Anda di halaman 1dari 4

Al-Qur'an hanyalah sebatas Kreasi Manusia?

Muhamad Redho Al Faritzi

Desakralisasi al-Qur'an sampai hari ini masih terus dilakukan, marak dimana-mana dan
dilakukan oleh pelbagai kalangan. Mulai dari orang awam sampai orang yang ditokohkan. Al-
Qur'an terus saja dipandang sebagai teks biasa, buatan manusia, buatan Nabi Muhammad saw.
Mereka menganggap dialah yang mencipatkan maknanya dan menyusun bentuk gaya dan
bahasanya. Sehingga sampai sekarang, autentisitas al-Qur'an --terutama oleh barat terus
dipertanyakan, dikaji dan disimpulkan dengan tidak tepat.

Maka tak aneh, jika warga Indonesia adalah salah satu yang 'tercuci' otaknya oleh
pendapat-pendapat orang barat ini. Alhasil, di Indonesia masih banyak, bahkan bertambah
banyak orang yang menafsirkan al-Qur'an seenak jidat mereka dan akhirnya menghasilkan
kesalahpahaman yang terus menerus. Misal, seperti yang ramai belakangan ini di media sosial,
yaitu kesalahpahaman memahami ayat al-Qur'an yang menceritakan tentang kisah Nabi Luth;
Mempertanyakan ayat al-Qur'an yang membahas shalat lima waktu, sebab tidak ada ayat al-
Qur'an yang menjelaskan shalat lima waktu dan masih banyak yang lainnya.

Menurut Dr. Nashruddin Syarief, apa yang dituangkan dalam al-Qur'an dinilai sebagai
cerminan budaya Arab yang membentuknya, sehingga jilbab, hukum potong tangan, waris,
perang dan pernikahan antar-agama mesti ditafsirkan ulang agar sesuai dengan perkembangan
zaman hari ini.1

Syaikh Manna' al-Qathan pernah menjelaskan bahwa orang yang menganggap al-Qur'an
buatan manusia atau buatan Nabi Muhammad adalah asumsi batil. Apabila Nabi menghendaki
kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menantang manusia dengan mukjizat-mukjizat untuk
mendukung kekuasaannya, tidak perlu beliau menisbahkan semua itu kepada pihak lain. Dapat
saja menisbatkan Al-Qur'an kepada dirinya langsung, karena hal itu cukup mengangkat
kedudukannya dan menjadikan manusia tunduk kepada kekuasaannya. Sebab, kenyataannya
tidak semua orang Arab dengan segala kefasihan bahasanya, tidak mampu menjawab tantangan
itu. Bahkan ini mungkin lebih mendorong mereka untuk menerima kekuasaannya, karena dia
juga salah seorang dari mereka yang dapat mendatangkan apa yang mereka sanggupi.2

Anggapan bahwa al-Qur'an hanya sebatas buatan manusia, secara tidak langsung
menganggap bahwa al-Qur'an bukanlah wahyu, melainkan sebatas teks biasa. Orang yang
beranggapan seperti ini berarti ia juga telah menjadi salah satu bagian dari pengingkar
keberadaan wahyu.
Salah satu dari pengingkar wahyu adalah orang-orang barat. Orang-orang barat ini bisa
dikatakan juga orang-orang jahiliyyah modern, yang dimana mereka seringkali meragukan

1
Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung : Persis Pers, 2013), hal.143
2
Syaikh Manna' al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Quran (Terjemahan dari Mabahits fii 'Ulumil
Qur'an), (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2005), hal. 45
wahyu dan mendefinisikannya secara tidak tepat. Sebagai contoh, wahyu Perspektif Barat,
pernah dijelaskan oleh Dr. Nashruddin Syarief dalam bukunya :
“Wahyu sebagai identitas utama agama Islam dipahami oleh sarjana Barat sebagaimana
halnya wahyu dalam agama Kristen, yakni bukan sebagai firman Tuhan yang utuh
diturunkan kepada Nabi, melainkan diinterpretasikan oleh Nabi, diinterpretasikan juga
oleh murid-muridnya, lalu dituliskan sebagai teks manusiawi”.
Kemudian ia mengutip dari bukunya M. Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution,
hlm. 28-29, bahwa William Sanday dari Universitas Oxford sejak tahun 1983, pernah berkata :
“Yang diwahyukan Tuhan itu bukan kalimat-kalimatnya, tetapi inspirasinya yang
kemudian diinterpretasikan oleh penulis-penulis Bibel sehingga menjadi Bibel seperti
yang sekarang”.3
Tentunya, wahyu perspektif barat ini tidak dapat sama sekali dibenarkan. Mau
bagaimanapun juga, al-Qur’an tetap adalah wahyu Allah, kalam Allah. Mereka berpendapat
seperti itu, karena memang mereka selalu menganggap bahwa kebenaran itu harus berdasarkan
intuisi, logis, dan empiris. Padahal kalam tuhan tidak dapat diakui oleh akal sepenuhnya, karena
sejatinya akal manusia itu terbatas, sedangkan Ilmu tuhan itu tidak terbatas.
Berbeda dengan wahyu perspektif Islam, wahyu itu sifatnya Metahistoris, artinya wahyu
terlahir dari ruang kosong, tidak ada sejarahnya, tidak ada bacaan-bacaan yang mengikatnya. 4
Wahyu dalam perspektif Islam, pernah dijelaskan oleh Dr. Nashruddin dalam tulisannya, ia
menjelaskan :
“Wahyu adalah tanzil/munazzal; diturunkan langsung. Artinya, apa yang
diterima Nabi adalah murni sebagai firman Allah swt secara utuh. Tidak terkandung di
dalamnya penafsiran dan pengalihan bahasa oleh malaikat atau oleh Nabi sendiri. Dari
Allah swt-nya sudah berbahasa Arab, bukan dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab
oleh Nabi saw. Oleh karenanya teks al-Qur`an, walau bagaimanapun, tidak akan sama
dengan teks buatan penyair, ataupun jampi-jampi paranormal.”5
Lalu, bagaimana menjawab orang-orang yang beranggapan bahwa al-Qur'an itu tidak
utuh, al--Qur'an hanya sebatas kreasi manusia, buatan Nabi Muhammad dan lain sebagainya?
Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud pernah menjelaskan bahwa ada enam argumentasi untuk
menjawab sekaligus membuktikan bahwa al-Qur'an bukanlah buatan manusia, melainkan benar-
benar firman dan wahyu Allah swt :
Pertama, al-Qur`an sendiri menantang orang-orang yang ragu tentang sumber
ketuhanannya di enam tempat untuk membuat karya tandingannya.6 Terbukti dengan jelas
bahwa dari sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai sekarang tidak ada satu pun manusia
yang bisa membuat karya tandingan untuk al-Qur`an. Ketidakmungkinan al-Qur`an untuk ditiru

3
Nashruddin Syarief, dalam tulisannya : Konsep Wahyu Islam vs Barat, hal. 2-3
4
Ibid, hal.151
5
Ibid, hal. 20
6
QS. al-Baqarah [2] : 23, an-Nisa` [4] : 82, Yunus [10] : 38, Hud [11] : 13-14, Al-Isra` [17] : 88, At-Thur
[52] : 33-34
ini merupakan bukti ilmiah bahwa al-Qur`an bukan karya manusia, melainkan firman Tuhan
semesta alam.
Kedua, asumsi bahwa al-Qur`an merupakan produk sastra Muhammad saw adalah tidak
benar, disebabkan Muhammad saw bukanlah seseorang yang bisa membaca dan menulis,
terlebih menggubah sebuah karya sastra atau sya’ir. Muhammad saw juga sudah dikenal di
kalangan penduduk Makkah sebagai orang yang terpercaya (al-amîn), bukan seorang
pembohong. Fakta bahwa sebuah karya sastra tidak terlalu berbeda dengan ekspresi
kebahasaan keseharian seorang pembuatnya, juga tidak ditemukan pada Muhammad saw.
Sebab sangat jelas sekali berbeda antara apa yang diungkapkan Muhammad saw dalam bahasa
keseharian dengan lafazh-lafazh yang ada dalam al-Qur`an.
Ketiga, Nabi saw terbukti selalu mengagungkan bacaan al-Qur`an dengan isti’âdzat
(membaca A’ûdzu bil-‘Llâh minas-syaitânir-rajîm) sebelum membacanya, sesuatu yang tidak
dilakukannya untuk ucapannya yang selain al-Qur`an. Nabi saw juga selalu mengulang-ulang
membacanya, baik di waktu siang di saat senggang ataupun di sebagian besar waktu malamnya.
Kalau memang al-Qur`an itu ucapannya sendiri, tentu Nabi saw tidak akan mengulang-ulang
membacanya dengan niat memohon petunjuk dan kekuatan.
Keempat, tema-tema yang terputus-putus dan beragam masih menjadi sifat ayat-ayat
yang konsisten dan utuh yang, sejak awal sekali, dipahami sesuai dengan konteks sosio-historis
ayat-ayat tertentu, adalah bukti bahwa al-Qur`an tidak dapat dikuasai oleh pikiran manusia.
Terlebih pada faktanya banyak ayat-ayat yang menyoroti tentang alam dan ilmu pengetahuan
yang baru ditemukan bukti penguatnya pada abad modern ini, dan sama sekali tidak mungkin
terpikirkan oleh manusia di zaman al-Qur`an turun
Kelima, terdapat beberapa ayat yang menegur kekeliruan Nabi Muhammad saw
(Misalnya ketika Nabi saw mengabaikan seorang yang buta, beliau ditegur dengan QS. Abasa
[80]) dan dalam hal lain memperingatkannya untuk tidak mengubah-ubah firman Allah swt.
(Misalnya QS. Al-Isra` [17] : 73-75 dan al-Haqqah [69] : 44-47). Ini menjadi bukti yang kuat
bahwa al-Qur`an bukan buatan Nabi Muhammad saw, sebab tidak mungkin seorang pengarang
sastra menegur dan memperingatkan dirinya sendiri.
Keenam, al-Qur`an melibatkan semua kalangan kaum Muslimin untuk berinteraksi
dengannya, mulai dari membaca, menghafal dan mengkajinya, meskipun banyak di antara
mereka yang tidak menguasai bahasa Arab. Ini menjadi bukti bahwa al-Qur`an bukan bacaan
biasa, melainkan bacaan yang diturunkan dari Allah swt.7
Maka sudah jelas, bahwa al-Qur'an adalah Firman dan Wahyu Allah swt, bukan kreasi
manusia, makna, bentuk gaya dan bahasanya bukan buatan Nabi Muhammad, tetapi langsung
dari Allah swt.
( )46( ‫) ُثَّم َلَقَطْع َنا ِم ْنُه اْلَو ِتيَن‬45( ‫) َأَلَخ ْذ َنا ِم ْنُه ِباْلَيِم يِن‬44( ‫) َو َلْو َتَقَّو َل َع َلْيَنا َبْعَض اَأْلَقاِو يِل‬43( ‫َتْنِز يٌل ِم ْن َر ِّب اْلَعاَلِم يَن‬
‫)َفَم ا ِم ْنُك ْم ِم ْن َأَح ٍد َع ْنُه َح اِج ِز يَن‬47
Ia (Al-Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Dan sekiranya dia
(Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, pasti Kami pegang dia
7
Dr. Nashruddin Syarief, dalam Makalah yang berjudul : Konsep Islam Agama Wahyu, mengutip dari The
Concept of Knowledge in Islam and its Implication for Education in a Developing Country, terj. Munir, Konsep
Pengetahuan dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1997, hlm. 1-4.
pada tangan kanannya. Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya. Maka tidak seorang pun
dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya).8

( ‫) ِبِلَس اٍن َع َر ِبٍّي‬194( ‫) َع َلى َقْلِبَك ِلَتُك وَن ِم َن اْلُم ْنِذ ِر يَن‬193( ‫) َنَز َل ِبِه الُّر وُح اَأْلِم يُن‬192( ‫َو ِإَّنُه َلَتْنِز يُل َر ِّب اْلَعاَلِم يَن‬
‫)ُمِبيٍن‬195
Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, Yang dibawa
turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang
yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.9

8
QS. Al-Haqqah [69] : 43-47
9
QS. As-Syu'ara [26] : 192-195

Anda mungkin juga menyukai