Anda di halaman 1dari 25

Nashruddin Syarief

Konsep Wahyu menurut Barat


Konsep Wahyu menurut Barat
 Wahyu sebagai identitas utama agama Islam
dipahami oleh sarjana Barat sebagaimana
halnya wahyu dalam agama Kristen, yakni
bukan sebagai firman Tuhan yang utuh
diturunkan kepada Nabi, melainkan
diinterpretasikan oleh Nabi, diinterpretasikan
juga oleh murid-muridnya, lalu dituliskan
sebagai teks manusiawi.
Konsep Wahyu menurut Barat
William Sanday dari Universitas Oxford sejak
tahun 1983:
Yang diwahyukan Tuhan itu bukan
kalimat-kalimatnya, tetapi inspirasinya
yang kemudian diinterpretasikan oleh
penulis-penulis Bibel sehingga menjadi
Bibel seperti yang sekarang.
M. Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, hlm. 28-19
Konsep Wahyu menurut Barat
Herlianto, seorang pendeta reformis Kristen, Ketua
Yayasan Bina Awam, magister teologi di Princeton, USA
(MTh):
Umat Kristen mempercayai Alkitab sebagai firman
Allah bukan dalam pengertian semua ayatnya
diturunkan dari sorga, tetapi firman yang ditulis
dengan ilham Roh Kudus (2 Timotius 3:15-16), untuk
inilah diperlukan hermeneutika untuk mengerti apa
sebenarnya berita benar dibalik keterbatasan
manusia dengan sastranya itu.
Wawancara dengan penulis via email pada tanggal 4 Maret 2008
Hermeneutika
Disebabkan wahyu harus dipahami sebagai teks
manusiawi maka otomatis sarjana Barat
mengharuskan diberlakukannya hermeneutika.
Pengertian Hermeneutika
Hermeneutika adalah:
 Ilmu interpretasi atau teori pemahaman.

 Ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu

sejak dari tingkat perkataan sampai ke


tingkat dunia.
 Ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai

kenyataan, dari logos sampai praksis, dan


juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan
kepada kehidupan manusia. (h. 186,
mengutip pendapat Hassan Hanafi)
Problem Hermeneutik
 Problem kesenjangan bahasa, kultur,
penafsiran, dan misteri sebuah teks,
merupakan inti persoalan dalam kajian
hermeneutika (h. 138).
 Bagaimana juru bicara Tuhan menyampaikan
kehendak Langit untuk penduduk bumi yang
bahasanya berbeda? (h. 15)
 Bagaimana juru bicara Tuhan meredaksikan
pesan yang universal namun terbungkus
dalam bahasa lokal, sementara yang dituju
hidup dalam tempat dan kurun waktu yang
jauh berbeda dari juru bicara-Nya? (h. 15)
Problem Hermeneutik
 Bagaimana sebuah generasi yang hidup di
zaman dan tempat yang berbeda bisa
menangkap gagasan secara benar dari
generasi terdahulu yang perjumpaannya
hanya diwakili oleh sebuah teks atau karya
tulis? (h. 15)
 Benarkah pemahaman seorang Muslim
tentang isi al-Qur`an sudah persis
sebagaimana yang dikehendaki oleh
pengarang (Tuhan)? (h. 15)
Problem Hermeneutik
 Bisakah kita menangkap gagasan Muhammad
Rasulullah melalui sepotong-sepotong kalimat yang
terhimpun dalam kitab Hadits? (h. 15)
 Bisakah sebuah gagasan disampaikan kepada
masyarakat yang hidup dalam kultur yang
berbeda tanpa mengalami distorsi dan
penyimpangan makna?
 Apakah jaminannya sebuah gagasan yang dimuat
dalam bahasa lain tetap terpelihara validitas
kebenarannya sebagaimana yang dimaksudkan
dalam bahasa aslinya?
 Bukankah setiap bahasa berkaitan dengan kultur
masyarakat pemakainya? (h. 16)
Dampak Hermeneutika
Mohammed Arkoun:
al-Qur`an adalah produk sejarah. Ia hanyalah
hasil sosial dan budaya yang dijadikan "tak
terpikirkan" disebabkan semata-mata
pemaksaan penguasa resmi. Arkoun menyatakan
bahwa wahyu hanya dapat diketahui oleh
manusia melalui "edisi dunia" (editions terrestres)
yang telah mengalami modifikasi, revisi dan
substitusi.
Mohammed Arkoun, Rethinking Islam Today dalam Azim Nanji (ed), Mapping
Islamic Studies, hlm. 237.
Dampak Hermeneutika

Nasr Hamid Abu Zaid:


al-Qur`an adalah bahasa manusia.
Perubahan teks ilahi menjadi teks
manusiawi terjadi sejak turunnya wahyu
yang pertama kali kepada Muhammad.
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nash: Dirâsah fi
‘Ulûm al-Qur`ân, Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-‘Arabi,
1994, hlm. 24.
Dampak Hermeneutika
100%
Wahyu:
Firman Allah di
langit

50%
Al-Qur`an:
Al-Qur`an yang
masih oral
30%
Mushhaf Utsmani:
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum al- Al-Qur`an yang
Quran: Memburu Pesan Tuhan di Balik sudah dibukukan
Fenomena Budaya (2009), hlm. vii-viii
Dampak Hermeneutika
”Dalam karya ini, saya membedakan antara wahyu, al-Qur’an, dan
Mushaf Usmani. Ketiganya adalah tiga nama yang kendati
mengacu pada satu substansi, tetapi kadar muatan ketiganya
berbeda. Wahyu sebagai pesan otentiks Tuhan masih memuat
keseluruhan pesan Tuhan; al-Qur’an sebagai wujud konkret pesan
Tuhan dalam bentuk bahasa Arab oral memuat kira-kira sekitar 50
persen pesan Tuhan; dan Mushaf Usmani sebagai wujud konkret
pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab tulis hanya memuat kira-
kira tiga puluh persen pesan Tuhan. Jika selama menjadi wahyu
masih memuat keseluruhan pesan Tuhan, tidak demikian halnya
ketika telah menjadi al-Quran dan Mushaf Usmani. Hal itu terjadi,
bukan karena Tuhan tidak mampu menjamin keabadian pesan-Nya,
melainkan karena keterbatasan Bahasa Arab yang dijadikan
wadah pesan Tuhan yang tak terbatas itu.” (hal.vii).
Dampak Hermeneutika

Teologi: al-Qur`an wahyu Allah

Jibril

Muhammad

Historis/Linguistik: al-Qur`an berbahasa Arab. Al-


Qur`an buatan Muhammad dan bangsa Arab

Komaruddin Hidayat, Menafsirkan Kehendak


Tuhan. Jakarta: Teraju, 2004, Cet. II, hlm. 150.
Dampak Hermeneutika
 al-Qur`an haruslah dilihat dari perspektif teologi dan
filsafat linguistik. Sebuah pandangan teologis
menyebutkan bahwa al-Qur`an adalah suci,
kebenarannya absolut, berlaku di mana dan kapan
saja, sehingga ia tidak mungkin bisa diubah dan
diterjemahkan.
 Namun demikian, dari sudut historis dan filsafat
linguistik, begitu kalam Tuhan telah membumi dan
sekarang malah menjelma ke dalam teks, maka al-
Qur`an menjadi sebuah teks biasa yang dibuat oleh
bangsa Arab (hlm. 150).
Dampak Hermeneutika
al-Qur`an yang telah tersaji saat ini, setidaknya telah
melalui dua proses penafsiran.
Pertama, penafsiran al-Qur`an yang dilakukan oleh
Jibril dan kemudian didiktekan kepada Muhammad.
Kedua, penafsiran yang mungkin terjadi dalam diri
Muhammad Rasulullah. Bukankah Muhammad sebuah
sosok pribadi yang cerdas, jujur, amanah (bisa
dipercaya), dan bukan sebuah kaset kosong untuk diisi
rekaman? Jadi, ketika menerima wahyu, Muhammad
bertindak aktif memahami, menyerap dan kemudian
mengungkapkannya dalam bahasa Arab (hlm. 150).
Dampak Hermeneutika
al-Qur`an yang telah tersaji saat ini, setidaknya telah
melalui dua proses penafsiran.
Pertama, penafsiran al-Qur`an yang dilakukan oleh
Jibril dan kemudian didiktekan kepada Muhammad.
Kedua, penafsiran yang mungkin terjadi dalam diri
Muhammad Rasulullah. Bukankah Muhammad sebuah
sosok pribadi yang cerdas, jujur, amanah (bisa
dipercaya), dan bukan sebuah kaset kosong untuk diisi
rekaman? Jadi, ketika menerima wahyu, Muhammad
bertindak aktif memahami, menyerap dan kemudian
mengungkapkannya dalam bahasa Arab (hlm. 150).
Konsep Wahyu menurut Islam
Wahyu Tanzil

Firman Allah di
langit

Al-Qur`an yang
masih oral

Mushhaf Utsmani
Wahyu Tanzil
 Wahyu adalah tanzil/munazzal; diturunkan langsung.
Artinya, apa yang diterima Nabi adalah murni
sebagai firman Allah swt secara utuh. Tidak
terkandung di dalamnya penafsiran dan pengalihan
bahasa oleh malaikat atau oleh Nabi sendiri.
 Dari Allah swt-nya sudah berbahasa Arab, bukan
dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab oleh Nabi
saw
 Oleh karenanya teks al-Qur`an, walau
bagaimanapun, tidak akan sama dengan teks buatan
penyair, ataupun jampi-jampi paranormal.
Al-Qur`an No Problem
(1)
Al-Qur`an yang berada di tangan umat
Islam dewasa ini tidak berbeda
sedikitpun lafazh-nya dengan apa yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad saw, tidak
juga dengan apa yang dibaca dan
disampaikan oleh Nabi saw kepada
umat Islam (h. 557)
Al-Qur`an No Problem
(1)

Sesungguhnya Kami menjadikan Al


Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu
memahami (nya).
(QS. Az-Zukhruf [43] : 3)
Al-Qur`an No Problem
(2)
Tidak ada lagi kecurigaan menyangkut
teks al-Qur`an. Semuanya otentik,
benar, pada tempatnya, dan tidak
berubah, bukan saja karena
kepercayaan tentang jaminan Allah (QS.
Al-Hijr [15] : 9), tetapi juga berdasar
argumentasi-argumentasi ilmiah dan
sejarah
(h. 557)
Al-Qur`an No Problem
(3)
Ketika satu teks dipisahkan dari konteks
sosial historisnya, maka akan lahir
pemahaman keliru. Bagi ulama tafsir,
problem ini telah lama diakui wujudnya
dan dibahas pemecahannya sehingga
lahirlah antara lain yang dinamai
Asbabun-Nuzul
(h. 561)

Anda mungkin juga menyukai