Makalah sebagai bahan diskusi pada perkuliahan Studi al-Quran Pasca Sarjana IAIN
Walisongo Semarang yang dibimbing oleh Dr. Muh. Syaifuddin, Jumat 19 September 2014
2
Hasan Hanafi, Dirasat Islamiyah, Mesir: Maktabah al-Anjelu al-Misriyah, 2000, h. 71
3
Lihat Abdul Moqsith Ghozali dkk, Metodologi Studi al-Quran, Jakarta; PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2009, h. 142
4
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum an-nash; Dirasah fi Ulum al-Quran, Kairo: Haiah alMishriyah alAmmah li al-Kitab, 1993, h. 27
5
Ibid, h. 71.
Pandangan ini berdasarkan pada firman Allah Swt, wa ma arsalna min rasulin ila bi
lisani qaumihi liyubayina lahum (QS. Ibrahim:7)
7
Abd. Moqsith Ghazali dkk, Metodologi Studi al-Quran, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2009, h. 143. Perlu dikemukakan disini bahwa terdapat perdebatan antar ulama al-Quran
akan mekanisme pewahyuan al-Quran; pertama, bahwa baik teks maupun makna al-Quran sejak
dari lauh mahfudz, dan Jibril mendengarkan (simaan) langsung dari Allah Swt kemudian
disampaikan nabi Muhammad Saw. Kedua, Jibril sebagai perantara wahyu menghafalkan teks alQuran dengan dirinya sendiri di lauh mahfudz. Ketiga, bahwa pewahyuan al-Quran hanya pada
makna sedangkan teks al-Quran oleh Jibril atau Muhammad. Lihat, Mana al-Qattan, Mabahist Fi
Ulum al-Quran, Mansyurat al-Ashri al-Hadist, h. 35-36
8
Ibid, h. 144
9
Hatim Ghazali, Autensitas dan Lokalitas Islam, Media Indonesia, 23 Mei 2003.
10
Dikutip oleh Jalaludin Abi Abdurrahman al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,
Beirut: Muasasah al-kutub al-Tsaqafiyah, 2000, h. 7.
11
Ibid.
Bagi kita yang terbiasa bergaul dengan kajian metodologi penafsiran alQuran (ulumul quran) mendapati terminologi asbab al-nuzul bukanlah suatu
yang baru. Begitu pentingnya ilmu asbab al-nuzul sebagai salah satu metode
penafsiran al-Quran menjadikan ulama al-Quran baik klasik maupun
kontemporer menaruh perhatian yang sangat luar biasa. Karenanya, hampir dapat
dipastikan, bahwa dalam setiap pengkajian atas ulumul quran, pembahasan
asbab al-nuzul tidak pernah terlupakan. Bahkan dalam urutan pengkajiannya,
asbab al-nuzul menempati posisi yang istimewa yaitu berada pada posisi
pertama dalam metode penafsiran al-Quran.12 Pun banyak ulama klasik menulis
buku yang secara khusus membahas asbab al-nuzul, misalnya, al-Wahidi menulis
buku Asbab al-Nuzul al-Quran, juga al-Suyuthi menulis buku Lubab al-Nuqul Fi
Asbab al-Nuzul.
Setelah mencermati beberapa konsepsi yang dihasilkan ulama al-Quran
mengenai asbab al-nuzul sebagaimana terdapat dalam buku-buku ulum al-quran,
sesungguhnya kajian tentang asbab al-nuzul bukanlah sederhana sebagaimana kita
duga. Disana banyak dijumpai berbagai pandangan dan konsepsi yang variatif
bahkan bertolak belakang diantara ulama mulai dari pendefinisian, urgensitas dan
signifikasi, implikasi hingga kedudukannya dalam penafsiran al-Quran. Oleh
karenanya, dalam makalah sederhana ini, kami ingin memperkenalkan sekelumit
kajian dan pandangan ulama akan konsepsi asbab al-nuzul.
Kami ingin memulai diskusi seputar asbab al-nuzul dengan kalimat yang
disampaikan oleh Nasr Hamid Abu Zaid, bahwa ilmu asbab al-nuzul termasuk
diantara ilmu-ilmu penting, ilmu ini menunjukan dan menyingkapkan hubungan
dialektika antara teks dan realitas. Asbab al-nuzul membekali kita materi baru
yang memandang teks sebagai respon atas realitas, baik dengan cara menguatkan
ataupun menolak, dan menegaskan hubungan dialogis dan dialektika antara teks
dan realitas.13
12
Lihatnya misalnya, Manahil al-Irfan Fi Ulum al-Quran karya Muhammad Abdul Adzim
al-Zarqani, al-Itqan Fi Ulum al-Quran karya Jalaluddin al-Syuyuthi, al-Burhan Fi Ulum alQuran karya Badruddin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi.
13
Nasr Hamid, h. 109
gambaran inilah muncul perbedaan pandangan misalnya jika ayat yang turun
memiliki struktur teks umum al-lafdzi (ungkapan umum), sementara disisi lain
memiliki khusus al-sabab (sebab-sebab yang melatarbelakanginya bersifat
khusus). Dengan bahasa lain, bagaimana mentranformasikan asbab al-nuzul
mikro (kondisi lokal ketika ayat diturunkan) kepada asbab al-nuzul makro
(kondisi masyarakat secara keseluruhan saat al-Quran diturunkan). Inilah
beberapa poin yang akan kita diskusikan dalam makalah ini.
A. Pengertian Asbab al-Nuzul
Tentang pengertian asbab al-nuzul secara bahasa,14 barangkali tidak ada
persoalan. Tetapi dari pengertian secara terminologislah kita akan melihat
bahwa asbab al-nuzul mendapat sambutan yang beragam dari kalangan ulama alQuran. Al-Zarqani mendefinisikan asbab al-nuzul sebagai suatu kejadian yang
menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat
dijadikan petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat. 15 Peristiwaperistiwa bisa berbentuk pertanyaan yang diajukan kepada kepada Nabi kemudian
turunlah ayat sebagai jawaban dan respon atas problem yamg diajukan.16 Selain
al-Zarqani, sebenarnya banyak ulama al-Quran yang mendefinisikan asbab al14
Secara bahasa (etimologis) kata asbab al-nuzul terdiri dari dua suku kata,
yaitu asbab dan al-nuzul. Kata asbab adalah bentuk plural dari kata sabab yang berarti sebab atau
alasan. Sedangkan kata al-nuzul adalah bentuk masdar dari kata nazala yang berarti turun . Lihat
Ahmad Warson Muawwir, Kamus al-Munawwir,Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997, h. 602 dan
1409.
15
Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahilul Irfan Fi Ulum al-Quran, Dar al-Kitab
al-Arabi, Juz I, h. 89
16
Ibid.
nuzul, meskipun dengan redaksi yang berbeda akan tetapi subtansi yang
dimaksudkan adalah sama.
Dari pengertian diatas, sekilas kita memandang sebagai hal yang wajar,
kerena bagitu banyaknya ulama al-Quran yang mendefinisikan demikian. Akan
tetapi jika kita mencermati diksi yang dipilih adalah suatu kejadian yang
menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat.... maka akan menimbulkan
implikasi yang debatable bagi kajian al-Quran selanjutnya. Pertama, akan
munculkan pandangan akan hubungan kausalitas (sabab-musabab), bahwa seolaholah ayat Al-Quran diturunkan hanya karena untuk menjawab atau merespon
peristiwa dan pertanyaan yang ada, maka atas dasar analisa ini Nasr Hamid Abu
Zaid, al-Quran merupakan produk kebudayaan yang masuk dalam ruang
kebudayaan masyarakat (muntaj al-Tsaqafi). 17
Kedua, asbab al-nuzul tidaklah dipahami sebagai hubungan kausalitas,
sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Chirzin, Asbab al-nuzul menggambarkan
bahwa memang ayat-ayat Al-Quran memiliki hubungan dialektis dengan
fenomena sosio kultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan
bahwa asbab al-nuzul tidak berhubungan secara kausal dengan materi yang
bersangkutan. Artinya tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak
ada, maka ayat itu tidak akan turun.18
Adanya
perbedaan
pandangan
akan
pengertian
asbab
al-nuzul
signifikan
dalam
penafsiran,
tanpa
mengetahui asbab
al-
Pengertian yang demikian itu juga akan memunculkan perbedatan teologis seperti
muncul pertanyaan semacam seandainya sebab-sebab tidak ada, apakah lantas Al-Quran tidak jadi
turun? Apakah Al-Quran itu qadim ataukah tidak? Layakkah Tuhan terdekte oleh realitas? Dan
lain sebagainya
18
lihat Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, Yogyakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1998, h. 31
nuzul tidaklah mungkin untuk memahami al-Quran. Ulama yang masuk dalam
pandangan pertama ini adalah al-Wahidi. Menurutnya, tidak mungkin dapat
menafsirkan ayat tanpa pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya.19 Artinya, dalam
pandangan al-Wahidi, asbab al-nuzul menjadi mutlak penting dan tidak boleh
dieliminir dalam menafsirkan al-Quran. Dalam hal ini, sebetulnya pendapat alWahidi tersebut menyisakan pertanyakan karena tidak semua ayat Al-Quran
mempunyai sebab turun.
Kedua, pandangan yang menempatkan asbab al-nuzul hanya sebagai alat
bantu dalam memahami ayat. Ulama yang masuk dalam kelompok ini adalah
Ibnu Taimiyah, ibn Daqiq al-Id dan Abu al-Fatah al-Qusyairi. Menurut Ibnu
Taimiyah, Pengetahuan mengenai asbab al-nuzul dapat membantu memahami
ayat karena pengetahuan tentang sebab akan membawa kepada pengetahuan
tentang yang disebabkan (akibat).20 Sementara al-Id mengatakan, jelasnya
sabab al-nuzul adalah pranata yang kuat dalam memahami makna Al-Quran. 21
Abu
al-Fatah
Al-Qusyairi
tidak
berbeda
dengan
al-Id.
Menurutnya,
mengetahui asbab al-nuzul adalah metode yang kuat dalam memahami maknamakna Al-Quran.22
Al-Zarqani dalam bukunya Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur;an
menyebutkan tujuh signifikansi dari asbab al-nuzul dalam penafsiran al-Quran;
(1) pengetahuan akan asbab al-nuzul membawa kepada pengetahuan akan hikmah
rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui alQuran,
(2)
membantu
dalam
memahami
ayat dan
menghindarkan
kesulitannya, (3) menolak dugaan adanya hasr (pembatasan) dalam ayat yang
menurut lahirnya mengandung hasr, (4) dapat mengkhususkan (takhsis) hukum
pada sebab bagi ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah
kekhususan sebab dan bukan keumuman kata, (5) mengetahui bahwa sebab turun
ayat tidak penah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut
19
23
24
25
Abi al-Hasan bin Ali al-Wahidi, Asbab al-Nuzul al-Quran, Beirut: Dar al-Kitab alIlmiah, 1991, h. 10
26
Lihat, Mana al-Qattan, Mabahis Fi Ulum al-Quran, Mansyurat al-Ashri al-Hadist, h.
85
27
Nasr Hamid, ibid. 123
apabila kami ingin mengjancurkan sebuah negeri maka kami memperbanyak
orang dzalim didalamnya, kemudian mereka membuat keji sehingga mereka
berhak mendapatkan keputusan siksa, lalu kami binasakan
Abu Ubaidah membaca kata kerja (amara) dengan bentuk wazan afala
(menjadi aamara). Kata tersebut berasal dari tiga huruf yang ber-wazan amira
dengan arti bertambah. Ini dilakukan untuk menghindari pengertian bahwa Allah
Swt memerintahkan perbuatan jahat, maksudnya untuk menghindari lahiriyah
teks.28
Keempat, dengan cara ber-ijtihad yang berdasar pada konteks sosial
terbentuknya teks. Cara yang ketiga ini adalah kelanjutan dari cara yang pertama,
tarjih riwayat. Upaya tarjih riwayat dengan segala kriteria dan prasyaratnya,
sebagaimana dikatakan Nasr Hamid, merupakan upaya ijtihad yang dilakukan
oleh ulama. Atas dasar ini, para sarjana kontemporer harus menikmati hak ijtihad
melakukan tarjih riwayat-riwayat yang berbeda dengan cara yang lebih signifikan,
yaitu berdasar pada sejumlah unsur-unsur dan tanda-tanda eksternal dan internal
yang membentuk teks.29
D. Al-Ibrah Bi Umum Al-Lafdzi Atau Bi Khushushi Sabab
Hal yang tak kalah menarik untuk didiskusikan bersama dalam kaitan asbab
al-nuzul adalah pembahasan mengenai pilihan antara al-Ibrah Bi Umum Al-Lafdzi
(keumuman kata) atau hanya berpedoman pada al-ibrah bi khushusi sabab (sebabsebab khusus). Apakah dalalah ayat itu dipahami dari keumuman katanya
sementara ayat tersebut memiliki sebab-sebab yang melatarbelakangi bersifat
khusus ataukah sebaliknya dengan memahami ayat berdasarkan kekhususan ayat
itu sendiri? Disinilah nanti kita akan melihat perdebatan antar ulama al-Quran
akan dalalah asbab al-nuzul.
28
29
Ibid,
Ibid, h. 125-126.
Juga melihat kondisi lokal asbab al-nuzul (asbab al-nuzul mikro) dengan realitas
sosial yang membentuk asbab al-nuzul (asbab al-nuzul makro). Sebab, peristiwaperistiwa tertentu lahir dari realitas sosial tertentu secara determinan. Tidak
mungkin terjadi sebuah peristiwa yang lepas dari determinan sosial. Dalam hal ini
adalah kondisi sosial dan kebudayaan Mekah dan Madinah secara keseluruhan
dimana kondisi keduanya yang membentuk realitas atau peristiwa yang
menyebabkan turunya al-Quran.36
Realitas tidak terhingga jumlahnya. Realitas senantiasa bergerak dan
mengalir terus. Sementara itu, teks disisi lain sangat terbatas meskipun ia mampu
menjangkau realitas-realitas tersebut, karena bahasa memiliki generalisasi dan
abstraksi. Kemampuan teks menjangkau realitas harus didasarkan pada tandatanda, mungkin dalam struktur teks, dan mungkin juga dalam konteks sosial
yang menjadi sasarannya.37 Dari sini muncullah pertanyaan, apakah sebuah ayat
harus dipahami berdasarkan asbab al-nuzul semata (asbab al-nuzul mikro), atau
dipahami berdasarkan realitas dimana asbab al-nuzul terjadi (asbab al-nuzul
makro)?
Konsepsi akan asbab al-nuzul makro bermula dari fakta historis yang
menunjukan bahwa tidak semua ayat memiliki asbab al-nuzul tertentu
sebagaimana kita lihat dibanyak buku yang menuturkan asbab al-nuzul sebuah
ayat. Sehingga untuk memahami sebuah ayat al-Quran tidak cukup hanya dengan
mempelajari situasi dan masalah lokal saat ini sebagai latar belakang turunya ayat,
akan tetapi harus memahami situasi dan kondisi masyarakat secara keseluruhan
ketika al-Quran diturunkan.
Oleh karena itu, menurut kami, kaidah al-ibrah bi khususi al-sabab la bi
umum al-lafdzi lebih penting sebagai alternatif memahami al-Quran. Sebab
dengan kaidah ini, kita dapat mengambil pesan-pesan yang lebih universal alQuran
dalam
merespon
realitas-realitas
baru.
Tentunya,
dengan
Lihat Aksin Wijaya, Arah Baru Studi al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h.
141-142.
37
bagi umat sebagai dasar pijakan dalam kehidupan hingga masa yang tak
terhingga.
Demikianlah paparan tentang asbab al-nuzul dengan segala pandaangan
serta perdebatan astaanya yang dapat dijadikan sebagai overview (gambaran
umum) bagaimana posisi atau signifikansi asbab al-nuzul dalam penafsiran AlQuran. Sungguhpun ada perbedaan pandangan dari para ulama dalam
menentukan dalalah asbab al-nuzul, namun gaung asbab al-nuzul terasa sekali
dalam penafsiran Al-Quran. Minimal, ia telah menarik perhatian begitu banyak
ulama yang konsen akan ulum al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qattan, Mana, Mabahist Fi Ulum al-Quran, Mansyurat al-Ashri al-Hadist,
al-Suyuthi, Jalaludin Abi Abdurrahman, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,
Beirut: Muasasah al-kutub al-Tsaqafiyah
---------------------------------------------------, al-Itqan Fi Ulum al-Quran Beirut,
Jami al-Huqud Makhfudz li al-Nasyir, 2002
al-Wahidi, Abi al-Hasan bin Ali, Asbab al-nuzul al-Quran, Beirut: Dar al-Kitab
al-Ilmiah, 1991
al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim, Manahil al-Irfan Fi Ulum al-Quran, Dar
al-Kitab al-Arabi
al-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan Fi Ulum al-Quran,
Kairo: Maktabah Dar al-Turats
Chirzin, Muhammad Al-Quran dan Ulumul Quran, Yogyakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1998
Ghazali, Hatim, Autensitas dan Lokalitas Islam, Media Indonesia, 23 Mei 2003.
Ghozali, Abdul Moqsith dkk, Metodologi Studi al-Quran, Jakarta; PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2009
Hanafi, Hasan Dirasat Islamiyah, Mesir: Maktabah al-Anjelu al-Misriyah, 2000
Mishriyah alAmmah li al-Kitab, 1993
Muawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir,Yogyakarta: Pustaka Progresif,
1997