Anda di halaman 1dari 100

ANALISIS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI DALAM

PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA


MASA PANDEMI COVID-19
(Studi Kasus Bank BRI Syariah KCP Ngawi)

SKRIPSI

Oleh:
Tri Sundari
NIM 210817031

Pembimbing:
Muhtadin Amri, M.S.Ak.
NIP 198907102018011001

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
ABSTRAK
Sundari, Tri. 2021. Analisis Kebijakan Restrukturisasi Dalam Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah Pada Masa Pandemi Covid-19 Studi Kasus Bank BRI
Syariah KCP Ngawi. Skripsi, Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Muhtadin
Amri, M.S.Ak.
Kata Kunci: Pembiayaan Bermasalah, Rescheduling, Reconditioning.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis


faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah KCP
Ngawi pada masa pandemi covid-19 dan untuk mengetahui dan menganalisis
kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada masa
pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi. Manfaat penelitian ini bagi
penulis, untuk menambah wawasan tentang analisis kebijakan restrukturisasi
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah dan meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan dalam menganalisa suatu penelitian, sedangkan bagi bank, hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengambil langkah-
langkah perbankan agar mengalami kemajuan pada masa mendatang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu dengan
penelitian lapangan. Metode pengumpulan data melalui interview dan
dokumentasi, untuk mendapatkan data tentang analisis kebijakan restrukturisasi
dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di Bank
BRI Syariah KCP Ngawi, setelah data terkumpul maka peneliti menganalisisnya
dengan analisis data menggunakan metode analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya
pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah KCP Ngawi pada tiga tahun terakhir
ini disebabkan faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal yaitu dari bank
itu sendiri dikarena bank kurang pemahaman terhadap bisnis nasabah
pembiayaan, sedangkan faktor eksternal yang dilakukan oleh nasabah pembiayaan
yang terjadi karena ketidak mampuan nasabah dalam memenuhi kewajibannya.
Pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah KCP Ngawi tergolong dalam
perhatian kusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Pada tahun 2018
pembiayaan bermasalah sebanyak 38 nasabah, di restrukturisasi sebanyak 12
nasabah. Pada tahun 2019 pembiayaan bermasalah sebanyak 23 nasabah, di
restrukturisasi sebanyak 9 nasabah dan pada tahun 2020 pembiayaan bermasalah
sebanyak 52 nasabah, di restrukturisasi sebanyak 34 nasabah. Kebijakan
restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu
nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya kepada bank. Restrukturisasi
yang digunakan oleh Bank BRI Syariah KCP Ngawi berupa rescheduling dan
reconditioning.

ii
iii
iv
v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu pinjaman merupakan suatu interaksi, awal pemeriksaan

pencapaian pinjaman hingga pengakuannya. Bagaimanapun, pengakuan

pinjaman bukanlah fase terakhir dari interaksi pinjaman. Sesudah pengakuan

pinjaman, otoritas perbankan Islam diperlukan menyaring serta mengelola

pinjaman. Pembiayaan juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

individu, untuk individu yang sangat mendukung serta terbantu dalam

pinjaman perbankan syariah. Klien mendapat manfaat yang bagus serta

adanya suatu kapasitas yang signifikan untuk membayar adalah fokus paling

pertama yaitu pengakuan pinjaman. Tindakan tersebut memiliki sudut

pandang serta adanya tujuan tertentu, yang pertama adalah berusaha untuk

tidak mendanai pembiayaan bermasalah.1

Sebagai landasan moneter, BRIS KCP Ngawi mempunyai tugas serta

kapasitas sama tujuan seperti lembaga lain, khususnya dalam hal

penghimpunan dan pengalokasian aset dari satu masyarakat ke masyarakat

lain yang bergantung pada standar syariah serta sebagai perantara antara satu

nasabah dengan nasabah lainnya. BRIS KCP Ngawi merupakan kantor

cabang dari Madiun, posisi BRIS terletak di utama kota dekat dengan

pertokoan serta penginapan daerah setempat, dengan adanya kawasan tersebut

menjadikan Bank BRI Syariah KCP Ngawi sebagai pilihan dalam berbisnis,

1
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP STIM YKPN,
2016), 323.

1
2

visioner yang ada di dekat wilayah BRIS KCP Nagwi di Jrubong, Jururejo,

Kec. Ngawi, Kab. Ngawi, Jawa Timur.2

Berurusan dengan pembiayaan berisiko adalah bagian tak terhindarkan

dari interaksi pembiayaan. Meskipun demikian, ada strategi yang dapat

mengatasi pembiayaan berbahaya hingga akhirnya klien dapat membayar

kembali komitmen mereka, khususnya pengaturan pembangunan kembali

(restrukturisasi). Strategi pembangunan kembali (restrukturisasi) adalah

pekerjaan untuk membatasi potensi kemalangan disebabkan masalah

pinjaman. Bank Islam dapat memimpin pembangunan kembali

(restrukturisasi) pembiayaan bagi individu yang mengalami penurunan

kapasitas cicilan dan prospek bisnis masih baik dan dapat memenuhi

komitmennya sesudah dilakukan restrukturisasi.3

Perlakuan pinjaman berisiko, telah dilakukan BRIS KCP Ngawi harus

dimungkinkan dengan memanfaatkan pembangunan kembali (restrukturisasi)

yang menyertai, khususnya penjadwalan ulang (rescheduling) yaitu

penyesuaian rencana angsuran untuk komitmen nasabah atau rentang waktu.

Prasyarat (reconditioning) adalah penyesuaian sebagian atau keseluruhan

prasyarat pembiayaan, termasuk perubahan rencana angsuran, jumlah porsi,

waktu diperpanjang dan pengaturan penurunan harga tetapi tidak menambah

kelebihan komitmen klien dalam membayar ke BRIS KCP Ngawi.

Pelaksanaan pembangunan kembali (restrukturisasi) pembiayaan di Bank

2
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
3
Nur S Buchori, Koperasi Syariah (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012), 203.
3

BRI Syariah KCP Ngawi harus menerapkan standar kehati-hatian dan standar

syariah sebagaimana standar pembukuan yang relevan.4

Dengan asumsi pengaturan yang telah diselesaikan sebelumnya tidak

efektif, bank dapat melakukan langkah-langkah bergantung pada standar

syariah, khususnya harmoni (al-sulh), yaitu kesepakatan yang

mempertanyakan pertimbangan bersama untuk mengatasi masalah saat ini

dengan menggunakan metode yang tenang, tanpa menyakiti pihak lain. Jadi

cara tenteram (al-sulh) tidak setuju, penyelesaian akan dibantu melalui

kebijaksanaan (at-tahkim), khusus untuk memilih orang sebagai mediator

yang dipilih oleh kedua pihak dengan tenang, individu menyelesaikan

masalahnya adalah hakam. Dalam hal pertemuan antara kedua belah pihak,

tidak menyelesaikan secara as-sulh dan at-tahkim, atau pertemuan lebih

memilih untuk tidak melakukan dua metode tersebut, hal ini dimengangkat

kepengadilan (al-qadha).5

Bapak Prasetya Agung Wibowo menjelaskan bahwa, penataan ulang

(restrukturisasi) apabila gagal maka Bank BRI Syariah KCP Ngawi, ia juga

dapat memanfaatkan musyawarah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut

dengan menggunakan cara-cara yang damai. Jika teknik ini tidak berhasil,

bank dapat menggunakan mediator yang dipilih langsung dengan baik, jika

strategi ini juga tidak berhasil, bank dapat membawa masalah ini

kepengadilan. Dalam hal semua usaha yang telah dihasilkan dengan

membangun kembali (restrukturisasi), al-sulh, at-tahkim dan al-qadha tidak


4
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
5
Fathurahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), 107.
4

dapat membantu, langkah terakhir yang akan diambil bank adalah merebut

jaminan yang diberikan oleh klien kepada bank. Perampasan jaminan

dilakukan dengan menjual jaminan untuk mengganti pembiayaan yang

berisiko, hal ini dilakukan pada saat klien benar-benar tidak mampu untuk

membayar kewajibannya.

Berikut data, jumlah nasabah pembiayaan bermasalah dan penyaluran

dana pembiayaan di BRIS KCP Ngawi 2018-2020.6

Tabel 1.1

Nasabah Pembiayaan Bermasalah di BRIS KCP Ngawi 2018-2020

Tahun Jumlah Nasabah Pembiayaan Restrukturisasi

Bermasalah

2018 389 38 12

2019 372 23 9

2020 471 52 34

Sumber data: Bank BRI Syariah KCP Ngawi 2018-2020

Tabel 1.2

Penyaluran Dana Pembiayaan di Bank BRI Syariah KCP Ngawi 2018-2020

Tahun Total Penyaluran Dana

2018 Rp 15.864.400.000

2019 Rp 13.567.200.000

2020 Rp 23.067.400.000

Sumber data: Bank BRI Syariah KCP Ngawi 2018-2020

6
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
5

Berdasarkan Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 diketahui, bahwa semakin banyak

penyaluran dana pembiayaan maka semakin banyak pula pembiayaan

bermasalah. Selama 3 tahun terakhir di Bank BRI Syariah KCP Ngawi,

terdapat poin tinggi dan poin rendah dari pembiayaan berisiko yang

disebabkan oleh variabel dalam faktor luar dan faktor dalam, khususnya dari

bank yang sebenarnya karena bank perlu pemahaman tentang masalah

pembiayaan nasabah, sedangkan komponen luar yang digunakan klien

pinjaman telah terjadi karena ketidak berdayaan klien untuk menyetujui

komitmennya dan pada tahun 2020 sebagian besar nasabah dipengaruhi oleh

virus corona atau terkena dampak covid-19.7

Oleh karena itu Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas pada tahun 2018

terdapat 38 nasabah pembiayaan bermasalah, sedangkan jumlah nasabah yang

dibangun kembali (restrukturisasi) oleh bank adalah 12 nasabah. Pada tahun

2019 terdapat 23 nasabah pembiayaan termasalah, sedangkan jumlah nasabah

yang dibangun kembali (restrukturisasi) oleh bank adalah 9 nasabah. Dari

informasi data 2 tahun di atas terlihat bahwa pada tahun 2018 hingga 2019

terjadi penurunan pembiayaan berisiko sehingga nasabah yang dibangun

kembali (restrukturisasi) oleh bank juga mengalami penurunan, namun pada

tahun 2020 terdapat 52 nasabah pembiayaan yang bermasalah, sedangkan

jumlah nasabah yang dibangun kembali (restrukturisasi) oleh bank adalah 34

nasabah. Pada tahun 2020 pembiayaan berisiko semakin berlipat

7
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
6

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena banyak nasabah telah terkena

dampak covid-19.8

Bahaya ini dapat muncul ketika bank tidak diberikan bagian penting

atau suatu laba yang diperoleh daari pinjaman. Pembiayaan bermasalah akan

dibiayai oleh bank namun klien tidak dapat menyelesaikan bagian pengaturan

yang disetujui oleh bank serta klien.9

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa

pembangunan kembali (restrukturisasi) merupakan cara bank memberikan

bantuan kepada klien pembiayaan untuk menyelesaikan komitmennya.

Seperti didalam penelitian Ummi Kalsum dan Rahmi pada tahun 2017 yang

menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan kembali (restrukturisasi)

pinjaman murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari melalui menjadwal

ulang (rescheduling), prasyarat (reconditioning) dan penataan ulang

(restructuring). Kemudian, pelaksanaan pembangunan ulang (restrukturisasi)

pinjaman murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari diperoleh klien

pinjaman sendiri, dikarenakan kekurangan sikap tidak mementingkan diri

sendiri atau tidak memiliki kepercayaan yang besar dari klien untuk

menangani pembiayaan yang bermasalah karena mereka lebih memilih untuk

tidak mau dilakukanya pembangunan kembali (restrukturisasi) dan

pembayaran yang tidak jelas setelah dilakukannya restrukturisasi.10

Penelitian selanjutnya yaitu dari Jhoni Asmara, Dahlan dan Iman Jauhari pada

8
Ibid., Wawancara, 16 November 2020.
9
Ismail, Manjemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), 124.
10
Ummi Kalsum dan Rahmi, “Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada
BNI Syariah Cabang Kendari,” Jurnal, Vol II No. 2 (2017), 57-60.
7

tahun 2015 yang mengungkapkan bahwa komponen yang membuat bank

memutuskan untuk membangun kembali (restrukturisasi) agar menangani

pinjaman berisiko adalah faktor perdebatan dalam pelaksanaan komitmen

klien, penjagaan kuallitas pembiayaan disalurkan oleh bank, keinginan bank

untuk membantu klien. Terlebih lagi, bank konsisten dengan pedoman Bank

Indonesia.11

Berdasarkan penelitian terdahulu yang membedakan dengan peneliti

yaitu berbeda dalam lokasi penelitian, rumusan masalah yang berbeda, teori

yang digunakan berbeda, alasan memilih lokasi penelitian di Bank BRI KCP

Ngawi, karena tempat ini cocok, dikarenakan dilokasi hanya menggunakan

dua metode restrukturisasi yaitu restrukturisasi rescheduling dan

restrukturisasi reconditioning sehingga penulis tertarik mencari alasan

kenapa metode restrukturisasi restructuring tidak digunakan bank BRI

Syariah KCP Ngawi, sesuai dengan kriteria peneliti dan dilokasi tersebut

terdapat masalah yang akan diteliti, dan alasan mengapa penelitian ini

dilakukan, yaitu untuk memperhatikan secara langsung yang terjadi dengan

analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah

pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi, untuk mendapatkan hasil

yang tepat. Mengingat penggambaran latar belakang diatas, peneliti tertarik

untuk melihat lebih dalam lagi tentang “Analisis Kebijakan Restrukturisasi

Dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Masa Pandemi Covid-19

(studi kasus Bank BRI Syariah KCP Ngawi)”.


11
Jhoni Asmara, Dahlan dan Iman Jauhari, “Prosese Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Melalui Restrukturisasi,” Jurnal, Vol III No. 3 (2014), 22-24.
8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan landasan tersebut dapat digambarkan yang diidentifikasi

dengan kebijakan restrukturisasi di BRIS KCP Ngawi hingga menjauhi

perbincangan kurang menyentuh terhadap penelitian di atas, oleh karena itu

peneliti mendefinisikan seperti yang ada dibawah ini:

1. Bagaimana analisis faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di

Bank BRI Syariah KCP Ngawi pada masa pandemi Covid-19?

2. Bagaimana analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah pada masa pandemi Covid-19 di Bank BRI

Syariah KCP Ngawi?

C. Tujuan Penelitian

Mengingat masalah tersebut dapat direncanakan, terdapat destinasi yang

harus dituju, antara lain:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang menyebabkan

pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah KCP Ngawi pada masa

pandemi Covid-19.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan restrukturisasi dalam

penyelesaian pembiayaan bermasalah pada masa pandemi Covid-19 di

Bank BRI Syariah KCP Ngawi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat memperluas informasi tentang

perbankan syariah dan mengisi sebagai informasi dan aset bagi setiap
9

individu yang ingin memahami dan menyelidiki perbankan syariah.

Secara spesifik, Bank BRI Syariah KCP Ngawi terkait investigasi tatanan

kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan berisiko.

Terlebih lagi, eksplorasi ini dapat menambah pengetahuan dan dapat

digunakan sebagai data untuk pencipta masa depan yang

mengidentifikasi dengan pemeriksaan strategi kebijakan restrukturisasi

dalam menangani pembiayaan yang berisiko.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk bahan perbaikan dalam

menentukan pilihan investigasi tatanan kebijakan restrukturisasi dalam

menangani penyelesaian pembiayaan bermasalah di BRIS KCP Ngawi

sehingga dapat berguna sebagai bahan pemikiran serta kontribusi bagi

BRIS KCP Ngawi, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan

lembaga keuangan syariah lainya.

E. Sistematika Pembahasan

Agar lebih sederhana dalam pembahasan skripsi, pencipta merinci

sistematika untuk dapat memudahkan investigasi hebat serta lugas, antaranya:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menggambarkan hal yang berkaitan dengan latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika pembahasan.


10

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang penguraian landasan teori yang

menjadi dasar dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis akan

mengemukakan teori tentang restrukturisasi, pembiayaan

bermasalah dan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Kemudian

berisi tentang studi penelitian terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai jenis dan pendekatan penelitian,

tempat penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan

data, teknik pengecekan keabsahan data, teknik pengolahan data,

teknik analisis data.

BAB IV : DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini menjelaskan tentang pemaparan data dan analisis data

tentang rumusan masalah yaitu pelaksanan analisi faktor yang

menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah KCP

Ngawi pada masa pandemi Covid-19 dan analisi kebijakan

restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada

masa pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi.

BAB V : PENUTUP

Bab terakhir berisi kesimpulan, saran-saran atau rekomendasi.

Sedangkan kesimpulan menyajikan secara ringkas seluruh

penemuan penelitian yang ada hubungannya dengan masalah

penelitian.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Restrukturisasi

1. Pengertian Restrukturisasi

Restrukturisasi spesifiknya berupaya untuk menyelamatkan uang

muka masalah dengan mengubah struktur pembiayaannya mendasari

pengaturan kredit. Dengan demikian, nasabah pembiayaan bermasalah

memiliki pilihan untuk mengurus kewajibannya dalam pengembangan

atau pengembalian ke bank, sementara nasabah meyakinkan pihak bank

dapat mengembalikan kewajiban tersebut kapan pun ada kesempatan.1

Restrukturisasi kembali pembiayaan harus dilakukan secara

terpisah. Yang pertama adalah penjadwalan ulang (reshceduling)

khususnya mengubah paket cicilan lebih spesifik mengubah rencana

angsuran untuk komitmen klien atau jangka waktu, yang kedua adalah

persyaratan kembali (reconditioning) khususnya mengubah keseluruhan

prasyarat pembiayaan, porsi, kerangka waktu dan memberikan penurunan

harga selama tidak menambah kelebihan komitmen klien untuk

dibayarkan kepada bank, ketiga membangun ulang (restructuring), agar

perubahan spesifik dalam kebutuhan pembiayaan tidak terbatas pada

penjadwalan ulang dan reconditioning, diantaranya aset ekstra untuk

kantor pembiayaan bank, transformasi kontrak pembiayaan, perubahan

pembiayaan menjadi perlindungan syariah jangka menengah dan

1
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Pranadamedia Group,
2010), 129.

11
12

perubahan pembiayaan untuk menghargai kerja sama saat berada di

organisasi klien.2

Dalam perubahan administrasi ini, BI mewajibkan semua bank

syariah untuk memiliki strategi yang disusun selanjutnya, strategi kerja

standar (SOP) sehubungan dengan pembiayaan pembangunan kembali

yang harus disahkan oleh hakim dan menentukan ukuran pelaksanaan

Restrukturisasi didelegasikan tidak memuaskan, tidak pasti, dan

kemalangan. Strategi SOP restrukturisasi pembiayaan ini sangat penting

untuk bahaya bank terhadap strategi eksekutif yang penataannya harus

dilakukan bersama-sama dengan dewan pengawas syariah (DPS).

Restrukturisasi secara administratif harus diberikan kepada klien

yang telah berkurang kapasitas angsuran dan memiliki kemungkinan

bisnis bagus dapat memenuhi komitmen mereka setelah restrukturisasi.

Khusus untuk pembiayaan yang tidak moderat, restrukturisasi dilakukan

untuk klien yang telah mengurangi kapasitas cicilan dan terdapat sumber

cicilan porsi yang jelas untuk klien serta dapat memenuhi komitmen

setelah restrukturisasi.3

Pelaksanaan restrukturisasi harus didukung oleh pemeriksaan dan

bukti yang cukup dan menyeluruh. Bukti yang ada adalah laporan

2
Faisal, “Restrukturisasi Pembiayaan murabahah dalam Mendukung Manajemen Resiko
Sebagai Implementasi Prudencial Principle Pada Bank Syariah Di Indonesia”, Jurnal Dinamika
Hukum, No.3 (Fakultas Hukum Universitas Malikusaleh), 486.
3
YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Panduan Bantuan Hukum di
Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Cet-1 (Jakarta:
Setralisme Production, 2006), 154.
13

keuangan klien yang menunjukkan peningkatan dalam pelaksanaan

organisasi, kontrak kerja lainnya diperoleh klien, angsuran jelas lainnya.4

2. Tujuan Restrukturisasi

Salah satu upaya untuk menghemat pembiayaan melalui jalur yang

tidak sah adalah restrukturisasi. Restrukturisasi mendorongan untuk

membatasi potensi kemalangan yang disebabkan oleh masalah

pembiayaan. Alasan yang sah untuk restrukturisasi adalah surat dari

badan pengelola BI No. 31/10/KEP/DIR tanggal 12 November 1998.

meliputi:5

a. Rescheduling, aktivitas muncul sebagai penjadwalan ulang

kewajiban nasabah. Resheduling dapat dilakukan untuk kondisi:

1) Potensi usaha masih cukup bagus.

2) Kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban masih ada.

3) Plafon pembiayaan yang tidak berubah.

Rescheduling dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Memperpanjang jangka waktu angsuran.6

2) Penjadwalan kembali jangka waktu pembayaran.

3) Memungkinkan periode keanggunan.

4) Ubah ukuran porsi.

4
Ibid., 155.
5
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, 69.
6
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2014 (Jakarta: PT
Rajagrafindo, 2014), 110.
14

b. Reconditioning, untuk aktivitas setelah pembiayaan dan persyaratan

yang umumnya. Kegiatan reconditioning harus dimungkinkan dalam

kondisi khusus sebagai berikut:

1) Potensi bisnis masih sangat dapat diterima atau cukup bagus.

2) Kantor bisnis belum memuaskan.

3) Bisnis menghadapi pendapatan para eksekutif.

4) Plafon pembiayaan tetap.

c. Restructuring adalah aktivitas yang muncul sebagai peningkatan dari

semua komitmen klien. Restructuring dilakukan dalam kondisi

tertentu sebagai berikut:

1) Kualitas bisnis sangat dapat diterima atau cukup bagus.

2) Kemampuan atau kapasitas klien untuk memenuhi komitmen

mereka sebenarnya masih ada.

3) Permasalahan bisnis hanya menghadapi masalah yang tidak

permanen.

4) Plafon pembiayaan telah berubah.7

Selain bergerak melewati jalur tidak sah, metode penyembuhan

digunakan jika restrukurisasi tidak memadai, kegiatan penyembuhan

yaitu penyelamatan pinjaman melalui penanganan yang menggunakan

aspek legal formal. Metode penyembuhan sebagai berikut:

a. Upaya dari pihak yang dimenangkan

Jenis-jenis penanganan yang harus dilakukan sebagai berikut:

7
Ibid., 110.
15

1) Parate eksekusi (non kasus) cara menuju eksekusi jaminan tanpa

melalui prosedur pengadilan.

2) Eksekusi formal (penuntutan) yaitu siklus pelaksanaan

pengamanan secara persuasif melalui perkumpulan yang sah

atau organisasi relevan.

b. Tindakan penyelesaian aktivitas menutup dan menjual semua aset

atau sumber daya bisnis klien juga, keuntungan digunakan untuk

menyelesaikan semua komitmen kilen angsuran macet.

c. Agen penagihan merupakan cara untuk mengumpulkan angsuran

berisiko atau pembiayaan macet dengan meminta tolong orang luar

atau sering disebut pihak ketiga.

Pada dasarnya, motivasi di balik melakukan hal di atas berkaitan

dengan pihak bank akan memberikan bantuwan kepada klienya ketika

menghadapi tantangan ketika menangani bisnisnya, memiliki akibat

berkurangnya serta melemahnya kapasitas terhadap komitmen cicilan

pinjaman. Sejalan dengan itu, dipercaya bahwa aktivitas di atas akan

memberikan center ground terbaik bagi bank dan klilen.8

3. Syarat-Syarat Restrukturisasi

Sebagian dari persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan

restrukturisasi sebagai berikut:

8
Ibid., 83.
16

a. Nasabah atau klien mengalami tantangan ketika akan melakukan

angsuran utama dan marjin, akan tetapi memiliki kemapuan dalam

melunasi hutang.

b. Pemeriksaan kredit serta melakukan pembedahan survei kondisi

bisnis klien atau kondisi moneter klien oleh pemeriksa hutang dan

disetujui komite kredit.

c. Semua organisasi yang diidenfikasi dengan kredit untuk kepentingan

klien harus diselesaikan serta ditangani dengan sesuai serta harus

dilakukan pemeriksaan oleh mengurusi segala hal perizinan yang

menyangkut perusahaan.

d. Nasabah atau klien telah menyetujui dan memberikan tanda bukti

berupa tanda tanggan untuk setuju dalam perjanjian restrukturisasi.9

4. Tata Cara Restrukturisasi

Sebagian tata cara restrukturisasi yang dipenuhi sebagai berikut:10

a. Pembiayaan sebagai piutang murabahah atau istishna’

direstrukturisasi, sebagai berikut:

1) Penjadwalan ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).

3) Penataan ulang (restructuring).

b. Pembiayaan sebagai piutang qardh di restrukturisas, sebagai berikut:

1) Penjadwalan ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).


9
Ibid., 85.
10
Usman, Rachmadi, Aspek Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), 54.
17

c. Pembiayaan mudharabah atau musyarakah di restrukturisasi,

sebagai berikut:

1) Penjadwalan ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).

3) Penataan ulang (restructuring).

d. Pembiayaan dalam ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik di

restrukturisasi, sebagai berikut:

1) Penjadwalan ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).

3) Penataan ulang (restructuring).

e. Pembiayaan multijasa bentuk ijarah di restrukturisasi, sebagai

berikut:

1) Penjadwalan ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).

f. Pembiayaan piutang salam di restrukturisasi, sebagai berikut:

1) Menjadwal ulang (rescheduling).

2) Syarat diatur ulang (reconditioning).

3) Penataan ulang (restructuring).11

g. Restrukturisasi dapat dilakukan dengan menggunakan

(restructuring) dalam bentuk konversi pembiayaan menjadi surat

11
Ibid., 54.
18

berharga syariah berjangka waktu menengah dan penyertaan modal

atau investasi sementara tidak berlaku bagi BPRS.12

5. Kriteria Restrukturisasi

Kegiatan suatu pembiayaan di restrukturisasi dengan menggunakan

sistem analisis serta mempertimbangkan suatu hal yang mendasari

sebagai berikut:

a. Sebuah kemungkinan bisnis atau kapasitas klien atau nasabah untuk

membayar sesuai proyeksi pendapatan untuk klien pembiayaam

bisnis yang menguntungkan.

b. Kapasitas untuk membayar seperti yang ditunjukkan oleh proyeksi

pendapatan untuk klien pembiayaan yang tidak memperoleh

keuntungan.

Bank mengarahkan klien untuk restrukturisasi akan tetapi klien

harus memenuhi persyaratan berikut ini:

a. Klien mengalami permasalahan dalam kemampuan untuk membayar.

b. Klien mempunyai bisnis yang sangat baik serta dapat memberikan

suatu komitmen setelah di restrukturisasi.

Restrukturisasi didukung oleh investigasi dan bukti yang disetujui

dan dilaporkan secara menyeluruh. Terlepas dari langkah-langkah di atas,

bank syariah menyelesaikan pinjaman berisiko dengan restrukturisasi jika

klien benar-benar memiliki kepercayaan yang besar karena mereka

sebenarnya perlu berkoordinasi dengan tujuan akhir untuk melindungi

12
Ibid., 54.
19

pembiayaan macet, tetapi jika klien sudah tidak sesuai dengan beberapa

kejujuran dasar, ini menyiratkan bahwa mereka tidak dapat diterima

untuk bekerja sama dalam suatu tenaga. Untuk melindungi pembiayaan

berisiko, bank syariah melakukan upaya untuk menyelamatkan pinjaman

macet.13

6. Faktor-faktor Bank Indonesia Mengeluarkan Kebijakan

Restrukturisasi

Kemajuan Bank Indonesia memberikan pedoman (PBI) untuk

membangun kembali (restrukturisasi) pembiayaan yang ada di bank

syariah dengan memperkuat perbankan syariah yang ada di Indonesia.

Pedoman ini, sebagai aturan, bank syariah siap bersaing dalam pinjaman

untuk klien. Dengan adanya hal tersebut, metode yang mendorong Bank

Indonesia memberikan kebijakan membangun kembali (restrukturisas)

terhadap bank syariah dan unit usaha syariah.

a. Untuk menjaga kelangsungan bisnis

Bukan saja bisnis yang telah di atur disuatu undang-undang,

dalam menjalankan bisnis unggulan, keuangan Islam harus

mempunyai pedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional dan

Majelis Ulama Indonesia. Sementara itu, untuk menjaga kesesuaian

bisnis perbankan, BI memberikan pengaturan terkait restrukturisasi

pembiayaan. Suatu hal, telah dilakukan dalam bentuk restrukturisasi

pembiayaan ini adalah upaya melengkapi dokumen kesejahteraan

13
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 jurnal Tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah, 58.
20

bank untuk bank syariah. Jaminan macam-macam kesejahteraan

berencana untuk menjamin bahwa bank sebagai lembaga mediator

moneter yang menjalankan kegiatan usahanya dengan memanfaatkan

aset publik dan pihak luar lainnya harus senantiasa baik-baik saja.

b. Untuk menjaga kualitas pembiayaan

Bank Indonesia fokus pada peningkatan bisnis uang syariah di

Indonesia. Salah satunya dengan lebih fokus lagi dalam menjaga ide

suatu pembiayaan. Terdapat dua hal yang sangat penting dalam

melakukan pembiayaan keuangan islam yaitu yang pertama, Bank

Indonesia mengarahkan restrukturisasi klien ajar dapat memenuhi

kebutuhan sekunder, dan yang kedua bank indonesia mengizinkan

suatu lembaga untuk memimpin membangun kembali

(restrukturisasi) dengan kualitas yang familiar dan pertimbangan

yang luar biasa.14

c. Mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri perbankan

syariah secara optimal

Pengenalan UU No. 10 Tahun 1998 membahas lembaga

keuangan dan juga UU No. 23 tahun 1999 membahas lembaga

keuangan yang ada Indonesia, keberadaan bank syariah dirasakan

secara tegas memberikan landasan legitimasi yang membumi bagi

bank Indonesia dalam memajukan perbankan syariah. Terdapat tujuh

pedoman kegiatan bagi bank syariah, yaitu tiga pedoman khusus

14
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 jurnal Tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah, 59.
21

untuk mengatur suatu lembaga dan juga informasi tentang kantor

bank syariah dan empat pengaturan yang berhubungan dengan

rencana kliring lokal bagi BUS dan UUS, serta ketentuan yang

menyangkut giro wajib minimum bagi BUS dan juga UUS dan juga

peraturan suatu penempatan pada modal SWBI.

d. Untuk meminimalkan resiko kerugian

Dalam aktivitasnya, perbankan syariah terus dihadapkan pada

berbagai bahaya, dan harus diakui bahwa bisnis keuangan

merupakan industri yang penuh dengan bukaan bahaya, terutama

karena termasuk direktur kas publik dan diputar sebagai spekulasi,

seperti kredit, perlindungan dan usaha dan lain. Oleh karena itu,

bank harus meningkatkan pekerjaan kontrol interiornya sama seperti

membahayakan dewan.15

B. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan sesuai referensi kata cerdas dalam masalah keuangan

syariah, pembiayaan dicirikan sebagai pengaturan aset atau tagihan yang

identik dengan:

a. Sebuah, pertukaran pembagian keuntungan mudharabah dan

musyarakah.

b. Sewa bursa sebagai ijarah atau sewa beli sebagai regurgitasi

muntahiyah bit tamlik.

15
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 jurnal Tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah, 60.
22

c. Pembelian dan penjualan pertukaran sebagai piutang murabahah,

salam dan istishna.

d. Meminjamkan dan mengakuisisi bursa sebagai piutang qardh.

e. Administrasi menyewa bursa sebagai ijarah multi jasa.16

Mengingat kesepahaman atau pengaturan antara bank syariah dan

UUS, berbagai pertemuan membutuhkan pertemuan yang dibiayai

dan/atau diberikan kantor aset untuk mengembalikan aset setelah jangka

waktu tertentu sebagai imbalan atas ujrah tanpa bayaran, atau pembagian

keuntungan. Pembiayaan adalah subsidi yang diberikan oleh satu

pertemuan ke pertemuan lain untuk membantu mengatur usaha, baik

sendiri atau oleh yayasan.17

Sesuai UU no. 7 Tahun 1992, perbankan sebagaimana dirombak

menjadi UU No. 10 Tahun 1998, perbankan dalam pasal 1 angka (12),

pinjaman yang bergantung pada standar syariah adalah pengaturan uang

tunai atau kasus serupa yang tergantung pada kesepahaman bank dan

perkumpulan lain yang mengharuskan pihak dibiayai untuk

mengembalikan uang atau jaminan setelah ada pemahaman tertentu,

dengan jangka waktu tertentu dengan pembagian keuntungan.

Para ahli mengatakan bahwa, yang dimaksud suatu pembiayaan

sebagai berikut:

a. Seperti yang diungkapkan M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa

pinjaman merupakan salah satu tugas pokok sebuah bank, khususnya

16
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 1996), 1.
17
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, 17.
23

pemberian permodalan bisnis agar mengatasi permasalahan

seseorang kekurangan unit.18

b. Seperti yang diungkapkan Trisadini P. Usanti dan Abd. Somad

pinjaman adalah suatu yang sangat besar dari sumber daya bank

Islam sehingga sumber daya ini diarahkan melalui pembiayaan yang

harus disimpan sebagai pembelian dan kesepakatan seperti halnya

modal kerja seperti yang ditunjukkan oleh pedoman syariah.19

Dari pengertian tersebut, cenderung terjadi pemikiran bahwa

pembiayaan diperoleh bank memberi pinjaman dan klien peminjam.

Untuk situasi itu, bank spesialis ahli kredit menceritakan kliennya agar

mengembalikan uang pinjaman dengan waktu telah ditentukan serta

disepakati. Dan dalam hal diidentikkan dengan pembiayaan yang

dialihkan oleh bank, maka hal mendasar yang dilakukan bank untuk

memberikan pinjaman uang untuk mendapatkan keuntungan pada bank.

Dapat dilihat pada bank umum, pembiayaan dikenal sebagai uang

muka, sedangkan didalam bank islam sering di sebut dengan

pembiayaan. Sementara itu, kompensasi yang akan dikasihkan atau

didapat pada bank lainya adalah sebagai pendapatan sering di sebut

dengan bunga (uang muka atau simpanan premi) dengan tarif yang tegas.

Kemudian, dalam perbankan syariah, dengan memberi dan mendapatkan

kompensasi tergantung pada pengaturan (kontrak) untuk hasil atau bagi

18
Muhammad Syafi’I. Antonio, Bank Syariah dari Teori ke praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 160.
19
Trisadini P. Usanti dan Abd Somad, Transaksi Bank Syariah (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 10.
24

hasil, tepi dan administrasi. Untuk situasi ini, pembiayaan adalah

pekerjaan perantara bank, yang mengarahkan aset masyarakat melalui

pembiayaan yang diperoleh dari aset deposito masyarakat.

Berkenaan melakukan pengajuan pinjaman di bank islam,

sebelumnya harus mensurvei aplikasi pembiayaan bank syariah, divisi

promosi harus membidik beberapa norma prinsip yang membedakan

keadaan keseluruhan klien yang akan datang, sehingga bisa berkurangnya

tingkat pengajuan yang sedang mengalami resiko pada klien diranah

bank islam, pedoman evaluasi sering disebut dengan 5C sebagai berikut:

a. Character, evaluasi untuk lebih spesifik, atas kepribadian klien yang

ngajukan pinjaman yang memiliki suatu tujuan yaitu menilai klien

yang menerima pinjaman agar dapat memanfaatkan dengan sesuai

komitmennya.20

b. Capacity, untuk lebih spesifik, penilaian abstrak dari batas

peneriman suatu pinjaman membuat angsuran. Dengan kapasitas

mampu klien diperkirakan suatu pembukuan yang telah mencapai

manfaat pinjaman dahulu serta didukung oleh persepsi lapangan atas

sarana bisnis seperti toko, pekerja, instrrumen, fasilitas industri, dan

teknik pergerakan.

c. Capital, suatu nilai yang tidak ada batas uang muka penerima

manfaat telah datang dari pinjaman seperti yang sudah diperkirakan

20
Trisadini P Usanti dan Abd. Somad, Transaksi Bank Syariah, 67.
25

oleh situasi umum organisasi yang cenderung oleh proporsi moneter

serta lebiah menekankan dalam sistem uang awal bisnis.

d. Collateral, barang gaday pemilik yang mengajukan pinjaman

jaminan yang akan datang. Tujuan melakukan survei untuk

memastikan jika terjadi bahaya ketidakmampuan membayar,

jaminan tersebut dapat digunakan sebagai pengganti komitmen.

e. Condition, suatu bank islam secara khusus lebih mencermati setatus

moneter yang terjadi secara lokal, secara eksplisit melihat bahwa ada

hubungan dengan jenis usaha yang diupayakan oleh penerima

pinjaman yang akan datang. Hal ini karena kondisi luar berperan

penting selama waktu yang dihabiskan untuk mengurus masalah

penerima pinjaman yang akan datang.21

2. Tujuan Pembiayaan

Keseluruhan, tujuan pembiayaan dipisahkan dua pertemuan,

khususnya, target pembiayaan di tingkat skala penuh dan tujuan

pembiayaan di tingkat miniatur. Dari sudut pandang skala penuh,

diklarifikasi bahwa pembiayaan berfokus pada:

a. Memperluas ekonomi individu, menyiratkan bahwa individu yang

tidak dapat memperoleh uang, dengan adanya pembiayaan mereka

dapat melakukan akses moneter.

21
Trisadini P Usanti dan Abd. Somad, Transaksi Bank Syariah, 67.
26

b. Memperluas profitabilitas, menyiratkan bahwa kehadiran

pembiayaan memberikan kebebasan kepada individu untuk memiliki

pilihan untuk mengumpulkan kekuatan inventif mereka

c. Membuka bukaan baru menyiratkan bahwa dengan memulai area

bisnis melalui cadangan pembiayaan ekstra, area bisnis tersebut

menyerap tenaga bisnis.

Sehubungan dengan pembiayaan mikro, sebagai berikut:

a. Dalam menambah keuntungan, menyiratkan bahwa setiap bisnis

yang dibuka memiliki alasan utama, yaitu menghasilkan keuntungan

dalam bisnis tersebut.

b. Untuk membatasi bahaya, yang menyiratkan bahwa upaya yang

dilakukan memiliki pilihan untuk menghasilkan keuntungan terbesar,

visioner bisnis harus memiliki pilihan untuk membatasi bahaya yang

mungkin muncul.

c. Penggunaan aset keuangan, menyiratkan bahwa aset moneter dapat

dibuat dengan memadukan SDM dan aset modal.22

Bertujuan pengajuan pinjaman lainnya terdiri dari dua elemen

pembiayaan yang saling terkait, sebagai berikut:

a. Manfaat adalah tujuan untuk mewujudkan karena pinjaman sebagai

manfaat yang didapat dari keuntungan pinjaman atau laba yang

didapat dari organisasi yang diawasi bersama dengan klien.

22
Ibid., 69.
27

b. Kesejahteraan, untuk lebih spesifiknya keamanan pencapaian atau

pekerjaan yang diberikan harus dipastikan tanpa keraguan sehingga

tujuan manfaat dapat dicapai tanpa hambatan yang nyata.23

3. Pengertian Pembiayaan bermasalah

Kredit macet memiliki bahaya yang ada didalamnya terkandung

setiap ekspansip pinjaman yang ada dibank. Bahaya ini merupakan suatu

bagian yang ada didalam pinjam yang belom dapat diberikan kembalikan

dengan cepat atau sesuai jadwal. Pinjaman macet di bank dapat

disebabkan oleh berbagai elemen, contohnya terdapat klien yang

diidentifikasi dengan siklus pinjaman, kesalahan metode ekspansi

pinjaman, atau faktor lainnya seperti komponen keuangan.24

4. Macam-macam Pembiayaan Bermasalah

Non Performing Financing merupakan pembiayaan yang menurut

kualitasnya tergantung pada bahaya yang mungkin timbul dari kondisi

dan konsistensi klien pinjaman dalam komitmennya agar dapat melunasi

pinjaman. Oleh karena itu, Dengan demikian, penilaian sifat pinjaman

dikategorikan berikut ini:

a. Lancar

Dalam hal angsuran bagian dan tepi sesuai jadwal, tidak ada

hutang yang jatuh tempo, sesuai dengan ketentuan perjanjian, secara

konsisten menyampaikan laporan keuangan biasa dan tepat,

23
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, 19.
24
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2005), 75.
28

mencatat pengaturan total piutang dan membatasi jaminan yang

kokoh.

b. Perhatian Khusus

Jika ada hutang yang belum terbayar dengan angsuran bagian

kepala bendungan atau uang muka selama 90 hari. Namun demikian,

secara konsisten menyampaikan laporan keuangan yang normal dan

tepat, dokumentasi total pengaturan piutang dan komitmen jaminan

yang solid, sama seperti pelanggaran pengertian non-chief terms of

receivables.

c. Kurang Lancar

Jika terdapat hutang yang belum terbayar di bagian head

dan/atau edge yang telah menghabiskan waktu 90 hari sampai 180

hari, penyajian laporan keuangan tidak jelas dan meragukan,

dokumentasi pengaturan piutang tidak memadai dan pembatasan

jaminan kuat. Peristiwa pelanggaran persyaratan utama dari

pemahaman piutang dagang dan mencoba untuk meregangkan

piutang untuk menutupi masalah moneter.25

d. Diragukan

Jika ada pembayaran kembali di bagian awal dan/atau

keuntungan yang tertinggal 180 hari untuk 270 hari. Klien tidak

mengirimkan data moneter, dokumentasi pengaturan piutang tidak

25
Trisadini P. Usanti dan Abd Somad, Transaksi Bank Syariah, 105.
29

memadai dan keamanan tidak berdaya dan ada pelanggaran penting

dari ketentuan utama pemahaman.

e. Macet

Jika terdapat kewajiban yang belum terpenuhi dalam bentuk

cicilan head and/atau edge parts yang membutuhkan waktu 270 hari,

dan tidak ada dokumentasi pengaturan piutang dan pembatasan

jaminan.26

5. Penetapan Kualitas Pembiayaan

Berikutnya adalah beberapa pengaturan sehubungan dengan sifat

pembiayaan dalam membiayai restrukturisasi, meliputi:

a. Sifat pebiayaan setelah restrukturisasi diselesaikan sebagai berikut:

1) Dan tidak lebih, tidak memuaskan untuk pembiayaan yang

didelegasikan terlalu jauh atau kemalangan sebelum

restrukturisasi selesai.

2) Sifat pinjaman tidak akan berubah suatu pinjaman yang disebut

tidak memadai sebelum restrukturisasi.

b. Kualitas pembiayaan

1) Agar lancar, apabila tidak ada yang tidak terpenuhi sebanyak 3

(tiga) kali angsuran bagian utama dan bagi hasil/beban/ujrah

secara berangsur-angsur sesuai dengan kesepakatan pembiayaan

restrukturisasi.

26
Ibid., 105.
30

2) Berubah menjadi setara dengan sifat pinjaman sebelum

restrukturisasi pinjaman atau memburuk, jika klien tidak

memenuhi aturan atau persyaratan dalam pengaturan

restrukturisasi dan pelaksanaan pinjaman restrukturisasi tidak

didukung oleh pemeriksaan yang memadai serta dokumentasi.

3) Pada saat angsuran bagian head and edge atau bagi

hasil/biaya/ujrah di bawah 1 (satu) angsuran, meningkatnya

kualitas agar dapat lancar serta lebih cepat dalam waktu 3 (tiga)

setelah restrukturisasi.

4) Pengaturan pembiayaan utama untuk pembangunan kembali

juga berlaku untuk pembiayaan pembangunan kembali kedua

dan ketiga.

5) Pembiayaan yang telah dibangun kembali sudah melebihi 3

(tiga) kali dibangun, didelegasikan non-performing sampai

pembiayaan tuntas.27

6) Pembiayaan yang dibangun kembali dengan masa keanggunan

diselesaikan dengan karakteristik yang menyertai dibawah ini:

a) Selama jangka waktu keanggunan, kualitas meniru sifat

pinjaman sebelum pembangunan kembali.

b) Setelah kerangka waktu keindahan ditutup, sifat

pembiayaan mengikuti jaminan sifat pembiayaan setelah

pembangunan kembali.

27
Asiyah, Binti Nur, Manajemn Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: Kalimedia, 2015),
76.
31

7) UUS dan BUS, gagasan pinjaman yang dibangun kembali harus

dievaluasi tergantung pada prospek bisnis, pelaksanaan klien

atau kapasitas membayar, seperti yang ditunjukkan oleh

gambaran klien, dan satu tahun sejak jaminan karakteristik

pinjaman setelah pembangunan kembali.

8) BPRS, sifat pinjaman yang dibangun kembali harus disurvei

tergantung pada ketepatan atau kapasitas untuk membayar

komitmen klien.28

a) Menyebabkan adanya pinjaman bermasalah29

Credit default disebabkan oleh 2 komponen meliputi

hal berikut ini:

(1) Dari pihak perbankan

Dalam menyelesaikan pemeriksaan, bank analisis

kurang hati-hati, sehingga apa yang seharusnya terjadi,

kurang diantisipasi. Hal ini juga terjadi karena adanya

kesepakatan antara pihak pemeriksa kredit dan

pemegang hutang, sehingga pemeriksaan tersebut dapat

diselesaikan secara emosional dan menyeluruh.

(2) Dari pihak nasabah

Dari sisi klien, pemblokiran pinjaman dapat

diakibatkan oleh 2 hal sebagai berikut:30

28
Asiyah, Binti Nur, Manajemn Pembiayaan Bank Syariah, 76.
29
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: Pt. Raja Grafindo, 2008), 128.
30
Ibid., 128.
32

(a) Ada komponen tujuan. Untuk situasi ini klien

dengan sengaja tidak berharap untuk membayar

tanggung jawab atau komitmennya kepada bank

dengan tujuan agar pinjaman yang diberikan tidak

baik. Hal ini cenderung dikatakan bahwa tidak

ada komponen kesiapan dalam angsuran,

meskipun klien benar-benar dapat menanggung

biayanya atau angsuranya.

(b) Ada komponen kecelakaan. Ini menyiratkan

bahwa peminjam akan membayar tetapi tidak

bisa. Misalnya, pinjaman yang diberikan keklien,

akan tetapi klien mendapatkan musibah seperti

kebakaran, kebanjiran dan sebagainya, sehingga

kemampuan untuk membayar kredit tidak ada.

6. Resiko Pembiayaan Bermasalah

Ketika memberikan pinjaman, yayasan moneter harus fokus pada

standar pinjaman dalam mengarahkan pinjaman, terdapat berbagai

bahaya yang harus ditanggung oleh organisasi moneter, meliputi:31

a. Sebuah kewajiban/komitmen pinjaman tidak perlu dibayar.

b. Manfaat/bagi keuntungan/biaya tidak perlu dibayar.

c. Meningkatkan biaya yang ditimbulkan.

d. Pengurangan pembiayan kesejahteraan.

31
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan di Bank Syariah, 72.
33

7. Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah

Alasan pinjaman yang memiliki maslah dapat muncul dari pihak

dalam serta pihak luar bank, termasuk yang menyertai, meliputi:

a. Faktor Internal

1) Kekurangan dalam pembiayaan investigasi

a) Pemeriksaan pinjaman tidak bergantung pada informasi

yang tepat atau kualitas informasi yang rendah.

b) Data pinjaman yang kurang.

c) Pemeriksaan tidak fokus.

2) Kekurangan dalam catatan pinjaman.

a) Informasi yang berkaitan dengan pinjaman klien tidak

banyak diarsipkan.

b) Pengawasan laporan aktual tidak dilakukan sesuai

pengaturan.

3) Kekurangan supervise dalam sistem pinjaman

a) Bank membutuhkan pengawasan dan investigasi atas

eksekusi klien secara rutin dan terus menerus.

b) Klien yang begitu banyak.

c) Klien dimana-mana.

4) Ketidak pedulian pejabat bank

a) Bank sangat antusias untuk mendapatkan keuntungan.

b) Bank tidak dapat menyalurkan bahaya dagang.

c) Bersaing dengan lembaga bank lainya.


34

d) Tidak dilindungi.

5) Kekurangan karakter klien

a) Klien tidak ingin atau memiliki tujuan yang buruk.

b) Klien kabur.

c) Belom bisa mengembalikan pinjaman karena

terganggunnya tindakan bisnis atau kelancara usaha.

6) Bencana yang dialami klien

a) Kecelakaan.

b) Penipuan

c) Rumah tangga atau keluarga.

d) Kematian.32

b. Faktor Eksternal

1) Keadaan moneter negatif.

a) Globalisasi keuangan dengan hasil yang merugikan.

b) Perubahan poin uang.

2) Kejadian bencana seperti banjir, gempa dan gelombang seismik.

3) Berfokus pada atau memusatkan perhatian padda minat yang

berbeda.

8. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Secara luas, upaya pengembalian pinjaman bermasalah telah

dipisahkan tergantung pada keadaan hubungan mereka dengan

mendapatkan klien, peminjam merupakan yang mengajukan pinjaman

32
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2010), 599.
35

spesifik di mana peminjam masih menyetujui pelunasannya dengan cara

kolaborasi dengan peminjam atau pihak berhutang dengan bank, yang

situasi ini dikenal sebagai “penyelesaian secara damai”. Menyelesaikan

pinjaman berhutang tidak kooparaktif lagi, agar dapat menyelesaikan

dengan baik serta bergantung pada hak yang dimiliki oleh bank, untuk

situasi ini “penyelesaiannya secara terpaksa”. Dengan metode

penyelesaian pinjaman sebagai berikut:

a. Barang yang diberikan ke pada bank sebagai pegangan atau jaminan.

Dijelaskan difiqih tergantung pada pedoman rahn.

b. Ilmu fiqih disebut jaminan soliter, baik diberikan klien ataupun dari

substansi yang sah.

c. Setiap sumber daya peminjam dan penjamin emisi.

d. Angsuran dari pihak luar yang akan mengurus kewajiban pemegang

hutang.33

Dengan esensi dan standar ini, penyelesaian pinjaman bermasalah

dapat dilakukan melalui langka-langka ini, meliputi:

a. Penyelesaian oleh bank sendiri

Dapat diselesaikan bank sebenarnya, dengan cara beransur-

ansur. Pada tahap utama, pembebanan untuk pinjaman penerbitan

umumnya diselesaikan oleh bank yang sebenarnya secara kuat,

dengan kemungkinan:

1) Klien mengganti atau sebagian komitmen pinjaman.

33
Ibid., 599.
36

2) Klien atau pihak luar yang memiliki jaminan dengan sengaja

menjual sendiri keamanan yang sebenarnya.

3) Pengalaman kewajiban (gaji) diselesaikan.

4) Melakukan bermacam-macam kewajiban.

5) Kesepakatan diselesaikan tergantung pada pengaturan penyedia

dan penerima wali jika dengan cara ini bisa didapat biaya paling

selangit yang menguntungkan pertemuan.34

Jika tahap pokok tidak mencukupi atau kurang efektif, bank

akan melakukan upaya pada tahap berikutnya dengan menerapkan

ketegangan mental kepada klien, sebagai pemberitahuan (panggilan)

yang dibuat yang mengesampingkan bahwa penyelesaian pinjaman

bermasalah akan terselesaikan secara relevan pengaturan yang sah.

Dengan asumsi uang muka berikutnya tidak efektif, manfaatkan

langkah ketiga, yaitu penawaran asuransi yang ada berdasarkan

kekuatan pemilik sekuritas.

b. Penyelesaian melalui debt collector

Mengingat pengaturan Common Code, Pasal 1320 tentang

rincian keabsahan pemahaman, Pasal 1792 tentang pemberian

kekuatan kuasa, bank juga memberikan kapasitas untuk pertemuan

yang berbeda, untuk menjadi penagih kewajiban khusus, untuk

34
Ibid., 600.
37

menentukan non-melaksanakan berbagai upaya pinjaman. Jelas,

dengan cara yang tidak ilegal dan pengaturan syariah.35

c. Penyelesaian melalui kantor lelang

1) Menawarkan dan menjual suatu barang yang telah diikat dengan

hak kontrak tergantung pada jaminan bahwa pemegang hak

jaminan utama memiliki keuntungan untuk menjual sendiri

barang hak jaminan jika orang yang berhutang bangkrut (pasal

11 ayat 2 huruf e jis Pasal 20 ayat (1) huruf an dan pasal 6

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Kontrak).

2) Penawaran jaminan melalui eksekusi pinjaman rumah

berdasarkan eksekusi parate (pasal 1155 dari Common Code).

3) Penawaran barang dagangan yang menjadi objek jaminan wali

di bawah kewenangan penerima wali amanat yang sebenarnya

melalui penjualan publik dan mengumpulkan piutangnya dari

kesepakatan tersebut (Pasal 29 ayat 1 huruf b Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999).

d. Penyelesaian melalu badan peradilan (al-qadha)

1) Penggugat perdata menggunakan pengadilan yang ketat,

pengadilan yang ketat, badan hukum yang melatih kemampuan

yang sah untuk menjaga hukum dan keadilan bagi orang-orang

yang mencari hal yang benar dalam kasus-kasus tertentu orang-

orang yang beragama Islam.

35
Ibid., 600.
38

2) Mengadili barang jaminan dengan pengadilan yang ketat atau

pengadilan wilayah.36

e. Penyelesaian melalui badan arbitrase

Mengingat pengaturan Pasal 3 undang-undang intervensi,

pengadilan wilayah dan pengadilan ketat tidak disetujui untuk

menyelesaikan masalah antara pihak-pihak yang telah terlibat

dengan pemahaman pernyataan. Kehadiran pengaturan mediasi yang

direkam sebagai hard copy mendiskreditkan hak istimewa pertemuan

untuk menyampaikan tujuan menyelesaikan permasalahan sengketa

sebagaimana dinyatakan dalam persetujuan ke pengadilan lokal atau

pengadilan yang ketat (pasal 11 ayat (1) undang-undang intervensi).

f. Penyelesaian melalui direktur jenderal piutang dan lelang negara

(DJPLN).

Untuk bank BUMN, terdapat komitmen dalam memberikan

pembayaran kembali (hutang suat negara yang mengerikan) terhadap

PUPN. Ini tergantung pada pedoman hukum yang menyertai,

meliputi:

1) Undang-Undang nomor 49 prp 1960 menjelaskan penatausahaan

hutang negara. Berdasarkan pasal 8, 12 dan 14 Undang-Undang

diatas, cenderung dianggap bahwa uang muka macet bank milik

negara adalah piutang negara yang harus diserahkan kepada

36
Ibid., 601.
39

PUPN dan pelaksanaannya tergantung pada keputusan menteri

keuangan.

2) Telah di tegaskan menteri keuangan RI no. 300/KMK.01/2002

tanggal 13 Juni 2002 menjelaskan pengurusan hutang negara.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005

menjelaskan cara paling canggih menghapus hutang

negara/daerah.

4) Bagaimanapun, dalam penyempurnaan pedoman hukum terkini,

penyelesaian catatan berisiko pada bank-bank milik negara,

pada saat ini bergantung pada UU No. 49 Prp.1960, namun

diselesaikan tergantung pada UUPT dan UUBUMN.37

9. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Setiap kali ada masalah pinjaman di bank, itu akan mencoba untuk

menyimpan pembiayaan untuk membantu klien atau sebagian untuk

memiliki pilihan untuk menyelesaikan komitmen atau kewajiban mereka,

termasuk:

a. Sebuah rescheduling, yaitu penyesuaian jadwal angsuran komitmen

klien atau rentang waktu.

b. Pembangunan kembali, khususnya perubahan dalam persyaratan

pembiayaan, yang meliputi:

1) Perluasan aset untuk kantor pembiayaan.

2) Peralihan kontrak pembiayaan.

37
Ibid., 601.
40

3) Perubahan pembiayaan menjadi perlindungan terikat waktu.

4) Mengubah pembiayaan menjadi kepentingan nilai tidak tetap

dalam organisasi.

c. Reconditioning, secara khusus mengubah sampai taraf tertentu atau

keseluruhan kebutuhan pembiayaan, mengingat perubahan rencana

angsuran, ukuran porsi, kerangka waktu dan pemberian rabat selama

tidak menambah sisa komitmen klien yang seharusnya dibayarkan ke

bank. 38

Cara menghadapi pembiayaan berisiko dapat dilakukan dengan

klasifikasi, khususnya:

a. Sebuah pembiayaan yang bagus, dilakukan dengan:

1) Memeriksa bisnis klien.

2) Mendorong individu melalui persiapan.

b. Sebuah pembiayaan dengan potensi masalah diselesaikan dengan:

1) Peningkatan individu.

2) Pemberitahuan dengan surat pemberitahuan.

3) Kunjungan lapangan atau akomodasi oleh divisi pembiayaan

kepada klien.

4) Upaya preventif dengan melakukan penjadwalan ulang,

khususnya penjadwalan ulang, jangka waktu porsi dan

mengurangi jumlah porsi ini juga harus dimungkinkan dengan

rekondisi, yang membatasi manfaat atau pembagian manfaat.

38
Trisadini P.Usanti dan Abdul Somad, Transaksi Bank Syariah, 110.
41

c. Pembiayaan tidak lancar, dilakukan dengan:

1) Buat surat peringatan atau peringatan

2) Kunjungan lapangan atau keramahan divisi pembiayaan kepada

klien dilakukan dengan lebih tulus.

3) Membangun kembali upaya dengan penjadwalan ulang,

khususnya penjadwalan ulang kerangka waktu porsi dan

mengurangi ukuran porsi, hal ini juga dapat dilakukan dengan

reconditioning, yang mengurangi pendapatan bersih atau

pembagian keuntungan.39

d. Pemberian subsidi dibuat-buat atau macet, dilakukan dengan:

1) Rescheduling, khususnya penjadwalan ulang kerangka waktu

porsi dan mengurangi jumlah porsi.

2) Reconditioning, khususnya mengurangi keuntungan atau

keuntungan bisnis.

3) Pindah atau renegosiasi sebagai pembiayaan qardal-hasan.40

C. KAJIAN PUSTAKA

Hasil penelitian terdahulu adalah salah satu referensi penting bagi

penulis untuk melakukan eksplorasi dengan tujuan penulis mampu

meningkatkan hipotesis yang digunakan dalam melakukan pengkajian. Dari

banyaknya penelitian terdahulu yang ada peneliti tidak satupun menemukan

kesamaan judul yang diambil. Sekalipun demikian pencipta memunculkan

39
Dewi Laela Hilyatin, “Strategi Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan
Murabahah Di Bank Syariah Mandiri Cabang Purwokerto,” Jurnal Ekonomi Islam (Islamic
Economics Journal), No. 1 (2016), 68.
40
Ibid., 68.
42

beberapa kajian penelitian sebagai acuan perspektif dalam menambah bahan

eksplorasi pada pecipta.

Pertama Trisadini Prasastinah Usanti41 yang menulis tentang

restrukturisasi pembiayaan sebagai salah satu upaya penanganan pembiayaan

bermasalah pada tahun 2006. Dari hasil pemeriksaan restrukturisasi yang

pernah dilakukan bank syariah tidak dapat memulihkan pinjaman kategori

lancar, ada beberapa alternative yang dilakukan oleh bank syariah agar

menyelesaikan pinjaman berisiko yakni penyelesaian lewat jaminan,

penyelesaian lewat basyarnas, penyelesaian lewat litigasi, hapus buku dan

hapus tagih. Persamaan dan perbedaan penelitian Trisadini Prasastinah Usanti

dengan peneliti yaitu membahas tentang penyelesaian pembiayaan

bermasalah menggunakan restrukturisasi, metode penelitian Trisadini

Prasastinah Usanti dengan peneliti sama. Perbedaan penelitian Trisadini

Prasastinah Usanti dengan peneliti yaitu rumusan masalah berbeda, tempat

penelitian berbeda, pembahasan Trisadini Prasastinah Usanti tentang

restrukturisasi pembiayaan sebagai salah satu upaya penanganan pembiayaan

bermasalah pada tahun 2006. Sedangkan peneliti membahas analisis

kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada

masa pandemi covid-19 di Bank BRIS KCP Ngawi.

Penelitian kedua, Ummi Kalsum dan Rahmi berjudul restrukturisasi

pembiayaan murabahah bermasalah studi kasus BNI Syariah Cabang

Kendari. Eksplorasi dengan menggunakan strategi subjektif, hasil penelitian

41
Trisadini Prasastinah Usanti, “Restrukturisasi Pembiayaan Sebagai Salah Satu Upaya
Penanganan Pembiayaan Bermasalah,” Jurnal Perspektif, Vol. IX No. 3 (2006), 258-278.
43

adalah menunjukkan bahwa menggunakan pembangunan kembali

(restrukturisasi) pinjaman murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari

dilakukan menjadwal ulang, persyaratan ulang dan menata ulang. Kemudian,

komitmen untuk penyelesaian kembali (restrukturisasi) pinjaman murabahah

di BNI Syariah Cabang Kendari bersumber dari klien pinjaman sendiri, yang

kurang kepercayaan yang tulus terhadap nasabah untuk menetukan

pembiayaan bermasalah karena enggan menyelesaikan restrukturisasi dan

sumber angsuran yang tidak jelas setelah dilakukan restrukturisasi. Jadi bank

memenuhi persyaratan ini dengan melakukan penyelidikan intensif dalam

memeriksa nasabah pembiayaan dan memikirkan bagian luar dan membuat

langkah tegas dengan menjual aset agunan nasabah.42 kemiripan dan

perbedaan, khususnya persamaan penyelesaian pembiayaan bermasalah dan

strategi eksplorasi adalah sesuatu yang serupa. Perbedaan penelitian Ummi

Kalsum dan Rahmi dengan penelitian ini rumusan masalahnya berbeda,

lokasi diteliti BNI Syariah Cabang Kendari serta Ummi Kalsum dan Rahmi

membahas tentang restrukturisasi pembiayaan murabahah bermasalah studi

kasus BNI Syariah cabang Kendari. Sedangkan penulis meneliti tentang

analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah

pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi.

Penelitian ketiga, Jhoni Asmara, Dahlan dan Iman Jauhari berjudul

prosese penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi suatu

penelitian pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu Jantho. Penelitian

42
Ummi Kalsum dan Rahmi, “Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada
BNI Syariah cabang Kendari,” Jurnal, Vol II No. 2 (2017), 57-60.
44

menggunakan pendekatan yuridis empiris. Eksplorasi menghasilakan

komponen-komponen yang menyebabkan bank melakukan restrukturisasi

dalam mengurus pinjaman bermasalah, yaitu terdapat perselisihan ketika

melakukan komitmen klien, unsur-unsur penjagaan sifat pinjaman sedang

disalurkan bank, variabel keinginan bank membatu klien dalam konistensi

bank dengan pengaturan bank Indonesia. Efek restrukturisasi pada pinjaman,

pemegang hutang dengan pemberi pinjaman adalah pada hubungan awalnya

tidak baik antara pemberi pinjaman dan pemegang hutang karena pembiayaan

bermasalah kembali dengan baik, kolektibilitas klien yang bermasalah

menjadi lancar sekali lagi, dan mempengaruhi keuntungan bank secara

finansial. Diharapkan agar nasabah yang teridentifikasi pembiayaan di Bank

Syariah Mandiri KCP Jantho agar dapat memenuhi komitmennya sesuai

peraturan yang telah ditentukan dalam perjanjian agar tidak terjadi

penyimpangan pembiyaan yang merupakan komitmen cicilan menunggak.

Kepada nasabah Bank Syariah Mandiri KCP Jantho yang mengalami kendala

dalam melaksanakan komitmen pembayaran porsi pembiayaan sehingga

dapat menghubungi pihak bank untuk upaya restrukturisasi sehingga tidak

ada utang yang belum terbayar yang dapat menimbulkan pertanyaan. Kepada

pihak Bank Syariah Mandiri KCP Jantho disarankan untuk melaksanakan

upaya restrukturisasi kontrak pembiayaan sesuai standar yang diarahkan.43

Kemiripan dan perbedaan, khusunya, persamaan membahas penyelesaian

pembiayaan bermasalah. Perbedaan penelitian Jhoni Asmara, Dahlan dan

43
Jhoni Asmara, Dahlan dan Iman Jauhari, “Prosese Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Melalui Restrukturisasi,” Jurnal, Vol III No. 3 (2014), 22-24.
45

Iman Jauhari dengan penelitian ini rumusan masalahnya beda, metode

penelitian berbeda, tempat penelitiannya di Bank Syariah Mandiri Cabang

Pembantu Jantho dan penelitian Jhoni Asmara Dahlan, dan Iman Jauhari

membahas tentang prosese penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui

restrukturisasi suatu penelitian. Sedangkan peneliti membahas analisis

kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada

masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi.

Penelitian keempat, Daniatu dan Dzulkirom berjudul upaya penanganan

pembiayaan murabahah bermasalah pada lembaga keuangan syariah studi

pada KJKS Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Karang

Cangkring Gresik Jawa Timur periode 2011-2013. Memanfaatkan eksplorasi

yang jelas semacam ini dengan metodologi kuantitatif, teknik pengumpulan

data melalui pertemuan dan dokumentasi. Mengingat konsekuensi

pemeriksaan, sangat mungkin dapat dianggap bahwa komponen yang

menyebabkan pembiayaan berbahaya berasal dari klien serta pertemuan

internal yang berhati-hati dalam melihat penyelidikan dan tinjauan yang

mendasari sebelum memberikan pembiayaan dan upaya yang dilakukan

dalam mengelola pembiayaan licik adalah kesaman, penjadwalan ulang dan

pembangunan kembali seperti yang tidak pernah dipegang BMT karena

mereka benar-benar melaksanakan kegiatan syariah dan sadar lainnya

meskipun mereka dianggap boros.44 Kemiripan dan perbedaan, khususnya,

persamaannya membahas penyelesaian pembiayaan bermasalah. Perbedaan

44
Daniatu dan Moch Dzulkirom, “Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Pada Lembaga Keuangan Syariah,” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol 1 No. 1 (2015), 2-3.
46

penelitian Daniatu dan Dzulkirom dengan eksplorasi ini rumusan masalahnya

beda, Metode penelitian Daniatu dan Dzulkirom dengan penelitian berbeda,

tempat penelitiannya Daniatu dan Dzulkirom di KJKS Baitul Maal Wat

Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Karang Cangkring Gresik Jawa Timur

dengan membahas tentang upaya penanganan pembiayaan murabahah

bermasalah pada lembaga keuangan syaria. Sedangkan eksplorasi membaha

analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah

pada masa pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi.

Kelima, Faisal dengan judul restrukturisasi pembiayaan murabahah

dalam mendukung manajemen risiko sebagai implementasi prudential

principle pada Bank Syariah di Indonesia. Pembangunan kembali

(restrukturisasi) pinjman murabahah di Bank Syariah dilakukan dengan

menjadwalan ulang atau sering disebut dengan rescheduling, persyaratan

kembali sering disebut dengan reconditioning serta yang terakhir yaitu

menata ulang atau restructuring. Restrukturisasi dilakukan dengan

memperhatikan pedoman kehati-hatian yang mengandung arti bahwa dalam

memimpin restrukturisasi bank syariah terlebih dahulu dianggap memiliki

sudut pandang yang berbeda, termasuk membatasi bahaya bank syariah

sendiri tidak merugikan klien pinjaman murabahah, dalam hal apapun juga

mengambil tikaman. Keduanya, untuk lebih spesifik bahwa bank dan klien

pada umumnya diuntungkan, bank syariah juga harus memperhatikan standar

keuangan Islam sebagai jenis kewajaran dalam hukum Islam, demikian pula,

penggunaan mengetahui standar klien anda, standar syariah dan standar


47

pembukuan syariah adalah bagian yang tidak dapat dibedakan dari aturan

kehati-hatian.45 Kemiripan dan perbedaan, khususnya, persamaannya

membahas penyelesaian pembiayaan bermasalah. Perbedaan penelitian Faisal

dengan penelitian ini rumusan masalahnya berbeda, tempat penelitian berbeda

karena faizal meneliti di Bank Syariah di Indonesia dengan membahas

tentang restrukturisasi pembiayaan murabahah dalam mendukung

manajemen risiko sebagai implementasi prudential principle. Sedangkan

peneliti membahas analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah

KCP Ngawi.

Keenam, Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati46 yang

berjudul strategi penyelamatan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan

murabahah bank BNI Syariah Cabang Bogor. Hasil yang didapat dari

pemeriksaan adalah organisasi keuangan islam, istilah pinjaman berbahaya

bukanlah hal yang aneh untuk didengar. Praktis semua yayasan keuangan,

baik reguler syariah, mengingat tidak sedikit asosiasi perbankan yang

terhambat oleh laju kemajuan bahkan harus menghentikan tugasnya karena

tidak bisa mengatasi persoalan ini. Perbankan syariah diarahkan untuk

memiliki sistem untuk mengawasi pembiayaan masalah. Menyinggung

informasi NPF Bank BNI Syariah Cabang Bogor tahun 2016 (3,42%), 2017

45
Faisal, “Restrukturisasi pembiayaan Murabahah dalam mendukung manajemen risiko
sebagai implementasi prudential principle pada bank syariah di Indonesia.” Jurnal, Vol 11 No.3
(2011), 481-483.
46
Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati, “Strategi Penyelamatan
Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan Murabahah Bank BNI Syariah Cabang Bogor,” Jurnal
of Islamic Economics and Banking Vol. I No.1 (2019), 65-78.
48

(2,78%), 2018 (1,58), diketahui bahwa NPF esteem pada Bank BNI Syariah

Cabang Bogor semakin menipis (think about great), Mengingat masih berada

di bawah norma harga NPF paling ekstrim yang ditetapkan oleh BI (5%).

Pinjaman di Bank BNI Syariah Cabang Bogor terus berkembang dari tahun

ke tahun dan pinjaman yang berlaku adalah murabahah untuk mencapai

harga NPF yang layak, Bank BNI Syariah Cabang Bogor memiliki cara-cara

untuk mengelola pembiayaan berbahaya, khususnya tata cara tinggal dan

metodologi cuti. Namun, untuk masa pemulihan pembiayaan berisiko,

metodologi yang digunakan adalah teknik tinggal melalui pembiayaan usaha

pembangunan kembali. Kemiripan dan perbedaan, khususnya Ari Zulfikri,

Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati yaitu membahas tentang strategi

penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan menggunakan restrukturisasi.

Perbedaan penelitian Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati

dengan peneliti yaitu rumusan masalah berbeda, metode penelitian Ari

Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati dengan peneliti berbeda,

tempat penelitian berbeda, pembahasan Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan

Syarifah Gustiawati tentang strategi penyelamatan pembiayaan bermasalah

pada pembiayaan murabahah bank BNI Syariah Cabang Bogor. Sedangkan

peneliti membahas analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi.


49

Ketujuh, Shobirin47 berjudul penyelesaian pembiayaan murabahah

bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Hasil diperoleh dari penelitian

adalah penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah di Baitul Maal Wa

Tamwil (BMT), yang terpaku pada dua hal, yaitu unsur-unsur yang

menyebabkan pinjaman murabahah berbahaya di BMT dan sistem

penyelesaian pinjaman murabahah yang licik di BMT. Strategi metodologi

digunakan untuk pisau pengujian dua, yaitu pinjamna pertama yang

diperkirakan dengan hipotesis NPF (Non-Performing), dengan cara untuk

mengatasi menemukan alasan-alasan pembiayaan masalah, dan juga

pengaturan pembiayaan yang rumit menggunakan hipotesis pembangunan

kembali dengan pendekatan penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan

ulang (reconditioning) dan menata ulang (restructuring). Sementara itu yang

penting dalam kajian ini untuk mengetahui unsur-unsur penyebab pinjaman

murabahah bermasalah di BMT dan mekanisme penyelesaian pinjaman

murabahah bermasalah di BMT. Persamaan penelitian dengan Shobirin yaitu

membahas tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan

menggunakan restrukturisasi. Perbedaan penelitian Shobirin dengan peneliti

yaitu rumusan masalah berbeda, metode penelitian Shobirin dengan peneliti

berbeda, tempat penelitian berbeda, pembahasan Shobirin tentang

penyelesaian pinjaman murabahah bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil

(BMT). Sedangkan peneliti membahas analisis kebijakan restrukturisasi

47
Shobirin, “Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT),” Jurnal Iqtishadia, Vol 9 No. 2 (2016), 398-420.
50

dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di

Bank BRIS KCP Ngawi.

Jadi akhir dari penelitian sebelumnya yang mengakui penelitian masa

lalu dengan spesialis adalah eksplorasi utama Trisadini Prasastinah Usanti

yang membedakan di Trisadini Prasastinah Usanti mengambil teori dari buku

Mohammad Djumhana dengan buku berjudul hukum perbankan di Indonesia,

Muhammad Syafii Antonio dengan buku bank syariah suatu pengenalan

umum, Muhammad dengan buku bank syariah problem dan prospek

perkembangan di Indonesia, Sutan Remy Sjahdeini dengan buku perbankan

islam dan kedudukanya dalam tata hukum perbankan Indonesia, Abdullah

Saeed dengan buku Islamic banking and interest a study of the prohibition of

riba and comtempory interpretation, Mervyn Lewis dan Latifa Aigaoud

dengan judul Islamic banking edward elgar massachuusettls, Muhammad

Nejatullah Siddiqi dengan judul partnership and profit sharing in islamic law

islamic foundation, Absullah Saeed dengan judul islamic banking and interest

a study of the prohibilition of riba and comtempory interpretation, Ascarya

dengan judul akad dan produk bank syariah. Sedangkan penulis

menggunakan hipotesis Muhammad berjudul pembiayaan bank syariah, Nur

S Buchori berjudul koperasi syariah, Fathurahman Djamil berjudul

penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank syariah, Ismail berjudul

manjemen perbankan dari teori menuju aplikasi.

Penelitian yang kedua dari Ummi Kalsum dan Rahmi perbedaan dari

hipotesis penulis yaitu M. Fauzan dan Ahmad Kamil berjudul kitab undang-
51

undang hukum perbankan dan ekonomi syariah kencana, Kasmir dan

adiwarman yang berjudul bank islam jilid 3, Kasmir managemen perbankan,

Muhammad dan Dwi Suwiknyo yang berjudul akuntansi perbankan syariah,

Sayyid dan Quthd yang berjudul tafsir fi zhiladi qur’an di bawah naungan al-

quran. Perbedaannya dengan penulisi menggunakan hipotesis Muhammad

berjudul pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori berjudul koperasi syariah,

Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank

syariah, Ismail berjudul manjemen perbankan dari teori menuju aplikasi.

Ketiga Jhoni Asmara, Dahlan dan Iman Jauhari perbedaan dari hipotesis

yang digunakan penulis yaitu Abdul Ghofur Anshori dengan judul buku

penyelesaian sengketa perbankan syariah, Alvi Syahri dengan Judul buku

pengantar hukum dan kebijakan pembangunan perumahan dan pemukiman

berkelanjutan, Bambang Sunggono dengan judul buku metode penelitian

hukum, Dahlan Siamat dengan judul buku manajemen lembaga keuangan dan

lembaga. Sedangkan penulis menggunakan hipotesis Muhammad berjudul

pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori berjudul koperasi syariah,

Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank

syariah, Ismail berjudul manjemen perbankan dari teori menuju aplikasi.

Keempat dari Daniatu dan Dzulkirom perbedaan dari hipotesis yang

digunakan penulis yaitu dari Rifa’I buku bank dan institutional financial

management, Muhammad Ridwan dengan judul buku manajement baitul

maal wat tanwil (BMT), Heri Sudarsono dengan judul buku bank dan

lembaga keuangan syariah, Triandaru dan sigit dkk buku bank dan lembaga
52

keuangan lain. Sedangkan penulis menggunakan hipotesis Muhammad

berjudul pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori berjudul koperasi syariah,

Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank

syariah, Ismail berjudul manjemen perbankan dari teori menuju aplikasi.

Kelima Faisal perbedaan dari hipotesis yang digunakan penulis yaitu

buku J Michael dan Taylor berjudul Islamic banking the feasibility of

establishing an Islamic bank in the united states, Nima Mersadi dan Tabari

yang berjudul buku Islamic finance and the modern world, the legal

principles go verning Islamic finance in international trade, Jafril dan Khalil

judul prinsip syariah dalam perbankan, Muhammad dan Danang Wahyudi

yang judul buku penerapan prudential banking pada bank syariah, Haider Ala

dan Hamoudi dengan judul buku muhammad’s social justice or muslim cant

longdelleanism and the failures of Islamic finance, Sayuti dan Hasibuan

dengan judul buku fokus kebijakan keuangan perbankan kedepan peningkatan

peran bank syariah dalam perekonomian. Sedangkan penulis menggunakan

hipotesis Muhammad berjudul pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori

berjudul koperasi syariah, Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian

pembiayaan bermasalah di bank syariah, Ismail berjudul manjemen

perbankan dari teori menuju aplikasi.

Keenam Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati yang

membedakan di Ari Zulfikri, Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati

mengambil teori dari buku Atep Hendang Waluya dan Samsuri dengan judul

buku hubungan persepsi masyarakat kota serang tentang hukum syariah


53

menabung di bank dengan tingkat literasi keuangan syariah, Ismail dengan

berjudul manajeman perbankan, Muhammad berjudul manajemen dana bank

syariah, Harnoko berjudul hukum perjanjian asas proporsionalitas dalam

kontrak komersil. Sedangkan penulis menggunakan hipotesis Muhammad

berjudul pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori berjudul koperasi syariah,

Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank

syariah, Ismail berjudul manjemen perbankan dari teori menuju aplikasi.

Ketujuh Shobirin, perbedaan dari hipotesis yang digunakan penulis

yaitu M. Ridwan berjudul manajemen baitul maal wat tamwil, Adiwarman

Karim dengan Judul buku manajemen baitul maal wat tamwil, M. Syafi’i.

Antonio dengan judul buku bank syariah dari teori ke praktik dan gema insani

press, Riva Veithzal dan Andria Permata Veithzal dengan judul buku islamic

financial management. Sedangkan penulis menggunakan hipotesis

Muhammad berjudul pembiayaan bank syariah, Nur S Buchori berjudul

koperasi syariah, Fathurahman Djamil berjudul penyelesaian pembiayaan

bermasalah di bank syariah, Ismail berjudul manjemen perbankan dari teori

menuju aplikasi.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Eksplorasi postulasi yaitu suatu jenis penelitian lapangan yang

merupakan (field research) dimana pencari informasi serta bermacam-

macam informasi dimana terjadi keajaiban atau kasus tertentu. Penelitian

ini menggunakan penelitian lapangan dengan penjelasan bahwa

merupakan hasil penyelidikan penjajakan langsung ke lapangan untuk

melihat secara langsung keajaiban yang terjadi sehubungan dengan

penyidikan pendekatan kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP

Ngawi untuk memperoleh data, hasil yang cermat, tidak salah lagi dan

berbeda.1

2. Pendekatan Penelitian

Metode eksplorasi adalah teknik metode yang berbeda, khususnya

penelitian menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak didapat dengan

memanfaatkan strategi faktual menggunkan kerangka yang dapat diukur

atau teknik yang tidak sama dengan penilaian dan sering disebut sebagai

strategi evaluasi, dengan menciptakan informasi ekspresif sebagai kata-

kata atau karya dan perilaku individu yang memperhatikan. 2 Analisis

menggunakan metodelogi kualitatif dalam pemeriksaan ini karena


1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016),
5.
2
Ibid., 147.
54
55

peneliti sangat tertarik pada keajaiban atau fenomena dilapangan,

terutama dalam memeriksa bagian dari investigasi analisis kebijakan

restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada masa

pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian menggunakan penelitian investigasi langsung ke lapangan di

Bank BRI Syariah KCP Ngawi, Jrubong, Jururejo, Kec. Ngawi, Kab. Ngawi,

Jawa Timur. Lokasi terletak dengan strategis dan lokasi yang mudah

dijangkau oleh masyarakat area sekitar serta dijadikannya salah satu pilihan

bagi masyarakat yang berada di sekitar area tersebut untuk melakukan

transaksi serta pertukaran di BRIS KCP Ngawi. Alasan memilih lokasi

penelitian di Bank BRIS KCP Ngawi, karena tempat ini cocok atau spot

lokasi sesuai, sesuai dengan kriteria penelitian dan dilokasi tersebut terdapat

permasalahan yang akan dibedah.

C. Data dan Sumber Data

Informasi dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang menjadi

topik perbincangan dalam menyusun skripsi, meliputi:

1. Data tentang analisis faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah

di BRIS KCP Ngawi pada masa pandemi covid-19.

2. Data tentang analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP

Ngawi.
56

Sumber informasi yang peneliti gunakan yaitu sumber data primer,

informasi diperoleh langsung dari subjek informasi dengan memanfaatkan,

mengumpulkan informasi secara langsung dari sumber objek sebagai sumber

informasi yang sedang dicari. Informasi tersebut dapat di peroleh melalui

pertemuan serta wawancara langsung dengan staf bagian account officer dan

unit of head di Bank BRIS KCP Ngawi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian memanfaatkan beberapa strategi dalam mendapatkan

informasi. Maka peneliti mendapatkan informasi bermacam-macam

dilengkapi sebagai berikut:

1. Wawancara (interview)

Dalam strategi wawancara, mengumpulkan informasi dilakukan

melalui pertukaran tanya jawab antara penanya dengan responden. karena

tindakan diselesaikan ddengan cara yang dekat dan pribadi, komponen

dalam penguji sangat kuat sehingga pertanyaan harus disiapkan. Untuk

mengatasi jalanya wawancara, diperlukan panduan pertanyaan

wawancara, sehingga penanya dapat berpikir dengan cepat, efektif, tuntas

dan mengurangi kegelisahan (kegugupan). Kapasitas panduan pedoman

wawancara adalah agar fokus yang ditinggalkan dan kronik lebih cepat

serta akurat.3 Pertemuan wawancara mempunyai tujuan mengumpulkan

informasi, informasi yang dimaksud yaitu informasi berkaitan investigasi

komponen dengan analisis faktor yang menyebabkan pembiayaan

3
Ibid., 184.
57

bermasalah di Bank BRIS KCP Ngawi pada masa pandemi covid-19 dan

analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan

bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi.

2. Dokumentasi

Yaitu informasi yang berasal dari catatan-catatan kejadian

sebelumnya. Dokumentasi berupa tulisan, gambar dan karya seni.

Dokumentasi menjadi pelengkap wawancara dan observasi.4 Peneliti

menggunakan strategi dokumentasi untuk memperoleh informasi yang

mencakup sejarah, visi, misi, struktur organisasi, serta produk perbankan

yang ada di BRIS KCP Ngawi.

E. Teknik Pengecekan Keabsahan Data

Pada bagian ini, analis memasikan bahwa informasi penemuan

eksplorasi sesuai dengan kebenaran yang telah ditetapkan. Analis

menumbuhkan persepsi perseptual, meningkatkan ketekunan, serta trigulasi

(sumber dan teknik).5

1. Perpanjang pengamatan atau augmentrasi persepsi adalah penelitian

sekali lagi ke lapangan, menyebutkan fakta-fakta yang dapat diamati,

bertemu kembali dengan sumber-sumber informasi yang telah ditemui.

Dengan berkembangnya persepsi ini, hubungan antara peneliti dan

individu aset akan semakin dekat, lebih terbuka, saling percaya sehingga

tidak ada data yang ditutup-tutupi.

4
Ibid., 240.
5
Ibid., 274.
58

2. Memperluas kemantapan atau memperluas keteguhan berarti membuat

persepsi yang lebih hati-hati dan tanpa henti, menyebutkan faktor

objektif yang lebih hati-hati dan terus-menerus. Maka pada saat itu

kepastian informasi dan pengelompokan kejadian terekam secara

otomatis dan pasti.

3. Trianggulasi pengujian kreadibilitas dicirikan dengan pemeriksa

informasi dari berbagai sumber yang kebebasan yang beragam. Oleh

karena itu terdapat trianggulasi sumber. Dengan demikian terdapat

trianggulasi sumber, trianggulasi informasi atau informasi bermacam-

macam data, dan trianggulasi informasi waktu.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah informasi terkumpul, selanjutnya informasi akan ditangani

secara terpisah, antara lain:

1. Editing atau pemeriksaan data

Yaitu mengoreksi apakah informasi atau data6 dikumpulkan sudah

selesai, sudah benar dan sudah sesuai atau berlaku untuk permasalahan

yang ada di BRIS KCP Ngawi. Berdasarkan dengan penelitian BRIS

KCP Ngawi, melakukan penelitian melalui wawancara sebanyak 3 kali.

Pada tahap pertama, peneliti sebenarnya tidak mendapatkan banyak

informasi dikarenakan hasil pertemuan wawancara kurang pasti. Sejak

saat itu, pada wawancara kedua peneliti melontarkan pertanyaan

sehingga mendapatkan kelengkapan informasi di BRIS KCP Ngawi,

6
Didin Fatihudin, Metode Penelitian Untuk Ilmu Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi
(Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2015), 136- 137.
59

informasi kedua sebenarnya dalam segi keseluruhan sudah selesai namun

tidak ada catatan pendukung, pada akhirnya peneliti melakukan

wawancara ketiga dengan mengungkap informasi serta mengajukan tanya

jawab kembali kepada pihak BRIS KCP Ngawi, pada akhir peneliti

mendapatkan informasi wawancara benar sesuai dan sangat lengkap.

2. Organizing

Secara khusus metode menangani informasi yang diperoleh

pencipta dalam penelitan, yaitu mengatur informasi secara sengaja

sebagaimana diatur serta didefinisikan permasalahan. Ketika

mendapatkan informasi dari wawancara, terdapat permasalahan terkait

investigasi variable analisis faktor yang menyebabkan pembiayaan

bermasalah di BRIS KCP Ngawi pada masa pandemi covid-19 dan

analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan

bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi.

3. Penemuan hasil riset

Adalah informasi didapatkan serta ditangani melalui interaksi

mengubah kemudian penelitian lebih lanjut diselesaikan dengan

menggunakan teori-teori tertentu untuk memperoleh tujuan sebagai

tanggapan atas masalah yang sedang diteliti. Setelah ditanganin dengan

interaksi yang mengubah dan mengkoordinasikan, ilmuwan membedah

informasi dengan hipotesis dalam buku dan jurnal yang sesuai eksplorasi

sehingga analis dapat menyelesaikan efek samping dari perincian

masalah yang sedang diteliti.


60

G. Teknik Analisis Data

Kualitatif yaitu latihan yang meningkat serta membutuhkan secara

mendalam, kreativitas, tindakan, pengaruh teoritis, dan kerjan keras. Metode

pemeriksaan informasi dalam eksplorasi subjektif tergantung pada metodelogi

yang digunakan. Pemeriksaan informasi diselesaikan sepanjang penyelidikan

dan dilakukan tanpa henti dari awal penyelidikan sampai batas penyidikan

yang terjauh. Pemeriksaan informasi kualitatif adalah siklus mengikuti secara

metodis dan mengkoordinasikan catatan pertemuan wawancara, catatan

lapangan dan materi yang berbeda sehingga analisis dapat mempresentasikan

penemuan.

Motivasi dibalik penyelidikan informasi, tidak memedulikan jenis data

yang dimiliki dan mengabadikan praktik yang telah digunakan dalam

bermacam-macam, untuk menetapkan beberapa set informasi dalam jumlah

besar sehingga cenderung diuraikan atau diinterpretasikan dan diteruskan.7

Dalam eksplorasi ini, aliran rasional yang digunakan penulis adalah penalaran

deduktif. Berpikir atau spekulasi deduktif bergantung pada hipotesis standar

yang sah atau pilihan berbeda yang sebagian besar diakui untuk suatu hal atau

keajaiban, pemikiran deduktif dimulai dari tujuan yang diambil dari

keseluruhan pemeriksaan. Kata-kata relasional untuk mencapai suatu

kesimpulan premis.8 Sehingga pengujian spesialis akan memperkenalkan

hipotesis lebih dahulu, setelah itu mengklarifikasi informasi serta

7
Saryono, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan
(Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), 82-83.
8
Sarmadan dan La Alu, Buku Ajaran Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015), 72.
61

mengakhirinya. Secara rinci, tahapan pemeriksaan informasi diselesaikan,

meliputi:

1. Reduksi data

Adalah pola memilih penekanan pada perampingan, abstrakan dan

perubahan informasi mentah dari laporan lapangan. Informasi yang

berkurang sehingga mendapatkan gambaran lebih eksplisit serta

memudahkan analisis dalam mengumpulkan informasi tambahan dan

menemukan informasin tambahan jika diperlukan.

2. Penyajian data

Yaitu kumpulan informasi yang terorganisir yang memberikan

kesempatan untuk mencapai resolusi dan bergerak. Penyajian informasi

dikoordinasikan sehingga informasi yang muncul akibat penurunan

terkoordinasi, disusun dalam suatu desain hubungan sehingga lebih jelas.

3. Menarik kesimpulan

Yaitu tahapan membuat kesimpulan dari semua informasi

diperoleh, karena adanya eksplorasi. Buat keputusan merupakan tahapan

terakhir dari pengolahan informasi. Penelitian membuat rumusan

proposisi yang terkait dengan analisis faktor yang menyebabkan

pembiayaan bermasalah di BRIS KCP Ngawi pada masa pandemi covid-

19 dan analisis kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan

bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi,

memberikan kesimpulan sesuai temuan, lalu pengumpulan informasi

yang telah dibingkai dan luasan yang telah dipikirkan. Tahap selanjutnya
62

adalah melaporkan konsekuensi dari eksplorasi total, dengan penemuan

baru yang tidak setara dengan penemuan yang sudah.9

9
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
210.
BAB IV

DATA DAN ANALISA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Berdirinya BRI Syariah KCP Ngawi

Latar belakang sejarah BRIS dimulai pada tanggal 19 Desember

2007 ketika PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, memperoleh

Bank Jasa Arta. Setelah mendapatkan pengesahan dari Bank Indonesia

pada tanggal 16 Oktober 2008 melalui surat No: 10/67/KEP/GBI/DpG/

2008, PT. Sejak saat itu, Bank BRI Syariah secara resmi memulai

kegiatan perbankan berdasarkan standar syariah, pada tanggal 17

November 2008 setelah mendapat kesempatan untuk menyelesaikan

kegiatan bisnis keuangan konvesional.

Pelaksanaan bisnis BRIS semakin membumi setelah penandaan

akta pembagian Unit Khusus Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia

(persero) Tbk, akan bergabung menjadi PT. Bank BRI Syariah (spin-off

measure) pada tanggal 19 Desember 2008 yang menjadi kuat, pada

tanggal 1 Januari 2009, nilai penting ditandai sebagai jenis bantuan yang

tidak salah lagi dari organisasi induk untuk pelaksanaan operasional

Bank BRI Syariah.1

BRIS muncul untuk menjawab keinginan umat Islam di Indonesia

perlu menerapkan standar syariah pada masalah pengawasan sistem

keuangan. Bank fokus pada pusat untuk menurunkan fragmen kelas yang

1
BRI Syariah, Sejarah BRISyariah, dalam https://brisyariah.co.id//profil.html, (diakses
pada tanggal 22 November 2020, 10.30).
63
64

populasi muslimnya sangat besar dan mungkin juga dapat memperkuat

citranya menurut semua mitra. Tahun 2016 BRIS mencatatkan sejarah

yang signifikan dalam karir bisnisnya, contohnya siklus rebranding logo

agar lebih membumi karena berhasil menyandang brand value BRI

Syariah terbesar ketiga yang bergantung pada sumber daya absolut.

Sebagai organisasi ahli, selain terus meningkatkan pelaksanaan, bank

juga terus mengembangkan item, proyek dan administrasi sehingga dapat

menjawab kepentingan semuanya setara.

Bank BRI Syariah KCP Ngawi Sudirman adalah anak perusahaan

dari Bank BRI Syariah di Madiun. Bank ini berdiri pada Juli 2013.

Namun, bank ini belum beroperasi. Pada September 2013, BRI Syariah

akhirnya beroperasi secara resmi ditetapkan sebagai cabang pembantu

terletak dingawi, berlokasi di Jrubong, Jururejo, Kecamatan Ngawi,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yang memiliki karyawan sebanyak 15

orang termasuk kepala cabang pembantu. Kepala cabang tahun 2013

sampai 2017 yaitu Bapak Gatot Wijanarko, selanjutnya digantikan oleh

Bapak Muh. Hasbi Komaruddin hingga saat ini masih dipercaya sebagai

kepala cabang hingga akhir-akhir ini (2020).2

2
Buku Laporan Tahunan, BRISyariah KCP Ngawi, 2015.
65

2. Visi dan Misi Bank BRI Syariah KCP Ngawi

a. Visi

Untuk menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam

layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan paling

mudah untuk kehidupan lebih bermakna.

b. Misi

1) Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam

kebutuhan finansial nasabah.

2) Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

3) Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan

pun dan dimana pun.

4) Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas

hidup dan menghadirkan ketenteraman pikiran.3

3. Produk-Produk BRI Syariah KCP Ngawi

a. Produk Simpanan

1) Tabungan faedah BRI Syariah iB

2) Tabungan Impian BRI Syariah iB

3) Tabungan Haji BRI Syariah iB

4) TabunganKu BRI Syariah iB

5) Tabungan Bisnis BRI Syariah iB

6) Tabungan Mikro BRI Syariah iB

3
Buku Laporan Tahunan, BRISyariah KCP Ngawi, 2015.
66

7) Tabungan Karyawan

8) Tabungan Siswa BRI Syariah iB

9) Tabungan Simpanan Pelajar iB (SimPel)

10) Giro BRI Syariah iB

11) Giro faedah Mudharabah BRI Syariah iB

12) Deposito BRI Syariah iB

13) Simpanan faedah BRI Syariah iB

14) Deposito Pesat BRI Syariah iB

b. Produk Pembiayaan Retail Konsumer, yang terdiri dari:4

1) KPR BRI Syariah iB (Kepemilikan Rumah)

2) KPR Sejahtera BRI Syariah iB

3) KKB (Kepemilikan Kendaraan Bermotor)

4) Gadai

5) Pembiayaan Umroh BRI Syariah iB

6) Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) BRI Syariah iB

7) KMf (Kepemilikan Multi faedah) BRI Syariah iB

8) KMf (Kepemilikan Multi faedah) Pra Purna BRI Syariah iB

9) KMf (Kepemilikan Multi faedah) Purna BRI Syariah iB

10) IMBT Konsumer BRIS iB

11) Pembiayaan Retail Kemitraan

c. Pembiayaan Retail Kemitraan

1) Multifinance

4
Buku Laporan Tahunan, BRISyariah KCP Ngawi, 2015.
67

2) Koperasi karyawan

3) BMT (Baitul Mal wa Tamwil)

d. Pembiayaan Mikro

1) Mikro 25 iB

2) Mikro 75 iB

3) Mikro 200 iB

4) KUR

5) Pembiayaan Linkage-Channeling BRIS iB

6) Pembiayaan SME 200-500 BRIS IB

7) Pembiayaan Modal Kerja Revolving (PMKR) BRIS iB

8) Layanan Perbankan, Employee benefit Program (EmBP)

4. Struktur Pengurus Organisasi BRI Syariah KCP Ngawi

Struktur organisasi BRI Syariah KCP Ngawi dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 4.1 Struktur organisasi BRI Syariah KCP Ngawi

MUH HASBI KOMARUDDIN


PINCAPEM

RIA PRATIWI PRASETYA. A SIGITARIYANTO


BOS UH AO

PKSS AOM
ARISKA YULY. A DIYAN RARA
IMAM M YASIN P
CUSTOMER TELLER
CICIK S DANI Y P
SERVICE
ZAINAL A TONI
PINCAPEM
EKO W
68

B. Data
1. Faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank BRI
Syariah KCP Ngawi pada masa pandemi Covid-19
Setiap bank, ada kejadian pembiayaan berisiko secara berturut-turut

dan harus ada komponen penyumbang yang terjadi karena pembiayaanya

rumit. Di BRIS KCP Ngawi, setiap calon klien melakukan pinjaman

selalu dicek terlebih dahulu apakah klien praktis atau tidak. Jadi bank

segera mencari informasi klien ini untuk terhindar dari pemerasan ketika

pinjaman akan mencoba untuk tidak mendukung masalah. Namun

demikian, keseluruhan hal tersebut tidak memutuskan apakah klien yang

direncanakan akan mengalami masalah atau tidak karena ketika klien

yang akan datang tersebut melakukan pinjaman serta telah menjadi klien,

seketika ia terhalang untuk melakukan pinjaman, maka malapetaka yang

terjadi. Umumnya menjauh dari hasil masalah pembiayaan, bisa juga

klien memiliki tujuan sadar yang lebih memilih tidak membayar

komitmenya.

BRIS KCP Ngawi mengalami kesulitan pinjaman, hal ini karena

faktor dalam dan faktor luar, sesuai dengan penjelasan bapak Prasetya

Agung Wibowo selaku unit of head di BRIS KCP Ngawi menejelaskan

faktor-faktor pembiayaan bermasalah di BRIS KCP Ngawi adalah:

“Yang sering terjadi itu ya masalah keluarga seperti


perselingkuhan, pertengkaran, ada suami istri cerai dan saling
melemparkan tanggung jawabnya dan pada akhirnya nasabah
kabur. Masalah lainnya bencana alam seperti banjir
dikarenakan dingawi rawan dengan banjir pertahun dan
kematian tetapi kalau kematian ada surat jiwa jadinya kalau
meninggal di tanggung. Tetapi yang sering terjadi selama 3
69

tahun ini ya masalah keluarga, banjir dan usaha. Akan tetapi


pada tahun 2020 ini terdapat kasus baru yang menyebabkan
pembiayaan bermasalah yaitu covid-19.”5

Menurut bapak Dani Yudha selaku account of marketing di BRIS

KCP Ngawi juga menjelaskan:

“Dari nasabah sendiri, usahanya menurun, faktor keluarga


perselingkuhan, pertengkaran, ada suami istri cerai, tetapi
kalau yang sering terjadi dikarenakan usaha nasabah menurun
karena jika usahanya menurun tentunya penghasilannya juga
menurun dan itu yang mengakibatkan pembiayaan bermasalah.
Solusinya pihak bank melakukan restrukturisasi dengan
penurunan angsuran dan perpanjang waktu, apalagi baru-baru
ini adanya covid-19.”6

Jadi menurut bapak Prasetya Agung Wibowo dan bapak Dani

Yudha penilaiannya mirip, yang terjadi yaitu masalah keluarga. Masalah

terkecil dalam keluarga dapat memisahkan keluarga serta dapat memicu

perpisahan, yang dilakukan oleh Bank BRI Syariah KCP Ngawi sepasang

suami istri yang berpisah. Pembayaran cicilan dilakukan satu sama lain

sehingga tidak ada tanggung jawab atas komitmen. Kesulitan lain dialami

Bank BRI Syariah KCP Ngawi, namun kondisi tersebut masih belum

biasa, apalagi isu masalah nasabah kabur Bank BRI Syariah KCP Ngawi

juga pernah mengalami. Meski begitu, apabila klien melarikan diri maka

pihak BRIS KCP Ngawi mengajukan lelang kepada KPKLN.

“Kalau nasabah terpencar memang banyak, nasabah dari Bank


BRI Syariah KCP Ngawi ini memang jauh-jauh. Tetapi masih
terkontrol lewat telefon.”

5
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
6
Dani Yudha, Wawancara, 17 November 2020.
70

“Nasabah yang beritikad buruk mungkin tidak ada ya. Tapi


kalau nasabah menghilang itu pernah kejadian selama ini,
nasabah mempunyai masalah keluarga atau usahanya lagi
menurun dan pada akhirnya nasabah sengaja kabur karena
tidak bisa melunasi hutangnya. Jika nasabah kabur langsung
barang lelangnya di jualke KPKLN.”7

Kemudian pengecekan dokumen BRIS KCP Ngawi sangat ketat.

Pemeriksaan utama dengan bapak Prasetya Agung selaku ketua unit,

pemeriksaan selanjutnya ibu Ria Pratiwi selaku BOS, terakhir dengan

bapak Muh Hasbi Komaruddin selaku kepala cabang, apabila semua

sudah dicek diumumkan lebih cepat, mengingat cara dokumen penting

bagi BRIS KCP ngawi. Adanya pengawasan bank terhadap klien sangat

banyak dilakukan, mengingat setiap calon klien sudah melakukan

pembiayan lebih dari tujuh hari, maka bank mendatangi kediaman klien

serta memperhatikan keadaan bisnisnya.

“Pengawasannya di cek dulu dari saya, mbak ria, pak hasbi dan
setelah itu di cek tanda tangan dan isinya tentang pembiayaan
sudah benar, dan setelah itu baru di dokumentasikan. Karena
dokumen itu harus benar-benar di cek karena dokumen
tersebut ada surat perjanjian bank dengan pihak nasabah jadi
itu harus benar-benar di dokumentasikan dengan baik.”
“Nasabah yang sudah melalukan pembiayaan masih di pantau,
karena selama 7 hari setelah pembiayaan bank sowan ke rumah
nasabah dengan mengecek uang pembiayaan tersebut sudah di
gunakan apa belum, sambil mencari informasi dan kondisi
usaha saat itu. Dan pengawasan yang lainnya juga melalui
telefon untuk memastikan usaha nasabah tersebut berjalan
dengan lancar.”8

7
Dani Yudha, Wawancara, 17 November 2020.
8
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
71

Telah disampaikan bapak Dani Yudha di BRIS KCP Ngawi, dalam

mengawasi klien yang tidak baik hati secara kebetulan dengan tawar-

menawar terlebih dulu, surat peringatan 1-3, memberikan jawaban untuk

menjual jaminan, jika pengadilan benar-benar tidak bereaksi, serahkan

obral ke lelang KPKLN. Bagaimanapun, klien tidak mungkin melarikan

diri karena suaru permasalahan. Klien BRIS KCP Ngawi pernah terjadi

pemerasan serta kecelakaan, maka bank membantu dengan restrukturisasi

menambah waktu.

“Nasabah diberi pengertian dulu seperti negosiasi. Tetapi jika


nasabah tidak mau dengar maka bank akan memberikan surat
peringatan 1-3, selanjutnya memberi solusi menjual jaminan.
Jika tidak di respon ya kita lewat pengadilan kalau masih tidak
merespon ajukan lelang ke KPKLN. Tapi belum pernah kalau
seperti ini adanya nasabah kabur.”
“Ada seperti itu, tetapi nasabah tersebut yang terkena
musibah usahanya menurun dan kita bantu lewat
restrukturisasi perpanjangan waktu. Kalau terjadi kecelakaan
itu kan masih ada keluarga yang lain yang mau membantu jadi
kita kunjungi keluarganya yang lain yang mau membantu.”9

Seperti yang diindikasikan oleh bapak Yasin Pangaribuan selaku

account of marketing di BRIS KCP Ngawi, beliau menjelaskan bahwa

terkadang klien melakukan pinjaman ke pada bank naamun tidak

digunakan untuk keperluan bisnis, klien menggunakan untuk tujuan

berbeda. Klien secara rutin memanfaatkan uang pinjaman tersebut untuk

berbagai keperluan, misalnya untuk kebutuhan keluarga untuk membeli

montor, membiayai sekolah atau lainnya. Dan selanjutnya diakibat oleh

peristiwa bencana alam (banjir).


9
Dani Yudha, Wawancara, 17 November 2020.
72

“Karena sering nasabah melakukan pinjaman kepada bank


tetapi tidak digunakan untuk usaha tersebut tetapi untuk yang
lainnya. Seharusnya pembiayaan nasabah butuh apa dibelikan
oleh bank dan nanti nasabah membeli dan memberikan
keuntungan sesuai perjanjian awal, tetapi kalau saat ini yang
sering terjadi pihak bank menggunakan pembiayaan dan
akadnya wakalah. Jadi pihak bank menyerahkan uangnya
kepada nasabah untuk beli barang sendiri. Tetapi jika benar
uang tersebut tidak digunakan dengan kesepakatan maka pihak
bank menggunakan akad addendum kepada nasabah, akad
addendum itu adalah akad tambahan karena tujuannya buat
investasi tetapi buat yang lainnya maka diadakan akad
addendum dengan penambahan.”
“Terkadang ada yang rumahnya rusak, dan di situ ada
gudangnya dan terkena banjir rusak. La nasabah tersebutkan
juga butuh waktu untuk pelunasan. Maka kita beri solusi untuk
restrukturisasi (perpanjangan waktu) supaya nasabah lebih
banyak waktu jadi nasabah di lain hari bisa melunasi dan tidak
memberatkan nasabah. Banjir yang pernah di ngawi cuman 1
kali itu dan kalau banjir tahunan itu memang sering tetapi tidak
terlalu berpengaruh. Ya yang berpengaruh 1 itu, gempa bumi
di sini juga tidak pernah, cuman banjir.”10

Akhir dari penjelasan diatas adalah disebabkan oleh faktor luar,

BRIS KCP Ngawi seperti kekurangan dalam membedah data pinjaman

yang kurang lengkap dan meneliti tidak memanfaatkan informasi atau

kenyataan yang sesuai. Dalam kepribadian nasabah, nasabah ceroboh

karena perpisahan atau cerai, gaji berkurang dan nasabah melarikan diri.

Terlebih lagi, yang berakhir adalah karena bencana seperti banjir,

kebakaran, kekeliruan, keluarga dan covid-19. Untuk menangani

pembiayaan yang rumit, bank melakukan hal membantu klien, sehingga

klien dapat terpenuhi komitmen mereka serta bisnis klien dapat menjadi

10
Yasin Pangaribuan, Wawancara, 18 November 2020.
73

baik lagi dan juga meringankan klien dalam menyelesaikan komitmen ya

dengan restrukturisasi. Restrukturisasi merupakan perbaiki untuk klien

yang dilakukan oleh bank agar dapat membantu klien ketika kesulitan

dalam komitmenya. Restrukturisasi harus dimungkinkan secara berbeda,

seperti untuk masalah pembiayaan, mengenai jenis restrukturisasi yang

digunakan BRIS KCP Ngawi penjadwalan ulang (rescheduling) dan

persyaratan kembali (reconditioning).

2. Kebijakan Restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan


bermasalah pada masa pandemi Covid-19 di Bank BRI Syariah
KCP Ngawi
Setiap usaha penyelesaian pinjaman berisiko yang terjadi dalam

bisnis perbankan, harus dilakukan sesuai hukum/pedoman yang sesuai

dan diupayakan untuk diselesaikan di luar interaksi pengadilan/

pendahuluan (non litigasi). Sebagian besar, pembiayaan bermasalah yang

terjadi di Bank Syariah, diatasi ketika nasabah mengalami kondisi

dimana nasabah tidak, pada titik ini siap untuk memenuhi komitmennya.

Oleh karena itu, upaya untuk menangani atau menyelesaikan

pembiayaan bermasalah, harus diselesaikan sejak dini, sehingga sifat

pembiayaan tidak berantakan, sehingga menimbulkan kemalangan bank

yang lebih menonjol. Melihat hal tersebut, bapak Yasin Pangaribuan

selaku account of marketing di BRIS KCP Ngawi mengatasi pembiayaan

yang bermasalah apakah lebih baik bank menggunakan restrukturisasi

dalam memperbaikinya dan kebijakan apa aja yang akan digunakan

restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayan bermasalah ini.


74

“Menurut saya cara yang sesuai yaitu menggunakan


restrukturisasi dikarenakan restrukturisasi dapat memperbaiki
kegiatan pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank.
Restrukturisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara
penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan jadwal
pembayaran angsuran nasabah jangka waktunya tanpa
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada pihak bank. Persyaratan kembali (reconditioning),
yaitu perubahan persyaratan pembiayaan baik sebagian
maupun seluruh. Reconditioning dapat dilakukan dengan cara
perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran,
perubahan jangka waktu, atau pemberian potongan. Kedua
cara ini yang diterapkan oleh Bank BRI Syariah KCP
Ngawi”.11

Bapak Toni Eko Wahyudi selaku account of marketing di BRIS

KCP Ngawi menjelaskan proses restrukturisasi dalam penyelesaian

pembiayaan bermasalah, serta tujuan dilakukanya restrukturisasi

terhadap nasabah.

“Proses restrukturisasi dilakukan apabila ada permohonan


tertulis dari nasabah yang mengalami permasalahan dalam
membayar kewajibannya setiap bulan, sebelum melakukan
restrukturisasi pihak Bank BRI Syariah KCP Ngawi
melakukan identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan
yang dialami nasabah, kalau permasalahan atau keadaan sudah
tidak memungkinkan untuk di restrukturisasi maka nasabah
tidak diperkenakan untuk restrukturisasi akan tetapi
dikarenakan covid-19 ini banyaknya nasabah memintak
permohonan kepada pihak bank untuk di restrukturisasi
dikarenakan terkena dampak dari covid-19 salah satu
contohnya kurangnya pendapatan dan pengeluwaran pun
semakin banyak, dilakukanya restrukturisasi terhadapat
nasabah, bank menilai bahwa nasabah dapat melunasi pinjam
akan tetapi terkendala dikarenakan covid-19 atau masalah

11
Yasin Pangaribuan, Wawancara, 18 November 2020.
75

lainya seperti tempat usaha terkena musibah seperti kebanjiran


dikarenakan di ngawi rawan banjir pertahun.”
“Tujuan dilaksanakannya restrukturisasi yang terdiri dari
resecheduling (penjadwalan kembali) dan reconditioning
(persyaratan kembali) yang bisa disebut dengan R2 adalah
agar nasabah dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya dan
usaha nasabah pembiayaan dapat menjadi sehat kembali dan
meringankan nasabah dalam penyelesaian kewajibannya.”12

Bapak Toni Eko Wahyudi selaku account of marketing di Bank

BRI Syariah KCP Ngawi mempunyai penjelasan Bank memberikan

strategi restrukturisasi kepada klien.

“Untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah, untuk menjaga


kualitas pembiayaan kepada nasabah, untuk mendukung
pertumbuhan perkembangan industri perbankan syariah dan
untuk meminimalkan resiko kerugian antara bank dan
nasabah.”13

Bapak Prasetya Agung Wibowo selaku unit of head di BRIS KCP

Ngawi, menejelaskan jumlah nasabah melakukan pembiayaan pada tahun

2018, tahun 2019, tahun 2020 dan jumlah nasabah yang mengalami

pembiayaan bermasalah serta nasabah yang di restrukturisasi.

“Dari data yang saya kelolah jumlah nasabah yang melakukan


pembiayaan pada tahun 2018 mencapai 389 nasadan pada
tahun 2019 mencapai 372 nasabah dan pada tahun 2020
terdapat 471 nasabah. Tiga tahun terakhir dapat disimpulkan
nasabah yang melakukan pembiayan mengalami naik turun,
seperti tahun 2018 ke 2019 nasabah yang berminat melakukan
pembiayan mengalami penurunan akan tetapi tahun 2020
nasabah yang memiliki minat melakukan pembiayan
mengalami kenaikan dua kali lipat dari tahun-tahun
sebelumnya.”

12
Toni Eko Wahyudi, Wawancara, 18 November 2020.
13
Ibid., Wawancara, 18 November 2020.
76

“Jumlah nasabah yang mengalami pembiayan bermasalah pada


tahun 2018 sebanyak 38 nasabah, pada tahun 2019 terdapat 23
nasabah dan pada tahun 2020 nasabah yang bermasalah
sebanyak 52 nasabah dengan kategori perhatian khusus, kurang
lancar, tidak lancar dan macet. Nasabah yang di restrukturisasi
pada tahun 2018 sebanyak 12 nasabah, pada tahun 2019
sebanyak 9 nasabah dan pada tahun 2020 sebanyak 34
nasabah.”14

Menurut bapak Yasin Pangaribuan selaku account of marketing

menjelaskan bentuk kebijakan penyelesaian pembiayaan yang

bermasalah di BRIS KCP Ngawi dengan cara:

“Kita lakukan pendekatan kepada nasabah, kita kasih surat


peringatan ke 1-3 kepada nasabah, jika nasabah tidak
merespon kita akan datang kerumah nasabah dengan menggali
informasi agar tau apa penyebabnya terjadinya macet. Setelah
itu kita lakukan negosiasi yaitu dengan empat cara seperti
restrukturisasi, menjual jaminan, pengadilan, lelang kepada
KPKLN”.15

Bapak Toni Eko Wahyudi selaku account of marketing

menjelaskan jenis kebijakan penyelesaian pembiayaan bermasalah di

BRIS KCP Ngawi melalui:

“Dilihat dulu nasabahnya mampu bayar atau tidak kalau tidak


mampu bayar di sebabkan karena usahanya menurun maka
pihak bank akan memberikan solusi dengan cara
restrukturisasi dengan memperpanjang waktu dan merubah
jumlah angsurannya. Selanjutnya dengan beri surat peringatan
1-3 jika masih belum merespon, maka pihak bank melakukan
pendekatan kepada nasabah untuk menjual jaminannya atau
menjual sebagain asetnya untuk melunasi hutangnya. Jika
masih belum merespon maka pihak bank lakukan gugatan

14
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 16 November 2020.
15
Yasin Pangaribuan, Wawancara, 18 November 2020.
77

sederhana di pengadilan agama jika belum merespon juga


maka cara terakhir ajukan ke lelang KPKLN”.16

Hasil wawancara dari kedua narasumber semakin diperjelas, bahwa

bank medekati klien agar mengetahui apa masalah yang terjadi, sehingga

membuat cicilan menjadi lambat, dengan memberikan surat teguran

terlebih dahulu jika surat teguran tersebut tidak ditanggapi, maka bank

akan menyampaikan surat peringatan berikutnya 1-3. Dalam hal ini

masih belum merespon sampai surta peringatan ke tiga, bank

menggunakan langkah-langkah berikut untuk mengatasi pembiayaan

bermasalah di BRIS KCP Ngawi, yaitu:

a. Pendekatan kepada nasabah

Bapak Dani Yudha menjelaskan cara menangani nasabah yang

bermasalah bank harus mengetahui terlebih dahulu masalah klien

yang menyebabkan klien mengalami pembiayaan bermasalah.

“Kita lakukan kunjungan kepada nasabah dengan mencari


informasi apa penyebab nasabah tersebut mempunyai
masalah pembiayaan dengan cara musyawarah. Jika sudah
di ketahui maka pihak bank bantu dengan
restruktukturisasi”.17

b. Restrukturisasi

Restrukturisasi menurut bapak Prasetya Agung Wibowo,

merupakan penambahan waktu agar memfasilitasi beban klien serta

mengubah rencana angsuran. Selanjutnya, yang dimanfaatkan

16
Toni Eko Wahyudi, Wawancara, 18 November 2020.
17
Dani Yudha, Wawancara, 17 November 2020.
78

terhadap penyelesaian pembiayaan berisiko adalah reconduling dan

reconditioning.

“Restrukturisasi yaitu memberi fasilitas kepada nasabah


dengan memperpanjang tenor tidak memperpanja utang
nasabah. Contohnya: dia masih punya hutang 20 juta
sebenarnya angsurannya kurang 10 kali angsuran, maka
kita akan memperpanjang sesuai dengan kemampuan
nasabah mungkin nasabah meminta sampai 20 kali
angsuran. Jadinya Rp. 20.000.000 : 20 = Rp. 1.000.000.
Maka setiap 1 bulannya nasabah membayar angsuran
tersebut Rp.1.000.000.”
“Dengan di perpanjangan waktu, karena jika di perpanjang
waktunya nasabah lebih ringan pembayarannya. Makanya
jika setiap ada nasabah bermasalah kita tawarkan dengan
cara restrukturisasi dengan perpanjang waktu.”
“Pihak bank menggunakan perubahan jadwal pembayaran
yang disepakati lagi dengan nasabah, juga merubah jumlah
angsuran karena jangka waktu di perpanjang”.18

Menyelesaikan pembiayaan bermasalah di BRIS KCP Ngawi

tidak menggunakan strategi penyelesaian restructuring dikarenakan

BRIS KCP Ngawi belum pernah menggunakan penyelesaian ini

dikarenakan takut membebankan klien, karena ada penambahan

fasilitas bank.

“Kalau Bank BRI Syariah KCP Ngawi ini tidak


menggunakan restrukturing karena memang sejak awal
tidak pernah menggunakan metode penyelesaian
restrukturing karena bagi bank itu menambah resiko
tinggi. Ya seperti penambahan dana atau fasilitas tersebut
itu jika nasabah dikasih dana lagi belum tentu nanti bisa
melunasi lagi dan akan menambah beban itu bisa
mengakibatkan resiko pada bank. Dan pengembangan
usaha pun tidak langsung seketika. Jadi yang di gunakan

18
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara 17 November 2020.
79

Bank BRI Syariah KCP Ngawi ya cuman restrukturisasi


reconduling dan restrukturisasi reconditiongi, karena itu
bisa meringankan nasabah dan memberi kemudahan pada
nasabah”.

c. Jaminan

Salah satu jaminannya adalah memastikan bahwa klien tidak

melakukan masalah atau pelarian atas kewajiban. Bapak Dani

Yudha, menjelaskan klien melakukan pembiayaan bermasalah maka

bank melakukan pendekatan kepada nasabah dengan tujuan klien

mau menjual jaminan.

“Melakukan pendekatan dengan menjual jaminan,


bagaimana sih bisa terjadi pembiayan bermasalah. Jika
masalahnya itu tidak mampunya membayar karena
keuangannya menurun maka kita ajukan restrukturisasi.
Jika masalahnya bukan karena keuangan maka kita
sarankan menjual jaminan”.

d. Pengadilan

Bapak Dani Yudha, menjelaskan bahwa klien yang sudah

ditawari bimbingan agar mempermudah nasabah namun nasabah

sebenarnya tidak bereaksi, maka bank akan mencatatkan gugatan

dasar ke pengadilan.

“Saat negosiasi tidak kita temukan, solusinya maka kita


ajukan gugatan sederhana pada pengadilan. Pengadilan
memang memberi fasilitas kepada perbankan jika ada
nasabah tidak mau menerima solusi atau kabur dari
pembayaran semuanya bisa dilaporkan kepada peradilan”.19

19
Dani Yudha, Wawancara, 17 November 2020.
80

e. Lelang kepada KPKLN

Terakhir yang diindikasikan oleh bapak Prasetya Agung

Wibowo, apabila klien tidak datang ke pengadilan, maka solusi

terkahir adalah pihak bank mengajukan penawaran atau lelang

kepada Kepala Kantor Pelayanan Negara dan Lelang (KPKLN).

“Saat di laporkan di peradilan tidak datang atau kabur


maka pihak bank akan mengajukan lelang kepada
KPKLN, sesuai dengan nilai wajar jaminan”.20

Konsekuensi informasi di atas, diklarifikasi bahwa jenis strategi

penyelesaian bank bagi nasabah yang mengalami pembiayaan

bermasalah di BRIS KCP Ngawi dengan memanfaatkan rescheduling

dan reconditioning karena berguna bagi nasabah dalam mengatasi

permasalahan pembiayaan yang terjadi kepada nasabah. BRIS KCP

Ngawi tidak memanfaatkan restructuring karenakan adanya penambahan

dana dikhawatirkan akan menyusahkan klien sehingga bank tidak

memanfaatkan strategi ini. Terlebih lagi, kriteria nasabah restrukturisasi

yang telah ditentukan misalnya klien mengalami penurunan kemampuan

cicilan, akan tetapi klien memiliki prospek bisnis yang bagus dapat

memenuhi komitmen setelah resrtukturisasi, manajemen kooperatif yang

baik dan kepercayaan yang tinggi. Batasan porsi satu tahun angsuran

berjalan.

20
Prasetya Agung Wibowo, Wawancara, 17 Novemberi 2020.
81

C. Analisa
1. Analisis faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank

BRI Syariah KCP Ngawi pada masa pandemi Covid-19

Pembiayaan bermasalah adalah bahaya penumbatan dalam

pengaturan kantor pembiayaan. Terlepas dari seberapa tepat bidang

keuangan memeriksa setiap permohonan pembiayaan, aka nada

kemungkinan masalah pembiayaan atau kemacetan dalam cicilan. Ini

karena komponen tertentu, baik dari bidang keuangan maupun dari klien

yang sebenarnya. Cara yang harus diambil dalam mengawasi pembiayaan

yang licik harus terlebih dahulu menganalisis alasan pembiayaan

permasalah, jika pembiayaan berisiko tersebut disebabkan oleh unsur-

unsur luar seperti peristiwa bencana, bank saat ini tidak perlu melakukan

penilaian terlebih dahulu. yang penting adalah pendekatan untuk

membantu klien dengan cepat mendapatkan pembayaran kembali dari

spesialis perlindungan.

Yang perlu dilihat faktor internal, yang terjadi karena alasan

administratif. Jika bank melakukan pengawasan dengan hati-hati satu

bulan ke bulan lainnya, satu tahun ke tahun lainnya, maka timbul

masalah pinjaman yang cukup banyak diidentikkan dengan kekurangan

dari manajemen yang sebenarnya. Kecuali jika latihan administrasi telah

dilakukan dengan tepat, masih terdapat tantangan moneter, penting untuk

menganalisis alasan pembiayaan bermasalah secara lebih mendalam.21

21
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, 73-74.
82

Hasil pemaparan informasi faktor Internal pembiayaan berisiko di

BRIS KCP Ngawi terjadi karena pemeriksaan pembiayaan tidak

bergantung pada informasi yang tepat, informasi pembiayaan yang

kurang, klien yang hilang, pemerasan, kecelakaan, bencana, kematian

dan keluarga. Sementara faktor eksternalnya disebabkan oleh peristiwa

bencana (banjir), nasabah fokus pada minat yang berbeda dan nasabah

yang terkena dampak covid-19. Oleh karena itu, peneliti akan membedah

informasi secara individual, meliputi:

a. Faktor Internal

1) Tidak mampu mengembalikan pembiayaan karena terganggun

kelancara bisnis

Menurunnya dalam suatu bisnis membuat klien tidak

beruntung dan selanjutnya menjadi tantangan bagi bank. Dalam

hal nasabah mengalami penurunan dalam bisnisnya, jelasnya

nasabah mearasakan tantangan ekonomi dan keuangan, jika

klien pengeluaran minimal, kebutuhan difokuskan untuk lebih

spesifik tentang kebutuhan nasabah setiap hari. Bagi bank, jika

bisnis nasabah menurun, bank akan menganggapnya merepotkan

dengan alasan membuat pembiayaan nasabah memburuk.

Untuk mengatasi masalah bank secara handal mengawasi bisnis

klien agar dapat menemukan solusi atas mermasalahan bisnis.

Dalam bisnis klien dapat terjadi pengurangan dalam kas masuk,


83

Bank dapat memberikan pendapat atau anggapan pada klien

agar dapat membantu kemajuan bisnis.

2) Kelemahan dalam analisis pembiayaan

Kekurangan dalam memecah pembiayaan berpengaruh

dalam pinjaman bermasalah, seperti kekurangan pemeriksan

pinjaman dapat disebabkan pemeriksaan pembiayaan tidak

berdasarkan informasi akurat, informasi pinjaman tidak lengkap

dan pemeriksaan yang salah. Dilihat dari pemeriksaan,

pemeriksaan pembiayaan tidak bergantung pada informasi yang

tepat, data pembiayaan yang tidak memadai dapat menjadi salah

satu faktor pembiayaan yang berisiko, karena apabila

pemeriksaan pembiayaan tidak dianalisis secara rinci maka akan

membuat bank disesatkan oleh klien, bank tidak dapat memiliki

gagasan yang paling kabur tentang manfaatnya. atau kemudian

lagi kemalangan dalam bisnis klien dan ketidaktahuan klien

akan modal bisnis klien, dalam kasus seperti itu, penting untuk

diuraikan lebih hati-hati. Bank harus lebih berhati-hati dalam

melakukan pemeriksaan pembiayaan agar tidak ada pemeriksaan

pembiayaan yang terfragmentasi.

3) Musibah kecelakaan

Kecelakan dapat menyebabkan pembiayaan berisiko bagi

bank. Jika klien mengalami musibah, pembiayaan tersebut

secara tidak sengaja bermasalah, karena nasabah


84

membelanjakan asetnya untuk pengobatan klinis demi

penyembuhan nasabah. Jadi bank akan memberikan bantuan

untuk restrukturisasi kepada klien.

4) Nasabah menghilang

Yang menyebabkan klien mengilang akan berpengaruh

bagi bank, seandainya klien menghilang, jelas dia gagal

mengingat kewajibannya dan jika tidak ditindak lanjuti akan

membawa kemalangan atau kerugian bagi pihak bank.

Sedangkan berdasarkan penelitian yang ada di BRIS KCP

Ngawi terjadinya klien merosot dan pada akhirnya nasabah lari

karena tidak dapat memenuhi komitmennya atau melunasi

kewajibannya. Pada akhirnya klien lupa dengan komitmen untuk

melunasi pinjaman tersebut.

5) Musibah rumah tangga

Musibah keluarga akan nyebabkan pembiayaan klien

bermasalah. Ketika klien menghadapi masalah keluarganya, hal

itu dapat membuat klien lalai atau tidak mempertimbangkan

komitmennya yang seharusnya terbayar. Menurut bank hal ini

akan merugikan bank dikarena terdapat masalah dalam

pinjmanan.

6) Musibah penipuan

Penipuan pada zaman sekarang banyak sekali, apabilah

klien kurang pandai dalam urusan bisnis, maka klien bisa saja
85

diperas, oleh karena itu klien harus estra mewanti-wanti dalam

menjalankan bisnis. Penyebab penipuan membuat klien

terhambat dalam pembiayaan atau bisa dalam perhatian khusus.

Selanjutnya, bank juga harus lebih memantau lagi bisnis

nasabah dan melakukan pendekatan kepada nasabah, jika

nasabah memerlukan sesuatu dalam bisnisnya atau

membutuhkan saran tentunya pihak nasabah tidak ragu untuk

cerita kepada pihak bank, sehingga dengan metodologi ini pihak

bank bisa tau masalah dalam bisnis nasabah.

e. Faktor Eksternal

1) Bencana alam (banjir)

Peristiwa bencana alam sangat berpengaruh dalam

pembiayaan bermasalah. Apabila klien terdampak banjir,

tentunya klien akan membelanjakan asetnya untuk memperbaiki

rumah atau sesuatu lainnya, serta ini juga klien lalai terhadap

kewajiban. Peristiwa bencana tidak dapat di prediksi dengan

indra mata, namun pihak bank dapat melakukan antisipasi

mengangsuransikan jaminan klien. Jadi klien yang terkena

musibah banjir, maka kerugian di tanggung bank tidak terlalu

besar.

2) Terdampak wabah covid-19

Bank harus pengawasan secara berkala guna memantau

perkembangan kondisi klien. Dalam hal ini pihak yang


86

melakukan pengawasan ialah bagian maketing dikarenakan bisa

terjun langsung ke lapangan dan bank menawarkan kepada

nasabah agar menggunakan restrukturisasi karena cara ini

dirasakan sangat cocok serta efektif agar masalah bisa cepat

selesai.

3) Nasabah memprioritaskan kepentingan lain

Klien melakukan pinjaman tetapi sering fokus pada

kepentingan yang lainnya. Seringnya untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu, klien mendapatkan

pembiayaan bermasalah. Jika banyak klien melakukan hal ini,

metode terbaik untuk mengalahkan mereka adalah melakukan

dengan perjanjian tambahan akad addendum untuk mengurangi

terjadinya penyalahgunaan uang.

2. Analisi kebijakan Restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan


bermasalah pada masa pandemi Covid-19 di Bank BRI Syariah
KCP Ngawi
Bank syariah, jelasnya memberi penanganan pinjaman bermasalah
dengan memanfaatkan pengaturan restrukturisasi. Restrukturisasi
merupakan satuan upaya pembatas potensi kemalangan yang timbul
disebabkan pembiayaan bermasalah, bank melakukan restrukturisasi
pembiayaan kepada klien yang kapasitas cicilannya berkurang, serta
memiliki prospek bisnis bagus dan dapat memenuhi komitmen setelah
diadakan restukturisasi.
BRIS KCP Ngawi, menyaluran dana pembiayan pada tahun 2018
total penyaluran dana sebanyak Rp 15.864.400.000 dengan jumlah
nasabah 389 yang bermasalah 38 nasabah yang di restrukturisasi 12
nasabah, tahun 2019 total penyaluran dana sebanyak Rp 13.567.200.000
87

dengan jumlah nasabah 372 yang bermasalah 23 nasabah yang di


restrukturisasi 9 nasabah dan tahun 2020 total penyaluran dana sebanyak
Rp 23.067.400.000 dengan jumlah nasabah 471 yang bermasalah 52
nasabah yang di restrukturisasi 34 nasabah.
Penyelesaian pembiayaan bermasalah di BRIS KCP Ngawi sebagai

berikut:

a. Melakukan pendekatan

Metodologi diambil oleh bank dengan pergi ke rumah klien

serta melihat keadaan rumah serta bisnis nasabah. Bank juga

berinteraksi kepada masyarakat sekitar rumah klie dan mengarahkan

pertimbangan. Metodologi ini bermanfaat dalam menemukan data

klien memiliki masalah. Setelah BRIS KCP Ngawi mengetahui

penyebab dari klien bermasalah, bank memberikan 1sampai 3 surat

peringatan kepada klien. Surat peringatan yaitu surat tegoran untuk

klien agar memenuhi komitmennya.

b. Restrukturisasi

BRIS KCP Ngawi menyelesaikan pembiayaan bermasalah

dengan 2 teknik yaitu rescheduling (perpanjangan waktu) dan

reconditioning (persyaratan ulang). Dengan mengubah jadwal

angsuran komitmen atau jangka waktu dan mengubah sebagian atau

keseluruhan kebutuhan pembiayaan, itu sebenarnya ingin membantu

mempermudah nasabah kelas pembiayaan yang licik untuk memiliki

opsi untuk membayar hutang mereka yang belum dibayar, sehingga

pembiayaan mereka dapat menjadi mulus sekali lagi. Nasabah yang


88

direkomendasikan untuk restrukturisasi adalah nasabah yang

didelegasikan dengan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan

dan macet.

c. Pengadilan agama

Jika bank telah mengarahkan konsultasi dengan nasabah dan

juga memberikan jawaban untuk restrukturisasi, apabila nasabah

tidak merespon jalan selanjutnya mengajukan gugatan kepada klien

di pengadilan agama. Pengadilan agama disini sangat membantu

memberikan jera pada nasaba dengan tujuan agar klian perlu

mengurus pembiayaannya atau mau melunasi pembiayaan tersebut.

d. Jaminan

Jalan ini dilakukan apabilah klien tidak mampu lagi untuk

membayarkan kewajiban angsurannya. Asuransi ini dapat berupa

sertifikasi material atau jaminan individu, namun bank secara

konsisten menggunakan jaminan materi yang dapat dimanfaatkan.

Mengingat eksplorasi yang ada di BRIS KCP Ngawi menawarkan

jaminan jika alam negosiasi kepada klien tidak merespon. Tawaran

jaminan ini harus mendapat persetujuan dari klien, oleh karena itu

ada pertimbangan untuk menawarkan asuransi.

e. Lelang KPKLN
Sistem terakhir diselesaikan melalui Pimpinan Pelayanan

Negara dan Lelang (KPKLN). KPKLN ini membantu BRIS KCP

Ngawi dalam menanggulangi non performing financing dengan cara


89

menjual jaminana klien serta memastikan. KPKLN digunakan ketika

klien tidak dapat menjual jaminan, dengan adanya lelang KPKLN,

bank merasa lebih jauh dalam menyelesaikan pembiayaan

bermasalah. Kebutuhan yang harus dipenuhi saat penyerahan

jaminan ke KPKLN yaitu dokumen yang lengkap.

Dari penyelamatan usaha di atas, terlihat bahwa Bank BRI Syariah

KCP Ngawi justru memberi keringanan agar dapat memudahkan klien

dalam mengurus pembayaran kembali cicilan atau dalam melunasi

tunggakan pembayaran angsuran, misalnya dengan memanfaatkan

restrukturisasi, interaksi restrukturisasi ini harus dapat dilakukan dengan

cara memperluas kerangka waktu pembiayaan dan mengurangi hutang

utama yang belum dibayar. Strategi ini sangat berwawasan dikarenakan

tidak ada pihak yang dirugikan. Terlebih lagi, dalam penyelamatan Bank

BRI Syariah KCP Ngawi terus menjalin hubungan baik kepada klien

pembiayaan bermasalah, Ini juga merupakan salah satu pengaruh dalam

meningkatkan kualitas layanan terhadap klien.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank BRI

Syariah KCP Ngawi pada masa pandemi covid-19 dan analisis kebijakan

restrukturisasi dalam penyelesaiaan pembiayaan bermasalah pada masa

pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di Bank BRI Syariah

KCP Ngawi pada masa pandemi covid-19 adalah dari faktor internal atau

variable dalam, musibah yang dialami nasabah, nasabah lenyap atau

mengilang, masalah keluarga, mengalami kelemahan dalam analisis

pembiayaan atau lemah dalam pemeriksaan pembiayaan, kelemahan

karakter nasabah atau kurangnya dalam kepribadian nasabah, ketidak

dapat mengembalikan pembiayaan alasanya terganggunnya dalam faktor

bisnis atau pergerakan bisnis, penipuan atau pemerasan dan kecelakaan.

Sedangkan faktor eksternalnya atau variabel luarnya peristiwa bencana

alam (banjir), terdampak covid-19 dan nasabah mempreoritaskan

kepentingan lain atau dapat di sebut dengan fokus pada kepentingan yang

berbeda.

2. Kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah

pada masa pandemi covid-19 di Bank BRI Syariah KCP Ngawi, pihak

bank perlu segera melakukan penyelamatan dengan memanfaatkan

90
91

kebijakan restrukturisasi, restrukturisasi yang digunakan BRIS KCP

Ngawi berupa rescheduling (perpanjangan waktu) dan reconditioning

(persyaratan ulang) kedua teknik ini digunakan BRIS KCP Ngawi yang

sering di sebut dengan 2R dan kedua teknik tersebut sangatlah membantu

atau mempermudah bagi klien yang mengalami masalah dalam

melakukan angsuran, serta teknik ini juga sepenuhnya menguntungkan

antara klien dan bank. Sedangkan restructuring tidak digunakan di Bank

BRI Syariah KCP Ngawi karena pihak bank berpikir menggunakan

teknik ini akan membebankan nasabah dan merepotkan nasabah.

B. Saran

Penelitian ini diandalkan untuk membangun informasi bagi pembaca

dan pertemuan yang secara langsung diidentifikasi dengan judul peneliti.

Saran yang diberikan pulis, sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembiayaan di BRIS KCP Ngawi harus diselesaikan sesuai

standar yang baik, meskipun, pemeriksaan karakter dan bisnis klien,

penyelidikan bisnis kaki tangan klien harus dilakukan dengan lebih hati-

hati untuk mengurangi kejadian pembiayaan yang bermasalah.

2. Pelaksanaan kebijakan restrukturisasi dalam penyelesaian pembiayaan

bermasalah pada masa pandemi covid-19 di BRIS KCP Ngawi dalam

pelaksanaan restrukturisasi harus mengikuti semua peraturan dengan

ketat mengenai restrukturisasi dan juga pelaksanaanya agar tidak terjadi

pengulangan restrukturisasi kedua terhadap klien.


92

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk mensurvei lebih banyak

sumber dan referensi diidentifikasi penelitian yang dilakukan agar hasil

yang didapatkan lebih maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke praktik. Jakarta: Gema Insani,
2001.
Alu, La dan Sarmadan. Buku Ajaran Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015.
Buchori, Nur S. Koperasi Syariah. Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012.
Djamil, Fathurahman. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah
Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Fatihudin, Didin. Metode Penelitian Untuk Ilmu Ekonomi, Manajemen, dan
Akuntansi. Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2015.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2005.
Ismail. Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013.
-------. Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Pranadamedia
Group, 2010.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2015.
-------. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2014. Jakarta: PT
Rajagrafindo, 2014.
-------. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Pt. Raja Grafindo, 2008.
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2016.
-------. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Nur, Binti dan Asiyah. Manajemn Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta:
Kalimedia, 2015.
Rachmadi dan Usman. Aspek Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika, 2012.
Saryono. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2013.
-------. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2016.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010.
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 1996.
Suwandi dan Basrowi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Usanti, Trisadini P. dan Abd Somad. Transaksi Bank Syariah. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
YLBHI. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan
Menyelesaikan Masalah Hukum Cet-1. Jakarta: Setralisme Production,
2006.

Jurnal

Asmara, Jhoni. Dahlan dan Iman Jauhari. “Prosese Penyelesaian Pembiayaan


Bermasalah Melalui Restrukturisasi”. Jurnal, Vol III No. 3, 2014.
Daniatu dan Moch Dzulkirom. “Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah
Bermasalah Pada Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal Administrasi Bisnis,
Vol 1 No. 1, 2015.
Faisal. “Restrukturisasi pembiayaan Murabahah dalam mendukung manajemen
risiko sebagai implementasi prudential principle pada bank syariah di
Indonesia”. Jurnal, Vol 11 No.3, 2011.
Hilyatin, Dewi Laela. “Strategi Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Pada
Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah Mandiri Cabang Purwokerto”.
Jurnal Ekonomi Islam, No. 1, 2016.
Kalsum, Ummi dan Rahmi. “Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah
pada BNI Syariah cabang Kendari”. Jurnal, Vol II No. 2, 2017.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 jurnal Tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
Shobirin. “Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul Maal Wa
Tamwil (BMT)”. Jurnal Iqtishadia, Vol 9 No. 2, 2016.
Usanti, Trisadini Prasastinah. “Restrukturisasi Pembiayaan Sebagai Salah Satu
Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah”. Jurnal Perspektif, Vol. IX
No. 3, 2006.
Zulfikri, Ari. Ahmad Sobari dan Syarifah Gustiawati. “Strategi Penyelamatan
Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan Murabahah Bank BNI Syariah
Cabang Bogor”. Jurnal of Islamic Economics and Banking, Vol. I No.1,
2019.

Website

BRI Syariah, Sejarah BRI Syariah, dalam https://brisyariah.co.id//profil.html,


(diakses pada tanggal 22 November 2020, 10.30).

Anda mungkin juga menyukai