamanan makanan.
Contoh kegiatan verifikasi meliputi :
Peninjauan ulang penerapan HACCP dan pencatatannya, prosedur yang
digunakan dalam menilai CCP yang berada di luar kendali, pengaturan kembali
proses pengolahan dan tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat batas
kritis tidak dipenuhi serta pengesahan penetapan batas kritis.
L. MELAKUKAN DOKUMENTASI
7. Melakukan pencatatan dan penyimpanan dokumentasinya:Kegiatan prinsip
7
Pencatatan semua tahapan HACCP dan dokumentasi yang memadai adalah
penting sekali dalam penerapan system HACCP. Prosedur dokumentasi
HACCP pada setiap tahapan harus disusun dan dicantumkan dalam petunjuk
(manual). Contoh pencatatan adalah : rencana HACCP, catatan pemantauan
CCP, arsip penyimpangan yang terjadi, arsip modifikasi, data verifikasi dan
peninjauan data-data lain seperti informasi tentang pencucian dan desinfeksi.
Dalam praktek, pembuatan catatan dan dokumentasi seringkali dibuat oleh tim
HACCP yang berkaitan dengan penyusunan prosedur verifikasi.
Tahap III : Peninjauan HACCP
8. Penerapan rencana HACCP
Sekali rencana HACCP telah disusun untuk suatu proses pengolahan makanan,
maka haruslah diterapkan dan dilaksanakan. Butir-butir berikut ini sangat
diperlukan untuk mempermudah pelaksanaannya :
a. Pemberian tanggung jawab kepada pengelola dan supervisor untuk
menyusun perencanaan, pemantauan CCP dan pencatatan serta
dokumentasinya.
b. Menyusun pedoman kerja untuk memantau CCP yang singkat dan jelas
c. Menyiapkan formulir pencatatan dan keperluan dokumentasi lainnya
d. Melatih staf tentang dasar-dasar rencana HACCP dan melaksanakan
petunjuk kerja dengan memperhatikan apa, mengapa, dimana, bagaimana,
kapan, dan siapa yang harus berbuat apa
e. Memberikan tanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan melakukan
tindakan pengaturan kembali dan perbaikan
9. Peninjauan ulang rencana HACCP
Sebagai tambahan dari garis besar prosedur verifikasi di atas, diperlukan suatu
system lokal yang secara otomatis akan berinisiatif melakukan tinjauan rencana
HACCP sebagai awal dari setiap perubahan yang dapat memberikan dampak
kepada keamanan produk termasuk, di dalamnya adalah sebagai berikut :
Perubahan bahan baku atau formulasi produk, perubahan cara pengolahan,
perubahan tata letak industri atau lingkungan, perubahan peralatan pengolahan,
perubahan program pembersihan dan desinfeksi, perubahan pewadahan,
penyimpanan atau cara distribusinya, perubahan staf penanggung jawab,
perubahan antisipasi penggunaan oleh konsumen dan informasi resep yang
menunjukkan adanya hubungan dengan risiko kesehatan dari produk.
Data yang diperoleh dari tinjauan rencana HACCP harus didokumentasikan dan
merupakan bagian dari system pencatatan HACCP. Setiap perubahan yang
terjadi dari peninjauan ulang harus sepenuhnya digabungkan dalam rencana
HACCP. Hal ini dilakukan karena perubahan- perubahan ini akan berarti kepada
adanya perubahan ukuran kendali CCP, batas kritis dan nilai target yang juga
berubah dan atau adanya penambahan CCP baru harus dimasukkan dalam
rencana HACCP. Menjadi suatu yang pokok bahwa setiap terjadi perubahan
harus didasarkan kepada data yang akurat yang diperoleh dari sumber
informasi yang resmi.
Sebagai tambahan, pengelola makanan senior akan lebih banyak diharapkan
sebagai sumber informasi yang dapat digunakan dalam rencana HACCP
sehingga keterangannya tidak mubazir dan berdasarkan catatan serta dokumen
yang ada padanya membuktikan suatu kegiatan proses pengolahan yang
sebenarnya. Suatu system pengolahan dan pemeliharaan tentang system
HACCP sangat diperlukan dan penting dalam pelaksanaannya yang layak.
PENERAPAN HACCP
Sistem HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan
(food chain) dari produk primer sampai pada produsen akhir dan penerapannya harus
dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap risiko kesehatan manusia. Untuk itu
HACCP perlu dipahami oleh pengusaha dan industri makanan serta para pejabat
pemerintah.
Persyaratan dasar untuk penerapan HACCP sebaiknya dipenuhi terlebih dahulu oleh
suatu organisasi sebelum sistem HACCP diadopsi. Persyaratan dasar tersebut berisi
petunjuk praktis manajemen yang baik, disesuaikan dengan tahap pada generasi
pertanian. Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik antara lain sebagai
berikut:
1. Good Farming Practices (GFP) pada usaha pertanian
2. Good Handling Practices ( GHP) pada kegiatan pasca panen
3. Good Hygienic Practices (GhyP) pada semua penanganan bahan pangan
4. Good Manufacturing Practices (GMP) pada kegiatan manufacture
5. Good distribution Practices (GDP) pada kegiatan distribusi
6. Good Retailing Practices (GRP) bagi pengeceran barang
7. Good Catering Practices (GCP) sebagai petunjuk bagi konsumen
Konsep HACCP dapat diterapkan secara luwes di berbagai sektor, HACCP telah
berhasil diterapkan pada situasi khusus seperti misalnya jasa boga, restoran dan
rumah makan, namun penerapan HACCP pada segmen lain dari rantai makanan
terutama pada produksi primer, tidaklah sepenuhnya dapat diterapkan.
PENERAPAN HACCP OLEH PENGUSAHA DAN PENGELOLA INDUSTRI MAKANAN
Konsep HACCP pada dasarnya dapat diterapkan pada seluruh rantai
makanan mulai bahan makanan dibibitkan, dipanen/disembelih, diproses
pengolahan/pabrik sampai makanan disajikan untuk konsumen akhir, melalui
berbagai sektor jenis industri yang menggunakan teknologi yang berlainan. Konsep
HACCP dapat juga diterapkan sejak mulai dari perencanaan dan pembangunan
sehingga potensi bahaya dapat dirancang bebas dalam proses pengolahan dan
produksi makanan.
Walaupun penerapan dari konsep HACCP dapat dilaksanakan secara luwes
di berbagai sektor, HACCP telah berhasil diterapkan pada situasi khusus seperti
misalnya jasaboga, restoran dan rumah makan, namun penerapan HACCP pada
segmen lain dari rantai makanan, terutama produksi primer, tidaklah dapat
sepenuhnya diterapkan.

44
BAB 3
PENGAWASAN KESEHATAN LINGKUNGAN

DESKRIPSI SINGKAT
Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dilakukan dalam tahap
pelaksanaan suatu rencana kegiatan program kesehatan lingkungan,
diharapkan dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan
yang telah disusun tersebut.
Tahap pengawasan merupakan tahap yang lebih sulit dan rumit dari pada
penyusunan rencana, karena pada pelaksanaan akan dihadapkan pada
keadaan-keadaan nyata yang mungkin tidak terpikir oleh petugas
perencana.
Pengawasan berfungsi sebagai pengaman pada waktu rencana sedang
dilaksanakan.
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sudah dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sehingga tiga
sasaran pengawasan yaitu waktu, biaya dan kualitas hasil.
Pengawasan kegiatan dimulai dari penetapan standart pekerjaan.
Dalam pengawasan Kesehatan Lingkungan disamping sebagai unsur
managemen aspek juga berperan dalam menemukan masalah-masalah
Kesehatan Lingkungan serta menyelesaikannya, inilah yang disebut dengan
pendekatan managemen ”Problem Solving Aproach”.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan : Tindak lanjut pengawasan
1. Penentuan diagnosa dan treatment intervensi obyek kelompok II
tingkat lanjut secara sederhana.
2. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II tingkat
lanjut secara nasional.
3. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II tingkat
lanjut secara lokal.
4. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok I tingkat
lanjut secara lokal.
5. Teknik-teknik kunjungan/bimbingan teknis ke obyek kelompok II
secara lokal.
6. Penilaian study dampak kesehatan lingkungan swecara garis besar

45
< 9 – 18 jam.
7. Penilaian rencana pemantauan/pengelolaan lingkungan < 9 – 18
jam.

46
8. Penilaian penyajian HACCP < 9 – 18 jam.
9. Penilaian penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya : < 9 –
18 jam.

BAHAN BELAJAR
1. Modul Perencanaan, Pengawasan dan Penilaian, Dirjen Pelayanan
Medik, Depkes RI, Jakarta 1991.
2. Undang-Undang R.I. nomor 36 & 44 tahun 2009 tentang Kesehatan
dan Rumah Sakit, Citra Umbara, Bandung 2010.
3. Buku Pegangan Kader Desa Siaga Propinsi Jawa Timur. Dinkes Prop.
Jatim, Surabaya 2006.

URAIAN MATERI
A. PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN

1. PENDAHULUAN
Usaha Pengawasan tindak lanjut perlu mempertimbangkan beberapa aspek
pendekatan agar program yang direncanakan dapat berjalan dengan baik.
Beberapa aspek pendekatan yang digunakan sehubungan dengan
penyelenggaraan tersebut mencakup aspek teknis, aspek sosial ekonomi dan
aspek administrasi menejemen serta hukum.
Pengawasan dan pemeriksaan dilakukan terhadap unsur manusia dan
lingkungan hidup, upaya ini ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah dan
pemerintah serta masyarakat menjamin ketersidiaan lingkungan sehat dan
tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat yang
dimaksud adalah mencakup lingkungan perumahan, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum (obyek kelompok I) serta bebas dari
unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan akibat dari adanya antara
lain :
 Limbah cair
 Limbah padat
 Limbah gas
 Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan
 Binatang pembawa penyakit

47
 Zat kimia berbahaya
 Kebisingan yang melebihi ambang batas
 Radiasi sinar pengion dan non pengion
 Air yang tercemar
 Udara yang tercemar
 Makanan yang terkontaminasi
(obyek kelompok II)
Dimana pengelolaan obyek kelompok I dan obyek kelompok II harus sesuai
dengan ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan serta
proses pengolahan limbah berdasar ilmu penegetahuan dan teknologinya.

2. KEGIATAN PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN


Pengawasan kesehatan lingkungan dimulai dari pemilihan dan penentuan
serta penetapan prioritas masalah yang perlu diselesaikan dari obyek
kelompok I maupun obyek kelompok II, dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Sebagai sasaran obyek pengawasan dan pemeriksaan berupa :
1) Terhadap lingkungan terutama tentang kebersihan dan persyaratan.
2) Terhadap manusianya, tentang unsur manusianya sendiri dan hasil
kerjanya serta cara-cara melakukan pemeriksaan tersebut.
Pengawasan terhadap pekerjaan manusia dapat dilakukan :
- Pengawasan langsung (direct control) meliputi pengawasan terhadap
sikap, sikap mental,, tingkah lakunya dan manusia yang bekerja.
- Pengawasan tidak langsung (indirect control) meliputi pengawasan
terhadap hasil kerjanya sebagai misal bersih atau kurang bersih itu
adalah hasil kerja seseorang.
a. Identifikasi masalah (problem identifikcation).
Dilaksanakan melalui orientasi keadaan kesehatan lingkungan secara
garis besar; untuk mencari permasalahan umum dari obyek kelompok I
dan obyek kelompok II yang akan diperiksa; karena menyangkut masalah
umum yang ada maka tahap awal ini merupakan survey : Pendahuluan
(Preliminary Survey).
Pengumpulan data awal dapat dilakukan melalui :
1) Wawancara dengan pengelola atau petugas setempat.
2) Mengadakan peninjauan lapangan, peninjauan dimulai dari bagian
luar (external area), kemudian bagian dalam (internal area).
Dengan demikian kegiatan yang dapat dilakukan tahap ini adalah :
1) Datang ke lokasi kegiatan.
2) Meninjau dan melihat keadaan umum kesehatan lingkungan.
3) Mengetahui secara garis besar dan secara umum keadaan
senyatanya.
4) Mencatat semua masalah umum yang ditemui.
48
5) Merancang pembuatan sheet sanitasi / kesehatan lingkungan berupa
formulir pemeriksaan yang akan dipakai dalam survey sanitasi.
Tujuan dari orientasi awal ini mencari dan menetukan pokok-pokok
sanitasi (item sanitasi) berupa semua fasilitas yang terdapat dalam unit
atau sub unit wilayah tempat-tempat umum yang mempunyai nilai
sanitasi (Fasility Of Sanitary Importance).
Yang dimaksud dengan fasilitas yang mempunyai nilai sanitasi adalah hal
/ fasilitas yang dapat dinilai dari 2 segi :
1) segi kebersihan (Clean lines).

49
2) segi persyaratan (Sanitary Code).

b. Membuat sheet sanitari untuk pemeriksaan.


Penyusunan formulir pemeriksaan dimulai berturut-turut sebagai berikut :
1) Pengumpulan data, tentang item sanitasi di unit atau sub unit wilayah
tempat-tempat umum, jumlah item yang ditemukan dalam masing-
masing unit atau sub unit wilayah sejenis kadang tidak sama, hal ini
disebabkan :
2) Menyusun formulir pemeriksaan sanitasi.
Dalam penyusunan ini memperhatikan :
a) Jenis tempat dan usaha yang diperiksa.
b) Unit-unit teritorialnya, termasuk juga sub unit-nya.
c) Jangka waktu dan jumlah pemeriksaannya.
d) Adanya kolom untuk penilaian kebersihan (disingkat K) dan kolom
persyaratan (disingkat P).
e) Nomor / jumlah item yang diperiksa.
f) Keadaan % kebersihan dan % persyaratan.
g) Tanggal pemeriksaan.
h) Adanya tanda pemeriksaan (-) berarti tidak ada masalah dan (+)
berarti ada masalah.

c. Mengadakan Pemeriksaan dan Pengukuran.


Dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan ada 2 tindakan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan dan Pengukuran.
Yang dimaksud dengan pemeriksaan dan pengukuran adalah
pengujian sesuatu dengan menggunakan formulir pemeriksaan dan
menggunakan alat ukur. Hasilnya akan dimulai berdasarkan standart
ukuran tertentu sesuai dengan aturan atau perundang-undangan
yang berlaku.
2) Cara Penilaian.
Sebagai obyek penilaian adalah :
a) Kebersihan (Clean lines) mempunyai sifat subyektif tergantung
dari kepekaan masing-masing.
b) Persyaratan (Codes) mempunyai sifat obyektif karena
mendasarkan pada persyaratan atau standart yang berlaku,
kepekaannya bergantung pada kepekaan alat pengukurnya.

Sistem penilaian :
Ada 2 sistem penilaian yang dapat dilakukan :
a) Membandingkan antara keadaan riil kenyataan dengan suatu
standart yang berlaku.
b) Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat
ukur dengan standart tertentu.

Cara menilai :

50
a) Menilai dengan cara perkiraan yang dituangkan dalam bentuk nilai
% atau angka (kuantitatif)
b) Menilai dalam bentuk ada / tidaknya masalah yaitu secara
kualitatif menggunakan tanda (-) dan (+).

Hasil penilaian :
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil
penilaiannya maka dapat ditabulasikan dan dihitung :
a) Berapa jumlah item yang diperiksa.
b) Berapa jumlah K (-) yang didapat.
c) Berapa jumlah P (+) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-
tempat umum dan usaha tersebut dengan menggunakan rumus :

atau dengan : 
Jumlah K ()  Jumlah P () 100 %
Nilai rata  rata (NR) 
2  jumlah item

Maksud dan tujuan penilaian :


a) Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan
tindakan perbaikan.
b) Mengetahui kemajuan (progress) dan kemunduran (regress)
suatu usaha selam periode waktu tertentu.
c) Mengetahui apakah hasil usaha yang diperoleh efektif dan
efisien.

3) Saran-Saran Perbaikan. (Order For Improvement = OFI)


Dari hasil penilaian yang dilakukan pada waktu pemeriksaan sanitasi
maka semua tanda (+), apakah hal itu pada K (+) atau P (+)
keduanya berarti ada masalah. Dari masalah yang ditemukan
tersebut kemudian diberikan saran-saran perbaikannya (Problem
Solving Approach).
Saran perbaikan dapat dilakukan melalui dua jalan :
a) Langsung, dengan jalan lisan setempat dan memberikan
sekaligus alasan-alasannya mengapa harus diperbaiki dan
bagaimana memperbaikinya.
b) Tidak langsung, dengan jalan memberikan saran secara tertulis
berupa Order for Improvement, yang dapat ditempuh dengan 2
jalan :
- Meninggalkan catatan saran saat selesai memeriksa berupa
kartu saran.

51
- Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelah
diadakan pemeriksaan.
Dalam saran tersebut memuat hal-hal yang berkaitan dengan :
a) Apakah yang harus diperbaiki (What).
b) Dimana tempatnya (Where).
c) Apakah masalahnya (Why).
d) Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
e) Bagaimana cara memperbaikinya (How).

Kartu saran perbaikan (OFI) dibuat rangkap 2 (dua), kegunaannya :


- 1 kartu ditempel pada bahan / alat yang perlu diperbaiki.
- 1 kartu untuk arsip petugas pemeriksa.

3. TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN SANITASI (FOLLOW-UP)


Yang diartikan sebagai pengawasan tindak lanjut (follow-up) adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan
sanitasi terdahulu.
a) Maksud dan tujuan dari follow-up :
1) Mengadakan penilaian secara terus menerus keadaan sanitasinya
tempat yang diperiksa.
2) Mencari data yang paling muktahir guna menentukan perlu tidaknya
segera dilakukan tindakan-tindakan perbaikan dari keadaan yang
mengakibatkan timbulnya masalah.
3) Memperoleh data pembanding dari keadaan sanitasi pada waktu
sekarang dengan keadaan sanitasi pada waktu sebelumnya.
4) Memperoleh gambaran keadaan sanitasi TTU sepanjang tahun terus-
menerus.
5) Memperoleh data-data untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan.

b) Cara mengadakan pengawasan tindak lanjut.


Ada 2 macam cara :
1) Berdasar waktu
- Insidental Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan setelah
pemeriksaan sanitasi yang pertama dan waktunya tidak tentu bisa
secara mendadak (sidak).
- Routine Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan secara berkala
teratur, yang dapat dilakukan secara mingguan, bulanan, atau
kuartalan.
2) Berdasar materi
- General Follow-Up Inspection.

52
yaitu pemeriksaan tindak lanjut secara umum atau semuanya
diperiksa lagi.
- Special Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut, secara khusus terbatas kepada hal-
hal yang telah disarankan untuk diperbaiki, untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang telah dilakukan atas saran yang diberikan.

c) Manfaat pemeriksaan tindak lanjut.


1) Masalah yang timbul segera dapat diketahui dan diperbaiki kembali
(early diagnosis & prompt treatment).
2) Masalah yang timbul dari perbaikan sebelumnya dapat segera diketahui
dan dicarikan jalan pemecahannya lebih lanjut (problem solving).
3) Kerusakan kecil segera dapat diketahui dan diatasi, sehingga tidak
berlarut-larut menjadi lebih parah lagi sehingga dapat dicegah adanya
pemborosan (small saving).

4. SISTEM PENILAIAN DAN HASIL ANALISA PERMASALAHAN :


Dari permasalahan yang timbul pada saat diadakan pemeriksaan sanitari
maupun pemeriksaan tindak lanjut, perlu dilakukan upaya pemecahan /
perbaikan dengan mengacu pada :
a) Klarifikasi permasalahan termasuk hal-hal yang menyangkut :
- Masalah konstruksi : yang membutuhkan penanganan
secara teknis bangunan dari segi persyaratan.
- Tidak memenuhi peraturan dan perundang-undangan yang
membutuhkan penanganan administrasi dan management.
- Terbatasinya anggaran : perlu penanganan dan
pertimbangan dari segi keuangan .
- Adanya sikap dan perilaku : dari masyarakat pengguna
maupun karyawan yang membutuhkan penanganan secara sosial
psychologis.
b) Adanya prioritas (priority setting) dengan adanya keterbatasan maka perlu
diambil prioritas hal-hal yang penting dan perlu segera diadakan
perbaikan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan kemampuan
sumber daya dan sumber dana.

B. Teknik Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Obyek Kelompok I Lanjut).


Konseling Kesehatan Lingkungan :
1. Tujuan : Memantapkan kemauan dan kemampuan obyek kelompok I
untuk melaksanakan perilaku kesehatan lingkungan dengan

53
memanfaatkan potensi yang dimiliki obyek kelompok I dan kelompok II
yang ada di lingkungan.
2. Sasaran Konseling :
 Sasaran konseling adalah obyek kelompok I / kelompok II yang belum
menerapkan indikator kesehatan lingkungan.
 Konseling ditujukan kepada penanggung jawab/pimpinan/sebagai
pelaksana program kesehatan lingkungan.

3. Tempat Konseling :
Konseling kesehatan lingkungan dilakukan di lokasi obyek kelompok I /
kelompok II sasaran.
4. Waktu Pelaksanaan Konseling Kesehatan Lingkungan :
Konseling kesehatan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.
( cari waktu luang pengelola obyek kelompok II )
5. Persiapan petugas sebelum melakukan konseling :
- Pelajari hasil pemetaan kesehatan lingkungan
- Catat obyek yang belum menerapkan indikator kesehatan lingkungan
- Catat masalah kesehatan lingkungan (indikator kesehatan lingkungan)
yang dihadapi obyek
- Buat jadwal kerja konseling untuk 6 bulan setelah pemetaan
dilaksanakan
- Upayakan konseling jangan dilakukan lebih dari 3 obyek dalam satu
hari
6. Langkah-langkah :
Pelaksanaan Konseling :
Agar pelaksanaan konseling pengawas/petugas kesehatan
lingkungan dapat berhasil dengan baik, maka sanitarian/petugas harus
menerapkan 6 langkah yang disebut SATU TUJU
SA : Beri salam.
T : Tentukan masalah yang akan dibahas.
Jika terdapat lebih dari satu (1) masalah, utamakan pada
masalah yang mudah diselesaikan oleh (penanggung
jawab) obyek lingkungan.
U : Uraikan informasi yang benar dan lengkap tentang
pemecahan masalah yang akan dibahas.

54
TU : Tuntun penanggung jawab satuan obyek untuk memiliki
sendiri beberapa cara mengatasi masalahnya,
berdasarkan potensi yang dimiliki.
J : Jelaskan sekali lagi mengenai perilaku kesehatan
lingkungan yang baik dan benar sehingga penanggung
jawab satuan obyek mengetahui, mau, dan mampu
memperbaiki perilaku kesehatan lingkungan yang belum
benar.
U : Ulangi kunjungan untuk mengetahui hasil konseling,
jika penanggung jawab satuan obyek memerlukan tindak
lanjut, anjurkan untuk berkonsultasi kepada Dinkes.

C. Studi Dampak Kesehatan Lingkungan.


Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat sehingga keterkaitan antara kualitas
lingkungan bermasalah dan status kesehatan perlu dipahami dan dikaji
secara cermat, agar dapat digambarkan potensi besarnya resiko atau
gangguan kesehatan.
Analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) merupakan model
pendekatan guna mengkaji dan menelaah secara mendalam untuk mengenal,
memahami, dan memprediksi kondisi karakteristik lingkungan berpotensi
terhadap timbulnya resiko kesehatan.
Metode pendekatan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak potensial dari suatu
asosiasi atau hubungan antara parameter lingkungan, media lingkungan
(ambien, emisi), penduduk yang terpajan dan dampaknya terhadap
kesehatan.
Penerapan ADKL dapat dilakukan pada Rencana Pengelolaan
Lingkungan / Rencana Pemantauan Lingkungan. Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan (ADKL) menggambarkan kondisi pengukuran pada :
a. Sumber / emisi
b. Ambien
c. Masyarakat terpajan (bio marker)
d. Dampak interaksi (prevalensi dan insidensi penyakit, kejadian
keracunan dan kecelakaan)

55
1. Ukuran Dampak Penting
a. ▪ Pengertian Dampak Penting adalah perubahan lingkungan yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau
kegiatan.
▪ Dampak penting ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
 Jumlah manusia yang akan terkena dampak
 Luas wilayah persebaran dampak
 Lamanya dampak berlangsung
 Intensitas dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan
terkena dampak
 Sifat kumulatif dampak
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

b. Pedoman mengenai ukuran dampak penting.


 Jumlah manusia yang terkena dampak
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan bersifat penting bila :
Manusia di wilayah kegiatan yang terkena dampak
lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari
usaha/kegiatan, jumlahnya sana atau lebih besar dari jumlah
manusia yang menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan di
wilayah studi.
 Luas wilayah persebaran dampak
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan bersifat baik bila :
Usaha/kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang
mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak,
atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak.
 Lamanya dampak berlangsung – berdasarkan
Dampak lingkungan bersifat penting bila usaha atau kegiatan
mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar dari segi
intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak, atau segi
kumulatif dampak yang berlangsung hanya pada satu atau lebih
tahapan kegiatan.
 Intensitas dampak

56
Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan
lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastis, berlangsung
di areal yang relatif luas, dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Dampak lingkungan tergolong penting bila :
Usaha atau kegiatan akan menyebabkan perubahan pada sifat-
sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang melampaui baku mutu
lingkungan.
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Dampak lingkungan berdasarkan pengertian ini tergolong
penting bila :
Usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan
dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau
sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak
primer.
 Sifat kumulatif dampak
Kumulatif mengandung pengertian bersifat bertambah,
bertumpuk, atau bertimbun.
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan berdasarkan
pengertian ini tergolong penting bila :
1. Dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus
menerus, sehingga pada kurun waktu tertentu tidak dapat
diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang
menerimanya.
2. Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang
tertentu, sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan
alam atau sosial yang menerimanya.
3. Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan
menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik).
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak bersifat penting berdasarkan pengertian ini bila :
Perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan
tidak dapat dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi
manusia.

2. Pelingkupan Dampak Penting


Identifikasi dampak potensial dari kajian aspek kesehatan masyarakat
disusun dengan memperhatikan antara lain :

57
1. Berhubungan dengan cemaran
a) Penyebaran bahan pencemar di media lingkungan (air, udara,
tanah, dan makanan).
2. Berhubungan dengan perindukan vektor (binatang perantara penyakit)
a) Perubahan lahan yang menimbulkan genangan air.
b) Perubahan vegetasi yang menumpang atau menghambat
berkembang- biaknya vektor.
c) Telaah data atau informasi studi kesehatan lingkungan, survey
malariometrik dan survey epidemiologi tentang penyakit
bersumber binatang.
3. Berhubungan dengan perilaku masyarakat
a) Kebiasaan pemanfaatan air
b) Kebiasaan penggunaan bahan repelant
c) Kebiasaan penggunaan insektisida
d) Kebiasaan yang berhubungan dengan sanitasi
e) Kebiasaan yang berhubungan dengan pengelolaan makanan
f) Kebiasaan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
(berobat, kontak penderita)

3. Evaluasi Dampak Potensial


Tujuan evaluasi dampak penting untuk menghilangkan dampak
potensial yang dipandang tidak relevan, sehingga diperoleh dampak
penting hipotesis yaitu prediksi yang menggambarkan potensi dan
besarnya dampak kesehatan yang kemungkinan dapat timbul akibat
perubahan lingkungan yang berasosiasi dengan masyarakat terpajan
(population of risk).
Ukuran / nilai dari evaluasi dampak potensial dapat
mempergunakan pertimbangan seberapa besar / luas rencana usaha
atau kegiatan :
1. Dapat menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang
memungkinkan berkembangbiaknya vektor penyakit.
2. Memerlukan pengerahan sumber daya manusia sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi antar penduduk dan memiliki
potensi untuk menimbulkan penyakit menular.
3. Menggunakan / membutuhkan bahan toksik dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan resiko kesehatan baik akut maupun
kronis (keracunan, kanker, kelainan reproduksi dan penyakit
menahun lainnya).
4. Dapat menurunkan secara berarti pemenuhan makanan dan gizi
masyarakat dari generasi ke generasi.

58
5. Dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena daya
dukung lingkungan sedemikian rupa sehingga berdampak terhadap
kesehatan masyarakat.

4. Pemusatan Dampak Penting (Focussing)


Tujuan :
Untuk mengelompokkan dampak penting yang telah dirumuskan
dari dampak potensial sehingga diperoleh gambaran tentang isu-
isu pokok permasalahan lingkungan hidup yang terkait erat
dengan resiko kesehatan secara utuh dan lengkap.

Dalam proses pemusatan, perlu diperhatikan prioritas kepentingannya


antara lain :
1. sifat dampak (akut dan kronis)
2. jumlah penduduk
peningkatan jumlah penduduk yang terkena dampak sehingga
berpengaruh terhadap status kesehatan.
3. meningkatkan beban ekonomi yang ditanggung masyarakat akibat
dampak sehingga masyarakat sulit mendapatkan akses pelayanan
kesehatan yang optimal dan kesulitan akses terhadap sarana
kesehatan yang ada.

5. Pelingkupan Wilayah Studi


Kajian aspek kesehatan masyarakat perlu mempertimbangkan
batasan epidemiologi dari penyakit yang ada disekitar tapak lokasi yang
berkaitan erat dengan batas ekologis dan sosial sehingga akhirnya
ditetapkan sebagai wilayah studi.
1. Batas Proyek
 Diidentifikasi di dalam batas proyek apa ada :
Masyarakat yang menderita penyakit endemis / penyakit
menular potensial wabah.
 Terdapat vektor penyakit yang dapat berkembang biak.
 Mengandung bahan berbahaya (toksik) yang berpotensi
sebagai bahan pencemar yang dapat membahayakan
kesehatan.
2. Batas Ekologis
Ada pencemaran lingkungan melalui media air, udara, tanah, vektor
penyakit, bahan material, manusia itu sendiri yang berakibat derajat
kesehatan masyarakat berubah secara mendasar.

59
3. Batas Sosial
Lokasi komunitas masyarakat yang berada di luar batas proyek dan
batas ekologis namun berpotensi terkena dampak kesehatan
(melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum,
uasha non formal di sekitar proyek).
4. Batas Administrasi
Dikaitkan dengan akses komunitas masyarakat terhadap
pelayanan, sarana, sumber daya kesehatan.

D. Rencana Pengelolaan / Pengamatan Lingkungan.


D.1. Rencana Pemantauan Lingkungan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) disusun untuk
mengetahui efektivitas pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan mendeteksi perubahan lingkungan yang tidak
diharapkan.
Rencana Pemantauan Lingkungan ditekankan pada berbagai dampak
penting yang diupayakan penanganan dampaknya dan dampak
lingkungan lainnya yang dianggap perlu dipantau untuk keperluan
pengelolaan lingkungan ke dalam ke luar batas rencana usaha atau
kegiatan.
Rencana pemantauan lingkungan untuk masing-masing kegiatan
meliputi :
1) Dampak penting yang dipantau dengan mencantumkan
 Jenis parameter/komponen lingkungan yang strategis untuk
dipantau.
 Indikator dari komponen dampak penting yang dipantau
(Contoh : indikator yang relevan untuk kualitas air limbah
sehubungan dengan karakteristik kegiatan di TTU antara lain
pH, BOD, suhu, warna, bau, kandungan minyak, logam berat)

2) Sumber dampak berisi


Uraian singkat sumber penyebab timbulnya dampak penting :
 Sebagai akibat langsung dari kegiatan/jenis usaha yang
merupakan penyebab timbulnya dampak penting.
 Sebagai akibat bertambahnya komponen lingkungan yang lain,
maka cantumkan secara singkat komponen/parameter

60
lingkungan yang merupakan penyebab timbulnya dampak
penting tersebut.
3) Parameter/komponen lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas parameter/komponen lingkungan yang
dipantau meliputi aspek kimia/fisika, biologi, sosial dan kesehatan
masyarakat.
(Contoh : )

4) Tujuan Rencana Pemantauan Lingkungan


Uraian secara spesifik tujuan dipantaunya suatu dampak penting
lingkungan dengan memperhatikan dampak penting yang dikelola,
bentuk rencana pengelolaan lingkungan dan dampak penting
turunan yang ditimbulkannya.
(Contoh : dampak yang strategis dikelola untuk suatu kegiatan
R.S. adalah kualitas air limbah. Maksud tujuan rencana
pemantauan secara spesifik adalah :
a. memantau mutu limbah cair yang dibuang ke sungai ABC
khususnya parameter BOD.5, COD, padatan tersuspensi total
dan pH.
b. memantau kualitas air sungai ABC, khususnya parameter
BOD.5, COD, padatan tersuspensi total dan pH.

5) Metoda Pemantauan Lingkungan


Uraian singkat metoda yang digunakan untuk memantau indikator
dampak penting meliputi :
a. Metode Pengumpulan dan Analisa Data.
Cantumkan secara singkat dan jelas
 Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data
berikut dengan jenis peralatan, instrumen atau formulir isian
yang digunakan (sesuai yang disyaratkan dalam baku mutu
lingkungan)
 Metode yang digunakan untuk menganalisa data hasil
pengukuran berikut dengan jenis peralatan, instrumen dan
rumus yang digunakan dalam proses analisis data, serta
tolak ukur yang digunakan untuk menilai kondisi kualitas
lingkungan yang dipantau sebagai umpan balik untuk
kegiatan pengelolaan lingkungan.

61
b. Lokasi Pemantauan Lingkungan
cantumkan lokasi yang tepat untuk dampak dan disertai peta
berskala yang menunjukkan lokasi pemantauan yang
dimaksud.
c. Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Uraikan jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut
dengan frekuensinya per satuan waktu dengan
mempertimbangkan sifat dampak penting yang dipantau
(intensitas, lama dampak berlangsung, sifat kumulatif dampak)

6) Institusi Pemantauan Lingkungan


Institusi pemantauan lingkungan yang perlu dicantumkan meliputi:
a. Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan
unit/bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
kegiatan pemantauan lingkungan (yang mengandung dana)
b. Pengawas Pemantauan Lingkungan
cantumkan instansi yang akan berperan sebagai pengawas
bagi terlaksananya RPL.
c. Pelaporan Hasil Pemantauan Lingkungan
cantumkan instansi yang dilapori hasil kegiatan pemantauan
lingkungan secara berkala sesuai dengan lingkup tugas
instansi yang bersangkutan.

7) Pustaka
Bahan-bahan pustaka yang digunakan dalam penyusunan RPL.

8) Lampiran
Bagian ini lampirkan :
 Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan
kolom : Dampak penting yang dipantau, Rencana
Pemantauan Lingkungan (meliputi metode pengumpulan
data, lokasi pemantauan lingkungan, jangka waktu dan
frekuensi pemantauan lingkungan, metode analisis) dan
institusi pemantauan lingkungan.

D.2. Rencana Pengelolaan Lingkungan / Pengamatan Lingkungan


Pengertian Rencana Pengelolaan Lingkungan adalah merupakan
dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan

62
menanggulangi dampak penting lingkungan yang bersifat negatif dan
meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu
rencana usaha atau kegiatan.
1) Lingkup Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Dalam rencana pengelolaan lingkungan tersebut mencakup 4
(empat) kelompok aktivitas yaitu :
a. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk mencegah / menghindari dampak negatif
lingkungan melalui pemilihan atas alternatif tata letak (tata
ruang mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek.
b. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau
mengendalikan dampak negarif baik yang timbul di saat usaha
atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha atau
kegiatan berakhir (mis. rehabilitasi lokasi proyek).
c. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak
tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik
kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat
yang turut menikmati dampak positif tersebut.
d. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan
sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber
daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam anti sosial
ekonomi dan atau ekologis) sebagai akibat usaha atau
kegiatan.
2) Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi
dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan
lingkungan secara teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.
a. Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang
digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan,
antara lain :
1. Dalam rangka penanggulangan limbah bahan berbahaya
dan beracun dengan cara
1.1 Membatasi atau mengisolasi limbah.
1.2 Mendaur ulang limbah.

63
1.3 Menetralisir limbah dengan menambahkan zat kimia
tertentu sehingga tidak membahayakan manusia
dan mahluk hidup lainnya.
2. Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki
kerusakan sumber daya alam, akan ditempuh cara
2.1 Membangun terasering atau penanaman tanaman
penutup tanah untuk mencegah erosi.
2.2 Mereklamasi lahan bekas galian tambang dengan
pengaturan tanah atas dan penanaman tanaman
penutup tanah.
3. Dalam rangka meningkatkan dampak positif berupa
peningkatan nilai tambah dari dampak positif yang telah
ada misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari
dampak positif tersebut.

b. Pendekatan Sosial Ekonomi


Pendekatan sosial ekonomi ini merupakan langkah-langkah
yang akan ditempuh pemrakarsa dalam menanggulangi
dampak penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan
sosial dan ekonomi, antara lain :
1) Melibatkan masyarakat sekitar usaha / kegiatan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan.
2) Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat
sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki.
3) Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milik penduduk
untuk keperluan rencana usaha atau kegiatan dengan
prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak.
4) Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar
rencana usaha / kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
pemrakarsa.
5) Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan
masyarakat sekitar guna mencegah kecemburuan sosial.

c. Pendekatan Institusi
Pendekatan ini adalah suatu mekanisme kelembagaan yang
akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi
dampak penting lingkungan, antara lain :
1) Kerja sama dengan instansi-instansi yang berkepentingan
dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

64
2) Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan
lingkungan oleh instansi yang berwenang.
3) Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL)
Rencana pengelolaan lingkungan harus diuraikan secara
jelas, singkat dan sistematis :
1. Latar Belakang Pengelolaan Lingkungan
a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan
RKL
b) Uraian tentang tujuan pengelolaan lingkungan
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pengelolaan
lingkungan
d) Uraian wilayah, kelompok masyarakat atau ekosistem
disekitar rencana usaha atau kegiatan yang sensitif
terhadap perubahan akibat adanya kegiatan tersebut
e) Uraian dalam peta yang mencakup informasi
1) Letak geografis rencana usaha / kegiatan
2) Aliran sungai, danau, rawa
3) Jaringan jalan dan pemukiman penduduk

2. Rencana Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara singkat dan jelas jenis masing-masing
dampak yang ditimbulkan oleh satu kegiatan atau lebih
dengan urutan pembahasan sebagai berikut :
1. Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting
a. Uraikan secara singkat dan jelas komponen atau
parameter lingkungan yang diperkirakan mengalami
perubahan yang mendasar atau terkena dampak
penting saja yang dipandang strategis untuk dikelola
berdasarkan pertimbangan :
1) Dampak penting yang dikelola terutama ditujukan
pada komponen lingkungan yang menurut hasil
proses paling lamban merupakan isu utama
rencana usaha atau kegiatan.
2) Dampak penting yang dikelola adalah dampak
yang tergolong banyak menimbulkan dampak
penting turunan (dampak sekunder, tersier,
selanjutnya).
3) Dampak penting yang dikelola adalah dampak
yang bila dicegah / ditanggulangi akan membawa

65
pengaruh kegiatan pada dampak penting
turunannya.

b. Sumber dampak
Uraikan secara singkat sumber penyebab timbulnya
dampak penting.
1) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
langsung dari rencana usaha atau kegiatan, maka
uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab
timbulnya dampak penting.
2) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
berubahnya komponen lingkungan yang lain, maka
uraikan komponen lingkungan yang merupakan
penyebab timbulnya dampak penting tersebut.

2. Tolok Ukur Dampak


Tolok ukur dampak yang akan digunakan untuk
mengukur komponen lingkungan yang akan terkena
dampak akibat rencana usaha atau kegiatan berdasarkan
baku mutu standar (ditetapkan oleh Peraturan
Perundang-undangan).

3. Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara spesifik tujuan dikelolanya dampak
penting yang bersifat strategis berikut dengan dampak
turunannya yang otomatis akan turut tercegah /
tertanggulangi / terkendali.
(Contoh : Dampak yang strategis dikelola untuk suatu
rencana kegiatan Rumah Sakit adalah kualitas limbah,
maka tujuan upaya pengelolaan lingkungan secara
spesifik adalah ”Mengendalikan mutu limbah cair yang
dibuang ke sungai, khususnya parameter, BOD 5, COD,
padatan tersuspensi total, MPN Coli, pH agar tidak
melampaui baku mutu limbah air sebagaimana yang
ditetapkan dalam Kep. MenKes”)

4. Pengelolaan Lingkungan
Uraikan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan
juga dapat dilakukan melalui pendekatan teknologi, dan
atau sosial ekonomi dan atau institusi.

5. Lokasi Pengelolaan Lingkungan

66
Uraikan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan
dengan memperhatikan sifat persebaran dampak paling
penting yang dikelola (sedapat mungkin lengkapi dengan
peta / sketsa / gambar).

6. Periode Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara singkat rencana tentang kapan dan
berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan
dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak
penting yang dikelola serta kemampuan tenaga dan dana
yang dimiliki pemrakarsa.

7. Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan


Pembiayaan untuk pelaksanaan RKL antara lain
mencakup :
1) Biaya investasi misalnya pembelian peralatan
pengelolaan lingkungan serta biaya untuk kegiatan
teknis lainnya.
2) Biaya personal dan biaya operasional.
3) Biaya pendidikan serta latihan ketrampilan
operasional.

8. Institusi Pengelolaan Lingkungan


1) Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi pelaksana yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang
dana kegiatan pengelolaan lingkungan.
2) Pengawas Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi yang berperan sebagai pengawas
bagi terlaksananya RKL. Instansi mana saja dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawab serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Pelaporan Hasil Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi-instansi yang akan dilaporkan
hasil kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkala
sesuai dengan lingkup tugas instansi yang
bersangkutan.

9. Pustaka

10. Lampiran
Lampirkan ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel
dengan urutan kolom sebagai berikut : Jenis Dampak
Lingkungan, Tujuan Pengelolaan Lingkungan, Rencana

67
Pengelolaan Lingkungan, Lokasi Pengelolaan
Lingkungan, Periode Pengelolaan Lingkungan, dan
Institusi Pengelolaan Lingkungan.

E. Penilaian Penyajian HACCP


1. Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu
sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan
cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Pengertian Critical Control Point (CCP) adalah titik, prosedure atau tahap
operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
2. Tujuan dilakukan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat
dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit
melalui makanan (Food born disease).

Faktor-faktor utama terjadinya food born disease adalah :


1. Pendinginan makanan yang tidak tepat
2. Membiarkan makanan selama ≥ 12 jam (penyajian)
3. Kontaminasi makanan mentah ke dalam makanan “non reheating”
4. Penanganan makanan oleh pekerja yang menderita infeksi
5. Proses pemasakan dan pemanasan tidak cukup
6. Penyimpanan makanan dalam keadaan hangat < 650 C
7. Pemanasan kembali makanan dengan suhu tidak tepat
8. Makanan berasal dari sumber yang tidak aman
9. Terjadi kontaminasi silang

3. Isi dan Rencana HACCP.


Isi rencana HACCP memuat penjelasan tentang :
 HACCP team
 Definition of HACCP and CCP
 Target of the HACCP system
 Description product
 Ingredients
 Hazard Analysis and Assignment of Risk Categories (Contoh form 1 +
form 2)

68
 Process flow diagram
 Decision tree for Establish CCP
 HACCP plan madrix
 Standard Operation Procedure
 HACCP audit form

4. Prinsip HACCP.
Dalam pelaksanaan HACCP perlu diperhatikan 7 (tujuh) prinsip yaitu :
Prinsip 1. Melakukan identifikasi bahaya (fisik, kimia, mikrobiologis) pada
bahan pangan, bahan tambahan pangan yang digunakan
selama proses produksi.
Prinsip 2. Menetapkan CCP pada suatu contoh makanan
Prinsip 3. Menetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah
diidentifikasi pada suatu contoh makanan
Prinsip 4. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas
limit yang telah ditentukan
Prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang
melebihi batas kritis dari hasil pemantauan
Prinsip 6. Menetapkan langkah - langkah verifikasi dari hasil tindakan
koreksi CCP
Prinsip 7. Melakukan kegiatan dokumentasi HACCP

Dalam penetapan langkah-langkah verifikasi meliputi :


 Penetapan jadwal verifikasi
 Pemeriksaan kembali rencana HACCP
 Pemeriksaan catatan HACCP
 Pemeriksaaan penyimpangan CCP dan prosedur
perbaikannya
 Pengamatan visual selama produksi untuk mengendalikan
CCP
 Pengambilan contoh/sampel dan analisa secara acak
 Membuat kesesuaian rencana HACCP

Dokumentasi HACCP harus memuat penjelasan antara lain :


1. Judul dan tanggal pencatatan
2. Keterangan makanan (keterangan khusus)
3. Bahan dan peralatan yang digunakan

69
4. Proses pengolahan yang dilakukan
5. CCP yang ditemukan
6. Batas kritis yang ditetapkan
7. Penyimpangan dari batas kritis yang terjadi
8. Tindakan koreksi/perbaikan
9. Identifikasi tenaga operator peralatan khusus

5. Standar Prosedur Operasi Sanitasi.


Menerapkan prosedure pengawasan sanitasi tujuannya melakukan
monitoring sanitasi (persyaratan dan aplikasinya) dan memelihara kondisi
dan praktek sanitasi.

Ada 8 (delapan) kunci pokok persyaratan sanitasi yaitu :


1. Keamanan air.
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
pangan.
3. Pencegahan kontaminasi silang.
4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet.
5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminasi.
6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang
benar.
7. Pengawasan kondisi kesehatan personil.
8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan.

70
Contoh : Formulir Pemeriksaan Sanitasi Tempat-tempat Umum.
FORMULIR PEMERIKSAAN SANITASI TTU
Jenis TTU : ……………………………………………………………………………
Unit/sub unit : ……………………………………………………………………………
Hari/Tanggal : ……………………………………………………………………………
Pemeriksa : ……………………………………………………………………………
Penilaian Bulan : …………………..
Pem. Ke
No Items Ket.
Pem. Ke I Pem. Ke II III
K P K P K P
1 Ventilasi
2 Pencahayaan
3 Lantai
4 Dinding
5 Persediaan Air
6 Tempat Sampah
7 Saluran Air Limbah
8 Pintu dan Jendela Kasa
9 Tempat Peracikan
10 Perlengkapan Peracikan
11 Tempat Pencucian Alat
12 Tempat Penyimpanan Bahan Mentah
13 Tempat Penyimpanan Makanan Masak
14 Pakaian Kerja
15 Cara Kerja
16 Karyawan *)
17 Tempat Cuci Tangan
*) Dilengkapi Buku Pemeriksaan

71
Kesehatan

Jumlah items :
Jumlah % P (-) :
Jumlah % P (-) :
Kesimpulan/catatan : ……………………………………
……………………………………
……………………………………

Pemeriksa

TTD

Dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan ada 2 tindakan yang dilakukan yaitu :


 Evaluasi/ penilaian.
 Saran perbaikan (order for improvement = OFI)
Evaluasi/ penilaian
Yang dimaksud dengan penilaian adalah pengujian sesuatu dengan
menggunakan alat pengukur atau standart ukuran tertentu sesuai dengan yang
telah ditentukan atau dipersyaratkan.
Obyek penilaiannya adalah :
 Kebersihan (Cleanlines), mempunyai sifat relatif subyektif tergantung dari
kepekaan masing-masing penilai.
 Persyaratan (Codes), mempunyai sifat obyektif karena mendasarkan pada
persyaratan atau standart yang berlaku, kepekaannya tergantung daripada
kepekaan alat pengukurnya.
Sistem Penilaian
Ada 2 sistem penilaian yang dilakukan :
 Membandingkan antara keadaan riil sesuai dengan kenyataan dengan suatu
standart yang berlaku.
 Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur dengan
suatu standart tertentu.
Cara menilai
 Menilai dengan cara perkiraan yang dituangkan dalam bentuk nilai % atau
angka (Kuantitatip)
Misal : - meja kotor
Kotornya meja = 70 % atau 2
Kebersihannya = 30 % atau 1

72
 Menilai dalam bentuk ada/tidanya masalah yaitu secara kualitatip,
menggunakan tanda (-) dan (+)
(-) = negatif = tidak ada masalah
(+) = positif = ada masalah
Misal : - piring kotor = kebersihan (K)
- piring retak = persyaratan (P)
- piring bersih tapi retak, maka penilainnya adalah K (-) dan P (+)

73
Maksud dan tujuan penelitian :
 Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan.
 Mengetahui kemajuan (progress) dan kemunduran (regress) suatu usaha selama
periode waktu tertentu.
 Mengetahui apakah hasil usaha yang diperoleh lebih efektif dan efisien.

Hasil Penilaian
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil penilaiannya maka
dapat ditabulasikan dan dihitung :
 Berapa jumlah items yang diperiksa.
 Berapa jumlah K (-) yang didapat.
 Berapa jumlah P (-) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-tempat dan usaha-usaha
untuk umum tersebut dengan menggunakan rumus :

atau dengan :

Nilai rata-rata (NR)

Saran-Saran Perbaikan (Order For Improvement = OFI)


Dari hasil penilaian yang dilakukan pada waktu pemeriksaan sanitasi maka semua tanda
(+), apakah hal itu adalah K (+) atau P (+) keduanya berarti ada masalah. Dari masalah
yang ditemukan tersebut kemudian diberikan saran-saran perbaikannya.

Saran-saran perbaikan dapat dilakukan melalui 2 jalan :


 Langsung, dengan jalan lisan setempat dan memberikan sekaligus alasan-alsannya
mengapa harus diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.
 Tidak langsung, dengan jalan memberikan saran secara tertulis yang berupa Order for
Improvement. Dengan cara ini dapat ditempuh 2 jalan :
 Meninggalkan catatan saran pada saat selesai memeriksa.
 Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelah diadakan pemeriksaan.
Biasanya kedua jalan tersebut dilakukan bersama, yaitu disamping memberikan saran-saran
langsung juga diberikan saran tidak langsung yaitu berupa formulir saran dan kartu
perbaikan yang nanti akan ditempelkan pada bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Cara pengisian dari saran tersebut mencakup tentang hal-hal yang berkaitan dengan :
 Apakah yang harus diperbaiki (What).
 Dimana tempatnya (Where).
 Apakah masalahnya (Why).

74
 Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
 Bagaimana cara memperbaikinya (How).

75
Contoh : Formulir/ Kartu Saran

DINAS KESEHATAN KOTAMADYA/ KABUPATEN


………………………………………………………………….

SARAN-SARAN PERBAIKAN

Jenis TTU : ………………………………………………………………….


Pemeriksaan Tgl. : ………………………………………………………………….
Pemeriksa : ………………………………………………………………….

Setelah diadakan Pemeriksaan Sanitasi, maka perlu diadakan


Tindakan perbaikan dari hal-hal dibawah ini,
1.
2.
3.
4.
5.
dst.

Diterima Oleh :
Pengusaha TTU Pemeriksa

(……………………………) (…………………………..)

76
Contoh : Kartu Perbaikan

DINAS KESEHATAN KOTAMADYA/ KABUPATEN


………………………………………………………………….

KARTU PERBAIKAN

Macam Bahan/ Alat : ………………………………………………………………….


Pemeriksaan Tgl. : ………………………………………………………………….
Batas Waktu Perbaikan : ………………………………………………………………….
Yang Perlu Diperbaiki : ………………………………………………………………….






dst.
Stempel

Pemeriksa

(……………………………..)

77
BAB 4
KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN

DESKRIPSI SINGKAT
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, serta keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut,diselenggarakanlah upaya pembangunan


yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan

Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya


secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk
seluruh masyarakat yang menyangkut upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan
investasi berharga, yang pelaksanaannya didasarkan paradigma baru yang dikenal

dengan paradigma sehat, yaitu paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya


promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif

Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
maka pnyelenggaraan pembangunan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan
nasional yang berkelanjutan harus didasari peraturan perundangan yang jelas dan
tegas sebagai kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan masyarakat.

Upaya kesehatan lingkungan yang merupakan bagian tak terpisahkan utamanya dari
upaya kesehatan promotif dan preventif dalam rangka terwujutnya lingkungan sehat
guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan sebagaimana tercantum pada peraturan perundangan yang berlaku.

Materi ini membahas tentang kebijakan di bidang kesehatan lingkungan yang


bersumber pada Undang-Undang , Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah yang berkait dengan Kesehatan Lingkungan.

78
POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1 : Kebijakan pembangunan bidang kesehatan
Sub Pokok Bahasan :
1. Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang Th 2005 s/d 2025
2. Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan
3. Sistem Kesehatan Nasional
4. Bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan kebijakan

Pokok Bahasan 2 : Undang-Undang yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub Pokok Bahasan :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
4. Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Pokok Bahasan 2 : Peraturan Pemerintah yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub pokok Bahasan :
1. Peraturan Pemerintah RI No 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonom
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan

Pokok Bahasan 3 : Keputusan Presiden yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub pokok Bahasan :
1. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9
Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya)
2. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1999 tentang Pengesahan Protocol Of 1992
To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil Pollution Damage,
1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi Internasional tentang
Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat Pencemaran Minyak, 1969
3. Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1998 tentang Pengesahan Montreal Protocol
Tentang Zat-Zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Basel Convention
On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes And Their
Disposal

79
Pokok Bahasan 4 : Keputusan Menteri yang terkait bidang kesehatan lingkungan
Sub pokok Bahasan :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 304/Menkes/Per/XI/1999 tentang
Kesehatan Rumah Makan dan Restoran
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel

Pokok Bahasan 5 : Peraturan Daerah yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub Pokok Bahasan :
1. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa timur No 8 tahun 1989 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air
2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005
tentang Pembuatan Sumur Resapan
3. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
4. Keputusan Gubernur Jawa Timur No.45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur

80
URAIAN MATERI
BAB I
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI BIDANG KESEHATAN
Pendahuluan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu ,setiap upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan
prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting
bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa, serta pembangunan nasional

Pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati apabila
terkena penyakit, tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya masyarakat akan selalu memandang
persoalan pembiayaan kesehatan sesuatu yang konsumtif / pemborosan. Selain itu
sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan
sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga dalam pembangunan ,
sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara tetangga

Untuk itu sudah saatnya pelaksanaan pembangunan kesehatan didasarkan pada


paradigma baru yang biasa dikenal dengan “paradigm sehat’’ , yaitu paradigma
kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mrngabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif

Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi dan


desentralisasi yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur
tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota.

Peraturan dan perundangan yang dapat menjadi dasar Kebijakan Bidang Kesehatan
Lingkungan di Tingkat Nasional berupa Undang-undang, Peraturan
Pemerintah,Instruksi Presiden, dan Peraturan Menteri, sedangkan untuk menerapkan
penyelenggaraannya perlu perangkat hukum dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota berupa peraturan daerah.

I. Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang Th 2005 s/d 2025


Untuk dapat memberikan kejelasan yang lebih spesifik mengenai arah pembangunan
kesehatan jangka panjang yang secara ringkas sudah tercantum pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, maka telah
ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK ) tahun 2005-

81
2025 denganKeputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/Menkes/SK/V/2009.

Tujuan RPJPK tahun 2005-2025 adalah memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan sesuai dengan dasar, visi, misi dan arah pembangunan kesehatan yang telah
disepakati.

A. Dasar Pembangunan Kesehatan


Dasar pembangunan kesehatan adalah norma, nilai, kebenaran, dan aturan pokok yang
bersumber pada falsafah dan budaya bangsa Indonesia yang dipergunakan sebagai
landasan untuk berpikir, dan bertindak dalam menyelenggarakan pembangunan
kesehatan meliputi :
1. Perikemanusiaan
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai,
digerakkan, dan dikendalikan pleh keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan YME.
Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu
menerapkan prinsip peri kemanusiaan dalam pembangunan kesehatan
2. Pemberdayaan dan kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif
masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada

kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan
semangat solidaritas sosial serta gotong royong
3. Adil dan merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang
suku,golongan,agama, jenis kelamin dan status social ekonominya. Setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan
4. Pengutamaan dan manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
umum, bermutu, lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan
kemitraan yang dinamis sehingga berhasil guna dan dapat member manfaat bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya, dengan
perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia
lanjut dan masyarakat miskin

82
II. Visi, misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan 2005 – 2025
1. Visi Pembangunan Kesehatan
Kesehatan sebagai investasi akan menghasilkan penduduk yang sehat dan produktif
sebagai SDM pembangunan yang berkelanjutan serta memiliki daya saing global

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui


pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai
penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dan memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan setinggi-tingginya.

Keadaan kesehatan di masa depan atau Visi yang ingin dicapai dirumuskan
sebagai : ” INDONESIA SEHAT 2025 ”.

Dalam Indonesia Sehat 2025 :


a. Lingkungan strategis yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun social, yaitu lingkungan
yang bebas dari kerawanan social budaya dan polusi,tersedianya air minum
dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman
yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas social dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

b. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah perilaku yang bersifat proaktif


untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah resiko terjadinya
penyakit;melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan
lainnya;sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman
c. Masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, dan juga memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat
serta diselenggarakan sesuai standard an etika profesi
Dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat, serta meningkatnya
kemampuan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu, maka
akan dicapai kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
2. Misi Pembangunan Kesehatan
a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik
selalu memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan
Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif
83
terhadap kesehatan, maka seluruh unsur pembangunan kesehatan atau subsistem
dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan
nasional berwawasan kesehatan.

b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat


Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, keluarga dan
masyarakat. Kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk menjaga
kesehatan dan memilih pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan
keberhasilan pembangunan kesehtan

c. Memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, merata, dan


terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarak untuk menjamin tersedianya upaya
kesehatan,yaitu upaya kesehatan primer, sekunder maupun tersier yang bermutu,
merata dan terjangkau oleh masyarakat.

d. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya kesehatan


Sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan didayagunakan,yang meliputi
sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi
dan alat kesehatan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan /
kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting peranannya

3. Arah Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan


a. Tujuan dan Sasaran
1) Tujuan penbangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia
yang ditandai penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil, dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan setinggi-tingginya

2) Sasaran Pembangunan Kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025


adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh
indikator dampak :
- Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun 2005 menjadi
73,7 pada tahun 2025
- Menurunnya Angka Kematian Bayi , dari 32,3 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1000 kelahiran pada tahun 2025.
- Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 ibu melahirkan,
menjadi 74 per 100.000 ibu melahirkan

84
- Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26 % pada tahun
2005 menjadi 9,5 % pada tahun 2025

b. Strategi Pembangunan Kesehatan


1) Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2) Pemberdayaan masyarakat dan daerah
3) Pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan
4) Pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM)
kesehatan
5) Penanggulangan keadaan darurat kesehatan

III. Sistem Kesehatan Nasional

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan


Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Kesehatan RI Nomor : 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (SKN)

SKN merupakan suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia ,
guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam pembukaan UUD 1945

85
SKN terdiri dari 6 subsistem, yaitu Upaya Kesehatan, Pembiayaan
Kesehatan,Sumberdaya Manusia Kesehatan, Obat dan Perbekalan Kesehatan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Sunsistem Manajemen Kesehatan.
1. Subsistem Upaya Kesehatan

Bentuk pokok upaya kesehatan adalah :


a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

1) UKM strata pertama ; adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan tenologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada
masyarakat

Ujung tombak penyelenggara UKM strata pertama adalah Puskesmas yang


didukung secara lintas sektor dan didirikan minimal satu di setiap kecamatan,
serta bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.

Terdapat 3 fungsi puskesmas, yaitu sebagai 1) pusat penggerak pembangunan


berwawasan kesehatan,2) pusat pemberdayaan masyarakat, dan 3) pusat
pelayanan kesehatan tingkat dasar

Sekurang-kurangnya ada 6 jenis pelayanan tingkat dasar yang harus


dilaksanakan Puskesmas, yakni 1) promosi kesehatan 2) kesehatan ibu
dan anak , dan keluarga berencana 3) perbaikan gizi 4) kesehatan lingkungan
5) pemberantasan penyakit menular, dan 6) pengobatan dasar .

2) UKM strata kedua : UKM tingkat lanjutan yang mendayagunakanilmu


pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
masyarakat

Penanggung jawab UKM strata kedua adalah Dinas Kesehatan Kabupaten /


Kota yang didukung secara lintas sector. Fungsi utama Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota adalah fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan

Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,


serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di kabupaten/kota.

Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesehatan


masyarakat tingkat lanjutan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan
puskesmas

86
3) UKM strata ketiga : UKM tingkat unggulan yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada
masyarakat

Penanggung jawab UKM strata ketiga adalah Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departemen Kesehatan.Fungsi utama UKM strata ketiga ini adalah fungsi
manajerial dan teknis

Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,


serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di provinsi / nasional..

Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesehatan


masyarakat tingkat unggulan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan
dari kabupaten/kota dan provinsi.

b. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)


1) UKP strata pertama : UKP tingkat dasar yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan pada perorangan
Penyelenggara UKP strata pertama adalah pemerintah,masyarakat, dan
swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan professional,
seperti praktik bidan, praktik perawat, dokter, dokter gigi,poliklinik, balai
pengobatan, dan rumah bersalin. UKP strata pertama juga diselenggarakan
oleh Puskesmas

2) UKP Strata kedua : adalah UKP tingkat lanjutan yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
perorangan.
Penyelenggara UKP strata kedua adalah pemerintah, masyarakat dan swasta
yang diwujudkan dalam praktik dokter spesialis, dokter gigi spesialis, klinik
spesialis, Balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata

(BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKMJ), rumah sakit kelas C dan B
non pendidikan milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN)
Disamping memberikan pelayanan langsung juga membantu UKP strata
pertama dalam bentuk pelayanan rujukan medik

3) UKP strata ketiga : adalah UKP tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan
kepada perorangan
Penyelenggara UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat dan swasta

87
yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan, dokter gigi
spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan,
rumah sakit kelas A milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN) serta
rumah sakit khusus dan swasta. Selain memberikan pelayanan langsung juga
membantu sarana UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan rujukan medic.

2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan


Subsistem pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan sumberdaya keuangan secara terpadu
dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya

3. Subsistem Sumberdaya Manusia Kesehatan


Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat umum di bidang kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung dalam rangka tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

4. Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan


Subsistem obat dan perbekalan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
yang menjamin ketersediaan , penerataan, serta mutu obat dan perbekalan kesehatan
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

5. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat


Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat umum di bidang kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

6. Subsistem Manajemen Kesehatan


Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi,
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan setinggi-tingginya

IV Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Landasan Kebijakan


Landasan hukum yang dipergunakan sebagai dasar kebijakan untuk menyusun
perencanaan dan penyelenggaraan dan pengendalian upaya kesehatan lingkungan
adalah peraturan perundang-undangan yang meliputi :
88
1. Undang-Undang yang terkait dengan kesehatan lingkungan
2. Peraturan Pemerintah yang terkait dengan kesehatan lingkungan
3. Keputusan Presiden yang terkait dengan kesehatan lingkungan
4. Keputusan Menteri yang terkait dengan kesehatan lingkungan
5. Peraturan Daerah yang terkait dengan kesehatan lingkungan

UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang


kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah
diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan.

Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009,dimaksudkan sebagai pengganti


Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan merupakan kebijakan
umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat
menjawab tantangan era globalisasi dan permasalahan kesehatan yang semakin
kompleks

Pokok-pokok penting kebijakan di bidang kesehatan lingkungan berdasarkan Undang-


Undang nomor 36 tahun 2009 sebagai berikut :

Bab III
Hak dan kewajiban

1) Setiap orang berhak atas kesehatan (pasal5)


2) Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan (pasal6)
3) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan , mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, yang pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan (pasal 9)
4) Setiap orang berkewajiban menghormati orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi maupun social (pasal 10)
5) Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan ,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 11)
6) Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi
oeang lain yang menjadi tanggung jawabnya (pasal 12)

89
Bab IV
Tanggung jawab pemerintah
1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat, dan tanggung jawab tersebut dikhususkan pada
pelayanan publik (pasal 14)
2) Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas
kesehatan baik fisik, maupun social bagi masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 15)
3) Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan (pasal 18)

Bab V
Sumber daya di bidang kesehatan

1) Tenaga kesehatan harus mempunyai kualifikasi minimum yang diatur dengan


Peraturan Menteri (pasal 22)
2) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (pasal 23 ayat 1 dan 2)
3) Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan,standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional (pasal 24 ayat 1)
4) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi d iatur oleh organisasi profesi
(pasal 24 ayat 2)
5) Tenaga kesehatan berhak mendapat imbalan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya (pasal 27 ayat 1)
6) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan
dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki (pasal 27 ayat 1
dan2)
7) Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut diselesaikan terlebih dahulu dengan mediasi (pasal
29)
8) Fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas pelayanan
kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (pasal 30 ayat 1)
9) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi pelayanan
kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan pelayanan
kesehatan tingkat ketiga ( pasal 30, ayat 2)

Bab VI
Upaya Kesehatan

1) Untuk mewujudkan derajat kesehatan


yang setinggi-tingginya bagi masyarakat , diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya
kesehatan masyarakat (pasal 46)

90
2) Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesunambungan (pasal 47)

3) Penyelenggaraan upaya kesehatan


dilaksanakan melalui (pasal 48) :
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kesehatan tradisional
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
e. Kesehatan reproduksi
f. Keluarga berencana
g. Kesehatan sekolah
h. Kesehatan olah raga
i. Pelayanan kesehatan pada bencana
j. pelayanan darah
k. Kesehatan gigi dan mulut
l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran
m. Kesehatan matra
n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
o. Pengamanan makanan dan minuman
p. Pengamanan zat adiktif dan/atau
q. Bedah mayat
4) Penyelenggaraan upaya kesehatan
harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral,
dan etika profesi (pasal 49)
5) Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud, didasarkan pada standar pelayanan kesehatan minimal kesehatan (pasal
51)

Bab XI
Kesehatan Lingkungan (pasal 162 dan 163)

a. Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang


sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 162)
b. Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan
yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan (pasal 163 ayat 1)

c. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada pasal 162 ayat (1) mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(pasal 163 ayat 2)
d. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) bebas dari unsur-unsur
yang menimbulkan gangguan kesehatan, (pasal 163 ayat3) antara lain :
1) Limbah cair
2) Limbah padat
3) Limbah gas
4) Sampah yang tidak diproses sesuai persyaratan
5) Binatang pembawa penyakit
6) Zat kimia yang berbahaya
7) Kebisingan yang melebihi ambang batas
91
8) Radiasi sinar pengion dan non pengion
9) Air yang tercemar
10) Udara yang tercemar, dan
11) Makanan yang terkontaminasi
e. Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan
limbah sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah

2. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pokok-pokok penting dalam Undang-Undang ini adalah :
a. Ketentuan umum (pasal 1)
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
2) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
3) Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya
disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah
lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun
waktu tertentu.
4) Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
5) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
6) Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,

92
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
7) Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup.
8) Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
9) Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
10) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

b. Tujuan (pasal 3)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidupmdan kelestarian ekosistem
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup,
menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
6) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia
7) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
8) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan
9) Mengantisipasi isu lingkungan global

c. Pengendalian
Pasal 13
1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup
2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi
:pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-
masing.
Pasal 14
Instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas :
1) KLHS
2) Tata ruang
3) Baku mutu lingkungan hidup
4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

93
5) Amdal
6) UKL-UPL
7) Perizinan
8) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
10) Anggaran berbasis lingkungan hidup
11) Analisis resiko lingkungan hidup
12) Audit lingkungan hidup
13) Instrument lain sesuai dengan kebutuhan

d. Baku Mutu Lingkungan Hidup


Pasal 20
1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu
lingkungan hidup
2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi :
- Baku mutu air
- Baku mutu air limbah
- Baku mutu air laut
- Baku mutu udara ambient
- Baku mutu emisi
- Baku mutu gangguan, dan
- Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan
hidup dengan persyaratan memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan
mendapat izin dari Menteri, Gubernur,Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.

e. Amdal
Pasal 22
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal
2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
 Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/kegiatan
 Luas wilayah penyebaran dampak
 Itensitas berlangsung dan lamanya dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
 Sifat komulatif dampak
 Berbalik dan/atau tidak berbaliknya dampak
1) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi
3) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup

f. Analisis Resiko Lingkungan Hidup (pasal 47)


1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko
lingkungan hidup
2) Analisis risiko lingkungan hidup meliputi :
 Pengkajian risiko
 Pengelolaan risiko, dan/atau
 Komunikasi resiko

94
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah

g. Penanggulangan (pasal 53)


1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkunganhidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup
2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :
 Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat
 Mengisolasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
 Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan/atau
 Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

h. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan
beracun
1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengankut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3
(pasal 58,ayat1)
2) Setiap orang yang menghasilkan limbah B2 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 (pasal 59 ayat 1)
3) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (pasal 59 ayat 4)
4) Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan tanpa izin (pasal 60)

i. Peran masyarakat (pasal 70)


1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2) Peran masyarakat dapat berupa
2) Pengawasan social
3) Pemberian saran,pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan atau
4) Penyampaian informasi dan/atau laporan

j. Pengawasan dan sanksi administratif


Pasal 71
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup
2) Dalam melaksanakan pengawasan , menteri, Gubernur, bupati / Walikota
menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat
fungsional
Pasal 74

95
1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasa 71
berwenang :
- Melakukan pemantauan
- Meminta keterangan
- Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan
- Memasuki tempat tertentu
- Memotret
- Membuat rekaman audio visual
- Mengambil sampel
- Memeriksa peralatan
- Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasidan/atau
- Menghentikan pelanggaran tertentu
2) Dalam melaksanakan tugasnya , pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan penyidik pegawai nwgeri sipil
3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup
Pasal 76
1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota menerapkan sanksi administrative kepada
penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap ijin lingkungan
2) Sanksi adminitratif terdiri atas :
a. Teguran tertulis
b. Paksaan pemerintah
c. Pembekuan ijin lingkungan
d. Pencabutan ijin lingkungan

k. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup


Pasal 84
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan
2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka dan rela
oleh para pihak yang bersengketa
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
atau para pihak yang bersengketa.

3. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan

a. Ketentuan Umum
Pasal 1,
Butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan minuman
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh
dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan,

96
minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia

b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan

Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan
wajib memenuhi persyaratan sanitasi

Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutandan atau peredaran pangan
wajib:
1) Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan
manusia.
2) Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala .
3) Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada
langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan
sanitasi
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
c. Bahan Tambahan Pangan

Pasal 10
1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan
2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau
dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

d. Sanksi hukum

Pasal 55 dan 56

Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :

97
1) Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 600.000.000,-
2) Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 120.000.000,-
Pasal 57

Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan


kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila
menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-Undang nomor 7 tahun 1996
1) Pangan termasuk makanan dan bahan makanan , baik yang siap
dimakan maupun yang perlu pengolahan lebih lanjut
2) Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran
pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
3) Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau bahan tambahan pangan
yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
4) Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun
denda

4. Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1998 tentang Pengelolaan Sampah

a. Ketentuan Umum
Pasal 1
1) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat
2) Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus
3) Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruhdan
berkesinambungan yang meluputi pengurangan dan penanganan sampah
4) Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak
negative yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat
pemrosesan akhir sampah
5) System tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar
6) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pemerintahan lain yang terkait

b. Asas dan tujuan


1) Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab,
asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi (pasal 3)
2) Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya
(pasal 4)

98
c. Tugas dan wewenang pemerintah
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan
tujuan sebagaimana dimaksud undang-undang ini (pasal 5)

2) Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah (pasal 6)


- Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah
- Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah
- Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan ,
penanganan , pemanfaatan sampah
- Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah
- Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah
- Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik local yang berkembang pada
masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah
- Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
3) Wewenang pemerintah (pasal 7)
- Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah
- Menetapkan norma, standar, prosedur, dan criteria pengelolaan sampah
- Memfasilitasi dan mengembangkan kerjasama antar daerah , kemitraan,
dan jejaring dalam pengelolaan sampah
- Menyelenggarakan koordinasi , pembinaan, dan pengawasan kinerja
pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah
- Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam
pengelolaan sampah

Hak dan kewajiban


Pasal 11
1) Setiap orang berhak :
- Mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan
berwawasan lingkungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau
pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu
- Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan
pengawasan di bidang pengelolaan sampah
- Memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai
penyelenggaraan pengelolaan sampah
- Mendapat perlindungan dan kompensasi karena dampak negative dari
kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah
- Memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah
secara baik dan berwawasan lingkungan
2) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan (pasal 12)

99
3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industry,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas social, dan fasilitas lainnya wajib
menyediakan fasilitas pemilahan sampah (13)

d. Penyelenggaraan pengelolaan sampah

Pasal 19 :
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah (pasal 19)
Pasal 20
1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 meliputi :
- Pembatasan timbulan sampah
- Pendaur ulang sampah
- Pemanfaatan kembali sampah
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

Pasal 23
1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab pemerintah
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik diatur
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah

e. Pembiayaan dan kompensasi


Pasal 24
1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah
2) Pembiayaan sebagaimana tersebut diatas bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Pasal 25
1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri sendiri atau bersama-sama
dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negative
yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan
akhir sampah
2) Kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
- Relokasi
- Pemulihan lingkungan
- Biaya kesehatan dan pengobatan; dan / atau
- Kompensasi dalam bentuk lain

f. Peran masyarakat (pasal 28)


1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui :
- Pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah
- Perumusan kebijakan pengelolaan sampah
- Pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa
persampahan
3) Ketetuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat
sebagaimana dimaksud, diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah

100
g. Larangan (pasal 29)
1) Setiap orang dilarang :
- Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan republik
Indonesia
- Mengimpor sampah
- Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun
- Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
- Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan
- Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di
tempat pemrosesan akhir
- Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah

h. Penyelesaian sengketa
Pasal 33
1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri :
2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui
pengadilan.
3) Penyelesaian dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Bab III
PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1991 tentang Wabah Penyakit Menular

Pokok-pokok penting dalam peraturan pemerintah ini adalah :


a. Ketentuan umum (pasal 1)
1) Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah pengertian
wabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
tahun1984tentang Wabah Penyakit Menular
2) Daerah wabah adalah suatu wilayah yang dinyatakan terjangkit wabah
3) Data epidemic adalah data yang berisikan keadaan wabah penyakit menular
pada suatu wilayah
4) Penyelidikan epidemiologis adalah penyelidikan terhadap seluruh penduduk
dan makhluk hidup lainnya , benda dan lingkungan yang diduga ada kaitannya
dengan terjadinya wabah
5) Upaya penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memperkecil angka kematian, membatasi penularanserta penyebaran
penyakitagar wabah tidak meluas ke daerah lain

101
6) Kejadian Luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan /kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah
7) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan

b. Tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah wabah


Pasal 2
1) Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
2) Penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)didasarkan
atas pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat

Pasal 4
1) Pertimbangan epidemiologis didasarkan pada data epidemiologi antara lain
anka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangannya
2) Data epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh Pejabat
Kesehatan bekerjasama dengan pejabat instansi yang terkait untuk dilaporkan
kepada Menteri

c. Upaya Penanggulangan
Pasal 6
1) Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
2) Dalam upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Menteri berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain yang
terkait

Pasal 7
Penanggun jawab operasional pelaksanaan penanggulangan wabah pada Daerah
tingkat II adalah Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II

Pasal 10
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,
pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan
jenasah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan
lainnya

Pasal 11
1) Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah
ditujukan untuk
- Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah

102
- Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah
- Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah
- Menentukan cara penanggulangan
2) Tindakan penyelidikan epidemiologis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan :
- Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk
- Pemeriksaan klinis, fissik, laboratorium dan penegakan diagnosis
- Pengamatan terhadap penduduk,pemeriksaan terhadap makhluk
hidup laid an benda=benda yang ada disuatu wilayah yang diduga
mengandung penyebab penyakit wabah

d. Peran serta masyarakat

Pasal 21
Setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.

Pasal 22
1) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dilakukan dengan :
- Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit wabah
- Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
- Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
wabah
- Kegiatan lainnya
2) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa bantuan
tenaga, keahlian, dan atau bentuk lain

e. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyakit


Pasal 25
1) Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit meliputi
kegiatan pemasukan, penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, penelitian,
dan pemusnahan
2) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berasal dari
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan atau benda-benda /zat yang
diperkirakan tercemar atau mengandung penyebab penyakit
3) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dikelola sesuai
dengan jenis dan sifatnya
Pasal 26

103
1) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, menjadi
tanggung jawab tenaga kesehatan
2) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, yang
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan dikelola sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
3) Pihak lain yang terkait wajib membantu pelaksanaan pengelolaan bahan
tersebut.

f. Pelaporan (pasal 31)


1) Kegiatan pelaksanaan penanggulangan wabah harus dilaporkan secara
berjenjang kepada Menteri
2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri

g. Ketentuan pidana (pasal 32)


Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan pemerintah ini dipidana
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup

Pokok-pokok penting dalam peraturan pemerintah ini adalah :

a. Ketentuan Umum (pasal 1)


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
2) Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
3) Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
4) Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan;
5) Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
usaha dan/atau kegiatan;

104
6) Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
7) Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan
8) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina
secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
9) Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai
pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
Pasal 5
(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Pasal 7
(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) yang diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab.

b. Komisi penilai

Pasal 8
(1) Komisi penilai dibentuk :
a. di tingkat pusat : oleh Menteri;
b. di tingkat daerah : oleh Gubernur;
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan;
b. di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan Daerah Tingkat I.

105
(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka
acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masing-masing sektor.
(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penilaiannya
kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan dasar keputusan atas
kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat maupun daerah,
ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar dan memperhatikan saran/pendapat
Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang terkait.

Pasal 10
(1) Komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas
unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal
daerah, instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat studi lingkungan
hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli
di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat
yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 12
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari
instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan

106
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, serta ahli lain dengan bidang
ilmu yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur
untuk komisi penilai daerah tingkat I.

c. Pembinaan

Pasal 28
(1) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan pembinaan teknis
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari
izin.

Pasal 29
(1) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan
hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan dengan memperhatikan sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

d. Pengawasan
Pasal 32
(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :
a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada Menteri secara
berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan tembusan
kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah


dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan


kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga
memberi peluang yang luas kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan
kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi setiap daerah.

107
PP nomor 25 tahun 2000 ini pada dasarnya merupakan upaya untuk membatasi
kewenangan pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom, karena
Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi
sebatas yang ditetapkan dalam Peraturan pemerintah ini.

Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonom meliputi penyelenggaraan kewenangan


pemerintah otonom yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan Propinsi
sebagai wilayah administrasi merupakan pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang
didekonstrasikan kepada Gubernur

Kewenangan Kabupaten/kota tidak diatur dalam Peraturan pemerintah ini, karena


Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, pada dasarnya meletakkan semua kewenangan
Pemerintah pada daerah kabupaten/Kota, kecuali kewenangan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini
Pokok-pokok dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 ini adalah :
a. Ketentuan Umum (pasal1)
1) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari presiden beserta para Menteri
2) Propinsi, adalah propinsi yang bersifat otonom
3) Kewenangan pemerintah adalah hak dan kekuasaan pemerintah untuk
menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah

b. Kewenangan Pemerintah & Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom (pasal 2)


1) Kewenangan Pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
bidang lain
2) Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalain pembangunan nasional
secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan
lembaga perekonomian Negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, pendayagunaan sumber daya alam, serta teknologi strategis,
konservasi dan standarisasi nasional
3) Kewenangan sebagaimana dimaksus ayat (1) untuk bidang kesehatan sebagai
berikut :
- Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan
dan gizi
- Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan
- Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan
- Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendaya gunaan tenaga
kesehatan
- Penetapan pedoman penggunaan , konservasi, pengembangan, dan
pengawasan tanaman obat.
- Penetapan pedoman penapisan , pengembangan, dan penerapan teknologi
kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan
- Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi

108
- Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan, dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan
- Penetapan kebijakan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
- Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa
- Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar sangat esensial (buffer stock nasional)
c. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (pasal 3)
1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten / Kota serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
2) Kewenangan bidang tertentu dimaksud meliputi : perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang tertentu,
alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah
Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup,
promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular dan
hamatanaman, dan perencanaan tata ruang propinsi
3) Kewenangan Kabupaten/Kota di bidang tertentu dan bagian tertentu dari
kewenangan wajib dapat dilaksanakan oleh Propinsi dengan kesepakatan antar
kabupaten/Kota dan propinsi
4) Kewenangan propinsi sebagaimana dimaksud, dikelompokkan dalam bidang,
untuk bidang kesehatan sebagai berikut :
- Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan
- Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus
seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker
- Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
- Survailans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan
kejadian luar biasa
- Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan
tertentu antar kabupaten/kota serta penyelenggaraan pendidikan tenaga
dan pelatihan kesehatan

109
KEPUTUSAN PRESIDEN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9


Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya)
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Pada tanggal 20 september 2002 Pemerintah Republik Indonesia telah
menandatangani Protocol 9 Dangerous (Protokol 9 Barang-Barang berbahaya),
sebagai hasil perundingan antara para Menteri Negara-Negara anggota ASEAN
b. Mengesahkan Protocol 9 Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-barang Berbahaya),
yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia pada tanggal 20 september, yang
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, terlampir pada Keputusan Presiden ini (pasal 1)
c. Apabila terjadi perbedaan antara naskah terjemahan Protocol dalam bahasa
Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah salinan
naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

2. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1999 tentang Pengesahan Protocol Of 1992


To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil Pollution
Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi Internasional
tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat Pencemaran Minyak,
1969.
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa di London, Inggris, pada tanggal 27 Nopember 1992 telah dihasilkan
Protocol Of 1992 To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil
Pollution Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi
Internasional tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat
Pencemaran Minyak, 1969
b. Mengesahkan protocol tersebut dengan Keputusan Presiden yang salinan naskah
aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia terlampir
dalam keputusan presiden tersebut.(pasal 1)

110
d. Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protocol dalam
bahasa Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

3. Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1998 tentang Pengesahan Montreal Protocol


Tentang Zat-Zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa hasil persidangan Negara-negara Anggota The Vienna Convention For The
Protection of the Ozone layer sebagaimana telah beberapa kali diubah , terakhir
pada siding Ke IV tanggal 23-25 Nopember 1992 di Copenhagen Denmark, telah
diterima Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone-Layer,
Copenhagen, 1992 (Protokol Montreal tentang Zat-zat yang merusak Lapisan Ozon,
Cipenhagen, 1992)
b. Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protocol dalam
bahasa Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Basel


Convention On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes
And Their Disposal (Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas
Batas limbah Berbahaya dan Pembuangannya)
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa di Basel,Swiss, pada tanggal 22 Maret 1989 telah diterima Basel Convention
on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous Wastes and Their
Disposal sebagai hasil the Conference of Plenipotentiaries on the Global
Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous Wastes
yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment Programe (UNEP),
yang mengatur Larangan ekspor dan Impor serta pembuangan limbah berbahaya
secara tidak sah
b. Bahwa secara geografis wilayah Republik Indonesia terdiri dari pulau-pulau dengan
perairan terbuka , karena itu sangat potensial sebagai pembuangan limbah
berbahaya secara tidak sah dariluar negeri
c. Bahwa untuk memelihara kelestarian lingkungan serta mencegah agar wilayah RI
tidak menjadi tempat pembuangan limbah berbahaya, dipandang perlu menjadi
pihak pada Convention tersebut (a)
d. Basel Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous
Wastes and Their Disposal sebagai hasil the Conference of Plenipotentiaries on the
Global Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous
Wastes yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment Programe

111
(UNEP), disahkan dengan suatu pernyatan (Declaration) yang salinan naskah
aslinya dalam bahas Inggris terlampir pada Keputusan Presiden (pasal 1)

KEPUTUSAN MENTERI YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
1) Keberadaan rumah sehat, aman, serasi, dan teratur sangat diperlukan agar fungsi
dan kegunaan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat
pengembangan kehidupan keluarga dapat terpenuhi dengan baik
2) Kebijakan kesehatan lingkungan sebagaimana tercantum pada Keputusan Menteri
ini dimaksudkan untuk melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan
perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat
3) Persyaratan kesehatan perumahan meliputi : Lingkungan perumahan yang terdiri
dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah,
sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit, dan penghijauan
4) Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang
rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air,
makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur
5) Penanggung jawab pelaksanaan ketentuan adalah :
- Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan
- Pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah
6) Rincian persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan persyaratan kesehatan
rumah tinggal terdapat dalam lampiran surat keputusan tersebut

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
1) Penanggung jawab rumah sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan
kesehatan lingkungan rumah sakit
2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit
dilakukan oleh Kepala dinas kesehatan
3) Persyaratan kesehatan lingkungan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
rumah sakit meliputi :
- Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
- Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan
- Penyehatan Air
- Pengelolaan limbah
- Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)
- Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya
- Dekontaminasi Melalui Disinfeksi dan Sterilisasi
- Persyaratan Pengamanan Radiasi
- Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan

4) Persyaratan Tenaga Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit :

112
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan B (rumah
sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki
kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijasah sarjana (S1) di bidang
kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia dan teknik sipil.
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan D
(Rumah Sakit Pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang
memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) di
bidang kesehatan lingkungan
- Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan
lingkungan dilaksanakan oleh pihak ke tiga , maka tenaganya harus
berpendidikan sanitarian yang telah mengikuti pelatihan kesehatan lingkungan
rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau badan lain sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku
- Tenaga sebagaimana dimaksud a) dan b) , diusahakan mengikuti pelatihan
khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001


tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
a. Penerapan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) dapat dikembangkan
dalam dua hal pokok :
1) Kajian aspek kesehatan masyarakat dalam rencana usaha atau kegiatan
pembangunan baik yang wajib atau yang tidak wajib menyusun studi AMDAL
2) Kajian aspek kesehatan masyarakat dan atau kesehatan lingkungan dalam
rangka pengelolaan kualitas lingkungan hidup yang terkait erat dengan masalah
kesehatan masyarakat.

b. Tujuan :
Pedoman teknis ini disusun dengan tujuan untuk :
1) Memahami dan melakukan ADKL sebagai kajian aspek kesehatan masyarakat
terhadap rencana kegiatan pembangunan , upaya pemantauan, dan
pengelolaan lingkungan hidup
2) Memahami keterkaitan antara jenis usaha atau kegiatan , perubahan parameter
lingkungan, manusia yang terpajan dan bentuk dampak kesehatan masyarakat
serta sumber daya kesehatan
3) Membantu mempermudah proses pengkajian aspek kesehatan masyarakat
dalam studi AMDAL
4) Membantu menyajikan hasil kajian dengan informasi yang relevan

c. Ruang Lingkup
Telaah ADKL sebagai pendekatan kajian aspek kesehatan masyarakat meliputi :
1. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana
pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan
2. Proses dan potensi terjadi pemajanan
3. Potensi besarnya resiko penyakit (angka kesakitan dan kematian)

113
4. Karakteristik penduduk yang beresiko
5. Sumber daya kesehatan .

Telaah tersebut dilakukan dengan pengukuran :


 Sumber dampak atau sumber perubahan (emisi)
 Media lingkungan (ambien) sebelum kontak dengan manusia
 Penduduk terpajan (biomarker)
 Potensi dampak kesehatan

d. Langkah-Langkah ADKL
1. Dalam konteks rencana usaha atau kegiatan :
 Penapisan
 Pelingkupan
 Penyajian rona lingkungan awal
 Analisis resiko
 Rencana pengelolaan resiko
 Implementasi dan pengambilan keputusan
 Rencana pemantauan
 Rencana pengelolaan
2. Dalam konteks pemantauan atau pengelolaan kegiatan
 Penyehatan
 Pengamanan
 Pengendalian
 Investigasi

e. Penerapan ADKL
1. Pada Rencana Usaha atau Kegiatan yang wajib AMDAL :
2. Rencana usaha atau kegiatan tidak wajib AMDAL, meliputi dokumen :
3. Pelaksanaan program-program kesehatan seperti Program Penyehatan
Lingkungan Permukiman, Program Penyediaan Air Bersih, Program
Pemberantasan Penyakit Menular, dan program lain yang terkait
Dengan ditetapkannya Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan lingkungan ini,
maka pejabat di lingkungan Departemen Kesehatan dan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam menilai dokumen AMDAL memperoleh panduan yang lebih
terarah

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003


tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1) Jasa boga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan
pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha berdasarkan
pesanan
2) Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan

b. Penggolongan
Pasal 2
1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya resiko yang
dilayani , jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan C

114
2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat
umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3
3) Jasaboga golongan B, yaitu melayani kebutuhan khusus untuk asrama
penampungan jamaah haji, asrama transito dan asrama lainnya, perusahaan,
pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri, dan sarana pelayanan
kesehatan
4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan
umum internasional dan pesawat udara

c. Laik hygiene sanitasi


Pasal 3
1) Setiap jasaboga harus memiliki ijin dari usaha dari Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundangan yang berlaku
2) Untuk memiliki ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus
memiliki sertifikat hygiene sanitasiyang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota

Pasal 4
1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat
hygiene sanitasi makanan
2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku
Pasal 5
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan
sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2(dua) kali dalam satu
tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan
4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku
Pasal 6

Pengusaha dan atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan


jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan ini

Pasal 7

Penanggung jawab jasaboga yang menerima laporan atau mengetahui adanya


kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang

115
diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota setempat
guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan

d. Persyaratan hygiene sanitasi

Pasal 8
Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini

Pasal 9
1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
2) Setiap pengolahan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan makanan
3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung dan tidak
langsung
4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi penyimpanan makanan
5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis hygiene sanitasi
penyimpanan makanan

e. Pembinaan dan pengawasan


Pasal 10
1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / kota
2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut
sertakan Asosiasi Jasaboga, organisasi profesi dan instansi terkait lainnya

Pasal 11
1) Pengawasan pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
2) Kepala kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan
pengawasan jasaboga yang berlokasi di dalam wilayah pelabuhan.

Pasal 12
1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan atau kejadiankeracunan makanan
Pemerintah mengambil langkah-langkah penaggulangan seperlunya

2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan


melalui pengambilan sampel dan specimen yang diperlukan, kegiatan
investigasi dan kegiatan suveilan lainnya
3) Pemeriksaan sampel dan specimen jasaboga dilakukan di laboratorium

f. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap jasaboga yang melakukan pelanggaran atas keputusan
ini
2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

116
teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene
sanitasi jasaboga

5. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1098/ Menkes /SK/VII/2003 tentang


Persyaratan Hygiene Sanitasi rumah Makan dan Restoran
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
1) Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat
usahanya
2) Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di
sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan
penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya

b. Penyelenggaraan
Pasal 2
1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Untuk memiliki ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan
dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran yang dikeluarkan oleh Dinas kesehatan Kabupaten/kota
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang
penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan
memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan
restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali 1 tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan

c. Penetapan Tingkat Mutu

Pasal 7
1) Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melakukan pengujian mutu makanan dan
specimen terhadap rumah makan dan restoran
2) Pengujian mutu makanan serta specimen dari rumah makan dan restoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga sanitarian
3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar
penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran
dilakukan di laboratorium

d. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran
117
terhadap keputusan ini
2) Sangsi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852 /Menkes/SK/IX/2008


tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat ,
serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum, dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium
development Goals (MDGs) tahun 2015, telah disusun strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No
852/Menkes/SK/IX/2008.

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tersebut menjadi acuan bagi
petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait sanitasi total berbasis masyarakat.

Pokok-pokok strategi nasional berbasis masyarakat adalah :


a. Pengertian
1) Sanitasi Total Berbasis masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah
perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat melalui
pemicuan
2) Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara social
berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan
3) Open defication free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan
4) Cuci tangan pakai sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan
sabun dan air bersih yang mengalir

5) Pengelolaan air minum rumah tangga (PAMRT) adalah suatu proses


pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan
untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi,
persiapan makanan/minuman bayi
6) Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas :
 Tidak buang air besar (BAB) sembarangan
 Mencuci tangan pakai sabun
 Mengelola air minum dan makanan yang aman
 Mengelola sampah dengan benar
 Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
7) Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus
mata rantai penularan penyakit
8) Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana
buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga

b. Isu dan Tantangan


1) Sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar di
sembarang tempat (BAB) , khususnya ke badan air yang dipergunakan juga

118
untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan higienis lainnya
2) Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak
dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19 % atau sekitar 100.000 anak meninggal
karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 %
dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank , 2007)
3) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 , penanganan masalah
sanitasi merupakan kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum
memperlihatkan perkembangan yang memadai. Oleh sebab itu , pemerintah
daerah perlu memperlihatkan dukungannya melalui kebijakan dan
penganggarannya.

c. Strategi Nasional
1) Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif
 Prinsip :
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
secara berjenjang
 Pokok kegiatan :
- melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya secara berjenjang
- mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah
- meningkatkan kemitraan antara pemerintah , pemerintah daerah,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta
2) Peningkatan Kebutuhan
 Prinsip :
Meningkatkan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk
mendukung sanitasi total
 Pokok Kegiatan :
- Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam
perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi kebutuhan
- Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari
kebiasaan buruk sanitasi (BAB) dan dilanjutkan dengan pemicuan
perubahan perilaku komunitas
- Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi ,
material, dan biaya sarana sanitasi yang sehat
- Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat
- Mengembangkan system penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total
3) Peningkatan Penyediaan
 Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
 Pokok Kegiatan
- Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan
sarana sanitasi
- Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,
lembaga keuangan dan pengusaha local dalam penyediaan sarana
sanitasi
- Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi
untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna
119
-
4) Pengelolaan Pengetahuan (knowledge management)
 Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total
 Pokok Kegiatan
- Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi
- Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non
pemerintah, dan swasta dalam peningkatan pengetahuan dan
pembelajaran sanitasi di Indonesia
- Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dan kurikulum
pendidikan
5) Pembiayaan
 Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan failitas sanitasi dasar.
 Pokok Kegiatan :
- Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri
- Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong)
- Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal
6) Pemantauan dan evaluasi
 Prinsip :
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi.
 Pokok Kegiatan :
- Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat
- Pemerintah Daerah mengembangkan system pemantauan dan
pengelolaan data
- Mengoptimumkanpemanfaatan hasil pemantauan dan kegiatan-
kegiatan lain yang sejenis
- Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan system
pemantauan berjenjang

d. Pengembangan rencana kerja dan indicator


Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi serta
pembiayaannya untuk pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepada
Pemerintah Daerah.

Indikator Output meliputi :


1) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasidasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di
sembarang tempat (ODF)
2) Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga
3) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal dll) tersedia fasilitas
cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan) sehingga semua orang mencuci
tangan dengan benar
4) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar
5) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

Outcome : Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan


lainnya yang berkaitan dengan sanitasi perilaku.

120
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang persyaratan
Kesehatan Hotel
a. Ketentuan Umum (pasal 1)
1) Persyaratan kesehatan (persyaratan hygiene) adalah ketentuan-ketentuan yang
bersifat teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk melindungi, memelihara,
dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat
2) Hotel adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, yang dikelola
secara komersial yang meliputi hotel berbintang dan melati
3) Penyehatan hotel adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan hotel serta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia
4) Pengawasan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan dan penyuluhan
kesehatan hoteltermasuk pemeriksaan specimen di laboratorium.
5) Laik sehat (laik hygiene) hotel adalah kondisi hotel yang memenuhi persyaratan
kesehatan

b. Lokasi Bangunan dan Jasa Pelayanan


1) Lokasi hotel harus berada di daerah yang terhindar dari pencemaran fisik,
biologi dan kimia.(pasal 2)
2) Penyelenggaraan jasa pelayanan makanan dan minuman oleh restoran/rumah
makan dan atau jasa boga di hotel berbintang harus memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku (pasal 4).

c. Tenaga dan Pimpinan Hotel


1) Tenaga yang bekerja di hotel harus sehat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter, dan memeriksakan kesehatannya secara berkala (pasal 6)

2) Setiap hotel berbintang harus mempekerjakan tenaga yang memiliki


pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan (pasal 7)
3) Pimpinan hotel bertanggung jawab agar hotel selalu memenuhi persyaratan
kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini (pasal 8)

d. Laik Sehat (pasal 9)


1) Setiap hotel harus memiliki surat keterangan laik sehat yang diperoleh dari
kepala Dinas Kesehatan
2) Surat keterangan dimaksud pada ayat (1) dipergunakan sebagai pelengkap
permintaan izin usaha hotel
3) Tata cara memperoleh surat keterangan laik sehat dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur Jendral

e. Pembinaan dan Pengawasan (pasal 12)


- Pelaksanaan pengawasan terhadap kesehatan hotel dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan setempat atau pejabat yang ditunjuknya dan memiliki pengetahuan
dibidang kesehatan lingkungan usaha-usaha bagi umum
- Kwalifikasi tenaga pengawas dan tata cara pengawasan sebagaimana
dimaksud ditetapkan oleh Direktur Jendral

f. Sanksi (pasal 12)


Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan
sanksi hukuman administrasi yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap
melalui teguran lisan, teguran tertulis, atau hukuman lainnya sesuai dengan

121
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

PERATURAN DAERAH YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun


2005 tentang Pembuatan Sumur Resapan
a. Ketentuan Umum (pasal 1)
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah selanjutnya disingkat BPLHD,
adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
2) Dinas teknis adalah unit/satuan Perangkat Daerah yang memberikan pelayanan
dan pengawasan kegiatan teknis yang berkait dengan pembuatan sumur
resapan
3) Pembina teknis adalah unit satuan kerja/satuan Perangkat Daerah yang
memberikan pelayanan kegiatan teknis yang berkaitan dengan perencana,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi pembuatan sumur
resapan di Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.
4) Sumur resapan adalah system resapan buatan yang dapat menampung air
hujan akibat dari adanya penutupan tanah oleh bangunan baik dari lantai
bangunan maupun dari halaman yang diplester, yang diaspal yang dialirkan
melalui atap, pipa, talang, maupun saluran, dapat berbentuk sumur, kolam
dengan resapansalura porous dan sejenisnya.
5) Teknologi lain pengganti sumur resapan adalah bentuk tenologi yang mempunyai
prinsip sama dengan sumur resapan yaitu sumur resapan komunal atau
teknologi lainnya.

b. Sumber Air Sumur Resapan (pasal 3)


Air yang diperbolehkan masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan yang
berasal dari limpasan atap bangunan atau permukaan tanah yang tertutup oleh
bangunan atau air lainnya yang sudah melalui instalasi Pengolah Air Limbah dan
sudah memenuhi standar Baku Mutu.

c. Kewajiban Pembuatan Sumur Resapan


Pasal 4 :

1) Kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum


ditujukan kepada :
2) Selain kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana dimaksud ayat (1),
terhadap pengembang yang akan membangun diatas lahan lebih dari 5000 m 2,
diwajibkan menyiapkan 1 % dari lahan yang akan digunakan untuk bangunan
kolam resapan diluar perhitungan sumur resapan
3) Terhadap kewajiban pembuatan sumur resapan setiap pemilik bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), apabila lokasinya tidak
memungkinkan maka harus membangun di lokasi pengganti yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah

122
Pasal 5 :
1) Setiap pemohon IMB wajib membuat perencanaan dan pembuatan sumur
resapan
2) Perencanaan dan pembuatan sumur resapan dituangkan dalam KRK dan
RTLB yang merupakan kelengkapan permohonan IMB

3) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan salah satu


persyaratan yang harus dipenuhi untuk diterbitkannya IPB dan KMB oleh
Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta
4) Setiap bangunan yang telah berdiri dan belum mempunyai sumur resapan
diwajibkan membuat sumur resapan
5) Dalam hal perpanjangan IPB dapat diberikan apabila sumur resapan
berfungsi dengan baik berdasarkan hasil pengawasan BPLH

Pasal 6 :

Bagi masyarakat yang tidak mampu membuat sumur resapan, Pemerintah


Daerah dapat membuat sumur resapan secara komunal

d. Sosialisasi (pasal 12)


1) BPLHD bersama Dinas Teknis terkait lainnya melakukan sosialisasi secara
terprogram berkelanjutan tentang kewajiban membuat sumur resapan terhadap
segenap lapisan masyarakat
2) Dalam melakukan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melakukan kemitraan dengan Asosiasi Profesi dan LSM yang terkait.

e. Sangsi (pasal 13)


Setiap orang, Badan hukum dan pemohon IMB yang tidak melaksanakan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan Pasal 5, dikenakan sanksi administrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
a. Ketentuan Umum
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
BPLHD adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
daerah Khusus Ibukota Jakarta
2) Instansi Pembina adalah instansi yang memiliki kewenangan dalam
memberikan izin teknis operasional dari suatu Badan Usaha serta secara
langsung menangani pembinaan dalam pengelolaan lingkungan
3) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain
4) Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
123
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan

penimbulan limbah B3, tidak termasuk kegiatan pengumpulan dan


penyaluran minyak pelumas bebas
5) Sampah domestik adalah sisa suatu aktivitas manusia atau produk sisa
dalam bentuk padat yang berasal antara lain dari kegiatan rumah tempat
tinggal, perkantoran, hotel, restoran, pasar, dan bukan sisa dari kegiatan
produksi suatu industry.
b. Pembinaan dan pengawasan
Pasal 4 :
1) Pembinaan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan terhadap
kegiatan sebagai berikut :
- Percetakan
- Bengkel-bengkel
- Cuci cetak film
- Pengolahan minyak pelumas bekas
- Penyamakan kulit
- Electroplating
- Rumah sakit
- Laboratorium
- Perusahaan Pest Control
- Binatu (laundry dan dry cleaning)
- Kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Pasal 5
Pembinaan terhadap pengelolaan limbah B3, meliputi :
1) Memasyarakatkan peraturanperundang-undangan tentang pengelolaan
limbah B3
2) Melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, uji laboratorium, dan penjelasan
pedoman pengelolaan limbah B3
) 3) Melakukan pertemuan koordinasi secara berkala sekurang-kurangnya satu
kali dalam 2bulan
) 4) Memfasilitasi dalam mendapatkan izin mengenai pengelolaan limbah B3
yang diajukan Instansi Pembina.
)
c. Kewajiban
Pasal 8 :
1) Setiap Badan Usaha /kegiatan yang menghasilkanlimbah B3 wajib :
2) Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan paling
lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolahau penimbun limbah B3

124
d. Koordinasi

Pasal 9 :
1) Pelaksanaan pembinaan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh
masing-masing instansi pembina yang dikoordinasi oleh BPLHD
2) Untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk Tim koordinasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur
3) Tim koordinasi melaksanakan pertemuan berkala minimal satu kali dalam 2
bulan
4) Tim Koordinasi menyusun Standard operation Prosedure (SOP) pembinaan
dan pengawasan pengelolaan limbah B3

Pasal 10 :
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9, disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing
Instansi Pembina sebagai berikut :
1) Dinas Kebersihan bertanggung jawab dalam pemisahan limbah B3 dengan
sampah domestic/rumah tangga serta pengelolaannya
2) Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan
limbah B3 di sektor kesehatan
3) Dinas Pertambangan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di sektor pertambangan
4) Dinas Pertanian dan Kehutanan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di Sektor pertanian dan kehutanan
5) Dinas Perindustrian dan Perdagangan bertanggung jawab dalam pembinaan
dan pengawasan limbah B3 di Sektor peridustrian dan perdagangan
6) Dinas Pekerjaan Umum mempunyai wewenang untuk menutup saluran
outlet dari kegiatan/usaha yang menghasilkan limbah B3 tanpa diolah lebih
dahulu
7) Dinas Perhubungan bertanggung jawab dalam pengawasan lalu lintas
pengangkutan limbah B3.

e. Sanksi Administrasi (pasal 12)


1) Setiap orang atau Badan Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dikenakan sanksi administrasi
2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
- Teguran lisan
- Teguran tertulis
- Pemberhentian sementara kegiatan

125
- Pencabutan izin

3. Keputusan Gubernur Jawa Timur No:45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur
Baku Mutu yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur ini meliputi Baku Mutu Limbah
Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lain yang terdiri dari :
1) Pulp dan kertas
2) Kertas
3) Ethanol
4) Mono sodium Glutamat (MSG) dan Lysine
5) Gula
6) Electroplating
7) Penyamakan Kulit
8) Caustic Soda
9) Karet
10) Tekstil
11) Pupuk Urea,pupuk Nitrogen, pupuk ZA dan Amoniak
12) Pupuk fosfat, Pupuk Majemuk,NPk dan Asam Fosfat
13) Accumulator (Baterai Basah)
14) Baterai kering
15) Cat
16) Pestisida
17) Kayu Lapis
18) Asam Citratpeternakan sapi perah dan babi
19) Rumah potong hewan
20) Minyak kelapa sawit
21) Minyak nabati, sabun / detergen
22) Pengalengan/Pengolahan ikan
23) Cold storage
24) Bir
25) Susu
26) Minuman ringan
27) Pengupasan biji kopi/coklat
28) Kembang gula
29) Mie dan krupuk
30) Tahun dan Kecap/Tempe
31) Pengolaha buah dan sayur
32) Tapioca
33) Farmasi
34) Pengilangan minyak bumi
35) Insulin Mono phospat (IMP)
36) Pengolahan daging
37) Karton box
38) Sobitol
39) Penyulingan pelumas bekas
40) Keramik
41) Bleacing earth (tanah pemutih)Peleburan tembaga
42) Waterglass (sodium silikat)
43) Galvanis, perabotan enamel, logam dengan pembersihan karat (picling)
44) Tepung ikan
45) Agar-agar
46) Pencucian kendaraan bermotor
47) Korek api
48) Industri saos
49) Tepung silica

126
Dalam memberikan ijin pembuangan limbah cair ditetapkan kadar maksimum bagi setiap
parameter dan volume limbah cair yang tidak boleh dilampaui.

VII. REFERENSI
BAPEDAL Indonesia, Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian dampak Lingkungan
Hidup, Jakarta 1994
BAPEDAL Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta 1998
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002
Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2004, Jakarta 2004
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Depkes RI, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025 ,
Jakata 2009
Depkes RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Jakarta, 2009
Dekkes RI, DIRJEN Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kumpulan
modul kursus hygiene sanitasi makanan dan minuman, Jakarta, 2006.
Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penerbit Harvarindo, 2006
HAKLI Pusat, Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Kesehatan Lingkungan,
Jakarta,2000
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1997-2004, CV Tamita
Utama, Jakarta 2004
Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Air Di Propinsi Dati I Jawa
Timur, Surabaya 1995
FM Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Bandung,2009
Citra Umbara, Undang-Undang RR Nomor 36 Tahub 2009 tentang Kesehatan &
Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit , Bandung,
2010

Lampiran

127
Peraturan Perundangan Yang Terkait Kesehatan Lingkungan

a. Undang-Undang Yang Berkait Dengan Kesehatan Lingkungan


1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup
3. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 tentan Pengelolaan Sampah
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
5. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran
6. Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
7. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
8. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
9. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

b. Peraturan Pemerintah Yang Berkait Kesehatan Lingkungan


1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah
Radioaktif
8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
9. Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
10. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu, dan Gizi
Pangan

c. Keputusan Presiden yang Terkait dengan Kesehatan Lingkungan


1. Keputusan Presiden RI Nomor 61 tahun 1993 tentang PengesahanBasel
Convention On The Control Control of Transboundary movements of Hazardous
waste and Their Disposal (Amandemen atas konvensi baselTentang Pengawasan
Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya)

128
2. Keputusan Presiden RI Nomor 92 tahun 1998 tentang pengesahan Montreal
Protocol tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
3. Keputusan Presiden RI Nomor 52 tahun 1993 tentang Pengesahan Protocol Of
1992 To Amend The International Convention On Civil Liability For Oil Pollution
Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan Terhadap Konvensi Internasional
tentang Tanggung Jawab Perdata Untuk Kerusakan Akibat Pencemaran Minyak)
4. Keputusan presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9
Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya).
5. Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Montreal Protocol on substances that Deplete The Ozon Layer
(Amandemen Montreal atas Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang merusak
Ozon)
6. Peraturan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Basel Convention on The Control of Transboundary movements
of Hazardous waste and Their Disposal (Amandemen atas konvensi baselTentang
Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya)

d. Keputusan dan Peraturan Menteri Yang Terkait Dengan Kesehatan Lingkungan


1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan
2. Keputusan Menteri Perhubungan RI No KM.17 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penanganan Bahan/Barang Berbahaya dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Pengelolaan Pestisida
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001
tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-
Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar
operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah
Sakit

8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air Sumber Air
9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik
10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
11. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Air

129
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 520/MPP/KEP/8/2003
tentang Larangan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Keputusan Menteri Kesehatan 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
sanitasi Rumah Makan & Restoran
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942 tahun 2003 tentang Pedoman
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan
Peredaran Makanan
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang wajib Daftar
Makanan
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan
Iradiasi
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan
Periklanan
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/Menkes/Per/V/1985 tentang Makanan
Kadaluwarso
26. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1203 A/Menkes/SK/X/1999 tentang
Pembentukan Forum Komunikasi Nasional penanggulangan Masalah Merokok
27. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 459/Menkes/Ins/VI/1999 tentang Kawasan
Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan
28. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
29. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel

e. Peraturan Daerah yang Terkait Kesehatan Lingkungan


1. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 8 Tahun 1989
Tentang Pengendalian Pencemaran Air Di Propinsi Dati I Jawa Timur .
2. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa timur No 8 tahun 1989 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air
3. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005
tentang Pembuatan Sumur Resapan

130
4. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
5. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa timur Nomor 135 Tahun 1994
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur no 8
tahun 1989 tentang Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Dati I Jawa Timur
6. Instruksi Gubernur Kepala Daerah tingkat I Jawa Timur Nomor 22 Tahun 1994
tentang Peningkatan Pemantauan Terhadap Industri-Industri Potensi Pencemar
Dalam Rangka Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
7. Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha lainnya di Jawa Timur
8. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Cara Standar Uji
Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur
9. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 670/2000 Tahun 2000 tentang
Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak di propinsi DKI Jakarta

131
BAB 5
SANITARIAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

DESKRIPSI SINGKAT
Sanitarian
Menurut Sanitarian’s handbook, sanitarian adalah seorang profesional atau technical
practitioner dari hygiene masyarakat yang aktivitasnya terkonsentrasi pada aspek-aspek
hygiene lingkungan. Dalam pengertian ini sanitarian bisa tenaga paramedis maupun
medis yang telah mendapat tambahan keahlian sebagai sanitarian.
Sesuai dengan SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000, Sanitarian adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh pejabata yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan,
pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas
kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara
hidup bersih dan sehat.
Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada
kehidupan manusia sehingga terjadi perubahan pula hubungan manusia dengan
lingkungannya. Pengaruh perubahan tersebut mengakibatkan konsep kesehatan
lingkungan juga semakin berkembang.
Masalah kesehatan telah mengalami perubahan-perubahan yakni terjadinya
perubahan pola kesakitan dan kematian sebagai dampak dari terjadinya perubahan
kondisi lingkungan hidup kita. Perubahna-perubahan tersebut menyebabkan perubahan
pola kesakitan dan kematian, antara lain dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak
menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh faktor lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan semakin komplek, namun di samping itu
permasalahan yang tradisional juga belum terselasaikan, sehingga yang dihadapi saat
ini bukan hanya tradisional risk tapi juga modern risk.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk sanitarian terampil dan sanitarian
ahli, semua sama
A. Pengertian dan sejarah sanitarian :
1. Pengertian sanitarian
2. Sejarah sanitarian
B. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1. Perkembangan kesehatan lingkungan internasional
2. Perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia
C. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
E. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
F. Upaya kesehatan lingkungan
132
BAHAN BELAJAR
a. Sanitarian’s handbook, Theory and Administratif Practice for Environmental Health.
Ben Freedman, New Orleans, USA, 1977
b. SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000 tentang Jabatan Fungsional Sanitarian
dan Angka Kreditnya
c. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan, untuk Pendidikan D III Sanitasi
dan Kesehatan Lingkunga, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI,
Jakata, 1994
d. Pemberantasana Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia.
Departemen Kesehatan 2005
e. Tayangan Peraga

URAIAN MATERI

PENGERTIAN SANITARIAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Pengertian Sanitasi, Sanitarian dan Kesehatan Lingkungan


1. Pengertian dan sejarah sanitarian
Lulusan pendidikan kesehatan lingkungan, mempunyai organisasi profesi
yang dihimpun ke dalam suatu wadah yang namanya Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia (HAKLI). Organisasi profesi kesehatan lingkungan ini pada
awalnya bernama Ikatan Kontroler Kesehatn Indonesia (IKKI) sesuai dengan nama
institusinya pada waktu itu yaitu Akademi Kontroler Kesehatan (1954).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan, menggolongkan lulusan pendidikan kesehatan lingkungan menjadi
Sanitarian atau tenaga kesehatan masyarakat, bersama dengan epidemiolog
kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan dan
administrator kesehatan.
Menurut Sanitarian’s handbook (1976), Sanitarian adalah seorang profesional
atau technical practitioner dari hygiene masyarakat yang aktifitasnya terkonsentrasi
pada aspek-aspek hygiene lingkungan. Dalam pengertian ini sanitarian bisa tenaga
paramedis maupun medis yang telah mendapat tambahan keahlian sebagai
sanitarian.
Sesuai SK Menpan No. 19/KEP/M.PAN/11/2000, Sanitarian adalah Pegawai
Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan,
dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan
lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi, dan meningkatkan cara-cara hidup
bersih dan sehat.

Sanitasi

133
Sanitasi ialah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang membentuk mata dalam rantai
penularan penyakit (WHO, 1952)

Sanitasi
Pengendalian semua faktor lingkungan dalam lingkungan fisik manusia yang
dapat menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan fisik, kesehatan
dan daya hidup manusia.(WHO)

Sanitasi
Adalah usaha pemutusan mata rantai untuk pencegahan :
1. Penularan penyakit
2. Pencemaran
3. Kecelakaan
(Hadi Susanto, dkk)
Bidang-bidang Kesehatan Masyarakat - Kesehatan Lingkungan meliputi antara lain:
1. Penyediaan Air
2. Limbah
 Pembuangan kotoran manusia tanpa air
 Saluran air limbah
 Pengumpulan dan pembuangan sampah padat
3. Pengendalian serangga ( nyamuk, lalat, lainnya)
4. Pengendalian rodent (tikus)
5. Sanitasi Makanan (Susu, Daging, Makanan lainnya
6. Pengolahan makanan dan usaha penanganan makanan
7. Perpipaan
8. Pencegahan pencemaran udara
9. Pemanasan, pengudaraan dan air conditioning
10. Pencahayaan
11. Perumahan
12. Sanitasi gedung dan tempat-tempat bagi umum
13. Kesehatan kerja
14. Sanitasi kolam renang dan tempat berenang
15. Pengendalian gangguan
16. Perlindungan radiasi
17. Pencegahan kecelakaan

2. Pengertian Sehat, Kesehatan dan Kesehatan LingkunganSehat


Sehat ialah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial, dan tidak
semata-mata keadaan bebas dari penyakit atau cedera (WHO constitution,
Pembukaan)
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat ialah ilmu dan kiat dalam pencegahan penyakit,
memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta efisiensi
melalui upaya masyarakat yang terorganisasi dalam bidang sanitasi lingkungan,
pengendalian penyakit menular di masyarakat, pendidikan kepada perseorangan
mengenai prinsip-prinsip hygiene individu, pelayanan untuk diagnosis dini dan
tindakan pencegahan penyakit, dan pengembangan mekanisme sosial yang dapat
134
memberikan jaminan kepada setiap individu di masyarakat suatu standar hidup
yang memadai untuk terpeliharanya kesehatan. (Winslow, 1920)

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif dan ekonomis. (Undang-
Undang Nomor: 36 tahun 2009, Tentang Kesehatanan.)
Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungannya agar dapat terjamin keadaan sehat dari manusia
(WHO).
Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari tentang komponen lingkungan
akibat adanya perubahan-perubahan yang terjadi dengan kelompok individu atau
masyarakat luas serta memperhatikan akibat yang ditimbulkan hubungan interaktif
tersebut dan mencari alternatif upaya pencegahannya (Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Kesehatan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk
mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia
(HAKLI)

Dasar hukum yang menjadi acuan perlunya legislasi adalah ada dalam :
1. Berdasar pada Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
yang dimaksud dengan Kesehatan Lingkungan Pasal 162 dan Pasal 163 , Ayat
(1), (2), (3) dan (4) adalah sebagai berikut:
Pasal 162
Upaya kesehatan lingkungan ditutujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun social yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup
lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan
fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-
unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain :
a. Limbah cair.
b. Limbah padat.
c. Limbah gas
d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
e. Binatang pembawa penyakit
f. Zat kimia berbahaya.
g. Kebisingan yang melebihi ambang batas
h. Radiasi sinar pengion dan non pengion
135
i. Air yang tercemar
j. Udara yang tercemar
k. Makanan yang terkontaminasi.

(4) Ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan dan proses
pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP Nomor : 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan :
Pasal 2
Tenaga yang bekerja di bidang kesling termasuk dalam kategori tenaga
kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut sanitarian.
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri
Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
Perangkat hukum yang keberadaannya kian mendesak bagi tenaga sanitarian adalah
adanya :
1) Standar profesi sanitarian (Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
373/MENKES/SK/III/2007), tanggal 27 Maret 2007
2) Sertifikasi untuk pengaturan kompetensi (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
161/MENKES/PER/I/2010, Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan).
3) Registrasi untuk data harus disusun juknis Kepmenkes tentang registrasi dan upaya
pelaksanaan, kesling, untuk pengaturan kewenangan
4) Lisensi untuk pengaturan sebagian praktek profesi sanitarian yang dampaknya
langsung kepada manusia.
5) Etika profesi/kode etik profesi dan sumpah profesi
6) Standar pendidikan (minimal dan berkelanjutan)
Dalam penataan organisasi profesi, dan untuk pengaturan serta pengendalian mutu
para anggotanya, HAKLI telah menyusun perangkat legislasi tenaga sanitarian di
Indonesia yang saat ini sedang dalam proses.
Buku pedoman pengembangan perangkat legislasi sanitarian di Indonesia ini
merupakan acuan dan selalu akan dikaji dan ditinjau secara terus menerus sehingga
dapat merupakan pedoman yang sesuai bagi organisasi profesi HAKLI.

136
B. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
1. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Tercatat dalam sejarah antara 3000-1500 sebelum masehi praktek kebersihan
perorangan dan kesehatan lingkungan pernah dilakukan oleh bangsa Minoa, Kreta,
Mesir dan Yahudi. Bangsa Yahudi menulis semua peraturan tentang kesehatan
lingkungan ini dalam buku ” LEVITIKUS”
Sebelum abad 17 masalah kesehatan lingkungan yang ada lebih nayak
disebabkan secara alamiah. Pada abad 17 sebagai akibat dari revolusi industri
masalah kesehatan lingkungan muncul sebagai akibat pencemaran lingkungan dari
buangan industri.
Beberapa kasus yang terjadi mulai abad 17 yaitu, Scorbut mengganas di Eropa,
malaria di Italia, typus exenthematicus merajalela di Paris dan Jerman, pes di Milan
dan Venesia. Abad 19 terjadi wabah kolera di Eropa. Pada abad 20 terjadi kasus
asap tebal di Costarica Mexico dengan menelan korban 25 jiwa. Awan hitam juga
melanda Meuse Valley Belgia dengan membawa korban 65 orang. Di Donora
Pensylvania (1948) terjadi kabut tebal yang menelan korban 22 orang. Pada tahun
1952 di London terdapat penderita sebanyak 4000 jiwa sebagai akibat dengan
adanya Smog.
Di Jepang muncul penyakit Minamata (1973) sebagai akibat dari adanya
pencemaran mercury di teluk minamata, sebagai akibat dari buangan limbah pabrik
pipa plastik yang mengandung mercury (Hg). Kebocoran reaktor nuklir di Bhopal
India (1984) menelan korban sebanyak 2000 jiwa, kemudian disusul dengan reaktor
nuklir Chernobil Uni Sovyet.
2. Perkembangan Kesehatan Lingkungan di Indonesia
Usaha kesehatan lingkungan di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1982
dengan keluarnya Undang- Undang tentang Hygiene dalam bahasa Belanda. Tahun
1924 Rockefeler Foundation mendatangkan Dr. J. L. Hydrik, konsultan bangsa
Amerika mendirikan Usaha Kesehatan Masyarakat untuk daerah pedesaan (Rural
Hygiene Work) dengan mengutamakan penyuluhan kepada masyarakat di
Banyuwangi dan Kebumen.Tahun 1956 usaha kesehatan lingkungan digalakkan di
Bekasi dengan integrasi usaha kesehatan lingkungan dengan pengobatan dan
sekaligus Bekasi dijadikan Training Center.
Tahun 1956 s/d tahun 1959 Prof. Moechtar mempelopori usaha kesehatan
lingkungan di pasar minggu Jakarta, dan tahun 1959 dicanangkan program
pembasmian malaria sebagai program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan
secara nasional di tanah air.
Hari dicanangkannya program pembasmian malaria secara nasional tersebut,
tepatnya pada tanggal 12 Nopember 1959 sampai saat ini diperingati sebagai “HARI
KESEHATAN NASIONAL”. Tahun 1958 program kesehatan lingkungan terintegrasi
dalam kegiatan kesehatan Puskesmas.

137
Untuk selanjutnya program-program kesehatan lingkungan merupakan salah
satu program Kementrian Kesehatan yang diimplementasikan melalui program-
program Direktorat Jenderal P3M, atau P2M, atau P2MPLP, atau P2MPL

C. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada kehidupan manusia sehingga terjadi perubahan pula
hubungan manusia dengan lingkungannya. Pengaruh perubahan tersebut
mengakibatkan konsep kesehatan lingkungan juga semakin berkembnag.
Masalah kesehatan telah mengalami perubahan-perubahan yakni, terjadinya
perubahan pola kesakitan dan kematian sebagai dampak dari terjadinya perubahan
kondisi lingkungan hidup kita. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan perubahan
pola kesakitan dan kematian, antara lain dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak
menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh faktor lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan semakin kompleks, namun disamping itu
permasalahn yang tradisional juga belum terselesaikan, sehingga yang dihadapi saat ini
bukan hanya Traditional Risk tetapi juga Modern Risk.
Dari permasalahan tersebut di atas maka dinamika perubahan lingkungan menurut
Prof. DR. Umar Fahmi Achmadi dapat digambarkan ke dalam simpul- simpul Sumber,
Ambient, Manusia Dan Dampak Kesehatan.
Secara rinci jangkauan dinamika perubahan lingkungan tersebut dapat dipilih
menjadi simpul-simpul pengamatan/ pengukuran, penyelidikan studi dan sekaligus
pengendaliannya.

UPAYA PROGRAM KESEHATAN

MANUSIA
SUMBER AMBIENT DAMPAK
alamiah
alamiah udara KESEHATAN
penderita
penderita air akut
penyakuit
penyakuit makanan sub klimik
mobil
mobil binatang samar
industri
industri penular sehat

SIMPUL A SIMPUL B SIMPUL C SIMPUL D

138
Keterangan :
1. Simpul pertama adalah studi komponen lingkungan pada sumbernya.
Misalnya :
Prevalensi penderita DHF
- pabrik yang memiliki limbah
- jumlah kendaraan bermotor
2. Simpul kedua adalah pengukuran pada ”ambient” atau lingkungan
Misalnya monitoring tingkat pencemaran air
Residu pestisida dalam makanan, dll
3. Simpul ketiga adalah studi epidemiologi
Mempelajari setelah komponen lingkungan masuk ke dalam tubuh manusia.
Misalnya adanya kandungan Pb dalam darah menunjukkan tinggi
rendahnya tingkat pencemaran terhadap bahan pencemar
4. Simpul keempat adalah studi gejala penyakit. Misalnya pengumpulan
prevalensi penyakit ISPA di sekitar pabrik

D. Konsep Kesehatan Lingkungan


1. Landasan Keilmuan
Ilmu kesehatan lingkungan tidak terlepas dari disiplin ilmu lainnya. Menurut Odom
Fanning dalam bukunya Opportunities inEnvirontmental Carrers menyatakan ada 13
disiplin ilmu yang membangun ilmu lingkungan, yaitu :
a. Fisika
b. Biologi
c. Kimia
d. Matematika
e. Ekologi
f. Ekonomi
g. Teknik sipil
h. Kesehatan Masyarakat
i. Oceanografi
j. Sosial
k. Arsitektur
l. Agronomi
m. Geosciences
2. Hubungan manusia dengan lingkungan
a. Sistem lingkungan terdiri dari 4 (empat) komponen
b. Sumber daya alam berupa energi, mineral, tanah, air, tumbuhan ,
hewan
c. Aktivitas manusia
d. Bahan buangan

139
e. Faktor-faktor lingkungan yang berbahaya (Environmental hazard)

1. Sumber daya alam 3. Bahan buangan/


sampah

2. Aktivitas manusia

4. Faktor lingkungan yang berbahaya

skema : Sistem lingkungan

Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk kesejahteraannya dengan cara


menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang akan menghasilkan barang
dan jasa, serta bahan buangan ( sampah ). Aktivitas manusia dan sampah inilah
penyebab timbulnya faktor-faktor lingkungan yang berbahaya dan yang lambat laun
akan terjadi akumulasi bahan- bahan berbahaya dan akhirnya menimbulkan
pencemaran lingkungan.

3. Konsep sakit
a. Konsep sehat menurut JOHN GORDON
Sehat pada dasarnya adalah gambaran keadaan keseimbangan dari berbagai
faktor. Penyakit yang timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan tersebut
yang disebabkan oleh adanya perubahan dari satu faktor atau lebih. Faktor-faktor
yang berperan umumnya dibagi menjadi 3(tiga) faktor yaitu : Agent (penyebab
penyakit), Host (penjamu), Environtment ( lingkungan).
Untuk menggambarkan interaksi antara faktor-faktor agent, host, dan
environtment, John Gordon menganalogikan sebagai timbangan dengan
lingkungan sebagai titik tumpu.
Pada dasarnya selalu terjadi hubungan dan pengaruh timbal balik antara faktor-
faktor host, agent dan environtment yang berusaha mencapai keseimbangan.
Perubahan dari keseimbangan dapat dilihat dari gambar berikut :
Keadaan I

A 140
E
Keadaan II

Keadaan III

Interaksi antara agent, host dan environtment


A= agent H= host E= environment
1) Keadaan I
Terjadi keseimbangan antara agent, host dan environment. Hal ini
menggambarkan suatu kondisi yang sehat.

2) Keadaan II
Menggambarkan peningkatan dari kemampuan agent untuk menginfeksi serta
menyebabkan penyakit pada manusia. Contoh, adanya perubahan sifat
(strain) dari virus dapat mengakibatkan kekebalan host sebelumnya menjadi
tidak efektif lagi.

141
3) Keadaan III
Menggambarkan bahwa perubahan lingkungan dapat pula menyebabkan
perubahan fisik tumpu, sehingga menyebabkan penyebaran agent. Contoh
adanya perkembangan daerah industri yang pesat menyebabkan konsentrasi
zat pencemar di udara meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerentanan
pada manusia sehingga mudah terserang penyakit.

b. Konsep sehat menurut model HOLISTIK


(HENDRIK L. BLUM)
Menurut Hendrik L. Blum kondisi sehat seseorang dipengaruhi oleh 4 (empat)
faktor utama, yaitu : Lingkungan, tingkah laku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang relatif paling besar dalam peranan
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Hal ini dapat dilihat pada skema yang dikemukakan oleh Hendrik L. Blum berikut
ini :

KE
TU
RU
NA
N

SEHAT PELAYANAN KESEHATAN


LINGKUNGAN

PERI-
LAKU

Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain yaitu ; sumber
alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan populasi
sebagai satu kesatuan.

E. Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia dan penyebab timbulnya masalah


1. Masalah air bersih
2. Masalah air limbah
3. Kualitas udara
4. Pestisida

142
5. Radiasi
6. Sanitasi makanan dan minuman
7. Pembuangan sampah
8. Serangga penular penyakit
9. Perumahan
Penyebab timbulnya masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
1. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan penduduk
semakin meningkat khususnya di kota besar yang mengakibatkan fasilitas sanitasi
yang tidak memadai
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat, masih rendahnya tingkat
ekonomi dan pendidikan sebagian besar penduduk, kurangnya kesadaran hukum
dan peraturan perundangan yang ada merupakan hambatan peningkatan
kesehatan lingkungan
3. Keterbatasan sumber biaya tenaga, biaya serta sarana yang dapat menghambat
pelaksanaan program khususnya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan
4. Perkembangan industri yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan

F. Upaya Kesehatan Lingkungan


Upaya sanitasi menurut keilmuan
Menurut WHO ada 17 usaha pokok kesehatan lingkungan yaitu :
1. Penyediaan Air Bersih
2. Pengolahan Air Buangan
3. Pengelolaan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah
6. Hygiene makanan
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan permukiman
12. Perencanaan daerah dan perkotaan
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,bencana
alam, perpindahan penduduk, dan keadaan darurat
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan

143
Upaya Kesehatan Lingkungan dalam program Kesehatan
1. Penyehatan Lingkungan
Mencakup upaya-upaya yang ditujukan terhadap
 Dampak kualitas udara
 Pengamanan pestisida
 Radiasi
2. Penyehatan Air dan Sanitasi (PAS)Mencakup upaya-upaya
yang ditujukan terhadap
 Makanan dan kesehatan
 Kontaminasi makanan
 Pengawasan sanitasi makanan

REFERENSI
1. Sanitarian’s Handbook, Theory and Administratif Practice for Environmental
Health. Ben Freedmen, New Orleans, USA 1977
2. SK Menpan No 19/Kep/MPAN/ 11/2000 tentang Jabatan Fungsional
Sanitraian dan Angka Kreditnya
3. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan untuk Pendidikan D III
Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Depkes RI, Jakarta 1994
4. Buku Pedoman Pengajaran Mata Kuliah Dasar- dasra Kesehatan Lingkungan
pada PAM SKL, Pusdiknakes, 1993
5. Selayang pandang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan di Indonesia. Departemen Kesehatan 2005

Anda mungkin juga menyukai